Jurnal Siliwangi Vol. 1 No. 1 Des 2015 Seri Pengabdian Pada Masyarakat
ISSN 2477-6629
SAYURAN INDIGENOUS SEBAGAI SUBSTITUSI GIZI BAGI SANTRI DI PONDOK PESANTREN MABDAUL’ULUM DI KELURAHAN MULYASARI KECAMATAN TAMANSARI KOTA TASIKMALAYA Dwi Pangesti Soesiawaningrini*1, Tini Sudartini2, Dedi Natawijaya3 1
Program Studi Agroteknologi Fakultas PertanianUniversitas Siliwangi,
[email protected], 2
[email protected],
[email protected]
Abstrak Para remaja yang tinggal di pondok pesantren Mabdaul’Ulum yang terletak di Kel. Mulyasari, Kec. Tamansari, Kota Tasikmalaya pada umumnya merupakan kelompok remaja yang biasa hidup sederhana karena kondisi yang mereka alami jauh dari orang tua, sementara orangtua merekapun kondisinya tidak terlalu berlebihan. Untuk konsumsi hariannya, kadangkala bila akhir bulan, pada saat keuangan para santri menipis, maka konsumsi laukpun menjadi ala kadarnya. Hal inilah yang menyebabkan AKG menjadi tidak terpenuhi, dan akibatnya akan menyebabkan aktifitas belajar serta pertumbuhan fisik para santri akan terganggu.Untuk mengatasi keadaan itu, maka perlu dilakukan suatu kegiatan yang membantu mengenalkan bahan baku makanan yang ada disekitar mereka yang ternyata dapat membantu pemenuhan gizi harian. Bahan makanan tersebut adalah sayuran tradisional yang sekarang lebih dikenal dengan nama sayuran indigenous. Sayuran ini ada di sekeliling kita, namun para santri belum mengetahui yang mana saja tanaman yang ada di sekitar mereka yang berpotensi sebagai sayuran indigenous. Kegiatan pengabdian masyarakat ini dilakukan dengan dua metode yaitu survey dan melaksanakan penyuluhan serta pelatihan. Kesimpulan, peserta dan pimpinan Pontren baru mengetahui bahwa sayuran indigenous yang terdapat disekitar lingkungan tinggal mereka, memiliki nilai gizi yang tinggi untuk pemenuhan gizi harian mereka, juga dapat digunakan sebagai pengobatan herbal. Saran, perlu waktu yang cukup untuk melatih budidaya dan mengolah sayuran menjadi berbagai resep makanan. Juga perlu dilakukan monitoring secara berkala agar pelaksanaan di lapangan terkontrol dan pemanfaatan sayuran indigenous untuk substitusi gizi juga dilaksanakan oleh para santri. Keyword: santri pontren Mabdaul’Ulum, gizi, sayuran indigenous Abstract Adolescents who live in Pondok Pesantren Mabdaul'Ulum located at Kelurahan Mulyasari, Kecamatan Tamansari, Tasikmalaya city in general are a group of usual teenagers living simply because the conditions they experience far from their parents, while condition their parent also is not too excessive. For daily consumption, sometimes when the end of the month, at the time the students depleted finances, the consumption food be perfunctory. This is what causes the AKG (angka kebutuhan gizi) is not consummated, and consequently will causing learning activities as well as physical growth of the students will be disrupted.To overcome this situation, it is necessary to do an activity that helps introduce vegetables around them who was able to help meet the daily nutrition. The food ingredients are traditional vegetables that are now better known by the name of indigenous vegetables. These vegetables are all around us, but the students do not know that any plants that are around them potentially as indigenous vegetables.This activitiesis carried out by two methods: survey and counseling and training.In conclusion, students and leaders Pontren learned that indigenous vegetables found around their living environment, have a high nutritional value for their daily nutrition, can also be used as a herbal medicine. Suggestions, needs sufficient time to training the cultivation and processing of vegetables into a variety of recipes. Also need to be done periodically in order to monitoring the implementation in the field of control and utilization of indigenous vegetables for nutritional substitution also carried out by the students. Keyword: students pontrenMabdaul'Ulum, nutrition, indigenous vegetable
13
Jurnal Siliwangi Vol. 1 No. 1 Des 2015 Seri Pengabdian Pada Masyarakat
1.
