Jurnal Perikanan dan Kelautan ISSN : 2088-3137
Vol. 3, No. 3, September 2012: 329-337
PENGARUH KERAPATAN MANGROVE TERHADAP LAJU SEDIMEN TRANSPOR DI PANTAI KARANGSONG KABUPATEN INDRAMAYU Josua Leo Petra*, Sukaya Sastrawibawa** dan Indah Riyantini** *) Alumni Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpad **) Staf Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpad
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh dari kerapatan mangrove terhadap laju sedimen transpor dan abrasi pantai yang terjadi di wilayah Pantai Karangsong Kabupaten Indramayu. Metode penelitian yang dipakai adalah metode transek kuadrat dan metode sediment trap. Hasil penelitian diperoleh bahwa jenis vegetasi mangrove yang mendominasi di wilayah Pantai Karangsong Kabupaten Indramayu adalah Avicennia marina. Kerapatan mangrove tingkat pohon di stasiun I sebesar 1450 tegakan/ha dan dikategorikan baik, sedangkan kerapatan mangrove tingkat pohon di stasiun II sebesar 900 tegakan/ha dan dikategorikan hutan mangrove rusak berat. Hubungan antara kerapatan mangrove dengan laju sedimen transpor di Pantai Karangsong Kabupaten Indramayu menunjukkan korelasi yang negatif dengan nilai -1 artinya ketika kerapatan mangrove tinggi maka laju sedimen transpor akan rendah dan sebaliknya ketika kerapatan mangrove rendah maka laju sedimen transport akan tinggi. Kata kunci: kerapatan mangrove, metode transek kuadrat, metode sediment trap, laju sedimen transpor
ABSTRACT THE EFFECT ON MANGROVE DENSITY WITH SEDIMENT TRANSPORT RATE IN KARANGSONG COAST OF INDRAMAYU REGENCY The purpose of this study was to determine influence of mangrove density on the sediment transport rate and coastal abrasion taking place in the Karangsong Coast of Indramayu Regency. Mangrove species vegetation predominated the Coast was Avicennia marina. Mangrove density of tree level at the station I was 1450 stands/ ha and categorized good, while at the station II was 900 stands/ ha and categorized severely damaged mangrove forest. Relationship between the mangrove density and sediment transport rate in Karangsong coast of Indramayu Regency exhibits a negative correlation with a value of -1; this means that sediment transport rate will be lower when mangrove density is higher, and vice versa. Key words: mangrove density, the square transect method, sediment traps method, sediment transport rate
330
Josua Leo Petra, Sukaya Sastrawibawa dan Indah Riyantini PENDAHULUAN Hutan Mangrove menurut Snedaker (1978) adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis yang memiliki fungsi penting di suatu lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan reaksi tanah an-aerob. Fungi fisik hutan mangrove dapat berfungsi sebagai pengendali abrasi pantai oleh ekosistem mangrove yang terjadi melalui mekanisme pemecahan energi kinetik gelombang air laut, hutan mangrove juga dapat berfungsi untuk mengendalikan intrusi air laut, selain itu hutan mangrove juga dapat mempercepat laju sedimentasi yang akhirnya menimbulkan tanah timbul sehingga daratan bertambah luas. Hasil analisis sedimentologi menunjukkan bahwa pada habitat Rhizophora spp. dan Avicennia spp. kandungan lumpur mencapai 61 %, sedangkan sisanya berupa pasir dan kerikil (Sediadi, 1990). Transportasi sedimen di pantai dapat terjadi disebabkan oleh gelombang, arus laut atau kombinasi keduanya. Suatu pantai akan mengalami erosi atau sedimentasi tergantung pada kesetimbangan sedimen yang masuk dan keluar di pantai tersebut. Kondisi hutan Mangrove di Indramayu dari tahun ke tahun mengalami kerusakan yang semakin parah. Hal itu disebabkan karena adanya alih fungsi dari lahan hutan mangrove menjadi tambak, perkebunan, pemukiman penduduk, serta terjadinya penebangan liar. Hal ini memicu terjadinya pengikisan pantai (abrasi) yang cukup parah karena diperkirakan dalam waktu 30 tahun garis pantai akan mundur hingga 1 km (Kompas, 2010). Bahkan saat ini, ancaman mundurnya garis pantai ini semakin terlihat dan berdampak negatif pada ekosistem pesisir dan lautan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh dari kerapatan mangrove terhadap laju
