KAJIAN SISTEM PENGAWASAN KEAMANAN PANGAN OLEH BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BADAN POM) REPUBLIK INDONESIA
VIRNA BERLIANI PUTRI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Sistem Pengawasan Keamanan Pangan Oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) Republik Indonesia adalah karya sendiri dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juli 2012
Virna Berliani Putri NRP F252090085
ABSTRACT VIRNA BERLIANI PUTRI. Study on Food Safety Control Systems By the National Agency of Drug and Food Control (NADFC) Republic of Indonesia. Under supervision of RATIH DEWANTI-HARIYADI and NURI ANDARWULAN ABSTRACT “Food nutrition and safety are the right of individuals and government has the responsibilty to assure that the need is adequately fulfilled”,was a statement made during FAO/WHO International Conference on Nutrition (ICN), Rome, 1992. In Indonesia, the safety of processed food is controlled by the National Agency of Drug and Food Control (NADFC) through regulations and policies developed in the country. The purposes of this study are (1) to determine the food control systems established by the NADFC, (2) to evaluate the implementation of the systems, and (3) to make recommendations for improvement of the existing systems. The research was conducted as follows: (1) identification of food safety control sytems by the NADFC, (2) identification and implementation result of food safety control systems by the NADFC, (3) to assess the adequacy of the systems and its implementation, and (4) make the recommendations for improvement of the existing systems. Data were collected from data in the NADFC. The study shows that the NADFC establishes a safety control system of the marketed food products in Indonesia by controlling the foods before and after foods are being marketed. As a preventive control, the pre-market assessment for processed food is done by evaluation of the nutrition content, hazards, production process, and the manufacturer. The pre-market control depends on the ability and competence of human resources as food evaluators as well as networks with other agencies responsible for certification system (GMP, HACPP, etc). The postmarket control is carried out by Technical Implementation Unit Provincial Office of NADFC in Indonesia that conducts inspection of food production facilities, food distribution facilities, as well as food sampling and testing. The activities are conducted using guidelines and technical guidance from the NADFC. The activities of post-market control is not adequately coordinated and orthoroughly analyized. Better coordination and analysis are needed to enable NADFC to evaluate the results of the post-market control thus they can be used toward program establishment in the future such as sampling priority and management of certain contaminants. Keywords : Food safety control system, NADFC, pre-market control, post-market control
RINGKASAN VIRNA BERLIANI PUTRI. Kajian Sistem Pengawasan Keamanan Pangan Oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) Republik Indonesia. Dibimbing oleh RATIH DEWANTI-HARIYADI dan NURI ANDARWULAN. Keamanan pangan merupakan faktor yang penting sebagai syarat untuk menghasilkan pangan yang bermutu dan bergizi baik serta harus menjadi kriteria dari pangan yang hendak dikonsumsi oleh masyarakat untuk mewujudkan sunberdaya manusia yang berkualitas. Pangan yang beredar di pasaran dihasilkan oleh produsen pangan. Oleh karena itu, produsen pangan merupakan salah satu faktor penentu beredarnya pangan yang memenuhi syarat mutu dan keamanan pangan yang ditetapkan oleh pemerintah. Produsen pangan bertanggung jawab untuk mengendalikan keamanan pangan dengan menjamin bahwa produknya bermutu dan aman untuk dikonsumsi. Kewajiban untuk menyediakan pangan yang aman bagi masyarakat merupakan kewajiban pemerintah. Pemerintah merumuskan beberapa landasan hukum dalam penanganan keamanan pangan di Indonesia antara lain UndangUndang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan dan Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. Tanggung jawab dan kewenangan penanganan keamanan pangan dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, penanganan keamanan pangan khususnya pengawasan pangan olahan merupakan tanggung jawab dan kewenangan Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM). Untuk mengetahui sejauh mana sistem pengawasan keamanan pangan yang diterapkan oleh Badan POM dapat memenuhi keamanan produk pangan yang beredar di masyarakat maka kajian ini dilakukan dengan tujuan secara umum untuk mengetahui tingkat keterjaminan keamanan produk pangan olahan di Indonesia. Sedangkan tujuan secara khusus yaitu untuk mengetahui sistem pengawasan keamanan pangan yang dilakukan oleh Badan POM sebelum produk pangan beredar (pre-market) dan setelah beredar (post-market), mengevaluasi hasil implementasi pengawasan keamanan pangan sebelum produk pangan beredar (pre-market) dan setelah beredar (post-maket), dan menyusun rekomendasi untuk perbaikan sistem pengawasan keamanan pangan sebelum produk pangan beredar (pre-market) dan setelah beredar (post-market). Penelitian terdiri dari 4 tahapan. Tahap pertama adalah identifikasi sistem pengawasan keamanan pangan yang dilakukan oleh Badan POM, tahap kedua adalah identifikasi dan hasil implementasi sistem pengawasan keamanan pangan oleh Badan POM, tahap ketiga adalah melakukan kajian implementasi sistem pengawasan keamanan pangan oleh Badan POM, dan tahap keempat adalah penyusunan rekomendasi terkait perbaikan sistem pengawasan keamanan pangan oleh Badan POM. Metode penelitian yang dilakukan yaitu mengkaji data
sekunder pre-market control dan post-market control tahun 2006-2010 yang diperoleh dari Badan POM. Pre-market control merupakan kegiatan pengawasan Badan POM yang dilakukan pada saat produk pangan didaftarkan di Badan POM untuk memperoleh nomor pendaftaran MD atau ML. Pengawasan berupa penilaian yang dilakukan oleh petugas penilai pangan terhadap berkas-berkas/dokumen yang diserahkan produsen sebagai kelengkapan persyaratan untuk memenuhi tentang keamanan, jaminan mutu, gizi, serta keterangan dan atau pernyataan pada label. Hasil penilaian dapat berupa penerimaan dengan dikeluarkannya nomor pendaftaran MD maupun ML atau berupa penolakan dikarenakan tidak memenuhi persyaratan keamanan pangan. Pada tahun 2006 s.d. 2010, jumlah produk pangan terdaftar dengan nomor pendaftaran MD sebanyak 22,967 produk dan 16,947 produk dengan nomor pendaftaran ML. Sedangkan untuk produk yang ditolak pendaftarannya pada tahun 2010 yaitu sebanyak 184 produk (8 produk MD dan 176 produk ML). Pendaftar yang berkasnya tidak memenuhi persyaratan, berkas pendaftaran dikembalikan untuk dilengkapi atau berkas ditolak dengan alasan keamanan pangan. Post-market control dilakukan Badan POM pada saat produk pangan beredar di masyarakat, antara lain melalui pemeriksaan sarana produksi pangan, pemeriksaan sarana distribusi pangan, dan kegiatan sampling dan pengujian produk pangan yang beredar. Pemeriksaan sarana produksi pangan dilakukan oleh petugas pengawas pangan yang ada di Balai Besar/Balai POM setempat terhadap sarana produksi pangan MD maupun sarana produksi IRTP dalam melaksanakan Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB). Hasil pemeriksaan sarana produksi pangan tahun 2006 s.d 2010 menunjukkan bahwa sarana produksi MD yang diperiksa sebesar 10.54%, dengan persentase sarana produksi yang memenuhi syarat (MS) sebesar 18.79% (455 sarana produksi) dan TMS cukup besar yaitu 81.21% (1,966 sarana). Sedangkan untuk sarana produksi PIRT yang memenuhi syarat (MS) yaitu 3,762 sarana (61.35%) dan yang tidak memenuhi syarat (TMS) sebesar 2,380 sarana (38.81%). Selain itu sebanyak 50.70% sarana produksi tidak terdaftar yang diperiksa sarananya tidak memenuhi syarat (TMS). Faktor yang menyebabkan sarana produksi tidak memenuhi syarat CPPB antara lain disebabkan adanya penyimpangan pada komponen(pabrik-ruang pengolahan dan sanitasi serta hygiene karyawan. Hasil pemeriksaan sarana distribusi pangan tahun 2006-2010 dari 26 Balai Besar/Balai POM berjumlah 28,079 sarana distribusi. Sebanyak 6,044 sarana distribusi memperoleh nilai B (21.52%), 14,224 sarana distribusi memperoleh nilai C (50.66%) dan sisanya sebanyak 7,811 sarana distribusi memperoleh nilai K (27.82%). Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa sebagian besar sarana distribusi memenuhi ketentuan persyaratan CDPB dengan total nilai B dan C sejumlah 20,268 sarana (72.18%), sedangkan untuk sarana yang tidak memenuhi ketentuan persyaratan CDPB dengan nilai K sejumlah 7.811 sarana (27.82%). Berdasarkan parameter ditemukannya pelanggaran terhadap sarana distribusi yang dinilai Kurang (K) yang merupakan produk TMS tahun 2006-2010, pelanggaran terbanyak yaitu sebanyak 2370 sarana distribusi menjual pangan kadaluarsa.
Kegiatan sampling dan pengujian produk pangan yang beredar dilakukan Badan POM melalui sampling pangan rutin. Total sampel produk yang diuji tahun 2006 s.d 2010 sebanyak 88,077 sampel produk yang terdiri dari produk pangan MD, ML, PIRT dan pangan tidak terdaftar (TTD). Rata-rata persentase sampel produk yang MS tahun 2006-2010 yaitu sebesar 82.66% dan sampel produk yang TMS sebesar 17.34%. Total hasil pengujian sampel produk MD tahun 2006-2010 yang memenuhi syarat (MS) sebanyak 38,184 sampel (92.33%) dan TMS 3,171 sampel (7.67%), sampel produk ML yang memenuhi syarat (MS) sebanyak 1,336 sampel (80.24%) dan TMS 329 sampel (19.76%), sampel produk PIRT yang memenuhi syarat sebanyak 20,191 sampel (82.90%) dan TMS 4,164 sampel (17.10%), dan produk tidak terdaftar (TTD) yang memenuhi syarat sebanyak 13,094 sampel (63.25%) dan TMS sebanyak 7,608 sampel (36.75%). Sebagian besar sampel produk yang diuji memenuhi syarat, baik untuk sampel produk MD, ML, PIRT maupun produk tidak terdaftar (TTD). Berdasarkan hasil pengujian sampel produk tahun 2006-2010, sebagian besar sampel produk TMS sebanyak 22.25% (4,022 sampel) menggunakan BTP pemanis sakarin dan siklamat melebihi batas maksimal yang diizinkan. Penggunaan pemanis buatan tidak dengan takaran yang benar, umumnya hanya berdasarkan rasa sensori saja. Keberhasilan fungsi pengawasan pre-market sangat ditentukan oleh kompetensi petugas penilai pangan yang menangani langsung proses penilaian dan aspek kelengkapan persyaratan dokumen yang dilampirkan pada saat registrasi dalam menjamin keamanan pangan sebelum produk memperoleh nomor pendaftaran dan diedarkan di masyarakat. Aspek kelengkapan dokumen yang berkaitan dengan keamanan pangan antara lain persyaratan hasil pemeriksaan sarana produksi dari Balai Besar/Balai POM setempat, lampiran daftar bahan yang digunakan atau komposisi diurutkan dari jumlah yang terbanyak, lampiran proses produksi atau sertifikat HACCP/ISO 22000, penjelasan untuk bahan-bahan tertentu (asal bahan (bahan yang berasal dari hewani atau nabati), status GMO (jagung, kentang, kedelai, tomat), dan kandungan kloramfenikol dalam madu)), fotokopi sertifikat SNI (untuk produk AMDK, tepung terigu, garam beryodium, coklat bubuk, gula rafinasi), fotokopi nomor kontrol veteriner (NKV) rumah pemotongan hewan (RPH) (untuk produk asal hewan), dan data pendukung produk berklaim (jika diperlukan). Rekomendasi berkenaan dengan kegiatan pengawasan pre-market antara lain perlu adanya peningkatan kinerja terkait dengan perbaikan mutu pelayanan (pada unsur kecepatan pelayanan), peningkatan jejaring dengan instansi lain berkaitan dengan sistem sertifikasi produk, peningkatan ketepatan waktu dalam proses penilaian, penyediaan fasilitas konsultasi on line berkenaan dengan registrasi produk melalui web, dan perlu adanya harmonisasi dengan kegiatan pengawasan post-market pemeriksaan sarana produksi pangan.
Rekomendasi berkenaan dengan kegiatan pengawasan post-market antara lain untuk pemeriksaan sarana produksi : perlu adanya program secara nasional untuk penentuan prioritas jenis sarana produksi pangan yang diperiksa per tahunnya, peningkatan cakupan wilayah pemeriksaan sarana produksi pangan, peningkatan kompetensi dan kapabilitas petugas pengawas pangan, adanya kesinambungan dalam pemeriksaan sarana produksi dan monitoring, peningkatan kerjasama dan koordinasi
dengan pemerintah daerah (kabupaten/kota) dalam hal pengawasan, penyuluhan dan pembinaan.
Untuk pemeriksaan sarana distribusi rekomendasi yang diberikan antara lain penentuan prioritas jenis sarana distribusi yang diperiksa secara nasional per tahunnya yang disesuaikan dengan jumlah anggaran yang dimiliki Balai Besar/Balai POM setempat, peningkatan kompetensi dan kapabilitas petugas pengawas pangan, serta perlu adanya kesinambungan dalam pemeriksaan sarana distribusi pangan dan monitoring. Rekomendasi untuk pelaksanaan sampling antara lain : untuk pengawasan rutin perlu adanya penentuan prioritas secara nasional untuk jumlah dan jenis pangan yang disampling tiap tahunnya, kegiatan monitoring terhadap hasil sampling produk yang TMS setelah dilakukan pengujian, pengambilan sampel berbasiskan resiko (risk based sampling, perlu adanya harmonisasi dengan kegiatan pengawasan pada
pemeriksaan sarana produksi dan sarana distribusi, dan peningkatan kapasitas laboratorium Badan POM di seluruh Indonesia.
Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
KAJIAN SISTEM PENGAWASAN KEAMANAN PANGAN OLEH BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BADAN POM) REPUBLIK INDONESIA
VIRNA BERLIANI PUTRI
Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi pada Program Studi Teknologi Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tugas Akhir: Prof. Dr. Ir. Dedi Fardiaz, M.Sc
Judul Tugas Akhir
: Kajian Sistem Pengawasan Keamanan Pangan Oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) Republik Indonesia
Nama
: Virna Berliani Putri
NRP
: F252090085
Program Studi
: Teknologi Pangan
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si Anggota
Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc Ketua
Diketahui Ketua Program Studi Magister Profesi Teknologi Pangan
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr. Ir. Lilis Nuraida, M.Sc
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Agr
Tanggal Ujian: 19 Juni 2012
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga tugas akhir ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2011 ini adalah Kajian Sistem Pengawasan Keamanan Pangan Oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) Republik Indonesia. Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc dan Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si selaku pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, motivasi dan arahannya dalam penyusunan tugas akhir; 2. Prof. Dr. Ir. Dedi Fardiaz,M.Sc sebagai penguji dalam memberikan masukan dan sarannya; 3. Prof. Dr. Purwiyatno Hariyadi, M.Sc selaku Direktur SEAFAST Center LPPM IPB yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan di program Magister Profesi Teknologi Pangan (MPTP) IPB; 4. Dr. Ir. Lilis Nuraida, M.Sc selaku ketua Program Studi Magister Profesi Teknologi Pangan (MPTP) IPB yang telah memberikan arahan dan bimbingannya selama perkuliahan dan penyusunan tugas akhir; 5. Suami tercinta, Fahmi Fasah Angkotasan, S.Kom, M.Kom dan putri tersayang Sahna Fakhirah Manurcahya Angkotasan yang memberikan motivasi luar biasa sehingga terselesaikannya tugas akhir ini; 6. Keluarga besar di Sukabuni dan Ambon yang telah memberikan doa dan dukungan hingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini; 7. Keluarga besar SEAFAST Center LPPM IPB yang telah membantu dan memberikan dorongan untuk menyelesaikan tugas akhir ini; 8. Fatikhaturohmah, AMd selaku staf sekretariat MPTP yang telah banyak membantu selama perkuliahan dan penyusunan tugas akhir ini; 9. Rekan-rekan seangkatan MPTP V: Sumarto, Shinta, Ibu Lisa, Bapak Hafzialman, Bapak Deddy Haryady, Ibu Tuti, Bapak Trijoko, Ibu Hilda, Ibu Wulan, dan Ibu Sumaria atas kebersamaan dan dukungannya dalam kuliah dan penyelesaian tugas akhir; 10. Badan POM RI terutama Direktorat Standardisasi Produk Pangan yang telah membantu dalam pengambilan data; 11. Seluruh pihak yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan dalam penyelesaian dan penulisan tugas akhir ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan memberi keberkahan bagi banyak orang. Bogor, Juli 2012 Virna Berliani Putri
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 10 Oktober 1981 di Sukabumi, Jawa Barat. Penulis adalah putri dari pasangan Bapak Yus Supratman dan Ibu Emi Suhemasti dan merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Pada tahun 2000, penulis menyelesaikan pendidikan sekolah lanjutan tingkat atas di SMU Negeri 1 Sukabumi dan pada tahun yang sama diterima melanjutkan pendidikan di Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi (TPG) Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui jalur masuk PMDK. Penulis menyelesaikan program Sarjana Teknologi Pangan pada tahun 2004. Semenjak tahun 2007, penulis
bekerja di Southeast Asian Food and
Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center – Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB. Pada tahun 2009, penulis mendapatkan beasiswa dari SEAFAST Center untuk melanjutkan pendidikan Pascasarjana Program Studi Magister Profesi Teknologi Pangan di Institut Pertanian Bogor (IPB).
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI .................................................................................................. i DAFTAR TABEL .......................................................................................... ii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... iv I.
PENDAHULUAN ................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang .................................................................................. 1 1.2. Tujuan............................................................................................... 3 1.3. Manfaat ............................................................................................. 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 4 2.1. Keamanan Pangan ............................................................................. 4 2.2. Sistem Manajemen Pengawasan Keamanan Pangan .......................... 5 2.3. Pengawasan Produk Pangan Olahan di Indonesia .............................. 6 2.3.1. Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM)……........... 6 2.3.1.1. Pengawasan Pre-Market .............................................. 8 2.3.1.2. Pengawasan Post-Market ............................................. 9 III. METODE PENELITIAN ......................................................................... 11 3.1. Tempat dan Waktu ............................................................................ 11 3.2. Alat dan bahan .................................................................................. 11 3.3. Pelaksanaan Penelitian ...................................................................... 11 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 15 4.1. Sistem Pengawasan Keamanan Pangan oleh Badan POM .................. 15 4.1.1. Pengawasan Pre-Market........................................................... 15 4.1.2. Pengawasan Post-Market ......................................................... 22 4.2. Implementasi Sistem Pengawasan Keamanan Pangan oleh Badan POM ................................................................................................. 29 4.2.1. Implementasi Pengawasan Pre-Market..................................... 29 4.2.2. Implementasi Pengawasan Post-Market ................................... 39 4.3. Kajian Implementasi Sistem Pengawasan Keamanan Pangan oleh Badan POM ...................................................................................... 42 4.3.1. Pengawasan Pre-Market........................................................... 42 4.3.2. Pengawasan Post-Market ......................................................... 49 4.4. Rekomendasi dan Indikator Kinerja untuk Perbaikan Sistem Pengawasan Keamanan Pangan oleh Badan POM ............................. 56 V. SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 60 5.1. Simpulan ........................................................................................... 60 5.2. Saran ................................................................................................. 61 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 62 LAMPIRAN ................................................................................................... 64
ii
DAFTAR TABEL Halaman 1.
Tingkat/rating kelayakan sarana produksi....................................................24
2.
Evaluasi proses pendaftaran produk pangan sebagai pengawasan premarket.........................................................................................................43
3.
Evaluasi terhadap lampiran dokumen saat pendaftaran yang berkaitan dengan keamanan pangan............................................................................44
4.
