Kajian Sosial Ekonomi Ruas Jalan alternatif Tarutung 1) Hermawan Kusumartono , 2) Yudha P. Heston
KAJIAN SOSIAL EKONOMI RUAS ALTERNATIF JALAN AEK LATONG (TARUTUNG - SIPIROK)1 Hermawan Kusumartono 1, Yudha P. Heston 2 Puslitbang Sebranmas
1
Jl. Sapta Taruna Raya 26 Pasar Jumat Jakarta Selatan Email :
[email protected]
Balai Litbang Sosekkim, Puslitbang Sebranmas
2
Jl. Laksda Adisucipto no. 165 Yogyakarta Email :
[email protected]
ABSTRAK Ruas jalan Siborong-Borong - Padang Sidempuan, yang menghubungkan antara kota Tarutung - Sipirok, tepatnya pada KM 133.000 sampai KM 133+900, sejak tahun 1998 hingga sekarang mengalami longsoran yang dari tahun ketahun semakin parah, sehingga dikhawatirkan dapat memutus arus lalu-lintas penting di Sumatera Utara. Penelitian dilakukan untuk memberikan masukan alternatif pemindahan ruas jalan dari aspek sosial ekonomi. Jenis penelitian adalah deskriptif kuantitatif untuk menjelaskan fenomena baik sosial maupun ekonomi akibat longsoran yang terjadi di ruas jalan Tarutung – Sipirok. Data primer diperoleh dengan cara wawancara, Collective Interview dan penyebaran kuesioner. Analisis deskriptif untuk melihat kondisi aktual sedangkan analisis kuantitatif dilakukan menggunakan perhitungan ekonomi, seperti biaya konstruksi, manfaat ekonomi dan potensi yang hilang, termasuk tingkat kesejahteraan masyarakat terkena dampak pemindahan trase jalan. Pilihan prioritas alternatif penanganan terbaik berdasarkan hasil skoring potensi manfaat dan biaya sosial ekonomi adalah alternatif I yaitu pemindahan ruas jalan ke arah bukit (± 1,5 km). Dengan pertimbangan jarak tempuh yang lebih singkat, faktor ekonomi yang lebih murah dan nilai sosial budaya masyarakat yang cepat pulih ke kondisi awal, dibanding dua alternatif lain. Kata kunci: ruas alternatif, sosial, ekonomi, jalan ABSTRACT Siborong-Borong – Padang Sidempuan Streets connects between Tarutung – Sipirok towns, precisely at KM 133000 until KM 133+900, since 1998 until now experiences landslide from year by year going worse, so that could be able to break important traffic current in North Sumatra. Research is conducted to formulate re-alignment road focusing on social economic aspect. Research type is quantitative descriptive to explain phenomenon both social and economics as result of lanslide happened in joint streets Tarutung - Sipirok. Primary data is obtained by interview, Collective Interview and questionnaire. Descriptive analysis to see actual condition while quantitative analysis done applies calculation economics, like expense of construction, losing economic benefit and potency, including level of prosperity of public is hit by displacement impact of trase road. Priority choice alternative of best handling based on result of benefit potency and economics social cost is first alternative that is displacement of joint streets towards hill ( 1,5 kms). With consideration of briefer travelled distance, cheaper economics factor and public culture social value that is quickly convalesce to initial condition, compared to two other alternatives. Key Words : alternative alignment, social, economic, road Makalah ini sudah disampaikan pada acara Kolokium Puslitbang Jalan dan Jembatan, Balitbang PU di Bandung pada tanggal 17-18 Juni 2009, dengan telah dilakukan penyempurnaan.
1
23
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol.2 No.1, April 2010 hal
PENDAHULUAN Pembangunan merupakan proses perubahan terus-menerus dari kondisi kurang baik menjadi lebih baik sehingga terjadi sebuah keseimbangan terhadap lingkungan baru. Untuk itu pembangunan infrastruktur, khususnya jalan perlu selalu dikaitkan dengan daya dukung lingkungan sekitar agar tidak terdegradasi. Dalam pembangunan infrastruktur jalan perlu mempertimbangkan berbagai pilar, seperti pilar ekonomi, pilar sosial budaya dan lingkungan sebagai suatu kesatuan sehingga terjadi pembangunan yang berkelanjutan. Peningkatan kualitas jalan tidak terlepas dari adanya demand terhadap kebutuhan jalan dan biaya investasi yang harus dikeluarkan. Dengan adanya jaringan jalan yang terstruktur dengan baik, berbagai kegiatan investasi akan berkembang secara efisien dan efektif, yang pada akhirnya menghasilkan nilai manfaat yang tinggi bagi perkembangan suatu wilayah maupun masyarakat secara luas.
Jalan nasional yang melewati Aek Latong telah dibuka sejak tahun 1930. Selain komoditas barang, jalan ini merupakan jalan akses bagi wisatawan untuk menikmati keindahan daerah Sipirok. Jalan Aek Latong mulai mengalami retak
karena pergerakan tanah, pada tanggal 3 Januari 1997. Kemudian disusul adanya retak pada sawah milik masyarakat. Disusul adanya kejadian kolam warga yang jebol. Kemudian berturut-turut kejadian pintu rumah yang tidak bisa dibuka karena gerakan tanah. Kejadian longsor terparah terjadi pada tahun 2002, yang menimbulkan kerugian warga Aek Latong. Mulai dari rusaknya pohon kelapa, bambu dan pohon yang lain, termasuk rusaknya kolam yang dahulu berisi ikan mas, dan yang terutama adalah hilangnya sawah di lokasi longsor. Sebagai Ilustrasi kondisi jalan di Aek Latong sebelum tahun 1997 dan kondisi jalan saat ini dapat dilihat pada gambar 1. Penanganan penduduk sekitar jalan longsor sudah dilakukan dengan memindahkan penduduk Aek Latong ke Kampung Aek Latong baru. Pemerintah Daerah telah menyediakan rumah tinggal yang menggunakan bahan papan kayu, untuk mengevakuasi penduduk Aek Latong di tahun 2002. Masyarakat mengungkapkan bahwa akibat dari kejadian longsor telah kehilangan hampir 85% sawah mereka. Juga air yang dahulu bisa langsung diminum, sekarang terasa bercampur dengan lumpur.
Gambar 1 Kondisi jalan sebelum longsor dan sesudah longsor Upaya penanganan telah dilakukan untuk mengatasi longsoran jalan, dengan penyediaan (standby) alat berat di lokasi longsoran berupa: Dump Truck, Bulldozer, Loader, Excavator, Motor Grader, dan Vibro Roller. Pekerjaan pemeliharaan dengan menambah penimbunan dan perkerasan
24
jalan serta pengendalian air dengan membuat gorong – gorong dilaksanakan oleh Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional I, Ditjen. Bina Marga. Penelitian teknis terkait longsoran tanah dilakukan oleh tim Puslitbang Jalan dan Jembatan dan Puslitbang SDA.
Kajian Sosial Ekonomi Ruas Jalan alternatif Tarutung 1) Hermawan Kusumartono , 2) Yudha P. Heston Dari hasil advis teknis Balitbang didapat 3 alternatif penanganan jalan longsor, yaitu: (Puslitbang Jalann dan Jembatan, 2008)
Alternatif 1: realinyemen penuh, dengan panjang penanganan ± 1.50 Km. Dilakukan pada sebelah kanan (sisi bukit) sepanjang longsoran dengan jarak rata rata antara ± 500 M. Perkiraan kebutuhan dana sebesar Rp. 20 Milyar. Alternatif 2: Jembatan. Untuk Jembatan
hanya di lokasi A (250m) dan C (350m) tanpa pilar karena akan menerima gaya horizontal akibat massa tanah jenuh. Perkiraan kebutuhan dana Rp. 120 Milyar.
