KAJIAN PERILAKU JEMBATAN GELAGAR BETON PRATEKAN TIPE KANAL TEGAK TERHADAP PEMBEBANAN STATIS Gilang Bhisma Pratama1,* dan Heru Purnomo1 1
Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia Email:
[email protected]
ABSTRAK Jembatan beton pratekan tipe kanal tegak adalah salah satu konsep inovasi jembatan yang berkembang dalam 10 tahun terakhir ini. Bentuk gelagar yang menyerupai huruf U dan diperkuat dengan tendon prategang menjadikan jembatan ini sebagai salah satu alternatif desain untuk jembatan kereta api dan jalan raya. Untuk menerapkannya di Indonesia perlu adanya kajian perilaku jembatan tersebut. Dalam kajian ini dilakukan peninjauan respon jembatan terhadap pembebanan statis yang meliputi lendutan, gaya normal, momen lentur dan tegangan. Model jembatan sesuai dengan jembatan kereta api eksisting yaitu Jembatan Villupuram di daerah Tamil Nadu, India. Hasil kajian ini dibandingkan dengan pemodelan oleh Vurugonda Raju maupun hasil percobaan lapangan oleh Devdas Menon dari Indian Institute of Technology Madras di Chennai-India serta membandingkannya dengan peraturan yang ada di Indonesia. Dengan bantuan perangkat lunak komputer berbasis Metode Elemen Hingga, dikaji respon jembatan dengan menggunakan simulasi parametrik berupa variasi mutu beton, umur jembatan dan kelembapan relatif lingkungan. Pada titik tinjau di tengah bentang, lendutan akan semakin berkurang diikuti dengan tegangan serat atas beton yang semakin bertambah dan tegangan serat bawah beton yang semakin berkurang apabila mutu beton yang digunakan dan kelembapan relatif lingkungan semakin tinggi. Di sisi lain semakin bertambah umur jembatan, lendutan akan semakin bertambah diikuti dengan berkurangnya tegangan serat atas beton dan bertambahnya tegangan serat bawah beton.
Kata kunci : Beban statis; gelagar U; jembatan beton; percobaan lapangan; prategang
ABSTRACT U-girder prestressed concrete bridge is a new concept of bridge innovation developed in the last 10 years. Ushaped girder strengthened with prestressed tendons makes this type of bridge as one of the alternatives in railway and highway bridges design. In order to apply it in Indonesia, more study of the bridge behaviours are needed. In this study, the bridge responses due to static loading such as deflection, normal force, bending moment and stress are studied. The bridge model is based on the real model of Villupuram Bridge in Tamil Nadu,India. The results are then compared with those obtained from the model of Vurugonda Raju and the field experiment result from Devdas Menon, both are from Indian Institute of Technology Madras in Chennai-India; and later with the Indonesian codes. Using a software which is based on Finite Element Method, the bridge responses upon parametric simulations such as variation of concrete quality, concrete age and relative humidity are studied. At bridge middle span, if the grade of concrete and relative humidity of environment are high, deflection is smaller followed with increasing upper fiber stress and decreasing lower fiber stress. On the other side, as the age of structure increases, the deflection is higher followed with decreasing upper fiber stress and increasing lower fiber stress.
Key words : Static loading; U-girder; concrete bridge; field experiment; post-tensioned
Kajian perilaku…, Gilang Bhisma Pratama, FT UI, 2013
PENDAHULUAN Jembatan adalah salah satu bentuk konstruksi tertua yang pernah ada di dunia dan dibangun untuk memenuhi kebutuhan manusia melakukan perpindahan dari satu tempat menuju tempat lain baik di darat maupun antar daratan yang melalui rintangan alam berupa jurang, laut dan sebagainya. Jembatan melalui tahapan evolusi dari bentuk sederhana yaitu balok kayu yang tumbang sebagai alat untuk menyeberang sungai, hingga jembatan rangka dari baja maupun jembatan gantung di era dewasa ini. Seiring dengan perkembangan jaman, peran jembatan juga berevolusi. Tidak hanya menjadi sarana penghubung antar wilayah saja, namun juga memegang peran penting dalam sistem transportasi di dalam suatu wilayah. Jembatan adalah elemen kunci dalam sistem transportasi untuk tiga alasan: dapat mengendalikan kapasitas sistem transportasi, memiliki biaya tinggi per mil dari sistem, dan jika jembatan runtuh, sistem transportasi akan runtuh [5]. Jembatan memiliki dua bagian utama, yaitu bagian dek jembatan dengan beraneka jenis gelagar dan bagian pier atau penyangga dek jembatan. Para ahli jembatan umunya merancang jenis gelagar jembatan yang sesuai baik dari segi kekokohan maupun segi kesesuaian dengan fungsi yang diharapkan. Ada banyak jenis gelagar untuk sistem transportasi, salah satunya adalah gelagar tipe kanal atau U-shaped. Jembatan tipe gelagar kanal adalah jembatan dengan jenis gelagar box atau kotak yang salah satu dari bagian sayapnya dihilangkan [1]. Jembatan ini merupakan salah satu konsep inovasi jembatan dalam sistem transportasi. Profilnya menyerupai huruf U dengan dek nya sebagai jalan raya atau rel kereta sedangkan kedua sayap kiri dan kanannya sebagai jalur pejalan kaki . Jembatan ini telah digunakan di beberapa negara yaitu India, Australia dan Perancis. Untuk menerapkannya di Indonesia, diperlukan kajian yang lebih mendalam terhadap perilaku struktur jembatan berupa: lendutan, gaya normal dan momen lentur ditinjau dari pendekatan 3D Finite Element Method dengan melakukan perbandingan antara hasil pemodelan wizard dengan pemodelan Raju dan percobaan lapangan Menon serta pengaruh lendutan dan tegangan yang terjadi terhadap berbagai simulasi parameterik yang digunakan.
