KAJIAN SHEAR STRAIN Anton Prasetyo1 Jurusan Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang 2009
ABSTRAK Sifat plastisitas lempung mempunyai peran penting dalam pembuatan keramik dengan metode badan plastis, oleh karenanya pegukuran sifat plastis menjadi penting untuk mengetahui kualitas sebuah lempung. Pengukuran plastisitas selama ini hanya menekankan aspek kualitatif dan semikualitatif, sementara untuk peningkatan kualitas bahan keramik diperlukan sebuah analisis kuantitatif plastisitas. Pengukuran plastisitas secara kuantitatif masih belum ada, oleh karenanya pengembangan metode ini menjadi penting. Hubungan tegangan – regangan telah digunakan untuk menggambarkan sifat mekanik suatu bahan. Dengan hubungan tegangan – regangan bahan dapat dibedakan sebagai bahan plastis atau non plastis. bahan. Dengan menghitung luas wilayah plastisisitas suatu grafik tegangan regangan suatu bahan maka dapat diperoleh besarnya nilai plastisitas. Lempung juga bila diuji dengan uji tarik maka akan didapatkan grafik teganganregangan oleh karenaya bisa dihitung luas wilayah plastisitasnya, sehingga bisa diketahui nilai kuantitatif plastisitas lempung. Kata kunci : lempung, plastisitas, tegangan – regangan, luas wilayah plastisitas.
1
Dosen di Jurusan Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Maliki Malang
28
1. PENDAHULUAN Proses pembuatan keramik dapat melalui berbagai cara yaitu dengan cara cetak tuang, press kering, ekstrusi, jiggering, atau badan plastis. Dalam metode badan plastis, lempung menjadi bahan utama di mana sifat yang sangat mempengaruhi adalah plastisitas, oleh karenanya sifat tersebut sangat penting. (Reed, J.S, 1995) Mellor (1922) mendefinisikan plastisitas sebagai sifat dimana kemampuan lempung untuk berubah tanpa pecah ketika mengalami tegangan deformasi. Sedang Wilson menggambarkan plastisitas sebagai sifat bahan mampu terdeformasi tanpa pecah ketika bahan diberi gaya melebihi nilai dapatan (yield value), sehingga dalam pembuatan keramik dengan cara badan plastis maka sifat ini menjadi penting karena berkaitan dengan kemampuan lempung untuk mempertahankan bentuk ketika diberi gaya dari luar. (Braver, L.D, 1961) Perkembangan kajian plastisitas terutama bagi sistem kompleks seperti koloid ini tidak diikuti perkembangan metode penentuan besaran plastisitas sendiri. Sampai saat ini dikenal tiga metode umum dalam penentuan plastisitas yaitu: metode cincin plastis, metode Atterberg, penetrometer kerucut.Data yang didapatkan dari ketiga metode ini hanya didapatkan data kualitatif dan data semikuantitatif, belum bisa didapatkan data secara kuantitatif. Beberapa ahli telah mengusulkan beberapa metode pengukuran alternatif dalam penentuan plastisitas misalnya uji geser, plaastograph brabender , silinder sepusat atau fall cone test. Akan tetapi sampai saat ini belum didapatkan metode yang baku dalam menggambarkan plastisitas secara kuantitatif.(Ariwachjoedy, B, 2003) Kajian tentang plastisitas telah banyak dipelajari orang, baik sifat plastisitas metal maupun sifat plastisitas tanah dilihat dari sifat mekanikanya maupun sifat mikromolekulnya.
