Sapto Haryoko, Karakteristik Sensor AF-30 pada Rangkaian Detektor Asap
KARAKTERISTIK SENSOR AF-30 PADA RANGKAIAN DETEKTOR ASAP Sapto Haryoko Jurusan Pendidikan Teknik Elektronika FT UNM
Abstrak Tujuan Penelitian ini adalah Mempelajari karakteristik dari sensor AF-30 yang dapat digunakan sebagai pendeteksi adanya gas hidrogen dan ethanol pada suatu ruangan. Mempelajari cara kerja rangkaian sensor yang dapat mengeluarkan sinyal tegangan dari perubahan resistansi sensor. Pengamatan dan peninjauan alat untuk kemudian dilakukan penganalisaan serta pengumpulan datadata. Perancangan dan pemodifikasian rangkaian alat, yaitu penyediaan seluruh komponen yang dibutuhkan selanjutnya merakit dan membuat Alat. Sensor AF-30 memiliki tingkat sensitivitas
yang sangat tinggi terhadap gas hydrogen dan ethanol. Gas hydrogen dan ethanol merupakan gas dominan yang terkandung dalam asap rokok sehingga sensor AF-30 dapat dikatakan sebagai sensor pendeteksi asap rokok. Sensor AF-30 merespon perubahan besaran fisik dari lingkungan dalam bentuk perubahan hambatan sensor. Peletakan sensor AF-30 perlu disesuaikan dengan tempat yang me-mungkinkan sensor dapat mendeteksi perubahan besaran fisik pada lingkungan dengan sempurna, sehingga proses pendeteksian dapat berjalan seperti yang diharapkan. Kata Kunci : Sensor AF-30, Detektor Asap. Pengendalian berkaitan erat dengan strategi yang memungkinkan sebuah komputer yang berperan sebagai otak dalam sistem pengendalian mengerahkan gerakan-gerakan dari sebuah alat terkendali, dan menerima respon dari sensor yang dimiliki oleh alat terkendali tersebut ke komputer. Strategi inilah yang dikenal sebagai teori pengendalian. Pengendalian ini telah dikembangkan dan diterapkan secara luas dalam masalah perekayasaan. Industri besar dan modern sangat memerlukan tenaga ahli perencanaan sistem pengendali dan perancangan desain sistem pengendali, termasuk teknisi profesional sebagai operator. Tidak menutup kemungkinan bahwa mereka berasal dari berbagai disiplin ilmu yang saling berhubungan karena teori sistem pengendali modern dikembangkan guna mengatasi kerumitan yang dijumpai pada berbagai sistem pengendalian yang menuntut kecepatan dan ketelitian yang tinggi dengan hasil output yang optimal. Sejak tahun 1960, teori klasik yang membahas sistem satu masukan dan satu keluaran sudah tidak dapat digunakan untuk sistem pengendali yang membutuhkan banyak masukan dan banyak keluaran. Sistem pengendali dengan banyak masukan dan banyak keluaran menjadi semakin rumit, sehingga untuk
memecahkannya diperlukan banyak persamaan dan peralatan bantu yang memadai. Dalam sistem pengendali dikenal adanya Sistem Pengendali Loop Terbuka (Open-loop Control Sistem) dan Sistem Pengendali Loop Tertutup (Closed-loop Control Sistem). 1. Sistem Pengendali Loop Terbuka Sistem pengendali loop terbuka adalah sistem pengendali yang mana sinyal keluarannya tidak berpengaruh terhadap aksi pengendalian karena di dalam sistem pengendali loop terbuka tidak ada proses umpan balik dari sinyal output ke dalam sinyal input. Dengan demikian di dalam sistem pengendali ini tidak ada proses untuk membandingkan antara sinyal keluaran dengan sinyal masukan. Gambar berikut adalah diagram blok untuk sistem kendali loop terbuka. Gambar di bawah ini menunjukkan hubungan antara masukan dan keluaran untuk sistem pengendali loop terbuka.
