JARINGAN PENDIDIKAN PEMILIH RAKYAT
People Voters Education Network
LAPORAN PEMANTAUAN PEMILIHAN UMUM 2014
JARINGAN PENDIDIKAN PEMILIH RAKYAT
LAPORAN PEMANTAUAN PEMILU 2014
Jaringan Pendidikan Pemilih Rakyat Jl. Manggarai Utara I • Jakarta Selatan Jakarta Selatan, Indonesia, 12850 Phone 6221 83706467 • Fax 6221 837 80308
DaftarIsi Pengantar .................................................... Error! Bookmark not defined. Executive Summary ................................... Error! Bookmark not defined. Metode Pemantauan ........................................ Error! Bookmark not defined. Hasil Pemantauan .............................................. Error! Bookmark not defined. Rekomendasi Strategis ..................................... Error! Bookmark not defined.
Pemantauan Pemilu 2014 ....................... Error! Bookmark not defined. Pemantauan Berbasis Teknologi Informasi dan Media Sosial .................. 15 Pemantauan Intensif............................................................................................ 16
Hasil Pemantauan........................................................................................ 20 Administrasi (Penyelenggara) Pemilu ............................................................. 20 Daftar Pemilih........................................................................................................ 20 Partai Politik dan Pencalonan ......................... Error! Bookmark not defined. Kampanye ............................................................ Error! Bookmark not defined. Pemungutan Suara ............................................ Error! Bookmark not defined. Proses Rekapitulasi ............................................ Error! Bookmark not defined.
Interaksi Strategis dan Tindak Lanjut Hasil Pemantauan ................... 80 Pelaporan ke Bawaslu ......................................................................................... 80 Interaksi Media...................................................................................................... 80
Tantangan dan Pembelajaran .................................................................. 81 Lampiran ........................................................................................................ 82 Lampiran Form Pemantauan ............................................................................ 82 Lampiran Daftar Partai Politik ........................................................................... 82 Lampiran Hasil Pemilu Legislatif....................................................................... 82 Lampiran Hasil Pemilu Presiden ....................................................................... 82 Lampiran Jaringan Pemantauan Intensif ....................................................... 82
P E N G A N T A R
Daftar Singkatan Bawaslu
Badan Pemngawas Pemilu
PPL
Pengawas Pemilu Lapangan
PERLUDEM
Perhimpunan Pemilu dan Demokrasi
Panwaslu
Panitia Pengawas Pemilu
JPPR
Jaringan Pendidikan Pemilih Rakyat
KPU
Komisi Pemilihan Umum
KPUD
Komisi Pemilihan Umum Daerah
PPS
Panitia Pemilihan Suara
PPK
Panitia pemlihan Kecamatan
Pileg
Pemilihan Umum Legislative
Pilpres
Pemilihan Umum Presiden
KTP
Kartu Tanda Pemilh
KTA
Kartu Tanda Anggota
KPPS
Kelompok petugas Pemungutan Suara
DPS
Daftar Pemlih Sementara
DPT
Daftar Pemlih Tetap
DPK
Daftar Pemilih Khusus
DPKTb
Daftar Memilih Khusus Tambahan
DPR
Dewan Perwakilan Rakyat
DPRD
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
PNS
Pegawai Negeri Sipil
MK
Mahkamah Konstitusi
SLTA LAPAS TNI POLRI BBM
Blackberry Messenger
SMS
Short Message System (pesan singkat)
Email
Surat Elektronik
PKPU
Peraturan Komisi Pemlihan Umum
DPD
Dewan Perwakilan Daerah
Tuna Netra
Orang dengan
Tuna Rungu Tuna Daksa Tuna Grahita 2
P E N G A N T A R
Partai Politik Golkar
Partai Golongan Karya
PAN
Partai Amanat Nasional
Demokrat
Partai Demokrat
Gerindra
Partai Gerakan Indonesia Raya
PKB
Partai Kebangkitan Bangsa
PKS
Partai Keadilan Sejahtera
Hanura
Partai Hati Nurani Rakyat
PKPI
Partai Kebangkita
PDIP
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
PBB
Partai Bulan Bintang
PPP
Partai persatuan Pembangunan
PDA
Partai Damai Aceh
PNA
Partai Nasional Aceh
PA
Partai Aceh
NASDEM
Partai Nasional Democrat
3
1
P E N G A N T A R
Bagian
Pengantar Pemantauan pemilu oleh masyarakat sipil masih menjadi tradisi penting dalam penciptaan iklim pemilu yang lebih jurdil dan demokratis. Di tengah perubahan pesat di mana Pemilu 2014 diperkuat dengan fungsi kontrol di bidang penyelenggaraan oleh KPU, pengawasan oleh Bawaslu, dan pengawasan etika profesinalisme penyelenggara pemilu oleh DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu). Masyarakat sipil menjadi salah satu pilar penting dalam pengawalan, di sinilah JPPR hadir dengan sejarah panjang pemantauan pemilu di Indonesian sejak 1999.
Kualitas pemilu dapat diukur dari lima aspek yakni, pertama, penyelenggara adil dalam aturan main dan memberi kesempatan yang sama kepada semua pihak yang terlibat. Kedua, adanya partisipasi pemilih yang tinggi disertai kesadaran dan kejujuran dalam menentukan pilihannya dengan rasa tanggung jawab dan tanpa paksaan. Ketiga, peserta pemilu melakukan penjaringan bakal calon secara demokratis dan tidak menggunakan politik uang dalam semua tahapan pemilu. Keempat, terpilihnya legislatif dan eksekutif yang memiliki legitimasi kuat dan berkualitas. Dan kelima, pemerintah dan jajaran birokrasinya berlaku independen.
Dari kelima ukuran tersebut, salah satu kunci penting pelaksanaan pemilu jurdil adalah tingginya keterlibatan masyarakat untuk lebih aktif, kritis dan rasional dalam menyuarakan kepentingan politiknya. Partisipasi bermakna turut berperan serta dalam kegiatan dengan mengikutsertakan pihak lain untuk terlibat secara sadar ke dalam interaksi sosial dalam situasi tertentu. Sehingga
4
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
partisipasi masyarakat sebagai bagian dari pemilu adalah keterlibatan aktif dalam proses penyelenggaraan pemilu. Tingkat partisipasi masyarakat akan sangat berhubungan dengan tingkat kepercayaan masyarakat (public trust), legitimasi (legitimacy), tanggung gugat (accountability), kualitas layanan publik (public service quality), dan mencegah gerakan pembangkangan publik (public disobidience).
Partisipasi yang tinggi dalam pemilu ini dapat terwujud dari pendidikan pemilih yang meluas dan optimal. Kesadaran masyarakat pemilih untuk berpartisipasi dalam pemilu berdasar dari tingkat pengetahuan yang dalam tentang UU dan Peraturan Pemilu, pengetahuan tentang keterlibatan dalam dunia kepemiluan dan pengalaman tentang pengorganisasian masyarakat pemilih.
Dengan
demikian,
membangun
partisipasi
masyarakat,
tidak
hanya
terbatas
pada
keikutsertaannya dalam proses pemungutan suara saja, tetapi juga dapat melakukan pemantauan dalam tahapan pemilu.
Pemantauan pemilu dimaksudkan sebagai upaya untuk menghormati serta meningkatkan kepercayaan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), khususnya hak-hak sipil dan politk. Penghormatan terhadap hak-hak pemilih menjadi perhatian kegiatan pemantauan, berupa hak untuk terdaftar sebagai pemilih, hak untuk menetukan pilihan secara mandiri, hak atas kerahasian pilihan, hak untuk bebas dari intimidasi, hak untuk memperoleh informasi mengenai tahapantahapan pemilu secara benar, hak untuk memantau dan hak untuk melaporkan adanya pelanggaran pemilu.
***
2
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
Dari pemilu ke pemilu, jumlah organisasi pemantau dan relawan pemantau semakin menurun. Partisipasi masyarakat dalam pemantauan turun seiring dengan turunnya angka partisipasi dalam pemilu/pilkada pada umumnya. Data internal JPPR menunjukkan, dari tahun ke tahun jumlah pemantau pemilu semakin menurun yaitu 220.000 (1999), 140.000 (2004), 80.000 (2005-2008), 13.500 (2009) 1.200 (2010), 150 (2011), 1500 (2012) dan 600 (2013).
Penurunan keterlibatan dalam pemantauan ini diantaranya disebabkan oleh aktivitas pemantauan tidak se-seksi seperti saat era reformasi berlangsung. Masyarakat pemilih terpolarisasi menjadi tim sukses partai politik, menjadi relawan survei, serta tidak ada dukungan pendanaan dari negara.
Lembaga pengawas pemilu sebagai penanggung jawab penanganan pelanggaran pemilu mempunyai kelemahan sistemik. Kerumitan proses penanganan pelanggaran pemilu paling sering disebabkan oleh kurangnya pemenuhan unsur pelanggaran sehingga gugur dan tidak diteruskan ke KPU dan Kepolisian. Sebab lain adalah minimnya wahana yang menfasilitasi pelaporan dan pengiriman data pelanggaran yang ditemukan oleh pemantau dan masyarakat pemilih dengan cepat.
Dalam situasi tersebut, JPPR melakukan konsep dan aktivitas pemantauan pemilu dengan memadukan pola pemantauan konvensional dan inovatif. Model pemantauan JPPR yang lama dikembangkan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan media sosial untuk mempermudah masyarakat dalam mendapatkan pengetahuan dan tata cara pemantauan pemilu serta mengorganisir kelompok masyarakat untuk terlibat dalam melaporkan hasil pemilu ke Bawaslu.
Karakter teknologi informasi dan media sosial dapat menjadi jalan keluar terhadap tantangan aktivitas pemantauan untuk memperluas cakupan keterlibatan banyak pihak. Media sosial mempunyai cirri-ciri a) Partisipasi; Media sosial mendorong kontribusi dan umpan balik (feedback) 3
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
dari setiap orang yang tertarik. Setiap orang dapat melakukannnya secara bersama-sama berdasarkan kesadaran sendiri, b) Keterbukaan; Setiap kata atau ungkapan yang dipublikasikan di media sosial berpeluang untuk ditanggapi oleh orang lain karena pada dasarnya media sosial bersifat terbuka untuk siapa saja, c) Saling terhubung; Sifat media sosial adalah berjejaring. Media sosial dapat melakukan percakapan dua arah atau lebih, beda halnya dengan media konvensional yang hanya memiliki satu arah. Antara satu dengan yang lainnya akan saling terhubung. dan keberhasilan media sosial terletak pada link-link yang menghubungkan media sosial dengan situssitus, antara media sosial, juga perorangan, d) Advokasi; Media sosial memungkinkan siapa saja mampu menjangkau orang banyak serta mendapat dukungan terhadap satu isu yang sedang mereka perjuangkan. Media juga memudahkan satu komunitas atau lembaga nirlaba untuk menyebarkan pesan sosial ke jaringan mereka masing-masing.
Dengan demikian, JPPR dalam melakukan pengorganisasian relawan pemantau sejak dari rekruitmen, pelatihan, pemantauan dan pelaporan berupaya menemukan cara yang mudah dan efektif sehingga ketertarikan masyarakat untuk ikut memantau pemilu semakin meningkat. Teknologi informasi dan media sosial dapat menjadi salah satu sarana untuk memudahkan interaksi pelatihan dan proses pemantauan pemilu tersebut.
Buku ini merupakan laporan hasil pemantauan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) dalam tahapan Pemilu 2014. Hasil pemantauan ini setidaknya dapat memotret proses seberapa jujur dan adil pelaksanaan Pemilu 2014. Hasil pemantauan berasal dari himpunan temuan para relawan yang telah berpartisipasi aktif di seluruh lokasi pemantauan.
Apresiasi kami persembahkan kepada seluruh relawan partisipatif yang dengan suka rela telah mendukung seluruh program pemantauan di kedua pemilu legislatif dan presiden. Kehadiran dan kesukarelaan yang di tunjukkan merupakan sebuah pembuktian partisipasi masyarakat. 4
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
Penghargaan setingginya kepada KPURI dan Bawaslu RI yang telah memberikan akreditasi dan dukungan data maupun akses di setiap tahapan pemilu, serta atas diskusi yang kritis dan membangun.
5
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
2 Bagian
Executive Summary Laporan pemantauan ini disampaikan oleh Jaringan Pendidikan Pemilih Rakyat (JPPR) berdasarkan hasil pemantauan di dua pemilu yakni pemilu legislatif dan pemilu presiden yang diselengarakan secara paralel pada tanggal 9 April dan 5 Juli 2014. Pada kedua pemilu tersebut, JPPR melakukan aktivitas pemantauan dengan menggunakan dua metode pemantauan yakni, pelibatan partisipasi masyarakat dengan penggunaan teknologi informasi dan sosial media pada pemilihan legislatif dan mekanisme monitoring intensif pada tahapan Pemilu Presiden 2014..
Pemantauan pemilu yang dilakukan oleh JPPR didukung oleh (1005+303) relawan yang direkrut dari jaringan lembaga JPPR dan mendaftar melalui media online. Di tengah kondisi dukung-mendukung masyarakat yang umumnya lebih tertarik bekerja sebagai anggota tim kampanye partai politik dan calon legislatif, kehadiran para relawan layak mendapatkan apresiasi yang tinggi karena turut memberikan kontribusi terhadap pemantauan pemilu oleh masyarakat sipil non partisan.
Pemantauan meilhat beberapa aspek positif dari penyelenggaran Pemilu 2014. Di mana terlihat peningkatan partisipasi masyarakat untuk terlibat dalam proses pemilu. Aspek yang juga mengalami kemajuan terlihat dari tingkat keseriusan penyelenggara dalam melakukan verifikasi partai politik dan peserta pemilu. Perubahan signifikan juga dapat dilihat pada dua 6
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
proses pemilu yang memiliki tingkat kesulitan yang paling tinggi, yakni pada proses pendaftaran pemilih di mana KPU mengeluarkan informasi dan teknologi serta kebijakan yang baik guna mengurangi potensi warga negara supaya tidak kehilangan hak politiknya. Langkah
selanjutnya
yang
dinilai
berhasil
dalam
menekan
tingkat
kecurangan,
penggelembungan dan manipulasi suara adalah strategi KPU untuk memindai formulir C1 asli, mengunggah ke laman resmi KPU yang dapat diakses masyarakat banyak memberikan fungsi kontrol yang baik.
Hasil Pemantauan Pemantauan dan temuan JPPR pada kedua pemilu legislatif dan presiden dijelaskan dalam ringkasan di bawah ini, yang mana mencakup periode pra-pemilu, pemungutan suara, penghitungan suara dan paska pemilu Oktober 2014.
Peningkatan Partisipasi Masyarakat Secara Signifikan Dalam Proses Pemilihan; Angka partisipasi pemilih pada pemilu legislatif yang mencapai 75,2% menunjukkan peningkatan ketertarikan masyarakat dalam pemilihan. Demikian juga pada pemilu presiden yang dapat mempertahkan partisipasi pemilih sebesar 72%. Trend peningkatan ini tidak lepas dari efek sosialisasi pemilu yang dilakukan lebih awal dengan variasi kebijakan pemilu di kegiatan dan program pendaftaran pemilu. Masyarakat juga tertarik dengan kehadiran partai baru dan fenomena beberapa kandidat yang mereka anggap bisa membawa harapan, hingga memutuskan untuk memilih setelah sekian lama mereka tidak peduli dengan pemilu (golput). Teknologi media sosial juga berperan dalam menumbuhkan ketertarikan masyarakat terhadap pemilu.
7
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
Profesionalisme Penyelenggara Pemilu; Berkaitan dengan mekanisme perekrutan yang tidak dipatuhi, mengakibatkan persyaratan penddidikan minimum SLTA bagi penyelenggara pemilu masih sering tidak dipenuhi. Dalam realita di daerah pedalaman persyaratan ini sulit dipenuhi mengingat terbatasnya sumber daya manusia. Pemahaman KPPS dalam proses pemungutan suara, PPS dalam rekap suara juga belum sampai pada level yang memuaskan. Persoalan bimbingan teknis (BIMTEK) dan perekrutan KPPS, PPK dan PPS juga masih belum mengakomodir keterwakilan perempuan, meskipun tidak diwajibkan namun menunjukkan kesadaran akan kesetaraan gender yang masih rendah.
Proses Verifikasi Faktual Partai Politik di Tingkat Provinsi dan Kab/Kota Relatif Kredibel Meskipun Masih Terdapat Kelemahan Pada Transparansi Akses Data. Proses verifikasi partai politik dan kandidat dilakukan dengan lebih terstruktur, keberadaan Bawaslu dan jajarannya di tingkat provinsi, kab/kota dan kecamaatan (PPK) merupakan bagian dari sebuah proses. Secara umum, assessment JPPR menunjukkan proses berjalan baik meskipun masih ditemukan perbedaan pendapat di KPU provinsi dan kab/kota terhadap keterbukaan data. Beberapa KPU tidak mengizinkan pemantau untuk mengakses data berkaitan dengan informasi hasil verifikasi yang disimpan oleh KPU. Data yang disajikan oleh partai politik pun sangat beragam. Beberapa ditemukan dengan kualitas yang rendah dengan data seadanya, kepengurusan lama yang belum di update, bahkan terdapat data yang fiktif atau palsu.
Dominasi Akses Media yang Dilakukan Partai Besar dan Calon Legislatif dengan Biaya Kampanye Tinggi dalam Berkampanye. Mainstream media digunakan sebagai media kampanye. Kepemilikan grup media terkenal yang dimiliki oleh para petinggi partai politik digunakan secara maksimal baik electronik, cetak maupun online. Selain perang elite politik dengan sumber pendanaan yang besar di media, perang kampanye dengan cara konvensional juga masih banyak digunakan dengan cara pemasangan alat peraga dan 8
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
pertemuan terbatas di komunitas. Beberapa pelanggaran klasik masih terjadi dan menjadi catatan pemantauan.
Penggunaan Uang Dalam Intensitas yang Mengejutkan Pada Pemilu Legislatif. Ekses dari sistem pemilu dengan cara proporsional list terbuka membuat penentuan kemenangan berada di tangan caleg. Peran partai menjadi terbatas dalam pemenangan sehingga calon legislatif berlomba menarik simpati pemilih dengan berbagai cara, termasuk pemberian uang dan barang. Calon legilatif juga tidak segan untuk melakukan manuver dan membuat deal dengan para penyelenggara di tingkat KPPS, PPS dan PPK. Reaksi dari para kandidat yang gagal dalam mengunggkapkan praktek yang terjadi, meminta kembali uang dan barang yang sudah diberikan kepada masyarakat dan penyelenggara sangat mengejutkan. Dinamika kompetisi yang kompetitif membuat para kandidat melakukan “investasi politik” dengan berbagai cara. Banyak yang tidak siap dalam menghadapi kekalahan, tidak sedikit pula yang mengalami tekanan psikologis ketika mereka tidak terpilih. Dalam hal ini, KPU dan penegak hukum lainnya dibuat tidak berdaya dalam mengantisipasi dan mengambil tindakan tegas untuk menghukum pelaku.
Peningkatan Kualitas DPT, dan Hilangnya Hak Suara Dapat Dimininalisir; Kebijakan KPU menggunakan IT Sistem Daftar Pemilih (Sidalih) membuat proses pendaftaran pemilih lebih terstruktur. Setiap warga negara dapat mengecek langsung apakah mereka telah terdaftar dalam daftar pemilih. Kebijakan Daftar Pemilih Khusus (DPK) dan Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb) juga dapat mengurangi warga yang kehilangan haknya. Meskipun masih ditemukan banyak kasus pemilih yang tidak terdaftar, duplikasi nama pemilih, anak di bawah umur, orang wafat atau tidak, orang yang sudah pindah tapi masih terdaftar, dll. DPT masih belum sepenuhnya memberikan perhatian kepada pemilih dengan disabilitas dan pemilih yang berada di dalam penjara. Penolakan di TPS juga masih banyak terjadi.
