KANDUNGAN ASAM SIANIDA, BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK BUNGKIL BIJI KARET HASIL FERMENTASI MENGGUNAKAN RAGI TAPE (Hydrogen Cyanide, Dry Matter and Organic Matter Content of Rubber Seed Meal by Fermentation Using Yeast Tape) Adi Rahmat (E10010005), Rasmi Murni1, Yatno dan Nelwida Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Jambi *Alamat Kontak: Jl.Jambi-Ma.Bulian KM 15 Mandalo Darat Jambi 36361 1) email:
[email protected] corresponding author
Intisari Bungkil biji karet (BBK) merupakan produk hasil sampingan pengambilan minyak biji karet yang berpotensi sebagai bahan pakan ternak. Akan tetapi BBK tidak bisa dimanfaatkan secara optimal karena adanya senyawa beracun berupa asam sianida (HCN) yang cukup tinggi. Fermentasi merupakan cara untuk menurunkan kandungan HCN dan memperbaiki nilai gizi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui level ragi tape yang optimal dalam fermentasi BBK untuk mengeliminir senyawa HCN. Penelitian ini menggunakan BBK dari jenis godang tapen (GT) umur 20 tahun. Perlakuan yang digunakan meliputi P0 (BBK tanpa fermentasi), P1 (fermentasi BBK dengan ragi tape sebanyak 0,1%), P2 (fermentasi BBK dengan ragi tape sebanyak 0,2%), dan P3 (fermentasi BBK dengan ragi tape sebanyak 0,3%). Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Peubah yang diamati adalah kandungan HCN, bahan kering (BK) dan bahan organik (BO). Hasil penelitian menunjukkan BBK yang difermentasi menggunakan ragi tape mengalami penurunan kandungan HCN secara nyata masing-masing sebesar 0.181%, 0.246%, dan 0.249% dengan lama waktu inkubasi 72 jam, sedangkan kandungan BK dan BO mengalami kenaikan yang nyata. Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa fermentasi BBK menggunakan ragi tape yang diinkubasi selama 72 jam mampu menurunkan kandungan HCN tujuh kali lebih rendah (1.275%-0.181%) dibandingkan kontrol. Kata Kunci: Bungkil biji karet, Fermentasi, HCN, BK dan BO Abstract Rubber seed meal (BBK) is a product which is a by-product of making rubber seed oil as a potential animal feed ingredients. However BBK can’t be used optimally due to toxic compounds such as hydrogen cyanide (HCN) is quite high. Fermentation is a way to reduce the content of HCN and improve nutritional value. The purpose of this study to determine the optimal level of yeast tape in the optimal of BBK fermentation to eliminate HCN compounds. This research used the BBK form Godang Tapen (GT) type as aged 20 years. Treatment used include P0 (BBK without fermentation), P1 (BBK fermentation with yeast tape as much as 0,1 %), P2 (BBK fermentation with yeast tape as much as 0.2%), and P3 (BBK fermentation with yeast tape as much as 0,3 %). This research used a Completely Randomized
1
Design with 4 treatments and 4 replications. Variables measured were HCN content, dry matter (DM) and organic matter (OM). The results show that BBK fermentation using yeast tape has decreased HCN content significantly respectively by 0,181%, 0,246%, and 0,249% the long incubation time of 72 hours, while the content of DM and OM has increased real. This study concluded that BBK fermentation using yeast tape will be incubated for 72 hours were able to reduce the content of HCN seven times lower (1,275%-0,181% ) compared to controls. Key Words : Rubber seed meal, Fermentation, HCN , DM and OM PENDAHULUAN Upaya peningkatan produksi ternak perlu diiringi dengan ketersediaan bahan pakan yang cukup baik dari segi kualitas, kuantitas maupun kontinuitasnya. Untuk memenuhi kebutuhan pakan tersebut usaha pencarian, pembaharuan dan penganekaragaman bahan pakan perlu dilakukan agar kesinambungan bahan pakan tetap terjaga. Kriteria mendasar yang sering dijadikan patokan dalam memilih sumber bahan pakan alternatif yaitu harus mengandung nilai gizi tinggi, harganya murah, tersedia dalam jumlah yang cukup dan berkesinambungan, serta tidak bersaing dengan kebutuhan manusia (Jamarun dan Herawati, 2001). Salah satu bahan yang memenuhi kriteria tersebut adalah biji karet. Ditinjau dari komposisi zat makanannya kandungan protein biji karet cukup tinggi sehingga potensial untuk dimanfaatkan sebagai bahan pakan sumber protein lokal. Menurut Murni dkk. (2013) biji karet memiliki kandungan 72,10% BK, 22,17% PK, 7,28% SK, 48,55% LK, dan 3,48% Abu. Sedangkan BBK memiliki kandungan BK 91,5%, PK 33,2%, SK 4,6%, Abu 5,3% dan BETN 5,3% (Karossi dkk.1995). Bungkil biji karet fermentasi (BBKF) mengandung BK 31,39%, PK 33,40%, SK 14,17%, Abu 4,6% dan 34,90% (Rachmawan, 2001).