Elemen kendali
Alat terkendali
Gambar 1. Sistem pengendali loop terbuka
MEDIA ELEKTRIK, Volume 4 Nomor 1, Juni 2009
Gambar diagram blok di atas menggambarkan, bahwa di dalam sistem tersebut tidak ada proses umpan balik untuk memperbaiki keadaan alat terkendali jika terjadi kesalahan. Jadi tugas dari elemen pengendali hanyalah memproses sinyal masukan kemudian mengirimkannya ke alat terkendali. Setiap loop pengendali terbuka harus dikalibrasi dengan hati-hati agar ketelitian sistem tetap terjaga dan dapat berfungsi dengan baik. Dengan adanya gangguan sistem baik dari dalam maupun dari luar, maka sistem pengendali loop terbuka tidak akan dapat bekerja dengan baik seperti yang diharapkan. 2. Sistem Pengendali Loop Tertutup Sistem pengendali loop tertutup adalah sistem pengendali yang mana sinyal keluarannya mempunyai pengaruh langsung terhadap aksi pengen-daliannya. Yang menjadi ciri dari sistem pengendali tertutup adalah adanya sinyal umpan balik. Sinyal umpan balik merupakan sinyal keluaran atau suatu fungsi keluaran dan turunannya, yang diumpankan ke elemen kendali untuk memperkecil kesalahan dan membuat keluaran sistem, hingga mendekati harga yang diinginkan.
Pengendali
Sinyal Input
Sinyal Umpan Balik
Alat terkendali
Sinyal Output
Pada gambar di atas terdapat lingkaran dengan tanda silang di dalamnya yang disebut sebagai error detector atau pendeteksi kesalahan. Di dalam diagram di atas terdapat dua sinyal yang masuk ke lingkaran, yaitu sinyal input dan sinyal umpan balik. Keluaran dari lingkaran ini berupa sinyal kesalahan yang nilainya merupakan selisih antara sinyal input dengan sinyal umpan balik. Jadi sinyal kesalahan adalah perbedaan antara apa yang diinginkan dengan apa yang dihasilkan. Sinyal kesalahan ini kemudian dikirim ke elemen pengendali. Pengendali adalah komponen yang bertugas menerima sinyal kesalahan. Dari sinyal kesalahan tersebut akan dihasilkan sinyal keluaran yang akan dikirim ke alat terkendali. Dalam berbagai contoh di dalam pengendali terdapat basis data sinyal kesalahan. Basis data ini akan menghasilkan sinyal keluaran dari elemen pengendali yang berbeda-beda sesuai sinyal kesalahan yang masuk ke elemen pengendali. Alat terkendali adalah piranti yang sedang dikendalikan. Sinyal keluaran yang dihasilkan oleh elemen pengendali akan menjadi dasar untuk sifat yang terjadi pada alat terkendali. Sinyal umpan balik adalah piranti yang sengaja disediakan untuk men-deteksi sinyal output alat terkendali. Piranti ini dalam berbagai aplikasi praktis berupa sensor yang peka terhadap sinyal keluaran dari alat terkendali. Sinyal yang diterima oleh sensor tersebut akan dimasukkan ke dalam error detector. B. Sistem Pendeteksi dan Pengukur Konsentrasi Asap Berikut adalah gambar diagram blok sistem yang dibuat:
Gambar 2. Sistem pengendali loop tertutup Gambar di atas menyatakan hubungan antara masukan dan keluaran dari suatu loop sistem tertutup. Sinyal input yang sudah dibandingkan dengan sinyal umpan balik menghasilkan sinyal selisih atau sinyal kesalahan yang akan dikirimkan ke dalam elemen pengendali, sehingga menghasilkan sebuah sinyal keluaran yang akan dikirim ke alat terkendali. Sinyal input merupakan masukan referensi yang akan menentukan suatu nilai yang diharapkan bagi sistem yang dikendalikan tersebut. Dalam berbagai sistem pengendalian, sinyal input dihasilkan oleh komputer.
Buzzer
AF-30
Signal Conditioning ADC
User
Signal Processing
Gambar 3. Blok diagram Sistem Pendeteksi dan Pengukur Asap Pada Ruangan
Sapto Haryoko, Karakteristik Sensor AF-30 pada Rangkaian Detektor Asap
Untuk menghubungkan sensor dengan komputer diperlukan beberapa rangkaian seperti pada blok diagram rangkaian di atas, diantaranya yaitu: 1. Rangkaian penyesuai keluaran sensor yaitu untuk mengubah besaran keluaran sensor yang pada mulanya berupa hambatan diubah menjadi tegangan. Berikut gambar rangkaian pengubah keluaran hambatan menjadi keluaran tegangan: Rangkaian penyesuai tegangan (signal conditioning) yang terdiri dari Op-amp digunakan untuk menguatkan atau menyesuaikan tegangan keluaran sensor yang nantinya akan masuk pada rangkaian pengkonversi dari besaran analog ke bentuk besaran digital (rangkaian ADC).
