Volume 2 No. 1, Oktober 2013
ISSN: SN: 2302-416X 2
Jurnal urnal Biology iology Education (Sarana Inform Informasi Insan Akademis, Ilmiah dan Profesional) • Implementa ementasi Pendekatan Science Technology Society (STS) Dalam Pembelajar elajaran Sains Sebagai Upaya Peningkatan Life Skill Siswa Oleh : Jail Jailani, Ibrahim, Herman • Penerapan rapan Kalkulus Integral Pada Bidang Biologi Oleh : Bur Burhanuddin AG • Aktivitas itas Antibakteri A Ekstrak Buah Laban (Vitex pinnata nata Linn) L Oleh : Syaf Syafruddin, Mutia, Lukmanul Hakim • Pengaruh aruh Penggunaan Media Balok Cuisenaire Dengan Deng Metode Bermain ain Terhadap Peningkatan Kecerdasan Matematika atika Pada Anak Raudhatul hatul Athfal A Al-Ikhsan Kota Banda Aceh Oleh: Juairiah Juai • Perbedaan edaan Hasil Belajar Antara Penerapan Metode Blended Blen Learning Dengan an M Metode Konvensional Dalam Pembelajaran ran Biologi B Pada Konsep ep Ek Ekosistem Siswa Kelas X MAN 2 Banda Aceh Oleh : Har Harmaini, Jailani, Musriadi •
Upaya ya M Meningkatkan Kesadaran Masyarakat tentang ntang Pelestarian Lingkunga kungan Melalui Pendidikan Lingkungan Hidup Oleh : Azw Azwir, Almukarramah
Penerbit Program Studi di PPendidikan Biologi Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh
Jurnal Biology Education
Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
JURNAL BIOLOGY EDUCATION (Sarana Informasi Insan Akademis, Ilmiah dan Profesional)
Dewan Redaksi Ketua : Jailani Sekretaris : Musriadi Anggota Redaksi Armi M. Ridhwan Evi Apriana Jalaluddin Erdi Surya Mardiana Rubiah Burhanuddin AG Tata Usaha Ibrahim Almukarramah Azwir Nurul Akmal
Mitra Bestari : Prof. Aloius Duran Corebina, M.Pd Prof. Jamaluddin Idris, M.Pd Prof. Murniati AR, M.Pd Prof. Dr. Albinus Silalahi, MS Prof. Dr. Abdul Muin Sibuea, M.Pd Dr. Djufri, M.Si Dr. Muhibuddin, M.Si Dr. Abdullah, M.Si
(UM – Malang) ( IAIN Ar Raniry) (Unsyiah) (Unimed) (Unimed) (Unsyiah) (Unsyiah) (Unsyiah)
Alamat Redaksi Jln. T. Imeum Lueng Bata Universitas Serambi Mekkah Email :
[email protected] Contat Person 08126941472/081360010330
Dicetak di Percetakan CV. Azzam Banda Aceh. Isi diluar tanggung jawab percetakan
Jurnal Biology Education
Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
JURNAL BIOLOGY EDUCATION (Sarana Informasi Insan Akademis, Ilmiah dan Profesional) Pedoman Penulisan 1. Artikel di tulis dalam bahasa indonesia atau bahasa inggris, merupakan tulisan orisinil penulis berupa hasil penelitian, gagasan konseptual, kajian dan aplikasi teori serta tinjauan teoritis yang belum pernah dikirim dan dipublikasi di jurnal lain 2. Artikel di ketik dengan program microsoft word pada kertas ukuran kwarto (A4) minimal 10 halaman dan maksimal 15 halaman dengan jarak baris 2 spasi 3. Abstrak di tulis dalam bahasa inggris atau bahasa indonesia. Panjang abstrak 100- 150 kata, di tulis dalam satu paragraf dan diketik dalam spasi tunggal 4. Artikel hasil penelitian memuat : judul, nama pengarang ( tanpa gelar akademik). Abstrak bahasa inggris atau bahasa indonesia, kata kunci, pendahuluan, tujuan, metode, hasil, pembahasan, kesimpulan dan saran, daftar rujukan, (berisi pustaka yang dirujuk dalam artikel) 5. Daftar pustaka di sajikan mengikuti tata cara seperti contoh berikut dan di urutkan secara alfabetis dan kronologi Champagne, A. B., Gunstone, R. F., & Klopfer (2003). Effecting changes in cognitive structures among physics student. In: L.West & A. Pines (Eds.) Cognitive Structure and Conceptual Change. Orlando: Academic Press. 163-188. Cheng, K. K., Thacker, B. A., & Cardenas, R. L. (2004). “Using online homework system enhances students learning of physics concepts in an introductory physics course”. American Journal of Physics, 72(11): 1447-1453. 6. Naskah dikirim kealamat sekretariat redaksi Jurnal Biology Education Jln. Tgk. Imuem Lueng Bata Batoh contant person 08126941472/081360010330 atau via internet melaui : email
[email protected] 7. Dewan Redaksi akan merespon semua naskah setelah mendapat jawaban dari Dewan Redaksi dan Mitra Bestari 8. Penulis yang artikelnya di muat wajib menjadi pelanggan minimal selama satu tahun, dan memberikan konstribusi biaya cetak catak minimal Rp. 250.000,- dilunasi setelah naskah diperiksa dan di nyatakan publikasi oleh Dewan Redaksi serta Penulis yang artikelnya dimuat akan mendapatkan imabalan berupa bukti pemuatan 2 eksampler dan surat keterangan pemuatan yang di tanda tangani oleh Dewan Redaksi
Jurnal Biology Education
Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
PENGANTAR REDAKSI
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT, dengan Taufik dan hidayah-Nya sehingga Jurnal Biology Education ini dapat terbit pada edisi Kedua. Kemudian Shalawat dan salam kita sampaikan kepada Rasulullah Nabi Muhammad SAW yang telah membawa ummat manusia dari samudera kebathilan menuju pantai ilmu pengetahuan serta yang menuntun hati manusia menuju jalan kebenaran dan berakhlakul karimah. Tulisan Ketiga ini memuat serangkaian artikel diantaranya “Implementasi Pendekatan Science Technology Society (STS) Dalam Pembelajaran Sains Sebagai Upaya Peningkatan Life Skill Siswa, Penerapan Kalkulus Integral Pada Bidang Biologi, Aktivitas Antibakteri Ekstrak Buah Laban (Vitex pinnata Linn), Pengaruh Penggunaan Media Balok Cuisenaire Dengan Metode Bermain Terhadap Peningkatan Kecerdasan Matematika Pada Anak Raudhatul Athfal AL-Ikhsan Kota Banda Aceh, Perbedaan Hasil Belajar Antara Penerapan Metode Blended Learning Dengan Metode Konvensional Dalam Pembelajaran Biologi Pada Konsep Ekosistem Siswa Kelas X MAN 2 Banda Aceh”, Upaya Meningkatkan Kesadaran Masyarakat tentang Pelestarian Lingkungan Melalui Pendidikan Lingkungan Hidup. Jurnal Biology Education ini terbit melibatkan banyak pihak dalam memberi bimbingan, motivasi, oleh karena itu sudah sepantasnya pada kesempatan ini Tim Dewan Redaksi menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada Ketua Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Serambi Mekkah baik secara langsung maupun tidak langsung telah membantu proses pelaksanaan penerbitan kedua Jurnal Biology Education ini. Semua pihak yang telah membantu Dewan Redaksi untuk menyelesaikan Jurnal Biology Education ini Demikian isi Jurnal Biology Education Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ini, dengan ucapan terima kasih kepada penulis. Semoga dengan terbitnya edisi ini memacu para insan akademisi untuk lebih kreatif dan mengungkapkan suatu ide dan pemikiran secara ilmiah dan profesional dalam tulisan
Tim Redaksi
Jurnal Biology Educatio ucation
Volume 2 N No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X 416X
Jurnal Biology Educati ducation (Sar (Sarana Informasi Insan Akademis,, Ilmia Ilmiah dan Profesional)
VOLU VOLUME 2
•
OKTOBER 2013
Implementasi si Pendekatan Pen Science Technology Societ Society (STS) Dalam Pembelajaran Sains Sebagai Upaya Peningkatan Pe Life Skill Siswa Jailani, Ibrahim,, Herman (1-7)
• Penerapan Kalkulu alkulus integral Pada Bidang Biologi Burhanuddin AG •
(8-13)
Aktivitas Antibakt tibakteri Ekstrak Buah Laban (Vitex pinnat pinnata Linn) Syafruddin, Mutia utia, Lukmanul Hakim
(14-19)
•
Pengaruh Penggu enggunaan Media Balok Cuisenaire ire D Dengan Metode Bermain Terhadap hadap Peningkatan Kecerdasan Kece Matematika Pada Anak Raud Raudhatul Athfal AL-Ikhsan Kota Banda Aceh (20-31) Juairiah
•
Perbedaan Hasil Belajar Antara Penerapan Metode etode Blended Learning Dengan Metode etode Konvensional al Dal Dalam Pembelajaran Biologi Pada Konse Konsep Ekosistem Siswa Kelas X MAN AN 2 Banda Aceh Harmaini, Jailani, lani, Musriadi (32-36)
•
Upaya Meningka ingkatkan Kesadaran Masyarakat tentan tentang Pelestarian Lingkungan Melalui elalui Pendidikan Lingkungan Lingku Hidup Azwir, Almukarra arramah (37-42)
Diterbitkan Oleh: leh: FKIP Program Prog Studi Pendidikan Biologii Univ Universitas Serambi Mekkah
Jurnal Biology Educatio ducation
Volume 2
Nomor 1
H Hal 1-42
Banda Aceh Oktober 2013 201
Jurnal Biology Education
Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
IMPLEMENTASI PENDEKATAN SCIENCE TECHNOLOGY SOCIETY (STS) DALAM PEMBELAJARAN SAINS SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN LIFE SKILL SISWA Jailani, Ibrahim, Herman (Staf Pengajar Prodi Pendidikan biologi FKIP-USM Banda Aceh) ABSTRAK Pendekatan Science Technology Society merupakan salah satu pendekatan yang meng-hubungkan antara pembelajaran sains di dalam kelas dengan kemajuan teknologi dan perkembangan masyarakat yang ada disekitar siswa. Melalui pendekatan ini, siswa dilatih untuk memadukan pemahamannya tentang dunia alam (sains) dengan dunia buatan manusia (teknologi) dan dunia sosial melalui pengalaman siswa sehari-hari dalam lingkungan masyarakat. Pembelajaran dengan pendekatan STS tidak hanya menekankan pada penguasaan ranah konsep IPA, namun juga menekankan pada penguasaan proses IPA, berpikir kreatif, dan pembentukan sikap ilmiah. Dengan penguasaan semua ranah tersebut diharapkan terjadi peningkatan life skill siswa. Untuk memudahkan guru dalam mengimplementasikan pendekatan STS, dapat disusun semacam modul pembelajaran yang dikhusususkan untuk meteri tertentu dengan langkah-langkah yang ditentukan. Tahapan pembelajaran STS dapat disesuaikan dengan materi ajar dan menekankan pada keterampilan proses. Pembelajaran sains hendaknya mengajak siswa untuk menemukan dan menyikapi permasalahan yang terjadi di masyarakat, dan menumbuhkan sikap peduli terhadap lingkungan Kata kunci: Science Technology Society, pendekatan pembelajaran, life skill. 1. Pendahuluan Pendekatan Science Technology Society (STS) dalam pembelajaran sains merupakan perekat yang mempersatukan sains (IPA), teknologi dan masyarakat. Ciri-ciri pendekatan STS, antara lain (1) difokuskan pada isu-isu sosial dan teknologi di masyarakat yang terkait dengan konsep atau prinsip sains yang akan diajarkan; (2) diarahkan pada peningkatan pengetahuan dan keterampilan siswa dalam membuat keputusan berdasarkan informasi ilmiah; (3) menjadikan seseorang tanggap terhadap karir pada masa depan; (4) menekankan evaluasi belajar pada kemampuan siswa dalam memperoleh dan menggunakan informasi ilmiah dalam memecahkan masalah (Hidayat,1991, dan Yager, 1992). Pembelajaran sains yang diajarkan sesuai dengan hakikat sains yakni proses, produk, sikap, dan teknologi akan menjadi sarana untuk mengembangkan aspek kognitif, afektif, dan keterampilan proses sains. Berdasarkan hasil observasi, pembelajaran sains selama ini kurang mengajak siswa untuk menemukan dan menyikapi permasalahan yang terjadi di masyarakat, akibatnya sikap peduli lingkungan siswa terhadap lingkungan kurang. Selain itu, hasil belajar yang diperoleh mahasiswa juga rendah. Kegiatan pembelajaran IPA dengan menggunakan pendekatan STS diusahakan
Page 1
agar materi yang diajarkan di dalam kelas dapat dikaitkan dengan situasi dunia nyata di luar kelas yang menyangkut perkembangan teknologi dan situasi masyarakat. Hal ini menggambarkan bahwa pendekatan STS dijalankan untuk mempersiapkan siswa dalam menghadapi masa depannya. Pendekatan STS ini menuntut agar siswa diikutsertakan dalam penentuan tujuan, perencanaan, pelaksanaan, cara mendapatkan informasi, dan evaluasi pembelajaran. Adapun yang digunakan sebagai penata (organizer) dalam pendekatan STS adalah isu-isu dalam masyarakat yang ada kaitannya dengan sains dan teknologi. STS dipandang sebagai proses pembelajaran yang senantiasa sesuai dengan konteks pengalaman manusia. Siswa dalam hal ini diajak untuk meningkatkan kreatifitas, sikap ilmiah, dengan menggunakan konsep dan proses sains dalam kehidupan sehari-hari. Seperti yang dikatakan oleh Abdul Majid (2007) bahwa ”belajar dengan melakukan (Learning by doing) menjadikan proses belajar itu lebih menyenangkan. Oleh karena itu, guru harus menyediakan kesempatan kepada siswa untuk melakukan apa yang dipelajarinya, sehingga siswa memperoleh pengalaman nyata”. Menurut Mardana, P. (2001) “Pembelajaran sains dengan pendekatan STS akan mengarahkan pada proses belajar sains yang bermakna (Meaningfull Learning). Belajar
Jurnal Biology Education
Jurnal Biology Education sains bagi siswa tidak saja bermanfaat bagi perkembangan sains itu sendiri, tetapi bagaimana sains itu dapat digunakan untuk memecahkan masalah dalam kehidupan seharihari untuk meningkatkan kualitas hidup. Dalam pembelajaran sains dengan pendekatan STS, siswa diarahkan untuk literasi sains dan teknologi, artinya siswa dapat memahami dari segi sains, teknologi, dan lingkungan sekitarnya, yang penuh dengan produk teknologi serta dampak-dampak yang ditimbulkannya. Yager (1992) menyebutkan bahwa orang yang memiliki literasi sains adalah orang yang memiliki: (1) Pengetahuan cukup tentang fakta, konsep, teori sains dan kemampuan untuk mengaplikasikannya. (2) Pemahaman tentang sains dan hakekat sains. (3) Sikap positip terhadap sains dan teknologi (4) Apresiasi terhadap nilai sains dan teknologi dalam masyarakat dan pengetahuan tentang bagaimana sains, teknologi dan masyarakat saling mempengaruhi. (5) Kemampuan menggunakan proses sains untuk menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan seharihari. (6) Kemampuan membuat keputusan berdasarkan nilai tentang isu-isu masyarakat. (7) Kemampuan keterampilan proses sains untuk dapat diaplikasikan dalam bekerja dan dapat berperan dalam masyarakat. (8) Pandangan dan pemahaman yang lebih baik terhadap lingkungan karena adanya pembelajaran sains di sekolah. 2. Pembelajaran IPA dengan Pendekatan STS Yager (1992) menyebutkan NSTA (National Science Teachers Associution) mengajukan sebelas ciri-ciri dalam memerikan pendekatan STS dalam mengajar, antara lain: (1) Siswa mengidentifikasi masalah-masalah vang ada di daerahnya dan dampaknya. (2) Menggunakan sumber-sumber setempat (nara sumber dan bahan-bahan) untuk memperoleh informasi yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah.
Page 2
Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X (3)
Keterlibatan siswa secara aktif dalam mencari informasi yang dapat diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah nyata dalam kehidupannya. (4) Perluasan untuk terjadinya belajar melebihi periode, kelas, dan sekolah. (5) Memusatkan pada pengaruh sains dan teknologi kepada individu siswa. (6) Pandangan mengenai sains sebagai content lebih dan sekedar yang hanya berisi konsep-konsep dan untuk menyelesaikan ujian. (7) Penekanan keterampilan proses sains, agar dapat digunakan oleh siswa dalam mencari solusi terhadap masalahnya. (8) Penekanan kepada kesadaran-kesadaran mengenai karier, khususnya karier yang berhubungan dengan sains dan teknologi. (9) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan dalam bermasyarakat sebagai usaha untuk memecahkan kembali masalah-masalah yang diidentifikasikannya. (10) Menentukan proses (ways) sains dan teknologi yang mempengaruhi masa depan. (11) Sebagai perwujudan otonomi setiap individu dalam proses belajar (sebagai masalah individu). Pendekatan STS memberikan alternatif pembelajaran IPA yang merupakan kecenderungan baru dalam pendidikan IPA, yang memungkinkan siswa belajar IPA lebih baik dan dapat menggunakan IPA dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran STS mengikuti model belajar konstruktivisme dan didukung dengan teori belajar Piaget, dan teori belajar Gagne. Menurut konstruktivisme, kegiatan belajar adalah kegiatan yang aktif, dimana pebelajar membangun sendiri pengetahuannya, belajar mencari arti sendiri dari yang mereka pelajari, dan bertanggung jawab atas hasil belajarnya. Mereka membawa pengertiannya yang lama dalam situasi belajar yang baru. Mereka sendiri yang membuat penalaran atas apa yang dipelajarinya dengan cara mencari makna, membandingkannya dengan apa yang telah ia ketahuai serta menyelesaikan ketegangan antara apa vang telah ia ketahuai dengan apa yang ia perlukan dalam pengalaman yang baru. Belajar juga merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah
Jurnal Biology Education
Jurnal Biology Education dipunyai seseorang sehingga pengertiannya dikembangkan. Menurut Mackinnu, A. (2001) proses tersebut antara lain bercirikan: (1) Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dan apa yang mereka lihat, dengar, rasakan, dan alami. Konsrtruksi arti itu dipengaruhi oleh pengertian yang telah ia punyai. (2) Konstruksi arti itu adalah proses yang terus-menerus. Setiap kali berhadapan dengan fenomena atau persoalan yang baru, diadakan rekonstruksi, baik secara kuat maupun lemah. (3) Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan lebih suatu pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan, melainkan merupakan perkembangan itu sendiri, suatu perkembangan yang menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang. (4) Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi ketidak seimbangan (disequilibrium) adalah situasi yang baik untuk memacu belajar. (5) Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman pelajar dengan dunia fisik dan lingkungannya. (6) Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui si pebelajar: konsep-konsep, tujuan dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari. Menyimak uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan beberapa keunggulan proses pembelajaran melalui pendekatan STS jika dibandingkan dengan proses pembelajaran konvensional, antara lain; (1) Masalah atau isu yang terkait dengan konsep yang sedang dipelajari diidentifikasi oleh siwa. (2) Keterlibatan siswa lebih aktif, karena mereka harus mencari informasi yang berguna untuk memecahkan masalah. (3) Proses belajar dapat melampaui apa yang tertera dalam kurikulum. (4) Proses pembelajaran dapat melampaui batas waktu, ruang kelas, dan sekolah. 3. Hakikat Sains-Teknologi-Society (STS) Sund (1991) menyatakan sains sebagai bidang ilmu (body of knowledge) yang dibentuk melalui proses inkuari yang terus
Page 3
Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X menerus, yang diarahkan oleh masyarakat yang bergerak dalam bidang sains. Sains lebih dari sekedar pengetahuan (knowledge). Sains merupakan suatu upaya manusia yang meliputi operasi mental, keterampilan dan strategi memanipulasi dan menghitung, keingintahuan (curiosity), keteguhan hati (courage), ketekunan (persistence) yang dilakukan oleh individu untuk menyingkap rahasia alam semesta. Sains juga dapat dikatakan sebagai hal-hal yang dilakukan oleh ahli sains ketika melakukan kegiatan penyelidikan limiah. Roy, R. (1995) menyatakan bahwa sains (IPA) terdiri dan empat komponen yaitu: sains sebagai produk, sains sebagai proses, sains sebagai sikap, dan sains sebagai teknologi. Diantaranya ada dua komponen yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya yaitu sains sebagai produk dan sains sebagai proses. Sains merupakan kumpulan pengetahuan yamg meliputi fakta-fakta, konsep-konsep, hukum-hukum, prinsip-prinsip, dan teori-teori yang disebut produk sains, dan sains sebagai keterampilan dan sikap yang dibutuhkan untuk memperoleh dan mengembangkan pengetahuan disebut proses sains. Teknologi adalah aplikasi dari prinsipprinsip sains sehingga menghasilkan suatu yang berarti bagi kehidupan manusia. Aplikasi prinsip-prinsip ini bisa terdapat dalam bidang teknik maupun sosial. Melalui aplikasi ilmiah, sains menemukan arti sosialnya, bukan hanya demi kepuasan intelektual ilmuawan sematamata. Dalam perkembangan selanjut-nya, bukan hanya teknologi yang meng-gantungkan diri pada penemuan-penemuan sains (IPA), melainkan sebagai perkembang-an sains mengikuti irama perkembangan teknologi. Dengan memanfaatkan hasil-hasil inovasi teknologi penelitian sains semakin berkembang cepat, dan berbagai perspektif baru semakin terbuka lebar. Interaksi dan interdependensi antara sains dan teknologi membuat keduanya tidak bisa dipisahkan. Perkembangan sains dan teknologi baik langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap masyarakat. Masyarakat didefinisikan sebagai kumpulan manusia yang berada pada suatu tempat dengan berbagai fungsi dan peran masing-masing serta mempunyai ketergantungan satu sama lain.
