KARAKTERISASI RESERVOIR ‘X’ DI LAPANGAN DURI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP OOIP
TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung
Oleh
MULYADI NIM : 22005032 Program Studi Teknik Geologi
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2007
KARAKTERISASI RESERVOIR ’X’ DI LAPANGAN DURI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP OOIP
Oleh
Mulyadi NIM : 22005032 Program Studi Teknik Geologi Institut Teknologi Bandung
Menyetujui Tim Pembimbing Tanggal ……………………………
Ketua
________________ (Dr. Dardji Noeradi)
Anggota
______________________ (Dr. Prihadi Sumintadiredja)
Anggota
_________________________ (Ir. Lambok M. Hutasoit, Ph.D.)
ABSTRAK
KARAKTERISASI RESERVOIR ‘X’ DI LAPANGAN DURI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP OOIP
Oleh
Mulyadi NIM : 22005032 PT. Chevron Pacific Indonesia (PT.CPI) akan mengembangkan Reservoir ‘X’ di Lapangan Minyak Duri, Sumatera, Indonesia. Untuk mengetahui potensi dari reservoir ini, perlu dilakukan karakterisasi reservoir dan penentuan jumlah cadangan hidrokarbon yang ada dalam reservoir tersebut atau Original Oil In Place (OOIP). Reservoir ‘X’ yang mempunyai kedalaman rata-rata 300 feet di bawah permukaan air laut (sub-sea) merupakan reservoir yang paling dangkal dibandingkan dengan reservoir-reservoir yang sudah diproduksi di Lapangan Duri Karakterisasi reservoir dilakukan melalui tahapan pembuatan kerangka geologi sampai dengan permodelan sifat-sifat batuan dan fluida dari data sumur pemboran dengan integrasi data seismik, untuk mengetahui distribusi dari sifat-sifat tersebut melalui pendekatan geostatistik dan diperlihatkan secara tiga dimensi. Analisis ketidakpastian (uncertainty analysis) dilakukan untuk mengetahui besaran pengaruh dari ketidakpastian parameter seperti porositas dan saturasi air (Sw) yang mengontrol jumlah OOIP. Hasil dari proses karakterisasi reservoir memperlihatkan, bahwa potensi hidrokarbon pada Reservoir ‘X’ berada di bagian utara Lapangan Duri, karena mempunyai net pay yang paling tebal. Selain itu diidentifikasi tiga lapisan utama yang dinamakan Lapisan A,B, dan C. Lapisan A adalah lapisan paling dangkal, dimana kedalaman paling dangkal mencapai 50 feet (sub-sea), sedangkan Lapisan C adalah yang paling dalam. Data Hydrocarbon Pore Thickness (HPT) yang merupakan hasil perkalian antara saturasi minyak, porositas, dan net pay, memperlihatkan bahwa Lapisan A mempunyai kandungan minyak yang paling potensial. Perhitungan OOIP secara probabilistik menunjukkan, bahwa Lapisan A pada Reservoir ‘X’ mempunyai OOIP rata-rata paling besar, yaitu 266.540.000 STBO (Stock Tank Barrel Oil), dengan P10= 251.163.000; P50= 266.745.000; P90= 281.519.000. Selanjutnya Lapisan B 39.093.600 STBO, dengan P10= 33.509.700; P50= 39.123.400; P90= 44.641.900, dan C yang paling kecil yaitu 1.303.040
i
STBO, dengan P10= 848.384; P50= 1.304.390; P90= 1.756.200 STBO. Jumlah ini cukup potensial dan mendorong untuk studi lebih detil sebelum bisa dikembangkan. Berdasarkan analisis sensitivitas pada Reservoir ‘X’ dalam penelitian ini, Sw memberikan pengaruh jauh lebih besar terhadap nilai OOIP, dibandingkan dengan pengaruh porositas. Data histogram atau parameter statistik dari distribusi sifat batuan yang dipakai dalam perhitungan OOIP probabilistik memperlihatkan, bahwa Sw mempunyai standar deviasi yang lebih besar dibandingkan dengan porositas. Sehingga dari hasil pengujian perhitungan OOIP antara penggunaan parameter statistik, porositas pada zona pay dengan zona pay dan non pay tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap OOIP, yaitu dengan perbedaan kurang dari 1%. Sedangkan, dari hasil pengujian perhitungan OOIP antara penggunaan parameter statistik, saturasi air pada zona pay dengan zona pay dan non pay memperlihatkan perubahan jumlah OOIP yang cukup signifikan, yaitu rata-rata antara 4 sampai 8%. Karena jumlah kandungan minyak yang cukup banyak dan potensial pada Reservoir ‘X’, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengurangi ketidakpastian, terutama ketidakpastian yang memberikan pengaruh paling besar terhadap nilai OOIP, yaitu Sw. Penelitian bisa berupa kajian petrofisika dan penambahan data, misalnya melalui pemboran sumur untuk mendapatkan batuan inti untuk mengurangi ketidakpastian subsurface dan mendapakan data OOIP yang lebih akurat.
ii
ABSTRACT
CHARACTERIZATION OF RESERVOIR ‘X’ OF DURI FIELD AND ITS IMPLICATION TO OOIP
By
Mulyadi NIM : 22005032 PT. Chevron Pacific Indonesia (PT.CPI) plans to develop Reservoir ‘X’ in the Duri Oil Field, Sumatera, Indonesia. In order to understand the potential of the reservoir, it is important to conduct reservoir characterization and determine the amount of petroleum resources or Original Oil in Place (OOIP) of the reservoir. Reservoir ‘X’ which is has average 300 feet depth below mean sea level (sub-sea), is the lowest reservoir compared with reservoirs which already have been produced in the Duri Field. Reservoir characterization was conducted starting from geological framework steps to the rock and fluid properties modeling by integrating with seismic data, to understand properties distribution laterally and vertically trough the geostatistic approach and three dimension visualization. Uncertainty analysis was performed to understand the influence or impact of parameter uncertainty such as porosity and water saturation (Sw) on the range of OOIP. The result of the Reservoir Characterization indicates that hydrocarbon potential in Reservoir ‘X’ is located at the north of Duri Field. Beside that, 3 main layers were identified, named Layer A, B, and C. Layer A is the shallowest layer which has shallowest depth of 50 feet (sub-sea), and C is the deepest layer of the Reservoir ‘X’. Based upon the Hydrocarbon Pore Thickness (HPT) data, Layer A has the most potential petroleum content. HPT is obtained by multiplying oil saturation, porosity and net pay. Based on the probabilistic OOIP calculation results, Layer A of Reservoir ‘X’ has the highest average of OOIP: 266.540.000 STBO (Stock Tank Barrel Oil), with P10= 251.163.000; P50= 266.745.000; P90= 281.519.000. It’s followed by Layer B: 39.093.600 STBO, with P10= 33.509.700; P50= 39.123.400; P90= 44.641.900. Layer C is the lowest OOIP: 1.303.340 STBO with P10= 848.384; P50= 1.304.390; P90= 1.756.200 STBO. Such volume is large enough and encouraging for further study prior to development. According to the sensitivity analysis in this research, Sw provides much higher impact on the OOIP rather than porosity impact to the OOIP of the Reservoir ‘X’.
iii
Statistic parameter data of the property distribution from the histogram indicates that Sw has the higher standard deviation than that of porosity. That parameter was used for probabilistic OOIP calculation. So, from the OOIP calculation examination between using statistic parameter of porosity at ‘pay’ zone versus ‘pay and non-pay’ zone, the results show no significant influence on the OOIP, with the difference of less than 1%. But from the OOIP calculation examination between using statistic parameter of Sw at ‘pay’ zone versus ‘pay and non-pay’ zone, the results show significant influence on the OOIP, with the difference of 4 to 8%. Due to the large amount of the hydrocarbon and potential of the Reservoir ‘X’, it’s important to conduct further research to minimize uncertainty, especially uncertainty that has the biggest influence of parameter on the OOIP, in this case is Sw. Examples of research are petrophysics study and additional data by drilling wells to obtain core data to minimize subsurface uncertainty and get the more accurate OOIP calculation results.
iv
PEDOMAN PENGGUNAAN TESIS
Tesis S2 yang tidak dipublikasikan terdaftar dan tersedia di Perpustakaan Institut Teknologi Bandung, dan terbuka untuk umum dengan ketentuan bahwa hak cipta ada pada pengarang dengan mengikuti aturan HaKI yang berlaku di Institut Teknologi Bandung. Referensi kepustakaan diperkenankan dicatat, tetapi pengutipan atau peringkasan hanya dapat dilakukan seizin pengarang dan harus disertai dengan kebiasaan ilmiah untuk menyebutkan sumbernya. Memperbanyak atau menerbitkan sebagian atau seluruh tesis haruslah seizin Direktur Program Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung.
v
Dipersembahkan untuk Istriku: Latifah Nuraini Hikmah, serta Anak-anakku: Muhammad Irsyad Fadhlani, dan Muhammad Faqih Fathurrahman.
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Penulis sangat berterima kasih kepada Bapak Dr. Dardji Noeradi, Dr. Prihadi Sumintadiredja, dan Ir. Lambok M. Hutasoit, Ph.D sebagai Pembimbing, atas segala saran, bimbingan, dan nasehatnya selama penelitian berlangsung dan penulisan tesis ini. Terima kasih kepada Orang Tua atas doanya, kepada Istri tercinta atas doa dan kesabarannya, serta Anak-anakku tersayang yang telah memberikan semangat, dan juga kepada Sudara-saudara saya yang telah membantu dan memberikan motivasi kepada Penulis untuk segera menyelesaikan program ini. Terima kasih juga disampaikan kepada: •
Bapak-bapak dan Ibu-Ibu Dosen, serta Pegawai Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral, ITB,
•
Rekan-rekan Peserta S2 Petroleum Geoscience – Program Pasca Sarjana, Teknik Geologi ITB, atas diskusi dan kerjasamanya,
•
Rekan-rekan kerja di Technical Team – Heavy Oil Operating Unit, Duri, PT. Chevron Pacific Indonesia, khususnya Steve Johansen, PhD., Tom Tran, PhD., Wikan Winderasta, ST.,MT., dan juga Ibnu Arif, ST.,MT., atas bimbingan, saran, dan koreksinya dalam penelitian ini,
•
Manajemen PT. Chevron Pacific Indonesia, yang telah memberikan kesempatan dan bantuannya dalam program ESDP.
Besar harapan, adanya masukan dan koreksi dari Bapak/Ibu/Sdr(i) terhadap tulisan ini, sehingga dapat meningkatkan kualitas dari tesis ini dan pemahaman Penulis mengenai kajian ini. Bandung,
Juni 2007
Mulyadi
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................... i ABSTRACT........................................................................................................... iii PEDOMAN PENGGUNAAN TESIS .....................................................................v KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii DAFTAR ISI........................................................................................................ viii DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii DAFTAR TABEL................................................................................................ xvi DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ..................................................... xvii BAB I Pendahuluan ................................................................................................1 I.1 Lokasi Penelitian ............................................................................................1 I.2 Latarbelakang Penelitian ................................................................................2 I.3 Obyek Penelitian.............................................................................................2 I.4 Penelitian Terdahulu.......................................................................................4 1.5 Tujuan Penelitian ...........................................................................................6 1.6 Lingkup Permasalahan...................................................................................6 I.7 Hipotesa ..........................................................................................................7 I.8 Asumsi ............................................................................................................7 I.9 Metode Penelitian ...........................................................................................7 I.10 Sumbangan Terhadap Ilmu Pengetahuan .....................................................9 I.11 Manfaat Penelitian ......................................................................................10 BAB II Kajian Pustaka.........................................................................................11 II.1 Geologi Regional........................................................................................11 II.2.1 Geologi Daerah Penelitian ...................................................................14 II.2.1.1 Struktur Geologi ............................................................................14 II.2.1.2 Stratigrafi.......................................................................................15 II.2 Landasan Teori ............................................................................................19 II.2.1 Karakterisasi Reservoir ........................................................................19 II.2.2 Geostatistik...........................................................................................21
viii
II.2.2.1 Variogram......................................................................................23 II.2.2.2 MBSIS (Multi-Binary Sequential Indicator Simulation) ..............24 II.2.2.3 SGS (Sequential Gaussian Simulation) Collocated Cokriging.....24 II.2.2.4 Parameter Statistik.........................................................................25 II.2.3 Analisis Ketidakpastian (Uncertainty Analysis)...................................26 II.2.3.1 Design of Experiment (DoE) .........................................................27 II.2.3.2 Analisis Ketidakpastian OOIP Duri ..............................................28 II.2.4 Evaluasi Formasi .................................................................................29 II.2.4.1 Evaluasi Formasi pada Formasi Duri ............................................29 VI.2.4.2 Ketidakpastian Petrofisika Duri..................................................33 II.2.5 Permodelan Geologi Tiga Dimensi Duri..............................................35 II.2.6 Petroleum Resources............................................................................36 BAB III Permodelan Reservoir “X” ......................................................................39 III.1 Jenis dan Jumlah Data yang Digunakan ....................................................39 III.2 Deskripsi dan Hasil masing-masing Langkah...........................................40 III.2.1 Kontrol Kualitas Data .........................................................................40 III.2.2 Korelasi Antar Sumur .........................................................................40 III.2.3 Faulted Surface Horizon....................................................................41 III.2.4 Un-Faulted Sgrid ................................................................................45 III.2.5 Regioning ............................................................................................47 III.2.6 Property Modeling ..............................................................................49 III.3 Hasil Permodelan .......................................................................................53 III.3.1 Permodelan Tipe Batuan (Rock Type) ................................................53 III.3.2 Permodelan Sifat Batuan dan Fluida...................................................57 III.3.3.1 Sifat-sifat Batuan dan Fluida Lapisan A .....................................64 III.3.3.2 Sifat-sifat Batuan dan Fluida Lapisan B .....................................65 III.3.3.3 Sifat-sifat Batuan dan Fluida Lapisan C .....................................66 III.3.4 Proses Validasi...................................................................................67 III.4 Ikhtisar .......................................................................................................67 BAB IV Perhitungan Cadangan...........................................................................68 IV.1 Penentuan Paramater..................................................................................70 IV.2 Penentuan Batas Hidrokarbon ...................................................................71
ix
IV.3 Deskripsi mengenai Metode Perhitungan ..................................................74 IV.3.1 Parameter 1C, 2C, dan 3C Case untuk OOIP .....................................75 IV.3.2 Perhitungan OOIP dengan menggunakan Script ..............................77 IV.3.3 Analisis Ketidakpastian dengan DoE .................................................78 IV.4 Hasil Perhitungan.......................................................................................79 IV.4.1 1C, 2C, dan 3C case OOIP dari Script ...............................................79 IV.4.2 Hasil DoE...........................................................................................81 IV.4.2.1 Analisis Sensitifitas .....................................................................82 IV.4.3 Perhitungan OOIP Probabilistik .........................................................84 IV.5 Analisis Hasil Perhitungan dalam kaitan dengan Karakterisasi Reservoir98 BAB V Kesimpulan ...........................................................................................100 DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................101
x
DAFTAR LAMPIRAN
. Lampiran 1
Konversi log permeabilitas ke nilai permeabilitas ………...
Lampiran 2
Perbandingan histogram vsh sumur (bawah) dan model
104
(atas) ....................................................................................... 105 Lampiran 3
Perbandingan histogram phie sumur (atas) dan model (bawah) ……………………………………………………..
Lampiran 4
Perbandingan histogram sw sumur (atas) dan model (bawah) ……………………………………………………..
Lampiran 5
106 107
Perbandingan histogram log permeabilitas sumur (atas) dan model (bawah) ……………………………………………...
108
Lampiran 6
Contoh Rumusan OOIP dalam Script ……………………… 109
Lampiran 7
Contoh hasil perhitungan OOIP dengan menggunakan parameter dan kombinasi yang berbeda ……………………. 110
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar I.1
Lokasi Penelitian, Lapangan Duri bagian Utara ....................
1
Gambar I.2
Posisi dan karakter log Reservoir ‘X’ ....................................
3
Gambar I.3
Log sumur open hole,(a) dan point set hasil interpretasi seismik 2D dan 3D (b)……………………………………… Diagram Alir Penelitian …………………………………….
3
Gambar I.4 Gambar II.1 Gambar II. 2 Gambar II.3 Gambar II.4 Gambar II.5 Gambar II.6 Gambar II.7 Gambar II.8 Gambar II.9 Gambar II.10 Gambar II.11 Gambar II.12 Gambar II.13 Gambar II.14 Gambar II.15
9
Posisi Lapangan Duri pada Cekungan Sumatera Tengah (Modifikasi Eubank dan Makki, 1981)……………………... Kolom tektonostratigrafi Cekungan Sumatera Tengah (Heidrick dan Aulia, 1993)..................................................... Lapangan Duri pada sub-Cekungan Aman, Cekungan Sumatera Tengah (Modifikasi Eubank dan Makki, 1981) ..... Ekuivalen Stratigrafi Lapangan Duri (kanan) dengan Regional Cekungan Sumatera Tengah (kiri) .......................... Diagram alir permodelan reservoir. Kotak berwarna biru adalah proses yang masuk dalam kajian penelitian (Chevron ETC) ………………………………………………………... Cakupan karakterisasi yang dilakukan dalam penelitian sampai tahap 4, yaitu mempopulasi kerangka antar sumur dengan data (Chevron ETC) ……………………………….. Beberapa contoh penerapan geostatistik (Dubrule, 2003)......
12
Arti fisik semivariogram (atas) dan variogram untuk reservoir yang anisotrophic (bawah) ………………………. Contoh histogram integrasi analisis ketidakpastian, yang mengilustrasikan pengaruh suatu studi ketidakpastian …….. Analisis Ketidakpastian menggunakan Experimental Design (Chevron ETC, 2004)............................................................. Cut-off porositas dan kisarannya untuk porositas di Duri (Johansen, 2005)………………….…………........................ Cut-off saturasi minyak (So) dan kisarannya untuk saturasi minyak di Duri (Johansen, 2005) …………………………... Grid layering Model Geologi Duri (Tran, 2006) ..................
24
Proses alir dan metode populasi sifat batuan (rock properties) di Lapangan Duri (Tran, 2006) …………... Kerangka klasifikasi resources, sebagai representasi sistem klasifikasi resources SPE/WPC/AAPG/SPEE (Etherington
13 16 17 20 20 22
27 28 34 34 35 36 37
dan Ritter, 2007)…………………………………………………..
Gambar III.1
Log sumur, marker, dan korelasi pada Reservoir ‘X’ ...........
Gambar III.2
Integrasi surface horizon (top ‘X’) dengan patahan (faults) .. 42
Gambar III.3
Faulted Surface horizon top Reservoir ‘X’ secara tiga
xii
41 43
Gambar III.4 Gambar III.5
dimensi, hasil dari pemotongan surface horizon oleh patahan dan di-flex terhadap marker sumur ………………... Peta struktur top surface horizon Reservoir ‘X’.....................
44
Peta gross isopach atau ketebalan kasar interval Reservoir ‘X’ .......................................................................................... Unfaulted Sgrid dengan ukuran sel 25mx25m (lateral) x 2ft (vertikal) ……………………………………………………. Histogram yang memperlihatkan distribusi property bimodal (sebelum regioning).................................................. Histogram yang memperlihatkan distribusi property yang normal (setelah regioning) ..................................................... Model log sumur dan sgrid dalam penentuan regioning.........
45
50
Gambar III.15a
Snap data sifat dan tipe batuan terhadap sel. Warna menunjukkan besaran dari suatu property …………………. Contoh aplikasi variogram dalam permodelan porositas pada Reservoir ‘X’……………………………………….…. Hasil penentuan tipe batuan berdasarkan cut-off vsh dan rhob ………………………………………………………… Data tipe batuan pada sumur yang di-snap ke sel grid (atas) dan cross section hasil populasi tipe batuan (bawah)............. Proporsi batupasir (nomor 1, kuning) yang paling dominan pada region Lapisan A ........................................................... Proporsi batupasir (nomor 1, kuning) yang hampir sama dengan shale (nomor 3, hijau) pada region lapisan C ……… Peta sebaran volume shale rata-rata pada region pay.............
