KARAKTERISTIK BATAKO YANG MEMPERGUNAKAN AGREGAT BEKAS I Nyoman Arya Thanaya 1 1
Dosen pada Jurusan Teknik Sipi, FT Unud, Kampus Bukit Jimbaran Denpasar E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Keberadaan agregat alam untuk bahan bangunan khususnya batako semakin terbatas. Paper ini menguraikan penelitian menggunakan agregat bekas berupa: agregat kasar dari bongkaran beton; agregat halus dari: bagian halus hasil pemecahan bongkaran beton, batako, dan bata; dan bagian paling halus (filer) dari abu sekam. Tujuan dari penelitian yang dilukiskan pada paper ini untuk mengetahui karakteriastik agregat bekas dan karakteristik batako dari agregat bekas. Proporsi agregat bekas divasiasi untuk mengantisipasi ketersediaan material. Perbandingan antara semen dan agregat yang dicoba 1:6 (camp. A); 1:9 (camp. B); dan 1:12 (camp. C). Faktor air semen ditentukan dengan mencoba, dimana kadar airnya cukup untuk membuat sampel yang stabil saat cetakan segera dibuka. Ukuran sampel untuk penelitian ini: 100x100x80 mm. Campuran dipadatkan dengan standard proctor dengan 5 dan 10 kali tumbukan. Pemadatan dilakukan secara sentris melalui papan kayu setebal 2 cm. Sampel dikondisikan selama 7, 14, dan 28 hari. Diperoleh hasil: faktor air semen 0,4; kuat tekan yang diperoleh sesuai ukuran sampel yang dibuat memenuhi standar minimal 25 kg/cm2 (sesuai SNI 03-0348-1989, tentang bata beton pejal); gradasi batako dengan jumlah agregat kasar yang lebih banyak dan agregat halus yang cukup dimana sampel dalam komposisi yang kompak, memberikan kuat tekan yang baik walaupun dipadatkan dengan enersi pemadatan yang lebih ringan. Tingkat penyerapan awal berkisar antara 2,2-5,6 kg/m2.menit; porositas antara 4045%; dan penyerapan air antara 38-47%; penurunan kuat tekan setelah perendaman 24 jam antara 24,4-46,48%. Kata kunci: karakteristik, batako, agregat bekas
1. PENDAHULUAN Batako adalah suatu komponen bahan bangunan yang dibuat dari bahan campuran semen, atau bahan perekat lainnya, air dan agregat dengan atau tanpa bahan tambahan lain yang tidak akan mengurangi mutu batako tersebut. Proses pembuatan batako dapat dilakukan dengan dua cara seperti dibuat dengan cetakan tangan, campuran semen dan agregat yang dalam keadaan lembab dipadatkan dengan cara ditumbuk-tumbuk, yang dimasukan dalam cetakan. Selain itu dapat juga dibuat dengan mesin getar, dimana proses pembuatannya sama dengan cetakan tangan, hanya pemadatan dilakukan dengan menggunakan mesin getar yang digerakkan dengan tenaga listrik. Batako umumnya dalam konstruksi bangunan memiliki fungsi sebagai bahan non-struktural, disamping berfungsi sebagai struktural. Sebagai fungsi struktural, batako dipakai sebagai penyangga atau pemikul beban yang ada diatasnya seperti pada konstruksi rumah sederhana dan pondasi. Sedangkan pada bangunan konstruksi tingkat tinggi/gedung, batako berfungsi sebagai non-stuktural yang dimanfaatkan untuk dinding pembatas dan estetika tanpa memikul beban yang ada diatasnya. Adanya pembangunan yang berkesinambungan, mengakibatkan masih banyaknya kegiatan penambangan agregat alam sebagai salah satu material pembentuk komponen bangunan seperti beton maupun bahan untuk pasangan dinding seperti batako. Hal ini menyebabkan menurunnya jumlah agregat alam dimana jika terus digunakan sebagai material bangunan maka semakin lama material alam tersebut akan habis, sehingga untuk menanggulangi masalah tersebut diperlukan material lain sebagai penggantinya. Pembangunan yang terjadi saat ini juga banyak menghasilkan limbah padat berupa bongkaran bangunan lama yang keberadaanya jika tidak dikoordinasikan dengan baik maka cenderung dapat merusak lingkungan seperti menyebabkan tanah menjadi kurang subur, merusak pemandangan disekitar tempat pembuangan dan lain sebagainya. Dari hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk memanfaatkan agregat bekas (agregat daur ulang) sebagai pengganti agregat alam. Thanaya (2006) menggunakan agregat bekas sebagai bahan pasangan dinding, dengan aspal sebagai bahan perekat. Penelitian menggunakan agregat bekas untuk bahan dinding sudah juga diteliti oleh Cahyadi (2010), mengunakan bongkaran bangunan dan semen sebagai bahan perekat. Diperoleh hasil yaitu batako memenuhi kuat tekan minimum 25 kg/cm2. Sunyoto (2011), juga meneliti batako dengan variasi komposisi agregat bekas dari bongkaran bangunan dengan hasil yang memuaskan. SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
M-1
Material
Dalam penelitian ini dicoba memanfaatkan bekas bongkaran bangunan sebagai agregat dalam pembuatan batako. Ukuran agregat yang digunakan terdiri dari agregat kasar berasal dari bongkaran beton memiliki ukuran tertahan saringan 2,36mm, agregat halus terdiri dari sisa pemecahan bongkaran beton, bongkaran batako dan bongkaran batu bata memiliki ukuran lolos saringan 2,36mm. Untuk memperoleh kekompakan sampel yang baik, maka diperlukan komponen butiran halus (lolos saringan 0,075mm) atau biasa disebut filler dengan jumlah yang memadai. Sebagai filler digunakan abu sekam padi. Filler dari abu sekam padi dan filler dari batu bata dalam agregat halus dapat berfungsi ganda yaitu sebagai material pengisi serta sebagai pozzolan (Suryawan, 2001) karena mengandung senyawa silika halus yang jika bereaksi dengan senyawa (Ca(OH)2) dan air akan memiliki sifat seperti semen (Nugraha dan Antoni, 2007). Tujuan dari penelitian yang diuraikan pada paper ini untuk mengetahui karakteri stik agregat bekas dan karakteristik batako dengan bahan dari agregat bekas dengan semen sebagai perekat.
2. METODE Penyiapan agregat bekas Sumber material adalah tempat-tempat pembuangan bongkaran bangunan disekitar kampus FT Sipil Unud, Bukit Jimbaran. Untuk agregat kasar didapat hasil pemecahan beton. Untuk bongkaran batako dan bata merah didapat dari bongkaran bangunan lama yang akan direnovasi menjadi bangunan baru. Sebelum digunakan agregat bekas terlebih dahulu dipecahkan secara manual. Untuk menghindari terlalu banyaknya agregat hasil pecahan menjadi ukuran kecil (halus), maka pemecahan dilakukan secara bertahap dan hasil pecahan langsung diayak dengan ukuran ayakan sesuai dengan ukuran diameter yang dibutuhkan, kemudian material diproporsikan seperti diperlihatkan pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Penentuan gradasi agregat bekas Gradasi agregat ditentukan berdasarkan percobaan pendahuluan dimana pemilihan gradasi bertujuan untuk memeperoleh sampel yang bersifat kompak (stabil) saat proses produksi dan dapat dipadatkan dengan energi pemadatan yang seringan mungkin, namun diharapkan memiliki kuat tekan yang memenuhi syarat mutu batako berdasarkan SNI 03-0348-1989, tentang bata beton pejal. Untuk itu diperlukan komposisi ukuran agregat yang mengandung kadar agregat halus yang memadai. Berdasarkan pertimbangan diatas pada penelitian ini dicoba 2 jenis gradasi yang mengacu pada Gradasi Latasir A (sand sheet / SS) yang mengandung komponen agregat yang lolos 2,36mm (agregat halus dan filler) tinggi: 50-70% (Depkimpraswil, 2004), yang kemudian dimodifikasi menjadi Gradasi Batako 1 dan Gradasi Batako 2. Pertamatama dibuat sampel dengan Gradasi Batako 1 (Gambar 1). 100 Lolos Komulatif ( % )
90 80 70 60 50 B baw ah B atas
40 30
Gradasi Batako1 Gradasi Batako2
20 10 0 0.01
0.1
1
10
100
Ukuran partikel ( mm )
Gambar 1. Grafik Spesifikasi Latasir A dan gradasi Batako Setelah itu untuk meningkatkan kuat tekan batako pada penelitian ini dicoba juga mempergunakan gradasi yang lebih kasar (Gradasi Batako 2) dimana kadar agregat yang lolos 2,36mm (agregat halus) berkurang lagi 20 % dibandingkan dengan Gradasi Batako 1.
