KAJIAN AKT IVIT AS DAN KARAKT ERISASI SENYAWA ANT IMIKROBA DARI SUSU KUDA SUMBAWA
DIANA HERMAWAT I
SEKOL AH PASCASARJANA INST IT UT PERT ANIAN BOGOR BOGOR 2005
ABSTRACT DIANA HERMAWATI, (2005) STUDIES ON ACTIVITIES AND CHARACTERIZATION OF ANTIMICROBIAL COMPOUNDS FROM SUMBAWA MARE’S MILK. Under the supervision of MIRNAWATI SUDARWANTO as the Chairman of Advisory Committee, SOEWARNO T. SOEKARTO, FRANSISKA R. ZAKARIA, SOFJAN SUDARDJAT and FADJAR SUMPING TJATUR RASA as members of Advisory Committee. Mare’s milk is a natural secretion of mammary gland of mare recently the so called “wild horse milk” is believed in cure effects to some diseases such as tuberculoses, typhoid fever, anemia, diarhea, leucaemia and cancer. The main objectives of the research are to find out the antimicrobial substance in Sumbawa mare’s milk including (1) observation of the field condition of mare’s milk production and cultivation of Sumbawa horses, (2) verification of the antimicrobial activity of Sumbawa mare’s milk, (3) evaluation of the antimicrobial substance in mare’s, (4) the influence of heating and storaging on the activity of antimicrobial substances, (5) the spectrum of antimicrobial substance against pathogenic or food spoilage bacterias, (6) the polarity characteristics of antimicrobial compounds, and (7) Isolation, identification and characterization of the antimicrobial compounds of Sumbawa mare’s milk. It was observed that the “wild horse milk” was produced from mares in the island of Sumbawa (districts of Sumbawa, Bima and Dompu), West Nusa Tenggara Province. Horses in Sumbawa island are raised extensively in the forest or savanah in the mountainous areas and were left there at days and nights. The farmers usually milk mares in the field at night. It was also observed that Sumbawa mare’s milk had a special features i.e. not spoile until five months storage at room temperature without any treatments such as pasteurization, freezing or adding a preservative substance. This condition indicated that Sumbawa mare’s milk contains a natural antimicrobial compound. The result of the verification of the antimicrobial activity in Sumbawa mare’s milk showed that milk samples from farmers and distributors had strong antimicrobial activity. It means that Sumbawa mare’s milk contains antimicrobial compounds. The stability test of the antimicrobial activity (of the milk) revealed that it was influenced by the length of storage time but slightly decreased by heating, about 26,6% of the initial activity. The next experiment was to measure the spectrum of antimicrobial activity of Sumbawa mare’s milk by using nine bactericid species of gram positive and gram negative as well as pathogens and food spoilage types. This experiment resulted in data that the antimicrobial compounds of Sumbawa mare’s milk was a broad spectrum of antimicrobial activity. In general, gram positive bacteria was more sensitive compared to gram negative bacteria, however Vibrio cholerae, a gram negative bacteria, was the most sensitive to antimicrobial substance of mare’s milk, therefore Sumbawa mare’s milk could be used to cure diarhea caused by Vibrio cholerae. The polarity characteristics of antimicrobial compound was known by using 6 solvents of different the polarity. The result indicated that methanol was the best solvent for antimicrobial compounds of Sumbawa mare’s milk. The fractionation of antimicrobial compounds of Sumbawa mare’s milk using High Performance Liquid Chromatography (HPLC) resulted seven (7) fractions. The first three fractions had no antimicrobial activity while the last four had. One out of four active fractions (that was the 7th fraction, the last fraction) had a strong antimicrobial activity, 206 mm2 area of clear zone.
The identification of the 7th fraction by using Bradford method indicated a protein compound, and by using electrophoresis it was found out that the molecular weight of the protein was 61,0 kD. The experiement was to characterize the protein compound of the mare’s milk antimicrobial substance by using infra red spectrophotometer while for its carbohydrate compound by using ultra violet spectrophotometer. The result of this experiment demonstrated that the protein was a galactose containing glucoprotein. Since the glucoprotein contains a galactose unit, it was suggested that the name of the 7th fraction is galactoequin or galactoferrin.
ABSTRAK DIANA HERMAWATI. KAJIAN AKTIVITAS DAN KARAKTERISASI ANTIMIKROBA DARI SUSU KUDA SUMBAWA (HORSE MILK). Di bawah bimbingan: Prof. DR. drh. Hj. MIRNAWATI SUDARWANTO sebagai ketua; Prof. DR. SOEWARNO T. SOEKARTO; Prof. DR. Ir. FRANSISKA R. ZAKARIA, M.Sc; DR. drh. SOFJAN SUDARDJAT, D. MS; dan drh. FADJAR SUMPING TJATUR RASA, Ph.D, sebagi anggota. Susu kuda Sumbawa adalah susu yang berasal dari ambing kuda betina yang sehat tanpa ditambah atau dikurangi zat apapun yang secara empiris telah digunakan sebagai obat yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit seperti penyakit saluran pencernaan, tuberkulosis, anemia, radang paru-paru dan kanker. Tujuan penelitian ialah menemukan senyawa antimikroba dari susu kuda Sumbawa melalui penelitian sebagai berikut : (1) Mengamati kondisi lapangan cara produksi dan penanganan kuda Sumbawa, (2) Verifikasi aktivitas antimikroba dari susu kuda Sumbawa, (3) Mengkaji kemungkinan daya antimikroba berasal dari jenis-jenis tumbuhan tempat pengembalaan kuda Sumbawa, (4) Mengetahui pengaruh pemanasan dan penyimpanan terhadap stabilitas aktivitas antimikroba susu kuda Sumbawa, (5) Mengetahui spektrum antimikroba terhadap beberapa jenis bakteri patogen dan perusak pangan, (6) Mengetahui sifat polaritas senyawa antimikroba dan (7) Isolasi, Identifikasi dan Karakterisasi senyawa antimikroba susu kuda Sumbawa. Dari observasi lapangan, susu “kuda liar” berasal dari kuda di pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), yang dipelihara secara ekstensif (liar) di hutan, gunung dan padang rumput. Susu kuda Sumbawa mempunyai keistimewaan yaitu tidak mengalami penggumpalan dan kerusakan meskipun tidak dipasteurisasi dan tanpa diberi bahan pengawet apapun, serta tahan disimpan pada suhu kamar sampai 5 bulan. Sifat ini memberi petunjuk bahwa dalam susu kuda Sumbawa terkandung zat yang dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh bakteri yang diduga senyawa antimikroba alami. Hasil verifikasi antimikroba terhadap sampel susu kuda Sumbawa yang berasal dari peternak dan pedagang dan menunjukkan adanya aktivitas antimikroba yang kuat dalam susu kuda tersebut dengan diameter hambatan 15,18 – 34,63 mm. Selanjutnya dilakukan uji stabilitas antimikroba susu kuda Sumbawa dengan pemanasan dan penyimpanan, hasilnya: pemanasan 70oC selama 10 menit menurunkan aktivitas antimikroba, sedangkan penyimpanan pada suhu kamar sampai 5 bulan tidak menurunkan aktivitas antimikroba susu kuda Sumbawa. Spektrum antimikroba susu kuda dapat diketahui dengan dilakukan pengujian terhadap 9 jenis bakteri patogen dan perusak pangan. Hasilnya menunjukkan bahwa antimikroba dalam susu kuda mempunyai spektrum yang luas, dan ternyata bakteri gram positif lebih sensitif dibandingkan dengan bakteri gram negatif. Bakteri Vibrio cholerae yang bersifat gram negatif tetapi sangat peka terhadap susu kuda Sumbawa yang mengindikasikan susu kuda Sumbawa dapat digunakan untuk menyembuhkan penyakit saluran pencernaan seperti diarhea. Sifat polaritas senyawa antimikroba dari susu kuda Sumbawa dapat diketahui dengan menggunakan 6 jenis pelarut yang berbeda tingkat polaritasnya. Dari hasil analisis tersebut, pelarut metanol adalah pelarut terbaik yang dapat digunakan untuk melarutkan senyawa antimikroba dari susu kuda Sumbawa.
Fraksinasi senyawa antimikroba dari susu kuda Sumbawa dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) menghasilkan 7 fraksi dimana 4 fraksi mempunyai aktivitas antimikroba dan satu fraksi diantaranya yaitu fraksi 7 yang mempunyai aktivitas antimikroba yang paling kuat. Uji terhadap sifat fraksi 7 dengan metode Bradford menunjukkan bahwa fraksi 7 adalah senyawa protein dan uji kuantitatif dengan elektroforesis menunjukkan hanya satu pita protein, dan mempunyai berat molekul 61,0 kD. Dengan menggunakan spektrofotometer infra merah hasilnya menunjukkan bahwa fraksi 7 adalah senyawa glukoprotein dan dengan uji spektrofotometer UV ternyata fraksi 7 mengandung galaktosa. Berdasarkan hasil karakterisasi bahwa senyawa antimikroba fraksi 7 dari susu kuda Sumbawa adalah senyawa glukoprotein yang mengandung galaktosa, maka fraksi 7 yang memiliki daya antimikroba paling kuat dari susu kuda Sumbawa diusulkan untuk dinamakan galaktoequin atau galaktoferin.
SURAT PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini, Nama
: Diana Hermawati
Asal Program Studi S3
: Sains Veteriner (SVT)
NRP
: P18600003/SVT
Asal Instansi
: Balai Pengujian Mutu Produk Peternakan, Bogor
NIP :
: 0800 630 46
Alamat asal
: Komplek Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan, Gunung Sindur, Bogor.
menyatakan dengan sebenarnya, bahwa : judul, isi dan data hasil penelitian didalam proses penyusunan dan penulisan disertasi ini, adalah hasil dari penelitian dan karya saya sendiri sejak akhir 1998 hingga akhir 2003, dibimbing oleh 5 (lima) dosen pembimbing, yaitu: Prof. DR. drh. Hj. Mirnawati Sudarwanto sebagai ketua; Prof. DR. Soewarno T. Soekarto; Prof. DR. Ir. Fransiska R. Zakaria, M.Sc; DR. drh. Sofjan Sudardjat D., MS; dan drh. Fadjar Sumping Tjatur Rasa, Ph.D, sebagai anggota. Demikian surat pernyataan ini. Bogor, Juli 2005. Yang membuat pernyataan,
Diana Hermawati (P18600003/SVT)
KAJIAN AKTIVITAS DAN KARAKTERISASI SENYAWA ANTIMIKROBA DARI SUSU KUDA SUMBAWA
DIANA HERMAWATI
DISERTASI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Doktor pada Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005
Judul Disertasi
:
Kajian Aktivitas dan Karakterisasi Senyawa Antimikroba dari Susu Kuda Sumbawa
Nama Mahasiswa
:
Diana Hermawati
Nomor Pokok
:
P18600003/SVT
Program Studi
:
Sains Veteriner
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. drh. Hj. Mirnawati Sudarwanto Ketua
Prof. Dr. Soewarno .T. Soekarto. Anggota
Prof. Dr. Ir. Fransiska R. Zakaria, MSc. Anggota
Dr. drh. Sofjan Sudardjat D., MS. Anggota
drh. Fadjar Sumping Tjatur Rasa, PhD. Anggota
Ketua Program Studi Sains Veteriner
Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
drh. Bambang Pontjo P., MS, PhD.
Prof. Dr. Ir. Hj. Sjafrida Manuwoto, MSc.
Tanggal Ujian : 25 Juli 2005
Tanggal Lulus : 25 Juli 2005
Riwayat Hidup
Penulis dilahirkan pada tanggal 19, Februari 1955 di Jakarta, merupakan anak pertama dari ayahanda Gatot Soedarmo dengan ibunda Lilik Sri Sukapti, penulis menamatkan sekolah dasar di SD Negeri Pondok Pinang, Kebayoran Lama pada tahun 1967, sekolah menengah pertama di SMP Negeri 48 Kebayoran Lama pada tahun 1970 dan menamatkan sekolah menengah atas di SMA Triguna Kebayoran Baru Jakarta Selatan pada tahun 1973. Pada tahun 1975, penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjahmada, tamat tahun 1981. Pada tahun 1994, penulis melanjutkan pendidikan Magister Sains di Institut Pertanian Bogor jurusan Kesehatan Masyarakat Veteriner dibawah bimbingan Prof. DR. drh. Hj. Mirnawati Sudarwanto, Drh. Mohammad Iskandar M.Sc dan Drh. Syamsul Bahri Siregar M.Sc, yang berhasil diselesaikan pada tahun 1997. Selanjutnya pada tahun 2000, penulis memasuki program Doktor di Institut Pertanian Bogor pada program Sains Veteriner Sub Program Kesehatan Masyarakat Veteriner. Sejak tahun 1985 sampai tahun 1996 penulis bekerja sebagai staf di Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan, selanjutnya mulai tahun 1997 sampai saat ini penulis bekerja di Balai Pengujian Mutu Produk Peternakan, Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian sebagai Kepala Balai di Balai Pengujian Mutu Produk Peternakan.
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, dengan selesainya penulisan disertasi yang berjudul : Kajian Aktivitas dan Karakterisasi Senyawa Antimikroba dari Susu Kuda Sumbawa, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar doktor di Program Studi Sains Veteriner Sub Program Kesehatan Masyarakat Veteriner, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada komisi pembimbing yaitu : Prof. DR. drh. Hj. Mirnawati Sudarwanto sebagai ketua komisi pembimbing; Prof. DR. Soewarno T. Soekarto; Prof. DR. Ir Fransiska R. Zakaria, M.Sc; DR. drh. Sofjan Sudardjat, D. MS; dan drh. Fadjar Sumping Tjatur Rasa, Ph.D, sebagai anggota komisi pembimbing, atas petunjuk, saran mulai dari perencanaan, pelaksanaan penelitian, penulisan dan penyempurnaan penulisan ini. Kepada kedua orang tua, ayahanda Gatot Soedarmo dan ibunda Lilik Sri Sukapti yang telah mengantarkan kami sampai jenjang pendidikan terakhir S3, kepada adik dan keponakan yang telah membantu baik moril maupun materil kami ucapkan terima kasih yang tak terhingga atas semangat dan do’a yang telah diberikan selama ini. Terima kasih kepada Bapak Direktur Jenderal Peternakan yang telah memberi ijin mengikuti pendidikan strata 3 pada Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, semua staf di Balai Pengujian Mutu Produk Peternakan (BPMPP), Bapak Drh. Sri Dadi Wiryosuhanto dan staf Indonesia International Animal Science Research and Development Foundation (INI ANSREDEF) serta sahabat-sahabat dan semua pihak yang tidak tersebutkan atas bantuan dan dukungannya yang diberikan kepada penulis selama melakukan penelitian, proses penyusunan disertasi dan penyelesaian studi doktor ini. Semoga bantuan, dukungan dan perhatian yang telah bapak dan ibu berikan mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Akhir kata semoga disertasi ini bermanfaat bagi yang memerlukannya. Bogor, Juli 2005
Penulis
i
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ..........................................................................................................i DAFTAR TABEL ....................................................................................................iv DAFTAR GAMBAR ................................................................................................v DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................vi I. PENDAHULUAN ................................................................................................1 A. B. C. D.
LATAR BELAKANG....................................................................................1 TUJUAN PENELITIAN ...............................................................................4 MANFAAT HASIL PENELITIAN ................................................................4 HIPOTESIS ...............................................................................................5
II. TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................6 A. KUDA .........................................................................................................6 1. Kuda di Indonesia .................................................................................6 2. Kuda Sumbawa ....................................................................................8 B. SUSU .........................................................................................................8 1. Komposisi Susu....................................................................................8 2. Protein Susu .........................................................................................10 3. Susu Kuda ............................................................................................11 4. Susu Kuda Sumbawa ...........................................................................13 5. Khasiat Susu Kuda Sumbawa ..............................................................15 C. ANTIMIKROBA...........................................................................................16 1. Antibiotik ...............................................................................................16 2. Antimikroba Tanaman...........................................................................17 3. Antimikroba Susu..................................................................................19 a. Laktoferin ........................................................................................19 b. Laktoperoxidase..............................................................................19 c. Laktoglobulin...................................................................................20 d. Laktolipida.......................................................................................20 D. MEKANISME KERJA SENYAWA ANTIMIKROBA......................................20 1. Gangguan Dinding dan Membran Sel ...................................................21 2. Inaktivasi Enzim Esensial .....................................................................21 3. Inaktivasi Fungsi Material Genetika ......................................................21 E. MIKROBA PATOGEN DAN PERUSAK PANGAN ......................................22 1. Bakteri Patogen ....................................................................................22 2. Bakteri Perusak Pangan .......................................................................25 3. Bakteri Gram Negatif dan Positif...........................................................27 4. Mycobacterium tuberculosis .................................................................29 F. BAKTERI ASAM LAKTAT ..........................................................................30 1. Koumis ............................................................................................. ....31 2. Yakult ............................................................................................... ....31 3. Yogurt ...................................................................................................31 4. Kefir ......................................................................................................32 G. EKSTRAKSI, FRAKSINASI, ISOLASI DAN KARAKTERISASI ...................32 1. Metode Ekstraksi ..................................................................................32 2. Metode Fraksinasi secara Kromotografi................................................34
ii
3. Metode Isolasi dan Identifikasi secara Elektroforesis ............................35 4. Metode Spektrofotometer .....................................................................37 a. Spektroskopi Infra Merah ................................................................37 b. Spektroskopi Ultra Violet.................................................................38 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN ..............................................................40 A. TEMPAT PENELITIAN ...............................................................................40 B. BAHAN BAN ALAT.....................................................................................40 1. Bahan ...................................................................................................40 a. Susu Kuda Sumbawa, Susu Pembanding dan Tumbuhan Makanan Kuda Sumbawa ....................................................................... .........40 b. Bahan-bahan untuk Analisis Bioassay ............................................ .41 c. Bahan-bahan untuk Uji Ekstraksi, Fraksinasi dan Isolasi ..................41 d. Bahan-bahan untuk Uji Identifikasi ................................................... 41 2. Alat .......................................................................................................42 a. Peralatan untuk Bioassay .................................................................42 b. Peralatan untuk Fraksinasi ...............................................................42 c. Peralatan untuk Isolasi dan Identifikasi ............................................ 42 3. Kultur Bakteri ........................................................................................42 C. KERANGKA PEMIKIRAN PENELITIAN .....................................................42 1. Tahap Pertama (Pengamatan lapangan, pengambilan susu kuda Sumbawa dan tumbuhan bahan makanan kuda Sumbawa) ...................43 2. Tahap Kedua (Pembuktian hipotesa pertama) ........................................43 3. Tahap Ketiga (Pembuktian hipotesa kedua) .......................................... .44 4. Tahap Keempat (Pembuktian hipotesa ketiga) ....................................... 45 5. Tahap Kelima (Pengembangan Produksi Konsentrat Antimikroba).........45 D. METODA PENELITIAN ..............................................................................45 1. Pengamatan Lapangan ........................................................................47 2. Verifikasi Antimikroba dari Susu Kuda Sumbawa..................................48 3. Percobaan Uji Aktivitas Antimikroba dari Berbagai Tumbuhan yang Dimakan Kuda Sumbawa ...................................................................... 50 4. Percobaan Stabilitas Daya Antimikroba Susu Kuda Sumbawa ...........50 5. Percobaan Spektrum Aktivitas Antimikroba ..........................................51 6. Percobaan Analisis Sifat Polaritas Senyawa Antimikroba ....................51 7. Percobaan Fraksinasi Senyawa Antimikroba dengan KCKT ................52 8. Percobaan Isolasi dan Identifikasi Senyawa Antimikroba......................53 9. Percobaan Karakterisasi Gugus Fungsi dengan Spektrofotometer Infra Merah dan Spektrofotometer Ultra Violet ......................................55 10. Percobaan Pengembangan Produksi Konsentrat Antimikroba dari Susu Kuda Sumbawa .................................................. ........................56 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................58 A. PENGAMATAN LAPANGAN ......................................................................58 1. Deskripsi Pulau Sumbawa dan Populasi Kuda Sumbawa.....................58 2. Pemeliharaan Kuda di Pulau Sumbawa................................................60 3. Cara Memerah dan Produksi Susu Kuda Sumbawa .............................63 4. Penanganan dan Kondisi Susu di Lapangan ........................................64 5. Penggunaan dan Arti Ekonomi Susu Kuda Sumbawa bagi Masyarakat Setempat...........................................................................68
iii
B. VERIFIKASI ANTIMIKROBA DALAM SUSU KUDA SUMBAWA DAN TUMBUHAN ...............................................................................................69 1. Uji Aktivitas Antimikroba dalam Susu Kuda Sumbawa ..........................69 2. Uji Aktivitas Antimikroba dari Tumbuhan Sumber Makanan Kuda Sumbawa ...................................................................................73 C. UJI STABILITAS, SPEKTRUM DAN SIFAT POLARITAS SENYAWA ANTIMIKROBA PADA SUSU KUDA SUMBAWA .......................................75 1. Uji Stabilitas Daya Antimikroba Susu Kuda Sumbawa ..........................75 a. Pengaruh Pemanasan ....................................................................75 b. Pengaruh Penyimpanan..................................................................76 2. Uji Spektrum Aktivitas Antimikroba dari Susu Kuda Sumbawa..............78 3. Uji Sifat Polaritas Senyawa Antimikroba ...............................................81 D. FRAKSINASI, ISOLASI, IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI SENYAWA ANTIMIKROBA DALAM SUSU KUDA SUMBAWA ..................83 1. Fraksinasi Senyawa Antimikroba ..........................................................83 a. Fraksinasi Komponen Susu Kuda Sumbawa ..................................83 b. Aktivitas Antimikroba dari Fraksi-Fraksi ..........................................85 2. Isolasi dan Identifikasi Fraksi 7 ........................................................... .86 3. Identifikasi dan Karakterisasi Gugus Aktif Fraksi 7................................88 a. Identifikasi Gugus Aktif Protein .......................................................88 b. Identifikasi Komponen Gula ............................................................91 E. PRODUKSI KONSENTRAT DARI SUSU KUDA SUMBAWA .....................93 V. PEMBAHASAN UMUM ...................................................................................96 VI. SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................100 A. SIMPULAN .................................................................................................100 B. SARAN.......................................................................................................102 DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................104 LAMPIRAN ...........................................................................................................112
iv
DAFTAR TABEL Halaman 1. Tabel 1. Komposisi susu beberapa spesies Mamalia ................................ .9 2. Tabel 2. Komposisi protein kolostrum dan susu kuda ................................ .11 3. Tabel 3. Perbandingan komposisi susu kuda dengan susu hewan ternak lainnya dan susu mamalia (%) .....................................................................13 4. Tabel 4. Komposisi dan sifat susu kuda Sumbawa dan susu kuda pacu......16 5. Tabel 5. Karakteristik pelarut-pelarut organik untuk ekstraksi komponen bioaktif ....................................................................................................... 33 6. Tabel 6. Populasi kuda di pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat dan Indonesia tahun 1999 - 2003 .................................................................... 58 7. Tabel 7. Populasi kuda Sumbawa di pulau Sumbawa tahun 2003.............. 59 8. Tabel 8. Volume produksi susu kuda Sumbawa dan perhitungan nilai (dalam rupiah) per tahun (2003) ................................................................. 68 9. Tabel 9. Aktivitas antimikroba susu kuda Sumbawa, susu kuda bukan Sumbawa dan susu sapi menggunakan bakteri uji Micrococcus luteus ATCC 9341................................................................................................... 71 10. Tabel 10. Beberapa jenis tumbuhan yang dikonsumsi kuda Sumbawa ..... 73 11. Tabel 11. Pengaruh pemanasan pada suhu 70oC selama 10 menit terhadap stabilitas daya antimikroba susu kuda Sumbawa ........................................ 76 12. Tabel 12. Pengaruh masa simpan terhadap stabilitas daya antimikroba susu kuda................................................................................................... 77 13. Tabel 13. Uji sensitifitas antimikroba pada susu kuda*) terhadap berbagai bakteri patogen dan perusak pangan .......................................................... 79 14. Tabel 14. Daya antimikroba (mm) hasil ekstraksi dengan pelarut dari berbagai tingkat polaritas dan pelarut air .................................................................
82
15. Tabel 15. Hasil uji aktivitas mikroba fraksi-fraksi senyawa aktif antimikroba dalam fase air susu kuda Sumbawa..........................................................
85
16. Tabel 16. Hasil analisis spektrum infra merah terhadap fraksi 7 dan Laktoferin ................................................................................................... 90 17. Tabel 17. Hasil uji spektrofotometer ultra violet beberapa jenis standar gula, laktoferin dan sampel fraksi no. 7............................................................... 92
v
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian ................................................... 44 2. Gambar 2. Tahap dan urutan penelitian senyawa antimikroba dari susu kuda Sumbawa ..................................................... ................................................ 46 3. Gambar 3. Uji aktivitas antimikroba susu kuda Sumbawa, susu kuda bukan Sumbawa, susu sapi dan susu kuda pacu (Yoshimura et al, 1991) ............ 49 4. Gambar 4. Pemisahan susu menjadi fase hexan dan air ............................ 52 5. Gambar 5. Fraksinasi komponen antimikroba susu kuda Sumbawa ............ 54 6. Gambar 6. Skema urutan proses produksi konsentrat antimikroba .............. 57 7. Gambar 7. Pemeliharaan kuda Sumbawa di kabupaten Sumbawa ............. 61 8. Gambar 8. Pemeliharaan kuda Sumbawa di kabupaten Dompu ................. 61 9. Gambar 9. Kuda di kabupaten Bima yang sedang pulang ke kandang dari padang rumput ............................................................................................. 62 10. Gambar 10. Pemeliharaan kuda Sumbawa di kabupaten Bima .................. 62 11. Gambar 11. Kuda Sumbawa yang sedang diperah dipingir hutan ................ 64 12. Gambar 12. Kuda Bima yang sedang diperah di dalam atau dekat kandang ...................................................................................................... 64 13. Gambar 13. Penyimpanan susu dalam jerigen di kabupaten Bima ............... 65 14. Gambar 14. Penyimpanan susu dalam botol di kabupaten Sumbawa .......... 65 15. Gambar 15. Penanganan susu kuda Sumbawa di Tangerang ..................... 65 16. Gambar 16. Kemasan botol komersil oleh CV. Dian dan CV. Kilo Baru (pengumpul/pedagang) di Sukabumi ............................................................ 66 17. Gambar 17. Kemasan botol komersil oleh CV. Rachman Ali Belo, di Mataram dan kemasan botol komersil di Dompu ..................................... 66 18. Gambar 18. Susu yang telah di simpan 5 bulan tidak rusak ........................ 67 19. Gambar 19. Aktivitas antimikroba susu segar ............................................. 70 20. Gambar 20. Aktivitas antimikroba susu kuda bukan Sumbawa dan susu sapi segar ........................................................................................................... 70 21. Gambar 21. Aktivitas antimikroba susu asam ............................................. 70 22. Gambar 22. Jenis tumbuhan Papanta dan Mampidaroo yang biasa dimakan kuda Sumbawa ............................................................................................ 74 23. Gambar 23. Jenis tumbuhan Sisisanga, Mporingame dan Karoowa yang biasa dimakan kuda Sumbawa .............................................................................. 74
vi
24. Gambar 24. Hasil fraksinasi senyawa aktif antimikroba dengan KCKT ........ 84 25. Gambar 25. Hasil elektroforesis sampel fraksi no. 7 ................................... 87 26. Gambar 26. Hasil elektroforesis standar laktoferin susu sapi........................ 87 27. Gambar 27. Hasil analisis spektrum fotometer infra merah fraksi 7 .............. 89 28. Gambar 28. Hasil analisis spektrum fotometer infra merah standar laktoferin ..................................................................................................... 89 29. Gambar 29. Hasil analisis komponen gula dengan spektrofotometer ultra violet ................................................................................................... 91 30. Gambar 30. Skema produksi konsentrat susu kuda Sumbawa ................... 94
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Lampiran 1. Ringkasan Laporan Studi Kasus .............................................. 112 2. Lampiran 2. Hasil Uji Aktivitas Antimikroba Susu Kuda Sumbawa, Susu Kuda Bukan Sumbawa dan Susu Sapi .................................................................. 131 3. Lampiran 3. Proposal Aplikasi Hasil Penelitian Susu Kuda Sumbawa ......... 136
1
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Susu telah dikenal sebagai bahan makanan yang bernilai gizi tinggi, mudah dicerna dan mengandung zat-zat nutrisi yang diperlukan oleh manusia seperti lemak, protein, karbohidrat dan mineral. Susu adalah sekresi kelenjar susu dari mamalia menyusui termasuk ternak. Susu yang dikonsumsi oleh masyarakat sebagian besar adalah susu sapi dan susu ternak lainnya seperti kerbau, kambing dan juga susu kuda (Winarno, 1993). Di Eropa Timur susu kuda sudah dikenal sebagai minuman kesehatan sejak berabad-abad yang lalu. Di Mongolia, Eropa Timur, daerah pegunungan di Asia Timur dan Rusia, susu kuda sudah diketahui khasiatnya, baik sebagai minuman sehari-hari maupun sebagai obat. Kaisar Mongolia, Djenghis Khan dan pasukannya adalah peminum susu kuda (Kosikowski, 1982). Sedangkan di Indonesia baru dikenal tahun seribu sembilan ratus delapan puluhan. Di Rusia susu kuda diolah menjadi Koumiss yang dipakai untuk Koumiss therapy di rumah sakit di Samara, Moskwa, Leningrad, Volinsk dan lain-lain. Pada tahun 1962 sudah ada 23 rumah sakit di Rusia yang menggunakan Koumiss therapy untuk menanggulangi penyakit-penyakit tuberculosis (TBC), saluran pencernaan, avitaminosis, anemia (lesu darah), penyakit kardiovaskuler, lever dan ginjal (Dharmojono, 1993). Di Indonesia, penggunaan susu kuda liar untuk pengobatan berbagai macam penyakit baru dikenal setelah ada pengalaman beberapa pasien penderita leukemia yang disembuhkan (Anonymous, 1991 dan Anonymous, 1992). Sekitar tahun 1998 banyak beredar dan populer di masyarakat produk susu kuda dengan label susu “kuda liar” dan dipromosikan sebagai obat yang dapat
2 menyembuhkan berbagai penyakit, seperti
paru-paru basah, tuberkulosis, tifus,
anemia, kanker dan sebagainya. Susu kuda Sumbawa yang dijual dengan label susu “kuda liar” dinyatakan masa edarnya sampai beberapa bulan (Anonymous, 1998a). Susu “kuda liar” yang kemudian ternyata adalah susu kuda Sumbawa dijual melalui apotik, toko obat, radio swasta, pasar swalayan, bandara udara dan perorangan di beberapa kota di Indonesia. Dari pengamatan di lapangan ternyata susu kuda Sumbawa yang disimpan pada suhu kamar sampai beberapa bulan tidak rusak, melainkan hanya mengalami fermentasi, padahal susu sapi yang disimpan pada suhu kamar dalam waktu 24 jam sudah rusak dan tidak dapat dikonsumsi lagi (Hermawati, 1998; Hermawati, 2001; Hermawati, 2002; Hermawati, 2003 dan Hermawati, 2004). Masyarakat meyakini bahwa susu kuda Sumbawa mempunyai khasiat dapat mengobati bermacam-macam penyakit namun demikian khasiat tersebut belum berdasarkan pada hasil penelitian. Menurut Dharmojono (1998b), masyarakat yang mengkonsumsi susu kuda Sumbawa yakin khasiatnya dapat menyembuhkan berbagai penyakit seperti kanker, tuberkulosis paru-paru, saluran kencing, anemia, saluran pencernaan dan jenis penyakit lainnya yang tidak dapat ditanggulangi oleh dokter, sehingga oleh masyarakat sering disebut sebagai “obat dewa” (Anonymous, 1991; Anonymous, 1992; Anonymous, 1993a dan Nuroso, 1993). Di lain pihak ada sebagian masyarakat yang menyangsikan khasiat susu kuda Sumbawa sebagai obat, sebagaimana dikutip dari pemberitaan beberapa media masa (Faried dan Budi, 1998). Susu kuda Sumbawa pernah dilarang oleh DEPKES untuk diiklankan dan diedarkan dengan label “susu kuda liar” yang dapat menyembuhkan beberapa macam penyakit dan dilarang dijual di apotek dan pasar swalayan. Larangan ini membuat asosiasi persusuan dan distributor susu kuda liar resah dan dalam pertemuannya dengan DITJEN POM disepakati bahwa semua produk susu kuda yang ada di peredaran tidak mencantumkan lagi khasiat obat pada labelnya, kata-kata kuda liar
3 diganti dengan “kuda Bima” dan dinyatakan sebagai produk minuman susu yang baik untuk kesehatan (Anonymous, 1998b). Berawal dari fenomena alam bahwa susu kuda Sumbawa tidak rusak walaupun disimpan dalam suhu kamar sampai beberapa bulan dan hasil penelitian awal yang memberikan petunjuk adanya aktivitas antimikroba dalam susu kuda Sumbawa, maka peneliti mengangkat masalah susu kuda Sumbawa ini sebagai bahan penelitian disertasinya. Hasil penelitian ini diharapkan nantinya dapat dipakai untuk mendukung kebijakan Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan dalam pengembangan kuda Sumbawa antara lain melalui pemberdayaan peternak kuda, seleksi, perbaikan manajemen peternakan dan penanganan susu kuda, serta alternatif pemanfaatan susu kuda Sumbawa. Di samping itu hasil penelitian ini dapat meluruskan distorsi informasi mengenai kegunaan dan khasiat susu kuda Sumbawa yang diterima masyarakat dan memberikan tambahan pengetahuan bagi para peternak kuda akan manfaat susu kuda untuk
peningkatan
pendapatan
dan
kesejahteraannya.
Demikian
pula
dapat
menambah khasanah ilmu pengetahuan mengenai susu kuda yang masih sedikit di Indonesia. Penelitian meliputi observasi lapangan dan penelitian laboratorium. Observasi lapangan dilakukan di Kabupaten Sumbawa, Bima dan Dompu di pulau Sumbawa, provinsi Nusa Tenggara Barat dengan maksud untuk mengetahui kondisi kuda, lokasi, waktu, peternak dan cara memerah susu kuda Sumbawa, serta cara-cara mengemas, menyimpan dan mengirim susu kuda Sumbawa untuk dipasarkan. Observasi juga dilakukan di tempat penjualan susu kuda Sumbawa untuk mengetahui perlakuan terhadap susu kuda Sumbawa (penambahan
bahan
pengawet, pemanasan,
pendinginan dan penyimpanannya). Hasil penelitian lapangan ini digunakan sebagai dasar penyusunan hipotesa penelitian.
4 Penelitian laboratorium dimaksudkan untuk mengetahui (1) adanya aktivitas senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa, (2) aktivitas dan stabilitas senyawa antimikroba dalam susu kuda dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan bakteri perusak pangan, (3) komponen dan gugus aktif senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa, (4) pengembangan produk baru konsentrat susu kuda Sumbawa untuk produk komersial. B. TUJUAN PENELITIAN Tujuan spesifik penelitian susu kuda Sumbawa adalah untuk mengetahui : (1) kondisi lapangan tentang cara pemerahan dan penanganan susu kuda Sumbawa; (2) hasil verifikasi aktivitas antimikroba susu kuda Sumbawa; (3) daya antimikroba dari jenis-jenis tumbuhan tempat penggembalaan kuda Sumbawa; (4) stabilitas daya antimikroba terhadap pemanasan dan penyimpanan susu kuda Sumbawa; (5) spektrum antimikroba terhadap beberapa jenis bakteri patogen dan perusak pangan; (6) sifat polaritas senyawa antimikroba susu kuda Sumbawa dan (7) hasil isolasi dan identifikasi serta karakterisasi senyawa antimikroba susu kuda Sumbawa. C. MANFAAT HASIL PENELITIAN Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk : (1) memperoleh data dasar tentang aktivitas antimikroba, sifat, stabilitas, komponen, dan isolasi senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa, (2) menyediakan data dasar untuk pengembangan dan pemanfaatan susu kuda Sumbawa sebagai produk diversifikasi,
5 (3) mengembangkan manfaat susu kuda Sumbawa sebagai makanan kesehatan, dan (4) pengembangan ekonomi daerah dan meningkatkan sumber pendapatan masyarakat. Di samping itu, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi yang benar mengenai susu kuda Sumbawa. Bagi pemerintah khususnya bagi Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan dapat tergerak sebagai data dasar untuk perumusan kebijakan dalam pengembangan peternakan, diversifikasi produk peternakan dan untuk realisasi potensi ekonomi daerah dari peternak kuda Sumbawa dan sejenisnya. D. HIPOTESIS Berdasarkan observasi lapangan, survei literatur dan penelitian pendahuluan mengenai susu kuda Sumbawa, maka disusun hipotesis penelitian sebagai berikut : (1) Bahwa susu kuda Sumbawa mengandung senyawa antimikroba yang kuat; (2) Bahwa daya antimikroba susu kuda Sumbawa mempunyai spektrum yang luas; (3) Bahwa senyawa antimikroba pada susu kuda Sumbawa termasuk golongan protein.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA A. KUDA Kuda adalah hewan mamalia berlambung tunggal dan berkuku satu dari famili Equidae, dari genus Equus dan spesies Caballus, yang terdiri dari berbagai galur. Equus caballus occidentalis atau galur kuda berdarah dingin di Eropa dan galur Equus cabalus orientalis yang berdarah panas di Asia dan Amerika. Kuda yang ada saat ini telah mengalami evolusi yang dimulai dari nenek moyang kuda generasi pertama yang hidup 50 juta tahun lalu yang dinamai Eohippus. Generasi kedua 35 juta tahun lalu dinamai Mesohippus, generasi berikutnya dinamai Pliohippus sampai dengan generasi yang sekarang dari genus Equus. Generasi Equus hidup di Amerika Utara, kemudian imigrasi ke daratan Asia, Eropa, Afrika dan Amerika Selatan melalui daratan. Salah satu dari generasi Equus kemudian berkembang menjadi kuda
liar
(Feral Horse)
di daratan
Amerika,
(Soehardjono,
1990;
Wiryosuhanto, 2003). Pada saat ini spesies kuda liar yang masih hidup yaitu "Equus Przewalskii” yang ditemukan di habitat alamnya di pegunungan yang berbatasan dengan Tiongkok atau dari kebun-kebun binatang di Eropa dan Amerika Utara. Spesies lain yang masih hidup sampai sekarang adalah Keledai (Equus assinus), Zebra (Equus atau Hippotigris burchelli) dan kuda domestik (Equus cabalus). Kuda liar yang ada sekarang adalah “Feral Horse” yaitu kuda yang ditangkap dan dijinakkan menjadi kuda domestik sekarang (Wiryosuhanto, 2003). 1. Kuda di Indonesia Menurut Soehardjono (1990), kuda asli Indonesia adalah keturunan kuda Mongol. Kuda Mongol sendiri adalah keturunan dari kuda Przewalskii yang ditemukan pada tahun 1879 di Asia Tengah yang
penyebarannya sampai ke wilayah Asia
7 Tenggara. Asal-usul kuda Indonesia sangat panjang, dimulai pada abad ke-7 Masehi pada masa kerajaan Hindu-Budha di Jawa dan Sumatra. Diperkirakan kuda Indonesia berasal dari Asia Selatan yang dibawa oleh pedagang dan pemuka agama Hindu dan Budha, kuda-kuda tersebut keturunan kuda Mongol dan persilangan antara kuda Mongol dengan kuda Pegunungan Himalaya. Selanjutnya pada abad ke-13 tentara Khubilai Khan dari dataran Tiongkok datang ke Jawa Timur dengan membawa kuda Mongol. Keturunan dari kuda ini masih ada di pegunungan Tengger dan Cirebon. Kedatangan para penyebar agama Islam dari India Selatan pada abad ke-13 juga mempengaruhi perkembangan kuda di Indonesia. Mereka membawa kuda hasil persilangan antara kuda Arab dengan kuda Mongol. Pada abad ke-16 bangsa Portugis datang ke Indonesia Timur antara lain ke Sulawesi Utara; mereka membawa kuda keturunan Arab dengan Eropa. Hasil persilangan kuda-kuda tersebut melahirkan kuda Minahasa ( Soehardjono,1990 dan Wiryosuhanto, 2003) Menurut hasil pengamatan, di Indonesia ada dua jenis kuda yaitu kuda yang hidup di dataran tinggi Tapanuli, Sumatra Utara yang dikenal dengan kuda Batak dan kuda yang hidup di wilayah timur Indonesia yang dikenal dengan sebutan kuda Sandel (Soehardjono, 1990). Sedangkan menurut Wiryosuhanto (2003), pada masa pemerintahan
kolonial
Belanda,
kuda
Arab
disilangkan
dengan
kuda
lokal
menghasilkan kuda Sandel-Arab di Sumatra dan kuda Sandel-Sumba di daerah Timor. Kemudian banyak pejantan kuda Sandel yang digunakan untuk perbaikan mutu kuda di Jawa karena mempunyai darah kuda Eropa yang didatangkan dari Australia. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kuda Indonesia asli adalah keturunan kuda Mongol, kuda Arab dan kuda Eropa. Menurut Encyclopedia van Netherland Oast Indie yang dikutip Soeharjono (1990), pada tahun 1920 terdapat 15 jenis kuda di Indonesia yaitu: Makassar, Gorontalo, Minahasa, Sumba, Sumbawa, Bima, Flores, Savoe, Roti atau Kosi, Timor, Sumatra, Jawa, Bali dan Lombok, serta Kuningan.
