KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA TEPUNG UBI JALAR (Ipomoea batatas)
Oleh : TRIFENA HONESTIN F24103017
2007 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA TEPUNG UBI JALAR (Ipomoea batatas)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Pangan dan Gizi Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : TRIFENA HONESTIN F24103017
2007 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA TEPUNG UBI JALAR (Ipomoea batatas)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Pangan dan Gizi Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : TRIFENA HONESTIN F24103017 Dilahirkan Pada Tanggal 22 November 1985 Di Cilacap, Jawa Tengah Tanggal Lulus : 28 September 2007 Menyetujui Bogor, November 2007
Ir. ELVIRA SYAMSIR, Msi Dosen Pembimbing Mengetahui, Ketua Departemen ITP
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Ketua Departemen ITP
Trifena Honestin. F24103017. Karakterisasi Sifat Fisikokimia Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas). Di bawah bimbingan: Ir. Elvira Syamsir, M.Si
RINGKASAN Ubi jalar (Ipomoea batatas) merupakan salah satu tanaman pangan tropis yang banyak terdapat di Indonesia. Ubi jalar memiliki potensi yang sangat layak untuk dipertimbangkan dalam menunjang program diversifikasi pangan yang berbasiskan pada produk tepung dan pati. Metode pengeringan yang digunakan akan mempengaruhi mutu tepung ubi jalar yang dihasilkan. Menyangkut hal tersebut, perlakuan awal dan berbagai teknik pengeringan pada pembuatan tepung ubi jalar diperkirakan mempunyai pengaruh besar terhadap perubahan karakteristik fisikokimia tepung ubi jalar. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh perlakuan teknik pengolahan terhadap karakteristik fisikokimia tepung ubi jalar yang dihasilkan. Penelitian diawali dengan analisis proksimat ubi jalar kemudian pembuatan tepung ubi jalar dengan enam teknik proses yang berbeda yaitu teknik 1 (disawuttanpa dikukus-sinar matahari), teknik 2 (disawut-tanpa dikukus-oven), teknik 3 (diiris-tanpa dikukus-drum dryer), teknik 4 (disawut-dikukus-sinar matahari), teknik 5 (disawut-dikukus-oven), dan teknik 6 (kupas utuh-dikukus-drum dryer), dilanjutkan dengan analisis tepung ubi jalar yang dihasilkan serta aplikasi tepung ubi jalar pada pembuatan roti manis. Analisis fisikokimia yang dilakukan pada tepung ubi jalar yang dihasilkan tersebut adalah analisis fisik dan kimia meliputi analisis kadar air, densitas kamba, warna, sifat mikroskopis granula pati, indeks penyerapan air (IPA) dan indeks kelarutan air (IKA), derajat gelatinisasi, sifat amilografi tepung, stabilitas terhadap pembekuan dan thawing. Roti manis yang dihasilkan dianalisis secara visual dan organoleptik meliputi pengembangan roti, warna, rasa, tekstur, dan aroma. Hasil analisis karakteristik ubi jalar varietas sukuh menunjukkan bahwa rata-rata kadar air sebesar 61.48 % bb atau 159.83 %bk, kadar abu 0.72 %bb atau 1.87 %bk, kadar protein 1.29 %bb atau 3.35 %bk, kadar lemak 0.19 %bb atau 0.49 %bk, dan kadar karbohidrat 36.32 %bb atau 94.29 %bk. Tepung hasil pengolahan teknik 1 memiliki rata-rata kadar air sebesar 7.04 %bb, densitas kamba 0.40 g/ml, kecerahan 64.30, intensitas warna 6.48, derajat hue 5.87, IPA 2.89, IKA 0.0084 g/ml, absorbansi pati tergelatinisasi 0.010, suhu awal gelatinisasi 77.20C, viskositas puncak 451.6 BU, viskositas balik 96.3 BU, viskositas jatuh 109.7 BU, stabilitas pasta -84.0 BU, serta sineresis 30.03-38.60%. Tepung hasil pengolahan teknik 2 memiliki rata-rata kadar air sebesar 7.47 %bb, densitas kamba 0.40 g/ml, kecerahan 64.69, intensitas warna 4.67, derajat hue 14.53, IPA 3.35, IKA 0.0131 g/ml, absorbansi pati tergelatinisasi 0.007, suhu awal gelatinisasi 76.60C, viskositas puncak 466.0 BU, viskositas balik 96.0 BU, viskositas jatuh 55.0 BU, stabilitas pasta -45.6 BU, serta sineresis 26.82-39.49%. Tepung hasil pengolahan teknik 3 memiliki rata-rata kadar air sebesar 9.00 %bb, densitas kamba 0.37 g/ml, kecerahan 62.64, intensitas warna 4.60, derajat hue 26.55, IPA 7.90, IKA 0.0375 g/ml, absorbansi pati tergelatinisasi 0.861, viskositas puncak 710.0 BU, viskositas balik 56.0 BU, viskositas jatuh 705.0 BU, stabilitas pasta -16.0 BU, serta sineresis 50.31-70.20%.
Tepung hasil pengolahan teknik 4 memiliki rata-rata kadar air sebesar 7.01 %bb, densitas kamba 0.69 g/ml, kecerahan 61.91, intensitas warna 5.88, derajat hue 18.42, IPA 5.73, IKA 0.0355 g/ml, absorbansi pati tergelatinisasi 0.101, suhu awal gelatinisasi 56.50C, viskositas puncak 77.3 BU, viskositas balik 40.8 BU, viskositas jatuh -22.0 BU, stabilitas pasta 18.2 BU, serta sineresis 26.82-39.49%. Tepung hasil pengolahan teknik 5 memiliki rata-rata kadar air sebesar 6.56 %bb, densitas kamba 0.68 g/ml, kecerahan 62.27, intensitas warna 4.48, derajat hue 19.57, IPA 6.14, IKA 0.0385 g/ml, absorbansi pati tergelatinisasi 0.142, suhu awal gelatinisasi 30.90C, viskositas puncak 108.2 BU, viskositas balik 54.5 BU, viskositas jatuh -51.5 BU, stabilitas pasta 38.0 BU, serta sineresis 39.66-41.89%. Tepung hasil pengolahan teknik 6 memiliki rata-rata kadar air sebesar 6.44 %bb, densitas kamba 0.62 g/ml, kecerahan 64.69, intensitas warna 6.58, derajat hue 52.22, IPA 7.11, IKA 0.0543 g/ml, absorbansi pati tergelatinisasi 0.510, viskositas puncak 118.3 BU, viskositas balik 34.5 BU, viskositas jatuh 11.7 BU, stabilitas pasta 9.7 BU, serta sineresis 33.89-44.58%. Pada penelitian ini dilakukan modifikasi fisik tepung ubi jalar dengan berbagai teknik pengolahan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa faktor perlakuan teknik pengolahan berpengaruh nyata terhadap kadar air, densitas kamba, warna (L, a, b, hue), sifat mikroskopis granula pati, IPA dan IKA, pati tergelatinisasi, sifat amilografi tepung, dan stabilitas produk terhadap pembekuan dan thawing (siklus 1 dan siklus 2). Perlakuan teknik 4, 5, dan 6 meningkatkan densitas kamba, menurunkan kecerahan, meningkatkan derajat hue, menghilangkan efek birefrigence, mengubah ukuran dan bentuk granula pati, menaikkan IPA dan IKA, menurunkan suhu awal gelatinisasi, viskositas puncak, viskositas balik, viskositas jatuh, dan meningkatkan stabilitas pasta. Perlakuan teknik 3 dan 6 menurunkan kecerahan, meningkatkan derajat hue, menghilangkan efek birefrigence, mengubah ukuran dan bentuk granula pati, menaikkan IPA dan IKA, menaikkan absorbansi pati tergelatinisasi, menurunkan suhu awal gelatinisasi, viskositas balik, viskositas jatuh, dan meningkatkan stabilitas pasta. Penelitian dilanjutkan dengan aplikasi pada pembuatan roti manis ubi jalar. Kondisi proses yang digunakan yaitu waktu pembentukan cream selama + 15 menit, suhu dan kelembaban final proofing yaitu berturut-turut 380C dan 8085% selama 45 menit, serta waktu pemanggangan roti berkisar antara 20-40 menit dengan suhu pemanggangan 3000F. Roti manis ubi jalar tidak memiliki daya kembang yang baik, warna kerak (crust) yang dihasilkan adalah coklat kemerahan dan kuning pucat, serta warna remah (crumb) yang dihasilkan adalah kuning kecoklatan dan putih kekuningan. Rasa yang mendominasi pada roti manis ubi jalar berbahan dasar tepung hasil pengolahan teknik 1 dan 2 adalah rasa tepung ubi jalar yang masih mentah. Sedangkan pada roti manis berbahan dasar tepung hasil pengolahan teknik 3 adalah rasa roti yang cukup matang dengan sedikit rasa manis. Roti manis ini beraroma khas ubi jalar. Tekstur roti manis ubi jalar yang dihasilkan dari tepung dengan pengolahan teknik 1 dan 2 adalah keras dan kasar, sedangkan untuk tepung dengan pengolahan teknik 3 dihasilkan roti dengan tekstur permukaan yang lunak dan halus.
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cilacap Jawa Tengah pada tanggal 22 November 1985. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dengan Ayah bernama Dardono, MM dan Ibu Sarwisiyati. Penulis lulus dari Sekolah Dasar Maria Immaculata Cilacap pada tahun 1997, kemudian melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1 Cilacap dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun 2003 penulis menyelesaikan studi di SMU Negeri 1 Cilacap. Pada tahun 2003, penulis diterima menjadi mahasiswa Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Selama menjalani masa studi sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor, penulis adalah anggota Himpunan Mahasiswa Teknologi Pangan (Himitepa) dan aktif dalam Persekutuan Mahasiswa Kristen sebagai Bendahara Komisi Pelayanan Anak. Selain itu, penulis berperan serta dalam kepanitiaan Baur 2004, Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan 2005 (LCTIP), dan National Student’s Paper Competition (NSPC) IV. Penulis telah mengikuti seminar dan training Hazard Analytical Critical Control Point with ISO 22000 serta beberapa pelatihan pembuatan produk pangan yang diadakan oleh Food Processing Club. Pada tahun ajaran 2006/2007, penulis aktif sebagai asisten mata kuliah Biologi Tingkat Persiapan Bersama IPB dan asisten mata kuliah Agama Kristen Protestan. Penulis pernah menjadi tim peneliti PKM-P (Program Kreativitas Mahasiswa-Penelitian) dengan judul Pembuatan Cookies Yang Berbahan Dasar Tepung Komposit Terigu-Ubi Jalar Dan Difortifikasi Dengan Bekatul Sebagai Sumber Anti Depresi yang didanai oleh Dikti. Kini penulis menyelesaikan masa studinya dengan skripsi berjudul Karakterisasi Sifat Fisikokimia Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas) di bawah bimbingan Ir. Elvira Syamsir, MSi.
i
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa di Surga atas limpahan kasih dan berkatNya selama ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan akhir penelitian ini. Pada kesempatan kali ini, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1.
Ir. Elvira Syamsir, MSi sebagai dosen pembimbing akademik dan yang telah meluangkan waktu untuk membimbing serta mengarahkan penulis sehingga penelitian ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
2.
Ir Didah Nur Faridah, Msi dan Ir. Tjahja Muhandri, MT yang telah bersedia menjadi dosen penguji dan telah memberikan banyak masukan yang sangat bermanfaat bagi kesempurnaan tugas akhir ini.
3.
Papah, Mamah, Mba Yohana, dan Mba Lydia, yang telah memberikan dukungan penuh dalam penyelesaian skripsi ini. Sangat bersyukur memiliki keluarga seperti kalian.
4.
Kak Ery, Miaw, dan tetangga setia (Amelia dan Duma), yang benar-benar mengambil andil yang cukup besar dalam membantu penelitianku. Trima kasih untuk bantuan dan kerja kerasnya. Tidak dapat dilupakan bagaimana indahnya kebersamaan saat menghadapi hambatan-hambatan dalam penelitian.
5.
Teman-teman FA (Kak Agus, Dewi, Tri Eko, Daisy, Rosma, Greth, Isak, Dial, Pora, Aciet), teman-teman gereja (Mas Win, Ribka, Jeanny), kakakkakak rohaniku (Kak Pretty, Kak Hana, Kak Thitien), dan teman sepelayanan (Andri Parna), yang telah memberi dukungan doa dan dorongan semangat dalam pengerjaan tugas akhir ini.
6.
Teman-teman ITP (Agnes, Anas, Rika, Tya, Martin, Titin, Rintz), teman satu lab (Nunu, Herher, Dhani, Asih, Ade), dan teman satu bimbingan (Aji, Pritha, Azis), yang telah memberi bantuan dan hubungan persaudaraan yang sangat berarti.
7.
The Sixers (Nunu, Yuki, Mario, Galuh, Hawai) atas persahabatan indah yang terjalin bertahun-tahun sampai sekarang.
ii
8.
Laboran (Pak Wachid, Pak Sobirin, Pak Yahya, Mba Ari, Teh Ida), Teknisi (Pak Ias dan Pak Nur), dan Pak Rojak atas bantuannya selama ini.
9.
Adik-adikku, Elifelet-ers (Daniel, Yessy, Betti, Rosa, Titin, Karno, Dansia, Edo) atas dukungan doa dan perhatian yang diberikan.
10.
KPAnis 37, 38, 39, 40, 41, 42, dan alumni KPA atas semangat dan dukungan doa untuk penelitian ini.
11.
Junianto Simaremare, seseorang yang telah memberikan saat-saat indah, pelajaran, dan semangat dalam menjalani hidup, serta kehadirannya yang membuat aku belajar mengasihi tanpa syarat.
12.
Semua pihak yang membantu yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pelaksanaan penelitian selanjutnya dan bagi kita semua. Bogor, November 2007 Penulis
iii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ...................................................................................
i
DAFTAR ISI ..................................................................................................
iii
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
ix
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang .....................................................................................
1
B. Tujuan ..................................................................................................
2
C. Manfaat ................................................................................................
2
II. TINJAUAN PUSTAKA A. UBI JALAR .........................................................................................
3
1. Botani Ubi Jalar ...............................................................................
3
2. Kandungan Kimia Ubi Jalar ............................................................
4
3. Pengolahan Ubi Jalar .......................................................................
6
4. Tepung Ubi Jalar ..............................................................................
6
B. PATI ....................................................................................................
12
1. Sifat Fisikokimia dan Sifat Fungsional Pati ...................................
12
2. Gelatinisasi Pati ...............................................................................
14
3. Retrogradasi dan Sineresis . ……………………………………….
16
4. Sifat Amilografi Pati .......................................................................
17
5. Pati Termodifikasi............................................................................
18
C. PERLAKUAN AWAL ........................................................................
19
D. TEKNIK PENGERINGAN .................................................................
20
1. Pengeringan dengan Sinar Matahari ...............................................
21
2. Pengering Oven ..............................................................................
21
3. Pengering Drum .............................................................................. 22 E. PERBANDINGAN SIFAT FISIKOKIMIA BERBAGAI JENIS TEPUNG DAN SIFAT FUNGSIONALNYA .........................
23
F. APLIKASI PADA PEMBUATAN ROTI ...........................................
23
iv
III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT ..........................................................................
25
B. METODE PENELITIAN.....................................................................
25
1. Karakterisasi Sifat Fisikokimia Tepung Ubi Jalar .........................
25
2. Aplikasi Tepung Ubi Jalar pada Pembuatan Roti Manis ...............
26
C. METODE ANALISIS .........................................................................
27
1. Analisis Proksimat Ubi Jalar..........................................................
27
a. Kadar air .....................................................................................
27
b. Kadar Abu .................................................................................
27
c. Kadar Protein .............................................................................
28
d. Kadar Lemak .............................................................................
28
e. Kadar Karbohidrat .....................................................................
29
2. Analisis Tepung Ubi Jalar Termodifikasi Fisik .............................
29
a. Kadar Air ...................................................................................
29
b. Densitas Kamba .........................................................................
29
c. Warna ........................................................................................
29
d. Sifat Mikroskopis Granula Pati ..................................................
30
e. Indeks Penyerapan Air dan Indeks Kelarutan Air......................
30
f. Analisis Pati Tergelatinisasi secara kualitatif ………………… 31 g. Sifat Amilografi Tepung ............................................................
31
h. Stabilitas terhadap Pembekuan dan Thawing ...........................
32
3. Analisis Karakteristik Roti Manis Ubi Jalar ..................................
32
D. RANCANGAN PERCOBAAN ...........................................................
32
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS UBI JALAR VARIETAS SUKUH...................................
34
B. PENGOLAHAN TEPUNG UBI JALAR ............................................
35
C. SIFAT FISIKOKIMIA TEPUNG UBI JALAR ...................................
38
a. Kadar Air .........................................................................................
38
b. Densitas Kamba ..............................................................................
40
c. Warna ..............................................................................................
42
d. Sifat Mikroskopis Granula Pati .......................................................
44
e. Indeks Penyerapan Air dan Indeks Kelarutan Air ...........................
48
v
f. Pati Tergelatinisasi ..........................................................................
50
g. Sifat Amilografi Tepung ..................................................................
51
h. Stabilitas terhadap Pembekuan dan Thawing .................................
61
D. ANALISIS KARAKTERISTIK ROTI MANIS UBI JALAR .............
64
a. Pengembangan Roti .......................................................................
65
b. Warna Roti .....................................................................................
65
c. Rasa ...............................................................................................
65
d. Aroma ............................................................................................
66
e. Tekstur ...........................................................................................
66
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN ...................................................................................
67
B. SARAN ...............................................................................................
68
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
69
LAMPIRAN....................................................................................................
77
vi
DAFTAR TABEL Tabel 1. Kandungan kimia ubi jalar per 100 gram bahan segar ……………
5
Tabel 2. Komposisi nilai gizi tepung ubi jalar ………………………….......
7
Tabel 3. Rekapitulasi hasil penelitian mengenai tepung ubi jalar ………….
8
Tabel 4. Karakteristik pati dan aplikasinya…………………………………
19
Tabel 5. Perbandingan karakteristik beberapa jenis tepung ………………..
24
Tabel 6. Komposisi kimia ubi jalar varietas Sukuh………………………....
34
Tabel 7. Pengaruh perlakuan teknik pengolahan terhadap kadar air tepung ubi jalar ............................................................................................
39
Tabel 8. Pengaruh perlakuan teknik pengolahan terhadap densitas kamba tepung ubi jalar ................................................................................
41
Tabel 9. Hasil rata-rata analisis warna tepung ubi jalar …............................
42
Tabel 10. Pengaruh perlakuan teknik pengolahan terhadap warna tepung ubi jalar ............................................................................................
43
Tabel 11. Pengaruh perlakuan teknik pengolahan terhadap IPA dan IKA tepung ubi jalar ................................................................................
49
Tabel 12. Pengaruh perlakuan teknik pengolahan terhadap absorbansi pati tergelatinisasi tepung ubi jalar .........................................................
51
Tabel 13. Sifat amilografi tepung ubi jalar ………………………………... ..
52
Tabel 14. Pengaruh perlakuan teknik pengolahan terhadap sineresis gel tepung ubi jalar ................................................................................
63
Tabel 15. Komposisi bahan pembuatan roti manis…………………………..
64
vii
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.
Tanaman Ubi Jalar …………………………………………….
3
Gambar 2.
Struktur Amilosa dan Amilopektin……………………………
13
Gambar 3.
Mekanisme Gelatinisasi dan Retrogradasi Pati ……………….
15
Gambar 4.
Tipe Pengering Drum………………………………………….
22
Gambar 5.
Ubi Jalar Varietas Sukuh ……………………………………...
34
Gambar 6.
Tipe Pisau Slicer ………………………………………………
36
Gambar 7.
Sawut Ubi Jalar Kering………………………………………..
36
Gambar 8.
Tepung Ubi Jalar Sukuh yang Dimodifikasi Fisik ……………
37
Gambar 9.
Histogram Pengaruh Teknik Pengolahan terhadap Kadar Air Tepung Ubi Jalar ………………………...................................
38
Gambar 10. Histogram Pengaruh Perlakuan Teknik Pengolahan terhadap Densitas Kamba Tepung Ubi Jalar ………………….
40
Gambar 11. Model Warna Sistem Hunter dan Sistem Munsell ....................
42
Gambar 12. Penampakan Granula Pati Tepung Ubi Jalar dengan Perlakuan Pengolahan Teknik 1 ………………………….........................
46
Gambar 13. Penampakan Granula Pati Tepung Ubi Jalar dengan Perlakuan Pengolahan Teknik 2 ………………………….........................
46
Gambar 14. Penampakan Granula Pati Tepung Ubi Jalar dengan Perlakuan Pengolahan Teknik 3 ………………………….........................
46
Gambar 15. Penampakan Granula Pati Tepung Ubi Jalar dengan Perlakuan Pengolahan Teknik 4 ………………………….........................
47
Gambar 16. Penampakan Granula Pati Tepung Ubi Jalar dengan Perlakuan Pengolahan Teknik 5 ………………………….........................
47
Gambar 17. Penampakan Granula Pati Tepung Ubi Jalar dengan Perlakuan Pengolahan Teknik 6 ………………………….........................
47
Gambar 18. Histogram Pengaruh Perlakuan Teknik Pengolahan terhadap Indeks Penyerapan Air Tepung Ubi Jalar ……………………..
48
Gambar 19. Histogram Pengaruh Perlakuan Teknik Pengolahan terhadap Indeks Kelarutan Air Tepung Ubi Jalar…………….................
48
viii
Gambar 20. Histogram Pengaruh Perlakuan Teknik Pengolahan terhadap Absorbansi Pati Tergelatinisasi Tepung Ubi Jalar ………........
50
Gambar 21. Kurva Amilograf Tepung Ubi Jalar Tanpa Perlakuan Pengukusan …………………………………
53
Gambar 22. Kurva Amilograf Tepung Ubi Jalar dengan Perlakuan Pengukusan ……………………………….
54
Gambar 23. Perbandingan Kurva Amilograf dari Beberapa Pati…………...
61
Gambar 24. Pengaruh Perlakuan Teknik Pengolahan terhadap Stabilitas Pembekuan-Thawing Tepung Ubi Jalar Tanpa Perlakuan Pengukusan …............................................................................
62
Gambar 25. Pengaruh Perlakuan Teknik Pengolahan terhadap Stabilitas Pembekuan-Thawing Tepung Ubi Jalar dengan Perlakuan Pengukusan …............................................................................
62
Gambar 26. Roti manis Ubi Jalar Termodifikasi Fisik Tanpa Perlakuan Awal…………………………………………
64
ix
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1.
Diagram Alir Pembuatan Tepung Ubi Jalar Teknik 1 ……....
77
Lampiran 2.
Diagram Alir Pembuatan Tepung Ubi Jalar Teknik 2 ……....
78
Lampiran 3.
Diagram Alir Pembuatan Tepung Ubi Jalar Teknik 3 ……....
79
Lampiran 4.
Diagram Alir Pembuatan Tepung Ubi Jalar Teknik 4 ……....
80
Lampiran 5.
Diagram Alir Pembuatan Tepung Ubi Jalar Teknik 5 ……....
81
Lampiran 6.
Diagram Alir Pembuatan Tepung Ubi Jalar Teknik 6 …… ...
82
Lampiran 7.
Peralatan dalam Pembuatan Tepung Ubi Jalar .......................
83
Lampiran 8.
Proses Pembuatan Roti Manis Metode Adonan Cepat ...........
84
Lampiran 9.
Data Analisis Tepung Ubi Jalar Termodifikasi Fisik ……….
85
Lampiran 10. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan terhadap Kadar Air Tepung Ubi Jalar ...................................................
86
Lampiran 11. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan terhadap Densitas Kamba Tepung Ubi Jalar ….....................................
87
Lampiran 12. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan terhadap Warna Tepung Ubi Jalar ........................................................
88
Lampiran 13. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan terhadap IPA Tepung Ubi Jalar ............................................................
91
Lampiran 14. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan terhadap IKA Tepung Ubi Jalar ............................................................
92
Lampiran 15. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan terhadap Absorbansi Pati Tergelatinisasi Tepung Ubi Jalar..................
93
Lampiran 16. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan terhadap Persentase Sineresis Gel Tepung Ubi Jalar ............................
94
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ubi jalar (Ipomoea batatas) merupakan salah satu tanaman pangan tropis yang banyak terdapat di Indonesia. Luas lahan ubi jalar di Indonesia pada tahun 2005 mencapai 178.336 ha (Deptan, 2006) dengan produksi mencapai 1.856.969 ton (BPS, 2006). Menurut Widodo (1989), ubi jalar memiliki kandungan nutrisi yang baik, umur yang relatif pendek, dan produksi yang tinggi. Ubi jalar juga dianggap lebih murah, lebih manis, dan banyak mengandung komponen kalori, vitamin A jika dibandingkan dengan tepung terigu (Villareal dan Griggs, 1982). Selain itu ubi jalar juga merupakan salah satu komoditas lokal sumber serat pangan. Dari gambaran diatas terlihat bahwa ubi jalar memiliki potensi yang sangat layak untuk dipertimbangkan dalam menunjang program diversifikasi pangan yang berbasis pada tepung dan pati. Pengolahan ubi jalar menjadi tepung merupakan salah satu upaya pengawetan ubi jalar. Selain itu juga merupakan upaya peningkatan daya guna ubi jalar supaya dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri pangan. Pengolahan ubi jalar menjadi tepung memberi beberapa keuntungan seperti meningkatkan daya simpan, praktis dalam pengangkutan dan penyimpanan, dan dapat diolah menjadi beraneka ragam produk makanan (Winarno, 1981). Komponen utama pada tepung ubi jalar adalah karbohidrat dan sebagian besar karbohidrat tersebut terdapat dalam bentuk pati. Pati alamiah sangat terbatas penggunaannya dalam industri pangan karena memiliki sifat viskositas yang tinggi, sangat kohesif, stabil pada temperatur yang rendah, dan tidak stabil jika diaplikasikan pada makanan dengan pH rendah (Smith, 1982). Berkembangnya ilmu pengetahuan tentang struktur molekul pati, menyebabkan para ahli melakukan modifikasi struktur alami pati. Pati dimodifikasi dengan tujuan untuk mempermudah penggunaannya dalam industri pangan, lebih stabil dalam proses, dan lebih baik teksturnya. Keunggulannya adalah sifat fungsionalnya yang tidak dimiliki oleh pati yang
2
tidak termodifikasi, ketahanannya dalam kondisi proses berskala besar, dan sifatnya yang konsisten sehingga proses dapat terkendali. Pati dapat dimodifikasi dengan perlakuan fisik, kimia, dan enzimatik. Metode fisik yang dipakai adalah dispersi hidrotermal dengan precooking (pemasakan awal) dan drying (pengeringan) untuk mengubah sebagian atau seluruh granula pati (butiran pati). Caranya adalah dengan memanaskan pati di atas suhu gelatinisasinya dan kemudian dilakukan pengeringan. Ada dua cara pengeringan yang biasa digunakan pada bahan pangan yaitu pengeringan dengan penjemuran sinar matahari dan pengeringan dengan alat pengering. Alat pengering yang dapat dipakai adalah drum dryer, rotary dryer, spray dryer, tray dryer, oven, dan lain-lain. Menurut Djuanda (2003), metode pengeringan yang digunakan mempengaruhi mutu tepung ubi jalar yang dihasilkan. Oleh karena itu, berbagai teknik pengeringan pada pembuatan tepung ubi jalar diperkirakan mempunyai pengaruh besar terhadap perubahan karakteristik fisikokimia tepung ubi jalar. Sehingga dalam penelitian ini akan dipelajari karakteristik fisikokimia tepung ubi jalar yang dihasilkan dengan perlakuan teknik pengolahan yang berbeda-beda baik dengan metode pembuatan tepung secara umum maupun dengan modifikasi fisik. Selain itu akan didapatkan tepung dengan karakteristik sifat-sifat patinya yang akan menentukan aplikasi selanjutnya pada produk pangan. b. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh perlakuan teknik pengolahan terhadap karakteristik fisikokimia tepung ubi jalar yang dihasilkan. c. Manfaat Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah perolehan data tentang pengaruh perlakuan teknik pengolahan terhadap karakteristik fisikokimia tepung ubi jalar yang dihasilkan. Data yang dihasilkan dapat dijadikan acuan untuk pengembangan berbagai produk berbasis tepung ubi jalar dengan karakteristik yang diinginkan.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. UBI JALAR 1. Botani Ubi Jalar Ubi Jalar atau ketela rambat diduga berasal dari benua Amerika. Para ahli botani dan pertanian memperkirakan daerah asal tanaman ubi jalar adalah Selandia Baru, Polinesia, dan Amerika Tengah. Tanaman ubi jalar dapat beradaptasi luas terhadap lingkungan tumbuh karena daerah penyebaran terletak pada 300C LU dan 300C LS. Daerah yang paling ideal untuk mengembangkan ubi jalar adalah daerah bersuhu antara 210C dan 270C, yang mendapat sinar matahari 11-12 jam/hari, kelembaban udara (RH) 50-60%, dengan curah hujan 750-1500 mm/tahun. Pertumbuhan dan produksi yang optimal untuk usaha tani ubi jalar tercapai pada musim kering (kemarau) (Rukmana,1997). Menurut Soemartono (1984), ubi jalar dapat tumbuh sepanjang tahun di tanah rendah maupun di pegunungan sampai 1000 m. Tidak seperti tanaman palawija lainnya, ubi jalar tidak memerlukan tanah yang subur karena pada tanah yang subur justru yang tumbuh lebat hanyalah daun dan batangnya.
