KADAR LIPID TIGA JENIS MIKROALGA PADA SALINITAS YANG BERBEDA
Skripsi
Oleh Diah Ratna Ningsih
JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016
ABSTRAK
Kadar Lipid Tiga Jenis Mikroalga Pada Salinitas Yang Berbeda
Oleh Diah Ratna Ningsih
Mikroalga memiliki potensi sebagai bahan baku penghasil bahan bakar nabati berupa biodiesel dan bioetanol yang merupakan alternatif untuk menyelesaikan masalah ketersediaan bahan bakar yang masih bergantung pada bahan bakar minyak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kepadatan, laju pertumbuhan, dan kandungan lipid pada ketiga jenis mikroalga yang dikultur pada media dengan salinitas yang berbeda. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 – Februari 2016 di Laboratorium Perairan Biologi Molekuler Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap faktorial dengan perlakuan salinitas 20, 30, dan 40 ppt pada mikroalga jenis Nannochloropsis sp., Tetraselmis sp., dan Porpyridium sp. masing-masing sebanyak 3 kali ulangan. Data dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) dan diuji lanjut dengan Uji Tukey HSD pada taraf 5 %. Hasil penelitian menunjukkan penambahan jumlah populasi tertinggi terdapat pada mikroalga jenis Tetraselmis sp. pada salinitas 20 ppt yaitu sebesar 677,78 %, laju pertumbuhan spesifik rata-rata tertinggi pada Nannochloropsis sp. terdapat pada salinitas 40 ppt yaitu 12%/hari, sedangkan untuk Tetraselmis sp. tertinggi pada salinitas 20 ppt yaitu 7%, dan untuk Porpyridium sp. tertinggi pada salinitas 30 ppt yaitu 5%/hari. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh jumlah lipid tertinggi terdapat pada Tetraselmis sp. pada salinitas 20 ppt yaitu sebesar 2,64% dan jumlah lipid terendah terdapat pada Tetraselmis sp. pada salinitas 40 ppt yaitu sebesar 0,19%. Kata kunci : laju pertumbuhan, lipid, mikroalga, salinitas.
KADAR LIPID TIGA JENIS MIKROALGA PADA SALINITAS YANG BERBEDA
Oleh Diah Ratna Ningsih Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA SAINS Pada Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016
iv
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 23 Januari 1993. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kamid dan Ibu Sunarti.
Penulis tercatat pertama kali bersekolah di TK Negeri Pembina Bandar Lampung pada tahun 1998 - 1999. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan tingkat dasar di SDN 02 Tanjung Gading pada tahun 1999 - 2005. Setelah itu penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMPN 04 Bandar Lampung pada tahun 2005-2008, dan penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di SMAN 05 Bandar Lampung pada tahun 2008-2011.
Pada tahun 2011 penulis terdaftar sebegai mahasiswa S1 Biologi di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negri (SNMPTN) tertulis. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan di Himpunan Mahasiswa Biologi (Himbio) Universitas Lampung dan juga UKMF Klub Selam Anemon FMIPA Universitas Lampung. Selama bergabung di Himpunan Mahasiswa Biologi (Himbio) Universitas Lampung penulis tercatat sebagai anggota bidang III (ekspedisi) dan selama di UKMF Klub Selam Anemon penulis
v
pernah menjabat sebagai Bendahara Umum periode 2012/2013 dan juga sebagai Ketua Umum periode 2013/2014.
Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada bulan Juli-September 2014 di Cungkeng, Teluk Betung, Bandar Lampung. Pada bulan September Oktober 2014 penulis melaksanakan Kerja Praktik (KP) di Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Lampung dengan judul “Profil Sebaran Terumbu Karang Di Cagar Alam Laut (CAL) Kepulauan Krakatau”. Penulis melaksanakan penelitian pada bulan Desember 2015 - Februari 2016 di Laboratorium Perairan Biologi Molekuler Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Lampung.
Ku persembahkan skripsi ini kepada kedua orangtuaku
Kamid & Sunarti
MOTTO
“Jika seseorang bepergian dengan tujuan untuk mencari ilmu, maka Allah SWT akan menjadikan perjalanannya bagaikan perjalanan menuju surga” – Nabi Muhammad SAW
"Pendidikan merupakan senjata paling ampuh yang bisa kamu gunakan untuk merubah dunia" (Nelson Mandela)
”Kesalahan terbesar yang dapat dibuat oleh seseorang adalah tidak melakukan apa-apa.” (John Maxwell)
“Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah.” (Thomas Alva Edison)
viii
SANWACANA
Assalamualaikum, Wr.Wb.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat melaksanakan serta menyelesaikan skripsi dengan judul “Kadar Lipid Tiga Jenis Mikroalga Pada Salinitas Yang Berbeda”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan untuk mencapai gelar Sarjana Sains ( S. Si ) pada program studi Biologi Fakultas Matematika dan Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari peranan dan bantuan yang didapat dari berbagai pihak. Untuk itu dengan terselesaikannya skripsi ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada :
1. Kedua orang tua dan juga keluarga yang selalu memberikan doa, motivasi, dan juga kasih sayang kepada penulis, sehingga menjadi penyemangat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 2. Ibu Endang Linirin Widiastuti, Ph. D., selaku pembimbing satu yang telah dengan sabar memberikan bimbingan serta masukan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 3. Ibu Dra. Sri Murwani, M. Sc., selaku pembimbing dua yang telah dengan sabar memberikan saran serta bimbingan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
ix
4. Bapak Drs. Tugiyono, M. Si., Ph. D., selaku pembahas yang telah memberikan kritik dan saran kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 5.
Bapak Dr. Sumardi, M.Si., selaku pembimbing akademik.
6. Ibu Dra. Nuning Nurcahyani, M.Sc., selaku ketua jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung. 7.
Seluruh dosen dan karyawan Biologi FMIPA Universitas Lampung yang telah memberikan ilmu, bantuan, serta saran selama penulis menjadi mahasiswa.
8.
Suprahadi A. Md., atas kebersamaan, dukungan, motivasi, serta waktu yang telah diluangkan untuk membantu penulis sehingga mempermudah penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Keluarga kecil Klub Selam Anemon atas ilmu, pengalaman, kebersamaan, bantuan, dukungan, serta motivasi yang telah diberikan kepada penulis. 10. Teman-teman angkatan 2011 atas kebersamaan, dukungan, dan motivasi yang diberikan kepada penulis.
Akhir kata, Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam penyusunan skripsi ini dan juga masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi kita semua. Amin.
Bandar Lampung, 18 Agustus 2016 Penulis
Diah Ratna Ningsih
x
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK ......................................................................................................... i LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................... ii MENGESAHKAN ............................................................................................. iii RIWAYAT HIDUP ............................................................................................ iv PERSEMBAHAN .............................................................................................. vi MOTO ................................................................................................................ vii SANWACANA .................................................................................................. viii DAFTAR ISI ...................................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xii DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii
I. PENDAHULUAN ........................................................................................
1
A. Latar Belakang ........................................................................................ B. Tujuan Penelitian .................................................................................... C. Manfaat Penelitian .................................................................................. D. Kerangka Pemikiran ............................................................................... E. Hipotesis .................................................................................................
