Prosiding SENTIA 2015 – Politeknik Negeri Malang
Volume 7 – ISSN: 2085-2347
KARAKTERISASI FREKUENSI HARMONISA SENSOR QUARTZ CRYSTAL MICROBALANCE SEBAGAI IDENTIFIKASI GAS Rouhillah1, Muhammad Rivai2, Tri Arief Sardjono3 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya 60111 1
[email protected], 2
[email protected], 3
[email protected]
Abstrak Penggunaan sensor yang mampu untuk mengidentifikasi jenis gas sangat dibutuhkan di industri. Salah satunya adalah sensor Quartz Crystal Microbalance (QCM) yang dapat menghasilkan frekuensi resonansi konstan. Pada umumnya sensor QCM masih menggunakan frekuensi dasar resonansi sehingga tingkat sensitivitas masih rendah. Dengan mengambil frekuensi harmonisa dari frekuensi resonansi dasar maka dapat meningkatkan sensitivitas dan selektivitas. Pada penelitian ini dihasilkan rangkaian osilator frekuensi harmonisa 3fo yang dapat bekerja dengan baik saat identifikasi jenis gas. Sensitivitas sensor QCM yang menggunakan frekuensi harmonisa 3fo dievaluasi dengan memantau perubahan frekuensi pada konsentrasi gas yang berbeda, seperti alkohol, 2propanol, dan kloroform. Deret sensor yang dilapisi material kimia yang berbeda, menghasilkan pola output dari respon frekuensi yang berbeda-beda. Pengukuran juga dilakukan terhadap perubahan kelembaban sebesar 2774% RH dan perubahan konsentrasi 1-4 ml gas yang diujikan. Hasil percobaan menunjukkan bahwa sensor QCM berfrekuensi harmonisa 3fo menghasilkan sensitivitas dan selektivitas yang lebih baik dari pada frekuensi dasar sensor. Untuk frekuensi 5MHz sensor QCM dalam pengenalan jenis gas memperoleh tingkat keberhasilan sebesar 73.33%, sedangkan untuk frekuensi harmonisa 3fo memperoleh tingkat keberhasilan sebesar 86.67%. Kata kunci : deret sensor, frekuensi harmonisa, sensitivitas dan selektivitas, sensor QCM
Kristal kuarsa dikenal sebagai perangkat piezoelektrik dan memiliki frekuensi getaran mendekati konstan ketika suhunya tetap. Jika sensor kuarsa terkena campuran gas, perubahan frekuensi terjadi terus menerus selama beberapa menit hingga mencapai keadaan seimbang; Ozmen, et al (2009). Sensor QCM menunjukkan bahwa pergeseran frekuensi kristal sebanding dengan penambahan massa. Penambahan massa sebagai akibat dari pengendapan molekul ke permukaan kristal yang menyebabkan penurunan frekuensi resonansinya; Jia (2012). Pergeseran frekuensi (∆f) yang disebabkan oleh massa yang mengendap dipermukaan kristal kuarsa (∆m), diperoleh Persamaan Sauerbery (1),
1.Pendahuluan Hidung elektronik adalah suatu devais yang berfungsi untuk mendeteksi bau maupun berbagai jenis aroma. Instrument portable untuk pengukuran gas dengan menggunakan sensor QCM telah diterapkan pada tiga jenis gas industri, yaitu aseton, kloroform dan metanol dengan konsentrasi 400012000 ppm; Ozmen, et al (2009). Penelitian lainnya dibidang pengukuran massa materi gas adalah penggunaan hidung elektronik untuk menganalisa urine sebagai deteksi infeksi pada saluran kemih yang memiliki tingkat keberhasilan 90%; Saraswati, (2011). Hidung elektronik menggunakan deret sensor untuk mengamati dan mendeteksi gas yang memiliki beberapa bau dari senyawa organik volatil (volatile organic compounds, VOC) seperti etanol, aseton, dan benzena pada konsentrasi yang berbeda; Saeed, et al (2009). Disamping itu, penginderaan terhadap kelembaban yang sangat stabil dan sensitif, diselidiki dengan mengukur pergeseran frekuensi QCM karena penambahan massa yang disebakan oleh adsorpsi air; Zhu, et al (2010). Elemen sensitivitas digunakan untuk memantau kelembaban dengan menambahkan polimer dasar dan berbasis porfirin sehingga menghasilkan tanggapan linear terhadap perubahan kelembaban 4-94%; Korposh, et al (2010).
