Prosiding Seminar Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pemanfaatan Bahan Baku Lokal Yogyakarta, 5 Desember 2007
ISBN : 978-979-799-147-0
KAJIAN PEMANFAATAN LIMBAH PENYULINGAN MINYAK KAYU PUTIH SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF UNTUK UMKM INDUSTRI TAHU DI GUNUNGKIDUL – YOGYAKARTA Suharto, S.K. Wahono, H. Julendra UPT Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia – LIPI Desa Gading, Kecamatan Playen, Kab. Gunungkidul, D.I. Yogyakarta E-mail :
[email protected] Abstrak Kabupaten Gunungkidul merupakan salah satu dari kabupaten di propinsi DI Yogyakarta dengan luas wilayah 1485,36 km² atau 46,63% dari total luas wilayah DI Yogyakarta. Wilayah ini memiliki topografi yang bergunung-gunung, dominasi batuan gamping, solum tanah tipis, miskin unsur hara serta sumber air permukaan terbatas, membuat kondisi fisik tanah bersifat marginal. Di Gunungkidul terdapat industri penyulingan minyak kayu putih yang menghasilkan limbah berupa residu hasil penyulingan minyak kayu putih yang dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif. Salah satu UMKM industri tahu yang ada di Sumbermulyo, Kepek, Wonosari, Gunungkidul telah berhasil memanfaatkan limbah penyulingan minyak kayu putih tersebut sebagai subtitusi kayu bakar untuk bahan bakar ketel uap yang dipergunakan untuk produksi tahu dengan bahan baku kedelai sebanyak 600 kg per hari. Hasil perhitungan neraca massa dan energi diperoleh efisiensi dari ketel tahu sebesar 46,6%, sedangkan penghematan biaya Rp 130.000,- per hari dibandingkan jika menggunakan kayu bakar. Kata Kunci: Efisiensi Ketel, Industri Tahu, Limbah Minyak Kayu Putih, Penghematan Biaya
USAGE OF EUCALYPTUS OIL DISTILLATION WASTE AS ALTERNATIVE ENERGY SOURCE FOR MICRO, SMALL, MEDIUM SIZED ENTERPRIZES TRADITIONAL TOFU INDUSTRY IN GUNUNGKIDUL - YOGYAKARTA Abstract Gunungkidul region is located in D.I. Yogyakarta province. The region of Gunungkidul is 1485.36 km² in width or 46.63% of D.I YOGYAKARTA width. This region has mountainous topography, domination of limestone rock, thin soil, ground solum, poor of element of nutrient and limited surface water, makes condition of physical of land to have the character of marginal. In Gunungkidul, there is distillation industry of eucalyptus oil. Its yielded waste in the from distillation process that is serve the purpose of alternative energy source. One of industrial UMKM tahu (traditional food from soybean) in Sumbermulyo, Kepek, Wonosari, Gunungkidul has successfully exploits distillation waste of the eucalyptus oil as substitution of firewood for steaming kettle fuel utilized to produce tahu with soy as raw material 600 kg per day. Result in of calculation of mass balance and energy are obtained: efficiency from boiler to know equal to 46.6%, while cost-saving Rp 130,000,- per day compared if using firewood. Key Words: Boiler Efficiency, Tahu Industry, Eucalyptus Oil Waste, Cost-Saving Pendahuluan Kabupaten Gunungkidul merupakan salah satu dari kabupaten di propinsi DIY dengan luas wilayah 1485,36 km² atau 46,63% dari total luas wilayah DIY. Kondisi wilayahnya bergununggunung. Pola penggunaan lahan pada tahun 2006 terbanyak berupa tegalan (52% dari luas keseluruhan wilayah Gunungkidul) sedangkan sawah hanya 6%. Topografi yang bergununggunung, dominasi batuan gamping, solum tanah tipis, miskin unsur hara serta sumber air permukaan terbatas, membuat kondisi fisik tanah
bersifat marginal, kondisi tersebut mengakibatkan hasil produksi pertanian yang cocok ditanam hanya produk pertanian bernilai rendah yaitu berupa polowijo (jagung, kacang, kedelai, ganyong, singkong). Selain kondisi alam yang marginal, kepemilikan lahan petani rata-rata hanya sempit (< 0,5 ha), bermodal usaha kecil serta metoda budidaya yang masih subsisten, menjadikan petani hanya berpenghasilan rendah (Subiantoro, 2007). Umumnya petani Gunungkidul tertantang untuk terus berusaha memanfaatkan potensi yang ada dan menciptakan peluang kerja yang