rokok tersebut dibakar, maka kandungan dari asap rokok tersebut terdiri dari bermacammacam gas. Namun pada aplikasi ini hanya dibatasi dengan mengukur gas-gas yang dianggap mewakili kandungan asap rokok secara keseluruhan. Gas-gas ter-sebut adalah Hydrogen dan Ethanol. Pada dasarnya prinsip kerja dari sensor AF-30 adalah mendeteksi ke-beradaan gas-gas yang dianggap mewakili kandungan dari asap rokok secara keseluruhan, yaitu gas Hydrogen dan Ethanol. Sensor AF-30 mempunyai tingkat sensitifitas yang tinggi terhadap dua jenis gas tersebut. Jika sensor tersebut mendeteksi keberadaan gas-gas tersebut di udara dengan tingkat konsentrasi tertentu, maka sensor akan menganggap terdapat asap rokok di udara. Ketika sensor mendeteksi keberadaan gas-gas tersebut, maka re-sistansi elektrik sensor akan turun. Dengan memanfaatkan prinsip kerja dari sen-sor AF-30 ini, kandungan gas-gas tersebut dapat diukur. Cara mendeteksi asap rokok yaitu dengan meletakkan sensor AF-30 di dalam suatu ruangan, bila di dalam ruangan tersebut terdapat asap rokok, maka sensor akan mengeluarkan sinyal hambatan yang nantinya akan diolah oleh komputer. Gambar berikut menunjukkan dimensi sensor AF-30.
Gambar 4. Rangkaian pengubah keluaran hambatan menjadi keluaran tegangan 2.
Rangkaian ADC yaitu rangkaian pengubah besaran analog ke bentuk besaran digital. Komponen utama pada rangkaian ini adalah IC ADC 0804.
Sebagai antarmuka dengan komputer, rangkaian ini memanfaatkan port printer atau yang disebut juga sebagai port paralel sebagai masukan data dari rangkaian ADC. Kemudian sebagai pengolah data (signal processing) digunakan komputer dengan memanfaatkan program Visual Basic sebagai bahasa pemrogramannya. 1. Sensor AF-30 Rokok merupakan campuran dari tembakau, cengkeh dan bahan lainnya yang dibungkus oleh kertas. Kandungan zat-zat yang ada pada rokok terdiri dari nikotin, karbon monoksida (CO), tar yang bersifat karsinogenik dan radikal bebas, seperti radikal nitric oxide (NO, -NO2) dan sebagainya. Kemudian saat
Gambar 5. Dimensi sensor AF-30
Gambar 6. Penampang atas sensor AF-30
MEDIA ELEKTRIK, Volume 4 Nomor 1, Juni 2009
2. Pengkondisi Isyarat Untuk Masukan ADC Rangkaian pengkondisi isyarat (signal conditioning) seperti pada gambar 2.9 di atas merupakan rangkaian yang akan menyesuaikan isyarat keluaran dari sensor untuk kemudian diolah oleh rangkaian ADC sebagai isyarat masukan PC yang akan ditampilkan pada monitor. Penyesuaian isyarat ini sangat diperlukan untuk keakuratan data hasil pengukuran yang akan ditampilkan oleh PC. Rangkaian ini menggunakan komponen utama penguat operasional (Op-Amp). Operational Amplifier atau lebih dikenali sebagai Op-Amp adalah sejenis penguat berprestasi tinggi yang mempunyai masukan Inverting dan Non-inverting. Dengan menyambungkan beberapa komponen pada IC Op-Amp, maka dapat dilakukan penggandaan tegangan, lebar jalur frekuensi serta impedansi. Penguat operasional (Op Amp) adalah suatu rangkaian terintegrasi yang berisi beberapa tingkat dan konfigurasi penguat diferensial. Penguat operasional memilki dua masukan dan satu keluaran serta memiliki penguatan DC yang tinggi. Untuk dapat bekerja dengan baik, penguat operasional memerlukan tegangan catu yang simetris yaitu tegangan yang berharga positif (+V) dan tegangan yang berharga negatif (-V) terhadap tanah (ground).
