i
KARAKTERISASI SPESIES BAHAN BAKU IKAN AIR TAWAR KOMERSIAL BERBASIS PCR-SEQUENCING DAN PERBANDINGAN METODE EKSTRAKSI DNA
NANDA TIKA AMARILLY FOLIA PUTRI C34063380
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
ii
RINGKASAN NANDA TIKA AMARILLY FOLIA PUTRI. C34063380. Karakterisasi Spesies Bahan Baku Ikan Air Tawar Komersial Berbasis PCR-Sequencing dan Perbandingan Metode Ekstraksi DNA. Dibimbing oleh ASADATUN ABDULLAH, NURJANAH dan LAKSMI AMBARSARI. Ikan air tawar komersial (belut, gurame, lele, nila merah dan patin) merupakan salah satu pilihan masyarakat untuk memenuhi tingkat kebutuhan protein dan seringkali digunakan sebagai bahan baku produk olahan. Dewasa ini seringkali terjadi pemalsuan bahan baku, sehingga perlu dilakukan karakterisasi yang bertujuan untuk melindungi bahan baku hasil perairan dan mempermudah proses traceability. Karakterisasi dapat dilakukan menggunakan DNA, disebabkan oleh sifatnya yang stabil sehingga dapat digunakan untuk mengkarakterisasi produk segar, beku maupun olahan. Tahapan penting karakterisasi berbasis DNA adalah proses ekstraksi DNA. Tiga metode ekstraksi DNA digunakan pada penelitian ini, yaitu CTAB 2% dan ekstraksi menggunakan kit FermentasTM, serta QiagenTM. Hasil ekstraksi menunjukkan adanya DNA dengan konsentrasi berkisar antara 595,00 sampai 1497,50 µg/ml serta tingkat kemurnian sebesar 0,61-1,41. Hasil ekstraksi ini kemudian digandakan gen targetnya (12S rRNA) melalui proses PCR, sehingga didapatkan produk PCR yang dapat dikarakterisasi melalui proses elektroforesis. Hasil elektroforesis menunjukkan pita DNA ikan air tawar dapat tervisualisasikan dengan ketajaman dan ketebalan yang berbeda-beda serta ukurannya berkisar antara 200-250 bp. Hasil ekstraksi dengan Qiagen menunjukkan pita DNA yang lebih berkualitas (tebal dan tajam), sehingga dilanjutkan ke analisa molekular selanjutnya yaitu sequencing. Hasil sequencing berupa urutan basa nukleotida yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi spesies. Hasil identifikasi menunjukkan keempat jenis ikan air tawar mampu diidentifikasi jenisnya, yaitu Monopterus albus, Osphronemus goramy, Pangasius sp dan Oreochromis niloticus.
iii
KARAKTERISASI SPESIES BAHAN BAKU IKAN AIR TAWAR KOMERSIAL BERBASIS PCR-SEQUENCING DAN PERBANDINGAN METODE EKSTRAKSI DNA
NANDA TIKA AMARILLY FOLIA PUTRI C34063380
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
iv
Judul
: KARAKTERISASI SPESIES BAHAN BAKU IKAN AIR TAWAR KOMERSIAL BERBASIS PCR-SEQUENCING DAN PERBANDINGAN METODE EKSTRAKSI DNA
Nama
: Nanda Tika Amarilly Folia Putri
NRP
: C34063380
Departemen
: Teknologi Hasil Perairan
Menyetujui, Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Asadatun Abdullah S.Pi, M.S.M, M.Si. NIP. 198304052005012001
Ir. Nurjanah, MS. NIP. 19591013198601202
Dosen Pembimbing III
Dr. Laksmi Ambarsari, MS. NIP. 196011181994032001
Mengetahui, Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan
Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, MPhil. NIP. 195805111985031002
Tanggal Lulus : 29 Juni 2010
5
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul ”Karakterisasi Spesies Bahan Baku Ikan Air Tawar Komersial Berbasis PCR-Sequencing dan Perbandingan Metode Ekstraksi DNA” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Juni 2010
Nanda Tika Amarilly Folia Putri C34063380
iii
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan Gelar Sarjana di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi hasil penelitian ini berjudul “Karakterisasi Spesies Bahan Baku Ikan Air Tawar Komersial Berbasis PCR-Sequencing dan Perbandingan Metode Ekstraksi DNA”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberi dukungan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini, terutama kepada: 1. Asadatun Abdullah, S.Pi, M.S.M, M.Si, sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dengan penuh kesabaran, serta memberikan kesempatan kepada penulis untuk ikut serta dalam program Hibah Kompetitif Sesuai Prioritas Nasional 2009. 2. Ir. Nurjanah, MS dan Dr. Laksmi Ambarsari, MS, sebagai dosen pembimbing atas segala bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada penulis. 3. Dr. Ir. Agoes Mardiono Jacoeb Dipl.-Biol. sebagai dosen penguji serta Ketua Program Studi Departemen Teknologi Hasil Perairan, atas bimbingan dan arahan yang diberikan kepada penulis. 4. Ir. Komariah Tampubolon, MS, sebagai dosen pembimbing akademik dan seorang ibu bagi penulis atas bimbingan, dukungan dan semangat yang diberikan kepada penulis. 5. Dr. Ir. Ruddy Suwandi, M.S, M.Phil., sebagai Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan. 6. Ayah Rustam Effendy, Ibu Yanti Menaningrum, adik-adik Nando Ade Amaylly Putra dan Nandi Tio Geo Striata Effendy yang telah memberikan kasih sayang dan semangat yang luar biasa. 7. Ferry Rabito Luhur, Nanang Kurnia dan Fathu Rahman Hadi atas kebersamaan dan kisah yang membawa kita akhirnya dapat bercerita tentang “DNA”.
iv
8. Wiwit Handayani, Muhammad Fuadi dan Pak Roni atas segala cerita dan informasi inspiratif yang semakin membuka cakrawala mengenai DNA. 9. Ibu Emma, Mbak Lastri, Mbak Shelin dan Mbak Ana yang telah banyak membantu penulis selama melakukan penelitian di laboratorium. 10. Keluarga besar Departemen Teknologi Hasil Perairan, staff dosen dan Tata Usaha (TU), serta teman-teman THP 41, 42, 43, 44 dan 45 yang telah memberikan dukungan dan semangat. 11. Ignasius Sunutri Susanto, Patmawati Wahyudi, Made Suhandana, Fitri Meidiyanti, Minal Fitrani, Dwi Abdia Rahman, Nurul Aulia dan Nuresta Dwi Arti sebagai seorang sahabat setia yang ikut mendampingi dan meniupkan energi setiap kali api mulai padam. 12. Maisharah Zulfa dan Umi Lailatul Ahdiyah sebagai sahabat satu atap atas segala kisah dan cerita yang telah kita lewati bersama. 13. Mas Aris Sunantyo atas doa, dukungan dan semangat yang diberikan kepada penulis. 14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu di sini, penulis mengucapkan terima kasih banyak atas bantuan dan kerjasamanya dalam penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak dalam proses penyempurnaan laporan penelitian ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.
Bogor, Juni 2010
Nanda Tika Amarilly Folia Putri C34063380
v
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 22 Desember 1988 dari pasangan Bapak Rustam Effendy dan Ibu Yanti Menaningrum sebagai anak pertama dari tiga bersaudara. Pendidikan formal penulis dimulai di TK Kartika VIII-1 Jayapura dan lulus pada tahun 1994. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun 2000 di SD Hikmah II Yapis Jayapura. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Jayapura pada tahun 2003. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 5 Jayapura pada tahun 2006 dan diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Program Studi Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama studi di Institut Pertanian Bogor, penulis masuk kepengurusan Badan Kerohanian Islam Mahasiswa (BKIM IPB) periode 2006-2007 dan Himpunan Profesi HIMASILKAN divisi Sosial Kemasyarakatan periode 2007-2008. Penulis juga menjadi asisten mata kuliah interdepartemen Avertebrata Air periode 2007-2008 dan periode 2008-2009, mata kuliah Biokimia Hasil Perairan periode 2008-2009 dan periode 2009-2010, mata kuliah Biotoksikologi Hasil Perairan periode 2008-2009, mata kuliah Teknologi Pengolahan Hasil Perairan periode 2009-2010 dan mata kuliah Teknologi Produk Tradisional Hasil Perairan periode 2009-2010. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian
Bogor,
penulis
melakukan
penelitian
dengan
judul
”Karakterisasi Spesies Bahan Baku Ikan Air Tawar Komersial Berbasis PCR-Sequencing dan Perbandingan Metode Ekstraksi DNA” di bawah bimbingan Asadatun Abdullah, S.Pi, M.S.M, M.Si, Ir. Nurjanah, MS dan Dr. Laksmi Ambarsari, MS.
vi
DAFTAR ISI Halaman 1 PENDAHULUAN.............................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang............................................................................................. 1 1.2 Tujuan ......................................................................................................... 2 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 3 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Belut (Monopterus albus) .......................... 3 2.2 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Gurame (Osphronemus gouramy) ............. 4 2.3 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Lele (Clarias gariepinus) .......................... 5 2.4 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) ......... 6 2.5 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus) ............... 7 2.6 Karakterisasi Bahan Baku Hasil Perairan ................................................... 8 2.7 Identifikasi Spesies Berbasis DNA ............................................................. 8 2.7.1 DNA mitokondria ........................................................................... 10 2.7.2 Ekstraksi DNA ................................................................................ 11 2.8 Analisis Kuantitatif DNA.......................................................................... 13 2.9 PCR (Polymerase Chain Reaction)........................................................... 13 2.10 Karakterisasi Produk PCR......................................................................... 15 3 METODOLOGI .............................................................................................. 18 3.1 Waktu dan Tempat .................................................................................... 18 3.2 Alat dan Bahan .......................................................................................... 18 3.3 Prosedur Kerja........................................................................................... 19 3.3.1 3.3.2 3.3.3 3.3.4 3.3.5 3.3.6
Koleksi sampel ............................................................................... 20 Preparasi sampel ............................................................................. 20 Ekstraksi DNA ................................................................................ 20 Analisis kuantitatif DNA ................................................................ 22 PCR ................................................................................................. 22 Karakterisasi produk PCR .............................................................. 23
4 HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 25 4.1 Karakterisasi Bahan Baku ......................................................................... 25 4.2 Ekstraksi DNA .......................................................................................... 27 4.3 Analisis Kuantitatif DNA Genom ............................................................. 29 4.3.1 Konsentrasi DNA genom................................................................ 29
vii
4.3.2 Tingkat kemurnian DNA genom .................................................... 31 4.4 Karakterisasi Produk PCR......................................................................... 33 4.4.1 Elektroforesis .................................................................................. 33 4.4.2 Penentuan urutan nukleotida .......................................................... 36 5 KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 38 5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 38 5.2 Saran .......................................................................................................... 38 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 39 LAMPIRAN ......................................................................................................... 44
iii
DAFTAR GAMBAR No.
Teks
Halaman
1 Ikan belut (Monopterus albus) ........................................................................... 3 2 Ikan gurame (Osphronemus gouramy) .............................................................. 4 3 Ikan lele (Clarias gariepinus) ............................................................................ 5 4 Ikan nila merah (Oreochromis niloticus) ........................................................... 6 5 Ikan patin (Pangasius hypophthalmus) .............................................................. 7 6 Ilustrasi mitokondria di dalam sel dan pada pemetaan genom ........................ 10 7 Prinsip kerja PCR ............................................................................................. 15 8 Prosedur kerja .................................................................................................. 19 9 Siklus PCR ....................................................................................................... 23 10 Penampakan fisik ikan dan daging ikan air tawar komersial ........................... 25 11 Elektroforegram DNA genom ikan air tawar ................................................... 27 12 Elektroforegram DNA ikan air tawar............................................................... 34 13 Diagram alir prosedur kerja ekstraksi DNA metode CTAB 2% ...................... 46 14 Diagram alir prosedur kerja ekstraksi DNA dengan kit Fermentas ................. 47 15 Diagram alir prosedur kerja ekstraksi DNA dengan kit Qiagen ...................... 48
iii
DAFTAR TABEL No.
