1
Kajian Kitab Riyadush Sholihin
(Taman bagi Orang-Orang Yang Sholih) Pembahasan Hadits ke-3
Segala puji hanya bagi Allah. Kita memuji-Nya, memohon pertolongan kepada-Nya, memohon ampunan kepada-Nya. Dan kita berlindung kepada Allah dari kejelekan jiwa-jiwa kita dan keburukan amalan-amalan kita. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada yang bisa menyesatkannya. Dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah, maka tidak ada yang bisa memberikan hidayah padanya. Dan aku bersaksi bahwasanya tidak ada ilah yang berhak diibadahi kecuali hanya Allah semata dan tiada sekutu apapun bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad shollallohu 'alaihi wasallam adalah seorang hamba dan utusan-Nya. Amma ba'd, kemudian setelah itu... Melanjutkan pembahasan kitab Riyadush Sholihin karya Al Imam An Nawawi rohimahulloh, maka pada kesempatan kali ini akan memasuki pembahasan hadits ke-4 dan ke-5 dari kitab tersebut. -capture scan kitab dari Syarh Riyadish Sholihin karya Asy Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rohimahulloh-
2 Hadits ke-4 : Dan dari Abi ‘Abdillah, yakni Jabir bin ‘Abdillah Al Anshori -semoga Allah meridhoi keduanya- ia berkata : Kami pernah bersama Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam pada suatu peperangan, lalu Beliau bersabda : “Sesungguhnya di Madinah terdapat beberapa kaum lelaki yang tidaklah kalian menempuh perjalanan (yakni dalam rangka jihad fi sabilillah), dan tidak pula melewati suatu lembah, kecuali mereka bersama kalian, namun mereka tertahan oleh sakit.” Dan di dalam riwayat disebutkan : “kecuali mereka berserikat dengan kalian dalam hal pahala (yakni sama-sama mendapatkan pahala)” [hadits ini diriwayatkan oleh Al Imam Muslim -rohimahullah- ]
Hadits ke-5 : Dan dalam riwayat Al Imam Al Bukhori -rohimahullah- dari Anas -semoga Allah meridhoinya- ia berkata : Kami pernah kembali dari peperangan Tabuk bersama Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam, lalu Beliau bersabda : “Sesungguhnya di Madinah terdapat beberapa kaum di belakang kita -yakni tidak mengikuti peperangan- , tidaklah kalian berjalan melewati celah perbukitan dan tidak pula lembah, melainkan mereka tersebut bersama dengan kita namun mereka terhalangi oleh adanya ‘udzur”. Catatan kaki no.2 : Riwayat yang pertama dikeluarkan oleh Al Imam Muslim -dalam Shahih nya- pada Kitab Al Imaroh, Bab Balasan Pahala Bagi Orang-Orang Yang Terhalangi dari Peperangan Disebabkan Sakit atau ‘Udzur Lainnya, hadits nomor 1911. Dan riwayat yang kedua dikeluarkan oleh Al Imam Al Bukhori -dalam Shahih nya- pada Kitab Tentang Jihad dan Perjalanan, Bab Orang-Orang Yang Terhalang Oleh ‘Udzur Pada Peperangan, hadits nomor 2839.
1. Sekilas tentang shohabat Jabir bin ‘Abdillah rodhiAllahu ‘anhuma - Shohabat Jabir bin ‘Abdillah bin ‘Amru Al Khozroji Al Anshori rodhiAllahu ‘anhuma merupakan seorang shohabat Anshor dari suku Khazraj yang banyak meriwayatkan hadits Rosulullah shollallahu ‘alaihi wasallam. Dan salah satu hadits yang paling banyak dikenal oleh kaum Muslimin adalah hadits yang berkenaan tentang tata cara/manasik haji dan ‘umroh. Sehingga tidaklah saat ini seorang Muslim belajar mengenai tata cara/manasik haji dan ‘umroh melainkan pasti akan menukilkan hadits riwayat Jabir bin ‘Abdillah rodhiAllahu ‘anhuma ini. - Ayah dari Jabir yakni ‘Abdullah bin ‘Amru Al Anshori merupakan seorang syuhada yang pertama kali gugur fi sabilillah tatkala Perang Uhud. - Shohabat Jabir bin ‘Abdillah rodhiAllahu ‘anhuma tidak mengikuti Perang Badar dan Perang Uhud dikarenakan saat itu usianya masih sangat belia sehingga belum diperbolehkan mengikuti kedua peperangan tersebut, dan mengikuti seluruh peperangan setelahnya. - Salah satu kisah tentang Jabir bin ‘Abdillah rodhiAllahu ‘anhuma yang terkenal adalah kisah mu’jizat Rosulullah shollallahu ‘alaihi wasallam tatkala menggali parit di Perang Khandaq. Disebutkan secara makna bahwa saat itu Jabir bin ‘Abdillah mengundang Nabi beserta beberapa orang shohabat untuk makan. Istri beliau saat itu telah memasak 1 sha’ (4 mud atau kurang lebih 4 cakupan dua telapak tangan pria dewasa) gandum dan seekor kambing kecil sebagai lauknya. Namun ternyata Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam mengajak seluruh penggali parit yang jumlahnya ratusan untuk ikut makan bersama Beliau. Hal ini tentu saja mengejutkan Jabir karena ia yakin makanan yang ada tidak akan bisa mencukupi untuk seluruh penggali parit. Namun berkat mu’jizat yang Allah Ta’ala berikan kepada Rosulullah
3 shollallahu ‘alaihi wasallam, ternyata makanan tersebut mencukupi dan mengenyangkan seluruh penggali parit dan keluarga Jabir tanpa berkurang sedikit pun. Masya Allah.
