Ria Delta : Faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dan Upaya Hukum Penyelesaiannya
FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DAN UPAYA HUKUM PENYELESAIANNYA
Oleh : Ria Delta Dosen Tetap pada Fakultas Hukum Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai
ABSTRAK HAM adalah merupakan hak yang pokok dan mendasar yang dimiliki oleh manusia sejak lahir ( bahkan sejak ia masih dalam kandungan ) sampai ia meninggal dunia yang harus dijamin dan dilindungi agar tidak terjadi pelanggaran atau pelecehan terhadap hak-hak tersebut. Pendekatan masalah yang dilakukan dengan cara melakukan penelitian secara empiris dan secara normatif sedang data yang dipergunakan adalah data sekunder dan data primer yaitu dengan cara melakukan penelitian dilapangan melalui observasi ditunjang dengan data yang diperoleh melalui studi di perpustakaan. Hasil penelitian didapat faktor penyebab terjadinya pelanggaran HAM adalah rendahnya moralitas profesional para penegak hukum, faktor ekonomi, faktor mental dari individu. Kesimpulannya adalah diadakan pengadilan HAM yang transparan yang dapat merubah pandangan masyarakat tentang kesungguhan pemerintah dalam menangani kasus pelanggaran HAM, namun harus disertai dengan kepastian hukum yang sesuai dan bukan untuk dijadikan mainan politik belaka, karena hukum memerlukan penanganan yang serius dari semua pihak dan aparat penegak hukum harus menghindari sikap fragmentaris, karena sikap ini baru bisa terwujud apabila penegak hukum maupun praktisi hukum menyadari serta menyakini bahwa law enforcement benar-benar diarahkan untuk mencapai keadilan substantif dengan tetap memperhatikan dimensi perlindungan HAM itu sendiri ______________________________
Keywords: HAM dan penyelesaiannya PENDAHULUAN Hak asasi manusia, dimanapun tempatnya akan selalu ada dan terus diperjuangkan. Naluri manusia tidak mungkin dapat menerima setiap kezaliman, penindasan dan perampasan hak-hak asasi manusia seseorang terjadi dihadapannya, karenanya setiap perjuangan agar terhindar dari pelanggaran hak-hak tersebut adalah keniscayaan, hingga kini diskursus hak asasi manusia memang belum usai diperdebatkan. Disatu pihak mengklaim, bahwa hak asasi manusia hendaknya dilaksanakan secara seragam dan menyeluruhdiberbagai penjuru dunia(universal approaches ), sementara
yang lain menghendaki penegakan hak asasi manusia dari sudut pandang yang lebih spesifik dan sesuai dengan kondisi budaya dan keyakinan masyarakat setempat(local approachses). Negara Republik Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechsstaat) dan tidak didasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat), sehingga jelas bahwa jaminan hukum terhadap hak-hak asasi manusia harus dijunjung tinggi dan hak asasi manusia dihormati dan dilindungi. Dipersoalkan kembali masalah hak asasi manusia di tanah air disebabkan karena lebih dari empat puluh tahun, kekuasaan negara berhasil mengeliminir pemikiran tentang hak asasi manusia
Jurnal Ilmu Hukum, Vol.2, No.1, (47-60), Januari 2013
47
Ria Delta : Faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dan Upaya Hukum Penyelesaiannya
yang melekat dalam sejarah perjuangan bangsa, jika ditelusuri lebih mendalam substansi nilai hak asasi manusia terkait dan mendasari gerak perjuangan kemerdekaan, seperti munculnya secara dominan saat perumusan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia ( Universal Declaration of Human Rights ) tahun 1948, primus interpares hak-hak asasi manusia adalah dignity of man, kemuliaan manusia ( martabat ) ( Adnan Buyung Nasution, 2003). Dalam sejarah perkembangan hak asasi manusia Indonesia, perumusan hak-hak asasi telah beberapa kali ditampilkan dalam berbagai bentuk produk politik, seperti dalam UUDS 1950, TAP MPR No. XVII/1998, kemudian Amandemen UUD 1945 yang secara eksplisit sudah memasukkan Pasal-pasal cukup mendasar mengenai hak-hak asasi manusia, Undang-Undang No.39 Tahun 1999 tentang Hak-hak Asasi Manusia dan Undang-Undang No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Pada masa pemerintahan otoriter Orde Baru masih berjalan sering timbul kasus-kasus pelanggaran berat hak asasi manusia terjadi di Indonesia yang tidak pernah sampai dimeja Pengadilan antara lain Peristiwa Tanjung Priok 1984, Kasus Daerah Operasi Militer ( DOM ) Aceh dan kasus kedung Ombo tahun 1980-an dan kasus Talang Sari Lampung yang dikenal dengan Gerakan Pengacau Keamanan ( GPK ) Warsidi tgl 7 Februari Tahun 1989 di Desa Talang Sari-Way Jepara Lampung Timur, kasus Pembantaian di Pemakaman Santa Cruz Dili tahun 1991 yang dilakukan oleh ABRI terhadap Pemuda-pemuda Timor yang mengikuti prosesi pemakaman rekannya 200 orang tewas, kasus Keppres Suharto tahun 1992 tentang Monopoli perdagangan oleh perusahaan Tommy Suharto, tahun 1992 kasus penangkapan Xanana Gusmao, kasus pembunuhan seorang aktivis perempuan Marsinah tanggal 8 Mei 1993, tahun
1993 kasus kerusuhan anti Kristen di Tasikmalaya kerusuhan ini dikenal dengan kerusuhan Tasikmalaya 26 Desember 1996, kasus sengketa pencemaran lingkungan antara perusahaan Mercura Enim dengan penduduk setempat, dimana warga ditembak oleh aparat saat memprotes, kasus Waduk Nipoh di Madura dimana banyak korban masyarakat yang ditembak aparat pada saat mereka memprotes serta banyak lagi kasuskasus lain yang tidak terungkap dan pelanggaran hak asasi manusia terus berlangsung sampai sekarang. Korban pelanggaran hak asasi manusia yang utamanya harus dipahami bukan sekedar sebagai manusia yang telah terluka tubuh atau bathinnya, tetapi juga seorang manusia yang telah terampas martabatnya, jati dirinya serta dunianya, apalagi khusus untuk korban pemerkosaan yang secara massal biasanya terjadi dalam perang atau suasana mirip perang, seperti DOM di Aceh dan tragedi Mei 1998 di Jakarta. Hukum dalam masyarakat berfungsi sebagai alat control, alat pengawasan dan sebagai pelindung atas hak – hak pokok dalam masyarakat tersebut, keberadaan hukum sangat dibutuhkan dan diperlukan dalam masyarakat, hal ini disebabkan oleh semakin kompleksnya kubutuhan dan keinginan manusia seiring dengan pengaruh kemajuan teknologi dan perubahan zaman yang terkadang lebih cepat dari yang diperkirakan oleh semua pihak. Sekarang ini, hukum tidak lagi melindungi aspirasi masyarakat melainkan menjadi pelindung aspirasi suatu golongan tertentu yang mempunyai kekuasaan dan kekuatan serta wewenang untuk mengendalikan hukum,hal ini bertentangan dengan bunyi Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi bahwa : “… Segala warga Negara bersamaan kedudukannya di