Prosiding Seminar Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pemanfaatan Bahan Baku Lokal Yogyakarta, 5 Desember 2007
bisa menghasilkan nilai ekonomi lebih. Usahausaha yang telah diupayakan diantaranya menjalankan peran rangkap, sebagai petani dan sekaligus menjadi peternak sapi atau hewanhewan lain untuk meningkatkan perekonomian mereka. Peningkatan kesejahteraan keluarga dioptimalkan dengan berusaha memanfaatkan setiap potensi yang ada. Mengolah hasil-hasil pertanian menjadi produk-produk dengan nilai ekonomi yamg lebih tinggi dan diterima pasar merupakan kegiatan yang perlu dikembangkan terus untuk pedesaan terutama dengan kondisi wilayah seperti diatas. Produk olahan hasil pertanian yang telah banyak dijalankan oleh masyarakat diantaranya adalah tahu yang dihasilkan dari kedelai lokal. Salah satu kendala utama yang dihadapi untuk mendorong perkembangan industri pengolah hasil pertanian di pedesaan, terutama di daerah marginal seperti Gunungkidul, adalah ketersediaan energi. Pada umumnya, penyediaan energi untuk menopang kehidupan masyarakat di daerah berkondisi marginal umunya sangat bergantung pada BBM dan kayu bakar. Dengan kondisi perekonomian masyarakat Gunungkidul yang rendah, yaitu dapat dilihat dari persentase jumlah Penduduk miskin oleh BPS sebesar 28,06% mengakibatkan permasalahan muncul setiap kali terjadi kenaikan harga minyak tanah. Bahan bakar minyak tanah dengan fokus pemanfaatan untuk keperluan memasak kerapkali menjadi issu permasalahan dan menjadi perbincangan hangat karena pengaruhinya terhadap kesejahteraan masyarakat setempat sangat signifikan. Akibat lain yang dapat terjadi adalah peningkatan konsumsi kayu bakar yang mengancam kelestarian lingkungan Gunungkidul. Bahan bakar kayu yang perolehannya semakin hari semakin sulit apalagi dengan gencarnya isu global tentang pelestarian lingkungan hidup, menjadikan perlunya mencari solusi pemecahan bahan bakar alternatif. Limbah pertanian seperti ranting-ranting dari limbah penyulingan minyak kayu putih dan sekam padi juga tersedia dan mudah didapat, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai energi alternatif pengganti kayu bakar. Limbah ranting kayu putih dapat diperoleh dari industri penyulingan minyak kayu putih yang berada masih satu kecamatan dengan lokasi pabrik tahu. Sekam padi dapat diperoleh dari usaha-usaha penggilingan padi. Bahan bakar sekam, ranting-ranting buangan atau limbah dari pabrik penyulingan kayu putih dipergunakan untuk membangkitkan pembangkit uap air sederhana yang menghasilkan uap air yang dijadikan sumber energi panas di pabrik tahu. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk membuat kajian ilmiah tentang pemanfaatan
ISBN : 978-979-799-147-0
salah satu limbah pertanian untuk bahan bakar ketel tahu berupa limbah minyak kayu putih dan efisiensi ketel tahu yang digunakan dengan mengambil contoh UMKM industri tahu milik Bapak H. Slamet Hardiseno yang beralamat di dusun Sumbermulyo, RT/RW 08/12, desa Kepek kecamatan Wonosari, kabupaten Gunungkidul. Dengan pemanfaatan limbah padat pertanian sebagai sumber energi alternatif untuk pembangkit ketel tahu diharapkan dapat mengurangi biaya produksi UMKM tahu tersebut (Subiantoro, 2007). Materi dan Metode Metodologi yang digunakan dalam mengkaji pemanfaatan limbah hasil penyulingan minyak kayu putih ini terdiri dari beberapa tahap : 1. Mengamati dan menghitung penggunaan neraca massa dan energi yang terlibat dalam ketel tahu 2. Efisiensi ketel tahu dengan bahan bakar limbah minyak kayu putih dihitung berdasarkan kalor yang diperlukan untuk memanaskan ketel dibandingkan dengan kalor yang disuplai dari pembakaran limbah minyak kayu putih. 3. Menghitung seberapa besar keuntungan nominal dari penggunaan limbah minyak kayu putih sebagai sumber energi dibandingkan dengan menggunakan kayu bakar.