Evaluasi pengawasan post-market pada pemeriksaan sarana produksi pangan tahun 2006-2010 .............................................................................50
5.
Evaluasi pengawasan post-market pada pemeriksaan sarana distribusi pangan tahun 2006-2010 .............................................................................53
6.
Evaluasi pengawasan post-market pada kegiatan sampling dan pengujian produk pangan yang beredar .......................................................55
7.
Rekomendasi perbaikan dan indikator kinerja untuk perbaikan sistem pengawasan keamanan pangan yang diberlakukan oleh Badan POM ...........56
iii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Tahapan kajian sistem pengawasan keamanan pangan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) Republik Indonesia……………………………………………………………….
12
2
Jumlah produk pangan terdaftar di Badan POM tahun 20062010……................................................................................................ Jumlah produk MD dan ML yang ditolak tahun 2010………………...
30
4
Jumlah sarana produksi produk pangan MD yang diperiksa tahun 2006-2010 dan hasil penilaian B=baik, C=cukup, K=kurang…………
33
5
Jumlah sarana produksi produk PIRT yang diperiksa tahun 20062010 dan hasil penilaian B=baik, C=cukup, K=kurang……………….
34
6
Jumlah sarana produksi pangan tidak terdaftar (TTD) yang diperiksa tahun 2006-2010 dan hasil penilaian B=baik, C=cukup, K=kurang …
35
7
Jumlah sarana distribusi pangan yang diperiksa tahun 2006-2010 dan hasil penilaian B=baik, C=cukup, K=kurang …………………………
36
8
Hasil pengawasan sarana distribusi tahun 2006-2010 berdasar parameter temuan pada produk yang TMS……………………………
37
9
Persentase hasil pengujian produk pangan yang beredar yang memenuhi syarat (MS) tahun 2006-2010……………………………...
38
10
Persentase hasil pengujian produk pangan yang beredar yang tidak memenuhi syarat (TMS) tahun 2006-2010…………............................
39
11
Jumlah sampel produk yang memenuhi syarat (MS) berdasarkan nomor pendaftaran tahun 2006-2010………………………………….
39
12
Jumlah sampel produk yang tidak memenuhi syarat (TMS) berdasarkan nomor pendaftaran tahun 2006-2010…………………….
40
13
Hasil pengujian produk yang tidak memenuhi syarat (TMS) berdasarkan parameter uji tahun 2006-2010…………………………..
41
3
31
iv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Alur proses pelayanan pendaftaran umum dan pelayanan pendaftaran cepat …………………………………………………………………...
64
2
Alur proses pelayanan perubahan produk……......................................
65
3
Produk pangan yang dapat didaftarkan pada pelayanan pendaftaran cepat……………………………………………………………………
66
4
Formulir pendaftaran produk pangan (Formulir A, B dan C)…………
68
5
Tanda terima formulir permohonan penilaian produk pangan ………..
73
6
Formulir persetujuan pendaftaran produk pangan……………………………
74
7
Formulir permintaan tambahan data…………………………………...
75
8
Formulir penolakan pendaftaran……………………………………….
76
9
Formulir permohonan perubahan produk pangan……………………..
77
10
Formulir pembatalan persetujuan pendaftaran produk pangan………..
78
11
Formulir penilaian penerapan cara produksi pangan makanan yang baik (CPMB) (Form A)………………………………………………..
79
12
Formulir rekapitulasi hasil pemeriksaan sarana produksi makanan dan minuman (Form RA)…………………………………………………..
82
13
Formulir penilaian pemeriksaan sarana distribusi pangan (Form B)…………
83
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keamanan pangan merupakan faktor yang penting sebagai syarat untuk menghasilkan pangan yang bermutu dan bergizi baik. Keamanan pangan harus menjadi kriteria dari pangan yang hendak dikonsumsi oleh masyarakat. Pangan yang beredar di pasaran dihasilkan oleh produsen pangan. Oleh karena itu, produsen pangan merupakan salah satu faktor penentu beredarnya pangan yang memenuhi syarat mutu dan keamanan pangan yang ditetapkan oleh pemerintah. Produsen pangan bertanggung jawab untuk mengendalikan keamanan pangan dengan menjamin bahwa produknya bermutu dan aman untuk dikonsumsi. Keamanan pangan juga menjadi pertimbangan pokok dalam perdagangan internasional. Pada era globalisasi sekarang ini, suplai pangan ke seluruh penjuru dunia seakan tidak ada batasannya lagi. Faktor terjaminnya mutu dan keamanan pangan produk merupakan salah satu syarat untuk menghasilkan produk ekspor yang berdaya saing tinggi. Indonesia sebagai negara pengekspor sering mengalami kasus penolakan dan penahanan produk ekspor disebabkan masalah mutu dan keamanan pangan yang dianggap tidak memenuhi persyaratan internasional. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh FDA, ekspor produk pangan Indonesia ke Amerika Serikat yang mengalami penolakan pada tahun 2006-2010 sebanyak 1822 kasus, yang sebagian besar merupakan produk fishery/seafood dikarenakan faktor filthy (FDA 2012). Salah satu masalah utama keamanan pangan di Indonesia adalah kasus keracunan pangan yang sebagian besar belum dilaporkan atau dilaporkan namun tidak diketahui faktor penyebabnya. Berdasarkan hasil pantauan Badan POM RI tahun 2005 menunjukkan ada 184 kejadian KLB keracunan pangan, dari sebanyak 23.864 orang yang makan, 8.949 orang sakit dan 49 orang meninggal dunia (Rahayu dkk 2011). Dari 184 kejadian tersebut, sebanyak 28 kejadian disebabkan pangan olahan, 33 kejadian disebabkan pangan jajanan, 39 kejadian dari pangan jasa boga, 78 kejadian dari masakan rumah tangga, dan 6 kejadian dari pangan lain-lain. Pada tahun 2007-2010, Badan POM menghimpun data KLB di
2
lingkungan sekolah dan kampus. Data yang dihasilkan menunjukkan bahwa persentase KLB keracunan pangan di SD setiap tahunnya antara 69%-79%, tertinggi dibandingkan dengan yang terjadi di Taman Kanak-kanan (TK), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Umum (SMU) dan perguruan tinggi (BPOM 2011). Berdasarkan hasil temuan tersebut menunjukkan bahwa tingkat keamanan pangan jajanan anak sekolah masih rendah, jika tidak segera ditanggulangi akan memperparah kondisi status gizi anak-anak sekolah. Pangan yang aman, bermutu dan bergizi harus dipenuhi untuk mewujudkan sumberdaya manusia yang berkualitas. Kewajiban untuk menyediakan pangan yang aman bagi masyarakat merupakan kewajiban pemerintah. Pemerintah merumuskan beberapa landasan hukum dalam penanganan keamanan pangan di Indonesia antara lain Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan dan Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. Menurut Undang-Undang No. 7 tahun 1996 tentang Pangan bahwa salah satu tujuan dari dilakukannya pengaturan, pembinaan dan pengawasan pangan oleh pemerintah yaitu untuk mewujudkan tersedianya pangan yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi bagi kepentingan kesehatan manusia. Tanggung jawab dan kewenangan penanganan keamanan pangan dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004. Berdasarkan Peraturan Pemerintah ini penanganan keamanan pangan khususnya pengawasan pangan olahan merupakan tanggung jawab dan kewenangan Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM). Prinsip pengawasan pangan olahan yang dilakukan Badan POM mencakup pengawasan pre-market dan post-market. Pengawasan pre-market merupakan salah satu tindakan preventif dalam melindungi konsumen terhadap peredaran pangan yang tidak memenuhi ketentuan keamanan, mutu dan gizi pangan yang dilakukan pada saat produk pangan tersebut didaftarkan di Badan POM. Sedangkan pengawasan post-market dilakukan sesudah produk beredar di pasaran antara lain meliputi pemeriksaan sarana produksi pangan, sarana distribusi
3
pangan, sampling dan pengujian laboratorium, monitoring label dan iklan pangan serta penyidikan dan penegakan hukum. Kajian dilakukan terhadap sistem pengawasan pangan olahan yang dilakukan oleh Badan POM sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah terhadap pengendalian keamanan pangan produk yang beredar di masyarakat, sehingga dengan kajian ini dapat memberikan rekomendasi untuk perbaikan sistem yang ada. 1.2. Tujuan Penelitian
ini
secara
umum
bertujuan
untuk
mengetahui
tingkat
keterjaminan keamanan produk pangan olahan di Indonesia. Secara khusus bertujuan untuk : (1)
mengetahui sistem pengawasan keamanan pangan yang dilakukan oleh Badan POM sebelum beredar (pre-market) dan setelah beredar (postmarket).
(2)
mengevaluasi hasil implementasi pengawasan keamanan pangan sebelum beredar (pre-market) dan setelah beredar (post-maket).
(3)
menyusun rekomendasi untuk perbaikan sistem pengawasan keamanan pangan sebelum beredar (pre-market) dan setelah beredar (post-market).
1.3. Manfaat Penelitian Hasil penelitian berupa rekomendasi diharapkan dapat menjadi masukan untuk perbaikan sistem pengawasan keamanan pangan olahan yang dilakukan oleh Badan POM.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Keamanan Pangan Keamanan pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia (UU No 7 1996). Memperoleh pangan yang aman merupakan hak asasi setiap individu. Pangan yang aman tentunya pangan yang terbebas dari atau mengandung dalam jumlah yang tidak membahayakan kesehatan manusia dari bahaya-bahaya berikut : biologi, kimia dan fisik. Pencemaran pangan akibat ketiga bahaya tersebut dapat terjadi di setiap titik rantai pangan yaitu sejak dari hulu hingga hilir. Dengan demikian penjaminan keamanan pangan harus dimulai sejak pangan diproduksi hingga siap dikonsumsi. Perlindungan konsumen dan pencegahan terhadap penyakit yang disebabkan makanan merupakan hal yang sangat penting dalam program keamanan pangan dan merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karena itu perlu adanya sistem keamanan pangan terpadu, yang melibatkan semua pihak yang terkait. Salah satu program nasional yang dikembangkan dalam rangka meningkatkan keamanan pangan di Indonesia yaitu dengan dibentuknya Sistem Keamanan Pangan Terpadu (SKPT) pada tahun 2002. Sistem Keamanan Pangan Terpadu (SKPT) merupakan program nasional yang terdiri dari semua stakeholder kunci yang terlibat dalam keamanan pangan dari lahan pertanian sampai siap dikonsumsi. Sistem ini mengkombinasikan keahlian dan pengalaman dari pemerintah, industri, akademisi dan konsumen secara sinergis dalam menghadapi tantangantantangan baru yang mempengaruhi keamanan pangan nasional. Model SKPT dibentuk berdasarkan pada pedoman yang dikeluarkan WHO “Guidelines for Strengthening a National Food Safety Programme” untuk mencapai harmonisasi program keamanan pangan dan laboratorium yang berstandar internasional.
6
Tiga jejaring dibentuk menurut prinsip analisis risiko untuk mengelompokkan stakeholder dalam SKPT, yaitu Jejaring Intelijen Pangan (JIP), Jejaring Pengawasan Pangan (JPP) dan Jejaring Promosi Keamanan Pangan (JPKP). Ketiga jejaring tersebut bersinergi satu sama lain untuk mengoptimalkan kegiatan yang berkaitan dengan analisis resiko. 2.2. Sistem Manajemen Pengawasan Keamanan Pangan Menurut UU No. 7 tahun 1996 tentang pangan, sistem pangan merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan pengaturan, pembinaan dan atau pengawasan terhadap kegiatan atau proses produksi pangan dan peredaran pangan sampai siap dikonsumsi manusia. Pada pasal 3 UU tersebut menyebutkan bahwa pengaturan, pembinaan dan pengawasan pangan dilakukan untuk : a.
Tersedianya pangan yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi bagi kepentingan kesehatan manusia;
b.
Terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab;
c.
Terwujudnya tingkat kecukupan pangan dengan harga yang wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Kegiatan pengaturan bersifat wajib baik oleh pemerintah pusat maupun daerah untuk memberi perlindungan kepada konsumen dan menjamin bahwa semua produk pangan sejak produksi, penanganan, penyimpanan, pengolahan, dan distribusi adalah aman, layak dan sesuai untuk konsumsi manusia, memenuhi persyaratan keamanan dan mutu pangan, dan telah diberi label dengan jujur dan tepat sesuai dengan hukum yang berlaku (FAO/WHO 2003). Di Indonesia, sistem jaminan mutu dan keamanan pangan diwujudkan dengan adanya penyusunan peraturan-peraturan yang terkait dengan jaminan mutu dan keamanan pangan. Jaminan terhadap mutu dan keamanan pangan dilakukan pada setiap rantai produksi, mulai dari penerimaan bahan baku di sarana produksi, proses produksi, pengemasan sampai produk siap didistribusikan dan dikonsumsi. Pengendalian keamanan pangan merupakan tanggung jawab bersama. Pemerintah berkewenangan untuk melakukan pengaturan, pembinaan dan pengawasan terhadap keamanan pangan yang beredar, produsen pangan
7
berkewajiban untuk dapat menjamin mutu dan keamanan produk pangan yang diproduksinya, dan konsumen mengetahui haknya atas pangan yang aman dan ikut mengawasi keamanan pangan yang beredar melalui social enforcement. Salah satu pondasi agar terciptanya jaminan mutu dan keamanan pangan, adalah dengan diwajibkannya produsen pangan untuk menerapkan praktek hygiene yang baik/ Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) dan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) di setiap rantai produksinya. 2.3. Pengawasan Produk Pangan Olahan di Indonesia Payung hukum pengawasan produk pangan di Indonesia yaitu UU No. 7 tahun 1996 tentang Pangan yang dijabarkan dalam PP No. 28 tahun 2004. Pada PP tersebut diatur peran berbagai lembaga dalam pengawasan keamanan pangan yaitu peran dari Kementerian Pertanian, Kementerian Perikanan dan Kelautan, Kementerian Kehutanan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (dan Balai), Kementerian Kesehatan (dan Dinas Kesehatan), dan Pemerintah Daerah. Pengawasan
keamanan
pangan
untuk
pangan
olahan
merupakan
kewenangan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM). Dijelasakan dalam PP No 28 Tahun 2004 bahwa dalam rangka pengawasan keamanan, mutu, dan gizi pangan setiap pangan olahan baik yang diproduksi di dalam negeri atau yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dalam kemasan eceran sebelum diedarkan wajib memiliki surat persetujuan pendaftaran yang ditetapkan oleh Kepala Badan POM. 2.3.1. Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001, Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang bertanggung jawab kepada presiden. Sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2005 Tentang Perubahan Keenam atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tersebut, bahwa dalam melaksanakan
8
tugasnya Badan POM dikoordinasikan oleh Menteri Kesehatan, khususnya dalam perumusan kebijakan yang berkaitan dengan instansi pemerintah lainnya serta penyelesaian permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. Tugas pokok Badan POM yaitu mempunyai tugas pemerintahan di bidang pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundangundangan yang berlaku. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Badan POM menyelenggarakan fungsi : a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan obat dan makanan b. Pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan obat dan makanan c. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas Badan POM d. Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan e. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan
umum,
ketatausahaan,
organisasi
dan
tata
laksana,
kepegawaian, keuangan, kearsipam, persandian, perlengkapan dan rumah tangga. Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi tersebut, dilakukan oleh unit-unit Badan POM di pusat maupun oleh Balai Besar/Balai POM yang ada di seluruh Indonesia sebagai pelaksana teknis. Secara garis besar, unit-unit kerja Badan POM dapat dikelompokkan sebagai berikut : Sekretariat, Deputi Bidang Pengawasan Teknis (I, II, dan III) dan unit penunjang teknis (pusat-pusat). Badan POM mempunyai visi yaitu menjadi institusi pengawasan obat dan makanan yang inovatif, kredibel dan diakui secara internasional untuk melindungi masyarakat. Dalam rangka mencapai visi tersebut, maka misi Badan POM yaitu (1) melakukan pengawasan pre-market dan postmarket berstandar internasional, (2) menerapkan sistem manajemen mutu secara konsisten, (3) mengoptimalkan kemitraan dengan pemangku kepentingan di berbagai lini, (4) memberdayakan mesyarakat agar mampu melindungi diri dari
9
obat dan makanan yang beresiko terhadap kesehatan, dan (5) membangun organisasi pembelajar (learning organization). Untuk pengawasan keamanan pangan, Badan POM dalam hal ini yang melaksanakan tugasnya yaitu Deputi III Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya yang terdiri dari Direktorat Penilaian Keamanan Pangan, Direktorat Standardisasi Produk Pangan, Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Produk Pangan, Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, dan Direktorat Pangawasan Produk dan Bahan Berbahaya. Prinsip pengawasan keamanan pangan yang dilakukan Badan POM dengan pengawasan full spectrum yaitu pengawasan pre-market dan pengawasan post- market. 2.3.1.1 Pengawasan Pre-Market Badan POM melakukan pengawasan pre-market sebagai tindakan preventif terhadap keamanan produk pangan yang beredar di masyarakat. Kegiatan ini dilakukan sebelum produk pangan diedarkan yaitu pada saat produk tersebut didaftarkan di Badan POM. Kriteria dan tata laksana penilaian produk pangan ini mengacu pada Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor : HK. 00/05.1.2569 tentang Kriteria dan Tata Laksana Penilaian Produk Pangan tahun 2004. Pendaftaran produk pangan dilakukan oleh produsen, importir dan atau distributor di Direktorat Penilaian Keamanan Pangan, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan POM Jakarta untuk memperoleh nomor pendaftaran dengan kode MD (untuk makanan dan minuman yang diproduksi di dalam negeri) dan kode ML (untuk makanan dan minuman produk impor). Pendaftar wajib mengisi formulir pendaftaran dalam rangka mengajukan permohonan penilaian produk pangan secara tertulis dan melampirkan dokumendokumen sebagai syarat kelengkapan pendaftaran. Keputusan Kepala Badan terhadap permohonan pendaftar dapat berupa persetujuan, permintaan tambahan data atau penolakan. Produk pangan yang mendapat persetujuan akan memperoleh nomor pendaftaran produk pangan disertai rancangan label yang disetujui. Surat persetujuan pendaftaran berlaku 5
10
(lima) tahun selama masih memenuhi ketentuan yang berlaku, apabila telah habis masa berlakunya maka produsen wajib melakukan pendaftaran ulang. 2.3.1.2 Pengawasan Post-Market Sesuai dengan lingkup tugasnya Badan POM melakukan kegiatan postmarket yang merupakan tindakan pengawasan yang dilakukan terhadap produk pangan olahan yang beredar di pasaran. Kegiatan yang dilakukan meliputi pemeriksaan sarana produksi pangan, sarana distribusi pangan, sampling dan pengujian laboratorium, monitoring label dan iklan pangan serta penyidikan dan penegakan hukum. Pengawasan dilakukan secara rutin oleh Balai Besar/Balai POM yang ada di Indonesia, baik terhadap sarana produksi yang berskala menengah ke atas maupun yang berskala industri rumah tangga. Badan POM menunjuk petugas Balai Besar/Balai POM untuk melakukan tugas pengawasan yang dikenal sebagai petugas pengawas pangan. Pengawas pangan merupakan salah satu unsur dalam sistem pengawasan pangan yang sangat besar peranannya dalam mendukung kelangsungan dan kelancaran kegiatan pengawasan pangan. Tugas dari pengawas pangan adalah sebagai berikut : 1. memeriksa berbagai jenis sarana pengolahan apakah sudah memenuhi persyaratan sanitasi dan hygiene serta cara berproduksi pangan yang baik; 2. memeriksa kelayakan suatu produk untuk dipasarkan secara meluas dan komersial; 3. mengambil sampel untuk tujuan analisis dan pemastian kesesuaian dengan standar, baik yang sifatnya rutin maupun yang sifatnya khusus karena adanya suatu kasus tertentu; 4. menelusuri keluhan dari konsumen tentang keamanan pangan serta keluhan-keluhan terhadap kemungkinan adanya pelanggaran terhadap perundang-undangan dan peraturan-peraturan tentang pangan; 5. melakukan pengawasan rutin dan penarikan terhadap produk pangan yang berbahaya atau bisa menyebabkan penyakit, membahayakan kesehatan atau dilarang untuk diedarkan di pasar; 6. mencari penyebab terjadinya kasus-kasus keracunan pangan;
11
7. memberikan bimbingan atau penyuluhan terhadap produsen maupun konsumen tentang keamanan pangan dan cara-cara menangani, mengolah, dan menyajikan pangan yang aman untuk dikonsumsi.
