Badrus, Kajian Ilmu Tasawuf
KAJIAN ILMU TASAWUF Badrus* Abstraksi Pada intinya ilmu tasawuf adalah mempelajari bagaimana mensucikan jiwa sesuci mungkin dalam usaha mendekatkan diri kepada Tuhan sehingga kehadiran Tuhan senantiasa dirasakan secara sadar dalam kehidupan. Ajaran pokoh ilmu tasawuf adalah : 1) maqomat (tobat, zuhud, sabar, tawakkal, ridla, mahabbah dan ma‟rifat), 2) tarekat. Istilah tarikat dalam tasawuf sering dihubungkan dengan syari‟ah dan hakikat. Istilah tersebut dipakai untuk menggambarkan peringkat penghayatan keagamaan muslim. Penghayatan keagamaan peringkat awal disebut syariat, peringkat kedua disebut tarikat, dan ketiga disebut hakikat. Yang dimaksud syari‟at adalah jalan utama yang mengandung peraturan keagamaan yang bersifat umum dan formal. Adapun tarikat merupakan jalan yang lebih sempit yang terdapat dalam jalam umum syari‟at dan lebih khusus yang ditujukan kepada orang-orang yang ingin mencapai penghayatan keagamaan yang lebih tinggi. Pengamalan syari‟at merupakan jenis penghayatan keagamaan eksoteris, sedangkan tarrikat merupakan jenis penghayatan esoteris.adapun hakikat secara harfiah merupakan berarti “kebenaran”, tetapi yang dimaksud dengan hakikat di sini ialah pengetahuan yang sebenarnya tentang Tuhan, yang dimulai dengan pengamalan syari‟at dan tarikat secara seimbang. Kata kunci : Ilmu Tasawuf Pendahuluan Di era informasi ini perkembangan ilmu pengetahuan cukup pesat, tidak terkecuali ilmu-ilmu keislaman. Salah satu cabang ilmu pengetahuan keislaman di antaranya ialah ilmu tasawuf. Ilmu tasawuf ini dalam teori dan prakteknya boleh dibilang berkembang merata di seluruh dunia, khususnya di dunia Islam. Begitu pula dalam pengamalannya, tasawuf diamalkan dalam bentuk yang berbeda. Sekalipun berbeda dalam pengamalannya, ilmu tasawuf itu perlu mendapat apresiasi dari kita, sebagai upaya mencari pengamalan agama yang lebih tepat. *
Dosen Tetap Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Tribakti (IAIT) Kediri
Tribakti, Volume 14 No.2 Juli 2005
1
Badrus, Kajian Ilmu Tasawuf Untuk itu perlu dikaji ajaran dan konsep dasar ilmu tasawuf tersebut. Makalah ini mencoba mengungkap kedalaman isi secara teoritis ilmu tasawuf Pengertian Ilmu Tasawuf Ada dua pengertian ilmu tasawuf yang dianut oleh para pengikutnya. Pertama Ilmu tasawuf diartikan sebagai ilmu tentang kesucian jiwa untuk menghadap Tuhan sebagai Zat Yang Maha Suci, dan kedua diartikan sebagai ilmu yang mempelajari upaya pendekatan diri secara individual kepada Tuhannya.1 Jadi pada intinya ilmu tasawuf mempelajari bagaimana mensucikan jiwa sesuci mmungkin dalam usaha mendekatkan diri kepada Tuhan sehingga kehadiran Tuhan senantiasa dirasakan secara sadar dalam kehidupan. Apabila ditinjau dari Al Quran, sebenarnya ajaran tasawuf mengacu pada suratal A‟la ayat 14-15 “Sesungguhnya beruntunglah orang – orang yang membersihkan diri dengan beriman dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang”. Sayid Husain an-Nasr, cendekiawan muslim ternama dari Iran, mengatakan bahwa tasawuf pada hakikatnya adalah dimensi yang dalam dan esoteris dari Islam yang bersumber dari al-Qur‟an dan Hadis seta perilaku Nabi SAW dan para sahabatnya. Sedangkan syari‟at adalah dimensi luar dari ajaran Islam. Pengamalan kedua dimensi itu secara seimbang merupakan keharusan bagi setiap muslim agar pendekatan dirinya kepada Allah SWT menjadi sempurna lahir dan batin. 