Jurnal Wahana-Bio Volume XVI Desember 2016
KAJIAN ETNOBOTANI TUMBUHAN MAHAR (Kleinhovia hospita L.) DI DESA BATU TANGGA KECAMATAN BATANG ALAI TIMUR Oleh : Ema Lestari1 Dosen Politeknik Tanah Laut1
ABSTRAK Kajian etnobotani adalah ilmu botani mengenai pemanfaatan tumbuhan dalam keperluan sehari-hari dan adat suku bangsa. Masyarakat banjar Desa Batu Tangga Kecamatan Batang Alai Timur Kabupaten Hulu Sungai Tengah memiliki berbagai jenis tumbuhan yang dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai bahan pangan, ramuan obat dan bahan industri. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode wawancara yang meliputi: kajian botani, etnofarmakologi, etnoantropologi, etnoekonomi, etnolinguistik dan etnoekologi. Hasil penelitian etnobotani tumbuhan mahar yaitu bentuk hidup pohon, batang simpodial, akar tumbuhan merupakan akar tunggang, daun mahar termasuk daun tunggal, bunga mahar merupakan bunga yang majemuk, berbentuk tandan, mahar bertipe buah kotak yaitu buah bumbung (kajian botani). Daun untuk mencegah pertumbuhan uban dan juga dapat digunakan sebagai obat mimisan (kajian etnofarmakologi).Tumbuhan mahar ini tidak memiliki nilai etnoantropologi (kajian etnoantropologi). Kayu sebagai pegangan pisau atau disebut “kumpang parang” dalam bahasa daerah setempat(kajian etnoekonomi). Pemberian nama tumbuhan diberi nama mahar karena tumbuhan ini bentuk daunnya seperti simbol cinta atau berbentuk jantung yang biasanya juga digunakan sebagai simbol mahar perkawinan pada masyarakat setempat (kajian etnolinguistik). Tumbuhan mahar di daerah tersebut tumbuh dengan suhu udara 30-320C, kelembaban udara 63-70%, kelembaban tanah 80-100%, pH tanah 6,4-6,6, intensitas cahaya 2100-3100 Lux, kecepatan angin 0,6-0,65 (m/s), ketinggian tempat 60-62 mdpl (kajian etnoekologi). Kata Kunci : Kajian etnobotani, tumbuhan mahar, masyarakat banjar PENDAHULUAN Kalimantanmemiliki keanekaragaman hayati yang sangat besar, baikspesies flora dan fauna yang tersebar di berbagai daerah khususnya daerah Kalimantan Selatan yaitu di masyarakat banjar desa Batu Tangga Kecamatan Batang Alai Timur Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Daerah Batu Tangga memiliki berbagai jenis tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai bahan pangan, ramuan obat dan bahan industri. Salah satu tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat secara tradisional adalah tumbuhanmahar. Secara gramatikal (tata bahasa), etnobotani adalah ilmu botani mengenai pemanfaatan tumbuhan dalam keperluan sehari-hari dan adat suku bangsa. Studi etnobotani tidak hanya mengenai data botani taksonomis saja, tetapi menyangkut 52
Jurnal Wahana-Bio Volume XVI Desember 2016
pengetahuan botani yang bersifat kedaerahan, yakni berupa tinjauan interpretasi dan asosiasi yang mempelajari hubungan timbal balik antara manusia dengan tanaman, menyangkut
serta
pemanfaatan
tanaman
tersebut
lebih
diutamakan
untuk