transpor sedimen dan abrasi pantai yang terjadi di wilayah Pantai Karangsong, Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu. Kegiatan penelitian ini diharapkan menghasilkan keluaran (output) berupa informasi dan data tentang kondisi hutan Mangrove dan bagaimana pengaruh kerapatan mangrove terhadap laju transpor sedimen di wilayah Pantai Karangsong. Hal ini dapat menjadi dasar untuk pengelolaan hutan Mangrove di wilayah Pantai Karangsong, Kabupaten Indramayu. BAHAN DAN METODE PENELITIAN Bahan yang digunakan adalah vegetasi mangrove dan sampel sedimen di Pantai Karangsong, Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik survei dan analisis vegetasi mangrove dengan metode kombinasi antara metode transek (transect methods) dan metode kuadrat (quadrat methods) untuk selanjutnya disebut metode transek kuadrat. Transek diletakkan tegak lurus garis pantai menuju daratan dengan ukuran 10 x 10 m panjangnya, tergantung kondisi lapangan (jarak hutan mangrove di tepi pantai dengan perbatasan hutan mangrove dengan daratan di belakang hutan mangrove) (Onrizal dan Kusmana, 2005). Menurut Onrizal dan Kusmana (2005) ukuran tegakan yang digunakan dalam kegiatan analisis vegetasi hutan mangrove adalah sebagai berikut : a) Petak contoh 10 x 10 m untuk pohon berdiameter >10cm dengan tinggi >1,5m. b) Petak contoh 5 x 5 m untuk anakan pohon (pancang) dengan tinggi diatas 1,5 m dengan diameter < 10 cm dengan tinggi < 1,5 m. c) Petak contoh 2 x 2 m untuk semai.
Pengaruh Kerapatan Mangrove angrove terhadap Laju Sedimen Transpor di Pantai antai Karangsong Laju sedimentasi diukur dengan alat sediment trap.
Gambar 1. Tabung Sediment Trap Tabung sediment trap yang digunakan adalah pipa PVC dengan ukuran diameter 5 cm dan tinggi 11,5 cm. Pada bagian atas pipa PVC dipasang baffles (sekat-sekat) sekat) dan dibagian bawah diberi penutup. Cara pemasangan sediment trap yaitu tabung sediment trap diikatkan pada tiang besi dengan d menggunakan kawat lalu ditancapkan pada ketinggian 20 cm dari dasar perairan (English et al. 1994).
HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Jenis Mangrove Ditemukan 7 jenis vegetasi pada stasiun I yaitu Avicennia marina, Avicennia alba, Bruguiera gymnorhiza, Bruguiera cylindrical,, Rhizopora mucronata, Rhizopora stylossa, Rhizopora apiculata. Komposisi vegetasi mangrove untuk tingkat pohon yang tertinggi pada lokasi penelitian adalah Avicennia marina sebesar 47%, dan yang terendah adalah Bruguiera cylindrical sebesar 2%. Avicennia marina memiliki komposisi yang tertinggi karena karakteristik yang dimiliki lokasi penelitian ini cocok dengan karakteristik yang dimiliki oleh Avicennia marina. Noor, dkk. (2006).
2% 4% 23%
13%
Avicennia alba Avicennia marina
11%
Rhizopora apiculata
47%
Rhizopora mucronata Bruguiera cylindrical Bruguiera gymnorhiza
Gambar 2. Komposisi vegetasi mangrove tingkat pohon Komposisi vegetasi mangrove untuk tingkat pancang yang tertinggi adalah Avicennia marina sebesar 40%, dan yang terendah adalah Rhizopora stylossa sebesar 4%. Avicennia marina
memiliki komposisi isi tertinggi selain dikarenakan oleh kecocokan karakteristik, disebabkan pula karena spesies ini tumbuh menyebar dengan jumlah yang banyak pada stasiun I dan II.
331
332
Josua Leo Petra, Sukaya Sastrawibawa dan Indah Riyantini
4%
8%
18%
Avicennia alba Avicennia marina
22%
Rhizopora apiculata
40%
8%
Rhizopora mucronata Rhizopora stylossa Bruguiera gymnorhiza
Gambar 3. Komposisi vegetasi mangrove tingkat pancang Komposisi vegetasi mangrove untuk tingkat semai yang tertinggi adalah Rhizopora mucronata sebesar 43%, dan yang terendah adalah Bruguiera cylindrical sebesar 4%. Rhizopora mucronata
mendominasi untuk tingkatan tingkata semai karena pada stasiun II merupakan hasil penanaman yang bisa dilihat dari pertumbuhannya yang menyebar secara teratur.
