KAJIAN METODE TANAM PADA BUDIDAYA TANAMAN HOTONG BURU
Oleh : Wahyu Gendam Prakoso F14101001
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
KAJIAN METODE TANAM PADA BUDIDAYA T ANAMAN HOTONG BURU
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : WAHYU GENDAM PRAKOSO F14101001
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN KAJIAN METODE TANAM PADA BUDIDAYA TANAMAN HOTONG BURU
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : WAHYU GENDAM PRAKOSO F14101001
Dilahirkan pada tanggal 5 April 1984 di Boyolali, Jawa Tengah Tanggal lulus : 18 Januari 2006 Menyetujui Bogor,
Februari 2006
Dr. Ir. Gatot Pramuhadi, M.Si. Pembimbing Akademik Mengetahui
Dr. Ir. Wawan Hermawan, M .S. Ketua Departemen Teknik Pertanian
Wahyu Gendam Prakoso. F14101001. Kajian Metode Tanam pada Budidaya Tanaman Hotong Buru. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Gatot Pramuhadi, M.Si. 2006.
RINGKASAN Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji metode tanam untuk menghasilkan teknik budidaya Hotong Buru optimum sehingga diperoleh keuntungan budidaya maksimum. Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan menggunakan data lapang dari hasil pengamatan di plot percobaan budidaya tanaman Hotong Buru Laboratorium Lapangan Departemen Teknik Tertanian Fateta -IPB di Leuwikopo Darmaga, Bogor meliputi parameter kesesuaian lahan, biaya budidaya dan hasil budidaya sebagai input yang diolah, dianalisis, dan dikompilasikan menggunakan software MS Visual Basic Versi 6.0. menjadi software analisis SIHOTONG Versi 1.0, kemudian dilakukan optimasi dengan menggunakan QM Versi 2.1 Berdasarkan hasil analisis SIHOTONG Versi 1.0 total biaya budidaya pada metode tanam larik dan tugal masing-masing sebesar Rp. 12 585 717,-/ha dan Rp. 11 598 583,-/ha. Keuntungan budidaya pada metode tanam larik dan tugal masing-masing sebesar Rp. 18 859 793,-/ha dan Rp. 7 127 066,-/ha. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa budidaya Hotong Buru dengan sistem tanam larik lebih menguntungkan dibanding sistem tanam tugal. Hasil optimasi luasan lahan budidaya hotong buru menggunakan QM Versi 2.1 menghasilkan kombinasi luasan lahan budidaya 100% menggunakan metode tanam larik untuk medapatkan keuntungan budidaya maksimum. Lahan plot percobaan Darmaga termasuk dalam kelas kesesuaian lahan S2 (tingkat kesesuaian lahan sedang). Sistem optimasi yang dibangun dapat membantu pengguna (user) dalam merencanakan metode tanam dan sistem budidaya Hotong Buru secara efektif dan efisien. Hal tersebut tercapai dengan melakukan simulasi dari beberapa skenario teknik budidaya Hotong Buru.
Key word : Hotong Buru, metode tanam, larik, tugal, optimasi.
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Boyolali, Jawa Tengah pada tanggal 5 April 1984 sebagai anak kedua dari pasangan Tarminto D.S dan Martuti. Pendidikan formal didapatkan dari SD Negeri Pakel 1, Andong, Boyolali lulus tahun 1995, SLTPN 2 Simo, Boyolali lulus tahun 1998, dan SMUN 5 Surakarta lulus tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Teknik Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama menempuh perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa organisasi antara lain sebagai Ketua Komisi B/Sospol, Dewan Perwakilan Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB-IPB) periode 2001-2002, Kepala Biro V/Teritorial Satuan Resimen Mahasiswa IPB periode 2002-2003, Wakil Komandan Satuan Resimen Mahasiswa IPB periode 2003-2004. Penulis juga berkesempatan untuk mendapatkan pengalaman sebagai Asisten beberapa matakuliah antara lain pada program diploma pengelola perkebunan: matakuliah kewiraan tahun 2002, alat dan mesin budidaya pertanian tahun 2005. Pada Program Sarjana Departemen Teknik Pertanian: matakuliah Motor Bakar dan Tenaga Pertanian tahun 2004-2005 serta Traktor Pertanian tahun 2005. Pada tahun 2004 penulis melaksanakan praktek lapang di PG. Semboro, PTPN XI, Jember, Jawa Timur dengan topik Pengolahan Tanah Mekanis Untuk Tanaman Tebu. Penulis dua kali terpilih sebagai penerima dana Program Kreativitas Mahasiswa yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi masing-masing dengan judul Komposit Bambu dan Jerami Sebagai Alternatif Dinding Ruang Penyimpanan Dingin pada tahun 2004 dan Budidaya Bekicot (Achatina variegata) Untuk Mengatasi Permasalahan Sampah Pasar Tradisonal pada tahun 2005. Hasil analisis pendahuluan yang digunakan dalam penelitian ini pernah penulis presentasikan dalam Seminar Nasional dan Konggres Perhimpunan Teknik Pertanian (PERTETA) di LIPI, Bandung pada tanggal 15-16 November 2005. Sejak tahun 2002 sampai dengan tahun 2003 penulis bekerja di CV. Estiga Media Komputer, Cibinong sebagai staff purchasing komputer. Pada tahun 2003 mengundurkan diri, kemudian mendirikan BIMA komputindo dan CV. Perdjuangan Usaha Mandiri, Bogor yang eksis sampai dengan sekarang.
i
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat ALLOH SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini dalam bentuk skripsi yang berjudul Kajian Metode Tanam Pada Budidaya Tanaman Hotong Buru. Penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi ini berkat kerja sama , arahan dan bimbingan orang-orang yang sabar dan ikhlas membantu penulis, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dr. Ir. Gatot Pramuhadi, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik atas saran, bimbingan dan nasehat yang sangat berharga bagi penulis. 2. Ir. Imam Hidayat, M.Eng dan Dr. Ir. Emmy Darmawati, M.Si. selaku Dosen Penguji atas saran dan masukan yang diberikan untuk memperbaiki skripsi ini. 3. Ayahanda Tarminto D.S dan Ibunda Martuti serta saudara-saudaraku tercinta Mas Tomo dan Dik Asih yang telah memberikan dukungan dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 4. Dik Lisa Susiana, atas bantuan, dukungan, motivasi dan kesabarannya. 5. Bapak Trisnadi, Bapak Abas, Bapak Tohir dan Bapak Rosid yang telah membantu penulis dalam budidaya buru hotong di plot percontohan maupun proses pengujian di laboratorium. 6. Karyawan CV. Perdjuangan Usaha Mandiri (Bogor), BIMA Komputido (Bogor) dan Terang Abadi Elektronik (Solo) atas dedikasinya dalam membantu penulis menjalankan usaha. 7. Teman-temanku seperjuangan mahasiswa Teknik Pertanian IPB Angkatan 38, dan Keluarga Besar Satuan Resimen Mahasiswa Institut Pertanian Bogor, terima kasih atas kebersamaannya selama ini. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan juga bagi semua pihak yang memerlukannya. Bogor,
Februari 2006 Penulis
ii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR .............................................................................................. i DAFTAR ISI............................................................................................................. ii DAFTAR TABEL..................................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ iv DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................. v PENDAHULUAN .................................................................................................... 1 Latar Belakang ................................................................................................. 1 Tujuan Penelitian ............................................................................................. 2 Manfaat Hasil Penelitian.................................................................................. 3 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................... Botani Hotong Buru......................................................................................... Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Produksi Hotong....... Program Linier (Linear Programming) ...........................................................
4 4 5 8
BAHAN DAN METODE ......................................................................................... Waktu dan Tempat Penelitian.......................................................................... Bahan, Peralatan, Mesin, dan Instrumen Penelitian ........................................ Metode Penelitian ............................................................................................ Penyiapan Basis Data ...................................................................................... Asumsi ............................................................................................................. Model Optimasi............................................................................................... Program Antar Muka ( User Interface) ............................................................
12 12 12 13 16 19 19 20
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................. Kondisi Umum Wilayah Penelitian ................................................................. Kajian Teknik Budidaya Hotong Buru ............................................................ Analisis Kesesuaian Lahan.............................................................................. Model Optimasi............................................................................................... Program Antar Muka ( User Interface) ............................................................
21 21 22 33 33 35
KESIMPULAN ......................................................................................................... SARAN ..................................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... LAMPIRAN..............................................................................................................
