KARAKTERISASI ENZIM SELULASE DAN APLIKASINYA PADA SUBSTRAT LIMBAH PERTANIAN
ROIDA ERVINA SINAGA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Karakterisasi Enzim Selulase dan Aplikasinya pada Substrat Limbah Pertanian adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2013
Roida Ervina Sinaga NRP P051090021
RINGKASAN ROIDA ERVINA SINAGA. Karakterisasi Enzim Selulase dan Aplikasinya pada Substrat Limbah Pertanian. Dibimbing oleh ANJA MERYANDINI dan YOPI. Selulosa merupakan komponen paling besar jumlahnya pada dinding sel tanaman. Lignoselulosa terdiri atas selulosa, hemiselulosa dan lignin. Degradasi selulosa melibatkan enzim selulosa yang berbeda. Diantaranya, ada tiga tipe enzim selulase antara lain endoglukanase, eksoglukanase dan β-glukosidase yang bekerja sinergis untuk merombak selulosa menjadi glukosa. Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi enzim selulase yang dihasilkan bakteri selulolitik yang berasal dari tanah dan mengapliksikannya pada substrat limbah pertanian seperti jerami padi, tongkol jagung, dan kulit pisang. Uji kualitatif dilakukan pada 9 isolat bakteri selulolitik untuk mengetahui indeks selulolitik tertinggi dengan pewarnaan merah kongo 0.1%. Dari 9 isolat diperoleh 1 isolat dengan IS tertinggi yaitu isolat 6-2 sebesar 1.75. Uji kuantitatif yang dilakukan pada isolat 6-2 menghasilkan aktivitas enzim selulase sebesar 0.005 U/ml. Aktivitas enzim ini tertinggi pada pH 7 dan suhu 40oC dan stabil hingga 75 menit. Aplikasi enzim selulase dilakukan pada substrat limbah pertanian antara lain jerami padi, tongkol jagung, dan kulit pisang. Aktivitas enzim selulase untuk masing-masing substrat yaitu jerami padi sebesar 0.007 U/ml, tongkol jagung sebesar 0.008 U/ml, dan kulit pisang sebesar 0.013 U/ml. Isolat 6-2 yang tergolong bakteri gram positif terbukti mampu mendegradasi selulosa dengan cara mensintesis enzim selulase. Enzim selulase yang dihasilkan isolat 6-2 bersifat netral. Dalam aplikasi pada substrat limbah petanian seperti jerami padi, tongkol jagung dan kulit pisang, aktivitas tertinggi enzim selulase isolat 6-2 adalah pada substrat limbah kulit pisang. Kata kunci: bakteri selulolitik, enzim selulase, limbah pertanian
SUMMARY ROIDA ERVINA SINAGA. Characterization of Cellulolytic Enzyme and its Application on the Agricultural Waste. Supervised by ANJA MERYANDINI and YOPI. Cellulose is the most abundant plant cell walls. Lignocellulolytic are consist of cellulose, hemicelluloses and lignin. Degradation of cellulose involves a complex interplay between different cellulolytic enzymes. Among others, it has been widely accepted that three types of cellulases including endoglucanases, exoglucanases and β-glucosidases act synergistically to convert cellulose to glucose. This study was aimed to characterized cellulase enzyme which produced by cellulolytic bacteria from soil and applied it on agricultural waste such as rice straw, corn cob and banana peel. Qualitative analysis have done on 9 isolates cellulolytic bacteria to know the highest cellulolytic index by using congo red 0.1%. From 9 isolates, 1 isolate have IS 1.75. Quantitative analysis showed isolate 6-2 has the highest cellulase activity of 0.005U/ml. Highest activity of cellulase enzyme from isolate 6-2 resulted on bufer pH 7 and 40oC. Cellulase activity of isolate 6-2 was stable for 75 minutes. Isolate 6-2 has relatively low cellulase activities in CMC as it has small enzyme activity in degrading substrates of agriculture waste. The cellulose enzyme activity on ricestraw resulted 0.007U/ml, corncob resulted 0.008U/ml, and bananapeel resulted 0.013U/ml. Isolate 6-2, gram positive bacteria can degrade cellulose by using cellulase enzyme. On the application cellulase enzyme activity on bananapeel was higher than the others. Keywords: cellulolytic bacteria, cellulase, agricultural waste
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KARAKTERISASI ENZIM SELULASE DAN APLIKASINYA PADA SUBSTRAT LIMBAH PERTANIAN
ROIDA ERVINA SINAGA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Bioteknologi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Penguji Luar Komisi: Dr Nisa Rachmania Mubarik, MSi
Judul Tesis : Karakterisasi Enzim Selulase dan Aplikasinya pada Substrat Limbah Pertanian : Roida Ervina Sinaga Nama NIM : POS1 090021
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof Dr Anja Meryandini, MS Ketua
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Bioteknologi
Prof Dr Suharsono DEA
Tanggal Ujian: 26 Juni 2013
TanggaJ lulus :
2 3 JUL 2013
Judul Tesis : Karakterisasi Enzim Selulase dan Aplikasinya pada Substrat Limbah Pertanian Nama : Roida Ervina Sinaga NIM : P051090021 Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof Dr Anja Meryandini, MS Ketua
Dr Yopi Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Bioteknologi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Suharsono DEA
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 26 Juni 2013
Tanggal lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2012 ini ialah enzim selulase, dengan judul Karakterisasi Enzim Selulase dan Aplikasinya pada Substrat Limbah Pertanian. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Anja Meryandini MS dan Dr Yopi selaku pembimbing yang telah banyak memberikan masukan dan arahan selama penyelesaian tesis ini. Rasa terima kasih juga penulisa sampaikan kepada Prof Dr Suharsono selaku Ketua Program Studi Bioteknologi yang telah banyak membantu selama penulis melaksanakan studi di Program Studi Bioteknologi. Tak lupa terima kasih penulis haturkan kepada Dr Nisa R Mubarik MSi selaku dosen penguji luar komisi yang telah bersedia memberikan masukan dan tambahan wawasan untuk perbaikan karya ilmiah ini. Di samping itu, terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Dewi selaku laboran di laboratorium Bioteknologi Hewan PPSHB, yang telah membantu selama pengumpulan data, rekan-rekan Bioteknologi angkatan 2009 serta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, Mama, Papa, Kezia serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2013
Roida Ervina Sinagai
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xi
PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian
1 1 2 2
TINJAUAN PUSTAKA Selulosa Bakteri Selulolitik Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Enzim Limbah Padat Pertanian
2 2 2 4 4
METODE Waktu dan Tempat Penelitian Objek Penelitian Peremajaan Isolat Uji Kualitatif Pewarnaan Gram bakteri Pewarnaan spora Kurva Turbiditas dan Aktivitas Enzim Selulase Pengaruh pH dan Suhu terhadap Aktivitas Enzim Selulase Stabilitas Enzim Persiapan Substrat Aplikasi Enzim Selulase pada Berbagai Substrat
5 5 5 5 5 6 6 6 7 7 7 7
