Nomor 8 Volume IV Juli 2006: 16-26
Spectra
KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH Sudiro Ika Wahyuni Harsari Teknik Lingkungan FTSP ITN Malang
ABSTRAKSI Industri tempe merupakan salah satu industri kecil yang menghasilkan limbah cair yang memiliki kandungan organik (KMnO 4 ) tinggi. Salah satu alternatif untuk menurunkan kandungan pencemar dari limbah tempe adalah dengan proses koagulasi-flokulasi-sedimentasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan koagulan kelor (Moringa Oleifera) dalam proses penurunan kandungan organik (KMnO 4 ) dengan variasi dosis koagulan, kecepatan putaran flokulasi dan waktu flokulasi serta untuk mengetahui kriteria desain pengolahan limbah cair industri tempe. Penelitian ini dilakukan secara batch menggunakan jar test dengan variasi dosis koagulan kelor (Moringa Oleifera) 0,5 gr/l, 1 gr/l, 1,5 gr/l, 2 gr/l dan 2,5 gr/l, variasi kecepatan putaran flokulasi 20 rpm dan 40 rpm, serta variasi waktu flokulasi 20 menit dan 30 menit. Metode analisa yang digunakan untuk mengetahui nilai kandungan organik (KMnO 4 ) adalah metode titrimetri dengan menghitung nilai permanganat value (PV). Hasil penelitian menunjukkan bahwa koagulan kelor (Moringa Oleifera) mampu untuk menurunkan kandungan organik (KMnO 4 ) dalam limbah cair industri tempe. Persentase penurunan tertinggi pada proses batch terjadi pada perlakuan penambahan dosis koagulan 2,5 gr/l, kecepatan putaran flokulasi 20 rpm dan waktu flokulasi 30 menit parameter kandungan organik (KMnO 4 ) sebesar 66,16%. Kriteria desain pengolahan adalah kecepatan putaran koagulasi 200 rpm, waktu koagulasi 1 menit, kecepatan putaran flokulasi 20 rpm, waktu flokulasi 30 menit, dan waktu sedimentasi 60 menit. Kata Kunci : Moringa Oleifera, KMnO 4 , Limbah Cair Industri Tempe.
PENDAHULUAN Latar Belakang Biji kelor yang berasal dari tanaman kelor (Moringa Oleifera) merupakan salah satu jenis koagulan yang ramah lingkungan dan berasal dari alam serta mempunyai efektifitas tinggi. Pemanfaatan biji kelor sebagai
16
Kandungan Organik Limbah Industri Tempe Sudiro dan Ika Wahyuni Harsari
koagulan alami bisa dijadikan suatu alternatif pengolahan limbah untuk mengurangi pencemaran lingkungan terutama perairan. Industri tempe merupakan salah satu industri kecil yang banyak dijumpai di Indonesia. Dalam proses produksinya, industri tempe memerlukan banyak air untuk pencucian dan perendaman kedelai, sehingga pada akhir proses menghasilkan limbah cair yang cukup banyak. Beban pencemar terbesar dalam limbah tempe adalah kandungan organik dan kekeruhan. Kandungan organik yang tinggi bila dibuang langsung ke badan air akan menimbulkan berkurangnya kandungan oksigen dalam air. Salah satu alternatf pengolahan limbah industri tempe adalah metode koagulasiflokulasi-sedimentasi dengan menggunakan koagulan alami. Tujuan Bertolak dari hal tersebut di atas, maka muncul ide studi untuk memanfaatkan biji kelor (Moringa Oleifera) sebagai koagulan dalam proses penurunan kandungan organik (KMnO 4 ) dalam limbah cair industri tempe. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui dosis optimum koagulan kelor serta pengaruh kecepatan putaran flokulasi dan waktu flokulasi dalam proses penurunan kandungan organik (KMnO 4 ) pada limbah cair industri tempe dalam reactor batch.
