J. Lignocellulose Technol. 01 (2016), 15-25
Journal of Lignocellulose Technology Journal homepage: http://jlignotech.biomaterial.lipi.go.id/
Review
Diversifikasi serat pulp untuk produk inovatif Wawan Kartiwa Haroen* Center for Pulp and Paper- Indonesian, Ministry of Industry, *Corresponding author:
[email protected] Received: 1 Desember 2016. Received in revised form: 16 Desember 2016. Accepted: 21 December 2016. Published online: 23 December 2016
Abstract Fiber pulp from wood or non-wood is generally used as a raw material for cultural paper, special purpose paper, commercial paper industry or similar derivatives. In fact, natural cellulose fiber pulp is free from carsinogenic substance when it is compared to other fibers such as asbestos fiber and glass fiber, so the applications of the pulp fiber into new innovative product provide new eco-friendly advance material. Research on pulp fibers for inovative products in our research group were summarized in this review. Non-asbestos brake linings vehicles were comercially produced from pulp fiber composite and have been patented. Health care products, such as diapers, from kenaf fluff fiber is on going to be patented soon. We also reported here the development of diverse application of pulp fibers as degradable media for seedlings, natural fillers for orthopedic components and energy sources such as briquettes and bio-oil from pyrolisis extraction. These research are of importance to increase the value-added of pulp fibers for various applications Keywords : Brake, diapers, fiber pulp, innovative product, non-asbestos
Pendahuluan Serat pulp diperoleh dari hasil pemisahan serat selulosa berasal dari bahan baku kayu maupun bukan kayu melalui proses pulping secara kimia, semikimia, mekanis atau biologi. Serat pulp terdiri dari selulosa dan hemiselulosa sebagai bahan utama pada pembuatan kertas atau rayon. Perkembangan teknologi serat pulp saat ini dapat dijadikan sebagai bahan produk lainnya yang memiliki nilai manfaat lebih tinggi, namun penggunaan seratnya lebih sedikit sebagai bahan pengisi atau lainnya. Produk serat pulp selain untuk kertas menjadi produk lainnya selanjutnya disebut diversifikasi produk serat pulp.
Beberapa pakar dalam UCEO (2015) menjelaskan pengertian tentang diversifikasi produk : 1. Kotler mendefinisikan diversifikasi produk merupakan cara untuk meningkatkan kinerja bisnis yang ada dengan jalan mengidentifikasi peluang bisnis menarik yang tidak berkaitan dengan bisnis perusahaan saat ini. 2. Effendi menyebutkan diversifikasi produk adalah suatu perluasan pemilihan barang dan jasa oleh perusahaan dengan menambah produk baru dalam rangka memperoleh laba maksimal.
15
rock wool, selulosa dan serat karbon yang memiliki serat panjang, sedangkan kampas rem dari bahan asbestos hanya memiliki 1 jenis fiber yaitu asbes dan bahan tersebut dapat memicu pertumbuhan sel kanker (karsinogen). Perbedaan karakteristik serat tersebut menyebabkan kampas rem asbestos memiliki kelemahan pada kondisi basah, karena hanya memiliki 1 jenis fiber. Dalam kondisi basah bahan tersebut akan mengalami efek licin (loss/tidak pakem). Sedangkan kampas rem berbahan non asbestos (serat pulp) memiliki beberapa jenis serat, maka efek licin dapat teratasi. Karena kampas rem asbestos menggunakan campuran maksimal 6 jenis material sedangkan kampas berbahan serat pulp menggunakan 9-10 jenis material. Ketahanan terhadap panas akibat pengereman asbestos bertahan sampai suhu 200 oC sedang non asbestos bertahan lebih 300 oC, berarti asbestos akan blong (fading) pada temperatur 250 oC sedang non asbestos lebih stabil (tidak blong). Harga jual kampas rem asbestos relatif murah, karena bahannya dari 6 jenis material sedangkan non asbestos terbuat dari material yang banyak dan berkualitas seperti serat kevlar atau serat aramid yang bisa mengurangi putaran rotor atau drum kendaraan bermotor secara sempurna. Debu kampas rem asbes sangat ringan dan mudah menempel di pelek dan susah dibersihkan sedang debu non asbestos (serat pulp) lebih berat, tidak menempel di pelek dan mudah dibersihkan. Selain itu, debu asbestos sangat ringan mudah terhirup bersama udara dan akan menempel di tangan dan dimungkinkan dapat masuk dalam sistem pencernaan sehingga dapat menjadi memicu kanker (Paten. ID P0029623). Gambar 1 menunjukkan tipe cakram dan tipe tromol pada kampas rem serat pulp.
3. Tjiptono menjabarkan diversifikasi produk sebagai upaya mencari dan mengembangkan produk atau pasar yang baru, atau keduanya, untuk mengejar pertumbuhan, peningkatan penjualan, profitabilitas dan fleksibilitas. Diversifikasi produk pulp merupakan strategi berkaitan dengan produk utama (kertas), yang dirubah menjadi produk lain atau penganekaragaman produk selulosa untuk memperluas pemanfaatan serat pulp yang memiliki nilai tambah melalui inovasi teknologi sejalan dengan perkembangan Iptek (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi). Beberapa pakar dalam UCEO (2015) menjelaskan tentang pengertian mengenai inovasi berikut ini: -
-
Everett M. Rogers mendefinisikan inovasi sebagai sebuah gagasan, ide, rencana, praktek atau benda yang diterima dan disadari sebagai hal yang baru dari seseorang atau kelompok untuk di implementasikan atau diadopsi. Stephen Robbins menjelaskan bahwa inovasi adalah sebuah gagasan atau ide baru yang diterapkan untuk memperbaiki suatu produk dan jasa.