yang sangat tinggi saat transistor dalam keadaan tidak menghantar (Atmos,1996:131). Transistor bekerja pada daerah jenuh (saturasi) sebagai saklar tertutup (On) dan pada daerah mati (Off), pada daerah jenuh (saturasi) arus mengalir tanpa halangan dari terminal kolektor menuju emitor
3. Rangkaian Buzzer (alarm) Rangkaian buzzer di sini dibuat untuk difungsikan sebagai isyarat yang dapat didengar oleh indera pendengaran manusia. Rangakian buzzer akan berbunyi apabila sensor menerima tanggapan dari luar atau mendeteksi adanya asap rokok di udara. Dan sebaliknya jika tidak ada asap rokok yang terdeteksi oleh sensor maka buzzer tidak akan berbunyi. Sehingga dengan adanya rangkaian buzzer di sini akan memperkecil kelengahan manusia dalam melakukan pen-jagaan yang dalam hal ini adalah penjagaan terhadap ruangan yang bebas rokok. Dalam perancangannya, rangkaian buzzer di sini memanfaatkan prinsip kerja pensaklaran dari transistor yang bekerja dengan rele yang mana transistor akan ‘on’ apabila mendapat sinyal basis, sehingga rele akan tersambung dan akan mengalirkan arus ke buzzer. Transistor yang digunakan dalam perancangan adalah jenis transistor BC 107.
IB = 0 b. Kondisi Saturasi VCE = VCC – IC · RC, karena VCE = 0 maka,
a. Transistor Sebagai Saklar Transistor adalah komponen yang memiliki impedansi rendah saat bersifat sebagai penghantar dan sebaliknya memiliki impedansi
(VCE=0) dan arus kolektor jenuh IC Sat =
VCC . RC
Kondisi ini menyerupai sebuah saklar mekanis dalam keadaan tertutup (On). Untuk membuat transistor konduksi diperlukan arus basis yang besarnya minimal se-besar IB Sat >
IC , pada saat transistor bersifat bukan Hfe
sebagai penghantar (Cut Off) berlaku ketentuan VCE = VCC, di mana IC = 0. Dalam kondisi demikian dapat direalisasikan dengan memberi bias basis IB = 0 atau pada terminal basis diberi tegangan mundur terhadap emitor. Analisis perhitungan untuk kondisi saklar secara teoritis adalah sebagai berikut: a. Kondisi Cut Off VCE = VCC – IC · RC, karena IC = 0 maka, VCE = VCC Besarnya arus basis adalah: IB =
IC =
IC , karena IC = 0 maka Hfe
VCC RC
c. Besarnya tahanan basis RB untuk mendapatkan arus basis IB pada kondisi benar-benar saturasi adalah RB =
(VBB - VBC ) IB Sat
d. Besarnya arus basis IB Saturasi adalah: Hfe · IB > IC atau IB Sat >
IC Hfe
HASIL DAN PEMBAHASAN Rangkaian Sensor Rangkaian sensor di sini pada dasarnya merupakan rangkaian yang mengubah besaran perubahan hambatan sensor menjadi besaran tegangan yang menyesuaikan besaran hambatan sensor tersebut. Berikut gambar skema rangkaian sensor:
Sapto Haryoko, Karakteristik Sensor AF-30 pada Rangkaian Detektor Asap
lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel pengujian di bawah ini: Tabel 1. Hasil pengujian pada pin-pin Op-Amp (JRC 4558)
0 1 2.8
Keluaran tegangan pada kaki-kaki IC (V) 1 2 3 4 5 6 7 8 0 0 0 -12 0 0 -2.8 12 -1 0 0 -12 0 0 -1.815 12 -2.8 0 0 -12 0 0 0 12
4 4.8
-4 -4.8
input Gambar 7. Skema rangkaian sensor Dari gambar skema rangkaian sensor di atas, Vc dan Vh merupakan tegangan +5 Volt dari catu sedangkan RL merupakan hambatan yang berperan dalam mengubah output sensor tersebut menjadi bentuk besaran tegangan (Vout). Dalam lingkungan yang bersih (bebas dari asap rokok), Vout sensor tersebut berkisar pada range 0 Volt – 2.8 Volt. Namun jika sensor tersebut berada dalam lingkungan yang telah terkontaminasi, Vout ini memiliki nilai tegangan pada range antara ±3.4 Volt hingga ±4.8 Volt. Rangkaian Pengkondisi Isyarat (Sgnal Conditioning) Rangkaian pengkondisi isyarat merupakan rangkaian yang bertugas untuk mengolah isyarat analog keluaran dari sensor agar dapat menjadi input yang sesuai bagi rangkaian ADC. Perlunya penyesuaian isyarat analog sebelum diolah oleh ADC adalah agar proses pengukuran yang dilakukan oleh PC memiliki tingkat ketepatan yang tinggi atau dengan persen error yang kecil.