Kajian perilaku…, Gilang Bhisma Pratama, FT UI, 2013
TINJAUAN TEORITIS Dek Jembatan Tipe Gelagar Kanal (U-Shaped) Jembatan dengan dek tipe kanal atau U adalah jembatan dengan profil box girder yang salah satu dari bagian sayap atasnya dihilangkan [1]. Kekakuan longitudinal dan kekuatannya bersumber dari sayap kiri dan kanan sedangkan slab dek diantara kedua sayap kiri dan kanan nya bersifat sebagai slab satu arah (one-way slab).
Gambar 1. Perubahan Gelagar Box Girder Menjadi Gelagar Kanal/ U Sumber : Devdas Menon dan Vurugonda Raju (2010) [12]
Tegangan Lentur Prategang Selama balok tidak mengalami keretakan dan baja serta beton tertekan pada daerah elastisnya, maka tegangan pada beton dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan mekanika biasa pada perilaku linear elastis [15]. Tegangan yang terjadi pada serat atas dan bawah beton akibat pengaruh gaya prategang efektif, berat sendiri, beban mati dan beban hidup pada daya layan dapat dirumuskan sebagai: !" ! !1 !" 1 − ! − !" ! !1 !" ! !2 !" !2 = − 1 + ! + !" ! !2
!1 = −
Dimana Pe adalah gaya prategang efektif; Ac adalah luas penampang beton, e adalah eksentristas tendon prategang; c adalah jarak dari pusat massa penampang beton ke ujung penampang beton; r adalah jari-jari girasi dan Mt adalah momen total akibat berat sendiri, beban mati dan beban hidup. Secara lebih jelasnya dapat diilustrasikan pada diagram tegangan berikut:
Kajian perilaku…, Gilang Bhisma Pratama, FT UI, 2013
Gambar 2. Tegangan Lentur Akibat Gaya Prategang Efektif dan Beban Layan Sumber : Nilson (1987) [15]
Defleksi Pada Balok Sederhana dengan Tendon Prategang Parabolik
Gambar 3. Defleksi pada Balok (a) Profil Tendon, (b) Berat Elastis M/Ec Ic, (c) Defleksi Sumber : Nawy (2009) [14]
Berdasarkan gambar 3. (b), besar R’e: !! ! =
1 !" ! ! 2 !" ! ! ! = 2 !" !" 3 3 !" !"
Momen elastis yang terjadi akibat berat We pada tengah bentang (C) adalah: 1 !" ! ! 2 3 ! − ! ! 2 !" !" 6 8 2
!" = !" = !! ! !" =
!
!" ! ! !
!" !"
!
−
! !" ! ! ! !"
=
! !" ! ! ! !" !! !"
Kehilangan Tegangan Prategang § Friksi [11]: !" = !1 (1 − ! !!"!!" ) dimana: f1 adalah tegangan tendon pada titik 1, µ adalah koefisien curvature, K adalah koefisien wooble (per foot/per meter tendon), L adalah panjang tendon keseluruhan dan x adalah panjang tendon antara titik 1 dan 2. § Pengangkuran (Anchorage) [14]: !!" =
∆! !
!"
Kajian perilaku…, Gilang Bhisma Pratama, FT UI, 2013
dimana: ∆a adalah slip pada angkur yang direncanakan (umumnya 6 milimeter), L adalah panjang tendon dan Es adalah modulus elastisitas tendon. !"
§ Rangkak (Creep) [2]: !" = !" !" !"#$ − !"#$ dimana: Ct adalah Time-dependent creep coefficien2, fcir adalah tegangan pada beton pada titik beratnya karena gaya prategang yang telah mempertimbangkan pengaruh slip, fcds adalah tegangan pada beton pada titik beratnya karena semua beban mati yang bekerja pada balok setelah diberi pengaruh prategang, Es adalah modulus elastisitas tendon prategang dan Ec adalah modulus elastisitas beton pada umur 28 hari. § Susut (Shrinkage) [2]: !" = !"ℎ. !" dimana: εsh adalah Time-dependent shrinkage coefficient dan Es adalah modulus elastisitas tendon prategang. § Elastic Shortening of Concrete [11]: !" = !"# !"