III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB.
Penelitian dilakukan selama 7 bulan (Januari-Juli
2011). 3.2. Alat dan Bahan Alat dan bahan dari penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari Badan POM yang meliputi data hasil pengawasan pre-market dan postmarket. Hasil pengawasan pre-market terdiri dari data industri pangan yang terdaftar (MD dan ML) periode tahun 2006-2010 dan data industri rumah tangga pangan (IRTP) tahun 2003-2010 yang terdaftar di Dinas Kesehatan di 26 provinsi di Indonesia. Hasil pengawasan post-market yang dikaji terdiri dari data sekunder hasil pemeriksaan sarana produksi pangan, data sekunder hasil pemeriksaan sarana distribusi pangan, serta data sekunder hasil sampling dan pengujian produk pangan yang beredar yang diperoleh dari Balai Besar/Balai POM di 26 provinsi periode tahun 2006-2010. 3.3. Pelaksanaan Penelitian Kajian sistem pengawasan keamanan pangan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) Republik Indonesia dilakukan melalui 4 (empat) tahapan. Tahap pertama adalah identifikasi sistem pengawasan keamanan pangan yang dilakukan oleh Badan POM, tahap kedua adalah identifikasi dan hasil implementasi sistem pengawasan keamanan pangan oleh Badan POM, tahap ketiga adalah melakukan kajian implementasi sistem pengawasan keamanan pangan oleh Badan POM, dan tahap keempat adalah penyusunan rekomendasi terkait perbaikan sistem pengawasan keamanan pangan oleh Badan POM. Setiap tahapan kajian dapat dilihat pada Gambar 1. Metode penelitian yang dilakukan
14
yaitu dengan mengkaji data sekunder hasil pengawasan pre-market dan postmarket yang diperoleh dari Badan POM tahun 2006-2010. Identifikasi sistem pengawasan keamanan pangan oleh Badan POM
Identifikasi sistem pengawasan pre- market
Identifikasi sistem registrasi : aspek-aspek registrasi
Identifikasi sistem pengawasan post-market
Identifikasi sistem : - pemeriksaan sarana produksi - pemeriksaan sarana distribusi - sampling dan pengujian produk pangan yang beredar
Identifikasi dan hasil implementasi sistem pengawasan keamanan pangan oleh Badan POM
Kajian implementasi sistem pengawasan keamanan pangan oleh Badan POM
Penyusunan rekomendasi untuk perbaikan sistem pengawasan keamanan pangan oleh Badan POM dan indikator kinerja
Gambar 1. Tahapan kajian sistem pengawasan keamanan pangan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) Republik Indonesia 1.
Identifikasi sistem pengawasan keamanan pangan yang dilakukan oleh Badan POM Identifikasi sistem pengawasan keamanan pangan yang berlaku di Indonesia
berdasarkan PP No. 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan bahwa instansi yang berwenang dalam melakukan pengawasan keamanan pangan khususnya untuk pangan olahan merupakan tanggung jawab Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM). Sistem pengawasan yang dilakukan oleh Badan POM yaitu sistem pengawasan pre-market dan post-market.
15
Pengawasan pre-market merupakan kegiatan pengawasan sebelum produk pangan beredar di pasaran yaitu pada saat produk didaftarkan di Badan POM. Identifikasi dilakukan terhadap aspek-aspek yang menjadi persyaratan dalam registrasi produk dan jumlah produk terdaftar untuk periode tahun 2006-2010. Produk yang didaftarkan merupakan produk dengan nomor pendaftaran MD dan ML. Selain produk MD dan ML, penelusuran informasi juga dilakukan terhadap industri pangan rumah tangga (IRTP) yang terdaftar di Dinas Kesehatan di 26 provinsi di Indonesia periode tahun 2003-2010. Pengawasan post-market dilakukan Badan POM setelah produk pangan beredar di masyarakat. Pada kegiatan ini aspek-aspek yang diidentifikasi meliputi sistem pemeriksaan sarana produksi, sistem pemeriksaan sarana distribusi, serta kegiatan sampling dan pengujian produk pangan yang beredar. Penelusuran informasi melalui borang, panduan, maupun petunjuk teknis yang mencakup ketiga kegiatan pengawasan post-market. Data yang diperoleh merupakan data pengawasan post-market tahun 2006-2010. 2.
Identifikasi dan hasil implementasi sistem pengawasan keamanan pangan oleh Badan POM Pada tahap ini identifikasi dilakukan terhadap implementasi sistem
pengawasan
pre-market
dan
post-market
serta
hasil
implementasinya.
Implementasi sistem dilakukan oleh Balai Besar/Balai POM di 26 provinsi di Indonesia yang dilaporkan setiap tahunnya pada Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) di Jakarta. Data yang disertakan untuk implementasi sistem merupakan data sekunder hasil pengawasan pre-market dan post-market tahun 2006-2010. 3.
Kajian implementasi sistem pengawasan keamanan pangan oleh Badan POM Pada tahap ini dilakukan kajian terhadap implementasi sistem pengawasan
pre-market dan post-market berdasarkan tahap 2. Kajian dimaksudkan untuk melihat kecukupan aspek-aspek yang menjadi daya dukung yang telah tersedia pada pengawasan pre-market dan post-market sebagai sistem pengawasan
16
keamanan pangan khususnya pangan olahan yang diberlakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM). 4.
Penyusunan
rekomendasi
untuk
perbaikan
sistem
pengawasan
keamanan pangan oleh Badan POM Rekomendasi perbaikan sistem dilakukan berdasarkan hasil kajian pada tahap 3. Rekomendasi berupa masukan untuk perbaikan sistem pengawasan pre-market dan post-market. Pada tahap ini juga disusun rekomendasi indikator kinerja sebagai acuan pengawasan pre-market dan post-market.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Sistem Pengawasan Keamanan Pangan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) 4.1.1. Pengawasan Pre-Market Pengawasan pre-market merupakan tindakan preventif terhadap keamanan produk pangan sebelum produk tersebut beredar di masyarakat dengan melakukan penilaian pada saat produk tersebut didaftarkan di Badan POM (registrasi produk). Data yang dikaji dalam penelitian merupakan data sekunder hasil pengawasan pre-market yaitu jumlah produk pangan terdaftar MD dan ML tahun 2006-2010 sehingga kriteria dan tata laksana penilaian mengacu pada Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor : HK. 00/05.1.2569 tahun 2004 tentang Kriteria dan Tata Laksana Penilaian Produk Pangan. Aturan ini kemudian direvisi menjadi Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor : HK. 03.1.5.12.11.09956 tahun 2011 tentang Tata Laksana Pendaftaran Pangan Olahan yang mulai diberlakukan sejak diundangkan pada tanggal 12 Desember 2011. Pasal 42 pada PP No. 28 tahun 2004 menyatakan bahwa dalam rangka pengawasan keamanan, mutu dan gizi pangan, setiap pangan olahan baik yang diproduksi di dalam negeri atau yang dimasukkan ke wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dalam kemasan eceran sebelum diedarkan wajib memiliki surat persetujuan pendaftaran. Surat persetujuan pendaftaran diperoleh dengan cara melakukan pendaftaran produk pangan untuk dilakukan penilaian keamanan, mutu, dan gizi pangan. Pendaftaran dilakukan oleh produsen, importir dan atau distributor pangan di Direktorat Penilaian Keamanan Pangan, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan POM, Gedung D lantai 3 Jakarta Pusat. Waktu pendaftaran pada hari kerja (Senin s.d. Jum’at). Kewajiban pendaftaran produk pangan sesuai pula dengan Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan pasal 30 yaitu dalam rangka peredaran pangan
18
bagi pangan olahan yang wajib didaftarkan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku, baik produksi dalam negeri maupun yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia, pada Label pangan yang bersangkutan harus dicantumkan Nomor Pendaftaran Pangan. Penilaian untuk memperoleh nomor pendaftaran disebut penilaian keamanan pangan. Klasifikasi penilaian produk pangan (pelayanan pendaftaran) dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu pelayanan pendaftaran umum, pelayanan pendaftaran cepat (ODS=One day service) dan pelayanan perubahan produk. Alur proses pelayanan pendaftaran umum dan cepat dapat dilihat pada Lampiran 1 dan alur proses pelayanan perubahan produk pada Lampiran 2. Pelayanan Pendaftaran Umum Pelayanan pendaftaran umum yaitu pelayanan penilaian produk dan keputusan hasil penilaian produk pangan dilaksanakan dalam waktu 45 (empat puluh lima) hari kerja. Pelayanan diberlakukan terhadap produk beresiko tinggi dan produk baru yang belum pernah mendapatkan nomor pendaftaran. Produk pangan yang didaftarkan pada pelayanan pendaftaran umum antara lain produk pangan yang diperuntukkan bagi golongan tertentu seperti produk makanan bayi, produk pangan diet khusus, produk pangan yang mempunyai manfaat tertentu karena kandungan zat aktif yang ada di dalamnya dan produk pangan yang mencantumkan klaim kandungan zat gizi, klaim fungsi zat gizi ataupun klaim kesehatan pada label produknya. Contoh produk pangan yang dapat didaftarkan pada pelayanan pendaftaran umum antara lain MPASI, biskuit untuk bayi, dan susu formula bayi. Pelayanan Pendaftaran Cepat Pelayanan pendaftaran cepat (ODS) adalah pelayanan penilaian dan keputusan hasil penilaian produk pangan dilaksanakan dalam waktu 5 (lima) hari kerja. Layanan penilaian dilakukan terhadap produk pangan beresiko rendah dan produk sejenis yang pernah mendapatkan nomor pendaftaran. Produk pangan yang dapat didaftarkan pada pelayanan pendaftaran cepat dapat dilihat pada
19
Lampiran 3. Produk pangan yang didaftarkan tidak boleh mencantumkan klaim baik klaim kandungan gizi, klaim fungsi gizi maupun klaim kesehatan. Sejak tanggal 1 Maret 2012, pendaftaran pangan olahan untuk produk beresiko rendah dapat dilakukan secara elektronik melalui web Badan POM sesuai dengan pengumuman No HM. 03.03.51.02.12.0222. Pelayanan Perubahan Produk Pelayanan perubahan produk yaitu pelayanan penilaian terhadap produk pangan yang akan melakukan perubahan data produk. Pelayanan diberlakukan bagi produk pangan yang telah mendapatkan nomor persetujuan pendaftaran yang telah diperolehnya menjadi berubah atau berganti. Perubahan yang dapat diajukan antara lain perubahan nama perusahaan, perubahan nama importir atau distributor, perubahan informasi nilai gizi, perubahan dan atau penambahan klaim, perubahan nama dagang, perubahan desain kemasan, perubahan dan/atau penambahan berat/isi bersih, perubahan komposisi, dan perubahan untuk kepentingan promosi dalam waktu tertentu. Penilaian perubahan produk dilaksanakan dalam waktu 15 (lima belas) hari kerja. Produk pangan yang memperoleh Nomor Pendaftaran Produk Pangan harus memenuhi kriteria tentang keamanan, jaminan mutu, gizi, serta keterangan dan atau pernyataan pada label. Kriteria tentang keamanan yaitu yang meliputi batas maksimum cemaran mikroba, cemaran kimia, cemaran fisik dan cemaran bahan berbahaya lainnya. Kriteria tentang jaminan mutu yaitu dinilai dari proses produksi sesuai dengan Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB). Kriteria tentang gizi yaitu sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan antara lain informasi nilai gizi dan angka kecukupan gizi. Sedangkan keterangan dan atau pernyataan pada label yaitu label harus benar dan tidak menyesatkan, baik mengenai tulisan, gambar atau bentuk apapun lainnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta mencantumkan sekurang-kurangnya keterangan tentang nama produk, berat bersih atau isi bersih, dan nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia.
20
Proses pendaftaran dilakukan dengan menyerahkan berkas pendaftaran rangkap 2 (dua) kepada Badan POM untuk dilakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen dan penetapan biaya sesuai dengan jenis produk pangan. Kelengkapan dokumen yang diserahkan pada saat pendaftaran yaitu formulir pendaftaran (terdiri dari Formulir A, B dan C) yang telah diisi dengan benar dan lengkap (Lampiran 4), contoh produk pangan, serta rancangan label berwarna dan brosur bila ada. Kelengkapan persyaratan dokumen yang dilampirkan pendaftar dalam berkas pendaftaran dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu persyaratan administrasi, persyaratan teknis dan persyaratan tambahan. Persyaratan administrasi terdiri dari (1) fotokopi KTP pendaftar, (2) surat pernyataan bermaterai tentang kebenaran dan keabsahan dokumen pendaftaran serta jaminan keamanan, mutu dan gizi serta label pangan olahan, (3) fotokopi ijin usaha industri (IUI) atau tanda daftar industri (TDI) dari Kementerian/Dinas Perindustrian atau Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM/BKPMD), (4) hasil pemeriksaan sarana produksi dari Balai Besar/Balai POM setempat, (5) surat persetujuan pendaftaran produk pangan asli (untuk pelayanan ulang), dan (6) fotokopi surat persetujuan pendaftaran produk pangan sejenis (untuk pelayanan cepat). Persyaratan
teknis
terdiri
dari
(1)
daftar
bahan
yang
digunakan/komposisi diurutkan dari jumlah yang terbanyak, (2) proses produksi atau sertifikat HACCP/ISO 22000, (3) informasi masa kadaluarsa, (3) hasil analisa produk akhir asli dari lab terakreditasi atau lab pemerintah, dan (5) rancangan label berwarna. Keterangan pada label harus dicantumkan dalam Bahasa Indonesia, dan bagian utama sekurang-kurangnya memuat : nama dagang, nama jenis/produk, berat/isi bersih, bobot tuntas (jika ada), nama dan alamat pihak yang memproduksi, dan nomor pendaftaran BPOM RI MD. Bagian utama/bagian lain terdiri dari komposisi atau daftar bahan yang digunakan (diurutkan dari jumlah bahan terbanyak), kode produksi, baik digunakan sebelum, petunjuk penyimpanan, penggunaan, peringatan dan keterangan lain (jika perlu), dan tabel informasi nilai gizi (wajib dicantumkan untuk produk berklaim).
21
Persyaratan tambahan terdiri dari : (1) surat kuasa untuk melakukan pendaftaran (apabila yang mendaftarkan bukan pimpinan perusahaan); (2) penjelasan untuk bahan-bahan tertentu antara lain : asal bahan (bahan yang berasal dari hewani atau nabati), status GMO (jagung, kentang, kedelai, tomat), dan kandungan kloramfenikol dalam madu; (3) fotokopi surat kerjasama pengemas kembali/berlisensi/pengguna merek/makloon/model (jika diperlukan); (4) fotokopi sertifikat SNI (untuk produk AMDK, tepung terigu, garam beryodium, coklat bubuk, gula rafinasi); (5) fotokopi sertifikat merek; (6) fotokopi sertifikat organik (jika mencantumkan tulisan/logo organik); (7) fotokopi nomor kontrol veteriner (NKV) rumah pemotongan hewan (RPH) (untuk produk asal hewan); (8) surat persetujuan pencantuman tulisan halal pada label (jika mencantumkan tulisan/logo halal); (9) Fotokopi SIPA (Surat Izin Pengambilan Air Tanah)/surat kerjasama dengan PDAM (untuk AMDK); dan (10) data pendukung produk berklaim (jika diperlukan). Untuk pendaftaran pelayanan umum baru dan ulang, berkas pendaftaran rangkap dua dimasukkan ke dalam map kertas ukuran polio; map warna merah untuk produk makanan dan minuman, map warna biru untuk produk pangan fungsional, hasil rekayasa genetika dan bahan tambahan pangan, dan map warna hijau untuk produk pangan olahan tertentu. Untuk pendaftaran pelayanan cepat, berkas pendaftaran rangkap dua dimasukkan ke dalam map kertas ukuran polio; map warna merah untuk produk minuman dan BTP, dan map warna biru untuk produk makanan. Untuk pendaftaran pelayanan cepat ulang, berkas pendaftaran rangkap dua dimasukkan ke dalam map kertas ukuran polio berwarna merah. Bukti pembayaran atas biaya pendaftaran produk pangan disertakan pada berkas pendaftaran yang diserahkan kepada Badan POM untuk dilakukan penilaian. Besaran biaya pendaftaran sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah No. 48 tahun 2010 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) yang berlaku pada Badan POM.
22
Pendaftar diberikan surat pengantar pembayaran bank yang ditunjuk dengan menggunakan formulir P1 (Lampiran 5). Berkas pendaftaran yang telah memenuhi ketentuan dilakukan penilaian keamanan, mutu dan gizi serta label sesuai dengan tingkat resikonya. Penilaian terhadap berkas dilakukan oleh Tim Penilai Produk Pangan Badan POM dan dapat dibentuk pula Komite Nasional Penilai Produk Pangan yang melibatkan tenaga ahli di bidang keamanan, mutu dan gizi serta label pangan. Petugas yang melakukan penilaian berkas pendaftaran dinamakan petugas evaluator pangan. Pembentukan tugas dan fungsi Tim Penilai dan atau Komite Nasional Penilai Produk Pangan ditetapkan oleh Kepala Badan POM. Berdasarkan rekomendasi Penilai, Kepala Badan memberikan keputusan selambat-lambatnya 60 hari kerja terhitung sejak diterimanya berkas pendaftaran yang lengkap dan benar. Keputusan Kepala Badan dapat berupa persetujuan, permintaan tambahan data atau penolakan. Produk pangan yang mendapat persetujuan akan memperoleh nomor pendaftaran produk pangan dengan menggunakan formulir P2 (Lampiran 6) disertai rancangan label yang disetujui. Nomor pendaftaran produk dalam negeri diberi tanda BPOM RI MD dan nomor pendaftaran pangan produk impor diberi tanda BPOM RI ML. Untuk produk pangan yang diperlukan penambahan data, pendaftar akan diberitahukan secara tertulis tentang persyaratan tambahan data yang harus dipenuhi dengan menggunakan formulir P3 (Lampiran 7). Persyaratan tambahan data dapat berupa hasil pemeriksaan atau pengujian oleh Balai Besar atau Balai Pengawas Obat dan Makanan atas informasi yang disampaikan oleh pendaftar. Keputusan terhadap pendaftaran dengan tambahan data akan ditetapkan selambatlambatnya sejak pemberitahuan secara tertulis disampaikan. Sedangkan keputusan terhadap penolakan pendaftaran akan diberitahukan secara tertulis kepada pendaftar disertai dengan alasan penolakan. Formulir yang digunakan yaitu formulir P4 (Lampiran 8).
