Jurnal Laporan ANALISA HASIL PENGELASAN SMAW BUTT JOINT PADA BAJA AISI 1020 DENGAN VARIASI TEBAL PLAT Kusmayadi 1, Budi Agung K., ST., M.Sc.2, Ir. Rochman Rochiem, M.Sc2 1. Mahasiswa jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS 2. Dosen jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
ABSTRAK
Kegagalan pada logam hasil pengelasan bisa disebabkan banyak faktor antara lain karena adanya tegangan sisa yang terjadi pada benda uji sebelum diaplikasikan. Tegangan ini dapat disebabkan karena selama proses pengelasan, panas yang diterima logam tidak merata. Perambatan panas selama pengelasan salah satunya dipengaruhi oleh ketebalan plat. Dalam penelitian ini digunakan baja AISI 1020 sebagai spesimen yang dilas dengan sambungan tumpul (butt joint). Teknik las yang digunakan adalah Shielded Metal Arc Welding (SMAW) dengan variasi ketebalan 5mm ,10mm dan 15mm Pada sampel uji dilakukan pengujian dengan menggunakan XRD (X-Ray Difraction) serta analisa lanjut pengukuran melalui permodelan rietveld dengan menggunakan program rietica.Pengujian dilakukan pada tiap variasi ketebalan. Dari penelitian ini diketahui tegangan sisa tertinggi hasil pengelasan diperoleh pada ketebalan plat 15 dan 15 mm, yaitu sebesar 103,2 Mpa (variasi ketebalan sama), dan pada ketebalan plat 5 dan 15 mm, yaitu 88,5 Mpa (variasi ketebalan berbeda). Selanjutnya, data yang diperoleh dapat digunakan sebagai acuan untuk menganalisa kegagalan material pada aplikasi konstruksi Kata Kunci : SMAW,Baja Karbon Rendah,Tebal Plat,XRD, Tegangan Sisa. ABSTRACT
Failure on the weld metal could be due to many factors, for example a residual stresses that occur in the specimens after welding process. This stresses can be caused during the welding process, metal heat unevenly received. Propagation of heat during welding could be influenced by the thickness of the plate. In this study, AISI 1020 steel used as the welded specimens with butt joint. Welding techniques used are shielded Metal Arc Welding (SMAW) with various thickness 5mm, 10mm and 15mm After welding, samples were tested by using XRD (X-Ray Difraction) and further analysis through modeling rietveld measurement using rietica program Test carried out for each variation of thickness. From this study show that highest residual stress on welding result obtained at the 15 and 15 mm thickness of the plate, that is equal 103,2 Mpa (same thickness Variations),and on 5 and 15 mm, , that is equal 88,5 Mpa(different thickness variation). Furthermore, the data obtained can be used as reference to analyze the materials failure in construction applications. Keywords : SMAW, Low Carbon Steel, Plate Thickness, XRD, Residual Stress. PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan teknologi dibidang konstruksi, pengelasan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pertumbuhan dan peningkatan industri, karena mempunyai peranan yang sangat penting dalam rekayasa dan reparasi produksi logam. Hampir pada setiap
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi/FTI-ITS
pembangunan suatu konstruksi dengan logam melibatkan unsur pengelasan. [17] Salah satu jenis pengelasan yang banyak dipakai untuk mengelas baja karbon adalah Shielded Metal Arc Welding (SMAW). Kelebihan pengelasan dengan SMAW, antara lain dapat diandalkan untuk mengelas berbagai tipe sambungan, posisi, serta lokasi yang sulit dikerjakan, biaya pengoperasian yang relatif
Page 1