!"#$ !"
dimana: Kes adalah 0.5 untuk member pascatarik, fcir adalah tegangan pada beton pada titik beratnya karena gaya prategang yang telah mempertimbangkan pengaruh slip, Es adalah modulus elastisitas tendon prategang dan Ec adalah modulus elastisitas beton pada umur 28 hari. § Steel Relaxation [11]: !" = !"# − ! !" + !" + !" ! dimana: Kre, J adalah koefisien relaksasi baja berdasarkan jenis tendon yang digunakan, SH adalah loss akibat shrinkage, CR adalah loss akibat creep, ES adalah loss akibat elastic shortening dan C adalah koefisien relaksasi baja berdasarkan jenis tendon yang digunakan dan perbandingan fpi dan fpu. § Total Kehilangan Tegangan Prategang [11]: !"## = !" + !"# + !" + !" + !" + !" dimana: FR adalah loss akibat friksi, ANC adalah loss akibat pengangkuran, Es adalah loss akibat elastic shortening, CR adalah loss akibat creep, SH adalah loss akibat shrinkage dan RE adalah loss akibat relaksasi baja. § Tegangan Prategang Efektif [11]: !" = !" − !"## dimana: fi adalah tegangan prategang inisial dan Loss adalah total kehilangan tegangan prategang. METODE PENELITIAN
Kajian perilaku…, Gilang Bhisma Pratama, FT UI, 2013
Struktur Jembatan Gelagar Tipe Kanal Jembatan gelagar tipe kanal yang digunakan dimodelisasi dari struktur jembatan Villupuram yang sebenarnya di Tamil Nadu, India. Jembatan ini merupakan jembatan kereta api 1 lajur dengan menggunakan material beton dan tendon prategang. Dalam kajiannya, diambil satu bagian bentang jembatan saja dengan panjang bentang 20.26 meter. Penampang yang digunakan menyerupai huruf U dengan dimensi sebagai berikut:
Gambar 4. Detail Dimensi Penampang U Sumber : Devdas Menon dan Vurugonda Raju (2013) [13]
Trase tendon yang digunakan adalah parabolik dengan pengaturan sebagai berikut:
Kajian perilaku…, Gilang Bhisma Pratama, FT UI, 2013
Gambar 5. Detail Trase Tendon Pada Berbagai Lokasi Tinjau di Jembatan Sumber : Devdas Menon dan Vurugonda Raju (2013) [13]
Spesifikasi Material Material utama yang digunakan adalah beton dan tendon prategang seperti dijelaskan pada tabel 1: Tabel 1. Spesifikasi Material Tendon Prategang Nomor 8 Selain Nomor 8 Low Relaxation Strand Kelas II 191100000 0.000592 0.001184 676.2 1617
Beton Mutu/Jenis M45 2 Modulus Elastisitas (kN/m ) 33500000 Poisson's Ratio 0.2 3 Berat Jenis (kN/m ) 24 2 Luas Penampang (m ) 4.89 Gaya Tarik (kN)
Sumber : Devdas Menon dan Vurugonda Raju (2013) [13]
Pembebanan § Beban Mati (D) : adalah berat dari struktur jembatan itu sendiri. § Beban Mati Tambahan (SI) : adalah beban mati yang ditambahkan, yaitu ballast [3] setebal 400 mm dan bantalan [18] dengan berat total 8.47 kN/m2. § Beban Prategang (P) : adalah beban dari kontribusi tendon-tendon prategang § Beban Hidup (L) : adalah beban pengujian lapangan (berdasarkan Indian Railway Standard pasal 18.2.3) berupa karung-karung berisi pasir dengan berat keseluruhan 4808 kN (50.278 kN/m2). Kombinasi Pembebanan Kombinasi pembebanan yang digunakan pada tahap perbandingan hasil (lendutan, gaya normal dan momen lentur) dengan pemodelan Raju dan hasil percobaan lapangan Menon hanya beban hidup (L) saja sedangkan kombinasi yang digunakan pada saat simulasi parametrik adalah kombinasi pada daya layan (1 D + 1 SI + 1 P + 1 L) [3]. Pemodelan dan Metode yang Digunakan
Kajian perilaku…, Gilang Bhisma Pratama, FT UI, 2013
Untuk melakukan kajian perilaku jembatan, dilakukan percobaan lapangan oleh Menon berupa pemberian beban karung-karung pasir yang mengacu pada Indian Railway Standard pasal 18.2.3.
