BORNEO ..
KALIMANTAN Jurnal Antarabangsa Kajian Masyarakat, Budaya dan Sejarah Borneo-Kalimantan An international Journal on Society, Culture and History of Borneo-Kalimantan J jjid I
Bit 1
ISSN 2289-2583
Disember 2013
"
In titut Pengajian A ia Timur Lniversiti
Xlalaysia Sarawak
il~-I
/JrI<6
/~y,..; f.J.1t;t~~' ~~
~~,
JpRo/
JURNAL BORNEO-KALIMANTAN JURNAL ANTARABANGSA KAJIAN MASYARAKAT, BUDAYA DAN SEJARAH BORNEO-KALIMANTAN
..
n
Penerbit Institut Pengajian Asia Timur Universiti Malaysia Sarawak 94300 Kota Samarahan Sarawak
[email protected] © 2013 pemakalah individu Dicetak Di Malaysia ISSN 2289-2583
'.
111
Jurnal Borneo-Kalimantan Jilid I, Bit 1 ISSN 2289-2583 Sidang Editor/ Editorial Board Ketua Editor/ Chief Editor Sanib Said
Editor Eksekutifl Executive Editor Awang Azman Awang Pawi
Editor / Editors Abdul Rashid Abdullah Daniel Chew Jeniri Amir Jay1 Langub .
Editor Produksi Dalam Talianl Online Production Editor Chuah Kee Man
Sidang Pengarang/ Editorial Board Chairil Effendi, Universitas Tanjung Pura, Kalimantan Barat Mandarin Guntur, Universitas Palangkaraya, Kalimantan Tengah Saidatul Nornis Mahali, Universiti Malaysia Sabah (UMS) Brahim Ampuan Tengah, Universiti Brunei Darussalam (UBD)
Badan Penasihat Antarabangsa/ International Advisors Board Bernd Notbofer, Goethe University Frankfurt, Germany Yekti Maunati, LIPI, Indonesia John Walker, University of New South Wales, Australia Noboru Ishikawa, Kyoto University, Japan Tom Hoogervest, Leiden University, Netherlands Monica Janowski, SOAS, United Kingdom Peter Brosius, United States of America Piyapat Bunnag, Kasetsart University, Thailand
Jurnal Borneo-Kalimantan
v
Mukasurat
Pola Patron Klien yang Terjadi di antara Penduduk Perbatasan Paloh Sajingan Kabupaten Sambas dengan Penduduk Sematan dan Biawak Sarawak Hasan Almutahar
141 - 160
Membangkitkan Seni Tradisi Suku Dayak Ngaju Sebagai Inspirasi Desain dan Seni Rupa Joni Wahyubuana Usop
161 - 178
Sumbangan Andries Teeuw : Perspektif Malaysia Awang Arman Awang Pawi
179 - 186
Southeast Asian Studies Symposium - "Contemporary Issues in Southeast Asia" Conference Report Narae Choi & 'Claire Soon
187 - 198
Biodata Penyumbang / Biographical Notes of the Contributors
Jurnal Borneo-Kalimantan
199 - 200
Jurnal Borneo-Kalimantan»
Jilid I· Bit. 1 • Disember 2013·
141 - 160
POLA PATRON KLIEN YANG TERJADI DI ANTARA PENDUDUK PERBATASAN PALOH SAJINGAN KABUPATEN SAMBAS DENGAN PENDUDUK SEMATAN DAN BIAWAK SARAWAK Hasan Alrnutahar*
Abstract This paper describes the patron-client relationship between the people oj Paloh, Sajingan, Kabupaten Sambas and the peopLe 0/ Sematan and Biawak, Sarawak. The people of Palong Sajingan (the clients) have daily interactions with the people ofSematan and Biawak (the patron) in goods and fisli trade. These activities have existed/or a long time. Keywords: Patron Client, Borders, Kinship, Sambas Malays
Pendahuluan Kalimantan Barat (Kalbar) rnerupakan salah satu dari 4 (ernpat) wilayah di Indonesia yang rnerniliki kawasan perbatasan darat yang berbatasan langsung dengan negara tetangga yaitu Malaysia. Sarnpai saat ini pernbangunan di kawasan perbatasan bel urn mendapat perhatian yang optimal dad pemerintah, meskipun secara tegas dinyatakan bahwa wiJayah perbatasan rnerupakan wilayah strategis dan merupakan cermin halarnan depan suatu negara. Kawasan perbatasan Kalbar merniliki panjang sekitar 847 km yang rnelintasi 5 (lima) Kabupaten, 16 Kecamatan dan 97 Desa, dengan Juasnya 2.490.491 ha. Panjangnya kawasan perbatasan relatif belum diimbangi dengan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung pembangunan. Akibatnya, hampir semua daerah di kawasan perbatasan mengalarni ketertinggalan di bidang pernbangunan. Untuk dapat keluar dari kondisi yang kurang menguntungkan ini, kejelasan serta fokus pembangunan kawasan perbatasan memerlukan perhatian dari pemerintah pusat rnaupun pemerintah daerah secara kornprehensif dan berkesinarnbungan dalam pengelolaan kawasan perbatasan ke depan (BAPPOA Provinsi Kalbar,:x'" 2(07). -. --..::::>.-..
-------1 ""
• Urban and lVaterfrollt Architecture t.nboratory, Department oj Architecture, Universitas Kalimantan Tt!llguil.l!uJone.,iu.
Jurnal Borneo-Kalimantan
Palangka RaYII.
142
Pola Patrol! Klien yang Terjadi di antara Penduduk Perbatasan Paloh Sajingan Kabupaten Sambas dengan Penduduk Sematan dan Biawak Sarawak
Dari 5 (1ima) Kabupaten dan 16 Kecamatan fokus penulisan ini di Kabupaten Sambas yaitu Kecamatan Paloh dan Kecamatan Sajingan Kabupaten Sambas. Selanjutnya, berdasarkan observasi penulis terlihat adanya indikasi hubungan patron (orang Malaysia) dan klien (orang Indonesia) baik di sektor perkebunan dan perikanan, patron memiliki kekuasaan untuk menetapkan harga barang dan kualitasnya, sebagai contoh, lada yang akan dijual masyarakat PaJoh di Malaysia terlebih dahuJu diuji kadar airnya berdasarkan standar.Talu ditentukan harganya oleh patron. Demikian pula untuk hasil perikanan yang dijual ke Malaysia. Harga ikan sangat tergantung berapa harga yang ditetapkan oleh patron. Selanjutnya dapat disinyalir simbol-simbol agama dianggap sebagai justifikasi perilaku mereka, padahaJ masing-masing mempunyai pedoman petunjuk, seperti mengajarkan tentang perdamaian, tetapi ketahanan bangsa tersebut bukan menjadi perekat, justru membuat rnereka terpisah secara sosial-budaya, Eksistensi orang Melayu sebagai implementasi ajaran Islam yaitu mengenaJ istilah silaturrahmi (hubungan baik) , ukhuwah (persaudaraan), dan toleransional (menjunjung tinggi atau menghargai orang lain). Demikian adanya identitas orang Dayak mengenal "cinta kasih" sesama umat manusia sebagai implementasi ajaran kristus. Selanjutnya, orang Dayak juga mengenaJ istilah toleransional. Orang Dayak tidak mau memulai mengganggu orang lain, tetapi jika dia diganggu dan merasa terdesak, maka mereka akan melawan. Padahal antara orang Melayu dan orang Dayak mempunyai kesarnaan pepatah budaya yang luhur, yaitu "dimana bumi dipijak di situ langit dijunjung", maksud pepatah tersebut seseorang harus bisa beradaptasi dan bisa membina hubungan baik dimana mereka berada. Identitas inilah yang seharusnya digunakan sebagai dasar perekat hubungan sosial kedua etnik tersebut. Searah dengan nilai-nilai sosial dan budaya masing-masing etnik merupakan dasar pegangan hidup yang bersifat positif dapat diselaraskan, dimana akan tercipta suatu sikap keterbukaan (membuka diri), toleransi, menerima perbedaan, me ngbargai dan dihargai, dan membangun kerjasama yang saling menguntungkan. Selanjutnya kajian uu menggunakan pendekatan exchange dimana dalam proses hubungan patron-klien masing-masing kelompok etnik atau individu menggunakan simbol-simbol yang diinterpretasikan dan dipahami bersama. Oleh karena itu berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas, penulis tertarik unmk meneliti pola hubungan Patron-Klien masyarakat kawasan perbatasan
Jurnal Borneo-Kalimantan
.
