Struktur
KAJIAN ALIRAN ANGIN PERMUKAAN TERHADAP STABILITAS AERODINAMIK LANTAI JEMBATAN BENTANG PANJANG (111S) Sukamta1 1
Jurusan Teknik Sipil, Universitas Diponegoro, email :
[email protected]
ABSTRAK Stabilitas jembatan panjang terhadap pengaruh angin sangat dipengaruhi oleh bentuk lantai tersebut. Aliran angin pada permukaan penampang lantai jembatan dibahas pada tulisan ini. Studi kasus dilakukan pada Jembatan Cable Stayed Suramadu. Pengujian dilakukan terowongan angin untuk mengetahui pengaruh penambahan fairing kecil yang ditempatkan pada kedua sisi plat lantai. Semua pengujian dilakukan pada kondisi aliran angin laminer. Beberapa tipe fairing diperiksa untuk mengetahui peningkatan stabilitas aerodinamik. Tes visualisasi dilakukan untuk mengetahui aliran angin di permukaan model. Penelitian ini memperlihatkan aliran angin pada permukaan atas jembatan dikontrol oleh fairing sedangkan aliran dibagian bawah permukaan lantai jembatan dikontrol oleh tepi sudut bawah box girder. Stabilitas lantai jembatan sangat dipengaruhi bentuk fairing. Kata kunci: stabilitas aerodinamik, fairing, visualisasi aliran, Cable stayed
1. PENDAHULUAN Kegagalan jembatan Tacoma Narrows Bridge I, akibat pengaruh beban angin pada bulan November 1940, menjadi menarik perhatian untuk perencanaan jembatan sejenis. Setelah bencana kegagalan jembatan, para peneliti di bidang rekayasa berupaya untuk memahami fenomena aeroelastik yang terkait dengan jembatan bentang panjang seperti : vortex shedding, galloping, divergence, flutter, and buffeting response. Wind Tunnel Test telah banyak digunakan untuk tujuan tersebut dan pemahaman yang cukup telah diperoleh dengan menggunakan alat ini. Getaran yang disebabkan angin menjadi pertimbangan utama untuk keamanan jembatan bentang panjang. Wind Tunnel Test adalah teknik yang dapat diandalkan untuk menyelidiki kinerja aerodinamik jembatan akibat angin yang kuat. Secara umum, ada tiga jenis uji model jembatan bentang panjang dalam Wind Tunnel Test untuk mengetahui karakteristik aerodinamik jembatan yakni : uji model penuh, uji model sectional dan uji strip model. Uji model sectional umumnya digunakan untuk identifikasi parameter aerodinamik. Scanlan dan Tomko (1971) adalah salah satu pelopor penelitian model jembatan bentang panjang. Flutter adalah fenomena ketidakstabilan aeroelastik dinamik, yang disebabkan oleh motion-induced atau selfinduced forces. Desain jembatan bentang panjang, flutter adalah salah satu aspek yang sangat penting peranannya, karena Flutter dapat menyebabkan amplitudo getaran yang berlebihan atau bahkan kehancuran total lantai jembatan. Hasil interaksi antara gaya aerodinamik, kekakuan dan gaya inersia pada struktur fleksibel akan menyebabkan terjadinya flutter, satu atau lebih mode dapat berpartisipasi dalam mewujudkan stabilitas ini. Komponen perpindahan pada jembatan terdiri atas : perpindahan vertikal ,h, torsi ,, dan perpindahan lateral ,p. Secara umum, respon flutter jembatan didominasi oleh mode uncoupled torsi. Masalah kritis akan muncul untuk jembatan dengan bentang yang sangat panjang, yang mana coupled flutter disebabkan oleh kombinasi antara perpindahan vertikal dan torsi. Biasanya, analisis flutter dilakukan dengan mempertimbangkan bentuk penampang lantai jembatan. Solusi numerik atau eksperimental dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan ketidakstabilan akibat flutter. Wind tunnel test adalah metode eksperimen standar untuk penyelidikan stabilitas aerodinamik dan sifat aerodinamik, di mana prototipe struktur dimodelkan dengan skala model dan diuji pada kondisi kesamaan. Beberapa penelitian yang berkaitan dengan ketidakstabilan pada box girder jembatan bentang panjang (Walshe dan Wyatt (1983), Miyata et al. (1983), Kobayashi et al. (1988), Narita et al (1988).) telah dilakukan. Dalam studi ini, beberapa aspek stabilitas aerodinamik lantai jembatan diteliti seperti, vortex induced responses of cable stayed bridge, improvements of flutter stability, aliran angin di sekitar lantai jembatan, distribusi tekanan angin dan unsteady aerodynamic forces.