Kandungan gizi yang cukup baik dalam biji karet tidak bisa dimanfaatkan secara optimal tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu karena adanya senyawa beracun berupa asam sianida (HCN) yang cukup tinggi. HCN merupakan salah satu racun yang tergolong kuat dan sangat cepat cara bekerjanya (Murni dkk, 2008). HCN akan menyerang langsung dan menghambat sistem antar ruang sel yang dapat menyebabkan oksigen tidak dapat beredar ke tiap-tiap jaringan selsel dalam tubuh. Dengan sistem keracunan ini akan menimbulkan tekanan dari alat pernafasan yang dapat menyebabkan kematian. Tanda-tanda keracunan HCN yaitu pernafasan cepat, menggigil, nafas sakit, kejang-kejang dan lemah. Jumlah HCN dapat menyebabkan sakit hingga kematian, dosis yang mematikan 0,5-3,5 mg/kg (Winarno, 2004). Menurut Hariyono (1996) bahwa biji karet segar mengandung HCN sebesar 1.200 ppm dan BBK mengandung HCN sebesar 27 ppm. Menurut Wizna dkk. (2000) pengolahan dengan memanfaatkan teknologi fermentasi merupakan salah satu cara untuk menurunkan kandungan HCN dan memperbaiki nilai gizi. Salah satu inokulan yang bisa digunakan dalam fermentasi bungkil biji karet tersebut adalah ragi tape. Lebih lanjut Supardi dan Sukamto (1999) menyatakan keunggulan ragi tape yaitu dapat menghasilkan enzim hidrolase
2
ekstaseluler yang dapat menghidrolisis senyawa sianogenik sehingga akan membebaskan HCN kemudian akan menguap akibat energi panas dari proses metabolisme mikroba. hasil Henelitian Wizna dkk. (2000) melaporkan bahwa biji karet yang difermentasi dengan Rhizopus oligosporus dapat menurunkan HCN sebesar 18 kali lebih rendah (573,72 ppm menjadi 30,75 ppm). Sedangkan eliminasi HCN bungkil biji karet dengan ragi tape belum pernah dilaporkan. Sehingga untuk mengetahui level yang paling tepat penggunaan ragi tape dalam menurunkan HCN bungkil biji karet maka dilakukan penelitian ini. MATERI DAN METODE Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet dari Jenis Godang Tapen (GT) umur 20 tahun yang diperoleh dari PT. Agro Karya Abadi Pijoan, Jambi Luar Kota, ragi tape alkohol 70%, bahan untuk analisis asam sianida yaitu aquades, larutan buffer phosphat, pikrat basa, NaOH 0,1 N dan KCN 1mg/10 ml. Metode Analisis Analisis HCN, bahan kering dan bahan organik dilakukan di laboratorium Fakultas Peternakan, Universitas Jambi. Prosedur kerja dalam pengukuran bahan kering menurut AOAC (1990). Perhitungan : % K. Air =
(
)
x 100%
Keterangan : C = Berat cawan setelah masuk oven 105 0C (gram) D = Berat sampel (gram) E = Cawan dan sampel oven 105oC Prosedur kerja dalam pengukuran bahan organik menurut AOAC (1990). Perhitungan : % Abu =
(
)
x 100%
%B. Organik = 100% - % Abu
Keterangan : F = Berat cawan dan sampel setelah keluar dari tanur (gram) C = Berat cawan setelah masuk oven 105 0C (gram) D = Berat sampel bahan kering (gram) Analisis HCN menggunakan metode spectrofotometri. Persentase HCN dihitung dengan menggunakan rumus : HCN (%) = 100 Keterangan : x = Absorban sampel Analisis Statistik Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Sehingga berjumlah 16 unit. Perlakuan yang diberikan antara lain: P0 =
Kontrol (bungkil biji karet tanpa fermentasi) P1 = Fermentasi bungkil biji karet dengan ragi tape sebanyak 0,1%. P2 = Fermentasi bungkil biji karet dengan ragi tape sebanyak 0,2% P3 = Fermentasi bungkil biji karet dengan ragi tape sebanyak 0,3%
%B. Kering = 100% - % K.Air
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
perbandingan berat biji, cangkang dan daging biji karet dapat dilihat pada Tabel 1.