Sifat dari inovasi harus mempunyai 4 ciri utama antara lain : 1. 2. 3. 4.
Ciri yang khas Unsur kebaruan Program yang terencana Mempunyai tujuan akhir yang jelas
Penelitian dasar, laboratorium dan tahap aplikasi skala produksi terhadap diversifikasi serat pulp untuk produkproduk inovatif telah dilakukan sejak tahun 1998 di Balai Besar Pulp dan Kertas, sampai saat ini masih dilanjutkan penelitian dan pengembangan tentang diversifikasi serat pulp untuk produk selain kertas. Walaupun demikian masih terdapat berbagai kendala, diantaranya minimnya dukungan pemegang kebijakan untuk pengaplikasian hasil penelitian kami secara luas. Pada tulisan ini diuraikan sebagian aplikasi serat pulp untuk produk inovatif seperti kampas rem pulp, fluff untuk diapers, media pot pembibitan, pulp semen board, bahan uang kertas uang, pengisi orthopedi, arang briket limbah pulp dan pirolisis cepat.
Kampas rem organik Tipe atau jenis kampas rem yang dibuat pada penelitian ini mengarah kepada kampas rem organik, yaitu kampas rem yang terbuat dari selulosa diinteraksikan bersamaan dengan material lain menggunakan phenolic resin yang tahan panas. Organic pad pada awalnya menggunakan asbestos untuk mendapatkan ketahanan terhadap panas yang lebih baik, namun sejak abestos diketahui dapat menyebabkan timbunya sel kanker, maka serat kevlar, serat gelas dan mineral fillers lebih banyak digunakan sebagai pengganti asbestos. Organic pad
Kampas rem serat pulp Kampas rem yang terbuat dari bahan non asbestos (kampas rem pulp) terdiri dari 4-5 macam fiber seperti kevlar, steel fiber,
16
memiliki coefficient of Friction (COF) yang bagus agar pedal menjadi lebih ringan, bekerja secara baik pada temperatur rendah dan tidak menimbulkan kebisingan. Organic pad tidak bekerja dengan baik pada kapasitas pemakaian yang tinggi dimana pada suhu yang tinggi, bahan kampas mudah teroksidasi, mudah menjadi hancur dan akhirnya bahan cepat habis.
mulai 1 kali sampai dengan 20 kali pemakaian, pada kampas rem jenis 1 dan kampas rem jenis 2 menunjukkan kekuatan yang hampir sama (Table 1). Hal ini menunjukkan bahwa pulp memiliki daya gesek dan koefisien gesek hampir sama pada jumlah pulp yang ditambahkan pada jenis 1 atau jenis 2, walaupun terdapat perbedaan dari kedua jenis tersebut, nilainya tidak berpengaruh terhadap kinerja kampas rem tersebut.
Hasil pengujian kampas rem serat pulp Pengujian tahap pertama terhadap daya gesek dan koefisien gesek dengan kuantitas
Tabel 1. Hasil uji kampas rem pulp tahap 1 Tahap (menit)
Daya. (N)
Daya gesek (N)
Suhu (oC)
1
1 584
2 587
1 296
2 256
1 90
2 67
5 10
579 578
518 564
287 291
291 274
88 111
15
585
549
310
289
20
590
540
319
293
Koefisien gesek 1 0,51
2 0.49
Keterangan
68 92
0,50 0.50
0.47 0.49
Kekerasan kampas rem 6,7 – 7,5
90
91
0,53
0.53
95
92
0,54
0.53
Gambar 1. Kampas rem serat pulp tipe cakram (kiri) dan tromol (kanan)
Selanjutnya, pengujian tahap kedua dilakukan pada kampas rem setelah digunakan pada tahap pertama. Pada pengujian ini menunjukkan pemakaian ke1 sampai dengan ke-8 terjadi perbedaan daya gesek jenis 1 lebih baik dari pada jenis 2. Suhu pada jenis 2 lebih tinggi dengan koefisien gesek yang menurun. Kampas rem dengan bahan pulp setelah diistirahatkan pada pemakaian kedua dilakukan pengujian kembali dengan hasil seperti pada Tabel 2.
temperatur. Hasilnya menunjukkan nilai yang sama sehingga dapat disimpulkan bahwa komposisi pulp jenis 1 dan jenis 2 untuk pemakaian ke-100 kali memberikan kinerja pengereman yang baik. Lebih lanjut, dilakukan juga pengujian terhadap kampas rem pulp setelah pemulihan tahap 1 dan 2 dengan 5 kali percobaan. Hasil pengujian memperlihatkan bahwa daya gesek kampas rem jenis 1 dan 2 masih memperlihatkan daya gesek pada suhu 250-311 oC dengan nilai koefisien gesek masih berada pada kisaran 0,4-0,5 (Haroen, Sudarmin dan Triwaskito, 2013). Gambar 2 menunjukkan ilustrasi kampas rem pulp pada penampakkan SEM dan X-ray mapping.
