M
Jurnal
HUBUNGAN
INTERNASIONAL Globalisasi: Implikasinya pada Hubungan Luar Negeri Indonesia Johan S. Syahperi
Politik Luar Negeri Indonesia
:
pada Masa Pemerintahan Megawati Iwan Gunawan
Perkembangan Industri Pertahanan Lokal Negara-negara Asia Tenggara Oman Heryaman
Afghanistan, Mimpi Perdamaian dari Masa ke Masa Agus Herlambang
Permasalahan Utang Luar Negeri Indonesia Bulbul Abdurahman
ly'akiti orang ntung pada slihat. rnekan anak n itu menjadi : keluar dari rsi lengkap. dan senjata
lengan rapi n.
ncemaskan ,n sehingga ang terbuka,
lncemaskan ng sehingga )an lerbuka, kan barisan nembiarkan
Reposisi T}{tr dalarn Prespektif
Politik f{asional oleh Kusnanto Anggoro Abstract, The repotition and (stabititation) national political have a tight linked. seemingly impossible to imagine TNI reposition did by pragynatic, when nationa! political tiving in whereever, mil1tary interyenlion in politic or another role out of defence, cau'sed of many-ractiri,-begin with civil potitician weakness in overcome state troubles and gain national purposed, aiso politit'atioi in it, own environment. Mushrooming discourses in lndonesia today, pafticutarty linked with the rirsi, tut less attention to the second dimention' Need to be rememberealhat in accounted forward time,'iut, stitt, piayed the role out of defence, course at the permitted conidor of constitution.lt conaes porrat" more wide gap between part of socr'elies and mitlitary. Seerng twa staples guestbns wnicn purposii by committe,e,iZi"iiiiv historical factor vatidity and state forcement legatlity, lhis papemor" the drscussion"tout and interview at linkages of democration, millitaryiotement and'forcement"or""ntrated legality of slafe actors
aoifii.
-jika mereka p apa saja
depan, TNI masih tetap akan memainkan
Dr. Kusnanto Anggoro Peneliti Senior CSIS dan Dosen Pascasarjana
flUniversitas Jayabaya dan UI
f)nrRo.isi TNI dan [stabilitas] politik nasional mempunyai kaitan yang ffi Isangat erat. Hampir tidak mungkin ^ membayangkan reposisi TNI dilakukan dengan programatik, ketika, politik nasional
berada dalarn ketidakpastian. Di manapun ga, kete rlibatan milite r dalam politik, atau
ju
peran lain diluar perlahanan, disebabkan oieh banyak faktor, mulai dari kelemahan politisi sipil dalam menyelesaikan masalah negara dan mencapai tujuan nasional,
hingga politisasi
di lingkungan militer
sendiri. Wacana yang berkembang saat ini
di indone[[[[sia terutama
hanya
meny-angkut yang pertama, namun kurang
memberi perhatian pada dimensi yang
kedua. Di samping ifu perlu diingat Uahwa
dalam waktu yang diperhituigkan 74
Fakultas
r*r
torril
ke
peran di luar pertahanan, tentu pada korodor yang diijinkan oleh ketentuan perundang-undangan. Hal ini bisajadi akan menimbulkan kesenjangan yung semakin lebar antara sebagian warga masyarakat dengan militer. Mengingat adanya pertanyaan pokok, khususnva mengenai validitas faktor sejarah dan keabsahan kekerasan negara, tulisan ini
lebih banyak akan memusatkan diskusi dan wawancara pada kaitan antara demokrasi,
peran militer dan keabsahan tindak
kekerasan oleh aparat negara.
Masyarakat Pliral, Negara dan
Budaya Politik Demokrasi
Indonesia adalah satu masyarakat majemuk (prulal society). Sebab itu, negara Republik Indoensia merupkan suatu nef,ara dengan banyak [suku] bangsa (multinalion state). Bangsa Indonesia sendiri bukanlah
suatu bangsa (nation) dalam arti
sebesarnya, nations - yang memiliki beberapa ciri, seperti bangsa, tempat 75
tinggal, dan pengalaman sejamh. Kalaupun
adi pengalaman historis,
maka pengalarnan itu adalah pengalaman bem{a di bawah pemerintahan kolonial. Aceh, dan timor Timur di masa lalu. Bahkan meresa tidak pernah ditundukan oleh pemerintahan kolonial. Bahkan di Pulau iu*u pun sebenarnYa ada Perbedaan antara voorsiendlanden (Yogya dan solo) dan daemh-daerah lain, misalnya Preanger stelsel (Priangan) yang tidak pernah secara
langsung berada dalam kendali pemerintahan kolonial Belanda. Gejolak Yang muncul Pada awal abad 20, barangkali lebih merupakan ekspresi anti kolonal dari pada kesadamn nasional. Budi Utarna pada awalnya hanya berangkat dari nasionalisme Jawa' Sirikat Dagang Islam merupakan ekspresi politik
suatu lapisan sosial, kedua-keduanya bukan ekspresi nasionalisme, minimal kesadaran sebagai Indonesia.
Sumpah Pemuda (28 Oktober) merupakan satu tonggak penting dalam sejarah Indoensia rnodem, namun yang terbentuk pada masa-masa berikutnya, bahkan setelah secara politik negara Indoensia berhasil nielepas belenggt'l merintahkolonial ( 1 7 Agustr-rs) tidak lebih hari sekedar suatu "lmagined community", pe
Indoensia adalah suatu konstruksi
imaginatif, tentang perasaan setanahir sebangsa, dan sebahasa.