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kualitatif Kurva Turbiditas dan Aktivitas Enzim Selulase Pengaruh pH terhadap Aktivitas Enzim Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Enzim Stabilitas Enzim Aplikasi pada Substrat Limbah Pertanian
8 8 9 10 11 12 13
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
14 14 14
DAFTAR PUSTAKA
15
LAMPIRAN
17
RIWAYAT HIDUP
18
DAFTAR GAMBAR
1 Kompleks enzim selulase 2 Karakter isolat 6-2 3 Kurva turbiditas dan aktivitas enzim dari isolat 6-2 yang diinokulasi pada media CMC1% pada pH 7 dan suhu ruang 4 Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim selulase dari isolat 6-2 dengan inkubasi dalam media CMC1% pada suhu ruang 5 Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim selulase yang dihasilkan isolat 6-2 dan diinkubasi pada media CMC1% 6 Stabilitas enzim pada substrat CMC1% dengan inkubasi pada suhu 40oC pH 7 7 Aktivitas enzim selulase dari isolat 6-2 pada substrat CMC 1% dan limbah pertanian pada pH 7 dan suhu 40oC
3 9 10 11 12 13 14
DAFTAR LAMPIRAN
8 Prosedur pembuatan media dan reagen yang digunakan dalam penelitian 9 Kurva standar glukosa
17 17
PENDAHULUAN
Latar Belakang Tanah merupakan habitat yang didominasi oleh mikroorganisme seperti bakteri, fungi, alga, dan Protozoa. Beberapa dekomposer seperti bakteri dan fungi mampu menghasilkan enzim selulase. Bakteri yang bisa menghasilkan selulase ialah Pseudomonas, Cellulomonas, Bacillus, Micrococcus, Cellovibrio, dan Sporosphytophaga, sedangkan fungi yang bisa menghasilkan selulase antara lain Tricoderma, Aspergillus, dan Penicillium. Mikroorganisme selulolitik dari kelompok bakteri memiliki tingkat pertumbuhan yang cepat sehingga waktu yang dibutuhkan untuk produksi enzim lebih pendek. Selain itu, tingkat variasi genetik kelompok bakteri sangat beragam sehingga memungkinkan dilakukan rekayasa genetik untuk optimasi produksi maupun aktivitas selulasenya (Alam et al. 2004). Fungi selulolitik memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih lama sehingga waktu yang dibutuhkan untuk produksi enzim lebih lama. Enzim selulase adalah salah satu enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang berfungsi untuk mendegradasi selulosa menjadi glukosa yang larut dan dapat digunakan sebagai sumber karbon bagi pertumbuhannya. Enzim ini merupakan sistem enzim yang terdiri atas endo-1,4-β-glukanase, ekso-1,4-β-glukanase, dan β-D-glukosidase. Endo-1,4-β-glukanase memotong ikatan rantai dalam selulosa menghasilkan molekul selulosa yang lebih pendek, ekso-1,4-β-glukanase memotong ujung rantai selulosa menghasilkan molekul selobiosa, sedangkan β-D-glukosidase memotong molekul selobiosa menjadi dua molekul glukosa (Kim 1995). Karbohidrat selulosa banyak ditemui di alam yang dapat dimanfaatkan sebagai medium bagi pertumbuhan mikrob. Selulosa merupakan bagian terbesar dari komponen lignoselulosa tanaman. Kandungan selulosa tanaman bervariasi menurut umur dan jenis tanamannya. Hemiselulosa mirip dengan selulosa, namun tersusun dari bermacam-macam jenis gula. Monomer gula penyusun hemiselulosa terdiri atas monomer gula berkarbon 5 (C-5) dan 6 (C-6), seperti : xilosa, manosa, glukosa, galaktosa, arabinosa, dan sejumlah kecil rhamnosa, asam glukoronat, asam metal glukoronat, dan asam galakturonat. Lignin adalah molekul kompleks yang tersusun dari unit fenilpropan yang terikat di dalam struktur tiga dimensi. Lignin adalah material yang paling kuat dalam biomassa, namun sangat resisten terhadap degradasi, baik secara biologi, enzimatis, maupun kimia (Iqbal 2008). Di Indonesia terdapat berbagai limbah, terutama limbah padat pertanian yang melimpah. Limbah padat merupakan sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan, baik karena telah diambil bagian utamanya, atau karena pengolahan dan dari segi lingkungan dapat menyebabkan pencemaran dan gangguan kelestarian (Alam et al. 2004). Selama ini limbah pertanian seperti jerami gandum maupun padi, tongkol jagung, kulit kacang, dan kulit pisang belum dimanfaatkan secara optimal, padahal limbah-limbah tersebut merupakan sumber energi yang potensial. Jerami padi dan tongkol jagung merupakan limbah pertanian yang penanganannya masih dengan cara dibakar, sedangkan kulit pisang biasanya hanya dibiarkan saja hingga membusuk. Kandungan selulosanya yang tinggi dapat dikonversi menjadi gula-gula sederhana (gula pereduksi) dan selanjutnya difermentasi menjadi etanol oleh khamir atau bakteri. Dengan
ditemukannya teknologi yang tepat, maka penanganan limbah pertanian seperti jerami padi, tongkol jagung dan kulit pisang yang mengandung serat terutama selulosa dapat diatasi dengan melibatkan bakteri selulolitik. Melihat banyaknya kandungan selulosa yang terdapat pada limbah pertanian maka pemanfaatan selulase dalam penanganan masalah limbah pertanian perlu dikembangkan. Informasi mengenai aktivitas katalitik pada pH dan suhu optimumnya serta kemampuan enzim menghidrolisis substrat sangat diperlukan dalam pemanfaatan enzim.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengarakterisasi enzim selulase isolat 6-2 dan mengaplikasikan pada substrat jerami padi, tongkol jagung, dan kulit pisang.
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai informasi dasar tentang enzim selulase yang dihasilkan dari isolat bakteri tanah dan mengetahui bagaimana aktivitas enzim selulase pada substrat limbah pertanian.
TINJAUAN PUSTAKA
Selulosa Selulosa merupakan polimer karbohidrat terbanyak yang terdapat di alam. Selulosa merupakan komponen utama penyusun dinding sel tumbuhan bersamasama dengan hemiselulosa dan pektin. Komponen utama penyusun dinding sel tumbuhan dapat mencapai 40-50% dari massa tumbuhan sehingga selulosa merupakan biopolimer terbarukan yang paling melimpah di alam (Milala et al. 2005). Struktur amorf selulosa bersifat larut dalam air sedangkan bagian kristal bersifat tidak larut dalam air sehingga resisten terhadap degradasi secara kimia maupun biologis. Akibatnya, selulosa menjadi sulit dihidrolisis. Zhang et al. (2006), menyatakan bahwa molekul selulosa sangat stabil dan memiliki waktu paruh 5-8 juta tahun untuk pemutusan ikatan β-glikosidiknya pada suhu 25 °C. Beberapa hal yang dapat menghambat degradasi selulosa adalah tingkat kristalisasi, lignifikasi, dan struktur kapiler selulosa terhadap enzim selulolitik dan senyawa hidrolitik lainnya (Immanuel et al. 2007). CMC merupakan turunan selulosa yang mudah larut dalam air yang digunakan untuk seleksi bakteri penghasil selulase. CMC adalah kopolimer dua unit ß-D-glukosa dan ß-D-glukopiranosa yang terikat melalui ikatan ß-1,4glikosidik. CMC memiliki kelarutan lebih tinggi daripada selulosa, sehingga mudah dihidrolisis menjadi gula-gula sederhana oleh enzim selulase (Vijayaraghavan & Vincent 2012).