Gambar 8. Signal Conditioning Input dari rangkaian di atas berasal dari Vout sensor. Proses penyesuaian isyarat analog dari sensor ini dengan jalan mengatur nilai output dari signal conditioning (pin 7) menjadi 0 Volt saat Vout sensor = 2.8 Volt (udara bersih). Untuk
0 0
0 0
-12 -12
0 0
0 0
1.18 1.87
12 12
Pada gambar 7 dan pada perhitungan di atas dapat dilihat, bahwa nilai tegangan pada R7 diatur sebesar 2.8 Volt. Nilai ini merupakan nilai tegangan sensor saat berada dalam ruangan atau lingkungan yang berudara bersih. Nilai ini digunakan sebagai acuan agar masukan ADC bernilai 0 Volt saat keadaan udara lingkungan bersih, sehingga pada saat ini keluaran ADC bernilai 0000 0000b atau 00h. Dengan demikian hasil pengukuran pada PC saat udara bersih adalah 0 PPM. Pengujian keluaran data ADC dengan Vref/2 = 1 volt dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2. Tabel data hasil pengujian pada ADC 0804 dengan Vref/2 = 1 volt Vin (V) 0 0,598 0.830 1.097 1.272 1.580 1.704 1.835
Data Hexa 00 4D 6A 8C A3 CA DA EA
0 0 1 0 0 1 0 0 0
1 0 0 1 0 1 1 1 1
Data Biner 2 3 4 5 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 1 0 0 1 0 1
6 0 1 1 0 0 1 1 1
7 0 0 0 1 1 1 1 1
Rangkaian Alat dan Program Pengamatan terhadap rangkaian alat secara keseluruhan hanya dilakukan pada titiktitik tertentu yang mana nilai keluaran pada titiktitik tersebut selalu menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi pada sensor. Titik-titik ini adalah pada keluaran sensor, keluaran rangkaian inverting dan penjumlah pada rangkaian pengkondisi isyarat, keluaran rangkaian inverting, penguat inverting dan rangkaian pembatas pada rangkaian buzzer serta pin 6 dan pin 11-18 pada IC ADC 0804.
MEDIA ELEKTRIK, Volume 4 Nomor 1, Juni 2009
Pengamatan terhadap masing-masing titik di atas dilakukan pada masing-masing nilai kadar gas dalam PPM yang terukur oleh program. Program pengukur konsentrasi asap rokok di sini dibuat berdasarkan perhitunganperhitungan yang diperoleh dari grafik hubungan antara {(R saat udara terkontaminasi asap rokok)/(R udara bersih)} terhadap konsentrasi gas dalam PPM sebagai berikut:
Gambar 10. Grafik karakteristik gas Hydrogen Analisis hasil pengujian pada tabel 3: 1. Hydrogen terukur = 2 ppm Ethanol terukur = 5 ppm Persamaan Hydrogen saat 1 - 5 PPM : PPM = 0.074 x data – 4,698 Data = Gambar 9. Grafik hubungan antara Rgas/ Rbersih terhadap konsentrasi gas (ppm) Dari grafik tersebut diperoleh grafik karakteristik gas Hydrogen dan Ethanol sebagai berikut
PPM + 4,698 0,074
Persamaan Ethanol saat 1 - 5 PPM: PPM = 0.0784 x data – 1,744 Data =
PPM + 1,744 0,0784
Tabel 3. Hasil pengujian pada rangkaian secara keseluruhan Kadar gas (PPM) Hydrogen Ethanol Terukur Terukur 2 5 3 7 3 8 3 9 4 9 4 10 5 15 5 20 6 24 8 31 10 40 20 47 30 66 40 82 50 100 60 159 70 193 80 226 90 259 100 292 200 367 300 442
A (V) 3.41 3.5 3.55 3.58 3.61 3.63 3.75 3.82 3.85 3.93 4.05 4.15 4.23 4.34 4.44 4.49 4.54 4.6 4.62 4.66 4.7 4.77