Jurnal Ilmu Hukum, Vol.2, No.1, (47-60), Januari 2013
48
Ria Delta : Faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dan Upaya Hukum Penyelesaiannya
dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya “. Jelas dikatakan dalam Pasal yang tersebut di atas, bahwa tidak ada perbedaan dalam hukum dan dalam kedudukan apapun, hukum harus ditegakkan seadil-adilnya, terlebih lagi bagi Negara Indonesia yang masih bertahan dalam badai krisis segala bentuk persoalan yang tidak kunjung reda dan bahkan bertambah parah, hal ini lebih memicu kepada berkembangnya tindak kriminal yang dalam kegiatannya sudah tidak memandangi lagi nilai-nilai kamanusiaan. Dengan situasi dan kondisi yang sedang dihadapi oleh rakyat Indonesia saat ini upaya penegakan HAM adalah sebuah perjuangan yang panjang dan melelahkan bagi siapapun yang ingin melakukannya, karena HAM akan sulit dilindungi jika keamanan manusia tidak dapat diciptakan oleh negara atau penguasa. Keamanan ini akan mampu terpelihara dalam suatu kondisi sosial yang tertib dan stabil, tentu saja upaya melindungi HAM dalam kerangka human security dalam praktiknya akan menghadapi sejumlah kendala dan pada umumnya kendala yang terbesar adalah belum munculnya kesadaran publik bahwa HAM adalah kebutuhan mendasar bagi terselenggaranya kehidupan berbangsa dan bernegara, terlebih lagi negara Indonesia yang sangat pluralis secara suku, agama, ras dan antar golongan dan dalam kondisi yang sangat rentan dengan konflik kekerasan, untuk itulah pemahaman HAM harus dilakukan secara terpadu yang menjangkau seluruh komponen masyarakat. Adanya dilema bagaimana mungkin penerapan hukum terhadap pelanggaran hak asasi manusia didalam kehidupan masyarakat dapat terlaksana sesuai dengan hukum yang berlaku dan apakah pemerintah akan benar – benar dapat
melaksanakan penegakan hukum, walaupun terdapat banyak preseden yang mengatakan bahwa hak asasi manusia telah dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang berlaku, namun hukum harus ditegakan. TINJAUAN PUSTAKA Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan landasan bagi kebebasan, keadilan dan kedamaian, dimana HAM mencakup semua yang dibutuhkan manusia untuk tetap menjadi manusia, baik dari segi kehidupan sipil, politik, ekonomi, sosial maupun budaya, oleh karena itu konsep HAM itu mengandung ciri-ciri (Idjehar, 2003 ) sebagai berikut: I. HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi. HAM adalah sesuatu yang dimiliki karena kemanusiaan kita, maka otomatis kita mempunyai hak asasi. Inilah salah satu ciri khas HAM, yaitu HAM adalah bagian yang tidak terpisahkan dari ekseistensi manusia. II. HAM berlaku untuk semua orang, tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnisitas, pandangan politik atau asal usul sosial dan bangsa, kita semua lahir dengan hak dan martabat yang sama. HAM adalah universal karena semua orang di seluruh dunia memiliki hak asasi yang sama. III. HAM tidak bisa dilanggar, tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain, orang tetap mempunyai HAM, walaupun sebuah negara membuat hukum yang tidak melindunginya atau bahkan melanggarnya. Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh
Jurnal Ilmu Hukum, Vol.2, No.1, (47-60), Januari 2013
49
Ria Delta : Faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dan Upaya Hukum Penyelesaiannya
negara, hukum pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Hak asasi manusia adalah hakhak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kodratnya, hak asasi manusia meliputi hak hidup, hak kemerdekaan atau kebebasan, hak milik dan hak-hak dasar lain yang melekat pada diri manusia dan tidak dapat diganggu gugat oleh orang lain. Dengan demikian hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu HAM harus dilindungi, dihormati, dipertahankan dan tidak boleh diabaikan, dikurangi atau dirampas oleh siapapun. Dalam salah satu dokumen yang diterbitkan oleh PBB, dapat dilihat difinisi HAM yang lebih singkat yaitu Human rights could be generally defined as those rights which are inherent in our nature and without which we can not live as human beings ( United Nation, 1988 ) , dalam konmteks ini HAM dapat didifinisikan sebagai hak-hak yang bersifat melekat ( inherent ) yang secara alamiah manusia tidak dapat hidup tanpa adanya hak-hak tersebut. Adapun pengertian dari HAM secara tegas antara lain : 1. HAM adalah singkatan dari hak asasi manusia, 2. Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. 3. Kewajiban dasar manusia adalah seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan, tidak
memungkinkan terlaksana dan tegaknya hak asasi manusia. Hak asasi manusia memiliki suatu dimensi konseptual, dimana dalam sebagiannya menyangkut soal penggunaan bahasa hak yang benar, yaitu hak mengidentifikasikan suatu pihak sebagai pemilik atau pemegangnya, hak adalah untuk suatu kebebasan atau keuntungan, hak yang ditetapkan secara lengkap akan mengidentifikasi pihak atau pihak-pihak yang harus berperan mengusahakan tersedianya kebebasan atau keuntungan yang diidentifikasikan oleh ruang lingkup hak itu dan bobot suatu hak menentukan urutan atau arti pentingnya dalam hubungannya dengan normanorma lain. Secara teoritis HAM adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah Allah yang harus dihormati, dijaga dan dilindungi sedangkan hakekat HAM sendiri adalah merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh malalui aksi keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum, begitu juga upaya menghormati , melidungi dan menjunjung tinggi HAM menjadi kewajiban dan tanggung jawab bersama antara individu pemerintah (aparatur pemerintah baik sipil maupun Militer) dan negara. METODE PENELITIAN Spesifikasi penelitian ini adalah penelitian hukum (legal research) dan pendekatan masalah dilakukan dengan cara pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan dengan cara menelaah kaedah-kaedah atau norma-norma, dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas dan pendekatan empiris yaitu dengan melakukan observasi langsung dilapangan dengan cara melihat kejadian yang terjadi di dalam masyarakat