∆𝑓 = −
2 𝑓02 𝐴√𝜌𝑞 .𝜇𝑞
. ∆𝑚
(1)
dimana, 𝑓𝑜 adalah frekuensi resonansi dasar kristal kuarsa (Hz), A adalah luasan permukaan kristal kuarsa (cm2), pq adalah densitas kristal QCM (2,684 g/cm3), µq adalah modulus kristal (2,947 x 1011 g/cm), ∆𝑚 adalah perubahan massa, akibat massa yang mengendap dipermukaan. Dari tinjauan Ozmen dan Saraswati, pengukuran dilakukan dengan konsentrasi tinggi dan tingkat sensitif yang rendah. Disamping itu, A-66
Prosiding SENTIA 2015 – Politeknik Negeri Malang
dilihat dari persamaan Sauerbrey penggunaan frekuensi harmonisa akan mendapat penguatan perubahan frekuensi (∆f) yang signifikan. Pada tahapan penelitian ini dilakukan proses karakterisasi frekuensi harmonisa resonator sensor QCM untuk sistem pengenalan pola dan untuk mempelajari sensitivitas dan selektivitas dari sensor tersebut. Proses karakterisasi meliputi pengamatan pengaruh perubahan kelembaban, jenis sampel gas dan konsentrasi gas yang berbeda.
Volume 7 – ISSN: 2085-2347
induktansi sebagai nilai ekivalen dari massa yang mengendap, L1 adalah nilai induktansi dari rangkaian ekivalen kristal, C1 adalah nilai kapasitansi dari rangkaian ekivalen kristal.
L1
C1
2. Metode Penelitian 2.1 Sensor QCM Sensor QCM merupakan perangkat sensor akustik yang didasarkan pada perubahan mendasar frekuensi osilasi yang dipengaruhi dengan adsorpsi/penyerapan molekul dari fase gas; Suroglu, et al (2009). Penggunaan kristal kuarsa sebagai sensor QCM yang dilakukan oleh Sauerbrey pada tahun 1959 menunjukkan bahwa pergeseran frekuensi pada sebuah resonator kristal kuarsa sebanding dengan penambahan massa pada permukaannya. Gambar 1 merupakan ilustrasi dari prinsip kerja sensor QCM. Perubahan massa satu nanogram menghasilkan perubahan frekuensi sekitar 1 Hz. Dengan demikian perubahan kecil dalam massa dapat diukur dengan menggunakan QCM dilapisi dengan membran pengenalan jenis molekul; Patel, et al (2011). Penggunaan deret sensor berpolimer yang mempunyai nilai kepolaran berbeda dikombinasikan dengan bahan konduksi maupun semikonduksi untuk meniru sistem penciuman. Polimer tersebut berperan sebagai bahan aktif yang dapat meningkatkan penyerapan uap sampel akibat dari kepolaran molekulnya; Rivai, et al (2005).
Rangkaian ekivalen kristal
C0
R1
Penambahan massa pada permukaan kristal
Lm
Gambar 2. Rangkaian ekivalen sensor QCM saat berinteraksi pada uap gas 2.2
Spektrum dan domain sinyal
Setiap bentuk gelombang persegi terbentuk dari suatu gelombang sinusoidal yang mempunyai frekuensi dasar tertentu dan sejumlah gelombang sinus lain yang mempunyai frekuensi-frekuensi kelipatan dari frekuensi dasar (harmonisa). Ilustrasi gelombang persegi dari output rangkaian osilator sensor QCM ditunjukan pada Gambar 3. Gelombang persegi adalah gelombang periodik yang terdiri dari transisi sesaat antara dua tingkat. Gelombang persegi digambarkan di atas memiliki 2 periode dan tingkat -1/2 dan 1/2. Tingkat umum lain untuk gelombang persegi mencakup (1,1) dan (0,1) (sinyal digital). +A
Kristal Elektroda
T0 2
T0 2
T0
t -A
Molekul analit
Δm
Gambar 3. Ilustrasi gelombang persegi dari output rangkaian osilator sensor QCM
Δf
Gambar 1. Prinsip kerja sensor QCM
Deret Fourier untuk gelombang persegi dengan menggunakan Persamaan (3).
