KAJIAN TINGKAT KESEHATAN KEUANGAN MODEL ALTMAN PADA PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI DI BURSA EFEK INDONESIA
Oleh ROZI FAHLEPI H24086043
PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
KAJIAN TINGKAT KESEHATAN KEUANGAN MODEL ALTMAN PADA PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI DI BURSA EFEK INDONESIA
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh
ROZI FAHLEPI H24086043
PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
3
Judul Skripsi
:
Kajian Tingkat Kesehatan Keuangan Model Altman pada perusahaan telekomunikasi di Bursa Efek Indonesia
Nama
:
Rozi Fahlepi
NIM
:
H24086043
Menyetuju, Dosen Pembimbing
Dr. Ir . Abdul Kohar Irwanto, M.Sc NIP . 19491210 197803 1 002
Mengetahui: Ketua Departemen
Dr. Mukhamad Najib, S.TP, MM NIP . 19760623 200604 1 001
Tanggal Lulus :
iii
RIWAYAT HIDUP Penulis di lahirkan pada tanggal 10 Januari 1983 di Tanjung Karang, Bandar Lampung. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Malikin Rejab dan Hasmawati. Pada tahun 1995 penulis lulus dari Sekolah Dasar Negeri I Tanjung Baru, tahun 1998 Penulis lulus dari Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama ( SLTP) Negeri 2 Bandar Lampung dan pada tahun 2001
penulis berhasil menyelesaikan
Sekolah Menengah Umum ( SMU) di SMU Negeri 2 Bandar Lampung. Pada tahun 2001 Penulis mendaftarkan diri di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) Bintaro dan diterima di spesialisasi PBB/ Penilai dan lulus pada tahun 2004. Selama di STAN penulis aktif dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan antara lain sebagai anggota Badan Legislatif Mahasiswa STAN, Himpunan Mahasiswa Penilai (HMP), Ikatan Mahasiswa Muslim Penilai (IMMP), Forum Lingkar Pena (FLP) STAN, Sharia Accounting and Finance Forum (SHAFF). Selain itu penulis juga bergabung dalam kegiatan sosial kemasyarakatan menjadi pengajar untuk anak anak di kawasan sekitar rel Pondok Ranji dan beberapa kegiatan kemahasiswaan lainnya. Sejak tahun 2005 penulis mulai bekerja di Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Pada tahun 2008, penulis penyelenggaraan
melanjutkan studinya di Program Sarjana Manajemen
khusus
Departemen
Manajemen,
Fakultas
Ekonomi
Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Saat ini penulis
bekerja di Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP
Pratama) Cikarang Selatan yang terletak di Office Park 10 Jl Cikarang Baru Raya, Cikarang. Penulis menempati posisi sebagai Account Representative (AR).
iv
KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr. Wb. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penyusunan skripsi dengan judul “Kajian Tingkat Kesehatan Keuangan Model Altman pada perusahaan telekomunikasi di Bursa Efek Indonesia” dapat terselesaikan. Berbagai rintangan penulis hadapi, namun atas rahmat dan hidayah-Nya penulis mampu menyelesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (SE) pada program Sarjana Alih Jenis Manajemen Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu serta memberi dukungan, dorongan, dan bantuan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik membangun dari para pembaca. Penulis berharap, semoga skripsi ini dapat digunakan sebaik-baiknya dan bermanfaat bagi penulis maupun pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, November 2013 Penulis
v
UCAPAN TERIMA KASIH Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan semangat sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1.
Dr. Ir.Abdul Kohar Irwanto,M.Sc sebagai dosen pembimbing akademik dan pembimbing yang selalu memberikan arahan, semangat, ilmu yang bermanfaat serta banyak meluangkan waktunya untuk membimbing penulis.
2.
Dr.Eko Ruddy Cahyadi S.Hut MM dan Farida Ratna Dewi SE MM sebagai dosen penguji yang membantu memberikan masukan dan saran atas penyempurnaan penelitian ini.
3.
Ayah dan Ibu dan kedua adikku tercinta yang telah memberikan inspirasi, kasih sayang, semangat dan doa yang luar biasa.
4.
Istriku Mirna Aulia Pribadi S.Hut dan anakku M. Gibran Al Faizani yang terus menjadi semangat penulis baik suka maupun duka.
5.
Segenap dosen dan staff Program Alih Jenis Manajemen IPB (Ibu Hardiana, Mbak Zakiah, Mbak Fitri) yang selalu memberikan bantuan dan semangat untuk penulis menyelesaikan penelitian ini.
6.
Teman-teman di Ekstensi Manajemen IPB ( Hamid, Rahmat Taufik, Hadhy Sutrisno, Agung, Andriyanto, Giri, ) yang selalu memberikan dukungan serta dorongan semangat untuk penulis.
7.
Teman dan rekan kerja di KPP Pratama Bogor, KPP Pratama Karawang Selatan, dan KPP Pratama Cikarang Selatan yang selalu memberikan masukan, semangat dan saran terkait penelitian.
8.
Dan seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah yang membalas kebaikan kalian semua
vi
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN RIWAYAT HIDUP ...............................................................................
iii
KATA PENGANTAR………………………………………………..
iv
UCAPAN TERIMA KASIH……………………………………. …..
v
DAFTAR ISI ........................................................................................
vi
DAFTAR TABEL… ............................................................................. viii DAFTAR GAMBAR……………………………………………….. ...
ix
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………….
x
1.
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ........................................................................
1
1.2. Rumusan Masalah ..................................................................
6
1.3. Batasan Masalah……………………………………………..
7
1.4
Tujuan Penelitian ……………………………………………
7
1.5
Manfaat Penelitian ..................................................................
7
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori .......................................................................
8
2.1.1. Kinerja Keuangan .........................................................
8
2.1.2.Kesulitan Keuangan dan Kebangkrutan ........................
8
2.2.Analisis Laporan Keuangan .......................................................
13
2.3.Metode dan Teknik Analisa Laporan Keuangan........................
16
2.4.Analisis Pendekatan Altman ......................................................
17
2.5.Penelitian terdahulu ...................................................................
22
III. METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran…………………………………………
28
3.2. Variabel Penelitian…………………………………………..
31
3.3. Populasi dan Sampel ..............................................................
31
3.4. Jenis dan Sumber Data ............................................................
32
3.5. Metode Pengumpulan Data ......................................................
32
3.5. Teknik Analisis Data…………………………………………
33
3.1
vii 3.6. Operasionalisasi Variabel........................................................
34
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Perusahaan .................................................
36
4.2. Hasil Perhitungan………………………………….................
39
4.2.1 Deskripsi Data ..............................................................
39
a. Working Capital to Total Assets Ratio ....................
39
b. Retained Earning to Total Assets Ratio ..................
41
c. Earning Before Interest and Taxes to Total Assets Ratio 42 d. Market of Equity to Book Value of Total Debt Ratio
44
e. Sales to Total Assets Ratio ......................................
45
4.2.2 Prediksi Altman Z-Score ...............................................
47
4.3 Pembahasan ...........................................................................
48
KESIMPULAN DAN SARAN 1.Kesimpulan ………............ .................................................................
55
2. Saran……………………………………………………………. ....
57
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………….
58
LAMPIRAN……………………………………………………………
60
viii
DAFTAR TABEL No
Halaman 1. Perkembangan nilai penjualan bersih perusahaan telekomunikasi Go Public Selama Tahun 2006-2011 .......................................... 2 2. Perkembangan modal kerja perusahaan telekomunikasi go public selama tahun 2007-2011……………………………………… 3 3. Daftar penelitian terdahulu menggunakan Altman Z score….. 23 4. Daftar perusahaan telekomunikasi yang go public di Bursa Efek Indonesia (2006—2011) ………………………………….. 31 5. Operasionalisasi variabel penelitian…… …………….......... . 33 6. Rata- rata kinerja keuangan perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2006—2011 berdasarkan perhitungan pendekatan Altman Z-score…………. 48 7. Rekapitulasi kinerja keuangan perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2006--2011 berdasarkan metode Altman Z-Score......................................... 48
ix
DAFTAR GAMBAR No Halaman 29 1 Kerangka pemikiran……………………………………......... 2 Deskripsi Working Capital to Total Assets Ratio perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2006—2011…………………………………………... 39 3 Deskripsi Retained Earnings to Total Assets Ratio perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di bursa Efek Indonesia selama tahun 2006—2011………….. ………………………………… 40 4 Deskripsi Earning Before Interest and Taxes to Total Assets Ratio perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2006—2011…………………...………. 42 5 Deskripsi Market of Equity to Book Value of Total Debt Ratio perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2006-2011……………………………. 43 6 Deskripsi Sales to Total Assets Ratio (S/TA) perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2006—2011………………………………………45 7 Nilai kinerja keuangan perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2006—2011 berdasarkan perhitungan pendekatan Altman Z-score................. 46
x DAFTAR LAMPIRAN
No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
7.
Halaman Laporan keuangan 2006--2011 PT XL Axiata Tbk………………. 60 Laporan keuangan 2006—2011 PT Indosat Tbk………………… 61 Laporan keuangan 2006—2011 PT Mobile 8 Telekom Tbk…….. 62 Laporan keuangan PT Bakrie Telekom Tbk……………………... 63 Laporan keuangan PT Telkom Indonesia Tbk…………………… 64 Grafik rekapitulasi perhitungan Altman Z Score perusahaan telekomunikasi yang go public di Bursa Efek Indonesia tahun 2006—2011………………………………………………………. 65 Hasil perhitungan Altman Z Score perusahaan telekomunikasi yang go public di Bursa Efek Indonesia tahun 2006—2011……… 66
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Industri telekomunikasi mengalami perkembangan yang luar biasa pada saat ini. Mobilitas manusia yang semakin tinggi membutuhkan tingkat konektivitas yang juga sama tingginya agar bisa terhubung satu dengan yang lain. Keterbatasan ruang dan waktu yang bisa diatasi dengan telekomunikasi semakin membuat orang bergantung pada layanan telekomunikasi. Kondisi ini menjadi peluang bisnis yang sangat menjanjikan bagi pelaku usaha telekomunikasi. Penyediaan layanan produk yang dapat memuaskan konsumen mutlak diperlukan untuk
menjaga nilai kompetitif dari masing-masing
perusahaan telekomunikasi sehingga dapat bersaing demi mencapai tujuan akhir yaitu memaksimumkan nilai perusahaan. Pemberian layanan produk yang maksimal dan memuaskan kepada konsumen akan memberikan nilai tambah kepada perusahaan, tidak hanya nilai tambah bagi aspek finansial berupa naiknya keuntungan perusahaan, tetapi juga nilai tambah bagi aspek non finansial seperti kredibilitas di mata investor dan pemegang saham. Upaya memaksimumkan nilai tambah dari tiap perusahaan menciptakan persaingan usaha yang sangat ketat diantara perusahaan telekomunikasi yang ada. Hingga tahun 2011, sudah terdapat 5 perusahaan telekomunikasi yang go public di Bursa Efek Indonesia yaitu PT Bakrie Telecom Tbk (BT), PT XL Axiata Tbk (XL), PT Indosat Tbk (IS), PT Mobile-8 Telecom Tbk (MT), dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TI).
Setiap
perusahaan tersebut tentunya akan berusaha semaksimal mungkin meningkatkan keuangannya masing-masing agar dapat menarik minat investor sebanyak mungkin untuk berinvestasi. Masing-masing perusahaan akan berusaha untuk memiliki nilai tambah (value added) yang menarik di mata investor. Ketatnya persaingan usaha dari sektor telekomunikasi dapat dilihat dari nilai penjualan bersih masing-masing perusahaan telekomunikasi selama tahun 2006—2011 yang disajikan di Tabel 1.
2
Tabel 1.