Alternatif 3: Relokasi sepanjang 12 km. Lokasi trase baru pada sisi utara eksisting (KM 132144). Dapat menghindari longsoran lainnya, seperti Batu Jomba dan Hutaimbaru. Melalui hutan suaka marga satwa sepanjang 2 Km. Perkiraan kebutuhan dana Rp. 90 Milyar.
Gambar 2 Alternatif 1 dan 3 Dari alternatif ruas jalan yang ada, maka yang menjadi pertanyaan penelitian alternatif ruas jalan mana yang tepat berdasarkan aspek sosial ekonomi, sehingga tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai alternatif pemindahan ruas jalan Aek Latong dilihat dari aspek sosial dan ekonomi. Diharapkan penelitian bermanfaat sebagai masukan bagi Ditjen Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum dalam mengambil kebijakan guna menetapkan alternatif ruas jalan yang akan dipilih.
METODE Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara pada bulan Pebruari – April 2009. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif untuk menjelaskan fenomena baik sosial maupun ekonomi akibat longsoran yang terjadi di ruas jalan Tarutung- Sipirok. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dengan cara wawancara mendalam dengan para pengguna jalan baik mobil umum dan pribadi untuk memperoleh data
untuk penghitungan valuasi ekonomi, Collective Interview dilakukan dengan para warga dan tokoh masyarakat dan penyebaran kuesioner kepada seluruh warga desa Aek latong dengan teknik pengambilan sampling secara sensus. Pelaksanaan survey lapangan dilaksanakan dari mulai pagi hari sekitar jam 09.00 – 11.00 kemudian dilanjutkan di sekitar jam 15.00 – 17.30. Jumlah responden 46 dengan perincian 45 keluarga tinggal di Desa Aek Latong Baru. Wawancara terhadap pengguna jalan dilakukan pada waktu pagi dan sore hari selama 3 hari terhadap 30 informan pada saat kondisi macet, sehingga bisa melakukan wawancara mendalam. Collective interview dilakukan pada malam hari dengan peserta kurang lebih 20 orang. Data sekunder diperoleh melalui publikasi resmi yang dikeluarkan pemerintah maupun swasta yang mendukung analisis penelitian. Analisis menggunakan analisis deskriptif dan kuantitatif. Analisis deskriptif untuk melihat kondisi aktual yang memberikan gambaran kondisi perkembangan jalur Aek Latong sejak tahun 1998. Sedangkan analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan perhitungan ekonomi, seperti perkiraan biaya konstruksi, manfaat ekonomi dan potensi yang yang hilang adanya pemindahan
25
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol.2 No.1, April 2010 hal
trase jalan baru. Juga analisis kuantitatif dilakukan terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat yang terkena dampak pemindahan trase jalan.
Analisis sosio-ekonomis ditekankan pada social economic benefit cost analysis pada rencana proyek pemindahan jalur Aek Latong. Untuk benefit dan cost dari proyek fisik seperti pembangunan/ peningkatan jalan Aek Latong, merupakan benefit dan cost yang dapat dihitung/dinilai dengan uang (tangible benefit), misalnya biaya konstruksi, penurunan biaya transportasi, penurunan biaya satuan waktu (unit time cost), dan penurunan biaya pemeliharaan jalan. Selain itu, benefit dan cost yang tidak dapat dihitung/dinilai dengan uang (intangible benefit) dapat diperhitungkan sebagai potensi dampak yang terjadi dari pembangunan proyek seperti misalnya kenyamanan berkendaraan, perubahan kondisi sosial, value dari proyek terhadap kondisi social masyarakat, dampak tidak langsung dari pembangunan proyek, dan lain sebagainya. (Dirawan 2003) KERANGKA KONSEPTUAL Jalan Tarutung-Sipirok merupakan jalan Negara, menghubungkan kota Medan dan Padang. Ruas jalan Tarutung – Sipirok merupakan bagian jalan lintas tengah Sumatra. Ruas ini merupakan ruas pilihan utama, dibandingkan melalui jalan lintas barat dan timur. Karena jarak yang pendek dan waktu tempuh yang lebih singkat. (puslitbang Sumber Daya Air 2008). Adanya gangguan terhadap infrastruktur transportasi, menyebabkan gangguan terhadap sistem transportasi secara umum. Sistem transportasi merupakan suatu bentuk keterikatan dan keterkaitan antara penumpang, barang, prasarana dan sarana yang berinteraksi dalam rangka perpindahan orang atau barang yang tercakup dalam suatu tatanan, baik secara alami maupun buatan/ rekayasa (Gunadarma 1997). Sistem trasnportasi diselenggarakan dengan maksud untuk mengkoordinasikan proses pergerakan penumpang dan barang dengan mengatur komponen-komponennya dimana prasarana merupakan media untuk proses transportasi, sedangkan sarana merupakan alat yang digunakan
26
dalam proses transportasi (Gunadarma 1997).
Aspek transportasi sangat erat kaitannya dengan aspek ekonomi, juga dalam pembangunan ekonomi daerah yang merupakan suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Arsyad 2004). Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakankebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous development) dengan menggunakan potensi sumber daya manusia, kelembagaan, dan sumber daya fisik secara lokal (daerah). Orientasi ini mengarah kepada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi. Proses pembangunan tersebut tentunya harus ditunjang oleh ketersediaan infrastruktur pembangunan yang memadai dan sesuai dengan kebutuhan daerah. Infrastruktur pembangunan umumnya tidak bersifat eksklusif tetapi merupakan fasilitas publik yang dapat dimanfaatkan secara bersama-sama secara lintas sektor dan lintas wilayah. Dalam suatu wilayah, terdapat adanya penduduk atau kegiatan ekonomi yang terkonsentrasi pada suatu tempat, yang disebut dengan berbagai istilah seperti: kota, pusat perdagangan, pusat industri, pusat pertumbuhan, simpul distribusi, pusat permukiman, atau daerah modal. Sebaliknya, daerah di luar pusat konsentrasi dinamakan: daerah pedalaman, wilayah belakang (hinterland), daerah pertanian, atau daerah pedesaan (Tarigan 2004). Keuntungan bertempat di daerah terkonsentrasi (kota) adalah terciptanya skala ekonomis (economies of scale) dan economies of agglomeration (economies of localization). Suatu daerah atau wilayah dikatakan sebagai pusat pertumbuhan (Arsyad 2004) harus memiliki empat ciri (Tarigan 2004), yaitu: (1) Adanya hubungan internal dari berbagai macam kegiatan yang memiliki nilai ekonomi; (2) Ada
Kajian Sosial Ekonomi Ruas Jalan alternatif Tarutung 1) Hermawan Kusumartono , 2) Yudha P. Heston efek pengganda (multiplier effect); (3) Adanya konsentrasi geografis; dan (4) Bersifat mendorong pertumbuhan daerah di belakangnya. Akan tetapi, perlu diingat bahwa pembangunan atau pengembangan wilayah dalam perekonomian tidak saja menghasilkan manfaat tetapi juga resiko. Pencemaran dan kerusakan lingkungan adalah dua resiko yang tidak dapat dihindari dalam rangka menjalankan pembangunan ekonomi wilayah. Faktor lain yang penting dalam sistem transportasi adalah biaya. Biaya adalah faktor yang dalam transportasi menentukan dalam penentapan tarif, dan cara penyediaan transportasi untuk mencapai tingkat efektifitas dan efisiensi. (Munawar 2005). Biaya sebagai dasar penentuan tarif jasa angkutan / transportasi, tingkat tarif transportasi didasarkan pada biaya pelayanan yang terdiri dari biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya modal (capital cost) adalah biaya yang digunakan untuk investasi awal (initial investment) serta peralatan lainnya termasuk di dalamnya bunga uang (interest rate). Biaya operasional (operational cost) adalah biaya yang dikeluarkan untuk pengelolaan transportasi. Oleh karena itu perlu adanya upaya menyatukan atau menghubungkan suatu wilayah antara kota, desa dan tempat-tempat lainnya dalam satu kesatuan dan aksesibilitas yang memadai sehingga bisa mengefektifkan dan mengefisienkan penyediaan infrastruktur publik kepada masyarakat. Oleh karena itu, kemampuan wilayah untuk
mengefisienkan pergerakan orang, barang dan jasa adalah komponen pembangunan ekonomi yang penting (Darwanto, 2008). Misalnya, suatu wilayah perlu memiliki akses transportasi menuju pasar secara lancar. Jalur jalan yang menghubungkan suatu wilayah dengan kota-kota lebih besar merupakan prasarana utama bagi pengembangan ekonomi wilayah. Pemeliharaan jaringan jalan, perluasan jalur udara, jalur air diperlukan untuk meningkatkan mobilitas penduduk dan pergerakan barang. Pembangunan prasarana diperlukan untuk meningkatkan daya tarik dan daya saing wilayah.
GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Gambaran umum wilayah penelitian meliputi komponen geografis, kependudukan, kebiasaan masyarakat setempat dan mata pencaharian penduduk. Geografis Hasill analisis komponen geografis ruas jalan Aek Latong disajikan pada gambar 3. Jalan longsor di Aek Latong, merupakan bagian ruas jalan Siborong – borong – Padang Sidempuan. Merupakan bagian dari jalan lintas tengah, menghubungkan kota Medan (Sumatera Utara) dengan Padang (Sumatera Barat). Aek Latong terletak di terletak di Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan.
Gambar 3 Peta Jaringan Jalan
27
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol.2 No.1, April 2010 hal
Kondisi topografi daerah sekitar ruas jalan Aek Latong berbukit sampai bergunung. Luas wilayah desa Aeklatong ± 543 Hektar, sedangkan kecamatan Sipirok memiliki luas ± 53.559 Ha. Posisi kecamatan Sipirok berada pada ketinggian 600-900 mdpl. Penggunaan lahan di sekitar Aek Latong, dibagi menjadi tiga fungsi utama. Fungsi itu adalah permukiman, ladang dan hutan. Sedangkan fungsi hutan disekitar Aek Latong dibagi menjadi hutan suaka alam, hutan produksi terbatas dan hutan produksi (BPS Kab. Tapsel, 2008) Kependudukan
Desa Aek latong memiliki jumlah penduduk sebesar 237 jiwa. Dengan komposisi penduduk, No 1 2 3 4
Komposisi penduduk berdasarkan pekerjaan kepala keluarga adalah sebanyak 80% (41KK) petani, sedangkan sisanya adalah pensiunan PNS, PNS, wiraswasta dan tidak bekerja. Dengan komposisi agama terbesar adalah Islam. Komposisi kepadatan penduduk Aek Latong dengan desa tetangga dapat dilihat pada tabel 2 sebagai berikut.
Tabel 2 Data Penduduk Aek Latong dan Wilayah sekitarnya Desa/Kelurahan Luas (km2) Jumlah penduduk Kepadatan (jiwa/km2) Aek Latong 5,43 226 41,62 Pengkolan (utara) 5,05 366 72,48 Huraba (selatan) 19,33 124 6,41 Bulumario (barat) 7,43 1.398 188,16
No
Desa/Kelurahan
1 2 3 4
Aek Latong Pengkolan (utara) Huraba (selatan) Bulumario (barat)
menurut pendidikan adalah sebagian besar lulus SD yaitu sebesar 46,41% (110 orang). Di urutan kedua terbanyak adalah yang tidak bersekolah 24,89% (59 orang). Sedangkan sisanya berijazah SMP dan SMA. Dan terdapat 2 orang lulusan S1.
R u m a h Tangga 52 68 27 251
Penduduk
Rata – rata anggota 226 366 124 1.398
4,35 5,38 4,59 5,57
Sumber : Kecamatan Sipirok Dalam Angka
Kebiasaan Masyarakat Setempat Keberadaan perempuan pada adat budaya setempat, dihargai dan dapat menyampaikan pendapatnya langsung. Perempuan mempunyai
peran besar dalam mengatur rumah tangga dan membesarkan anak. Termasuk urusan pendidikan, kesehatan dan perkembangannya.
Setiap sabtu warga belanja ke pasar di ibu kota Kecamatan Sipirok. Dengan diistilahkan sebagai pekan, yang merupakan singkatan dari akhir pekan.
Pada saat itu warga dari berbagai kampung datang ke pasar kecamatan untuk membeli kebutuhan untuk seminggu. Sehingga ibu kota kecamatan ramai, sedangkan kampung-kampung menjadi sepi. Keakraban dalam satu kampung sangat terasa, hal ini lebih dikuatkan dengan kebiasaan untuk berangkat meladang bersama. Hal ini terutama dilakukan oleh para ibu. Ladang yang dimiliki biasanya berdekatan karena berada dalam satu
28
kepemilikan adat/ ulayat.
Karena kejadian longsor maka kampung Aek Latong dipindahkan ke lokasi baru yang memiliki jarak dari kampung Aek Latong lama sekitar 2 – 3 km. Tetapi masih ada satu kepala keluarga (Toga Siregar) yang bertahan disisi kanan (di atas bukit). Dahulu Ia adalah kepala desa yang bekerja sebagai petani dan juga penyembuhan alternatif (dukun). Mata Pencaharian Penduduk Aek Latong Sebagian besar penduduk Desa Aek Latong bekerja di sektor pertanian. Dari sebanyak 50 dari 52 kepala keluarga yang tercatat dalam data penduduk desa merupakan keluarga petani. Kegiatan sektor pertanian di Desa Aek Latong sebagian besar merupakan petani penggarap (buruh tani) karena lahan utama yang mereka miliki sebelumnya tidak
Kajian Sosial Ekonomi Ruas Jalan alternatif Tarutung 1) Hermawan Kusumartono , 2) Yudha P. Heston dapat dimanfaatkan bahkan hilang akibat adanya bencana tanah longsor, seperti yang ditunjukkan pada tabel 3. Berdasarkan hasil wawancara dengan penduduk desa Aek Latong, disebutkan bahwa sebanyak 80 – 85 persen lahan rusak/hilang akibat adanya bencana longsor sejak tahun 1998.
Disekitar lokasi longsoran, terdapat sedikit pohon coklat dan aren yang sudah tidak produktif. Luas kolam disekitar longsoran kira – kira ½ hektar dalam kondisi yang sudah tidak produktif juga. Tidak terdapat banyak sawah, hanya tinggal 15% (sekitar 2,5 hektar) dari sebelum kejadian longsor. Terdapat warung kopi milik warga Aek Latong, yang ramai karena banyak orang menunggu menjadi
tenaga penarik kendaraan.
Masyarakat memanfaatkan pohon aren yang tumbuh alami di wilayah Aek Latong untuk dimanfaatkan sebagai bahan pembuat gula aren. Luas lahan yang terkena dampak dari kelabilan tanah di kawasan Aek Latong mencapai 8 Ha yaitu sepanjang 1 km dan selebar 800 meter yang sebelumnya merupakan kawasan tempat tinggal dan areal persawahan masyarakat yang berada di sebelah atas perbukitan dari jalan yang melintasi kawasan Aek Latong ini. Wilayah seluas 8 Ha tersebut sebagian merupakan wilayah desa Aek Latong, sebagian lain merupakan wilayah Desa Pengkolan dan Desa Huraba.