Gambar III.15b
Sayatan sgrid (sgrid section) volume shale.………………… 58
Gambar III.16a
Peta sebaran porositas rata-rata Reservoir ‘X’ pada region pay........................................................................................... Sayatan sgrid model porositas Reservoir ‘X’.........................
Gambar III.6 Gambar III.7 Gambar III.8 Gambar III.9 Gambar III.10 Gambar III.11 Gambar III.12 Gambar III.13 Gambar III.14a Gambar III.14b
Gambar III.16b Gambar III.17a Gambar III.17b Gambar III.18 Gambar III.19 Gambar III.20
Gambar III.21 Gambar IV.1
46 47 48 49
50 54 55 56 56 57 59 60
Peta sebaran Sw rata-rata Reservoir ‘X’ pada region 61 pay........................................................................................... Sayatan sgrid model Sw Reservoir ‘X’................................... 62 Peta sebaran log permeabilitas rata-rata Reservoir ‘X’ Lapangan Duri pada region pay ............................................. Peta sebaran net pay, porositas rata-rata, saturasi air ratarata, dan Hidrocarbon Pore Thickness (HPT) di atas surface OWC pada Lapisan A............................................................ Peta sebaran net pay, porositas rata-rata, saturasi air ratarata, dan Hidrocarbon Pore Thickness (HPT) di atas surface OWC pada Lapisan B. Potensi pay pada lapisan ini berada di bagian timur laut dan barat daya ………………………… Peta sebaran net pay, porositas rata-rata, saturasi air ratarata, dan Hidrocarbon Pore Thickness (HPT) di atas surface OWC pada Lapisan C............................................................. (a) Klasifikasi 6P Reserves dan Resources Chevron
xiii
63 64 65
66 69
Gambar IV.2 Gambar IV.3 Gambar IV.4 Gambar IV.5 Gambar IV.6 Gambar IV.7
(Chevron Corporate, 2006), dan (b) Klasifikasi menurut SPE (WPC, SPE, AAPG, SPEE, 2007) ……………………. Gambar IV.2 Log sumur yang mempelihatkan penentuan pay dengan cut-off Sw <= 0.8 dan Phie >= 0.24 …………… Pay cells yang merupakan bagian dari pay region, mempunyai property Sw <= 0.8 dan Phie >= 0.24, di atas OWC ……………………………………………………….. Kartun yang memperlihatkan hubungan antara OWC, LKO, dan HKW dalam tiga sumur yang menembus kedalam satuan reservoir yang sama…………………………………. Log sumur yang memperlihatkan contoh penentuan batas hidroharbon: OWC, LKO, dan HKW (Johansen, 2006). Tipe LKO, OWC, dan HKW di daerah penelitian ………….
70 71 72 72 73
Gambar IV.10
Penerapan 1C (low case), 2C (base case), dan 3C (high case) pada kurva dan cut-off, untuk menentukan Pay ……… Jumlah OOIP antara Lapisan A, B, dan C dari beberapa kombinasi parameter............................................................... Besaran OOIP (Lapisan A) yang merupakan input untuk setiap run dan kombinasi parameter. Satuan OOIP di atas adalah STBO (Stock Tank Barrel Oil) …………………....... Hasil analisis sensitifitas Lapisan A .......................................
Gambar IV.11
Hasil analisis sensitifitas Lapisan B ....................................... 83
Gambar IV.12
Hasil analisis sensitivitas Lapisan C .....................................
83
Gambar IV.13
Histogram porositas pada region pay Lapisan B....................
85
Gambar IV.14
86
Gambar IV.17
Distribution Law untuk parameter kontak fluida (OWC) Lapisan A …………………………………………………... Distribution Law untuk parameter Model Phie dalam region pay Lapisan A ………………………………………… Distribution Law untuk parameter Model Sw dalam region pay Lapisan A ……………………………………………… Distribution Law untuk parameter Cut-off Phie Lapisan A
87
Gambar IV.18
Distribution Law untuk parameter Cut-off Sw Lapisan A
88
Gambar IV.19
Hasil perhitungan OOIP probabilistik pada region pay Lapisan A ............................................................................... Hasil perhitungan OOIP probabilistik pada region pay Lapisan B …………………………………………………... Hasil perhitungan OOIP probabilistik pada region pay Lapisan C …………………………………………………... Hasil OOIP dengan menggunakan porositas pada region keseluruhan (pay dan non-pay di atas 3C case OWC) pada Lapisan A …………………………………………………... Hasil OOIP dengan menggunakan porositas pada region keseluruhan (pay dan non-pay di atas 3C case OWC) pada Lapisan B …………………………………………………...
90
Gambar IV.8 Gambar IV.9
Gambar IV.15 Gambar IV.16
Gambar IV.20 Gambar IV.21 Gambar IV.22 Gambar IV.23
xiv
76 80 81 82
86 87
91 92 94 94
Gambar IV.24 Gambar IV.25 Gambar IV.26 Gambar IV.27
Hasil OOIP dengan menggunakan porositas pada region keseluruhan (pay dan non-pay di atas 3C case OWC) pada Lapisan C …………………………………………………... Hasil OOIP dengan menggunakan Sw pada region keseluruhan (pay dan non-pay di atas 3C case OWC) pada Lapisan A ………………………………………………….. Hasil OOIP dengan menggunakan Sw pada region keseluruhan (pay dan non-pay di atas 3C case OWC) pada Lapisan B ………………………………………………….. Hasil OOIP dengan menggunakan Sw pada region keseluruhan (pay dan non-pay di atas 3C case OWC) pada Lapisan C …………………………………………………...
xv
95 96 97 97
DAFTAR TABEL
Tabel I.1
Data log sumur dan seismik yang digunakan dalam penenelitian ............................................................................
Tabel III.1
4
Penentuan layer regioning dari marker stratigrafi untuk seluruh stratigraphic grid Reservoir “X” .............................
48
Tabel III.2
Perbandingan parameter statistik data sumur dan model.......
67
Tabel IV.1
Ringkasan parameter untuk DoE (Design of Experiment) ….
76
Tabel IV.2
Skema model beberapa kemungkinan kombinasi antar parameter (dua parameter). 1C = -1; 2C = 0; 3C = 1 ……….
77
Tabel IV.3
Tabel eksperimental dalam desain D-Optimal……………..
78
Tabel IV.4
Hasil perhitungan OOIP Lapisan A, B, C berdasarkan kombinasi parameter……………………………………….
Tabel IV.5
Tipe distribusi dan parameter statistik untuk setiap parameter pada region pay Lapisan A ……………………………….
Tabel IV.6
89
Tipe distribusi dan parameter statistik untuk setiap parameter pada region pay Lapisan C ………………………………..
Tabel IV.8
89
Tipe distribusi dan parameter statistik untuk setiap parameter pada region pay Lapisan B ……………………………….
Tabel IV.7
79
89
Ringkasan hasil perhitungan OOIP probabilistik dengan menggunakan Monte Carlo pada region pay Lapisan A,B, dan C…………………………………………………………
Tabel IV.9
Pengaruh perubahan parameter statistik porositas model terhadap OOIP.........................................................................
Tabel IV.10
93 96
Pengaruh perubahan parameter statistik saturasi air model terhadap OOIP........................................................................
xvi
98
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
SINGKATAN Nama
Pemakaian pertama kali pada halaman
km2
kilometer persegi
1
CPI
Chevron Pacific Indonesia
2
BOPD
Barrel Oil Per Day
2
OOIP
Original Oil In Place
2
2D dan 3D
Dua Dimensi dan Tiga Dimensi
2
Vsh
Volume Shale
3
GR
Gamma Ray
3
Sw
Water Saturation (saturasi atau kejenuhan air)
3
Sgrid
Stratigraphic Grid
3
STBO
Stock Tank Barrel Oil
4
TDS
Total Dissolved Solids
5
LKO
Lowest Known Oil
7
OWC
Oil Water Contact
7
HKW
Highest Known Oil
7
MBSIS
Multi-Binary Sequential Indicator Simulation
8
SGS
Sequential Gaussian Simulation
8
SGS ColCok
SGS Collocated Co-Kriging
8
DoE
Design of Experiment
8
U-S
Utara-Selatan
11
N,S,W,E
North, South, West, East
14
ETC
Exploration Technology Company
19
CCK
Collocated Co-Kriging
25
SD
Standar Deviasi
25
CV
Coefficient of Variation
25
E
Rata-rata
25
pdf
Probability Density Function
26
xvii
P10,P50,P90
Probabilitas 10%,50% dan 90%
27
FVF
Formation Volume Factor
28
QC
Quality Control
29
DPHI
Porositas Densitas
30
NPHI
Porositas Netron
30
PHIT
Porositas Total
30
Vcl
Volume Clay
31
PHIE
Porositas Efektif
31
Rwt
Water Resistivity at temperature
32
Rt
True Resistivity
32
Rsh
Shale Resistivity
32
So
Oil Saturation (saturasi atau kejenuhan minyak)
33
SPE
Society of Petroleum Engineers
36
WPC
World Petroleum Council
36
AAPG
American Association of Petroleum Geologist
36
Society of Petroleum Evaluation Engineers SPEE
(SPEE)
36
RTE
Rotary Table Elevation
39
HPT
Hydrocarbon Pore Thickness
64
1C, 2C,3C
Contingent (Resources) 1,2 dan 3
68
Bbl
Barrel
74
LAMBANG Ф
Porositas
3
k
Permeabilitas
3
T_DX
Top marker DX
7
ρ
Densitas
30
Boi
Formation Volume Factor
74
h
Ketebalan
74
A
Area (Luas)
74
σ
Standar Deviasi
89
µ
Mean (Rata-rata)
89
xviii
BAB I Pendahuluan
I.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dengan luas sekitar 72 km2 berada di Lapangan Duri bagian Utara, Kabupaten Bengkalis, Riau, Sumatera, Indonesia (Gambar I.1).
8km
9km
Gambar I.1 Lokasi Penelitian, Lapangan Duri bagian utara. A sampai M adalah nama area untuk pembagian pengelolaan asset reservoir.
1
I.2 Latarbelakang Penelitian PT. Chevron Pacific Indonesia (CPI) telah memproduksi lebih dari 2 milyar barrel minyak di Lapangan Duri, dari cadangan Lapangan Duri sebesar 6 milyar barrel minyak. Reservoir yang sudah dikembangkan adalah Baji, Jaga, dan Dalam, yang ekuivalen dengan Formasi Bangko, serta Reservoir Pertama, Kedua, dan Rindu, yang ekuivalen dengan Formasi Bekasap. Sedangkan reservoir yang belum dikembangkan adalah Reservoir “X” dan 140’ yang merupakan reservoir paling dangkal. Saat ini, rata-rata produksi minyak Duri adalah sekitar 198.000 BOPD. Untuk menambah cadangan minyak dan kebutuhan meningkatkan produksi, PT. CPI selalu berusaha mencari peluang dengan rencana pengembangan asset baru, salah satunya adalah pengembangan Reservoir “X”. Reservoir “X” di Lapangan Duri sampai sekarang belum dikembangkan. Informasi mengenai reservoir ini masih terbatas terutama informasi kisaran nilai atau probablistik OOIP. Untuk mengembangkan reservoir baru, dua informasi penting yang harus diperoleh adalah karakter reservoir dan volume dari hidrokarbon dalam reservoir tersebut.
I.3 Obyek Penelitian Obyek Penelitian adalah Reservoir “X” yang merupakan bagian dari Formasi Duri (Johannesen, 1991) dalam Group Sihapas pada Stratigrafi Cekungan Sumatera Tengah (Gambar I.2). Area penelitian dipilih di bagian utara karena difokuskan kepada daerah yang dianggap potensial serta untuk pertimbangan waktu dan penggunaan data yang lebih efisien. Obyek pengamatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah log sumur dan hasil interpretasi seismik (Gambar I.3). Log sumur yang digunakan adalah log open hole, sedangkan hasil interpretasi seismik yang digunakan berasal dari seismik 2D (Dua Dimensi) dan 3D (Tabel I.1).
2
RESERVOIR “X”
Tipe Log Reservoir “X”
DURI FORMATION
“X”
“X”
Gambar I.2 Posisi dan karakter log Reservoir “X”. Upper “X” merupakan lapisan utama yang umumnya lebih tebal dibanding Lower “X”.
Vsh, GR
Tipe Batuan
Ф
k
U
Sw
2D
19, 2 km
3D
10, 4 km
(a)
(b)
Gambar I.3 Log sumur open hole,(a) dan point set hasil interpretasi seismik 2D dan 3D yang digabung, kotak hitam menunjukkan cakupan Sgrid (stratigraphic grid) untuk model geologi 3D (b).
3
Tabel I.1 Data log sumur dan seismik yang digunakan dalam penenelitian.
Data
Jumlah/Luas
Log sumur:
714 sumur (yang mempunyai log-log Vsh, Ф, k , Sw, dan tipe batuan).
-
Vsh (volume shale) Ф (porositas) k (permeabilitas) Sw (saturasi air) Tipe batuan (batupasir, batupasir karbonatan, silt, dan shale.
Hasil interpretasi seismik: -
Horizon seismik Surface patahan
968 sumur yang mempunyai marker dalam Reservoir “X”
Luas cakupan seismik untuk model = 19,2 km x 10,4 km = 199,68 km2 400 surface patahan.
I.4 Penelitian Terdahulu Belum banyak yang melakukan penelitian terhadap Reservoir “X”. Sejarah dan hasil penelitian terdahulu tentang Reservoir “X” telah dilakukan Team Technical PT. CPI, yaitu dengan dilakukannya perhitungan Original Oil In Place (OOIP) pada Reservoir “X” untuk keperluan data Reserves. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan data sumur dengan jumlah yang terbatas dan melakukan pemetaan dua dimensi yang sederhana. Kemudian dilakukan perhitungan volumetrik secara sederhana dan deterministik. Hasil perhitungan sebelumnya menunjukkan bahwa OOIP Reservoir “X” adalah sebesar 177.554 MSTBO. Data ini masih digunakan dalam Laporan Reserves dan Resources Tahunan CPI tahun 2005.
4
Institut Teknologi Bandung (ITB) dan URS telah melakukan studi hidrogeologi di Lapangan Duri pada tahun 2002. Salah satu obyek penelitiannya adalah batupasir “X”. Berdasarkan hasil penelitian ini dan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan ITB dan CPI, batupasir “X” diklasifikasikan kedalam sitem airtanah menengah (intermediate groundwater system), dari empat sistem airtanah yang teridentifikasi, berdasarkan kedalaman.. Lapisan Batupasir “X” berada di bawah lapisan batupasir 140’ yang sedikit mengandung hidrokarbon berdasarkan pengamatan log sumur secara kualitatif. Kedua lapisan tersebut dipisahkan oleh lapisan shale yang menerus ke seluruh Duri dengan ketebalan rata-rata sekitar 60 feet atau 20 meter. Di bawah lapisan batupsasir “X” adalah Reservoir Rindu yang sekarang merupakan salah satu zona produksi minyak. Berdasarkan nilai TDS (Total Dissolved Solids, mg/L) dari hasil investigasi airtanah oleh PT. CPI tahun 1989/1990, disimpulkan bahwa airtanah di zona water bearing batupasir “X” adalah lebih saline dibandingkan dengan lapisan batupasir 140’ yang di atasnya, dan ini dianggap tidak layak untuk air minum atau non-potable domestic water. Jejak minyak teramati di beberapa sampel yang diperoleh dari akuifer batupasir “X” selama investigasi tersebut. Batupasir “X” di bagian utara daerah penelitian diketahui mengandung minyak dan merupakan bagian dari cadangan minyak. Berdasarkan informasi di atas, perlu dilakukan penelitian karakterisasi reservoir “X” yang mengintegrasikan hasil interpretasi seismik dan evaluasi formasi dengan membuat permodelan geologi 3D yang memperlihatkan distribusi sifat-sifat batuan dengan pendekatan geostatistik, serta menghasilkan estimasi volumetrik reservoir dan menganalisis pengaruh kualitas reservoir terhadap OOIP.
5
1.5 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan karakterisasi reservoir untuk mengetahui kulitas reservoir dan penyebarannya, serta implikasinya terhadap jumlah hidrokarbon atau OOIP pada Reservoir “X”. Parameter untuk perhitungan OOIP diperoleh dari sifat-sifat batuan dan fluida dalam bentuk permodelan geologi tiga dimensi. Perhitungan OOIP akan dilakukan dengan pendekatan probabilistik. Sensitifitas dari masing-masing parameter perhitungan untuk OOIP akan diidentifikasi.
1.6 Lingkup Permasalahan Masalah penelitian adalah kulitas
reservoir dan implikasinya terhadap nilai
OOIP. Batasan masalahnya adalah kualitas reservoir dan menghitung besaran OOIP. a. Kualitas Reservoir: Kualitas reservoir pada dasarnya adalah storage capacity dan deliverability. Dalam penelitian ini, akan dilihat dan dianalisis semua faktor yang mempengaruhi dua hal tersebut. b. Menghitung OOIP Pemikiran yang digunakan adalah: angka OOIP dikontrol oleh storage capacity, sehingga untuk menghitung OOIP yang representative, harus dilakukan analisis terhadap faktor-faktor yang mengontrolnya, antara lain storage capacity.
6
I.7 Hipotesa Hipotesis dalam penelitian ini adalah: variasi kualitas pada Reservoir “X” akan memberikan disparitas nilai OOIP. Makin besar variasi, kisaran (range) dari parameter, akan memberikan kisaran nilai OOIP yang lebih besar atau makin lebar.
I.8 Asumsi Asumsi-asumsi yang dipakai dalam penelitian ini adalah: 1. Rumusan OOIP adalah benar. 2. Interpretasi seismik dianggap benar (horizon dan patahan). 3. Model seismic velocity yang diapakai untuk konversi time-depth adalah benar. 4. Produk petrofisika adalah benar dan sudah divalidasi dengan batuan inti (core).
I.9 Metode Penelitian Metode penelitian meliputi: 1. Identifikasi marker dalam sumur. Marker diidentifikasi berdasarkan karakter log sumur. Marker meliputi marker litologi
yaitu: T_DX, B_DX_1,T_DX_2, B_DX_2, T_DX_3, B_DX, dan
marker kontak fluida yang meliputi: LKO (Lowest Known Oil), OWC (Oil Water Contact), dan HKW (Highest Known Water). 2. Korelasi marker antar sumur. Korelasi marker antar sumur menggunakan metode korelasi litostratigrafi dengan menghubungkan marker-marker yang mempunyai karakter log sumur yang mirip. Kemenerusan litologi pada reservoir “X” di daerah penelitian adalah baik. Perlapisan reservoir umumnya memperlihatkan tipe layer cake. 3. Pembuatan depth structure berdasarkan hasil korelasi yang digabung dengan hasil interpretasi seismik. Hasil interpretasi seismik horizon dalam bentuk point set, sedangkan patahan sudah dalam bentuk surface, yang selanjutnya
7
dihasilkan faulted surface. Faulted surface tersebut di-flex terhadap marker pada sumur, sehingga faulted surface menjadi tie dengan marker sumur. 4. Pembuatan stratigraphic grid (sgrid). Sgrid dalam bentuk unfaulted diperoleh dari 2 faulted surfaces utama yaitu surface T_DX dan T_RN. Selain itu, dibuat intermediate surfaces dengan menggunakan metode morphing. 5. Permodelan tipe batuan serta sifat-sifat batuan dan fluida (rock and fluid properties). Permodelan tipe batuan diproses dengan menggunakan metode Multi-Binary Sequential Indicator Simulation (MBSIS). Sedangkan untuk sifat-sifat batuan dan fluida menggunakan Sequential Gaussian Simulation (SGS) dan SGS Collocated Co-Kriging. 6. Analisis distribusi sifat-sfat batuan dan fluida serta Analis ketidakpastian (uncertainty analysis). Analisis ketidakpastian menggunakan metode Design of Experiments (DoE). 7. Perhitungan OOIP. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan metode volumetrik dan probabilistik dengan tool Monte Carlo. 8. Analisis Kualitas Reservoir dan OOIP. Identifikasi marker sumur dan korelasi antar sumur dilakukan dengan menggunakan aplikasi perangkat lunak stratwork dan mapview dalam Open Works. Apliasi perangkat lunak GEOLOG digunakan untuk menentukan tipe batuan dalam log sumur dengan menerapkan cut-off log sumur hasil analisis. Sedangkan untuk permodelan surfaces, sgrid, tipe batuan dan sifat-sifat batuan, analisis ketidakpastian, serta perhitungan OOIP, adalah menggunakan aplikasi perangkat lunak GOCAD yang mencakup di dalamnya proses Analisis Geostatistik, DoE, dan Monte Carlo. Diagram alir penelitian diperlihatkan pada gambar I.4.
