JPII 4 (1) (2015) 75-82
Jurnal Pendidikan IPA Indonesia Indonesian Journal of Science Education http://journal.unnes.ac.id/nju/index/php/jpii
ANALISIS KONSISTENSI REPRESENTASI DAN KONSISTENSI ILMIAH MAHASISWA PADA KONSEP GAYA MENGGUNAKAN TES R-FCI S. P. Sriyansyah1*, A. Suhandi2, D. Saepuzaman2 1 Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, Indonesia Program Studi Pendidikan Fisika, FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, Indonesia
2
Diterima: 8 Januari 2015. Disetujui: 3 April 2015. Dipublikasikan April 2015
ABSTRAK Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui konsistensi representasi dan konsistensi ilmiah mahasiswa serta sekaligus mengungkap kesulitan konseptual yang dialami mahasiswa pada konsep gaya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analitik yang didasarkan pada tafsiran persentase hasil tes R-FCI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase mahasiswa pada tiap level konsistensi representasi berturut-turut sebanyak 3% konsisten, 52% cukup konsisten dan 45% tidak konsisten. Sedangkan untuk konsistensi ilmiah, persentase mahasiswa pada tiap level berturut-turut sebanyak 0% konsisten, 3% cukup konsisten dan 97% tidak konsisten. ABSTRACT A study has been conducted to perceive students’ representational and scientific consistency and simultaneously reveal students’ conceptual difficulties on force concept. Research method was a descriptive analysis method which is based on the interpretation of the test results. The findings showed that the percentage of students at each level of representational consistency respectively 3% consistent, 52% moderately consistent and 45% inconsistent. As for the scientific consistency, respectively 0% consistent, 3% moderately consistent and 97% inconsistent. © 2015 Prodi Pendidikan IPA FMIPA UNNES Semarang Keywords: representational consistency, scientific consistency, force concept, R-FCI
PENDAHULUAN Fokus penelitian pendidikan fisika dewasa ini menitikberatkan pada aspek pemahaman konsep fisika (McDermott, 2001). Pemahaman konsep senantiasa menjadi tujuan utama yang mesti dikuasai dengan baik oleh siswa maupun mahasiswa dalam setiap pembelajaran. Terlebih bagi seorang calon guru fisika, pemahaman konsep merupakan hal yang paling esensial. Salah satu indikator pemahaman konsep yang baik adalah ditandai dengan kemampuan untuk mengenali dan memanipulasi konsep dalam berbagai representasi yang baik pula (Hestenes, 1997). Mahasiswa yang benar-benar memahami konsep akan mampu menyelesaikan beberapa masalah dengan konsep sama, meski konteks *Correspondece
Address:
Email:
[email protected]
dan representasinya berbeda. Pemahaman konsep akan berkaitan erat dengan konsistensi dalam menyelesaikan masalah. Savinainen dan Virii (2008) mendefinisikan konsistensi sebagai kemampuan mahasiswa dalam menjawab soal yang berbeda yang melibatkan konsep yang sama. Mahasiswa seringkali menggunakan pemahaman konsep yang benar dalam menjawab soal yang diberikan, tapi tidak menerapkan kembali konsep tersebut ketika konteks soal berubah. Steinberg dan Sabella (1997) berpendapat bahwa “perbedaan konteks dan sajian dapat menimbulkan perbedaan respon dari mahasiswa, bahkan sekalipun konsep yang mendasarinya identik”. Hal ini jelas menandakan bahwa pemahaman konsep mahasiswa masih belum seluruhnya konsisten.