Teks
Halaman
1 Informasi metode autentikasi dan target molekulnya .......................................... 9 2 Komponen PCR ................................................................................................. 23 3 Karakteristik daging ikan air tawar komersial ................................................... 26 4 Konsentrasi DNA dan RNA ............................................................................... 29 5 Tingkat kemurnian DNA genom........................................................................ 31 6 Hasil identifikasi spesies ikan air tawar berbasis PCR-sequencing ................... 36
iii
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1 Dokumentasi penelitian...................................................................................... 44 2 Metode pembuatan larutan ................................................................................. 45 3 Diagram alir prosedur kerja ekstraksi DNA dengan metode CTAB 2% ........... 46 4 Diagram alir prosedur kerja ekstraksi DNA dengan kit FermentasTM ............... 47 5 Diagram alir prosedur kerja ekstraksi DNA dengan kit QiagenTM .................... 48
1
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Prioritas utama Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) adalah peningkatan produksi pada sektor perikanan tangkap dan budidaya, yang sesuai dengan visi KKP yaitu Indonesia sebagai penghasil produk kelautan dan perikanan terbesar pada tahun 2015 (BROK 2009). Potensi perikanan tangkap di Indonesia dewasa ini semakin menurun, ditunjukkan dengan persentase kenaikan rata-rata volume produksi pada tahun 2008-2009 sebesar 1,86%. Nilai ini semakin menurun jika dibandingkan pada tahun 2005-2009 yaitu 2,95% (KKP 2009). Menurunnya ikan hasil tangkapan dikarenakan semakin berkurangnya area penangkapan. Penyediaan ikan untuk konsumsi dengan tujuan pemenuhan dan peningkatan kebutuhan protein harus tetap dilaksanakan, oleh karena itu perikanan budidaya nasional harus ditingkatkan dengan cara peningkatan skala produksi perikanan budidaya terutama spesies-spesies komoditas utama. Ikan air tawar merupakan salah satu pilihan masyarakat Indonesia dalam upaya meningkatkan konsumsi protein. Ikan air tawar memiliki rasa yang enak dan tingkat kesegarannya terjamin, karena umumnya diperdagangkan dalam keadaan hidup. Ikan air tawar yang sering dikonsumsi oleh masyarakat, antara lain adalah ikan nila merah, mujair, gurame, lele, patin dan belut. Data KKP (2009) menunjukkan bahwa produksi ikan air tawar tahun 2008-2009 terus meningkat. Produksi ikan patin meningkat sebesar 29,97%, nila 29,98%, gurame 5,09%, lele 74,87% dan secara umum produksi ikan air tawar meningkat 23,99%. Ikan air tawar komersial juga merupakan komoditas ekspor dengan potensi pertumbuhan ekspor perikanan budidaya pada tahun 2009 sebesar 10% (El Hida 2009). Ikan air tawar dapat digunakan sebagai bahan baku produk olahan. Dewasa ini seringkali terjadi pemalsuan bahan baku, disebabkan oleh beragamnya jenis ikan yang dapat digunakan dan setelah melalui proses pengolahan ikan tidak lagi menunjukkan karakteristik morfologinya. Kegiatan pemalsuan merupakan bentuk penipuan konsumen yaitu economical fraud, sehingga perlu dilakukan karakterisasi spesies ikan air tawar komersial yang bertujuan untuk melindungi bahan baku hasil perairan dan mempermudah proses traceability.
2
Karakterisasi spesies dapat dilakukan menggunakan dua pendekatan, yaitu analisis morfometri dan biokimia. Analisis biokimia yaitu pendugaan variasi genetik melalui protein dan DNA. Teknik molekuler berbasis DNA pada umumnya lebih dipilih, mengingat DNA bersifat lebih stabil terhadap perlakuan suhu sehingga dapat digunakan untuk mengidentifikasi produk segar, beku maupun olahan. Perbandingan metode ekstraksi DNA dilakukan untuk melihat metode yang paling efektif dan efisien dalam mengidentifikasi spesies ikan air tawar komersial, yaitu secara manual dan menggunakan kit komersial. Prinsip utama pada proses ekstraksi DNA adalah ekstraksi menghasilkan DNA yang berkualitas dan secara kuantitatif dapat terukur konsentrasi dan tingkat kemurniannya (Alaey et al. 2005). Metode ekstraksi DNA yang efektif dan efisien akan dapat menghasilkan data yang tepat dan akurat dalam mengkarakterisasi dan mengidentifikasi spesies. 1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah karakterisasi spesies menggunakan metode berbasis PCR-sequencing, serta penentuan metode yang efektif dan efisien untuk ekstraksi DNA ikan air tawar komersial (belut, gurame, lele, nila merah dan patin).
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Belut (Monopterus albus) Belut merupakan jenis ikan konsumsi dengan bentuk tubuh bulat memanjang, hanya memiliki sirip punggung dan tubuhnya licin. Belut hidup di sawah, rawa/lumpur dan sungai kecil. Belut mulai dikenal dan digemari di Indonesia sejak tahun 1979, hingga saat ini belut banyak dibudidayakan dan menjadi salah satu komoditas ekspor. Sentra perikanan belut internasional terpusat di Taiwan, Jepang, Hongkong, Prancis dan Malaysia. Sentra perikanan belut di Indonesia berada di daerah Yogyakarta dan Jawa Barat (Ristek 2009a). Klasifikasi ikan belut (Monopterus albus) menurut Zuiew (1793) adalah sebagai berikut (GBIF Data Postal 2007): Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Actinopterygii
Ordo
: Synbranchiformes
Famili
: Synbranchidae
Genus
: Monopterus
Spesies
: Monopterus albus Bentuk penampakan fisik ikan belut (Monopterus albus) dapat dilihat pada
Gambar 1.
Gambar 1 Ikan belut (Monopterus albus)
4
2.2 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Gurame (Osphronemus gouramy) Gurame merupakan ikan konsumsi yang berasal dari perairan daerah Sunda dan menyebar ke Malaysia, Thailand, Ceylon dan Australia. Sentra produksi ikan gurame di Indonesia yaitu daerah Sumatera, NTB dan Jawa, sedangkan di luar negeri yaitu Thailand, Jepang dan Filipina (Ristek 2009b). Klasifikasi ikan gurame (Osphronemus gouramy) menurut Lacepde (1801) adalah sebagai berikut (GBIF Data Postal 2008a): Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Actinopterygii
Ordo
: Perciformes
Famili
: Osphronemidae
Genus
: Osphronemus
Spesies
: Osphronemus gouramy Bentuk penampakan fisik ikan gurame (Osphronemus gouramy) dapat
dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Ikan gurame (Osphronemus gouramy) Ikan gurame memiliki ciri-ciri yaitu bentuk tubuh pipih lebar, dimana tinggi badan lebih ½ kali dari panjang tubuhnya, sirip punggung terdiri dari 12-13 jari-jari keras dan tajam serta 11-13 jari-jari lemah, sirip dubur 9-11 jari-jari keras dan 9-21 jari-jari lemah, sirip perut 1 jari-jari keras dan 2 diantaranya jari-jari lemahnya memanjang yaitu benang yang berfungsi sebagai alat peraba, sirip dada memiliki 2 jari-jari keras yang kecil dan 13-14 jari-jari lemah. Gurat sisi sempurna mulai kepala hingga ekor yang terdiri dari 30-33 keping sisik (Kottelat et al. 1993 dalam Enmygolan 2009).
5
2.3 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Lele (Clarias gariepinus) Lele merupakan jenis ikan konsumsi dengan tubuh memanjang dan kulit licin. Habitatnya di sungai dengan arus perlahan, rawa, telaga, waduk dan sawah yang tergenang air. Ikan lele banyak ditemukan di benua Afrika dan Asia. Ikan ini dibudidayakan di Thailand, India, Philipina dan Indonesia (Ristek 2009c). Klasifikasi ikan lele (Clarias gariepinus) menurut Linnaeus (1758) adalah sebagai berikut (GBIF Data Postal 2008b): Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Osteichtyes
Ordo
: Siluriformes
Famili
: Clariidae
Genus
: Clarias
Spesies
: Clarias gariepinus Bentuk penampakan fisik ikan lele (Clarias gariepinus) dapat dilihat pada
Gambar 3.
Gambar 3 Ikan lele (Clarias gariepinus) Ikan marga Clarias dikenali dari tubuhnya yang licin memanjang tak bersisik dengan sirip punggung, serta sirip anus yang panjang dan terkadang menyatu dengan sirip ekor. Kepalanya keras menulang di bagian atas, mata kecil dan mulut lebar terletak di ujung moncong, dilengkapi dengan empat pasang sungut peraba (barbels) berguna untuk bergerak di air yang gelap. Lele juga memiliki alat pernafasan tambahan berupa modifikasi dari busur insangnya dan sepasang patil, yaitu duri tulang yang tajam pada sirip-sirip dadanya (Dinas Peternakan Jawa Tengah 2008).
6
2.4 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) Ristek (2009d) menyatakan bahwa ikan nila merah merupakan jenis ikan konsumsi. Bibit ikan didatangkan ke Indonesia oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar tahun 1969. Setelah melalui masa penelitian dan adaptasi, ikan ini disebarluaskan kepada petani di seluruh Indonesia. Nila adalah nama khas Indonesia yang diberikan oleh Pemerintah melalui Direktur Jenderal Perikanan. Ikan nila merah telah dibudidayakan pada seluruh propinsi di Indonesia. Ikan nila disukai karena dagingnya enak dan tebal menyerupai daging ikan kakap merah. Klasifikasi nila merah (Oreochromis niloticus) adalah sebagai berikut: Kelas
: Osteichthyes
Sub-kelas
: Acanthoptherigii
Crdo
: Percomorphi
Sub-ordo
: Percoidea
Famili
: Cichlidae
Genus
: Oreochromis
Spesies
: Oreochromis niloticus Bentuk penampakan fisik ikan nila merah (Oreochromis niloticus) dapat
dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Ikan nila merah (Oreochromis niloticus) Ikan nila merah berbadan gepeng. Tubuh terbagi menjadi tiga bagian, yaitu kepala, badan dan ekor dengan perbandingan 1:2:1. Sisik berjenis cycloid menutupi permukaan badan. Ikan nila merah memiliki lima buah sirip, yaitu sirip punggung, dada, perut, anus dan ekor. Sirip punggung memanjang mulai dari belakang tutup insang hingga pangkal ekor. Sirip dada sepasang dengan bentuk kecil dan memanjang. Sirip perut sepasang dengan bentuk kecil dan pendek. Sirip anus agak panjang dan sirip ekor berbentuk membulat (Usni 2008).
7
2.5 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus) Ikan patin merupakan jenis ikan konsumsi, berbadan panjang, berwarna putih perak dengan punggung berwarna kebiru-biruan. Ikan patin dikenal sebagai komoditi yang berprospek cerah, karena dagingnya gurih, mengandung banyak lemak, tidak memiliki banyak duri dan harga jual yang tinggi. Sentra produksi ikan patin adalah daerah Lampung, Sumatera Selatan, Jawa Barat, dan Kalimantan (Ristek 2009e; Agromakmur 2009). Klasifikasi
ikan
patin
(Pangasius
hypophthalmus)
menurut
c
Sauvage (1978) adalah sebagai berikut (GBIF Data Postal 2008 ): Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Osteichthyes
Ordo
: Siluriformes
Famili
: Pangasidae
Genus
: Pangasius
Spesies
: Pangasius hypophthalmus Bentuk penampakan fisik ikan patin (Pangasius hypophthalmus) dapat
dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Ikan patin (Pangasius hypophthalmus) Ikan patin memiliki badan yang memanjang dan pipih, posisi mulut sub terminal, dan dilengkapi dengan 4 buah sungut. Sirip punggung berduri dan bersirip tambahan serta terdapat garis lengkung mulai dari kepala sampai pangkal sirip ekor. Bentuk sirip tersebut agak bercagak dengan bagian tepi berwarna putih serta garis hitam ditengahnya. Ikan ini mempunyai panjang maksimum sebesar 150 cm (Sumantadinata 1993 dalam Enmygolan 2009).
8
2.6 Karakterisasi Bahan Baku Hasil Perairan Karakterisasi spesies bahan baku hasil perairan merupakan proses awal dari karakterisasi produk olahan hasil perairan. Karakterisasi dan identifikasi spesies atau bahan baku pangan olahan merupakan suatu aktivitas utama inspeksi pangan. Hal ini dilakukan untuk menjamin keamanan pangan dan pencegahan penipuan pada konsumen (Civera 2003; Martinez et al. 2005). Dua cara pendekatan dapat digunakan untuk karakterisasi spesies. Pendekatan pertama adalah analisis morfometri, yaitu identifikasi spesies atau jenis dengan menggunakan karakter terukur yaitu panjang standar dan jumlah sirip keras. Pendekatan kedua adalah analisis biokimia yaitu pendugaan variasi genetik melalui protein dan DNA (Paugy et al. 1990 dalam Sudarto 2004). Peraturan (EC) 2065/2001, dijelaskan bahwa untuk penelusuran bahan pangan (traceability) dari produk olahan dibutuhkan beberapa informasi yaitu identifikasi spesies, daerah penangkapan dan metode produksi (Dwiyitno 2008). Kesulitan pengidentifikasian produk-produk perikanan pada umumnya berkaitan dengan beberapa faktor, antara lain (Bossier 1999; Civera 2003): a) ikan yang digunakan sebagai bahan baku produk perikanan pada pasar global jenisnya sangat beragam, sehingga proses identifikasi yang dilakukan jumlahnya sangat banyak. b) proses pengolahan menyebabkan hilangnya karakteristik morfologi ikan, sehingga identifikasi berdasarkan kunci taksonomi tidak dapat digunakan. 2.7 Identifikasi Spesies Berbasis DNA Identifikasi spesies secara umum dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara eksternal dan internal. Identifikasi eksternal dilakukan dengan menentukan karakteristik morfologi dari suatu spesies. Sedangkan, identifikasi internal menggunakan data biologis dari suatu makhluk hidup, teknik ini menghindari terjadinya penipuan dan pengubahan data sehingga hasilnya lebih tepat (Dwiyitno 2008). Adapun metode yang digunakan dalam identifikasi bahan baku dapat dilihat pada Tabel 1.