Jurnal Ilmu Hukum, Vol.2, No.1, (47-60), Januari 2013
50
Ria Delta : Faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dan Upaya Hukum Penyelesaiannya
tentang adanya kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia. Adapun prosedur pengumpulan data yang dilakukan untuk menunjang penelitian ini adalah data sekunder, data sekunder diperoleh dari bahan-bahan perpustakaan dengan cara menginventarisir, membaca, mencatat, mengutip sumber-sumber yang diperoleh dari bahan baca-an, literatur, perundang-undangan yang berkaitan dengan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Indonesia. Tindak lanjut dari pengumpulan dan pengolahan data dilakukan analisis data secara kualitatif dimulai dengan mendeskripsikan data, dimana dalam metode ini diupayakan ditemukan makna dan interpretasi yang tidak terlepas dari ketentuan hukum secara jelas serta dihubungkan untuk menjawab permasalahan yang ada untuk ditarik kesimpulan sehingga dapat memberikan gambaran secara umum terhadap permasalahan yang dibahas. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pelanggaran hak asasi manusia karena disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : a. Faktor rendahnya moralitas profesional para penegak hukum dengan ketidak pahaman dalam melaksanakan perintah atau memang peraturannya yang tidak jelas sehingga pemahamannya menjadi kabur dan mengakibatkan terjadinya kesalahan yang dalam kenyataannya berdampak fatal sekali serta bisa menimbulkan trauma atau luka yang begitu mendalam didalam hati sanubari rakyat. b. Faktor kesulitan ekonomi turut pula memberikan andil terbukanya peluang terjadinya pelanggaran hak asasi manusia, yaitu berupa diperkosanya hak – hak orang lain
untuk memperoleh sesuatu demi mempertahankan kehidupannya. c. Faktor mental meskipun tidak kita sadari merupakan salah satu faktor yang dominan yang meliputi tipisnya rasa kepedulian sosial dan rasa kasihan terhadap sesama. Apabila kita lihat perkembangan hukum di Indonesia semakin terpuruk berubah menjadi liar tak terkendali, kerusuhan terjadi dimana-mana, tidak hanya berbau aliran melainkan sudah berbau SARA (Suku Agama dan Ras ). Hal itu menandakan bahwa bangsa kita belum siap untuk melakukan perubahan dan perombakan di segala bidang kehidupan, karena pelaksanaannya memerlukan kesiapan fisik dan mental serta kesadaran masyarakat akan pentingnya hal tersebut. Modernisasi yang begitu cepat juga ikut mempengaruhi perubahan sosial sehingga menimbulkan berbagai macam keresahan dan ketegangan sosial dengan banyaknya terjadi kasus-kasus kriminal belakangan ini tidak lain dan tidak bukan adalah karena terpicunya emosi sebagian dari masyarakat terhadap kesenjangan sosial yang jaraknya semakin lama semakin membuat gerah dan resah dan tidak adanya kewibawaan aparat penegak hukum. Hal tersebut terjadi di hampir seluruh Indonesia, mulai dari Aceh hingga Irian Jaya atau Papua. Peristiwa itu terjadi merupakan pelampiasan terhadap kemuakan mereka akan kinerja pemerintah pusat yang seakan-akan mengangggap remeh persoalanpersoalan tersebut, yang mereka inginkan adalah perhatian pemerintah akan aspirasi mereka dan pemerataan dalam penyebaran pembangunan yang selama ini terkesan berjalan timpang, mereka memberontak karena mereka tidak puas akan kenyataan yang ada selama ini, namun sikap mereka ini dianggap pemerintah sebagai tindakan anarkis dan membahayakan keamanan
Jurnal Ilmu Hukum, Vol.2, No.1, (47-60), Januari 2013
51
Ria Delta : Faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dan Upaya Hukum Penyelesaiannya
dan pertahanan negara, pemerintah langsung menjawab permintaan mereka dengan mengirimkan sejumlah pasukan setingkat kompi untuk menyelesaikan hal tersebut, rakyat tidak terima dan mengakibatkan terjadinya bentrok antara aparat dan warga sipil, ternyata peristiwa itu berbuntut pada terjadinya kasus pelanggaran hak asasi manusia tingkat berat. Para korban pelanggaran hak asasi manusia berat meminta pemerintah dengan segera menghukum para pelaku pelanggaran hak asasi manusia berat tersebut dengan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya. Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 yang di dalamnya memuat ketentuan tentang Tata Cara Perlindungan Terhadap Korban dan Saksi Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat. Dalam kenyataannya, pelaksanaan dari PP Nomor 2 Tahun 2002 tersebut belumlah maksimal dan bahkan berjalan lamban dikarenakan adanya campur tangan pihak-pihak tertentu pula, sehingga perkembangan peraturan tersebut menjadi sangat lamban dan tidak efektif. Yang dibutuhkan rakyat saat ini adalah kejelasan dari kinerja pemerintah dalam menangani masalah pelanggaran hak asasi manusia dan proses penegakan hukum yang sesuai dengan amanat dalam UUD 1945. Penegakkan hukum harus benar-benar dilaksanakan agar menimbulkan keamanan dan ketentraman di masyarakat, sehingga apabila itu terjadi maka kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah akan pulih dan tentu saja kegiatan perekonomian juga akan pulih secara berangsur-angsur dengan pulihnya perekonomian tentu saja akan berimbas dengan meredanya berbagai macam konflik yang terjadi di tanah air, dimana konflik-konflik tersebut telah sangat meresahkan masyarakat dalam beberapa waktu belakangan ini.