76
S. P. Sriyansyah, A. Suhandi, D. Sepuzaman / JPII 4 (1) (2015) 75-82
Ketidakkonsistenan pemahaman konsep mahasiswa dapat disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya pembelajaran. McDrmott (2001) menyebutkan bahwa salah satu permasalahan terkait pembelajaran ialah kurangnya pembelajaran menekankan pada hubungan antara konsep, multirepresentasi, dan konteks dunia nyata. Lasry, Finkelstein, dan Mazur (2009) dan Hake (1998) juga menyebutkan bahwa memang kenyataannya mahasiswa terlalu banyak mendapatkan pelajaran Fisika yang dominan matematis dan terlalu sedikit konsep. Akibatnya, mahasiswa justru lebih cenderung menghafal rumus dan algoritma pemecahan masalah, bukan mencoba membangun pemahaman konsep yang mendalam (Elby, 1999). Oleh karena itu, wajar apabila mahasiswa tidak konsisten dalam menyelesaikan masalah, karena memang pembelajaran yang mereka terima pun terlalu sedikit konsep dan hanya dominan pada representasi tertentu saja. Multirepresentasi dibutuhkan untuk membangun pemahaman konsep dan memecahkan masalah (Hestenes, 1997; Van Heuvelen dan Zou, 2001). Banyak penelitian terdahulu telah menunjukkan peran penting multirepresentasi dalam pembelajaran fisika (lihat di McDermott dan Redish, 1999). Ainsworth (1999) juga menjelaskan bahwa multirepresentasi memiliki tiga fungsi utama dalam pembelajaran, yaitu melengkapi informasi, membatasi interpretasi dan membangun pemahaman konsep mendalam. Inilah yang menjelaskan mengapa multirepresentasi tidak terlepas dari sebuah proses membangun konsep. Terkait dengan multirepresentasi, hasil penelitian Meltzer (2005) menunjukkan bahwa format representasi dalam sebuah soal juga mempengaruhi kemampuan mahasiswa dalam menyelesaikan soal tersebut. Mahasiswa kadang mampu menerapkan konsep pada konteks dan representasi tertentu, tapi gagal ketika konteks dan representasi itu berubah (Savinainen dan Virii, 2004). Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman konsep mahasiswa belum sepenuhnya baik, karena jika mahasiswa benarbenar paham konsep, maka mereka akan mampu mengenali dan memanipulasi konsep dalam berbagai format representasi (Hestenes, 1997). Selain itu, dapat dikatakan bahwa pemahaman konsep mahasiswa belum konsisten. Nieminen dkk. (2010) membagi konsistensi yang terkait penggunaan multirepresentasi menjadi dua jenis, yaitu
konsistensi representasi dan konsistensi ilmiah. Konsistensi representasi merujuk pada kemampuan mahasiswa menggunakan representasi berbeda secara konsisten (baik benar maupun salah secara ilmiah) untuk menyelesaikan soal isomorfik dengan konteks dan konten yang sama. Sedangkan konsistensi ilmiah merujuk pada kemampuan mahasiswa menjawab secara konsisten dan benar secara fisika maupun representasi. Hasil penelitian Nieminen dkk. (2010) terhadap siswa sekolah menengah (N=168) di Finlandia menunjukkan bahwa hanya sedikit siswa yang memiliki konsistensi representasi (42%) dan ilmiah (11%), bahkan setelah pembelajaran. Hal ini menjelaskan bahwa ternyata memang konsistensi representasi dan ilmiah selama ini belum begitu ditekankan dalam pembelajaran, sehingga ketika diberikan soal menggunakan representasi berbeda tapi dengan konsep sama, siswa kesulitan menjawabnya. Nieminen dkk. (2012) juga melaporkan bahwa konsistensi representasi berkorelasi kuat dengan peningkatan hasil belajar siswa, contohnya pada pembelajaran konsep gaya. Siswa yang memiliki konsistensi representasi awal yang baik akan menunjukkan peningkatan pemahaman konsep yang baik pula. Hal ini membuat konsistensi representasi siswa menjadi salah satu faktor yang harus diperhitungkan dalam setiap pembelajaran. Bukan hanya pada siswa, konsistensi representasi dan ilmiah mahasiswa juga penting untuk ditinjau, terlebih lagi mahasiswa calon guru fisika. Apabila calon guru tidak konsisten, bagaimana mungkin siswanya nanti akan konsisten. Berdasarkan alasan tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauhmana konsistensi representasi dan ilmiah mahasiswa calon guru fisika, serta sekaligus mengungkap kesulitan konseptual yang dihadapi mahasiswa. Adapun konsep yang ditinjau adalah tentang gaya, khususnya hukum Newton tentang gerak. Artikel ini memaparkan hasil penelitian terkait konsistensi representasi dan ilmiah mahasiswa serta kesulitan konseptual yang dialami mahasiswa pada konsep hukum Newton tentang gerak. Informasi yang disajikan dalam artikel ini diharapkan dapat dijadikan rujukan untuk mengembangkan sebuah pembelajaran konseptual dengan memanfaatkan multirepresentasi yang mendukung konsistensi representasi dan konsistensi ilmiah.