9
Tabel 1 Informasi metode autentikasi dan target molekulnya Informasi Identifikasi spesies
Analisis 13
2
1
C, H, H NMR Electrophoresis SDS-PAGE IEF 2D-electrophoresis Immunological techniques: Blot hybridization ELISA Immunohistochemistry PCR, electrophoresis, hybridizations
Molekul yang Dianalisis Lipid Protein
Fingerprints Fingerprints
Protein
Target recognition
DNA
Fingerprint: RAPD RFLP dan probe hybridization Fingerprint-target recognition (with consensus sequencing) PCR-RFLP PCR-SSCP Sequencing Single nucleotide polymorphisms Target recognition: Species-specific sequences
Tipe Analisis
Sumber: Martinez et al. (2005)
Teknik analisis untuk identifikasi ikan secara internal dikelompokkan menjadi dua berdasarkan target molecular marker, yaitu protein dan DNA (Pardo 2009). Metode berbasis protein (proteomics) diperkenalkan pada awal tahun 1990. Proteome didefinisikan sebagai keseluruhan komplemen protein yang dapat menunjukkan tipe sel dari suatu organisme (Wilkins et al. 1996 dalam Dwiyitno 2008). Metode ini meliputi isolasi, karakterisasi dan identifikasi protein dari suatu organisme (Dwiyitno 2008). Metode ini memiliki kelemahan, terutama untuk identifikasi produk yang diolah menggunakan panas (Aranishi et al. 2005), disebabkan oleh protein akan terdenaturasi pada suhu tinggi. Teknik analisis protein juga kurang cocok untuk identifikasi spesies ikan yang hubungan taksonominya sangat dekat (Pardo 2009). Metode identifikasi berbasis DNA (genom), didasarkan pada informasi mengenai genom yang terdapat di dalam sel. Metode ini mengacu pada urutan total DNA genom suatu organisme dan memetakan seluruh gen berdasarkan urutannya (Brooker 1999 dalam Dwiyitno 2008). Metode ini terdiri atas tahapan isolasi, karakterisasi dan identifikasi (Johnson dan Browman 2007 dalam
10
Dwiyitno 2008). Teknik berbasis DNA dikenal sebagai metode yang cepat dan dapat mengidentifikasi gen dari suatu spesies (Mackie et al. 1999; Weder et al. 2001 dalam Dwiyitno 2008). Teknik ini memiliki keuntungan yaitu tidak membutuhkan standar dari setiap jaringan yang diekstraksi DNAnya, disebabkan oleh hampir seluruh sel yang terdapat pada suatu individu memiliki DNA genom (Martinez et al. 2005). DNA merupakan struktur unik yang terdapat pada setiap individu, sehingga dapat dijadikan alat identifikasi pada seluruh siklus hidup suatu organisme (Dwiyitno 2008). 2.7.1 DNA mitokondria Mitokondria adalah suatu organel yang esensial dan terletak di dalam sitoplasma. Mitokondria memiliki beberapa fungsi, antara lain biosintetis nukleotida dan asam amino (Kleinsmith dan Kish 1995 dalam Dwiyitno 2008). Identifikasi secara molekuler dapat dilakukan dengan menganalisis genom mitokondria (mtDNA). Pada umumnya, mtDNA terdiri atas 37 gen penyandi (genes coding) yaitu 22tRNAs, 2rRNAs (12S dan 16S) dan 13 mRNAs yang digunakan untuk menyandikan protein (Dwiyitno 2008). Ilustrasi mitokondria di dalam sel dan pada pemetaan genom dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Ilustrasi mitokondria di dalam sel dan pada pemetaan genom Sumber: Dwiyitno (2008)
Analisis dengan menggunakan mtDNA telah banyak digunakan dalam identifikasi spesies. MtDNA selalu dapat ditemukan pada berbagai jenis hewan (Martinez et al. 2005). Gen mtDNA seringkali dijadikan sebagai target pada saat penggandaan DNA secara in vitro (PCR) (Hsu et al. 2007; Semina et al. 2007; Crandall et al. 2009). Metode analisis DNA dengan mtDNA menghasilkan identifikasi spesies yang spesifik. MtDNA memiliki kestabilan gen yang tinggi karena memiliki sifat turunan dari garis ibu sehingga dapat digunakan untuk mempelajari filogenetik (Nagase et al. 2009).
11
Ribosomal RNA (12S rRNA) yang terdapat di dalam mtDNA telah sering digunakan untuk identifikasi spesies (Dwiyitno 2008; Korte et al. 2005). Hasil sequencing gen 12S rRNA telah digunakan untuk mempelajari hubungan filogenetik hewan vertebrata, yaitu antara spesies ikan (Wang dan Lee 2002), spesies ikan air tawar (Semina et al. 2007; Hsu et al. 2007) dan identifikasi ikan air tawar (Hrbek dan Farias 2008; Crandall et al. 2009). Gen 12S rRNA memiliki ulir tunggal pada daerah lengkung dan juga daerah ulir ganda. Kedua daerah ini memberikan perbedaan yang jelas yaitu daerah lengkung berkembang lebih cepat dan menyebabkan terjadinya variasi antar spesies, sedangkan daerah ulir ganda memiliki tingkat konservasi yang baik. Ribosomal RNA dapat digunakan untuk identifikasi spesies dan gen 12S rRNA telah dapat digunakan untuk identifikasi spesies secara non-forensik. Daerah dengan tingkat konservasi tinggi dari gen ini dapat digunakan sebagai tempat mengikat primer. Primer yang digunakan saat penggandaan secara in vitro akan menempel pada gen 12S rRNA. Gen ini pada setiap spesies memiliki karakteristik khusus yaitu pada jumlah pasangan basanya. Gen 12S rRNA dapat digunakan untuk identifikasi spesies tanpa terjadinya kesalahan (Korte et al. 2005). 2.7.2 Ekstraksi DNA Keterbatasan identifikasi spesies berbasis DNA adalah kesulitan pada tahap awal yaitu ekstraksi DNA. Pemilihan metode yang tepat untuk mengekstraksi DNA merupakan aspek penting yang harus diperhatikan pada studi berbasis PCR (Barrero et al. 2008). Hal penting yang harus diperhatikan dalam pemilihan
metode
antara
lain
adalah
metode dapat digunakan
untuk
mengekstraksi DNA, hasil ekstraksinya berkualitas, prosedurnya dapat dilakukan dengan cepat, biaya yang cukup ekonomis dan ketersediaan sumber daya manusia (Alaey et al. 2005; Karp et al. 1997 dalam Ardiana 2009). Ekstraksi DNA bukanlah hal yang mudah dikarenakan adanya komponen lain di dalam sel selain DNA yaitu protein, RNA, lipid dan polisakarida yang berperan sebagai komponen pengotor, sehingga diperlukan metode ekstraksi yang dapat mereduksi kehadiran komponen yang mempengaruhi hasil ekstraksi DNA. Keterbatasan dari beberapa ekstraksi materi genetik adalah perbedaan komponen yang digunakan pada larutan dan nilai pH pada buffer fungsionalnya (Alaey et al. 2005; Dwiyitno 2008).
12
Metode ekstraksi dan kit komersial telah dikembangkan dan dapat digunakan untuk ekstraksi DNA, penggunaan kit komersial ditujukan untuk menghasilkan DNA yang berkualitas (Dwiyitno 2008; Pardo 2009). Hasil ekstraksi yang berkualitas ditunjukkan dengan pita DNA yang terlihat tebal dan bersih bila divisualisasi menggunakan image gel elektroforesis (Ardiana 2009). Tiga langkah utama dalam ekstraksi DNA ialah perusakan dinding sel, pemisahan DNA dari bahan padat (komponen pengotor), serta pemurnian DNA (Nicholl 1993; Surzycki 2000 dalam Ardiana 2009). Pelisisan sel dapat dilakukan secara fisik maupun kimiawi (Yuwono 2006a). Pelisisan sel secara fisik berupa penggerusan menggunakan nitrogen cair. Fungsi nitrogen cair adalah untuk menjaga agar DNA tidak mengalami kerusakan serta mempermudah penggerusan, sehingga dengan adanya penggerusan dinding sel lisis dan semua isi sel dapat dikeluarkan, serta DNA dapat diekstraksi dari sel tersebut (American Society for Microbiology 2007; Ardiana 2009). Pelisisan sel secara kimia dilakukan dengan memanfaatkan senyawa kimia yaitu lisozim, EDTA (etilendiamin tetraasetat), SDS (sodium dodesil sulfat) dan CTAB (cetyl trimety ammonium bromide). Fungsi EDTA sebagai perusak sel yaitu dengan cara mengikat ion magnesium. Ion ini berfungsi untuk mempertahankan integritas sel dan aktivitas enzim nuklease yang merusak asam nukleat. Kotoran (debris) sel akibat perusakan sel oleh EDTA dibersihkan dengan cara sentrifugasi, sehingga yang tertinggal hanya molekul nukleotida (DNA dan RNA) (Muladno 2002; Ardiana 2009). Salah satu prinsip ekstraksi adalah memisahkan DNA dari komponen pengotornya. Komponen pengotor DNA antara lain adalah protein dan RNA. Protein dapat dihilangkan menggunakan fenol yang berfungsi untuk mengikat protein dan sebagian kecil RNA. Kloroform digunakan untuk membersihkan protein dan polisakarida. Protein juga dapat dihilangkan dengan menggunakan bantuan enzim proteinase (Muladno 2002). Proteinase K merupakan protease endolitik yang dapat memutuskan ikatan peptide pada sisi karbosilik dari gugus alifatik, aromatik atau hidrofobik asam amino. Enzim ini bekerja optimum pada pH basa dan suhu 55-65 oC, secara komersial enzim diproduksi oleh jamur Tritirachium album (Dwiyitno 2008). RNA dapat dihilangkan menggunakan RNAse, enzim ini berfungsi untuk merusak molekul RNA (Muladno 2002).
13
Proses pemurnian DNA dilakukan menggunakan etanol dan NaCl yang berfungsi untuk memekatkan, memisahkan, serta mengendapkan DNA. Endapan DNA yang tampak menyerupai tepung berwarna putih tersebut selanjutnya dilarutkan dengan penambahan air atau larutan TE. DNA hasil isolasi ini dapat digunakan untuk berbagai analisa molekuler (Muladno 2002). 2.8 Analisis Kuantitatif DNA Analisis kuantitatif dilakukan dengan mengukur konsentrasi dan tingkat kemurnian DNA menggunakan spektrofotometer (Lucentini et al. 2006; Chapela et al. 2007; Barrero et al. 2008). Spektrofotometer merupakan alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu, sedangkan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorpsi. Spektrofotometer bekerja berdasarkan penyerapan sinar yang dihasilkan oleh sampel pada panjang gelombang tertentu (Pararaja 2009). Pengukuran konsentrasi DNA menggunakan spektrofotometer didasarkan pada prinsip iradiasi sinar ultra violet yang diserap oleh nukleotida. Absorbansi asam nukleat diukur pada panjang gelombang (λ) 260 nm, yaitu kondisi dimana asam nukleat menyerap kuat cahaya. Apabila kepadatan optik (optical density) sama dengan satu pada λ=260 nm, maka konsentrasi molekul DNA setara dengan 50 µg/ml (DNA heliks ganda), 40 µg/ml (RNA atau DNA untai tunggal) dan 20 µg/ml (oligonukleotida untai tunggal) (Muladno 2002). Tingkat kemurnian diukur dengan membandingkan absorbansi asam nukleat pada λ=260 nm dengan absorbansi protein pada λ=280 nm (Alaey et al. 2005). Kontaminasi pada DNA dapat dilihat dengan meningkatnya absorbansi protein (Dwiyitno 2008). Tingkat kemurnian DNA berkorelasi dengan kualitas. Tingkat kemurnian DNA dikatakan baik jika rasionya sebesar 1,65-2,00 (Heptinstall dan Rapley 2000; Muladno 2002; Wongsawad et al. 2006). 2.9 PCR (Polymerase Chain Reaction) Reaksi berantai polimerase (PCR) adalah metode enzimatis untuk melipatgandakan sekuen nukleotida tertentu secara in-vitro. Proses penggandaan dilakukan dengan cara mensintesis molekul DNA baru yang berkomplemen
14
dengan molekul DNA target dibantu oleh enzim dan oligonukleotida sebagai primer dalam suatu alat thermocycler (Muladno 2002). Teknik PCR merupakan metode yang tepat untuk mengidentifikasi spesies (Lin dan Hwang 2006 dalam Basit 2009). PCR memiliki beberapa komponen utama yaitu DNA cetakan, oligonukleotida primer, deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP) dan DNA polimerase (Yuwono 2006b).
