JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun V No.13, November 2014 : 97 - 118
ANALISIS PERBEDAAN INDEPENDENSI, PROBLEM SOLVING ABILITY, OBJEKTIVITAS, INTEGRITAS DAN SIKAP SKEPTISME PROFESSIONAL PADA AUDITOR BERDASARKAN INDENTITAS GENDER AUDITOR Oleh : Mudrika Alamsyah Hasan Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Riau
ABSTRACT The purpose of this study was to determine differences in independence, objectivity and auditor's professional skepticism by auditors gender identity. Population in this study were the auditors of the BPK RIRiauprovince representative. Sample taken amoundted 55 auditor’s. After grouping of masculine and feminine results showed 36 masculine and 19 feminine. The type of data is primary data. Data was collected using questionare with 34 statements. Data analysis using by independent sample t-test with a significance level of 5%. The results of hypothesis test showed that independence between masculine and feminine genderdoes not show differences. Mean while,Objectivity, integrity, problem solving ability, and professional skepticism between masculine and feminine gender was differences . Keywords: gender, independence, objectivity ,integrity, problem solving ability, profesional skepticism.
ISSN : 2087-4502
- 97 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
I.
Tahun V No.13, November 2014 : 97 - 118
PENDAHULUAN Penelitian
ini
mengadopsi
penelitian
Hardies,
Breesch
dan
Branson
(2009).Hardies et al (2009) meneliti perbedaan problem solving ability, penerimaan resiko dan independensi berdasarkan gender auditor.Namun demikian Hardies et al (2009) membedakan gender berdasarkan jenis kelamin (sex). Hasil penelitian Hardies et al (2009) menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat problem solving ability dan independensi pada auditor laki-laki dan perempuan sedangkan tingkat penerimaan resiko auditor perempuan lebih rendah dari auditor laki-laki.Beberapa penelitian mengenai pengaruh bias gender pada profesionalisme auditor juga telah dilakukan sebelumnya di Indonesia. Masduki (2003) menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan prestasi kerja pada manajer pria dan wanita pada manajer lini pertama. Menurut Hamzah dan Paramitha (2008) tidak terdapat perbedaan perilaku etis dan tekanan kerja di antara auditor laki-laki dan perempuan dalam audit judgement laporan keuangan historis dan kompleksitas tugas. Menurut Burke (2000) identitas gender pada individu adalah pendorong pola perilaku sesuai dengan identifikasi gender dalam dirinya. Burke (2000) juga menyatakan bahwa identitas gender adalah identifikasi seseorang terhadap dirinya apakah individu yang bersangkutan adalah maskulin atau feminin. Pada umumnya lakilaki
akan
mengidentifikasi
dirinya
sebagai
maskulin
dan
perempuan
akan
mengidentifikasi dirinya sebagai feminin. Menurut Spence dan Buckner (1995) dalam Setiawati (2007) sifat-sifat pada domain maskulin adalah sangat agresif, sangat mandiri, sangat objektif, suka bersaing, logis, percaya diri.Sedangkan sifat-sifat pada domain feminin adalah tidak terlalu ambisius, sangat tergantung, menggunakan intuisi dan perasaan. Objektifitas adalah suatu kualitas yang member nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip objektifitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada dibawah pengaruh pihak lain (Mulyadi, 2010:57)
ISSN : 2087-4502
- 98 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun V No.13, November 2014 : 97 - 118
Intergritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan professional. Integritas merupakan kualitas yang mendasari kepercayaan public merupakan patokan (benchmark) bagi auditor dalam menguji semua keputusan yang diambil (Mulyadi,2010:56) Pada
penelitian
mengenai
pengaruh
gender
sebelumnya,
gender
dibedakanberdasarkan jenis kelamin (sex). Setiawati (2007) menyatakan bahwa sex dan gender kerap diidentifikasi sebagai hal yang sama. Secara biologis, manusia dibedakan menjadi dua sex, yaitu laki-laki dan perempuan. Sementara gender adalah aspek non fisiologis dari sex yang memiliki harapan budaya terhadap femininitas dan maskulinitas. Salah satu bidang yang terimbas oleh kerancuan sex dan gender adalah bidang kerja. Setiawati (2007) juga menyatakan bahwa dalam dunia kerja identitas gender lebih berpengaruh daripada jenis kelamin. Penelitian ini membedakan gender berdasarkan identitas gender (gender identity). Penelitian ini membedakan persepsi gender maskulin dan gender feminin dari beberapa indikator yaitu independensi, objectivitas, integritas,problem solving ability dan sikap skeptisme profesional. Independensi auditor yang memiliki identitas gender maskulin akan lebih mudah untuk bersikap independen dan lebih objektif terhadap kliennya. Sehubungan dengan penentuan level materialitas auditor yang memiliki identitas gender maskulin memiliki kecendrungan menyukai resiko yang lebih tinggi dari auditor feminin.Selain itu juga auditor gender maskulin lebih menyukai tantangan khususnya untuk menambah sampel bukti untuk menentukan level materialitas yang tepat.Sedangkan auditor yang memiliki identitas gender feminin memiliki kecendrungan sangat pasif, mudah terpengaruh, kurang menyukai resiko dan tantangan serta menyukai rasa aman dalam pekerjaannya.Dalam penentuan level materialitas auditor yang memiliki identitas gender feminin sangat pasif sehingga kurang aktif dan berani dalam menanggapi informasi kualitatif yang berbeda dengan keterangan kuantitatif pada laporan klien. Auditor yang memiliki identitas gender feminin memiliki sifat kurang percaya diri sehingga akan ragu-ragu untuk meminta bukti audit tambahan karena mereka cenderung meragukan kemampuan dirinya sendiri.
Hal tersebut dapat
membawa auditor yang memiliki gender feminin lebih cendrung tidak objektif dan kurang menunjukkan integritas terhadap profesinya.