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
S - 123
Struktur
Stabilitas aerodinamik sangat dipengaruhi oleh bentuk penampang lantai jembatan. Ada beberapa jenis perangkat aerodinamik, yang dapat meningkatkan ketidakstabilan aerodinamik penampang lantai jembatan, seperti flap, pelat ujung, pelat sisi dan fairing. Fairing segitiga biasa digunakan untuk meningkatkan ketidakstabilan aerodinamik dari lantai jembatan. Nagao et al. (1993) menyelidiki pengaruh fairing segitiga pada stabilitas aerodinamik dari dua jenis box girder dengan rasio ketebalan, B/H, berbeda. Penelitian ini menyimpulkan, bahwa efektifitas bentuk fairing untuk penampang lantai jembatan ditentukan oleh sifat aliran di sekitar lantai jembatan. Yoshimura dkk. (2001) melaporkan pengaruh fairing segitiga kecil. Studi menyatakan, satu jenis fairing segitiga efektif dalam menekan the aerodynamic oscillation. Daito dkk. (2004, 2006) menyelidiki sifat-sifat aerodinamik dari box girder dan stabilitas aerodinamik dapat ditingkatkan dengan merubah kemiringan sayap yang lebih rendah dan letak dari box girder tepi. Penelitian ini menunjukkan bahwa aliran di sekitar permukaan lebih rendah memainkan peran penting pada stabilitas aerodinamik dari box girder. Tulisan ini membahas aliran angin di permukaan lantai jembatan untuk mengetahui pengaruh pemasangan fairing terhadap stabilitas jembatan. Jembatan Suramadu Cable Stayed dipilih sebagai data pengujian.
2. EKSPERIMENTAL KONDISI The section model test dilakukan pada wind tunnel test tipe Eiffel di University of Tokushima. Wind tunnel memiliki ruang uji lebar 0,7 m, tinggi 1,5 m dan panjang 4 m. Prototipe penampang jembatan untuk pengujian ini seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Lantai jembatan diperkaku dengan box girder pada kedua tepi dan ditutup plat beton bertulang tebal 0,25 digantung dengan kabel pada kedua box girder. Skala model diambil 1/85, memberikan lebar model B = 0,35 m. Sifat-sifat dari struktur ditunjukkan pada Tabel 1. Pengukuran respon aerodinamik untuk sectional model dilakukan untuk mode lentur dan torsi, di mana sudut kemiringan arah angin sebesar =-3o, 0o dan 3o. Pusat rotasi diasumsikan di lokasi antara pusat gravitasi dan pusat geser. Model dengan panjang 0,6 m dan lebar 0,35 m digantung dengan delapan per pegas yang memungkinkan gerakan vertikal dan torsi. Sistem pengekang dipasang untuk membatasi gerakan lain seperti lateral, defleksi longitudinal dan rotasi terhadap sumbu vertikal. Aspek rasio panjang terhadap lebar model adalah sekitar 1,7 dan aspek rasio antara panjang dan tinggi adalah 15. Pengaruh aspek rasio model boleh diabaikan dengan menggunakan plat yang cukup besar pada kedua tepi model. Wind tunnel test dilakukan pada kondisi angin laminar untuk kecepatan hingga 10 m/s. Perangkat lunak LabVIEW digunakan untuk mengukur dan menganalisa respon data sinyal. CL
dimension is in meter
2.85
2.30
30/2
0.66
2.40
0.25
0.08
9.85
Gambar 1. Penampang lantai jembatan Beberapa tipe fairing seperti ditunjukkan pada Tabel 2 diuji untuk mengetahui peningkatan ketidakstabilan aerodinamik lantai jembatan. Sudut elevasi permukaan bawah fairing diubah dari 30o sampai 60o, dimana sudut 44o bertepatan dengan sudut elevasi lantai jembatan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. Dua digit pertama nama fairing adalah sudut elevasi permukaan bawah dan dua digit terakhir merupakan sudut elevasi permukaan atas. The smoke wire method digunakan untuk memvisualisasikan aliran angin di sekitar permukaan model dengan uji forced vibration. Serangkaian kawat stainless steel dengan diameter 0,1 mm dilapisi dengan parafin cair ditempatkan di bagian hulu dari model. Kawat stainless steel dipanaskan dengan menggunakan arus listrik sehingga asap putih akan muncul. Pola aliran di sekitar permukaan model direkam menggunakan kamera kecepatan tinggi (100 frame / s). Amplitudo osilasi untuk mode torsi (2 ) adalah 2o dan kecepatan angin tak berdimensi (U/fB) adalah 3, 4 dan 5, dimana kecepatan angin, U, 1 m/s untuk semua kondisi.