Namun,
setidaknya sudah terlihat KPU mulai menggarap problem laten ini secara serius. 9
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
Perhatian Lebih Serius Terhadap Laporan Dana Kampaye, Meskipun Belum Ada Sangsi Hukum Bagi Partai Politik yang Tidak Memenuhi Kewajiban UU. Peraturan KPU yang mewajibkan calon legislator untuk melaporkan dana kampanye sebagai lampiran dari laporan partai politik tentang dana awal dan akhir pemasukan dan pengeluaran dana kampanye telah mendorong keterbukaan peredaraan biaya kampanye. Diperlukan ketentuan yang mewajibkan setiap calon untuk melaporkan dana kampanye secara individual dan mendorong proses transaksi dana kampanye setiap calon melalui jalur perbankan.
Peningkatan yang Signifikan Pada Tahapan Rekapitulasi Suara Melalui Scan C1 dan Akses Terbuka di Website KPU.
Hal tersebut bukan saja meningkatkan transparansi rekapitulsi
terhadap hasil pemilu, namun juga strategi yang efektif dalam mengurangi potensi kecurangan (mark-up dan manipulasi) suara di tingkat PPS, PPK, kab/kota dan provinsi. Meskipun dalam periode pemilu legislatif banyak ditemukan usaha-usaha para kandidat dengan bantuan penyelenggara pemilu di tingkat bawah yang mencoba mengubah hasil penghitungan di TPS pemilu legislatif.
Rekomendasi Dari proses pemungutan suara di pemilu legislatif, JPPR mengeluarkan dua rekomendasi yang berbeda. Rekomendasi awal dikeluarkan setelah tahapan pemilu legislatif, ini dimaksudkan untuk memberikan usulan terhadap seluruh stakeholder untuk proses perbaikan ke depan, sehingga berbagai kelemahan tidak terulang kembali pada pemilu presiden yang di selenggarakan tiga bulan setelah penyelenggaraan pemilihan legislatif.
Rekomendasi Pemilu Legislatif
10
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
Ditujukan untuk KPU: 1) Perbaikan Kualitas pendaftaran pemilih. Perbaikan untuk DPT yang lebih kredibel: Adanya sejumlah masalah dalam DPT seperti orang meninggal yang masih mendapat undangan, pemilih mendapat undangan lebih dari satu harus menjadi perhatian khusus ke depannya. Menjelang pelaksanaan pilpres, DPT merupakan hak politik warga yang sangat dibutuhkan akurasi dan validitasnya. 2) Kontrol dan validitas distribusi logistik pemilu; KPU perlu memastikan ketersediaan dan validitas logistik di hari pemungutan suara. Manejeman logistik di tingkat bawah harus mendapat perhatian khusus. Dengan banyaknya logistik pemilu yang tertukar, seharusnya membuat KPU menata ulang manajemen logistik. Mekanisme reward and punishment haruslah diberlakukan bagi para pihak yang dengan sengaja atau tidak melakukan kelalain dalam proses distribusi logistik. Kapasitas penyelenggara di tingkat bawah harus diperbaiki oleh KPU, karena sebagian besar masalah yang terjadi di bawah adalah akibat minimya pengetahuan teknis pelaksanaan pemilu. 3) Evaluasi kinerja dan profesinalisme pemyelenggara pemilu di tingkat PPK, PPS dan KPPS KPU di setiap tingkatan. KPU harus memastikan rekrutmen petugas KPPS di TPS yang bermasalah. KPU di setiap tingkatan harus mengevaluasi kinerja KPPS dan menggantinya dengan petugas KPPS yang lebih independen dan mempunyai kapasitas. a. Mendorong KPU untuk secara cepat dan massif memastikan PPK memberikan buku panduan kepada para anggota KPPS untuk segera dipelajari terutama tentang pemungutan dan penghitungan suara, cara coblos dan ketentuan surat suara sah dan tidak sah b. Mendorong KPU untuk memberikan instruksi kepada PPK dan PPS untuk memastikan kembali integritas dan kemandirian para anggota KPPS. Jika terindikasi adanya keberpihakan maka PPK dan PPS dapat dengan cepat memberikan peringatan atau bahkan bekerjasama dengan pihak
pengawas
untuk memberhentikan dari
keanggotaan jika terbukti benar menyalahgunakan kewenangan c. Mendorong KPU untuk menetapkan jam dan tanggal pelaporan dana kampanye sesuai dengan UU 8 Tahun 2012 dan PKPU 17 Tahun 2013 dan mengevaluasi
11
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
kesalahan laporan dana kampanye partai politik menjelang laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye pada tanggal 25 April 2014.
4) Menghimbau kepada KPU untuk berkoordinasi secara serius dengan KPU propinsi dan kabupaten/kota dalam memastikan logistik pemilu secara tepat jumlah dan waktu. Memastikan setiap penyelenggara pemilu di tingkat kecamatan (PPK), desa/kelurahan (PPS) dan TPS (KPPS) mendapatkan informasi secara memadai tentang tata cara pemungutan dan rakapitulasi suara secara independen. Mengakomodasi warga yang mempunyai hak pilih tetapi belum terdaftar di data pemilih untuk dapat menyalurkan hak pilihnya dan melakukan sosialisasi yang massif kepada masyarakat pemilih untuk meningkatkan angka partisipasi dan mewujudkan masyarakat yang cerdas memilih.
Ditujukan untuk Bawaslu: 1)
Mekanisme, prosedur dan transparansi pengawasan Bawaslu perlu ditingkatkan dalam mengindentifikasi tahapan pemilu seperti mengidentifikasi potensi kesalahan distribusi logistik di tingkat bawah. Praktik politik uang yang sangat massif juga harus ditindak lebih tegas dan cepat oleh Bawaslu sehingga bisa menimbulkan efek jera pihak-pihak yang melakukan kecurangan pemilu.
2)
Mendorong Bawaslu dan jajarannya hingga PPL, untuk secara serius melakukan pengawasan terhadap setiap tahapan pemilu. Sudah bukan waktunya lagi pengawas Pemilu dalam tahapan ini melakukan strategi pencegahan. Pencegahan tidak lagi efektif untuk menghadang peserta pemilu dan calon untuk tidak melakukan pelanggaran. Pengawas
Pemilu harus terjun
langsung, secara dini melihat, menjemput, memeriksa, mengkaji terhadap potensi pelanggaran yang terjadi dan bersilkap tegas terhadap peserta pemilu yang terlambat dan tidak melaporkan dana kampanye. 3)
Sistem dan cara pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu tidak memenuhi prinsip kecepatan merespon situasi di lapangan. Apa yang terjadi dalam situasi pemungutan suara di TPS, situasi perhitungan suara di PPS dan PPK tidak bisa secara cepat ditangkap oleh Bawaslu di setiap
12
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
tingkatan untuk dijadikan bahan rekomendasi bagi pelaksanaan tahapan pemilu berikutnya. Bawaslu baru dapat merilis hasil pengawasannya pada 26 April 2014 (17 hari setelah 9 april 2014). Sebagai contoh surat suara yang tertukar di hampir seluruh provinsi di Indonesia ditemukan sendiri oleh KPU tidak berdasarkan hasil pengawasan Bawaslu. 4)
Bawaslu sebagai pintu masuk penegakan hukum pemilu tidak mempunyai semangat untuk menegakkan keadilan secara menyeluruh. Dalam mencari dan menerima pelanggaran pemilu, Bawaslu masih menerapkan secara ketat aspek akumulasi pelanggaran pemilu (pelaku, tempat, saksi, barang bukti dan uraian kejadian). Aspek ini secara langsung mengurangi penanganan berbagai praktik pelanggaran yang terjadi, terutama praktik pelanggaran pidana pemilu. Sebagai contoh, massifnya kasus politik uang yang terjadi tidak tercermin dari banyaknya pelaku yang ditindak oleh Bawaslu.
5)
Menghimbau Bawaslu bersama jajarannya hingga PPL untuk secara serius melakukan pengawasan setiap tahapan pemilu. Bawaslu perlu mengidentifikasi kerawanan pemilu dan menjadikan fokus pengawasan agar tidak hanya bersifat pencegahan tetapi mampu memberikan penilaian umum terhadap pelanggaran pemilu yang terjadi.
Ditujukan kepada Partai Politik Banyaknya praktik money politic harusnya menjadi pengingat ke semua parpol agar dalam menggalang dukungan pemilih lebih mengedepankan pada pendidikan politik, visi misi dari kandidat dan parpol. Parpol jangan melakukan penggalangan suara dengan hanya melakukan politik transaksional, jual beli suara, yang justru mengotori praktik politik dan demokrasi. Transaksi politik yang dilakukan oleh parpol ke pemilih dan parpol ke penyelenggara sama-sama sebagai bentuk kejahatan dalam pemilu yang mencederai proses pemilu itu sendiri.
Menghimbau kepada pasangan calon, tim sukses dan partai politik untuk melaksanakan kampanye kepada masyarakat pemilih secara cerdas dan mengedepankan visi, misi dan program dalam mempengaruhi pilihan pemilih. Pernyataan dan sikap pasangan calon dan partai politik mempunyai peranan yang sangat penting untuk menciptakan situasi pemilu yang kondusif.
13
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
Kepada Masyarakat Umum dan Masyarakat Sipil 1)
Kepada masyarakat pemilih, JPPR mengajak untuk memanfaatkan waktu jelang pilpres untuk mempelajari dan mencermati visi, misi, program, rekam jejak dan janji-janji politik saat berkampanye. Gunakan waktu yang masih ada untuk lebih memperdalam materi kampanye masing-masing pasangan calon dan menjadi pertimbangan utama pada saat melakukan pemungutan suara.
2)
Pemilih hendaknya tidak menggadaikan pilihannya dengan hanya berdasarkan pada uang/barang yang mereka dapatkan karena sebenarnya kedaulatan mereka sebagai pemilih sudah hilang begitu pilihannya ditukar dengan barang atau uang. Pemilih yang kritis diharapkan berani
melaporkan segala bentuk kecurangan baik yang dilakukan oleh
penyelenggara pemilu maupun oleh peserta pemilu.
Rekomendasi Pemilu Presiden 2014 Perekrutan dan pembekalan KPPS Disediakan anggaran yang cukup dan metodologi yang tepat untuk menjangkau seluruh tingkat pendidikan
Daftar Pemlih Tetap Ketentuan yang jelas harus disosialisasikan dengan meluas guna menjamin setiap warga dapat emilih sesuai ketentuan. Di sisi lain, pengawasan nya juga diperketat karena pemilih dengan KTP
Partai politik, Calon presiden dan kampanye
14
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
3 Bagian
Pemantauan Pemilu 2014 Lembaga JPPR, dalam proses pemantauan Pemilu Legislatif dan Presiden 2014 menggunakan kombinasi dua metode pemantauan yakni, metode pemantauan yang baru dicoba, yakni pemantauan berbasis teknologi informasi dan media sosial, dan pemantauan intensif. Kedua metode tersebut dibahas dalam sub bagian berikutnya.
Pemantauan Berbasis Teknologi Informasi dan Media Sosial Pemantauan ini untuk pertama kalinya digunakan JPPR dengan tujuan untuk membuka ruang partisipasi bagi setiap warga negara Indonesia untuk terlibat dalam pemantauan pemilu secara sukarela, partisipatif dan efisien melalui penggunaan teknologi informasi dan media sosial yang tersedia dan dapat diakses oleh para relawan.
Guna mendukung metode pemantauan, JPPR menyediakan dan memasang portal informasi www.pantaupemilu.org. Selain sebagai media utama yang menghubungkan antara Seknas dan relawan, portal ini diisi dengan materi pemantauan pemilu, tata cara pemantauan pemilu, form pendaftaran dan cara pengisiannya, dan teknis pemantaun tahapan-tahapan pemilu serta pelaporan yang dikemas dalam bentuk rekaman video Youtube. Semua materi tersebut dapat diunggah sedemikian rupa agar mudah diakses oleh para relawan.
15
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
Seknas menentukan 11 (sebelas) fokus tema pemantauan dan mendesain form pemantauan meliputi tahapan; sosialisasi pemilu, alat peraga kampanye; rekrutmen petugas TPS, pelaporan dana kampanye, bimbingan teknis pemungutan suara, kampanye terbuka, data pemilih, logistik, politik uang, surat pemberitahuan memilih, hari pemungutan suara, dan rekapitulasi suara.
Sarana teknologi yang digunakan dalam metode pemantauan ini adalah: surat elektronik, website, sosial media (youtube, skype, facebook dan twitter), teknologi informasi: (SMS dan telp).
JPPR mencatat sejumlah 2011 relawan yang mendaftarkan melalui online dan tersebar di 145 kab/kota di 25 pronvinsi. Berdasarkan keinginan sendiri, relawan partisipatif mengelompokkan diri dalam 700 grup kerja dengan seorang koordinator di setiap kelompoknya. Pada pemilu legislatif, JPPR mencatat 1,005 relawan yang memberikan laporan pemantauan ke Seknas.
Pemantauan Intensif Pemantauan Intensif (PI) atau Monitoring intensif merupakan model pemantauan kualitatif yang dilakukan JPPR dalam Pemilu Presiden 2014. Metode pemantauan ini dilakukan melalui pemantauan organik oleh 303 pemantauan pemilu yang direkrut, dilatih dan disebar untuk melakukan pemantauan secara intensif di 303 kecamatan yang tersebar di
26
kabupaten/kota di 10 provinsi yang telah di seleksi. (list fokus provinsi, kab/kota dan kecamatan dapat diihat dalam lampiran).
Metode pengumpulan data dan informasi dalam PI dilakukan melalui:
Pemantauan Lapangan: Pengumpulan data, informasi dan laporan akan dihasilkan berdasarkan temuan kasus dan analisa situasi pemilu di daerahnya masing-masing.
16
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
Pemantauan Media: Pengumpulan data dilakukan melalui pemberitaan media. pemantauan ini akan menghasilkan data sekunder untuk ditindaklanjuti oleh PMO dalam investigasi lebih jauh.
Laporan Masyarakat: Pengumpulan data dilakukan melalui informasi dari masyarakat. Pemantauan ini akan menghasilkan data awal untuk ditindaklanjuti PMO dalam melakukan pengecekan dan verifikasi atas laporan sebelum dijadikan laporan valid.
In-depth Interview: Pengumpulan data dihasilkan dari interview para pelaku utama ( key-
stakeholder) pemilu di lokasi masing-masing. Informasi yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai bahan dasar dalam menyusun laporan situasi pemilu, expert dan opini publik, dan lebih jauh dapat ditindak lanjuti apabila terdapat informasi yang berkaitan dengan isu-isu penting. Beberapa target interview adalah: o Penyelenggara Pemilu: Interview ditujukan kepada penyelenggara pemilu (KPU, Bawaslu di tingkat provinsi, kab/kota, kecamatan) untuk mengetahui segala informasi dan update pekerjaan serta berbagai isu yang menjadi konsen pemilu di wilayah masing-masing. Interview juga diharapkan untuk mengumpulkan berbagai data statistik seperti data pemilih, data komplen, laporan pelanggaran pemilu, jumlah logistik, dll. o Partai Politik dan Tim Sukses: Partai politik atau tim sukses di masing-masing wilayah. Penggalian informasi ditujukan untuk mendengar apa konsen dan isu utama partai politik dan tim sukses berkaitan dengan pelaksanaan kampanye atau proses pemilu yang lainnya. o Pemerintah: Desk pemilu di tingkat provinsi, kab/kota, menjadi target utama mengecek persiapan yang dilakukan pemerintah. o Aparat Keamanan: Seluruh aparat keamanan polisi tingkat provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa. Termasuk kelompok sipil maupun non-sipil yang terlibat dalam skenario pengamanan pemilu.
17
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
o Media dan CSOs: Seluruh media mainstream menjadi target utama. Interview bisa dilakukan dengan memilih beberapa media yang paling berpengaruh di TV, media cetak dan radio. o Tokoh Agama, tokoh masyarakat dan Akademisi: interview ini sangat penting untuk menyerap informasi dari masyarakat, partisan dan independen.
Metode pemantauan pertisipatif (PP) yang telah digunakan pada pemilu legislatif juga diperkuat dengan relawan yang mendaftarkan diri secara secara suka rela untuk melakukan pemantauan di daerahnya masing-masing. PP menerima training dan checklist secara online dan akan mengirimkan laporan ke Seknas JPPR untuk lebih jauh dikoordinasikan kepada jaringan pemantau organik apabila diperlukan tindak lanjut secara cepat.
Secara prinsip, seluruh unsur pemantau JPPR ―relawan dan koordinator di berbagai jenjang― melakukan tugas pemantauan dan memiliki peran sebagai informan atau pengumpul data terkait proses Pemilihan Presiden 2014.
Seluruh informasi dari hasil
observasi dan wawancara para pemantau akan dikelola oleh tim olah data (TOD). Seluruh laporan dijadikan sebagai basis laporan dan materi publikasi JPPR kepada lembaga pengawas negara, media, kelompok masyarakat sipil, dan publik.
18
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
Illustrasi: Jalur Pelaporan
19
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
4 Bagian
Hasil Pemantauan Seknas JPPR mengumpulkan laporan dan mengolah informasi yang diterima dari pemantau lapangan di 25 provinsi, 1005 TPS, 155 kab/kota pada Pemilu Legislatif 2014, dan di 10 provinsi, 303 kecamatan, 25 kab/kota pada saat
berlangsung Pemilu Presiden 2014. Berbagai data tersebut
dikategorikan dalam enam topik utama, yakni: Administrasi (penyelenggara) Pemilu, Daftar Pemilih, Partai
Politik
dan
Pencalonan,
Kampanye,
Pemungutan
Suara,
dan
Proses
Rekapitulasi.
Pengembangan dalam sub-topik yang berbeda tersebut bertujuan untuk melengkapi gambaran pemilu dari kacamata pemantauan langsung oleh masyarakat.
I. Administrasi (Penyelenggara) Pemilu Dalam hal administrasi (penyelenggara), pemantauan difokuskan menjadi empat sub-topik yang dipertimbangkan strategis untuk mendorong kualitas pemungutan suara. Beberapa sub-topik tersebut adalah: (i) Rekrutmen Penyelenggara Pemilu, (ii) Bimbingan Teknis (pelatihan), Surat Pemberitahuan Memilih (undangan C-6), dan Sosialisasi Pemilu.
A. Proses Rekruitmen petugas TPS. Proses rekruitmen penyelenggara pemilu dapat dikatakan baik, terlihat dari bagan berikut:
20
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
Kategori pemantauan recruitment petugas TPS dilakukan berdasarkan UU No. 15 tentang penyelenggara pemilu, terutama pasal 53 mengenai persyaratan menjadi anggota Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS). Berdasarkan data pemantauan dari 472 PPS (Panitia Pemungutan Suara) yang menjadi basis perekrutan KPPS, menunjukkan bahwa terdapat persentase pelanggaran yang cukup besar dalam proses rekruitmen Kelompok Panitia Pemungutan Suara
(KPPS). Terdapat 33%
pelanggaran dalam empat kategori, yakni: (i). Proses rekrutmen dilakukan secara nepotisme, (ii) Tidak dilakukan perekrutan KPPS (PPS kembali menggunakan KPPS yang terlibat pada pemilu sebelumnya), (iii). Usia petugas KPPS di bawah ketentuan (min. 25 tahun), (iv) Persyaratan akademis yang tidak terpenuhi (pendidikan min. SLTA).
Secara umum, proses rekruitmen anggota Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) dilaksanakan seadanya. Mayoritas KPPS yang direkrut adalah anggota yang pernah menjadi petugas TPS di pemilu atau pilkada sebelumnya. Pada saat proses rekruitmen, Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) maupun Panitia Pemungutan Suara (PPS) kurang memperhatikan aspek umur, latar belakang pendidikan serta kepastian integritas dan independensi sebagai syarat etis calon anggota KPPS.