ISSN : 2087-4502
- 99 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun V No.13, November 2014 : 97 - 118
Berdasarkan perbedaan identitas gender menurut Basow (1992) auditor yang berorientasi maskulin memiliki problem solving ability yang lebih baik dari auditor yang berorientasi feminin. Problem solving ability adalah kemampuan untuk memecahkan masalah yang menantang, baru, dan tidak rutin.Sifat-sifat pada domain maskulin yang mendukung problem solving ability pada auditor adalah menyukai matematika dan sains, sangat logis, menyukai tantangan serta petualangan. Sedangkan sifat-sifat feminin yang kurang mendukung problem solving ability antara lain sulit membuat keputusan, menggunakan intuisi dan perasaan, tidak suka tantangan dan pasif. Dengan demikian auditor yang berorientasi maskulin lebih mudah menghadapi situasi baru yang memerlukan metode-metode baru serta membutuhkan pengambilan keputusan yang cepat Penelitian ini mengembangkan penelitian Hardies et al (2009) yang meneliti perbedaan problem solving ability, penerimaan risiko, dan independensi auditor dilihat dari perbedaan jenis kelamin. Penelitian ini menambahkan variabel penelitian yaitu objektifitas, integritas dan sikap skeptisme profesional pada auditor berdasarkan identitas gender auditor dan menghilangkan variabel penerimaan resiko. Alasan peneliti dalam penentuan judul ini adalah penelitian yang pernah dilakukan selama ini sedikit yang membahas mengenai auditor berdasarkan identitas gender. Kebanyakan penelitian yang sudah dilakukan diproksikan terhadap jenis kelamin. Selain itu peneliti juga ingin mengetahui apakah dengan sampel dan waktu yang berbeda akan memberikan hasil yang sama dengan penelitian terdahulu. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah auditor yang bekerja di Kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Riau..
II. TELAAH PUSTAKA A. Gender Menurut Burke (1980) identitas gender pada individu adalah pendorong pola perilaku sesuai dengan identifikasi gender dalam dirinya. Burke et al (2000) juga menyatakan bahwa identitas gender adalah identifikasi seseorang terhadap dirinya apakah individu yang bersangkutan adalah maskulin atau feminin. Pada umumnya lakilaki
akan
mengidentifikasi
dirinya
sebagai
mengidentifikasi dirinya sebagai feminin.
ISSN : 2087-4502
- 100 -
maskulin
dan
perempuan
akan
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun V No.13, November 2014 : 97 - 118
Menurut Saparinah Sadli (1995) dalam Santosa (2001) istilah gender sepenuhnya dipinjam dari istilah gender dalam bahasa inggris yang berarti pembedaan jenis kelamin pria dan wanita. Namun demikian perbedaan antara pria dan wanita menurut Herawati (2010) pada dasarnya diwakili oleh dua konsep yaitu jenis kelamin dan gender. Perbedaan jenis kelamin mengacu pada perbedaan fisik terutama pada perbedaan fungsi reproduksi sementara gendermerupakan konstruksi sosiokultural. Dengan demikian istilah gender adalah konsep sosial bukan biologis. Pembedaan jenis kelamin secara biologis merupakan hal yang bersifat given, bersifat kodrati sedangkan konsep gender merupakan pembedaan sejumlah karakter dan perilaku yang melekat pada pria dan wanita yang dikonstruksikan secara teologis, budaya, sosial, politik maupun ekonomi yang berlangsung secara relatif, (Parawansa, 1999 dalam Santosa 2001). B. Independensi Definisi independensi menurut Holmes dalam Tjun (2012) adalah sebagai suatu sikap yang bebas dari bujukan, pengaruh atau pengendalian dari klien yang diperiksa. Sedangkan menurut Cristina (2007) independensimenghindarkan hubungan yang mungkin mengganggu objektivitas auditor. Arens, A.A, RJ.Elder, MS. Beasley. (2012 : 74) mendefinisikan independensi dalam auditing berarti berpegang pada pandangan yang tidak memihak di dalam penyelenggraan pengujian audit, evaluasi hasil pemeriksaaan, dan penyusunan laporan audit Sedangkan menurut peraturan BPK no 2 tahun 2011 tentang Kode Etik Pemeriksaan Keuangan BAB 1 pasal 1 no 1 : indepedensi adalah suatu sikap dan tindakan dalam melaksanakan pemeriksaaan untuk tidak memihak kepada siapapun dan tidak dipengaruhi oleh siapapun. Independensi dalam penelitian ini diukur berdasarkan hubungan auditor dengan klien serta independensi auditor terhadap hal-hal yang berhubungan dengan kepentingan auditor yang bersangkutan. Alasan penggunaan indikator hubungan dengan klien dan kepentingan pribadi auditor untuk mengukur independensi adalah hubungan auditor dengan klien lebih mudah diamati.
ISSN : 2087-4502
- 101 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun V No.13, November 2014 : 97 - 118
C. Objektifitas Ojektifitasdisini dapat didefinisikan bahwa para auditor harus tidak berkomromi dalam memberikan pertimbangan profesionalnya karena adanya bias, konflik kepentingan atau karena adanya pengaruh dari orang lain yang tidak semestinya. Hal ini mengharuskan auditor untuk menjaga prilaku yang netral ketika menjalankan audit, menginterpresentasikan bukti audit dan melaporkan laporan keuangan yang merupakan hasil dari penelaahan yang mereka lakukan (Arens,dkk,2011:71) D. Integritas Integritas adalah para auditor harus terang dan jujur serta melakukan praktik secara adil dan sebenar-benarnya dalam hubungan professional mereka. (Arens, dkk, 2011:71) Menurut peraturan BPK no.2 tahun 2011 tentang Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan BAB 1 pasal no.9 menyatakan : Intergritas adalah mutu, sifat, atau keadaaan yang menunjukan kesatuan yang utuh, dimilikinya sifat jujur, kerasnya upaya, serta kompetensi yang memadai. E. Problem Solving Ability Problem
solving
ability
adalah
kemampuan
dan
keterampilan
untuk
mengidentifikasi masalah baik yang bersifat rutin maupun tidak rutin serta menemukan solusinya (Sumardyono, 2008). Menurut Sumardyono (2008) problem adalah sesuatu yang menantang pikiran (challenging) dan tidak secara otomatis diketahui cara penyelesaiannya (non-routine). Penelitian Hardies et al (2009) menggunakan kemampuan matematis sebagai proksi dari problem solving ability. Hal ini dikarenakan kemampuan auditor dalam memahami laporan keuangan dan pelaporan audit membutuhkan kemampuan logika matematika (Anandaradjan, 2008) dalam Hardies et al (2009).Matematika merupakan pengetahuan yang logis, sistematis, berpola, artificial, abstrak, dan menghendaki justifikasi atau pembuktian. Sifat-sifat
matematika ini
menuntut pembelajar
menggunakan kemampuan-kemampuan dasar dalam pemecahan masalah seperti berpikir logis, berpikir strategik. McIntosh, R. & Jarret,D (2000:6) menyatakan bahwa keterampilan dan kemampuan pemecahan masalah dalam soal matematika dapat diadaptasi pada berbagai konteks dan masalah sehari-hari.
