Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 18, No. 1, Agustus 2012
KAJIAN DAMPAK LAND SUBSIDENCE TERHADAP PENINGKATAN LUAS GENANGAN ROB DI KOTA SEMARANG Impact Of Land Subsidence On Inundated Area Extensivication At Semarang City IR Suhelmi Puslitbang Sumberdaya Laut dan Pesisir Balitbang KP – KKP Jl Pasir Putih 1 Ancol Timur Jakarta Telp : (021) 64711583, Fax : (021) 64711654Email :
[email protected] Diterima (received): 13-06-2012, disetujui untuk publikasi (accepted): 27-07- 2012
ABSTRAK Topografi peisisir Semarang datar berkisar antara 0-2% dengan sebagian luas wilayahnya hampir sama tingginya dengan permukaan laut dan bahkan di beberapa tempat di bawahnya. Berbagai masalah lingkungan yang dihadapi oleh Semarang terkait dengan dinamika pesisir dan laut, antara lain adalah masalah genangan pasang surut, subsiden, dan banjir di musim hujan. Penelitian ini dilakukan untuk memodelkan lokasi yang rentan terhadap penggenangan akibat adanya subsiden. Pengolahan data titik ketinggian, garis contour dan subsiden menggunakan Geographic Information System (GIS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pesisir Semarang memiliki tingkat kerentanan yang tinggi terhadap genangan akibat land subsiden. Hal ini dapat dilihat dari indikasi luas wilayah tergenang meningkat dari 2162.5 Ha (5.6%) menjadi 3.896.3 Ha (10.1%) pada 10 tahun yang akan datang. Model genangan ini berperan penting dalam pengelolaan pesisir dalam jangka panjang. Kata Kunci : Penurunan Tanah, Model Elevasi Digital, Genangan Rob
ABSTRACT Semarang coastal topography is flat, with slope percentage around 0-2%. Most area is almost the same as height as the sea level and in some places are lower. Various environmental problems faced by Semarang related by sea and coastal dinamics are tidal inundation, land subsidence, and floods during rainy season. This study was conducted to model the area that is vulnerable to inundation caused by subsidence. The data of spot height, countour line and the rate of subsidence were analyzed by using Geographic Information System (GIS). The results showed that the Semarang coastal had a high level of vulnerability to inundated area. This condition can be seen from the indications of the extent area affected by tidal inundation from 2162.5 Ha (5.6%) to 3.896.3 Ha (10.1%) during 10 years. Tidal inundation increased intensively and spread along with the increase of subsidence. The modeling of the inundated area due to land subsidence plays an important role in long-term coastal zone management. Keywords: Land Subsidence, Digital Elevation Model (DEM), Tidal Inundation
PENDAHULUAN Rob atau juga disebut banjir pasang didefinisikan sebagai banjir yang melanda wilayah dengan elevasi rendah di wilayah pesisir, termasuk estuari dan
delta, yang tergenang oleh air payau atau air laut (Marfai, 2004). Genangan akibat rob merupakan salah satu permasalahan lingkungan yang dihadapi oleh kota yang terletak di wilayah pesisir seperti Kota Semarang. Pasang surut air 9
Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 18, No. 1, Agustus 2012
laut berpengaruh terhadap tinggi dan distribusi genangan yang terjadi. Genangan rob dipengaruhi pula oleh berbagai modifikasi bentuk lahan oleh aktivitas manusia. Modifikasi terhadap bentuk lahan dataran pesisir seperti reklamasi sangat berpengaruh terhadap kemungkinan terjadinya bencana pesisir (Petruci and Polemio, 2007). Genangan rob di Kota Semarang menjadi semakin meluas dengan adanya fenomena amblesan tanah (land subsidence) (de Lourdes, 1997. Marfai and King, 2006). Amblesan tanah (land subsidence) merupakan fenomena alami karena adanya konsolidasi tanah akibat pematangan lapisan tanah yang masih muda di Semarang bawah. Pada musim hujan, banjir yang bersinergi dengan fenomena rob akan menjadikan wilayah yang tergenang menjadi semakin luas. Penyebab subsiden bermacam-macam, salah satunya adalah konsolidasi atau pemampatan tanah dan perubahan air tanah (Wibowo, 2006). Sementara et.al.(2001)mengemukakan Hirose bahwa penyebab utama amblesan adalah akibat campur tangan manusia seperti pengambilan air tanah yang berlebihan dari lapisan akuifer yang tertekan (confined aquifers). Akibat pengambilan yang berlebihan (over pumpage), maka airtanah yang tersimpan dalam pori-pori lapisan penutup akuifer (confined layer) akan terperas keluar dan mengakibatkan penyusutan lapisan penutup tersebut. Refleksinya adalah penurunan permukaan tanah (Hendrayana, 2002). Hendrayana (2002) mengungkapkan bahwa amblesan tanah tidak dapat dilihat seketika, tetapi teramati dalam