23
Perubahan produk pangan dapat dilakukan pendaftar sepanjang perubahan tersebut tidak mengubah nomor pendaftaran pangan. Permohonan perubahan produk pangan diajukan secara tertulis kepada Kepala Badan menggunakan formulir P5 (Lampiran 9). Perubahan produk pangan dapat dilakukan setelah 3 bulan sejak tanggal persetujuan. Pendaftar dapat mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Badan untuk melakukan dengar pendapat berkaitan dengan keberatannya terhadap hasil penilaian produk pangan dari Tim Penilai dan atau Komite Nasional Penilai Produk Pangan. Permohonan diajukan paling lama 15 hari kerja sejak tanggal pemberitahuan hasil penilaian produk pangan. Permintaan peninjauan kembali terhadap pendaftaran yang ditolak dapat diajukan pendaftar secara tertulis kepada Kepala Badan, diajukan selambatlambatnya 1 bulan setelah penolakan dan dapat dilakukan sebanyak 1 kali. Peninjauan kembali harus dilengkapi dengan data baru dan atau data yang sudah pernah diajukan dengan dilengkapi justifikasi. Pendaftar yang pendaftarannya ditolak karena alasan keamanan, mutu dan gizi serta label produk pangan, dapat mengajukan kembali pendaftarannya setelah ada bukti-bukti ilmiah terbaru paling cepat 3 bulan setelah tanggal surat penolakan. Surat persetujuan pendaftaran berlaku 5 tahun selama masih memenuhi ketentuan yang berlaku. Apabila telah habis masa berlakunya maka wajib dilakukan pendaftaran ulang. Untuk penyerahan label siap edar dilakukan selambat-lambatnya 3 bulan setelah persetujuan pendaftaran. Produk pangan yang telah mendapat persetujuan pendaftaran dapat dilakukan penilaian kembali oleh Kepala Badan apabila ditemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendaftar wajib menarik produk pangan dari peredaran jika produk pangan tersebut dilakukan penilaian kembali. Kepala Badan dapat membatalkan surat persetujuan pendaftaran apabila terjadi salah satu dari hal-hal berikut ini : a) atas permintaan produsen, importir dan atau distributor yang mengajukan permohonan penilaian keamanan produk
24
pangan, b) produk pangan yang beredar tidak sesuai dengan data yang disetujui pada waktu memperoleh surat persetujuan pendaftaran, c) produk pangan yang dipromosikan menyimpang dari ketentuan yang berlaku, d) produk pangan tidak diproduksi atau diimpor lagi, e) ditemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, f) nama dagang yang digunakan telah terdaftar secara sah oleh pihak lain pada instansi yang berwenang, g) berdasarkan penelitian dan atau pemantauan setelah beredar, produk pangan tidak memenuhi kriteria yang diharuskan, h) tidak melaksanakan kewajiban, i) izin industri pangan untuk memproduksi, izin importir, dan atau izin distributor dicabut, dan j) pemilik surat persetujuan pendaftaran melakukan pendaftaran di bidang produksi atau distribusi produk pangan. Pembatalan surat persetujuan pendaftaran produk pangan dilakukan oleh Kepala Badan menggunakan formulir P6 (Lampiran 10). 4.1.2. Pengawasan Post-Market 4.1.2.1. Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan Sesuai dengan lingkup tugasnya Badan POM melakukan pengawasan terhadap sarana produksi pangan. Pengawasan tersebut dilakukan oleh Balai Besar/Balai POM di Indonesia secara rutin terhadap sarana yang produknya terdaftar, baik di Badan POM (MD), maupun di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (SP/PIRT). Penentuan prioritas pemeriksaan sarana produksi diserahkan kepada Balai Besar/Balai POM setempat. Pemeriksaan terhadap sarana produksi pangan yang dilakukan oleh Badan POM mengacu pada pedoman cara produksi pangan yang baik (CPPB). Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia nomor 75/M-IND/PER/7/2010 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (Good Manufacturing Practices) dan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia nomor HK.00.05.5.1639 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT). Pemeriksaan sarana produksi pangan bertujuan untuk mendorong dilaksanakannya cara produksi pangan yang baik oleh produsen sesuai dengan
25
ketentuan perundang-undangan yang berlaku, agar masyarakat tidak dirugikan oleh peredaran produk yang tidak memenuhi syarat dan untuk mencegah persaingan yang tidak sehat antar produsen. Selain itu bertujuan untuk memperoleh data keadaan sarana produksi pangan yang diperiksa, sehingga data tersebut dapat digunakan sebagai upaya untuk peningkatan cara produksi pangan dan atau dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan langkah tindak lanjutnya. Untuk melaksanakan kegiatan pemeriksaan sarana produksi pangan, Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan Badan POM menyusun petunjuk teknis pemeriksaan sarana produksi pangan dan untuk penilaian menggunakan petunjuk penilaian CPMB Sarana Produksi Pangan Form A (Lampiran 11). Formulir penilaian CPMB terdiri dari lembar data umum dan data khusus. Form A ini dibagi ke dalam 5 kelompok yaitu 1) kelompok A mengenai data umum, 2) kelompok B mengenai data khusus, 3) kelompok C merupakan daftar pengecekan CPMB sarana produksi pangan, 4) kelompok D mengenai hasil penilaian, dan 5) kelompok E adalah lembar saran-saran, baik saran administratif, saran fisik maupun saran operasional. Daftar pengecekan CPMB sarana produksi pangan yang ada di kelompok C terdiri dari Sub kelompok mengenai 1) sikap dan wawasan pimpinan perusahaan mengenai sistem pengawasan mutu, 2) kondisi sanitasi dan hygiene bangunan, fasilitas dan sanitasi, 3) sanitasi dan kesehatan serta tindak tanduk karyawan, dan 4) cara penanganan dan pengolahan bahan pangan (GMP). Keseluruhan aspek tersebut akan dinilai dan apabila tidak memenuhi syarat (sesuai dengan pertanyaan (negatif/defect/deficiency) maka pemberian tanda X pada kolom yang tersedia yaitu pada kolom MN (Minor), MJ (Major), SR (Serius) atau KT (Kritis). Pemberian tanda (tick) pada kolom OK apabila kenyataan yang ada di lapangan dilakukan dengan benar berlawanan dengan pernyataan negatif pada kolom aspek yang dinilai. Apabila pada kenyataannya ada aspek pertanyaan yang tidak diberlakukan maka diberi tanda tb (tidak diberlakukan) pada kolom keterangan dan aspek tersebut tidak dikenakan penilaian. Apabila ada dua pilihan tanda X dalam setiap nomor aspek yang dinilai, maka jika penyimpangannya dinilai ringan sebelah kiri
26
yang dilingkari dan jika penyimpangannya dinilai berat maka sebelah kanan yang dilingkari. Kelompok D merupakan hasil penilaian, digunakan untuk menentukan tingkat (rating) kelayakan sarana produksi pangan berdasarkan penyimpangan yang ada dengan menggunakan standar pada tabel 1. Kelompok E adalah lembar saran-saran, baik saran administratif, saran fisik maupun saran operasional. Daftar pengecekan CPMB harus ditandatangani oleh petugas penilai dari instansi yang berwenang dan pimpinan unit pengolahan atau petugas lain yang ditunjuk. Tabel 1. Tingkat/rating kelayakan sarana produksi Tingkat (rating) MN (minor) A (Baik sekali) 0-6
Jumlah penyimpangan MJ SR KT (Major) (Serius) (Kritis) 0-5 0 0
B (Baik)
≥7
6-10
1-2
0
atau
tb
≥ 11
0
0
C (Kurang)
tb
≥ 11
3-4
0
D (Jelek)
tb
tb
≥5
≥1
Penilaian terhadap sarana produksi pangan yang tercakup dalam form A terdiri dari 23 grup, mulai dari group A sampai dengan group W. Unsur-unsur yang dinilai dari group tersebut yaitu pimpinan; sanitasi lokasi dan lingkungan: fisik; sanitasi lingkungan: pembuangan/limbah; sanitasi lingkungan : infestasi burung, serangga, atau binatang lain; pabrik-umum; pabrik-ruang pengolahan; fasilitas pabrik; pembuangan limbah di pabrik; operasional sanitasi di pabrik; binatang pengganggu-serangga dalam pabrik; peralatan produksi; pasokan air; sanitasi dan hygiene karyawan; gudang biasa (kering); gudang beku, dingin (apabila digunakan); gudang kemasan produk; tindakan pengawasan; bahan mentah
dan
produk
akhir;
hasil
uji;
tindakan
pengawasan;
sarana
pengolahan/pengawetan; penggunaan bahan kimia; bahan, penanganan dan pengolahan.
27
Hasil pemeriksaan sarana produksi dilaporkan oleh Balai Besar/Balai POM ke Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan setiap triwulan dengan menggunakan Form RA yaitu formulir rekapitulasi hasil pemeriksaan sarana produksi makanan dan minuman (Lampiran 12). Untuk hasil pemeriksaan sarana produksi pangan MD, sarana yang dinyatakan memenuhi syarat (MS) adalah sarana produksi pangan yang mendapat nilai B, sedangkan yang mendapat nilai C dan K dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS). Berbeda halnya dengan pemeriksaan sarana produksi industri rumah tangga pangan (IRTP), sarana yang dinyatakan memenuhi syarat (MS) adalah sarana produksi pangan yang mendapat nilai B dan C, sedangkan yang mendapat nilai K dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS). Petugas Balai Besar/Balai POM yang melakukan pemeriksaan sarana produksi pangan adalah petugas pengawas pangan. Untuk menjamin kualitas sumberdaya manusia (SDM) yang melakukan pengawasan produk pangan yang beredar, Badan POM menyelenggarakan pelatihan kompetensi pengawas pangan secara berjenjang. Tenaga pengawas pangan yang telah mengikuti pelatihan penjenjangan tersebut dikenal dengan pengawas pangan nasional (National Food Inspector/NFI). Semakin banyaknya sarana produksi pangan skala industri rumah tangga (IRTP) yang tersebar di Indonesia, mengakibatkan sangat sulit untuk melakukan pengawasan terhadap seluruh sarana produksi. Untuk mengatasi hal tersebut Badan POM memperluas cakupan kinerja pengawasan terhadap produk pangan dengan cara bekerjasama dengan Pemerintah Daerah setempat untuk melatih petugas pengawas pangan yang direncanakan khusus melakukan pengawasan dan bimbingan terhadap sarana produksi pangan skala IRT yang disebut District Food Inspector
(DFI).
Petugas
DFI
tersebut
berada
di
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota. Jumlah tenaga pengawas pangan yang tersebar di seluruh Indonesia yaitu sebanyak 169 orang NFI dan 1,829 DFI (Susanti, 2010).
28
4.1.2.2. Pemeriksaan Sarana Distribusi Pangan Pemeriksaan sarana distribusi pangan dilakukan oleh Balai Besar/Balai POM yang ada di Indonesia. Pemeriksaan bertujuan untuk melindungi konsumen dari kemungkinan beredarnya pangan yang tidak memenuhi syarat yang mungkin dapat merugikan atau membahayakan kesehatan dikarenakan cara distribusi pangan yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Kegiatan pengawasan sarana distribusi sesuai dengan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1991 tentang Peningkatan Pembinaan dan Pengawasan Produksi dan Peredaran Makanan Olahan, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 329/MEN.KES/PER/XII/76 tentang Produksi dan Peredaran Makanan, dan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.05.23.1455 tahun 2008 tentang Pengawasan Pemasukan Pangan Olahan. Pemeriksaan sarana distribusi dilakukan untuk melihat kesesuaian cara distribusi pangan dengan baik (CDPB) pada sarana distribusi pangan. Sasaran pemeriksaan yaitu seluruh badan usaha atau perorangan yang mengedarkan pangan antara lain distributor, toko, supermarket, hipermarket, swalayan, warung, kios, dan pasar tradisional. Pemeriksaan mengacu pada petunjuk teknis pemeriksaan sarana distribusi pangan yang dikeluarkan oleh Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan dan Bahan Berbahaya Badan POM. Kegiatan pemeriksaan dilakukan oleh petugas pengawas pangan. Aspek yang diperhatikan oleh petugas pengawas pangan antara lain peragaan produk pangan; peragaan produk beku dan produk dingin, termasuk kontrol suhu yang dilakukan; penempatan produk pangan dan non pangan; penyimpanan produk di gudang, terutama cara penyimpanan produk yang mudah rusak, ketentuan khusus pada label produk; produk yang dicurigai menggunakan bahan tambahan yang dilarang digunakan pada pangan, serta produk kadaluarsa, rusak dan tanpa ijin edar. Terdapat 11 grup (A s.d. K) pada formulir laporan pemeriksaan Form B (Lampiran 13) yang menjadi acuan penilaian antara lain pimpinan; sanitasi;
29
infestasi; bangunan/ruangan; perlengkapan peragaan; gudang biasa; gudang dingin; perlengkapan administrasi; pengawasan penanganan; ketentuan khusus; dan produk yang TMS (diuraikan data produk pada lampiran). Tindakan yang dilakukan pada saat pemeriksaan dapat berupa pembinaan; pengambilan sampel; pemanggilan resmi; perintah pengembalian; penyegelan produk, penyitaan produk dan pemusnahan produk. Hasil pemeriksaan sarana distribusi pangan dilaporkan kepada Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan dan Bahan Berbahaya Badan POM dengan menggunakan Form RB secara berkala setiap triwulan. 4.1.2.2. Sampling dan Pengujian Produk Pangan yang Beredar Salah satu kegiatan pengawasan keamanan pangan yang dilakukan oleh Badan POM yaitu dengan melakukan pengawasan terhadap produk pangan yang beredar dengan cara pengambilan sampel produk (sampling) dan pengujian produk di laboratorium untuk melihat kesesuaian produk pangan yang diedarkan. Pengawasan dilakukan oleh Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan Badan POM melalui Balai Besar/ Balai POM di seluruh Indonesia. Kewenangan Badan POM dalam melakukan sampling pangan sesuai dengan PP No 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan pasal 45 yang berisi : (1)
Badan berwenang melakukan pengawasan keamanan, mutu dan gizi pangan yang beredar
(2)
Dalam melaksanakan fungsi pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), badan berwenang untuk : a)
mengambil contoh pangan yang beredar dan/atau
b)
melakukan pengujian terhadap contoh pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) butir a
(3)
Hasil pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) butir b : a)
untuk pangan segar disampaikan kepada dan ditindaklanjuti oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang pertanian, perikanan atau kehutanan sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan masing-masing;
30
b)
untuk pangan olahan disampaikan dan ditindaklanjuti oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang perikanan, perindustrian atau Badan sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan masing-masing;
c)
untuk pangan olahan tertentu ditindaklanjuti oleh Badan
d)
untuk pangan olahan hasil industri rumah tangga pangan dan
pangan
siap
saji
disampaikan
kepada
dan
ditindaklanjuti oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Pengambilan sampel produk (sampling) dilakukan di sarana produksi pangan dan atau sarana distribusi pangan. Pengambilan sampel produk harus mewakili seluruh kelompok produk yang akan diuji. Oleh karena itu, sampling memerlukan perencanaan, persiapan, dan pelaksanaan yang komprehensif dan aplikatif agar data yang diperoleh benar, absah, dan valid. Pedoman standar sampling pangan secara umum mengacu pada General Guidelines on Sampling (CAC/ GL 50-2004) yang disusun oleh Codex Alimentarius Commission (CAC). Pedoman ini dibuat untuk memastikan bahwa prosedur sampling yang sahih dan valid digunakan dalam rangka menguji produk pangan. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam melakukan sampling adalah tujuan pengambilan sampel, kemampuan analisis laboratorium, metode analisis yang akan dilakukan, metode pengambilan sampel yang akan dipilih dan jumlah sampel. Kegiatan sampling merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kualitas pengujian. Untuk melakukan pengujian diperlukan laboratorium yang mampu mendeteksi dan secara kuantitatif menguji besaran bahaya dalam pangan. Pelayanan analitik ilmiah merupakan komponen yang penting dalam sistem pengawasan pangan. Pelayanan ini diberikan oleh laboratorium analitik. Laboratorium harus mempunyai sarana yang memadai dan analis yang kompeten untuk bidang pengujian yang dibutuhkan. Selain itu laboratorium harus mampu mengembangkan metode analisis yang baru untuk menguji food safety measures (seperti hazard) yang baru muncul (emerging).
31
Badan POM melakukan sampling pangan rutin sebagai bentuk pengawasan terhadap produk pangan yang beredar untuk menjamin masyarakat dari peredaran produk pangan yang beresiko terhadap kesehatan, produk pangan cacat atau dengan mutu substandard dan atau mengandung unsur penipuan. Pelanggaran keamanan pangan meliputi penggunaan bahan kimia yang dilarang untuk pangan, penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) melebihi batas maksimal, pangan mengandung cemaran (kimia, mikroba, fisik) dan penggunaan bahan baku yang mengandung cemaran (kimia, mikroba, fisik). Prioritas produk untuk sampling rutin yaitu produk dengan kriteria : produk yang mempunyai kemungkinan resiko tinggi dan banyak diminati masyarakat, sebagai tindak lanjut dari suatu produk yang terbukti TMS berdasarkan hasil sampling sebelumnya, sebagai tindak lanjut dari hasil inspeksi sarana produksi yang belum menerapkan CPMB dan program nasional (fortifikasi) (Gartini 2009). Pelaksanaan sampling sekurang-kurangnya satu tahun sekali dilakukan pada sarana produksi maupun sarana distribusi. 4.2. Implementasi Sistem Pengawasan Keamanan Pangan oleh Badan POM 4.2.1. Implementasi Pengawasan Pre-Market Pengawasan pre-market dilakukan pada saat registrasi produk terhadap kelengkapan persyaratan yang diajukan oleh produsen/distributor/importir pangan. Produk pangan olahan yang telah dinilai dan memenuhi persyaratan akan diberikan surat persetujuan pendaftaran produk pangan yang di dalamnya terdapat nomor pendaftaran. Nomor pendaftaran produk pangan adalah nomor yang diberikan untuk pangan olahan dalam rangka peredaran pangan yang terdiri dari 12 (dua belas) digit dan dalam setiap digit berisi kode dari produk tersebut. Pendaftaran produk pangan MD dan ML diklasifikasikan berdasarkan kategori pangan. Pada tahun 2006 s.d. 2010 jumlah produk pangan terdaftar dengan nomor pendaftaran MD sebanyak 22,967 produk dan 16,947 produk dengan nomor pendaftaran ML (Gambar 2). Produk dengan nomor pendaftaran MD tahun 2006-2010 yang terbanyak pada kategori pangan 14 (minuman, tidak termasuk susu) dan produk dengan nomor pendaftaran ML yang terbanyak pada kategori pangan 6 (serealia dan produk serealia).
32
Gambar 2. Jumlah produk pangan terdaftar di Badan POM tahun 2006-2010 Hasil keputusan penilaian produk selain persetujuan untuk memperoleh nomor pendaftaran, dapat pula berupa penolakan produk dikarenakan tidak memenuhi/tidak
sesuai
dengan
persyaratan
saat
registrasi.
Gambar
3
memperlihatkan jumlah produk MD dan ML tahun 2010 yang ditolak pada saat pendaftaran yaitu sebanyak 184 produk (8 produk MD dan 176 produk ML). Pendaftar yang berkasnya tidak memenuhi persyaratan, berkas pendaftaran dikembalikan untuk dilengkapi atau berkas ditolak dengan alasan keamanan pangan. Pengawasan pre-market berkaitan dengan mutu pelayanan yang diberikan oleh petugas evaluator pangan pada saat melakukan penilaian produk. Menurut Ratminah (2009) dari keseluruhan unsur penilaian indeks kepuasan masyarakat (IKM) yang dilakukan di unit pelayanan Badan POM Pusat yang terdiri dari unsur prosedur pelayanan, persyaratan pelayanan, kejelasan petugas pelayanan, tanggung jawab petugas pelayanan, kecepatan pelayanan, keadilan mendapatkan pelayanan, kemampuan petugas pelayanan, kesopanan dan keramahan petugas, kewajaran biaya pelayanan, kepastian jadwal pelayanan, kenyamanan lingkungan dan keamanan lingkungan unit penyelenggara layanan maupun sarana yang digunakan; unsur yang memperoleh nilai A (sangat baik) adalah unsur kepastian
33
biaya pelayanan, sedangkan unsur yang mendapat penilaian mutu pelayanan C (kurang baik) terdapat pada unsur prosedur pelayanan, kecepatan pelayanan dan kepastian jadwal pelayanan.