21
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
Praktik di lapangan menunjukkan bahwa pemenuhan
ketentuan UU No. 15 Tahun 2011
mengenai persyaratan anggota KPPS minimal berumur 25 tahun dan pendidikan minimal lulus SMA/sederajat, ternyata banyak mengalami kendala. Adapun para mahasiswa yang seharusnya mempunyai kesiapan menjadi petugas, terbukti belum mencukupi syarat umur 25 tahun, sementara SDM yang tersedia dan telah memiliki pengalaman penyelenggaraan pemilu di tingkat TPS rata-rata lulusan SMP atau SD.
Beberapa contoh kasus yang berhubungan dengan temuan di atas dapat dilihat dalam ilustrasi di bawah ini: Table (...) - Kondisi Proses Rekruitmen KPPS No
Temuan
Lokasi
1
Nepotisme KPPS
Terdapat tiga TPS yang anggota KPPS-nya terdiri dari satu keluarga (suami, istri, anak dan kakak) yaitu TPS 11, 12 dan 13 di Kelurahan Sigambal, Kecamatan Rantau Selatan, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara
2
KPPS tidak cukup umur (di
Kecamatan Ciparay, Bandung, Jawa Barat; Kecamatan
bawah 25 tahun)
Harhamukti, Cirebon, Jawa Barat; Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang; Kelurahan Sukabumi Utara, Kebon Jeruk, Jakarta Barat; Kecamatan Brenggong, Purworejo, Jawa Tengah; Kecamatan Sidamulya, Cilacap, Jawa Tengah.
3
Tidak ada rekruitmen anggota
Lilirialau, Soppeng, Sulawesi Selatan; Sempu, Banyuwangi,
KPPS
Jawa timur; Cepogo, Boyolali, Jawa Tengah; Sidamulya,
(menggunakan komposisi KPPS
Cilacap, Jawa Tengah; Pare, Kediri; Tlogomas, Lowok Waru,
lama)
Kota Malang; Jemur, Wonosari, Surabaya; Pisang Nganjuk, Jawa Timur.
4
KPPS tidak lulus SLTA
Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang; Brenggong, Purworejo, Jawa Tengah; Cepogo, Boyolali, Jawa Tengah; Sridadi, Rembang, Jawa Tengah; Cisaranten Kulon, Kota Bandung, Jawa Barat; Patianrowo, Nganjuk, Jawa Timur; Sumbergondo, Glenmore, Banyuwangi.
Partisipasi Perempuan Dalam Rekruitmen TPS 22
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
Sebagai supplemental data, dari beberapa laporan pemantauan terekam bahwa partisipasi perempuan dalam rekruitment KPPS sangat rendah, terlihat dari jumlah KPPS perempuan lebih sedikit dibandingkan KPPS laki-laki. Berdasarkan random sampling beberapa desa di wilayah Cirebon, Cianjur (Jawa Barat), Gunung Kidul (Jogjakarta), Semarang (Jawa Tengah), Kediri dan Malang (Jawa Timur) menunjukkan bahwa persentase partisipasi perempuan dalam rekruitmen KPPS hanya mencapai 9%. Minimnya partisipasi perempuan ini disebabkan kurangnya informasi mengenai ketentuan teknis yang mensyaratkan jumlah keanggotaan perempuan di KPPS dan sistem maupun proses rekruitmen yang bersifat tertutup serta tidak mengakomodir berbagai masukan dari masyarakat. Meskipun temuan tersebut tidak mewakili sebaran data yang memadai, namun bisa menjadi pertimbangan kondisi obyektif keterlibatan perempuan di KPPS.
Table (..) Data temuan keterlibatan Perempuan di KPPS
NO
1.
JENIS KELAMIN
DAERAH
Laki-
TEMUAN
%
Perempuan
Perempuan
329
28
8%
202
22
10%
32
3
9%
149
5
3%
178
11
6%
laki
Desa Kecapi, Kec. Harjamukti, Kota Cirebon,
Jawa
Barat 2.
Desa
Solok
Pandan,
Kab.
Cianjur,
Jawa
Barat 3.
Desa Brenggong, Kab.
Purworejo,
Jawa Tengah 4.
Desa Karangmojo, Kab. Gunung
Kidul,
Yogyakarta 5.
Desa Tlogo Mas, Lowok
Waru,
23
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
Kota Malang 6.
Desa
Tuntang,
Semarang,
Jawa
60
10
14%
256
31
11%
Tengah 7.
Pare, Kediri, Jawa Timur
B. Bimbingan Teknis (Pelatihan) KPPS
Secara legalitas formal, pelaksanaan Bimbingan Teknis (BIMTEK) anggota KPPS termasuk dalam kategori “baik” dan mengikuti ketentuan. Indikator kategori ini dilakukan berdasarkan UU No 15 mengenai penyelenggara pemilu, terutama pasal 53 tentang persyaratan menjadi anggota KPPS.
Bimbingan Teknis (BIMTEK) adalah pelatihan pemungutan dan penghitungan suara untuk KPPS yang dilakukan oleh Panitia Pemungutan Suara (PPS). Pelatihan ini menggunakan modul standar yang dibuat oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Dalam pemantauan JPPR, pelaksanaan Bimbingan Teknis KPPS dilakukan tanpa menggunakan buku panduan sebagai acuan informasi lengkap. Dalam pelatihan juga tidak membahas variasi suara sah dan tidak sah, banyak anggota KKPS yang datang terlambat mengikuti BIMTEK, bahkan tidak diikuti oleh perwakilan petugas TPS. Keterlambatan informasi mengenai tata cara 24
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
pencoblosan dan variasi surat suara yang sah maupun tidak sah dari KPU menyebabkan tidak tersampaikannya di pelaksanaan BIMTEK KPPS.
No
Temuan
Lokasi
1.
Tanpa buku panduan
Kelurahan Tuak Daun Merah, Kota Kupang
2.
Tidak diikuti oleh Ketua KPPS
Desa
Sumberagung,
Kecamatan
Brondong Lamongan Jawa Timur 3.
Tidak membahas tata cara
Tawangrejo, Wonodadi, Kabupaten
pencoblosan
Blitar,
Jawa
Timur,
Patianrowo,
Nganjuk, Jawa Timur
C. Surat Pemberitahuan Memilih
Kesan umum pemantauan: Jumlah temuan kasus pemilih belum menerima Surat Pemberitahuan Memilih pada pemilu legislatif cukup tinggi mencapai 21%, namun ada kecenderungan menurun pada pemilu presiden (14%). Hal ini disebabkan
meningkatnya kesadaran masyarakat dalam
menuntut haknya, untuk mendapatkan surat undangan dari KPPS. Animo masyarakat untuk memberikan hak suara semakin meningkat menjelang pemilihan presiden. Table (...) Persentase kondisi Surat Pemberitahuan Memilih
Pemilu
Menerima
Tidak
Jumlah
Menerima Legislatif
Presiden
367
98
465
79%
21%
100%
260
43
303
86%
14%
100%
25
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
Dinamika pendistribusian surat undangan memilih (formulir C6) dikategorikan dalam beberapa situasi, sebagai berikut: 1. Varian informasi batas akhir pemungutan suara yang tercetak di Surat Pemberitahuan Memilih (Formulir C6). Hal ini terjadi karena kelalaian desain formulir yang dicetak dan disebarkan kepada pemilih sehingga menimbulkan ketidakpastian. Terdapat beberapa kasus akibat pencantuman keterangan waktu yang tidak sesuai dan mengakibatkan pemilih hadir ketika TPS sudah ditutup. Beberapa kasus temuan tersebut terlihat dari tabel berikut:
No
Temuan
Lokasi
1
Formulir C6 tertulis 07.00 s/d
Kabupaten Gresik, Kabupaten Bandung, Kabupaten
13.00
Lamongan dan Kabupaten Boyolali
Formulir C6 tertulis 07.00 s/d
Kota Depok, Kota Tangerang Selatan, Kabuoaten
selesai
Bolaang Mongondow, Kota Jakarta Selatan, Kota
2
Banda Aceh dan Kabupaten Bogor 3
Formulir C6 tertulis 07.00 s/d
Kabupaten Kulonprogo, Kota Depok dan Kabupaten
selesai (kata selesai dicoret
Banyuwangi
dengan garis lurus diganti dengan 13.00)
2.
Pemilih belum menerima Surat Pemberitahuan Memilih (C6) => Tolong di kuantifikasi Kejadian ini banyak dilaporkan hampir di seluruh wilayah pemantauan, beberapa diantaranya: a. RT 026/RW 07, Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan Oebobo, Kota Kupang b. RT 1, RW 2, Kelurahan Manurunge, Kecamatan Tanete Riattang, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. c.RT 1, RW 2, Kelurahan Manurunge, Kecamatan Tanete Riattang, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. d. RT 01, RW 2, Kelurahan Sukabumi Utara, Kebon Jeruk, Kota Jakarta Barat. e. RT 4, RW 3, Kelurahan Jatinom, Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar. f. RT 2, RW 2, kelurahan Nguruan, kecamatan Soko, Kabupaten Tuban. g. RT 1-3, RW 07, Kelurahan Solokpandan, Kecamatan Cianjur, Kabupaten Cianjur.
26
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
h. RT 01, RW 02, Kelurahan Tallunglipu, Kecamatan Tallunglipu, Kabupaten Toraja Utara. i. RT 28, Kelurahan Fatululi, Kecamatan Oebobo, Kota Kupang.
Surat Pemberitahuan Memilih (formulir C6) seharusnya sudah diterima oleh setiap pemilih sebelum hari pemungutan suara. Pembagian surat pemberitahuan dilakukan untuk memberikan informasi mengenai lokasi dan waktu pemungutan dan penghitungan suara. Apabila surat pemberitahuan tersebut tidak sampai ke tangan si pemilih, bisa mengakibatkan pemilih tidak datang ke TPS, sehingga resisten untuk dimanfaatkan oleh penyelenggara pemilu dan berpotensi korupsi dalam pengadaannya.
Dalam Surat Pemberitahuan Memilih juga ditemukan perbedaan batas akhir waktu pemungutan suara. Terhadap Surat Pemberitahuan Memilih yang tidak mencantumkan batas akhir waktu pemungutan suara, akan membuka peluang pemilih untuk hadir setelah pukul 13.00 Wib, sehingga kehilangan hak pilihnya. Oleh karena itu, KPPS perlu memberitahukan dan mengumumkan sejelas mungkin informasi dari KPU yang memperkenankan pemilih hadir meskipun belum menerima formulir C6.
Temuan JPPR pada saat Pemilihan Presiden (Pilpres) Juli 2014 : Surat Undangan Memilih di Kecamatan Gambut Kota Banjar belum dibagikan hingga tanggal 7 Juli 2014, Daftar Pemilih Tetap (DPT) pun belum tersosialisasikan hingga tanggal tersebut. Alasan yang diutarakan petugas diantaranya karena keterlambatan daftar DPT & DPK yang baru masuk tanggal 5 Juli 2014, sehingga baik di kantor PPK maupun PPS belum dipasang daftar DPT di papan pengumuman.
1. PENYUSUNAN DAFTAR PEMILIH (tolong dikuantifikasi segera) Daftar Pemilih Tetap (DPT) merupakan masalah klasik yang selalu terjadi pada saat pemilu, meskipun KPU telah melakukan beberapa terobosan untuk melakukan pemutakhiran data, namun masalah ini masih kerap muncul baik saat pemilihan legislatif maupun pemilihan
presiden.
Sosialisasi terkait Daftar Pemilih Tetap (DPT) dilakukan dengan cara menempelkan lembaran DPT
27
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
di kantor Kelurahan dan kantor Panitia Pemungutan Suara (PPS). Berikut beberapa temuan pemantauan yang diterima seknas JPPR terkait penyusunan daftar pemilih: -
Di Kecamatan Tanah Sereal, jumlah pemilih di LAPAS adalah 1.177 pemilih, di RSJ sebanyak 231 pemilih dan penyandang disabilitas sebanyak 399 pemilih.
-
Di wilayah Jakarta Pusat, penyusunan DPT dianggap “selesai”. Bagi pemilih tambahan, dibuatkan data pemilih tambahan khusus, untuk kemudian dilaporkan ke KPU. Sayangnya, di wilayah ini, pemilih yang meninggal di atas tanggal 2 juli 2014 masih tercatat namanya di DPT.
-
Di wilayah Jakarta Barat, petugas KPUD Jakarta Barat belum mengetahui dengan pasti jumlah pemilih di rumah sakit dan rutan. Data pemilh khusus untuk rumah sakit menjelang hari pemilihan pun belum tersedia.
-
Di daerah Pleret, Bantul, DI. Yogyakarta, ada 14 warga yang belum tercatat dalam DPT menjelang hari pemiliha. Pada saat dilakukan pendataan, warga tersebut masih bekerja di luar kota sehingga PPK harus meratifikasi berkas DPT untuk nantinya diserahkan ke KPU Kab. Bantul. Hal serupa juga terjadi di Kecamatan Banguntapan, Kab. Bantul, ada beberapa pasien di RS setempat (RS Harjolukito) yang belum terdaftar DPT. PPK Banguntapan beralasan bahwa pasien di RS tersebut belum tentu sepenuhnya adalah warga Banguntapan.
-
Di DPT Kabupaten Demak, Jawa Tengah, ditemukan 332 pemilih yang belum cukup umur. Pada awal sebelum penetapan DPT, panwaslu telah merekomendasikan untuk mencoret 2.051 pemilih yang dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) dari DPT pilpres yang berjumlah 838.614 jiwa. Rencananya, panwaslu akan merekomendasikan pencoretan 332 TMS tersebut. Di kabupaten Demak juga ditemukan 15 pemilih baru belum tercantum dalam DPT Pilpres 2014 Kab. Demak
-
Di RT 08 RW 03 Kelurahan Airmata Kecamatan Kota Baru, Kabupaten Kupang, NTT, masih terdapat 7 orang warga yang memenuhi syarat untuk memilih, namun tidak terdaftar dalam DPT, saat informasi ini diperoleh, KPUD setempat masih akan menindaklanjuti hal ini.
-
Di Kecamatan Gubeng, Surabaya, ditemukan pemilih dengan NIK ganda. Adanya DPT ganda ini dikhawatirkan dapat dimanfaatkan untuk memanipulasi suara saat pemungutan suara presiden. Kekhawatiran ini berangkat dari banyaknya DPT ganda pada pemilu legislatif lalu.
28
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
Diperoleh temuan juga bahwa di Kecamatan Gubeng, jumlah DPT invalid mencapai sekitar 350 orang. -
Di kecamatan Johan Pahlawan, kabupaten Johar Barat, Aceh Barat, masih terdapat petugas yang tidak mengetahui jumlah DPT.
Temuan JPPR pada saat pemilu presiden (Pilpres) : Di Makassar, Sulawesi Selatan, Masih terdapat sejumlah warga yang tidak terdaftar di DPT. Selain itu, petugas pemilu tidak mengetahui dengan pasti jumlah pemilih disabilitas, pemilih di penjara, maupun di Rumah Sakit.
2. PARTAI POLITIK DAN PENCALONAN 2.1. Verifikasi Partai Politik Dalam rangkaian pemantauan, Seknas juga memfokuskan perhatian kepada proses verifikasi faktual partai politik pemilu 2014 dan menentukan 4 (empat) kategori temuan yang berkaitan dengan: keterbukaan dokumen dari penyelenggara, kepengurusan partai politik, keberadaan sekretariat dan keanggotaan partai politik. Deskripsi beberapa temuan tersebut adalah sebagai berikut: 2.1.1. Keterbukaan Data/Dokumen dari KPU Provinsi dan KPUD Kabupaten/Kota Untuk mengukur keterbukaan penyelenggara pemilu dalam proses verifikasi partai politik, JPPR melakukan assesment terhadap (i) data kepengurusan partai politik, (ii) data domisili, (iii) fairness dalam jadwal verifikasi, (iv) berita acara dan untuk kabupaten/kota ditambah dengan (v) data keanggotaan serta hasil sampling. Pada proses verifikasi partai politik tingkat provinsi, JPPR mengambil sampling di enam kab/kota. Secara umum, asessment tersebut dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.
Tabel (...) General assessment keterbukaan proses verifikasi partai politik
29
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
Data/ Daerah
Kepengurusan Parpol
Data Domisili
Fairness Jadwal dan Tim Verifikasi
Berita Acara
Data Keanggotaa n
Hasil Sampling Keanggotaan
Kab. Muaro Jambi, Prov. Jambi
v
x
v
x
x
x
Kab. Rejang Lebong, Bengkulu
x
v
v
x
v
x
Kab. Seluma, Bengkulu
v
v
x
x
x
v
Kota Bandar Lampung Prov. Lampung
v
v
v
x
x
v
Kab. Semarang, Jawa Tengah
x
x
x
x
x
x
Kab. Donggala, Sulawesi Tengah
x
v
x
x
v
x
Ket: v= data dapat diakses | x= data tidak dapat diakses.
Tabel di atas menunjukkan keragaman tingkat keterbukaan proses verifikasi partai politik di berbagai KPUD kab/kota. Salah satu penyebab perbedaan ini karena adanya pemahaman di KPU provinsi maupun kabupaten/kota bahwa data verifikasi merupakan data rahasia sehingga tidak dapat diakses oleh publik.
2.1.2. Kepengurusan Partai Politik Dalam hal kepengurusan partai politik, pemantauan JPPR menemukan 13 (tiga belas) trend pelanggaran di beberapa daerah diantaranya :
No
Pokok Permasalahan SK tidak sesuai
1
Daerah (temuan) 1. Propinsi Lampung 2. Kota Bandar Lampung
1.
3. Batan Hari, Jambi 4. Kota Bandar Lampung 5. Kab. Boyolali
1
Kepengurusan partai politik di tingkat propinsi dan kota ditemukan tidak sesuai dengan struktur sesungguhnya,
30
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
2.
Pengurus telah meninggal dunia
Kab. Lampung Tengah
3.
Pengurus telah di pecat
Tanjung Jabung Barat
4.
5.
Pengurus pindah alamat (berada di wilayah yang lain) Pengurus fiktif
2
Menolak (tidak mangakui) terdaftar sebagai pengurus
3
6.
Terdapat unsur PNS/TNI/POLRI 7.
8.
9. 10.
Seluma, Bengkulu
Tidak menyerahkan data pengurus
Kepengurusan ganda
4
Tidak memenuhi keterwakilan 30 persen
1.
Seluma, Bengkulu
2.
Batanhari, Jambi
1.
Provinsi Lampung
2.
Kota Bandar Lampung
3.
Kota Metro
4.
Tanjung Jabung Barat
5.
Kota Semarang
6.
Kalbar
1.
Propinsi Jawa Barat
2.
Tanjung Jabung Barat
3.
Kota Jambi
1.
Kota Jambi
2.
Bintan, Riau
1.
Jawa Barat
2.
Bangka Selatan
1.
Lampung
2.
Jawa Barat
3.
Kota Palu
4.
Tanjung Jabung Barat
5.
Kota Jambi
6.
Seluma
7.
Bintan
8.
Lampung Tengah
9.
Batanghari
2
Data palsu dan tidak ada orangnya sama sekali. Indvidual yang pada proses verifikasi faktual menolak atau tidak merasa sebagai pengurus partai politik seperti yang di cantumkan dalam SK yang di serahkan oleh partai politik. 4 KPU menerima 2 SK kepengurusan yang berbeda meskipun dari partai poltik yang sama. 3
31
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
10. Jambi 11. Muaro Jambi 12. Kota Jambi 13. Rejang Lebong 14. Bengkulu 15. Kota Pangkal Pinang 16. Kota Bandar Lampung 17. Kabupaten Semarang 18. NTB 19. Lombok Barat 20. Kota Bima 21. Kota Semarang 22. Kab. Boyolali 23. Kalbar 11.
Rangkap jabatan dengan kepengurusan di kecamatan
12.
5
SK parpol dimanipulasi
6
1.
Jawa Barat
2.
Kalimantan Barat
1.
Lampung
Tabel di atas menunjukkan bahwa banyak partai politik yang melakukan pelanggaran administratif. Secara substantif, eksistensi partai politik hanya terlihat bekerja menjelang pemilu saja dan terlihat jelas bahwa manajemen pengelolaan partai politik di tingkat daerah masih bersifat sentralistik.