'.
Hasan Almutahar
143
palsa serta implikasinya terhadap eksistensi masyarakat yang telah ada, yang menjadi keunikan kajian ini dibanding kajian yang telah dibuat sebelum ini adalah, kajian ini dibuat di kawasan perbatasan yang secara langsung melibatkan eksistensi sosial budaya masyarakat perbatasan yang merniliki banyak kesamaan meskipun seeara politik mereka dibedakan.
karena adanya kondisi pendukung patron klient yang dijelask (1) adanya perbedaan yang mencolok dalam kepemilikan atas ayaa status serta kekuasaan (2) keinginan untuk memperoleh keamanan pribadi di saat tidak adanya kontrol sosial yang mengakibatkan keamanannya terancam (3) hubungan kekerbatan yang tidak efektif untuk memberikan baik perlindungan dan keamanan kepada individu maupun keinginankeinginan untuk memperoleh kekayaan, status dan kekuasaan. Permasalahan yang penulis munculkan dalam artikel ini adalah apakah kondisi-kondisi tersebut terdapat di perbatasan PaIsa?, seandainya ada apakah kondisi ini memiliki kaitan dengan sistem budaya yang ada dikawasan palsa ini, yang uniknya merupakan kawasan perbatasan dengan negara jiran Sarawak Malaysia. Dalam hubungannya dengan pengelolaan sumber daya alam, SOA apa saja yang turut dikelola atau mungkin dikuasai oleh para patron dan apakah SOA merupakan aset yang sangat berharga baik klien di Paisa? penulis dalam hal ini menggunakan perspektif budaya yang menekankan pada aspek pengetahuan, ide-ide serta pandangan stake holders yang terlibat dalam ikatan patron klien tersebut. Adapun perpektif keadaan menekankan segi keadaan dan kondisi masyarakat tempat tumbuhnya gejala patronase untuk menjawab permasalahan permasalan tersebut dan uniknya karena kawasan ini berada di perbatasan maka perspektif keadaan dan budaya yang penulis gunakan dalam penulisan ini lebih bersifat patron-klien masyarakat lokal, meskipun seeara sosial budaya penduduk yang melaksanakan pola patron klien ini bersal dari satu rumpun dengan adanya beberapa kesamaan etnik, budaya dan sistem kekerabatan yang ada namun secara politik mereka telah dipisahkan menjadi dua warganegara yang berbeda sebingga memberikan ciri-ciri dan indikasi pola hubungan patron klien yang lebih unik karena memiliki karakteristik tersendiri. Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dikemukakan maka yang menjadi masalah pokok penulisan adalah poia hubungan patron
Jumal Borneo-Kalimantan
?
144
Pola Patron Klien yang Terjadi di antara Penduduk Perbatasan Paloh Sajingan Kohl/paten Sambas dengan Penduduk Sematan dan Biawak Sarawak
klien di antara penduduk perbatasan Paloh Sajingan Kab Sambas dengan Penduduk Sematan dan Biawak Sarawak. Teori Pertukaran Keuntungan dalarn pertukaran sosial dilihat sebagai sejumlah hadiah yang lebih besar yang diperoleb atas biaya yang dikeluarkan. Makin besar keuntungan yang diterima seseorang sebagai hasil tindakannya, makin • ~/ besar kemungleinan ia melaksanakan tindakan itu (Homan, 1974:31). V Struktur berskala luas banya dapat dipahami jika leita memahami prilaku sosial mendasari seeara memadai. Proses pertukaran adalah identik di ti.dgkat individual dan kemasyarakatan. Cara penyatuan proses rnendasari trlr1eOdlkOnfli~. oman, 1974:358)Ltiearab dengan ungkapan Peter M. Blau (1989:56) ng mengatakan bahwa pola patron - klien lebih mertlpa*aR-p01a ertukaran (exchange relationship) yaitu: 1)
Pertukaran hanya terjadi di an tara pelaku yang mengharapkan imbalan dari pelaku lain dalam pola mereka.
2)
Dalam mengejar imbalan, para peLaku dikonseptualisasikan seseorang yang mengejar profit.
3)
Pertukaran antara dua maeam, yang langsung (dalam jaringan interaksi yang relatif keeil) dan kurang langsung (dalam sistem sosial yang lebih besar).
4)
Ada empat maeam imbalan dengan derajat berbeda, yaitu uang, persetujuan sosial, penghonnatan atau penghargaan dan kepatuhan.
sebagai
Di kawasan perbatasan Kalimantan Barat tampaknya ada tiga jenis imbalan yang dapat diberikan klien pada patron: 1)
Klien dapat menyediakan tenaganya bagi usaha patron di ladang, sawah atau usaha lainnya;
2)
Klien dapat menyerahkan bahan makanan basil ladangnya patron atau pelayanan rumah tangga;
3)
KIien dapat menjadi kepentingan menjadi kaki tangan patron.