LANDASAN TEORI Biji Kelor (Moringa Oleifera)Sebagai Koagulan Biji kelor mempunyai berat molekul yang rendah dan bermuatan positif, diantaranya adalah K dan Na yang merupakan kandungan logamlogam alkali kuat. Dilihat dari komponen yang dikandungnya, maka biji kelor memenuhi kriteria sebagai zat yang dapat mengadakan ikatan tarik–menarik secara elektrostatis terhadap partikel lainnya. Selain itu, biji kelor yang telah dibuat serbuk dapat mudah larut dalam air maupun larutan. Parameter Kandungan Organik (KMnO 4 ) Pada umumnya zat organik berisikan kombinasi dari karbon, hidrogen, dan oksigen bersama-sama dengan nitrogen. Kandungan bahan organik dalam air dapat terurai menjadi zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan, diantaranya adalah NH 4 , H 2 S, SO 42- dan NO 3-. Kandungan bahan organik juga mempunyai potensi untuk menyerap oksigen. Adanya zat organik dalam air dapat diketahui dengan menentukan angka permanganatnya. Walaupun KMnO 4 sebagai oksidator yang dipakai tidak dapat mengoksidasi semua zat organik yang ada, namun cara ini sangat praktis dan cepat pengerjaannya.
17
Spectra
Nomor 8 Volume IV Juli 2006: 16-26
Industri Tempe Bahan baku utama yang digunakan untuk pembuatan tempe adalah kedelai. Proses pembuatan tempe memerlukan air yang banyak untuk proses perendaman dan pencucian kedelai. Tingginya konsumsi air dalam proses pembuatan tempe maka limbah yang dihasilkan lebih dominan berupa limbah cair. Karakteristik limbah tempe ada dua, yaitu (1) karakteristik fisika meliputi padatan total, suhu, warna, dan bau serta (2) karakteristik kimia adalah kandungan organik, bahan anorganik, dan gas. Proses Koagulasi-Flokulasi-Sedimentasi Koagulasi merupakan suatu proses pencampuran air baku dengan koagulan melalui pengadukan cepat dengan maksud untuk mendestabilkan partikel koloid yang menghasilkan inti flok. Pada umumnya proses koagulasi dilakukan dengan pengadukan cepat selama kurang lebih 1 menit dengan kecepatan putaran pengaduk lebih dari 100 rpm. Untuk air limbah gradient kecepatan (G) yang diperlukan pada umumnya 300/detik (Tom D. Reynolds, 1982). Flokulasi adalah proses penggabungan inti flok sehingga menjadi flok yang berukuran lebih besar (Ali Masduqi dan Agus Slamet, 2002). Proses flokulasi terjadi bila terdapat pengadukan lambat. Waktu pengadukan pada proses flokulasi pada limbah antara 20 sampai 30 menit. Dengan kecepatan putaran pengaduk kurang dari 100 rpm. Gradien kecepatan (G) yang diperlukan untuk pengolahan air limbah biasanya 20 sampai 75/detik (Tom D. Reynolds, 1982). Pada proses koagulasi dan flokulasi terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses yaitu: pH, garam, kekeruhan, jenis koagulan, temperatur, waktu detensi, dan pengadukan. Sementara itu, sedimentasi atau pengendapan adalah pemisahan solid-liquid secara gravitasi dimana partikel yang diendapkan adalah partikel flokulen yang terbentuk dari proses koagulasi-flokulasi. Partikel flokulen dapat berubah ukuran, bentuk dan beratnya pada saat pengendapan. Jar Test (Proses Batch) Jar test memberikan data mengenai kondisi optimum untuk parameterparameter di bawah ini: Dosis koagulan dan flokulan pH Kekeruhan dan warna Waktu pengadukan cepat dan lambat Nilai G (gradien kecepatan) pengadukan cepat dan lambat Beberapa manfaat yang diperoleh dari jar test untuk keberhasilan proses koagulasi dan flokulasi, yaitu:
18
Kandungan Organik Limbah Industri Tempe Sudiro dan Ika Wahyuni Harsari
Dapat memilih koagulan dan flokulan yang sesuai dengan jenis koloid yang terdapat di air baku. Dapat menentukan dosis optimal koagulan dan flokulan yang sesuai dengan kondisi air baku. Dapat menentukan nilai G dan T untuk proses pengadukan cepat dan lambat yang layak. Dapat membandingkan berbagai bentuk flok dan dapat menentukan ukuran flok yang ideal untuk bisa diendapkan. Dapat mempelajari pengaruh pH dan unsur lainnya terhadap proses koagulasi dan flokulasi. Dapat menghitung efisiensi proses koagulasi dan flokulasi.