B (V) -3.43 -3.52 -3.56 -3.6 -3.63 -3.65 -3.77 -3.83 -3.87 -3.94 -4.06 -4.16 -4.25 -4.35 -4.45 -4.51 -4.55 -4.6 -4.65 -4.67 -4.7 -4.78
Tegangan pada titik-titik pengukuran Data : 0 = 0 Volt ; 1= 5 Volt C D E F (V) (V) (V) (V) G H I J K L M N 0.63 -0.62 3.4 1.13 0 1 1 0 1 0 1 0 0.76 -0.76 4.12 2.89 1 1 0 0 0 1 1 0 0.78 -0.75 4.3 3.12 1 0 1 0 0 1 1 0 0.84 -0.84 4.5 3.25 0 1 0 1 0 1 1 0 0.86 -0.85 4.66 3.8 1 1 1 1 0 1 1 0 0.88 -0.88 4.8 4.14 1 0 0 0 1 1 1 0 0.97 -0.97 5.29 5.03 1 0 1 1 1 1 1 0 1.02 -1.01 5.55 5.03 1 0 1 0 0 0 0 1 1.08 -1.08 5.87 5.03 0 1 0 1 0 0 0 1 1.16 -1.14 6.3 5.03 1 0 1 0 1 0 0 1 1.27 -1.27 7.01 5.04 1 1 0 0 0 1 0 1 1.36 -1.36 7.4 5.04 1 1 1 1 0 1 0 1 1.46 -1.46 7.96 5.03 1 1 0 1 1 1 0 1 1.56 -1.56 8.5 5.04 0 1 1 0 0 0 1 1 1.65 -1.65 8.97 5.04 0 1 0 0 1 0 1 1 1.71 -1.7 9.38 5.04 0 1 0 1 1 0 1 1 1.74 -1.74 9.5 5.04 0 1 1 1 1 0 1 1 1.78 -1.76 9.65 5.04 0 1 0 0 0 1 1 1 1.8 -1.8 9.81 5.04 0 1 1 0 0 1 1 1 1.83 -1.83 9.95 5.04 0 1 0 1 0 1 1 1 1.9 -1.87 10.3 5.04 0 1 0 0 1 1 1 1 1.98 -1.98 10.8 5.04 0 0 1 1 1 1 1 1
Sapto Haryoko, Karakteristik Sensor AF-30 pada Rangkaian Detektor Asap
Dari persamaan di atas maka:
1,74 + 4,698 Hydrogen è Data = = 87 0,074 Data 87 = 0101 0111b
5,077 + 1,744 Ethanol è Data = = 87 0,0784 Data 87 = 0101 0111b Dari hasil perhitungan di atas, maka Error (%): Data hasil perhitungan = 87 = 01010111b Data hasil pengukuran = 01010110 b= 86 Error (%) =
87 - 86 x 100 % = 1,14 % 87
Dari perhitungan tersebut maka dapat diketahui nilai tegangan di titik A,B dan C: è Tegangan di titik C: Resolusi ADC = 2/255 = 0,00784 Vc = data x resolusi ADC Vc = data x 0,00784 = 87 x 0,00784 = 0.682 Volt Vc hasil pengukuran = 0.63 Volt Error (%) =
0,68 - 0,63 x 100 % = 7.3 % 0,68
è Tegangan di titik B: Vc = (-) (VB – 2,8) VB = (-) (2,8 + Vc) = (-) (2,8 + 0,63) = (-) 3,43 Volt VB hasil pengukuran = - 3,43 Volt Error (%) = 0 % è Tegangan di titik A: VB = - VA VA = 3,41 Volt VB = -3, 43 Volt Error (%) =
3,43 - 3,41 x 100 % = 0.6 % 3,41
2. Hydrogen terukur = 6 ppm Ethanol terukur = 24 ppm Persamaan Hydrogen saat 6 - 10 PPM: PPM = 0,174 x data – 18,36 Data =
PPM + 18,36 0,174
Persamaan Ethanol saat 10 - 50 PPM: PPM = 0.645 x data – 65,55 Data =
PPM + 65,55 0.645
Dari persamaan di atas maka:
Hydrogen è Data =
5,78 + 18,36 = 139 0,174
Data 139 = 10001011b Ethanol è Data =
24,10 + 65,55 = 139 0,645
Data 139 = 10001011b Dari hasil perhitungan di atas, maka Error (%): Data hasil perhitungan = 139 = 10001011b Data hasil pengukuran = 10001010b = 138 Error (%) =
139 - 138 x 100 % = 0.7 % 139
Dari perhitungan tersebut maka dapat diketahui nilai tegangan di titik A,B dan C: è Tegangan di titik C: Resolusi ADC = 2/255 = 0,00784 Vc = data x resolusi ADC Vc = data x 0,00784 = 139 x 0,00784 = 1,089 Volt Vc hasil pengukuran = 1,08 Volt Error (%) =
1,089 - 1,08 x 100 % = 0,9 % 1.089