4% 6% 21% Avicennia alba Avicennia marina
43%
26%
Rhizopora mucronata Bruguiera cylindrical Bruguiera gymnorhiza
Gambar 4. Komposisi vegetasi mangrove tingkat semai Kerapatan Jenis Tingkat pohon didominasi oleh Avicennia marina sebanyak 550 tegakan/ha. Tingkat pancang didominasi oleh Avicennia marina sebanyak 600 tegakan/ha. Tingkat semai didominasi oleh Rhizopora mucronata sebanyak 550 tegakan/ha. Angka 0 pada tabel maksudnya adalah tidak ditemukannya tumbuhan pada tingkat pohon, pancang, dan semai pada transek penelitian. Hal tersebut dikarenakan rendahnya kemampuan regenerasi (untuk tingkat semai) dan dimanfaatkan oleh masyarakat syarakat (tingkat pohon). Rendahnya
kemampuan regenerasi untuk tingkat semai disebabkan oleh berbagai hal seperti individu yang tertutup oleh sampah plastik dan mati sehingga mengurangi jumlah tegakan untuk tingkat semai. Sementara untuk tegakan tingkat po pohon, sedikitnya jumlah tegakan yang ditemukan disebabkan oleh berbagai faktor seperti tumbang oleh angin dan penebangan oleh warga dalam kali ini di stasiun I tidak ditemukannya Rhizopora stylossa untuk tingkatan pohon dikarenakan banyak dimanfaatkan oleh warga setempat.
Pengaruh Kerapatan Mangrove angrove terhadap Laju Sedimen Transpor di Pantai antai Karangsong
600
600
550
550
500 400
350
350 300
300 250
300 200
200
200
200
150 100 50
100
100
100
0
0
Pohon
Pancang
0
0
0
0
Avicennia alba Avicennia marina Rhizopora apiculata Rhizopora mucronata Rhizopora stylossa Bruguiera cylindrical Bruguiera gymnorhiza
Semai
Kerapatan (pohon/ha)
Gambar 5. Kerapatan jenis stasiun I 600
550
500
450 400
400 350 300
300
250 200
200
200 150
Avicennia marina
100 0
Avicennia alba
0
0
Pohon
Rhizopora mucronata
0
Pancang
Semai
Bruguiera gymnorhiza
Kerapatan (pohon/ha)
Gambar 6. Kerapatan jenis stasiun II Avicennia marina mendominasi untuk tingkatan pohon dikarenakan wilayah stasiun I ini merupakan daerah yang sangat at dipengaruhi oleh pasang surut. Kerapatan untuk tingkat pohon menentukan tingkat kerusakan hutan mangrove seperti terdapat dalam Kepmen LH No. 201 tahun 2004 dengan kategori baik > 1500 tegakan/ha, rusak sedang > 1000, dan rusak berat < 1000. Kerapatan tingkat ingkat pohon sebesar 1450 tegakan/ha, stasiun I dikategorikan baik. Ditemukan 4 jenis vegetasi mangrove di stasiun II, yaitu Avicennia marina, Avicennia alba, Bruguiera gymnorhiza, Rhizopora mucronata. Tingkat pohon didominasi oleh Avicennia marina dengan kerapatan 550 tegakan/ha dan juga terdapat terdapat Avicennia alba dengan kerapatan 350 tegakan/ha. Sementara untuk tingkat pancang juga
didominasi oleh Avicennia marina dengan kerapatan 400 tegakan/ha. Pada tingkatan semai didominasi oleh Rhizopora mucronata dengan kerapatan 450 tegakan/ha. Rhizopora mucronata pada tingkat semai yang ditemukan tumbuh sangat teratur dan menyebar dikarenakan merupakan hasil penanaman. Tidak ditemukannya jenis Bruguiera gymnorhiza dan Rhizopora mucronata pada tingkat pohon diakibatkan akibatkan jenis mangrove yang ditanam di lokasi ini baru mencapai tingkat pancang dan semai. Stasiun II merupakan wilayah hutan mangrove yang dimasukan kedalam zona pemanfaatan oleh pemerintah setempat, dimana lokasinya dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar sebagai tempat berwisata. Sesuai Kepmen LH No. 201 tahun 2004, dengan
333
334
Josua Leo Petra, Sukaya Sastrawibawa dan Indah Riyantini nilai kerapatan total jenis pohon sebesar 900 tegakan/ha, stasiun II masih dikategorikan dalam hutan mangrove rusak berat ( < 1000 tegakan/ha).