Gambar 1. Tanaman Ubi Jalar (Muchtadi dan Sugiyono, 1992)
4
Menurut tumbuhan
Rukmana
adalah
(1997),
kingdom
klasifikasi
Plantae
lengkap
taksonomi
(tumbuh-tumbuhan),
divisi
Spermatophyta (tumbuhan berbiji), subdivisi Angiospermae (berbiji tertutup), kelas Dicotyledone (biji berkeping dua), ordo Concolvulalesm, famili Convolvuceae, genus Ipomoea dan spesies Ipomoea batatas L. Pada umumnya ubi jalar dibagi dalam dua golongan yaitu ubi jalar yang berumbi lunak karena banyak mengandung air dan umbi jalar yang berumbi keras karena banyak mengandung pati (Lingga et al., 1986). Menurut Steinbauer dan Kushman (1971), warna kulit umbi ada yang berwarna kuning putih, putih, merah tua, jingga dan dagingnya ada yang berwarna putih kekuningan, merah jingga, dan ada yang berwarna ungu pucat. Kulit ubi jalar relatif tipis dibandingkan dengan kulit ubi kayu, bentuknya tidak seragam (bulat, lonjong, benjol-benjol) (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Ubi Jalar varietas Sukuh yang dikembangkan oleh International Potato Center (CIP) sebagai bahan baku tepung merupakan hasil persilangan antara ubi jalar unggul asal Indonesia (sebagai sumber bunga betina) dan ubi jalar unggul asal Jepang (sebagai sumber bunga jantan). Ubi jalar sukuh memiliki ciri botani antara lain tipe pertumbuhan yang tegak, warna batang jingga, warna kulit umbi krem, dan warna daging umbi putih (Djuanda, 2003). Penggunaan ubi jalar varietas sukuh yang dimuliakan untuk keperluan industri ternyata memberikan rendemen tepung yang cukup tinggi yaitu sebesar 32.70% terhadap berat ubi jalar segar dengan kulit atau sebesar 35.74% terhadap bagian ubi jalar yang dapat dimakan. Oleh karena itu pemilihan ubi jalar varietas sukuh dalam pembuatan tepung ubi jalar dirasakan cukup tepat (Djuanda, 2003). 2. Kandungan Kimia Ubi Jalar Komposisi kimia ubi jalar bervariasi tergantung dari jenis, usia, keadaan tumbuh dan tingkat kematangan. Ubi jalar merupakan sumber energi yang baik dalam bentuk karbohidrat. Ubi jalar mempunyai
5
kandungan air yang cukup tinggi. Sewaktu dipanen, ubi jalar mengandung bahan kering antara 16-40% dan dari jumlah tersebut sekitar 75-90% adalah karbohidrat (Sulistiyo, 2006). Komposisi kimia ubi jalar seperti tercantum pada Tabel 1. Sebagian besar karbohidrat pada pati ubi jalar terdapat dalam bentuk pati. Komponen lain selain pati adalah serat pangan dan beberapa jenis gula yang bersifat larut seperti maltosa, sukrosa, fruktosa, dan glukosa. Sukrosa merupakan gula yang banyak terdapat dalam ubi jalar. Total gula dalam ubi jalar berkisar antara 0.38% hingga 5.64% dalam berat basah (Sulistiyo, 2006). Kandungan gula dalam ubi jalar yang telah dimasak jumlahnya meningkat bila dibandingkan jumlah gula pada ubi jalar mentah. Selain karbohidrat, ubi jalar juga mengandung lemak, protein, dan beta karoten. Tabel 1. Kandungan kimia ubi jalar per 100 gram bahan segar Komposisi
Ubi jalar putih a 123,0 1,8 0,7 27,9 30,0 49,0 0,7 60,0 0,90 22,0 68,5 0,9 0,4 0,4 86,0
Jumlah Ubi jalar merah a 123,0 1,8 0,7 27,9 30,0 49,0 0,7 7700,0 0,90 22,0 68,5 1,2 0,2 0,4 86,0
Kalori (Kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Zat besi (mg) Natrium (mg) Kalium (mg) Niacin (mg) Vitamin A (SI) Vitamin B1 (mg) Vitamin C (mg) Air (g) Serat Kasar (g) Abu (g) Kadar Gula (g) Bagian dapat dimakan (%) Sumber : (a) Direktorat Gizi Depkes RI, 1981, (b) Suismono, 1995 Keterangan : -) tidak ada data
Ubi jalar kuning b 136,0 1,1 0,4 32,3 57,0 52,0 0,7 5,0 393,0 0,6 900,0 0,10 35,0 1,4 0,3 0,3 -
6
Karakteristik ubi jalar yang berhubungan dengan kandungan karbohidrat
adalah
kecenderungan
timbulnya
flatulensi
setelah
mengkonsumsi ubi jalar. Flatulensi disebabkan oleh gas flatus yang merupakan hasil samping fermentasi karbohidrat yang tidak dicerna dalam tubuh, yang dilakukan oleh mikroflora usus. Menurut Darmadjati (2003), karbohidrat yang tidak tercerna tersebut antara lain pati tidak tercerna (resistant
starch),
oligosakarida
tak
tercerna
(non
digestibility
oligisaccharides), dan polisakarida non pati (non starch polysaccharides) seperti komponen-komponen serat makanan. 3. Pengolahan Ubi Jalar Penyajian ubi jalar dapat dilakukan dengan direbus, digoreng, ataupun dikukus. Ubi jalar juga dapat dimanfaatkan sebagai produk makanan ringan dan umumnya dikonsumsi dalam bentuk segarnya yang telah direbus, dipanggang, ataupun dimasak dengan bahan-bahan lainnya. Ubi jalar dapat diolah menjadi beberapa produk pangan seperti gaplek ubi jalar, tepung ubi jalar, keripik ubi jalar, french fries ubi jalar, tape ubi jalar, dan kue ubi jalar. Produk-produk ini sudah banyak dikenal masyarakat yaitu rasanya yang enak dan manis. Penelitian-penelitian terdahulu mengenai pengolahan ubi jalar menjadi berbagai macam produk antara lain sirup fruktosa (Sastrodipuro, 1985), manisan kering ubi jalar (Widarsono, 1993), french fries (Yunus, 1997), mie ubi jalar (Simanjuntak, 2001), selai (Fatonah, 2002), flakes ubi jalar (Khasanah, 2003), biskuit ubi jalar (Djuanda, 2003), reconstituted chips (Hadisetiawati, 2005), minuman puree ubi jalar (Ariwibawa, 2005), yogurt ubi jalar (Kusuma, 2007), dan lain-lain. 4. Tepung Ubi Jalar Salah satu potensi pengembangan ubi jalar adalah dengan diolah menjadi tepung. Proses pembuatan tepung cukup sederhana dan dapat dilakukan dalam skala rumah tangga maupun industri kecil. Pembuatan tepung ubi jalar meliputi pembersihan, pengupasan, penghancuran
7
(pengirisan), dan pengeringan sampai kadar air tertentu. Tepung ubi jalar dapat dibuat dengan dua cara. Cara pertama yaitu ubi jalar diiris tipis lalu dikeringkan (chips/sawut kering) kemudian ditepungkan. Sedangkan cara yang kedua yaitu ubi jalar diparut atau dibuat pasta lalu dikeringkan dan kemudian ditepungkan. Kandungan gula yang tinggi pada ubi jalar dapat menyebabkan reaksi pencoklatan. Untuk mengatasi hal ini perlu dilakukan perlakuan pendahuluan berupa blanching atau perendaman sebelum pengeringan dengan menggunakan bahan kimia anti pencoklatan seperti natrium metabisulfit (Kadarisman dan Sulaeman, 1993). Pengolahan ubi jalar menjadi tepung memberikan beberapa keuntungan
seperti
meningkatkan
daya
simpan,
praktis
dalam
pengangkutan dan penyimpanan, dan dapat diolah menjadi beraneka ragam produk makanan (Winarno, 1981). Tepung ubi jalar dapat digunakan untuk produk roti, makanan bayi, permen, saus, makanan sarapan, makanan ringan, biskuit, reconstituted chips, dan lain sebagainya. Tepung ubi jalar juga memiliki beberapa kelebihan yaitu sebagai sumber karbohidrat, serat pangan dan beta karoten (Kadarisman dan Sulaeman, 1993). Komposisi nilai gizi tepung ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 2. Selain itu, tepung ubi jalar mempunyai kandungan gula yang cukup tinggi sehingga dalam pembuatan produk olahan berbahan tepung ubi jalar dapat mengurangi penggunaan gula sebanyak 20% (Nuraini, 2004). Tabel 2. Komposisi nilai gizi tepung ubi jalar Komposisi
putih Air (%bk) 6.40 Abu (%bk) 1.78 Karbohidrat (%bk) 79.41 Protein (%bk) 2.35 Lemak (%bk) 0.75 Serat kasar (%bk) 2.45 Gula (%bk) 5.23 Sumber: Anwar et al. (1993)
Tepung ubi jalar merah 4.25 2.92 65.93 2.36 0.76 4.19 18.38
kuning 4.50 2.05 79.36 2.85 0.45 3.31 5.51
8
Penelitian terdahulu telah berhasil melakukan substitusi tepung terigu oleh tepung ubi jalar pada pembuatan roti sebesar 30%, cake sebesar 50%, bihun sebesar 40%, dan cookies sebesar 70% (Djuanda, 2003). Selain itu juga Sulistiyo (2006) telah berhasil melakukan substitusi tepung terigu oleh 100% tepung ubi jalar untuk brownies kukus ubi jalar dengan umur simpan tiga hari. Rekapitulasi beberapa hasil penelitian mengenai tepung ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Penelitian Mengenai Tepung Ubi Jalar Peneliti
Publikasi
Judul
Keterangan Efek HMT pada kondisi pH netral dan basa terhadap pati ubi jalar dengan kandungan amilosa yang berbeda Efek dari waktu tanam dan waktu panen serta pengaruh proporsi rantai amilosa dan amilopektin terhadap retrogradasi pati Perbandingan karakteristik fisikokimia tepung dan pati ubi jalar dari ubi jalar oranye dan ungu
Collado, L.S, dan H. Corke (1999)
Journal Food Chemistry 65:339-346
Heat-moisture treatment effects on sweetpotato starches differing in amylose content
Ishiguro et al. (2003)
Journal of Starch 55:564568
Effect of cultivation conditions on retrogradation of sweetpotato starch
Jangchud, K. et al (2003)
Journal of Starch 55:258264
Osundahunsi, O.F. et al (2003)
Physicochemical properties of sweetpotato flour and starch as affected by blanching and processing Journal Comparison of the Agricultural and phsycochemical Food Chemistry properties and 51:2232-2236 pasting characteristics of flour and starch from red and white sweet potato cultivars
Perbandingan karakteristik tepung dengan pati ubi jalar dari ubi jalar merah dan putih
9
Lanjutan Tabel 3. Peneliti
Publikasi
Sunarlinah, N. (1983)
Skripsi IPB (Fakultas Teknologi Pertanian)
Lianawati (1997)
Skripsi IPB (Fakultas Teknologi Pertanian)
Ningrum, E.N. (1999)
Skripsi IPB (Fakultas Teknologi Pertanian)
Simanjuntak, F.L.M.T (2001)
Skripsi IPB (Fakultas Teknologi Pertanian)
Djuanda, V. (2003)
Skripsi IPB (Fakultas Teknologi Pertanian)
Judul Mempelajari Penggunaan Tepung Ubi Jalar Sebagai Bahan Pengganti Tepung Terigu Dalam Pembuatan Cookies dan BMC Pemanfaatan Ubi Jalar (Ipomoea batatas) sebagai Bahan Dasar makanan Pelengkap Bayi Kaya Beta Karoten
Keterangan
Tingkat penggunaan tepung ubi jalar 50%, dan pada BMC (bahan makanan campuran) sebesar 40% Daya cerna pati ubi jalar yang rendah menyebabkan ubi jalar tidak dapat digunakan sebagai bahan dasar makanan pelengkap bayi, dan hanya sebagai bahan pelengkap Kajian Teknologi Penetapan jenis Pembuatan ubi jalar dan jenis Tepung Ubi Jalar pengering terbaik Instan Kaya Pro dalam pembuatan Vitamin A tepung ubi jalar instan dengan kandungan beta karoten tertinggi Pemanfaatan Ubi Pembuatan mie jalar (Ipomoea kering dari batatas L.) campuran tepung sebagai Bahan ubi jalar, beras, dasar Pembuatan dan kedelai, Mie Kering tepung ubi jalar dibuat dengan pengeringan drum Optimasi Pembuatan Formulasi Cookies cookies dengan Ubi Jalar substitusi 60-80% (Ipomoea batatas) tepung ubi jalar Berdasarkan Kajian Preferensi Konsumen
10
Lanjutan Tabel 3. Peneliti
Publikasi
Setiawan, E. (2005)
Skripsi IPB (Fakultas Teknologi Pertanian)
Sulistiyo, C.N. (2006)
Skripsi IPB (Fakultas Teknologi Pertanian)
Juliana, R. (2007)
Skripsi IPB (Fakultas Teknologi Pertanian)
Shinta (2007)
Skripsi IPB (Fakultas Teknologi Pertanian)
Soesanto, S.H. (1983)
Skripsi IPB (Fakultas Teknologi Pertanian)
Sastrodipuro, D. (1985)
Thesis IPB (Fakultas Teknologi Pertanian)
Judul
Keterangan
Pembuatan mie kering dari ubi jalar (Ipomoea batatas) dan Penentuan Umur Simpan dengan Metode Akselerasi Pengembangan Brownies Kukus Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas) di PT FITS Mandiri Bogor
Pembuatan mie kering dari tepung ubi jalar dengan metode pengeringan oven.
Ressistant Starch Tipe III dan Tipe IV Pati Singkong (Manihot esculenta Crantz), Suweg (Amorphophallus campanulatus), dan Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) sebagai Prebiotik Pengembangan Produk Bubur Gel Instan Berbasis Pati Ubi jalar Putih (Ipomoea batatas L.) Termodifikasi Mempelajari Proses Pembuatan Sirup Glukosa Secara Enzimatis dari Pati Ubi Jalar Karakteristik Pati dan Biokonversi Beberapa Varietas Ubi Jalar dalam Pembuatan Sirup Fruktosa
Pengembangan teknologi proses pengolahan brownies kukus dengan bahan baku 100% tepung ubi jalar Potensi prebiotik dari umbi-umbian lokal. RS tipe III adalah pati yang diretrogradasi. RS tipe IV adalah pati yang dimodifikasi dengan modifikasi kimia ikatan silang Modifikasi yang digunakan adalah modifikasi kimia (hidrolisis asam dan ikatan silang) dan fisik (pregelatinisasi) Hidrolisis pati dengan enzim alfa amilase dan enzim amiloglukosidase Pembuatan Sirup Fruktosa dengan proses likuifikasi, sakarifikasi, dan isomerisasi
11
Osundahunsi et al.(2003) menemukan bahwa tidak ada perbedaan suhu gelatinisasi dan kapasitas penyerapan air yang signifikan antara jenis ubi jalar merah dengan ubi jalar putih, namun umumnya suhu gelatinisasi pati ubi jalar lebih rendah dibandingkan dengan tepungnya seperti yang dikemukakan oleh Jangchud et al (2003). Selain itu Jangchud et al (2003) menjelaskan bahwa viskositas puncak tepung ubi jalar lebih rendah dibandingkan dengan pati ubi jalar namun kisaran suhu gelatinisasi tepung lebih tinggi yang dipengaruhi oleh granula-granula yang membengkak dan adanya partikel lain (misalnya protein pada permukaan granula) pada tepung. Djuanda (2003) menyimpulkan bahwa preferensi konsumen terhadap produk olahan ubi jalar masih kurang baik, hal tersebut diakibatkan oleh masih sederhananya produk-produk olahan ubi jalar yang beredar di masyarakat. Dalam penelitiannya, Djuanda menggunakan tepung hasil pengeringan drum dryer karena penggunaannya lebih dapat dipertahankan
dibandingkan
dengan
pengering
oven
dan
waktu
pengeringan yang dibutuhkan cukup singkat dibandingkan menggunakan oven. Dari tepung ubi jalar tersebut diolah menjadi cookies dengan mengandung serat makanan yang cukup tinggi (9.51%) sehingga berpotensi dijadikan sebagai makanan sumber serat. Menurut Setiawan (2005), metode pembuatan tepung ubi jalar yang tepat untuk menghasilkan produk mie adalah dengan metode oven. Metode ini dipilih karena dapat mengurangi biaya proses dibandingkan dengan penggunaan drum dryer yang membutuhkan biaya cukup mahal untuk produksi uapnya. Selain itu, tepung hasil pengeringan drum dryer telah tergelatinisasi sempurna sehingga sulit untuk dibentuk lembaran adonan, karena adonan menjadi terlalu lengket. Berbeda dengan Setiawan, Simanjuntak (2001) memilih menggunakan tepung ubi jalar dengan metode perebusan dan pengeringan drum dryer dalam pembuatan mie kering, dimana pemilihan ini didasarkan pada warna yang dapat dipertahankan dari reaksi pencoklatan, daya kohesi yang terbentuk selama
12
perebusan, dan penghancuran senyawa toksik akibat panas selama perebusan. Dalam penelitiannya, Ningrum (1999) menyimpulkan bahwa jenis ubi jalar, jenis pengering, dan interaksi kedua faktor tersebut berpengaruh nyata terhadap kadar beta karoten, rendemen, kadar abu, kadar serat, kadar karbohidrat, kadar lemak, derajat putih, dan IPA pada tepung ubi jalar yang dihasilkan. Menurut Ningrum (1999), dari hasil penelitiannya terutama kadar beta karoten, kadar protein, kadar lemak, kadar abu, kadar air, jumlah kalori, densitas kamba, dan uji organoleptik maka tepung ubi jalar merah yang dikeringkan dengan pengering drum adalah tepung yang baik untuk dikonsumsi dan cukup berpotensi untuk dikembangkan. B. PATI 1. Sifat Fisikokimia dan Sifat Fungsional Pati Pati memegang peranan penting dalam pengolahan pangan, terutama dalam hal menyediakan kebutuhan energi manusia di dunia dengan porsi yang tinggi. Lebih dari 80% tanaman pangan terdiri dari bijibijian atau umbi-umbian dan tanaman sumber pati lainnya (Greenwood dan Munro, 1979). Zat pati terdiri dari butiran-butiran kecil yang disebut granula. Bentuk granula pati ialah semikristal yang terdiri dari unit amorphous (Banks dan Greenwood, 1975). Menurut Hodge dan Osman (1976), bentuk dan ukuran granula merupakan karakteristik setiap jenis pati, karena itu dapat digunakan untuk identifikasi. Selain ukuran granula, karakteristik lain adalah bentuk granula, lokasi hilum, letak birefringence, serta permukaan granulanya. Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan -glikosidik. Pati disusun oleh unit D-glukopiranosa. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi yang tidak terlarut disebut amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus yang dominan dengan ikatan -(1,4)-D-glukosa, sedangkan amilopektin mempunyai titik percabangan dengan ikatan cabang, dengan
13
ikatan
-(1,6)-D-glukosa
(Winarno,
1995).
Pada
umumnya
pati
mengandung amilopektin lebih banyak daripada amilosa. Struktur amilosa dan amilopektin dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur amilosa dan amilopektin (Taggart, 2000) Granula pati tidak larut dalam air dingin, namun pati dapat terlarut sempurna pada pemanasan dengan tekanan pada suhu 120-1500C. Kelarutan pati semakin tinggi dengan meningkatnya suhu, dan kecepatan peningkatan kelarutannya adalah khas untuk setiap jenis pati. Apabila granula pati dipanaskan hingga suhu gelatinisasinya, granula akan membentuk pasta pati yang kental. Pasta pati bukan berupa larutan melainkan berupa granula pati bengkak tak terlarut yang memiliki sifat seperti partikel gel elastis. Besarnya viskositas tergantung pada jenis dan konsentrasi pati. Semakin tinggi konsentrasi pati maka semakin tinggi viskositas yang dihasilkan. (Pomeranz, 1991). Pati bereaksi dengan Iod pada daerah amorfnya. Fraksi amilosa bereaksi dengan Iod menghasilkan warna biru, sedangkan amilopektin bereaksi dengan Iod memberi warna kemerahan hingga coklat (Whistler dan Daniel, 1984). Pati ubi jalar memiliki sifat (viskositas dan karakteristik lain) diantara pati kentang dan pati jagung atau pati tapioka. Granula pati ubi
14
jalar berdiameter 2-25 µm. Granula pati ubi jalar berbentuk poligonal dengan kandungan amilosa dan amilopektin berturut-turut adalah 20% dan 80% (Swinkels, 1985). Pati ubi jalar memiliki derajat pembengkakan 2027 ml/gram, kelarutan 15-35%, dan tergelatinisasi pada suhu 75-880C untuk granula berukuran kecil (Moorthy, 2000). Sifat
fungsional
pati
yang
penting
adalah
kemampuan
mengentalkan dan membentuk gel (Rapaille dan Vanhelmerijk, 1994). Sifat pengental pati ditunjukkan dengan kemampuan pati mencapai viskositas yang tinggi. Thickening power dilihat dari viskositas maksimum yang mampu dibentuk oleh pati tersebut selama pemanasan (Swinkels, 1985). Pembentukan gel merupakan salah satu bukti kemampuan molekul linier pati terlarut untuk berasosiasi. Apabila larutan pati encer dibiarkan beberapa lama maka akan terbentuk endapan, sedangkan bila larutan pati memiliki konsentrasi tinggi maka akan terbentuk gel. Gel ini terbentuk setelah terjadi ikatan hidrogen antara grup hidroksil rantai linier yang berdekatan (Pomeranz, 1991). 2. Gelatinisasi Pati Granula pati tidak larut dalam air dingin tetapi bagian amorphous pada granula pati dapat menyerap air sampai 30% tanpa merusak struktur misel. Bila pati mentah dimasukkan ke dalam air dingin, granula patinya akan menyerap air dan membengkak. Namun demikian, jumlah air yang terserap dan pembengkakannya terbatas. Menurut Winarno (1995), peningkatan volume granula pati yang terjadi di dalam air pada suhu 55650C
merupakan
pembengkakan
yang
sesungguhnya.
Setelah
pembengkakan ini granula pati dapat kembali pada kondisi semula. Granula pati dapat dibuat membengkak luar biasa tetapi bersifat tidak dapat kembali pada kondisi semula. Perubahan tersebut dinamakan gelatinisasi. Suhu pada saat granula pati pecah disebut suhu gelatinisasi. Pada proses gelatinisasi terjadi perusakan ikatan hidrogen intramolekuler. Ikatan hidrogen ini berfungsi untuk mempertahankan integritas granula. Terdapatnya gugus hidroksil yang bebas akan menyerap
15
molekul air, sehingga selanjutnya terjadi pembengkakan granula pati (Greenwood, 1979). Pengembangan granula dalam air makin cepat pada granula yang rusak, baik oleh kerusakan fisik maupun kerusakan kimia. Menurut Osman (1972), kerusakan tersebut menyebabkan pecahnya ikatan intermolekul pada daerah kristal. Cready (1970) menjelaskan mekanisme gelatinisasi yang terdiri atas tiga tahap. Tahap pertama adalah air berpenetrasi secara bolak-balik ke dalam granula, kemudian pada suhu 60-850C granula akan mengembang dengan cepat dan akhirnya kehilangan sifat birefringencenya. Pada tahap ketiga, jika temperatur terus naik maka molekul-molekul pati akan terdifusi dari granula. Mekanisme perubahan granula pati karena pemanasan dan pendinginan dapat dipelajari pada Gambar 3.
Gambar 3. Mekanisme gelatinisasi dan retrogradasi pati (Lang et al., 2000) Mekanisme gelatinisasi diawali dengan adanya pemberian air yang akan mengganggu kristalinitas amilosa dan mengganggu struktur heliksnya. Pembengkakan diawali pada bagian amorf atau bagian yang kurang rapat, merusak ikatan antara molekul yang lemah dan menghidrasinya.
Kemudian
granula
pati
akan
mengembang dan
volumenya menjadi 20-30 kalinya. Bila panas dan air diberikan terus maka amilosa mulai keluar dari granula. Jika proses gelatinisasi terus berlanjut maka granula akan pecah dan terbentuklah struktur gel koloidal (Remsen dan Clark, 1978).
16
Suhu gelatinisasi dipengaruhi oleh konsentrasi pati. Semakin kental larutan, suhu tersebut semakin lambat tercapai, sampai suhu tertentu kekentalan tidak bertambah, bahkan kadang-kadang turun (Winarno, 1995). Pembentukan gel optimum pada pH 4-7. Pada pH yang terlalu tinggi pembentukan gel berlangsung dengan cepat tetapi juga cepat menurun. Sedangkan bila pH terlalu rendah, gel terbentuk secara lambat dan apabila pemanasan diteruskan viskositas akan kembali turun. Pada beberapa jenis pati beras, ukuran dan bentuk granula pati tidak
mempengaruhi
suhu
gelatinisasi.