PENDAHULUAN
Pondok pesantren Mabdaul’Ulum terletak di Kel. Mulyasari, Kec. Tamansari, Kota Tasikmalaya, berdiri sejak 1991 dan kini dipimpin oleh KH Ateng Jaelani. Pesantren Mabdaul’Ulum adalah pesantren yang mayoritas santrinya berusia sekitar 13 sampai 18 tahun. Terdiri dari santri setingkat SLP berjumlah tujuh orang terdiri dari empat santri putra dan tiga santri putri; santri setingkat SMU berjumlah 47 orang, terdiri dari 24 santri putra dan 15 santri putri; serta santri yang telah kuliah sejumlah 16 orang terdiri dari sepuluh orang santri putra dan enam orang santri putri. Selain itu ada pula santri yng hanya”masantren” tidak bersekolah formal, berjumlah sepuluh orang, terdiri dari enam santri putra dan empat santri putri. Hurlock (1980) dalam Hazelia (2012) mengemukakan bahwa perkembangan remaja berlangsung mulai umur 13 tahun sampai 18 tahun. Kelompok umur remaja menunjukkan fase pertumbuhan yang pesat, yang disebut “adolescence growth spurt”. Pada fase pertumbuhan ini, tubuh memerlukan zat-zat gizi yang relatif besar jumlahnya, yang dapat dipenuhi dari konsumsi pangan sehari-hari. Para santri di pondok pesantren ini sebagian besar berasal dari daerah di sekitar kabupaten Tasikmalaya, yang dititipkan oleh orangtua mereka di pontren Mabdaul ’Ulum karena mereka menghendaki agar putra putri mereka kelak menjadi orang yang beriman dan bertaqwa ke pada Allah SWT sebagai umat muslim yang taat. Pihak pesantren memahami kondisi para orangtua, sehingga tidak memungut biaya besar untuk proses belajar mengajar serta asrama bagi para santri tersebut. Hal ini berdampak pula pada pola konsumsi harian para santri yang terkesan seadanya tanpa melihat Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan. Meskipun konsumsi makanan harian dikelola oleh pihak pesantren, namun masalah gizi tergantung dari ketersediaan uang para santri setiap bulannya. Kadangkalabila akhir bulan, pada saat keuangan para santri menipis, maka konsumsi laukpun menjadi ala kadarnya. Hal inilah yang menyebabkan AKG menjadi
14
ISSN 2477-6629
tidak terpenuhi, dan akibatnya akan menyebabkan aktifitas belajar serta pertumbuhan fisik para santri akan terganggu.Sejalan dengan pendapat Riyadi, 2001, yang menyatakan bahwa gizi merupakan salah satu komponen penting dalam pembangunan yang dapat memberikan konstribusi dalam mewujudkan sumberdaya manusia yang berkualitas sehingga mampu berperan secara optimal dalam pembangunan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Andi Reski Amelia, Aminuddin Syam, St. Fatimah (2013) yang menyimpulkan bahwa para santri putri di pondok pesantren Hidayatullah Makassar Sulawesi Selatan memiliki asupan zat gizi makro, asupan lemak santri sebagian besar termasuk dalam kategori cukup banyak, asupan protein santri termasuk dalam kategori cukup dan asupan karbohidrat santri sebagian besar termasuk dalam kategori kurang jika dibandingkan dengan AKG. Asupan zat gizi mikro semua responden termasuk dalam kategori kurang jika dibandingkan dengan AKG. Terdapat korelasi positif antara asupan energi, protein dan zink dengan status gizi santri. Sesuai dengan pendapat tersebut di atas, Cakrawati, 2011, mengemukanan bahwa asupan energi anak perempuan pada tiga tahap perkembangan (pra-pubertas, tumbuh cepat, danpasca pubertas) berhubungan dengan tingkat perkembangan fisiologis, bukan dengan usia. Kebutuhan lemak pada remaja dihitung sekitar 37 persen dari asupan energi total remaja, baik laki-laki maupun perempuan. Remaja sering mengkonsumsi lemak yang berlebih sehingga