Jurnal Biology Education
Jurnal Biology Education 4. Penerapan Pendekatan Pembelajaran STS dalam Pembelajaran Sains Menurut Sabar Nurohman (2007) model atau strategi pembelajaran STS adalah sebagai berikut: (1) Dalam kegiatan program STS dimunculkan isu atau masalah lebih dahulu yang digali dari pendapat peserta didik. Bila terlatih dalam melakukan kegiatan ini menyebabkan peserta didik lebih peduli terhadap lingkungannya, sadar terhadap dampak positip dan negatif suatu teknologi, rnenyadari adanya nilai yang dianut dalam masyarakat, kreatif dalam mencari masalah dan penyelesaian masalah. Kemampuan ini sering dikatakan merupakan ef'ek dalam belajar sains. (2) Selanjutnya dilakukan kegiatan eksplorasi misalnya dengan mengumpulkan data, observasi, interpretasi, prediksi, mengukur dan membuat model. Data eksplorasi ini kemudian didiskusikan, Dari diskusi dan pengenalan konsep atau konsep-konsep lain yang berkaitan dengan fenomena yang diselidiki diperoleh ide konsep yang dipelajari sehingga terjadi pembentukan konsep pada peserta didik. Mungkin juga terjadi perubahan konsepsi apabila peserta didik sebelumnya telah memiliki konsepsi tertentu atau terjadi pembentukan konsep lain sebagai hasil diskusi. (3) Konsep yang telah terbentuk ini dapat diaplikasi atau diekspansi pada situasi lain. (4) Suatu hal penting yang tidak boleh dilupakan oleh guru adalah sebelum pertemuan berakhir, guru perlu memberikan rangkuman atau ulasan tentang konsep-konsep yang benar sehingga tidak terjadi salah konsep di antara peserta didik. Kegiatan evaluasi yang dilakukan oleh guru mencakup evaluasi hasil belajar dan evaluasi pembelajaran sekaligus. Evaluasi hasil belajar menekankan kepada diperolehnya informasi tentang seberapakah perolehan siswa dalam mencapai tujuan pengajaran yang sudah ditetapkan. Sedangkan evaluasi pembelajaran merupakan proses sistematis untuk memperoleh informasi tentang keefektifan proses pembelajaran dalam membantu siswa mencapai tujuan pengajaran secara optimal.
Page 4
Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X 5. Langkah-Langkah Pendekatan STS Menurut Barba, R. (1995), Pendekatan Science Technology Society (STS) meliputi tahap-tahap sebagai berikut: 1. Tahap ke-1 (Inisiasi/Memulai), yaitu pada pendahuluan dikemukakan isuisu masalah yang ada dalam masyarakat yang dapat digali dari siswa, tetapi jika guru tidak berhasil memperoleh tanggapan dari siswa maka guru dapat langsung mengemukakan sendiri. 2. Tahap ke-2 (Pembentukan Konsep), yaitu dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan dan metode, misalnya pendekatan ketrampilan proses, pendekatan sejarah, metode demonstrasi, eksperimen, observasi lingkungan dan lain-lain. Diharapkan pada akhir tahap ke-2 ini siswa menemukan konsepkonsep yang benar atau merupakan konsep-konsep para ilmuan. 3. Tahap ke-3 (Aplikasi Konsep), yaitu konsep-konsep yang telah dipahami siswa dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. 4. Tahap ke-4 (Pemantapan Konsep), yaitu selama proses pembentukan konsep dan aplikasi konsep, guru perlu meluruskan dan mengarahkan jika terjadi miskonsepsi selama kegiatan berlajar berlangsung. Apabila tidak terjadi miskonsepsi maka guru tetap melakukan pemantapan konsep yaitu berupa penekanan pada kata-kata kunci yang penting diketahui siswa dalam bahan kajian tertentu. Hal ini dilakukan karena konsep-konsep kunci yang ditekankan pada akhir pembelajaran akan meningkatkan daya ingat siswa. 5. Tahap ke-5 (Penilaian), yaitu terdiri dari enam ranah yang terlibat dalam Pendekatan Science Technology Society (STS) yang dapat dirinci sebagai berikut: a. Konsep, fakta, generalisasi yang diambil dari bidang ilmu tertentu. b. Proses diartikan dengan bagaimana proses memperoleh konsep. c. Kreatifitas mencakup lima prilaku individu, yaitu: (1) Kelancaran merupakan kemampuan seseorang dalam
Jurnal Biology Education
Jurnal Biology Education menunjukkan banyak ide untuk menyelesaikan masalah. (2) Fleksibilitas yaitu kreatifitas dan mampu menghasilkan berbagai macam ide diluar ide yang biasa dilakukan orang. (3) Orginilitas yaitu seseorang yang memiliki orginilitas dalam mencobakan suatu ide dan memiliki kekhasan yang berbeda dibandingkan dengan individu lain. (4) Elaborasi yaitu seseorang memiliki kemampuan elaborasi mampu menerapkan ide-ide secara rinci. (5) Sensitivitas yaitu kemampu-an kreatif terakhir adalah peka terhadap masalah atau situasi yang ada di lingkungannya. d. Aplikasi konsep dalam kehidup-an sehari-hari. e. Sikap yaitu mencakup menyadari kebesaran Allah SWT, menghargai hasil penemuan ilmuan dan penemu produk teknologi, juga menyadari kemungkinan adanya dampak produk teknologi, peduli terhadap masyarakat yang kurang beruntung dan memelihara kelestarian lingkungan. f. Cenderung untuk ikut melaksanakan tindakan nyata apabila terjadi sesuatu dalam lingkungannya yang memerlukan peran sertanya (Asiyah, 2010). Karakteristik Pendekatan Science Technology Society (STS) Menurut Yager dalam Keni Agustina (2011), secara umum pembelajaran dengan menggunakan pendekatan STS memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Identifikasi masalah-masalah setempat yang memiliki kepentingan dan dampak 2. Penggunaan sumber daya setempat (manusia, benda, lingkungan) untuk mencari informasi yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah. 3. Keterlibatan siswa secara aktif dalam mencari informasi yang dapat diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari. 4. Kesempatan bagi siswa untuk berperan sebagai warga negara dimana ia mencoba
6.
Page 5
Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X untuk memecahkan masalah-masalah yang telah diidentifikasi. 5. Identifikasi bagaimana sains dan teknologi berdampak pada masyarakat di masa depan. 6. Kebebasan atau otonomi dalam proses belajar. Pembelajaran sains dengan pendekatan STS yang dikembangkan tidak mengubah pokok-pokok bahasan yang ada dalam kurikulum, tetapi membantu mem-perjelas pemahaman siswa terhadap pokok-pokok bahasan yang harus dikuasai. Kelebihan pendekatan STS dilihat dari tujuan yang diungkapkan oleh Rumansyah (2006) yaitu sebagai berikut: 1. Siswa mampu menghubungkan realitas sosial dengan topik pembelajaran di dalam kelas. 2. Siswa mampu menggunakan berbagai jalan atau perspektif untuk mensikapi berbagai isu atau situasi yang berkembang di masyarakat berdasarkan pandangan ilmiah. 3. Siswa mampu menjadikan dirinya sebagai warga masyarakat yang memiliki tanggung jawab social (Sabar, 2007). 7. Pembelajaran Materi Lingkungan Hidup Dengan Pendekatan STS Pembelajaran materi lingkungan hidup dengan pendekatan STS pada prinsipnya berbeda dengan pendekatan belajar IPA secara tradisional. Gerak STS tampaknya didorong oleh rasa ingin tahu untuk mempelajari lingkungan hidup melalui isu-isu sosial di masyarakat (Sabar:2007). Materi lingkungan hidup adalah materi yang cakupannya sangat luas, sehingga siswa cenderung menghafal konsep yang diberikan oleh guru tanpa mengetahui prinsip dasar dari materi lingkungan hidup tersebut. Pembelajaran materi lingkungan hidup dapat dimulai dengan mengangkat isu-isu dalam kehidupan sehari-hari yang menyangkut tentang lingkungan hidup. Pembelajaran dengan pendekatan STS ini adalah pendekatan pembelajaran yang berusaha mengaitkan pembelajaran dengan dunia nyata (Mackinnu, A., 2001). Berusaha memadukan pemahaman tentang dunia alam (sains) dengan dunia buatan manusia (teknologi) dan dunia sosial dari pengalaman siswa sehari-hari dalam lingkungan masyarakat.
Jurnal Biology Education
Jurnal Biology Education Seorang guru diharapkan dapat menerapkan tahap-tahap pendekatan STS dalam pembelajaran materi lingkungan hidup yaitu: tahap inisiasi/memulai, tahap pembentukan konsep, tahap aplikasi konsep, tahap pemantapan konsep dan tahap penilaian. Tahap-tahap pendekatan STS pada pembelajaran materi lingkungan hidup, yaitu 1. Tahap Inisiasi/Memulai, yang dimulai dengan menyampaikan tujuan pembelajaran yaitu siswa dapat memahami tentang lingkungan hidup secara keseluruhan, mengangkat isu-isu dalam masyarakat tentang lingkungan hidup dengan mengajukan pertanyaanpertanyaan untuk membangkitkan pengetahuan awal siswa. Misalnya guru menanyakan, “Bagaimana keadaan lingkungan hidup di lingkungan kita sekarang ini?. Guru membantu siswa mengidentifikasi masalahmasalah dengan menjelaskan bahwa berbagai fenomena alam yang terjadi sekarang ini dapat merusak lingkungan hidup seperti banjir yang diakibatkan lahan untuk penyerapan air semakin sempit akibat meluasnya penggunaan lahan untuk pembangunan seperti yang terjadi di kota-kota besar. Kerusakan lingkungan hidup juga disebabkan oleh kegiatan manusia yang berlebihan dan tidak bertanggung jawab seperti penebangan liar dan pembakaran hutan. 2. Tahap Pembentukan Konsep, yaitu pada tahap ini guru membantu siswa untuk memilih masalah lingkungan hidup yaitu penyebaran tumbuhan tidak merata dalam pekarangan sekolah, ada tempat-tempat yang didominasi rumput dan ada tempat yang populasi rumputnya sedikit. Daerah yang terbuka lebih banyak ditemukan rumput dari pada daerah yang ternaung oleh tumbuhan lain. Biasanya daerah yang ditumbuhi banyak tumbuhan dan rumput jarang tergenang air bila musim hujan karena tumbuhan dapat menyerap dan menyimpan air untuk kebutuhan hidupnya. Siswa juga harus bisa membedakan yang mana yang dikatakan populasi, komunitas, lingkungan hidup, habitat dan relung, dengan cara melakukan pengamatan di
Page 6
Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X lingkungan sekolah dan kemudian mengisi LKS yang sudah dibagikan. 3. Tahap Aplikasi Konsep, yaitu pada tahap ini guru mengarahkan siswa untuk menganalisis dan mengaplikasikan materi lingkungan hidup yang telah dipahami dengan lingkungan hidupnya. Disini, siswa tidak hanya mengamati lingkungan hidup yang ada di lingkungan sekolah tetapi juga dikaitkan dengan lingkungan hiduplingkungan hidup yang lain yang ada di sekitar tempat tinggal siswa, seperti lingkungan hidup sawah, sungai, kebun, kolam, laut dan sebagainya. Misalnya siswa menyebutkan populasi-populasi apa saja yang menyusun lingkungan hidup sawah, yang tentunya berbeda dengan populasi-populasi yang ada di lingkungan hidup lingkungan sekolah. Siswa juga diarahkan supaya lebih menjaga dan memelihara lingkungan hidup. 4. Tahap Pemantapan Konsep, yaitu pada tahap ini guru memberi penjelasan terhadap kata-kata kunci yang sulit dipahami siswa seperti kata populasi, komunitas, lingkungan hidup, habitat dan nisia. Guru melakukan pemantapan konsep berupa penekanan pada kata-kata kunci yang penting diketahui siswa untuk meningkatkan daya ingat siswa. 5. Tahap Penilaian, yaitu pada tahap ini guru mengevaluasi pemahaman siswa terhadap konsep lingkungan hidup dan menilai perasaan siswa apakah peka terhadap masalah atau situasi yang ada di lingkungannya atau tidak dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Siswa dapat menyadari kebesaran Allah SWT dan mengahargai hasil produk teknologi dan menyadari dampak dari kemajuan teknologi Kesimpulan Pembelajaran sains hendaknya lebih menekankan aplikasih sains dalam kontek sahari-hari. Pembelajaran sains pada tingkat SMP/MTs hendaknya didesain lebih inovatif, kreatif, lebih aplikatif dan mendorong siswa berfikir tingkat tinggi (higher order thinking). Pendekatan Science Technology Society merupakan salah satu pendekatan yang
Jurnal Biology Education
Jurnal Biology Education menghubungkan antara pembelajaran sains di dalam kelas dengan kemajuan teknologi dan perkembangan masyarakat yang ada disekitar siswa. Melalui pendekatan ini, siswa dilatih untuk memadukan pemahamannya tentang dunia alam (sains) dengan dunia buatan manusia (teknologi) dan dunia sosial melalui pengalaman siswa sehari-hari dalam lingkungan masyarakat. Pembelajaran dengan pendekatan STS menekankan pada penguasaan proses IPA, berpikir kreatif, dan pembentukan sikap ilmiah. Dengan penguasaan semua ranah tersebut diharapkan terjadi peningkatan life skill siswa. Pembelajaran sains dengan pendekatan STS akan mengarahkan pada proses belajar sains yang bermakna (meaningfull learning). Belajar sains bagi siswa tidak saja bermanfaat bagi perkembangan sains itu sendiri, tetapi bagaimana sains itu dapat digunakan untuk memecahkan masalah dalam kehidupan seharihari untuk meningkatkan kualitas hidup. Dalam pembelajaran sains dengan pendekatan STS, siswa diarahkan untuk literasi sains dan teknologi, artinya siswa dapat memahami dari segi sains, teknologi, dan lingkungan sekitarnya, yang penuh dengan produk teknologi serta dampak-dampak yang ditimbulkannya. DAFTAR PUSTAKA Abdul Majid. 2007. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya. Asiyah. 2010. Penerapan Metode Pem-belajaran Portofolio dengan Pendekatan Science Technology Society pada Mata Pelajaran Ekonomi Kelas X SMA Negeri 15 Semarang, (online),diakses dari: http://digilib.unnes.ac.id. Barba, R. 1995. Science in the Multicultural Classroom. Boston: Allyn and Bacon. Hidayat, Eddy.M. 1996. Sains-TeknologiMasyarakat. Makalah disampaikan dalam Seminar Literasi Sains dan Teknologi Siswa Pendidikan Dasar, tanggal 13 Agustus 1996 di Jakarta. Jailani. 2007. Pengaruh Pendekatan Sains Tecnology Society Terhadap Hasil Belajar dan Aktifitas Belajar Sains
Page 7
Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X Siswa. Jurnal Giralda Vol.VII. No.2, 15-22. Joyce, B., Weil, M. & Showers,. (1992). Models of Teaching. London: Prentice-Hall International. Keni
Agustina. 2011. Pendekatan Sain Teknologi Masyarakat Dalam Pembelajaran IPA di SD Charitas Pondok Labu, (online), diakses dari: http://lib.atmajaya.ac.id. Mackinnu, A. 2001. Comparison of Learning Outcomes Between Taught Class Whit a STS Aproach and Textbook Orientation. Unpublished Doctoral Dissertation, University of Iowa. Mardana Putu. 2001. Implementasi Model Pengajaran Sains dengan Pen-dekatan Generatif Berorientasi Science Technology Society (STS) Dalam Upaya Meningkatkan kualitas pembelajaran Fisika di SMU. Jurnal Pendidikan No. 0215-8250, 34. Bali: Singaraja, 2001. Roy, R. 1995. The Science/Technology/ Society Conection. Curriculum Review. 24(3) Rumansyah. 2006. Pendekatan Sains Teknologi Maysarakat (STS) Dalam Pembelajaran Kimia di Kalimantan Selatan. Balitbang: Depdiknas. Sabar Nurohman. 2007. Penerapan Pendekatan Science Technology Society (STS) dalam Pembelajaran IPA Sebagai Upaya Peningkatan Life Skills Siswa , (2007) (online), diakses dari http:// shobru.files.wordpress.com/2008/08/li fe-skills.pdf. Sund, R.B. (1981) Becoming a Seondary School Science Teacher. Colombus. Ohio: Charles-E. Memil Publishing Company. Yager, R.E. 1992. The STS Aproach Parallels Constructivist Practice. Science Education International, Vol.3, No. 2. hal 1-13.
Jurnal Biology Education
Jurnal Biology Education
Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
PENARAPAN KALKULUS INTEGRALPADA BIDANG BIOLOGI Burhanuddin AG (Staf Pengajar Prodi Pendidikan Matematika FKIP-USM Banda Aceh) Abstrak: Kalkulus Integral banyak digunakan untuk bidang studi-bidang studi lainnya, seperti bidang teknik, pertanian, fisika, kimia, biologi, dan lain-lain. Isaac Newton dan Gottfried Leibniz di abad ke17 telah merumuskan prinsip-prinsip integrasi secara independen. Melalui teorema dasar kalkulus, yang mereka kembangkan sendiri, integrasi terhubung dengan diferensiasi: jika f adalah fungsi bernilai real yang kontinu didefinisikan pada interval tertutup [a, b] , maka sekali F antiturunan dari f diketahui, integral tertentu dari f diberikan oleh b
∫a f ( x)dx = F (b) − F (a) . Selanjutnya, akan dibahas tentang penggunaan integral tentu pada bidang biologi. Kata kunci: kalkulus integral, integral tentu, biologi. Pendahuluan Georg Friedrich Bernhard Riemann (18261866) yang memberikan definisi modern untuk integral tentu, yaitu: tentang jumlah Riemann sebagai jumlah luas siku empat. Konsep dasar integral berbatas (integral tentu) atau integral Riemann sesungguhnya telah diperkenalkan oleh Archimedes dalam abad ketiga sebelum Masehi dalam usahanya menghitung luas daerah pada bidang datar yang dibatasi oleh kurva-kurva kontinu. Namun, sebelum Riemann memberikan definisi modern untuk integral tentu pada abad ketujuhbelas Newton dan Leibniz menemukan teorema yang dalam banyak hal mampu menghitung integral tertentu dengan lebih ringkas tanpa melalui pelimitan jumlah Riemann. Teorema ini diberi nama Teorema Dasar Kalkulus (TDK) dan berfungsi sebagai jembatan antara kalkulus diferensial dengan kalkulus integral. Kita ketahui bahwa kalkulus integral yang telah dikenal jauh lebih awal daripada kalkulus diferensial. Selanjutnya, akan kita perkenalkan teorema dasar kalkulus pertama dan kedua. Teorema Dasar Kalkulus Teorema Dasar Kalkulus Pertama yang diperkenalkan oleh Newton dan Leibniz. Kata dasar yang terdapat dalam teorema ini yang berarti menghubungkan antara turunan dan integral tentu, jenis limit terpenting yang
Page 8
sudah kita pelajari selama ini. Teorema Dasar Kalkulus Pertama menurut Newton dan Leibniz dalam Purcel (1984) sebagai berikut: Teorema A (Pendiferensialan suatu Integral Tentu) Purcell (1984) Andaikan f kontinu pada interval tertutup [a, b] dan andaikan x sebarang titik [a, b] . (variabel) dalam Maka Dx
x
∫0 f (t )dt = f ( x)
Bukti: Jika F ( x) =
x
∫a f (t )dt ,
kita harus mem-
perlihatkan bahwa F ( x + h) − F ( x ) = f ( x) h h→0
F ' ( x) = lim
Sekarang, menurut Teorema 5.7A (sifat pembatasan selang) dalam Purcell (1984) diperoleh F ( x + h) − F ( x ) =
x+ h
∫a
f (t )dt −
x
x+ h
∫a f (t )dt = ∫a f (t )dt
Anggap untuk saat ini bahwa h > 0 dan andaikan m dan M masing-masing adalah nilai minimum dan maksimum f pada selang [ x, x + h] (gambar 1). Menurut Teorema 5.7B (sifat keterbatasan) dalam Purcell (1984),
Jurnal Biology Education
Jurnal Biology Education
Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
y M
y = f (t )
Pada ruas kiri kita mempunyai sebuah konstanta; pada ruas kanan kita mempunyai jumlah Riemann untuk f pada [ a, b] . Bilamana kedua ruas diambil limitnya untuk P → 0 , kita peroleh
m
f (x )
n
x+h
x
b
∑ f ( xi )∆xi = ∫a f ( x)dx . P →0
F (b) − F (a ) = lim x
i =1
Gambar 1
mh ≤
x+ h
∫a f (t )dt ≤ Mh
atau mh ≤ F ( x + h) − F ( x) ≤ Mh
Dengan pembagian oleh h, kita peroleh m≤
F ( x + h ) − F ( x) ≤M h
Sekarang m dan M sebenarnya tergantung kepada h. Lebih lanjut, karena f kontinu, maka m dan M dua-duanya harus mendekati f (x) bila h → 0 . Sehingga, menurut Teorema Jepit, F ( x + h) − F ( x ) ' = f ( x ) atau F ( x) = f ( x) . h Karena h < 0 ditangani secara serupa. lim
h→0
Teorema B (Teorema Dasar Kalkulus Kedua) Purcell (1984) Misalkan f kontinu (karenanya terintegrasikan) pada [ a, b] dan misalkan F sebarang anti turunan dari f pada [ a, b] . Maka
x
∫a f (t )dt = F (b) − F (a).