43 43 44 47
iii
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Tingkatan kualitas lahan pertanian untuk padi gogo ................................... 6 Tabel 2 Hama penting untuk tanaman padi dan jagung............................................ 8 Tabel 3 Bahan, peralatan, mesin, dan instrumen untuk penelitian........................... 13 Tabel 4 Variabel-variabel penelitian......................................................................... 15 Tabel 5 Aturan pemberian skor untuk penilaian kesesuaian lahan........................... 18 Tabel 6 Skor penentuan kelas kesesuaian lahan ....................................................... 19 Tabel 7 Sifat fisik-mekanik tanah Latosol, Darmaga, Bogor ................................... 21 Tabel 8 Perbandingan kondisi umum lahan.............................................................. 22 Tabel 9 Sifat fisik-mekanik-kimia tanah sebelum pengolahan tanah....................... 23 Tabel 10 Hasil unjuk kerja pengolahan tanah mekanis ............................................ 24 Tabel 11 Biaya tenaga kerja operator dan tenaga penyiapan lahan.......................... 25 Tabel 12 Sifat fisik-mekanik tanah setelah kegiatan pengolahan tanah................... 25 Tabel 13 Hasil unjuk kerja penanaman benih Hotong Buru..................................... 26 Tabel 14 Kebutuhan dan biaya pembelian pupuk ..................................................... 27 Tabel 15 Gulma yang tumbuh di areal percobaan budidaya Hotong Buru............... 28 Tabel 16 Biaya pencabutan gulma ............................................................................ 28 Tabel 17 Pertumbuhan tanaman Hotong Buru dan gulma di lahan percobaan......... 30 Tabel 18 Biaya tenaga kerja pemanenan rata -rata plot percobaan............................ 31 Tabel 19 Rekapitulasi nilai rata -rata parameter biaya dan hasil budidaya .............. 31 Tabel 20 Penilaian kelas kesuaian lahan................................................................... 33 Tabel 21 Skenario optimasi dengan menggunakan QM ........................................... 35 Tabel 22 Hasil optimasi skenario -skenario budidaya hotong dengan QM .............. 41
iv
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Anatomi tanaman Hotong Buru . ............................................................. 4 Gambar 2 Prosedur penerapa n linear programming ................................................ 11 Gambar 3 Peta lokasi penelitian................................................................................ 12 Gambar 4 Bagan rancangan penelitian untuk memperoleh data teknik budidaya .... 14 Gambar 5 Tata letak plot percobaan budidaya Hotong Buru................................... 16 Gambar 6 Kerangka sistem penunjang keputusan untuk perenc anaan budidaya ..... 17 Gambar 7 Kegiatan pengolahan tanah pertama ........................................................ 23 Gambar 8 Penggaruan menggunakan implemen garu piring ................................... 24 Gambar 9 Penanaman dengan metode larik .............................................................. 26 Gambar 10 Pemberian pupuk daun........................................................................... 29 Gambar 11 Pencabutan gulma .................................................................................. 29 Gambar 12 Pemanenan hotong ................................................................................. 30 Gambar 13 Struktur menu SIHOTONG V1.0 .......................................................... 35 Gambar 14 Tampilan halaman muka SIHOTONG V1.0.......................................... 36 Gambar 15 Tampilan input SIHOTONGV1.0.......................................................... 37 Gambar 16 Tampilan output SIHOTONG V1.0....................................................... 38 Gambar 17 Tampilan input skenario 1...................................................................... 39 Gambar 18 Tampilan solusi skenario 1 .................................................................... 39 Gambar 19 Tampilan grafik solusi skenario 1.......................................................... 40
v
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Prosedur pengukuran Variabel-variabel penelitian . ............................. 47 Lampiran 2 Prosedur pengukuran variabel-variabel penelitian ................................ 48 Lampiran 3 Hasil kaliberasi penetrometer................................................................ 49 Lampiran 4 Hasil uji homogenitas metode Bartlett untuk kadar air tanah (KAT) ... 50 Lampiran 5 Hasil uji homogenitas metode Bartlett untuk densitas tanah (DST) ..... 51 Lampiran 6 Hasil uji homogenitas metode Bartlett untuk tahanan penetrasi (DST) Metode tugal........................................................................................... 52 Lampiran 7 Hasil uji homogenitas metode Bartlett untuk tahanan penetrasi (DST) Metode larik............................................................................................ 53
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang mendasar bagi setiap manusia. Dewasa ini daya dukung lingkungan semakin menurun sehingga ketersediaan bahan pangan juga turut berkurang. Hal tersebut dapat terlihat dari kasus-kasus kelaparan dan gizi buruk yang terjadi di berbagai belahan dunia, khususnya di negara-negara berkembang, seperti di Indonesia. Pada tahun 2002, terdapat 27.3% balita menderita gizi kurang, 8% diantaranya gizi buruk (DEPKES 2005). Masalah gizi lain adalah anemia gizi yang ditemukan pada sekitar 48.1% balita , beberapa penelitian menyimpulkan 54% kematian bayi dan balita dilatarbelakangi faktor gizi (DEPKES 2005). Pada tahun 1984 Indonesia pernah dinyatakan sebagai negara yang berswasembada beras oleh FAO (Food and Agricultural Organization). Namun saat ini Indonesia justru menjadi salah satu importir beras yang terbesar di dunia. Rata-rata impor beras yang dilakukan oleh Indonesia adalah 1.4 juta ton per tahun (Yudohusodho 2003). Berkurangnya kemampuan produksi pangan dalam negeri tersebut disebabkan karena terjadinya konversi penggunaan lahan pada daerahdaerah pertanian potensial yang memiliki tanah yang subur dan beririgasi teknis menjadi daerah hunian dan industri, sebagai contoh adalah di Kawasan Pantai Utara Pulau Jawa (Hamzah 2003). Upaya peningkatan pemenuhan kebutuhan pangan dalam negeri dewasa ini dilakukan
dengan
intensifikasi
pertanian,
ekstensifikasi
pertanian,
dan
diversifikasi bahan pangan. Ekstensifikasi diarahkan menuju pemanfaatan lahan kering yang merupakan bagian terbesar dari potensi lahan (Abdurrachman 1997). Diversifikasi bahan pangan dilakukan dengan mengembangkan tanaman dan bahan pangan alternatif pengganti beras, khususnya yang dapat tumbuh pada lahan-lahan kering. Tanaman Hotong Buru (Setaria italica (L) Beauv.) merupakan tanaman pangan alternatif pengganti beras yang dapat tumbuh dengan baik di lahan-lahan kering yang tidak beririgasi teknis. Hingga kini tanaman tersebut ditanam dan dibudidayakan secara terbatas di Kawasan Indonesia Timur, yaitu di Pulau Buru,
2
Propinsi Maluku. Andarwulan (2003) melaporkan bahwa berdasarkan hasil analisis kandungan gizi menunjukkan bahwa hotong memiliki
kandungan
karbohidrat 73.36% dan protein 11.18%. Hal tersebut menunjukkan bahwa kandungan karbohidrat hotong sama atau lebih tinggi dibanding berbagai jenis beras yang ada di Indonesia, sedangkan kandungan proteinnya lebih tinggi dibanding berbagai jenis beras, kentang, dan sumber pangan penghasil karbohidrat lainnya. Tanaman Hotong Buru belum dikenal secara luas oleh masyarakat Indonesia, sehingga diperlukan kajian atau analisis teknik dan ekonomi budidaya Hotong Buru. Ruang lingkup kegiatan budidaya Hotong Buru meliputi kegiatan pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan tanaman dan pemanenan. Metode tanam berpengaruh besar terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman, sehingga perlu dilakukan optimasi agar dapat diperoleh keuntungan budidaya tanaman maksimum. Penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan kompilasi data lapang budidaya, baik data lapang aktual dari hasil pengamatan proses budidaya tanaman hotong, maupun data lapang sekunder, ke dalam suatu paket penunjang keputusan untuk membantu analisis perencanaan budidaya, sehingga diperoleh perencanaan budidaya Hotong Buru secara optimum. Hal tersebut penting dilakukan mengingat perencanaan budidaya Hotong Buru merupakan proses awal yang turut menentukan keberhasilan budida ya tanaman, sehingga untuk menghasilkan keuntungan maksimum diperlukan perencanaan budidaya tanaman secara komprehensif. Paket penunjang keputusan berbasis personal computer (PC) dapat digunakan sebagai alat bantu dalam perencanaan budidaya tanaman untuk memperoleh budidaya Hotong Buru optimum (efektif dan efisien).
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji metode tanam untuk menghasilkan teknik budidaya Hotong Buru optimum sehingga diperoleh keuntungan budidaya maksimum.
3
Manfaat Hasil Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh kelompok tani, petani dan penyuluh pertanian sebagai alat bantu dalam melakukan perencanaan budidaya Hotong Buru secara optimum sehingga diperoleh keuntungan maksimum.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Hotong Buru Tanaman Hotong Buru (Setaria italica (L.) Beauv.) termasuk dalam kelas monocotyledonae , family poaceae (gramineae). Hirarki taksonomi selengkapnya adalah sebagai berikut: Kingdom
: Plantae
Subkingdom : Tracheobionta Divis ion
: Magnoliophyta (Angiospermae)
Class
: Liliopsida
Subclass
: Commelinidae
Order
: Cyperales
Family
: Poaceae (Gramineae )
Genus
: Setaria Beauv.
Species
: Setaria italica (L.) Beauv.
Tanaman Hotong Buru merupakan tanaman semusim. Tanaman tersebut biasanya tumbuh dalam bentuk rumpun dengan tinggi tanaman 60-150 cm (Dassanayake 1994). Umur panen Hotong Buru adalah 75-90 hari setelah tanam, tergantung jenis tanah dan lingkungan tempat pembudidayaannya. Waktu penanaman Hotong Buru terbaik adalah pada bulan Juli hingga pertengahan bulan Agustus pada daerah-daerah beriklim tropis, misalnya di wilayah India bagian selatan (Krishiworld 2005).
Gambar 1. Anatomi tanaman Hotong Buru
5
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Produks i Hotong Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman Hotong Buru, diantaranya adalah: (1) tanah, (2) varietas tanaman, (3) iklim, dan (4) tindakan budidaya. Setiap tanaman menghendaki kondisi tanah yang berbeda-beda sebagai tempat hidup yang optimal. Pada budidaya tanaman gramineae maka pengolahan tanah intensif dengan pencacahan tanah akan sangat menguntungkan dari segi kemampuan perkembangan akar dan penghambatan pertumbuhan gulma. Pengangkatan dan pembalikan lapisan tanah akan menye babkan terjadinya perubahan tatanan ekosistem dalam tanah, sehingga tanaman memiliki waktu pertumbuhan awal yang cukup tanpa tersaingi oleh gulma (Suharso 1985). Tanaman Hotong Buru tidak memerlukan tanah khusus untuk tumbuh, namun perlu dilakukan perlakua n-perlakuan terhadap jenis tanah tertentu (Baker 2003). Di India, tanaman ini dilaporkan dapat tumbuh baik pada tanah alluvial, bahkan pada tanah liat (Krishiworld 2005). Tanah dengan liat tinggi harus mendapatkan pengolahan tanah yang baik agar dapat me ndukung perakaran dan meningkatkan perkolasi air tanah, karena tanaman Hotong Buru memerlukan drainase yang baik. Pengolahan tanah secara intensif dapat dilakukan dengan memotong, membalik dan mencacah tanah dengan menggunakan implemen pengolah tanah (Hunt 1995). Implemen yang digunakan dapat berupa bajak singkal (moldboard plow), bajak piring (disk plow), garu piring (disk harrow) dan rotavator (Hunt 1995). Pengolahan tanah secara intensif juga bertujuan untuk mempersiapkan tempat pertumbuhan
benih,
khususnya
pada
proses
perkecambahan
benih.
Perkecambahan benih membutuhkan kondisi tanah yang lembab, temperatur yang tepat dan udara yang cukup untuk respirasi. Oleh sebab itu perlu diupayakan kondisi tanah cukup remah untuk aerasi yang baik, namun juga cukup padat agar benih dapat kontak langsung dengan tanah (Plaster 1992). Kesesuaian kualitas lahan sangat berpengaruh pada produksi tanaman, oleh karenanya penting dilakukan klasifikasi lahan untuk menduga produksi dan merencanakan budidaya serta pengadaan sarana produksi (Fagi dan Las 1988). Pusat penelitian tanaman pangan telah melakukan klasifikasi kesesuaian lahan
6
untuk budidaya tanaman padi gogo (padi lahan kering) seperti yang disajikan dalam Tabel 1. Tanaman Hotong Buru dapat tumbuh pada tanah yang kurang subur, namun tanaman ini bereaksi positif terhadap phospor (P) dan nitrogen (N), sehingga tanah dengan kandungan P dan N yang cukup akan menghasilkan produksi yang lebih baik. Pada kegiatan budidaya di tanah-tanah yang miskin unsur hara disarankan penggunaan pupuk kandang dengan dosis 6-10 ton/ha. Pemupukan untuk meningkatkan kadar N dapat mencapai dosis 600 kg/ha menggunakan pupuk urea (Baker 2003)
Tabel 1. Tingkatan kualitas lahan pertanian untuk padi gogo (Fagi dan Las 1988, dan Ismunadji 1988) Karakteristik Tingkat kualitas lahan (kelas) S1 S2 S3 N1 N2 tanah Topografi kemiringan (%) <4 <8 <16 <25 >25 1. <8 <16 <30 <30 >30 2. Tidak ada Tidak ada Ringan Ringan Semua Genangan/banjir Drainase
3. 4.
Fisik Tanah Tekstur lapisan atas Butir kasa r lapisan atas Batu-batuan Tekstur lapisan bawah Butir kasar lapisan bawah Kedalaman lapisan kedap air CaCO3 Kesuburan/kimia tanah KTK (meq/100 gram) Kejenuhan basa 0- 15cm (%) Organik–C 0-15cm (%) 5. 6. Iklim Curah hujan (mm/bulan) Elevasi (mdpl) Suhu rata -rata (oC) Keterangan :
Baik Kurang
Sedang Sedang
Kurang Baik
Buruk Buruk
keadaan Buruk Buruk
C-60v-L <15
C+60V-fls <35
C+60v-Sc <55
C+60v-Sc <55
Cm-S c <55
C+60V-fls
C+60v-Sc
C+60v-Sc
C+60v-Sc
Cm-S c
C+60-fls
C+60v-Sc
C+60v-Sc
C+60v-Sc
Cm-S c
<35
<55
<55
<55
>55
>90
>75
>20
>20
<20
<6
<15
<25
<25
>25
>16 >50
>0 >35
0 <15
>1.5 >0.8
>0.8 <0.8
<0. 8
>100 <1000
>150/<50 <1000
>200/<50 <1000
<1000
>1000
± 28
28±4
28±6
28±8
28±8
1. mekanisasi intensif 2. pertanian tradisional/konvensional 3. berlempung halus ata u berliat
7
4. berlempung kasar atau berpasir 5. kandungan liat tak aktif rendah 6. tanah berkapur Varietas tanaman hotong yang dibudidayakan dewasa ini lebih dari satu spesies. Tiga spesies hotong yang banyak dibudidayakan adalah: (1) Setaria Italica (L.) Beauv, Setaria Italica (Var.) Metzgeri, dan Setaria italica (Var.) Stramiofructa (Dassanayake 1994 ). Menurut Baker (2003) dan Krishiworld (2005) tanaman Hotong Buru dapat tumbuh pada daerah beriklim tropis maupun subtropis dengan curah hujan yang tidak terlalu be sar. Secara umum tanaman Hotong Buru tumbuh baik pada lahan tadah hujan sampai kering, karena tanaman ini relatif sedikit membutuhkan air (Swarbrick 1997). Tanaman ini cocok di daerah Uttar Pradesh, Madya pradesh, dan Karnataka, India (Krishiworld 2005) .