S. P. Sriyansyah, A. Suhandi, D. Sepuzaman / JPII 4 (1) (2015) 75-82
METODE Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analisis yang menggambarkan konsistensi representasi dan ilmiah mahasiswa serta mengungkap kesulitan konseptual yang dialami mahasiswa pada konsep gaya. Subjek penelitian sebanyak 31 mahasiswa pendidikan Fisika angkatan 2014/2015 yang mengambil mata kuliah Fisika Dasar I pada salah satu LPTK Bandung. Untuk keperluan pengumpulan data, digunakan instrumen berupa tes standar Representational Variant of Force Concept Inventory (R-FCI) yang dikembangkan oleh Nieminen dkk. (2010) dari tes standar Force Concept Inventory (Hestenes dkk., 1992). Tes R-FCI berupa tes isomorfik (konsep dan konteks sama) berbentuk pilihan ganda dengan tiga representasi berbeda (verbal, diagram/grafik, dan vektor/piktorial). R-FCI terdiri dari 27 item soal yang terbagi menjadi sembilan tema dan diturunkan dari empat konsep utama, yaitu Hukum I Newton, Hukum II Newton, Hukum III Newton dan Gravitasi. Tes R-FCI diberikan setelah mahasiswa mempelajari tentang hukum Newton tentang gerak. Tujuannya hanya untuk melihat sejauhmana konsistensi representasi dan ilmiah mahasiswa setelah mengikuti pembelajaran konvensional. Konsistensi representasi didasarkan pada kekonsistenan jawaban mahasiswa ditinjau dari representasi, tidak melihat benar atau salah secara fisika. Sedangkan konsistensi ilmiah didasarkan pada kebenaran dan kekonsistenan jawaban mahasiswa ditinjau dari fisika maupun representasi. Aturan penilaian kedua konsistensi mengacu pada aturan yang diberikan Nieminen dkk. (2010), yaitu sebagai berikut: a) Skor 2, bila memilih tiga pilihan yang berhubungan pada ketiga item soal dalam satu tema; b) Skor 1, bila memilih dua pilihan yang berhubungan pada dua dari tiga item dalam satu tema; c) Skor 0, bila memilih pilihan yang tidak berhubungan pada ketiga item dalam satu tema. Untuk mengetahui level konsistensi tiap mahasiswa dalam keseluruhan tes, maka dihitung rata-rata dari skor yang diperoleh untuk semua tema. Rata-rata skor akan berada dalam selang 0 sampai 2. Berdasarkan rata-rata skor tersebut, konsistensi mahasiswa dikategorikan menjadi tiga level konsistensi, yaitu konsisten, cukup konsisten dan tidak konsisten. Untuk melihat gambaran pemahaman konsep masingmasing mahasiswa, setiap item soal tes R-FCI diberi skor 1 jika dijawab benar dan 0 jika
77
dijawab salah. Analisis data untuk mengetahui konsistensi representasi dan ilmiah didasarkan pada rata-rata perolehan skor total tes R-FCI dan tafsiran kecenderungan rata-rata persentase masing-masing level konsistensi. Sedangkan untuk mengetahui kesulitan mahasiswa dilakukan melalui analisis secara deskriptif terhadap pola jawaban mahasiswa. HASIL DAN PEMBAHASAN Rata-rata nilai hasil tes R-FCI yang diperoleh mahasiswa adalah 17 dari 100 dengan standar deviasi sebesar 19. Ini berarti dari 27 item soal yang diberikan, rata-rata mahasiswa hanya mampu menjawab dengan benar sebanyak 5 soal. Hasil ini menunjukkan bahwa pemahaman konsep mahasiswa tentang gaya ternyata masih sangat rendah, bahkan setelah pembelajaran di kelas. Rendahnya pemahaman konsep mahasiswa menjadi bukti bahwa mahasiswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tes R-FCI. Kesulitan mahasiswa dapat ditinjau dari sisi konsep dan representasi. Keduanya