KAJIAN MODEL PADA DATA DENGAN PEUBAH RESPON MENGANDUNG BANYAK NILAI NOL (STUDI KASUS PERMINTAAN LPG SEKTOR RUMAH TANGGA)
ANDRES PURMALINO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Kajian Model pada Data dengan Peubah Respon Mengandung Banyak Nilai Nol (Studi Kasus Permintaan LPG Sektor Rumah Tangga)” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Nopember 2015
Andres Purmalino G152130354
RINGKASAN ANDRES PURMALINO. Kajian Model pada Data dengan Peubah Respon Mengandung Banyak Nilai Nol (Studi Kasus Permintaan LPG Sektor Rumah Tangga). Dibimbing oleh ASEP SAEFUDDIN dan HARI WIJAYANTO. Pengamatan peubah respon yang bernilai nol dalam bidang sosial ekonomi sering dijumpai pada model regresi yang digunakan untuk melihat faktor faktor yang memengaruhi pengeluaran rumah tangga untuk jenis konsumsi tertentu. Banyaknya nilai amatan nol pada peubah respon berdampak pada metode kuadrat terkecil (OLS). Penduga OLS menjadi bias dan tidak konsisten. Salah satu metode yang digunakan pada data dengan banyaknya nilai amatan nol adalah model tobit. Pada model tobit, nilai nol menjadi tersensor sehingga data dengan banyak nilai nol pada peubah respon biasa disebut data tersensor. Namun penduga Tobit sangat rentan terhadap asumsi kenormalan dan homoskedastisitas. Pelanggaran terhadap asumsi tersebut membuat penduga Tobit menjadi tidak konsisten. Metode penduga lain yang digunakan adalah Censored Least Absolute Deviations (CLAD). Metode ini merupakan alternatif dari inkonsistensi penduga Tobit yang merupakan perluasan dari pendugaan Least Absolute Deviations (LAD). Keunggulan dari metode ini adalah merupakan penduga konsisten dan normal asimtotik pada sejumlah kelas sebaran galat dan juga kekar terhadap kehadiran heteroskedastisitas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memfokuskan kajian penerapan metode pendugaan OLS, Tobit dan CLAD untuk mendapatkan model terbaik dari ketiga penduga tersebut pada permintaan LPG sektor rumah tangga di Jawa Barat. Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional 2013 di Propinsi Jawa Barat memperlihatkan bahwa sebesar 13 persen rumah tangga daerah perkotaan tidak mengkonsumsi LPG. Sementara pada masyarakat perdesaan jumlah rumah tangga yang tidak mengkonsumsi LPG sebesar 39 persen. Penelitian dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi permintaan LPG pada sektor rumah tangga di Jawa Barat yang dibagi menjadi wilayah perkotaan dan perdesaan. Hasil simulasi ragam penduga pada jumlah contoh yang berbeda menunjukkan kecenderungan bahwa OLS memiliki ragam penduga yang lebih kecil dibandingkan yang lainnya. Namun di lain sisi keberadaan banyaknya nilai nol pada peubah respon membuat penduga ini menjadi bias dan inkonsisten. Penduga Tobit sebagai solusi juga tidak memperlihatkan performa ysng lebih baik dari penduga OLS. Penduga CLAD memperlihatkan performa yang lebih baik dibanding penduga Tobit dan lebih fleksible terhadap asumsi sehingga dipakai dalam model permintaan LPG. Penurunan permintaan LPG pada daerah perdesaan terjadi seiring jauhnya rumah tangga dari ibukota kabupaten/kota dan juga wilayah kawasan hutan. Sementara pada daerah perkotaan faktor kategori umur mempunyai pengaruh terhadap penurunan permintaan LPG. Rumah tangga generasi Y dan Z mempunyai permintaan LPG yang lebih sedikit dibandingkan generasi sebelumnya. Kata Kunci: amatan nol, CLAD, konsisten, OLS, permintaan LPG, Tobit
SUMMARY ANDRES PURMALINO. A STUDY ON MODELLING DATA OF RESPON VARIABLE WITH FREQUENT ZERO OBSERVATIONS (CASE STUDY OF LPG DEMAND ON HOUSEHOLD SECTOR). Supervised by ASEP SAEFUDDIN and HARI WIJAYANTO. Frequent zero observations of response variable on socio-economic data is a common thing in a regression model which are used to explain factors on certain kind of consumption of household expenditure. Frequent zero observations on response variable affected Ordinary Least Squares (OLS) estimation. OLS estimators in this condition are biased and inconsistent. One of methods which is used on data with frequent zero observations is Tobit model. On Tobit model, zero observations are censored so that data with frequent zero observations are commonly named censored data. The problem on Tobit model is that the estimators are tend to violate normality and homoscedasticity assumptions. Violation on these assumptions makes the estimators inconsistent. Another estimator which are proposed in this condition is Censored Least Absolute Deviations (CLAD) estimator. CLAD estimator is known to be alternative for inconsistency of tobit estimator, as an expansion of Least Absolute Deviations (LAD) estimation. This method is favorable as it produces an asymptotic normal and consistent estimator for wide class of error distributions an also robust on the presence of heteroscedasticity. The objective of this research was to study the application of OLS, Tobit and CLAD methods to obtain best model to estimate the demand of LPG in West Java. Result of National Socio-Economics Survey (Susenas) 2013 in Province of West Java described that 13 percent of urban households did not use LPG. While on rural households, 39 percent of the households did not use LPG. Another objective of this research was to identify factors that affected LPG consumption on households in West Java either on urban or rural communities. The simulation results showed that based on different sample sizes OLS estimators had tendencies to had lower variances, compared to other estimators. But on the other side, frequent zero observations made OLS estimators biased and inconsistent. Tobit estimators as an alternative solution was not resulted good performance either. CLAD estimators presented better performance and more flexible on assumption violations, compared to Tobit estimators, as an alternative and used to model LPG demands. The modelling results showed that there was a decreasing demand of LPG on rural communities as household away from the capital of the district / city and this region of forest area. Meanwhile on urban communities, age categories were affected the decreasing demand on LPG. Y and Z generations households had lower demand on LPG compared to previous generation. Keywords: zero observations, CLAD, consistent, OLS, LPG demand, Tobit
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
KAJIAN MODEL PADA DATA DENGAN PEUBAH RESPON MENGANDUNG BANYAK NILAI NOL (STUDI KASUS PERMINTAAN LPG SEKTOR RUMAH TANGGA) TANGGA)
ANDRES PURMALINO
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Statistika Terapan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Kusman Sadik, S.Si, M.Si
Judul Tesis : Kajian Model pada Data dengan Peubah Respon Mengandung Banyak Nilai Nol (Studi Kasus Permintaan LPG Sektor Rumah Tangga) Nama : Andres Purmalino NIM : G152130354
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir Asep Saefuddin, MSi Ketua
Dr Ir Hari Wijayanto, MSi Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Statistika Terapan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Indahwati, MSi
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian : 04 Nopember 2015
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Kajian Model pada Data dengan Peubah Respon Mengandung Banyak Nilai Nol (Studi Kasus Permintaan LPG Sektor Rumah Tangga)”. Keberhasilan penulisan tesis ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan petunjuk dari berbagai pihak. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Asep Saefuddin, M.Si. sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Hari Wijayanto, M.Si sebagai anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan serta saran kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Pimpinan Badan Pusat Statistik (BPS) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menempuh jenjang Magister Statistika Terapan. Ungkapan terima kasih terkhusus penulis sampaikan kepada orang tua, istri dan ananda tercinta serta seluruh keluarga besar atas do’a, dukungan dan pengertiannya. Terima kasih pula kepada seluruh staf Program Studi Statistika Terapan, teman-teman Statistika (S2 dan S3) dan Statistika Terapan (S2) khususnya Kelas BPS atas bantuan dan kebersamaannya. Terima kasih tak lupa penulis sampaikan kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan. Semoga penelitian selanjutnya dapat lebih baik dari penelitian ini. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Bogor, Nopember 2015
Andres Purmalino