Jurnal Laporan rendah dan dapat dipakai untuk mengelas didalam maupun diluar ruangan. Tidak diperlukannya hose untuk gas pelindung ataupun air pendingin, serta dapat dioperasikan pada tempat yang jauh dari sumber tenaga, dan kualitas sambungan dapat dirancang sedemikian rupa dengan menggunakan berbagai jenis elektroda. Kegagalan pada logam hasil pengelasan bisa disebabkan banyak faktor antara lain karena adanya tegangan sisa yang terjadi pada benda uji sebelum diaplikasikan. Tegangan ini dapat disebabkan karena selama proses pengelasan, panas yang diterima logam tidak merata. Perambatan panas selama pengelasan salah satunya dipengaruhi oleh ketebalan plat. Untuk itu diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai tegangan sisa pada pengelasan plat dengan berbagai ketebalan. Pada penelitian ini, dilakukan perhitungan tegangan sisa tiap variasi ketebalan. Pengujian yang dilakukan menggunakan X-RD (X-Ray Difraction) serta analisa lanjut pengukuran melalui permodelan rietveld dengan menggunakan program rietica. TINJAUAN PUSTAKA Siklus termal las adalah proses pemanasan dan pendinginan pada daerah las. Lamanya pendinginan dalam suatu daerah temperatur tertentu dari suatu siklus termal las sangat berpengaruh terhadap kualitas sambungan lasan. Proses pengelasan melibatkan panas yang diperoleh dari energi listrik maupun dari energi reaksi pembakaran gas dan lain-lain. Dengan pemberian panas ini, maka akan terjadi siklus panas pada logam yang menunjukkan perubahan fungsi temperatur terhadap fungsi waktu. Siklus termal suatu pengelasan bisa dilihat pada gambar 2.1. Siklus panas ini dialami oleh daerah lasan, logam induk dan daerah sekitar lasan yang besarnya berbeda-beda sesuai dengan jaraknya terhadap sumber panas. Perbedaan siklus panas tersebut akan berhubungan dengan temperatur puncak atau peak temperatur yang dicapai, serta kecepatan pemanasan dan pendinginan dari masing-masing daerah. Temperatur puncak yang paling tinggi dialami oleh daerah yang berada dekat dengan logam las ( fushion line ), laju pemanasan dan pendinginan terjadi dengan cepat pula. Daerah yang berada sedikit lebih jauh akan berada pada temperatur puncak yang medium dengan laju
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi/FTI-ITS
pemanasan dan pendinginan yang relative lebih lambat. Daerah yang berada jauh dari logam las akan mengalami temperatur puncak yang paling rendah dengan laju pemanasan dan pendinginan yang lebih rendah lagi.
Gambar 2.1 Siklus Termal Pengelasan Arc Welding [13] Pada saat pengelasan telah mencapai temperatur puncak maka temperatur akan berangsur-angsur turun. Kecepatan turunnya temperatur (cooling rate) akan memiliki efek yang berarti pada terbentuknya struktur mikro dan sifat mekanik dari daerah lasan termasuk berpengaruh terhadap tegangan sisa yang ada pada daerah lasan dan sekitarnya. Sehingga yang terpenting dari siklus termal las adalah kurva pendinginan dari masing-masing lokasi, dimana semakin ke kanan kecepatan pendinginan las semakin kecil. [16] Kecepatan pendinginan juga dipengaruhi oleh tebalnya pelat, dimana kecepatan pendinginan pada pelat tebal didekati dengan persamaan :
.....…….. ( 2.1 ) dimana : R = Kecepatan pendinginan dari pusat daerah las (C/s) k = Konduktifitas panas logam (J/mm s C) To = Temperatur Pelat (C) = Densitas material ( gr / mm3 ) c = Panas spesifik dari logam ( J/gC) t = Tebal pelat (mm)
Page 2
Jurnal Laporan
Hnet = Input Panas
=
f EI V
(E = Tegangan; I = Arus; f = Efisiensi perpindahan panas; V = Kecepatan pengelasan ) Sedangkan kecepatan pendinginan pada pelat tipis dapat dirumuskan dengan persamaan :
Analisis regangan (ε) sebuah fasa dapat dihitung menggunakan keluaran analisis Rietveld melalui ekspresi :
rms
(U U s ) 32 ln 2
……..(2.3)