2 Dalam Tasawuf diajarkan tentang prinsip keseimbangan artinya bahwa Islam memberikan tempat bagi penghayatan keagamaan secara eksoteris (lahiriah/syari‟ah) dan esoteris (batiniah/hakikat), tanpa menakankan pada salah satu dimensi. Pemberian tekanan pada salah satu dimensi bertolak belakang dengan ajaran Islam yang mengajarkan prinsip keseimbangan (adil). Hal demikian lebih jauh akan membawa kepincangan dalam kehidupan. Penekanan pada dimensi eksoteris akan membuat Islam teredukdi menjadi aturan fikir yang bersifat formalistis dan kering terhadap nilai-nilai kerohania. Sebaliknya, penekanan pada dimensi esoteris akan membuat kaum muslimin dapat keluar dari garis kebenaran, karena tidak memperhatikan batas aturan yang telah ditentukan. Hubungan antara 1
Lihat Taufiq Abdullah Dkk, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, (Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van Houve, 2002), 34 2 Sayyid Husain an Nasr. Ideal and Realities of Islam, ( London: George and and Unwin, Ltd, 1966 ), 76
Tribakti, Volume 14 No.2 Juli 2005
2
Badrus, Kajian Ilmu Tasawuf dimensi eksoteris dan esoteeris ini dapat diumpamakan oleh kaum sufi dengan hubungan antara jasad dan jiwa pada manusia. Dengan demikian syariat Islam akan menjadi hidup dengan jiwa tasawuf. Tasawuf akan meniupkan jiwa esoterisnya pada segenap aspek ajaran Islam, baik aspek ritual maupun sosial.3 Ajaran Pokok Tasawuf 1. Maqomat Ajaran pokok tasawuf berkisar sekitar penyucian jiwa dan jalan pendekatan diri menuju Tuhan. Proses dan jalan itu sendiri cukup panjang dan melalui tahapan-tahapan yang disebut “maqomat”. Maqomat adalah bentuk jamak dari maqam yang berarti posisi, kedudukan, tingkatan. Dalam tasawuf sebagai diungkapkan Harusn Nasution, maqomat lazim dipahami sebaagai tempat pemberhentian atau stasiun dalam sebuah perjalanan panjang menuju Tuhan. Abu Nasr al-Tusi dari Iran mengatakan bahwa maqamat merupakan kedudukan seorang hhamba di hadapan Allah SWT yang berhasil diperolehnya melalui ibadah, perjuangan melawan hawa nafsu (jihat an-nafs), berbagai latihan spiritual (riadlah), dan penghadapan dengan segenap jiwa raga (intiqa‟) kepada Allah SWT. Ada beberapa maqamat yang harus dilalui oleh seorang sufi. Menurut Abu Bakar al – Kalabadzi (990 M), tokoh sufi asal Bukhara, Asia Tengah, ada tujuh maqam yang harus dilalui seorang sufi menuju Tuhan yaitu, tobat, zuhud, sabar, tawakal, ridla, mahabbah, (cinta) dan ma‟rifat4. a. Tobat Kata tobat berasal dari bahasa Arab Taubat yang berarti kembali. Dalam istilah tasawuf tobat berarti kembali dari perbuatan tercela menuju perbuatan terpuji, sesuai dengan ketentuan agama. Tobat merupakan penyesalan manusia dihadapan Tuhannya, dan ia tidak akan mengulangi kelalaiannya lagi. Menurut Mohammad Amin al-kurdi (1913), tokoh Tarikat Naksyabandiyyah dari etnis Kurdi, tobat merupakan awal dari maqamat. Kedudukannnya laksana fondasi dari sebuah bangunan. Tanpa fondasi bangunan tidka akan berdiri tegak. Tanpa tobat seseorang tidak akan dapat mensucikan jiwanya dan tidak akan dekat dengan Tuhannya. Ada tiga tingkatan tobat dalam tarikat. Peringkat pertama atau terendah yaitu bertobat dari berbagai dosa besar, seperti menyekutukan 3
