KANDUNGAN BETA KAROTEN DAN NILAI GIZI TELUR ASIN DARI ITIK YANG MENDAPAT PAKAN LIMBAH UDANG
SKRIPSI TRI RIZKI MIRANTY GUMAY
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN TRI RIZKI MIRANTY GUMAY. D14202057. 2009. Kandungan Beta Karoten dan Nilai Gizi Telur Asin dari Itik yang Mendapat Pakan Limbah Udang. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Zakiah Wulandari, S.TP., M.Si Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Rarah Ratih Adjie Maheswari, DEA Telur merupakan bahan pangan hasil ternak unggas yang bernilai gizi tinggi. Kandungan gizi telur itik salah satunya dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi oleh itik tersebut. Limbah udang dapat digunakan sebagai campuran pakan ternak karena limbah udang masih memiliki nilai gizi yang tinggi dan harganya murah sehingga sesuai digunakan untuk tambahan dalam ransum. Pengawetan telur dengan pengasinan akan mengubah kandungan gizi dari telur asin yang dihasilkan dibandingkan telur segarnya. Telur itik digunakan dalam pembuatan telur asin karena mempunyai pori-pori kulit yang besar sehingga mudah menyerap air dan sangat baik untuk diolah menjadi telur asin. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian pakan limbah udang terhadap kandungan gizi telur segar. Penelitian juga mempelajari pengaruh pengasinan terhadap perubahan kandungan gizi telur terutama terhadap kandungan beta karotennya. Penelitian diawali dengan pembuatan telur asin dari telur itik yang mendapat pakan dengan atau tanpa limbah udang. Telur segar maupun telur asin dari masingmasing perlakuan yang dilakukan dari 3 kali ulangan diuji terhadap kandungan gizi meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein kasar, kadar serat kasar, kadar lemak kasar, kadar kalsium, dan kadar beta karoten. Hasil uji kandungan gizi telur segar dan telur asin dianalisis dengan Anova lalu dilanjutkan dengan uji Duncan. Pengujian kandungan beta karoten dilakukan secara komposit pada semua perlakuan pakan yang berbeda baik untuk telur asin maupun telur segar dan hasilnya diinterpretasikan secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan penambahan limbah udang berpengaruh nyata (P<0,05) meningkatkan kadar abu telur segar, kadar serat kasar telur segar, kadar lemak kasar telur segar, serta kadar kalsium telur segar dan telur asin. Proses pengasinan berpengaruh nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar serat kasar, kadar lemak kasar, tetapi tidak berpengaruh terhadap kadar kalsium. Penambahan limbah udang pada pakan menyebabkan warna kuning telur itik menjadi kuning kemerahan yang setara dengan nilai 14 pada standar nilai indeks kuning telur. Pemanfaatan limbah udang sebagai pakan tambahan pada peternakan itik sangat disarankan. Kata-kata kunci : telur itik, limbah udang, pengasinan, nilai gizi telur itik, kadar beta karoten
ABSTRACT CONTENT OF BETA CAROTEN AND SALTED EGG NUTRIENT FROM DUCK WHICH HAVE SHRIMP WASTE FEED Gumay, T.R.M, Wulandari, Z., Maheswari, R.R.A Egg was animal food product which has excelent nutrient. Duck egg nutrition composition was influenced by feed consumed. Shrimp waste could be used as feed for duck because it has good nutrient composition and cheaper compared to fish flour. Egg preservation by salted that allowed penetration salt solution could change nutrition composition in the egg. Duck egg was used as raw material for salted egg processing because it has big pore at the shell allow then to absorb water and suitable for produce salted egg. The aim of this research was to study the effect of feeding duck by shrimp waste and preservation of egg by brinning salted pickled on nutrition and beta caroten of the salted egg. The variable determinant were values of water, ash, protein, fiber, fat, calsium, and beta carotene contained in the eggs. The data were analyzed by variance showed that shrimp waste influenced values of ash, protein, fiber, fat, and calsium. Egg salted processing influenced values of water, ash, protein, fiber, and fat. Shrimp waste in feed resulted yolk has orange colour. Keywords : Duck egg, shrimp waste, salty, content of duck egg nutrient, beta caroten
KANDUNGAN BETA KAROTEN DAN NILAI GIZI TELUR ASIN DARI ITIK YANG MENDAPAT PAKAN LIMBAH UDANG
TRI RIZKI MIRANTY GUMAY D14202057
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
KANDUNGAN BETA KAROTEN DAN NILAI GIZI TELUR ASIN DARI ITIK YANG MENDAPAT PAKAN LIMBAH UDANG
Oleh : TRI RIZKI MIRANTY GUMAY D14202057
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 6 Oktober 2009
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Zakiah Wulandari, S.TP, M.Si NIP. 132 206 246
Dr. Ir. Rarah R.A. Maheswari, DEA NIP. 131 671 595
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc. Agr. NIP. 131 955 531
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 8 Januari 1985 di Jakarta. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Mochamad Imransyah dan Etty Surtiasih. Pendidikan formal pertama penulis didapatkan di Taman Kanak-kanak Dua Mei dan diselesaikan pada tahun 1990. Pendidikan dasar penulis selesaikan di SD Kampung Utan 2, Ciputat, Tanggerang pada tahun 1996. Pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 1999 di SLTP 87 Jakarta dan pendidikan menengah umum diselesaikan pada tahun 2002 di SMUN 47 Jakarta. Penulis diterima sebagai mahasiswi Institut Perrtanian Bogor pada tanggal 15 Agustus 2002 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selanjutnya penulis terdaftar sebagai mahasiswi Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Jurusan Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis mengikuti berbagai kepanitian di lingkungan BEM TPB, BEM IPB dan Fakultas Peternakan IPB. Penulis juga berpartisipasi dalam kepengurusan Himaproter periode 2004-2005.
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan Program Sarjana pada Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Jurusan Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mencoba memberikan informasi mengenai manfaat limbah udang dalam pakan itik dan pengaruhnya terhadap komposisi kimia telur segar dan telur asin yang dihasilkan dari itik-itik yang mendapat pakan dengan atau tanpa penambahan limbah udang. Penelitian ini diawali dengan pembuatan telur asin menggunakan metode pengasinan dengan bahan batu bata merah, garam dan air. Setelah itu dilakukan uji kimia kadar air, abu, protein kasar, serat kasar, lemak, kalsium, dan beta karoten pada telur asin dan telur segar dari perlakuan pakan yang berbeda tersebut. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam karya ilmiah ini. Penulis mengharapkan semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.
Bogor, Oktober 2009
Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ...............................................................................................
i
ABSTRACT ..................................................................................................
ii
LEMBAR PERNYATAAN ..........................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN ... .......................................................................
iv
RIWAYAT HIDUP ......................................................................................
v
KATA PENGANTAR ..................................................................................
vi
DAFTAR ISI .................................................................................................
vii
DAFTAR TABEL .........................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
x
PENDAHULUAN .........................................................................................
1
Latar Belakang ........................................................................................ Tujuan .....................................................................................................
1 2
TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................
3
Telur ........................................................................................................ Pengasinan .............................................................................................. Perubahan Kimia Telur saat Proses Pengasinan ..................................... Limbah Udang ........................................................................................
3 4 5 7
METODE .....................................................................................................
9
Lokasi dan Waktu ................................................................................... Materi ...................................................................................................... Rancangan ............................................................................................... Perlakuan ..... ..................................................................................... Model ................................................................................................ Peubah ............................................................................................... Kadar Air .................................................................................... Kadar Abu ................................................................................... Kadar Protein Kasar .................................................................... Kadar Serat Kasar . ...................................................................... Kadar Lemak Kasar .................................................................... Kadar Kalsium ............................................................................ Kadar Beta Karoten ....................................................................
9 9 10 10 10 11 11 11 11 12 14 14 15
Analisis Data .................................................................................... Prosedur . ................................................................................................. Pembuatan Telur Asin ......................................................................
18 18 18
HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................
20
Kadar Air .................................................................................... Kadar Abu ................................................................................... Kadar Protein Kasar .................................................................... Kadar Serat Kasar . ...................................................................... Kadar Lemak Kasar .................................................................... Kadar Kalsium ............................................................................ Kadar Beta Karoten ....................................................................
20 21 22 23 23 24 25
KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................
27
Kesimpulan ................................................................................. Saran ...........................................................................................
27 27
UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................
28
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
29
LAMPIRAN...................................................................................................
31
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Komposisi Kimia Telur Itik Segar Telur Itik yang Diasin ... .............
4
2. Komposisi Kimia Limbah Udang dan Kulit Udang ... .......................
7
3. Kadar Air Telur Itik Segar dan Asin yang Mendapat Pakan dengan atau Tanpa Penambahan Limbah Udang ...........................................
20
4. Kandungan Gizi Telur Itik Segar dan Asin yang Mendapat Pakan dengan atau Tanpa Penambahan Limbah Udang ..............................
21
5. Kandungan Beta Karoten Telur Itik Segar dan Asin yang Mendapat Pakan dengan atau Tanpa Penambahan Limbah Udang ...................
25
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Struktur Telur Menurut Stadelman dan Cotterill (1995) ... .................
3
2. Tahapan Proses Pembuatan Telur Asin ... ............................................
19
3. Warna Kuning Telur Itik Segar dan Asin yang Mendapat Pakan dengan atau Tanpa Penambahan Limbah Udang ... ..........................................
26
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Tabel Rataan dan Standar Deviasi Komposisi Kimia Telur Itik Segar dan Asin yang Mendapat Pakan dengan atau Tanpa Penambahan Limbah Udang ... ..................................................................................