Perkembangan nilai penjualan bersih perusahaan telekomunikasi Go Public selama tahun 2006-2011 (dalam juta)
Sumber: Indonesia Stock Exchange, 2013 (Data Diolah) Keterangan : BT = PT Bakrie Telekom Tbk, XA= PT XL Axiata Tbk IS=PT Indosat Tbk, MT=PT Mobile Telekom Tbk, TI= PT TelkomIndonesia Tbk Dari tabel terlihat bahwa secara umum masing-masing perusahaan mengalami kenaikan nilai penjualan bersih selama periode 2006—2011 walaupun tidak sama diantara perusahaan-perusahaan telekomunikasi. Di tahun 2011 PT Telkom Tbk memiliki nilai penjualan bersih terbesar yaitu sebesar Rp 71.918.000.000.000 dan yang terendah adalah PT Mobile Telekom Tbk sebesar Rp. 954.331.000.000. Sedangkan jika dilihat dari pertumbuhan dibanding tahun lalu maka PT Mobile 8 Tbk di tahun 2011 yang memiliki tingkat pertumbuhan terbesar yaitu sebesar 153% dan yang terendah adalah PT Bakrie Telekom TBk sebesar -6% jika dibanding tahun 2010. Kondisi ini menunjukkan bahwa persaingan usaha diantara masing-masing perusahaan sangat ketat, tidak hanya berfokus pada peningkatan nilai penjualan tetapi juga bagaimana perusahaan tersebut menjaga kondisi finansialnya agar tidak mengalami gejolak. Persaingan yang ketat antar perusahaan telekomunikasi membawa konsekuensi
kepada
masing-masing
perusahaan
telekomunikasi
untuk
menciptakan layanan yang berbasis pada kepuasan pelanggan. Kemampuan membaca trend pasar, menciptakan produk yang sesuai dengan
keinginan
kosumen, adalah bagian utama dari proses penciptaan daya saing bagi tiap perusahaan telekomunikasi. Perubahan jenis layanan yang diinginkan oleh
3 pelanggan merupakan salah satu tantangan bagi perusahaan telekomunikasi untuk dipenuhi. Sebelum tahun 2009 jenis layanan utama yang diinginkan pelanggan telekomunikasi pada saat itu adalah jenis layanan percakapan dan SMS, kondisi ini membuat perusahaan telekomunikasi berlomba untuk menciptakan layanan dan infrastruktur pendukung bagi tersedianya kualitas layanan percakapan dan SMS yang memuaskan pelanggan. Memasuki awal 2009 mulai terjadi pergeseran jenis layanan dari awalnya layanan percakapan dan SMS menjadi layanan akses data. Perkembangan internet dan smart phone membuat permintan akan jenis layanan ini meningkat pesat melebihi permintaan layanan percakapan dan SMS. Kondisi ini membuat perusahaan-perusahaan telekomunikasi mulai memfokuskan diri untuk membangun layanan dan infrastruktur jaringan untuk menciptakan layanan data yang memenuhi keinginan pelanggan. Fokus pada pembangunan infrastruktur ini membuat perusahaan mengalokasikan dana yang besar pada belanja modalnya. Kebutuhan dana yang besar dan tidak adanya ketersediaan modal yang cukup untuk membiayainya membuat perusahaanperusahaan telekomunikasi menggunakan hutang sebagai sumber pendanaannya. Besarnya hutang yang tidak dibarengi dengan kenaikan aktiva membuat modal kerja tiap perusahaan mengalami perubahan yang signifikan. Untuk mengetahui perkembangan modal kerja (working capital) kelima perusahaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Perkembangan modal kerja (working capital) perusahaan telekomunikasi Go Public selama tahun 2006--2011 (dalam jutaan rupiah)
Sumber: Indonesia Stock Exchange, 2013 (Data Diolah) Keterangan : BT = PT Bakrie Telekom Tbk, XA= PT XL Axiata Tbk IS=PT Indosat Tbk, MT=PT Mobile Telekom Tbk, TI= PT Telkom Indonesia Tbk
4 Secara umum periode tahun 2009—2011 terjadi peningkatan jumlah defisit modal kerja dari tiap perusahaan telekomunikasi. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hutang lancar yang tidak dibarengi dengan kenaikan jumlah aktiva lancar. Dari tabel terlihat masing-masing perusahaan memiliki modal kerja yang negative terutama di tiga (3) tahun terakhir dengan besaran defisit modal kerja yang berbeda–beda diantara masing-masing perusahaaan. Hal tersebut berarti current liabilities lebih besar dari current assetnya. Ini berarti bahwa perusahaan-perusahaan tersebut tidak mampu menutup utang jangka pendeknya dengan asset lancar yang dimiliki. Karena working capital berhubungan dengan likuiditas maka hal ini mengindikasikan bahwa tingkat likuiditas perusahaan bermasalah. Jika dikaitkan dengan indikator kebangkrutan maka perusahaan-perusahaan tersebut mengalami pembengkakan utang dan ketidakcukupan kas dalam membayar utang-utang jangka pendeknya. Kinerja keuangan mencerminkan hasil operasional perusahaan dalam periode tertentu yang tersaji dalam laporan keuangan. Kinerja keuangan merupakan hasil keputusan manajemen yang sifatnya berkelanjutan. Kinerja keuangan menjadi penting bagi pihak-pihak yang memiliki kepentingan dengan perusahaan. Bagi investor, kinerja keuangan yang bagus berarti memberikan sinyal kelayakan investasi di perusahaan tersebut, dan sebaliknya, jika kinerja keuangan perusahaan tidak baik maka investor akan menganggap hal tersebut sebagai sinyal ketidak layakan investasi. Penentuan kinerja keuangan tercermin dari laporan keuangan yang dibuat oleh perusahaan pada periode tertentu. Munawir (2002) menjelaskan bahwa laporan keuangan merupakan alat yang sangat penting untuk memperoleh informasi sehubungan dengan posisi keuangan dan hasil-hasil yang telah dicapai oleh perusahaan yang bersangkutan. Dengan begitu laporan keuangan diharapkan akan membantu bagi para pengguna (users) untuk membuat keputusan ekonomi yang bersifat finansial, hal ini ditegaskan oleh Assauri (2000) bahwa dalam laporan keuangan terdapat informasi yang menyangkut posisi keuangan suatu perusahaaan. Untuk menerjemahkan informasi yang ada dalam laporan keuangan diperlukan analisa laporan keuangan. Analisa laporan keuangan ini berfungsi
5 membantu pihak pihak yang berkepentingan untuk menganalisa dan menerjemahkan gambaran kinerja perusahaan tersebut dalam periode tertentu. Analisis laporan keuangan merupakan alat penting untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan posisi keuangan perusahaan serta hasil yang dicapai sehubungan dengan pemilihan strategi perusahaan yang telah diterapkan. Dengan melakukan analisis laporan keuangan perusahaan, maka dapat diketahui kondisi kesehatan keuangan dan perkembangan financial perusahaan. Selain itu, juga dapat diketahui kelemahan serta hasil yang dianggap cukup baik dan potensi kebangkrutan perusahaan tersebut. Pada dasarnya terdapat sejumlah alat ukur yang dapat digunakan oleh analis dan investor untuk menilai kesehatan perusahaan, seperti analisis rasio, analisis struktur modal, penilaian modal kerja dan analisis potensi kesehatan perusahaan Altman atau sering disebut metode Altman. Studi-studi awal prediksi mengenai financial distress fokus pada perbandingan nilai-nilai rasio keuangan pada perusahaan yang sehat dan yang tidak sehat dan menyimpulkan bahwa rasio keuangan pada perusahaan yang tidak sehat lebih buruk dibandingkan rasio keuangan pada perusahaan yang sehat (Ramser dan Foster (1931); Fitzpatrick (1932); Winakor dan Smith (1935); dan Merwin (1942). Selanjutnya studi Beaver (1966) menggunakan univariate discriminant analysis dalam memprediksi kebangkrutan dan menyimpulkan bahwa rasio working capital funds flow/total asset dan net income/total assets mampu membedakan perusahaan yang akan pailit dengan yang tidak pailit secara tepat masing-masing sebesar 90 persen dan 88 persen dari sampel yang digunakan (Argyris, 2006). Altman (1968) mencoba memperbaiki penelitian Beaver dengan menerapkan multivariate linear discriminant analysis (MDA), suatu metode yang kerap dibuktikan memiliki keterbatasan. Altman melakukan penelitian dengan mengambil sampel dari 33 pasang perusahaan manufaktur yang pailit dan tidak pailit yang ada di Amerika Serikat. Teknik MDA yang digunakan oleh Altman merupakan suatu teknik regresi dari beberapa uncorrelated time series variables, dengan menggunakan cut-off value untuk menetapkan kriteria klasifikasi masing-masing kelompok. Kelebihan penggunaan teknik MDA ini adalah seluruh ciri karakteristik variabel yang diobservasi dimasukkan, bersamaan
6 dengan interaksi mereka. Altman juga menyimpulkan bahwa MDA mengurangi jarak pengukuran/dimensionality dari para peneliti dengan menggunakan cut-off points. Cut-off points disini merupakan batasan indikator dari penentuan kriteria kesehatan keuangan suatu perusahaan. Penggunaan metode Altman dilakukan dalam melakukan penilaian tingkat kesehatan keuangan perusahaan dalam hubungannya dengan tingkat kebangkrutan usaha. Tingkat kesehatan keuangan perusahaan menjadi indikator penting dalam penentuan evaluasi dan prediksi bagi pihak internal dan eksternal perusahaan. Kemampuan perusahaan mengelola kesehatan keuangannya yang berbeda beda menunjukkan
tingkat
resiko
yang
berbeda
pula
diantara
perusahaan
telekomunikasi. Semakin besar resiko usaha yang diambil berarti memperbesar peluang perusahaan untuk mengalami ketidak sehatan kondisi keuangan dan ini bisa berujung pada kesulitan keuangan dan kebangkrutan jika tidak diperhatikan secara cermat oleh para pelaku usaha tersebut, sehingga dibutuhkan analisis kesehatan keuangan sebagai alat ukur dan indikator bagi perusahaan. Berdasarkan beberapa uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “KAJIAN TINGKAT KESEHATAN KEUANGAN MODEL ALTMAN PADA PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI DI BURSA EFEK INDONESIA” 1.2. Rumusan Masalah Kondisi
persaingan
usaha
diantara
perusahaan
telekomunikasi
menyebabkan tingkat penjualan bersih yang mengalami kenaikan diantara perusahaan telekomunikasi selama tahun 2006—2011. Namun hal ini tidak diimbangi dengan peningkatan jumlah modal kerja yang justru cenderung mengalami penurunan tahun ke tahun terutama di 3 tahun terakhir pada periode yang sama. Hal ini menunjukkan peningkatan jumlah hutang lancar yang tidak bisa diimbangi oleh kenaikan aktiva lancar dan hal ini dapat mengganggu kinerja keuangan perusahaan secara umum. Untuk itu diperlukan penilaian tingkat kesehatan keuangan perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dalam rangka bahan evaluasi dan prediksi bagi pihak pihak yang berkepentingan.
7 1.3. Batasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui prediksi tingkat kesehatan keuangan perusahaan-perusahaan telekomunikasi di Bursa Efek Indonesia dengan menggunakan pendekatan analisis model Altman ZScore. Data yang digunakan untuk penelitian adalah data laporan keuangan yang berasal dari publikasi perusahaan di Bursa Efek Indonesia dan publikasi perusahaan. Pembahasan dan penarikan kesimpulan atas penelitian didasarkan pada perhitungan matematis, Faktor faktor eksternal di luar data yang digunakan dianggap tidak ada dan dapat diabaikan. 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Menerangkan
kondisi
kesehatan
keuangan
dari
tiap
perusahaan
telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2006— 2011 berdasarkan metode Altman Z Score. 2. Menerangkan rasio-rasio yang memiliki pengaruh terbesar dalam penentuan kinerja keuangan berdasarkan metode Altman Z-Score. 1.5. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah: 1. Sebagai bahan kajian dalam ilmu ekonomi, khususnya mengenai penerapan yang dikembangkan oleh Altman yaitu teori Diskriminan Z – Score, serta dapat memperkaya topik kepustakaan. 2. Memberikan gambaran diadakannya penelitian lanjutan mengenai analisis kinerja keuangan terutama untuk kategori perusahaan yang bersifat spesifik. 3. Membantu perusahaan untuk mengambil kebijakan dan langkah strategis dalam rangka menjaga stabilitas kinerja keuangan perusahaan.
8 II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Landasan Teori
2.1.1
Kinerja Keuangan Kinerja keuangan perusahaan merupakan gambaran mengenai hasil
operasi perusahaan yang terdapat dalam laporan keuangan perusahaan dalam periode tertentu, dan pada dasarnya merupakan cerminan dari kinerja manajemen pada periode tersebut. Menurut Helfert dalam (Widiyastuti 2006) kinerja keuangan adalah hasil dari banyak keputusan individu yang dibuat secara terus menerus oleh manajemen. Kinerja keuangan digunakan untuk mengetahui hasil tindakan yang telah dilakukan dimasa lalu. Selain itu ukuran keuangan tersebut dilengkapi dengan ukuran non keuangan tentang kepuasan customer, produktivitas dan cost efektiveness proses bisnis dan produktivitas serta komitmen personal untuk menentukan kinerja keuangan perusahaan dimasa yang akan datang. 2.1.2
Kesulitan Keuangan dan Kebangkrutan
2.a
Pengertian Kesulitan Keuangan dan Kebangkrutan Kesulitan keuangan atau sering disebut financial distress terjadi sebelum
kebangkrutan benar benar dialami oleh perusahaan. Plat dan Plat (2002) mendefinisikan financial distress sebagai tahapan penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi. Foster (1986) mendefinisikan financial distress sebagai “financial distress is used to mean severe liquidity problems that cannot be resolved without a sizable rescaling of the entity’s operations or structure”. Berdasarkan kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kesulitan keuangan (financial distress) adalah suatu situasi dimana arus kas operasi perusahaan tidak memadai untuk melunasi kewajiban-kewajiban lancar (seperti hutang dagang dan beban bunga) dan perusahaan terpaksa melakukan tindakan perbaikan. Kesulitan keuangan (financial distress) adalah masalah likuiditas yang sangat parah yang tidak bisa dipecahkan tanpa perubahan ukuran dari
9 operasi atau strukur perusahaan. Informasi financial distress ini dapat dijadikan peringatan dini atas kebangkrutan sehingga manajemen dapat melakukan tindakan
secara
tepat
untuk
mencegah
masalah
sebelum
terjadinya
kebangkrutan. Kebangkrutan suatu perusahaan ditandai dengan financial distress, yaitu keadaan dimana perusahaan lemah dalam menghasilkan laba atau perusahaan cenderung mengalami defisit. Dengan kata lain, kebangkrutan juga sering disebut likuidasi perusahaan atau penutupan perusahaan atau insolvensi. Kebangkrutan sebagai kegagalan keuangan atau financial failure dan kegagalan ekonomi atau economic failure (Adnan dan Kurniasih, 2000). Kegagalan dalam arti ekonomi merupakan keadaan dimana perusahaan kehilangan uang atau pendapatan perusahaan tidak bisa menutupi biayanya sendiri. Ini berarti bahwa nilai sekarang dari arus kas sebenarnya lebih kecil dari kewajiban atau laba lebih kcil dari kewajiban atau laba lebih kecil dari modal kerja. Kegagalan terjadi apabila arus kas yang sebenarnya dari perusahaan tersebut jatuh di bawah arus kas yang diharapkan. Bahkan, kegagalan juga bisa berarti bahwa tingkat pendapatan dari biaya historis atau investasinya lebih kecil daripada biaya modal perusahaan. Kegagalan keuangan bisa diartikan sebagai insolvensi yang membedakan antara arus kas dan dasar saham, Insolvensi atas dasar arus kas ada dua bentuk yaitu : 1. Insolvensi teknik Insolvesi teknik merupakan keadaan dimana perusahaan dianggap tidak dapat memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo. Walaupun total aktiva melebihi total utang atau terjadi bila suatu perusahaan gagal memenuhi salah satu atau lebih kondisi dalam ketentuan hutangnya seperti rasio aktiva lancar terhadap kewajiban lancar yang telah ditetapkan atau total kekayaan bersih terhadap total aktiva yang di isyaratkan. Insolvensi teknik juga terjadi bila arus kas tidak cukup untuk memenuhi pembayaran pokok pada tanggal tertentu. 2. Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan
10 Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan didefinisikan dalam ukuran sebagai kekayaan bersih negatif dalam neraca konvensional atau nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan lebih kecil dari kewajiban. Kebangkrutan dapat disimpulkan sebagai suatu keadaan atau situasi dalam hal ini perusahaan gagal atau tidak mampu lagi memenuhi kewajibankewajiban kepada debitur karena
perusahaan mengalami kekurangan dan
ketidakcukupan dana untuk menjalankan atau melanjutkan usahanya sehingga tujuan ekonomi yang ingin dicapai oleh perusahaan tidak dapat dicapai profit, sebab dengan laba yang diperoleh perusahaan bisa digunakan untuk mengembalikan pinjaman, membiayai operasi perusahaan dan kewajibankewajiban yang harus dipenuhi bisa tutup dengan laba atau aktiva yang dimiliki. Salah satu dampak dari kebangkrutan ini adalah terjadinya pengurangan karyawan dalam jumlah besar pada beberapa periode waktu sebagai suatu kebijakan untuk mengurangi biaya operasi perusahaan dan banyaknya kegiatan operasional yang vakum. 2.b
Sumber - sumber Informasi Prediksi Kebangkrutan Menurut Hanafi (2003) kebangkrutan dapat diprediksi dengan melihat
beberapa indikator-indikator, antara lain : 1) Analisis aliran kas untuk saat ini atau masa mendatang 2) Analisis strategi perusahaan, yaitu analisis yang memfokuskan pada persaingan yang dihadapi oleh perusahaan. 3) Struktur biaya relatif terhadap pesaingnya. 4) Kualitas manajemen 5) Kemampuan manajemen dalam mengendalikan biaya. 2.c Faktor-faktor Penyebab Kebangkrutan Menurut Darsono dan Ashari (2005) mendeskripsikan bahwa secara garis besar penyebab kebangkrutan bisa dibagi menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari bagian internal manajemen perusahaan. Sedangkan faktor eksternal bisa berasal dari faktor luar yang berhubungan langsung dengan operasi perusahaan atau
11 faktor perekonomian secara makro. Faktor internal yang bisa menyebabkan kebangkrutan perusahaan meliputi: 1. Manajemen yang tidak efisien akan mengakibatkan kerugian terus- menerus yang pada akhirnya menyebabkan perusahaan tidak dapat membayar kewajibannya. Ketidakefisienan ini diakibatkan oleh pemborosan dalam biaya, kurangnya keterampilan dan keahlian manajemen. 2. Ketidak seimbangan dalam modal yang dimiliki dengan jumlah piutanghutang yang dimiliki. Hutang yang terlalu besar akan mengakibatkan biaya bunga yang besar sehingga memperkecil laba bahkan bisa menyebabkan kerugian. Piutang yang terlalu besar juga akan merugikan karena aktiva yang menganggur terlalu banyak sehingga tidak menghasilkan pendapatan. Adanya kecurangan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan bisa mengakibatkan kebangkrutan. Kecurangan ini akan mengakibatkan kerugian bagi perusahaan yang pada akhirnya membangkrutkan perusahaan. Kecurangan ini bisa berbentuk manajemen yang korup ataupun memberikan informasi yang salah pada pemegang saham atau investor. Sedangkan faktor eksternal yang bisa mengakibatkan kebangkrutan berasal dari faktor yang berhubungan langsung dengan perusahaan meliputi pelanggan, supplier, debitor, kreditor, pesaing ataupun dari pemerintah. Sedangkan faktor eksternal yang tidak berhubungan langsung dengan perusahaan meliputi kondisi perekonomian secara makro ataupun faktor persaingan
global.