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Identifikasi Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian
1 1 2 2 3
2 TINJAUAN PUSTAKA Model Permintaan Energi Rumah Tangga Analisis Regresi Metode Kuadrat Terkecil Biasa Model Tobit Peubah Tersensor Regresi Tersensor Pemeriksaan Asumsi Klasik Uji Conditional Moment Censoring Least Absolute Deviations Konsistensi
4 4 4 5 6 8 9 11 12 13 14
3 METODE PENELITIAN Data Metode Analisis
15 15 15
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Data Identifikasi Multikolinieritas Koefisien Regresi Penduga Asumsi Kenormalan dan Homoskedastisitas Konsistensi Penduga Pemilihan Model
17 17 20 21 22 23 24
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
26 26 26
DAFTAR PUSTAKA
27
LAMPIRAN
29
RIWAYAT HIDUP
31
DAFTAR TABEL 3.1 Peubah bebas model permintaan LPG sektor rumah tangga 4.1 Perbandingan bahan bakar utama memasak daerah perkotaan dan perdesaan di Propinsi Jawa Barat tahun 2013 4.2 Distribusi bahan bakar utama memasak daerah perkotaan dan perdesaan di Propinsi Jawa Barat tahun 2013 4.3 Statistik deskriptif peubah bebas pada model permintaan LPG 4.4 Nilai Variance Inflation Factor (VIF) peubah bebas penyusun model permintaan LPG 4.5 Uji asumsi kenormalan dan homoskedastisitas penduga OLS 4.6 Uji asumsi kenormalan dan homoskedastisitas penduga Tobit
15 18 18 19 20 22 22
DAFTAR GAMBAR 2.1 Ilustrasi data dengan banyak nilai nol 2.2 Peubah dan peubah tersensor berdistribusi normal 4.1 Persentase desa perkotaan dan desa perdesaan di Propinsi Jawa Barat tahun 2011 4.2 Rata rata konsumsi LPG perbulan pada rumah tangga di daerah perkotaan dan perdesaan 4.3 Perbandingan nilai koefisien antar metode OLS, Tobit dan CLAD untuk daerah perkotaan 4.4 Perbandingan nilai koefisien antar metode OLS, Tobit dan CLAD untuk daerah perdesaan 4.5 Ragam penduga OLS, Tobit dan CLAD untuk jumlah contoh 300, 1000, 3000 dan 5000 pada daerah perkotaan 4.6 Ragam penduga OLS, Tobit dan CLAD untuk jumlah contoh 300, 1000, 3000 dan 5000 pada daerah perdesaan
7 8 17 18 21 21 23 24
DAFTAR LAMPIRAN 1 Nilai koefisien dan galat baku penduga OLS, Tobit, dan CLAD pada model permintaan LPG rumah tangga di daerah perkotaan 2 Nilai koefisien dan galat baku penduga OLS, Tobit, dan CLAD pada model permintaan LPG rumah tangga di daerah perdesaan
29 30
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Analisis regresi seringkali digunakan oleh peneliti sebagai pisau analisis dalam model bidang sosial ekonomi. Analisis ini banyak digunakan karena kemudahan dalam menginterpretasikan model. Analisis regresi berkaitan dengan studi mengenai ketergantungan satu peubah, yaitu peubah respon, terhadap satu atau lebih peubah lainnya, yaitu peubah penjelas, dengan tujuan untuk memperkirakan dan/atau memprediksi nilai rata-rata (populasi) peubah respon dari nilai yang diketahui atau nilai tetap pada peubah penjelas dalam pengambilan contoh yang berulang (Gujarati 2003). Pengamatan peubah respon bernilai nol pada model regresi dalam bidang sosial ekonomi sering dijumpai pada model yang digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi pengeluaran rumah tangga untuk jenis konsumsi tertentu. Hal tersebut disebabkan oleh adanya rumah tangga yang tidak mengkonsumsi jenis barang dan jasa tertentu (zero consumption), sedangkan rumah tangga lain mengkonsumsi dalam jumlah yang bervariasi. Dey (2000) menyebutkan bahwa beberapa faktor yang memengaruhi fenomena zero consumption diantaranya adalah adanya variasi pada pilihan konsumen/rumah tangga, harga komoditas yang relatif tinggi, anggaran yang terbatas, dan kesalahan dalam pelaporan. Banyaknya nilai amatan nol pada peubah respon berdampak pada tidak terpenuhinya asumsi linier pada model yang telah ditentukan sebelumnya. Penggunaan metode kuadrat terkecil atau ordinary least square (OLS) menjadi tidak tepat (Amemiya 1984). Membuang amatan nol dalam analisis dapat membuang informasi yang ada dan tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Salah satu metode yang digunakan pada data dengan banyaknya nilai amatan nol adalah model tobit yang dikembangkan oleh Tobin (1958). Pada model tobit, nilai nol menjadi tersensor sehingga data dengan banyak nilai nol pada peubah respon biasa disebut data tersensor. Beberapa penelitian tentang pemakaian model tobit telah dilakukan. Virgantary (2005) membandingkan antara OLS dan model tobit pada data pengeluaran konsumsi daging, telur dan ikan, baik dengan mengikutkan nilai nol dan tidak mengikutkan nilai nol dan hasilnya menunjukkan bahwa penggunaan OLS memberikan hasil estimasi yang lebih baik dibandingkan model tobit. Penduga maximum likelihood pada regresi tersensor biasa disebut penduga Tobit. Penduga Tobit merupakan penduga yang konsisten dan asimtotik normal. Namun penduga Tobit sangat rentan terhadap asumsi kenormalan dan homoskedastisitas. Pelanggaran terhadap asumsi tersebut membuat penduga Tobit menjadi inkonsisten (Greene 2003). Metode lain yang digunakan adalah Censored Least Absolute Deviations (CLAD). Metode ini merupakan alternatif dari inkonsistensi penduga Tobit yang dikembangkan oleh Powell (1984). Metode ini merupakan perluasan dari pendugaan Least Absolute Deviations (LAD) pada model regresi linier. Keunggulan dari metode ini adalah merupakan penduga konsisten dan normal
2
asimtotik pada sejumlah kelas sebaran galat dan juga kekar terhadap kehadiran heteroskedastisitas. Konsistensi merupakan salah satu sifat yang diharapkan pada penduga seiring pertambahan jumlah contoh yang semakin besar. Sering terjadi bahwa sebuah penduga tidak memenuhi satu atau lebih sifat statistik yang diinginkan dalam contoh kecil. Akan tetapi, seiring peningkatan ukuran contoh secara tidak terbatas, penduga dapat memenuhi beberapa sifat statistik yang diharapkan. Sebuah penduga dikatakan konsisten jika ragam penduga menjadi semakin kecil menuju nol seiring dengan pertambahan jumlah contoh. Sebagai studi kasus dalam penelitian ini adalah permintaan LPG pada sektor rumah tangga di Propinsi Jawa Barat. Sebagaimana diketahui bahwa program konversi minyak tanah bersubsidi ke LPG 3 kg sudah selesai dilaksanakan. Namun dalam hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2013 masih banyak ditemukan rumah tangga yang tidak mengkonsumsi LPG. Pada saat survei dijalankan ke rumah tangga, dan menanyakan seberapa besar pengeluaran konsumsi LPG pada rumah tangga tersebut selama sebulan terakhir, maka isian untuk beberapa rumah tangga bernilai nol, sementara sebagian rumah tangga yang lain mempunyai nilai konsumsi yang bervariasi. Padahal berdasarkan hasil PODES 2011 sebanyak 93.8 persen desa sudah terdapat pangkalan/agen/penjual LPG (termasuk yang dijual di warung, toko, supermarket, pangkalan termasuk penjual keliling). Penelitian tentang analisis perilaku penggunaan LPG pada rumah tangga telah dilakukan oleh Pranadji et. al. (2010) dengan mengambil Kota Bogor sebagai lokus penelitian. Hasilnya umur istri dan pendapatan perkapita keluarga memengaruhi frekuensi penggunaan LPG pada rumah tangga di Kota Bogor. Tersedianya data pengeluaran konsumsi LPG pada sektor rumah tangga dari hasil survei memungkinkan untuk dilakukan pemodelan terhadap faktor-faktor yang memengaruhi permintaan LPG untuk skala yang lebih luas.
Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana mengatasi banyaknya amatan nol pada peubah respon dalam pembuatan model regresi. 2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi permintaan LPG sektor rumah tangga pada daerah perkotaan dan daerah perdesaan di Propinsi Jawa Barat.
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Memfokuskan kajian penerapan metode pendugaan OLS, Tobit dan CLAD terhadap data dengan banyak nilai nol pada peubah respon .
3
2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi permintaan LPG sektor rumah tangga di Jawa Barat yang dibagi menjadi wilayah perkotaan dan perdesaan berdasarkan model yang terbaik dari ketiga penduga tersebut.
Kegunaan Penelitian Manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah memperoleh penduga yang dapat mengatasi data dengan banyak amatan peubah respon bernilai nol. Sehingga dapat dipergunakan untuk struktur data yang sama pada penelitian lainnya. Selain itu, model terbaik yang dihasilkan dalam penelitian ini juga berguna untuk melakukan kajian terhadap faktor-faktor yang memengaruhi permintaan LPG sektor rumah tangga sehingga dapat diketahui permasalahan dalam permintaan LPG yang belum secara menyeluruh digunakan oleh rumah tangga baik pada daerah perdesaan maupun daerah perkotaan.