Proporsi dan kebutuhan material Agregat yang sudah dipecah dan ukuran partikelnya sudah dipisahkan kemudian diproporsikan sesuai dengan Gradasi Batako 1 dan Gradasi Batako 2. Penggunaan material dan proporsi agregat bekas sesuai Gradasi Batako 1 dan Gradasi Batako 2, dilaksanakan seperti pada Tabel 1 dan 2. Dari total persentase agregat halus, diproporsikan
M-2
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
Material
sesuai dengan ketersediaan material yang diperoleh yang terdiri dari: 20% bongkaran beton, 40% bongkaran batako, dan 40% bata (Cahyadi, 2010). Tabel 1 Penggunaan material dan proporsi agregat bekas pada Gradasi Batako 1 Jenis Agregat Agregat Kasar 20% Agregat Halus 70% Filler 10%
Diameter (mm) 14-10 10-5 5-2,36
Material Bongkaran beton
Persen (%) 5 7 8
Per 1000 gram agregat 50 70 80
Lolos 2,36
Bongkaran beton, bata, batako
70
700
Lolos 0,075
Abu sekam
10
100
100 %
1000 gr
Total
Tabel 2 Penggunaan material dan proporsi agregat bekas pada Gradasi Batako 2 Jenis Agregat Agregat Kasar 40% Agregat Halus 50% Filler 10%
Diameter (mm) 14-10 10-5 5-2,36
Material Bongkaran beton
Persen (%) 10 15 15
Per 1000 gram agregat 100 150 150
Lolos 2,36
Bongkaran beton, bata, batako
50
500
Lolos 0,075
Abu sekam
10
100
100 %
1000 gr
Total
Produksi sampel batako Sampel diproduksi dengan memproporsikan material sesuai dengan Tabel 1 dan Tabel 2 diatas. Dibuat 3 jenis campuran berdasarkan perbandingan semen : agregat, yaitu campuran 1:6 (camp. A); 1:9 (camp. B); dan 1:12 (camp. C). Faktor air semen ditentukan berdasarkan percobaan awal, yaitu dengan jumlah yang cukup dimana campuran mudah diaduk secara manual dan sampel bisa berdiri stabil segera setelah dikeluarkan dari cetakan. Faktor air semen ditetapkan sebesar 0.4 untuk seluruh variasi campuran. Khusus untuk abu sekam, sebelum dipergunakan diremas-remas terlebih dahulu supaya tidak ada bagian yang menggumpal. Agregat yang sudah diproporsikan kemudian ditambah air, diaduk rata, kemudian dituangkan kedalam cetakan kayu dan diratakan dan diberikan papan kayu setebal 1 cm pada bagian permukaannya. Kemudian sampel dipadatkan secara sentris dengan alat pemadat standard proctor, dengan jumlah tumbukan 5 dan 10 kali. Setelah itu sampel dikeluarkan dari cetakan (cetakan dibuka) dan dianginkan ditempat teduh selama 7, 14, dan 28 hari untuk Batako Gradasi 1. Untuk Batako Gradasi 2 hanya diuji untuk umur 28 hari.