Tabel 3 Mata pencaharian sebelum dan sesudah jenis pekerjaan utama sesudah Tdk bekerja Petani wirawaswasta jenis pekerjaan Tidak bekerja 11 1 0 Petani 8 18 1 utama sebelum PNS 1 0 1 Wirawaswasta 0 0 2 Buruh 0 1 0 Total 20 20 4
Dari tabel 3 dapat dilihat, telah terjadi perubahan mata pencaharian penduduk Aek Latong sebelum longsor dengan setelah terjadi longsor (saat penelitian dilakukan). Terdapat kurang lebih 26% masyarakat (ayah) yang berubah mata pencahariannya, sebelum dan sesuadah terjadinya longsoran. Sebanyak 74% penduduk (ayah) dengan 26% yang tidak bekerja, sesudah kejadian longsor penduduk bekerja berkurang 20%nya menjadi 56% bekerja dan 44% tidak bekerja. Dari pihak ibu prosentase perbedaan sebelum dan sesudah kejadian longsor, adalah sebesar 10 %. Kalau dibandingkan dengan hilangnya pekerjaan ayah, maka prosentase ini lebih kecil.
buruh 0 1 0 0 1 2
Total 0 12 28 2 2 2 46
HASIL DAN PEMBAHASAN ASPEK SOSIAL EKONOMI Analisis aspek ekonomi meliputi komponen tingkat pendapatan, relokasi ke kampung Aek Latong Baru, penghasilan tambahan, jalur alternatif, upaya perbaikan jalan, dan perhitungan kerugian sosial ekonomi akibat longsoran. Tingkat Pendapatan Masyarakat Aek Latong
Terjadi perubahan rata – rata penghasilan warga Aek Latong. Yang sebelumnya pada kisaran Rp. 500.000 – Rp. 1.000.000 ke kisaran Rp. 250.000 – Rp. 500.000. penambahan orang yang tidak memiliki pendapatan. Akan tetapi terdapat juga peningkatan keluarga yang memiliki penghasilan di atas Rp. 1.000.000, sepertti yang terlihat pada tabel 4.
Tabel 4 Penghasilan warga Aek Latong Sebelum - sesudah longsor Sebelum Sesudah Frequency Percent Frequency Percent 0 10 21,7 11 23,9 < 250000 4 8,7 6 13,0 250001 – 500000 12 26,1 17 37,0 500001 – 1000000 19 41,3 9 19,6 > 1000000 1 2,2 3 6,5 Total 46 100,0 46 100,0
29
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol.2 No.1, April 2010 hal
Akibat longsor, masyarakat memperkirakan bahwa tidak lebih dari 1 Ha lahan persawahan yang tersisa. Dari seluas lahan pertanian tersebut hanya dapat menghasilkan maksimal sekitar 1 hingga 1,2 ton beras setiap kali panen dengan 1 – 2 kali panen setiap tahunnya. Lahan seluas 1 Ha tersebut dikerjakan oleh sekitar 3 – 4 kepala keluarga sehingga masing-masing kepala keluarga memperoleh 300 kg beras setiap kali panen yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan beras mereka. Karena kurang bagusnya hasil pertanian, maka sebagian besar masyarakat lebih banyak mengandalkan hasil sadapan pohon aren. Masyarakat Aek Latong dapat memperoleh hasil 10 – 15 kg gula aren setiap minggunya atau sebanyak Rp 60.000 – 90.000 karena harga pasaran gula aren adalah Rp 6000 per kg. Selebihnya masyarakat memperoleh penghasilan dari buruh tani dan petani penggarap lahan yang menghasilkan kopi, coklat, karet, dan tanaman perkebunan lainnya yang nilainya masih belum dapat diperkirakan secara pasti nominal rupiahnya. Relokasi ke Kampung Aek Latong Baru Relokasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah setempat “hanya” memberikan tempat tinggal baru tetapi tanpa adanya bantuan penggantian bagi hilangnya lahan pertanian masyarakat Aek Latong. Akibatnya masyarakat tidak dapat lagi memperoleh lahan pertanian produktif yang sebelumnya merupakan pokok pencaharian masyarakat. Ketiadaan lahan pertanian salah satunya menyebabkan berkembangnya jasa bantu tarik bagi kendaraan yang melintas di jalur Aek Latong. Penghasilan Tambahan Jasa bantu tarik dan dorong kendaraan ini dimungkinkan karena kerusakan yang parah dari jalur Aek Latong menyebabkan kendaraan (khususnya kendaraan truk berat) akan kesulitan melintas tanpa adanya bantuan khusus. Masyarakat Aek Latong menyebutkan bahwa mereka
30
memperoleh rata-rata Rp 10.000 setelah seharian membantu kendaraan yang melintas di jalur Aek Latong. Kondisi yang ramai akan terjadi apabila antrian kendaraan cukup lama, misalnya pada saat terjadi hujan atau saat-saat arus lalu lintas kendaraan yang padat. Dalam kondisi ”normal” waktu tempuh kendaraan jenis niaga biasa (bus, wagon) adalah sekitar 10 menit karena hanya perlu berhati-hati dan menjalankan kendaraannya dengan pelan. Sedangkan untuk jenis kendaraan niaga besar (truk, tronton) membutuhkan 15 – 20 menit karena memerlukan bantuan derek buldozer agar bisa melintas jalur tanjakan curam di jalur Aek Latong ini. Kondisi ”normal” ini maksudnya adalah tidak terjadi antrian kendaraan dan dalam kondisi tidak hujan. Jalur Alternatif Informasi yang menarik diperoleh adalah
bahwa meskipun kondisi kerusakan jalur Aek Latong ini cukup menyulitkan pengguna kendaraan tetapi tidak menyebabkan pengguna jalan untuk memanfaatkan jalur alternatif lain melewati Sibolga. Alasannya adalah jarak yang lebih jauh dan membutuhkan pengeluaran tambahan. Hal ini menunjukkan bahwa jalur Aek Latong merupakan pilihan utama pengguna jalan Sipirok – Tarutung
Jalur ini menjadi tempat perlintasan kendaraan yang banyak mengangkut hasilhasil bumi, bahan pangan, bahan bangunan dan sebagainya. Jika diperhitungkan secara ekonomi, adanya kerusakan jalan yang parah di jalur Aek Latong menyebabkan inefisiensi dalam biaya transportasi. Selain itu terjadi juga pemborosan BBM karena waktu tempuh yang lama, ditambah dengan ketidaknyamanan dalam berkendaraan. Waktu tempuh yang lama juga dapat menyebabkan terhambatnya aktivitas distribusi barang dan jasa yang melalui jalur ini. Upaya Perbaikan Jalan Upaya-upaya perbaikan dan pemeliharaan
Kajian Sosial Ekonomi Ruas Jalan alternatif Tarutung 1) Hermawan Kusumartono , 2) Yudha P. Heston jalan masih terus dilakukan untuk menjaga agar jalur ini dapat dilalui oleh kendaraan. Secara total biaya pemeliharaan rutin setiap tahunnya untuk jalur jalan batas Tapanuli Selatan – Tapanuli Utara sepanjang 17,64 km mencapai Rp 1,9 miliar pada tahun 2008. Sebagai perbandingan biaya pemeliharaan jalan jalur Pal XI – Sipirok sepanjang 21,18 km yang merupakan jalur setelah melintas kawasan Aek Latong menuju Padang Sidimpuan adalah sebesar Rp 650 juta. Jumlah biaya yang terserap untuk biaya pemeliharaan jalur Aek Latong ini hanya untuk menjaga kondisi jalur Aek Latong tidak semakin parah. Hal ini dikarenakan upaya mengembalikan jalur jalan Aek Latong seperti sediakala sudah tidak mungkin dilakukan mengingat tingkat kerusakan fisik jalan yang sedemikian rupa.