Faktor-faktor
eksternal
yang
bisa
mengakibatkan
kebangkrutan adalah: 1. Perubahan dalam keinginan pelanggan yang tidak diantisipasi oleh perusahaan yang mengakibatkan pelanggan lari sehingga terjadi penurunan dalam pendapatan. Untuk menjaga hal tersebut perusahaan harus selalu mengantisipasi kebutuhan pelanggan dengan menciptakan produk yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan. 2. Kesulitan bahan baku karena supplier tidak dapat memasok lagi kebutuhan bahan baku yang digunakan untuk produksi. Untuk mengantisipasi hal tersebut perusahaan harus selalu menjalin hubungan baik dengan supplier
12 dan tidak menggantungkan kebutuhan bahan baku pada satu pemasok sehingga risiko kekurangan bahan baku dapat diatasi. 3. Faktor debitor juga harus diantisipasi untuk menjaga agar debitor tidak melakukan kecurangan dengan mengemplang hutang. Terlalu banyak piutang yang diberikan debitor dengan jangka waktu pengembalian yang lama akan mengakibatkan banyak aktiva menganggur yang tidak memberikan penghasilan sehingga mengakibatkan kerugian yang besar bagi perusahaan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, perusahaan harus selalu memonitor piutang yang dimiliki dan keadaan debitor supaya bisa melakukan perlindungan dini terhadap aktiva perusahaan. 4. Hubungan yang tidak harmonis dengan kreditor juga bisa berakibat fatal terhadap kelangsungan hidup perusahaan. Apalagi dalam undang-undang no.4
tahun
1998,
kreditor
bisa
memailitkan
perusahaan.
Untuk
mengantisipasi hal tersebut, perusahaan harus bisa mengelola hutangnya dengan baik dan juga membina hubungan baik dengan kreditor. 5. Persaingan bisnis yang semakin ketat menuntut perusahaan agar selalu memperbaiki diri sehingga bisa bersaing dengan perusahaan lain dalam memenuhi kebutuhan pelanggan. Semakin ketatnya persaingan menuntut perusahaan agar selalu memperbaiki produk yang dihasilkan, memberikan nilai tambah yang lebih baik bagi pelanggan. 6. Kondisi perekonomian secara global juga harus selalu diantisipasi oleh perusahaan. Dengan semakin terpadunya perekonomian dengan Negaranegara lain, perkembangan perekonomian global juga harus diantisipasi oleh perusahaan. Dari teori yang dikemukakan diatas maka faktor penyebab kebangkrutan adalah faktor yang mempengaruhi terjadinya suatu kebangkrutan yang dialami oleh perusahaan yang kondisi keuangannya tidak sehat, baik itu faktor ekonomi, internal dan eksternal. 2.2
Analisis Laporan Keuangan Seorang analis keuangan dapat melakukan pemeriksaan terhadap
kesehatan perusahaan untuk mengetahui dan mengevaluasi kondisi keuangan
13 dan kinerja perusahaan. Alat yang biasa digunakan dalam pemeriksaan ini adalah rasio keuangan yang menghubungkan dua data keuangan dengan jalan membagi satu data dengan data lainnya. Analisis rasio keuangan adalah studi tentang informasi yang menggambarkan hubungan diantara berbagai akun dari laporan keuangan yang memcerminkan keadaan serta hasil operasional perusahaan. Sumber data yang digunakan untuk melakukan analisa laporan keuangan adalah laporan keuangan yang telah melalui proses pemeriksaan (Auditing). Informasi yang didasarkan pada analisis keuangan mencakup penilaian keadaan keuangan perusahaan baik yang telah lampau, saat sekarang dan ekspektasi masa depan. Untuk melakukan suatu penganalisaan laporan keuangan langkah kerja penganalisaan laporan keuangan dapat dilakukan sebagai berikut: 1. Menentukan dengan jelas tujuan dari analisis 2. Memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang mendasari laporanlaporan, serta alat analisis yang digunakan 3. Memahami kondisi perekonomian dan kondisi bisnis lain pada umumnya yang berkaitan dengan perusahaan dalam mempengaruhi usaha. Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa dalam menganalisa laporan keuangan suatu perusahaan terlebih dahulu menentukan dengan jelas tujuan atau arah dari analisis. Tujuan atau batasan analisis ini akan berkaitan dengan hasil yang akan diharapkan. Adapun pihak-pihak yang berkepentingan terhadap penganalisaan laporan keuangan antara lain: 1.
Investor Investor menggunakan analisis mengharapkan dapat mengetahui tingkat keuntungan perusahaan, dan perkembangan perusahaan selanjutnya. Untuk mengetahui jaminan investasinya dan untuk mengetahui kondisi kerja atau kondisi keuangan jangka pendek perusahaan tersebut. Titik utama resiko perusahaan adalah mengenai kemungkinan bangkrutnya perusahaan atau kesulitan keuangan yang bermula dari adanya resesi ekonomi, inflasi, tingkat persaingan usaha, perubahan teknologi, tersedianya barang substitusi, kualitas manajemen perusahaan, goodwill perusahaan, hak paten yang dimiliki perusahaan, dan lain-lain.
14 2. Kreditur Digunakan untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mengembalikan pinjaman beserta bunganya baik pinjamam jangka pendek maupun jangka panjang. 3. Suplier Pemasok ingin memastikan apakah perusahaan itu sehat keuangannya sehingga dapat terjalin kerjasama yang dapat berlanjut. 4. Debitur Fungsi dari analisis ini berkaitan dengan penjualan kredit, apakah perusahaan akan mampu memenuhi pesanan yang diharapkan. 5. Pemerintah Pemerintah memanfaatkan laporan keuangan ini dalam rangka menentukan besarnya pajak bagi industri yang diatur keuntungannya oleh pemerintah dengan menambah sejumlah persentase tertentu diatas biaya modalnya. 6. Pesaing Kondisi keuangan pesaing dapat dianalisis perusahaan untuk mengetahui sejauh mana kekuatan keuangan pesaing. 7. Pemilik perusahaan Hasil dari analisis ini akan dimanfaatkan oleh pemilik dalam menilai kinerja manajernya. Kinerja manajer akan dapat dilihat dari laporan keuangannya yang menyangkut aspek-aspek: hasil-hasil yang telah dicapai, kemungkinan hasil yang akan dicapai, bagian keuntungan yang akan diperoleh, dan perkembangan harga saham. 8. Manajemen perusahaan Digunakan untuk menyusun rencana perusahaan pada masa mendatang, memperbaiki sistem pengawasan dan menentukan kebijakan-kebijakan yang tepat. Menurut Standar Akuntansi Keuangan yang dibuat oleh IAI (Ikatan Akuntan Indonesia, 1994) disebutkan bahwa tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja,serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah
15 besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Adapun menurut Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI), tujuan laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja perubahan ekuitas, arus kas, dan informasi lainnya yang bermanfaat bagi pengguna laporan dalam
rangka
membuat
pertanggungjawaban
keputusan
manajemen
atas
ekonomi penggunaan
serta sumber
menunjukkan daya
yang
dipercayakan kepada mereka. Dalam menganalisis serta menilai posisi keuangan dan potensi/kemajuan perusahaan, faktor yang paling utama mendapatkan perhatian para analis adalah : 1. Rasio Likuiditas, menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya dalam jangka pendek. Perusahaan dalam keadaan likuid apabila perusahaan mampu memenuhi kewajiban keuangannya tepat pada waktunya. Perusahaan dikatakan dapat memenuhi kewajiban keuangannya tepat waktu apabila perusahaan tersebut mempunyai alat pembayaran atau aktiva lancar yang lebih besar daripada hutang lancarnya. Semakin tinggi rasio likuiditas maka semakin baik kondisi keuangan perusahaan karena menunjukkan bahwa perusahaan dalam keadaan yang likuid. 2. Rasio Solvabilitas, menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka panjang. Suatu perusahaan dikatakan solvabel apabila perusahaan tersebut mempunyai aktiva yang cukup untuk membayar semua hutang-hutangnya. Rasio ini dapat dihitung berdasarkan informasi dari neraca, yaitu pos-pos aktiva dan pos-pos hutang. 3. Rasio Aktivitas, rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan harta yang dimilikinya. Rasio ini difokuskan pada keefektifan perusahaan dalam mengelola dua kelompok aktiva khusus, piutang dan persediaan dan total aktiva secara keseluruhan. Semakin besar rasio yang didapat maka semain baik karena perusahaan semakin cepat mengubah persediaannya menjadi kas. 4. Rasio Rentabilitas, menunjukkan kemampuan dari perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Rentabilitas suatu perusahaan diukur dengan kesuksesan perusahaan dan kemampuan menggunakan aktivanya secara
16 produktif, dengan demikian rentabilitas suatu perusahaan dapat diketahui dengan memperbandingkan antara laba yang diperoleh dalam suatu periode dengan jumlah aktiva atau jumlah modal perusahaan tersebut. 2.3
Metode Dan Teknik Analisa Laporan Keuangan Metode dan teknik digunakan untuk menentukan dan mengukur
hubungan antara pos-pos yang ada dalam laporan keuangan, sehingga dapat diketahui
perubahan-perubahan
dari
masing-masing
pos
tersebut
bila
diperbandingkan dengan laporan dari beberapa periode untuk satu perusahaan tertentu, atau diperbandingkan dengan alat pembanding lainnya. Dalam melakukan analisa terhadap sebuah laporan keuangan, pada dasarnya ada beberapa teknik analisa yang dapat dilakukan, yaitu: 1. Analisa internal Merupakan analisa yang dilakukan oleh pihak manajemen dalam rangka mengukur efisiensi usaha dan menjelaskan perubahan yang terjadi dalam kondisi keuangan perusahaan. Selain menghasilkan laporan yang biasa diumumkan pada pihak luar perusahaan analisa ini juga menghasilkan laporan yang tidak untuk diumumkan atau dipublikasikan tetapi hanya dipakai untuk maksud-maksud internal saja. 2. Analisa eksternal Analisa yang dilakukan oleh pihak-pihak diluar manajemen perusahaan misalnya bank, calon pemegang saham, dan calon kreditur lain yang dalam melakukan penganalisaan mereka tidak dapat memperoleh data secara terperinci, hanya informasi yang sifatnya diterbitkan untuk umum. Analisa ini juga bertujuan untuk menilai kinerja perusahaan yang bersangkutan, sebelum pihak eksternal melakukan kerjasama finansial dengan perusahaan tersebut. 3. Analisa horisontal Analisa ini merupakan analisa perkembangan data keuangan dan data operasi perusahaan dari tahun ke tahun atau mengadakan pembandingan laporan keuangan untuk beberapa periode waktu tertentu dengan menetapkan
17 salah satu periode sebagai periode dasar pembanding. Dari analisa ini akan dapat terlihat perkembangan maupun penurunan operasi perusahaan. 4. Analisa vertikal. Analisa vertikal adalah analisa laporan keuangan yang terbatas pada satu periode akuntansi saja, sehingga analisa ini hanya membandingkan antara pos satu dengan pos yang lainnya dalam laporan keuangan tersebut. Analisa ini dilakukan untuk mengetahui keadaan keuangan atau hasil usaha pada periode itu saja. Tujuan dari setiap metode dan teknik
analisis adalah untuk
menyederhanakan data sehingga dapat lebih dimengerti. Pertama-tama penganalisa harus mengorganisir atau mengumpulkan data yang diperlukan, mengukur dan kemudian menganalisa serta menginterpretasikan sehingga data tersebut menjadi lebih berarti. 2.4
Analisis Pendekatan Altman Rasio-rasio keuangan memberikan indikasi tentang kekuatan keuangan
dari suatu perusahaan. Keterbatasan analisis rasio timbul dari kenyataan bahwa metodologinya pada dasarnya bersifat penyimpangan (univariate) yang artinya setiap rasio di uji secara terpisah. Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan analisis tersebut, maka Altman telah mengkombinasikan beberapa rasio menjadi model prediksi dan teknik statistik. Yaitu analisis diskriminasi yang menghasilkan suatu indeks yang memungkinkan klasifikasi dari suatu pengamatan menjadi satu dari beberapa pengelompokan yang bersifat apriori (Widyastuti, 2006). Sejumlah studi telah dilakukan untuk mengetahui kegunaan analisis rasio keuangan dalam memprediksi kegagalan perusahaan. Salah satu studi tentang prediksi ini adalah studi yang dilakukan oleh Edward I Altman. Altman dalam (Adnan
2001)
menguji
manfaat
rasio
keuangan
dalam
memprediksi
kebangkrutan. Dalam penelitian ini Altman menggunakan sampel sebanyak 66 perusahaan
manufaktur yang terdiri atas 33 perusahaan bangkrut dan 33
perusahaan tidak bangkrut. Altman menggunakan Multivariate Discriminant Analysis. Hasil analisa menunjukkan bahwa rasio keuangan (profitability,
18 liquidity, dan solvency) bermanfaat dalam memprediksi kebangkrutan dengan tingkat keakuratan 95% setahun sebelum perusahaan bangkrut. Tingkat keakuratan tersebut turun menjadi 72% untuk periode 2 tahun sebelum bangkrut, 29% untuk periode 4 tahun sebelum bangkrut, dan 36% untuk periode 5 tahun sebelum bangkrut. Hasil penelitian yang dilakukan Altman ini menunjukkan penurunan kekuatan prediksi rasio keuangan untuk periode waktu yang lebih lama. Dalam penelitian ini Altman menyeleksi 22 macam rasio keuangan. Dari 22 macam rasio tersebut Altman menemukan 5 macam rasio yang dapat dikombinasikan untuk melihat perbedaan antara perusahaan yang bangkrut dan tidak bangkrut. Lima jenis rasio tersebut adalah sebagai berikut : a. Working Capital to Total Assets Ratio (WC/TA) Rasio ini mendeteksi likuiditas dari total aktiva dan posisi modal kerja (neto). Semakin besar rasio ini maka semakin baik pula kemampuan modal kerja dalam memutar aktiva. Modal kerja disini didapat dari selisih antara aktiva lancar dengan hutang lancar. Indikator-indikator yan dapat digunakan untuk mendeteksi adanya masalah-masalah pada likuiditas perusahaan adalah indikator-indikator internal seperti ketidakcukupan kas, utang dagang membengkak, utilisasi modal (harta kekayaan) menurun, penambahan utang yang tak terkendali dan beberapa indikator lainnya. b. Retained Earnings to Total Assets Ratio (RE/TA) Rasio ini mengukur besarnya kemampuan suatu perusahaan dalam memperoleh keuntungan, ditinjau dari kemampuan perusahaan yang bersangkutan dalam memperoleh laba dibandingkan dengan kecepatan perputaran operating assets sebagai ukuran efisiensi usaha. Semakin besar rasio ini maka semakin produktif aktiva perusahaan dalam menghasilkan laba ditahan. Umur perusahaan berpengaruh terhadap rasio tersebut karena semakin lama perusahaan beroperasi memungkinkan untuk memperlancar akumulasi laba ditahan. c. Earning Before Interest and Taxes to Total Assets Ratio (EBIT/TA) Rasio ini mengukur kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan bagi semua investor.