8
DIAGRAM ALIR PENELITIAN
Gambar I.4 Diagram Alir Penelitian.
I.10 Sumbangan Terhadap Ilmu Pengetahuan Sumbangan
penelitian
terhadap
ilmu
pengetahuan
adalah
memperbaiki
pemahaman parameter yang mengontrol hasil perhitungan volumetrik reservoir, serta hubungan antara kualitas reservoir dan implikasinya terhadap OOIP. Selain itu untuk pemahaman analisis kualitas reservoir dan implikasinya terhadap OOIP, serta penerapan range atau probabilistik OOIP untuk membantu menyediakan skenario desain pengembangan.
9
I.11 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian antara lain: •
Memahami hubungan antara kualitas reservoir dengan hasil perhitungan OOIP.
•
Dengan mengetahui parameter yang berpengaruh terhadap ketidakpastian, Kita bisa mengetahui pemecahan masalah dan tindakan untuk mengurangi ketidakpastian tersebut (misalnya dengan penambahan data melalui pemboran sumur observasi dengan coring atau sumur delineasi, sehingga mempu mempertajam analisis dan mengurangi ketidakpastian yang diakibatkan oleh kekurangan dalam hal pengetahuan, ketelitian, dan kontrol.
•
Menambah informasi potensi Reservoir “X” dan meningkatkan cadangan minyak, yang selanjutnya akan meningkatkan perolehan minyak secara tidak langsung.
10
BAB II Kajian Pustaka
II.1 Geologi Regional Daerah penelitian berada di Pulau Sumatera, yang merupakan bagian dari Cekungan Sumatera Tengah, tepatnya di Lapangan Duri (Gambat II.1). Secara tektonostratigrafi, Cekungan Sumatera Tengah terjadi pada dua periode, yaitu pada periode Paleogen dan Neogen, serta mengalami 4 fase, yaitu fase sebelum terbentuknya cekungan, rift basin, sag basin, dan back-arc basin. Tektonostratigrafi Tersier di Cekungan Sumatra Tengah disusun oleh Heidrick dan Aulia (1993), yang membagi menjadi 4 fase tektonik (Gambar II.2), yaitu F0: pembentukan batuan dasar cekungan pada zaman pra-Tersier, yang menyusun terjadinya suture antar lempeng mikro, yang menurut Pulunggono dan Cameron (1984) merupakan suatu struktur tua berarah U-S dan N300oE di kawasan Sumatra (bagian barat Sundaland); F1 (50-26 juta) regim transtensional rifting yang membentuk fase rift basin, dengan pengendapan Grup Pematang sebagai synrift sedimentation, yang berperan besar sebagai batuan sumber hidrokarbon; F2 (26-13 juta): terjadi thermal subsidence yang membentuk fase sag basin, dengan pengendapan agradasional Grup Sihapas, serta reaktivasi struktur berarah
U-S;
F3 (13 juta sampai Resen): pengendapan Formasi Petani yang kemudian diikuti oleh efek dari tektonik subduksi (struktur inversi), hingga terjadi migrasi dan penjebakan hidrokarbon terutama pada struktur-struktur antiklin besar, dan terakhir terjadi pengendapan Formasi Minas. Cekungan Sumatera Tengah tersusun oleh beberapa sub-cekungan synrift halfgraben (William dan Eubank, 1995), dengan sub-cekungan terbesar antara lain sub-Cekungan Aman, Kiri, Balam, Bengkalis, dan Rangau. Proses rifting dan tektonik konvergen (subduksi) antara Lempeng samudra Hindia dan Lempeng benua Eurasia mengontrol pembentukan dan perkembangan Cekungan Sumatra Tengah (Hall, 1995).
11
Keterangan: : Lapangan Duri : Cekungan Sumatera Tengah Gambar II.1 Posisi Lapangan Duri pada Cekungan Sumatera Tengah (Modifikasi Eubank dan Makki, 1981)
12
Gambar II.2 Kolom tektonostratigrafi Cekungan Sumatera Tengah (Heidrick dan Aulia, 1993).
13
II.2.1 Geologi Daerah Penelitian II.2.1.1 Struktur Geologi Struktur yang berkembang di Cekungan Sumatera Tengah dapat dideskripsikan sebagai berikut: Terdapat 3 pola sesar yang berkembang di Cekungan Sumatera Tengah, terutama di sekitar Lapangan Duri, yaitu pola yang berarah umunya Utara – Selatan (N-S) yang terjadi pada saat pembentukan graben, Utara Timur Laut – Selatan Barat Daya (NNE-SSW), dan Barat Laut – Tenggara (NW-SE). Struktur subsurface reservoir di Lapangan Duri merupakan suatu antiklin. Struktur Antiklin Duri terletak pada hinge-margin hingga platform dari subCekungan Aman yang merupakan suatu half graben dengan arah umum U-S. SubCekungan Aman dibentuk oleh Sesar Ubi-Sikladi yang berarah U-S pada fase tektonik F1 (Paleogen). Secara regional, Patahan Sebanga (Right-Lateral Sebanga Fault) membatasi struktur Duri pada flank bagian barat. Sesar Sebanga merupakan struktur sesar sintetik dari sesar besar Ubi-Sikladi dengan posisi di sebelah timur dan arah umum yang sama. Patahan Sebanga merupakan elemen struktur tertua (F0) yang dijumpai di Lapangan Duri. Patahan ini diinterpretasikan berasal dari muture structure berarah N-S.
Deformasi F1 pada lapangan ini dicirikan oleh terbentuknya patahan-
patahan normal yang berarah NNW sampai NNE. Patahan Sebanga yang terbentuk pada episode F0, dipercayai mengalami reaktifasi pada periode F1 membentuk border fault dari suatu sistem half graben pada sayap timur dari sistem half graben yang lebih besar (North Aman Trough). Deformasi F2 pada lapangan ini, ditandai dengan terbentuknya sistem patahan mendatar yang menunjukkan adanya perubahan rezim tektonik ekstensional pada periode F1 ke rezim tektonik strike slip pada periode F2. Indikasi adanya struktur inversi pada Patahan Sebanga menandai pengaruh deformasi F3 di lapangan ini. Kelompok patahan pada periode ini didominasi patahan normal. Patahan-patahan ini berarah utara – timur laut terbentuk pada puncak-puncak lipatan lokal di dalam Antiklin
14
Duri saat melemahnya tekanan setelah episode deformasi compressional F3 (Syafruddin, 2003). Reaktivasi struktur Sesar Sebanga oleh tektonik compressional (dextral wrench tectonic) pada fasa F2 (Miosen Awal-Tengah) membentuk suatu struktur pop-up berupa Antiklin Duri (Eubank dan Makki, 1981) (Gambar II.3). Struktur Duri merupakan suatu antiklin dengan panjang kira-kira 18 km dan lebar 8 km dengan relief struktur pada top reservoir utamanya pada 350 feet. Sayap antiklin Lapangan Duri bagian timur umumnya homoklin dengan kemiringan antara 3 sampai 5°, sedangkan dari tengah ke flank bagian barat menjadi semakin komplek kearah barat karena patahan. Secara regional, Patahan Sebanga yang right-lateral membatasi struktur Duri di sebelah barat. Fase dominan pada perkembangan struktur, migrasi minyak, dan perangkap terjadi selama Miosen Akhir sampai Awal Pliosen (Johannesen dkk, 1990). II.2.1.2 Stratigrafi Stratigrafi Lapangan Duri telah disusun oleh Johannesen dkk. (1990). Ekuivalen litostratigrafi dan/atau satuan reservoir terhadap nomenklatur stratigrafi regional diperlihatkan pada gambar II.4. Satuan-satuan ini meliputi batuan dasar PreTersier, siklus trasgressive (meliputi Grup Pematang, Grup Sihapas, dan Formasi Telisa), dan siklus regressive (meliputi Formasi Petani dan Minas). Hasil deskripsi batuan inti (core) basement dan cutting dari batuan pre-Tersier sampai atas, dapat diintefikasi sebagai berikut:
Basement.
Basement meliputi granit, tuff kristalin, dan grafit skis. Batuan
metamorf dari beberapa lokasi di Sumatera Tengah berumur Karbon sampai Jura, serta batuan intrusi berkomposisi granitik dengan hasil dating berumur Eosen (Hamilton 1979 dalam Johannesen 1990).
15
Gambar II.3 Lapangan Duri pada sub-Cekungan Aman, Cekungan Sumatera Tengah (Modifikasi Eubank dan Makki, 1981).
16
“X”
Gambar II.4 Ekuivalen Stratigrafi Lapangan Duri (kanan) dengan Regional Cekungan Sumatera Tengah (kiri). Reservoir “X” adalah bagian dari Formasi Duri, Grup Sihapas (Modifikasi Heidrick dan Aulia, 1993, dan modifikasi Johennesen, 1990).
Grup Pematang. Cameron (1982) dalam Johannesen (1990) mendeskripsi batuan ini sebagai batupasir kasar dan konglomerat breksi pebble yang abu-abu dan keras. Hasil deskripsi batuan inti Duri, Pematang adalah batupasir kuarsit berwarna putih sampai kemerahan dan batulempung bervariasi warnanya, serta konglomerat. Selain itu ditemukan juga boulders dan fosil makro. Formasi Pematang diendapkan dalam suatu lakustrin sampai kontinental dan berumur Paleosen. Formasi Upper Red Bed (anggota Grup Pematang) yang tipis di bagian
17
terbawah dan tersebar di wilayah barat hingga tengah. Dari penampang seismik, terdapat kenampakan truncated di atas batuan dasar dan ketidakselarasan bersudut di batas atas pada wilayah tengah Lapangan Duri. Grup Sihapas. Grup Sihapas dimulai dengan Formasi Menggala yang sangat tipis diendapkan tidak selaras di atas Formasi Upper Red Bed, serta Formasi Bangko di atasnya dengan penyebaran kedua formasi yang terbatas. Di bagian tengah Lapangan Duri, batupasir pada Formasi Bangko berperan sebagai reservoir (Dalam) dengan penyebaran terbatas. Johannesen dkk. (1990) menyatakan bahwa, Grup Sihapas meliputi transisi pasir dan shale Formasi Bangko, Bekasap, dan Duri. Formasi ini berumur Miosen Awal dan merupakan reservoir utama di Duri. Formasi Bekasap dan Duri sebagai suatu endapan transgresif (tidal-delta) tersebar dengan ketebalan relatif merata di seluruh Lapangan Duri, dan berperan sebagai reservoir utama (Jaga, Baji, Kedua, Pertama, dan Rindu). Di bagian atas Formasi Duri terdapat 2 lapisan batupasir tipis yang disebut sebagai “X” dan 140’ sand. Johannesen dkk. (1990) mengelompokkan batuan ini ke dalam Formasi Duri. Formasi Telisa dan Petani tidak ditemukan di Lapangan Duri, dan diperkirakan telah tererosi pada saat terjadi fase inversi regional di Cekungan Sumatra Tengah.
18
II.2 Landasan Teori Dalam kajian pustaka dan teori, akan dielaborasikan teori dasar dan aplikasi dari teknik dan metode yang dilakukan. Teori yang dikaji adalah karakterisasi reservoir, geostatistik, analisis ketidakpastian (uncertainty analysis), evaluasi formasi, permodelan geologi tiga dimensi, dan management resources. II.2.1 Karakterisasi Reservoir Karakterisasi Reservoir merupakan tindakan atau proses pendeskripsian karakterkarakter reservoir; penentuan sifat-sifat reservoir secara kuantitatif, mengetahui informasi geologi dan ketidakpastian dalam keragaman spatial (Chevron ETC, 2002). Gambar II.5
memperlihatkan contoh diagram alir proses permodelan
reservoir (reservoir modeling) yang salah satu bagiannya adalah karakterisasi reservoir. Tujuan karakterisasi reservoir dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi karakter dan penyebaran dari reservoir “X” pada daerah penelitian secara tiga dimensi (dalam sgrid), yang meliputi ketebalan, porositas, Sw, dan permeabilitas. Sebagian properties tersebut digunakan sebagai input untuk perhitungan volumetrik minyak atau OOIP. Pada proses ini digunakan beberapa model yaitu model low case, base case, dan high case berdasarkan data petrofisika dan kontak fluida yang berguna untuk perhitungan OOIP probabilistik. Proses karakterisasi reservoir yang akan dilakukan dalam penelitian ini tidak dalam bentuk full reservoir characterization. Cakupan karakterisasi reservoir pada penelitian ini adalah sampai membangun permodelan bumi tiga dimensi atau pada fase yang ke-4, jadi tidak sampai melakukan kajian sampai fase ke-5 yaitu scale-up dan history match (Gambar II.6).
19
Gambar II.5 Diagram alir permodelan reservoir. Kotak berwarna biru adalah proses yang masuk dalam kajian penelitian (Chevron ETC, 2002).
Gambar II.6 Cakupan karakterisasi yang dilakukan dalam penelitian sampai tahap 4, yaitu mempopulasi kerangka antar sumur dengan data (Chevron ETC, 2002).
20
II.2.2 Geostatistik Geostatistik merupakan cabang statistik yang yang berhubungan dengan data yang terkorelasi secara spatial. Isaaks dan Srivastava (1989) mengkombinasikan Statistik dengan Informasi Spatial sebagai Geostatistik. Proses geostatistik dipakai sebagai salah satu metode dalam perhitungan dan analisis data pada penelitian ini. Beberapa contoh penerapan geostatistik (Gambar II.7): a. Distribusi sifat reservoir menggunakan data log sumur, core, dan/atau seismik. b. Mengkuantifikasi ketidakpastian menggunakan multiple model yang benar secara statistik dan geologi. c. Permodelan Bumi (Earth modeling). Deutsch (2002) berpendapat bahwa geostatistik tidak dikembangkan sebagai teori dalam mencari permasalahan practical. Sebaliknya, disiplin ini secara gradual dikembangkan
oleh engineer
dan geologists yang berhadapan dengan
permasalahan nyata dan mencari suatu set of numerical tools
yang akan
membantu mereka memecahkan masalah nyata tersebut. Alasan untuk mencari teknologi komprehensif tersebut meliputi: 1. Penambahan jumlah data yang dipakai, 2. Keragaman (diversity) data tersedia yang lebih besar pada skala dan tingkat ketelitian yang berbeda, 3. Kebutuhan untuk memecahkan masalah dengan metode yang konsisten dan dapat dihasilkan lagi (reproducible), 4. Ketersediaan pengembangan perhitungan dan matematika dalam disiplin keilmuan yang berhubungan, 5. Pemahaman bahwa keputusan yang lebih bertanggungjawab dan dapat menguntungkan (profitable) akan dibuat dengan model numerical yang lebih baik (improved numerical models).
21
a
b
c
Gambar II..7 Beberapa contoh penerapan geostatistik (Dubrule, 2003)
22
Selain alasan yang disebutkan di atas, pendekatan geostatistik diperlukan dalam penelitian ini adalah untuk memproses model spatial continuity (dimana nilai sampel tidak independent) dan menggunakan model untuk estimasi dan/atau simulasi pada distibusi data yang spatial. Pendekatan geostatistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah dalam proses experimental variogram, populate properties dan tipe batuan. Meddaugh, dkk. (2006) menyatakan bahwa langkah-langkah prinsip atau dasar dalam Studi Geostatistik Karakterisasi Reservoir meliputi: -
Studi Geologi Dasar yang menyediakan Kerangka Struktur dan Stratigrafi
-
Kontrol kualitas dan Clean-Up Data (Analisis Statistik Univariate dan MultiVariate, Representative Statistics).
-
Menentukan Region (s) yang mana Stationary dapat diterapkan.
-
Mengkarakterisasi dan Memodelkan Spatial Continuity (Variogram Modeling) dalam region yang dipilih.
-
Memperoleh Distribusi Sifat Reservoir dengan Perkiraaan dan/atau Conditional Simulation menggunakan Model Spatial Continuity.
II.2.2.1 Variogram Variogram merupakan suatu cross-plot yang menunjukkan bagaimana korelasi antara titik-titik data berubah karena jarak antara perubahan titik-titik data. Variogram meliputi sill yaitu semi-variance maksimum, yang merepresentasikan variability dalam ketidakadaan spatial dependencies; range adalah separasi antara pasangan titik yang mana sill telah tercapai atau jarak yang mana tidak ada bukti spatial dependencies; nugget didefinisikan sebagai semi-variance ketika separation mendekati nol. Jika reservoir adalah anisotropic, maka diperlukan variabel arah atau azimuth (Gambar II.8).
23
Gambar II.8 Arti fisik semivariogram (atas) dan variogram untuk reservoir yang anisotrophic (bawah).