Bukti: Misalkan P : a = x0 < x1 < x2 < ... < xn −1 < xn = b adalah partisi sebarang dari [ a, b] . Maka operasi “kurangkan dan tambahkan” yang baku memberikan F(b) −F(a) =F(xn) −F(xn−1) +F(xn−1) −F(xn−2) +...+F(x1) −F(x0) n
∑
= [F(xi ) −F(xi−1)] i=1
Menurut teorema nilai rata-rata untuk turunan yang diterapkan di F pada selang [ xi −1, xi ] , F ( xi ) − F ( xi −1 ) = F ( xi )( xi − xi −1 ) = f ( xi )∆xi
untuk suatu pilihan xi dalam selang terbuka ( xi −1, xi ) . n
Jadi, F (b) − F (a ) =
∑ f ( xi )∆xi . i =1
Page 9
Penggunaan Integral Tentu Pada Bidang Biologi Sejauh ini belum banyak contoh penggunaan integral tentu di bidang Biologi yang dapat dibahas. Hal ini, mungkin karena jenis fungsi yang banyak digunakan di bidang biologi masih sedikit dibicarakan. Berikut ini akan dibahas tentang penggunaan integral tentu pada bidang biologi yang dapat kita anggap cukup memadai. Pengukuran keluaran darah dari jantung Gentry, R.D (dalam Martono, 1993) melaku-kan eksperimen pengukuran keluaran darah dari jantung, salah satu cara yang dikenal sebagai metode pengenceran zat warna, dilakukan sebagai berikut. Sejumlah tertentu zat warna disuntikkan ke dalam suatu pembuluh darah atau ke dalam jantung bagian kanan. Selanjutnya, zat warna itu akan mengalir bersama-sama dengan darah melalui jantung terus ke paru-paru, kembali ke jantung, dan keseluruh sistem pembuluh darah. Pada suatu pembuluh darah rambut tertentu keadaan zat warna dipantau secara terus menerus sampai 30 detik setelah penyuntikan dilakukan. Konsentrasi zat warna yang melalui pembuluh darah rambut yang dipantau itu dianggap sebagai suatu fungsi dari waktu, C (t ). keluaran jantung didefinisikan sebagai volume darah yang dipompa jantung per menit dan besarnya adalah perbandingan antara dua kali banyaknya zat warna yang disuntikkan dengan konsentrasi rata-rata zat warna yang dipantau itu selama periode waktu 30 detik, yaitu: Keluarandarah =
Integral
2 (banyaknyazat warnayang disuntikkan)
30
∫0 C(t )dt
30 1 C(t )dt 30 0
∫
liter/menit
diperkirakan dengan meng-
gambarkan kurva konsentrasi zat warna dalam periode waktu 30 detik pada kertas grafik baku.
Jurnal Biology Education
Jurnal Biology Education
Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
Misalkan pada suatu percobaan seperti itu telah disuntikkan 5 mg zat warna pada waktu t = 0 , dan dari kurva konsentrasi diperoleh untuk 0 ≤ t ≤ 3 atau 18 ≤ t ≤ 30 0, C (t ) = 3 2 −3 t − 40t + 453t − 1026 , untuk 0 < t < 18
Sketsa kurva C (t ) dilakukan pada gambar 2. mg / 100ml
C
0,6+ 0,5 + 0,4+ 0,3 + 0,2+ 0,1 +
+ 3
0
+ 6
+ 9
+ 12
Gambar 2 Sketsa Grafik y = C(t)
T (detik )
+ 15
+ 18
Untuk menghitung keluaran jantung, kita hitung nilai rata-rata 1 30 A= C (t ) dt. 30 0
∫
Karena
3
∫0 C (t )dt = 0
dan juga
30
∫18 C (t )dt = 0 ,
maka nilai rata-rata A, menjadi 10 − 3 18 3 2 ∫3 ( t − 40 t + 453 t − 1 . 026 ) dt . 3 18 10 − 3 1 4 40 3 453 2 = t − t + t − 1026 t 4 3 2 3 3 4 40 3 453 2 1 10 − 3 4 (18 ) − 3 (18 ) + 2 (18 ) − 1 . 026 (18 ) − = 1 3 ( 3 ) 4 − 40 ( 3 ) 3 + 453 ( 3 ) 2 − 1 . 026 ( 3 ) 3 2 4 40 453 1 10 − 3 4 (104.976 ) − 3 ( 5.832 ) + 2 ( 324 ) − 18.468 − = 1 3 ( 81 ) − 40 ( 27 ) + 453 ( 9 ) − 3 . 078 3 2 4 10 − 3 = [3.402 − ( − 1.379,25 )] 3 10 − 3 [3.402 + 1.379,25 ] = 3 −3
A =
( ( (
)
)
( (
=
10
)
)
)
[4.781,25 ]
3 = 1,59375
Hasil pengintegralan ini dimasukkan pada definisi keluaran jantung, yaitu: 2 (5) liter/menit 1,59375 10 = liter/menit 1,59375 = 6,27450980 3921 liter/menit = 6,275 liter/detik (dibulatkan)
Keluaran darah =
Jadi, keluaran darah dari jantung kira-kira sebesar 6,275 liter/menit.
Mengubah energi menjadi gerak otot Gentry, R.D (dalam Martono, 1993) Jika se-seorang melakukan pekerjaan berat, maka energi yang diubah menjadi gerakan otot,
Page 10
terutama diambil dari adenosin trifosfat (ATP), kreatin fosfat (CP), dan Glikogen yang disimpan di dalam jaringan otot. Zat-zat kimia ini akan diganti kembali oleh tubuh ke dalam bentuk semula dan disimpan kembali ke dalam jaringan otot. Proses pemulihan ini merupakan suatu proses acrobik, yaitu suatu proses yang memerlukan oksigen. Untuk mempertahankan keseimbangan, tubuh harus menggantinya sebanyak energi yang digunakan pada pekerjaan itu. Karena energi dapat dipakai dalam jangka waktu yang singkat dalam jumlah yang besar, sedangkan pemasukan oksigen terbatas akibat terbatasnya kapasitas paru-paru, maka biasanya proses metabolisme oksidatif, yaitu proses pemulihan energi tadi masih terus berlangsung walaupun pekerjaan yang memerlukan energi itu sudah selesai. Keadaan ini diperagakan pada gambar 3 yang menggambarkan kurva laju pengeluaran energi, E ' , dan metabolisme oksigen, O' , pada suatu interval yang memuat interval selama pekerjaan dilakukan. Pada gambar 3 tersebut dapat dilihat bahwa laju pemakaian energi, E ' (t ) adalah konstanta (normal) sampai waktu t = A saat pekerjaan mulai dilakukan. Kemudian E ' (t ) bernilai lebih besar dari satu daripada interval tertutup [ A, B ] , yaitu interval waktu dilakukannya pekerjaan, dan kembali normal lagi untuk t > B . Laju metabolisme oksigen, O ' (t ) ,
juga
konstan
(normal)
t = A.
'
Kemudian O (t ) naik selama waktu pekerjaan dilakukan, [ A, B ] , dan turun lagi pada interval [ B, C ] . Keseimbangan energi menghendaki banyaknya energi yang dikeluarkan sama dengan banyaknya energi yang dihasilkan dari metabolisme oksigen. Banyaknya energi yang dikeluarkan sama dengan E=
B '
∫A E (t )dt
sedangkan banyaknya energi yang dihasilkan dari metabolisme oksigen sama dengan O =
C
∫A O ( t ) dt '
Sekarang timbul pertanyaan: Berapa lamakah proses metabolisme oksigen berlangsung sebagai akibat dari pekerjaan itu? Atau dengan perkataan lain: Berapakah panjang interval pemulihan [ B , C ] ?
Jurnal Biology Education
Jurnal Biology Education
Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
Untuk menjawab pertanyaan ini kita harus membuat beberapa anggapan mengenai bentuk
C
'
C
fungsi E ' dan O' . Misalnya, seseorang dianggap bekerja selama 2 menit, dengan A = 2, B = 4, sedangkan E ' (t ) didefinisikan sebagai:
(t − 4 ) 2 = 4 −2C 2 + 3t 4 2 ( C − 4) 2 = 4 −C 2 + 3C − 4 −2C = [− (C − 4) + 3C ] − [12] = 2C − 8 = 2(C − 4)
5 − 4 ( t − 3) 2 , untuk 2 ≤ t ≤ 4 E ' (t ) = 1, untuk t lainnya
Anggap pula C tidak diketahui dan fungsi O (t ) didefinisikan sebagai:
C 2 (t − 4 )
∫4 O (t )dt = ∫4 (4−C ) + 3dt ( 4 − 4) 2 2
+ 3. 4
'
1, untuk t < 2 ( t − 4) 2 3 − 2 , untuk 2 ≤ t < 4 O' (t ) = suatu fungsi linear, untuk 4≤t ≤C 1, untuk t ≥ C
Supaya fungsi O ' (t ) kontinu, kita definisikan O ' (4) = 3 dan O' (C ) = 1. Dengan demikian
Oleh karena itu, O = 4 23 + 2(C − 4) = 2C − 10 3 Akibatnya keseimbangannya, maka haruslah E = O atau 7 13 = 2C − 103 , sehingga C = 16 . 3 Jadi, diperlukan waktu 80 detik untuk memulihkan energi yang terpakai akibat bekerja selama 2 menit itu jika fungsi E dan fungsi O dianggap berbentuk seperti di atas. Y
5+
pada interval [4, C ] fungsi O ' (t ) didefinisikan sebagai fungsi linear:
4 2
= ( 20 − 43 ) − (10 + 43 ) = 7 13
sedangkan banyaknya energi yang dihasilkan dari metabolisme oksigen adalah C
4
C
∫2 O (t )dt = ∫2 O (t )dt + ∫4 O (t )dt , '
'
'
sedangkan 4
4
∫2 O (t ) dt = ∫2 3 − '
(t − 4 ) 2 2 4
dt
(t − 4)3 = 3t − 6 2 ( 4 − 4)3 ( 2 − 4)3 = 3 .4 − 6 − 3 . 2 − 6 = 12 − 22 3 = 4 23
dan
1+ 0
+
periode bekerja
A
periode pemulihan
+ C '
B
t (menit )
Pengukuran volume darah yang mengalir dalam pembuluh darah Diambil dari Martono (1993) Kalau tidak ada pengaruh faktor tertentu seperti tekanan dan kekentalan, darah akan mengalir melalui pembuluh darah yang berbentuk selinder dengan kecepatan aliran, v, yang bernilai mulai dari hampir nol di dekat dinding pembuluh darah sampai nilai maksimum di tengahtengah selinder. Pada gambar 4 tampak penampang melintang pembuluh darah dengan suatu cincin dengan lebar dr (sangat kecil) yang berjarak r dari pusat. Jika dibuat anggapan bahwa kecepatan aliran darah hanya tergantung pada r, maka volume darah yang mengalir melalui cincin tadi per satuan waktu, dV, adalah: dV = v ( 2π r dr ), yaitu hasilkali kecepatan dengan luas cincin. Jika jari-jari pembuluh darah disebut R, maka volume darah yang mengalir di seluruh penampang pembuluh darah itu per satu satuan waktu adalah V=
Page 11
+
Gambar 3 Sketsa Grafik E (t) dan O (t)
2
= ( 20 − 43 (4 − 3)3 ) − (10 − 43 (2 − 3)3 )
O=
normal
O' (t )
'
∫2 (5 − 4(t − 3) )dt
= (5t − 43 (t − 3)3 )
E ' (t )
2+
Oleh karena itu, banyaknya energi yang dikeluarkan adalah: E=
3+
(3 − 1) (t − 4) + 3 . (4 − C )
O' (t ) =
4
4+
r=R
R
∫r =0dV = 2π ∫0vr dr Jurnal Biology Education
Jurnal Biology Education Kalau
Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X R = 0 , 25 cm
dimisalkan
dan
v = 2,5 − 40 r 2 cm / det, maka volume darah yang mengalir pada pembuluh darah itu per satu satuan waktu adalah V = 2π ∫ = 2π ∫
0 , 25
0 0 , 25
0
(( 2,5 − 40 r 2 ) r ) dr
∫
90
( )
∫
9
25 10t dt = 250 u1/2 du 0 0 9 3 = 250 23 u 2 0 = 4500 satuan berat.
Jadi, banyak limbah yang terkumpul ekosistem adalah 4500 satuan berat.
( 2,5 r − 40 r 3 ) dr 0 , 25
2,5 r 2 40 r 4 = 2π − 4 0 2 2,5( 0, 25 ) 2 40 (0, 25 ) 4 2,5(0) 2 40 ( 0) 4 = 2π − − − 2 4 4 2 = 5π / 64 cm 3 / det .
r
dr
R
dari f pada [ a, b ] . Maka
Gambar 4 penampang pembuluh darah
Pengukuran banyak polutan yang memasuki ekosistem Diambil dari Martono (1993) Banyaknya polutan yang memasuki suatu ekosistem dapat bervariasi menurut waktu tergantung pada berbagai faktor. Misalkan, banyaknya limbah suatu pabrik yang dialirkan ke Danau pembuangan dapat bertambah jika produksi pabrik meningkat atau alat penyaring limbah pabrik menjadi tidak efisien. Jika banyaknya limbah yang terkumpul di suatu ekosistem setelah satuan waktu disebut t, maka laju populasi dx , sehingga pada ekosistem itu sama dengan dt
banyaknya limbah yang terkumpul di dalam ekosistem itu dari waktu t = a sampai t = b menjadi
∫t =a (dxdt )dt . t =b
Jika suatu pabrik mengganti saringan udara setiap 90 hari dan t hari setelah penggantian saringan udara banyaknya sulfur dioksida yang terlepas ke udara adalah 25
t 10
satuan berat per hari adalah 90
∫0
25
(10t )dt .
Jadi, dimisalkan u = 10t , maka 10 du = dt dan t = 0, t = 90 masing-masing sehingga integral menjadi
Page 12
Kesimpulan Dari kajian-kajian di atas, dapat kita simpulkan bahwa: Kalkulus Integral, khususnya integral tentu: Teorema Dasar Kalkulus Kedua yakni Misalkan f kontinu (karenanya terintegrasikan) pada [ a, b ] dan misalkan F sebarang anti turunan
u = 0, u = 9
x
∫a f (t )dt = F (b) − F (a)
, dapat digunakan dalam bidang biologi seperti pada (1) Pengukuran Keluaran Darah dari Jantung, (2) Mengubah Energi Menjadi Gerak Otot, (3) Pengukuran Volume Darah yang Mengalir dalam Pembuluh Darah, dan (4) Pengukuran Banyak Polutan yang Memasuki Ekosistem
Daftar Pustaka Anton, H. 1988. Calculus with Analytic Geometry. 5th ed. John Wiley & Sons. New York. Bers, L. and K. Frank. 1976. Calculus. 2th ed. Holt, Rinehart and Winston, Inc. New York. De Sapio, R. 1976. Calculus for The Live Sciences. W. H. Freeman and Co, San Fransisco. Gentry, R. D. 1978. Introduction Calculus for Biological and Health Sciences. Addison Wesley Pub.Co, Inc. New York. Grossman, S. I. and J. E. Turner. 1974. Mathematics for the Biological Sciences. Macmillan and Publishing Co, ddison Wesley Pub. Co, Reading Massachusetts. Leithold, L. 1986. The Calculus with Analytic Geometry. 5th ed. Happer & Row, Publishers Inc., New York.
Jurnal Biology Education
Jurnal Biology Education
Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
Mizrahi, A. and M. Sullivan. 1979. Finite Mathematics with Applications for Business and Social Sciences, John Wiley & Sons. New York.
Totong Martono dan Krisna Murti Hasibuan, 1993. Matematika 1 (Untuk Ilmu-Ilmu Pertanian, Kehidupan, dan Perilaku). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Munem, M. A. and D. J. Foulis. 1978. Calculus with Analytic Geometry. Worth Publishers Inc., New York.
Varberg, Purcel, and Rigdon, 2007. Calculus. 9th Edition. Prentice Hall, Inc. Englewood Cliffs, New Jersey.
Purcell, E.J and Varberg, D. 1987. Calculus with Analytic Geometry. 5th edition. Prentice Hall, Inc. Englewood Cliffs, New Jersey.
Shockley, J. E. 1971. The Brief Calculus with Application in the Social Sciences. Holt Rinehart and Winston, Inc. New York.
Page 13
Jurnal Biology Education
Jurnal Biology Education
Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH LABAN (VITEX PINNATA LINN.) Syafruddin*, Mutia*, Lukmanul Hakim** * Jurusan Kimia, FKIP, Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh ** Jurusan Teknologi Industri Pertanian, FTP, Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh ekstrak aktif antibakteri dari buah Laban (V. pinnata). Sehingga penggunaan buah V. pinnata sebagai obat demam dan bisul oleh masyarakat secara tradisional selama ini dapat dibuktikan secara klinis. Dengan demikian diharapkan buah V. pinnata dapat direkomendasikan sebagai bahan baku obat-obatan modern. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka telah dilakukan penelitian sejak Tanggal 17 Juni sampai 31 Oktober 2013 dengan tahapantahapan berikut : A. Ekstraksi 2 Kg serbuk kering buah V. pinnata secara berturut-turut dengan pelarut n-heksan dan MeOH. Dari hasil ekstraksi diperoleh ekstrak n-heksan sebanyak 400 gram dan ekstrak MeOH 300 gram. Terhadap kedua ekstrak tersebut dilakukan uji antibakteri. B. Uji aktivitas antibakteri dilakukan menurut urutan kerja sebagai berikut: 1. Penyediaan Media Agar (MHA Oxoid dan NB Oxoid). 2. Penyediaan Bakteri Uji (Staphylococcus aureus, pseudomonas aeruginosa, dan Escherichia coli). 3. Uji Konsentrasi Hambat Minimum dengan Metode Perforasi. 4. Uji Aktivitas Antibakteri dengan Metode Perforasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak methanol memiliki daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, dan Escherichia coli. Adapaun daya hambat ektrak methanol terhadap ketiga bakteri tersebut berturut-turut Staphylococcus aureus (11,33-12,67 mm), Pseudomonas aeruginosa (11,33-15 mm), dan Escherichia coli (8-9,33 mm). Terhadap ketiga bakteri tersebut, pada konsentrasi tinggi (75% dan 100%) ekstrak methanol memiliki daya hambat yang besar terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa. Eksrak n-heksan tidak memiliki daya hambat terhadap aktivitas bakteri Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, dan Escherichia coli. Kata kunci: Laban, Vitex pinnata, senyawa aktif antibakteri. PENDAHULUAN Laban (Vitex pinnata Linn.) atau sinonimnya Vitex pubescens Vahl. merupakan salah satu tumbuhan tinggi famili Verbenaceae yang banyak tersebar di Indonesia dan di beberapa negara Asia lainnya, seperti Malaysia, India, Srilanka, Bangladesh, Burma, IndoChina, Thailand, dan Philipina (Lemmens et al., 1995). V. pinnata adalah tumbuhan tropis Asia yang sangat berpotensi sebagai tumbuhan obat. Hampir semua bagian tumbuhan dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Daunnya digunakan sebagai obat demam, hilang selera makan, dan luka. Kulit batang dilaporkan dapat menyembuhkan sakit perut dan luka, sedangkan akar digunakan sebagai obat sakit perut (Ogata et al., 1995). Selanjutnya, Burkill (1966) menyatakan bahwa air rebusan kulit V. pinnata dapat menghilangkan sakit perut, dan daunnya digunakan sebagai obat demam dan luka. Sedangkan di provinsi Aceh, tumbuhan V. pinnata yang dikenal dengan nama “mane” buahnya digunakan oleh masyarakat sebagai
Page 14
obat bisul dan demam. Pendekatan etnobotanik ini memberikan suatu asumsi bahwa tumbuhan V. pinnata mengandung senyawa aktif terhadap sakit perut, luka, demam dan bisul. Demam dan bisul biasanya muncul karena adanya peradangan atau infeksi yang disebabkan oleh bakteri, terutama oleh bakteri Staphylococcus aureus. Adanya infeksi bakteri ini akan memicu timbulnya peradangan. Semakin parah infeksi, semakin hebat peradangan yang terjadi. Akibatnya gejala klinik yang timbul juga semakin parah. Banyak faktor yang bisa memicu infeksi Staphylococcus aureus. Faktor kebersihan memegang peran penting, baik kebersihan lingkungan maupun kebersihan perseorangan (personal hygiene). Faktor lain adalah penurunan daya tahan tubuh yang disebabkan oleh banyak hal, beberapa diantaranya adalah kurang gizi, anemia, diabetes, penyakit keganasan (kanker), dan penyakit lainnya. Biasanya, faktor-faktor pemicu tidak berdiri sendiri, namun berkombinasi satu sama lain. Misalnya, seseorang
Jurnal Biology Education
Jurnal Biology Education
Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
mempunyai daya tahan tubuh rendah, juga mempunyai gaya hidup yang kurang bersih, serta asupan gizinya kurang (www. mediamedica.com diakses tgl. 2 Maret 2012). Penggunaan buah V. pinnata sebagai obat tradisional untuk mengobati, demam dan bisul oleh masyarakat Aceh terutama yang hidup di pedesaan selama ini tidak didukung oleh uji klinis, tetapi hanya didasarkan pada pengalaman empiris yang telah diwariskan secara turun temurun. Hasil penelusuran pustaka yang peneliti lakukan, belum ada penelitian dan publikasi nasional maupun internasional tentang uji aktivitas anti bakteri terhadap buah V. Pinnata. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dalam lingkup isolasi dan penentuan struktur senyawa aktif anti bakteri ekstrak buah Laban
OH
H
(V. Pinnata). Adapun bakteri uji yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Staphylococcus aureus, pseudomonas aeruginosa, dan Escherichia coli. Suksamrarn dan Sommechai (1993) telah mengisolasi tiga jenis ekdisteroid dari kulit batang V. Pinnata, yaitu pinnatasteron (1) yang merupakan ekdisteroid baru. Sedangkan dua lainnya, yaitu 20-hidroksiekdison (2) dan turkesteron (3) merupakan ekdisteroid yang sudah banyak ditemukan dalam V. rehmani, V. sereti, V.madiensis, V.thyrsiflora, V. megapotamica, V. Canescens (Suksamrarn, et al., 1993, 1995, 1997), V. glabrata (Werawattanametin, et al., 1986), dan V. stricker (Zhang, et al., 1992). Douk (1967) melaporkan bahwa pada daun V. Pinnata mengandung senyawa sianogen dan flavonoid.