8 2. Kuda Sumbawa Kuda Sumbawa berasal dari pulau Sumbawa yaitu dari Kabupaten Sumbawa, Bima dan Dompu. Di Nusa Tenggara Timur juga terdapat kuda sejenis dengan kuda Sumbawa namun dengan mengunakan nama kuda Sumba. Soeharjono (1990) melaporkan bahwa populasi kuda di pulau Sumba sebanyak 74.000 ekor. Kuda-kuda tersebut pada umumnya dipelihara secara ekstensif (“liar”) di padang rumput savana. Tinggi kuda sekitar 1,15 m, berbadan kuat dan mempunyai daya tahan tubuh yang tinggi sehinga kuda tersebut digunakan sebagai kuda tarik. Berdasarkan data statistik peternakan 2002, populasi kuda di Provinsi NTB tinggal sebanyak 59.540 ekor dan di Provinsi NTT sebanyak 93.109 ekor (Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Barat, 2002). B. SUSU Menurut Buckle et al (1987), susu didefinisikan secara umum sebagai sekresi kelenjar susu dari hewan yang menyusui. Sedangkan menurut Standar Nasional Indonesia (1991) susu didefinisikan sebagai cairan yang berasal dari ambing sapi yang sehat tanpa ditambah atau dikurangi zat apapun kecuali didinginkan serta diperoleh dengan cara yang baik dan benar. Istilah susu untuk konsumsi diartikan sebagai susu sapi, sedangkan untuk susu hewan mamalia lainnya diikuti dengan nama spesiesnya, sehingga susu yang berasal dari ambing kuda disebut susu kuda. Secara struktural, susu adalah emulsi lemak dalam air. Susu murni pada umumnya berwarna putih atau putih kekuningan dengan rasa yang agak manis karena adanya gula susu atau laktosa (Rahman et al, 1992; Varnam and Sutherland, 1994). 1. Komposisi Susu Susu mengandung semua zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup anak mamalia seperti lemak, protein, karbohidrat (laktosa), vitamin, mineral dan air. Komponen dan karakteristik zat gizi yang terdapat dalam susu
9 memungkinkan zat gizi susu mudah diserap dan digunakan oleh tubuh hewan atau manusia (Buckle et al, 1997). Pada Tabel 1 dapat dilihat perbedaan kadar lemak, protein, gula, abu dan air dari beberapa spesies mamalia. Kadar lemak susu bervariasi dari 1,59%-54,2%, yang paling rendah pada kuda (1,59%) dan yang paling tinggi pada anjing laut (54,2%). Kadar lemak susu sapi 3,90% hampir mendekati kadar lemak susu manusia 3,80%, sedangkan kadar lemak susu kuda 1,59% lebih rendah dari susu sapi dan susu manusia. Kadar protein susu juga bervariasi yaitu berkisar antara 1,20%-12,95%. Kadar protein paling rendah pada susu manusia (1,20%) dan paling tinggi pada susu kelinci (12,95%). Dilihat dari kadar proteinnya, kadar protein susu kuda (2,00%) paling mendekati kadar protein susu manusia (1,20%), disamping itu kandungan kasein susu kuda juga rendah sehingga susu kuda tidak menggumpal bila diasamkan (Buckle et al, 1987). Kadar laktosa susu beberapa spesies mamalia bervariasi antara 1,79%-7,00%, yang paling rendah pada susu ikan paus (1,79%) dan paling tinggi pada susu manusia (7,00%), sedang susu anjing laut tidak mempunyai kadar laktosa. Dari variasi tersebut, kecuali lemak komposisi susu kuda mendekati kadar laktosa susu manusia (Buckle et al, 1997). Tabel 1. Komposisi susu beberapa spesies mamalia Jenis Lemak (%) Protein (%) Kambing 4,09 3,71 Ikan Paus 22,24 11,90 Kelinci 13,60 12,95 Kerbau 7,40 4,74 Kuda 1,59 2,00 Domba 8,28 5,44 Anjing laut 54,20 12,00 Sapi 3,90 3,40 Manusia 3,80 1,20 Sumber : Buckle et al (1997)
Laktosa (%) 4,20 1,79 2,40 4,64 6,14 4,78 4,80 7,00
Abu (%) 0,79 1,66 2,55 0,78 0,41 0,90 0,53 0,72 0,21
Air (%) 87,81 63,00 68,50 82,44 89,86 80,60 34,00 87,10 87,60
10 2. Protein Susu Protein susu sapi terbagi menjadi dua kelompok utama, yaitu 80 persen dari total protein adalah kasein dan sisanya yang 20 persen protein whey. Menurut Moller (1995), kasein terdiri dari empat komponen yaitu : α s1–kasein; α s2–kasein; β–kasein; dan k–kasein. Jumlah komponen kasein tersebut berturut-turut adalah : 4,5% α s1–kasein; 12% α s2–kasein; 34% β–kasein dan 10% k–kasein dari total protein susu, serta mempunyai berat molekul antara 19039 – 25230 gram per mol. Kasein terdapat dalam bentuk kasein kalsium yang merupakan senyawa kompleks dari kalsium fosfat kasinat (pembentuk utama keju) dan berbentuk partikelpartikel kompleks koloid yang disebut micells. Bila pH susu cukup asam kira-kira 5,2 – 5,3 , akan terjadi penggumpalan kasein disertai dengan larutnya garam-garam kalsium dan fosfor. Protein whey yaitu protein yang terdapat di bagian aktif susu meliputi protein globulin dengan berat molekul antara : 4100 – 1000000 gram per mol. Protein whey terdiri dari dua komponen utama, yaitu β-lactoglobulin (β-Lg) dan α–lactolbumin (α-La) (Moller, 1995). Naidu (2002) menyatakan bahwa laktoferin juga terdapat dalam protein whey. Setelah partus, kolostrum susu kuda mengandung total protein, whey protein, kasein dan NPN berturut-turut ; 16,41% ; 13,46 %; 2,95 % dan 0,052%. Dua sampai lima hari setelah partus susu kuda mengandung total protein, whey protein, kasein dan NPN berturut-turut ; 4,13% ; 2,11%; 2,02% dan 0,031%. Sedangkan delapan sampai empat puluh lima hari setelah partus susu kuda mengandung total protein, whey protein, kasein dan NPN berturut-turut ; 2,31 %; 1,11% ; 1,20% dan 0,031% (Csapokiss et al, 1995).
11 Dari data tersebut dapat diketahui bahwa kolostrum susu kuda mengandung total protein, whey protein, kasein dan NPN sangat tinggi pada hari-hari pertama kemudian menurun dengan cepat sampai hari ke empat puluh lima setelah partus; dan setelah itu menjadi menurun dengan lambat. Kolostrum susu kuda mengandung lebih dari 10% protein dan 80% dari protein tersebut mengandung immunoglobulin. Setelah selesai masa kolostrum, whey protein susu kuda mengandung 11,21% immunoglobulin, 2 – 15% serum albumin, 26-50% Ü-lactalbumin dan 28-60% â-lactoglobulin (Csapo-kiss et al, 1995). Komposisi protein susu kuda bervariasi menurut fase laktasi. Menurut Csapokiss et al, (1995) komposisi total protein, protein whey, kasein dan NPN pada kolostrum (1 hari), susu (2-5 hari) dan susu kuda 45 hari setelah partus disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi protein kolostrum dan susu kuda Komposisi Kolostrum ( /100 gr susu) 1 hari 2-5 hari Total Protein 16,41 4,13 Protein Whey 13,46 2,11 Protein Kasein 2,95 2,02 NPN 0,052 0,043 Sumber: Csapo-kiss et al (1995)
Susu Kuda 2,31 1,11 1,20 0,031
Total protein kolostrum susu kuda satu hari setelah partus sangat tinggi yaitu 7 kali lebih besar bila dibandingkan dengan total protein susu kuda bukan kolostrum, whey protein 12 kali lebih besar, kasein 2,5 kali lebih besar dan NPN 1,7 kali lebih besar. Total protein, whey, kasein dan NPN terus menurun sejak hari kelima sampai mencapai susu kuda biasa (Csapo-kiss et al, 1995) 3. Susu Kuda Secara keseluruhan komposisi susu kuda berbeda dengan komposisi susu hewan lainnya (Tabel 1). Dari komposisinya susu kuda lebih mendekati komposisi susu
12 manusia, karena susu kuda mengandung kadar lemak dan protein yang rendah dan kandungan laktosanya juga tinggi. Susu kuda sudah sejak beberapa abad yang lalu dikonsumsi oleh masyarakat di daerah Asia Tenggara, Mongolia, Eropa Timur dan Rusia. Susu kuda pada umumnya dikonsumsi dalam bentuk susu fermentasi sebagai minuman sehari-hari maupun untuk tujuan pengobatan. Susu fermentasi tersebut di Eropa Timur dikenal sebagai Koumiss (Kosikowski, 1982). Di negara Rusia dan negara-negara Eropa Timur, susu kuda banyak digunakan untuk pengobatan penyakit radang paru-paru terutama tuberculosis. Selain penyakit TBC susu kuda banyak digunakan untuk pengobatan penyakit ginjal, hati, radang usus, radang lambung, anemia, avitaminosis dan gangguan kardiovaskuler (Anonymous, 1993b; Anonymous,1997). Dibandingkan dengan susu hewan ternak lain, susu kuda mempunyai beberapa keunggulan yaitu mengandung protein whey dan laktosa yang lebih tinggi dari pada susu hewan ternak lainnya dan mendekati susu ibu (Tabel 3) (Morel, 2003). Protein susu kuda dalam kolostrum sangat tinggi yaitu 13,5% dan dalam laktasi biasa hanya 2,7%. Lemak atau lipida pada susu kuda, relatif lebih rendah dibandingkan dengan susu hewan ternak dan susu ibu. Protein dalam laktasi terdiri dari 1,3% protein kasein dan 1,2% protein whey. Protein kasein mengandung asam amino esensial dan membantu mengangkut mineral dari induk kuda ke anak melalui susunya. Kasein diasosiasikan dengan ion kalsium, fosfat dan magnesium yang membentuk misel-misel yang membawa mineral dalam susu kuda. Protein whey ada dua tipe, yaitu pertama whey protein yang terdapat dalam susu kuda dan whey protein lainnya yang terdapat di dalam darah dan susu. Protein whey yang ada dalam susu terdiri dari laktoglobulin-â (28-60% dari protein whey), dan laktalbumin-á (26-50% dari protein whey) (Gibbs et al, 1982). Laktalbumin-á merupakan s umber as am amino dan kaya akan asam amino esensial seperti triptofan (Morel, 2003).
13 Tabel 3. Perbandingan komposisi susu kuda dengan susu hewan ternak lainnya dan susu ibu (%). No.
Jenis Susu
1. 2. 3. 4. 5.
Manusia (ibu) Sapi Kambing Domba Kuda Sumber: Morel (2003).
Total Solid 12,4 12,7 13,2 19,3 11,2
Lemak 3,8 3,7 4,5 7,4 1,9
Protein Kasein 0,4 2,8 2,5 4,6 1,3
Protein Whey 0,6 0,6 0,4 0,9 1,2
Laktosa 7,0 4,3 4,1 4,8 6,2
Protein whey yang ada dalam susu dan sirkulasi darah adalah serum albumin (2-15% protein whey), serum globulin (11-21% dari protein whey) (Gibbs et al, 1982). Serum albuminnya sama dengan serum albumin dalam darah, sedangkan serum globulin adalah fraksi immunologikal susu kuda dan karenanya sangat tinggi konsentrasinya dalam kolostrum (Morel, 2003). Menurut Sudarwanto et al (1998), susu kuda mempunyai fraksi protein yang kaya dengan whey protein (35-50%) dari total protein. Sedangkan menurut Jometti et al (2001) komposisi susu kuda berbeda dengan komposisi susu sapi tetapi hampir mirip dengan komposisi susu manusia yaitu rendah non protein nitrogen (NPN), rendah kasein dan tinggi laktosa; dan Morel (2003) mengatakan bahwa protein dalam susu kuda terdiri dari protein whey (1,2%) dan protein kasein (1,3%). Laktosa adalah komponen energi dalam susu kuda (6,1%), satu molekul laktosa terdiri dari satu molekul galaktosa dan satu molekul glukosa, dalam usus anak komponen galaktosa mudah diubah menjadi glukosa (Morel, 2003). 4. Susu Kuda Sumbawa Dari hasil analisa komposisi susu kuda Sumbawa yang dilakukan oleh Supriati (1998) di Pusat Pengembangan Penelitian dan Pengembangan Gizi Bogor, diketahui bahwa kandungan gizi susu kuda Sumbawa per 100 gram adalah 1,3 gram protein, 2,0 gram lemak,
114 mg Ca, 135 mg/lt vitamin C dan 0,64 mg Fe serta 690 mg/lt
14 provitamin A (karoten). Sedangkan Sudarwanto et al (1998) dan Hermawati et al (2003) telah menganalisis komposisi susu kuda Sumbawa dan susu kuda Pacu seperti dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Komposisi dan sifat susu kuda Sumbawa dan susu kuda Pacu Komposisi Berat jenis Kadar lemak (%) Kadar protein (%) Kadar laktosa (%) Bahan kering tanpa lemak (%) Kadar abu (%) TPC pH Antimikroba (mm) 2) 1)
Susu Kuda Sumbawa a)
Susu Kuda Pacu 1) b)
1,0235 1,68 2,26 4,31
2,0 1,70 5,80
8,75
8,40
0,41 3,81 x 107 2,73 – 4,28 14 - 23
1,15 7,00 12,4 – 13,37
Susu kuda persilangan antara kuda Sumba dengan kuda pacu Thoroughbred. Diameter daerah hambatan. a) b) Sumber : Sudarwanto et al (1998); Hermawati (2003) 2)
Sudarwanto et al (1998) telah melakukan pengujian terhadap 12 sampel susu kuda Sumbawa dengan waktu simpan sampel berkisar 2 sampai 12 minggu. Hasil pengujiannya dilaporkan sebagai berikut: berat jenis 1,0235; kadar lemak 1,68%; kadar protein 2,26%; kadar laktosa 4,31% dan bahan kering tanpa lemak 8,75%; kadar abu 0,41 dan mikroba
3,81 x 107 . Hasil penelitian tersebut tidak terlalu berbeda bila
dibandingkan dengan susu kuda Pacu (Tabel 4), hanya kadar laktosanya dari hasil pengujian susu kuda Sumbawa lebih rendah. Hasil uji organoleptik susu kuda Sumbawa adalah berwarna putih; bau khas; rasa asam; konsistensi encer; pH antara 2,73 sampai 4,25; uji alkohol negatif; dan uji bioassay 14–23 mm. Oleh karena susu kuda Sumbawa mengalami autofermentasi maka pH-nya rendah dan menyebabkan rasa susunya sangat asam (Sudarwanto et al, 1998). Menurut Sukmaya (2002), proses fermentasi pada umumnya terjadi karena adanya bakteri asam laktat yang mengubah laktosa menjadi asam laktat. Salah satu keunggulan susu kuda adalah lebih mudah dicerna oleh usus manusia karena laktosa susu kuda mengandung dua molekul gula,
15 satu molekul galaktosa dan satu molekul glukosa, dan galaktosa mudah diubah menjadi glukosa (Morel, 2003). 5. Khasiat Susu Kuda Sumbawa DITJEN POM pada tahun 1998 mengumumkan hasil kunjungan pejabatnya ke desa Saneo, Kabupaten Dompu dan desa Palama, Kabupaten Bima bahwa susu kuda Sumbawa yang dijual di pulau Jawa berasal dari pemerahan susu kuda Sumbawa yang dipelihara secara ekstensif di pulau Sumbawa, antara lain dari desa Saneo, Kabupaten Dompu dan desa Palama, Kabupaten Bima. Hasil pengujian di Balai POM di beberapa daerah menunjukkan bahwa susu kuda Sumbawa bersifat asam dengan pH 3-4, tidak mengandung bakteri patogen, bahan pengawet maupun bahan yang membahayakan, serta nilai gizinya baik dan kadar lemaknya rendah, yaitu 0,97% (Anonymous, 1998b). Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Barat melaporkan bahwa susu kuda Sumbawa di Nusa Tenggara Barat dihasilkan oleh kuda yang dipelihara masyarakat di pulau Sumbawa secara ekstensif tradisional (liar) dan mengkonsumsi hijauan makan ternak dari tumbuhan yang ada. Susu kuda biasanya dikemas dalam botol atau jirigen plastik. Hasil pemeriksaan laboratorium Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Barat menyebutkan bahwa keadaan susu asam, hampir semua sampel susu yang diperiksa mengandung kuman dengan jumlah 9,2 x 104 per ml (Hilman, 1998). Penelitian tentang khasiat susu kuda Sumbawa di Indonesia masih sangat sedikit. Sudarwanto et al (1998) telah meneliti komposisi susu kuda Sumbawa pada tahun 1998 dan Hermawati (2001) meneliti mengenai aktivitas antimikroba susu kuda Sumbawa. Potensi untuk penyembuhan penyakit telah diteliti oleh Rijatmoko (2003) yaitu aktivitas antimikroba susu kuda Sumbawa terhadap Mycobacterium tuberculosis. Penelitian-penelitian tersebut di atas merupakan upaya menemukan senyawa antimikroba alami dari sumber daya hayati asli Indonesia sebagaimana yang juga telah
16 mulai banyak diteliti, diantaranya buah atung dari Maluku (Moniharapon, 1998; Murhadi, 2002), rimpang lengkuas (Rahayu, 1999). Manfaat susu kuda untuk perawatan dan pengobatan penyakit tertentu telah banyak dikemukakan oleh para pakar dari bekas negara Uni Soviet, namun hasil-hasil penelitiannya jarang dipublikasikan secara meluas. Publikasi mengenai Koumiss, yaitu susu kuda yang difermentasi dengan bakteri Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus lactis, dan Tarula sp yang disebut Koumiss dinyatakan mampu meningkatkan daya persembuhan bagi penderita tuberkulosis, typhoid dan paratyphoid (Anonymous, 1997). Penelitian oleh Hermawati (1998) terhadap susu kuda Sumbawa dalam rangka surveillans
residu
antibiotika
dalam
susu,
termasuk
susu
kuda
Sumbawa,
menggunakan metode Yoshimura (1991), menunjukkan adanya aktivitas antimikroba alami dengan diameter hambatan 22,2 mm atau luas hambatan 387,2 mm2. C. ANTIMIKROBA Secara
umum
senyawa
antimikroba
mempunyai
sifat
menghambat
pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme. Sedangkan senyawa antimikroba alami berasal dari senyawa yang dihasilkan oleh mikroorganisme, tumbuh- tumbuhan atau oleh binatang. 1. Antibiotik Antibiotik adalah senyawa organik yang biasa digunakan sebagai obat antibakterial. Cara kerja antibiotik pada bakteri adalah merusak asam nukleat, menghambat sintesa protein, merusak dinding sel dan menghambat fungsi membrane sel. Sifat kerja antibiotik adalah bakteriostatik yaitu menghambat pertumbuhan bakteri atau bakterisid yaitu membunuh bakteri dan atau kombinasi keduanya. Sedangkan berdasarkan spektrum kerjanya antibiotik dibedakan menjadi antibiotik berspektrum luas, antibiotik berspektrum sempit dan kombinasi keduanya (Brander et. al, 1991).
17 Berdasarkan sifat kerja dan spektrumnya, antibiotik dapat digolongkan menjadi: (1) golongan aminoglikosida, yang bekerja menghambat sintesa protein bakteri, mempunyai sifat berspektrum sempit dan aktif pada bakteri gram positif seperti Staphylococcus aureus. Contoh antibiotik golongan aminoglikosida adalah neomycin, streptomycin dan gentamycin; (2) golongan makrolide, antibiotik golongan ini termasuk berspektrum sempit, sensitif terhadap Mycoplasma, Rickettsia dan Chlamydia. Cara kerjanya menghambat sintesa protein, contoh antibiotik golongan ini adalah tilosin; (3) golongan penicillin; antibiotik ini pertama kali ditemukan oleh Flemming tahun 1929, cara kerjanya menghambat sintesa dinding sel bakteri. Contoh antibiotik golongan penicillin adalah Benzyl penicillin, Cloxacillin, Amoxycillin; (4) golongan Tetracyclin, cara kerjanya menghambat sintesa protein, termasuk berspektrum luas, pada dosis terapeutik bersifat bakteriostatik dan pada dosis tinggi bersifat bakterisid. Contoh antibiotik
golongan
tetrasiklin
adalah
oksitetrasiklin;
(5)
golongan
lain-lain
(miscellaneous), terdiri dari kloramphenicol, tiamulin, polimiksin, nitrofuran, quinolon. Antibiotik golongan ini termasuk berspektrum luas, cara kerjanya menghambat sintesa protein, bersifat bakteriostatik (Reynolds, 1989 ). 2. Antimikroba Tanaman Antimikroba alami dari tanaman adalah suatu senyawa yang terkandung dalam tanaman dan memiliki aktivitas sebagai antimikroba . Antimikroba alami dari tanaman berupa senyawa fitogleksin, fenolik, dan asam organik (Harbone, 1987). Mekanisme penghambatan komponen alami tumbuhan dengan cara bereaksi dengan komponen fosfolipid dari membran sel bakteri (Davidson, 1993). Minyak atsiri dari rempah-rempah bersifat menghambat pertumbuhan mikroba. Komponen utama dari minyak atsiri adalah fenol dan eugenol. Senyawa fenol menyebabkan lisis pada sel mikroba, sehingga racun dapat masuk ke dalam sel dan dapat menyebabkan kebocoran metabolit essensial yang dibutuhkan mikroba
18 (Lawrence dan Block, 1971). Penelitian yang dilakukan oleh Ratna et al (1993) dan Sugiarto (1986) bahwa eugenol yang terkandung dalam daun cengkeh mempunyai sifat larut dalam alkohol dan terbukti menghambat pertumbuhan Aspergillus flavus pada konsentrasi 125 ppm. Beberapa peneliti melakukan penelitian mengenai senyawa yang berasal dari beberapa tumbuhan yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri pathogen dan bakteri perusak pangan, yaitu: ekstrak kulit kayu sikam, ekstrak buah sotul, ekstrak buah andalima, dan ekstrak buah atung (Saragih, 2001; Ardiansyah, 2001; Moniharapon, 1998). Ekstrak kulit kayu sikam (Bischoffia javanica, BL) mempunyai komponen bioaktif yang bersifat semi polar. Fraksi aktif yang diisolasi dengan menggunakan etil asetat dalam konsentrasi 35 µl/ml bersifat bakteriostatik yang dapat menghambat pertumbuhan Escherichia coli dan Bacillus cereus, sedangkan pada konsentrasi 35 µl/ml bersifat bakterisida (Saragih, 2001). Ekstrak buah sotul (Sandaricum koetjape) diteliti oleh Fajar (2001) mempunyai komponen bioaktif yang bersifat polar. Fraksi aktif yang diisolasi dengan etanol terbukti menghambat pertumbuhan bakteri perusak pangan. Ektrak buah andalima (Zanthoxylum acanthopedicum) mempunyai komponen bioaktif yang bersifat semi polar. Fraksi aktif yang diisolasi dengan etil asetat terbukti mampu menghambat bakteri pathogen, kapang dan bakteri perusak pangan (Ardiansyah, 2001). Ekstrak buah atung (Parinarium glabarimum Hassk) mempunyai komponen bioaktif yang fraksi aktifnya dengan etil asetat mampu menghambat dan membunuh bakteri pembentuk dan non pembentuk spora, bakteri pathogen dan bakteri pembusuk, gram positif dan gram negatif. Daya antimikroba biji atung secara konsisten sangat kuat terhadap 6 jenis bakteri penting pada produk pangan : Staphylococcus aureus,
19 Salmonella enteritidis, Salmonella typhimurium, Escherichia coli, Bacillus substilis dan Pseudomonas aeruginosa (Moniharapon, 1998). 3. Antimikroba Susu Menurut Randolph dan Gould (1968) dan Reiter (1985) yang disitasi oleh Conner (1993), mengelompokkan senyawa antimikroba alami dari susu sapi terdiri dari immunoglobulin, lysozym dan laktoferin. Sedangkan Naidu (2000) menyatakan bahwa beberapa kelompok senyawa antimikroba alami susu sapi adalah laktolipida dan senyawa protein yaitu laktoferin, laktoperoxidase dan laktoglobulin. a. Laktoferin Laktoferin dalam susu pertama kali diisolasi oleh Groves (1960) dengan metode khromatografi. Laktoferin adalah polypeptida tunggal dengan berat molekul antara 75 sampai 80 kDa, mempunyai afinitas yang sangat besar dan spesifik terhadap besi (Aisen and Leibman, 1972). Menurut
Magawa et al (1972), laktoferin merupakan
senyawa glukoprotein yang mempunyai aktivitas antimikroba di dalam susu. Selain terdapat pada air susu, laktoferin juga ditemukan pada sekresi tubuh dan jaringan hewan. Konsentrasi laktoferin tertinggi terdapat dalam kolostrum susu. b. Laktoperoxidase Susu dari beberapa spesies hewan seperti sapi, babi, domba, kelinci dan manusia mengandung laktoperoxidase. Menurut Stephens et al (1979), susu sapi mengandung 30 mg/liter laktoperoxidase tetapi kelinci mengandung laktoperoxidase 10-15 kali lebih banyak dari pada sapi. Menurut Morrisawa (1968), laktoperoxidase disekresikan dari kelenjar-kelenjar seperti kelenjar di hidung, air mata, serviks uterus pada manusia, babi, kera, tikus, marmut dan hamster.
20 Carlstrom
(1969)
menyatakan
laktoperoxidase
merupakan
senyawa
glukoprotein dengan berat molekul 78 kDa dan mengandung 0,0680-0,0709% zat besi dan 9,9-10,2% karbohidrat. Pruits dan Tenovuo (1985), menyatakan laktoperoxidase mempunyai aktivitas antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri stater di dalam susu. c. Laktoglobulin Laktoglobulin sebagian besar berada dalam protein whey susu hewan ruminansia seperti sapi, kambing, dan hewan berlambung tunggal seperti babi, kuda, anjing dan kucing. Sedangkan Hambling (1992) mengatakan susu manusia dan tikus tidak menghasilkan laktoglobulin. Menurut Larson (1979) laktoferin disintesa oleh sel epitel dari beberapa kelenjar. d. Laktolipida Laktolipida bukan senyawa protein tetapi merupakan senyawa nutrisi dalam susu yang mempunyai aktivitas antimikroba pada bagian asam lemaknya (Katara, 1980).
D. MEKANISME KERJA SENYAWA ANTIMIKROBA Penghambatan aktivitas mikroba dapat dilakukan oleh komponen bioaktif senyawa antimikroba melalui empat (4) mekanisme, yaitu: (1) gangguan terhadap sejumlah sub gugus penyusun sel; termasuk dinding sel, (2) reaksi dengan membran sel yang mengakibatkan peningkatan permeabilitas dan kehilangan komponen penyusun sel, (3) inaktivasi enzim esensial, (4) destruksi atau inaktivasi fungsi material genetik (Davidson, 1993).
21 1. Gangguan Dinding dan Membran Sel Unit dasar dinding sel bakteri tersusun dari peptidoglikan (murein dan mukopeptida). Fungsi peptidoglikan adalah secara mekanis memberi ketegaran pada sel bakteri, disamping sebagai dasar membran sitoplasma (Russel, 1983). Komponen bioaktif dapat merusak dinding sel yang mengakibatkan lisis atau menghambat sintesis komponen dinding sel bakteri (Russel, 1984). Komponen bioaktif mempengaruhi integritas membran sitoplasma yang mengakibatkan kebocoran materi intraselular, seperti fenol dapat mengakibatkan lisis sel dan menyebabkan denaturasi protein, menghambat pembentukan protein sitoplasma dan asam nukleat, menghambat ikatan ATP-ase (enzim yang membantu produksi energi pada sel) pada membran. Reaksi komponen bioaktif dengan membran sel dapat mengubah permeabilitas membran sitoplasma sehingga menyebabkan kebocoran zat nutrisi dari dalam sel, akibatnya menghambat transpor subsrat (Brooks et al, 1989). 2. Inaktivasi Enzim Esensial Komponen bioaktifnya dapat merusak sistem metabolisme didalam sel dengan cara menghambat sintesis protein bakteri (Jay, 1986), atau menghambat kerja enzim intraselular (Kim et al, 1995). 3. Inaktivasi Fungsi Material Genetik Komponen bioaktifnya dapat mengganggu pembentukan asam nukleat (DNA dan RNA) akibatnya mengganggu transfer informasi genetik. Senyawa antimikroba menghambat aktivitas enzim RNA polimerase dan DNA polimerase (Russel, 1983), selanjutnya menginaktivasi atau merusak material genetik sehingga mengganggu proses pembelahan sel untuk pembiakan (Kim et al., 1995).
22 E. MIKROBA PATOGEN DAN PERUSAK PANGAN Kelompok bakteri yang dapat menyebabkan penyakit atau keracunan pada manusia adalah kelompok bakteri patogen. Beberapa spesies patogenik yang menyebabkan infeksi melalui makanan pada manusia adalah : Vibrio cholerae, Salmonella typhimurium, Shigella boydii, Bacillus cereus, Staphylococcus aureus dan Escherichia coli (Jawetz et al 1996; Murray et al, 1998). Kelompok bakteri penyebab kerusakan makanan adalah bakteri yang dapat memecah komponen-komponen yang ada didalam suatu makanan sehingga menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dan menimbulkan perubahan citarasa makanan tersebut. Beberapa spesies bakteri yang dapat menimbulkan kerusakan pangan adalah Pseudomonas aerugenosa, Bacillus cereus, Bacillus subtilis dan Micrococcus luteus (Fardiaz, 1989). 1. Bakteri Patogen V. cholerae merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang bengkok, bergerak sangat aktif dengan mengunakan satu flagela kutub dan aerob. Bakteri V. cholerae adalah bakteri yang umum terdapat dalam air dan menyebabkan kolera pada manusia. Pengobatan yang penting pada penderita kolera dengan memberikan cairan dan elektrolit sebagai penganti dehidrasi dan kekurangan garam. Banyak obat antimikroba efektif terhadap V. cholerae, tetapi pada daerah endemik V. cholerae resisten terhadap tetrasiklin (Jawetz, 1996; Murray et al, 1998). S. typhimurium merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang, fakultatif anaerob dan suhu optimal untuk pertumbuhannya 370C (Holt et al; 1994). S. typhimurium ditularkan melalaui mulut dan bersifat patogen bagi manusia dan hewan. Penularan bakteri ini melalaui hewan atau produk hewan kepada manusia, sehingga menyebabkan enteritis, infeksi sistemik dan demam enterik (Jawetz et al 1996; Murray et al, 1998). S. typhimurium menyebabkan infeksi pada manusia, sumber
23 penularannya dari manusia. Pada hewan, salmonella bersifat patogen dan hewan dapat sebagai reservoir yang menjadi sumber infeksi pada manusia. Bakteri ini masuk melalui mulut bersama dengan makanan atau minuman yang terkontaminasi. S. typhimurium pada manusia menyebabkan 3 macam penyakit utama, tetapi sering ditemukan bentuk campuran ketiga macam jenis penyakit tersebut. Ketiga macam penyakit tersebut adalah demam enterik (demam tifoid), bakteremia dengan lesi fokal atau nekrosis fokal (Salmonella cholerae suis) dan enterokolitis atau gastroenteritis (S. typhimurium) dengan peradangan di usus halus dan usus besar. Pengobatan salmonella pada umumnya dengan antimikroba diantaranya kloramfenikol atau ampisilin, tetapi selalu terjadi resistensi terhadap beberapa jenis obat antimiroba sehingga mempersulit pengobatannya. Untuk itu diperlukan uji kepekaan guna menentukan jenis antibiotik yang tepat untuk pengobatan salmonella (Jawetz et al 1996; Murray et al, 1998). Sh. boydii habitat alaminya terbatas pada saluran pencernaan manusia dan primata. Bakteri ini menyebabkan disentri basiler. Shigella merupakan bakteri gram negatif, berbentuk kokobacilus, bersifat fakultatif anaerob, dapat tumbuh baik secara aerobik. Infeksi shigella pada umumnya terbatas pada saluran pencernaan dan sangat menular. Proses patologik yang penting adalah invasi pada rel epitel mukosa, mikroabses pada dinding usus besar dan ileum yang menyebabkan nekrosis selaput mukosa, ulserasi superfisial, pendarahan dan pembentukan “pseudomembran” pada daerah ulkus. Gambaran klinis setelah masa inkubasi satu sampai dua hari, secara mendadak tumbuh nyeri perut, demam dan tinja encer. Apabila tinja berkurang encernya maka tinja sering mengandung lendir dan darah (Jawetz et al 1998; Murray et al, 1998). Pengobatan dengan antimikroba sering gagal, untuk menghilangkan Shigella dari saluran pencernaan. Disamping itu terjadi resistensi terhadap berbagai jenis obat antimikroba.