Pembunuhan, perampokan, pembantaian, pemerkosaan dan lain sebagainya telah menimbulkan luka yang sangat dalam dan pedih dalam hati bangsa Indonesia. Dalam hal ini pemerintah di tuntut bekerja keras untuk memberantas dan menangkap para pelaku kejahatan tersebut, mengadilinya dan menjatuhi hukuman yang berat serta setimpal dengan apa yang mereka perbuat. Lembaga hak asasi manusia telah dibentuk oleh pemerintah dan sebagai anggota masyarakat seharusnya lebih peka dan bertindak dengan cepat tanpa menunggu adanya laporan dari para korban, dimana biasanya para korban mengalami trauma dan rasa takut untuk melaporkan peristiwa yang telah menimpa mereka kepada pihak yang berwenang, sehingga menimbulkan kesulitan bagi aparat penegak hukum untuk mengambil langkah lebih lanjut. Hal itu sangat perlu dilakukan karena agar peristiwa-pristiwa yang menjadi masa kelam bangsa Indonesia tidak terjadi lagi, seperti antara lain: Kasus Pelanggaran HAM yang Terjadi di ACEH Aceh merupakan salah satu daerah di Indonesia yang dijadikan sebagai Daerah Operasi Militer ( DOM ) oleh pemerintah orde baru, Rakyat Aceh hidup di bawah bayangan tentara, terlebih lagi era reformasi berkobar, muncullah suatu golongan separatis yang bernama GAM ( Gerakan Aceh Merdeka ) yang menuntut agar propinsi Aceh memeperoleh kemerdekaannya atau lepas dari pangkuan Ibu Pertiwi. Mereka tidak segan-segan membunuh orang-orang yang mereka tuduh sebagai mata-mata pemerintah pusat entah itu anak kecil yang tidak berdosa ataupun orang tua yang memang tidak tau apaapa melainkan rakyat biasa, begitu pula sebaliknya, pemerintah pusat memberikan instruksi kepada TNI dan Kepolisian untuk mengatasi hal tersebut,
Jurnal Ilmu Hukum, Vol.2, No.1, (47-60), Januari 2013
52
Ria Delta : Faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dan Upaya Hukum Penyelesaiannya
mereka juga tidak kalah sadisnya, mereka menculik, membunuh, memperkosa gadis-gadis Aceh dan merampas hak-hak mereka yang juga di tuduh sebagai mata-mata GAM. Hal ini tentu saja melanggar hakhak asasi manusia dan tergolong sebagai pelanggar hak asasi manusia berat karena menghilangkan dengan sengaja nyawa orang lain yang berarti merampas hak hidup orang. Konflik tersebut setiap saat tanpa memandang pagi, siang, sore ataupun malam , suara tembakan, ledakan bom dan mortar terdengar hampir setiap hari. Langkah pendekatan perdamaian dengan jalan perundingan tidak berhasil sedangkan rakyat Aceh semakin menderita. Para pelanggar hak asasi manusia masih berkeliaran bebas, pengadilan HAM yang didengungdengungkan tidak dapat mengatasi hal tersebut, hal ini terkesan sebagai permainan politik belaka, yang dengan tidak disadari telah menambah luka sehari-hari, kegiatan perekonomian mati, kegiatan belajar mengajar terhenti dan mayat-mayat bergelimpangan tak terhitung jumlahnya ditambah jumlah korban yang hilang dan di bawa paksa tidak diketahui rimbanya. Di bawah kepemimpinan Presiden terpilih Susilo Bambang Yudoyono, masyarakat Aceh sedikit merasa lega dengan diadakannya perundingan perdamaian , walaupun terus mengalami kegagalan namun pada akhirnya perundingan tersebut telah disepakati dan rakyat Aceh merasa damai dan tentram dengan terbuktinya dibebaskannya para tahanan GAM yang berada di seluruh Indonesia untuk dapat berkumpul kembali dengan keluarganya dan membangun Nanggroe Aceh Darussalam kembali hidup damai, namun para pelaku pelanggar hak asasi manusia di propinsi tersebut hilang bagaikan tenggelam tanpa proses hukum.