II.2.2.2 MBSIS (Multi-Binary Sequential Indicator Simulation) Untuk melakukan populate tipe batuan, digunakan metode MBSIS (Multi Binary Sequential Indicator Simulation). Proses SIS adalah memilih suatu random path melalui suatu grid, selanjutnya menggunakan distrbusi kriging error yang tersampel secara acak pada variasi cut-off untuk setiap titik estimasi untuk membuat field yang bersifat heterogen. Data yang digunakan pada proses ini adalah bersifat discrete, misalnya 0 dan 1. Karena proses ini menggunakan multibinary, maka discrete property yang digunakan lebih dari 2 atau banyak. II.2.2.3 SGS (Sequential Gaussian Simulation) Collocated Cokriging SGS memilih suatu random path melalui suatu grid, yang kemudian menggunakan distribusi kriging error yang tersampel secara acak pada titik-titik estimasi untuk membuat field yang heterogen. Sedangkan Collocated Co-Kriging
24
adalah metode untuk mengintegrasikan dua pasang data (data sets); menggunakan suatu koefisien korelasi untuk memperkirakan hubungan full cross-covariance. Cheng (2002) menyatakan bahwa perbedaan utama antara basic kriging dan Collocated CoKriging (CCK) adalah bahwa CCK menggunakan set data input kedua, yang dibawa oleh estimasi grid itu sendiri. Set data input yang kedua ini disebut soft data; biasanya, ini mempunyai weight yang lebih rendah dari pada hard data. Soft data memberikan informasi tetapi tidak diikuti sekuat hard data, karena soft data dianggap kurang dipercaya dari pada hard data (sehingga dinamakan soft). CCK digunakan pada saat Kita mempunyai set informasi kedua yang dianggap berkorelasi dengan data input dan harus digunakan untuk memberikan suatu sort of input untuk operasi kriging. Penggabungan dan weighting pada soft data dikerjakan dengan mengalikan variogram hard data dengan koefisien korelasi untuk menghasilkan cross-variogram antara soft dan hard data. Untuk melakukan proses ini, diperlukan hard data, soft data set (yang dibawa oleh grid itu sendiri), dan suatu variogram. Jika soft data tidak dibawa oleh grid, pertama kali perlu mem-populate grid dengan soft data ini, kemudian menggunakan data populated grid sebagai soft data. Algoritma menggunakan input data sets sebagai sampling space dan ini menggunakan variogram dan koefisien korelasi untuk menghasilkan fungsi weighting. II.2.2.4 Parameter Statistik Parameter statistik yang dipakai dalam penelitian meliputi rata-rata (E) suatu parameter, standar deviasi (SD), koefisien korelasi, dan kofisien variasi. Jensen dkk (1997) mendefinisikan koefisien variasi (CV, Coeefficient of Variation) sebagai berikut: CV = SD / E(X)
25
CV adalah dimensionless, dan merupakan ukuran variabilitas yang paling attractive. II.2.3 Analisis Ketidakpastian (Uncertainty Analysis) Murtha (2000) yang mengutip dari Webster’s Unabridged New Universal Dictionary, menyatakan bahwa “Uncertainty is the quality or state of being uncertain, lack of certainty, doubt”, artinya ketidakpastian adalah kualitas atau keadaan yang tidak pasti, kurang kepastian, ragu. Ketidakpastian (uncertainty) diartikan sebagai apa yang Kita tidak tahu, dikarenakan oleh kurang dalam hal pengetahuan, ketelitian, dan kontrol. Umumnya diekspresikan sebagai range of values (kisaran nilai). Makin besar range, akan lebih besar ketidakpastiannya. Contoh kurang dalam pengetahuan adalah geometri reservoir dan distribusi sifat-sifat batuan; kurang ketelitian misalnya pengukuran log terhadap porositas dan permeabilitas; serta kurang kontrol misalnya proses approval, ketersediaan material dan rig. Dubrule (2003) menyatakan bahwa suatu perhitungan ketidakpastian merupakan suatu usaha yang tidak akan berguna jika tidak ada pembuatan keputusan yang disertakan ke dalamnya. Kuantifikasi ketidakpastian model bumi statis biasanya didasarkan pada pendekatan hirarki dari ketidakpastian geometri, tipe batuan, sifat petrofisik, kontak fluida sampai ke Sw. Sejumlah parameter yang dipilih dapat dihitung dari realisasi model bumi. Suatu yang penting adalah oil-in-place volume (OIP). Volume ini akan berbeda untuk setiap realisasi, dan penyebaran OIP pdf akan menunjukkan pengaruh semua ketidakpastian
individu pada volume akhir. Digambar II.9, Kita mempunyai
contoh histogram, yang mengilustrasikan kekuatan suatu studi ketidakpastian.
26
Gambar II.9 Contoh histogram integrasi analisis ketidakpastian, yang mengilustrasikan pengaruh suatu studi ketidakpastian. Pada contoh ini, geometri (bulk volume) merupakan kunci ketidakpastian (Dubrule, 2003).
II.2.3.1 Design of Experiment (DoE) Design of Experiment (DoE) atau sering disebut juga Experimental Design (ED) adalah proses yang memberikan prosedur untuk pemilihan suatu kelompok perkiraan simulasi reservoir yang memberikan informasi maksimum tentang reservoir yang dipelajari. Prediksi ini digunakan untuk memperkirakan ketidakpastian reservoir yang heavy hitter dan meramal produksi secara probabilistic (Chevron-ETC, 2004). Chevron-ETC (2003) membuat tahapan DoE dalam melakukan analisis ketidakpastian (Gambar II.10): 1. Mengidentifikasi kisaran dan ketidakpastian reservoir. 2. Menggunakan prosedur ED untuk mendesain perkiraan. 3. Menggunakan
hasil
perkiraan
untuk
mengidentifikasi
heavy-hitter
ketidakpastian reservoir. 4. Mengembangkan persamaan analisis regresi dan melakukan simulasi Monte Carlo. 5. Membangun model simulasi reservoir yang membuat hasil-hasil P10-P50-P90. 6. Menggunakan model P10-50-90 untuk megakses alternatif-alternatif .
27
Gambar II.10 Analisis Ketidakpastian menggunakan Experimental Design (Chevron ETC, 2003).
II.2.3.2 Analisis Ketidakpastian OOIP Duri Johansen dkk. (2005) menyusun petunjuk estimasi ketidakpastian OOIP sebagai bahan review Major Field 2005 di Duri. Petunjuk ini digunakan untuk estimasi ketidakpastian (misalnya P10 dan P90) dalam perhitungan OOIP. Suatu estimasi OOIP dapat dibuat berdasarkan luas area peta, ketebalan rata-rata pada net pay, porositas rata-rata pada net pay, saturasi minyak rata-rata pada net pay:
OOIP = Ah φ S o / (FVF) Dimana A adalah luas, h adalah rata-rata ketebalan “pay” sand, φ adalah ratarata porositas pada pay sand, and S o adalah rata-rata saturasi minyak dalam pay
sand, dan FVF adalah Formation Volume Factor yang mengkoreksi perubahan volume minyak antara reservoir dan stock tank. Porositas dan saturasi minyak
28
diukur sebagai rasio, misalnya 0.30 ekuivalen dengan 30% porositas. Untuk perhitungan ketidakpastian, FVF dianggap konstan. Asumsi bahwa lokasi sumur tidak ter-cluster, base-case rata-rata porositas dapat diestimasi dari data sumur dengan mengambil rata-rata aritmetika pada nilai porositas untuk data sumur tersebut yang memenuhi kondisi sebagai berikut:
•
Terletak di atas base-case OWC
•
Melebihi cut-off base-case porositas (0.24) dan saturasi minyak (0.2).
II.2.4 Evaluasi Formasi Evaluasi Formasi adalah proses untuk menentukan sifat-sifat batuan (rock
properties) dan kandungan fluida dengan menggunakan log-log sumur dan parameter-parameter yang diperoleh dari data batuan inti. Sifat-sifat batuan dan fluida yang diperoleh pada proses ini seperti volume shale, porositas, permeabilitas, dan saturasi air. II.2.4.1 Evaluasi Formasi pada Formasi Duri Metode shaly sand digunakan untuk menganalisa porositas dan saturasi pada Reservoir Duri. Metode ini dibangun oleh Byrd dan Reik dalam pada tahun 1993 yang mencoba untuk menghitung kandungan shale yang tinggi pada batupasir Duri. Zalan dan Subiyantoro (2006) melakukan modifikasi sebagian formula dari Byrd dan Reik dan membuat petunjuk proses evaluasi formasi atau analisis log untuk reservoir di Lapangan Duri. Beberapa proses dalam Evaluasi Formasi Duri adalah Data QC dan clean up, parameter buil up, dan perhitungan sifat-sifat batuan yang meliputi Vsh dan Vcl, Porositas, Sw, serta Permeabilitas. Berikut adalah rumusan-rumusan yang dipakai dalam evaluasi formasi Duri untuk menentukan sifat-sifat batuan:
29
Volume shale (Vsh) Volume shale (Vsh) adalah perbadingan jumlah atau volume dari material yang berukuran lempung terhadap volume
total batuan, yang mempunyai satuan
persentasi atau V/V. Vsh diperoleh dari rumusan: Vsh = (GRlog – GRcl) / (GRsh – GRcl) Dimana GRlog adalah nilai Gamma Ray (GR) yang dibaca dari log, sedangkan GRcl dan GRsh adalah baseline untuk GR clean sand (bersih) dan GR shale. Rescale Vsh dilakukan dengan menggantikan nilai minimum dan maksimum oleh 47.3 and 171.2 GAPI berturut-turut. Nilai ini didasarkan pada hasil studi Evaluasi Formasi Duri oleh Byrd & Reik pada bulan Maret 1993. Vsh = (GR_RSCL – 47.3) / (171.2 - 47.3). Sehingga GR_RSCL (Gamma Ray Rescale) = 123.9*Vsh + 47. 3
Porositas Total Porositas adalah perbandingan antata volume pori dan volume bulk (pore
volume/bulk volume). Volume bulk adalah jumlah dari volume butiran dan pori. Untuk reservoir di Lapangan Duri, densitas matriks batupasir yang digunakan sebesar 2.65 g/cm3 dan densitas batuan bulk berasal dari RHOB yang sudah dikoreksi. Jika tidak ada gas, porositas densitas (DPHI > NPHI), maka PHIT = DPHI, jadi porositas total adalah: Ф total = Φ den =
ρ ma − ρ b ρ ma − ρ f
Φden=porositas dari densitas (density derived porosity, DPHI). ρma = densitas matriks
30
ρb = densitas bulk formasi yang sudah dikoreksi ρf = densitas fluida Jika ada crossover sebagai indikasi gas, atau jika NPHI < DPHI, formula PHIT menggunakan rumusan Gaymard sebagai berikut: Ф total =
Φ 2N + Φ 2D 2
Volume Clay (Vcl) Volume Clay (Vcl) adalah perbandingan volume dari mineral lempung terhadap total batuan, dengan satuan persentasi atau V/V. Vcl dihitung dari separasi log neutron dan densitas. Jika tidak ada log porositas atau ada indikasi gas/steam, estimasi Vcl dihasilkan dari normalisasi GR.
⎛ φ neutron − φ density ⎞ ⎛ φ neutron − φ density ⎞ ⎟=⎜ ⎟= Vcl = ⎜ ⎜ φcl ⎟ ⎜ 0.5 − 0.03 ⎟ − φ cl neutron density ⎠ ⎝ ⎝ ⎠
⎛ φ neutron − φ density ⎜⎜ 0.47 ⎝
⎞ ⎟⎟ ⎠
Dimana, Φcl neutron = porositas neutron pada batas shale (Duri menggunakan 0.5). Φcl density = porositas densitas pada batas shale (Duri menggunakan 0.03). Jika ada gas atau steam: Vcl = 0.0228 + 0.000043 × GRnor + 0.0000153 × GRnor 2 Dimana, GRnor adalah GR yang dinormalisasi.
Porositas Efektif
Porositas efektif (Ф efektif atau Phie) didefinisikan sebagai porositas dari reservoir
yang tidak memasukan parameter volume clay bound water. Log
derived effective porosity adalah jumlah dari free water + hidrokarbon + Swi (Logan, 1998). Sehingga, rumusan porositas efektif adalah: Ф efektif =
⎛ ρ − ρ sh ⎞ ρ ma − ρ b ⎟⎟ − Vcl ⎜⎜ ma ρ ma − ρ f ⎝ ρ ma − ρ F ⎠
Dimana, ρsh= 2.60 gm/cc
31
Saturasi Air (Sw)
Saturasi air (Sw) adalah perbandingan volume air terhadap porositas reservoir. Sw ditentukan dengan menggunakan model shaly sand Simandoux yang dimodifikasi. Nilai a=0.96, m=1.83, n=1.76, Rw=2.0 ohmm. Nilai a,m,n diperoleh dari beberapa data batuan inti pada reservoir yang ada di Lapangan Duri, sedangkan Rw diperoleh dari data air formasi pada reservoir yang wet dari beberapa sumur Lapangan Duri. Rumusan Sw adalah sebagai berikut: ⎛ ⎜ Sw = ⎜ ⎜ ⎝
2
⎛ ⎛ x1 ⎞ ⎛ x 2 ⎞ ⎜⎜ ⎟ + ⎜ ⎟ ⎜ ⎜⎝ yx ⎟⎠ ⎜⎝ y 2 ⎟⎠ ⎝
2
⎞ ⎛ x 2 ⎞ ⎞⎟ n ⎟ −⎜ ⎟ ⎟ ⎜⎝ y 2 ⎟⎠ ⎟⎟ ⎠ ⎠
Dimana, x1 = a * c * Rwt, c = (1 − Vcl ) x2 = x1 * Vcl yx = Rt * Φm y2 = 2 * Rsh * Φm
Permeabilitas (k)
Permeabilitas adalah kemampuan suatu media atau reservoir melalukan fluida. Satuan dari k adalah darcy atau mili-darcy (mD). Jika di atas OWC, maka k =
10
[
46.0427 log ( Rt )0.001 − 0.99963
]
0.37
+ 3.644 log( phie ) +1.40841
Jika di bawah OWC, k=
10
⎡ ⎤ 2 0.001 46.0427 ⎢ log ⎛⎜ 101.68508 −1.715Vsh + 0.743602Vsh ⎞⎟ − 0.99963 ⎥ ⎠ ⎢⎣ ⎝ ⎥⎦
32
0.37
+ 3.644 log( phie ) +1.40841
VI.2.4.2 Ketidakpastian Petrofisika Duri Akurasi sifat petrofisika porositas, saturasi minyak awal, volume bulk minyak, dan permeabilitas ditentukan di Lapangan Duri dengan membandingkan sifat-sifat batuan tersebut terhadap pengukuran batuan inti (core) pada 36 sumur core yang tersebar di seluruh Lapangan Duri. Formasi yang dianalisis meliputi Reservoir “X” sampai Reservoir Dalam, sehingga set data tersebut dianggap sebagai representasi data dari lapangan keseluruhan. Histogram porositas delta (log sumur dengan batuan inti) pada bagian reservoir (tidak termasuk shale), diinterpretasikan bahwa P50 nilai porositas (log sumur) Lapangan Duri adalah kurang dari porositas (batuan inti) sebesar 0.015. Sehingga ada bias 1.5% atau satuan porositas dalam perhitungan log sumur, dibandingkan dengan pengukuran core. Sedangkan P50 untuk saturasi minyak delta adalah 0.045. Sehingga ada bias 4.5% atau satuan saturasi minyak dalam perhitungan log sumur, dibandingkan dengan pengukuran core. Setelah dilakukan analisis lanjut oleh Johansen dkk. (2005) terhadap saturasi minyak delta antara perbandingan data log sumur dan core, maka bias saturasi unit adalah 5.6%, yang selanjutnya dibulatkan menjadi 6 saturasi unit atau 0.06. Analisis ketidakpastian terhadap cut-off porositas dan saturasi minyak untuk penentuan zona pay, ditentukan dari hasil perbandingan antara nilai porositas dan saturasi minyak yang dihitung dari log sumur terbuka (open hole logs) terhadap volume minyak yang dapat bergerak (moveable oil) dari hasil interpretasi log saturasi sumur yang memakai selubung (cased hole logs). Cut-off pay yang dipakai di Lapangan Duri adalah zona yang mempunyai porositas φ ≥ 0.24 dan saturasi minyak So ≥ 0.20. Pada gambar diperlihatkan bahwa case P50 dianggap sebagai base case.
Berdasarkan distribusi data
porositas dan saturasi minyak pada gambar tersebut dan proses terhadap lebih dari
33
100 sumur observasi atau pengamatan untuk minyak yang bisa bergerak di seluruh Lapangan Duri, petrophysicists berpendapat bahwa cut-off porositas adalah 24% dengan P10=25.5% dan P90=23.5% (Gambar II.11). Sedangkan untuk cut-off saturasi minyak adalah 20% dengan P10=23% dan P90=13% (Gambar II.12).
Gambar II.11 Cut-off porositas dan kisarannya untuk porositas di Duri (Johansen, 2005).
Gambar II.12 Cut-off saturasi minyak (So) dan kisarannya untuk saturasi minyak di Duri (Johansen, 2005).
34
II.2.5 Permodelan Geologi Tiga Dimensi Duri Grid stratigrafi (sgrid) untuk permodelan geologi Duri memunyai ukuran resolusi areal yaitu 25m x 25m dan dengan ketebalan rata-rata sel secara vertikal adalah 2 feet (ft). Koordinat titik awal pada grid stratigrafi untuk Duri adalah pada x=742450 dan y=135400. Permodelan geologi Duri meng-conform-kan perlapisan grid (grid layering) hanya untuk top dan base horizons yang utama. Marker-marker intermediate digunakan untuk
membuat
region-region
stratigrafi
dalam
grid.
Supaya
dapat
mengkonstruksi region-region stratigrafi ini, surface-surface intermediate yang sesuai dengan marker-marker intermediate perlu dimodelkan (Gambar II.13). Algoritme gridding dikembangkan untk menghasilkan surface-surface marker intermediate yang smooth dan memastikan bahwa surface tidak saling memotong. Nilai Z pada surface intermediate disimpan pada grid stratigrafi 3D dan sigunakan untuk mengkonstruksi region stratigrafi dengan membandingkannya dengan nilai Z pada masing-masing sel grid. Misalnya, nilai Z pada sel grid tertentu di bawah nilai Z pada surface T_DX dan di atas nilai Z pada surface B_DX_1, selanjutnya sel grid itu adalah dalam region DX_1 atau T_DX – B_DX_1. Data Vsh dan porositas digunakan metode SGS, sedangkan untuk mem-populate permeabiltas dan saturasi air digunakan metode SGS Collocated CoKriging, dimana volume shale dan porositas sebagai soft data (Gambar II.14)
Gambar II.13 Grid layering Model Geologi Duri (Tran, 2006).
35
Populate Vsh
Populate Phie
model_vsh_AOI _1
model_phie_AOI_ 1
Populate logperm using Vsh and Phie as soft data
model_logperm_AOI_1
Populate Swe using logperm as soft data for cells above OWC
model_swe_AOI_1
Gambar II. 14 Proses alir dan metode populasi sifat batuan di Lapangan Duri (Tran, 2006).
II.2.6 Petroleum Resources
Etherington dan Ritter (2007) dalam Komite Oil and Gas Reserves, Society of Petroleum Engineers (SPE) tahun 2007, menyusun Petroleum Resources Management System, yang di-review dan secara bersama disponsori oleh the World Petroleum Council (WPC), the American Association of Petroleum Geologist (AAPG), dan the Society of Petroleum Evaluation Engineers (SPEE). Usaha internasional untuk menstandarkan definisi petroleum resource and bagaimana mereka diestimasi dimulai pada tahun 1930-an. Pada tahun 2000, AAPG, SPE, dan WPC, bersama-sama membuat suatu sistem klasifikasi untuk semua petroleum resources. Ini diikuti dengan penambahan dokumen penunjang; supplemental application evaluation guideline (2001) dan a glossary of terms utilized in resources definitions (2005). SPE juga menerbitkan standard for estimating and auditing reserves information , yang direvisi tahun 2007 (Gambar II.15). Estimasi jumlah petroleum resource melibatkan interpretasi volume dan nilai yang mempunyai suatu derajat ketidakpastian (degree of uncertainty). Kuantitas ini diasosiasikan dengan development projects pada variasi tahapan desain dan implementasi. Penggunaan sistem klasifikasi yang konsisten meninggikan perbandingan antar proyek, kelompok proyek, dan total portfolio perusahaan
36
Gambar II.15 Kerangka klasifikasi resources, sebagai representasi sistem klasifikasi resources SPE/WPC/AAPG/SPEE. Sistem mendefinisikan kelas utama Recoverable resources: Production, Reserves, Contingent Resources, dan Prospective resources, dan juga Unrecoverable petroleum (Etherington dan Ritter, 2007).
menurut profil perkiraan produksi dan recovery. Sistem demikian harus mempertimbangkan faktor teknikal dan komersial yang mempengaruhi kelayakan ekonomi proyek, productive life-nya, dan hubungannya dengan cash flow. Petroleum didefinisikan sebagai campuran yang terjadi secara alamiah yang terdiri dari hidrokarbon dalam fasa gas, cair, dan padat. Istilah resource sebagaimana yang digunakan disini dimaksudkan untuk mencakup semua jumlah petroleum yang secara almiah terjadi pada atau dalam kerak bumi, discovered dan undiscovered (recoverable dan unrecoverable), serta jumlah yang sudah diproduksi. The Range of Uncertainty merefleksikan suatu kisaran estimasi kuantitas yang secara potensial dapat terambil (potentially recoverable) dari suatu akumulasi oleh suatu proyek, sedangkan sumbu vertikal menunjukkan the Chance of
37
Commerciality, yang artinya kesempatan pada proyek yang akan dikembangkan dan mencapai status produksi komersial. Total Petroleum Initially-In-Place (PIIP): kuantitas petroleum yang diestimasi ada secara original dalam akumulasi yang terjadi secara natural. Discovered PIIP: kuantitas petroleum yang diestimasi berdasarkan waktu tertentu (given date), yang terisi dalam akumulasi yang diketahui sebelum produksi. Reserves: kuantitas petroleum yang diharapkan untuk dapat diperoleh secara komersial dengan penerapan pengembangan proyek terhadap akumulasi yang diketahui dari suatu waktu tertentu dalam kondisi yang ditentukan. Reserves harus memenuhi empat kriteria: harus ditemukan (discovered), dapat diperoleh (recoverable), komersial, dan remaining (sesuai dengan waktu evaluasi) berdasarkan proyek pengembangan yang diterapkan. Contingent Resources: kuantitas petroleum yang diestimasi, pada waktu tertentu, yang secara potensial dapat diperoleh dari akumulasi yang diketahui, tapi proyek yang diterapkan tidak juga dianggap cukup matang (mature) untuk pengembangan komersial karena satu atau lebih contingencies (kemungkinan). Contingennt Resources bisa mencakup, sebagai contoh proyek yang mana saat ini tidak ada pasar yang bergairah (viable market), atau dimana perolehan komersial tergantung pada teknologi di bawah pengembangan, atau evaluasi akumulasi tidak cukup untuk secara jelas mengkakses commerciality. Prospective Resources: kuantitas petroleum yang diestimasi, pada waktu tertentu, yang secara potensial dapat diperoleh dengan penerapan pegembangan proyek masa depan (future project development) dari akumulasi yang belum ditemukan. Unrecoverable: bagian dari jumlah Discovered atau Undiscovered PIIP yang diestimasi, pada waktu tertentu, tidak dapat diperoleh dengan future development projects.