dapat diketahui dengan melihat konsistensi representasi dan konsistensi ilmiah yang ditunjukkan mahasiswa. Adapun penjelasan lebih rinci tentang kesulitan mahasiswa dijabarkan pada bagian akhir pembahasan ini. Persentase mahasiswa yang berada pada tiap level konsistensi representasi ditunjukkan pada Gambar 1. Tampak bahwa mahasiswa yang konsisten hanya 1 orang mahasiswa. Sementara sisanya 16 mahasiswa cukup konsisten dan 14 mahasiswa tidak konsisten. Angka ini menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa mengalami kesulitan dengan tiga representasi berbeda yang digunakan untuk menyajikan soal. Besarnya angka mahasiswa yang tidak konsisten juga menandakan bahwa mahasiswa tidak mampu melihat pilihan jawaban yang berhubungan pada ketiga item soal tiap tema, terlepas apakah pilihan itu benar atau salah secara fisika. Hasil ini sejalan dengan hasil Nieminen dkk. (2012) yang melaporkan bahwa konsistensi representasi berkorelasi kuat dengan pemahaman konsep mahasiswa. Kenyataannya dalam penelitian ini, kesulitan representasi mahasiswa juga disertai dengan rendahnya pemahaman konsep mahasiswa tersebut. Selain mengalami kesulitan representasi, hasil konsistensi ilmiah juga semakin menjelaskan bahwa mahasiswa mengalami kesulitan konseptual.
78
S. P. Sriyansyah, A. Suhandi, D. Sepuzaman / JPII 4 (1) (2015) 75-82
60
52
Persentase (%)
50
45
40 30 20 10
3
0 Konsisten
Cukup Tidak konsisten konsisten Level KR; N=31
Gambar 1. Diagram batang persentase mahasiswa pada tiap level konsistensi representasi (KR)
Persentase (%)
120 97
100 80 60 40 20
0
3
0 Konsisten
Cukup Tidak konsisten konsisten Level KI; N=31
Gambar 2. Diagram batang persentase mahasiswa pada tiap level konsistensi ilmiah (KI) Persentase mahasiswa yang berada pada tiap level konsistensi ilmiah ditunjukkan pada Gambar 2. Pada Gambar 2 tampak bahwa tidak ada satu pun mahasiswa yang konsisten. Sebagian besar mahasiswa berada pada level tidak konsisten. Hanya 1 mahasiswa yang cukup konsisten, sisanya sebanyak 30 mahasiswa tidak konsisten untuk konsistensi ilmiah. Angka ini menjelaskan bahwa mahasiswa mengalami kesulitan konseptual dalam menjawab soal tes R-FCI tentang konsep gaya. Padahal konsep yang digunakan dalam R-FCI merupakan konsep gaya yang paling dasar. Ini akan lebih terlihat pada hasil analisis jawaban mahasiswa. Bila dikaitkan dengan konsistensi representasi, sekalipun banyak mahasiswa yang cukup konsisten dalam konsistensi representasi, tetapi malah sebagian besar mahasiswa tidak konsisten dalam konsistensi ilmiah. Hasil
tersebut juga menunjukkan bahwa kesulitan yang dialami mahasiswa lebih cenderung pada kesulitan konseptual daripada kesulitan representasi. Hal ini berarti konsisten dalam representasi belum tentu menjamin pemahaman konsepnya benar secara ilmiah, sekalipun memang kemampuan multirepresentasi merupakan prasyarat untuk konsistensi ilmiah. Ini sejalan dengan pernyataan Nieminen dkk. (2010). Tes R-FCI terdiri dari sembilan tema yang diturunkan dari empat konsep utama, yaitu Newton I, Newton II, Newton III dan gravitasi. Masing-masing tema terdiri dari tiga soal dengan representasi berbeda, yaitu verbal, diagram/grafik dan vektor/piktorial. Berdasarkan analisis data, perolehan rata-rata skor mahasiswa tiap tema, baik konsistensi representasi maupun ilmiah disajikan pada Tabel 1.