2.1.3.
Keberadaan Sekretariat Partai Politik Untuk kategori keberadaan kantor sebagai alamat dan pusat sekretariat partai politik, hasil pemantauan menemukan lima temuan utama, sebagai berikut:
No. 1.
5 6
Pokok Permasalahan Alamat tidak sesuai/tidak ditemukan
Daerah (temuan) 1. Provinsi Lampung 2. Kota Bandar Lampung
1 orang memegang 2 jabatan berbeda di tingkat kabupaten / kota dan kecamatan. Sama sekali tidak ada kepengurusan
32
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 2. 3.
5.
2.1.4.
Alamat tidak lengkap
1. 2. Menggunakan rumah pribadi 1. 2. 3. Menggunakan warung minuman 1. (dan makanan Kah?) 2.
Kota Palu Kota Metro Tanjung Jabung Barat Provinsi Bangka Belitung Jambi Muaro Jambi Kabupaten Semarang Bangka Selatan Kota Semarang Kab. Boyolali Batanghari, Jambi Lampung Tengah Lampung Tengah Jambi Kota Jambi Batanghari, Jambi Jambi
7.
Munggunakan rumah Pengurus (apa Kota Metro bedanya dengan rumah pribadi)
8.
Menggunakan rumah Kosong???
Jambi
9.
Menggunakan kantor Lain???
Jambi
10.
Punya dua Kantor ???
Kota Jambi
11.
Masa kontrak tidak sesuai(???)
Kota Mataram
Keanggotaan Partai Politik
Dalam hal persyaratan keanggotaan partai politik, terdapat sebelas trend temuan. berikut matriks temuan keanggotaan partai politik :
33
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
No. 1.
Pokok Persoalan Menyatakan bukan anggota
2.
Tidak sesuai (apanya???)
3.
Salah penulisan namma
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 1. 2. 3. 1.
4.
KTA Ganda
1. Seluma
5.
Tidak menyerahkan KTA (????)
6.
Alamat KTA berbasis kecamatan (????) Aspek psikologis (frustasi) anggota yang diverifikasi (masuk pemberitaan saat menolak, tanpa pertanyaan pembukaan ke masyarakat, pengingkaran terhadap parpol) ????
7.
KTA
dengan
KTP
1. 2. 1. 2. 1. 2.
Daerah (Temuan) Kota Bandar Lampung Lampung Tengah Kota Palu Kota Metro Tanjung Jabung Barat Batanghari Kabupaten Semarang Lombok Tengah Lombok Timur Kota Mataram Kab. Boyolali Lampung Tengah Tanjung Jabung Barat Bintan Lampung
Lampung Tengah Jambi Rejang Lebong Jateng Jawa Tengah Kota Semarang
8
Anggota dihadirkan
1. Kabupaten Jepara
9
Kalimat tim verifikator “anggota diganti dengan pendukung” (????)
1. Kab. Semarang
10.
KTP dan KTA beda daerah
1. Kota Salatiga
11.
Anggota yang mempunyai KTA
diverifikasi
tidak
1. Kab. Boyolali
ANALISIS TEMUAN 34
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
1. Keterbukaan KPU mengenai data/dokumen. Keterbukaan data/dokumen dari KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota pada proses verifikasi partai politik belum berdasarkan pada standar yang disepakati oleh KPU dan BAWASLU. Kemudahan mengakses data lebih disebabkan karena kedekatan pribadi antara KPU provinsi dengan KPU kabupaten/kota.
2. Kepengurusan Partai Politik: a) Data-data yang diserahkan kepada KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota oleh partai politik adalah data lama (Pemilu 2009) sehingga tidak update dengan data di lapangan. Hal ini menunjukkan partai politik belum mempunyai mekanisme koordinasi yang baik dan kontinu dalam struktur kepengurusan dari pusat hingga kecamatan. b) Masih lemahnya kepengurusan 30 persen perempuan di partai politik.
3. SEKRETARIAT PARTAI POLITIK : a) keberadaan kantor partai politik di daerah belum mencerminkan adanya kegiatan politik untuk menjalankan kerja-kerja politik dan pendidikan pemilih, b) keberadaan kantor partai politik baru disediakan mendadak setelah ada persyaratan verifikasi faktual c) Sekretriat menunjukkan ketidaksiapan partai politik dalam menghadapi Pemilu 2014.
4. KEANGGOTAAN PARTAI POLITIK : a) adanya metode verifikasi keanggotaan partai politik yang tidak seragam b) tidak melalui proses sampling sesuai dengan petunjuk verifikasi faktual, c) adanya masa perbaikan yang melewati jadwal yang telah ditentukan, c) aspek psikologis rakyat saat diverifikasi, masuk ke pemberitaan, d) munculnya kekecewaan masyarakat terhadap partai politik yang menipu rakyatnya.
2.2. Pencalonan
2.2.1. Calon Legislatif Sentralistik (Domisili Jakarta)
35
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
Sebanyak 32 persen calon legislatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berdomisili di DKI Jakarta. mereka mencalonkan diri di daerah pemilihan (dapil) luar Jakarta atau caleg “impor”. Dari total 6.550 caleg DPR di Daftar Calon Sementara (DCS), 2.100 di antaranya tinggal/beralamat di Jakarta, namun mencalonkan diri di dapil luar Jakarta.
Berdasarkan data yang dihimpun, Jakarta menyumbang paling banyak caleg di 77 dapil. Maraknya caleg impor mengindikasikan telah terjadi sentralisme kekuasaan partai politik (parpol). Banyaknya calon yang datang dari Jakarta menunjukkan sistem rekrutmen pencalonan masih sangat elitis. Partpol, menurut dia, tidak mempertimbangkan aspek pengalaman situasi sosial setempat dan kedekatan emosional dengan konstituennya. Hal itu menyebabkan daftar calon sementara kurang mencerminkan representasi dari jiwa pluralitas, peta masalah, dan kepentingan di masing-masing daerah pemilihan.
Undang-undang maupun Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) memang tidak mengatur secara khusus bahwa caleg DPR harus berasal dari dapil masing-masing. Hal itu menunjukkan bahwa parpol tidak mempertimbangkan aspek pengalaman situasi sosial di setiap daerah sehingga kurang mewakili kondisi pluralitas di dapil masing-masing.
DCS impor itu menjadi preseden tentang besarnya biaya kampanye yang akan dikeluarkan karena parpol dan calon membutuhkan biaya tambahan untuk kampanye, terutama akomodasi dan transportasi untuk meraup suara konstituen. Apabila parpol dan caleg mengambil jalan pintas dengan memasang iklan dan alat peraga saja maka hubungan emosional dengan konstituen akan semakin tipis.
Partai yang paling banyak “mengekspor” calegnya dari Jakarta ke daerah adalah Partai Demokrat, yaitu sebanyak 248 orang (44 persen) dari seluruh caleg partai tersebut. Sisanya adalah Partai Golkar (234 caleg), Partai Hanura (230 caleg), PDI Perjuangan (202 caleg), Partai Gerindra (186 caleg), PAN (174 caleg), PKPI (164 caleg), PPP 160 caleg), PBB (160 caleg), Parta NasDem (141 caleg), PKB (136 caleg), dan PKS (65 caleg).
36
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
Partai Politik Demokr at Golkar Hanura PDIP Gerindra PAN PKPI PPP PBB Nasdem PKB PKS
Total caleg domisili Jadebotabek7 266
Total caleg nasional 560
%
251 249 216 198 188 181 181 176 159 155 81
560 549 560 551 552 525 527 556 560 557 493 6550
45% 45% 39% 36% 34% 34% 34% 32% 28% 28% 16%
2,301
48%
Bodetabek (preferenc e delete) 18
Total caleg domisili di Jadebotabek 248
%
17 19 14 12 14 17 21 16 18 19 16 Non Jakarta
234 230 202 186 174 164 160 160 141 136 65 2,100
42% 42% 36% 34% 32% 31% 30% 29% 25% 24% 13%
35%
44%
6,550 32%
1. Perempuan Sentralistik Mayoritas syarat keterwakilan 30% calon anggota legislatif perempuan dalam Daftar Caleg Sementara (DCS) dipengaruhi oleh kebijakan sentralistik partai politik dalam menempatkan para calonnya. Pemenuhan quota 30% perempuan belum mencerminkan semangat partai politik dalam mengupayakan keterwakilan wilayah dan representasi politik dari setiap daerah pemilihan.
Dari 2.453 calon perempuan dalam DCS, sebanyak 1.231 (50%) beralamat atau tinggal di luar provinsi dari daerah pemilihannya berada. Mayoritas caleg berasal dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Berdasarkan pengalaman Pemilu 2009, proses pencalonan dengan sistem proporsional terbuka bagi calon perempuan relatif lebih sulit terutama saat kampanye dan dalam mengawal suara perolehannya.
7
Jadebotabek (Jakarta, Depok Bogor, Tangerang dan Bekasi)
37
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
Partai politik sebagai penanggungjawab penuh dalam kepesertaan pemilu tidak boleh membiarkan caleg perempuan berkompetisi secara bebas. Tingginya potensi elektabilitas calon perempuan membuat partai politik harus mengatur strategi untuk mengawalnya. Partai politik harus memberikan perlindungan dan pengawalan yang lebih kepada calon perempuan terutama pada saat kampanye dan pengawalan hasil suara yang diperoleh dari TPS hingga penghitungan suara nasional.
No
Partai Politik
Hanura 1 Demokrat 2 Golkar 3 PKPI 4 PAN 5 Gerindra 6 PKB 7 PDIP 8 PBB 9 10 Nasdem 11 PPP 12 PKS Total Caleg (%) Caleg Luar Provinsi
Caleg Perempuan Non Domisili 139 120 120 117 117 114 110 108 95 86 85 20 1,231 50,18 %
Total Caleg Perempuan Nasional 200 209 202 196 206 199 210 200 205 227 206 193 2,453
% 36% 37% 36% 37% 37% 36% 38% 36% 37% 41% 39% 39%
Total Caleg Lelaki dan Perempuan
% Caleg LakiLaki dan Perempuan
549 560 560 525 552 551 557 560 556 560 527 493 6,550
70% 57% 59% 60% 57% 57% 52% 54% 46% 38% 41% 10% 37
Dari jumlah temuan tersebut, Partai Hanura mempunyai paling banyak caleg perempuan sentralistik yaitu 139 dari 200 caleg perempuannya (70%), diikuti oleh PKPI sebanyak 117 dari 196 (60%), Golkar sebanyak 120 dari 202 (59%), Demokrat sebanyak 120 dari 209 (57%), PAN sebanyak 117 dari 206 (57%), GERINDRA sebanyak 114 dari 199 (57%), PDIP sebanyak 108 dari 200 (54%), PKB sebanyak 110 dari 210 (52%), PBB sebanyak 95 dari 205 (46%), NASDEM sebanyak 86 dari 227 (38%) PPP sebanyak 85 dari 206 (41%) dan PKS sebanyak 20 dari 193 (10%).
38
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
Calon Legislatif yang Gagal Beberapa dinamika paska penetapan hasil pemilu dipenuhi dengan situasi tekanan psikologis yang melanda banyak caleg yang kalah/tidak terpilih. Beberapa kasus yang direkam oleh JPPR dapat dilihat dalam beberapa kasus di bawah ini: DPRD Kabupaten Bone mengalami depresi berat dan suka bicara di luar kontrol. Caleg DPRD di Kabupaten Pangkep meminta kembali bantuannya berupa uang dan lampu jalan. Caleg DPRD Kabupaten Banjar mengalami stress berat, jatuh sakit dan meninggal dunia. Caleg DPRD Kabupaten Banjar meminta kembali ambulan yang sudah diberikan. Caleg DPRD Sidrap memberhentikan buruh sawahnya dan meminta kembali uang pemberian karena perolehan suaranya di bawah target. Caleg DPRD Cianjur mengamuk dan memecahkan kaca di kantor KPUD. Caleg di Pulau Seribu marah hebat dan meminta kembali sembako yang telah diberikan karena hanya mendapatkan 1 suara di TPSnya. Caleg DPRD Kabupaten Semarang meminta kembali seragam dan uang yang telah diberikannya.
Berbagai peristiwa tersebut menunjukkan adanya ketidaksiapan para caleg atas kekalahan. Dan, yang jauh lebih penting adalah, transaksi politik yang dibangun oleh calon dengan masyarakat hanya terbatas dalam bentuk uang dan barang. Politik transaksional sangat vulgar terjadi melalui uang dan barang antara caleg dan pemilih, sehingga ketika caleg tersebut tidak memperoleh suara banyak dan tidak mendapatkan kursi, uang dan barang tersebut diminta kembali.
3. KAMPANYE
3.1. Pemasangan Alat Peraga Kampanye
Pemasangan alat peraga menjadi salah satu cara yang digunakan calon legislatif untuk mengartikulasikan pencalonannya. Mekanisme ini diatur dalam PKPU No……. yang bertujuan guna
39
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
lebih menjamin keteraturan dan keindahan daerah. Namun, seperti mengulang cerita yang sama dari pemilu ke pemilu, pelanggaran dan ketidakpedulian tim kampanye terus berulang. Secara umum, masih banyak terjadi pemasangan alat peraga yang melanggar aturan lokasi (pohon, jalan protokol, gedung pemerintahan), dan juga ukuran alat peraga yang melebihi ketentuan. Peraturan tentang ketentuan jumlah dan tata cara pemasangan alat peraga kampanye tidak dipatuhi oleh partai politik dan caleg. Alat peraga kampanye dipasang secara serampangan dengan ukuran yang di luar ketentuan. Lokasi pemasangan juga sama sekali tidak memperhatikan aspek lokasi mana yang dilarang.
Berdasarkan hasil pemantauan lapangan, jenis pelanggaran ini dilakukan hampir di seluruh wilayah pemantauan JPPR yakni di Lilirilau, Soppeng, Sulawesi Selatan; Marabahan, Barito Kuala, Kalimantan Selatan; Gambiran, Banyuwangi, Jawa Timur; Cibiru, Kota Bandung, Jawa Barat; Banaran, Kulonprogo, Yogyakarta; Purworejo, Jawa Tengah; Wringin, Bondowoso, Jawa Timur; Laren, Lamongan, Jawa Timur
Beberapa ilustrasi temuan JPPR berkaitan dengan Alat Peraga Kampanye No 1
Jenis Pelanggaran Pemasangan spanduk pohon
2
Alat peraga kampanye di jalan protokol Alat peraga kampanye di sekolah Alat peraga kampanye di Rumah Sakit Distribusi alat peraga kampanye ke sekolah
3 4 5
di
Lokasi Kelurahan Sukabumi Utara, Kebon Jeruk, Jakarta Barat Genteng, Rungkut, Kota Surabaya Kota Salatiga Kabupaten Semarang Banjarmasin Selatan, Banjarmasin Kertakhayar, Banjarmasin Kabupaten Pinrang dan Kota Palopo, Sulawesi Selatan Sumber Sari, Jember, Jawa Timur
Pelaku Pasangan nomor 1
pasangan nomor 2 pasangan nomor 2 pasangan nomor 1 pasangan nomor 1
calon
calon calon calon calon
3.1.1. Masa Tenang
40
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
Dalam Pemilu Legislatif dan Presiden 2014, KPU tetap mengunakan 3 (tiga) hari masa tenang menjelang hari pemungutan suara, yakni di mana pada masa jeda tersebut kegiatan kampanye dalam bentuk apapun dilarang. Masa tenang digunakan untuk “colling down” menciptakan suasana yang kondusif menjelang pemungutan suara dan mengurangi potensi politik uang. Pada masa tersebut seluruh alat peraga kampanye akan dibersihkan dan berbagai kampanye melalui media electronik dihentikan. Sesuai PKPU No (…?)
Pada pemantuan masa tenang ini, JPPR mencatat masih ditemukan pelanggaran. Banyak alat peraga seperti spanduk, baliho, stiker dan banner masih terpasang dan tidak dibersihkan. Data JPPR menunjukkan pelanggaran di beberapa tempat:
1. Kecamatan Panyipatan, Tanah Laut, Kalimantan Selatan 2. Kecamatan Watampone, Bone, Sulawesi Selatan 3. Jalan Protokol Eltari, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur 4. Jalan protocol Tate Pandean, Sumenep, Jawa Timur 5. Kecamatan Lau, Kota Maros Sulawesi Selatan. 6. Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Partai politik, calon legislatif maupun pengawas pemilu tidak cepat tanggap untuk menurunkan alat peraga tersebut. Praktik ini menunjukkan ketidakpatuhan peserta pemilu dan penegakan peraturan pemilu tentang pembersihan alat peraga yang tidak diberlakukan secara efektif.
3.2. Kampanye broadcast via SMS/BBM/Whatsapp/Media Sosial. Kampanye dengan menggunakan teknologi telepon (SMS dan BBM) juga menjadi pilihan efektif kandidat untuk broadcast pesan kepada masyarakat. Dalam hal ini, peraturan kampanye melarang kegiatan kampanye melalui media elektronik pada masa tenang, namun JPPR justru menemukan begitu banyak pesan yang disebarkan pada masa tenang. Beberapa temuan di lapangan dari berbagai propinsi di rangkum dalam list pesan di bawah ini:
41
E X E C U T I V E
a.
S U M M A R Y
Brou, Partai Gerindra membagi PULSA bekerjasama dengan semua operator. Lanjutkan SMS ini ke 15 nomor, maka Pulsa akan terisi 100.000. Ini betul saya sudah kirim 15 nomor . Saya chek pulsa, langsung M’KIOS masuk 100.000, betul ini. Sebarkan 15.
b.
Bismillah, Ingat Tanggal 9 April 2014 Coblos Partai Bulan Bintang No. Urut 1 Muchlis Mustafa, SH. Saya Siap Mengemban amanah dan menjadi wakil rakyat daerah pemilihan Kec. Maritenggae dan Watang Sidenreng.
c.
Syalom, 9 April sebentar lagi, bila bapak, mama, kakak, adil berkenan saya mengajak kita semua ke TPS dan bila saya layak sebagai anggota DPRD, mohon mencoblos (JAN
PIETER D.J WINDY,Caleg No. Urut 5 Partai Gerindra, dapil NTT 2, Kabupaten Kupang Rote Sabu). Mohon ajak juga saudara lainnya. d.
Bismillahi tawakkaltu ‘allah. Tolong menolong dalam kebaikan. Kadang-kadang saya membenarkan politik uang karena sebagian masyarakat kita miskin, tidak percaya pada janji dan budaya sungkan jika diberi. Tapi Tuhan tidak mengijinkan kami menggunakan politik uang karena sesuatu dan lain hal. Semoga bias memperjuangkan pendidikan anak lebih baik dengan program pelatihan guru secara berkala sampai jadi guru yang ramah anak, guru sebagai wasit yang adil dan guru tahu menggali potensi masing-masing anak minimal SD. Jika anak-anak SD sudah mulai ketahuan potensinya maka misi ini tidak perlu disampaikan dan jangan pilih PKB (2) Nomor Urut 6 H. faisal Enre, SE.
e.
Pesen ti Ki Sunda, Saurna ulah hilap dinten rebo ping 9 April urang angkat ka TPS. Kanggo DPR RI, Pilih urang Cianjur asli ti PKS No.1 H. ECKY AWAL MuCHARAM.
f.
SULSEL butuh Pengusaha agar bisa makmur, MUBYL HANDALING adalah pejuang ekonomi kerakyatan di SULSEL. Pilih dia untuk DPR-RI, Partai NASDEM Nomor Urut 1 ttd. HM. JUSUF KALLA.
g.
Mari kita bersama mendukung dan menusuk calon DPR RI PARTAI PDIP NOMOR URUT 5 DANIEL RAMBA LIMBONGAN (RAMLI)PARURA. Okay, Makasih dukungannya.
h.