buat
politik patron, bahkan bersedia
Jumal Borneo-Kalimantan
Hasan Almutahar
145
Konsep Patron Klien Kata patron berasal dari bahasa latin pater yang berarti bapak, dari pater berubah menjadi patris dan patronis yang berarti bangsawan atau patricius yang berarti seseorang yang dianggap pelindung sejumlah rakyat jelata yang menjadi pengikutnya. Kata klien atau client berasal dari kata cliens yang berarti pengikut atau pekerja. Mereka adalah orang-orang yang melaksanakan pekerjaan yang sejak awal atau bekas budak yang menggantungkan diri pada patron, bahkan kadang kala menggunakan nama atau paham dari patron. Sumber biaya dan alat sarana dari patron juga dengan hubungan hasil usaha yang diperoleh dari klien untuk patron yang di bayar sesuai dengan harga telah ditentukan . ,/
Christian elras (l9~mengatakan bahwa hubungan Patron-Klien merupakan hubungan yang tidak setara yang terjalin secara perorangan an tara seorang pemuka masyarakat (patron) dengan sejumlah pengikutnya (klien), Hubungan itu berdasarkan pertukaran jasa yang ketergantungan klien pad a patron diimbali oleh perlindungan patron pada kliennya. James Scott <198)~ menyatakan, hubungan patron klien merupakan hubungan antaV dua pihak dengan pihak yang merniliki status ekonomi lebih tinggi menggunakan pengaruhnya dan resourcesnya untuk melindungi dan memberi manfaat pada pihak yang status sosial ekonominya lebih rendah. Dalam hubungan ini, imbalan yang diberikan klien adalah dalam bentuk bantuan atau dukungan termasuk pelayanan kepada patron. Sela jutny-~-H-. -~d-d-y-S-h-r-i -:-A-h-im-s-a--p-l-I~-ra-(-2-0-?7~7e~kat pendapat Scott ten tang ffr-etFl-llull!.!.!!ganpatron-kllen~d!JutU: 1.
Terdapatnya ketidaksamaan (inequality) dalam pertukaran: terdapat ketidaksamaan yang mencerminkan perbedaan dalam kekayaan, kekuasaan dan kedudukan. Hutang kewajiban seorang klien karena ketidaksamaannya itu yang membuat ia tetap terikat pada patronnya. Kritik penulis atas pendapat Scott di sini adalah bahwa Scott menyamakan dua konsep yang harusnya menurut penulis dibedakan, yaitu konsep ketidaksarnaan (inequality) dan ketidakseimbangan (imbalance) .
Jurnal Borneo-Kalimantan
146
Polo Patron Klien yang Terjadi di antara Penduduk Perbatasan Paloh Sajingan Kabupaten Sambas dengan Penduduk Sematan dan Biawak Sarawak
2.
Adanya sifat tatap muka (face toface character): hal ini menunjukkan hubungan yang pribadi antara patron dan k1iennya.
3.
Sifatnya yang luwes dan meluas (diffuse flexibility): hubungan seorang patron dengan klien bukan saja sebagai patronnya tetapijuga oleh hubungan sebagai tetangga, ternan sekolah, dan sebagainya. Bantuan yang ada dalam hubungan itu juga bermacam-rnacam, sehingga hubungan ini dapat menjadi semacam jarninan sosial bagi kedua belah pihak.
J.R. Scott sebagai
pakar kajian patronase tidak secara langsung memasukkan hubungan patron-klien ke dalam teori pertukaran, jika memperhatikan pemaparannya mengenai gejala patronase, maka akan terlihat di dalamnya unsur pertukaran yang merupakan bagian terpenting dari pola hubungan seperti ini. Berdasarkan penjelasan pakar ilmu politik Universitas Yale Amerika Serikat ini, hubungan patron-klien bermula dengan adanya pemberian barang atau jasa dalam berbagai bentuk yang sangat berguna atau diperlukan oleh salah satu pihak, dan bagi pihak yang menerima barang atau jasa tersebut berkewajiban untuk membalas pemberian tersebut (Scott, 1993: 91-92). ~ Untuk menjamin keberlanjutan hubungan patron-klien antar pelaku yang melakukannya, maka barang atau jasa yang dipertukarkan tersebut harus seimbang dan setara sifatnya dalam artian reward atau cost yang dipertukarkan seharusnya kurang lebih sarna nilainya baik untuk jangka panjang maupun jangka pendek. Dengan dernikian, semangat untuk terus mempertahankan suatu keseirnbangan dan kesetaraan yang memadai dalam transaksi pertukaran mengungkapkan suatu kenyataan bahwa keuntungan yang diberikan oJeh orang lain harus dibalas sehingga hubungan dalam bentuk pertukaran itlf d,pat terus berlanjut (JO~(OIl, 1988: 80, w~e{ 1986: 146-147 dan Rh.ier, 2004: 369). Selain itu Koentjaraningrat (1990: 160-161) juga menjelaskan hubungan patron klient ini dengan ungkapan yang lain yang disebut juga sebagai hubungan 'induk semang-klien', di mana di daJamnya terjadi hubungan timbal balik. Hal ini karena pada urnurnnya, induk semang adalah orang atau pihak yang memiliki kekuasaan dalam suatu masyarakat atau komunitas dan harus memberi perlindungan atau pengayoman semaksimal mungkin kepada klien-kliennya. Sedangkan sebaliknya, para klien harus
Jurnal Borneo-Kalimantan
Hasan Almutahar
147
membalas budi baik yang telah diberikan induk semang dan melakukan pembelaan terhadap pihak lain sebagai saingannya. dalam hal ini induk semang-klien ini telah diikat dalam suatu norma timba balik yang melekat pad a hubungan patron-klien yang pada gilirannya mengisyaratkan beberapa fungsi. Di samping posisinya sebagai unsur pembentuk hubungan yang dinamakan hubungan patron-klien, ia juga berfungsi sebagai pembeda dengan jenis hubungan lain yang bersifat pemaksaan (coercion) atau hubungan karen a adanya wewenang formal (formal authority). Narnun pertukaran barang atau jasa yang seimbang, dalam hubungan patron-klien dapat rnengarah pada pertukaran yang tidak seimbang. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan dalam transaksi pertukaran barang atau jasa yang diakibatkan oleh pihak yang bersifat superior di satu sisi dan pihak yang bersifat inferior di sisi lain sehingga berimplikasi pada terciptanya kewajiban untuk tunduk dan patuh dengan pihak superior tersebut hingga pada akhirnya memunculkan hubungan yang bersifat tidak setara (asimetris). Hubungan semacam ini apabila dengan hubungan personal (non-kontraktual) maka akan mengarah menjadi hubungan patronklien. Berdasarkan pemaparan inilah Wolf menekankan bahwa hubungan patron-klien merupakan hubungan yang bersifat vertikal antara seseorang atau pihak yang mempunyai kedudukan sosial, politik dan ekonomi yang lebih tinggi dengan seseorang atau pihak yang berkedudukan sosial, politik dan ekonominya lebih rendah. Ikatan yang tidak-sirnetris tersebut merupakan bentuk persahabatan yang berat sebela~f, 1983: 152-153). Selain itu Scott juga menambahkan bahwa seorang patron berposisi dan berfungsi sebagai pemberi terhadap kliennya, sedangkan kLien berposisi sebagai penerima segal a sesuatu yang diberikan oleh patronnya sebagaimana yang dikernukakan oleh Scott (S~v,f 972: 92-94) seperti berikut: "There is an imbalance in exchange between the two partners who express and reflect the dispariry in their relative wealth, power and status. A client in this sense is someone who has entered an unequal exchange relation in which he is unable to reciprocate fully. A debt of obligation binds him to the patron." Dari beberapa pendapat dan pamaparan konsep patron klien di atas dapat disimpulkan bahwa dalam hubungan patron-klien, pertukaran barang atau jasa yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terlibat di dalamnya memang
Jumal Borneo-Kalimantan
148
Pola Patron Klien yang Terjadi di antara Penduduk Perbatasan Paloli Sajingan Kabupaten Sambas dengan Penduduk Sematan dan Biawak Sarawak
