oleh iklim, ketersediaan air tanah, dan karakteristik pertumbuhannya. Menurut Allen (1998) pada kondisi irigasi normal (biasa yang dilakukan petani) untuk menghitung nilai kebutuhan air tanaman (ETc) sangat disarankan menggunakan Kc tunggal dan pada kondisi irigasi yang menggunakan pengaturan frekuensi pemberian irigasi dapat menggunakan Kc ganda (Kcb dan Ke). Berikut merupakan rumus untuk mengetahui nilai ET c dengan menggunakan Kc tunggal: ETc = ET0 . Kc ....................(1) sedangkan, untuk mengetahui nilai ET c dengan menggunakan Kc ganda sebagai berikut: ETc = ET0 . (Kcb + Ke)……….(2) Keterangan: ETc: evapotranspirasi tanaman (mm/hari) Kc: koefisien tanaman Kcb: koefisien transpirasi Ke: koefisien evaporasi ET0: evapotranspirasi acuan (mm/hari)
Koefisien tanaman sesuai dengan jenis dan pertumbuhan vegetatifnya. Sedangkan perubahan kondisi iklim/cuaca tidak begitu mempengaruhi nilai Kc pada tanaman pendek seperti padi (Allen, 1998). Nilai koefisien tanaman (Kc) menggambarkan laju kehilangan air secara drastis pada fase-fase pertumbuhan tanaman dan menggambarkan keseimbangan komponen-komponen energi yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman (FAO, 2001) dalam Aqil et al. (2001). III. METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di lahan sawah irigasi milik petani setempat yang terletak di Kelurahan Karangmalang, Kecamatan Mijen, Kota Semarang, Jawa Tengah pada bulan April 2010 hingga Agustus 2010.
Kc generatif
Kc akhir Kc pertunasan
Pertunasan
Fase vegetatif
Fase generatif
Pematangan
Kc = Kcb + Ke Ke
Kcb
Pertunasan
Fase vegetatif
Fase generatif
Pematangan
Gambar 3 Skema nilai Kc tunggal dan Kc ganda selama pertumbuhan tanaman (Allen, 1998)
Gambar 4 Peta lokasi penelitian di Kota Semarang 3.2 Bahan dan Alat Penelitian ini dilaksanakan pada lahan seluas 8.800 m2. Varietas padi yang digunakan antara lain: Inpari 1, Umbul, Situ Bagendit, dan Galur Harapan. Deskripsi tanaman padi (Suprihatno et al., 2010): 1. Situ Bagendit (dilepas tahun 2003) Umur tanaman : 110 – 120 hari Bentuk tanaman : tegak Tinggi tanaman : 99 – 105 cm Anakan produktif : 12 – 13 batang Bobot 1000 butir : 27.5 g Rata – rata hasil : 4.0 ton/ha pada lahan kering atau 5.5 ton/ha pada lahan sawah Potensi hasil : 6.0 ton/ha Ketahanan terhadap penyakit : agak tahan terhadap blas dan hawar daun bakteri strain III dan IV Anjuran tanam : cocok ditanam di lahan kering maupun lahan sawah
5
2. Umbul (lokal) Jenis varietas yang sering digunakan oleh petani setempat. Merupakan jenis padi sawah. 3. Inpari 1 (dilepas tahun 2008) Umur tanaman : 108 hari Bentuk tanaman : tegak Tinggi tanaman : 93 cm Anakan produktif : 16 anakan Bobot 1000 butir : 27 g Rata – rata hasil : 7. 