dapat menimbulkan berbagai masalah gizi. Cara yang dipergunakan untuk mengurangi diet berlemak adalah memanfaatkan aneka buah dan sayur serta produk padi-padian dan sereal, juga dengan memilih produk makanan rendah lemak. Sayuran indigenous adalah tanaman asli Indonesia dari beberapa daerah yang terdapat di Indonesia yang sebetulnya telah dikomsumsi oleh masyarakat kita sejak jaman nenek moyang, bahkan sebagian dimanfaatkan sebagai obat-obatan herbal. Namun selain tanaman asli Indonesia, juga ada sayuran introduksi yang sudah beradaptasi dengan iklim di Indonesia dan
Jurnal Siliwangi Vol. 1 No. 1 Des 2015 Seri Pengabdian Pada Masyarakat juga sudah akrab dengan lidah masyarakat kita di beberapa daerah di seluruh Indonesia dan disebut juga sayuran indigenous. Nuri dan Fitri, 2012, telah mengidentifikasi sayuran indigenous dari Indonesia yang memiliki kandungan nilai gizi yang penting bagi kesehatan tubuh manusia. Sayuran indigenous tersebut antara lain: turi (Sesbania grandiflora (L.) Pers.),takokak (Solanum torvum Swartz), daun pucuk mengkudu (Morinda citrifolia L.), daun kacang panjang (Vignaunguiculata (L.) Walp.),terubuk (Saccharum edule Hassk), daun labu siam (Sechium edule (Jacq.) Swartz.), bunga pepaya (Carica Papaya L.), kenikir (Cosmos caudatus H.B.K), beluntas (Pluchea indica Less.), mangkokan (Nothopanax scutellarium), kecombrang (Nicolaia speciosa Horan), kemangi (Ocimum sanctum Linn.), katuk (Sauropus androgynus). Akhir-akhir ini sayuran indigenous semakin populer, namun ternyata sebagian besar masyarakat kita masih belum banyak yang mengenal dan memanfaatkan peluang untuk perbaikan gizi, pengembangan, dan budidaya serta meningkatkan nilai ekonomisnya. Masyarakat kita masih belum banyak yang mengetahui bahnwa sayuran indigenous memiliki beberapa karakteristik yang cukup menjanjikan, yaitu dapat beradaptasi baik dalam kondisi lingkungan yang beragam dan juga merupakan sumber protein, antioksidan, vitamin, mineral (Suryadi dan Kusmana, 2004), mengandung senyawa-senyawa fenolik yang bermanfaat bagi kesehatan dan kebugaran tubuh (Nuri dan Fitri, 2012) dan mengandung serat yang cukup tinggi, serta secara tradisional sudah merupakan salah satu komponen pola tanam, khususnya dalam pemanfaatan pekarangan dan relatif tahan terhadap cekaman lingkungan (Putrasameja, 2005). Berangkat dari kondisi pesantren Mabdaul’ Ulum yang berlokasi di kelurahan Mulyasari, Kec. Tamansari, Kota Tasikmalaya, permasalahan yang masih dihadapi oleh para santri adalah sebagai berikut : 1. Keterbatasan pengetahuan tentang gizi yang terkandung di dalam sayuran, terutama sayuran indigenous
ISSN 2477-6629
2. Belum
mengetahui budidaya sayuran indigenous 3. Cara memproses sayuran indigenous untuk dijadikan menu masakan 4. Lahan kosong yang belum termanfaatkan, yaitu lahan pekarangan pontren. Solusi untuk mengatasi permasalahan gizi tersebut, maka kegiatan yang dilaksanakan adalah sebagai berikut: 1. Memperkenalkan dan menunjukkan bahwa tanaman yang berpotensi sayuran dan bergizi tinggi yang ada disekitar lingkungan pesantren adalah tanaman sayuran indigenous. 2. Memberikan metode budidaya sayuran indigenous, agar sayuran indigenous dapat terangkat ke permukaan, sehingga bisa meningkatkan nilai ekonomis sayuran indigenous, yang dampaknya dapat menambah penghasilan para santri khususnya dan umumnya masyarakat sekitar pondok pesantren Mabdaul Ulum 3. Memperkenalkan dan mempraktekkan berbagai resep untuk lauk pauk yang berbahan dasar sayuran indigenous yang bergizi tinggi 2.