OH
R2
OH OH
Me
Me Me
21
OH
18
R1
Me Me
11
19
HO
HO OH
2 3
HO
HO
H O
12
13
10
9
5 6
8
22
24
25
23
26 R3
27
17 16
14
1 4
20
15 OH
7
H O
(1)
1
(2) R = R 2 = R 3 = O H (3) R 1 = R 3 = O H, R 2 = H
Gambar 1. Senyawa Ekdisteroid yang sudah diisolasi dari kulit batang V. pinnata asal Thailand (Suksamrarn dan Sommechai, 1993). Dari telaah literatur yang telah peneliti lakukan ternyata belum ada penelitian dan publikasi tentang kandungan kimia buah laban (V. pinnata). Hasil penapisan fitokimia dari buah laban (V. pinnata) ternyata mengandung senyawa golongan steroid, triterpen, flavonoid, dan tanin. Senyawa yang akan diteliti lebih lanjut adalah golongan flavonoid karena berdasarkan hasil pengamatan (semi kuantitaf) kandungannya terbanyak, dan senyawa flavonoid pada umumnya mempunyai spektrum aktivitas yang luas seperti antibakteri, antitumor, atikanker, antialergi, sitotoksit, dan antihipertensi (Nomura, et al., 1998).
METODE Umum. Untuk menentukan kemurnian isolat dilakukan pengukuran titik leleh dengan
Page 15
menggunakan alat penetapan titik leleh mikro Fisher Johns Melting Point dan analisis Kromatografi Cair Kineja Tinggi (C-18 dengan panjang kolom 12.50 mm, diameter 0,4 mm dan tekanan pompa 5,6 Kgf/cm2). Spektrum UV dan IR diukur masing-masing dengan menggunakan spektrometer UV-210 A Shimadzu dan FTIR-8510 A Shimadzu. Spektrum 13C NMR dan 1H NMR diukur masing-masing dengan menggunakan spektrometer Jeol JNM PNX 400 MHz dan Unity Plus Varian 400 MHz, menggunakan CDCl3 sebagai pelarut. Spektrum massa diperoleh dengan meng-gunakan LC-MS Mariner Biospectrometry Electrospray Ionisation. Kromatografi cair vakum (KCV) dilakukan menggunakan silika gel 60 (230-400 mesh), kromatografi gravitasi (KG) meng-gunakan fasa diam silika gel 60 (70-230 mesh),
Jurnal Biology Education
Jurnal Biology Education
Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
sedangkan kromatografi lapis tipis (KLT) meng-gunakan silika gel GF254 (tebal 0,2 mm, ukuran plat 10x20 cm, jarak elusi 8,5 cm). Pengumpulan Bahan Tumbuhan. Bahan tumbuhan berupa buah V. pinnata dikumpulkan dari Lamno Aceh Jaya, Blangpidie Abdya, dan Sabang Provinsi Aceh. Estraksi dan Isolasi. Serbuk kering buah Buah laban (V. pinnata) sebanyak 2 Kg secara berturut-turut dimaserasi dengan n-
heksan dan MeOH. Setelah pelarutnya diuapkan diperoleh ekstrak n-heksan sebanyak 400 g dan ekstrak MeOH 300 gram. Ekstrak nheksan dan MeOH di uji antibakteri.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Hasil uji aktivitas antibakteri ter-hadap kedua ekstrak tersebut dipaparkan pada Tabel berikut:
Tabel 5.1 Daya hambat ekstrak n-heksan dan metanol terhadap bakteri Staphylococcus Konsentrasi Ekstrak (1) 25%
50%
75% (1) 100%
Ulangan (2) 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata (2) 1 2 3 Rata-rata
Metanol (3) 11 11 12 11,33 11 12 11 11,33 12 13 12 12,33 (3) 13 12 13 12,67
Data Tabel 5.1 menunjukkan bahwa dari 3 kali pengulangan, ekstrak metanol buah laban memiliki daya hambat terhadap bakteri Staphylococcus aureus, dimana pada konsentrasi 25% dan 50% menunjukkan daya hambat rata-rata 11,33 mm. Sedangkan pada konsentrasi 75% menunjukkan daya hambat rata-rata 12,33 mm, bahkan pada konsentrasi 100% memberikan daya hambat yang lebih besar yaitu rata-rata 12,67 mm. Jika dibandingkan terhadap kontrol positif yang digunakan, yaitu ciprofloxasin
Daya Hambat (mm) Ciprofloxasin N-heksan (4) (5) 18 6 20 6 18 6 18,67 6 18 7 20 7 18 7 18,67 7 18 7 20 7 18 7 18,67 7 (4) (5) 18 8 20 8 18 8 18,67 8
aureus
Vancomicin (6) 17 18 18 17,67 17 18 18 17,67 17 18 18 17,67 (6) 17 18 18 17,67
(daya hambat rata-rata 18,67 mm) dan Vancomycin (daya hambat rata-rata 17,67 mm), ekstrak metanol pada konsentrasi 25% dan 50% memiliki daya hambat intermediate terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Sedangkan pada konsentrasi 75% dan 100% ekstrak metanol memiliki daya hambat susceptible terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Ekstrak n-heksan pada berbagai konsentrasi tidak memiliki daya hambat terhadap bakteri Staphylococcus aureu
Tabel 5.2 Daya hambat ekstrak n-heksan dan methanol terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa Konsentrasi Ekstrak 25%
Page 16
Ulangan 1 2 3 Rata-rata
Metanol 8 9 7 8
Daya Hambat (mm) Ciprofloxasin 18 20 18 18,67
N-heksan 6 7 6 6,33
Vancomicin 17 18 18 17,67
Jurnal Biology Education
Jurnal Biology Education
50%
75%
100%
1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata
Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X 11 12 11 11,33 13 13 12 12,67 15 16 14 15
Berdasarkan data Tabel 5.2 dapat dilihat bahwa dari 3 (tiga) kali pengulangan, ekstrak metanol buah Laban memiliki daya hambat terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa, dimana pada konsentrasi 25% memiliki daya hambat rata-rata yang sangat kecil, yaitu 8 mm. Pada konsentrasi 50% menunjukkan daya hambat rata-rata 11,33 mm. Sedangkan pada konsentrasi 75% menunjukkan daya hambat rata-rata 12,67 mm, bahkan pada konsentrasi 100% memberikan daya hambat yang lebih besar yaitu rata-rata 15 mm.
18 20 18 18,67 18 20 18 18,67 18 20 18 18,67
7 8 7 7,33 8 7 7 7,33 8 8 8 8
17 18 18 17,67 17 18 18 17,67 17 18 18 17,67
Jika dibandingkan terhadap kontrol positif yang digunakan, yaitu ciprofloxasin (daya hambat rata-rata 18,67 mm) dan Vancomycin (daya hambat rata-rata 17,67 mm), ekstrak metanol pada 50% memiliki daya hambat intermediate terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa. Sedangkan pada konsentrasi 75% dan 100% ekstrak metanol memiliki daya hambat susceptible terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa. Ekstrak n-heksan pada berbagai konsentrasi tidak memiliki daya hambat terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa.
Tabel 5.3 Daya hambat ekstrak n-heksan dan methanol terhadap bakteri Escherichia coli. Konsentrasi Ekstrak
25%
50%
75%
100%
Ulangan 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata
Metanol 8 9 7 8 9 9 8 8,67 8 8 9 8,33 10 9 9 9,33
Data Tabel 5.3 menunjukkan bahwa dari 3 kali pengulangan, ekstrak metanol buah Laban pada konsentrasi 25%, 50%, 75%, dan 100% memiliki daya hambat yang sangat kecil terhadap bakteri Escherichia coli, yaitu berturut-turut 8 mm; 8,67 mm; 8,33 mm; dan 9,33 mm. Jika dibandingkan terhadap kontrol positif yang digunakan, yaitu Ciprofloxasin (daya hambat rata-rata 18,67 mm) dan Vancomycin (daya hambat rata-rata 17,67
Page 17
Daya Hambat (mm) Ciprofloxasin 18 20 18 18,67 18 20 18 18,67 18 20 18 18,67 18 20 18 18,67
N-heksan 6 6 7 6,33 7 8 7 7,33 8 7 7 7,33 7 8 8 7,67
Vancomicin 17 18 18 17,67 17 18 18 17,67 17 18 18 17,67 17 18 18 17,67
mm), ekstrak metanol pada konsentrasi 100% memiliki daya hambat resistant terhadap bakteri Escherichia coli. Sedangkan ekstrak nheksan pada berbagai konsentrasi tidak memiliki daya hambat terhadap bakteri Escherichia coli.
Pembahasan Pada ketiga Tabel pengamatan di atas terlihat bahwa kedua kontrol positif, yaitu Ciprofloxasin dan Vancomycin masing-masing
Jurnal Biology Education
Jurnal Biology Education memiliki daya hambat rata-rata 18,67 mm dan 17,67 mm terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, dan Escherichia coli. Jika dibandingkan terhadap ke dua kontrol positif tersebut, ekstrak metanol pada konsentrasi 25% dan 50% memiliki daya hambat intermediate terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Sedangkan pada konsentrasi 75% dan 100% ekstrak metanol memiliki daya hambat susceptible terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Ini artinya pada konsentrasi rendah (25% dan 50%) ekstrak methanol dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dengan baik, dan pada konsentrasi yang lebih besar (75% dan 100%) daya hambat bakterinya lebih baik lagi. Untuk bakteri Pseudomonas aeruginosa, ekstrak metanol pada konsentrasi 50% memiliki daya hambat intermediate terhadap bakteri tersebut. Sedangkan pada konsentrasi 75% dan 100% ekstrak metanol memiliki daya hambat susceptible terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa. Ini artinya pada konsentrasi rendah (50%) ekstrak methanol dapat menghambat pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa dengan baik, dan pada konsentrasi yang lebih tinggi (75% dan 100%) ekstrak metanol memiliki daya hambat yang sangat bagus terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa. Sedangkan untuk bakteri Escherichia coli, ekstrak metanol memiliki daya hambat yang sangat lemah terhadap bakteri tersebut. Bahkan pada konsentrasi tinggi 100% daya hambatnya resistant terhadap bakteri Escherichia coli. Berdasarkan fakta di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ekstrak methanol buah Laban (Vitex pinnata Linn) memiliki aktivitas antibakteri yang sangat baik terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa. Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri yang dapat menyebabkan infeksi dan peradangan pada tubuh manusia, terutama pada kulit manusia. Bahkan Staphylococcus aureus dapat diisolasi dari luka bernanah, selaput hidung, folikel rambut, kulit dan perineum. Sedangkan Pseudomonas aeruginosa dapat diisolasi dari air dan tanah atau specimen klinik seperti luka dan urin. Terdapat pada kulit manusia, pada lingkungan basah, dan sedikit ditemukan dalam flora normal usus. Jarang menimbulkan penyakit, hanya pathogen bila masuk dalam daerah yang pertahanan normalnya tidak ada atau berperan
Page 18
Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X dalam infeksi campuran (Buchanan, 1974 dan Jawetz, 1986). Bisul terjadi karena adanya infeksi kuman Staphylococcus aureus. Infeksi oleh kuman ini akan memicu timbulnya peradangan. Semakin parah infeksi, semakin hebat peradangan yang terjadi. Akibatnya gejala klinik yang timbul juga semakin parah. Banyak faktor yang bisa memicu infeksi Staphylococcus aureus. Faktor kebersihan memegang peran penting, baik kebersihan lingkungan maupun kebersihan perseorangan (personal hygiene). Faktor lain adalah penurunan daya tahan tubuh yang disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya karena kurang gizi, anemia, diabetes, penyakit keganasan (kanker) dan penyakit lainnya. Biasanya, faktor-faktor pemicu tidak berdiri sendiri, namun berkombinasi satu sama lain. Misalnya, seseorang mempunyai daya tahan tubuh rendah, juga mempunyai gaya hidup yang kurang bersih, serta asupan gizinya kurang (www.media medica.com diakses tgl. 2 Maret 2012). Buah Laban (Vitex pinnata Linn) yang selama ini digunakan oleh masyarakat Aceh untuk mengobati dan mencegah penyakit bisul ternyata memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa, di mana kedua bakteri tersebut berperan penting pada infeksi dan peradangan di beberapa kasus, diantaranya bisul. Berdasarkan uraian di atas, maka ekstrak metanol akan diisolasi dan dimurnikan pada tahun ke-2 sehingga diperoleh senyawa dan struktur molekulnya.
Kesimpulan 1. Hasil maserasi terhadap 2 Kg serbuk kering buah Laban (V. pinnata) diperoleh 400 gram ekstrak n-heksan dan 300 gram ekstrak methanol. 2. Secara kualitatif ekstrak methanol memiliki daya hambat terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, dan Escherichia coli. 3. Daya hambat ektrak methanol terhadap bakteri Staphylococcus aureus 11,33-12,67 mm, terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa 11,33-15 mm, sedangkan terhadap bakteri Escherichia coli 8-9,33 mm. 4. Ekstrakmethanol terutama pada konsentrasi tinggi(75% dan 100%) memiliki daya hambat yang sangat besar terhadap aktivitas bakteri
Jurnal Biology Education
Jurnal Biology Education Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa. 5. Eksrak n-heksan tidak memiliki daya hambat terhadap aktivitas bakteri Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, dan Escherichia coli.
Saran 1. Mengingat bahan-bahan kimia sangat mahal dan biaya uji antibakteri yang sangat tinggi, diharapkan untuk penelitianpenelitian ilmu murni di masa-masa yang akan datang disediakan dana yang lebih besar dan sesuai dengan kenaikan harga bahan-bahan kimia. 2. Semoga penelitian ini berkesinambung-an dan dapat dilanjutkan ke tahun ke II dan tahun-tahun berikutnya.
Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X Seminar Nasional Kimia Bahan Alam ’99, UI-UNESCO, Jakarta. Lemmens, R. H. M. J., Soerianegara, I. dan Wong, W. C. (1995) Timber Tress: Minor Commercial Timbers, Plant Resources of South-East Asia, Bogor, Indonesia. Nomura, T., Hano, S., and Aida, M. (1998) Isoprenoid Subtituted Flavonoid from Artocarpus, Heterocycles, 47 (2), 11791205. Ogata, Y., Kasaharea, Y., and Iwasaki, T. (1995) Medicine Herb Index Indonesia, Second edition, PT. Eisai Indonesia. Seigler, D. S. (1975) Review: Isolation and Characterization of Naturally Cyanogenic Compound, Phytochemistry, 14: 9-29
Daftar Pustaka Backer, A. C. and R. C. Bakhuizen Van den Brink Jr. (1963) Flora of Java, N. V. P. Noordhoff N. V. Groningen, Vol. I, The Netherlands.
Silverstein, R. M., Bassler, G. C., and Morill, T. C., (1991) Spectrometric Identification of Organic Compounds, 5th ed., John Wiley and Sons Inc, New York.
Breitmair, E. (1993) Structure Elucidation by NMR In Organic Chemistry, John Willey & Sons, New York.
Suksamrarn, A., and Sommechai, C. (1993) Ecdysteroids from Vitex pinnata, Phytochemistry, 32 (2), 303-306
Burkill, I. H. (1966) A Dictionary of The Economic Products of The Malay
Suksamrarn, A., Sommechai, C., Charulpong,
Penisula, Vol. II, Ministry of Agriculture
and Cooperative, Kuala Lumpur. Chen, Chien – Chih., Yu – Lin., Sun, ChangMing and Shen, Chien – Chang (1966) New Prenylflavones from the Leaves of Epedemedium sagittatum, J. Natural Product, 59, 412 – 414. Creswell, C. J., Runquist, O. A. and Campbell, M. M. (1982) Analisis Spektrum Senyawa Organik, alih bahasa: Kosasih Padwawinata dan Iwang Soediro, ITB, Bandung. Douk, P. (1967) Chemical Abstrack, 66, 79512n.
Ferlinahayati, Hakim, E. H., Achmad, S. A., Aimi, N., Kitajima, M., dan Makmur, L. (1999) Artonin E dan Norartokapetin Dua Senyawa Fenol dari Tumbuhan Artocarpus Scortechimi King. Prosiding
Page 19
P., and Chitkul, B. (1995) Ecdysteroids from Vitex canescens, Phytochemistry, 38 (2), 473-476
Suksamrarn, A., Promrangsan, N., Chitkul, B., Homvisasevongsa, S., and Sirikate, A. (1997) Ecdysteroids of The Root Bark of Vitex canescens, Phytochemistry, 45 (6), 1149-1152 Tarigan, Ponis (1997) Analisis Senyawa Bioaktif Alami, Pengantar Praktikum, Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung. Werawattanametin, K., Podimnang, V., and Suksamrarn, A. (1986) Ecdysteroids from Vitex glabrata, J. Natural Product, 49, 365. Zhang, M., Stout, M. J., and Kubo, I. (1992) Isolation of Ecdysteroids from Vitex stickeri Using RLCC and Recycling HPLC, Phytochemstry, 31 (1), 247-250
Jurnal Biology Education
Jurnal Biology Education
Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA BALOK CUISENAIRE DENGAN METODE BERMAIN TERHADAP PENINGKATAN KECERDASAN MATEMATIKA PADA ANAK RAUDHATUL ATHFAL AL-IKHSAN KOTA BANDA ACEH Juairiah Kepala RA Al-Ikhsan Kota Banda Aceh Abstrak Penelitian ini berjudul :“Pengaruh Penggunaan Media Balok Cuisenaire Dengan Metode Bermain Terhadap Peningkatan Kecerdasan Matematika Pada Anak Raudhatul Athfal Al-Ikhsan Kota Banda Aceh”. Rumusan masalah adalah bagaimana pengaruh penggunaan media Balok Cuisenaire dengan metode bermain terhadap peningkatan kecerdasan Matematika anak Raudhatul Athfal Al-Ikhsan Kota Banda Aceh? Populasi adalah seluruh anak kelompok B-2 di Raudhatul Athfal Al-Ikhsan Kota Banda Aceh berjumlah 15 orang. Instrumen penelitian dengan menggunakan lembar observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan metode permainan media Balok Cuisenaire dapat meningkatkan kecerdasan matematika anak kelompok B-2 Raudhatul Athfal Al-Ikhsan Kota Banda Aceh. Hasil pengamatan awal sebelum menggunakan media Balok Cuisenaire kurang baik, yaitu sebesar 31,1% (tidak baik). Hasil pengamatan menggunakan media Balok Cuisenaire pada siklus I, nilai keberhasilan pertemuan I sebesar 46,6%, pertemuan II sebesar 51,5%, pertemuan III, dan 61,0%. Rata-rata keberhasilan pada siklus I adalah sebesar 53,0% (kurang baik). Nilai pada siklus I masih belum memadai, maka dilaksanakan perlakuan pada siklus II. Hasil pengamatan kecerdasan matematika dengan media Balok Cuisenaire pada siklus II keberhasilannya pada pertemuan I sebesar 56,6%, pertemuan II sebesar 73,2% , dan pertemuan III sebesar 94,3%. Rata-rata keberhasilan pada siklus II adalah 75,4% (baik). Dengan demikian peningkatan kecerdasan matematika anak kelompok B-2 Raudhatul Athfal Al-Ikhsan Kota Banda Aceh dengan menggunakan Balok Cuisenaire melalui metode bermain sangat signifikan dan berpengaruh terhadap hasil belajar. Peningkatan dari 53,0% pada siklus I menjadi 75,4% pada siklus II atau selisih antara siklus I dan II sebesar 22,4%. Kata kunci: Balok Cuisenaire, Metode Bermain, Kecerdasan Matematika PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu perubahan sikap dan tingkah laku pada diri seseorang dari hasil pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik kepada anak didik. bertujuan untuk mendapatkan pengetahuan dan merubah sikap yang lebih baik dalam kehidupannya, sehingga menjadi manusia Indonesia cerdas, terampil, bermoral, berbudi luhur dan cinta tanah air. Pendidikan sekarang ini mendapat perhatian dari semua pihak, baik dari hal fasilitas dan sumber daya yang mendukung keberhasilan suatu lembaga pendidikan dan mencapai tujuan pendidikan yang sesungguhnya. Pendidikan yang berkualitas akan tercipta generasi penerus bangsa yang berpengetahuan luas dan dapat memecahkan berbagai masalah dalam menghadapi tantangan zaman yang sangat komplek. Sesuai dengan tujuan pembangunan Nasional dalam GBHN No. II/MPR/1993, yaitu “Pendidikan Nasional
Page 20
berdasarkan Pancasila, bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, berkepribadi-an, berdisiplin, berkerja keras, tangguh, bertanggungjawab, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani”. Pendidikan di Raudhatul Athfal merupakan salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur lembaga pendidikan formal dan memiliki karakteristik ke Islaman serta pengelolaan dibawah Kantor Kementerian Agama Kota Banda Aceh. Dengan pembelajaran yang mengacu pada kurikulum Pendidikan Agama Islam dan Pendidikan Umum dan sesuai dengan perkembangan anak usia dini. Mulai dari umur 4 tahun untuk belajar di kelompok A dan umur 5 tahun untuk belajar di kelompok B. Raudhatul Athfal dipimpim oleh seorang kepala sekolah dan 6 orang tenaga pendidik yang profesional.