38
BAB III Permodelan Reservoir “X”
Proses permodelan Reservoir “X” dilakukan untuk mendapatkan model property secara 3d yang realistik secara geologi dan statistik. Distribusi dan parameter property dapat memberikan informasi karakter reservoir dan penyebarannya, baik lateral maupun vertikal. Dalam penelitian ini, model property yang dihasikan akan digunakan sebagai input untuk perhitungan OOIP.
III.1 Jenis dan Jumlah Data yang Digunakan
Data yang dikumpulkan untuk melakukan proses tesis adalah sebagai berikut: 1. Data pline horizon dan patahan 2. Data sumur yang meliputi header, marker, dan log-log sumur Data pline horizon dan patahan diperoleh dari hasil interpretasi horizon dan patahan dari projek seismik di aplikasi perangkat lunak seiswork. Data tersebut sudah dikonversi dari domain time kedalam depth dengan menggunakan velocity cube yang sudah ada di Duri. Data sumur meliputi header, yaitu koordinat X dan Y, RTE (Rotary Tabel Elevation); marker stratigrafi top dan bottom serta marker OWC (Oil Water Contact), HKW (Highest Known Water), dan LKO (Lowest Known Oil); serta log-log sumur yang sudah diproses dan dinalisis yang meliputi tipe batuan (rock type), log porositas (Ф), permeabilitas (k), volume shale (Vsh), dan saturasi air (Sw). Jumlah sumur yang dipakai untuk interpreatai surface adalah 968 sumur, sedangkan untuk permodelan tipe batuan dan sifat batuan 714 sumur. Jumlah surface horizon yang digunakan adalah 7, yang meliputi 2 horizon surfaces utama top X (T_DX) dan top Rindu (T_RN), serta 5 horizon surfaces hasil permodelan dengan menggunakan metode morphing berdasarkan kedua horizon surface tadi dengan merker-marker sumur.
39
III.2 Deskripsi dan Hasil masing-masing Langkah
III.2.1 Kontrol Kualitas Data Sebelum dilakukan pengolaan data, semua data yang sudah dikumpulkan tersebut dikontrol kualitasnya (quality control) untuk mendapatkan data yang valid dan dapat dipercaya (reliable). Misalnya, kontrol kualitas tehadap hasil interpretasi horizon terhadap patahan atau antara patahan yang satu dengan yang lain. Kontrol kualitas juga dilakukan terhadap marker untuk memastikan tidak ada yang saling berpotongan atau terbalik posisinya antara marker top dan bottom, atau tidak pada posisi yang semestinya. Begitu juga untuk log-log sumur, nilainya dalam range yang masuk akal, misalnya nilai sifat-sifat batuan yang positif (tidak negatif), atau misalnya nilai Sw dan volume shale (Vsh) antara 0 dan 1 (100%). III.2.2 Korelasi Antar Sumur Korelasi marker antar sumur menggunakan metode korelasi litostratigrafi dengan menghubungkan marker-marker yang mempunyai karakter log sumur yang mirip. Kemenerusan litologi pada reservoir “X” di daerah penelitian adalah baik. Perlapisan reservoir umumnya memperlihatkan tipe layer cake (Gambar III.1). Marker meliputi marker litologi
yaitu: T_DX, B_DX_1,T_DX_2, B_DX_2,
T_DX_3, B_DX, dan marker kontak fluida yang meliputi: LKO, OWC, dan HKW. Marker kontak fluida akan akan diterangkan pada BAB IV. Setelah dilakukan proses kontrol kualitas, data tersebut siap digunakan untuk proses permodelan (earth modeling) secara tiga dimensi, yang meliputi pembuatan faulted surface, un-faulted grid, property modeling dan stratigraphic grid (SGRID). Selanjutnya SGRID tersebut digunakan untuk perhitungan volumetrik dan reservoir.
40
T_DX B_DX_1 T_DX_2 B_DX_2 T_DX_3 B_DX
A
A
A’
A’
Gambar III.1 Log sumur, marker, dan korelasi pada Reservoir “X”. T_DX sebagai datum stratigrafi pada cross section log sumur. Lintasan hijau pada peta index merupakan lintasan cross section A-A'.
III.2.3 Faulted Surface Horizon Faulted surface horizon adalah surface dalam model yang dihasilkan dari point set hasil interpretasi seismik, yang selanjutnya dipotong oleh surface patahan dan di-flex terhadap marker sumur supaya antara data sumur dan sesmik tie. Tujuan dari faulted surfce ini adalah untuk membuat sgrid dan region setiap lapisan melalui morphing surface. Sebelum dibuat faulted surface, semua pline dari horizon dan patahan dibuat pointset-nya. Masing-masing pointset dari obyek horizon dan patahan, dikontrol
41
kualitasnya dan diedit untuk menghasilkan bentuk yang masuk akal secara geologi. Surface dari masing-masing obyek patahan dihasilkan dari pointset yang sudah diedit. Sedangkan surface horizon dihasilkan dari pointset horizon dengan menggunakan surface obyek patahan untuk menghasilkan surface yang terpatahkan atau dikenal sebagai faulted surface (Gambar III.2). Penggunaan data patahan dalam pembuatan surface dimaksudkan untuk menghasilkan surface horizon yang lebih masuk akal dari sisi interpretasi geologi dan memberikan informasi secara geologi (geological sound). Sehingga top dari surface horizon pada daerah patahan akan mengikuti pola patahannya. Untuk memastikan bahwa surface horizon adalah tie dengan marker, maka perlu dilakukan flexing surface horizon terhadap marker sumur (Gambar III.3).
U
Gambar III.2 Integrasi surface horizon (top “X”) yang berwarna putih, dengan patahan yang berlainan warna yang menunjukkan patahan yang berbeda.
42
U
Gambar III.3 Faulted Surface horizon top Reservoir “X” secara tiga dimensi, hasil dari pemotongan surface horizon oleh patahan dan di-flex terhadap marker sumur.
Dari faulted surface horizon yang sudah dihasilkan, selanjutnya bisa dibuat peta top struktur dari Reservoir “X” dan ketebalan kasar (gross isopach) dari interval reservoir ini. Peta top struktur menunjukkan bahwa kedalaman top Reservoir “X” di daerah penelitian umumnya lebih dangkal dari 450 feet di bawah muka air laut. Sedangkan top reservoir yang paling dangkal bisa mencapai 50 feet di bawah muka air laut (Gambar III.4). Gross isopach dari interval Reservoir “X” diperoleh dari ketebalan atau jarak antara top surface horizon Reservoir “X” dan Reservoir Rindu yang berada di bawahnya. Dari peta gross isopach, diinterpretasikan bahwa rata-rata ketebalan kasar dari interval Reservoir “X” berkisar dari 100 sampai 170 feet (Gambar III.5)
43
U U
Gambar III.4 Peta struktur top surface horizon Reservoir “X”. Warna merah menunjukkan kedalaman top Reservoir “X” yang paling dangkal, sedangkan yang putih adalah paling dalam. Tampak kedalaman yang paling dangkal pada kontur 50 feet (sub-sea).
44
U
Gambar III.5 Peta gross isopach atau ketebalan kasar interval Reservoir “X”. Warna merah menunjukkan ketebalan kasar yang paling tebal. Umumnya ketebalan kasar reservoir ini berkisar antara 100 – 170 feet.
III.2.4 Un-Faulted Sgrid SGrid adalah stratigrpahic grid yang dihasilkan dari dua horizon surfaces sebagai structural framework untuk keperluan permodelan property yang terdiri dari beberapa sel sesuai dengan desain dan tujuan. Pada penelitian ini, sgrid yang dihasilkan tidak dipotong oleh patahan, sehingga disebut un-faulted sgrid. Grid yang dibuat dan dipersiapkan untuk permodelan memupunyai desain cell berukuran 25mx25m, dengan pertimbangan ukuran dari pattern yang umum di Lapangan Duri, dimana dalam satu pattern 5 atau 9 spot berbentuk bujur sangkar dengan panjang kedua sisi (jarak antar sumur di corner atau sudut) adalah sekitar 250 meter, sehingga dengan ukuran sel (cell) tesebut akan terdapat 10 sel-sel
45
sepanjang salah satu sisi pattern tersebut. Desain untuk ketebalan sel adalah 2 feet (Gambar III.6). Makin halus ukuran sel akan semakin teliti dan detail, tapi akan menggunakan memori yang lebih banyak dan menjadikan proses running yang lebih lama. Grid yang dibuat dari faulted surface adalah un-faulted grid, yaitu proses pembuatannya tidak menggunakan patahan, tapi menggunakan faulted surface. Dengan menggunakan faulted surface, grid yang terbentuk akan mengikuti pola patahan yang ada pada faulted surface. Un-faulted grid yang dihasilkan diasumsikan tidak memberikan perbedaan yang signifikan dengan faulted-grid. Proses ini dimaksudkan untuk mengurangi kompleksitas pada pembuatan grid dan juga mengurangi waktu proses permodelan.
Gambar III.6 Unfaulted Sgrid dengan ukuran sel 25mx25m (lateral) x 2ft (vertikal).
46
III.2.5 Regioning Regioning diperlukan untuk menghindari informasi distribusi yang bias seperti distribusi bimodal yang dapat dilihat dalam histogram (Gambar III.7). Regioning dilakukan dengan mengelompokkan set data sehingga menghasilkan informasi distribusi data yang lebih baik (Gambar III.8). Pada model, regioning bisa berdasarkan property range atau geologic feature (top dan bottom marker atau surface). Regioning yang dilakukan pada model Reservoir “X” meliputi regioning berdasarkan marker (Tabel III.1 dan gambar III.9): T_DX-B_DX_1, B_DX_1T_DX_2, T_DX_2-B_DX_2, B_DX_2- T_DX_3, T_DX_3- B_DX; tipe batuan: batupasir, lanau, shale, dan batupasir gampingan; kontak fluida: OWC: sebagai base case, serta data LKO dan HKW sebagai low case dan high case untuk mendapatkan range probablistik dari hasil perhitungan volumetrik reservoir.
Gambar III.7 Histogram yang memperlihatkan distribusi property bimodal (sebelum regioning).
47
Gambar III.8 Histogram yang memperlihatkan distribusi property yang normal (setelah regioning).
Tabel III.1
Penentuan layer regioning dari marker stratigrafi untuk seluruh stratigraphic grid Reservoir “X”.
Sgrid "X"
Sgrid "X" Utara
Sgrid "X" Utara Ketebalan Rata-rata (ft) Daerah Penelitian
Region Stratigrafi
Lapisan
T_DX – B_DX_1
A
L6
9,984,000 pg_L6
4,919,200 pg_L6_AOI
3,454,140
40
B_DX_1 – T_DX_2
As
L5
1,495,600 pg_L5
737,880 pg_L5_AOI
518,121
6
T_DX_2 – B_DX_2
B
L4
3,993,600 pg_L4
1,967,680 pg_L4_AOI
1,381,656
16
B_DX_2 – T_DX_3
Bs
L3
1,497,600 pg_L3
737,880 pg_L3_AOI
518,121
7
T_DX_3 – B_DX
C
L2
5,491,200 pg_L2
2,705,560 pg_L2_AOI
1,899,777
22
B_DX – T_RN
Cs
L1
4,992,000 pg_L1
2,459,600 pg_L1_AOI
1,727,070
21
Jumlah Total
D
L1_L6
9,498,885
112
27,454,000 pg_L1_L6
48
13,527,800 pg_L1_L6_AOI
T_DX
Lapisan A
B_DX_1 T_DX_2
Lapisan B
B_DX_2 T_DX_3
Lapisan C
B_DX T_RN
Gambar III.9 Model log sumur dan sgrid dalam penentuan regioning. III.2.6 Property Modeling Data log sumur yang digunakan untuk permodelan property (property modeling), adalah data log sumur yang sudah di-snap terhadap sel grid (Gambar III.10). Selsel grid (grid cells) yang berpotongan dengan sumur diinisialisasi (initialized) dengan data sumur, misalnya data porositas, saturasi minyak, dsb. Hasil snapping ini juga diperlukan untuk membuat regioning sumur berdasarkan sel grid. Analisis geostatistik, diantaranya analisis univariate, bivariate, dan variogram sebelum dilakukan property modeling. Variogram, seperti yang diterangkan dalam bab sebelumnya pada gambar II.6, merupakan suatu cross-plot yang menunjukkan bagaimana korelasi antara titik-titik data berubah karena jarak antara perubahan titik-titik data. Variogram meliputi sill yaitu semi-variance maksimum, yang merepresentasikan variability dalam ketidakadaan spatial dependencies; range adalah separasi antara pasangan titik yang mana sill telah tercapai atau jarak yang mana tidak ada bukti spatial dependencies; nugget didefinisikan sebagai semivariance ketika separation mendekati nol. Contoh aplikasi variogram dalam permodelan Reservoir “X” diperlihatkan pada gambar III.11. Gambar tersebut memperlihatkan nested variogram (2 model: model 0 dan 1), yang mana pada model 1, secara areal, sumbu paling panjang (range 1) adalah 1000 meter dengan azimut 30 derajat. Sedangkan sumbu yang
49
Gambar III.10 Snap data sifat dan tipe batuan terhadap sel. Warna menunjukkan besaran dari suatu property.
Gambar III.11 Contoh aplikasi variogram dalam permodelan porositas pada Reservoir “X”
50
paling pendek (range 2) adalah 600 meter. Variogram vertikal menunjukkan bahwa range 3 berjarak 14 meter.
Untuk mem-populate tipe batuan, digunakan metode MBSIS. Proses SIS adalah memilih suatu random path melalui suatu grid, selanjutnya menggunakan distrbusi kriging error yang tersampel secara acak pada variasi cut-off untuk setiap titik estimasi untuk membuat field yang bersifat heterogen. Data yang digunakan pada proses ini adalah bersifat discrete. Dalam penenlitian, cut-off yang digunakan berjumlah 4, yaitu 1 (batupasir), 2 (batupasir gampingan), 3 (shale), 4 (lanau). Data tipe batuan yang sudah di-populate, akan digunakan sebagai region tipe batuan pada masing-masing lapisan untuk proses populate properties. Data volume shale dan porositas digunakan metode SGS, sedangkan untuk mempopulate permeabiltas dan Sw digunakan metode SGS Collocated CoKriging, dimana volume shale dan porositas sebagai soft data. SGS memilih suatu random path melalui suatu grid, yang kemudian menggunakan distribusi kriging error yang tersampel secara acak pada titik-titik estimasi untuk membuat field yang heterogen.
Sedangkan
Collocated
Co-Kriging
adalah
metode
untuk
mengintegrasikan dua pasang data (data sets); menggunakan suatu koefisien korelasi untuk memperkirakan hubungan full cross-covariance.
Populasi Sifat Petrofisik
Proses ini bertujuan untuk mem-populate rock dan fluid properties yang diperoleh dari log sumur sehingga menghasilkan model property dalam suatu grid . Data yang digunakan sebagai input untuk proses ini adalah volume shale (Vsh), porositas, permeabilitas dan Sw. Populasi Volume Shale (Vsh). Di Lapangan Duri, Vsh adalah log sumur yang
paling banyak. Vsh mempunyai korelasi yang cukup bagus dengan permeabilitas dan Sw. Variogram Vsh dihitung dan dimodelkan secara terpisah untuk setiap
51
stratigraphic layer menggunakan data sumur. Sequential Gaussian Simulation (SGS) digunakan untuk mempopulasi Vsh untuk setiap lapisan batupasir atau shale. Populasi porositas. Porositas yang digunakan adalah porositas efekif (phie). Phie
dipopulasi secara terpisah dari Vsh, karena untuk Lapangan Duri, phie cenderung tinggi di shale dan korelasi antara Vsh dan phie adalah cukup kuat. Variogram phie dihitung dan dimodelkan secara terpisah untuk setiap stratigraphic layer menggunakan data sumur. SGS digunakan untuk mem-populate phie untuk setiap lapisan sand atau shale.
Populasi
log-permeabilitas.
Karena
permeabilitas
(log-permeabilitas)
mempunyai korelasi yang sangat kuat terhadap Phie dan Vsh, maka Sequential Gaussian Simulation with Collocated Cokriging (SGSCC) digunakan untuk mempopulasi log-permeabilitas setiap region stratigrafi sand/shale. Phie dan Vsh digunakan sebagai soft data. Versi custom SGSCC yang dapat menangani sampai tipe 3 soft data dikembangkan dan dapat diakses dari Gocad engineering Tool plug-in. Ini diasumsikan bahwa spatial continuity pada log-perm adalah mirip dengan yang ada pada Vsh, sehingga model variogram Vsh digunakan untuk mempopulasi log-perm. Populasi Sw. Model Sw dikonstruksi dengan cara yang sama dengan model log-
perm. Model Vsh dan Phie digunakan sebagai soft data dalam SGSCC dalam 2 langkah proses. Sw secara geostatistik dipopulasi hanya untuk sel-sel yang berada di atas Oil Water Contact (OWC) hasil interpretasi. Ini diasumsikan bahwa spatial continuity Sw adalah sama dengan yang ada di Vsh, sehingga model variogram Vsh digunakan untuk mempopulasi Sw. Setelah sgrid dihasilkan, dilakukan validasi antara properties dari sumur dengan yang dari model. Perbandingan bisa dilihat dengan menggunakan histogram atau dari hasil koefisien korelasi antara properties sumur dengan model.
52
III.3 Hasil Permodelan
III.3.1 Permodelan Tipe Batuan (Rock Type) Permodelan tipe batuan dibutuhkan karena pada setiap region lapisan berdasarkan marker stratigrafi tidak sepenuhnya homogen, tetapi mempunyai 2 tipe batuan atau
lebih,
sehingga
akan
mempengaruhi
distribusi
property.