Namun
Swinkels
(1985)
menyatakan bahwa dalam satu jenis pati, granula yang memiliki ukuran lebih besar mengalami gelatinisasi pada suhu yang lebih rendah daripada granula yang berukuran kecil. 3. Retrogradasi dan Sineresis Jika gel pati didiamkan selama beberapa waktu maka akan terjadi perluasan daerah kristal sehingga mengakibatkan pengkerutan struktur gel yang biasanya diikuti dengan keluarnya air dari gel. Pembentukan kembali struktur kristal itu disebut retrogradasi (D’Appolonia, 1971). Menurut Swinkels (1985), istilah retrogradasi berarti perubahan dari keadaan terlarut, terdispersi, amorf, menjadi tidak larut, agregasi, dan mengkristal. Sedangkan keluarnya air dari gel disebut sineresis (Osman, 1972). Winarno (1995) menjelaskan bila pasta pati didinginkan, energi kinetik tidak lagi cukup tinggi untuk mencegah kecenderungan molekulmolekul amilosa untuk berikatan kembali satu sama lain serta berikatan dengan cabang amilopektin pada pinggir-pinggir luar granula. Dengan demikian terjadi semacam jaring-jaring yang membentuk mikrokristal dan mengendap. Retrogradasi mengakibatkan perubahan sifat gel pati diantaranya meningkatkan ketahanan pati terhadap hidrolisis oleh enzim amilolitik, menurunkan kemampuan untuk membentuk kompleks berwarna biru dengan iodine (Collison, 1968). Selain itu menyebabkan terjadinya peningkatan viskositas, pembentukan kekeruhan dan kulit yang tidak larut
17
pada pasta panas, pengendapan partikel-partikel pati tidak terlarut, pembentukan gel, dan sineresis (Swinkels, 1985). Faktor yang mendukung terjadinya retrogradasi adalah suhu yang rendah, pH netral, derajat polimerisasi yang relatif rendah, tidak adanya percabangan ikatan dari molekul, konsentrasi amilosa tinggi, adanya ionion organik tertentu dan tidak adanya senyawa pembasah (Miller, 1973). Menurut Swinkels (1985), laju retrogradasi maksimum terjadi bila derajat polimerisasi amilosa sebesar 100-200 unit glukosa. Jumlah pati ubi jalar yang teretrogradasi paling sedikit dibandingkan dengan pati jagung, gandum, dan kentang. Perbedaan yang bervariasi dalam retrogradasi pati ubi jalar disebabkan perbedaan kandungan amilosa dan proporsi dari unit rantai pendek amilopektin (Ishiguro et al.,2003). 4. Sifat Amilografi Pati Uji amilograf bertujuan mengetahui karakteristik pati dan viskositasnya. Sifat amilografi berkaitan dengan pengukuran viskositas tepung dengan konsentrasi tertentu selama pemanasan dan pengadukan. Pengukuran dilakukan menggunakan Brabender amilograf. Brabender amilograf terdiri dari mangkok stainless steel silindris sebagai tempat besi baja (steel arm) yang dihubungkan ke pena yang mencatat perubahan viskositas suspensi dalam mangkok. Tenaga putaran disampaikan ke tangkai besi baja sesuai dengan besar gaya yang dihasilkan, kemudian dilakukan pencatatan skala acak (Pomerans dan Meloan, 1978). Menurut Febriyanti (1990), yang dimaksud dengan suhu awal gelatinisasi adalah suhu pada saat viskositas pertama kali naik karena terjadinya pembengkakan granula pati yang irreversible. Viskositas maksimum atau viskositas puncak adalah titik maksimum viskositas pasta yang dihasilkan selama proses pemanasan. Sedangkan suhu viskositas maksimum adalah suhu saat tercapai viskositas maksimum. Stabilitas pati yang diukur adalah stabilitas viskositas selama periode pemanasan menggunakan parameter stabilitas pasta (SP) dan stabilitas viskositas selama periode pendinginan menggunakan parameter viskositas balik (VB). Viskositas balik didapat dari selisih antara
18
viskositas akhir pendinginan dan viskositas akhir pemanasan konstan pada suhu 950C. Viskositas balik mencerminkan tingkat retrogradasi pati pada proses pendinginan. Sedangkan viskositas jatuh didapat dari selisih antara viskositas akhir pemanasan konstan pada suhu 950C dan viskositas maksimum (Cornell, 2000). 5. Pati Termodifikasi Pati termodifikasi adalah pati yang diperlakukan secara fisik atau kimia untuk mengubah salah satu atau lebih sifat fisik atau kimianya yang penting. Menurut Glicksman (1969), pati diberi perlakuan tertentu yang bertujuan untuk menghasilkan sifat yang lebih baik untuk memperbaiki sifat sebelumnya atau untuk mengubah beberapa sifat lainnya. Perlakuan ini dapat mencakup penggunaan panas, asam, alkali, zat pengoksidasi, atau bahan kimia lainnya yang akan menghasilkan gugus kimia baru dan atau perubahan bentuk, ukuran, serta struktur molekul pati. Modifikasi pati dapat dilakukan dengan beberapa metode antara lain cross linking, konversi dengan hidrolisis asam, cara oksidasi, dan derivatisasi kimia. Sifat-sifat yang diinginkan dari modifikasi pati ini adalah pati yang memiliki viskositas yang stabil pada suhu tinggi dan rendah, daya tahan terhadap tekanan mekanis yang baik, serta daya tahan terhadap kondisi asam dan suhu sterilisasi (Wirakartakusumah, 1981). Modifikasi fisik meliputi perlakuan panas dan uap terkendali seperti pemanasan lalu didinginkan (annealing), dan perlakuan uap misalnya disintegrasi seluruh granula oleh pregelatinisasi, baik dengan ekstrusi, drum drying, atau spray-drying (Bergthaller, 2000). Proses modifikasi pati dapat dilakukan dengan menggunakan panas yang akan menghasilkan gugus kimia baru dan atau perubahan bentuk, ukuran, serta molekul pati. Penyangraian pati juga merupakan salah satu bentuk modifikasi pati dengan panas. Pati pregelatinisasi merupakan pati yang telah mengalami gelatinisasi dengan cara pemasakan dengan air di atas suhu gelatinisasinya kemudian dikeringkan, dibuat untuk memudahkan pelarutan dalam proses
19
pengolahan. Biasanya pati pregelatinisasi dibuat dengan cara membuat pasta (kadar pati dalam pasta 55% dan 45% berat kering), selanjutnya dikeringkan pada suhu sekitar 800C dan 1000C dengan menggunakan drum drier (Anonim, 2001). Nama lain dari pati pregelatinisasi adalah precooked starch, pregelled starch, instant starch, cold water starch, dan cold water swellable starch. Pregelatinisasi merupakan salah satu bentuk transformasi fisik, untuk menghasilkan pati yang larut dalam air dingin (Fennema, 1982). Setiap karakteristik pati termodifikasi yang dihasilkan dapat digunakan dalam aplikasi pada produk pangan seperti dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Karakteristik Pati dan Aplikasinya (Kusnandar, 2006) Karakteristik pati yang dihasilkan Dapat terdispersi dalam air dingin
Aplikasi Makanan bayi, food powder, salad
dressing,
cake mixes,
pudding Viskositas stabil terhadap suhu tinggi, Suun, makanan kaleng yang proses pengadukan, dan kondisi asam.
diproses pada suhu tinggi, pie filling, sup
Tidak mudah mengalami retrogradasi,
Produk yang dibekukan
viskositas stabil Viskositas rendah
Produk confectionery (permen/gum)
Tahan panas, pengadukan, dan asam serta Saus, makanan beku kecenderungan retrogradasi rendah
Penyangraian merupakan proses pemasakan menggunakan panas kering pada suhu 1000C (Muryati et al.,1992). Selama proses pemasakan terjadi destruksi toksin, inaktivasi enzim, dan penurunan nilai gizi. Penyangraian umumnya disertai dengan pengadukan agar suhu sampel (pati) lebih seragam. Pemanasan pati dapat menyebabkan degradasi struktur yang meningkatkan daya larut serta mengurangi kekentalan pati.
20
C. PERLAKUAN AWAL Perlakuan awal dapat dilakukan dengan perendaman, blansir, dan pemasakan awal. Perendaman dapat menggunakan larutan garam maupun larutan Na-metabisulfit. Perendaman bertujuan untuk menghilangkan kotoran dan getah yang masih menempel pada ubi jalar serta menghindari terjadinya proses pencoklatan. Perendaman menggunakan senyawa sulfit banyak digunakan oleh industri pangan. Perlakuan blansir dengan uap panas selama 15 menit bertujuan untuk menginaktifkan enzim-enzim yang dapat menyebabkan perubahan warna yang tidak diinginkan pada hasil olahan. Selain itu menurut Winarno (1995), perlakuan blansir juga dapat mematikan mikroba Perlakuan pemasakan awal meliputi perebusan, penyangraian, maupun pengukusan. Menurut Muharam (1992), perlakuan pengukusan dan penyangraian mengubah kemampuan granula pati dalam menyerap gelombang cahaya. Perubahan ini berkaitan dengan hilangnya efek birefringence pada pati yang dikenai perlakuan panas. Selain itu, dengan perlakuan pramasak maka tepung yang dihasilkan telah mengalami gelatinisasi parsial sehingga akan membentuk massa yang padat dan sulit dihancurkan. Perlakuan pengukusan pada sifat amilografi menyebabkan terjadinya perubahan fisik dari granula pati (gelatinisasi parsial), dimana granula pati yang telah tergelatinisasi secara parsial memiliki daya serap air lebih tinggi dibandingkan granula pati biasa. Penyerapan air secara cepat yang kemudian diikuti dengan pembengkakan granula mengakibatkan gesekan antar granula yang lebih intens, sehingga viskositas meningkat dengan cepat dan viskositas maksimum menjadi lebih tinggi serta dicapai pada suhu yang lebih rendah (Muharam, 1992). D. TEKNIK PENGERINGAN Menurut Brooker et al. (1973), pengeringan adalah proses pindah panas dari udara pengering ke bahan dan penguapan kandungan air dari bahan ke udara pengering secara simultan. Pindah panas dapat berlangsung dengan cara konveksi, konduksi, dan radiasi. Ada dua cara pengeringan yang biasa
21
digunakan pada bahan pangan yaitu pengeringan dengan penjemuran dan pengeringan dengan alat pengering. Pengeringan bahan pangan memiliki beberapa keuntungan, yaitu bahan dapat menjadi lebih awet sehingga lebih tahan selama penyimpanan, volume bahan menjadi lebih kecil (sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengepakan dan pengangkutan), serta berat bahan berkurang (sehingga lebih memudahkan pengangkutan) (Sutijahartini, 1985). Jenis bahan yang akan dikeringkan, mutu hasil akhir yang dikeringkan dan pertimbangan ekonomi mempengaruhi pemilihan alat dan kondisi pengering yang akan digunakan misalnya untuk jenis bahan padatan berbentuk lempeng maka alat yang sesuai untuk mengeringkan bahan tersebut adalah pengering cabinet atau tray dryer, oven, dan rotary dryer, sedangkan untuk bahan yang berbentuk pasta atau puree alat yang sesuai untuk mengeringkan adalah pengering drum (Brennan et al., 1974) Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan terdiri atas faktor yang berhubungan dengan alat pengering, faktor yang berhubungan dengan sifatsifat bahan yang dikeringkan, dan perlakuan pra pengeringan. Faktor lain yang berpengaruh terhadap pengeringan adalah peletakan dan pengadukan bahan selama pengeringan berlangsung, sifat-sifat penghantar panas dari bahan alat pengering serta cara pemindahan panas dari sumber alat pemanas ke bahan yang dikeringkan (Richey et al., 1961 dan Hall, 1957) 1. Pengeringan dengan Sinar Matahari Keuntungan dari pengeringan dengan penjemuran di bawah sinar matahari yaitu adanya pemutih karena sinar ultraviolet matahari dan mengurangi degradasi kimia yang dapat menurunkan mutu bahan. Sedangkan kelemahannya dapat terkontaminasinya bahan oleh debu (Grace 1977). Dalam proses pengeringan sering timbul berbagai masalah seperti tidak adanya pengontrol suhu dan kelembaban udara, terjadinya kontaminasi mikroba, serta ketergantungan pada kondisi cuaca setempat. 2. Pengering Oven Pengering oven merupakan alat pengering yang paling mudah pemeliharaannya dan penggunaannya serta rendah biaya operasionalnya.
22
Komoditas yang akan dikeringkan dimasukkan ke dalam oven dan diatur pada suhu dan waktu tertentu, untuk selanjutnya digiling. Prinsip kerja pengering oven secara umum adalah memanaskan bahan dengan menggunakan prinsip pindah panas secara konveksi. Elemen pemanas akan memanaskan udara kemudian partikel-partikel udara mengenai bahan secara bergantian. 3. Pengering Drum (Drum dryer) Drum dryer didefinisikan sebagai alat untuk pengeringan dengan cara kontak bahan dengan permukaan luar alat secara kontinyu (Hall, 1979). Pengering drum merupakan tipe alat pengering yang pada dasarnya terdiri dari satu atau lebih silinder (drum) dari logam, yang berputar sesuai dengan as-nya pada posisi horizontal dan dilengkapi dengan pemanasan internal oleh uap air, air, atau medium cairan pemanasan lainnya seperti dapat dilihat pada Gambar 4. Menurut Desroiser (1988), produk yang akan dikeringkan dituangkan di atas permukaan drum sebagai suatu lapisan tipis. Produk yang kering dilepaskan dari permukaan drum dengan pisau pengeruk.
Gambar 4. Tipe Pengering Drum: (a) drum tunggal; (b) drum ganda Kelebihan pengering drum adalah laju pemanasan yang tinggi serta menggunakan panas yang cukup ekonomis. Sedangkan kekurangannya adalah produk yang dikeringkan hanya berupa cairan atau bubur dan yang
23
memiliki ketahanan terhadap suhu tinggi dalam waktu yang singkat yaitu lebih kurang 2-30 detik (Brennan, et.al., 1984). Menurut Bergthaller (2000), teknik pengeringan yang paling umum digunakan adalah pengeringan menggunakan drum dryer dimana pasta pati tergelatinisasi di atas permukaan drum dan dikeringkan sampai tercapai kadar air kurang dari 6%. Tepung yang dihasilkan telah mengalami pregelatinisasi sehingga akan memiliki sifat lebih mudah larut dalam air dan menyebabkan pati yang terkandung di dalamnya menjadi matang serta warna tepung yang dihasilkan adalah cokelat muda.
E. PERBANDINGAN SIFAT FISIKOKIMIA BERBAGAI JENIS TEPUNG DAN SIFAT FUNGSIONALNYA Berbagai jenis bahan pangan dapat digunakan sebagai sumber pati terutama serealia atau umbi-umbian. Pati yang berasal dari berbagai sumber tersebut umumnya berbeda dalam sifat fisik maupun kimianya. Perbedaan tersebut antara lain dalam hal bentuk dan ukuran granula, entalphi gelatinisasi, kandungan amilosa dan amilopektin dan lain-lain (Muchtadi, 1989). Pada Tabel 5 dapat dilihat studi perbandingan yang merupakan studi literatur dari berbagai hasil penelitian. F. APLIKASI PADA PEMBUATAN ROTI Pada dasarnya teknik pembuatan roti terdiri dari beberapa tahap yaitu penimbangan bahan, pengadukan (pencampuran), fermentasi, pembentukan, dan pemanggangan. Pembentukan terdiri dari pembagian (dividing), pembulatan
(rounding),
istirahat
(intermediate
proofing),
pemipihan
(pressing), pengisian (filler), pembentukan adonan, pengisian adonan dalam loyang (panning), dan fermentasi akhir ( final proofing) sebelum adonan dipanggang dan dikemas (Mirnalia, 2003). Dalam pembuatan roti penggunaan dan penambahan air harus diperhatikan. Kualitas air yang digunakan mempunyai pengaruh-pengaruh yang cukup besar terhadap produk roti. Jumlah dan jenis mineral yang terlarut
24
serta zat-zat organik yang terdapat di dalam air dapat mempengaruhi flavor (cita rasa), warna, dan sifat-sifat fisik produk roti (Matz, 1972). Tabel 5. Perbandingan Karakteristik Beberapa Jenis Tepung Karakteristik
Tapioka
Bentuk Bulat granula pati terpotonga Ukuran 3-23a granula pati Komposisi Kimia - air 11.47 - abu 0.06 - protein 0.76 - lemak 0.19 - karbohidrat 87.53a Amilosa 17c SAG 65.35 VM 835 V950C 440 VD 650a (a) Febriyanti,1990 (b) Moorthy, 2000 (c) Glicksman,1969 (d) Swinkels, 1985 (e) Djuanda, 2003
Beras
Jagung
Gandum Ubi jalar
Polygonala Bulat, Oval, polygonala bulata 3-8a 5-15a 2-35a
Bulat, Polygonalb 5-40b
12.0 0.15 7.0 0.5 80.0a 16-17c 66 240 240 555a
3.74 2.31 1.92 1.20 90.83e 20d 60-80 480 300b
10.0 1.4 10.3 4.8 73.5a 20-28c 62 470 470 830a
12.0 0.11 8.9 1.3 77.3a 22c 65 65 60 300a
Menurut Sultan (1981), intermediate proofing sebaiknya dilakukan pada suhu 800F (26.70C) dengan kelembaban 75%. Kelembaban ini penting untuk mencegah terbentuknya kulit roti yang tebal (heavy crustation formation). Dalam hal ini proofing room sangat penting dalam upaya menciptakan kondisi yang ideal bagi pertumbuhan ragi. Pada proses pemanggangan suhu dan waktu pemanggangan yang terkendali sangat penting untuk menghasilkan warna dan kematangan yang sempurna. Suhu pemanggangan yang terlalu tinggi menyebabkan kulit akan berwarna gelap dan volume roti kurang, roti dapat menjadi cepat hangus sementara bagian dalamnya belum cukup matang dan masih basah. Sebaliknya jika terlalu rendah maka waktu pemanggangan menjadi lama, kulit akan keras, menebal, pucat, dan roti akan kering serta pengembangan berkurang.
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga yaitu bahan untuk pembuatan tepung ubi jalar, bahan untuk aplikasi, dan bahan untuk analisis. Bahan untuk pembuatan tepung ubi jalar dan modifikasi patinya adalah ubi jalar varietas Sukuh (dari Cibungbulang), Na-metabisulfit, dan air. Bahan untuk aplikasi adalah margarin, susu skim, gula, garam, telur, emulsifier/bread improver, air, ragi roti, tepung ubi jalar. Bahan untuk analisis adalah tepung ubi jalar, aquades, HgO, K2SO4, H2SO4, NaOH-Na2S2O3, H3BO3, HCl 0.02 N, dietil eter, indikator (campuran MM dan MB), HCl 0.5 M, dan larutan iodium. Alat yang digunakan terdiri dari alat untuk pembuatan tepung ubi jalar, alat untuk aplikasi, dan alat untuk analisis. Alat yang digunakan untuk pembuatan tepung ubi jalar dan modifikasi patinya adalah baskom, pisau, slicer, oven, loyang, peniris minyak, drum dryer, dan saringan. Alat untuk aplikasi adalah baskom, mixer, oven, dan loyang. Alat untuk analisis adalah Brabender Viscoamilograph, Polarized Light Microscope, gelas obyek, gelas penutup, oven, cawan porselin, cawan aluminium, tanur, desikator, labu Kjeldahl, alat destilasi, alat refluks, Erlenmeyer, kertas saring, alat ekstraksi Soxhlet,
Chromameter
Minolta
CR-300,
spektrofotometer,
waring
blender/stirrer, vortex, tabung sentrifus, dan sentrifugal. B. METODE PENELITIAN 1. Karakterisasi Sifat Fisikokimia Tepung Ubi Jalar Pada penelitian ini dilakukan karakterisasi sifat fisikokimia tepung ubi jalar melalui modifikasi fisik. Perlakuan yang diberikan terdiri dari 6 teknik yaitu teknik 1 (disawut, dikeringkan dengan pengeringan sinar matahari), teknik 2 (disawut, dikeringkan dengan pengeringan oven), teknik 3 (diiris menjadi chips, dikeringkan dengan pengeringan drum dryer), teknik 4 (disawut, dikukus, dikeringkan dengan pengeringan sinar
26
matahari), teknik 5 (disawut, dikukus, dikeringkan dengan pengeringan oven), dan teknik 6 (kupas utuh, dikukus, dikeringkan dengan pengeringan drum dryer). Sebelumnya dilakukan analisis proksimat pada ubi jalar yang meliputi analisis kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat. Pada proses pembuatan tepung ubi jalar, ubi jalar dicuci terlebih dahulu dengan air untuk menghilangkan kotoran-kotoran dan tanah yang masih melekat pada ubi jalar. Lalu ubi jalar dikupas kulitnya dan bagian-bagian yang cacat dibuang dengan menggunakan pisau. Pada teknik 1, 2, 4, dan 5 dilakukan penyawutan dengan slicer tipe pisau schredder, sedangkan pada teknik 3 dilakukan pengirisan dengan slicer tipe pisau 1/16 1,5. Pada teknik 6 tidak dilakukan penyawutan atau pengirisan. Setelah itu diberi perlakuan tidak dikukus (teknik 1, 2, dan 3) dan dikukus (teknik 4, 5, dan 6). Perlakuan pengukusan adalah diretort pada suhu 1000C selama 30 menit. Selanjutnya masing-masing bagian dilakukan pengeringan dengan menggunakan tiga macam perlakuan pengeringan, yaitu dengan sinar matahari, oven pengering, dan drum dryer. Ubi jalar kering kemudian dihaluskan atau digiling dengan disc mill dan dilanjutkan dengan pengayakan tepung 80 mesh. Setelah tahap-tahap tersebut terlewati akan dihasilkan tepung ubi jalar yang dapat digunakan untuk aplikasi selanjutnya. Diagram alir proses pembuatan tepung ubi jalar dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2. Analisis yang dilakukan pada tepung ubi jalar adalah analisis kadar air, densitas kamba, warna, sifat mikroskopis granula pati, IPA dan IKA, derajat gelatinisasi, sifat amilografi, serta stabilitas terhadap pembekuan dan thawing, 2. Aplikasi Tepung Ubi Jalar Pada Pembuatan Roti Manis Tepung ubi jalar yang dihasilkan dari beberapa perlakuan tersebut kemudian dilanjutkan dengan aplikasinya pada pembuatan produk pangan yaitu roti manis. Bahan-bahan yang digunakan serta formulanya mengacu pada Winata (2001) dengan bahan dasar 100% tepung ubi jalar. Metode
27
yang diterapkan pada pembuatan roti manis adalah metode adonan cepat (Subarna, 1992). Diagram alir prosesnya dapat dilihat pada Lampiran 8. Analisis yang dilakukan adalah pengamatan terhadap karakteristik roti manis yang dihasilkan baik secara visual maupun organoleptik. Selain itu juga ditentukan kondisi proses yang tepat untuk pembuatan roti manis dengan bahan dasar tepung ubi jalar termodifikasi. C. METODE ANALISIS 1. Analisis Proksimat Ubi Jalar Analisis proksimat ubi jalar meliputi analisis kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar abu dan kadar karbohidrat. a. Kadar Air (Apriyantono et al., 1999) Kadar air ditentukan secara langsung dengan menggunakan metode oven pada suhu 1050C. Sampel sejumlah 3-5 gram ditimbang dan dimasukkan dalam cawan yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Kemudian sampel dan cawan dikeringkan dalam oven bersuhu 1050C selama 6 jam. Cawan didinginkan dan ditimbang, kemudian dikeringkan kembali sampai diperoleh bobot tetap. Kadar air sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Kadar air (%bb) =
a − (b − c ) x100% a
Kadar air (%bk) =
a − (b − c) x100% (b − c)
Keterangan : a = berat sampel awal (g) b = berat sampel akhir dan cawan (g) c = berat cawan (g) b. Kadar Abu (AOAC, 1995) Kadar abu bahan pangan ditetapkan dengan menimbang sisa mineral hasil pembakaran bahan organik pada suhu 5500C. Sejumlah 35 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselin yang telah dikeringkan dan diketahui beratnya. Kemudian cawan dan
28
sampel tersebut dibakar dengan pemanas listrik dalam ruang asap sampai sampel tidak berasap dan diabukan pada tanur pengabuan pada suhu 5500C sampai dihasilkan abu yang berwarna abu-abu terang atau bobotnya telah konstan. Selanjutnya kembali didinginkan di desikator dan ditimbang segera setelah mencapai suhu ruang. Kadar Abu (%) =
bobot abu ( g ) x 100% bobot sampel ( g )
c. Kadar Protein (AOAC, 1995) Kadar protein ditetapkan dengan menggunakan metode MikroKjeldahl. Mula-mula sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl, kemudian ditambahkan 50 mg HgO, 2 mg K2SO4, 2 ml H2SO4, batu didih, dan didihkan selama 1.5 jam sampai cairan menjadi jernih. Setelah larutan didinginkan dan diencerkan dengan akuades, sampel didestilasi dengan penambahan 8-10 ml larutan NaOH-Na2S2O3. Hasil destilasi detampung dengan erlenmeyer yang telah berisi 5 ml H3BO3 dan 2-4 tetes indikator (campuran 2 bagian metil merah 0.2% dalam alkohol dan 1 bagian metil biru 0.2% dalam alkohol). Destilat yang diperoleh kemudian dititrasi dengan larutan HCl 0.02 N sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi abu-abu. Hal yang sama juga dilakukan terhadap blanko. Hasil yang diperoleh adalah dalam total N, yang kemudian dinyatakan dalam faktor konversi 6.25. Kadar protein dihitung berdasarkan rumus : Kadar Protein (%) =
(ml HCL x ml Blanko)N HCl x 14.007 x 100 x 6.25 mg sampel
d. Kadar Lemak (AOAC, 1995) Metode yang digunakan adalah metode Soxhlet. Prinsip analisis ini adalah melarutkan lemak dengan pelarut dietil eter. Lemak yang dihasilkan adalah lemak kasar. Sejumlah 5 gram sampel ditimbang dan dibungkus dengan kertas saring. Kemudian dimasukkan dalam alat ekstraksi Soxhlet bersama dengan dietil eter. Selanjutnya direfluks
29
selama 6 jam sampai pelarut yang turun kembali ke dalam labu lemak berwarna jernih. Pelarut dalam labu lemak didestilasi, labu yang berisi hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 1050C sampai pelarut menguap semua. Setelah didinginkan dalam desikator, labu lemak tersebut ditimbang sampai memperoleh bobot yang konstan. Kadar lemak dihitung dengan rumus : Kadar Lemak (%) =
bobot lemak ( g ) x 100% bobot sampel ( g )
e. Kadar Karbohidrat (AOAC, 1995) Kadar karbohidrat sampel dihitung secara by difference yaitu dengan mengurangi 100% kandungan gizi sampel dengan kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak. Nilainya dapat ditentukan dengan menggunakan rumus berikut : Kadar Karbohidrat (%) = 100% - (Kadar Air + Kadar Abu + Kadar Protein + Kadar Lemak)
2. Analisis Tepung Ubi Jalar Termodifikasi Fisik a. Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) b. Densitas Kamba (Khalil, 1999) Sampel dimasukkan ke dalam gelas ukur sampai volumenya mencapai 100ml kemudian beratnya ditimbang. Densitas kamba dinyatakan dalam satuan kg/m3 atau g/ml. Densitas kamba = (berat gelas ukur+sampel) – berat gelas ukur kosong 100 ml c. Warna (Pomeranz dan Meloan, 1978) Pengukuran
warna
dilakukan
dengan
menggunakan
Chromameter CR 300 Minolta. Sampel diletakkan pada tempat yang tersedia. Setelah menekan tombol start akan diperoleh nilai dari berbagai skala. Pengukuran dipilih untuk ditampilkan dalam skala L*a*b* (CIE 1976) dan L*C*Ho. L menunjukkan kecerahan dengan
30
nilai 0 (gelap/hitam)-100 (terang/putih). Nilai a positif antara 0-100 (merah), dan negatif antara 0-80 (hijau), sedangkan nilai b positif antara 0-70 (kuning) dan 0-70 (biru). Pengukuran dilakukan duplo dan dilakukan kalibrasi terlebih dahulu. d. Sifat Mikroskopis Granula Pati (Ropiq et al.,1988) Bentuk dan intensitas birefringence granula pati diamati dengan Polarized Light Microscope (Olympus Optical Co.Ltd, Japan) yang dilengkapi
dengan
kamera.
