JURNAL MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN VOLUME 12
No. 03 September l 2009 Gerry Silaban, dkk.: Kinerja Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan ...
Halaman 130 - 139 Artikel Penelitian
KINERJA PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PERUSAHAAN PESERTA PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA PADA PT JAMSOSTEK CABANG MEDAN THE IMPLEMENTATION PERFORMANCE OF OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY MANAGEMENT SYSTEM IN REGISTERED ENTERPRISES ON THE EMPLOYMENT ACCIDENT BENEFIT PROGRAMIN PT JAMSOSTEK BRANCH MEDAN Gerry Silaban1, Soebijanto2, Adi Heru Soetomo2, Lientje Setyawati Maurits2, Suma’mur, P.K.3 1 Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, FKM Universitas Sumatera Utara, Sumatera 2 Fakultas Kedokteran, UGM, Yogyakarta 3 Masyarakat Peduli Keselamatan, Kesehatan dan Lingkungan Kerja Indonesia ABSTRACT
ABSTRAK
Background: The high number of industrial accident is caused by management dysfunction in term of occupational health and safety. The implementation of occupational health and management system (OHSMS) established by the Regulation of The Minister of Manpower No. 05/1996, is a government policy that has to be implemented by the enterprises in the attempt to decrease industrial accident rate. The performance of OHSMS implementation is assessed by OHSMS audit to gather objective evidence from strength and weakness in the implementation of occupational health and safety in work places. Method: The type of this research is survey research. Research sample was established based on the manpower number criteria of at least 100 people in each enterprise. The performance of OHSMS implementation based on 12 OHSMS audit elements was known to be correlated with 5 OHSMS implementation principles. One factor repeated observation variance analysis was used to test the performance difference of 12 OHSMS audit items and 5 OHSMS implementation principles. Result: A number of 53 (96.36%) enterprises fulfilled 0-60% criteria and 2 enterprises (3.64%) fulfilled 60-84% criteria from 166 OHSMS audit criteria. The mean criteria fulfillment number (percentage) was highest achieved (scored 4) in 5th element (purchasing) that is 4 out from 7 criteria (57.14%) in 5th element. Mean score of 5 th element was reached with the highest percentage (74.87% from 5th element maximum score). F-test result showed a significant difference (p < 0.01) in 12 OHSMS audit elements performance and t-test showed variety between each performance in 12 OHSMS audit elements. Mean criteria fulfillment number (percentage) was highest achieved (scored 4) in 3rd principle that is 20 out of 67 criteria (29.85%) of 3rd principle. Principle 3 means score was reached with the highest percentage (55.40% from 3rd principle maximum score). F-test result showed a significant difference (p < 0.01) in 5 principles of OHSMS implementation performance and t-test resulted in variety between each principle performance in 5 principles of OHSMS implementation. Conclusion: Management should have a commitment and involve all workers in enhancing OHSMS implementation performance to reduce industrial accident rate which lead to productivity and work quality improvement.
Latar belakang: Tingginya angka kecelakaan kerja disebabkan disfungsi manajemen terhadap keselamatan dan kesehatan kerja. Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang ditetapkan melalui Permenaker (Peraturan Menteri Tenaga Kerja) No. 05/1996 merupakan kebijakan pemerintah wajib dilaksanakan oleh perusahaan dalam upaya menurunkan angka kecelakaan kerja. Kinerja penerapan SMK3 dinilai melalui audit SMK3 untuk memperoleh bukti objektif dari kekuatan atau kelemahan dalam pelaksanaan K3 di tempat kerja. Metode: Jenis penelitian ini adalah penelitian survei. Sampel penelitian ditetapkan berdasarkan kriteria jumlah tenaga kerja = 100 orang tiap perusahaan. Kinerja penerapan SMK3 diketahui berdasarkan 12 unsur audit SMK3 yang berhubungan dengan lima prinsip penerapan SMK3. Analisis variansi amatan ulangan 1-faktor digunakan untuk menguji perbedaan kinerja 12 unsur audit SMK3 dan lima prinsip penerapan SMK3. Hasil: Sebanyak 53 (96,36%) perusahaan yang memenuhi kriteria 0% - 60% dan 2 (3,64%) perusahaan yang memenuhi kriteria 60% - 84% dari 166 kriteria audit SMK3. Ada perbedaan kinerja 12 unsur audit SMK3, kinerja unsur 5 (pembelian) dicapai dengan persentase tertinggi. Ada perbedaan kinerja 5 prinsip penerapan SMK3, kinerja prinsip 3 (menerapkan kebijakan K3) dicapai dengan persentase tertinggi. Kesimpulan: Manajemen harus mempunyai komitmen dan melibatkan seluruh tenaga kerja dalam memperbaiki kinerja penerapan SMK3 untuk menurunkan angka kecelakaan kerja yang bermuara pada peningkatan produktivitas kerja.