Bakteri Selulolitik Banyak mikroorganisme yang mampu mendegradasi selulosa namun hanya sedikit yang dapat memproduksi sejumlah enzim yang mampu menghidrolisis struktur kristalin selulosa secara in vitro. Bakteri selulolitik dengan tingkat efisien yang tinggi akan memiliki satu atau lebih enzim dari tiga tipe selulase yang diperlukan untuk mendegradasi struktur mikrokristalin selulosa menjadi glukosa (Yoo et al. 2004). Kebanyakan bakteri selulolitik dapat mensintesis bentuk isoenzim dari endoglukonase dan β-glukosidase. Menurut Hong et al. (2001), enzim selulolitik memiliki kemampuan menghidrolisis selulosa menjadi glukosa dan dapat diklasifikasikan menjadi tiga tipe yaitu endo-β-1,4-glukanase (EC 3.2.1.4), ekso-β-1,4-glukanase atau selobiohidrolase (EC 3.2.1.91), dan β-glukosidase (EC 3.2.1.21). Ketiga tipe enzim inilah yang dikenal sebagai selulase dan berperan secara sinergis dalam reaksi pemutusan ikatan β-1,4-glikosidik (Gambar 1). Selulase dibedakan dari enzim hidrolase lainnya atas dasar kemampuannya menghidrolisis ikatan β-1,4glikosidik di antara residu glukosil. Endoglukanase bekerja dengan memotong secara acak pada sisi internal dari rantai selulosa dan menghasilkan oligosakarida dengan panjang rantai bervariasi sehingga menghasilkan ujung rantai baru. Efek yang terjadi adalah panjang rantai polisakarida semakin berkurang dengan cepat dan diikuti peningkatan jumlah gula pereduksi secara bertahap. Beberapa endoglukanase menunjukkan afinitas yang berbeda terhadap selooligosakarida dengan panjang rantai yang bervariasi. Sebaliknya, eksoglukanase berperan memproses ujung reduksi maupun nonreduksi dari rantai polisakarida selulosa dan menghasilkan glukosa (glukanohidrolase) atau selobiosa (selobiohidrolase) sebagai produk utamanya. Efek yang terjadi dari hidrolisis ini yaitu peningkatan jumlah gula pereduksi secara cepat dan secara keseluruhan hanya terjadi sedikit perubahan panjang rantai dalam jangka waktu yang singkat. β-glukosidase akan menghidrolisis selodekstrin terlarut dan selobiosa menjadi glukosa (Lynd et al. 2002).
Gambar 1 Kompleks enzim selulase (Lynd et al. 2002)
Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Enzim Aktivitas enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain pH, suhu, konsentrasi substrat dan enzim, serta keberadaan inhibitor (Hames & Hooper 2005). Faktor pH sangat berpengaruh terhadap struktur dan aktivitas biologis enzim. Interaksi ionik yang terjadi dalam strukturnya akan menstabilkan enzim dan memungkinkan enzim untuk mengenali dan berikatan dengan substratnya (Nelson & Cox 2005). Karakteristik pH yang menunjukkan aktivitas katalitik maksimum disebut pH optimum. Sedikit perubahan pH akan menyebabkan perubahan besar pada reaksi yang dikatalisis enzim. Perubahan pH akan menyebabkan denaturasi pada protein penyusun enzim itu sendiri. Kebanyakan enzim intraseluler memiliki aktivitas optimum pada rentang pH 5-9 (Murray et al. 2003). Hames & Hooper (2005) menyebutkan bahwa terdapat keragaman pH optimum enzim berdasarkan lingkungan tempat enzim tersebut bekerja. Peningkatan suhu dapat menyebabkan dua kemungkinan yaitu reaksi menjadi tidak terkatalisis atau reaksi yang dapat dikatalisis oleh enzim. Faktor suhu dapat mempengaruhi reaksi yang dikatalisis enzim melalui dua cara. Pertama, kenaikan suhu dapat meningkatkan energi termal molekul substrat. Kenaikan ini akan menghasilkan sejumlah energi yang dapat melebihi energi aktivasi dan meningkatkan tingkat reaksi. Kedua, kenaikan suhu akan mengubah struktur protein yang menyusun enzim sehingga terjadi pemutusan interaksi nonkovalen (ikatan hidrogen, gaya van der Waals dan interaksi lainnya) yang menopang struktur tiga dimensi. Suhu tertentu akan meningkatkan aktivitas enzim karena menyediakan kondisi optimum bagi kerja enzim (Hames & Hooper 2005). Protein dapat mengalami perubahan struktur saat kondisi lingkungannya berubah, misalnya adanya panas, pH ekstrim, pelarut organik (seperti alkohol dan aseton), deterjen, dan larutan tertentu berupa urea atau guanidin hidroklorida. Perubahan kondisi lingkungan dapat menyebabkan protein kehilangan konformasi alaminya dan terdisosiasi menjadi subunitnya. Kondisi ini disebut denaturasi. Apabila denaturasi terjadi pada protein penyusun suatu enzim maka enzim itu akan kehilangan aktivitas katalitiknya (Nelson & Cox 2005).
Limbah Padat Pertanian Padi (Oryza sativa L.) adalah sumber karbohidrat utama sebagian besar masyarakat Indonesia, namun produk samping tanaman padi belum dimanfaatkan secara optimal. Pemanfaatan limbah pertanian secara optimal menjadi penting, seperti halnya pemanfaatan jerami padi untuk mengembalikan kesuburan lahan. Jerami padi merupakan sumber pupuk organik yang penting bagi petani. Komposisi jerami padi dalam 1 mm3 terkandung C-organik 46,13%, N-total 0,52%, selulosa 32%, dan lignin 13,3% (Nandi et al. 2000). Sampel jerami padi digunakan untuk dekomposisi dan mineralisasi C, N, P dan K pada tanah perkebunan gandum. Kandungan selulosa dan hemiselulosa yang tinggi pada substrat jerami padi memberikan peluang pemanfaatan bakteri selulolitik dan xilanolitik untuk percepatan laju dekomposisi (Mishra et al. 2001). Tongkol jagung merupakan bagian dari jagung yang telah diambil bijinya sehingga merupakan limbah padat karena tongkol jagung tidak dapat dikonsumsi.