diarahkan atau bahkan sengaja diciptakan untuk tidak seimbang dan inilah yang menjadi ciri tersendiri dari sebuah hubungan patron-klien. Jika terjadi sebaliknya, maka hubungan yang telah terjalin tersebut justru akan putus dengan sendirinya. dengan demikian dapat dimengerti bahwa dalam pertukaran barang atau jasa yang dilakukan antara patron dan kliennya memang pad a hakikatnya memberikan implikasi terhadap keberadaan pihak yang dirugikan dan juga pihak yang diuntungkan. Namun, menurut penulis pandangan yang mengatakan bahwa pertukaran barang atau jasa yang terjadi dalam hubungan patron klien adalah tidak seimbang dan tidak menguntungkan pihak Jainnya pad a dasarnya merupakan pandangan yang subyektif atau hanya melihat dari satu sisi berdasarkan perspektif Juar. Perspektif ini memberikan argumentasinya jika hubungan patronase ini terlalu diperhitungkan dan dipertimbangkan secara ekonornis. Namun apabila diperhatikan lebih mendalam akan ditemukan suatu kenyataan bahwa bukankah hubungan tersebut tidak akan terjadi kalau masing-rnasing pihak yang terlibat tidak diuntungkan artinya hubungan ini dapat bertahan dalam jangka waktu yang cukup lama karena para peJaku yang terlibat di dalamnya mendapatkan keuntungan. Di sisi lain, didaJam penuJisan ini penulis menitik beratkan pada hubungan patron-klien dengan adanya kekerabatan yang telah terlaksana cukup lama telah terjadi hubungan pertukaran (exchange relationship) dari indikator sosial dan kemasyarakatan searah dengan ungkapan dalarn keberadaannya. Konsep Perbatasan Pengertian perbatasan secara umum adalah sebuah garis dernarkasi antara dua negara yang berdaulat. Pada awalnya perbatasan sebuah negara atau state's border dibentuk dengan lahimya negara. Sebelumnya penduduk yang tinggal di wiJayah tertentu tidak merasakan perbedaan itu, bahkan tidak jarang mereka berasal dari etnis yang sarna. Namun dengan munculnya negara, mereka terpisahkan dan dengan adanya tuntutan negara itu mereka mempunyai kewarganegaraan yang berbeda. Ricklefs (19S,J :}OI), menyebutkan bahwa perbatasan dari negar.a yang kini bernama '-fn.donesia adalah dibangun oleh kekuatan militer kolonial (Belanda) dengan mengorbankan nyawa manusia, uang, perusakan lingkungan, perenggangan ikatan sosial dan perendahan harkat dan kebebasan manusia.
Jurnal Borneo-Kalimantan
Hasan Almutahar
149
OJ. Martinez ((99~29) -
mengkatagorikan ada empat tipe perbatasan : '--_)J. AlienaTed bo erland: suatu wilayah perbatasan yang tidak terjadi aktifitas lintas batas, sebagai akibat berkecamulcnya perang, konflik, dominasi nasionalisrne, kebencian ideologis, permusuhan agama, perbedaan kebudayaan dan persaingan etnik.
- Coexistent borderland; suatu wilayah perbatasan dimana konflik lintas batas bisa ditekan sampai ke tingkat yang bisa dikendalikan meskipun masih muncul persoalan yang terselesaikan misalnya yang berkaitan dengan masalah kepemilikan sumberdaya strategis di perbatasan. - Interdependent borderland : suatu wilayab perbatasan yang di kedua sisinya secara sirnbolik dihubungkan oleh hubungan internasional yang relatif stabil. Penduduk di kedua bagian daerah perbatasan, juga di kedua negara terlibat dalam berbagai kegiatan perekonornian yang saling menguntungkan dan kurang lebih dalam tingkat yang setara, misalnya salah satu pihak mempunyai fasilitas produksi sernentara yang lain memiliki tenaga kerja yang murah. - Integrated borderland: suatu wilayah perbatasan yang kegiatan ekonominya merupakan sebuah kesatuan, nasionalisme jauh menyurut pada kedua negara dan keduanya tergabung dalam sebuah pesekutuan yang erato Mengacu pada tipologi Martinez di atas, Ricklefs ~103) mengkatagorikan wilayah perbatasan Indonesia dan Malaysia termasuk diantara tipe kedua dan ketiga yaitu Coexistent dan Interdependent borderland. Berdasarkan tipe interdependent borderland dipahami secara rnikro masyarakat Palsa memiliki hubungan patron klien dimana kebanyakan pemodallinvestor atau pihak yang memiliki wewenang menetapkan harga barang dan menguasai pasar adalah rnasyarakat perbatasan Malaysia yang notabene kebanyakannya adalah berasal dari etnik Tionghoa Malaysia, namun seeara makro masyarakat perbatasan Palsa terutama etnik Melayu dan Dayak di Palsa dan Sematan Biawak masih berperan sebagai klien, baik sebagai buruh, petani maupun pekerja yang bekerja dengan patron. Melihat kondisi ini pada umumnya terlihat belum tercipta kesetaraan hubungan mengingat perbatasan palsa yang
Jumal Borneo-Kalimantan
150
Pola Patron Klien yang Terjadi di antara Penduduk Perbatasan Paloh Sajingan Kabupaten Sambas dengan Penduduk Sematan dan Biawak Sarawak
kaya akan sumber daya alam seharusnya juga mampu berperan sebagai patron di beberapa sektor, oleh sebab itu adalah menarik untuk meneliti permasalahan ini dengan harapan akhrinya penulis mampu menganalisis pola hubungan patron klien masyarakat perbatasan PaIsa serta implikasinya terhadap ketahanan budaya yang ada yang penulis jelaskan Iebih rinci kemudian. Indonesia dan Malaysia adalah sepasang negen jiran yang sebelum diperkenalkannya konsep negara modern (pasea perjanjian Westphalia 1648) tak men genal batas-batas fisik maupun batas-batas kultural. Era kolonialisme Eropa Barat di kedua negara dilanjutkan dengan lahirnya negara modern Indonesia pada 17 Agustus 1945 dan Malaysia pada 31 Agustus 1957 berkonsekwensi tereiptanya garis demarkasi antara kedua negara yang kemudian disebut sebagai perbatasan. Perbatasan dalam artian fisik kernudian tercipta di sepanjang pulau Kalimantan sejauh 2004 kilometer (yang merupakan perbatasan fisik terpanjang Indonesia dengan negara lain) dan perbatasan laut di sepanjang Selat Malaka, Laut China Selatan, dan Laut Sulawesi. Namun, berbeda dengan batas fisik, batas kultural antara Indonesia dan Malaysia tak pernah jelas. Dan tidak hanya dengan Malaysia, dengan Brunei Darussalam, Thailand Selatan dan Philippina SeJatan-pun bangsa Indonesia memiliki kesamaan kultural karen a berasaJ dari rumpun etnolinguistik yang sarna yaitu Austronesia (Malayo Polynesia). Sehingga merniliki akar bahasa yang nyaris sama, dan pengalaman sejarah yang hampir sama, yaitu sempat berada di bawah kesultanan-kesultanan Islam sebelum mengalami penjajahan Eropa Barat (terkecuali untuk Thailand Selatan). Tak heran beberapa kesenian khas Indonesia seperti wayang ataupun seni batik mudah juga ditemukan di Malaysia maupun Thailand Selatan dan Brunei Darussalam. Pola Patron Klien yang Terjadi di Antara Penduduk Perbatasan Paloh Sajingan Kab Sambas dengan Penduduk Sematan dan Biawak
Sarawak. Analisis Patron klien yang terjadi di antara penduduk perbatasan paloh sajingan kabupaten sambas dengan pendu~k sejnatan dan biawak Sarawak. Penulis menggunakan pendapat Adi.T. . 2003: 10 - 12) menjelaskan keberlanjutan hubungan ini dapat terjadi arena nilainya yang seimbang, di mana nilai barang atau jasa yang dipertukarkan tersebut ditentukan oleh
Jurnal Borneo-Kalimantan
Hasan Almutahar
151
pelaku atau pihak yang melakukan pertukaran, apabila barang atau jasa tersebut semakin dibutuhkan maka ia akan semakin tinggi nilainya. Oleh sebab itu ada bebe~apa unsur _yang p~nting un!JJk:-dapiftm~mp~rtahrutkal1) hubungan-patron klien sebagaimana dipaparkah.l eddy Shri Ahirnsa-Putra ./ (2007) yaitu: ~ang
diberikan oleh satu pihak adalah sesuatu yang berharga di mata pihak yang lain. 2.