Keywords: industrial accident, registered enterprises in the employment accident benefit program, the implementation performance of occupational health and management system
130
Kata kunci: kecelakaan kerja, perusahaan peserta program jaminan kecelakaan kerja,kinerja penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
PENGANTAR Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) sebagai satu dari empat Program dari PT. Jamsostek yang kepesertaannya terbagi atas kelompok jenis usaha I, II, III, IV, dan V sesuai dengan tingkat risiko pekerjaan. Kepesertaan perusahaan dalam Program JKK hanya sebatas pengalihan risiko (risk transfer),
l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan
bukan pengurangan risiko (risk reduction) kecelakaan kerja. Perlindungan tenaga kerja harus dibarengi dengan pengurangan risiko kecelakaan kerja di tempat kerja melalui penerapan SMK3. Pada Pasal 3 Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) No. 05/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) dinyatakan bahwa “Setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak seratus orang atau lebih dan atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, peledakan, kebakaran, dan pencemaran wajib menerapkan SMK3”. Kebijakan ini dipertegas kembali pada Pasal 87 Ayat 1 Undang-Undang (UU) No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan bahwa “Setiap perusahaan wajib menerapkan SMK3 yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan”. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses produksi yang bertujuan meningkatkan efisiensi dan produktivitas, serta berperan dalam upaya perlindungan investasi.1 Penerapan SMK3 pada tingkat perusahaan berdampak positif yaitu mengurangi risiko bahaya di tempat kerja dan meningkatkan produktivitas kerja. Quinn2 salah seorang pakar dari ILO menyatakan bahwa meningkatnya penggunaan fasilitas kerja dan angka kecelakaan kerja merupakan salah satu alasan pentingnya penerapan SMK3. Penerapan SMK3 bertujuan untuk mengidentifikasi penyebab dan potensi kecelakaan kerja sebagai acuan dalam melakukan tindakan mengurangi risiko.3 Selain itu, penerapan SMK3 membantu pimpinan perusahaan agar mampu melaksanakan standar K3 yang merupakan tuntutan masyarakat nasional dan internasional.1 Angka kecelakaan kerja perusahaan peserta Program JKK pada PT Jamsostek Cabang Medan masih tinggi walaupun terlihat cenderung menurun selama kurun waktu 3 tahun, yaitu tahun 2003 sebanyak 3.250 kasus; tahun 2004 sebanyak 2.958 kasus; dan tahun 2005 sebanyak 1.759 kasus. Angka kecelakaan kerja pada kelompok jenis usaha I, II, III, IV, dan V pada tahun 2005 masing masing sebanyak 536 kasus, 331 kasus, 564 kasus, 118 kasus, dan 207 kasus.4 Ruang lingkup penelitian difokuskan pada perusahaan kelompok jenis usaha III dengan jumlah kecelakaan kerja terbanyak yaitu 564 kasus (32,06%) dari 1.759 kasus. Angka kecelakaan kerja yang masih tinggi tidak terlepas dari masalah pengelolaan K3 melalui
penerapan SMK3 antara lain tidak ada atau rendahnya komitmen manajemen dan tenaga kerja terhadap pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja (K3), latar belakang pendidikan tenaga kerja relatif masih rendah yang berkorelasi dengan kesadaran dan pemahaman terhadap K3, tenaga kerja belum ditempatkan sebagai mitra usaha, masalah kecelakaan kerja masih dilihat dari aspek ekonomi dan belum dilihat dari aspek moral dan hak azasi manusia, alokasi anggaran K3 perusahaan relatif kecil, supervisi K3 dan pelaksanaan K3 masih parsial (tidak komprehensif), jenis standar K3 berbeda, kemampuan pemerintah dalam pembinaan dan penegakan hukum yang lemah. 5,6 Angka kecelakaan kerja akan terus meningkat bila program K3 dalam SMK3 tidak berjalan sesuai dengan rencana.7 Pencegahan kecelakaan kerja merupakan tanggung jawab utama manajemen.8 Kecelakaan kerja sering terjadi disebabkan kegagalan dalam penerapan SMK3. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) akan berfungsi lebih baik apabila perusahaan telah mengembangkan budaya K3 yang disertai dengan perilaku yang aman dari tenaga kerja agar tercapai pemenuhan terhadap peraturan dan prosedur K3.9 Apabila pengusaha dan pekerja terus membudayakan K3 melalui penerapan SMK3 akan memberi pengaruh besar terhadap stabilitas usaha.10 Dilaksanakan tidaknya penerapan SMK3 diindikasikan dari kinerja penerapan SMK3 berdasarkan hasil audit terhadap 12 unsur audit SMK3 yang terkait dengan pelaksanaan 5 prinsip penerapan SMK3. Selain itu, audit SMK3 menilai efektivitas penerapan SMK3, membuktikan kekuatan dan memperbaiki kelemahan sistem yang berjalan, sehingga tercapai tujuan.10 Berdasarkan masalah tersebut di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji perbedaan kinerja 12 unsur audit SMK3 dan perbedaan kinerja lima prinsip penerapan SMK3. BAHAN DAN CARA PENELITIAN Data kecelakaan kerja dikumpulkan melalui Formulir Jamsostek 3 Bentuk K.K. 3 (Laporan Kecelakaan Tahap I) dari seluruh perusahaan kelompok jenis usaha III peserta Program JKK pada PT Jamsostek Cabang Medan yang tenaga kerjanya mengalami kecelakaan kerja selama kurun waktu 1 tahun (1 Januari - 31 Desember 2005). Kemudian dari seluruh perusahaan tersebut ditetapkan sampel penelitian berdasarkan kriteria jumlah tenaga tenaga kerja = 100 orang (purposive sample) ada sebanyak 55 perusahaan.
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009 l
131
Gerry Silaban, dkk.: Kinerja Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan ...