Gambar 6. Percobaan Lapangan dengan Pembebanan Karung-Karung Pasir Sumber : Devdas Menon dan Vurugonda Raju (2010) [12]
Dari percobaan ini diperoleh data lendutan khususnya pada tengah bentang. Untuk memperoleh data berupa gaya normal dan momen lentur dan membandingkannya dengan pemodelan Raju, perlu dilakukan pemodelan dengan alat bantu perangkat lunak komputer berbasis Metode Elemen Hingga salah satunya SAP2000. Pemodelan yang digunakan mengacu pada pemodelan Raju yaitu memodelkan struktur jembatan sebagai elemen cangkang (shell) kuadrilateral bernodal empat dengan tendon prategang dimodelkan sebagai beban, mengikuti fitur yang terdapat pada bridge wizard serta perletakan yang dimodelkan sebagai pegas elastomer. Setelah hasil pemodelan mendekati hasil pemodelan Raju, dilakukan simulasi parametrik untuk menganalisis lendutan dan tegangan yang dihasilkan seiring dengan berbagai variasi yang digunakan.
Gambar 7. Model Cangkang Kuadrilateral Bernodal Empat dari Jembatan Gelagar Kanal Sumber : Olahan Sendiri (2013)
Simulasi Parametrik
Kajian perilaku…, Gilang Bhisma Pratama, FT UI, 2013
Dilakukan peninjauan lendutan dan tegangan di tengah bentang untuk berbagai variasi: § Variasi mutu beton : setiap mutu beton f’c 30, f’c 35, f’c 40, f’c 45, f’c 50 MPa § Variasi umur jembatan : setiap umur 2 bulan, 6 bulan, 1 tahun, 2 tahun § Variasi kelembapan relatif lingkungan : pada tingkat kelembapan 55%, 65%, 75% HASIL PENELITIAN Lendutan Struktur di Tengah Bentang Tabel 2. Perbandingan Lendutan Pemodelan Penulis vs Raju vs Menon Numerik Penulis, Sendi (mm)
Numerik Numerik Eksperimen Penulis, { 1 } -‐ { 3 } { 1 } -‐ { 4 } { 2 } -‐ { 3 } { 2 } -‐ { 4 } Raju [13] Menon [10] Pegas (%) (%) (%) (%) (mm) (mm) (mm)
1202 2404
{ 1 } 2.3 4.6
{ 2 } 2.4 4.8
{ 3 } 2.1 4.3
{ 4 } 0.9 4.1
{ 5 } 9.52 6.98
{ 6 } 155.56 12.20
{ 7 } 14.29 11.63
{ 8 } 166.67 17.07
3606 4808
6.8 9.1
7.2
6.5 8.6
6.9 8.6
4.62 5.81
1.45 5.81
10.77 11.63
4.35 11.63
Beban (kN)
9.6
Sumber : Olahan Sendiri (2013)
Pembebanan (kN)
Perbandingan Lendutan di Tengah Bentang vs Pembebanan 5000
Eksperimental Menon [10]
4000 3000
Hasil Numerik Raju [13]
2000 1000
Hasil Numerik Penulis, Pegas
0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Hasil Numerik Penulis, Sendi
Lendutan (mm)
Gambar 8. Grafik Perbandingan Lendutan di Tengah Bentang vs Pembebanan Sumber : Olahan Sendiri (2013)
Gaya Normal Pada Penampang di Tengah Bentang
Kajian perilaku…, Gilang Bhisma Pratama, FT UI, 2013
Tabel 3. Perbandingan Gaya Normal Pemodelan Penulis vs Raju
Titik Bagian 1 2 3 4
Sayap Badan
5
Numerik Penulis Dengan Mesh 50x50 cm2 (kN/m) { 1 } -‐2000 -‐3378 -‐3378 1673
Numerik Penulis Dengan Mesh 20x20 cm2 (kN/m) { 2 } -‐2012 -‐3409 -‐3409 1705
Numerik Raju [13] (kN/m) { 3 } -‐2439 -‐3490 -‐3490 1770
{ 1 } -‐ { 3 } (%)
{ 2 } -‐ { 3 } (%)
{ 4 } 18.00 3.21 3.21 5.48
{ 5 } 17.51 2.32 2.32 3.67
1673
1705
1770
5.48
3.67
1300 1673 1673 -‐3378 -‐3378 -‐2000
1303 1705 1705 -‐3409 -‐3409 -‐2012
1368 1770 1770 -‐3490 -‐3490 -‐2439
4.97 5.48 5.48 3.21 3.21 18.00
4.75 3.67 3.67 2.32 2.32 17.51
Dek 6 7 8 9 10 11
Badan Sayap
Sumber : Olahan Sendiri (2013)
Gambar 9. Perbandingan Gaya Normal Pemodelan Penulis vs Raju Sumber : Olahan Sendiri (2013)
Momen Pada Penampang di Tengah Bentang Tabel 3. Perbandingan Momen Pemodelan Penulis vs Raju
Titik Bagian 1 2 3 4 5
Sayap Badan Dek Badan