Tongkol jagung mengandung lignoselulosa yang terdiri atas lignin (16%), selulosa (40%), dan hemiselulosa (36%). Hemiselulosa merupakan biomassa yang disusun oleh xilan, suatu heteropolimer kompleks dengan rantai utama gugus xilosil yang biasanya mengandung rantai samping berupa gugus asetil, arabinosil, dan glukuronosil (Yulistiani et al. 2012). Kulit pisang merupakan bahan buangan buah pisang yang cukup banyak jumlahnya. Pada umumnya kulit pisang belum dimanfaatkan secara nyata, hanya dibuang sebagai limbah organik saja atau digunakan sebagai makanan ternak seperti kambing, sapi, dan kerbau. Jumlah kulit pisang yang cukup banyak akan memiliki nilai jual yang menguntungkan apabila dimanfaatkan sebagai bahan baku makanan (Susanti 2006). Kandungan nutrisi kulit pisang sangat berpotensi sekali sebagai sumber karbohidrat yang baik untuk dijadikan pakan ternak. Kandungan karbohidrat terutama bahan ekstrak sebesar 66,20% (Heruwatno et al. 1993) dan masih mengandung selulosa dan hemiselulosa dengan kandungan serat kasar kulit pisang sebesar 13% (Parakkasi 1990).
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2012 hingga April 2013 di Laboratorium Bioteknologi Hewan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB.
Objek Penelitian Bahan penelitian yang digunakan adalah isolat bakteri yang berasal dari koleksi biakan Laboratorium Bioteknologi Hewan PPSHB IPB, jerami padi, tongkol jagung, dan kulit pisang.
Peremajaan Isolat Peremajaan sembilan isolat bakteri dilakukan pada media agar-agar CMC 1% (1g CMC; 0.02g MgSO 4 .7H 2 O; 0.075g KNO 3 ; 0.05g K2 HPO 4 ; 0.002g FeSO 4 .7H 2 O; 0.004g CaCl2 .2H 2 O; 0.2g ekstrak khamir, 1.5g agar-agar dan 0.1g glukosa). Isolat tersebut diinkubasi selama 48 jam pada suhu ruang.
Uji Kualitatif Penapisan isolat potensial dilakukan secara kualitatif, berdasarkan kemampuan isolat mendegradasi selulosa. Zona hambat yang terbentuk disekitar koloni kemudian ditetesi merah kongo 0.1% (0.1g merah kongo dalam 100 mL
alkohol 96%) dan didiamkan selama 15 menit, kemudian dicuci menggunakan NaCl 0.2M dan disimpan dalam lemari pendingin selama 24 jam. Selanjutnya dilakukan pengukuran diameter zona bening yang terbentuk disekitar koloni dan diameter koloni. Seleksi dilakukan berdasarkan nisbah zona bening terhadap diameter koloni pada media CMC. Nilai Indeks Selulolitik (IS) bakteri dapat dihitung dengan pengukuran zona bening yang terbentuk di sekitar koloni dikurangi diameter koloni dibagi diameter koloni. IS =
Diameter zona bening − Diameter koloni bakteri Diameter koloni bakteri
Pewarnaan Gram Bakteri Isolat yang menghasilkan Indeks Selulolitik (IS) tertinggi dilakukan pewarnaan Gram. Pewarnaan ini bertujuan untuk menentukan karakteristik bakteri. Bakteri dinyatakan bersifat Gram positif apabila warna selnya berwarna ungu dan Gram negatif apabila selnya berwarna merah (Hadioetomo 1985).
Pewarnaan Endospora Isolat yang menghasilkan Indeks Selulolitik (IS) tertinggi dilakukan pewarnaan endospora. Pewarnaan endospora hanya dilakukan pada bakteri yang memiliki bentuk sel batang dan bersifat Gram positif. Endospora bakteri akan terlihat berwarna hijau sedangkan sel vegetatif akan berwarna merah (Hadioetomo 1985).
Kurva Turbiditas dan Aktivitas Enzim Selulase Sebanyak 2 ose penuh bakteri diinokulasikan ke dalam 100 mL media cair CMC 1% (b/v) dan diinkubasi pada inkubator bergoyang 130 rpm pada suhu. Enzim selulase ekstrak kasar didapat dengan melakukan sedimentasi hasil kultur pada kecepatan 8400 g selama 10 menit pada suhu 4oC. Setiap 3 jam sampai jam ke-12 dan setiap 6 jam setelah jam ke-12 dilakukan pengukuran kekeruhan sel dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 660 nm dan aktivitas selulase dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm. Aktivitas selulase diukur dengan menggunakan metode Miller (1959) yang menggunakan enzim ekstrak kasar selulase dan glukosa sebagai standar pada konsentrasi 0.015 mg/mL – 0.04 mg/mL. Enzim ekstrak kasar sebanyak 500 µL dicampurkan dengan 500 µL substrat CMC 1% dalam bufer fosfat pH 7 diinkubasikan pada suhu ruang selama 1 jam. Reaksi dihentikan dengan menambahkan 1 mL DNS dan dididihkan pada suhu 100oC selama 15 menit, kemudian didinginkan pada suhu ruang dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 540 nm. Kontrol adalah campuran antara 500 µL CMC 1% dan 1 mL DNS yang ditambahkan dengan 500 µl enzim ekstrak kasar dan blanko adalah campuran 500 µL CMC 1% dan 1 mL DNS yang ditambahkan 500 µL
aquades. Aktivitas selulase dinyatakan dengan Unit/mL dimana 1 unit enzim selulase merupakan jumlah enzim yang dibutuhkan untuk memecah 1 µmoL selulosa menjadi glukosa permenit reaksi pada kondisi yang telah ditentukan (Dybkaer 2001). Aktivitas enzim tersebut dirumuskan sebagai berikut:
Keterangan: Xs Xk t fp BM
Aktivitas enzim (U/mL) =
(Xs − Xk)x fp x 1000 BM glukosa x t
: jumlah gula tereduksi sampel : jumlah gula tereduksi kontrol : waktu inkubasi : faktor pengenceran : bobot molekul glukosa (180)
Pengaruh pH dan Suhu terhadap Aktivitas Enzim Selulase Karakterisasi enzim selulase meliputi penentuan pH dan suhu optimum yang sesuai. Pengujian pada berbagai pH terhadap aktivitas selulase dilakukan dengan mereaksikan enzim dengan substrat pada suhu ruang selama 30 menit pada kondisi larutan bufer pH 3-8 dengan selang 0,5 unit. Bufer yang digunakan adalah bufer sitrat fosfat 0.2 M (pH 3-5.5), bufer fosfat 0.2 M (pH 6-8). Pengaruh suhu dilakukan dengan membedakan suhu inkubasi enzim substrat dari suhu 30-80oC dengan selang 10oC.
Stabilitas Enzim Stabilitas enzim selulase isolat 6-2 diuji dengan menginkubasikan larutan enzim ekstrak kasar dan substrat CMC 1% sebanyak 100 mL di Erlenmeyer pada suhu dan pH optimumnya. Aktivitas selulase dihitung setiap 15 menit sekali sampai mengalami penurunan aktivitas yaitu dengan menghitung jumlah glukosa yang terbentuk melalui metode DNS (Miller 1959).
Persiapan Substrat Sebanyak 100 gram jerami padi, tongkol jagung, dan kulit pisang dikeringkan terlebih dahulu pada suhu 70oC dalam oven selama 3 hari. Kemudian masing-masing substrat dihaluskan menggunakan alat blender dan diayak dengan saringan 65 mesh. Substrat disterilisasi selama 20 menit suhu 121oC untuk mencegah kontaminasi.