Dalam penerapan SMK3, perusahaan wajib melaksanakan 5 prinsip penerapan SMK3 yang berlandaskan pada prinsip manajemen yaitu Plan, Do, Check, Improvement (PDCI). Alat ukur kinerja penerapan SMK3 digunakan daftar periksa (check list) audit SMK3 yang ditetapkan pada Lampiran II Permenaker RI No. 05/1996 tentang Pedoman Teknis Audit SMK3. Daftar periksa audit SMK3 terdiri dari 166 kriteria. Tiap kriteria ditetapkan empat pilihan yaitu SS (Sangat Sesuai), SE (Sesuai), TS (Tidak Sesuai), dan ST (Sangat Tidak Sesuai) dengan skor masing-masing 4, 3, 2, dan 1. Audit SMK3 meliputi 12 unsur yang ditujukan untuk menemukan fakta (fact finding) daripada pelaksanaan 5 prinsip penerapan SMK3. Unsur 1 (28 kriteria) berhubungan dengan prinsip 1. Unsur 2 (10 kriteria) dan unsur 3 (8 kriteria) berhubungan dengan prinsip 2. Unsur 4 (7 kriteria), unsur 5 (7 kriteria), unsur 6(40 kriteria), dan unsur 9 (13 kriteria) berhubungan dengan prinsip 3. Unsur 7 (15 kriteria), unsur 10 (7 kriteria) dan unsur 11 (4 kriteria) berhubungan dengan prinsip 4. Unsur 8 (11 kriteria) dan unsur 12 (16 kriteria) berhubungan dengan prinsip 5. Pelaksanaan audit SMK3 dilakukan di tiap perusahaan sampel penelitian yang diawali mengadakan pertemuan dengan manajemen untuk memberikan penjelasan tentang tujuan, ruang lingkup, dan proses audit SMK3. Kemudian melakukan pemeriksaan dokumen yang diaudit untuk verifikasi semua informasi yang diperoleh dari manajemen dan memastikan apakah program K3 diterapkan atau tidak yang meliputi manual SMK3 (mencakup kebijakan K3 perusahaan, struktur organisasi perusahaan, profil perusahaan, struktur P2K3, tujuan dan sasaran K3, diskripsi pekerjaan); prosedur identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko (mencakup catatan hasil identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko yang telah dilakukan); program kerja (termasuk program kerja yang berkaitan pengendalian risiko hasil aktivitas penilaian risiko); pengendalian dokumen; pengendalian catatan; prosedur audit internal; prosedur identifikasi dan pemenuhan peraturan perundangan (termasuk daftar pemenuhan peraturan perundangan bidang K3); prosedur komunikasi dan konsultasi; prosedur insiden, kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, investigasi, dan tindakan pencegahan (mencakup pelaporan sumber bahaya, hampir celaka, kecelakaan kerja, dan penyakit akibat kerja); prosedur operasional (mencakup izin kerja, pembelian, desain, seleksi dan evaluasi vendor, pelatihan, perawatan, rekrutmen, penanganan bahan berbahaya dan beracun); prosedur tanggap darurat; prosedur pemantauan dan
132
pengukuran (mencakup inspeksi, pemantauan kesehatan, dan pemantauan lingkungan kerja); prosedur rapat tinjauan manajemen. Setelah itu, melakukan verifikasi kondisi di lapangan melalui observasi dan pada saat yang bersamaan melakukan wawancara dengan tenaga kerja untuk mendapatkan masukan apakah program K3 benar-benar ada secara formal dan konsisten dilaksanakan. Setelah melakukan verifikasi melalui pemeriksaan dokumen, inspeksi, observasi, dan wawancara dengan tenaga kerja, tiap kriteria audit SMK3 dinilai dengan membuat tanda “√” pada kolom pilihan tiap kriteria dalam daftar periksa audit SMK3. Skor kriteria tiap unsur dari 12 unsur audit SMK3 dan skor kriteria tiap prinsip dari 5 prinsip penerapan SMK3 dijumlahkan. Data dianalisis untuk membuktikan hipotesis menggunakan uji anova amatan ulangan 1-Faktor dengan bantuan Program SPS-2005.11 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi Sampel Penelitian Perusahaan Kelompok Jenis Usaha III Perusahaan kelompok jenis usaha III umumnya bergerak dalam industri pengolahan untuk bahan baku, produk setengah jadi, dan produk jadi dengan jenis dan sifat pekerjaan serta kondisi lingkungan kerja yang mempunyai risiko kecelakaan kerja yang tinggi seperti peleburan logam, perusahaan penggergajian kayu, pabrik keperluan kaki, penggilingan (remiling) karet, pabrik kimia lainnya (lilin, obat nyamuk bakar dan cair), pabrik barangbarang dari logam, dan pabrik plastik. Jumlah kecelakaan kerja terbanyak (87 kasus) pada pabrik kimia lainnya (peleburan logam) dan tersedikit (1 kasus) pada berbagai jenis usaha seperti percetakan, pabrik minuman, industri-industri lain, rumah makan dan minuman, industri minyak kelapa sawit, pabrik barang-barang dari logam, penggilingan (remilling) karet, perusahaan air, pabrik minuman dari alkohol, pabrik keperluan kaki, pabrik kimia lainnya, penggergajian kayu, dan hotel. Tingkat Pemenuhan Kriteria Audit SMK3 Berdasarkan hasil audit SMK3 diperoleh jumlah skor 12 unsur audit SMK3 tertinggi pada pabrik minuman sebesar 602, terendah pada industri peleburan logam sebesar 193, dengan rerata sebesar 304 atau 45,78% dari 664 (jumlah skor audit SMK3). Pencapaian rerata ini belum menunjukkan kategori jumlah skor yang memenuhi persyaratan dalam pemenuhan penerapan SMK3. Agar kewajiban penerapan SMK3 minimal dapat dipenuhi, setiap perusahaan sekurang-kurangnya harus memperoleh
l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan
jumlah skor sebesar 400 - 560 atau memenuhi 100 - 140 kriteria dari 166 kriteria dengan asumsi tiap kriteria memperoleh skor 4. Jumlah skor ini dapat ditingkatkan lagi apabila manajemen melakukan perbaikan (peningkatan) dalam penerapan SMK3 hingga mencapai jumlah skor sebesar 564 - 664 dan pada akhirnya dapat dipertahankan serta berkelanjutan. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) telah terbukti sebagai faktor yang dapat mengurangi jumlah dan keparahan kecelakaan kerja yang pada akhirnya mengurangi jumlah jaminan kecelakaan kerja (biaya kompensasi kecelakaan kerja).12 Jumlah (persentase) pemenuhan kriteria (memperoleh skor 4) audit SMK3 tertinggi yaitu sebanyak 127 kriteria (76,51% dari 166 kriteria) pada pabrik minuman, terendah sebanyak 6 kriteria (3,61% dari 166 kriteria) pada pabrik peleburan logam, dan rerata jumlah (persentase) pemenuhan kriteria sebanyak 32 kriteria (19,04% dari 166 kriteria). Terdapat hanya 2 (3,64%) perusahaan yang mencapai pemenuhan kriteria 60% - 84% dari 166 kriteria audit SMK3, sedangkan 53 (96,36%) perusahaan mencapai pemenuhan kriteria 0% - 60% dari 166 kriteria audit SMK3. Tingkat pencapaian tersebut di atas menunjukkan bahwa penerapan SMK3 belum menyeluruh. Hasil penelitian lain juga menunjukkan hal yang sama yaitu tingkat pencapaian penerapan SMK3 sebesar 70,24% pada 20 perusahaan subsektor industri pengolahan13, penerapan SMK3 pada industri garment tidak sepenuhnya berjalan dengan baik disebabkan oleh faktor ekonomi, pendidikan, dan perilaku pekerja14, komitmen direktur rumah sakit terhadap K3 masih rendah, organisasi dan pelaksanaan K3 belum menyeluruh tiap unit kerja sehingga perlu penerapan SMK3 15 , tingkat pelaksanaan penerapan SMK3 dicapai sebesar 70,74% pada industri tekstil.16 Tingkat pencapaian lebih tinggi pada perusahaan yang telah menerapkan SMK3 sebagaimana hasil audit SMK3 terhadap 100 perusahaan pada tahun 2004 yang dilaporkan oleh PT Sucofindo (badan audit SMK3 yang ditunjuk oleh pemerintah) menunjukkan bahwa sebanyak 92 perusahaan (92,00%) dengan tingkat pencapaian penerapan SMK3 85% - 100% dari 166 kriteria audit SMK3, dan 8 perusahaan (8,00%) dengan tingkat pencapaian penerapan SMK3 60% - 84% dari 166 kriteria audit SMK3.17 Perusahaan dengan tingkat pencapaian penerapan SMK3 yang rendah tidak menguntungkan dalam waktu jangka panjang, kinerja penerapan SMK3 rendah, tidak mampu
berkompetisi, dan penerapan SMK3 tidak dapat berkelanjutan.18 Kualitas pelaksanaan K3 yang rendah disebabkan kurangnya pemenuhan terhadap peraturan perundangan K3 dari pimpinan perusahaan dan kurang menyebarnya personel yang berkompeten di bidang K3 untuk memberikan pengetahuan tentang peraturan perundangan K3.19 Perbedaan Kinerja 12 Unsur Audit SMK3 Rerata jumlah (persentase) perusahaan yang memenuhi kriteria (memperoleh skor 4) untuk tiap unsur dari 12 unsur audit SMK3 yaitu sebanyak 4 perusahaan (7,27%) untuk unsur 1, 3 perusahaan (5,46%) untuk unsur 2, 7 perusahaan (12,73%) untuk unsur 3, 9 perusahaan (16,36%) untuk unsur 4, 31 perusahaan (56,36%) untuk unsur 5, 17 perusahaan (30,91%) untuk unsur 6, 11 perusahaan (20,00%) untuk unsur 7, 12 perusahaan (21,82%) untuk unsur 8, 11 perusahaan (20,00%) untuk unsur 9, 1 perusahaan (1,82%) untuk unsur 10, 1 perusahaan (1,82%) untuk unsur 11, dan 7 perusahaan (12,74%) untuk unsur 12. Terlihat bahwa tidak ada satu unsur yang dipenuhi oleh seluruh perusahaan. Kriteria unsur 5 (pembelian) terbanyak dipenuhi perusahaan, sama halnya dengan hasil audit PT Sucofindo tahun 2001 - 2003 juga diperoleh rerata jumlah (persentase) perusahaan terbanyak memenuhi unsur 5 (pembelian) yaitu 56 (%) dari 74 perusahaan.5 Manajemen perusahaan lebih memprioritaskan unsur 5 (pembelian) mengingat kaitannya dengan kegiatan usaha produksi yang meliputi ketelitian terhadap pembelian sarana produksi (mesin, alat, perlengkapan, instalasi, dan bahan-bahan baku) sesuai dengan spesifikasinya, melakukan pemeriksaan terhadap barang atau jasa yang telah dibeli, dan kontrol barang atau jasa yang dipasok pelanggan melalui kegiatan identifikasi potensi bahaya dan menilai risikonya dalam rangka menjaga (mempertahankan) kualitas produk/jasa yang dihasilkan. Pemenuhan kriteria unsur 5 (pembelian) termasuk kegiatan pengendalian risiko. Pengendalian risiko merupakan pendekatan utama yang digunakan dalam manajemen risiko seperti substitusi bahan yang berbahaya dengan tidak berbahaya, pembelian peralatan dan rancangan teknik dari proses produksi yang tidak menimbulkan bahaya.20 Manajemen risiko yang efektif merupakan strategi inti dari SMK3 yang mencakup identifikasi bahaya, mengukur dan mengendalikan risiko, mengevaluasi dan melakukan tinjauan ulang tindakan pengendalian risiko untuk meyakinkan bahwa SMK3 dilaksanakan dan dipertahankan.
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009 l
133
Gerry Silaban, dkk.: Kinerja Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan ...
Manajemen risiko yang efektif membutuhkan tanggung jawab yang telah ditetapkan, kompetensi, dan sumber daya untuk menentukan dan melaksanakan tindakan pencegahan yang disyaratkan, melibatkan tenaga kerja secara aktif, prosedur pengendalian risiko didokumetasikan dan dapat digunakan.21 Pencapaian jumlah skor tiap unsur audit SMK3 menunjukkan kinerja tiap unsur audit SMK3. Kinerja penerapan SMK3 dikatakan baik apabila jumlah skor tiap unsur dari 12 unsur audit SMK3 dicapai dengan skor maksimum. Pada Tabel 1 tertera rerata jumlah (persentase) skor unsur 5 dicapai tertinggi yaitu sebesar 20,96 (74,86% dari skor maksimum unsur 5), kemudian diikuti berurut hingga terendah yaitu rerata jumlah (persentase) skor unsur 6,unsur 7, unsur 8, unsur 4, unsur 9, unsur 10, unsur 12, unsur 3, unsur 2, unsur 1, dan unsur 11. Hasil uji F diperoleh bahwa ada perbedaan sangat signifikan (p< 0,01) kinerja 12 unsur audit SMK3 dan uji-t diperoleh perbedaan antar kinerja tiap unsur dari12 unsur audit SMK3. Perbedaan antarkinerja tiap unsur dari 12 unsur audit SMK3 menunjukkan keragaman dalam pemenuhan kriteria tiap unsur dari 12 unsur audit SMK3, sehingga secara keseluruhan ada perbedaan kinerja 12 unsur audit SMK3. Perbedaan kinerja 12 unsur audit SMK3 memberikan gambaran yang jelas dan lengkap tentang status mutu pelaksanaan penerapan SMK3 yang menjadi masukan bagi manajemen agar dapat dilakukan perbaikan (pemenuhan) terhadap kriteria tiap unsur dari 12 unsur audit SMK3 sehingga insiden atau kecelakaan kerja yang menimbulkan kerugian dapat dikurangi dan tidak terjadi gangguan produksi.Pemenuhan kriteria tiap unsur audit SMK3 dapat meningkatkan kinerja K3 melalui manajemen K3 yang sistematis. 21 Komitmen manajemen terhadap K3 harus disertai dengan kepemimpinan yang mampu menciptakan iklim yang aman di tempat kerja.22