Hubungan timbal batik yang terjadi karena pihak penerima merasa berkewajiban membalas pemberian yang berharga itu.
3.
Ada norma dalarn masyarakat yang memungkinkan pihak yang lebih rendah kedudukannya (klien) melakukan penawaran dan menarik diri dari hubungan timbal balik itu.
Searah dengan pemaparan diatas hubungan ini terjadi karena keterikatan individu daJarn hubungan sosial merupakan pencenninan diri sebagai makhluk sosial. Dalam kehidupan bermasyarakat, hubungan sosial yang dilakukan individu merupakan salah satu upaya untuk mernpertahankan keberadaannya. Setiap individu memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam hal kuantitas dan kualitas, juga intensitas hubungan sosial yang dilakukannya, sekalipun terbuka luas peluang individu untuk melakukan hubungan sosial secara maksimal. Hubungan tersebut bukan hanya melibatkan dua individu, melainkan juga ban yak individu. Hubungan antar individu tersebut akan membentuk hubungan sosial yang sekaligus merefteksikan terjadinya pengelompokan sosial dalam kehidupan masyarakat. Pengertian hubungan sosial mengacu pad a hub~ng~osial yang teratur, konsisten, dan berJangsung lama (Slamet, 2003:£j>f Searah dengan ungkapan Slamet, terlihat masyarakat kawasan perbatasan secara historis mereka telah lama mengadakan hubungan sosial yang terlaksana seperti kerjasama dalam bidang perdagangan lintas batas yang tidak terkontrol, narnun keberadaan mereka telah diikat dengan adanya hubungan kekerabatan. Ini terlihat dad nilai-nilai sosial, budaya dan bahasa yang sarna. Akibat adanya hubungan sosial yang bersahaja maka telah terjadi patron-klien secara spesifik dalam pengelolaan sumber daya alarn laut-pantai seperti usaha tani ikan, udang, kepiting, telur penyuh, keripang, alat transportasi seperti perahu, mesin-mesin dan alat penangkapan ikan mereka peroleh modalnya dari dari patron (orang Malaysia).
Jumal Borneo-Kalimantan
~ / .,
X
152
Pola Patron Klien yang Terjadi di antara Penduduk Perbatasan Paloh Sajingan Kabupaten Sambas dengan Penduduk Sematan dan Bia ....ak Sarawak
Meskipun demikian sebagai bentuk relasi antarmanusia dan antarkelompok manusia yang bersifat sosial-kultural, temyata dalam kenyataannya, praktek patronase talc terlepas dengan kepentingan ekonomi dan politik. Melalui perlindungan yang diberikan, patron berharap mendapatkan dukungan ekonorni dan politik secara langsung sebagai kompensasi barang ataupun jasa yang telah diberikan. Dengan demikian jika patron tidak mendapatkan timbal baliknya yang bersifat ekonomi dan politik dari kliennya, rnaka patron tidak akan memberikan perlindungan apapun. Selanjutnya Jam~: 106) menjelaskan hubungan patron-klien yang terlihat sebagai snatu fakta sosial-kultural, dan hanya didasarkan pada perjanjian informal menjadi manifestasi yang halus dan tersembunyi dari kepentingan sosial, politik dan ekonorni yang diwamai ketidaksetaraan. Sangat jelas sekali dalam hubungan yang diwarnai ketidaksetaraan akan membuka peluang untuk terjadinya ekspioitasi terhadap pihak yang tidak memiliki kekuasaan (klien). Searah dengan penjelasan tersebut , Scott juga ~71: 132) menyebutkan tiga faktor yang menjadi penyebab tumbuh dan berkembangnya relasi patronase dalam suatu komunitas, yaitu: ketimpangan pasar yang kuat dalam penguasaan kekayaan, status dan kekuasaan yang banyak diterima sebagai sesuatu yang sah, ketiadaan jaminan fisik, status dan kedudukan yang kuat dan bersifat personal serta ketidakberdayaan kesatuan keluarga sebagai wahana yang efektif bagi keamanan dan pengembangan diri.