è Tegangan di titik B: Vc = (-) (VB – 2,8) VB = (-) (2,8 + Vc) = (-) (2,8 + 0,9) = (-) 3,7 Volt VB hasil pengukuran = - 3,87 Volt Error (%) =
(-)3,7 - (- )3,87 x 100 %= (-)3,7
4,5 %
è Tegangan di titik A: VB = - VA VA = - (-) 3,7 VA = 3, 7 Volt VA hasil pengukuran = 3,85 Volt Error (%) =
3,7 - 3,85 x 100 % = 4 % 3,7
3. Hydrogen terukur = 20 ppm Ethanol terukur = 47 ppm Untuk persamaan Hydrogen saat 10 – 50 PPM: PPM = 0.85 x data – 128,55 Data =
PPM + 128,55 0,85
Untuk persamaan Ethanol saat 10 - 50 PPM: PPM = 0.645 x data – 65,55 Data =
PPM + 65,55 0.645
Dari persamaan diatas maka:
MEDIA ELEKTRIK, Volume 4 Nomor 1, Juni 2009
Hydrogen è Data =
20,2 + 128,55 = 175 0,85
Data 218 = 11011010b Ethanol è Data =
Data 175 = 10101111b Ethanol è Data =
47,32 + 65,55 = 175 0.645
Data 175 = 10101110b Dari hasil perhitungan diatas, maka error (%): Data hasil perhitungan = 175 = 10101111b Data hasil pengukuran = 10101111 b= 175 Error (%) = 0 % Dari perhitungan tersebut maka dapat diketahui nilai tegangan di titik A,B dan C: è Tegangan di titik C: Resolusi ADC = 2/255 = 0,00784 Vc = data x resolusi ADC Vc = data x 0,00784 = 175 x 0,00784 = 1,372 Volt Vc hasil pengukuran = 1,36 Volt Error (%) =
1,36 - 1,372 x 100 % = 0,8 % 1,36
è Tegangan di titik B: Vc = (-) (VB – 2,8) VB = (-) (2,8 + Vc) = (-) (2,8 + 1,36) = (-) 4,16 Volt VB hasil pengukuran = - 4,16 Volt Error (%) = 0 % è Tegangan di titik A: VB = - VA VA = - (-) 4,16 VA = 4,16 Volt VA hasil pengukuran = 4,15 Volt Error (%) =
4,16 - 4,15 x 100 % 4,16
= 0,2 % 4. Hydrogen terukur = 60 ppm Ethanol terukur = 159 ppm Untuk persamaan Hydrogen saat 50 – 100 PPM: PPM = 2.5 x data – 485 Data =
PPM + 485 2,5
Data =
Data 218 = 11011010b Dari hasil perhitungan di atas, maka Error (%): Data hasil perhitungan = 218 = 11011010b Data hasil pengukuran = 11011001 b= 217 Error (%) =
PPM + 1650 8,3
218 - 217 x 100 % = 0.4 % 218
Tegangan di titik C, B dan A adalah: è Tegangan di titik C: Resolusi ADC = 2/255 = 0,00784 Vc = data x resolusi ADC Vc = data x 0,00784 = 218 x 0,00784 = 1,709 Volt Vc hasil pengukuran = 1,71 Volt Error (%) = 0% è Tegangan di titik B: Vc = (-) (VB – 2,8) VB = (-) (2,8 + Vc) = (-) (2,8 + 1,71) = (-) 4,51 Volt VB hasil pengukuran = - 4,51 Volt Error (%) = 0 % è Tegangan di titik A: VB = - VA VA = - (-) 4,51 VA = 4,51 Volt VA hasil pengukuran = 4,49 Volt Error (%) =
4,51 - 4,49 x 100 % = 0,4 % 4,51
5. Hydrogen terukur = 200 ppm Ethanol terukur = 367 ppm Untuk persamaan Hydrogen saat > 100 PPM: PPM = 11.1 x data – 2497.4 Data =
PPM + 2497.,4 11,1
Untuk persamaan Ethanol saat > 100 PPM: PPM = 8.3 x data – 1650 Data =
Untuk persamaan Ethanol saat > 100PPM: PPM = 8.3 x data – 1650
159,4 + 1650 = 218 8,3
PPM + 1650 8,3
Dari persamaan di atas maka: Hydrogen è Data =
200 + 2497,4 = 243 11,1
Data 248 = 11110011b
366,9 + 1650 = 243 8,3
Dari persamaan diatas maka:
Ethanol è Data =
Hydrogen è Data
Data 243 = 11110011b
=
60 + 485 = 218 2,5