Aplikasi Enzim Selulase pada Berbagai Substrat Isolat ditumbuhkan terlebih dahulu pada media cair CMC 1% di Erlenmeyer 500ml pada suhu optimumnya dan digoyang pada 130 rpm selama waktu optimum panennya berdasarkan data pengamatan pada tahap pertama. Setelah waktu yang ditetapkan, kultur sel disentrifugasi pada 8400g, suhu 4oC selama 10 menit untuk memisahkan biomassa. Supernatan merupakan enzim ekstrak kasar. Sebanyak 0.05g substrat jerami padi, tongkol jagung atau kulit pisang ditambahkan 5 mL bufer fosfat pH 7 dan 5 mL enzim ekstrak kasar dalam Erlenmeyer 100 mL selama 60 menit pada suhu 40oC. Setelah itu reaksi dihentikan dengan menginkubasinya pada suhu 100oC selama 15 menit. Lalu suspensi tersebut disentrifus pada kecepatan 2500 rpm selama 25 menit. Campuran substrat-enzim dipindahkan sebanyak 2 ml ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 2mL DNS dan segera diinkubasi pada suhu 100oC selama 15 menit. Sampel kemudian diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Kualitatif Sembilan isolat yang berasal dari koleksi biakan Laboratorium Bioteknologi Hewan PPSHB IPB telah diseleksi pada penelitian ini. Uji kualitatif dilakukan pada sembilan isolat ini untuk mengetahui ada tidaknya aktivitas enzim selulase dari setiap isolat bakteri tersebut. Dari sembilan isolat yang diseleksi, delapan isolat memperlihatkan adanya zona bening (Tabel 1). Zona bening yang terbentuk disekitar koloni menandakan bahwa bakteri tersebut telah mendegradasi selulosa yang terdapat dalam media CMC 1%. Tabel 1 Indeks potensial bakteri selulolitik (IS) dengan inkubasi pada suhu ruangselama 48 jam No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Nama Isolat 2-3 6-2 1 2 3 4 5 6 7
Diameter Bakteri (cm) 0.55 0.4 0.45 0.55 0.55 0.5 0.55 0.75 0.45
Diameter Zona Bening (cm) 0.9 1.1 0.7 0.75 0.65 0.65 0.85 0.55
IS 0.63 1.75 0.55 0.36 0.8 0.18 0.13 0.22
Hasil pengujian menunjukkan satu isolat memiliki nilai IS tertinggi yaitu isolat 6-2 sebesar 1,75 (Gambar 2A). Indeks selulolitik yang dihasilkan relatif
rendah dibandingkan dengan penelitian Nur et al. (2008) dari tigapuluh satu isolat, tiga isolat yang menghasilkan zona bening dengan indeks selulolitik berkisar 2.2-5.5. Isolat-isolat tersebut juga berasal dari lahan pertanian. Penelitian Sari et al. (2012) menunjukkan bahwa dari duapuluh delapan isolat, sembilan isolat menghasilkan indeks selulolitik lebih besar atau sama dengan dua, tetapi isolat-isolat tersebut merupakan bakteri termofilik yang berasal dari sumber air panas. Dibandingkan dengan isolat bakteri selulolitik yang berasal dari feses luwak yang menghasilkan indeks selulolitik sebesar 1.091 (Dewi 2012), maka isolat 6-2 ini termasuk isolat yang potensial karena menurut Ochoa-Solano dan Olmos-soto (2006) bahwa isolat yang menghasilkan diameter zona bening dua kali diameter koloni merupakan produser enzim yang potensial. Selanjutnya untuk memperbanyak jumlah bakteri maka koloni bakteri yang menghasilkan zona bening tersebut ditumbuhkan ke dalam media CMC cair. Hasil pewarnaan Gram bakteri isolat 6-2 menunjukkan bahwa isolat tersebut tergolong bakteri Gram positif (Gambar 2B). Penelitian Wizna et al. (2007) yang menggunakan bakteri Bacillus coagulans dan Bacillus amyloquefaciens juga tergolong bakteri Gram positif yang mempunyai indeks selulolitik berkisar antara 0.93-3.74, sedangkan isolat MII 2.1 yang merupakan bakteri termofilik yang berasal dari sumber air panas tergolong bakteri Gram negatif (Sari et al. 2012).
A B C Gambar 2 Karakter isolat 6-2. A=aktivitas selulolitik isolat 6-2 pada media CMC1% pH 7 pada suhu ruang selama 48 jam; B= pewarnaan Gram bakteri isolat 6-2 perbesaran 4x ; C=pewarnaan endospora isolat 6-2 perbesaran 4x Dari hasil pewarnaan spora, isolat 6-2 menghasilkan endospora yang ditandai dengan terbentuknya warna hijau akibat pewarnaan malasit hijau (Gambar 2C). Hal ini kemungkinan karena sel vegetatif bakteri sudah berumur tua sehingga melepaskan endospora menjadi endospora bebas. Endospora yang terbentuk adalah bentuk pertahanan dari pengaruh lingkungan luar. Endospora akan lebih tahan lama dalam keadaan yang ekstrem, misalnya dalam keadaan kering, panas atau adanya bahan kimia yang beracun. Endospora yang telah berhasil diwarnai akan sulit melepaskan zat warna yang diserap sehingga tidak dapat mengikat zat warna yang diberikan berikutnya. Hal ini karena endospora memiliki selubung keras dan tebal (Sunatmo 2007). Beberapa spesies Bacillus yang aerob dan Clostridium yang anaerob dapat membentuk endospora (Dwidjoseputro 2005).
Kurva Turbiditas dan Aktivitas Enzim Selulase
0.007
0.7
0.006
0.6
0.005
0.5
0.004
0.4
0.003
0.3
0.002
0.2
0.001
0.1 0
0 U/ml
0
Kurva tumbuh
Gambar 3
OD 660nm
Aktivitas enzim (U/mL)
Setelah diketahui kemampuan isolat menghasilkan enzim selulase secara kualitatif, selanjutnya isolat dikultur pada media CMC cair agar bisa diukur secara kuantitatif aktivitas enzim selulase yang dihasilkannya. Uji kuantitatif terhadap kemampuan isolat 6-2 menghasilkan enzim selulase yang dapat dilihat dari kurva aktivitas enzim. Fase eksponensial atau fase pertumbuhan logaritmik merupakan fase dimana sel membelah dengan laju yang konstan, massa menjadi dua kali lipat dengan laju yang sama, aktivitas metabolik seimbang, dan pertumbuhan seimbang. Pertumbuhan seimbang ditandai dengan bertambahnya populasi secara teratur (Pelzcar & Chan 1988). Proses tumbuh bakteri menunjukkan pertambahan sel yang meningkat. Proses pertambahan sel meningkat mulai jam ke-6 sampai jam ke-24. Turbiditas sel menurun pada jam ke-30 hingga jam ke-36. Setiap bakteri selulolitik menghasilkan kompleks enzim selulase yang berbeda-beda, tergantung dari gen yang dimiliki dan sumber karbon yang digunakan. Dalam penelitian ini, semua isolat tumbuh pada media CMC 1% sebagai komponen indusernya. Glukosa 0.1% dan ekstrak khamir 0.2% juga ditambahkan pada media sebagai pemacu tumbuh sel di fase awal. Setelah glukosa pada medium tumbuhnya habis maka bakteri akan memanfaatkan sumber karbon selulosa dengan mensintesis enzim selulase. Aktivitas enzim selulase dari jam ke-0 terus mengalami peningkatan tiap 6 jam hingga aktivitas enzim tertinggi didapat pada jam ke-18 sebesar 0,005U/mL (Gambar 3). Setelah jam ke-18 aktivitas enzim kembali menurun hingga jam ke36. B. coagulans dan B. amyloliquefaciens yang juga tergolong bakteri Gram positif menghasilkan aktivitas enzim lebih tinggi dibandingkan dengan isolat 6-2 yaitu sebesar 0.812 U/mL dan 1.2 U/mL (Wizna et al. 2007). Isolat C5-1 yang berasal dari lahan pertanian juga menghasilkan aktivitas enzim lebih rendah dibandingkan isolat 6-2 yaitu sebesar 0.004 U/mL (Nur et al. 2009). Rendahnya aktivitas selulase kemungkinan dipengaruhi oleh faktor telah terbentuknya produk berupa glukosa atau oligosakarida dimana produk ini akan menghambat kerja selulase dalam menghidrolisis substrat selulosa.