Pada saat ada massa yang mengendap pada permukaan sensor, rangkaian ekivalen sensor QCM saat berinteraksi pada uap gas berubah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. Sebagai akibat adanya perubahan rangkaian ekivalen sensor QCM, maka persamaan frekuensi resonansi sensor QCM berubah menjadi Persamaan (2), 𝑓𝑜𝑙𝑞 =
1 2𝜋√(𝐿1+𝐿𝑚).𝐶1
𝑣 (𝑡) = ∑∞𝑛=1
4𝐴
1
𝜋 (2𝑛−1)
sin(2𝑛 − 1)Ω0 ,
(3) 2𝜋 𝑛 = 1,2,3 , Ω0 = 𝑇0
𝑣(𝑡) =
(2)
4𝐴 1 1 1 sin Ω0 𝑡 + sin 3 Ω0 𝑡 + sin 5 Ω0 𝑡 + … … 𝜋 3 5 7
Dari persamaan deret Fourier maka diperoleh Persamaan (4),
dimana, folq adalah frekuensi output sensor QCM setelah digunakan pada media gas, Lm adalah nilai A-67
Prosiding SENTIA 2015 – Politeknik Negeri Malang
𝑓𝑛 = 𝑛 𝑥 𝑓
, dan 𝑉𝑛 =
4𝑉
2.3 Rangkaian osilator Operational Transconductance Amplifier (2.12) (OTA) dapat digunakan sebagai transistor yang hampir ideal; Arnau (2008). Osilator kristal yang paling popular digunakan untuk aplikasi pada identifikasi gas adalah rangkaian osilator Pierce, Namun untuk mendapatkan fekuensi harmonisa paling tepat dengan menggunakan rangkaian noninverting common-E OTA seperti ditunjukan pada Gambar 6.
(4)
𝑛𝜋
dimana, n adalah harmonisa ke-n, f adalah frekuensi dasar gelombang, 𝑓𝑛 adalah frekuensi harmonisa ke-n, 𝑉𝑛 adalah Amplitudo puncak harmonisa ke-n. 2.2 Proses karakterisasi sensor QCM Proses karakterisasi sensor QCM meliputi pengamatan terhadap pengaruh perubahan kelembaban, jenis sampel gas, dan konsentrasi. Skematik blok sistem dapat dilihat pada Gambar 4. Adapun tahap-tahap pengukuran yaitu : 1. Pengaruh perubahan kelembaban: Tekanan udara bersih dari silika gel dialiri ke dalam botol air, sehingga terjadi uap air yang akan masuk ke wadah pengujian dan diamati pengaruh perubahan frekuensinya. 2. Identifikasi jenis sampel gas: Secara keseluruhan sampel berukuran 4 ml pada botol uji. Udara bersih yang dialiri ke dalam botol sampel gas, uap gas akan masuk ke dalam wadah pengujian dan diamati perubahan frekuensi sensor QCM. 3. Konsentrasi gas berbeda: Pengambilan uap gas pada botol uji dengan ukuran tertentu, lalu disuntikan pada tempatnya. Uap gas ini akan didorong dengan udara bersih.
k4
3 Fo MHz +1 C5 R4 R2
C4
QCM C1
C2 C3
R2
OPA 660
Gambar 6. Rangkaian osilator Pierce dan noninverting common-E OTA Frekuensi output dari rangkaian osilator ini disesuaikan dengan nilai harmonisa yaitu sebesar 15 MHz dengan menggunakan Persamaan (5), 3𝐹𝑜 =
1
(5)
2𝜋√𝐿 .𝐶
dimana, L adalah nilai induktansi, C adalah nilai kapasitansi, 3Fo adalah nilai frekuensi harmonisa output dari rangkaian osilator. Penggunaan RC filter juga disesuaikan dengan output dari frekuensi harmonisa, dengan menggunakan Persamaan (6),
𝐹𝑐 =
Mikrokontroler
k2
1 2𝜋𝑅𝐶
(6)
k3
Silica gel
Pompa
R3
RC Filter
R1
Osilator
k5
Air
LC Filter
5 MHz
Intrface Serial
Frekuensi counter
3f BPF
Volume 7 – ISSN: 2085-2347
Sampel gas deret sensor QCM
Humidity sensor
Pembuangan
k1
Gambar 4. Skematik blok proses karakterisasi frekuensi harmonisa sensor QCM sebagai identifikasi gas
Gambar 7. Skematik rangkaian osilator QCM Dalam perancangan rangkaian osilator QCM yang menghasilkan frekuensi harmonisa, perlu diperhatikan LC filter dan RC filter dengan 𝐹𝑐 yang sama. Setiap output diberi IC smitch trigger agar berada dalam tegangan TTL. Penambahan buffer berfungsi untuk menguat arus menurut standar dari IC 74HC125 maupun untuk menghilangkan interferensi sinyal antara frekuensi dasar dan frekuensi harmonisa sensor QCM.