Ibid, 77 Murtada Mutahhari, Manazil dan Maqamat dalam “irfan” al-Hikmah No.13 Zulkaidah/Juni 1994, 33 4
Tribakti, Volume 14 No.2 Juli 2005
3
Badrus, Kajian Ilmu Tasawuf Tuhan, durhaka dengan orang tua, berzina, membunuh orang yang tak bersalah, meminum khomer. Peringkat kedua, tobat dari dosa-dosa kecil, perbuatan makruh, sikap menyimpang dari keutamaan, merasa diri suci, merasa telah dekat dengan Tuhan. Adapun tingkatan ketiga yaitu, tingkatan yang paling tinggi yakni, tobat dari kelengahan hati mengingat allah SWT. Kendati hanya sekejab. Di dalam al-Qur‟an tidak kurang dari 71 ayat yang menyebutkan tentang kalimat tobat, sepeti : “Hai Orang-orang yang beriman bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhanmu akan menghapus kesalahan-kesalahan kamu dan akan memasukkan ke dalam surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai.”5 b. Zuhud Dalam istilah sufi zuhud diartikan sebagai kebencian hati terhadap hal ikhwal keduniaan dan menjauhkan diri darinya karena taat kepada Allah SWT, padahal ada kesempatan untuk memperolehnya. Hal ikhwal keduniaan itu tidak lain sebagaimana diisyaratkan dalam Al – Qur‟an surat Ali Imran ayat: 14 yaitu berupa kesenangan material yang bersifat sementara dan tidak pernah memberi kepuasan terhadap manusia. “Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan pada apa –apa yang diingini, yaitu anak-anak, wanita-wanita, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesengan hidup didunia, dan di sisi Allah lah tempat kembali yang baik (surga). Segala bentuk kesenangan dunia mengacu kepada kepuasan semu dan terbatas. Meski demikian, menurut Abu Hasan as Sazili, (1256 M) pendiri tatikat As- Saziliah, keperluan manusia terhadap hal ikhwal keduniaan tidak dapat dikesampingkan. Menurutnya, yang dikatkan orang zuhud ialah orang yang menggunakan hal ikhwal keduniaan sekedar untuk memenuhi hajat hidupnya. Hajat hidup itu sendiri terdiri dari beberapa kompunen. Ada yang berbentuk kebutuhan individual, keluarga, masyarkat, bahkan dalam hal bernegara. Orang yang zuhud ialah orang yang menggunakan hal ikhwal duniawi sesuai dengan ketentuan hukum dan etika, bukan untuk berlebih-lebihan.6 Abu Nasr As-Sarraj at-Tusi menyebutkan adanya tiga tingkatan zuhud. Pertama, zuhud terhadap hal-hal duniawi, pada tingkatan ini merupakan tingkatan terendah. Karena pada hakikatnya di hati seseorang 5 6
QS: At-Tahrim: 8 Murtada Mutahhari, Manazil dan Maqamat dalam “irfan” 1994, 35
Tribakti, Volume 14 No.2 Juli 2005
4
Badrus, Kajian Ilmu Tasawuf masih ada keinginan keduiaan, hanya saja ia berusaha mengatasinya. Orang yang demikian ini cukup berbahaya, karena suatu saat akan dapat dipengaruhi oleh hawa nafsunya yang rendah. Kedua, Kezuhudan seseorang yang sanggup meninggalkan hal ikhwal keduniaan karena dipandang sudah tidak memiliki nilai. Ktiga merupakatan tingkatan tertinggi yaitu, zuhud yang semata-mata mengharap ridla Allah SWT. Pada tingkatan ini tidak terlintas lagi pada diri zahid hal ikhwal dunia karena segala harta dunia tidak lagi memiliki nilai. Ia hanya merasa tentram karena ma‟rififatnya kepada Allah SWT. c. Sabar Al Qur‟an mengatakan sabar dengan segala derivasinya sebanyak 103 kali. Salah satunya dinyatkan bahwa sabar nerupakan sifat