Perhitungan Kerugian Akibat Longsoran Berdasarkan perhitungan, selama 7 tahun (2002 – 2008) total kerugian mencapai sekitar 73 milyar. Total kerugian merupakan akumulasi dari biaya operasional dan pemeliharaan jalan, biaya kemacetan, biaya pendapatan masyarakat yang hilang dan biaya lintas jalur alternatif. Biaya total kerugian akan bertambah rata – rata pertahun sekitar 10 milyar jika longsoran tidak segera ditangani dengan baik. Sehingga dalam lima tahun kedepan kerugian dapat mencapai angka lebih dari 100 milyar rupiah. Total Kerugian selama tahun 2002 sampai dengan 2008 dapat dilihat pada tabel 5 sebagai berikut :
Tabel 5 Kerugian 2002 - 2008
No 1 2 3 4
Kerugian 2002 BO 168.653 BK 1.075.601 BS 1.052.779 BA 3.055.052 Sub Total 5.352.086 Total 2002 – 2008
Kerugian pada tahun (dalam 000/ ribu rupiah) 2003 2004 2005 2006 2007 1.090.000 1.050.000 1.470.000 2.320.000 1.200.000 1.255.725 1.321.816 1.938.816 3.361.415 3.538.332 1.218.137 1.385.612 1.558.421 1.739.583 1.919.176 3.573.160 4.179.135 4.887.877 5.716.815 6.686.334 7.137.023 7.936.564 9.855.115 13.137.814 13.343.842 73.265.977
Keterangan TK = Total kerugian Sosial dan Ekonomi mulai tahun 2002 sampai 2008 K02, K03, ... , K08 = Kerugian Sosial Ekonomi tahun 2002, 2003, ... 2008 TK = K08
K02 + K03 + K04 + K05 + K06 + K07 +
K0n = BO + BK + BA + BS BO = Biaya operasional pemeliharaan jalan melalui Aek Latong selama 1 tahun (data BBPJN1)
BS = Biaya kerugian Sosial masyarakat Desa Aek Latong , pendapatan yang hilang selama 1 tahun dari hasil (sawah + ladang + warung) BK = Biaya tambahan pengendara Kemacetan di jalur longsor Aek Latong
akibat
2008 1.880.000 4.711.488 2.091.768 7.820.274 16.503.530
BA = Biaya tambahan pengendara untuk melalui Alternatif jalan selain melalui Aek Latong
Rincian perhitungan biaya sosial yang dialami masyarakat dan biaya ekonominya dijelaskan sebagai berikut, dengan mengambil contoh kasus pada tahun 2008. Perhitungan Sosial Ekonomi Longsoran Aek Latong BO tahun 2008 = 1.880.000.000
BK = (Jumlah kendaraaan x liter x harga bensin rata-rata per liter) + (jumlah kendaraan x ongkos tarik) x 30 hari x 12 bulan
BK tahun 2008 = ((739 x 2 x 6.000) + (10% x 739 x 57.097)) x 30 x 12 = 4.711.488.588
31
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol.2 No.1, April 2010 hal
BA = (Jumlah kendaraaan melintasi alternatif x
BS = potensi pendapatan sawah, aren, kopi, warung (sebelum – sesudah)
biaya tambahan x 30 hari x 12 bulan)
BA tahun 2008 = 20% x 739 x 138.157 x 30 x 12 = 7.820.274.102
Biaya sosial masyarakat (sebagai contoh dipakai perhitungan untuk tahun 2008) Tabel 6 Perhitungan Kerugian Sosial Luas Lahan
Lahan Total luas lahan (Ha) Total luas lahan sawah (Ha) Total luas lahan ladang (Ha)
Sebelum 42,1 13,8 28,3
% 100,0 32,8 67,2 Rp
Potensi Total Pendapatan Sawah (1 panen per tahun) Ladang aren (6 bulan produktif per tahun) Ladang kopi (6 bulan produktif per tahun)
sesudah 18,8 3,2 15,6
Sebelum
per bulan 9.465.938 20.376.000 9.622.000
Rp
Per tahun 113.591.250 122.256.000 57.732.000
% 100,0 17,1 82,9 Rp
yg Hilang 23,3 10,6 12,7
Sesudah
per bulan 2.208.719 11.228.400 5.302.300
Rp
per tahun 26.504.625 67.370.400 31.813.800
BS tahun 2008 = (113.591.250 - 26.504.625) + (122.256.000 - 67.370.400) + (57.732.000 - 31.813.800) + (40.000
x 30 x 12) = 2.091.768.225
ASPEK LINGKUNGAN DAN TEKNIS JALAN AEK LATONG Berdasarkan hasil informasi yang diperoleh di lapangan diketahui bahwa intensitas pergerakan tanah di jalur Aek Latong relatif mulai melambat, walau masih terjadi. Hasil pengamatan petugas Balai Besar Penanganan Jalan Nasional I menyebutkan bahwa pada kondisi saat ini pergeseran tanah terjadi sekitar 1 – 5 cm setiap 2 minggu. Sehubungan pergerakan atau pergeseran tanah masih dapat terjadi maka diperlukan pengawasan teliti agar tidak terjadi kerusakan yang semakin parah di jalur jalan Aek Latong ini. Upaya menjaga dan memelihara kondisi jalur jalan Aek Latong agar masih dapat dilintasi oleh kendaraan merupakan suatu hal yang dilakukan secara terusmenerus karena jalan Aek Latong merupakan jalur utama lintas tengah Sumatera. Kerusakan jalan yang parah akan dapat menyebabkan antrian kendaraan yang panjang dan dapat menyebabkan kemacetan yang cukup lama di jalur ini.
32
Dalam kondisi ”normal” waktu tempuh kendaraan jenis niaga biasa (bus, wagon) adalah sekitar 10 menit karena hanya perlu berhati-hati dan menjalankan kendaraannya dengan pelan. Sedangkan untuk jenis kendaraan niaga besar (truk, tronton) membutuhkan 15 – 20 menit karena memerlukan bantuan derek buldozer agar bisa melintas jalur tanjakan curam di jalur Aek Latong ini. Kondisi ”normal” ini maksudnya adalah tidak terjadi antrian kendaraan dan dalam kondisi tidak hujan.
Kondisi lalu lintas kendaraan yang padat biasanya terjadi sekitar pukul 8 – 11 pagi dan pukul 4 – 8 sore yang menyebabkan waktu tempuh untuk melintasi jalur ini juga menjadi lebih lama. Sedangkan dalam kondisi hujan, waktu tempuh untuk melewati jalur ini bisa membutuhkan 2 – 3 jam sehingga menyebabkan antrian yang panjang. Antrian kendaraan yang padat dapat dilihat pada gambar 4, hal ini jika terjadi terus menuerus akan memperburuk kondisi lingkungan yang ada.
Kajian Sosial Ekonomi Ruas Jalan alternatif Tarutung 1) Hermawan Kusumartono , 2) Yudha P. Heston
Gambar 4 Antrian kendaraan Waktu tempuh juga bisa menjadi lama apabila ada kendaraan yang terperosok ke lereng bukit karena tidak kuat menahan beban kendaraan,
tergelincir, dan kekuranghati-hatian sopir dalam melintas jalur Aek Latong yang menurut informasi bisa terjadi hingga 5 kali setiap bulannya.