Gambar 5. Foto setup karakterisasi frekuensi harmonisa sensor QCM sebagai identifikasi gas A-68
Prosiding SENTIA 2015 – Politeknik Negeri Malang
Pengenalan Algoritma NN Neural network terdiri dari elemen-elemen sederhana yang meniru sistem saraf biologis manusia. Jaringan dilatih berdasarkan perbandingan output dan targetnya sampai output jaringan sesuai dengan target; Demuth, et al (2009). Pengenalan algoritma dilakukan dengan dua tahap. Tahap pertama proses feed forward yang merupakan setting nilai bobot untuk tiap-tiap layer dimana pada tahap awal dilakukan setting bobot secara random, menghitung unit lapisan dan dijumlahkan serta ditambahkan biasnya dan menghitung fungsi pengaktif. Tahap kedua proses backward dimana jika ada selisih antara output yang diharapkan dengan output sebenarnya maka akan disebarkan mundur pada layer tersembunyi dan diteruskan ke unit pada layer input. Skema proses feed forward dan backward dapat dilihat pada Gambar 8.
Volume 7 – ISSN: 2085-2347
2.5
(a) (b) Gambar 10. Hubungan antara perubahan frekuensi dan kelembaban, (a) frekuensi dasar QCM (b) frekuensi harmonisa QCM, Gambar 10 menunjukkan hubungan antara perubahan frekuensi dan kelembaban. Dapat dilihat bahwa respon frekuensi sensor QCM yang dilapisi PEG 1540 memiliki perbedaan yang signifikan. Data yang dipelihatkan pada tabel 1 dan 2 didapat dengan menggunakan regresi linear. Sensitivitas sensor dilihat pada kemiringan kurva terhadap perubahan frekuensi dan kelembaban. Sensor QCM yang terlapis PEG 6000 menunjukkan linearitas terbaik. Linearitas didapatkan dari nilai R Square (R2) yang mendekati nilai 1. Frekuensi dasar sensor memiliki nilai R2= 0.985 dan nilai sensitivitas adalah 16.22 Hz/%RH, sedangkan frekuensi harmonisa 3fo sensor memiliki R2= 0.988 dan sensitivitas adalah 48.56 Hz/%RH.
Feed forward target Weigth + X
Y Neural network output error
backrward Learning Algorithm
Gambar 8. Proses feed forward dan backward 3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Rangkaian osilator Gambar 9 menunjukkan bahwa tingkat kestabilan osilator pierce sensor QCM dan frekuensi harmonisa, fekuensi harmonisa yang memiliki nilai tiga kali dari frekuesi dasar (3fo) sensor QCM.
Tabel 1, Regresi linear frekuensi dasar sensor Polimer S1, Ov-17 (medium) S2, PEG 600 (non polar) S3, PEG 1540 (polar)
Frekuensi dasar sensor Persamaan linear R2 y = 7.62x -1.06 0.910 y = 16.22x -5.18 0.985 y = 20.26x -23.37 0.956
Tabel 2, Regresi linear frekuensi harmonisa 3fo Polimer
(a)
S1, Ov-17 (medium) S2, PEG 600 (non polar) S3, PEG 1540 (polar)
(b)
Gambar 9. (a) Output frekuensi osilator pierce, (b) frekuensi harmonisa
Frekuensi harmonisa 3fo Persamaan linear R2 y = 22.92x - 2.8 0.905 y = 48.56x -13.56 0.988 y = 60.8x - 70.12 0.956
4.2 Pengujian karakterisasi frekuensi harmonisa sensor QCM sebagai identifikasi gas