4
2
TINJAUAN PUSTAKA
Model Permintaan Energi Rumah Tangga Teori permintaan konsumen bermula dari teori perilaku konsumen. Perilaku konsumen adalah ilmu tentang bagaimana individu, kelompok, dan organisasi memilih, membeli, menggunakan dan menentukan akan barang-barang, jasa, untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Menurut Kotler dan Keller (2012) menyatakan bahwa faktor faktor yang berpengaruh dalam perilaku konsumen diantaranya adalah faktor budaya, faktor sosial dan faktor pribadi. Faktor budaya dibagi kedalam budaya, sub-budaya, dan kelas sosial. Budaya merupakan penyebab paling mendasar dari keinginan dan perilaku seseorang karena budaya tumbuh dalam suatu masyarakat sejak kecil. Sub-budaya adalah sekelompok orang yang mempunyai sistem nilai sama berdasarkan kebangsaan, kelompok ras dan wilayah geografi. Kelas sosial merupakan anggota masyarakat yang mempunyai nilai-nilai, minat, dan tingkah laku yang serupa. Kelas sosial menentukan pemilihan produk dan merek tertentu dalam bidang-bidang seperti pakaian, peralatan rumah tangga dan sebagainya. Pada faktor sosial, tingkah laku konsumen dipengaruhi oleh kelompok acuan, keluarga, serta peran dan status dari konsumen. Keputusan pembelian juga dapat dipengaruhi oleh karakterisitik pribadi diantaranya usia dan tahap siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi dan juga gaya hidup. Model permintaan energi rumah tangga bermanfaat untuk menganalisis masalah masalah yang relevan dalam memahami dan mengelola permintaan energi. Model dalam penelitian ini merupakan model regresi linier berganda dengan persamaan sebagai berikut :
Dengan Y adalah konsumsi jenis energi rumah tangga dalam sebulan. X1 hingga Xp merupakan faktor-faktor yang dianggap dapat memengaruhi permintaan energi rumah tangga meliputi faktor budaya, faktor sosial, faktor pribadi dan faktor lainnya yang dianggap dapat memengaruhi permintaan energi rumah tangga. β merupakan parameter yang telah ditetapkan atau dikenal sebagai koefisien regresi dan merupakan galat dalam model.
Analisis Regresi Banyak penelitian menggunakan analisis regresi sebagai salah satu pisau analisis. Analisis regresi berkenaan dengan studi ketergantungan dari satu peubah yang disebut peubah respon pada satu atau lebih peubah penjelas, dengan tujuan untuk memperkirakan dan atau meramalkan nilai rata rata dari peubah respon apabila nilai peubah penjelas diketahui. Pada prinsipnya ada dua tujuan utama dalam analisis regresi, yaitu : 1. Untuk memperkirakan/memprediksi nilai rata-rata pada peubah respon (Y)
5
2. Untuk mengidentifikasi peubah penjelas (X) yang memberikan pengaruh yang nyata terhadap peubah respon (Y) Ilustrasi dari model regresi linier adalah persamaan antara satu peubah respon (Y) dengan satu atau lebih peubah penjelas (X1, X2, X3, …, Xp). Hubungan antara peubah-peubah tersebut dapat dirumuskan dalam bentuk persamaan : , dapat atau biasa ditulis dalam bentuk notasi matriks sebagai dengan X adalah matriks peubah penjelas berukuran n × k, Y adalah vektor peubah respon berukuran n × 1, adalah vektor parameter berukuran k × 1, adalah vektor galat berukuran n × 1 (n adalah banyaknya amatan dan k = p + 1 adalah banyaknya parameter). Dengan asumsi bahwa galat merupakan peubah acak bebas berdistribusi normal, dengan nilai rata-rata nol dan ragam konstan, N(0,σ2). Pada kenyataannya nilai-nilai β tersebut jarang sekali bisa kita peroleh karena besarnya jumlah populasi. Yang kita lakukan adalah melakukan pendugaan melalui hasil contoh dari populasi, dengan fungsi regresi dari contoh adalah ̂
̂
dengan ̂ merupakan vektor penduga parameter dari dan ̂ merupakan sisaan yang secara konseptual dapat diartikan sebagai penduga dari . Seiring dengan perkembagan tehnologi komputasi, metode pendugaan untuk mencari parameter dalam analisis regresi juga semakin berkembang. Secara garis besarnya ada tiga pendekatan yang dapat dilakukan untuk mendapatkan penduga parameter, yakni dengan pendekatan parametrik, nonparametrik dan semiparametrik. Pendekatan parametrik mengasumsikan bahwa model memiliki bentuk fungsi tertentu baik linier maupun non linier dengan parameter yang telah ditentukan, sementara pada pendekatan nonparametrik, model tidak mengacu ke suatu fungsi tertentu, sehingga parameter dalam fungsi tersebut belum dapat ditentukan tergantung pada data yang diperoleh. Selain itu pada metode parametrik, sebuah parameter diasumsikan memiliki sebaran peluang tertentu, sementara metode non parametrik tidak mendasarkan pada sebaran tertentu. Meskipun mempunyai performa statistik yang lebih kuat, namun metode parametrik mensyaratkan sejumlah asumsi yang harus dipenuhi. Bentuk pendekatan yang ketiga adalah semiparametrik yang merupakan kombinasi dari kedua bentuk sebelumnya. Metode semiparametrik biasanya memiliki sebuah model yang telah ditetapkan dimana dalam model terdapat dua komponen parameter, yaitu parametrik dan non parametrik. Komponen parametrik mengasumsikan bahwa parameter mengikuti sebaran tertentu, sementara komponen parameter yang lain tidak mempunyai sebaran.
Metode Kuadrat Terkecil Biasa Metode kuadrat terkecil biasa atau Ordinary Least Square (OLS) merupakan salah satu metode yang digunakan dalam melakukan pendugaan parameter dalam
6
model regresi linier dengan cara meminimumkan kuadrat sisaan pada contoh yang terambil. Dengan bahasa matematik, dapat dinyatakan sebagai berikut : ∑̂
̂
∑(
̂
̂
̂
)
Penduga ini menghasilkan koefisien penduga parameter sebagai berikut : ̂
(
) (
)
Metode kuadrat terkecil merupakan metode pendugaan yang paling populer dan sering dipakai pada analisis regresi karena relatif lebih mudah dipahami dibanding penduga lainnya. Penduga pada metode OLS merupakan penduga terbaik, linier dan tidak bias / best linear unbiased estimator (BLUE) apabila asumsi sisaan dari dari model dapat terpenuhi dengan baik. Sebuah penduga ̂ dikatakan penduga terbaik, linier dan tidak bias dari β, jika memiliki sifat-sifat sebagai berikut : 1. Bersifat linier, dimana merupakan fungsi linier dari sebuah peubah acak, seperti peubah Ydalam sebuah model regresi. 2. Bersifat tidak bias, dimana nilai rata-rata atau nilai harapan dari penduga, E( ̂ ), sama dengan nilai sebenarnya, β. 3. Memiliki ragam minimum dari semua kelompok penduga-penduga yang linier dan tidak bias, sebuah penduga tidak bias dengan ragam terkecil dikenal sebagai penduga yang efisien. Ragam peragam dari ̂ diperoleh dari diagonal matriks pada formula berikut : var-cov ( ̂ ) =
(
)
dengan bentuk matriks adalah ̂
( ̂ ) =|| ̂ ̂ ̂ ̂
̂ ̂
̂ ̂
̂
̂ ̂
̂ ̂
| |
̂
) adalah matriks kebalikan dari ( dengan adalah ragam dari dan ( ∑ ̂ ⁄( ). Penduga tidak bias dari dinyatakan dengan ̂
).
Model Tobit Model Tobit pertama kali dikemukakan oleh James Tobin pada 1958 ketika ia menganalisa pengeluaran rumah tangga di Amerika Serikat untuk membeli barang tahan lama menggunakan model regresi yang memperlihatkan kenyataan bahwa pengeluaran barang tahan lama sebagai peubah respon tidak bernilai
7
negatif. Tobin sendiri menyebut modelnya sebagai model limited dependent variable. Goldberger (1964) menciptakan ungkapan baru model tersebut dengan memberi nama model tobit, karena kemiripannya dengan model probit. Karakteristik yang terpenting dari data pada model Tobit adalah bahwa terdapat amatan dimana peubah respon mengandung banyak nilai nol. Gambar 2.1 memperlihatkan bahwa banyaknya nilai nol membuat asumsi linieritas menjadi tidak terpenuhi sehingga metode kuadrat terkecil menjadi tidak tepat. Keberadaan nilai nol juga membuat tidak bisa digunakannya sebaran kontinu untuk menjelaskan sebaran bersyarat dari peubah respon pada peubah bebas tertentu, karena sebaran kontinu menjadi tidak konsisten dengan keberadaan nilai amatan nol. Oleh karena itu model Tobit digunakan untuk mengatasi hal tersebut. 9 8 7 6
Y
5 4 3 2 1 0 0
1
2
3
4
5
6
X
Gambar 2.1. Ilustrasi data dengan banyak nilai nol Model tobit ditujukan untuk model regresi tersensor atau model regresi terpotong, dimana data peubah respon dibatasi pada interval tertentu. Regresi tersensor terjadi ketika nilai-nilai dari peubah respon kontinu tidak mewakili seluruh contoh yang ada, namun semua informasi untuk nilai-nilai peubah bebas pada contoh tersedia. Sementara regresi terpotong terjadi ketika beberapa data peubah respon dan peubah bebas tidak didapat atau hilang. Regresi tersensor dan regresi terpotong telah banyak digunakan oleh berbagai disiplin ilmu. Beberapa penelitian terdahulu telah banyak yang menggunakan model tobit untuk analisis disebabkan peubah respon yang mempunyai nilai pada interval tertentu. Beberapa penelitian mengenai model regresi tersensor terangkum dalam Greene (2003) antara lain penelitian tentang sejumlah faktor yang memengaruhi hubungan diluar perkawinan yang dilakukan oleh Fair tahun 1997, faktor yang memengaruhi jam kerja wanita pada kelompok angkatan kerja yang dilakukan oleh Quester dan Greene tahun 1982, faktor-faktor yang memengaruhi residivis ditangkap kembali setelah keluar dari penjara oleh Witte tahun 1980, beberapa faktor yang memengaruhi pengeluaran sejumlah kelompok komoditi rumah tangga dan pengeluaran rekreasi yang dilakukan oleh Jarque tahun 1987 dan Melenberg dan Van Soest tahun 1996.