Biji karet yang digunakan untuk penelitian yaitu biji karet unggul jenis Gondang Tapen (GT). Data Tabel 1. Perbandingan Berat Biji, Cangkang dan Daging Biji Karet Biji Karet Cangkang Cangkang Inti Kadar Air No. segar (gram) (gram) (%) (%) (%) 1. 4.89 1.76 35.99 64.01 27.80 2. 5.49 1.87 34.06 65.94 32.04 3.
4.9
1.84
37.55
62.45
20.92
4.
4.88
1.76
36.07
63.93
24.04
5.
4.21
1.67
39.67
60.33
16.93
6.
4.29
1.46
34.03
65.97
18.73
7.
5.27
1.88
35.67
64.33
23.60
8.
5.69
1.91
33.57
66.43
32.01
9.
4.08
1.52
37.25
62.75
19.92
10.
4.96
1.68
33.87
66.13
35.37
x
4.87
1.74
35.77
64.23
25.13
Tabel 2. Kandungan Asam Sianida (HCN), Bahan Kering dan Bahan Organik Bungkil Biji Karet Hasil Fermentasi Menggunakan Ragi Tape Peubah Bahan Bahan Perlakuan Asam Sianida (HCN) Kering Organik -------------------------------- % -----------------------------P0 1.275a±0.000 48.616d±0.000 96.744b±0.000 P1 0.181b±0.056 49.662c±0.183 96.788b±0.102 P2 0.246b±0.084 49.979b±0.149 96.817b±0.045 P3 0.249b±0.059 50.394a±0.319 96.926a±0.008 Ket: P0 (Bungkil biji karet tanpa fermentasi), P1 (Fermentasi bungkil biji karet dengan ragi tape sebanyak 0,1%), P2 (Fermentasi bungkil biji karet dengan ragi tape sebanyak 0,1%), P3 (Fermentasi bungkil biji karet dengan ragi tape sebanyak 0,1%), superskrip yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05), superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).
Data pada Tabel 1 memperlihatkan bahwa rataan berat biji karet yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 4,87 gram, terdiri atas cangkang dan inti biji karet sebesar 35.77% dan 64.23% serta memiliki kadar air sebesar 25.13%. Data yang
diperoleh dari penelitian ini senada dengan pendapat Setyamidjaja (1993) bahwa bobot biji karet rata-rata sebesar 3-5 gram, namun memiliki proporsi cangkang dan inti biji karet yang berbeda. masing- masing sebesar 4550% dan 50-55%. Secara teoritis
4
proporsi antara komponen dalam biji karet dipengaruhi oleh varietas dan lokasi tumbuh. Jika varietas yang berbeda maka akan menghasilkan ukuran dan sifat fisik biji karet yang berbeda pula, begitu pula sebaliknya. Kandungan asam sianida, bahan kering dan bahan organik bungkil biji karet yang difermentasi dengan ragi tape pada level yang berbeda tercantum pada Tabel 2. Asam Sianida (HCN) Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa fermentasi menggunakan ragi tape berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap HCN bungkil biji karet. Berdasarkan hasil Uji Jarak Berganda Duncan menunjukkan bahwa antar pelakuan tidak berbeda nyata, penurunan HCN bungkil biji karet yang difermentasi menggunakan ragi tape dengan level 0,1% (P1), 0,2% (P2) dan 0,3% (P3) masing-masing sebesar 0.181%, 0.246% dan 0.249%, dibandingkan dengan tanpa fermentasi (P0) sebesar 1.275%. Penurunan HCN dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 1.