ISSN : 2087-4502
- 102 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun V No.13, November 2014 : 97 - 118
F. Skeptisisme profesional auditor Dalam SPAP, 2001 (SA seksi 230 hal 230.2) disebutkan bahwa yang dimaksud dengan skeptisisme profesional auditor adalah suatu sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit. Menurut Suraida (2005) secara spesifik berarti adanya suatu sikap kritis terhadap bukti audit dalam bentuk keraguan, pertanyaan atau ketidaksetujuan dengan pernyataan klien atau kesimpulan yang dapat diterima umum. Dalam proses pengumpulan bukti audit yang bersifat evidential matter, auditor harus senantiasa memelihara skeptisisme profesionalnya terhadap semua informasi dan pernyataan lisan maupun tertulis dari klien yang diauditnya agar diperoleh pemahaman dan keyakinan yang memadai terhadap bukti audit yang diperolehnya (Suraida 2005). G. Penelitian Terdahulu Ikhsan (2007) menemukan bahwa perbedaan gender diIndonesia tidak mengakibatkan perbedaan perilaku dan etika antara akuntan publik pria dan akuntan publik wanita. Widianingsih (2001) menguji komparasi prestasi kerja antara manajer pria dan wanita (Studi Kasus pada Manajer Bank di Kodya Semarang).Hasil penelitiannya menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan prestasi kerja pada manajer pria dan wanita pada manajer lini pertama. Darmoko (2003) yang meneliti perbedaan profesionalisme auditor pada Kantor Akuntan Publik berdasarkan perbedaan gender, tipe Kantor Akuntan Publik dan hierarki jabatannya menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan profesionalisme auditor Kantor Akuntan Publik dilihat dari perbedaan gender. Nugrahaningsih (2005) menguji perbedaan perilaku etis auditor di KAP. Hasil penelitiannya menemukan bahwa gender tidak menyebabkan perbedaan perilaku etis yang signifikan antara laki-laki dan perempuan, namun terdapat perilaku etis yang signifikan antara auditor yunior dan auditor senior, auditor yunior cenderung berperilaku etis lebih baik daripada auditor senior. Zulaikha (2006) meneliti tentang pengaruh interaksi gender, kompleksitas tugas dan pengalaman auditor terhadap audit judgement.Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa perempuan masih mendominasi peran domestik, dan peran ganda perempuan tidak berpengaruh signifikan dalam pembuatan judgement.
ISSN : 2087-4502
- 103 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun V No.13, November 2014 : 97 - 118
Hamzah dan Paramitha (2008) meneliti perbedaan perilaku etis dan tekanan kerja perspektif gender dalam audit judgement laporan keuangan historis dan kompleksitas tugas. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan perilaku etis dan tekanan kerja di antara auditor laki-laki dan perempuan dalam audit judgement laporan keuangan historis dan kompleksitas tugas. Untuk temuan lainnya, dalam hal status perkawinan, pendidikan, jabatan dan lama bekerja tidak terdapat perbedaan perilaku etis dan tekanan kerja dalam audit judgement laporan keuangan historis dan kompleksitas tugas. Hardies (2009) meneliti tentang pengaruh auditor gender terhadap independensi, penerimaan
resiko
dan
kemampuan
pemecahan
masalah
matematis.
Dalam
penelitiannya memproksikan gender berdasarkan sex atau jenis kelamin. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan pada auditor pria dan wanita dalam hal kemampuan matematis dan independensi. H. Kerangka Pemikiran, Model Penelitian dan Hipotesis 1.
Pengaruh gender terhadap independensi auditor Independensi merupakan suatu tindakan baik sikap perbuatan atau mental
auditor dalam sepanjang pelaksanaan audit dimana auditor dapat memposisikan dirinya dengan auditee nya secara tidak memihak dan dipandang tidak memihak oleh pihakpihak yang berkepentingan terhadap hasil auditnya. Keterkaitan Menurut Basow (1980) auditor yang memiliki identitas gender maskulin tidak mudah terpengaruh, tidak terlalu emosional, bahkan mereka tidak terlalu memahami perasaan orang lain. Sedangkan auditor yang memiliki identitas gender feminin sangat emosional, mudah sakit hati, sangat mudah terpengaruh, sangat subjektif dan sangat memahami perasaan orang lain. Penelitian yang dilakukan oleh Hardies et al (2009) menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsiantara gender maskulin dan gender feminin terhadap independensi.
H1:Auditor yang berorientasi maskulin memiliki independensi yanglebih tinggi dari auditor yang berorientasi feminin.
ISSN : 2087-4502
- 104 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
2.
Tahun V No.13, November 2014 : 97 - 118
Pengaruh gender terhadap objektifitas auditor Objektifitas adalah suatu keyakinan, kualitas yang memberikan nilai bagi jasa atau
pelayanan auditor. Objektivitas merupakan salah ciri yang membedakan profesi akuntans dengan profesi yang lain. Prinsip objektivitas menetapkan suatu kewajiban bagi auditor untuk tidak memihak, jujur secara intelektual, dan bebas dari konflik kepentingan, Wayan (2005) dan Nungky (2011). H2: Auditor yang berorientasi maskulin memiliki tingkat objektifitas yang lebih tinggi dari auditor yang berorientasi feminin. 3.