2. Sekilas tentang shohabat Anas rodhiAllahu ‘anhu - Beliau adalah Anas bin Malik Al Khozroji Al Anshori rodhiAllahu ‘anhu, merupakan shohabat Anshor berasal dari suku Khozroj yang paling banyak meriwayatkan hadits setelah Abu Huroiroh dan ‘Abdullah bin ‘Umar rodhiAllahu ‘anhum. - Ayah beliau tidak mau memeluk Islam sehingga ibunda beliau yakni Ummu Sulaim (yakni Rumaysho’ binti Milhan) berpisah dengannya karena harom bagi seorang Muslimah untuk menikah dengan orang musyrik/kafir. Kemudian Ummu Sulaim dilamar oleh Abu Tholhah dengan semulia-mulia mas kawin yakni dengan keislaman Abu Tholhah. Semoga Allah Ta’ala meridhoi keduanya. - Saat Rosulullah shollallahu ‘alaihi wasallam hijroh ke Madinah, ibunya yakni Ummu Sulaim rodhiAllahu ‘anha menyerahkan Anas rodhiAllahu ‘anha -saat itu berusia 10 tahun- kepada Rosulullah shollallahu ‘alaihi wasallam sebagai khodim/pembantu sampai Nabi wafat di tahun 10 H. - Anas rodhiAllahu ‘anhu mendapat do’a barokah dari Rosulullah shollallahu ‘alaihi wasallam pada harta dan anak, sehingga disebutkan bahwasanya Anas bin Malik merupakan shohabat yang memiliki harta yang melimpah dan anak cucu yang sangat banyak (lebih dari 100 anak cucu), serta memiliki umur yang panjang (wafat di umur 103 tahun) dan merupakan shohabat yang terakhir kali wafat.
3. Sekilas tentang Perang Tabuk - Perang Tabuk yang terjadi di tahun 9 H ini disebut juga dengan Al Ghozwatul ‘Usroh (Perang Yang Sulit) dikarenakan kondisi saat itu banyak kesulitan yang melanda baik itu dari sisi perbekalan yang terbatas, cuaca yang sangat panas, perjalanan ke Tabuk yang sangat jauh, godaan yang sangat besar untuk tetap tinggal di Madinah dikarenakan saat itu buah-buahan sedang dalam kondisi ranum siap dipanen, dan semisalnya. - Latar belakang peperangan adalah dikarenakan tersebar kabar bahwasanya Raja Romawi yakni Heraklius ingin menyerang Madinah, dan Rosulullah shollallahu ‘alaihi wasallam ingin mencegat mereka di daerah Tabuk yang berada di sebelah selatan Syam dan masuk wilayah kekuasaan Imperium Romawi. - Berbeda dengan peperangan yang biasa dilakukan oleh Rosulullah shollallahu ‘alaihi wasallam yang mana tatkala ingin menyerang suatu daerah, maka Beliau biasa menggunakan bahasa kiasan dan tidak menyebutkan secara langsung tujuan yang akan dituju sebagai salah satu strategi perang, maka pada Perang Tabuk ini Rosulullah shollallahu ‘alaihi wasallam langsung mengumumkan secara terang-terangan kepada para shohabat bahwasanya daerah yang akan dituju adalah Tabuk dalam rangka mencegat pasukan Romawi yang hendak menyerang Madinah. Hal ini dilakukan oleh Beliau shollallahu ‘alaihi wasallam dikarenakan sekian banyak kesulitan yang menghadang sehingga diharapkan dengan hasungan yang terang-terangan ini bisa terkumpul jumlah pasukan perang yang banyak. - Saat telah terkumpul +/- 30,000 pasukan Muslimin, maka berangkatlah pasukan ini ke daerah Tabuk dan sempat tinggal beberapa waktu di sana guna menunggu Pasukan Romawi yang pada akhirnya tidak jadi berperang, dan Rosulullah shollallahu ‘alaihi wasallam tetap mengutus beberapa pasukan kecil ke daerah sekitar Tabuk guna menaikkan wibawa umat Islam di mata musuh-musuh Islam. - Sebagian ‘ulama menyebutkan alasan Pasukan Romawi tidak jadi berperang dengan pasukan Muslimin antara lain dikarenakan pasukan Romawi lebih senang untuk tetap tinggal di benteng-benteng pertahanan mereka di Syam ketimbang harus bertempur di tengah cuaca yang sangat panas.
