Kajian Hambatan Pelaksanaan Pengajaran Seni Rupa Di Sekolah Dasar Suparman Dosen Seni Rupa Universitas PGRI Adi Buahna Surabaya e-mail : soeparman
[email protected] Abstrak Penelitian ini untuk memperoleh gambaran tentang hambatan pelaksanaan pengajaran seni rupa khususnya seni lukis pada anak Sekolag Dasar (SD) yang selama ini terjadi. Dari hasil wawancara telah didapat tidak adanya guru bidang studi, khususnya guru seni rupa sehingga terjadi hambatan-hambatan yang dialami oleh guru kelas diantaranya : Guru kelas tidak bisa menggambar/tidak bisa memberi contoh gambar di papan tulis, guru kurang mampu menyampaikan materi pengajaran seni rupa. Guru kelas tidak mempunyai dasar kesenirupaan, serta kurang pengetahuan tentang seni rupa. Pelajaran seni rupa dianggap bukan bidang studi yang di UAN-kan. Sehingga pelajaran seni rupa sering diabaikan, padahal pelajaran seni rupa sebagai ajang kreativitas cukup membagakan. Kesimpulan bahwa hambatan terbesar (85%) dalam pelaksanaan Seni Rupa di SD adalah guru tidak bisa menggambar / tidak bisa memberi contoh dipapan tulis, dan bakat guru rendah sehingga kesulitan dalam mengembangkan contoh. Kata Kunci :Tidak bisa menggambar, kurang pengetahuan kesenirupaan, hambatan pengajaran seni rupa. PENDAHULUAN Konsep latar belakang masalah merupakan pemelihan sebuah prsoalan penelitii yang menyangkut dilemma permasalahan yang akan ditelitii. Dari sebuah konsep global masalah yang menjadi sebuah persoalan penelitian Namun perlu untuk dicermati bahwa persoalan penelitian diperlukan beberapa pertimbangan khusus Perumusan kerangka teoritis tentang pengetahuan yang diperoleh dari tulisan tulisan serta dokumen-dokumen yang bersngkutan, serta pengalaman merupakan landasan dari pemikiran selanjutnya mengenai masalah yang akan diteliti.. Memperdalam pengetahuan mengenai masalah yang akan diteliti merupakan langkah memperoleh pengertian tentang teori serta aplikasi terhadap masalah problematic penelitian.
Maka dengan hal diatas peneliti telah menilai dengan suatu teori tertentu sebagai sebuah titik tolak pemikirannya. Hal itu akan menentukan ada atau tidaknya kaitan teori dengan masalah yang akan diteliti. Kerangka teoritis akan sangat membantu peneliti dalam penentuan tujuan serta arah penelitian dan dalam menulis konsep-konsep yang tepat guna pembentukan hipotesis jika memang ada. Pembentukan konsep atau pengertian mengenai latar belakang masalah, merupakan unsur pokok dari suatu penelitian. Konsep merupakan definisi dari apa yang akan diteliti dan diamati, konsep menentukan antara variable-variabel mana kita ingin menentukan adanya hubungan emperis. (Merton, 1963 :8) Konsep latar belakang masalah dari penelitian ini berawal dari pengalaman di lapangan, ketika sepintas terjadi ketidak sempurnaan praktek dan hasil pengajaran pelajaran kesenian ( Seni Rupa di Sekolah Dasar) Bermula dari hal tersebut penulis selaku pengajar di Sekolah Dasar tertarik untuk mengangkatnya menjadi penelitian. Dari kenyataan bahwa dalam segala bidang, manusia selalu mencari efisiensi efektifitas kerja,dengan menempuh beberapa cara, antara lain dengan caranya sendiri maupun dengan melalui ketentuan yang sudah digariskan oleh pemerintah dalam ketentuan-ketentuan yang bersifat formal. Seorang guru dalam menyampaikan materi pelajartan harus berpedoman pada Garisgaris Besar Program Pengajaran (GBPP) yang berlaku, yang berisikan entang tujuan kurikler yang kemudian dipersempit lagi pada Tujuan Instruksional Umum yang disesuaikan dengan tiap-tiap pokok bahasan yang dilengkapi dengan urusan pokok bahasan, alokasi waktu, metode, sarana/sumber,dan penelitian. Dengan memperhatikan GBPP dalam setiap kegiatan belajar akan tercapai tujuan yang diharapkan. Disamping itu atas dasar pemikiran dan pertimbangan agar anak didik di SD mendapat
tuntutan
dalam
mengisi
pengalaman-pengalaman
langsung
dalam
berekspresi,bereksplorasi,dan bereksperimen dalam bidang seni rupa.Dengan harapan merka dapa memiliki pengalaman,pengetahuan, sikap dan ketrampilan dalam dunia kesenirupaan yang menunjang proses pelaksanaan pendidikan.