Setelah Indonesia merdeka, institusi-institusi negara peran sebagai instrumen integrasi, ideologi, bangsa, pendidikan, hukum, birokrasi pemerinbhan
dan militer sesungguhnya memainkan peran sebagai pemersatu segenap duku
tung.uyutg berbeda di Indonesia. Mereka itu pula yang dalam 50 tahun usia negara Indonesia merdeka [diharapkan] mampu memainkan peran sebagai intrumen
kebangsaan. Bina-negara (state-building) oleh karenanya menjadi instrumen pokok dan sekaligus penting dalam kerang binanegara (natiorrbuilding). Dalam keadaan sePerti itu, bina bangsa suatu proses berkesinambungan' yang mungkin tidak akan pernah berakhir' Negara demokrasi (demicration state) dipercaya sebagai intrumen untuk itu, demokratisasi secara sederhana dapat ditafsirkan sebagai proses trasnsisi dari sistem politik otoriter menjasi sistem politik yang lebih demoktrak' Gagasan reformasi politik yang paling penting oleh karenanya adalah mengatur kembali hubungan antara "rakyat" (the society) dan 'hegara" (the state) dalam sebuah masyarakat negara' '
ataua dalam istilah Aristoteles, polity' Dalam sistem demokrasi, negara memberikan kepada ralryat perlindungan yang luas atas kebebasan individu dan kelompok. Selain itu negara menjamin pluralisme menyeluruh bagi masyarakat sipil dan partai politik, penyenggaraan peradilan yang bebas, dan menyediakan lembaga kontrol untuk akuntabilitas publiknya. Dalam hubungan itu harus terdaPat ruang untuk membatasi kekuasaan negara, misalnya dengan perimbangan kekuasaa (check and balances) , antar lembaga lembaga negara. Pada saat yang sama hubungan itu juga memerlukan mekanisme
partisipatorik untuk
melindungi
kepentingan dan menjamin hak-hak rakyat,
baik partisipasi yang dilaktrlkan melalui "masyarakat politik" (political society) rrrulupun masyarakat madani (civil society). Kualitas pelaksanaan kedua ams itu
di nilai prinsip liberalian,
panC: te rke
c
diang kulture sos iatr
menetr politiX.:
don-,ol ihr p':k
kualitz 1,^)--
te rb,e :r
uni..1i.
Per:,.,2
melala
terjair
par:is:y
aka;:
r
rr2 iia rircr15g
sebaga de mcl
stabfit ma i"2
-n rr," peni:n: dalar c \yvr.!!
belaka:
seba(a unr;i< r keperil mengu
birokr adalah men!'a kehan:r
khususnya kebebasan untuk menyatakan aspirasi politik dan menutut pertanggungjawaban elit politik atas kinerja pemerintahan.
kelon:p kultural
76
F"k"1'*
daiam
I
terliba
tate-building) nunen pokok kerang bina-
prti itu,
bina inambungan, mah bemkhir. mtion state) tn untuk itu, rhana dapat trasnsisi dari isistem politik san reformasi eh karenanya ,ungan antara "negara" (the ilkat negara, , teles, polity. lsi. ne ga ra perlindungan individu dan ra menjamin i rnasyarakat nyenggaraan rrrenyediakah
rkuntabilitas '
harus terdapat
asaan negara,
5an kekuasaa
ar lembaga fi yang sama m mekanisme
melindungi ak-hak mkyat,
dkan melalui tical society) (civil society). ledua ams itu
,
khususnya tkan aspirasi gungjawaban tmerintahan. 76
pandangan elit politik, militer tidak terkecuali, mengenai apa yang
dianggapnya sebagai pertimbangan kultural, kesiapan ekonomi, dan korelasi sosial dalam masyarakat akan sangat menentukan sampai seberapa jauh elit politik itu memeprsiapkan institusi politik domokrasi. Pertimbangan - pertimbangan itu pula yang akan menenfukan derajat dan l
kedewasaan demokrasi hanya akan terbenti:k dalam suasana perimbangan antara kemampuan institusi-institusi poiitik
untuk rnenarrlpung tuntutan pastisipasi. Pernyataan aspirasi dan
ke pentingan politik melalaui saluran esktra-parlernenter akan terjadi jika terdapat difisit peartisipasipartisipa politik. Gejala-gejala seperti ltu akan secara langsung menghadapkan
massa dengna militer, yang selalu menganggap kegiatan ekstra-parlementer sebagai sesuatu yang berasa di luar koridor
demokrasi dan dapat mengancam stabilitas,
Dalam sistern
domokratik,
masyarakat madani (civil society) memainkan peranan yang sama
pentingnya dengan dan tidak sepenuhnya daiat digantikan oleh, masyarakat politik {polical society). Istilah yang disebut belakangan, masyarakat politik, Jimengerli sebagai arena perjuangan *u.yurukut untuk menyatakan dan memperjuangakan kepentingan itu melalui percaingan untuk menguasai kekuasaan pemerintah dan birokrasi negara. Masyarkat madani adalah arena berbagai gerakan sosial menyatakan kepentingan mereka tanpa keharusan unfuk terlibat secara langsung dalam proses politik elektoml. Mereka yang
terlibat dalam masyarakat ini adalah
kelompok ke pentingan propesi, regionalis, kultural, dan sosial. Fakultas
llr"r
So
I)emikrasi suatu tatanan sosial mempresyaratkan sitem berbangsa dan bernegara (polity) dimana pemerintah berfungsi unfuk mewujudkan kepentingan rakyat dengan membuka akuntabilitasnya
terhadap kendali masyarakat politik maupun masyarakat madani. Rakyat mempunyai selauran untuk menyatakan pendapat dan kepentinganya melalui masyarkat madani maupun masyarakat politik. Dalam trasisi domokrasi, masyarakat madani seringkali menrainkan
peranan mendukung rejim_rejim yang dihasilkan oleh pemerintahan.
Globalisasi, Kedaulatan Negara, dan Pertahanan Negara Globalisasi dan reformasi telah menghadapkan setiap negara berbagai tantangan yang teramat kompleks. Globalisasi mernbawa serta beberapa nilai baru, tantangan dan ancaman baru _ di samping, mungkin rnemperkuat kembali persoalan-persolaan lama, demikian pula halnya dengan reformasi sebagai pro.n. menata kembali kehidupan bemegara dan bermasyarkat. Globalisasi maupun reformasi berlangsung dalam berbigai dimensi, sekalipun deminsi ekonomi leLih banyak dibicarakan dalam konteks globalisasi dan politik dalam konteks reformasi.' Keberhasilan Indonesia menghadapi globalisasi sangat ditentukan oleh dicapinya sasaran sasaran
reformasi. Dalam konteks
itu.