19 Investor termasuk pemegang saham dan obligasi. Indikator yang dapat digunakan dalam mendeteksi adanya masalah pada kemampuan profitabilitas perusahaan antara lain adalah piutang dagang meningkat, rugi yang terus menerus, persediaan meningkat, penjualan menurun, terlambatnya hasil penagihan piutang, kredibilitas perusahaan berkurang serta kesediaan memberi kredit pada konsumen yang tidak dapat membayar pada waktu yang telah ditetapkan. d. Market of Equity to Book Value of Total Debt Ratio (MVE/BVD) Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam memberikan jaminan kepada setiap utangnya melalui modalnya sendiri. Modal yang dimaksud adalah gabungan nilai pasar dari modal biasa dan saham preferen, sedangkan hutang mencakup hutang lancar dan hutang jangka panjang. Nilai pasar ini diperoleh dari perkalian antara jumlah saham perusahaan dengan harga pasar perlembar sahamnya. Rasio ini diukur dalam ukuran prosentase. e. Sales to Total Assets Ratio (S/TA) Rasio ini mengukur kemampuan modal yang diinvestasikan oleh perusahaan untuk menghasilkan pendapatan. Indikator yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya masalah pada aktivitas perusahaan serta berpengaruh pada rasio ini antara lain pangsa pasar produk kunci menurun, berpindahnya penguasaan pangsa pasar pada pesaing, modal kerja menurun dratis, perputaran persediaan menurun dratis, kepercayaan konsumen berkurang, dan beberapa indikator lainnya. Kelima rasio inilah yang akan digunakan dalam menganalisa laporan keuangan sebuah perusahaan untuk kemudian mendeteksi tingkat kesehatan kinerja keuangan perusahaan tersebut. Dalam manajemen keuangan, rasio-rasio yang digunakan dalam metode Altman ini dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok besar, yaitu: 1. Rasio Likuiditas yang terdiri atas Working capital to Total Assets Ratio 2. Rasio Profitabilitas yang terdiri dari Retained Earnings to Total Assets Ratio dan Earning Before Interest and Taxes to Total Assets Ratio.
20 3. Rasio Aktivitas yang terdiri dari Market Value of Equity to Book Value of Total Debt Ratio dan Sales to Total Assets Ratio. Dalam penelitian tersebut Altman menggunakan analisis diskriminan untuk membuat suatu model dalam meramalkan kebangkrutan perusahaan. Model yang diperoleh tersebut adalah sebagai berikut : Z–Score = 0,012 WC/TA + 0,014 RE/TA + 0,033 EBIT/TA + 0,006MVE/BVD + 0,999 S/TA.................................(1) Keterangan: WC/TA (X1)
= Working Capital / Total Assets (% )
RE/TA (X2)
= Retained Earning / Total Assets (%)
EBIT/TA (X3)
= Earning Before Interest and Taxes / Total Assets (%)
MVE/BVD (X4)
= Market Value of Equity / Book Value of Total Debt (%)
S/TA (X5)
= Sales / Total Assets (berapa kali )
Angka-angka rasio tersebut kemudian dikalikan dengan koefisien yang diturunkan Altman dan tambahkan hasilnya. Untuk menghitung Z-Score dapat dilakukan dengan menghitung angka-angka kelima rasio yang diambil dari laporan keuangan. Dari hasil analisa dengan metode Altman akan diperoleh hasil berupa angka-angka atau nilai Z – Score yang kemudian dapat menjelaskan kemungkinan pada sebuah perusahaan. Dari rumus di atas dapat diketahui bahwa analisis diskriminan memuat 5 unsur yaitu X1 sampai X5, dimana:
X1 = Menyimpulkan bahwa suatu perusahaan yang berpotensi gagal mulai berkurang investasinya untuk aktiva lancar. jadi bila dalam beberapa tahun investasi terhadap aktiva lancarnya mengalami penurunan terus menerus maka perlu diwaspadai mengenai X1 yang merupakan unsur kebangkrutan
X2 = Indikator profitabilitas kumulatif yang relatif terhadap penyusunan waktu, maka ini mengisyaratkannya bahwa semakin muda suatu perusahaan, semakin besar kemungkinannya untuk bangkrut, tetapi tidak menutup kemungkinan perusahaan yang besarpun mengalami kebangkrutan.
21
X3=Mencerminkan
keseluruhan
kekuatan
perusahaan
dalam
mendatangkan pendapatan,melemahnya faktor ini merupakan indikator terbaik akan hadirnya kebangkrutan, karena berjalannya suatu perusahaan bergantung juga pada laba yang diperoleh perusahaan.
X4 = Mengembangkan solvabilitas/kemampuan finansial jangka panjang dari suatu perusahaan.
X5 = Menunjukkan rasio perputaran modal yang menunjukkan besar kecilnya
kemampuan
manajemen
untuk
menjual
aset-aset
perusahaan atau bisa dikatakan seberapa jauh kemampuan aktiva menciptakan penjualan. Dengan kriteria penilaian (Munawir, 2001) sebagai berikut jika Z-Score > 2,99 dikategorikan sebagai perusahaan yang sangat sehat sehingga tidak mengalami kesulitan keuangan. Nilai 1,81 < Z-Score < 2,99 berada di daerah abu-abu (grey area) sehingga dikategorikan sebagai perusahaan yang memiliki kesulitan keuangan, namun kemungkinan terselamatkan dan kemungkinan bangkrut sama besarnya tergantung dari keputusan kebijaksanaan manajemen perusahaan
sebagai pengambil keputusan. Dan nilai Z-Score < 1,81
dikategorikan sebagai perusahaan yang memiliki kesulitan keuangan
yang
sangat besar dan beresiko tinggi sehingga kemungkinan bangkrutnya sangat besar. Penelitian Altman ini masih digunakan hingga saat ini karena dianggap masih dapat mewakili model prediksi tingkat kesehatan keuangan perusahaan. Beberapa penelitian juga mengembangkan model lain yang lebih kompleks dengan tujuan yang sama yaitu mencoba memberikan early warning system bagi kesehatan keuangan perusahaan. Secara umum ada beberapa kelebihan dan kelemahan metode Altman Z score ini yaitu : Kelebihan 1. Penggunaan Multiple Data Analysis dalam penghitungan Altman Z score mengakomodir keterkaitan antar rasio keuangan yang diukur karena mempertimbangkan semua variabel yang diukur termasuk
22 interaksi antar variabel jika dibandingkan dengan pengukuran secara univariate analysis (rasio dihitung secara terpisah). 2. Kemudahan pengumpulan data karena hanya memperhitungkan data yang
berasal
dari
laporan
keuangan
perusahaan,
tidak
memperhitungkan data lain di luar itu. Kelemahan 1. Tidak adanya rentang waktu yang pasti kapan terjadi kebangkrutan jika nilai Z score berada di bawah standar yang ditetapkan. 2. Pada penggunaan Rasio EBIT dimungkinkan terjadi perbedaan data EBIT, hal ini dikarenakan pada perusahan tertentu adakalanya besarnya biaya bunga tidak dinyatakan secara eksplisit sehingga EBIT sulit diterapkan, oleh karenanya harus menggunakan EBT (Earning Before Tax), 3. Formula Z Score kurang tepat untuk perusahaan baru yang labanya masih rendah atau bahkan masih merugi. Nilai Z Score biasanya akan rendah 4. Sangat bergantung pada data laporan keuangan, karena rasio yang dipakai berasal dari data laporan keuangan. Kesalahan penyajian dalam laporan keuangan,baik salah tulis atau salah penempatan akun akan menyebabkan hasil analisa menjadi tidak benar. 2.5
Penelitian Terdahulu Informasi akuntansi termasuk laporan keuangan memang mengandung
sejumlah data yang dapat dikaji sebagai bahan penelitian (Aflaha, 2008) melakukan penelitian untuk mengevaluasi tingkat kesehatan keuangan perusahaan restoran, hotel dan pariwisata yang listing di Bursa Efek Indonesia periode 2003-2007. Penelitian ini mengkaji tingkat kesehatan keuangan perusahaan dan dengan menggunakan model Altman dan analisis tren untuk mengetahui prediksi kebangkrutan. Objek penelitian yang digunakan adalah sembilan perusahaan restoran, hotel dan pariwisata yang telah menerbitkan laporan keuangan dalam lima tahun terakhir dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Analisis tren menemukan hasil
bahwa salah satu perusahaan
23 mengalami fluktuasi tren kesehatan keuangan yang negatif dan secara umum semua perusahaan berada dalam posisi trend berfluktuasi. Lain halnya dengan hasil penelitian Widyastusti (2006) yang menyebutkan bahwa pendekatan Altman dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kesehatan keuangan suatu perusahaan. Dengan menggunakan 6 perusahaan sampel industri perhotelan dalam periode 2000-2004 diketahui bahwa berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan pendekatan Altman dapat diketahui pada tahun 2000-2001 terdapat satu perusahaan yang termasuk dalam kategori sehat dan lima perusahaan dalam kategori yang tidak sehat. Pada periode 2002-2004 terdapat dua perusahaan dalam kategori sehat dan empat perusahaan dalam kategori tidak sehat. Penelitian lain dilakukan oleh Purwanti (2005) dengan menggunakan analisis rasio keuangan untuk memprediksi kondisi Financial Distress perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta periode 1998 -2003, Pemilihan populasi dilakukan dari 128 perusahaan kemudian diambil 38 sampel penelitian yang terdiri dari 28 perusahaan yang mengalami financial distress dan 10 perusahaan yang tidak mengalami financial distress dengan menggunakan penghitungan dari 33 rasio keuangan yang dijadikan variable independen. Hasilnya disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel independennya terhadap variabel dependennya, dengan kata lain tidak ada satupun rasio keuangan yang dapat digunakan untuk memprediksi kondisi financial distress selain rasio – rasio yang digunakan dalam model Altman. Berikut beberapa penelitian hingga tahun 2011 yang menggunakan Metode Altman Z score sebagai dasar penelitian
24 Tabel 3 Daftar penelitian terdahulu menggunakan Altman Z score
No
Peneliti / Tahun Penelitian
1
Yulia Purwanti (2005)
2
Widyastuti (2006)
Judul Penelitian Analisis rasio keuangan dalam memprediksi kondisi keuangan financial distress perusahaan manufaktur yang terdaftaar di Bursa Efek Jakarta
Analisis Kinerja Keuangan pendekatan Altman dan pengaruhnya terhadap harga saham pada perusahaan jasa go public di Bursa Efek Jakarta
Keterangan Metode yang digunakan untuk membuktikan apakah benar rasio keuangan (di luar model Altman) berpengaruh signifikan terhadap kondisi financial distress adalah regresi logit.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada rasio keuangan lain yang dapat digunakan sebagai alat untuk memprediksi kondisi financial distress perusahaan selain rasio – rasio keuangan yang digunakan dalam model Altman.
Pendekatan Altman dapat digunakan utuk mengetahui tingkat kesehatan perusahaan. Sampel yang diteliti adalah laporan keuangan 6 perusahaan perhotelan yang terdaftar di bursa Efek Jakarta Periode 2000-2004. Hasil penelitian menjelaskan pada tahun 2000-2001 terdapat satu perusahaan yang termasuk dalam kategori sehat dan lima perusahaan dalam kategori yang tidak sehat. Pada periode 2002-2004 terdapat dua perusahaan dalam kategori sehat dan empat perusahaan dalam kategori tidak sehat.
25
Lanjutan Tabel 3 No
3
Peneliti / Tahun Penelitian Sinta Kartika Wati (2008)
Judul Penelitian
Analisis z-Score dalam mengukur kinerja keuangan untuk memprediksi kebangkrutan pada tujuh perusahaan manufaktur di Bursa Efek Jakarta
Keterangan Penelitian bertujuan mengetahui penggunaan metode Altman Zscore dalam memprediksi kebangkrutan perusahaan di Indonesia dengan menggunakan data laporan keuangan yaitu neraca dan laba rugi perusahaan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode Altman Z-SCORE. Kesimpulan dari Skripsi ini adalah PT. Gudang Garam Tbk dan PT. Kimia Farma Tbk berada pada kondisi sehat, PT. Kalbe Farma Tbk berada pada kondisi sehat namun sempat berada pada kondisi bangkrut dan grey area. PT. Indofood Sukses Makmur Tbk berada pada kondisi gray area. PT. Ultrajaya Milk Tbk berada pada kondisi grey area dan sempat dikatakan bangkrut. PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk berada pada kondisi grey area dan sempat dikatakan bangkrut. PT. Mayora Indah Tbk mempunyai kondisi keuangan yang naik turun. Secara metodologi penggunaan metode Altman Z-Score dapat mengidentifikasi keadaan keuangan suatu perusahaan untuk dibandingkan antara perusahaan dengan klasifikasi usaha sejenis.