Suspensi
pati
disiapkan
dengan
mencampurkan pati dan aquades, kemudian dikocok. Suspensi diteteskan pada atas gelas obyek dan ditutup dengan gelas penutup, preparat kemudian dipasang pada PLM. Pengamatan dilakukan dengan meneruskan cahaya terpolarisasi dengan perbesaran 40x. e. Indeks Penyerapan Air (IPA) dan Indeks Kelarutan Air (IKA) (Metode Sentrifugasi Anderson, dikutip oleh Muchtadi et al., 1988) Sebanyak 1 gram tepung sampel dimasukkan dalam tabung sentrifus. Setelah itu ditambah 10 ml aquades dan diaduk dengan menggunakan vibrator sampai semua bahan terdispersi secara merata. Selanjutnya tabung disentrifugasi dengan kecepatan 2000 rpm pada suhu ruang selama 15 menit. Supernatan yang diperoleh dituang secara hati-hati ke dalam wadah lain, sedangkan tabung sentrifus beserta residunya dipanaskan dalam oven. Tabung diletakkan dalam oven yang diatur pada suhu 500C selama 25 menit. Akhirnya tabung residu ditimbang untuk menentukan berat air yang terserap. Dari supernatan yang diperoleh, diambil contoh sebanyak 2 ml dan dimasukkan ke dalam cawan timbang yang telah diketahui beratnya. Cawan dimasukkan ke dalam oven dan dikeringkan pada suhu 1100C sampai semua air menguap. Setelah itu didinginkan dan ditimbang untuk mengetahui berat bahan kering yang terdapat dalam supernatan. IPA =
berat air yang terserap berat awal − berat bahan terlarut
31
IKA = f.
berat bahan terlarut dalam 2ml laru tan 2 ml laru tan
Analisis Pati Tergelatinisasi secara kualitatif (Modifikasi dari metode IRRI, 1978 di dalam Setiawan, 2005) Pati tergelatinisasi diamati dengan metode spektrofotometer. Persiapan contoh dilakukan dengan penimbangan tepung sebanyak 1 gram dan didispersikan dalam 100 ml air dalam waring blender selama 1 menit. Suspensi ini kemudian diambil 10 ml dan disentrifus pada suhu ruang selama 15 menit dengan kecepatan 3500 rpm. Supernatan diambil 0.5 ml secara duplo, lalu masing-masing ditambah 0.5 HCl 0.5 M dan dijadikan 10 ml dengan aquades. Pada salah satu tabung duplo tersebut ditambahkan 0.1 ml larutan iodium. Kemudian contoh diukur dengan
spektrofotometer
pada
panjang
gelombang
625
nm.
Pengamatan dilakukan sebagai berikut: larutan yang ditambah HCl digunakan sebagai blanko pati tergelatinisasi sedangkan larutan bahan yang ditambah HCl dan larutan iodium digunakan sebagai larutan pati tergelatinisasi. g. Sifat Amilografi Tepung (AACC, 1983) Pengukuran gelatinisasi)
sifat-sifat
dilakukan
amilografi dengan
(viskositas
menggunakan
dan
suhu
Brabender
Viscoamilograph. Tepung pati dilarutkan dengan aquades dengan konsentrasi 10% (berat kering) dan diaduk (+ 5 menit), kemudian dipindahkan ke mangkuk amilograf. Mangkuk amilograf yang berisi sampel diputar pada kecepatan 75rpm. Pemanasan awal dilakukan sampai suhu 300C. Kemudian dilakukan pemanasan selama 43.5 menit sampai suhu 950C (kenaikan suhu 1.50C/menit), dan pemanasan selama 20 menit pada suhu konstan 950C. Setelah pemanasan konstan, suhu diturunkan sampai mencapai 500C, melalui proses pendinginan selama 30 menit sampai suhu 500C (penurunan suhu 1.50C/menit). Perubahan viskositas pasta dicatat secara otomatis pada kertas grafik dalam satuan Brabender Unit (BU).
32
h. Stabilitas Terhadap Pembekuan dan Thawing (Bello-Perez et.al.,2002) Secara khas, metode ini meliputi perlakuan pembekuan (-200C) 5 ml dari 5% pasta pati selama 18 jam. Kemudian di-thawing selama 6 jam pada suhu ruang. Perlakuan ini disebut satu siklus. Pada akhir siklus, cairan yang keluar dipisahkan (sentrifugasi 3000 rpm selama10 menit) lalu ditimbang.
Sineresis (%w/w) = Cairan yang dipisahkan (g) x 100 Berat total sampel (g) 3. Analisis Karakteristik Roti Manis Ubi Jalar Pengamatan yang dilakukan terhadap hasil aplikasi pada pembuatan roti manis adalah pengembangan roti, warna roti, rasa, dan aroma roti manis. Selain itu dilakukan penentuan kondisi proses yang tepat seperti suhu pemanggangan, waktu selama proofing dan selama pencampuran atau pembentukan cream.
D. RANCANGAN PERCOBAAN Model rancangan yang digunakan pada penelitian pendahuluan adalah Rancangan Acak Kelompok Lengkap dengan enam perlakuan (teknik 1, teknik 2, teknik 3, teknik 4, teknik5, teknik 6) sehingga terdapat 6 unit percobaan dengan tiga kali ulangan, jadi terdapat 18 satuan percobaan. Model matematikanya adalah sebagai berikut :
Yij = µ + Ai + Bj +
ij
Keterangan : Y(ijk)n = Variabel respon karena pengaruh perlakuan awal taraf ke-i, pengaruh teknik pengeringan taraf ke-j dengan ulangan ke-n. µ
= rata-rata
Ai
= Pengaruh perlakuan ke-i
Bj
= Pengaruh kelompok ke-j
n(ij)
= Pengaruh kesalahan percobaan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
33
Untuk data analisis tertentu pada tepung ubi jalar contohnya analisis pati tergelatinisasi, kadar air, densitas kamba, warna (L, a, b, C), IPA dan IKA, serta stabilitas terhadap pembekuan dan thawing diolah dengan alat bantu SAS. Data tersebut dianalisa dengan uji ANOVA serta dilanjutkan dengan uji Duncan (DMRT) jika hasilnya berbeda nyata.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. ANALISIS UBI JALAR VARIETAS SUKUH Ubi jalar yang digunakan pada penelitian ini adalah varietas sukuh yang merupakan varietas ubi jalar yang dikembangkan oleh International Potato Center (CIP). Ubi sukuh berdaging putih dan memiliki warna kulit krem. Penampakan ubi jalar sukuh dapat dilihat pada Gambar 5 dan komposisi kimianya disajikan pada Tabel 6.
Gambar 5. Ubi Jalar Varietas Sukuh Tabel 6. Komposisi Kimia Daging Ubi Jalar varietas Sukuh Jumlah (%bb)a
Jumlah (%bk)a
Jumlah (%bb)b
Kadar Air
61.48
159.83
62.79
Kadar Abu
0.72
1.87
0.96
Kadar Protein
1.29
3.35
0.79
Kadar Lemak
0.19
0.49
0.48
Kadar Karbohidrat
36.32
94.29
34.98
Komposisi
(a) Hasil analisis (b) Djuanda, 2003 Analisis proksimat terhadap ubi jalar varietas sukuh tersebut menunjukkan bahwa varietas ini mengandung kadar karbohidrat sebesar 94.29 % dari berat keringnya. Selain itu dapat diketahui bahwa ubi jalar varietas ini mengandung kadar air cukup tinggi yaitu 61.48 % dari berat basah, namun kadar abu, kadar protein, serta kadar lemak jumlahnya sangat kecil. Data analisis tersebut tidak berbeda jauh dari data analisis yang dilakukan oleh
35
Djuanda (2003). Komposisi kimia setiap ubi jalar bervariasi, tergantung pada jenis, usia tumbuh, keadaan tumbuh, serta tingkat kematangan ubi jalar.
B. PENGOLAHAN TEPUNG UBI JALAR Tepung ubi jalar dapat dibuat dengan berbagai teknik pengolahan baik tanpa modifikasi maupun dengan modifikasinya. Pada penelitian ini, pemilihan metode pembuatan tergantung pada perlakuan modifikasi yang akan diberikan. Modifikasi yang diberikan adalah modifikasi sifat fisik melalui perlakuan pemasakan awal dan perlakuan pengeringan. Pembuatan tepung ubi jalar meliputi pembersihan, pengupasan, penghancuran (penyawutan atau pengirisan), dan pengeringan sampai kadar air tertentu. Pengolahan ubi jalar menjadi tepung diawali dengan pembersihan ubi jalar dengan air bersih kemudian dilakukan pengupasan ubi jalar. Ada beberapa cara dalam mengupas umbi-umbian, yaitu pengupasan manual dengan menggunakan pisau, pengupasan dengan menggunakan mesin abrassive peeler, uap tekanan tinggi, dan pengupasan dengan larutan NaOH panas. Pada penelitian ini dilakukan pengupasan dengan menggunakan mesin abrassive peeler. Kemudian dilakukan perendaman dengan larutan Nametabisulfit 0,3 % selama 30 menit untuk menghilangkan kotoran dan getah yang masih menempel pada ubi jalar serta menghindari terjadinya proses pencoklatan (browning). Menurut Jenie et al., (1978), kerusakan warna pada produk ubi jalar (browning) disebabkan oleh adanya aktivitas enzim catechol oksidase jika terdapat tanin atau zat semacam tanin. Proses kerusakan tersebut disebabkan adanya reaksi antara besi bervalensi dua dengan o-dihidroksiphenol dan pembentukan persenyawaan ferri yang berwarna gelap jika dibiarkan di udara terbuka. Oleh karena itu, untuk mengatasi hal ini perlu dilakukan perlakuan perendaman berupa blanching atau perendaman sebelum pengeringan dengan menggunakan bahan kimia anti pencoklatan seperti Na-metabisulfit 0,3% selama + 1 jam (Kadarisman dan Sulaeman, 1993).
36
Gambar 6. Tipe pisau Slicer; (a) Schredder, (b) Slicer 1/16 1,5 Pengirisan dilakukan menggunakan alat slicer dengan tipe pisau schredder dan slicer 1/16 1,5 (Gambar 6). Tipe pisau schredder digunakan pada teknik 1, 2, 4, dan 5. Hal ini bertujuan untuk memperluas permukaan sawut ubi jalar yang dikeringkan sehingga mempermudah pengeringan. Sedangkan tipe pisau slicer 1/16 1,5 (tebal 1/16 inci atau 1,5mm) digunakan pada teknik 3 untuk menghasilkan chips ubi jalar yang akan dijadikan tepung dengan pengeringan drum dryer. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pemasukan ubi jalar ke dalam alat tanpa dibuat puree terlebih dahulu. Pada teknik 6 tidak dilakukan penghancuran baik dengan penyawutan maupun pengirisan. Selanjutnya diberikan perlakuan awal yaitu dikukus dan tanpa dikukus. Sawut yang tanpa dikukus dapat langsung diberikan perlakuan pengeringan, sedangkan sawut yang dikukus dimasukkan ke dalam retort untuk dikukus selama 30 menit (dihitung setelah suhu pengukusan tercapai yaitu 1000C). Pengeringan pada penelitian ini dilakukan dengan tiga macam pengeringan, yaitu pengeringan sinar matahari, oven, dan drum dryer. Pengeringan dilakukan sampai produk menjadi kering dengan ciri-ciri dapat dipatahkan dan diperkirakan kadar airnya <12%. Pengeringan sinar matahari dilakukan selama 12-36 jam, pengeringan oven dilakukan pada suhu 600C selama 10-12 jam, pengeringan drum
dilakukan pada suhu uap 1400C, tekanan 4 bar, dan
kecepatan 6 rpm (1 putaran 10 detik).
Gambar 7. Sawut Ubi Jalar Kering
37
Hasil pengeringan tersebut kemudian digiling dengan disc mill dan masih diperoleh hasil penggilingan tepung yang kasar. Pengayakan dilakukan dengan menggunakan ayakan 80 mesh sehingga dihasilkan tepung ubi jalar yang cukup halus. Rendemen yang diperoleh dalam pembuatan tepung ubi jalar adalah sebesar 32.70% terhadap berat ubi jalar segar dengan kulit atau sebesar 35.74% terhadap bagian ubi jalar yang dapat dimakan (Djuanda, 2003). Peralatan yang digunakan dalam pembuatan tepung ubi jalar dapat dilihat pada Lampiran 7. Penelitian ini menghasilkan enam jenis tepung antara lain tepung hasil pengolahan teknik 1 (disawut, dikeringkan dengan pengeringan sinar matahari), tepung hasil pengolahan teknik 2 (disawut dikeringkan dengan pengeringan oven), tepung hasil pengolahan teknik 3 (diiris, dikeringkan dengan pengeringan drum dryer), tepung hasil pengolahan teknik 4 (disawut, dikukus, dikeringkan dengan pengeringan sinar matahari), tepung hasil pengolahan teknik 5 (disawut, dikukus, dikeringkan dengan pengeringan oven), dan tepung hasil pengolahan teknik 6 (kupas utuh, dikukus, dikeringkan dengan pengeringan drum dryer) yang disajikan pada Gambar 8. Semua perlakuan tersebut ditujukan untuk menghasilkan tepung dengan karakteristik tertentu.
Gambar 8. Tepung Ubi Jalar Sukuh yang dimodifikasi fisik Keterangan : Teknik 1 = tepung ubi jalar disawut – tanpa dikukus – pengeringan sinar matahari Teknik 2 = tepung ubi jalar disawut – tanpa dikukus – pengeringan oven Teknik 3 = tepung ubi jalar diiris – tanpa dikukus – pengeringan drum dryer Teknik 4 = tepung ubi jalar disawut – dikukus – pengeringan sinar matahari Teknik 5 = tepung ubi jalar disawut – dikukus – pengeringan oven Teknik 6 = tepung ubi jalar kupas utuh – dikukus – pengeringan drum dryer
38
C. SIFAT FISIKOKIMIA TEPUNG UBI JALAR Analisis fisikokimia tepung ubi jalar yang dihasilkan dari berbagai kombinasi perlakuan pendahuluan dan teknik pengeringan diatas meliputi analisis kadar air, densitas kamba, warna, sifat mikroskopis granula pati, indeks penyerapan air (IPA) dan indeks kelarutan air (IKA), derajat gelatinisasi, sifat amilografi tepung, serta stabilitas produk terhadap pembekuan dan thawing. a. Kadar Air Proses pengeringan pada pembuatan tepung ubi jalar bertujuan untuk menurunkan jumlah air yang dikandung oleh bahan mentah. Kadar air merupakan salah satu parameter yang cukup penting pada produk tepung karena berkaitan dengan mutu. Semakin rendah kadar airnya maka produk tepung tersebut semakin baik mutunya karena dapat memperkecil media untuk tumbuhnya mikroba yang dapat menurunkan mutu pada produk tepung. Rata-rata kadar air tepung ubi jalar yang diperoleh berkisar antara 6.44 hingga 9.00 %bb (Gambar 9). Kondisi ini sudah memenuhi syarat kadar air yang aman untuk tepung yaitu <14% sehingga dapat mencegah pertumbuhan kapang (Winarno dan Jenie, 1974).
9 8 7 6 Kadar air (%bb)
5 4 3 2 1 0 teknik 1
teknik 2
teknik 3
teknik 4
teknik 5
teknik 6
Gambar 9. Histogram Pengaruh Teknik Pengolahan terhadap Kadar Air Tepung Ubi Jalar
39
Tabel 7. Pengaruh perlakuan teknik pengolahan terhadap kadar air tepung ubi jalar Teknik Kadar Air 7.04bc 7.47b 9.00a 7.22bc 6.56c 6.44c
1 2 3 4 5 6
Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata
Berdasarkan analisis ragam dengan selang kepercayaan 95% (Lampiran 10), kadar air produk dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan (P<0.05). Selanjutnya dengan uji lanjut Duncan (Tabel 7) dapat diketahui bahwa kadar air dari tepung dengan perlakuan teknik 3 berbeda nyata dengan tepung yang lain. Tepung dengan perlakuan teknik 1, 2, dan 4 menghasilkan kadar air yang tidak berbeda nyata. Selain itu kadar air tepung dengan perlakuan teknik 1 dan 4 tidak berbeda nyata dengan kadar air tepung dengan perlakuan teknik 5 dan 6. Perlakuan pengeringan sinar matahari dengan pemasakan (teknik 4) tidak berbeda nyata dengan perlakuan pengeringan sinar matahari tanpa pemasakan (teknik 1). Dari penelitian dapat dilihat adanya kecenderungan bahwa perlakuan pemasakan dapat menurunkan kadar air tepung ubi jalar. Menurut Winata (2001), kadar air yang rendah pada tepung dengan perlakuan pramasak mungkin disebabkan oleh terjadinya perubahan bentuk
granula
pati
karena
pembengkakan
yang
irreversibel.
Pembengkakan ini mempengaruhi sifat penyerapan maupun pengikatan granula terhadap air. Granula yang telah membengkak cenderung memiliki rongga antar sel yang lebih besar, sehingga selama pengeringan air yang dikandung akan lebih mudah terlepas. Kemungkinan hal ini yang menyebabkan adanya pernyataan bahwa dengan perlakuan pemasakan semua teknik menghasilkan produk dengan kadar air yang hampir sama. Dari hasil analisis, pengeringan drum dryer (teknik 3) dengan suhu cukup tinggi menghasilkan kadar air tepung yang tinggi dibanding tepung yang lain. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh pengaruh perbedaan
40
teknik pengolahan dengan penyawutan dan pengirisan dimana penyawutan dapat memperluas permukaan yang dapat menurunkan kadar air menjadi sangat rendah walaupun dalam waktu yang relatif lama. Kecepatan pengeringan dan kadar air akhir produk dengan pengering drum juga dipengaruhi oleh kecepatan rotasi drum, tekanan uap atau suhu medium pemanas, serta ketebalan film yang tergantung pada mekanisme pemasukan, kandungan padatan, dan tekanan permukaan (Brennan et al.,1974).
b. Densitas Kamba Densitas kamba merupakan perbandingan antara berat bahan dengan volume bahan itu sendiri, yang memiliki satuan g/ml. Semakin tinggi densitas kamba menunjukkan produk semakin ringkas atau padat. Densitas kamba mempengaruhi jumlah bahan yang bisa dikonsumsi dan biaya produksi dari bahan tersebut (Ningrum, 1999). Dari segi ekonomi, untuk produk instan diperlukan densitas kamba yang rendah. Bila densitas kamba rendah maka massa yang kecil dapat memenuhi ruang yang besar.
0.7 0.6 0.5 Densitas Kamba 0.4 (g/ml) 0.3 0.2 0.1 0 teknik 1
teknik 2
teknik 3
teknik 4
teknik 5
teknik 6
Gambar 10. Histogram Pengaruh Teknik Pengolahan terhadap Densitas Kamba Tepung Ubi Jalar Densitas kamba produk berkisar antara 0.40 hingga 0.69g/ml (Gambar 10). Menurut Wirakartakusumah et al. (1992), densitas kamba dari berbagai makanan berbentuk bubuk umumnya berkisar antara 0.300.80 g/ml. Hasil analisis ragam dengan selang kepercayaan 95%
41
(Lampiran 11) menunjukkan bahwa perlakuan teknik pengolahan berpengaruh secara nyata terhadap nilai densitas kamba pada tepung ubi jalar. Berdasarkan uji lanjut Duncan (Tabel 8) dapat diketahui bahwa densitas kamba dari tepung ubi jalar dengan perlakuan tanpa pengukusan pada teknik 1, 2, dan 3 lebih rendah dan berbeda nyata dengan tepung yang diberi perlakuan pengukusan pada teknik 4, 5, dan 6. Tabel 8. Pengaruh perlakuan teknik pengolahan terhadap densitas kamba tepung ubi jalar Teknik Densitas Kamba 1 2 3 4 5 6
0.40c 0.41c 0.37c 0.69a 0.68ab 0.62b
Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata
Perlakuan dengan pemasakan menghasilkan produk tepung dengan densitas kamba yang relatif tinggi dibandingkan produk tepung tanpa pemasakan awal. Hal ini mungkin disebabkan karena sifat kohesif tepung tersebut dimana gaya tarik menarik antar partikel relatif tinggi. Selain itu menurut Winata (2001), densitas kamba dipengaruhi oleh ukuran partikel, sifat bahan, komposisi bahan dan mungkin pula dipengaruhi oleh degradasi molekul-molekul dalam bahan akibat adanya pengolahan. Jadi kenaikan densitas kamba mungkin disebabkan adanya degradasi molekulmolekul pati, protein, lemak dan lain-lain saat diberi perlakuan pemasakan awal sehingga molekul-molekul tersebut menempati ruangan yang lebih sempit (Winata, 2001). Densitas kamba dari tepung dengan teknik 6 (pengeringan drum dryer) lebih rendah dan berbeda nyata dengan tepung dengan teknik 4 (penjemuran). Hal tersebut dapat disebabkan karena pengaruh dari bentuk partikel tepung teknik 6 dimana partikel tepung berongga, tidak beraturan, dan kasar sehingga menurunkan massa serta berpengaruh terhadap densitas kamba. Sedangkan tepung teknik 4 memiliki densitas kamba yang lebih tinggi karena bentuk partikelnya yang lebih padat.
42
c. Warna Warna merupakan salah satu atribut penting untuk produk pangan. Sistem yang dapat digunakan untuk mengetahui warna makanan pada penelitian ini adalah sistem Hunter dan sistem LCho. Hasil dari analisis warna disajikan pada Tabel 9. Pada sistem Hunter terdapat tiga parameter yaitu L, a, dan b. Dalam sistem Hunter terdapat tiga dimensi warna yaitu kecerahan (Brightness atau Lightness), Hue (proporsi merah, kuning, hijau, dan biru), serta Colourfulness. L menyatakan parameter kecerahan (warna kromatis, 0: hitam sampai 100: putih), C menyatakan intensitas warna, sedangkan derajat hue menunjukkan warna yang terlihat. Nilai hue dikelompokkan sebagai berikut : o
Hue 342-18 o Hue 18-54 o Hue 54-90 o Hue 90-126 o Hue 126-162
o
: Red purple : Red : Yellow red : Yellow : Yellow green
Hue 162-198 Hue 306-342 o Hue 270-306 o Hue 198-234 o Hue 234-270 o
: Green : Purple : Blue purple : Blue green : Blue
Tabel 9. Hasil rata-rata analisis warna tepung ubi jalar Sampel
L
Ulangan 1 b C
a
Warna
h
Teknik 1
64.30
6.44
0.70
6.48
5.87
Merah keunguan
Teknik 2
64.69
4.39
1.25
4.66
14.53
Merah keunguan
Teknik 3
62.64
4.06
2.09
4.59
26.56
Merah
Teknik 4
61.91
5.54
1.77
5.88
18.42
Merah
Teknik 5
62.27
4.15
1.56
4.48
19.58
Merah
Teknik 6
59.74
3.93
5.24
6.58
52.22
Merah
Gambar 11. Model warna sistem Hunter dan sistem Munsell (www.personales.es/gbenet/teoria/water_color.html)
43
Tabel 10. Pengaruh perlakuan teknik pengolahan terhadap warna tepung ubi jalar Teknik L a b 1 2 3 4 5 6
64.30ab 64.69a 62.64abc 61.91c 62.27bc 59.74d
6.44a 4.39b 4.06b 5.54ab 4.14b 3.93b
0.70b 1.25b 2.09b 1.77b 1.56b 5.24a
Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
Hasil pengukuran warna tepung ubi jalar menunjukkan hasil yang bervariasi. Tepung ubi jalar memiliki nilai L yang berkisar antara 59.7464.69 (Tabel 9) menunjukkan tepung ubi jalar berwarna kurang cerah dan cenderung menurun dengan adanya perlakuan pemasakan awal. Nilai a positif (3.93-6.44) dan b positif (0.70-5.24) menunjukkan tepung ubi jalar mengandung unsur warna merah dan kuning, nilai intensitas warnanya (C) berkisar antara 4.48-6.58 serta nilai ho 5.87-52.22 yang tergolong dalam kisaran warna merah keunguan, sampai merah. Tepung hasil teknik 1 dan 2 memiliki nilai hue pada kisaran warna merah keunguan dan tepung hasil teknik 3, 4, 5, dan 6 memiliki nilai hue pada kisaran warna merah Analisis ragam terhadap warna tepung ubi jalar dengan selang kepercayaan 95% (Lampiran 12) menunjukkan bahwa perlakuan teknik pengolahan berpengaruh nyata terhadap skala L, a, b namun tidak berpengaruh nyata terhadap skala C. Selanjutnya dari uji lanjut Duncan terhadap skala L, dapat diketahui bahwa tepung tanpa pemasakan memiliki kecerahan tertinggi sedangkan kecerahan tepung hasil teknik 6 berbeda nyata terhadap tepung yang lain dimana tepung hasil teknik 6 memiliki nilai kecerahan yang paling rendah. Pada penepungan ubi jalar ini, suhu pengeringan, dan perlakuan pramasak berpengaruh terhadap kecerahan warna tepung yang dihasilkan. Penurunan kecerahan dapat disebabkan adanya reaksi yang menimbulkan warna coklat, diantaranya reaksi pencoklatan enzimatis, reaksi Maillard, dan reaksi karamelisasi. Pati yang telah tergelatinisasi cenderung membuat tepung berwarna lebih gelap karena dimungkinkan adanya reaksi Maillard dan reaksi karamelisasi saat
44
pemasakan awal serta pada pengeringan drum dryer seperti pada perlakuan dengan teknik 6. Uji lanjut Duncan untuk nilai a menunjukkan bahwa nilai a dari tepung hasil teknik 2, 3, 5, dan 6 lebih rendah dibandingkan dengan tepung hasil teknik 1 dan 4 dimana tepung hasil teknik 1 dan 4 memiliki nilai a tertinggi. Hal ini berarti tepung tersebut memiliki unsur warna merah yang lebih tinggi dibandingkan dengan tepung yang lain (dapat dilihat pada Gambar 8). Demikian pula pada uji lanjut Duncan untuk nilai b menunjukkan bahwa nilai b dari tepung hasil teknik 1 sampai 5 lebih rendah dibandingkan dengan tepung hasil teknik 6 dimana tepung hasil teknik 6 memiliki nilai b tertinggi. Hal ini berarti tepung tersebut memiliki unsur warna kuning yang lebih tinggi dibandingkan dengan tepung yang lain (dapat dilihat pada Gambar 8). Nilai a, b dan hue menunjukkan warna yang terkandung dalam ubi jalar. Warna yang dikandung adalah karotenoid. Karotenoid merupakan kelompok pigmen yang berwarna kuning, oranye, merah oranye, serta larut dalam minyak (Winarno, 1995). Pada penelitian ini, dimungkinkan proses pembuatan tepung ubi jalar merusak sebagian karotenoid pada teknik 3 dan 6. Ningrum (1999) menyatakan bahwa karotenoid belum mengalami kerusakan oleh pemanasan pada suhu 600C dan jumlahnya menurun secara drastis pada suhu 180-2200C. Vitamin A dan karoten jumlahnya menurun pada suhu diatas 1000C (Ismail, 2001).
d. Sifat Mikroskopis Granula Pati Menurut Wirakartakusumah (1981) yang diacu oleh Muharam (1992), proses gelatinisasi dapat dipelajari secara kualitatif dengan menggunakan mikroskop polarisasi sedangkan informasi kuantitatif dapat diperoleh dengan menggunakan DSC (Differential Scanning Colorimetry). Dari hasil analisis dapat dilihat bentuk granula, ukuran granula, serta efek birefrigence. Efek birefrigence pada granula pati ditunjukkan oleh adanya cross section atau warna biru kuning pada granula. Pudarnya efek birefrigence dimulai dari terbentuknya bulatan gelap pada bagian
45
dalam granula pati dan hal itu menandakan bahwa granula pati tersebut telah mengalami gelatinisasi. Hasil pemotretan tepung ubi jalar dengan perlakuan berbagai teknik pengolahan dapat dilihat pada Gambar 12 sampai Gambar 17. Analisis mikroskopis terhadap granula pati menunjukkan bahwa granula pati ubi jalar memiliki bentuk poligonal, bulat, hingga lonjong dengan ukuran granula tidak seragam. Ukuran granula pati ubi jalar yang belum tergelatinisasi berkisar antara 2-10 µm, sedangkan granula pati ubi jalar dengan perlakuan pemasakan awal dan pengeringan drum dryer berkisar antara 20-60 µm. Selain itu dapat terlihat bahwa lokasi hilum pada granula pati ubi jalar umumnya adalah pada bagian tengah dan tepi. Hilum granula terletak pada persilangan gelap saat dikenai cahaya terpolarisasi. Berdasarkan
pengamatan
yang
dilakukan,
terlihat
bahwa
pemasakan awal dan pengeringan berpengaruh terhadap sifat birefrigence granula pati dalam tepung ubi jalar. Kecuali teknik dengan pengeringan drum dryer, pada tepung tanpa perlakuan pengukusan, efek birefrigence masih terlihat jelas atau nyata dibandingkan dengan tepung yang diberi perlakuan pengukusan. Perlakuan pengeringan dengan sinar matahari dan oven tidak menghilangkan efek birefrigence, sedangkan pengeringan drum dryer menyebabkan hilangnya efek birefrigence pada granula pati. Menurut Muharam (1992), efek birefrigence akan hilang pada pati yang dikenai perlakuan panas karena perlakuan tersebut mengubah kemampuan granula pati dalam menyerap gelombang cahaya. Perlakuan pemasakan awal dan pengeringan tersebut berpengaruh terhadap ukuran dan bentuk granula pati. Perlakuan pemasakan awal menyebabkan peningkatan ukuran granula pati yang disebabkan oleh adanya pembengkakan saat dilakukan pengukusan serta mengubah bentuk granula pati menjadi tidak beraturan atau rusak. Demikian pula jika diberi perlakuan pengeringan dengan drum dryer seperti pada teknik 3 dan 6 akan mengubah ukuran dan granula pati.