Profesionalisme militer merupakan'unsur
penting, terutama bagi nega seperti
Indoensia yang bemda dalamlrasi.i dan sistem otoritarian menuju sistem yagn lebih demikratik. Di bidang eoknomi. Golabalisasi meningkatkan persaingan antar sustuan_
satuan ekonomi, termasuk negara,
77
penyesuaian strktur pemilikan {ownership)
perusahaan-perusahaan negara' pembeedayaan institusi ekonomi nonnegara, dan eksploitasi sumberdaya menjadi kebijakan-kebijakan penting untuk kelangsungan hidup entitas ekonomi itu dalam masa globalisasi. Menekan biaya
- melalui eksploitas tanga merupakan kenistaannYa untuk
produksi
kelangsungan hidup ifu. Beberapa nagam
mencari ladang sumberdaYa baru, misalnya ikan, energi dan mineral. Dalam berbagai kasusu, pencarian itu dilakuakn di lautlepas atau di tempat-tempatdi rnana tapal batas tidak atau belum disepakati dengan jelas. Perjuangan atas kedaulatan wilayah akan meningkat seimma dengan gelada nasionalisme sumberdaya (resourse nationalism) ini. Salain itu, perdagangan dan lalu lintas investasi menjadi semakin penting. Ke
harusan
me
mnPih
keunggulan
kornperatif (comparative advantage) telah menjadikan suatu negara hampir tidak mungkin menempuh kebijakan ekonomi
yang autartik. Kostribusi
sektor pntdugungan pada ekonomi nasional
semakin meningkat. Akibatnya, keamanan jalur pelayanan (sea lenes of communication) menjadi semakin menentukan bagi keamanan ekonomi, pembajakan, blokase, dan dampak pertikaan bersenjata negaranegara di luar kawasan menjadi ancamanancaman yang harus selalu diperhihrngkan.
Kenistaan karena perubahan watak ekonomi internasional maupun dinamika teknologi modern mengharuskan kedaulatan negara (state sovereignty) hendaknya ditafsirkan sebagai kedaulatan atas suatu wilayah dan jaminan bagi terbukanya akses pada dinamisme perekonomian internasional. Pertahanan (defense) selayaknya ditafsirkan bukan ][rnamnbarn gan lnternasional
hanya perlindungan atas wilayah negara yang diakui secara intemasional tetapijuga pengamanan akses Pada Potensi dinamisme. Sumber ancaman (source oPf threat) terhadap apa yang selama in idikenat sebagai "keamanan nasional" menjadi semakin luas, bukan hanYa meliputi ancaman dari dalam (internal threat) darVatau ( luar (external threat) , tetapi juga ancaman azymutal yang bersifat global tanpa bisa dikategorikan sebagai ancaman luar atau dalam, seirama dengan
ifu, watak ancaman (nature of threat) juga berubah menjadi multidimensional. Sebabsebabb konfllk menjadi majemuk, dantidak
bisa semata-mata dibatasi sebagai ancaman militer. Ideologi, politik, ekonomi dan kultural merupakan dimensi yang tetap
relevan diperbincangkan,. Disamping keamanan persoalan-pe rsoalan konvensional baru darVatau tidak langsug (new,,indirect conventional treats) tiu, muncukl pula masalah-masalah kemanan baru yang lebih lagsung mempengaruhi
kernanan nasional
mulai
dari
perpindahan penduduk, penyucian uang (moey lundering), perdangan abat bius (drug tracficking), kejahatan komputer, hingga terorisme intemasional. Dalam masa global, keamanan negara hanyalah merupakan salah satu unsur dari keamanan nasional. Globalisasi telah membawa serta berbagai nilai universal. Misalnya hak-hak asasi mehusia yans sekalipun dalam batas tertentu perlu mengakomodasi nilai-nilai lokal (nasional) namun selalu berkaitan dengan nilai-nilai universal. Dalam keamanan nasional ini termasuk pula kemanan-kemanan non negara, seperti kearnanan individual dan keamanan societal. Prinsip dasar yang dianut adalah bahwa usaha untuk 78
melind,
dila}ru} wargan
bagaiz tampd
lebih instrur dirrnrr
baru di sebaga
tahun g
sukar
,
da!am
rvilal'a
sesuatl gu gata ekonon potens bersifa
terjadi
Termar perlom karena
Korea
peng'el kemun se buah Indoeru ada!ah memel
berikut dalany iine of karuasa
atas su penting di daral
bahwa peran l Teknolc kemilitr Falultas
uilai'ah negara onal tetapijuga ada potensi
melindungi keamanan negara harus tidak dilakukan dengan mengancam keamanan warganegara. Keberadaan tentara sebagai
t
tampaknya menjadi semakain penting, lebih penting dari sekedar sebagai instrumen negara Weberian. Militer, dimanapun juga, mulai mencari orientasi
,source opf ng selama in
na:-i nasional" bukan hanya alam (internal tumal threat) , hl9'ang bersifat crikan sebagai eirama dengan r of threat) juga nsional. Sebabrrurk, dan tidak ttasi sebagai n[rLk. ekonomi ensi ;ang tetap r.- Disamping
keamanan
titak langsug ral treats) tiu, u
;aiah kemanan nempengaruhi
mulai
dari
engucian uang gan abat bius hn komputer, nal. al, kearnanan ran salah satu nal. Globalisasi ngai nilai uniasasi menusia s tenentu perlu bkal (nasional) ngan niiai-nilai tn nasional ini kemanan non individual dan ip dasar yang
usaha untuk 78
bagaian fari masyarakat (polity)
baru dan meninggalakan orientasi mereka sebagai instrumen negara. Bagi manusia untuk beberapa tahun yang dapat diperhitungkan ke depan,
sukar dibayangkan terjadinya perang
antar negara menjadi semakin rawan terhadap serangan preemptif lawan,; Globalisasi teknologi senjata, bukan hanya mengaburkan batas antara senata ofensifdan intensif, oleh karenannya mempersulit perhitungan penangkalan (deterrence) tetapi juga mendorong modemisasi senjata. Rejim pengendalian senata internasional,
yang formal seperti MTCR (Missile
Tecnology Control Regime) dan CFE (ConventionalForces in Europe) maupun tidak formal semacam WASsenar Agreement,