Sapto Haryoko, Karakteristik Sensor AF-30 pada Rangkaian Detektor Asap
Dari hasil perhitungan di atas, maka Error (%): Data hasil perhitungan = 243 = 11110011b Data hasil pengukuran = 11110010b = 242 Error (%) =
243 - 242 x 100 % = 0.4 % 243
Tegangan di titik C, B dan A adalah: è Tegangan di titik C: Resolusi ADC = 2/255 = 0,00784 Vc = data x resolusi ADC Vc = data x 0,00784 = 243 x 0,00784 = 1,905 Volt Vc hasil pengukuran = 1,9 Volt Error (%) =
1,905 - 1,9 x 100 % = 0,2 % 1.905
è Tegangan di titik B: Vc = (-) (VB – 2,8) VB = (-) (2,8 + Vc) = (-) (2,8 +1,905) = (-) 4,705 Volt VB hasil pengukuran = - 4,7 Volt Error (%) =
(- )4,705 - (-)4,7 (- )4,705
x 100 %
= 0,1 % è Tegangan di titik A: VB = - VA VA = - (-) 3,7 VA = 4,705 Volt VA hasil pengukuran = 4,7 Volt Error (%) =
4,705 - 4,7 x 100 %= 0,1 % 4,705
Agar konsentrasi gas hydrogen dan ethanol dapat terukur dengan menggunakan PC maka perubahan hambatan dari sensor perlu diubah terlebih dahulu menjadi besaran tegangan dan kemudian diolah dengan menggunakan signal conditioning, ADC untuk kemudian diproses dengan menggunakan program perhitungan yang telah dibuat, Signal conditioning di sini digunakan untuk memberikan nilai nol saat sensor berada dalam lingkungan udara bersih sehingga proses pengukuran akan memberikan nilai terukur yang akurat, Rangkaian ADC berguna untuk mengubah sinyal analog dari sensor menjadi bentuk data digital. Rangkaian ADC sangat diperlukan karena PC hanya dapat membaca sinyal dalam bentuk data digital.
DAFTAR PUSTAKA Andi, 2003, Pengembangan Sistem Pakar Menggunakan Visual Basic, ANDI OFFSET: Yogyakarta. Firdaus, 2006, 7 Jam Belajar Interaktif Visual Basic 6.0 Untuk Orang Awam, Maxikom: Palembang. Kurniawan, Tri Basuki. Misinem, 2006, Pemrograman pada Port Printer, ARDANA MEDIA: Yogyakarta. Roddy, Dennis. Colen, John, 1997, Komunikasi Ektronika, Jilid I, Erlangga: Jakarta. Supriadi, Muhammad, 2005, Pemrograman IC PPI 8255, ANDI OFFSET: Yogyakarta Sutrisno, 1987, Elektronika Teori dan Penerapannya, Jilid 2, Erlangga, Jakarta.
SIMPULAN Berdasarkan analisis data yang dihasilkan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain Sensor AF-30 memiliki tingkat sensitivitas yang sangat tinggi terhadap gas hydrogen dan ethanol, Gas hydrogen dan ethanol merupakan gas dominan yang terkandung dalam asap rokok sehingga sensor AF-30 dapat dikatakan sebagai sensor pendeteksi asap rokok, Sensor AF-30 merespon perubahan besaran fisik dari lingkungan dalam bentuk perubahan hambatan sensor, Hambatan sensor AF-30 berbanding terbalik dengan tingkat konsentrasi gas hydrogen dan ethanol di udara dalam ppm (semakin tinggi kadar gas hydrogen dan ethanol di udara maka hambatan sensor AF-30 semakin rendah).
Warsito S, 1997, Data Sheet Book I, PT.Elek Media Komputindo: Jakarta. www.Ilmu_komputer.com, diakses tanggal 19 September 2006. www.datasheetcatalog.com, diakses tanggal 22 September 2006.