Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Pebruari 2011
KAJIAN POTENSI SUMBER BIOETHANOL DARI PEMANFAATAN LIMBAH BIOMASSA SEBAGAI SUMBER ENERGY ALTERNATIF S.P. Abrina Anggraini Program Studi Teknik Kimia Universitas Tribhuwana Tunggadewi ; Jl. Telaga Warna Malang E-mail :
[email protected]
ABSTRAK Energi merupakan salah satu permasalahan utama yang dihadapi oleh dunia pada abad 21. Sampai saat ini menjadi konsumsi utama negara-negara di dunia. Saat terjadi lonjakan harga minyak dunia hingga mencapai US$ 70/barel perekonomian dunia sangat terganggu. Ketergantungan masyarakat terhadap BBM akan semakin tinggi, padahal BBM merupakan sumber daya yang tak terbarukan. Bioetanol merupakan bahan bakar alternatif yang berpotensi menggantikan BBM. Bahan baku pembuatan bioetanol adalah bahan bergula, berpati dan berserat. Tulisan ini mencoba menguraikan secara global tentang prospek beberapa komoditi sebagai sumber bioetanol untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai pengganti BBM atau minyak tanah. Pengembangan bioethanol masa depan lebih ditujukan kepada penggunaan bahan yang tidak dimakan manusia, sehingga tidak mengganggu ketahanan pangan nasional. Cara pengolahannya adalah bahan berpati di parut, dipanaskan, aduk rata, dinginkan, tambahkan enzim, aduk rata, tambahkan urea dan NPK, aduk rata, fermentasi, distilasi, bioetanol, pemurnian dan apabila bahannya bergula hanya melalui dua tahap utama yaitu fermentasi dan distilasi. Penggunaan bioethanol sebagai bahan bakar nabati berdasarkan survey dapat menghasilkan potensi energy dari limbah biomassa antara lain nira sorgum dengan 2,5 kg dapat menjadi 1 liter bioetanol, , singkong karet dibutuhkan sedikitnya 6,5 kilogram untuk menghasilkan bioetanol sekitar satu liter, tetes tebu menghasilkan ethanol 973 liter/ha/th dari hasil panen 3,6 ton/ha/th, 12 liter nira aren akan menghasilkan 8,8 liter ethanol dengan kadar 92-93,5%, kadar ethanol pada lindur 1,84% berat dan ampas singkong (kulit singkong)1,66% berat, limbah tapioka padat 500 gram menghasilkan 14,43% kadar ethanol selama fermentasi 7 hari. Kata kunci : bioethanol, limbah, potensi energy PENDAHULUAN Menipisnya cadangan bahan bakar fosil dan meningkatnya populasi manusia sangat kontradiktif dengan kebutuhan energi bagi kelangsungan hidup manusia beserta aktivitas ekonomi dan sosialnya. Sejak lima tahun terakhir, Indonesia mengalami penurunan produksi minyak nasional akibat menurunnya cadangan minyak pada sumursumur produksi secara alamiah, padahal dengan pertambahan jumlah penduduk, meningkat pula kebutuhan akan sarana transportasi dan aktivitas industri. Hal ini berakibat pada peningkatan kebutuhan dan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) yang merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Pemerintah masih mengimpor sebagian BBM untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Pebruari 2011