DNA cetakan pada proses PCR dapat berupa
untaian tunggal atau ganda DNA dari hewan, bakteri, tanaman atau virus. Proses PCR dapat dilakukan dengan jumlah molekul DNA yang sangat sedikit. Tingkat kemurnian DNA pada proses PCR tidak harus tinggi yang terpenting adalah sampel DNA yang digandakan haruslah memiliki target penggandaan yang dibutuhkan oleh primer pada saat proses PCR (Kolmodin dan Birch 2002). Konsep teknologi PCR mensyaratkan bahwa bagian tertentu sekuen DNA yang akan
dilipatgandakan
harus
diketahui
terlebih
dahulu
sebelum
proses
penggandaan dilakukan. Sekuen tersebut penting untuk menyediakan primer, yaitu suatu sekuen oligonukleotida pendek yang berfungsi mengawali sintesis rantai DNA dengan cara menyediakan ujung 5’fosfat dan ujung 3’-OH yang akan digunakan untuk menempelkan molekul DNA pertama dalam proses polimerisasi (Yuwono 2005; Yuwono 2006b). Primer yang berada sebelum daerah target disebut sebagai primer forward dan setelah daerah target disebut primer reverse (Muladno 2002). Deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP) terdiri dari empat jenis, yaitu dATP, dGTP, dCTP dan dTTP yang berperan dalam proses polimerisasi DNA saat amplifikasi. DNA Taq polimerase merupakan enzim yang berfungsi dalam polimerisasi DNA pada suhu tinggi (Macnature 2010). Komponen penting lainnya pada proses PCR adalah ddH2O, kation divalen 2+
(Mg ), dan larutan buffer. Akuabidestilata (ddH2O) steril berfungsi sebagai pelarut. Kation divalen (Mg2+) berfungsi sebagai kofaktor reaksi enzimatik ketika polimerisasi DNA berlangsung. PCR buffer memiliki fungsi untuk menjaga keseimbangan pH larutan saat dilakukan proses amplifikasi (Macnature 2010). Keberhasilan PCR ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu dNTP, oligonukleotida primer, DNA template (cetakan), komposisi larutan buffer, jumlah siklus reaksi, enzim yang digunakan dan faktor teknis serta non-teknis
15
lainnya, misalnya kontaminasi (Yuwono 2006b). Salah satu faktor teknis yang harus diperhatikan adalah pada tahap persiapan PCR. DNA stabil pada suhu rendah, yaitu pada suhu 4 oC atau lebih rendah, sehingga pada tahap persiapan PCR suhu lingkungan harus tetap dijaga agar tetap dingin (Bossier 1999). PCR mencakup beberapa tahapan proses, yaitu denaturasi (denaturation), penempelan (annealing), dan pemanjangan (elongation). Denaturasi bertujuan untuk memisahkan DNA ulir ganda menjadi ulir tunggal. Penempelan bertujuan untuk menempelkan primer pada DNA cetakan. Pemanjangan bertujuan untuk menggandakan DNA cetakan yang telah ditempeli oleh primer sehingga akan terbentuk DNA ulir ganda baru. Proses PCR akan terus berlanjut pada beberapa siklus. Setelah siklus pertama, siklus dilanjutkan dengan menggunakan DNA yang dihasilkan dari siklus sebelumnya menjadi cetakan baru untuk memproduksi DNA ulir ganda (Dwiyitno 2008). Molekul-molekul DNA untai ganda baru hasil polimerisasi pada akhir siklus memiliki jumlah yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah DNA cetakan yang digunakan. Prinsip kerja PCR dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Prinsip kerja PCR Sumber: Dwiyitno (2008)
2.10 Karakterisasi Produk PCR Karakterisasi produk PCR dapat dilakukan dengan cara elektroforesis dan penentuan urutan nukleotida. Elektroforesis adalah teknik pemisahan molekul selular berdasarkan ukurannya menggunakan medan listrik yang dialirkan pada medium yang mengandung sampel yang akan dipisahkan. Teknik ini digunakan dengan memanfaatkan muatan listrik yang terdapat pada makromolekul. DNA
16
bermuatan negatif sehingga molekul akan bergerak dari kutub negatif ke kutub positif. Kecepatan migrasi DNA pada proses elektroforesis ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu sebagai berikut (Muladno 2002): a) ukuran molekul DNA, migrasi molekul berukuran besar lebih lambat daripada migrasi molekul berukuran kecil. b) konsentrasi agarosa, migrasi molekul DNA pada gel berkonsentrasi rendah lebih cepat daripada gel berkonsentrasi tinggi. c) kecepatan migrasi DNA pada voltase rendah sebanding dengan tingginya voltase yang digunakan. Akan tetapi, apabila penggunaan voltase dinaikkan maka mobilitas molekul DNA meningkat lebih tajam. d) ethidium bromide di dalam gel menyebabkan pengurangan tingkat kecepatan migrasi molekul DNA linear sebesar 15%. e) komposisi larutan buffer, apabila tidak ada kekuatan ion di dalam larutan maka aliran listrik akan sangat minimal dan migrasi DNA sangat lambat. Sedangkan larutan buffer berkekuatan ion tinggi akan meningkatkan panas sehingga aliran listrik menjadi sangat maksimal. Gel agarosa merupakan medium yang dapat digunakan pada proses elektroforesis (Parson et al. 2000; Aranishi et al. 2005; Semina et al. 2007; Xu et al. 2009). Medium ini digunakan untuk memastikan adanya keberadaan DNA dari setiap sampel yang diujikan (Wongsawad et al. 2006). Bubuk agarosa adalah suatu bahan semi-padat berupa polisakarida yang diekstraksi dari rumput laut. Gel dibuat dengan cara melarutkan bubuk agarosa dalam suatu larutan buffer. Buffer yang digunakan dapat berupa tris-asetat-EDTA (TAE) atau trisborat-EDTA (TBE) (Yuwono 2005). Penentuan urutan nukleotida (sequencing) adalah cara untuk mendapatkan keterangan dan teknik yang cepat untuk identifikasi spesies. Identifikasi spesies diperoleh dengan cara membandingkan hasil sequencing dari daerah genom pada sampel yang ditargetkan dengan referensi dari database yang komprehensif. DNA yang dianalisis harus memiliki sekuensing variabel (cukup informatif untuk mendeskriminasikan spesies) yang diperoleh dari hasil PCR dengan menggunakan primer yang tepat (Pereira et al. 2008).
17
Penentuan
urutan
nukleotida
merupakan
hasil
modifikasi
dari
penggandaan DNA (Sanger et al. 1977 dalam Dwiyitno 2008). Fred Sanger sebagai salah satu penemu metode DNA sequencing, merancang penemuannnya berdasarkan pada penelitian Arthur Kamberg mengenai replikasi DNA. Prinsip DNA sequencing metode Sanger adalah penggunaan dideoksinukleotida (ddNTP). ddNTP dapat bergabung dalam rantai DNA dengan cara membentuk ikatan fosfodiester. Dideoksinukleotida (ddNTP) memiliki sifat kehilangan gugus hidroksil (OH) pada atom ketiganya, dimana gugus ini berperan dalam pembentukan ikatan dengan nukleotida lainnya. ddNTP menyebabkan ikatan pada rantai DNA menjadi terhenti, sehingga molekul DNA yang dihasilkan menjadi lebih pendek (Barnum 2005; Cold Spring Harbor Laboratory 2010). Tahap denaturasi, penempelan primer dan elongasi juga terdapat pada proses sequencing. Komponen proses sequencing antara lain adalah DNA cetakan, primer, dNTP, ddNTP, dan DNA Taq polimerase. Setiap jenis dNTP diberi label radio aktif dan dipisahkan reaksinya berdasarkan jenis dNTP, yaitu dATP, dTTP, dGTP dan dCTP. Hasil dari proses ini berupa pita-pita DNA dengan ukuran tertentu yang dapat dikarakterisasi menggunakan elekroforesis dengan media gel polycramide. Hasil elektroforesis dapat divisualisasikan menggunakan sinar X-ray, sehingga dNTP yang telah diberi label radio aktif akan berpendar dan dapat digunakan untuk menentukan urutan basa nukleotida yang terdapat pada suatu spesies (Baker 2000; Cold Spring Harbor Laboratory 2010).
18
3 METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai April 2010, bertempat di Laboratorium Mikrobiologi Medik Terpadu, Fakultas Kedokteran Hewan; Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Departemen Budidaya Perairan; Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan; Laboratorium Biokimia, Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut: a) alat pada preparasi sampel adalah pisau, telenan, plastik, label, neraca Ohaus, allumunium foil dan freezer. Bahan yang digunakan adalah ikan nila merah, patin, gurame, lele dan belut. b) alat pada ekstraksi DNA dengan kit Fermentas adalah mortar dan penggerus, microtube 1,5 ml, water bath, pipet mikro, pipette tips, sentrifuse, serta vortex. Bahan yang digunakan adalah daging ikan, es batu, nitrogen cair, buffer TE, larutan lisis, kloroform, larutan presipitasi, NaCl 1,2 M, etanol dan ddH2O. c) alat pada ekstaksi DNA dengan kit Qiagen adalah microtube 1,5 ml, DNeasy Mini spin column, collection tube 2 ml, DNeasy membrane, water bath, pipet mikro, pipette tips, sentrifuse dan vortex. Bahan yang digunakan adalah daging ikan, es batu, proteinase K, etanol 100%, buffer ATL, AL, AW1, AW2 dan AE. d) alat pada ekstraksi DNA dengan metode CTAB adalah mortar dan penggerus, microtube 1,5 ml, pipet mikro, pipette tips, water bath, serta sentrifuse. Bahan yang digunakan adalah daging ikan, nitrogen cair, es batu, larutan CTAB 2%, proteinase K, larutan PCI (fenol: kloroform: isoamilalkohol), larutan CIAA (kloroform: isoamilalkohol), isopropanol, etanol 70% dan buffer TE. e) alat pada proses PCR adalah pipet mikro, pipette tips, marker pen, tabung PCR 50 µl, thermocycler (ESCO SWIFTTM Maxi Thermal Cycler Blocks) dan stavo.
19
Bahan yang digunakan adalah es batu, ddH2O, primer forward 12SF (5’-TAAGAGGGCCGGTAAAACTC-3’) (Alpha DNATM) dan primer reverse 12SR (5’-GTGGGTATCTAATCCCAG-3’) (Alpha DNATM), DNA cetakan, serta mix PCR (Dream TaqTM Green PCR Master Mix). f) alat yang digunakan pada pembuatan gel agarosa adalah gelas dan labu ukur, timbangan digital, microwave, cetakan agar, serta electrophoresis comb. Bahan yang digunakan adalah bubuk agarosa dan buffer TBE 1x. g) alat yang digunakan pada elektroforesis adalah casting tray, seperangkat alat katoda-anoda, seperangkat alat sinar UV dan kamera digital. Bahan yang digunakan adalah gel agarosa, buffer TBE 1x, produk PCR, DNA genom, loading dye, DNA marker (Vivantis DNA Ladders & Markers), ethidium bromide dan sinar UV. h) alat
yang
digunakan
pada
analisis
kuantitatif
DNA
adalah
UV-spektrofotometer, microtube 1,5 ml, cuvet 1 ml, mikropipet, syringe dan pipette tips. Bahan yang digunakan adalah ddH2O dan DNA genom. 3.3 Prosedur Kerja Prosedur kerja penelitian ini dapat dilihat dalam bentuk diagram alir pada Gambar 8.
Gambar 8 Prosedur kerja
20
3.3.1 Koleksi sampel Sampel didapatkan dari beberapa pasar tradisional yang berada di daerah Bogor-Jawa Barat, yaitu dengan rincian sebagai berikut: a) ikan nila merah (O. niloticus)
: pasar Dramaga Bogor
b) ikan patin (P. hipophthalmus)
: pasar Anyar Bogor
c) ikan lele (C. gariepinus)
: pasar Anyar Bogor
d) ikan gurame (O. gouramy)
: pasar Anyar Bogor
e) ikan Belut (M. albus)
: pasar Anyar Bogor
3.3.2 Preparasi sampel Preparasi sampel diawali dengan proses filleting dan skinlessing sehingga didapatkan dagingnya. Sampel dimasukkan ke plastik dan diberi label sesuai dengan kodenya serta disimpan dalam freezer sampai akan digunakan pada proses ekstraksi DNA. 3.3.3 Ekstraksi DNA a. Metode purification DNA genome (FermentasTM) Sampel ditimbang sebesar 25-30 mg kemudian dilanjutkan proses pelisisan sel. Pelisisan sel dilakukan dengan penambahan nitrogen cair, sampel kemudian digerus sampai menjadi bubuk. Bubuk sampel dimasukkan ke dalam microtube dan ditambahkan buffer TE 200 µl. Prosedur selanjutnya adalah sebanyak 200 µl sampel ditambahkan 400 µl larutan lisis dan diinkubasikan pada suhu 65 oC selama 5 menit. Sampel kemudian ditambahkan 600 µl kloroform dan dihomogenisasikan, selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 2 menit. Supernatant dipindahkan ke dalam tabung baru dan ditambahkan 800 µl larutan presipitasi, kemudian dilakukan pengocokan selama 1-2 menit pada suhu ruang. Sampel kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 2 menit. Supernatant dibuang, sehingga yang tersisa adalah DNA pellet. DNA pellet ditambahkan 100 µl NaCl 1,2 M dan divortex, kemudian ditambahkan 300 µl etanol dingin dan dipresipitasikan selama 10 menit pada suhu -20 oC. Hasilnya disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 3-4 menit. Sampel yang telah disentrifugasi dibuang bagian larutan etanolnya dan ditambahkan 100 µl buffer TE. Hasil dari ekstraksi DNA dapat digunakan untuk analisis molekular selanjutnya.