3
6
9 12 18 24 30 36 Waktu (Jam)
Kurva turbiditas dan aktivitas enzim dari isolat 6-2 yang diinokulasi pada media CMC 1% pH 7 pada suhu ruang.
Dilihat dari kurva turbiditas dan aktivitas, enzim selulase mulai diproduksi pada jam ke-6. Dengan membandingkan antara grafik aktivitas enzimatis dengan kurva turbiditas, ditentukan waktu optimal untuk inkubasi isolat yang akan digunakan pada saat produksi enzim selulase adalah pada jam ke-18 (Gambar 3). Pengaruh pH terhadap Aktivitas Selulase
Aktivitas enzim (U/ml)
Perubahan pH berpengaruh terhadap aktivitas enzim melalui pengubahan struktur atau muatan residu asam amino yang berfungsi dalam pengikatan substrat. Hubungan antara pH dengan aktivitas enzim selulase dapat dilihat bahwa aktivitas enzim tertinggi terjadi pada pH 7. Aktivitas enzim selulase pada pH 46.5 tidak terlalu tinggi, pada pH 7.5-8 terjadi penurunan aktivitas enzim. Aktivitas enzim tertinggi pada pH 7 sebesar 0,037 U/mL kemudian pada pH 7.5 menurun menjadi 0.015 U/mL dan pada pH 8 sebesar 0.005 U/mL. Pada pH 4, 4.5, 5, dan 5.5 aktivitas enzim berturut-turut sebesar 0.005 U/mL, 0.011 U/mL, 0.012 U/mL, 0.014 U/mL, dan 0.019 U/mL (Gambar 4). 0.045 0.04 0.035 0.03 0.025 0.02 0.015 0.01 0.005 0 3,0 3,5 4,0 4,5 5,0 5,5 6,0 6,5 7,0 7,5 8,0 pH
Gambar 4 Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim selulase yang dihasilkan isolat 6-2 dan diinkubasi pada media CMC 1% suhu ruang. Nilai pH optimum ini termasuk pH netral. pH optimum dapat menghasilkan aktivitas yang maksimal dalam mengkatalisis suatu reaksi. Hasil penelitian yang lain menyatakan bahwa salah satu enzim selulase yaitu enzim endo-1,4-βglukanase mempunyai aktivitas tertinggi pada pH 7. Enzim tersebut secara aktif mendegradasi CMC pada kisaran pH netral sampai dengan asam (pH 7 sampai dengan pH 4) (Hidayat 2005). Hasil yang sama diperoleh Bakare et al. (2005), pH optimum enzim selulase yang berasal dari Pseudomonas fluorescence adalah 6.57. Bacillus sp CH43 menghasilkan aktivitas enzim selulase tertinggi pada pH 5-7 (Mawadza et al. 2000). Bacillus substilis yang diisolasi dari kotoran sapi juga menghasilkan aktivitas selulase yang tinggi pada pH 7 (Saraswati et al. 2012). Hasil ini menunjukkan bahwa nilai pH yang mendekati netral lebih menguntungkan bagi aktivitas enzim di dalam isolat 6-2 ini. Catriona et al. (1994) melaporkan bahwa kisaran pH yang baik bagi enzim selulase adalah pH 5.0-7.0.
Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Enzim Hasil pengujian aktivitas enzim menunjukkan suhu optimum bagi enzim selulase isolat 6-2 yaitu 40oC yang menghasilkan aktivitas sebesar 0.027 U/mL (Gambar 5). Aktivitas enzim pada suhu diatas diatas 40oC mengalami penurunan. Hal ini diduga karena enzim mulai terdenaturasi panas. Ketika suhu lebih tinggi dari suhu optimum, protein akan mulai terdenaturasi sehingga terjadi perubahan konformasi protein pada akhirnya gugus reaktif akan terhambat. Perubahan konformasi menyebabkan substrat tidak dapat masuk ke dalam sisi aktif enzim yang konformasinya sudah berubah. Faktor suhu memberikan pengaruh yang signifikan bagi aktivitas selulase. Pada suhu 30oC, tidak ada aktivitas enzim (inaktivasi). Hal ini kemungkinan disebabkan rendahnya energi aktivasi yang tersedia. Energi aktivasi dibutuhkan untuk menciptakan kondisi tingkat kompleks aktif baik enzim maupun substrat. Peningkatan energi molekul substrat akan meningkatkan laju reaksi enzim. 0.03
Aktivitas enzim (U/ml)
0.025 0.02 0.015 0.01 0.005 0 30
40
50 60 o Suhu ( C)
70
80
Gambar 5 Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim selulase yang dihasilkan isolat 6-2 pada media CMC 1%. Aktivitas enzim pada suhu 70-80oC menunjukkan bahwa enzim secara sempurna kehilangan aktivitas katalitiknya akibatnya terjadi denaturasi yang menyebabkan pecahnya ikatan disulfida menjadi beberapa residu sistein sehingga enzim tidak mampu menghidrolisis substrat CMC. Akibatnya, tidak ada produk gula pereduksi yang terbentuk. Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan interaksi lemah dalam protein (terutama ikatan hidrogen) menjadi rusak sehingga protein menjadi terlipat (unfolding) lalu konformasinya menjadi tidak beraturan dan akhirnya kehilangan struktur tiga dimensinya (Nelson & Cox 2005). Hasil studi lain yang mengidentifikasi bakteri yang memiliki selulase dengan suhu optimum yang sama adalah Salmonella typhimurium UR (Yoo et al. 2004); Streptomyces sp. Galur J2 (Jaradat et al. 2008); Bacillus sp C14 (Aygan & Arikan 2008). Wizna et al. (2007) melaporkan enzim selulase yang berasal dari isolat bakteri Gram positif menghasilkan aktivitas optimum pada suhu 40oC, sedangkan isolat bakteri Gram negatif menghasilkan aktivitas enzim optimum pada suhu 78oC (Sari et al. 2012). Mawadza et al. (2000) melaporkan aktivitas selulase yang juga dihasilkan Bacillus sp yang berasal dari sumber air panas optimum pada suhu 70oC. Enzim ini tergolong enzim termostabil.