Dalam perkembangannya plastisitas tanah sangat dipengaruhi oleh kajian plastisitas logam walaupun proses terjadinya plastisitas pada masing-masing berbeda. Salah satu yang membedakan adalah pada tanah akan mengalami perubahan volume sedangkan pada logam tidak. .(Chen, W.F, 1985) Dalam kajian tersebut dapat digambarkan dalam grafik hubungan tegangan-regangan. Dari grafik tersebut dapat dibedakan bagian elastis dan plastis. Daerah plastis dapat dihitung luas wilayahnya yang menggambarkan energi dari plastisitas. Oleh karenanya luas wilayah plastisitas tersebut mempunyai peluang untuk digunakan dalam pengukuran kuantitatif plastisitas
2. PEMBAHASAN 2.1. Lempung Definisi mengenai lempung telah banyak diberikan para peneliti seperti Grim (1953) mendefinisikan tanah lempung sebagai tanah yang terdiri dari pertikel – pertikel tertentu yang menghasilkan sifat plastis apabila dalam kondisi basah. Bowless (1984) mendefinisikan tanah lempung sebagai deposit yang mempunyai partikel berukuran lebih kecil atau sama dengan 0,002 mm dalam jumlah lebih dari lima puluh persen ( Dany Hany Juliana, 2001) Struktur atomik mineral lempung terdiri dari dua unit struktural yaitu SiO4 yang membentuk jaringan oktahedral yang disebut sebagai lempeng silika (silika sheet) dan Al(OH)3 gibbsite yang membentuk jaringan oktahedral yang disebut sebagai lempung gibbsite (gibbsite sheet) atau Mg(OH)2 brucite yang membentuk jaringan oktahedral yang disebut sebagai lempung brucite (brucite sheet) seperti ditunjukkan oleh gambar di bawah ini : (Anonymous, dalam situs http://metu.edu.tr/~vedat/downloads/chapter2)
29
Gambar 1 (a) SiO4, tetrahedral dan (b) Jaringan tetrahedral atau lempeng silika
Gambar 2 (a) Al(OH)3 oktahedral dan b) lempeng gibbsite atau lempeng brucite
Jaringan oktahedral memiliki dua struktur, yaitu dioktahedral dan trioktahedral. Struktur dioktahedral memiliki dua kation oktahedral per unit sel karena Al+3 lebih dominan dan hanya menempati 2/3 kisi oktahedral sedangkan struktur trioktahedral memiliki 3 kation oktahedral tiap setengah unit sel. Pada umumnya skema struktural mineral lempung dihasilkan oleh kombinasi lempeng unit tetrahedral dan unit oktahedral (gambar 2.3) . Dua pertiga hidroksil pada salah satu bidang pada lapisan oktahedral diganti oleh oksigen apical dari lapisan tetrahedral. Ion – ion OH- pada pusat heksagonal dibentuk oleh oksigen dari lapisan tetrahedral. Kombinasi satu lapisan oktahedral dan satu lapisan tetrahedral dengan cara ini menghasilkan struktur lapisan 1 : 1
Gambar 3 Sketsa diagram susunan struktur a) 1 : 1 dan b) 2:1
Dasar struktural seperti ini dimiliki oleh kelompok mineral kaolinite-serpentite. Tetapi bila dua lapisan silika ditambahkan dengan menempatkan lagi hidroksil berlawanan dengan kation oktahedral akan menghasilkan jenis struktural 2 :1. Berdasarkan komposisinya mineral lempung dibedakan menjadi beberapa kelompok, yaitu kelompok kaolinite, serpentine, montmorillonite atau smectite, pyrohyllite, talk, mika dan chloride. (Anonymous, dalam situs http://metu.edu.tr/~vedat/downloads/chapter2, pdf). 30