21
b. Metode purification total DNA from animal tissue (Spin Column ProtocolQiagenTM) Sebanyak 25 mg daging ikan dimasukkan ke dalam microtube, ditambahkan 180 µl buffer ATL dan 20 µl proteinase K, kemudian dihomogenisasikan. Sampel diinkubasi selama 1 sampai 3 jam pada suhu 56 oC, kemudian divortex selama 15 menit. Sampel selanjutnya ditambahkan 200 µl buffer AL dan dihomogenisasikan. Sampel kemudian ditambahkan 200 µl etanol 100% dan divortex. Langkah selanjutnya sampel dipindahkan ke dalam DNeasy Mini spin column yang telah ditempatkan pada collection tube kemudian disentrifugasi pada suhu 15-25 oC dengan kecepatan 8.000 rpm selama 1 menit. Setelah proses sentrifugasi, collection tube beserta larutan yang berada di dalamnya dibuang. Langkah selanjutnya DNeasy Mini spin column ditempatkan pada collection tube baru dan ditambahkan 500 µl Buffer AW1, dilanjutkan sentrifugasi pada suhu 15-25 oC dengan kecepatan 8.000 rpm selama 1 menit. Setelah itu, collection tube beserta larutan yang berada di dalamnya dibuang. Langkah selanjutnya DNeasy Mini spin column ditempatkan pada collection tube baru, ditambahkan 500 µl Buffer AW2 dan disentrifugasi selama 3 menit pada kecepatan 14.000 rpm dengan suhu 15-25 oC. Setelah proses sentrifugasi, collection tube beserta larutan yang berada di dalamnya dibuang. Langkah selanjutnya DNeasy Mini spin column ditempatkan pada microtube dan ditambahkan 200 µl buffer AE ke dalam bagian DNeasy membranes. Langkah ini dilanjutkan dengan inkubasi selama 1 menit pada suhu ruang, kemudian dilakukan sentrifugasi selama 1 menit pada kecepatan 8.000 rpm dengan suhu 15-25 oC. Hasil DNA yang maksimum dapat dilakukan dengan mengulang langkah terakhir, tetapi buffer AE yang ditambahkan hanya 100 µl. Hasil dari ektraksi DNA dapat digunakan untuk analisis molekular selanjutnya. c. Metode CTAB 2% (Sambrok dan Russel 2001) Sampel ditimbang sebanyak 0,1-0,5 gram. Pelisisan sel dilakukan dengan penambahan nitrogen cair, sampel kemudian digerus sampai menjadi bubuk dan dipindahkan ke dalam microtube. Sampel ditambahkan 500 µl CTAB 2% dan 14 µl Proteinase K, kemudian diinkubasikan selama 2 jam pada suhu 55 oC. Hasil inkubasi disentrifugasi dengan kecepatan 13.000 rpm selama 10 menit dan
22
hasilnya ditambahkan 500 µl PCI lalu dihomogenisasikan selama 5 menit. Sampel disentrifugasi dengan kecepatan 13.000 rpm selama 5 menit dan lapisan yang mengandung
PCI
dibuang.
Selanjutnya
ditambahkan
400
µl
CIAA,
dihomogenisasikan dan disentrifugasi dengan kecepatan 13.000 rpm selama 5 menit, kemudian dibuang lapisan yang mengandung CIAA. Proses ini dilakukan sebanyak 2 kali. Supernatant dipindahkan ke tabung baru dan ditambahkan 600 µl isopropanol kemudian dipresipitasikan pada suhu -4 oC selama 1 malam. Hasilnya disentrifugasi dengan kecepatan 13.000 rpm selama 10 menit pada suhu 4 oC dan dibuang lapisan yang mengandung isopropanol. Sampel kemudian ditambahkan 500 µl etanol 70% dan disentrifugasi dengan kecepatan 13.000 rpm selama 10 menit, kemudian bagian yang mengandung etanol dibuang. Sampel kemudian dikeringkan pada suhu ruang selama 1 sampai 24 jam dan ditambahkan 100 µl buffer TE. Sampel kemudian disimpan pada suhu 4 oC sampai akan digunakan pada analisis molekular selanjutnya. 3.3.4 Analisis kuantitatif DNA (Muladno 2002 dan Alaey et al. 2005) Kuantitas DNA diukur menggunakan spektrofotometer. Pengukuran konsentrasi dan tingkat kemurnian DNA dilakukan dengan cara sebagai berikut, hasil ekstraksi DNA dilarutkan dengan rasio 1:50 (20 µl ekstraksi DNA: 980 µl ddH2O), kemudian diukur pada panjang gelombang 260 nm (absorbansi asam nukleat) dan 280 nm (absorbansi protein). Konsentrasi DNA diukur dengan formulasi sebagai berikut: Konsentrasi (µg/ml) = A260 x FP x 50 µg/ml (untuk DNA untai ganda) = A260 x FP x 40 µg/ml (untuk RNA/DNA untai tunggal) = A260 x FP x 20 µg/ml (untuk oligonukleotida) Indeks/tingkat kemurnian DNA (r) dapat diukur dengan formulasi sebagai berikut: r = A260/A280
3.3.5 PCR Proses PCR diawali dengan meracik komponen PCR. Adapun komponen PCR dapat dilihat pada Tabel 2.
23
Tabel 2 Komponen PCR No. 1 2 3 4 5
Bahan Jumlah (µl) ddH2O 7,50 Primer forward (12 SF) 1,50 Primer reverse (12 SR) 1,50 DNA 2,00 PCR mix 12,50 Total 25,00
Proses peracikan komponen PCR harus selalu dijaga suhunya agar tetap rendah, yaitu menggunakan es curai. Setelah tabung dimasukkan ke thermocycler, alat dinyalakan dan dilakukan pengaturan suhu serta jumlah siklus: suhu 94 oC selama 2 menit; dilanjutkan 35 kali siklus dengan rincian 94 oC selama 30 detik, 50-52 oC selama 40 detik, 72 oC selama 60 detik; dan 72 oC selama 10 menit. Adapun siklus PCR dapat dilihat pada Gambar 9.
Annealing 50-52oC; 40’’
Gambar 9 Siklus PCR 3.3.6 Analisis produk PCR 1). Elektoforesis a. Pembuatan Gel Agarosa Agarosa 2% digunakan untuk elektroforesis DNA genom. Pembuatannya adalah dengan cara melarutkan 2 gram bubuk agarosa pada 100 ml buffer TBE 1x dan ditambahkan 0,50 µl ethidium bromide. Larutan kemudian dipanaskan di dalam microwave dengan suhu 95 oC selama beberapa menit sampai warna larutan menjadi jernih. Larutan kemudian didinginkan dan dicetak dalam cetakan yang telah dipasang electrophoresis comb. Agarosa 1% digunakan untuk elektroforesis produk PCR. Pembuatannya adalah dengan cara melarutkan 0,30 gram bubuk agarosa pada 30 ml buffer TBE 10x dan ditambahkan ethidium bromide dengan konsentrasi 30 µl/L. Larutan
24
kemudian dipanaskan dalam microwave dengan suhu 95 oC selama beberapa menit sampai warna larutan menjadi jernih. Larutan kemudian didinginkan, dan dicetak dalam cetakan yang telah dipasang electrophoresis comb. b. Elektroforesis Gel agarosa yang telah membentuk gel dilepaskan dari cetakannya dan diambil electrophoresis combnya. Gel dipindahkan ke dalam casting tray yang telah digenangi larutan buffer TBE sehingga gel agarosa terendam di dalam larutan buffer. Sebanyak 0,50 µl hasil ekstraksi DNA ditambahkan 0,20 µl larutan loading dye sebagai pemberat, larutan kemudian dicampurkan pada suatu tempat yang steril dan dimasukkan ke dalam lubang sumur pada gel agarosa. Sebanyak 0,50 µl DNA marker dimasukkan ke dalam salah satu sumur. Adapun buffer yang digunakan pada proses elektroforesis DNA genom adalah buffer TBE 1x. Alat casting tray kemudian dihubungkan dengan seperangkat alat katoda-anoda. Bagian yang terdapat DNA berada di sisi negatif, DNA bermuatan negatif sehingga ketika alat dijalankan DNA akan bergerak dari kutub negatif ke positif. Alat dijalankan selama 1 jam, 100 V dan 400 mA. Langkah terakhir adalah visualisasi DNA dengan menggunakan sinar UV (elektroforsis DNA genom). Produk PCR sebesar 0,50 µl dimasukkan ke dalam lubang sumur pada gel agarosa. Sebanyak 0,50 µl DNA marker dimasukkan ke dalam salah satu sumur. Buffer yang digunakan pada elektroforesis produk PCR adalah buffer TBE 10x. Alat casting tray kemudian dihubungkan dengan seperangkat alat katoda-anoda. Bagian yang terdapat DNA berada di sisi negatif. Alat dijalankan selama 24 menit, 200 V dan 70 mA. Langkah terakhir adalah memvisualisasikan DNA dengan menggunakan sinar UV (elektroforesis produk PCR). 2). Penentuan urutan nukleotida (sequencing) Proses sequencing dilakukan dengan cara mengirim sampel produk PCR ke Macrogen Inc. Hasil sequencing berupa urutan basa nukleotida dicocokkan ke GeneBank secara on line, yaitu pada NCBI (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/), menggunakan program BLAST (Basic Local Alignment Search Tool).
25
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakterisasi Bahan Baku Ikan air tawar jenisnya beragam dan memiliki karakteristik yang spesifik. Menurut Sudarto (2004), karakterisasi keanekaragaman dan pemanfaatan ikan lokal yang berpotensi untuk budidaya perlu ditingkatkan. Karakterisasi spesies merupakan dasar proses identifikasi jenis ikan yang digunakan sebagai bahan baku pada produk olahan hasil perikanan. Prinsip karakterisasi bahan baku adalah menganalisis ciri-ciri spesifik yang terdapat pada tiap spesies. Ikan air tawar komersial diantaranya adalah belut, gurame, lele, nila merah dan patin. Setiap jenis ikan memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Karakteristik ikan yang dapat diamati secara eksternal antara lain adalah bentuk tubuh dan warna kulit. Belut memiliki bentuk tubuh bulat memanjang, gurame pipih dan melebar, lele memanjang, nila merah memanjang dan pipih, serta patin memanjang dan pipih. Karakteristik ikan juga dapat diamati berdasarkan warna kulitnya. Nila merah memiliki kulit berwarna merah kekuningan, belut coklat kehitaman, gurame abu-abu kehitaman, lele hitam keabu-abuan dan patin biru putih keperakan. Adapun penampakan fisik ikan air tawar komersial dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10 Penampakan fisik ikan dan daging ikan air tawar komersial
26
Produk olahan hasil perikanan, umumnya menggunakan daging sebagai bahan bakunya. Proses preparasi menyebabkan karakteristik eksternal dari ikan sudah tidak dapat digunakan sebagai dasar karakterisasi spesies. Setiap jenis ikan memiliki daging dengan karakteristik yang berbeda-beda. Secara organoleptik, karakteristik daging dapat dilihat berdasarkan warna dan teksturnya. Adapun karakteristik daging ikan air tawar komersial dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Karakteristik daging ikan air tawar komersial Karakteristik Daging Warna Tekstur Ikan Belut Putih kecoklatan Keras, sangat kenyal dan elastic Ikan Gurame Putih transparan Sangat kenyal dan elastic Ikan Lele Putih kemerahan Sedikit lunak, kenyal dan elastis Ikan Nila Merah Putih Kenyal dan elastic Ikan Patin Kuning kemerahan Kenyal dan elastic Sampel
Karakteristik daging dapat diketahui pada saat ikan dalam kondisi segar dan belum mendapatkan proses pengolahan. Ikan air tawar pada kondisi segar memiliki daging dengan tekstur liat dan warnanya spesifik jenis. Tabel 3 menunjukkan belut memiliki daging berwarna putih kecoklatan dengan tekstur keras, sangat kenyal dan elastis. Gurame memiliki daging berwarna putih transparan dengan tekstur sangat kenyal dan elastis. Lele memiliki daging berwarna putih kemerahan dengan tekstur sedikit lunak, kenyal dan elastis. Nila merah memiliki daging berwarna putih dengan tekstur kenyal dan elastis. Patin memiliki daging berwarna kuning kemerahan dengan tekstur kenyal dan elastis. Daging ikan mendapatkan beberapa perlakuan pada proses pengolahan yang dapat menghilangkan beberapa sifat aslinya, sehingga daging ikan yang telah diolah tidak dapat digunakan sebagai dasar karakterisasi spesies. Identifikasi dan karakterisasi spesies masih dapat dilakukan dengan melakukan analisis biokimia, yaitu protein dan DNA. Metode berbasis protein memiliki kelemahan terutama untuk identifikasi produk perikanan yang diolah dengan menggunakan panas (Aranishi et al. 2005). Metode identifikasi dan karakterisasi berbasis DNA umumnya lebih dipilih disebabkan DNA bersifat lebih stabil, sehingga dapat digunakan untuk identifikasi dan karakterisasi produk segar, beku maupun olahan.