kepentingan budaya dan kelestarian sumber daya alam (Dharmono, 2007). Tumbuhan maharmerupakan sumber daya alam hayati Indonesia yang perlu diberdayakan secara alamiah karena mengandung senyawa bahan alam yang dapat dimanfaatkan secara tradisional untuk keperluan hidup manusia (Yunita, dkk 2009). Mahar merupakan salah satu tumbuhan dalam family Sterculiaceae selain Erythropsis, Heritiera, Melochia, Commersonia, Abroma dan Theobroma. Menurut Steenis (2003) tumbuhan mahar ini memiliki bakal buah dan benang sari pada ujung dasar bunga yang yang berbentuk tiang. Tanaman daun mahar dapat digunakan untuk pengobatan penyakit hati (kuning/ hepatitis), dengan cara meminum air rebusannya (Raflizar & Sihombing, 2009). Selain itu menurut Yunita, dkk (2009) dari skrining fitokimia diperoleh hasil bahwa tanamanMahar mengandung senyawa golongan alkaloid, flavonoid dan saponin. Di daerah Batu Tangga Tumbuhan mahar dikenal masyarakat sebagai tumbuhan obat. Menurut Sudirman (1990) dalamJuniarti (2010), tumbuhan obat ialah semua tumbuhan baik yang dibudidayakan maupun belum dibudidayakan yang bagian tumbuhannya (daun, batang dan akar) mempunyai khasiat sebagai obat yang dapat digunakan sebagai bahan mentah dalam pembuatan obat modern atau tradisional. Tumbuhan mahar (Kleinhovia hospita L.) yang digunakan masyarakat banjae desa Batu Tangga sebagai tumbuhan obat belom pernah dikaji secara etnobotani. Etnobotani dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk mendokumentasikan pengetahuan masyarakat tradisional, masyarakat awam yang telah menggunakan berbagai macam jasa tumbuhan untuk menunjang kehidupannya. Pendukung kehidupan untuk kepentingan makaan, pengobatan, bahan bangunan, upacara adat, budaya, bahan pewarna dan lainnya. Semua kelompok masyarakat sesuai karakter wilayah dan adatnya memiliki ketergantungan pada berbagai tumbuhan, paling tidak untuk sumber pangan. Dalam kehidupan modern telah dikenal lebih dari seratus jenis tumbuhan untuk sumber makanan, tetapi sebenarnya telah dipergunakan ribuan jenis tumbuhan di berbagai belahan bumi oleh berbagai etnik (Suryadarma, 2008). Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang nilai etnobotani tumbuhan yang meliputi; kajian botani, etnofarmakologi, etnoantropologi, 53
Jurnal Wahana-Bio Volume XVI Desember 2016
etnoekonomi, etnolinguistik dan etnoekologi dari tumbuhan mahar di masyarakat banjarDesa Batu Tangga Kecamatan Batang Alai Timur. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai bahan informasi tentang etnobotani menyangkut kajian botani, kajian etnofarmakologi, kajian etnoantropologi, kajian etnoekonomi dan kajian etnolinguistik dari tumbuhan mahar di masyarakat desa Batu Tangga Kecamatan Batang Alai Timur.
METODE PENELITIAN Penelitian
ini
menggunakan
metode
wawancara.Pengambilan
sampel
tumbuhan dilakukan di area pemukiman warga masyarakat banjar di desa Batu Tangga, mengamati morfologi tubuh tumbuhan yang meliputi: jenis perakaran, percabangan batang, serta mengukur bagian-bagian batang (tinggi dan diameter), daun, bunga dan buah di habitat aslinya untuk data kajian etnobotaninya. Mengukur parameter lingkungan tempat tumbuhan tersebut hidup untuk data kajian etnoekologinya. Mengambil gambar dari sampel-sampel yang telah diambil. Mewawancarai masyarakat banjar di desa Batu Tangga mengenai sampel tumbuhan yang diambil tentang kajian etnofarmakologi, etnoantropologi, etnoekonomi dan etnolinguistik. Data hasil penelitian dianalisissecara deskripsi dengan mengacu pada studi pustaka.
HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Hasil pengamatan terhadap kajian etnobotani terhadap tumbuhan mahar di Desa
Batu
Tangga
meliputi
kajian
botani,
kajian
etnofarmakologi,
kajian
etnoantropologi, kajian etnoekonomi, kajian etnolinguistik dan kajian etnoekologi didapatkan hasil seperti di bawah ini : Tabel 1. Etnobotani Tumbuhan Mahar No 1
Parameter Kajian botani
2
Kajian etnofarmakologi
3
Kajian etnoantropologi
4
Kajian etnoekonomi
Hasil Bentuk hidup pohon. Batang simpodial. Akar tumbuhan merupakan akar tunggang. Daun mahar termasuk daun tunggal. bunga mahar merupakan bunga yang majemuk, berbentuk tandan. Mahar bertipe buah kotak yaitu buah bumbung. Daunnya untuk mencegah pertumbuhan uban (rambut putih) dan juga dapat digunakan sebagai obat mimisan. Belum ada kajian etnoantropologi yang diketahui masyarakat tentang tumbuhan mahar ini. Dapat diolah menjadi barang yang memiliki nilai jual yaitu kayunya sebagai pegangan pisau atau disebut “kumpang parang” dalam bahasa daerah setempat.
54
Jurnal Wahana-Bio Volume XVI Desember 2016
Tabel Lanjutan No 5
6
Parameter Kajian etnolinguistik
Kajian etnoekologi
Hasil Pemberian nama tumbuhan mahar karena bentuk daunnya seperti simbol cinta atau berbentuk jantung yang biasanya juga digunakan sebagai simbol mahar perkawinan pada masyarakat setempat. 0 Suhu udara 30-32 C, Kelembaban Udara 63-70%, Kelambaban tanah 80-100%, pH tanah 6,4-6,6, Intensitas cahaya 2100-3100 Lux, Kecepatan angin 0,6-0,65 (m/s), ketinggian tempat 60-62 mdpl.
PEMBAHASAN Kajian Botani Kajian botani adalah kajian mengenai morfologi tubuh yang meliputi bentuk hidup, jenis perakaran. percabangan batang, serta mengukur bagian-bagian batang (tinggi dan diameter), daun, bunga dan buah di habitat aslinya. Hasil pengamatan terhadap tumbuhan mahardapat dijelaskan sebagai berikut : Tumbuhan mahar memiliki bentuk hidup pohon. Bereproduksi secara generatif. Batangnya simpodial dengan bentuk bulat, memiliki warna coklat dengan arah tumbuh batang tegak lurus, memiliki tinggi sekitar 180 - 210 cm dan diameter batang antara 2 – 5,3 cm.Akar tumbuhan merupakan akar tunggang dengan warna akar coklat.Daun termasuk daun tunggal, dengan tata letak daun berseling, tepi daunnya rata, permukaan daunnya kasap, dengan warna daun hijau, pangkal daunnya berlekuk dengan ujung daun meruncing. Ukuran panjang daun dengan rentang 11,212,5 cm dan lebar dengan rentang 11,4-12cm. Ciri tersebut sesuai yang dikemukakan oleh Steenis (2003) yaitu tumbuhan mahar memiliki karakteristik berupa pohon dengan tinggi sekitar 5-20 meter. Tumbuhan ini mempunyai daun bertangkai panjang, berbentuk jantung lebar, dan pada pangkalnya bertulang daun menjari. Bunga mahar termasuk jenis bunga majemuk, berbentuk tandan, berwarna merah muda, dan letaknya di berseling, kaliks dalam 1 bunga ada 5 dalam keadaan lepas, korola ada 5 dalam keadaan lepas juga, stamen berjumlah banyak, stylus berjumlah 1 dalam satu bunga dalam keadaan menumpang. Mahar bertipe buah kotak yaitu buah bumbung, buah ini tersusun atas sehelai daun buah, mempunyai satu ruangan dengan banyak biji di dalamnya, jarang sekali hanya mempunyai satu biji. Jika sudah masak, buah pecah menurut salah satu kampuhnya, biasanya pecah 55
Jurnal Wahana-Bio Volume XVI Desember 2016
menurut kampuh perutnya. Berwarna hijau kalau masih muda namun akan menjadi coklat jika sudah tua. Ciri ini juga sesuai menurut Steenis (2003) mahar bunganya lebar dan berambut halus, serta mempunyai 5 helai daun mahkota. Buah mahar memiliki bakal buah beruang 5,bertipe buah kotak berbentuk buah pir, melambung seperti bertaju 5, panjang ± 2 cm, membuka menurut ruang. Kedudukan Mahar dalam taksonomi tumbuhan menurut Cronquist (1981) adalah sebagai berikut: Kingdom
: Plantae
Divisio
: Magnoliophyta
Classis
: Magnoliopsida
Ordo
: Malvales
Familia
: Sterculiaceae
Genus
: Kleinhovia
Species
: Kleinhovia hospita L.