46
Gambar 12. Penampakan granula pati tepung ubi jalar dengan perlakuan pengolahan teknik 1 dalam perbesaran 400 x
Gambar 13. Penampakan granula pati tepung ubi jalar dengan perlakuan pengolahan teknik 2 dalam perbesaran 400x
Gambar 14. Penampakan granula pati tepung ubi jalar dengan perlakuan pengolahan teknik 3 dalam perbesaran 400 x
47
Gambar 15. Penampakan granula pati tepung ubi jalar dengan perlakuan pengolahan teknik 4 dalam perbesaran 400 x
Gambar 16. Penampakan granula pati tepung ubi jalar dengan perlakuan pengolahan teknik 5 dalam perbesaran 400
Gambar 17. Penampakan granula pati tepung ubi dengan perlakuan pengolahan teknik 6 dalam perbesaran 400 x
48
Rusaknya granula pati tersebut ditunjukkan dengan bagian pinggir granula yang sudah tidak terlihat jelas. Hal tersebut diperkirakan karena pecahnya granula yang disebabkan pembengkakan yang sudah maksimum.
e. Indeks Penyerapan Air (IPA) dan Indeks Kelarutan Air (IKA) Indeks penyerapan air (IPA) menunjukkan kemampuan produk untuk mengikat air. Indeks penyerapan air produk tepung berkisar antara 2.89 hingga 7.90 (Gambar 18). Indeks kelarutan air (IKA) menunjukkan jumlah partikel produk yang dapat larut dalam air. Indeks kelarutan air produk tepung berkisar antara 0.01 hingga 0.05 g/ml (Gambar 19).
8 7 6 5 IPA 4 3 2 1 0 teknik 1
teknik 2
teknik 2
teknik 3
teknik 5
teknik 6
Gambar 18. Histogram Pengaruh Perlakuan Teknik Pengolahan terhadap Indeks Penyerapan Air Tepung Ubi Jalar
0.06 0.05 0.04 IKA (g/ml) 0.03 0.02 0.01 0 teknik 1
teknik 2
teknik3
teknik 4
teknik 5
teknik 6
Gambar 19. Histogram Pengaruh Perlakuan Teknik Pengolahan terhadap Indeks Kelarutan Air Tepung Ubi Jalar
49
Tabel 11. Pengaruh perlakuan teknik pengolahan terhadap IPA dan IKA tepung ubi jalar Teknik IPA IKA (g/ml) 1 2 3 4 5 6
2.89d 3.35d 7.90a 5.73c 6.14c 7.12b
0.0084c 0.0131c 0.0375b 0.0355b 0.0385b 0.0543a
Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
Analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan teknik pengolahan berpengaruh nyata terhadap indeks penyerapan air dan indeks kelarutan air dari tepung ubi jalar yang dihasilkan (Lampiran 13 dan Lampiran 14). Selanjutnya uji Duncan terhadap data IPA (Tabel 11) memperlihatkan bahwa tepung hasil pengolahan dengan teknik 3 memiliki IPA terbesar diikuti oleh tepung hasil teknik 6, sedangkan tepung hasil pengolahan teknik 1 dan 2 memiliki IPA terkecil. Hal ini berarti tepung hasil teknik 3 dan 6 memiliki jumlah pati tergelatinisasi yang lebih banyak dibandingkan dengan tepung teknik lain. Menurut Gujska dan Khan (1991), IPA dipengaruhi oleh adanya denaturasi protein, gelatinisasi pati, dan pembengkakan serat kasar yang terjadi selama pengolahan menjadi tepung. IPA tergantung pada ketersediaan grup hidrofilik dan kapasitas pembentukan gel dari makromolekul yaitu pati yang tergelatinisasi dan terdekstrinasi. Semakin banyak pati yang tergelatinisasi dan terdekstrinasi, semakin besar kemampuan produk menyerap air (Gomez dan Aguilera, 1983). Berdasarkan uji Duncan terhadap data IKA (Tabel 11), dapat diketahui bahwa IKA tepung pada teknik pengolahan 6 berbeda nyata dan terbesar dibandingkan dengan teknik pengolahan yang lainnya. Sedangkan teknik 1 dan 2 memiliki IKA terkecil dan tidak berbeda nyata satu sama lain. Perlakuan pemasakan awal yang dikombinasikan dengan teknik pengeringan drum dryer seperti pada teknik 6 meningkatkan IKA secara nyata. Hal ini disebabkan karena terjadi degradasi amilosa dan amilopektin yang cukup tinggi. Menurut Khasanah (2003), setelah pati mengalami
50
gelatinisasi maka akan terjadi degradasi amilosa dan amilopektin menghasilkan molekul yang lebih kecil. Molekul yang relatif lebih kecil inilah yang mudah larut dalam air. Penggunaan tepung dengan IPA dan IKA yang tinggi disesuaikan dengan karakteristik produk yang akan dibuat seperti pada makanan bayi, food powder, cake mixes, dan pudding.
f. Analisis Kualitatif Pati Tergelatinisasi Pada analisis ini dilakukan analisis secara kualitatif terhadap pati tergelatinisasi tepung ubi jalar berdasarkan absorbansi pati yang tergelatinisasi. Absorbansi pati yang tergelatinisasi berkisar antara 0.010 sampai 0.861 (Gambar 20). Absorbansi menunjukkan banyaknya pati yang sudah tergelatinisasi yang ditandai dengan kompleks pati-iodin yang berwarna biru. Jika suatu larutan yang diukur memiliki absorbansi yang tinggi maka pati yang tergelatinisasi dalam larutan tepung tersebut relatif berjumlah lebih banyak.
0.9 0.8 0.7 0.6 Absorbansi Pati 0.5 Tergelatinisasi 0.4 0.3 0.2 0.1 0 teknik 1
teknik 2
teknik 3
teknik 4
teknik 5
teknik 6
Gambar 20. Histogram Pengaruh Perlakuan Teknik Pengolahan terhadap Absorbansi Pati Tergelatinisasi Tepung Ubi Jalar Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 15), absorbansi pati tergelatinisasi dipengaruhi secara nyata oleh faktor perlakuan teknik pengolahan. Selanjutnya dengan uji Duncan terhadap data (Tabel 12) dapat diketahui bahwa nilai absorbansi pati tergelatinisasi tepung ubi jalar dengan pengeringan drum dryer (tepung hasil teknik 3 dan 6) berbeda secara nyata dengan tepung yang lain dan secara statistik jauh lebih besar
51
daripada absorbansi pati tergelatinisasi tepung yang menggunakan pengeringan sinar matahari dan oven (teknik 1, 2, 4, dan 5). Sedangkan tepung ubi jalar yang diberi perlakuan pengeringan sinar matahari dan oven serta dengan teknik penyawutan tidak berbeda nyata satu sama lain. Tabel 12. Pengaruh perlakuan teknik pengolahan terhadap absorbansi pati tergelatinisasi tepung ubi jalar Teknik Absorbansi Pati Tergelatinisasi 0.010c 0.007c 0.861a 0.101c 0.142c 0.510b
1 2 3 4 5 6
Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata
Pati pada ubi jalar mengalami gelatinisasi selama proses pengeringan dengan drum dryer. Menurut Ulyarti (1997), pati akan cepat tergelatinisasi jika terjadi penurunan kekuatan granula yang disebabkan pemasakan yang dapat merusak ikatan-ikatan di dalam granula. Beberapa studi menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu pemanasan maka akan meningkatkan derajat gelatinisasi (Lin et al., 1997).
g. Sifat Amilografi Tepung Pengukuran sifat amilografi meliputi pengukuran suhu awal gelatinisasi, suhu viskositas maksimum, viskositas maksimum, viskositas awal dan akhir saat suhu dipertahankan, serta viskositas awal dan akhir saat suhu diturunkan. Sedangkan untuk viskositas balik, viskositas jatuh dan stabilitas pasta merupakan hasil perhitungan. Hasil analisis parameter amilogram dapat dilihat pada Tabel 13. Tepung tanpa perlakuan pemasakan awal yang dikeringkan dengan sinar matahari atau oven ( teknik 1 dan 2) memiliki bentuk kurva yang hampir sama. Selama proses pemanasan dari 300C sampai 950C, mulamula viskositas suspensi masih rendah kemudian terjadi peningkatan viskositas
hingga
mencapai
maksimum,
dan
dilanjutkan
dengan
pemecahan granula yang menyebabkan penurunan viskositas. Penurunan
52
viskositas terus berlanjut hingga periode pemanasan pada suhu konstan. Selama proses pendinginan dari 950C hingga 500C terjadi peningkatan viskositas akibat adanya asosiasi molekul pati (Swinkels, 1985). Peningkatan viskositas terus berlangsung hingga periode pendinginan berakhir. Tabel 13. Sifat Amilografi Tepung Ubi Jalar Tepung
Teknik 1
Teknik 2
Teknik 3
Teknik 4
SAG
77.2 + 0.36
76.6 + 0.76
*
56.5 + 14.4
VM
451.6 + 32.5
466.0 + 54.2 710.0+210**
SVM
88.5 + 1.5
0
89.5 + 3.8
30
77.3 + 61.8
Teknik 5
Teknik 6
30.9 + 0.1
*
108.2 + 24.8 118.3+127**
95.0 + 0
95.0 + 0
30
V195 C 426.0 + 23.3
451.7 + 49.7 112.3 + 34.5
77.3 + 61.8
108.2 + 24.8
97.0 + 102.7
V2950C 342.0 + 23.4
406.0 + 34.8
96.3 + 30.0
95.5 + 55.2
146.2 + 11.2
106.7+101.4
VD
438.3 + 21.2
502.0 + 37.3 152.3 + 29.5
136.3 + 77.3
200.7 + 5.8
141.2+126.8
VB
96.3 + 15.9
96.0 + 14.5
56.0 + 10.6
40.8 + 22.3
54.5 + 7.9
34.5 + 25.6
VJ
109.7+22.6
55.0 + 20.4
705.0+613.7
-22.0 + 18.2
-51.5 + 38.0
11.7 + 26.8
SP
-84.0 + 7.5
-45.6+15.6
-16.0 + 4.6
18.2 + 7.1
38.0 + 18.8
9.7 + 4.2
* Tepung telah mengalami pregelatinisasi sejak pengukusan dan pengeringan ** Viskositas awal yang terlihat pada suhu 300C Keterangan : SAG : Suhu awal gelatinisasi (0C) VM : Viskositas Maksimum (BU) SVM : Suhu pada saat viskositas maksimum (0C) V1950C : Viskositas pada suhu 950C / viskositas pada awal pemanasan konstan V2950C : Viskositas pada akhir pemanasan konstan (BU) VD : Viskositas pada akhir pendinginan sampai suhu 500C (BU) VB : Viskositas Balik (BU) (VD - V2950C) VJ : Viskositas Jatuh (BU) (VM - V2950C ) SP : Stabilitas Pasta (BU) (V2950C - V1950C)
Terdapat perbedaan pada tepung dengan pengeringan drum dryer tanpa pemasakan awal (teknik 3) dibanding dengan kedua tepung diatas. Selama proses pemanasan dari 300C sampai dipertahankan pada suhu 950C selama 20 menit, suspensi tepung mengalami penurunan viskositas yang sangat tajam dimana suspensi tepung yang semula kental berubah menjadi lebih encer. Viskositas kembali meningkat pada periode pendinginan mencapai 500C, namun kenaikan viskositas ini tidak setajam seperti pada penurunan viskositas selama periode pemanasan.
53
0
Dipertahankan selama 20 menit pada suhu 95 C 0
0
Pemanasan sampai 95 C
Pendinginan sampai 50 C
1000 900 Teknik 1 ul 1
Viskositas (BU)
800
Teknik 1 ul 2 Teknik 1 ul 3
700
Teknik 2 ul 1 Teknik 2 ul 2
600
Teknik 2 ul 3 500
Teknik 3 ul 1 Teknik 3 ul 2
400
Teknik 3 ul 3 300 200 100 0 0
20
40
60
80
Waktu (m)
Gambar 21. Kurva Amilograf Tepung Ubi Jalar Tanpa Perlakuan Pengukusan
100
54
0
Dipertahankan selama 20 menit pada suhu 95 C 0
0
Pemanasan sampai 95 C
Pendinginan sampai 50 C
1000 900 Teknik 4 ul 1 Teknik 4 ul 2 Teknik 4 ul 3
Viskositas (BU)
800 700
Teknik 5 ul 1 Teknik 5 ul 2
600
Teknik 5 ul 3 Teknik 6 ul 1
500 400
Teknik 6 ul 2 Teknik 6 ul 3
300 200 100 0 0
20
40
60
80
100
Waktu (m) Gambar 22. Kurva Amilograf Tepung Ubi Jalar Dengan Perlakuan Pengukusan
55
Profil amilografi pada tepung dengan pemasakan awal (teknik 4, 5, dan 6) memiliki perbedaan dari tepung tanpa pemasakan awal. Tepung dengan pengeringan sinar matahari dan oven (teknik 4 dan 5) memiliki kecenderungan terjadi peningkatan viskositas dari awal pemanasan sampai akhir pendinginan. Hal ini terjadi karena proses gelatinisasi sudah terlewati sehingga pada kurva yang terlihat adalah peningkatan viskositas setelah terjadi gelatinisasi. Sedangkan tepung dengan pengeringan drum dryer (teknik 6) mengalami penurunan viskositas kemudian diikuti dengan peningkatan viskositas. Penurunan viskositas terjadi pada saat pemanasan dari 300C sampai 950C, dan peningkatan viskositas terjadi pada saat suhu dipertahankan pada 950C selama 20 menit sampai pendinginan berakhir pada 500C. Peningkatan dan penurunan viskositas pada tepung dengan pemasakan awal tidak setajam pada tepung tanpa pemasakan awal. 1. Suhu Awal Gelatinisasi (SAG) Menurut Febriyanti (1990), yang dimaksud dengan suhu awal gelatinisasi adalah suhu pada saat viskositas pertama kali naik karena terjadinya pembengkakan granula pati yang irreversible. Suhu awal gelatinisasi tepung ubi jalar yang dihasilkan berkisar antara 30.877.50C. Data suhu awal gelatinisasi pada tabel diatas menunjukkan bahwa perlakuan pemasakan awal dan pengeringan berpengaruh nyata terhadap suhu awal gelatinisasi, dimana tepung ubi jalar tanpa perlakuan pemasakan awal yang dikeringkan dengan sinar matahari atau oven (teknik 1 dan 2), memiliki suhu awal gelatinisasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan tepung dengan perlakuan pemasakan awal (teknik 4 dan 5). Gelatinisasi berkaitan dengan perusakan ikatan antara molekul pati (Swinkels, 1985). Granula pati pada tepung yang dibuat dengan teknik 1 dan 2 mewakili sifat granula pati mentah dimana amilosa mengadakan ikatan silang dengan amilopektin (Kasemsuwan dan Jane, 1994). Konfigurasi molekul pati seperti ini lebih sulit dirusak karena terdapat banyak ikatan-ikatan dalam granula sehingga dibutuhkan
56
energi yang lebih besar yang ditunjukkan dengan suhu awal gelatinisasi yang tinggi. Pada grafik amilograf tepung teknik 3 (tanpa dikukus-drum dryer) dan teknik 6 (dikukus-drum dryer) tidak ada suhu awal gelatinisasi karena sejak awal sudah tercapai viskositas yang tinggi yang menunjukkan bahwa tepung tersebut sudah tergelatinisasi (Tabel 13). Tepung telah mengalami pregelatinisasi karena adanya pemanasan pada perlakuan pengeringan dengan drum dryer ataupun ditambah dengan perlakuan pengukusan sebelum pengeringan. 2. Viskositas Maksimum (VM) Setelah mencapai suhu gelatinisasi, viskositas pati meningkat hingga tercapai viskositas maksimum. Viskositas maksimum atau viskositas puncak adalah titik maksimum viskositas pasta yang dihasilkan selama proses pemanasan. Viskositas puncak berkaitan erat dengan pembengkakan granula dimana semakin tinggi pembengkakan granula maka semakin tinggi pula viskositas puncaknya (Ulyarti, 1997). Viskositas puncak tepung ubi jalar yang dihasilkan berkisar antara 15.5920 BU. Pada Gambar 21 dan 22, dapat dilihat bahwa perlakuan pemasakan awal berpengaruh terhadap viskositas puncak dimana adanya kecenderungan bahwa tepung dengan pemasakan awal (teknik 4, 5, dan 6) memiliki viskositas puncak yang lebih rendah dibandingkan dengan tepung tanpa pemasakan awal (teknik 1, 2, dan 3). Hal ini disebabkan masih kuatnya ikatan-ikatan dalam granula pati yang belum tergelatinisasi di dalam tepung tanpa pemasakan awal sehingga masih memiliki kemampuan untuk terus membengkak hingga pembengkakan yang maksimum. Konfigurasi molekul pati dalam granula membentuk bagian amorf dan kristalin. Pembengkakan yang terjadi pada granula mentah masih dapat ditahan oleh struktur kristalin yang sukar rusak sehingga pembengkakan terus berlanjut hingga pada suhu yang lebih tinggi hingga daerah kristalin ini rusak (Swinkels, 1985).
57
Pada teknik pengolahan yang tidak melibatkan perlakuan pengukusan
dapat
dilihat
bahwa
perlakuan
perbedaan
teknik
pengeringan juga berpengaruh terhadap viskositas puncak dimana viskositas puncak tepung hasil pengeringan sinar matahari (451.6 BU) dan oven (466.0 BU) lebih rendah dibandingkan dengan tepung hasil pengeringan drum (710.0 BU) (lihat pada Tabel 13). Hal ini disebabkan pati dalam tepung hasil pengeringan drum dryer merupakan pati yang sudah tergelatinisasi dimana granula pati telah membengkak secara sempurna pada suhu yang sangat tinggi dan membentuk daerah amorf pada saat dikeringkan untuk diolah menjadi tepung. Pada saat granula pati atau tepung diberi air kembali maka air akan langsung menempati daerah amorf tersebut sehingga dicapai viskositas yang paling maksimum. Terlihat dari hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pembengkakan granula pati sebanding dengan peningkatan suhu pengeringan. Bentuk puncak kurva amilograf pada tepung hasil teknik 1 dan 2 merupakan bentuk puncak yang tajam dan cukup sempit. Hal ini tergantung pada laju pembengkakan dan ketahanan granula pati terhadap kepecahan. Pati dengan puncak yang lebih lebar atau plateu lebih disukai jika diinginkan pembengkakan yang seragam. Dalam penelitiannya, Wincy (2001) mendapati puncak kurva amilogram yang tumpul pada tepung sukun yang diberi perlakuan pengukusan. Perlakuan pengukusan mampu mengubah puncak kurva amilograf menjadi lebih tumpul dan lebar. Nilai viskositas maksimum yang tinggi menggambarkan daya thickening yang tinggi pula. Pengetahuan tentang nilai viskositas maksimum berguna untuk mengetahui kemungkinan penggunaan tepung dalam jumlah yang lebih kecil untuk mencapai viskositas tertentu sehingga biaya produksi dapat ditekan. Tepung dengan karakter viskositas yang tinggi dapat digunakan sebagai pengental pada sup atau sebagai bahan dasar pembuatan pudding karena memiliki daya thickening yang tinggi (Wincy, 2001).
58
3. Suhu Viskositas Maksimum (SVM) Pada titik ini umumnya granula pati yang mengembang mulai pecah diikuti dengan penurunan viskositas. Peristiwa ini berkaitan dengan pecahnya granula yang telah membengkak karena batas maksimum telah terlewati (Krugar dan Murray, 1979). Suhu viskositas maksimum juga dapat disebut sebagai suhu akhir gelatinisasi. Pada suhu ini semua granula pati telah kehilangan sifat birefrigence-nya dan granula tidak mempunyai sifat kristal lagi (Cready, 1970). Perlakuan pemasakan awal dan perlakuan perbedaan teknik pengeringan berpengaruh terhadap suhu viskositas maksimum. Suhu viskositas
maksimum
tepung
tanpa
pemasakan
awal
dengan
pengeringan sinar matahari dan oven (87.0-93.30C) lebih rendah dibandingkan tepung dengan pemasakan awal (950C). Baik pada perlakuan tanpa pemasakan awal (pada teknik 1, 2, dan 3) maupun pada perlakuan pemasakan awal (pada teknik 4, 5, dan 6), suhu viskositas maksimum tepung dengan pengeringan sinar matahari (teknik 1 dan 4) dan oven (teknik 2 dan 5) relatif tidak berbeda satu sama lain. Suhu viskositas maksimum tepung dengan pengeringan drum dryer (teknik 3 dan 6) dianggap 300C karena sejak awal dilarutkan dalam air sudah terbentuk viskositas yang kental (maksimum), dan pengukuran amilografi dimulai dari suhu 300C. Hal ini disebabkan di dalam
tepung
dengan
pengeringan
drum
dryer
terdapat
pati
pregelatinisasi dimana pati tersebut bersifat larut dalam air dingin (Fennema, 1982). 4. Viskositas Balik (VB) Viskositas balik mencerminkan tingkat retrogradasi pati pada proses
pendinginan.
Semakin
besar
viskositas
balik
maka
kecenderungan pati untuk beretrogradasi pun semakin tinggi. Winarno (1984) menjelaskan bahwa bila pasta pati didinginkan, energi kinetik molekul tidak cukup tinggi untuk menahan molekul saling berikatan. Jika selama pemanasan terjadi pemecahan granula maka jumlah amilosa
59
yang keluar dari granula semakin banyak sehingga kecenderungan untuk terjadinya retrogradasi meningkat. Viskositas balik tepung ubi jalar yang dihasilkan berkisar antara 8.9-112.2 BU. Dari hasil tersebut didapatkan bahwa teknik pembuatan tepung berpengaruh nyata terhadap viskositas balik tepung ubi jalar yang dihasilkan. Perlakuan pemasakan awal (pada teknik 4, 5, dan 6) dan teknik pengeringan dengan drum dryer (pada teknik 3 dan 6) cenderung menurunkan viskositas balik. Tepung hasil teknik 1 (tanpa dikukus-sinar matahari) dan teknik 2 (tanpa dikukus-oven) menunjukkan nilai rata-rata viskositas balik yang lebih besar (96.3 dan 96.0) dibandingkan tepung yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa kedua tepung tersebut memiliki kecederungan retrogradasi yang tinggi yaitu tingginya kemampuan amilosa untuk berikatan kembali satu sama lain serta berikatan dengan cabang amilopektin pada pinggir-pinggir luar granula. 5. Viskositas Jatuh Viskositas jatuh menyatakan ketahanan suspensi pati ubi jalar terhadap pemanasan dan pengadukan. Viskositas jatuh bernilai positif jika
terjadi
penurunan
viskositas
setelah
mencapai
viskositas
maksimum, dan bernilai negatif jika terjadi peningkatan viskositas. Rata-rata viskositas jatuh tepung ubi jalar yang dihasilkan berkisar antara -51.5-705.0 BU. Dari hasil analisis diketahui bahwa perlakuan pemasakan awal berpengaruh nyata terhadap viskositas jatuh. Terdapat kecenderungan bahwa tepung dengan perlakuan tanpa pemasakan awal (pada teknik 1, 2, dan 3) memiliki viskositas jatuh yang lebih besar dibandingkan dengan tepung dengan perlakuan pemasakan awal (pada teknik 4, 5, dan 6). Hal ini berarti tepung hasil teknik 1, 2, dan 3 bersifat kurang stabil karena mengalami perubahan drastis menjadi lebih encer saat pemanasan dan pengadukan. Penurunan viskositas pada pemanasan akibat pecahnya granula yang telah membengkak dan mengalami fragmentasi (Swinkels, 1985).