Pengaruh gender terhadap integritas auditor Alim dkk menyatakan bahwa kualitas audit dapat dicapai jika auditor memilki
kompetensi yang baik dan hasil penelitianya menemukan bahwa kompetensi berpegaruh terhadap kualitas audit. Auditor sebagai ujung tombak pelaksanaan tugas audit harus senantiasa meningkatkan pengetahuan yang telah dimiliki agara penerapan pengetahuan dapat maksimal dalam pratiknya. Sunarto (2003) menyatakan bahwa integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur , tidak dapat menerima kecurangan prinsip. H3: Auditor yang berorientasi maskulin memiliki tingkat integritasyang lebih tinggi dari auditor yang berorientasi feminin. 4.
Pengaruh gender terhadap problem solving ability auditor Problem solving ability adalah kemampuan untuk menyelesaikan suatu masalah
khususnya
masalah
yang
menantang
dan
bersifat
unroutine
(Sumardyono,
2008).Menurut Hardies et al (2009) kemampuan pemecahan masalah atau problem solving ability dibutuhkan auditor khususnya untuk menemukan salah saji potensial dan salah saji material dalam laporan keuangan klien. Sifat-sifat pada domain maskulin yang mendukung problem solving ability pada auditoradalah menyukai matematika dan sains, sangat logis, menyukai tantangan serta sangat menyukai petualangan. Sedangkan sifat-sifat feminin kurang mendukung problem solving ability antara lain sulit membuat keputusan, menggunakan intuisi dan perasaan, tidak suka tantangan, pasif dan tidak suka petualangan. Penelitian yang dilakukan oleh Hardies et al (2009) menemukan bahwa terdapat perbedaan persepsi antara gender maskulin dan gender feminin terhadap problem solving ability.
ISSN : 2087-4502
- 105 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun V No.13, November 2014 : 97 - 118
H4 : Auditor yang berorientasi maskulin memiliki problem solving ability yang lebih tinggi dari auditor yang berorientasi feminin.
5.
Pengaruh gender terhadap sikap skeptisisme profesional auditor Dalam SPAP, 2001 (SA seksi 230 hal 230.2) disebutkan bahwa yang dimaksud
dengan skeptisisme profesional auditor adalah suatu sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit. Auditor yang memiliki identitas gender maskulin memiliki sifat bertindak agresif, tidak mudah terpengaruh, sangat objektif dan sangat logis. Karakteristik sifat pada auditor ini akan memenuhi karakteristik skeptis yaitu mencari kebenaran dari bukti yang ada, tidak mudah meyakini keterangan dari pihak ketiga namun mencari sumber lain untuk mendukung kebenarannya, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, dan menyukai tantangan dalam mencari kebenaran dari bukti audit maupun asersi manajemen yang ada. Sedangkan auditor yang memiliki identitas gender femininmemiliki sifat – sifat sangat penurut, sangat subjektif, tidak suka bertindak agresif dan sangat mudah terpengaruh. Karakteristik sifat-sifat pada domain identitas gender feminin mengurangi sikap skeptisisme profesional mereka sebagai auditor.Penelitian yang dilakukan oleh Hardies et al (2009) menemukan bahwa terdapat perbedaan persepsi antara gender maskulin dan gender feminin terhadap sikap skeptisme profesional. H5 : Auditor yang berorientasi maskulin memiliki sikap skeptisme profesional yang lebih tinggi dari auditor yang berorientasi feminin.
Gambaran skematis dari kerangka pemikiran di atas dapat dilihat pada model penelitian berikut : Kerangka Pemikiran Teoritis MASKULIN Independensi Objektifitas Integritas Problem Solving Ability Skeptisisme Profesional
UJIBEDA
FEMININ Independensi Objektifitas Integritas Problem Solving Ability Skeptisisme Profesional
Perbedaan Independensi, Objektifitas, Integritas, Problem Solving Abilityserta Skeptisme Profesional dilihat dari identitas gender maskulin-feminin
ISSN : 2087-4502
- 106 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun V No.13, November 2014 : 97 - 118
III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Riau.Metode penelitian survey merupakan penelitian lapangan yang dilakukan terhadap beberapa anggota sampel dari suatu populasi tertentu yang pengumpulan datanya dilakukan dengan menggunakan kuesioner (Sekaran, 2003). B. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah auditor yang bekerja pada Kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Riau yang berjumlah 55 orang auditor. Pengambilan sampel dengan cara menjadikan seluruh anggota populasi menjadi sampel. C. Jenis dan Sumber Data Data yang akan diuji dalam penelitian ini adalah data primer yang berasal dari jawaban responden pada kuesioner yang dikirimkan kepada responden yaitu para auditor yang bekerja padaKantor BPK RI Perwakilan Provinsi Riau. D. Teknik Pengumpulan Data Adapun metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan angket (kuesioner). Kuesioner adalah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui (Arikuntoro, 2002:139). Data diperoleh dengan mengirimkan kuesioner langsung kepada auditor yang bekerja di Kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Riau. E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 1.
Gender Dalam penelitian ini variabel gender diukur berdasarkan identitas gender individu
yang bersangkutan. Intrumen yang digunakan adalah instrumen yang dikembangkan oleh Spence, Helmreich dan Stapp (1973). Personal Attributes Questionnaire ini terdiri dari 24 pernyataan sifat diri seseorang. Responden diminta untuk menandai sifat yang sesuai pada dirinya sesuai dengan skala yang tertera. Untuk mengukur sifat-sifat pada domain maskulin dan feminin digunakan skala Likert 5 skala. Semakin mengarah ke angka 5 maka sifat maskulin semakintinggi dan sifat feminin semakin rendah sebaliknya semakin mengarah ke angka 1 berarti sifat maskulin semakin rendah dan sifat feminin semakin tinggi.