S. P. Sriyansyah, A. Suhandi, D. Sepuzaman / JPII 4 (1) (2015) 75-82
79
Tabel 1. Rata-rata skor mahasiswa untuk KR dan KI tiap tema Rata-rata skor* Tema Konsep Konteks KR KI T1 Gravitasi Bola jatuh 1.19 0.61 T4 Newton III Tumbukan mobil 1.32 0.32 T13 Gravitasi Gerak vertikal 0.68 0.03 T17 Newton I Lift 1.29 0.16 T22 T24 T26 T28 T30
Newton II Newton I Newton II Newton III Gravitasi
Pesawat ruang angkasa Pesawat ruang angkasa Wanita mendorong kotak Dua siswa saling dorong Bola tenis dipukul
Semua tema
1.23 1.10 0.81 1.61 1.35
0.32 0.23 0.16 0.39 0.06
1.18
0.25
Banyak mahasiswa (N) = 31; *Skor maksimum = 2
Pada Tabel 1 tampak bahwa untuk keseluruhan tema, konsistensi representasi dan ilmiah mahasiswa berada pada kategori tidak konsisten. Hal ini berarti bahwa secara umum mahasiswa tidak mampu menemukan pilihan jawaban yang berhubungan pada tiga item dalam satu tema, baik benar atau salah secara ilmiah. Data ini makin memberikan penjelasan bahwa secara umum mahasiswa benar-benar mengalami kesulitan di semua tema, baik kesulitan konsep maupun representasi. Analisis tiap tema menunjukkan bahwa rata-rata skor konsistensi ilmiah mahasiswa tertinggi hanya 0,61 (T1), sementara skor terendah 0,03 (T13). Keduanya tidak konsisten pada konsep gravitasi. Sedangkan skor terendah untuk konsistensi representasi juga pada konsep gravitasi (T13). Tampak bahwa mahasiswa sangat kesulitan pada konsep gravitasi, baik secara konsep maupun representasi. Selain itu, mahasiswa juga nampak kesulitan pada konsep Newton II (T26). Konsep gravitasi dan hukum II Newton menjadi konsep dengan persentase mahasiswa yang memiliki konsisten representasi paling sedikit. Sekitar satu atau dua mahasiswa saja yang konsisten. Sementara konsep lainnya cukup banyak yang konsisten. Sekalipun secara umum pada Gambar 1, untuk semua tema hanya terdapat satu mahasiswa yang konsisten, namun tinjauan pada tiap konsep menunjukkan bahwa letak kesulitan mahasiswa dominan pada dua konsep saja, yaitu hukum II Newton dan Gravitasi. Angka mahasiswa yang paling banyak tidak konsisten dalam konsistensi representasi terletak pada konsep hukum II Newton. Bila dikaitkan dengan tema, kesulitan representasi konsep hukum II Newton itu berada pada T26
dengan konteks soal “wanita mendorong kotak”. Sedangkan untuk konsep gravitasi, berada pada T13 dengan konteks soal “gerak vertikal”. Tiap level konsistensi ilmiah semakin memperkuat bukti bahwa selain kesulitan representasi pada konsep gravitasi, mahasiswa juga mengalami kesulitan konseptual. Sekalipun memang secara keseluruhan mahasiswa berada dalam kategori tidak konsisten pada keempat konsep. Hal ini sejalan dengan hasil yang disajikan pada Gambar 2, bahwa memang dalam tinjauan tiap konsep pun sebagian besar mahasiswa tidak konsisten. Selain itu, ternyata pada konsep Newton I dan Newton III sekalipun menunjukkan persentase mahasiswa konsisten representasi berturut-turut 19% dan 35%, namun kenyataannya hanya 3% dan 10% yang konsisten ilmiah. Hal ini berarti bahwa konsisten representasi yang ditunjukkan sebagian mahasiswa adalah konsisten menjawab pilihan yang salah secara ilmiah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa mahasiswa lebih mengalami kesulitan konsep dibanding dengan representasi. Akan tetapi bila ditinjau tiap tema, kesulitan konsep mahasiswa ternyata terletak pada tema yang sama dengan kesulitan representasi. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah pada konsep tersebut, mahasiswa tidak mampu menjawab akibat tidak mengetahui konsep atau karena sajian representasi. Namun dengan melihat rata-rata skor antara konsistensi representasi dengan konsistensi ilmiah pada kedua tema (T13, T26), skor konsistensi ilmiah lebih rendah daripada konsistensi representasi. Hal ini mengindikasikan kesulitan konsep lebih dirasakan daripada kesulitan representasi, sekalipun memang rata-rata skor keduanya
80
S. P. Sriyansyah, A. Suhandi, D. Sepuzaman / JPII 4 (1) (2015) 75-82
a)
b)
c)
d)
e)
f) F ke atas
F ke atas
G
F ke atas
F ke atas
G
G
G
G = gaya gravitasi Fke atas = gaya lempar ke atas
Gambar 3. Contoh pilihan jawaban untuk soal nomor 4(i-iii) dengan representasi vektor sama-sama rendah. Ditambah lagi, rata-rata skor untuk T4, T17 dan T30 makin memperlihatkan bahwa mahasiswa nampaknya sangat kesulitan pada konsep dibanding representasi. Oleh karena itu, untuk memastikan bahwa memang benar konsep menjadi alasan utama mahasiswa tidak mampu menyelesaikan R-FCI, maka dibutuhkan analisis lebih lanjut. Pada bagian ini akan dijabarkan kesulitan yang dialami mahasiswa untuk tema T13 dan T26. Analisis didasarkan pada kecenderungan pola jawaban mahasiswa pada masing-masing item soal dalam tema terkait. Teks soal asli pada tema tersebut tidak akan dituliskan dalam artikel ini, demi menjaga kerahasiaan tes FCI. Konsep yang tertuang dalam T13 adalah konsep gravitasi dengan mengambil konteks gerak bola yang dilempar arah vertikal. Mahasiswa dituntut dapat menjelaskan bahwa hanya gaya gravitasi saja yang bekerja atau tidak ada gaya lempar ke atas oleh tangan yang bekerja setelah bola dilempar (lepas dari tangan). T13 mencakup soal nomor 4(i-iii), 13 dan 22. Berikut disajikan contoh pilihan jawaban soal nomor 4 (i-iii) pada Gambar 3. Soal nomor 4 terbagi menjadi tiga keadaan gerak bola, yaitu (i) bola telah lepas dari tangan dan masih bergerak naik, (ii) bola di titik tertinggi dan (iii) bola bergerak turun, tapi belum mencapai tanah. Untuk keadaan (i) sebanyak 48% mahasiswa memilih A (Fatas>G), 35% memilih B (Fatas=G), hanya 6% memilih jawaban benar C, dan sisanya memilih E (3%) dan F (6%). Ini berarti sebagian besar mahasiswa berpikir bahwa saat bergerak naik, bola masih mendapat gaya ke atas yang lebih besar daripada gravitasi atau kedua gaya sama besar. Mayoritas jawaban mahasiswa menunjukkan bahwa gaya ke atas tetap ada saat bola bergerak naik. Sementara untuk keadaan (ii), hanya 32% mahasiswa yang menjawab dengan benar pilihan