Hal yang dapat dilakukan di tempat kerja untuk meningkatkan kinerja K3 dan bebas dari gangguan produksi yaitu: pekerja dan supervisor harus mengetahui dan menyadari akan bahaya dan potensi bahaya; pekerja berperilaku aman; pekerja mampu melakukan pekerjaan dengan aman; lingkungan kerja harus dibuat aman dan sehat melalui pengendalian teknis atau administratif, substitusi atau mengurangi bahan atau kondisi yang berbahaya, atau memakai alat pelindung diri; peralatan, mesin dan bahan-bahan harus berfungsi dengan aman bila digunakan; ketentuan tentang tanggap darurat harus dibuat untuk mencegah timbulnya kecelakaan kerja.23 Di samping itu, keterlibatan manajer puncak terhadap K3 sangat penting dalam menyusun finansial, tenaga profesional, membuat kebijakan dan program K3, dan keterlibatan tenaga kerja sangat diperlukan dalam pelaksanaan K3. 24 Tenaga kerja yang berorientasi pada K3 melalui perilaku aman bekerja merupakan suatu faktor positif terhadap kinerja K3 dalam rangka mengurangi angka kecelakaan kerja perusahaan.25 Pendidikan K3 dan kemampuan personal tenaga kerja tidak cukup untuk membuat aman bekerja, untuk itu manajemen hendaknya terusmenerus memotivasi perilaku tenaga kerja agar kecelakaan kerja dapat dihindari.26 Perbedaan Kinerja 5 Prinsip Penerapan SMK3 Rerata jumlah (persentase) pemenuhan kriteria (memenuhi skor 4) dicapai tertinggi pada prinsip 3 yaitu 20 kriteria (29,85%) dari 67 kriteria prinsip 3, kemudian diikuti berurut hingga terendah masingmasing rerata jumlah (persentase) pemenuhan kriteria prinsip 4 sebanyak 4 (15,38%) dari 26 kriteria prinsip 4, prinsip 5 sebanyak 4 kriteria (14,81%) dari 27 kriteria prinsip 5, prinsip 1 sebanyak 2 kriteria (7,14%) dari 28 kriteria prinsip 1, dan prinsip 2 sebanyak 1 kriteria (5,56%) dari 18 kriteria prinsip 2. Kinerja penerapan SMK3 dikatakan baik apabila kinerja tiap prinsip dari 5 prinsip penerapan SMK3 dicapai jumlah skor (persentase) tertinggi dari
Tabel 1. Rerata Jumlah (Persentase) Skor Tiap Unsur dari 12 Unsur Audit SMK3 12 Unsur Audit SMK3 Unsur 1 (pembangunan dan pemeliharaan komitmen) Unsur 2 (strategi pendokumentasian) Unsur 3 (peninjauan ulang disain dan kontrak) Unsur 4 (pengendalian dokumen) Unsur 5 (pembelian) Unsur 6 (keamanan bekerja berdasarkan SMK3) Unsur 7 (standar pemantauan) Unsur 8 (pelaporan dan perbaikan kekurangan) Unsur 9 (pengelolaan material dan pemindahannya) Unsur 10 (pengumpulan dan penggunaan data) Unsur 11 (audit SMK3) Unsur 12 (pengembangan keterampilan dan kemampuan)
134
Rerata Skor 38,38 13,86 11,47 12,51 20,96 92,18 28,56 20,27 22,82 11,84 4,22 27,06
l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009
Skor Maksimum 112 40 32 28 28 160 60 44 52 28 16 64
% 34,27% 34,65% 35,84% 44,68% 74,86% 57,61% 47,60% 46,07% 43,88% 42,29% 26,38% 42,28%
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan
skor maksimum. Pada Tabel 2 tertera rerata jumlah (persentase) skor prinsip 3 dicapai tertinggi yaitu 148,47 (55,40% dari skor maksimum), kemudian diikuti berurut hingga terendah yaitu rerata jumlah skor (persentase) prinsip 5, prinsip 4, prinsip 2, dan prinsip 1. Pencapaian jumlah skor tertinggi pada prinsip 3 juga diperoleh pada penelitian Widiastuti tentang fungsi manajemen keselamatan dan kesehatan kerja pada salah satu pabrik gula di Jawa Timur diperoleh bahwa skor penerapan fungsi perencanaan (prinsip 1) sebesar 46,62%, skor penerapan fungsi pengorganisasian (prinsip 2) sebesar 10%, skor penerapan fungsi penggerakan (prinsip 3) sebesar 55,17% (tertinggi), skor penerapan fungsi pengendalian (prinsip 4) sebesar 51,8%, dan skor penerapan fungsi evaluasi (prinsip 5) sebesar 0%.27 Hasil uji F diperoleh ada perbedaan sangat signifikan (p < 0,01) kinerja 5 prinsip penerapan SMK3 dan uji-t diperoleh perbedaan antar kinerja tiap prinsip dari 5 prinsip penerapan SMK3. Perbedaan antar kinerja tiap prinsip dari 5 prinsip penerapan SMK3 menunjukkan keragaman dalam pelaksanaan tiap prinsip dari 5 prinsip penerapan SMK3, sehingga secara keseluruhan ada perbedaan kinerja 5 prinsip penerapan SMK3. Penerapan SMK3 masih bersifat slogan dan belum membudaya di tengah masyarakat dan masih dipandang dalam lingkup sempit (terbatas dalam lingkup kerja) belum menjadi bagian integral dari bisnis.28 Bila pelaksanaan penerapan SMK3 secara bersiklus, kontinu, dan berkelanjutan, maka diperoleh jumlah (persentase) skor maksimum untuk tiap prinsip dari 5 prinsip penerapan SMK3, sehingga tidak terdapat keragaman dalam pelaksanaan 5 prinsip penerapan SMK3. Kinerja 5 prinsip penerapan SMK3 ditentukan oleh kemauan dan keterlibatan seluruh jajaran dalam manajemen dan tenaga kerja serta keikutsertaan Komite K3 (P2K3) dalam pelaksanaan K3 yang berdampak terhadap angka kecelakaan kerja dan klaim kecelakaan kerja.24 Kunci agar bekerja aman dan lingkungan kerja sehat adalah dengan penerapan SMK3 secara komprehensif.29 Penerapan SMK3 diawali dengan adanya pernyataan kebijakan manajemen untuk
menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan aman, serta membuat mekanisme dan struktur organisasi dengan prinsip penerapan SMK3 yang efektif. Manajemen harus mempunyai komitmen untuk menyediakan sumber daya yang diperlukan yaitu tenaga kerja dan finansial dalam rangka mendukung mekanisme dan struktur organisasi dari penerapan SMK3. Selain itu, harus ada perencanaan K3 yang terperinci dan berisi penjelasan dari tujuan K3 dan terukur. Kinerja penerapan SMK3 merupakan indikator yang dapat diukur melalui audit SMK3 untuk meyakinkan keberhasilan penerapan SMK3 dan dapat dibandingkan dengan sebelumnya.30 Risiko kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja K3 harus dikendalikan. Pengendalian risiko yang efektif hanya dapat dilakukan melalui penerapan SMK3. Kekuatan dan keberhasilan setiap perusahaan terletak pada tata kelola yang efektif terhadap produktivitas, kualitas produk, keselamatan, kesehatan dan lingkungan kerja, di samping pemasaran dan finansial. Komitmen perusahaan terhadap K3 harus ditunjukkan dengan kinerja K3 yang baik.31 Enam alasan utama pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja melalui pelaksanaan K3 dalam suatu sistem yaitu:32 1. Kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dapat menghancurkan masa depan tenaga kerja yang secara moral tidak dibenarkan. 2. Pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja merupakan tanggung jawab pengusaha bersama tenaga kerja. 3. Kecelakaan kerja menurunkan efisiensi usaha dan produktivitas kerja. 4. Kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja menimbulkan kerawanan sosial. 5. Teknik keselamatan kerja ditujukan untuk menurunkan angka kecelakaan kerja (accident rate) dan angka keparahan kecelakaan kerja (severity rate). 6. Adanya tuntutan dari pemerintah untuk menyediakan tempat kerja yang sehat dan aman. Pengusaha atau manajemen puncak (top management) harus bertanggung jawab terhadap rendahnya kinerja tiap prinsip dari 5 prinsip
Tabel 2. Rerata (Persentase) Skor Tiap Prinsip dari 5 Prinsip Penerapan SMK3 5 Prinsip Penerapan SMK3 Prinsip 1 (menetapkan kebijakan K3 dan komitmen menerapkan SMK3) Prinsip 2 (merencanakan penerapan K3) Prinsip 3 (menerapkan kebijakan K3) Prinsip 4 (mengukur, memantau, dan mengevaluasi kinerja K3) Prinsip 5 (meninjau ulang dan meningkatkan pelaksanaan SMK3)
Rerata Skor 38,38 25,33 148,47 44,62 47,33
Skor Maksimum 112 72 268 104 108
% 34,27% 35,18% 55,40% 42,90% 43,82%
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009 l
135
Gerry Silaban, dkk.: Kinerja Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan ...
penerapan SMK3 dan menyikapinya dengan paradigma revitalisasi pelaksanaan penerapan SMK3. Titik awal (starting point) pelaksanaan penerapan SMK3 sebaiknya dilakukan sosialisasi SMK3 di tingkat perusahaan bagi seluruh komponen (pengusaha, manajemen, dan tenaga kerja) yang terlibat dalam aktivitas di tempat kerja. Bila komponen tersebut telah memiliki pengetahuan dan pemahaman (persepsi) yang sama terhadap tahapan pelaksanaan tiap prinsip dari 5 prinsip penerapan SMK3, maka masing-masing akan mengetahui tugas dan fungsi, serta tanggung jawabnya dalam pelaksanaan penerapan SMK3. Di samping manajemen menyiapkan (menyediakan) sumber daya yang terkait dengan pelaksanaan penerapan SMK3 yaitu: 1. Dana yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan SMK3. 2. Pembentukan organisasi K3 di tempat kerja seperti Bagian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Occupational Safety and Health Department) yang membawahi beberapa sub bagian (regu penanggulangan kebakaran, tim tanggap darurat (emergency response preparedness team), pelayanan kesehatan kerja), Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) atau Safety Committee. Organisasi K3 ini bertugas: a. Memberikan saran dan rekomendasi terhadap perbaikan pelaksanaan penerapan SMK3 kepada manajemen b. Melakukan indentifikasi sumber-sumber bahaya, pengawasan terhadap penerapan syarat-syarat dan standar K3, dan pencegahan kecelakaan kerja di tempat kerja c. Sebagai wadah komunikasi dan kerjasama dalam meningkatkan kinerja pelaksanaan penerapan SMK3 di tempat kerja d. Menyebarluaskan informasi K3 ke seluruh unit kerja yang meliputi peraturan perundangan K3, kebijakan K3 perusahaan, kegiatan K3, dan laporan hasil audit internal SMK3. 3. Sarana K3: pelayanan kesehatan kerja, pintu dan tangga darurat, tempat pelatihan K3. 4. Fasilitas K3: alat pelindung diri, P3K, alat pemadam api, alat dan sistem tanda bahaya, alat pemantauan kondisi lingkungan kerja, rambu dan tanda keselamatan kerja, manual K3 (berisi peraturan perundangan K3; prosedur pengoperasian dan penanganan mesin, alat, instalasi dan bahan berbahaya, instruksi kerja; instruksi tanggap darurat).
136
5.
Personel K3 yang mempunyai tugas, fungsi, dan kewenangan sesuai dengan kompetensinya dalam upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Personel K3 meliputi ahli K3 umum, ahli K3 spesialis (listrik dan kebakaran, mekanik, uap dan bejana tekan, konstruksi, kimia), dokter perusahaan, paramedis (perawat) perusahaan, ahli higiene industri, petugas P3K, petugas K3 (kimia, radiasi, kebakaran, konstruksi, confined space), operator (pesawat uap, crane), teknisi (lift, listrik), dan juru las.