Sedangkan analisis tegangan menggunakan nilai regangan yang telah diperoleh melalui ekspresi : …… (2.2) Baja karbon rendah memiliki sifat mampu las yang baik. Baja jenis ini dapat dilas dengan semua cara pengelasan yang ada di dalam praktek dan hasilnya akan baik bila persiapan dan semua persyaratannya terpenuhi. Baja karbon rendah memiliki kepekaan retak las yang rendah bila dibandingkan dengan baja karbon lainnya atau baja paduan. Tetapi retak las pada baja ini dapat terjadi dengan mudah pada pengelasan pelat tebal atau bila didalam baja tersebut terkandung belerang bebas yang cukup tinggi. Tegangan sisa adalah gaya elastis yang dapat mengubah jarak antar atom dalam bahan tanpa adanya beban dari luar. Tegangan sisa ditimbulkan karena adanya deformasi plastis yang tidak seragam dalam suatu bahan, antara lain akibat perlakuan panas yang tidak merata atau perbedaan laju pendinginan pada bahan yang mengalami proses pengelasan. Analisis Rietveld adalah sebuah metode pencocokan tak linier kurva pola difraksi terhitung (model) dengan pola difraksi terukur yang didasarkan pada data struktur kristal dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (least squares). [8]. Analisis Rietveld dengan Rietica sebagai programnya merupakan alat bantu untuk analisis kuantitatif atau komposisi fasa. Pada prinsip analisis Rietveld, pola difraksi terhitung (model) dicocokkan dengan pola difraksi terukur. Parameter-parameter yang digunakan dalam penyusunan pola terhitung disimpan dalam sebuah file. Pola difraksi terukur disimpan dalam file yang lain. Pencocokan dilakukan dengan mengubah parameter-parameter dalam model pola difraksi terhitung yang dinyatakan dalam ekspresi intensitas difraksi.
σ = ε x modulus elastisitas ……. (2.4) METODOLOGI PENELITIAN Alur pengerjaan penelitian flowchart dibawah ini : Start
Persiapan
Proses Pengelasan SMAW Buttjoint dengan variasi Tebal Plat
Uji X-RD
Uji Metalografi
Uji Hardness
Analisa Rietveld
Analisa Data dan Pembahasan
Kesimpulan
End
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian
Pada penelitian ini bahan yang digunakan adalah Baja karbon rendah AISI 1020 dengan komposisi kimia dan sifat mekanik sesuai tabel 3.1 dan 3.2 Tabel 3.1 Komposisi kimia AISI 1020 element Weight %
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi/FTI-ITS
sesuai
C 0.18-0.23
Mn 0.3-0.6
P 0.04
S 0.05
Page 3
Jurnal Laporan Tabel 3.2 Sifat mekanik AISI 1020 200 mm 5 mm
150 mm
8 mm
10mm
Gambar 3.3 Preparasi Spesimen untuk uji XRD (merah), metalografi dan kekerasan (hijau)
Bentuk spesimen yang akan dilas berukuran panjang 200mm, lebar 75 mm, dan variasi tebal sesuai gambar 3.2 Elektroda jenis E7016 dan E7018 dengan diameter 2,6 mm dan 3,2 mm. Adapun klasifikasi dan sifat mekanik elektroda sesuai standard AWS : ASME SF A5.1
Cutting, yaitu prosedur proses pemotongan sampel dan menetukan teknik pemotongan yang tepat dalam pengambilan sampel metalografi sehingga didapat benda uji yang representatif. spesimen dipotong menggunakan gergaji mesin sesuai ukuran yang telah ditetapkan. Uji Metalografi dilakukan untuk melihat terjadinya perubahan metalografi pada objek penelitian sebagai akibat dari proses-proses eksperimen yang telah diterimanya. Pada spesimen las metalografi yang diamati adalah pada parent metal, daerah HAZ, dan weld metalnya. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Foto Makro dan pengukuran
lebar HAZ Gambar 3.2 Spesimen Baja AISI 1020
dan variasi ketebalan sebagai berikut : Tabel 3.3 Ketebalan plat Spesimen Spesimen ke-
Tebal plat ,t (mm)
Spesimen ke-
Tebal plat ,t (mm)
1
5 dan 5
4
5 dan10
2
10 dan 10
5
5 dan 15
3
15 dan 15
6
10 dan 15
Spesimen hasil pengelasan diukur pada daerah tengah dengan ukuran 10 X 80 mm dan 5 X 80 mm seperti pada gambar.daerah berwarna merah dan hijau masing-masing akan digunakan untuk uji metalografi dan kekerasan (hijau) serta XRD (merah).