C, sisanya masih berpikir di titik tertinggi gaya ke atas tetap ada, namun besarnya bervariasi. Bahkan 19% mahasiswa menjawab tidak ada gaya sama sekali. Untuk keadaan (iii) saat bola bergerak turun, sekalipun 55% mahasiswa benar dengan menjawab pilihan C, namun terdapat 39% memilih F dan 3% memilih A. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian mahasiswa masih berpikir gaya ke atas tetap ada sekalipun gerakannya turun. Kecendrungan konsepsi mahasiswa ini nampak juga pada soal nomor 22 (representasi vektor) dan soal nomor 13 (representasi verbal). Dengan demikian, hal ini perlu diselidiki lebih lanjut, untuk memastikan apakah semua konsepsi mahasiswa tergolong miskonsepsi atau salah konsep. Terlepas dari itu, dapat dikatakan bahwa mahasiswa memang mengalami kesulitan konseptual yang mendasar. Konsep yang tertuang dalam T26 adalah konsep hukum Newton II dengan mengambil konteks seseorang mendorong sebuah balok pada lantai mendatar dengan gaya konstan yang menghasilkan kelajuan konstan v0. Mahasiswa diminta menjelaskan kelajuan benda jika gaya konstan tersebut digandakan. Mahasiswa harus memahami konsep tentang sebuah gaya (total) konstan yang dikerjakan pada sebuah benda mengakibatkan percepatan konstan atau sebuah gaya (total) tidak sama dengan nol dikerjakan pada benda mengakibatkan sebuah percepatan. T26 mencakup soal nomor 3, 12 dan 21. Berikut disajikan contoh pilihan jawaban soal nomor 3 pada Gambar 4. Soal nomor 3 dijadikan contoh dengan pertimbangan bahwa representasi grafik akan sangat mudah dimengerti oleh mahasiswa, sehingga gambaran pemahaman konsep mahasiswa akan lebih mudah diidentifikasi. Berdasarkan hasil analisis jawaban mahasiswa, diperoleh sebanyak 16% mahasiswa memilih A, 35% memilih B, 19% memilih C, sisanya memilih E dan satu orang tidak memilih.
S. P. Sriyansyah, A. Suhandi, D. Sepuzaman / JPII 4 (1) (2015) 75-82
81
Gambar 4. Contoh pilihan jawaban untuk soal nomor 3 dengan representasi grafik Sebagian besar mahasiswa berpikir bahwa ketika gaya konstan digandakan, kelajuan benda akan naik beberapa saat kemudian menjadi konstan. Pilihan jawaban pada soal nomor 21 (representasi verbal) dan nomor 12 (representasi piktorial) yang berhubungan dengan pilihan B pada nomor 3, berturut-turut dipilih oleh 39% dan 29% mahasiswa. Ini berarti bahwa mahasiswa memang tidak paham konsep, karena pada soal dengan representasi yang sangat dikenali sekalipun, jawaban mahasiswa salah secara ilmiah tapi konsisten secara representasi. Dengan demikian, hasil analisis terhadap jawaban mahasiswa untuk dua contoh soal RFCI memberi pengertian bahwa mahasiswa ternyata lebih mengalami kesulitan konseptual daripada representasi. Adapun untuk menggali lebih jauh mengenai konsepsi yang ditunjukkan mahasiswa, perlu penyelidikan lebih lanjut. Untuk mengatasi permasalahan terkait dengan konsistensi representasi dan konsistensi ilmiah mahasiswa, pemahaman konsep dan kemampuan representasi merupakan dua hal yang perlu diperhatikan. Menurut Hestenes (1997) kemampuan mengenali dan memanipulasi konsep dalam berbagai representasi adalah hal yang esensial. Kemampuan tersebut harus dilatihkan dalam setiap pembelajaran. Adapun pembelajaran yang sesuai tentu pembelajaran konseptual dan yang melibatkan penggunaan multirepresentasi di dalamnya. Pemanfaatan multirepresentasi berguna dalam melatih mahasiswa untuk membuat, menginterpretasi, dan memanipulasi representasi pada suatu konsep (Van Heuvelen, 1991b; Van Heuvelen dan Zou, 2001). Dengan demikian, pembelajaran semacam itu dapat meningkatkan pemahaman konsep dan konsistensi representasi dan ilmiah mahasiswa.