32
2. Analysis of Variance (ANOVA) Kadar Air ... .....................................
33
3. Analysis of Variance (ANOVA) Kadar Abu ... ....................................
33
4. Analysis of Variance (ANOVA) Kadar Protein Kasar ... .....................
33
5. Analysis of Variance (ANOVA) Kadar Serat Kasar ... ........................
33
6. Analysis of Variance (ANOVA) Kadar Lemak Kasar ... .....................
33
7. Analysis of Variance (ANOVA) Kadar Kalsium ... .............................
33
PENDAHULUAN Latar Belakang Telur merupakan bahan pangan hasil ternak unggas yang bernilai gizi tinggi. Ternak unggas yang menghasilkan telur antara lain itik. Kandungan gizi telur itik salah satunya dipengaruhi oleh pakan yang dikonsumsi oleh itik tersebut. Komposisi kimia yang terkandung didalam telur yaitu air, protein, karbohidrat, lemak, serta beberapa vitamin dan mineral seperti Ca. Diantara beberapa vitamin yang terkandung dalam telur, vitamin A merupakan salah satu zat gizi yang diperlukan tubuh untuk kelangsungan hidup manusia. Pemanfaatan limbah udang sebagai campuran pakan ternak sudah umum dilakukan oleh peternak itik yang terletak di lingkungan tambak udang. Limbah udang menghasilkan pakan ternak dengan nilai gizi ransum yang tinggi dan harganya lebih murah dibandingkan tepung ikan yang digunakan sebagai sumber protein. Penggunaan limbah udang sebagai pakan ternak dengan demikian dapat membantu optimalisasi pemanfaatan limbah udang yang jumlahnya di Indonesia diperkirakan mencapai 119.880 ton per tahun. Limbah udang secara alamai mengandung pigmen karotenoid sehingga akan meningkatkan kualitas warna dari kuning telur. Permasalahan dalam pemasaran produk asal ternak adalah karakteristik produk yang merupakan bahan pangan yang mudah rusak, sehingga proses pengawetan merupakan salah satu cara untuk mengatasinya. Pengasinan merupakan salah satu cara mengawetkan telur untuk memperpanjang masa simpan. Selain itu, rasa asin telur yang dihasilkan menjadikan telur sebagai makanan yang disukai oleh konsumen. Telur itik biasa digunakan peternak unggas untuk membuat telur asin karena mempunyai pori-pori kulit yang lebih besar dibandingkan telur ayam, sehingga kemampuannya dalam menyerap air sangat mudah dan sangat baik jika diolah menjadi telur asin. Telur asin merupakan telur hasil olahan yang melibatkan proses pengasinan serta pemanasan. Proses tersebut akan mempengaruhi kandungan gizi dari telur asin yang dihasilkan. Penelitian ini mempelajari tentang pemanfaatan limbah udang dalam pakan itik dan pengaruhnya terhadap kandungan gizi, khususnya beta karoten dalam telur segar dan setelah diolah menjadi telur asin. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi tentang manfaat limbah udang dalam pakan itik dan
pengaruhnya terhadap kandungan gizi telur segar dan telur asin yang dihasilkan dari itik-itik yang mendapat pakan dengan atau tanpa limbah udang.
PENDAHULUAN Latar Belakang Telur merupakan bahan pangan hasil ternak unggas yang bernilai gizi tinggi. Ternak unggas yang menghasilkan telur antara lain itik. Kandungan gizi telur itik salah satunya dipengaruhi oleh pakan yang dikonsumsi oleh itik tersebut. Komposisi kimia yang terkandung didalam telur yaitu air, protein, karbohidrat, lemak, serta beberapa vitamin dan mineral seperti Ca. Diantara beberapa vitamin yang terkandung dalam telur, vitamin A merupakan salah satu zat gizi yang diperlukan tubuh untuk kelangsungan hidup manusia. Pemanfaatan limbah udang sebagai campuran pakan ternak sudah umum dilakukan oleh peternak itik yang terletak di lingkungan tambak udang. Limbah udang menghasilkan pakan ternak dengan nilai gizi ransum yang tinggi dan harganya lebih murah dibandingkan tepung ikan yang digunakan sebagai sumber protein. Penggunaan limbah udang sebagai pakan ternak dengan demikian dapat membantu optimalisasi pemanfaatan limbah udang yang jumlahnya di Indonesia diperkirakan mencapai 119.880 ton per tahun. Limbah udang secara alamai mengandung pigmen karotenoid sehingga akan meningkatkan kualitas warna dari kuning telur. Permasalahan dalam pemasaran produk asal ternak adalah karakteristik produk yang merupakan bahan pangan yang mudah rusak, sehingga proses pengawetan merupakan salah satu cara untuk mengatasinya. Pengasinan merupakan salah satu cara mengawetkan telur untuk memperpanjang masa simpan. Selain itu, rasa asin telur yang dihasilkan menjadikan telur sebagai makanan yang disukai oleh konsumen. Telur itik biasa digunakan peternak unggas untuk membuat telur asin karena mempunyai pori-pori kulit yang lebih besar dibandingkan telur ayam, sehingga kemampuannya dalam menyerap air sangat mudah dan sangat baik jika diolah menjadi telur asin. Telur asin merupakan telur hasil olahan yang melibatkan proses pengasinan serta pemanasan. Proses tersebut akan mempengaruhi kandungan gizi dari telur asin yang dihasilkan. Penelitian ini mempelajari tentang pemanfaatan limbah udang dalam pakan itik dan pengaruhnya terhadap kandungan gizi, khususnya beta karoten dalam telur segar dan setelah diolah menjadi telur asin. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi tentang manfaat limbah udang dalam pakan itik dan 1
pengaruhnya terhadap kandungan gizi telur segar dan telur asin yang dihasilkan dari itik-itik yang mendapat pakan dengan atau tanpa limbah udang. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian limbah udang dalam pakan itik dan proses pengasinan telur yang dihasilkan terhadap kandungan gizi telur itik segar serta perubahan kandungan gizi dari telur asin yang diproduksi meliputi kadar air, abu, protein kasar, serat kasar, lemak kasar, kalsium, dan beta karoten.
2
TINJAUAN PUSTAKA Telur Telur merupakan bahan pangan yang sempurna, karena mengandung zat-zat gizi yang lengkap bagi pertumbuhan makhluk hidup baru. Protein telur memiliki susunan asam amino esensial yang lengkap, sehingga dijadikan standar untuk menentukan mutu protein dari bahan lain. Keunggulan telur sebagai produk peternakan yang kaya gizi, juga merupakan suatu kendala karena termasuk bahan pangan yang mudah rusak (Winarno dan Koswara, 2002). Telur secara umum mengandung komponen utama yang terdiri atas air, protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Perbedaan komposisi kimia antara spesies terutama terletak pada jumlah dan proporsi zat-zat yang dikandungnya yang dipengaruhi oleh keturunan, makanan dan lingkungan. Membran vitelin adalah salah satu bagian dari kuning telur yang amat penting selama proses pengasinan karena mendorong air keluar dari kuning telur dan mencegah air masuk, mendorong NaCl masuk kedalam kuning telur dan mencegah NaCl keluar (Romanoff dan Romanoff, 1963). Struktur telur berdasarkan Stadelman dan Cotterill (1995), memperlihatkan adanya lapisan-lapisan pada telur, sehingga pada telur yang diasinkan, garam akan masuk secara bertahap dari putih telur ke kuning telur (Gambar 1.).
Gambar 1. Struktur Telur menurut Stadelman dan Cotterill (1995) 3
Bagian kulit telur terdapat banyak pori-pori dengan bentuk yang tidak beraturan sebagai jalan keluar-masuk atau pertukaran air, gas dan bakteri ke dalam telur. Jumlah pori-pori tersebut bervariasi antara 100-200 lubang/cm2 luas permukaan kulit telur. Pori-pori berukuran sangat kecil sekitar 0,01-0,07 mm2 dan tersebar di seluruh permukaan kulit telur (Sirait, 1986). Komposisi kimia telur itik segar dibandingkan dengan telur itik yang diasin dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Kimia Telur Itik Segar dengan Telur Itik yang Diasin Bahan Pangan Telur itik segar Telur itik diasin
Air (g) 70,8 66,5
Protein (g) 13,1 13,6
Lemak (g) 14,3 13,6
Karbohidrat (g) 0,8 1,4
Ca (mg) 56 120
Vit. A (SI) 1230 841
Sumber: Poedjiadi (1994).
Bahan penyusun terbesar dari putih telur setelah air adalah protein. Protein putih telur terdiri atas protein serabut dan protein globular. Protein globular merupakan protein yang berbentuk bola. Protein ini larut dalam larutan garam dan asam encer, juga lebih mudah berubah dibawah pengaruh suhu, konsenterasi garam, pelarut asam dan basa dibandingkan protein serabut. Protein ini juga mudah terdenaturasi (Winarno, 1997). Pengasinan Pengasinan merupakan proses penetrasi garam ke dalam bahan yang diasin dengan cara difusi setelah garam mengion menjadi Na+ dan Cl-. Penambahan garam dalam jumlah tertentu pada suatu bahan pangan dapat mengawetkan bahan pangan tersebut. Hal ini disebabkan adanya kenaikan tekanan osmotik yang menyebabkan plasmolisis sel mikroba yaitu sel mengalami dehidrasi atau keluarnya cairan dari sel dan plasmolisis sel terhadap CO2. Penambahan garam juga akan mengurangi oksigen terlarut, menghambat kerja enzim, dan menurunkan aktivitas air (aw atau kandungan air bebas dalam bahan pangan). Proses pengasinan yang berhasil dengan baik ditentukan oleh karakteristik telur asin yang dihasilkan. Telur asin tersebut bersifat stabil, aroma dan rasa telurnya terasa nyata, penampakan putih dan kuning telurnya baik (Winarno dan Koswara, 2002). Tekanan osmotik dalam larutan garam atau adonan lebih besar daripada tekanan osmotik dalam telur, sehingga larutan garam dapat masuk ke dalam telur.