Kasus Pelanggaran Terjadi di MALUKU
HAM
yang
Konflik dan kekerasan yang terjadi di Kepulauan Maluku sekarang telah berusia 2 tahun 5 bulan; untuk Maluku Utara 80% relatif aman, Maluku Tenggara 100% aman dan relatif stabil, sementara di kawasan Maluku Tengah (Pulau Ambon, Saparua, Haruku, Seram dan Buru) sampai saat ini masih belum aman dan khusus untuk Kota Ambon sangat sulit diprediksikan, beberapa waktu yang lalu sempat tenang tetapi sekitar 1 bulan yang lalu sampai sekarang telah terjadi aksi kekerasan lagi dengan modus yang baru ala ninja/penyusup yang melakukan operasinya didaerah – daerah perbatasan kawasan Islam dan Kristen ada indikasi tentara dan masyarakat biasa, penyusup masuk ke wilayah perbatasan dan melakukan pembunuhan serta pembakaran rumah. Saat ini masyarakat telah membuat sistem pengamanan swadaya untuk wilayah pemukimannya dengan membuat barikade-barikade dan membuat aturan orang dapat masuk/keluar dibatasi sampai jam 20.00, suasana kota sampai saat ini masih tegang, juga masih terdengar suara tembakan atau bom di sekitar kota. Ambon merupakan daerah yang menjadi korban konflik , konflik yang terjadi di Ambon disebabkan karena permasalahan SARA, yang tentu saja dimotori oleh provokator yang sampai sekarang pelaku belum bisa ditangkap untuk dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya. Konflik ini terjadi antara golongan Muslim dan golongan Kristen yang diawali dengan adanya kecemburuan atau merasa disingkirkan oleh kaum pendatang yang mayoritas Muslim, sedangkan penduduk setempat mayoritas beragama Kristen. Setiap hari ada saja rumah penduduk yang di bakar, orang yang di bunuh, tempat peribadatan dimusnahkan dan kamp-kamp
Jurnal Ilmu Hukum, Vol.2, No.1, (47-60), Januari 2013
53
Ria Delta : Faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dan Upaya Hukum Penyelesaiannya
pengungsian penuh sesak oleh orangorang yang tidak berdosa, rakyat hidup dalam situasi yang memprihatinkan, rasa ketakutan yang berkepanjangan, ancaman teror bom selalu menghantui setiap hari, kehidupan tidak lagi damai nyawa manusia sudah tidak berharga. Rakyat hidup dalam tekanan dan ancaman yang datang silih berganti, perekonomian lumpuh, sekolah di tutup. Konflik masih terus berlangsung tanpa adanya arah yang menuju kepada perbaikan situasi, walaupun telah dilakukan perjanjian MALINO I hingga II, namun kenyataannya persoalan di Maluku tidak kunjung selesai, bahkan setelah disepakatinya isi perjanjian MALINO II terjadilah peristiwa penyerangan yang dilakukan di waktu fajar di sebuah desa yang mengakibatkan korban berjatuhan, berdasarkan kejadian ini pemerintah mengirimkan tim investigasi untuk menyelidiki permasalahan dan kemudian melaporkannya kepada Presiden untuk dapat diambil langkah selanjutnya, namun, rakyat sudah tidak mempercayai pemerintah karena tidak ada bukti yang dapat membuktikan kinerja pemerintah dan kesungguhannya dalam menjaga ketentraman dan keamanan rakyat di Maluku. Selain dari itu adanya kelompok sparatis yang menamakan dirinya RMS (Republik Maluku Selatan ) yang sangat brutal dalam menjalankan aksinya, rakyat tidak berdosa di bunuh, rumahrumah dihancurkan, tuntutannya sama dengan yang diinginkan masyarakat Aceh yaitu kemerdekaan dari Indonesia, hal ini berdampak kepada stabilitas pertahanan dan keamanan bangsa, persatuan dan kesatuan bangsa terancam oleh adanya disintegrasi bangsa yang selalu berkembang sampai sekarang ini walaupun sudah adanya pergantian kepemimpinan dengan kabinet yang bersatu tetap saja pertikaian di Maluku masih terjadi, beberapa waktu yang lalu kembali terjadi pertikaian antara
kelompok Muslim dengan kelompok Kristen dengan adanya ucapan pemuka agama dari kelompok Muslim mengatakan bahwa mereka tidak akan pernah damai dengan kelompok Kristen dan pada saat itu tetap saja tidak diketahui siapa provokator kerusuhan tersebut. Akibat konflik dan kekerasan yang terjadi di Maluku tercatat 8000 orang tewas dan sekitar 4000 orang luka-luka, termasuk ribuan rumah, perkantoran dan pasar hancur di bakar, ratusan sekolah hancur serta terdapat 692.000 jiwa sebagai korban konflik yang sekarang telah menjadi pengungsi di luar / di dalam Maluku. Kasus Pelanggaran Terjadi di SAMPIT
HAM
yang
Sampit adalah salah satu bagian dari propinsi daerah Kalimantan Timur yang mengalami goncangan hebat akibat merebaknya pertikaian antara kelompok orang-orang Dayak dengan Madura, yang diakibatkan oleh gejala yang sama dengan di Ambon yaitu kecemburuan terhadap golongan pendatang, pertikaian tersebut menimbulkan korban yang tidak sedikit dari kedua belah pihak. Mayatmayat tanpa kepala berserakan dimanamana kepala-kepala tanpa badan sering kali terlihat bergelantungan di pohonpohon atau pagar-pagar rumah orang Dayak pertanda bahwa ia orang yang perkasa. Kehidupan orang Madura merasa terancam dan mereka lari kepegunungan, ke hutan atau ke daerah lain yang relatif lebih aman. Mereka terus dikejar dan di buru oleh orangorang Dayak dengan tanpa belas kasihan, harta benda mereka tinggalkan, kenangan lama mereka lupakan. Inikah pemandangan dari negara yang selalu mengumandangkan supremasi hukum sedangkan telah terjadi pembantaian massal orang Madura yang dilakukan oleh orang Dayak sebagai pelampiasan emosi.