Uji coba pemakaian kampas rem serat pulp dilakukan pada pemakaian ke-1 sampai pemakaian ke-100 terhadap daya gesek, koefisien gesek dan perubahan
17
Tabel 2. Hasil pengujian kampas rem serat pulp pemakaian ke-1 sampai pemakaian ke-100 Pengujian Koefisien gesek (100 oC) Koefisien gesek (150 oC) Tingkat kehasusan (100 oC) Tingkat kehasusan (150 oC) Kekerasan Klasifikasi Klasifikasi penggunaan
Jenis 1
Jenis 2
Rem Komersil
SNI 09-0143-1987
0.30 0.27 0.48 0.41 10.2 Tipe 1 1B
0.24 0.23 1.95 0,40 9.5 Tipe 1 1B
0.25 0.21 1.03 0.49 8.7 Tipe 1 1B
0.30-0.60 ±0.10 0.25-0.60 ±0.10 1.02 ±0.10 02.04 ±0.10 Tipe 1 1B
Penggunaan formula resin rendah pada kampas rem menggunakan cetakan positif
dengan proses ECF (elementally chlorine free). Proses pemutihan dapat menggunakan senyawa chlorine dan oksigen (ClO2) dengan tidak menggunakan chlorine murni (gas chlorine Cl 2). Pada proses ECF, penggunaan senyawa chlorine diminimalisasi sehingga menjadikan proses ini ramah lingkungan dan menghasilkan derajat putih serat fluff yang tinggi dan kekuatan fisik serat fluff baik.
Hasil pengujian untuk pemakaian resin rendah dengan cetakan positif pada rem cakram memperlihatkan kampas remnya tidak terjadi fading saat pengereman. Hal ini berarti cetakan positif (Positive Mold) merupakan cara yang tepat untuk memproduksi rem cakram, proses ini banyak digunakan pabrik kampas rem OEM (asli pabrikan). Selama proses kempa panas cetakan positif, bahan baku kampas rem diletakan ke dalam celah cetakan dari dies kempa panas kemudian dikempa dengan alat penekan untuk mejaga kepadatan pada kampas rem. Beberapa produk kampas rem ada yang mempergunakan sistim proses flash mold karena harga cetakannya yang lebih murah, namun kandungan resin dan material kampas rem harus berlebih supaya resin dapat mengalir keluar. Kandungan resin yang tinggi membuat kampas rem mudah blong pada temperatur tinggi (fading). Proses fading menyebabkan jarak pengereman bertambah lebih dari 50% sehingga menyebabkan kecelakaan. Salah satu penyebabnya adalah karena pemakaian serat asbes dan komposisi resin tinggi 15-20%, sehingga saat suhu pengereman tinggi maka kampas rem menjadi licin. Sedangkan pada kampas rem non asbestos kandungan resinnya lebih rendah 9-10% dan non asbes (selulosa) yang dapat mengurangi suhu pengereman dan mengatasi terjadinya fading (Haroen, 2009; Haroen dan Sudarmin, 2009). Fluff Pembuatan fluff dari serat pulp diperoleh melalui proses pulping secara kimiawi dan selanjutnya diputihkan
Gambar 2 . Foto SEM dan x-ray mapping kampas rem pulp
18
menolak air (hidrofobik). Kandungan lignin yang masih tinggi pada fluff dapat menyebabkan daya serap air yang rendah dan kecerahan pulp gelap karena gugus kromofor. Pemutihan fluff bertujuan untuk meningkatkan kecerahan yang lebih stabil dan terlihat higenis bagi penggunanya (Haroen dan Hidayat 2009; Anonim, 2013). Persyaratan fluff yang baik diantaranya memiliki kandungan ekstraktif yang rendah, derajat putih yang tinggi dan kandungan selulosa alfa diatas 80% (Haroen, 2005). Pulp fluff kenaf memiliki ektraktif 0,01 0,07 % lebih rendah dibandingkan pulp fluff dan diapers komersial 0,1 – 0,3%. Hal ini menunjukkan bahwa fluff kenaf memiliki kualitas setara dengan fluff komersial. Kandungan selulosa alfa fluff dari serat kenaf berada pada kisaran 80 – 90 %. Hal ini mengindikasikan bahwa selulosa pada fluff serat kenaf dapat berfungsi sebagai media penyerap yang baik. Sifat ini juga memperlihatkan bahwa fluff kenaf dapat menyerap cairan secara optimal untuk dipergunakan sebagai diapers. Sisa khlorine pada fluff dari serat kenaf yang rendah, ditunjukan dengan kandungan AOX lebih kecil dari 0,1 yang mengindikasikan bahwa serat fluff ini aman dipergunakan jika bersentuhan dengan kulit, meminimalkan timbulnya iritasi dan alergi pada kulit pemakainya.