Jurnal Biology Education
Jurnal Biology Education Kegiatan pembelajaran di Raudhatul Athfal selalu dilakukan dengan semboyan “bermain sambil belajar dan belajar seraya bermain”. Menggunakan lembar kerja, poster, mewarnai, puzzel, alat peraga edukatif (APE), mengerjakan maze dan sebagainya. Hal ini disebutkan dalam buku Kurikulum Raudhatul Athfal kutipan dari isi PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan di Raudhatul Athfal dapat dikelompokkan terdiri dari : 1) Bermain dalam pembelajaran agama dan akhlak mulia, 2) Bermain dalam pembelajaran sosial dan kepribadian, 3) Bermain dalam pembelajaran orientasi, pengenalan pengetahuan dan teknologi, 4) Bermain dalam pembelajaran estetika, 5) Bermain dalam pembelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan. Berdasarkan hasil pengamatan awal kemampuan anak dalam pengembangan aspek kognitif, terutama mengenal berhitung, lambang bilangan, angka-angka, masih sangat rendah. Maka suatu upaya pengembangan potensi ini dapat dilakukan dengan suatu permainan dalam pembelajaran, yaitu melalui bermain Balok Cuisenaire. Bermain Balok Cuisenaire di Raudhatul Athfal diharapkan anak didik berkemampuan pengembangan kognitif, kesiapan mental, sosial dan emosional. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan pembelajarannya harus dilakukan secara menarik dan bervariasi. Balok Cuisenaire merupakan bagian dari media matematika, pengenalan konsep bilangan, lambang bilangan, warna, bentuk dan posisi benda melalui berbagai bentuk alat dan kegiatan bermain yang menyenangkan. Dengan demikian, berdasarkan alasan diatas dapat diidentifikasikan bahwa masih kurangnya pengetahuan anak didik Raudhatul Athfal dalam mengenal lambang bilangan atau angka secara optimal. Hal ini merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh guru RA AlIkhsan Banda Aceh, maka penulis tertarik melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Media Balok Cuisenaire Dengan Metode Bermain Terhadap Peningkatan Kecerdasan Matematika Pada Anak Raudhatul Athfal Al-Ikhsan Kota Banda Aceh”.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, yang menjadi rumus masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana pengaruh penggunaan media Balok Cuisenaire dengan metode
Page 21
Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X bermain terhadap peningkatan kecerdasan Matematika anak Raudhatul Athfal Al-Ikhsan Kota Banda Aceh?
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan media Balok Cuisenaire dengan metode bermain terhadap peningkatan kecerdasan Matematika anak Raudhatul Athfal Al-Ikhsan Banda Aceh. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menjadi masukan bagi guru Raudhatul Athfal dalam meningkatkan kecerdasan matematika melalui permainan Balok Cuisenaire. Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini adalah “Penggunaan media Balok Cuisenaire dengan metode bermain dapat meningkatkan kecerdasan Matematika anak Raudhatul Athfal AlIkhsan Kota Banda Aceh”. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kecerdasan Matematika Kecerdasan asal kata dari “cerdas” artinya “sempurna perkembangan akal budi, untuk berfikir, mengerti dan sebagainya”. Kecerdasan merupakan salah satu anugerah besar dari Allah SWT kepada manusia dan sebagai salah satu kelebihan manusia dibandingkan dengan makhluk lainnya. Dengan kecerdasan, manusia secara terus menerus dapat mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidup yang semakin kompleks, melalui proses berfikir dan belajar secara optimal. Sepantasnya manusia ber-syukur, berkat kecerdasan yang dimilikinya hingga saat ini manusia ternyata masih dapat mempertahankan kelangsungan dan peradabannya. Kecerdasan adalah kemampuan belajar dan kecakapan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapi. Kemampuan ini sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya intelegensi dan menunjukkan kecakapan sesuai dengan tingkat perkembangannya. Ada kalanya perkembangan ini ditandai oleh kemanjuan-kemanjuan yang berbeda antara satu anak dengan anak lainnya, sehingga seorang anak pada usia tertentu sudah memiliki tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kawan sebayanya.
Jurnal Biology Education
Jurnal Biology Education Kecerdasan berdasarkan tingkat perkembangannya ada beberapa macam. Salah satunya adalah kecerdasan intelektual. Kecerdasan intelektual adalah kemampuan intelektual, analisa, logika dan rasional. Kecerdasan untuk menerima, menyimpan dan mengolah infomasi menjadi fakta. Kecerdasan yang paling utama dimiliki manusia adalah Kecerdasan Intelektual (IQ). Kecerdasan intelektual atau inteligensi adalah kemampuan potensial seseorang untuk mempelajari sesuatu dengan menggunakan alat-alat berpikir. Hal ini dapat terlihat pada kemampuan atau kecerdasan yang didapat dari hasil penyelesaian soal-soal atau kemampuan untuk memecahkan sebuah pertanyaan dan selalu dikaitkan dengan hal akademik seseorang. Kecerdasan dapat memberikan gambaran yang jelas pada seseorang untuk berhitung, beranalogi, berimajinasi dan memiliki daya kreasi serta inovasi. Orang yang kecerdasan intelektualnya baik, maka baginya tidak ada informasi yang sulit, semuanya dapat disimpan, diolah dan diinformasikan kembali pada saat dibutuhkan. Proses menerima, menyimpan dan mengolah kembali informasi, (baik informasi yang didapat lewat pendengaran, penglihatan atau penciuman) disebut ‘’berfikir’’. Menurut Lwin dalam W. Sanjaya (2006) menyebutkan bahwa “kecerdasan logika matematika adalah kemampuan untuk memahami bilangan dan perhitungan, pola memikiran logis dan ilmiah”. Hubungan antara matematika dan logika sangat erat dan mendasar. Hukum logika menjelaskan berbagai argumentasi, bukti, syarat yang dinyatakan dan kesimpulan. Kecerdasan logika matematika meliputi keterampilan berhitung dan berfikir logis serta keterampilan pemecah-an masalah. Komponen inti dari kecerdasan matematika logis meliputi kepekaan pada pola-pola dan hubungan logis, kepekaan heuristic dan sebab akibat untuk memecahkan suatu masalah. Kecerdasan ini terdapat di otak depan sebelah kiri dan parietal kanan. Kecerdasan ini dilambangkan dengan angkaangka dan lambang bilangan matematika lainnya. Kecerdasan ini memuncak pada masa remaja dan masa awal dewasa. Beberapa kemampuan matematika tingkat tinggi akan menurun setelah usia 40 tahun. Serta anakanak yang kelebihan dalam kecerdasan matematika tertarik memanipulasi lingkungan serta cenderung menerapkan strategi coba-
Page 22
Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X coba salah. Anak-anak yang cerdas dalam logika matematika menyukai kegiatan bermain dengan bepikir logis, seperti dam-daman, mencari jejak (maze), menghitung bendabenda, timbang-menimbang dan permainan strategi. “Anak-anak yang cerdas dalam logika matematika cenderung mudah menerima dan memahami sebab-akibat, suka menyusun sesuatu dalam kategori atau hierarki seperti urutan besar ke kecil, panjang ke pendek dan mengklasifkasi benda-benda yang memiliki sifat sama” (Tadkiroatun Musfiroh, 2005). Kecerdasan ditinjau dari berbagai macam karakteristik perkembangannya ada beberapa macam kecerdasan yang saling berpengaruh dalam peningkatan hasil belajar seseorang. Sebagaimana dikemukakan oleh Gardner dalam E. Mulyasa kecerdasan bersifat multipel inteligensi meliputi 9 (sembilan) “kecerdasan yaitu 1) Kecerdasan verballinguistik berkaitan dengan keterampilan dan persepsi mengelola kata dan bahasa, 2) Kecerdasan logika-matematika berkaitan dengan keterampilan dan persepsi dalam bidang angka dan berfikir logis, 3) Kecerdasan visual-spasial berkaitan dengan keterampilan dan persepsi dalam bidang permaian garis, warna, bentuk dan ruang, 4) Kecerdasan musikal berkaitan dengan keterampilan dan persepsi dalam bidang musik dan suara, 5) Kecerdasan kinestetis berkaitan dengan keterampilan dan persepsi dalam bidang mengelola dan mengendalikan gerakan anggota tubuh, 6) Kecerdasan interpersonal berkaitan dengan keterampilan dan persepsi dalam bidang membina hubungan dengan orang lain, 7) Kecerdasan naturalis berkaitan dengan keterampilan dan persepsi yang berhubungan dengan lingkungan, 8) Kecerdasan interpersoanal berkaitan dengan keterampilan dan persepsi dalam bidang kesadaran dan pengenalan terhadap diri sendiri, dan 9) Kecerdasan eksitensial”.
Karakteristik Perkembangan Anak Usia Dini Karakteristik perkembangan anak usia dini perlu dipahami oleh pendidik untuk memudahkan dalam membina perkembangan anak usia dini. Pada masa ini anak sudah memiliki keterampilan, minat, bakat dan potensi walaupun belum sempurna. Karakteristik masing-masing aspek perkembangan anak di Raudhatul Athfal adalah:
Jurnal Biology Education
Jurnal Biology Education
Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
Perkembangan Fisik-Motorik Anak usia di Raudhatul Athfal telah tampak otot-otot tumbuh berkembang dengan baik, sehingga memungkinkan anak melakukan berbagai jenis keterampilan. Gerakan anak usia di Raudhatul Athfal lebih terkendali dan terorganisasi dengan pola menegakan tubuh dalam posisi berdiri, tangan dapat terjuntai dengan santai serta mampu melangkah dengan mengerakkan tungkai dan kaki. Pola-pola tersebut memungkinkan anak untuk memberikan respon dalam berbagai situasi yang mereka hadapi. Pada masa ini keterampilan motorik kasar dan halus terjadi perkembangan pesat. Pada umumnya anak usia di Raudhatul Athfal sangat aktif. Anak memiliki penguasaan terhadap tubuhnya dan sangat menyukai kegiatan yang dilakukan sendiri. Meskipun demikian anak tetap memerlukan istirahat yang cukup. Masa kecil disebut sebagai masa ideal untuk membentuk keterampilan motorik, dengan alasan sebagai berikut: • Tubuh anak lebih lentur ke timbang tubuh orang dewasa sehingga anak lebih mudah menguasai keterampilan motorik. • Anak belum banyak memiliki keterampilan yang akan berbenturan dengan keterampilan yang baru dipelajarinya, sehingga anak akan mempelajari keterampilan baru yang lebih mudah. • Secara keseluruhan anak lebih berani pada masa kecil ketimbang setelah besar. Oleh karena itu, mereka berani mencoba sesuatu yang baru. • Anak-anak menyukai pengulangan, sehingga mereka bersedia mengulangi tindakan hingga otot terlatih untuk melakukannya secara efektif. • Anak memiliki waktu yang lebih banyak untuk mempelajari keterampilan motorik.
perkembangan kemampuan dan pemahaman penting dalam enam refleksi, yaitu sub tahapan skema refleksi muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama dengan refleksi. Sub tahapan fase reaksi sirkular primer dari usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan. Sub tahapan fase reaksi sirkular sekunder muncul dari usia empat bulan sampai sembilan bulan dan berhubunga dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan. Sub tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder muncul dari usia sembilan sampai dua belas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya pada masa permulaan. Sub tahapan fase reaksi sirkular tersier muncul dari usia dua belas bulan sampai delapan belas bulan dan berhubungan dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan. Sub tahapan awal representasi simbolik berhubungan dengan tahapan kreativitas. Tahapan II pra operasional (2-7 tahun) merupakan tahapan pra operasional yang mengikuti tahapan sensorimotorik dan muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini anak mengembangkan keterampilan berbahasa yang lebih aktif. Tahapan III operasional kongkrit (7-14 tahun) merupakan tahapan yang muncul antara usia enam sampai dua belas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai. Tahapan IV formal operasional (14 tahun dewasa) merupakan suatu tahapan mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahapan ini pada kemampuan untuk berfikir secara abstrak, bernalar secara logis dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia.
Perkembangan Kognitif Piaget dalam Isjoni (2011) membagi “tahapan perkembangan kognitif ke dalam empat tahapan, yaitu: a) Tahapan 1 sensori motor (0-2 tahun), b) Tahapan II Pra Operasional (2-7 tahun), c) Tahapan III Operasional Kongkrit (7-14 tahun), d) Tahapan IV Formal Operasional (14 tahundewasa)”. Periode sensori motor (0-2 tahun) merupakan periode pertama dari ke empat periode. Tahapan ini ditandai dengan
Anak usia di Raudhatul Athfal berada pada tahapan pra-operasional yaitu suatu tahapan anak belum menguasai operasi mental secara logis. Periode ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan menggunakan sesuatu untuk mewakili sesuatu yang lain dengan menggunakan simbol-simbol. Melalui kemampuan tersebut anak mampu berimajinasi atau fantasi tentang berbagai hal. Perkembangan kognitif anak masa pra sekolah adalah:
Page 23
Jurnal Biology Education
Jurnal Biology Education
• •
•
•
Mampu berfikir dengan meng-gunakan simbol Berfikir masih dibatasi oleh persepsi, menyakini sesuatu yang dilihat dan hanya berfokus pada satu dimensi terhadap satu objek dalam waktu yang sama. Berfikir masih kaku. Cara berfikirnya terfokus pada keadaan awal atau akhir suatu transformasi, bukan pada transformasi itu sendiri. Anak sudah mulai mengerti dasar-dasar mengelompokkan sesuatu atas dasar satu dimensi, seperti kesamaan warna, bentuk dan ukuran dan lainnya.
Perkembangan Emosional dan Kemandirian
Perkembangan emosi dan kemandirian berhubungan dengan seluruh aspek perkembangan anak. Pada tahap ini, emosi dan mandiri anak usia pra sekolah lebih rinci atau terdiferensiasi. Anak cenderung mengekspresikan emosin dengan bebas dan terbuka. Sikap marah sering diperlihatkan dan sering mencari perhatian guru. Pada masa ini anak menjadi lebih mengerti dan mampu berinisiatif, tetapi mungkin keinginannya tidak tercapai seluruhnya, sehingga timbul keinginan berupa kemarahan dan bersalah. Pada masa ini anak mampu melakukan partisipasi dan mengambil inisiatif dalam kegiatan fisik, tetapi ada beberapa kegiatan yang dilarang oleh guru atau orang tua. Anak sering memiliki keraguan untuk memilih antara yang ingin dikerjakan dengan yang harus ditinggalkan. Nampak bahwa pada usia ini anak sudah memiliki inisiatif, tetapi sering pula anak tidak bisa memutuskan sesuatu yang akan dikerjakannya. Beberapa jenis emosi yang berkembang pada anak di Raudhatul Athfal adalah rasa takut, cemas, marah, cemburu, kegembiraan, kesenangan, kenikmatan, kasih sayang, phobia, ingin tahu, butuh perhatian, pendiam, super aktif, pemalu, ceria, ingin selalu dipuji, sedih, berani.
Perkembangan Sosial Perkembangan sosial adalah perilaku anak dalam menyesuaikan diri dengan aturanaturan yang berlaku di lingkungan anak itu berada. Perkembangan sosial diperoleh anak melalui kematangan, keadaan disekitarnya, kesempatan belajar dari berbagai respon terhadap dirinya. Bagi anak pra sekolah, kegiatan bermain merupakan suatu modal
Page 24
Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X dasar dalam mencurahkan suatu ekspresi dan keputusan dalam hidupnya, baik di rumah, di sekolah maupun dilingkungan masyarakat serta dapat bersosialisasi dengan lingkungannya. Hal ini Hurlock mengemukakan bahwa “mulai usia 2 sampai 6 tahun, anak mulai belajar melakukan hubungan sosial bergaul dengan orang-orang di luar lingkungan rumah, terutama dengan anak-anak yang umurnya sebaya. Anak belajar menyesuaikan diri dan berkerja sama dalam kegiatan bermain dan belajar dengan baik di lingkungan anak tersebut berada”. Anak yang mengikuti pendidikan pra sekolah melakukan penyesuaian sosial yang lebih baik dibandingkan dengan anak-anak yang tidak mengikuti pendidikan pra sekolah. Melalui kegiatan yang dirancang oleh guru, dipersiapkan secara lebih baik untuk melakukan partisipasi yang aktif dalam kelompok dibandingkan dengan anak-anak yang aktivitas sosialnya terbatas dengan anggota keluarga dan anak-anak dari lingkungan keluarga terdekat saja.
Perkembangan Bahasa Anak Raudhatul Athfal biasanya telah mampu mengembangkan keterampilan bicara melalui percakapan dan berkomunikasi dengan teman dan guru secara baik. Menggunakan bahasa dengan berbagai cara seperti bertanya, berdialog, bercerita dan bernyanyi. Sejak usia dua tahun anak sangat berminat untuk menyebutkan nama benda dan ingin tahu sesuatu yang ada disekitarnya. Minat tersebut terus berlangsung secara normal, sehingga dapat menambah perbendaraan kata. Pengalaman dan situasi yang dihadapi sangat berarti, jika anak mampu menggunakan katakata untuk menjelaskannya. Anak dapat mengunakan bahasa dengan ungkapan yang lain, misalnya bermain peran, isyarat yang ekspresif, main boneka, masak-masakan, main rumah-rumahan dan sebagainya. Perkembangan usia dini dapat berpengaruh terhadap perkembangan bahasa seorang anak. Artinya semakin bertambah usianya, maka perbendaharaan kata dan percakapan menjadi lebih baik dalam berbicara serta berkomunikasi dengan lingkunganya. Kata-kata dan tata bahasa dipelajari oleh anak sejalan dengan pencapaian keterampilan untuk mengungkapkan buah pikiran serta gagasannya.
Jurnal Biology Education
Jurnal Biology Education
Karakteristik Perkembangan Kecerdasan Matematika Anak Usia 5-6 tahun. Anak di Raudhatul Athfal berada pada tahap berfikir pra operasional, khususnya pada tahap berfikir intuitif yaitu anak mampu membuat pengklasifikasian tentang sesuatu benda, bentuk, keragaman dan keanekaragaman sesuatu, meskipun pada tahap pemula dalam memahami tentang keadaan dirinya, lingkungan belajar dan alam sekitarnya. Menurut Sofia Hartati, (2005), menyebutkan bahwa “kemampuan kognitif anak usia 5 tahun adalah 1) Tertarik kepada jam dan waktu, 2) Menggambar sesuatu yang ada dalam benak, 3) Menyadari beberapa angka dan huruf, 4) Mengemukakan urutan angka 1 sampai 10, 5) Mendengarkan dan bergantian bicara dalam diskusi kelompok, 6) Bekerja dengan beberapa anak untuk membuat peta sederhana dengan balok yang menunjukkan jalan dan bangunan serta lokasinya, 7) Belajar arah kekiri dari kanan, 8) Berbicara dengan lancar dan benar, 9) Menyukai cerita dan menyimpulkan isi cerita, 10) Menanyakan arti kata-kata, 11) Menempatkan 10 buah potongan atau lebih untuk melengkapi tekateki, 12) Dapat menceritakan perbedaan dan persamaan crayon dan pensil”. Media Pembelajaran Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. AECT (1979) mengartikan bahwa “media sebagai salah satu bentuk dan saluran untuk proses transmisi informasi / pesan”. Secara sederhana media adalah segala yang dapat digunakan untuk menyampaikan atau memperjelas pesan pembelajaran. Media pembelajaran secara umum adalah alat bantu proses belajar mengajar. Segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan atau keterampilan pembelajaran, sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar secara optimal Levie & Lentz dalam Azhar Arsyad, (2005) mengemukakan bahwa ada empat fungsi media pembelajaran yaitu: a. Fungsi atensi, media visual merupakan inti, yaitu menarik dan mengarahkan anak untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran. b. Fungsi afektif, media dapat terlihat dari tingkat kenikmatan anak ketika belajar atau membaca teks yang bergambar.
Page 25
Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X c. Fungsi kognitif, suatu media dapat terlihat dari temuan-temuan penelitian yang menggunakan bahwa lambang visual atau gambar memperlancar pencapaian informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar. d. Fungsi kompensatoris, suatu media pembelajaran terlihat dari hasil penelitian bahwa media memberikan konteks untuk memahami teks membantu anak yang lemah dalam membaca atau mengorganisasikan informasi dalam teks dan mengingatnya kembali. Manfaat dari menggunakan media pembelajaran dalam proses belajar mengajar adalah untuk meningkatkan kualitas interaksi, baik interaksi guru dengan anak, interaksi anak dengan anak atau anak dengan pesan dan membantu anak belajar secara optimal. Menjadikan proses belajar mengajar menjadi lebih menarik. Pengelolaan pembelajaran lebih efektif dan efisien. Meningkatkan kualitas belajar anak. Proses pembelajaran dapat dilakukan dimana dan kapan saja sesuai dengan kondisi guru dan anak. Menumbuhkan sikap positif anak terhadap proses pembelajaran. Penggunaan media dalam proses pembelajaran harus adanya prinsip-prinsip umum dalam pemilihan media, yaitu tidak ada suatu media yang terbaik untuk mencapai semua tujuan pembelajaran, penggunaan media harus didasarkan pada tujuan pembelajaran yang hendak dicapai penggunaan media harus mempertimbangkan kecocokan media dengan karakteristik materi pelajaran yang disajikan, penggunaan media harus disesuaikan dengan bentuk kegiatan pembelajaran, guru harus mempelajari karakteristik alat yang akan digunakan, penggunaan media harus melibatkan partisipasi aktif peserta didik, media yang digunakan hendaknya dipilih secara objektif, tidak didasarkan atas kesenangan pribadi, media yang beragam, praktis, mudah didapat, konkrit, murah dan bermakna.