Jurnal Ilmu Hukum, Vol.2, No.1, (47-60), Januari 2013
54
Ria Delta : Faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dan Upaya Hukum Penyelesaiannya
Kasus Pelanggaran Terjadi di JAKARTA
HAM
yang
Pelanggaran HAM yang dilakukan oleh TNI merupakan faktor utama pelanggaran HAM, karena kasus seperti ini sering terjadi pada pemerintahan Suharto, dimana waktu itu TNI dan Polri menjadi salah satu alat untuk kekuasaan, kasus HAM yang melibatkan TNI ini mencapai puncaknya pada akhir pemerintahan Orde Baru saat rakyat mulai mengadakan perlawanan dan yang sangat mencengang adalah pelanggaran Ham justru terjadi di Jakarta, suatu fenomena yang membingungkan, karena Jakarta kota Metropolitan Ibu Kota negara tercinta Republik Indonesia, Pusat pemerintahan negara terletak di Jakarta, namun apa yang terjadi justru banyak peristiwa berdarah yang pernah terjadi disini antara lain : 1. Kasus Tanjung Priok yang melibatkan umat Islam ke dalam permainan politik pemerintah yang didalangi oleh militer. 2. Kasus Semanggi dan Trisakti yang terjadi sebagai balasan pemerintah terhadap proses yang dilakukan oleh para mahasiswa terhadap buruknya kinerja pemerintahan orde baru dan berkeinginan untuk melengserkan mahasiswa dengan membabi buta yang mengakibatkan tewasnya tiga orang mahasiswa Trisakti dan melukai ratusan mahasiswa lainnya dan kasus ini seakan menguap entah kemana dan para pelakunya mulai melakukan gerakan cuci tangan. Setiap tahun tragedy Trisakti diperingati mahasiswa, dimana mahasiswa turun kejalan dengan mengumandangkan usut kasus Trisakti, hukum mereka para pelanggar hak asasi manusia terhadap peristiwa berdarah Semanggi dan Trisakti, kenyataannya sampai sekarang kasus tersebut tidak sampai
dipersidangan agar para pelakunya mendapatkan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya. Kasus Pelanggaran HAM yang Terjadi di TALANGSARI (LAMPUNG) Pada tanggal 7 Pebruari 1989, beberapa orang pemuda yang sedang mengadakan pertemuan keagamaan (Usroh) di tahan oleh Kesatuan Kopassus yang dipimpin oleh Kapten Sutiman, untuk seterusnya pemudapemuda ini disiksa oleh Kapten Sutiman dan anak buahnya, di paksa untuk menanggalkan pakaian mereka dan selanjutnya Sutiman menyiksa seorang Ustad sebagai pimpinan mereka dengan menjambak rambut kemaluannya dan membakar penisnya dengan pemantik api sedangkan yang lainnya di siksa juga oleh Kapten Sutiman hingga mereka mengalami patah tulang jari jemarinya, salah seorang dari mereka dipaksa untuk menelan segenggam cabe, karena menolak cabe tersebut dilumurkan ke seluruh wajahnya oleh Kapten Sutiman. Mendengar rekan-rekan mereka disiksa oleh Kapten Sutiman, temantemannya memutuskan untuk balas dendam, mereka mencegat mobil Kapten Sutiman ketika pulang dari kerja dan menawan Kapten Sutiman, hari berikutnya mereka melayangkan surat ke pengkalan militer menawarkan pertukaran tawanan antara Kapten Sutiman dengan rekan-rekan mereka. Sehubungan dengan ditawannya Kapten Sutiman oleh kelompok melitan mereka disebut dengan kelompok GPK Warsidi, maka dikirimlah pasukan mereka secara membabi buta sehingga menewaskan sebanyak 280 orang versi masyarakat, sedangkan versi militer yang tewas hanya 30 orang, tidak termasuk yang luka-luka, kejadian di Desa Talangsari membuat ketakutan ke seluruh propinsi Lampung, sehingga
Jurnal Ilmu Hukum, Vol.2, No.1, (47-60), Januari 2013
55
Ria Delta : Faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dan Upaya Hukum Penyelesaiannya
pertokoan banyak yang tutup dan masyarakat sangat waspada, pada akhirnya Kapten Sutiman dibunuh oleh penahannya karena adanya serbuan dari tentara tersebut, dan sampai hari ini kasus Talangsari belum sampai ke pengadilan bahkan untuk di prosespun sama sekali belum dilakukan, walaupun dugaan terlibatnya AM Hendropriyono yang waktu itu menjabat sebagai Komandan Korem 043 Garuda Hitam Lampung saat peristiwa Talangsari terjadi. Upaya Hukum Dalam Penyelesaian Pelanggaran Hak Asasi Manusia Pelanggaran hak asasi manusia pada dasarnya dapat terjadi dengan dua (2) cara yaitu : 1. Pelanggraan yang dilakukan Negara secara aktif dengan tindakan yang bersifat langsung (violence by action) sehingga menimbulkan pelanggaran HAM. 2. Pelanggaran yang ditimbulkan akibat kelalaian negara (violence by omission), dimana negara tidak bertindak atau lalai untuk melindungi dan menjamin HAM dari setiap warganya. Sedangkan secara yuridis, pelanggaran HAM terbagi dua (2 ) yaitu : 1. Pelanggaran HAM ringan 2. Pelanggaran HAM berat, di dalam Pasal 104 Ayat (1) Undang-Undang Nomor : 39 Tahun 1999 dikatakan bahwa “ yang dimaksud dengan pelanggaran HAM yang berat “ adalah pembunuhan massal ( genocide ), pembunuhan sewenangwenang atau di luar putusan pengadilan ( arbitrary / extra judicial killing ), penyiksaan, penghilangan orang secara paksa, perbudakan atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis (systematic discrimination)
Berdasarkan Pasal 1 Ayat (6) yang dimaksud pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik yang di sengaja maupun tidak di sengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku. Pelanggaran yang dilakukan warga negara yang satu terhadap warga negara yang lain juga dikelompokan kedalam pelanggaran HAM dalam literatur standar mensyaratkan adanya dua unsur utama yaitu negara dan kekuasaan, sehingga apabila hanya semata-mata hanya individu dengan individu saja maka hal tersebut termasuk dalam kelompok pelanggaran hukum saja karena unsur pelanggaran HAM nya tidak ada. Pelanggaran HAM pada pemerintahan orde baru dapat dikelompokkan ke dalam 4 kelompok pelanggaran yaitu : 1. Crimes Against Humanity yang termasuk di dalamnya adalah kasus Timor-Timur, Papua dan Tanjung Priok. 2. Crimes Against Integrity of Persons didalamnya termasuk penahanan terhadap aktivis-aktivis, penghilangan orang, penembakan misterius dan peristiwa tanggal 27 Juli 1996. 3. Pelanggaran terhadap Hak sipil dan politik yang berupa pembatasan kemerdekaan berserikat dan berkumpul yang secara sistematik dilanggar, pembatasan-pembatasan terhadap kebebasan mengeluarkan pendapat, dan adanya kebijakan serta lembaga extra judicial yang