2.2. Plastisitas Lempung Ketika lempung bercampur dengan air secara merata dengan proporsi tertentu, maka campuran tersebut akan manjadi plastis. Meskipun istilah plastisitas sulit untuk didefinisikan, tapi sudah dapat dimengerti ketika menjelaskan lempung. Material plastis adalah material yang dapat dideformasi secara kontinyu dibawah pengaruh gaya tekan tertentu dan dapat mempertahankan bentuknya mesikpun gaya yang bekerja telah dihilangkan.(Worral, 1968) Partikel-partikel lempung dalam masa plastik sangat mungkin bermuatan dan membawa lapisan yang melekat atau selaput tipis molekul air yang ditahan oleh gaya elektrostatik. Sehingga air hadir dalam dua jenis:(a) air yang terikat, membentuk lapisan tipis(film) disekitar partikel lempung; (b) air bebas, sebagai sisa yang dibutuhkan untuk membentuk lapisan tipis. Ketebalan dari film air tergantung pada densitas muatan di permukaan dan pada kehadiran kation yang dapat ditukar. Plastisitas biasanya terkait dengan partikel yang sangat kecil seperti partikel koloid. Faktor penting lainnya adalah bentuk partikel. Untuk suatu massa tertentu, seperti selaput tipis atau partikel yang berserat memiliki luas permukaan yang lebih luas daripada bola atau kubus, mineral lempung cenderung untuk memiliki luas permukaan yang lebih besar, yang mengakibatkan kondusifnya sifat plastis. (Worral, 1968) Partikel-partikel lempung dalam masa plastis berada pada keadaan setimbang dimana gaya tolak antar partikel diseimbangkan oleh gaya tarik. Gaya tolaknya lebih berupa gaya elektrostatis, yang berkaitan dengan potensial zeta dari partikel. Sedangakan gaya tarik yang menyeimbangkan mereka mungkin disebabkan oleh tekanan permukaan dari air. Sebagaimana dua plat gelas dapat saling menempel dengan adanya lapisan tipis diantara keduanya, begitu pula partikel yang membentuk lapisan tipis akan mengalami hal yang sama. Bisa jadi
lapisan tipis dari air ini berfungsi sebagai pelumas yang membuat partikel yang berdekatan untuk saling melayang satu sama lainnya pada saat yang sama. Sedangkan gaya tolak mencegah partikel tersebut untuk berada terlalu dekat antara satu dengan yang lain. (Worral, 1968) Jika kandungan air dari massa plastis ditingkatkan, maka partikel lempung akan semakin jauh tepisah sehinga kohesinya berkurang. Hal ini menyebabkan memiliki kecenderungan untuk terdeformasi akibat adanya gaya tekan yang sangat kecil. Dengan mengurangi kandungan airnya akan menyebabkan partikel saling mendekat yang meningkatkan rigiditasnya. Ion-ion yang dapat ditukar juga dapat berpengaruh terhadap sifat plastisitas. Substitusi dari satu ion dengan yang lainnya dapt mempengaruhi sifat aliran pada lempung secara simultan sehingga cukup sulit untuk menentukan apakah sifat plastisitas bertambah atau berkurang. (Worral, 1968) Beberapa teori yang membahas plastisitas lempung adalah teori air kristal atau kimiawi, teori kehalusan butir, teori lempengan atau teori lapis tipis, teori kuncimengunci atau pegang memegang, teori koloid dan teori tarikan molekuler.(Maskuro, Hombas, 1986) 2.3. Tegangan Tegangan dapat didefinisikan sebagai gaya yang diberikan pada bidang yang persamaannya adalah (Johnson, W, Mellor, P.B, 1985):
...(1) adalah tegangan, F adalah gaya, dan Ao adalah luas bidang. Apabila digambarkan sebagai sebuah tensor maka tensor tegangan seperti ditunjukkan dalam gambar 4. (Desai CS, Sriwardane, 1984).
31
Gambar 4. Komponen teganagan pada suatu titik pada bidang dimensi tiga
Komponen tensor koordinat Cartesian Xi didefinisikan sebagai
dalam sistem (1,2,3) dapat
...(2) Fj adalah gaya dalam arah J (1,2,3) dan Ai adalah bidang pada arah gaya bekerja. Suatu tensor tegangan dinyatakan dalam notasi ij dapat ditulis dalam bentuk lengkap pada persamaan 3
...(3)
terdeformasi. Sedang persamaan regangan dirumuskan sebagai (Johnson, W, Mellor, P.B, 1985): .