Karakteristik Fisika – Kimia Penelitian ini melakukan pengukuran terhadap beberapa parameter fisika-kimia yaitu suhu (udara dan air), kecepatan arus, derajat keasaman (pH), dan salinitas. Parameter Fisika – kimia di lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini.
Tabel 1. Parameter Fisika - Kimia di lokasi penelitian Parameter Stasiun I
Stasiun II
Suhu Air Laut (oC)
29
30
31
30
30
32
Kecepatan Arus (m/s)
0,216
0,225
0,240
0,142
0,164
0,193
pH
8,3
8,4
8,1
8,3
8,5
8,4
Salinitas (ppt)
24
26
26
35
35
33
Suhu Suhu merupakan salah satu parameter yang penting bagi keberlangsungan hidup biota laut. Suhu dapat mempengaruhi proses-proses seperti fotosintesis dan respirasi. Selain itu, suhu juga dapat menjadi faktor pembatas bagi biota tertentu. Suhu air di lokasi penelitian berkisar antara 29 - 32oC. Suhu air terendah yaitu 29oC didapat pada Stasiun I. Suhu air tertinggi ditemukan pada Stasiun II, yaitu sebesar 32oC. Dari keseluruhan jenis vegetasi mangrove yang ditemukan pada setiap stasiun di lokasi penelitian, seluruhnya cocok dan ideal pada suhu tersebut sesuai dengan Baku Mutu pada Kepmen LH No. 51 Tahun 2004 yang menyebutkan bahwa suhu air laut yang ideal untuk mangrove adalah 28 – 32 oC. Salinitas Salinitas perairan merupakan faktor yang penting bagi pertumbuhan, kemampuan bertahan, dan zonasi dari spesies mangrove (Aksornkoae, 1993 dalam Talib, 2008). Salinitas pada lokasi penelitian menunjukkan kisaran antara 24 – 35 ppt. Nilai salinitas tertinggi ditemukan pada stasiun II yaitu sebesar 35 ppt, sedangkan salinitas terendah ditemukan pada stasiun I yaitu sebesar 24 ppt. Nilai salinitas di setiap lokasi penelitian.
Derajat Keasaman (pH) Nilai pH pada lokasi penelitian berkisar antara 8,1 – 8,5. Nilai pH tertinggi terdapat pada stasiun II dengan nilai 8,5, pH terendah ditemukan pada stasiun I yaitu 8,1. Nilai pH di setiap lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 4. Rendahnya nilai pH ini menunjukkan pengaruh aliran sungai yang cenderung basa. Hasil pengukuran derajat keasaman menunjukkan perbedaan yang tidak begitu besar, sehingga pH di perairan pantai Karangsong Kabupaten Indramayu tergolong homogen. Kecepatan Arus Kecepatan arus yang diukur merupakan kecepatan arus pasang surut di permukaan air laut yang di akibatkan oleh pasang surut air laut. Kecepatan arus di ukur dengan menggunakan alat current meter. Alat current meter di pasang pada kedalaman 0,5 - 1 meter dan menghadap ke arah datangnya arus. Nilai kecepatan arus di setiap lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 4. Pengukuran kecepatan arus di lokasi penelitian dilakukan pada saat pasang, dengan demikian kondisi arus di lokasi penelitian berasal dari laut jawa bagian timur (Gambar 11). Kecepatan arus berkisar antara 0,142 - 0,240 m/s. Kecepatan arus terendah pada stasiun II dengan nilai 0,142 m/s dan tertinggi pada stasiun I dengan nilai 0,240 m/s.
Pengaruh Kerapatan Mangrove angrove terhadap Laju Sedimen Transpor di Pantai antai Karangsong
1.0
Tinggi (m)
0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 0
3
6
9
12
15
18
21
24
27
30
33
36
39
42
45
48
Waktu (Jam) Gambar 7. Grafik tinggi pasang surut pada tanggal 21 - 22 maret 2012 di Pantai Karangsong Indramayu Substrat Pengamatan tipe substrat dilakukan di Laboratorium Fisika Tanah Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Tabel 2. Jenis substrat di lokasi penelitian % pasir % liat Lokasi (sand sand) (clay) Stasiun I 42,58 25,40
Universitas Padjadjaran. Jenis substrat pada lokasi penelitian disajikan pada tabel 5.