Stabilitas Enzim Stabilitas enzim memberikan pengaruh terhadap aktivitas enzim. Aktivitas enzim yang diinkubasi pada pH 7 dan suhu 40oC meningkat sampai menit ke-75 dan mulai menurun pada menit ke-90 (Gambar 6). Hal ini membuktikan adanya reaksi antara enzim selulase dan substrat CMC hingga menit ke-75, interaksi enzim-substrat menghasilkan produk. Aktivitas selulase setelah menit ke-90 dalam menghasilkan produk mulai menurun. 0.0035
Aktivitas enzim (U/mL)
0.0030 0.0025 0.0020 0.0015 0.0010 0.0005 0.0000 15'
30'
45'
60'
75'
90' 105'
Waktu inkubasi
Gambar 6
Stabilitas enzim pada substrat CMC 1% dengan inkubasi suhu 40oC dan pH 7.
Hasil penelitian lain, isolat bakteri Bacillus sp yang juga berasal dari lahan pertanian, enzim selulase stabil pada pH 6 dan suhu 50oC selama 30 menit (Vijayaraghavan & Vincent 2012). Penelitian yang sama Bacillus substilis menghasilkan enzim selulase yang stabil pada pH 7 dan suhu 60oC selama 30 menit (Yin et al. 2010). Enzim selulase yang dihasilkan dari isolat bakteri yang berasal dari kotoran sapi stabil pada pH 7 dan suhu 70oC selama 20 menit. Isolat ini tergolong bakteri termofilik (Shanmugapriya et al. 2012). Hasil penelitian Bakare et al. (2005), enzim selulase yang dihasilkan Pseudomonas fluorescens stabil pada pH 7 dan suhu 35oC selama 60 menit.
Aplikasi pada Substrat Limbah Pertanian Uji substrat yang dilakukan menggunakan substrat CMC, jerami padi, tongkol jagung, dan kulit pisang menunjukkan adanya aktivitas selulase berturutturut sebesar 0.006 U/mL, 0.007 U/mL, 0.008 U/mL, dan 0.013 U/mL. Kemampuan mikroorganisme untuk memproduksi enzim pada suatu substrat bergantung jenis enzim dan substratnya. Isolat 6-2 yang menggunakan substrat CMC menghasilkan aktivitas relatif kecil dibandingkan jerami padi, tongkol jagung dan kulit pisang. Hal ini mungkin disebabkan sangat kecilnya aktivitas enzim endo-1,4-β-glukanase pada isolat 6-2. Substrat CMC merupakan substrat selulosa murni yang berbentuk amorphous sehingga aktivitas enzim selulase pada substrat CMC merupakan aktivitas enzim endo-1,4-β-glukanase. Enzim ini
Aktivitas selulase (U/ml)
bekerja pada rantai dalam CMC menghasilkan oligosakarida atau rantai selulosa yang lebih pendek (Lynd et al. 2002). 0.016 0.014 0.012 0.01 0.008 0.006 0.004 0.002 0 CMC
Jerami Tongkol Kulit Jagung pisang Substrat
Gambar 7 Aktivitas enzim selulase isolat 6-2 pada substrat CMC 1% dan limbah pertanian pada pH 7 suhu 40oC. Sekalipun memiliki aktivitas selulase yang relatif kecil terhadap substrat jerami padi dan tongkol jagung, isolat 6-2 memiliki aktivitas yang tinggi pada substrat kulit pisang yaitu sebesar 0.013 U/mL. Hal ini mungkin disebabkan oleh kandungan karbohidrat yang terdapat pada kulit pisang lebih tinggi dibandingkan jerami padi dan tongkol jagung. Karbohidrat berupa selulosa berpotensi menginduksi pembentukan enzim selulase. Kandungan selulosa pada jerami padi 32% (Mishra et al. 2001), tongkol jagung 40% (Yulistiani et al. 2012), dan kulit pisang 66.20% (Susanti 2006). Lama pemanasan menggunakan oven hanya membutuhkan waktu 3 hari, karena luasnya permukaan tempat pengeringan mempercepat penguapan pada medium. Limbah yang telah kering, mempunyai struktur yang keras dan menggumpal, sehingga harus digiling, agar menjadi limbah yang berukuran kecil dengan luas permukaan lebih besar sehingga mudah diakses oleh enzim.
SIMPULAN Isolat 6-2 yang tergolong bakteri Gram positif memiliki potensi dalam degradasi selulosa dengan cara mensintesis enzim selulase. Enzim selulase yang dihasilkan isolat 6-2 bersifat netral dan optimum pada suhu 40oC. Dalam aplikasi pada substrat limbah pertanian seperti jerami padi, tongkol jagung dan kulit pisang. Aktivitas tertinggi enzim selulase isolat 6-2 ialah pada substrat limbah kulit pisang.
SARAN Perlu penelitian lanjut mengenai identifikasi molekular dari isolat 6-2 ini sehingga diketahui spesies dari isolat bakteri ini.
DAFTAR PUSTAKA Alam
MZ, Manchur MA, Anwar MN. 2004. Isolation, pur ification, characterization of cellulolytic enzymes produced by the isolate Streptomyces omiyaencis. Pakist J Biol Sci. 7(10):1647-1653. Aygan A, Arikan B. 2008. A new halo-alkaliphilic, thermostable endoglucanes from moderately halophilic Bacillus sp. C14 isolated from van Soda lake Int J Agri Mol. 10(1):369-374. Bakare MK, Adewale IO, Ajayi A, Shonukan OO. 2005. Purification and characterization of cellulose from the wild-type and two improved mutants of Pseudomonas fluorescens. African J Biotechnol. 4(9):898-904. Catriona AW, Sheila IM, Thomas MW. 1994. Characterization of a β-Dglucosidase from the anaerobic rumen fungus neocallimastix frontalis with particular reference to attack on cello-oligosaccharides. J Biotechnol. 37(2):217-227. Dewi SL. 2012. Isolasi bakteri xilanolitik dan selulolitik dari feses luwak. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Dwidjoseputro D. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta (ID):Djambatan. Dybkaer R. 2001. Unit katal for catalytic activity. Pure Appl Chem 73: 927-931. Hadioetomo RS. 1985. Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium Mikrobiologi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Hames D, Hooper N. 2005. Biochemistry. Ed ke-3. New York (US): Taylor & Francis Group. Heruwatno KD, Natawihardja T, Widiastuti, Aisyah C. 1993. Pengaruh berbagai Tingkat Penggunaan Tepung Kulit Pisang Raja dalam Ransum terhadap Performans Ayam Pedaging. Bandung (ID): Padjadjaran Univ Pr. Hidayat I. 2005. Pengaruh pH terhadap Aktivitas Endo-1,4-β-Glukanase Bacillus sp. AR 009 [The effect of pH on endo-1,4-β-glucanase activity from Bacillus sp. AR 009]. J Biodiver. 6(1):242-244. Hong J, Tamaki H, Akiba S, Yamamoto K, Kumagai H. 2001. Cloning of a gene Encoding a Highly Stable Endo-β-1,4- glucanase from Aspergillus niger and its Expression in Yeast. J Biosci Bioengin. 92:434-441. Immanuel G, Bhagavath CMA, Raj PI, Esakkiraj P, Palavesam A. 2007. Production and partial production of Cell in Coir Waste and Sawdust. Int of J Microbiol. 3 (1). Iqbal A. 2008. Potensi kompos dan pupuk kandang untuk produksi padi organik di tanah inseptiol. J Akta Agrosia. 11(1): 13-18. Jaradat Z, Dawagreh A, Ababneh Q, Saadoun I. 2008. Influence of culture conditions on cellulose production by Streptomyces sp. (strain J2). Jor J Biol Sci. 1(3):141-146. Kim H. 1995. Characterization and substrate specivity of an endo-β-1,4-Dglucanase I (avicelase I) from an extracellular multienzyme complex of Bacillus circulans. Appl Environ Microbiol. 61:959-965. Lynd LR, Weimer PJ, Zyl WH, Pretorius IS. 2002. Microbial cellulose utilization: fundamentals Biotechnology. Microbiol Mol Biol. 66(3):506-520. Mawadza C, Hatti-kaul R, Zvauya R, Mattiason B. 2000. Purification and characterization of cellulases produced by two Bacillus strain. J Biotechnol. 83(3):177-187.