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
S - 124
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Struktur
Tabel 1 Propertis dari prototipe dan model Properties
prototype
width (m) depth (m) equivalent mass (kg/m) center of rotation from bottom surface (m) mass of moment inertia (kg m2/m) bending natural frequency f(Hz) torsional natural frequency f(Hz) ff Logarithmic damping (2 = 1o) (2 = 2o) Logarithmic damping (2/B = 0.03)
30 3.64 35,212 (3.07) 2,097,466 0.39 0.54 1.385
required 0.353 0.042 4.873 0.040 3.596 4.979 1.385
model measured 0.35 0.04 4.958 0.030 0.039 2.977 4.094 1.375 0.008 0.012 0.009
Table 2 Tipe fairing F3044
F4415
F4430
15°
44°
30°
10
30° F4445 45°
44°
44° F4460
F5237
60°
fairing
37°
10 44°
44° F5353 53°
44° F6030
52° F6044
30°
44°
Gambar 2. Posisi fairing
10
53°
60°
60°
3. HASIL DAN ANALISIS 3.1. Respon Aerodinamik Keseluruhan pengujian sifat aerodinamik untuk mode lentur diperoleh hasil bahwa model cukup stabil. Kestabilan aerodinamik dari model lantai jembatan yang ditumpu oleh dua box girder pada kedua tepinya, berkurang pada sudut arah angin positif, hal ini sama seperti hasil yang diperoleh pada penelitian sebelumnya ( Daito et dkk., 2004). Pada kondisi = -3o, tidak terjadi osilasi dan hasil yang lebih stabil diperoleh pada kondisi = 0 o dibandingkan dengan kondisi = +3 o . Gambar 3, menunjukkan respon aerodinamik untuk pengujian torsi pada amplitudo ganda, 2 terhadap kecepatan angin tak berdemensi ,U/fB, pada kondisi = +3o., untuk semua fairing. Pada garis berjudul "WOH" merupakan hasil dari model tanpa hand rail, dari hasil pengujian diperoleh bahwa hand rail menurunkan kecepatan flutter sekitar 10%. Sebagai penampang dasar, WOF, vortex induced osclilation dan kecepatan flutter torsi akan diamati. Pada daerah Vortex induced oscillation, redaman aerodinamik minimum yang diukur pada wind tunnel test adalah aero = -0,0075, yang mana cukup kecil dibandingkan dengan redaman struktur prototipe jembatan yang diperkirakan, = 0,02, oleh karena itu, Vortex induced oscillation dari prototipe jembatan dapat diabaikan. Mengacu pada gambar ini, F4415, F4445, F4460, F3044, F6030 dan F5353 menunjukkan sedikit peningkatan pada kecepatan flutter, di sisi lain, kecepatan flutter untuk F4430, F6044 dan F5237 adalah lebih tinggi 30% dibandingkan dengan WOF.