Numerik Penulis Dengan Mesh 50x50 cm2 (kN/m) { 1 } 0 1.6 -‐13.5 100.5 -‐13.5
Numerik Penulis Dengan Mesh 20x20 cm2 (kN/m) { 2 } 0 1.55 -‐14.2 102 -‐14.2
Numerik Raju [13] (kN/m) { 3 } 0 1.36 -‐16.4 111 -‐16.4
{ 1 } -‐ { 3 } (%)
{ 2 } -‐ { 3 } (%)
{ 4 } 0.00 17.65 17.68 9.46 17.68
{ 5 } 0.00 13.97 13.41 8.11 13.41
Kajian perilaku…, Gilang Bhisma Pratama, FT UI, 2013
6 7
Sayap
1.6 0
1.55 0
1.36 0
17.65 0.00
Sumber : Olahan Sendiri (2013)
13.97 0.00
Gambar 10. Perbandingan Momen Pemodelan Penulis vs Raju Sumber : Olahan Sendiri (2013)
Simulasi Parametrik § Variasi mutu beton :
Lendutan (mm)
Lendutan vs Mutu Beton, Umur 2 Tahun 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1
1202 kN
2404 kN
3606 kN
4808 kN
f'c 30
2
4.7
7.4
10.1
f'c 35
1.9
4.5
7
9.6
f'c 40
1.7
4.1
6.5
9
f'c 45
1.7
4.1
6.5
8.8
f'c 50
1.7
4
6.3
8.6
Gambar 11. Grafik Hubungan Lendutan dan Mutu Beton Sumber : Olahan Sendiri (2013)
Kajian perilaku…, Gilang Bhisma Pratama, FT UI, 2013
Tegangan (kN/m2)
Tegangan Serat Atas Beton (Tekan) 4150 4100 4050 4000 3950 3900 3850 3800
F'c 30 Mpa
F'c 35 Mpa
F'c 40 Mpa
F'c 45 Mpa
F'c 50 Mpa
2 Bulan
4061
4069
4081
4083
4087
6 Bulan
3970
3979
3992
3995
3999
1 Tahun
3932
3942
3956
3959
3964
2 Tahun
3908
3918
3933
3936
3941
Tegangan (kN/m2)
Tegangan Serat Bawah Beton (Tarik) 1100 1050 1000 950 900 850 800 750 700 650 600
F'c 30 Mpa
F'c 35 Mpa
F'c 40 Mpa
F'c 45 Mpa
F'c 50 Mpa
2 Bulan
784
772
753
749
743
6 Bulan
934
919
897
893
885
1 Tahun
997
980
957
952
944
2 Tahun
1036
1019
994
990
981
Gambar 12. Grafik Hubungan Tegangan dan Mutu Beton Sumber : Olahan Sendiri (2013)
§ Variasi umur jembatan :
Kajian perilaku…, Gilang Bhisma Pratama, FT UI, 2013
Lendutan (mm)
Lendutan vs Umur Jembatan, Mutu Beton F'c 50 MPa 10 8 6 4 2 0
1202 kN
2404 kN
3606 kN
4808 kN
2 Bulan
1.4
3.8
6.1
8.4
6 Bulan
1.6
3.9
6.2
8.5
1 Tahun
1.6
3.9
6.3
8.6
2 Tahun
1.7
4
6.3
8.6
Gambar 13. Grafik Hubungan Lendutan dan Umur Jembatan
Tegangan (kN/m2)
Sumber : Olahan Sendiri (2013)
Tegangan Serat Atas Beton (Tekan) 4150 4100 4050 4000 3950 3900 3850 3800
2 Bulan
6 Bulan
1 Tahun
2 Tahun
F'c 30 Mpa
4061
3970
3932
3908
F'c 35 Mpa
4069
3979
3942
3918
F'c 40 Mpa
4081
3992
3956
3933
F'c 45 Mpa
4083
3995
3959
3936
F'c 50 Mpa
4087
3999
3964
3941
Kajian perilaku…, Gilang Bhisma Pratama, FT UI, 2013
Tegangan (kN/m2)
Tegangan Serat Bawah Beton (Tarik) 1100 1050 1000 950 900 850 800 750 700 650 600
2 Bulan
6 Bulan
1 Tahun
2 Tahun
F'c 30 Mpa
784
934
997
1036
F'c 35 Mpa
772
919
980
1019
F'c 40 Mpa
753
897
957
994
F'c 45 Mpa
749
893
952
990
F'c 50 Mpa
743
885
944
981
Gambar 14. Grafik Hubungan Tegangan dan Umur Jembatan Sumber : Olahan Sendiri (2013)
§ Variasi kelembapan relatif lingkungan :
Lendutan (mm)
Lendutan vs Pembebanan, Umur 2 Tahun 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
1202 kN
2404 kN
3606 kN
4808 kN
55%
1.9
4.3
6.7
9.1
65%
1.8
4.2
6.6
9
75%
1.7
4.1
6.5
8.9
Gambar 15. Grafik Hubungan Lendutan dan Kelembapan Relatif Lingkungan Sumber : Olahan Sendiri (2013)
Kajian perilaku…, Gilang Bhisma Pratama, FT UI, 2013
Tegangan (kN/m2)
Tegangan Serat Atas Beton (Tekan) 4150 4100 4050 4000 3950 3900 3850 3800 3750 3700
2 Bulan
6 Bulan
1 Tahun
2 Tahun
55%
4028
3923
3880
3853
65%
4063
3964
3930
3906
75%
4098
4015
3981
3960
Tegangan Serat Bawah Beton (Tarik) Tegangan (kN/m2)
1200 1000 800 600 400 200 0
2 Bulan
6 Bulan