Pengujian karakteristik material dan sampel Karakteristik material yang dites adalah: berat jenis, penyerapan air dan abrasi agregat kasar. Karakteristik sampel yang diuji adalah: kuat tekan pada umur 7, 14, dan 28 hari; tingkat penyerapan awal (initial rate of suction/IRS); porositas; penyerapan air; dan penurunan kuat tekan setelah perendaman 24 jam. Kuat tekan dites dengan mesin kuat tekan. Sedangkan IRS adalah parameter untuk mengetahui tingkat penyerapan air awal. Data ini bisa dipakai bahan perbandingan untuk sampel dengan campuran yang berbeda, yang dapat dipakai pegangan untuk menentukan kekentalan spesi perekat antar batako. Sampel dengan IRS lebih tinggi memerlukan spesi yang lebih encer (Vekey, 2001). Sampel diuji dengan mencelupkan dalam air setinggi 3mm selama 60 detik. IRS = Berat air yang diserap dibagi luas area sampel terendam air ( kg/(m 2 .menit )). Perhitungan porositas dilaksanakan berdasarkan berat total campuran dengan rumus sebagai berikut: Porositas (%)
= rongga dalam campuran atau void in mix (VIM), terhadap volume bulk sampel; Porositas (P)% = SGmix - D = æç1 - D ö÷ x 100% ç SG ÷ SGmix mix ø è
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
(1)
M-3
Material
Kepadatan (Density = D) bulk = Kepadatan =
Berat di udara
volume Berat di udara
; (2)
( Berat SSD - Berat di dalam air )
Berat jenis (eff.) max campuran – SGmix (eff.) = maximum theoretical density, (berdasarkan berat total camp); SGmixeff =
%a SG
a
+
%b SG
b
100 %c % semen + + ........... + SG c SGsemen
(3)
Catatan: a, b, c, ….adalah fraksi agregat dari komponen campuran; SG = berat jenis.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Berat jenis dan penyerapan air agregat Data hasil pemeriksaan terhadap berat jenis agregat dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Hasil Pemeriksaan Berat Jenis Agregat Agregat Kasar (bongkaran beton) Halus (20% bongkaran beton, 40% batako, dan 40% bata) Abu sekam
Bulk 2,023 2,021
Berat Jenis SSD Apparent 2,273 2,695 2,101 2,196 SG : 2,148
Penyerapan Air (%)
Abrasi (%)
12,32
40,3 -
3,95 -
-
Sesuai dengan SNI 03-0348-1989, kualitas material untuk batako tidak ditentukan. Dapat dilihat pada Tabel 3, agregat kasar dari bongkaran beton memiliki berat jenis semu (apparent) yang cukup baik (≥ 2.5) bila disesuaikan syarat untuk material perkerasan jalan (Depkimpraswil, 2004). Sedangkan penyerapan air agregat bekas cukup tinggi terutama pada agregat kasar dari bongkaran beton, yang jauh melebihi syarat maksimal 3% bila dibadingkan dengan syarat material untuk pekerjaan jalan (Depkimpraswil, 2004). Untuk penyerapan agregat halus sedikit lebih besar dari 3 %. Hal ini mengindikasikan bahwa material yang dipakai memerlukan jumlah air yang lebih banyak dalam pencampuran, bila dibandingkan dengan agregat alam yang umum dipakai untuk pekerjaan jalan. Selanjutnya nilai keausan agregat kasar dari bongkaran beton (diuji dengan mesin abrassi Loss Angelos). Nilai keausan relatif baik yaitu hanya sedikit lebih besar dari nilai maksimum 40%, sesuai syarat bahan pondasi lapisan perkerasan jalan.