METODE
2.1.Tahap Persiapan. Persiapan pelaksanaan pengabdian masyarakat ini tersusun sebagai berikut: 1.Mengadakan koordinasi dengan pimpinan pesantren Mabdaul’Ulum, untuk menyampaikan rencana program. 2.Kegiatan survey lapangan untuk melihat dan menemukan serta mengidentifikasi sayuran indigenous yang belum diketahui oleh para santri dan masyarakat sekitarnya. 3.Tahap berikutnya pertemuan dengan para santri untuk menyampaikan penyuluhan dan pelatihan. 4.Pemantauan hasil pelatihan budidaya sayuran indigenous 2.2.Metode Kegiatan
15
Jurnal Siliwangi Vol. 1 No. 1 Des 2015 Seri Pengabdian Pada Masyarakat Metode kegiatan yang dilakukan adalah penyuluhan dan pelatihan terhadap para santri baik putra maupun putri dari pesantren Mabdaul’Ulum, di kelurahan Mulyasari, Kecamatan Tamansari, Kota Tasikmalaya. Santri yang akan dilibatkan dibatasi sejumlah 30 orang. Adapaun keterkaitannya antara tujuan dan metode, dapat dilihat dalam Tabel2. Tabel 2. Keterkaitan antara tujuan dan metode yang dipakai. 3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Seluruh kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat meliputi persiapan dan pelaksanaan penyuluhan dan pelatihan sayuran indigenous dilakukan dari bulan September sampai dengan Nopember 2014. Kegiatan-kegiatan tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini. a. Penyuluhan Penyuluhan materi teori dilaksanakan di dalam ruangan pertemuan di Pontren Mabdaul’ Ulum. Adapun materi penyuluhan dan narasumber ada pada Tabel 1. Tabel 1. Materi Penyuluhan dan Narasumber No Materi Narasumber 1. Penyuluhan Dwi Pangesti Pengenalan S., Ir.M.P Sayuran Indigenous 2 Penyuluhan Dwi Pangesti Pengenalan S., Ir.M.P Resep Berbahan Sayuran Indigenous 3 Penyuluhan Tini Sudartini, Budidaya Ir. M.P. Sayuran Indigenous Kecipir, Roay, Koro 4 Penyuluhan Tini Sudartini, Budidaya Ir. M.P. Sayuran Indigenous Introduksi Chaya 5 Penyuluhan Nilai Ery Cahrial, Ir. Ekonomis M.P.
16
ISSN 2477-6629
sayuran Indigenous
Para santri sangat menyimak teori serta banyak yang bertanya kepada ke pemateri pada saat ceramah di kelas. Mereka sangat No Tujuan Metode Bentuk kegiatan 1 Mengenalkan Cerama Menyampaikan tentang sayuran h materi dan diskusi indigenous dan nilai gizi yang dikandungnya 2 Penyuluhan dan Cerama Menyampaikan Pelatihan h dan materi dan budidaya sayuran praktek praktek budidaya indigenous sayuran indigenous 3 Penyuluhan dan Cerama Menyampaikan Pelatihan h dan materi dan memasak berbagai praktek praktek memasak resep berbahan baku sayur indigenous 4 Penyuluhan dan Cerama Menyampaikan pelatihan h dan materi dan pemanfaatan praktek praktek lahan kosong dan pemanfaatan pekarangan rumah lahan kosong dan pekarangan rumah 5 Mengenalkan nilai Cerama Menyampaikan ekonomis dan h materi dan diskusi komersial dari sayuran indigenous ingin mengetahui lebih dalam tentang manfaat sayuran indigenous dan daun chaya dari segi kesehatan maupun manfaat untuk mengobati berbagai macam gangguan kesehatan serta cara budidayanya dan juga pemasarannya. Semua peserta melakukan secara aktiv setiap kegiatan praktek budidaya tanaman sayuran indigenous dan tanaman chaya di kebun. Mulai dari pembuatan lubang tanam, pemberian pupuk
Jurnal Siliwangi Vol. 1 No. 1 Des 2015 Seri Pengabdian Pada Masyarakat kandang, penanaman dan pemeliharaan sesuai dengan instruksi yang diberikan oleh instruktur. Pada kesempatan ini, kami menyumbangkan bibit chaya sebanyak 80 bibit yang telah tumbuh, yang sebagian dibagikan kepada masyarakat sekitar pontren dan sebagian lagi di tanam di lahan milik Pontren Mabdaul’Ulum. b. Pelatihan Setelah diberi berbagai ilmu pengetahuan materi teori tentang sayuran indigenous dan chaya, dilanjutkan dengan pelatihan pembuatan bibit, penanaman, pemeliharaan dan pasca panen dilaksanakan di lahan seluas 490 meter persegi, milik pimpinan Ponpes Mabdaul’ Ulum Bp. KH Ateng Jaelani. Lahan tersebut diserahkan untuk dijadikan demplot yang akan dipelihara oleh para santri peserta pelatihan, yang pada gilirannya bila telah tumbuh dan berkembang dapat menjadi pusat pembibitan sayur indigenous di kelurahan Mulyasari khususnya, kecamatan Tamansari, kota Tasikmalaya. Jumlah peserta 25 orang santri putra dan putri yang sedang melaksanakan pendidikan di tingkat SMK. Tabel 2 berikut menyajikan materi pelatihan. Tabel 2. Materi Pelatihan dan Narasumber. No Materi Narasumber 1 Pelatihan Tini Budidaya Sayuran Sudartini, Indigenous Ir.M.P. (Kecipir, Koro, Roay, Chaya) 2 Pelatihan Tini Pemanfaatan Sudartini, Lahan Kosong dan Ir.M.P. Pekarangan Rumah 3 Demo Memasak Dwi Pangesti Sayuran S,Ir.M.P Indigenous
ISSN 2477-6629
Adapun demo pemanfaatan sayuran indigenous meliputi teori pembuatan nasi pepes, tahu isi chaya goreng, chaya isi bumbu goreng, dan pelaksanaan membuat pecel sayuran indigenous dan chaya, kemudian hasilnya dicicipi bersama-sama oleh seluruh peserta demo.