PENUTUP Berdasarkan paparan dalam pembahasan, dapat disimpulkan bahwa secara umum, hasil tes R-FCI menggambarkan pemahaman konsep mahasiswa masih rendah. Sejalan dengan itu, sebagian besar mahasiswa belum konsisten dalam representasi dan hampir seluruh mahasiswa dalam penelitian ini tidak konsisten secara ilmiah. Mahasiswa tidak mampu menjawab dengan benar lebih karena tidak memahami konsep dengan baik daripada akibat representasi berbeda. Hal tersebut mengindikasikan mahasiswa mengalami kesulitan konseptual yang mendasar, terutama pada konsep gravitasi dan hukum II Newton. Oleh karena itu, pembelajaran yang diharapkan mampu mengatasi permasalahan tersebut adalah pembelajaran yang menekankan pada penanaman konsep dan melatih konsistensi representasi maupun ilmiah. Pembelajaran yang demikian tentu harus melibatkan penggunaan berbagai representasi untuk menanamkan pemahaman konsep dan menguatkan konsistensi representasi dan konsistensi ilmiah. DAFTAR PUSTAKA Elby, A. (1999). Another reason that physics students learn by rote. Am. J. Phys. 67 (7), pp. S52-S57. Hake, R. R. (1998). Interactive-engagement versus traditional methods: A sixthousand-student survey of mechanics test data for introductory physics courses. Am. J. Phys. 66 (1): 64-74. Hestenes, D. (1997). Modeling methodology for
82
S. P. Sriyansyah, A. Suhandi, D. Sepuzaman / JPII 4 (1) (2015) 75-82
physics teachers, in the changing role of physics departments in modern universities: Proceedings of the International Conference on Undergraduate Physics Education, College Park, 1996, AIP Conference Proceedings No. 399 edited by E. Redish and J. Rigden (AIP, New York, 1997), pp. 935; Diunduh dari http:// modeling.asu.edu./r&e/ModelingMethjul98.pdf Hestenes, D., Wells, M. dan Swackhamer, G. (1992). Force Concept Inventory. Phys. Teach. 30. pp. 141–158. Lasry, N., Finkelstein, N., Mazur, E. (2009). Are most people too dumb for physics?. Physc. Teach. 47, pp. 418-422. McDermott. L. C. (2001). Oersted Medal Lecture 2001: “Physics Education Research — The key to student learning”. Am. J. Phys. 69 (11). pp. 1127-1137. McDermott. L. C., Redish, E. F. (1999). Resource Letter: PER-1: Physics Education Research. Am. J. Phys. 67 (9). pp. 755-767. Meltzer, D. E. (2005). Relation between students’ problem-solving performance and representational format. Am. J. Phys. 73 (5), pp. 463-478. Nieminen, P., Savinainen, A., dan Virii, J. (2010). Force Concept Inventory-based multiple-choice test for investigating students’ representational consistency. Phys. Rev. ST. Phys. Educ. Res. 6 (2).
020109 (12). Nieminen, P., Savinainen, A., dan Virii, J. (2012). Relation between representational consistency, conceptual understanding of the force concept, dan scientific reasoning. Phys. Rev. ST. Phys. Educ. Res. 8 (1). 010123 (10). Savinainen, A. dan Viiri, J. (2004). A case study evaluating students' representational coherence of Newton's first and second laws. Proceedings of the Physics Education Research Conference, Madison, 2003, AIP Conference Proceedings No. 720, edited by J. Marx, S. Franklin, and K. Cummings (AIP, New York, 2004), pp. 77; Diunduh dari http://kotisivu.dnainternet.net/savant/rep resentations_perc_2003.pdf Savinainen, A. dan Viiri, J. (2008). The Force Concept Inventory as a measure of students’ conceptual coherence. Int. J. Sci. Math. Educ., 6, pp: 719-740. Steinberg, R. dan Sabella, M. (1997). Performance on multiple-choice diagnostics and complementary exam problems. Phys, Teach., 35, pp: 150155. Van Heuvelen, A. (1991). Overview, Case Study Physics. Am. J. Phys. 59(10). pp. 898-907. Van Heuvelen, A. dan Zou, X. (2001). Multiple representations of work–energy processes. Am. J. Phys. 69(2). pp. 184194.