Di Amerika Serikat, tanaman hotong
banyak dijumpai di daerah Tenesse, New Mexico, Arkansas, Illionis, dan New Hamshire (Baker 2003) . Secara umum, pengendalian gulma dalam budidaya tanaman dibagi menjadi lima macam, yaitu: pencegahan (preventif), biologis, kultur, mekanis, dan kimia. Perlakuan terhadap gulma dipengaruhi oleh spektrum penyerangan dan rotasi tanaman (Suharso 1985). Pada budidaya tanaman Hotong Buru diupayakan pengendalian gulma secara preventif, kultural, dan mekanis (Baker 2003). Pengendalian secara preventif dilakukan dengan memastikan bahwa benih yang ditanam bebas dari benih gulma. Secara kultur, dapat dilakukan dengan membersihkan lahan, saluran irigasi, maupun pematang dari gulma-gulma guna mencegah berkembangnya gulma di lahan. Pengendalian gulma secara mekanis dapat dilakukan pada saat penyiapan lahan, penanaman, maupun pemeliharaan tanaman (Hunt 1995). Pengendalian gulma pada saat penyiapan lahan dilakukan dengan pembajakan. Sebelum penanaman pembalikan dan penghancuran tanah oleh implemen pengolahan tanah akan mematikan gulma untuk sementara waktu dan mencegah pertumbuhan gulma baru dengan cara membenamkannya ke dalam lapisan tanah yang lebih dalam, sehingga memberikan waktu awal pertumbuhan bagi tanaman tanpa bersaing dengan gulma (Baker 2003), sehingga memudahkan
8
pengendalian gulma pada saat pemeliharaan tanaman. Setelah penanaman, penyiangan dilakukan untuk menghancurkan dan mengubur gulma yang mulai tumbuh (Plaster 1992). Gangguan hama umumnya terjadi pada masa-masa awal pertumbuhan dan pada siklus pertumbuhan sampai tanaman siap panen (Hidayat 2005). Hama yang dominan menyerang tanaman ini adalah serangga, khususnya semut, belalang, dan ulat pemakan daun (Baker 2003). Hotong Buru merupakan tanaman gramineae, diperkirakan hama-hama yang menyerang tanaman ini tidak jauh berbeda dengan hama-hama yang menyerang tanaman jagung dan padi yang banyak ditemukan di Jawa Barat, seperti disajikan dalam Tabel 2. Serangan hama tersebut dapat diatasi dengan mengaplikasikan insektisida. Beberapa jenis insektisida yang sering digunakan pada budidaya tanaman Hotong Buru di Amerika Serikat dan di India, antara lain adalah Alkalonamine 2,4 D dan Apron ( Baker 2003). Tabel 2. Hama penting untuk tanaman padi dan jagung ( Hidayat 2005) Komoditas
Nama Species
Nama Umum
Bagian Yang diserang
Padi
Sogatella sp.
Wereng punggung putih
Daun
Oxya spp.
Belalang bersungut pendek
Daun
Melanitis ieda
Ulat tanduk hijau
Daun
Leptocorisa oratorius
Walang sangit
Bulir
Scotinophora sp
Kepinding tanah
Daun dan sebagian besar tubuh tanaman
Scirpophaga intertulas
Penggerek batang
Batang
Ostrinia furnacalis
Penggerek batang jagung
Batang
Helicoverpa armigera
Penggerek tongkol jagung
tongkol
Jagung
Program Linier (Linear Programming ) Program linier adalah suatu teknik riset operasi untuk memecahkan masalah optimasi, dalam hal ini maksimasi dan minimasi dengan menggunakan persamaan
9
dan pertidaksamaan dalam upaya untuk mencari penyelesaian yang optimal dengan memperhatikan pembatas -pembatas tertentu ( Hasan 2002). Menurut Supranto (1991) dan Hasan (2002) syarat-syarat agar suatu permasalahan dapat diselesaikan dengan menggunakan program linier adalah sebagai berikut : 1) fungsi objektif harus didefinisikan dengan jelas dan dinyatakan sebagai fungsi objektif yang linier 2) harus terdapat alternatif pemecahan yang mungkin dipilih 3) sumber-sumber dan aktivitas mempunyai sifat yang dapat ditambahkan, dibagi, dan memiliki jumlah terbatas. 4) fungsi objektif dan pertidaksamaan yang digunakan untuk menunjukkan ada nya pembatas harus linier 5) variabel keputusan harus bernilai positif 6) aktivitas harus proporsional terhadap sumber-sumber; hubungan antara aktivitas dan sumber linier 7) model programming deterministik (sumber dan aktivitas harus diketahui dengan pasti) Dalam Supranto (1988) dinyatakan bahwa bentuk umum model matematika program linier dapat dibedakan menjadi dua macam; yakni : 1) memaksimumkan fungsi objektif Fungsi Tujuan: Z = C1 x1 + C2 x2 + ... + Cn xn π
atau
Z = ∑ C j .x j j =1
pembatas-pembatas : a11 x1 + a12 x2 + ... + a1n xn ≤ b1 a 21 x1 + a 22 x2 + ... + a 2 n x n ≤ b2 . . . a m1 x1 + a m 2 x2 + ...+ a mn xn ≤ bm x j ≥ 0, j = 1,2,3,...., n
10
atau π
∑a x j =1
ij
≤ bi , i = 1,2,...., m dan x j ≥ 0
j
Dimana : C j : koefisien x j pada Z x j : variabel keputusan 2) meminimumkan fungsi objektif Fungsi tujuan : Z = C1 x1 + C2 x2 + ... + Cn xn π
Z = ∑ C j .x j
atau
j =1
Pembatas-pembatas : a11 x1 + a12 x2 + ... + a1n xn ≥ b1 a 21 x1 + a 22 x2 + ... + a 2 n x n ≥ b2 . . . a m1 x1 + a m 2 x2 + ...+ a mn xn ≥ bm x j ≥ 0, j = 1,2,3,...., n atau π
∑a x j =1
ij
j
≥ bi , i ≥ 0
Dimana : C j : koefisien x j pada Z x j : variabel keputusan
Program linier dapat diselesaikan dengan beberapa cara, diantaranya metode aljabar, metode grafik, metode simplex , metode dual programming, integer programming , dynamic P, dan linear interactive discrete optimizer ( Hasan 2002).
11
Model
Fungsi Objektif linier
Ketidaksamaan linier sebagai pembatas
Nilai variabel aktivitas positif
Alternatif pemecahan fisibel
Pemecahan optimal
Gambar 2. Prosedur penerapan linear programming (Supranto 1988)
12
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan mulai bulan Juli 2005 sampai dengan bulan November 2005 di Lahan Percobaan Budidaya Hotong Buru, Laboratorium Lapangan Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) di Leuwikopo, Darmaga, Bogor.
Lokasi Penelitian
Gambar 3. Peta lokasi penelitian Bahan, Peralatan, Mesin, dan Instrumen Penelitian Bahan, peralatan, mesin, dan instrumen yang digunakan dalam penelitian disajikan pada Tabel 3.
13
Tabel 3. Bahan, peralatan, mesin, dan instrumen untuk penelitian No.
Bahan
Peralatan dan Mesin
Instrumen
1.
Benih Hotong Buru
Cangkul
Penetrometer
2.
Pupuk (Urea, SP-36, dan KCl)
Garpu tanah kecil (koret)
Pencatat waktu (Stopwatch)
3.
Pupuk daun (Gandasil)
Bajak piring
Ring-ring sampel tanah
4.
Kapur (Dolomit)
Bajak rotari
Oven dan desikator
5.
Pestisida (Furadan 3G)
Garu piring
Timbangan
6.
Insektisida (Decis)
Traktor roda empat
Meteran
7.
Pasir
Satu Perangkat Komputer IBM Netvista, Intel P III 800 MHz, RAM 192 MB, OS Windows XP SP2, MS Excell 2003 with VBA, QM for Windows Versi 2.1, MS Visual Basic Versi 6.0
Metode Penelitian Rancangan penelitian untuk mendapatkan data teknis budidaya tanaman hotong dan data teknis budidaya hotong meliputi aspek iklim, lahan, dan perlakuan budidaya yang mencakup pengolahan tanah dan penyiapan lahan, penanaman, pemeliharan tanaman sampai pemanenan dapat disajikan dalam Gambar 4. Basis data yang digunakan dalam sistem penunjang keputusan untuk budidaya hotong merupakan hasil kompilasi dari data pengamatan lapang plot percobaan budidaya hotong dan data teknik budidaya hotong yang didapatkan dari Dinas Pertanian Pemerintah Daerah Kabupaten Buru Provinsi Maluku. Variabel- variabel teknik budidaya yang digunakan dalam penelitian ini secara umum dibagi menjadi dua bagian yakni variabel efisiensi (biaya) dan efektivitas (hasil). Sebaran variabel pada setiap tahapan kegiatan budidaya hotong dapat dilihat pada Tabel 4.
14
HBB BOP
KLE KBL
TB1
Areal Lahan A
Uji homogenitas sifat fisik-mekanik-kimia tanah
KBB Penyiapan Lahan (DP-DH-RP)
KKO BTO UTH BTL
Struktur tanah sesaat
IKLIM
KKL
Proses interaksi dengan lingkungan tumbuh
KBT BPB HBN
HPF
HID
KFT
BPF BPI KDT
TB2
Variasi DST dan TPT
Penanaman LARIK dan TUGAL Malai bagian: Seluruh (B0)
JTM Persaingan tumbuh
UTH BTT KKT
PGM BBG SGM
KPU BPU HPU
HPS
HPK
KPS
BPS BPK KPK
TB3
HPD BPD UTH
Pemeliharaan tanaman Dosis pupuk: P0
KPD
Pertumbuhan tanaman
TTH
BTW
KTH
JAT
PBH
HBH
KKW TB4 TBB
KKP BTP
UTH
Pemanenan
PHB
Efisiensi Budidaya Hotong Buru Efektivitas Budidaya Hotong Buru Gambar 4. Bagan rancangan penelitian untuk memperoleh data teknik budidaya tanaman hotong
15
Tabel 4. Variabel- variabel penelitian*) No.