Tabel 7 Lintas Harian Rata-rata
Jam Arah Bus besar Bus Sedang/kecil/angk pnpg Pribadi Truk/angk. Brg Motor Sub Total
06,00 – 12,00 Ke Trt Ke Spr 12 24 30 30 48 36 96 174 36 42 222 306
Rekapitulasi Harian Bus besar Bus Sedang/kecil/angk pnmpg Pribadi Truk/angk. Brg Motor TOTAL
Ke Tarutung
12,00 – 15,00 Ke Trt Ke Spr 6 3 6 12 24 36 12 24 36 27 84 102
26 73 182 257 109 646,8
Kendaraan menuju ke arah Sipirok sebagian besar melintas di pagi sampai siang hari. Sedangkan untuk menuju ke arah Tarutung, kendaraan banyak melintas pada siang sampai sore hari. Posisi lajur jalan menuju Sipirok memiliki kondisi yang lebih buruk dan membutuhkan alat tarik dibandingkan lajur jalan menuju Tarutung. Sehingga secara psikologis akan lebih menguntungkan melewatinya di waktu pagi, dengan alasan pengemudi lebih segar, jika harus membutuhkan bantuan hari menuju ke terang. Dari tabel 7 diatas dapat dilihat bahwa kendaraan yang lewat didominasi oleh truk
Ke Sipirok 40 73 102 271 109 594
15,00 – 21,00 Ke Trt Ke Spr 6 9 30 24 93 21 126 48 27 30 282 132
% Ke Tarutung 4,1 11,2 28,1 39,8 16,8 100
21,00 – 06,00 Ke Trt Ke Spr 2 4 7 7 17 9 23 25 10 10 59 54
% Ke Sipirok 6,7 12,2 17,2 45,6 18,3 100
dan angkutan barang sebesar 39,8% yang menuju Tarutung dan 45,6% yang menuju Sipirok. Jika tidak segera ada pengalihan ruas jalan, maka jalan yang sekarang ada akn semakin bertambah rusak dan pada akhirnya akan semakin memperlambat arus manusia dan barang.
33
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol.2 No.1, April 2010 hal
PEMILIHAN ALTERNATIF JALUR AEK LATONG BERDASARKAN MANFAAT SOSIAL EKONOMI Dengan melihat aspek sosial, ekonomi, teknis dan lingkungan, maka sudah seharusnya dilakukan pemindahan trase. Dari ketiga alternatif yang ada dilakukan pembobotan untuk masingmasing trase yang ada, khususnya secara sosial ekonomi pilihan penanganan trase longsor jalan Aek Latong jatuh pada alternatif I, dengan skor tertinggi yaitu 165. Hal ini terutama karena pertimbangan jarak tempuh yang tidak bertambah jauh, biaya ekonomi murah dan pemulihan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Uraian untuk mendapatkan skor, dapat dilihat pada uraian tabel 8, 9 dan 10.
34
Indirect value
Direct value
Aspek
8
7
6
5
4
3
2
1
9
No
Pengurangan perawatan jalan.
biaya
Relatif lebih kecil dibanding biaya pemeliharaan saat ini dengan asumsi tidak ada bencana susulan yang mempengaruhi struktur jalan.
Mengembalikan fungsi lingkungan sosial yang sebelumnya memang merupakan wilayah tempat tinggal di sekitar lokasi rencana jalur jalan.
budaya
Nilai sosial masyarakat
5
7
7
7
Adanya jalur jalan yang lebih baik akan meningkatkan nilai tanah di sepanjang jalur tersebut. Dapat mengembalikan kondisi lingkungan yang saat ini relatif tidak produktif menjadi lebih bermanfaat bagi masyarakat
7
7
7
7
5
Skor
Relatif lebih besar dibanding pada lokasi lain, dengan asumsi timbulnya permukiman baru
Maksimal. Karena dapat mempercepat mobilitas antar wilayah.
Maksimal. Dengan asumsi adanya patahan atau longsoran berikutnya tidak mengganggu kondisi fisik jalan.
Wilayah yang sebelumnya merupakan area yang ditinggalkan oleh masyarakat dapat dimanfaatkan kembali untuk kegiatan sehari-hari
Pemindahan Jalan 1,5 km n/a. Diperkirakan setiap investasi sebesar Rp 1 Milyar akan mampu menyerap 180 tenaga kerja. Perlu analisis lebih lanjut.
Tergantung pada kekuatan jembatan dalam mengatasi tekanan pergerakan tanah. Potensi kerugian dalam pembiayaan perawatan akan sangat besar bila konstruksi jembatan tidak kuat menghadapi pergerakan tanah.
Tidak ada perubahan yang cukup signifikan pada kondisi sosial karena jembatan akan melintas di tempat yang saat ini menjadi lokasi jalur jalan
Adanya jalur jalan yang lebih baik akan meningkatkan nilai tanah di sepanjang jalur tersebut. Perbaikan jalur jalan yang sekaligus menciptakan landmark baru dalam pencitraan jalur Aek Latong.
Relatif kecil karena sudah ada permukiman
Maksimal. Karena dapat mempercepat mobilitas antar wilayah.
Maksimal. Dengan asumsi adanya patahan atau longsoran berikutnya tidak mengganggu kondisi fisik jembatan.
Dengan adanya lalu lintas yang relatif lancar akan dapat meningkatkan volume lalu lintas akan membuka peluang usaha di sektor jasa dan perdagangan.
Alternatif Solusi Jembatan n/a. Diperkirakan setiap investasi sebesar Rp 1 Milyar akan mampu menyerap 180 tenaga kerja. Perlu analisis lebih lanjut.
3
5
7
7
3
7
7
7
7
Skor
Tabel 8 Analisa Skoring Manfaat Sosial – Ekonomi Dari Alternatif Jalan Jalur Aek Latong
Perbaikan tata ruang lahan
Peningkatan Kondisi lingkungan fisik di sekitar jalan Peningkatan nilai tanah
Intensitas dan Mobilitas masyarakat antar wilayah
Potensi peningkatan aktivitas ekonomi m a s y a r a k a t (pengembangan wilayah, dll) Keamanan dan kenyamanan arus penumpang dan barang
Jumlah tenaga kerja yang terserap
Benefit
Maksimal. Relatif tidak menghadapi persoalan ancaman bencana kelabilan tanah.
Adanya jalur jalan yang lebih baik akan meningkatkan nilai tanah di sepanjang jalur tersebut. n/a. Terjadi perubahan tata guna lahan yang cukup signifikan dari hutan lindung dan kawasan hutan rakyat menjadi jalur lalu lintas. Perlu analisis lebih lanjut. Rentan terhadap resistensi dari masyarakat yang wilayahnya tidak akan dilintasi lagi oleh jalur tengah Sumatera. (desa Bulupayung)
Lebih besar lagi dibanding lokasi lain karena jalan yang lebih panjang
Maksimal. Namun membutuhkan waktu tempuh yang lebih lama
Pemindahan Jalan 12 km n/a. Diperkirakan setiap investasi sebesar Rp 1 Milyar akan mampu menyerap 180 tenaga kerja. Perlu analisis lebih lanjut. Pembukaan kawasan yang selama ini relatif terpencil dan terisolasi menjadi bagian jalur utama lintas tengah akan dapat menjadi peluang bagi pengembangan wilayah. Maksimal. Relatif tidak ada gangguan dari faktor bencana alam.