Rasul, terutama para rasul yang dijuluki „Ulul Azmi”(yang memiliki keteguhan hati). Allah mengajarkan kepada kita agar sabar dalam menghadapi para musuh “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (diperbtasan Negerimu) dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu beruntung.” (QS:3:200)7 Syeh Abd Qodir Jailani membagi sabar menjadi tiga tingkatan. Pertama sabar untuk Allah (sabr li-Allah), yaitu keteguhan hati dalam melaksanakan perintah Allah dan menjahui larangan-Nya. Kedua sabar bersama Allah (sabr ma‟a Allah), yaitu keteguhan hati dalam menerima keputusan dan tindakan Allah SWT. Ketiga, sabar atas Allah (sabr „ala Allah), yaitu keteguhan hati dan kemantapan sikap dalam menghadapi apa yang dijanjikan Allah, berupa rizki, kelapangan hidup dan lain sebagainya.8 d. Tawakkal Kata tawakkah menurut bahasa berarti mempercayakan atau mmewakilkan. Dalam tasawuf tawakkal berarti mempercayakan atau menyerahkan segala masalah kepada Allah dan menyandarkan kepada-Nya penanganan berbagai maslah yang dihadapi. Abu Turob an Naqsabi, katanya sufi suka mengembara ketika ditanya tentang tawakkal, tawakkal berarti menunndukkan badan seperti 7
QS: Ali Imran: 200 Budi Munawar Rahmad, dan Asep Usman Ismail, Cinta Tuhan di tempat Matahari Terbit: tarikat Kadiriah – Nahsabandiah di Surabaya, jurnal Ilmu dan Kebudyaan Ulumul Qur‟an, Vol. 8, 1991 41 8
Tribakti, Volume 14 No.2 Juli 2005
5
Badrus, Kajian Ilmu Tasawuf rukuk dan sujud dalam shalat, mengikatkan hati dalam rububiyyah Allah SWT sebagai sang penguasa dan sang Pengatur, merasa tenteram dengan apa yang ada, jika diberi bersyukur, dan jika rezekinya ditahan ia sabar.9 Sementara al-Ghazali melihat tawakal itu ada tiga tingkatan. Pertama, menyerahkan diri kepada Allah seperti menyerahkan kekuasaan dalam suatu urusan kepada wakilnya, ssetelah ia meyakini kebenaran, kejujuran, dan kesungguhan wakilnya dalam menangani urusan. Kedua, menyerahkan diri kepada Allah seperti seorang anak kecil menyerahkan segala persoalannya kepada ibunya. Ketiga, menyerahkan diri kepada Allah SWT laksana mayat di tangan orang yang memandikannya.10 e. Rida Rida merupakan puncak perkembangan sikap tawakal. Rida dalam tasawuf berarti menerima apa saja yang telah ditetapkan oleh Allah SWT baik yang menyusahkan atau yang menyenangkan. Rida kepada Allah muncul dari keyakinan bahwa ketetapan Allah terhadadp seseorang lebih baik dari pada keputusan orang itu sendiri bagi dirinya. Kalau seseorang telah merasa rida kepada Allah SWT, niscaya Allah SWT pun rida kepadanya. Allah berfirman: “Allah berfirman, “ Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang benar kebearan mereka. Bagi mereka surga yang di bawahnya mengalir suangai-sungai, mereka kekal di dalamnya selamalamanya. Allah rida terhadap mereka dan mmereka pun trida terhadapNya. Itulah keberuntungan yang paling besar. (QS:5:119) f. Mahabah dan Ma‟rifat Kata mahabah memiliki beberapa arti di antaranya dari kata habb ( bentuk jamak dari habbah) yang berarti relung hati tempat bersemayamnya cinta. Rabia‟ah al Adawiyyah (801 M) adalah sufi yang masyhur dalam memperkenalkan konsep cinta sufi. Menurutnya, mahabah atau cinta merupakan dasar dan prinsip dalam perjalanan seorang hamba menuju Tuhannya. Bagi Rabi‟ah, mahabah muncul terlebih dahulu sebelum ma‟rifat. Sebab seorang hamba belum dapat mencapai ma‟rifat yakni 9