Gambar 3. Jumlah produk MD dan ML yang ditolak tahun 2010
Berdasarkan data registrasi produk tahun 2006-2010, bahwa selama periode 5 tahun pengawasan jumlah produk yang terdaftar sebanyak 30 produk/hari. Jumlah ini cukup besar, sehingga diperlukan jumlah SDM petugas penilai pangan yang memadai sehingga sistem pengawasan yang dilakukan menjadi efektif dan efisien. Selain melakukan pengawasan pre-market pada produk MD dan ML, Badan POM juga berperan dalam melakukan pembinaan terhadap Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) bekerjasama dengan Dinas Kesehatan setempat. Pembinaan yang dilakukan Badan POM yaitu pembinaan keamanan pangan melalui penyuluhan keamanan pangan dalam rangka Sertifikasi Produksi Pangan IRTP (SPP-IRT). Berdasarkan data yang dilaporkan Balai POM/Balai Besar POM di 26 provinsi di Indonesia, jumlah IRTP yang ada di provinsi tahun 2003-2010 yaitu sejumlah 33,796 IRTP. Dari jumlah tersebut IRTP yang mengikuti penyuluhan
34
keamanan pangan dalam rangka sertifikasi produksi pangan IRTP (SPP-IRT) sejumlah 20,906 (61.86%), dengan nomor PIRT yang telah diterbitkan Dinas Kesehatan sebanyak 14,621 (43.26%). Data tersebut menunjukkan bahwa IRTP yang sudah memperoleh nomor PIRT masih sangat rendah (< 50%). Rendahnya perolehan nomor PIRT ini kemungkinan salah satunya tidak terpenuhinya persyaratan Cara Produksi Pangan yang Baik-Industri Rumah Tangga (CPPBIRT) dengan hasil penilaian pemeriksaan sarana produksi minimal cukup. 4.2.2. Implementasi Pengawasan Post-Market 4.2.2.1.
Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan Pemeriksaan sarana produksi pangan dilakukan terhadap sarana
produksi pangan MD, sarana produksi PIRT dan sarana produksi pangan tidak terdaftar (TTD). a.
Pemeriksaan sarana produksi MD Berdasarkan hasil pemeriksaan sarana produksi pangan tahun 2006 s.d 2010
terhadap 2,421 sarana produk MD terdaftar (dari total produk terdaftar 22,967 produk), sarana produksi MD yang diperiksa sebesar 10.54%. Jumlah sarana produksi MD yang diperiksa masih rendah meskipun pengawasan produk MD merupakan wewenang dan tanggung jawab Badan POM. Hal ini berkaitan dengan anggaran dana yang tersedia. Dari 2,421 sarana produksi pangan, jumlah sarana yang memperoleh nilai B sebanyak 455 sarana, nilai C sebanyak 1,380 sarana dan nilai K sebanyak 586 sarana (Gambar 4). Pemeriksaan sarana produksi juga dilakukan terhadap 160 sarana produksi pangan tidak aktif, namun tidak dijumlahkan dalam total sarana produksi yang diperiksa dan tidak dilakukan penilaian MS dan TMS. Sarana produksi yang memperoleh nilai B dikategorikan sebagai sarana produksi yang memenuhi syarat (MS) dan yang memperoleh nilai C dan K dikategorikan sebagai sarana produksi yang tidak memenuhi syarat. Jumlah sarana produksi yang memenuhi syarat (MS) kurun waktu 2006 s.d 2010 untuk sarana produksi produk MD yaitu 455 sarana produksi (18.79%) dan sarana produksi yang tidak memenuhi syarat (TMS) sebanyak 1,966 sarana produksi (81.21%). Berdasarkan hasil penilaian tersebut sarana produksi pangan yang tidak
35
memenuhi persyaratan cukup besar (81.21%) padahal untuk memperoleh nomor pendaftaran MD, salah satu persyaratan saat registrasi yaitu harus melampirkan hasil pemeriksaan sarana produksi dengan nilai minimal B (memenuhi syarat). Hal ini menunjukkan bahwa sarana produksi MD tersebut belum mampu memenuhi persyaratan CPMB dan seharusnya belum bisa memperoleh nomor pendaftaran MD karena persyaratannya CPMB-nya tidak terpenuhi.
Gambar 4. Jumlah sarana produksi produk pangan MD yang diperiksa tahun 2006-2010 dan hasil penilaian B =baik, C=cukup, K=kurang Berdasarkan kajian yang dilakukan Susanti (2010), dari 5 (lima) komponen utama CPMB (grup F: pabrik dan ruang pengolahan, grup J: pabrik/binatang perusak/serangga, grup K: peralatan, grup L: suplai air, dan grup M: higiene perorangan) komponen yang sering ditemukan tidak memenuhi syarat adalah grup F (pabrik-ruang pengolahan) dan grup M (sanitasi dan hygiene karyawan). Penyimpangan
pada
pabrik-ruang
pengolahan
diantaranya
adalah
kebersihan lantai, dinding dan langit-langit, serta konstruksinya yang tidak sesuai dengan persyaratan sehingga sulit dibersihkan. Sedangkan penyimpangan terhadap hygiene perorangan diantaranya disebabkan tidak adanya petunjuk yang jelas tentang hygiene, tidak pernah diadakan pelatihan yang berkaitan dengan hygiene, tidak mencuci tangan sebelum melakukan kegiatan produksi, perilaku
36
karyawan (makan dan minum di ruang produksi) dan tidak memakai masker selama melakukan kegiatan produksi. b.
Pemeriksaan sarana produksi IRTP Hasil pemeriksaan sarana produksi untuk produk dengan nomor pendaftaran
PIRT terhadap 6,132 sarana produksi produk pangan terdaftar untuk periode tahun 2006 s.d 2010 adalah sebagai berikut: sarana produksi yang memperoleh nilai B sebanyak 330 sarana, nilai C 3,432 sarana, dan nilai K sebanyak 2,380 sarana (Gambar 5). Kategori penilaian sarana produksi PIRT tidak sama dengan sarana produksi MD. Untuk sarana produksi PIRT, nilai B dan C dikategorikan sebagai sarana yang memenuhi syarat (MS) yaitu sebesar 61.35% dan nilai K sebagai sarana yang tidak memenuhi syarat (TMS) sebesar 38.81%. Terdapat 326 sarana yang tidak aktif sehingga tidak dilakukan penilaian.
Gambar 5. Jumlah sarana produksi produk PIRT yang diperiksa tahun 20062010 dan hasil penilaian B =baik, C=cukup, K=kurang Masih banyaknya sarana dengan kategori K (tidak memenuhi syarat) untuk nomor pendaftaran PIRT, menunjukkan masih kurangnya pemenuhan persyaratan CPMB terhadap sarana produksi PIRT. Menurut Susanti (2010), terdapat (4) empat komponen CPMB yang termasuk dalam 5 grup utama yang sering tidak
37
dipenuhi oleh sarana produksi skala IRTP yaitu ruang pengolahan, hygiene perorangan, pencegahan binatang pengerat dan serangga, dan peralatan produksi.
c.
Pemeriksaan sarana produksi tidak terdaftar (TTD) Pemeriksaan sarana produksi dilakukan pula terhadap produk pangan tidak
terdaftar (TTD) atau tanpa ijin edar (TIE) (Gambar 6). Pemeriksaan ini dimaksudkan sebagai bentuk pengawasan terhadap produk pangan yang tidak terdaftar/tanpa ijin edar sehingga dapat diketahui sejauh mana pemenuhan CPMBnya. Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap 2,973 sarana produksi pangan yang tidak terdaftar, sebanyak 2,856 sarana produksi yang dilakukan penilaian dan sisanya sebanyak 117 sarana tidak dilakukan penilaian karena termasuk sarana produksi pangan tidak aktif.
Gambar 6. Jumlah sarana produksi pangan tidak terdaftar (TTD) yang diperiksa tahun 2006-2010 dan hasil penilaian B=baik, C=cukup, K=kurang Sebagian besar sarana produksi yang diperiksa memperoleh nilai K yang berati tidak memenuhi syarat (TMS) dengan persentase 50.70%. Hal ini disebabkan karena tingkat pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi persyaratan CPMB masih sangat rendah, sehingga perlu adanya peningkatan upaya pembinaan tidak hanya terhadap produsen industri pangan tidak terdaftar
38
tetapi juga terhadap produsen industri rumah tangga pangan (IRTP) dan produsen produk MD. Tindak lanjut terhadap pemeriksaan sarana produksi yang memperoleh nilai K (Kurang) dan termasuk sarana TMS, Balai Besar/Balai POM melakukan tindakan peringatan/teguran dan pembinaan dengan melibatkan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. 4.2.2.2.
Pemeriksaan sarana distribusi pangan
Rekapitulasi hasil pemeriksaan sarana distribusi pangan tahun 2006-2010 dari 26 Balai Besar /Balai POM menunjukkan bahwa jumlah sarana distribusi yang diperiksa sebanyak 28,079 buah. Sebanyak 6,044 sarana distribusi memperoleh nilai B (21.52%), 14,224 sarana distribusi memperoleh nilai C (50.66%) dan sisanya sebanyak 7,811 sarana distribusi memperoleh nilai K (27.82%) (Gambar 7). Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa sebagian besar sarana distribusi memenuhi ketentuan persyaratan CDPB dengan total nilai B dan C sejumlah 20,268 sarana (72.18%), sedangkan untuk sarana yang tidak memenuhi ketentuan persyaratan CDPB dengan nilai K sejumlah 7.811 sarana (27.82%).
Gambar 7. Jumlah sarana distribusi pangan yang diperiksa tahun 2006-2010 dan hasil penilaian B=baik, C=cukup, K=kurang
39
Berdasarkan parameter temuan/pelanggaran terhadap sarana distribusi yang dinilai Kurang (K) yang merupakan produk TMS tahun 2006-2010, sebanyak 2370 sarana distribusi menjual pangan kadaluarsa (Gambar 8). Pangan kadaluarsa yaitu pangan/makanan yang telah lewat tanggal kadaluarsa. Tanggal kadaluarsa merupakan batas akhir pangan/makanan yang dijamin mutunya sepanjang penyimpanan mengikuti petunjuk yang diberikan produsen (Depkes RI 1996). Tindak lanjut terhadap temuan meliputi pembinaan, pemusnahan, pengamanan produk tidak memenuhi syarat, peringatan dan peringatan keras.
Gambar 8. Hasil pengawasan sarana distribusi tahun 2006-2010 berdasar parameter temuan pada produk yang TMS Selain sebagai kegiatan rutin, pemeriksaan sarana distribusi juga dilakukan untuk kasus tertentu. Dalam rangka intensifikasi pengamanan pasar menjelang Hari Raya Idul Fitri tahun 2010 misalnya, Badan POM melakukan pengawasan terhadap 1482 sarana distribusi pangan. Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap 1482 sarana distribusi pangan tersebut, 963 (64.98%) memenuhi ketentuan perundangan
dan
519
(35.02%)
sarana
tidak
memenuhi
ketentuan
(www.kominfonewscenter.com 2011). Parameter temuan untuk produk yang tidak memenuhi syarat pada pengawasan sarana distribusi terdiri dari penggunaan bahan berbahaya yang dilarang penggunaannya pada pangan yaitu formalin dan borak, ditemukannya
40
pangan rusak, pangan kadaluarsa, label yang tidak sesuai dengan ketentuan, produk tanpa penandaan khusus, minuman keras tanpa ijin, pangan tanpa ijin edar (illegal) dan lain-lain (penggunaan pewarna bukan untuk pangan dan penggunaan BTP yang melebihi batas maksimum). 4.2.2.3.
Sampling dan pengujian produk pangan yang beredar
Total sampel produk yang diuji tahun 2006 s.d 2010 sebanyak 88,077 sampel produk yang terdiri dari produk pangan MD (41,355 sampel), ML (1,665 sampel), PIRT (24,355 sampel) dan sampel TTD (20,702 sampel). Persentase MS dan TMS dari keseluruhan sampel MD, ML, PIRT dan TTD seperti pada Gambar 9 dan 10. Rata-rata persentase sampel produk yang MS tahun 2006-2010 yaitu sebesar 82.66% dan sampel produk yang TMS sebesar 17.34%. Jumlah sampel produk yang memenuhi syarat (MS) dan tidak memenuhi syarat (TMS) menurut nomor pendaftaran periode tahun 2006—2010 dapat dilihat pada Gambar 11 dan Gambar 12.
Gambar 9. Persentase hasil pengujian produk pangan yang beredar yang memenuhi syarat (MS) tahun 2006-2010
41
Gambar 10. Persentase hasil pengujian produk pangan yang beredar yang tidak memenuhi syarat (TMS) tahun 2006-2010
Gambar 11. Persentase jumlah sampel produk yang memenuhi syarat (MS) berdasarkan nomor pendaftaran tahun 2006-2010
42
Gambar 12. Persentase jumlah sampel produk yang tidak memenuhi syarat (TMS) berdasarkan nomor pendaftaran tahun 2006-2010 Total hasil pengujian sampel produk MD tahun 2006-2010 yang memenuhi syarat (MS) sebanyak 38,184 sampel (92.33%) dan TMS 3,171 sampel (7.67%), sampel produk ML yang memenuhi syarat (MS) sebanyak 1,336 sampel (80.24%) dan TMS 329 sampel (19.76%), sampel produk SP-PIRT yang memenuhi syarat sebanyak 20,191 sampel (82.90%) dan TMS 4,164 sampel (17.10%), dan produk tidak terdaftar yang memenuhi syarat sebanyak 13,094 sampel (63.25%) dan TMS sebanyak 7,608 sampel (36.75%). Sebagian besar sampel produk yang diuji memenuhi syarat, baik untuk sampel produk MD, ML, SP-PIRT maupun produk tidak terdaftar. Pada 15,272 sampel produk yang TMS dilakukan pengujian laboratorium terhadap parameter uji (Gambar 13). Berdasarkan hasil pengujian sampel produk tahun 2006-2010, sebesar 22.25% (4,022 sampel) menggunakan BTP pemanis sakarin dan siklamat melebihi batas maksimal yang diizinkan, 10.67% (1,928 sampel) menggunakan pengawet benzoat melebihi batas maksimal yang diijinkan, 7.98% (1,433 sampel) menggunakan bahan berbahaya formalin, 8.19% (1,480 sampel) menggunakan bahan berbahaya borak, 10.28% (1,858 sampel) menggunakan pewarna bukan makanan rhodamin B dan methanol yellow, 21.02%
43
(3,800 sampel) terindikasi cemaran mikroba, dan 19.60% (3,543 sampel) dikarenakan faktor lain-lain.
Gambar 13. Hasil pengujian produk yang tidak memenuhi syarat (TMS) berdasarkan parameter uji tahun 2006-2010 Penggunaan pemanis buatan (sakarin dan siklamat) dan pengawet (benzoat) melebihi batas maksimal yang diijinkan. Hal ini berarti penggunaan pemanis buatan dan pengawet tidak dengan takaran yang benar. Penggunaan umumnya hanya berdasarkan rasa sensori saja. Berdasarkan hasil kajian Jarwati (2009), jenis pemanis buatan yang yang paling banyak digunakan secara tunggal pada produk pangan IRTP di wilayah DKI Jakarta pada tahun 2004-2007 adalah aspartam, siklamat dan sorbitol. Parameter uji untuk penggunaan BTP yang berlebih yaitu pemanis buatan (sakarin dan siklamat) dan pengawet (benzoat), bahan berbahaya yaitu formalin dan boraks, uji pewarna bukan untuk makanan yaitu rhodamin B dan methanil yellow, uji cemaran mikroba yaitu Angka Lempeng Total, MPN coliform dan Angka Kapang-Khamir, sedangkan parameter uji lain-lain terdiri dari kadar abu, kadar air, bobot tuntas, label dan BTP yang belum diijinkan. Pengujian cemaran mikroba terhadap produk yang sudah ada SNI-nya, maka parameter yang diuji mengacu pada SNI produk yang bersangkutan. Sedangkan produk yang belum
44
mempunyai SNI, parameter uji mengikuti tabel prioritas dalam petunjuk teknis sampling rutin produk pangan yang disusun oleh Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan Badan POM. Untuk melakukan pengujian sampel produk tentunya di dukung oleh kemampuan laboratorium dalam melakukan pengujian semua parameter uji. Laboratorium Badan POM diharapkan mampu mengawasi setiap produk yang beredar di Indonesia. Agar mampu melaksanakan perlindungan kepada masyarakat secara optimal diharapkan seluruh laboratorium Badan POM mempunyai kemampuan dasar minimal yang sama. Selain itu beberapa laboratorium dapat dirancang sebagai laboratorium rujukan dengan kemampuan spesifik. Pengembangan laboratorium Badan POM diarahkan untuk memenuhi standar minimal peralatan, bangunan, dan SDM laboratorium agar dapat menguji semua produk yang beredar. Sehubungan dengan hal tersebut, Badan POM telah mengeluarkan Standar Minimal Laboratorium sesuaidengan Keputusan Kepala Badan POM Nomor HK. 00.05.21.4978 tentang Standar Minimum Laboratorium Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan POM. 4.3. Kajian Implementasi Sistem Pengawasan Keamanan Pangan oleh Badan POM 4.3.1. Pengawasan Pre-Market Berdasarkan implementasi pengawasan pre-market yang dilakukan pada saat pendaftaran produk, aspek kelengkapan persyaratan dokumen yang dilampirkan pada saat registrasi produk menjadi hal yang penting dalam menjamin keamanan pangan sebelum produk memperoleh nomor pendaftaran dan diedarkan di masyarakat. Selain itu keberhasilan fungsi pengawasan pre-market sangat ditentukan oleh kompetensi petugas penilai pangan yang menangani langsung proses penilaian. Kompetensi yang dimiliki petugas disesuaikan dengan lingkup dan tanggung jawab yang diembannya dalam melakukan penilaian produk. Evaluasi terhadap proses pendaftaran produk pangan (registrasi) pada pengawasan pre-market dapat dilihat pada Tabel 2.
45
Tabel 2. Evaluasi proses pendaftaran produk pangan sebagai pengawasan pre-market No
Aspek
1
Lokasi
2
Frekuensi/waktu Tergantung pendaftar, pada hari kerja (SeninJum’at)
Frekuensi dan waktu kapan akan melakukan pendaftaran tergantung pada pendaftar dilakukan pada hari dan jam kerja
3
Acuan
Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor : HK. 00/05.1.2569 tentang Kriteria dan Tata Laksana Penilaian Produk Pangan tahun 2004
Acuan sudah jelas.
Kelengkapan persyaratan (administrasi, teknis, tambahan)
Kelengkapan persyaratan harus dipenuhi untuk memperoleh nomor pendaftaran MD atau ML
4
Uraian Direktorat Penilaian Keamanan Pangan, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, BPOM, Gedung D lantai 3 Jakarta Pusat
Piranti
Evaluasi/Kajian Lokasi pendaftaran sudah jelas
Pada tahun 2011 direvisi menjadi
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor : HK. 03.1.5.12.11.09956 tahun 2011 tentang Tata Laksana Pendaftaran Pangan Olahan, mulai diberlakukan sejak diundangkan pada tanggal 12 Desember 2011.