tidak sepenuhnya mampu meredarn dalam penger-tian tradisonal. Menduduki kete nganan dan mu ncplnya senjata-senjata wilayah asing (occupation) menjadi baru, fuia Tenggara dan Pasifik kelihatanya sesuatu yang secara moral memperoleh sagnat vulnerable terhadap kemungkian itu gugatan semakin tajam dan secara bik kerena potensialponflik maupun belum ekonomis semakin mahal. Sebab !tu, konflik terdapat rejim pegendalian senjata yanq potensial dari luar kelihatannya akan dapat diandalkan, temrasuk UNROCA bersifat ancaman tidak langsung yang (Unites Nations Register on Conventionai terjadi karena ketidakstabilan regional. fu*r). Termasuk dalam kategori ini ada{ah Bugi negara-negara tertentu, perlornbaan senjata yang dapat terjadi khususnya yang mempunyai pertiakan karena ketidakstabilan di Semenanjung. yang mendalam, konflik bersenjaia Korea dan Asia Timur, prospek menjadi sesuata yang sama sekalibukan tidak penyelesaian masalah Taiwan dan mungkin dalam hubungan anatarnegara. kemungkinan konflik tapalbatas. Bagi Sekalipun difuia Tenggara halitu mungkin sebuah negara kepulaunan, termasuk hanya akan terjadi dalam bentuk yang Indoensia, melindungi kemanan nasional terbatas (low intensity confiicts), adalah usaha besar untuk melindungi dan konsekuensinya terhadap hubungan antar memeprtahankan kedaulatan maritim negara menjadi sangat besar. Dinamika berikut sumberdaya yang berada di persenjataaan dideflnisikan sebagai dalanya. Keamanan jalur pelayanan (sea dinamika yang mencakup perlombaaan line of commucication), kedaulatan atas senjata maupun modernisasi persenjataan kawasan ekonomi ekslusif, dan kedaulatan dapat menimbulkan rnasalah besar, atas sumberdaya maritim menjadi sama terentang dari kompleks ketidakamanan (in_ pentingnnya dengan resources yang berada security complexes), dilema keamanan di daratan. (securuty dilimma), redaksi anggaran Bahkan seandainya disepakati pertahanan yang dapat mempengaruhi bahwa militer akan haru, *n*uinkun anggran-anggran lain unfuk tujuan sosial peran hanya dalam bidang pertahanan. dan ekonoi, hingga restrukturisasi kekuatan Teknologi baru di bidang informasi dan militer untuk menyesuikan terhadap poia_ kemiliteran menyebabkan batas-batas pola modernisasi persenjataan. Tanpa itu, Fakultas ilnru Sosial arn t
79
yang akan terjadi adalah ketimpangan kekuatan konvensional (conventional gap) yang justru akan menyudutkan suatu ke arag modernisasi senjata, godaan untuk melakukan semngan awal (preemptive darV atau preventive strikes).
Reformasi, Stabilitas Politik, dan Peran Militer I-{ingga tingkat tertentu diakui bahwa, dalam situasi norrnal peluang semakin sempit bagi militer untuk dapat rnernainkan p€ran seperti pada tahun 1970an" Tuntutan internal maupun eksternatr penyebabkan keharusan derriokratisasi nrerupakan keniscayaan sejarah dan keharusan poiitik. Globalisasi nitrai demikrasi, tr-lntutan pengormatan atas hak-hak asaasi marlusia, kecenderungan
rnasyarakat internasional
untuk
mEnEgunakn:r 1:ersyaratan-persyaratan politik dalanr hubungan antarnegara, akan rnenyriclutkan rejirn pemerintahan yang nlenggunakan prakiek-praktek militers. Revolusi dalam bidang teknologi kemiliteran
dan perubahan karakter kornpliks masa depan kelil-ratannya akan memalsa militer lebih banyak memperhatikan profes ionalisrne dalarn bidang pertahanan.
temtama sejarah perjuangan dan doktrin
keamanan. Anggapan bahwa militer adaiah "tentara pejuang dan sekaligus "pejuang tentara" serta bahwa "masalah sipil bukan masalah baru bagi kelangan militer" yang kemudian dikukuhkan dalam doktrin pertahanan dan keamanan rakyat semesta masih kuat bersemayam di kalangan elit militeq kelihatannya tanpa dipengaruhi oleh faktor generasi dan kecabangan. Sangat kuat tertanam dikfum Clausewitzian.bahwa "perang merupakan kelanjutan dari politik dengan cara lain".
sama kuatnya adalah konsep 'talan Tengah" (The Middle Wuy), yang dirumuskan Jenderal Abdul Haris Nasution, pada tahun 1958. Menurut Nasution, Indonesia "bukan sekedar alat pemerintahan sebagaiman berlaku di negara-negara Barat, bukan pula alat partai seLragaimana di negara-negara komunis,
apalagi semacanr rejim militer yang mendominasi negara". Intemalisasi dan sosialisasi yang massif tentang apa yang dimengerti sebagai pemn sejarah dan aqcaman disintegrasi itu, Clausewita, Sudirman, Nasution, telah mendaari pendangan yang sangat kuat hingga kini. Seperti kenrudian ditegaskan
tuntutan domestik merrgenal
Jenderal Wiranto, "misi dari setiap
detrrokratisasi, yang salah safu diantaranya diwujudkan dengan keharusan bagi militer
angkatan bersenjata, dimanapun j,uga,
Tunfutan
-
untuk rnenarik diri dari poitik adalah
tidak pernah terlapas dari politik", Persoalannya adalah Clausewitz
desakan lain yang tidak dapat dihindari. Narnun paren militer masa depan masih akan rnenjadi isu besar. Dari waktu
menafsirkan gejala itu dalam konsteks keadaan perang dan damai; Sudirmah mengatakan hal serupa ketika
ke waktu keterlibatan itu memeproleh
kelangsungan hidup sebuah negara, bukan
berbagai pembenaran, diantaranya "tugas sejarah". 'bbsesi pada keamanan dan
sebuah pemerintahan. sebaliknya,
stabilitas nasional'', dan kepentingan korporatis militer. Dua alasan yang pertarna bersifat subyektif, dan dapat dirinci lebih lanjut rrlenjadi beberapa unsur, ]urnal Flubungan lntemasional
Nasution menegaskannya dalam konteks hubungan sipil-militer terutama berlangsung pada aras personalisasi kekuasaan. Laksamana Wiclodo berada dala mkonteks ketika TNI sedang
r.--i 2 i.i
:....::
n dan doktrin
rhwa militer lan sekaligus n*'a "masalah qgi kelangan ruhkan dalam nErnan rakyat
iemayam di hnnya tanpa ;enerasi dan hnam diktum g merupakan an cam lairi'. nsep "Jalan if,/uy), yang rbdul Haris 58. Menurut , sekedar alat n berlaku di rula alat partai
am komunis, militer yang dalisasi yang ngerti sebagai
bintegrasi itu,
sution, telah sangat kuat
rr
ditegaskan
dari setiap rnapun j,uga,
lri politik", Clausewitz am konsteks ri; Sudirmah pa ketika pgara, bukan seba liknya, rlam konteks
terutama ersonalisasi
lodo berada
NI
sedang 80
enrngalami disoentasi dan demoralisasi karena kasus Timor Timur maupun
pelanggaran hak asasi manusia lainnya. Dimasa mendatang, kenservation masih mungkin terjadi. pertama, obsesi rnengenal disintegrasi bangsa saangt besar, termasuk di kalangan perwira menengah.