4 - Pada perang Tabuk inilah dapat diketahui mana orang-orang yang benar keimanannya dan mana yang keimanannya hanya di lisannya belaka yakni dari kalangan munafiqin. Tentang hal ini bisa dilihat pada surat At Taubah ayat 42-44, 49, 65, dan 81. - Pada perang Tabuk ini ada 3 orang shohabat yang tertinggal tidak ikut berperang yakni Ka’ab bin Malik, Muroroh ibnu Ar Robi’, dan Hilal bin Umayyah rodhiAllahu ‘anhum yang kemudian Allah ampuni dan bersihkan nama ketiga orang shohabat ini sebagaimana tercantum dalam surat At Taubah ayat 118 :
َّلل إِ ََّّل إِلَي ِه ِ َّ ضا َقت َعلَي ِهم أَنفُ ُسهُم َو َظ ُّنو ْا أَن ََّّل َمل َجأ َ م َِن ٱ َ ضا َقت َعلَي ِہ ُم ٱلَرضُ ِب َما َرحُ َبت َو َ ِين ُخلِّفُو ْا َح َّتى إِ َذا َ َو َعلَى ٱ َّلثلَـ َث ِة ٱلَّذ اب َعلَي ِهم لِ َي ُتوبُو ْۚا إِنَّ ٱ ََّّللَ ه َُو ٱل َّت َّوابُ ٱلرَّ حِي ُم َ ُث َّم َت dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan [penerimaan taubat] mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa mereka pun telah sempit [pula terasa] oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari [siksa] Allah, melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
4. Faedah Hadits - Maksud dari hadits ke-4 dan ke-5 ini adalah bahwasanya bila seseorang telah memiliki niatan yang kuat untuk melakukan suatu kebaikan -dalam hadits ini dicontohkan dengan amalan jihad- namun terhalang dikarenakan ada udzur/penghalang seperti sakit atau lainnya, maka ia tetap mendapatkan ganjaran pahala kebaikan dari apa yang ia niatkan tersebut. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa kedua hadits tersebut dimasukkan oleh Al Imam An Nawawi rohimahullah dalam Bab Al Ikhlash pada kitab Riyadush Sholihin ini. Hal ini juga diperkuat dengan hadits lain : -capture scan kitab dari Syarh Riyadish Sholihin karya Asy Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rohimahulloh-
“Jika seorang hamba sakit atau dalam kondisi safar, maka tetap dituliskan baginya pahala semisal dengan apa yang biasa ia lakukan tatkala bermukim dan sehat.” Catatan kaki no.1 Hadits ini dikeluarkan oleh Al Bukhori -dalam Shohih nya- pada Kitab Tentang Jihad dan Perjalanan, Bab dituliskannya pahala seorang yang safar dari apa-apa yang biasa ia amalkan tatkala mukim, hadits nomor 2996.