Ibid, hal 42 al-Ghazali, Abu hamid Muhammad, Akhlak Seorang Muslim, terj. H. Muhamad Rifa‟I (Semarang: Wicaksana,1995, 20) 10
Tribakti, Volume 14 No.2 Juli 2005
6
Badrus, Kajian Ilmu Tasawuf mengenal Tuhan melalui mata hatinya, sebelum terlebih dahulu mencintaiNya. 11 Dalam sebuah ayat digambarkan tentang cinta Tuhan kepada hamba dan cinta hamba kepada Tuhan, antara lain: “ Katakanlah jika kamu (benar-benar) mencintai Allaj, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa mu. Allah maha pengampun lagi maha penyayang”. (QS:3:31) Dalam sebuah hadis qudsi dijelaskan: “Hamba-Ku yang senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan berbagai amalan ibadah, sehingga Aku mencintainya. Apbila Aku telah mencintainyaa, maka Aku menjadi matanya,yang dengannya ia melihat; Aku menjadi telinganya, dengannya ia mendengar, Aku menjadi tangannya, yang dengannya ia meraba, Aku menjadi kakiknya, yang dengannya ia berjalan. Kalau ia memohon kepadaKu, Aku perkenankan permohonannya, kalu ia berlindung kepada-Ku , Aku akan melindunginya (HR. Bukhari dari Abu Hurairah) Sementara Ma‟rifat menurut kaum sufi ada tiga tingkatan. Pertama, pengetahuan „awwam, yang merupakan pengetahuan lapisan terbesar umat manusia. Mereka mengenal Tuhan secara taklid, yang hanya terbatas pada pengucapan kalimah syahadat. Kedua, Pengetahuan orang-orang berilmu, yang mengenal Tuhan dengan lantaran logika dan dalil-dalil pembuktian. Ketiga, pengetahuan „arif, yang mengenal Tuhan melalui hati nuraninya. Abdul Karim al-Qusyairi (998 M-1086 M), tokoh tasawuf Suni, menyebutkan, ada tiga media dalam diri manusia yang dapat digunakan untuk mengenal Tuha, yakni qalb, ruh, dan sirr (rahasia, bagian yang paling dalam dari hati). Kalbu adalah untuk mengetahui sifat-sifat Tuhan, roh untuk mencintai Tuhan, dan sirr untuk mengenal Tuhan. Sirr inilah yang dpat menerima iluminasi (pancaran cahaya) Illahi, ketika ia telah disucikan dario berbagai kotoran.12 2. Tarikat a. Konsep Tarikat Tarikat merupakan ajaran tasawuf yang cukup penting setelah adanya maqomat. Yang dimaksud dengan istilah tarikat dalam tasawuf yaitu jalan menuju Allah SWT guna mendapatkan rida-Nya. Dengan menaati ajaran-Nya. 11
Murtada Mutahhari, Manazil dan Maqamat dalam “irfan” 1994, 36
12
Murtada Mutahhari, Manazil dan Maqamat dalam “irfan” 1994, 37
Tribakti, Volume 14 No.2 Juli 2005
7
Badrus, Kajian Ilmu Tasawuf Istilah tarikat dalam tasawuf sering dihubungkan dengan syari‟ah dan hakikat. Ketiga istilah tersebut dipakai untuk menggambarkan peringkat penghayatan keagamaan muslim. Penghayatan keagamaan peringkat awal disebut syariat, peringkat kedua disebut tarikat, dan ketiga disebut hakikat. Yang dimaksud syari‟at adalah jalan utama yang mengandung peraturan keagamaan yang bersifat umum dan formal. Adapun tarikat merupakan jalan yang lebih sempit yang terdapat dalam jalam umum syari‟at dan lebih khusus yang ditujukan kepada orang-orang yang ingin mencapai penghayatan keagamaan yang lebih tinggi. Pengamalan syari‟at merupakan jenis penghayatan keagamaan eksoteris, sedangkan tarrikat merupakan jenis penghayatan esoteris.adapun hakikat secara harfiah merupakan berarti “kebenaran”, tetapi yang dimaksud debgan