60
Tepung hasil teknik 4, 5, 6 lebih stabil karena hanya mengalami sedikit perubahan dimana tepung hasil teknik 4 dan 5 menjadi lebih kental sedangkan tepung hasil teknik 6 mengalami sedikit perubahan menjadi lebih encer. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa tepung dengan perlakuan pemasakan awal memiliki ketahanan yang cukup baik terhadap perlakuan pemanasan dan pengadukan. Tepung ini baik digunakan pada pengolahan produk yang melalui proses pemanasan dan pengadukan seperti suun, pie filling, dan sup. 6. Stabilitas Pasta (SP) Stabilitas pasta bernilai positif jika terjadi peningkatan viskositas dan bernilai negatif jika terjadi penurunan viskositas selama pemanasan 20 menit pada suhu konstan 950C. Tepung yang dianalisis cenderung memiliki rata-rata stabilitas pasta yang baik kecuali tepung hasil teknik 1 dan teknik 2 (-84 + 7.5 BU dan -45.6 + 15.6 BU) karena tepung tersebut mengalami penurunan viskositas yang cukup besar selama pemanasan. Data yang didapatkan diatas menunjukkan bahwa selama pemanasan konstan, tepung hasil teknik 1, 2, dan 3 mengalami penurunan viskositas sedangkan tepung hasil teknik 4, 5, dan 6 mengalami peningkatan viskositas. Hal ini berarti tepung hasil teknik 1, 2, dan 3 kurang stabil terhadap pemanasan. Perlakuan pemasakan awal (pada teknik 4, 5, dan 6) cenderung meningkatkan viskositas dengan kenaikan yang cukup kecil sehingga dapat disimpulkan bahwa tepung 4, 5 dan 6 memiliki stabilitas pasta yang cukup baik. Dari sisi kestabilan terhadap panas maka pati dengan stabilitas baik sangat cocok digunakan dalam proses yang membutuhkan pemanasan. Proses yang membutuhkan pemanasan contohnya adalah pembotolan produk seperti salad dressing. Namun produk ini juga membutuhkan sifat pati yang stabil terhadap shear dan asam (Rapaille dan Vanhelmerijk, 1994). Setiap jenis pati memiliki karakteristik tertentu dengan sifat fungsional yang berbeda pula. Gambar berikut
61
merupakan perbandingan profil amilografi dari beberapa jenis pati yang menunjukkan sifat fungsional patinya.
Gambar 23. Perbandingan kurva amilograf dari beberapa pati
h. Stabilitas Produk Terhadap Pembekuan dan Thawing Proses kristalisasi kembali pati yang telah mengalami gelatinisasi disebut retrogradasi (Winarno, 1984). Retrogradasi meningkat saat gel pati diberi perlakuan pembekuan dan thawing. Pembekuan gel pati menyebabkan terjadinya tahap pemisahan pada saat pembentukan kristal es. Selama thawing, air dapat keluar dari gel yang disebut sineresis. Pengetahuan tentang stabilitas terhadap pembekuan dan thawing diperlukan karena memegang peran kritis pada kestabilan produk beku dan produk yang disimpan pada suhu dingin. Rata-rata persentase sineresis pada gel tepung ubi jalar berkisar antara 26.82 sampai 70.20 % w/w. Berdasarkan Gambar 24 dan Gambar 25 dapat disimpulkan bahwa tepung yang dibuat dengan teknik 3 memiliki sineresis terbesar pada siklus 1 sampai 3. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya persentase sineresis yang terjadi pada gel dari tepung hasil teknik 3.
62
80 70 Sineresis (%)
60 50
Teknik 1
40
Teknik 2
30
Teknik 3
20 10 0 0
1
2
3
4
5
Siklus
Gambar 24. Pengaruh Perlakuan Teknik Pengolahan terhadap Stabilitas Pembekuan - Thawing Tepung Ubi Jalar tanpa Perlakuan Pengukusan 80 70 Sineresis (%)
60 50
Teknik 4
40
Teknik 5
30
Teknik 6
20 10 0 0
1
2
3
4
5
Siklus
Gambar 25. Pengaruh Perlakuan Teknik Pengolahan terhadap Stabilitas Pembekuan - Thawing Tepung Ubi Jalar dengan Perlakuan Pengukusan Berdasarkan analisis ragam terhadap data stabilitas pembekuan dan thawing pada selang kepercayaan 95% (Lampiran 16), faktor perlakuan teknik pengolahan berpengaruh nyata pada siklus pertama dan kedua. Uji lanjut Duncan (Tabel 14) menunjukkan bahwa pada siklus pertama persentase sineresis terbesar pada tepung hasil teknik 3, lalu diikuti dengan
63
tepung hasil teknik 5 dan 6, dan persentase sineresis terendah pada tepung hasil teknik 1, 2, dan 4. Hal ini berarti bahwa tepung hasil teknik 3 tidak tahan terhadap proses pembekuan dan thawing. Penggunaan suhu tinggi (pada drum dryer) dan pemasakan awal menurunkan stabilitas terhadap pembekuan dan thawing. Tabel 14. Pengaruh perlakuan teknik pengolahan terhadap sineresis gel tepung ubi jalar Teknik Siklus 1 Siklus 2 33.27cd 29.62d 62.26a 34.56cd 41.89b 37.50bc
1 2 3 4 5 6
32.25c 26.82d 70.20a 33.16c 39.66b 35.49c
Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
Demikian pula pada siklus kedua, persentase sineresis terbesar dimiliki oleh tepung hasil teknik 3, diikuti oleh tepung hasil teknik 5, kemudian persentase sineresis tepung hasil teknik 1, 4, dan 6 tidak berbeda nyata, serta persentase sineresis terendah pada tepung hasil teknik 2. Pada siklus ketiga dan keempat, tidak ada perbedaan yang nyata pada persentase sineresis diantara tepung yang dihasilkan. Proses pembekuan dapat menyebabkan terjadinya retrogradasi dimana molekul amilosa yang telah keluar dari granula berikatan kembali dan menggabungkan butir pati yang membengkak itu menjadi semacam jaring-jaring membentuk mikrokristal dan mengendap (Winarno, 1995). Persentase sineresis yang tinggi pada tepung hasil teknik 3 mungkin disebabkan oleh banyaknya air yang keluar dari rongga-rongga jaringan yang terbentuk dari butir pati dan endapan amilosa saat terjadi proses thawing. Oleh karena rongga jaringan yang terbentuk cukup besar maka air yang terperangkap akan keluar dalam jumlah yang cukup banyak pula. Besarnya sineresis gel tepung berhubungan dengan penurunan mutu
produk.
Pencegahan
terhadap
proses
retrogradasi
dapat
menghasilkan produk dengan stabilitas yang baik terhadap pembekuan dan thawing produk, sehingga dapat meningkatkan umur simpan produk
64
pangan (Luallen, 2000). Dari data yang dihasilkan dapat dilihat nilai ratarata sineresis yang tidak berbeda jauh diantara tepung-tepung yang dihasilkan kecuali tepung hasil teknik 3 (diiris-tanpa dikukus-drum dryer) sehingga tepung tersebut tidak cocok jika digunakan untuk pengolahan produk beku atau produk yang disimpan pada suhu dingin.
D. ANALISIS KARAKTERISTIK ROTI MANIS UBI JALAR Metode yang digunakan pada pembuatan roti manis ubi jalar adalah metode adonan cepat (Subarna, 1992) karena metode ini lebih mudah dan cepat dibandingkan dengan metode pembuatan roti manis lainnya. Komposisi bahan pada pembuatan roti manis disajikan pada Tabel 15. Tabel 15. Komposisi Bahan Pembuatan Roti Manis Bahan
Jumlah (%)
Tepung
100
Ragi
2.5
Garam
1.5
Gula
22
Susu skim
4
Margarin
16
Telur
10
Air
50
Bread improver
1.6
(a)
(b)
(c)
Gambar 26. Roti Manis Ubi Jalar Termodifikasi Fisik Tanpa Perlakuan Awal (a) Tepung teknik 1; (b) Tepung teknik 2; (c) Tepung teknik 3
65
Komposisi ini berdasarkan pada hasil tinjauan pustaka (Winata, 2001). Waktu pembentukan cream adalah +15 menit. Final Proofing dilakukan pada alat proofing yang sudah diatur suhu dan kelembaban yaitu berturut-turut 380C dan 80-85% selama 45 menit. Waktu pemanggangan roti berkisar antara 20-40 menit dengan suhu pemanggangan 3000F. a. Pengembangan Roti Pengamatan terhadap pengembangan roti manis ubi jalar secara visual memperlihatkan bahwa roti manis ubi jalar tidak memiliki daya kembang yang baik. Hal ini disebabkan ubi jalar tidak memiliki gluten dimana gluten berfungsi untuk mempertahankan udara yang masuk ke dalam adonan pada saat proses pengadukan, dan gas CO2 yang dihasilkan oleh ragi pada waktu fermentasi, sehingga adonan menjadi mengembang. b. Warna Roti Secara visual, faktor warna memegang peranan penting dan menentukan pilihan suka atau tidak suka terhadap produk. Semakin lama pemanggangan, warna produk akan semakin coklat karena terjadinya reaksi pencoklatan. Warna yang lebih pucat akan menimbulkan kesan produk belum matang, sedangkan warna yang terlalu coklat menimbulkan kesan gosong. Warna kerak roti yang baik menurut U.S. Wheat Associates (1983) yang diacu oleh Sulistianing (1995) adalah coklat kekuningan atau keemasan, sedangkan warna remah adalah putih terang. Pengamatan terhadap warna roti secara visual dimana warna kerak (crust) yang dihasilkan adalah coklat kemerahan dari tepung tanpa pemasakan awal dan pengeringan drum dryer (teknik 3). Sedangkan warna remah (crumb) yang dihasilkan adalah kuning kecoklatan. Untuk tepung tanpa pemasakan awal dan pengeringan sinar matahari dan oven (teknik 1 dan 2), warna keraknya adalah kuning pucat, sedangkan warna remahnya adalah putih kekuningan. c. Rasa Rasa dinilai dengan tanggapan rangsangan kimiawi oleh indra pencicip (lidah), dimana akhirnya keseluruhan interaksi antara sifat-sifat
66
aroma, rasa, dan tekstur merupakan keseluruhan rasa makanan yang dinilai (Nasution, 1980). Rasa yang mendominasi pada roti manis ubi jalar berbahan dasar tepung hasil pengolahan teknik 1 dan 2 adalah rasa tepung ubi jalar yang masih mentah. Sedangkan pada roti manis berbahan dasar tepung hasil pengolahan teknik 3 adalah rasa roti yang cukup matang dengan sedikit rasa manis. d. Aroma Syarat aroma tercium adalah ada sejumlah komponen volatil yang berasal dari makanan yang dapat dihirup. Aroma roti terutama dihasilkan dari proses fermentasi dan asam-asam lemak yang bersifat volatil yang berasal dari shortening. Fermentasi gula oleh ragi akan memberikan aroma khas pada roti. Aroma yang didapatkan pada roti manis ubi jalar yang dihasilkan adalah aroma khas ubi jalar. e. Tekstur Sifat keras atau lunaknya tekstur roti tergantung pada besarnya gaya atau tekanan yang dibutuhkan untuk menimbulkan perubahan bentuk atau ukuran dari roti tersebut. Sedangkan sifat kasar atau halusnya remah roti tergantung pada vibrasi yang berasal dari permukaan remah roti yang bergelombang, yang dapat dirasakan pada saat terjadi pergeseran permukaan pada kulit (Sulistianing, 1995). Tekstur permukaan dan remah roti manis ubi jalar yang dihasilkan dari tepung hasil pengolahan teknik 1 dan 2 adalah keras dan kasar, sedangkan untuk tepung hasil pengolahan teknik 3 dihasilkan roti dengan tekstur permukaan yang lunak dari permukaannya yang bergelombang serta tekstur remah yang halus.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Hasil analisis karakteristik ubi jalar varietas sukuh menunjukkan bahwa rata-rata kadar air sebesar 61.48 % bb atau 159.83 %bk, kadar abu 0.72 %bb atau 1.87 %bk, kadar protein 1.29 %bb atau 3.35 %bk, kadar lemak 0.19 %bb atau 0.49 %bk, dan kadar karbohidrat 36.32 %bb atau 94.29 %bk. Pada penelitian ini dilakukan modifikasi fisik tepung ubi jalar dengan berbagai teknik pengolahan (meliputi penghancuran, perlakuan pemasakan awal, dan teknik pengeringan). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa faktor perlakuan teknik pengolahan berpengaruh nyata terhadap kadar air, densitas kamba, warna (L, a, b), sifat mikroskopis granula pati, IPA dan IKA, pati tergelatinisasi, sifat amilografi tepung, dan stabilitas terhadap pembekuan dan thawing produk tepung ubi jalar (siklus 1 dan siklus 2). Perlakuan teknik 4, 5, dan 6 meningkatkan densitas kamba, menurunkan kecerahan, meningkatkan derajat hue, menghilangkan efek birefrigence, mengubah ukuran dan bentuk granula pati, menaikkan IPA dan IKA, menurunkan suhu awal gelatinisasi, viskositas puncak, viskositas balik, viskositas jatuh, dan meningkatkan stabilitas pasta. Perlakuan teknik 3 dan 6 menurunkan kecerahan, meningkatkan derajat hue, menghilangkan efek birefrigence, mengubah ukuran dan bentuk granula pati, menaikkan IPA dan IKA, menaikkan absorbansi pati tergelatinisasi, menurunkan suhu awal gelatinisasi, viskositas balik, viskositas jatuh, dan meningkatkan stabilitas pasta. Penelitian dilanjutkan dengan aplikasi pada pembuatan roti manis ubi jalar. Kondisi proses yang digunakan yaitu waktu pembentukan cream selama + 15 menit, suhu dan kelembaban final proofing yaitu berturut-turut 380C dan 80-85% selama 45 menit, serta waktu pemanggangan roti berkisar antara 2040 menit dengan suhu pemanggangan 3000F. Roti manis ubi jalar tidak memiliki daya kembang yang baik, warna kerak (crust) yang dihasilkan adalah coklat kemerahan dan kuning pucat, serta warna remah (crumb) yang dihasilkan adalah kuning kecoklatan dan putih kekuningan. Rasa yang
68
mendominasi pada roti manis ubi jalar berbahan dasar tepung hasil pengolahan menggunakan teknik 1 dan 2 adalah rasa tepung ubi jalar yang masih mentah. Sedangkan pada roti manis berbahan dasar tepung hasil pengolahan teknik 3 adalah rasa roti yang cukup matang dengan sedikit rasa manis. Roti manis ini beraroma khas ubi jalar. Tekstur roti manis ubi jalar yang dihasilkan dari tepung hasil pengolahan teknik 1 dan 2 adalah keras dan kasar, sedangkan untuk tepung dengan pengolahan teknik 3 dihasilkan roti dengan tekstur permukaan yang lunak dan halus.
B. SARAN Beberapa hal yang dapat disarankan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan antara lain: 1. Perlu dilakukan analisis untuk mengetahui ketahanan tepung ubi jalar termodifikasi fisik yang dihasilkan terhadap kondisi asam 2. Perlu dipelajari pengaruh suhu dan waktu proses terhadap karakteristik fisikokimia tepung ubi jalar 3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai aplikasi pada pembuatan produk pangan lain selain roti manis.
69
DAFTAR PUSTAKA
AACC, 1983. American Association Of Cereal Chemist Approved methods. Vol II. Anonim. 2001. Usaha Peningkatan Mutu Pati Singkong dan Pembuatan Derivatnya sebagai Bahan Pendukung dalam Industri Farmasi: Karakterisasi Pregelatinized amylum. http://digilib.litbang.depkes.go.id [12 September 2006] Anwar, F., B. Setiawan dan A. Sulaeman. 1993. Studi Karakteristik Fisiko Kimia dan Fungsional Pati dan Tepung Ubi Jalar serta Pemanfaaatannya dalam Rangka Diversifikasi Pangan. PAU Pangan dan Gizi. IPB, Bogor. AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist. AOAC Int., Washington. Apriyantono, A. D. Fardiaz, N. L. Puspitasari, Y. Sedarnawati dan B. Budiyanto. 1999. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. PAU IPB, Bogor. Ariwibawa, P. 2005. Formulasi minuman puree ubi jalar dan kestabilan beta karoten selama penyimpanan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Badan Pusat Statistik, 2006. Food Crops Statistics. http://www.bps.go.id. [7 April 2007] Banks, W. dan C.T.Greenwood. 1975. Starch and Its Components. Helsted Press, John Willey and Sons, New York. Bello-Perez, L.A., S.M. Contreras-Ramos, R.Romero-Manilla, J.Solorza-Feria dan A.Jimenez-Aparicio. 2002. Chemical and Functional Properties of Modified Starch from Banana Musa parasisiaca L. (Var Macho). Journal Agrociencia (36):169-180. Bergthaller, W. 2000. Developments in potato starches. Di dalam: A.C.Eliasson (ed). Starch In Foods. Structure, function and applications. CRC Press LLC, USA. Brennan, J.G. Butter, J.R., Cowell, N.D. dan Lilly, A.V.E. 1984. Food Engineering Operations. Applied Science Publishers Limited, London. Brooker, D.B., F.W. Bakker, dan C.W. Hall. 1973. Drying Cereal Grains. The AVI Publishing Co., Inc. Westport, Connecticut, USA.
70
Collison, R. 1968. Swelling and gelation of starch. Di dalam : J.A. Radley. Starch and Its Derivatives. Chapman and Hall, Ltd., London. Cornell, H. 2000. The functionality of wheat starch. Di dalam: A.C.Eliasson (ed). Starch In Foods. Structure, function and applications. CRC Press LLC, USA. Cready, R. M. 1970. Starch and dextrin. Di dalam : M.A. Joslyn (ed). Methods in Food and Food Analysis. Academic Press, New York. Darmadjati, D.S. 2003. Penelitian dan Potensi Bahan serta Produk untuk Kesehatan dan Kebugaran. Makalah Seminar. Keseimbangan Flora Usus bagi Kesehatan dan Kebugaran, Bogor. D’Appolonia, B.L. 1971. Effect of bread ingredient on starch gelatinization properties as measured by the amilograph. Cereal Chem. 9:532-543. Departemen Pertanian. 2006. Pusat Data http://www.deptan.go.id. [26 April 2007]
dan
Informasi
Pertanian.
Desroiser, N.W. 1988. The Technology of Food Preservation. Di dalam: E.N. Ningrum. 1999. Kajian Teknologi Pembuatan Tepung Ubi Jalar Instan Kaya Pro Vitamin A. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Direktorat Gizi Depatemen Kesehatan RI. 1993. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bharata, Jakarta. Djuanda, V. 2003. Optimasi Formulasi Cookies Ubi Jalar (Ipomoea batatas) Berdasarkan Kajian Preferensi Konsumen. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Fatonah, W. 2002. Optimasi produk selai dengan bahan baku ubi jalar Cilembu. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Febriyanti, T. 1990. Studi Karakteristik Fisikokimia dan Fungsional Beberapa Varietas Tepung Singkong. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Fennema, O.R. 1982. Food Chemistry, 2nd Edition, Marcel Dekker, Inc. New York. Glicksman, M. 1969. Gum Technology in The Food Industry. Academic Press, New York. Gomez, M.H. dan J.M. Aguilera. 1983. Changes in The Starch Fraction During Extrusion Cooking of Corn. Journal Food Science 48 (2):378-381. Grace, M.A. 1977. Cassava Processing. FAO, Rome.
71
Greenwood, C.T. 1979. Observation on the structure of the starch granules. Di dalam : J.M.V. Blanshard dan J.R. Mitchel (eds). Polysaccharides in Food. Butter Worths, London. Greenwood, C.T. dan D.N. Munro. 1979. Carbohydrates. Di dalam : Muchtadi, T.R., P. Haryadi, dan A.B. Azra. 1987. Teknologi Pemasakan Ekstrusi. Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. Gujska, E., dan K. Khan. 1991. Feed moisture effects on functional properties, trypsin inhibitor and hemmagglutinating activies of extruded bean high starch fractions. Journal Food Science 56:443-447. Hall, C.W. 1979. Dictionary of Drying. Marcell Dekker. Inc. New York and Bassel. Hadisetiawati, H. 2005. Formulasi dan karakteristik fisik, kimia, serta organoleptik produk reconstitued chips berbahan baku ubi jalar dan pati jagung. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Hodge, J.E. dan E.M Osman. 1976. Carbohydrates. Di dalam: Muchtadi T.R., P. Haryadi, dan A.B. Azra. 1987. Teknologi Pemasakan Ekstrusi. Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. Ishiguro, K, T. Noda, O. Yamakawa. 2003. Effect of cultivation on retrogradation of sweetpotato starch. Journal Starch 55:564-568. Ismail, M.K. 2001. Food that give vitamin A. www.bawarchi.com/health/foodvita.html. [1 November 2007] Jangchud, K., Y.Phimolsiripol, V. Haruthaitanasan. 2003. Physicochemical Properties of Sweet Potato Flour and Starch as Affected by Blanching and Processing. Journal Starch 55:258-264. Kadarisman, D., dan A. Sulaeman. 1993. Teknologi Pengolahan Ubi Kayu dan Ubi Jalar. Di dalam : Dhania, Sendhi. Langkah Awal Penggandaan Skala Tepung Ubi Jalar dan Beberapa Karaktersitiknya. Skripsi. Fakultan Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Kasemsuwan, T. dan Jane, J. 1992. Location of amylase in normal starch granules. II. Locations of phosphodiester cross-linkingrevealed by phosphorous-31 nuclear magnetic resonance. Di dalam: Ulyarti. Mempelajari sifat–sifat amilografi amilosa, amlilopektin, dan campurannya. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Khalil, 1999. Pengaruh Kandungan Air dan Ukuran Partikel Terhadap Perubahan Perilaku Fisik Bahan Pangan Lokal: Kerapatan Tumpukan, Kerapatan Pemadatan, dan Bobot Jenis. Media Peternakan Vol. 22 No 1:1-11.
72
Khasanah, U. 2003. Formulasi, Karakterisasi Fisikokimia dan Organoleptik Produk Makanan Sarapan Ubi Jalar (Sweet Potato Flakes). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Krugar, L.H. dan Murray, R. 1979. Starch Texture. Di dalam : deMann, J.M., Voisey, P.W., Rasper, V.F., dan Stanley, D.W. (eds). Rheology and Texture in Food Quality. AVI Publishing Company, Connecticut. USA Kusnandar, F. 2006. Modifikasi Pati dan Aplikasinya pada Industri Pangan. Food Review Indonesia Vol 1 (3): 26-31. Kusuma, M. H. 2007. Pembuatan Yogurt Ubi Jalar (Ipomoea batatas) menggunakan kultur campuran bakteri asam laktat. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Lang, V., D. Vitapole, France. 2000. Development of a range of industrialised cereal-based foodstuff, high in slowly digestible starch. Di dalam: A.C.Eliasson (ed). Starch In Foods. Structure, function and applications. CRC Press LLC, USA. Lin, S., F.Hsieh, dan H.E. Huff. 1997. Effect of lipids and processing conditions on degree of starch gelatinization of extruded dry pet food. Di dalam : The effect of processing conditions on the quality of extruded catfish feed. Journal American Society of Agricultural Engineers 43 (6):1737-1743. Lingga, P., B. Sarwono, I. Rahardi, P.C. Rahardjo, J.J. Afriastini, R. Wudianto, W.H. Apriadji. 1986. Bertanam Umbi-umbian. PT Penebar Swadaya, Jakarta. Luallen, T. 2000. Utilizing starches in product development. Di dalam: A.C.Eliasson (ed). Starch In Foods. Structure, function and applications. CRC Press LLC, USA. Matz, S.A. 1972. Bakery Technology and Engineering. The AVI Publishing Company Inc., Westport, Connecticut. Miller, J.N. 1973. Starch amylosa. Di dalam : R.I. Whistler (ed). Industrial Gums Polysaccharides and Their Derivatives. Academic Press, New York. Mirnalia, R. 2003. Mempelajari Aspek Pengawasan Mutu Roti Manis di PT Nippon Indosari Corporation Cikarang-Bekasi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Moorthy, S.N. 2000. Tropical sources of starch. Di dalam: A.C.Eliasson (ed). Starch In Foods. Structure, function and applications. CRC Press LLC, USA.
73
Muchtadi, D. 1989. Aspek Biokimia dan Gizi dalam Keamanan Pangan. PAU Pangan dan Gizi, IPB, Bogor. Muchtadi, T.R., P. Haryadi, A.B. Ahza. 1988. Teknologi Pemasakan Ekstrusi. PAU Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Muchtadi, T.R. dan Sugiyono. 1992. Petunjuk Laboratorium Ilmu Pangan dan Pangan Bahan. PAU Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Muharam, S. 1992. Studi Karakteristik Fisikokimia dan Fungsional Tepung Singkong Dengan Modifikasi Pengukusan, Penyangraian, dan penambahan GMS serta Aplikasinya dalam Pembuatan Roti Tawar. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Muryati, S.A., A. Sulaeman dan F. Anwar. 1992. Pengolahan Pangan Tingkat Rumah Tangga. PAU Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Nasution, A. 1980. Metode Penilaian Citarasa. Departemen IKK, Faperta, IPB. Bogor. Ningrum, E.N. 1999. Kajian Teknologi Pembuatan Tepung Ubi Jalar Instan Kaya Pro Vitamin A. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Nuraini. 2004. Pengolahan Tepung Ubi Jalar dan Produk-produknya untuk Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan. Di dalam: http://tumoutou.net/pps702_9145/nuraini.pdf [23 Agustus 2007] Osman, E.M. 1972. Starch and other polysaccharides. Di dalam : P.J. Paul dan H.H. Palmer (eds.). Food Theory and Applications. John Willey and Sons, Inc., New York. Osundahunsi, O.F, N.F. Tayo, K.Ellina, dan S. Eyal. 2003. Comparison of the Phsicochemical Properties and Pasting Characteristic of Flour and Starch From Red and White Sweet Potato Cultivar. Journal Agricultural and Food Chemistry 51:2232-2236 Pomeranz, Y dan C.E. Meloan. 1978. Food Analysis Theory and Practise. The AVI Publ. Co Inc. Westport, Connecticut Pomeranz, Y. 1991. Functional Properties of Food Components. SAcademic Press, Inc., New York. Rapaille, A. Dan Vanhelmerijk, J. 1994. Modified Starches. Di dalam: Imeson, A. (Ed). Thickening and Gelling Agents for Food. Chapman and Hall. London.