Karakteristik sampel batako Hasil pengujian karakteristik batako disajikan pada Gambar 2 sampai Gambar 5; dan Tabel 4, 5 dan Tabel 6. Gambar 2 memperlihatkan kuat tekan sampel dengan Gradasi Batako 1 untuk seluruh jenis campuran dengan perbandingan semen: agregat, yaitu campuran 1:6 (camp. A); 1:9 (camp. B); dan 1:12 (camp. C), yang memenuhi kuat tekan minimal 25 kg/cm2 (SNI 03-0348-1989) pada umur 28 hari, dimana campura 1:9 (camp. C) paling lemah. Hal ini logis karena kandungan semennya paling sedikit. Gambar 2 menunjukkan peningkatan kekuatan sampel dengan Gradasi Batako 1, dengan pemadatan 5 dan 10 kali tumbukan standard proctor, pada umur 7, 8, dan 28 hari. Diperlihatkan bahwa sampel dengan enersi tumbukan yang lebih tinggi (10 kali) memiliki kekuatan yang lebih baik, karena kepadatan dan sifat saling kunci agregatnya lebih baik/kompak. Selanjutnya tingkat penyerapan awal (initial rate of suction/IRS) memberikan hasil seperti diperlihatkan pada Tabel 4. Sampel yang memiliki nilai IRS yang lebih tinggi, akan menyerap air lebih tinggi. Sampel ini memerlukan jenis spesi yang lebih encer dibandingkan dengan sampel yang IRS nya lebih kecil. Tipikal nilai IRS yang umum dipakai di Inggris sebagai perbandingan untuk pasangan dinding yaitu berkisar antara 0,25-2,0 kg/m 2 menit (Vekey, 2001).
M-4
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
Material
50
60
5 tumbukan
Batako 1, A, 5tb
45
10 tumbukan
Kuat Tekan (kg/cm2)
Kuat Tekan (kg/cm2)
50 40 30 20 10
Batako 1, B, 5tb
40 35
Batako 1, C, 5tb
30 Batako 1, A, 10tb
25 20
Batako 1, B, 10tb
15
Batako 1, C, 10tb
10 0
0 Batako 1, A
Batako 1, B
Batako 1, C
Batako 2, A
Batako 2, B
Batako 2, C
Gambar 2. Kuat tekan rata-rata batako pada umur 28 hari
7
14
21
28
35
U m u r (hari)
Gambar 3. Peningkatan kuat tekan rata-rata batako dengan gradasi 1 (dengan 5 dan 10 tumbukan pemadatan)
Tabel 4. Data rentang nilai IRS (kg/(m 2 menit)) batako pada umur 28 hari 5 tumbukan 2,2 - 4,8 3,1 - 5,8 4,4 - 5,1 2,8 - 3,5 3,2 - 3,9 3,3 - 3,9
45
Porositas Batako (%)
40 35 30
5 tumbuk
25
10 tumbukan
20 15 10 5
P e rs e nta s e v olum e pe ny e ra pa n a ir
Sampel Batako 1, A Batako 1, B Batako 1, C Batako 2, A Batako 2, B Batako 2, C
10 tumbukan 4,5 - 5,1 4,2 - 5,6 4,1 - 5,6 50
5 tu m b u k
45
1 0 tu m b u ka n
40 35 30 25 20 15 10 5 0
0 Batako 1A
Batako 1B
Batako 1C
Batako 2A
Batako 2B
B a ta ko 1 B a ta ko 1 B a ta ko 1 B a ta ko 2 B a ta ko 2 B a ta ko 2 A B C A B C
Batako 2C
Gambar 5. Persentase volume penyerapan air rata-rata batako pada umur 28 hari
Gambar 4. Persentase porositas batako pada umur 28 hari
Untuk nilai porositas diperolah antara 40-45% (Gambar 4), dan penyerapan air antara 38-46% (Gambar 5). Hal ini tidak dispesifikasikan. Data ini sebagi data tambahan. Tabel 5 dan Tabel 6, memperlihatkan penurunan kuat tekan setelah perendaman 24 jam antara 24,4-46,48%. Karena itu sampel sebaiknya tidak dipergunakan untuk daerah yang lembab atau sering terkena air. Tabel 5. Penurunan kuat tekan rata-rata pada gradasi batako 1 pada umur 28 hari Campuran Batako Campuran 1:6 (A) 5 Tumbukan 10 Tumbukan Campuran 1:9 (B) 5 Tumbukan 10 Tumbukan Campuran 1:12 (C) 5 Tumbukan 10 Tumbukan
Kuat Tekan Ratarata Batako sebelum perendaman (kg/cm2)