1 Tahun
2 Tahun
55%
839
1011
1082
1126
65%
782
935
998
1038
75%
724
860
915
951
Gambar 16. Grafik Hubungan Tegangan dan Kelembapan Relatif Lingkungan Sumber : Olahan Sendiri (2013)
PEMBAHASAN Lendutan Struktur di Tengah Bentang Berdasarkan tabel dan grafik, ternyata ada kemiripan hasil yang diperoleh antara analisis numerik penulis dengan analisis numerik Raju dan hasil eksperimental Menon. Semakin bertambah pembebanannya, lendutan yang terjadi juga semakin bertambah. Terjadi selisih yang cukup besar antara hasil analisis numerik dengan hasil eksperimental pada tahap awal pembebanan. Hal ini terjadi dimungkinkan karena pada pengaplikasian beban 1202 kN yang pertama, diletakkan secara serempak dan merata. Pada kenyataannya di lapangan, beban sangat sulit untuk diletakkan secara serempak dan merata secara langsung sehingga lendutan
Kajian perilaku…, Gilang Bhisma Pratama, FT UI, 2013
yang terjadi pada eksperimen di lapangan lebih kecil. Selain itu perbedaan penggunaan perletakan pada analisis numerik maupun pada eksperimen lapangan mempengaruhi besarnya lendutan yang terjadi. Pada umumnya, penggunaan perletakan pegas akan menghasilkan lendutan yang lebih besar. Juga karena adanya pengaruh suhu pada saat pembebanan di lapangan (hasil eksperimental) yang tidak diperhitungkan dalam pemodelan analisis numerik. Gaya Normal dan Momen Pada Penampang di Tengah Bentang Berdasarkan tabel perbandingan gaya dan momen secara keseluruhan hasil analisis numerik penulis memiliki kemiripan dengan hasil analisis numerik Raju. Meskipun demikian ada selisih yang cukup kecil baik pada gaya maupun momen yang terjadi pada bagian badan dan dek. Selisih ini terjadi kemungkinan karena beberapa faktor penyebab diantaranya perbedaan metode yang digunakan oleh penulis dalam memodelkan struktur. Penulis menggunakan bantuan Bridge Wizard, sedangkan Raju melakukan pemodelan satu demi satu secara manual. Pada Bridge Wizard ada beberapa langkah yang secara otomatis dilakukan oleh wizard dan tidak dilakukan penulis secara manual sehingga ada kemungkinan perbedaan hasil. Selain itu dengan menggunakan Bridge Wizard, meshing pada pemodelan dibentuk secara otomatis. Sedangkan Raju membagi meshing secara manual satu persatu. Perbedaan ukuran mesh yang dibentuk, sangat mempengaruhi perbedaan hasil yang diperoleh. Dapat terlihat bahwa semakin kecil ukuran mesh, hasil yang diperoleh akan semakin presisi dan mendekati dengan hasil pemodelan Raju. Simulasi Parametrik
§ Variasi Mutu Beton : Pada kajian ini, penulis meninjau hubungan lendutan serta tegangan terhadap mutu beton yang ditinjau pada setiap umur jembatan (2 bulan, 6 bulan, 1 tahun dan 2 tahun). Namun, penulis hanya menampilkan contoh grafik pada umur 2 tahun saja. Dari grafik hubungan lendutan dan mutu beton dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi mutu beton yang digunakan pada struktur jembatan, lendutan yang ditimbulkan akibat pembebanan akan semakin kecil dan sebaliknya, semakin rendah mutu beton yang digunakan maka lendutan yang ditimbulkan akibat pembebanan akan semakin besar. Besar kecil nya lendutan yang terjadi ini dipengaruhi oleh modulus elastisitas beton yang berbeda-beda berdasarkan mutu nya. Semakin tinggi mutu beton yang digunakan, modulus elastisitas juga semakin tinggi, struktur akan semakin kuat sehingga lendutan akan semakin kecil.