Kemajemukan masyarakat Indonesia berdasarkan garis etrik dan aganla, misalnya, paling sering disebut sebagai suatu ancarrlan terhadap integrasi dan itergritas nasiona. Dalam beberapa kasus, semangat mesianisrne dan superioritas disiplin dan organisasi masih dapat ditemukan dalam pemikiran eiit mililer. Dalam pairdangan sebagai elit rniliter ,"tanpa kehadiran militer, Indoensia sudah menjadi sebuah negara komunis atau negara Islarn", Selain itu, berbeda dari pilitisi sipil yang seringkali menggunakan sentimen primordial sebagai instrumen mobilitas pilitik, "militer adalah suatu institusi nasional". Sistem demokrasi perlementer, ketika rniliter tidak teriibat dalam politik, adalah masa yang dinilanya sebagai penuh dengan ketidakpastian politik dan menutup peluang Indonesia unfuk melakukan pembangunan nasional. Kedua,doktrin militer mengatakan
bahwa mereka adalah bhayangkari negara. Doktrin-doktrin militer menafsirkan
peran kebhayangkaraan militer
dalamkorstruksi negara (kesatuan) ideologi negara dan konstitusi negara. Sangat kuat
pendangan para
elit militer bahwa
"keterlibatan mereka dalam politik adaiah
suatu hak sejarah" "keharusan untuk memeprtahankan keamanan nasional,, dan ;'mewu;udkan profesionalisme,,l Presepsi-diri yang paling sering rnuncul
alah ide ntitas rnilite r se baga i "pen:yelamat bangsa ", "penjaga konstiLsi negara", dan "penjaga persatuan dan ad
Fakultas tt
"u
S
kesatuan". Referersi pada pengalamanan
sejarah perjuangan
kernerdekaan
menyebabkan militer tidak membedakan tugas-tugas militer dari sipil, dan oelh karenanya mereka "dalam situasi apapun
akan selalu berpartisipasi
dalan
pembangaunan". Tak jarang persepsi-diri seepeti itu masih diperkuat pula dengan kecenerungan mesianisis dan k.unggJan organisasi militer dibanding organisasi _ organisasi sipil. Dalam rangka waktu yang dapat diperkirakan ke depan, harapan-harapan itu masih sukar dipenuhi, Hingga kini, semangat iiwifungsi masih melekat dalam cafur Dharma Eka Karma dan.Sad Daya dwi Bakti - berturut-turut doktrin induk dan doktrin pelaksanaan militer Indoensia. Militer tidak memandang dernokrasi daiam kontei<s hubungan vertikalantara sipil dan
militer, seperti. tercermin dalam
konsep"supremasi sipil" (civilian supermacy), tetapi cenderung pada
"hubungan yang setara" (equal ielationship). Selain itu, intemalisasi nilai, doktrin dan semangat kejuangan n:asih dilakuakn di lingkungan militer secara tradisional.
Janjang pendidikan lanjutan militer
sekarang masih kuat diwarnai dengan pendidikan dibidang non-militer. Fada saat
yang sama, konsepsi
menganai profesionalisme baru justru semakin meliputi bidang-bldang non_miiiter, terrnasik bidang yang ,,lukratif seperti
ekonomi dan menajemen perusahaan. Dalam banyak kesempatan militer beranggapan bahwa membuka koridor yang lebih luas bagi pertisipasi politik rakyat merupakan suatu gejala yang tidak mungkin dihindari. Secara ,**i posisi militer adalah bahwa ,,reformasi
harus segera diniulai tetapi tetap terkendali", dan bahwa miliier akan 81
"melaksanakan dan menyelamatkan reformasi". Namun pemerintah adalah institusi yang berwenang untuk mengeluar{
pe
rundangan yang berkaihn
dengan bisnis dimana militer terlibat didalamnya. Dukungan dan identifikasi dengan kepentingan pemerintahan oleh karenanya berkaitan'dengan kepentingan ekonomi militer. Dalas sejarahnya, perubahan rejim dari Orde lama ke Orde Baru juga membuka peluang masuknya perwira-penruira kke sektor pemerintahan dari perusahaan-perusahaan negam. Sebab
itu, konservatisme di kalangan militer bisa
juga disebabkan karena, .ketiga, kecenderunga mereka untuk berpihak pada
mereka yang memiliki kekuasaan atau bahkan mengindentifikasikannya dengan pemerintah.
pemerintahan sipil, pemberian peran baru kepada kelangan militer yang semula m€megang kendali kekuasaan negara adalah salah safu bentuk objective civilian control. Kebanggan atas pemn non-politik diduga memainkan p€ran penting untuk stabilitas proses dari kekuasaan militer kepada kekuasaan sipil.