HCN (%)
1.5
1.275
1.0 0.5
0.181
0.246
0.249
P1
P2
P3
0.0 P0
Perlakuan
Gambar 1. Kandungan HCN BBKF Penurunan kadungan asam sianida selama fermentasi diduga akibat penurunan pH oleh adanya aktivitas mikroorganisme, dimana P0 memiliki pH 6,910 sedangkan P1, P2 dan P3 berturut-turut 5,098; 5,108 dan 5,110. Pada kondisi ini mikroorganisme akan menghasilkan
enzim yang dapat membebaskan HCN bungkil biji karet. Hal ini sesuai pendapat Sulistyarti dkk. (2007) bahwa pada kondisi asam, sianida akan berubah menjadi asam sianida atau HCN yang bersifat volatile (mudah menguap) sehingga terjadi penurunan kadar HCN bungkil biji karet. Pada Gambar 2 dapat dilihat semua perlakuan nyata menurunkan HCN bungkil biji karet hal ini diduga level 0,1%, 0,2% dan 0,3% ragi tape dengan waktu inkubasi 72 jam berpengaruh terhadap jumlah mikroorganisme yang terus berkembang dan menghasilkan enzim yang akan merombak substrat sehingga terjadi hidrolisis senyawa sianida guna membebaskan HCN bungkil biji karet. Hal ini sesuai pendapat Supardi dan Sukamto (1999) bahwa selama proses fermentasi, detoksifikasi senyawa sianogenik berlangsung oleh adanya aktivitas khamir dan kapang yang menghasilkan enzim hidrolase, sehingga hidrolisis terhadap senyawa sianogenik akan membebaskan HCN kemudian akan menguap akibat energi panas dari proses metabolisme mikroba. Lebih lanjut Rachmawan dan Mansyur (2008) menerangkan bahwa suhu minimal untuk terjadi penguapan HCN adalah 26ºC. Sedangkan suhu medium pada penelitian ini mencapai 31ºC sehingga diperoleh penurunan HCN bugkil biji karet fermentasi tujuh kali lebih rendah (1.275%-0.181%) dibandingkan kontrol. Selama proses fermentasi bungkil biji karet diduga mikroorganisme juga menghasilkan enzim selulase yang dapat merombak serat menjadi komponen yang lebih sederhana sehingga akan lebih mudah untuk dicerna seperti halnya pada proses fermentasi pembuatan tape singkong, sehingga pada saat enzim merombak serat akan terjadi perusakan 5
Bahan Kering Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa fermentasi menggunakan ragi tape berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap bahan kering
bungkil biji karet. Berdasarkan hasil Uji Jarak Berganda Duncan menunjukkan bahwa perlakuan P1, P2 dan P3 nyata menaikkan kandungan bahan kering bungkil biji karet dibandingkan tanpa fermentasi (P0). Hasil analisis kandungan BK dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 2. 51
BK (%)
dinding sel bungkil biji karet yang akan memberikan peluang terjadinya hidrolisis antara limarin dan linamarase untuk membentuk HCN dan membebaskannya pada medium panas yang dihasilkan selama proses metabolisme kapang, khamir dan bakteri dari ragi tape. Hal ini sesuai pendapat Lehninger (1987) bahwa mikroorganisme ragi tape mempunyai kemampuan dalam merubah tekstur produk fermentasi dengan cara menghasilkan enzim yang dapat menghidrolisis berupa polisakarida (selulosa) menjadi monoskaraida (glukosa). Selian itu penurunan HCN juga diakibatkan oleh adanya perlakuan sterilisasi dengan cara pemanasan pada suhu 1000C selama 30 menit sebelum inokulasi ragi tape. Menurut Sasangko (2009) bahwa proses fermentasi dapat menurunkan kadar senyawa toksik seperti asam sianida, asam oksalat dan asam fitat. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan menunjukan antar perlakuan tidak perbeda nyata hal ini diduga karena tidak ada jarak antar level perlakuan (0,1%, 0,2% dan 0,3%). Hasil penelitian Sasangko (2009) melaporkan kandungan HCN umbi gadung yang difermentasi selama 72 jam dengan kapang Mucor menggunakan konsentrasi 15% yang diisolasi dari ragi tape dapat menurunkan HCN 12 kali lebih rendah (425,44 vs 36,30 ppm) dibandingkan kontrol. Sedangkan Iyayi dan Losel (2000) melaporkan fermentasi kulit ubi kayu dengan S. cerevisiae selama 7 sampai 14 hari dapat menurunkan HCN dari 416 ppm menjadi 216 ppm.