Kajian Etnofarmokologi Kajian etnofarmakologi adalah kajian tentang penggunaan tumbuhan yang berfungsi sebagai obat atau ramuan yang dihasilkan penduduk setempat untuk pengobatan (Martin, 1998). Hasil kajian etnofarmokologi terhadap tumbuhan mahar dapat dijelaskan sebagai berikut : Bagian tanaman maharyang berguna dari tanaman ini adalah daunnya yang di gunakan sebagai obat mimisan dan mencegah pertumbuhan uban (rambut putih). a. Obat mimisan Cara pembuatannya untuk obat mimisan yaitu dengan mengambil daun tumbuhan mahar kemudian meremas bagian daun tersebut dibikin lonjong atau menggulung. Cara menggunakannya yaitu daun tumbuhan mahar yang sudah menggulung tadi dimasukkan ke lubang hidung yang mimisan. Reaksi dari cara penggunaan ini adalh akan membuat darah yang keluar dari hidung (mimisan) tadi berhenti. b. Mencegah pertumbuhan uban Untuk mencegah pertumbuhan uban yaitu mengambil daun tumbuhan mahar, menumbuk daunnya sampai halus dengan sebuah alat penumbuk digunakan dengan cara dipakai untuk keramas.Hasil wawancara menunjukan bahwa mereka tidak mengetahui mengapa tumbuhan mahar dapat dimanfaatkan sebagai obat-obatan. 56
Jurnal Wahana-Bio Volume XVI Desember 2016
Mereka hanya mendapatkan pengetahuan tersebut secara turun-temurun dari nenek moyangnya. Oleh sebab itu agar pengetahuan masyarakat banjar desa Batu Tangga tentang pemanfaatan tumbuhan mahar sebagai obat dapat dilestarikan, diperlukan data kimia yang dapat menjelaskan hal tersebut. Yunita, dkk (2009) berhasil melaporkan dari skrining fitokimia diperoleh hasil bahwa daun mahar mengandung senyawaan golongan alkaloid (positif uji Wegner), flavanoid dan saponin. Menurut Robinson (1995), senyawa yang berkhasiat menghentikan darah pada kulit adalah flavanoid. Dengan adanya hasil penelitian tersebut, membuktikan bahwa tumbuhan mahar adalah tumbuhan yang dapat digunakan sebagai obat.
Kajian Etnoantropologi Kajian etnoantropologiadalah kajian mengenai penggunaan tumbuhan dalam acara ritual keagamaan, kepercayaan dan mitos yang diyakini oleh masyarakat setempat yang sifatnya khas (Martin, 1998). Tumbuhan mahar ini tidak memiliki nilai etnoantropologi.
Kajian Etnoekonomi Martin (1998) menjelaskan bahwa kajian etnoekonomi adalah kajian mengenai nilai ekonomi suatu tumbuhan adalah Nilai Lingkungan, yaitu nilai pemanfaatannya sebagai pangan, sandang, papan, obat, ritual, peneduh, dan peran ekosistem lainnya seperti produsen oksigen, penahan erosi, penahan angin dan lain-lainnya. Hasil kajian Etnoekonomi terhadap tumbuhan mahardi desa Batu Tangga Kecamatan Batang Alai Timur yaitu kayunya dapat diolah menjadi barang yang memiliki nilai jual dibuat sebagai pegangan pisau atau disebut “kumpang parang” dalam bahasa daerah setempat. Sedangkan batangnya digunakan untuk kayu bakar.Selain itu ditinjau dari segi nilai lingkungan, tumbuhan mahar juga merupakan salah komponen yang penting dalam ekosistem yang merupakan komponen biotik menghasilkan komponen abiotik yaitu sebagai salah satu pengahasil oksigen yang diperlukan oleh mahkluk hidup di sekitarnya termasuk masyarakat desa Batu Tangga. Selain itu tumbuhan ini dapat berguna sebagai penahan erosi.