5
Pelaksana
Petugas penilai pangan Direktorat PKP
Kompetensi dan jumlah petugas penilai pangan harus memadai sesuai dengan lingkup dan tanggung jawab yang diembannya
6
Skala prioritas
Berdasarkan pelayanan pendaftaran
Tidak ada skala prioritas, first in first out
Faktor penting keberhasilan dalam pengawasan pre-market yaitu aspek kelengkapan dokumen/berkas pendaftaran yang diajukan pendaftar saat registrasi. Kelengkapan
dokumen/berkas
pendaftaran
tersebut
dipersyaratkan
dapat
menjamin keamanan produk yang didaftarkan sebelum produk tersebut beredar di masyarakat yang berarti harus berkaitan dengan keamanan pangan. Evaluasi
46
terhadap berkas/dokumen yang dilampirkan pada saat pendaftaran dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Evaluasi terhadap kelengkapan dokumen saat pendaftaran yang berkaitan dengan keamanan pangan No
Aspek
Terkait keamanan pangan (KP)*
Kajian
Persyaratan Administrasi 1
Fotokopi KTP pendaftar
2
Surat pernyataan bermaterai
3
Fotokopi ijin usaha industri (IUI) atau tanda daftar industri (TDI)
4
Hasil pemeriksaan sarana produksi dari Balai Besar/Balai POM setempat
Terkait KP
Tergantung sistem jaminan yang diberlakukan oleh Balai Besar/Balai POM Format penilaian sama untuk seluruh Balai Besar/Balai POM Diperlukan SDM yang kompeten dalam bidang keamanan pangan
5
Surat persetujuan pendaftaran produk pangan asli (untuk pelayanan ulang)
6
Fotokopi surat persetujuan pendaftaran produk pangan sejenis (untuk pelayanan cepat).
Persyaratan teknis No
1
Aspek
Daftar bahan yang digunakan/komposisi diurutkan dari jumlah yang terbanyak
Terkait Keamanan Pangan (KP)*
Kajian
Terkait KP
Cukup jelas Berkaitan juga dengan mutu dan gizi pangan
47
Tabel 3. Evaluasi terhadap kelengkapan dokumen saat pendaftaran yang berkaitan dengan keamanan pangan No
Aspek
2
Proses produksi atau sertifikat HACCP/ISO 22000
3
Informasi masa kadaluarsa
4
Hasil analisa produk akhir asli dari lab terakreditasi atau lab pemerintah
Terkait keamanan pangan (KP)*
Kajian
Terkait KP
Tergantung sistem jaminan institusi lain dalam proses sertifikasi Pencantuman informasi menjadi sangat penting untuk memberikan jaminan mutu pada saat produk sampai ke tangan konsumen
Terkait KP
Tidak cukup jelas dicantumkan apa yang dianalisa pada produk akhir Perlu adanya kejelasan apa yang harus dianalisa untuk produk akhir terkait dengan keamanan pangan Diperlukan lebih dari satu hasil data analisa untuk memastikan keamanan pangan
5
Rancangan label berwarna
Persyaratan tambahan No
Aspek
1
Surat kuasa untuk melakukan pendaftaran (apabila yang mendaftarkan bukan pimpinan perusahaan)
2
Penjelasan untuk bahanbahan tertentu antara lain : asal bahan (bahan yang berasal dari hewani atau nabati), status GMO (jagung, kentang, kedelai, tomat), dan kandungan
Terkait keamanan pangan (KP)*
Terkait KP
Kajian
Diperlukan penjelasan keamanan pangan tentang bahan-bahan tertentu yang digunakan dalam produk yang didaftarkan
48
Tabel 3. Evaluasi terhadap kelengkapan dokumen saat pendaftaran yang berkaitan dengan keamanan pangan No
Aspek
Terkait keamanan pangan (KP)*
Kajian
kloramfenikol dalam madu; 3
Fotokopi surat kerjasama pengemas kembali/berlisensi/pengguna merek/makloon/model (jika diperlukan
4
Fotokopi sertifikat SNI (untuk produk AMDK, tepung terigu, garam beryodium, coklat bubuk, gula rafinasi)
5
Fotokopi sertifikat merek
6
Fotokopi sertifikat organik (jika mencantumkan tulisan/logo organik)
Terkait KP
Tergantung sistem jaminan institusi lain Jejaring antar institusi dan jaminan bahwa sistem SNI sudah dapat menjamin keamanan pangan
Tidak cukup jelas kaitannya dengan keamanan pangan Perlu adanya informasi apakah ada pengujian terkait keamanan pangan untuk memperoleh sertifikat Tergantung sistem jaminan institusi lain
7
Fotokopi nomor kontrol veteriner (NKV) rumah pemotongan hewan (RPH) (untuk produk asal hewan)
8
Surat persetujuan pencantuman tulisan halal pada label (jika mencantumkan tulisan halal pada label (jika mencantumkan tulisan/logo halal)
9
Fotokopi SIPA (Surat Izin Pengambilan Air
Terkait KP
Tergantung sistem jaminan institusi lain Kepastian jaminan apakah sistem NKV sudah baik terkait keamanan pangan
49
Tabel 3. Evaluasi terhadap kelengkapan dokumen saat pendaftaran yang berkaitan dengan keamanan pangan No
Aspek
Terkait keamanan pangan (KP)*
Kajian
Tanah)/surat kerjasama dengan PDAM (untuk AMDK); 10
Data pendukung produk berklaim (jika diperlukan).
Terkait KP
Tidak cukup jelas data yang dimaksud. Perlu adanya penjelasan lebih lanjut mengenai data apa yang dimaksud dan kategorisasi terkait KP
Berdasarkan Tabel 3 untuk kelengkapan persyaratan administrasi yang berkaitan langsung dengan aspek keamanan pangan yaitu persyaratan hasil pemeriksaan sarana produksi dari Balai Besar/Balai POM setempat. Sarana produksi dipersyaratkan memperoleh nilai minimal B untuk dapat memperoleh nomor pendaftaran MD atau ML. Pemeriksaan sarana produksi diantaranya mencakup penilaian terhadap penerapan Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPB). Sistem yang dibangun untuk pemeriksaan sarana produksi mengacu pada petunjuk teknis pemeriksaan sarana produksi yang dikeluarkan oleh Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan Badan POM RI. CPPB merupakan pondasi terwujudnya keamanan pangan. Untuk menjamin bahwa hasil penilaian terhadap sarana produksi telah menerapkan CPPB maka diperlukan petugas penilai yang kompeten dalam bidang keamanan pangan sehingga hasil pemeriksaan benar-benar dapat dipertanggung jawabkan.
Untuk aspek persyaratan teknis, dokumen yang berkaitan dengan keamanan pangan yaitu kelengkapan dokumen daftar bahan yang digunakan/komposisi diurutkan dari jumlah yang terbanyak dan proses produksi/sertifikat HACCP/ISO 22000. Daftar bahan yang digunakan atau komposisi produk berkaitan dengan jenis dan sifat produk pangan dengan tingkat resiko keamanannya (ringan, sedang
50
atau tinggi). Sedangkan untuk proses produksi/sertifikat HACCP/ISO 22000 merupakan bukti bahwa industri telah melakukan sertifikasi berkaitan dengan penerapan keamanan pangan. Dokumen sertifikat HACCP/ISO 22000 dikeluarkan oleh instansi lain sehingga perlu adanya jaminan bahwa sertifikat yang dikeluarkan dapat dipertanggungjawabkan dalam menjamin keamanan pangan. Instansi yang melakukan sertifikasi merupakan instansi yang kredibel dan dapat dipercaya. Dalam hal ini perlu adanya jejaring yang baik antar Badan POM dengan instansi lain. Dokumen kelengkapan pada persyaratan tambahan yang berkaitan dengan keamanan pangan yaitu penjelasan untuk bahan-bahan tertentu antara lain : asal bahan (bahan yang berasal dari hewani atau nabati), status GMO (jagung, kentang, kedelai, tomat), dan kandungan kloramfenikol dalam madu; fotokopi sertifikat SNI (untuk produk AMDK, tepung terigu, garam beryodium, coklat bubuk, gula rafinasi); fotokopi nomor kontrol veteriner (NKV) rumah pemotongan hewan (RPH) (untuk produk asal hewan); dan data pendukung produk berklaim (jika diperlukan). Perlu adanya penjelasan untuk bahan-bahan tertentu yang digunakan pada produk untuk menjamin keamanannya. Penjelasan keamanan asal bahan pangan yang digunakan (untuk pengental, pengemulsi, enzim, minyak, lemak, dan lainlain), status GMO untuk bahan pangan kedelai, jagung, kentang, dan tomat dari pabrik asal (lokal atau impor) disertai surat pernyataan dari importir/distributor tentang status GMO, serta surat pernyataan tidak mengandung kloramfenikol untuk pangan yang mengandung madu. Untuk fotokopi sertifikat SNI (untuk produk AMDK, tepung terigu, garam beryodium, coklat bubuk, gula rafinasi) dan fotokopi nomor kontrol veteriner (NKV) rumah pemotongan hewan (RPH) (untuk produk asal hewan); jaminan keamanan pangan berkaitan dengan institusi lain yang mengeluarkan sertifikat tersebut. Institusi yang terlibat memberikan jaminan bahwa sertifikasi yang diberikan dapat menjamin keamanan pangan produk yang dimaksud. Jejaring yang baik perlu dikembangkan antar Badan POM dan institusi lain yang melakukan sertifikasi sehingga pangan dapat terjamin keamanannya. Untuk data
51
pendukung produk berklaim, data yang dimaksud tidak cukup jelas, sehingga kaitannya dengan keamanan pangan diperlukan kejelasan data yang dimaksud dan kategorisasinya terkait dengan keamanan pangan. 4.3.1. Pengawasan Post-Market a. Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan Pada pengawasan post-market pemeriksaan sarana produksi pangan telah disusun petunjuk teknis dan formulir penilaian serta formulir hasil pemeriksaan yang secara substansi telah mencakup aspek-aspek yang diperlukan dalam pemenuhan cara produksi pangan yang baik (CPPB). Berdasarkan implementasi sistem tersebut menunjukkan masih rendahnya cakupan pemeriksaan untuk sarana produksi MD (10.54%) yang merupakan area kewenangan Badan POM dengan produk yang memenuhi syarat (MS) sebesar 18.79%. Pemeriksaan sarana produksi cenderung banyak dilakukan terhadap sarana produksi industri rumah tangga pangan (IRTP) yang berada di catchmen area Balai Besar/Balai POM setempat dan industri pangan yang tidak terdaftar (TTD). Peningkatan kerja sama perlu dilakukan Badan POM dengan PEMDA setempat dalam hal pengawasan dan pembinaan IRTP. Penetapan prioritas pemeriksaan sarana produksi diserahkan kepada Balai Besar/Balai POM setempat (belum dilakukan prioritas secara nasional), berdasarkan kasus yang terjadi dan disesuaikan dengan anggaran. Sarana produksi yang dipilih sedemikian rupa sehingga dapat mewakili keseluruhan produksi pangan yang ada di wilayah Balai Besar/Balai POM setempat. Petugas pengawas pangan memiliki peranan yang sangat penting dalam melaksanakan pemeriksaan sarana ini. Luasnya cakupan area pemeriksaan memerlukan jumlah pengawas pangan dan kompetensi yang memadai yang dimiliki petugas pengawas pangan. Evaluasi terhadap pemeriksaan sarana produksi pangan pada pengawasan post-market dapat dilihat pada Tabel 4.
52
Tabel 4. Evaluasi pengawasan post-market pada pemeriksaan sarana produksi pangan tahun 2006-2010 No
Aspek
Uraian
1
Lokasi
Sarana produksi pangan (MD dan IRTP) terdaftar dan tidak terdaftar di 26 Balai Besar/Balai POM
2
Frekuensi/waktu
3
Acuan
Rutin sesuai jadwal yang disusun Balai Besar/Balai POM setempat, dilaporkan setiap triwulan kepada Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan • Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia nomor 75/MIND/PER/7/2010 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (Good Manufacturing Practices) • Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia nomor HK.00.05.5.1639 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga
Evaluasi/Kajian • Sasaran pemilihan sarana produksi tidak cukup jelas • Perlu adanya prioritas pemilihan sarana (misalnya berdasarkan kategori risiko) dan dititik beratkan pada pemeriksaan sarana produksi MD yang merupakan kewenangan Badan POM • Bekerjasama dengan PEMDA setempat untuk pemeriksaan sarana produksi IRTP • Sarana produksi pangan yang terdaftar lebih diutamakan Jelas
Acuan sudah cukup jelas. Pedoman CPPB yang dikeluarkan oleh Menteri Perindustrian merupakan pedoman umum dalam memproduksi pangan olahan yang merupakan acuan bagi industri pengolahan pangan, pembina industri pengolahan pangan dan pengawas mutu dan keamanan pangan olahan. Sedangkan pedoman CPPBIRT yang dikeluarkan Kepala Badan merupakan acuan CPPB untuk IRT sebagai panduan bagi penyelenggara SPP-PIRT dan panduan bagi Penyuluh Keamanan Pangan (PKP) dan DFI dalam melakukan pengawasan dan pembinaan IRTP
53
Tabel 4. Evaluasi pengawasan post-market pada pemeriksaan sarana produksi pangan tahun 2006-2010 No
Aspek
4
Piranti
5
Pelaksana
6
Skala prioritas
Uraian (CPPB-IRT) • Petunjuk teknis pemeriksaan sarana distribusi • Petunjuk penilaian penerapan CPMB Sarana Produksi Pangan Form A: kelompok A s.d. • Form RA : rekapitulasi hasil pemeriksaan sarana produksi makanan dan minuman Petugas pengawas pangan tingkat nasional (NFI) dan tingkat daerah (DFI)
Prioritas pemeriksaan sarana produksi diserahkan kepada Balai Besar/Balai POM setempat dan atau secara mendadak berdasarkan kasus yang terjadi
Evaluasi/Kajian
Secara substansi sudah mencakup aspek-aspek penerapan CPMB (sudah baik)
• Evaluasi terhadap jumlah petugas pengawas pangan (NFI maupun DFI) apakah sudah mencukupi untuk area pengawasan industri yang luas NFI mengawasi industri pangan MD sedangkan DFI mengawasai IRTP. • Peningkatan kompetensi petugas pengawas pangan NFI maupun DFI • Disesuaikan dengan anggaran • Perlu adanya penyusunan prioritas pemeriksaan sarana produksi pangan • Penyusunan anggaran berdasarkan prioritas yang disusun
b. Pemeriksaan Sarana Distribusi Pangan
Tabel 5 menunjukkan evaluasi terhadap pengawasan post-market yang dilakukan Badan POM yaitu pada pemeriksaan sarana distribusi pangan. Kegiatan ini dilakukan oleh Balai Besar/Balai POM di Indonesia secara rutin dan dilaporkan setiap triwulan kepada Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan
54
Badan POM RI. Penentuan jenis sarana distribusi yang diawasi ditentukan oleh Balai Besar/Balai POM masing-masing, belum ada program prioritas pemeriksaan jenis sarana distribusi rutin secara nasional pertahunnya. Jumlah sarana distribusi yang diawasi disesuaikan dengan anggaran yang dimiliki Balai Besar/Balai POM setempat dan belum diketahui apakah telah dilakukan secara random sehingga mewakili jumlah sarana distribusi yang terdaftar. Pengawasan secara nasional (operasi khusus) dilakukan menjelang peristiwa tertentu misalnya menjelang Idul Fitri, Natal dan Tahun Baru. Dalam melaksanakan pengawasan, Balai Besar/Balai POM mempunyai piranti secara nasional yang telah disusun oleh Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan Badan POM RI. Piranti ini berupa petunjuk teknis pemeriksaan sarana distribusi yang dilengkapi dengan borang/formulir penilaian dan formulir rekapitulasi hasil pemeriksaan sarana distribusi yang dilaporkan setiap triwulan kepada Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan Badan POM RI yang secara substansi piranti ini telah memenuhi aspek-aspek Cara Distribusi Pangan yang Baik (CDPB). Hasil pemeriksaan sarana distribusi tahun 2006-2010 menunjukkan sebagian besar (72.18%) sarana distribusi telah memenuhi ketentuan Cara Distribusi Pangan yang Baik (CDPB) dengan nilai B dan C sejumlah 20,268 sarana. Pengawasan dan pembinaan terhadap distributor perlu dilakukan supaya terjadi peningkatan nilai hasil pemeriksaan dan menekan jumlah produk yang TMS yang ditemukan di sarana distribusi. Petugas pengawas pangan merupakan unsur yang penting untuk keberhasilan fungsi pengawasan ini. Evaluasi terhadap jumlah petugas di seluruh Balai Besar/Balai POM perlu dilakukan mengingat luasnya area pengawasan sehingga jumlah petugas harus memadai. Selain itu perlu adanya peningkatan kompetensi petugas sehingga mendukung keberhasilan fungsi pengawasan ini.
55
Tabel 5. Evaluasi pengawasan post-market pada pemeriksaan sarana distribusi pangan tahun 2006-2010 No
Aspek Lokasi
1
Uraian
Evaluasi/Kajian
Sarana distribusi pangan (distributor, toko, supermarket, hipermarket, swalayan, warung, kios, dan pasar tradisional) yang ada di wilayah Balai Besar/Balai POM di 26 provinsi
Belum ada prioritas lokasi/tempat sarana distribusi yang menjadi sasaran dalam pelaksanaan pemeriksaan sarana distribusi Belum dikaitkan dengan produk yang diuji untuk kegiatan pengawasan sampling rutin
2
Frekuensi/waktu
Rutin sesuai jadwal yang disusun Balai Besar/Balai POM setempat, dilaporkan setiap triwulan kepada Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan
Jelas
3
Acuan
• Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1991 tentang Peningkatan Pembinaan dan Pengawasan Produksi dan Peredaran Makanan Olahan
Jelas
• Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 329/MEN.KES/PER/XI I/76 tentang Produksi dan Peredaran Makanan • Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.05.23.1455 tahun 2008 tentang Pengawasan Pemasukan Pangan Olahan. 4
Piranti
•
Petunjuk teknis pemeriksaan sarana
Secara substansi sudah memenuhi aspek-aspek
56
Tabel 5. Evaluasi pengawasan post-market pada pemeriksaan sarana distribusi pangan tahun 2006-2010 No
c.
Aspek
5
Pelaksana
6
Skala prioritas
Uraian
Evaluasi/Kajian
distribusi pangan • Petunjuk penilaian pemeriksaan Sarana Distribusi Pangan Form B: kelompok A s.d. K • Form RB : rekapitulasi hasil pemeriksaan sarana distribusi pangan Petugas pengawas pangan
Cara Distribusi Pangan yang Baik (CDPB)
Prioritas pemeriksaan sarana distribusi diserahkan kepada Balai Besar/Balai POM setempat dan atau secara mendadak berdasarkan kasus yang terjadi
• Evaluasi terhadap jumlah petugas pengawas pangan apakah sudah mencukupi untuk area pengawasan yang luas • Peningkatan kompetensi petugas pengawas pangan dengan • Disesuaikan anggaran • Perlu adanya penyusunan prioritas pemeriksaan sarana distribusi pangan • Penyusunan anggaran berdasarkan prioritas yang disusun
Sampling dan Pengujian Produk Pangan yang Beredar Kegiatan sampling dan pengujian produk pangan yang beredar dilaksanakan
oleh Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia dengan menurunkan petugas pengawas pangan ke lapang. Pengambilan sampel dilakukan pada saat pemeriksaan sarana produksi maupun sarana distribusi, namun belum ada harmonisasi data yang diperoleh dengan data hasil pemeriksaan sarana produksi maupun sarana distribusi sehingga belum terlihat kesinambungan antara 3 kegiatan pengawasan post-market ini. Skala prioritas untuk rencana sampling tahunan belum dilakukan secara nasional terutama untuk sampling pangan rutin. Jenis pangan untuk pengawasan pangan rutin disesuaikan dengan Balai Besar/Balai POM setempat. Evaluasi
57
pengawasan post-market pada kegiatan sampling dan pengujian produk pangan yang beredar dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Evaluasi pengawasan post-market pada kegiatan sampling dan pengujian produk pangan yang beredar No
Aspek
Uraian
Evaluasi/Kajian
1
Lokasi
Sampling dilakukan di wilayah Balai Besar/Balai POM di 26 provinsi di Indonesia
Sampling dilakukan berdasarkan skema yang sudah disusun oleh BPOM. Pengambilan sampel pada saat pemeriksaan sarana produksi dan sarana distribusi
2
Frekuensi/waktu
Sampling pangan rutin : minimal 1 tahun sekali
Jelas
3
Acuan
PP No 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan pasal 45
Jelas
4
Piranti
Jelas
5
Pelaksana
6
Skala prioritas
Metode pengujian mengacu pada SNI dan petunjuk teknis yang disusun oleh Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan Badan POM RI Petugas pengawas pangan di Balai Besar/Balai POM di Indonesia Rencana sampling tahunan untuk pengawasan rutin
Jelas
• Belum ada skala prioritas secara nasional pertahunnya untuk jenis dan jumlah sampel pangan yang disampling • Perlu adanya kesesuaian dengan kegiatan pemeriksaan sarana produksi dan sarana distribusi • Perencanaan sampling disesuaikan dengan tujuan sampling
58
4.3. Rekomendasi
dan
Indikator
Kinerja
untuk
Perbaikan
Sistem
Pengawasan Keamanan Pangan oleh Badan POM Berdasarkan hasil evaluasi terhadap implementasi pegawasan pre-market dan post-market yang dilakukan oleh Badan POM maka untuk perbaikan sistem pengawasan keamanan pangan tersebut disusun beberapa rekomendasi dan indikator kinerja sesuai dengan tabel 7 di bawah ini.