8
Peubah Tersensor Sebuah peubah dikatakan tersensor, jika distribusi yang digunakan pada peubah tersebut adalah campuran antara sebaran diskrit dan sebaran kontinu. Joreskog (2002) memberikan ilustrasi dan penjelasan untuk fungsi dari peubah tersensor (y) sebagai berikut : Misalkan y* adalah peubah yang berdistribusi normal dengan nilai tengah µ dan ragam σ2. Amatan peubah tersensor (y) dengan titik sensor pada batas bawah c sehingga, y = c jika y* ≤ c y = y* jika y* > c dengan c adalah sebuah konstanta. Ilustrasi disajikan pada gambar 2.2.
Gambar 2.2 Peubah (y*) dan peubah tersensor (y) berdistribusi normal Peubah laten y* dapat bernilai lebih kecil dari c atau bernilai c, tetapi jika nilai yang muncul lebih kecil dari c, maka nilai yang teramati adalah c, sehingga sebaran yang digunakan pada amatan peubah y ketika y=c adalah (
)
(
)
.
/
Sedangkan sebaran pada amatan y>0 adalah sebaran dari y*, yaitu N (µ,σ2) sehingga fungsi kepekatan peluang dari y adalah sebagai berikut : ( )
[
.
/
] 0 .
√
/1
dengan =0 jika y=c dan =1, untuk y>0. Simbol adalah fungsi kepekatan dan kumulatif dari sebaran normal baku. Rata-rata dan ragam dari peubah tersensor (y) adalah
( )
( )
(
(
),(
)( )
) (
)
(1) -
(2)
dimana, (3) ( )
(4)
9
( ) ( )
(5)
(6) Konsekuensi dari persamaan (2) dan (3) adalah bahwa rata-rata dan ragam contoh dari peubah y adalah tidak konsisten untuk mengestimasi dan .
Regresi Tersensor Model regresi tersensor dibentuk dengan mengasumsikan ada hubungan linier antara peubah respon dengan peubah bebas yang dinyatakan dengan persamaan. , ~ N(0,σ2) ( (
{
) )
di mana: : peubah respon laten : peubah respon yang teramati X : peubah bebas β : koefisien vektor yang berukuran kx1 yang tidak diketahui, k adalah banyaknya parameter : galat model yang mengikuti sebaran normal, N (0,σ2 ) Pada model tobit standar dengan peubah respon mengandung banyak nilai nol, titik sensor c=0, fungsi kepekatan peluang dari yi adalah sebagai berikut : ( )
*
*
.
√
(
/
+ * (
)+ *
)+
(
)+
dimana di=1 jika y>0 dan di=0 jika y=0, ( ) dan ( ) merupakan fungsi kepekatan dan fungsi sebaran dari distribusi normal baku. Pendugaan parameter regresi tersensor secara terperinci menggunakan metode Maximum Likelihood Estimation yang disebut sebagai penduga Tobit. Penjelasan terperinci metode ini dijelaskan oleh Maddala (1983). Fungsi log likelihood adalah : ∑{
(
(
))
(
)
(
(
))}
10
Pendugaan parameter didapat dari turunan pertama fungsi log-likelihood yang menghasilkan sebuah persamaan : (
̂ ̂
(
)
)
(
))
,
dengan ) adalah vektor berukuran 1xni pada pengamatan yi yang lebih ( besar dari nol ( ) adalah matriks berukuran kxn1 bagi nilai xi untuk yi yang lebih besar dari nol ( ) adalah matriks berukuran kxn1 bagi nilai xi untuk yi sama dengan nol ( ) adalah vektor 1xn0 bagi nilai untuk nilai yi sama dengan nol Proses metode iterasi yang digunakan adalah metode Newton-Raphson karena fungsinya yang non linier. Sementara ragam peragam penduga diperoleh menggunakan fungsi turunan kedua dari fungsi log likelihood yang disebut matriks hessian. Matriks ragam peragam dari penduga Tobit merupakan kebalikan (invers) dari matriks hessian. Solusi dari penduga tobit merupakan solusi global maksimum. Selain itu penduga tobit telah dibuktikan oleh Amemiya (1985) merupakan penduga yang konsisten dan asimtotik normal. Nilai harapan dari peubah tersensor pada model tobit dapat dijelaskan sebagai berikut : ( ) Dengan y* ~ N(
(
)(
)
) dan nilai c =0, maka nilai ekspektasinya adalah: ( ) ( )
(
)(
(
(
( )
( (
) )) (
)) (
) )
Secara umum pendugaan parameter menggunakan OLS akan menjadi bias karena nilai harapan tidak sama dengan Xβ. Selain itu OLS juga tidak konsisten karena sebaran kontinu pada peubah respon menjadi tidak konsisten dengan keberadaan nilai amatan nol. Greene (dalam Amemiya 1984) menunjukkan inkonsistensi penduga OLS sebagai berikut :
11
̂
(
)
Persamaan tersebut memperlihatkan bahwa semakin besar jumlah contoh menuju tak hingga, penduga OLS tidak menghasilkan nilai parameter sebenarnya ( ).
Pemeriksaan Asumsi Klasik Untuk mendapatkan penduga parameter dalam menghasilkan model regresi terbaik pada metode OLS, perlu dilakukan pengujian asumsi asumsi klasik. Pada kasus model dengan peubah respon terbatas, permasalahan yang sering dijumpai adalah ketaknormalan dan heteroskedastisitas dan juga multikolinieritas apabila peubah bebas lebih dari satu. Berikut penjabaran dari asumsi-asumsi yang harus dipenuhi tersebut: 1. Asumsi Kenormalan Uji normalitas Jarque-Bera (JB) adalah sebuah asimtotik atau pengujian dengan contoh berukuran besar. Hal ini didasarkan pada sisaan pada metode OLS. Pengujian ini diawali demgan menghitung kemiringan (S) dan kurtosis (C) yang mengukur sisaan pada metode OLS dengan menggunakan uji statistik : (
(
)
)
dimana n adalah banyaknya jumlah amatan atau ukuran contoh, S adalah koefisien kemiringan dan , C adalah koefisien kurtosis yang diperoleh melalui formula ∑ ( ̅) ̂ ̂
̂ ̂
. ∑ ∑
(
̅) / (
⁄
̅)
. ∑ ( ̅) / Jarque dan Bera menunjukkan bahwa uji statistik JB mengikuti distribusi chi-square dengan derajat bebas 2 secara asimtotik (dalam contoh berukuran besar). Hipotesis yang digunakan pada pengujian kenormalan adalah: H0: Sisaan menyebar normal H1: Sisaan tidak menyebar normal Kriteria uji: H0 ditolak jika nilai JB > ( ). 2. Asumsi Homoskedastisitas Homoskedastistas merupakan sebuah kondisi dimana ragam dari sisaan sama atau homogen untuk seluruh amatan. Kebalikannya adalah heteroskedastisitas, dimana ragam dari sisaan berbeda untuk amatan yang berbeda. Salah satu cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya masalah
12
heteroskedastisitas adalah dengan menggunakan uji white. Pengujian ini dilakukan dengan meregresikan sisaan kuadrat dengan peubah bebas dan peubah bebas yang dikuadratkan, kemudian nilai koefisien determinasi (R2) dikalikan dengan jumlah amatan untuk mendapatkan nilai . Hipotesis yang digunakan adalah : H0 : (Ragam sisaan sama) H1 : (Ragam sisaan berbeda) Jika nilai ( ) maka keputusannya adalah menolak hipotesis nol. 3. Asumsi Multikolinieritas Masalah multikolinieritas akan menyebabkan model regresi yang dihasilkan tidak tepat karena menyebabkan galat baku menjadi besar sekali. Selain itu apabila terjadi multikoloniearitas sempurna, mengakibatkan penduga yang dihasilkan tidak lagi unik. Pengecekan keberadaan masalah multikolinieritas dilakukan dengan membuat model regresi yang melibatkan seluruh peubah bebas dan kemudian dilihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) yang muncul. Berikut formula dari VIF tersebut
R2i adalah koefisien determinasi dari persamaan regresi antara Xi dengan seluruh peubah bebas lain dalam model. Jika ada peubah yang memiliki nilai VIF di atas 5 maka dapat disimpulkan bahwa terjadi masalah multikolinieritas.