METODOLOGI PENELITIAN Bahan dan Peralatan Penelitian Pada penelitian ini sampel limbah yang digunakan adalah limbah cair yang berasal dari industri tempe di Sanan, Kota Malang. Biji kelor (Moringa Oleifera) yang kering di pohon sebagai bahan koagulan. Bahan koagulan dibuat dengan langkah-langkah sebagai berikut: Mengupas kulit biji kelor hingga bersih. Menghaluskan biji kelor dengan menggunakan blender. Membuat larutan stok koagulan konsentrasi 50.000 mg/l dengan menambahkan aquadest. Peralatan yang digunakan untuk proses batch adalah jar test dengan 6 blade. Tahapan Penelitian Pada awal tahap penelitian dilakukan analisa pendahuluan untuk mengetahui kondisi awal limbah cair yang akan diolah. Parameter yang dianalisa adalah pH, suhu, dan kandungan organik. Langkah-langkah kerja proses batch adalah sebagai berikut: 1. Menyiapkan sampel limbah cair dengan menambahkan larutan NaOH 1N untuk menaikkan pH sampel limbah cair hingga pH 7. 2. Menyiapkan larutan koagulan dengan konsentrasi 0,5 gr/l; 1 gr/l; 1,5 g/l; 2 gr/l; 2,5 gr/l. 3. Memasukkan masing – masing 1 liter sampel limbah cair kedalam 5 buah beaker glass kemudian menambahkan koagulan dengan berbagai variasi dosis. 4. Melakukan pengadukan cepat dengan menggunakan jar test (kecepatan putaran 200 rpm) selama 1 menit. 5. Melakukan pengadukan lambat dengan kecepatan putaran jar test 20 rpm selama 20 menit. 6. Mengendapkan sampel selama 1 jam.
19
Nomor 8 Volume IV Juli 2006: 16-26
Spectra 7. 8.
Menganalisa parameter kekeruhan dan kandungan organik. Mengulangi langkah ke-3 sampai ke-7 dengan memvariasikan kecepatan putaran pengadukan lambat (40 dan 20 rpm) dan waktu pengadukan lambat selama (20 dan 30 menit).
Air Limbah Industri Tempe
Penyaringan & Pengendapan
Analisa Awal (pH, Suhu, Kandungan Organik (KMnO4)
Penambahan NaOH
Penambahan Larutan Koagulan (Biji Kelor)
Proses Jar Test
Pengendapan
Analisa Kandungan Organik (KMnO4)
Gambar 1. Diagram Alir Penyisihan Kandungan Proses Batch
Analisa Kandungan Organik (KMnO 4 ) Metode yang digunakan untuk analisa kandungan organik adalah metode titrimetri dengan menghitung nilai permanganat value (PV). Oksidator yang digunakan adalah KMnO 4 .