Pengertian Balok Cuisenaire Balok Cuisenaire merupakan suatu jenis balok yang digunakan untuk mengembangkan kemampuan kecerdasan matematika, berhitung, pengenalan bentuk lambang bilangan, peningkatan keterampilan bernalar, penambahan dan pengurangan angka-angka pada anak usia dini. Balok Cuisenaire diciptakan oleh George Cuisenaire. Bentuk
Jurnal Biology Education
Jurnal Biology Education balok terdiri dari balok-balok yang berukuran sebagai berikut: • 1 x 1 x 1 cm berwarna hijau tua • 2 x 1 x 1 cm berwarna merah • 3 x 1 x 1 cm berwarna orange • 4 x 1 x 1 cm berwarna hijau • 5 x 1 x 1 cm berwarna biru • 6 x 1 x 1 cm berwarna merah muda • 7 x 1 x 1 cm berwarna hitam • 8 x 1 x 1 cm berwarna pink • 9 x 1 x 1 cm berwarna biru muda • 10 x 1 x 1 cm berwarna ungu Untuk lebih jelas gambar balok Cuisenaire ditunjukkan pada gambar 2.1 berikut ini.
Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X tinggi dapat disalurkan apabila adanya stimulus, rangsangan, motivasi yang sesuai dengan tugas perkembangannya. Apabila kegiatan berhitung diberikan melalui berbagai macam permainan tentunya akan lebih efektif, karena bermain sambil belajar dan belajar seraya bermain bagi anak. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Orborn (1981) bahwa “perkembangan intelektual pada anak berkembang sangat pesat pada usia nol sampai dengan pra sekolah (4-6 tahun). Oleh sebab itu, usia pra sekolah disebut sebagai masa peka belajar, 50% dari potensi intelektual anak sudah terbentuk di usia 4 tahun kemudian mencapai sekitar 80% pada usia 8 tahun”.
METODOLOGI PENELITIAN Rancangan Penelitian Rancangan penelitian adalah penelitian tindakan kelas, yaitu guru mengajar dan berkolaborasi dengan guru yang lain di dalam kelasnya. Dengan tujuan untuk memperbaiki kinerja dan proses pembelajaran secara optimal, sehingga adanya peningkatan hasil belajar pada anak. Penelitian tindakan kelas ini terdiri dari 4 tahapan, yaitu:
Gambar 2.1 Bentuk Balok Cuisenaire Balok Cuisenaire dikembangkan sebagai salah satu jenis alat peraga edukatif (APE) untuk anak usia dini, ukuran dan warna telah dimodifikasi sedemikian rupa dan menjadi lebih menarik, efktif serta efisien. Sebenarnya masih banyak jenis-jenis APE untuk anak Raudhatul Athfal yang ada. Dengan kata lain, media pembelajaran ini sangat berfungsi untuk mengakomodasi anak menjadi lebih cepat dalam menerima dan memahami isi pelajaran yang disajikan dengan benda konkrit dibandingkan dengan menggunakan teks yang disajikan secara verbal. Anak usia dini adalah masa yang sangat strategis untuk mengenalkan berhitung konsep-konsep dasar matematika, karena usia dini sangat peka terhadap rangsangan yang diterima dari lingkungan. Rasa ingin tahu yang
Page 26
Perencanaan Rencana penelitian merupakan tindakan yang tersusun secara rinci mencakup secara keseluruhan pelaksanaan penelitian tindakan kelas. Tahap perencanaan adalah sebagai berikut: • Menetapkan materi yang diajarkan, yaitu pengenalan konsep bilangan dari 1-10 melalui permainan Balok Cuisenaire. • Menentukan siklus yang dilaksanakan yaitu pelaksanaan pengamatan awal, siklus I sampai Siklus selanjutnya. • Menyusun Rincian Kegiatan Mingguan (RKM) dan Rincian Kegiatan Harian (RKH). • Menyusun alat evaluasi. Teknik evaluasi yang digunakan adalah non tes yaitu berupa lembar observasi. Tindakan Tindakan merupakan suatu realisasi dari teknik mengajar yang telah disiapkan sebelumnya. Pada tahap ini langkah awal yang dilakukan adalah untuk mengetahui kemampuan dasar anak melalui observasi
Jurnal Biology Education
Jurnal Biology Education
Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
awal. Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut: • Memberi pemahaman kepada anak tentang pembelajaran dengan menggunakan metode permainan Balok Cuisenaire. • Melakukan proses pembelajaran tentang permainan Balok Cuisenaire. • Pembelajaran ini diamati oleh 2 orang pengamat. • Melakukan pengamatan akhir untuk mengetahui peningkatan hasil belajar anak.
Observasi Observasi dilakukan pada saat proses pembelajaran menggunakan media Balok Cuisenaire dengan metode permainan. Kegiatan pembelajaran yang diamati adalah keaktifan, kerapian, menghitung angka-angka dan sesuai dengan indikator yang sudah disusun. Refleksi Refleksi merupakan tahapan untuk mengetahui proses pembelajaran yang sudah didapat dengan menggunakan Balok Cuisenaire melalui metode permainan. Dalam penelitian ini, refleksi dilakukan setelah proses kegiatan pembelajaran dan berdiskusi bersama pengamat terhadap pelaksanaan setiap siklus. Model pembelajaran masing-masing tahapan dalam penelitian ini adalah model Hopkin dalam Igak, Kuswaya (2007) dengan skema berikut. Desain Penelitian Perencanaan SIKLUS I
Refleksi
Tindakan
Pengamatan (Observasi Refleksi Observasi
SIKLUS II
Perencanaan
Tindakan
Laporan Akhir Penelitian
Skema 1. Desain Penelitian Tindakan Kelas
Page 27
Tempat dan Waktu Penelitian Bertempat di Raudhatul Athfal AlIkhsan Banda Aceh. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Desember 2012 sampai dengan 23 Pebruari 2013. Subjek Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah anak kelompok B-2 yang berjumlah 15 orang, terdiri dari 4 anak perempuan dan 11 laki-laki.
Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian adalah observasi lansung terhadap proses pembelajaran dan kegiatan belajar anak dengan menggunakan media Balok Cuisenaire. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah: Lembar Observasi Lembar observasi berupa daftar cek-list yang terdiri dari beberapa item yang menyangkut dengan observasi aktifitas anak selama proses belajar mengajar berlangsung. Rencana Kegiatan Harian (RKH) Rencana Kegiatan Harian (RKH) merupakan penjabaran dari Rencana Kegiatan Mingguan (RKM). RKH memuat kegiatankegiatan pembelajaran, baik yang dilaksanakan secara individual, kelompok, maupun klasikal dalam satu hari dan juga dilaksanakan penilaian terhadap proses pembelajaran. RKH terdiri atas kegiatan awal, kegiatan inti, istirahat dan kegiatan akhir. Kegiatan yang disusun untuk pembelajaran adalah membuka pelajaran, menyebutkan kompetensi dasar, apersepsi dan motivasi, membentuk 3 kelompok masingmasing 5 orang, membagi Balok Cuisenaire, mengarahkan anak-anak untuk mengenal balok secara rinci, mengobservasi proses pembelajarannya, mencatat hasil keaktifan anak, menyimpulkan tujuan belajar menggunakan Balok Cuisenaire, membaca doa, menutup pembelajaran. Metode Analisis Data Metode analisis data dilakukan setelah satu paket pembelajaran selesai secara keseluruhan. Direncanakan untuk tiga kali pertemuan setiap proses pembelajaran, maka analisis data dilakukan setelah ke tiga kali proses pembelajaran tuntas dilaksanakan.
Jurnal Biology Education
Jurnal Biology Education
Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
Dengan demikian, pada setiap pembelajaran terjadi interprestasi data yang dimanfaatkan untuk dilakukan refleksi. Akhirnya dilakukan perbaikan, kemudian dianalisis dengan persentase. Data yang sudah dianalisis dengan rumus persentase, dapat ditentukan kriteria ketuntasan sesuai dengan yang dikemukakan oleh Subana, dkk. (2000) sebagai berikut:
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian Hasil penelitian yang disajikan dari hasil observasi. Pengamatan awal dilaksanakan mulai tanggal 17 – 22 Desember 2012. Kemudian dilanjutkan pelaksanaannya dalam dua siklus, masing-masing Siklus I terdiri tiga kali pertemuan. Yaitu selama 3 (tiga) hari, pada hari Senin tanggal 14 Januari , hari Rabu tanggal 16 Januari dan hari Sabtu 19 Januari 2013 dengan tema diri sendiri. Siklus II dilaksanakan pada hari Senin tanggal 4 Pebruari, Kamis tanggal 7 Pebruari dan Sabtu tanggal 9 Pebruari 2013, juga pembelajaran dengan tema diri sendiri.
Tabel 3.1 Kriteria ketuntasan belajar anak dari hasil penelitian Kode Nilai
Ketuntasan hasil belajar
Persentase
TB
Tidak Baik
≤ 49 %
KB
Kurang Baik
50 - 59 %
CB
Cukup Baik
60 - 69 %
B
Baik
70-79 %
SB
Sangat Baik
≥ 80 %
Nilai hasil observasi awal Nilai hasil observasi (pengamatan) awal pada tema diri sendiri dalam meningkatkan kecerdasan matematika dengan meng-gunakan Balok Cuisenaire melalui metode bermain pada anak kelompok B-2 di Raudhatul Athfal Al-Ikhsan Banda Aceh, tercantum pada tabel 4.1 berikut ini.
Tabel 4.1. Nilai Hasil Observasi Awal Aspek Pembelajaran 1. Menyebutkan urutan bilangan dari 1-5 dengan Balok Cuisenaire 2. Menunjukkan lambang bilangan dari 1-5 dengan Balok Cuisenaire 3. Mencocok angka dengan lambang Bilangan 1-5 dengan Balok Cuisenaire 4. Membuat urutan bilangan dari 1-5 dengan Balok Cuisenaire 5. Mengenal lambang bilangan 1-10 dengan balok Cuisenaire 6. Meniru Lambang bilangan dari 1-10 dengan balok Cuisenaire Jumlah Rata-rata
Pengamatan awal (tanggal 17-22 Desember 2012) Kurang Cukup Sangat Tidak Baik Baik Baik Baik Baik f % f % f % f % f % 6
40,0
5
33,3
1
6,6
2
13,3
1
6,6
5
33,3
4
26,5
2
13,3
2
13,3
2
13,3
5
33,3
4
26,5
2
13,3
4
26,5
0
0
5
33,3
4
26,5
2
13,3
4
26,5
0
0
4
26,5
4
26,5
2
13,3
2
13,3
3
20
3
20
3
20
2
13,3
4
26,5
5
33,3
Berdasarkan hasil pada tabel 4.1 diatas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil pengamatan awal terhadap hasil belajar anak Raudhatul Athfal dalam pembelajaran dengan menggunakan media Balok Cuisenaire masih tidak baik, nilai rata-rata yang tertinggi pada kriteria tidak baik yaitu 31,1%. Karena hasil analisis pada observasi awal masih tidak baik, maka untuk pemecahan masalah dilaksanakan perlakuan siklus I.
a. Pelaksanaan Siklus I Penelitian tindakan kelas ini, siklus I dilaksanakan selama tiga kali pertemuan, masing-masing satu jam tatap muka selama 1
Page 28
186,4 31,1
159,3 26,6
73,1 12,2
119,4 19,9
53,2 13,3
x 35 menit. Siklus I dilaksanakan selama 3 hari yaitu pada hari Senin tanggal 14 Januari, Rabu tanggal 16 Januari dan Sabtu tanggal 19 Januari 2013, pada tema diri sendiri. Dalam pembelajaran guru melakukan langkahlangkah sesuai dengan yang tertera dalam rencana kegiatan harian. Kegiatan guru selain menyajikan materi adalah melakukan pengamatan terhadap aktivitas anak selama proses pembelajaran. Hasil pengamatan proses pembelajaran pada siklus I adalah sebagai berikut:
Jurnal Biology Education
Jurnal Biology Education
Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X Tabel 4.2 Rekapitulasi hasil Observasi pada Siklus I Siklus I Pertemuan I
Aspek Perkembangan 1. Menyebutkan urutan bilangan dari 1-5 dengan balok Cuisenaire 2. Menunjukkan lambang bilangan dari 1-5 dengan balok Cuisenaire 3. Mencocokkan angka dengan lambang Bilang-an 1-5 menggunakan balok Cuisenaire 4. Membuat urutan bilang-an dari 1-5 dengan Balok Cuisenaire 5. Mengenal lambang bilangan 1-5 dengan balok Cuisenaire 6. Meniru Lambang bilangan dari 1-5 dengan balok Cuisenaire Total Rata-rata
Pertemuan II
TB
KB
CB
B
SB
TB
KB
CB
B
SB
TB
KB
CB
B
SB
6,5
33,3
13,3
6,5
40
13,3
26,5
13,3
33,3
13,3
13,3
13,3
20
26,5
26,5
13,3
26,5
13,3
13,3
33,3
6,5
26,5
13,3
33,3
20
6,5
13,3
20
33,3
26,5
13,3
20
13,3
33,3
20
13,3
6,5
20
26,5
33,3
20
13,3
13,3
26,5
26,5
6,5
20
20
26,5
33,3
6,5
13,3
13,3
26,5
40
6,5
13,3
13,3
33,3
33,3
8,75
13,2
17,8
28,8
32,2
9,9
29,9
3,3
9,9
36,7 46,6
Rata-rta
Berdasarkan tabel 4.2 di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil rata-rata nilai pengamatan pada kategori baik dan sangat baik dengan penggunaan media Balok Cuisenaire terhadap peningkatan kecerdasan matematika selama kegiatan pada siklus I, maka nilainya masih belum memadai, yaitu nilai indikator keberhasilan sebesar 46,6 % dipertemuan I, 51,5% dipertemuan II dan 61,0% dipertemuan III. Rata-rata keberhasilan pada hasil siklus I adalah sebesar 53,0% (kurang baik). Penelitian tindakan kelas pada siklus II dilaksanakan selama tiga kali pertemuan
Page 29
Pertemuan III
13,3
17,3
13,3
31,6
19,9
51,5 53,0% (kurang baik)
masing-masing satu jam tatap muka 1 x 35 menit. Siklus II dilaksanakan pada hari Senin tanggal 4 Pebruari, Kamis tanggal 7 Pebruari dan Sabtu tanggal 9 Pebruari 2013, pembelajaran dengan tema diri sendiri. Dalam penyajian guru melakukan langkah-langkah pembelajaran seperti tertera dalam rencana pembelajaran. Kegiatan guru selain menyajikan materi adalah melakukan pengamatan terhadap aktivitas anak. Hasil pengamatan selama proses pembelajaran berlangsung untuk siklus II adalah sebagai berikut.
Jurnal Biology Education
61,0
Jurnal Biology Education
Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
b. Pelaksanaan Siklus II Tabel 4.3 Rekapitulasi Nilai Observasi pada Siklus II Siklus II Pertemuan I
Aspek Perkembangan
1. Menyebutkan urutan bilangan dari 1-10 dengan Balok Cuisenaire 2. Menunjukkan lambang bilangan dari 1-10 dengan Balok Cuisenaire 3. Mencocokkan angka dengan lambang Bilangan 1-10 menggunakan Balok Cuisenaire 4. Membuat urutan bilangan dari 1-10 dengan Balok Cuisenaire 5. Mengenal lambang bilangan 1-10 dengan Balok Cuisenaire 6. Meniru Lambang bilangan dari 1-10 dengan Balok Cuisenaire Total Rata-rata
Pertemuan II
TB
KB
CB
B
SB
TB
KB
CB
B
SB
T B
KB
CB
B
SB
6,5
6,5
20
33,3
33,3
6,5
13,3
13,3
26,5
40
0
6,5
6,5
40
46,5
20
20
13,3
13,3
33,3
13,3
13,3
13,3
20
40
0
0
13,3
40
46,5
6,5
6,5
6,5
40
40
0
6,5
6,5
33,3
53,3
6,5
6,5
6,5
40
46,5
0
0
6,5
33,3
60
0
0
0
46,5
60
0
0
0
46,5
60
0
2,1
5,5
39,9
54,4
13,2
13,2
16,7
23,3
33,3
8,2
9,8
9,8
31,6
56,6 Rata-rata
Berdasarkan tabel 4.3 diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan media Balok Cuisenaire pada siklus II terjadi peningkatan yang sangat baik, jika dibandingkan dengan hasil observasi pada siklus I. Keberhasilan yang dicapai pada kategori baik dan sangat baik, yaitu sebesar 56,6 % dipertemuan I, 73,2% dipertemuan II dan 94,3% dipertemuan III. Keberhasilan ratarata pada siklus II sebesar 75,4% (baik). Keberhasilan nilai rata-rata observasi awal pada penggunaan media Balok Cuisenaire dengan metode bermain, keberhasilan tertinggi pada kategori tidak baik yaitu sebesar 31,1%. Berdasarkan nilai keberhasilan ini masih sangat rendah, maka perlu dilakukan perbaikan dan pemecahan masalah dalam proses belajar mengajar di Raudhatul Athfal Al-Ikhsan Banda Aceh. Keberhasilan rata-rata perlakuan Siklus I pada kategori baik dan sangat baik dengan menggunakan media Balok Cuisenaire melalui
Page 30
Pertemuan III
41,6
73,2 75,4% (baik).
metode bermain, yaitu sebesar 46,6% dipertemuan I, 51,5% dipertemuan II, dan 61,0% dipertemuan III. Jadi rata-rata keberhasilan yang dicapai pada Siklus I sebesar 53,0% (kurang baik). Karena nilai keberhasilan maksimal pada Siklus I masih belum tercapai, maka dilaksanakan Siklus II. Keberhasilan yang dicapai pada kategori baik dan sangat baik dengan perlakuan pada Siklus II, yaitu sebesar 56,6% dipertemuan I, 73,2% dipertemuan II, dan 94,3% dipertemuan III. Jadi total rata-rata keberhasilan yang dicapai sebesar 75,4% (baik). Pelaksanaan Siklus II ternyata adanya peningkatan yang sangat signifikan terhadap peningkatan kecerdasan matematika anak RA Al-Ikhsan Banda Aceh dengan menggunakan Balok Cuisenaire melalui metode bermain. Rata-rata dari hasil Siklus I sebesar 53,0% (kurang baik) dan hasil siklus II sebesar 75,4% (baik). Jadi selisih peningkatan antara siklus I dan siklus II adalah sebesar 22,45%.
Jurnal Biology Education
94,3
Jurnal Biology Education Hasil rata-rata pada observasi awal, Siklus I dan Siklus II terjadi peningkatan hasil belajar anak Raudhatul Athfal Al-Ikhsan secara signifikan, terutama peningkatan kecerdasan matematika dengan menggunakan media Balok Cuisenaire melalui metode bermain. Berdasarkan nilai rata-rata dari hasil Siklus I sebesar 53,0% (kurang baik) dan hasil Siklus II sebesar 75,4% (baik) dengan selisih sebesar 22,45%, pada penggunaan media Balok Cuisenaire dengan metode bermain terhadap peningkatan kecerdasan Matematika anak Raudhatul Athfal Al-Ikhsan Kota Banda Aceh. Maka hipotesis yang berbunyi “Penggunaan media Balok Cuisenaire dengan metode bermain dapat meningkatkan kecerdasan Matematika anak Raudhatul Athfal Al-Ikhsan Kota Banda Aceh, diterima. Pembelajaran dengan menggunakan media Balok Cuisenaire dengan metode bermain sangat berpengaruh terhadap peningkatan hasil belajar dan daya fikir anak dalam proses belajar mengajar dalam pengembangan tematik pada anak usia dini. PENUTUP Kesimpulan Penggunaan media Balok Cuisenaire dengan metode bermain terhadap peningkatan kecerdasan Matematika anak Raudhatul Athfal Al-Ikhsan Kota Banda Aceh sangat berpengaruh yaitu terjadi peningkatan dari nilai rata-rata hasil siklus I sebesar 53,0% (kurang baik) dan hasil siklus II sebesar 75,4% (baik). Jadi selisih peningkatan kecerdasan Matematika antara siklus I dan siklus II adalah sebesar 22,45%. Penggunaan media Balok Cuisenaire dengan metode bermain dapat meningkatkan kecerdasan Matematika anak Raudhatul Athfal Al-Ikhsan Kota Banda Aceh secara maksimal dalam pembelajaran. Sehingga anak-anak sangat menarik, menyenangkan, aktif, kreatif dan inovatif dalam belajarnya. Saran Diharapkan kepada guru Raudhatul Athfal Al-Ikhsan khususnya dan guru PAUD pada umumnya dapat menerapkan model pembelajaran yang bervariasi dalam pembelajaran, sehingga anak meningkatkan hasil belajarnya yang optimal. Diharapkan kepada pengelola pendidikan anak usia dini dapat memberikan motivasi kepada guru PAUD untuk dapat
Page 31
Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X mengembangkan potensi-potensi anak didik sesuai dengan bakat dan minat yang dimilikinya. DAFTAR PUSTAKA Anas Sudijono.(2005). Pengantar Statistika Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press. Azhar Arsyad,(2007). Media Pembelajaran. Jakarta : Raja Grafindo Persada Kementerian Agama RI Direktorat Jenderal Pendidikan Islam direktorat Pendidikan Madrasah, (2011), Kurikulum RA/BA/TA, Jakarta: Direktorat Pendidikan Islam Direktorat Pendidikan Madrasah E. Mulyasa, (2007). Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pem-belajaran Kreatif dan Menyenangkan, Bandung: Remaja Rosdakarya GBHN
No.II/MPR/1993 tentang Pendidikan Nasional.
Tujuan
Ipotes Wordpress, 2010. http://asahannew. com/konsep-kecerdasan-manajemukmenurut-gardner/2010 (20 Januari 2013) Igak,
Kuswaya.2007.Penelitian Tindakan Kelas.Universitas Terbuka.Jakarta
Isjoni.(2011).Model Pembelajaran Anak Usia Dini. Bandung. Alfabeta Subana, dkk. 2000. Stastistik Pendidikan. Pustaka Esa. Bandung Sofia Hartati (2005). Perkembangan Belajar Pada Anak Usia Dini. Jakarta: Dirjen Dikti Tadkiroatun Musfiroh.2005.Bermain Sambil Belajar dan Mengasah Kecerdasan (Stimulasi Multiple Intelligences Anak Usia Taman Kanak-kanak) Jakarta: Bina Ilmu W. Sanjaya. (2005). Pendidikan Praktis Anak Usia Dini. Bandung: Bina Aksara.