Kegiatan Budidaya
Variabel Efisiensi
Variabel Efektivitas
1
Penyiapan lahan
KLE,KBB,KBL,KKO,KKL, DST dan TPT UTH, BOP, BTO, dan BTL
2
Penanaman
KBT,KFT,KDT,KKT,HBN HPF,HID,UTH,BPD,BPF, BPI, dan BTT
JTM
3
Pemeliharaan tanaman
KPU,KPS,KPK,KPD,KKW HPU,HPS,HPK,HPD,UTH, BPU,BPS,BPK,BPD,BTW
PGM,BBG,SGM TTH,JAT,dan KTH
4
Pemanenan
KKP,UTH, dan BTP
PBH dan HBH
5
Total
TBB
PHB
Keterangan Tabel 4: Notasi
Satuan
Keterangan
Notasi
Satuan
Keterangan
DST
g/cc
Densitas tanah
BOP
Rp/ha
Biaya operasi pengolahan tanah
TPT
kgf/cm2
Tahanan penetrasi tanah
BTO
Rp/ha
Biaya tenaga operator
2
JTM
Tunas/m
Jumlah tunas muncul
BTL
Rp/ha
Biaya tenaga kerja penyiapan lahan
PGM
%
Penutupan gulma
KBT
Kg/ha
Kebutuhan benih tanam
BBG
kg/ha
Bobot biomassa gulma
KFT
Kg/ha
Kebutuhan fungisida tanam
SGM
-
Species gulma
KDT
Kg/ha
Kebutuhan decis tanam
TTH
Cm
Tinggi tanaman hotong
KKT
Ha/jam.orang
Kapasitas kerja tanam
JAT
Tnm/rumpun
Jumlah anakan tanaman
HBN
Rp/kg
Harga benih
Kerapatan tanaman hotong
HPF
Rp/kg
Harga pembelian fungisida
2
KTH
Tanaman/m
PBH
ton/ha
Produktivitas Hotong Buru
HID
Rp/liter
Harga Insektisida
HBH
Rp/kg
Harga Hotong Buru
BTT
Rp/ha
Biaya tenaga tanam
PHB
Rp/ha
Penerimaan hasil budidaya
BPU
Rp/ha
Biaya pupuk Urea
KLE
ha/jam
Kapasitas lapang efektif
BPS
Rp/ha
Biaya pupuk
KBB
liter/jam
Konsumsi bahan bakar
BPK
Rp/ha
Biaya Pupuk KCl
KBL
liter/ha
Konsumsi bahan bakar per satuan luas
BPD
Rp/ha
Biaya pupuk daun
KKO
ha/jam.orang
Kapasitas kerja operator
BTW
Rp/ha
Biaya tenaga weeding
KKL
ha/jam.orang
Kapasitas kerja penyiapan lahan
KKP
ha/jam.orang
Kapasitas kerja pemanenan
KKW
ha/jam.orang
Kapasitas kerja weeding
BTP
Rp/ha
Biaya tenaga Panen
TBB
Rp/ha
Total biaya budidaya
UTH
Rp/HOK
Upah tenaga harian
*)
Prosedur pengukuran beberapa variabel penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1
SP-36
16
Variabel efisiensi (biaya) dan efektivitas (hasil) disetarakan dalam satuan yang sama, yaitu Rp/ha, sehingga dapat dilakukan pengambilan keputusan dalam merencanakan dan mengevaluasi perlakuan budidaya dengan menggunakan sistem penunjang keputusan. Fungsi tujuan yang ingin dicapai adalah memaksimumkan variabel efektivitas (hasil) dan meminimumkan variabel efisiensi (biaya) budidaya hotong. Plot percobaan budidaya hotong dibagi dalam enam petak meliputi masingmasing tiga petak perlakuan dengan metode tanam tugal dan larik serta satu petak sebar sebagai tanaman penyulam. Selengkapnya tata letak plot percobaan dapat disajikan dalam Gambar 5.
10
Larik - 1
Tugal - 2
Larik - 3
10
Tugal - 3
Larik - 2
Tugal - 1
18
18
Satuan : m
18
Sebar *)
Utara
18
Gambar 5. Tata letak plot percobaan budidaya Hotong Buru Penyiapan Basis Data Basis data terdiri dari basis data kesesuaian iklim dan lahan, basis data teknik budidaya. Basis data kesesuaian lahan memuat informasi aspek iklim dan lahan sebagai pertimbangan perencanaan dan pemilihan lahan budidaya Hotong Buru. Tingkat kesesuaian lahan dibagi menjadi 5 tingkat yakni sesuai (S1), sedang (S2), marginal(S3), tidak sesuai namun berpotensi(N1), tidak sesuai dan tidak berpotensi (N2). Penilaian kesesuaian lahan mengunakan penjumlahan skor data iklim dan data lahan. Aturan pemberian skor untuk penilaian kesesuain lahan ditunjukka n dalam Tabel 5. Dasar penilaian yang digunakan dalam penentuan skor mengikuti petunjuk penentuan tingkat kualitas lahan untuk budidaya padi gogo yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan tahun 1988 yang dapat dilihat dalam Tabel 1.
17
Basis data teknik budidaya berisi seluruh informasi berkaitan dengan parameter-parameter hasil budidaya dan biaya budidaya seperti telah disajikan pada Tabel 4. Basis data teknik budidaya merupakan hasil kompilasi data pengamatan lapang di plot percontohan budidaya hotong dengan data budidaya hotong di Pulau Buru. Basis data kesesuaian lahan kemudian digunakan sebagai dasar perhitungan potensi produksi hotong. Basis data teknik budidaya menyediakan informasi perhitungan besaran biaya budidaya dan hasil budidaya hotong. Perkiraan biaya dan hasil budidaya yang didapatkan dari basis data teknik budidaya kemudian digunakan sebagai input optimasi setelah disesuaikan dengan potensi lahan yang merupakan informasi yang diberikan oleh basis data kesesuaian la han. Curah Hujan
Kemiringan
Suhu rata-rata
Drainase
Elevasi
KTK
Pengolahan tanah
Penanaman
Pemeliharaan tanaman
Pemanenan
Basis Data Iklim
Basis Data Lahan Basis data teknik Budidaya
Kesesuaian Lahan
Program Analisis
VB Programming
Optimasi
Potensi produksi Solusi Optimum
QM Programming
Keputusan perencanaan budidaya Hotong Buru secara optimum
Gambar 6. Kerangka sistem optimasi untuk perencanaan budidaya Hotong Buru
18
Tabel 5. Aturan pemberian skor untuk penilaian kesesuaian lahan (Fagi dan Las 1988, dan Ismunadji 1988) Aspek Iklim a. Curah Hujan b. Suhu rata-rata
c. Elevasi Lahan a. Kemiringan
Satuan mm/bulan 0
C
100 200 28 (optimum) Abs (optimum-SRR) Abs (optimum-SRR) Abs (optimum-SRR) Abs (optimum-SRR) Abs (optimum-SRR) Abs (optimum-SRR) Abs (optimum-SRR) Abs (optimum-SRR) Abs (optimum-SRR)
Skor 10 0 = = = = = = = = =
0 1 2 3 4 5 6 7 8
10 9 8 7 6 5 4 3 2
mdpl
< 1 000 > 1 000
10 0
%
0-4 5-8 9-16 17-25 >25 Baik Sedang Kurang Buruk Sangat Buruk >16 >0 0
10 8 6 4 0 10 8 6 4 2 10 5 0
b. Drainase (1)
c. KTK
Besaran
Meq/100 g
Keterangan : SRR = suhu rata-rata
Berdasarkan aturan pemberian skor menurut Tabel 5 di atas, maka dapat ditentukan skor masing–masing tingkat kesesuaian lahan sebagaimana disajikan dalam Tabel 6 .
19
Tabel 6. Skor penentuan kelas kesesuaian lahan Tingkat Kesesuaian Lahan
Curah Hujan
Suhu ratarata
Elevasi
Kemiringan
Drainase
KTK
Total
S1
10
10
10
10
10
10
60
S2
8
8
10
8
8
5
47
S3
6
6
10
6
6
5
39
N1
0
2
0
4
6
5
17
N2
0
0
0
0
4
0
4
Sehingga diperoleh kisaran skor untuk masing-masing kelas kesesuaian lahan sebagai berikut S1: 47-60, S2: 39-47, S3 : 17-39, N1: 4-17, N2 : 0-4.
Asumsi Asumsi-asumsi yang dipergunakan dalam optimasi pada sistem penunjang keputusan untuk perencanaan budidaya Hotong Buru adalah sebagai berikut : 1. nilai total biaya budidaya ditentukan sebagai pembatas 2. nilai kebutuhan benih ditentukan sebagai pembatas 3. biaya pengolahan tanah terbatas pada biaya operator dan biaya bahan bakar 4. potensi produktivitas Hotong Buru pada tingkat kesesuaian lahan S1, S2, S3, N1, N2 berturut-turut adalah 100%, 80%, 60%, 50%, 40% 5. hubungan masing-masing parameter budidaya dengan luasan lahan bersifat linier 6. faktor -faktor selain yang telah ditetapkan dianggap tetap dan berpengaruh seragam terhadap hasil perlakuan budidaya Hotong Buru
Model Optimasi Model optimasi budidaya tanaman hotong dibentuk berdasarkan faktorfaktor budidaya hotong dan faktor kesesuaian lahan, meliputi faktor iklim, lahan, pengolahan
tanah,
penanaman
(metode
penanaman),
pemeliharaan,
dan
pemanenan. Metode optimasi pengambilan keputusan yang dipergunakan ialah metode linier. Optimasi akan dilakukan terhadap luasan lahan dengan dua metode penanaman yang berbeda yakni metode tanam tugal dan larik untuk mendapatkan
20
keuntungan budidaya yang optimum dengan batasan-batasan kondisi yang ditetapkan dalam asumsi. Program Antar Muka ( User Interface Program) Program antar muka adalah salah satu komponen penting dari sistem penunjang keputusan. Program antar muka merupakan alat bantu interaksi antara pembuat keputusan dengan komponen-komponen sistem penunjang keputusan. Dalam penelitian ini keseluruhan tampilan dirancang dengan menggunakan program MS Visual Basic Versi 6.0 yang didukung dengan penggunaan program MS Excell 2003 with VBA untuk mempersiapkan dan memperhitungkan data yang akan digunakan sebagai input untuk QM Versi 2.1. Beberapa komponen sistem penunjang keputusan memerlukan respon dari pembuat keputusan, antara lain adalah pemberian pembatasan-pembatasan sebagai asumsi, input data, skenario budidaya dan bentuk tampilan.
21
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Wilayah Penelitian Areal lahan budidaya tanaman hotong yang menjadi sumber data penelitian ini berada di Laboratorium Lapangan Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor di Leuwikopo, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor. Letak geografis lokasi penelitian adalah 1060 48’ Bujur Timur dan 60 26’ Lintang Selatan dengan ketinggian ± 250 m d.p.l. Iklim di Bogor dikategorikan bertipe iklim A sampai B (Schmidt dan Ferguson) dengan 03 bulan kering, curah hujan rata-rata per tahun ± 3750 mm. Suhu rata-rata bulanan 260 C dengan suhu minimum 21.80 C dan suhu maksimum 30.40C. Kelembaban udara rata-rata 70% (Telematika Kota Bogor 2005). Tanah di areal plot percontohan budidaya Hotong Buru berjenis Latosol (Alfisol). Sifat fisik-mekanik tanah di Leuwikopo, Darmaga, Bogor disajikan dalam Tabel 7. Topografi datar (kemiringan 0-3%). Kebutuhan air untuk tanaman hotong diperoleh dari air hujan. Total luas lahan plot percobaan budidaya hotong adalah 1 260 m2 yang dibagi dalam enam petak perlakuan budidaya dengan luas tiap-tiap petak 180 m2 (0.018 ha). Tata letak plot petak perlakuan budidaya hotong dapat dilihat pada Gambar 5.
Tabel 7. Sifat fisik -mekanik tanah Latosol, Darmaga, Bogor (Sembiring dan Sapei, 1998) Kedalaman Karakteristik Satuan 0-20 cm Kadar air % 29.73 Bulk density g/cc 1.18 Fraksi : - Liat % 31. 37 - Debu % 26.05 - Pasir % 42.58 Tekstur (USDA) Clay Loam Batas cair % 70.11 Batas plastis % 43.96 Indeks plastisitas % 26.15
22
Kabupaten Buru, Provinsi Maluku terletak pada 1250 sampai dengan 1350 Bujur Timur dan 30 sampai dengan 80 30’ Lintang Selatan. Ketinggian 0-100 m d.p.l. Iklim di Pulau buru dikategorikan bertipe iklim B sampai C (Schmidt dan Ferguson) dengan 3-6 bulan kering, curah hujan rata-rata ± 1500 mm/tahun. Suhu rata–rata 26.40 C. Kelembaban rata-rata sebesar 77%.