32 t/ha GKG Potensi hasil : 10 t/ha GKG Ketahanan terhadap : Hama : tahan terhadap hama wereng batang coklat biotipe 2, agak tahan terhadap wereng batang coklat biotipe 3 Penyakit : tahan hawar daun bakteri strain III, IV, dan VIII Anjuran tanam : baik ditanam di lahan sawah dataran rendah sampai ketinggian 500 m dpl 4. Galur harapan Varietas ini merupakan varietas baru jenis padi sawah. Pemeliharaan selama satu masa tanam dengan memberikan pupuk phonska (pupuk majemuk NPK, Mengandung unsur hara N, P, K dan S sekaligus) sebesar 300 kg/ha; 200 kg/ha urea; KCL 60 kg/ha; kompos sebanyak 2 ton/ha; dan ferinsa (urin sapi) sebanyak 40 liter/ha. Peralatan yang digunakan cangkul, sekop, timbangan, oven, mistar, plastik, alat ukur kadar air gabah, AWS (Automatic Weather Station), macro excel FAO PenmanMonteith, Program statistik SAS (Statistical Analist System), dan Microsoft Excel. 3.3 Rancangan Percobaan Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan percobaan acak kelompok (Randomized Block Design) 2 faktor perlakuan. Perlakuan yang digunakan adalah varietas dan sistem jarak tanam dengan pengelompokan sistem irigasi. Berikut ini merupakan rancangan percobaannya, yaitu: I1 = sistem irigasi kontinyu I2 = sistem irigasi berselang V1= varietas padi Inpari 1 V2= varietas padi Umbul V3= varietas padi Situ Bagendit V4= varietas padi Galur Harapan J1= sistem jarak tanam jajar legowo 40 : (20 : 10 cm) J2= sistem jarak tanam tegel (25 x 25 cm) Masing-masing perlakuan diulang t kali.
Bagan percobaan: I1 I1V2J1
I1V4J2
I1V1J1
I1V3J1
I1V2J2
I1V3J2
I1V1J2
I1V4J1
I2V2J2
I2V4J2
I2V1J1
I2V3J1
I2V2J1
I2V4J1
I2V1J2
I2V3J2
I2
Model linier bagi rancangan 2 faktor dalam RAK adalah Yijk = u + Rk + Ai+ Bj + (AB)ij + eijk....(3) Rk= pengaruh kelompok ke-k Ai= pengaruh perlakuan faktor A taraf ke-i Bj= pengaruh perlakuan faktor B taraf ke-j (AB)ij = pengaruh interaksi eijk = pengaruh galat percobaan Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan program statistik SAS pada taraf nyata sebesar 5%. 3.4 Parameter Penelitian 3.4.1 Parameter Tanah Parameter tanah yang diperlukan dalam penelitian ini untuk simulasi program CWBETO yaitu kapasitas lapang (KL) sebesar 300 mm/m (mm air / m kedalaman tanah) dan titik layu permanen (TLP) sebesar 150 mm/m. Data tersebut merupakan data sekunder yang diperoleh dari hasil penelitian Hidayat Pawitan et al. (1997) untuk rata-rata wilayah Semarang. 3.4.2 Parameter Agronomi Tanaman Data agronomi primer antara lain: umur tanaman fase pertunasan, fase vegetatif, waktu generatif (pembungaan), waktu pengisian polong, waktu pemasakan biji, waktu panen, bobot gabah kering panen (GKP), bobot gabah kering giling (GKG), kedalaman akar maksimum, ketinggian tanaman, berangkasan basah, dan berangkasan kering. Data agronomi sekunder yaitu koefisien toleransi tanaman terhadap cekaman air (diasumsikan 20%) dan nilai koefisien tanaman terhadap pengurangan hasil panen (Ky) pada Tabel 3. Pengambilan contoh untuk menganalisa pertumbuhan tanaman dengan ubinan (petak contoh) dengan luasan 2.5 x 2.5 m untuk lahan sistem tegel sedangkan untuk lahan sistem jajar legowo petak ubinan memiliki luasan 2.4 x 2.4 m.