...(4) adalah regangan, lo adalah panjang mulamula, dan lt panjang setelah pembebanan. Dalam bentuk tensornya dapat ditulis sebagai.
...(5)
2.4. Regangan Kajian tentang regangan adalah kajian tentang perpindahan titik dalam suatu bahan
32
Gambar 5. Karakteristik hubungan tegangan-regangan pada suatu bahan ketika diberi beban (a). Perfectly Elastis (b). Rigid Perfectly Elastis (c). Rigid Linear Work Hardening (d). Elastis Perfectly Plastis (e).
2.5. Grafik hubungan tegangan-regangan Teori plastisitas berhubungan dengan metode perhitungan tegangan dan regangan dalam bahan yang terdeformasi, setelah sebagian atau semua bagian bahan mencapai nilai dapatan (yield point) (Johnson, W, Mellor, P.B, 1985) Beberapa grafik hubungan teganganregangan suatu bahan ketika diberi beban seperti pada gambar 2.3. Untuk mengukur kekuatan sifat mekanik suatu bahan digunakan uji tarik, dalam uji ini akan didapatkan grafik hubungan tegangan-regangan seperti pada gambar 6 (Milton G, Bassin, Brudsky, S.M, Wolkoff H, 1979).
Gambar 6. Kurva tegangan-regangan pada uji tarik bahan
A adalah tegangan awal ketika bahan diberi gaya awal, B adalah elastis limit (batas elastis) pada titik ini tidak ada kenaikan gaya yang diberikan tetapi bahan akan terus memanjang (elongate). C adalah hasil nilai dapatan (yield point), sedang D kekuatan maksimal bahan gaya maksimal yang dapat diterima oleh bahan dan E adalah titik failure dimana bahan akan mulai retak. Pada wilayah elastis, nilai tegangan dan regangan sebanding satu sama lain yang kemudian disebut sebagai deformasi elastis digambarkan dalam sebuah persamaan 33
(Leaver, J.A.K.D, Alexander, J.M, Rawling, R.D, 1983) ...(6) E adalah modulus elastisity. Persamaan ini dikenal dengan nama hukum Hooke. Sedang hubungan tegangan-regangan pada daerah elastis yang tidak linear, seperti digambarkan pada gambar 7:
...(8) Superscript e dan p menandakan komponen elastis dan plastis, sehingga total kerja (dW) dapat dirumuskan:
....(9) dWe adalah energi elastis dan dWp adalah energi y
Gambar. 7 Kurva hubungan tegangan-regangan untuk daerah elastis non linier
Setelah daerah elastis deformation hukum Hooke tidak berlaku lagi dan antara yield point sampai dengan (runtuh) disebut sebagai bagian sedangkan f merupakan titik runtuh. 2.6.
maka daerah failure duktil,
plastis yang mempunyai sifat irreversibel. Energi yang diperlukan selama deformasi bahan per-unit volume (bagian elastis dan plastis) digambarkan dengan grafik tegangan regangan seperti dibawah ini (Ashby, M.F, Jones David R.H, Maxwell R.H, 1980) :
Kajian Penggunaan Selubung Keruntuhan Mohr-Coulomb Untuk Analisa Kuantitatif Plastisitas
Suatu bahan ketika diberi gaya dari luar (atau diuji mekanik) maka ada energi yang diserap. Kerja yang bekerja pada bahan untuk merubah bentuknya menjadi permanen disebut plastis work. Total kerja per unit volume pada suatu bahan terdeformasi dan mengalami pertambahan regangan dirumuskan sebagai berikut (Desai CS, Sriwardane, 1984) :
...(7) d ij adalah total pertambahan regangan, yang terdiri dari pertambahan pada keadaan elastis dan pertambahan pada keadaan plastis yang dapat dirumuskan sebagai:
Gambar.8 Besarnya energi yang diserap ketika bahan diberi beban.