Peran militer
di luar
bidang
pertahanan, atau peran militer pada masa damai, tergantung pada bagaimana dan apa yang dinggap sebagai ancaman pada masa damai. Tujuan inti dari tugas-tugas seperti itu adalah untuk mengembalikan stabilitas dan order, disamping tugas-tugas kepolisian dan paecekeeing. Satuan-safuan tempur bisa memainkan peranan sebagai post-cinflict neutralizing forces, termasuk dengan peran-peran sosial. Peran militer
ddlam masa damai dalam tatanan Keamanan Nasional, Tugas Tentara, dan -Etika Penggunaan Kekerasan Di Indonesid, peran militer di luar
masyarakat yang non-konplik seyaogyanya merupakan peran sosial (civil mission) dar/
atau kegiatan yang sangat terbatas untuk
pertahanan sedang memperoleh tantangan serius. Di beberapa negara maju kini mulai berkembang korsep penggunaan kekuatan
support to civilian autorities, bukan
militer untuk operasi-operasi non-perang (military operation other than war). Di Amerika Serikat, operasi-operasi seperti
membawa konsekwensi pada moralitas penggunaan kekerasan. "Penggunaan kekerasan" hanya dapat dilakukan bagi persoalan - persoalan yang berkaitan dengan mandat kenegaraan yang diberikan oleh masyarakat, bukan pada. isu-isu "kemasyarakatan" (societal). Penyelesaian pertikaian secara damai, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan diputuskan oleh lembaga peradilan yang tidak memihak, dalam proses perumusan kebijakan yung inklusif dan pengambilan kepufusan yang terbuka (trasparan), dalam sebuah sistem yang memberi peluang bagi public complaint teradap pelaksanaan kebilkan, merupakan sumber-sumber legitimasi bagi otoritas pengemban
ifu, yang menurut seorang pengamat telah mengalami pergeseran "dari pinggiran ke pusat" (from sideshow to centre stage), memperoleh legitimasi baru bukan hanya karena keinginan Gedung Putih utnuk terlibat dalam politik Intemasional, tetapi juga karena upaya memperoleh peran baru bagi kalangan militer setelah berakhirnya Perang Dingin. Pertimbangan di seputar politik anggaran, tuntutan idiologi, dan
absesi memainkan peran
polisi
internasional merupakan pendorong untuk itu. Di beberapa negara Amerika Latin yang telah berhasil membangun kembali J
urnal Hu bungan lnternasional
merupakan'bperasi militer".'
Kecenderungan seperti itu
82
kekuasa kekuatar
kekuabr di nram ambang kearnarx
1
operasi mengha
adalah h
mencaF situasi r misalarry
menahar
karena harus
I
m
isolasi
ir
investasi
vital bagi
Namun
membay tindakan misalnya dan disr "memba,i
diakui
r
berbarrys
halnya d kekerasa
relevan globalisa justru nr militer.ar Kedua: d politikau adalah menjadi penekarr dianggap
pendekal proach), terjadi jih pada peu Fakultas
I
n peran baru 'ang semula ;aan negara active civilian m non-politik
entrng untuk saan militer
uar bidang n pada masa pimana dan rcaman pada i tugas-tugas ngembalikan g fugas-tugas afuan-safuan rnan sebagai es, termasuk furan militer
rm tatanan s€S,aogyanya
mission)darr/
rbatas untuk
ties. bukan e
pe
rti
itu
la moralitas
)enggunaan akukan bagi g berkaitan
ug diberikan
nda isu-isu Pbnyelesaian
n:ai dengan erlaku dan radilan yang I perumusan pengambilan aran), dalam peluang bagi plaksanaan ber-sumber Ienge mban
82
kekuasaan negara untuk menggunakan kekuatan. Threshold legitimasi pnogg,rnuun kekuatan militer baru akan terjadi paaa titil
di mana ancaman atau konflik melewati ambang kekerasan dan mengganggu keamanan publik. Tanpa memenuhi persyaratan itu operasi militer selain perang harus menghadapi berbagai dilema. pertama adalah hilan$nya relevansi kekuatan untuk mencapai tujuan nasional tertenfu. Dalam situasi meningkatnya interdependensi, rnisalanya, suatu negara cenderung untuk menahan diri untuk menggunakan senjata karena hal itu, jika dilakukannya, a-kan harus membayar mahal, rnisalnya berupa isolasi internasional. perdagangan dan investasi mungkin merupakan sesuatu yang vital bagi keamanan nasional suatu negara.
Namun hampir tidak *urlkin
rnembayangkan suatu negara melakukan tindakan kekerasan (baca militer) untuk misalnya meningkatkan ekspor. Globalisasi
malahan bertentangan, dengan upaya untuk melindungi keamanan nasional, Dilema ini dapat berupa kehancuran ekonomi, ataupun dislokasi sosial dan politik,yang ditimbulakan oleh mobilitas sumberdaya di luar kemampuan dan kebutuhan nasional. Ia dapat pula berupa
kehancuran tanpa batas. penggunaan kekerasan untuk menghadapi ancaman harus sepadan.ancaman tertentu harus dihadapi dengan instrumen tertentu yang
sesuai, efektif, efesien, dan tidak
menimbulkan dislokasi sosial, ekonomi, politik, ideologi. Terlepas dari berbagai semacam itu,operasi militer selain perang dapat memainkan peranan peniing dalam percaturan antarbangsa, khususnya sebagai instrumen diplomatik untuk mengangkat citra internasional.harapan tentang ketentraman, perdamaian, dan kese-jahteraan yang dibawa dengan berai
dan disemilasi ide-ide baru bisa jadi
tidak terpenuhi. perdamaian dunia
dia-kui sebagai landasan kehidupan berbangsa dan bemegara.Namun seperti halnya dalam kasusu ekonomi, tindikan kekerasan bukan merupakan cara yang relevan untuk menghadapi gelombang globalisasi. Tidak kekerasan 1ak jarang
Pertiakaian tetap berlanjut di berbagai belahan bumi. Potensi konflik tradisioiral baik yang dilandasi sprit perang Dingin maupun yang fuia Fasifik yang hingga kini
"membahayakan" nilai dasar tertentu yang
justru menambah presistensi gerakan anti militer,anti- negara dan anti politik. Kedua: dilema juga terjasi liki hubungan politik atau kedudukan militer dalarn poltik adalah sedemikian rupa sehingga menjadikan strategi ofensif (baca: penekanan pada pendekatan keamanan) dianggap jauh lebih penitng dibanding pendekatan kesejarahan (prosperity ap_ proach), Dilema operasi militer dapat terjadi jikq penggunaan senjata didasarkan pada pemikiran yang tidak konsisten, atau Fakultas
r*r
So
tempaknya masih merupakan kemewahan.