Kajian perilaku…, Gilang Bhisma Pratama, FT UI, 2013
Dari grafik hubungan tegangan dan mutu beton, semakin tinggi mutu beton yang digunakan, tegangan tarik yang terjadi semakin kecil sedangkan tegangan tekan semakin membesar. Mutu beton semakin tinggi maka besar modulus elastisitas akan semakin tinggi juga. Struktur akan semakin kuat sehingga lendutan yang dihasilkan akan semakin kecil. Lendutan yang semakin kecil akan mengurangi tegangan tarik yang terjadi terutama di serat bawah beton. Selain itu mutu beton yang semakin tinggi dapat mengurangi kehilangan tegangan prategang sehingga tegangan tekan yang terjadi di serat atas beton semakin meningkat.
§ Variasi Umur Jembatan : Pada kajian ini, penulis meninjau hubungan lendutan serta tegangan terhadap umur jembatan yang ditinjau pada setiap mutu beton (f’c 30, f’c 35, f’c 40, f’c 45 dan f’c 50 MPa). Namun, penulis hanya menampilkan contoh grafik pada mutu beton f’c 50 MPa saja. Dari grafik hubungan lendutan dan umur jembatan dapat disimpulkan bahwa semakin bertambah umur struktur jembatan, lendutan yang ditimbulkan akibat pembebanan akan semakin besar. Besar kecil nya lendutan yang terjadi ini dipengaruhi oleh kehilangan tegangan prategang jangka panjang. Kehilangan yang bersifat jangka panjang adalah kehilangan akibat rangkak (creep), susut (shrinkage) dan relaksasi (relaxation) yang terjadi akibat akumulasi rangkak dan susut. Semakin bertambah umur struktur jembatan, kehilangan akibat rangkak dan susut akan semakin besar, sedangkan kehilangan akibat relaksasi baja akan semakin kecil. Dengan berkurangnya tegangan prategang akibat pengaruh kehilangan tersebut, maka camber akibat prategang akan berkurang, sehingga lendutan akan menjadi besar. Dari grafik hubungan tegangan dan umur jembatan semakin tua umur jembatan, tegangan tarik yang terjadi semakin besar sedangkan tegangan tekan semakin kecil. Umur jembatan semakin tua maka kehilangan tegangan prategang akan semakin besar sehingga tegangan tekan yang terjadi di serat atas beton semakin menurun. Di lain pihak, akibat dari membesarnya kehilangan tegangan prategang mengakibatkan lendutan akan semakin besar. Lendutan yang semakin besar akan mengakibatkan tegangan tarik di serat bawah beton semakin bertambah.
§ Variasi Kelembapan Relatif Lingkungan : Pada kajian ini, penulis meninjau hubungan lendutan serta tegangan terhadap kelembapan relatif lingkungan yang ditinjau pada setiap umur jembatan (2 bulan, 6 bulan, 1 tahun dan 2 tahun). Namun, penulis hanya menampilkan contoh grafik pada umur 2 tahun
Kajian perilaku…, Gilang Bhisma Pratama, FT UI, 2013
saja. Dari grafik hubungan lendutan dan kelembapan, semakin besar kelembapan relatifnya lendutan yang terjadi akan semakin kecil dan sebaliknya semakin kecil kelembapan relatifnya lendutan yang terjadi akan semakin besar. Kehilangan prategang yang dipengaruhi oleh kelembapan relatif ada dua, yaitu rangkak dan susut. Creep (rangkak) akan berkurang jika humidity (kelembapan relatif) dari ambient conditions meningkat [17]. Hal ini diperkuat juga oleh pernyataan Bamforth, Chisholm, Gibbs dan Harrison yang mengatakan bahwa creep akan lebih banyak terjadi pada kondisi lingkungan yang lebih kering [4]. Selain itu, Nawy juga menyatakan bahwa pertumbuhan shrinkage (susut) akan semakin rendah pada kondisi lingkungan dengan kelembapan relatif yang tinggi [14].
Dapat disimpulkan bahwa
kelembapan relatif sangat mempengaruhi kehilangan tegangan prategang khususnya rangkak dan susut. Rangkak dan susut yang semakin kecil akan menyebabkan
lendutan yang
dihasilkan akibat pembebanan akan semakin kecil dan sebaliknya semakin kecil kelembapan relatifnya kehilangan tegangan prategang akibat rangkak dan susut akan semakin besar sehingga lendutan yang dihasilkan akibat pembebanan akan semakin besar. Dari grafik hubungan tegangan dan kelembapan, semakin besar kelembapan relatif tegangan tekan pada serat atas beton akan semakin meningkat sedangkan tegangan tarik serat bawah beton akan semakin berkurang. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, semakin lembab kondisi lingkungan akan cenderung mengurangi kehilangan tegangan prategang terutama akibat rangkak dan susut. Apabila kehilangan tegangan prategang semakin kecil, maka tegangan yang bersifat tekan pada serat atas beton akan semakin besar sedangkan tegangan yang bersifat tarik pada serat bawah beton akan semakin kecil, seiring juga dengan semakin kuatnya struktur jembatan.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis, penulis dapat menarik beberapa kesimpulan: 1. Perbandingan lendutan struktur, gaya normal dan momen lentur antara analisis numerik penulis dengan analisis numerik Raju dan hasil eksperimen lapangan Menon memiliki kemiripan hasil. 2. Semakin tinggi mutu beton yang digunakan, pada titik tinjau di tengah bentang: lendutan semakin kecil, tegangan serat atas beton (tekan) semakin besar dan tegangan serat bawah beton (tarik) semakin kecil.