27
4.2 Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA merupakan proses terpenting yang berkaitan dengan aplikasi PCR. DNA hasil ekstraksi digunakan sebagai cetakan saat amplifikasi PCR (Dwiyitno 2008; Pardo 2009). Prinsip ekstraksi DNA pada organisme eukariot adalah pemecahan sel, pemusnahan komponen-komponen sel selain DNA (lipid, protein, RNA) dan pemurnian DNA. Hasil ekstraksi DNA berupa DNA genom, yaitu keseluruhan DNA yang terdapat dalam suatu sel dan dapat digunakan untuk analisis molekuler selanjutnya. Tujuan ekstraksi adalah menghasilkan DNA yang berkualitas serta kuantitasnya dapat diukur konsentrasi dan tingkat kemurniannya. DNA yang berkualitas memiliki komponen pengotor yang rendah dan dapat tervisualisasi DNA genomnya pada saat elektroforesis. Ekstraksi DNA dilakukan dengan menggunakan kit Fermentas dan Qiagen, serta ekstraksi dengan metode CTAB. Penggunaan kit komersial (Qiagen dan Fermentas) disebabkan oleh beberapa kelebihan yang dapat diperoleh dari kit dibandingkan metode konvensional (CTAB) yaitu mengurangi waktu persiapan ekstraksi, reagen dapat langsung digunakan dan sifatnya lebih aman bagi tubuh, serta prosedur ekstraksi yang lebih sederhana (Dwiyitno 2008). Adapun elektroforegram DNA genom ikan air tawar dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11 Elektroforegram DNA genom ikan air tawar
28
Gambar 11 menunjukkan visualisasi DNA genom hasil ekstraksi menggunakan kit Fermentas untuk semua jenis ikan tidak menghasilkan pita DNA (lajur 11, 12, 13, 14 dan 15). Ekstraksi dengan kit Qiagen, menunjukkan empat pita genom tervisualisasi (lajur 6, 7, 8 dan 10) dengan komponen pengotor yang jumlahnya sedikit. Ekstraksi dengan metode CTAB menunjukkan adanya pita DNA pada setiap jenis ikan (lajur 1, 2, 3, 4 dan 5), akan tetapi jumlah komponen pengotornya cukup banyak. Komponen pengotor DNA (RNA dan protein) ditunjukkan dengan munculnya bayangan di bawah pita DNA (Gambar 11). Protein dapat dihilangkan menggunakan proteinase K. Proses ekstraksi dengan metode CTAB dan kit Qiagen menggunakan proteinase K. Akan tetapi, RNAse sebagai enzim pendegradasi RNA tidak digunakan karena sifatnya yang opsional, sehingga dapat dikatakan bahwa sebagian besar pengotor hasil ekstraksi DNA adalah RNA dan sebagian kecilnya merupakan protein. Prinsip ekstraksi DNA menggunakan metode CTAB adalah pelisisan sel menggunakan larutan CTAB, kemudian diikuti proses ekstraksi fenol-kloroform serta digunakannya beberapa larutan untuk menghilangkan komponen pengotor dan mempurifikasi DNA. Prinsip ekstraksi dengan kit Qiagen adalah penggunaan larutan buffer yang didesain untuk dapat mengikat DNA pada membran bersilika dan juga dapat secara optimal mendegradasi kontaminan dan inhibitor enzim (Qiagen 2006). Ekstraksi
dengan
kit
Fermentas
menggunakan
kloroform
untuk
mengekstraksi DNA dan tidak terdapat proses degradasi protein serta RNA, sehingga diduga jumlah komponen pengotornya lebih banyak dibandingkan dengan kedua metode lainnya. Komponen pengotor dapat mempengaruhi kualitas hasil ekstraksi DNA. Selain itu, larutan pengekstraksi DNA yang terdapat di dalam kit dan komponen lain yang digunakan untuk mengekstraksi diduga tidak secara
maksimal
mengekstraksi
DNA,
sehingga
DNA
genom
tidak
tervisualisasikan. Kualitas hasil ekstraksi DNA menggunakan metode purification DNA genome-FermentasTM diduga kurang baik.
29
4.3 Analisis Kuantitatif DNA Genom Analisis kuantitatif dilakukan untuk mengetahui kualitas hasil ekstraksi DNA, yaitu meliputi konsentrasi dan tingkat kemurnian DNA genom. Analisis ini dilakukan menggunakan alat spektrofotometer. Alat ini bekerja berdasarkan penyerapan sinar yang dihasilkan oleh sampel pada panjang gelombang tertentu (Pararaja 2009). 4.3.1 Konsentrasi DNA genom Pengukuran konsentrasi DNA menggunakan spektrofotometer didasarkan pada prinsip iradiasi sinar ultra violet yang diserap oleh nukleotida. Absorbansi asam nukleat diukur pada panjang gelombang (λ) 260 nm, yaitu kondisi dimana asam nukleat menyerap cahaya dengan kuat. Apabila kepadatan optik (optical density) pada λ=260 nm sama dengan satu, maka konsentrasi molekul DNA setara dengan 50 µg/ml (DNA heliks ganda) dan 40 µg/ml (RNA atau DNA untai tunggal) (Muladno 2002). Konsentrasi DNA dan RNA hasil ekstraksi menggunakan metode CTAB, Fermentas, dan Qiagen dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Konsentrasi DNA dan RNA Sampel Metode Ekstraksi DNA OD260 [DNA](µg/ml) [RNA](µg/ml) Nila Merah CTAB 0,33 812,50 650,00 Gurame CTAB 0,60 1497,50 1198,00 Patin CTAB 0,34 852,50 682,00 Belut CTAB 0,36 905,00 724,00 Lele CTAB 0,28 690,00 552,00 Nila Merah Fermentas 0,29 727,50 582,00 Gurame Fermentas 0,28 705,00 564,00 Patin Fermentas 0,31 782,50 626,00 Belut Fermentas 0,27 667,50 534,00 Lele Fermentas 0,27 670,00 536,00 Nila Merah Qiagen 0,32 787,75 630,00 Gurame Qiagen 0,29 712,50 570,00 Patin Qiagen 0,24 600,00 480,00 Belut Qiagen 0,29 645,00 516,00 Lele Qiagen 0,24 595,00 476,00 Tabel 4 menunjukkan bahwa, metode CTAB menghasilkan konsentrasi DNA terbesar (690,00 sampai 1497,50 µg/ml) diikuti ekstraksi dengan kit Fermentas (667,50 sampai 782,50 µg/ml) dan Qiagen (595,00 sampai 787,75 µg/ml). Konsentrasi RNA terbesar juga dihasilkan oleh metode CTAB (552,00
30
sampai 1198,00 µg/ml), diikuti Fermentas (534,00 sampai 626,00 µg/ml) dan Qiagen (476,00 sampai 630,00 µg/ml). Meningkatnya konsentrasi DNA diikuti dengan meningkatnya konsentrasi RNA. DNA dan RNA sama-sama tersusun atas asam-asam nukleat yang menyerap kuat cahaya pada panjang gelombang 260 nm. Besarnya konsentrasi RNA dikarenakan tidak digunakannya RNAse sebagai enzim yang dapat mendegradasi RNA (Muladno 2002). Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide (CTAB) merupakan metode yang umum digunakan dalam ekstraksi DNA genom. Proses pelisisan sel pada metode ini dilakukan secara fisik dan kimia. Secara fisik, digunakan nitrogen cair untuk melisis sel. Proses pelisisan sel secara kimia menggunakan larutan CTAB 2%. Proses pelisisan sel dengan dua metode ini, menyebabkan DNA dapat dikeluarkan seluruhnya dari dalam sel dan diekstraksi dari sel tersebut, sehingga hasil ekstraksi DNA memiliki konsentrasi yang tertinggi dibandingkan ketiga metode lainnya. Akan tetapi, tidak digunakannya RNAse serta digunakannya berbagai jenis larutan menyebabkan hasil ekstraksi memiliki komponen pengotor yang paling tinggi. Ekstraksi DNA dengan kit Fermentas, menggunakan nitrogen cair untuk membantu proses penggerusan yang bertujuan melisis dinding sel secara fisik, sehingga isi sel dapat dikeluarkan (Ardiana 2009). Proses pelisisan dilanjutkan secara kimia menggunakan larutan lisis. Hasil ekstraksi menggunakan kit Fermentas memiliki tingkat konsentrasi DNA terbesar kedua disebabkan oleh pelisisan sel dilakukan secara fisik dan kimia, sehingga seluruh komponen sel dapat dikeluarkan dan DNA yang terdapat di dalam sel dapat diekstraksi. Hasil ekstraksi dengan kit Qiagen, menggunakan buffer (terdapat di dalam kit) untuk melisis sel secara kimia. Konsentrasi DNA yang dihasilkan memiliki nilai terkecil dibandingkan dengan kedua metode lainnya disebabkan hanya digunakannya buffer untuk melisis sel, sehingga diduga tidak seluruh komponen dari dalam sel dapat dikeluarkan dan tidak seluruh DNA yang terdapat di dalam sel dapat diekstraksi. Selain itu pada proses penyimpanan DNA digunakan buffer sebesar 300 µl, sedangkan pada kedua metode lainnya hanya digunakan buffer TE sebesar 100 µl. Besarnya volume buffer yang digunakan menyebabkan konsentrasi DNA yang terdapat di dalam larutan semakin mengecil.
31
4.3.2 Tingkat kemurnian DNA genom Tingkat kemurnian DNA berkorelasi dengan kualitasnya. DNA berkualitas memiliki tingkat kemurnian yang tinggi, karena telah terpurifikasi dari komponen pengotornya yaitu RNA, protein dan lipid (Alaey et al. 2005). Tingkat kemurnian DNA diukur dengan membandingkan absorbansi asam nukleat pada λ=260 nm dan protein pada λ=280 nm (Alaey et al. 2005). Prinsip kerja pengukuran tingkat kemurnian DNA menggunakan spektrofotometer adalah penyerapan cahaya oleh asam nukleat pada λ=260 nm dan protein pada λ=280 nm. Kontaminasi pada DNA dapat dilihat dengan semakin meningkatnya nilai absorbansi protein (Dwiyitno 2008). Tingkat kemurnian DNA genom dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Tingkat kemurnian DNA Genom Sampel Nila Merah Gurame Patin Belut Lele Nila Merah Gurame Patin Belut Lele Nila Merah Gurame Patin Belut Lele
Metode Ekstraksi DNA CTAB CTAB CTAB CTAB CTAB Fermentas Fermentas Fermentas Fermentas Fermentas Qiagen Qiagen Qiagen Qiagen Qiagen
OD260 OD280 0,36 0,60 0,34 0,36 0,28 0,29 0,28 0,31 0,27 0,27 0,32 0,29 0,24 0,26 0,24
0,30 0,42 0,48 0,39 0,45 0,31 0,37 0,31 0,27 0,26 0,27 0,30 0,31 0,27 0,30
Rasio (OD260/OD280) 1,08 1,41 0,71 0,94 0,61 0,93 0,77 1,01 0,98 1,04 1,16 0,96 0,77 0,97 0,79
Tabel 5 menunjukkan tingkat kemurnian DNA tertinggi dihasilkan oleh metode CTAB (0,61 sampai 1,41), diikuti Qiagen (0,77 sampai 1,16) dan Fermentas (0,77 sampai 1,04). Tingkat kemurnian DNA genom dikatakan baik jika memiliki rasio 1,65-2,00 (Heptinstall dan Rapley 2000; Muladno 2002; Wongsawad et al. 2006), sehingga dapat diketahui bahwa DNA genom hasil ekstraksi menggunakan ketiga metode memiliki tingkat kemurnian yang berada dibawah standar tingkat kemurnian DNA.
32
Rendahnya tingkat kemurnian DNA yang dihasilkan oleh ketiga metode ekstraksi disebabkan masih tingginya komponen pengotor (protein) yang terukur, diduga pada proses ekstraksi DNA, protein tidak terdegradasi seluruhnya. Tingkat kemurnian yang rendah juga dapat disebabkan oleh adanya komponen pengotor lainnya, yaitu RNA, lipid dan polisakarida (Alaey et al. 2005; Dwiyitno 2008). Tingginya komponen pengotor pada hasil ekstraksi DNA berkaitan dengan proses dan senyawa/larutan yang digunakan pada saat ekstraksi. CTAB adalah detergen kationik yang mengikat dan membantu pengekstraksian DNA serta berperan sebagai surfaktan pada proses ekstraksi, yaitu untuk menghancurkan jaringan. Proses ini diikuti dengan ekstraksi fenolkloroform (Chapela et al. 2006; Dwiyitno 2008). Proses ekstraksi fenol-kloroform dilakukan menggunakan larutan PCI dan CIAA. Fenol digunakan untuk menghilangkan protein dan sebagian kecil RNA. Kloroform digunakan untuk membersihkan protein dan polisakarida (Muladno 2002). Protein juga didegradasi menggunakan
Proteinase
K.