4
Garam yang digunakan dalam pengasinan adalah NaCl. Mekanisme yang terjadi adalah sebagai berikut : garam NaCl di dalam larutan mengion menjadi Na+ dan Cl-. Kedua ion tersebut berdifusi kedalam telur melalui lapisan kutikula, bunga karang, lapisan mamilari, membran kulit telur, putih telur, membran vitelin, dan selanjutnya ke dalam kuning telur (Sukendra, 1976). Perubahan Kimia Telur saat Proses Pengasinan Denaturasi Protein Denaturasi dapat diartikan sebagai suatu perubahan atau modifikasi struktur sekunder, tersier, dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatanikatan kovalen. Denaturasi protein dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu oleh panas, pH, bahan kimia, gelombang suara, tekanan yang tinggi dan mekanik. Senyawa kimia seperti urea dan garam dapat memecah ikatan hidrogen yang akhirnya menyebabkan denaturasi protein (Winarno, 1997). Pemekaran atau pengembangan molekul protein yang terdenaturasi akan membuka gugus reaktif yang ada pada rantai polipeptida. Selanjutnya akan terjadi pengikatan kembali pada gugus reaktif yang sama atau yang berdekatan. Bila unit ikatan yang terbentuk cukup banyak sehingga protein tidak lagi terdispersi sebagai suatu koloid, maka protein tersebut mengalami koagulasi. Apabila ikatan-ikatan antara gugus-gugus reaktif protein tersebut menahan seluruh cairan, maka terbentuklah gel (Winarno, 1997). Koagulasi Perubahan struktur molekul protein telur adalah akibat dari hilangnya kelarutan, dan pengentalan, atau perubahan dari bentuk cair (sol) menjadi padat atau semi padat (gel) yang dapat disebabkan oleh pemanasan, perlakuan mekanik, garam, asam, alkali, dan bahan alkali lain seperti urea. Perubahan dari sol menjadi gel ini disebut koagulasi (Stadelman dan Cotteril, 1995). Konsentrasi terbesar dalam lapisan putih telur adalah ovomucin. Mucin berperan dalam proses koagulasi. Kalaza mempunyai kandungan mucin yang tinggi dan mempunyai daya tahan terhadap penggumpalan. Sebaliknya, kuning telur mengandung komponen non protein yang merupakan subyek penggumpalan. Bila dalam suatu larutan protein ditambahkan garam, daya larut protein akan berkurang, 5
akibatnya protein akan terpisah sebagai endapan. Peristiwa pemisahan protein ini disebut sebagai salting out. Bila garam netral yang ditambahkan berkonsenterasi tinggi, maka protein akan mengendap (Winarno, 1997). Proses Kemasiran Telur Telur itik yang diasinkan dengan garam akan mempunyai karakteristik kuning telur yang diinginkan seperti : keluaran minyak, warna orange, dan kemasiran yang lebih baik dibanding dengan pengasinan telur ayam (Chi dan Tseng, 1998; Lai et al., 1999). Menurut Lai et al. (1997), mayoritas lemak kuning telur adalah dalam bentuk low density lipoprotein (LDL). Lemak yang muncul ke permukaan telur rebus yang belum diasin hanya sedikit, sebaliknya lemak yang muncul ke permukaan telur yang sudah diasin semakin besar. Hal ini terjadi karena selama pengasinan, low density lipoprotein (LDL) kuning telur bereaksi dengan garam. Akibat reaksi tersebut struktur low density lipoprotein (LDL) menjadi rusak, kemudian lemaknya menjadi bebas dan muncul ke permukaan. Chi dan Tseng (1998) mengatakan, bahwa selama pengasinan terjadi perpindahan air dari kuning telur menuju putih telur. Dehidrasi selama pengasinan ini meningkatkan keluarnya minyak. Lai et al. (1999) menyatakan, besarnya minyak yang keluar seiring dengan pembentukan butiran-butiran berpasir pada kuning telur. Padatan granul polihedral dijumpai pada telur yang sudah diasin. Padatan granul polihedral ini semakin rapat seiring dengan adanya dehidrasi selama pengasinan, ukuran granul juga menjadi lebih besar. Pembesaran granul ini sebagai akibat masuknya air garam kedalam granul dan reaksi garam dengan low density lipoprotein (LDL) didalam granul. Granul polihedral inilah yang memberi kesan atau tekstur masir (Chi dan Tseng, 1998). Kemasiran kuning telur meningkat seiring dengan lamanya pengasinan (Lai et al. ,1999). Tekstur masir ini mempengaruhi tingkat penerimaan konsumen (Chi dan Tseng, 1998). Warna kuning telur sebelum diasin adalah kuning, warna berubah menjadi kuning kecoklatan, coklat tua, orange, atau kuning cerah setelah proses pengasinan (Lai et al., 1999). Perubahan warna kuning telur tersebut berhubungan dengan hilangnya air dan sejumlah lemak yang menjadi bebas, pada kuning telur. Kadar air
6
mempengaruhi konsentrasi pigmen, sedangkan lemak bebas mempengaruhi keluarnya pigmen. Limbah Udang Udang (Litopenaeus vannamei) termasuk filum Arthopoda, kelas Crustacea, ordo Decapoda, dan sub ordo Natania. Tubuh udang dibagi menjadi 3 bagian, yaitu bagian kepala, perut dan ekor. Bagian kepala dapat mencapai 36-49%, bagian daging mencapai 24-41% dan bagian kulit dan ekor mencapai 17-23%. Proses pengolahan udang menghasilkan limbah padat, antara lain kepala, limbah udang, kaki, dan ekor. Limbah tersebut mudah sekali busuk akibat mikroba, sehingga dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Limbah udang memerlukan penanganan yang tepat agar dapat mengurangi pencemaran lingkungan (Dinas Perikanan, 2009). Cangkang udang merupakan salah satu limbah dari proses pengolahan produk perikanan yang memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak dengan kandungan protein yang cukup tinggi. Selain dimanfaatkan sebagai bahan campuran ransum ternak, limbah udangpun dimanfaatkan sebagai bahan campuran dalam pembuatan terasi, petis, atau kerupuk udang, sehingga memiliki nilai ekonomis yang relatif rendah (Dinas Perikanan, 2009). Komposisi kimia limbah udang dan kulit udang dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi Kimia Limbah Udang dan Kulit Udang Komposisi Protein kasar (%) Lemak (%) Serat Kasar (%) Abu (%) Ca (%) Astaxanthin (ppm)
Limbah Udang* 35,8 9,9 13,20** 38,1 12,3 78
Keterangan: * kepala, kulit, dan ekor (No et al., 1989) ** Hartadi et al., 1997
Kulit Udang 16,9 0,6 63,6 24,8 108
Proses pengolahan lanjut mampu mengubah limbah kulit udang dan cangkang kepiting menjadi khitin dan khitosan. Produk bernilai ekonomis tinggi itu bisa dimanfaatkan sebagai obat antikolesterol, obat pelangsing tubuh, perban penghenti pendarahan, dan bahan kaus yang mampu menyerap keringat. Perban berkhasiat yang mampu menahan rapat-rapat aliran darah dibuat dari bahan khitosan. Khitosan merupakan hasil olahan dari limbah kulit udang, kulit lobster, dan cangkang kepiting. 7
Serat dari khitosan ini bisa pula dipakai untuk bahan pakaian dalam seperti kaus singlet, kaus oblong, dan kaus kaki bermutu tinggi. Kaus dari serat bahan khitosan ini mampu menyerap keringat dan menyerap bau badan secara maksimal. Disamping itu, daya serap serat khitosan tadi amat cocok sebagai materi tambahan untuk pembuatan kain tekstil. Berdasarkan riset, serat khitosan mampu mempertahankan warna dari kain tekstil agar tetap cerah walaupun sudah dicuci berkali- kali. Serat dari khitosan ini bagus pula dipakai sebagai bahan penyaring, serta bisa pula dipakai untuk membunuh bakteri dan organisme alami yang muncul (Dinas Perikanan, 2009).