Jurnal Biology Education
Jurnal Biology Education
Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
PERBEDAAN HASIL BELAJAR ANTARA PENERAPAN METODE BLENDED LEARNING DENGAN METODE KONVENSIONAL DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI PADA KONSEP EKOSISTEM SISWA KELAS X MAN 2 BANDA ACEH 1
Harmaini1 Jailani2 Musriadi3 Mahasiswa Pendidikan Biologi FKIP Universitas Serambi Mekkah 2 Dosen Pendidikan Biologi Universitas FKIP Serambi Mekkah 3 Dosen Pendidikan Biologi FKIP Universitas Serambi Mekkah
Abstrak Telah dilakukan penelitian dengan judul Perbedaan Hasil Belajar Antara Penerapan Metode Blended Learning dengan Metode Konvensional dalam Pembelajaran Biologi pada Konsep Ekosistem Siswa Kelas X MAN 2 Banda Aceh. Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan hasil belajar siswa antara kelas eksperimen yang diterapkan motode pembelajaran blended learning dengan kelas kontrol yang diterapkan motode konvensional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X MAN 2 Banda Aceh sebanyak 150 siswa yang terdiri dari 5 kelas. Sedangkan sampelnya adalah siswa kelas Xଵ (kelas eksperimen) dan kelas X ସ (kelas kontrol) dengan jumlah masing-masing 30 siswa. Data diperoleh dari hasil tes dengan soal yang sama bagi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, dan diolah dengan menggunakan rumus uji-t. Dari hasil rata-rata N-Gain dengan menggunakan uji-t pada taraf signifikan α = 0,05 menunjukkan bahwa harga t-hitung = 4.301 > t-tabel = 2.0017, dengan db = 58 diperoleh bahwa hasil belajar siswa yang diberikan pembelajaran dengan metode blended learning kelas Xଵ (kelompok eksperimen) lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajarkan dengan metode konvensional yaitu kelas X ସ (kelompok kontrol) pada konsep ekosistem. Sehingga hipotesis berbunyi terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan antara siswa yang diajarkan dengan menggunakan metode blended learning diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode blended learning dapat digunakan dalam pembelajaran biologi. Kata kunci: Hasil Belajar, Ekosistem.
Metode Blended Learning, Metode
PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang begitu cepat, sehingga menuntut sumber daya manusia yang bisa tanggap akan perkembangan tersebut. Dalam dunia pendidikan, perkembangan teknologi sangat mempengaruhi akan sebuah model pembelajaran yang berdasarkan teori-teori belajar yang ada. Dalam proses pembelajaran, guru sebagai salah satu sumber daya manusia tentunya memegang peranan penting akan keberhasilan dan keefektifan sebuah pendidikan. Keberhasilan seorang guru dalam menyampai-kan suatu materi pelajaran, tidak hanya dipengaruhi oleh kemampuannya (komptensi guru) dalam menguasai materi yang akan disampaikan. Akan tetapi ada faktor-faktor lain yang harus dikuasainya sehingga ia mampu menyampaikan materi secara profesional dan efektif. Faktor-faktor tersebut sudah diatur dalam Undang-Undang Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005 Bab IV Bagian Kesatu Pasal 10 yakni, “Kompetensi guru sebagaimana
Page 32
Konvensional dan Konsep
dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi”, Kompotensi-kompotensi tersebut dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2007. Dalam kompetensi pedadogik, salah satunya poinnya adalah seorang guru harus menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik. Penguasaan meliputi kompetensi guru dalam menerapkan berbagai pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang mendidik secara kreatif dalam mata pelajaran yang diampu. Salah satu teori belajar dari aliran kogntif yang menjadi terkenal saat ini untuk meng-hasilkan efektifitas dan keberhasilan guru di kelas adalah teori belajar konstruktivis. Menurut teori ini belajar bukanlah hanya sekedar menghafal akan tetapi belajar sebagai proses mengkonstruksi atau membangun pengetahuan melalui pengalaman. Construtivism is an approach to teching and learning that acknowledge that information
Jurnal Biology Education
Jurnal Biology Education can be conveyed but understanding is dependent upon the learner (Casas, 2006). Selain itu, Chang (2001) mengatakan bahwa, “from the viewpoint of recently developed constructivist learning theory, knowledge should not be accepted passively, it should be actively construted by cognitio”. Teori-teori belajar tersebut awalnya dilakukan dalam sebuah pembelajaran langsung atau tradisional yang belum menggunakan alat atau media pembelajaran melalui aplikasi ICT (Information, Comunication and Technology). Akan tetapi dengan berkembangnya ICT me-munculkan berbagai pembelajaran secara online atau webschool atau cyber-school yang meng-gunakan fasilitas internet mengundang banyak istilah dalam pembelajaran. Pembelajaran blended learning berbasis web berdampak pada motivasi siswa dalam belajar, semangat untuk mencari dan menemukan, berpikir kritis dan logis. Hal ini dapat dijelaskan karena pembelajaran blended learning berbasis web memberikan banyak kelebihan terutama dalam hal meningkatkan interaktivitas siswa dalam belajar dan kemudahan dalam menjangkau informasi pembelajaran sebagaimana yang diungkapkan oleh Bates dan Wulf, (1996). Dari uraian latar belakang terdapat permasalahan adalah ”Bagaimana perbedaan hasil belajar siswa antara penerapan metode blended learning dengan metode konvensional dalam pembelajaran biologi pada konsep ekosistem siswa kelas X MAN 2 Banda Aceh”. Sedangkan tujuan penelitian ini adalah untuk Untuk mem-bedakan hasil belajar siswa antara penerapan motode blended learning dengan metode konvensional dalam pembelajaran biologi pada konsep ekosistem siswa kelas X MAN 2 Banda Aceh. METODE Penelitian ini dilaksanakan di MAN 2 Banda Aceh, pada semester genap tahun ajaran 2012/2013, tepatnya pada bulan juni 2013. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X sebanyak 150 siswa, yang tersebar pada lima kelas paralel, dengan rata-rata jumlah siswa 30 siswa per kelas. Dari populasi ini,
Page 33
Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X diambil secara acak sebanyak 30 siswa yang dijadikan sebagai kelas eksperimen (pembelajaran dengan model pembelajaran blended learning) dan 30 siswa sebagai kelas kontrol (model pembelajaran konvensional). Faktor yang diteliti dalam penelitian ini adalah proses pembelajaran dan hasil belajar kognitif berupa kemampuan awal dan kemampuan akhir selama proses pembelajaran berlangsung menggunakan Blended Learning Penelitian ini menggunakan metode eksperimen (Arifin, 2008), dengan desain penelitian “Pretest-posttest Control Group Design” yaitu penelitian yang dilaksanakan pada dua kelas, kelas pertama sebagai kelas eksperimen, yaitu kelas menggunakan metode blended learning dan kelas kedua sebagai kelas kontrol, yaitu model pembelajaran konvensional. Sebelum melakukan penelitian, dibuat perangkat atau instrument penelitian diantaranya meliputi Rencana Program Pembelajaran (RPP) dan perangkat tes. Data yang telah dikumpulkan dianalisis dan hasil analisis dibandingkan antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol Data kemampuan penguasaan konsep adalah skor pretest (kemampuan awal) dan skor post test (kemampuan akhir). Dari data skor pretest dan post test tersebut selanjutnya dihitung “gain” dengan cara mengurangi skor post test dengan pretest. Untuk menghindari kesalahan dalam menginterpretasikan perolehan gain masing-masing siswa, maka dilakukan normalisasi N-gain. HASIL DAN PEMBAHASAN Data yang digunakan untuk menguji hasil belajar siswa adalah data kemampuan awal siswa. Data kemampuan awal siswa berupa pretes yang dilakukan sebelum penerapan metode blended learning dan metode konvensional. Pretes yang digunakan merupa-kan soal pilihan berganda dengan jumlah soal sebanyak 60 soal dan 4 pilihan jawaban. Soal pretes di kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol merupakan soal yang sama. Hasil analisis kemampuan pengetahuan awal siswa menunjuk-kan tidak ada perbedaan yang signifikan antara siswa yang ada di Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol setelah dilakukan pretes (Tabel 4.1).
Jurnal Biology Education
Jurnal Biology Education
Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
Tabel 4.1. Rata-Rata Nilai Pretes Siswa pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Kelas Normalitas Homogenitas Pretes Signifikansi EXP KNTRL EXP KNTRL (EXP-KNTRL) Signifikan Rata40.97 40.73 Normal Normal Homogen thitung = 0.406 Rata Fhitung = 2.90 ߯2Hitung = ߯2Hitung = thitung < ttabel Pretest 0.6861 2.2057 0.406 < 2.0017
߯2tabel (α = 0.05) dk (5-3=2) = 5.9915 Ftabel (α = 0.05) dk (58) = 3.6875 Ttabel (α = 0.05) dk (n1+n2-2 = 58) = 2.0017 postes. Soal postes yang diberikan pada kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol adalah soal yang sama sebanyak 60 soal. Postes dilaksanakan setelah materi ekosistem diajarkan dengan motode pembelajaran blended learning di kelas Xଵ dan motode konvensional di kelas X ସ . Pada kedua terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang signifikan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol yang tertera pada tabel 4.2
Hasil analisis tabel 4.1 menunjukkan bahwa siswa yang ada dikelas Eksperimen dan Kelas Kontrol memiliki kemampuan awal yang sama, dan memiliki nilai pretes yang sama terlihat dari nilai thitungnya kurang dari ttabel. Uji normalitas menggunakan uji ChiKuadrat sedangkan homogenitas sampel digunakan uji F. Hasil belajar siswa pada akhir pembelajaran tentang ekosistem diukur melalui
Tabel 4.2. Rata-Rata N-Gain Siswa pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Kelas Normalitas Homogenitas N-Gain EXP KNTRL EXP KNTRL (EXP-KNTRL Rata-Rata Normal Normal Homogen 71.32 54.02 N-Gain Fhitung = 2.14 ߯2Hitung = ߯22Hitung = 1.9162 2.0758
Signifikansi Signifikan thitung = 4.301 thitung > ttabel 4.301 > 2.0017
߯2tabel (α = 0.05) dk (5-3=2) = 5.9915 Ftabel (α = 0.05) dk (58) = 3.6875 Ttabel (α = 0.05) dk (n1+n2-2 = 58) = 2.0017 Setelah diperoleh nilai pretes dan postes pada kedua kelas dilakukan uji signifikansi perbedaan hasil belajar siswa. Untuk menguji signifikansi perbedaan hasil belajar siswa antara kelas eksperimen dan kelas control di 80 70 60 50 40 30 20 10 0
tempuh dengan menguji rata-rata pretes, postes, skor gain dan N-gain pada kedua kelas (Lampiran). Pada kedua kelas tampak ada perbedaan seperti yang tertera pada gambar 4.1
71.32 51.03 40.97
10.07 Postes
Pretes Kelas Experimen
Gain Kelas Kontrol
N-Gain
Gambar 4.1. Perbandingan Hasil Belajar Siswa di Kelas Experimen dan Kelas Kontrol
Page 34
Jurnal Biology Education
Jurnal Biology Education Gambar 4.1 tampak bahwa saat pretes siswa di kelas eksperimen dan di kelas control memiliki rata-rata skor yang tidak jauh berbeda, yaitu 40,97 untuk kelas eksperimen dan 40,73 di kelas kontrol. Setelah dilaksanakan proses belajar mengajar blended learning di kelas eksperimen dan kontrol tampak terdapat perbedaan peningkatan hasil belajar siswa baik di kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen rata-rata postes 51,03 dan kelas kontrol 44,60 sedangkan rata-rata N-Gain kelas eksperimen 71,32 dan kelas kontrol 54,02. Perbedaan hasil belajar siswa di kelas Eksperimen dan kelas kontrol digunakan uji t, data uji t yang digunakan adalah data N-Gain siswa pada kedua kelas. Diperoleh thitung sebesar 4,301 dan ttabel , 2,0017 dengan asumsi terima Ho bila thitung < ttabel dan tolak Ho bila thitung > ttabel pada taraf signifikan 0,05. Hasil penghitungan uji t diperoleh thitung > ttabel atau 4,301 > 2,0017 . Hipotesis yang menyatakan ada perbedaan hasil belajar siswa yang dibelajarkan dengan motode pembelajaran blended learning dan motode konvensional pada materi ekosistem diterima. PEMBAHASAN Blended learning adalah pembelajaran yang berisi tatap muka, di mana beririsan dengan Blended e-learning. Pada blended elearning terdapat pembelajaran berbasis komputer yang berisisan dengan pembelajaran online. Dalam pembelajaran online terdapat pembelajaran berbasis Internet yang di dalamnya ada pembelajaran berbasis web. Dalam pembelajaran blended e-learning fokus utamanya adalah pelajar. Pelajar mandiri pada waktu tertentu dan bertanggung-jawab untuk pembelajarannya. Suasana pembelajaran ‘blended e-learning’ akan memaksa pelajar memainkan peranan yang lebih aktif dalam pembelajarannya. Pelajar membuat perancangan dan mencari materi dengan usaha, dan inisiatif sendiri. (Khoe Yao Tung, 2000) mengatakan bahwa setelah kehadiran guru dalam arti sebenarnya, Internet akan menjadi suplemen dan komplemen dalam menjadikan wakil guru yang mewakili sumber belajar yang penting di dunia. Perbedaan yang cukup mencolok dari pembelajaran sebelumnya, adalah pada pembelajaran e-learning berbasis web kelihatan siswa dalam proses pembelajaran lebih seimbang dan merata, kemampuan berfikir pada kelas siswa yang tidak menggunakan
Page 35
Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X siswa dapat lebih dioptimalkan sesuai tingkat kemampuan masing-masing peserta didik, yang mana hal ini tidak terdapat pada pembelajaran model konvensional. Hal ini merupakan satu diantara beberapa kelebihan dari model pembelajaran e-learning berbasis web. Pada penelitian ini terbukti dari hasil pretes kelas kontrol dan eksperimen yang homogen dapat diasumsikan kemampuan kedua kelas ini setara dan sama. Perlakuan apapun yang diberikan kepada kelas eksperimen nantinya akan memberikan hasil seberapa besar pengaruh tindakan yang dilakukan dan apakah bernilai positif atau sebaliknya. Dari hasil penelitian, hasil belajar kelas eksperimen terbukti lebih tinggi daripada kelas kontrol dengan metode konvensional. Data N-Gain penelitian menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh oleh 2 (dua) kelas tersebut berbeda-beda, dengan rata-rata hasil tertinggi berada pada kelas eksperimen. Dengan demikian kelas eksperimen yang diterapkan pembelajaran metode blended learning jauh lebih baik dibandingkan kelas kontrol dengan menggunakan model konvensional. Perbedaan hasil belajar siswa kelas ekperimen tersebut tidak terlepas dari aktivitas yang dilakukan oleh guru maupun siswa dalam kelasnya. Guru sendiri berperan sebagai pembimbing mengawasi aktivitas belajar siswa. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan hasil penelitian di atas dapat diketahui bahwa penerapan metode pembelajaran blended learning terdapat perbedaan hasil belajar siswa pada materi ekosistem dengan kesimpulan: 1. Kemampuan hasil belajar siswa pada materi ekosistem menggunakan motede pembelajaran blended learning lebih baik dibandingkan dengan kemampuan hasil belajar siswa pada materi ekosistem menggunakan model pembelajaran konvensional. Dengan menggunakan pembelajaran blended learning dapat menjadikan siswa lebih kreatif, berpikir tingkat tinggi dan aktif. 2. Pembelajaran dengan menggunakan metode blended learning membantu siswa lebih cepat memahami konsep dan mendapatkan informasi baru yang langsung bisa diakses melalui internet. Hasil temuan penelitian menjelaskan bahwa kelas siswa yang mendapat model pembelajaran lended learning lebih baik dari model pembelajaran konvensional.
Jurnal Biology Education
Jurnal Biology Education SARAN Berdasarkan hasil dan kesimpulan dalam penelitian ini, maka peneliti mempunyai beberapa saran, yaitu sekolah diharapkan dapat memfasilitasi terselenggaranya pembelajaran berbasis TIK, mengoptimalkan penggunaan fasilitas TIK dalam setiap kegiatan pembelajaran dan memberikan akses komputer dan internet seluasnya kepada siswa, guru juga diharapkan dapat menerapkan blended learning sebagai salah satu alternatif pembelajaran biologi berbasis TIK dan membimbing siswa secara intensif untuk berperan aktif dalam pembelajaran. DAFTAR PUSTAKA Arifin, Z. (2008). Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya: Lentera Cendikia.
Page 36
Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X Bates,A.W. (1995). Technology Open Learning and Distance Education.London: Routiedge. Casas, (2006). Technology Open Learning and Distance Education. London: Routledge Chang, (2001). Antibacterialactivity of leaf essential oils and their constituents from Cinnamomum osmophloeum. Journal of Ethnopharmacology Khoe yao tung, (2000). Pendidikan dan riset internet. Jakarta: Dinastindo. Wulf, K. (1996). Training via the Internet: Where are We? Training and Development 50 No. 5.
Jurnal Biology Education
Jurnal Biology Education
Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
UPAYA MENINGKATKAN KESADARAN MASYARAKAT TENTANG PELESTARIAN LINGKUNGAN MELALUI PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP Azwir dan Almukarramah (Staf Pengajar FKIP Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh) The living space management include a prevention tackling a destruction, pollution and recovery of an environment quality has demanded to be developed a variety of policy instruments program, and activities supported by other environment management supporter system. In the course of its complex of the living space management and inter sectoral problems and regional, so, in the implementation of the development need to own a plenning and the implementation of the living space management that suit to the principle of continued development namely economic development, sosial cultural, balancid living space as interdependent pillart and strengthen one another. Hopefully, by existing many sides participation and controling. Law supremacy must be absolutely established, it could be made as acommon pattern to manage the living space with a wise way. So the objective of the continues development could be absolutely implemented in the area and it does not step hault at amotto only. Never the los, the fact in the field it often contradict to what we hope. This case was prosed by the creasing its quality of the living space from time to time really, the problem of the environment is the problem of haw characteristics and essences from humans who live in that environment. The activity of quidance and education conducted by the goverment has to be directet to the formation of attitude and behaviors to be couscious of the conservation and the increasing quality of the environment health. Keyword: Consciousness of community, conservation, education of living space. Pendahuluan Permasalahan lingkungan hidup sebenarnya sudah ada sejak manusia ada di jagat raya ini, berbagai macam permasalahan muncul disebabkan oleh karena manusia menggunakan alam semesta ini sebagai lingkungan hidupnya, sebagai sumberdayanya, oleh karena itu kita melihat berbagai petunjuk yang terjadi merupakan awal terjadinya kerusakan lingkungan dimuka bumi ini, seperti perubahan iklim, bencana alam, kepunahan hewan dan tumbuhan serta berbagai pencemaran lingkungan hidup. Selain itu, hubungan manusia dengan lingkungannya juga merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan. Apabila lingkungan kurang baik, maka kelangsungan hidup manusia tidak dapat berlangsung secara baik. Sebaliknya, lingkungan yang baik akan memberikan rasa aman dan nyaman bagi manusia yang hidup di lingkungan tersebut. Lingkungan yang baik adalah lingkungan yang bersih dan sehat. Lingkungan hidup yang bersih dan sehat itu tidak mungkin tercipta dengan sendirinya tanpa diusahakan oleh manusia. Lingkungan hidup yang sehat tersebut meliputi sanitasi dan hygiene. Menurut Entjang (1998) bahwa: “Sanitasi dan
Page 37
hygiene adalah pengawasan lingkungan fisik, biologis, sosial dan ekonomi yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia“. Tujuan pengelolaan lingkungan antara lain adalah untuk mencegah berbagai pencemaran yang membahayakan. Penataan lingkungan yang bersih dibutuhkan kesadaran dan partisipasi masyarakat guna mewujudkan lingkungan yang bersih dan sehat. Secara umum faktor dominan yang menjadi hambatan dalam pengelolaan kebersihan lingkungan adalah masalah rendahnya kesadaran masyarakat, tingkat pendidikan yang rendah, perilaku, sosial ekonomi, budaya dan lain-lain (Soerjani, 1997). Pendidikan Lingkungan Hidup Pengetahuan lingkungan, persepsi dan sikap peduli dalam pengelolaan lingkungan diharapkan akan memotivasi minat yang dapat diimplementasikan dan ditumbuhkembangkan menjadi budaya terhadap masyarakat dan generasi manusia yang akan datang (Suriaatmatja, R.E., 1991). Menumbuhkembangkan budaya cinta lingkungan, berarti membentuk masyarakat yang merasa bertanggungjawab terhadap kesehatan lingkungan dan peka terhadap kerusakan lingkungan.