ISSN : 2087-4502
- 107 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun V No.13, November 2014 : 97 - 118
2. Independensi Independensi adalah hubungan antara auditor dengan kliennya atau atasan yang mempunyai sifat sedemikian rupa sehingga temuan dan laporan yang diberikan hanya dipengaruhi oleh bukti-bukti yang ditemukan dan dikumpulkan sesuai dengan aturan atau prinsip-prinsip profesionalnya (Wati, 2010). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen penelitian Taufik (2010) mengenai pengaruh kompetensi dan independensi terhadap kualitas audit aparat inspektorat dalam pengawasan keuangan daerah. Instrumen yang digunakan untuk mengukur independensi terdiri dari 5 pernyataan. Masing-masing pernyataan tersebut diukur dengan menggunakan skala likert 5 poin. 3. Objektifitas Objektifitas disini dapat didefinisikan bahwa para auditor harus tidak berkompromi dalam memberikan pertimbangan profesionalnya karena adanya bias, konflik kepentingan atau karena adanya pengaruh dari orang lain yang tidak semestinya. Hal ini mengharuskan auditor untuk menjaga perilaku yang netral ketika menjalankan audit, menginterpresentasikan bukti audit dan melaporan laporan keuangan yang merupakan hasil dari penelaahan yang mereka lakukan (Arens, dkk, 2011 :71). Indicator yang digunakan untuk mengukur Objektivitas adalah (1) Bebas dari benturan kepentingan, (2) Pengukapan kondisi sesuai fakta. 4. Integritas Integritas adalah para auditor harus terang dan jujur serta melakukan praktik secara adil dan sebenar-benarnya dalam hubungan professional mereka (Arens dkk, 2011 :71). Indicator yang digunakan untuk mengukur integritas adalah (1) Kejujuran auditor, (2) Keberanian auditor, (3) Sikap bijaksana auditor, (4) Tanggung jawab auditor. Variable ini diukur dengan skala ordinal 5 poin 5. Problem Solving Ability Problem solving ability dalam penelitian ini diukur dengan kemampuan matematis responden. Instrumen yang digunakan adalah instrumen yang digunakan dalam penelitian Hardies, Breesch dan Branson (2009). Kemampuan matematis yang diukur adalah kemampuan responden untuk menyelesaikan soal-soal non routine, challenging dan membutuhkan metode baru dalam penyelesaiannya. Kemampuan
ISSN : 2087-4502
- 108 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun V No.13, November 2014 : 97 - 118
pemecahan masalah dalam penelitian ini berarti kemampuan matematis responden. Sifat-sifat matematika ini menuntut pembelajaran menggunakan kemampuankemampuan dasar dalam pemecahan masalah seperti berpikir logis, berpikir strategik. 6. Sikap Skeptisisme Profesional Auditor Sikap skeptisisme Profesional auditor adalah sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit. Instrumen yang digunakan untuk mengukur sikap skeptisisme profesional auditor adalah instrumen penelitian Sari (2008). Instrumen yang diberikan terdiri dari lima pertanyaan yang mengukur sikap, keragu-raguan auditor terhadap bukti, keterangan maupun asersi dari klien. Instrumen yang digunakan menggunakan skala Likert 5 poin.
F.
Analisis Data
1.
Uji Validitas Sebagaimana dikutip oleh Sugiyono (2008), Masrun menjelaskan bahwa dalam
memberikan interpretasi terhadap koefisien korelasi, item yang mempunyai korelasi positif dengan skor total menunjukkan bahwa item tersebut mempunyai validitas yang tinggi. Uji validitas dilakukan dengan uji korelasi PearsonProduct Moment antara masing-masing skor indikator dengan total skor konstruk. Cara analisisnya dengan cara menghitung koefisien korelasi antara masing-masing nilai pada nomorpertanyaan dengan nilai total dari nomor pertanyaan tersebut. Selanjutnya koefisien korelasi yang diperoleh r masih harus diuji signifikansinya dengan r tabel. Bila t hitung pertanyaan tersebut valid. 2.
Uji Reliabilitas Pada penelitian ini untuk variabel gender, independensi, sikap skeptisisme
profesional serta penerimaan resiko uji reliabilitas dilakukan dengan menghitung cronbach alpha untuk masing-masing instrumen dalam satu variabel. Nilai pisah batas (cut off value) suatu instrumen dikatakan reliabel adalah jika cronbach alpha-nya lebih besar dari 0,60 (Nunally, 1978 dalam Ghozali, 2005). Adapun rumus yang digunakan sebagai berikut :
ISSN : 2087-4502
- 109 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun V No.13, November 2014 : 97 - 118
Keterangan : r11 = reliabilitas yang dicari Σσb2 = jumlah varians skor butir σt2 = varians total k = banyaknya butir
G. Uji Normalitas Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam uji beda, variabel-variabel yang diteliti mempunyai distribusi normal atau tidak (Ghozali 2005:110). Uji Beda yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Uji normalitas data untuk uji beda dilakukan dengan menggunakan Uji Kolmogorof-Smirnov (Uji K-S). Untuk Uji K-S jika nilai hasil Uji K-S > dibandingkan taraf signifikansi 0,05 maka data terdistribusi normal.
H. Uji Hipotesis Pengujian dilakukan dengan menggunakan Independent Sample T-test bertujuan membandingkan rata-rata dua kelompok yang tidak berhubungan satu sama lain dan meneliti apakah kedua kelompok tersebut mempunyai rata-rata yang sama atau berbeda secara signifikan dengan asumsi normalitas data terpenuhi. t X1 X2 S N1 N2
= Nilai t hitung = Rata-rata kelompok 1 = Rata-rata kelompok 2 = Varian masing-masing kelompok = Jumlah sampel kelompok 1 = Jumlah sampel kelompok 2
Hipotesis untuk mengetahui apakah variance populasi sama atau tidak adalah : H0 : Kedua populasi mempunyai variance yang sama (identik). H1,H2,H3,H4, H5:Kedua populasi mempunyaivariance yang tidak sama (berbeda). Dasar pengambilan keputusan adalah sebagai berikut : Jika probabilitas > 0,05, maka H0diterima (tidak dapat ditolak). Jika probabilitas<0,05,maka H0 ditolak dan menerima H1,H2,H3,H4,H5 Pada penelitian ini level confidence adalah 95% dengan level toleransi kesalahan sebesar 5%.