Untuk
mengantisipasi hal tersebut, diperlukan region terpisah dalam region setiap lapisan untuk mendapatkan distribusi property yang tidak bias atau bimodal. Tipe batuan bisa didasarkan pada polygon yang diinterpretasi dari plot silang (cross plot) antara log Vsh dan log Densitas (RHOB) atau dengan Porositas Densitas (DPHI). Penentuan tipe batuan juga bisa dilakukan dengan me-run program loglan dalam GEOLOG (Gambar III.12), dimana cut-off untuk batupsir (vsh<0.4), batupasir karbonatan (vsh<0.4 dan rhob>2.15 gr/cc), lanau (0.4<=vsh<0.6), shale (vsh>0.6). Pengelompokan tipe batuan meliputi tipe batuan batupasir, shale, batupasir karbonatan (calcareous sandstone), dan Lanau (silt). Tipe batuan ini akan digunakan untuk pembuatan region masing-masing tipe batuan pada setiap region stratigrafi dalam interval Reservoir “X”. Data tipe batuan pada log sumur di-snap ke sel grid untuk dipakai dalam proses populasi property dalam bentuk region (Gambar III.13). Penentuan tipe batuan dilakukan karena pada setiap region, terutama region lapisan yang umumnya didominasi oleh tipe batuan batupasir (yaitu Lapisan A, B, C), mempunyai komposisi tipe batuan yang tidak sepenuhnya batupasir, tapi masih mengandung sisipan shale, lanau, dan batupasir karbonatan. Gambar III.14(a) memperlihatkan bahwa Lapisan A mempunyai variasi atau proporsi tipe batuan yang lebih sedikit dibandingkan dengan Lapisan C, karena pada Lapisan C, proporsi shale dalam histogram memperlihatkan proporsi yang besar, hampir menyamai batupasir (Gambar III.14b).
53
3 2
A
4 1
B
C
Gambar III.12 Hasil penentuan tipe patuan berdasarkan cut-off vsh dan rhob. Kuning diinterpretasikan sebagai batupasir (nomor 1), biru sebagai batupasir karbonatan (nomor 2), abu-abu tua sebagai shale (nomor 3), abu-abu muda sebagai lanau (nomor 4).
54
Legenda: Batupasir
Batupasir karbonatan Shale Lanau
U
U
U
Gambar III.13 Data tipe batuan pada sumur yang di-snap ke sel grid (atas) dan cross section hasil populasi tipe batuan (bawah).
55
Gambar III.14a Proporsi batupasir (nomor 1, kuning) yang paling dominan pada region Lapisan A.
Gambar III.14b Proporsi batupasir (nomor 1, kuning) yang hampir sama dengan shale (nomor 3, hijau) pada region lapisan C.
56
III.3.2 Permodelan Sifat Batuan dan Fluida Proses dan metode permodelan sifat batuan yang sudah diterangkan pada bagian III.2.4, adalah menggunakan tipe batuan dan lapisan sebagai regionnya. Misalnya, pada saat mem-populate porositas pada tipe batuan lanau di lapisan A, maka region yang digunakan untuk mem-populate porositas adalah Lapisan A Tipe batuan 4. Proses populate menggunakan region seluruh Duri untuk mendapatkan interpolasi data yang lebih baik serta mengetahui lebih baik penyebaran sifat-sifat batuan secara regional di selatan daerah penelitian. Berdasarkan peta dan cross section pada model Vsh, nilai vsh yang kecil yang mengindikasikan lapisan yang bersifat reservoir berkembang di utara Lapangan Duri (Gambar III.15 a dan b).
U
Gambar III.15a Peta sebaran volume shale rata-rata pada region pay. Vsh yang kecil di utara mengindikasikan kualitas reservoir yang lebih baik di utara.
57
U
Gambar III.15b. Sayatan sgrid (sgrid section) Vsh pada Reservior “X”. Lapisan A adalah lapisan paling atas yang mempunyai Vsh lebih kecil dibanding lapisan di bawahnya.
58
Berdasarkan peta sebaran porositas rata-rata dan cross section, nilai porositas tidak memperlihatkan perbedaan yang signifikan di Lapangan Duri (Gambar III.16 a dan b). Peta sebaran Sw rata-rata memperlihatkan bahwa, potensi hidrokarbon berada di Duri bagian utara (Gambar III.17a dan b). Begitu juga berdasarkan
peta sebaran log permeabilitas rata-rata menunjukkan bahwa,
kualitas Reservoir “X” terlihat baik di utara Duri (Gambar 18).
U
Gambar III.16a Peta sebaran porositas rata-rata Reservoir “X” pada region pay, yang memperlihatkan perbedaan porositas yang tidak berarti secara lateral.
59
U
Gambar III.16b Sayatan sgrid model porositas Reservoir “X”. Tidak adanya perubahan nilai porositas yang signifikan secara vertikal.
60
U
Gambar III.17a Peta sebaran Sw rata-rata Reservoir “X” pada region pay. Di bagian utara Lapangan Duri, nilai Sw yang kecil mengindikasikan potensi hidrokarbon yang berada di utara daerah penelitian. Pada peta sebaran Sw menunjukkan bahwa nilai Sw umumnya kecil di daerah utara Lapangan pada Reservoir “X”. Sw yang kecil menunjukan adanya potensi hidrokarbon. Dengan alasan tersebut, daerah yang akan dijadikan bahan penelitian adalah di bagian utara Lapangan Duri. Untuk analisis property dan OOIP pada daerah penenelitian digunakan regioning utara, dengan melakukan substract region dari sgrid seluruh Duri. Hasilnya ditampilkan pada bagian III.3.2.1 sampai 3.2.2 atau pada gambar III.19 sampai III.21.
61
U
Gambar III.17b Sayatan sgrid model Sw Reservoir “X”. Secara vertikal, nilai Sw di lapisan atas reservoir ini menunjukkan nilai yang kecil atau potensi hidrokarbon yang lebuh besar.
62
U
Gambar III.18 Peta sebaran log permeabilitas rata-rata Reservoir “X” Lapangan Duri pada region pay. Konversi log permeabilitas kepada nilai permeabilitas bisa dilihat pada Lampiran 1.
Berdasarkan peta permeabilitas (Gambar III.18), di daerah utara Lapangan Duri mempunyai nilai permeabilitas relatif lebih besar dibanding daerah selatan. Tampak nilai log permeabilitas berwarna kuning sampai orange umumnya berada di bagian utara, sedangkan di bagian selatan berwarna kehijauan yang mengindikasikan bahwa kualitas reservoir di selatang lebih buruk.
63
III.3.3.1 Sifat-sifat Batuan dan Fluida Lapisan A
U
U
Peta Net Pay
Peta Porositas
U
U
Peta HPT
Peta Sw
Gambar III.19 Peta sebaran net pay, porositas rata-rata, Sw rata-rata, dan Hidrocarbon Pore Thickness (HPT) di atas surface OWC pada Lapisan A. HPT adalah perkalian antara saturasi minyak porositas, dan net pay. Potensi pay pada lapisan ini berada di bagian utara dan barat laut.
Berdasarkan peta Hydrocarbon Pore Thickness (HPT), potensi hidrokarbon pada Lapisan A Reservoir ”X” di daerah penelitian berada di bagian utara dan barat laut daerah penelitian. Warna merah menunjukkan nilai HPT yang paling tinggi. Di daerah tersebut, nilai HPT mencapai 5 feet dengan ketebalan net pay rata-rata sekitar 30 sampai 35 feet.
64
III.3.3.2 Sifat-sifat Batuan dan Fluida Lapisan B
U
U
Peta Net Pay
Peta Porositas
U
U
Peta Sw
Peta HPT
Gambar III.20 Peta sebaran net pay, porositas rata-rata, Sw rata-rata, dan Hydrocarbon Pore Thickness (HPT) di atas surface OWC pada Lapisan B. Potensi pay pada lapisan ini berada di bagian barat laut dan barat daya.
Berdasarkan peta Hydrocarbon Pore Thickness (HPT), potensi hidrokarbon pada Lapisan B Reservoir ”X” di daerah penelitian berada di bagian barat laut dan barat daya daerah penelitian. Warna merah menunjukkan nilai HPT yang paling tinggi. Di daerah tersebut, nilai HPT mencapai 5 ft dengan ketebalan net pay berkisar antara 20 sampai 30’ feet. Penyebaran dari nilai HPT lapisan ini jauh lebih sempit dibandingkan dengan Lapisan A..
65
III.3.3.3 Sifat-sifat Batuan dan Fluida Lapisan C
U
U
Peta Porositas
Peta Net Pay
U
U
Peta Sw
Peta HPT
Gambar III.21 Peta sebaran net pay, porositas rata-rata, Sw rata-rata, dan Hydrocarbon Pore Thickness (HPT) di atas surface OWC pada Lapisan C. Indikasi pay terlihat di bagian utara daerah penelitian, walaupun sangat kecil.
Berdasarkan peta Hydrocarbon Pore Thickness (HPT), Lapisan C tidak memperlihatkan adanya potensi hidrokarbon yang baik. Peta net pay memperlihatkan bahwa ketebalan net pay pada lapisan ini sangat tipis yaitu berkisar sampai 5 feet, dengan penyebaran yang sangat sempit yaitu di utara dan barat laut daerah penelitian.
66
III.3.4 Proses Validasi Proses validasi untuk permodelan ini adalah dengan membandingkan parameter statistik antara data sumur dan model. Parameter statistik model yang mirip dengan yang dari sumur menunjukkan model yang baik. Tampak histogram sumur dan model mempunyai bentuk yang mirip dan parameter yang relatif sama (Lampiran 2 sampai 5). Parameter statistik diringkas dalam tabel III.2. Tabel III.2 Perbandingan parameter statistik data sumur dan model. Parameter
Sumur
Rata-rata
Model
Standar
Rata-rata
Deviasi
Standar Deviasi
Volume shale (V/V)
0.26
0.175
0.27
0.178
Porositas (V/V)
0.34
0.079
0.34
0.077
Sw (V/V)
0.87
0.198
0.88
0.197
Log Permeabilitas
2.81
0.544
2.85
0.426
(mD)
III.4 Ikhtisar
Proses Karakterisasi Reservoir pada Reservoir “X”, dilakukan dengan melakukan integrasi data sumur dan data seismik, serta pendekatan geostatistik, menghasilkan informasi penyebaran sifat-sifat batuan dan fluida (rock and fluid properties) yang reliable secara geologi dan statistik dalam penyebarannya secara vertikal dan lateral atau 3D. Berdasarkan informasi sifat-sifat batuan yang dihasilkan pada proses karakterisasi reservoir tersebut, menunjukkan bahwa, Reservoir “X” berkembang baik di Lapangan Duri bagian Utara. Lapisan yang paling potensial adalah Lapisan A yang berkembang baik di sebagian besar utara dan barat laut daerah penelitian. Lapisan B berkembang di sebagian kecil di barat laut dan barat daya. Lapisan C dinilai tidak potensial.
67
BAB IV Perhitungan Cadangan
Perhitungan cadangan minyak yang ada di dalam Reservoir “X” akan menggunakan parameter-parameter yang ada dalam model Reservoir “X”, misalnya porositas dan Sw. Dalam perhitungan cadangan dengan menggunakan model tersebut, akan dilihat sensitifitas parameter yang mengontrol OOIP. Mengenai klasifikasi cadangan minyak, PT. CPI menyebutkan bahwa cadangan minyak dalam Reservoir “X” sampai sekarang masih termasuk ke dalam kategori Contingency Resources, yaitu kategori P4-P6 Resources (Gambar IV.1 a). Contingent Resources (P4-P6) adalah perkiraan jumlah crude oil, natural gas, dan natural gas liquids yang mana data geoscience dan engineering menunjukkan (hidrokarbon tersebut) dapat diperoleh (recoverable) pada masa yang akan datang dari reservoir tersebut, tapi sekarang tidak komersial dalam kondisi ekonomi dan operasi yang ada (Chevron Corporate Reserves Manual, 2006). Dalam penelitian ini, penamaan klasifikasi contingency resources akan mengacu kepada Petroleum Resources Management System yang disusun oleh Komite Oil and Gas Reserves dalam Society of Petroleum Engineers (SPE) tahun 2007, yang juga di-review dan secara bersama disponsori oleh the World Petroleum Council (WPC), the American Association of Petroleum Geologist (AAPG), dan
the
Society of Petroleum Evaluation Engineers (SPEE). Contingency Resource yang disebutkan dalam klasifikasi reserves dan resource tersebut dinamakan sebagai Contingent Resources 1C, 2C, dan 3C (Gambar IV. I b). 1C adalah ekuivalen dengan P4, 2C sebagai P5, dan 3C sebagai P6 pada klasifikasi Chevron.
68
(a)
(b)
Gambar IV.1 (a) Klasifikasi 6P Reserves dan Resources Chevron (Chevron Corporate, 2006), dan (b) Klasifikasi menurut SPE (WPC, SPE, AAPG, SPEE, 2007).
69
Parameter yang dipakai dalam perhitungan OOIP adalah volume, porositas, serta saturasi minyak atau So, yang diperoleh dari ”1-Sw”. Volume yang dipakai adalah berdasarkan total volume sel pada model Reservoir “X” yang masuk dalam kategori region yang ditentukan. Untuk region pay, tergantung cut-off dari rock properties yang dipakai). Sedangkan porositas dan Sw diperoleh dari model.
IV.1 Penentuan Paramater
Penentuan parameter porositas (phie) dan Sw telah disebutkan pada bagian II.2.5. Khusus untuk Lapangan Duri dan dalam penelitian ini, ketebalan pay (net pay) adalah ketebalan dimana batuan tersebut mempunyai Sw<=0.8 dan Phie >= 0.24 (Gambar IV.2). Sedangkan untuk perhitungan cadangan minyak (OOIP), net pay ditentukan berdasarkan sel-sel yang mempunyai cut-off Sw dan Phie sebagai pay, sehingga sel tersebut masuk dalam pay region (Gambar IV.3).
Pay
Cut-off phie Cut-off Sw
Gambar IV.2 Log sumur yang mempelihatkan penentuan pay dengan cut-off Sw <= 0.8 dan Phie >= 0.24.
70
U Legenda: Pay Cells Area Non Pay Cells Area
Gambar IV.3 Pay cells yang merupakan bagian dari pay region, mempunyai property Sw <= 0.8 dan Phie >= 0.24, di atas OWC. IV.2 Penentuan Batas Hidrokarbon
Dalam penenelitian ini dan secara spesisifk yang diterapkan di Lapangan Duri, interpretasi batas hidrokarbon yang meliputi OWC, LKO, dan HKW (Gambar IV.4), ditentukan berdasarkan data log sumur yang meliputi log-log gamma ray, resistivitas, porositas, dan Sw. Johansen (2006) mendefinisikan OWC sebagai kedalaman batupasir berkualitas reservoir yang mengandung minyak yang mobile.. Air merupakan fluida yang mobile dalam batupasir berkualitas reservoir di bawah OWC. Sedangkan untuk suatu reservoir yang dibor dan dilakukan well logging, LKO adalah titik paling bawah pada perpotongan lubang sumur pada suatu unit lapisan yang mengandung mobile oil. HKW adalah titik paling tinggi di perpotongan lubang sumur pada reservoir yang mengandung movable water dan no movable oil. interpretasi dalam log sumur diperlihatkan pada gambar IV.5.
71
Contoh
Sumur A
Sumur B Sumur C
Minyak
LKO OWC
Air
HKW
Gambar IV.4 Kartun yang memperlihatkan hubungan antara OWC, LKO, dan HKW dalam tiga sumur yang menembus kedalam satuan reservoir yang sama.
OWC LKO HKW
Gambar IV.5 Log sumur yang memperlihatkan contoh penentuan batas hidroharbon: OWC, LKO, dan HKW (Johansen, 2006).
72
Di daerah penelitian, LKO diinterpretasikan rata-rata pada kedalaman -382 feet, OWC pada kedalaman -396 feet , HKW pada kedalaman -443 feet di bawah permukaan rata-rata air laut (sub-sea). LKO ditentukan berdasarkan kedalaman LKO paling dalam yang ditemukan pada sumur. Tipe LKO ini ditemukan pada sumur B. Tipe OWC ditemukan pada sumur C, sedangkan HKW ditemukan pada sumur A (Gambar IV.6). Cara penentuan OWC di Duri adalah khas. Secara tradisional, penentuan OWC berdasarkan gamma ray dan vsh untuk menentukan litologi, sedangkan untuk menentukan pay atau wet adalah dengan resistivitas. Data porositas, permeabilitas, dan Sw hasil evaluasi formasi, membantu dalam proses interpretasi. Cut-off pay dan non pay interval ditentukan berdasarkan studi evaluasi formasi Duri yang diterangkan pada Bab II.
Sumur A
Sumur B
Sumur C
Sumur D
Legenda:
Sumur E
A B
LKO
U
OWC HKW Top dan Bottom Reservoir “X”
D C
Gambar IV.6 Tipe LKO, OWC, dan HKW di daerah penelitian.
73
E
IV.3 Deskripsi mengenai Metode Perhitungan
Pada prinsipnya, perhitungan volumetrik menggunakan rumusan: OOIP = A (Luas) x h (Ketebalan Net Pay) x Ф (Porositas) x (1-Sw) x 7758 Bbl Untuk mendapatkan STB (Stock Tank Barrel), digunakan nilai Boi atau FVF (Formation Volume Factor) yang konstan, yatu 1.022 untuk Duri. Hasil diskusi dengan Reservoir Engineer, data Boi reservoir ini dianggap sama dengan reservoir di bawahnya, yaitu Reservoir Rindu, dan perbedaanya tidak berarti. Oleh karena itu akan diasumsikan sama. Proses perhitungan volumetrik pada proses ini adalah dengan menggunakan modul yang sudah tersedia dalam aplikasi perangkat lunak GOCAD. Hanya dengan memasukkan nilai porositas dan Sw bersama dengan masing-masing cutoff dan probabilistic range serta region yang digunakan, Kita akan mendapatkan OOIP dari suatu reservoir pada region tertentu Karena perhitungan OOIP menggunakan beberapa case dari masing-masing parameter dan jumlahnya banyak serta membutuhkan waktu yang lama, maka perhitungan dilakukan dengan menggunakan program script. Hubungannya dengan 1C, 2C, dan 3C case OOIP, berikut adalah deskripsi untuk penentuan 1C, 2C, dan 3C case dari OWC, sifat batuan, dan cut-off yang dipakai untuk perhitungan OOIP probabilistik. Metode untuk melakukan analisis sensitifitas terhadap parameter yang berkontribusi terhadap OOIP, dilakukan pendekatan dengan menggunakan metode DoE.
74
IV.3.1 Parameter 1C, 2C, dan 3C Case untuk OOIP Batas Hidrokarbon meliputi: P10_owc = LKO sebagai 1C Case P50_owc = OWC sebagai 2C Case P90_owc = HKW sebagai 3C Case Hasil interpretasi dari LKO, OWC, dan HKW pada sumur, selanjutnya dibuat surface untuk pembuatan region 1C, 2C, dan 3C case. Data ini diperlukan untuk membuat region di atas dan di bawah batas hidrokarbon, yang akan dipakai untuk perhitungan OOIP sebagai region volume. Model Property ( Modifikasi dari Johansen dkk., 2005) Phie P10 Phie= well phie - 0.015 = (1C Case model phie untuk OOIP) P50 Phie= well phie P90 Phie= well phie + 0.015 = (3C Case model phie untuk OOIP) Sw = (1-So) P90 Sw= well sw + 0.06 = (1C Case model sw untuk OOIP) P50 Sw = well sw P10 Sw= well sw - 0.06 = (3C Case model sw untuk OOIP) Cut-off zona pay (Johansen dkk., 2005)
Phie P90= 0.235 (3C Case cut-off porositas untuk OOIP) P50= 0.24 (2C Case) P10= 0.255 (1C Case cut-off porositas untuk OOIP) Sw P10= 0.77 (1C Case cut-off sw untuk OOIP) P50= 0.80 (2C Case) P90= 0.87 (3C Case cut-off sw untuk OOIP) Penentuan case pada batas hidrokarbon, model property, dan cut-off, diringkas dalam bentuk tabel (Tabel IV.1). Penentuan setiap case pada kurva dan cut-off diperlihatkan pada gambar IV.7.