Setelah manajemen memenuhi sumber daya yang terkait dengan pelaksanaan penerapan SMK3, langkah selanjutnya mengidentifikasi kegiatan apa yang belum berjalan agar dilakukan kajian kendala pelaksanaannya dan kegiatan apa yang telah berjalan agar dapat dilakukan perbaikan tiap prinsip dari 5 prinsip penerapan SMK3 dengan berpedoman pada Lampiran I Permenaker No. 05/1996.Tahap akhir dari penerapan K3 adalah meyakinkan perbaikan (peningkatan) dilakukan secara menyeluruh, konsisten dan berkesinambungan, serta dievaluasi melalui audit internal K3 paling tidak setahun sekali. Kegiatan audit eksternal SMK3 dapat dilakukan apabila pelaksanaan 5 prinsip penerapan SMK3 telah berjalan dan berkesinambungan untuk memperoleh pengakuan dari pemerintah terhadap penerapan SMK3 di perusahaan. Menakertrans RI pada acara penyerahan penghargaan SMK3 tahun 2008 menyatakan bahwa pemerintah akan mempercepat pelaksanaan audit SMK3 di perusahaan-perusahaan yang selama ini berjalan setahun sekali menjadi tiga bulan atau enam bulan sekali. Hasil audit SMK3 akan segera diumumkan perusahaan yang memiliki kinerja SMK3 buruk agar dapat memperbaiki diri, termasuk perusahaan yang belum menerapkan SMK3. Langkah ini diambil untuk menekan tingkat kecelakaan kerja dan meningkatkan kesiagaan perusahaan menghadapi potensi kecelakaan kerja mengingat pentingnya amanah dari Permenaker No. 05/1996.Dibutuhkan waktu yang panjang untuk menekan angka kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja meskipun semua organisasi yang relevan terlibat dalam upaya penerapan SMK3.33 Kebijakan Permenaker No. 05/1996 sejatinya untuk mewajibkan perusahaan agar dapat memenuhi standar K3 yang kemudian dinilai melalui audit SMK3 untuk memperoleh sertifikat SMK3. Namun sertifikasi SMK3 diperlakukan oleh sebagian pengusaha sebagai tujuan akhir, sehingga hasil audit SMK3 tidak dapat menggambarkan kondisi objektif
l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan
dari penerapan SMK3 di perusahaan dan sertifikasi SMK3 tidak menjadi jaminan kualitas dari kinerja penerapan SMK3 yang dimungkinkan bias karena faktor subjektif. Oleh karena itu, perlu ada pengawasan terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam pengajuan audit SMK3 perusahaan dan auditor yang melakukan audit SMK3. Di samping itu, kebijakan Permenaker No. 05/1996 perlu ditopang dengan suatu peraturan pemerintah yang menetapkan dan mengatur tentang penerapan SMK3 agar lebih jelas dan rinci termasuk sanksi hukumnya. Dengan demikian, diharapkan dapat memacu peningkatan jumlah perusahaan dalam penerapan SMK3 seiring dengan meningkatnya kesadaran pengusaha akan pentingnya penerapan SMK3. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kinerja penerapan SMK3 masih rendah dilihat dari jumlah perusahaan dan tingkat pencapaian dalam pemenuhan kriteria tiap unsur dari 12 unsur audit SMK3. Ada perbedaan yang sangat signifikan (p < 0,01) kinerja tiap unsur dari 12 unsur audit SMK3 yang mengakibatkan ada perbedaan yang signifikan (p < 0,05) kinerja tiap prinsip dari 5 prinsip penerapan SMK3. Kondisi ini memberi peringatan (warning) bagi pengusaha atau manajemen perusahaan agar melakukan upaya perbaikan terhadap pelaksanaan 5 prinsip penerapan SMK3. Pelaksanaan tiap prinsip dari 5 prinsip penerapan SMK3 harus berurutan dan mengacu pada prinsip Plan, Do, Check, and Improvement (PDCI), sehingga konsisten dan berkelanjutan yang pada akhirnya kriteria tiap unsur audit SMK3 dapat dipenuhi. Manajemen perusahaan harus bekerja sama dengan ahli K3 dan memberdayakan panitia pembina K3 perusahaan agar pelaksanaan penerapan SMK3 komprehensif dan melekat dalam aktivitas kerja sehingga tercipta budaya kerja (corporate culture) berbasis K3. Perbaikan (peningkatan) kinerja pelaksanaan 5 prinsip penerapan SMK3 harus disertai pembinaan dan pengawasan penerapan SMK3 yang intens dan penegakan hukum oleh instansi dinas tenaga kerja disamping peran serta dari PT Jamsostek, PT Sucofindo, organisasi profesi K3, Perusahaan Jasa K3, Balai K3, dan akademisi yang peduli terhadap masalah K3. Saran Temuan hasil audit SMK3 dapat dijadikan sebagai acuan bagi manajemen perusahaan, dinas tenaga kerja dan pihak-pihak lain yang terkait dalam penerapan SMK3 agar dapat melakukan perbaikan
terhadap kelemahan (kekurangan) dari pelaksanaan 5 prinsip penerapan SMK3. Kinerja penerapan SMK3 (tingkat pemenuhan kriteria audit SMK3) perlu dipertimbangkan oleh Pemerintah (Depnakertrans RI), PT Jamsostek, dan Asosiasi Pengusaha Indonesia dalam menetapkan besarnya iuran jaminan kecelakaan dalam Program JKK yang sampai saat ini masih berdasarkan pada pengelompokan risiko dari jenis usaha.Perusahaan dengan kinerja penerapan SMK3 yang baik berhak mendapat insentif dalam bentuk pembayaran iuran jaminan kecelakaan kerja lebih kecil dibanding perusahaan dengan kinerja penerapan SMK3 yang buruk. KEPUSTAKAAN 1. Ichsan S. Klasifikasi Ahli Keselamatan Kerja, Ahli Hygiene Perusahaan dan Dokter Perusahaan Di Masa Mendatang. Makalah Pelatihan Hiperkes dan Keselamatan Kerja Bagi Dokter Perusahaan. Diselenggarakan oleh Balai Keselamatan Kerja dan Hiperkes Medan.2003. 2. Siswati M.Summary of the Workshop on Asean Occupational Safety and Health Management System (OSH-MS). Majalah Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Pusat Pengembangan Keselamatan Kerja dan Hiperkes Balitbanginfo Depnakertrans RI, Jakarta.2003; XXXVI(2) AprilJuni. 3. Suokas, J. The Role of Safety Analysis in Accident Prevention. Accident Anal Prev, 1988; 20(1): 67-85. 4. Kanwil I PT Jamsostek. Data Kepesertaan Program Jamsostek dan Kecelakaan Kerja Tahun 2003 - 2005.Medan.2006. 5. Rudiyanto. Penerapan SMK3 dan Pelaksanaan Audit SMK3. Makalah Pelatihan Pengenalan SMK3. Diselenggarakan oleh PT (Persero) Sucofindo, Jakarta. 2004. 6. Ichsan S. Urgensi Hiperkes dan Keselamatan Kerja Di Perusahaan. Makalah Pelatihan Hiperkes dan Keselamatan Kerja Bagi Dokter dan Paramedis Perusahaan. Diselenggarakan oleh Balai Keselamatan Kerja dan Hiperkes Medan Bekerja Sama dengan Asosiasi Hiperkes dan Keselamatan Kerja Indonesia (AHKKI) Wilayah Provinsi Sumatera Utara, Medan.2002. 7. Suma’mur PK. Program Prioritas dan Pemberdayaan Potensi K3 Tahun 2003 dan 2004 Guna Mewujudkan Kemajuan Substansial K3. Majalah Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Pusat Pengembangan Keselamatan Kerja dan Hiperkes, Balitbanginfo Depnakertrans RI, Jakarta.2003; XXXVI(2) April-Juni.