10
kurun waktu yang lama dan berakibat pada daerah yang luas. Meskipun penyebab penurunan tersebut masih memerlukan penelitian dan pemantaun rinci, namun bila mengacu fenomena serupa beberapa kota dunia seperti Bangkok, Venesia, Tokyo maupun Meksiko dapat diyakini, bahwa penurunan tersebut adalah bukti amblesan tanah yang disebabkan oleh pengambilan air tanah yang berlebihan. Berdasarkan survei sipat datar yang dilaksanakan oleh Direktorat Tata Lingkungan Geologi dan Kawasan Pertambangan antara tahun 1996 dan 2001 pada 32 titik pengamatan dan satu titik tetap, terdeteksi adanya subsiden yang kecepatannya bervariasi secara spasial antara 1 sampai 17 cm/tahun (Abidin, 2006). Dengan adanya fenomena subsiden maka akan berpengaruh terhadap luas dan distribusi genangan rob yang terjadi. Selanjutnya, Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji dampak subsiden terhadap penambahan luas genangan rob yang terjadi di Kota Semarang. Hasil yang diperoleh diharapkan memberikan gambaran distribusi spasial genangan rob yang terjadi akibat subsiden. BAHAN DAN METODE Lokasi penelitian dampak subsiden terhadap persebaran genangan rob pada pesisir Kota Semarang terlihat pada Gambar 1. Data yang diperlukan dalam penelitian ini berupa data sekunder yang meliputi data citra satelit Quickbird, data titik tinggi, peta topografi skala 1:25.000, data pasang surut dan data tren subsiden. Citra Quicbird akuisisi 13
Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 18, No. 1, Agustus 2012
Juni 2009 dipergunakan untuk memperoleh gambaran penggunaan lahan lokasi penelitian. Data titik ketinggian diperoleh dari Dinas Ciptakarya Provinsi Jawa Tengah dipergunakan untuk membuat Peta DEM (Digital Elevasi Model). Data pasang surut diperoleh dari Stasiun Meteorologi Maritim Tanjung Emas BMKG. Data tren subsiden menggunakan hasil penelitian Abidin et. al. (2010)yang menyebutkan bahwa laju subsiden mencapai 13.5 cm/tahun. Dalam pembuatan peta DEM, pengukuran vertikal secara kritis (nilai 'z') suatu titik kontrol tanah (GCPs) adalah penting (Kunopo, 2005) Penyajian topografi dalam bentuk Peta DEM diperoleh dengan proses Griding dengan menggunakan metode Minimum Curvature.Tingkat ketelitian data dasar yang digunakan sangat berpengaruh terhadap akurasi model genangan banjir rob yang dihasilkan (Berhbahaniet. al., 2006) Data pasang surut diolah untuk mendapatkan informasi data pasang maksimal dan ketinggian muka air laut rata-rata (Mean Sea Level). Data ini dianggap sebagai titik nol dari ketinggian DEM yang dibuat. Sebaran
dan tren subsiden di Kota Semarang diperoleh dengan melakukan interpolasi titik-titik subsiden dengan melakukan griding menggunakan metode minimum curvation. Asumsi tren subsiden yang terjadi berupa subsiden secara linier. Data pasang tertinggi dijadikan sebagai dasar perhitungan luas wilayah yang terkena rob. Penentuan distribusi wilayah yang terkena genangan rob dilakukan dengan menggunakan formula:
DEMt = DEM – ((Pt – MSLt)+ St) Dimana: DEMt DEM daerah tergenang pada tahun t DEM DEM pengolahan titik tinggi Pt Pasang tertinggi MSLt Mean Sea Level pada Tahun t St
Nilai subsiden pada tahun t
Perhitungan dan analisa luas genangan disusun untuk 3 skenario, yaitu pengaruh subsiden pada 1, 5 dan 10 tahun yang akan datang dengan awal tahun perhitungan 2010. Dalam model ini diasumsikan tinggi muka air laut tetap dan faktor yang berpengaruh terhadap luas dan distribusi genangan hanya faktor subsiden saja.