Kuat Tekan Rata-rata Batako setelah perendaman 24 jam (kg/cm2)
Beda Kuat Tekan Ratarata (kg/cm2)
% Penurunan Kuat Tekan Batako
43,00 46,67
26,33 30,00
16,67 16,67
38,77 35,72
32,33 35,33
18,67 21,00
13,67 14,33
42,28 40,56
25,00 28,33
13,33 16,33
11,67 12
46,68 42,35
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
M-5
Material
Tabel 6. Penurunan kuat tekan rata-rata pada gradasi batako 2 pada umur 28 hari Campuran Batako
Kuat Tekan Ratarata Batako sebelum perendaman (kg/cm2)
Kuat Tekan Rata-rata Batako setelah perendaman 24 jam (kg/cm2)
Beda Kuat Tekan Ratarata (kg/cm2)
% Penurunan Kuat Tekan Batako
52,67
40
12,67
24,40
46
34,33
11,67
25,37
35
24
11
31,43
Campuran 1:6 (A) 5 Tumbukan Campuran 1:9 (B) 5 Tumbukan Campuran 1:12 (C) 5 Tumbukan
4. KESIMPULAN Dari hasil penelitian dan pembahasan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
Karakteristik agregat bekas Berdasarkan pengujian agregat bekas yang telah dilakukan, diperoleh hasil karateristik agregat bekas sebagai berikut: a. b. c.
Agregat kasar yang berasal dari bongkaran beton memiliki karateristik berat jenis bulk 2,023, berat jenis SSD 2,273, berat jenis semu 2,695. Untuk nilai keausan agregat kasar memiliki nilai sebesar 40,3% dan untuk nilai penyerapan air pada agregat kasar memiliki nilai sebesar 12,32%. Agregat halus (bongkaran beton, bata dan batako) memiliki karateristik berat jenis bulk 2,021, berat jenis SSD 2,101, berat jenis semu 2,196 dan nilai penyerapan air sebesar 3,95 %. Karateristik filler (abu sekam padi), memiliki nilai berat jenis 2,148.
Karakteristik batako Berdasarkan pengujian batako dengan menggunakan agregat bekas yang dilakukan, diperoleh hasil karateristik batako sebagai berikut: a.
b.
c.
d.
e.
Pada Batako Gradasi 1 Campuran A (1:6) dengan 5 dan 10 tumbukan pada umur 28 hari memiliki kuat tekan rata-rata sebesar 43 kg/cm2dan 46,67 kg/cm2, campuran B (1:9) memiliki kuat tekan rata-rata sebesar 32,33 kg/cm2dan 35,33 kg/cm2dan campuran C (1:12) memiliki kuat tekan rata-rata sebesar 25 kg/cm2dan 28,33 kg/cm2. Pada Batako Gradasi 2 campuran A, B dan C untuk 5 tumbukan memiliki kuat tekan rata-rata sebesar 52,67 kg/cm2, 46 kg/cm2 dan 33,67 kg/cm2. Secara umum memenuhi spesifikasi kuat tekan minimum 25 kg/cm2 (SNI 03-0348-1989). Batako menggunakan agregat bekas bongkaran bangunan memiliki rentang nilai IRS yang lebih tinggi dari pada tipikal nilai IRS yang umum dipakai untuk pasangan dinding di Inggris yaitu berkisar antara 0,25-2,0 kg/m2menit (Vekey, 2001 ). Pada Batako Gradasi 1 campuran A dengan 5 dan 10 tumbukan memiliki rentang nilai IRS sebesar 2,2-4,8 kg/m2menit dan 4,5-5,1 kg/m2menit, campuran B memiliki rentang nilai IRS sebesar 3,1-5,8 kg/m2menit dan 4,2-5,6 kg/m2menit dan campuran C memiliki rentang nilai IRS sebesar 4,4-5,1 kg/m2menit dan 4,1-5,6 kg/m2menit. Demikian juga pada Batako Gradasi 2 campuran A, B dan C dengan 5 tumbukan memiliki rentang nilai IRS sebesar 2,8-3,5 kg/m2menit, 3,2-3,9 kg/m2menit dan 3,3-3,9 kg/m2menit. Tingkat penyerapan awal secara umum berkisar antara 2,2-5,6 kg/m2.menit. Pada Batako Gradasi 1 campuran A dengan 5 dan 10 tumbukan memiliki porositas sebesar 41,55% dan 39,20%. Campuran B memiliki porositas sebesar 