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009 l
137
Gerry Silaban, dkk.: Kinerja Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan ...
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
138
Alli BO. Fundamental Principles of Occupational Health and Safety. First Published, International Labor Office, Geneva.2001. Hopkins A. Safety Culture, Mindfulness and Safe Behaviour: Converging Ideas? Working Paper 7. The Conference Australian OHS Regulation for the 21st Century, National Research Centre for Occupational Health and Safety Regulation and National Occupational Health and Safety Commission, Canberra.2002. Ramli S. New Paradigm Untuk Meningkatkan Kinerja K3. Makalah Konvensi Nasional K3 KeVI. Diselenggarakan oleh Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional, Jakarta.2006. Hadi S. Pamardiningsih Y. SPS-2000 (Seri Program Statistik Versi 2000), Manual SPS Paket Midi. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 2000. Groeneweg J. The Accident Causation Model.In: Ch. 57 Audits, Inspections and Investigations. Encyclopaedia of Occupational Health and Safety. Vol. II, Fourth Edition, International Labour Office, Geneva.1998. Sugiyono. Kecelakaan Kerja Sektor Industri Pengolahan dan Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Di Kotamadya Yogyakarta Kajian Tahun 2001. Tesis. Program Studi Ilmu Kesehatan Kerja, Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.2002. Yuliani R. Kajian Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada PT Primisima (Industri Garment) Di Sleman Yogyakarta. Tesis. Program Studi Magister Rekayasa Keselamatan Industri, Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.2004. Novianto R. Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Di Rumah Sakit Unisma Malang Jawa Timur. Tesis. Minat Utama Manajemen Rumah Sakit, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.2005. Subekti A. Audit Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja PT Lotus Indah Textile Industry Dengan Menggunakan Sistem Informasi Audit. Tesis. Program Magister Teknologi Manajemen, ITS, Surabaya.2008. Depnakertrans RI. Evaluasi Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). Direktorat Pengawasan Kesehatan Kerja Ditjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan, Jakarta. 2005.
18. Hamalainen PJ. Takala, and K.L. Saarela. Global Estimates of Occupational Accidents. Safety Science, 2006; 44: 137-56. 19. Frick K. Organisational Development and OHS Management in Large Organisations. Working Paper 14. The Conference Australian OHS Regulation for the 21st Century, National Research Centre for Occupational Health and Safety Regulation and National Occupational Health and Safety Commission, Canberra.2003. 20. Taylor G, K. Easter, and R. Hegney.Enhancing OccupationalSafetyand Health. 2004 (http:// books.google.com/books?id=qs_FgDdalv8C &pg=PA579&q=occupational+health+and+ safety+journal&hl=id#PPP1,M1) 21. Bluff L. Systematic Management of Occupational Health and Safety. Working Paper 20. The Conference Australian OHS Regulation for the 21st Century, National Research Centre for Occupational Health and Safety Regulation and National Occupational Health and Safety Commission, Canberra.2003. 22. Hansen L.Beyond Commitment. Occup Hazards, 1993; 55(9): 250. 23. Skiba R. Theoritical Principles of Job Safety. In: Ch. 56 Accident Prevention. Encyclopaedia of Occupational Health and Safety. Vol. II, Fourth Edition, International Labour Office, Geneva. 1998. 24. Simard M. Safety Culture and Management. In: Ch. 59 Safety Policy and Leadership. Encyclopaedia of Occupational Health and Safety. Vol. II, Fourth Edition, International Labour Office, Geneva. 1998. 25. Saari J. On Strategies and Methods in Company Safety Work: From Informational to Motivational Strategies. J Occup Acc 12: 107-117. 26. Peters RH. Strategies for Encouraging SelfProtective Employee Behaviour. J Saf Res, 1991; 22: 53-70. 27. Widiastuti E. Fungsi Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di PT. Perkebunan Nusantara XI (Persero) Pabrik Gula Djatiroto Lumajang. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya. 2005. 28. Hadi S. Internal Audit Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Majalah Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Pusat Pengembangan Keselamatan Kerja dan Hiperkes Balitbanginfo Depnakertrans RI, Jakarta. 2004;XXXVI(3) JuliSeptember. 29. OSHA. OSHA: Employee Workplace Rights. US Department of Labor. 2003.
l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan
30. Linehan A.Workplace Inspection and Regulatory Enforcement. In: Ch. 57 Audits, Inspections and Investigations. Encyclopaedia of Occupational Health and Safety. Vol. II, Fourth Edition, International Labour Office, Geneva. 1998. 31. Venkataraman N. Safety Performance Factor. Journal Occupational Safety Health, National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH), Malaysia. 2008; 5: 27-30.
32. Reese CD. Occupational Health and Safety Management: A Practical Approach.Lewis Publishers, Boca Raton.2003. 33. Siriruttanapruk S. and P. Anatagulnathi. Occupational Health and Safety Situation and Research Priority in Thailand. Industrial Health, 2004; 42,135-40.
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 12, No. 3 September 2009 l
139