Melihat kondisi tersebut, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti BBM (Prihandana, 2007). Kebijakan tersebut telah menetapkan sumber daya yang dapat diperbaharui seperti bahan bakar nabati sebagai alternatif pengganti BBM. Bahan bakar berbasis nabati diharapkan dapat mengurangi terjadinya kelangkaan BBM, sehingga kebutuhan akan bahan bakar dapat terpenuhi. Bahan bakar berbasis nabati juga dapat mengurangi pencemaran lingkungan, sehingga lebih ramah lingkungan. Bahan bakar berbasis nabati salah satu contohnya adalah bioetanol. Bioetanol dapat dibuat dari sumber daya hayati yang melimpah di Indonesia. Bioetanol merupakan bahan bakar alternatif yang berpotensi menggantikan BBM atau minyak tanah. Bioetanol adalah etanol hasil proses fermentasi biomassa dengan bantuan mikroorganisme. Bahan baku pembuatan bioetanol adalah bahan bergula (nira sorgum, tetes tebu, nira aren ), berpati (singkong karet/singkong gajah, ampas singkong/kulit singkong, limbah tapioka padat), dan berserat. Bioetanol mempunyai kelebihan selain ramah lingkungan, penggunaannya sebagai campuran BBM terbukti dapat mengurangi emisi karbon monoksida dan asap lainnya dari kendaraan. Pengembangan bioethanol masa depan lebih ditujukan kepada penggunaan bahan yang tidak dimakan manusia, sehingga tidak mengganggu ketahanan pangan nasional Tujuan Penulisan 1. Mengetahui potensi sumber limbah biomassa manakah jenis bahan yang lebih baik untuk menghasilkan bioethanol. 2. Mengetahui metode pembuatan yang lebih efektif berdasarkan bahan limbah biomassa dalam memproduksi bioethanol secara massal. Manfaat Penulisan 1. Memberi referensi bahwa limbah biomassa dapat digunakan sebagai sumber bioetanol. 2. Membantu masyarakat bagi kalangan bawah dalam pemenuhan bahan bakar pengganti minyak tanah dan kayu bakar serta BBM. 3. Membantu masyarakat dalam mencari mata pencaharian sebagai peluang menambah penghasilan sehari-harinya. METODA Dengan perkembangan teknologi dan sistem manajemen, saat ini limbah pertanian dapat dijadikan solusi/peluang ekonomi. Yaitu dengan mengumpulkan semua limbah pertanian /biomassa untuk di olah menjadi ethanol sebagai pengganti BBM, minyak tanah, bahkan kayu bakar yang bisa digunakan masyarakat untuk berbagai keperluan yang selanjutnya akan membantu ekonomi masyarakat. Pendekatan secara garis besar yang digunakan untuk mengetahui potensi sumber bioethanol yang paling besar jika dilihat dari besar kadar ethanol yang didapat dari beberapa jenis bahan untuk pembuatan bioethanol adalah dengan melakukan kajian pada data yang tersedia baik data dari limbah biomassa berupa nira sorgum, singkong karet/singkong gajah, tetes tebu, nira aren, lindur, kulit singkong, dan limbah tapioka padat. Data yang terkumpul kemudian diolah sesuai dengan kebutuhan.
ISBN : 978-602-97491-2-0
D-9-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Pebruari 2011
Metode Pelaksanaan Kajian Pendekatan pelaksanaan studi merupakan kumpulan langkah-langkah yang dilakukan serta dipakai dalam melaksanakan dan menyelesaikan kajian. Metode ini terdiri dari pengumpulan data, analisis data, pemecahan masalah dan penarikan kesimpulan. Analisis Data Informasi atau data dari literatur dan informasi dari internet diolah untuk merumuskan permasalahan-permasalahan yang ada mengenai sumber energi alternatif yang merupakan dampak dari kelangkaan dan pengurangan subsidi bahan bakar minyak terutama minyak tanah yang berimbas pada masyarakat. Dengan menawarkan bioethanol sebagai energi alternatif tersebut untuk dikembangkan didaerah pedesaan dan dimanfaatkan secara luas oleh masyarakat maka analisis dilakukan untuk