26
Lanjutan Tabel 3 No
4
NO
4
5
NO
Peneliti / Tahun Penelitian Endri (2008)
NAMA PENELITI TAHUN PENELITIAN
Endri (2008)
Diana Atim Iflaha (2008)
NAMA PENELITI TAHUN PENELITIAN
Judul Penelitian
Keterangan
Tujuan penelitian ini adalah untuk memprediksi kebangkrutan bank dengan menggunakan tiga sampel Bank Syariah di Indonesia. Studi ini menggunakan model Z-Score Altman selama periode 20052007, hasilnya menunjukkan bahwa semua Bank-bank Islam di sampel diperkirakan akan JUDU KETERANGAN bangkrut. Penelitian L menunjukkan bahwa Model ZScore kurang sesuai jika PENELITIA digunakan untuk memprediksi N Tujuan penelitian ini kebangkrutan adalah untuk kemungkinan Prediksi memprediksi bank pada industrikebangkrutan perbankan syariah kebangkrutan dengan menggunakan tiga sampel karena model Z-Score dibentuk bank untuk Bank Indonesia. Studi dariSyariah studi diterhadap industry menghadapi dan ini manufaktur menggunakan model Z-Score yang tentu berbeda mengelola Altman periode 2005denganselama industri perbankan. perubahan 2007, hasilnya Z score adalahmenunjukkan salah satu lingkungan semua Bank-bank Islam di Analisis bisnis Financial bahwa instrument yang digunakan :Distress Analisis Model diperkirakan pekerjaan akan dengan sampel untuk memprediksi Altman Penelitian menunjukkan metode Z-Score Z-Socre bangkrut. keuangan dan posisi keuangan Z-Score masingkurang untukmemprediksi bahwa dalamModel perusahaan sesuai jika digunakan untuk kebangkrutan masing.Pencapaian terburuk memprediksi perusahaan. keuanganmemicu kemungkinan kebangkrutan kebangkrutan pada (Studi Pada bagi perusahaan.Metodeindustri yang perbankan syariah model Perusahaan digunakan untukkarena dianjurkan dibentukZ-Score dari adalah studi Restoran, Hotel dan Z-Score dalam metode terhadap Pariwisata yang analisisindustry tren. manufaktur Penelitian yang berbeda adalah dengan Sembilan industry Listing di Bursa tentu dilakukan perbankan. Efek perusahaan restoran, hotel dan Indonesia Periode pariwisata yang telah 2003-2007) menerbitkan laporan keuangan JUDU dalamKETERANGAN lima tahun terakhir L sebagai objek. yang diambil. Analisis tren menemukan PENELITIA bahwa salah satu perusahaan N mengalami fluktuasi tren. Dan disimpulkan semua perusahaan berada dalam posisi trend berfluktuasi. Prediksi kebangkrutan bank untuk menghadapi dan mengelola perubahan lingkungan bisnis : Analisis Model Altman Z-Score
27
Lanjutan Tabel 3
No
Peneliti / Tahun Penelitian
Judul Penelitian Analisis Penggunaan Metode Z-Score Altman Untuk Memprediksi Potensi Kebangkrutan Perusahaan Sektor Textile Dan Garment Di Bursa Efek Indonesia Periode 2007-2009
Keterangan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memprediksi kebangkrutan bank dengan menggunakan Atman Z-score dengan data perusahaan sector Textile dan Garment yang listing di Bursa Efek Indonesia pada periode 2007 -2009. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan yang Kerangka Pikir 2.2 dikategorikan kepada kondisi kebangkrutan ada 15 *diolah dari berbagai sumber jurnal dan skripsi perusahaan Hal ini disebabkan karena jumlah aktiva yang dimiliki perusahaan tersebut tidak mencukupi kebutuhan kelangsungan usaha. Perusahaan yang tergolong dalam kategori rawan bangkrut (grey area) yaitu PT Pan Brothers Tex Tbk. Hal ini menunjukkan bahwa keputusan manajemen atas kondisi keuangan perusahaan akan memberikan pengaruh atas kategori kesehatan perusahaan di masa yang akan datang. Sedangkan Kinerja keuangan merupakan suatu indikator yang sering satu-satunya digunakan perusahaan yang termasuk untuk memilih suatu investasi. Salah satu cara untuk menilai kinerja keuangan dalam kondisi perusahaan sehat atau tidak perusahaan adalah dengan melihat laporan keuangannya. Merekabangkrut yang adalah PT Roda Vivatex Tbk, mempunyai kepentingan terhadap perkembangan suatu perusahaan sangatlah karena kemampuan memenuhi kewajiban dan menghasilkan laba perusahaan cukup tinggi dan optimal, yang mengakibatkan jumlah penjualan semakin meningkat. 6
Dwi Ma’ratun Salihah (2011)
28
Lanjutan Tabel 3
No
7
Peneliti / Tahun Penelitian Sarifah Vesselina Ardani (2011)
Judul Penelitian
Analisis Rasio Keuangan dengan Menggunakan Metode Altman untuk Mengukur Kesehatan Perusahaan Manufaktur Industri Makanan dan Minuman yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
*diolah dari skripsi dan jurnal
Keterangan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesehatan perusahaan manufaktur industri makanan dan minuman menggunakan model Z-Score dari metode Altman. Populasi yang diambil 16 perusahaan manufaktur industri makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2009 dengan sampel penelitian berjumlah 9 perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial dan simultan rasio working capital terhadap total assets (X1), rasio retained earnings terhadap total assets (X2), rasio earnings before interest and taxes terhadap total assets (X3), rasio book value of equity terhadap book value of total debt (X4), rasio sales terhadap total assets (X5) memiliki hubungan terhadap kesehatan perusahaan. Model ZScore
29 III. METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran Kinerja keuangan merupakan suatu indikator yang sering digunakan untuk memilih suatu investasi. Salah satu cara untuk menilai kinerja keuangan perusahaan adalah dengan melihat laporan keuangannya. Mereka yang mempunyai kepentingan terhadap perkembangan suatu perusahaan sangatlah perlu untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan tersebut, dan kondisi keuangan suatu perusahaan dapat diketahui dari laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan, yang terdiri dari neraca, laporan laba rugi dan laporanlaporan keuangan lainnya. Analisis terhadap neraca akan diperoleh gambaran tentang posisi keuangannya. Sedangkan analisa terhadap laporan laba rugi memberikan gambaran tentang perkembangan usaha perusahaan
yang
bersangkutan (Munawir 2001). Dalam menganalisa dan menilai posisi keuangan atau kemajuankemajuan suatu perusahaan, faktor-faktor utama yang diperhatikan untuk penganalisa adalah: 1. Likuiditas, menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi. 2. Solvabilitas, menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka panjang 3. Rentabilitas, menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. 4. Aktivitas, mengukur efektifitas perusahaan dalam mempergunakan sumbersumber. Penelitian ini menggunakan pendekatan model Altman dalam menganalisis
kinerja
keuangan
perusahaan
dengan
menggunakan
penggabungan rasio likuditas, rentabilitas, dan aktivitas. Angka-angka rasio yang telah dihasilkan tersebut kemudian dikalikan dengan koefisien yang diturunkan Altman dan tambahkan hasilnya. Untuk menghitung Z – Score dapat
30 dilakukan dengan menghitung angka-angka rasio yang diambil dari laporan keuangan. Dari hasil analisa dengan metode Altman akan diperoleh hasil berupa angka-angka atau nilai Z – Score yang kemudian dapat menjelaskan kemungkinan pada sebuah perusahaan. yang dibagi dalam beberapa kategori yaitu perusahaan sehat(Z score < 1,81), grey area (1,81< Z score<2,99), dan tidak sehat ( Z score > 2,99) Bagan kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada gambar sebagai berikut : Laporan Keuangan Analisis Keuangan
Kinerja Keuangan Pendekatan Altman
Working Capital to Total Assets Ratio (WC/TA)
Retained Earning to Total Assets Ratio (RE/TA)
Earning Before Interest and Tax to Total Assets Ratio (EBIT/TA)
Market Value of Equity to Book Value of Total Debt Ratio (MVE/BV)
Sales to Total Assets Ratio (S/TA)
Perhitungan Z-Score Model Altman
Z-Score<1,81 (Tidak Sehat)
1,81
Z-Score>2,99 (Sehat)
”KAJIAN TINGKAT KESEHATAN KEUANGAN MODEL ALTMAN PADA PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI DI BURSA EFEK INDONESIA” Gambar 1. Kerangka Pemikiran
31 3.2. Variabel Penelitian Variabel penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu variabel independen/bebas dan variabel dependen/terikat Variabel merupakan abstraksi dari gejala, peristiwa atau masalah yang memerlukan penyelidikan (Ulber Silalahi, 2009:191). Variabel independen/bebas dalam penelitian ini adalah variabel (X), dalam penelitian ini terdiri dari lima variabel, meliputi : (X1) Working Capital to Total Assets, (X2) Retained Earning to Total Assets, (X3)Earning Before Interest and Taxes (EBIT) to Total Assets,(X4) Market Value of Equity to Book Value of Total Liabilities, (X5) Sales to Total Assets (Sofyan Syafri Harahap, 2009). Adapun variabel dependen/terikat dalam penelitian ini adalah (Z) Z-Score = 1,2 X1 + 1,4 X2 + 3,3 X3 + 0,6 X4 + 1,0 X5 (Munawir,2001) dengan penelitian yang akan dilakukan pada perusahaan telekomunikasi Go Public di Bursa Efek Indonesia. 3.3. Populasi dan sampel Populasi adalah suatu wilayah generalisasi yang terdiri atas subjek atau objek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2006). Populasi
dalam
penelitian
ini
adalah perusahaan telekomunikasi go
public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Kriteria dari populasi yang akan diteliti ditetapkan sebagai berikut: a) Perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (go public) periode 2006--2011 b ) Perusahaan
telekomunikasi
yang
menerbitkan
laporan
keuangan
terpublikasi dan diaudit periode 2006—2011 Dari kriteria diatas jumlah perusahaan telekomunikasi di Indonesia yang memenuhi kriteria terdiri dari 5 perusahaan yang seluruhnya akan dijadikan sampel dalam penelitian ini. Karena menggunakan keseluruhan populasi sebagai sampel maka penelitian menggunakan metode sensus atau sampling jenuh. Sampling jenuh adalah tehnik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel (Sugiyono,2006).
32 Perusahaan yang masuk dalam kriteria sampel penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 4.
Daftar nama perusahaan telekomunikasi yang go public di Bursa Efek Indonesia
No
Nama Perusahaan
Kode BEI
1
PT Bakrie Telecom Tbk
BTEL
2 3 4 5
PT XL Axiata Tbk PT Indosat Tbk PT Mobile-8 Telecom Tbk PT Telekomunikasi Indonesia Tbk
EXCL ISAT FREN TLKM
Sumber: data diolah (2013)
3.4. Jenis dan Sumber Data Data yang dikumpulkan dari penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder merupakan data yang dikumpulkan dari tangan kedua atau dari sumber lain yang telah tersedia sebelum penelitian dilakukan (Silalahi, 2009). Sumber data dalam penulisan skripsi ini adalah dari berbagai sumber buku, jurnal dan penelitian terdahulu yang mendukung penelitian. Sedangkan untuk sumber data yang akan diolah dalam analisis penelitian adalah data laporan keuangan perusahaan telekomunikasi yang terpublikasi di www.idx.co.id, situs web resmi Bursa Efek Indonesia. 3.5. Metode Pengumpulan Data Data ini diperoleh dari data historis perusahaan jasa telekomunikasi, studi literatur, laporan penelitian, dan laporan keuangan yang diterbitkan perusahan maupun internet yang telah diaudit selama lima tahun 2006--2011. Metode yang dilakukan untuk mendapatkan data yang diinginkan dengan membuka Website dari objek yang diteliti, sehingga dapat diperoleh laporan keuangan, gambaran umum perusahaan serta perkembangannya
yang
kemudian digunakan penelitian. Situs yang digunakan adalah www.idx.co.id Selain itu, dilakukan juga studi pustaka yaitu pengumpulan data dengan cara mempelajari dan memahami buku-buku yang mempunyai hubungan dengan
33 analisis
prediksi
kebangkrutan metode Altman Z-score seperti dari
literatur, jurnal-jurnal, media massa dan hasil penelitian yang diperoleh dari berbagai sumber, baik dari perpustakaan dan sumber lain. 3.6. Teknik Analisis Data Altman (2002) menemukan lima jenis rasio keuangan yang dapat dikombinasikan untuk
melihat
perbedaan
antara
perusahaan
yang
bangkrut dan yang tidak bangkrut. Z-Score Altman untuk perusahaan telekomunikasi yang telah go public ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Munawir, 2001): Z-Score = 1,2 X1 + 1,4 X2 + 3,3 X3 + 0,6 X4 + 1,0 X5……. …….(2) Dimana: X1 = Working Capital to Total Assets (Modal Kerja/Total Aset) X2 = Retained Earning to Total Assets (Laba Ditahan/TotalAset) X3 = Earning Before Interest and Taxes (EBIT) to Total Assets (Pendapatan Sebelum Dikurangi Biaya Bunga/Total Aset) X4 = Market Value of Equity to Book Value of Total Liabilities (Harga Pasar Saham Dibursa/Nilai Total Utang) X5
= Sales to Total Assets (Penjualan/Total Aset)
Dengan kriteria penilaian (Munawir, 2002) sebagai berikut: a) Z-Score > 2,99 dikategorikan sebagai perusahaan yang sangat sehat sehingga tidak mengalami kesulitan keuangan. b) 1,81 < Z-Score < 2,99 berada di daerah abu-abu sehingga dikategorikan sebagai perusahaan yang memiliki
kesulitan
kemungkinan
kemungkinan
besarnya
terselamatkan
tergantung
dari
dan
keputusan
keuangan, bangkrut
kebijaksanaan
namun sama
manajemen
perusahaan sebagai pengambil keputusan. c) Z-Score < 1,81 dikategorikan sebagai perusahaan yang memiliki kesulitan keuangan yang sangat besar dan beresiko tinggi sehingga kemungkinan bangkrutnya sangat besar.
34 3.7. Operasionalisasi Variabel Agar
penelitian
diharapkan, maka perlu dasar
dari
ini
dapat
dilaksanakan
sesuai
dengan
yang
dipahami berbagai unsur-unsur yang menjadi
suatu penelitian ilmiah yang termuat dalam operasionalisasi
variabel penelitian. Secara lebih rinci, operasionalisasi variabel penelitian adalah sebagai berikut :
Tabel 5 Operasionalisasi variabel penelitian Tabel 5 Operasionalisasi variabel penelitian Variabel Penjelasan X1
X2
X3
X4
Indikator
Rasio ini menunjukkan Kemampuan perusahaan untuk menghasilkan modal kerja bersih dari keseluruhan total aktiva yang dimilikinya
Net Working Capital to Total Assets (Munawir 2002)
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba ditahan dari total aktiva perusahaan. Laba ditahan terjadi karena pemegang saham mengizinkan perusahaan untuk menginvestasikan kembali laba yang tidak didistribusikan sebagai dividen
Earning Before Interest and Tax to Total Assets (Munawir 2002
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari aktiva perusahaan, sebelum pembayaran bunga dan pajak.
Market Value of Equity to Book Value of Debt (Munawir 2002)
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban- kewajiban dari nilai pasar modal sendiri (saham biasa). Nilai pasar ekuitas sendiri diperoleh dengan mengalikan jumlah lembar saham biasa yang beredar dengan harga pasar per lembar saham biasa. Nilai buku hutang diperoleh dengan menjumlahkan kewajiban lancar dengan kewajiban jangka panjang.
Sales to Total Assets (Munawir 2002)
Skala
Rasio
Rasio
Rasio
Rasio
35 Lanjutan Tabel 5 Operasionalisasi variabel penelitian Lanjutan tabel 5 Operasionalisasi variabel penelitian
Variabel
X5
Z Score
Penjelasan
Indikator
Rasio ini menunjukkan apakah Z perusahaan menghasilkan volume =1,2X1+1,4X bisnis yang cukup dibandingkan 2 +3,3X3 + investasi dalam total aktivanya. 0,6X4 + Rasio ini mencerminkan efisiensi 1,0X5 manajemen dalam menggunakan (Munawir keseluruhan aktiva perusahaan untuk 2002) menghasilkan penjualan dan mendapatkan laba Data laporan keuangan perusahaan akan dianalisis dengan menggunakan beberapa rasio keuangan yang dianggap dapat memprediksi kebangkrutan sebuah perusahaan. Beberapa rasio keuangan yang mencerminkan rasio likuiditas, profitabilitas, dan aktivitas perusahaan yang akan menghasilkan rasio rasio atau angka-angka yang akan diproses lebih lanjut dengan formula Altman Z score.