Bimillahirrohmanirrahim, Hari Rabu 9 April 2014. Jangan Lupa Pilih IR. HASANUDDIN G. KUNA Caleg PKS Nomor Urut untuk DPRD PANGKEP. Trimakasih.
42
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
Peserta pemilu masih memanfaatkan masa tenang untuk mempengaruhi pilihan pemilih. Partai politik dan calon melakukan tindakan kampanye dengan menyebarkan pesan singkat (broadcast message). Pesan yang dikirim secara sporadis ini hampir tidak dapat dijangkau dan ditangani oleh lembaga pengawas untuk menindaknya. Kedepan, model kampanye melalui
broadcast perlu diatur lebih detail.
Pemilihan Presiden Proses kampanye pada pemilu presiden berkaitan dengan aspek display dan monitoring. Polarisasi kekuatan politik dan pendukung kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden memudahkan verifikasi pemantauan. Namun, dalam aspek penindakan hukum pemilu tetap terjadi kendala karena pelanggaran kampanye tertentu, misalnya melalui media elektronik, yang dengan mudah diklaim sebagai sumbangan pendukung, bukan tanggung jawab tim sukses. Dalam hal ini, tim sukses dan pendukung menggunakan kelemahan PKPU KPU mengenai quota atau spot waktu.
Polarisasi dukungan media terhadap salah satu pasangan calon dalam memberikan kontribusi kampanye di media tersebut juga menjadi catatan penting JPPR. Sudah menjadi pengetahuan publik bila hampir seluruh media cetak maupun elektroik menjadi pendukung dari salah satu pasangan calon presiden-wakil presiden. Media secara bombastis memberikan promosi dalam kategori kampanye atau pun bukan kampanye. di mana Bawaslu, KPU serta pemantau pemilu menemui kesulitan dalam kategori yang kurang tegas.
Di tengah kompetisi ketat dengan hanya terdapat 2 (dua) pasang calon di Pemilu Presiden 2014, dominasi media pun memegang peranan yang sangat kuat. JPPR mencatat dinamika yang sangat mencolok dalam kampanye media, di mana pendukung pasangan calon menggunakan semua akses penyebaran informasi untuk mempengaruhi pemilih. Strategi, agitasi dan penyebaran kampanye dengan isu-isu negatif digunakan untuk mempengaruhi pemlih. Persitiwa “obor rakyat” setidaknya menjadi catatan khusus ketika kebebasan press, berpendapat dan berexpresi menjadi berlebih. Sebuaha buletin disebarkan hanya untuk
43
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
membuat citra buruk salah satu pasangan calon. Menuding dan klarifikasi rupanya menjadi trend kampanye yang dilakukan oleh pendukung kedua belah pihak.
(Dihapus aja neh…) Dalam rangka counter informasi negatif yang disebarkan oleh Tabloid Obor Rakyat, timses pemenangan Jokowi mencoba mencounternya dengan menyebarkan Tabloid Pelayan Rakyat edisi khsusus yang disebar di Daerah Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Tabloid ini berisi informasi kebaikan-kebaikan dan prestasi yang pernah diraih oleh Joko Widodo. Selain kebaikan, di dalamnya terdapat satu halaman (hal 14) yang berisi daftar fitnah terhadap jokowi. Tabloid ini beredar bebas di daerah Jakarta Barat khususnya Kebon Jeruk karena daerah tersebut memang basis massa PDIP (hasil pileg kemarin). Pandangan masyarakat terhadap tabloid ini belum bisa diketahui, mengingat pemantau JPPR belum melakukan investigasi lebih jauh.. Untuk kampanye di wilayah Jakarta Barat dilakukan di lapangan terbuka. (ini di hapus saja)
Selebihnya, proses kampanye pemilu presiden berjalan dengan dinamika yang hampir sama seperti pemilu legislatif sebelumnya. Penggunaan teknik kampanye terbuka maupun terselubung, penggunaan uang maupun cara-cara lain untuk merekrut banyak massa terdeteksi di lapangan. Berikut beberapa temuan yang dilaporkan oleh tim pemantau lapangan JPPR:
Kec. Gunung Puyuh, Kab. Sukabumi, Jawa Barat: Anak-anak dilibatkan dalam kampanye yang dilakukan oleh kubu pasangan nomor urut 2, di mana Jokowi juga hadir dalam kampanye tersebut.
Kec. Babakan Ciparai, Tegal Lega, Bandung: Penggunaan fasilitas pemerintah seperti kendaraan berplat merah dan penempelan logo Garuda di mobil dinas pemerintah dilakukan oleh kubu nomor urut 1, Prabowo-Hatta. Kendaraan mobil dinas yang digunakan bernomor polisi D1739V (pertimbangkan untuk tidak display no mobil ini)
Bogor, Walikota Bogor aktif, Bima Arya mengikuti diskusi bersama Fadli Zon, dengan menggunakan atribut kampanye Prabowo Hatta (baju putih-putih ala Prabowo) dengan pin prabowo-hatta, suasana diskusi yang dibangun pun adalah suasana kampanye. Bima
44
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
Arya hadir sebagai pembicara bersama Fadli Zon dengan pembawa acara Raffi Ahmad. Diskusi tersebut membahas tentang HAM dan klarifikasi keterlibatan prabowo dalam kasus 1998. Di sekitar tempat diskusi ada banner Prabowo. Hal ini mengindikasikan adanya kampanye Prabowo Hatta yang berlawanan dengan peraturan pemilu di mana pejabat negara tidak boleh terlibat dalam politik praktis/ikut kampanye salah satu capres. Bima Arya adalah kader PAN, partai yang bergabung dengan koalisi Gerindra dalam mendukung prabowo sebagai Presiden.
Di Yogyakarta, kampanye terselubung dilakukan oleh Amien Rais di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) melalui kegiatan pengajian. Pengajian mendatangkan Hatta Rajasa sebagai pembicara tamu yang menyampaikan visi dan misinya pada pengajian tersebut. kasus ini sudah teratasi dengan dikenakannya sanksi berupa peringatan kepada paslon nomor urut 1.
Di Kabupaten Semarang, kedua pasangan calon melakukan politik uang, baik pasanngan nomor urut 1 maupun pasangan nomor urut 2. Tidak hanya politik uang, di kabupaten yang sama, Walikota Salatiga Yulianto dan Bupati Banjarnegara Tejo Slamet Utomo ikut berkampanye mendukung capres nomor urut 1. Walikota Yulianto mengikuti kampanye, namun beliau tidak sedang dalam masa cuti. Sementara Bupati Banjarnegara Tejo Slamet Utomo diduga mengerahkan PNS untuk kampanye mendukung capres no urut 1. Untuk kasus ini, Bawaslu akan melakukan proses klarifikasi dan mencari bukti-bukti serta keterangan para saksi.
Sama seperti di Kab. Semarang, kedua pasangan calon juga menggunakan sarana ibadah (masjid) dan lembaga pendidikan (pesantren) untuk kampanye. Kampanye dilakukan oleh kedua kubu. Tim Jokowi menghadiri acara di pondok Ihya Kesugihan dan tim prabowo menghadiri pengajian di desa Kedondong Kec. Kesugihan.
Di NTT, ditemukan pelanggaran saat kampanye yakni mengikutsertakana anak-anak yang dilakukan oleh kandidat JKW-JK. Kampanye kandidat tersebut didukung pejabat lokal, yaitu Gubernur NTT yang merupakan kader PDIP. Pada saat pemantauan dilakukan, belum ditemukan adanya penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan gubernur untuk kepentingan kampanye JKW-JK.
45
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
Dan di Kec. Sumber Sari. Kab. Jember, ditemukan adanya "Surat Cinta Prabowo", kepada guru-guru di Sekolah Dasar Negeri Sumber Sari. surat cinta prabowo ini langsung dikirimkan ke rumah masing-masing melalui jasa Pos Indonesia. Sampainya surat ini ke masing-masing alamat para guru dicurigai karena adanya kerjasama timses dengan oknum PGRI di daerah tersebut. Hal yang sama terjadi juga di Kec. Lembang dan Duampanua, Kab. Pinrang, Sulawesi Selatan, dimana terdapat surat yang ditujukan untuk guru-guru. Amplop bergambar Capres no. 1. Surat tersebut belum sempat didistribusikan ke sekolah karena langsung ditahan di kantor pos. Selain untuk Kabupaten Pinrang, juga terdapat surat serupa yang ditujukan untuk Kota Palopo yang juga ditahan di kantor pos.
Di Nganjuk, Jawa Timur, pada tanggal 1-5, kampanye masih melibatkan pejabat setempat (pemantau tidak menuliskan jelas). Ada dua PNS setempat yang terindikasi terlibat dalam kampanye terbuka salah satu pasangan calon. Keduanya adalah pimpinan sebuah kecamatan dan kepala sekolah salah satu SMA negeri di Kab. Nganjuk. Ketika dipergoki, mereka masih mengenakan seragam pegawai. Sementara itu di Ngasem, Jawa Timur, terdapat keterlibatan Ibu Camat Kecamatan Ngasem dalam melakukan kampanye salah satu capres. Pejabat kecamatan juga terkait dalam persoalan ini. Namun, tidak ditemukannya paksaan atau intimidasi dalam kasus ini.
Sementara di Aceh Barat, dukungan kepada Prabowo-Hatta datang dari bupati dan wakil bupati yang merupakan kader PAN dan Golkar.
Di Kecamatan Genteng dan Rungkut, Kota Surabaya, terdapat banyak spanduk dan baliho kedua pasangan calon presiden nomor urut 1 dan 2, yang dipasang menggunakan paku pada batang pohon di sekitar jalan raya utama. spanduk dan baliho ini terlihat jelas karena letaknya yang strategis dan sering dilalui banyak orang (pinggir jalan).
Pada masa tenang, banner dan spanduk masih terpasang di jalan Batusari dan Sukabumi Utara, Kebon Jeruk. Sepenglihatan pemantau, ada 6 banner Prabowo dan 7 banner Jokowi yang masih terpasang di jalan-jalan tersebut. Di Kepatihan Kulon, Sukoharjo, Jawa Tengah,
46
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
Spanduk Calon presiden nomor urut 2 terpampang di pintu pagar SMP 26 Kepatihan Kulon. Dan Di Banjarmasin Selatan, Baliho dan spanduk kampanye capres nomor urut 2 Jokowi-JK masih terpasang pada saat masa tenang. Semua atribut terpasang di tempat umum seperti Rumah Sakit, Sekolah, Masjid, dll. Kasus ini sudah dilaporkan ke Panwaslu setempat. Atribut kampanye capres nomor urut 2 Jokowi-JK masih banyak terpasang di pinggir jalan daerah Kertak Hanyar, Banjarmasin. Tidak ada tindakkan tegas dari Bawaslu terkait hal ini. Pada masa tenang tanggal 6 Juli 2014 di Kec. Gambut, Kab. Kota Banjar, masih terlihat alat peraga kampanye berupa spanduk dan baliho yang terpasang, baik yang di desa maupun di jalan besar provinsi di Jl. A. Yani Km. 14,800. Namun, pada pagi tanggal 7 Juli sudah dilepas. Hal yang sama juga terjadi di Kab. Pinrang, di mana pemantau JPPR masih mendapati alat peraga kampanye di daerah Pinrang. Belum terdapat tindakkan tegas dari Bawaslu terkait hal ini.
1.1. Laporan dana awal kampanye
Dalam pasal 134 UU 8 Tahun 2012: partai politik peserta pemilu sesuai dengan tingkatannya wajib memberikan laporan awal dana kampanye pemilu dan rekening khusus dana kampanye pemilu kepada KPU, KPU Provinsi, dan KPU kabupaten/kota paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum hari pertama jadwal pelaksanaan kampanye pemilu dalam bentuk rapat umum.
Ketentuan di atas jelas menyebutkan laporan awal dana kampnye paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum hari pertama jadwal pelaksanaan kampanye pemilu dalam bentuk rapat umum atau 2 Maret 2014. Tidak ada ketentuan waktu yang jelas jam berapa laporan tersebut harus diserahkan. Bila merujuk pada pasal di atas berarti paling lambat 2 Maret 2014 Pkl. 00.00. Siapapun yang melewati batas waktu tersebut akan didiskualifikasi Pasal 138: Dalam hal pengurus partai politik peserta pemilu tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota tidak menyampaikan laporan awal dana kampanye pemilu kepada KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota sampai batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 ayat (1), partai politik yang bersangkutan dikenai sanksi berupa pembatalan sebagai peserta pemilu pada wilayah yang bersangkutan.
47
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
Hal di atas berbeda dengan surat edaran KPU No.70 /KPU/II/2014 tentang laporan dana kampanye partai politik peserta pemilu 2014, tertanggal 7 Februari 2014, menyebutkan pada point 1: partai politik peserta Pemilu 2014 menyampaikan laporan penerimaan sumbangan dana kampanye periode II, rekening khusus dana kampanye, laporan awal dana kampanye kepada KPU pada tanggal 2 Maret 2014, pukul: 09.00-18.00 WIB.
Partai politik memiliki kecenderungan memaksimalkan waktu dan hanya menyetorkan laporan dana kampanye menjelang saat-saat terakhir batas akhir. Seperti KPU Kabupaten Bogor, KPU Kabupaten Banyuwangi, KPU Kabupaten Magelang, Jawa tengah, KPU Provinsi NTT, KPU Kabupaten Semarang, dan KPU Kota Kupang. Salah satu isu yang menjadi kendala internal adalah berkaitan dengan batas akhir penyerahan, dan interpretasi menganai perbedaan pemahaman soal batas waktu pelaporan dana kampanye hingga 18.00 atau 24.00 terjadi di KPU Kabupaten Bandung, KPU Kota Bandung, KPU Kabupaten Maros, KPU Kota Kupang, KPU Kota Makassar. Alasan perbedaan interpretasi menjadi rasional apabila terdapat kendala komunikasi dan pemahaman. Namun di sisi lain bisa dikategorikan sebagai pelanggaran administrasi apalagi dikhawatirkan terjadi motif penundaaan, karena memberikan kesempatan partai politik untuk menyelesaikan laporannya yang belum selesai.
Pelaporan dana kampanye oleh partai politik di setiap tingkatan dan DPD di hari terakhir (2 maret 2014) menunjukkan belum terkonsolidasinya sistem administrasi dan pengelolaan dana kampanye. Partai politik dan DPD belum mempunyai perhatian lebih dan masih menganggap mudah (menggampangkan), yang pada akhirnya, kerepotan menjelang batas akhir waktu pelaporan.
JPPR melihat usaha keras Komisi Pemilihan Umum untuk mendisiplinkan seluruh partai politik peserta Pemilu 2014 supaya menyerahkan laporan awal tepat waktu dan sesuai jadwal. Berdasarkan fakta, memang seluruh partai politik tingkat pusat menyerahkan laporannya tepat
48
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
sebelum jam 18.00 WIB. Namun, lantas, bagaimana dengan pelaksanaan surat edaran ini di tingkat provinsi dan kabupaten/kota? Dari tiga provinsi yang menjadi pemantauan JPPR, hanya di Provinsi Maluku, yaitu Partai Hanura yang menyerahkan laporan awal dana kampanyenya pada 2 Maret 2014 Pukul 20.00 WIT. Sangat disayangkan, tidak adanya sikap tegas yang dilakukan KPU provinsi Maluku terhadap partai-partai yang lain.
Berbeda halnya dengan point lain dalam surat edaran tersebut, terdapat kolom rekening khusus, point 11 dalam tabel, dijelaskan salinan rekening koran (bila ada). JPPR menyayangkan kenapa KPU tidak mewajibkan partai politik menyerahkan rekening koran sebagai lampiran laporan rekening khusus. Padahal bukti otentik dari laporan penerimaan sumbangan dalam bentuk uang bersumber dari rekening koran. Rekening koran adalah cerminan dari wujud transparansi laporan dana kampanye. Semua akan terbukti bila dalam penerimaan dana kampanye minimnya dalam bentuk uang, dan itu jelas tidak mungkin. Dana kampanye dalam bentuk uang pasti mengalir langsung ke caleg atau partai tanpa melewati rekening khusus. Pasal 14/PKPU 17/2013: ayat 1: Partai politik peserta pemilu dan calon anggota DPD wajib menempatkan dana kampanye berupa uang di rekening khusus dana kampanye pada Bank umum.
1.2. Kampanye dengan Pelibatan Anak
Anak-anak di bawah umur dikategorikan kelompok umur yang tidak memiliki hak memilih dan dilarang terlibat dalam kegiatan politik sesuai dengan amnat UU Perlindungan Anak. Namun pada kenyataannya, kesadaran masyarakat maupun partai politik dan penegakan hukum pemilu yang kurang tegas masih memungkinkan keterlibatan anak di bawah umur dalam berbagai kegiatan kampanye.
49
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
Pelibatan anak-anak umumnya ditemukan pada kegiatan kampanye terbuka dengan cara mengenakan kaos, membawa dan mengibarkan bendera, bergabung dalam iring-iringan kendaraan, naik ke panggung (ditemukan pada kampanye PPP di Lapangan Prawatasari, Cianjur; kampanye PKB di Lapangan Maron, Genteng, Banyuwangi; kampanye Partai Golkar, Patian Rowo, Nganjuk Jawa Timur; kampanye Partai PKB di Gresik, Jawa Timur; kampanye Partai Hanura di Lasiana, Kota Kupang; kampanye Partai Nasdem, di Patian Rowo, Nganjuk, Jawa Timur; Kampanye Partai PKS, Cibiru, Bandung, Jawa Barat; kampanye PDIP Kota Kupang).
Pelibatan anak-anak dalam kampanye juga ditemukan dalam bentuk lain, yakni mengundang anak-anak ke lokasi wisata milik Caleg PDIP DPRD Banyuwangi, Ficky Septalinda dengan menggratiskan tiket masuk dan melibatkan Kades Sumber Gondo, Glenmore, Banyuwangi yang juga ayahnya menjadi jurkam.
Partai politik dan calon tidak mematuhi ketentuan standar dalam kampanye terbuka. Partai politik dengan secara sengaja menyertakan anak-anak untuk ikut terlibat dalam kampanye. Keterlibatan anak dalam kampanye terbuka lebih membahayakan dan bernilai negatif daripada memberikan pendidikan politik lebih dini.
3.3. Penggunaan fasilitas Negara (Mana datanya)
3.4. Keterlibatan PNS
(mana datanya) 3.5. Politik Uang Penggunaan uang dalam kampanye untuk menarik dukungan tetap menjadi strategi yang digunakan calon legislatif dan partai politik yang memiliki uang. Di antara modus praktik politik uang menjelang hari pemungutan suara adalah uang kontan senilai paling kecil Rp10,000 hingga Rp200,000; barang (sembako, alat ibadah, kerudung, semen, baju, pulsa, air
50
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
mineral dan rokok) dan asuransi (mengirimkan kartu asuransi bersama dengan surat pemberitahuan memilih).
Angka statistik pemantauan JPPR dari pemantaun random sampling menunjukkan 335 atau 33% dari 1005 TPS pada saat pemilu legislatif, terjadi politik uang. Sedangkan pada pemantauan pemilu presiden, tercatat laporan 27 atau 9% kasus dari sampling di 303 TPS. Praktik politik dalam bentuk uang maupun barang ini terjadi menjelang hari pemungutan suara.
Pemilu
Ada
Tidak
Jumlah
Legislatif
335
670
1005
33%
67%
100%
27
276
303
9%
91%
100%
Presiden
Beberapa kasus yang di temukan dapat dilihat di bawah ini:
Pemberian beras, minyak dan uang sebanyak Rp50.000 di Kecamatan Lilirilau, Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan.
Pembagian uang sebesar 25 ribu di dusun Tegalrejo, Desa Badas, Kecamatan Badas, Kabupaten Kediri, Jawa Timur.
Pembagian uang 15 ribu di Kecamatan Butuh, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.