49.662
50 49
49.979
50.394
48.616
48 47 P0
P1
P2
Perlakuan
P3
Gambar 2. Kandungan BK BBKF Bahan kering bungkil biji karet fermentasi pada level 0,1%, 0,2% dan 0,3% ragi tape (P1, P2 dan P3) menghasilkan bahan kering sebesar 49.662%, 49.979% dan 50.394% dibandingkan control (P0) 48.616. Hal ini menunjukkan bahwa fermentasi dapat menyebabkan kenaikan bahan kering bungkil biji karet oleh ragi tape. Hal ini diduga selama proses fermentasi terjadi perombakan sumber makanan mikroorganisme seperti pati dan sumber mineral yang terdapat dalam bungkil biji karet yang disertai pelepasan air. Menurut Murniati (2005) bahwa sebelum fermentasi, sebagian molekul air membentuk hidrat dengan molekul-molekul lain yang mengandung atom oksigen dan nitrogen seperti karbohidrat, protein, mineral dan senyawa-senyawa organik lainnya sehingga air sukar untuk teruapkan. Selama proses fermentasi berlangsung enzim-enzim mikroba memecah senyawa-senyawa tersebut, sehingga air menjadi bebas dan lebih mudah menguap. Selain itu, Sasangko (2009) menerangkan bahwa air
6
dimanfaatkan mikroorganisme di dalam sel untuk reaksi hidrolisis. Semakin tinggi level ragi tape yang ditambahkan semakin tinggi pula bahan kering bungkil biji karet yang dihasilkan. Hal ini diduga disebabkan oleh semakin tinggi level ragi tape maka jumlah mikroorganisme yang terkandung di dalamnya semakin banyak dan pelepasan air oleh mikroorganisme tersebut semakin tinggi yang berdampak naiknya bahan kering bungkil biji karet. Lebih lanjut Sasangko (2009) menyatakan bahwa semakin lama waktu fermentasi maka peluang pemecahan komponenkomponen bahan semakin meningkat yang berakibat jumlah air terikat yang terbebas semakin banyak, akibatnya tekstur bahan semakin lunak dan berpori. Bahan Organik Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa fermentasi menggunakan ragi tape berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap bahan organik bungkil biji karet. Berdasarkan hasil Uji Jarak Berganda Duncan menunjukkan bahwa pelakuan P0, P1 dan P2 tidak berbeda nyata namun perlakuan P3 nyata menaikkan bahan organik dibandingkan tanpa fermentasi (P0). Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 3.
BO (%)
97.0
96.926
96.9 96.8
96.744
96.788
96.817
96.7 96.6 P0
P1
P2
P3
Perlakuan
Gambar 3. Kandungan BO BBKF Bahan organik bungkil biji karet fermentasi dengan level 0,1% ragi
tape (P1) dan 0,2% ragi tape (P2) tidak berbeda nyata yaitu 96.788% dan 96.817% dibandingkan perlakuan tanpa fermentasi (P0) yaitu 96.744% hal ini diduga jumlah mikroorganisme dalam ragi tape pada level 0,1% dan 0,2% masih terlalu sedikit sehingga kemampuan merombak bahan anorganik bungkil biji karet tidak terlalu banyak, sedangkan level 0,3% ragi tape (P3) nyata menaikkan bahan organik menjadi 96.926% hal ini diduga level 0,3% sudah cukup banyak menyumbangkan jumlah mikroorganisme untuk memanfaatkan bahan anorganik bungkil biji karet untuk berkebangbiak yang digambarkan melalui peningkatan bahan organik. Namun secara nominal bahan organik bungkil biji karet hasil fermentasi terus mengalami peningkatan seiring dengan semakin tinggi level ragi tape yang digunakan (Gambar 3). Menurut Thontowi dkk. (2007) bahwa kebutuhan dasar nutrisi bagi mikroorganisme adalah energi, unsur anorganik dan sumber nitrogen. Untuk tumbuh dan berkembang mikroorganisme membutuhkan nutrien dan faktor-faktor lingkungan yang sesuai. Secara umum nurien yang diperlukan dalam bentuk karbon, nitrogen, sulfur, fosfor, kalium, magnesium, natrium, kalsium, dan vitamin sebagai senyawa penyusun/pembangun tubuh (Madigan dkk., 2002). Setiap 1 gram ragi tape mengandung kapang sekitar 8x107 8x108 sel, yeast 3x106 - 3x107 sel dan bakteri 103 sel (Merican dan Queeland, 2004). Menurut Winarno (2004) fermentasi merupakan suatu proses perubahan substrat baik secara fisik atau kimiawi pada konsisi aerob maupun anaerob oleh aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroba dengan tujuan meningkatkan nilai nutrisi, 7