mengetahui dan mengkaji kelemahan-kelemahan yang ada kemudian dianalisis juga relevansinya dengan penelitian-penelitian terbaru dari internet. Hasil analisis ialah berupa konsep baru yang dianggap mampu memberikan tingkat keberhasilan dan pemanfaatan yang lebih baik dari sebelumnya. Pemecahan Masalah Dari analisis masalah yang ada, perlunya pencarian sumber energi alternatif yang dapat mensubtitusi BBM, minyak tanah, dan kayu bakar dengan sumber energi alternatif yang murah dan ramah lingkungan. Pemecahan masalah yang dapat dilakukan saat ini adalah : 1. Menemukan sumber pemanfaatan limbah biomassa yang menghasilkan kadar ethanol terbesar. 2. Menemukan metode pembuatan yang lebih efektif berdasarkan bahan limbah biomassa dalam memproduksi bioethanol secara massal. Dengan mengatasi permasalahan lewat alternatif solusi tersebut diharapkan dapat mengurangi ketergantungan masyarakat dalam menggunakan BBM, minyak tanah dan kayu bakar untuk beralih pada bioethanol. Proses Pembuatan Bioethanol secara Umum Pengolahan bahan berpati dengan kapasitas 7 liter/hari bioethanol. Prosesnya sebagai berikut. Mencuci, menggiling, dan menyaring sehingga menjadi bubur tambahkan air 40-50 liter ditambah 1,5 ml enzim alfa-amilase. Panaskan selama 30-60 menit pada suhu 90oC. Dinginkan hingga suhu 55-60 oC. Tambahkan 0,9 ml enzim gluko-amilase. Jaga suhu 55-60 oC selama 3 jam, didinginkan hingga suhu di bawah 35 o C. Tambahkan 1 g ragi roti, urea 65 g, NPK 14 g (proses fermentasi). Biarkan selama 72 jam keadaan tertutup pada pH diatas 4. Pindahkan cairan yang mengandung 7-9 oC bioethanol ke dalam evaporator. Masak hingga keluar uapnya menuju alat distilasi. Nyalakan aliran air di kondensor. Tahan temperature bagian atas kolom distilasi pada suhu 79 oC ketika cairan bioethanol mulai keluar. Fraksi bioethanol 90-95% akan berhenti mengalir secara perlahan. Keluarkan limbah melalui kran bawah drum, melewati saringan yang akan menahan limbah padat dan meloloskan limbah cair. Proses Pembuatan Bioethanol dari tetes tebu (bahan bergula/sukrosa Pengolahan bahan bergula dengan kapasitas 70 l/hari bioethanol dengan proses sebagai berikut. Masukan Air sebanyak : 653 Lt kedalam tangki Fermentor. Masukan
ISBN : 978-602-97491-2-0
D-9-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Pebruari 2011
Molases ( tetes tebu ) sebanyak : 280 kg secara perlahan sambil diaduk. Tambahkan Ragi , Urea dan NPK sbb. : Ragi kering 320 gram, Urea 700 gram, NPK 80 gram. Kemudian diaduk. Cara memasukan Ragi adalah sebelum dimasukan ragi perlu dicairkan dengan Air hangat : 40 º C (Masukan ragi kedalam air hangat 100 cc dan diaduk sehingga cair dan biarkan sekitar 10 menit. Fermentasi akan berlangsung selama : 66 jam dan selama proses ini perlu dicheck temp. dan pH.( Temp. diusahakan tidak lebih dari 35 º C dan pH : 4,5 s/d 5 ). Setelah fermentasi selesai ( ± 66 jam ) lalu dimasukan ke Broth Tank. Masukan larutan kedalam Evaporator kemudian panaskan hingga temperatur penguapan , dan uap dimasukan ke Distilator sehingga terjadi proses distilasi yang akan memisahkan Etanol dan Air . Selama proses temperatur di distilasi dijaga pada : 79 º C. sehingga etanol yang keluar mencapai 95 % , jika etanol yang keluar < 95 % perlu dilakukan reflux atau didistilasi lagi.