Uji Conditional Moment Uji asumsi pada regresi tersensor ini berbeda dengan uji pada model regresi linier klasik dikarenakan terjadi kesalahan spesifikasi pada model yang dibangun dengan menghasilkan sisaan yang berbeda pada peubah respon yang tidak teramati. Sehingga pengujian yang biasa dilakukan pada regresi linier klasik tidak bisa dilakukan pada regresi tersensor. Secara umum sisaan yang dihasilkan pada model tobit untuk regresi tersensor adalah sebagai berikut : (
)
(
)
( (
) (
))
, dan merupakan fungsi kepekatan dan fungsi kumulatif dari distribusi normal baku. Salah satu pendekatan yang digunakan dalam menguji hasil sisaan pada model tobit adalah dengan uji conditional moment (cameron dan trivedi 2005). Uji statistik conditional moment dilakukan untuk meguji apakah galat pada model tobit homoskedastisitas dan normal. Berikut statistik uji conditional moment (Greene 2003) ̂0̂ ̂
̂ ̂( ̂ ̂)
̂ ̂1
̂
( )
13
dimana adalah (Nx1) vektor satu, ̂ adalah (Nxr) matriks dari momen contoh sebagai kendala, ̂ adalah matriks gradien/score (Nxk) pada fungsi log likelihood. Salah satu keuntungan dari adalah dapat mudah dihitung melalui regresi artificial tanpa konstanta: ̂ ̂ dengan =N-JKG = N x R2 , N adalah jumlah amatan, JKG adalah jumlah kuadrat galat dan R2 adalah koefisien determinasi. Hipotesis yang digunakan pada pengujian kenormalan adalah: H0: Sisaan menyebar normal (E[(ui)3] = 0 dan (E[(ui)4-3σ4] = 0) Kriteria uji: H0 ditolak jika nilai > ( ) . Sedangkan hipotesis yang digunakan pada pengujian homoskedastisitas adalah : H0: Ragam sisaan sama (E{zi[ui2-σ2]} =0) Kriteria uji H0 ditolak jika nilai > ( ) , dengan p adalah banyaknya peubah bebas.
Censoring Least Absolute Deviations Powell (1984) memperkenalkan penduga Censored Least Absolute Deviations (CLAD) sebagai alternatif dari tidak terpenuhinya asumsi normalitas dan homoskedastisitas model tobit. Penduga CLAD merupakan penduga yang konsisten dan asimtotik normal yang didefinisikan sebagai berikut : ⏟
∑|
*
+|
Asumsi yang penting sehingga CLAD merupakan penduga yang konsisten adalah | mempunyai median nol. Sehingga penduga CLAD memiliki kelebihan yaitu galat tidak harus berdistribusi normal dan homoskedastisitas. Penduga CLAD merupakan penduga yang memodifikasi metode Least Absolute Deviations (LAD). Metode LAD mengestimasi koefisien regresi dengan meminimalisasi jumlah absolute residuals. Bunchinsky (dalam Jolliffe et. al. 2001) memperkenalkan tehnik iterative (ILPA) untuk mengestimasi model CLAD. Berikut tahapan prosedure ringkasan pendugaan CLAD: 1. Melakukan pendugaan LAD dengan contoh yang ada kemudian hitunglah nilai prediksi y pada masing masing amatan. 2. Selanjutnya, contoh dipangkas,yaitu pengamatan dengan prediksi yi<0 dikeluarkan. 3. Ulangi estimasi LAD untuk contoh yang baru, dan keluarkan lagi hasil prediksi yi<0 4. Kembali ke langkah 2 dan terus iterasi sampai tidak ada lagi nilai prediksi yi<0 pada 2 iterasi berturut-turut (konvergen) Untuk mendapatkan ragam pada penduga parameter dilakukan tehnik bootstrap. Metode bootstrap pertama kali diperkenalkan oleh Efron tahun 1979 untuk menduga parameter yang tidak diketahui bentuk sebaran parameternya. Bootstrap adalah metode yang didasarkan pada hasil simulasi data untuk keperluan statistik inferensia. Metode ini digunakan untuk mencari distribusi
14
contoh dari suatu penduga dengan prosedur pengambilan contoh dengan pengembalian pada contoh asli yang dipandang sebagai populasi. Secara umum pengulangan pengambilan contoh cukup dilakukan 50 hingga 200 kali untuk memperkirakan ragam atau galat baku dari penduga.
Konsistensi Sering terjadi bahwa sebuah penduga tidak memenuhi satu atau lebih sifat yang statistik yang diinginkan dalam contoh kecil. Akan tetapi seiring peningkatan ukuran contoh secara tidak terbatas, penduga dapat memenuhi beberapa sifat statistik yang diharapkan. Sifat ini dikenal sebagai sifat contoh besar atau asimtotik. Salah satu sifat contoh besar yang diharapkan adalah konsistensi. Peubah dikatakan menjadi sebuah penduga yang konsisten jika mendekati nilai sebenarnya seiring dengan ukuran contoh yang membesar dan semakin membesar. Sebuah kondisi dikatakan terpenuhi konsisten, jika bias dan ragam keduanya cenderung mendekati nol seiring dengan peningkatan ukuran contoh secara tidak terbatas. Lebih formalnya sebuah penduga dikatakan sebagai sebuah penduga konsisten jika probabilitas bahwa nilai absolut dari perbedaan antara ̂ dan lebih kecil dari pendekatan unit (sebuah besaran positif kecil yang acak). Secara simbolis {| ̂ | } dimana P melambangkan probabilitas, sering kali diekspresikan sebagai ̂ dimana plim menunjukkan limit probabilitas.
15
3
METODE PENELITIAN Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data mikro Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2013 dan data PODES tahun 2011 Propinsi Jawa Barat. Peubah respon yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsumsi LPG (kg) per bulan. Untuk peubah yang memengaruhi atau disebut peubah bebas meliputi faktor budaya, faktor sosial, faktor pribadi dan faktor lainnya yang dianggap dapat memengaruhi permintaan LPG. Berikut peubah yang dimaksud : Tabel. 3.1 Peubah bebas model permintaan LPG sektor rumah tangga No
Nama Peubah
Skala
Kategori Peubah
1
Pengeluaran rumah tangga
Numerik
-
2 3
Jumlah anggota rumah tangga Umur kepala rumah tangga (KRT)
Numerik Kategorik
4 5
Lama sekolah KRT Rumah tangga pertanian
Numerik Kategorik
6
Lokasi desa terhadap kawasan Kategorik hutan
7
Jarak ke ibukota kabupaten/kota Numerik terdekat Keberadaan agen/pengecer minyak Kategorik tanah
1=generasi y dan z 0=lainnya 1=ya 0=tidak 1=didalam/tepi kawasan 0=diluar kawasan -
8 9
Keberadaan agen/pengecer LPG
Kategorik
10
Keberadaan istri bekerja (non pertanian)
Kategorik
1=ada 0=tidak ada 1=ada 0=tidak ada 1=ada 0=tidak ada
Metode Analisis Langkah-langkah analisis data yang akan dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Melakukan eksplorasi data konsumsi LPG dan peubah bebas sebagai faktor yang memengaruhi permintaan LPG baik daerah perkotaan maupun daerah perdesaan 2. Mengidentifikasi adanya multikolinieritas antar peubah bebas dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF)
16
3. Melakukan pendugaan dengan metode OLS, Tobit dan CLAD 4. Melakukan pemeriksaan asumsi normalitas dan homoskedastisitas untuk metode OLS dan Tobit. Pada OLS uji asumsi dilakukan dengan statistik uji white untuk homoskedastisitas dan statistik jarque-bera untuk normalitas. Sementara pada penduga Tobit digunakan statistik uji conditional moment 5. Melakukan simulasi konsistensi penduga OLS, Tobit dan CLAD dengan tahapan sebagai berikut : a. Melakukan resampling pada data baik daerah perkotaan dan perdesaan dengan jumlah contoh yang berbeda sebesar 300, 1000, 3000 dan 5000 dengan pengulangan 30 kali. b. Kemudian dari hasil contoh tersebut dilakukan pendugaan menggunakan masing masing metode OLS,Tobit dan CLAD. c. Menghitung ragam penduga dari contoh ulangan tersebut. d. Membuat grafik perbandingan ragam penduga OLS, Tobit dan CLAD untuk melihat performa masing masing penduga. 6. Melakukan pemilihan model berdasarkan berdasarkan tinjauan pustaka, uji asumsi dan hasil simulasi dari ketiga penduga OLS, Tobit dan CLAD dan kemudian melakukan analisis terhadap model yang dihasilkan.
17
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Eksplorasi Data Propinsi Jawa Barat merupakan propinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia dengan jumlah rumah tangga sebanyak 12 juta rumah tangga dengan jumlah penduduk sebanyak 45 juta jiwa pada tahun 2013. Keberadaan rumah tangga tersebut tersebar di 5905 desa, dengan daerah perkotaan sebanyak 2051 dan daerah perdesaan sebanyak 3854. Banyaknya jumlah penduduk tentu dibutuhkan banyak energi dalam menopang kegiatan masyarakat setempat. Energi memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat karena energi merupakan parameter penting dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Hampir seluruh sektor kehidupan tidak bisa dipisahkan dari pemakaian energi, tidak terkecuali dengan sektor rumah tanga. Pada sektor rumah tangga, energi berfungsi untuk penerangan, memasak, pendingin ruangan serta berbagai kegiatan rumah tangga. Salah satu energi yang menjadi perhatian adalah LPG. Hal ini berkaitan dengan program konversi minyak tanah ke penggunaan gas oleh pemerintah pada tahun 2007. Salah satu tujuan program tersebut adalah untuk melakukan efisiensi anggaran pemerintah karena penggunaan LPG lebih efisien dan subsidi relatif lebih kecil daripada subsidi minyak tanah.