* Diolah dari berbagai sumber oleh penulis
Skala Kali
Kali
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Perusahaan Objek penelitian yang diambil peneliti adalah perusahaan-perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2006 sampai dengan tahun 2011. Perusahaan-perusahaan tersebut adalah PT Bakrie Telecom Tbk, PT XL Axiata Tbk, PT Indosat Tbk, PT Mobile-8 Telecom Tbk,dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. PT Bakrie Telecom Tbk adalah operator telekomunikasi berbasis CDMA di Indonesia. Perusahaan ini sebelumnya dikenal dengan nama PT Ratelindo, yang didirikan pada bulan Agustus 1993, sebagai anak perusahaan PT Bakrie & Brother Tbk Yang bergerak dalam bidang telekomunikasi di DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat berbasis Extended Time Division Multiple Access (ETDMA). Pada bulan September 2003, PT Ratelindo berubah nama menjadi PT Bakrie Telekom, pada tahun 2006, PT Bakrie Telecom telah go-public dengan mendaftarkan sahamnya dalam Bursa Efek Indonesia Pada 17 September 2007, pemerintah Indonesia
memberikan
lisensi
atas
jaringan
tetapsambungan
langsung
internasional Indonesia kepada Bakrie Telecom. Sebagai bagian dari lisensi ini, Bakrie Telecom diharuskan membangun jaringan tetap untuk sambungan langsung internasional. PT XL Axiata Tbk didirikan pada tanggal 6 Oktober 1989 dengan nama PT Grahametropolitan Lestari, bergerak di bidang perdagangan dan layanan umum. Enam tahun kemudian, Perusahaan mengambil suatu langkah penting seiring dengan
kerja
sama
antara
Rajawali
Group
–
pemegang
saham
PT
Grahametropolitan Lestari – dan tiga investor asing (NYNEX, AIF, dan Mitsui). Nama Perusahaan kemudian berubah menjadi PT Excelcomindo Pratama dan berikutnya menjadi PT. XL Axiata, dengan bisnis utama di bidang penyediaan layanan telepon dasar. Pada tahun 1996, XL mulai beroperasi secara komersial dengan focus cakupan area di Jakarta, Bandung dan Surabaya. Hal ini menjadikan XL sebagai perusahaan tertutup pertama di Indonesia yang menyediakan layanan telepon dasar bergerak seluler. Bulan September 2005 merupakan suatu tonggak
37 penting untuk Perusahaan. Dengan mengembangkan seluruh aspek bisnisnya, XL menjadi perusahaan publik dan tercatat di Bursa Efek Jakarta (sekarang Bursa Efek Indonesia). Kepemilikan saham XL saat ini mayoritas dipegang oleh Axiata Group Berhad (“Axiata”) melalui Indocel Holding Sdn Bhd (83,8%) dan Emirates Telecommunications
Corporation
(Etisalat)
melalui
Etisalat
International
Indonesia Ltd (16,0%). PT
Indosat
Tbk
adalah
sebuah
perusahaan
penyelenggara
jasa
telekomunikasi internasional di Indonesia. Indosat merupakan perusahaan telekomunikasi dan multimedia terbesar kedua di Indonesia untuk jasa seluler (Satelindo, IM3, StarOne). Saat ini, komposisi kepemilikan saham Indosat adalah: Qatar Telecom (Qtel) Q.S.C. (Qtel) atas nama Qatar Telecom (Qtel Asia) Pte. Ltd (65%), Pemerintah Indonesia (14.29%) dan public (20.71%).termasuk saham Seri A. PT Indosat Tbk juga mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia, Bursa Saham Singapura, serta Bursa Saham NewYork. Indosat didirikan pada tahun 1967 sebagai Perusahaan Modal Asing, dan memulakan operasinya pada tahun 1969. Pada tahun 1980 Indosat menjadi Badan Usaha Milik Negara yang seluruh sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Indonesia. Hingga sekarang, Indosat menyediakan layanan telekomunikasi internasional seperti SLI dan layanan transmisi televisi antarbangsa. PT Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) didirikan pada tahun 1993 di bawah pengawasan PT Indosat. Ia mulai beroperasi pada tahun 1994 sebagai operator GSM. Pendirian Satelindo sebagai anak perusahaan Indosat menjadikan ia sebagai operator GSM pertama di Indonesia yang mengeluarkan kartu prabayar Mentari dan pascabayar Matrix. Pada tahun 1994 Indosat memperdagangkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta, Bursa Efek Surabaya yang sekarang ini berganti nama menjadi Bursa Efek Indonesia, dan New York Stock Exchange. Pada akhir tahun 2002 Pemerintah Indonesia menjual 41,94% saham Indosat ke Singapore Technologies Telemedia Pte. Ltd.. Dengan demikian, Indosat kembali menjadi PMA. Pada bulan November 2003 Indosat mengakuisisi PT Satelindo, PT IM3, dan Bimagraha. PT Mobile-8 Telecom Tbk adalah perusahaan operator seluler berbasis CDMA 800 MHz di Indonesia yang didirikan pada bulan Desember 2002. PT Mobile-8 Telecom Tbk memiliki produk layanan seluler dengan nama pasar fren yang diluncurkan pada tanggal 08 Desember 2003 dan layanan fixed wireless
38 access. Awalnya mayoritas saham PT Mobile-8 Telecom dimiliki oleh kelompok Bhakti Investama melalui PT Global Mediacom, yaitu sebesar 66,81% atau 13,519 miliar saham dari total 20,235 miliar saham Perseroan. Melalui serangkaian transaksi, Global Mediacom menjual kepemilikannya secara bertahap kepada beberapa perusahaan, terakhir pada tanggal 11 November 2009 yang menghabiskan seluruh kepemilikan sahamnya di Mobile-8. Setelah pelepasan tersebut, mayoritas kepemilikan saham Mobile-8 dikuasai oleh Grup Sinar Mas yang sebelumnya juga telah memiliki PT Smart Telecom. PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk. adalah perusahaan informasi dan komunikasi serta penyedia jasa dan jaringan telekomunikasi secara lengkap di Indonesia. PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk. mengklaim sebagai perusahaan telekomunikasi terbesar di Indonesia, dengan jumlah pelanggan telepon tetap sebanyak 12,4 juta dan pelanggan telepon seluler sebanyak 23,5 juta. PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk. merupakan salah satu BUMN yang sahamnya saat ini dimiliki oleh Pemerintah Indonesia (51,19%) dan oleh publik sebesar 48,81%. Sebagian besar kepemilikan saham publik (45,58%) dimiliki oleh investor asing, dan sisanya (3,23%) oleh investor dalam negeri. TELKOM juga menjadi pemegang saham mayoritas di 9 anak perusahaan, termasuk PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) dimulai pada tahun 1882, didirikan sebuah badan usaha swasta penyedia layanan pos dan telegraf. Layanan komunikasi kemudian dikonsolidasikan oleh Pemerintah Hindia Belanda ke dalam jawatan Post Telegraaf Telefoon (PTT). Pada tahun 1961, status jawatan diubah menjadi Perusahaan Negara Pos dan Telekomunikasi (PN Postel). Kemudian pada tahun 1965, PN Postel dipecah menjadi Perusahaan Negara Pos dan Giro (PN Pos & Giro) dan Perusahaan Negara Telekomunikasi (PN Telekomunikasi). Pada tahun 1974, PN Telekomunikasi diubah namanya menjadi Perusahaan Umum Telekomunikasi (Perumtel) yang menyelenggarakan jasa telekomunikasi nasional maupun internasional. Tahun 1980 seluruh saham PT Indonesian Satellite Corporation Tbk. (Indosat) diambil alih oleh pemerintah RI menjadi Badan Usaha Milik
Negara
(BUMN)
untuk
menyelenggarakan
jasa
telekomunikasi
internasional, terpisah dari Perumtel. Pada tahun 1989, ditetapkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi, yang juga mengatur peran swasta dalam penyelenggaraan telekomunikasi. Pada tahun 1991 Perumtel berubah
39 bentuk menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) Telekomunikasi Indonesia berdasarkan peraturan Pemerintah No 25 tahun 1991 Pada tanggal 14 November 1995 dilakukan Penawaran Umum Perdana saham TELKOM. Sejak itu saham TELKOM tercatat dan diperdagangkan di Bursa Efek Jakarta (BEJ), Bursa Efek Surabaya (BES)yang sekarang ini berubah menjadi Bursa Efek Indonesia, Bursa Saham New York (NYSE) dan Bursa Saham London (LSE). Saham TELKOM juga diperdagangkan tanpa pencatatan di Bursa Saham Tokyo. 4.2 Hasil Perhitungan 4.2.1
Deskripsi Data
4.a
Working Capital to Total Assets Ratio
Working Capital to Total Assets Ratio (WC/TA) merupakan proporsi modal kerja terhadap total aktiva. Rasio ini menggambarkan likuiditas dari total aktiva dan posisi modal kerja bersih (selisih aktiva lancar dengan utang lancar). Modal kerja terhadap total aset (working capital to total assets) digunakan untuk mengukur likuiditas aktiva perusahaan relative terhadap total kapitalisasinya atau untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek. Indikator yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya masalah
pada
tingkat
likuiditas
perusahaan adalah
indikator-indikator
internal seperti ketidakcukupan kas, utang dagang membengkak, dan beberapa indikator lainnya. Modal kerja bersih yang negatif kemungkinan besar akan menghadapi masalah dalam menutupi kewajiban jangka pendeknya karena tidak tersedianya aktiva lancar yang cukup untuk menutupi kewajiban tersebut. Sebaliknya, perusahaan dengan modal kerja bersih yang bernilai positif jarang
sekali
menghadapi kesulitan dalam melunasi kewajibannya. Dengan
adanya modal kerja positif berarti perusahaan dapat membiayai hutang lancarnya dengan jumlah aktiva lancer yang bernilai positif. Kemampuan perusahaan menjaminkan hutangnya dengan jumlah aktiva lancar yang memadai memberikan nilai positif bagi perusahaan tersebut, terutama bagi bank atau pihak lain selaku pemberi pinjaman. Hasil deskripsi rasio WC/TA perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2006--2011 dapat dilihat pada gambar 2
40 Gambar 2. Deskripsi Working Capital to Total Assets Ratio perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2006--2011
Sumber: Hasil perhitungan (data diolah) Gambar 2 memperlihatkan bahwa pada tahun 2006 PT Mobile 8 Telecom Tbk memiliki rasio WC/TA tertinggi sebesar 0.103 sedangkan yang terendah diraih adalah PT XL Axiata Tbk sebesar -0.088. Pada tahun 2007 PT Mobile 8 Telecom Tbk kembali memiiki rasio WC/TA tertinggi sebesar 0.249, sedangkan yang terendah kembali diperoleh PT XL Axiata Tbk sebesar -0.303. Pada tahun 2008 PT Bakrie Telecom Tbk memimpin rasio WC/TA tertinggi sebesar 0.145, sedangkan yang terendah dicapai PT Telkom Indonesia Tbk sebesar -0.136. Pada tahun 2009--2011 kelima perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di BEI tersebut memiliki rasio WC/TA negatif dengan yang terendah didapat PT Mobile 8 Telecom Tbk sebesar -0.153 di tahun 2009, -0.363 di tahun 2010, dan -0.187 di tahun 2011. Secara keseluruhan selama periode 2006--2011 PT Bakrie Telecom Tbk memiliki rasio WC/TA tertinggi dengan rata-rata 0.020 per tahun sedangkan terendah dicapai PT XL Axiata Tbk dengan rata-rata -0.147 per tahun. Dari hasil perhitungan modal kerja terhadap total asset yang dimiliki masing-masing perusahaan, maka dapat dikatakan bahwa perusahaan-perusahaan jasa telekomunikasi kurang relatif terhadap total kapitalisasinya. Karena dari masing- masing perusahaan jasa telekomunikasi selama periode 2006—2011 belum ada yang mampu menghasilkan modal kerja lebih besar dari Rp.1 untuk setiap Rp. 1 asset.
41 Hasil tersebut juga menunjukkan bahwa perusahaan yang mampu mengendalikan aktivitas modal kerja, terutama dalam menjaga posisi utang lancar lebih rendah dari aktiva lancarnya, akan mendapatkan rasio WC/TA yang positif. Sebaliknya, ketidakmampuan perusahaan menekan peningkatan aktivitas utang lancar dibanding aktiva lancar akan berdampak pada rasio WC/TA negatif. 4.b
Retained Earning to Total Assets Ratio Retained Earning to Total Assets Ratio (RE/TA) merupakan proporsi laba
ditahan terhadap total aktiva. Rasio ini digunakan untuk mengukur besarnya kemampuan suatu perusahaan dalam memperoleh keuntungan, ditinjau dari kemampuan perusahaan yang bersangkutan dalam memperoleh laba dibandingkan dengan kecepatan perputaran operating assets sebagai ukuran efisiensi usaha. Hasil deskripsi rasio RE/TA perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2006--2011 dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Deskripsi Retained Earning to Total Assets Ratio perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama Tahun 2006--2011
Sumber: Hasil perhitungan (data diolah)
Gambar 3 memperlihatkan bahwa pada tahun 2006 PT Indosat Tbk memiliki rasio RE/TA tertinggi sebesar 0.383 sedangkan yang terendah diraih adalah PT Bakrie Telecom Tbk sebesar -0.447. Pada tahun 2007 PT Telkom Indonesia Tbk memiliki rasio RE/TA tertinggi sebesar 0.352, sedangkan yang terendah diperoleh PT Mobile 8 Telecom Tbk sebesar -0.148. Pada tahun 2008
42 PT Telkom Indonesia Tbk kembali memimpin rasio RE/TA tertinggi sebesar 0.345, sedangkan yang terendah dicapai PT Mobile 8 Telecom Tbk sebesar 0.390. Pada tahun 2009 PT Telkom Indonesia Tbk kembali memimpin rasio RE/TA tertinggi sebesar 0.374 sedangkan yang terendah diraih PT Mobile 8 Telecom Tbk sebesar -0.546. Di tahun 2010, PT Indosat Tbk memimpin rasio RE/TA sebesar 0.291 dan yang terendah diperoleh PT Mobile 8 Telecom Tbk sebesar -0.893. Pada tahun 2011 PT Telkom Indonesia Tbk yang kembali memimpin rasio RE/TA sebesar -0.457 sedangkan yang terendah masih diperoleh PT Mobile 8 Telecom Tbk sebesar -0.521. Secara keseluruhan selama periode 2006--2011 PT Telkom Indonesia Tbk memiliki rasio RE/TA tertinggi dengan rata-rata 0.329 per tahun sedangkan terendah dicapai PT Mobile 8 Telecom Tbk dengan rata-rata -0.461 per tahun. Dari hasil perhitungan laba ditahan terhadap total asset yang dimiliki masing-masing perusahaan, maka dapat dikatakan bahwa perusahaan-perusahaaan jasa telekomunikasi tidak mampu menghasilkan laba ditahan seperti yang diharapkan. Ini dapat dilihat bahwa untuk setiap Rp.1 aktiva, belum ada yang mampu menghasilkan laba ditahan sebesar Rp.1. Hasil di atas juga memperlihatkan bahwa perusahaan yang mampu menjaga bahkan meningkatkan perolehan laba ditahan (retained earning) akan mendapatkan rasio RE/TA yang positif. Sebaliknya posisi rasio RE/TA yang negatif menunjukkan perusahaan mengalami defisit laba ditahan akibat kerugian dalam aktivitas usahanya. Demikian upaya memperbaiki defisit laba ditahan perlu diarahkan pada peningkatan laba bersih melalui efektivitas dan efisiensi beban operasional serta peningkatan pendapatan usahanya. 4.c
Earning Before Interest and Taxes to Total Assets Ratio Earning Before Interest and Taxes to Total Assets Ratio (EBIT/TA)
merupakan proporsi dari laba sebelum bunga dan pajak atau laba operasi (operating profit) terhadap total aktiva. Rasio digunakan untuk mengukur kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan bagi semua investor. Melemahnya faktor ini merupakan indikator terbaik akan hadirnya kebangkrutan. Hasil deskripsi rasio EBIT/TA perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2006--2011 dapat dilihat pada Gambar 4.
43 Gambar 4.
Deskripsi Earning Before Interest and Taxes to Total Assets Ratio perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama Tahun 2006—2011
Sumber: hasil perhitungan (data diolah) Gambar 4 memperlihatkan bahwa pada tahun 2006 PT Telkom Indonesia Tbk memiliki rasio EBIT/TA tertinggi sebesar 0.287 sedangkan yang terendah diraih adalah PT Mobile 8 Telecom Tbk sebesar 0,010. Pada tahun 2007 PT Telkom Indonesia Tbk memiiki rasio EBIT/TA tertinggi sebesar 0.323, sedangkan yang terendah diperoleh PT Mobile 8 Telecom Tbk sebesar 0.037. Pada tahun 2008 PT Telkom Indonesia Tbk kembali memimpin rasio EBIT/TA tertinggi sebesar 0.244 , sedangkan yang terendah dicapai PT Mobile 8 Telecom Tbk sebesar -0.084. Pada periode tahun 2009-2011 PT Telkom Indonesia Tbk kembali memimpin rasio EBIT/TA tertinggi secara berturut turut sebesar 0.232 (tahun 2009), 0.225 (tahun 2010), dan 0.213( tahun 2011) sedangkan yang terendah dalam periode 2009--2011 juga tetap diraih PT Mobile 8 Telecom Tbk sebesar 0.142 (tahun 2009), -0.193 (tahun 2010), dan -0.181 (tahun 2011). Secara keseluruhan selama periode 2006--2011 PT Telkom Indonesia Tbk memiliki rasio EBIT/TA tertinggi dengan rata-rata 0.254 per tahun sedangkan terendah dicapai PT Mobile 8 Telecom Tbk dengan rata-rata -0.092 per tahun. Dari hasil perhitungan laba sebelum bunga dan pajak terhadap total aktiva yang d imiliki masing-masing perusahaan maka dapat terlihat bahwa asset produktif perusahaan perbankan belum mampu menghasilkan laba usaha seperti yang telah direncanakan. Ini dapat dilihat bahwa untuk setiap Rp. 1
44 aktiva, belum dapat menghasilkan laba sebelum bunga dan pajak lebih besar dari Rp.1. Hasil tersebut juga menunjukkan bahwa perusahaan yang mampu meningkatkan laba usahanya akan mendapatkan rasio EBIT/TA yang positif, dan yang mengalami defisit laba usaha akan mendapatkan rasio EBIT/TA yang negatif. Dengan demikian upaya yang perlu dilakukan untuk menghindari terjadinya defisit laba usaha adalah dengan meningkatkan aktivitas usaha dan mengendalikan beban usaha secara efektif dan efisien. 4.d
Market of Equity to Book Value of Total Debt Ratio Market of Equity to Book Value of Total Debt Ratio (MC/TD) merupakan
proporsi nilai kapitalisasi market terhadap total hutang. Rasio digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memberikan jaminan kepada setiap utangnya melalui modalnya sendiri. Hasil deskripsi rasio MC/TD perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2006--2011 dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5.Deskripsi Market of Equity to Book Value of Total Debt Ratio perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama Tahun 2006--2011
Sumber: Hasil perhitungan (data diolah) Gambar 5 memperlihatkan bahwa pada tahun 2006 PT Bakrie Telecom Tbk memiliki rasio MC/TD tertinggi sebesar 6.387 sedangkan yang terendah diraih adalah PT Indosat Tbk sebesar 1.948. Pada tahun 2007 PT Telkom
45 Indonesia Tbk memiiki rasio MC/TD tertinggi sebesar 5.246, sedangkan yang terendah diperoleh PT XL Axiata Tbk sebesar 1.074.