Kajian Etnolinguistik Kajian etnolinguistik adalah kajian yang mempelajari tentang asal mula kejadian pemberian nama suatu tumbuhan dalam bahasa daerah tersebut (Martin, 1998). 57
Jurnal Wahana-Bio Volume XVI Desember 2016
Berdasarkan
hasil
wawancara
pemberian
nama
tumbuhan
diberi
nama
mahardisebabkan karena tumbuhan bentuk daunnya seperti simbol cinta atau berbentuk jantung yang biasanya juga digunakan sebagai simbol mahar perkawinan pada masyarakat setempat. Dalam konteks bahasa pemberian nama tersebut didasarkan atas analogi yaitu pemberian nama atas dasar persamaan atau persesuaian antara dua benda atau hal yang berbeda; kesepadanan antara bentukbentuk bahasa yang menjadi dasar terjadinya bentuk-bentuk lain; sesuatu yang sama dalam bentuk, tujuan, atau fungsi tetapi berlainan asal usul sehingga tidak ada hubungan kekerabatan, kesamaan, sebagai ciri antara 2 benda atau hal yang dapat dipakai sebagai dasar perbandingan atau kata itu digunakan dalam suatu ujaran yang maknanya di persamakan atau diperbandingkan dengan makna leksikal dari kata itu.
Kajian Etnoekologi Kajian etnoekologi adalah kajian untuk mengetahui keterkaitan antara tumbuhan yang dikaji terhadap kondisi ekologi atau lingkungannya seperti; kondisi fisiko-kimia tanah, iklim, air dan interaksi tumbuhan tersebut dengan tumbuhannya lainnya, misalnya fungsi allelopati, parasit, pesaing dan lain-lain (Martin, 1998). Hasil kajian etnoekologi terhadap tumbuhan mahar dapat dijelaskan dalam uraian berikut ini. Tumbuhan maharyang diambil dari lingkungan hidup masyarakat banjar di desa Batu Tangga Kecamatan Batang Alai Timur. Pengamatan terhadap parameter lingkungan tempat hidup tumbuhan mahar seperti pada table berikut ini: Tabel 2. Parameter Lingkungan No Parameter lingkungan 0 1 Suhu Udara ( C) 2 Kelembaban Udara (%) 3 Kelembapan Tanah (%) 4 pH Tanah 5 Intensitas Cahaya (Lux) 6 Kecepatan Angin (m/s) 7 Ketinggian Tempat (mdpl) Keterangan : a Karmawatidkk (2010) b Irwanto (2006)
Hasil Pengukuran 30-32 63-70 80-100 6,4 - 6,6 2100-3100 0,6-0,65 60-62 c
Pustaka a 18 – 32 b 20 – 80 a 6 - 7,5 c >1000 c 1200
Surasana dan Taufikurrahman (1994)
Berdasarkan data pengukuran parameter lingkungan faktor yang dianalisis secara deskriptif dengan pustaka menunjukkan kondisi faktor lingkungan di masyarakat banjar desa Batu Tangga sesuai bagi kehidupan mahar. 58
Jurnal Wahana-Bio Volume XVI Desember 2016
Dengan adanya hasil penelitian diharapkan agar dilakukan penelitian lebih lanjut tentang kandungan kimia secara terperinci yang terdapat pada tumbuhan ini. Sehingga upaya mendokumentasikan nilai etnobotani tumbuhan ini lebih baik lagi.