35% Perkotaan 65%
Perdesaan
Gambar 4.1 Persentase desa perkotaan dan desa perdesaan di Propinsi Jawa Barat tahun 2011 Dari hasil survei, pengguna LPG pada sektor rumah tangga di daerah perkotaan mempunyai rata rata konsumsi yang lebih tinggi dibanding rumah tangga pada daerah perdesaan. Interval pemakaian konsumsi LPG pada kedua daerah tersebut berada antara 0 hingga 17 kg per bulan. Pada daerah perdesaan nilai kuartil pertama masih berada pada nilai nol. Hal ini menggambarkan bahwa sebanyak 25 persen rumah tangga yang diperoleh dari contoh tidak mengkonsumsi LPG. Boxplot pada Gambar 4.2 menjelaskan hal tersebut. Selain itu penggunaan LPG pada masyarakat daerah perkotaan lebih bervariasi dibanding masyarakat perdesaan.
18
18 16 14
LPG (kg)
12 10 8 6 4 2 0 perkotaan
perdesaan
Gambar 4.2 Rata rata konsumsi LPG perbulan pada rumah tangga di daerah perkotaan dan perdesaan Konsumsi LPG di Propinsi Jawa Barat didominasi oleh rumah tangga perkotaan. Sebanyak 74.4 % pengguna LPG ada didaerah masyarakat perkotaan sementara 25.6 % sisanya berada didaerah perdesaan. Rumah tangga pada daerah perdesaan sendiri lebih banyak menggunakan energi non LPG. Sebanyak 67.3 persen rumah tangga pada daerah perdesaan memilih energi non LPG (kayu bakar, minyak tanah, dan lainnya) sebagai bahan bakar untuk memasak. Tabel 4.1 Perbandingan bahan bakar utama memasak daerah perkotaan dan perdesaan di Propinsi Jawa Barat tahun 2013 Bahan bakar utama memasak
Wilayah
LPG
Non LPG
Perkotaan Perdesaan
74.4 25.6
32.7 67.3
Total
100.0
100.0
Meskipun demikian apabila kita membandingkan pemakaian bahan bakar utama untuk memasak pada daerah perdesaan, komposisi rumah tangga yang memakai bahan bakar LPG sudah 50 persen lebih dibanding pemakaian kayu bakar yang hanya berkisar 44.9 persen. Sementara pada rumah tangga daerah perkotaan sebanyak 14 persen rumah tangga belum mengkonsumsi LPG. Terdapat beberapa rumah tangga yang tidak melakukan kegiatan memasak. Biasanya rumah tangga ini berisi para pekerja atau pelajar yang tinggal di kamar kos atau mengontrak rumah. Tabel 4.2. Distribusi bahan bakar utama memasak daerah perkotaan dan perdesaan di Propinsi Jawa Barat tahun 2013 Bahan Bakar Utama Memasak Wilayah
LPG
Non LPG
Tidak pernah memasak
Total
Perkotaan Perdesaan
85.9 52.6
11.6 46.1
2.5 1.3
100.0 100.0
Total
73.0
24.9
2.1
100.0
19
Masih terdapatnya rumah tangga yang belum mengkonsumsi LPG tentu disebabkan oleh beberapa faktor tertentu diantaranya adalah faktor budaya, faktor sosial, faktor pribadi dan faktor lainnya. Faktor budaya didasarkan pada wilayah geografis dimana rumah tangga tinggal dan rumah tangga pertanian. Faktor sosial dijelaskan oleh pengeluaran rumah tangga, banyaknya anggota rumah tangga dan juga keberadaan istri bekerja, sementara faktor pribadi dijelaskan oleh umur dan tingkat pendidikan kepala rumah tangga. Disamping itu juga terdapat faktor kemudahan dalam mengakses energi, baik LPG maupun minyak tanah. Akses terhadap LPG merupakan salah satu faktor yang dianggap dapat memengaruhi permintaan LPG. Akses untuk memperoleh LPG pada wilayah perkotaan dan perdesaan cukup baik. Sebanyak 96 persen rumah tangga untuk daerah perkotaan dan 91 persen untuk daerah perdesaan terdapat penjual /pengecer LPG. Sementara akses pada energi selain LPG yaitu minyak tanah cukup kecil yaitu berkisar 10 hingga 20 persen. Selain minyak tanah, salah satu energi alternatif lain yaitu kayu bakar. Keterjangkauan rumah tangga untuk memperoleh kayu bakar dapat dilihat dari keberadaan rumah tangga baik yang berada dalam/tepi hutan maupun di luar kawasan hutan. Disini rumah tangga pada daerah perdesaan mempunyai akses terhadap hutan yang cukup tinggi. Rumah tangga yang berada pada daerah perkotaan hanya 3 persen yang berada di tepi/dalam kawasan hutan, sementara pada daerah perdesaan mencapai 23 persen rumah tangga. Tabel 4.3. Statistik deskriptif peubah bebas pada model permintaan LPG
Kategori Peubah Bebas Pengeluaran sebulan
Perkotaan
Perdesaan
n=14406 Simpangan Rata rata Baku 3.14 3.58
n=8035 Simpangan Rata rata Baku 1.78 1.79
Anggota rumah tangga
3.64
1.55
3.36
1.47
Generasi Y dan Z
0.26
0.44
0.24
0.43
Lama sekolah
8.64
4.34
5.95
3.30
Rumah tangga pertanian Keberadaan desa di tepi /dalam hutan Jarak Desa ke Ibukota Kabupaten Kota Terdekat Keberadaan pengecer minyak tanah Keberadaan pengecer LPG Keberadaan Istri Bekerja (non pertanian)
0.20
0.40
0.26
0.44
0.03
0.17
0.23
0.42
12.80
12.06
34.23
25.14
0.20
0.40
0.10
0.30
0.96
0.18
0.91
0.28
0.22
0.41
0.12
0.32
20
Generasi Y merupakan generasi yang lahir antara tahun 1977 hingga tahun 1997. Umur mereka pada saat survei dilakukan berkisar antara 16 tahun hingga 36 tahun Kemudian berlanjut pada generasi Z yang lahir antara tahun 1998 hingga tahun 2010. Walaupun ada generasi Z yang sudah menjadi kepala rumah tangga, namun keberadaannya tidak terlalu banyak. Hasil survei menunjukkan bahwa rumah tangga generasi Y dan Z pada daerah perkotaan lebih banyak dibanding daerah perkotaan. Beberapa ciri karakteristik pada generasi ini diantaranya adalah sangat cepat, praktis, dinamis dan banyak yang mau dilakukan dalam waktu yang sama Dalam hal pendidikan, kepala rumah tangga pada daerah perdesaan masih jauh tertinggal dengan daerah perkotaan. Rata-rata lama sekolah pada kepala rumah tangga pada daerah perdesaan hanya 5,95 tahun, sementara pada daerah perkotaan 8.64 tahun. Dengan simpangan baku sebesar 4.34 dan 3.30 diperkirakan bahwa kepala rumah tangga pada daerah perkotaan sudah banyak yang mengenyam tingkat Sekolah Menengah Atas, sementara pada daerah perdesaan kebanyakan kepala rumah tangga hanya mengenyam sampai tingkat pendidikan Sekolah Menengah Pertama. Beberapa faktor lain yang dianggap dapat memengaruhi permintaan LPG dijelaskan dalam statistik deskriptif pada tabel 4.3.
Identifikasi Multikolinieritas Setelah melakukan eksplorasi dengan analisis sajian tabel dan gambar, eksplorasi dilanjutkan dengan melihat ada tidaknya hubungan linier antar peubah bebas. Korelasi antar peubah bebas biasanya mengindikasikan bahwa adanya kemungkinan terjadi masalah multikolinieritas. Tabel 4.4. Nilai Variance Inflation Factor (VIF) peubah bebas penyusun model permintaan LPG rumah tangga Wilayah
Peubah X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10
Perkotaan 1.35 1.30 1.07 1.07 1.07 1.04 1.02 1.01 1.01 1.01
Perdesaan 1.17 1.16 1.11 1.07 1.05 1.04 1.02 1.02 1.02 1.01
Pada tabel terlihat bahwa nilai VIF dari semua peubah bebas tidak ada yang bernilai di atas 5. Nilai tersebut menunjukkan bahwa tidak terjadi masalah
21
multikolinieritas dalam model sehingga semua peubah bebas dapat dimasukkan ke dalam model.