Gambar 3. Foto SEM serat fluff kenaf dan lembaran fluff untuk diuji
Gambar 3 memperlihatkan serat fluff kenaf dan contoh lembaran diaper ketebalan 10 mm untuk lakukan pengujian daya serap cairannya. Serat kenaf yang diproses menjadi pulp fluff menghasilkan rendemen 61,83 - 63,10%, dengan bilangan Kappa (KN) 9,08-10,96. Penggunaan alkali aktif yang tinggi akan mempengaruhi rendemen dan bilangan kappanya, karena lignin, selulosa dan hemiselulosa dapat terdegradasi sempurna.
Rendemen dan Bilangan Kappa pulp fluff kenaf 70
60
KN menunjukkan tingkat kematangan pulp, nilai KN yang tinggi dapat diasumsikan lignin yang tersisa pada pulp masih tinggi, hal ini dapat berakibat pada proses pemutihan. Pemakaian alkali aktif yang semakin tinggi, lignin yang terdegradasi lebih baik dan nilai KN semakin rendah. Pemasakan optimum serat kenaf untuk fluff diperoleh pada pemakaian alkali aktif 14%. Fluff kenaf 14 seperti terlihat pada Gambar 4 memperlihatkan Rendemen pulp tersaring tinggi, dengan reject dibawah 10% dan tingkat kematangan pulp (KN)10 sesuai untuk pulp fluff. Pemakaian kimia pemasak 14%, tergolong rendah akan sesuai dengan pemakaian energi rendah, biaya produksi lebih ekonomis dan kualitas pulp fluff memenuhi syarat seperti pada Tabel 3.
50 40 R.Total R.Saring
30
Reject KN
20
10 0 PK-12
PK-14
PK-16
Contoh fluff
Gambar 4. Rendemen pulp dan bilangan kappa fluff kenaf Tabel 3. Karakteristik fluff dari serat kenaf Komponen
Kenaf
Fluff Stora Fluff
Extraktif , % 0,01- 0,07 Selulosa α, % 90,11 Viscositas, cp 4,76 PH 6,5 Kadar air , % 9,2 AOX , kg/ton (TOX) 37 ppm Noda , % 5
Pemutihan fluff Lignin pada fluff perlu dihilangkan untuk meningkatkan daya serap cairan, hal ini berhubungan dengan sifat lignin yang
19
Diapers Komersil
0,15 - 0,30 82,67- 86,87 6,78- 6,87 6,0 8,0 <0,1
0,1 85 - 90 -
3-8
-
Morfologi fluff dari serat kenaf
dalam rongga selulosa pada jumlah tertentu. Jumlah air yang terjebak di rongga selulosa disebut kemampuan daya serap maksimum selulosa terhadap air (Haroen, 2005). Pengamatan daya serap cairan fluff kenaf hasil dari penelitian kami dikategorikan memiliki daya serap yang sama dengan daya serap fluff kualitas impor (Tabel 4). Kemampuan daya serap fluff kenaf berbeda-beda nilainya, hal ini disebabkan oleh penguraian serat (defiberizing) yang berbeda. Daya serap optimal ditemukan pada pulp fluff yang penguraiannya menggunakan penggaruk (shredder) dibandingkan dengan willeymill. Serat fluff diuraikan oleh willeymill seratnya lebih halus dan banyak terpotong sehingga daya serapnya berkurang, sedangkan penguraian menggunakan penggaruk seratnya lebih terbuka dan utuh. Daya serap fluff kenaf berkisar 7,03-9,20 g/g, setara dengan Stora fluff impor yang berkisar antara 8,0-9,5 g/g. Penambahan super absorbent polymer (SAP) pada fluff sebanyak 10-30% terhadap berat fluff menunjukkan pengaruh terhadap peningkatan daya serap cairan.
Gambar 5 menunjukkan bahwa fluff dari serat kenaf memiliki panjang rata-rata 2,98 mm, berdasakan klasifikasi Klemm (Haroen, 2016) termasuk serat panjang (>1,96 mm). Serat fluff yang dihasilkan dari hasil penelitian ini sebanding dengan serat produk stora fluff dan serat diapers komersial. Panjang Serat Fluff 5 4.5 4
Panjang, mm
3.5 3
Min
2.5
Maks
2
Rata2
1.5 1 0.5 0 Kenaf
Stora fluff
Diapers
Gambar 5. Panjang serat fluff kenaf
Panjang serat adalah salah satu syarat penting untuk produksi bahan fluff dimana fluff dari serat kenaf yang telah diproduksi dapat memenuhi persyaratan sehingga dapat dipertimbangkan sebagai bahan substitusi fluff impor. Selain serat kenaf, serat kapas merupakan pilihan utama sebagai bahan penyerap (diapers), karena memiliki daya serap tinggi dan permukaan kontak dengan air yang lebih luas. Serat dengan panjang > 1,96 mm memberikan permukaan kontak yang luas, ikatan antar serat kuat dan daya serap cairan tinggi (Haroen, 2004a, 2004b, 2004c).
Daya serap sangat berkorelasi positif dengan jumlah SAP yang ditambahkan, karena SAP berfungsi memperbaiki kemampuan daya serap, semakin tinggi kandungan SAP maka daya serap fluff dapat ditingkatkan mencapai 75 %. Penambahan 30% SAP pada fluff kenaf meningkatkan daya serap sampai 95,54 % (Haroen, 2004a, 2004b, 2004c). Sehingga dapat disimpulkan bahwa daya serap fluff dari serat kenaf dikategorikan memiliki prospek yang menjanjikan untuk produk diapers.