ISSN : 2087-4502
- 110 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun V No.13, November 2014 : 97 - 118
IV. HASIL PENELITIAN
A. Hasil Deskripsi Penelitian Data pengumpulan data yang telah dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner kepada responden yang terdiri dari auditor yang bekerja di Badan Pemeriksaan KeuanganRI Perwakilan Provinsi Riau. Dari sebanyak 60 kuesioner yang disebarkan, maka diterima kuesioner yang kembali sebanyak 55 kuesioner (91 %), dengan demikian kuesioner yang tidak dapat diolah sebanyak 5 kuesioner (9%) sehinggakuesioner yang dapat digunakan adalah sebanyak 55 kuesioner (91%) dari keseluruhan kuesioner disebarkan pada para responen yang terdiri dari auditor yang bekerja di Badan Pemeriksaan Keuangan RI Perwakilan Provinsi Riau.
B. Uji Validitas Untuk menilai kevalidan masing-masing butir pertanyaan dapat dilihat dari Corrected item-total correlation. Suatu item dikatakan valid jikacorrected item-total correlation lebih besar dari nilai r tabel, r tabel dicari pada signifikansi 0,05 dengan uji 2 sisi dan jumlah data (n) = 55 maka r tabelnya adalah 0,2759. 1. Independensi (X1) Tabel 1 : Hasil pengujian validitas data indepedensi No Pertanyaan 1 2 3 4 5
R Hitung 0,462 0,591 0,575 0,699 0,492
R Table 0,2759 0,2759 0,2759 0,2759 0,2759
Keterangan Valid Valid Valid Valid Valid
R Table 0,2759 0,2759 0,2759 0,2759 0,2759 0,2759 0,2759 0,2759
Keterangan Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
2. Objektivitas (X2) Tabel 2 : Hasil pengujian validitas data objektivitas No Pertanyaan 1 2 3 4 5 6 7 8
ISSN : 2087-4502
R Hitung 0,801 0,912 0,834 0,734 0,887 0,862 0,763 0,897
- 111 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun V No.13, November 2014 : 97 - 118
3. Integritas (X3) Tabel 3 : hasil Validitas Integritas No Pertanyaan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
R Hitung 0,722 0,878 0,672 0,752 0,772 0,937 0,890 0,811 0,877 0,753 0,830 0,919 0,751 0,909
R Table 0,2759 0,2759 0,2759 0,2759 0,2759 0,2759 0,2759 0,2759 0,2759 0,2759 0,2759 0,2759 0,2759 0,2759
Keterangan Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
4. Problem Solving Ability (X4) Tabel 4 : Hasil validitas data Problem Solving Ability No Pertanyaan 1 2 3 4
R Hitung 0,440 0,323 0,486 0,330
R Table 0,2759 0,2759 0,2759 0,2759
Keterangan Valid Valid Valid Valid
5. Sikap Skeptisisme Profesional Auditor Tabel 5 : Hasil validitas data Problem Solving Ability No Pertanyaan 1 2 3 4
R Hitung 0,346 0,577 0,432 0,658
R Table 0,2759 0,2759 0,2759 0,2759
Keterangan Valid Valid Valid Valid
C. Uji Reliabilitas Uji reabilitas dilakukan dengan metode cronbach alpha, suatu kontruks atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai cronbach alpha> 0,60(Nunally, 1978 dalam Ghozali, 2005).
ISSN : 2087-4502
- 112 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun V No.13, November 2014 : 97 - 118
Tabel 6 : Hasil pengujian reliabilitas data Variabel
Cronbach Alpha
Keterangan
Independensi (X1)
0,786
Reliabel
Objektivitas (X2)
0,674
Reliabel
Integritas (X3)
0,688
Reliabel
Problem Solving Ability (X4)
0,725
Reliabel
Sikap Skeptisisme (X5)
0,610
Reliabel
D. Uji Normalitas Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam uji beda, variabel-variabel yang diteliti mempunyai distribusi normal atau tidak (Ghozali 2005:110). Pada penelitian
ini
untuk
menguji
normalitas
data
menggunakan
Kolmogorov-
Smirnov,kriteria yang digunakan adalah jika masing-masing variabel menghasilkan nilai K-S dengan nilai hasil Uji K-S > dibandingkan taraf signifikansi 0,05 maka data terdistribusi normal. Berdasarkan hasil pengujian menunjukkan nilai K-S untuk variabel independensi adalah sebesar 1,23 dengan probabilitas signifikansi sebesar 0,098. Nilai K-S untuk variabel objektivitas adalah 1,29 dengan probabilitas signifikansi sebesar 0,073. Nilai K-S untuk variabel problem solving ability adalah 1,18 dengan probabilitas signifikansi sebesar 0,124. Nilai K-S untuk variabel skeptisme adalah sebesar 1,20 dengan probabilitas signifikansi sebesar 0,110. Dikarenakan setiap variabel memberikan nilai signifikansi K-S dengan P > 0,05 maka data telah terdistribusi secara normal.
E. Pengujian Hipotesis Sebelum diketahui kesamaan atau perbedaan nilai rata-rata jawaban responden maka ada dua tahapan analisis yang dilakukan, pertama harus menguji asumsi apakah varian populasi kedua sampel tersebut sama (equal variances assumed) ataukah berbeda (equal variances not assumed)dengan melihat nilai Levene Test. Setelah diketahui apakah varian sama atau tidak, langkah kedua adalah melihat nilai t-test untuk menentukan apakah terdapat perbedaan nilai-rata-rata secara signifikan.
ISSN : 2087-4502
- 113 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun V No.13, November 2014 : 97 - 118
Pengelompokkan gender dilakukan dengan membedakan variabel maskulin dan feminin dari total sifat gender.Berdasarkan pengolahan data menunjukkan bahwa dari 55 responden identitas gender maskulin adalah 36 orang atau 65,5 % dan gender feminin adalah 19 orang atau 34,5 %. Pengelompokkan gender dilakukan dengan membedakan variabel maskulin dan feminin dari total sifat gender.