,
Namun Einsenstadt dan Loniger menentang pendapat Scott ini dengan mengatakan bahwa keterbelakangan suatu komunitas bukanlah satusatunya penyebab tumbuh dan berkembangnya suatu relasi patronase. Lebih lanjut kedua pakar ini mengungkapkan bahwa suatu masyarakat yang periphery-nya rendah sehingga sumberdayanya lebih banyak dikuasai oleh pusat dan suatu masyarakat yang berdasarkan konsep keagamaan di mana hanya kalangan tertentu saja yang dapat berhubungan dengan alam transcendental memang sangat rentan 'terjangkiti' oleh relasi patronase. Demikian juga fenomena hubungan patron klien yang terjalin di perbatasan PaIsa, yang memungkinkan terjadinya manifestasi kepentingan social, ekonomi dan politik yang dikhawatirkan apabila berianjut dapat menggugat keutuhan ketahanan budaya secara rnikronya dan bahkan secara makio dapat menggugat ketahanan nasional yang ada. Selanjutnya kerja sarna (cooperation) atao kemitraan secara singkat dapat diartikan sebagai tindakan kolektif dari satu orang dengan orang lain untuk
Jurnal Borneo-Kalimantan
Hasan Almutahar
153
mencapai tujuan bersama. Kerja sarna adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh beberapa orang (lemb~emerintah dan sebagainya) untuk mencapai tUj_l,lanbersama (Si~din, 1982:57). Soekanto (dalam Soedjatmoko,\),9,95:79) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan kerja sarna atau kemitraan adalah suatu usaha bersama antara orang-perorang atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Dengan demikian kerja sarna adalah suatu bentuk interaksi sosial yang bersifat dinamik. Dia bisa berkembang jika timbul kesadaran dari para pelakunya bahwa tujuan yang akan dicapai bersama tersebut akan memiliki manfaat yang menguntungkan bagi semua pihak yang terlibat. Pola interaksi pola atau kemitraan tidak dapat dipisahkan dengan segala bentuk interaksi yang berlangsung dalam pergaulan masyarakat, baik oleh pelaku-pelaku komunitas maupun oleh pelaku-pelaku institusi swasta maupun pemerintah. Pola pola atau interaksi tersebut dapat berupa kerja sarna (cooperation), pertentangan (conflict) dan persaingan (competition)/' Tentu yang dihadapkan adalah berlangsungnya pola-pola kerjasama (RJKiY, 2006:2). /./ Holsti (1/)...96:39)menyatakan bahwa kemitraan dalam masyarakat dapat digolong'fan dua kategori yaitu kerja sarna dan konftik. Diantara kedua kategori tersebut, ada kategori ketiga, yaitu kompetisi. Suatu kondisi interaksi dapat disebut sebagai konftik jika ditandai dengan adanya benturan kebijakan politik dengan satu pihak pada akhirnya memperoleh kemenangan, sedangkan yang lain dipaksa untuk menerima kekalahan. Kondisi kompetisi berbeda dengan konftik, karena pada kondisi ini tidak terjadi benturan kebijakan secara frontal, melainkan hanya terjadi perebutan atau persaingan penguasaan terhadap suatu hal tertentu. Kondisi kerjasama ditandai dengan adanya interaksi antar aktor yang saling membantu untuk mencapai tujuan tertentu . .,../
Grieco (dalam Hoisti, t,99f365) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan kerjasama mitra adalah "the voluntary adjustment by states of their policies so that they manage their differences and reach some mutually beneficial outcome". Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seiring dengan semakin tingginya tingkat interdependensi ~llatll pola antara patron-klien dapat melakukan kerjasama guna rnempermudah pencapaian tujuan yang telah menjadi suatu tuntutan bahkan dapat dikatakan sebagai suatu keharusan.
Jumal Borneo-Kalimantan
154
Pola Patron Klien. yang Terjadi di (Illtara Penduduk Perbatasan Paloh Sajingan Kabupaten Sambas dengan Penduduk Sematan dan Biawak Sarawak
,/
Menurut Syarif 1. Alqadrie (dalarn ~ahir, 2003: I), pola dan kerja sarna antar bangs a ditimbulkan oleh adanya kesadaran bahwa tidak ada suatu masyarakat yang dapat memenuhi semua keperluan mereka secara lengkap dan menyeluruh. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa masingmasing negara memiliki perbedaan, keadaan alam, demografis, tetapi juga dalarn bidang sosial budaya. Untuk itu, usaha memenuhi keperluan dalam negeri yang selalu meningkat itu mendorong perlu adanya kemitraan pol a kerjasama. Pada tingkat yang lebih umum, strukturalisme dapat dipahami sebagai sebu.!!l...Ysaha untuk menemukan struktur umum yang terdapat dalam -aktivitas ma~b4'lri-S'~dllt pandang ini, suatu struktur dapat didefinisikan (Spivak; 1974:iv) ~gai: Sebuah unit yang tersusun dari beberapa etmllell-daO"Sdaltr'ffifemllkan pad a pola yang sama dalam suatu "aktivitas" yang tergambar. Unit tidak bisa dipecah dalam elemen-elemen tunggal, bagi kesatuan struktur tidak terlalu dipahami oleh polanya. Secara fakta hubungan patron-klien antara masyarakat kawasan perbatasan IndonesiaMalaysia dalam mencapai kesejahteraan dan kesejahteraan, dan searah ungkapan Godelier juga pemyataan berikut: Bagi Marx sebagaimana LeviStrauss, sebuah struktur bukanlah sebuah realitas yang langsung tarnpak dan karenanya langsung dapat diobservasi, tetapi tingkat realitas berada di batik pola nyata antara manusia, dan fungsi pola nyata itu merupakan sistem logika yang terletak di bawah, jika ada tatanan yang t~tak lebih rendah maka tatanan yang nyata dijelaskan. Godelier (197~-.:xxvi) menjelaskan bahwa "Apa yang nyata adalah sebuah realitas (a reality) yang menyernbunyikan realitas lain (another), realzitas terdalam lagi tersembunyi dan penemuan atas realitas terdalam itu adalah tujuan besar kognisi keilmuan." Analisis Sikap Pola Antar-Kerabat, seperti Levi-Strauss juga banyak mempelajari masalah struktur sosial dari sistem kekerabatan, karena itu seharusnya azas-azas simbolik dari manusia sebagai makhluk kolektif yang berinteraksi dalam masyarakat. Dalam kehidupan kekerabatan yang oleh Levi-Strauss dianggap poJa positif adalah poJa berdasarkan sikap bersahabat, mesra dan cinta-rnencintai , sedangkan apa yang dianggapnya pola negatif adalah pola berdasarkan sikap sungkan, resmi dan menghormati. Ungkapan tersebut dapat ditelusuri data etnografi LeviStrauss lebih mendalam, maka tampak betapa subyektifnya ia menilai suatu poJa kekerabatan itu sebagai positif atau negatif dan tampak pula bahwa tidak jarang ia membawa ukuran kebudayaannya.