8
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di peternakan itik Muara Angke. Pengujian kandungan gizi telur dilakukan di Laboratorium Biokimia, Fakultas MIPA, Fakultas Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Febuari-Juni 2009. Materi Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan telur asin yaitu telur itik segar yang diperoleh dari peternak itik di Muara Angke untuk telur dari itik yang mendapat pakan limbah udang serta telur itik tanpa penambahan limbah udang dalam pakannya. Bahan lain yang digunakan adalah batu bata merah, garam, dan air. Bahan-bahan yang digunakan untuk pengujian kualitas kimia telur meliputi sampel uji yaitu telur asin dan telur segar dengan perlakuan pakan dengan atau tanpa penambahan limbah udang. Bahan untuk analisis protein kasar yaitu sampel uji, K2SO4, HgO, H2SO4, HCl, air, NaOH, H3BO3, indikator metil merah dan biru dalam alkohol, bahan lain untuk analisis serat kasar yaitu sampel uji, petroleum eter, buffer fosfat 0,1M, enzim alfa amylase, aquades, HCl, enzim pepsin, NaOH 0,1 N, enzim pankreatin, garam celite kering, etanol 90 %, dan aseton, bahan lain untuk analisis lemak yaitu sampel uji dan heksana, bahan lain untuk analisis kalsium yaitu kalsium oksalat, H2SO4, KMnO4, akuades, larutan abu, larutan amonium oksalat, indikator metil merah, amonia encer, dan asam asetat, bahan lain untuk analisis beta karoten vitamin A yaitu sampel uji, kuinol, etanol, potassium hidroksida, petroleum eter, aquades, dietil eter, alkohol absolut, alumina netral, dan pereaksi carr-price. Peralatan yang digunakan untuk pembuatan telur asin yaitu panci dan kompor. Peralatan untuk analisis kadar air yaitu oven, cawan, timbangan, dan desikator. Peralatan untuk analisis abu yaitu timbangan, cawan pengabuan, alat bakar, dan tanur. Peralatan untuk analisis protein kasar yaitu labu kjeldahl, pemanas kjeldahl, pengisap uap, apirator, destilasi, labu Erlenmeyer, kondensor, dan alat titrasi. Peralatan untuk analisis serat kasar yaitu labu Erlenmeyer, pengaduk, alumunium foil, waterbath, pompa vakum, kertas saring, oven, tanur, desikator, dan timbangan. Peralatan untuk analisis lemak yaitu timbangan, selongsong kertas, kapas, oven, alat soxhlet, labu lemak, dan batu didih. Peralatan untuk analisis 9
kalsium yaitu pipet titrasi, gelas piala, pemanas, kertas saring whatman no. 42, dan batang gelas. Peralatan untuk analisis beta karoten vitamin A yaitu timbangan, labu Erlenmeyer, pendingin balik, kertas saring, corong Buchner, penangas uap, alat kromatografi alumina, kapas wool, vakum, tabung reaksi 1 ml, labu takar 10 ml, dan kuvet silica. Rancangan Perlakuan Penelitian ini menggunakan telur itik dengan perlakuan pakan yang berbeda. Telur-telur tersebut berasal dari itik-itik yang mendapatkan perlakuan pakan yang berbeda yaitu dengan penambahan limbah udang dan tanpa penambahan limbah udang. Pakan pokok yang diberikan dapat berupa nasi kering atau dedak. Selama pemeliharaan itik-itik dikandangkan, tetapi kadang-kadang dilepas, khususnya bagi yang tidak mendapatkan pakan tambahan berupa limbah udang. Telur-telur itik segar dan telur asin yang dihasilkan dengan perlakuan pakan yang berbeda, kemudian diuji kandungan gizinya meliputi kadar air, abu, protein kasar, serat kasar, lemak kasar, dan kalsium. Kadar vitamin A diuji melalui pengukuran kandungan provitamin A yaitu beta karoten. Model Model rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap pola searah dengan tiga kali ulangan. Model matematikanya adalah sebagai berikut (Mattjik dan Sumertajaya, 2002) : Yij = µ + τi + εij Keterangan : Yij
: nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ
: rataan umum
τi
: pengaruh perlakuan proses pengasinan dari telur itik dengan pakan yang berbeda (i= telur segar tanpa limbah udang, telur segar dengan limbah udang, telur asin tanpa limbah udang , telur asin dengan limbah udang)
εij
: pengaruh acak pada perlakuan proses pengasinan dari telur itik dengan pakan yang berbeda (i) dan ulangan (j)
10
Peubah Peubah yang diamati pada penelitian ini meliputi kandungan gizi telur segar dan telur asin dari telur itik dengan pakan yang berbeda yaitu tanpa atau dengan penambahan limbah udang. Kandungan gizi yang diuji meliputi kadar air, abu, protein kasar, serat kasar, lemak kasar, kalsium, dan beta karoten. Kadar Air (AOAC, 1984) Pengukuran kadar air dilakukan dengan metode oven. Sebanyak 2 gram sampel ditimbang dalam cawan yang sebelumnya telah ditimbang dan diketahui bobotnya. Sampel telur kemudian dikeringkan kedalam oven bersuhu 105 ºC selama 5 jam, selanjutnya didinginkan didalam desikator dan ditimbang sampai bobotnya konstan. Bobot awal – bobot akhir Perhitungan kadar air (%) =
x 100 % Bobot awal
Kadar Abu (AOAC, 1984) Kadar abu ditentukan menurut metode gravimetri. Sampel sebanyak 5 gram yang telah dihaluskan ditimbang dalam cawan pengabuan yang telah diketahui beratnya. Sampel tersebut kemudian dibakar sampai asapnya habis. Setelah itu dimasukkan kedalam tanur (600 ºC) selama 3 jam atau sampai terbentuk abu dengan berat yang tetap. Kadar abu adalah rasio berat abu dengan berat sampel basah. Kadar abu (%) = Keterangan :
W2 – W
x 100 %
W1 – W W = Berat cawan kosong (g) W1 = Berat cawan dan sampel (g) W2 = Berat konstan cawan dan abu (g)
Kadar Protein Kasar dengan Metode Kjeldhal-Mikro (Apriyantono et al., 1989) Sampel ditimbang sebanyak 0,05-0,1 gram, kemudian dimasukkan kedalam labu Kjeldhal 30 ml. Katalis (1,9 ± 0,1 g K2SO4, 40 ± 10 HgO, dan 2,0 ± 0,1 ml H2SO4) ditambahkan, juga 3–10 ml HCl 0,01 N atau 0,02 N, kemudian dididihkan didalam pemanas Kjeldhal lengkap yang dihubungkan dengan pengisap uap melalui aspirator sampai cairan menjadi jernih. Labu didinginkan dan isinya dipindahkan 11
kedalam alat destilasi. Labu dicuci dan dibilas 5-6 kali dengan 1-2 ml air dan air hasil pencucian ini dipindahkan kedalam alat destilasi, kemudian ditambahkan 2-3 NaOH. Labu Erlenmeyer 125ml yang berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 2-4 tetes indikator (campuran 2 bagian metil merah 0,2 % dalam alkohol dan 1 bagian metilen biru 0,2 % dalam alkohol) diletakkan dibawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam di bawah larutan H3BO3. Larutan NaOH sebanyak 2-3 ml ditambahkan, kemudian dilakukan destilasi sampai tertampung 50 ml larutan destilat (berwarna hijau) didalam labu Erlenmeyer. Tabung kondensor dibilas dengan air dan air bilasannya ditampung didalam labu Erlenmeyer yang sama. Titrasi dilakukan dengan HCl 0,043664 N (0,382%), sampai terjadi perubahan warna menjadi ungu (warna semula) dan dilakukan penetapan blanko. Perhitungan kadar protein kasar dan protein sisa dilakukan dengan rumus : (a-b) x 0,014 x N x c %Protein =
x 100% Bobot sampel
Keterangan :
a = milliliter titer b = milliliter blanko c = faktor konversi telur = 6,25
Serat Kasar dengan Metode Enzimatis (Asp, 1993) Sampel ditimbang sebanyak 1 gram, kemudian ditambahkan petroleum eter dengan perbandingan 1:2, selanjutnya dipindahkan kedalam labu Erlenmeyer, ditambahkan 25 ml buffer fosfat 0,1 M pada pH 6, lalu diaduk sampai terdispersi merata. Enzim alfa amilase ditambahkan sebanyak 0,1 ml dan labu Erlenmeyer ditutup dengan aluminium foil, lalu diinkubasi pada suhu 80 ºC dalam waterbath selama 15 menit sambil diaduk sesekali. Setelah diangkat dan didinginkan ditambah 20 ml aquades. Derajat keasaman (pH) diatur menjadi 1,5 dengan penambahan HCl. Enzim pepsin kemudian ditambahkan sebanyak 0,1 gram, lalu labu Erlenmeyer ditutup kembali dengan aluminium foil dan diinkubasi dalam shaker waterbath dengan suhu 40 ºC selama 60 menit. Setelah itu ditambahkan 20 ml aquades dan pH diatur menjadi 6,8 dengan larutan NaOH 0,1 N. Sebanyak 0,1 gram enzim pakreatin
12
ditambahkan, lalu labu Erlenmeyer ditutup dengan aluminium foil dan diinkubasi dalam shaker waterbath dengan suhu 40 ºC selama 60 menit. Nilai pH diatur dengan larutan HCl menjadi 4,5. Selanjutnya dilakukan penyaringan dengan 0,5 gram garam celite kering yang telah diketahui bobot tetapnya (KS1) dengan dibantu pompa vakum. Terakhir dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 90 %. Residu yang diperoleh (merupakan serat makanan tidak larut/IDF) dicuci dengan 2 x 10 ml aseton. Kertas saring beserta residu untuk selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 105 ºC hingga berat konstan (kira-kira 12 jam) dan ditimbang (KS2). Setelah mencapai berat konstan, dimasukkan dalam cawan pengabuan yang telah diketahui bobot tetapnya (CW1) lalu diarangkan, kemudian diabukan dalam tanur suhu 550 ºC sampai menjadi abu (paling sedikit 5 jam), selanjutnya didinginkan dalam desikator, lalu ditimbang beratnya (CW2). Perhitungan Insoluble Dietary Fiber (IDF) : IDF (% berat sampel kering) =
[(KS2-KS1)-(CW2-CW1)]-B
x 100 %
Berat sampel (g) Keterangan : KS1
= kertas saring kosong (g)
KS2
= kertas saring + residu serat (g)
CW1
= cawan pengabuan kosong (g)
CW2
= cawan pengabuan + abu (g)
B
= blanko bebas serat
Sementara filtrat yang diperoleh (berupa serat makanan larut/SDF) diatur volumenya dengan akuades hingga 100 ml. Sebanyak 400 ml etanol 95% hangat (60ºC) ditambahkan dan didiamkan semalam, kemudian disaring dengan kertas saring yang mengandung 0,5 garam celite kering dan telah diketahui bobot tetapnya (KS3) dengan dibantu pompa vakum. Terakhir dicuci dengan 2 x 10 ml aseton. Kertas saring beserta residunya dikeringkan dalam oven pada suhu 105 ºC hingga beratnya konstan dan ditimbang (KS4). Kertas saring beserta residu dimasukkan dalam cawan pengabuan yang telah diketahui bobot tetapnya (CW3) lalu diarangkan, selanjutnya diabukan dalam tanur suhu 550 ºC sampai menjadi abu, kemudian didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang beratnya (CW4). Blanko diperoleh dengan cara yang sama tapi tanpa menggunakan sampel.