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi/FTI-ITS
Dari hasil pengukuran lebar HAZ yang ditunjukkan pada gambar 4.1 diketahui bahwa lebar HAZ hasil proses las SMAW paling tinggi diperoleh pada variasi ketebalan 15 dan 15mm sebesar 4 mm, sedangkan paling rendah diperoleh pada variasi ketebalan 5 dan 5mm sebesar 1mm
Gambar 4.1 Perbandingan lebar HAZ tiap spesimen
Page 4
Jurnal Laporan Hal yang menarik adalah selisih lebar HAZ pada variasi ketebalan berbeda tidaklah terlalu signifikan bila dibandingkan dengan variasi ketebalan sama. Hal ini menunjukkan semakin tebal plat semakin lebar pula daerah HAZ karena plat yang lebih tebal memerlukan layer las lebih banyak sehingga mengalami pengelasan berulang.
4.2 Foto struktur mikro
Weld metal
. Pengamatan yang dilakukan pada struktur mikro dilakukan dengan mengambil gambar pada daerah base metal,HAZ, weld metal dan daerah batas antara HAZ dengan weld metal.Gambar 4.2 menunjukkan struktur mikro base metal pada semua ketebalan didominasi kristal ferit yang tampak berwarna putih atau terang, banyaknya struktur ferit ini akan membuat material mempunyai sifat kekerasan yang rendah, sedangkan kristal perlit yang tampak berupa butiran berwarna hitam atau gelap tidak dominan. Base Metal
Untuk menunjukkan lebih jelas konsentrasi jumlah ferit dan perlit antara weld metal dan HAZ dapat dilihat pada gambar 4.3 yang juga disusun berurutan dari a hingga f. Disitu menunjukkan bahwa daerah HAZ terlihat lebih gelap dari weld metal karena perlit yang dimiliki lebih banyak.
HAZ
5mm
HAZ
5mm
(a
Weld metal
HAZ
10mm
10mm
(b) 5mm
5mm Weld metal
(a)
Base Metal
HAZ
10mm
15m m
HAZ
15mm
10mm
(c)
(b) Weld metal
5mm 15mm Base Metal
15mm
(c)
HAZ
10mm
(d
HAZ
Gambar 4.2 struktur mikro base metal variasi ketebalan 5mm (a), 10mm (b) dan 15mm(c) pada perbesaran 500X
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi/FTI-ITS
Page 5
Jurnal Laporan
HAZ
5mm
15mm
Kekerasan HV
Weld metal
214 208 202 196 190 184 178 172 166 160 154
(e)
5 dan 5 mm 10 dan 10mm 15 dan 15mm
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Titik
Weld metal
HAZ
Gambar 4.5 Kurva kekerasan spesimen dengan ketebalan sama 208
10mm
Gambar 4.3 struktur mikro fusion line ketebalan 5-5mm (a), 10-10mm (b), 15-15mm (c), 5-10mm (d), 5-15mm (e), 10-15mm (f) perbesaran 15X
Dari hasil uji kekerasan diketahui bahwa nilai kekerasan tertinggi diperoleh pada daerah HAZ dan nilai kekerasan terendah diperoleh pada daerah base metal. Hal ini menunjukkan bahwa daerah weld metal dan base metal lebih ulet daripada daerah HAZ,karena nilai keuletan sebanding dengan jumlah ferit. Tingginya nilai kekerasan daerah HAZ bila dibandingkan dengan daerah base metal disebabkan karena daerah HAZ adalah bagian logam yang terkena panas langsung secara berulang-ulang dari proses pengelasan dan mengalami pendinginan cepat dengan media udara,sehingga mengakibatkan tegangan sisa. Tegangan sisa inilah yang meningkatkan nilai kekerasan pada daerah HAZ. 5
7
190 184
5 dan 10mm
178
5 dan 15mm
172
10 dan 15mm
166 160 154 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Titik
Gambar 4.6 Kurva kekerasan spesimen dengan ketebalan berbeda
4.5 Hasil uji Kekerasan
3
196
Kekerasan HV
(f)
1
202
15mm