Pada tahun 2008 PT
Telkom Indonesia Tbk kembali memimpin rasio MC/TD tertinggi sebesar 2.943, sedangkan yang terendah dicapai PT Mobile 8 Telecom Tbk sebesar 0.249. Pada periode tahun 2009-2011 PT Telkom Indonesia Tbk kembali memimpin rasio MC/TD tertinggi sebesar 3.999 (tahun 2009), 3.698 (tahun 2010), dan 3.378 (tahun 2011), sedangkan yang terendah diraih PT Mobile 8 Telecom Tbk secara berurutan sebesar 0.417 (tahun 2009), 0.466 (tahun 2010), dan 0.657 (tahun 2011). Secara keseluruhan selama periode 2006--2011 PT Telkom Indonesia Tbk memiliki rasio MC/TD tertinggi dengan rata-rata 4.088 per tahun sedangkan terendah dicapai PT XL Axiata Tbk dengan rata-rata 1.164 per tahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa keseluruhan perusahaan memiliki kemampuan membiayai aktivitas utangnya dari kapitalisasi saham yang diperolehnya. Upaya yang perlu diperhatikan dalam mempertahankan kondisi rasio MC/TD diantaranya mengendalikan aktivitas utang secara efektif dan efisien. 4.e
Sales to Total Assets Ratio Sales to Total Assets Ratio (S/TA) merupakan proporsi pendapatan
terhadap total aktiva. Rasio digunakan untuk mengukur kemampuan modal yang diinvestasikan oleh perusahaan untuk menghasilkan pendapatan. Selain itu juga digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen dalam menghadapi kondisi persaingan. Rasio
tersebut
mengukur
kemampuan
manajemen dalam
menggunakan aktiva untuk menghasilkan penjualan.Semakin besar rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk mengelola aktiva yang dimiliki untuk mendapatkan penjualan yang seoptimal mungkin. Rasio ini ukuran kinerja manajemen serta menunjukkan efektifitas penggunaan seluruh harta perusahaan dalam rangka menghasilkan penjualan bersih yang dapat dihasilkan oleh setiap rupiah yang diinvestasikan dalam bentuk harta perusahaan. Hasil deskripsi rasio S/TA perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2006--2011 dapat dilihat pada gambar 6.
46 Gambar 6.
Deskripsi Sales to Total Assets Ratio perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama Tahun 2006--2011
Sumber: Hasil perhitungan (data diolah) Gambar 6 memperlihatkan bahwa pada tahun 2006 PT Telkom Indonesia Tbk memiliki rasio S/TA tertinggi sebesar 0,683 kali sedangkan yang terendah diraih adalah PT Mobile 8 Telecom Tbk sebesar 0,196 kali. Pada tahun 2007 PT Telkom Indonesia Tbk memiiki rasio S/TA tertinggi sebesar 0,724 kali, sedangkan yang terendah diperoleh PT Mobile 8 Telecom Tbk sebesar 0,195 kali. Pada tahun 2008 PT Telkom Indonesia Tbk kembali memimpin rasio S/TA tertinggi sebesar 0,665 kali, sedangkan yang terendah dicapai PT Mobile 8 Telecom Tbk sebesar 0,154 kali. Pada periode tahun 2009--2011 PT Telkom Indonesia Tbk kembali memimpin rasio S/TA tertinggi sebesar 0,662 kali, 0,668 kali, dan 0,698 kali di tahun 2011 sedangkan yang terendah diraih PT Mobile 8 Telecom Tbk sebesar 0,078 kali, 0.084 kali di tahun 2010, dan 0,078 kali di tahun 2011. Secara keseluruhan selama periode 2006--2009 PT Telkom Indonesia Tbk memiliki rasio S/TA tertinggi dengan rata-rata 0,687 kali per tahun sedangkan terendah dicapai PT Mobile 8 Telecom Tbk dengan rata-rata 0,130 kali per tahun. Hasil tersebut menunjukkan bahwa keseluruhan perusahaan memiliki kemampuan mengelola seluruh asetnya dalam mendapatkan pendapatan. Upaya yang perlu dilakukan untuk mempertahankan kondisi tersebut adalah dengan meningkatkan aktivitas usaha secara maksimal.
47 4.2.2 Prediksi Altman Z-Score Berdasarkan hasil perhitungan prediksi kinerja keuangan pendekatan Altman terhadap perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama tahun 2006--2011 dapat dilihat rangkumannya pada Gambar 7. Gambar 7.
Nilai kinerja keuangan perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2006--2011 berdasarkan perhitungan prediksi pendekatan Altman Z-Score
Gambar 7 memperlihatkan bahwa berdasarkan hasil prediksi perhitungan Altman Z-Score terhadap kinerja keuangan perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di BEI diketahui bahwa pada tahun 2006 PT Bakrie Telecom Tbk dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk masuk dalam kategori sehat, sedangkan PT XL Axiata Tbk, PT Mobile 8 Telecom Tbk dan PT Indosat Tbk masuk dalam kategori grey area. Sejak tahun 2007--2011 hanya PT Telekomunikasi Indonesia Tbk saja yang masuk dalam kategori sehat,sedangkan perusahaan lainnya secara silih
48 berganti berada pada posisi grey area dan tidak sehat ( kecuali pada tahun 2010 PT XL Axiata Tbk berada pada posisi sehat). Hasil prediksi Altman Z-Score ini menunjukkan bahwa tidak semua perusahaan telekomunikasi go public memiliki kinerja keuangan yang stabil karena masing-masing perusahaan memiliki kemampuan berbeda dalam mengelola
setiap
unsur
kinerja
keuangannya.
Dari
kelima
perusahaan
telekomunikasi yang terdaftar di BEI selama tahun 2006-2011 hanya PT Telekomunikasi Indonesia Tbk saja yang hasil prediksi kondisi kinerja keuangannya dalam kategori sehat. PT Bakrie Telecom Tbk, dan PT Mobile-8 Telecom Tbk, PT Indosat Tbk pernah mengalami kondisi kinerja keuangan berkategori sehat pada tahun 2006 saja sedangkan tahun 2007-2011 masuk dalam kategori tidak sehat atau grey area. Sedangkan PT XL Axiata Tbk, mengalami kondisi sehat pada tahun 2010 kemudian berada di grey area pada tahun 2011. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan pendekatan analisis Altman Z-Score, diprediksi semua perusahaan telekomunikasi go public memiliki kinerja keuangan dalam kategori sehat, tidak bisa diterima kebenarannya atau ditolak. 4.3 Pembahasan Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa dari kelima perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2006--2011 memiliki kinerja keuangan hasil perhitungan pendekatan Altman Z-score dalam kondisi yang beragam. Kinerja keuangan ini menunjukkan kondisi perusahaan secara kuantitatif. Secara umum kinerja keuangan dari perusahaan telekomunikasi tersebut dibagi dalam 2 kategori yaitu perusahaan yang kondisi keuangannya sehat dan perusahaan dengan kondisi keuangan tidak sehat. Untuk mengetahui rangkuman hasil prediksi kinerja keuangan pendekatan Altman Z-score perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2006--2011 dapat dilihat pada tabel 6 dan tabel 7.
49 Tabel 6. Rata-rata kinerja keuangan perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2006--2011 berdasarkan metode Altman Z-Score
Sumber: Hasil perhitungan (data diolah) Tabel 7. Rekapitulasi kinerja keuangan perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2006--2011 berdasarkan metode Altman Z-Score
Sumber: Hasil perhitungan (data diolah) Tabel 6 dan 7 memperlihatkan bahwa secara keseluruhan hasil prediksi kinerja keuangan perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di BEI selama tahun 2006--2011 dapat digolongkan ke dalam dua kelompok, yaitu: 1.
Perusahaan berkinerja keuangan sehat Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa hanya PT Telkom Indonesia Tbk yang masuk dalam kategori perusahaan berkinerja keuangan sehat dengan nilai rata-rata Z-Score sebesar 4,355.
Hal ini dikarenakan kemampuan
perusahaan dalam mengelola unsur-unsur keuangannya dengan baik terutama unsur yang terdapat dalam rasio RE/TA, EBIT/TA, MC/TD, dan S/TA dengan dibandingkan keempat pesaingnya. Meskipun demikian, hal yang perlu diwaspadai PT Telkom Indonesia Tbk adalah unsur rasio WC/TA yang selalu negatif selama tahun 2006--2011. Kondisi ini terjadi karena pertumbuhan hutang lancarnya lebih tinggi dari pertumbuhan aktiva lancar yang berakibat pada defisit modal kerja. Untuk mengantisipasi hal tersebut
50 maka perusahaan perlu menekan aktivitas unsur-unsur hutang lancarnya secara efektif dan efisien guna mencapai surplus modal kerja dalam rangka meningkatkan kinerja keuangannya. 2.
Perusahaan berkinerja keuangan tidak sehat Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa perusahaan yang masuk dalam kategori berkinerja tidak sehat adalah PT Bakrie Telecom Tbk, PT XL Axiata Tbk, PT Indosat Tbk, dan PT Mobile 8 Telecom Tbk. Hal ini secara umum terjadi karena ketidakmampuan keempat perusahaan tersebut dalam mengelola unsur-unsur kinerja keuangannya secara efektif dan efisien, terutama yang ada dalam unsur rasio WC/TA, RE/TA, EBIT/TA, MC/TD, dan S/TA. Bila tidak segera dilakukan perbaikan maka dikhawatirkan keempat perusahaan tersebut diprediksi akan mengalami kebangkrutan di masa mendatang. PT Bakrie Telecom Tbk dan PT Mobile 8 Telecom Tbk menghadapi kesulitan yang sama dalam mengendalikan aktivitas rasio RE/TA yang selalu negatif akibat defisit laba ditahan yang terus dialami selama tahun 2006-2011. Rasio RE/TA merupakan salah satu unsur profitabilitas atau kemampulabaan suatu perusahaan sehingga upaya perbaikan dalam unsur ini menjadi langkah utama yang harus diprioritaskan perusahaan demi menjaga kepentingan pemegang saham maupun investor. PT Mobile 8 Telecom Tbk juga menghadapi persoalan dalam mengelola aktivitas rasio EBIT/TA yang negatif selama tahun 2008--2011. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan beban operasi yang tidak diikuti oleh peningkatan pendapatan secara proporsional. Bahkan sejak tahun 20082011, perusahaan mengalami defisit laba operasi yang besar seiring dengan terjadinya penurunan pendapatan operasi. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka peningkatan efisiensi dan efektivitas aktivitas penjualan dan beban operasi perlu diutamakan guna mengatasi defisit laba operasi yang terjadi. PT XL Axiata Tbk dan PT Indosat Tbk menghadapi kesulitan yang sama dalam mengelola aktivitas rasio WC/TA yang selalu negatif akibat defisit modal kerja yang dialami secara berturut-turut selama tahun 2006--2011. Hal ini terjadi karena tingginya peningkatan aktivitas hutang lancar dibandingkan dengan aktiva lancar. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka
51 penekanan aktivitas hutang lancar mutlak diperlukan dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas operasional kedua perusahaan tersebut. Analisa khusus atas hasil menghitungan metode Altman tahun per tahun pada periode 3 tahun terakhir yaitu 2009—2011 adalah sebagai berikut : 1. PT Bakrie Telekom Tbk a) Tahun 2009 ditandai dengan menurunnya variabel X1 (WC/TA),Rp 1.083,0 miliar di tahun 2008 karena digunakan untuk membiayai belanja modal pada tahun tersebut.. Kewajiban lancar naik sebesar 93,2% menjadi Rp 2.062,0 miliar di tahun 2009 dari Rp 1.067,5 miliar di tahun 2008. Kenaikan tersebut terutama disebabkan oleh adanya hutang jangka pendek baru sebesar Rp 235,0 miliar ditambah dengan bagian sewa pembiayaan yang jatuh tempo di tahun 2009 sebesar Rp 293,2 miliar akibat penerapan PSAK 30. b) Tahun 2010 nilai Z score nya naik melebihi tahun 2006 dan hal ini merupakan kontribusi dari kenaikan rasio X4 (MC/TD) dibanding tahun 2009. Kenaikan ini dipicu oleh kenaikan ekspektasi pasar yang tercermin pada harga penutupan
(closing price) yang naik dari Rp 147
di tahun 2009 ke Rp. 235 di tahun 2010. c) Tahun 2011 ditandai dengan menurunnya rasio X3 ( EBIT/TA) yang disebabkan penurunan biaya percakapan dikarenakan adanya kampanye yang mempromosikan talktime tak berbayar untuk mendapatkan pelanggan. Hal ini membuat pendapatan menurun. 2. PT XL Axiata Tbk a) Tahun 2009 ditandai dengan kenaikan signifikan variable X4 dan X5 dibanding variabel lainnya. Kenaikan X4 dipicu oleh selisih harga penutupan dibanding harga penutupan yang sama pada tahun sebelumnya dengan jumlah saham yang dijual mengalami kenaikan. Sedangkan kenaikan X5 terjadi karena naiknya penjualan dari Rp 9.764 M di tahun 2008 ke Rp, 3,706 di tahun 2009 kenaikan tersebut tidak diimbangin dengan kenaikan total asset yang signifikan. b) Tahun 2010 kombinasi kenaikan pada variabel X3 dan X4 memberikan kontribusi positif bagi nilai Z score PT XL Axiata Tbk menjadi berkinerja sehat. Sentimen positif pasar pada perusahaan tercermin dari
52 kenaikan harga penutupan dibanding tahun lalu, selain itu kenaikan penjualan bersih terutama disebabkan kenaikan pendapatan value added services (VAS) yang meningkat sebesar 85% menjadi Rp 2.332 miliar, terutama disebabkan
stimulasi penggunaan data melalui
berbagai penawaran paket data yang inovatif dan popularitas aplikasi jejaring sosial. c) Tahun 2011, perusahaan mengalami penurunan Z score menjadi berada di grey area, hal ini disebabkan oleh kenaikan net sales sebesar 7% dibanding tahun lalu namun tidak sebanding dengan kenaikan total aset menjadi 14% yaitu sekitar Rp31.171 miliar pada tahun 2011. Hal ini disebabkan oleh percepatan investasi pembangunan jaringan untuk mendukung bisnis layanan data, peningkatan kas dan setara kas, serta percepatan
pembayaran.