11
Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 18, No. 1, Agustus 2012
Gambar 1. Lokasi Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pengolahan data pasang surut dalam kurun waktu antara tahun 2003 sampai 2010 menunjukkan bahwa terjadi tren kenaikan MSL sebesar 5,35 cm seperti terlihat pada Gambar 2. Tren kenaikan MSL ini bersifat linier, IPCC(2007) mengemukakan bahwa kenaikan muka air laut bersifat linier sampai tahun 2050 dan berubah menjadi pola eksponensial setelah tahun 2050. Kenaikan MSL ini disebabakan oleh pemanasan suhu global, semakin meningkatnya suhu permukaan laut akan membuat es di kutub mencair dan mengakibatkan kenaikan permukaan laut (Khrisnasari, 2007).
Gambar 2. Hasil Perhitungan MSL Semarang Tahun 2003-2010
(MSL of Semarang Year 2003-2012)
12
Kondisi topografi pesisir Semarang landai dengan kemiringan 0–2%, sebagian besar wilayahnya hampir sama tingginya dengan permukaan laut bahkan di beberapa tempat berada di bawahnya (Bappeda, 2002). Berdasarkan kenampakan tiga dimensional terlihat adanya lokasi-lokasi yang cenderung cekung dengan nilai ketinggian dibawah nol. Fenomena subsiden menyebabkan semakin luas wilayah yang berada di bawah permukaan air laut (Effendi et al., 2005). Laju subsiden di Semarang bervariasi antara 0.8 cm/tahun sampai dengan 13.5 cm/tahun (Abidin et. al. 2010). Subsiden tertinggi terjadi di sekitar Pelabuhan Tanjung Emas seperti terlihat pada Gambar 3. Laju subsiden tidak seragam pada setiap lokasi, warna biru menunjukkan laju subsiden yang paling tinggi sedangkan warna merah memiliki nilai laju subsiden yang paling rendah. Penyebab amblesan tanah di Semarang diakibatkan oleh adanya proses konsolidasi endapan alluvial muda. Subsiden paling tinggi terjadi di sekitar Pelabuhan Tanjung Emas disebabkan
Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 18, No. 1, Agustus 2012
adanya pengambilan air tanah yang berlebihan ditambah dengan beban berupa urugan tanah dengan ketebalan hingga 5 meter dan beban bangunan (Marsudi, 2001).
genangan pada 5 dan 10 tahun mendatang. Pada 5 tahun yang akan datang terjadi peningkatan sebesar 89.9% terhadap luas wilayah yang terkena rob, yaitu dari 1492.1 Ha menjadi 2834.7 Ha. Pada tahun ke 1 secara kumulatif 3,9% dari wilayah Kota Semarang rentan terhadap genang rob dan meningkat mejadi 10.1% pada tahun ke-10. Peningkatan luas ini akan berakibat pada banyaknya jumlah penduduk yang terkena dampak rob akibat penurunan tanah yang terjadi (Effendi et al. 2005).