Pembagian uang sebesar Rp50.000 di sekitar masjid Jln. Sonbai Naikolan, Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Diantara contoh praktik politik uang adalah : No
Alamat
Keterangan Pelanggaran
Pelaku
1
No TPS TPS 6
Gajah Mungkur,Kota Semarang
Tim sukses
2
TPS 1
Ds. Bunggarel Kec Karanganyar, Kab
Pemberiaan Rp50.000 dan barang dalam bentuk baju batik kepada pemilih. Pemberian uang Rp15.000, Rp20.000 dan Rp30.000. kepada pemilih.
Tim sukses
51
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
3
TPS 3
4
TPS 2
5
TPS 12
6
TPS 2
7
8
TPS 52, 57, 48 TPS 1
9
TPS 4
10
TPS 2
11
TPS 3
12
TPS 1
13
TPS 8
14
TPS 4
15
TPS 6
16
TPS 6
17
TPS 21 TPS 4
18
Probolinggo Kel. Kebaban Kec. Suralaga, Kab. Lombok Timur Kel. Pasarbaru, Kec. Karawaci, Kota Tangerang. Kel. Rantautau, Kec. Rantau, Kab. Aceh Tamiang Desa Garut, Kec. Daarul Imarah. Kel. Bandar Khalif, Kel. Percut Sei, Kab. Lampung Kel. Wiono, Kec: Gedong Tatan, Kab: Lampung Desa Soropadan, Kec. Pringsurat, Kab. Temanggung Jawa Tengah Desa Paya Tumbi Baru, Kec. Kebayakan, Kab. Aceh tengah, Desa Derce, Kab. Nganjuk. Kec. Sonorejo Kab. Blora) Desa Melayu Kel. Tagari Tallunglipu, Kec. Tallunglipu, Kab. Toraja Utara. Kel. Macin Bagi, Kec. Lau, Kab. Maro, Makassar, Kel. Sungai Nangka, Kec. Balikpapan selatan, Kel. Kecurus Surabaya Desa Pisang, Kec. Patianrowo, Kab, nganjuk
Pemberian pemilih.
uang
Rp10.000
kepada
Tim sukses
Pemberian pemilih.
uang
Rp50.000
kepada
Tim sukses
Pemberian uang Rp200.000. Kepada pemilih.
Tim sukses
Pemberian Transfer pulsa sebesar Rp150.000 kepada pemilih Pemberian uang Rp200.000 kepada pemilih.
Tim sukses
Pemberian uang Rp150.000 kepada pemilih
PDIP dan Ketua KPPS Tim sukses
Pemberian sembako dan uang tunai kepada pemilih
Grindra, PAN, PKS
Pembagian barang sembako dan uang tunai kepada pemilih
Tim sukses
Pemberian uang Rp20.000 dan Rp30.000 kepada pemilih. Pemberian uang sejumlah Rp3,000
Tim sukses
Pemberian uang Rp50.000 sampai 100.000 kepada pemilih Pemberian uang sejumlah Rp500.000
Tim sukses
Pemberian uang uang Rp10.000 sampai dengan Rp. 100.000 dan pakaian. Pemberian barang berupa alat ibadah.
Tim sukses
Pemberian sembako dan pemberian uang Rp25.000 sampai Rp30.000. Pemberian uang Rp25.000 dan Rp20.000.
Tim sukses
Tim sukses
Tim sukses
Tim sukses
Demokrat, PKB dan PDIP
52
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
19
TPS 6
20
TPS 01
21
22 23
24 25
26
27
Kel. Macin Bagi, Kec. Lau, Kab. Maro, Makassar Kel. Sri Rahayu, Kec. Cikancung, JABAR,
Pemberian uang Rp10.000 sampai dengan Rp100.000 dan barang berupa pakaian Pemberian uang Rp20.000 sampai Rp50.000 pada saat serangan fajar
Tim sukses
TPS 2
Desa Hilir, Kec. Tapak Tuan, Aceh Selatan
Tim sukses
TPS 15 TPS 10
Jombang
Pemberian sembako sehari sebelum pemungutan suara pada malam harinya dan caleg dan mengintimidasi agar memilih dirinya Pemberian minyak goreng, kerudung dan uang Rp15.000. Pemberian uang Rp50.000 sampai dengan Rp100.000 dan Pemberian barang berupa sembako Pemberian uang sebesar Rp50.000 dan setelah jadi akan diberikan Rp100.000 Pemberian barang berupa semen untuk pembangunan masjid.
Tim sukses
Kartu Asuransi atas nama pemilih Arifwijaksana, diantar bersama surat undangan
caleg Agung Mulyono, Partai Demokrat caleg Hj. Supriantini dan Fatahillah Ramli
TPS 52 TPS 5
Beting Kuala Kapias, Teluk Nibung, Tanjungbalai, Sumatera Utara Rw.08 Manggarai Tebet Gading Sukuh, Kel. Wonosobo, Jawa Tengah Desa Plampang Rejo, Cluring, Banyuwangi
Taman Wisma Asri, Teluk Pucung, Bekasi
Kartu Asuransi atas nama pemilih Muhammad Hanid Alusi, diantar bersama surat undangan
Tim sukses dan caleg
Tim sukses Tim sukses
Tim Sukses
Pada masa tenang dan menjelang hari pemungutan, praktik politik uang dilakukan lebih terbuka dan seperti sudah menjadi tradisi di setiap proses pemilihan (kepala desa, pemilukada dll). Partai politik dan calon masih menggunakan cara transaksional uang dan barang dalam mendekati pemilih maupun penyelenggara pemilu..
Temuan praktik politik uang atau barang ditindaklanjuti sebagai pelanggaran pemilu dengan sanksi pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) UU 8 Tahun 2012 Pasal 301 Ayat (3) Setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya
53
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
kepada Pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu dipidana dengan unsur tindak pidana. Setiap orang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu.
Pada pemilu presiden, situasi berkaitan dengan politik uang tetap digunakan namun dengan frekuensi yang lebih tertstruktur dan rapi. Biasanya distribusi uang dilakukan dengan menggunakan jasa atau bantuan aparat pemerintahan di tingkat bawah seperti yang terjadi di beberapa contoh kasus di bawah ini: Di Kabupaten Semarang tepatnya di Kec Tengaran, berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan warga, kedua kubu menjanjikan akan memberi uang sebesar 20 ribu per kepala jika memilih kubu tersebut. Uang akan diberikan pada hari pemilihan. Sementara di Kabupaten Sukoharjo, Kec. Baki, Politik uang dilakukan oleh Ibu Ike, Lurah Gentan, Kec. Baki, untuk mendukung pasangan nomor urut 2. Selain itu juga terjadi pelibatan pejabat publik (RT, Kelurahan Gentan) yang meyakinkan masyarakatnya untuk memilih pasangan nomor urut 2. Praktik pembagian uang pada masyarakat ini dilakukan di Hotel Omaya Kab. Sukoharjo. Uang yang dibagikan sebesar Rp20.000/orang. Di Kec. Sawahan, Kab. Surabaya, oknum kelurahan terlibat dalam kampanye capres no. urut 2. Kampanye dilakukan secara door to door dengan memberikan uang Rp50.000 dengan menggunakan modus sosialisasi pemilu. Di Makassar, tim sukses pasangan capres no. 1 membagi-bagikan makanan untuk berbuka puasa/ta'jil di depan posko mereka. Orang yang membagikan makanan tersebut menggunakan pin pasangan capres no. 1. Pada malam 5 Juli 2014, pemantau mendapat temuan kejadian pembagian sembako yang didistribusikan kepada pondok pesantren dan tokoh masyarakat di Desa Jombang, Kecamatan Jombang. Dicurigai timses no. urut 2 yang melakukan pembagian sembako ini.
54
E X E C U T I V E
4.
S U M M A R Y
PEMUNGUTAN SUARA
4.1. Pembukaan TPS
Pada pemilu presiden, JPPR melakukan mengembangkan metode pemantauan dengan menambah fokus pemantauan pada proses pembukaan TPS, untuk melihat sejauhmana prosedur pembukaan dilakukan oleh petugas KPPS. Hasil pemantauan di 415 TPS menunjukkan, proses pembukaan TPS berjalan dengan baik di 348 TPS (84%), sementara sebanyak 67 TPS (16%) terjadi permasalahan saat dimulainya pemungutan suara. Diantara permasalahan yang muncul saat Pembukaan di TPS adalah : 1. Lokasi TPS tidak Netral. Yaitu di TPS 36 Kelurahan Baqa, Kecamatan Samarinda Seberang, Kalimantan Timur; TPS 55 Sempajaya Selatan Samarida Selatan, Kalimantan Timur; TPS 2 Syahkuala, Banda Aceh (lokasi di halaman Masjid); TPS 3 Bandaraya, Banda Aceh (lokasi di halaman Masjid); TPS 17, Kelurahan Tanah Baru, Kecamatan Beji, Depok, Jawa Barat yang berada di lokasi tempat ibadah; TPS 8 Gunung Sari, Kec. Pamijahan, Bogor (lokasi di kawasan Masjid. Alasannya untuk efisiensi dana sewa tenda, dll). 2. Petugas TPS tidak mengucapkan sumpah/janji. Yaitu di TPS 14 Kota Raja, Kupang, NTT; TPS 1 Samban, Bawean, Kab. Semarang (alasannya karena pemilih sudah antre); TPS 8 kecamatan Atambua Selatan, Kab. Belu dan TPS 1 Kecamatan Kota Atambua, Kab. Belu NTT; TPS 9 Kec. Sawah Besar, Jakarta Pusat (tidak ada panduan untuk sumpah KPPS); TPS No 3 Desa Buker, Kec. Jirengik, Kabupaten Sampang; TPS 2 Kec. Berutung Baru, Kab. Banjar, Kalsel; TPS 2 Kec. Kulon Puger, Jember; TPS 2 Martapura Barat, Kab. Banjar, Kalsel; TPS 70 Kec. Pekayon Jaya, Bekasi. 3. Surat Suara tidak diperiksa sebelum pemungutan. Yaitu di TPS 17, Taman Surapati, Menteng, Jakarta Pusat; TPS 14 Kota Raja, Kupang, NTT; TPS di Johor Baru; 4. Kotak suara tidak diperlihatkan dalam keadaan kosong. Yaitu di TPS 14 Kota Raja, Kupang, NTT; TPS 70 Kec. Pekayon, Bekasi
55
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
4.2. Kelengkapan Logistik Kondisi persiapan pemilu yang menyangkut logistik pemilu menjadi salah satu kegiatan pemantauan pra-pemilu yang sangat penting, mengingat ketersedian logistic dapat berpengaruh terhadap kelancaran proses pemungutan suara. Dari laporan relawan, masa periapan pra-pemilu diwarnai dengan situasi darurat logistik di beberapa daerah yang disebabkan kekurangan dan kesalahan pengiriman logistic. Beberapa contoh kasus yang di rekam JPPR adalah: a. Formulir Berita Acara di PPS Kecapi, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon. b. Formulir C1 rekap tertukar antar dapil di Tangerang Selatan. c. Surat suara DPD masih kurang puluhan ribu di Tangerang Selatan. d. Kekurangan formulir C6 dan KPPS menfotokopi sendiri, Jember, Jawa Timur.
Pada pembukaan proses pemungutan suara, JPPR kembali mengumpulkan data mengenai kelengkapan logistik pada proses pemungutan suara dan menyimpulkan situasi logistik sebagai berikut: Pemilu
Lengkap
Legislatif
760 76% 238 79%
Presiden
KurangBermasalah 245 24% 65 21%
Jumlah 1005 100% 303 100%
Dari 1005 TPS yang dipantau pada pemilu legislatif ditemukan sebanyak 760 TPS (76%) dengan logistik lengkap. Sementara sebanyak 245 TPS (24%) mengalami masalah dalam logistik pemungutan suara.
Permasalahan logistik di TPS biasanya seputar kekurangan surat suara, surat suara yang tertukar, tidak ada alat bantu tuna netra, tinta kurang, alat bantu coblos tidak ada, alas untuk coblos kurang dan tidak adanya formulir rekapitulasi. Di antara TPS yang mengalami permasalahan logistik adalah :
56
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
No
No TPS
1.
TPS 4
2.
TPS 1
3.
TPS 23
4.
TPS 2
5.
TPS 2
6.
TPS 1
7.
TPS 23
Desa Kayu Putih,
8.
TPS 26
Desa Bojongsoang, Kota Bandung
9.
TPS 7
Kelurahan Kecamatan Makassar
10.
TPS 26
11.
TPS 13
12.
TPS 4
13. 14.
TPS 10 TPS 5
15.
TPS 3
16.
TPS 32 TPS 2
17.
21 &
Alamat Desa sukamulya, Kec. Cigadu, Kab. Cianjur . Desa Bunggarel, Kec. Karanganyar, Kab. Probolingga, Sumur Pecung. Kec.serang, Kota serang banten Desa Paya Tumbi Baru Kec. Kebayakan Kabupaten Aceh tengah, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur Desa Lalora, Kecamatan Kambu Kota Kendari
Sambung Mamajang
Jawa Kota
Kelurahan Tual Kecamatan Dula Selatan Kota Tual Provinsi Maluku Desa Majasetra, kec. Majalaya, Kab. Bandung Desa sukamulya, Kec. Cigadu, Kab. Cianjur . Beting Kuala Kapias, Teluk Nibung, Tanjungbalai, Sumatera Utara Gading Sukuh, Kel. Wonosobo, Jawa Tengah Desa Paji, Kec. Pucuk, Kab. Lamongan Jawa Tengah Desa Fataluli, Kota Kupang Desa Hilir, Kec. Tapak Tuan, Aceh Selatan
Keterangan Pelanggaran Surat suara rusak Kualitas kartu suara tidak sesuai warnanya Dalam logistik TPS surat suara tak lengkap. Dalam logistik TPS surat suara tak lengkap, Kekurangan bilik suara Surat suara yang tidak cukup DPT sebanyak 400, sedangkan surat suara hanya 211 Form rekapitulasi dan alat bantu tidak ada Perhitungan suara dilakukan tanpa menggunakan formulir rekapitulasi C1 plano Alat bantu yang telat Tinta kurang Surat suara rusak Tidak
ada
alat
bantu
template untuk tuna netra
Tidak ada alat bantu template untuk tuna netra Tidak ada alat bantu untuk tuna netra Kekurangan surat suara 200 Tidak ada alat bantu untuk tuna netra
18.
TPS 8
Kel. Bentoperak
Tidak ada alat bantu bagi tuna netra
19.
TPS 4
Kel. Prajuritkulon Kota Mojokerto
Tidak ada alat bantu tuna netra
20.
TPS 31
Desa Panyitukan, Kab. Bandung
Tidak ada alat bantu untuk tuna netra
21.
TPS 233
Desa Sawang, Kec. Bandar Baru, Kab. Pidie, Aceh
Tidak ada alat bantu template untuk tuna netra
57
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
22.
PS 6
Cibinara Tangerang
23.
TPS 13
Desa Lette Kec. Mariso Makassa Prov. Sulsel
24.
TPS 6
25.
TPS 5
Kemaraya Kendari Barat Kendari, Sulawesi Tenggara
Kota
26.
TPS 1
Anggilowu, Mandonga, Kendari, Sulawesi Tenggara
Kota
27.
TPS 10
Beting Kuala Kapias, Teluk Nibung, Tanjungbalai, Sumatera Utara
Tidak ada alat bantu template untuk tuna netra
28.
TPS 13
Desa Lette Kec. Mariso Makassa Prov. Sulsel
Tidak di sediakannya alat bantu untuk tuna netra
29. 30.
TPS 20
Barat,
Ciledug, Kota
Kel. Ateuk Pahlawan Banda Aceh
Kota
Tidak ada alat bantu template untuk tuna netra Tidak di sediakannya alat bantu untuk tuna netra Tidak adanya alat bantu penyandang cacat untuk pemilihan padahal banyak sekali yang penyandang cacat Tinta kurang, tidak ada alat bantu untuk tuna netra, alat coblos, alas coblos Tidak ada alat bantu template untuk tuna netra
Desa Biru, Kec. Majalaya, Kab. Bandung
Surat suara hilang
Kel. Sumur Pucung
Formulir C1 tidak ada
Sesuai amanat UU 8 Tahun 2012, Pasal 142 menyebutkan ayat 1: perlengkapan pemungutan suara yang menjadi tanggung jawab Seketaris Jendral KPU, Sekretaris KPU Provinsi, Sekretaris KPU Kab/Kota dalam hal pelaksanaan, pengadaaan dan pendistribusian perlengkapan pemungutan suara (Pasal 141, Ayat 2) terdiri atas: kotak suara, surat suara, tinta, bilik pemungutan suara, segel, alat untuk mencoblos dan tempat pemungutan suara. Ayat 2: selain perlengkapan pemungutan suara sebagaimana dimaksud ayat 1, untuk menjaga keamanan, kerahasian dan kelancaran pelaksanaan pemungutan suara dan perhitungan suara diperlukan dukungan perlengkapan lainnya.
PKPU 26 Tahun 2013, Pasal 21 ayat 2: perlengkapan pemungutan dan perhitungan suara terdiri atas: surat suara, formulir-formulir, tinta, sampul kertas, segel, kotak suara, bilik suara, alat dan alas untuk pencoblosan, stiker nomor kotak suara, label kotak suara dan alat bantu tuna netra untuk surat suara DPD.
58
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
Kekurangan logistik pemungutan dan penghitungan suara di TPS mengurangi waktu dan kesempatan pemilih untuk melakukan pemungutan suara dan menganggu proses pemungutan
dan
penghitungan
suara.
Kekurangan
logistik
juga
menunjukkan
ketidakcermatan PPK, PPS dan KPPS dalam mendata secara rinci dan detail jumlah seluruh logistik serta memastikan logistik sesuai dengan kebutuhan di TPS.
Logistik Pemilu Presiden
Persiapan logistik pemilu yang digunakan pada pemilu presiden jauh lebih sederhana dibandingkan dengan pemilu legislatif, meskipun begitu, menjelang hari pemungutan suara, masih ditemukan masalah di banyak TPS terkait logistik pemilu. Beberapa permasalah tersebut digambarkan dalam detail berikut: Di KPUD Jawa Tengah, kertas suara rusak. Kerusakan kertas suarra itu berada di 26 KPU kabupaten/kota. Kerusakan disebabkan pengepakan pada saat pengiriman. KPU Jawa Tengah telah meminta KPU RI untuk melakukan penggantian. Pada saat laporan dibuat, logistik pilpres sudah mulai didistribusikan. Di KPUD Kalimantan Timur, banyak surat suara rusak dan tinta meluber. Pada saat informasi ini dilaporkan, belum diketahui jumlah surat suara yang rusak karena KPUD tidak di tempat saat ingin dilakukan konfirmasi. Distribusi logistik pemilu di Kota Banjarmasin terhambat. Logistik berupa formulir C6 dan D. Distribusi terhambat karena logistik dicetak di Surabaya dan pengiriman terhambat oleh cuaca yang tidak mendukung. Untuk KPPS yang belum terbentuk hanya di Kecamatan Banjarmasin Timur karena buku panduan belum ada. Pada saat berita ini dilaporkan, kondisi ini masih terus dipantau oleh koordinator provinsi. Di Kecamatan Gambut, Kab. Kota Banjar, terdapat 81 bilik suara yang akan dikirim ke 81 TPS. Tidak terdapat cheklist tentang isi kotak yang meliputi kertas suara, alat coblos, tinta, dan alat bantu tuna netra. Dari sisi penyelenggaraan di Sulawesi Selatan, pemantau menemukan KPPS di kecamatan Makassar dan Bonpala belum mendapat surat suara. Namun berdasarkan penelusuran di
59
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
hari lain, seluruh logistik, terkecuali form C6, sudah tersedia di PPK tetapi belum didistribusikan ke TPS. Dari 350 surat suara, terdapat 20 surat suara yang rusak di daerah Enrekang, Sulawesi Selatan. Pantia berjanji untuk menggantinya sebelum Hari –H. Dari tanggal 4/5 Juli 2014 di kecamatan Johan Pahlawan, Aceh Barat, hanya ada bilik suara dan kotak suara tersedia di PPK Kecamatan sedangkan kertas suara dan logistik lainnya belum ada dan belum adanya informasi yang valid terkait logistik. Menurut pemantau, masih terdapat petugas yang tidak mengetahui jumlah DPT.