Tanah di Pulau Buru
umumnya berjenis alluvial, podzolik merah kuning. Topografi lahan bervariasi dari datar (kemiringan 0-3%) sebesar 14.6%, Bergelombang (kemiringan 8-15%) sebesar 28.2%, dan lahan berbukit dan bergunung (kemiringan > 16%) sebesar 57.2% (UKDW 2005). Perbandingan kondisi umum antara lahan plot percobaan budidaya hotong di Leuwikopo, Darmaga, Bogor dengan Pulau Buru, Maluku dapat dilihat dalam Tabel 8.
Tabel 8. Perbandingan kondisi umum lahan di Darmaga, Bogor dengan Pulau Buru, Provinsi Maluku Parameter Satuan Darmaga Pulau Buru Lahan a. Elevasi m d.p.l 250 0-100 b. Kemiringan
%
0-3
Bervariasi 0 - >15%
c. Jenis tanah
-
Latosol
Alluvial, dan Podzolik merah kuning
A sampai B
B sampai C
3 750
1 500
26
26.4
Iklim a. Tipe iklim (Schmidt dan Ferguson) b.
Curah hujan mm/tahun rata – rata
c.
Suhu rata – rata bulanan
0
C
Kajian Teknik Budidaya Hotong Buru Kegiatan budidaya Hotong Buru meliputi tahap pengolahan tanah dan penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan serta pemanenan. Pengolahan tanah yang dilakukan terdiri dari tiga tahap yakni pembajakan pertama dengan
23
menggunakan implemen bajak piring (disk plow), penggaruan dengan garu piring (disk harrow) dan pencacahan tanah dengan menggunakan bajak rotary (rotavator). Perlakuan pengolahan tanah tersebut bertujuan untuk menciptakan kondisi sifat fisik-mekanik tanah yang sesuai untuk budidaya tanaman Hotong Buru yakni struktur tanah gembur (granular), beraerasi baik dan mempunyai nilai tahanan penetrasi tanah yang rendah untuk mempe rmudah perkembangan akar.
Gambar 7. Kegiatan pengolahan tanah pertama dengan menggunakan implemen bajak piring (disk plow) Hasil pengukuran sifat fisik -mekanik-kimia tanah sebelum dan setelah kegiatan pengolahan tanah dapat dilihat dalam Tabel 9 dan Tabel 12. Tabel 9. Sifat fisik-mekanik-kimia tanah sebelum pengolahan tanah Variabel sifat fisikNilai rata-rata pada kedalaman mekanik-kimia tanah 0-10 cm 10-20 cm 20-30 cm KAT (%) 38.310 32.308 35.571 DST (g/cc)
2.063
2.247
2.231
TPT *)(kgf/cm2)
30.03
66.84
58.66
Batas Cair(%b)
Nilai rata-rata kolom sampel 70.10
Batas Plastis(%b)
46.51
Indeks Plastisitas (%b)
23.59 0.13 25.1 0.18
Kadar N-total (%) Kadar P (ppm) Kadar K (me/100g) *)
hasil kaliberasi penetrometer dapat dilihat pada Lampiran 2 KAT : kadar air tanah DST : densitas tanah (dry bulk density) TPT : tahanan penetrasi tanah
24
Sebelum perlakuan pengolahan tanah terlihat kecenderungan terjadi pemadatan pada lapisan tanah dengan kedalaman 10-20 cm, hal tersebut dapat diketahui dari nilai- nilai densitas dan tahanan penetrasi tanah terukur. Perlakuan pengolahan tanah yang dilakukan di lahan plot percobaan budidaya hotong seragam untuk seluruh petak percobaan.
Gambar 8. Penggaruan menggunakan implemen garu piring (disk harrow) Pengukuran sifat fisik -mekanik-kimia tanah setelah perlakuan pengolahan tanah dilakukan ketika tanaman telah berumur 14 HST. Hasil pengukuran tersebut disajikan dalam Tabel 12. Unjuk kerja kegiatan pengolahan tanah secara mekanis di lahan
plot
percobaan budidaya Hotong Buru dapat dilihat dalam Tabel 10. Perhitungan biaya tenaga kerja olah tanah dan penyiapan lahan dapat disajikan dalam Tabel 11. Tabel 10 Hasil unjuk kerja pengolahan tanah mekanis di areal lahan plot percobaan budidaya Hotong Buru Kegiatan
KLE WPT KBB (ha/jam) (jam/ha) (liter/jam)
KBL (liter/ha)
BOP *) (Rp/ha)
Disk plowing
0.123
8.130
14.94
121.462
510 141
Disk harrowing
0.134
7.463
14.94
111.497
468 287
Rotary plowing
0.164
6.098
14.94
91.104
382 637
21.691
14.94
324.063
1 361 065
Total WPT : waktu pengolahan tanah *)
: harga bahan bakar Rp. 4.200/liter
25
Tabel 11. Biaya tenaga kerja operator dan tenaga penyiapan lahan Biaya kerja *) (Rp/ha)
Tenaga kerja
Jumlah (HOK)
Kapasitas kerja (ha/HOK)
Operator traktor
5
0.022 = KKO
2 272 727 = BTO
Penyiapan lahan
12
0.009 = KKL
2 777 778 = BTL
Total
5 050 505
*) Upah tenaga harian (UTH) untuk operator = Rp 50 000/HOK Upah tenaga harian (UTH) untuk pekerja lapang = Rp 25 000/HOK
Tabel 12. Sifat fisik-mekanik-kimia tanah setelah pengolahan tanah Variabel sifat fisikNilai rata-rata pada kedalaman sampel di lapang mekanik-kimia tanah 0-10 cm 10-20 cm 20-30 cm KAT (%) 32.49 35.28 37.05 DST (g/cc)
1.75
2.15
2.18
TPT *)(kgf/cm2)
5.84
30.01
43.17
Batas Cair(%b)
Nilai rata-rata kolom sampel 69.57
Batas Plastis(%b)
45.95
Indeks Plastisitas (%b)
19.62 0.135 26 0.115
Kadar N-total (%) Kadar P (ppm) Kadar K (me/100g)
Hasil uji homogenitas menggunakan metode Bartlett terhadap sifat fisikmekanik tanah setelah perlakuan pengolahan tanah memperlihatkan bahwa sifat fisik-mekanik tanah homogen pada setiap tingkat kedalaman. Pada Tabel 10 terlihat bahwa biaya operasi pembajakan tanah (disk plowing) dalam kegiatan pengolahan tanah adalah paling besar. Kondisi tanah yang keras dan padat pada saat dibajak tersebut menyebabkan kapasitas lapang efektif pengolahan tanahnnya bernilai paling rendah sehingga biaya pengolahan tanahnya paling tinggi. Kondisi lahan hasil pengolahan tanah yang banyak meninggalkan sisa-sisa rerumputan telah menyebabkan biaya penyiapan lahannya menjadi lebih tinggi dibanding biaya upah tenaga kerja operator traktor, sebagaimana ditunjukkan pada
26
Tabel 11. Hal ini terjadi karena untuk menyelesaikan pekerjaan penyiapan lahan tersebut dua orang tenaga kerja lapang memerlukan waktu selama 6 hari sehingga jumlah hari orang kerja (HOK) sebesar 12 HOK. Total biaya penyiapan lahan (TB1) di areal lahan plot budidaya Hotong Buru adalah Rp 6 411 570 / ha.
Gambar 9. Penanaman dengan metode larik Penanaman benih Hotong Buru terdiri atas penanaman dengan sistem larik dan tugal. Biaya penanaman Hotong Buru tersebut disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Hasil unjuk kerja penanaman benih Hotong Buru Sistem Larik*)
Sistem Tugal*)
Variabel
Notasi
Satuan
Kebutuhan Benih
KBT
kg/ha
2.222
1.111
Kapasitas kerja Penanaman
KKT
ha/HOK
0.026
0.029
Kebutuhan fungisida
KFT
kg/ha
2.222
1.111
Kebutuhan Insektisida
KDT
liter/ha
0.124
0.124
Biaya pembe lian benih
BPP
Rp/ha
22 222
22 222
Biaya pembelian fungisida
BPF
Rp/ha
19 444
19 444
Biaya pembelian insektisida
BPI
Rp/ha
23 218
23 218
Biaya tenaga tanam
BTT
Rp/ha
983 796
1 090 633
JUMLAH
TB2
Rp/ha
1 048 680
1 134 685
* ) rata-rata
Pada Tabel 13 nampak bahwa biaya pembelian benih Hotong Buru tergolong rendah.
Hal ini disebabkan karena kebutuhan benih hotong yang
27
rendah. Biaya upah kepada pekerja tanam adalah komponen biaya penanaman yang terbesar.
Kapasitas kerja penanaman benih hotong yang sangat rendah
menjadi penyebab utama tingginya biaya tersebut. Penggunaan insektisida Decis tergolong cukup tinggi pada saat tanam, karena digunakan untuk mengantisipasi kerusakan benih-benih hotong tersebut dari serangan semut. Kegiatan pemeliharaan tanaman terutama dilakukan hingga umur tanaman hotong mencapai 2 bulan. Kegiatan tersebut meliputi kegiatan pemupukan dan pengendalian gulma (weeding). Jenis dan dosis pupuk yang diberikan seragam untuk seluruh perlakuan. Pada Tabel 14 ditampilkan kebutuhan dan
biaya
pembelian pupuk. Tabel 14. Kebutuhan dan biaya pembelian pupuk Item atau Variabel
Kebutuhan
Harga satuan
kg/ha
Rp/kg
Biaya (Rp/ha)
Pupuk Urea
230
1 400
322 000
Pupuk SP-36
120
2 000
240 000
Pupuk KCl
65
3 300
214 500
Pupuk daun
1
3 500
3 500
Total biaya pembelian pupuk =
780 000
Gulma-gulma yang tumbuh di areal lahan percobaan budidaya Hotong Buru terutama terdiri atas enam spesies sebagaimana disajikan dalam Tabel 15. Gulma tersebut meliputi gulma-gulma berdaun lebar (broadleaves), teki (sedges), dan rerumputan (grasses). Di antara enam spesies gulma tersebut, rumput janggalan, rumput lulangan, teki, dan kentangan merupakan spesies yang paling banyak dijumpai.
28
Tabel 15. Gulma yang tumbuh di areal lahan percobaan budidaya hotong Gulma
Species
Kelompok rerumputan (grasses) Rumput Janggalan
Brachiaria platyphylla (Munro ex Wright) Nash
Rumput Lulangan
Dactyloctenium aegyptium (L.) Willd.
Alang-alang
Imperata cylindrica (L.) Beauv.
Kelompok teki-tekian ( sedges) Rumput teki
Cyperus rotundus L.
Kelompok gulma berdaun lebar (broadleaves) Kentangan
Borreria alata (Aubl) DC.
Kroton
Croton hirtus L’ Hér.
Pengendalian gulma yang dilakukan berupa pencabutan gulma-gulma yang tumbuh di sekitar tanaman Hotong Buru secara manual. Pada Tabel 16 diperlihatkan kapasitas kerja dan biaya pemeliharaan (pencabutan gulma) tanaman Hotong Buru. Tabel 16. Biaya pencabutan gulma Variabel
Notasi
Satuan
Sistem Larik*)
Kapasitas kerja weeding
KKW
ha/HOK
0.0244
0.0272
Biaya tenaga weeding
BTW
Rp/ha
1 312 523
947 886
Jumlah ulangan pekerjaan weeding
-
-
3
3
JUMLAH
Rp/ha
3 937 569
Sistem Tugal*)
2 843 658
* ) rata-rata Biaya penggunaan tenaga kerja pada budidaya pemeliharaan tanaman tergolong tinggi, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 16. Pada kegiatan budidaya tersebut tidak dilakukan penyemprotan herbisida pada saat tunas hotong muncul (pre-emergence herbiciding ) karena tanaman hotong itu sendiri termasuk famili rerumputan (Gramineae), sehingga dikhawatirkan tanaman hotong tersebut ikut
29
mati. Biaya pengendalian gulma secara manual yang tinggi tersebut telah mengisyaratkan bahwa prospek ke depan adalah pengembangan desain alat penyiang mekanis.