belum bisa membebaskan diii darl
belenggu kekhawatiran atas Semenanjung Korea dan Cina-Taiwan, justru ketika Laut
Cina Selatan dn berbagai persoalan lain bisajadi harus bermuara pada konflik
dengan kekerasan. Bagi Indonesia sekalipun tuntutan stabilitas danpotensi konflik masa depan
memberi rtelevansi baru atas operasioperasi militer selain perang, persolai: legitimasi dari operasi-operasi seperti itu tidak mudah diselesaikan.operasi-operasi tersebut niscaya memerlukan persy;ratan tertentu. Harus dibedakan dengan tegas
83
kemampun militer sebagai kekuatan (force), untuk rnemaksa (coercion) atau sematamata unfuk unjuk kekerasan (cvoercion).
Hanya dalam kasus konflik kekerasan berkepanjangan, militer bisa digunakan sebagai simbol dan kekuatan pemaksa,
luas bukan sekedar untuk kepentinganya
yang I
sendiri
terdaPatnYa
menuna
"corporoteness" yang me mbedaknnya dari kelompok sosial maupun profesi yang lain.
ondary)
Di dalam bidang kleahlian apapun, militer
butir
; dan ketiga,
tidak terkecuali kriteria
sepertiiyu
namun seharusnya dibatasi pada tingkat untuk kekuatan dan tidak perlu digunakan dengan kekerasa. Cara-cara militer hanya dapat digunakan untuk menghadapi ponflik kekerasan dan; sedang perselisihan yang belum mencapai threshold penggunaan kekerasa, tisaik bisa dihadapi dengan kekuatan senjata militer,. Ini berati bahawa pronsip pertahanan diri (self-deferece) dan pembatasan jumlah kurban(demage limited) harus selalu ditegakkan dalam setiap upaya pencegahan konflik. Konflik yaang tidak menggunakan kekerasa harus tidak dihadapi dengan kekuatan senjata untuk mencegah eskalasi konftik fengan memperhatikan kepentingan bersama. Semua persyaratan ini menunjukkkan bahwa penggunaan kekuatan senjata unfuk mnecegah eskalasi konflik dengan memeprhatian kepentingan bersama, semua persyaratan itu menunjukkan bahwa penEgunaan kekeuatan militer unfuk menyelesaikan dan me redam konflik harus bersifat sementara (tempomy) dan dengan sasaran atau mendat yang jelas.
menemukah profesionalisme seseorang atau suatu kelompok. Tentu, bagi militer, dimensi-dimensi profesionalisme seharusnya mewujudkan dirinya dalam profesi mereka sebagai institusi yang memainkan p€r.lnan unfuk melindungi dan mempertahankan kedaulan negara, atau peran lain yang diperbolehkan operasi militer selain perang. Peran itu dilakuakn dengan menggunakan kemampuan profesional mereka sebagai pengelola kekerasan (manager of violence). Dalam sebuah kwadran Cartesian, profesionalitas militer ditentukan secara bersama-sama oleh axis profesionalisme dan kemiliteran. Derajat profesionalitas
Profesionalisme, Profeslonalitas, dan Profeslonalisasi Militer Profesionalisme dapat dilihat dari
kepatuhan pada otoritas sipil, yaitu kewenangan yang diperoleh dari proses demikratik. Otoritas sipil itu pula yang berhak menentukan apa yang menjadi
tiga kriteria: pertama, keahlian mengenai suatu bendang tertentu yang diperoleh
melalui pendidikan dan kemudian dikembangkan melalui pengalaman dan pengalaman bidang keahlian itu: kedua, rasa tenggungjawab untuk menggunakankeahlian yang dimilikinya itu unfuk kepentingan masyarakat yan glebih Jurnal Hubungan Internasional
mereka dapat dilihat dari berbadai komponen, misalnya komponen etika, politik, danorganisasional. Etika yang paling penting adalah prinsip bahwa keuatan militer organisasional. Etika yan gpaling penting adalah pronsip bahwa kekuatan militer (penggunaan kekemsan) merupakan suatu pilihan terakhir setelah berbagai upaya lain gagal melakukan fungsinya. Dari segi politik, profesionalisme itr.r berupa
pr
dalam b all-indu: penafsiri tertentu sesuafu' profesir eaktu ta
ulang. berbaga {obedier
me rupa profesic mengalr konseku - pera( peradila r1946),
sering dd
lebih sen dan uh
pertimb pertangg
responsi berbagai seperti tr Can Rwa seseoran pe
rintah
prakarsar
Y pronsip
kepentingan nasional (national obyectives,
meliputi
national interests) suatu negara serta bagaimana tujuan itu dicapai (national
propesior be
strategy). Secara teknis, profesionalisme militer berbakat dengan bagaimana militer memelihara kemampuan teknis, managerial, dan organisasional, dan sumberdaya
kepentinl menunail nasional sipil, kom
84
il."lt- tr
rkaita
kepentinganya te rd
apatnya
bedaknnya dari ofesi yang lain.
apapun, militer
ia
sepertiiyu im? seseorang lu, bagi militer, rfes io nalis me
dirinya dalam institusi yang nre[indungidan n negara, atau ehkan operasi n itu dilakuakn
kemampuan gai pengelola ence ).