4.4 Hasil pengujian Difraksi Sinar-X Pengujian difraksi sinar X dilakukan pada tiap spesimen. Hasil pengujian ditunjukkan pada Gambar 4.7, secara keseluruhan pengujian difraksi menunjukkan pola yang hampir sama. Namun hasil analisis pola puncak difraksi menunjukkan pelebaran kurva seperti ditunjukkan pada Gambar 4.8
9
Gambar 4.7 Kurva hasil uji XRD AISI 1020 dengan variasi ketebalan 2
4
6
8
10
Gambar 4.4 Posisi titik pengujian kekerasan
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi/FTI-ITS
Pada tiap ketebalan terdapat pergeseran puncak tetapi tidaklah significant,sehingga fasa yang terbentuk dianggap sama. Tetapi terlihat adanya perubahan lebar puncak, dapat dilihat semakin tebal spesimen maka lebar puncak yang terbentuk semakin besar pula. Perubahan lebar
Page 6
Jurnal Laporan puncak ini menandakan adanya parameter bentuk yang berubah pula, ini dapat disebabkan karena semakin tebal spesimen maka terdapat tegangan yang diakibatkan gaya tarik menarik antara weld metal dan base metal. Selain digunakan untuk identifikasi fasa, pengujian XRD ini juga dapat digunakan untuk mendapatkan parameter regangan dan tegangan sisa yang terjadi pada material.
Gambar 4.8 Kurva hasil uji XRD variasi ketebalan pada sudut pendek.
4.5 Analisa Rietveld dan Kuantitatif Berdasarkan hasil yang diperoleh dari analisa Rietveld dilakukan analisa kuantitatif untuk mendapatkan nilai regangan, yang kemudian digunakan untuk menghitung tegangan sisa yang terdapat pada spesimen. Hasil perhitungan tegangan dan regangan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil perhitungan regangan dan tegangan sisa Ketebalan spesimen (milimeter) 5 dan 5 10 dan 10 15 dan 15 5 dan 10 5 dan 15 10 dan 15
ε (regangan)
σ (tegangan sisa) (MPa)
0,0003553 0,0004140 0,0004889 0,0004085 0,0004194 0,0004139
75 87.4 103.2 86.2 88.5 87.3
Dari table 4.1 dapat dilihat bahwa peningkatan nilai tegangan seiring dengan semakin tebalnya spesimen pada sambungan dengan ketebalan yang sama,sementara sambungan dengan beda ketebalan tertinggi yaitu 5-15 mm memiliki nilai tegangan tertinggi bila dibandingkan dengan sambungan lain dengan ketebalan berbeda. Hal ini dapat disebabkan karena spesimen yang lebih tebal,memerlukan waktu yang lebih lama dalam pengelasan,waktu yang lebih lama itu digunakan
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi/FTI-ITS
untuk pengisian filler pada sambungan las.Sehingga memungkinkan atom-atom bergerak bebas dan bertransformasi. Namun karena mengalami pendinginan cepat pada media udara,maka atom-atom tersebut tidak dapat menempati posisinya semula dan terperangkap dalam struktur baru yang menyebabkan distorsi pada plat tipis atau tegangan sisa pada plat tebal.Tegangan yang lebih tinggi pada sambungan 5-15m untuk sambungan beda ketebalan juga disebabkan karena adanya perbedaan koefesien ekspansi thermal antara plat 5mm dan 15 mm yang berakibat pada perbedaan muai volume antara keduanya, sehingga bekumpulah kedua tegangan di daerah batas . Nilai tegangan sisa yang diperoleh dalam perhitungan pada tabel 4.1 masih jauh tergolong rendah bila dibandingkan penelitian yang dilakukan oleh J.T. Assis dkk yaitu sekitar 230 Mpa.Sementara itu Michaleris dan DeBiccari dalam penelitiannya memperoleh angka tegangan sisa sekitar 60.7 MPa dan menyebutkan bahwa nilai tegangan sisa yang diperoleh pada umumnya unuk pengelasan baja AH 36 yang ekivalen kadar karbonnya dengan AISI 1020 sekitar 55,9 Mpa. Kesimpulan Berdasarkan data yang telah dianalis didapatkan kesimpulan penelitian yaitu: 1. Berdasarkan hasil pengukuran lebar HAZ, peningkatan ketebalan (variasi ketebalan sama) akan menaikkan lebar HAZ. Pada variasi ketebalan berbeda,lebar HAZ lebih besar diperoleh pada plat yang lebih tebal. 