F. Pembahasan 1. Auditor yang berorientasi maskulin memiliki independensi yang lebih tinggi dari auditor yang berorientasi feminin. Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh nilai t pada equal variances assumed adalah sebesar 1,059 dengan probabilitas signifikasnsi sebesar 0,294, jadi untuk faktor independensi dengan probabilitasnya sebesar 0,294 > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa secara statistik kedua rata-rata (mean) tidak berbeda antara responden gender maskulin dengan gender feminin. Dari hasil pengujian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa H1 ditolak. Karena secara statistik signifikan nilai t sebesar 0,294 > 0,05 hal ini mengidentifikasikan bahwa tidak terdapat perbedaan independensi antara gender maskulin dan gender feminin. 2. Auditor yang berorientasi maskulin memiliki tingkat objektifitas yang lebih tinggi dari auditor yang berorientasi feminin. Dari hasil pengujian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa H2 diterima. Karena secara statistik signifikan nilai t sebesar 0,004 < 0,05 hal ini mengidentifikasikan bahwa terdapat perbedaan tingkat objektifitas antara gender maskulin dan gender feminin. Selanjutnya bedasarkan data perhitungan statistik diketahui bahwa nilai mean tingkat objektifitas pada kelompok gender feminin adalah 5,63, sedangkan nilai mean untuk gender maskulin adalah 7,24. Dengan demikian tingkat objektifitas auditor yang berorientasi maskulin lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat objektifitas auditor yang berorientasi feminin.
ISSN : 2087-4502
- 114 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun V No.13, November 2014 : 97 - 118
3. Auditor yang berorientasi maskulin memiliki integritas yang lebih tinggi dari auditor yang berorientasi feminin. Dari hasil pengujian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa H3 diterima. Karena secara statistik signifikan nilai t sebesar 0,002< 0,05 hal ini mengidentifikasikan bahwa terdapat perbedaan integritas antara gender maskulin dan gender feminin. Selanjutnya bedasarkan data perhitungan statistik diketahui bahwa nilai mean integritas pada kelompok gender feminin adalah 15,22, sedangkan nilai mean untuk gender maskulin adalah 18,56. Dengan demikian integritas auditor yang berorientasi maskulin lebih tinggi dibandingkan dengan integritas auditor yang berorientasi feminin. 4. Auditor yang berorientasi maskulin memiliki problem solving ability yang lebih tinggi dari auditor yang berorientasi feminin. Dari hasil pengujian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa H3 diterima. Karena secara statistik signifikan nilai t sebesar 0,000 < 0,05 hal ini mengidentifikasikan bahwa terdapat perbedaan problem solving ability antara gender maskulin dan gender feminin. Selanjutnya bedasarkan data perhitungan statistik diketahui bahwa nilai mean problem solving ability pada kelompok gender feminin adalah 14,79, sedangkan nilai mean untuk gender maskulin adalah 17,57. Dengan demikianproblem solving ability yang memiliki auditor berorientasi maskulin lebih tinggi dibandingkan dengan problem solving ability yang memiliki auditor berorientasi feminin.
5. Auditor yang berorientasi maskulin memiliki sikap skeptisisme profesional yang lebih tinggi dari auditor yang berorientasi feminin. Dari hasil pengujian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa H4 diterima. Karena secara statistik signifikan nilai t sebesar 0,027 < 0,05 hal ini mengidentifikasikan bahwa terdapat perbedaan skeptisme profesional antara gender maskulin dan gender feminin. Selanjutnya bedasarkan data perhitungan statistik diketahui bahwa nilai mean skeptisme profesional pada kelompok gender feminin adalah 17,84, sedangkan nilai mean untuk gender maskulin adalah 16,86. Dengan demikianskeptisme profesional yang memiliki orientasi gender maskulin lebih tinggi dibandingkan dengan skeptisme profesional yang memiliki orientasi gender feminin.
ISSN : 2087-4502
- 115 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun V No.13, November 2014 : 97 - 118
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1.
Hasil analisis dan pengujian hipotesis yang telah dilakukan diketahui bahwa tidak ada perbedaan persepsi antara auditor yang berorientasimaskulin dan feminin terhadap independensi ini terbukti dari hasil uji hipotesis yang menolak hipotesis 1.
2.
Hasil analisis dan pengujian hipotesis menyatakan bahwa tingkat objektifitas pada auditor yang berorientasi maskulin dan feminin terdapat perbedaan persepsi antara auditor yang berorientasimaskulin dan femininBerdasarkan hasil hipotesis bahwa tingkat objektifitas auditor yang berorientasi maskulin lebih tinggi dibandingkan dengan auditor yang berorientasi feminin. Hal ini di pengaruhi dari sifat maupun ciri khas masing- masing identitas gender tersebut.
3.
Hasil analisis dan pengujian hipotesis menyatakan bahwa tingkat integritas pada auditor yang berorientasi maskulin dan feminin terdapat perbedaan persepsi antara auditor yang berorientasimaskulin dan feminin Berdasarkan hasil hipotesis bahwa tingkat integritas auditor yang berorientasi maskulin lebih tinggi dibandingkan dengan auditor yang berorientasi feminin. Hal ini juga sangat erat kaitannya dengan sifat maupun ciri khas masing- masing identitas gender tersebut.
4.
Hasil analisis dan pengujian hipotesis menyatakan bahwa Problem solving ability berpengaruh signifikan terhadap perbedaan persepsiantara auditor yang berorientasi maskulin dan feminin. Berdasarkan uji t test auditor yang berorientasi maskulin lebih baik dalam memecahkan masalah dibandingkan auditor yang berorientasi feminin.
5.
Hasil analisis dan pengujian hipotesis diketahui bahwa terdapat perbedaaan persepsi antara auditor yang berorientasimaskulin dan femininterhadap sikap skeptisisme profesional. Adanya sikap skeptisme auditor bergantung pada auditornya karena skeptisme dipengaruhi oleh pengalaman, lama bekerja, dan kompetensi
auditor.Berdasarkan
hasil
hipotesis
bahwa
sikap
skeptisisme
profesional auditor yang berorientasi maskulin lebih tinggi dibandingkan dengan auditor yang berorientasi feminin.
ISSN : 2087-4502
- 116 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun V No.13, November 2014 : 97 - 118
B. Saran 1.
Dalam penugasan audit perlu adanya kebijakan tertentu agar perbedaan persepsi yang terjadiantara auditor yang berorientasi maskulin dan feminin tidak menjadi sebuah kendala dalam mencapai kinerja auditor yang baik, sehingga perbedaaan tersebut hendaklah dapat dikolaborasikan atau diselaraskan untuk mencapai kinerja auditor yang lebih baik khususnya bagi auditor yang bekerja pada Badan Pemeriksaan Keuangan RI Perwakilan Provinsi Riau.