Jurnal Borneo-Kalimantan
Hasan Almutahar
155
Teori Bourdieu (1977/.) mengenai heterodoksi/ortodoksi juga berkaitan dengan presentasi atau habitus para pelaku sosial. Seperti diusulkan oleh Durkheim dan Mauss, "taksonomi praktis" ini adalah "bentukbentuk pembagian nyata (umur, kelas sosial, jenis kelamin) mengenai tatanan sosial yang ditransformasikan dan tidak dapat dikenali lagi." Dalam masyarakat tradisional, hal tersebut tampak dalam sistem "mitis-religius" seperti upacara inisiasi (menyangkut umur), kosmetik, dan pakaian (menyangkut jenis kelarnin). pad a gilirannya, mereka menyumbangkan bagi reproduksi tatanan dengan menghasiLkan tatanan yang disesuaikan dengan pernbagian-pembagian di atas. Dalam semesta doxa masyarakat primitif terdapat "korespondensi struktur-struktur mental seperti itu" dengan doxa, dan dengan demikian habitus yang relatif tidak terdiferensiasi. Dalam modemitas, agar produksi dan penerimaan heterodoksi mendapat tempat, korespondensi penuh ini harus tidak ada dan habitusnya menjadi terdiferensiasi. Gejala sosial untuk tukar-menukar antara kelompok manusia dengan gejala simbolik yang melatarbe]akanginya dianalisis secara luas oleh Marcel Mauss ~9:66) dengan pernyataan bahwa metode anaLisis Mauss itu merupakari: model yang dapat juga dicontoh untuk menganalisa gejala sosial tukar-menukar wanita antar kelompok manusia. Dengan model itu, katanya dapat dikembangkan suatu " .... pengantar terhadap teori urn urn mengenai sistem-sistern kekerabatan" dan menyajikan teori umum itulah rnerupakan tujuan utama dari karyanya. Ungkapan yang telah disampaikan searah dengao keberadaan masyarakat kawasan perbatasan yang terdiri dari orang Melayu Indonesia telah melaksanakan jaringan sosial rnelalui ikatan perkawinan dan tukar-menukar barang dan jasa, begitu juga untuk orang Dayak lban Indonesia bekerja diladang, kilang milik orang Dayak Iban Malaysia dan telah terjadi perkawinan silang diantara mereka. Keberadaan penduduk kawasan perbatasan dapat ditelusuri adanya kekerabatan berdasarkan keturunan, perkawinan diantara mereka, adanya kekerabatan telah mengikat mereka untuk melaksanakan aktivitas patronklien searah dengan ruang dan waktu yang mendesak kebutuhan keluarga mereka. Di sisi lain, sangat di khawatirkan adanya kelompok eksternal seperti orang keturunan Tiong Hoa yang berdomisili di M~ia yang memperalat penduduk Indonesia untuk mengelola sumber daya alam searah dengan permintaan pasar. Inti kebudayaan sebagaimana dijelaskan di atas mengikat elernen-elernen kebudayaan yang lebih luas, sedangkan elemen-elemen kebudayaan yang tidak mengikat disebut "elemen
Jurnal Borneo-Kalimantan
156
Pola Patron Klien Y(llIg Terjadi di antara Penduduk Perbatasan Paloli Sajingan Kabupaten Sambas dengan Penduduk Sematan dan Biawak Sarawak
Inti kebudayaan yang mengikat itu memiliki kaitan yang erat dengan aspek ekonomi, sistem sosial, politik, teknologi, dan pola kependudukan yang secara empiris kesemuanya itu berkaitan satu dengan lainnya dalam suatu ikatan erat dan variasinya tidak begitu besar, Dalarn kajian interaksi manusia dengan lingkungannya, inti kebudayaan itu periu dipahami karena merupakan fakJor penentu (dominan) dalam proses adaptasi keduanya. (Adirnihardja, 1~.s7. kebudayaan selebihnya
IJ.
Keberadaan penduduk kawasan perbatasan Indonesia-Malaysia dalarn upaya patron-klien, terungkap adanya ikatan erat dan variasinya dan interaksinya manusia, alam, dan maha pencipta, ungkapan orang Dayak sebagai berikut : "Adil Kalina Bacu Ramin Kasuraga Basegat Kajubata
Arus" .
Kesimpulan
Keberadaan penduduk kawasan perbatasan terlihat patron-klien menunjukkan suatu eksistensi yang mengedepankan harkat dan martabat manusia dalam proses sosial yang berwawasan pembangunan yang menguatkan nilai-nilai sosial yang mendasari merupakan suatu kritik dan respon atau jawaban terhadap aplikasi paradigrna pembangunan kawasan perbatasan. Bibliografi
Adi, J. R. 2003. Pemberdayaan, Pengembangan Masy{(rak9~n Komunitas. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI. V '"Adimihardja. K. 1993. Kebudayaan dan LingkU~m
Intervensl
Jaya. Bandung.
Adirnihardja. K. dan Hikmat, H. 2001. PRA Participatory Research Dalam Pelaksanaan Pengabdian 'f Appraisal Bandung: Humaniora. Utama Press.
Kepada Masyarakat.
.
Adimihardja. K. 2008.'l!rOinamika Budaya Lokal. Bandung: Pusat Kajian LBPB . ..... Ahimsa-Putra, H.S. 1996. Hubungan patron-klien di Sulawesi Selatan: Kondisi pada Akhir Abad XIX. Prisma 6: 29-45.
.1
I
Jurnal Borneo-Kalimantan
Hasan Almutahar
157
Alqadrie, Syarif Ibrahim. 1993. Kemiskinan dan Paradigma Ilmu Sosial: Reorientasi Kebijaksanaan Pembangunan Dalam Upaya I Mengentaskan Kemiskinan. Universitas Tanjungpura, Pontianak.
V
Anderson, P. 1999. "Introduction to Antonio Gramsci, 1919-1920" in New Left Review, No. 51.
X
Arman, S. 1998. Identifikasi Masalah Perbatasan Kalimantan Barat V dan. Sarawak. Lapora~ Penulisan diseponsori BAPPEDA Tingkat I /' Kalimantan Barat. ~ f re-
v-Bourdieu, P. 1977,~. Outline of a Theory of Practice. London: Cambridge "/ University Press. Garna, .Tudistira. K. 2009. Teori Sosial Pembangunan ll. Bandung: Primaco Akademika C.Y. dan Judistira Gama Foundation.
X
t...-Godelier, Maurice, 1972 ... Rptio!}pfify and Irrationality London: NLB. V
in Economics.
Ljn~ln dan Guba. 1985. Competing Paradigms in Qualitative Research, Thousand Oaks, California. SAGE Publications Inc.
r-
Hi~l'9at, H. 2004. 1'Bandung.
Strategi
Pemberdayaan
Masyarakat.
Humaniora:
cHolsti, KJ. 1995. InternqtionaVPoLitics: A Framework for Analysis. New Jersey: Prentice-Ha~. , Homan. George. 1974. Social Behavior: Its Eleme-·4orms. New York: Harcourt Brace Jovanovich. Y t.
'1/"
Rev. ed.
Jackson, Karl D. 1981. Urbanisasi dan Pertumbuhan Hubungan Patron~ Klien; Perubahan Kualitas Komunikasi Interpersonal di Sekitar 1\ Bandung dan Desa-Desa di Jawa Barat. Jakarta: Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial Universitas Indonesia Jakarta. Jamasy, O. 2004. Keadilan, Pembj!rd(jJIatin, & Penangulangan Kemiskinan. Jakarta Selatan: Blantika. V· ~Johnson, Doyle Paul. 1988. TfA"ric4logi Klasik dan Modern. Alih Bahasa: Robert M.Z. Lawang, ;~;.,~. Gramedia Pustaka Utama. Jilid II. Kartawinata, Ade M. 2007. Kebijakan Pembangunan Perbatasan Indonesia \/ Dan Malaysia Suatu Perbandingan: Perspektif Sosio-Budaya di I' Provinsi Kalimantan Barat Dan Sarawak.