Memperhatikan waktu yang tersedia dan fasilitas yang ada pada sekolah-Dasar (SD) dewasa ini, sangat diharapkan adanya guru-guru yang kreatif, inovatifagar pelaksanaan pengajaran di SD dapat berjalan sebagaimana mestinya. Namun dibalik itu semua kita harus mengakui bahwa kenyataan di lapangan, bahwa hanya sebagian kecil saja diantara guru Sekolah Dasar ynag mempunyai minat dan bakat untuk Seni Rupa maka anak didik berketerusan mendapat tugas menggambar sesuka hati dari minggu ke minggu, dari bulan ke bulan,dan bahkan tahun ke than. Disamping itu dari faktor kelengkapan peralatan masih menjadi masalah besar. Guru seperti dalam arti sesungguhnya adalah sebagai nara sumber langsung,yang menjadi panutan perubahan sikap dan perubahan ingkah laku, mengarah pada praktek mengajar belajar dalam pembentukan dan perubahan kreatif anak didik. Pengertian lebih jauh guru sebagai pendidik yang meletakkan dasar disiplin kreatif dan embentukan ide kreatif terhadap pengembangan dan apresiasi kesenirupaan secara ideal dan fungsional. Penelaah latar baelakang penelitian ini adalah ditik beratkan pada guru pengajar. Mengingat begitu pentingnya paeranan guru dalam mengemban misi pengajaran Seni Rupa. Disaming meninjau acuan kurikulum dan keterlibatan aktiftas anak didik dan sarana prasarana sekolah.
Mengingat begitu luasnya obyek yang kita bahas, maka penulis berusaha untuk memberikan batasan ruang lingkup secara rundom sebagai berikut : -
Sebagai obyek kelengkapan pendidikan penulis mengambil batasan lembaga pendidikandasar karena sesuai dengan tempat penulis berkecimpung dalam proses kegiatan belajar mengajar sehari-hari.
-
Mengingat begitu luasnya daerah yang akan kita jadikan obyek pembahasan skripdi ini maka, penulis mengambil sample sebuah Seklah Dasar Dapena Jl. Dinoyo no. 33 Surabaya yaitu kelas I sampai dengan kelas VI. Dengan harapan skripsi ini dapat mewakili semua lembaga pendidikan dasar (SD) yang ada di Surabaya.
-
Sepertikita ketahui bahwa mata pelejaran; kerajinan tangan dan kesenian, merupakan perpaduan dari beberapa mata pelajaran atau sub mata pelajaran
seperti: PKK,Prekerya, Seni Lukis, Seni Musik, dan Seni Tari. Pada pembahasan bidang studi pendidikan kesenian ini,penulis memberikan batasan pada sub mata pelajaran seni rupa
Dari uraian di atas maka peneliti menganggap perlu adanya peneliti di sekolah tempat dan tujuannya untuk mengetahui sejauh mana hambatan dalam pelaksanaan pengajaran seni rupa di SD Dapena Jl. Dinoyo No. 33 Surabaya.
Adakah hambatan Pengajaran kesenian (Seni Rupa) di Sekolah Dasar terjadi hambatan yang menyebabkan kemandekan proses kreatif
kesenian yang menyangkut
peran serta aktif guru, kurikulum dan anak didik serta kertlibatan sekolah menyangkut pengadaan bahan alat dan saran prasarana pendukung.
METODE PENELITIAN Metode penelitian ini menggunakan metode diskriptip kualitatip. Karena untuk mengetahui tentang lukisan secara sistematik factual dan akurat menganahi fakta, sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. Sampel Guru kelas I.II.III.IV.V.VI dan murid kelas. I.II.III.IV.V.VI Metode pengumpulan data : Dokumen dan Wawancara
HASIL PEMBAHASAN Seni Rupa Cabang seni yang membentuk karya seni dengan media yang bisa ditangkap mata dan dirasakan dengan rabaan, kesan ini diciptakan dengan mengolah kosep garis, bidang, bentuk, volume, warna, tekstur, dan pencahayaan dengan acuan estetika (Surata, Mulyana, 1998). Seperti pendapat Victor D.Amico yang memadukan keduannya di dalam bukunya “Creative teaching Art”,(1953) mengemukakan pendapat bahwa : “karya seni rupa itu penting bagi guru, sepanjang berisi sesuatu mengenai anak didik dan membantu guru dalam memotivasi imajinasi anak dan mengekspresikan sesuai kehidupan anak”. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa karya seni rupa itu dapat diwujudkan dalam bentuk lukisan dan gambar. Dari hasil wawancara Ironisnya setiap
guru memiiki latar yang sangat berbeda, tidak satupun yang memiliki latar belakang seni rupa, sehingga mengakibatkan daya kreativitas siswa yang begitu tinggi terkesan kurang tertangani. Dari hasil penelitian ini bahwa guu seni rupa sulit didapatkan, hal tersbut disebabkan
bahwa lulusan seni rupa setiap tahunnya sangat terbatas sehingga
menyebabkan sekolah-sekolah kesulitan untuk merkrut. Oleh karena itu fihak sekolah memutuskan bahwa untuk pelajaran seni rupa dibebankan kepada guru kelas dan guru kertakes. Hal itu terlihat sekali ketika saya mengadakan wawancara diperoleh gambaran sebagai berikut : 1. Guru Kelas I -Guru tidak bisa menggambat / tidak bisa memberi contoh .
dipapan tulis. (85%)
- Belum semua siswa memiliki alat lukis atau cat warna. 2. Guru kelas II -
Guru kurang mampu menyampaikan/ kurang berbakat dalam pengajaran seni rupa (80%)
-
Guru sebanarnya sudah menggunakan persiapan akan tetapi kurang matang terkesan asal jadi.