hakikat di sini ialah pengetahuan yang sebenarnya tentang Tuhan, yang dimulai dengan pengamalan syari‟at dan tarikat secara seimbang. b. Komponen Tarikat Di dalam organisasi tarikat dikenal adanya komponen utama yang mewarnai organisasi itu. Yaitu terdiri dari guru, murid, amalan, zawiyyah, dan adab13. Pertama, guru tarikat disebut syeh, murad, atau pir. Seorang syeh atau mursyid harus menguasai ilmu syari‟at dan ilmu hakikat secara mendalam dan lengkap. Pemikiran, perkataan dan perilakuknya harus mencerminkan akhlak yang terpuji. Kedua, murid. Disyaratkan harus berjanji setia pada dirinya di hadapan mursyid, bahwa ia akan mengamalkan segala bentuk amalan dan wirid yang telah diajarkan mursyid kepadanya dengan sungguh-sungguh. NJanji setia itu dikenal dengan istilah bai‟at. Ketiga, wirid.Salah satu amalan utama yang menjadi inti wirid ialah zikir. Semua kelompok tarikat mengajarkan zikir ini. Al-Qur‟an menerangkan: “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” Keempat, Zawiat, yakni majelis tempat para salih mengamalkan suluk, zikir, dan berbagai wirid tarikat yang lain. Zawiat menurut pengertian bahasanya ialah sudut atau pojok. Mulanya para sufi para 13
Nurcholish Madjid, Selayang pandang tentang Tarikat di Indonesia, dan Masa depannya, Makalah Klub Kajian Agama ( Jakarta: Yayasan Paramadina, 1994)2
Tribakti, Volume 14 No.2 Juli 2005
8
Badrus, Kajian Ilmu Tasawuf pengembara membutuhkan suatu tempat peristirahatan disalah satu pojok masjid distiap rute perjalanan yang merke lewati. Kelima, adab atau etika hubungan salik dengan syekh dalam sebuah tarikat. Menurut Ibnu Arabi (dari Andalusia, 1240 M), salik di hadapn gurunya hendaklah bersikap bagaikan mayat yang berada di tangan orang yang memandikannya. Salik tidak boleh berprasangka buru atau ragu terhadap gurunya. Apbila gurunya menyuruh mengerjakan sesuatu, hendaklah ia segera mengerjakannya, dan tidak boleh mengajukan usul apa pun. Penutup Dari uarain di atas dapat disimpulkan bahwa kajian ilmu tasawuf mencakup tata cara atau proses penyucian jiwa dan pendekatan diri kepada Allah SWT. Dan proses penyucian diri itu cukup panjang dan harus melalui tahapan-tahapan yang disebut maqomat. Di samping itu dalam tasawuf juga mengajarkan tentang tarikat kan konsep-konsepnya. Yang perlu mendapat catatan ialah apabila tasawuf itu dijalankan secara seimbang antara syariat dan hakikat serta ibadah sosial, maka akan lebih menjadi kesempurnaan kaum sufi. Semoga amiin.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Abdullah , Taufiq Dkk, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van Houve, 2002 Al-Ghazali, Abu hamid Muhammad, Akhlak Seorang Muslim, terj. H. Muhamad Rifa‟I Semarang: Wicaksana,1995 An-Nas, Sayyid Husain, . Ideal and Realities of Islam, London: George and and Unwin, Ltd, 1966 Madjid, Nurcholish, Selayang pandang tentang Tarikat di Indonesia, dan Masa depannya, Makalah Klub Kajian Agama Jakarta: Yayasan Paramadina, 1994 Munawar, Budi Rahmad, dan Asep Usman Ismail, Cinta Tuhan di tempat Matahari Terbit: tarikat Kadiriah – Nahsabandiah di Surabaya, Mutahhari, Murtada, Manazil dan Maqamat dalam “irfan” alHikmah No.13 Zulkaidah/Juni 1994,
Tribakti, Volume 14 No.2 Juli 2005
9
Badrus, Kajian Ilmu Tasawuf
Tribakti, Volume 14 No.2 Juli 2005
10