Hasil analisis perhitungan luas rob berdasarkan pada berbagai skenario dapat dilihat pada Tabel 1. Genangan terjadi pada 8 dari 16 kecamatan yang ada di Kota Semarang dengan luas yang bervariasi. Berdasarkan model berbagai skenario penggenangan diperoleh prediksi luas
430000
435000
440000 mT 9235000 mS
9235000 mS
425000 mT 0.00
Keterangan: - Laju penurunan tanah dalam meter - Sistem Koordinat UTM pada Zona 49S
9230000 mS
9230000 mS
0.135
425000 mT
430000
435000
440000 mT
Gambar 3. Laju subsiden di pesisir Kota Semarang
(Subsidence rate of Semarang City) Tabel 1. Luas Genangan Rob Akibat Pengaruh Subsiden (Inundated area due to land subsidence)
No
1 2 3 4 5 6 7 8
Kecamatan
Gayamsari Genuk Pedurungan Semarang Barat Semarang Tengah Semarang Timur Semarang Utara Tugu JUMLAH
Luas Wilayah (ha)
Luas Rob Tanpa Subsiden (ha)
Luas Rob Dengan Subsiden (ha)
Luas Rob Dengan Subsiden 5 tahun (ha)
Luas Rob Dengan Subsiden 10 tahun (ha)
643.4 2729.7 2198.6 2203.5 535.3 561.7 1140.4 2996.9
24.0 163.5 0.4 131.3 2.8 89.7 435.5 644.9
34.2 207.4 1.0 160.1 4.0 561.7 505.9 688.2
143.5 474.0 5.6 330.3 8.6 192.1 836.4 844.2
155.5 655.3 29.2 690.4 15.6 246.6 972.4 1131.4
38482.7
1492.1
2162.5
2834.7
3896.3
13
Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 18, No. 1, Agustus 2012
Tabel 1 menunjukkan besaran luas genangan rob akibat pengaruh subsiden untuk berbagai skenario. Peningkatan signifikan dapat dilihat pada skenario subsiden 10 tahun.
425000 mT
430000
435000
440000 mT 9235000 mS
9235000 mS
Laju subsiden menyebabkan peningkatan yang cukup signifikan dalam penambahan luas wilayah yang tergenang. Genangan terluas terjadi di Kecamatan Tugu dan Semarang Utara. Kecamatan Tugu merupakan kecamatan
dengan wilayah pesisir dengan penggunaan lahan wilayah pesisir bertambak. Kecamatan Semarang Utara dimana pelabuhan Tanjung Emas berada memiliki tingkat subsiden yang paling tinggi sehingga tingkat kerentanan genangan rob juga semakin tinggi (Marsudi, 2001. Abidin et. al. 2010). Distribusi spasial genangan rob karena pengaruh subsiden dapat dilihat pada Gambar 5.
U
0
1
2 Km
LEGENDA Rob Pasang Tertinggi Rob Pengaruh Subsiden Tahun 2011 Rob Pengaruh Subsiden Tahun 2015 Rob Pengaruh Subsiden Tahun 2020 Peta menggunakan Sistem Koordinat UTM Pada Zona 49S
425000 mT
430000
435000
440000 mT
Gambar 5. Luas prediksi daerah tergenang akibat pengaruh subsiden
(Distribution of inundated area due to land subsidence)
Hasil analisis menunjukkan bahwa subsiden sangat berperan dalam peningkatan luas area yang tergenang akibat rob. Hal ini terlihat pada prediksi genangan subsiden untuk 5 tahun yang akan datang (warna hijau) dan pengaruh subsiden terhadap genangan rob pada 10 tahun yang akan datang (wana biru tua) yang meningkat cukup signifikan. Subsiden merupakan salah satu faktor untuk memetakan kerentanan wilayah pesisir terhadap bencana, semakin tinggi subsiden semakin tinggi kerentanan terhadap bencana (Doukakis, 2005). Luas
14
genangan rob meningkat disebabkan oleh pasang air laut yang diikuti dengan peningkatan subsiden (Marfai and King, 2006). Dampak genangan yang terjadi baik secara fisik maupun sosial meningkat seiring dengan peningkatan subsiden. Pemetaan dan identifikasi jenis bahaya merupakan suatu upaya mitigasi bencana sebagai upaya untuk megurangi resiko yang ditimbulkan (Effendi et al. 2005). KESIMPULAN DAN SARAN Land subsiden berpengaruh nyata terhadap bertambahnya luas genangan
9230000 mS
9230000 mS
1
Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 18, No. 1, Agustus 2012
rob yang terjadi. Dengan tingkat subsiden yang relatif tinggi luas genangan rob meningkat dari 2162.5 Ha (5.6%) menjadi 2.834,7 Ha (7.4%) pada tahun 2016 dan semakin meningkat menjadi 3.896.3 Ha (10.1%) pada tahun 2021 yang akan datang. PERSANTUNAN Penulis mengucapkan terimakasih kepada Muhammad Helmi, M.Si dan Hari Prihatno, M.Sc yang telah berkontribusi dalam penelitian ini, khususnya dalam pengumpulan data sekunder berupa data spasial dan kerja lapangan. DAFTAR PUSTAKA Abidin HZ. 2006. Studi
Subsiden di Wilayah Semarang Dengan Metode InSAR dan GPS, Riset Unggulan Terpadu XII, Bandung.