75
Tabel IV.1 Ringkasan parameter untuk DoE Parameter* 1C Case 2C Case owc lko owc phie model phie_model_1C phie_model_2C sw model sw_model_1C sw_model_2C phie cut-off 0.255 0.24 sw cut-off 0.77 0.80 *Parameter yang berkontribusi terhadap OOIP
1C Net Pay
3C Case hkw phie_model_3C sw model 3C 0.235 0.87
3C Net Pay
Gambar IV.7 Penerapan 1C (low case), 2C (base case), dan 3C(high case) pada kurva dan cut-off, untuk menentukan Pay.
76
Masing masing model dan cut-off pada setiap case akan digunakan untuk penentuan OOIP dengan beberapa kombinasi, sehingga hasil OOIP akan berbedabeda tergantung kombinasinya. Kombinasi kelima parameter dengan case: 1C, 2C, dan 3C, bisa lebih dari 90 kombinasi (Tabel IV.2). Kombinasi lainnya adalah -1 dengan 0 and 1; 0 dengan -1 and 1; 1 dengan -1 and 0.
Tabel IV.2 Skema model beberapa kemungkinan kombinasi antar parameter (dua parameter). 1C = -1; 2C = 0; 3C = 1 cut cut phie sw
Combination owc phie sw
-1 and 0
-1 -1 -1 -1 -1
-1 -1 -1 -1 0
-1 -1 -1 0 -1
-1 -1 0 -1 -1
-1 0 -1 -1 -1
-1 -1 -1 -1 -1
-1 -1 0 -1 -1
-1 0 0 -1 -1
0 0 -1 -1 -1
0 -1 -1 -1 -1
-1 -1 -1 -1 -1
-1 0 -1 -1 -1
0 -1 -1 -1 -1
-1 0 -1 -1 -1
0 -1 -1 -1 -1
-1 -1 -1 -1 -1
0 -1 -1 -1 -1
-1 -1 -1 -1 -1
-1 -1 -1 -1 -1
0 -1 -1 -1 -1
-1 -1 -1 -1 -1
-1 0 -1 -1 -1
0 0 -1 -1 -1
0 0 -1 -1 -1
0 -1 -1 -1 -1
-1 -1 -1 -1 -1
0 0 0 -1 -1
0 -1 0 -1 -1
-1 0 0 -1 -1
0 0 0 -1 -1
0 and -1
0 0 0 0 0
0 0 0 0 -1
0 0 0 -1 0
0 0 -1 0 0
0 -1 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 -1 0 0
0 -1 -1 0 0
-1 -1 0 0 0
-1 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 -1 0 0 0
-1 0 0 0 0
0 -1 0 0 0
-1 0 0 0 0
0 0 0 0 0
-1 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
-1 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 -1 0 0 0
-1 -1 0 0 0
-1 -1 0 0 0
-1 0 0 0 0
0 0 0 0 0
-1 -1 -1 0 0
-1 0 -1 0 0
0 -1 -1 0 0
-1 -1 -1 0 0
1 and 0
1 1 1 1 1
1 1 1 1 0
1 1 1 0 1
1 1 0 1 1
1 0 1 1 1
1 1 1 1 1
1 1 0 1 1
1 0 0 1 1
0 0 1 1 1
0 1 1 1 1
1 1 1 1 1
1 0 1 1 1
0 1 1 1 1
1 0 1 1 1
0 1 1 1 1
1 1 1 1 1
0 1 1 1 1
1 1 1 1 1
1 1 1 1 1
0 1 1 1 1
1 1 1 1 1
1 0 1 1 1
0 0 1 1 1
0 0 1 1 1
0 1 1 1 1
1 1 1 1 1
0 0 0 1 1
0 1 0 1 1
1 0 0 1 1
0 0 0 1 1
1 and -1
1 1 1 1 1
1 1 1 1 -1
1 1 1 -1 1
1 1 -1 1 1
1 -1 1 1 1
1 1 1 1 1
1 1 -1 1 1
1 -1 -1 1 1
-1 -1 1 1 1
-1 1 1 1 1
1 1 1 1 1
1 -1 1 1 1
-1 1 1 1 1
1 -1 1 1 1
-1 1 1 1 1
1 1 1 1 1
-1 1 1 1 1
1 1 1 1 1
1 1 1 1 1
-1 1 1 1 1
1 1 1 1 1
1 -1 1 1 1
-1 -1 1 1 1
-1 -1 1 1 1
-1 1 1 1 1
1 1 1 1 1
-1 -1 -1 1 1
-1 1 -1 1 1
1 -1 -1 1 1
-1 -1 -1 1 1
-1 and 1
-1 -1 -1 -1 -1
-1 -1 -1 -1 1
-1 -1 -1 1 -1
-1 -1 1 -1 -1
-1 1 -1 -1 -1
-1 -1 -1 -1 -1
-1 -1 1 -1 -1
-1 1 1 -1 -1
1 1 -1 -1 -1
1 -1 -1 -1 -1
-1 -1 -1 -1 -1
-1 1 -1 -1 -1
1 -1 -1 -1 -1
-1 1 -1 -1 -1
1 -1 -1 -1 -1
-1 -1 -1 -1 -1
1 -1 -1 -1 -1
-1 -1 -1 -1 -1
-1 -1 -1 -1 -1
1 -1 -1 -1 -1
-1 -1 -1 -1 -1
-1 1 -1 -1 -1
1 1 -1 -1 -1
1 1 -1 -1 -1
1 -1 -1 -1 -1
-1 -1 -1 -1 -1
1 1 1 -1 -1
1 -1 1 -1 -1
-1 1 1 -1 -1
1 1 1 -1 -1
0 and 1
0 0 0 0 0
0 0 0 0 1
0 0 0 1 0
0 0 1 0 0
0 1 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 1 0 0
0 1 1 0 0
1 1 0 0 0
1 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 1 0 0 0
1 0 0 0 0
0 1 0 0 0
1 0 0 0 0
0 0 0 0 0
1 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
1 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 1 0 0 0
1 1 0 0 0
1 1 0 0 0
1 0 0 0 0
0 0 0 0 0
1 1 1 0 0
1 0 1 0 0
0 1 1 0 0
1 1 1 0 0
Mulyadi - Thesis ITB 2007
IV.3.2 Perhitungan OOIP dengan menggunakan Script Formula dasar untuk perhitungan OOIP adalah seperti yang disebutkan di bagian awal: OOIP = A (area) x h (thickness) x Phie x (1-Sw) FVF Untuk melakukan perhitungan OOIP dalam berbagai kombinasi 1C-2C-3C cases pada kelima parameter adalah dengan menggunakan script dalam program linux
77
yang di-run dalam aplikasi perangkat lunak GOCAD (Lampiran 6 dan 7). Kelima parameter tersebut adalah sebagai berikut: a. Region batas hidrokarbon (region lko,owc,hkw) b. Phie = SGS_simulation_phie c. Sw = Colcok_simulation_sw d. Phie cut-off e. Sw cut-off IV.3.3 Analisis Ketidakpastian dengan DoE Setelah menentukan parameter-parameter yang akan digunakan, maka dilakukan proses DoE dengan metode D-Optimal. Experiment tabel berikut adalah kombinasi case dari kelima parameter yang dilakukan oleh perangkat lunak DoE dalam GOCAD dengan jumlah run yang ditentukan Peneliti sebanyak 25, yang dianggap mewakili semua kombinasi (Tabel IV.3). Tabel IV.3 Tabel eksperimental dalam desain D-Optimal.
78
IV.4 Hasil Perhitungan
IV.4.1 1C, 2C, dan 3C case OOIP dari Script Hasil perhitungan OOIP dengan menggunakan 1C, 2C, dan 3C case yang berbeda pada setiap parameter bisa dihasilkan lebih dari 90 kombinasi. Berikut adalah contoh hasil perhitungan OOIP untuk 1C Case region batas hidrokarbon (LKO) dengan 1C, 2C dan 3C Case dari beberapa kombinasi antar parameter lainnya: 2_pg_Layer_6_AOI_above_p10_owc_co_sw_hi= 170814207,49672845
Hasil perhitungan OOIP dari kombinasi parameter sebanyak 25 run dalam DoE untuk Lapisan A, B, dan C diringkas pada table IV.4 dan diperlihatkan dalam bentuk grafik (Gambar IV.8). Contoh salah satu hasil perhitungan di atas hasilnya adalah 170.814.207, dimasukkan pada tabel DoE adalah dalam Run 1 pada OOIP Lapisan A. Tabel IV.4 Hasil perhitungan OOIP Lapisan A, B, C berdasarkan kombinasi parameter. Run(n) RUN1 RUN2 RUN3 RUN4 RUN5 RUN6 RUN7 RUN8 RUN9 RUN10 RUN11 RUN12 RUN13 RUN14 RUN15 RUN16 RUN17 RUN18 RUN19 RUN20 RUN21 RUN22 RUN23 RUN24 RUN25
owc
Parameter Lapisan A phie_model sw_model phie_cutoff sw_cutoff OOIP (stbo)
Low Low Low Low Low Low Low Low Low Low Low Low Middle Middle Middle Middle High High High High High High High High High
Low Low Low Low Low Middle Middle High High High High High Low Middle High High Low Low Low Low Middle High High High High
Low Low High High High Low Middle Low Low Middle High High Middle High Low Middle Low Low High High Middle Low Low High High
Low High Low Middle High High Low Low Middle High Low High Middle Middle High Low Low High Low High Middle Low High Low High
High Low Low Middle High High Low Low High High High Low High High Middle Middle Low High High Low Middle High Low Low High
79
170.814.208 158.743.054 227.364.438 236.467.309 248.555.146 181.038.950 199.461.826 173.375.315 191.644.847 230.469.120 274.726.791 255.572.914 223.057.582 281.011.185 194.588.596 231.552.244 184.384.697 210.786.563 294.271.898 277.219.814 247.057.442 225.807.015 207.491.673 302.752.620 331.055.402
Lapisan B Lapisan C OOIP (stbo) OOIP (stbo) 20.185.123 18.550.344 26.722.145 27.291.934 28.079.309 21.050.724 23.438.893 20.049.495 21.906.303 26.089.554 30.414.127 29.020.509 30.970.687 37.916.764 26.398.935 31.979.186 31.309.635 36.051.631 53.581.634 49.323.845 43.235.484 38.903.227 33.969.209 53.347.246 58.210.585
102.876 63.459 166.172 195.452 247.524 107.516 110.265 68.960 112.176 179.138 269.149 181.032 650.996 995.397 343.380 543.808 770.340 1.244.979 3.012.410 2.001.686 1.528.897 1.350.404 840.079 2.174.813 3.282.410
Gambar IV.8
Jumlah OOIP antara Lapisan A,B, dan C dari beberapa kombinasi parameter. Lapisan A mempunyai OOIP yang paling besar dari kombinasi parameter yang ada, sedangkan Lapisan C mempunyai OOIP yang paling kecil.
80
IV.4.2 Hasil DoE Berikut adalah gambar hasil tabel eksperimen dari metode D-Optimal Design, dengan memasukkan hasil OOIP dari setiap run dengan kombinasi parameter tertentu. Nilai OOIP diperoleh dari hasil perhitungan volumetrik hidrokarbon untuk Lapisan A atau Layer 6 (Gambar IV.9). Kelima parameter tersebut merupakan uncertainty sources, sedangkan OOIP merupakan response variable. Begitu juga langkah yang sama dilakukan untuk Lapisan B dan C.
Gambar IV.9 Besaran OOIP (Lapisan A) yang merupakan input untuk setiap run dan kombinasi parameter. Satuan OOIP di atas adalah STBO (Stock Tank Barrel Oil).
81
IV.4.2.1 Analisis Sensitifitas Setelah menentukan OOIP dari kombinasi paramater tersebut, maka dilakukan analisis sensitifitas dari setiap parameter terhadap OOIP, yang ditunjukkan dalam pareto chart. Proses ini bertujuan untuk menentukan significant contributors terhadap ketidakpastian. Dari chart tersebut, Kita dapat menentukan, parameter mana yang paling signifikan kontibusinya terhadap OOIP. Hasil analisis pada Lapisan A menunjukkan bahwa parameter model Sw adalah kontributor yang paling signifikan terhadap nilai OOIP (Gambar IV.10). Begitu juga dengan cara yang sama dilakukan untuk Lapisan B dan C (Gambar IV.11 sampai IV.12).
Gambar IV.10 Hasil analisis sensitifitas Lapisan A. Model Sw merupakan kontributor paling besar terhadap OOIP.
82
Gambar IV.11 Hasil analisis sensitifitas Lapisan B. Region batas hidrokarbon adalah kontributor paling besar terhadap OOIP.
Gambar IV.12 Hasil analisis sensitivitas Lapisan C. Region batas hidrokarbon adalah kontributor paling besar terhadap OOIP.
83
Dari ketiga gambar pareto chart di atas, dapat disimpulkan bahwa parameter model Sw adalah parameter sebagai kontributor yang paling signifikan terhadap nilai OOIP. Parameter OWC lebih kecil dibanding model Sw. Hal ini diinterpretasikan karena variasi region pay berdasarkan 3 case batas hidrokarbon (LKO, OWC, dan HKW) kurang memberikan pengaruh dibanding model Sw terhadap nilai OOIP. Sedangkan untuk model porositas serta cut-off porositas dan Sw, tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap OOIP. Pada Lapisan B dan C, OWC merupakan parameter sebagai kontributor yang paling signifikan terhadap nilai OOIP. Ini diinterpretasikan bahwa variasi region pay berdasarkan 3 case batas hidrokarbon, memberikan kontribusi paling besar terhadap nilai OOIP. Model Sw memberikan kontribusi yang lebih kecil dibanding batas hidrokarbon. Sama seperti pada Lapisan A, parameter model porositas serta cut-off porositas dan Sw tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nilai OOIP pada Lapisan B dan C. IV.4.3 Perhitungan OOIP Probabilistik Perhitungan OOIP probabilistik dalam penenelitian ini adalah dengan menggunakan tool Monte Carlo, yang modulnya masih dalam aplikasi perangkat lunak GOCAD. Tujuan metode ini adalah untuk mendapatkan hasil perhitungan OOIP secara probabilistik dengan menggunakan hukum distribusi (Distribution Law) masing-masing parameter. Aturan distribusi parameter berdasarkan hasil dari DoE atau histogram dari parameter tersebut. Contoh histogram model porositas pada region pay (region yang mempunyai sel yang memenuhi syarat cut-off pay) Lapisan B diperlihatkan pada gambar IV.13.
84
Gambar IV.13
Histogram porositas pada region pay Lapisan B. Parameter statistik diperlihatkan pada sebelah kiri histogram.
Input parameter untuk perhitungan OOIP probabilistik
meliputi kelima
paramater: Region kontak hidrokarbon, Phie Model, Sw Model, Cut-off Phie dan Cut-off Sw (Gambar IV.14 sampai IV.18). Tipe distribusi dan besaran parameter statistik setiap parameter diringkas dalam tabel IV.4 sampai IV.6.
Tipe distribusi OWC, cut-off Phie dan Sw, adalah
triangle, dimana hanya 3 nilai sebagai input, yaitu nilai minimum, mode, dan maksimum. Sedangkan untuk parameter model Phie dan Sw, digunakan model Gaussian dengan memasukkan nilai mean (µ) dan standar deviasi (σ) yang diperoleh dari histogram model.
85
Gambar IV.14 Distribution Law untuk parameter batas hidrokarbon (OWC) Lapisan A
Gambar IV.15 Distribution Law untuk parameter Model Phie dalam region pay pada Lapisan A
86
Gambar IV.16 Distribution Law untuk parameter Model Sw dalam region pay Lapisan A
Gambar IV.17 Distribution Law untuk parameter Cut-off Phie Lapisan A
87
Gambar IV.18 Distribution Law untuk parameter Cut-off Sw Lapisan A
Pada Lapisan semua lapisan (A, B, dan C), model Sw mempunyai nilai standar deviasi dan koefisien variasi (CV, dimensionless =σ/µ) lebih besar dibanding pada model Phie. Berdasarkan nilai koefisien variasi (sebagai pembanding), ini menunjukkan bahwa variasi nilai Sw lebih besar dibanding Phie. Tipe distribusi dan besaran parameter statistik tersebut dipakai sebagai distribution law untuk perhitungan OOIP probabilistik dengan Monte Carlo melalui iterasi 10.000 kali, yang hasilnya bisa dilihat pada gambar IV.19 sampai IV.21. Hasil perhitungannya diringkas pada tabel IV.8.
88
Tabel IV.5 Tipe distribusi dan parameter statistik untuk setiap parameter pada region pay Lapisan A Paramater
Tipe Distribusi
Min
Mode Max
Mean Standar (µ) Deviasi (σ)
Koefisien Variasi (CV)
Jumlah Sampel
owc
Triangle
-1
0
Phie_model Gaussian
0,372 0,047
0,126
396.625
Sw_model
Gaussian
0,536 0,184
0,343
396.625
Phie_cutoff
Triangle
0,235 0,24
0,255
Sw_cutoff
Triangle
0,77
0,87
0,8
1
Tabel IV.6 Tipe distribusi dan parameter statistik untuk setiap parameter pada region pay Lapisan B Paramater
Tipe Distribusi
Min
Mode Max
Mean Standar (µ) Deviasi (σ)
Koefisien Variasi (CV)
Jumlah Sampel
owc
Triangle
-1
0
Phie_model Gaussian
0,386 0,034
0,088
101.988
Sw_model
Gaussian
0,595 0,159
0,267
101.988
Phie_cutoff
Triangle
0,235 0,24
0,255
Sw_cutoff
Triangle
0,77
0,87
0,8
1
Tabel IV.7 Tipe distribusi dan parameter statistik untuk setiap parameter pada region pay Lapisan C Paramater
Tipe Distribusi
Min
Mode Max
Mean Standar (µ) Deviasi (σ)
Koefisien Variasi (CV)
Jumlah Sampel
owc
Triangle
-1
0
Phie_model Gaussian
0,364 0,032
0,088
5.618
Sw_model
Gaussian
0,687 0,089
0,129
5.618
Phie_cutoff
Triangle
0,235 0,24
0,255
Sw_cutoff
Triangle
0,77
0,87
0,8
1
89
Gambar IV.19 Hasil perhitungan OOIP probabilistik pada region pay Lapisan A. Hasil perhitungan OOIP (STBO) untuk Lapisan A adalah sebagai berikut: P10 OOIP= 251.163.000 P50 OOIP= 266.745.000 P90 OOIP= 281.519.000 Minimum= 225.428.000 Maksimum= 308.514.000 Range= 83.086.000 Mean (µ)= 266.540.000 Standar Deviasi (σ)= 11.680.000 Koefisien Variasi= 0,044
90
Gambar IV.20 Hasil perhitungan OOIP probabilistik pada region pay Lapisan B. Hasil perhitungan OOIP (STBO) untuk Lapisan B adalah sebagai berikut: P10 OOIP= 33.509.700 P50 OOIP= 39.123.400 P90 OOIP= 44.641.900 Minimum= 27.965.000 Maksimum= 50.091.630 Range= 22.951.300 Mean (µ)= 39.093.600 Standar Deviasi (σ)= 4.127.870 Koefisien Variasi= 0,105
91
Gambar IV.21 Hasil perhitungan OOIP probabilistik pada region pay Lapisan C. Hasil perhitungan OOIP (STBO) untuk Lapisan C adalah sebagai berikut: P10 OOIP= 848.384 P50 OOIP= 1.304.390 P90 OOIP= 1.756.200 Minimum= 406.818 Maksimum= 2.142.620 Range= 1.735.802 Mean (µ)= 1.303.040 Standar Deviasi (σ)= 336.198 Koefisien Variasi= 0,258
92
Tabel IV.8 Ringkasan hasil perhitungan OOIP probabilistik dengan menggunakan Monte Carlo pada region pay Lapisan A,B, dan C.