13
Perhitungan Soluble Dietary Fiber (SDF) : SDF (% berat sampel kering) =
[(KS4-KS3)-(CW4-CW3)]-B
x 100 %
Berat sampel (g) Keterangan : KS3
= kertas saring kosong (g)
KS4
= kertas saring + residu serat (g)
CW3
= cawan pengabuan kosong (g)
CW4
= cawan pengabuan + abu (g)
B
= blanko bebas serat
Perhitungan Total Dietary Fiber (TDF) : TDF = IDF + SDF Lemak Kasar (Soxhlet) (SNI, 1992) Pertama-tama sampel ditimbang sebanyak 1-2 gram. Sampel kemudian dimasukkan kedalam selongsong kertas yang dilapisi kapas. Sebelumnya selongsong harus disumbat dengan kapas, lalu dikeringkan kedalam oven pada suhu tidak lebih dari 80 ºC selama kurang lebih 1 jam. Setelah 1 jam, dimasukkan kedalam alat Soxhlet yang telah dihubungkan dengan labu lemak berisi batu didih yang telah dikeringkan dan telah diketahui bobotnya. Ekstraksi dilakukan dengan heksana selama kurang lebih 6 jam. Setelah itu ekstrak lemak dikeringkan dalam oven pengering pada suhu 105 ºC. Apabila proses pengovenan sudah selesai, sampel didinginkan, kemudian ditimbang. Pengeringan diulangi hingga tercapai bobot tetap. Perhitungan : W-W1 x 100 % % lemak
= W2
Keterangan : W
= Bobot contoh (gram)
W1
= Bobot lemak selama ekstraksi (gram)
W2
= Bobot labu lemak sesudah ekstraksi (gram)
Kadar Kalsium (Metode Titrasi KMnO4) Prinsip : Kalsium diendapkan sebagai kalsium oksalat. Endapan dilarutkan dalam H2SO4 encer panas dan dititrasi dengan KMnO4.
14
Cara Kerja: Sebanyak 20 – 100 ml larutan abu hasil pengabuan kering dimasukkan ke dalam gelas piala 250 ml, jika perlu ditambahkan 25 – 50 ml akuades. Selanjutnya 10 ml larutan amonium oksalat jenuh dan 2 tetes indikator metil merah ditambahkan ke dalam larutan abu tersebut. Amonia encer ditambahkan untuk membuat larutan menjadi sedikit basa, kemudian kedalam larutan ditambahkan beberapa tetes asam asetat sampai warna larutan merah muda (pH 5,0) dan bersifat sedikit asam. Larutan dipanaskan sampai mendidih, kemudian didiamkan selama paling tidak 4 jam atau semalam pada suhu kamar. Penyaringan dilakukan dengan kertas saring Whatman No. 42 dan dilakukan pembilasan dengan akuades sampai filtrat bebas oksalat (jika digunakan HCl dalam pembuatan larutan abu, filtrat hasil saringan terakhir harus bebas Cl dengan mengujinya menggunakan AgNO3). Ujung kertas saring dilubangi dengan menggunakan batang gelas, kemudian dilakukan pembilasan dan endapan dipindahkan dengan H2SO4 encer panas (1 + 4) ke dalam gelas piala bekas tempat mengendapkan kalsium, kemudian dilakukan pembilasan satu kali lagi dengan air panas. Masih dalam keadaan panas (70 – 80°C) dilakukan titrasi dengan larutan KMnO4 0,01N sampai larutan berwarna merah jambu permanen yang pertama. Kertas saring dimasukkan dan titrasi dilakukan sampai terjadi warna merah jambu permanen yang kedua. Adapun rumus perhitungan kadar Ca dalam sampel sebagai berikut: ml titrasi x 0,2 x total volume larutan abu mgCa/100g sampel =
x 100 volume larutan abu x berat sampel
Jika normalitas KMnO4 tidak sama dengan 0,01 N, maka : mgCa/100g sampel =
ml titrasi x N.KmnO4 x 20 x volume total larutan abu
x 100
volume larutan abu x berat sampel Kadar Beta Karoten Vitamin A (Apriyantono et al., 1989) Analisis pengukuran kadar vitamin A diawali dengan proses penyabunan dan ekstraksi. Proses penyabunan dilakukan dengan cara menimbang sejumlah sampel (tidak lebih dari 25 gram) yang mengandung lebih kurang 80 µg vitamin A, kemudian dimasukkan kedalam labu 250 ml. Pada labu tersebut ditambahkan 20 ml
15
kuinol, 60 ml etanol (96% w/v), 10 ml larutan potasium hidroksida 60% dan 10 ml petroleum eter, lalu dididihkan dengan pendingin balik selama 30 menit (dihindarkan dari cahaya) dan didinginkan. Apabila setelah penyabunan tidak ada lagi padatan yang tertinggal, maka seluruh isi labu dipindahkan kedalam labu pemisah, kemudian labu dicuci dengan 80 ml air sebanyak dua kali, hasil cucian dimasukkan kedalam labu pemisah. Jika setelah penyabunan masih ada padatan yang tertinggal, larutan harus disaring terlebih dahulu melalui corong Buchner menggunakan kertas saring berukuran tepat dan dimasukkan kedalam labu pemisah. Proses dilanjutkan dengan menambahkan 160 ml aquades kedalam ekstrak dan sebanyak 100 ml dietil eter ditambahkan kedalam ekstrak di dalam labu pemisah. Labu pemisah dikocok secara kontinu sambil sewaktu-waktu dibuka tutupnya untuk mengurangi tekanan didalam botol. Kedua fase dibiarkan terpisah secara sempurna. Proses kedua adalah ekstraksi. Proses ini diawali dengan cara mengekstrak fase aqueous sebanyak 3 kali, masing-masing menggunakan 50 ml dietil eter, dan mencampurkan lapisan eter yang didapat kedalam fase eter hasil aqueous. Selanjutnya sebanyak 50-100 ml aquades ditambahkan kedalam ekstrak eter, kemudian labu digoyangkan memutar perlahan-lahan. Fase aqueous bagian bawah dibuang. Pencucian dilanjutkan dengan 50 ml aquades sampai air cucian bebas alkali (tes dengan fenolftalein). Setelah air cucian terakhir dibuang, ekstrak eter didiamkan beberapa menit jika ada, lapisan air dibuang dengan hati-hati. Ekstak eter diuapkan diatas penangas uap sampai kering sambil mengeringkan gas inert kedalam wadah ekstrak eter. Sebanyak 2 ml alkohol absolut ditambahkan segera setelah dietil eter menguap (jangan sampai residu terlalu lama mengering). Proses penguapan diulangi lagi sampai kering menggunakan aliran gas inert. Proses penguapan terus sebanyak 2 kali. Setelah proses penguapan, dilanjutkan dengan melarutkan residu dengan 5 ml petroleum eter, kemudian diuapkan dengan aliran gas inert sampai kering. Proses ini diulangi sebanyak 2 kali, yang terakhir dengan cara melarutkan residu dengan 2 ml petroleum eter.