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
S - 125
Struktur
10 WOF
2 φ (degree )
9
F 4430
8
F 4460
7
F 6044 WOH
6
F 4415
5
F 4445
4
F 6030
3
F 3044
2
F 5237 F 5353
1 0 U/fB 0
Up (ms-1)
1
10
2
20
30
3
40
4
50
60
5
70
6
80
Gambar 3 Respon Aerodinamik pada = 3o
5.0 4.8 4.6 4.4 4.2 4.0 3.8 3.6 3.4 3.2 3.0
Hf He
0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0 1.1 1.2 H e /H f
Gambar 5(a) Kecepatan flutter v.s. Rasio tinggi sudut tangkap terhadap tinggi fairing
U/fB
U/fB
Kecepatan kritis flutter pada model dengan fairing yang memiliki permukaan sudut bawah sama dan berbeda sudut tangkap permukaan atas tidak sesuai satu sama lain. Selain itu, kecepatan kritis flutter model dengan fairing yang memiliki sudut yang berbeda elevasi permukaan bawah fairing dan sudut tangkap dari permukaan atas sama juga berbeda. Parameter yang merepresentasikan bentuk fairing adalah posisi ujung fairing dan sudut ujung. Gambar 4 (a), (b) dan (c) menunjukkan efek dari tinggi nondimensional ujung fairing, He/Hf, panjang nondimensional, Le/Hf, sudut ujung, e, fairing berturut-turut terhadap kecepatan flutter. Pada penampang ini, kecepatan fluter memiliki puncak yang tajam di sekitar He/Hf = 0,62. Sebaliknya, kecepatan flutter tidak ada hubungannya dengan Le/Hf, dan sudut ujung, e. 5.0 4.8 4.6 4.4 4.2 4.0 3.8 3.6 3.4 3.2 3.0
Hf Le
0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0 1.1 1.2 L e /H f
Gambar 5(b) Kecepatan flutter v.s. Rasio panjang sudut tangkap terhadap tinggi fairing
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
S - 126
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
U/fB
Struktur
5.0 4.8 4.6 4.4 4.2 4.0 3.8 3.6 3.4 3.2 3.0
αe
Hf
50
60
70
80 90 e (degree)
100
110
Gambar 4 (c) Kecepatan flutter v.s. sudut tangkap fairing 3.2 Uji Aliran Angin Gambar 5 dan 6 menunjukkan L/B dan H/B rata-rata untuk satu siklus gerak. L/B semakin besar dengan urutan WOF, F4460, F6044 dan F4430, dan H/B menurun dalam urutan yang sama. Selain itu, rasio L/B menurun dengan meningkatnya kecepatan angin tak berdimensi, di sisi lain, rasio H/B meningkat dengan meningkatnya kecepatan angin tak berdimensi. Oleh karena itu, untuk kondisi tidak stabil aerodinamik, L/B dan H/B masing-masing menjadi lebih kecil dan lebih besar. Dengan kata lain, penurunan L/B dan peningkatan H/B menunjukkan peningkatan penyebaran aliran angin. Hal ini diperhitungkan bahwa perilaku L/B dan H/B mencerminkan ketidakstabilan flutter. Hasil tersebut juga menunjukkan adanya kesesuaian dengan hasil pengujian respon aerodinamik. Gambar 7 dan 8 memperlihatkan aliran angin di sekitar model pada setiap fase untuk 1 siklus gerak torsional dengan 2=2o, =+3o, U/fB=3, 4, 5, berturut-turut untuk model WOF, F4430 F4460, dan F6044. Selanjutnya, gambar dengan judul at rest menunjukkan posisi model dalam kondisi diam dimana aliran angin diatur sesuai dengan aliran angin pada setiap fase. Panah melingkar pada setiap gambar menunjukkan titik paling luar di mana dua garis asap yang berdekatan bersatu. Ini dianggap bahwa titik ini berhubungan dengan pembentukan pemecahan aliran. L adalah jarak dari titik tangkap angin ke panah melingkar. H adalah tinggi penyebaran aliran pada titik 0.4B dari titik tangkap angin. Sebenarnya penyebaran aliran bervariasi sepanjang lebar lantai jembatan (B) dan setiap sudut fase. Nilai 0,4 B dipilih untuk mewakili titik referensi dalam menghitung tinggi penyebaran aliran angin. Mengacu pada gambar ini, aliran angin pada permukaan bawah model untuk semua kondisi sangat mirip, karena aliran angin di bawah permukaan model dikendalikan oleh tepi box girder. Oleh karena itu, fairing hampir tidak mempengaruhi aliran bawah model. Perubahan arah aliran angin di sekitar permukaan bawah dapat dilakukan dengan merubah letak box girder atau kemiringan sayap, seperti yang ditunjukkan oleh Daito et AL8),9). Aliran angin pada permukaan atas model berbeda satu sama lain.