Gambar 1. Skema Proses Produksi Ethanol secara Umum
Gambar 2. Skema Sederhana Ethanol dari Tetes Tebu
HASIL DAN DISKUSI Selama ini batang sorgum hanya digunakan untuk pakan ternak. Nira sorgum yang berasal dari batang tanaman sorgum bisa dimanfaatkan untuk membuat bioetanol, karena komposisi nira sorgum hampir sama dengan nira tebu. Batang sorgum apabila diperas akan menghasilkan nira yang rasanya manis. Kadar air dalam batang sorgum ISBN : 978-602-97491-2-0
D-9-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Pebruari 2011
kurang lebih 70 persen yang artinya kandungan niranya kurang lebih hamper sama. Selama ini batang sorgum yang menghasilkan nira biasanya hanya digunakan sebagai pakan ternak, sehingga belum memiliki nilai ekonomis yang optimal. Mengingat nira sorgum mengandung kadar glukosa yang cukup besar (Tabel 1), serta memiliki kualitas setara dengan nira tebu, maka sorgum boleh menjadi pertimbangan sebagai salah satu potensi penghasil bioetanol masa depan. Tabel 1. Perbandingan Komposisi Nira Sorgum Dengan Nira Tebu Komposisi Nirasorgum Nira tebu Brix (%) 13,60 – 18,40 12 – 19 Sukrosa (%) 10 – 14,40 9 – 17 Gula reduksi (%) 0,75 – 1,35 0,48 – 1,52 Gula total (%) 11 – 16 10 – 18 Asam akonitat (%) 209 - 1.764 1,50 – 95 Amilum (ppm) 0,56 0,25 Abu (%) 1,28 – 1,57 0,40 – 0,70 Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan (1996).
Sorgum yang selama ini dikenal sebagai bahan pangan juga berprospek menjadi bahan bioetanol, 2,5 kg sorgum kawali dapat menjadi seliter bioetanol. (Gusmailina, 2009). Metode yang digunakan hanya melalui 2 (dua) tahap utama saja yaitu proses fermentasi dan destilasi, sehingga pembuatannya akan lebih efektif karena merupakan jenis bahan sukrosa (bergula). Bioethanol dari singkong karet (singkong racun) Singkong karet merupakan salah satu jenis singkong pohon yang mengandung senyawa beracun, yaitu asam sianida (HCN), sehingga tidak diperdagangkan dan kurang dimanfaatkan oleh masyarakat (Anonim, 2006). Singkong karet (singkong gajah) kurang dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat karena beracun, oleh karena itu sangat tepat sekali bila singkong jenis ini digunakan sebagai bahan baku bioetanol. Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah melakukan uji coba pengembangan energi alternatif bioetanol dari bahan dasar singkong.Untuk menghasilkan bioetanol sekitar satu liter dibutuhkan sedikitnya 6,5 kilogram singkong. (Gusmailina, 2009). Metode yang digunakan yaitu metode yang melalui proses pemasakan terlebih dahulu yaitu proses liquefaksi dan sakarifikasi kemudian dilanjutkan proses fermentasi dan destilasi karena merupakan jenis bahan berpati sehingga kurang efektif dalam pembuatannya. Bioethanol dari tetes tebu (molasses) Cara paling mudah membuat bioethanol adalah dengan bahan yang banyak mengandung gula, contohnya adalah tetes tebu atau molases. Tetes tebu merupakan produk samping dari pabrik tebu yang memiliki kadar gula sangat tinggi (>50%). Pembuatan bioethanol dari tetes tebu hanya melewati dua tahap utama saja. Potensi produksi molase ini per ha kurang lebih 10 – 15 ton, Jika seluruh molase per ha ini diolah menjadi ethanol (fuel grade ethanol), maka potensi produksinya kurang lebih 766 hingga 1,148 liter/ha FGE. Produksi bioetanol berbahan baku molase layak diusahakan karena tingkat keuntungan mencapai 24% ( Gusmailina, 2009). Menurut penelitian menunjukkan bahwa dengan 3,6 ton/ha/th tetes tebu akan memperoleh alcohol 270 liter/ton atau 973 liter/ha/th. Hal ini dapat di lihat pada table 2 di bawah ini. Metode yang digunakan sama dengan bioethanol dari nira sorgum karena merupakan jenis bahan sukrosa, jadi metode yang digunakan adalah hanya fermentasi dan destilasi.