tekstur dan palatabilitas serta pereduksian faktor antinutrisi. Menurut Swastika (2009) bahwa abu merupakan bahan anorganik (mineral) dalam suatu bahan. KESIMPULAN Fermentasi bungkil biji karet menggunakan ragi tape pada level 0,1% yang diinkubasi selama 72 jam mampu menurunkan kandungan asam sianida tujuh kali lebih rendah (1.275% vs 0.181%) dibandingkan tanpa fermentasi. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Rasmi Murni dan Nelwida serta Bapak Yatno, atas keterlibatan saya dalam kegiatan penelitian Fundamental, No. Kontrak 3515/UN21.6/PL/2013 Tanggal 4 Maret 2013, dalam rangka penyelesaian tugas akhir (skripsi). Kepada Ibu Veni dan Afrida Nur, penulis ucapkan terima kasih atas bantuan dan bimbingan teknis dalam analisa bahan dilaboratorium. DAFTAR PUSTAKA A.O.A.C. 1990. Official methods of analysis. 15 th ed. Association of Official Analytical Chemist. Washington D.C. Iyayi, E. A. and D. M. Losel. 2000. Cyanide detoxification in cassava by fungal solid state fermentation. The Journal of Food Technology in Africa 5 (2) : 48-51. Jamarun, N. dan R. Herawati. 2001. Pengaruh Suhu dan Perendaman Terhadap Kandungan Bahan Kering, Protein Kasar, Serat kasar dan HCN Pada Biji Karet.
Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Andalas. Padang. Lehninger, A. L. (1997). Bioenergetics And Metabolism, Principle Of Biochemistry. 2nd Preprint. CBS. Merican Z, Queeland Y. 2004. Tapai Processing In Malaysia: A Technology In Transition. Industrialization Of Indigeneous Fermented Foods, pp. 247270. Marcel Dekker Inc., New York. Murni, R., Yatno, Nelwida. 2013. Analisis Proksimat Biji Karet Jenis GT. Laboratorium Penelitian Fakultas Peternakan Universitas Jambi. Jambi Murni, R., Suparjo, Akmal, B. L. Ginting. 2008. Buku Ajar Teknologi Pemanfaatan Limbah Untuk Pakan. Fakultas Peternakan. Universitas Jambi. Jambi. Murniati, A. 2005. Pengaruh Jenis Ragi dan Lama Fermentasi Terhadap Sifat FIsik-Kimia dan Organoleptik Tepung Ubi Kayu Tersakarsifikasi. Skripsi. Teknologi Hasil Pertanian. Laporan Penelitian. Universitas Brawijaya. Malang. Rachmawan, O., dan Mansyur. 2008. Detoksifikasi HCN dari bungkil biji karet (BBK) melalui berbagai perlakuan fisik. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor. Sasangko, P. 2009. Detoksifikasi umbi gadung (Dioscorea hispida) melalui proses fermentasi menggunakan kapang Mucor
8
sp. J. Teknologi Pertanian. Vol. 10: 205-214. Setyamidjaja. 1993. Karet budidaya dan pengolahan. Kanisius. Yogyakarta. Sulistyarti. H., T.J. Cardwell, S.D. Kolev. 2007. Determination of cyanide as tetracyanonickelate(II) by flow injection and spectrophotometric detection. J. Analytica Chimica Acta. Vol. 357; 103-109. Supardi, I., Sukamto. 1999. Mikrobiologi Dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan. Penerbit Alumni. Bandung. Swastika, N.D. 2009. Stabilisasi Tepung Bekatul melalui Metode Pengukusan dan Pengeringan Rak serta Pendugaan Umur Simpannya. Fakultas Teknologi
Pertanian Institut Bogor, Bogor.
Pertanian
Thontowi, A., Kusmiati, S. Nuswantara. 2007. Produksi βGlukan Saccharomyces cerevisiae dalam Media dengan Sumber Nitrogen Berbeda pada Air-Lift Fermento. Biodiversita.vol. 8 (4) ; 253256. Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan Dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Wizna, Mirnawati, J. Novirman, dan Y. Zuryani. 2000. Pemanfaatan produk fermentasi biji karet (Hevea brasilliensis) dengan Rhizopus oligosporus dalam ransum ayam broiler. Fakultas Peternakan, Universitas Andalas Padang. Seminar Nasionai Peternakan dan Veteriner. Bogor.
9