Lapisan
OOIP (MSTBO)
Koefisien Variasi
Jumlah sel region pay
P10
P50
P90
Mean
Standar Deviasi
A pay
251.163
266.745
281.519
266.540
11.680
0,044
396.625
B pay
33.509,7
39.123,4
44.641,9
39.093,6
4.127,9
0,105
101.988
C pay
848,4
1.304,4
1.756,2
1.303
336,2
0,258
5.618
Dari hasil perhitungan OOIP di atas, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Lapisan A mempunyai OOIP yang paling besar, diikuti oleh Lapisan B, dan selanjutnya lapisan C. 2. Lapisan
A
mempunyai
koefisien
variasi
yang
paling
kecil,
yang
mengindikasikan bahwa variasi nilai OOIP yang dihasilkan lebih seragam dibanding Lapisan B dan C. Lapisan C mempunyai koefisien variasi yang paling besar. Perhitungan OOIP di atas menggunakan model dengan parameter statistik untuk region pay, sehingga tidak mencerminkan keseluruhan data porositas dan Sw pada masing-masing lapisan. Jadi, ada beberapa data porositas dan Sw dalam model geologi Reservoir “X” yang tidak dimasukkan dalam menentukan parameter statistik (mean dan standar deviasi) pada region pay tersebut. Walaupun dari hasil analisis sensitifitas DoE, porositas model tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan seperti OWC dan model Sw, pada penelitian ini akan dilakukan perhitungan OOIP probabilistik dengan menggunakan data porositas keseluruhan, untuk mengetahui seberapa besar pengaruh perubahan parameter statistik porositas dan implikasinya terhadap OOIP (Gambar IV.22 sampai IV.24). Begitu juga untuk data Sw, dilakukan perhitungan OOIP probabilistik dengan menggunakan parameter statistik seluruh data Sw pada setiap lapisan (Gambar IV.25 sampai IV.27). Semua lapisan menggunakan parameter yang sama untuk data region batas hidrokarbon dan cut-off porositas serta cut-off Sw pada setiap lapisan.
93
Gambar IV.22 Hasil OOIP dengan menggunakan porositas pada region keseluruhan (pay dan non-pay di atas 3C case OWC) pada Lapisan A.
Gambar IV.23 Hasil OOIP dengan menggunakan porositas pada region keseluruhan (pay dan non-pay di atas 3C case OWC) pada Lapisan B.
94
Gambar IV.24 Hasil OOIP dengan menggunakan porositas pada region keseluruhan (pay dan non-pay di atas 3C case OWC) pada Lapisan C.
Setelah membandingkan hasil antara OOIP yang menggunakan law distribution pada pay region (sw pay dan phie pay) terhadap OOIP yang menggunakan law distribution pada region yang menggunakan semua data porositas (sw pay dan phie all), terlihat tidak ada perubahan OOIP yang signifikan. (Tabel IV.9). Perubahan nilai OOIP dan parameter statistik adalah kurang dari 1%, sehingga perubahan model dengan menggunakan seluruh data porositas, tidak memberikan pengaruh dan perubahan OOIP yang berarti. Lain halnya dengan model Sw, dengan membandingkan hasil antara OOIP yang menggunakan distribution law pada pay region (sw pay dan phie pay) terhadap OOIP yang menggunakan distribution law pada region yang menggunakan semua data Sw, terlihat adanya perubahan OOIP yang signifikan, yaitu rata-rata sekitar 4 sampai 8% (Tabel IV.10).
95
Tabel IV.9 Pengaruh perubahan parameter statistik porositas model terhadap OOIP. Lapisan
OOIP (MSTBO)
Koefisien Jumlah sel region pay Standar Variasi dan semua Deviasi
P10
P50
P90
Mean
A pay A phie_all Delta % B pay B phie_all Delta % C pay C phie_all Delta
251.163 251.639 476 0,2% 33.510 33.447 -63 -0,2% 848 850 2
266.745 266.697 -48 0,0% 39.123 39.029 -95 -0,2% 1.304 1.295 -9,3
281.519 281.681 162 0,1% 44.642 44.589 -53 -0,1% 1.756 1.759 2,9
266.540 266.690 150 0,1% 39.094 39.014 -80 -0,2% 1.303 1.298 -5
11.680 11.578 -102 -0,9% 4.128 4.167 39 0,9% 336 335 -1,4
%
0,2%
-0,7%
0,2%
-0,4%
-0,4%
0,044 0,043 0 0,105 0,107 0 0,258 0,258 0
396.625 1.360.585 963.960 71% 101.988 334.510 232.522 70% 5.618 217.871 212.253 97%
Gambar IV.25 Hasil OOIP dengan menggunakan Sw pada region keseluruhan (pay dan non-pay di atas 3C case OWC) pada Lapisan A.
96
Gambar IV.26 Hasil OOIP dengan menggunakan Sw pada region keseluruhan (pay dan non-pay di atas 3C case OWC) pada Lapisan B.
Gambar IV.27 Hasil OOIP dengan menggunakan Sw pada region keseluruhan (pay dan non-pay di atas 3C case OWC) pada Lapisan C.
97
Tabel IV.10 Pengaruh perubahan parameter statistik Sw model terhadap OOIP. Lapisan
A pay A sw_all Delta % B pay B sw_all Delta % C pay C sw_all Delta %
OOIP (MSTBO) P90 Mean
Koefisien Jumlah sel region pay Standar Variasi dan semua Deviasi
P10
P50
251.163 262.652 11.489 5% 33.510 35.027 1.517 5% 848 964 116
266.745 279.273 12.528 5% 39.123 40.709 1.585 4% 1.304 1.415 110
281.519 296.411 14.892 5% 44.642 46.396 1.754 4% 1.756 1.860 104
266.540 279.398 12.858 5% 39.094 40.719 1.625 4% 1.303 1.413 110
11.680 13.156 1.476 13% 4.128 4.242 115 3% 336 334 -2
14%
8%
6%
8%
-1%
0,044 0,047 0 0,105 0,104 0 0,258 0,236 0
396.625 1.360.585 963.960 71% 101.988 334.510 232.522 70% 5.618 217.871 212.253 97%
IV.5 Analisis Hasil Perhitungan dalam kaitan dengan Karakterisasi Reservoir
Hasil perhitungan OOIP, Lapisan A mempunyai jumlah hidrokarbon yang paling banyak, diikuti oleh Lapisan B dan C. Lapisan C mempunyai OOIP yang paling sedikit. Jumlah OOIP bisa dicerminkan dari peta ketebalan hidrokarbon (HPT). Berdasarkan perhitungan OOIP probabilistik, Lapisan A mempunyai jumlah OOIP rata-rata 266.540 MSTBO, Lapisan B= 39.094 MSTBO, dan Lapisan C= 1.303 MSTBO. Dari proses analisis ketidakpastian (uncertainty analysis) yang diperlihatkan pareto chart, model Sw merupakan kontributor paling signifikan terhadap OOIP pada Lapisan A. Sedangkan pada Lapisan B dan C, region owc merupakan kontributor yang paling signifikan terhadap OOIP. Berdasakan data histogram properties model, model Sw mempunyai koefisien variasi lebih besar dibanding model porositas. Ini menunjukkan bahwa, data porositas pada Reservoir “X” mempunyai nilai yang lebih seragam dibanding Sw.
98
Dari perbandingan hasil perhitungan OOIP probabilistik yang menggunakan distribution law model porositas yang memenuhi syarat sebagai pay, terhadap model porositas keseluruhan, hasil OOIP antar kedua model tersebut mempunyai perbedaan yang sangat kecil, yaitu kurang 1%. Sedangkan perbandingan hasil perhitungan OOIP probabilistik yang menggunakan distribution law model Sw yang memenuhi syarat sebagai pay, terhadap model Sw keseluruhan, hasil OOIP antar kedua model tersebut mempunyai perbedaan yang cukup signifikan sampai 8 % (rata-rata OOIP).
99
BAB V Kesimpulan
Berdasarkan hasil Karakterisasi Reservoir “X”, reservoir ini berkembang baik di Lapangan Duri bagian utara. Penyebaran hidrokarbon Reservoir “X” yang potensial berada di bagian utara Duri, berdasarkan peta Hydrocarbon Pore Thickness (HPT), Reservoir “X” diidentifikasi mempunyai 3 lapisan utama, yaitu Lapisan A, B, dan C. Lapisan A adalah reservoir yang mempunyai ketebalan kasar (gross thickness), net pay, dan HPT yang paling tebal serta paling potensial secara volumetrik. Hasil analisis sensitifitas dengan menggunakan DoE, parameter model saturasi air merupakan kontributor paling signifikan terhadap nilai OOIP pada Lapisan A dan diikuti parameter region batas hidrokarbon (LKO, OWC, HKW). Sedangkan kontributor yang paling signifikan pada Lapisan B dan C adalah parameter region batas hidrokarbon. Parameter model porositas mempunyai pengaruh yang sangat kecil. Cut-off porositas dan saturasi air merupakan kontributor yang mempunyai pengaruh paling kecil. Perubahan parameter statistik dari region pay terhadap region pay dan non-pay pada kurva distribusi Sw dalam perhitungan OOIP probabilistik, memberikan pengaruh yang besar sampai rata-rata 8%. Sedangkan perubahan parameter statistik pada porositas, tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nilai OOIP, yaitu kurang dari 1%. Ketidakpastian parameter model Sw yang paling besar dalam kontribusinya terhadap perhitungan OOIP, mengindikasikan perlunya evaluasi Sw lebih lanjut dengan lebih teliti, misalnya dengan penambahan data yang mengurangi ketidakpastian pengukuran dan perhitungan nilai Sw. Lapisan A mempunyai rata-rata OOIP yang paling besar: 266.540.000 STBO (P10 OOIP= 251.163.000; P50 OOIP= 266.745.000; P90 OOIP= 281.519.000), dengan koefisien variasi paling kecil, sebesar 0,044. Lapisan B mempunyai rata-rata OOIP: 39.093.600 STBO (P10 OOIP= 33.509.700; P50 OOIP= 39.123.400; P90 OOIP= 44.641.900), dengan koefisien variasi 0,105. Lapisan C mempunyai rata-rata OOIP: 1,303,040 STBO (P10 OOIP= 848.384; P50 OOIP= 1.304.390; P90 OOIP= 1.756.200), dengan koefisien variasi 0,258.
100
DAFTAR PUSTAKA
Cheng, A. (2002), Basics in GOCAD Property Modeling, T-Surf Corporation, Houston. Chevron Corporate Reserves Group (2006), Chevron Corporation Reserves Manual, Chevron, San Ramon, CA, USA (Unpublished). Chevron EDS User Meeting (2003), Uncertainty Driven Work Processes, Houston (Unpublished). Chevron ETC (2002), Reservoir Characterization School, San Ramon, CA, USA (Unpublished). Chevron ETC - Reservoir Simulation Consulting (2003), Uncertainty Analysis Using Experimental Design, San Ramon, CA, USA (Unpublished). Deutsch, C.V. (2002), Geostatistical Reservoir Modeling, Oxford University Press Inc., 198 Madison Avebue, New York 10016. Dubrule, O. (2003), Geostatistics for Seismic Data Integration in Earth Models, Distinguished Instructor Short Course EAGE, Distinguished Instructor Series, No.6, Tulsa, Oklahoma. EPTC - Stratigraphy and Geostatistics Team (2003), GOCAD/JACTA Workshop for Uncertainty Analysis, Houston, Texas (Unpublished). Etherington, J., Ritter, J.E. (2007), 2007 SPE/WPC/AAPG/SPEE Petroleum Resource Management System, Proceedings of 69th EAGE Conference & Exhibition Incorporating SPE EUROPEC 2007, London. Eubank, R.T., Makki, C.A. (1981), Structural Geology of Central Sumatera BackArc Basin, Proceedings of 10th Indonesian Petroleum Conference, Jakarta, 153196. Hall, R. (1995), Plate Tectonic Reconstruction of the Indonesian Region, Proc. IPA 21th Ann. Conv., vol 1, 71-85. Heidrick, T.L., Aulia, K. (1993), A Structural and Tectonic Model of the Coastal Plain Block, Central Sumatra Basin, Indonesia, Proc. IPA 22th Ann. Conv., vol 1, 285-317. Isaaks, E. H., Srivastava, R. M. (1989), Applied Geostatistics: Oxford University Press.
101
ITB, URS (2002), Hydrogeological Study of Duri Field Riau, Sumatera, Report for PT. Caltex Pacific Indonesia (Unpublished). Jansen J.L., Lake, L.W., Corbett, P.W.M., Goggin, D.J. (1997), Statistics for Petroleum Engineers and Geoscientists, Prentice Hall PTR, Upper Saddle River, New Jersey 07458, Johannesen, D.C., Lyle, J.H., Hunter, W.A. (1990), The Geology of the Duri Oil Field Sumatera, Indonesia, PT. Chevron Pacific Indonesia. Johanses, S (2006), Duri G&G Standardization Guideline Picking and Mapping of Original Fluid Contacts, Heavy Oil Technical Team, PT. Chevron Pacific Indonesia, Duri (Unpublished). Johansen, S., Zalan, T., Tran, T. (2005), 2005 Major Field Reviews: Guidelines for Estimation of Uncertainty in OOIP, Heavy Oil Technical Team, PT. Chevron Pacific Indonesia, Duri (Unpublished). Meddaugh, S. W., Pyrcz, M.J. (2006), Geostatistics Course Notes, Reservoir Modeling and Quantitative Stratigraphy, Earth Science Technology Department, Chevron. Murtha, J. (2000), Decision Involving Uncertainty, an @RISK tutorial for the petroleum industry, Palisade Corporation. Pulunggono, A., Cameron, N.R. (1984), Sumatra Microplates, Their Characteristics and Their Role in the Evolution of the Central and South Sumatra Basins, Proc. IPA 13th Ann. Conv., vol 1, 121-124. Syafruddin (2005), Pola Strukutr dan Rezim Tetonik Lapangan Minyak Duri dan Pengaruhnya Terhadap Sifat dan Karakter Patahan, Tesis Program Magister, ITB, Bandung. Tran, Tom (2007), Duri Full Field Model workflow documentation, Technology Support, PT. Chevron Pacific Indonesia, Indo Asia Business Unit (Unpublished). William, H.H., and Eubank, R.T. (1995), Hydrocarbon Habitat in the Rift Graben of the Central Sumatra Basin, Indonesia, in Lambaise, J.J., ed., Hydrocarbon Habitat in Rift Basin, Geol, Soc. Zalan T., Subiyantoro G. (2006), Duri Formation Evaluation Open Hole – Guideline, Asset Department, Heavy Oil Operating Unit, PT. Chevron Pacific Indonesia, Duri (Unpublished).
102
LAMPIRAN
103
Lampiran 1. Konversi log permeabilitas ke nilai permeabilitas
Permeabilitas (k)
Log10(k)
Mili Darcy (mD) 10000 5000 1000 500 100 50 10 5 1 0.5 0.1 0.05 0.01
4.0 3.7 3.0 2.7 2.0 1.7 1.0 0.7 0.0 -0.3 -1.0 -1.3 -2.0
104
Lampiran 2 Perbandingan histogram vsh sumur (bawah) dan model (atas).
105
Lampiran 3 Perbandingan histogram phie sumur (atas) dan model (bawah).
106
Lampiran 4 Perbandingan histogram sw sumur (atas) dan model (bawah).
107
Lampiran 5 Perbandingan histogram log permeabilitas sumur (atas) dan model (bawah).
108
Lampiran 6 Contoh Rumusan OOIP dalam Script
Rumusan OOIP dalam script adalah sebagai berikut: { if ( … ) {ooip= ooip +CELL_VOLUME *7758.48*(1-ColCok_simulation_sw)*SGS_simulation_phie*3.28084*3.28084 /(43560.6*1.022)} } (…)= condition seperti cut off Sedangkan untuk kondisi (if) berdasarkan 1C, 2C, dan 3C case, misalnya sebagai berikut:
1C Case: if( SGS_simulation_phie_p10 != SGS_simulation_phie_p10_NDV && ColCok_simulation_sw_p90 != ColCok_simulation_sw_p90_NDV && SGS_simulation_phie_p10 >= 0.255 && ColCok_simulation_sw_p90 <= 0.77)
2C Case: if( SGS_simulation_phie1 != SGS_simulation_phie1_NDV && ColCok_simulation_sw1 != ColCok_simulation_sw1_NDV && SGS_simulation_phie1 >= 0.24 && ColCok_simulation_sw1 <= 0.8)
3C Case if( SGS_simulation_phie_p90 != SGS_simulation_phie_p90_NDV && ColCok_simulation_sw_p10 != ColCok_simulation_sw_p10_NDV && SGS_simulation_phie_p90 >= 0.235 && ColCok_simulation_sw_p10 <= 0.87)
109
Lampiran 7 Contoh hasil perhitungan OOIP dengan menggunakan parameter dan kombinasi yang berbeda.
1_pg_Layer_6_AOI_above_p10_owc_all_lo= 156053244.00706056 2_pg_Layer_6_AOI_above_p10_owc_co_sw_mid= 161421457.6382713 3_pg_Layer_6_AOI_above_p10_owc_co_phie_mid= 158025001.00935796 4_pg_Layer_6_AOI_above_p10_owc_model_sw_mid= 189073895.05142328 5_pg_Layer_6_AOI_above_p10_owc_model_phie_mid= 164607370.57237875 6_pg_Layer_6_AOI_above_p10_owc_co_sw_co_phie_p50= 163472606.03050277 7_pg_Layer_6_AOI_above_p10_owc_co_phie_model_sw_mid= 191483440.4785876 8_pg_Layer_6_AOI_above_p10_owc_model_sw_model_phie_mid= 199461826.03057772 9_pg_Layer_6_AOI_above_p10_owc_co_sw_model_sw_mid= 194078482.44401485 11_pg_Layer_6_AOI_above_p10_owc_co_sw_model_phie_mid= 170282478.20229751 12_pg_Layer_6_AOI_above_p10_owc_co_sw_co_phie_model_sw_mid= 196553607.68777734 13_pg_Layer_6_AOI_above_p10_owc_co_phie_model_sw_model_phie_mid= 201964620.0815371 14_pg_Layer_6_AOI_above_p10_owc_co_sw_model_sw_model_phie_mid= 208166555.34602696 15_pg_Layer_6_AOI_above_p10_owc_co_sw_co_phie_model_phie_mid= 181264391.44284806 16_pg_Layer_6_AOI_above_p10_owc_co_sw_co_phie_model_sw_model_phie_mid= 207315936.8932007 2_pg_Layer_6_AOI_above_p10_owc_co_sw_hi= 170814207.49672845 3_pg_Layer_6_AOI_above_p10_owc_co_phie_high= 158743054.42391887 4_pg_Layer_6_AOI_above_p10_owc_model_sw_hi= 227364438.19875744 5_pg_Layer_6_AOI_above_p10_owc_model_phie_hi= 173375315.2438297 6_pg_Layer_6_AOI_above_p10_owc_co_sw_co_phie_hi= 173780955.55866969 7_pg_Layer_6_AOI_above_p10_owc_co_phie_model_sw_hi= 231262599.86808777 8_pg_Layer_6_AOI_above_p10_owc_model_sw_model_phie_hi= 252514847.72932473 9_pg_Layer_6_AOI_above_p10_owc_co_sw_model_sw_hi= 244349112.62720948 10_pg_Layer_6_AOI_above_p10_owc_co_phie_model_phie_hi= 174102159.69847587 11_pg_Layer_6_AOI_above_p10_owc_co_sw_model_phie_hi= 189805010.96897277 12_pg_Layer_6_AOI_above_p10_owc_co_sw_co_phie_model_sw_hi= 248555146.10870606 13_pg_Layer_6_AOI_above_p10_owc_co_phie_model_sw_model_phie_hi= 255572913.65398741 14_pg_Layer_6_AOI_above_p10_owc_co_sw_model_sw_model_phie_hi= 274726790.93547535 15_pg_Layer_6_AOI_above_p10_owc_co_sw_co_phie_model_phie_hi= 192144316.89321542 16_pg_Layer_6_AOI_above_p10_owc_co_sw_co_phie_model_sw_model_phie_hi= 274726790.93547535
110