menggambarkan energi plastis dan X menggambarkan energi elastis. Untuk mencari energi yang diperlukan plastis deformation adalah menghitung luas kurva tegangan regangandari titik awal sampai dengan failure (batas plastisitas bahan dimana bahan mulai runtuh) kemudian dikurangi dengan luas daerah elastis, yang apabila dirumuskan dengan persamaan matematika adalah: Upl = Utotal - Uel
...(10) 34
Upl adalah luas daerah plastis, Utotal adalah luas total dari awal sampai bahan mengalami failure, dan Uel adalah luas daerah elastis. Semakin besar Upl maka energi yang diserap semakin besar, sehingga suatu bahan semakin plastis. Ukuran energi yang diserap merupakan ukuran kuantitatif dari plastisitas. Pada model ini, data yang digunakan adalah data grafik tegangan-regangan lempung uji. Data diperolehdari uji geser dengan menggunakan alat Autograph Shimadzhu 500 (yang telah dimodifikasi). Kemudian diidentifikasi titik yield dan terjadinya failure pada kurva tegangan-regangan untuk mendefinisikan daerah elastis dan daerah plastis. Kemudian dihitung luas plastisitas berdasarkan persamaan 3.5. Dari perhitungan diketahui besarnya nilai plastisitas lempung. Semakin luas daerah plastisitasnya maka bahan akan semakin plastis( Ashby, M.F, Jones David R.H, Maxwell R.H, 1980). Nilai plastisitas yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan data indeks plastisitas dari metode Atterberg.
3. KESIMPULAN Grafik hubungan tegangan - regangan dapat digunakan untuk menggambarkan secara kuantitatif plastisitas lempung dengan mengukur luas wilayah plastis. Wilayah tersebut menggambarkan jumlah energi plastisitas dari sebuah bahan, sehingga nilai kuantitatif plastisitas dari bahan dapat dihitung.
4. DAFTAR PUSTAKA Anonymous, Clays, dalam situs http://metu.edu.tr/~vedat/downloads/c hapter2,pdf di akses pada 3 april 2003
Ariwachjoedy Bambang, Kimia Fisik Material Berbasis Lempung Nasional Dalam Pengembangan Industri Bahan Kimia Khusus, Prosiding Seminar Surdia, Departemen Kimia, ITB, 2003. Ashby, M.F, Jones David R H, Maxwell R, 1980 Engineering Material an Introduction to Their Properties an Application, Pergamon Press, New York. Braver, L.D, 1961, Soil Physics, Third Edition, John Wiley & Sons Chen, W.F, Baladi, G.Y, 1985 Soil Plastisity Theory and Implementation, Elsevier Science Publisher Amsterdam. Dany Hany Juliana, 2001, Study Pengaruh Fly Ash Terhadap Sifat Mengembang dan Kuat Tekan Bebas Pada Lempung Montmorillonite, Karangnunggal Tasikmalaya, Tesis Magister, Departemen Teknik Sipil, ITB, Bandung. Johnson, W, Mellor, P.B, 1985, Engineering Plastisity, Ellis Horwood Limited, New York Leaver, J.A.K.D, Alexander, J.M, Rawling, R.D, 1983, Material Science, Von Nostrand Reinhold Hongkong Maskuro Hombas, 1986, Keplastisan Lempung, Informasi Teknologi Keramik Dan Gelas no 29 Tahun VII, Bandung Milton G, Bassin, Brudsky, S.M, Wolkoff H, 1979, Static and Streght of Materials, Third Edition, Mc Graw Hill Book Co, New York. Reed, J.S, 1995, Principles of Ceramic Processing 2nd edition, John Wiley and Sons, New York, 395. Worral W.E, Clays, Mc Laren and Sons, London, 1968
35