Sejumlah
larutan
yang
digunakan
untuk
menghilangkan komponen pengotor, menyebabkan metode CTAB memiliki tingkat kemurnian tertinggi dibandingkan kedua metode lainnya. Ekstraksi DNA dengan kit Qiagen menggunakan beberapa buffer yang telah disediakan oleh kit. Buffer pada kit ini didesain untuk dapat secara optimal menghilangkan komponen pengotor (kontaminan) dan inhibitor enzim. Selain itu, Proteinase K juga digunakan untuk mendegradasi protein. Metode ini memiliki tingkat kemurnian yang lebih baik dibandingkan ekstraksi dengan kit Fermentas. Kloroform pada ekstraksi dengan kit Fermentas digunakan untuk membersihkan protein dan polisakarida (Muladno 2002). Enzim proteolitik tidak digunakan untuk mendegradasi protein sehingga hasil ekstraksi dengan metode ini memiliki tingkat kemurnian terendah dibandingkan kedua metode lainnya. Tingkat kemurnian DNA yang rendah tidaklah menjadi suatu penghalang identifikasi dan karakterisasi spesies berbasis DNA. DNA dengan tingkat kemurnian rendah masih dapat digunakan sebagai cetakan pada penggandaan DNA secara in vitro (PCR). Hasil ekstraksi DNA yang dihasilkan haruslah memiliki gen target yang akan digandakan. Kolmodin dan Birch (2002) menyatakan bahwa sampel yang digunakan pada proses PCR dapat berupa untaian
33
tunggal atau untaian ganda DNA dengan jumlah molekul DNA yang sangat sedikit. Tingkat kemurnian DNA pada proses PCR tidak harus tinggi. Akan tetapi, sampel DNA yang digandakan haruslah memiliki target penggandaan yang dibutuhkan oleh primer pada saat proses PCR. 4.4 Karakterisasi Produk PCR Reaksi berantai polimerase (PCR) merupakan proses penggandaan molekul DNA pada target tertentu secara in vitro dibantu oleh enzim dan oligonukleotida sebagai primer dalam suatu thermocycler (Muladno 2002). Primer yang digunakan pada proses PCR dalam penelitian ini adalah pasangan primer 12SF dan 12SR, yaitu primer spesifik untuk hewan bertulang sejati. Primer ini sengaja diujicobakan sebagai langkah awal pembuatan pasangan primer spesifik untuk mendeteksi ikan air tawar secara general. Pasangan primer ini menunjukkan bahwa gen target yang akan digandakan pada saat proses PCR adalah gen 12S rRNA, yaitu gen yang terdapat di dalam mtDNA. Pemilihan gen 12S rRNA disebabkan oleh daerah dengan tingkat konservasi tinggi pada gen ini dapat digunakan sebagai tempat mengikat primer. Selain itu, gen ini pada setiap spesies memiliki karakteristik khusus yaitu pada jumlah pasangan basanya, sehingga dapat digunakan untuk identifikasi spesies (Korte et al. 2005; Dwiyitno 2008). Karakterisasi produk PCR dilakukan dengan cara elektroforesis dan penentuan urutan nukleotida. Hasil elektroforesis berupa pita DNA yang dapat dikarakterisasi berdasarkan tebal, tajam dan ukuran pita yang tervisualisasikan pada gel elektroforesis. Urutan basa nukleotida merupakan hasil dari proses sequencing. Urutan basa nukleotida dapat digunakan sebagai acuan untuk identifikasi spesies berbasis PCR-sequencing. 4.4.1 Elektroforesis Elektroforesis adalah teknik pemisahan molekul selular didasarkan atas ukurannya menggunakan medan listrik yang dialirkan pada suatu medium. Teknik ini digunakan dengan memanfaatkan muatan listrik yang terdapat pada DNA (Yuwono 2005). Produk PCR dapat divisualisasikan sebagai pita DNA dengan ukuran yang spesifik ketika diseparasi pada elektroforesis gel agarosa
34
(Tridjatmiko 2006 dalam Ardiana 2009). Penampakan pita DNA hasil PCR dengan menggunakan ketiga metode dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12 Elektroforegram DNA ikan air tawar Gambar 12 menunjukkan pita DNA hasil PCR dengan ketiga metode ekstraksi DNA. Metode CTAB menunjukkan adanya pita DNA pada setiap jenis ikan (lajur 1, 2, 3, 4 dan 5), pita DNA yang dihasilkan berukuran sekitar 200-250 bp (base pair). Pita pada lajur 1, 2 dan 3 cukup tebal dan tajam, sedangkan pada lajur 4 dan 5 tipis dan kurang tajam. Ekstraksi dengan kit Fermentas, menunjukkan adanya dua pita DNA (lajur 6 dan 9). Pita DNA tersebut tipis dan kurang tajam dengan ukuran pita DNA sekitar 200 bp. Ekstraksi dengan kit Qiagen menunjukkan adanya pita DNA pada setiap jenis ikan (lajur 11, 12, 13, 14 dan 15). Pita DNA yang dihasilkan berukuran sekitar 200-250 bp. Pita pada lajur 11, 12, 14 dan 15 cukup tebal dan tajam, sedangkan pada lajur 13 tipis dan kurang tajam. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa hasil ekstraksi dengan kit Qiagen menghasilkan DNA yang lebih berkualitas (pita DNA terlihat lebih tebal dan tajam) dibandingan kedua metode lainnya.
35
Keberhasilan teknik molekular didasarkan pada kesesuaian primer dan optimasi PCR (Suryanto 2003). Primer yang digunakan pada penelitian ini yaitu pasangan primer 12SF dan 12SR dapat dikatakan telah berhasil menggandakan DNA target (gen 12S rRNA). Kondisi PCR, meliputi suhu yang digunakan pada saat denaturasi, penempelan, dan elongasi serta komponen-komponen PCR yang digunakan. Kondisi PCR yang dilakukan juga diduga telah optimum, ditunjukkan dengan tervisualisasinya pita DNA pada setiap jenis ikan (hasil ekstraksi dengan metode CTAB dan Qiagen). Hasil ekstraksi dengan menggunakan kit Fermentas menunjukkan tidak tervisualisasinya pita DNA pada beberapa jenis ikan (lajur 7, 8 dan 10 pada Gambar 12), diduga disebabkan oleh gagalnya proses amplifikasi pada saat PCR. Kegagalan amplifikasi pada DNA target (gen 12S rRNA) diduga disebabkan oleh adanya PCR inhibitor pada hasil ekstraksi. PCR inhibitor pada umumnya merupakan senyawa-senyawa yang tertinggal dari larutan yang digunakan untuk mengekstraksi DNA. Beberapa jenis PCR inhibitor antara lain adalah KCl dan NaCl dalam konsentrasi yang tinggi, detergen ionik (sodium deocycholate, sarkosyl dan SDS), etanol, isopropanol, serta fenol. PCR inhibitor pada umumnya memberikan pengaruhnya secara langsung, yaitu berinteraksi dengan DNA atau mempengaruhi DNA Taq-polimerase. Pengikatan DNA secara langsung oleh PCR inhibitor dapat menyebabkan gagalnya proses amplifikasi dan mempengaruhi tingkat kemurnian DNA. PCR inhibitor juga dapat secara langsung berinteraksi dengan DNA Taq-polimerase, yaitu dengan cara menutup sisi aktif enzimnya. Selain itu, PCR inhibitor juga dapat mereduksi ion Mg2+, dimana ion ini merupakan kofaktor penting yang dibutuhkan oleh DNA Taq-polimerase pada saat proses polimerisasi (Alaey et al. 2005; Bassetti 2007; Dwiyitno 2008). Gambar 12 menunjukkan bahwa ukuran pita DNA pada setiap jenis ikan berbeda-beda yaitu berkisar antara 200-250 bp disebabkan oleh gen 12S rRNA pada setiap spesies jumlah pasangan basanya tidaklah sama (Korte et al. 2005). Pita DNA yang dihasilkan pada produk PCR, ketebalan dan ketajamannya bervariasi. Pada pita DNA yang tipis dan kurang tajam, tampak terlihat bayangan/pita tipis yang berada di bawah pita dengan ukuran di bawah 100 bp. Hal ini menunjukkan terjadinya primer dimer pada saat PCR. Primer dimer adalah
36
salah satu faktor yang dapat mereduksi hasil akhir konsentrasi DNA target setelah proses PCR (Das et al. 1999), sehingga pita DNA yang tampak pada elektroforegram (Gambar 12) sifatnya tipis dan kurang tajam. Primer dimer merupakan produk dari pembentukan komplemen yang terjadi di antara dua primer/pasangan primer (forward dan reverse). Pembentukan komplemen tidak hanya menurunkan konsentrasi primer pada campuran reaksi, tetapi juga dapat menjadi awal pembentukan produk DNA non-spesifik (Das et al. 1999). Produk DNA non-spesifik ditunjukkan dengan adanya bayangan di bawah pita DNA yang berukuran di bawah 100 bp (Gambar 12). 4.4.2 Penentuan urutan nukleotida Penentuan urutan nukleotida dilakukan untuk mendapatkan urutan basabasa nukleotida. Informasi ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi spesies berdasarkan DNA (gen) target yang digandakan pada proses PCR. Prinsip identifikasi spesies menggunakan metode ini adalah membandingkan hasil sequencing dari daerah target dengan referensi dari database yang komprehensif (Gil 2007; Dwiyitno 2008). Hasil identifikasi spesies berbasis PCR-sequencing dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Hasil identifikasi spesies ikan air tawar berbasis PCR-sequencing Nomor Kode (Accession) FJ792637.1 AY763722.1 AF072750.1 DQ533247.1 EF590201.1
Keterangan Oreochromis niloticus 12S ribosomal RNA gene Osphronemus goramy 12S ribosomal RNA gene Pangasius sp. 12S ribosomal RNA gene Monopterus albus 12S ribosomal RNA gene Ictalurus sp. USON1061-1 12S ribosomal RNA gene
Homologi (%) 100 100 100 100 96
Sumber: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/
Tabel 6 menunjukkan identifikasi spesies ikan air tawar dengan cara membandingkan hasil PCR-sequencing (urutan basa-basa nukleotida) dengan data yang terdapat pada GeneBank (NCBI) menggunakan metode BLAST (Basic Local Assignment Search Tool). Data pada Tabel 6 menunjukan bahwa keempat jenis ikan air tawar yaitu ikan nila merah (Oreochromis niloticus), patin (Pangasius sp), gurame (Osphronemus goramy) dan belut (Monopterus albus) berhasil diidentifikasi menggunakan gen target 12S ribosomal RNA dengan
37
tingkat homologi sebesar 100%. Ikan lele yang pada awalnya diduga adalah jenis Clarias sp setelah dicocokkan dengan GeneBank hasilnya adalah Ictalurus sp. Ikan ini adalah salah satu jenis catfish, akan tetapi memiliki genus yang berbeda dengan Clarias. Tingkat homologi identifikasi ikan lele sebesar 96%, menunjukkan adanya ketidaksamaan urutan nukleotida yang terdapat pada GeneBank dengan data yang diujikan sebesar 4%. Hasil identifikasi yang berbeda dari GeneBank diduga disebabakan GeneBank belum memiliki data ikan lele bermarga Clarias dengan gen target 12S ribosomal RNA. Pengambilan keputusan untuk mengidentifikasi ikan lele yang bermarga Clarias dengan ikan yang hubungan kekerabatannya paling dekat yaitu Ictalurus sp pada GeneBank didukung oleh pernyataan Parson et al. (2000), yaitu pada suatu kasus jika spesies dengan gen yang ditargetkan tidak dapat ditemukan pada database, maka hal yang dapat dilakukan adalah mencocokkan hasil sequencing dengan data pada database yang memiliki hubungan kekerabatan paling dekat dengan spesies yang diujikan. Gen target yang digandakan diduga terlalu luas sehingga memiliki kesamaan dengan gen-gen yang terdapat pada spesies dengan hubungan kekerabatan yang dekat. Semakin jauh tingkat kekerabatan dari suatu spesies dapat dilihat dari tingkat homologi yang semakin rendah.
38
5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Karakterisasi bahan baku hasil perairan khususnya ikan air tawar dapat dilakukan menggunakan metode berbasis PCR-sequencing. Metode ini diawali proses preparasi sampel dan ekstraksi DNA. Metode ekstraksi menggunakan kit Qiagen merupakan metode terefektif dan terefisien untuk mengekstraksi DNA, metode ini dapat dilakukan dengan cepat dan menghasilkan DNA yang berkualitas, sehingga data yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai acuan pada proses karakterisasi. Metode CTAB, tetap dapat digunakan untuk mengekstraksi DNA, tetapi kelemahan dari metode ini adalah komponen pengotor yang tersisa pada akhir ekstraksi masih cukup banyak dan diperlukan waktu ekstraksi yang lebih lama. Proses PCR dilakukan untuk menggandakan DNA target hasil ekstraksi, yaitu gen 12S rRNA yang terdapat di dalam mtDNA menggunakan pasangan primer 12SF dan 12SR. Karakterisasi produk PCR ditentukan dengan melihat penampakan pita DNA pada elektroforesis dan penentuan urutan nukleotida (sequencing). Pita DNA hasil elektroforesis berukuran 200-250 bp dengan ketebalan dan ketajaman pita yang berbeda-beda. Hasil sequencing menunjukkan keempat jenis ikan air tawar, yaitu ikan nila merah (Oreochromis niloticus), patin (Pangasius sp), gurame (Osphronemus goramy) dan belut (Monopterus albus) dapat diidentifikasi jenisnya dengan menggunakan metode BLAST pada GeneBank. 5.2 Saran Saran pada penelitian ini adalah penggunaan RNAse yang berperan sebagai enzim yang dapat mendegradasi RNA, sehingga kualitas DNA dapat ditingkatkan. Perlu dilakukannya deteksi awal pada pasangan primer untuk mencegah terjadinya primer dimer, perancangan primer spesifik untuk deteksi ikan air tawar, serta penggunaan PCR touch down untuk menentukan optimasi kondisi PCR.