ISBN : 978-602-97491-2-0
D-9-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Pebruari 2011 Tabel 2. Konversi Bahan Baku Tanaman Yang Mengandung Pati Atau Karbohidrat Dan Tetes Menjadi Bio-Ethanol Sumber Karbohidrat
Hasil Panen Perolehan Alkohol Ton/ha/th Liter/ton Liter/ha/th Singkong 25 (236) 180 (155) 4500 (3658) Tetes 3,6 270 973 Sorgum Bici 6 333,4 2000 Ubi Jalar 62,5* 125 7812 Sagu 6,8$ 608 4133 Tebu 75 67 5025 Nipah 27 93 2500 Sorgum Manis 80** 75 6000 *) Panen 2 ½ kali/th; $ sagu kering; ** panen 2 kali/th. Sumber: Villanueva (1981); kecuali sagu, dari Colmes dan Newcombe (1980); sorgum manis, dari Raveendram; dan Deptan (2006) untuk singkong; tetes dan sorgum biji (tulisan baru)
Bioethanol dari nira aren Pengolahan nira aren menjadi etanol sudah umum dilakukan petani aren berasal dari petani Desa Kuwil, Kecamatan Kalawat Kabupaten Minahasa Utara, dengan cara menampung nira hasil sadapan dalam tangki selama 2-3 hari tanpa menggunakan stater atau ragi, nira hasil fermentasi kemudian disuling dengan alat penyulingan sederhana, akan menghasilkan bioetanol berkadar 25-35% etanol (Lay et al., 2004). Untuk meningkatkan kadar etanol menjadi 99,5-99,8% dengan cara dehidrasi (Tjokoroadikoesoemo, 1986). Berdasarkan hasil penelitian menurut A.Lay (2009) menunjukkan bahwa massa bahan baku dan produk bioethanol yang terbaik adalah dari bahan olah 12 liter nira aren akan menghasilkan 8,8 liter ethanol dengan kadar 92-93,5% setelah proses destilasi. Hal ini dapat ditunjukkan pada table 2 berikut ini. Tabel 2. Neraca Massa Bahan Baku Dan Produk Pada Pengolahan Bioetanol.
Metode yang digunakan hanya melalui 2 (dua) tahap utama saja yaitu proses fermentasi dan destilasi, sehingga pembuatannya akan lebih efektif karena merupakan jenis bahan sukrosa (bergula). Bioethanol dari ampas singkong dan lindur Menurut penelitian Dwi Retnowati, dkk (2009) menjelaskan bahwa Salah satu jenis industri yang cukup banyak menghasilkan limbah adalah pabrik pengolahan ISBN : 978-602-97491-2-0
D-9-6
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Pebruari 2011
tepung tapioka. Dari proses pengolahan singkong menjadi tepung tapioka, dihasilkan limbah sekitar 2/3 bagian atau sekitar 75% dari bahan mentahnya. Dimana limbah tersebut berupa limbah padat yang biasa disebut onggok (ampas singkong) dan lindur. Mengingat tingginya volume limbah hasil produksi tersebut, maka akan sangat menguntungkan sekiranya limbah tersebut dapat dimanfaatkan menjadi produk yang lebih berdaya guna. Dalam hal ini ampas singkong dan lindur dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan etanol karena kandungan karbohidrat yang tersisa pada limbah tepung tapioka tersebut masih banyak. Sumber bahan yaitu ampas singkong dan lindur diperoleh dari Desa Sidomukti, Kecamatan Margoyoso, Pati. Dari grafik 1 dapat dilihat bahwa kadar etanol meningkat seiring bertambahnya waktu fermentasi, sesuai dengan kurva pertumbuhan mikroba dimana fase deselarasinya (pertumbuhan optimal) terjadi pada hari ke 7 fermentasi dengan kadar etanol pada lindur 1.84% berat dan ampas singkong 1.66% berat. disini kadar etanol yang dihasilkan lindur lebih besar daripada kadar etanol ampas singkong karena konsentrasi glukosa lindur lebih besar.