Jurnal Borneo-Kalimantan
158
Polo Patron Klien yallg Terjadi di antara Penduduk Perbatasan Paloh Sajingan Kabupaten Sambas dengan Penduduk Sematan dan Biawak Sarawak
Kartasasmita, G. 1996. Power and Empowermant: Sebuah Telaah Mengenal " Konsep Pemberdayaan Masyarakar. Jakarta: Badan Perencanaan {' Pembangunan Nasional.s Kluckhohn, Florence Rockwood and, Fred L. Strodtbeck. 1973. Variations in Orientations, Connecticut: Greenwood Press.
f
Koentjaraningrat. 1992. Pertukaran Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Dian Rakyat.
'f
Lande, Carl H. 1977. 'Introduction: The Dyadic Basic of Cliental ism' daJam Friends, Followers and Factions a Reader in Political Clientalism, Y. Steffen W. Schimidt, James C. Scott (eds.). Berkeley: University of F California Press. Lebih lanjut untuk menambah pengetahuan bagaimana penerapan Patronase dalam realitas yang ada dapat dilihat dalam: Pahrudin HM, Pemilik Kebun dan Penyadap Karel; Jalinan Patronase Dalam Pengelolaan Perkebunan Karet Rakyat di Desa Rantau Limau Manis-Jambi, Tesis Program Pascasarjana Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan IImu Politik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 2008.
'v..
1'\
LextStrauss, Claude, 1967. Structural ! Anchor Books.
Anthropology.
Garden City, NY:
Martinez, Oscar J. 1994:-. "The Dynamics of Border Interaction: New \J..Approaches to Border Analysis." Tn Global Boundaries, World {'Boundaries: Volume 1., ed. Clive H. Schofield, pp 1-15. London: Routledge. \ Mauss, M. 1949. Essai Sur Ie Don: Forme et Raison de IJ'Eclpmge dans les Societes Archaiques. L'annee Socioloque, N.S.I : 1ftmA0-186. '\}'files, Matthew. B and Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. /" Jakarta: Universitas Indonesia Press. ~aban, Abdon. 1995. "Kearifan Tradisional dan Pelestarian Lingkungan /' Hidup di Indonesja", Analisis CSTS. Tahun xxiv . ........ Palras, Christian. 1971. Hubungan Patron-Klien Makassar. Paris: Tidak Diterbitkan.
Dalam MfIsyarakat Bugis
V
Peter M. Blau. 1989. Exchange and Power in Social Life. New York: Jhon Wiley & Sons. _r
-----.
Ricklefs, M.C. 1981. A History of M~donesia.
Jumal Borneo-Kalimantan
London: MacMillan.
V
Hasan Almutahar
\. Ritzer, George, Goodm \ , -~. Kencana ~uglas
]59
2004. Teori Sosiologi Modern. Jakarta:
Rudy, T. May. 2006. HUb'lEan !JJlernasional Kontemporer dan MasalahMasalah Global: lsu 0 sep, Teori, danParadigma. Cetakan Pertama. Bandung: Refika-Adi rna. Salman D. dan Taryoto, AH. 1992. Pertukaran sosial pada masyarakat V petambak: Kajian struktur sosial sebuah desa kawasan pertambakan di (\ Sulawesi Selatan. Jurnal Agro Ekonomi lLl-18. Saraka. 2002. "Model Pernbelajaran Swaarah dalam Pengembangan Sikap V Mental Wiraswasta". Disertasi Doktor pada PPS UPI Bandung, tidak /' diterbitkan . .....Scott, James C. 1972. 'Patron C ient, P lifu and Political Change in South East Asia' dalam Friend, v Lowers and Factions: A Reader in Political Clientalism, Ste n W. ..Scott, James C. )}R7. 'Patron Client, Politics and Political Change in SoutA ~s(Asia' dalam Friends, Followers and Factions a Reader in pJl1ticaL Clientalism, Steffen W. Schimidt, James C. Scott (eds.), Berkeley: University of California Press. Scott, James C. 1983. Moral Ekonomi Petani . Jakarta: LP3S. Cetakan Kedua.
X
,:Scott, James C. 1985. Political ideology in Malaysia: Reali~~fs of on elite. New Haven: Conn Yale University Press. , Scott, James C. 1993.. Perlawaran !fPlt1f1Tani. Jakarta: Yayasan Obor, Edisi Pertama..
V
Sidik, M.S. 2000. Pengkajian kelembagaan organisasi ekonomi tengkulak /di wilayah Samarinda, Balikpapan, Kutai, dan Pasir dalam rangka \ meningkatkan perekonomian masyarakat pedesaan. Kerjasama I Bappeda Kalimantan Timur dengan Universitas Mulwarman Samarinda, Slamet, M. 2003. Pemberdayaa? Perilaku Manusia Pembang~. Sudradjat. Bogor: IPS Press. ...... Soedjatmoko, LP3ES.
1995. Diment·;"~·.~
M_2.-a(akat Dalam Membentuk Pola Disunting oleh Ida Yustina dan Adjat -
vanllSlQ
dalam Pembangunan.
Jurnal Borneo-Kalimantan
Jakarta:
160
Polo Patron Klien yallg Terjadi di antara Penduduk Perbatasan Palo" Sajingan Kabupaten Sambas dengan Penduduk Sematan dati Biawak Sarawak
. .... x
Spivak, Gaytri Chakravorty, dan Gross, Elizabeth, 1984-1985, "Criticim, Feminism and the Institution: An Interview with Gayatri Chakravorty Spivak". Thesis Eleven 10-11:175-187.
\_;Spradley, James P. 1972. Culture and Cognition: Rules, Maps, en Plans. San Francisco: Chandler. ,'" Sudjana, D. 2000b. Manajemen Program Pendidikan untuk Pendidikan ~'y'Luar Sekolab dan Pengembangan Sumba Daya Manusia. Bandung: / Falah Production. vSyafrudin, Ateng. 1982. Pemerintah f\ Bandung: Tarsito. Us~~: Sunyoto. 1998. Pembangunan ~ogyakarta: Pustaka Pelajar .
di Daerah
dan Pelaksanaannya.
dan Pemberdayaan
Masyarakat .
...... Wallece, Ruth A. and Alison Wolf. 1986. COfljYmPorary Sociological Theory: Continuing The Classical New Jersey: PrenticeHall, Inc., Engelwood Cliffs. Second Edrtion.
TrMpOn.
,Thahir, B. 2003. Kerjasama Internasional Dalam Perspektif Otonomi Daerah: Kajian Hu~un~lt~oSial Ekonomi Pemerintahan Daerah Kalimantan Barat ~ngan Negeri Sarawak Malaysia. Pontianak: Tesis Program Magister Ilmu Sosial Universitas Tanjungpura. Wedley, Reed.L and Michael Eilenberg. 2002. Vigilantes and Gangsters in the Borderland of West Kalimantan, Indonesia. Kyoto Review of South , Asia. Masyarakat Perbatasan Kalimantan Barat - Sarawak Malaysia.
Y
_.Wolf. 1983. "}p_n~.9(andjng others: a Longitudinal Case Study of the Concept Bvrndependent Agency" dalam George E. Forman, Action and Thought. New York: Academic Press.
-=--_ Jurnal Borneo-Kalimantan