Jurnal Biology Education
Jurnal Biology Education Sampai saat ini pengetahuan lingkungan sudah lebih dari 25 tahun diterapkan pada dunia pendidikan, dalam waktu ini diharapkan para pendidik telah menguasai konsep lingkungan, anak didik, dan masyarakat sekolah dapat mengimplementasikannya dalam kehidupan yang berwawasan dan kepedulian terhadap pengelolaan lingkungan. Ilmu lingkungan hidup bisa dipelajari secara obyektif dan subyektif atau secara antroposentris, untuk kepentingan manusia. Tidak dapat disangkal, bahwa manusia berperan sebagai obyek tetapi pada waktu yang sama bisa juga berperan sebagai subyek. Pembinaan untuk ini dilakukan oleh Menteti Negara yang mengurusi kependudukan dan lingkungan hidup. Mengupaya kelestarian lingkungan yang sehat, meningkatkan kesejahteraan kehidupan bangsa, baik material maupun spiritual, memacu tiap warga negara untuk turut berperan aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (Kaligis, 1993). Bagi manusia lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitarnya, baik berupa benda hidup, benda mati, benda nyata ataupun abstrak, termasuk manusia lainnya, serta suasana yang terbentuk karena terjadinya interaksi diantara elemen-elemen di alam tersebut (Slamet, 2004). Pendidikan lingkungan hidup pada dasarnya adalah pendidikan tentang, di dalam dan untuk lingkungan, yaitu: 1. Merupakan upaya untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, ketrampilan subjek belajar, yang di dalamnya tercakup kesadaran, nilai-nilai, dan kemampuan berfikir tentang lingkungan. 2. Lingkungan yang dipelajari merupakan sesuatu yang kompleks, yang mengandung permasalahan politik, ekonomi, hubungan antara manusia dengan kebudayaan dan lingkungan biofisik disekitarnya. 3. Pendidikan lingkungan bukan merupakan disiplin ilmu, akan tetapi hendaknya merupakan bagian dari pendidikan seumur hidup. Pengelolaan lingkungan hidup yang diartikan sebagai upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang mencakup kebijaksanaan penataan , pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup (Pasal 1 angka 2 Undang-
Page 38
Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X undang No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup). Amanat pasal tersebut memiliki makna terdapat korelasi antara Negara (state), wujud perbuatan hukumnya berupa kebijakan (policy making) serta sistem tata kelola lingkungan yang bertanggung jawab. Pengelolaan Lingkungan Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan dan pencemaran serta pemulihan kualitas lingkungan telah menuntut dikembangkannya berbagai perangkat kebijaksanaan dan program serta kegiatan yang didukung oleh sistem pendukung pengelolaan lingkungan lainnya. Sistem tersebut mencakup kemantapan kelembagaan, sumberdaya manusia dan kemitraan lingkungan, disamping perangkat hukum dan perundangan, informasi serta pendanaan. Sifat keterkaitan (interdependensi) dan keseluruhan (holistik) dari esensi lingkungan telah membawa konsekuensi bahwa pengelolaan lingkungan, termasuk sistem pendukungnya tidak dapat berdiri sendiri, akan tetapi terintegrasikan dan menjadi roh dan bersenyawa dengan seluruh pelaksanaan pembangunan sektor dan wilayah. Mengingat kompleksnya pengelolaan lingkungan hidup dan permasalahan yang bersifat lintas sektor dan wilayah, maka dalam pelaksanaan pembangunan diperlukan perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang sejalan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup yang berimbang sebagai pilar-pilar yang saling tergantung dan saling memperkuat satu sama lain (Kaligis, 1993). Di dalam pelaksanaannya melibatkan berbagai pihak, serta ketegasan dalam penataan hukum lingkungan. Diharapkan dengan adanya partisipasi barbagai pihak dan pengawasan serta penaatan hukum yang betul-betul dapat ditegakkan, dapat dijadikan acuan bersama untuk mengelola lingkungan hidup dengan cara yang bijaksana sehingga tujuan pembangunan berkelanjutan betul-betul dapat diimplementasikan di lapangan dan tidak berhenti pada slogan semata. Namun demikian fakta di lapangan seringkali bertentangan dengan apa yang diharapkan. Hal ini terbukti dengan menurunnya kualitas lingkungan hidup
Jurnal Biology Education
Jurnal Biology Education dari waktu ke waktu, ditunjukkan beberapa fakta di lapangan yang dapat diamati. Pengelolaan lingkungan hidup dapat juga dikatakan dengan upaya menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan, karena lingkungan hidup sehat adalah lingkungan hidup yang memberikan pengaruh baik terhadap kehidupan.. KEBERSIHAN LINGKUNGAN Kebersihan lingkungan adalah suatu kondisi yang bersih yang dapat menimbulkan keindahan sehingga manusia yang berada di dalamnya akan merasakan nyaman dan senang. Warsito (2001), menjelaskan bahwa “Lingkungan hidup sehat tentu lingkungan hidup yang memberikan pengaruh baik pada perkembangan kehidupan manusia secara fisik, mental, maupun sosialnya dan tidak hanya bebas dari penyakit dan kelemahannya”. Untuk menempatkan dan mempertahankan lingkungan hidup sehat diperlukan konsep tentang sanitasi lingkungan. Sanitasi merupakan usaha pembinaan kebersihan dan kesehatan lingkungan guna menunjang pemeliharaan dan pembinaan kesehatan manusia. Apabila keadaan sanitasi tidak baik, maka akan mengakibatkan tingkat kesehatan yang rendah. Menurut Warsito (2001), bahwa : “sanitasi adalah usaha untuk mengubah lingkungan sedemikian rupa sehingga manusia dapat terjamin hidupnya secara nyaman, bergairah dan sejahtera”. Sedangkan menurut Entjang (1998), bahwa: “Sanitasi lingkungan adalah pengawasan lingkungan fisik, biologis, sosial dan ekonomis yang mempengaruhi kesehatan manusia dimana kesehatan yang berguna ditingkatkan dan diperbanyak. Sedangkan yang merugikan diperbaiki atau dihilangkan”. Sanitasi lingkungan sangatlah penting bagi masyarakat terutama dalam penyediaan air bersih, pembuangan kotoran, pemberantasan nyamuk, lalat, tikus dan pencegahan penyakit menular. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka Entjang (1986:75), menjelaskan: Usaha sanitasi lingkungan di Indonesia terutama meliputi: a. Menyediakan air rumah tangga yang baik, cukup kualitas maupun kuantitasnya. b. Mengatur pembuangan kotoran c. Mendirikan rumah-rumah sehat, menambah jumlah rumah agar rumah
Page 39
Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X tersebut menjadi pusat kesenangan rumah tangga yang sehat d. Pembasmian serangga penyebar penyakit seperti lalat, nyamuk, kutu-kutu serta binatang reservoir penyakit e. Pengawasan terhadap bahaya pengotoran udara (Air Pollition) f. Pengawasan terhadap bahaya radiasi dari sisa-sisa zat radioaktif sesuai dengan perkembangan Negara Dengan demikian kebersihan lingkungan mempunyai berbagai fungsi yang dapat menciptakan keindahan dan memberikan manfaat bagi kesehatan secara keseluruhan bagi penghuninya. Faktor Yang Mempengaruhi Kebersihan Lingkungan Banyak faktor yang mempengaruhi kebersihan lingkungan antara lain faktor pendidikan, ekonomi, kependudukan dan sosial budaya. 1. Faktor Pendidikan Upaya penyehatan lingkungan dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas lingkungan dalam rangka mengurangi resiko terjadinya pencemaran lingkungan. Upaya tersebut berhubungan erat dengan faktor pendidikan masyarakat yang tinggal dilingkungan tersebut. Pendidikan yang dimaksud adalah pengetahuan yang dapat mendorong kemampuan bertindak sesuai dengan kondisinya dalam memecahkan masalah kebersiham lingkungan hidup, masyarakat yang berpendidikan akan menyadari arti pentingnya lingkungan dalam menunjang kesehatannya, sebaliknya tingkat pendidikan yang rendah dan ketidaktahuan masyarakat tentang lingkungan juga akan menyebabakan malapetaka bagi mereka. Notoatmojo (2003), menjelaskan bahwa “Salah satu hal yang paling berbahaya yang mengancam manusia adalah ketidakpengertiannya”. Dalam hubungan dengan kebersihan lingkungan, setiap individu harus mempunyai konsep tentang cara pengelolaan dan pemanfaatan lingkungannya. Pendidikan yang mereka miliki harus dapat membantu mereka dalam menjaga keseimbangan dan kesehatan pribadi mereka. Entjang (1998), menjelaskan bahwa: “Pendidikan harus membuat
Jurnal Biology Education
Jurnal Biology Education perorangan dan masyarakat bebas dari ketidak pengertian sehingga mereka menyadari bahwa pemeliharaan lingkungan dan kebersihan diri merupakan usaha pencegahan berbagai masalah diantaranya kesehatan pribadi”. Perkembangan teknologi tidak hanya meningkatkan taraf hidup, juga dapat merusak lingkungan yang sehat. Oleh karena itu, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak diimbangi oleh keterampilan yang dapat memanfaatkan limbah-limbah buangan tersebut yang akan menyebabkan berbagai masalah diantaranya polusi udara dan tanah. Tanggung jawab dalam menyelamatkan kebersihan lingkungan adalah masyarakat yang hidup di lingkungan tersebut. Hal ini berarti bahwa pencegahan masalah lingkungan seperti pencemaran harus datang dari masyarakat. Hal ini berhubungan dengan tingkat pendidikan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. 2. Faktor Ekonomi Kemiskinan merupakan suatu hal yang memiliki suatu dampak negatif terhadap lingkungan. Soerjani, dkk (1997), menyatakan bahwa : “Dampak negatif kemiskinan terhadap lingkungan alam demikian besarnya sehingga dikatakan bahwa masalah lingkungan alam di Indonesia ini adalah kemiskinan”, Lebih lanjut Seragih (2002), menjelaskan bahwa : “Kemiskinan merupakan lingkungan yang membahayakan kesehatan manusia (Jasmani, Rohani dan Sosial), karena tidak dapat memenuhi kebutuhan makanan yang sehat, yang melemahkan daya tahan tubuh sehingga mudah terserang suatu penyakit”. Jadi kemiskinan merupakan faktor yang dapat menyebabkan seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup baik bagi dirinya sendiri maupun bagi keluarganya. Dampak kemiskinan dapat berpengaruh terhadap keluarga sendiri, masyarakat, maupun negara. Masalah lingkungan yang dihadapi oleh negara-negara yang sedang berkembang pada umumnya akibat dari masalah ekonomi itu sendiri. Menurut Salim (1986), “Masalah lingkungan hidup yang dihadapi oleh negara-negara yang sedang berkembang banyak ditimbulkan
Page 40
Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X oleh kemiskinan yang memaksa rakyat merusak lingkungan alam”. Selanjutnya Srimulyani (2000), menjelaskan bahwa kemiskinan memaksa rakyat untuk membakar hutan untuk pemukiman dan bertani, kotoran dan sampah manusia kurang terurus sehingga kesehatan lingkungan menjadi rendah mudah terjangkit penyakit kulit, infeksi saluran pencernaan, cacingan dan infeksi mata. Perubahan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sehat sangatlah dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi masyarakat. Masyarakat yang tingkat perekonomiannya tinggi makin besar kepeduliaannya terhadap lingkungan. Sebaliknya makin rendah tingkat perekonomian masyarakat kemungkinan pengrusakan lingkungan semakin besar pula. Achmad (1989), menjelaskan bahwa : “Tingkat pendapatan keluarga merupakan salah satu landasan pokok bagi upaya meningkatkan kesehatan lingkungan secara tidak langsung, karena upaya tersebut adalah upaya partisipatif”. 3. Faktor kependudukan Masalah kependudukan dewasa ini telah dipandang sebagai masalah dunia yang mendasar. Hal ini disebabkan, masalah tersebut menyentuh hal-hal yang bersifat asasi bagi manusia, yaitu kelangsungan hidup manusia itu sendiri. Beban kependudukan lebih berat dirasakan oleh negara-negara yang sedang berkembang dan Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang saat ini, juga menghadapi masalah tersebut. Ledakan pertumbukan penduduk menjadi masalah yang dapat menimbulkan persoalan kebersihan lingkungan, baik dari lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Wardhana (2001), menjelaskan bahwa : “Lingkungan pemukiman yang padat penduduknya, pada umumnya telah mengalami pencemaran karena masalah pembuangan sampah menjadi sangat sulit”. Selama jumlah penduduk kian bertambah, maka permintaan pangan dan barang juga semakin meningkat, sehingga semakin banyak masalah pencemaran yang dihadapi. Wardhana (2001), menjelaskan bahwa faktor pertumbuhan penduduk dan penyebarannya sebagai sub variabel yang
Jurnal Biology Education
Jurnal Biology Education menentukan perkembangan kesehatan lingkungan di suatu tempat. Oleh karena itu, masalah pertambahan penduduk yang cepat merupakan persoalan yang memerlukan penanganan serius, sehingga tidak menimbulkan dampak terhadap kebersihan lingkungan yang pada akhirnya juga berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat yang terdapat dilingkungan tersebut. 4. Faktor Sosial Budaya Pola sosial budaya masyarakat mencerminkan tingkah laku sosial dalam kehidupan sehari-hari. Apabila keseimbangan lingkungan hidup terganggu, maka timbullah reaksi dari alam yang akan melahirkan bencana. Menurut Salim (1986), bahwa: “Keseimbangan dalam alam lingkungan hidup sosial ini terganggu oleh ulah manusia, yaitu pertama penggandaan diri manusia sehinga berjumlah banyak dalam waktu singkat pada tempat terbatas, kedua karena kemampuan manusia merubah lingkungan dengan ilmu dan tehnologi”. Hakikat pokok dalam pengembangan kebersihan dan kesehatan lingkungan hidup adalah terpeliharanya keseimbangan alam dan lingkungan hidup sosial. Hal ini dapat tercapai jika manusia dapat mengendalikan dirinya dan mengindahkan asas sosial budaya. Dalam masalah sosial, pemerintah harus menanggulangi dan mencegah timbul komplik sosial yang serius dalam masyarakat, sehingga dapat diterima oleh berbagai pihak di masyarakat, agar tidak timbul kecemasan yang bisa mengganggu lingkungan hidup. Jadi faktor sosial budaya merupakan faktor yang penting dalam menjaga kebersihan lingkungan seperti membuang sampah disembarang tempat dapat membuat pandangan yang tidak enak dan merusak kesehatan. Dengan demikian faktor budaya yang tidak baik itu perlu dihilangkan dengan membiasakan menjaga kebersihan sehingga kebiasaan tersebut menjadi bagian dari budaya masyarakat sehari-hari.
Page 41
Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X Hubungan Kebersihan Lingkungan Dengan Kesehatan Manusia Kehidupan manusia tidak terlepas dari pengaruh lingkungan. Hubungan yang erat diantaranya manusia dengan lingkungan membawa kenyataan bahwa hidup manusia sangat ditentukan oleh kebersihan lingkungan. Menurut Engger (1995), bahwa: “Faktor lingkungan merupakan yang paling berpengaruh terhadap derajat kesehatan, oleh karena itu peningkatan kesehatan lingkungan merupakan salah satu upaya pokok kesehatan dalam pembangunan kesehatan jangka panjang”. Manusia untuk hidup sehat memerlukan berbagai persyaratan seperti udara yang bebas dari polusi. Lingkungan yang bersih, makanan yang mengandung gizi cukup, tempat tinggal yang bersih dan teratur. Namun dalam kanyataannya tidak semua persyaratan tersebut dapat dipenuhi apabila hal ini dapat berlangsung lama maka akan dapat menimbulkan bermacam-macam penyakit. Keberadaan manusia yang semakin padat dalam alam yang semakin sempit menyebabkan pemanfaatan lingkungan untuk memenuhi kebutuhannya dan kesehatan lingkungan menjadi lebih parah. Oleh karena itu, masalah lingkungan sebenarnya adalah masalah bagaimana sifat dan hakikat dari manusia yang tinggal di lingkungan tersebut. Penyuluhan dan pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah harus diarahkan kepada pembentukan sikap dan perilaku sadar akan kelestarian dan peningkatan kualitas kesehatan lingkungan. Abdullah (1991), menjelaskan bahwa: “Kesadaran lingkungan hidup sehat bukan hanya soal pengertian dan tidak mungkin hanya diajarkan secara teoritis tetapi merupakan soal kegiatan praktek. Cara mengajarkannya adalah dengan menjalankan dan perlu diikuti pula dengan contoh hidup, taat kepada suara hati tentang apa yang terpuji atau tercela, serta mengenal manfaat dan mudharatnya bedasarkan ukuran semua manusia”. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan ahwa kebersihan dan kesehatan lingkungan sangatlah mempengaruhi kelangsungan hidup manusia yang berada di dalamnya. Pengelolaan lingkungan berdasarkan undang-undang yang telah ditetapkan sehubungan dengan pemanfaatan sumber daya alam agar lingkungan tetap lestari harus
Jurnal Biology Education
Jurnal Biology Education diperhatikan tata cara lingkungan itu sendiri. Dalam hal ini manusialah yang paling tepat sebagai pengelolanya karena manusia memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan organisme lain. Manusia mampu merombak, memperbaiki dan mengkondisikan lingkungan seperti yang dikehendakinya. Kesimpulan Secara ekologis manusia adalah bagian dari lingkungan hidupnya Manusia mendapatkan segala sumber daya dari lingkungannya. Hubungan manusia dengan lingkungan tidak hanya satu arah melainkan timbal balik. Manusia tidak saja mendapatkan makanan dari lingkungannya, tetapi juga memberikan makanan bagi lingkungannya. Masalah lingkungan adalah masalah bagaimana sifat dan hakekat manusia terhadap lingkungan hidupnya. Sampai sekarang, pada umumnya baru pada taraf kognitif, artinya manusia baru mengetahui, memahami gejala kerusakan oleh tingkah laku keliru pada masa lalu. Namun sebagian besar sikap manusia dibumi belum menunjukkan kearah perbaikan. Dari tahap sikap ke tahap psikomotor sebagai pengelola, masih memerlukan kondisi dan situasi tertentu agar terlaksana pelestarian kemampuan lingkunga hidup manusia. Mereka yang sekarang masih merusak lingkungan dapat disebut “salah didik”. Pendidikan sekarang harus diarahkan kepada pembentukan sikap dan prilaku sadar akan kelestarian dan peningkatan kualitas lingkungan hidup demi kelangsungan hidup manusia dan alam lingkungannya. Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu dalam pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, pemulihan dan pengembangan lingkungan hidup. Pengelolaan ini mempunyai tujuan sebagai berikut : a. Mencapai kelestarian hubungan manusia dengan lingkungan hidup sebagai tujuan membangun manusia yang seutuhnya. b. Mengendalikan pemanfaatan sumber daya secara bijaksana. c. Mewujudkan manusia sebagai pembina lingkungan hidup. d. Melaksanakan pembangunan berwawasan lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan masa yang akan datang.
Page 42
Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X e. Melindungi negara terhadap dampak kegiatan diluar wilayah negara yang menyebabkan kerusakan dan pencemaran lingkungan. Untuk mencegah dan menghindari tindakan yang bersifat kontradiksi dari hal-hal tersebut di atas, pemerintah telah menetapkan kebijakan melalui undang-undang lingkungan hidup. Pembangunan yang dilaksanakan tidak hanya menghasilkan manfaat, tetapi juga membawa resiko bagi lingkungan. peranan manusia adalah mengusahakan pembangunan tetap berjalan dan lingkungan pun tidak rusak karena pengaruh dari pembangunan tersebut. Memang dalam pengelolaan lingkungan selalu ada terdapat manfaat dan resiko sekaligus, sulit untuk mendapat manfaat lingkungan yang sebesar-besarnya, dan resiko yang sekecilkecilnya. Tetapi bukan berarti manusia tidak perlu berbuat sesuatu, karena ini juga akan menimbulkan resiko lingkungan. Resiko memang tidak dapat ditiadakan, manusia berusaha agar resiko yang timbul dapat dikelola dan resiko itu dapat diperhitungkan sekecil mungkin. DAFTAR PUSTAKA Abdullah. 1991. Pendidikandan Kesadaran Berlingkungan Hidup. Sinar Darussalam. No. 195/196, YPSD. Unsyiah. IAIN Ar-Raniry. Banda Aceh. Achmad.F. 1989. Prakondisi Untuk Membangun Kampung Sehat Di perkotaan Sanitas, Vol. 1 No. 3 Agustus 1989. Entjang I. 1986. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Depkes RI. Jakarta. Entjang I.1998. Ilmu Kesehatan Masyarakat. ALUMNI. Bandung. Kaligis, J.R.E. Samidjo Broto K. dan Meke, M. (1993). Pendidikan Lingkungan Hidup. Dirjen dikdas-men Prohyek Peningkatan Mutu Pengajar SLTP Setara D-III, Jakarta. Notoatmodjo, S 2003. Pendidikan dan Prilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.
Jurnal Biology Education
Jurnal Biology Education Putrawan, I. M. 1990. Pengujian hipotesis dalam kajian social. Rineka Cipta. Jakarta. Salim E. 1986. Lingkungan Hidup dan Pembangunan Mutiara. Jakarta. Sarwono, Solita, 1999. Sosiologi Kesehatan, Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Slamet, Soemirat, Juli. 2004. Kesehatan Lingkungan. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Soerjani M, Rafiq A danRozy M, (1987), Lingkungan Sumber Daya Alam dan Kependudukan dalam Pembangunan, UI, Press, Jakarta. Seragih, R.F. 2002. Pendidikan Mengenai Lingkungan dalam Rangka Pembangunan Berkelanjutan. Jurnal Ilmu Pendidikan 9(2) Juni 2002.
Page 43
Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X Srimulyani, E.S. 2000. Hubungan Antara Latar Belakang Pendidikan Formal, Pengetahuan Lingkungan dan Peran Serta Wanita dalam Usaha Pelestarian Lingkungan. Jurnal Ilmu Pendidikan 7(2). Mei 2000. Suriaatmadja, R.E. 1991. Satuan Acuan Perkuliahan Pengetahuan Lingkungan. Institut Teknologi Bandung (ITB). Bandung. Slameto, 2003. Belajar dan Faktor–Faktor yang Mempengaruhinya. Bina Aksara. Jakarta. Wardhana, W.A. (2001). Dampak Pencemaran Lingkungan. Edisi Revisi. Andi. Yogyakarta. Warsito. 2001. Kesehatan Lingkungan. FKMUGM. Yogyakarta.
Jurnal Biology Education
Jurnal Biology Education
Page 2
Volume 2 No. 1, Oktober 2013 ISSN: 2302-416X
Jurnal Biology Education