Milala MA, Shugaba A, Gidado A, Ene AC, Wafar JA. 2005. Studies on the use of agricultural wastes for cellulase enzyme production by Aspergillus niger. J Agric Biol Sci. 1(3): 325-328. Miller GL. 1959. Use of Dinitrosalysilic acid reagent for determination of reducing sugar. Anal Chem. 31(3): 426-428. Mishra B, Sharma PK, Bronson KF. 2001. Decomposition of ricestraw and mineralization of carbon, nitrogen, phosphorus and potassium in wheat field in western uttar pradesh. J. Indian Soc Soil Sci. 49(3):419-424. Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW. 2003. Harper’s Illustrated Biochemistry. Ed ke-26. San Fransisco (US): McGraw-Hill. Nandi N, Rahman FH, Sinha NB, Hajra JN. 2000. Compatibility of lignindegrading and celullulose-decomposing fungi during decomposition of rice straw. J Indian Soc Soil Sci. 48(2):387-389. Nelson DL, Cox MM. 2005. Principles of Biochemistry. Ed ke-4. New York (US): Worth Publisher. Nur HS, Meryandini A, Hamim. 2009. Pemanfaatan bakteri selulolitik yang potensial untuk dekomposisi jerami padi. J Tanah Trop 14(1):71-80 Ochoa-Solano JL, Olmos-Soto J. 2006. The functional property of Bacillus for shrimp feeds. Food Microbiol. 23(6):519-525. Parakkasi A. 1990. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Manogastrik. Bandung (ID): Angkasa. Pelzcar MJ, Chan ECS. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi 2. Jakarta (ID): Indonesia Univ Pr. Saraswati B, Kumar MR, Kumar DJM, Balashanmugam P, Kumaran MDB, Kalaichelvan PT. 2012. Cellulase Production by Bacillus substilis Isolated from Cow Dung. Arch Appl Sci Res 4(1):269-279. Sari UM, Agustien A, Nurmiati. 2012. Penapisan dan karakterisasi bakteri selulolitik sumber air panas sungai Medang, Kerinci, Jambi. J Biol. UA 1(2):166-171. Shanmugapriya K, Saravana PS, Krishnapriya, Manoharan M, Mythili A, Joseph S. 2012. Isolation, screening and partial purification of cellulase from cellulase producing bacteria. J Adv Biotechnol Res. 3(1):509-514. Sunatmo TI. 2007. Eksperimen Mikrobiologi dalam Laboratorium. Bogor (ID): Ardy Agency. Susanti L. 2006. Perbedaan Penggunaan Jenis Kulit Pisang terhadap Kualitas Nata. [Skripsi]. Semarang (ID): Universitas Negeri Semarang. Vijayaraghavan P, Vincent P. 2012. Purification and characterization of carboxymethyl cellulose from Bacillus sp. isolated from paddy field. Polish J of Microbiol. 61(1):51-55. Wizna, Hafilabbas, Rizal Y, Dharma A, Kompiang IP. 2007. Selection and identification of cellulase-producing bacteria isolated from the litter of mountain and swampy forest. J Microbiol Indones. 1(3):135-139. Yin L, Lin H, Xiao Z. 2010. Purification and characterization of a cellulose from Bacillus subtilis YJ1. J Marine Science Technol. 18(3):466-471. Yoo JS, Seo JK, Cho DH, Jang KW, Heo JY, Chung SC, Lee B. 2004. Molecular cloning and characterization of CMCase gene (celC) from Salmonella typhimurium UR. J Microbiol. 42(3):205-210.
Yulistiani D, Puastuti W, Wina E, Supriati. 2012. Pengaruh Berbagai Pengolahan terhadap Nilai Nutrisi Tongkol Jagung : Komposisi Kimia dan Kecernaan In Vitro. Bogor (ID): Balai Penelitian Ternak. Zhang YHP, Himmel ME, Mielenz JR. 2006. Outlook for cellulase improvement: screening and selection strategies. Biotech Adv. 24(5):452-481.
LAMPIRAN Lampiran 1
Prosedur Pembuatan Media dan reagen yang digunakan dalam penelitian
Media penapisan isolat penghasil enzim selulase Bahan-bahan yang terdiri dari 1% CMC; 0.02% MgSO 4 7H2O; 0.075% KNO 3 ; 0.05% K2 HPO 4 ; 0.002% FeSO 4 7H 2 O; 0.004% CaCl2 2H2O; 0.2% ekstrak khamir; 1.5% agar-agar dan 0.1% glukosa ditimbang sesuai kebutuhan dilarutkan dengan akuades dan dihomogenisasi. Media kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121oC selama 15menit. Setelah cukup dingin, media dituang ke cawan petri. Reagen DNS Sebanyak 1% NaOH dilarutkan dalam air distilasi, kemudian ditambahkan 1% asam dinitrosalisilat (DNS), dan 18.2% Na K Tartarat (sodium tartarat). Semua bahan dilarutkan dalam air distilasi dan disimpan dalam botol gelap pada suhu 4oC.
Absorban (nm)
Lampiran 2 Kurva Standar Glukosa 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0
y = 2.692x - 0.060 R² = 0.985
0.00
0.10
0.20
0.30
Konsentrasi glukosa (mg/mL)
0.40
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pematangsiantar pada tanggal 04 April 1984, putri pertama dari 3 bersaudara anak pasangan Bapak M Sinaga dan Ibu S Siregar. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar hingga menengah atas (SMA) di Pematangsiantar, dan menempuh pendidikan tinggi pada jenjang S1 di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dari tahun 2002 hingga 2006. Program magister dilanjutkan di Program Studi Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor pada tahun angkatan 2009. Pengalaman bekerja penulis diawali pada tahun 2007 sebagai karyawan pada PT. Selektani di Medan yang bertanggungjawab di lapangan. Pada tahun 2008 penulis bekerja pada PT.SMARTRI di RIAU hingga tahun 2009 sebelum melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor.