1
I. PENGANTAR
A. Latar Belakang Budidaya ikan merupakan usaha pemeliharaan ikan pada kondisi lingkungan yang terkontrol pada seluruh atau sebagian siklus hidupnya (Dan Selock, 2006). Berbagai spesies ikan air tawar dan ikan air laut yang dibudidayakan mempunyai nilai ekonomis penting. Teknologi
budidaya ikan
terus berkembang dari cara budidaya secara tradisional menjadi sistem budidaya moderen yang menggunakan metode dan peralatan mekanis. Perbedaan penerapan teknologi tersebut berpengaruh terhadap kapasitas produksi, biaya yang ditimbulkan serta dampak terhadap lingkungan perairan. Salah satu perbedaan teknologi budidaya ikan adalah penggunaan pakan buatan secara intensif untuk meningkatkan produksi ikan dalam waktu yang relatif cepat. Budidaya ikan secara intensif sangat bergantung kepada penggunaan pakan buatan. Komposisi protein kasar (crude protein) dalam pakan ikan sangat tinggi hingga mencapai 50 persen (Lupatsch & Kissil, 2005) untuk mensuplai kebutuhan ikan yang bersifat karnivora (Marzuki & Anjusari, 2013). Namun demikian, kandungan protein yang tinggi dalam pakan ternyata tidak terserap seluruhnya menjadi biomasa ikan (Marzuki & Anjusari, 2013). Sisa protein dan nutrien lain yang tidak terserap tersebut dibuang sebagai feces bersama dengan limbah organik lain. Oleh karena itu, pembuangan limbah budidaya ikan ke perairan tanpa melalui proses pengolahan berpotensi meningkatkan kandungan
2
nutrien terlarut dan padatan tersuspensi sehingga menyebabkan pencemaran air (Tovar, 2000; Boyd, 2003; Biao, 2004). Kondisi kandungan nutrien terlarut yang tinggi dalam perairan atau yang dikenal dengan istilah eutrofikasi menjadi pemicu blooming microalgae dan macroalgae (Osuna, 2013). Blooming algae berbahaya bagi lingkungan karena dapat menyebabkan kematian ikan secara masal. Kematian masal tersebut disebabkan oleh alga beracun yang tumbuh secara berlimpah dan termakan oleh ikan (Anderson et al., 2008). Selain menyebabkan blooming algae, eutrofikasi juga menyebabkan presentase oocyte dan testes yang terkandung dalam polyps hewan karang menjadi berkurang sehingga menurunkan laju sintasan (survival rate) hewan karang tersebut (Loya et al., 2004). Blooming algae sintasan
dan
laju
hewan karang yang rendah menunjukkan bahwa eutrofikasi sangat
merugikan kesehatan lingkungan perairan, karena mengganggu keseimbangan ekosistem perairan pesisir (Bauman et al., 2010). Oleh karena itu, eutrofikasi harus dicegah melalui proses pengolahan limbah sehingga mengurangi kandungan nutrien yang masuk ke perairan. Pengolahan limbah budidaya ikan dan udang pada ikan land-based aquaculture dapat dilakukan secara terkontrol karena budidaya ikan dilakukan pada kolam pemeliharaan, sehingga limbah yang dihasilkan akan mudah dikumpulkan dan tidak dibuang ke lingkungan perairan. Pengolahan limbah budidaya ikan yang dipelihara pada perairan terbuka lebih sulit dilakukan karena limbah langsung dibuang ke perairan. Limbah yang terkumpul selanjutnya diproses secara biologis dengan memanfaatkan strain bakteri anggota genus
3
Nitrosomonas, Nitrobacter dan Pseudomonas untuk mengurangi dampak negatif limbah, sehingga tidak berbahaya bagi lingkungan perairan (Boopathy et al., 2007; Bjornsson et al., 2013). Amonium (NH4+) yang terkandung dalam limbah akan mengalami nitrifikasi yang dilakukan oleh strain bakteri anggota genus Nitrosmonas menjadi ion nitrit (NO2-), selanjutnya oleh strain bakteri anggota genus Nitrobacter ion NO2 - dioksidasi menjadi nitrat (NO3-) (van Rijn, 2013; Nava et al., 2014). Ion NH4+ dan ion NO3 - merupakan nutrien terlarut yang diperlukan mikrolaga selama fotosintesis untuk membangun kerangka selnya. Oleh karena itu, nutrien yang terkandung dalam limbah budidaya ikan dapat digunakan sebagai sumber nutrien alternatif untuk kultur mikrolaga yang merupakan pakan alami pada perbenihan ikan (Vairappan & Yen, 2008). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa limbah budidaya ikan dan udang telah dimanfaatkan untuk budidaya rumput laut (Carmona, 2006), produksi mikroalga yang digunakan sebagai pakan alami dalam kultur rotifer (Vairappan & Yen, 2008), produksi biomasa mikroalga sekaligus untuk pengolahan limbah (Min, 2011) dan produksi mikroalga untuk biofuel (Chen, 2011; Huang, 2013). Beberapa aplikasi tersebut merupakan bentuk pemanfaatan senyawa nitrogen terlarut dalam limbah organik yang telah mengalami proses dekomposisi. Bahan organik dalam limbah yang telah mengalami dekomposisi oleh bakteri menjadi ion senyawa nitrogen terlarut (Boopathy et al., 2007) dapat dimanfaatkan sebagai bahan
pupuk
(Bjornsson
et
(fertilizer) al.,
2013),
alternatif yang
berupa
media
merupakan
pakan
kultur alami
mikroalga larva
ikan
(Min et al., 2011). Penggunaan bahan pupuk alternatif dari limbah budidaya ikan
4
untuk kultur mikroalga menunjukkan bahwa limbah tersebut masih mempunyai nilai ekonomis yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan budidaya ikan.
Gambar 1. Hamparan fasilitas perbenihan ikan Kerapu dan Bandeng di Desa Penyabangan, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali (Sumber: Google Earth)
Desa Penyabangan, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali, merupakan kawasan perbenihan ikan kerapu dan bandeng di pesisir utara pulau Bali. Sistem budidaya yang diterapkan di kawasan ini belum mempertimbangkan kelestarian lingkungan pesisir. Air limbah yang berasal dari unit budidaya ikan langsung dibuang ke laut tanpa dilakukan pengolahan. Penggunaan pakan buatan secara intensif dan tidak tersedianya unit pengolahan limbah berdampak pada penurunan kualitas perairan di sekitar kawasan budidaya ikan. Selain itu, pembudidaya ikan di kawasan tersebut masih sangat bergantung pada penggunaan pupuk buatan seperti urea dan NPK sebagai sumber nitrogen untuk kultur mikroalga Nannochlorpsis oculata yang juga menghasilkan residu
5
pada buangan air limbah. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian pemanfaatan nutrien yang berasal dari limbah budidaya ikan sebagai media kultur mikroalga sekaligus mencegah terjadinya pencemaran perairan pesisir. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian, maka permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah ; 1.
Apakah limbah budidaya ikan dapat dimanfaatkan sebagai media kultivasi Nannochloropsis oculata setelah diolah secara mikrobiologis?
2.
Bagaimana perubahan konsentrasi kandungan NH3, NO2-, NO3-, dan PO4 dalam limbah budidaya ikan yang telah digunakan dalam kultivasi N. oculata?
3.
Apakah limbah budidaya ikan yang diolah secara mikrobiologis dan digunakan sebagai media kultivasi N. oculata dapat bermanfaat pada upaya pencegahan pencemaran perairan?
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian berdasarkan perumusan masalah di atas yaitu; 1.
Identifikasi karakteristik fisikawi, kimiawi dan biologis limbah budidaya ikan yang akan dimanfaatkan sebagai media kultivasi Nannochloropsis oculata.
2.
Mengkaji perubahan konsentrasi kandungan NH 3, NO2-, NO3 -, dan PO4 dalam limbah budidaya ikan yang diolah secara mikrobiologis dengan pemberian aerasi dan tanpa pemberian aerasi.
6
3.
Evaluasi pemanfaatan limbah budidaya ikan yang diolah secara mikrobiologis sebagai media kultivasi N. oculata sebagai upaya pencegahan pencemaran perairan.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang meliputi dua hal sebagai berikut : 1.
Manfaat bagi ilmu pengetahuan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi ilmu
pengetahuan mengenai pemanfaatan limbah kegiatan budidaya ikan laut untuk mendapatkan bahan fertilizer untuk kultur N. oculata sekaligus mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan perairan pesisir. 2.
Manfaat bagi masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terutama bagi
masyarakat antara lain kepada: a. Pembudidaya ikan di Desa Penyabangan, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali, sebagai informasi mengenai pemanfaatan limbah budidaya ikan sebagai sumber nutrien alternatif untuk kultur mikroalga N. oculata. b. Pemerintah Daerah dan instansi terkait untuk membuat peraturan mengenai
cara pengolahan limbah budidaya ikan secara efektif untuk mendukung cara budidaya ikan yang ramah lingkungan yang diterapkan pada kawasan budidaya ikan.