Daya serap fluff kenaf
Volume spesific fluff kenaf
Parameter utama fluff adalah kemampuan daya serap cairan tinggi agar dapat dipertimbangkan sebagai substitusi fluff impor. Serat selulosa kering umumnya memiliki kemampuan menyerap air (higroskopis) dari sumber apapun, namun sangat sulit untuk mendapatkan kemurnian selulosa 100%. Untuk menghilangkan kadar air 1% pada serat selulosa akan diikuti kerusakan struktur molekul selulosanya (Anonim, 2013). Penyerapan air pada fluff dikelompokkan menjadi 3 kategori antara lain air yang terikat (adsorpsi), air yang terserap (absorpsi) dan air kapiler jumlah air terikat dan terserap sekitar 30% dari berat, disebut sebagai titik jenuh serat. Fluff serat kenaf memiliki daya serap air yang terbatas, penyerapan cairan diawali oleh interaksi ikatan hidrogen dengan gugus OH selulosa dan molekul air, kemudian air terjebak
Volume spesifik fluff adalah banyaknya serat dalam satuan volume persatuan berat. Semakin tinggi nilainya berarti semakin fluffy (ruah). Volume spesifik fluff kenaf diuraikan dengan willey mill atau penggaruk menghasilkan volume spesifiknya antara 5,80 - 7,84 cm3/g, nilai ini tidak banyak dipengaruhi oleh proses pemasakan atau pemutihan tetapi dipengaruhi oleh penguraian fluffnya (Haroen dan Sudarmin, 2005) (Tabel 5). Penguraian serat fluff menggunakan willeymill volume spesifiknya lebih rendah dibandingkan dengan penguraian menggunakan penggaruk (Haroen, 2004a, 2004b, 2004c); Haroen dan Sudarmin 2012). Pengujian volume spesifik dapat mempengaruhi pembentukan rongga antar serat. Semakin banyak rongga antar serat yang terbentuk maka kemampuan
20
daya serap cairannya semakin tinggi (Haroen dan Posma, 2009; Haroen, Panggabean and Wistara, 2009).
penguraian menggunakan penggaruk serat fluff yang terurai masih utuh dan terbuka, sifat ini diperlukan pada lembaran fluff untuk diapers. Volume spesifik fluff lebih tinggi atau ruah akan menghasilkan daya serap yang baik. Sedangkan penguraian fluff menggunakan Willey mill menyebabkan serat banyak terpotong dan berdebu sehingga volumenya lebih padat dan rongga kosong yang terbentuk lebih kecil, hal ini akan berakibat daya serap cairan yang rendah (Tabel 4)
Penguraian fluff menggunakan alat willey mill dan penggaruk, memberikan pengaruh terhadap volume spesifik saat pembentukan lembaran kering sebagai media penyerap. Semakin tinggi nilai volume spesifik menunjukkan fluff memiliki ruang kosong lebih luas dan berfungsi sebagai media penyimpan cairan. Artinya
Tabel 4. Daya serap cairan fluff Absoption capacity (g/g) 30 menit Willeymill + SAP, % 10 20
Contoh 0 Kenaf-12 Kenaf-14 Kenaf-16 Storafluff Diapers komersil SAP100%
7,03 9,12 9,11
10,76 12,10 13,63
11,98 14,62 15,07
30
0
13,78 9,05 15,49 9,20 16,42 9,03 8,0 - 9,5
Penggaruk + SAP , % 10 20 12,17 14,10 14,63
13,08 16,62 16,47
30 14,90 17,99 18,78
8,6 -15.9 25 – 30
Tabel 5. Volume spesifik fluff serat kenaf Specific volume (cm3/g) Willey mill
Contoh Uji 0 Kenaf-12 Kenaf-14 Kenaf-16 Stora Fluff Diapers Komersil
5,80 5,85 5,80
+ SAP, % 10 20 6,20 6,22 6,27
6,82 6,87 6,85
Penggaruk 30
0
6,97 7,24 7,01 7,28 6,98 7,27 6 -19 cm3//g 7,3 - 21,2 cm3//g
+ SAP , % 10 20 7,58 7,66 7,64
7,69 7,72 7,74
30 7,73 7,84 7,81
serbuk/limbah kayu menjadi media pembibitan. Hasilnya pot bibit tanaman dapat ditanam bersama tanaman di lokasi hutan atau perkebunan. Produk pot bibit ramah alam karena pot tidak perlu dibuka saat penanaman dan dapat hancur dengan mikroba tanah di lokasi hutan atau perkebunan bahkan media pot dapat dipadukan menjadi media pupuk secara bersamaan sehingga berfungsi sebagai pupuk hijau (Haroen, Sumaryuwono dan Tatang 2012; Kardiansyah, 2015). Kekurangannya saat pengangkutan memerlukan tempat berlebih, karena sifatnya ruah dibandingkan kantong plastik polybag. Hasil produk penelitian ini (Gambar 6) sedang dalam proses penulisan paten.