Tabel 3
Nilai Ky tanaman padi (Doorenbos, 1979)
6
Ra = (Gsc/π) dr [ωs sin(φ) sin(δ) + cos (φ) cos(δ) sin(ωs)]}…………………(10)
Fase
Ky
Pertunasan
1.0
Vegetatif
1.0
Generatif
0.5
dr = 1 + 0.033 cos(2πJ/365)………...(12)
Pengisian bulir
3.6
δ = 0.409 sin[(2πJ/365) – 1.39]…….(13)
Pematangan
3.0
ωs = arcos[-tan(φ)tan(δ)]……………(14)
[rad] = π/180 [derajat desimal]………(11)
3.4.3 Parameter Iklim Parameter iklim yang diperlukan antara lain data curah hujan pada bulan Januari – Agustus 2010. Perhitungan nilai ET0 (evapotranspirasi acuan) dengan menggunakan macro excel FAO PenmanMonteith dari Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi (BALITKLIMAT). Data masukan yang diperlukan antara lain: lintang (latitude), bujur (longtitude), ketinggian tempat di atas permukaan laut (altitude), kecepatan angin yang terukur pada ketinggian dua meter (U2), suhu udara maksimum (Tmax), suhu udara minimum (Tmin), dan suhu udara rata-rata (Trerata). Persamaan modifikasi persamaan FAO Penman-Monteith untuk menduga nilai evapotranspirasi acuan dengan persamaan menurut Allen (1998) adalah : ET0 =
0.408∆(Rn-G) + γ((900/(T*273))U2 (es – ea) …… ∆ + γ (1 + 0.34 U2)
(4)
Di mana : ET0 evapotranspirasi acuan (mm hari-1) Rn radiasi netto pada permukaan tanaman (MJ m-2 hari-1) G kerapatan flux bahang tanah harian (≈ 0 MJ m-2 hari-1) U2 rata-rata kecepatan angin pada ketinggian dua meter (m detik-1) es tekanan uap jenuh (kPa) ea tekanan uap aktual (kPa) ∆ slope kurva tekanan uap (kPa oC-1) γ konstanta psikrometrik (≈ 0.0667 kPa oC-1) T suhu udara rata-rata (oC) Berikut ini merupakan rumus yang digunakan untuk mengetahui nilai radiasi netto (Rn) pada permukaan tanaman (Allen et al., 1998) yaitu: Rn = Rns - Rnl………………………….(5) Rns = (1 – α) Rs……………………….(6) Rnl=
σ
T max, K 4 T min,K 4 2
(0.34-0.14
1.35 Rs 0.35 …………………...(7) Rso Rs = kRs (Tmax-Tmin)0.5 Ra……………...(8) Rso = (0.75 + 2.10-5 z) Ra…………….(9)
ea
)
Keterangan: Rn radiasi netto pada permukaan tanaman (MJ m-2 hari-1) Rns radiasi netto gelombang pendek pada permukaan tanaman (MJ m-2 hari-1) Rnl radiasi netto gelombang panjang pada permukaan tanaman (MJ m-2 hari-1) Rs radiasi bruto gelombang pendek matahari (MJ m-2 hari-1) Rso radiasi bruto matahari saat kondisi cerah, tidak ada penutupan awan (MJ m-2 hari-1) Ra radiasi matahari ekstraterestrial (MJ m-2 hari-1) α albedo kanopi (= 0.23) z Ketinggian tempat (mdpl) Tmax,K4 suhu absolut maksimum selama 24 jam (K=oC + 273.16) 4 Tmin,K suhu absolut minimum selama 24 jam (K=oC + 273.16) σ ketetapan Stefan-Boltzmann (4.93 10-9 MJ K-4 m-2 hari-1) kRs faktor koreksi (≈0.16 oC-0.5) Tmax suhu udara maksimum (oC) Tmin suhu udara minimum (oC) Gsc konstanta matahari (=118.08 MJ m-2 hari-1) dr invers jarak bumi – matahari (rad) ωs sudut terbenam matahari (rad) φ lintang (rad) δ sudut deklinasi matahari (rad) π ≈ 3.14 J Julian date Besarnya nilai tekanan uap jenuh (es) dan tekanan uap aktual (ea) didapatkan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (Allen et al., 1998): es = [eo(Tmax) + eo(Tmin)]/2 …………..(15) eo(Tmax) = 0.6108 exp[(17.27 T max)/(Tmax + 237.3)]…………………..(16) eo(Tmin) = 0.6108 exp[(17.27 T min)/(Tmin + 237.3)]…………………..(17) ea = eo(Tmin)……………………….. ...(18) asumsi persamaan (18) adalah suhu titik embun (Tdew) mendekati suhu minimum harian. Keterangan:
7
eo(Tmax) tekanan uap saat suhu maksimum (kPa) eo(Tmin) tekanan uap saat suhu maksimum (kPa) Tmax suhu udara maksimum (oC) Tmin suhu udara minimum (oC) Menentukan nilai slope kurva tekanan uap (∆) dengan menggunakan persamaan berikut (Allen et al., 1998):
17.27T T 237.3 ..............(19) 2
4098 0.6108 exp
∆=
T 237.3
Keterangan: Trerata suhu udara rata-rata (oC) 3.4.4 Parameter Irigasi Saat persemaian seluruh bibit ditanam selama 3 minggu dengan tinggi penggenangan 10 mm. Sebagai upaya adaptasi dua minggu pada awal musim tanam pada kedua lahan digenangi setinggi 20 mm terus-menerus. Setelah itu, pada sistem irigasi kontinyu penggenangan dilakukan terusmenerus setinggi 100 mm hingga dua minggu sebelum panen. Sedangkan pada irigasi berselang penggenangan setinggi 50 mm dibiarkan hingga air surut hingga lahan dalam keadaan macak-macak dan diari kembali setinggi 50 mm. Begitu seterusnya. Kemudian masuk fase pematangan (dua minggu sebelum panen) tidak ada pengairan baik di lahan irigasi kontinyu maupun irigasi berselang hingga masa panen.
Gambar 5 Jadwal irigasi kontinyu ( ) dan berselang ( ) pada varietas Inpari 1 dan Umbul
Gambar 6 Jadwal irigasi kontinyu ( ) dan berselang ( ) pada varietas Situ Bagendit dan Galur Harapan 3.5 Analisis Data untuk Mendapatkan Waktu Tamam dan Kehilangan Hasil Produksi Data tanah, data curah hujan, dan data agronomi padi dianalisis menggunakan program CWB-ETO (Crop Water Balance Evapotranspiration). Program CWB-ETO merupakan suatu model simulasi untuk memprediksi waktu tanam beserta nilai kehilangan hasilnya yang dipergunakan dalam suatu perencanaaan waktu tanam di suatu wilayah dengan asumsi kondisi pertanaman dalam keadaan yang optimum serta bebas dari serangan hama dan penyakit. Program ini dikelurkan oleh BALITKLIMAT (Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi) hasil kerja sama dengan CIRAD (Agricultural Research for Development) Perancis tahun 2000. Hasil simulasi dari program tersebut diperoleh nilai persentase kehilangan hasil (%RLY) sebagai acuan dalam menetapkan waktu tanam terbaik dengan kriteria nilai persentase kehilangan hasil kurang dari 20% (Lidon, 2002). Untuk mendapatkan informasi waktu panen dan produksi tanaman padi di suatu wilayah ada beberapa tahapan: a) Masukan data iklim (curah hujan dan ET0 selama masa tanam), data agronomi (fase pertumbuhan tanaman, fase fenologi, tinggi tanaman maksimum, dan kedalaman akar), koefisien tanaman (Kc), koefisien toleransi tanaman terhadap cekaman air, koefisien tanaman terhadap pengurangan hasil panen (Ky), dan data tanah (KL dan TLP) ke dalam program CWB-ETO yang masing-masing sudah tersedia dalam sheet yang berbeda
8