Tabel 7. Rekomendasi dan indikator kinerja untuk perbaikan sistem pengawasan keamanan pangan yang diberlakukan oleh Badan POM Sistem
Faktor-faktor pendukung sistem
Rekomendasi
Indikator Kinerja
Pre-Market : Registrasi Produk
Petugas penilai pangan pada saat registrasi produk
Perlu adanya peningkatan kinerja terkait dengan perbaikan mutu pelayanan (pada unsur kecepatan pelayanan).
Jumlah petugas penilai pangan yang memadai sesuai dengan kompetensinya
Kelengkapan dokumen persyaratan yang diperlukan terkait keamanan pangan
Peningkatan jejaring dengan instansi lain berkaitan dengan sistem sertifikasi produk
Jumlah kerjasama dengan instansi lain dalam rangka sosialisasi sistem sertifikasi yang up to date
Pendaftaran pelayanan cepat = 5 hari, pelayanan umum = 45 hari, dan pelayanan perubahan produk = 15 hari
Peningkatan ketepatan waktu dalam proses penilaian
Waktu proses penilaian untuk pelayanan cepat ≤ 5 hari, pelayanan umum ≤ 45 hari, dan pelayanan perubahan produk ≤ 15 hari
Pendaftaran secara on line melalui web untuk produk resiko rendah
Penyediaan fasilitas konsultasi on line berkenaan dengan registrasi produk melalui web
Tersedianya fasilitas konsultasi on line di situs Badan POM
Salah satu syarat kelengkapan dokumen untuk
Perlu adanya harmonisasi dengan kegiatan pengawasan
Jumlah hasil penilaian sarana produksi pangan oleh Balai
59
Tabel 7. Rekomendasi dan indikator kinerja untuk perbaikan sistem pengawasan keamanan pangan yang diberlakukan oleh Badan POM Sistem
Post-Market : Pemeriksaan sarana produksi pangan
Faktor-faktor pendukung sistem
Rekomendasi
Indikator Kinerja
pendaftaran yaitu post-market hasil pemeriksaan sarana pemeriksaan produksi pangan sarana produksi oleh Balai Besar/Balai POM setempat
Besar/Balai POM setempat untuk kelengkapan dokumen pendaftaran
Penentuan prioritas pemeriksaan sarana produksi diserahkan kepada Balai Besar/Balai POM setempat
Perlu adanya program secara nasional untuk penentuan prioritas jenis sarana produksi pangan yang diperiksa per tahunnya
Proporsi sarana produksi pangan yang diperiksa berdasarkan prioritas per tahunnya
Banyaknya industri pangan di wilayah Balai Besar/Balai POM setempat
Peningkatan cakupan wilayah pemeriksaan sarana produksi pangan
Jumlah inspeksi yang dilakukan
Pemeriksaan dilakukan oleh petugas pengawas pangan
Peningkatan kompetensi dan kapabilitas petugas pengawas pangan
Jumlah petugas pengawas pangan yang mengikuti pelatihan
Pemeriksaan sarana produksi dilakukan secara rutin
Adanya kesinambungan dalam pemeriksaan sarana produksi dan monitoring
Jumlah penurunan sarana produksi yang TMS
Pemerintah daerah berperan dalam pengawasan dan pembinaan terhadap sarana produksi pangan skala IRT
Peningkatan kerjasama dan koordinasi dengan pemerintah daerah (kabupaten/kota) dalam hal pengawasan, penyuluhan dan pembinaan
Jumlah sarana produksi pangan IRT yang terdaftar dan memenuhi syarat (MS)
60
Tabel 7. Rekomendasi dan indikator kinerja untuk perbaikan sistem pengawasan keamanan pangan yang diberlakukan oleh Badan POM Sistem
Faktor-faktor pendukung sistem
Rekomendasi
Indikator Kinerja
Post-Market : Pemeriksaan sarana distribusi pangan
Penentuan prioritas pemeriksaan sarana distribusi pangan diserahkan kepada Balai Besar/Balai POM setempat
Penentuan prioritas jenis sarana distribusi yang diperiksa secara nasional per tahunnya yang disesuaikan dengan jumlah anggaran yang dimiliki Balai Besar/Balai POM setempat
Jumlah dan jenis sarana distribusi yang diperiksa secara nasional
Pemeriksaan dilakukan oleh petugas pengawas pangan
Peningkatan kompetensi dan kapabilitas petugas pengawas pangan
Jumlah petugas pengawas pangan yang mengikuti pelatihan
Pemeriksaan sarana distribusi dilakukan secara rutin
Perlu adanya kesinambungan dalam pemeriksaan sarana distribusi pangan dan monitoring
Jumlah penurunan sarana distribusi yang TMS dan peningkatan jumlah sarana distribusi yang MS yang sesuai dengan CDMB
Pelaksanaan sampling satu tahun sekali, pada sampling rutin tidak ada keterangan yang cukup jelas jenis produk yang disampling
Untuk pengawasan rutin perlu adanya penentuan prioritas secara nasional untuk jumlah dan jenis pangan yang disampling tiap tahunnya
Jumlah sampel dan jenis pangan yang disampling yang menjadi prioritas secara nasional dan konsisten tiap tahunnya
Data belum menunjukkan adanya kegiatan monitoring
Kegiatan monitoring terhadap hasil sampling produk yang TMS setelah dilakukan pengujian
Jumlah penurunan produk yang TMS tiap tahunnya
Pengambilan sampel berdasarkan directed sampling
Pengambilan sampel berbasiskan resiko (risk based sampling)
Jumlah sampel beresiko tinggi lebih banyak dari sampel beresiko rendah
Post-Market : Sampling dan pengujian produk pangan yang beredar
61
Tabel 7. Rekomendasi dan indikator kinerja untuk perbaikan sistem pengawasan keamanan pangan yang diberlakukan oleh Badan POM Sistem
Faktor-faktor pendukung sistem
Rekomendasi
Indikator Kinerja
Kegiatan sampling terpisah dari kegiatan sampling untuk pengawasan pada pemeriksaan sarana produksi dan sarana distribusi
Perlu adanya harmonisasi dengan kegiatan pengawasan pada pemeriksaan sarana produksi dan sarana distribusi
Jumlah data sampling yang terkait dengan data sarana produksi dan sarana distribusi
Kompetensi laboratorium Badan POM di seluruh Indonesia tidak sama satu dengan yang lainnya
Peningkatan kapasitas laboratorium Badan POM di seluruh Indonesia
Jumlah laboratorium Badan POM yang mempunyai kompetensi minimal yang sama
terhadap produk yang berpotensi bermasalah terhadap kesehatan konsumen
V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Pengawasan keamanan pangan produk pangan olahan di Indonesia merupakan kewenangan Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM). Sistem pengawasan keamanan pangan yang diberlakukan oleh Badan POM yaitu dengan melakukan pengawasan pre-market dan post-market. Pengawasan premarket merupakan kegiatan pengawasan yang dilakukan pada saat produk pangan didaftarkan produsen di Badan POM untuk memperoleh nomor pendaftaran MD atau ML sedangkan pengawasan post-market dilakukan Badan POM pada saat produk pangan beredar di pasaran. Pengawasan post-market antara lain melalui kegiatan pemeriksaan sarana produksi pangan, pemeriksaan sarana distribusi pangan, serta kegiatan sampling dan pengujian produk pangan yang beredar. Hasil impelementasi menunjukkan bahwa tidak ada kaitan antara data hasil pengawasan pre-market dan post-market pada tahun 2006-2010. Keberhasilan fungsi pengawasan pre-market ditentukan oleh kemampuan dan kompetensi petugas penilai pangan dan jejaring dengan instansi lain yang bertanggung jawab dalam sistem sertifikasi produk yang berhubungan dengan jaminan keamanan pangan. Kegiatan post-market tidak saling menunjang dan data yang ada belum cukup dianalisis sehingga sulit untuk menyimpulkan faktor-faktor yang paling sering menjadi kendala dalam mencapai keamanan pangan. Hasil pemeriksaan sarana produksi dan sarana distribusi menunjukkan bahwa tidak ada keterkaitan antara data hasil pemeriksaan sarana produksi dan sarana distribusi dengan hasil kegiatan sampling dan pengujian produk. Dalam hal pemeriksaan sarana produksi masih terdapat sarana produksi MD yang tidak memenuhi syarat berdasarkan aspek pemenuhan CPPB (81.21%). Sedangkan untuk hasil pemeriksaan sarana distribusi 72.18% telah memenuhi aspek CDPB. Untuk kegiatan sampling pangan rutin, masih ditemukannya produk pangan MD yang tidak memenuhi syarat (20.76%). Sebagian besar produk tidak memenuhi syarat dikarenakan penggunaan pemanis sakarin dan siklamat yang melebihi batas maksimal yang diijinkan.
64
5.2. Saran Pengawasan keamanan pangan sudah dilakukan pemerintah melalui pemberian wewenang kepada Badan POM untuk mengembangkan sistem pengawasan pre-market dan post-market. Tindak lanjut dari rekomendasi beserta indikator kinerja yang diberikan dapat menjadi masukan yang baik untuk perbaikan sistem yang ada. Perlu adanya kajian lebih lanjut terhadap implementasi sistem berkenaan dengan perubahan peraturan yang dikeluarkan oleh Badan POM.
DAFTAR PUSTAKA
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2003. Keamanan Pangan. Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya. Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Jakarta. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2003. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia nomor HK.00.05.5.1639 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT). Jakarta: BPOM [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2004. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor : HK. 00/05.1.2569 tentang Kriteria dan Tata Laksana Penilaian Produk Pangan. Jakarta. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2008. Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.05.23.1455 tahun 2008 tentang Pengawasan Pemasukan Pangan Olahan. Jakarta: BPOM. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2010. Laporan Tahunan Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan Tahun 2009. Jakarta: BPOM [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2011. Upaya Badan POM dalam Upaya Menghadapi Tantangan Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah. Jakarta: BPOM [CAC]
Codex Allimentarius Commision. 2004. CAC/GL 50-2004: General Guidelines of Sampling. Rome-Italy. CAC.
[Depkes] Departemen Kesehatan RI. 1996. Pedoman Cara Distribusi Makanan yang Baik (CDMB). Direktorat Pengawasan Makanan dan Minuman, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen Kesehatan RI. Jakarta: Depkes RI. [FAO] Food Agriculture Organization/[WHO] World Health Organization. 2003. Assuring Food Safety and Quality : Guidelines for Strengthening National Food Control Systems. FAO, Rome. [FDA]
Food and Drug Administration. Import Refusal Report. http://www.accessdata.fda.gov/scripts/importrefusals/. [22 Maret 2012]
Gartini, T. 2009. Kebijakan Sampling dalam Rangka Inspeksi Produk Pangan. Disampaikan pada Pelatihan Sampling Keamanan Pangan Tahun 2009 BPOM RI pada tanggal 21 April 2009 di Cisarua Bogor.
66
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1991 tentang Peningkatan Pembinaan dan Pengawasan Produksi dan Peredaran Makanan Olahan. Jarwati, D. 2009. Kajian Implementasi Regulasi Pemanis Buatan di Indonesia dan Studi Kasus pada Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) di Wilayah DKI Jakarta. Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor. Kominfonewscenter. 2010. 35% Sarana Distribusi Pangan di Indonesia Tidak Sesuai Ketentuan. http://www.kominfonewscenter.com. Diakses tanggal 1Desember 2011. [Menkes] Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 329/MEN.KES/PER/XII/76 tentang Produksi dan Peredaran Makanan. [Menperin RI] Menteri Perindustrian Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia 75/M-IND/PER/7/2010 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (Good Manufacturing Practices) . Jakarta: Menperin RI. Peraturan Pemerintah RI Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan. Peraturan Pemerintah No. 48 tahun 2010 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) yang berlaku pada BPOM. Rahayu, W. P. 2011. Membangun Keamanan Pangan Nasional Melalui Sistem Keamanan Pangan Terpadu. Winiati P Rahayu (Eds.). Keamanan Pangan Peduli Kita Bersama. IPB Press, Bogor. Ratminah. 2009. Mutu Pelayanan Pendaftaran Produk Pangan pada Direktorat Penilaian Keamanan Pangan Badan POM RI. Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor. Susanti, J. S. 2010. Kajian Hasil Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan di 26 Propinsi di Indonesia. Tesis. Sekolah Pascasarjana, IPB, Bogor. Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
LAMPIRAN
68
Lampiran 1. Alur proses pelayanan pendaftaran umum dan pelayanan pendaftaran cepat
69
Lampiran 2. Alur proses pelayanan perubahan produk
Pemohon
Penyerahan surat permohonan perubahan produk
Penilaian
Persetujuan perubahan produk
Pemohon
70
Lampiran 3. Produk pangan yang dapat didaftarkan pada pelayanan pendaftaran cepat No
Kategori Pangan
Jenis produk pangan
1.
02.0 Lemak, minyak dan emulsi minyak
Minyak jagung, minyak kacang, minyak kedelai, minyak salad, minyak sawit, minyak wijen, minyak zaitun, minyak biji matahari, mentega, margarine
2.
03.0 Es untuk dimakan (edible ice) Es puter, es stik termasuk sherbet dan sorbet
3.
04.0 Buah dan sayur (termasuk jamur, Buah awetan, acar, buah umbi, kacang kedelai dan lidah buaya), kering, kacang tanah (kacang kulit), hasil olah kacang rumput laut dan biji-bijian kedelai, jam, jelly, manisan buah,
4.
05.0 Kembang gula/permen dan coklat
Kembang gula, kembang gula coklat, kembang gula jelly, kembang gula karet, kembang gula susu, kembang gula susu dan coklat bubuk, coklat instant
5.
06.0 Serealia dan produk serealia yang merupakan turunan dari biji serealia, akar dan umbi, kacang dan empulur (bagian dalam batang tanaman), tidak termasuk produk bakeri dari kategori 7.0 dan tidak termasuk kacang dari kategori 04.2.1 dan 04.2.2
Tepung hunkwe, tepung kedelai, tepung kentang, macaroni, sohun, mie kering, mie instant, puding, bihun, tepung jagung, nasi jagung, ketan dan hasil olahannya
6.
07.0 Produk Bakeri
Roti, roti untuk pizza, biskuit
71
Lampiran 3. Produk pangan yang dapat didaftarkan pada pelayanan pendaftaran cepat No
Kategori Pangan
Jenis produk pangan
7.
09.0 Ikan dan produk perikanan
Petis, ikan kering
8.
11.0 Pemanis termasuk madu
Fruktosa, glukosa, gula,madu dan hasil olah madu, gula aren,gula kelapa, hasil olah gula
9.
12.0 Garam, rempah, sup, saus, salad, Garam beryodium, bumbu inatant, saus, kecap produk protein manis/asin, lada bubuk
10. 14.0 Minuman, tidak termasuk produk Minuman ringan beraroma, susu minuman serbuk, minuman the, minuman jelly,minuman nata de coco, teh
11. 15.0 Makanan ringan siap santap
Keripik umbi-umbian, makanan ringan
72
Lampiran 4. Formulir pendaftaran produk pangan (Formulir A, B dan C) Nomor File :
FORMULIR PENDAFTARAN STATUS PENDAFTARAN STATUS PRODUK UMUM CEPAT ULANG BARU LAMA (ODS) Berbeda…………….. FORMULIR A 1. 2. 3 4.
5.
6.
7.
8.
Nama Dagang Nama Jenis Jenis Kemasan dan Neto Nama Pabrik/Perusahaan Alamat Pabrik/Perusahaan Nomor Telepon Nama Pabrik Pengemas Kembali Alamat Pabrik Pengemas Kembali Nomor Telepon Nama Pabrik Asal Alamat Pabrik Asal Nama Perusahaan Pemberi Lisensi Alamat Perusahaan Pemberi Lisensi Nomor Telepon Nama Perusahaan Pemegang Lisensi Alamat Perusahaan Pemegang Lisensi Nama Pabrik Alamat Pabrik Nama Importir Alamat Importir Nomor Telepon Orang yang dapat dihubungi Nama Nomor Telepon
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : ……………,…………20….. Penanggung Jawab Cap Perusahaan dan TTd ……………………………… Nama lengkap
Nomor Persetujuan Pendaftaran …………………………………..
73
FORMULIR B
NO
JENIS LAMPIRAN
1.
Komposisi
2.
Mutu Bahan
3.
5.
Wadah dan tutup serta cara pembersihan kemasan Cara produksi, Arti kode produksi dan informasi masa kadaluarsa Hasil pengujian produk akhir
6.
Label asli (berwarna)
7.
Produk dalam negeri
4.
7.1. Ijin Industri (Departemen Perindustrian, Dinas) atau BKPM/BKPMD 7.2. Sertifikat Merek Dagang (Departemen Hukum dan HAM) 7.3. Sertifikat SNI (untuk produk Wajib SNI) 7.4. Untuk pabrik pengemas kembali dilengkapi surat keterangan dari pabrik asal 7.5. Untuk produk lisensi (dan sejenisnya) dilengkapi surat keterangan dari pabrik pemberi lisensi 8.
Produk Impor 8.1. Surat Penunjukkan 8.2. Sertifikat Kesehatan atau Sertifikay Bebas Jual
9.