Koefisien Regresi Penduga Sebanyak total contoh terpilih untuk wilayah perkotaan, dari 14406 contoh, 1889 rumah tangga tidak memakai LPG sebagai bahan bakar untuk memasak. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat nilai nol sebesar 1889 dari total contoh sebesar 14406 atau sebesar 13 % dari data yang ada. Untuk wilayah perdesaan nilai nol pada contoh terdapat sebesar 39 % dari total contoh sebesar 8035 rumah tangga. Hasil pendugaan menggunakan metode OLS, Tobit dan CLAD memperlihatkan nilai koefisien regresi yang berbeda. Namun kedua metode tersebut menunjukkan kesamaan dalam hubungan peubah bebas terhadap peubah respon. Hubungan positif dan negatif pada masing-masing koefisien regresi mempunyai arah yang sama untuk ketiga metode tersebut. 2.5
Nilai koefisien
2.0 1.5 1.0
OLS
0.5
Tobit
0.0 -0.5
CLAD b0
b1
b2
b3
-1.0
b4
b5
b6
b7
b8
b9
b10
Koefisien regresi
-1.5
Gambar 4.3 Perbandingan nilai koefisien antar metode OLS, Tobit dan CLAD untuk daerah perkotaan 2.000
Nilai koefisien
1.500 1.000 0.500 OLS
0.000
-0.500
b0
b1
b2
b3
b4
b5
b6
b7
-1.000
b8
b9
b10
Tobit CLAD
-1.500 -2.000 -2.500
Koefisien regresi
-3.000
Gambar 4.4 Perbandingan nilai koefisien antar metode OLS, Tobit dan CLAD untuk daerah perdesaan
22
Asumsi Kenormalan dan Homoskedastisitas Model regresi parametrik membutuhkan sejumlah asumsi dalam parameternya. Pengujian asumsi dilakukan dengan pada sisaan yang dihasilkan oleh metode yang diterapkan dalam model. Antara lain asumsi normalitas dan homoskedastisitas. Tidak terpenuhinya asumsi pada sisaan menyebabkan model regresi yang dibangun menjadi tidak tepat dikarenakan penduga parameter tersebut menjadi bias ataupun tidak efisien karena tidak didapatkan ragam yang minimum. Pada metode OLS, baik data daerah perkotaan dan daerah perdesaan memperlihatkan bahwa asumsi-asumsi tersebut tidak dapat terpenuhi dengan baik. Hasil uji statistik Jarque-Berra (JB) dan uji white pada model regresi dengan metode OLS pada daerah perkotaan dan perdesaan menunjukkan bahwa asumsi untuk kenormalan dan homoskedastisitas tidak terpenuhi. Tabel 4.5 Uji asumsi kenormalan dan homoskedastisitas penduga OLS
Hipotesis
H0: Homoskedastisitas (Uji White) H0: Normal (Uji JB)
Nilai statistik uji
Tabel ChiSquared taraf nyata 5%
Perkotaan
Perdesaan
Derajat bebas
675
1668
14
23.685
136828
18921
2
5.991
Tidak seperti dalam model regresi linier klasik pada metode OLS, pada model tobit pelanggaran asumsi normalitas dan homoskedastisitas menyebabkan penduga Tobit menjadi tidak konsisten. Pemeriksaan terhadap sisaan menggunakan uji conditional moment menunjukkan bahwa asumsi kenormalan dan homoskedastisitas tidak terpenuhi.. Pada wilayah perkotaan nilai statistik conditonal moment untuk asumsi homoskedastisitas adalah 187.75, sedangkan pada asumsi kenormalan sebesar 66.94. Nilai nilai ini melebihi nilai tabel pada chi-square pada taraf nyata 5% untuk asumsi homoskedastisitas dengan jumlah derajat kebebasan 10 dan asumsi kenomalan dengan derajat kebebasan 2. Tabel 4.6 Uji asumsi kenormalan dan homoskedastisitas penduga Tobit
Hipotesis
Nilai statistik uji conditional moment
Derajat bebas
Tabel ChiSquared taraf nyata 5%
Perkotaan
Perdesaan
H0: Homoskedastisitas
187.75
405.72
10
18.307
H0: Normal
66.94
85.62
2
5.991
Begitu juga dengan wilayah perdesaan, nilai statistik conditional moment untuk asumsi homoskedastisitas sebesar 405.72 dan untuk asumsi kenormalan bernilai
23
85.62. Hasil uji tersebut mengindikasikan bahwa regresi tersensor dengan penduga Tobit tidak memenuhi asumsi normalitas dan homoskedastisitas.
Konsistensi Penduga
Nilai ragam
Hasil simulasi menunjukkan metode OLS, Tobit dan CLAD menghasilkan penduga parameter yang konsisten dari sisi ragam penduga. Ragam penduga dari masing masing metode memperlihatkan nilai yang semakin kecil seiring dengan penambahan contoh. Pada daerah perkotaan dengan nilai nol yang berkisar 13 persen, ragam penduga CLAD memperlihatkan nilai yang cukup tinggi diantara kedua penduga OLS dan Tobit dalam contoh kecil 300. Namun seiring jumlah pertambahan contoh penduga CLAD memperlihatkan performa yang cukup baik. Hal ini terlihat dari semakin kecilnya ragam penduga pada setiap pertambahan jumlah contoh. 4
0.8
3
0.6
2
0.4
1
0.2
0
0 b1
b2
b3
b4
b5
b6
b7
b8
b9 b10
b1
Koefisien penduga
Nilai ragam
0.15
0.2
0.1
0.1
0.05
0 b3
b4
b5
b6
b7
b8
Koefisien penduga
(c) N=3000
b4
b5
b6
b7
b8
b9 b10
(b) N=1000
0.3
b2
b3
Koefisien penduga
(a) N=300
b1
b2
b9 b10
0 b1 b2 b3 b4 b5 b6 b7 b8 b9 b10
Koefisien penduga
(d) N=5000
Gambar 4.5 Ragam penduga OLS, Tobit, dan CLAD untuk jumlah contoh 300, 1000, 3000 dan 5000 pada daerah perkotaan
24
2.5
0.8
Nilai ragam
2
0.6
1.5
0.4 1 0.2
0.5 0
0 b1 b2 b3 b4 b5 b6 b7 b8 b9 b10
b1
b2
Koefisien penduga
b4
b5
b6
b7
b8
b9 b10
Koefisien penduga
(a) N=300
(b) N=1000
0.25
Nilai ragam
b3
0.15
0.2 0.1
0.15 0.1
0.05
0.05 0
0 b1 b2 b3 b4 b5 b6 b7 b8 b9 b10
b1 b2 b3 b4 b5 b6 b7 b8 b9 b10
Koefisien penduga
Koefisien penduga
(c) N=3000
(d) N=5000
Gambar 4.6 Ragam penduga OLS, Tobit, dan CLAD untuk jumlah contoh 300, 1000, 3000 dan 5000 pada daerah perdesaan Pada daerah perdesaan dengan nilai nol sebanyak 39%, penduga CLAD kembali memperlihatkan perfoma yang kurang baik pada contoh kecil,dengan besarnya ragam penduga dibanding OLS dan Tobit pada jumlah contoh yang kecil. Namun seiring pertambahan contoh, penduga ini semakin menunjukkan performa lebih baik dibanding Tobit. Metode OLS mempunyai performa yang cukup baik pada setiap percobaan jumlah contoh. Ragam penduga metode OLS menunjukkan nilai yang lebih kecil dibanding kedua metode yang lain. Pemilihan Model Berdasarkan hasil simulasi dan juga uji asumsi, metode semiparametrik CLAD dipilih sebagai penduga dalam model permintaan LPG untuk sektor rumah tangga. Walaupun hasil simulasi menunjukkan kecenderungan bahwa metode OLS mempunyai ragam penduga yang lebih kecil dari kedua metode, Tobit dan CLAD, namun di lain sisi keberadaan banyaknya nilai nol pada peubah respon membuat penduga ini menjadi bias dan inkonsisten. Disamping itu dalam penelitian ini sisaan yang dihasilkan pada metode OLS tidak memenuhi asumsi yang diharapkan, sehingga disamping bias, penduga OLS juga tidak efisien. Penduga CLAD sendiri dalam hasil simulasi menampilkan performa yang semakin baik dengan seiring pertambahan contoh. Keunggulan lain adalah CLAD
25
merupakan metode semiparametrik, dimana sisaan yang dihasilkan tidak memerlukan asumsi asumsi seperti pada penduga parametrik OLS dan Tobit. Berikut model permintaan LPG rumah tangga berdasarkan daerah perkotaan dan perdesaan : Daerah Perkotaan Y= 2.110 + 0.584X1 + 0.561X2 – 0.734X3 + 0.105X4 - 0.056X5 - 0.093X6 0.018X7 - 0.017X8 - 0.284X9 + 0.194X10 Daerah Perdesaan Y= -1.800 + 1.637X1 + 0.238X2 + 0.839X3 + 0.229X4 + 0.179X5 - 1.468X6 0.035X7 + 0.487X8 + 1.185X9 + 0.917X10 Penurunan permintaan LPG pada daerah perdesaan dipengaruhi oleh faktor wilayah geografis, dimana jarak desa yang jauh dari ibukota kabupaten/kota dan keberadaan desa didalam maupun tepi hutan menjadi faktor utama di dalam model dengan koefisien regresi sebesar -0.035 dan -1.486. Jauhnya jarak daerah dari wilayah ibukota membuat ongkos distribusi semakin mahal. Hal ini tentu saja akan membuat harga LPG cenderung tinggi di tingkat pengecer. Disamping itu keberadaan desa berada dalam kawasan hutan membuat rumah tangga yang berada dikawasan tersebut cenderung untuk mendapatkan alternatif energi untuk memasak, yaitu kayu bakar. Masyarakat pada wilayah geografis yang jauh dari ibukota atau yang dekat dengan kawasan hutan biasanya sudah terbiasa menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar utama untuk memasak dan ini sudah menjadi kebiasaan yang turun temurun, sehingga kebiasaan tersebut sulit untuk dirubah. Sementara untuk daerah perkotaan penurunan permintaan LPG selain disebabkan jarak terhadap ibukota kabupaten/kota (-0.018), salah satunya disebabkan oleh faktor gaya hidup pada generasi Y dengan koefisien regresi sebesar -0.734. Mereka yang berada pada rumah tangga generasi Y dan Z mempunyai permintaan LPG yang lebih sedikit dibanding generasi sebelumnya. Generasi Y dan Z berada pada umur 38 ke bawah. Generasi ini identik dengan karakteristiknya yang inginnya serba cepat dan instan. Selain itu mereka juga aktif di media sosial dalam meghabiskan waktunya. Rata rata orang tua pada generasi ini merupakan pekerja baik suami maupun istri. Hal ini membuat mereka memilih membeli makanan diluar dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Biasanya walaupun mereka tetap mengkonsumsi LPG, namun pemakaiannya sebatas hanya pada hari hari libur saja.