b) Setelah seluruh data masuk, tentukan waktu tanam dalam dasarian (10 harian) c) Kemudian program siap untuk dijalankan dengan waktu simulasi yang berbeda setiap penanaman sesuai dengan umur panennya d) Simulasi akan selesai dengan tampilan di layar monitor computer pada sheet hasil akhir e) Hasil simulasi ditransfer menjadi sheet lain yang disimpan dalam file yang berbeda f) Dari hasil simulasi juga dapat diketahui perkiraan hasil yang kemudian dibandingkan dengan data di lapangan. 3.6 Menghitung Kebutuhan Air Tanaman Nilai ET0 (evapotranspirasi acuan) yang telah diketahui dari hasil keluaran program macro excel FAO Penman-Monteith kemudian dikoreksi dengan faktor tanaman (Kc) sesuai dengan jenis, varietas, dan pertumbuhan vegetasinya. Menurut Allen (1998) pada kondisi irigasi normal (kontinyu dilakukan petani), yakni irigasi kontinyu untuk menghitung nilai kebutuhan air tanaman (ETc) sangat disarankan menggunakan Kc tunggal dan pada kondisi irigasi berselang menggunakan Kc ganda (Kcb dan Ke). Berikut adalah rumus untuk menghitung ETc lahan sawah pada irigasi kontinyu dan irigasi berselang (Allen, 1998): a) Irigasi kontinyu Saat pertunasan nilai Kc didasarkan pada kondisi rata-rata RH minimum dalam kategori sub-humid dan kondisi kecepatan angin pada ketinggian dua meter dalam kategori light, sehingga nilai Kc pertunasan bernilai 1.05 berdasarkan FAO (1998). Rumus untuk menghitung nilai Kc saat fase generatif dan fase akhir: Kc(hit) = Kc(tab) + [0.04(U2-2)-0.004(RHmin-45] (h/3)0.3 .……………..(20) Keterangan: Kc(hit) menentukan nilai Kc saat fase generatif ataupun fase akhir Kc(tab) nilai Kc dari Tabel 4 U2 nilai rata-rata kecepatan angin harian pada ketinggian dua meter (saat fase generatif ataupun fase akhir) [m/s] RHmin rata-rata nilai RH minimum harian (saat fase generatif ataupun fase akhir) [%] h nilai rata-rata tinggi tanaman (saat fase generatif ataupun fase akhir) [m]
sedangkan untuk menentukan Kc saat fase pertumbuhan vegetatif dan pematangan bulir dapat dilakukan interpolasi dari nilai K c(hit) dengan rumus sebagai berikut: Kci = Kc-prev+[i-Σ(Lprev)/Lstage](Kc-next – Kc-prev) ………………………………..…….(21) Keterangan: Kci koefisien tanaman pada hari ke-i (saat fase pertumbuhan vegetatif ataupun fase pematangan) Kc-prev nilai koefisien tanaman fase sebelum fase pertumbuhan vegetatif ataupun pematangan Kc-next nilai koefisien tanaman fase pertumbuhan vegetatif ataupun pematangan Σ(Lprev) jumlah panjang hari fase sebelumnya [hari] Lstage panjang hari fase yang dihitung (fase pertumbuhan vegetatif ataupun pematangan) [hari] Tabel 4
Nilai Kc tanaman padi pada berbagai fase pertumbuhan (Allen, 1998). Fase
Kc
Kcb
Pertunasan
1.05
1.00
Generatif
1.20
1.15
Akhir 0.90 0.70 Kemudian untuk menduga besarnya nilai kebutuhan air tanaman menggunakan rumus: ETc = ET0 . Kc…………………....(22) Keterangan: ETc evapotranspirasi tanaman (mm/hari) Kc koefisien tanaman sesuai jenis dan pertumbuhan vegetasinya ET0 evapotranspirasi acuan (mm/hari) b) Irigasi berselang Menghitung nilai Kcb (koefisien transpirasi) saat fase generatif dan fase akhir: Kcb(hit) = Kcb(tab) + [0.04(U2-2)-0.004(RHmin45](h/3)0.3.……………..(23) Keterangan: Kcb(hit) menentukan nilai Kcb saat fase generatif ataupun fase akhir Kcb(tab) nilai Kcb dari Tabel 4 U2 nilai rata-rata kecepatan angin harian pada ketinggian 2 meter (saat fase generatif ataupun fase akhir) [m/s] RHmin rata-rata nilai RH minimum harian (saat fase generatif ataupun fase akhir) [%]