% debu (silt)
Kelas substrat
32,02
Liat berdebu
Stasiun II 55,51 20,65 23,84 Pasir berdebu Sumber : Hasil analisis Laboratorium Fisika Tanah, Faperta Unpad (2012) Substrat dianalisis berdasarkan 3 fraksi yaitu pasir, liat dan debu, kandungan tekstur pasir lebih besar bila dibandingkan nilai persentase liat dan debu. bu. Jenis substrat pasir mendominasi di kedua stasiun yang berada di Pantai Karangsong. Karakteristik dari substrat merupakan faktor yang membatasi pertumbuhan dan distribusi tanaman mangrove seperti yang dikemukakan oleh Aksornkoae (1993) dalam Talib (2008) (200 bahwa perbedaan dari karakteristik fisik dan kimia tanah akan menyebabkan perbedaan pada zonasi mangrove. Hal ini terbukti dengan ditemukan banyak Avicennia marina dan Rhizopora mucronata di lokasi penelitian seperti yang dikemukakan oleh Kint (1994) dalam da Noor, dkk. (2006) bahwa di Indonesia,
substrat berlumpur sangat baik untuk tegakan Rhizopora mucronata dan Avicennia marina. Laju Sedimen Transpor Laju sedimen transpor pada stasiun pengamatan berkisar antara 73,81 – 262,8 mg/cm2/hari (Tabel 7). Laju sedimen transpor paling tinggi terjadi pada stasiun II yakni sebesar 262,8 mg/cm2/hari. Hasil analisis terlihat bahwa tingginya tingkat sedimentasi pada lokasi penelitian diakibatkan dari rendahnya tingkat kerapatan hutan mangrove. Lokasi penelitian merupakan kan perairan terbuka (windward)) dimana berhadapan langsung dengan gelombang datang. Laju sedimen transpor pada stasiun I adalah yang paling rendah dibanding dengan stasiun II yakni sebesar 73,81 mg/cm2/hari.
Tabel 3. Laju sedimen transpor pada masing-masing masing stasiun penelitian Laju Sedimen Transpor mg/cm2/hari Stasiun Sub Stasiun 1 Sub Stasiun 2 Sub Stasiun 3 I 82,98 111,2 73,81 II 262,8 190,6 244,1
335
336
Josua Leo Petra, Sukaya Sastrawibawa dan Indah Riyantini Terlihat bahwa laju sedimen transpor yang terjadi di lokasi penelitian berlawanan dengan kecepatan arus. Pada stasiun II dengan kecepatan arus paling rendah yaitu 0,142 m/s memiliki nilai laju sedimen transpor paling tinggi yaitu 262,8 mg/cm2/hari. Pada stasiun II di pantai Karangsong merupakan daerah yang tertutup oleh dermaga dan topografi pantainya yang menghadap ke daratan utama, dengan kecepatan arus paling rendah ketika mendapat masukan sedimen kemungkinan terjadi pengendapan yang lebih besar. Sementara di stasiun I dengan kecepatan arus paling tinggi yaitu 0,240 m/s memiliki nilai laju sedimen transpor yang rendah yaitu 73,81 mg/cm2/hari, laju sedimen transpor yang terjadi lebih rendah dibandingkan stasiun II. Hubungan Antara Kerapatan Mangrove Dengan Laju Sedimen Transpor Analisis Korelasi Pearson digunakan untuk menganalisa hubungan antara kerapatan mangrove dengan laju sedimen transpor yaitu dengan menggunakan software IBM SPSS Statistics Version 17.0 for Windows atau biasa disebut PASW (Predictive Analytics SoftWare). Besar kecilnya hubungan antara dua variabel dinyatakan dalam bilangan yang disebut koefisien korelasi. Nilai dari Koefisien korelasi berkisar antara -1 sampai dengan 1. Nilai koefisien korelasi -1 berarti terdapat hubungan negatif (berkebalikan) yang sempurna, nilai koefisien korelasi 0 berarti tidak terdapat hubungan sama sekali, dan nilai koefisien korelasi 1 berarti terdapat hubungan positif yang sempurna. KESIMPULAN Hasil penelitian diperoleh bahwa jenis vegetasi mangrove yang mendominasi di wilayah Pantai Karangsong Kabupaten Indramayu adalah Avicennia marina. Kerapatan mangrove tingkat pohon di stasiun I sebesar 1450 tegakan/ha dan dikategorikan baik, sedangkan kerapatan mangrove tingkat pohon di stasiun II sebesar 900 tegakan/ha dan dikategorikan hutan mangrove rusak berat. Hubungan antara kerapatan mangrove dengan laju sedimen transpor di Pantai Karangsong Kabupaten
Indramayu menunjukkan korelasi yang negatif dengan nilai -1 artinya ketika kerapatan mangrove tinggi maka laju sedimen transpor akan rendah dan sebaliknya ketika kerapatan mangrove rendah maka laju sedimen transport akan tinggi. DAFTAR PUSTAKA Aksornkoe. 1993. Ecology and management of mangrove. IUCN. Bangkok.Thailand. Ananthakhrisnan, T.N. 1982. Ecology; Conservation of natural resources; Nature conservation; India. Oxford & IBH (New Delhi). Bengen, D.G. 2001. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Dahuri, R, dkk. 2001. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir Dan Lautan Secara Terpadu. PT PRADNYA PRAMITA. Jakarta. 305 hlm. Dinas
Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Indramayu (Dishutbun). 2011. Persiapan Kabupaten Indramayu Dalam Pengelolaan Hutan Mangrove Masa Depan. www.hutbunindramayu.blogspot.c om. (Diakses 20 februari 2012 Pukul 15.00 WIB).