Jurnal Ilmu Hukum, Vol.2, No.1, (47-60), Januari 2013
56
Ria Delta : Faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dan Upaya Hukum Penyelesaiannya
berfungsi di luar keharusan kehakiman. 4. Pelanggaran terhadap Hak ekonomi, Sosial dan Budaya yang berupa pelanggaran hak masyarakat adat, pelanggaran hak lingkungan dan kemiskinan struktural serta proses pemiskinan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2006 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, maka yang merupakan lingkup kewenangan pengadilan HAM menurut UndangUndang Nomor 26 Tahun 2000 adalah sebagai berikut : 1. Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran HAM yang berat. 2. Pengadilan HAM berwenang juga memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dilakukan di luar batas territorial wilayah Negara Republik Indonesia oleh warga Negara Indonesia. 3. Pengadilan HAM tidak berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dilakukan oleh seseorang yang berumur di bawah 18 ( delapan belas ) tahun pada saat kejahatan dilakukan. 4. Pelanggaran HAM yang berat meliputi kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Kejahatan genosida sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 7 huruf a adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok, etnik, kelompok agama dengan cara : membunuh anggota kelompok, mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok, menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh
atau sebagiannya, memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok dan memindahkan secara paksa anakanak dari kelompok tertentu ke kelompok lain. Kejahatan Terhadap kemanusiaan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 7 huruf b adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil yang berupa : “....Pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar ( asas-asas ) ketentuan pokok hukum Internasional, penyiksaan, perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara, penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau didasari perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelaminatau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum Internasional, penghilangan orang secara paksa atau kejahatan apartheid ”. Ketentuan pidana yang dijatuhkan terhadap pelanggaran HAM meliputi genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan adalah pidana mati, pidana seumur hidup dan penjara antara 10 ( sepuluh ) sampai 25 ( dua puluh lima ) tahun, dalam hal pelanggaran HAM yang terjadi sebelum Undang-Undang Pengadilan Ad Hoc dengan Keputusan Presiden atau atas usul Dewan Perwakilan Rakyat dan berada di lingkungan peradilan umum. Dalam hal pelanggaran hak asasi manusia yang berat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tidak di kenal kadaluarsa
Jurnal Ilmu Hukum, Vol.2, No.1, (47-60), Januari 2013
57
Ria Delta : Faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dan Upaya Hukum Penyelesaiannya
dan Undang-Undang Pengadilan HAM juga tidak menutup kemungkinan penyelesaian pelanggaran HAM dengan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang di bentuk berdasarkan UndangUndang. Sebagai contoh untuk kasus pelanggaran HAM Talangsari yang berada di Provinsi Lampung dapat diuraikan alasan-alasan yang diperoleh apa sebabnya kasus Talangsari tidak juga dimajukan ke Pengadilan walaupun telah berkali-kali korban maupun keluarga korban terus menuntut adanya kejelasan dari Pemerintah, DPR dan Komnas HAM mengenai siapa yang bertanggung jawab dan minta kasus Talangsari diselesaikan melalui jalur hukum, karena kasus ini diibaratkan bayangan yang hilang dikegelapan malam. Upaya gugatan hukum terhadap Presiden Megawati Soekarnoputri meminta membatalkan Keputusan Presiden Nomor 229 Tahun 2001 tentang pengangkatan Letjen AM Hendropriyono sebagai Kepala Badan Intelijen Nasional dan gugatanpun diajukan atau didaftarkan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta melalui kuasa hukum yang berasal dari Komite untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan ( Kontras) , Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, LBH Lampung, Pusat advokasi Hukum dan HAM Indonesia (PAHAM) dan Komite Solidaritas Masyarakat Lampung ( Komite Smalam ) untuk membatalkan Keppres tersebut, namun upaya tersebut gagal dan AM Hendropriyono tetap diangkat sebagai Ka BIN. Upaya hukum terus dijalankan oleh Komnas HAM dengan membentuk Tim untuk kasus tersebut tetapi tidak ada hasil yang diharapkan antara lain : 1. Pada Desember tahun 1999 pemerintahan semasa B.J.Habibie,
2.
3.
4.
5.
6.
a. Membebaskan 16 orang Tapol kasus Talangsari dari tahanan penjara, b. Mencabut Undang-Undang subversive yang menjadi dasar hukuman warga sipil termasuk warga Talangsari. Pada tanggal 5 Juli 2001, Komnas HAM membentuk Tim ad hoc penyelidik untuk kasus Talangsari dengan menunjuk Mayjen (Pol) Koesparmono Irsan sebagai ketua Tim, tapi Tim yang dibentuk tidak berjalan. Pada awal tahun 2004, Komnas HAM kembali membentuk Tim penyelidik ad hoc kasus Talangsari dengan menunjuk Hasballah M Saad sebagai ketua Tim. Pada tanggal 8 Pebruari 2005 sekitar 40 (empat puluh) orang korban Talangsari didampingi Kontras dan LBH Bandar Lampung mendatangi Komnas HAM mempertanyakan alasan Komnas HAM yang belum juga turun kelapangan untuk menginvestigasi kasus Talangsari, dan sebagian korban memberikan keterangan sebagai saksi kepada Komnas HAM. Pada tanggal 1 Maret 2005 sekitar 50 (lima puluh) orang korban Talangsari didampingi LBH Bandar Lampung dan Kontras mendatangi DPR RI dan diterima oleh anggota Komisi III DPR RI dan mayoritas anggota Komisi III DPR RI mendukung kasus Talangsari diusut tuntas. Pada tanggal 2 Maret 2005 korban Talangsari kembali mendatangi Komnas HAM dan diterima oleh Dr.Ruswiati Suryaputra, MSc yang mewakili Komnas HAM dan menyatakan bahwa dari Tim yang dibentuk awal tahun 2004, merekomendasikan membentuk Tim baru pada tanggal 27 Pebruari 2005 untuk menangani kasus Talangsari, Tim ini diwakili oleh Mayjen TNI ( Purn ) Sjamsudin, Muhammad Farid,