3.2Pengujian Terhadap Perubahan Kelembaban Pada penilitian ini dilakukan pengujian terhadap 27-74% kelembaban dengan menggunakan tiga sensor QCM yang telah terlapis polimer. Pengujian dilakukan dengan memastikan perubahan frekuensi dasar QCM dan frekuensi harmonisa 3fo saat menanggapi perubahan kelembaban. Secara keseluruhan proses pengujian dilakukan pada suhu kamar 28 ± 1 ° C. Gambar 11. Pengujian deret sensor terlapis polimer terhadap alkohol A-69
Prosiding SENTIA 2015 – Politeknik Negeri Malang
Volume 7 – ISSN: 2085-2347
Gambar 12. Pengujian deret sensor terlapis polimer terhadap 2-propanol Gambar 15. Pengujian deret sensor terlapis polimer terhadap konsentrasi 2-propanol
Gambar 13. Pengujian deret sensor terlapis polimer terhadap kloroform Berdasarkan gambar 11,12, dan 13, frekuensi harmonisa 3fo menghasilkan perubahan frekuensi yang sangat signifikan terhadap identifikasi gas. Sensor QCM terlapis PEG 1540 banyak menyerap analit dari pada PEG 6000 terhadap alkohol. Sebaliknya pengujian terhadap kloroform, sensor QCM terlapis PEG 6000 banyak menyerap analit dibandingkan PEG 1540. Banyaknya analit yang menyerap pada sensor QCM menghasilkan perubahan frekuensi yang paling besar. Secara keseluruhan sensor yang terlapis OV-17 memiliki rata-rata respon yang lebih tinggi terhadap uap gas yang diujikan. Semua pola perubahan frekuensi ini terjadi karena kepolaran molekulnya terhadap uap gas yang diujikan. 3.2
Gambar 16. Pengujian deret sensor terlapis polimer terhadap konsentrasi kloroform Berdasarkan hasil pengujian, frekuensi harmonisa 3fo sensor QCM yang terlapis polimer mampu untuk mendeteksi jenis gas setiap konsentrasi 1-4 ml. Gambar 14,15, 16 memberikan grafik normal sensitivitas untuk setiap konsentrasi, dapat dilihat bahwa kepekaan dari sensor berfrekuensi harmonisa 3fo menghasilkan respon lebih signifikan sampai kosenstrasi 1 ml. Respon frekuensi dari sensor sebanding dengan konsentrasi gas yang diujikan. Dalam hal selektivitas, frekuensi harmonisa 3fo lebih selektif dari pada frekuensi dasar sensor QCM. Perbedaan frekuensi pada Gambar 14,15,16 menunjukkan bahwa sensor selektif terhadap alkohol, 2-propanol, dan kloroform yang diujikan. Pada pengujian neural network digunakan data proses pengujian sensor terhadap alkohol, 2propanol, dan kloroform. Pada saat proses training, error yang diinginkan dibawah 0.0001. Ketika error mencapai batas yang diinginkan, didapat nilai bobot untuk proses pengenalan jenis-jenis gas yang diujikan. Pada proses pembelajaran untuk identifikasi gas dengan frekuensi 5 MHz sensor QCM, error mencapai iterasi ke-233622 sedangkan frekuensi harmonisa 3fo mencapai iterasi 305082
Pengujian sensor QCM terhadap perubahan konsentrasi suatu gas
Gambar 14. Pengujian deret sensor terlapis polimer terhadap konsentrasi alkohol A-70
Prosiding SENTIA 2015 – Politeknik Negeri Malang
Tabel 3, Hasil Pengujian neural network
mendapatkan frekuensi harmonisa yang lebih tinggi, sehingga diharapkan dapat mengukur konsentrasi yang lebih rendah.