Hasil dan Pembahasan Tahap dalam proses produksi tahu yang melibatkan ketel uap sebagai salah satu alat produksi sebagai penghasil steam (Margono et al, 1993) adalah sebagai berikut : 1. Pilih kedelai yang bersih, kemudian dicuci; 2. Rendam dalam air bersih selama 8 jam (paling sedikit 3 liter air untuk 1 kg kedelai). Kedelai akan mengembang jika direndam; 3. Cuci berkali-kali kedelai yang telah direndam. Apabila kurang bersih maka tahu yang dihasilkan akan cepat menjadi asam; 4. Tumbuk kedelai dan tambahkan air hangat sedikit demi sedikit hingga berbentuk bubur; 5. Masak bubur tersebut, jangan sampai O mengental pada suhu 70 ~ 80 C (ditandai dengan adanya gelembung-gelembung kecil); 6. Saring bubur kedelai dan endapkan airnya dengan menggunakan batu tahu (Kalsium Sulfat = CaSO4) sebanyak 1 gram atau 3 ml asam cuka untuk 1 liter sari kedelai, sedikit demi sedikit sambil diadauk perlahan-lahan. 7. Cetak dan pres endapan tersebut.
Prosiding Seminar Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pemanfaatan Bahan Baku Lokal Yogyakarta, 5 Desember 2007
8. Diagram alir proses pembuatan tahu secara
ISBN : 978-979-799-147-0
ringkas ditunjukkan pada Gambar 1.
STEAM
Gambar 1. Diagram alir proses pembuatan tahu
Ketel uap industri tahu Ketel Uap terdiri tiga komponen, yaitu Tabung Ketel, Tabung Kendali Otomatis, dan Cerobong Asap. Tabung Ketel berfungsi sebagai tempat pemanasan air hingga mendidih, tabung kendali air sebagai detektor yang bisa mengetahui habis dan tidaknya air dalam tangki. Dalam tabung kendali air berisi pelampung yang secara otomatis akan terbuka
ketika air berkurang dan sebaliknya akan tertutup jika air penuh. Selain di dekat tabung kendali dipasang detektor volume air. Adapun, uap yang keluar melalui pipa yang berada di dinding tabung ketel dihubungkan ke dalam bak penampung bubur tahu. Secara sederhana sketsa ketel tahu yang digunakan disajikan pada Gambar 2.