7
1
3
7
7
5
7
7
7
Skor
Kajian Sosial Ekonomi Ruas Jalan alternatif Tarutung 1) Hermawan Kusumartono , 2) Yudha P. Heston
35
36
Potensi hilangnya jumlah produksi pada lahan masyarakat
2
3
Potensi hilangnya pendapatan masyarakat
Potensi hilangnya luas lahan masyarakat
4
Biaya pembangunan jalan
Biaya
Sustainability
Proses sosialiasi melalui pendekatan social pada masyarakat.
Nilai pendidikan dan kesadaran bagi masyarakat untuk berperan dalam kegiatan pembangunan
Nilai jual konservasi lahan lama/baru
1
No
Aspek
Direct value
13
12
11
Existance Value
Non-use Value
10
5
7
7
7
Merupakan solusi yang paling efektif sehingga dapat dipertimbangkan dalam jangka pendek. Namun perlu diperhatikan biaya konstruksi yang mahal dan masih ada potensi longosoran atau patahan baru di masa yang akan datang,
Adanya interaksi dan komukasi yang intensif antara pemerintah dan masyarakat untuk menghindari potensi kesalahpahaman informasi.
Masyarakat dapat dilibatkan secara aktif dalam proses pembangunan jembatan.
Ada potensi kenaikan harga lahan di sekitar lokasi jembatan tetapi tidak menjadi bagian dari biaya konstruksi.
Lokasi jalur baru dapat diupayakan menghindari lokasi lahan produktif yang sebagian kecil masih terdapat di lokasi.
Luas lahan 8 – 10 Ha, dengan area produksi sekitar 1 – 2 Ha yang dimanfaatkan untuk Sawah, Ladang, dan Pohon Aren dengan area yang akan digunakan sebagai alternatif pemindahan jalan membutuhkan sekitar 2 Ha lahan yang dapat meminimalkan kerugian masyarakat. Lokasi jalur baru dapat diupayakan menghindari lokasi lahan produktif yang sebagian kecil masih terdapat di lokasi.
Pemindahan Jalan 1,5 km ± Rp 20 Miliar
7
5
7
Skor
5
Alternatif Jembatan
Ada sebagian masyarakat yang kehilangan potensi pendapatan dari hasil kerja jasa tarik kendaraan yang melintas jalur Aek Latong
Minimal. Potensi yang hilang adalah pada lokasi yang saat ini memang tidak dimanfaatkan oleh masyarakat.
Minimal. Pembangunan jembatan akan dilakukan pada lokasi jalan yang sudah ada.
± Rp 120 Miliar
7
7
3
Skor
3
Tabel 9 Analisa Skoring Biaya Sosial – Ekonomi Dari Alternatif Jalan Jalur Aek Latong
Merupakan solusi yang paling cepat dan murah sehingga dapat dipertimbangkan dalam jangka pendek. Namun perlu diperhatikan potensi longosoran atau patahan baru di masa yang akan datang,
Adanya interaksi dan komukasi yang intensif antara pemerintah dan masyarakat untuk menghindari potensi kesalahpahaman informasi.
Harga tanah di lokasi sekitar Rp 2000 – 3000 per meter berdasarkan NJOP dan PBB yang dibayarkan pada saat ini. Nilai jual ini relatif terjangkau dalam pembiayaan pembebasan lahan dan dapat meningkat saat jalan sudah dibangun. Masyarakat dapat dilibatkan secara aktif dalam proses pembangunan jalan..
5
7
7
7
Hutan produksi merupakan kawasan yang dikuasai oleh masyarakat dan juga tanah adat/tanah desa. Potensi yang hilang sebagian besar merupakan tanaman hutan seperti pohon aren, dan sebagian tanaman perkebunan seperti kopi, coklat, karet. Masih perlu pendalaman informasi tentang potensi pendapatan. Kemungkinan adalah adanya lokasi hutan rakyat yang akan hilang karena berubah fungsi menjadi jalur jalan.
Pemindahan jalan akan melintasi sekitar 10 km wilayah hutan produksi masyarakat di 3 desa dari Aek Latong, Pengkolan dan Hutaimbaru. Masih perlu pendalaman informasi tentang potensi ekonomi.
Pemindahan Jalan 12 km ± Rp 90 Miliar
Merupakan solusi yang cukup aman dalam jangka panjang. Namun perlu diperhatikan biaya dan prosedur pembangunan jalan yang cukup lama.
Adanya interaksi dan komukasi yang intensif antara pemerintah dan masyarakat untuk menghindari potensi kesalahpahaman informasi.
Masyarakat dapat dilibatkan secara aktif dalam proses pembangunan jalan, namun akan terjadi eksternalitas negative pada komunitas masyarakat yang akan jauh dari lokasi jalan saat ini.
n/a. Perlu pendalaman analisis lebih lanjut.
1
1
3
Skor
5
7
3
3
3
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol.2 No.1, April 2010 hal
Non-use Value
Indirect value
6
13
12
10
9
8
7
Biaya pembuatan infrastruktur pendukung
kegiatan
Potensi konflik kepentingan sosial dalam masyarakat.
Dampak pada scenic view (eksternalitas negatif)
Traffic saat konstruksi
biaya
kerusakan yang dapat
Potensi naiknya pembebasan lahan
Tingkat lingkungan timbul
Pengalihan kepemilikan lahan, tata guna lahan, dan pembebasan lahan.
Potensi hilangnya mata pencaharian masyarakat
5
Adanya keinginan masyarakat local untuk dapat memperoleh penghidupan yang layak setidaknya seperti sebelum terjadi kasus-kasus longsor atau patahan-patahan tanah di wilayahnya.
Minimal. Pembangunan jalan akan memberikan alternative jalan baru yang lebih baik dari jalan yang ada saat ini.
Ada potensi kenaikan biaya pembebasan lahan tetapi tidak akan terlalu tinggi karena sebagian wilayah merupakan tanah desa atau tanah adat dengan wilayah yang kurang produktif. Minimal. Bisa memanfaatkan jalur lama.
hutan produksi. Selebihnya merupakan kawasan ladang dan perkebunan yang sudah tidak dimanfaatkan oleh masyarakat.
Terjadi pengalihan tata guna lahan pada sebagian wilayah yang sebelumnya merupakan kawasan
Akan terjadi pembebasan lahan dan perubahan tata guna lahan menjadi jalur jalan baru.
Wilayah yang menjadi rencana jalur baru merupakan lokasi yang sudah tidak produktif. Hanya ada 1 keluarga yang menghuni wilayah tersebut dan selebihnya dimanfaatkan secara tidak langsung oleh masyarakat. Relatif lebih besar dibanding lokasi lama.
5
7
7
5
5
5
5
5
membutuhkan
Adanya keinginan masyarakat local untuk dapat memperoleh penghidupan yang layak setidaknya seperti sebelum terjadi kasuskasus longsor atau patahan-patahan tanah di wilayahnya.
Minimal. Bangunan jembatan tidak akan menggangu pemandangan namun justru bisa memberi manfaat positif.
Perlu adanya pengaturan lalu lintas karena wilayah pembangunan tepat berada di lokasi jalan yang sudah ada.
Minimal. Relatif tidak pembebasan lahan baru.
Minimal
Relatif tidak banyak terjadi perubahan
Relatif kecil.
Kemungkinan hilangnya mata pencaharian dari jasa tarik kendaraan yang dilakukan oleh beberapa warga Aek Latong.