2. Berdasarkan hasil foto mikro diketahui bahwa perlit lebih banyak ditemui pada HAZ dan meningkat sebanding dengan tebal plat. 3. Berdasarkan hasil pengujian kekerasan menunjukkan bahwa nilai kekerasan tertinggi terjadi pada HAZ untuk semua variasi ketebalan. Nilai kekerasan pada sambungan dengan beda ketebalan lebih tinggi daripada sambungan dengan ketebalan yang sama. 4. Dari parameter U hasil keluaran analisa rietveld dapat diperoleh tegangan sisa yang terjadi pada material. Untuk sambungan dengan ketebalan yang sama,tegangan
Page 7
Jurnal Laporan terbesar terjadi pada 15 dan15 milimeter, yaitu 103,2 MPa. Dan pada sambungan dengan beda ketebalan, tegangan terbesar terjadi pada yaitu 5 dan 15 mm, yaitu 88,5Mpa DAFTAR PUSTAKA 1. Asis J.T., Monin V, Teodosio J.R., Gurova2 T. , 2002, “X-Ray Analysis Of Residual Stress Distribution In Weld Region” Advances in X-ray Analysis, v 45 pp 225231 2. ASM Metal Handbook, 6th Volume. 1971. Welding Brazing and Soldering. Ohio : American Society of Metal. 3. ASM, 1989, Metallurgy and Microstructures,.Ohio: ASM Handbook Committe Metal Park 4. Bintoro, Gatot, 2000. Dasar-dasar Pengerjaan Las,Yogyakarta: Kanisus 5. Long H., Gery D., Carlier A., Maropoulos P.G., 2009 “Prediction of welding distortion in butt joint of thin plates” Materials and Design v30 4126–4135 6. Michaleris P., and DeBiccari A., 1997,”Prediction of Welding Distortion”, Welding Journal, 76,172-s-181-s, 7. Musaikan, Ir.H. 1992. Teknik Pengelasan . Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh Nopember 8. Pratapa, S. 2004. Prinsip-prinsip dan Implementasi Metode Rietveld untuk Analisis DataDifraksi. Surabaya. 9. Sidney, Avner H. 1974 Introduction to Physical Metallurgy, New York : McGrawHill Book Co 10. Sonawan Hery dan Suratman Rochim. 2004. Pengantar untuk Memahami Proses Pengelasan Logam. Bandung. Alfabeta. 11. Sugondo, 2007. Pengaruh Deformasi pada Karakteristik Kristalit dan Kekuatan luluh Zircaloy-4. Batan. Serpong 12. Suharto, 1991. Teknologi Pengelasan Logam. Jakarta: Rineka Cipta 13. Welding Handbook, 1st Volume.1981. Fundamental of Welding . Miami Florida : American Welding Society. 14. Widharto, Sri, 2001. Petunjuk Kerja Las. Jakarta: Pradnya Paramita. 15. Wiles, Young. 1981. “A new computer program for rietveld analysis of X-ray
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi/FTI-ITS
16.
17. 18. 19.
powder diffraction patterns”. J. Appl. Cryst. 14, 149-151. Winarno, Agus.2005. Studi Mutu Sambungan las Oxyacetylene dan MIG pada paduan alumunium 5052. Surabaya : Jurusan Teknik Material FTI-ITS. Wiryosumarto, Harsono dan okumura Toshie,2000. Teknologi Pengelasan Logam. Jakarta: Pradnya Paramita http://www.efunda.com/Materials/alloys/car bon_steels/show_carbon.cfm?ID=AISI_102 0&prop=all&Page_Title=AISI%201020 http://www.lascentrum.com/en/welding+ele ctrodes/high+tensile+steel/
Page 8