Prosiding Seminar Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pemanfaatan Bahan Baku Lokal Yogyakarta, 5 Desember 2007
ISBN : 978-979-799-147-0
4" 120 cm
30 cm
70 cm
30 cm
5m
25 cm
240 cm Gambar 2. Sketsa ketel tahu
Analisis efisiensi ketel tahu Ketel tahu dengan kapasitas 3.500 l air, dipergunakan untuk mengolah tahu sekitar 600 kg kedelai per hari. Awalnya, bahan bakar yang digunakan untuk memanaskan ketel berupa kayu 3 bakar dengan menghabiskan rata-rata 3 m senilai Rp 200.000,- per hari dan sejak memanfaatkan limbah kayu putih menghabiskan 3 rata-rata 4 m senilai 70 ribu per hari, informasi ini diperoleh dari wawancara langsung di lokasi UMKM tahu pada bulan November 2007. Waktu
pemasakan yang dibutuhkan untuk 600 kg kedelai sampai produksi tahu selesai adalah sekitar 8 jam. Berdasarkan perhitungan neraca energi (Djokosetyardjo, 2006), total kalor yang diperlukan untuk memanaskan sebanyak 3.500 l air dalam ketel sebesar 6.714.000 KJ yang diperoleh dari : pertama kalor yang diperlukan o untuk memanaskan air 3.500 l dari 30 C menjadi o 100 C sebesar 1.029.000 KJ, kedua kalor yang diperlukan untuk menguapkan air menjadi uap o sebanyak 2.500 l pada temperatur 100 C dari
Prosiding Seminar Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pemanfaatan Bahan Baku Lokal Yogyakarta, 5 Desember 2007
fasa cair menjadi fasa uap sebesar 5.675.000 KJ dan ketiga kalor yang diserap oleh bahan ketel yang terbuat dari pelat besi 0,3 mm sebesar 10.125 KJ. Sedangkan suplai kalor yang diperoleh dari pembakaran limbah kayu putih dengan rata-rata menghabiskan 800 kg per hari sebesar 14.400.000 KJ (nilai kalor limbah kayu putih 18.000 KJ/kg) (Pranolo, 2007), maka efisiensi ketel didapat sebesar 46,6%, efisiensi sebesar ini relatif masih rendah jika dibandingkan dengan boiler baru berbahan bakar batu bara atau kayu bakar yang ada dipasaran dengan tingkat efisiensi boiler antara 75% (Asthana dan Gupta, 2006). Untuk meningkatkan efisiensi kinerja ketel salah satunya dapat dilakukan dengan mengurangi umpan ketel tahu sekitar 3.000 l saja karena jumlah ini dianggap masih aman dari kebutuhan umpan sekitar 2500 l, hal ini akan berpengaruh terhadap penghematan bahan bakar. Perlakuan lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan efisiensi ketel ini dengan cara ketel tahu dan perpipaannya diisolasi sehinggga panas hilang lebih kecil. Kesimpulan Berdasarkan kajian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa penghematan biaya pengoperasian ketel tahu dengan bahan bakar limbah kayu putih dapat menghemat biaya bahan
ISBN : 978-979-799-147-0
bakar sebesar Rp 130.000,- per hari dan efisiensi ketel tahu mencapai 46,6%. Daftar Pustaka Anonim. Specific heat capacity. www.wikipedia.org Asthana, A.K dan P.K. Gupta. 2006. Penggantian boiler berbahan bakar kayu bakar dengan boiler efisiensi tinggi berbahan bakar minyak atau batubara. NCPC – India, National Productivity Council, New Delhi Djokosetyardjo, M.J. 2006. Ketel Uap. PT Pradnya Paramita, Jakarta Margono, T., D. Suryati, dan S. Hartinah. 1993. Buku Panduan Teknologi Pangan. Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDIILIPI bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation. Perry, R.H., D.W. Green, and J.O. Maloney. 1984. Perry’s Chemical Engineers’ Handbook, Mc Graw-Hill International Edition, Singapore Pranolo, S.H. 2007. Potensi Biomassa sebagai Sumber Energi Alternatif di Surakarta dan Sekitarnya. Jur. Teknik Kimia – Fak. Teknik Universitas Sebelas Maret, Surakarta Subiantoro, E. 2007. Usulan Calon Penerima Krenova Masyarakat 2007. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta.
Prosiding Seminar Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pemanfaatan Bahan Baku Lokal Yogyakarta, 5 Desember 2007
ISBN : 978-979-799-147-0