3. Guru kelas III -
Tidak mempunyai dasar kesenirupaan (80%)
-
Kurangnya pengetahuan kesenirupaan, merasa tidak bakat sehingga tidak mampu mengajarkan seni rupa.
-
Peralatan siswa kurang lengkap
4. Guru kelas IV -
Tidak mampu memberi contoh dipapan tulis, tidak bakat. (75 %)
-
Tidak semua siswa memiliki peralatan gambar serta peralatan lukis lain.
-
Sebaiknya diadakan guru khusus seni rupa.
5. Guru kelas V -
Tidak bakat, kesulitan dalam mengembangkan contoh, (85%) kesulitan dalam pengajaran
-
Kurang tersedianya sarana yang dimiliki oleh siswa, sehingga tidak berkembang.
-
Sedikitnya alokasi waktu dalam pengembangan kesenirupaan, karena digabung dengan KERTAKES (KTK)
-
Sebaiknya ada guru bidang studi seni rupa
6. Guru Kelas VI -
Kurang berbakat sehingga kesulitan dalam pelaksanaan pengajaran seni rupa. (80%)
-
Pelajaran seni rupa sering diganti oleh pelajaran lain.
-
Ada anggapan bahwa pelajaran seni rupa bukan pelajaran yang di UAN-kan
-
Peralatan siswa kurang memadai.
-
adanya guru bidang studi
7. Hasil wawancara dari kelas I sampai dengan kelas VI dapat disimpulkan : -
Pada prinsipnya semua siswa mulai dari kelas I sampai kelas VI menyukai pelajaran seni rupa, kecuali kelas VI yang disebabkan oleh kekawatiran akan hasil UAN.
-
Sebagaian besar siswa cenderung mengharapkan contoh gambar yang dibuat oleh guru,akan tetapi sebagian besar guru kelas kurang mampu menggambar di papan tulis.
Berdasarkan hasil wawancara antara guru dan murid dapat diidentifikasi beberapa masalah antara lain sebagai berikut : 1. Banyak guru Sekolah Dasar yang merasa kesulitan dalam mengajarkan pelajaran seni rupa terutama menggamnbar di papan tulis. 2. Banyak siswa yang belum mempunyai peralatan menggambar seperti cat , krayon, spidol, pensil warna dan peralatan yang lain, sehingga tugas yang diberikan ke siswa sering tertunda. 3. Kurangnya perhatian dari berbagai fihak mengenahi pelajaran seni rupa, bahkan ada anggapan seni rupa bukan mata pelajaran yang di UAN-kan.
KESIMPULAN Beradasarkan hasil penelitian, bahwa pelajaran seni rupa di sekolah dasar sangat bagus dalam menunjang kreatifitas anak, siswa sangat antosias
dalam pelajaran tersebut.
Hambatan terbesar (85%) dalam pelaksanaan Seni Rupa di SD adalah guru tidak bisa menggambar / tidak bisa memberi contoh
dipapan tulis, dan bakat guru rendah
sehingga kesulitan dalam mengembangkan contoh.
SARAN a. Guru kelas tidak perlu memberi contoh gambar yang kompleks/sulit, cukup menyebutkan temanya saja. Misalnya : rumahku. Sekolahku. Berkebun, binatang kesayanganku, ikan, kupu-kupu dll. a. Pentingnya guru bidang studi khususnya guru seni rupa pada tiap-tiap sekolah dasar (SD). Hal itu perlu perhatian dari berbagai fihak yang terkait, baik sekolah itu sendiri maupun dari Pemerintah
DAFTAR PUSTAKA Ali Muhammad, 1998 guru dalam proses belajar mengajar, rineka Cipta, Jakarta Djajadisastra, jusub, 1998,Metode-metode mengajar, Angkasa, Bandung Darma Prawira, sulasmi, 1987, warna sebagai salah satu unsur seni dan disasin, Jakarta Hadi, sutrisno, 1998, Metodologi Research, Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta Mashuri HP. 1999 Azas-azas belajar, IKIP semarang, Pohan, SE. 1999. Pendidkan Seni Rupa, F.A Hasmar Medan Purwaningsih, 1995. Kerajinan tangan dan Kesenian Surata, Mulyana, 1998. Pendidikan Seni Rupa, Bina Ilmu, Sby
Sudari Harso, Soewadji, 1992, evaluasi Pengajaran seni Rupa, IKIP Surabaya Tim Penyusun , 1998, Kamus Besar bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.