26
5
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Kesimpulan yang dihasilkan dari penelitian ini adalah : 1. Keberadaan data yang mengandung banyak nilai nol pada peubah respon menyebabkan metode OLS menjadi bias dan inkonsisten. 2. Penduga Tobit yang diharapkan mampu untuk mengatasi keberadaan data tersensor amat rentan terhadap sejumlah asumsi yang harus dipenuhi, sehingga menghasilkan penduga yang tidak lebih baik dari penduga OLS. 3. Penduga semiparametrik CLAD dapat menjadi alternatif dari metode tobit untuk mengatasi struktur data yang mengandung banyak nilai nol pada contoh besar, namun tidak dalam contoh kecil. 4. Wilayah geografis menjadi faktor yang memengaruhi permintaan LPG pada daerah perdesaan. Penurunan permintaan LPG terjadi seiring jauhnya rumah tangga dari ibukota kabupaten/kota dan rumah tangga pada wilayah kawasan hutan. Sementara pada daerah perkotaan faktor kategori umur mempunyai pengaruh terhadap penurunan permintaan LPG. Rumah tangga dengan kepala rumah tangga generasi Y dan Z mempunyai permintaan LPG yang lebih sedikit dibanding generasi sebelumnya. Saran Saran untuk penelitian mendatang dapat dilakukan dengan mencari metode pendugaan lain untuk mengatasi data yang mengandung banyak nilai nol pada peubah respon. Disamping itu juga dapat dilakukan sebuah simulasi dengan membuat sebuah model yang telah ditentukan nilai parameternya (model sebenarnya) yang dapat memperlihatkan bias dan ragam penduga terhadap parameter sebenarnya pada metode OLS, Tobit dan CLAD pada contoh kecil maupun contoh besar.
27
DAFTAR PUSTAKA Abdullah K. 2010. Generasi Apakah Anda? X,Y, atau Z? [Internet]. [diunduh 2015 Agustus 2]. Tersedia pada: http://khairulabdullah.com/generasiapakah-anda-x-y-atau-z. Amemiya T. 1984. Tobit Models: A survey. Journal of Econometrics 24: 3-61. Amemiya T. 1985. Limited Dependent Variable. Technical Report No. 7.Prepare Under National Science Foundation Grant No. SES 82-08180. Department of Statistics Stanford University. Stanford California. Cahyaningsih A. 2011. Pendekatan Tobit Model dan Double-Hurdle dalam Pemodelan Pengeluaran Konsumsi Rokok di Kalimantan Timur. [Tesis]. Surabaya. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Tehnologi Sepuluh Nopember. Cameron AC, Trivedi PK. 2005. Microeconometrics (Methods and Aplications). Cambridge University Press. United States Of America. Jolliffe D, Krushelnytsky B, Semykina A. Censored Least Absolute Deviations Estimator. Stata Technical Bulletin. 2001. Vol 10. Issue 58 Dey MM. 2000. Analysis of Demand for Fish in Bangladesh. Journal of Aquaculture Economics and Management 4(1/2):63-81. International Center for Living Aquatic Resources Management. Penang. Malaysia Drukker DM. 2002. Bootstraping A Conditional Moment Test for Normality After Tobit Estimation. The Stata Journal. 2. 125-139. Goldberger, SA. 1964. Economic Theory. Jhon Wiley & Sons, Inc. New York. Greene WH. 2003. Econometric Analysis. Fifth Edition. New York University Gujarati DN. 2003. Basic Econometric. Fourth Edition. Mc Graw-Hill. New York Humphreys RB. 2013. Dealing With Zeros in Economic Data. [Internet]. [diunduh 2015 Oktober 16]. Tersedia pada: https://www.ualberta.ca/~bhumphre/class/zeros_v1.pdf. Jolliffe D, Krushelnytsky B, Semykina A. Censored Least Absolute Deviations Estimator. Stata Technical Bulletin. 2001. Vol 10. Issue 58 Joreskog GK. 2002. Censored Variables and Censored Regression. [Internet]. [diunduh 2015 Mei 14]. Tersedia pada: http://www.ssicentral.com/lisrel/techdocs/censor.pdf Kotler P, Keller LK. 2012. Marketing Management. 14 Edition. Prentice Hall. Long JS. 1997. Regression Models for Categorical and Limited Dependent Variables. SAGE Publications Inc. California Maddala GS. 1983. Limited Dependent and Qualitative Variables In Econometrics. Cambridge University Press. New York. Nababan TS. 2008. Permintaan Energi Listrik Rumah Tangga (Stusi Kasus pada Pengguna Kelompok Rumah Tangga Listrik PT PLN di Kota Medan) [Disertasi]. Semarang. Universitas Diponegoro. Powell LJ. 1983. Least Absolute Deviations Estimation for the Censored Regression Model. Journal of Econometrics 25 (1984) 303-325. North Holland. Massachusetts Institute of Technology. Cambridge. Pranadji KD, Djamaludin DM, Kiftiah N. 2010. Analisis Perilaku Penggunaan LPG pada Rumah Tangga di Kota Bogor. Jurnal Ilmu Kel. & Kons., Agustus 2010, p:173-183. Vol.3, No. 2. ISSN : 1907-6037.
28
Soderbom M. 2001. Conditional Moment Test for Tobit and Probit in STATA. Center for Study of Africans Economics, Department of Economics, University of Oxford. Tobin J. 1958. Estimation of Relationships for Limitied Dependent Variables. Econometrica. Vol 26, No.1. (Jan., 1958), pp. 24-36. Virgantari F. 2005. Perbandingan Model Tobit, Regresi Terpotong dan Regresi Biasa pada Data Konsumsi Rumah Tangga. [Tesis]. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
29
Lampiran 1 Nilai koefisien dan galat baku penduga OLS, Tobit, dan CLAD pada model permintaan LPG rumah tangga di daerah perkotaan Koefisien
OLS
Galat baku
Tobit
Galat baku
CLAD
Galat baku
b0
2.126
0.011
1.096
0.260
2.110
0.212
b1
0.392
0.024
0.399
0.013
0.584
0.036
b2
0.619
0.084
0.734
0.027
0.561
0.029
b3
-1.034
0.010
-1.008
0.095
-0.734
0.068
b4
0.179
0.090
0.215
0.011
0.105
0.011
b5
-0.346
0.209
-0.351
0.103
-0.056
0.072
b6
-0.042
0.003
-0.129
0.239
-0.093
0.209
b7
-0.019
0.089
-0.023
0.004
-0.018
0.003
b8
0.048
0.196
0.075
0.101
-0.017
0.092
b9
-0.155
0.088
-0.203
0.222
-0.284
0.163
b10
0.377
0.229
0.511
0.099
0.194
0.080
30
Lampiran 2 Nilai koefisien dan galat baku penduga OLS, Tobit, dan CLAD pada model permintaan LPG rumah tangga di daerah perdesaan Koefisien
OLS
Galat baku
Tobit
Galat baku
CLAD
Galat baku
b0
0.979
0.025
-2.438
0.332
-1.800
0.340
b1
0.537
0.030
0.709
0.038
1.637
0.170
b2
0.345
0.100
0.561
0.048
0.238
0.075
b3
0.274
0.014
0.824
0.157
0.839
0.151
b4
0.225
0.095
0.371
0.021
0.229
0.026
b5
-0.043
0.099
0.018
0.153
0.179
0.176
b6
-1.043
0.002
-1.876
0.165
-1.468
0.158
b7
-0.025
0.140
-0.047
0.003
-0.035
0.004
b8
0.414
0.148
0.698
0.222
0.487
0.233
b9
0.468
0.131
1.049
0.247
1.185
0.268
b10
1.013
0.198
1.450
0.202
0.917
0.225
31
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 12 Juli 1980, sebagai anak keempat dari 5 bersaudara. Pendidikan sekolah menengah ditempuh di SMA Negeri 61 Jakarta Program IPA, lulus pada tahun 1998. Pada tahun yang sama penulis diterima di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik, Jakarta dan menyelesaikannya pada tahun 2002. Saat ini penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Badan Pusat Statistik RI, Direktorat Statistik Industri. Kesempatan untuk melanjutkan program master (S2) pada program studi Statistika Terapan, Sekolah Pascasarjana IPB, diperoleh pada tahun 2013 dengan program Beasiswa APBN Badan Pusat Statistik.