Gambar 10. Pemberian pupuk daun Hasil pengamatan pertumbuhan tanaman hotong dan gulma meliputi pengamatan jumlah tunas muncul (JTM), tinggi tanaman hotong (TTH), jumlah anakan tanaman (JAT), kerapatan tumbuh tanaman (KTH), penutupan gulma (PGM), bobot kering biomassa gulma (BBG) disajikan pada Tabel 17.
Gambar 11. Pencabutan gulma
30
Tabel 17. Pertumbuhan tanaman Hotong Buru dan gulma di lahan percobaan Sistem Tanam Larik (L)
Variabel
Sistem Tanam Tugal (T)
L– 1
L– 2
L–3
Rata 2
T–1
T–2
T– 3
Rata 2
KBT (kg/ha)
2.22
2.22
2.22
2.22
1.11
1.11
1.11
1.11
JTM (tunas/m2 )
9.00
9.67
6.67
8.30
4.33
2.67
2.67
3.20
TTH (cm)
104.67 75.33
111.67 97.22
83.00
93.23
93.73
89.99
JAT 5.33 (tnm/rmpn)
3.33
7.00
5.22
6.00
3.33
1.33
3.56
KTH (tnm/m2)
61.56
47.56
70.00
59.70
44.44
38.22
24.89
35.85
18.80
29.00
23.50
23.77
21.50
32.00
18.40
23.97
PGM (%)
*)
BBG *) 446.11 711.11 820.00 659.07 522.22 891.11 416.67 610.00 (kg/ha) *) Rata -rata pada umur tanaman 1 minggu, 3 minggu, dan 5 minggu setelah tanam Pemanenan dilakukan setelah tanaman hotong telah berumur 90 HST. Kegiatan pemanenan dilakukan secara manual menggunakan gunting. Unjuk kerja pemanenan dan produktivitas Hotong Buru dapat dilihat pada Tabel 18
Gambar 12. Pemanenan hotong
31
Tabel 18. Biaya tenaga kerja pemanenan rata -rata di plot percobaan Variabel
Notasi
Satuan
Kapasitas kerja pemanenan
KKP
ha/HOK
Biaya tenaga panen
BTP
Produktivitas Hotong Buru JUMLAH
Sistem Larik
Sistem Tugal
0.042
0.058
Rp/ha
593 730
428 669
PBH
Kg/ha
3 144.5
1 872.5
TB4
Rp/ha
593 730
428 669
Rekapitulasi seluruh nilai rata -rata parameter biaya dan hasil budidaya hotong di plot percobaan disajikan dalam Tabel 19 sebagai berikut : Tabel 19. Rekapitulasi nilai rata -rata parameter biaya dan hasil budidaya hotong di plot percobaan Tahapan budidaya
Variabel Satuan
Sistem Larik
Sistem Tugal
Penyiapan lahan
TB1
Rp/ha
6 411 569
6 411 569
Penanaman
KBT
kg/ha
2.22
1.11
TB2
Rp/ha
1 048 680
11 34 685
Pemeliharaan tanaman
TB3
Rp/ha
4 531 736
3 623 658
Pemanenan
TB4
Rp/ha
593 730
428 669
PBH
kg/ha
3 144
1 872
PHB
Rp/ha
31 445 511
18 725 650
TBB
Rp/ha
12 585 717
11 598 583
KBH
Rp/ha
18 859 793
7 127 066
Pada Tabel 17 nampak bahwa kebutuhan benih hotong rata -rata untuk sistem tanam larik adalah dua kali lebih banyak dibanding sistem tanam tugal. Penyebab perbedaan kebutuhan benih tersebut terletak pada cara penebaran benih, pada sistem tanam tugal benih di masukkan kedalam lubang tanam secara teliti dengan jumlah tertentu yakni 3-4 biji, sedangkan dalam sistem tanam larik benih dimasukkan ke dalam larik an tanam dengan cara curah, sehingga jumlah benih yang dijatuhkan lebih banyak. Hal ini menyebabkan jumlah tunas muncul ratarata pada sistem tanam larik menjadi dua kali lebih banyak dibanding sistem
32
tanam tugal. Kondisi ini berpengaruh besar terhadap besarnya kerapatan tanaman hotong (KTH) rata -rata pada sistem tanam larik yang 35.95% lebih besar dibanding sistem tanam tugal. Tinggi tanaman Hotong Buru dengan sistem tanam larik rata-rata 7.44% lebih tinggi dibanding dengan sistem tanam tugal. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman hotong dengan sistem tanam larik rata -rata lebih baik dibanding dengan sistem tanam tugal. Kerapatan dan tinggi tanaman hotong di plot larik yang lebih besar dibanding di plot tugal telah menyebabkan penutupan gulma rata -ratanya lebih kecil, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 17 di atas. Namun, bobot kering biomassa gulma (BBG) di plot larik lebih besar dibanding di plot tugal. Hal ini bisa terjadi karena jenis gulma di plot larik lebih banyak terdiri atas gulma rerumputan dibanding gulma berdaun lebar. Gulma rerumputan (grasses) relatif lebih sukar dicabut daripada gulma berdaun lebar (broadleaves), sehingga kapasitas kerja pencabutan gulmanya (weeding ) menjadi kecil. Akibatnya ratarata biaya tenaga pencabutan gulma pada plot larik 38.47% lebih besar dibandingkan pada plot tugal. Total biaya budidaya plot larik lebih besar 8.51% dibandingkan plot tugal. Namun produktivitas plot larik 67.79% lebih besar dibandingkan plot tugal. Sehingga meskipun biaya plot larik lebih besar, keuntungan budidaya plot larik 164.62% lebih besar dibandingkan plot tugal.
33
Analisis Kesesuaian lahan Tingkat kesesuaian lahan untuk budidaya hotong dinilai dari aspek lahan dan iklim. Dasar yang digunakan dalam penilaian kesesuaian la han adalah petunjuk penentuan kelas kesesuaian lahan untuk padi gogo yang diterbitkan oleh balai penelitian tanaman pangan. Dalam Tabel 20 ditunjukkan hasil penilaian kelas kesesuaian lahan di Darmaga dan Pulau Buru. Tabel 20.
Penilaian kelas kesesuaian lahan untuk lahan plot percobaan di Darmaga, Bogor
Variabel Curah hujan Suhu rata-rata Elevasi Kemiringan KTK Drainase
Lahan di Darmaga
Lahan di Pulau Buru
Besaran
Besaran
Satuan Skor
Skor
312.5
0
125
8
26
8
26.4
9
m.d.p.l
250
10
250
10
%
0-3
10
0-3
10
0.13
5
0.10
5
sedang
8
sedang
8
mm/bulan 0
C
Meq/100gram -
Total Skor
41
50
Kelas
S2
S1
Berdasarkan kelas kesesuaian sebagaimana diperlihatkan dalam Tabel 20 diatas maka potensi produksi hotong lahan Darmaga dan Pulau Buru masingmasing adalah sebesar 80% dan 100%. Hal tersebut menunjukkan bahwa potensi produktivitas tanaman Hotong Buru di Pulau Buru adalah 1.25 kali lebih besar dari pada potensi produktivitas di lahan Darmaga.
Model Optimasi Analisis terhadap parameter biaya dan hasil budidaya hotong menggunakan metode tanam larik dan tugal menunjukkan bahwa metode tanam tugal merupakan metode yang menghasilkan keuntungan budidaya paling tinggi. Hal tersebut terjadi dalam kondisi dimana dana dan faktor -faktor produksi yang lain dapat dikatakan tidak dibatasi (tidak terbatas). Dalam kondisi yang sebenarnya dalam
34
kegiatan budidaya selalu dihadapkan kepada keterbatasan dana dan faktor-faktor produksi
yang
menggambarkan
lain.
Oleh
kondisi
karena
tersebut,
itu
dibuat
kemudian
beberapa dilakukan
skenario optimasi
yang untuk
merencanakan luasan lahan budidaya dengan metode tanam tertentu yang menghasilkan keuntungan maksimum. Skenario tersebut kemudian diwujudkan dalam model matematika optimasi budidaya hotong yang kemudian akan digunakan sebagi input linear programming module pada program QM Versi 2.1. Bentuk umum fungsi tujuan dan fungsi-fungsi pembatas mengikuti bentuk umum fungsi seperti pada persamaan (2) sampai dengan persamaan (4). Nilai-nilai konstanta fungsi mengikuti nilai-nilai parameter biaya dan hasil budidaya hotong sebagaimana tercantum dalam Tabel 19. Data nilai parameter budidaya yang digunakan sebagi dasar skenario berasal dari hasil pengamatan lapangan plot budidaya Hotong Buru di Leuwikopo Darmaga yang berkelas kesuaian lahan S2, maka untuk kelas kesesuaian lahan yang lain perlu dilakukan penyesuaian nilai besaran parameter budidaya dengan menggunakan faktor koreksi (FK). Faktor Koreksi (FK): FK =
PBBkelas .......................................................................................... (1) PBBS 2
Dimana : FK
: Faktor koreksi
PPB
: Potensi produktivitas berdasarkan kelas kesesuaian lahan Fungsi tujuan :
zmaksimum = ( PHBl − TBBl ) X 1 + ( PHBt − TBBt ) X 2 ............................................. (2) Fungsi kendala : TBBX l 1 + TBBX t 2 = TBBskenario ......................................................................... (3) KBTX l 1 + KBTX t 2 = KBTskenario ....................................................................... (4) Berdasarkan data parameter biaya dan hasil budidaya Hotong Buru, maka dapat disusun persamaan fungsi masing-masing skenario sebagaimana disajikan dalam Tabel 21.
35
Skenario 1 2 3 4 5 6 7 8
Tabel 21. Skenario optimasi dengan menggunakan QM TBB KBT Kelas Lahan 100% 100% S1 100% 100% S2 80% 100% S1 80% 100% S2 60% 100% S1 80% 80% S1 80% 60% S1 60% 80% S1
Kebutuhan benih tanam dan total biaya budidaya dipilih sebagai faktor budidaya yang diskenariokan karena ketersediaannya terbatas. Kegiatan budidaya pertanian umumnya dibatasi oleh keterbatasan dana. Ketersediaan benih untuk tanaman hotong terbatas mengingat dewasa ini belum dilakukan budidaya secara luas. Kelas kesesuaian lahan juga merupakan faktor yang diskenariokan, namun secara terbatas. Hal tersebut disebabkan kerena hubungan antara kelas kesesuaian lahan dan nilai parameter budidaya bersifat linier sebagai faktor perkalian.
Program Antar Muka ( User Interface) Perangkat lunak penunjang keputusan untuk perencanaan budidaya hotong ini merupakan kombinasi MS Visual Basic versi 6.0 dan QM Versi 2.1 for Windows. Program penghitungan parameter biaya dan hasil budidaya hotong diberi nama SIHOTONG V 1.0. SIHOTONG V 1.0 menyediakan dua menu utama yakni kesesuaian lahan dan teknik budidaya hotong. Tampilan Menu SIHOTONG V1.0 dapat dilihat pada Gambar 13. Halaman Muka
Input Kesesuaian lahan dan parameter teknik budidaya
Output kesesuaian lahan dan parameter teknik budidaya Gambar 13. Struktur menu SIHOTONG V1.0
36
Gambar 14. Tampilan halaman muka SIHOTONG V1.0 Penentuan kelas kesesuaian lahan dilakukan skor. Pemakai akan diminta memasukkan parameter-parameter karakteristik lahan, kemudian dari hasil pemilihan tersebut diproses dengan program SIHOTONG V1.0. Tampilan input penentuan kelas kesesuaian lahan dan parameter teknik budidaya hotong dapat disajikan dalam Gambar 15.