Abidin HZ, H. Andreas, I. Gumilar, M. Gamal, T.P. Sidiq,Y. Fukuda, D. Murdohardono, Supriyadi. 2010.
Geodetic Monitoring of Land Subsidence in Indonesia (Semarang). Laporan Penelitian Riset Unggulan Terpadu. Bandung. [Bappeda Kota Semarang] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Kota Semarang. 2002. Laporan
Antara: Rencana Pengembangan Potensi Kelautan Kota Semarang Tahun Anggaran 2001/2002. Semarang: Bappeda Kota Semarang. Berhbahani SMR, Ghajamia HR, HabibAbouraihan MEB. 2006. The Effect of Base Map Scale on The Acuracy of Flood Zoning Using GIS. Journal of Applied Science Vol 6 (1): 20-26. de Lourdes O.1997. Assesment of The Vulnerability of Venezuella to Sea Level Rise. Climate Research., 9:57-
65 http://www.int-res.com/articles /cr/9/c009p057.pdf Doukakis E. 2005. Coastal Vulnerability and Risk Parameters. European Water 11/12:3-7.2005 E.W. Publications Effendi, Asep et. al. 2005, Mitigation of Geohazards in Indonesia Status report on the project “Civil-society and inter-municipal cooperation for better urban services / Mitigation of Geohazards”, A contribution to The
World Conference on Disaster Reduction Kobe, Hyogo, Japan 18 22 January Hendrayana H.
2002. Dampak Pemanfaatan Airtanah. Diktat Kuliah
Yogyakarta: Fakultas Teknik Jurusan Teknik Geologi, Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Hirose K et al. 2001. Land Subsidence Detecting Using JERS-1 SAR Interferometry. Paper presented at
The 22nd Asian Conference on Remote Sensing. Singapore: 5-9 November 2001. [IPCC] Intergovenrmental Panel on Climate Change. 2007. Climate
Change 2007: The Physical Science Basis Summary for Policy Makers. Contribution of Working Group I to the Fourth Assessment Report of the Intergovenrmental Panel on Climate Change. Paris: IPCC February 2007. http://www.aaas.org/news/press_roo m/climate_change/media/4th_spm2f eb07.pdf Khrisnasari, Andreana. 2007. Kajian
Kerentanan Terhadap Kenaikan Muka Laut di Jakarta Utara. Skripsi Sarjana. Program Studi Oseanografi. Bandung: Institut Teknologi Bandung
15
Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 18, No. 1, Agustus 2012
Kunapo J. 2005. Spatial data integration for classification of 3D point clouds from digital photogrammetry. Applied GIS 1(3):26.1–26.15. DOI:10.2104/ag050026 Marfai MA. 2004. Tidal Flood Hazards Assessment: Modelling in Raster GIS, Case in Western Part of Semarang Coastal Area. Indonesian Journal of Geography Vol. 36 (1):25-28. Marfai MA. and L. King. 2006. Impact of the escalated tidal inundation due to land subsidence in a coastal environment. Nat Hazards (2008) 44:93–109 Marsudi. 2001. Prediksi Laju Amblesan
Tanah di dataran Aluvial Semarang
16
Jawa Tengah. Disertasi. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Petrucci, O. and M. Polemio. 2007. Flood risk mitigation and anthropogenic modifications of a coastal plain in southern Italy: combined effects over the past 150 years. Nat. Hazards Earth Syst. Sci. 7:361–373 http://www.nat-hazards-earth-systsci.net/7/361/2007/ Wibowo DA. 2006. Analisis Spasial Daerah Rawan Genangan Akibat Kenaikan Pasang Surut (Rob) di Kota Semarang. Skripsi Sarjana Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Semarang: Universitas Diponegoro.