Media Pot Bibit Tanaman Wadah bibit tanaman ramah alam merupakan salah satu usaha untuk mendukung kelangsungan tanaman di hutan, perkebunan dan pertanian. Saat ini wadah pembibitan menggunakan plastik hitam (polybag) yang terbuat dari bahan polimer umumnya polipropilena atau polietilena yang tidak dapat terdegradasi dengan mudah sehingga penyemaian bibit tanaman memerlukan penanganan pemindahan bibit pada saat bibit siap tumbuh dewasa. Pemindahan bibit dari polybag harus dibuka, limbahnya dibuang atau sebagian dimanfaatkan. Untuk menanggulangi permasalahan polybag tersebut dilakukan upaya pemanfaatan
21
2014 menyebutkan bahwa bahan kertas uang rupiah yang beredar di Indonesia diperoleh dari Inggris, Perancis, Jerman dan Belanda. Percetakan Uang Republik Indonesia (PERURI) bertugas mendesain, menyediakan tinta cetak dan memproduksi uang pesanan Bank Indonesia. Bahan kertas uang diutamakan memiliki serat panjang, fleksibel, mudah direfining, kekuatan fisik optimal dan tahan lama. Syarat lainnya antara lain diterima secara umum, tahan lama, kualitasnya sama, tidak mudah dipalsukan, mudah dibawa, mudah dibagi tanpa mengurangi nilai. Menurut Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran Bank Indonesia mengimpor kertas uang 5.000 ton/tahun senilai + 475 Milyar dari Inggris, Perancis, Jerman dan Belanda. Indonesia memiliki sumber daya manusia dalam pengolahan pulp kertas dan sumber daya alam penghasil serat kapas atau serat lainnya yang memenuhi syarat sebagai bahan baku kertas uang. Penelitian harus diarahkan dan memenuhi persyaratan kertas uang yang meliputi :
Pulp Cement Board (PCB) Papan partikel merupakan papan buatan sebagai subsitusi papan kayu, papan partikel umumnya digunakan untuk perumahan atau mebel. Papan partikel penganti ini sangat dianjurkan untuk digunakan (eco-green) karena dapat mengurangi penebangan kayu dari hutan
Gambar
6. Media pot bibit tanaman dari lignoselulosa
Papan partikel yang dibuat dari serat pulp mekanis dengan bantuan dari JICA Jepang menghasilkan papan partikel dengan pulp mekanis yang disebut dengan pulp cement board (PCB) atau papan semen pulp (Haroen, Santosa dan Supratman, 2007). Produk ini telah dikembangkan dengan Balai Penelitian Pemukiman yang lebih memiliki kompetensi dalam bidangnya. Penelitian lainnya yaitu pemanfaatan limbah proses penyulingan minyak kayu putih berupa limbah ranting dan daun. Limbah tersebut dibuat papan partikel dengan tambahan aditif pengikat tertentu dan dicetak dengan proses panas hasilnya berupa papan partikel serat kayu putih yang saat ini masih dilakukan penelitian lanjutannya (Haroen, Santosa dan Supratman 2007; Haroen, Sumaryuwono dan Tatang, 2012; Kondo et al., 1993).
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Tensile strength (indeks tarik) tinggi Tearing strength (ketahanan sobek) Folding endurance (ketahanan lipat) Tahan lama (durable) Tidak mudah hancur dan luntur Penambahan zat kimia tertentu untuk menghindari pemalsuan
Kertas Uang Kualitas Tinggi Uang kertas menurut penjelasan UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia adalah uang dalam bentuk lembaran terbuat dari bahan kertas atau bahan lainnya. Kertas uang dan kertas biasa secara spesifik dibedakan dari sifat fisik, bahan dan prosesnya contohnya dapat dilihat pada Gambar 7. Faktanya saat uang kertas terlipat, kertasnya tetap utuh tidak sobek dan tahan sampai 3.500 kali lipat (double folds). Hal ini berarti uang tersebut tahan ditekuk 3.500 kali. Disamping itu uang kertas memiliki aspek keamanan yang sangat kompleks. Kertas uang yang memenuhi syarat dibuat dari 100% serat panjang halus, elastis dan kuat. Di Indonesia, serat alam yang memiliki sifat tersebut belum dimanfaatkan. Data tahun
Gambar 7. Lembaran kertas uang
Pulp Pengisi Orthopedi Serat pulp putih dapat diaplikasikan sebagai pengisi dan penguat orthopedi, untuk menggantikan serat karbon, serat gelas, serat asbes atau serat lainnya yang harganya lebih mahal. Penelitian
22
diutamakan pada pemilihan jenis dan komposisi pulp untuk menghasilkan produk layak pakai dan memenuhi standar orthopedi. Standar umum produk orthopedi yaitu ringan, tahan air, mudah dibentuk, berisi serat, kuat menahan beban dan nyaman digunakan. Aplikasi serat pulp untuk bahan pengisi orthopedi dapat menambah kekuatan ikatan dengan perekat, mudah diuraikan, dan harga serat lebih ekonomis dibandingkan serat lainnya. Pembuatan orthopedi pada saat ini umumnya menggunakan bahan serat seperti serat gelas, serat karbon, serat plastik dan serat asbes dengan perekat dari campuran plastik, resin dan HDPE. Produk orthopedi yang berkualitas dan memiliki nilai estetika menyerupai organ tubuh aslinya, masih diimpor dari Amerika, Inggris, jepang dan China. Pengadaan orthopedi untuk memenuhi para penyandang difabel diperlukan. Penelitian diarahkan untuk pembuatan orthopedi berbahan baku serat pulp dengan biaya ekonomis dan kualitas standar (Gambar 8). Kementerian kesehatan menyebutkan bahwa sumber daya manusia Indonesia yang memiliki keterampilan membuat dan mengembangkan prostetik (pengganti anggota tubuh) dan orthosis (penyangga tubuh) masih sangat terbatas.