24 B. cereus merupakan salah satu contoh bakteri patogen dan perusak pangan yang penyebarannya sangat luas dan dapat menyebabkan infeksi baik pada manusia maupun pada hewan (Hostacka dan Majtan, 1992). B. cereus merupakan bakteri gram positif, membentuk spora dan aerobik obligat (Marriott, 1989). Bakteri ini pertama kali dilaporkan oleh Frankland pada tahun 1887, merupakan bakteri batang dengan ukuran sel
yang
relatif
besar
(1,0-1,2
um),
panjang
3,0-5,0
um,
suhu
optimum
pertumbuhannya pada 18-35 oC (rata-rata 30 oC), pH optimum pertumbuhannya 7,07,5 (Fardiaz, 1985). Berdasarkan sifat patogeniknya. B. cereus dibagi kedalam tiga kelompok yaitu (1) galur penyebab diare (memproduksi toksin piogenik) dengan gejala mual-mual, keram perut, diare, dan kadang-kadang muntah setelah inkubasi selama 8-16 jam, (2) galur penyebab muntah (memproduksi toksin emetik) dengan gejala mual-mual dan muntah setelah inkubasi 1-6 jam (rata-rata 2-5 jam), dan (3) tidak memproduksi enterotoksin (Fardiaz, 1985). St. aureus merupakan bakteri patogen dan pencemar makanan yang memproduksi enterotoksin (A, B, C, D, dan E), bersifat Gram positif, berbentuk bulat bergerombol seperti anggur, tidak berspora, katalase positif anaerobik fakultatif (aerobik lebih baik) kebanyakan bersifat koagulasi positif dan relatif tahan garam antara 10-20% serta membutuhkan glukosa 50-60%. Pertumbuhannya pada 6,745,5oC (optimum pada 35-37 oC , pH 4,0-9,8 (optimum pada pH 7,0-7,5), aw minimal 0,86/0,90 (Fardiaz, 1985). Enterotoksin A(serologi Ab-Ag) bersifat paling beracun. Enterotoksin ini merupakan polipeptida (26000-30000 dalton), umumnya diproduksi pada kisaran suhu 10-46oC (optimum pada 37-40 oC) selama 24-72 jam pada pH 5,09,0 (optimum 6,8-7,0) dan aw lebih dari atau sama dengan 0,95 (Fardiaz, 1985). E. coli merupakan bakteri patogen, indeks sanitasi dan pencemar makanan, merupakan flora yang normal saluran pencernaan. Di dunia telah ditemukan galurgalur E. coli yang bukan merupakan flora normal karena dapat menyebabkan diare
25 pada bayi-bayi yang lebih dikenal dengan nama E. coli enteropatogenik (Fardiaz, 1985). Sampai saat ini telah banyak ditemukan galur-galur spesifik E. coli. E. coli enteropatogenik merupakan bakteri patogen yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia dan hewan melalui dua cara, yaitu : (1) dengan cara memproduksi enterotoksin (tidak bersifat invasif atau menembus) dengan gejala diare tanpa demam dan (2) dengan cara invasif atau penetrasi pada sel-sel mukosa usus disertai gejala infeksi seperti menggigil, demam dan diare (Fardiaz, 1985). E. coli merupakan bakteri Gram negatif dan termasuk ke dalam kelompok koliform bersama-sama dengan Enterobacter dan Klebsiella yang semuanya tergabung dalam famili Enterobacteriaceae. E. coli adalah bakteri berbentuk batang dengan ukuran panjang 2,0-6,0 mikron dan lebar 1,1-1,5 mikron, terdapat dalam bentuk tunggal atau berpasangan, bersifat tidak motil atau motil (dapat bergerak) dengan flagella peritrikous, tumbuh pada suhu udara minimum 0,96 (Fardiaz, 1985). 2. Bakteri Perusak Pangan Pseudomonas merupakan kelompok bakteri perusak pangan yang sering menimbulkan kebusukan pada
makanan seperti pada susu, daging dan ikan,
diantaranya terdiri dari spesies Ps. aeruginosa, Ps. fluorescens dan Ps. putida (Doyle, 1989). Pseudomonas merupakan kelompok bakteri gram negatif, bersifat aerob dan dapat tumbuh pada media-media sederhana, bentuk sel bervariasi dari bentuk batang, koma, kadang-kadang bulat, reaksi oksidase dan katalase positif (Holt et al., 1994). Pseudomonas mudah tumbuh dan menyebabkan kerusakan pada beragam produk pangan dikarenakan kemampuannya untuk menggunakan berbagai sumber karbon bukan karbohidrat dan komponen nitrogen sederhana sebagai sumber energi, mampu mensintesis sendiri vitamin dan faktor-faktor pertumbuhan lainnya, bersifat lipolitik, proteolitik dan pektinolitik, tumbuh baik pada suhu dingin (dalam lemari
26 pendingin) dan menghasilkan senyawa-senyawa penyebab bau busuk pada pangan (Frazier dan Westhoff, 1978). Ps. aeruginosa tersebar di tanah, di dalam air, lingkungan yang sedikit lembab dan hewan. Bakteri ini patogen bagi manusia karena bersifat invasif dan toksigenik, menimbulkan infeksi nosokomial. Ps. aeruginosa adalah bakteri berbentuk batang gram negatif, bergerak, aerob, terlihat sebagai bakteri tunggal, berpasangan dan kadang-kadang membentuk rantai yang pendek, dan tumbuh dengan baik pada suhu 37-420C (Jawetz et al 1996; Murray et al, 1998). Ps. aeruginosa dapat menyebabkan kerusakan pada berbagai produk pangan, karena bakteri tersebut mempunyai kemampuan menghidrolisa lemak menjadi griserol dan asam lemak bebas (lipolitik), bersifat proteolitik yaitu dapat menghidroksi protein yang dapat diikutu fermentasi asam dan tumbuh baik pada suhu dingin (di dalam lemari pendingin) (Kuswanto dan Slamet, 1988). B. cereus merupakan salah satu contoh bakteri patogen dan perusak pangan, bakteri tersebut berbentuk batang besar, gram positif, aerob, pada umumnya terdapat dalam tanah, air, udara dan tumbuh-tumbuhan. B. cereus dapat tumbuh pada makanan dan menghasilkan enterotaksin yang menyebabkan keracunan makanan pada manusia, dengan kondisi kekebalan yang kurang baik dapat menyebabkan meningitis, endokarditis, endoftalmitis, konjungtivitis dan enteritis aktif (Jawetz, 1996; Murray et al,1998). B. subtilis berbentuk batang, membentuk spora, bersifat aerob atau fakultatif, bersifat mesofil atau termofilik, bersifat proteolitik, dapat membentuk gas atau tidak dan bersifat lipolitik atau tidak, pada umumnya spora B. subtilis bersifat mesofil dan kurang tahan terhadap pemanasan. Bakteri ini dapat menyebabkan korgulasi pada susu (Kuswanto dan Slamet, 1998). M. luteus bersifat gram positif, aerobik dan katalase positif. Suhu optimal pertumbuhannya antara 25-30oC. Sifat-sifat yang penting dalam bahan makanan
27 adalah dapat memfermentasi gula dan menghasilkan asam, dapat menyebabkan perubahan warna karena membentuk warna kuning dan merah, bersifat proteolitik asam, ada yang bersifat sangat toleran terhadap kadar garam tinggi sehingga dapat merusak daging asin (Kuswanto dan Slamet, 1988). 3. Bakteri Gram Negatif dan Positif Semua bakteri mempunyai dinding sel kecuali mikoplasma (Fardiaz, 1989). Semua dinding sel bakteri mempunyai komponen struktural yang sama yang dinamakan mukopolisakarida dinding sel yaitu peptidoglikan (Volk dan Wheeler, 1988; Moat dan Foster, 1988). Bakteri berdasarkan komposisi dinding sel dan sifat pewarnaannya dibedakan atas bakteri gram positif dan gram negatif (Moat dan Foster, 1988; Fardiaz, 1989). Enterobacteriaceae adalah kelompok besar batang gram negatif yang heterogen, yang habitat alaminya adalah saluran usus manusia dan hewan. Famili ini mencakup banyak genus (misalnya: Escherichia, Shigella, Salmonella, Enterobacter, Klebsiella, Serratia dan Proteus). Beberapa organisme enteric, misalnya E. coli, merupakan bagian flora normal dan kadang-kadang menyebabkan penyakit, sementara lainnya, Salmonella dan Shigella, selalu bersifat patogen untuk manusia. Enterobacteriaceae adalah anaerob fakultatif atau aerob meragikan sejumlah besar karbohidrat, memiliki struktur antigen yang kompleks dan menghasilkan berbagai jenis toksin dan faktor virulensi yang lain (Jawetz et al, 1995). Bakteri gram negatif yang patogen antara lain S. typhosa yang menyebabkan gastroenteritis akut, demam dan diarhe, dan penyakit tifus, penyakit paratifus dan infeksi salmonella lainnya; shigellosis ada 4 macam yang disebabkan oleh Sh. flexineri (B), Sh. sannei (D), Sh. boydii (C) dan Sh. dysentriae (A); V. cholerae yang menyebabkan kolera; Brucella abortus (sapi), Br. suis (babi), Br. melitensis (domba dan kambing), Br. rangiferi (Caribou), Br. canis (anjing), Br. neotomae (tikus gurun),
28 Br. ovis (epididimitis pada domba jantan); Pasteurella pestis yang menyebabkan penyakit pes (plaque). Kelompok bakteri gram positif yang penting adalah Micrococcus. Micrococcus termasuk dalam famili Micrococcoceae, bersifat aerobik dan katalase positif, berbentuk bulat bergerombol, gram positif. Sebagian besar spesies Micrococcus membentuk pigmen warna kuning (M. flavus), oranye, merah atau merah muda (M. rosens). Suhu optimum untuk pertumbuhan bakteri ini adalah 25 – 30oC, dapat tumbuh pada suhu 10oC, tetapi tidak dapat tumbuh pada suhu 46oC. Bakteri ini tersebar di alam dan banyak ditemukan dalam debu dan air, serta sering ditemukan pada berbagai bahan pangan segar. Beberapa sifat penting dari Micrococcus dalam mikrobiologi pangan adalah : (1) beberapa spesies dapat menggunakan garam amonium atau senyawa nitrogen sederhana sebagai satu-satunya sumber nitrogen; (2) sebagian besar spesies dapat memfermentasi gula dengan memproduksi asam; (3) beberapa spesies bersifat proteolitik asam yaitu memecah protein dengan membentuk asam; (4) beberapa spesies sangat tahan terhadap garam dan dapat tumbuh pada substrat dengan nilai pH rendah; (5) beberapa spesies bersifat termodurik, yaitu tahan panas pada proses pasteurisasi susu; (6) beberapa spesies membentuk warna sehingga menyebabkan perubahan warna makanan; (7) beberapa spesies masih dapat tumbuh pada suhu pendingin 10oC atau kurang. Di samping bakteri gram positif dan gram negatif ada beberapa penyakit yang disebabkan bakteri lain yaitu dipteria yang disebabkan oleh Corynebacterium diptheriae; tuberculosis yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (Holvey and John, 1972).
29 4. Mycobacterium tuberculosis M. tuberculosis adalah bakteri tahan asam, berbentuk bulat. Tuberkulosis pada manusia disebabkan oleh tiga (3) tipe yaitu human tuberculosis, bovine tuberculosis dan avian tuberculosis (tapi jarang). M. bovis juga dapat menyerang kerbau, kambing, domba, babi dan anjing (Holvey and John, 1972). Karakteristik M. tuberculosis adalah bakteri berbentuk batang, berukuran panjang 2-4 ì m, lebar 0,2 – 0,5 ì m dan tahan as am. Bakteri ini bers ifat fakultatif intraseluler biasanya di dalam macrofag. M. tuberculosis tidak diklasifikasikan dalam gram positif atau gram negatif karena tidak mempunyai karakteristik diantara keduanya, walaupun pada dinding selnya mengandung peptidoglikan (murein). Bakteri tuberculosis cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab (Todar, 2002). Faktor-faktor predisposisi infeksi tuberculosis antara lain: 1) hubungan yang rapat pada populasi besar seperti di sekolah, rumah perawatan, penjara, asrama dan lain-lain; 2) kekurangan nutrisi; 3) penggunaan obat-obatan secara intra vena; 4) alkoholisme dan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). M. tuberculosis menular ke manusia melalui inhalasi berupa droplet berukuran 1-5 nm yang terhirup oleh manusia akan mencapai alveoli. Bakteri yang virulen ini akan menetap dan berkembang biak serta berinteraksi dengan inang sehingga menimbulkan
sakit.
Pembentukan,
perkembangan
lesi
dan
penyembuhannya
ditentukan oleh jumlah bakteri yang berkembang biak, selanjutnya oleh resistensi dan hipersensitivitas dari inang. Bakteri ini di dalam jaringan, terutama di dalam jaringan intraseluler di dalam monosit dan sel retikuloendotelial yang menyebabkan kemoterapi sulit masuk ke dalam jaringan tersebut sehingga bakteri terus bertahan hidup (Jawetz et al, 1995).
30 F. BAKTERI ASAM LAKTAT Bakteri asam laktat atau Lactobacillus tergolong dalam famili Lactobacillaceae. Lactobacillus terdiri atas 2 kelompok, yaitu : (1) bersifat homofermentatif, artinya dapat memecah gula menjadi asam laktat dan dapat tumbuh pada suhu 370C atau lebih. Spesies yang tergolong homofermentatif adalah L. bulgaucus, L. lactis, L. acidophilus, L. thermophilus, L. delbruechii, L. casei, L. plantarum dan L. luchmanii; (2) bersifat heterofermentatif, artinya dapat memecah gula menjadi asam laktat dan produk-produk lain seperti alkohol, asetat dan karbon dioksida. Spesies yang tergolong heterofermentasi misalnya L. fermentan, L. brevis dan beberapa spesies lainnya (Fardiaz, 1989). Bifidobakteria merupakan bakteri asam laktat yang berhasil hidup di dalam lumen usus dan paling banyak ditemukan dalam spesimen usus manusia. Bifidobakteria di dalam usus bayi yang baru lahir adalah B. hifidum, B. infantis dan B. longum (Matsuoka, 1990). Beberapa strain
BAL berpotensi
sebagai agensia
probiotik
misalnya:
Bifidobakteria, L. reuteri, L. casei dan L. acidophilus karena kemampuannya dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen enterik; bakteri-bakteri ini mampu tumbuh dalam saluran pencernaan (Drasar dan Barrow, 1985). Bakteri asam laktat adalah bakteri gram positif, berbentuk batang panjang, pendek dan koki, tidak membentuk spora, bersifat mikroaerofilik, dan mampu menfermentasi karbohidrat menjadi asam laktat (Schlegel dan Schemitd, 1994). Proses fermentasi tersebut dapat terjadi secara cepat pada produk pangan sehingga keasaman yang ditimbulkan bakteri asam laktat dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain yang tidak diinginkan seperti berbagai spesies bakteri patogen dan perusak pangan (Fardiaz, 1989). Bakteri asam laktat sering ditemukan secara alamiah dalam bahan pangan. Bakteri ini hidup pada susu, daging dan sayur-sayuran. Bakteri asam laktat mempunyai peranan
penting
dalam
kehidupan
manusia
karena
keterlibatannya
menfermentasi makanan (Jenie dan Shinta, 1995; Harmayani et al, 2001).
dalam
31 Bakteri asam laktat banyak digunakan di dalam industri, karena sifatnya yang tidak patogen, tidak membentuk toksin, mikroaerofilik dan aerotoleran, dapat tumbuh dengan cepat dapat menfermentasi berbagai jenis substrat dan pertumbuhannya dapat mencegah kebusukan dan kontaminasi oleh mikroba lain serta dapat memproduksi bakteriosin (Evanikastri, 2003). Produk-produk pangan yang difermentasi dengan bakteri asam laktat antara lain: 1. Koumiss Koumiss merupakan minuman tradisional di daerah Asia Tengah, Mongolia, Eropa Timur dan Rusia berupa susu kuda Fermentasi. Koumiss adalah produk fermentasi susu yang biasanya dibuat dari susu kuda (mare). Koumiss dihasilkan dari proses fermentasi susu kuda oleh bakteri dan khamir L. bulgaris, Torula spp, Mycoderma spp, L. acidophillus, dan Saccharomyces lactus (Kosikowski, 1982 dan Anonymous, 1997). Penggunaan koumiss sebagai bahan terapi dalam koumiss-therapy di Rusia ditujukan untuk menanggulangi penyakit TBC, gangguan pencernaan, avitaminosis, anemia, kardiovaskuler, liver dan ginjal (Kosikowski, 1982). 2. Yakult Yakult adalah produk minuman susu fermentasi yang dibuat dari susu bubuk yang difermentasi oleh L. casei galur Shirota pada suhu 370C selama 4 hari. Kemudian susu fermentasi tersebut didinginkan, dicampur dengan sirup glukosa dan flavor. Produk konsentrat tersebut kemudian dicampur dengan air yang telah disterilisasi, dikemas dalam botol polistiren serta didistribusikan dan dijual pada kondisi dingin (Kurmann et al, 1992). 3. Yogurt Yogurt merupakan salah satu produk hasil fermentasi susu yang paling tua dan cukup populer di seluruh dunia. Bentuknya mirip bubur atau es krim tetapi dengan rasa
32 agak asam. Kata yogurt berasal dari bahasa Turki, yaitu jugurt yang berarti susu asam. Dalam SNI 01-2981-1992, yogurt didefinisikan sebagai produk yang diperoleh dari susu yang telah dipasteurisasi, kemudian difermentasi dengan bakteri sampai diperoleh keasaman, bau dan rasa yang khas, dengan atau tanpa penambahan bahan lain yang diijinkan. Kultur yang biasa digunakan dalam produk yogurt adalah Streptococcus thermophilus dan L. bulgaris (Helferich dan Westhoff, 1980). 4. Kefir Kefir seperti halnya yogurt, merupakan produk susu hasil fermentasi yang berasa asam, alkoholik, dan karbonat, yang banyak dikonsumsi di kawasan Kaukasia. Di daerah Rusia, kefir merupakan minuman populer
yang diproduksi dan
diperdagangkan dalam jumlah besar (Anonymous, 1995 dan Ikrawan, 2005). Kefir merupakan jenis susu fermentasi yang dihasilkan oleh fermentasi Saccharomyces kefir, T. kefir, L. euconostoc, L. caucasius, L. lactis, L. acidophilus, L. kefir, L. kefirgrandum dan L. parakefir.
G. EKSTRAKSI, FRAKSINASI, ISOLASI DAN KARAKTERISASI Untuk analisa bahan bersifat fungsional antara lain senyawa antimikroba dilakukan ekstraksi, fraksinasi, isolasi dan karakterisasi. 1. Metode Ekstraksi Pemisahan komponen-komponen dalam ekstrak dengan metode tersebut berdasarkan prinsip like dissolver like dan akan diperoleh dua lapisan (fase) yaitu lapisan atas dan lapisan bawah yang dapat terpisah sempurna setelah didiamkan beberapa waktu dan setelah mencapai titik keseimbangan pemisahan (Wade, 1991; Houghton dan Rahman, 1998).
33 Ekstraksi dapat dilakukan dengan mengunakan berbagai jenis pelarut berdasarkan kepolarannya. Menurut Jitoe et al (1992) ekstraksi dapat menggunakan heksan sebagai pelarut non polar dan air sebagai pelarut polar. Metode ekstraksi konsentrat ekstrak cair adalah dengan mengekstraksi pelarut dengan labu pemisah. Metode ini didasarkan pada perbedaan kepolaran/kelarutan dari komponen-komponen dalam ekstrak cair diantara dua sistem pelarut organik yang memiliki perbedaan tingkat kepolaran tinggi dan keduanya tidak dapat tercampur secara permanen, misalnya antara pelarut polar (methanol) dengan pelarut non polar seperti petroleum, eter atau hexan (Pomeranz dan Meloan, 1994). Pemilihan pelarut organik yang digunakan dalam ekstraksi komponen-komponen bioaktif dari susu merupakan faktor penting dalam menentukan pencapaian tujuan dan sasaran ekstraksi komponen. Beberapa pelarut organik, yang umum digunakan dalam ekstraksi komponen bioaktif dari susu, memiliki nilai polaritas yang berbeda-beda disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Karakteristik pelarut-pelarut organik untuk ekstraksi komponen bioaktif No. Pelarut Organik 1. n-Hexane 2. Ethyl acetate 3. Ethanol 4. Acetone 5. Methanol 6. Air Sumber: Pomeranz dan Meloan (1994)
Kekuatan Pelarut 0,0 4,3 5,2 5,4 6,6 9,0
Metode dan pemilihan pelarut organik untuk ekstraksi senyawa bioaktif dari susu didasarkan pada tujuan ekstraksi yaitu optimalisasi senyawa-senyawa bioaktif susu. Dari hasil ekstrak dilakukan pengujian aktivitas antibakteri untuk melihat aktivitas antibakteri yang paling kuat.
34 2. Metode Fraksinasi secara Kromatografi Prinsip fraksinasi adalah memisahkan bahan terlarut menjadi fraksi-fraksi dengan aliran fase yang dialirkan ke dalam fase stationer (diam). Fraksinasi ekstrak bioaktif susu dimaksudkan untuk mendapatkan fraksi-fraksi komponen bioaktip melalui beberapa tahapan. Metode fraksinasi yang memerlukan waktu relatif singkat dan efektif adalah dengan teknik kromatografi. Pemilihan teknik pemisahan komponen dengan teknik kromatografi tersebut dapat didasarkan pada sifat kelarutan senyawa yang akan dipisahkan. Metode fraksinasi komponen pada sampel-sampel yang tidak cukup mudah menguap atau tidak stabil pada suhu tinggi, dapat dilakukan dengan teknik kromatografi
cair kinerja tinggi (KCKT). Oleh karena itu, teknik ini sesuai untuk
pemisahan berbagai makromolekul dan spesies ionik yang penting dalam bidang biologi (protein, asam nukleat, asam amino dan lain-lain), polimer-polimer yang penting dalam bidang industri dan produk-produk alami yang labil (Nur dan Adijuwana, 1989). KCKT, secara umum terdiri dari beberapa instrumen dasar, yaitu: wadah pelarut, pompa, alat pengontrol pelarut, tempat injeksi sampel, kolom pelindung, kolom pemisah, detektor, kolektor fraksi dan alat pencatat (Pomeranz dan Meloan, 1994). Pada KCKT, fase diam terikat pada polimer berpori terdapat dalam kolom baja tahan karat yang bergaris tengah kecil, dan fase bergerak cair mengalir akibat tekanan yang besar. Fase bergeraknya adalah pelarut-pelarut yang dapat bercampur. Campuran ini dapat tetap susunannya (sistem isokratik) atau dapat merubah perbandingannya secara kontinyu (sistem gradien) dengan menambahkan sistem pencampuran pada alat KCKT. KCKT digunakan terutama untuk golongan senyawa-senyawa nonvolatil, misalnya: terpenoid tinggi, senyawa fenol, alkaloid, lipida dan gula. Sebagian besar proses pemisahan dengan KCKT modern, menggunakan kolom siap pakai (Robards et al., 1994). Jenis pelarut-pelarut yang dapat digunakan pada KCKT cukup banyak,
35 disesuaikan dengan tujuan pemisahan komponen dan sifat-sifat sampel yang akan dianalisis. Pelarut yang digunakan umumnya berupa air dan larutan-larutan buffer serta pelarut-pelarut dengan kekentalan rendah, seperti aseton (0,32), asetonitril (0,37), ethyl asetat (0,47), tetrahidrofuran (0,51), kloroform (0,57), metanol (0,60) dan air dengan kekentalan 1,00 (Pomeranz dan Meloan, 1994). Pada umumnya para peneliti menggunakan pelarut-pelarut, seperti : air; asam asetat-metanol; asam asetat; asam asetat – air; air-asetonitril;metanol: tetrahidrofuran; dan metanol – air, baik dengan sistem isokratik ataupun sistem gradien. Terhadap hasil fraksi-fraksi tersebut kemudian dilakukan pengujian aktivitas antibakteri untuk melihat aktivitas antibateri yang paling kuat. 3. Metode Isolasi dan Identifikasi secara Elektroforesis Prinsip elektroforesis adalah pemisahan senyawa protein menjadi molekulmolekul dengan isoelektrik yang ditimbulkan oleh adanya perbedaan muatan antara dua kutub positif dan negatif, sehingga molekul yang bermuatan negatif akan bergerak ke arah muatan positif atau sebaliknya. Identifikasi untuk menentukan golongan suatu senyawa protein dapat dilakukan dengan uji golongan dan dapat menggunakan beberapa metode. Salah satu metode yang digunakan adalah elektroforesis gel dengan kondisi denaturasi (SDSPAGE) dan kondisi non denaturasi. Banyak molekul biologis bermuatan listrik yang besarnya tergantung jenis molekul, pH dan komposisi medium pelarutnya. Dalam medium tertentu, molekulmolekul tersebut akan bergerak kearah elektroda yang polaritasnya berlawanan apabila diberikan arus listrik. Prinsip inilah yang digunakan dalam elektroforesis (Nur, 1989). Kecepatan bergerak molekul bermuatan dalam medium yang dialiri arus listrik akan tergatung pada densitas muatan (charge density) yaitu rasio antara jumlah
36 muatan dengan berat molekulnya. Semakin besar
nilai densitas muatan, semakin
cepat molekul tersebut bergerak (Hames dan Rickwood, 1981). Elektroforesis gel poliakrilamid termasuk jenis elektroforesis zona. Pada metode elektroforesis digunakan medium penyangga seperti kertas, selulosa asetat, pati atau poliakrilamid untuk mencegah gangguan atau kelemahan yang terdapat pada jenis elektroforesis moving boundery. Dengan adanya medium penyangga, gangguan karena konveksi dapat dihilangkan (Hames dan Rickwood, 1981; Nur, 1989). Poliakrilamid merupakan bahan yang sangat banyak digunakan sebagai medium elektroforesis. Terdapat beberapa keuntungan bila menggunakan poliakrilamid sebagai medium elektroforesis. Pertama adalah sifat gelnya yang transparan sehingga dapat diperiksa pada sinar tampak maupun ultraviolet. Kedua adalah secara kimiawi poliakrilamid fleksibel dan stabil pada kisaran pH yang luas, suhu dan kekuatan ion. Ketiga adalah ukuran pori gel poliakrilamid dapat diatur sehingga pemisahan dapat didasarkan atas ukuran dan muatan. Gel poliakrilamid terjadi karena adanya polimerisasi akrilamid dan sejumlah crooslinking reagent metil biakrilamid. N1 N1 Ntetramethylene-ethylenediamine (TEMED) akan mengkatalis pembentukan radikal bebas dari amonium persulfat, radikal bebas ini memulai terjadinya polimerisasi akrilamid (Laemli, 1970). Gel elektroforesis dapat dilakukan pada kondisi protein
tidak terdenaturasi
(elektroforesis natif). Proses preparasi dan operasi kedua metode gel elektroforesis secara umum sama, kecuali pada elektroforesis natif: 1) buffer Tris untuk gel pemisah dan stacking gel serta buffer sampel tidak mengandung SDS (sodium dodesil sulfat) dan 2-merkaptoetanol; 2) sampel protein yang dianalisis tidak dipanaskan sebelum dimasukkan kedalam gel dan 3) selama running digunakan voltase rendah, sehingga pemanasan sampel dalam gel tetap minim (Bollag dan Edeistein, 1991; Coppeland, 1994; Walker, 1994).
37 Hasil gel elektroforesis terdenaturasi dan terpisah SDS-PAGE selain menunjukkan
berat
molekul
subunit-subunit
penyusun
protein
juga
dapat
memperlihatkan kemurnian suatu protein dan keragaman polipeptida-polipeptida penyusun protein tersebut (Bollag dan Edelstein, 1991). Sedangkan dari hasil gel elektroforesis natif dapat diketahui aktivitas biologis suatu protein misalnya aktivitas enzim, ikatan reseptor dan ikatan antibodi (Walker, 1994). 4. Metode Spektrofotometer Prinsip
spektrofotometer
adalah
mengukur
bilangan
gelombang
sinar
elektromagnetik yang diabsorpsi oleh senyawa organik dan dipantulkan dalam bentuk spektrum dengan bilangan gelombang yang berbeda-beda sehingga bisa digunakan untuk menentukan gugus fungsinya. Penentuan komponen karbohidrat dan protein suatu senyawa organik yang telah dimurnikan dapat dilakukan dengan beberapa teknik spektrofotometer, diantaranya dengan spektroskopi infra merah (IR) dan ultraviolet (UV) sehingga komponen karbohidrat dan atau protein suatu senyawa organik dapat diketahui dengan tepat (Nur, 1989). a. Spektroskopi Infra Merah Spektrum infra merah merupakan gelombang elektromagnetik yang panjang gelombangnya diatas daerah sinar tampak yaitu kisaran bilangan gelombang 4000 sampai 400 Cm-1, kisaran gelombang tersebut paling banyak digunakan untuk analisa kualitatif maupun kuantitatif suatu senyawa organik (Nur, 1989). Radiasi infra merah dapat digunakan untuk menganalisa komponen karena setelah dipancarkan maka radiasi ini akan diserap oleh semua bahan organik ikatan kimia CH, OH dan NH yang merupakan ikatan dasar dari semua ikatan kimia bahan organik. Hasil tersebut dapat dilihat dari pantulan infra merah yang dihasilkan dalam bentuk spektrum pantulan. Spektrum pantulan yang dihasilkan berisi hasil pengukuran
38 parameter-parameter,
parameter-parameter
tersebut
dijelaskan
oleh
panjang
gelombang dalam nanometer, amplitudo dengan tinggi puncak gelombang dan lebar gelombang menjelaskan intensitasnya sehingga dengan parameter-parameter ini seluruh informasi penyerapan dari suatu bahan dapat diketahui (Murray and Williams, 1990). Berkas radiasi spektrofotometer akan terbagi dua, sebagian melewati sampel dan sebagian melawati blanko. Setelah kedua berkas tersebut bergabung kembali, kemudian dilewatkan ke dalam monokromator. Berkas radiasi infra merah yang melewati monokromator akan dipantulkan oleh cermin-cermin dan akhirnya ditangkap oleh detektor. Signal yang dihasilkan oleh detektor kemudian direkam sebagai spektrum infra merah yang berbentuk puncak-puncak absorpsi. Absorpsi spektrum infra merah ini menunjukkan terjadinya hubungan antara absorpsi dan frekuensi atau bilangan gelombang atau panjang gelombang, sebagai absis adalah frekuensi (cm-1 atau bilangan gelombang (cm-1 atau panjang gelombang (nm) dan sebagai ordinat transmitans atau absorbans (Pomeranz and Meloan,1994). b. Spektroskopi Ultra Violet Spektrofotometer UV datanya dapat ditampilkan s ebagai nilai ë (panjang gelombang, nm) pada suatu aks is (÷) dan A (abs orbens i) pada s umbu ordinat (y). Selanjutnya kedua nilai tersebut dijadikan dasar identifikasi untuk menentukan jenis suatu senyawa. Untuk identifikasi suatu senyawa dapat mengunakan spektrum panjang gelombang yang bervariasi mulai dari 190 nm sampai 300 nm (Nur, 1989 dan Haughton dan Rahman, 1998). Identifikasi jenis gula dilakukan dengan mengunakan spektrofotometer ultraviolet (UV). Prinsip pengunaan spektrofotometer UV adalah dengan mengamati pola serapan (absorbanse) sinar UV pada berbagai panjang gelombang yang bersifat spesifik untuk setiap jenis senyawa gula. Penentuan pola hubungan panjang
39 gelombang dengan serapan sinar UV untuk setiap jenis gula dilakukan dengan mengunakan berbagai jenis senyawa gula (galaktosa, dektrosa, glukosa, fruktosa, laktosa, sukrosa, maltosa dan sebagainya) sebagai standar atau pembanding. Selanjutnya jenis senyawa gula dapat diketahui dengan membandingkan pola hubungan panjang gelombang dengan serapan cahaya UV yang terbentuk oleh larutan fraksi-fraksi senyawa antimikroba dengan berbagai jenis larutan standar gula (Sudarmadji et al, 1997 dan Harbone, 1987).
40
III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN
A. TEMPAT PENELITIAN Penelitian diawali dengan observasi (pengamatan lapangan) di tiga kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Barat (Kabupaten Sumbawa, Bima, dan Dompu), dilanjutkan dengan penelitian laboratorium. Penelitian laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Balai Pengujian Mutu Produk Peternakan Bogor, Laboratorium Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan Bogor, Laboratorium Biokimia Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Kimia Fakultas MIPA UI Depok dan Laboratorium Bioproses, Biotek Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Cibinong, Bogor. B. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Susu Kuda Sumbawa, Susu Pembanding dan Tumbuhan Makanan Kuda Sumbawa Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah susu kuda Sumbawa tanpa pemanasan yang berumur 0-30 hari, yang diperoleh dari Kabupaten Bima, Dompu dan Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Sampel susu kuda yang diuji terdiri dari susu kuda Sumbawa yang diambil langsung dari peternak kuda di kabupaten Sumbawa, Bima dan Dompu yaitu dari desa Palama, Mpili, Taloko dan Tolonggaru kabupaten Bima masing-masing 20 sampel, dari desa Penjaring dan Pelat kabupaten Sumbawa masing-masing 20 sampel dan dari desa Saneo, kabupaten Dompu 20 sampel, serta dari pedagang/pengumpul di Bima sebanyak 10 sampel. Di samping itu juga diperoleh sampel dari pedagang susu kuda Sumbawa di JABOTABEK, Sukabumi, Surabaya dan Mataram seluruhnya 10 sampel, dan sebagai pembanding diuji juga sampel susu kuda bukan Sumbawa yaitu 5 sampel dari Bogor,
41 5 sampel dari Lembang dan 10 sampel dari Salatiga, susu sapi dari Depok sebanyak 15 sampel dan susu kuda pacu sebanyak 5 sampel dari Pamulang, Tangerang. Selain sampel susu kuda, bahan penelitian lainnya adalah 32 jenis sampel tumbuhan yang sehari-hari menjadi makanan kuda Sumbawa. b. Bahan-bahan untuk Analisis Bioassay Bahan-bahan untuk analisis bioassay terdiri dari : Muller Hinton Agar (Difco); Bacto Agar (Difco);
D(+) Glucose (Difco): Potasium dihydrogen phosphat (Merck):
Ortho phosphoric acid (Merck): Sodium Clorida (Merck): Nutrient Agar (Difco); Heart Infusion Agar (Difco); Oksitetrasiklin HCl (Sigma); Tilosin (Sigma); Kanamycin (Sigma); Penicilin (Sigma); Kloramphenikol (Sigma); Yeast Extract (Difco). c. Bahan-Bahan untuk Uji Ekstraksi, Fraksinasi, Isolasi Bahan-bahan untuk uji ekstraksi, fraksinasi dan isolasi teridiri dari : Laktoferin (Sigma); Ethanol (Merck); Methanol (Merck); Ethyl acetat (Merck); n-Hexan (Merck); Aceton (Merck);
Sodium acetat anhidrate (Merck); Asam clorida (Merck); Sodium
hidroksida (Merck); Acetonitrile (Merck); Methanol for HPLC (Merck); Acetonitrile for HPLC (Merck) d. Bahan-Bahan untuk Uji Identifikasi Bahan-bahan untuk uji identifikasi terdiri dari : Akrilamid; Coomassie Brilliant Blue; N, N, N’, N’-tetrametilen etildiamin (TEMED); APS (Amunium Persulfat); Low Molecul Weight Calibration Kit yang terdiri dari phosphorylase b (67.000 kDa); albumin (66.000 kDa); carbonic anhydrase (30 kDa); trypsin inhibition (20.100 kDa) dan lactalbumin (14.400 kDa), gula standar (Amersham Pharmacia Protech), gula standar (maltosa, sukrosa, laktosa, glukosa, fruktosa dan galaktosa), Asam asetat glasial (Merck); Laktoferin (Sigma), Hbr, Diethyl ether, Ethanol, Phosporic acid, Bovin Serum
42 Albumin, chymotrypsinogen A, cytochrom C, Nacl , garam KBr, 2-Mercaptoethanol, Hemosol, Sodium dodecyl, 2. Alat a. Peralatan untuk Bioassay Peralatan untuk Bioassay terdiri dari : Laminar flow (FB1); Autoclave (Alfa); Evaporator
(Eyela); Incubator (Memert); pH meter (Orion); Penangas air (Sanyo);
Water bath (Digisystem Lab); Bunsen; Kaliper (Mitutoyo); Lemari pendingin 40C (Toshiba); Lemari pendingin –200C (Sanyo); Magnetik stirrer. b. Peralatan untuk Fraksinasi Peralatan untuk fraksinasi adalah : satu unit HPLC Shimadzu LC 10A system yang terdiri dari : Pump LC-6A; Detektor Diode Aray SPD-M10-AVP; Injector type sil 10-A; Colomb: C18 4.6 x 250 mm. c. Peralatan untuk Isolasi dan Identifikasi Peralatan
untuk
isolasi dan
identifikasi terdiri dari:
seperangkat
alat
elektroporesis; spektrophotometer (Hitachi) dan Infra merah ( Hitachi). 3. Kultur Bakteri Kultur bakteri yang digunakan untuk uji antimikroba adalah : Staphylococcus aureus ATCC 6538P; Bacillus cereus ATCC 11778; Bacillus subtilis ATCC 6633; Bacillus calidolactis C 953 Nizo; Micrococcus luteus ATCC 9341; Escherichia coli NIHJ; Salmonella thypimurium 14028; Shigella boydii BCC, Pseudomonas aeruginosa ATCC 27863 dan Vibrio cholera BCC. C. KERANGKA PEMIKIRAN PENELITIAN Berdasarkan Kerangka Pemikiran Penelitian yang disajikan pada Gambar 1, maka penelitian dilakukan melalui 5 (lima) tahapan sebagai berikut :
43 1. Tahap Pertama (Pengamatan lapangan, pengambilan susu kuda Sumbawa dan tumbuhan bahan makanan kuda Sumbawa) Tahap pertama dilakukan observasi (pengamatan lapangan) ke pulau Sumbawa untuk mendapatkan informasi mengenai cara pemeliharaan kuda, cara-cara pemerahan,
penanganan,
pengemasan dan penjualan susu kuda,
cara-cara
penanganan penyakit dan pengobatan kuda yang sakit, pemanfaatan susu kuda oleh masyarakat setempat dan informasi lain mengenai populasi kuda dan produksi susu kuda di Kabupaten Sumbawa, Bima dan Dompu. Observasi (pengamatan lapangan) dilakukan dengan cara mengamati cara pemerahan, penampungan, pembotolan, penyimpanan, pengiriman dan penjualan susu kuda. Di samping itu dilakukan wawancara dengan petugas Dinas peternakan, kesehatan hewan, peternak, pengumpul dan pedagang mengenai pemeliharaan kuda, jenis pakan yang diberikan dan jenis-jenis kudanya. Dari informasi ini kemudian disusun hipotesis penelitian dan preposisi berikutnya tentang susu kuda Sumbawa. Dalam observasi sekaligus dilakukan pengambilan contoh (sampel) susu kuda di tingkat peternak, pengumpul dan pedagang untuk bahan yang akan diuji lebih lanjut di laboratorium. 2. Tahap Kedua (Pembuktian hipotesa pertama) Tahap kedua adalah melakukan pengujian laboratorium sampel susu kuda Sumbawa terhadap ada dan tidak adanya senyawa antimikroba di dalamnya, dengan melakukan uji verifikasi (uji 3) guna mengetahui lebih lanjut apakah senyawa antimikroba tersebut berasal dari tumbuhan (uji 2) yang biasa dimakan kuda Sumbawa, atau dari pengobatan dengan antibiotik (dari 1) atau asli dari sekresi susu kuda Sumbawa. Tahap kedua ini penting untuk membuktikan hipotesis pertama yaitu bahwa susu kuda Sumbawa mengandung senyawa antimikroba yang kuat.
44
TAHAP I
TAHAP II
Observasi (pengamatan lapangan) di Pulau Sumbawa untuk menyusun hipotesis dan preposisi penelitian berikutnya.
Uji verifikasi susu kuda Sumbawa untuk membuktikan kebenaran hipotesis pertama.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis Pertama terbukti
TAHAP IV Fraksinasi, isolasi, identifikasi dan karakterisasi senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa untuk membuktikan hipotesis ketiga.
TAHAP III Hipotesis Kedua terbukti
TAHAP V Hipotesis Ketiga terbukti
Produksi konsentrat senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa untuk mengukur rendemen
Uji daya senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa melalui uji keluasan spektrum untuk membuktikan hipotesis kedua.
Selesai dan saran penelitian lanjutan
Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian 3. Tahap Ketiga (Pembuktian hipotesa kedua) Tahap ketiga merupakan kelanjutan pengujian tahap kedua apabila telah dibuktikan adanya senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa yang diuji tidak berasal dari tumbuhan bahan makanan kuda atau dari obat antibiotik. Dalam tahap ketiga ini dilakukan uji spektrum antimikroba (uji 5), uji sifat polaritas (uji 6), dan uji stabilitas antimikroba (uji 4) susu kuda Sumbawa. Uji spektrum untuk mengetahui spektrum senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa yang menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroba patogen atau perusak pangan. Pengujian ini dilakukan untuk membuktikan hipotesis kedua bahwa senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa mempunyai spektrum luas. Uji sifat polaritas
45 dilakukan untuk menentukan bahan pelarut senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa yang efektif berdasarkan sifat polaritasnya. Uji stabilitas dilakukan untuk mengetahui perubahan daya antimikroba akibat pemanasan dan penyimpanan. 4. Tahap Keempat (Pembuktian hipotesa ketiga) Tahap
keempat
dilakukan
untuk
membuktikan
hipotesis
ketiga
yang
mengatakan bahwa senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa termasuk golongan protein. Dalam tahap keempat ini dilakukan uji fraksinasi (uji 7), identifikasi dan isolasi (uji 8) dan karakterisasi gugus senyawa antimikroba susu kuda Sumbawa (uji 9). Fraksinasi dengan KCKT dilakukan untuk memperoleh fraksi-fraksi dari susu kuda Sumbawa yang memiliki aktivitas antimikroba. Selanjutnya dilakukan isolasi dengan elektroforesis
dan
identifikasi
dengan
Badford
untuk
membuktikan
senyawa
antimikroba dalam susu kuda Sumbawa termasuk golongan protein. Penelitian ini dilanjutkan
untuk
mengetahui
sifat
gugus
protein
dan
karbohidrat
dengan
spektrophotometer infra merah. Setelah diketahui adanya sifat gugus karbohidrat, penelitian dilanjutkan untuk mengetahui jenis gula dalam senyawa antimikroba susu kuda Sumbawa. 5. Tahap Kelima (Pengembangan Produksi Konsentrat Antimikroba) Tahap kelima ini dimaksudkan untuk mengembangkan teknologi proses produksi konsentrat antimikroba susu kuda Sumbawa dalam bentuk bubuk (uji 10). D. METODE PENELITIAN Penelitian senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa dilakukan melalui 5 (lima) tahap penelitian, yaitu : (a) Tahap I, pengamatan lapangan (observasi); (b) Tahap II, verifikasi senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa (uji 3) dan uji antimikroba tumbuhan makanan kuda Sumbawa (uji 2); (c) Tahap III, uji sifat polaritas (uji 6), spektrum (uji 5) dan stabilitas (uji 4); (d) Tahap IV, fraksinasi (uji 7), isolasi dan identifikasi (uji 8); karakterisasi gugus aktif senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa (uji 9); (e) Tahap V, pengembangan teknologi produk baru bubuk konsentrat
46 (uji 10). Tahap dan urutan penelitian senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa secara ringkas disajikan pada Gambar 2. SUSU KUDA SUMBAWA
(1) PENGAMATAN LAPANGAN
(2) Antimikroba pada tumbuhan
Fase Pelarut
(3) Verifikasi Antimikroba
(4) Uji Stabilitas Antimikroba
Pemisahan lemak dengan Hexan
(10) Pengembangan Teknologi Produksi Konsentrat Antimikroba
Fase Air
(10) Konsentrat antimikroba (bubuk)
Uji Antimikroba
Uji Antimikroba
(6)
(5) Uji Spektrum Antimikroba
Positif
Negatif
Uji sifat Polaritas Non Polar
Polar
Hexan, Ethyl acetat, Acetone, Ethanol, Methanol
Fraksinasi dengan Kromatografi (7)
Uji Antimikroba -
+
Isolasi dan Identifikasi Kualitatif dan Kuantitatif, BM Elektroporesis, pewarnaan protein dengan metode Bradford Karakterisasi, Spectrofotometer Infra Merah, Uji Komponen Gula
(8)
(9)
Komposisi Kimia Fraksi 7 (Galaktoequin)
Gambar 2. Tahap dan urutan penelitian senyawa antimikroba dari susu kuda Sumbawa
47 Metode penelitian masing-masing diuraikan lebih lanjut dalam uraian berikut. 1. Pengamatan Lapangan Tahap pertama dilakukan pengamatan lapangan dan pengambilan sampel susu di kabupaten Sumbawa, Bima dan Dompu di provinsi NTB. Tujuan pengamatan lapangan adalah untuk mengumpulkan data dan informasi yang lengkap mengenai susu kuda Sumbawa yang konon diproduksi di pulau Sumbawa dan diberi label “susu kuda liar”, yang tidak rusak dan tidak menggumpal waktu disimpan dalam suhu kamar beberapa bulan tanpa dimasak atau didinginkan atau ditambah zat pengawet. Tujuan lainnya adalah mengambil sampel susu kuda, langsung dari peternak, pedagang pengumpul dan pedagang pengecer di provinsi Nusa Tenggara Barat. Untuk mencapai tujuan tersebut di atas dilakukan observasi (pengamatan lapangan) dan studi kasus yang bersifat eksplanatoris guna mengetahui bagaimana susu kuda Sumbawa itu dihasilkan dan mengapa tidak rusak atau menggumpal walau disimpan dalam suhu kamar tanpa dimasak atau ditambah bahan pengawet. Pelaksanaan observasi dan studi kasus tersebut dilakukan melalui pengamatan dan wawancara tentang cara memelihara kuda, pemerahan susu, cara penanganan susu, konsumsi susu, pemanfaatan oleh masyarakat lokal. Pengamatan lapangan dilaksanakan di tiga kabupaten (Sumbawa, Bima, Dompu) di pulau Sumbawa – Nusa Tenggara Barat dengan responden peternak kuda yang memerah susunya, pedagang pengumpul, penjual eceran, petugas kesehatan hewan, penyuluh, Dinas-Dinas Peternakan Kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Pengambilan sampel susu kuda Sumbawa dilakukan di dua (2) desa di Kabupaten Sumbawa, empat (4) desa di Kabupaten Bima dan satu (1) desa di Kabupaten Dompu dengan jumlah sampel 20 sampel per desa, sedangkan untuk pedagang pengumpul satu (1) pedagang di Kabupaten Bima dengan sampel 10
48 (sepuluh), pedagang dan pengecer di Jabotabek, Sukabumi, Surabaya dan Mataram seluruhnya 10 (sepuluh) sampel. Sedangkan dari peternak kuda bukan Sumbawa di Bogor (5 sampel), Lembang (5 sampel), dan Salatiga (10 sampel). Dengan demikian jumlah sampel susu kuda Sumbawa terdiri dari 140 sampel langsung dari peternak dan 20 sampel dari pedagang, dan sampel dari kuda bukan Sumbawa 25 sampel. Jumlah sampel susu kuda Sumbawa dan peternak responden ditetapkan berdasarkan daftar kecamatan, desa dan populasi kuda di kabupaten Sumbawa, Bima dan Dompu, Daftar Pertanyaan, Daftar Nama-Nama Responden dan Hasil Tabulasi Data disajikan pada Lampiran 1. 2. Verifikasi Antimikroba dari Susu Kuda Sumbawa Tahap kedua penelitian adalah verifikasi antimikroba dari susu kuda Sumbawa dengan tujuan untuk mengetahui: (1) apakah susu kuda Sumbawa mempunyai aktivitas antimikroba dan (2) apakah senyawa antimikroba berasal dari tumbuhan atau obat antibiotika. Hasil penelitian ini penting untuk membuktikan kebenaran dari hipotesis pertama yang menyatakan bahwa susu kuda Sumbawa mengandung senyawa antimikroba yang kuat. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan dua jenis percobaan, yaitu uji aktivitas antimikroba dalam susu kuda dan uji aktivitas antimikroba pada tumbuhan yang biasa dimakan oleh kuda Sumbawa. Bahan susu yang digunakan dalam percobaan-1 ini adalah susu kuda Sumbawa, sebagai kontrol digunakan susu sapi, susu kuda bukan kuda Sumbawa yaitu dari Bogor, Bandung, Ungaran dan Salatiga, dan susu kuda pacu dari Pamulang. Pengujian aktivitas antimikroba dilakukan dengan menggunakan bakteri uji M. luteus ATCC 9341. Analisis aktivitas antimikroba dilakukan dengan metode difusi (Yoshimura et al, 1991). Analisis penghambatan susu kuda Sumbawa terhadap pertumbuhan bakteri dilakukan dengan metode difusi yaitu sebanyak 8 ml agar yang telah mengandung
49 bakteri uji dengan jumlah satu persen per 100 ml media dituangkan ke dalam cawan petri yang berdiameter 9 cm. Setelah agar membeku, di atasnya diletakkan kertas cakram, ke dalam kertas dituang 100 ì l contoh susu kuda Sumbawa. Media di dalam cawan petri dibiarkan pada suhu 6oC selama 2 jam untuk memberi kesempatan susu terserap pada kertas cakram sebelum diinkubasi. Setelah diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam dilakukan pengamatan dan pengukuran daerah hambatan pertumbuhan bakteri yang ditandai dengan adanya area bening sekeliling kertas yang menunjukkan tidak adanya pertumbuhan bakteri uji. Hasil pengujian dinyatakan dalam diameter hambatan (mm) atau luas area hambatan mm2. Pengukuran dilakukan tiga kali pengamatan (lihat Gambar 3).
Medium NV8 Cawan petri berisi campuran media dan bakteri uji 8 ml
S
Inokulasi sample ke dalam kertas cakram 8 mm, 100 • l
S K
Inkubasi 24 jam
S
Inokulasi standard antibiotika ke dalam kertas cakram 8 mm, 100 • l Daerah hambatan
Uji aktivitas mikroba dengan Bioassay Medium = NV 8 Bakteri uji = M. luteus ATCC 9341 - K = Kontrol positif = Penisilin 0,1 • g/ml = 100 • l - S = Sampel Susu 100ul Gambar 3. Uji aktivitas antimikroba susu kuda Sumbawa, susu kuda bukan Sumbawa, susu sapi dan susu kuda pacu (Yoshimura et al, 1991)
50 3. Percobaan Uji Aktivitas Antimikroba dari Berbagai Tumbuhan yang Dimakan Kuda Sumbawa Tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui apakah ada aktivitas antimikroba yang berasal dari tumbuhan yang biasa dimakan oleh kuda. Bahan yang digunakan dalam pengkajian ini terdiri dari 32 jenis tumbuhan yang biasa dimakan kuda Sumbawa (Tabel 10). Untuk melakukan pengujian antimikroba dalam tumbuhan yang biasa dimakan kuda Sumbawa, tiap jenis tumbuhan dikeringkan 60oC, digiling dengan mortar, dihaluskan dan disaring, kemudian diekstraksi dengan pelarut dietil eter, kloroform dan buffer phospat, selanjutnya diuji dengan metode difusi (Harbone, 1987; Yoshimura et al, 1991). 4. Percobaan Stabilitas Daya Antimikroba Susu Kuda Sumbawa Penelitian tahap ketiga untuk membuktikan hipotesis kedua bahwa senyawa antimikroba dari susu kuda Sumbawa mempunyai spektrum yang luas. Penelitian ini meliputi percobaan stabilitas daya antimikroba, spektrum aktivitas antimikroba dan sifat polaritas senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa. Uji stabilitas daya antimikroba dilakukan untuk mengetahui perubahan aktivitas antimikroba pada pemanasan 700C selama 10 menit dan pada penyimpanan pada suhu kamar dalam jangka 5 bulan. Uji stabilitas antimikroba terhadap pemanasan susu kuda Sumbawa pada suhu 700C selama 10 menit dilakukan dengan 10 sampel. Uji stabilitas antimikroba terhadap lama penyimpanan pada suhu kamar dilakukan dengan pengujian aktivitas antimikroba mulai bulan ke 0 dan selanjutnya diulang setiap bulan sampai umur simpan 5 bulan. Pengujian aktivitas antimikroba kedua percobaan tersebut dilakukan dengan metode difusi (Yoshimura et al, 1991).
51 5. Percobaan Spektrum Aktivitas Antimikroba Percobaan untuk mengetahui spektrum aktivitas antimikroba dilakukan melalui pengujian kepekaan jenis-jenis bakteri terhadap aktivitas antimikroba susu kuda Sumbawa. Jenis-jenis bakteri yang digunakan dalam pengujian ini terdiri dari 9 jenis bakteri yang mewakili bakteri patogen dan perusak pangan. Bakteri patogen diwakili oleh V. cholerae, S. typhymurium, S. boydii, B. cereus, St. aureus dan E. coli. sedangkan bakteri perusak pangan diwakili oleh Ps. aeruginosa, B. cereus, B. subtilis, dan M. luteus. Metode yang digunakan dalam uji kepekaan untuk mengetahui spektrum aktivitas mikroba dalam susu kuda Sumbawa adalah metode difusi (Yoshimura et al, 1991). 6. Percobaan Analisis Sifat Polaritas Senyawa Antimikroba Untuk mengetahui polaritas senyawa antimikroba digunakan beberapa pelarut dengan tingkat polaritas yang berbeda, mulai dari yang non polar ke yang paling polar yaitu: hexan, etil asetat, aseton, etanol dan metanol dengan nilai polaritasnya berturutturut : 0, 38, 47, 68, 73 dan 90. Uji sifat polaritas senyawa antimikroba dilakukan pertama-tama mencampur susu kuda Sumbawa dengan pelarut hexan (1 : 1) dalam labu kocok 250 ml sehingga dihasilkan 2 lapisan yaitu fase hexan dan fase air (Gambar 4). Masing-masing fase diuji aktivitas antimikrobanya. Apabila fase hexan atau fase air tidak memiliki aktivitas antimikroba, penelitiannya tidak dilanjutkan, sedangkan apabila fase hexan atau fase air memiliki aktifitas antimikroba, penelitiannya dilanjutkan. Fase salah satu pelarut yang memiliki aktivitas anti mikroba dibagi menjadi 5 bagian, empat bagian masingmasing dicampur dengan etil asetat, aseton, etanol atau metanol dan satu bagian tidak dicampur pelarut organik. Selanjutnya diuji aktivitas antimikrobanya dengan metode
52 difusi agar, dengan menggunakan medium NV 8 dan bakteri Micrococcus luteus ATCC 9341.(Yoshimura et.al. 1991).
Fase Hexan
Fase air
Gambar 4. Pemisahan susu menjadi fase hexan dan air. 7. Percobaan Fraksinasi Senyawa Antimikroba dengan KCKT Penelitian tahap keempat dimaksudkan untuk membuktikan hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa termasuk golongan protein. Tujuan penelitian ini ialah untuk (1) memperoleh fraksi-fraksi komponen senyawa antimikroba, (2) isolasi dan identifikasi fraksi yang paling kuat aktivitas mikrobanya, (3) karakterisasi senyawa aktif antimikroba. Untuk mencapai tujuan ini dilakukan tiga (3) percobaan yaitu (a) fraksinasi senyawa antimikroba, (b) isolasi dan identifikasi senyawa antimikroba, dan (c) karakterisasi gugus fungsi. Percobaan fraksinasi senyawa antimikroba ditujukan untuk mendapatkan fraksifraksi komponen antimikroba dari susu kuda Sumbawa. Fraksinasi di lakukan dengan teknik Kromotografi Cair Kinerja Tinggi /KCKT (Grister et al, 1991). Fraksinasi senyawa antimikroba dengan teknik KCKT dilakukan melalui 6 (enam) tahap, yaitu : (1) Pemisahan fase lemak dengan pelarut hexan untuk
53 mendapatkan fase pelarut dan fase air; (2) Evaporasi untuk membuang sisa hexane yang mungkin masih terdapat di dalam larutan fase air; (3) Clean up/pembersihan menggunakan cartridge seppak C-18; (4) Setelah disaring dan dibilas dengan air dielusi dengan methanol; (5) Pengeringan dengan menggunakan evaporator untuk menghilangkan metanol dan residu yang diperoleh ditambah aquades (2 ml), kemudian dis aring dengan s aringan 0,5 ì m dan 0,22 ì m; (6) Injek ke KCKT s ebanyak 10 ì l untuk mendapatkan fraksi-fraksi; dan (7) Fraksinasi komponen antimikroba susu kuda Sumbawa; seperti digambarkan pada Gambar 5. Seluruh fraksi yang keluar dari KCKT ditampung kemudian diuji terhadap aktivitas antimikrobanya. Fraksi yang mempunyai aktivitas antimikroba paling kuat dilanjutkan dengan isolasi dan identifikasi senyawa antimikroba. 8. Percobaan Isolasi dan Identifikasi Senyawa Antimikroba Isolasi dilakukan terhadap fraksi yang paling kuat aktifitas antimikrobanya. Fraksi dengan aktivitas antimikroba terkuat selanjutnya diidentifikasi, untuk mengetahui adanya komponen senyawa antimikroba. Identifikasi diawali dengan uji kualitatif dengan metode Bradford (Bradford, 1976). Bahan yang berupa sampel susu sebanyak 100 ì l dimas ukkan kedalam tabung reaks i, kemudian ditambah dengan 2 ml pereaks i protein, campuran dihomogenesasi satu menit dan didiamkan lima sampai sepuluh menit, selanjutnya diamati adanya warna biru. Apabila hasilnya positif terus dilanjutkan dengan uji elektroforesis untuk mengetahui berat molekulnya. Berat molekul dapat diketahui dengan cara membandingkan sampel fraksi yang paling kuat aktivitas antimikrobanya dengan phosphorylase b, albumin, ovalbumin, carbonic anhydrase, trypsin inhibition dan lactalbumin yang telah diketahui berat molekulnya serta laktoferin sebagai pembanding.
54 SUSU KUDA SUMBAWA
Fase air (Skim)
Evaporasi (membuang sisa Hexan)
Pembersihan dengan cartridge seppak C- 18
Elusi Seppak C- 18 Evaporasi (membuang sisa methanol) TAMBAH AQUADES (2 – 5 ml )
FILTRASI 0,5 • m dan 0,22 • m
KCKT
FRAKS I-FRAKSI
PERSIAP AN FRAKS IN ASI KO NDISIKC KT :CO LUM N C APCELL PACK C – 18 UKU RAN :DIAM ETE R 4,6 m m x 150 m m KO NDISIFASE G ER AK :M eO H :DW =5 :95 (1m l/m in) FLO W RATE :1 m l/m in DETECTO R :DIO DE ARRAY ,W AVE LE NG TH = U V 200 nm IN JE CTIO N :10 ul
UJI ANTIMIKROBA
TER KUAT
FRAKSI 7
Gambar 5. Fraksinasi komponen antimikroba susu kuda Sumbawa
Sampel yang diuji dengan elektroforesis adalah sampel denaturasi, yaitu sampel yang telah didenaturasi sebelumnya dengan cara dipanaskan terlebih dahulu dalam penangas air
s elama 2 menit. S etelah itu s ampel s ebanyak 8 ì l dicampur
55 dengan buffer sebanyak 5 kali sampel kemudian dimasukkan ke dalam sumur separating gel, selanjutnya steker elektroda dipasang pada power supply yang distabilkan dengan stabilizer yang dihubungkan pada listrik tegangan 125 Volt, selama lebih kurang 1,5 jam atau sampai migrasi sampel mencapai 1 cm dari bawah gel. Setelah itu gel diambil dari kedua plat elektroforesis dengan menggunakan spatula, kemudian dilanjutkan pewarnaan dengan menggunakan Coomassie Brilliant Blue; dengan cara sebagai berikut: gel ditempatkan dalam wadah yang telah diisi larutan staining Coomassie Brilliant Blue lebih kurang 20 ml, kemudian diagitasi konstan dengan gerakan pelan lebih kurang 30 menit. Setelah 30 menit larutan Coomassie Brilliant Blue dihilangkan atau destaining dengan menggunakan campuran methanol; asam asetat glasial; aquades = 2 : 1 : 7 kurang lebih 20 ml. Gel yang telah dihilangkan warnanya diagitasi konstan sampai pita-pita protein yang terbentuk terlihat nyata dan warna latar gel menjadi terang setelah lebih kurang 24 jam. 9. Percobaan Karakterisasi Gugus Fungsi dengan Spektrofotometer Infra Merah dan Spektrofotometer UV Untuk mengetahui komponen senyawa antimikroba dari fraksi yang paling kuat aktivitas antimikrobanya secara kualitatif untuk menunjukkan senyawa protein dan secara kuantitatif akan diperoleh pita protein dan berat molekulnya, kemudian dilanjutkan karakterisasi protein dengan menggunakan spektrofotometer infra merah, dan kemudian dilanjutkan identifikasi karbohidrat (gula) dengan spektrofotometer ultra violet. Pengujian adanya gugus fungsi protein dilakukan dengan alat spektroskopi infra merah (Nur, 1989). Sampel fraksi yang paling kuat aktivitas antimikrobanya dan laktoferin (sebagai pembanding) masing-masing dicampur garam KBr dengan perbandingan 1:100. Bahan-bahan di gerus sampai halus hingga merata, kemudian ditekan pada alat cetak sampai diperoleh lapisan tipis (AOAC 16 . 058, 1995). Berkas radiasi spektrofotometer akan terbagi dua, sebagian melewati sampel dan sebagian melawati blanko. Setelah kedua berkas tersebut bergabung kembali, kemudian
56 dilewatkan ke dalam monokromator. Berkas radiasi infra merah yang melewati monokromator akan dipantulkan oleh cermin-cermin dan akhirnya ditangkap oleh detektor. Signal yang dihasilkan oleh detektor kemudian direkam sebagai spektrum infra merah yang berbentuk puncak-puncak absorpsi. Absorpsi spektrum infra merah ini menunjukkan terjadinya hubungan antara absorpsi dan frekuensi atau bilangan gelombang atau panjang gelombang, sebagai absis adalah frekuensi (cm-1) atau bilangan gelombang (cm-1) atau panjang gelombang (nm) dan sebagai ordinat transmitans atau absorbans (Pomeranz and Meloan,1994). Identifikasi jenis gula dilakukan dengan melakukan pemindaian (scanning) larutan gula menggunakan spektrofotometer ultra violet (Nollet, 1996). Untuk mengetahui jenis gula dalam fraksi senyawa antimikroba dari susu kuda digunakan gula standar yaitu maltosa, sukrosa, laktosa, glukosa, fruktosa dan galaktosa dengan cara membandingkan pola hubungan panjang gelombang dengan serapan sinar UV yang terbentuk. Sinar ultra violet menyerap struktur molekul bentuk cincin ikatan rangkap pada satu atau lebih panjang gelombang dari 190 - 300 nm. Prinsip yang digunakan untuk identifikasi jenis gula adalah pola serapan (absorbanse) sinar UV pada berbagai panjang gelombang yang bersifat spesifik untuk setiap jenis senyawa gula. 10. Percobaan Pengembangan Produksi Konsentrat Antimikroba dari Susu Kuda Sumbawa Berdasarkan hasil-hasil penelitian sebelumnya, penelitian tahap kelima merupakan penelitian lanjutan yaitu pengembangan teknologi produksi konsentrat antimikroba dengan tujuan untuk memperoleh dan mengetahui rendemen produk konsentrat berupa bubuk kering dari susu kuda Sumbawa. Bubuk kering ini akan memudahkan dalam penyimpanan dan penggunaannya. Prosedur pengembangan produksi konsentrat disajikan pada Gambar 6. Susu kuda Sumbawa sebanyak 100 %v dicampur dengan 100 %v hexan sehingga terbentuk dua lapisan yaitu fase pelarut hexan dan fase air (skim). Fase air yang terbentuk dari pemisahan tersebut digumpalkan dengan 1N HCl, selanjutnya
57 dilakukan pemisahan untuk mendapatkan whey dan curd. Masing-masing whey dan curd dikeringkan dengan mesin kering beku vakum untuk mendapatkan produk kering. Hasil produk kering whey dan curd masing-masing diukur rendemennya dengan menimbang bobotnya, selanjutnya diuji aktifitas antimikrobanya dengan metode difusi.
Susu kuda
Uji Aktivitas Antimikroba
Pemisahan
Fase Air (Skim)
Ukur
1 N HCl
Penggumpalan
Penyaringan
Whey
Curd basah
Ukur
Ukur
Freeze drying
Freeze drying
Whey Kering
Curd Kering
Ukur Rendemen
Ukur Rendemen
Uji Antimikroba
Uji Antimikroba
Gambar 6. Skema urutan proses produksi konsentrat antimikroba
58
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGAMATAN LAPANGAN Pengamatan lapangan meliputi kegiatan observasi di lokasi penggembalaan, wawancara dengan peternak, pengumpul, pedagang, petugas dinas peternakan, dan pemerintah daerah. Di samping itu juga dikumpulkan data sekunder dari dinas dan pemerintah daerah kabupaten dan provinsi. 1. Diskripsi Pulau Sumbawa dan Populasi Kuda Sumbawa Pulau Sumbawa terdiri atas 3 kabupaten yaitu kabupaten Sumbawa, Bima dan Dompu. Kuda dari pulau Sumbawa dijadikan sumber bibit kuda di Indonesia. Dari pengamatan lapangan daerah penggembalaan kuda di pulau Sumbawa berbukit-bukit, sebagian besar merupakan padang rumput dan tanaman perdu dan sebagian kecil ditumbuhi tanaman tahunan (Gambar 7 dan 8). Populasi kuda di Indonesia telah mengalami penurunan setiap tahun, sedangkan populasi kuda di provinsi Nusa Tenggara Barat stabil, namun dari ketiga kabupaten di pulau Sumbawa yaitu Kabupaten Sumbawa, Bima dan Dompu meningkat (Tabel 6). Penurunan populasi kuda secara nasional ini sejalan dengan menurunnya fungsi kuda di sektor pertanian, perdagangan dan transportasi, sehingga nilainya bagi keluarga petani sangat rendah. Tabel 6. Populasi kuda di pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat dan Indonesia tahun 1999 - 2003 No.
Kabupaten/ Provinsi
1999
2000
2001
2002
2003
34.966
36.534
33.920
34.025
30.012*
-
-
-
8.707
12.483*
1
Sumbawa
2
Bima
3
Dompu
12.377
12.400
12.702
12.527
12.421*
Pulau Sumbawa
47.343
48.934
46.622
55.259
54,916*
72.094 484.285
74.728 412.384
71.232 422.191
74.529 419.036
73.633 412.682
Provinsi NTB Indonesia
Sumber: Direktorat Perbibitan, Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan (2004) dan *Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Barat (2004)
59 Populasi kuda di tiga (3) wilayah kabupaten, yaitu kabupaten Sumbawa, kabupaten Bima dan kabupaten Dompu disajikan pada Tabel 7. Dari Tabel 7 terlihat populasi kuda di pulau Sumbawa pada tahun 2003 sejumlah 54.916 ekor, sebagian besar di kabupaten Sumbawa sejumlah 30.012 ekor (55%). Dari jumlah tersebut, 51% atau 15.243 ekor adalah kuda betina, 16% atau 4.798 ekor kuda jantan dan anak kuda 9.971 ekor (33%). Dua kabupaten lain (kabupaten Bima dan Dompu) jumlah populasi kuda jantan seimbang dengan kuda betinanya, sedangkan populasi anak kuda jumlahnya lebih sedikit dibandingkan jumlah anak kuda di kabupaten Sumbawa. Populasi kuda jantan di kabupaten Sumbawa, Bima dan Dompu berturut-turut 4.798, 5.015 dan 6.029 ekor; kuda betina berturut-turut 15.243, 5.811 dan 5.500 ekor, dan jumlah anak berturut-turut 9.971, 1.657 dan 892 ekor; jumlah anak ini terkait dengan kuda betina laktasi yang memproduksi susu. Tabel 7. Populasi kuda Sumbawa di Pulau Sumbawa tahun 2003 No.
Daerah
Kuda Jantan
Kuda Betina
Jumlah Anak
Total Populasi
1.
Sumbawa
4.798
15.243
9.971
30.012
2.
Bima
5.015
5.811
1.657
12.483
3.
Dompu
6.029
5.500
892
12.421
15.842
26.554
12.520
54.916
Total
Sumber: Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Barat (2004)
Di Kabupaten Sumbawa terdapat 10.683 rumah tangga yang memelihara kuda dengan jumlah populasi mencapai 30.012 ekor atau rata-rata 3 – 4 ekor tiap rumah tangga. Pada tahun 2003 jumlah kelahiran kuda diperkirakan sebanyak 9.971 ekor atau 65% dari kuda betina dewasa yang menghasilkan susu 3.589.560 liter per tahun atau rata-rata 360 liter per ekor per tahun. Dengan demikian seekor kuda dengan masa laktasi 6 bulan mampu memproduksi susu 2 liter per hari.
60 Populasi kuda di Kabupaten Bima berjumlah 12.483 ekor dengan jumlah kuda jantan 5.015, kuda betina 5.811 ekor dan jumlah kelahiran 1.657 ekor, sehingga kuda betina yang menghasilkan susu sebanyak 1.657 ekor (28,5%) dengan produksi susu 596.520 liter per tahun. Di Kabupaten Dompu terdapat 12.421 ekor kuda yang terdiri atas kuda jantan 6.029 ekor, kuda betina 5.500 ekor dan jumlah kelahiran 892 ekor, sehingga kuda betina yang menghasilkan susu sebanyak 892 ekor (16,2%) dengan produksi susu 321.120 liter per tahun. 2. Pemeliharaan Kuda di Pulau Sumbawa Dari hasil pengamatan di lapangan ada perbedaan cara pemeliharaan kuda di Kabupaten Sumbawa, Dompu dan Kabupaten Bima. Gambar 7 menunjukkan pemeliharaan kuda di Kabupaten Sumbawa yang sepanjang hidupnya dilepas di hutan atau di padangan, walaupun demikian para peternak sebagai pemilik kuda-kuda tersebut selalu dapat mengenali kudanya melalui tanda cap bakar dikulit pantat yang diberikan oleh pemiliknya. Apabila pemilik kuda membutuhkan susu kuda, peternak pergi ke hutan atau padang rumput mencari kudanya yang sedang menyusui anak. Kuda Sumbawa selama digembalakan memakan berbagai jenis rumput dan dedaunan tanaman perdu. Selama pemeliharaan tidak pernah dilakukan pengobatan dengan disuntik antibiotik. Di Kabupaten Bima, kuda dilepas di hutan atau di padangan pada pagi hari sampai sore hari. Pada pagi hari kuda-kuda tersebut
keluar sendiri dari kandang
menuju ke hutan atau padangan, sedangkan pada waktu sore hari kuda kembali lagi ke rumah pemiliknya. Kuda-kuda tersebut kadang-kadang kembali dari hutan atau padangan bersama pemiliknya, karena pada umumnya pemilik kuda juga berladang dan lokasi ladangnya tidak jauh dari lokasi tempat kuda mencari makan. Kuda-kuda
61 tersebut juga dimanfaatkan untuk membawa beban berupa hasil pertanian atau tumbuhan untuk makan kuda di malam hari (Gambar 9 dan 10).
Gambar 7. Pemeliharaan kuda Sumbawa di Kabupaten Sumbawa
Gambar 8. Pemeliharaan kuda Sumbawa di Kabupaten Dompu
62
Gambar 9. Kuda di Kabupaten Bima yang sedang pulang ke kandang dari padang rumput.
Gambar 10. Pemeliharaan kuda Sumbawa di Kabupaten Bima. Di Kabupaten Dompu dikenal dua macam cara pemeliharaan kuda Sumbawa, yang pertama adalah kuda dilepas di hutan dan yang kedua di gunung. Karena pemilik kuda tidak mempunyai kandang di rumahnya, maka kuda-kuda tersebut dilepas di hutan atau di gunung sepanjang hidupnya (diliarkan). Untuk mengenali kuda-kuda miliknya, para pemilik kuda telah memberi tanda dengan cap bakar pada paha bagian
63 atas kudanya masing-masing sehingga apabila kuda-kuda tersebut diperlukan oleh pemiliknya, dengan mudah dikenali oleh pemiliknya (Gambar 8) 3. Cara Memerah dan Produksi Susu Kuda Sumbawa Pemerahan di P. Sumbawa biasanya dilakukan pada malam hari sampai menjelang dini hari, pemerahan dilakukan 2 atau 3 kali per ekor. Tetapi ada juga peternak yang memerah kuda hanya sekali per ekor pada dini hari. Cara memperoleh susu kuda Sumbawa di Kabupaten Sumbawa, pemilik kuda terlebih dahulu mencari kudanya di hutan kemudian membawanya ke tepi hutan serta mengikatnya dan melakukan pemerahan. Susu yang diperoleh dimasukkan ke dalam ember plastik atau botol aqua dan dibawa pulang (Gambar 11). Di kabupaten Bima kuda diperah di dalam kandang, karena kuda pada sore hari sampai menjelang pagi tinggal di dalam kandang. Selama di dalam kandang kuda diberi makan rumput atau tumbuhan yang berasal dari padangan tempat kuda mencari makan. Pemerahan dilakukan sebanyak 3 kali per ekor setelah jam 19.00 sampai menjelang dini hari (Gambar 12). Di kabupaten Dompu, pemilik kuda pergi ke hutan atau gunung untuk mengambil kuda yang akan diperah, kemudian dibawa pulang dan diikat di rumahnya. Selama diikat kuda tidak diberi makan, menjelang dini hari kuda diperah, setelah diperah oleh pemiliknya, kuda dikembalikan ke hutan atau gunung. Produksi susu kuda Sumbawa di ketiga kabupaten di pulau Sumbawa (Tabel 8) adalah 4.507.200 liter per tahun, yaitu 3.589.560 liter di kabupaten Sumbawa, 596.520 liter di kabupaten Bima dan 321.120 liter di kabupaten Dompu. Produksi susu ini sejalan dengan jumlah betina laktasi tetapi tidak selaras dengan populasi kuda.
64
Gambar 11. Kuda Sumbawa yang sedang diperah di pinggir hutan
Gambar 12. Kuda Bima yang sedang diperah di dalam atau dekat kandang
4. Penanganan dan Kondisi Susu di Lapangan Dari pengamatan di lapangan dan hasil wawancara dengan peternak, dapat dilaporkan
bahwa
peternak
di
Kabupaten
Sumbawa
dan
Dompu
langsung
memasukkan susu kuda hasil pemerahan ke dalam botol tanpa diolah terlebih dahulu (Gambar 14), sedangkan peternak di Kabupaten Bima memasukkan susu kuda hasil pemerahan ke dalam jirigen (Gambar 13). Selanjutnya oleh pedagang, susu tersebut dikirim keluar kabupaten Sumbawa, Bima dan Dompu, sebagian dipasarkan di Mataram dan beberapa kota di pulau Jawa.
65 Hasil pengamatan ini sesuai dengan Wahab (1996) yang melaporkan bahwa susu kuda yang beredar di masyarakat berasal dari hasil pemerahan kuda-kuda yang dilepas di padang rumput dan gunung di pulau Sumbawa Propinsi Nusa Tenggara Barat, yaitu kabupaten Sumbawa, Bima dan Dompu. Selanjutnya oleh para pedagang pengumpul, susu tersebut dikirim ke perusahan pengemas di pulau Jawa antara lain di Bandung, Sukabumi, Jakarta dan Tanggerang (Gambar 15).
Gambar 13. Penyimpanan susu dalam jerigen di Kabupaten Bima
Gambar 14. Penyimpanan susu dalam botol di Kabupaten Sumbawa
Gambar 15. Penanganan susu kuda Sumbawa di Tanggerang Oleh pedagang di Jawa, susu dikemas ulang secara komersial tanpa pengolahan terlebih. Susu yang telah dikemas ulang tersebut dipasarkan di toko obat,
66 apotik, pasar swalayan, bandara udara dan perorangan. Kemasan yang digunakan adalah botol gelas dan plastik (Gambar 16 dan 17). Beberapa perusahaan pengemas susu kuda Sumbawa mencantumkan masa edar (waktu kadaluarsa).
Untuk botol
plastik masa edarnya adalah 5 bulan (Gambar 16) dan untuk botol kaca tidak dicantumkan masa edar (Gambar 17).
Gambar 16. Kemasan botol komersil oleh CV. Dian dan CV. Kilo Baru (Pengumpul/pedagang) di Sukabumi
Gambar 17. Kemasan botol komersil oleh CV. Rachman Ali Belo, di Mataram dan kemasan botol komersil di Dompu.
67 Susu
yang beredar di masyarakat tidak dipanaskan/dipasteurisasi atau
ditambah bahan lain. Meskipun demikian susu dalam kemasan tersebut tidak tampak menggumpal dan tidak rusak, hanya mengalami fermentasi secara alami (Gambar 18). Tidak rusaknya susu kuda tersebut karena ada senyawa antimikroba alami di dalam susu kuda Sumbawa. Selain tidak rusak, susu kuda Sumbawa tidak pecah meskipun sudah mengalami fermentasi alami. Hal ini dapat dikaitkan dengan kadar kasein susu kuda Sumbawa yang rendah seperti yang dilaporkan oleh Sudarwanto et al (1998). Susu kuda Sumbawa juga mengalami fermentasi alami yang ditandai dengan pH-nya turun sampai 3,5 dan tetap homogen atau tidak ada endapan serta gumpalan (Gambar 18). Fermentasi alami pada susu kuda Sumbawa disebabkan oleh adanya bakteri asam laktat dalam susu kuda Sumbawa yang mengubah laktosa menjadi asam laktat sehingga menyebabkan pH-nya menjadi rendah (2,73–4,25) dan mengakibatkan rasa susu menjadi asam. Hasil pengujian di laboratorium BPMPP dari susu kuda Sumbawa yang disimpan pada bulan ke 1, 2 dan 3 ditemukan adanya Lactobacillus casei dan Lactobacillus sp lainnya. Pada bulan ke 1 secara kualitatif positif mengandung Lactobacillus casei dan Lactobacillus sp, sedangkan pada bulan ke 2 dan 3 dilakukan uji kualitatif dan kuantitatif dengan konsentrasi bakteri 17 x 106 (cfu)/ml pada bulan ke 2 dan 11 x 105 (cfu)/ml pada bulan ke 3.
Gambar 18. Susu yang telah disimpan 5 bulan tidak rusak
68 5. Penggunaan dan Arti Ekonomi Susu Kuda Sumbawa bagi Masyarakat Setempat Bagi masyarakat setempat susu kuda diminum untuk kesehatan dan beberapa peternak yang ditemui mengatakan bahwa minum susu kuda dapat menghangatkan tubuh untuk melawan dinginnya hawa pegunungan di Bima dan mereka percaya bahwa apabila minum terlalu banyak akan menyebabkan badan menjadi panas. Sementara itu penduduk setempat juga percaya kalau minum susu setiap hari badan menjadi sehat dan jarang sakit. Dari pengamatan ini dapat disimpulkan bahwa susu kuda Sumba memiliki keistimewaan yang lebih dari pada susu sapi. Di P. Sumbawa kuda mempunyai makna ekonomi penting bagi masyarakat. Pemerahan susu kuda Sumbawa oleh para petani telah menjadi kegiatan ekonomi (Tabel 8) dan menjual susunya ke pedagang. Selanjutnya susu dikirim ke Mataram dan P. Jawa untuk dipasarkan sebagai makanan kesehatan dengan harga tinggi. Susu kuda Sumbawa sudah menjadi komoditi populer di luar NTB, terutama di Jawa Barat, DKI, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Harga susu kuda Sumbawa di Jawa pada tahun 2003–2005 dapat mencapai Rp. 160.000 per liter, sedangkan di Sumbawa harganya Rp. 30.000 per liter, di Bima hanya Rp. 15.000 per liter dan di Dompu Rp. 50.000 per liter. Tabel 8. Volume produksi susu kuda Sumbawa dan perhitungan nilai (dalam rupiah) per tahun (2003)
No.
Kabupaten
Kuda
Jumlah
Betina
produksi susu
Laktasi
/liter/ th
Harga/liter
Nilai
di tingkat peternak (Rp.)
(miliar rupiah)
1.
Sumbawa
9.971
3.589.560
30.000
107,6
2.
Bima
1.657
596.520
15.000
8,5
3.
Dompu
892
321.120
50.000
16,056
12.520
4.507.200
Total
132.2
Sumber : Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Barat (2004).
69 Dengan harga susu Rp. 30.000 per liter maka nilai produksi susu kuda di kabupaten Sumbawa 107.6 milyar rupiah per tahun (Tabel 8), dengan demikian ratarata rumah tangga memperoleh pendapatan dari susu kuda sebesar Rp. 10.072.000 per tahun. Di kabupaten Bima terdapat 1.657 ekor kuda betina laktasi dengan produksi 596.520 liter per tahun dengan harga susu kuda Rp. 15.000 (lebih murah dari pada harga susu di kabupaten Sumbawa) diperoleh pendapatan Rp. 8,5 milyar dan di kabupaten Dompu terdapat 892 ekor kuda laktasi dengan produksi susu 321.120 liter per tahun dengan harga Rp. 50.000 per liter diperoleh pendapatan Rp. 16,056 milyar. Total dari seluruh P. Sumbawa Rp. 132,2 milyar (Tabel 8). Susu kuda Sumbawa yang sudah dikemas dalam botol dan dijual eceran di pasaran di pulau Jawa dengan harga Rp. 160.000 per liter. Bila dihitung dari harga jual terakhir maka produksi susu kuda dari pulau Sumbawa dapat mencapai Rp. 721,15 milyar per tahun, berarti 5,5 kali dari nilai di daerah produsen.
B. VERIFIKASI ANTIMIKROBA DALAM SUSU KUDA SUMBAWA DAN TUMBUHAN Verifikasi senyawa antimikroba di dalam susu kuda Sumbawa dimaksudkan untuk membuktikan bahwa susu kuda Sumbawa secara alami mengandung senyawa antimikroba. Di samping itu juga untuk mengetahui aktivitas antimikrobanya berasal dari tumbuhan yang di makan kuda atau dari antibiotika yang diberikan sebagai obat oleh peternak atau petugas kesehatan hewan. 1. Uji Aktivitas Antimikroba dalam Susu Kuda Sumbawa Pengujian aktivitas antimikroba dilakukan dengan mengunakan bakteri M. luteus. Hasil pengujian (Gambar 19, 20, 21) menunjukkan bahwa susu kuda Sumbawa mempunyai aktivitas antimikroba yang sangat kuat. Aktivitas tersebut ditunjukkan oleh luas daerah bening (clear zone) daerah hambatan pada media di cawan petri.
70 Berdasarkan luas daerah hambatan dapat dilihat bahwa susu
segar mempunyai
aktivitas antimikroba yang lebih kuat bila dibandingkan dengan antibiotik penisilin sebagai kontrol (Gambar 19). Pada Gambar 20 disajikan hasil uji antimikroba susu sapi dan susu kuda bukan kuda Sumbawa (kuda tarik) memperkuat hasil yang tidak terdapat daerah hambatan. Hal ini menunjukkan susu sapi dan susu kuda bukan Sumbawa tidak mempunyai aktivitas antimikroba. Pada Gambar 21 terlihat susu kuda yang telah di simpan selama 1 bulan menunjukkan adanya aktivitas mikroba yang lebih tinggi dari pada susu segar dan kontrol positif antibiotika penisilin. Hal ini menunjukkan bahwa penyimpanan tidak menurunkan aktivitas antimikrobanya (Gambar 21). Hasil pengukuran daerah hambatan aktivitas antimikroba dari 160 sampel susu kuda Sumbawa, 25 sampel susu kuda bukan Sumbawa dan 15 sampel susu sapi serta kontrol (0,1 ì g/ml penisilin) disajikan pada Tabel 9.
Gambar 19. Aktivitas antimikroba susu segar
Gambar 21. Aktivitas antimikroba susu asam
Gambar 20. Aktivitas antimikroba susu kuda bukan Sumbawa dan susu sapi segar
Semua sampel susu kuda Sumbawa yang diuji mengindikasikan adanya aktivitas antimikroba dengan diameter hambatan berkisar 15,18 – 34,63 mm atau luas hambatannya berkisar antara 181,1 – 942,3 mm2. Dari susu kontrol yang diuji, yaitu 20
71 sampel susu kuda bukan Sumbawa, 15 sampel susu sapi Frisian Holstein dan 5 sampel susu kuda pacu, hanya sampel susu dari kuda pacu memperlihatkan adanya daya
antimikroba
walaupun
daya
antimikrobanya
lemah
dengan
diameter
hambatannya 13,37 mm atau luas hambatan hanya 140,5 mm2. Kuda pacu tersebut ternyata adalah keturunan dari kuda Sumba betina yang disilangkan dengan kuda jantan Thoroughbred. Hasil pengujian senyawa antimikroba membuktikan bahwa susu kuda Sumbawa secara kualitatif mempunyai daya antimikroba yang kuat, baik susu segarnya maupun yang telah disimpan. Di samping itu dilakukan juga analisis antimikroba secara kuantitatif dengan mengukur diameter dan menghitung luas daerah hambatan yang mengindikasikan daya antimikroba susu kuda Sumbawa cukup kuat. Tabel 9. Aktivitas antimikroba susu kuda Sumbawa , susu kuda bukan Sumbawa dan susu sapi menggunakan bakteri uji Micrococcus luteus ATCC 9341 No.
Asal Sampel
KUDA SUMBAWA Peternak a. Ds. Palama, Dongo, Bima b. Ds. Mpili, Dongo, Bima c. Ds. Taloko, Sanggar, Bima d. Ds. Monggo, Madapangga, Bima e. Ds. Penyaring, Moyohilir, Sumbawa f. Ds. Pelat, Sumbawa g. Ds. Saneo, Woja. Dompu 2 Pedagang a. Jabotabek, Surabaya, Mataram 3 Pengumpul a. Desa Taloko, Sanggar, Bima II KUDA BUKAN SUMBAWA 1 Kuda Beban a. Bogor b. Lembang c. Salatiga 2 Kuda Pacu *) a. Pamulang III SAPI PERAH (FH) a. Depok IV ANTIBIOTIK KONTROL (Penisilin 0,1 • g/ml) TOTAL
Jumlah Sampel
Rata-rata Aktivitas Antimikroba Diameter (mm) Luas (mm²)
I 1
20 20 20 20 20 20 20
20,33 18,28 34,44 23,29 17,68 15,18 23
324,7 262,6 931,9 426,2 245,6 181,1 415,6
10
20,59
333,1
10
34,63
942,3
5 5 10
0 0 0
0,0 0,0 0,0
5
13,37
140,5
15
0 20,33
0,0 324,7
200
Keterangan : *) Kuda pacu Pamulang turunan kuda Sumba.
72 Susu dari pengumpul di Kabupaten Bima yang umumnya telah disimpan dengan masa simpan 1 bulan, mempunyai aktivitas antimikroba yang lebih kuat bila dibandingkan dengan susu yang baru diperah oleh peternak. Luas daerah hambatan susu yang berasal dari pengumpul mencapai 942,3 mm2, sedangkan yang langsung dari peternak hanya berkisar antara 181,1 s/d 426,2 mm2 kecuali dari Desa Taloko, Kabupaten Bima yang luas hambatannya 931,9 mm2. Hal ini memperlihatkan bahwa penyimpanan susu tidak menurunkan bahkan meningkat aktivitas antimikrobanya. Menurut Naidu (2000) senyawa antimikroba alami yang berasal dari susu sapi diantaranya adalah laktoferin, laktoperoksidase, laktoglobulin dan laktolipids. Menurut Conner (1993), senyawa yang bersifat antimikroba alami dari susu sapi adalah kelompok laktenin yang merupakan bagian dari sistim imun seperti immunoglobulin, lysozym, laktoferin dan senyawa lain yang bersifat antimikroba. Rijatmoko (2003) melakukan penelitian mengenai pengaruh susu kuda Sumbawa
terhadap
pertumbuhan
M.
tuberculosis
secara
in
vitro;
hasilnya
menunjukkan bahwa susu kuda Sumbawa mempunyai potensi yang cukup baik dalam menghambat pertumbuhan M. tuberculosis, baik isolat standar maupun isolat klinis yang diperoleh dari penderita tuberkulosis paru. Sudarwanto et al (1998), dari hasil analisis terhadap 12 sampel susu kuda Sumbawa menunjukkan adanya aktivitas antimikroba dengan diameter hambatan berkisar antara 14 – 23 mm atau 154,0 – 415,6 mm2. Dari hasil percobaan ini dapat disimpulkan bahwa susu kuda Sumbawa, baik yang segar maupun yang telah disimpan, mempunyai aktivitas antimikroba kuat. Percobaan dilanjutkan untuk mengetahui apakah senyawa aktif di dalam susu kuda Sumbawa yang mempunyai aktivitas antimikroba yang kuat tersebut berasal dari kuda Sumbawa yang sedang menyusui atau berasal dari tumbuhan yang diberikan sebagai
73 bahan makanan kuda Sumbawa. Untuk itu dilakukan uji aktivitas antimikroba dari tumbuhan makanan kuda Sumbawa. 2. Uji Aktivitas Antimikroba dari Tumbuhan Sumber Makanan Kuda Sumbawa Untuk mengetahui lebih lanjut apakah daya antimikroba berasal dari kuda secara alami atau dari tumbuh-tumbuhan yang dimakan kuda maka dilakukan uji aktivitas antimikroba dari tumbuhan bahan makanan kuda Sumbawa, yaitu 32 jenis tumbuhan yang sehari-hari menjadi makanan kuda Sumbawa (Tabel 10 dan Gambar 22 dan 23). Tabel 10. Beberapa jenis tumbuhan yang dikonsumsi kuda Sumbawa No.
Jenis Tumbuhan
No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Sisi Tol Ati Humpa Eli Panggampa Kumba Kuruwaci Naetuta Katobo Sisinae Kabisa Radamila
12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.
Jenis Tumbuhan Rede Mila Cewu Ventalonde Nadurui Kabisa Sidoro Ngame Kaca Rapa Kess Mbolombaci
No.
Jenis Tumbuhan
23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32.
Pai Soka Mporingame Sisisanga Lokojongo Songga Karaowa Mampidaroo Papanta Mpowiriti
Menurut Harbone (1987) senyawa-senyawa seperti fitogleksin, fenol dan eugenol merupakan senyawa antimikroba alami yang berasal dari tanaman. Persiapan awal yang diberikan adalah mengeringkan tiap jenis tumbuhan pada suhu 60oC, setelah kering kemudian dihaluskan. Selanjutnya diekstraksi dengan pelarut dietil eter, kloroform, etanol dan buffer phosfat, lalu diuji antimikrobanya dengan metoda difusi (Harbone, 1987 dan Yoshimura et al, 1991). Dari hasil pengujian aktivitas antimikroba tumbuhan makanan kuda Sumbawa, hasilnya menunjukkan bahwa semua jenis tumbuhan yang diuji ternyata tidak memiliki daya antimikroba. Untuk membuktikan apakah zat antimikroba bukan berasal dari antibiotika yang diberikan pada kuda sebagai obat, dilakukan wawancara dengan peternak dan
74 petugas Kesehatan Hewan setempat. Hasil wawancara dan observasi menunjukkan bahwa kuda-kuda yang diambil susunya tidak pernah mendapat pengobatan dengan antibiotik. Dari kedua hasil percobaan dan temuan lapangan tersebut dibuktikan bahwa antimikroba pada susu kuda Sumbawa bukan berasal dari obat antibiotik atau tumbuhan.
Gambar 22. Jenis tumbuhan Papanta dan Mampidaroo yang biasa dimakan kuda Sumbawa
Gambar 23. Jenis tumbuhan Sisisanga, Mporingame dan Karaowa yang biasa dimakan kuda Sumbawa Dengan demikian hipotesis pertama bahwa susu kuda Sumbawa mengandung senyawa antimikroba yang kuat sudah dapat dibuktikan.
75 C. UJI STABILITAS, SPEKTRUM DAN SIFAT POLARITAS SENYAWA ANTIMIKROBA PADA SUSU KUDA SUMBAWA Setelah terbukti bahwa ada aktivitas antimikroba yang kuat dalam susu kuda Sumbawa maka diikuti dengan pembuktian hipotesis kedua yaitu bahwa senyawa antimikroba dalam susu kuda tersebut mempunyai spektrum yang luas, sekaligus untuk mengetahui stabilitas daya antimikroba susu kuda Sumbawa oleh pemanasan dan penyimpanan, kemudian diteruskan dengan uji polaritas senyawa antimikroba tersebut. 1. Uji Stabilitas Daya Antimikroba Susu Kuda Sumbawa Tujuan dilakukan uji stabilitas daya antimikroba adalah untuk mengetahui pengaruh pemanasan dan lama penyimpanan pada suhu kamar terhadap daya antimikroba susu kuda Sumbawa. a. Pengaruh Pemanasan Uji stabilitas daya antimikroba terhadap pengaruh pemanasan, dilakukan dengan cara mengukur luas hambatan daya antimikroba susu kuda Sumbawa yang telah dipanaskan 70 0C selama 10 menit dengan metode Yoshimura (1991). Hasil percobaan pemanasan susu kuda Sumbawa terhadap stabilitas daya antimikroba disajikan pada Tabel 11. Dari Tabel 11 dapat dilihat rata-rata luas hambatan sebelum pemanasan 367.13 mm2 dengan kisaran antara 274.46 – 478.58 mm2, sedangkan luas hambatan setelah pemanasan 269.31 mm2, dengan kisaran antara 197.61 – 344.57 mm2. Dengan dipanaskan telah terjadi penurunan daya antimikroba rata-rata sebesar 26,60 % dengan kisaran antara 21 – 29%. Penurunan daya antimikroba karena pemanasan diduga karena adanya senyawa atau komponen antimikroba yang tidak tahan terhadap pemanasan. Pengaruh pemanasan menyebabkan protein senyawa antimikroba susu mengalami denaturasi disertai terbukanya rantai polipeptida. Denaturasi protein ini
76 mengakibatkan hilanganya aktivitas biologis senyawa antimikrobanya (Lehninger, 1982). Menurut Naidu (2000) antimikroba susu sapi berasal dari protein. Demikian pula antimikroba susu kuda Sumbawa yang berasal dari protein, daya antimikrobanya menurun sebagai akibat terjadinya denaturasi protein oleh pemanasan. Hal ini sejalan dengan temuan di lapangan (Wahab, 1996) bahwa secara tradisional atau kepercayaan masyarakat setempat, susu kuda Sumbawa tidak boleh dipanaskan atau dimasak karena dapat mengurangi khasiatnya. Tabel 11. Pengaruh pemanasan pada suhu 700C, selama 10 menit terhadap stabilitas daya antimikroba susu kuda Sumbawa No. Sampel
Luas Hambatan Sebelum Pemanasan (mm2)
Luas Hambatan Setelah Pemanansan (mm2)
Penurunan Daya Antimikroba (%)
1* 2* 3* 4* 5** 6** 7** 8** 9** 10** Rata-rata
478.58 464.34 274.46 373.06 380.29 392,48 303,38 323,79 383,75 297,24 367.13
344.57 334.32 197.61 264.87 281.41 294.36 218.43 255.79 287.81 214.01 269.31
28 28 28 29 26 25 28 21 25 28 26,6
Keterangan : * Desa Taloko (Bima) ** Desa Moyo (Sumbawa
b. Pengaruh Penyimpanan Uji terhadap stabilitas antimikroba dapat diukur dari pengaruh penyimpanan terhadap daya antimikroba, kemudian juga terhadap penurunan pH dan jumlah bakteri. Hasil uji stabilitas daya antimikroba terhadap lama penyimpanan disajikan pada Tabel 12.
77 Tabel 12. Pengaruh masa simpan terhadap stabilitas daya antimikroba susu kuda
No.
Umur simpan (bulan)
pH
1 2 3 4 5 6
0 1 2 3 4 5
3,62 3,55 3,55 3,52 3,52 3,5
Hasil Pengujian Aktivitas antimikroba Diameter Luas % (mm2) (mm2) 18 225 100 36 1018 453,4 37 1075 477,8 33 856 380,2 30 707 314,2 27 573 254,6
TPC (cfu)/ml 1,8 x 107 2,4 x 105 1,4 x 105 2,4 x 104 2,4 x 103 1,3 x 102
Pada awal simpan (bulan ke 0), daya antimikroba susu kuda Sumbawa masih rendah yaitu diameter hambatannya 18 mm atau luasnya 225 mm2. Pada masa simpan bulan ke 1 menunjukkan daya antimikrobanya meningkat menjadi 1.018 mm2 atau 453,4% dari luas hambatan awal (225 mm2). Daya antimikroba terkuat terjadi pada umur simpan bulan ke 2 dengan luas hambatannya 1075 mm2 atau 477,8 % dari luas hambatan awal (225 mm2). Dari bulan ke 2 sampai bulan ke 5 daya antimikroba mengalami penurunan dari luas hambatan 1075 mm2 menjadi 573 mm2 atau masih 206 % dari luas hambatan awal. Peningkatan daya antimikroba dari umur simpan sampai 2 bulan sebesar 477,8% dari daya antimikroba awal (225 mm2) disebabkan adanya efek sinergis antara senyawa antimikroba susu kuda Sumbawa dengan senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat (BAL seperti L. casei dan L. spp), bakteriosin, asam organik (asam laktat, asetat dan format), pH rendah dan hidrogen peroksida (Schved et al, 1993; Jenie dan Shinta, 1995; Purwandani, 2000 dan Widodo, 2003). Penurunan daya antimikroba dari bulan ke 2 sampai bulan ke 5 disebabkan oleh proses metabolisme mikroba di dalam susu dan menghasilkan enzym yang menyebabkan terjadinya hidrolisis protein dan karbohidrat dari senyawa antimikroba sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan daya antimikroba (Murray, 1997).
78 Dalam pengujian jumlah bakteri juga dilakukan identifikasi bakteri asam laktat pada sampel susu kuda Sumbawa. Dari uji tersebut diketahui adanya L. casei dan L. spp.
Adanya
kedua
bakteri
tersebut
menaikkan
aktivitas
antimikroba
dan
memperpanjang masa simpan susu kuda Sumbawa. Hal ini ditunjukkan dengan adanya daya antimikroba meningkat dua sampai empat kali lebih besar dari aktivitas antimikroba awal. Pengukuran pH susu segera setelah ambing diperah, susu kuda Sumbawa memiliki pH antara 6,85 sampai 7,0. Selanjutnya pH menurun secara bertahap pada hari ketiga mencapai pH 4,26. Susu kuda Sumbawa yang digunakan pada awal percobaan adalah dengan masa simpan selama 7 hari, pH-nya 3,62, selanjutnya pH hanya sedikit menurun pada 5 bulan penyimpanan pH-nya 3,5. Penurunan pH dari susu segar ini disebabkan karena terjadinya fermentasi susu terhadap laktosa oleh enzym â-galaktosidase (Widodo et al, 2003). Jumlah bakteri pada awal simpan (umur susu 7 hari) adalah 1,8 x 107 cfu/ml, jumlah bakteri ini menurun secara lambat sampai 2,4 x 105 cfu/ml selama sebulan dan bertahan pada 1,4 x 105 cfu/ml sampai umur simpan 2 bulan. Jumlah bakteri menurun lagi menjadi 2,4 x 103 (cfu/ ml) pada umur simpan 4 bulan dan 2,4 x 102 (cfu/ ml) pada umur simpan 5 bulan. Penurunan jumlah bakteri ini disebabkan oleh adanya hasil metabolit-metabolit yang bersifat toksik yang mematikan bakteri (Pelczar dan Chang, 1986; Schlegel dan Schmidt, 1994; dan Widodo, 2003). 2. Uji Spektrum Aktivitas Antimikroba dari Susu Kuda Sumbawa Jenis bakteri yang digunakan untuk menguji spektrum aktivitas antimikroba dipilih dari jenis bakteri yang dapat menyebabkan penyakit saluran pencernaan atau penyebab kerusakan makanan. Atas dasar itu dipilih 9 jenis bakteri gram positif dan negatif yang mewakili bakteri patogen dan perusak bahan makanan yang penting ditinjau dari kesehatan masyarakat dan kerusakan pangan.
79 Hasil uji terhadap 9 jenis bakteri disajikan pada Tabel 13 menunjukkan bahwa susu kuda Sumbawa mempunyai aktivitas antimikroba terhadap semua jenis bakteri uji dengan antimikrobanya bervariasi dengan luas hambatan 115,4 mm² sampai 462,1 mm². Susu kuda tarik tidak mempunyai aktivitas antimikroba, kecuali kuda pacu dari Pamulang yang mempunyai daya antimikroba terhadap bakteri V. cholerae BCC, bakteri perusak pangan B. subtilis ATCC 6633 dan M. luteus ATCC 9341 dengan luas hambatan berturut-turut 85,8 mm2, 107,74 mm2 dan 120,8 mm2. Tabel 13. Uji sensitifitas antimikroba pada susu kuda*) terhadap berbagai bakteri patogen dan perusak pangan Asal Susu No.
1 2 3
Jenis Bakteri
Shigella boydii BCC Salmonella typhymurium ATCC 14028 Staphylococcus aureus ATCC 6538P
Gram
Sifat Bakteri
Kuda
)
Sumbawa* Luas (mm²)
Kuda Tarik
Kuda Pacu **
Luas (mm²)
Luas (mm²)
)
Luas hambatan 2
(mm ) kontrol antibiotika
-
Patogen
115,4
0,0
-
585,6
1)
-
Patogen
193,2
0,0
-
512,1
1)
+
Patogen
210,0
0,0
-
600,7
1)
Patogen
462,1
0,0
85,8**
355,8
1)
351,8
0,0
-
456,9
4)
198,4
0,0
-
575,4
1)
287,5
0,0
-
524,1
1)
322,5
0,0
107,74**
969,1
2)
0,0
120,8
177,5
3)
4
Vibrio cholerae BCC
-
5
Bacillus cereus ATCC 11778
+
6
Pseudomonas aeruginosa 27853
-
7
Escherichia coli NIHJ
-
8
Bacillus subtillis ATCC 6633
+
Patogen dan Perusak Pangan Patogen dan Perusak Pangan Patogen dan Perusak Pangan Perusak Pangan
9 Micrococcus luteus ATCC 9341 + Perusak Pangan 387,9 Catatan : *) Susu kuda Sumbawa asal Desa Taloko **) Persilangan antara kuda betina Sumba dan kuda jantan Thoroughbred 1) Kontrol antibiotika menggunakan Chloramphenicol dengan konsentrasi 30 • g/ml. 2) Kontrol antibiotika menggunakan Kanamycin dengan konsentrasi 30 • g/ml. 3) Kontrol antibiotika menggunakan Tylosin dengan konsentrasi 1 • g/ml. 4) Kontrol antibiotika menggunakan Tetracyclin dengan konsentrasi 30 • g/ml.
Bakteri gram negatif Sh. boydii, S. typhymurium, Ps. aerugenosa dan E. coli mempunyai luas hambatan berturut-turut : 115,4 ; 193,2 ; 198,4 dan 287,5 mm2. Bakteri gram positif St. aureus, B. aureus, B. subtilis, dan M. luteus mempunyai luas hambatan berturut-turut : 210,0 ; 351,8 ; 322,5 dan 387,9 mm2. Apabila dibandingkan dengan bakteri gram negatif, bakteri gram positif lebih sensitif terhadap senyawa antimikroba susu kuda Sumbawa dari pada bakteri gram negatif, seperti
80 terlihat dari luas hambatan yang terbentuk. Hal ini dapat dikaitkan adanya perbedaan dinding sel bakteri gram positif dengan dinding sel bakteri gram negatif. Dinding sel bakteri gram positif berupa peptidoglikan (murein dan mukopeptida). Pada bakteri gram negatif dinding selnya lebih kompleks terutama dengan adanya lapisan luar peptidoglikan dan lapisan yang terdiri dari fosfolipida, polisakarida dan protein. Lipidan dan polisakarida membentuk struktur yang khas yang disebut dengan lipopolisakarida atau LPS, sehingga mempunyai daya pertahanan yang lebih kuat terhadap bahan asing yang akan menembus ke dalam sel bakteri. Komponen yang komplek inilah yang diduga menyebabkan bakteri gram negatif kurang peka dibanding bakteri gram positif (Lay dan Hastowo, 1992). Bakteri V. cholerae adalah bakteri gram negatif, tetapi paling peka terhadap susu kuda Sumbawa dari seluruh bakteri yang diuji, seperti ditunjukkan dengan luas hambatan 462,1 mm2. Hasil pengujian tersebut sesuai dengan data empiris yang menyebutkan bahwa susu kuda Sumbawa dapat menyembuhkan penyakit diare encer. Pengunaan susu kuda Sumbawa kemungkinan dapat menjadi bahan pertimbangan sebagai alternatif pengobatan terhadap penyakit diare yang disebabkan oleh bakteri V. cholerae untuk mengganti antibiotik tetrasiklin dan kloramfenikol yang dapat mengakibatkan resistensi (Jawetz et al, 1995). Rijatmoko
(2003)
membuktikan
bahwa
susu
kuda
Sumbawa
dapat
menghambat pertumbuhan M. tuberculosis. Pengujian secara in vitro menunjukkan bahwa susu kuda Sumbawa dapat menghambat pertumbuhan M. tuberculosis baik terhadap isolat standar maupun isolat klinis yang diperoleh dari sputum (mukosa mulut) penderita TBC. Bakteri ini tidak diklasifikasikan dalam gram positif atau gram negatif karena tidak mempunyai karakteristik diantara keduanya walaupun pada dinding selnya mengandung peptidoglikan dan kompleks lipid, sehingga antimikroba susu kuda Sumbawa mampu menembus dinding sel bakteri M. tuberculosis.
81 Susu kuda bukan dari Sumbawa tidak mempunyai kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri-bakteri Sh. boydii, S. typhymurium, St. aureus, V. cholerae, B. cereus, Ps. aerugenosa, E. coli, B. subtilis, dan M. luteus,
hal ini ditunjukkan
dengan tidak adanya aktivitas hambatan (Tabel 13). Tidak adanya aktivitas antimikroba dari susu kuda tarik karena susunya tidak mempunyai senyawa antimikroba alami dan belum ada fermentasi Susu kuda pacu tidak menghambat pertumbuhan bakteri Sh. boydii, S. typhymurium, St. aureus, B. cereus, Ps. aerugenosa dan E. coli, tetapi mempunyai kemampuan menghambat terhadap bakteri V. cholerae, B. subtilis, dan M. luteus dengan daya hambat lemah dibandingkan dengan susu kuda Sumbawa. Adanya hambatan pada ke 3 bakteri tersebut menunjukkan bahwa susu kuda pacu mempunyai kesamaan dengan susu kuda Sumbawa, ternyata kuda pacu di Pamulang adalah turunan kuda Sumba yang sejenis dengan kuda Sumbawa. 3. Uji Sifat Polaritas Senyawa Antimikroba Uji daya larut senyawa antimikroba bertujuan untuk mengetahui kepolaritasan senyawa antimikroba susu kuda Sumbawa terhadap beberapa tingkat polaritas pelarut organik. Sifat kopolaritasan tersebut sangat penting untuk efektivitas ekstraksi senyawa antimikroba pada penelitian selanjutnya (Pomeranz dan Meloan, 1999). Berikut ini disajikan urutan tingkat polaritas pelarut dari yang paling non polar sampai yang paling polar yaitu hexan, etil asetat, aseton, etanol, metanol dan air (Tabel 14). Daya antimikroba masing-masing pelarut yang digunakan dalam percobaan ini, sebelumnya telah diuji terhadap aktivitas antimikroba. Tujuannya untuk mengetahui apakah pelarut-pelarut tersebut juga mempunyai daya antimikroba. Dari hasil percobaan kelima jenis pelarut organik tersebut tidak menunjukkan adanya daya antimikroba. Hal ini memberi petunjuk bahan pelarut itu tidak memberi kontribusi terhadap aktivitas antimikroba susu kuda Sumbawa.
82 Uji sifat polaritas terhadap senyawa antimikroba yang terlarut dalam pelarut (etil asetat, aseton, ethanol dan methanol) dilakukan dengan metode difusi dengan menggunakan bakteri M. luteus. Pada Tabel 14 ditunjukkan bahwa dalam fase hexan (polaritas 0) tidak memperlihatkan adanya aktivitas antimikroba. Hal ini membuktikan bahwa senyawa antimikroba susu kuda Sumbawa tidak terdapat dan tidak larut dalam lemak.
Tabel 14. Daya antimikroba (mm) hasil ekstraksi dengan pelarut dari berbagai tingkat polaritas dan pelarut air. Jenis Pelarut dan Polaritas *) No
Asal Sampel Susu Kuda
Fase Hexan
Fase Ethyl Asetat
Fase Aseton
Fase Etanol
(0)
(38)
(47)
(68)
Fase Fase Air Metanol
Ds. Taloko 0 13,3 15,5 18,3 Sanggar, Bima Ds. Taloko 2 0 14,8 16,7 18,7 Sanggar, Bima Ds. Tolonggeru 3 Madapangga, 0 15,9 16,1 18,0 Bima Ds. Taloko 4 Madapangga, 0 18,8 20,9 22,2 Bima Ds. Tolonggeru 5 Madapangga, 0 13,9 16,6 18 Bima Rata-Rata 0 15,3 17,6 19 *) Keterangan : Nilai polaritas (Pomeranz dan Malowan, 1994) pelarut dalam kurung. 1
(73)
(90)
19,9
17,7
20,8
19,8
19,2
19
23,4
20,5
20,0
19,1
20,66 19,22 ditampilkan angka
Aktivitas antimikroba terendah terdapat di dalam fase etil asetat yang polaritasnya 38. Dari Tabel 14 terlihat bahwa daya antimikrobanya meningkat sesuai dengan tingkat kelarutan senyawa antimikrobanya; dan menunjukkan bahwa kelarutan senyawa antimikroba searah dengan peningkatan polaritas pelarutnya berturut-turut mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi : fase etil asetat (15,3mm) ; fase aseton (17,6mm) ; fase ethanol (19,0mm) dan fase methanol (20,66mm). Dari daya larutnya
83 yang terbesar pada metanol, maka disimpulkan bahwa senyawa antimikroba susu kuda Sumbawa bersifat polar. Diameter hambatan rata-rata fase air 19,22 mm lebih rendah dari pada fase metanol yaitu 20,66mm. Sementara itu kekuatan polaritas air (90) lebih besar dari pelarut metanol (73) tetapi daya antimikrobanya lebih rendah dari daya antimikroba pada fase metanol. Dari analisis ini dapat disimpulkan bahwa polaritas senyawa antimikroba susu kuda Sumbawa tidak setinggi polaritas air. Juga disimpulkan bahwa pelarut metanol merupakan pelarut terbaik yang dapat digunakan untuk ekstraksi zat antimikroba dari susu kuda Sumbawa. Sifat polaritas antimikroba ini penting untuk uji selanjutnya. Sifat polar tersebut dapat memberi petunjuk bahwa senyawa antimikroba susu kuda Sumbawa kemungkinan besar senyawa protein. Menurut Naidu (2000), senyawa antimikroba susu sapi seperti laktoferin adalah protein. Sifat polar senyawa antimikroba ini penting untuk uji fraksinasi, isolasi dan identifikasi senyawa antimikroba selanjutnya.
D. FRAKSINASI, ISOLASI, IDENTIFIKASI, DAN KARAKTERISASI SENYAWA ANTIMIKROBA 1. Fraksinasi Senyawa Antimikroba Fraksinasi senyawa antimikroba dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui jumlah fraksi yang terdapat didalam susu kuda Sumbawa serta jumlah fraksi yang mempunyai aktivitas antimikroba. a. Fraksinasi Komponen Susu Kuda Sumbawa Fraksinasi komponen antimikroba susu kuda Sumbawa dilakukan berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yaitu aktivitas antimikroba hanya terdapat didalam fase air. Proses fraksinasi dilakukan terhadap fase air menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).
84 Fraksi yang keluar paling awal, dari kromatografi diduga fraksi yang mempuyai molekul lebih besar dalam larutan fase gerak sehingga molekul yang lebih besar ini akan muncul lebih dahulu, sedangkan molekul yang lebih kecil menyusul kemudian. Kemungkinan tiga atau empat fraksi yang muncul lebih dulu adalah fraksi protein casein (Roth dan Blaschke, 1981). Dari hasil fraksinasi dengan KCKT diperoleh 7 (tujuh) fraksi seperti ditunjukkan pada Gambar 24. Ketujuh fraksi tersebut terdiri dari 4 fraksi besar di depan dan 3 fraksi kecil di belakang.
Gambar 24. Hasil fraksinasi senyawa aktif antimikroba dengan KCKT Fraksi 1 sampai dengan 4 muncul saling berdekatan, dengan waktu retensi masing-masing puncak adalah 1,8 ; 2,227 ; 2,638 dan 3,148 menit. Fraksi-fraksi awal ini adalah fraksi yang mempunyai molekul besar. Fraksi 5,6, dan 7 keluar terpisah jauh satu sama lainnya dengan waktu retensi yang lebih lama yaitu 4,368 ; 6,237 dan 12,292 menit. Hal ini menunjukkan fraksi-fraksi
85 tersebut semakin lama waktu retensinya, semakin kecil molekulnya. Fraksi 7 adalah fraksi kecil BM-nya dan yang paling polar dengan waktu retensi paling lama. b. Aktivitas Antimikroba dari Fraksi-Fraksi Fraksi-fraksi yang telah diketahui berjumlah 7 fraksi, masing-masing fraksi diuji terhadap aktivitas antimikrobanya dengan metode difusi mengunakan bakteri M. luteus. Hasil uji aktivitas antimikroba dari fraksi-fraksi tersebut ditunjukkan pada Tabel 15. Tabel 15. Hasil uji aktivitas mikroba fraksi-fraksi senyawa aktif antimikroba dalam fase air susu kuda Sumbawa Jenis Sampel Susu Kuda Sumbawa
Urutan
Area
Waktu retensi (menit)
1
11.662,6
1,85
0
0
0
2
6.106,4
2,28
0
0
0
3
7.937,6
2,64
0
0
0
4
8.817,1
3,15
129,54
1,5 X 10-5
1x
5
1.329,6
4,37
98,56
7,5 X 10-5
5x
6
3.850,9
6,24
100,33
2,6 X 10-5
2x
7
1.967,6
12,29
553,02
29 X 10-5
20x
Fraksi
Luas hambatan
Perbandingan
Total (mm²) mm²/Satuan area
Pada Tabel 15 dapat ditunjukkan 3 fraksi awal yang besar yaitu fraksi 1,2 dan 3 tidak menunjukkan adanya aktivitas antimikroba. Hal ini memperkuat dugaan ketiga fraksi awal adalahi fraksi kasein (á, â, kapha kasein) yang tidak ada aktivitas mikrobanya. Empat (4) fraksi berikutnya dari uji antimikroba menunjukkan adanya aktivitas antimikroba. Aktivitas antimikroba fraksi 4 terlemah bila dibandingkan dengan fraksi 5,6
86 dan 7 dan untuk analisis selanjutnya dijadikan pembanding. Fraksi 5 mempunyai daya antimikroba lebih kuat dari pada fraksi 4 yaitu 5 kali fraksi 4. Fraksi 6 yang termasuk fraksi agak besar, daya antimikrobanya hanya 2 kali fraksi 4. Dengan demikian daya antimikroba fraksi 6 lebih kecil bila dibandingkan dengan fraksi 5. Fraksi 7 yang kecil, mempunyai daya antimikroba paling kuat yaitu 20 kali fraksi 4. Menurut Naidu (2000), senyawa antimikroba dalam susu sapi (laktoferin) adalah protein yang terdapat pada whey protein susu. Selanjutnya 4 fraksi aktif antimikroba itu diperkirakan sesuai dengan 4 protein antimikroba pada susu sapi seperti yang dilaporkan Naidu (2000). 2. Isolasi dan Identifikasi Fraksi 7 Isolasi dan identifikasi bertujuan untuk mengetahui komponen-komponen aktif dari fraksi 7 yang daya antimikrobanya paling kuat. Isolasi dan identifikasi dilakukan melalui uji kualitatif terhadap protein dan uji kuantitatif untuk menentukan berat molekul proteinnya. Karena jumlahnya yang kecil, untuk mendapatkan sampel fraksi 7 dilakukan beberapa kali fraksinasi dengan KCKT sampai mencapai 84 ml. Larutan fraksi 7 tersebut terlebih dulu dievaporasi dengan evaporator (Eyela) untuk menghilangkan methanol, selanjutnya dikeringkan dengan alat kering beku untuk mendapatkan produk kering dalam bentuk bubuk. Untuk analisa kualitatif protein digunakan metode Bradford (Bradford 1976). Dengan metode ini secara kualitatif, fraksi 7 memberikan warna biru yang mengindikasikan positif protein. Hasil uji ini dilanjutkan dengan uji isolasi protein dengan metode elektroforesis (Bollag dan Edelstein,1991) guna mendapatkan jumlah pita protein dan berat molekul. Dengan elektroforesis fraksi 7 dipisahkan kemungkinan adanya beberapa jenis protein dan kemudian ditentukan berat molekulnya dengan cara membandingkannya
87 dengan 6 jenis protein rujukan. Beberapa jenis protein standar dengan berbagai berat molekul dipakai sebagai pembanding atau protein rujukan. Keenam protein yaitu phosphorilase 6 (BM : 97 kD), albumin (BM : 66 kD), ovalbumin (BM : 45 k D), carbonic anydrase (BM : 30 kD), trypsin inhibitor (BM : 20,1 kD) dan lactalbumin (BM : 14,4 kD) sesuai metode dari Pharmacia Biotech (Anonymous, 1999).
Gambar 25. Hasil elektroforesis sampel fraksi no. 7
Gambar 26. Hasil elektroforesis standar laktoferin susu sapi
Hasil yang diperoleh (Gambar 25), menunjukkan bahwa pada fraksi 7 hanya terdapat satu jenis protein dengan BM 61 kD. Sebagai pembanding digunakan laktoferin (Gambar 26) yang juga positif protein dan hanya terdapat 1 jenis protein dengan BM 84,69 kD. Naidu (2000) menyatakan protein yang terdapat pada laktoferin merupakan “single polipeptide chain” dengan berat molekul antara 75 - 80 kD. Oleh karena senyawa fraksi 7 tidak sama dengan laktoferin maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut melalui karakterisasi senyawa fraksi 7 dengan menggunakan spektrofotometer infra merah dan UV guna mengetahui gugus-gugus aktifnya.
88 3. Karakterisasi Gugus Aktif Fraksi 7 Karakterisasi gugus aktif protein fraksi 7 dilakukan dengan spektrofotometer infra merah, sedangkan untuk menganalisa jenis karbohidrat dilakukan dengan spektrofotometer ultra violet. a. Identifikasi Gugus Aktif Protein Radiasi infra merah dapat digunakan untuk menganalisa suatu komponen karena radiasi ini akan diserap oleh berbagai gugus bahan organik ikatan kimia CH, OH dan NH yang merupakan ikatan dasar dari semua ikatan kimia bahan organik (Nur, 1989). Kurva penyerapan infra merah fraksi 7 dan laktoferin dapat dilihat pada Gambar 27 dan 28 atau Tabel 16. Fraksi 7 memiliki sepuluh puncak (Gambar 27), sedangkan laktoferin mempunyai sembilan puncak (Gambar 28). Diantara puncak-puncak tersebut terdapat beberapa puncak yang sama di samping puncak yang berbeda (Tabel 16). Empat puncak yang sama yaitu pada bilangan gelombang 3.400, 2.900, 2.400 dan 1.400 cm-1. Dari Tabel 16, fraksi 7 mempunyai empat puncak besar yaitu puncak nomor 1,5,6 dan 7 dan enam puncak kecil yaitu puncak nomor 2,3,4,8,9 dan 10 . Sedangkan laktoferin mempunyai tiga buah puncak besar yaitu puncak nomor 1 (sangat kuat), 4 (kuat) dan 9 (sangat kuat) dan enam buah puncak kecil yaitu puncak nomor 2,3,5,6,7 dan 8 (Tabel 16) Persamaan bilangan gelombang antara lacktoferin dan fraksi 7 terletak pada 3400 ; 2900 ; 2400 ; 1600 ; 1400 dan 1100 (Cm-1). Sedangkan perbedaannya pada bilangan gelombang: 1550 ; 800 ; 750 ; 700 dan 450 (Cm-1). Dengan menggunakan daftar gugus dari Pomeranz dan Meloan (1994) dan Nur (1989) serta library program diperoleh persamaan gugus fungsi antara laktoferin dan fraksi 7 yang terletak pada gugus hidroksi OH, aldehida C-H, amina NH, nitro N=O dan karboksilat anhidrat C-O. Sedangkan perbedaannya pada gugus fungsi amina nitro N=O, aromatik para, aromatik orto, aromatik meta dan alkana.
89 Kurva-kurva serapan infra merah dari fraksi 7 dan laktoferin sama-sama memperlihatkan adanya 2 gugus aktif yaitu yang sangat kuat gugus hidroksi (OH) (3400 cm-1) bersatu dengan gugus amina (NH) dan ikatan peptida serta gugus kuat (1600 cm-1) yaitu gugus peptida. Hal ini memperkuat adanya gugus protein dan karbohidrat pada fraksi 7 dan laktoferin. 2
3
4
7
6
5
8
9
1
Gu gu s H idr oks i ( OH ) B er s at u den gan Gu gu s Am in a ( N H )
I kat an P ept i da dar i P r ot ei n
Gambar 27. Hasil analisis spektrum fotometer infra merah fraksi 7
3 5
2 4
6
7
8 9
1
Gu gu s H idr oks i ( OH ) B er s at u den gan Gu gu s Am in a ( N H )
I kat an P ept i da dar i P r ot ei n
Gambar 28. Hasil analisis spektrum fotometer infra merah standar laktoferin
10
90 Tabel 16. Hasil analisis spektrum infra merah terhadap fraksi 7 dan laktoferin Bilangan Gelombang (Cm-1)
Sifat Gugus
No. Puncak
Kesamaan dan perbedaan
Fraksi 7
Laktoferin
Fraksi 7
Laktoferin
1
1
2
2
Sangat kuat Lemah
Sangat kuat
2900
Hidroksi (OH) Amina (NH) Aldehida C-H
2400
Hidroksi (OH)
3
3
Lemah
Lemah
1900
Karboksilat Anhidrida Amina
4
-
Lemah
-
5
4
Kuat
Kuat
Amina Nitro N=O Nitro N=O
-
5
-
Lemah
6
6
kuat
Kurang kuat
3400
1600 1550 1400 1250
Lemah
-
7
-
Lemah
7
8
Kuat
Kuat
800
Karboksilat Anhidrida C-O Karboksilat Anhidrida C-O Aromatik Para
8
-
Lemah
-
750
Aromatik Orto
9
-
Lemah
-
700
Aromatik Meta
-
9
-
Sangat kuat
450
Alkana
10
-
Lemah
-
1100
Dari analisa persamaan menunjukkan adanya kesamaan glukoprotein antara fraksi 7 dan laktoferin. Menurut Naidu (2000), senyawa antimikroba susu sapi berupa glukoprotein. Karakterisasi gugus antimikroba antara fraksi 7 susu kuda Sumbawa dengan antimikroba laktoferin dari susu sapi memperlihatkan sebagai glukoprotein dari adanya komponen gugus gula dan protein. Dari analisis perbedaan bilangan gelombang dan gugus fungsi antara laktoferin dan fraksi 7 juga memperlihatkan bahwa fraksi 7 bukanlah laktoferin. Selanjutnya untuk mengetahui jenis gula yang ada pada fraksi 7 dilakukan identifikasi jenis gula dengan menggunakan spektrofotometer UV (Nollet, 1996).
91 b. Identifikasi Komponen Gula Sinar ultra violet menyerap struktur molekul bentuk cincin ikatan rangkap pada satu atau lebih panjang gelombang dibawah 300 nm. Prinsip ini digunakan untuk identifikasi jenis gula. Spektrogram UV dari 6 jenis gula standar dan komponen gula dari fraksi 7 dan laktoferin standar disajikan pada Gambar 29 dan Tabel 17.
200.00
250.00
300.00
350.00
400.00 nm
Gambar 29. Hasil analisis komponen gula dengan spektrofotometer ultra violet Jenis gula standar yang digunakan yaitu; maltosa, sukrosa, laktosa, glukosa, fruktosa dan galaktosa. Gambar 29 dan Tabel 17 memperlihatkan respon maltosa, sukrosa, laktosa, glukosa, fruktosa ,galaktosa, pada panjang gelombang 230,00 nm, 190,00 nm, 233,10 nm, 194,00 nm, 191,50 nm 192,00 nm dan 205,70 nm.
92 Tabel 17. Hasil uji spektrofotometer UV beberapa jenis standar gula, laktoferin dan sampel fraksi no.7 No.
Golongan Jenis Sampel
Panjang Gelombang (nm)
Absorbsi
1
Sukrosa (Disakarida)
190,00
0,505
2
Glukosa (Monosakarida)
190,00
0,445
3
Galaktosa (Monosakarida)
191,50
0,640
4
Fraksi No. 7
192,00
0,607
5
Fruktosa (Monosakarida)
194,00
0,888
6
Laktoferin
205,70
1,447
7
Maltosa (Disakarida)
230,00
0,790
8
Lactosa (Disakarida)
233,10
0,230
Dari identifikasi jenis gula dengan spektrofotometer UV, panjang gelombang gula dari fraksi 7 (192,0 nm) mendekati panjang gelombang galaktosa (191,5 nm) yang memberi petunjuk jenis gula yang terdapat pada fraksi 7 adalah galaktosa. Menurut Morel (2003), komponen laktosa dari susu kuda terdiri dari satu molekul galaktosa dan satu molekul glukosa. Identifikasi jenis gula dari laktoferin dengan spektrofotometer UV, panjang gelombang gula laktoferin 205,7 nm, tetapi panjang gelombang tersebut tidak ada kesamaan dengan semua jenis gula standar yang digunakan sebagai pembanding. Sehingga komponen gula yang terdapat pada laktoferin tidak sama dengan jenis gula yang terdapat pada fraksi 7. Dari perhitungan panjang gelombang dan absorben ada indikasi bahwa laktoferin diperkirakan memiliki 3 unit gula yaitu 1 unit laktosa (233,1 nm) dan 2 unit galaktosa (191,5 nm). Spektrogram laktoferrin memperlihatkan puncak gelombang 205,7 nm, dengan demikian puncak gelombang tersebut sangat dekat dengan nilai rata-rata (205,3 nm) dari panjang gelombang laktosa sebesar 233,10 nm ditambah 2 kali panjang gelombang galaktosa 191,50 nm dibagi tiga.
93 Berdasarkan adanya komponen galaktosa pada glukoprotein fraksi 7 maka diusulkan nama dari fraksi 7 ialah galaktoequin atau karena ada kemiripan dengan laktoferin dinamakan galaktoferin. E. PRODUKSI KONSENTRAT DARI SUSU KUDA SUMBAWA Maksud percobaan ini adalah untuk mengembangkan tehnologi proses produksi konsentrat antimikroba dari susu kuda Sumbawa yang didasarkan atas hasilhasil uji sebelumnya. Tujuan percobaan ini untuk mendapatkan senyawa antimikroba konsentrat dalam bentuk bubuk. Gambar 30 menyajikan skema proses produksi konsentrat antimikroba berbentuk bubuk dari susu kuda Sumbawa. Susu kuda Sumbawa sebanyak 100 %v ditambah dengan hexan (100 %v) menghasilkan 97 %v lapisan air dan 103 %v lapisan hexan dan lemak. Penggumpalan protein dilakukan dengan penambahan larutan 5 %v 1N HCl dihasilkan whey sebanyak 102 %v dan curd/casein 2 %b. Melalui alat kering beku cairan whey dan curd dikeringkan, kemudian menghasilkan konsentrat kering whey dan curd masing-masing seberat 4,8 %b dan 0,212 %b. Whey dan curd masing-masing diuji daya antimikrobanya. Bagian whey menghasilkan aktivitas antimikroba, sedangkan pada curd tidak mempunyai aktivitas antimikroba. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa antimikroba dalam susu kuda Sumbawa terdapat dalam bagian whey. Hasil percobaan ini sejalan dengan Naidu (2002) yang menyatakan bahwa senyawa antimikroba dari susu sapi terdapat dalam protein whey. Untuk mengetahui aktivitas senyawa antimikroba dalam whey kering dilakukan uji antimikroba dengan cara melarutkan whey kering dengan aquades sehingga kembali ke volume asal susu kuda Sumbawa cair (1 gram whey kering dilarutkan dengan 20 ml aquades). Untuk uji antimikroba diambil 100 ì l dan hasilnya menunjukan aktivitas antimikroba dengan diameter hambatan 26,64 mm atau 557,61 mm2 Hasil percobaan sebelumnya menunjukkan susu kuda Sumbawa cair mempunyai daya antimikroba dengan diameter
94 hambatan 26,22 mm atau luas 540,2 mm2. Dari perhitungan dapat diketahui bahwa 1 gram bubuk whey setara dengan 20 ml susu kuda Sumbawa cair. 1 4,8
x
540,2 mm 2 557,6 mm 2
x 100 ml = 20,2 ml
Susu Kuda Sumbawa Desa Taloko, Bima (100 %v)
HEXAN (100 %v)
Fase Air (97 %v)
Fase hexan + Lemak (103 %v)
Penggumpalan protein + 5 %v 1 NHCl
Selesai
WHEY (102 %v)
CURD /casein (2 %b)
Pengeringan dengan kering beku vakum
Pengeringan dengan kering beku vakum
Bubuk (4,8 %b)
Uji Aktivitas Antimikroba
diameter daerah hambatan 26,64 mm
Uji Aktivitas Antimikroba
Bubuk (0,212 %b)
Uji Aktivitas Antimikroba
Negatif
Gambar 30. Skema produksi konsentrat susu kuda Sumbawa
diameter daerah hambatan 26,2 mm
95 Dari percobaaan ini dapat dihasilkan konsentrat senyawa antimikroba dari susu kuda Sumbawa, yang diproduksi melalui pemisahan atau penyaringan protein whey dan sekaligus dapat rendemennya. Di masa mendatang masyarakat dapat lebih mudah membawa, menyimpan dan mengkonsumsi susu kuda Sumbawa dalam bentuk bubuk protein whey kering sebagai suplemen makanan.
96
V. PEMBAHASAN UMUM Berdasarkan fenomena susu kuda liar, dari bacaan, pengalaman empiris dan uji coba laboratorium, masalah susu kuda Sumbawa digunakan sebagai topik disertasi Program Doktor dengan harapan hasil penelitian tersebut juga bermanfaat bagi pemerintah dan masyarakat. Hipotesis awal dari penelitian ini adalah (1) bahwa didalam susu kuda Sumbawa terdapat senyawa antimikroba yang kuat; (2) bahwa daya antimikroba dalam susu kuda mempunyai spektrum luas; dan (3) bahwa senyawa antimikroba dalam susu kuda tersebut termasuk golongan protein. Hasil pengamatan di tiga kabupaten (Sumbawa-Bima-Dompu) di pulau Sumbawa diperoleh hasil bahwa kuda di Kabupaten Sumbawa dipelihara secara ekstensif dilepas di hutan, di Kabupaten Dompu dilepas di hutan dan gunung, sedangkan di Kabupaten Bima dilepas di padangan pada siang hari dan kuda pulang ke kandang pada sore hari. Kuda Sumbawa tidak pernah diberi obat kimia seperti antibiotik, sehinga antimikroba yang terdapat dalam susu kuda Sumbawa tidak mungkin berasal dari obat antibiotik. Senyawa antimikroba tidak berasal dari tumbuhan sumber makanan kuda Sumbawa, karena setelah dilakukan uji aktivitas antimikroba terhadap 32 jenis tumbuhan yang menjadi makanan kuda Sumbawa, hasilnya menunjukkan bahwa tumbuhan bahan makanan kuda Sumbawa tidak mengandung antimikroba. Pengamatan di ketiga kabupaten penghasil susu kuda Sumbawa, menunjukkan bahwa susu kuda Sumbawa tidak dipanaskan atau mengalami proses pengolahan sebelum dipasarkan, juga tidak dilakukan penanganan sanitasi maupun hygiene yang baik pada waktu pemerahan. Meskipun demikian susu kuda Sumbawa tidak rusak, tidak menggumpal, dan hanya mengalami fermentasi secara alami. Hal ini memberi petunjuk bahwa susu kuda Sumbawa kemungkinan mengandung suatu senyawa organik yang memiliki daya antimikroba yang berasal dari senyawa antimikroba alami.
97 Senyawa antimikroba alami dari susu kuda Sumbawa dibuktikan kebenarannya (hipotesis pertama) melalui uji verifikasi, dan hasilnya menunjukkan adanya aktivitas antimikroba yang kuat dalam susu baik sampel susu kuda Sumbawa dari peternak maupun sampel yang diambil di pedagang. Hasil uji verifikasi ini membuktikan bahwa hipotesis pertama benar, yaitu susu kuda Sumbawa mengandung senyawa antimikroba alami yang kuat. Uji
stabilitas
antimikroba
susu
kuda
Sumbawa
dengan
pemanasan
menunjukkan adanya penurunan aktivitas antimikroba yang berkisar antara 21% sampai 28% setelah susu dipanaskan. Hal ini sesuai dengan pengalaman empiris dan kepercayaan peternak dan pedagang susu kuda Sumbawa yang tidak melakukan pemanasan agar tidak berkurang daya pengobatan penyakit. Hasil uji penyimpanan susu kuda Sumbawa pada susu kamar menunjukkan bahwa sampel susu yang disimpan selama 5 bulan (157 hari) tidak menurunkan aktivitas bahkan menambah daya antimikrobanya. Hal ini memberi petunjuk bahwa daya antimikroba tidak berkurang (stabil) selama penyimpanan. Hipotesis kedua dibuktikan melalui uji kepekaan terhadap 9 jenis bakteri patogen dan perusak pangan. Uji kepekaan terhadap 9 jenis bakteri patogen dan perusak pangan menunjukkan bahwa semua bakteri uji peka terhadap susu kuda Sumbawa dan bakteri gram positif lebih peka dibanding bakteri gram negatif. Bakteri Vibrio cholerae sangat peka terhadap susu kuda Sumbawa yang mengindikasikan susu kuda Sumbawa dapat menyembuhkan penyakit pencernaan seperti diare. Disamping itu susu kuda Sumbawa dapat menghambat pertumbuhan bakteri Mycobacterium tuberculosis secara in vitro menurut Rijatmoko (2003). Dengan demikian berdasarkan hasil penelitian ini hipotesis kedua terbukti benar bahwa daya antimikroba susu kuda Sumbawa mempunyai spektrum yang luas. Pembuktian hipotesis ketiga didahului dengan percobaan untuk mengetahui sifat polaritas antimikroba susu kuda Sumbawa yang dapat memberi petunjuk bahwa daya antimikroba dari susu kuda Sumbawa kemungkinan senyawa protein. Menurut
98 Naidu (2000), laktoferin dan senyawa antimikroba lain dari susu sapi adalah protein. Uji sifat polaritas dilakukan dengan 6 pelarut yang berbeda tingkat polaritasnya. Hasil uji terhadap kelarutannya menunjukkan bahwa kelarutan senyawa antimikroba paling tinggi pada fase metanol (20,66 ml), dengan demikian antimikroba susu kuda Sumbawa bersifat polar. Dengan sifat kepolaran senyawa antimikroba susu kuda Sumbawa tersebut mengindikasikan bahwa kemungkinan senyawa antimikroba susu kuda itu adalah senyawa protein. Uji fraksinasi dengan KCKT dan dilanjutkan uji antimikroba terhadap fraksi-fraksi yang dihasilkan untuk membuktikan bahwa senyawa antimikroba dari susu kuda adalah senyawa protein. Dari 7 fraksi yang dihasilkan, 4 fraksi mempunyai aktivitas antimikroba dan satu fraksi diantaranya yaitu fraksi 7 memiliki aktivitas antimikroba yang paling kuat. Dari sifatnya yang polar dan diperkuat oleh Naidu (2000) bahwa senyawa antimikroba (laktoferin) pada susu sapi adalah protein maka dilakukan uji protein dari fraksi 7 dengan menggunakan metoda elektroporesis dan pewarnaan Bradford. Hasilnya adalah protein dan melalui uji banding dengan 7 protein standar diketahui bahwa fraksi 7 hanya terdiri dari satu pita protein dengan berat molekul 61,0 kDa. Dengan hasil percobaan ini hipotesis ketiga terbukti bahwa senyawa antimikroba dari susu kuda Sumbawa adalah senyawa protein. Uji elektroforesis digunakan juga untuk membandingkan fraksi 7 dengan laktoferin dari susu sapi dan hasilnya memperlihatkan bahwa fraksi 7 adalah senyawa antimikroba dari susu kuda Sumbawa seperti laktoferin dari susu sapi. Hal ini diperkuat dari hasil analisa dengan spektrofotometer infra merah yang membuktikan bahwa fraksi 7 dan laktoferin mengandung gugus aktif karbohidrat, peptida dan amina, yang mengindikasikan bahwa keduanya adalah senyawa glukoprotein. Untuk mengetahui jenis gula dari fraksi 7 dan laktoferin dilakukan uji terhadap jenis gula dengan mengunakan 6 jenis gula standar sebagai pembanding, hasilnya menunjukkan bahwa
99 fraksi 7 mengandung galaktosa sedangkan laktoferin kemungkinan mengandung 2 jenis gula yaitu laktosa dan galaktosa. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa senyawa antimikroba fraksi 7 yang paling kuat dalam susu kuda Sumbawa adalah glukoprotein dengan komponen gula yang terkandung di dalamnya adalah galaktosa. Atas dasar itu senyawa antimikroba fraksi 7 dapat dinamakan galaktoequin karena mengandung galaktosa, atau karena sifatnya dekat dengan laktoferin dapat juga dinamakan galaktoferin. Hasil pengembangan produksi konsentrat antimikroba susu kuda Sumbawa dihasilkan bubuk konsentrat antimikroba, dengan rendemen bubuk whey kering sebesar 4,8 %b, dengan daya antimikroba 20 kali dari bentuk susu cair.
100
VI. SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN 1.
Hasil pengamatan lapangan menunjukkan bahwa susu “kuda liar” yang diperdagangkan ternyata adalah susu kuda yang berasal dari tiga Kabupaten (Sumbawa, Bima dan Dompu) di pulau Sumbawa. Kuda Sumbawa ini dipelihara secara ekstensif yaitu dilepas di hutan dan padang rumput, hanya mengkonsumsi rumput dan tumbuhan di padang penggembalaan serta tidak pernah diberi tambahan pakan dan obat antibiotik.
2.
Susu kuda Sumbawa dihasilkan dari pemerahan kuda-kuda betina di masa laktasi dan pemerahannya dalam kondisi sanitasi yang jauh dari standar. Di kabupaten Sumbawa pemerahan dilakukan di tempat kuda dilepas, sedangkan di kabupaten Dompu di dekat rumah dan di kabupaten Bima di kandang di bawah rumah panggung. Susu kuda hasil pemerahan langsung dimasukkan ke dalam botol atau jerigen tanpa dipanasi atau dipasteurisasi terlebih dahulu atau ditambah bahan lain. Selanjutnya oleh pedagang susu dikumpulkan dan dikirim ke luar pulau Sumbawa yaitu ke Mataram dan kota-kota di Jawa. Susu kuda Sumbawa yang dipasarkan tersebut tidak mengalami penggumpalan dan rusak walaupun disimpan pada suhu kamar tetapi mengalami auto-fermentasi secara alami sehingga rasanya asam. Sebagian masyarakat di pulau Sumbawa telah lama menggunakan susu kuda Sumbawa untuk minuman kesehatan dan penyembuhan beberapa penyakit tertentu.
3.
Hasil uji antimikroba membuktikan bahwa susu kuda Sumbawa memiliki daya antimikroba, sedangkan 32 jenis tumbuhan yang dimakan kuda Sumbawa terbukti tidak mempunyai daya antimikroba. Dengan diperkuat data bahwa kuda Sumbawa tidak pernah diobati antibiotik maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis pertama terbukti benar yaitu susu kuda Sumbawa mengandung senyawa antimikroba alami yang mungkin juga terdapat pada kuda lokal daerah sekitarnya. Hasil uji stabilitas daya antimikroba susu kuda Sumbawa dengan uji
101 pemanasan pada suhu 700C selama 10 menit menunjukkan bahwa daya antimikroba dari susu kuda Sumbawa mengalami penurunan sebesar 26,6% dengan kisaran antara 21–29%. Uji stabilitas selama penyimpanan sampai 2 bulan menunjukkan peningkatan daya antimikrobanya sekitar 5 kali dari nilai awal yaitu dari 225 mm2 manjadi 1.075 mm2, kemudian menurun menjadi 573 mm2 (2,5 kali dari awal) pada umur simpan 5 bulan. 4.
Hasil uji terhadap 9 jenis bakteri yang mewakili bakteri pathogen pada kesehatan masyarakat dan perusak pangan menunjukkan bahwa kesembilan bakteri peka terhadap susu kuda Sumbawa, terbukti dari spektrum aktivitas antimikrobanya yang lebar dengan variasi luas hambatannya antara 115,4 – 462,1 mm2. Secara keseluruhan, bakteri gram positif lebih peka terhadap aktivitas antimikroba susu kuda Sumbawa yaitu dengan luas hambatan 210 – 387,9 mm2 dari pada bakteri gram negatif dengan luas hambatan 115,4 – 287,5 mm2. Kecuali bakteri V. cholerae, yang gram negatif namun paling peka terhadap susu kuda Sumbawa dengan luas hambatan 462,1 mm2. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis kedua terbukti benar, yaitu daya antimikroba dari susu kuda Sumbawa mempunyai spektrum yang luas.
5.
Hasil percobaan dengan 6 jenis pelarut organik yang berbeda tingkat polaritasnya menunjukkan bahwa pelarut metanol yang polar merupakan pelarut paling kuat melarutkan senyawa antimikroba. Hasil percobaan ini mengindikasikan bahwa senyawa antimikroba dari susu kuda Sumbawa adalah protein. Hasil fraksinasi dengan KCKT diperoleh 7 fraksi, 4 diantaranya mempunyai aktivitas antimikroba dan salah satunya yaitu fraksi 7 yang mempunyai aktivitas antimikroba paling kuat. Uji kualitatif menggunakan metode Bradford menunjukkan bahwa fraksi 7 adalah protein. Uji kuantitatif dengan elektroforesis menunjukkan bahwa fraksi 7 hanya mempunyai satu jenis/pita protein dengan berat molekul (BM) 61,0 kDa, sedangkan laktoferin,
102 senyawa antimikroba dari susu sapi, mempunyai BM 84,7 kDa. Hal ini menunjukkan bahwa fraksi 7 bukan laktoferin. 6.
Dari analisis dengan spektrofotometer infra merah dapat disimpulkan bahwa fraksi 7 dan laktoferin termasuk senyawa golongan glukoprotein; tetapi komponennya tidak sama dengan laktoferin. Dengan hasil ini dapat disimpulkan bahwa hipotesis ketiga terbukti benar, yaitu bahwa senyawa antimikroba susu kuda Sumbawa termasuk golongan protein. Dengan uji spektrofotometer ultra violet dapat disimpulkan bahwa jenis gula dari glukoprotein fraksi 7 adalah 1 monosakarida yaitu galaktosa. Sementara itu komponen gula dari laktoferin lebih dari satu sakarida yaitu 1 unit laktosa dan 2 unit galaktosa. Atas dasar itu diusulkan nama fraksi 7 adalah galaktoequin karena senyawa antimikroba susu kuda adalah galaktoprotein; atau galaktoferin karena mempunyai beberapa kemiripan sifat laktoferin. Hasil ini menguatkan kesimpulan di atas bahwa senyawa antimikroba dari susu kuda Sumbawa adalah senyawa protein.
7.
Dari hasil percobaan telah dikembangkan teknologi proses produksi konsentrat senyawa antimikroba susu kuda Sumbawa dalam bentuk bubuk whey kering yang mempunyai daya antimikroba 20 kali dari susu cair atau dari 1 gram bubuk setara dengan sekitar 20 ml susu kuda Sumbawa.
B. SARAN-SARAN 1.
Penelitian lebih lanjut tentang daya antimikroba susu kuda Sumbawa dan turunannya serta kuda sejenisnya di daerah Nusa Tenggara Timur dan sekitarnya.
2.
Penelitian ke arah kandungan senyawa bioaktif lainnya yang berguna untuk menyembuhkan penyakit kanker darah (leukemia) dan penyakit non-bakterial lainnya, penelitian lanjutan mengenai farmakologi dan dosis pengobatan dengan susu kuda Sumbawa untuk penyakit-penyakit tertentu pada manusia terutama penyakit bakterial.
103 3.
Penelitian tentang mekanisme kerja fraksi 7 terhadap bakteri gram positif dan gram negatif serta BAL.
4.
Penelitian tentang mekanisme terbentuknya senyawa antimikroba (galaktoprotein) dalam kelenjar susu kuda Sumbawa.
5.
Penelitian untuk mengetahui rumus molekul senyawa fraksi 7 yang mempunyai daya antimikroba dalam susu kuda Sumbawa.
6.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa susu kuda Sumbawa mempunyai banyak kelebihan dibandingkan dengan susu sapi, untuk itu disarankan agar pemerintah mengambil langkah-langkah kebijakan pengembangan peternakan kuda Sumbawa dengan melakukan identifikasi jenis kuda, seleksi, perbaikan managemen pemeliharaan kuda, pemerahan dan penanganan susu kuda Sumbawa guna meningkatkan mutu dan produksi susu kuda Sumbawa dalam rangka meningkatkan pendapatan peternak dan perekonomian daerah.
7.
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang khasiat susu kuda Sumbawa karena mengandung senyawa antimikroba yang kuat dengan spektrum yang luas, oleh karenanya disarankan agar pada label susu kuda Sumbawa yang dijual, disamping diberi keterangan “sebagai minuman kesehatan”, dapat diberi tambahan keterangan “susu kuda Sumbawa mengandung antimikroba alami”.
104
DAFTAR PUSTAKA Aditama, T.Y. 1999. TUBERKULOSIS. Diagnosis, Terapi dan Masalahnya. Edisi II. Laboratorium Mikrobakterologi RSUP Persahabatan/WHO Collaborating Center for Tuberculosis. Jakarta. Anonymous. 1990. Ensiklopedia Nasional Indonesia. Jilid 9. Cipta Adi Pustaka. Jakarta. Anonymous. 1991. Susu Kuda dan Manfaatnya. Suara Guru, 40 (8) : 44-45 Anonymous. 1992. Kisah Sejati. Terselamatkan Oeh Susu Kuda Liar. Kartini, No 461 : 10-11; 32-34; 34A. Anonymous.1993a. Susu Kuda Liar, Konsumsi Orang Berduit. Kompas, Rabu, 10 Maret 1993 Anonymous. 1993b. Possible Development of The Dairy Industry in Mongolia, Maelkritidende, 106 (24) : 606-608. Anonymous. 1995. Susu fermentasi : Dimana kemungkinan haramnya. Jurnal Halal No. 07/II/September-November. Anonymous. 1997. koumis. http://www.bashedo/baskkorkostan/komys/kymusc.htm Anonymous. 1998a. Susu Kuda Liar Dilarang Berkeliaran. Harian Republika. 9 September 1998. Anonymous.1998b. Jangan Klaim Susu Kuda Liar Sebagai Obat. Kompas 3 September 1998. Anonymous. 1999. Instruction. Low Molecular Weight Calibration Kit for SDS Elecktrophoresis. American Pharmacia Biotech Inc. USA Anonymous. 2002. Mare’s Milk Powder. Home Busines Intelligence : Best Prachee Busines Intelligence division of biz Mongolia. http://www.bizmongolia.mn/ bestpractice.htm. Ardiansyah. 2001. Teknik Ekstraksi Komponen Antimikroba Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodicum) dan Antarasa (Litsea cubeba). Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Asmarahadi, D. 1998. Ci Susu Kuda Nyageurkeun Leukimia & Ginjal. Mangle No. 1500 Bollag, D.M. and S.I. Edeistein. 1991. Protein Methods. Willey-liss Inc, New York. Blakely, J. and D.H. Bade. 1998. The Science Of Animal Husbandry. Fourth Edition rentice-Hall, Inc, A Division of Simon and Schuster, Englewood Cliffs, New Jersey 07632, USA. Bradford, M.M. 1976. A Rapid and Sensitive Method for the Quantitasion of Microgram Quatities of Protein Utilizing the Principle of Protein Dye Binding. Analytical Biochemistry 72, 255-260 Brander, G.C., D.M. Pugh , R.J. Bywater, and W.L. Jenkins. 1991 Veterinary Applied Pharmacology and Therapeutics. Fifth Edition. Baillire Tindall. London.
105 Branen, A.L. 1983. Introduction to Use Antimicrobials. Di dalam A.L. Branen dan P.M. Davidson (Edition). Antimicrobials in Foods. Marcel Dekker, Inc. New York. Brooks, G.F., J.S. Butel, L.N. Ornston, E. Jawetz, J.L. Melnick and E.A. Adelberg. 1989. Medical Microbiology. Nineteenth Edition. Appleton & Lange, Norwalk, Connecticut, California. Brooks, G.F., J.S. Butel, S.A. Morse. 1998. Jawetz, Melnick and Edelberg’s Medical Mikrobiology. 21st Ed. A Lange Medical Book. Appleton & Lange. Stamford, Coecticut. Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan Terjemahan Hari Purnomo dan Adiono, Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Bostwick, E.F., J. Steijns and S. Braun. 2000. Lactoglobulins. Di dalam Natural Food Antimikrobial Systems. Edited A.S. Naidu. CRC Press. Washington D.C. Carlstrom, A. 1969. Physical and composistional investigations of the subfractions of lactoperoxidase. Acta Chem. Scand. 23:185-202. Chairunnisa, H. 1997. Isolasi dan Modifikasi Protein Susu Dalam Rangka Pemanfaatan Susu Sapi Substandar. Disertasi Program Pasca Sarjana. IPB. Conner, D.E. 1993. Naturally Occuring Compounds. Di dalam Antimicrobials in Foods. Second Edition, Revised and Expended. Marcel Dekker, Inc New York. Corry, J.E.L. and M.R. Sharma. 1983. Detection of Antibiotic Residues in Milk and Animal Tissues. In Antibiotics, Ministry of Agriculture, Fisheries and Food (MAFF), Food Science Division, Roney Street, London. Copeland, R.A. 1994. Methods for Protein Analysis. A. Practical Guide to Laboratory Protocols. Chapman & Hall, New York. Csapo’-kiss,Zs., J. Stepler, T.G. Martin, S. Makray and J. Csapo’. 1995. Composition of Mare’s Colustrum and Milk, Protein Content, Amino Acid Composition and Contens of Macro and Micro elements. Davidson, P.M. 1993. Parabens and Phenolic Compounds. Di dalam Branen, A.L., and P.M. Davidson.1993 Antimicrobals in Food. Marcell Dekker. Inc. New York. Davidson, P.M. and D.G. Hoover. 1993. Antimicrobial Components from Lactic Acid Bacterin. Di dalam Salminen S. And Von Wright A. Editor. Lactic Acid Bacterin. Marcel Dekker, Inc. New York Dharmojono, 1998a. Mode Susu Kuda Liar. Kompas Minggu, 28 Maret 1993. Dharmajono, 1998b. Trend Susu Kuda Liar.Info Iptek. Infovet 58: 29-30. Dinas Peternakan Kabupaten Sumbawa. 2003. Registrasi Pengkartuan Ternak Sebagai Payung Hukum Status Kepemilikan dan Tanggung Jawab Moral Dalam Mendukung Pembangunan Daerah. Disampaikan pada Ekspos Pengenalan Registrasi Pengkartuan Ternak di Bogor 24 Juli 2003. Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Barat. 2002. Statistik Peternakan Tahun 2002.
106 Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Barat. 2004. Hasil Pendataan Populasi Ternak Tahun 2003. Direktorat Perbibitan. Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan. 2004. Peta Sumber Bibit Aneka Ternak. Jakarta. Doyle, M.P. and V.V. Padhye. 1989. Escherichia coli. Di dalam Doyle, M.P. (Edition) Foodborne Bacterial Pathogen. Marcel Dekker. New York. Drasar, B.S. and P.A. Barrow. 1985. Intestinal Microbiology. Am. Soc. For Microbiol. Washington. Evanikastri. 2003. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Asam Laktat Dari Sampel Klinis Yang Berpotensi Sebagai Probiotik. Tesis Program Studi Ilmu Pangan. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Fajar, A. 2001. Kajian Aktivitas Antimikroba Ekstrak Buah Sotul (Sandoricum koetjape) terhadap Bakteri Patogen dan Perusak Makanan. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fardiaz, S. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi; Institut Peranian Bogor. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Fardiaz, S. 1985. Mikrobilogi Keamanan Pangan (jilid I). Fateta IPB. Bogor Fardiaz, S. 1989. Mikrobilogi Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor Faried, A dan Y. Budi.1998. Bisnis Susu Kuda Liar makin marak di Bandung. Angkatan Bersenjata, 11 Maret 1998. Gibbs, P.G., G.D. Potter, R.W. Blake and W.C. McMullan. 1982. Milk Production of Quarter Horse Mares during 150 Days of Lactation. Journal of Animal Science 54, 496-499. Grister, R. J., J. M. Bobbits and A. E. Schsarsing. 1991. Pengantar Kromatografi. Terbitan kedua. Terjemahan. DR Kosasih Padmarsunata. Penerbit Institut Teknologi Bandung, Bandung Groves, O. 1960. Lactoferin. In Method Food Antimicrobial Systems. CRC Press. Washington, DC. Hambling, S.G., A.S. Mcalpine and L. Sawyer. 1992. β-Lactoglobulin. Di dalam A advanced Dairy Chemistry. Volume 1 Proteins. Edited by Fox. P.F. Edsevier Applied Science Publishers LTD. Hames, B.D. and D. Rickwood. 1981. Gel Electrophoresis of Protein. A. Practical Approach. IRL Press, Oxford, England. Harbone, J.B. 1987. Metode Fitokimia. Terjemahan: Kosasih Patmawinata dan Iwang Sudiro. Ed. 2. Penerbit ITB Bandung. Harmayani, E., Nyatirah, E. S. Rahayu, dan T. Utami. 2001. Ketahanan dan Viabilitas Probiotik Bakteri Asam Laktat Selama Proses Pembuatan Kultur Kering dengan
107 Metode Freeze dan Spray Drying. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, 12 (2). 126 – 132. Hartono, J.B. 1996. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern menganalisis Tumbuhan. (ed. 2). ITB. Bandung. Hawcroft, T. 1994. The Complete Book of Hourse Care. Landdown Publishing Pty Ltd, Australia Health, H.B. and G. Reineccius. 1986. Flavor Chemistry and Technology. Di dalam AVI Book. Van Nostrand Reinhold Comp. Publ. New York. Helferich, W. and D. Westhoff. 1980. All About Yoghurt. Prentice Hall, Inc. Englewood Clips, New Jersey. Hermawati, D. 1998. Residu Antibiotika dan Cemaran Mikroba dalam Susu Kuda Liar. Disampaikan pada Konggres Persatuan Dokter Hewan Indonesia ke 13. Temu Ilmiah dan Loka Karya Profesi di Tanjung Karang, Lampung, 23-26 Nov 1998. Hermawati, D. 2001. Analisis Mekanisme Pengawetan dalam Susu Kuda Sumbawa. Laporan Tugas IPN Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Hermawati, D. 2002. Komponen Senyawa Antimikroba Susu Kuda Sumbawa. Disampaikan pada Konggres ke 14. Temu Ilmiah dan Loka Karya Profesi di Mataram pada Tanggal 7-10 Oktober 2002. Hermawati, D. 2003. Khasiat Susu Kuda Sumbawa Untuk Kesehatan Masyarakat. Disampaikan dalam Seni Loka Perkudaan di Jakarta Tanggal 4 September 2003 di Jakarta. Hermawati, D., M. Sudarwanto, S.T. Soekarto, F.R. Zakaria, S. Sudarjat, dan F. S. T. Rasa. 2004. Aktivitas Antimikroba Pada Susu Kuda Sumbawa. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 15 (1) : 47-53. Hilman, N. 1998. Susu Kuda Liar, Mana yang benar asli? Pikiran Rakyat, 10 September 1998. Holt, D.L. and N.A. Gomez. 1994. Anti-mycotic activity of garlic extracts and extraxt fractions in vitro and in planta. J. Food. Protec. 58(3):322. Holvey, D.N, and H.T. John. 1972. The Merck Manual of Diagnosis and Therapy. Twelfe Edition. Merck SCO., Inc. Rahway, N.J. Hostacka, A. and V. Majtan. 1992. Toxic activity of Bacillus cereus strains isolated from ice cream. In 3rd World Congress Preceedings. Foodborne inspections and Intoxications. Berlin. II: 1166-1169. Houghton, P.J. and A. Rahman. 1998. Laboratory Handbook for The Fractionation of Natural Extracts. Chapman & Hall. London. Ikrawan, Y. 2005. Susu asam tapi berkhasiat. Harian Pikiran Rakyat. Edisi 31 Maret. INI ANSREDEF. 2003. GIS. Penyebaran Populasi Ternak Tahun 2003. Indonesia International Animal Science Research and Development Foundation (INI ANSREDEF). Bogor.
108 INI ANSREDEF. 2004. Final Report. Basic Study on Production Structure of Beef Cattle in Eastern Indonesia. Indonesia International Animal Science Research and Development Foundation (INI ANSREDEF). Bogor. Jawetz, E., J.L. Melnick, and E. A. Adelberg, 1995. Mikrobiologi Kedokteran, Edisi 20 Alih Bahasa Edi Nugroho dan RF Maulany Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta. Jay, J.M. 1986. Modern Food Microbiology. Third Edition. Van Nostrand Reinhold, New York. Jenie, B. S. L. dan E. R. Shinta. 1995. Aktifitas Antimikroba Dari Beberepa Spesies Lactobacillus Terhadap Mikroba Patogen dan Perusak Makanan. Buletin Teknologi dan Industri Pangan, VI (2) : 46-51. Jitoe, A., T. Matsuda, I.G. Tengah, D.N. Suparta, I.W. Gora and N. Nakatani. 1992. Antioxidant activity of tropical ginger extracts and analysis of the contained curcuminoids. J. Agric. Food Chem. 40:1337. Katara, J.J. 1980. Lipids as hosta-resistance factor of human milk. Nutr. Rev. 38: 6573. Kim, J.M., M.R. Marshall, J.A. Cornell, J.F. Boston III and C.I. Wei. 1995. Antibacterial activity of carvacrol, citral and geraniols against Salmonella typhimurium in culture medium and on fish cubes. J. Food Sci. 69 (6): 1365. Kosikowski, F. 1982. Cheese and Fermented Milk Foods. Third Edition. Kosikowski and Assosiates. New York. Kurmann, J.A., L. Jeremija, Rasic and M. Kroger. 1992. Encyclopedia of Fermented Milk, Cream, Buttermilk, Whey and Related Products. AVI Books Publisher. New York. Kuswanto, K. R. dan S. Slamet. 1988 Proses-proses Mikrobiologi Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Laemli, U.K. 1970. Cleavage of structural protein during the assembly of the head bacteriophage T4. Nature 227:680-685. Larson, B.L. 1979. Biosynthesis and Secretion of milk proteins a review J. Dairy Sci., 46, 161-74. Lawrence, A. and S.C. Block. 1971. Desinfectan, Sterilization and Preservation. Ler and Febizer, Philadelphia. Lay. B. W dan S. Hastowo. 1992. Mikrobiologi. CV. Rajawali. Jakarta. Lehninger, A.L. 1982. Dasar-dasar Biokimia, Jilid I. Diterjemahkan oleh Dr. Ir. Maggy Then Widjaja. Penebit Erlangga, Jakarta. Long, A.T., L.C. Hsien, M.S. Malbrough, C.R. Short and S. A. Barker. 1990. Matrix Solid-Phase Dispension (MSPD) Solution and Liquid Chromatographic Determination of Oxytetracycline and Chlortetracycline in Milk. Journal Association of Official Analytical Chemists. 73, (3). 63-73 Magawa, T., I. Kiyasawa and K. Kuwahara. 1972. Amounts of lactoferin in Human Colustrums and Milk. J. Dairy Sci, 55: 1651.
109 Marriott, N.G. 1989. Principles of Food Sanitation. AVI Publ. V. N Reinhold. New Delhi. Matsuoka, T. 1990. Profile of Intestinal Bacteria : Our Lifelong Partners. Yakult Honsa Co. Ltd. Japan. Moat, A.G. and J.W. Foster. 1988. Microbiology Physiology. Second Edition. A WileyInterscience Publication, John Wiley and Sons, New York. Moniharapon, T. 1998. Kajian Fraksi Bioaktif Dari Buah Atung ( Parinaerium glaberinum Hasak) Sebagai Bahan Pengawet Pangan. Disertasi Program Ilmu Pangan. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Morel, M.C.U.D. 2003. Equine Reproductive Physiology, Breeding and Stud Management. Second Edition. CABI Publishing United Kingdom. Mouler, D.A. 1995. Oleoresins, tincturres, and extracts. Di dalam Ashurst, P.R. 1995. Food Flavorings. Blackie Academic & Profesional. New York. Murhadi. 2002. Isolasi Dan Karakterisasi Komponen Antibakteri Dari Biji Atung (Parinarium glaberrium glaberrimum Hassk). Disertasi. Program Pascasarjana. IPN, Institut Pertanian Bogor. Murray, I. and P.C. Williams. 1990. Chenical Principles of Near-Infrared Technology In P Williams and Noris. K. Near-Infrared Technology, In the Agriculture and Food Industries American Associates of Cereal Chemists, Inc. Minnesota, USA Murray, R. K. 1997. Biokimia Harper. Alih Bahasa Andry Hartono. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Murray, P. R., Ken. S. R, and George, S. K. 1998. Medical Microbiology. Third Edition. Mosby. A Harcom Health Seciences Company. London. Naidu, A.S. 2000. Natural Food Antimicrobial Systems. CRC press. Washington, D.C. Nielsen, S. S. 1998. Food Analysis. Second Edition Kluwer Acadenic/ Plenum Publishers. New York. Nollet, L.M.L. 1996. Handbook of Food Analysis. Volume 1. Marcel Dekker, Inc. Newyork. Nuroso, K. 1993. Kisah Nyata. Dokter Jamu dan Susu Kuda. Panaesa No 62: 15-17. Nur, M. A. 1989. Spektroskopi. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor Nur, W.A. dan H. Adijuwana. 1989. Teknik Pemisahan dalam Analisis Biologis. PAU Ilmu Hayat IPB, Bogor. Osbone, B.G., Earn. T.F, and Hindlc P.H. 1993. Practical NIR Spectrocopy, with Aplications in Foot and Beverage Analysis Second Edition. Longman Scientific and Technical, Unted Kendom. Parish, M. E, and Michael, D. 1993. Methods for Evaluation. Di dalam Antimicrobial in Foods. Second Edition. Marcel Dekker, Inc. Newyork.
110 Pelczar, M.C. and E.C.S. Chang. 1988. Dasar-dasar Mikrobiologi (Terjemahan). Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Pomeranz, Y. and C.E. Meloan 1994. Food Analysis. Theory, and Pratice (Third Edition) Champman & Hall. New York. Pruitt, K.M., J. Tenovuo, W. Fleming, dan M. Adamson. 1982. Limiting factors for the generation of hypothiocyanate ion, an antimicrobial agent, in human saliva. Caries Res. 16 : 315-323. Purnomo, H., D. Rosyidi, dan A. R. Amstin. 1999. Pengaruh Suhu dan Lama Pemanasan terhadap Kadar Protein, Lemak dan Mutu Mikrobiologis Daging Rawon. Seminar Nasional Teknologi Pangan 1999. Fakultas Peternakan, UNIBRAW, Malang. Purwandhani, S. N., S.R. Endang, dan H. Eni. 2000. Isolasi Lactobacillus Yang Berpotensi Sebagai Kandidat Probiotik. Seminar Nasional Industri Pangan 2000. Rahayu, W. P. 1999. Kajian Aktivitas Antimikroba Ekstrak dan Fraksi Rimpang Lengkuas (Alpina galanga) (Swar tz) Terhadap Mikroba Patogen dan Perusak Pangan. Disertasi Ilmu Pangan Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Rahayu, W. P. dan D. S. Raharyanti. 2000. Kajian Pengaruh Pemanasan terhadap Aktivitas Antimikroba Bumbu Gulai Bul, Teknol, dan Industri Pangan, 11 (1) : 24 – 29. Rahman, A., S. Fardiaz, W.P. Rahaju, Suliantri dan C.C. Nurwitri. 1992. Tehnologi Fermentasi Susu. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor Ratna, S., Hadioetomo, Sutadi, Suhandi, Latifah, K. Darusman, dan H. A. Juwana. 1993. Pengaruh Ekstrak Sejumlah Tanaman Obat Tropis Terhadap Pertumbuhan Beberapa Kapang Patogen. Journal Mikrobiologi Indonesia 2 (3): 21-23 Reinolds, J.E.F. 1998. Martindale. The Extra Pharma Copoera. The Pharmacentical Press. London. Reiter, B. 1985. The lactoperozidase system of bovine milk. Di dalam The Lactoperozidase System : Chemistry and Biological Significance, edthel by K.M. Prnitt and J.O. Tenovuo, Marcel Dekker, New York. Reynold, J. E. F. 1989. Martindale. The Extra Pharmacopoeia. Twenty-ninth Edition, The Parmaceutical Press, London. Rijatmoko, D. 2003. Pengaruh Susu Kuda Sumbawa Terhadap Pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis Secara In Vitro. Tesis Kesehatan Masyarakat Veteriner. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Robards, K., P.R. Haddad and P.E. Jackson. 1994. Principle and Practice of Modern Chromatographic Methods. Academic Press. Harcourt Brace & Bomp. Publs. London.
111 Roth, H. J. and G. Blaschke. 1981. Analisis Farmasi. Terjemahan. Dr. Sajono Kisman dan Dr. Slamet Ibrahim. Gadjah Mada University Pres, Yogyakarta. Russel, A.D. 1983. Principles of Antimicrobial Activity. Di dalam Block, S.S. (Edition). Disinfection, Sterilization, and Preservation. Third Edition. Lea and Febiger. Philadelphia. Russel, A.D. 1984. Potensial sites of damage in microorganisms exposed to chemical or physical agent. Di dalam The Revival of Injured Microbes. Edited by M.H.E. Andrew dan A.D. Russel. Academic Press, London. Saragih, B. 2001. Potensi Antimikroba Ekstrak Kulit Kayu Sikam (Bischoffia javanica, BL) terhadap Bakteri Patogen dan Perusak Pangan. Tesis Ilmu Pangan Program Pasca Sarjana, IPB. Schlegal, H. G and K. Schmidt, 1994. Mikrobiologi Umum, Edisi keenam. Terjemahan oleh Prof. DR. R. M. Tedjo Baskoro dan Prof. DR. Joke R. Wabtimenn, M.Sc.Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Schved, F., A. Lalazar, Y. Henis, and B.J. Juven. 1992. Purification, Partial Characterization and Plasmid Lingkage of Pediosin SJ, a Bacteriocin Produced by Pediococcus acidilactic. J. Appl. Bacteriol. 74 : 66-77. Snyder, L.R. and J.J. Kirkland. 1979. Introduction to Modern Liquid Chromatography (Second Edition). John Wiley & Sons. Inc. New York. Soehardjono.O. 1990. Kuda. Yayasan Pamulang Equestrian Centre. Jakarta. Standar Nasional Indonesia. 1999. Susu SNI 01-6054 Badan Standarisasi Nasional Jakarta Stephens, S., R.A. Harkness, and S.M. Cockle. 1979. Lactoperoxidase activity in guinea-pig milk and saliva: correlation in milk of lactoperoxidase with bactericidal activity against Escherichia coli. Br. J. Exp. Pathol. 60:252-258. Sudarmadji, S., B. Harjono dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta. Sudarwanto, M., R.R. Soejoeno, W. Sanjaya dan D.W. Lukman. 1998. Studi kasus komposisi susu kuda Sumbawa. Prosiding konggres XIII PDHI dan Konfrensi Ilmiah Veteriner Nasional VII. Bandar Lampung. Sugiarto, E. 1986. Rempah-rempah dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Mikroba. Media Tehnologi Pangan, Bogor 2 (4): 29-35. Sukmaya. 2002. Penggunaan Sisa Laktoperoksidase dan Pengaruh Terhadap Kualitas Susu Segar dan Hasil Olahannya. Tesis Ilmu Pangan Program Pasca Sarjana. IPB. Supriati, E. 1998. Rubrik Kesehatan. Menjinakkan Mitos Susu Kuda Liar. Media Indonesia Minggu. Todar, K. 2002. Tuberculosis. Todar’s Omline Texbook of Bacteriology. University of Wisconsin-Medison Departemen of Bacteriology. http://ww.bact.wisc.edu/ microtextbook/disease/tuberculosis.html (18 Mei 2002).
112 Trijunianto, M. 1998. Kajian Fraksi Bioaktif Dari Buah Atung (Parinarium glaberinum Hassk) Sebagai Bahan Pengawet Pangan. Disertasi Program Studi Ilmu Pangan, Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Varnam, A.H. and J.P. Sutherland. 1994. Milk and Milk Products. Technology, Chemistry And Microbiology Chapman & Hall. London. Volk, W.A. and M.F. Wheeler. 1988. Mikrobiologi Dasar. Terjemahan. Editor S. Adisoemarnoto. Penerbit Erlangga, Jakarta. Wade, L.G. 1991. Organic Chemistry (Second Edition). Prentice Hall. Englewood Cliffs. New Jersey. Wahab, A. 1996. Karena Tak Terjamin Keasliannya, Tak Semua Susu Kuda Liar Berkhasiat. Pikiran Rakyat, 30 Desember 1996. Walker, JM. 1994. Nondenaturing polyacrylamide gel electrophoresis of proteins. Di dalam JM Walker, editor. Methods in Moleculer Biology, Basic Protein and Peptide Protocols. Humana Press Inc., Tontowa, New York. Widodo, Soeparno, dan Endang. 2003. Bioenkapsulasi Probiotik (Lactobacillus Casei) dengan Polard dan Tepung Terigu Serta Pengaruhnya Terhadap Viabilitas dan Laju Pengasaman. Jurnal. Teknol, dan Industri Pangan, 14 (2) : 98 - 101. Winarno, F. G. 1993. Pangan. Gizi, Tekhnologi dan Konsumen. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Wiryosuhanto, S. 2003. Buku Panduan Pesta Kuda Rakyat Nasional Tahun 2003. Pamulang Equestrian Centre. Jakarta. Yin, R.K. 2004. Studi Kasus. Desain dan Metode. PT. Raja Grapindo Persada. Jakarta. Yoshimura, H., O. Itoh, K. Kondo, S. Yonezawa and S. Magura. 1978. Residues Macrolide Antibiotics in Eggs Laid by Hens Given Medicated Drinking Water. Animal Report of National Veterinary Assay Laboratory, 15 : 43-48. Yoshimura, H., N. Osawa, F.S.C. Rasa, D. Hermawati, S. Werdiningsih, N.M.R. Isriyanrti and T. Sugimori. 1991. Residues of Doxycycline and Oxytetracycline in eggs after medication via driniking water to laying hens. Food Additives and Contaminations, 8 (1) : 65-69.
113 Lampiran 1
RINGKASAN LAPORAN STUDI KASUS 1.
Daftar nama desa, jumlah kuda, jumlah sampel pada masing-masing desa di Kecamatan Sumbawa dan Moyohilir, Kabupaten Sumbawa (Tahun 2003). Selengkapnya dapat dilihat pada lampiran berikut. (Tabel 1, 2, 3 dan 4)
2.
Daftar Pertanyaan (Kuesioner) Studi Kasus Susu Kuda Sumbawa (Peternak, Pedagang Susu, Dinas Peternakan). Selengkapnya dapat dilihat pada lampiran berikut. (lihat lampiran)
3.
Daftar Nama-Nama Responden yang diwawancarai (Tabel 5).
4.
Hasil Tabulasi Data Survei (a) Pemerahan Susu Kuda Sumbawa Dari Tabel 6 dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1.
Rata-rata pemilikan kuda di pulau Sumbawa 6 ekor, yaitu di Kabupaten Sumbawa 6 ekor, di Kabupaten Bima 7 ekor, dan Dompu 6 ekor per responden. 2. Kuda betina yang sedang menyusui 73,3% rata-rata dua ekor, dan 36,7% lebih dari dua ekor, di Kabupaten Sumbawa sebagian besar dua ekor (87,6%), di Bima juga sama (63,6%), sedangkan di Dompu yang sedang laktasi lebih dari dua ekor per responden (66,7%). 3. Hampir semua kuda yang sedang laktasi diperah susunya (90%), yaitu Kabupaten Sumbawa 93,75%. Kabupaten Bima 81,8% dan Kabupaten Dompu seluruhnya (100%). 4. Pemerahan susu kuda tersebut oleh responden dijual (59,26%) dan diminum sendiri dan dijual (40,74%), pada umumnya dijual dan diminum sendiri. 5. Jumlah susu kuda hasil pemerahan 93,33% lebih dari 300 cc, yang terbesar Kabupaten Sumbawa yaitu 87,5%. Pemerahan dilakukan pada sore, malam atau pagi hari (2 – 3 kali). 6. Lama masa pemerahan/menyusui kuda semuanya adalah 6 bulan (100%). 7. Semua susu kolostrum kuda tidak dijual (100%). 8. Tempat pemerahan kuda adalah di dekat kandang di rumah (46,67%), sedangkan yang diperah di tepi hutan/padangan (53,33%). Namun di Kabupaten Bima dan Dompu semua kuda diperah di dekat kandang di rumah (100%), sebaliknya di Kabupaten Sumbawa semuanya diperah di tepi hutan/padangan. 9. Semua kuda yang akan diperah diikat terlebih dahulu (100%). Kemudian kuda yang dicuci ambingnya sebelum diperah 46,7% dan tidak dicuci ambingnya 53,3%; di Kabupaten Bima dan Dompu semua kuda dicuci ambingnya sebelum diperah. Kuda yang dicuci ambingnya terlebih dahulu semuanya dicuci dengan air bersih (100%). 10. Tempat penampungan susu kuda setelah diperah semuanya menggunakan ember plastik (100%).
114 11. Tidak ada perlakuan sama sekali terhadap susu yang diperah baik dengan pemanasan, pendinginan maupun penambahan zat pengawet. Semuanya disimpan pada suhu kamar. 12. Hampir semua susu yang akan dijual disimpan selama satu hari (96,67%), sedangkan sisanya (3,33%) disimpan selama seminggu. Di Kabupaten Bima dan Dompu semuanya disimpan selama sehari (100%) dan di Kabupaten Sumbawa hampir semua disimpan selama sehari (93,75%), hanya 6,25% disimpan selama seminggu. 13. Kemasan susu kuda yang dijual pada umumnya menggunakan botol (63,33%) dan sisanya menggunakan jerigen (36,67%). Di Kabupaten Sumbawa dan Dompu semua kemasannya menggunakan botol (100%), sedangkan di Kabupaten Bima semuanya menggunakan jerigen (100%). 14. Cara penjualan susu kuda ke pengumpul semuanya diambil langsung oleh pengumpul di rumah peternak (100%). 15. Rata-rata harga susu per liter di Pulau Sumbawa adalah Rp. 31.666. Di Kabupaten Sumbawa Rp. 30.000 per liter, Kabupaten Bima Rp. 15.000 per liter dan di Kabupaten Dompu Rp. 50.000 per liter. 16. Pemahaman peternak terhadap sifat fisik susu kuda Sumbawa, semua peternak (100%) mengatakan bahwa susu kuda Sumbawa tidak membusuk, auto fermentasi, rasa susu segarnya sedikit manis dan rasa susu setelah disimpan sehari adalah asam. 17. Semua peternak mengatakan bahwa memerah dan menjual susu kuda Sumbaw adalah menguntungkan (100%). 18. Mengenai waktu pemerahan, sebagian besar peternak memerah susu kuda sebelum anak kuda menyusui (82,82%) dan sebagian kecil diperah sesudah anak kuda menyusui (17,18%). Di Kabupaten Sumbawa pada umumnya (56,25%) sesudah menyusui, di Kabupaten Bima sebagian besar diperah sebelum menyusui dan di Kabupaten Dompu semuanya diperah sebelum menyusui. (b) Pemeliharaan Kuda Sumbawa Dari Tabel 7 dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1.
2. 3.
4. 5.
Cara pemeliharaan kuda Sumbawa pada umumnya dilepas di hutan/padangan (63,33%) dan 36,67% malamnya dikandangkan siangnya dilepas. Di Kabupaten Sumbawa dan Dompu semua kuda dilepas di hutan/padangan (100%), sedangkan di Kabupaten Bima semua kuda dikandangkan pada malam hari dan dilepas pada siang hari (100%). Untuk identifikasi kuda Sumbawa semuanya menggunakan cap bakar (100%) dan tidak ada yang menggunakan nomor telinga (0%). Tujuan pemeliharaan kuda bagi peternak pada umumnya untuk tenaga kerja (70%) dan tujuan lainnya untuk tabungan/dijual (30%). Di Kabupaten Sumbawa sebagian besar untuk tenaga kerja (25%) dan 75% untuk tabungan, di Kabupaten Bima 63,64% untuk tenaga dan 36,36% untuk tabungan, dan di Kabupaten Dompu juga hampir sama untuk tenaga kerja 66,67% dan tabungan/dijual 33,33%. Jenis pakan kuda yang diberikan oleh peternak semuanya adalah rumput/hijauan (100%), sedangkan pakan tambahan tidak diberikan sama sekali. Pada saat dilakukan survei tidak ada kuda peternak yang yang disurvei menderita sakit, semuanya sehat (100%).
115 6.
7.
(c)
Jumlah sampel susu yang diambil dari responden hampir semua (93,33%) antara 200-300 cc, sedangkan yang sampel susu yang diambil lebih dari 300 cc hanya 6,67%. Di Kabupaten Sumbawa hampir semuanya jumlah sampel yang diambil antara 200 – 300 cc dan 12,5% lebih dari 300 cc, sedangkan di Kabupaten Bima dan Dompu semuanya 200-300 cc (100%). Jumlah ternak yang diambil sampel untuk setiap peternak pada umumnya dua ekor (73,33%), diambil lebih dari dua ekor 23,33% dan hanya sebagian kecil yang diambil seekor (3,33%). Di Kabupaten Sumbawa sebagian besar jumlah ternak yang diambil sampel adalah dua ekor (87,5%) dan sisanya lebih dari dua ekor (12,5%); di Kabupaten Bima pada umumnya dua ekor (63,64%), lebih dari dua ekor (27,27%) dan satu ekor (9,09%); sedangkan di Kabupaten Dompu umumnya lebih dari dua ekor (66,67%) dan sepertiganya (33,33%) diambil sampel dua ekor. Penanganan dan Penjualan Susu Kuda Sumbawa Dari Tabel 8 dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1.
2.
3.
4. 5.
6. 7.
8.
Rata-rata omset penjualan susu kuda Sumbawa per minggu di Kota Mataram adalah 6 botol @ 250 cc, di Kabupaten Bima 4 jerigen @ 10 liter, di Kabupaten Dompu 10 botol @ 500 cc dan di Sukabumi 2 botol @ 250 cc. Suplai susu di Kota Mataram, Kabupaten Bima dan Dompu pada umumnya diperoleh dari peternak langsung dan pedagang pengumpul. Di Sukabumi hanya susu diperoleh dari pengusaha lain di Pulau Sumbawa. Demikian pula di Mataram selain langsung dari peternak dan pedagang pengumpul juga dari pengusaha lain. Di Kota Mataram, Kabupaten Bima dan Dompu cara pengadaan susu oleh pedagang biasanya diambil langsung ke rumah peternak dan diperoleh dari pedagang pengumpul, sedangkan di Sukabumi tidak diperoleh langsung dari peternak, tetapi dari pedagang pengumpul dan dikirim langsung dari Pulau Sumbawa. Perlakuan pedagang pengumpul terhadap susu kuda Sumbawa agar tahan lama dibiarkan pada suhu kamar saja, tidak ada perlakuan khusus seperti pemanasan, pendinginan maupun penambahan zat pengawet. Rata-rata harga jual susu kuda Sumbawa (per botol) di pedagang pengumpul adalah Rp. 80.000 @ 500 cc atau Rp. 50.000 @ 250 cc (di Mataram), Rp. 30.000 @ 500 cc (di Bima), Rp. 50.000 @ 500 cc (di Dompu dan di Sukabumi Rp. 80.000 @ 500 cc atau Rp. 50.000 @ 250 cc. Perbandingan antara suplai dan permintaan susu kuda Sumbawa di pedagang pengumpul di keempat kabupaten/kota tersebut semuanya mengatakan bahwa permintaannya dua kali lebih besar dari suplainya. Pemahaman pedagang pengumpul terhadap sifat susu kuda Sumbawa di keempat kabupaten/kota tersebut semuanya mengatakan bahwa susu kuda Sumbawa tidak membusuk selama disimpan pada suhu kamar, tidak menggumpal, tidak berubah warna, tapi menjadi asam selama disimpan. Tujuan pemasaran susu kuda Sumbawa oleh pedagang pengumpul di Kota Mataram adalah ke Kota Mataram saja, di Kabupaten Bima ke Surabaya dan Jakarta, di Kabupaten Dompu ke Dompu, Bandung dan
116 Tangerang, dan pedagang susu kuda di Sukabumi memasarkan susu kuda tersebut ke Sukabumi dan Jakarta. 9. Pemahaman pedagang pengumpul susu kuda Sumbawa di keempat kabupaten/kota tersebut terhadap khasiat susu kuda Sumbawa semuanya mengetahui, berdasarkan informasi yang diperoleh dari mulut ke mulut; dan pengalaman sendiri. 10. Jumlah susu kuda yang diambil dari pedagang pengumpul di Kota Mataram adalah 2 botol @ 500 cc, di Bima 2 botol @ 500 cc, di Dompu 10 botol @ 250 cc dan di Sukabumi 3 botol @ 250 cc. 11. Rata-rata umur simpan susu yang dijual pedagang pengumpul di Mataram adalah 2-3 bulan, di Bima 2 minggu, di Dompu 2 minggu dan di Sukabumi lebih dari 2 bulan. 12. Tulisan yang tertera dalam label botol/jerigen susu kuda Sumbawa yang dijual di Mataram adalah “susu kuda liar”; di Bima tidak ada tulisan pada label; di Dompu ada tulisa merek dagang, nama perusahaan, susu kuda liar; dan si Sukabumi ada tulisan cara minum, daya tahan 5 bulan, minuman berkhasiat, dan komposisi susu. (d) Kebijakan Dinas Peternakan Dari Tabel 9 dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1.
2.
Informasi yang diperoleh dari staf Dinas Peternakan yang diwawancarai mengenai kebijakan pengembangan kuda diperoleh jawaban tidak ada. Demikian halnya mengenai kebijakan pembinaannya, tujuan peningkatan populasin dan upaya Dinas dalam mempromosikan susu kuda Sumbawa juga tidak ada. Selama survei di Dinas Peternakan diperoleh data statistik, harga susu, dan lain-lain informasi, namun tidak diperoleh data jumlah susu yang dikirim dari kabupaten/kota masing-masing baik melalui dinas maupun pedagang.
117 Tabel 1. Daftar kecamatan, jumlah desa, jumlah populasi kuda, jumlah sampel desa dan jumlah sampel susu kuda di kabupaten Sumbawa (Tahun 2001), Dompu dan Bima (Tahun 2002). No.
1.
2.
3.
Nama Kabupaten Sumbawa
Jumlah Bima
Jumlah Dompu
Jumlah Total
Nama Kecamatan
Jumlah Desa
Sumbawa Lab. Bada Moyohilir Lape/Lopok Plampang Labangka Moyohulu Ropang Empang Lunyuk Batu Lanteh Alas Alas Barat Utan/Shee Talawang Brangrea Seteluk Jerewah Sekongkang 19 Monta Doio Mada Pangga Woha Belo Langgudu Wawo Sape Lambu Wera Ambalawi Donggo Sanggar Tambora 14 Dompu Woja Hu”u Mangelewa Pekat Kempo Kilo Pajo 8 41
13 7 12 8 12 5 9 6 12 8 6 13 5 13 11 4 10 5 6 165 16 12 8 14 15 15 11 16 10 9 6 13 5 4 154 13 11 5 8 7 7 6 5 62 381
Populasi Kuda per Kecamatan (ekor) 1.039 555 4.889 4.531 2.654 29 1.884 4.099 3.340 2.265 1.268 1.325 1.173 1.361 839 414 1.605 390 260 33.920 303 616 861 1.059 832 280 179 752 630 310 122 2.376 305 72 8.697 763 1.815 275 498 577 876 983 365 6.152 48.769
Jumlah desa yang disampling
Jumlah sampel susu kuda
1
20
1
20
2
40
1
20
2 1
40 20
4
80
1
20
1 7
20 140
Keterangan
118 Tabel 2. Daftar Nama Desa, Jumlah kuda, Jumlah sampel pada masing-masing Desa di Kecamatan Sumbawa dan Moyohilir, Kabupaten Sumbawa No. I 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 II 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Nama Desa/Nama Kecamatan SUMBAWA Pelat Lempeh Br Biji Seketeng Samaphin Jorok Lima Sima Kerekeh Boak Kedaso Pekar Bugis Br.Bara Jumlah MOJOHILIR Penjaring Pungkit Kakin Sebewe Poto Berare Sarading Kaklang Batu Bangkar Ngeru Olat Rawa Moyo Jumlah
Jumlah Kuda
Jumlah Sampel
532 39 81 39 11 20 3 135 15 81 43 5 8 1.012
20
375 454 152 81 345 629 147 357 811 477 424 255 4.507
20
20
20
Tabel 3. Daftar Nama Desa, Jumlah kuda, Jumlah sampel pada masing-masing Desa di Kecamatan Woja Kabupaten Dompu. No. I 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Nama Desa/Nama Kecamatan WOJA Saneo Sampasai Kandai Wawonduru Rawo Bara Mowa Matna Mumbu Madaprama Montabaru Jumlah
Jumlah Kuda
Jumlah Sampel
305 469 287 113 35 90 80 119 43 29 245 1.815
20
20
119
Tabel 4. Daftar Nama Desa, Jumlah kuda, Jumlah sampel pada masing-masing Desa di Kecamatan Dongo, Sangar dan Madapangga. No. I 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 II 1 2 3 4 5 III 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Nama Desa/Nama Kecamatan DONGO Palaman Mpili Rora Mbawa O’O Dorigungga Bajo Punti Kala Kananta Sai Sampungu Bumipajo Jumlah SANGAR Taloko Oi Saro Piong Boro Kore Jumlah MADAPANGGA Tolonggaru Woro Campa Mpuri Dena Rade Monggo Sedono Tonda Jumlah TOTAL
Jumlah Kuda
Jumlah Sampel
168 253 413 343 43 187 15 173 112 370 233 2.310
20 20
7
20
127 49 62 245
20
78 23 113 107 196 251 10 778 3.333
40
20 20 80
120 DAFTAR KUESIONER STUDI KASUS SUSU KUDA SUMBAWA (Peternak, Pedagang Pengumpul dan Dinas Peternakan) I. KU ES IO N ER PETERN A K BLO K I :ID EN TIFIKA SI RESPO N D EN D A N LO KA SI 1.
N am a Responden : ……………………………………………………………………..
2. A lam at :
D esa :…………………………………………………………………… Kecam atan :……………………………………………………………. Kabupaten :……………………………………………………………..
3. Jum lah Kuda :
Jantan : Betina : A nak :
ekor ekor ekor
BLO K II :PEM ERA H A N SU SU KU D A 1.
A pakah ada kuda betina yang sedang m enyusui? ♦ A da
♦ Tidak
2. Bila ada yang sedang m enyusui,ada berapa ekor ? ♦ satu ekor ♦ dua ekor ♦ lebih daridua ekor (…….). 3. A pakah kuda yang m enyusuitersebut diperah susunya ? ♦ Ya
♦ Tidak
4. Bila ya,untuk apa susu kuda itu diperah ? ♦ dijual ♦ dim inum sendiri ♦ dijualdan sebagian dim inum sendiri. 5. Berapa hasilsusu kuda yang diperoleh setiap kalim em erahnya ? ♦ seratus cc ♦ dua ratus cc ♦ tiga ratus cc ♦ ……..cc (sebutkan). 6. Berapa lam a kuda yang sedang m enyusuiitu diperah susunya ? ♦ satu bulan ♦ dua bulan ♦ tiga bulan ♦ enam bulan. 7. A pakah susu kolostrum nya juga diperah dan dijual? ♦ Ya
♦ Tidak
8. D im ana pem erahan susu kuda itu dilakukan ? ♦ dikandang dekat rum ah ♦ ditepihutan/tem pat penggem balaan ♦ …………………………………………………………………………. 9. A pakah sebelum pem erahan kuda diikat ? ♦ Ya
♦ Tidak;apakah dicuci
121 am bingnya ? ♦ Ya ♦ Tidak,bila dicuci,dengan apa dicucinya ? ♦ air bersih ♦ air m inum ♦ …………………………… (isi) 10. A ir susu yang diperah ditam pung dengan apa ? ♦ em ber plastik ♦ em ber biasa ♦ ……………………………………………… (isi) 11. A pa tindakan terhadap susu kuda hasilpem erahan ? ♦ dipanaskan ? ♦ Ya ♦ Tidak,bila Ya berapa m enit………………… ♦ dipanaskan ? ♦ Ya
♦ Tidak,bila Ya,didinginkan denga apa?...................
♦ ditam bah bahan pengawet ? ♦ Ya ♦ Tidak,bila Ya,bahan pengawet apa yang ditam bahkan …………………………………………………………………….. 12. A pakah susu kuda hasilpem erahan disim pan dulu sebelum dijual? ♦ Ya ♦ Tidak;bila Ya,disim pan dalam ? ♦ botol ♦ jerigen ♦ …………….(isi); dan berapa lam a ? ♦ sehari ♦ sem inggu ♦ sebulan ♦ ………………..(isi). 13. A pakah susu kuda hasilpem erahan digunakan sendiri? ♦ Ya ♦ Tidak, Bila Ya,untuk apa ? sebutkan !……………………………………………………….. …………………………………………………………………………………………….. 14. Kalau susu kuda hasilpem erahan dijual,kem ana dijualnya ? ♦ diam biloleh pengum puldirum ah ♦ disetorkan ke pengum pul ♦ …..……………………… ……………………………………………………………………………….(sebutkan). Berapa harga jualnya ? (sebutkan) Rp.…………………………….. 15. M enurut pengalam an peternak,apakah susu kuda yang disim pan disuhu kam ar tidak m em busuk ? ♦ Ya ♦ Tidak;apabila jawabannya Tidak,apakah terjadi penggum palan ? ♦ Ya ♦ Tidak,apakah terjadiferm entas ? ♦ Ya ♦ Tidak 16. A pa rasa susu kuda yang m asih segar ? ♦ m anis ♦ asam ♦ tawar;dan apa rasanya setelah disim pan (sehariatau lebih) ? ♦ m anis ♦ asam ♦ tawar 17. A pakah harga jualsusu kuda yang diterim a m enguntungkan peternak ? ♦ Ya ♦ Tidak;apabila Ya apakah tidak m engganggu pertum buhan dan kesehatan anak kuda ? ♦ Ya ♦ Tidak Bila jawabannya Ya,apa cara yang ditem puh agar bisa m enjualsusu tanpa m engorbankan kesehatan/perkem bangan anak kuda ? ♦ diperah sesudah anak kuda m enyusui ♦ diperah sebelum anak kuda m enyusui ♦ cara lain :…… …………………………………………………………………………………………….
122 BLO K III :CA RA PEM ELIH A RA A N 1.
Cara apa yang dilakukan peternak kuda dalam pem eliharaannya ? ♦ dikandangkan sepanjang hari ♦ dilepas dihutan,padang rum put sepanjang hari ♦ dikandangkan waktu m alam hari,dilepas dihutan,padang rum put pada waktu siang hari ♦ …………………………………………………………………….
2. A pabila pem eliharaannya secara ekstensif atau liar,bagaim ana cara m engenali kudanya m asing-m asing ? ♦ diberitanda cap bakar ♦ diberitanda potong daun telinga ♦ ………………………………………………………….(sebutkan). 3. A pa sebenarnya tujuan peternak m em elihara kuda ? ♦ diam bilsusunya ♦ untuk tenaga kerja pertanian ♦ untuk tabungan ♦ untuk lainnya (sebutkan) ……………………………………………………………………………………………….
4. A pa jenis pakan kuda yang tersedia ? ♦ rum put/hijauan pakan ? ♦ Ya ♦ Tidak ♦ pakan tam bahan ? ♦ Ya ♦ Tidak Bila disediakan rum put/hijauan pakan sebutkan nam anya :………………………… ……………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………… Bila diberikan pakan tam bahan,sebutkan jenisnya :……………………………….. …………………………………………………………………………………………….. …………………………………………………………………………………………….. 5. A pakah pada saat iniada kuda yang sakit ? ♦ Ya ♦ Tidak;bila Ya,apakah yang sakit tersebut kuda betina yang sedang diperah susunya ? ♦ Ya ♦ Tidak Bila Ya apakah diberikan obat antibiotika ? ♦ Ya ♦ Tidak;bila Ya apakah bisa m enyebutkan nam a dokter hewan/m antriyang m em berikan obat ? ……………… ……………………………………………………………………………………………… BLO K IV :PEN GA M BILA N SA M PEL SU SU 1.
Berapa banyakkah sam pelsusu yang diam bildarisatu kuda ? ♦ ……….cc
2. Berapa jum lah sam pelsusu kuda yang diam bildariresponden ini? ♦ satu ♦ dua ♦ ………………..(sebutkan).
123 II. KU ES IO N ER PED A GA N G/PEN GU M PU L SU SU BLO K I :ID EN TIFIKA SI RESPO N D EN D A N LO KA SI 1.
N am a Responden : ……………………………………………………………………..
2. N am a Perusahaan : ……………………………………………………………………. 3. M erek U saha :………………………………………………………………………….. 4. A lam at :
Jalan :………………………………………………………………….. D esa :…………………………………………………………………… Kecam atan :……………………………………………………………. Kabupaten :……………………………………………………………..
5. O m set penjualan : …………. botol@ ……….cc per bulan : ………… jerigen @ ……… cc/liter per tahun : ………… botol@ ………...cc ………… jerigen @ ……… cc. BLO K II :PEN A N GA N A N SU SU KU D A 1.
D arim ana diperoleh suplaisusu kuda Sum bawa ? ♦ langsung daripeternak ♦ daripengum pul ♦ dariperusahaan lain.
2. A pabila diperoleh daripeternak langsung,apakah diam bilsendiri? ♦ Ya ♦ Tidak A pabila diperoleh daripedagang/pengum pul,apakah diterim a ditem pat ? ♦ Ya ♦ Tidak 3. A pa perlakukan yang dilakukan terhadap susu kuda yang diterim a ? ♦ dipanaskan ? ♦ Ya ♦ Tidak,bila dipanaskan berapa lam a ? ……….m enit ♦ didinginkan ? ♦ Ya ♦ Tidak,bila Ya didinginkan dengan cara bagaim ana ? ♦ disim pan dikulkas/lem aridingin,♦ ………………………………………. ♦ ditam bah pengawet ? ♦ Ya ♦ Tidak,bila Ya,bahan pengawet apa yang diberikan ? ……………………………………………………………………………….. 4. Berapa harga jualsusu kuda dariperusahaan anda ? ……………………………… …………………………………………………………………………………………….. 5. A pakah perm intaan susu kuda Sum bawa m elebihipenyediannya ? ♦ Ya ♦ Tidak,bila Ya,berapa perbandingannya ? ♦ dua kali ♦ tiga kali ♦ ……..kali(sebutkan).
124
6. M enurut pengalam an anda,apakah susu kuda yang disim pan dalam suhu kam ar m em busuk ? ♦ Ya ♦ Tidak;apakah m enggum pal? ♦ Ya ♦ Tidak;apakah berubah warna ? ♦ Ya ♦ Tidak;apakh berubah bau dan rasanya ? ♦ Ya ♦ Tidak. Bila berubah berikan jawabannya ? ♦ m enjadiasam ♦ tidak. 7. M enurut pengalam an anda,apa khasiat susu kuda Sum bawa berdasarkan inform asidaripem inum /konsum en susu kuda ? …………………………………….. …………………………………………………………………………………………….. ……………………………………………………………………………………………… 8. Kem ana atau dim ana saja susu kuda anda dipasarkan ? …………………………………………………………………………………………….. 9. A pakah anda m engetahuikhasiat susu kuda ? ♦ Ya ♦ Tidak.Bila Ya, apakah daripengalam an pribadi? ♦ Ya ♦ Tidak,atau daribuku-buku ? ♦ Ya ♦ Tidak;atau darim ulut- ke m ulut saja ? ♦ Ya ♦ Tidak. BLO K III :PEN GA M BILA N SA M PEL S U SU 1.
Berapa jum lah sam pelsusu yang diam bildaripedagang ini? …………………………………………………………………………………………….. ……………………………………………………………………………………………..
2. Berapa um ur susu kuda yang diam bilsebagaisam pel? …………………………………………………………………………………………….. …………………………………………………………………………………………….. 3. A pa yang tertulis pada labelnya ? …………………………………………………………………………………………….. ……………………………………………………………………………………………..
125 III. KU ES IO N ER D IN A S PETERN A KA N :………………………………………………… BLO K I :ID EN TIFIKA SI RESPO N D EN D A N LO KA SI 1.
N am a Responden : ……………………………………………………………………..
2. Jabatan : ……………………………………………………………………. 3. A lam at :
Jalan :………………………………………………………………….. D esa :…………………………………………………………………… Kecam atan :……………………………………………………………. Kabupaten :…………………………………………………………….. BLO K II :PERTA N YA A N
1.
A pakah ada program khusus pengem bangan kuda Sum bawa untuk tujuan produksisusu ? ♦ Ya ♦ Tidak.
2. Bila Tidak,adakah kebijakan lain untuk pengem bangan kuda Sum bawa ? ♦ Ya ♦ Tidak 3. Bila Tidak ada kebijakan,pem binaannya untuk apa ? ……………………………… …………………………………………………………………………………………….. 4. A pakah D inas m em prom osikan susu kuda Sum bawa ? ♦ Ya
♦ Tidak
5. Bila Ya,apa yang dilakukan D inas ? ………………………………………………….. …………………………………………………………………………………………….. ……………………………………………………………………………………………… BLO K III :D A TA SEKU N D ER 1.
Populasikuda diKabupaten,Kecam atan,D esa lim a tahun terakhir !
2. Jum lah peternak kuda diKabupaten,Kecam atan,D esa ! 3. Jum lah produksisusu kuda lim a tahun terakhir ! 4. H arga susu kuda ! 5. Lain-lain yang m enyangkut pertanian – peternakan,a.l.hasilujilaboratorium susu kuda Sum bawa.
126 6. Jum lah susu kuda Sum bawa yang dikirim oleh D inas ? ………………………….. …………………………………………………………………………………………….
127 Tabel 5. Daftar nama dan alamat responden yang diwawancarai No. 1.
Nama Responden Bp. Tri
Alamat Responden
2. 3. 4. 5.
Heni Bp. Indra Ani Teti
6.
Mariam
7.
Syaiful
8.
Ilyas
9. 10.
Jamal Ali
Jl. Mujair No. 98 Bali I, Dompu Pertokoan Kota Mataram
11.
Hasan
12.
Bancil
13.
Wahid
14.
Aziz
15.
Sapri
16.
Tajudin
17.
Badu
18.
Saling
19.
Samsudin
20.
Andi
21.
H. Saeng
22.
Majid
23.
Safrudin
24.
H. Benga
25.
Hasim
Ds. Tolonggeru, Madapangga, Bima Desa Penyaring, Moyohilir, Sumbawa Desa Penyaring, Moyohilir, Sumbawa Desa Penyaring, Moyohilir, Sumbawa Desa Penyaring, Moyohilir, Sumbawa Desa Penyaring, Moyohilir, Sumbawa Desa Penyaring, Moyohilir, Sumbawa Desa Penyaring, Moyohilir, Sumbawa Desa Penyaring, Moyohilir, Sumbawa Desa Penyaring, Moyohilir, Sumbawa Desa Penyaring, Moyohilir, Sumbawa Desa Penyaring, Moyohilir, Sumbawa Desa Penyaring, Moyohilir, Sumbawa Desa Pelat, Sumbawa, Sumbawa Desa Pelat, Sumbawa, Sumbawa
Jl. Dr. Wahidin, Sumbawa Besar. Jl. Diponegoro 19, Dompu Jl. Sukarno Hatta, Raba Cibadak, Sukabumi Ciwangi, Sukabumi Bandara Udara Selaparang, Mataram Jl. Syech Muhammad, Doro tanggu, Dompu Jl. Kakatua, Kandal Dua, Dompu
Jenis Responden Dispet Kabupaten Sumbawa. Dispet Kabupaten Dompu Dispet Kabupaten Bima Pedagang (CV. Dian) Pedagang (Apotek Geulis Farma) Pedagang (Kantin Bandara) Pedagang pengumpul Pedagang (industri kerajinan rumah tangga TOTIMORI) Pedagang Pedagang (CV. Rachman Ali Belo, Mataram) Pedagang pengumpul. Peternak Peternak Peternak Peternak Peternak Peternak Peternak Peternak Peternak Peternak Peternak Peternak Peternak Peternak
128 26.
Soleh
27.
Andi Hadi
28. 29. 30. 31.
Halimah Yusuf Abubakar Hadijah
32.
Hamida
33.
Nurdin
34.
Bie Inavandi
35.
Amandara
36.
Hamila
37. 38. 39.
Mustamin Amanah Ahmad Halifah
40. 41.
Kadir Hasan
Desa Pelat, Sumbawa, Sumbawa Desa Pelat, Sumbawa, Sumbawa Desa Saneo, Woja, Dompu Desa Saneo, Woja, Dompu Desa Saneo, Woja, Dompu Desa. Tolonggeru, Madapangga, Bima Desa. Tolonggeru, Madapangga, Bima Desa. Tolonggeru, Madapangga, Bima Desa. Tolonggeru, Madapangga, Bima Desa. Tolonggeru, Madapangga, Bima Desa. Tolonggeru, Madapangga, Bima Desa. Tolonggeru, Madapangga, Bima Desa Mpili, Donggo, Bima Desa Tolonggeru, Sanggar, Bima Desa Taloko, Sanggar, Bima Desa Palama, Donggo, Bima
Peternak Peternak Peternak Peternak Peternak Peternak Peternak Peternak Peternak Peternak Peternak Peternak Peternak Peternak Peternak Peternak
129 Tabel 6. Pemerahan susu kuda di Kabupaten Sumbawa, Bima dan Dompu No. 1.
Jumlah Responden (orang)
16
11
3
Pulau Sumbawa 30
2.
Jumlah kuda (ekor) ♣ Jantan ♣ Betina ♣ Anak Kuda yang sedang menyusui ♣ Ada ♣ Tidak ada
100 28 36 36
72 18 27 27
19 3 8 8
191 49 71 71
100% 0%
100% 0%
100% 0%
100% 0%
Jumlah yang sedang menyusui per responden : ♣ dua ekor ♣ lebih dua ekor (3-4)
87,5% 12,5%
63,6% 36,4%
33,3% 66,7%
73,3% 36,7%
Apakah ada kuda yang diperah susunya : ♣ Ya ♣ Tidak
93,75% 6,25%
81,8% 18,2%
100% 0%
90% 10%
46,67% 53,33%
33,33% 66,67%
33,33% 66,67%
40,74% 59,26%
12,5% 87,5%
0% 100%
0% 100%
6,67% 93,33%
3.
4.
5.
6.
7.
Uraian
Untuk apa diperah : ♣ dijual ♣ diminum sendiri dan dijual Hasil susu kuda setiap kali diperah : ♣ 300 cc ♣ lebih dari 300 cc
Sumbawa
Bima
Dompu
8.
Lama menyusui/diperah : ♣ tiga bulan ♣ enam bulan/lebih
0% 100%
0% 100%
0% 100%
0% 100%
9.
Susu kolostrum kuda : ♣ dijual ♣ tidak
0% 100%
0% 100%
0% 100%
0% 100%
0%
100%
0%
36,67%
100%
0%
100%
63,33%
100% 0% (100%) -
100% 100% (0%) 100% (0)
100% 100% (0%) 100%
100% 46,7% (53,3%) 100% (0%)
100% 0%
100% 0%
100% 0%
100% 0%
10.
Tempat pemerahan : ♣ dekat kandang di rumah ♣ di tepi hutan/padangan
11.
Perlakuan sebelum diperah : ♣ diikat ♣ dicuci ambingnya (tidak) ♣ dicuci dengan air bersih (air minum)
12.
Tempat penampungan susu kuda : ♣ ember plastik ♣ ember biasa
130 13.
Perlakuan terhadap susu yang diperah : ♣ dipanaskan ♣ didinginkan ♣ ditambah pengawet
0% 0% 0%
0% 0% 0%
0% 0% 0%
0% 0% 0%
93,75% 6,25%
100% 0%
100% 0%
96,67% 3,33%
Kemasan susu kuda yang dijual : ♣ botol ♣ jerigen
100% 0%
0% 100%
100% 0%
63,33% 36,67%
16.
Penjualan susu kuda : ♣ diambil di rumah ♣ disetor ke pengumpul
100% 0%
100% 0%
100% 0%
100% 0%
17.
Harga susu per liter
30.000
15.000
50.000
31.666
18.
Sifat fisik susu kuda Sumbawa: ♣ Tidak membusuk ♣ Auto fermentasi ♣ Rasa susu segar
Ya Ya sedikit manis asam
Ya Ya sedikit manis asam
Ya Ya sedikit manis asam
100% 100% 100%
Ya
Ya
Ya
100%
56,25%
9,1%
0%
17,18%
43,75%
90,9%
100%
82,82%
14.
15.
Lama penyimpanan sebelum dijual : ♣ sehari ♣ seminggu
♣
Rasa susu setelah disimpan lebih sehari
19.
Apakah menguntungkan
20.
Waktu memerah : ♣ diperah sesudah anak kuda menyusui ♣ diperah sebelum anak kuda menyusui
100%
131 Tabel 7. Cara pemelharaan kuda di Kabupaten Sumbawa, Bima dan Dompu No. 1.
Uraian Cara pemeliharaan : ♣ dilepas di hutan, padangan. ♣ malam dikandangkan, siang dilepas
Sumbawa
Bima
Dompu
Pulau Sumbawa
100%
0%
100%
63,33%
0%
100%
0%
36,67%
2.
Identifikasi kuda Sumbawa ♣ Cap bakar ♣ Nomor telinga
100% 0%
100% 0%
100% 0%
100% 0%
3.
Tujuan pemeliharaan kuda : ♣ tenaga kerja ♣ tabungan/dijual ♣ diperah susunya
75% 25% 0%
63,64% 36,36% 0%
66,67% 33,33% 0%
70% 30% 0%
4.
Jenis pakan kuda : ♣ rumput/hijauan ♣ pakan tambahan
100% 0%
100% 0%
100% 0%
100% 0%
5.
Apa ada kuda yang sakit : ♣ Ada ♣ Tidak ada
0% 100%
0% 100%
0% 100%
0% 100%
6.
Sampel susu dari setiap responden : ♣ 200 – 300 cc ♣ Lebih dari 300 cc
87,5% 12,5%
100% 0%
100% 0%
93,33% 6,67%
0% 87,5% 12,5%
9,09% 63,64% 27,27%
0% 33,33% 66,67%
3,33% 73,33% 23,33%
7.
Jumlah sampel dari setiap responden : ♣ satu ekor ♣ dua ekor ♣ lebih dari dua ekor (3-4)
132 Tabel 8. Penanganan dan penjualan susu kuda Sumbawa oleh Pedagang di Kabupaten Sumbawa, Bima, Dompu dan Sukabumi No. 1.
Uraian Jumlah Responden (orang)
Mataram 2
Bima 1
Dompu 3
Sukabumi 2
2.
Omset penjualan/minggu
6 botol @ 250 cc
4 jerigen @ 10 liter
10 botol @ 500 cc
2 botol @ 250 cc
3.
Suplai susu : ♣ langsung peternak ♣ pedagang pengumpul ♣ pengusaha lain
ya ya ya
ya ya tidak
ya ya tidak
tidak tidak ya
4.
Cara pengadaannya : ♣ diambil sendiri ke peternak ♣ dari pedagang pengumpul ♣ lainnya: dikirim dari P. Sumbawa
ya
ya
ya
tidak
ya
ya
ya
ya
-
-
-
ya
tidak tidak tidak
tidak tidak tidak
tidak tidak tidak
tidak tidak tidak
Rp. 80.000 @ 500 cc Rp. 50.000 @ 250 cc
Rp. 3000 @ 500 cc
Rp. 50.000 per 500 cc
Rp. 80.000 @ 500 cc Rp. 50.000 @ 250 cc
ya
ya
ya
ya
tidak
tidak
tidak
tidak
tidak tidak ya
tidak tidak ya
tidak tidak ya
tidak tidak ya
Mataram
Surabaya, Jakarta
Sukabumi, Jakarta
ya
ya
Dompu, Bandung, Tangerang ya
ya tidak ya
ya tidak ya
ya tidak ya
ya tidak ya
5.
Perlakuan terhadap susu kuda: ♣ dipanaskan ♣ didinginkan ♣ ditambah pengawet
6.
Harga jual per botol
7.
Suplai dan permintaan : ♣ permintaan melebihi suplai ♣ permintaan tidak melebihi suplai ♣ permintaan 2 kali dari suplai.
8.
9. 10.
Sifat susu kuda : ♣ membusuk selama disimpan di suhu kamar ♣ mengumpal ♣ berubah warna ♣ menjadi asam Tujuan pemasarannya Apakah tahu khasiat susu kuda: ♣ pengalaman sendiri ♣ dari bacaan/buku ♣ dari mulut ke mulut
ya
133 11.
Jumlah susu yang diambil dari responden :
2 botol @ 500 cc
2 botol @ 500 cc
10 botol @ 250 cc
3 botol @ 250 cc
12.
Berapa umur simpan susu :
2-3 bulan
2 minggu
2 minggu
13.
Tulisan dalam label :
Susu kuda liar
Tidak ada
merek dagang, nama perusahaan, susu kuda liar
Lebih dari 2 bulan cara minum, daya simpan 5 bulan, minuman berkasiat, komposisi susu, cara minum
Tabel 9. Informasi dari Dinas Peternakan Kabupaten Sumbawa, Bima dan Dompu No.
Uraian
Sumbawa
Bima
Dompu
1
1
1
1.
Jumlah Responden (orang)
2.
Apakah ada kebijakan pengembangan kuda ?
tidak
tidak
tidak
3.
Apakah ada kebijakan pembinaannya ?
tidak
tidak
tidak
4.
Untuk apa populasinya ditingkatkan ?
-
-
-
5.
Apakah Dinas mempromosikan susu kuda Sumbawa
tidak
tidak
tidak
6.
Data sekunder : 1. Statistik 2. Harga susu 3. Lain-lain 4. Jumlah susu yang dikirim dinas
ya ya ya tidak
ya ya ya tidak
ya ya ya tidak
134 Lampiran 2
HASIL UJI AKTIVITAS ANTIMIKROBA SUSU KUDA SUMBAWA, SUSU KUDA BUKAN SUMBAWA DAN SUSU SAPI No.
Asal Sampel
No. Urut Sampel
Jumlah
2
3
4
5
6
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 20 ekor
20,32 20,40 20,50 20,42 20,65 20,20 20,30 20,26 20,26 20,36 20,34 20,35 20,45 20,17 20,15 20,34 20,36 20,35 20,29 20,08 406,55 20,33
324,4 327,0 330,2 327,6 335,0 320,6 323,8 322,5 322,5 325,7 325,1 325,4 328,6 319,7 319,0 325,1 325,7 325,4 323,5 316,8 6.493,5 324,7
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 20 ekor
18,25 18,23 18,37 18,29 18,21 18,31 18,25 18,37 18,39 18,30 18,20 18,35 18,33 18,29 18,22 18,36 18,26 18,18 18,21 18,23 365,60 18,28
261,7 261,1 265,1 262,8 260,5 263,4 261,7 265,1 265,7 263,1 260,3 264,6 264,0 262,8 260,8 264,9 262,0 259,7 260,5 261,1 5.251,1 262,6
1
I 1.
Kuda Sumbawa Peternak a. Ds. Palama, Dongo, Bima
Total Rata-Rata b. Desa Mpili, Donga, Bima
Total Rata-Rata
Rata-Rata Aktivitas Antimikroba Diameter (mm) Luas (mm)2
135 No.
Asal Sampel
1
2
c. Desa Taloko, Sanggar, Bima
No. Urut Sampel
Total Rata-Rata
Rata-Rata Aktivitas Antimikroba Diameter (mm) Luas (mm)2
3
4
5
6
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 20 ekor
34,54 34,34 34,64 34,24 34,80 34,20 34,18 34,28 34,48 34,37 34,48 34,39 34,44 34,27 34,47 34,37 34,39 34,41 34,38 35,10 688,77 34,44
937,4 926,5 942,8 921,2 951,5 919,0 917,9 923,3 934,1 928,2 934,1 929,2 931,9 922,8 933,6 928,2 929,2 930,3 928,7 968,0 18.638,0 931,9
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 20 ekor
23,31 23,29 23,37 23,40 23,20 23,29 23,27 23,28 23,31 23,33 23,28 23,27 23,31 23,21 23,32 23,30 23,23 23,33 23,27 23,24 465,81 23,29
426,9 426,2 429,1 430,2 422,9 426,2 425,5 425,8 426,9 427,7 425,8 425,5 426,9 423,3 427,3 426,6 424,0 427,7 425,5 424,4 8.524,2 426,2
Total Rata-Rata d. Desa Monggo, Madapanga, Bima
Jumlah
136 No.
Asal Sampel
1
2
e. Desa Penyaring, Moyohilir, Sumbawa
No. Urut Sampel
Total Rata-Rata
Rata-Rata Aktivitas Antimikroba Diameter (mm) Luas (mm)2
3
4
5
6
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 20 ekor
17,70 17,68 17,72 17,68 17,70 17,66 17,72 17,73 17,71 17,54 17,56 17,60 17,62 17,64 17,68 17,69 17,66 17,69 17,82 17,78 353,58 17,68
246,2 245,6 246,7 245,6 246,2 245,0 246,7 247,0 246,4 241,7 242,3 243,4 243,9 244,5 245,6 245,9 245,0 245,9 249,5 248,4 4.911,5 245,6
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 20 ekor
15,28 15,10 15,17 15,20 15,18 15,20 15,16 15,21 15,14 15,15 15,21 15,22 15,26 15,16 15,13 15,16 15,17 15,10 15,31 15,10 303,61 15,18
183,4 179,2 180,8 181,5 181,1 181,5 180,6 181,8 180,1 180,3 181,8 182,0 183,0 180,6 179,9 180,6 180,8 179,2 184,2 179,2 3.621,4 181,1
Total Rata-Rata f. Desa Pelat, Sumbawa
Jumlah
137 No.
Asal Sampel
1
2
g. Desa Saneo, Woja, Dompu
No. Urut Sampel
Pedagang a. Jabotabek
3
4
5
6
1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 20 ekor
22,70 22,70 22,00 23,60 23,10 23,05 23,15 23,17 23,13 23,10 22,37 23,25 22,82 23,82 22,75 22,87 22,90 22,91 23,21 23,32 459,92 23,00
404,9 404,9 380,3 437,6 419,3 417,5 421,1 421,8 420,4 419,3 393,2 424,7 409,2 445,8 406,7 411,0 412,0 412,4 423,3 427,3 8.312,4 415,6
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 10 ekor
20,42 20,83 20,54 20,42 20,94 20,72 20,46 20,43 20,57 20,56 205,89 20,59
327,6 340,9 331,5 327,6 344,5 337,3 328,9 327,9 332,5 332,1 3.330,9 333,1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 10 ekor
33,89 34,97 34,95 34,92 34,60 34,50 34,62 34,57 34,61 34,67 346,30 34,63
902,4 960,9 959,8 958,1 940,6 935,2 941,7 939,0 941,2 944,4 9.423,3 942,3
Total Rata-Rata 3.
Pengumpul a. Bima
Total Rata-Rata
Rata-Rata Aktivitas Antimikroba Diameter (mm) Luas (mm)2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Total Rata-Rata 2.
Jumlah
138 No.
Asal Sampel
No. Urut Sampel
Jumlah
2
3
4
5
6
1 2 3 4 5
1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 5 ekor
0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0
1 2 3 4 5
1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 5 ekor
0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 10 ekor
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
1 2 3 4 5
1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 1 ekor 5 ekor
13,37 13,30 13,21 13,57 13,40 66,85 13,37
140,5 139,0 137,1 144,7 141,1 702,3 140,5
1
II 1.
Kuda Bukan Sumbawa Kuda Beban a. Bogor
Total Rata-Rata b. Lembang
Total Rata-Rata c. Salatiga
Total Rata-Rata 2.
Kuda Pacu a. Pamulang
Total Rata-Rata
Rata-Rata Aktivitas Antimikroba Diameter (mm) Luas (mm)2
137 Lampiran-3
PROPOSAL APLIKASI HASIL PENELITIAN SUSU KUDA SUMBAWA
I. LATAR BELAKANG Hasil kajian aktivitas dan karakterisasi susu kuda Sumbawa oleh Diana Hermawati membuktikan bahwa (1) susu kuda Sumbawa mengandung senyawa antimikroba alami yang kuat, (2) daya senyawa antimikroba dari susu kuda Sumbawa mempunyai spektrum yang luas, dan (3) senyawa antimikroba susu kuda Sumbawa termasuk golongan protein yaitu glukoprotein. Susu kuda Sumbawa yang diteliti berasal dari peternak kuda di Kabupaten Sumbawa, Bima dan Dompu di pulau Sumbawa, provinsi Nusa Tenggara Barat, dan dari pengumpul di Kabupaten Bima serta penjual susu kuda Sumbawa di Mataram, Surabaya dan JABOTABEK. Susu kuda Sumbawa yang berasal dari peternak adalah hasil pemerahan kudakuda lokal. Di Kabupaten Sumbawa kuda dipelihara secara ekstensif dan dilepas di hutan, di Kabupaten Dompu dilepas di hutan dan gunung, sedangkan di Kabupaten Bima dilepas di padangan pada siang hari dan dikandangkan dekat rumah pada sore hari. Kuda-kuda tersebut hanya merumput di hutan, pegunungan dan padangan tanpa diberi makanan tambahan ataupun obat-obatan. Di Kabupaten Sumbawa pemerahan dilakukan di tepi hutan atau di pegunungan pada sore atau malam hari; di Kabupaten Dompu sebelum diperah kuda diambil lebih dulu di hutan pada sore hari dan pemerahan dilakukan pada malam hari menjelang subuh di samping rumah; dan di Kabupaten Bima diperah di kandang pada malam hari menjelang subuh. Susu hasil pemerahan ditampung dalam ember kemudian dimasukkan ke dalam botol atau jerigen tanpa diberi perlakuan apapun, dan dijual ke pedagang pengumpul yang datang ke rumah peternak. Di pedagang pengumpul, susu kuda Sumbawa dimasukkan ke dalam jerigen yang lebih besar dan dikirim atau diambil oleh penjual susu kuda Sumbawa di Mataram, Surabaya dan JABOTABEK. Susu kuda Sumbawa yang diterima oleh penjual susu kuda dikemas dalam botol-botol yang diberi label susu kuda Bima atau susu kuda liar sebagai minuman kesehatan. Susu kuda Sumbawa sejak diproduksi di tingkat peternak, dikirim ke pengumpul dan penjualnya, dan hanya disimpan dalam suhu kamar tanpa diberi tambahan bahan pengawet atau didinginkan. Dari pengamatan di lapangan ternyata susu kuda Sumbawa yang disimpan dalam suhu kamar oleh penjual tidak mengalami kerusakan, tidak menggumpal, tidak berubah warnanya dan rasanya asam karena telah terjadi fermentasi selama susu kuda tersebut disimpan. Hasil penelitian ini telah membuktikan bahwa dalam susu kuda Sumbawa terdapat senyawa antimikroba sehingga dapat menjawab pertanyaan bahwa susu kuda Sumbawa yang disimpan dalam suhu kamar tidak menggumpal atau rusak. Hasil penelitian berikutnya membuktikan bahwa senyawa antimikroba dari susu kuda Sumbawa mempunyai spektrum yang luas, sehingga dapat menjawab pertanyaan bahwa susu kuda Sumbawa mempunyai khasiat obat terhadap beberapa penyakit yang disebabkan baik oleh bakteri gram positif dan negatif, terutama bakteri Vibrio
138 cholerae dan bakteri tahan asam yaitu Mycobacterium tuberculosis. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa susu kuda Sumbawa mengandung komponen gula yang tinggi, sehingga dapat berkhasiat sebagai aphrodisiaka. Senyawa antimikroba dari susu kuda Sumbawa ternyata tidak menurun aktivitasnya bahkan daya antimikrobanya meningkat selama disimpan 2 bulan pada suhu kamar dan stabil selama penyimpanan 5 bulan. Pemanasan terhadap susu kuda Sumbawa mengakibatkan penurunan daya antimikrobanya antara 21 hingga 28%. Oleh karena itu penyimpanan pada suhu kamar adalah yang paling tepat dan sekaligus menjawab pertanyaan mengapa penduduk setempat tidak memanaskan susu kuda sebelum diminum. Hasil penelitian juga membuktikan bahwa senyawa antimikroba adalah protein karena kelarutannya dalam fase metanol paling tinggi. Dan dengan KCKT dihasilkan 7 fraksi dimana 4 fraksi diantaranya mempunyai aktivitas antimikroba dan salah satu dari fraksinya yaitu fraksi 7 yang memiliki aktivitas antimikroba paling kuat. Hasil perbandingan fraksi 7 dengan laktoferin dari susu sapi dengan elektroforesis diperoleh bukti bahwa fraksi 7 serupa dengan laktoferin, dan dengan spektrofotometer infra merah dapat dibuktikan bahwa fraksi 7 maupun laktoferin mengandung gugus aktif karbohidrat, peptida dan amina yang mengindikasikan keduanya adalah senyawa glukoprotein. Dengan menggunakan 6 jenis gula standar dan dengan spektrofotometer ultra violet dapat dibuktikan bahwa fraksi 7 mengandung galaktosa, sedangkan laktoferin mengandung dua jenis gula, yaitu laktosa dan galaktosa. Atas dasar hasil penelitian maka dilakukan sosialisasi manfaat susu kuda asal Desa Saneo, Kabupaten Dompu. Sosialisasi dilakukan di gedung Sama Ngawa Dompu yang dihadiri oleh staf Dinas Peternakan, Kepala Dinas ……….., Kepala Bappeda, Kepala Desa Saneo, Peternak susu kuda Dompu, Pedagang susu kuda Dompu dan LSM. Sosialisasi yang dilakukan di Desa Saneo yang dihadiri oleh sebagian besar peternak kuda desa Saneo Percobaan pengembangan produksi konsentrat antimikroba susu kuda Sumbawa dihasilkan bubuk konsentrat antimikroba dengan rendemen bubuk whey kering sebesar 4,8%b dengan daya antimikrobanya 20 kali dari bentuk susu cair.
II. APLIKASI HASIL PENELITIAN DI MASYARAKAT 1. Peningkatan Mutu dan Produksi Susu Kuda Sumbawa 1.1. Latar Belakang Hasil pengamatan di lapangan yang dilaporkan dalam penelitian Hermawati menggambarkan bahwa kuda Sumbawa dipelihara secara ekstensif (setengah liar), dilepas di padangan, di tepi hutan, di gunung-gunung, dan dimanfaatkan susunya untuk keperluan sendiri atau dijual. Hasil pengamatan di lapangan juga menunjukkan cara pemerahan dan penanganan susunya masih belum baik. Produksi susunya hanya 1 – 2 liter per hari per ekor dengan masa laktasi 6 bulan (180 hari) atau hasilnya sekitar 360 liter per ekor per tahun. Dilaporkan bahwa produksi susu kuda di Eropa Timur (Rusia) bisa mencapai 10 liter per hari atau 3.600 liter per tahun. Atas dasar itu perlu upaya peningkatan mutu dan produksi susu kuda Sumbawa melalui cara beternak yang baik (good animal husbandry practices) dan cara pemerahan dan penanganan susu yang baik (good milking and handling practices).
139 Dengan program yang terarah melalui seleksi, perbaikan manajemen pemeliharaan kuda, pemerahan dan penanganan susu kuda Sumbawa maka mutu dan produksi susu kuda Sumbawa dapat ditingkatkan. Atas dasar itu dihimbau pemerintah daerah melalui pemerintah pusat mengusulkan program percepatan pendapatan masyarakat di pulau Sumbawa melalui peningkatan mutu dan produksi susu kuda Sumbawa. 1.2. Maksud dan Tujuan Maksud dan tujuan program peningkatan mutu dan produksi susu kuda Sumbawa adalah : (i)
Meningkatkan pendapatan peternak dan masyarakat pulau Sumbawa;
(ii)
Melestarikan peternakan kuda di pulau Sumbawa yang terancam punah karena tersisih oleh alat transport dan alat pertanian melalui diversifikasi produksi susu;
(iii)
Menyediakan makanan dan minuman sehat bagi mayarakat.
2. Promosi Minum Susu Kuda Sumbawa 2.1. Latar Belakang Sejarah menunjukkan bahwa promosi yang berlebihan dalam penjualan susu kuda Sumbawa telah membawa dampak buruk bagi para peternak dan penjual susu kuda Sumbawa, ketika peredarannya dilarang oleh pemerintah u.p Badan Pengawas Obat dan Makanan. Hal ini karena belum ada penelitian mengenai susu kuda Sumbawa, yang mengakibatkan sebagian orang mengatakan dalam susu kuda Sumbawa terdapat residu antibiotika, mengandung kuman dalam jumlah besar dan pH-nya rendah (rasa asam). Hasil penelitian ini membuktikan adanya senyawa antimikroba alami dalam susu kuda Sumbawa yang kuat, berspektrum luas dan dapat diisolasi baik sebagai galaktoequin (fraksi 7) atau bubuk whey yang mempunyai daya antimikroba. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa susu kuda Sumbawa yang disimpan dalam suhu kamar meningkat daya antimikroba alaminya sampai umur simpan 5 bulan. Di samping itu mengandung gula yang tinggi sehingga bisa untuk obat kuat (aphrodisiaka). Atas dasar itu, maka hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan informasi yang benar mengenai kandungan gizi, khasiat obat, cara menyimpan dan menggunakannya untuk minuman kesehatan. 2.2. Maksud dan Tujuan Promosi Minum Susu Kuda Sumbawa dimaksudkan untuk memberikan informasi yang benar mengenai kandungan gizi dan khasiat minum susu kuda Sumbawa. Tujuannya adalah: (i)
Agar masyarakat memperoleh informasi yang benar;
140 (ii)
Agar para pedagang dan penjual susu kuda Sumbawa dapat mencantumkan pada labelnya, seperti mengandung senyawa antimikroba, dapat digunakan untuk mengobati penyakit saluran pencernaan, tbc dan penyakit bakterial lainnya, simpan pada suhu kamar, jangan dipanaskan/didihkan, dll;
(iii)
Agar pemerintah dapat mengambil langkah-langkah pemeriksaan dan pengujian susu kuda Sumbawa yang beredar di pasaran untuk mencegah adanya upaya pemalsuan dan lain-lain.
III. PENELITIAN LANJUTAN Penelitian mengenai susu kuda, baik di dalam negeri maupun di luar negeri masih sangat terbatas. Untuk melengkapi hasil penelitian Hermawati masih perlu dilakukan penelitian lanjutan. Saran-saran penelitian lanjutan disajikan dalam proposal penelitian berikut ini. 1.
Aktivitas Daya Antimikroba dari Susu Kuda Sumbawa Diturunkan Secara Genetik Melalui Gen Induk Kuda Sumbawa.
1.1. Latar Belakang Susu kuda bukan kuda Sumbawa dilaporkan oleh Hermawati tidak mempunyai aktivitas antimikroba, kecuali kuda pacu dari Pamulang. Menurut informasi dari Biro Registrasi Kuda, kuda pacu dari Pamulang adalah hasil “grading up” kuda betina Sandel Sumba dengan kuda “thoroughbred” (impor) yang mengandung darah kuda Sandel Sumba (dari induk) antara 6,75% (G4) dan 12,5% (G3). Dari hasil penelitian ini diduga kuda Sandel di pulau Sumbawa menghasilkan susu yang mengandung senyawa antimikroba seperti susu kuda Sumbawa. Dari hasil penelitian ini dapat disusun hipotesa baru yaitu : (i)
bahwa senyawa antimikroba disintesa oleh kelenjar susu kuda Sumbawa;
(ii)
bahwa kemampuan untuk mensintesa senyawa antimikroba dari susu kuda Sumbawa diturunkan dari induk kuda Sumbawa;
(iii)
bahwa sifat yang diturunkan dari induk kuda Sumbawa tersebut merupakan sifat baka yang dibawa oleh gen dalam kromosom X induk kuda.
1.2. Maksud dan Tujuan Penelitian Dari latar belakang tersebut dapat disulkan tiga judul penelitian yaitu : (i)
Kajian aktivitas dan daya antimikroba susu kuda Sumba, sebagai replika kajian Hermawati untuk gelar master (S2).
(ii)
Kajian sifat dan konfigurasi genetik kuda Sumbawa yang menurunkan sifat mensintesa senyawa antimikroba dalam kelenjar susu kuda untuk gelar doktor (S3) ilmu genetika.
(iii)
Kajian tentang mekanisme (sintesa) senyawa antimikroba (galakto protein) dalam susu kuda Sumbawa, untuk gelar master (S2).
Maksud dan tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa kuda Sumba mempunyai nilai lebih sebagaimana telah dibuktikan pada kuda Sumbawa; dan
141 membuktikan ketiga hipotesa di atas bahwa sifat mensintesa senyawa antimikroba dalam kelenjar susu kuda Sumbawa diturunkan melalui induk kuda Sumbawa, dan sintesanya diketahui secara fisiologis. 2.
Kajian Senyawa Bioaktif Anti Kanker dan Karakterisasi Senyawa Tersebut dalam Susu Kuda Sumbawa
2.1. Latar Belakang Dalam pendahuluan dari penelitian Hermawati dilaporkan bahwa secara empiris susu kuda Sumbawa terbukti dapat menyembuhkan penyakit leukemia (kanker darah). Penelitian Rijatmoko secara in vitro dapat menghambat pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis. Aplikasi hasil-hasil penelitian Hermawati untuk pengobatan penyakit bakterial masih perlu dilanjutkan terutama untuk mengetahui farmakologi dan dosis pengobatan untuk untuk penyakit-penyakit tertentu pada manusia yang disebabkan oleh bakteri (penyakit-penyakit bakterial). 2.2. Maksud dan Tujuan yaitu:
Atas dasar latar belakang ini ada beberapa judul penelitian yang bisa diusulkan
(i)
Kajian farmakologi (rumus molekul) dan dosis pengobatan penyakit bakterial dengan bubuk whey atau fraksi 7 dan turunannya, untuk gelar master (S2).
(ii)
Verifikasi, identifikasi, isolasi dan karakterisasi senyawa boaktif anti kanker (leukemia), untuk gelar doktor (S3).
Maksud dan tujuan penelitian-penelitian ini untuk menguatkan pendapat bahwa susu kuda Sumbawa, atau susu kuda pada umumnya mempunyai nilai lebih dibandingkan dengan susu sapi. Hasil penelitian ini akan bermanfaat bagi para peternak untuk meningkatkan produksi susu kuda dan pada gilirannya meningkatkan pendapatannya.