4.3. Situasi Pemungutan Suara Secara umum, hasil pemantauan JPPR dalam proses pemungutan suara berlangsung dengan lancar. Situasi di berbagai TPS berjalan kondusif di kedua pemilu baik legislatif maupun presiden. Tabel (…) penilaiam proses pemungutan suara secara umum
Pelaksanaan pemungutan suara di 693 TPS (69%) berlangsung kondusif, sementara di 312 (31%) TPS berlangsung dengan banyak hambatan dan gangguan dari skala kecil hingga besar. Gangguan tersebut diantaranya adalah tindakan kampanye, intimidasi dan mobilisasi pemilih.
Beberapa TPS yang mendapatkan intimidasi dan praktik kampanye adalah sebagai berikut: 60
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
No
No TPS
Alamat
1
TPS 1
Kel. Wiono, Gedong Tatan, Lampung
2
TPS 2
Kel, Padaleo, Kec. Kambu Kota kendari,
3
TPS 40
Desa Cilenyi Kulon
4
TPS 1
Kel Uma Sima Kec Sumbawa
5
TPS 05
6
TPS 17
7
TPS 06
8
TPS 02
9
TPS 02
TanungSari, Sumedang Hajimenah, Lampung
Kec. Kab
Natar,
Keterangan Pelanggaran
Pelaku
Intimidasi efek dari pemberian uang kepada pemilih
PDIP
Banyak pemilih yang tidak dapat hadir dan digantikan dengan pemilih lain yang belum cukup umur. Anak di bawah umur dipaksa memilih oleh partai Tugas KPPS dikuasai oleh caleg tertentu sehingga terlihat bersitegang. Partai yang menguasai yaitu Hanura
KPPS
Golkar
Hanura
Kampanye di TPS
Alex Asmasoebrata
Intimidasi
Tim Sukses
Macingbagi, Laung, Intimidasi Maro, Makasar Hilir, Tapaktuan, Kampanye Aceh Selatan Wala, Maritenge, Kampanye Sidrap
Tim Sukses Tim Sukses Tim Sukses
Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 Pasal 308 menyebutkan: Setiap orang dengan sengaja menggunakan kekerasan dan atau menghalangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih, melakukan kegiatan yang menimbulkan ganguan ketertiban dan ketentraman pelaksanaan pemungutan suara atau menggagalkan pemungutan suara dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000.
Praktik intimidasi, kampanye dan mobilisasi pemilih dapat menganggu proses pemungutan dan penghitungan suara serta mempengaruhi proses pemilu di tingkat TPS.
4.3.1.
Intimidasi Pemilih
61
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
Hasil pemantauan JPPR dari 415 TPS menunjukkan proses pemungutan suara di TPS berjalan kondusif tanpa intimidasi baik secara verbal maupun tindakan yaitu sebanyak 374 (90%), sementara sebanyak 41 (10%) terjadi intimidasi di TPS.
Beberapa contoh intimdasi yang dirangkum JPPR dapat dilihat sebagai berikut: a. Terdapat ucapan/ tindakan intimidasi yang diucapkan oleh petugas di TPS 15 Babakan Ciparai, Bandung; TPS 1 & 2 Martapura Barat, Banjar; TPS 3 Mataram, Banjar. b. Terdapat ucapan/ tindakan intimidasi yang diucapkan oleh seseorang pada pemilih di TPS no 7 Kel Jaya, Kec. Wt. Seseorang bernama Sawitto dari timses no.urut 1 (diminta memilih no.urut 1 sebelum memasuki bilik suara); c. TPS 10, 11, 12, 13 Kelurahan Mecini, Kec. Makassar (pendukung no. urut 2 meneriakkan salam dua jari pada pemilih); d. TPS 8 Kelurahan Tamalea Indah, Kec. Tamalea (3-4 orang mengangkat tangan setelah pencelupan tinta sambil menerikkan salam dua jari); e. Hal yang sama juga ditemukan di TPS 70 Bekasi Selatan; TPS 10, Medan Satria Bekasi; TPS 10, Harapan Indah, Bekasi; TPS 15 Babakan Ciparai, Bandung; TPS 1 & 2 Martapura Barat, Banjar; TPS 3 Mataram, Banjar.
62
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
4.4. Display DPT di TPS
DPT harus ditempelkan di papan pengumuman agar memudahkan pemilih untuk mengetahui apakah mereka terdaftar di DPT atau tidak. JPPR melakukan assessment penerapan ketentuan ini di TPS pada kedua pemilu legislatif dan presiden, hasilnya dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut: Tabel (…):display DPT di TPS Pemilu Legislatif Presiden
Ya 714 71% 203 67%
Tidak 291 29% 100 33%
Jumlah 1005 100% 303 100%
Catatan Pada Pemilu Legislatif Sebanyak 714 TPS (71%) DPT terpasang di TPS dan di 291 TPS (29%) tidak memasang DPT di papan pengumuman. Di antara TPS yang tidak memasang DPT adalah :
No 1
No TPS TPS 01
2
TPS 14
3
TPS 26
4
TPS 15
5
TPS 05
6
TPS 01
7
TPS 06
8
TPS 17
9
TPS 13
Alamat Kel. Sri Rahayu, Kec. Cikancung, Jawa Barat Kel. Borong Kec. Manggala, Kota Makasar. Kelurahan Tual Kecamatan Dula Selatan Kota Tual Provinsi Maluku Kel Borong Kec Manggala Makasar
Keterangan Pelanggaran DPT tidak dipasang di papan pengumuman. DPT tidak dipasang di papan pengumuman. DPT tidak dipasang di papan pengumuman. DPT tidak dipasang di papan pengumuman Kel. Kiara Sari, Kec. Panyileukan, Jawa DPT tidak dipasang di papan Barat pengumuman Kel. Sri Rahayu Kec. Cikancung,Jabar DPT tidak dipasang di papan pengumuman Kel. Sungai Lulut Kec. Banjarmasin DPT tidak dipasang di papan Timur pengumuman Desa Hajimenah Kec. Natar Lampung DPT tidak dipasang di papan Selatan 2 pengumuman Kambu, Laro Lara, Kendari DPT dan Photo Caleg tidak dipasang di papan pengumuman 63
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
10
TPS 18
11
TPS 15
Babelan, Bekasi, Jawa Barat
DPT dan Photo Caleg tidak dipasang di papan pengumuman Kel Kolua Kec Molaka Kota Kupang Papan pemungutan suara tidak ada
Tidak dipasangnya DPT di papan pengumuman adalah sebuah pelanggaran ketentuan Pasal 20 PKPU No. 26 Tahun 2013, Ayat 1, point K. papan untuk memasang DPT, DPTb dan DPK untuk TPS yang bersangkutan sebanyak 1 buah dan dipasang di dekat pintu masuk TPS.
Pemasangan DPT di papan pengumuman di setiap TPS adalah prosedur utama dalam tahapan pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara. Pemasangan DPT ini memberikan kemudahan bagi siapapun yang datang ke TPS untuk mengecek namanya apakah terdaftar atau tidak. Pemasangan DPT juga dimaksudkan agar nama yang tidak berhak memilih (meninggal, pindah, tidak ada orangnya dll) dapat diketahui masyarakat secara terbuka. Masyarakat pada akhirnya juga tidak dapat mengantisipasi akan adanya potensi penyalahgunaan surat suara jika tidak terpasangnya DPT ini.
Catatan pada pemilu Presiden DPT tidak dipasang di papan pengumuman TPS 1 Kelurahan Baraya, Kec. Bontoala; TPS 1 Kelurahan Baimapaka Sunggu, Kec, Mamajang; TPS 25 Kelurahan Mangas, Kec. Tamalate; TPS 18 Beji, Depok; TPS no. 16 Kelurahan Pondok Cina, Beji, Depok; TPS 56, Margahayu Bekasi; TPS 10 Harapan Indah Bekasi; TPS 38 Jatirahayu Bekasi; TPS 40 Mustika Jaya Bekasi; TPS 20 Gunung Puyuh Bandung; TPS 22 Batu Nunggal; TPS 9 Gede Bage; TPS 15 Babakan Ciparai; TPS 6 Babakan Bogor; TPS 22 Andir;
4.5. Display Contoh Surat Suara di TPS Untuk menjamin pemilih mengetahui posisi calon yang akan dipilihnya dalam kertas suara, KPU mewajibkan KPPS memasang contoh kertas suara di depan TPS. Tiingkat ketidakpatuhan KPPS dalam hal ini pun masih cukup tinggi. Presentasenya dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:
64
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
Tabel (…) Display Contoh Kertas Suara di TPS Pemilu Legislatif Presiden
Ya 714 71% 203 67%
Tidak 291 29% 100 33%
Jumlah 1005 100% 303 100%
4.6. Pemahaman / Pelayanan di TPS
Tabel (…) Tingkat Pemahaman KPPS Pemilu
Baik
Tidak
Jumlah
Memadai Legislatif
Presiden
606
399
1005
60%
40%
100%
213
90
303
70%
30%
100%
JPPR menemukan sebanyak 399 (40%) petugas TPS mengalami kesulitan dalam melaksanakan pemungutan dan perhitungan suara. Sementara 606 (60%) tidak mengalami kesulitan yaitu: penempatan dan pelaksanaan pemungutan suara yang akses dan pelaksanaan Peraturan Pemungutan Suara dan Perhitungan Suara PKPU 26 Tahun 2013.
Diantara KPPS yang mengalami kesulitan pemungutan dan penghitungan suara adalah : NO
No TPS
Alamat
Keterangan Pelangaran
65
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
Kel.
1.
TPS 23
2.
TPS 17
3.
TPS 51
4.
TPS 37
5.
TPS No. 39
Kebonsari,
Kec.
Sumbersari, Jember Kolhua,
partai dengan caleg,
Maulafa,
Kota
Kupang Menteng, Jakarta Pusat Moro
Krembang,
Krembangan, Kota Surabaya
TPS No. 055
Dua coblosan dihitung dua-duanya Mencoblos dua, dihitung dua Partai dan caleg, sama-sama dihitung
Kel. Gandaria Utara, Kec.
Anggota KPPS tidak menandantangani
Kebayoran
formulir
Baru,
Jakarta
Selatan 6.
Cara penghitungan suara, dihitung dua
Kel.
pendampingan
(C3)
saat
membantu pemilih tuna netra
Sunter
Jaya
Kec.
Tanjung Barat, Jakarta Utara.
Anggota
KPPS
tidak
menjelaskan
adanya alat bantu bagi pemilih tuna netra
7.
TPS No. 054
Kel. Srengseng Sawah, Kec.
Anggota KPPS tidak menjelaskan tata
Jagakarsa, Jakarta Selatan
cara pemilihan dan menandantangani formulir
pendampingan
(C3)
saat
membantu pemilih tuna rungu
4.7. Visi Misi calon ditempel di TPS Pemilu
Ya
Tidak
Jumlah
Presiden
230
73
303
76%
24%
100%
Tidak ada visi dan misi calon di lokasi TPS no. 29 Kelurahan Mekar Wangi, Kec. Tanah Sereal; TPS 10 Harapan Indah, Bekasi; TPS 10 Medan Satria, Bekasi;
4.8. Aksesibilitas TPS untuk Pemilih Dengan Disabilitas
1. Pada hari pelaksanaan Pileg 2014, JPPR melakukan pemantauan akses TPS untuk kelompok disabilitas di 20 TPS yang berada di sekitar Jakarta. Pemantauan ini dilakukan untuk melihat
66
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
bagaimana kesadaran KPU dan KPPS terhadap pemilih dengan disabilitas. Beberapa catatat penting dalan pemantauan ini adalah sebagai berikut:
No
Disabilitas
Jumlah
Kendala yang Masih Dihadapi
Pemilih
➢ Petugas KPPS tidak menawarkan kepada pendamping penyandang tuna netra untuk menandatangani formulir C3. ➢ Petugas KPPS kurang memahami hal-hal teknis pemilu, akses bagi penyandang tuna netra (braille template) yang
1
Tuna Netra
dijauhkan dari lokasi tempat pemungutan kertas suara 13
➢ Masih dijumpai panitia yang tidak memberikan tawaran bantuan kepada pemilih tuna netra, dan ditemukan adanya kesulitan untuk pencoblosan ketika berada di bilik suara ➢ Ada pemilih tuna netra yang hanya diberi surat suara DPD karena dianggap hanya milih DPD yang mempunyai template braille. ➢ Masih
dijumpai
adanya
petugas
KPPS
yang
tidak
menawarkan bantuan kepada pemilih tuna daksa pada saat akan melakukan pemungutan suara ➢ Masih ditemukan lokasi TPS yang tidak aksesible (kesulitan 2
Tuna Daksa
44
menjangkau bilik suara, memasukkan kertas suara) bagi penyandang tuna daksa yang tidak memilki pendamping ➢ Masih ditemukan beberapa pendamping tuna daksa yang tidak menandatangani formulir C3, dan petugas KPPS tidak menyodorkan formulir C3 untuk ditandatangani
➢ Petugas KPPS tidak menawarkan bantuan pendamping kepada penyandang tuna rungu 3
Tuna Rungu
5
➢ Masih
ditemukan
adanya
petugas
KPPS
yang
tidak
memberikan petunjuk non-verbal, memberikan tanda khusus dan memberikan informasi tentang tata cara pemungutan suara kepada penyandang tuna rungu
67
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
➢ Pendamipng tuna rungu tidak menandatangani formulir C3 dan petugas KPPS tidak memberikan formulir C3
➢ Petugas KPPS tidak menawarkan bantuan pendamping 4
Tuna Grahita
7
kepada penyandang tuna grahihta ➢ Pemilih tuna grahita masih mengalami kesulitan pada saat memasukkan surat suara ke kotak suara
Keterangan berdasarkan kategori disabilitas: 1. Tuna Netra: Dari hasil pemantauan di DKI Jakarta ternyata masih ditemukan beberapa pendamping penyandang tuna netra yang tidak menandatangani formulir C3, kelalaian tersebut disebabkan petugas KPPS tidak memberikan atau meminta pendamping tuna netra untuk menandatangani formulir C3. Dari penelusuran informasi yang dilakukan oleh relawan JPPR, ada beberapa sebab kenapa formulir C3 tidak ditandatangani. Pertama, petugas KPPS tidak paham mengenai hal-hal teknis yang berkaitan dengan pemilu akses bagi penyandang disabilitas termasuk kewajiban untuk menandatangani formulir C3 bagi pendamping, Kedua, ada beberapa petugas KPPS yang masih memilki hubungan kerabat dengan penyandang disabilitas, sehingga tidak menandatangani formulir C3 (dianggap hal yang wajar dan tidak penting untuk dilakukan). Relawan juga masih menemukan panitia KPPS yang tidak memahami fungsi dari braille template, sehingga alat bantu tersebut hanya diletakkan di bawah meja/dipinggirkan dari lokasi tempat pemungutan kertas suara. Misalnya di TPS No. 39 Kel. Gandaria Utara, Kec. Kebayoran Baru, Jakarta Selatan dan TPS No. 055 Kel. Sunter Jaya Kec. Tanjung Barat, Jakarta Utara.
2. Tuna Daksa: Pemantau JPPR masih mendapatkan temuan adanya TPS yang tidak aksesibel terhadap penyandang tuna daksa, terlihat dari lokasi menuju TPS terdapat tangga yang harus dilewati. Terlalu sempitnya jarak antara bilik suara dengan tembok pembatas sehingga pengguna kursi roda tidak bisa bergerak dengan leluasa dan terlalu tingginya kotak suara menyulitkan akses penyandang tuna daksa. Selain itu, masih terdapat pendamping 68
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
penyandang tuna daksa yang tidak menandatangani formulir C3 karena Petugas KPPS tidak menyodorkan formulir C3 untuk ditandatangani. Contoh TPS yang kurang aksesibel terhadap penyandang tuna daksa berada di TPS No. 40 Kel. Tanjung Barat, Kec. Jagakarsa, Kota Jakarta Selatan. TPS No. 46 Kel. Tanjung Barat Kec. Jagakarsa, Jakarta Selatan. TPS No. 005 Kel. Sunter Jaya, Kec. Tanjung Priok, Jakarta Utara.
3. Tuna Rungu; Temuan yang diperoleh relawan JPPR pada TPS yang terdapat penyandang tuna rungu juga masih menunjukan ketidakpekaan petugas
KPPS. Terlihat dari
tidak
memberikannya penawaran bantuan pendamping, pemberian informasi tentang
cara
pemungutan suara kepada penyandang tunga rungu dan tidak diberikannya tanda pengenal khusus bagi penyandang tuna rungu. Selain itu petugas KPPS tidak memberikan formulir C3 yang harus ditandatangani oleh pendamping. Contoh TPS yang menjadi pantauan relawan JPPR adalah TPS No. 054 Kel. Srengseng Sawah, Kec. Jagakarsa, Jakarta Selatan.
4. Tuna Grahita: Pemantau JPPR mendapatkan temuan faktual bahwa petugas KPPS tidak menawarkan bantuan pendampingan kepada tuna grahita, padahal pada saat memasukkan surat suara ke dalam kotak suara penyandang tuna grahita mengalami kesulitan. Di sini memperlihatkan bahwa petugas KPPS belum memilki kesadaran pelayanan maksimal kepada tuna grahita pada saat berada di TPS. Sebagai sampling kejadian tersebut berada di TPS 026 Kampung Bali, Rt 05/ Rw 10 / XIV Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat, letak TPS yang agak menanjak, jarak antar bilik yang sangat rapat sehingga menyulitkan penyandang disabilitas untuk masuk ke bilik suara. TPS 045 Kelurahan Sukabumi Selatan, Kec. Kebon Jeruk Jakarta juga memilki kondisi yang sama, lokasi TPS yang tidak akses karena menggunakan halaman rumah warga, bilik suara yang berdekatan dan antara jalur masuk dan keluar menggunakan jalan yang sama.
TEMUAN PEMANTAUAN JPPR 1. Dari semua TPS yang dipantau oleh relawan JPPR di DKI Jakarta, tidak ada satupun pencantuman DPT yang menyebutkan keterangan jumlah penyandang disabilitas.
69
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
2. Masih ditemukan TPS yang tidak memasang DPT di papan pengumuman untuk mempermudah informasi bagi penyandang disabilitas dan masyarakat. 3. Petugas KPPS masih banyak yang belum memahami panduan teknis kebutuhan dan pentingnya pemilu akses bagi penyandang disabilitas. 4. Masih terdapat lokasi TPS yang tidak aksesibel bagi penyandang disabilitas, seperti sempitnya jarak bilik suara dengan tembok pembatas (susah untuk manuver), terlalu tingginya kotak pemungutan suara bagi penyandang tuna daksa, masih ada lokasi jalan menuju TPS yang menanjak dan terdapat tangga, dll. 5. Formulir C3 belum dipergunakan secara maksimal oleh petugas KPPS sehingga tidak ditandatangani oleh pendamping penyandang disabilitas. 6. Kerahasiaan pilihan politik penyandang disabilitas masih belum terjaga sepenuhnya, dengan ditemukannya petugas KPPS yang membentuk/melipat kertas suara di luar bilik tempat pemungutan suara.