16
Penetapan Vitamin A dengan Kromatografi Kolom Alumina Penentuan kadar vitamin A dilanjutkan melalui kromatografi alumina, yang diawali dengan meletakkan sejumlah kecil kapas wool dibagian dasar dari kolom kromatografi atas, kemudian petroleum eter dituangkan sampai setinggi setengah kolom dan 55 g alumina netral. Petroleum eter dibiarkan mengalir melalui permukaan alumina sampai tinggal lebih kurang 2 mm di atas permukaan (menggunakan tekanan gas inert). Larutan yang terbentuk setelah dilarutkan dengan residu 2 ml petroleum eter, dituangkan kedalam kolom, kemudian wadah ekstrak dicuci berturut-turut dengan 1 ml petroleum eter dan dimasukkan cucian kedalam kolom. Pengembangan kolom (elusi) dilakukan dengan menggunakan vakum. Secara berturut-turut hasil ekstrak dituangkan kedalam kolom, pada saat meniscus dari larutan yang terdahulu mencapai permukaan alumina, 5 ml petroleum eter, kemudian masing-masing 5 ml larutan pengelusi dietil eter 4-20 % dalam petroleum eter. Apabila selama elusi menggunakan petroleum eter sampai dietil eter 12 % dalam petroleum eter karoten ikut terelusi, maka harus dipisahkan dan disimpan untuk analisis β-karoten. Kolom kromatografi dipasang dibawah yang berisi 1 gram alumina basa dalam petroleum eter segera setelah menuangkan larutan pengelusi dietil eter 20%. Eluen ditampung didalam tabung-tabung reaksi berskala 1 ml. Proses dilanjutkan dengan pengembangan kolom dengan masing-masing 5 ml larutan pengelusi dietil eter 24 dan 36 % sampai seluruh vitamin A terelusi. Sebanyak 0,2 ml larutan diambil dari masing-masing tabung, kemudian ditambahkan 0,3 ml pereaksi carr-price. Warna biru menunjukkan adanya vitamin A. Setiap tabung reaksi yang mengandung vitamin A diambil sebanyak 0,5 ml larutan dan dimasukkan kedalam labu takar 10 ml, lalu diencerkan dengan petroleum eter sampai tanda tera. Tingkat absorbasi diukur dengan kuvet silica pada 323, 324, 325, dan 326 nm. Pada proses ini, petroleum eter digunakan sebagai blanko. D x 106 x 2 Perhitungan vitamin A = 1830 x 100 x W Keterangan : W = berat sampel (g) D = absorbansi E i% 1cm untuk vitamin A dalam petroleum eter = 1830 ( λ 324 nm)
17
Analisis Data Data hasil uji kandungan gizi telur segar dan telur asin yang telah dianalisis dengan Anova, diuji lanjut dengan uji Duncan, kecuali pengujian beta karoten dilakukan secara komposit pada semua perlakuan pakan yang berbeda baik untuk telur segar maupun telur asin. Pengujian komposit yaitu dengan cara mengambil 1/3 bagian dari setiap ulangan sampel untuk dianalisa sesuai peubah yang diamati. Interpretasi data untuk beta karoten dilakukan secara deskriptif. Prosedur Penelitian ini terdiri atas pembuatan telur asin baik telur asin dari itik yang diberi pakan dengan penambahan limbah udang maupun itik yang tidak diberikan pakan limbah udang. Pengujian kandungan gizi telur segar dan telur asin untuk kedua perlakuan meliputi kadar air, abu, protein kasar, serat kasar, lemak kasar, kalsium, dan beta karoten. Pembuatan Telur Asin Pembuatan telur asin menggunakan metode penggaraman dengan bahan batu bata merah dan garam sebagai pembalut. Batu bata merah dan garam dengan perbandingan 3: 1 (450 g : 150 g) dicampur, lalu diaduk. Air hangat sedikit demi sedikit dituang sampai adonan bisa dikepal. Setiap butir telur dibalut dengan adonan setebal ± 0,5 cm, sebelumnya kulit telur dicuci terlebih dahulu sampai bersih. Setelah selesai, telur yang sudah dibalut tadi disimpan selama 7 hari pada tempat yang bersih dan kering. Balutan telur dicuci setelah 7 hari berikutnya dan telur direbus dengan api sedang selama 30 menit. Tahapan proses pembuatan telur asin dapat dilihat pada Gambar 2.
18
Pencucian telur itik mentah
Pembuatan adonan balutan (batu bata merah : garam = 3: 1) + air hangat
Pembalutan adonan ke masing-masing telur, ketebalan 0,5 cm
Penyimpanan selama 7 hari
Pencucian balutan
Perebusan
Telur Asin Matang
Gambar 2. Tahapan Proses Pembuatan Telur Asin (Sundari dan Komalasari, 2000)
19
HASIL DAN PEMBAHASAN Penambahan limbah udang pada pakan itik menghasilkan telur-telur segar maupun telur asin dengan komposisi kimia yang beragam. Hasil analisis kadar air telur itik segar dan setelah proses pengasinan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Kadar Air Telur Itik Segar dan Asin yang Mendapat Pakan atau Tanpa Penambahan Limbah Udang Perlakuan
Air (%)
TSTL TSDL TATL TADL
56,35b ± 1,92 56,53b ± 0,86 9,42a ± 0,62 9,55a ± 0,78
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05). TSTL = Telur segar, pakan tanpa limbah udang, TSDL = Telur segar, pakan dengan limbah udang, TATL = Telur asin, pakan tanpa limbah udang, TADL = Telur asin, pakan dengan limbah udang.
Kadar Air Kadar air dalam telur itik segar maupun yang telah mengalami pengasinan dari itik-itik yang mendapatkan pakan dengan atau tanpa penambahan limbah udang tidak berbeda nyata dan mempunyai kisaran untuk telur segarnya sebesar 56%, sedangkan telur asinnya sebesar 9,5%. Hal tersebut menunjukkan bahwa penambahan limbah udang pada pakan itik tidak mempengaruhi kadar air baik pada telur itik segar maupun pada telur asin yang dihasilkan. Proses pembuatan telur asin nyata (p<0,05) menurunkan kadar air dari telur itik segar pada kedua perlakuan hingga ± 45% lebih rendah. Penurunan kadar air dari telur itik segar tersebut terutama disebabkan proses pemanasan pada saat perebusan telur asin. Pemanasan menyebabkan perubahan komponen telur dari cair (sol) menjadi semi padat atau padat (gel) yang disebut dengan koagulasi (Stadelman dan Cotterill, 1995). Terjadinya koagulasi menyebabkan pengurangan kadar air pada telur asin, karena bagian cair pada telur segar yang terdiri atas putih dan kuning telur setelah perebusan berubah menjadi semi padat, sehingga pengujian terhadap kadar air dari padatan telur asin, menghasilkan jumlah yang lebih rendah dibandingkan pada telur itik segar sebagai bahan bakunya. Komponen putih dan kuning telur pada telur itik segar masih dalam keadaan cair. Adanya penambahan garam (NaCl) pada 20
pembuatan telur asin selain sebagai penambahan citarasa, juga akan menyebabkan air bebas terikat, sehingga garam berfungsi pula sebagai pengawet. Air bebas yang telah terikat tidak mampu digunakan oleh mikroorganisme (Fardiaz, 1992), sehingga telur asin, secara umum akan mempunyai umur simpan yang lebih lama pada suhu ruang dibandingkan telur itik segar. Hasil analisis komposisi kimia telur itik segar dan setelah proses pengasinan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Kandungan Gizi Telur Itik Segar dan Asin yang Mendapat Pakan dengan atau Tanpa Penambahan Limbah Udang Abu Protein Serat Kasar Lemak Kalsium (mg/100gr) Perlakuan ----------------------- (%)----------------------------1,96a±0,09 21,69c±0,15 9,26a±0,24 6,36a±0,17 0,23a±0,01 TSTL b b b 2,24 ±0,24 20,90 ±0,13 10,08 ±0,21 7,54b±0,20 0,29b±0,03 TSDL 3,27c±0,15 20,99b±0,15 13,23c±0,22 9,09c±0,63 0,23a±0,01 TATL c a c 2,99 ±0,03 19,61 ±0,50 13,09 ±0,31 8,74c±0,30 0,32b±0,02 TADL Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05). TSTL = Telur segar, pakan tanpa limbah udang, TSDL = Telur segar, pakan dengan limbah udang, TATL = Telur asin, pakan tanpa limbah udang, TADL = Telur asin, pakan dengan limbah udang.
Kadar Abu Unsur mineral juga dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Pada proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar, tetapi zat anorganiknya tidak, karena itulah disebut abu (Winarno, 1992). Kadar abu dalam telur itik segar dari itik-itik yang mendapatkan pakan dengan atau tanpa penambahan limbah udang berbeda nyata (P<0,05). Kadar abu telur segar dari itik yang mendapatkan pakan dengan penambahan limbah udang nyata lebih besar. Hal tersebut menunjukkan bahwa penambahan limbah udang pada pakan itik nyata meningkatkan kadar abu pada telur itik segar yang diproduksi. Hal tersebut dikarenakan kadar abu dalam limbah udang yang mencapai 38,1% (No et al., 1989) sehingga komposisi mineral atau abu didalam telur itik segar dengan limbah 0,28% lebih besar dibandingkan dengan telur segar dari itik yang tidak mendapatkan penambahan limbah udang dalam pakannya. Proses pembuatan telur asin nyata menyebabkan peningkatan kadar abu telur itik segar pada kedua perlakuan (P<0,05), tetapi kadar abu telur asin dari kedua perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Bila dibandingkan dengan telur 21
itik segar, kadar abu telur asin secara berturut-turut adalah TATL (3,27%) > TADL (2,99%) > TSDL (2,24%) > TSTL (1,96%). Peningkatan tersebut terjadi karena adanya penambahan garam pada saat proses pengasinan yang menyebabkan ion Na+ (natrium) dan ion Cl- (klor) masuk kedalam telur dan menambah jumlah mineral yang ada didalam telur asin tersebut. Menurut Richards (1997), kandungan mineral telur antara lain kalsium, fosfor, natrium, klor, magnesium, mangan, besi, tembaga, seng, iodium, dan selenium. Kadar Protein Kasar Menurut Matram (1984), susunan, keambaan, bentuk, dan cara pemberian pakan merupakan salah satu faktor lingkungan yang penting dalam mempengaruhi komposisi kimia telur. Hasil menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan pemberian pakan atau proses pengasinan memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap kandungan protein kasar dalam telur segar maupun telur asin. Kadar protein tertinggi 21,69% didapatkan pada telur segar dari itik yang mendapat pakan tanpa penambahan limbah udang. Itik-itik tersebut yang dalam pemeliharaannya kadangkadang digembalakan, menyebabkan itik mendapatkan pakan sumber protein tambahan sebagai contoh cacing dengan kandungan protein yang cukup tinggi yaitu 60-70% (Dinas Perikanan, 2009), sehingga akan mampu meningkatkan kadar protein telur segarnya. Limbah udang memiliki kadar protein sebesar 35,8% (No et al., 1989) sehingga dapat pula digunakan sebagai sumber protein. Peternak itik yang memberikan