2.
Bagi peneliti selanjutnya hendaknya memperbaiki kekurangan penelitian ini dengan menambahkan jumlah sampel dengan memperluas daerah penelitian dengan demikian dapat diperoleh hasil yang lebih memuaskan.
3.
Untuk peneliti selanjutnya hendaknya memperluas sampel penelitian tidak hanya auditor tapi dimasukkan juga kelompok sampel lain seperti akuntan pendidik, akuntan manajemen sehingga penelitian tentang topik ini akan lebih akurat dan komprehensif agar dapat memperluas wawasan atas perbedaan persepsi masingmasing identitas gender maskulin dan feminin.
C. Keterbatasan 1.
Penelitian ini hanya membedakan persepsi gender auditor, tidak mencakup profesi akuntan yang lain.
2.
Keterbatasan partisipan, jumlah sampel yang digunakan juga menyebabkan hasil penelitian ini mungkin akan berbeda jika dilakukan pada subjek yang lain. Selain itu responden penelitian hanya berasal dari kota Pekanbaru saja.
DAFTAR PUSTAKA Afridian, Wirahadi Ahmad.dkk. 2011. Pengaruh Kompetensi Dan Independensi Pemeriksa Terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan Dalam PengawasanKeuangan Daerah. Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 6 No.2 Desember 2011. Alim, M. Nizarul, Trisna Hapsari dan Lilik Purwanti. 2007. Pengaruh Kompetensi Dan Independensi Terhadap Kualitas Audit Dengan Etika Auditor Sebagai Variabel Moderasi.SNA X. Makassar. Jurnal. Annisa, Rahmatika Salim. 2012. Pengaruh Pengalaman Kerja, Independensi, Kompetensi dan Integritas Terhadap Kualitas Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Kepulauan Riau, Sumatera Barat Dan Riau). Universitas Riau. Jurnal. Arens, A.A, RJ.Elder, M.S. Beasley. 2012. Jasa audit Assurance. Pendekatan ( Adaptasi Indonesia). Salemba Empat. Jakarta. ISSN : 2087-4502
- 117 -
JURNAL SOSIAL EKONOMI PEMBANGUNAN
Tahun V No.13, November 2014 : 97 - 118
Asih, Dwi Aning Tyas. 2006. Jurnal.Pengaruh pengalaman terhadap peningkatan keahlian auditor dalam bidang auditing. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta. Breesch,D. and Branson,J 2009. The Effects of Auditor Genders On Audit Quality. The IUP Journal of Accounting Research and Audit Practices,8(3/4) pp.78-107. Cristina, Uenike. 2007. Pengaruh Kompetensi dan Independensi Auditor terhadap Kualitas Audit. Skripsi. Universitas Negeri Semarang. Christiawan, Yulius Jogi. 2002. Kompetensi dan Independensi Akuntan Publik: Refleksi Hasil Penelitian Empiris. Jurnal Akuntansi & Keuangan Vol. 4, No.2, November. Darmoko, Hendri,W. 2003. Profesionalisme Auditor Pada KAP Dilihat dari Perbedaan Gender, Tipe KAP, dan Hirarki Jabatannya. Tesis. Universitas Diponegoro. Elfarini, Eunike C. 2007. Pengaruh Kompetensi dan Independensi Terhadap Kualitas Audit.Skripsi Universitas Semarang. Semarang. Efendi, M. Taufik. 2010. Pengaruh Kompetensi dan Independensi Terhadap Kualitas Audit Aparat Inspektorat Dalam Pengawasan Keuangan Daerah. Tesis Universitas Diponegoro. Ghozali, Imam.2005. Aplikasi analisis multivariat dengan program SPSS. Badan Penerbit Undip: Semarang. Hamzah,A. Dan Paramitha. 2008. Perbedaan Perilaku Etis dan Tekanan Kerja Perspektif Gender Dalam Audit Judgment Laporan Keuangan Historis dan Kompleksitas Tugas. Jurnal Ilmiah Akuntansi. Vol.7,No.1 : 18-29. Hardies,K., Breesch,D. and Branson,J. 2009. Are Female Auditors Still Woman, Analyzing The sex Difference Affecting Audit Quality. Pleinlaan 2, 1050 Brussels,Belgium. Herawati, T., dan Admini,S. 2010. Perbedaan Perilaku Auditor dalam Situasi Konflik Audit Dilihat dari Segi Gender. Jurnal Aplikasi Manajenem. Vol.8, No.2. Ikhsan, Arfan. 2007. Profesionalisme Auditor Pada Kantor Akuntan Publik Dilihat dari Perbedaan Gender, Kantor Akuntan Publik Dan Hirarki Jabatannya. Jurnal Bisnis dan Akuntansi. Vol.9, No.3. Lilis, Ardini. 2010. Pengaruh kompetensi, independensi, akuntanbilitas dan motivasi terhadap kualitas audit. STIESIA Surabaya. Majalah ekonomi Tahun XX, No. 3 Desember 2010. Metha, Kartika Carolita. Shiddiq Nur Rahardjo. 2012. Pengaruh pengalaman kerja, independensi, obyektifitas, integritas, kompetensi dan komitmen organisasi terhadap kualitas hasil audit. Unip e-journal karya ilmiah Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 1-11. Nanik Purnomo, Imelda. 2012. Peranan kompetensi dan independensi terhadap kualitas hasil audit.Jurnal ilmiah mahasiswa akuntansi – vol 1, no. 2, Maret 2012. Sari, Nungky Nurmalita, 2011.Pengaruh Pengalaman Kerja, Independensi, Objektifitas, Integritas, Kompetensi dan Etika terhadap Kualitas Audit. Universitas Diponegoro Semarang.Skripsi. Sekaran, Uma. 2007. Metodologi Penelitian Untuk Bisnis. Salemba Empat. Jakarta. Pusdiklatwas BPKP. 2008. Kode Etik dan Standar Audit. Peraturan BPK-RI No.2 tahun 2011 tentang Kode Etik Pemeriksaan Keuangan. Peraturan BPK-RI Lampiran II : PSP No. 1 tahun 2007 Standar umum.
ISSN : 2087-4502
- 118 -