42,41% dan 40,03% dan untuk campuran C memiliki porositas sebesar 43,54% dan 40,99%. Pada batako 2 campuran A, B dan C dengan 5 tumbukan memiliki porositas rata-rata sebesar 42,77%, 43,76% dan 44,87%. Secara umum porositas antara 40-45%. Pada Batako Gradasi 1 campuran A dengan 5 dan 10 tumbukan memiliki persentase volume penyerapan air sebesar 41,65 % dan 41,22 %, campuran B memiliki persentase volume penyerapan air sebesar 44,92 % dan 42,25 % dan untuk campuran C memiliki persentase volume penyerapan air sebesar 47,08% dan 44,10%. Pada batako 2 campuran A, B dan C dengan 5 tumbukan memiliki penyerapan air rata-rata sebesar 38,62% , 39,54% dan 40,94%. Penyerapan air antara 38-47%. Batako akan mengalami penurunan kuat tekan setelah direndam dalam air. Untuk Batako Gradasi 1 campuran A dengan 5 dan 10 tumbukan mengalami penurunan kuat tekan sebesar 38,77% dan 35,72%, campuran B mengalami penurunan kuat tekan sebesar 42,28% dan 40,56% dan campuran C mengalami penurunan kuat tekan sebesar 46,68% dan 42,35% jika dibandingkan dengan batako 1 sebelum perendaman. Untuk Batako Gradasi 2 campuran A dengan 5 tumbukan mengalami penurunan kuat tekan sebesar 24,40%, campuran B mengalami penurunan kuat tekan sebesar 25,37% dan campuran C mengalami penurunan kuat tekan sebesar
M-6
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
Material
f.
31,43% dibandingkan dengan Batako Gradasi 2 batako sebelum perendaman. Secara umum penurunan kuat tekan setelah perendaman 24 jam antara 24,4-46,48%. Gradasi batako yang lebih kasar namun kompak (mengandung cukup agregat halus) dapat memberikan kuat tekan yang lebih besar dibandingkan dengan yang bergradasi lebih halus.
DAFTAR PUSTAKA Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (Depkimpraswil). (2004). Spesifikasi Campuran Beraspal Panas. Cahyadi, I G.A.R. (2010). “Analisis Karakteristik Batako Yang Dibuat Dari Agregat Bekas Dengan Semen Sebagai Bahan Perekat”. Tugas Akhir, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana. Nugraha, P. dan Antoni. (2007). Teknologi Beton, Andi, Jakarta. Sunyoto, R. (2011). ”Analisis karakteristik bata beton pejal menggunakan variasi kompsisi agregat bekas dari bonbgkaran bangunan dengan semen sebagai perekat”. Tugas Akhir, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana. Suryawan, IW. (2001). Penggunaan Campuran Abu Sekam Padi dan Kapur sebagai Bahan Stabilitas Tanah Lempung terhadap Daya Dukung Pondasi, Tugas Akhir, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana. Thanaya, IN.A., Forth, J.P., Zoorob, S.E. (2006). ”Incorporation of Fly Ash and Furnace Bottom Ash in Bitublock”. Proceedings of Ash Tech 2006, International Coal Ash Technology Conference, The Birmingham Hippodrom Theatre, Birmingham, Westmidlands, UK, Suxday 15 th Wednesday 17th May 2006, ISBN CD-Rom 09553490-0-1-9553490-0-3, Edited by Dr. Lindon Sear, Paper ref : A16. Vekey de, R.C., “Brickwork and Blockwork”. (2001). Construction Materials, Their Nature and Beahviour, Third Edition, Edited by J.M. Illston and P.L.J. Domone, Page 288, Spon Press, London and New York.
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
M-7
Material
M-8
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011