1 3 4 4 5
II. TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................
6
A. Mikroalga ............................................................................................... 6 B. Nannochloropsis sp. ............................................................................... 7 C. Tetraselmis sp. ........................................................................................ 9 D. Porpyridium sp. ...................................................................................... 10 E. Faktor Pembatas dan Fase Pertumbuhan Mikroalga .............................. 12 F. Mikroalga Sebagai Bioenergi ................................................................. 18
xi
III. METODE KERJA PRAKTEK .................................................................... 21 A. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................ B. Alat dan Bahan ....................................................................................... C. Metode Penelitian ................................................................................... D. Parameter ................................................................................................ E. Pelaksanaan Penelitian ........................................................................... 1. Persiapan Media dan Wadah Kultur .................................................. 2. Melakukan Kultur Mikroalga ............................................................ 3. Menghitung Kepadatan Populasi Mikroalga ..................................... 4. Menghitung Laju Pertumbuhan Populasi Spesifik ............................ 5. Pengukuran Kandungan Lipid ........................................................... F. Analisis Data ..........................................................................................
21 21 22 22 22 23 23 24 24 25 26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 28 A. Hasil ....................................................................................................... 28 B. Pembahasan ............................................................................................ 33 V. KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................... 39 A. Kesimpulan ............................................................................................ 39 B. Saran ....................................................................................................... 40 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 41 LAMPIRAN ....................................................................................................... 45
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Kandungan minyak mikroalga berdasarkan jenis mikroalganya .......... 18 Tabel 2. Produksi lipid berbagai tumbuhan per hektar per tahun............................... 20 Tabel 3. Persentase penambahan dan penurunan populasi mikroalga ................ 29 Tabel 4. Berat kering dan persentase lipid ......................................................... 33
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Nannochloropsis sp ........................................................................... 7 Gambar 2. Tetraselmis sp......................................................................................
9
Gambar 3. Porphyridium sp................................................................................ 11 Gambar 4. Kurva pertumbuhan mikroalga.............................................................. 17 Gambar 5. Laju pertumbuhan populasi spesifik Nannochloropsis sp. .............. 30 Gambar 6. Laju pertumbuhan populasi spesifik Tetraselmis sp. ....................... 31 Gambar 7. Laju pertumbuhan populasi spesifik Porpyridium sp. ..................... 31
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat berlimpah, termasuk di dalamnya adalah keanekaragaman hayati mikroalga. Mikroalga adalah organisme tumbuhan paling primitif berukuran seluler yang umum dikenal dengan sebutan fitoplankton (Schulz, 2006). Habitat hidupnya adalah wilayah perairan di seluruh dunia. Organisme ini merupakan produsen primer perairan yang mampu berfotosintesis seperti tumbuhan tingkat tinggi (NREL,1998). Meskipun mikroalga adalah tumbuhan yang memiliki tingkatan paling primitif, namun mekanisme fotosintesisnya sama dengan tumbuhan tingkat tinggi. Bahkan mikroalga memiliki kemampuan untuk mengkonversi energi matahari lebih efisien karena struktur selulernya yang lebih sederhana. Hal tersebut yang membuat mikroalga dapat menghasilkan minyak 30 kali lebih banyak daripada biodiesel yang berasal dari tumbuhan lain dalam satuan luas lahan yang sama (Dahuri, 2011).
Mikroalga memiliki potensi sebagai bahan baku penghasil bahan bakar nabati (BBN) berupa biodiesel dan bioetanol yang merupakan alternatif untuk menyelesaikan masalah ketersediaan bahan bakar yang saat ini masih bergantung pada bahan bakar minyak (BBM). Pengembangan biofuel
2
(biodiesel dan bioetanol) sebagai pengganti BBM memilki beberapa keuntungan yaitu menghasilkan emisi gas buang yang lebih ramah lingkungan karena kandungan oksigennya dapat meningkatkan efisiensi pembakaran. Biofuel juga mampu meningkatkan bilangan oktan dan mengurangi penggunaan aditif bertimbel yang berbahaya terhadap lingkungan. Beberapa keunggulan lain dari mikroalga yaitu tidak membutuhkan lingkungan yang luas tetapi dapat tumbuh sepanjang tahun tanpa mengenal musim. Selain itu organisme tersebut 10-100 kali menghasilkan biodisel dibanding tanaman lain untuk luas yang sama dan siklus hidupnya yang lebih singkat (BPPT, 2013). Mikroalga juga 10 kali lebih mampu menyerap CO2 daripada tumbuhan lain karena seluruh tubuhnya mengandung zat hijau daun. Satu kilogram mikroalga dapat menghasilkan 360 gram minyak mentah dan sekitar 60 persen dari minyak mentah itu bisa diubah menjadi biofuel, artinya satu kilogram mikroalga mampu menghasilkan 240 gram biofuel (BPPT, 2013).
Mikroalga mengandung protein, lemak, asam lemak tak jenuh, pigmen, dan vitamin. Kandungan lemak (lipid) dan asam lemak (fatty acid) yang ada di dalam mikroalga merupakan sumber energi. Kandungan ini dihasilkan dari proses fotosintesis yang merupakan hidrokarbon dan diduga dapat menghasilkan energi yang belum digali dan dimanfaatkan (Prince and Haroon, 2005). Empat kelompok mikroalga yang dikenal di dunia yakni diatom (Bacillariophyceae), ganggang hijau (Chlorophyceae), ganggang emas (Chrysophyceae), dan ganggang biru (Cyanophyceae). Keempat kelompok mikroalga tersebut bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku bioenergi.
3
Sebenarnya di Indonesia terdapat berbagai sumber energi terbarukan yang melimpah, seperti biodiesel dari tanaman jarak pagar, kelapa sawit maupun kedelai, atau methanol dan ethanol dari biomassa, tebu, jagung, dan lain-lain yang bisa dipergunakan sebagai pengganti bensin. Selain itu pembakaran bahan bakar fosil ini telah memberikan dampak negatif terhadap lingkungan, yaitu kualitas udara yang semakin menurun akibat asap pembakaran minyak bumi kemudian efek gas rumah kaca yang ditimbulkan oleh gas CO2 hasil pembakaran minyak bumi. Pembakaran bahan bakar fosil yang tidak sempurna akan menghasilkan gas CO2, yang lama kelamaan akan menumpuk di atmosfer.
Berdasarkan latar belakang tersebut, dilakukan penelitian untuk mengetahui pertumbuhan optimal bagi beberapa jenis mikroalga yang akan diberikan stres osmotik dan juga untuk mengetahui jumlah lipid yang terkandung pada tiap mikroalga dalam kondisi stres osmotik tersebut.
B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Mengetahui kepadatan populasi ketiga jenis mikroalga yang dikultur pada media dengan salinitas (tekanan osmotik) yang berbeda. b. Mengetahui laju pertumbuhan ketiga jenis mikroalga yang dikultur pada media dengan salinitas (tekanan osmotik) yang berbeda. c. Mengetahui kandungan lipid pada ketiga jenis miroalga yang dikultur pada media dengan salinitas yang berbeda.
4
C. Manfaat Penelitian Diharapkan dapat memberikan informasi mengenai manfaat lain dari mikroalga sebagai bahan bakar nabati (biofuel) yang efisien dan ramah lingkungan dari jumlah lipid yang dikandungnya.
D. Kerangka Pemikiran Kebutuhan manusia akan bahan bakar dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan sehingga diperlukan adanya bahan dasar (biomass) produk minyak sebagai bahan bakar yang dapat tersedia sepanjang tahun serta ramah lingkungan. Pilihan bahan bakar yang demikian dimiliki oleh biofuel atau biodiesel yang berasal dari tumbuhan, baik dari tumbuhan terestrial ataupun yang tumbuh di perairan laut atau tawar. Salah satu yang paling berpotensi adalah mikroalga. Indonesia memiliki perairan laut terluas ketiga di dunia dan terletak di daerah tropis yang sangat kaya dengan mikroalga. Tekanan dan sumber nutrien bagi mikroalga dimungkinkan dapat mempengaruhi variasi jenis mikroalga yang dijumpai. Sebagai salah satu organisme hidup, pertumbuhan serta kondisi fisik, molekul, dan seluler mikroalga sangat dipengaruhi oleh lingkungannya. Salah satu kemampuan organisme hidup dalam bertahan terhadap perubahan lingkungannya, khususnya lingkungan yang ekstrem yaitu dengan cara memproduksi lipid pada membran/dinding selnya. Salah satu stres lingkungan di perairan laut adalah tekanan osmotik laut. Dengan demikian, jika stres osmotik diberikan pada spesies mikroalga maka diharapkan kandungan lipid mikroalga tersebut juga dapat meningkat. Apabila dalam keadaan stress tertentu, mikroalga terstimulasi untuk
5
mensintesis lipid menjadi lebih banyak dari keadaan normalnya sebagai bentuk perlindungan diri dan adaptasi terhadap kondisi di lingkungan tumbuhnya. Untuk itu perlakuan stres/cekaman osmotik yang diberikan pada kultur mikroalga ditentukan dengan pertumbuhan dan kandungan lipid.
E. Hipotesis Pemberian stres osmotik pada mikroalga dapat meningkatkan laju pertumbuhan dan produksi lipid.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Mikroalga Mikroalga merupakan organisme air fotoautropik uniseluler atau multiseluler (Biondi and Tredici, 2011). Mikroalga hidup dengan berkoloni, berfilamen, atau helaian pada kondisi sel tunggal (Stanley, 2000). Secara umum mikroalga dikenal sebagai organisme mikroskopik yang hidup dari nutrien anorganik dan produksi zat organik yang berasal dari proses fotosintesis. Mikroalga dapat mengubah nutrien anorganik menjadi bahan organik sehingga dapat menghasilkan oksigen yang diperlukan oleh makhluk hidup yang tingkat tropiknya lebih tinggi, sehingga mikroalga berperan sebagai produsen tingkat pertama dalam rantai makanan (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Mikroalga mempunyai tingkat pertumbuhan lebih cepat dibandingkan dengan tanaman terestrial. Menurut Inansetyo dan Kurniastuty (1995), terdapat beberapa jenis mikroalga yang berpotensi untuk dibudidayakan baik sebagai pakan alami di bidang perikanan maupun sebagai sumber energi alternatif baru, diantaranya yaitu Chlorella, Nannochloropsis, Skeletonema, Tetraselmis, Dunaliella, Scenedesmus, dan Spirulina. Mikroalga mengandung banyak senyawa yang sangat potensial untuk dijadikan produk, misalnya untuk farmasi, produk Eicosapentaenoic acid (EPA) berguna untuk status vascular tubuh manusia, docosahexaenoic acid (DHA) untuk jaringan saraf otak, β-
7
carotene sebagai pro-vitamin A dan astaxanthin sebagai anti oksidan. Dua produk terakhir telah dikomersialkan dalam skala besar (Borowitzka, 1992; Olaizola, 2000). Mikroalga juga merupakan sarana fotosintetik yang baik, maka mikroalga juga kaya akan pigmen karena mempunyai sifat fluoresecentnya (Apt and Behrens, 1999).
B. Nannochloropsis sp. Menurut Adehoog dan Kevin Fitz Simon (2001), Nannochloropsis sp. mempunyai klasifikasi sebagai berikut : Kingdom
: Protista
Super Divisi
: Eukaryotes
Divisi
: Chlorococcales
Kelas
: Eustigmatophyceae
Genus
: Nannocholoropsis
Spesies
: Nannochloropsis sp.
Gambar 1. Nannochloropsis sp (Biondi, 2011)
Mikroalga ini berukuran 2-4µm, berwarna hijau dan memiliki 2 flagel (heterokontous) yang salah satu flagelnya berambut tipis. Nannochloropsis sp. memiliki kloroplas dan nukleus yang dilapisi oleh membran. Kloroplas
8
tersebut memiliki stigma (bintik mata) yang sensitip terhadap cahaya, selain itu Nannochloropsis sp juga termasuk jenis alga yang dapat berfotosintesis karena memiliki klorofil C, dan yang paling khas dari organisme ini adalah memiliki dinding sel yang terbuat dari komponen selulosa (Sleigh dan Williams, 1991).
Nannochloropsis sp. bersifat kosmopolit yaitu dapat tumbuh dimana-mana, kecuali pada tempat yang sangat kritis bagi kehidupannya seperti di gurun pasir dan salju abadi. Dapat tumbuh pada salinitas 0-35‰, pada salinitas 20-25‰ (Sachlan, 1982) merupakan salinitas optimum untuk pertumbuhannya. Mikroalga ini masih dapat bertahan hidup pada suhu 40 °C tetapi tidak dapat tumbuh dengan normal, pada suhu 25° - 30 °C (Sachlan, 1982) merupakan kisaran suhu yang optimal untuk pertumbuhannya. Mikroalga ini dapat tumbuh dengan baik pada kisaran pH 8–9,5 dan intensitas cahaya 1.000– 10.000 lux (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).
Menurut Belasco (1996) Nannocloropsis sp merupakan genus ganggang hijau bersel satu atau tunggal yang dapat hidup di air tawar, laut, dan tempat basah. Ganggang ini memiliki bentuk seperti bola dan memiliki kloroplas berbentuk mangkuk. Perkembangbiakannya terjadi secara vegetatif dengan cara membelah diri. Setiap selnya mampu membelah diri dan menghasilkan empat sel baru yang tidak memilki flagel.
9
C. Tetraselmis sp. Menurut Butcher (1959) klasifikasi Tetraselmis sp. adalah sebagai berikut: Filum
: Chlorophyta
Kelas
: Chlorophyceae
Ordo
: Volvocales
Sub ordo
: Chlamidomonacea
Genus
: Tetraselmis
Spesies
: Tetraselmis sp.
Gambar 2. Tetraselmis sp. (Biondi, 2011)
Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella yang berukuran 0,75 – 1,2 kali panjang tubuhnya, yang bergerak aktif seperti hewan. Inti sel jelas dan kecil serta dinding sel mengandung bahan selulosa dan pektosa, memiliki klorofil sehingga berwarna hijau cerah yang terdapat pada kloroplas (Butcher, 1959). Pigmen klorofilnya terdiri dari dua macam yaitu karoten dan xantofil, dan tiap satu sel Tetraselmis sp. hanya memiliki satu kloroplas yang mengandung pyrenoid.
Tetraselmis sp. berkembang biak secara vegetatif aseksual dan seksual. Reproduksi aseksual dengan cara membelah protoplasma menjadi 2, 4, dan 8
10
sel dalam bentuk zoospore yang kemudian dilengkapi dengan 4 buah flagella pada masing-masing sel (Inansetyo dan Kurniastuti, 1995). Sedangkan reproduksi secara seksual yaitu setiap sel memiliki gamet yang identik (isogami) melalui konjugasi (bertemunya gamet jantan dan gamet betina) menghasilkan zigot yang sempurna (Erlina dan Hastuti, 1986). Tetraselmis sp. hidup pada zona eufotik yaitu zona dimana intensitas cahaya masih didapat untuk melakukan proses fotosintesis. Banyak faktor yang dapat menyebabkan mikroalga di suatu perairan melimpah sedangkan di perairan lainnya sangat sedikit. Faktor-faktor tersebut diantaranya angin, arus, nutrien, variasi kadar garam, kedalaman perairan, aktivitas pemangsaan, serta adanya pencampuran massa air. Tetraselmis sp. merupakan mikroalga yang hidupnya sangat peka terhadap perubahan lingkungan. Apabila lingkungan tempat hidupnya mengalami perubahan yang sangat kecil sekalipun, maka akan mempengaruhi kehidupan serta aktivitasnya. Tetraselmis sp. dapat hidup pada kondisi salinitas dengan rentang cukup lebar yaitu 15-36 ppt (kondisi optimal 25-35 ppt) dan masih dapat mentoleransi suhu antara 15-35°C (kondisi optimal 23°-25°C) (Fabregas et.al, 1984).
D. Porphyridium sp. Klasifikasi Porphyridium sp menurut Vonshak (1988) adalah sebagai berikut Kingdom
: Protista
Filum
: Rhodophyta
Kelas
: Bangiophycidae
11
Ordo
: Porphyridiales
Famili
: Porphyridiaceae
Genus
: Porphyridium
Species
: Porphyridium sp
Gambar 3. Porphyridium sp (Culture Collection of Autotrophic Organisms, 2015)
Porphyridium sp. adalah mikroalga merah bersel satu yang termasuk kelas Rhodophyceae, hidup bebas atau berkoloni yang terikat dalam mucilago. Senyawa mucilago dieksresikan secara konstan oleh sel membentuk sebuah kapsul yang mengelilingi sel. Mucilago merupakan polisakarida sulfat yang bersifat larut dalam air. Pemberian nama alga merah untuk Porphyridium sp didasarkan atas kelebihan dan dominasi dari pigmen merah r(red)-fikoeritrin dan r(red) -fikosianin yang dimilikinya. Jenis klorofil yang dimilikinya adalah klorofil a sedangkan klorofil b tidak ada dan diganti dengan klorofil d. Pigmen merah menutupi warna dari pigmen fotosintesis lainnya. Pigmen r-fikoeritrin, r-fikosianin, dan alllofikosianin terkandung dalam fikobillin dari alga merah. Fikobillin berperan penting dalam fotosintesis sebagai pigmen penerima cahaya terutama pada fotosistem II (PSII) dalam phycobillisome (Arylza 2005).
12
Sel Porphyridium sp. berbentuk bulat dengan diameter 4 - 9 μm. Struktur selnya terdiri dari sebuah nukleus (inti), kloroplas, badan golgi, mitokondria, pati, dan vesikel. Setiap sel memiliki kloroplas dengan pirenoid di tengahnya. Porphyridium dapat hidup di berbagai habitat alam seperti air laut, air tawar, maupun pada permukaan tanah yang lembab dan membentuk lapisan kemerahmerahan yang sangat menarik. Habitat asli dari Porphyridium diduga berasal dari laut karena dapat hidup dengan baik pada media cair maupun media padat air laut (Borowitzka 1988).
Struktur sel Porphyridium sp merupakan tipe struktur sel eukariotik. Setiap sel dikelilingi oleh dinding sel yang terdiri dari dua lapisan. Lapisan bagian luar terdiri dari bahan pectic dan lapisan bagian dalam terbuat dari cellulosic dan microfibrils. Biomassa kering sel Porphyridium mengandung protein 28-39%, karbohidrat 40-57%, dan lipid 9-14% (Spolaore, 2006).
E. Faktor Pembatas dan Fase Pertumbuhan Mikroalga Secara umum pertumbuhan fitoplankton dipengaruhi oleh kondisi perairan yang meliputi: 1. Derajat Keasaman (pH) Derajat keasaman atau pH digambarkan sebagai keberadaan ion hidrogen. Variasi pH dapat mempengaruhi metabiolisme dan pertumbuhan kultur mikroalga antara lain mengubah keseimbangan karbon anorganik, mengubah ketersediaan nutrien dan mempengaruhi fisiologi sel. Kisaran pH untuk kultur alga biasanya antara 7-9, kisaran optimum untuk alga laut
13
berkisar antara 7,8-8,5. Colman dan Gehl (1983) menyatakan bahwa aktifitas fotosintesis akan turun maksimum 33% ketika ph turun pada 5,0. 2. Salinitas Kisaran salinitas yang berubah-ubah dapat mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton. Beberapa fitoplankton dapat tumbuh dalam kisaran salinitas yang tinggi tetapi ada juga yang dapat tumbuh dalam kisaran salinitas yang rendah. Namun, hampir semua jenis fitoplankton dapat tumbuh optimal pada salinitas sedikit dibawah habitat asal. Pengaturan salinitas pada medium yang diperkaya dapat dilakukan dengan pengenceran dengan menggunakan air tawar. Kisaran salinitas yang dimiliki oleh Nannochloropsis sp. antara 32–36 ppt, tetapi salinitas paling optimum untuk pertumbuhan Nannochloropsis sp. adalah 33-35 ppt (Sari, 2011). 3. Suhu Suhu merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses kimia, biologi dan fisika, peningkatan suhu dapat menurunkan suatu kelarutan bahan dan dapat menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi fitoplankton diperairan. Secara umum suhu optimal dalam kultur fitoplankton berkisar antara 20-24oC. Suhu dalam kultur diatur sedemikian rupa bergantung pada medium yang digunakan. Suhu di bawah 16oC dapat menyebabkan kecepatan pertumbuhan turun, sedangkan suhu diatas 36oC dapat menyebabkan kematian. Beberapa fitoplankton tidak tahan terhadap suhu yang tinggi. Pengaturan suhu dalam kultur fitoplankton dapat dilakukan dengan mengalirkan air dingin
14
ke botol kultur atau dengan menggunakan alat pengatur suhu udara (Taw, 1990). 4. Cahaya Cahaya merupakan sumber energi dalam proses fotosintesis yang berguna untuk pembentukan senyawa karbon organik. Intensitas cahaya sangat menentukan pertumbuhan fitoplankton yaitu dilihat dari lama penyinaran dan panjang gelombang yang digunakan untuk fotosintesis. Cahaya berperan penting dalam pertumbuhan mikroalga, tetapi kebutuhannya bervariasi yang disesuaikan dengan kedalaman kultur dan kepadatannya. Kedalaman dan kepadatan kultur yang lebih tinggi menyebabkan intensitas cahaya yang dibutuhkan tinggi. Intensitas cahaya yang terlalu tinggi dapat menyebabkan fotoinhibisi dan pemanasan. Penggunaan lampu dalam kultur mikroalga minimal dinyalakan 18 jam per hari, hal tersebut dilakukan sampai mikroalga dapat tumbuh dengan konstan dan normal (Coutteau, 1996). 5. Karbondioksida Karbondioksida diperlukan oleh fitoplankton untuk membantu proses fotosintesis. Karbondioksida dengan kadar 1-2 % biasanya sudah cukup digunakan dalam kultur fitoplankton dengan intensitas cahaya yang rendah. Kadar karbondioksida yang berlebih dapat menyebabkan pH kurang dari batas optimum sehingga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan fitoplankton (Taw, 1990). 6. Nutrien Fitoplankton mendapatkan nutrien dari air laut yang sudah mengandung
15
nutrien yang cukup lengkap. Namun konsentrasi nutrien untuk mikroalga yang dikultur secara umum lebih tinggi daripada yang ada di alam, kultur dapat mencapai optimum dengan mencapurkan air laut dengan nutrien yang tidak terkandung dalam air laut tersebut. Nutrien tersebut dibagi menjadi makronutrien dan mikronutrien, makronutrien meliputi nitrat dan fosfat. Dalam kultur mikroalga ditambahkan nutrien antara lain nitrat, phospat,dan silikat untuk memenuhi kurangnya kandungan nutrien pada air laut alami (Lavens danSorgeloos 1996). Makronutrien yang berupa nitrat dan fospat merupakan pupuk dasar yang mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton. Nitrat adalah sumber nitrogen yang penting bagi fitoplankton baik di air laut maupun di air tawar. Bentuk kombinasi lain dari nitrogen seperti amonia, nitrit, dan senyawa organik dapat digunakan apabila kekurangan nitrat. Mikronutrien organik merupakan kombinasi dari beberapa vitamin yang berbeda-beda. Vitamin tersebut antara lain B12, B1 dan Biotin. Mikronutrien tersebut digunakan fitoplankton untuk berfotosintesis (Taw, 1990). Secara umum defisiensi nutrien pada mikroalga mengakibatkan penurunan protein, pigmen fotosintesis, serta kandungan produk karbohidrat dan lemak (Hea-ley 1973). 7. Aerasi Aerasi dalam kultur mikroalga digunakan untuk proses pengadukan medium kultur. Pengadukan sangat penting dilakukan yang bertujuan untuk mencegah terjadinya pengendapan sel, nutrien dapat tersebar sehingga mikroalga dalam kultur mendapatkan nutrien yang sama,
16
mencegah sratifikasi suhu, dan meningkatkan pertukaran gas dari udara ke medium (Taw, 1996).
Adanya pertumbuhan dalam kultur fitoplankton ditandai dengan bertambahnya jumlah sel fitoplankton dan bertambah besarnya ukuran sel (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Kepadatan sel dalam kultur digunakan untuk mengetahui pertumbuhan jenis fitoplankton tersebut Menurut Lavens dan Sorgeloos (1996) pertumbuhan fitoplankton dibagi dalam beberapa fase yaitu: 1. Fase Lag Dimulai setelah penambahan inokulum ke dalam media kultur hingga beberapa saat sesudahnya. Pada fase ini peningkatan paling signifikan terlihat pada ukuran sel karena secara fisiologis fitoplankton menjadi sangat aktif. Proses sintesis protein baru juga terjadi dalam fase ini. Metabolisme berjalan tetapi pembelahan sel belum terjadi sehingga kepadatan sel belum meningkat karena fitoplankton masih beradaptasi dengan lingkungan barunya. 2. Fase Logaritmik atau Eksponensial Fase ini dimulai dengan pembelahan sel dengan laju pertumbuhan yang meningkat secara intensif. Bila kondisi kultur optimum maka laju pertumbuhan pada fase ini dapat mencapai nilai maksimal dan pola laju pertumbuhan dapat digambarkan dengan kurva logaritmik. Menurut Isnansetyo dan Kurniastuty (1995), Chlorella sp. dapat mencapai fase ini dalam waktu 5-7 hari.
17
3. Fase berkurangnya pertumbuhan relatif Pembelahan sel tetap terjadi pada fase ini, namun tidak seintensif pada fase sebelumnya, sehingga laju pertumbuhan juga mengalami penurunan dibandingkan fase sebelumnya karena nutrien, cahaya, pH, CO2 atau faktor kimia dan fisika lain mulai membatasi pertumbuhan. 4. Fase Stasioner Pada fase keempat faktor pembatas dan tingkat pertumbuhan seimbang. Laju kematian fitoplankton relatif sama dengan laju pertumbuhannya sehingga kepadatan fitoplankton pada fase ini relatif tetap (stasioner). 5. Fase Kematian Pada fase kematian, kualitas air memburuk dan nutrien habis hingga ke level tidak sanggup menyokong kehidupan fitoplankton. Kepadatan sel menurun dengan cepat karena laju kematian fitoplankton lebih tinggi daripada laju pertumbuhannya hingga kultur berakhir.
Gambar 4. Kurva pertumbuhan mikroalga (Pujiastuti, 2010)
18
Keberhasilan kultur mikroalga ditandai dengan pertumbuhan yang semakin meningkat dari kepadatan fitoplankton, hal tersebut merupakan waktu generasi pertumbuhan fitoplankton, sehingga dapat dikatakan waktu generasi merupakan waktu yang diperlukan suatu fitoplankton untuk membelah dari satu sel menjadi beberapa sel dalam pertumbuhan.
F. Mikroalga Sebagai Bioenergi Mikroalga akhir-akhir ini dieksplorasi untuk penggunaannya dalam bidang bioenergi dikarenakan mikroalga juga mempunyai kandungan karbon yang tinggi. Beberapa jenis mikroalga berpotensi sebagai sumber minyak, diantaranya yang terdapat pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Kandungan minyak mikroalga berdasarkan jenis mikroalganya Jenis Mikroalga Kandungan Minyak (%) Botrycoccus braunii 25-75 Chlorella sp. 28-32 Crypthecodinium cohnii 20 Cylindrotheca sp. 16–37 Dunaliella primolecta 23 Isochrysis sp. 25–33 Monallanthus salina >20 Nannochloris sp. 20–35 Nannochloropsis sp. 31–68 Neochloris oleoabundans 35–54 Nitzschia sp. 45–47 Phaeodactylum tricornutum 20–30 Schizochytrium sp. 50–77 Tetraselmis sueica 15–23 Sumber: Christi (2007), Gouiveia dan Oliveira (2009).
Dalam 10 bahkan 15 tahun terakhir ini, eksplorasi biomas sebagai bahan dasar biofuel sudah mengarah ke mikroalga hingga makroalga. Kedua kelompok ini adalah organisme dapat yang menghasilkan lipid dari proses fotosintesis. Dua
19
keuntungan dari proses ini adalah, sebagai pendaur ulang CO2 hasil pembakaran sehingga dapat mengurangi pemanasan global serta menjadi penyedia biofuel atau yang lebih dikenal dengan biodiesel. Biodiesel dianggap sebagai bahan bakar yang ramah lingkungan dan bersifat renewable atau dapat dipulihkan (Pienkos, et al, 2011; Singh, et al, 2011; Vasudevan and Briggs, 2008). Pemanfaatan mikroalga jauh lebih aman dibandingkan dengan pemanfaatan makroalga. Hal ini terkait dengan ruang masing-masing, yang mana makroalga lebih banyak dimanfaatan sebagai sumber makanan bagi manusia. Mikroalga sebenarnya juga terkait dalam rantai makanan di perairan, yaitu sebagai pakan bagi zooplankton dan zooplaknton sebagai makanan bagi anak-anak ikan ataupun ikan-ikan planktonovore. Mikroalga adalah organisme yang mampu melakukan fotosintesis dengan ukuran tubuh sekitar 0,4 mm. Keuntungan dari penggunaan mikroalga sebagai sumber biofuel di antaranya adalah struktur sel yang sederhana, tidak terlalu kompleks seperti halnya pada kelompok multiseluler lainnya, cepat tumbuh serta memiliki kandungan lipid yang cukup tinggi pada beberapa spesies. Kandungan lipid yang dihasilkan oleh miroalga dibandingkan dengan berbagai produk tumbuhan lainnya dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.
20
Tabel 2. Produksi lipid berbagai tumbuhan per hektar per tahun Jenis tumbuhan
Produk galon/ha/tahun
Jagung
18
Kedelai
48
Safflower
83
Biji bunga matahari
102
Rapeseed
127
Minyak palma
635
Mikroalga Sumber: Christi, 2007.
5000-15000
21
III. METODE KERJA
A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Desember 2015 – Februari 2016 di Laboratorium Perairan Biologi Molekuler Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
B. Alat dan Bahan Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah toples yang terbuat dari gelas dengan kapasitas 2 liter disertai dengan sistem aerator dan lampu dengan kapasitas 28 watt sebagai tempat kultur mikroalga, refraktometer untuk mengukur salinitas air, haemocytometer untuk menghitung kepadatan mikroalga, mikroskop untuk mengamati mikroalga, erlenmeyer serta tabung reaksi, cuvet dan berbagai peralatan ekstraksi lainnya untuk analisis lipid, serta kamera untuk dokumentasi. Bahan yang diperlukan untuk penelitian ini adalah bibit mikroalga yang didapat dari Laboratorium Plankton Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung. Jenis mikroalga yang digunakan yaitu Nannochloropsis sp. (A), Tetrachelmis sp. (B) dan juga Porphyridium sp. (C). Untuk kultur dipergunakan artificial seawater dan juga air laut yang telah disterilisasi, juga diperlukan berbagai bahan sebagai nutrien bagi kultur mikroalga yang didapat,
22
sedangkan untuk analisis kandungan lipid pada mikroalga diperlukan larutan kimia berupa metanol, kloroform, dan akuades. Analisis lipid dilakukan dengan metode methanol-chloroform.
C. Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode eksperimen, yaitu menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yang terdiri dari 3x3 perlakuan dan masing-masing perlakuan memiliki 3 kali pengulangan. Perlakuan dilakukan berdasarkan tingkat salinitas air laut dan juga jenis mikroalga yang digunakan, sebagai berikut: 1. Perlakuan 1 : 3 jenis mikroalga dalam salinitas 20 ppt 2. Perlakuan 2 : 3 jenis mikroalga dalam salinitas 30 ppt 3. Perlakuan 3 : 3 jenis mikroalga dalam salinitas 40 ppt
D. Parameter Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah kepadatan populasi jenis mikroalga tersebut pada salinitas yang berbeda, laju pertumbuhan mikroalga, serta total lipid yang terkandung pada ketiga jenis mikroalga tersebut.
E. Pelaksanaan Penelitian Penelitian tentang kandungan lipid 3 (tiga) jenis mikroalga pada salinitas yang berbeda di Laboratorium Perairan Biologi Molekuler Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung akan dilaksanakan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:
23
1. Persiapan Media dan Wadah Kultur Persiapan media dan wadah kultur meliputi sterilisasi media dan sterilisasi wadah kultur. Sterilisasi media kultur dilakukan dengan perebusan. Air laut yang akan digunakan direbus hingga mendidih, kemudian salinitas air laut diturunkan menjadi 20 ppt dengan menambahkan air tawar, dan ditingkatkan menjadi 40 ppt dengan menambahkan garam. Air laut tersebut kemudian disterilkan kembali dengan cara direbus hingga mendidih, setelah itu didinginkan dan dimasukkan kedalam tabung kaca atau toples yang sudah disiapkan, kemudian diletakkan di rak yang berada di dalam laboratorium (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Perlengkapan yang digunakan dalam penelitian seperti tabung kaca atau toples, pipet tetes, gelas ukur, erlenmeyer serta tabung reaksi, cuvet dan berbagai perlengkapan ekstraksi dibersihkan dengan dicuci menggunakan air tawar, lalu disemprot menggunakan alkohol 70% kemudian dikeringkan. Untuk alat-alat seperti selang aerasi, batu aerasi, corong dan tutup toples dicuci bersih menggunakan air tawar kemudian dikeringkan.
2. Melakukan Kultur Mikroalga Mikroalga yang akan digunakan dipelihara dalam wadah pemeliharaan berupa toples dengan ukuran 2 liter yang telah diisi dengan air laut steril sebanyak 750 ml, baik yang telah diencerkan maupun dipekatkan, dengan salinitas masing-masing 20 ppt, 30 ppt, dan 40 ppt. Mikroalga yang akan digunakan sebagai bibit untuk memulai kultur baru adalah koleksi mikroalga yang telah dikultur oleh BBPBL yang memiliki jumlah kepadatan
24
yang tinggi, yaitu jenis Nannochloropsis sp., Tetracelmis sp., dan Porphyridium sp.. Mikroalga tersebut kemudian disaring dengan menggunakan tisu, lalu masing-masing dituangkan kedalam wadah kultur yang sebelumnya telah diisi dengan air laut. Lama pemeliharaan mikroalga untuk skala laboratorium umumnya dilakukan dalam 7-10 hari (Kawaroe, 2007). Setelah mencapai puncak kepadatan, maka mikroalga tersebut dapat diambil untuk diukur kandungan lipidnya.
3. Menghitung Kepadatan Populasi Mikroalga Penghitungan kepadatan populasi mikroalga dilakukan setiap 24 jam sekali, mulai dari t0 (hari ke-0) hingga tn (hari ke-n). Kultur diambil sebanyak 1 ml pada tiap-tiap perlakuan kemudian diteteskan pada alat Haemocytometer dan diamati dengan bantuan mikroskop, dengan rumus :
Jumlah sel/ml =
( )
x 25 x 104
4. Menghitung Laju Pertumbuhan Populasi Spesifik Analisa yang digunakan untuk menghitung laju pertumbuhan spesifik (μ) mikroalga dapat dihitung dengan menggunakan rumus Hirata et al. (1981), yaitu :
k =
(
)
3,22
25
Keterangan : No
: Kepadatan awal mikroalga
Nt
: Kepadatan mikroalga pada waktu t
T0
: Waktu awal
Tt
: Waktu pengamatan
3,22
: Konstanta
K
: Laju pertumbuhan spesifik
5. Pengukuran Kandungan Lipid Pengujian kandungan lipid dilakukan dengan menggunakan metode methanol-chloroform. Merujuk dari Bligh dan Dyer (1959) mikroalga berupa pellet diambil sebanyak 2 gram kemudian ditambah dengan kloroform : metanol masing-masing sebanyak 3 mL lalu didiamkan kemudian dihomogenkan selama 30 detik. Homogenat kemudian disimpan dalam lemari es selama 15 menit. Setelah itu homogenat diberikan penambahan akuades sebanyak 1 mL kemudian dihomogenkan kembali selama 30 detik lalu disentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan 4000 rpm. Homogenat akan terpisah menjadi 3 fase. Fase lipid diambil dengan menggunakan pipet lalu dipindahkan ke cawan petri steril dan dibiarkan dalam keadaan terbuka. Jika fase kloroform dan biomassa hasil sentrifugasi masih berwarna maka ekstraksi dilanjutkan dengan menanbahkan kloroform dan metanol masing-masing sebanyak 1 mL lalu dihomogenkan. Homogenat ditambahkan akuades sebanyak 1 mL kemudian dihomogenkan kembali. Homogenat disentrifugasi kembali dengan kecepatan 4000 rpm
26
selama 5 menit. Fase lipid dipindahkan ke cawan petri tadi dan dibiarkan dalam keadaan terbuka. Jika fase kloroform dan biomassa masih berwarna maka lakukan kembali seperti tahap sebelumnya, namun jika sudah tidak berwarna maka ekstraksi dapat dihentikan. Jika fase lipid dalam cawan petri sudah mulai mengering, timbang cawan petri tersebut kemudan masukkan ke dalam desikator selama 24 jam. Setelah 24 jam cawan petri ditimbang kembali untuk melihat berat lipidnya. Setelah didapatkan berat lipidnya, lipid dilarutkan dengan menggunakan akuades kemudian disentrifugasi dan dilihat nilai absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer. Persentase kandungan lipid dihitung dengan menggunakan rumus Gunawan (2010) yaitu:
%
=
Lw Bw
100%
Keterangan : Lw = berat lipid sampel (gram) Bw = berat biomassa sampel (gram)
F. Analisis Data Analisis data untuk persentase kandungan lipid disajikan secara deskriptif. Selanjutnya untuk pertambahan pertumbuhan semua jenis mikroalga dengan berbagai salinitas yang berbeda dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA) pada taraf signifikansi 5%, jika terdapat hasil yang berbeda nyata antar perlakuan maka akan dianalisis lanjut dengan uji Beda
27
Nyata Terkecil (BNT). Namun data yang dianalisis adalah data hasil transformasi dari ketiga jenis mikroalga yaitu dari penambahan atau penurunan pertumbuhan dari jumlah populasi awal(t=0). Transformasi data sebagai berikut:
= Keterangan:
100%
T0
: Kepadataan pada saat awal kultur
Tn
: Kepadataan pada saat hari ke (n)
X
: Penambahan/penurunan populasi mikroalga
39
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Penambahan jumlah populasi tertinggi terdapat pada mikroalga jenis Tetraselmis sp. pada salinitas 20 ppt yaitu sebesar 677,78 %, sedangkan terendah terdapat pada mikroalga jenis mikroalga jenis Tetraselmis sp. pada salinitas 40 ppt yaitu (-55,56)%. 2. Laju pertumbuhan spesifik tertinggi pada mikroalga jenis Nannochloropsis sp., Tetraselmis sp., dan Porpyridium sp. rata-rata terdapat pada hari pertama dan ketiga dikarenakan nutrien yang tersedia masih melimpah. 3. Persentase jumlah lipid tertinggi terdapat pada mikrolga jenis Tetraselmis sp. pada salinitas 20 ppt yaitu sebesar 2,64% sedangkan persentase jumlah lipid terendah terdapat pada mikroalga jenis Tetraselmis sp. pada salinitas 40 ppt yaitu sebesar 0,19%.
40
B. Saran
Dari penelitian yang telah dilakukan, maka perlu adanya penelitian lanjutan dengan jenis mikroalga dan perlakuan salinitas yang lain dengan rentang salinitas antar perlakuan yang tidak terlalu jauh, dan perlu adanya pengukuran salinitas per harinya.
41
DAFTAR PUSTAKA
Adehoog dan Kevin F. S. 2001. Marine Ecological Process. Great Britain. London. Apt, J. and K. Behrens. 1999. Pigmentation of Microalgae for Photocynthesis. Journal of Biotechnology Advances. Volume (21):95-103. Arylza IS. 2005. Isolasi pigmen biru fikosianin dari mikroalga Spirulina platensis. Jurnal Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 38: 79-92. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Outlook Energi Indonesia 2013. Diakses dari www.bppt.go.id, 12 April 2015. Bajpai, P. dan P.K. Bajpai. 1993. “Eicosapentaenoic Acid (EPA) Production from Microorganisme: a review,” Journa of Biotechnology, Vol. 30, hal. 161–183. Belasco. 1996. Fitoplankton dan Zooplankton. Kanisius. Yogyakarta. Biondi and Tredici. 2011. Algae and Aquatic Biomass for a Sustainable Production of 2nd Generation Biofuels. UNIFI. Page 148 – 150. Bligh and Dyer. 1959. Lipid extraction. Can J Biochem Physiol 1959, 37, 911. Borowitzka, M. A. 1999. Pharmaceuticals and Agrochemicals from Microalgae. In: Cohen, Z. Chemicals from Microalgae.313-352.English: Taylor and Francis. Bosma, R. and R. Wijffels. 2003. Marine biotechnology in education : a competitive approach. Biomol. Eng. 20 : 125-131. Butcher, R.W. 1959. An Introductory Account of the Smaller Algae of British Coastal Waters. Part I: Introduction and Chlorophyceae.Vol. ser. IV (Part 1) pp. 74. Great Britain: Minist. Agric. Fish. Food, Fish. Invest. Chambell, DT, dan Jc. Stanley. 2000. Experiment and Quasi Experimentall Design For Research. Chicago: Ic, Rand Mc Nally.
42
Christi, Y. 2007. “Biodiesel from Microalgae”. Biotechnology Advances, Vol. 25, pp. 294-306. Colman B, Gehl KA. 1983. Effect of External pH on The Internal pH of Chlorella saccharophila. J Plant Phsiol 77 (4) : 917 – 921. Cotteau P. 1996. Microalgae. In: Manual on Production and Use of Live Food for Aquaculture. FAO Fisheries Technical Paper. Roma: Sorgeloos Edition. Culture Collection of Autotrophic Organisms (CCLA). 1995. [Internet] (diunduh pada tanggal 15 Desember 2015. Tersedia pada ccala.butbn.cas.cz/cs/node/13643 Dahuri, R., Y. Rais, S.G. Putra, M.J. Sitepu. 2001. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan secara Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta Davis, R., A. Aden, P.T. Pienkos. 2011. "Techno-Economic Analysis of Autotrophic Microalgae for Fuel Production". Applied Energy (88); pp. 3524–3531. Erlina, A. dan Hastuti. 1986. Kultur Plankton. INFIS Manual seri No.38. Fabregas, Jaime., et al. 1984. Growth of Marine Microalga Tetraselmis svecica in Batch Culture with Different Salinities and Concentration. Publisher B. V. Amsterdam. Gouveia, L. dan A.C. Oliveira. 2009. Microalgae as a raw material for biofuels roduction. J. Ind. Microbiol. Biotechnol., 36: 269-274. Gunawan. 2010. Keragaman Dan Karakterisasi Mikroalga Dari Sumber Air Panas Yang Berpotensi Sebagai Sumber Biodiesel [tesis]. Bogor: Fakultas Matematika dan lmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Hart, B. T., Bailey., P. Edwards., R.K. Hortle, K. James and A. Mc Mahon. 1991. A Review of the Salt Sensitivity of the Australian Freshwater Biota. Hydrobiologia 210:105-144. Healey F. P. (1973), Inorganic nutrient uptake and deficiency in algae, CRC Critical Review in Microbiology, 69-113 Hirata, H., I. Andarias, dan S.Yamasaki. 1981. Effect of Salinity Temperature on the Growth of The Marine Phytoplankton Chlorella saccharophila. Mem. Fac. Fish. Kaghosima Univ., 30 : 257-262. Isnansetyo, A dan Kurniastuti. 1995. Tehnik Kultur Fitoplankton dan Zooplankton. Pakan Alami Untuk Pembenihan Organisme Laut. Kanisius. Yogyakarta.
43
Kawaroe, M. 2007. The Prospect of Marine Microalgae as Biofuel (Oilgae) for Future Alternative of Energy Source. In Proceeding Indonesian Aquaculture. Bali, Indonesia. Lavens, P. and P. Sorgeloos. 1996. Manual on the Production and Use of Live Food For Aquaculture. FAO Fisheries Technical Paper. No. 301 . 295 p Margaret P., K. Hinnerk, dan P. Pohl. 1984. Biomass Production, Total Protein, Chlorophylls, Lipids and Fatty Acids of Freshwater Green and BlueGreen Algae Under Different Nitrogen Regimes. Phytochemistry, Vol 23, No 2, 207-216. National Renewable Energy Laboratory (NREL). 1998. A Look Back at the U.S. Department of Energy’s Aquatic Species Program—Biodiesel from Algae. Colorado:NREL; (NREL Report). Olaizola, M. (2000). Commercial Production of Astaxanthin from Haematococcus pluvialis Using 25,000 liter Outdoor Photobioreactors.J. Appl. Phycol.Volume (12):499–506. Panggabean, L. 2011. Fiksasi karbon dioksida pada mikroalga Chlorella sp. strain Ancol dan Nannochloropsis oculata. J. Oseanologi dan Limnologi: 309- 321
Prince, R.C dan S.K. Haroon. 2005. The Photobiological Production of Hydrogen: Potential efficiency and Effectiveness as a Renewable Fuel. Crit. Rev. Microbiol., 31:1931. Pujiastuti, A. 2010. Pengaruh Penggunaan Media Yang Berbeda Terhadap Kemampuan Penyerapan Logam Berat Pb (Timbal) Oleh Tetraselmis sp. Skripsi. Universitas Lampung. Rostini, I. 2007. Kultur Fitoplankton (Chlorella sp. dan Tetraselmis chuii) Pada Skala Laboratorium. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Padjajaraan. Jatinangor. Sachlan, M. 1982. Planktonologi. Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas Diponegoro. Semarang. Saleh, A.M., D.W. Dhar, dan P.K. Singh. (2011). Comparative pigment profiles of different Spirulina strains. Research in Biotechnology, 2(2): 67-74, 2011. Sari IP., M. Abdul. 2012. Pola pertumbuhan Nannochloropsis oculata pada skala laboratorium, intermediet dan masal. Ilmiah Perikanan danKelautan. 4(2): 123-127. Schultz, D. dan S. E. Schultz. 2006. Psychology & Work Today. (9th ed). New Jersey: Pearson Education, Inc.
44
Sleigh dan Williams. 1991. Marine. University New Zealand. Soeder, C. and E. Stengel. 1974. Physico-chemical factors affecting metabolism and growth rate. In : “Algal Physiology and Biochemistry”. (W.D.P. Stewart. Editor).Blackwell Scientific Publication. Oxford London Edinburgh Melbourne : 714-730. Spolaore P, Joannis – Cassan C, Duran E, Isambert A. 2006. Comercial Applications of Microalgae. Journal Bioscience and Bioengineering. 101 (2) 87 - 96 Stanley, M. 2000. Enviromental Chemistry Seventh Edition. CRC Press LLC. USA. hal 149-150 Sutomo. 2005. Kultur Tiga Jenis Mikroalga (Tetraselmis sp., Chlorella sp. dan Chaetoceros gracilis) dan Pengaruh Kepadatan Awal Terhadap Pertumbuhan C. Gracilis di Laboratorium. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. No. 37 :43-58. Pusat Penelitian Oseanografi. Taw, N.D.R. 1990. Petunjuk pemeliharaan kultur murni dan massal mikroalga. Proyek Pengembangan Budidaya Udang: United Nations Development Programme Food and Agriculture Organization of the United Nations, US, 32 hlm. (Diterjemahkan oleh: Budiono Martosudarmo dan Indah Wulani). Vasudevan, P. T., M. Briggs. 2008. Biodiesel production – Current state of the art and challenges. Journal of Industrial Microbiology and Biotechnology, v. 35, p. 421-430. Vonshak. 1988. Porphyridium. In Macro-Algae Biotechnology. Ed. Borowitzka MA and Borowitzka LJ. Cambridge : Universuty Press. 477 hlm Widianingsih. 2010. Eksplorasi Mikroalga yang Berpotensi Sebagai Biofuel dalam Upaya Pencaharian Energi Alterfnatif Yang Terbarukan. Abstrack Penelitian. Undip: Semarang.