74
Remsen, C.H. dan J.P. Clark. 1978. A viscosity model for a cooking dough. Di dalam: J.M. Harper (ed). Extrusion of Food vol II. CRC Press, Inc. Florida. Richey, C.B., P. Jacobson, dan C.W. Hall. 1961. Agricultural Engineering hand Book. Mc Graw Hill Book Co., Inc., New York. Ropiq, S., Sukardi dan T.K. Bunasor. 1988. Ekstraksi dan Karakterisasi pati Ganyong (Canna edulis Kerr). Jurnal Teknologi Industri Pertanian 3(1):21-26. Rukmana, R. 1997. Ubi Jalar. Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius, Yogyakarta. Sastrodipuro, D. 1985. Karakteristik Pati dan Biokonversi Beberapa Varietas Ubi Jalar dalam Pembuatan Sirup Fruktosa. Thesis. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Setiawan, E. 2005. Pembuatan Mie Kering dari Ubi jalar (Ipomoea batatas) dan penentuan Umur Simpan dengan metode Akselerasi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Simanjuntak, F.L.M.T. 2001. Pemanfaatan Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) sebagai Bahan Dasar pembuatan Mie Kering. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Soemartono. 1984. Ubi Jalar. CV Yasaguna, Jakarta. Smith, P.S. 1982. Starch Derivatives and their uses in foods. Di dalam: D.R. Lineback dan G.E. Inglett (eds). Food Carbohydrate. AVI Publishing Co.Inc., Westport, Connecticut. Steinbauer, C.E. dan L.J.Kushman. 1971. Sweet Potato Culture and Disease Agricultural Hancbook No.388. Agricultural Research Service-United States Department of Agriculture, Washington, D.C. Suismono. 1995. Kajian Teknologi Pembuatan Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas) dan Manfaatnya untuk Produk Ekstrusi Mie Basah. Thesis. Pasca Sarjana. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Sulistianing, R. 1995. Pembuatan dan Optimasi Formula Roti Tawar dan Roti Manis Skala Kecil. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertania, IPB, Bogor. Sulistiyo, C.N. 2006. Pengembangan Brownies Kukus Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas) di PT FITS Mandiri Bogor. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Sultan, W. J. 1981. Practical Baking. The AVI Publishing Company Inc., Westport, Connecticut.
75
Sutijahartini, S. 1985. Pengeringan. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Swinkles, J.J.M. 1985. Sources of starch, its chemistry and physic. Di dalam: Van Beynum, G.M.A. dan J.A. Roels. Starch Conversion Technology. Marcel Dekker, Inc., New York. Taggart, P. 2000. Starch as an ingridient : manufacture and applications. Di dalam: A.C.Eliasson (ed). Starch In Foods. Structure, function and applications. CRC Press LLC, USA. Ulyarti. 1997. Mempelajari sifat–sifat amilografi amilosa, amlilopektin, dan campurannya. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Villareal, R.J., T.D. Griggs. 1982. Sweet Potato Preceeding of The 1st International Symposium. AVRDC, Philipines. Whistler, R.L. dan J.R. Daniel. Carbohydrates. Di dalam: Fennema, O.R. (Ed). Food Chemistry, 2nd Edition, Marcel Dekker, Inc. New York. Widarsono, W. 1993. Mempelajari pembuatan manisan kering ubi jalar (Ipomoea batatas) dan pengamatan sifat-sifat manisan yang dihasilkan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Widodo, Y. 1989. Prospek dan Strategi Pengembangan Ubi Jalar sebagai sumber Devisa. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 8(4):83-88. Winarno, F.G. dan Jenie, S.L. 1974. Dasar Pengawetan, Sanitasi dan Peracunan. Departemen Teknologi Hasil Pertanian, Fatemeta, IPB. Bogor. Winarno, F.G. 1981. Bahan Pangan Terfermentasi. Kumpulan Pikiran dan Gagasan Tertulis. Pusbangtepa. IPB, Bogor. Winarno, F.G. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Winata, A. Y. 2001. Karakterisasi Tepung Sukun (Artocarpus altilis) Pramasak Hasil Pengeringan Drum Serta Aplikasinya Untuk Substitusi Tepung Terigu Pada Pembuatan Roti manis. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Wincy. 2001. Karakterisasi Tepung Sukun (Artocarpus altilis) Pramasak Hasil Pengeringan Kabinet dan Aplikasinya untuk Substitusi Tepung Terigu Pada Pembuatan Kukis. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.
76
Wirakartakusumah, M.A. 1981. Kinetics of Starch Gelatinization and Water Absorption in Rice. PhD Disertation, Univ. of Wisconsin, Madison. Wirakartakusumah, M.A., A. Kamaruddin, A.M. Syarif. 1992. Sifat Fisik Pangan. Depdikbud PAU Pangan dan Gizi. PT Gramedia. Jakarta. Yunus, M.A. 1997. Pengembangan produk french fries menggunakan bahan baku ubi jalar. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.
77
Lampiran 1. Diagram Alir Pembuatan Tepung Ubi Jalar Teknik 1
Ubi Jalar
dikupas
kulit
direndam dalam larutan metabisulfit 0,3%
diiris dengan slicer tipe schredder
Sawut ubi jalar
dikeringkan dengan Sinar Matahari, t =12-36 jam smp KA 12%
digiling dengan disc mill
diayak 80 mesh
Tepung Ubi Jalar
78
Lampiran 2. Diagram Alir Pembuatan Tepung Ubi Jalar Teknik 2
Ubi Jalar
dikupas
kulit
direndam dalam larutan metabisulfit 0,3%
diiris dengan slicer tipe schredder
Sawut ubi jalar
dikeringkan dengan oven pengering T = 600C, t = 10-12 jam smp KA 12%
digiling dengan disc mill
diayak 80 mesh
Tepung Ubi Jalar
79
Lampiran 3. Diagram Alir Pembuatan Tepung Ubi Jalar Teknik 3
Ubi Jalar
dikupas
kulit
direndam dalam larutan metabisulfit 0,3%
diiris dengan slicer tipe slicer 1/16, 1.5
Chips ubi jalar
dikeringkan dengan drum dryer T = 80-1000C
digiling dengan disc mill
diayak 80 mesh
Tepung Ubi Jalar
80
Lampiran 4. Diagram Alir Pembuatan Tepung Ubi Jalar Teknik 4 Ubi Jalar
dikupas
kulit
direndam dalam larutan metabisulfit 0,3%
diiris dengan slicer
Sawut ubi jalar
diretort T=100 C, t =30menit 0
dikeringkan dengan Sinar Matahari, t =12-36 jam smp KA 12%
digiling dengan disc mill
diayak 80 mesh
Tepung Ubi Jalar
81
Lampiran 5. Diagram Alir Pembuatan Tepung Ubi Jalar Teknik 5 Ubi Jalar
dikupas
kulit
direndam dalam larutan metabisulfit 0,3%
diiris dengan slicer
Sawut ubi jalar
diretort T=100 C, t =30menit 0
dikeringkan dengan oven pengering T = 600C, t = 10-12 jam smp KA 12%
digiling dengan disc mill
diayak 80 mesh
Tepung Ubi Jalar
82
Lampiran 6. Diagram Alir Pembuatan Tepung Ubi Jalar Teknik 6 Ubi Jalar
dikupas
diretort T=1000C, t =30menit
dikeringkan dengan drum dryer T = 80-1000C
digiling dengan disc mill
diayak 80 mesh
Tepung Ubi Jalar
kulit
83
Lampiran 7. Peralatan dalam Pembuatan Tepung Ubi Jalar
Abrassive peeler
Oven Pengering
Disc Mill
Slicer
Retort
Drum dryer
Saringan
84
Lampiran 8. Proses Pembuatan Roti Manis Metode Adonan Cepat (Subarna, 1992)
Gula, garam, susu skim, margarin, telur Tepung, Ragi roti, Bread Improver, Air Creaming
Pencampuran / Pengadukan dengan mixer
Pembentukan (dividing, rounding, intermediate proffing, & moulding)
Fermentasi akhir (38 C, RH 80-85%, + 1jam) 0
Pemanggangan (3500F, + 12 menit)
Roti Manis
85
Lampiran 9. Data Analisis Tepung Ubi Jalar Termodifikasi Fisik Ul
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Teknik
1
2
3
4
5
6
Kadar air (%bb) 7.80 7.00 6.32 8.57 7.14 6.70 10.38 8.92 7.70 8.97 6.33 6.37 7.79 6.04 5.84 7.32 5.73 6.27
Densitas kamba (g/ml) 0.40 0.40 0.40 0.42 0.40 0.40 0.47 0.34 0.29 0.73 0.67 0.68 0.72 0.66 0.66 0.70 0.56 0.60
Absorbansi Pati Tergelatinisasi 0.010 0.017 0.003 0.011 0.006 0.004 1.117 0.826 0.641 0.140 0.112 0.051 0.206 0.105 0.114 0.840 0.277 0.413
IPA 2.96 2.72 3.00 3.20 3.44 3.41 7.58 8.04 8.08 5.11 5.74 6.33 5.71 6.44 6.26 7.38 7.35 6.62
IKA (g/ml) 0.0077 0.0087 0.0087 0.0109 0.0144 0.0140 0.0478 0.0296 0.0351 0.0273 0.0394 0.0399 0.0313 0.0429 0.0412 0.0408 0.0616 0.0606
Stabilitas Thd Pembekuan&Thawing S1 S2 S3 S4 32.26 33.54 26.74 38.04 31.67 33.22 32.77 36.40 35.88 29.98 30.57 41.35 33.40 31.96 41.74 38.55 29.81 23.22 38.15 39.95 25.64 25.28 37.37 39.96 59.45 70.72 67.36 53.09 62.60 67.15 30.49 30.72 64.72 72.74 71.98 67.11 38.43 36.49 37.46 35.37 32.24 30.33 39.41 40.68 33.02 32.65 44.30 41.19 42.30 39.83 43.80 36.11 40.47 37.96 36.39 40.66 42.90 41.20 43.21 43.01 38.03 38.29 47.17 26.17 37.21 32.76 40.41 36.23 37.26 35.43 46.17 39.27
Warna L 64.22 64.02 64.67 65.87 63.60 64.60 65.16 61.74 61.01 63.70 62.41 59.62 63.63 61.39 61.80 59.50 59.81 59.91
a 5.15 6.76 7.40 4.68 4.21 4.29 4.29 3.86 4.04 4.77 7.23 4.61 4.38 4.03 4.02 3.88 3.90 4.00
b 0.25 1.21 0.63 2.64 1.04 0.06 3.06 1.59 1.63 2.98 1.17 1.17 2.69 1.37 0.62 3.60 5.95 6.17
C 5.15 6.87 7.42 5.37 4.34 4.29 5.26 4.18 4.35 5.62 7.32 4.71 5.14 4.25 4.06 5.29 7.11 7.35
h 2.73 10.07 4.80 29.40 13.47 0.73 35.43 22.33 21.90 31.97 9.10 14.20 31.53 18.67 8.53 42.80 56.83 57.03
86
Lampiran 10. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap kadar air tepung ubi jalar KADAR AIR General Linear Models Procedure Class Level Information Class Levels Values PERLK 6 1 2 3 4 5 6 ULANGAN 3 1 2 3 Number of observations in data set = 18 Dependent Variable: KA Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 7 25.77375000 3.68196429 19.65 0.0001 Error 10 1.87370000 0.18737000 Corrected Total 17 27.64745000 R‐Square C.V. Root MSE KA Mean 0.932229 5.939116 0.43286256 7.28833333 Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F PERLK 5 12.85111667 2.57022333 13.72 0.0003 ULANGAN 2 12.92263333 6.46131667 34.48 0.0001 Duncan's Multiple Range Test for variable: KA NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate Alpha= 0.05 df= 10 MSE= 0.18737 Number of Means 2 3 4 5 6 Critical Range .7875 .8229 .8438 .8571 .8660 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N PERLK A 9.0000 3 3 B 7.4700 3 2 B C B 7.2233 3 4 C B C B 7.0400 3 1 C C 6.5567 3 5 C C 6.4400 3 6
Lampiran 11. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap densitas kamba tepung ubi jalar DENSITAS KAMBA General Linear Models Procedure Class Level Information Class Levels Values
87
PERLK 6 1 2 3 4 5 6 ULANGAN 3 1 2 3 Number of observations in data set = 18 Dependent Variable: DK Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 7 0.36678889 0.05239841 38.19 0.0001 Error 10 0.01372222 0.00137222 Corrected Total 17 0.38051111 R‐Square C.V. Root MSE DK Mean 0.963937 7.018772 0.03704352 0.52777778 Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F PERLK 5 0.34811111 0.06962222 50.74 0.0001 ULANGAN 2 0.01867778 0.00933889 6.81 0.0136 Duncan's Multiple Range Test for variable: DK NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate Alpha= 0.05 df= 10 MSE= 0.001372 Number of Means 2 3 4 5 6 Critical Range .06739 .07042 .07221 .07335 .07411 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N PERLK A 0.69333 3 4 A B A 0.68000 3 5 B B 0.62000 3 6 C 0.40667 3 2 C C 0.40000 3 1 C C 0.36667 3 3
88
Lampiran 12. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap warna tepung ubi jalar Warna General Linear Models Procedure Class Level Information Class Levels Values PERLK 6 1 2 3 4 5 6 ULANGAN 3 1 2 3 Number of observations in data set = 18 Dependent Variable: L Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 7 58.90198889 8.41456984 6.25 0.0052 Error 10 13.45852222 1.34585222 Corrected Total 17 72.36051111 R‐Square C.V. Root MSE L Mean 0.814007 1.853439 1.16010871 62.59222222 Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F ULANGAN 2 10.80347778 5.40173889 4.01 0.0525 PERLK 5 48.09851111 9.61970222 7.15 0.0043 Dependent Variable: a Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 7 16.00203333 2.28600476 3.44 0.0380 Error 10 6.63696667 0.66369667 Corrected Total 17 22.63900000 R‐Square C.V. Root MSE A Mean 0.706835 17.15107 0.81467580 4.75000000 Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F PERLK 5 15.32500000 3.06500000 4.62 0.0192 ULANGAN 2 0.67703333 0.33851667 0.51 0.6153
89
Dependent Variable: b Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 7 40.91961667 5.84565952 5.02 0.0113 Error 10 11.64823333 1.16482333 Corrected Total 17 52.56785000 R‐Square C.V. Root MSE B Mean 0.778415 51.35304 1.07926981 2.10166667 Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F PERLK 5 38.86638333 7.77327667 6.67 0.0056 ULANGAN 2 2.05323333 1.02661667 0.88 0.4441 Dependent Variable: C Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 7 14.91205556 2.13029365 2.04 0.1482 Error 10 10.45112222 1.04511222 Corrected Total 17 25.36317778 R‐Square C.V. Root MSE C Mean 0.587941 18.76176 1.02230730 5.44888889 Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F PERLK 5 14.42804444 2.88560889 2.76 0.0806 ULANGAN 2 0.48401111 0.24200556 0.23 0.7974 Duncan's Multiple Range Test for variable: L NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate Alpha= 0.05 df= 10 MSE= 1.345852 Number of Means 2 3 4 5 6 Critical Range 2.111 2.206 2.261 2.297 2.321 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N PERLK A 64.6900 3 2 A B A 64.3033 3 1 B A B A C 62.6367 3 3 B C B C 62.2733 3 5 C C 61.9100 3 4 D 59.7400 3 6
90
Duncan's Multiple Range Test for variable: a NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate Alpha= 0.05 df= 10 MSE= 0.663697 Number of Means 2 3 4 5 6 Critical Range 1.482 1.549 1.588 1.613 1.630 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N PERLK A 6.4367 3 1 A B A 5.5367 3 4 B B 4.3933 3 2 B B 4.1433 3 5 B B 4.0633 3 3 B B 3.9267 3 6 Duncan's Multiple Range Test for variable: b NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate Alpha= 0.05 df= 10 MSE= 1.164823 Number of Means 2 3 4 5 6 Critical Range 1.963 2.052 2.104 2.137 2.159 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N PERLK A 5.2400 3 6 B 2.0933 3 3 B B 1.7733 3 4 B B 1.5600 3 5 B B 1.2467 3 2 B B 0.6967 3 1
91
Lampiran 13. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap IPA tepung ubi jalar Indeks Penyerapan Air General Linear Models Procedure Class Level Information Class Levels Values PERLK 6 1 2 3 4 5 6 ULANGAN 3 1 2 3 Number of observations in data set = 18 Dependent Variable: IPA Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 7 61.08517222 8.72645317 67.72 0.0001 Error 10 1.28852222 0.12885222 Corrected Total 17 62.37369444 R‐Square C.V. Root MSE IPA Mean 0.979342 6.502243 0.35895992 5.52055556 Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F PERLK 5 60.73502778 12.14700556 94.27 0.0001 ULANGAN 2 0.35014444 0.17507222 1.36 0.3006 Duncan's Multiple Range Test for variable: IPA NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate Alpha= 0.05 df= 10 MSE= 0.128852 Number of Means 2 3 4 5 6 Critical Range .6530 .6824 .6997 .7108 .7181 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N PERLK A 7.9000 3 3 B 7.1167 3 6 C 6.1367 3 5 C C 5.7267 3 4 D 3.3500 3 2 D D 2.8933 3 1
92
Lampiran 14. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap IKA tepung ubi jalar Indeks Kelarutan Air General Linear Models Procedure Class Level Information Class Levels Values PERLK 6 1 2 3 4 5 6 ULANGAN 3 1 2 3 Number of observations in data set = 18 Dependent Variable: IKA Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 7 0.00460244 0.00065749 12.61 0.0003 Error 10 0.00052152 0.00005215 Corrected Total 17 0.00512397 R‐Square C.V. Root MSE IKA Mean 0.898219 23.13398 0.00722166 0.03121667 Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F PERLK 5 0.00448618 0.00089724 17.20 0.0001 ULANGAN 2 0.00011626 0.00005813 1.11 0.3656 Duncan's Multiple Range Test for variable: IKA NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate Alpha= 0.05 df= 10 MSE= 0.000052 Number of Means 2 3 4 5 6 Critical Range .01314 .01373 .01408 .01430 .01445 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N PERLK A 0.054333 3 6 B 0.038467 3 5 B B 0.037500 3 3 B B 0.035533 3 4 C 0.013100 3 2 C C 0.008367 3 1
93
Lampiran 15. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap absorbansi pati tergelatinisasi tepung ubi jalar ABSORBANSI PATI TERGELATINISASI General Linear Models Procedure Class Level Information Class Levels Values PERLK 6 1 2 3 4 5 6 ULANGAN 3 1 2 3 Number of observations in data set = 18 Dependent Variable: ADG Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 7 1.88836617 0.26976660 15.23 0.0001 Error 10 0.17707033 0.01770703 Corrected Total 17 2.06543650 R‐Square C.V. Root MSE ADG Mean 0.914270 48.95197 0.13306778 0.27183333 Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F PERLK 5 1.76716317 0.35343263 19.96 0.0001 ULANGAN 2 0.12120300 0.06060150 3.42 0.0737 Duncan's Multiple Range Test for variable: ADG NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate Alpha= 0.05 df= 10 MSE= 0.017707 Number of Means 2 3 4 5 6 Critical Range .2421 .2530 .2594 .2635 .2662 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N PERLK A 0.8613 3 3 B 0.5100 3 6 C 0.1417 3 5 C C 0.1010 3 4 C C 0.0100 3 1 C C 0.0070 3 2
94
Lampiran 16. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap persentase sineresis tepung ubi jalar Persentase SINERESIS General Linear Models Procedure Class Level Information Class Levels Values PERLK 6 1 2 3 4 5 6 ULANGAN 3 1 2 3 Number of observations in data set = 18 Dependent Variable: SIKLUS1 Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 7 2071.27170556 295.89595794 40.63 0.0001 Error 10 72.83418889 7.28341889 Corrected Total 17 2144.10589444 R‐Square C.V. Root MSE SIKLUS1 Mean 0.966031 6.772443 2.69878100 39.84944444 Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F PERLK 5 2063.12749444 412.62549889 56.65 0.0001 ULANGAN 2 8.14421111 4.07210556 0.56 0.5886 Dependent Variable: SIKLUS2 Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 7 3694.23010556 527.74715794 109.27 0.0001 Error 10 48.29565556 4.82956556 Corrected Total 17 3742.52576111 R‐Square C.V. Root MSE SIKLUS2 Mean 0.987095 5.549953 2.19762726 39.59722222 Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F PERLK 5 3637.04742778 727.40948556 150.62 0.0001 ULANGAN 2 57.18267778 28.59133889 5.92 0.0201 Dependent Variable: SIKLUS3 Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 7 1425.77208333 203.68172619 2.40 0.1016 Error 10 849.08776667 84.90877667 Corrected Total 17 2274.85985000 R‐Square C.V. Root MSE SIKLUS3 Mean 0.626752 21.95432 9.21459585 41.97166667 Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F PERLK 5 1125.93698333 225.18739667 2.65 0.0889 ULANGAN 2 299.83510000 149.91755000 1.77 0.2204
95
Dependent Variable: SIKLUS4 Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 7 673.84858889 96.26408413 1.62 0.2345 Error 10 592.43085556 59.24308556 Corrected Total 17 1266.27944444 R‐Square C.V. Root MSE SIKLUS4 Mean 0.532148 19.13977 7.69695300 40.21444444 Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F PERLK 5 439.10457778 87.82091556 1.48 0.2784 ULANGAN 2 234.74401111 117.37200556 1.98 0.1885 Duncan's Multiple Range Test for variable: SIKLUS1 NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate Alpha= 0.05 df= 10 MSE= 7.283419 Number of Means 2 3 4 5 6 Critical Range 4.910 5.131 5.261 5.344 5.399 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N PERLK A 62.257 3 3 B 41.890 3 5 B C B 37.500 3 6 C C D 34.563 3 4 C D C D 33.270 3 1 D D 29.617 3 2 Duncan's Multiple Range Test for variable: SIKLUS2 NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate Alpha= 0.05 df= 10 MSE= 4.829566 Number of Means 2 3 4 5 6 Critical Range 3.998 4.178 4.284 4.352 4.397 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N PERLK A 70.203 3 3 B 39.663 3 5 C 35.493 3 6 C C 33.157 3 4 C C 32.247 3 1 D 26.820 3 2
Hasil Penelitian 2007
KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA TEPUNG UBI JALAR (Ipomoea batatas) 1
Elvira Syamsir1 dan Trifena Honestin2 Staf Pengajar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta IPB 2 Alumni Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta IPB ABSTRAK
Sweet potato has a considerable potencies to support in food diversification program which is based on flour and starch product. Pre treatment and several drying methods in the flour processing predicted to give a great effect on alteration physicochemical properties of sweet potato flour. Therefore the aim of this research was to study the effect of processing methods to the physicochemical properties of sweet potato flour. There were six technique of treatment in this research: technique 1 (grated, sun dried), technique 2 (grated, oven dried), technique 3 (chips, drum dried), technique 4 (grated, steamed, sun dried), technique 5 (grated, steamed, oven dried), and technique 6 (whole peeled, steamed, drum dried). The result conclude that processing method factor had a significant effect to water content, bulk density, colour (L, a, b), microscopic properties of starch granule, water absorption index, water soluble index, gelatinized starch absorbance, reological properties, and freeze-thaw stability (first and second cycle) of sweet potato flour. Keyword : sweet potato, flour, physicochemical, physical modification I. PENDAHULUAN
yang dilakukan. Metode fisik yang dipakai adalah dispersi hidrotermal dengan precooking(pemasakan awal) dan drying (pengeringan) untuk mengubah sebagian atau seluruh granula pati (butiran pati). Penelitian ini akan mempelajari karakteristik fisikokimia tepung ubi jalar yang dihasilkan dengan perlakuan teknik pengolahan yang berbeda-beda, baik dengan metode pembuatan tepung secara umum maupun dengan modifikasi fisik. Sehingga akan didapatkan tepung dengan karakteristik sifat-sifat patinya yang akan menentukan aplikasi selanjutnya pada produk pangan.
Ubi jalar (Ipomoea batatas) merupakan salah satu tanaman pangan tropis yang banyak terdapat di Indonesia. Ubi jalar memiliki banyak keunggulan atau potensi yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang program diversifikasi pangan yang berbasis pada tepung dan pati. Pengolahan ubi jalar menjadi tepung merupakan salah satu upaya pengawetan ubi jalar dan peningkatan daya guna ubi jalar supaya dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri pangan. Pengolahan ubi jalar menjadi tepung memberi beberapa keuntungan seperti meningkatkan daya simpan, praktis dalam pengangkutan dan penyimpanan, dan dapat diolah menjadi beraneka ragam produk makanan (Winarno, 1981). Berkembangnya ilmu pengetahuan tentang pengaruh teknik pengolahan terhadap karakteristik pati yang dihasilkan, menyebabkan para ahli melakukan modifikasi struktur alami pati untuk mempermudah penggunaannya dalam industri pangan. Pada penelitian ini dilakukan modifikasi fisik pada teknik pengolahan
II. METODOLOGI Bahan dan Alat Bahan untuk pembuatan tepung ubi jalar dan modifikasi patinya adalah ubi jalar varietas Sukuh (dari Cibungbulang), Na-metabisulfit, dan air. Bahan untuk aplikasi adalah margarin, susu skim, gula, garam, telur, bread improver, air, ragi roti, tepung ubi jalar. Bahan untuk analisis adalah tepung ubi jalar, aquades, HgO, K2SO4, H2SO4, NaOH-Na2S2O3, H3BO3, HCl 0.02 N,
1
Hasil Penelitian 2007
dietil eter, indikator (campuran MM dan MB), HCl 0.5 M, dan larutan iodium. Alat yang digunakan untuk pembuatan tepung ubi jalar dan modifikasi patinya adalah baskom, pisau, slicer, oven, loyang, peniris minyak, drum dryer, dan saringan. Alat untuk aplikasi adalah baskom, mixer, oven, dan loyang. Alat untuk analisis adalah Brabender Viscoamilograph, Polarized Light Microscope, gelas obyek, gelas penutup, oven, cawan porselin, cawan aluminium, tanur, desikator, labu Kjeldahl, alat destilasi, alat refluks, Erlenmeyer, kertas saring, alat ekstraksi Soxhlet, Chromameter Minolta CR-300, spektrofotometer, waring blender atau stirrer, vortex, tabung sentrifus, dan sentrifugal.
80 mesh sehingga dihasilkan tepung ubi jalar yang cukup halus. Perlakuan yang diberikan terdiri dari 6 teknik yaitu teknik 1 (disawut, dikeringkan dengan pengeringan sinar matahari), teknik 2 (disawut, dikeringkan dengan pengeringan oven), teknik 3 (diiris menjadi chips, dikeringkan dengan pengeringan drum dryer), teknik 4 (disawut, dikukus, dikeringkan dengan pengeringan sinar matahari), teknik 5 (disawut, dikukus, dikeringkan dengan pengeringan oven), dan teknik 6 (kupas utuh, dikukus, dikeringkan dengan pengeringan drum dryer). b. Karakterisasi Sifat Fisikokimia Yang diamati dalam penelitian ini adalah komposisi kimia ubi jalar varietas Sukuh dan karakterisasi sifat fisikokimia tepung ubi jalar, yang diantaranya adalah kadar air, densitas kamba, warna, sifat mikroskopis granula pati, indeks penyerapan air (IPA) dan indeks kelarutan air (IKA), derajat gelatinisasi, sifat amilografi tepung, serta stabilitas produk terhadap pembekuan dan thawing.