Grafik 1. Grafik Kadar Etanol Hasil Fermentasi
Metode yang digunakan yaitu metode yang melalui proses pemasakan terlebih dahulu yaitu proses liquefaksi dan sakarifikasi kemudian dilanjutkan proses fermentasi dan destilasi karena merupakan jenis bahan berpati sehingga kurang efektif dalam pembuatannya. Biethanol dari limbah tapioka padat Industri tapioka merupakan salah satu industri pertanian (agroindustri) yang cukup banyak terdapat di Indonesia, salah satunya di Kabupaten Sukoharjo. Merupakan daerah sentra tanaman pangan terutama ketela pohon (Manihot utilissima pohl) sebagai bahan baku pembuatan tepung tapioka. Untuk menopang ketersediaan bahan pangan yang melimpah tersebut, di Kecamatan Polokarto ada sebuah pabrik yaitu industri pengolahan tepung tapioka. Industri tersebut menampung bahan baku yang berasal dari para petani di daerah Polokarto berkapasitas antara 2-5 ton per hari. Industri pengolahan tepung tapioka ini mempunyai efek samping berupa limbah padat dan cair. Limbah industri tapioka termasuk limbah organik, karena ditimbulkan sebagai sisa dari pengolahan ketela pohon yang merupakan salah satu bahan organik. Onggok diperoleh dari proses pemarutan dan pengepresan, apabila tidak ditangani dengan seksama onggok dapat menimbulkan potensi besar mencemari lingkungan. Sebagian besar industri topioka berlokasi dekat pemukiman penduduk padat dan ditepi sungai sehingga onggok yang dibuang disekitar lokasi industri akan berakibat fatal bagi lingkungan dan makhluk hidup yang mendiami daerah sekitar. Proses pengolahan singkong menjadi tepung tapioka, menghasilkan limbah sekitar 2/3 bagian atau sekitar 75% dari bahan mentahnya, limbah ini biasa disebut onggok. Warga sekitar pabrik tapioka PT. Sukoharjo Makmur Abadi, Polokarto sudah sangat akrab dengan onggok. Dalam keadaan ISBN : 978-602-97491-2-0
D-9-7
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Pebruari 2011
kering onggok mengeluarkan bau tidak sedap, apalagi dalam keadaan basah saat musim hujan. Bau tidak sedap ini muncul akibat terjadinya proses pembusukan onggok yang sangat cepat. Menurut Septina Dwi Prasetyana (2009) bahwa limbah tapioka padat 500 gram menghasilkan 14,43% kadar ethanol selama fermentasi 7 hari. Metode yang digunakan yaitu metode yang melalui proses pemasakan terlebih dahulu yaitu proses liquefaksi dan sakarifikasi kemudian dilanjutkan proses fermentasi dan destilasi karena merupakan jenis bahan berpati sehingga kurang efektif dalam pembuatannya.
KESIMPULAN Dari uraian diatas, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Potensi sumber limbah biomassa yang lebih baik untuk menghasilkan bioethanol adalah jenis bahan sukrosa (bergula). 2. Metode pembuatan yang lebih efektif berdasarkan bahan limbah biomassa dalam memproduksi bioethanol secara massal adalah metode yang menngunakan 2 tahap utama yaitu fermentasi dan destilasi. DAFTAR PUSTAKA Dwi Retnowati dan Rini Sutanti, (2009), Pemanfaatan Limbah Padat Ampas Singkong dan Lindur Sebagai Bahan Baku Pembuatan Etanol, jurusan Teknik Kimia, Universitas Diponegoro, Semarang. Gusmailina, 2009, Prospek Bioetanol Sebagai Pengganti Minyak Tanah, Pusat Litbang Hasil Hutan, Bogor Lay A, Hutapea RTP, Tuyuwale J,Sondakh JO, Polakitan AL. 2004.Pengembangan komoditas aren di Daerah Minahasa Sulawesi Utara.Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Tanaman Aren.Tondano, Juni 2004. Prihandana. 2007. Bioetanol Ubi kayu Bahan Bakar Masa Depan. Agromedia. Jakarta. Septina dwi prasetyana,2009, Kualitas bioetanol limbah tapioka padat kering Dihaluskan (tepung) dengan penambahan ragi dan H 2SO4 Pada lama fermentasi yang berbeda, Universitas Muhammadiyah, Surakarta. Tjokroadikoesoemo PS. 1986. HFS dan industri ubi kayu lainnya. Penerbit Gramedia, Jakarta.
ISBN : 978-602-97491-2-0
D-9-8