Gambar 9. Produk briket arang limbah proses minyak kayu putih
Hasil uji briket arang dari kayu dan daun limbah proses detilasi kayu putih yang dibandingkan dengan bahan lainnya (Tabel 6). Nilai kalornya 15 kJ/g dengan unsur karbon yang lebih rendah yaitu 38% dibandingkan dengan kayu normal. Dari segi manfaat, limbah destilasi proses kayu putih mesih memiliki energi yang berguna untuk dimanfaatkan. Sampai saat ini limbah tersebut masih belum dimanfaatkan dan untuk sampah padat menunggu pelapukan secara alami. Tabel 6. Nilai kalor limbah kayu putih Jenis Bahan Bakar Limbah kayu putih Kayu * Arang * Batu bara * Minyak tanah *
Komposisi (%) C H O 38 50 100 77 85
6 0 5 12
Nilai kalor (kJ/gr) 15
44 0 7 0
18 34 32 45
* Sumber : ESDM (2008)
Limbah dari proses pulping kertas yang mengandung palstik dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Hasilnya bahwa pelet plastik limbah sisa industri kertas sebanyak 1415% mengandung 85% serat halus pulp kertas. Pelet ini menghasilkan nilai kalor 7,50-8,73 Cal/g dengan kadar sulfur 0,150,17 % (Setiawan et al., 2015)
Gambar 8. Produk orthopedi berpenguat serat pulp
Briket arang
Energi alternatif dan absorben
Pembuatan bahan bakar dari sisa atau limbah tanaman berserat yang dipadatkan, dan ditambah bahan pengikat dan kemudian dikeringkan produknya disebut briket arang. Limbah daun dan ranting kayu putih (Eucalyptus sp) dihancurkan sampai homogen ditambah pengikat tertentu, dicetak bentuk kotak atau bulat kemudian dikeringkan dengan matahari atau oven setelah mengeras produknya menjadi briket arang (Gambar 9). Hasil uji awal briket arang memiliki nilai kalor 13 kJ/g, dibandingkan dengan bahan bakar kayu lebih rendah namun masih memiliki nilai panas yang berarti (Kondo et al., 1993).
Limbah padat dari limbah pulp dapat dipergunakan untuk subtitusi energi melalui proses gasifikasi (pirolisis). Tahapan pirolisis meliputi pengeringan, pengempaan dan pengeringan termal. Penambahan serbuk batu-bara dapat memudahkan pengeringan dan manambah nilai kalor. Sludge cake dipirolisis menghasilkan arang dan zat volatil, gasifikasi steam model suplai panas dari luar (alothermal) menghasilkan gas bakar dengan nilai kalor 11 MJ.Nm-3. Hasil penyediaan sekitar 95 kg/ton CaO dan konsumsi gas bumi 218 Nm3/ton CaO untuk lime kiln. Maka bahan bakar hasil gasifikasi sluge cake dapat mengantikan
23
18% gas bumi di industri pulp kertas ( Syamsudin dan Susanto, 2011)
Sinergisitas dalam mengatasi permasalahan dalam penelitian sesuai dengan program prioritas nasional (produktifitas dan daya saing) Komersialisasi hasil penelitian
Limbah padat berupa serat selulosa dari industri kertas memiliki nilai kalor 5.000-7.000 kal/g berpotensi sebagi bahan bakar. Pembuatan pelet dari limbah padatan industri kertas melalui pemadatan dan solidifikasi menjadi bahan bakar alternatif. Variasi penambahan batu bara 550% pada limbah industri kertas dapat digunakan untuk boiler tanpa terbentuk slagging dan fouling pada boiler. Kualitas emisi hasil pembakaran dengan konsentrasi SO2, NOx dan Cl2 dapat memenuhi baku mutu emisi boiler (Syamsudin dan Susanto, 2014).
Ucapan Terima Kasih Terima kasih penulis sampaikan kepada rekan peneliti dari Balai Besar Pulp dan Kertas, yaitu Dr.Syamsudin, Dr. Hendro Risdianto, Krina Aditya, dan Teddy Kardiansyah. Daftar Pustaka
Anonim. (2013). Biodegradable diapers from recycled cardboard. VTT Technical Research Centre of Finland, pp. 34-40.
Limbah padat industri pulp kertas, selain untuk sumber energi dapat pula digunakan sebagai bahan absorben yang penelitiannya masih berlangsung samapai saat ini. Limbah lumpur serat kertas dimanfaatkan sebagai absoben untuk menyerap tumpahan cairan hidrophobik di perairan seperti minyak. Sebelum dipergunakan untuk absorben, limbah industri kertas diberikan perlakuan awal antara lain: perlakuan mekanis untuk memperluas permukaan dan proses silanisasi untuk meningkatkan sifat hidrofobik limbah sehingga dapat meningkatkan daya serap terhadap material hidrofonik. Hasil yang diperoleh dapat meningkatkan kemampuan penyerapan senyawa hidrophobik mencapai 136-531 %.