37
Gambar 15. Tampilan input penentuan kelas kesesuaian lahan dan parameter budidaya hotong Parameter teknik budidaya meliputi seluruh parameter biaya dan hasil budidaya, yakni biaya pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan. Parameter hasil meliputi produktivitas Hotong Buru, penerimaan hasil budidaya dan keuntungan budidaya. Parameter hasil budidaya dihubungkan dengan kelas kesesuaian lahan. Tampilan penentuan besaran parameter teknik budidaya dapat dilihat dalam Gambar 16. Parameter biaya dan hasil budidaya kemudian digunakan sebagi input untuk melakukan optimasi dengan program QM for Windows Versi 2.1 .
38
Gambar 16. Output penentuan kelas kesesuaian lahan dan parameter budidaya Optimasi luasan lahan budidaya dilakukan dengan memasukkan hasil perhitungan parameter biaya dan hasil budidaya dari program SIHOTONG V1.0 melaui persamaan model optimasi kedalam program QM for Windows Versi 2.1 sesuai dengan batasan dan skenario yang telah diasumsikan. Tampilan dan hasil optimasi skenario 1 berturut–turut dapat dilihat dalam Gambar 17, 18, dan 19. Hasil optimasi keseluruhan skenario dapat dilihat dalam Tabel 22.
39
Gambar 17. Input skenario 1
Gambar 18. Solusi Skenario 1
40
Gambar 19. Grafik skenario 1
Berdasarkan hasil optimasi skenario 1 diperoleh bahwa luasan lahan budidaya untuk mendapatkan keuntungan maksimal adalah 1 ha dengan menggunakan metode larik.
41
Tabel 22. Hasil optimasi skenario-skenario budidaya hotong dengan software QM for Windows Versi 2.1 Skenario Fungsi Tujuan Fungsi Pembatas Hasil Optimasi 1
Z maksimum = 26721171X1+11808479 X2
2.22 X1 + 1.11 X 2 2.22 12585717X1 + 11598583X2 12585717 X1 + X2 1 X1 0 X2 0
X1 = 1.0 X2 = 0.0 Z= 26721171
2
Z maksimum = 18859793 X1 + 7127066 X 2
2.22 X1 + 1.11 X 2 2.22 12585717 X1 + 11598583 X2 X1 + X2 1 X1 0 X2 0
12585717
X1 = 1.0 X2 = 0.0 Z= 18859793
10068573
X1 = 0.8 X2 = 0.0 Z= 26721171
10068573
X1 = 0.8 X2 = 0.0 Z= 15087833
3
4
Z maksimum = 26721171 X1 + 11808479 X2
Z maksimum = 18859793 X1 + 7127066 X 2
2.22 X1 + 1.11 X 2 2.22 12585717 X1 + 11598583 X2 X1 + X2 1 X1 0 X2 0 2.22 X1 + 1.11 X 2 2.22 12585717 X1 + 11598583 X2 X1 + X2 1 X1 0 X2 0
5
Z maksimum = 26721171 X1 + 11808479 X2
2.22 X1 + 1.11 X 2 2.22 12585717 X1 + 11598583 X2 7551430 X1 + X2 1 X1 0 X2 0
X1 = 0.6 X2 = 0.0 Z= 16032702
6
Z maksimum = 26721171 X1 + 11808479 X2
2.22 X1 + 1.11 X 2 1.776 12585717 X1 + 11598583 X2 X1 + X2 1 X1 0 X2 0
10068573
X1 = 0.8 X2 = 0.0 Z= 21736936
7551430
X1 = 0.6 X2 = 0.0 Z= 16032702
10068573
X1 = 0.6 X2 = 0.0 Z= 16032702
7
8
Z maksimum = 26721171 X1 + 11808479 X2
Z maksimum = 26721171 X1 + 11808479 X2
2.22 X 1 + 1.11 X 2 1.776 12585717 X1 + 11598583 X2 X1 + X2 1 X1 0 X2 0
2.22 X 1 + 1.11 X 2 1.332 12585717 X1 + 11598583 X2 X1 + X2 1 X1 0 X2 0
42
Hasil optimasi menunjukkan bahwa metode tanam larik adalah metode tanam yang paling menguntungkan dalam berabagai kondisi pembatas. Hal tersebut dapat terlihat dari luasan lahan yang dialokasikan adalah 100% dari seluruh luasan lahan yang dibudidayakan. Dalam optimasi juga diketahui bahwa diantara ketersediaan dana maupun ketersediaan benih mempunyai proporsi pembatas yang sama (tidak terdapat pembatas dominan). Luasan lahan budidaya mengikuti faktor pembatas terkecil, sebagai contoh meskipun dana tersedia 80%, namun jika benih yang tersedia hanya 60% maka luasan lahan budidaya hanya 60%.
43
KESIMPULAN Kesimpulan yang diperoleh dari kegiatan penelitian ini adalah : 1. lahan plot percobaan darmaga termasuk dalam kelas kesesuaian lahan S2 2. metode tanam larik merupakan metode tanam yang sesuai diterapkan di lahan plot percobaan darmaga 3. total biaya budidaya dengan menggunakan metode tanam larik sebesar Rp.12 585 717 /ha dan metode tanam tugal sebesar Rp.11 598 583/ha 4. keuntungan budidaya yang diperoleh dengan menggunakan metode tanam larik sebesar Rp. 18 859 793/ha dan metode tanam tugal sebesar Rp. 7 127 066/ha 5. kombinasi luasan lahan untuk menghasilkan keuntungan budidaya maksimum adalah 100% menggunakan metode tanam larik.
SARAN Saran-saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil kegiatan penelitian ini antara lain adalah : 1. perlu dilakukan penelitian serupa di lokasi lain dengan kelas kesesuaian lahan, jenis tanah, dan iklim yang berbeda; misalnya pada kelas kesesuaian lahan S3, N1, dan N2. 2. perlu dilakukan percobaan menggunakan varietas tanaman Hotong Buru yang lain misalnya Setaria italica (Var.) Metzegeri dan Setaria italica (Var.) Stramiofructa 3. biaya pengendalian gulma (weeding) secara manual adalah sangat besar, sehingga perlu dilakukan perancangan dan pembuatan alat penyiang mekanis untuk tanaman hotong 4. perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam dengan melibatkan faktor biaya yang lebih lengkap meliputi biaya beban penyusutan alat dan mesin pertanian, biaya sewa lahan, suku bunga bank sesuai kaidah ekonomi teknik yang baik sehingga perhitungan keuntungan budidaya hotong menjadi lebih akurat.
44
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrachman A, IG Ismail, Sutono. 1997. Dukungan Penelitian Terhadap Pertanian Lahan Kering. Prosiding Lokakarya Nasional Pertanian Lahan Kering Beberapa Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu di Kawasan Timur Indonesia. Malang. 10 Oktober 1996. Andarwulan N. 2003. Hasil Analisa Kandungan Gizi Biji Tanaman Hotong Buru ( Setaria Italica (L) Beauv ). Departemen Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor. Baker RD. 2003. Millet Production. Cooperative Extension Service. College of Agriculture and Home Economics of New Mexico State University. USA. Bowles JE. 1992. Engineering Properties of Soils and Their Measurement 4th Edition. Mc. Graw Hill Inc. USA. Darmawati E. 2002. Desain Sistem Pendukung Keputusan Distribusi Hortikultura Dengan Pendekatan Berorientasi Objek (Kasus Komoditas Sayuran). Disertasi. Program Pascasarjana – IPB. Bogor. Dassanayake MD. 1994. A Revised Handbook of the Flora of Ceylon, Vol. VIII. http://www.hear.org/pier/index.html. [DEPKES] Departemen Kesehatan. 2005. http://www.depkes.go.id/kadarzi.html.
Penyuluhan
Kadarzi.
Fagi AM, I Las. 1988. Lingkungan Tumbuh Padi. Balai Penelitian Tanaman Padi Sukamandi. Indramayu. Hamzah U. 2005. Prospek Pemanfaatan Lahan Kering Dalam Rangka Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. http://rudyct.tripod.com/ Hasan MI. 2002. Pokok-pokok Materi Teori Pengambilan Keputusan. Ghalia Indonesia. Bogor. Herudjito D. 1985. Pengaruh Beberapa Soil Conditioner Terhadap Sifat-sifat Fisik Tanah Latosol Darmaga dan Produksi Tanaman Kacang Tanah. Laporan Penelitian. Jurusan Ilmu-ilmu Tanah – IPB. Bogor. Hidayat P. 2005. Hama -Hama Penting Untuk Tanaman Padi. Fakultas Pertanian – IPB. Bogor. Hunt D. 1995. Farm Power and Machinery Management. Iowa State University. USA. Ismunadji M. 1988. Padi Buku 1. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Kendall KE, JE Kendall. 1992. System Analysis and Design. 2nd Edition. Prentice Hall International Inc. New Jersey. USA. Krishiworld (The Pulse of Indian Agriculture). 2005. Field Crops of Setaria italica (L.) Beauv. http: //www.krishiworld.com/startsearch.asp.