clmn Cartesian, lnfukan secara
rofesionalisme profesionalitas
larr berbadai nponen etika, Etfia yang palmhrva keuatan ra !'an gpaling rhwa kekuatan an)merupakan elah berbagai an fungsinya. brne ifu berupa rs sipil, yaitu eh dari proses itu pula yang yang menjadi ,rnl obyectives, negara serta apai (national rofesionalisme pimana militer rknis, managern sumberdaya
yang mernungkinkan rniliter dapat
dan kemanusian; yang kedua, profesionalisme operasional, diukur dari kemauan dan kemampuannya utnuk menyusuiakan diri pada perkembangan ilmu dan keahlian kemiliterran dan kemampuannya bertindak sebagai kesatuan yang efektif dan efisien dalam menanggulangi berbagai bentuk dan eskalasi ancaman. Karena posisi geostrategis, sumber "ancaman, maupun perkembang"an teknologi persenjataan, rumusan ini tidak dengan sendirinya ulang. Globalisasi telah rnalahiikan menjamin keamanan negara. Lagi pula, berbagai nilai baru, n-iisalnya, kepatuhan serangan dan pendudukan nrusuh dari luar (obedience) pada pirnpinan, yang semula negara tidak pernah menjadi bentuk merupakan salah satu ukuran ancaman paling bagi indonesia. profesionalitas militer, belakangan ini Merurnuskan peran baru bentara meng-alami perubahan. Sebagai bukanlah persoalan sederhana" Sejak konsekuensi perkembangan dari pnradiia" tumbangnya pemerintah Suharto (tr9gg), - peradilan internasional, misalnya misalnya, banyak hal telah dicapai _ peradilan Nurenberg (1945) dan Tokyo konseptualisasi pe ragidma bari (redefinisi, (7946), keabsahan (legalisasi) perintah reposisi dan reaktualisasi peran militer), sering dipertanyakan. Militer difunfut untuk nertralitas dalam pros€s dan pelaksanaan lebih sensitif pada kenistaaan bahwa etika pemilu (1999), pemisahan kepolisian dan uhkum (legal) harus menjadi negara dari tentam nasionallndoensia, dan pertimbangan utama, prinsip keharusan bagi warga TNI untuk memilih pertanggungjawaban indivudu (personal tetap sebagai warga tentara atau birokrasi responsibility) yang menjadi iandasan sipil atau anggota kabinet. Sejak dekiarasi berbagai status peradiian internasional, peradigma. baru. [ernyataan-p,zrnyataan seperti terlihat dalam kasusu yogoslavia tidak lagi dipenuhi dlngan .rn..*i. dan Rwanda, tidak n.rembedakanlpakah kedudukan militer Indonesia sebJgai seseorang [prajurit] melakukan sesuatu ata "stabilisator perintah atasannya ataupun karena tidak selalu dan dinamisator,'. Militer,, harus didepan; tidak lagi prakarsanya sendiri. menduduki tetapi mempengaruhi. iidak lagi Yang barangkali berubah adalah mempengaruhi secara langsung, tetapi pronsip bahwa profesionalisme militer tidak langsung, siap mambugi purun meliputi propesionalisme ideal dan dengan pihak sipil dalam penlambilan propesionalisme ope msional. yang pertama keputasan penting dengan ko-.npon"n berkaitan dengan kesetiai pada bangsa yang lain". selain itu, bebrapa kepentingan nasional, komitmen untuk ketenfuan hukurn yang dinilai refpresif telah menunaikan peran milindungi kepentingan dicabut diantaranya PNFS/1962. nasional, kepafuhan pada otorita, politik Abdurrahman Wahid berhasil menduduki sipil, komitmen pada keadilan, kebenaran singgasana kepresidenan melaiui proses rnenunaikan tugasnya (primary and secondary)secam efesien dan efektif. Tidak rnudah merumuskan butir_ butir profesionalisme militer, rumusan d.1lam benfuk seperti itu sering cenderung all-inclusive dan terbuka untuk [berbagail penafsiran, seringkalisesuai dengan fujuan tertentu. Lagi pula, tidak pernah ada sesuatu yang abadi. Rumusan dan kriteria profesionalisme militer hams, setelah jangka eaktu tertentu. membuka diriterhadap [aji
Fakr.rltas
r*r
tot
85
pemilihan demokratik pertama dalam beberapa dasawarsa. Untuk pertama kalinya dalam kurun wakfu itu pula seonng
sipil menduduki jabatan Puncak di Departemen Pertahanan. SekaliPun demikian belum ada
Iandasan Yang cukuP kuat untuk
rnengukuhkan profesionalisasi militer, dan pada saat yang sama stabilsasi hubungan iipli-*ilitn, dalanr kerangka demokrasi' Pin"rpinan TNI dituntut untuk merancang berbagai agenda, mulai dari perombakan
postur kekuatan, arah
akuisisi
persenjataan, hingga p€rumusan kembali doktrin operasional. Tanpa semua itu, tentara akan menajdi kekuatan yang tidak relevan untuk menghadapi ancaman masa depan. Misalnya sulit membayangkan postur tentara yang telalu mengandalkan
angkatan darat daPat emnghadaPi urrauanun, Yang terutama menembus
rnelalui laut dan udara. Mistahil s€rangan rudal balistik dapat dihadapi dengan perang gerilya, stmtegi pagar betis, maupun sisitem pertahanan rakyat semasta, sebaliknya mengikutsettakan tentam dalam
keamanan dalarn negeri mambawa komplikasi politik yan gluar biasa, kecuali jika pola kerjasama polisi militer itu disusun tnrdutakan aturan (rule of angagement) yang jelas dan trasParan.
Penutup Tentara meninggalkan gelanggang sosial-politik, Di atas kertas, mereka sepakat
"untuk hanya berfungsi sebagai alat pertahanan negara' Keamanan akan
menjadi tugas kePolisian negara' Keputusan itu sangat sidnifikan bagi perjalanan Indoensia menuju supremasi sipil. Bagaimana karakter supremasi itu, peran apa yang akan diaminkan tentara, dan seberapa besar hal itu bermanfaat bagi
rakyat maupun prajurit masih menajdi tandatanya besar. Dalam banyak hal, keputusan ifu membawa kornplikasi dan dilema yang tidak rnungkin diselesaikan dalam waktu dekat. Sedang Umurn MPR 2000 telah rnengukuhkan peran tentara sebagai bhayangkari negara' Dalam perudangan lain masih diPerlukan pengaturan tentang peran militer untuk rnenghadaPi ancaman dari luar, memainkan diplornais dan tugas-tugas polisional, serta keharusan bagi tentara untuk mematuhi ketentuan hukum, hak-hak
asasi manusia, dan internasional.
konvensasi