20
Kandungan Organik Limbah Industri Tempe Sudiro dan Ika Wahyuni Harsari
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Proses Batch Sebelum dilakukan penelitian, untuk mengetahui konsentrasi awal limbah cair industri tempe dilakukan analisa awal yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai Konsentrasi Awal Limbah Industri Tempe Parameter
Nilai
pH Kandungan Organik (KMnO 4 )
6 27.084 mg/l
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka data konsentrasi akhir kandungan organik (KMnO 4 ) dengan variasi waktu flokulasi, kecepatan putaran flokulasi dan dosis koagulan kelor (Moringa Oleifera) menggunakan jar test dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Nilai Konsentrasi Kandungan Organik (KMnO 4 ) Waktu Flokulasi (mnt)
Kecepatan Putaran Flokulasi (rpm)
20 20 40
20 30 40
Dosis Koagulan (gr/l) 0,5 1 1,5 2 2,5 0,5 1 1,5 2 2,5 0,5 1 1,5 2 2,5 0,5 1 1,5 2 2,5
Konsentrasi Kandungan Organik (mg/l) 1 19.421 18.165 15.747 12.734 9.793 20.860 18.651 16.065 14.684 12.641 15.499 13.282 12.085 10.431 9.159 17.054 15.642 14.692 12.329 11.844
2 19.422 18.159 15.752 12.746 9.789 20.853 18.649 16.075 14.697 12.648 15.487 13.277 12.091 10.438 9.168 17.057 15.652 14.703 12.330 11.871
3 19.459 18.186 15.745 12.752 9.806 20.855 18.632 16.052 14.701 12.631 15.466 13.257 12.088 10.415 9.165 17.081 15.632 14.687 12.313 11.835
Rata-rata (mg/l) 19.434 18.170 15.748 12.744 9.796 20.856 18.644 16.064 14.694 12.640 15.484 13.272 12.088 10.428 9.164 17.064 15.642 14.694 12.324 11.850
21
Nomor 8 Volume IV Juli 2006: 16-26
Spectra
Penurunan Kandungan Organik (KMnO 4 ) pada Proses Batch Dari data hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa, biji kelor (Moringa Oleifera) yang digunakan sebagai koagulan mampu menurunkan kandungan organik (KMnO 4 ) pada limbah cair industri tempe. Hasil penelitian pada Tabel 2 diplotkan ke grafik seperti pada Gambar 3.
Grafik Konsentrasi Kandungan Organik (KMnO4) Akhir Pada Proses Batch
9796 12640 9164 11850
7500
12744 14694 10428 12324
12088 14694
10000
15748 16064
12500
13272 15642
15000
18170 18644
17500
15484 17064
20000
19434 20856
Kandungan Organik (KMnO4 ) (mg/l)
22500
2
2,5
5000 2500 0 0,5
1
1,5
Dosis Koagulan (Moringa Oleifera) (gr/l) 20mnt/20rpm
20mnt/40rpm
30mnt/20rpm
30mnt/40rpm
Gambar 3. Grafik Konsentrasi Kandungan Organik (KMnO 4 ) Akhir pada Proses Batch
Tabel 2 dan Gambar 3 menunjukkan bahwa nilai konsentrasi akhir kandungan organik (KMnO 4 ) terendah sebesar 9.164 mg/l terdapat pada perlakuan waktu flokulasi 30 menit, kecepatan putaran flokulasi 20 rpm dengan penambahan dosis koagulan (Moringa Oleifera) 2,5 gr/l. Sedangkan nilai konsentrasi akhir kandungan organik (KMnO 4 ) tertinggi sebesar 20.856 mg/l terdapat pada perlakuan waktu flokulasi 20 menit, kecepatan putaran flokulasi 40 rpm dengan penambahan dosis koagulan (Moringa Oleifera) 0,5 gr/l.
22
Kandungan Organik Limbah Industri Tempe Sudiro dan Ika Wahyuni Harsari
Tabel 3. Nilai Persentase Penurunan Kandungan Organik (KMnO 4 ) pada Proses Batch Waktu Flokulasi (mnt)
Kecepatan Putaran Flokulasi (rpm)
20
20
40
20
30
40
Dosis Koagulan (gr/l)
% Penurunan Kandungan Organik
Rata - rata (%)
1
2
3
0,5
28,29
28,29
28,15
28,24
1
32,93
32,95
32,85
32,91
1,5
41,86
41,84
41,87
41,86
2
52,98
52,94
52,92
52,95
2,5
63,84
63,86
63,79
63,83
0,5
22,98
23,01
23,00
23,00
1
31,14
31,14
31,21
31,16
1,5
40,68
40,65
40,73
40,69
2
45,78
45,74
45,72
45,75
2,5
53,33
53,30
53,36
53,33
0,5
42,77
42,82
42,90
42,83
1
50,96
50,98
51,05
51,00
1,5
55,38
55,36
55,37
55,37