pakan
dengan
penambahan
limbah
udang
cenderung
tidak
menggembalakan itik-itiknya. Berdasarkan hasil analisis kadar protein pada telur itik segar, didapatkan bahwa penggembalaan itik dapat membantu itik-itik memenuhi kebutuhan sumber protein pada pakan. Proses pengasinan menurunkan secara nyata (P<0,05) kadar protein telur asin dibandingkan dalam telur segar, baik yang berasal dari itik-itik dengan atau tanpa penambahan limbah udang dalam pakannya. Hal tersebut dapat dikarenakan penambahan garam mengurangi daya larut protein, sehingga ketika diuji terlihat nilainya berkurang akibat proteinnya terpisah menjadi endapan karena pada pengujian dengan cara Kjeldahl sampelnya dilarutkan. Hal tersebut dikuatkan dengan pernyataan Winarno (1997) yang mengatakan bahwa bila dalam suatu larutan protein ditambahkan garam, daya larut protein akan berkurang, akibatnya protein akan 22
terpisah sebagai endapan. Peristiwa pemisahan ini disebut salting out. Bila garam netral yang ditambahkan berkonsentrasi tinggi, maka protein akan mengendap. Kadar Serat Kasar Kadar serat kasar dalam telur itik segar dari itik yang mendapatkan pakan dengan atau tanpa penambahan limbah udang berbeda nyata (P<0,05). Perlakuan pakan tidak memberikan pengaruh terhadap kadar serat kasar telur asin yang dihasilkan darinya. Serat kasar termasuk kedalam karbohidrat. Kadar serat kasar dari limbah udang (kepala, kulit, dan, ekor) berkisar 13,20 % (Hartadi et al., 1997). Telur segar yang diproduksi dari itik dengan penambahan limbah udang dalam pakannya memiliki nilai serat kasar yang lebih besar daripada tanpa penambahan limbah udang, sehingga dapat dikatakan bahwa penambahan limbah udang nyata meningkatkan kadar serat kasar dalam telur segar. Setelah proses pengasinan, secara numerik kadar serat kasar telur asin yang berasal dari itik-itik dengan pakan tanpa penambahan limbah udang, sedikit lebih besar dari telur asin yang berasal dari itikitik yang mendapatkan pakan dengan penambahan limbah udang (13,23% vs 13,09%), walaupun perbedaan ini tidak nyata secara statistik. Kadar serat kasar pada telur asin nyata meningkat dibandingkan pada telur segarnya untuk kedua perlakuan pakan yang berbeda. Hal ini sebagai akibat dari penurunan kadar air yang disebabkan dalam proses pembuatan telur asin. Penurunan kadar air akan meningkatkan kadar bahan keringnya, yang meliputi serat kasar. Kadar Lemak Kasar Perlakuan pemberian pakan yang berbeda nyata berpengaruh terhadap kadar lemak telur itik segar yang diproduksi. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan limbah udang dalam pakan itik nyata meningkatkan kadar lemak telur segar yang dihasilkan. No et al. (1989) menyatakan bahwa kadar lemak yang terdapat pada limbah udang berkisar 9,9%, sehingga memungkinkan limbah udang sebagai tambahan sumber lemak dalam pakan dan keberadaannya akan menyebabkan penambahan kandungan lemak dalam telur segar yang diproduksi oleh itik-itik yang mendapat pakan ditambah limbah udang. Faktor yang dapat mempengaruhi kadar lemak telur diantaranya adalah modifikasi komposisi pakan yang diberikan (Matsura, 2001). 23
Proses pengolahan telur segar menjadi telur asin nyata meningkatkan kadar lemaknya, yaitu sebesar 2,73% (dari 6,36% menjadi 9,09%) untuk telur asin asal itikitik yang tidak mendapat pakan dengan penambahan limbah udang dan sebesar 1,20% yaitu dari 7,54% menjadi 8,74% untuk telur asin asal itik-itik yang mendapat pakan dengan penambahan limbah udang. Proses pengasinan menurut Lai et al. (1997), dapat menyebabkan kenaikan nilai kadar lemak dengan mekanisme bahwa, selama pengasinan low density lipoprotein (LDL) yang merupakan mayoritas lemak dalam kuning telur bereaksi dengan garam. Hal ini mengakibatkan struktur LDL menjadi rusak, kemudian lemak yang dikandungnya menjadi bebas dan muncul ke permukaan. Kenaikan kadar lemak dalam telur asin diperkuat dengan adanya penurunan kadar air dari produk akhir. Perlakuan pakan yang berbeda pada itik yaitu dengan atau tanpa penambahan limbah udang, menghasilkan telur asin dengan kadar lemak yang tidak berbeda. Kadar Kalsium Kadar kalsium pada limbah udang berkisar 24,8% (No et al., 1989). Hasil analisis menunjukkan jumlah kadar kalsium pada telur segar dan telur asin dari itik yang mendapatkan pakan dengan penambahan limbah udang nyata lebih besar daripada telur segar dan telur asin dari itik yang mendapatkan pakan tanpa penambahan limbah udang (P< 0,05). Penambahan limbah udang ke dalam pakan itik dapat berfungsi sebagai sumber kalsium ditunjukkan dengan jumlah kandungannya yang nyata lebih tinggi dalam telur-telur itik yang dihasilkan. Hal ini memperkuat hasil analisis yang menunjukkan bahwa kandungan abu atau mineral dalam telurtelur dari itik yang mendapatkan pakan dengan penambahan limbah udang nyata lebih besar dari telur-telur itik dengan pakan tanpa penambahan limbah udang. Penelitian ini sejalan dengan Poedjiadi (1994) yang mendapatkan bahwa kalsium merupakan salah satu komponen dan mineral utama di dalam telur yang dominan di dalam mineral limbah udang (No, et al., 1984). Proses pengasinan tidak berpengaruh terhadap kadar kalsium dalam telur asin yang dihasilkan karena penambahan mineral saat proses pengasinan berasal dari ion Na+ (natrium) dan ion Cl- (klor) yang terdapat pada garam. Kadar kalsium dalam telur itik segar yang mendapat pakan tanpa penambahan limbah udang tetap sebesar 0,23 mg/100g setelah proses pengasinan sedangkan untuk telur asal itik yang 24
mendapat pakan dengan penambahan limbah udang naik nilainya dari 0,29 menjadi 0,32 mg/100g setelah proses pengasinan. Kadar Beta Karoten Karotenoid merupakan suatu pigmen yang terdapat pada tanaman maupun hewan yang merupakan prekursor vitamin A. Bahan pewarna kuning telur adalah xanthophyll, suatu pigmen karotenoid yang terdapat dalam jagung kuning, tanaman alfalfa, dan corn gluten meal. Zat warna xanthophyll dalam pakan merupakan senyawa yang paling berpengaruh terhadap warna kuning telur (Stadelman dan Cotterill, 1984). Tabel 5. Kandungan Beta Karoten Telur Itik Segar dan Asin yang Mendapat Pakan dengan atau Tanpa Penambahan Limbah Udang Perlakuan Beta Karoten (mg/100 g) TSTL
951,48
TSDL
979,30
TATL
884,35
TADL
882,22
Keterangan : TSTL= Telur segar, pakan tanpa limbah udang, TSDL = Telur segar, pakan dengan limbah udang, TATL = Telur asin, pakan tanpa limbah udang, TADL = Telur asin, pakan dengan limbah udang.
Kadar beta karoten dari telur segar itik yang mendapat pakan tanpa atau dengan limbah udang berturut-turut adalah 951,48 mg/100 g dan 979,30 mg/100 g. Setelah proses pengasinan kadar beta karoten secara berturut-turut adalah 882,22 mg /100g telur asin itik yang mendapat pakan limbah udang dan tanpa limbah 884,35 mg/100g. Secara deskriptif dapat ditunjukkan bahwa penambahan limbah udang dalam pakan itik dapat meningkatkan kandungan beta karoten dalam telur segar atau warna merah pada kuning telur yang diproduksinya. Raharjo (1985) disitir Sahara (2006) melaporkan bahwa pemberian limbah udang sampai 30% untuk menggantikan tepung ikan dan bungkil kedele nyata meningkatkan produksi telur sebanyak 12% dan meningkatkan efisiensi penggunaan pakan sebesar 18%, serta memberikan warna kuning telur menjadi lebih baik. Perbaikan warna kuning telur pada pemberian 30% pakan limbah udang mungkin disebabkan oleh adanya pigmen
25
yang dikandung dalam udang, seperti astaxantine yang memberikan warna kuning kemerahan. Warna kuning dari telur itik segar dan telur asin yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 3. a) Telur Segar
TSTL (Nilai Indeks Kuning Telur 8)
TSDL (Nilai Indeks Kuning Telur 14)
b) Telur Asin
TATL (Nilai Indeks Kuning Telur 8)
TADL (Nilai Indeks Kuning Telur 14)
Keterangan : TSTL = Telur segar, pakan tanpa limbah udang; TSDL = Telur segar, pakan dengan limbah udang; TATL = Telur asin, pakan tanpa limbah udang; TADL = Telur asin, pakan dengan limbah udang
Gambar 3. Warna Kuning Telur Itik Segar dan Asin yang Mendapat Pakan dengan dan Tanpa Penambahan Limbah Udang Bila dibandingkan dengan standar warna kuning telur/index kuning telur dapat ditunjukkan bahwa kuning telur dari itik yang mendapat pakan dengan penambahan limbah udang nyata lebih kuning dibandingkan bila pakan tidak ditambah dengan limbah udang, yaitu dengan nilai indeks 8 untuk telur itik yang tidak mendapat pakan limbah udang dan nilai indeks 14 untuk telur itik yang mendapat pakan limbah udang. Peningkatan indeks kuning telur terjadi akibat pengaruh pakan limbah udang yang diberikan, pigmen astaxantine yang terdapat dalam limbah udang memberikan warna kuning kemerahan pada kuning telurnya.