Selain
itu
fokus
utama
penyediaan
infrastruktur menyebabkan kenaikan pada hutang usaha sebagai sumber pembiayaan modal kerja bagi XL Axiata. Secara langsung hal ini juga mempengaruhi variable X4 sehingga terjadi penurunan nilai dibanding tahun sebelumnya. 3. PT Indosat Tbk a) Tahun 2009 terjadi penurunan laba operasi terutama pada jasa percakapan yaitu sebesar 1,4% dibanding tahun lalu. Hal ini merupakan implikasi kebijakan perusahaan untuk meminimalisir pelanggan tipe “lower-value calling card” dan juga karena penurunan ARPU (air rate per usage) perusahaan. Selain itu terjadi peningkatan signifkan pada total asset perusahaan dimana di tahun 2008 berjumlah Rp 51,693 milyar kemudian menjadi 55.041 milyar di akhir tahun 2009, kombinasi kedua kondisi ini membuat variabel X3 juga menurun dibanding tahun sebelumnya. b) Tahun 2010 ditandai dengan kenaikan nilai z score namun masih berada dalam kinerja tidak sehat. Kenaikan dipicu oleh naiknya semua variabel, namun yang dominan adalah variabel X4, hal ini terjadi karena adanya kombinasi penurunan pada total hutang dan kenaikan nilai kapitalisasi dikarenakan naiknya closing price di akhir tahun 2010.
53 c) Tahun 2011 meski secara umum masih dikategorikan tidak sehat,, namun terjadi perubahan positif pada nilai z score nya yaitu menjadi 1,428 di tahun 2011 dibanding 1, 3777 di tahun 2010. Kontributor utama perubahan adalah pada variabel X3 dimana terjadi kenaikan penjualan dibanding tahun sebelumnya. Hal ini terjadi karena perusahaan berhasil mengefektifkan Value Added Service dari layanan selulernya. 4. PT Mobile 8 Telekom Tbk a) Nilai Z score tahun 2009 makin negatif dibanding tahun 2008 dikarenakan makin besarnya nilai kerugian usaha yang terjadi dibanding tahun sebelumnya. Kerugian usaha ini disebabkan penurunan ARPU (air rate per usage) akibat persaingan sangat ketat dari operator telekomunikasi di Indonesia. b) Pada tahun 2010 nilai Z score dari PT Mobile 8 makin terpuruk hal ini disebabkan oleh makin negatifnya nilai dari variabel X1, X2, dan X3. Penurunan nilai variable X1 disebabkan karena kenaikan jumlah hutang lancar yang digunakan sebagai modal kerja bagi perusahaan sementara nilai asset. Sedangkan penurunan pada variabel X2 dan X3 dikarenakan penurunan nilai retained earning dan nilai operating profit yang cukup besar dibanding tahun 2009. c) Ada perbaikan kinerja dari perusahaan meski secara umum nilai Z score masih negatif namun terjadi peningkatan signifikan dari variable X4, hal ini dipicu oleh proses akuisisi PT Smart Telekom dimana kemudian sejak April 2011 perusahaan berubah nama menjadi PT Smartfren Telekom Tbk. Proses ini direspon pasar secara positif sebagai bagian perbaikan manajerial sehingga nilai kapitalisasi pasar nya meningkat jika dibandingkan tahun 2010. 5. PT Telkom Indonesia Tbk a) Pada tahun 2009 kenaikan Z score PT Telkom dipicu kenaikan variable X4 dimana terjadi kenaikan harga penutupan (closing price) dari awalnya Rp 6.900 di tahun 2008 menjadi Rp.9.450 di tahun 2009. b) Di tahun 2010 terjadi penurunan Z score hal ini dipicu oleh penurunan variabel X2 dimana terjadi penurunan jumlah laba ditahan disebabkan
54 pembagian dividen kepada para pemegang saham dengan jumlah yang cukup besar dibanding tahun sebelumnya. c) Secara umum nilai z score di tahun 2011 mengalami kenaikan,hal ini dikarenakan pertambahan nilai pada variabel X2, terjadi kenaikan jumlah laba ditahan yang lebih besar dibanding kenaikan total asset. Hal ini dipicu upaya menjaga kontinuitas perusahaan dengan cara mengurangi jumlah dividen yang dibagikan ke pemegang saham.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut: a. Tidak semua perusahaan telekomunikasi go public memiliki kinerja keuangan dalam kategori sehat berdasarkan hasil perhitungan prediksi tingkat kesehatan keuangan yang menggunakan pendekatan Altman Zscore, sehingga hipotesis yang diajukan tidak dapat diterima atau ditolak kebenarannya. b. Hasil prediksi tingkat kesehatan keuangan perusahaan telekomunikasi go public dengan menggunakan pendekatan analisis Altman Z-score diketahui PT Telkom Indonesia Tbk dikategorikan berkinerja keuangan sehat, sedangkan PT Bakrie Telecom Tbk, PT XL AxiataTbk, PT Indosat Tbk, dan PT Mobile 8 Telecom Tbk masuk dalam kategori berkinerja keuangan tidak sehat. c. Ketidaksehatan kinerja keuangan disebabkan karena ketidakmampuan dalam mengelola dan mengendalikan rasio rasio keuangan yang terdapat dalam rasio keuangan pendekatan Altman yaitu Working Capital to Total Assets Ratio, Retained Earning to Total Assets Ratio, Earning Before Interest and Taxes to Total Assets Ratio, Market of Equity to Book Value of Total Debt Ratio, Sales to Total Assets Ratio. d. Secara umum langkah strategis yang perlu diperhatikan oleh masingmasing perusahaan telekomunikasi adalah sebagai berikut : i.
PT Telkom Indonesia Tbk Sebagai satu-satunya perusahaan berkinerja keuangan sehat dalam periode 2006—2011 PT Telkom hendaknya dapat menjaga kinerja keuangannya di masa depan sehingga tetap memiliki kredibilitas didepan para stakeholder, namun perlu diperhatikan bahwa rasio Modal kerja terhadap aset total memiliki kecenderungan negatif dari tahun 2006- 2011, dan jika dibiarkan tentu akan mengganggu
56
keseimbangan
kinerja
keuangan.
meningkatnya
hutang
lancar
Hal
yang
ini
tidak
diakibatkan dibarengi
oleh
dengan
pertumbuhan aktiva lancar secara signifikan dan jika dibiarkan akan berakibat pada defisit nya modal kerja di masa yang akan datang. ii.
PT Bakrie Telekom Tbk Dalam periode 2006—2011 PT Bakrie Telekom mengalami defisit pada rasio laba ditahan terhadap total asetnya, hal ini mengakibatkan upaya penambahan modal usaha dari laba usaha tahun sebelumnya lebih
kecil
dibanding
total
aset
yang
digunakan.
Hal
ini
mengakibatkan jumlah hutang PT Bakrie Telekom naik tahun ke tahun sedangkan jumlah aset tetap.Untuk itu PT Bakrie Telekom perlu memperhatikan rasio laba ditahan terhadap total asetnya agar tetap konsisten dan tidak mengarah kepada defisit. Selain itu PT Bakrie Telekom juga perlu memperhatikan pos hutang jangka pendek dan beban bunga atas hutang yang timbul akibat kebijakan keuangannya untuk menutupi kelemahan rasio laba ditahan terhadap total asetnya tersebut. iii.
PT XL Axiata Tbk Tingkat hutang lancar yang tinggi dan tidak dibarengi secara proporsional dengan kenaikan total aset menyebabkan rasio Modal Kerja terhadap Total Aset PT XL Axiata TBk mengalami defisit dalam periode 2006—2011. Kebijakan strategi usaha PT XL Axiata yang menggunakan hutang lancar sebagai sumber dana untuk mendongkrak belanja modal membuat rasio ini mengalami defisit dalam periode penelitian, dan jika hal ini dibiarkan kinerja keuangan PT XL Axiata menjadi tidak sehat karena akan terbebani terutama oleh hutang yang harus dilunasi serta bunga pinjaman apabila tidak dibarengi dengan kenaikan rasio lainnya.
iv.
PT Mobile 8 Tbk Meningkatnya beban operasi yang tidak dibarengi peningkatan peningkatan laba operasi membuat PT Mobile 8 berada dalam posisi terendah kinerja keuangannya jika dibandingkan dengan perusahaan
57
lain yang ada dalam objek penelitian ini. Defisit pada rasio modal kerja juga menunjukkan bahwa perusahaan belum mampu mengelola modal
kerjanya
secara
maksimal,
besarnya
beban
operasi
menunjukkan bahwa perusahaan memiliki masalah serius terutama dalam efisiensi kinerja operasi, dan jika dibiarkan akan berdampak buruk bagi kinerja perusahaan secara keseluruhan. v.
PT Indosat Tbk PT Indosat Tbk kesulitan dalam mengelola aktivitas rasio WC/TA yang selalu negatif akibat defisit modal kerja yang dialami secara berturut-turut selama tahun 2006--2011. Hal ini terjadi karena tingginya peningkatan aktivitas hutang lancar dibandingkan dengan aktiva lancar. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka penekanan aktivitas hutang lancar mutlak diperlukan dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas operasional kedua perusahaan tersebut.
2.
Saran a. Setiap perusahaan telekomunikasi perlu melakukan pengendalian seluruh aktivitas keuangannya secara efektif dan efisien. b. Perusahaan yang masuk dalam kategori berkinerja keuangan tidak sehat sebaiknya segera melakukan perbaikan terutama pada unsur-unsur rasio keuangan yang terdapat dalam pendekatan Altman Z-Score, guna menghindari kemungkinan kesulitan keuangan yang akan terjadi di masa mendatang. c. Perusahaan yang masuk dalam kategori berkinerja keuangan sehat tetap meningkatkan kemampuan pengelolaan unsur-unsur rasio keuangan dengan memperhatikan perkembangan iklim bisnis dan dinamika usaha yang terjadi baik di masa kini ataupun masa depan. d. Para investor yang akan berinvestasi pada perusahaan telekomunikasi di Bursa Efek Indonesia sebaiknya memilih perusahaan berkinerja keuangan sehat untuk memperkecil risiko investasi yang akan terjadi
58
DAFTAR PUSTAKA
Adnan, A.M. 2001. Analisis Ketepatan Prediksi Metode Altman Terhadap Terjadinya Likuidasi pada Lembaga Perbankan (Kasus Likuidasi Perbankan di Indonesia). dalam JAI Volume 5 No. 2. Jakarta (ID): Jurnal Akuntansi Indonesia Adnan MA, Kurniasih E. 2000. Analisis Tingkat Kesehatan Perusahaan Untuk Memprediksi Potensi Kebangkrutan Pada Penekatan Altman (Kasus Pada Sepuluh Perusahaan Di Indonesia), Jurnal Akuntansi Dan Auditing Indonesia, 4 (2), 131-149. Altman, 2002. Corporate Financial Distress. New York (US): John Wiley & Sons, 1983. Argyris A. 2006. Predicting financial distress using Neural Networks:Another episode to the serial, Thesis of Master of Degree, Hanken, Swedish School of Economic and Business Administration, Department of Accounting, Caudill, M., & Butler, C. (1991). Naturally Intelligent Systems (1st ed.). Cambridge, (USA): The MIT Press. Assauri, S. 2000. Rekayasa Keuangan. Manajemen Usahawan Indonesia No 08 th XXIX Bakrie Telekom.2012. Laporan Keuangan [Internet]. [diunduh 14 Januari 2013]. Tersedia pada http://www.bakrietelecom.com/ laporan keuangan/ Beaver, W.1967. Financial Ratios as Predictors of Failures. Empirical Research in Accounting, selected studies, 1966, in supplement to the Journal of Accounting Research. January.New York (USA) : Journal of Accounting Research BEI.2012. Laporan Keuangan Perusahaan Telekomunikasi. [Internet]. [diunduh 9 Januari 2013]. Tersedia pada http: //www.idx.co.id/laporan keuangan/ Darsono, dan Ashari. 2005. Pedoman Praktis Memahami Laporan Keuangan, Yogyakarta (ID): Penerbit Andi Eugene F. Brigham dan Joel F. Houston. 2001. Manajemen keuangan. Jakarta (ID): Erlangga Endri.2008. Prediksi kebangkrutan bank untuk menghadapi dan mengelola perubahan lingkungan bisnis : Analisis Model Altman Z-Score. Perbanas Quarterly Review, Vol.2.No1 Maret 2009 [Internet]. [diunduh 22 Januari 2013]. Tersedia pada http://www.pdfio.com/k-188685.html Foster G 1986. Financial Statement Analysis. 2nd edition. (USA): Prentice Hall Int. Inc Hanafi, Hamduh M. dan Halim, Abdul. 1996. Analisa Laporan Keuangan. Yogyakarta (ID): UPP-AMP YKPN. Harahap, SS. 2009. Analisis Kritis atas Laporan Keuangan. Jakarta (ID) : PT. Raja Grafindo Persada. Iflaha DA. 2008. Analisa Financial Distress dengan metode Z score untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan (studi pada perusahaan restoran, hotel dan pariwisata yang listing di bursa efek Indonesia periode 2003-2007). [skripsi]. Universitas Islam Negeri Malang [Internet].Diunduh 19 Januari
59
2013.Tersedia di http//www.lib.uin.malang.ac.id/files/thesis/fullchapter/04610029.ps IAI(Ikatan Akuntan Indonesia).1999.Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta (ID) : Salemba Empat Indosat.2012. Laporan Keuangan [Internet]. [diunduh 14 Januari 2013]. Tersedia pada http://www.indosat.com/About_Us/Investor_Relations/Financial_Stateme nts Kartika Wati. S.2008. Analisis z-Score dalam mengukur kinerja keuangan untuk memprediksi kebangkrutan pada tujuh perusahaan manufaktur di Bursa Efek Jakarta [skripsi]. Fakultas Ekonomi. Jakarta (ID) :Universitas Gunadarma Kasmir. 2008. Bank & lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta (ID) : PT. Raja Grafindo Persada. Mobile 8 Telekom.2012. Laporan Keuangan [Internet]. [diunduh 12 Januari 2013]. Tersedia pada http://www.smartfren.com/ina/home/laporan keuangan Muharam, H. 2002. Analisis pengaruh Informasi Fundamental Terhadap Harga Saham (Studi Kasus pada Seratus Emiten Terbaik di Bursa Efek Jakarta Tahun 2002 Versi Majalah Investor. Dalam Media Ekonomi & Bisnis Vol XIV No. 1 Hal 57-68. Jakarta (ID) : Media Ekonomi & Bisnis Munawir, S 2001. Analisa Laporan Keuangan. Yogyakarta (ID) : Liberty Munawir, S 2002. Analisa Laporan Keuangan. Yogyakarta (ID) :UPP AMP YKPN Muslich, M. 2000. Manajemen keuangan Modern. Jakarta (ID) : Rineka Cipta Platt, H., dan M. B. Platt. 2002. Predicting Financial Distres. Journal of Financial Service Professionals, 56: 12-15.New York (USA) : hal 3-7 Purwanti Y.2005. Analisis Rasio Keuangan dalam Memprediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. [skripsi]. Fakultas Ekonomi .Yogyakarta (ID) :Universitas Islam Indonesia Silalahi, U. 2009. Metode Penelitian Sosial. Jakarta (ID) : PT. Refika Aditama. Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Bisnis. Jakarta (ID): Alfabeta. Telkom. 2012. Laporan Keuangan [Internet]. [diunduh 12 Januari 2013]. Tersedia pada http://www.telkom.co.id/hubungan-investor/laporanlaporan/ Weston, Fred. J. 1997. Manajemen Keuangan. Jakarta (ID) : Erlangga Widyastuti, R. 2006. Analisis Kinerja Keuangan Pendekatan Altman dan Pengaruhnya terhadap harga saham pada perusahaan jasa go public di Bursa Efek Jakarta. [skripsi]. Semarang (ID):Universitas Diponegoro XL Axiata.2012. Laporan Keuangan [Internet]. [diunduh 12 Januari 2013]. Tersedia pada http://www.xl.co.id/corporate/id/investor/informasi/laporanaudit
60
61
62
63
64
65
66
Hasil Perhitungan Altman Z-Score Z-Score = 1,2 X1 + 1,4 X2 + 3,3 X3 + 0,6 X4 + 1,0 X5
67