2
61,49
61,46
61,55
61,50
2,5
66,18
66,15
66,16
66,16
0,5
37,03
37,02
36,93
36,99
1
42,25
42,21
42,28
42,25
1,5
45,75
45,71
45,77
45,74
2
54,48
54,47
54,54
54,50
2,5
56,27
56,17
56,30
56,25
23
Nomor 8 Volume IV Juli 2006: 16-26
Spectra
20 10
66,16 56,25
63,83 53,33
55,37 45,74
41,86 40,69
30
32,91 31,16
40
42,83 36,99
50
51,00 42,25
60
52,95 45,75 61,50 54,50
70
28,24 23,00
% Penurunan Kandungan Organik (KMnO4)
Grafik Persentase Penurunan Kandungan Organik (KMnO4) Pada Proses Batch
0 0,5
1
1,5
2
2,5
Dosis Koagulan (Moringa Oleifera) (gr/l) 20mnt/20rpm
20mnt/40rpm
30mnt/20rpm
30mnt/40rpm
Gambar 4. Grafik Persentase Penurunan Kandungan Organik (KMnO 4 ) pada Proses Batch
Berdasarkan Tabel 3 dan Gambar 4 didapatkan prosentase penurunan kandungan organik (KMnO 4 ) berada di antara 23% - 66,16%. Untuk prosentase penurunan terendah sebesar 23% terjadi pada perlakuan waktu flokulasi 20 menit, kecepatan putaran flokulasi 40 rpm dengan penambahan dosis koagulan (Moringa Oleifera) 0,5 gr/l. Sedangkan untuk persentase tertinggi sebesar 66,16% terjadi pada perlakuan waktu flokulasi 30 menit, kecepatan putaran flokulasi 20 rpm dengan penambahan dosis koagulan (Moringa Oleifera) 2,5 gr/l. Untuk nilai korelasinya dapat dinyatakan bahwa variasi penambahan dosis koagulan (Moringa Oleifera) mempunyai pengaruh terbesar dalam persentase penurunan kandungan organik (KMnO 4 ) air limbah industri tempe. Dapat dijelaskan disini bahwa zat organik merupakan salah satu penyebab kekeruhan dalam air (Sri Sumestri dkk, 1984). Dengan demikian, secara tidak langsung kandungan organik dalam air limbah menurun seiring dengan menurunnya kekeruhan. Semakin besar dosis koagulan (Moringa Oleifera) yang ditambahkan pada saat proses koagulasi, maka akan meningkatkan destabilitas zat organik yang terkandung dalam air limbah. Mekanisme dari proses koagulasi dengan koagulan (Moringa Oleifera) terdapat pada kemampuan adsorpsi dan netralisasi muatan koloid (Ndabingengsere dkk, 1995). Bahan aktif dalam ekstrak biji kelor (Moringa Oleifera) adalah protein kationik yang mempunyai berat molekul sekitar 13 kDa dan nilai isoelektrik antara 10 - 11. Protein yang terkandung dalam larutan koagulan (Moringa Oleifera) bermuatan positif akan menarik muatan negatif yang terdapat pada limbah cair industri tempe. Ikatan antara muatan 24
Kandungan Organik Limbah Industri Tempe Sudiro dan Ika Wahyuni Harsari
positif dan negatif akan membentuk inti flok. Kemudian flok-flok yang telah terbentuk akan mengendap pada saat proses sedimentasi. Semakin besar flok yang dihasilkan, maka akan semakin besar gaya beratnya, sehingga akan lebih mudah mengendap. Kecepatan putaran flokulasi juga berpengaruh terhadap prosentase penurunan kandungan organik (KMnO 4 ) air limbah industri tempe. Berdasarkan analisa korelasi hubungan kedua variabel lemah. Hubungan kedua variabel mempunyai sifat bertolak belakang yang berarti semakin besar kecepatan flokulasi, maka persentase penurunan kandungan organik (KMnO 4 ) limbah cair tempe semakin kecil. Lemahnya hubungan antara prosentase penurunan kandungan organik (KMnO 4 ) dengan kecepatan putaran flokulasi disebabkan karena kecepatan putaran flokulasi tidak berhubungan secara langsung dengan proses penurunan kandungan organik (KMnO 4 ). Nilai prosentase penurunan konsentrasi kandungan organik (KMnO 4 ) menunjukkan bahwa pada kecepatan putaran flokulasi 20 rpm lebih tinggi dari kecepatan putaran flokulasi 40 rpm. Hal ini disebabkan oleh pecahnya kembali flok yang telah terbentuk, sehingga