Gambar 5. Rasio H/B terhadap kecepatan angin tak berdimensi
Gambar 6. Rasio L/B terhadap kecepatan angin tak berdimensi
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
S - 127
Struktur
B L
1
H
2
3
4
5
6
7
8
diam
U/fB = 3
1
U/fB = 5
H/B = 0.181
H/B = 0.185
H/B = 0.188
L/B = 0.357
L/B = 0.288
L/B = 0.226
8
2 7
3 4
U/fB = 4
5
6
Gambar 7 Aliran angin pada model tanpa fairing (WOF) Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) S - 128
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Struktur B L
2 H H
3
4
diam
U/fB = 3
U/fB = 4
U/fB = 5
H/B = 0.164
H/B = 0.167
H/B = 0.169
L/B = 0.536
L/B = 0.525
L/B = 0.360
(a) aliran angin F44 30
B L
2 H
3
4
diam
U/fB = 3 H/B = 0.174
U/fB = 4 H/B = 0.177
U/fB = 5 H/B = 0.181
L/B = 0.396
L/B = 0.355
L/B = 0.285
(b) Aliran angin F44 60
B L
2 H
3
4
diam
U/fB = 3
1 8
2 3
U/fB = 4
U/fB = 5
H/B = 0.173
H/B = 0.177
H/B = 0.180
L/B = 0.503
L/B = 0.476
L/B = 0.353
7 (c) Aliran Angin F6044
4
5
6
Gambar 8. Aliran angin pada model dengan fairing Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
S - 129
Struktur
4. KESIMPULAN Penelitian ini menunjukkan bahwa dengan perubahan sebagian kecil penampang dapat merubah stabilitas aerodinamik. Aliran angin pada permukaan atas jembatan dikontrol oleh fairing sedangkan aliran dibagian bawah permukaan lantai jembatan dikontrol oleh tepi sudut bawah box girder. Pemasangan fairing tipe tertentu ternyata dapat menaikan kecepatan flutter. Stabilitas lantai jembatan sangat dipengaruhi bentuk fairing.
DAFTAR PUSTAKA Scanlan,R.H. and Tomko,J.J.,(1971), “Airfoil and bridge deck flutter derivative”, J. Eng. Mech. Div., Vol. 97 (EM6), pp.1717-1737. Walshe,D.E. and Wyatt, T.A., (1983),”Measurement and application of the aerodynamic admittance functions for a box girder bridge“, J. Wind Eng. Ind. Aerodyn., Vol. 14, pp. 211-222,. Miyata,T., Miyazaki,M. and Yamada,H., (1983),”Pressure distribution measurements for wind induced vibration of box girder bridges”., J. Wind Eng. Ind. Aerodyn., Vol. 14, pp. 223-234,. Kobayashi,H., Bienkiewicz,B. and Cermak,E. (1988),” Mechanism of vortex excited oscillations of a bridge deck”., J. Wind Eng. Ind. Aerodyn., Vol. 29, pp. 371-378,. Narita,N., Yokoyama,K., Sato,H. and Nakagami,K.(1988), “Aerodynamic characteristics of continuous box girder bridges relevant to their vibrations in wind.”, J. Wind Eng. Ind. Aerodyn., Vol. 29, pp. 399-408. Nagao,F., Utsunomiya,H., Oryu,T. and Manabe,S., (1993),”Aerodynamic efficiency of triangular fairing on box girder bridge.”, J. Wind Eng. Ind. Aerodyn., Vol. 49, pp. 565-574,. Yoshimura,T., Mizuta,Y., Yamada,F., Umezaki,H., Shinohara,T., Machida,N., Tanaka,T. and Harada,T.,(2001), “Prediction of vortex induced oscillation of a bridge girder with span wise varying geometry”., J. Wind Eng. Ind. Aerodyn., Vol. 89, pp. 1717-1728,. Daito,Y., Matsumoto,M. and Takeuchi,T. (2004), “Aerodynamic stabilization for geometrical girder shape of two edge girders of long span cable stayed bridges”., Proc. 18th National Symposium on Wind Eng., pp. 431-436, (in Japanese). Daito,Y., Matsumoto,M., Shirato,H., Yagi,T. and Takeuchi,T. (2006), “Aerodynamic characteristics for stabilized section with two edge girders of long span cable stayed bridges”., Proc. 19th National Symposium on Wind Eng. pp. 423-428, (in Japanese).
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
S - 130
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013