Hasil Identifikasi
Uji ke-
Gas uji
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Alkohol Alkohol Alkohol Alkohol Alkohol Alkohol Alkohol Alkohol Alkohol Alkohol 2-Propanol 2-Propanol 2-Propanol 2-Propanol 2-Propanol 2-Propanol 2-Propanol 2-Propanol 2-Propanol 2-Propanol Kloroform Kloroform Kloroform Kloroform Kloroform Kloroform Kloroform Kloroform Kloroform Kloroform
5 MHz Alkohol Alkohol Alkohol Alkohol Alkohol Kloroform Alkohol Alkohol Kloroform Kloroform 2-Propanol 2-Propanol 2-Propanol 2-Propanol Alkohol 2-Propanol 2-Propanol Alkohol 2-Propanol 2-Propanol Kloroform Alkohol Alkohol Kloroform Kloroform Kloroform Kloroform Kloroform Propanol Kloroform
Volume 7 – ISSN: 2085-2347
Harmonisa 3fo Alkohol Alkohol Alkohol Alkohol Alkohol Kloroform Alkohol Alkohol Kloroform Alkohol 2-Propanol 2-Propanol 2-Propanol 2-Propanol Alkohol 2-Propanol 2-Propanol Alkohol 2-Propanol 2-Propanol Kloroform Kloroform Kloroform Kloroform Kloroform Kloroform Kloroform Kloroform Kloroform Kloroform
Daftar Pustaka: Arnau, A. (2008)“A Review of Interface Electronic Systems for AT-Cut Quartz Crystal Microbalance Applications in Liquids”, SENSORS 2008, 8, pp.370 – 411. Demuth, H. Beale, M. & Hagan, M. (2009), Neural Network Toolbox™ User’s Guide, The MathWorks, Inc. Jia, Kun. Toury, T. & Ionescu, R. E. (2012),“ Fabrication of an Atrazine Acoustic Immunosensor Based on a Drop Deposition Procedure “,IEEE Transactions on Ultrasonics, Ferroelectrics, and Frequency Control, Vol. 59. no. 5, pp. 2015-2021. Korposh, S. Selyanchyn, R. & Lee, S. W. (2010),“ Nano-assembled thin film gas sensors. IV. Mass-sensitive monitoring of humidity using quartz crystal microbalance (QCM) electrodes “,ScienceDirect, Sensors and Actuators, Vol. B 147, pp. 599-606. M.Rivai, Ami Suawandi JS, Mauridhi H.P. (2005)“ Deret Resonator Sensor QCM Terlapis Polimer Sebagai Pengenal Jenis Uap “, AKTA KIMINDO, Vol.1 no.1, pp. 49-54. Ozmen, A. & Do˜gan, E. (2009) “Design of a Portable E-Nose Instrument for Gas Classifications “, IEEE vol. 58, No. 10, pp. 3609-3618 Patel, H. K. & Mona, K. J. (2011), “Electronic Nose Sensor Response and Qualitative Review of E-Nose Sensors “, IEEE pp.382-481. Saraswati, D. A. (2011), “ Analisis Odor Urine Untuk Mendeteksi Infeksi Pada Saluran Kemih Dengan Menggunakan Sensor Quartz Crystal Microbalance dan Self Organizin Map“, TESIS PROGRAM PASCASARJANA ITS,. Sarao˘glu, H. M. Selvi, A. O. Ebeoglu M. A & Tasaltin, C. (2013),“ Electronic Nose System Based on Quartz Crystal Microbalance Sensor for Blood Glucose and HbA1c Levels From Exhaled Breath Odor “, IEEE vol. 13, no. 11, pp. 4229-4235. Zhu, Y. Yuan, H. Xu, J. Xu, P & Pan, Q. (2010),“ Highly stable and sensitive humidity sensors based on quartz crystal microbalance coated with hexagonal lamelliform monodisperse mesoporous silica SBA-15 thin film “,ScienceDirect, Sensors and Actuators, Vol. B 144, pp. 164-169
Berdasarkan tabel 3, dari 30 pengujian terdapat 8 kesalahan pengenalan jenis gas pada sensor QCM berfrekuensi 5 MHz dengan tingkat keberhasilan 73.33%, sedangkan frekuensi harmonisa 3fo memperoleh tingkat keberhasilan 86.67%. 4.
Kesimpulan dan Saran Pada penelitian ini, rancangan osilator sensor QCM berfrekuensi 5 MHz dan frekuensi harmonisa 3fo mampu bekerja dengan baik. Frekuensi harmonisa 3fo yang dilapisi polimer PEG 1540 lebih sensitif terhadap kelembaban 60.8 Hz/%RH. Sensitivitas sensor QCM dengan frekuensi harmonisa 3fo dapat diketahui dengan cara mengevaluasi dan memantau perubahan frekuensi terhadap konsentrasi 1-4 ml untuk setiap jenis gas. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa sensor QCM berfrekuensi harmonisa 3fo menghasilkan sensitivitas dan selektivitas yang lebih baik dari pada frekuensi dasar sensor. Dalam pengenalan jenis gas dari 30 kali pengujian pada frekuensi dasar sensor QCM memiliki tingkat keberhasilan sebesar 73.33%, sedangkan frekuensi harmonisa 3fo memiliki keberhasilan sebesar 86.67 %. Untuk penelitian selanjutnya, digunakan frekuensi dasar sensor QCM diatas dari 5 MHz untuk A-71