45
National Plant Data Center. 2000. Plant Data Base (version 5.1.1). NRCS, USDA. Baton Rouge, LA 70874-4490 USA. http://plants.usda.gov. O’Brien JA. 1990. Management Information System : A Managerial End User Perspective. International Student Edition. Irwin Inc. Boston. USA. Plaster EJ. 1992. Soil Science and Management. Delmar Publisher Inc. New York. USA. Rachim JA. 1994. Peranan Besi Oksida Terhadap Beberapa Sifat Kimia Tanah Berliat Aktivitas Rendah Dominan di Indonesia Bagian Barat. Laporan Peneilitian. Fakultas Pertanian – IPB. Bogor. Render B, Stair Jr. RM. 1994. Quantitative Analysis for Management 5t h Edition. Ballyn and Bacon. Boston. USA. Russel RS, Taylor BW. 2004. Operations Management 4th Edition. Prentice Hall Inc. New Jersey. USA. Sembiring EN, Sapei A. 1998. Model Rheologi dan Kekuatan Tanah dari Tanah Latosol dan Podzolik Merah Kuning pada Perubahan Kadar Air dan Densitas Tanah. Fateta -IPB. Bogor. Sprague Jr RH. 1991. A Framework for the Development of Decission Support System. Irwin Inc. Illionis. USA. Suharso. 1985. Pembukaan Lahan. Penerbit Yayasan Kanisius. Yogyakarta. Sumarno ZF. 2003. Hubungan Antara Tingkat Kepadatan Tanah Dengan Tingkat Konsolidasi Tanah Pada Tanah Latosol Darmaga, Bogor. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian – IPB. Bogor. Supranto J. 1988. Riset Operasi Untuk Pengambilan Keputusan. UI-Press. Jakarta. Supranto J. 1991. Teknik Pengambilan Keputusan. UI-Press. Jakarta. Suryana A, Mardianto S. 2001. Bunga Rampai Ekonomi Beras.Lembaga Penyelidikan Ekonomi Masyarakat, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LPEM-FEUI). Jakarta. Swarbrick JT. 1997. Weeds of the Pacific Islands. Technical paper No. 209. South Pacific Commission, Noumea, New Caledonia. 124 . http://www.hear.org/pier/index.html Telematika Kota Bogor. 2005. Sekilas Kota Bogor. http://www.kotabogor.go.id/ Tim Penelitian dan Pengembangan Wahana Komputer. 2004. Tutorial Membuat Program Dengan Visual Basic. Salemba Infotek. Jakarta. Turban E. 1993. Decision Support and Expert Systems : Management Support System. Mc Millan Publishing Co. New York. USA. [UKDW] Universitas Kristen Duta Wacana. 2005. Jang Lupa Maluku. http://www.ukdw.ac.id/geografis.html. Yudhohusodo S. 2003. Kebijakan Pangan Yang Menyejahterakan Petani. Harian Kompas 26 Mei 2003. Hal.15
46
LAMPIRAN
47
Lampiran 1 Prosedur pengukuran variabel-variabel penelitian Variabel Penelitian
Alat Ukur Prosedur pengukuran Formula dan Bahan
Kadar Air Tanah (KAT)
Oven, Timbangan Analitis, desikator Ring sampel, oven, timbangan analitis, desikator Penetrometer, jangka sorong, timbangan
Densitas (DST)
Tahanan penetrasi (TPT)
Tanah
tanah
Luas Lahan (A) Waktu total (t)
lapang
Kapasitas lapang efektif (KLE)
Meteran gulung Stop watch
-
Timbang bobot tanah basah (BTB), Oven, timbang bobot tanah kering (BTK) Ambil contoh tanah dengan ring sampel,oven, timbang bobot kering (BTK), ukur volume ring (VLT) Ukur dan hitung luas dasar kerucut (LDK), penetrometer ditekan vertikal ke bawah dengan laju penekanan 3 cm/dtk, baca gaya penetrasinya (GPP) pada interval kedalaman 5 cm hingga kedalaman 30 cm Ukur panjang (p) dan lebar (l) petak lahan Catat waktu mulai (WM), Catat waktu selesai (WS) Hitung luas tanah terolah pada waktu lapang total
KAT =
( BTB) − ( BTK )
Satuan : %
DST =
BTK VLT
Satuan : g/cc
TPT =
GPP LDK
Satuan : kgf/cm2 Perhitungan didasarkan atas hasil kaliberasi penetrometer (lampiran 3) A= p*l Satuan = m2 , ha T= WS-WM Satuan = jam
KLE =
A t
Satuan : ha/jam Konsumsi bahan bakar (KBB)
Gelas Ukur
Konsumsi bahan bakar per satuan luas (KBL)
-
Kapasitas kerja operator (KKO)
-
Kapasitas kerja penyiapan Lahan (KKL)
-
Ukur volume bahan bakar terpakai (VBB) dan waktu lapang total (t) Hitung konsumsi bahan bakar (KBB) dan kapasitas lapang efektif Hitung luasan lahan terolah (A) dan waktu lapang total (t) Hitung luasan lahan terolah (A) dan waktu lapang total (t)
KBB =
VBB t
Satuan : liter/jam
KBL =
KBB KLE
Satuan : Liter/ha
A
KKO =
t
Satuan : ha/jam
KKL =
A t *n
Satuan : ha/jam.org Kapasitas kerja penanaman (KKT)
-
Kapasitas Kerja weeding (KKW)
-
Hitung luasan lahan tanam (A) dan waktu lapang total (t) Hitung luasan lahan weeding (A) dan waktu lapang total (t)
A
KKT =
t*n
Satuan : ha/jam.org
KKW =
A t*n
Satuan : ha/jam.org Kapasitas panen
ke rja
-
Hitung luasan lahan panen (A) dan waktu lapang total (t)
*100%
( BTK )
KKP =
A t*n
Satuan : ha/jam.org
48
Lampiran 2 Prosedur pengukuran variabel-variabel penelitian (lanjutan) Variabel Alat Ukur Prosedur pengukuran Formula Penelitian dan Bahan Jumlah Tunas muncul (JTM)
Mal 1 m X 1m
Jumlah anakan tanaman (JAT)
-
Kerapatan tanaman hotong (KTH)
Mal 1 m X 1m
Tinggi tanaman hotong (TTH) Presentase Penutupan Gulma (PPG)
Mistar
Bobot Biomassa Gulma (BBG)
Mal 1 m X 1m timbangan
Produktivitas Hotong Buru (PBH)
Timbangan
Mal 1 m X 1m
Hitung Tunas muncul (JTT) dalam luasan areal sampling (AS) 1 m2 Hitung jumlah anakan tanaman yang muncul dalam satu rumpun Hitung jumlah rumpun tanaman (JRT) dalam areal sampling (AS) 1 m2 dikalikan dengan jumlah anakan tanaman (JAT) Ukur tinggi tanaman hotong (TTH) Hitung Hitung luas penutupan gulma (LPG) dalam areal sampling (AS) 1 m2 Cabut gulma dalam areal sampling (AS) 1 m 2 , timbang bobot gulma (BG) Potong seluruh malai hotong dalam petak (PT) tanam (0,018 ha) timbang bobot malainya (BMH)
JTM =
JTT AS
Satuan : tunas/ m2 JAT= jumlah anakan tanaman Satuan : tanaman/rumpun
KTH =
JRT * JAT AS
Satuan : tanaman/ m2 TTH= tinggi tanaman hotong Satuan : cm
LPG *100% AS Satuan : 100% BG BBG = AS Satuan : ton/ha BMH PBH = PT Satuan : ton/ha PPG =
49
Lampiran 3 Hasil kaliberasi penetrometer KALIBERASI PENETROMETER Laboratorium Fisika dan Mekanika Tanah, Departemen TEP -IPB No.
Hasil Pengukuran Gaya (kgf) Skala Pembacaan (kN) 1.873 4.311 6.148 8.505 7.354
Gaya (kgf)
1 2 3 4 5
5 10 15 20 25
10000 9000 8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0
Hasil Kaliberasi Gaya (kgf) Skala Pembacaan (kN) 0 1.092 5 2.607 10 4.122 15 5.637 20 7.152 25 8.667
No.
1 2 3 4 5
y = 1515.5x + 1092.3
5
10
15
20
25
Skala Pembacaan (kN)
Gambar Lampiran 1 Grafik hasil kaliberasi penetrometer
50
Lampiran 4 Hasil uji homogenitas dengan metode Bartlett untuk kadar air tanah (KAT) Parameter T (%) L (%) S (%) Xi ni
Si 2 X rata −rata
n k 2 SP
q A V1 V2 B Fhitung F(V1,V2 ,5%) Kesimpulan
Kedalaman 0-10 1 2 35.73 33.61 34.00 27.48 27.59 38.54
cm 3 27.31 30.04 38.08
Kedalaman 10-20 cm 1 2 3 32.97 34.40 38.85 37.46 37.28 32.58 36.35 35.11 34.50
Kedalaman 20-30 1 2 37.97 38.14 37.46 37.28 35.50 37.76
cm
32.44
33.21
31.81
35.59
34.93
35.31
36.98
37.73
36.45
3
3
3
3
3
3
3
3
3
0.005
0.005
0.002
1.685
0.001
0.005
0.0065
0.0065
0.005
32.49
35.28
37.05
9 3 8.33 X 10-4
9 3 0.564
9 3 0.006
0.02 0.222 2 81.00 100.94 8.023 X 10-3 3.110 Homogen
1.562 0.222 2 81.00 100.94 0.637 3.110 Homogen
0.04 0.222 2 81.00 100.94 0.016 3.110 Homogen
3 37.27 37.56 34.50
51
Lampiran 5 Hasil uji homogenitas dengan metode Bartlett untuk densitas tanah (DST) Parameter T (g/cc) L (g/cc) S (g/cc) Xi ni
Si 2 X rata −rata
n k 2 SP
q A V1 V2 B Fhitung F(V1,V2 ,5%) Kesimpulan
Kedalaman 0-10 cm 1 2 3 1.74 1.68 1.73 1.56 1.81 1.57 1.94 1.87 1.87 1.75 1.79 1.72
Kedalaman 10-20 cm 1 2 3 1.92 1.91 1.83 2.32 2.30 2.12 2.44 2.34 2.15 2.23 2.18 2.03
Kedalaman 20-30 1 2 1.89 2.32 2.12 2.29 1.91 2.12 1.97 2.24
cm
3
3
3
3
3
3
3
3
3
0.005
0.005
0.005
0.005
0.005
0.115
0.005
0.005
0.005
1.75
2.15
2.18
9
9
9
3 0.005
3 0.042
3 0.005
0 0.222 2 81.00 100.94 0 3.110 Homogen
6.5 0.222 2 81.00 100.94 2.79 3.110 Homogen
0 0.222 2 81.00 100.94 0 3.110 Homogen
3 2.22 2.42 2.34 2.33
52
Lampiran 6 Hasil uji homogenitas dengan metode Bartlett untuk tahanan penetrasi tanah (DST) petak tugal Parameter T (kN) L (kN) S (kN) Xi ni
Si X
2
Kedalaman 0 cm 2 3 16 21 9 10 7 7 11 6 15 12.33 11.33 10.33
Kedalaman 5 cm 1 2 74 51 49 23 28 24 47.33 32.67
3
3
3
3
0.005
0.005
0.005
0.005
1
rata −rata
n k S
2 P
q A V1 V2 B Fhitung F(V1,V2 ,5%) Kesimpulan
Parameter T (kN) L (kN) S (kN) Xi ni
Si
2
X rata −rata
n k 2 SP
q A V1 V2 B Fhitung F(V1,V2 ,5%) Kesimpulan
46 28 45 39.67
Kedalaman 10 cm 1 2 65 71 109 90 98 90 90.67 83.67
3 101 169 49 106.33
3
3
3
3
3
0.005
0.115
0.005
0.005
0.005
3
12.33
11.33
10.33
9 3 0.005
9 3 0.005
9 3 0.005
0 0.222 2 81.00 100.94 0 3.110 Homogen
0 0.222 2 81.00 100.94 0 3.110 Homogen
0 0.222 2 81.00 100.94 0 3.110 Homogen
Kedalaman 15 2 91 101 115 191 170 111 125.33 134.33 1
cm 3 201 150 119 156.67
Kedalaman 20 cm 1 2 66 159 149 200 162 149 132.33 169.33
3 113 171 109 130.83
Kedalaman 25 cm 1 2 95 140 133 187 235 170 154.33 165.67
3 118 240 128 161.83
3
3
3
3
3
3
3
3
3
0.005
0.005
0.005
0.005
0.005
0.115
0.005
0.005
0.005
138.78
144.16
160.61
9 3
9 3
9 3
0.005
0.005
0.005
0 0.222 2 81.00 100.94 0 3.110 Homogen
0 0.222 2 81.00 100.94 0 3.110 Homogen
0 0.222 2 81.00 100.94 0 3.110 Homogen
53
Lampiran 7 Hasil uji homogenitas dengan metode Bartlett untuk tahanan penetrasi tanah (DST) petak larik Parameter T (kN) L (kN) S (kN) Xi ni
Si X
2
Kedalaman 0 cm 2 3 39 30 50 29 5 7 5 7 8 24.33 14 21.67
Kedalaman 5 cm 1 2 114 49 71 15 39 30 74.67 31.33
50 28 31 36.33
Kedalaman 10 cm 1 2 3 160 51 109 119 125 47 45 105 115 108 93.67 90.33
3
3
3
3
3
3
3
3
3
0.005
0.005
0.005
0.005
0.005
0.115
0.005
0.005
0.005
1
S
20
47.44
97.33
9 3 0.005
9 3 0.005
9 3 0.005
0 0.222 2 81.00 100.94 0 3.110 Homogen
0 0.222 2 81.00 100.94 0 3.110 Homogen
0 0.222 2 81.00 100.94 0 3.110 Homogen
rata −rata
n k 2 P
q A V1 V2 B Fhitung F(V1,V2 ,5%) Kesimpulan
Parameter T (kN) L (kN) S (kN) Xi ni
Si
2
X rata −rata
n k 2 SP
q A V1 V2 B Fhitung F(V1,V2 ,5%) Kesimpulan
3
Kedalaman 15 2 108 160 151 190 76 105 111.67 151.67 1
cm 3 134 99 115 116
Kedalaman 20 cm 1 2 171 105 160 176 91 131 140.67 137.33
3 138 110 120 122.67
Kedalaman 25 cm 1 2 3 191 135 165 156 161 153 140 143 160 162.33 146 159.33
3
3
3
3
3
3
3
3
3
0.005
0.005
0.005
0.005
0.005
0.115
0.005
0.005
0.005
126.45
133.56
155.89
9 3
9 3
9 3
0.005
0.005
0.005
0 0.222 2 81.00 100.94 0 3.110 Homogen
0 0.222 2 81.00 100.94 0 3.110 Homogen
0 0.222 2 81.00 100.94 0 3.110 Homogen