26
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penambahan limbah udang dalam pakan itik mempengaruhi kadar abu, kadar protein, kadar serat kasar, kadar lemak dan kadar kalsium dalam telur itik segar, serta kadar protein dan kadar kalsium dalam telur itik asin. Proses pengasinan berpengaruh nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar serat kasar, kadar lemak kasar, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap kadar kalsium. Penambahan limbah udang pada pakan menyebabkan warna kuning telur itik yang kuning kemerahan. Peningkatan indeks kuning telur karena peningkatan β-karoten. Saran Peternak itik yang berada di wilayah penambakan udang disarankan untuk memanfaatkan limbah udang sebagai tambahan pakan bagi itik-itik yang dipeliharanya karena mampu meningkatkan nilai nutrisi (kadar abu, protein kasar, serat kasar, lemak kasar, kalsium dan beta karoten) dalam telur yang diproduksi. Pemanfaatan limbah udang bagian lain (kepala dan ekor) untuk pakan juga dapat diteliti lebih lanjut, karena dapat meningkatkan asupan protein, lemak dan serat kasar bagi itik, sehingga kemungkinan akan dihasilkan telur-telur dengan kualitas yang lebih baik.
27
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Zakiah Wulandari, STP, M.Si dan Dr. Ir. Rarah Ratih Adjie Maheswari atas bimbingan, saran, dan segala perhatiannya kepada penulis selama penyelesaian tugas akhir ini. Ucapan terima kasih pun penulis sampaikan kepada Alm. Ir. Sudjana Natasasmita dan Dr. Ir. Henny Nuraini, MSi sebagai dosen pembimbing akademik. Terima kasih kepada Dr. Ir. Henny Nuraini MSi, Dr. Ir. Sumiati MSc, serta Ir. Lucia Cyrilla MSi atas saran dan masukkannya terhadap tugas akhir ini. Kepada Ayahanda Mochamad Imransyah dan Ibunda Etty Surtiasih terima kasih atas segala kasih sayang, doa dan motivasi tak terhingga yang diberikan baik dukungan moril maupun materiil. Terima kasih kepada kakakku Annisa Miranty Gumay dan adikku Caesarika Fouranty Gumay atas segala doa, kasih sayang, dan dukungannya. Terima kasih kepada keluarga besar mama dan papa atas segala doa, kasih sayang, dan motivasi yang diberikan. Terima kasih kepada teman-teman THT 39, khususnya Heidy, Irma, Elih, Joni, Umi, Dian dan Ratih atas bantuan yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir. Terima kasih kepada teman-teman di tempat kost Padasuka, Luthfi, Rian Dina, Ata, dan almarhumah Katti atas kegembiraan, tawa, dan motivasi selama penulis kuliah, juga tak lupa kepada teman-teman di Wisma Gajah. Terima kasih kepada Enggo, Suci yang memberikan motivasi agar tugas akhir ini diselesaikan. Terima kasih kepada Pak Hasan, peternak itik di Muara Angke. Penulispun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya tugas akhir ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Bogor, Oktober 2009 Penulis
28
DAFTAR PUSTAKA Association of Official Analytical Chemist (AOAC). 1984. Official Methods of The Accociation of Official Agriculture Chemist. AOAC Inc. 14th Edition. Washington. Apriantono A., D. Fardiaz, N. L. Puspitasari, Sedarnawati, dan S. Budiyanto. 1989. Analisis Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Asp, N.G., C.G. Johanson, H. Halimer and M. Siljestrom.1993. Rapid enzymatic assay of insoluble and soluble dietary fiber. J. Agric. Food Chem. 31:467482. Badan Standardisasi Nasional. 1992. Cara Uji Makanan dan Minuman. SNI-012891-1992. Chi, S. P and K. H. Tseng. 1998. Physicochemical properties of salted pickled yolks from duck and chicken eggs. J. Food Sci. 63:27-30. Dinas Perikanan Propinsi DKI Jakarta. 2009. Brosur informasi proyek peningkatan diversifikasi usaha perikanan. www.forum.o-fish.com. Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo dan A.D. Tilman. 1997. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Cetakan ke empat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Lai, K. M., W. C. Ko, and T. H. Lai. 1997. Effect of NaCl penetration rate on the granulation and oil-off of the yolk of salted duck egg. J. Food Sci. Technol. Int. Tokyo. 3:269-273. Lai, K. M., W. C. Ko dan T. H. Lai. 1999. Changes in yolk states of duck egg during long-term brining. Journal Agric. Food Chem. 47:773-736. Matram, R. B. 1984. Pengaruh imbangan kalori atau protein dan pembatasan ransum terhadap pertumbuhan dan produksi telur itik bali. Disertasi. Universitas Padjajaran. Bandung. Matsura, H. 2001. Saponins in garlic as modifiers of the risk of cardiovascular disease. J. Nutr. 131:1000S-1005S. Mattjik, A.A. dan I.M. Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan. Jilid I. Edisi kedua. Jurusan Statistika FMIPA. Institut Pertanian Bogor, Bogor. No, H. K., S. P. Meyers, and K.S. Lee. 1989. Isolation and characterization of chitin from crawfish shell waste. J. Agric. Food Chem. 37(3):575-579. Poedjiadi, A. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Universitas Indonesia-Press. Jakarta. Richards, M. P. 1997. Trace mineral metabolism in avian embryo. Poultry Sci. 76:152-164. Romanoff, A.L and A.J. Romanoff. 1963. The Avian Eggs. John Willey and Sons, Inc, New York. 29
Sahara, E. 2006. Peningkatan indeks warna kuning telur dengan pemberian daun kaliandra (Calliandra calothyrsus) dan kepala udang dalam pakan itik. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Sirait, C.H. 1986. Telur dan Pengolahannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Stadelman, W.J. and O.J. Cotterill. 1995. Egg Science and Technology. The AVI Publishing, Inc. Westportt. Connecticut. Sukendra, L. 1976. Pengaruh cara pengasinan telur bebek (Muscovy sp.) dengan menggunakan adonan campuran garam dan bata terhadap mutu telur asin selama penyimpanan. Tesis. Fakultas Mekanisasi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sundari, S.M.M. dan L. Komalasari. 2000. Penuntun Praktikum Penanganan Hasil Ternak Unggas. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Winarno. F. G. dan S. Koswara. 2002. Telur : Komposisi, Penanganan dan Pengolahannya. M –Brio Press, Bogor
30
LAMPIRAN
31
Lampiran 1. Tabel Rataan dan Standar Deviasi Komposisi Kimia Telur Itik Segar dan Asin yang Mendapat Pakan dengan atau Tanpa Penambahan Limbah Udang No.
Telur Segar Tanpa Dengan Limbah Limbah
Komposisi Kimia
1 Air
2 Abu
3 Protein Kasar
4 Serat Kasar
5 Lemak
6 Kasium
Ulangan 1 2 3 Rataan SD Ulangan 1 2 3 Rataan SD Ulangan 1 2 3 Rataan SD Ulangan 1 2 3 Rataan SD Ulangan 1 2 3 Rataan SD Ulangan 1 2 3 Rataan SD
Telur Asin Tanpa Dengan Limbah Limbah
54,28 58,06 56,72 56,35 1,92
55,64 57,36 56,58 56,53 0,86
10,08 9,34 8,84 9,42 0,62
8,66 9,86 10,12 9,55 0,78
1,88 2,05 1,95 1,96 0,09
2,12 2,09 2,52 2,24 0,24
3,41 3,28 3,12 3,27 0,15
2,97 2,99 3,02 2,99 0,03
21,72 21,53 21,82 21,69 0,15
20,86 21,05 20,79 20,90 0,13
20,82 21,02 21,12 20,99 0,15
19,27 19,37 20,18 19,61 0,50
9,46 8,99 9,32 9,26 0,24
10,09 9,87 10,28 10,08 0,21
13,4 13,31 12,98 13,23 0,22
13,44 12,88 12,94 13,09 0,31
6,52 6,19 6,38 6,36 0,17
8,5 8,64 9,07 8,74 0,30
7,76 7,37 7,5 7,54 0,20
9,76 8,52 8,99 9,09 0,63
0,24 0,22 0,24 0,23 0,01
0,28 0,32 0,26 0,29 0,03
0,23 0,23 0,24 0,23 0,01
0,30 0,33 0,32 0,32 0,02 32
Lampiran 2. Analysis of Variance (ANOVA) Kadar Air Sumber Keragaman Perlakuan Error Total
JK 6 614,855 10,821 6 625,676
DB 3 8 11
KT 2 204,952 1,353
F 1 630,158
P 7,591
F 52,584
P 7,591
Lampiran 3. Analysis of Variance (ANOVA) Kadar Abu Sumber Keragaman Perlakuan Error Total
JK 3,418 0,173 3,591
DB 3 8 11
KT 1,139 0,022
Lampiran 4. Analysis of Variance (ANOVA) Kadar Protein Kasar Sumber Keragaman Perlakuan Error Total
JK 5,776 0,468 6,244
DB 3 8 11
KT 1,925 0,059
F 32,906
P 7,591
Lampiran 5. Analysis of Variance (ANOVA) Kadar Serat Kasar Sumber Keragaman Perlakuan Error Total
JK 36,660 0,444 37,104
DB 3 8 11
KT 12,220 0,056
F 220,082
P 7,591
Lampiran 6. Analysis of Variance (ANOVA) Kadar Lemak Kasar Sumber Keragaman Perlakuan Error Total
JK 13,801 1,094 14,895
DB 3 8 11
KT 4,600 0,137
F 33,640
P 7,591
Lampiran 7. Analysis of Variance (ANOVA) Kadar Kalsium Sumber Keragaman Perlakuan Error Total
JK 0,016 0,003 0,019
DB 3 8 11
KT 0,005 0,000
F 15,673
P 7,591
33