English, S. et al. 1994. Survey Manual for Tropical Marine Resources. Townsville. Australian Institute of Marine Science. Fritz W, Moore J, 1988. Basics of Physical Stratigraphy and Sedimentology, John. Wiley & Sons, Inc. Bab 6. Hilmi, E. 1998. Penentuan Lebar Jalur Hijau Hutan Mangrove Melalui Pendekatan Sistem (studi kasus di hutan Muara Angke Jakarta). Thesis. Pascasarjana IPB. Bogor.
Pengaruh Kerapatan Mangrove terhadap Laju Sedimen Transpor di Pantai Karangsong Istiyanto, D.C., S.K. Utomo, dan Suranto. 2003. Pengaruh Rumpun Bakau Terhadap Perambatan Tsunami di Pantai. Makalah pada Seminar Nasional: Mengurangi Dampak Tsunami; Kemungkinan Penerapan Hasil Riset. Di Yogyakarta, 11 Maret 2003. Hardjowigeno. 1992. Ilmu Tanah. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta. Kementrian Lingkungan Hidup. 2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 201 Tahun 2004 Tentang Kriteria Baku dan Pedoman Kerusakan Hutan Mangrove. Jakarta. Kitamura, S., C. Anwar, A. Chaniago dan S. Baba. 1997. Buku panduan mangrove di Indonesia. ISME. Denpasar. Indonesia. Kusmana, C. 2003. Teknik Rehabilitasi Mangrove. Bogor: PT Penerbit Institut Pertanian Bogor. Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Jakarta: Penerbit Djambatan. Noor, Y. R., Khazali, M. dan Suryadiputra, I N. N. 2006. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Ditjen. PKA dan Wetlands InternationalIndonesia Programme, Bogor. Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Terj. dari Marine Biology: An Ecological Approach, oleh Eidman, M., Koesoebiono, D.G. Bengen, M. Hutomo, & S. Sukardjo. 1992. dari. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta: xv + 459 hlm.
Onrizal, dan C. Kusmana. 2005. Ekologi dan manajemen mangrove Indonesia. Buku Ajar. Departemen Kehutanan FP USU. Medan. Rifardi. 2008. Tekstur Sedimen : Sampling dan Analisis. Pekanbaru. UNRI Press. Rogers, C. S. 1990. Responses of Coral Reefs and Reef Organisms to Virgin Islan Sedimentation. National Park. Marine Ecology Progress Series. Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu. Snedaker, S.C. 1978. Mangroves: Their Value and Perpetuation. Nature and Resources 14: 6 – 13. Soerianegara, I dan A. Indrawan. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Suryana, Y., Nur. H. S, Hilmi, E. 1998. Hubungan antara Keberadaan Lebar Jalur Mangrove dengan Kondisi Biofisik Ekosistem Mangrove. Fakultas Kehutanan UNWIM Bandung. Tomlinson, P. B. 1986. The Botany of Mangroves. Cambridge University Press, Cambridge. ISBN 0-52125567-8. Triatmojo, B. 1999. Teknik Pantai Edisi Kedua. Beta Offset. Yogyakarta. Wibisono, M.S. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Grasindo. Jakarta. 226 hlm.
337