9
h
nilai rata-rata tinggi tanaman (saat fase generatif ataupun fase akhir) [m] sedangkan untuk menentukan Kc saat fase pertumbuhan vegetatif dan pematangan bulir dapat dilakukan interpolasi dari nilai Kc(hit) dengan rumus seperti persamaan (21). Nilai Ke (koefisien evaporasi) dapat dihitung dengan menggunakan rumus: Ke = Kr (Kc(max) – Kcb) …………...(24) dengan, Kc(max)
=
1.1+{[0.04(U2-2)-0.004(RHmin45)](h/3)0.3} ………..(25)
Keterangan: Ke koefisien evaporasi Kcb koefisien transpirasi Kc(max) nilai Kc maksium irigasi berselang Kr koefisien reduksi evaporasi, saat kondisi tanah basah nilai Kr = 1. Kemudian untuk menduga besarnya nilai kebutuhan air tanaman menggunakan rumus: ETc = ET0 . (Kcb + Ke)…………..….(26) Keterangan: ETc evapotranspirasi tanaman (mm/hari) Kcb koefisien transpirasi tanaman Ke koefisien evaporasi tanah ET0 evapotranspirasi acuan (mm/hari) 3.7 Analisis Efisiensi Penggunaan Air oleh Tanaman Berdasarkan nilai ETc dapat diketahui nilai efisiensi penggunaan air oleh tanaman. Efisiensi penggunaan air atau Water Use Efficiency (WUE) oleh tanaman dapat
dihitung menggunakan rumus yang diperkenalkan oleh Gardner (1985) dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut: Produksi berat kering (DM) WUE = ….....(27) ETc selama musim tanam dinyatakan dalam kg DM . (m3)-1 air. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Iklim Lokasi Penelitian Wilayah Mijen memiliki pola hujan monsun pada kondisi normal musim kemarau terjadi pada bulan Mei – September dan musim hujan pada bulan November – Maret setiap tahunnya. BMKG menyatakan awal musim kemarau ditandai dalam dua dasarian berturut-turut curah hujan yang terukur untuk tiap dasarian < 50 mm maka kondisi musim kemarau telah mulai pada dasarian pertama ketika curah hujan terukur pertama kali dan sebaliknya untuk menentukan awal musim hujan. Dari data curah hujan dasarian di Mijen terlihat awal musim kemarau jatuh pada April (III) 2010. Namun setelah dua dasarian berikutnya, yaitu Mei (II) mengalami curah hujan > 50 mm hingga pada Juni (II) 2010. Hal tersebut dikarenakan terjadi fenomena LaNina yang menyebabkan pergeseran awal musim hujan menjadi lebih cepat dan durasi kejadian hujan yang lebih panjang daripada kondisi normal.
semai
panen
Gambar 7 Curah hujan dasarian di Mijen tahun 2010 4.2 Kebutuhan Air Tanaman Padi di Mijen Nilai ET0 (evapotranspirasi acuan) dikoreksi dengan nilai koefisien tanaman (Kc) untuk mengetahui kebutuhan air oleh tanaman (ETc). Nilai Kc dipengaruhi oleh karakteristik tanaman, saat tanam, dan fase-fase pertumbuhan tanaman, serta kondisi iklim secara umum (Hasbi, 2010). Nilai Kc pada
keempat varietas padi di Mijen seperti terlihat pada Tabel 5. Nilai Kc menggambarkan laju kehilangan air secara drastis pada fase-fase pertumbuhan tanaman dan menggambarkan keseimbangan komponen-komponen energi yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman (FAO, 2001) dalam Aqil et al. (2001).
10