5 Juga hadits yang muttafaqun ‘alaih -yakni riwayat Al Bukhori dan Muslim- :
Dan dari Abi ‘Abbas yakni ‘Abdillah bin ‘Abbas bin ‘Abdil Muththolib rodhiAllahu ‘anhuma dari Rosulillah shollallahu ‘alaihi wasallam dari apa yang difirmankan Robb nya -Tabaroka wa Ta’ala- (yakni hadits qudsi) Beliau bersabda : Sesungguhnya Allah telah menetapkan kebaikan dan keburukan, kemudian Ia menjelaskan padanya : “Barangsiapa yang berniat kuat untuk melakukan suatu kebaikan lalu tidak jadi melakukannya, maka Allah Tabaroka wa Ta’ala menetapkan baginya sebagai suatu kebaikan yang sempurna. Dan jika ia telah berniat kuat kemudian ia melakukannya, maka Allah menetapkan baginya dengan 10 kali kebaikan sampai 70 kali kebaikan sampai jumlah yang sangat banyak. Dan jika ia berniat kuat untuk melakukan suatu keburukan lalu tidak jadi melakukannya, maka Allah Tabaroka wa Ta’ala menetapkan baginya sebagai sauatu kebaikan yang sempurna. Dan jika ia telah berniat kuat kemudian melakukannya, maka Allah menetapkan baginya sebagai satu keburukan. [muttafaqun ‘alaih] Penjelasan tentang hadits ini akan diterangkan pada tempatnya, insya Allah. - Kata ( الغزاة = الغزوةal ghozaah = al ghozwah) yakni peperangan yang mana Rosulullah shollallahu ‘alaihi wasallam ikut pada rombongan pasukan tersebut, misalnya Perang Badr, Perang Uhud, Perang Tabuk, dan semisalnya. Adapun peperangan yang Rosulullah shollallahu ‘alaihi wasallam tidak ikut pada rombongan pasukan maka disebut dengan As Sariyyah yakni utusan pasukan perang ( السرية ِ ), misalnya Perang Mu’tah. - Terdapat dalil bahwa barangsiapa yang berjihad di jalan Allah maka setiap langkah kakinya mendapatkan balasan pahala dari Allah Ta’ala. - Terdapat dalil salah satu sifat mulia para shohabat rodhiAllahu ‘anhum yakni bersegera memenuhi perintah Rosulullah shollallahu ‘alaihi wasallam dan berlomba-lomba dalam kebaikan sebagaimana perbuatan mereka dalam hadits tersebut di atas yakni dalam rangka berjihad mengorbankan harta dan nyawa demi kemuliaan Islam. Dan sifat inilah yang mestinya dicontoh oleh kaum Muslimin di setiap zaman. Jangan hanya dikarenakan khawatir mendapatkan cemoohan dari orang lain, lalu ia meninggalkan sunnah-sunnah Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam dalam adab berpakaian atau berpenampilan seperti mengenakan celanan di atas mata kaki atau memelihara jenggot atau semisalnya. - Terdapat salah satu sifat mulia Rosulullah shollallahu ‘alaihi wasallam yakni sifat pemberani dan kasih sayang terhadap umatnya. Hal ini diambil dari turut andilnya Beliau dalam pasukan perang secara langsung sehingga hal ini bisa menjadi penyemangat bagi pasukan perang tersebut. Dan hal inilah yang hendaknya dicontoh oleh para pemimpin kaum Muslimin di setiap zaman. - Terdapat dalil bahwasanya Allah Ta’ala Maha Pengasih terhadap hamba-hambaNYA. Hal ini diambil dari diberikannya pahala bagi orang-orang yang di dalam hatinya telah tertanam niatan kuat untuk turut berjihad namun terhalangi oleh ‘udzur sakit atau semisalnya.
6 - Terdapat dalil bahwasanya salah satu ‘udzur yang syar’i bagi seseorang untuk diperbolehkan tidak mengikuti jihad fi sabilillah adalah sakit atau yang semisalnya. - Terdapat dalil bahwasanya jihad fi sabilillah itu adalah bersama dengan penguasa yang syar’i atau atas ijin dari penguasa yang syar’i, dan bukan bersama pimpinan kelompok atau organisasi. - Terdapat dalil diperbolehkannya bagi penguasa Muslimin untuk turut serta dalam medan jihad fi sabilillah secara langsung ataupun sekedar mengutus pasukan perang untuk berjihad fi sabilillah. - Terdapat dalil bahwasanya jalan-jalan kebaikan untuk memperoleh pahala secara syar’i itu sangatlah banyak. Hal ini bisa diambil dari ditetapkannya pahala bagi orang yang sekedar berniat kuat untuk berjihad namun terhalang dikarenakan adanya ‘udzur. Sehingga, jikalau Allah Ta’ala memberikan kepada kita fisik yang kuat untuk kita melakukan seluruh ‘amalan kebaikan yang diajarkan di dalam Islam dari hal terbesarnya sampai terkecilnya, maka niscaya tidak akan sanggup seseorang melakukannya. Nah, jika jalan-jalan kebaikan yang syar’i itu sangat banyak, maka untuk apa lagi kita membuat-buat atau melakukan tata cara peribadatan baru yang tidak ada tuntunannya dalam syari’at Islam ini ??? Semoga hal ini menjadi nasihat bagi diri kita bersama. Demikianlah apa yang bisa disampaikan pada kesempatan ini. Semoga bisa membawa manfa’at bagi kita bersama. Allahu A’lam. BarokAllahu fiykum.