PENUTUP Kesimpulan Kajian etnobotani terhadap tumbuhan mahar di desa Batu Tangga kecamatan Batang Alai Timur meliputi kajian botani yaitu bentuk hidup pohon, batang simpodial, akar tumbuhan merupakan akar tunggang, daun mahar termasuk daun tunggal, bunga mahar merupakan bunga yang majemuk, berbentuk tandan, mahar bertipe buah kotak yaitu buah bumbung. Kajian etnofarmakologi yaitu daunnya untuk mencegah pertumbuhan uban (rambut putih) dan juga dapat digunakan sebagai obat mimisan, sedangkan untuk kajian etnoantropologi tumbuhan mahar ini tidak memiliki nilai etnoantropologi. Kajian etnoekonomiyaitu kayunya sebagai pegangan pisau atau disebut “kumpang parang” dalam bahasa daerah setempat. Kajian etnolinguistikyaitu bentuk daunnya seperti simbol cinta atau berbentuk jantung yang biasanya juga digunakan sebagai simbol mahar perkawinan pada masyarakat setempat dan kajian etnoekologimahar di daerah tersebut tumbuh dengan suhu udara 30-320C, kelembaban udara 63-70%, kelambaban tanah 80-100%, pH tanah 6,4-6,6, intensitas cahaya 2100-3100 Lux, kecepatan angin 0,6-0,65 (m/s), ketinggian tempat 60-62 mdpl.
Saran-saran Perlu dilakukan penelitian terhadap kandungan kimia yang dimiliki oleh tiaptiap tumbuhan agar kajian fitokimianya dapat dikembangkan lebih lajut. Selain itu perlu dilakukan pengembangan pembelajaannya terhadap generasi muda di daerah tersebut agar pengetahuan lokal terhadap tumbuhan di masyarakat berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA Cronquist A. 1981. An Integrated System Of Classification of Flowering Plants. Columbia University Press, New York. Dharmono. 2007. Kajian Etnobotani Tumbuhan Jalukap (Centella asiatica L.) Di Suku dayak Bukit Desa Haratai 1 Loksado.Jurnal Bioscientiae. 4 (2) 71-78.
59
Jurnal Wahana-Bio Volume XVI Desember 2016
Irwanto. 2006. Perspektif Silvika Dalam Keanekaragaman Hayati dan Silvikultur. http.//www.Irwantoshut.com. Juniarti, 2010. Pengetahuan Etnobotani Masyarakat Desa Pakuli Dalam Pemanfaatan Jenis-jenis Tanaman Sebagai Obat Tradisional Penyakit Usus Buntu Di Desa Pakuli Kecamatan Gumbasa Kabupaten Sigi. Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Tadulako. Karmawati Elna, Zainal Mahmud, M. Syakir, S. Joni Munarso, Ketut Ardana, dan Rubiyo. 2010. Budidaya dan Pascapanen Kakao. Puslitbang Perkebunan. Bogor. Martin, G. J. 1998. Etnobotani : Sebuah manual pemeliharaan Manusia dan Tumbuhan. Edisi Bahasa Melayu Terjemahan Maryati Mohamed, Natural History Publications (Borneo) Sdn. Bhd. Kinabalu. Sabah. Malaysia. Raflizar & Marice Sihombing. 2009. Dekok daun Paliasa (Kleinhovia hospita L.) sebagai obat radang hati akut.Jurnal Ekologi Kesehatan. 8 (2) 984-993. Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Terjemahan Prof. Dr. Kosasih Padmawita. ITB, Bandung. Steenis, V.C.C.T.G.I. 2003. Flora. Paradya Pratama. Jakarta Surasana, E.S. & Taufikkurrahman. 1994. Pengantar Ekologi Tumbuhan. ITB. Bandung. Suryadarma. 2008. Diktat Kuliah Etnobotani. Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta. Yunita, Azidi Irwan, dan Radna Nurmasari. 2009. Skrining Fitokimia Daun Tumbuhan Katimaha (Kleinhovia hospita L.).Jurnal Ilmiah Berkala Sains dan Terapan Kimia. 3 (2) 112-123.
60