METODE PENELITIAN a. Teknik Pembuatan Tepung Ubi Jalar Pembuatan tepung ubi jalar meliputi pembersihan, pengupasan, penghancuran (penyawutan atau pengirisan), dan pengeringan sampai kadar air tertentu. Pengolahan ubi jalar menjadi tepung diawali dengan pembersihan ubi jalar dengan air bersih kemudian dilakukan pengupasan ubi jalar. Kemudian dilakukan perendaman dengan larutan Nametabisulfit 0,3 % selama 30 menit untuk menghilangkan kotoran dan getah yang masih menempel pada ubi jalar serta menghindari terjadinya proses pencoklatan (browning). Pengeringan pada penelitian ini dilakukan dengan tiga macam pengeringan, yaitu pengeringan sinar matahari, oven, dan drum dryer. Pengeringan dilakukan sampai produk menjadi kering dengan ciri-ciri dapat dipatahkan dan diperkirakan kadar airnya <12%. Pengeringan sinar matahari dilakukan selama 12-36 jam, pengeringan oven dilakukan pada suhu 600C selama 10-12 jam, pengeringan drum dilakukan pada suhu uap 1400C, tekanan 4 bar, dan kecepatan 6 rpm (1 putaran 10 detik). Hasil pengeringan tersebut kemudian digiling dengan disc mill. Pengayakan dilakukan dengan menggunakan ayakan
c. Metode Analisis Tahapan analisisnya adalah sebagai berikut: 1. Analisis proksimat ubi jalar, meliputi; - Kadar air (Apriyantono et al., 1999) - Kadar abu (AOAC, 1995), - Kadar protein (AOAC, 1995), - Kadar lemak (AOAC, 1995), - Kadar karbohidrat (AOAC, 1995). 2. Analisis tepung ubi jalar termodifikasi fisik, meliputi; - Kadar air (Apriyantono et al., 1999), - Densitas kamba (Khalil, 1999), - Warna (Pomeranz dan Meloan, 1978), - Sifat mikroskopis granula pati (Ropiq et al., 1988), - Indeks penyerapan air (IPA) dan indeks kelarutan air (IKA) (Metode Sentrifugasi Anderson, dikutip oleh Muchtadi et al., 1988), - Analisis kualitatif pati tergelatinisasi (Modifikasi dari metode IRRI, 1978 di dalam Setiawan, 2005),
2
Hasil Penelitian 2007
- Sifat amilografi tepung (AACC, 1983), - Stabilitas produk terhadap pembekuan dan thawing (Bello-Perez et.al.,2002).
analisis ragam dengan selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa perlakuan teknik pengolahan berpengaruh secara nyata terhadap nilai densitas kamba pada tepung ubi jalar. Perlakuan dengan pemasakan menghasilkan produk tepung dengan densitas kamba yang relatif tinggi dibandingkan produk tepung tanpa pemasakan awal. Hal ini mungkin disebabkan karena sifat kohesif tepung tersebut dimana gaya tarik menarik antar partikel relatif tinggi. Selain itu menurut Winata (2001), densitas kamba dipengaruhi oleh ukuran partikel, sifat bahan, komposisi bahan dan mungkin pula dipengaruhi oleh degradasi molekul-molekul dalam bahan akibat adanya pengolahan. Jadi kenaikan densitas kamba mungkin disebabkan adanya degradasi molekul-molekul pati, protein, lemak dan lain-lain saat diberi perlakuan pemasakan awal sehingga molekulmolekul tersebut menempati ruangan yang lebih sempit (Winata, 2001).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Analisis ubi jalar varietas Sukuh Analisis proksimat terhadap ubi jalar varietas sukuh tersebut menunjukkan bahwa varietas ini mengandung kadar karbohidrat sebesar 94.29 % dari berat keringnya. Selain itu dapat diketahui bahwa ubi jalar varietas ini mengandung kadar air cukup tinggi yaitu 61.48 % dari berat basah, namun kadar abu, kadar protein, serta kadar lemak jumlahnya sangat kecil. Data analisis tersebut tidak berbeda jauh dari data analisis yang dilakukan oleh Djuanda (2003). Komposisi kimia setiap ubi jalar bervariasi, tergantung pada jenis, usia tumbuh, keadaan tumbuh, serta tingkat kematangan ubi jalar. Komposisi kimianya disajikan pada Tabel 1.
Tabel 2. Pengaruh perlakuan teknik pengolahan terhadap densitas kamba dan warna tepung ubi jalar
Tabel 1. Komposisi Kimia Daging Ubi Jalar varietas Sukuh
Komposisi
Jumlah (%bb)a 61.48 0.72 1.29
Kadar Air Kadar Abu Kadar Protein Kadar 0.19 Lemak Kadar 36.32 Karbohidrat (a) Hasil analisis (b) Djuanda, 2003
Jumlah (%bk)a 159.83 1.87 3.35
Jumlah (%bb)b 62.79 0.96 0.79
0.49
0.48
94.29
34.98
Teknik 1 2 3 4 5 6
Densitas Kamba 0.40c 0.41c 0.37c 0.69a 0.68ab 0.62b
L
a
b
64.30ab 64.69a 62.64abc 61.91c 62.27bc 59.74d
6.44a 4.39b 4.06b 5.54ab 4.14b 3.93b
0.70b 1.25b 2.09b 1.77b 1.56b 5.24a
Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata
Warna Hasil pengukuran warna tepung ubi jalar menunjukkan hasil yang bervariasi. Tepung ubi jalar memiliki nilai L yang berkisar antara 59.74-64.69 (Tabel 3) menunjukkan tepung ubi jalar berwarna kurang cerah dan cenderung menurun dengan adanya perlakuan pemasakan awal. Nilai a positif (3.93-6.44) dan b positif (0.70-5.24) menunjukkan tepung ubi jalar mengandung unsur warna merah dan kuning, nilai intensitas warnanya (C) berkisar antara 4.48-6.58 serta nilai ho 5.87-52.22 yang tergolong
b. Sifat Fisikokimia Tepung Ubi Jalar Kadar Air Rata-rata kadar air tepung ubi jalar yang diperoleh berkisar antara 6.44 hingga 9.00 %bb. Kondisi ini sudah memenuhi syarat kadar air yang aman untuk tepung yaitu <14% sehingga pertumbuhan kapang dapat dicegah (Winarno dan Jenie, 1974). Densitas Kamba Densitas kamba produk berkisar antara 0.40 hingga 0.69 g/ml. Hasil
3
Hasil Penelitian 2007
dalam kisaran warna merah keunguan, sampai merah. Tepung hasil teknik 1 dan 2 memiliki nilai hue pada kisaran warna merah keunguan dan tepung hasil teknik 3, 4, 5, dan 6 memiliki nilai hue pada kisaran warna merah
a
d
b
e
Tabel 3. Hasil rata-rata analisis warna tepung ubi jalar Teknik
Ulangan 1 B C
L
A
h
1
64.30
6.44
0.70
6.48
5.87
2
64.69
4.39
1.25
4.66
14.53
3
62.64
4.06
2.09
4.59
26.56
4
61.91
5.54
1.77
5.88
18.42
5
62.27
4.15
1.56
4.48
19.58
6
59.74
3.93
5.24
6.58
52.22
c f Gambar 1. Penampakan granula pati tepung ubi jalar: (a) teknik 1; (b) teknik 2; (c) teknik 3; (d) teknik 4; (e) teknik 5; (f) teknik 6.
Analisis ragam terhadap warna tepung ubi jalar dengan selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa perlakuan teknik pengolahan berpengaruh nyata terhadap skala L, a, b. Tepung tanpa pemasakan memiliki kecerahan tertinggi dibandingkan tepung dengan perlakuan pemasakan. Penurunan kecerahan dapat disebabkan adanya reaksi yang menimbulkan warna coklat, diantaranya reaksi pencoklatan enzimatis, reaksi Maillard, dan reaksi karamelisasi.
pengeringan drum dryer, pada tepung tanpa perlakuan pengukusan, efek birefrigence masih terlihat jelas atau nyata dibandingkan dengan tepung yang diberi perlakuan pengukusan. Perlakuan pengeringan dengan sinar matahari dan oven tidak menghilangkan efek birefrigence, sedangkan pengeringan drum dryer menyebabkan hilangnya efek birefrigence pada granula pati. Menurut Muharam (1992), efek birefrigence akan hilang pada pati yang dikenai perlakuan panas karena perlakuan tersebut mengubah kemampuan granula pati dalam menyerap gelombang cahaya.
Sifat Mikroskopis Granula Pati Analisis mikroskopis terhadap granula pati (Gambar 1) menunjukkan bahwa granula pati ubi jalar memiliki bentuk poligonal, bulat, hingga lonjong dengan ukuran granula tidak seragam. Ukuran granula pati ubi jalar yang belum tergelatinisasi berkisar antara 210 µm, sedangkan granula pati ubi jalar dengan perlakuan pemasakan awal dan pengeringan drum dryer berkisar antara 20-60 µm. Selain itu dapat terlihat bahwa lokasi hilum pada granula pati ubi jalar umumnya adalah pada bagian tengah dan tepi. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, terlihat bahwa pemasakan awal dan pengeringan berpengaruh terhadap sifat birefrigence granula pati dalam tepung ubi jalar. Kecuali teknik dengan
IPA dan IKA Analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan teknik pengolahan berpengaruh nyata terhadap indeks penyerapan air dan indeks kelarutan air tepung ubi jalar yang dihasilkan. Uji Duncan terhadap data IPA (Tabel 4) memperlihatkan bahwa tepung hasil pengolahan dengan teknik 3 memiliki IPA terbesar diikuti oleh tepung hasil teknik 6 yang berarti tepung tersebut memiliki jumlah pati tergelatinisasi yang lebih banyak dibandingkan dengan tepung teknik lain. IPA tergantung pada ketersediaan grup hidrofilik dan kapasitas pembentukan gel dari makromolekul yaitu pati yang
4
Hasil Penelitian 2007
tergelatinisasi dan terdekstrinasi. Semakin banyak pati yang tergelatinisasi dan terdekstrinasi, semakin besar kemam-puan produk menyerap air (Gomez dan Aguilera, 1983). Berdasarkan uji Duncan terhadap data IKA (Tabel 4), dapat diketahui bahwa IKA tepung pada teknik pengolahan 6 berbeda nyata dan terbesar dibandingkan dengan teknik pengolahan yang lainnya. Perlakuan pemasakan awal yang dikombinasikan dengan teknik pengeringan drum dryer (teknik 6) meningkatkan IKA secara nyata. Hal ini disebabkan karena terjadi degradasi amilosa dan amilopektin yang cukup tinggi. Menurut Khasanah (2003), setelah pati mengalami gelatinisasi maka akan terjadi degradasi amilosa dan amilopektin menghasilkan molekul yang lebih kecil. Molekul yang relatif lebih kecil inilah yang mudah larut dalam air.
absorbansi pati tergelatinisasi tepung yang menggunakan pengeringan sinar matahari dan oven. Pati pada ubi jalar mengalami gelatinisasi selama proses pengeringan dengan drum dryer. Menurut Ulyarti (1997), pati akan cepat tergelatinisasi jika terjadi penurunan kekuatan granula yang disebabkan pemasakan yang dapat merusak ikatanikatan di dalam granula. Sifat Amilografi Tepung Tepung tanpa perlakuan pemasakan awal yang dikeringkan dengan sinar matahari atau oven ( teknik 1 dan 2) memiliki bentuk kurva yang hampir sama. Suhu awal gelatinisasi tepung ubi jalar yang dihasilkan berkisar antara 30.8-77.50. Perlakuan pemasakan awal dan pengeringan berpengaruh nyata terhadap suhu awal gelatinisasi, dimana tepung ubi jalar tanpa perlakuan pemasakan awal yang dikeringkan dengan sinar matahari atau oven, memiliki suhu awal gelatinisasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan tepung dengan perlakuan pemasakan awal. Pada grafik amilograf tepung teknik 3 dan teknik 6 tidak ada suhu awal gelatinisasi karena sejak awal sudah tercapai viskositas yang tinggi yang menunjukkan bahwa tepung tersebut sudah tergelatinisasi. Tepung telah mengalami pregelatinisasi karena adanya pemanasan pada perlakuan pengeringan dengan drum dryer ataupun ditambah dengan perlakuan pengukusan sebelum pengeringan. Viskositas puncak tepung ubi jalar yang dihasilkan berkisar antara 15.5-920 BU. Pada Gambar 2 dan 3, dapat dilihat bahwa perlakuan pemasakan awal berpengaruh terhadap viskositas puncak dimana adanya kecenderungan bahwa tepung dengan pemasakan awal memiliki viskositas puncak yang lebih rendah dibandingkan dengan tepung tanpa pemasakan awal. Hal ini disebabkan masih kuatnya ikatan-ikatan dalam granula pati yang belum tergelatinisasi di dalam tepung tanpa pemasakan awal sehingga masih memiliki kemampuan untuk terus mem-
Analisis Kualitatif Pati Tergelatinisasi Pada analisis ini dilakukan analisis secara kualitatif terhadap pati tergelatinisasi tepung ubi jalar berdasarkan absorbansi pati yang tergelatinisasi. Berdasarkan analisis ragam, absorbansi pati tergelatinisasi dipengaruhi secara nyata oleh faktor perlakuan teknik pengolahan. Tabel 4. Pengaruh perlakuan teknik pengolahan terhadap IPA, IKA, dan absorbansi pati tergelatinisasi tepung ubi jalar Teknik
IPA
1 2 3 4 5 6
2.89d 3.35d 7.90a 5.73c 6.14c 7.12b
IKA (g/ml) 0.0084c 0.0131c 0.0375b 0.0355b 0.0385b 0.0543a
Absorbansi Pati Tergelatinisasi 0.010c 0.007c 0.861a 0.101c 0.142c 0.510b
Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
Selanjut-nya dengan uji Duncan terhadap data (Tabel 4) dapat diketahui bahwa nilai absorbansi pati tergelatinisasi tepung ubi jalar dengan pengeringan drum dryer berbeda secara nyata dengan tepung yang lain dan secara statistik jauh lebih besar daripada
5
Hasil Penelitian 2007
0
Dipertahankan selama 20 menit pada suhu 95 C 0
0
Pemanasan sampai 95 C
Pendinginan sampai 50 C
1000 900
Teknik 1 ul 1 Teknik 1 ul 2 Teknik 1 ul 3 Teknik 2 ul 1 Teknik 2 ul 2 Teknik 2 ul 3
Viskositas (BU)
800 700 600 500
Teknik 3 ul 1 Teknik 3 ul 2 Teknik 3 ul 3
400 300 200 100 0 0
20
40
60
80
100
Waktu (m)
Gambar 2. Kurva Amilograf Tepung Ubi Jalar Tanpa Perlakuan Pengukusan 0
Dipertahankan selama 20 menit pada suhu 95 C 0
0
Pemanasan sampai 95 C
Pendinginan sampai 50 C
1000 900
Teknik 4 ul 1 Teknik 4 ul 2
Viskositas (BU)
800
Teknik 4 ul 3 Teknik 5 ul 1 Teknik 5 ul 2 Teknik 5 ul 3
700 600 500
Teknik 6 ul 1 Teknik 6 ul 2 Teknik 6 ul 3
400 300 200 100 0 0
20
40
60
80
100
Waktu (m)
Gambar 3. Kurva Amilograf Tepung Ubi Jalar Dengan Perlakuan Pengukusan dalam tepung hasil pengeringan drum dryer merupakan pati yang sudah tergelatinisasi dimana granula pati telah membengkak secara sempurna pada suhu yang sangat tinggi dan membentuk daerah amorf pada saat dikeringkan untuk diolah menjadi tepung. Pada saat granula pati atau tepung diberi air kembali maka air akan langsung menempati daerah amorf tersebut sehingga dicapai viskositas yang paling maksimum.
bengkak hingga pembengkakan yang maksimum. Pada teknik pengolahan yang tidak melibatkan perlakuan pengukusan dapat dilihat bahwa perlakuan perbedaan teknik pengeringan juga berpengaruh terhadap viskositas puncak dimana viskositas puncak tepung hasil pengeringan sinar matahari dan oven lebih rendah dibandingkan dengan tepung hasil pengeringan drum (lihat pada Tabel 5). Hal ini disebabkan pati
6
Hasil Penelitian 2007
Tabel 5. Sifat Amilografi Tepung Ubi Jalar Tepung
Teknik 1
Teknik 2
Teknik 3
Teknik 4
SAG
77.2 + 0.36
76.6 + 0.76
*
56.5 + 14.4
VM
451.6 + 32.5
466.0 + 54.2 710.0+210**
SVM
88.5 + 1.5
0 0
V195 C 426.0 + 23.3 V295 C 342.0 + 23.4
89.5 + 3.8
30
77.3 + 61.8
Teknik 5
Teknik 6
30.9 + 0.1
*
108.2 + 24.8 118.3+127**
95.0 + 0
95.0 + 0
30
451.7 + 49.7 112.3 + 34.5
77.3 + 61.8
108.2 + 24.8
97.0 + 102.7
406.0 + 34.8
96.3 + 30.0
95.5 + 55.2
146.2 + 11.2
106.7+101.4
VD
438.3 + 21.2
502.0 + 37.3 152.3 + 29.5
136.3 + 77.3
200.7 + 5.8
141.2+126.8
VB
96.3 + 15.9
96.0 + 14.5
56.0 + 10.6
40.8 + 22.3
54.5 + 7.9
34.5 + 25.6
VJ
109.7+22.6
55.0 + 20.4
705.0+613.7
-22.0 + 18.2
-51.5 + 38.0
11.7 + 26.8
SP
-84.0 + 7.5
-45.6+15.6
-16.0 + 4.6
18.2 + 7.1
38.0 + 18.8
9.7 + 4.2
* Tepung telah mengalami pregelatinisasi sejak pengukusan dan pengeringan ** Viskositas awal yang terlihat pada suhu 300C Keterangan : SAG : Suhu awal gelatinisasi (0C) VM : Viskositas Maksimum (BU) SVM : Suhu pada saat viskositas maksimum (0C) V1950C : Viskositas pada suhu 950C / viskositas pada awal pemanasan konstan V2950C : Viskositas pada akhir pemanasan konstan (BU) VD : Viskositas pada akhir pendinginan sampai suhu 500C (BU) VB : Viskositas Balik (BU) (VD - V2950C) VJ : Viskositas Jatuh (BU) (VM - V2950C ) SP : Stabilitas Pasta (BU) (V2950C - V1950C)
Suhu viskositas maksimum tepung tanpa pemasakan awal dengan pengeringan sinar matahari dan oven lebih rendah dibandingkan tepung dengan pemasakan awal. Baik pada perlakuan tanpa pemasakan awal maupun pada perlakuan pemasakan awal, suhu viskositas maksimum tepung dengan pengeringan sinar matahari dan oven relatif tidak berbeda satu sama lain. Suhu viskositas maksimum tepung dengan pengeringan drum dryer (teknik 3 dan 6) dianggap 300C karena sejak awal dilarutkan dalam air sudah terbentuk viskositas yang kental (maksimum), dan pengukuran amilografi dimulai dari suhu 300C. Viskositas balik tepung ubi jalar yang dihasilkan berkisar antara 8.9112.2 BU. Dari hasil tersebut didapatkan bahwa teknik pembuatan tepung berpengaruh nyata terhadap viskositas balik tepung ubi jalar yang dihasilkan. Perlakuan pemasakan awal dan teknik
pengeringan dengan drum dryer cenderung menurunkan viskositas balik. Tepung hasil teknik 1 dan teknik 2 menunjukkan nilai rata-rata viskositas balik yang lebih besar (96.3 dan 96.0) dibandingkan tepung yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa kedua tepung tersebut memiliki kecederungan retrogradasi yang tinggi. Viskositas jatuh bernilai positif jika terjadi penurunan viskositas setelah mencapai viskositas maksimum, dan bernilai negatif jika terjadi peningkatan viskositas. Rata-rata viskositas jatuh tepung ubi jalar yang dihasilkan berkisar antara -51.5-705.0 BU. Terdapat kecenderungan bahwa tepung dengan perlakuan tanpa pemasakan awal memiliki viskositas jatuh yang lebih besar dibandingkan dengan tepung dengan perlakuan pemasakan awal. Hal ini berarti tepung hasil teknik 1, 2, dan 3 bersifat kurang stabil karena mengalami perubahan drastis menjadi lebih encer
7
Hasil Penelitian 2007
saat pemanasan dan pengadukan. Penurunan viskositas pada pemanasan akibat pecahnya granula yang telah membengkak dan mengalami fragmentasi (Swinkels, 1985). Tepung hasil teknik 4, 5, 6 lebih stabil karena hanya mengalami sedikit perubahan dimana tepung hasil teknik 4 dan 5 menjadi lebih kental sedangkan tepung hasil teknik 6 mengalami sedikit perubahan menjadi lebih encer. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa tepung dengan perlakuan pemasakan awal memiliki ketahanan yang cukup baik terhadap perlakuan pemanasan dan pengadukan. Stabilitas pasta bernilai positif jika terjadi peningkatan viskositas dan bernilai negatif jika terjadi penurunan viskositas selama pemanasan. Tepung yang dianalisis cenderung memiliki ratarata stabilitas pasta yang baik kecuali tepung hasil teknik 1 dan teknik 2 (-84 + 7.5 BU dan -45.6 + 15.6 BU) karena tepung tersebut mengalami penurunan viskositas yang cukup besar selama pemanasan.
80 70 Sineresis (%)
60 Teknik 4
40
Teknik 5
30
Teknik 6
20 10 0 0
1
2
3
4
5
Siklus
Gambar 5. Stabilitas Pembekuan-Thawing Tepung Ubi Jalar dengan Perlakuan Pengukusan
Penggunaan suhu tinggi (pada drum dryer) dan pemasakan awal menurunkan stabilitas terhadap pembekuan dan thawing. Proses pembekuan dapat menyebabkan terjadinya retrogradasi dimana molekul amilosa yang telah keluar dari granula berikatan kembali dan menggabungkan butir pati yang membengkak itu menjadi semacam jaring-jaring membentuk mikrokristal dan mengendap (Winarno, 1995). Tabel 6. Pengaruh perlakuan teknik pengolahan terhadap sineresis gel tepung ubi jalar Teknik
Stabilitas terhadap Pembekuan dan Thawing Rata-rata persentase sineresis pada gel tepung ubi jalar berkisar antara 26.82 sampai 70.20 % w/w.
1 2 3 4 5 6
80
Siklus 1 cd
33.27 29.62d 62.26a 34.56cd 41.89b 37.50bc
Siklus 2 32.25c 26.82d 70.20a 33.16c 39.66b 35.49c
Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
70 60 Sineresis (%)
50
50
Teknik 1
40
Teknik 2
30
Teknik 3
Persentase sineresis yang tinggi pada tepung hasil teknik 3 mungkin disebabkan oleh banyaknya air yang keluar dari rongga-rongga jaringan yang terbentuk dari butir pati dan endapan amilosa saat terjadi proses thawing. Oleh karena rongga jaringan yang terbentuk cukup besar maka air yang terperangkap akan keluar dalam jumlah yang cukup banyak pula.
20 10 0 0
1
2
3
4
5
Siklus
Gambar 4. Stabilitas Pembekuan-Thawing Tepung Ubi Jalar tanpa Perlakuan Pengukusan
Berdasarkan analisis ragam terhadap data stabilitas pembekuan dan thawing pada selang kepercayaan 95%, faktor perlakuan teknik pengolahan berpengaruh nyata pada siklus pertama dan kedua.
KESIMPULAN Hasil analisis karakteristik ubi jalar varietas sukuh menunjukkan bahwa ratarata kadar air sebesar 61.48 % bb atau 159.83 %bk, kadar abu 0.72 %bb atau
8
Hasil Penelitian 2007
Starch from Banana Musa parasisiaca L. (Var Macho). Journal Agrociencia (36):169-180.
1.87 %bk, kadar protein 1.29 %bb atau 3.35 %bk, kadar lemak 0.19 %bb atau 0.49 %bk, dan kadar karbohidrat 36.32 %bb atau 94.29 %bk. Faktor perlakuan teknik pengolahan berpengaruh nyata terhadap kadar air, densitas kamba, warna (L, a, b), sifat mikroskopis granula pati, IPA dan IKA, pati tergelatinisasi, sifat amilografi tepung, dan stabilitas terhadap pembekuan dan thawing tepung ubi jalar (siklus 1 dan siklus 2). Perlakuan teknik 4, 5, dan 6 meningkatkan densitas kamba, menurunkan kecerahan, meningkatkan derajat hue, menghilangkan efek birefrigence, mengubah ukuran dan bentuk granula pati, menaikkan IPA dan IKA, menurunkan suhu awal gelatinisasi, viskositas puncak, viskositas balik, viskositas jatuh, dan meningkatkan stabilitas pasta. Perlakuan teknik 3 dan 6 menurunkan kecerahan, meningkatkan derajat hue, menghilangkan efek birefrigence, mengubah ukuran dan bentuk granula pati, menaikkan IPA dan IKA, menaikkan absorbansi pati tergelatinisasi, menurunkan suhu awal gelatinisasi, viskositas balik, viskositas jatuh, dan meningkatkan stabilitas pasta.
Djuanda, V. 2003. Optimasi Formulasi Cookies Ubi Jalar (Ipomoea batatas) Berdasarkan Kajian Preferensi Konsumen. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Gomez, M.H. dan J.M. Aguilera. 1983. Changes in The Starch Fraction During Extrusion Cooking of Corn. Journal Food Science 48 (2):378381. Khalil, 1999. Pengaruh Kandungan Air dan Ukuran Partikel Terhadap Perubahan Perilaku Fisik Bahan Pangan Lokal: Kerapatan Tumpukan, Kerapatan Pemadatan, dan Bobot Jenis. Media Peternakan Vol. 22 No 1:1-11. Khasanah, U. 2003. Formulasi, Karakterisasi Fisikokimia dan Organoleptik Produk Makanan Sarapan Ubi Jalar (Sweet Potato Flakes). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.
DAFTAR PUSTAKA
Muchtadi, T.R., P. Haryadi, A.B. Ahza. 1988. Teknologi Pemasakan Ekstrusi. PAU Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
AACC, 1983. American Association Of Cereal Chemist Approved methods. Vol II. AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist. AOAC Int., Washington.
Muharam, S. 1992. Studi Karakteristik Fisikokimia dan Fungsional Tepung Singkong Dengan Modifikasi Pengukusan, Penyangraian, dan penambahan GMS serta Aplikasinya dalam Pembuatan Roti Tawar. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.
Apriyantono, A. D. Fardiaz, N. L. Puspitasari, Y. Sedarnawati dan B. Budiyanto. 1999. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. PAU IPB, Bogor.
Pomeranz, Y dan C.E. Meloan. 1978. Food Analysis Theory and Practise. The AVI Publ. Co Inc. Westport, Connecticut.
Bello-Perez, L.A., S.M. ContrerasRamos, R. Romero-Manilla, J. Solorza-Feria dan A.JimenezAparicio. 2002. Chemical and Functional Properties of Modified
9
Hasil Penelitian 2007
Ropiq, S., Sukardi dan T.K. Bunasor. 1988. Ekstraksi dan Karakterisasi pati Ganyong (Canna edulis Kerr). Jurnal Teknologi Industri Pertanian 3(1):21-26. Setiawan, E. 2005. Pembuatan Mie Kering dari Ubi jalar (Ipomoea batatas) dan penentuan Umur Simpan dengan metode Akselerasi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Ulyarti. 1997. Mempelajari sifat–sifat amilografi amilosa, amlilopektin, dan campurannya. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Winarno, F.G. dan Jenie, S.L. 1974. Dasar Pengawetan, Sanitasi dan Peracunan. Departemen Teknologi Hasil Pertanian, Fatemeta, IPB. Bogor. Winarno, F.G. 1981. Bahan Pangan Terfermentasi. Kumpulan Pikiran dan Gagasan Tertulis. Pusbangtepa. IPB, Bogor.
Winarno, F.G. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Winata, A. Y. 2001. Karakterisasi Tepung Sukun (Artocarpus altilis) Pramasak Hasil Pengeringan Drum Serta Aplikasinya Untuk Substitusi Tepung Terigu Pada Pembuatan Roti manis. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.
10