Data pendukung lain
STATUS ADA TIDAK
KETERANGAN
74
FORMULIR C
Isilah dengan benar formulir C, dengan memberi tanda (√) pada jawaban yang sesuai atau lampirkan sertifikat CPMB (Cara Produksi Makanan yang Baik) JENIS LAMPIRAN 1. Sanitasi Lingkungan Umum Pabrik a. Tempat sampah tertutup b. Pembuangan limbah padat c. Pembuangan limbah cair d. Pembuangan limbah gas e. Sarana pengolahan terawat baik f. Toilet karyawan g. Ruang khusus karyawan (penyimpanan barang, pakaian, dll) h. Tempat pemeliharaan hewan dan lainnya i. Saluran pembuangan air j. Pencegahan binatang (serangga, pengerat)
2. Kondisi Umum Sarana Pengolahan a. Kondisi keseluruhan bangunan baik b. Bangunan dirancang tidak dimasuki binatang pengerat, serangga dan hama lainnya c. Bangunan cukup luas untuk melakukan kegiatan pengolahan d. Bangunan dirawat dengan baik e. Penerangan cukup f. Ventilasi cukup 3. Sanitasi Ruang Pengolahan a. Langit-langit b. Dinding c. Lantai d. Kotak PPPK e. Sarana pengolahan limbah padat f. Sarana pengolahan limbah cair g. Sarana pengolahan limbah gas h. Tempat sampah tertututp i. Sarana pencucian j. Sarana toilet k. Penerangancukup
STATUS KETERANGAN ADA TIDAK
75
Isilah dengan benar formulir C, dengan memberi tanda (√) pada jawaban yang sesuai atau lampirkan sertifikat CPMB (Cara Produksi Makanan yang Baik) JENIS LAMPIRAN l. Ventilasi cukup 4. Sanitasi Alat Pengolahan a. Kondisi alat pengolahan berjalan baik b. Kegiatan pembersihan cukup c. Alat pengolahan mudah dibersihkan 5. Higiene Karyawan a. Latihan karyawan tentang hygiene dan sanitasi b. Pakaian seragam karyawan c. Menggunakan tutup kepala d. Menggunakan perhiasan pada saat bekerja e. Menggunakan masker f. Menggunakan sarung tangan g. Mencuci tangan sebelum dan setelah bekerja h. Mencuci tangan setelah menggunakan toilet i. Fasilitas bagi karyawan yang sakit 6. Pencegahan Kontamiansi Silang (Lampirkan denah pabrik) a. Ruang bahan baku, pengolahan, bahan jadi terpisah b. Bahan baku, bahan tambahan pangan, bahan penolong dan bahan kemasan terpisah c. Bahan kimia non pangan terpisah d. Bahan baku, kemasan, bahan tambahan pangan, bahan penolong dan produk jadi disimpan secara teratur dan dikeluarkan secara teratur (first in first out) 7. Pengadaan Air Sumber air 8. Tindakan Pengawasan Mutu a. Bahan mentah ditangani secara hatihati sehingga terhindar dari
STATUS KETERANGAN ADA TIDAK
76
Isilah dengan benar formulir C, dengan memberi tanda (√) pada jawaban yang sesuai atau lampirkan sertifikat CPMB (Cara Produksi Makanan yang Baik) JENIS LAMPIRAN kontaminasi b. Ada upaya khusus penenganan bahan tambahan pangan c. Dilakukan pemeriksaan terhadap bahan tambahan pangan d. Dilakukan tindakan pengawasan selama proses pengolahan e. Telah dilaksanakan HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point)
STATUS KETERANGAN ADA TIDAK
77
Lampiran 5. Tanda terima formulir permohonan penilaian produk pangan
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN Lampiran Keputusan Kepala Badan POM Nomor : HK.00/05.1.2569 Tanggal : 31 Mei 2004 Formulir P1
TANDA TERIMA FORMULIR PERMOHONAN PENILAIAN PRODUK PANGAN Nama Perusahaan/Pemohon : Alamat Perusahaan/ Pemohon : Telp. Nama yang diberi kuasa : Untuk pendaftaran : Paraf Petugas * PROSES : + / -
Diisi oleh petugas
Diisi oleh pemohon No. Nama Produk
Hasil Pra Penilaian (+/-)
Nomor Dokumen
Biaya (Rp.)
Keterangan
TOTAL Rp. Jumlah Formulir : (diisi oleh Petugas)
(
Tanda tangan pemohon Yang menyerahkan
(
Tanda tangan penyetor
) Nama terang
) set
(
Tanda tangan petugas yang menerima Cap
) ( ) Nama terang Nama terang Cap Bank
Keterangan : *) Coret yang tidak perlu Asli : untuk petugas Temb. 1 : Bank (untuk dimintakan Cap Bank) Temb. 2 : Pemohon
78
Lampiran 6. Formulir persetujuan pendaftaran produk pangan
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN Lampiran Keputusan Kepala Badan POM Nomor : HK.00/05.1.2569 Tanggal : 31 Mei 2004 Formulir P2
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN PERSETUJUAN PENDAFTARAN PRODUK PANGAN NO. ................................................... Sesuai dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. ................................... tentang Kriteria dan Tata Laksana Penilaian Produk Pangan, dengan ini kami memberikan persetujuan pendaftaran produk pangan di bawah ini : 1. Nama Pangan 2. Nama Dagang 3. Jenis Kemasan 4.a. Nama Pabrik/Perusahaan b. Alamat 5.a. Nama Perusahaan Pengemas : Kembali b. Alamat 6.a. Nama Perusahaan Pemberi Lisensi/Perusahaan Asal b. Alamat 7.a. Nama Pemegang Lisensi b. Alamat 8.a. Nama Importir/Perwakilan Pabrik Luar Negeri b. Alamat Dengan nomor pendaftaran produk : pangan
: : : : :
: : : : : : :
BPOM RI MD / ML .......................... Dan dengan rancangan label seperti terlampir. Dikeluarkan : di JAKARTA Tanggal : Masa berlaku : Nomor pendaftaran produk pangan ini berlaku untuk nama dan alamat seperti di atas. Nomor pendaftaran produk pangan ini dapat dibatalkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Cap -------------------------------------NIP
79
Lampiran 7. Formulir permintaan tambahan data
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN Lampiran Keputusan Kepala Badan POM Nomor : HK.00/05.1.2569 Tanggal : 31 Mei 2004 Formulir P3
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN Jl. Percetakan Negara 23, Gedung D,Lantai 3, Jakarta 10560, Telp. 4245267, 42800221
Nomor Lampiran Perihal
: : : Permintaan Tambahan Data Kepada Penanggung Jawab Perusahaan/Importir ................................................................. ..
Berdasarkan hasil penilaian keamanan, mutu dan gizi serta label produk pangan : Nama produk pangan Nama dagang Jenis kemasan No. File
: : : :
Dengan ini diberitahukan bahwa produk pangan tersebut memerlukan tambahan data sebagai berikut : Kekurangan tersebut agar dipenuhi selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal surat ini, apabila tidak dipenuhi maka permohonan Saudara ditolak. Demikian agar maklum.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Cap ----------------------------------NIP
Tembusan : 1. Ka Balai Besar/Balai POM .... 2. Arsip
80
Lampiran 8. Formulir penolakan pendaftaran
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN Lampiran Keputusan Kepala Badan POM Nomor : HK.00/05.1.2569 Tanggal : 31 Mei 2004 Formulir P4
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN Jl. Percetakan Negara 23, Gedung D,Lantai 3, Jakarta 10560, Telp. 4245267, 42800221 Nomor Lampiran Perihal
: : : Penolakan Pendaftaran Kepada
Penanggung Jawab Perusahaan/Importir ................................................................... Berdasarkan hasil penilaian keamanan, mutu dan gizi serta label produk pangan : Nama produk pangan Nama dagang Jenis kemasan No. File
: : : :
Dengan ini diberitahukan bahwa produk pangan tersebut DITOLAK dengan alasan sebagai berikut : Apabila Saudara masih berminat untuk menilaikan produk pangan tersebut, Saudara dapat mengajukan permohonan kembali dan mengisi Permohonan Penilaian Produk Pangan yang baru dengan memperhatikan alasan penolakan tersebut di atas Demikian agar maklum. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Cap ----------------------------------NIP Tembusan : 1. Ka Balai Besar/Balai POM ..... 2. Arsip
81
Lampiran 9. Formulir permohonan perubahan produk pangan
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN Lampiran Keputusan Kepala Badan POM Nomor : HK.00/05.1.2569 Tanggal : 31 Mei 2004 Formulir P5
Nama Perusahaan/Importir Alamat Nomor Lampiran Perihal
: :
: : : Perubahan Produk Pangan Kepada Yth. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan di JAKARTA
Dengan hormat, Sesuai ketentuan pasal ..... Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, Nomor .......... tentang Kriteria dan Tata Laksana Penilaian Produk Pangan, dengan ini kami mengajukan permohonan untuk mengadakan perubahan pada produk kami : Nama dagang Nama pangan/nama jenis Kemasan Nomor Pendaftaran Data Lama *)
: : : : Data Baru *)
Keterangan
Apabila permohonan tersebut disetujui, produk pangan dengan data lama tidak akan beredar lagi dan digantikan dengan produk pangan baru setelah ..... (.....) bulan sejak tanggal persetujuan. ......................................., 20..... Penanggung Jawab, Cap ........................................... Catatan : *) Bila perlu dilampirkan
82
Lampiran 10. Formulir pembatalan persetujuan pendaftaran produk pangan
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN Lampiran Keputusan Kepala Badan POM Nomor : HK.00/05.1.2569 Tanggal : 31 Mei 2004 Formulir P6
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN Jl. Percetakan Negara 23, Gedung D,Lantai 3, Jakarta 10560, Telp. 4245267, 42800221 Nomor Lampiran Perihal
: : : Pembatalan Persetujuan Pendaftaran Produk Pangan Kepada Penanggung Jawab Perusahaan/Importir ....................................................................
Berdasarkan hasil pemeriksaan/penilaian/pengujian terhadap produk pangan yang diberlakukan oleh Balai Besar/Balai POM/PPOMN/ ........................... ternyata produk pangan, Nama produk pangan Nama dagang Kode produksi Nomor pendaftaran produk pangan : Hasil pemeriksaan/penilaian/ pengujian *)
: : : :
Hal tersebut melanggar ketentuan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor ............... tentang Kriteria dan Tata Laksana Penilaian Produk Pangan pasal ..... Oleh karena itu Nomor Persetujuan Pendaftaran Produk Pangan MD/ML ................. yang telah kami berikan terhadap produk tersebut di atas kami batalkan dan dinyatakan tidak berlaku terhitung sejak tanggal surat ini. Selanjutnya Saudara kami perintahkan : 1. Tidak lebih dari 2 (dua) bulan setelah tanggal surat ini (cap pos) agar : a. Telah selesai melakukan penarikan kembali produk pangan tersebut di atas dari peredaran. b. Melaporkan hasil pelaksanaan penarikan produk pangan tersebut kepada kami dengan menggunakan Formulir P7. 2. Terhadap produk pangan yang ditarik dari peredaran supaya dilakukan pemusnahan dengan disaksikan oleh petugas Balai Besar/Balai POM setermpat. Demikian agar menjadi perhatian dan untuk dilaksanakan. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Cap NIP. Kepada Yth. 1. Ka. Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia 2. GAPMMI 3. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia *) Bila perlu dilampirkan
83
Lampiran 11. Formulir penilaian penerapan cara produksi pangan makanan yang baik (CPMB) (Form A) LAPORAN PEMERIKSAAN UMUM SARANA PRODUKSI MAKANAN NO URUT/TAHUN BPOM
: : FORM A
Dasar Pemeriksaan :
No. Surat :
Tujuan Pemeriksaan : Rutin/Registrasi/Perizinan/Tindak lanjut/Kasus NAMA DAN ALAMAT PERUSAHAAN/TELP : NAMA PEMILIK/PIMPINAN/TELP : Jenis Perusahaan : Izin : UMUR : GOLONGAN : JUMLAH : NAMA TERDAFTAR (MD) : BANGUNAN PABRIK KARYAWAN MAKANAN : SEMUA/SEBAGIAN/TIDAK TH NO SP : Kode B : BAIK C : CUKUP K : KURANG T : TIDAK DIPERLUKAN GRUP A PIMPINAN GRUP I-Pabrik-Pembersihan GRUP O-Gudang dingin 1 Pandangan terhadap 1 Frekuensi 1 Kebersihan dan keteraturan metode pengawasan modern 2 Kerjasama dengan 2 Efektifitas 2 Serangan binatang pengerat pengawas 3 Penggunaan 3 Serangan-serangan detergen/desinfektan 4 Fasilitas pembersih 4 Kecukupan peralatan 5 Selang waktu sebelum pendinginan
GRUP B-Sanitasi Lingkungan: Fisik 1 Semak 2 Sampah 3 Tempat sampah 4 Bangunan untuk perlengkapan 5 Tempat pemeliharaan hewan 6 Cemaran lain: bau, asap, debu, barangbarang tidak berguna
*GRUP J-Pabrik-Binatang perusak/serangga 1 Tikus 2 Binatang pengerat lain 3 Lalat 4 Serangga lain
GRUP C-Sanitasi Lingkungan: Pembuangan/ limbah 1 Saluran air hujan 2 Kotoran manusia 3 Pembuangan sampah padat 4 Pembuangan sampah
*GRUP K-Peralatan:
GRUP Q-Tindakan pengawasan
1 2 3
Sanitasi Kecukupan Desain
1 2 3
Bahan mentah/baku Campuran bahan Bahan tambahan
4
Peralatan dan bahan-
4
Proses Produksi
5
Binatang peliharaan
6
Penggunaan pestisida dan fungisida
GRUP P-Penyimpanan Kemasan produk 1 Kebersihan dan keteraturan 2 Serangan binatang pengerat 3 Serangan-serangan
84
5
bahan tidak terpakai untuk makanan Desinfektan peralatan yang kontak langsung dengan makanan
5 6
Produk akhir Penyimpanan/pengiriman
GRUP D-Sanitasi Lingkungan : Infestasi
*GRUP L – Suplai air
GRUP R-Bahan mentah dan produk akhir
1 2
1 2
1 2 3 4
Binatang pengerat Serangga
GRUP E-Pabrik-Umum 1 Konstruksi 2 3 4 5 6
Pencegahan serangga Memadai sesuai keperluan Pemeliharaan Keteraturan Kasa
Sumber air Pengolahan air
*GRUP M – Higiene Perorangan 1 Petunjuk tentang higiene 2 Pencucian tangan 3 Perilaku karyawan (meludah) 4 Masker 5 Sumber-sumber infeksi 6 Pakaian dan topi 7 Cara-cara hygiene
Penyakit Pembusukan Binatang perusak/serangga Penanganan
GRUP S-Hasil uji swab bakteri 1 Angka Lempeng 2 3
Staphylococci MPN coliform
4
Feccal Strep
GRUP E-Pabrik-Ruang Pengolahan 1 Kebersihan lantai
GRUP N-Gudang tidak dingin
GRUP T-Tindakan Pengawasan
1
1
Quality assurance
2
Kebersihan dinding
2
2
Sistem recall
3
Konstruksi dinding
3
4
Kebersihan langitlangit Konstruksil langitlangit
5
*GRUP F-Pabrik-Ruang Pengolahan 1 Kebersihan lantai 2 3 4 5
Kebersihan dinding Konstruksi dinding Kebersihan langitlangit Konstruksi langit-langit
Grup G-Fasilitas Pabrik
Kebersihan dan keteraturan Serangan binatang pengerat Serangan serangga
GRUP U-Sarana Pengolahan/Pengawetan 1 Sarana pengolahan/pengawetan 2 Suhu dan waktu pengolahan/pengawetan
GRUP V-Penggunaan Bahan Kimia 1 Insektisida/rodentisida 2 Bahan kimia 3 Label bahan kimia, sanitizer
85
1 2 3 4
Fasilitas cuci untuk karyawan Toilet Penerangan Ventilasi
5
PPPK
4
GRUP W -Bahan, Penanganan, Pengolahan 1 Bahan baku 2 Bahan tambahan 3 Penanganan bahan baku
Grup H-Pabrik-Pembuangan sampah 1 Pembuangan sampah padat 2 Pembuangan sampah cair 3 Saluran pembuangan 4
Tempat sampah
PENGEMASAN DAN PELABELAN PENILAIAN PENILAIAN JUMLAH TERDAHULU SAAT INI KUNJUNGAN
dan bahan tambahan Penggunaan bahan kimia diijinkan
1 2
3 4 5
6
4
Pengolahan
5 6
Pewadahan dan atau pengemasan Penyimpanan
7
Penanganan bahan baku
TINDAKAN YANG DILAKUKAN Tidak ada 7 Penyegelan Surat 8 Pencabutan peringatan nomor pendaftaran Pengambilan 9 Pencabutan izin sampel produksi Pemanggilan 10 Penyitaan resmi Perintah 11 Pemusnahan perbaikan Penghentian 12 Diajukan ke produksi pengadilan
86
Lampiran 12. Formulir rekapitulasi hasil pemeriksaan sarana produksi makanan dan minuman (Form RA) REKAPITULASI LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI MAKANAN DAN MINUMAN DI PROVINSI TAHUN:
SUPLAI AIR
HIGIENE PERORANGAN
GUDANG
GUDANG DINGIN
TIND.PENGAWASAN
BAHAN BAKU&PRODUK AKHIR HASILLAB
SISTEM PENGAWASAN
SARANA PENGOLAHAN/PENGAWETAN
PENGGUNAAN BAHAN KIMIA
BAHAN, PENANGANAN, PENGOLAHAN
E
F
G
H
I
j
K
L
M
N
O
Q
R
T
U
V
W
S
KET
PERALATAN
D
TINDAK LANJUT
INFESTASI
C
NILAI AKHIR
PEMBERSIHAN
A B
SAMPAH
SP
PABRIK
FASILITAS
MD
SANITASI
R. PENGOLAHAN
KCL
HASIL PEMERIKSAA N
UMUM
BSR
NAMA JENIS MAKANAN YANG DIPRODUKSI
LIMBAH
GOL PABRIK
INFESTASI
NAMA DAN ALAMAT SARANA PRODUKSI
PIMPINAN FISIK
NO
FORM RA
PENGEMASAN &PELABELAN
BULAN :
87
Lampiran 13. Formulir penilaian pemeriksaan sarana distribusi pangan (Form B) LAPORAN PEMERIKSAAN SARANA DISTRIBUSI NO. URUT/TAHUN : BPOM : DASAR PEMERIKSAAN : TUJUAN PEMERIKSAAN: RUTIN/KASUS/TINDAK LANJUT/PROYEK NAMA DAN ALAMAT PERUSAHAAN/TEL * : NAMA PEMILIK/PIMPINAN/TEL : NAMA DAN ALAMAT SUPPLIER/TEL : **) NAMA DAN ALAMAT DIST./AGEN/CABANG/TEL : **) GOL SARANA JML KARYAWAN IZIN TEMPAT USAHA : IZIN PERDAGANGAN : Kode B : Baik C : Cukup K : Kurang baik T : Tidak diperlukan GROUP A : PIMPINAN GROUP G : GUDANG DINGIN 1 Kerjasama dengan pemeriksa 1 Keteraturan GROUP B : SANITASI 2 Kontrol suhu 1 Kebersihan 3 Pencegahan binatang pengerat 2 Tempat sampah 4 Pencegahan serangga 3 Toilet GROUP H : PERLENGKAPAN ADMINISTRASI GROUP C : INFESTASI 1 Data keluar masuk barang 1 Binatang pengerat 2 Faktur pembelian 2 Serangga 3 Faktur penjualan GROUP D : BANGUNAN/RUANGAN GROUP I : PENGAWASAN PENANGANAN 1 Konstruksi 1 Penggunaan insektisida/rodentisida 2 Pencegahan binatang pengerat 2 Mutu barang masuk 3 Pencegahan serangga 3 Makanan rusak 4 Pemeliharaan GROUP J : KETENTUAN KHUSUS 5 Keteraturan 1 Lokasi GROUP E : PERLENGAKAPAN PERAGAAN 2 Izin minuman keras 1 Tata letak produk 3 Tanda peringatan khusus 2 Lemari penyimpanan GROUP K : PRODUK YANG TMS ***) 3 Lemari pendingin 1 Bahan tambahan 4 Kontrol lemari pendingim 2 Makanan rusak GROUP F : GUDANG BIASA 3 Daluwarsa 1 Keteraturan 4 Label menyimpang 2 Pencegahan binatang pengerat 5 Tanda khusus 3 Pencegahan serangga 6 Minuman keras TTD 4 Ventilasi 7 Makanan tidak terdaftar TINDAKAN YG DILAKUKAN PD SAAT 8 Lain-lain : sebutkan PEMERIKSAAN : 1 Pembinaan KESIMPULAN/SARAN TINDAK LANJUT : 2 Pengambilan sampel 3 Pemanggilan resmi 4 Perintah pengembalian/Retour 5 Penyegelan produk
88
6 Penyitaan produk 7 Pemusnahan produk PENILAIAN PENILAIAN KUNJUNGAN TERDAHULU SAAT INI Ke : TGL : HASIL HASIL : Mengetahui Pemilik Sarana
…………, Tanggal………….20…… Pemeriksa 1…………………………….. 2…………………………….. 3…………………………….. 4……………………………..