4.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Peserta dan pimpinan Pontren sangat antusias, mereka baru mengetahui bahwa sayuran indigenous yang terdapat disekitar lingkungan mereka memiliki nilai gizi yang tinggi untuk pemenuhan gizi harian mereka, juga dapat digunakan sebagai pengobatan herbal dan berharap kegiatan ini akan diteruskan, terutama untuk pegembangan tanamanan indigenous dan budidayanya juga pengolahan makanan berbahan sayuran indigenous. Saran Perlu waktu yang cukup untuk pengembangan dan pengenalan sayuran indigenous, karena setelah melatih budidaya dan mengolah sayuran menjadi berbagai resep makanan perlu dilakukan monitor secara berkala agar pelaksanaan di lapangan terkontrol dan pemanfaatan sayuran untuk substitusi gizi juga dilaksanakan oleh para santri, sampai menjadi kebiasaan memelihara dan memanfaatkan sayuran dengan baik. Karena bila sayuran indigenous telah mencukupi, bahkan bila hasil panennya berlebih untuk konsumsi harian, maka
17
Jurnal Siliwangi Vol. 1 No. 1 Des 2015 Seri Pengabdian Pada Masyarakat sayuran tersebut dapat dijual dengan kualitas yang baik, dan selanjutnya dapat melakukan kerja sama dengan beberapa supermarket di sekitar kota dan kabupaten Tasikmalaya untuk menyuplai sayuran indigenous secara kontinyu.
5.
UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Ketua LPPM Universitas Siliwangi beserta jajarannya yang telah berkenan mendanai Pengabdian pada Masyarakat yang dilaksanakan di Pontren Mabdaul ’Ulum di kota Tasikmalaya. 2. Pimpinan Pontren Mabdaul’Ulum beserta jajarannya dan juga para santrinya yang telah bersedia menerima penyuluhan dan pelatihan yang kami berikan, juga Pimpinan Pontren telah menyediakan sebidang tanah untuk di jadikan sebagai lahan pelatihan dan pelaksanaan budidaya sayuran indigenous dan sayuran cahya.
6.
DAFTAR PUSTAKA
Cakrawati, Dewi, dkk., 2011. Bahan pangan gizi dan kesehatan. Alfabeta :Bandung. Hazelia, D. A. (2012) Hubungan Pengetahuan Gizi serta Tingkat Konsumsi terhadap Status Gizi Santri Putri di Dua Pesantren Modern di Kab. Bogor, http://repository.ipb.ac.id/ handle/ 123456789/54918 (diakses pada tanggal 3Oktober2014). Nuri Andarwulan dan RH Fitri Faradilla, 2012, Senyawa Fenolik pada beberapa sayuran indigenous dari Indonesia, Tropical Plant Curriculum (TPC) Project, South East Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center, Institut Pertanian Bogor, Bogor, 2012, Perpustakaan Nasional: Katalog dalam terbitan ISBN 978602-96665-4-0
18
ISSN 2477-6629
Putrasamedja,S. 2005, Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang, Buletin Plasma Nutfah ,Vol.11 No.1 Th.2005 (http:// indoplasma.or.id/publikasi/buletin_ pn/pdf/ buletin_pn_11_1_2005_16-20_ sartono pdf), (diakses pada tanggal 2 Oktober 2014 Putrasamedja,S. 2005, Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang, Buletin Plasma Nutfah ,Vol.11 No.1 Th.2005 (http:// indoplasma.or.id/publikasi/buletin_ pn/pdf/ buletin_pn_11_1_2005_16-20_ sartono pdf), (diakses pada tanggal 2 Oktober 2014) Riyadi H., 2001, Metode Penilaian Status Gizi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor : Bogor. Suryadi dan Kusmana, 2004, Mengenal sayuran indijenes, Balai Peneltian Tanaman Sayuran, Pusat Penelitian dan pengembangan hortikultura, Badan Penelitiandan Pengembangan Pertanian, Monografi no. 25,ISBN:979-*304-44