5
7
3
7
7
7
7
3
Pengalihan jalan yang terlalu jauh dari lokasi saat ini dapat menyebabkan perlambatan perekonomian wilayah yang selama ini dilewati jalur Tarutung – Aek latong – Sipirok. Bahkan ada kemungkinan terjadi pemindahan lokasi kepadatan penduduk ke wilayah kawasan yang dilintasi oleh jalur baru, sedangkan wilayah di jalur yang lama relative tidak akan mampu berkembang apabila jalur Aek Latong sama sekali tidak akan dijadikan jalur transportasi.
Adanya jalan tentunya akan mengubah kondisi alam di wilayah yang dilintasinya.
mengakibatkan terganggunya habitat alami dari hutan lindung tersebut. Demikian juga wilayah kawasan lainnya yang memang masih merupakan kawasan hutan. Perlu ada pendalaman analisis tentang dampak kerusakan lingkungan Ada potensi kenaikan biaya pembebasan lahan tetapi tidak akan terlalu tinggi karena sebagian wilayah merupakan wilayah yang terpencil. Minimal. Merupakan pembukaan jalur baru.
Permasalahan pada hutan lindung yang menjadi kewenangan Departemen Kehutanan masih sulit diatasi. Sedangkan wilayah hutan masyarakat relatif bisa diatasi masalah pembebasannya. Terjadinya pengalihfungsian hutan lindung menjadi kawasan lalu lintas dapat
Masih perlu pendalaman informasi tentang potensi mata pencaharian. Kemungkinan adanya kegiatan berladang dan berkebun dari masyarakat karena berubah fungsi menjadi jalur jalan. Lebih besar biayanya karena jalannya lebih panjang.
1
3
7
5
1
1
3
3
Kajian Sosial Ekonomi Ruas Jalan alternatif Tarutung 1) Hermawan Kusumartono , 2) Yudha P. Heston
37
38
•
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Sub Total
Aspek
Alt 1 5 7 7 7 7 7 7 7 5 7 7 7 5 85
Alt 2 7 7 7 7 3 7 7 5 3 7 7 7 5 79
Manfaat
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Sub Total
Aspek
Sangat kecil manfaat sosial ekonominya
1=
Alt 3 7 7 7 5 7 7 3 1 7 3 3 7 5 69
Kecil manfaat sosial ekonominya
3=
Tabel 10 Rekapitulasi Skoring
Besar manfaat sosial ekonominya
5=
5
7
Alt 1 7 5 7 5 5 5 5 5 5 7 0 7 5 7 5 80
Alt 2 3 7 7 3 3 7 7 7 7 3 0 7 5 7 5 78
Biaya Alt 3 3 1 1 3 3 3 1 1 5 7 0 3 1 3 7 42
Sangat besar biaya sosial ekonominya
Besar biaya sosial ekonominya
Kecil biaya sosial ekonominya
Sangat kecil biaya sosial ekonominya
Perlu dipertimbangkan kemungkinan adanya longsoran atau patahan baru di wilayah jalur baru karena area terdampak mencapai hingga 5 km dari jalan Aek Latong sementara pembangunan jalan baru hanya akan bergeser sejauh 1 km.
Minimal.
Sangat besar manfaat sosial ekonominya
15
Keberlanjutan fungsi dan manfaat pembangunan infrastruktur jalan/jembatan.
Sumber Daya Alam yang hilang/punah
7=
Keterangan
Existance Value
14 Perlu dipertimbangkan kemungkinan longsoran atau patahan tanah dalam menentukan kekuatan konstruksi jembatan.
Minimal.
5
7
Perlu ada analisis lebih lanjut karena ada potensi perubahan ekosistem, habitat alam, dsb. Relative cukup aman dalam jangka panjang. 7
3
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol.2 No.1, April 2010 hal
Kajian Sosial Ekonomi Ruas Jalan alternatif Tarutung 1) Hermawan Kusumartono , 2) Yudha P. Heston Dari tabel 10 dapat dilihat, bahwa skor tertinggi adalah alternatif 1 dengan skor 165, diikuti alternatif 2 dengan skor 157 dan alternatif 3 dengan skor 111. Ini berarti pilihan prioritas alternatif penanganan berdasarkan hasil skoring potensi manfaat dan biaya sosial ekonomi : Alternatif I yaitu pemindahan ruas jalan ke arah bukit (± 1,5 km) merupakan alternatif yang terbaik. Dengan pertimbangan jarak tempuh dan faktor ekonomi murah dibanding alternatif II dan III. Waktu tempuh kembali singkat sebagai transportasi orang dan barang masyarakat lokal maupun regional. Disamping itu nilai sosial – budaya masyarakat cepat pulih ke kondisi awal, karena adanya keinginan warga ingin kembali ke permukiman lama. Harga tanah di lokasi alternatif I masih murah yaitu sekitar Rp. 2.000 – Rp. 3.000/ m. Kisaran lahan produktif yang hilang jika alternatif I dipilih adalah ± 2 hektar. Pembangunan jalan alternatif I berpotensi meningkatkan harga lahan, terutama setelah pembangunan selesai. Alternatif II yaitu pembuatan jembatan. Pilihan ini mempunyai kelemahan dibanding alternatif I, yaitu setelah pembangunan jembatan selesai diperkirakan harga tanah sekitar tidak dapat berkembang. Namun memiliki kelebihan karena potensi hilangnya lahan masyarakat kecil. Alternatif III yaitu pembuatan jalan ke arah longsoran sepanjang 12 km. Secara jarak tempuh akan bertambah lama dan kemungkinan bisa memunculkan konflik. Karena ada daerah lama yang tidak terlewati, sehingga menjadi jalan mati. Alternatif III juga melewati hutan lindung. Alternatif ini bebas dari tanah longsor akan tetapi terlalu mahal dari sisi ekonomi.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Secara Sosial Ekonomi pilihan penanganan trase longsor jalan Aek Latong jatuh pada alternatif I, yaitu pemindahan ruas jalan ke arah bukit sepanjang 1,5 km. Hal ini berdasarkan pertimbangan utama, yaitu jarak tempuh yang tidak bertambah jauh, biaya ekonomi murah dan pemulihan kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Rekomendasi Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, berkaitan dengan : •
•
Penanganan trase yang terpilih harus tetap mempertimbangkan pergerakan tanah yang sampai tulisan ini dilaporkan masih terjadi. Penelitian geologi tanah tetap harus dilakukan lagi secara mendalam. Terjadinya penurunan kesejahteraan masyarakat Aek Latong akibat kerusakan jalan, perlu diperhatikan dan ditangani oleh Pemda setempat dengan menyediakan lahan untuk mencari nafkah.
DAFTAR PUSTAKA Arsyad, L. 2004. Ekonomi Makro. Yogyakarta: BPFE. Darwanto, Heri. 2008. Prinsip Dasar Pembangunan Ekonomi Daerah. Jakarta: Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal, Kantor Meneg PPN/Bappenas Dirawan, G.D. 2003. Analisis Sosio-Ekonomi Dalam Pengembangan Ekotourisme Pada Kawasan Suakamarga Satwa Mampie Lampoko. Bogor: IPB. Munawar, A. 2005. Dasar – dasar Teknik Transportasi. Yogyakarta: Penerbit Beta Offset Puslitbang Jalan dan Jembatan. 2008. Laporan Advis Teknis Penanganan Gerakan Tanah (Longsoran) Aek Latong. Bandung Puslitbang Sumber Daya Air. 2008. Laporan advis teknik Longsoran di Aeklatong dan Batujombang. Bandung Tarigan, R. 2004. Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT.Bumi Aksara. Universitas Gunadarma. 1997. Sistem Transportasi, ISBN: 979-8302-04-4. Jakarta : Penerbit Gunadarma Undang – undang Nomor 14 tahun 1992 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan
39