Haroen, W. K. (2004a). Pembuatan pulp fluff serat abaca dan rami untuk diapers. Laporan Riset Unggulan Terpadu 2004, pp. 25-40. Haroen, W. K. (2004b). Penerapan standar kualitas pulp fluff sebagai bahan baku diapers. Dalam: Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Standardisasi Jakarta , pp. 69-76. Haroen, W. K. (2004c). Pengaruh defiberzing pulp fluff bukan kayu terhadap daya serap cairan sebagai diapers. Dalam: Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia, pp. C5-1-C5-8. Haroen, W. K. (2005). Penambahan SAP pada pembuatan pulp fluff non kayu untuk meningkatkan daya serap. Berita Selulosa, 40(1), pp. 1-9.
Kesimpulan Diversifikasi serat pulp menjadi produk produk lain yang inovatif sudah diterapkan pada skala industri seperti kampas rem pulp, pot/wadah bibit tanaman dan briket arang. Pengembangan produk inovatif lainnya masih dalam pengkajian untuk diaplikasikan pada skala industri dengan mempertimbangkan pasar pengguna yang luas.
Haroen, W. K. (2009). Potensi serat pulp untuk kampas otomotif. Dalam: Prosiding Seminar Teknologi Pulp dan Kertas. Bandung, pp.8695. Haroen, W. K. (2016). Teknologi serat bahan baku pulp kertas. Cetakan 1. Agung Ilmu. pp.7279. Haroen, W. K. and Hidayat, T. (2009). The possibility of seaweed wastes usage as raw material of papermaking. In : Proceeding of The First International Symposium of Indonesian Wood Research Society, pp. 258264.
Saran Untuk pengembangan dan aplikasi serat pulp untuk diversifikasi produk yang memiliki pengguna yang luas maka diperlukan:
Haroen, W. K. and Posma, R.P. (2009). The prospect of kenaf fluff pulp for diapers. Jurnal Riset Industri, 3(3), pp. 156-182.
Kerjasama penelitian material produk inovatif dengan pihak industri terkait Peluang kerjasama pengembangan material inovatif berbasis pulp
Haroen, W. K. dan Sudarmin A. L. (2009). Optimasi penerapan kampas rem pulp mekanis untuk kendaraan sepeda motor. Laporan Desember 2009, pp. 2-32.
24
Haroen, W. K., Panggabean, P. R. and Wistara, N. (2009). Diapers from fuff kenaf. Journal of Industrial Research 3, pp.125-129.
Kardiansyah, T. (2015). Wadah media tanaman dari serat karton daur ulang”, Prosiding Seminar Teknologi Pulp dan Kertas 2015, pp. 37.
Haroen, W. K., Santosa, L. dan Supratman, M. (2007). Pemanfaatan limbah padat berserat industri kertas sebagai bahan pembuatan partisi. Berita Selulosa, 42, pp. 29-34.
Kondo, T., Minowa, T., Sudirdjo, T. S., Haroen, W. K., Susi S, Pratiwi, W. and Purwati. (1993). Efficient utilization of tropical biomass waste. National Institute for Resources and Enviroment (NIRE), Japan, Report Programme, p. 1-15.
Haroen, W. K. dan Sudarmin A.L. (2005). Prospek serat kenaf untuk pulp fluff sebagai bahan diapers. Jurnal Riset Industri dan Perdagangan, 3, pp. 66-78.
Setiawan, Y., Purwati, S., Aep, S., Reza, B.W. dan Kristaufanm, J.P. (2015). Pemanfaatan plastik limbah rejek industri kertas untuk bahan bakar. Prosiding Seminar Teknologi Pulp dan Kertas, pp.1-8.
Haroen, W. K., Sudarmin. A. L. dan Triwaskito, A. (2013). Pengembangan skala pilot kampas rem serat pulp untuk kendaraan roda dua. Dalam: Prosiding Seminar Teknologi Pulp dan Kertas 2013, pp.23.
Syamsudin, H. dan Susanto. (2011). Pemanfaatan slugde cake untuk produksi gas medium heating value. Dalam: Prosiding Seminar Teknologi Pulp dan Kertas, pp.13-21.
Haroen, W. K., Sumaryuwono, T. B. dan Tatang. (2012). Kajian pemanfaatan limbah proses destilasi kayu putih IBM Perhutani III Jawa barat untuk produk bermanfaat. Dalam: Prosiding Seminar Pembangunan Jawa Barat 2012, pp. 330-336.
Syamsudin, H. dan Susanto. (2014). Kaji ulang pemanfaatan slugde cake untuk substitusi enerji di pabrik pulp kraft melalui proses gasifikasi. Dalam: Prosiding Seminar Teknologi Pulp dan Kertas. Bandung, pp. 95108.
Haroen, W. K. dan Sudarmin, A. L. (2012). Serat rami Jawa Barat berpotensi sebagai bahan baku diapers (pulp fluff). Dalam: Prosiding Seminar Pembangunan Jawa Barat 2012, pp. 323-329.
UCEO. 2015. Couses for eneterpreuneur. Ciputra university. pp. 2-5.
25