Jurnal Ilmu Hukum, Vol.2, No.1, (47-60), Januari 2013
58
Ria Delta : Faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dan Upaya Hukum Penyelesaiannya
Eni Suprapto dan Ruswiati dan Tim tersebut telah membuat jadwal kerja termasuk penyelidikan ke Lampung. 7. Tim Komnas HAM terdiri dari Mayjen TNI ( Purn ) Sjamsudin, Muhammad Farid, Eni Suprapto dan Ruswiati melkukan penyidikan ke Lampung pada tanggal 30 maret 2005 s/d 8 Maret 2005 dan melakukan penyidikan sedikitnya 36 orang saksi dan korban kasus Talangsari tersebut. 8. Pada pertengahan bulan Juni dan agustus 2005 beberapa orang korban dari Lampung dan Solo kembali menanyakan kasus tersebut ke Komnas HAM, pada bulan Juni dari pihak Komnas HAM di wakili oleh M.arid menyatakan Tim ini sudah habis masa kerjanya dan akan diperpanjang dan sesegera mungkin akan menyempurnakan hasil penyelidikan Tim, dan pada bulan Agustus para korban di temui langsung oleh Ketua Komnas HAM Abdul Hakim Garuda Nusantara di dampingi koordinator Tim Eny Soeprapto dan korban mendapatkan penjelasan yang tidak memuaskan tetapi pihak Komnas HAM tidak bisa menjelaskan sampai dimana perkembangan penyidikan kasus Talangsari tersebut denga alasan menunggu copy Berita Acara Perkara dari Korem Garuda Hitam tentang kasus Talangsari. 9. Untuk yang terakhir kalinya opada bulan Pebruari 2006 korban selain mendesak Komnas HAM untuk melakukan proses Projustia untuk pengungkapan kasus tersebut, korban juga mendatangi PB NU Jakartra pada tanggal 7 Pebruari 2006 meminta dukungan ke PB NU Jakarta untuk menyurati Komnas HAM, Komisi III DPR RI dan Presiden agar mengusut tuntas kasus pelanggaran HAM Talangsari, pada tanggal 8 Pebruari 2006 mendapat dukungan penyelesaian kasus Talangsari dari
PP muhammadiyah, tanggal 9 Pebruari 2006 mendapat dukungan Konfrensi Waligereja Indonesia (KWI ), namun semuanya itu hanya dukungan-dukungan saja, karena kasus masih belum diajukan ke pengadilan. SIMPULAN Dari hasil penelitian dan pembahasan, dapat ditarik suatu kesimpulan yang setidaknya ada tiga konsep yang harus diyakini serta dipegang teguh oleh para penegak hukum dalam menangani masalah atau kasus pelanggaran HAM, karena konsep tersebut sangat penting untuk dipahami bersama antara penegak hukum dan praktisi hukum yang menangani kasus pelanggaran HAM, agar tidak menimbulkan konflik baru yang berkepanjangan dikarenakan tidak tuntasnya penanganan kasus HAM tersebut hingga keakar permasalahannya, adapun konsep tersebut adalah : 1. Total enforcement concept yang menghendaki agar penegakan hukum di bidang HAM ditegakkan secara murni dan konsekuen tanpa pandang bulu. 2. Full encorencement concept yang menghendaki dalam penerapan penegakan hukum secara total masih diperlukan pembatasan tertentu, seperti bagaimanakah hubungan hukum acaranya, apakah dibedakan antara TNI dengan sipil atau disamakan dalam proses peradilan. 3. Actual enforcement yang meyakini dan memprediksi bahwa dalam menerapkan penegakan hukum bidang HAM akan mengalami gesekan-gesekan atau diskresi, dikarenakan dalam penegakkan hukumnya memang banyak mengalami berbagai kelemahan seperti : Kurang baiknya Peraturan Perundang-undangan di bidang HAM
Jurnal Ilmu Hukum, Vol.2, No.1, (47-60), Januari 2013
59
Ria Delta : Faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dan Upaya Hukum Penyelesaiannya
sendiri, sehingga terjadi kesulitan atau keracunan dalam proses peradilan, Sumber daya manusia yang rendah, Sarana dan prasarana yang kurang mendukung dan memadai, serta Rendahnya kesadaran masyarakat dalam berpartisipasi mendukung penegakan hukum dan HAM itu sendiri. 4. Untuk menegakan HAM di Indonesia perlu adanya: Kesadaran rasa kemanusiaan yang tinggi Aparatur hukum yang bersih dan tidak sewenang-wenang Penanaman nilai-nilai agama dan hal-hal yang bersifat positif pada masyarakat. Kasus pelanggaran HAM harus kita minimalisir dan kita hentikan, agar masyarakat bisa nyaman, tentram, dan juga damai. DAFTAR PUSTAKA Baramuli AA, 1997 Hak- hak Asasi Manusia Dalam Konteks Hak-hak Ekonomi Antara Cita-cita dan Kenyataan Dalam Hak Asasi Manusia Dalam perspektif Budaya Indonesia, Jakarta Davidson, Scott, 1994 ; Hak Asasi Manusia : Sejarah, Teori dan
Praktek dalam Pergaulan Internasional, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta. Nusantara. G, Hakim Abdul , 1997 ; Kinerja Komisi Nasional HAM, dalam HAM dalam Perspektif Budaya Indonesia , KOMNAS HAM, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Nasution,Buyung, Adnan, 2001; Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia, Studi Sosio-Legal atas Konstituante 1956-1959, Grafiti, Jakarta Nickel, James W, 1996 ; Hak Asasi Manusia : Refleksi Filosofis atas Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Mardjono. H. Hartono 2001 ; Negara Hukum Yang Demokratis Sebagai Landasan Membangun Indonesia Baru, Jakarta: Yayasan Koridor Pengabdian 2001, ; UUD 1945 Setelah Amandemen Kedua Tahun 2002, Sinar Grafika,Jakarta Komnas HAM, 1997 ; Hak Asasi Manusia, Gramedia Pustaka Utama. JakartaTap MPR RI No. XVII/1998 tentang Hak Asasi Manusia Ultimatum, Jurnal Hukum Nasional, 2002, Jakarta.
Jurnal Ilmu Hukum, Vol.2, No.1, (47-60), Januari 2013
60