Kajian perilaku…, Gilang Bhisma Pratama, FT UI, 2013
3. Semakin bertambah umur jembatan, pada titik tinjau di tengah bentang: lendutan semakin besar, tegangan serat atas beton (tekan) semakin kecil dan tegangan serat bawah beton (tarik) semakin besar. 4. Semakin tinggi kelembapan relatif suatu lingkungan, pada titik tinjau di tengah bentang: lendutan semakin kecil, tegangan serat atas beton (tekan) semakin besar dan tegangan serat bawah beton (tarik) semakin kecil. SARAN Berikut adalah saran dan masukan apabila penelitian ini akan dilanjutkan atau digunakan sebagai acuan pada penelitian selanjutnya: 1. Pemilihan metode software yang akan digunakan dalam pemodelan struktur jembatan (dengan wizard/manual) hendaknya disesuaikan dengan seberapa kompleks struktur tersebut dan seberapa presisi hasil yang diharapkan. 2. Pemilihan elemen yang akan digunakan dalam memodelkan struktur jembatan (shellthin/shell-thick/solid) hendaknya disesuaikan dengan karakteristik ketebalan struktur dan arah pembebanannya. 3. Penggunaan sumber peraturan sebagai acuan diantaranya Indian Code (IRS) / Indonesian Code (SNI) / American Code (ACI) hendaknya disesuaikan dengan lokasi di mana pemodelan jembatan akan diterapkan. KEPUSTAKAAN 1. B. Gibbens, P. Selby Smith, and G. Joynson. (2004, May). Design-Construction of Sorell Causeway Channel Bridge, Hobart, Tasmania. PCI Journal. vol. 49, pp. 56-66. 2. Badan Standarisasi Nasional. (2004). Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan. RSNI-T-12-2004. 3. Badan Standarisasi Nasional. (2005). Standar Pembebanan untuk Jembatan. RSNI-T02-2005. 4. Bamforth, Chisholm, Gibbs, and Harrison. (2007). Properties of Concrete for Use in Eurocode 2. The Concrete Centre. 5. Barker, Richard M. and Jay A. Puckett. (2007). Design of Highway Bridges. New Jersey: John Wiley & Sons
Kajian perilaku…, Gilang Bhisma Pratama, FT UI, 2013
6. Bridgestone Corporation. (2010). High Damping Rubber Bearing (HDR) for Bridges. Accesed on April 17, 2013 from http://www.bridgestone.com/products/diversified/antiseismic_rubber/pdf/HRB2010_11.pdf 7. CSI. (2007). CSI Analysis Reference Manual for SAP2000, ETABS, and SAFE. California: Computer and Structures, Inc. 1995 University Avenue. 8. Government of India. (2003). Indian Railway Standards Code of Practice for Plain, Reinforced and Prestressed Concrete for General Bridge Construction. Indian Railway Standards. 9. Government of India. (2008). Rules Specifying the Loads for Design of Super-Structure and Sub-Structure of Bridges and For Assessment of the Strength of Existing Bridges. Indian Railway Standards. 10. Katili, Irwan. (2008). Metode Elemen Hingga untuk Analisis Tegangan. Depok: UI 11. Lin, T.Y. (1981). Design of Prestressed Concrete Structures. USA: John Wiley & Sons. 12. Menon, Devdas and V Raju. (2010). Analysis of Behaviour of U-Girder Bridge Decks. Proc of Int Conf on Advances in Civil Engineering. pp 28-32. 13. Menon, Devdas and V Raju. (2013). Personal Communication via Email. 14. Nawy, E.G. (2009). Prestressed Concrete A Fundamental Approach Fifth Edition. USA: Prentice Hall. 15. Nilson, Arthur H. (1987). Design of Prestressed Concrete. USA: John Wiley & Sons. 16. Parker, Sybil P. (2004). McGraw-Hill Concise Encyclopedia of Science and Technology Fifth Edition. New York: McGraw-Hill Book Co. 17. Tumilar, Steffie. (1996). Advanced Reinforced Concrete (Bidang Studi: Teknik Struktur). Depok: UI 18. WIKA Beton. Railway Concrete Products. Accesed on April 17, 2013 from http://www.wikabeton.co.id/index.php/component/option,com_phocadownload/downloa d,7/id,1/view,category/
Kajian perilaku…, Gilang Bhisma Pratama, FT UI, 2013