partikelpartikelnya kembali stabil dan gaya beratnya menurun yang pada akhirnya flok sulit mengendap. Hubungan antara prosentase penurunan kekeruhan dengan waktu flokulasi yang sedang (tidak kuat) dikarenakan waktu flokulasi tidak berhubungan langsung dengan proses penurunan kandungan organik (KMnO 4 ). Nilai prosentase penurunan kandungan organik pada waktu flokulasi 20 menit lebih kecil daripada waktu flokulasi 30 menit. Semakin lama waktu flokulasi, maka akan semakin banyak kesempatan untuk pembentukan flok–flok kecil menjadi flok yang lebih besar, sehingga memudahkan untuk mengendap. Berdasarkan analisa regresi, 94,7% penurunan kekeruhan pada limbah cair industri tempe dipengaruhi oleh variabel waktu flokulasi, kecepatan putaran flokulasi, dan dosis koagulan (Moringa Oleifera). Sedangkan sisanya sebesar 5,3% persentase penurunan kandungan organik (KMnO 4 ) dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti pH, temperatur, padatan tersuspensi, waktu detensi sedimentasi, komposisi, serta konsentrasi kation dan anion yang terkandung dalam air limbah. Penurunan konsentrasi kandungan organik (KMnO 4 ) selanjutnya dapat diprediksi menggunakan persamaan regresi, dimana untuk memprediksi prosentase penurunan kandungan organik (KMnO 4 ) pada limbah cair industri tempe sebaiknya menitikberatkan pada besar dosis koagulan (Moringa Oleifera) yang ditambahkan pada proses koagulasi. Hal ini karena variabel tersebut mempunyai pengaruh yang besar dan mempunyai korelasi yang kuat dalam persentase penurunan kandungan organik (KMnO 4 ) dibandingkan dengan variabel kecepatan flokulasi dan waktu flokulasi. Selain itu jika memperbesar waktu flokulasi dengan debit limbah yang tetap, maka akan memperbesar volume bak flokulasi pada proses kontinyu dan bisa menyebabkan pecahnya kembali flok yang telah terbentuk karena terlalu lamanya proses 25
Spectra
Nomor 8 Volume IV Juli 2006: 16-26
flokulasi. Untuk variabel kecepatan putaran flokulasi jika semakin diturunkan maka nilai gradient kecepatannya tidak tercapai dan akan menimbulkan pengendapan pada proses flokulasi.
KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pada proses batch didapatkan nilai dosis koagulan kelor(Moringa Oleifera) yang terbaik adalah 2,5 gr/lt. Dengan prosentase penurunan kandungan organik (KMnO 4 ) tertinggi 66,16%, terjadi pada perlakuan waktu flokulasi 30 menit dan kecepatan putaran flokulasi 20 rpm. 2. Waktu flokulasi mempunyai pengaruh yang lebih kecil terhadap penurunan kandungan organik (KMnO 4 ) dibandingkan dengan kecepatan putaran flokulasi.
DAFTAR PUSTAKA Firdausy, Enita. 1999. Studi Kemampuan Biji Kelor (Moringa Oleifera) Untuk Menurunkan Kekeruhan Influen Pengolahan Limbah PT. PIER. Skripsi Jurusan Teknik Lingkungan. Malang: Institut Teknologi Nasional Malang. Herlambang, Arie. 2002. Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu-Tempe. BPPT Lingkungan Jakarta dan Bapedalda Samarinda. Masduqi, A dan Agus, S. 2002. Satuan Operasi. Jurusan Teknik Lingkungan. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Ndabigengesere, A and Narsiah, K.S. 1998. Quality of Water Treated by Coagulation Using Moringa Oliefera Seed. Water Research Journal. Volume 32 No. 3. pp 781-791. Slamet, A dan Ali M. 2000. Satuan Proses. Jurusan Teknik Lingkungan. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Sutherland, J.P. and Folkard, G.K (2001). The Use Of Moringa Oleifera Seeds as A Natural Coagulant for Water and Waste Water Treatment. Entry from: www.moringanews.org/documents/Folkard.doc.
26