39
DAFTAR PUSTAKA Ardiana DW. 2009. Teknik isolasi DNA genom tanaman pepaya dan jeruk dengan menggunakan modifikasi buffer CTAB. Buletin Teknik Pertanian 14(1):12-16. Agromakmur. 2009. Taksonomi [31 Januari 2009].
ikan.
http://argamakmur.wordpress.com/.
Alaey M, Naderi R, Verzaei A, Khalighi A, Salami A. 2005. Comparing study between four different methods of genomic DNA extraction from Cyclamen persicum Mill. International Journal of Agriculture and Biology 7(6): 882-884. American Society for Microbiology. 2007. DNA microarray-based detection and identification of fungal pathogens in clinical samples from neutropenic patients. Journal Clinical Microbiology 10:11-28. Aranishi F, Takane O, Shotaru I. 2005. Identification of Gadoid species (pisces, gadidae) by PCR-RFLP analysis. Journal Application Genetic 46(1): 69-73. Baker AJ. 2000. Molecular Methods in Ecology. Toronto: Blackweel Science. [BROK] Balai Riset dan Observasi Kelautan. 2009. Visi dan misi DKP. http://www.brok.dkp.go.id/. [15 April 2010]. Barnum SR. 2005. Biotechnology: An Introduction. Ed ke-2. USA: Thomson. Barrero NML, Povh JA, Ribeiro RP, Gomes PC, Jacomento CB, Lopes TS. 2008. Comparison of DNA exctraction protocols of fish fin and larvae samples: modified salt (NaCl) exctraction. Cie Inv Agr 35(1):65-74. Basit SA. 2009. Comparison of DNA extraction methods for muscle tissues of tuna and tuna-like species: its implications for identification using polymerase chain reaction. Article:1-8. Basseti J. 2007. An introduction to PCR inhibitor. Profiles in DNA (Promega Corporation). Hlm. 9-10. Bossier. 1999. Authentication of seafood products by DNA patterns. Journal of Food Science 64(2):189-193. Chapela MJ, Sotelo CG, Martin RIP, Pardo MA, Villareal BP, Gilardi P, Riese J. 2006. Comparison of DNA extraction methods from muscle of canned tuna for species identification. Journal Food Control 18:1211-1215.
40
Civera T. 2003. Species identification and safety of fish products. Veterinary Research Communication 27(1):481-489. Cold Spring Harbor Laboratory. 2010. Dolan DNA learning center: Sanger method’s DNA sequencing. http://www.dnalc.org/. [7 Juni 2010]. Crandall KA, Robinson RW, Buhay JE. 2009. Avoidance of exctinction through nonexistence: the use of museum specimens and molecular genetics to determine the taxonomic status of endangered freshwater crayfish. Conservation Genetic 10:177-189. Das S, Mohapatra SC, Hsu JT. 1999. Studies on primer-dimer formation in polymerase chain reaction (PCR). Biotechnology Techiniques 13:643-646. Dinas
Peternakan Jawa Tengah. 2008. Budidaya http://disnak.jawatengah.go.id/. [31 Januari 2010].
ikan
lele.
Dwiyitno. 2008. The optimization and validation of a polymerase chain reaction protocol for fish and seafood authenticity based on the cyhochrome b gene [tesis]. Belgium: Catholic University of Applied Science (KaHo) Sint Lieven. El
Hida R. 2009. Ekspor perikanan budidaya http://www.detikfinance.com/. [31 Mei 2010].
2009
tumbuh
10%.
Enmygolan. 2009. Deskripsi dan klasifikasi ikan. http://enmygolan.blogspot.com/. [8 September 2009]. GBIF Data Postal. 2007. Monopterus albus. http://www.zipcodezoo.com/. [31 Januari 2010]. GBIF Data Postal. 2008a. Osphronemus gouramy. http://www.zipcodezoo.com/. [31 Januari 2010]. GBIF Data Postal. 2008b. Clarias gariepinus. http://www.zipcodezoo.com/. [31 Januari 2010]. GBIF Data Postal. 2008c. Pangasius hypophtalmus. http://www.zipcodezoo.com/. [31 Januari 2010]. Gil LA. 2007. PCR-based methods for fish and fishery products authentication. Trends in Food Science and Technology 18:558-566. Heptinstall J, Rapley R. 2000. The Nucleic Acid Protocold Handbook. Totowa NJ: Humana Press Inc.
41
Hrbek T, Farias IP. 2008. The complete mitochondrial genome of the piracucu (Araipama gigas, arapaimidae, osteoglossiformes). Genetics and Molecular Biology 31(1):293-302. Hsu KC, Jeng PC, Shao KT. 2007. Molecular phylogeny of Chaetodon (teleostei:chaetodontidae) in the Indo-West Pacific: evolution in geminate species pairs and species groups. The Raffles Bulletin of Zoology 14:77-86. [KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2009. Kelautan dan Perikanan dalam Angka 2009. Jakarta: Pusat Data, Statistik dan Informasi. Kolmodin LA, Birch DE. 2002. Polymerase chain reaction. Dalam: Bing-Yuan Chen dan Harry W. James. PCR Cloning Protocols, hlm. 3-16. Totowa New Jersey: Humana Press. Korte BB, Anslinger K, Bartsch C, Rolf B. 2005. Species identification by means of pyrosequencing the mitochondrial 12S rRNA gene. International Journal Legal Medicines 119:291-294. Lucentini L, Caporali S, Palomba A, Lancioni H, Panara F. 2006. A comparison of conservative DNA exctraction methods from fins and scales of freshwater fish: a useful for conservation genetics. Conservation Genetics 7:1009-1012. Macnature. 2010. Polymerase chain reaction. http://www.macnature.com/. [14 April 2010]. Martinez I, James D, Loreal H. 2005. Application of Modern Analytical Techniques to Ensure Seafood Safety and Authenticity. Rome: Food and Agricultural Organization (FAO). Muladno. 2002. Teknologi Rekayasa Genetika. Bogor: Pustaka Wirausaha Muda. Nagase M, Maeta K, Aimi T, Suginaka K, Morinaga T. 2009. Authentication of flying-fish-meal of processed using PCR-RFLP. Jounal Food Science and Technology 75:811-816. Pararaja. 2009. Perbandingan analisis menggunakan spektrofotometer dan atomic absorbtion spectrofotometer (AAS). http://smk3ae.wordpress.com/. [31 Januari 2009]. Pardo AM. 2009. Identification of fish species. www.azti.es. [27 Agustus 2009]. Parson W, Pegararo K, Niederstatter H, Foger M, Steinlechner M. 2000. Species identification by means of the cytochrome b gene. International Journal Legal Medicines 114:23-28.
42
Pereira F, Carneiro J, Amorim A. 2008. Identification of species with DNA-based technology: current progress and challenges. Recent Patents on DNA and Gene Sequences 2:187-200. Pharmawati M. 2009. Optimalisasi ekstraksi DNA dan PCR-RAPD pada Grevillea spp. (proteaceae). Jurnal Biologi 13(1):12-16. Qiagen. 2006. DNeasy® blood and tissue handbook. http://www.qiagen.com/. [21 April 2010]. Ristek. 2009a. Budidaya Ikan Belut. Jakarta: Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Ristek. 2009b. Budidaya Ikan Gurame. Jakarta: Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Ristek. 2009c. Budidaya Ikan Lele. Jakarta: Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Ristek. 2009d. Budidaya Ikan Nila. Jakarta: Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Ristek. 2009e. Budidaya Ikan Patin. Jakarta: Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Sambrook J, Russel DW. 2001. Molecular Cloning: A Laboratory Manual. Ed ke-3. New York: Cold Spring Harbor Laboratory Press. Science Biotech. 2010. TE buffer vs ddH2O. http://www.sciencebiotech.net/. [14 April 2010]. Semina AV, Polyakova NE, Brykov VIA. 2007. Analysis of mitochondrial DNA: taxonomic and phylogenetic relationships in two fish taxa (pisces: mugulidae and cyprinidae). Biochemistry 72(12):1349-1355. Sudarto 2004. Karakterisasi genetik ikan lele (clariidae) dari wilayah Asia Tenggara. Warta Penelitian Perikanan Indonesia 10:1. Suryanto D. 2003. Melihat Keanekaragaman Organisme Melalui Beberapa Teknik Genetika Molekuler. Sumatra Utara: Fakultas MIPA, USU. Usni.
2008. Budidaya nila merah-klasifikasi http://usniarie.blogspot.com/. [8 September 2009].
dan
morfologi.
Wang HY, Lee SC. 2002. Secondary structure of mitochondrial 12S rRNA among fish and its phylogenetic applications. Molecular Biology Evolution 19(2):138-148.
43
Wongsawad C, Wongsawad P, Chai JY, Paratapsilpin T, Anuntalabhochai S. 2006. DNA quantities and qualities from various stages of some trematodes using optical and hat-RAPD methods. Southeast Asian Journal Tropical Medicines Public Health 37(3):62-68. Xu Q, Liu R, Liu Y. 2009. Genetic population structure of the swimming crab, Portunus trituberculatus in the East China Sea based on mtDNA 16S rRNA sequences. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology 371:121–129. Yuwono T. 2005. Biologi Molekuler. Jakarta: Erlangga. Yuwono T. 2006a. Bioteknologi Pertanian. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Yuwono T. 2006b. Teori dan Aplikasi Polymerase Chain Reaction. Yogyakarta: Penerbit Andi.
44
LAMPIRAN Lampiran 1 Dokumentasi penelitian
Daging ikan
Penanganan ikan
Pipette tips
Micro tube 1.5 ml
menggunakan es
Autoklaf
Sentrifuse
Water bath
Alat elektroforesis Thermocycler PCR
Larutan ethidium bromide
Gel agarosa
45
Lampiran 2 Metode pembuatan larutan a) CTAB 2% (1 liter) Tris HCl pH 8 sebanyak 100 ml ditambahkan 280 ml 5M NaCl, 40 ml 0.5M EDTA dan 20 gram CTAB, kemudian dilarutkan menggunakan akuades hingga volume larutan mencapai 1 liter. b) 1M Tris HCl pH 8 (1 liter) Sebanyak 121,1 gram Tris base ditambahkan 700 ml akuades, kemudian pHnya diukur menggunakan pH meter. Larutan ditambahkan HCl hingga pHnya mencapai 8, kemudian dilarutkan menggunakan akuades hingga volumenya mencapai 1 liter. c) 5M NaCl (1 liter) Sebanyak 292,2 gram NaCl dilarutkan menggunakan akuades hingga volume larutan mencapai 1 liter. d) 0,5M EDTA (1 liter) Sebanyak 186,12 gram EDTA ditambahkan 700 ml akuades, kemudian pHnya diukur menggunakan pH meter. Larutan ditambahkan NaOH hingga pHnya mencapai 8, kemudian dilarutkan menggunakan akuades hingga volumenya mencapai 1 liter. e) Buffer TBE 10x (100 ml) Sebanyak 10,8 gram Tris base ditambahkan 5,5 gram asam borat dan 4 ml EDTA 0,5M, kemudian dilarutkan menggunakan akuades hingga volumenya mencapai 100 ml. f) PCI Pada proses pembuatan larutan PCI, perbandingan fenol, kloroform dan isoamilalkohol adalah 25 : 24 : 1. g) CIA Pada proses pembuatan larutan CIA, perbandingan kloroform dan isoamilalkohol adalah 24 : 1. h) Buffer TE (1 liter) Sebanyak 10 ml Tris HCl 1M pH 8 ditambahkan 2 ml EDTA 0,5M, kemudian dilarutkan menggunakan akuades hingga volumenya mencapai 1 liter.
46
Lampiran 3 Diagram alir prosedur kerja ekstraksi DNA dengan metode CTAB 2%
Gambar 13 Diagram alir prosedur kerja ekstraksi DNA metode CTAB 2%
47
Lampiran 4 Diagram alir prosedur kerja ekstraksi DNA dengan kit FermentasTM
Gambar 14 Diagram alir prosedur kerja ekstraksi DNA dengan kit Fermentas
48
Lampiran 5 Diagram alir prosedur kerja ekstraksi DNA dengan kit QiagenTM
Gambar 15 Diagram alir prosedur kerja ekstraksi DNA dengan kit Qiagen