DAFTAR TPS YANG DIPANTAU OLEH RELAWAN JPPR DI DKI JAKARTA
1) TPS. No. 45 Kel. Sukabumi Selatan. Kec. Kebon Jeruk. Jakarta 2) TPS. No. 026 Kel. Kampung Bali, Kec. Tanah Abang. Jakarta Pusat 3) TPS No. 025 Kelurahan Kamung Bali, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat 4) TPS No. 40 Kelurahan Tanjung Barat, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan 5) TPS No. 004 Kelurahan Karet, Kecamatan Setia Budi, Jakarta Selatan 6) TPS No. 078 Kelurahan Ragunan, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta 7) TPS No. 39 Kelurahan Gandaria Utara, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 8) TPS No. 040 Kelurahan Gunung Balong-Lebak Bulus, Kecamatan Cilandak, Jakarta 9) TPS No. 30 Kelurahan Joglo, Kecamatan Joglo, Jakarta Selatan 10) TPS No. 014 Kelurahan Kampung Rawa, Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat 11) TPS No. 028 Kelurahan Ceger, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur 12) TPS No. 064 Kelurahan Cilandak Barat, Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan 13) TPS No. 058 Kelurahan Pondok Bambu, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur
70
E X E C U T I V E
S U M M A R Y
14) TPS No. 40 Kelurahan Kelapa Dua Wetan, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur 15) TPS No. 036 Kelurahan Cijantung, Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta Timur 16) TPS No. 46 Kelurahan Tanjung Barat, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan 17) TPS No. 005 Kelurahan Sunter Jaya, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara 18) TPS No. 054 Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan 19) TPS No. 3 Penggilingan, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur. 20) TPS No. 042 Kelurahan Suka Bumi Selatan, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat
5.
REKAPITULASI 5.1. Keterbukaan Penghitungan Suara. Hasil pemantauan JPPR terhadap keterbukaan petugas TPS pada saat melakukan penghitungan suara menunjukkan sebanyak 370 TPS (85%) melakukan penghitungan suara di tempat terbuka dan disaksikan oleh saksi, pemantau dan masyarakat umum. Sementara sebanyak 45 TPS (15%) mengalami hambatan dalam proses penghitungan suara. 5.2. Jaminan hasil pemungutan suara. Hasil pemantauan JPPR menunjukkan dalam menjamin hasil pemungutan suara di mana petugas TPS memisahkan surat suara yang sah, tidak sah dan suara sisa secara baik dan memasukkannya ke dalam kotak suara. Sebanyak 395 (95%) petugas TPS memasukkan seluruh surat suara ke kotak suara dan menguncinya, dan hanya 20 TPS (5%) yang mengindikasikan surat suara berpotensi tidak aman. 5.3. Proses Rekapitulasi Berjenjang 5.3.1. Faktor Administrasi Rekapitulasi secara berjenjang sesungguhnya menjadi alat dan mekanisme kontrol terhadap proses rekapitulasi sebelum dan sesudahnya. Terdapat banyak kesalahan administrasi dalam penghitungan rekapitulasi di setiap tingkatan (TPS, PPS, PPK, kabupaten/kota, propinsi dan pusat). Jika terdapat kesalahan penghitungan dan rekapitulasi di TPS (C1) maka kesalahan tersebut akan terkonfirmasi di PPS (D1) dan kemudian dilakukan perbaikan. Jika terdapat kesalahan di PPS (D1) maka akan kesalahan
71
P E M A N T A U A N
I N T E N S I F
tersebut akan terkonfirmasi dan diperbaiki di kecamatan (D2), dan demikian seterusnya. Aspek perbaikan kesalahan administrasi dari proses rekapitulasi secara berjenjang ternyata tidak terjadi. Hal ini terbukti dengan banyaknya penghitungan di tingkat nasional yang harus diulang dan dikoreksi kembali akibat kesalahan administrasi tersebut, misalnya Riau, Banten, Lampung, Jawa Barat, Bengkulu, DKI Jakarta dan Aceh. Dalam proses rekapitulasi berjenjang, seharusnya setiap terjadi kesalahan ditingkat KPPS, PPS, PPK, KPU kab/kota dan provinsi akan mendapatkan sanggahan, masukan dan perbaikan yang disampaikan oleh lembaga pengawas di setiap tingkatan (PPL, Panwascam, Panwas kab/kota dan Bawaslu Provinsi). Akan tetapi, lembaga pengawas juga tidak dapat menyajikan data pembanding hasil pengawasannya untuk membenarkan bila terjadi kesalahan.
6.3.2 Faktor Kesengajaan (kecurangan) Massifnya kesalahan administrasi ini memunculkan kecurigaan publik bahwa kesalahan administrasi tidak hanya disebabkan oleh kelalaian para petugas KPPS, PPS, PPK dan KPU kabupaten/kota dan propinsi, tetapi juga adanya indikasi kesengajaan untuk memenangkan partai dan calon tertentu. Kesalahan rekapitulasi karena kesengajaan ini berhubungan langsung dengan kerjasama antara penyelenggara dan peserta pemilu untuk mencari kemenangan dengan cara-cara yang tidak benar. Indikasi faktor kesengajaan dalam rekapitulasi berjenjang ini diperparah oleh tidak adanya data pembanding hasil pengawasan oleh lembaga pengawas di setiap tingkatan (PPL, Panwascam, Panwas kab/kota dan Bawaslu provinsi). Kesalahan rekapitulasi akibat kesengajaan (kecurangan) bisa jadi juga dilakukan oleh tiga pihak: peserta pemilu, KPU beserta jajarannya sekaligus Bawaslu di setiap tingkatan.
5.3.2. a.
Pengumuman C1 di Laman KPU.
Hingga Selasa, 29 April 2014, C1 yang telah teruplod ke laman KPU (www.kpu.go.id) sebanyak 60,78% (331.712/545.803 TPS).
72
P E M A N T A U A N
b.
I N T E N S I F
Dalam PKPU No 26 Tahun 2013, pasal 57 Ayat 5: KPU kab/kota merekam salinan formulir model C1 serta lampiran model C1 sebagaimana dimaksud pada ayat 4 untuk diumumkan di Website KPU kab/kota. Publikasi ini dilakukan pada 20 s.d 22 April 2014
c.
Pada kenyatannya, pengumuman C1 tidak ditampilkan di masing-masing laman resmi KPU kab/kota tetapi diambil alih oleh KPU. Proses publikasi C1 di website KPU RI yang disampaikan oleh KPU kab/kota pada akhirnya memperlambat proses dan harapan masyarakat serta peserta pemilu untuk memperoleh data C1 secara mudah dan cepat. Keterlambatan publikasi ini juga menyulitkan peserta pemilu, lembaga pemantau dan masyarakat untuk membandingkan hasil pemantuannya di TPS dengan C1 yang di publikasikan di laman resmi.
d.
Di sisi lain, ketentuan publikasi di laman resmi KPU kab/kota nyatanya tidak didukung oleh kesiapan pusat informasi secara online. Hasil pemantauan JPPR menunjukan: 181 (36%) KPU kab/kota tidak memiliki website dan sisanya hanya 316 (64%) yang memiliki website.
Dari sejumlah temuan JPPR di lapangan, kami merekomendasikan sejumlah usalan perbaikan:
1.
Untuk KPU: a. Adanya sejumlah masalah dalam DPT seperti orang meninggal yang masih mendapat undangan, pemilih mendapat undangan lebih dari satu harus menjadi perhatian khusus ke depannya. Menjelang pelaksanaan Pilpres, DPT merupakan hak politik warga yang sangat dibutuhkan akurasi dan validitasnya. b. KPU perlu memastikan ketersediaan dan validitas logistik di hari pemungutan suara. Manejeman logistik di tingkat bawah harus mendapat perhatian khusus. Dengan banyaknya logistik pemilu yang tertukar harus membuat KPU menata ulang manajemen logistik. Mekanisme reward and punishment haruslah diberlakukan bagi para pihak yang dengan sengaja atau tidak melakukan kelalaian dalam proses distribusi logistik. Kapasitas penyelenggara di tingkat bawah harus ditingkatkan oleh KPU karena sebagian besar masalah yang terjadi di bawah adalah akibat minimya pengetahuan teknis pelaksanaan pemilu.
73
P E M A N T A U A N
I N T E N S I F
c. KPU di setiap tingkatan harus memastikan rekrutmen petugas KPPS di TPS yang bermasalah. KPU di setiap tingkatan harus mengevaluasi kinerja KPPS dan menggantinya dengan petugas KPPS yang lebih independen dan mempunyai kapasitas.
2. Untuk Bawaslu Bawaslu seharusnya bisa mengidentifikasi potensi karut-marutnya distribusi logistik di tingkat bawah dengan misalnya melakukan pengawasan ketat jelang pendistribusian logistik. Jika hal ini dilakukan niscaya bisa meminimalisir potensi pencegahan. Praktik jual beli suara yang sangat massif juga harus ditindak lebih tegas dan cepat oleh Bawaslu sehingga bisa menimbulkan efek jera pada pihak-pihak yang melakukan kecurangan pemilu.
3. Untuk Partai Politik Banyak praktik money politic harusnya menjadi pengingat semua parpol agar dalam menggalang dukungan pemiih lebih mengedepankan pada pendidikan politik, visi misi dari kandidat maupun parpol. Parpol jangan melakukan penggalangan suara hanya dengan melakukan politik transaksional, jual beli suara, yang justru mengotori praktik politik dan demokrasi. Transaksi politik yang dilakukan oleh parpol ke pemilih dan parpol ke penyelenggara sama-sama sebagai bentuk kejahatan dalam pemilu yang mencederai proses pemilu itu sendiri. 4. Untuk Pemilih Pemilih hendaknya tidak menggadaikan pilihannya dengan hanya berdasarkan pada uang/barang yang mereka dapatkan. Sesungguhnya kedaulatan mereka sebagai pemilih sudah hilang begitu pilihannya ditukar dengan barang atau uang. Pemilih yang kritis diharapkan berani melaporkan segala bentuk kecurangan baik yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu maupun oleh peserta pemilu.
1.
Mendorong KPU untuk secara cepat dan massif memastikan PPK memberikan buku panduan kepada para anggota KPPS untuk segera dipelajari terutama tentang pemungutan dan penghitungan suara, cara coblos dan ketentuan surat suara sah dan tidak sah 74
P E M A N T A U A N
2.
I N T E N S I F
Mendorong KPU untuk memberikan instruksi kepada PPK dan PPS untuk memastikan kembali integritas dan kemandirian para anggota KPPS. Jika terindikasi adanya keberpihakan maka PPK dan PPS dapat dengan cepat memberikan peringatan atau bahkan bekerjasama dengan pihak pengawas untuk memberhentikan dari keanggotaan jika terbukti benar menyalahgunakan kewenangan.
3.
Mendorong KPU untuk menetapkan jam dan tanggal pelaporan dana kampanye sesuai dengan UU 8 Tahun 2012 dan PKPU 17 Tahun 2013 dan mengevaluasi kesalahan laporan dana kampanye partai politik menjelang laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye pada tanggal 25 April 2014.
4.
Mendorong Bawaslu dan jajarannya hingga PPL untuk secara serius melakukan pengawasan terhadap setiap tahapan Pemilu. Sudah bukan waktunya lagi pengawas Pemilu dalam tahapan ini melakukan strategi pencegahan. Pencegahan tidak lagi efektif untuk menghadang peserta pemilu dan calon untuk melakukan pelanggaran. Pengawas
Pemilu harus terjun langsung
secara dini, melihat, menjemput, memeriksa dan mengkaji setiap potensi pelanggaran yang terjadi serta bersilkap tegas terhadap peserta pemilu yang terlambat dan tidak melaporkan dana kampanye 5.
Sistem dan cara pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu tidak memenuhi prinsip kecepatan merespon situasi di lapangan. Apa yang terjadi dalam situasi pemungutan suara di TPS, situasi perhitungan suara di PPS dan PPK ternyata tidak bisa secara cepat ditangkap oleh Bawaslu di setiap tingkatan untuk dijadikan bahan rekomendasi bagi pelaksanaan tahapan pemilu berikutnya. Bawaslu baru dapat merilis hasil pengawasannya pada 26 April 2014 (17 hari setelah 9 april 2014). Sebagai contoh surat suara yang tertukar di hampir seluruh provinsi di Indonesia ditemukan sendiri oleh KPU tidak berdasarkan hasil pengawasan Bawaslu.
Bawaslu sebagai pintu masuk penegakan hukum pemilu tidak mempunyai semangat untuk menegakkan keadilan secara menyeluruh. Dalam mencari dan menerima pelanggaran pemilu, Bawaslu masih menerapkan secara ketat aspek akumulasi pelanggaran pemilu (pelaku, tempat, saksi, barang bukti dan uraian kejadian). Aspek ini secara langsung mengurangi penanganan berbagai praktik pelanggaran yang terjadi, terutama pelanggaran pidana pemilu. Sebagai 75
P E M A N T A U A N
I N T E N S I F
contoh, massifnya politik uang yang terjadi, tidak mencerminkan banyaknya pelaku yang ditindak oleh Bawaslu.
Dalam mempersiapkan puncak penyelenggaraan Pilpres pada 9 Juli 2014, JPPR menghimbau kepada semua pihak untuk : 1.
Menghimbau kepada KPU untuk berkoordinasi secara serius dengan KPU propinsi dan kabupaten/kota dalam memastikan logistik pemilu secara tepat baik jumlah dan waktu. Memastikan setiap penyelenggara pemilu di tingkat kecamatan (PPK), desa/kelurahan (PPS) dan TPS (KPPS) mendapatkan informasi secara memadai tentang tata cara pemungutan dan rekapitulasi suara secara independen Mengakomodasi warga yang mempunyai hak pilih tetapi belum terdaftar di data pemilih untuk dapat menyalurkan hak pilihnya dan melakukan sosialisasi yang massif kepada masyarakat pemilih untuk meningkatkan angka partisipasi dan mewujudkan masyarakat yang cerdas memilih.
2.
Menghimbau Bawaslu bersama jajarannya hingga PPL untuk secara serius melakukan pengawasan setiap tahapan pemilu. Bawaslu perlu mengidentifikasi kerawanan pemilu dan menjadikan fokus pengawasan agar tidak hanya bersifat pencegahan tetapi mampu memberikan penilaian umum terhadap pelanggaran pemilu yang terjadi.
3.
Menghimbau kepada pasangan calon, tim sukses dan partai politik untuk melaksanakan kampanye kepada masyarakat pemilih secara cerdas dan mengedepankan visi, misi dan program dalam mempengaruhi pilihan pemilih. Pernyataan dan sikap pasangan calon dan partai politik mempunyai peranan yang sangat penting untuk menciptakan situasi pemilu yang kondusif.
4.
Kepada masyarakat pemilih, JPPR mengajak untuk memanfaatkan waktu jelang plpres untuk mempelajari dan mencermati visi, misi, program, rekam jejak dan janji-janji politik saat berkampanye. Gunakan waktu yang masih ada untuk lebih memperdalam materi kampanye masing-masing pasangan calon dan menjadi pertimbangan utama pada saat melakukan pemungutan suara.
76
P E M A N T A U A N
I N T E N S I F
GARBAGES
Possible for intimidation on pre-campaign Situasi di Jakarta sejauh ini masih terkendali dan tidak ada insiden khusus. Untuk wilayah Jakarta Pusat, dominasi Jokowi – JK masih dominan, namun tidak sampai mempengaruhi kenetralan penyelenggara pemilu. Terkait kampanye negatif, sekalipun banyak isu yang dipropagandakan sangat bermuatan SARA, namun tidak sampai mengarah pada berbagai ketegangan politik dan keamanan. Berbagai cara dilakukan oleh tim Jokowi untuk menepis isu-isu yang dipropagandakan. Sebagai contoh di Jakarta Barat, counter campaign untuk melawan negative campaign yang dilakukan Tabloid Obor Rakyat, tim kubu dua mengeluarkan Tabloid Pelayan Rakyat edisi Jokowi yang memuat kebaikan dan prestasi-prestasi Jokowi. Tabloid ini dapat beredar bebas di daerah Jakarta Barat khususnya Kebon Jeruk karena daerah tersebut memang basis massa PDIP (hasil pileg kemarin). Pandangan masyarakat mengenai pemilu sangat beragam. Namun mereka tetap antusias untuk mengikuti. Ditambah, pada dasarnya masyarakat, khususnya di Jakarta, sudah cerdas dalam memilih, sehingga tidak mudah terpengaruh sekalipun kampanye negatif sangat kuat.
Di Yogyakarta sebaliknya, terjadi bentrok antara pendukung Capres Nomor Urut satu dan Capres Nomor Urut dua, yang dipicu oleh pesan berantai bahwa anggota masing-masing akan dicegat di wilayah kota. Kasus ini terjadi karena adanya pertemuan massa antara pendukung paslon nomor urut satu yang didominasi oleh PPP dan pendukung paslon nomor urut dua yang didominasi PDIP di wilayah Kecamatan Wirobrajan, Kota Jogja. Bentrok ini juga dipicu oleh adanya dendam lama antar oknum partai yang secara historis merupakan mantan anggota geng yang memang bermusuhan satu sama lain. Untuk penyelesaian kasus ini supaya tidak berlarut-larut, KPU DIY mempertemukan kedua timses paslon untuk mendamaikan kedua belah pihak dan membuat kesepakatan terkait jadwal kampanye, dimana pada tanggal ganjil diberikan sepenuhnya ruang untuk kampanye paslon nomor urut ganjil dan pada tanggal genap sepenuhnya ruang untuk kampanye paslon nomor urut genap. Hingga masa pra pemilu berlangsung, kasus ini masih dalam proses penyelidikan kepolisian. 77
P E M A N T A U A N
I N T E N S I F
Kasus lainnya yang terjadi di Yogyakarta, yaitu pengrusakan kantor media TVOne Jogja oleh massa PDI. TVOne dianggap tidak netral, karena TVOne milik Abu Rizal Bakri, salah satu pendukung kuat tim pasangan calon 1. Tudingan bahwa PDIP berhubungan dengan Komunis Cina membuat PDIP merasa dicap komunis dan ini membuat reaksi anarkis dari pendukung PDIP dan TVOne menjadi tempat pelampiasan kemarahan tersebut.
Di Sukoharjo, Jawa Tengah, perusakan baliho kedua pasangan yang dilakukan oleh rival masingmasing pendukung terjadi. Namun, tindakan tidak berbuntut anarkis yang bisa mengarah pada ketidakamanan proses kampanye.
Sementara itu, di daerah Banjarmasin Barat, ditemukan praktik kampanye hitam dari tim sukses kandidat Prabowo-Hatta. Di hari lain, di Kota Banjarmasin, ditemukan juga pamflet kampanye sarat isu SARA yang dilakukan oleh tim sukses kandidat Prabowo-Hatta, namun pamflet tersebut sudah ditarik kembali oleh tim sukses Kubu Paslon 1.
Di Atambua, NTT, terjadi intimidasi pada anggota eks-Timor Timur yang mendukung Capres No. 2. Intimidasi dilakukan oleh timses kubu dengan ancaman anggota yang mendukung Capres No. 2 tersebut akan dideportasi ke Timor-Tmur. Korban sudah melaporkan pada Komnas HAM dan menerima dukungan untuk asistensi hukum apabila ancaman tersebut terbukti dilakukan.
Situasi politik di Aceh terkait masa pra pemilu ini tidak begitu aman. Hal ini dikarenakan dominasi Partai Aceh yang cenderung mendukung Capres No. 1. Terdapat intimidasi bahwa akan terjadi perang kembali jika Capres No. 1 tidak menang. Intimidasi secara halus dan terbuka juga dilakukan oleh para petinggi partai Aceh dalam berbagai pertemuan besar yang digelar oleh partai ini.
78
P E M A N T A U A N
I N T E N S I F
79
P E M A N T A U A N
5 Bagian
I N T E N S I F
Interaksi Strategis dan Tindak Lanjut Hasil Pemantauan
Pelaporan ke Bawaslu Dalam pelaksanaan
Interaksi Media Awareness Diantara banyak liputan media JPPR mencatat public awareness untuk memotivasi
Public awareness berupa ajakan untuk melakukan “mari memantau” yang di cetak sebagai headline satu hari sebelum pelaksanaan pemungutan suara legislative 2014.
80
P E M A N T A U A N
6 Bagian
I N T E N S I F
Tantangan dan Pembelajaran
81
P E M A N T A U A N
I N T E N S I F
Lampiran Lampiran Form Pemantauan Lampiran Daftar Partai Politik Lampiran Hasil Pemilu Legislatif Lampiran Hasil Pemilu Presiden Lampiran Jaringan Pemantauan Intensif
82