JARGON NARAPIDANA DILEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIB LUBUK PAKAM Oleh FITRI ANGGRAINI HARAHAP
ABSTRAK Jargon merupakan istilah khusus yang digunakan oleh kelompok tertentu untuk menghindari pemahaman orang lain di luar kelompok mereka. Jargon jargon tersebut dibentuk dengan pola pembentukan tertentu melahirkan makna baru. Penelitian tentang jargon narapidana ini dilatarbelakangi oleh penggunaan ungkapan ungkapan khusus yang dilakukan sesama narapidana dengan kelompoknya baik narapidana yang berbeda kasus ,maupun yang memiliki kasus hukum yang sama dengan mereka, yang pada umumnya hanya dipahami oleh kelompok tersebut.Masalah dalam penelitian ini adalah penggunaan jargon narapidana di lembaga pemasyarakatan Kelas IIB Lubuk Pakam yang dirinci kedalam beberapa poin yaitu jargon yang terdapat di lembaga pemasyarakatan kelas IIB Lubuk Pakam, makna jargon jargon yang digunakan tersebut, dan pola yang membentuk jargon-jargon tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif.Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui jargon yang digunakan oleh narapidana di Lembaga Pemasyarakatan kelas IIB Lubuk Pakam. Data penelitian diperoleh dengan teknik rekam dan wawancara. Ada pun objek yang diteliti adalah jargon yang digunakannarapidana, sedangkan datanya adalah percakapan antara narpidana. Subjek penelitian adalah para narapidana Data yang telah terkumpul dianalisis dengan teknik analisis kualitatif.Berdasarkan hasil analisis data, ditemukan jargon yang digunakan oleh narapidana di Lembaga pemasyarakatan kelas IIB Lubuk Pakam adalah ayi. uam itnan, sugap, ngaro, ibat, nakam, idnam, kadit, hadusnakam, ubas, bd, pau, palkam, rtm, japen, kesper, badai, tembok, mati lampu, kondisi, mesin, si putih, kayu, mutih ,bandit, dayak, bebek baru, pompa, 378, ilmu, becak, desah, kapal, kapal karam, kapal hanyut, kapal selam, selanjing, selbabi, tokogelap, kodamI, kodamII, ,rodes, sima, mancai, poaqpa, piyul, jenger, cokang, skiltimigran, tinger, det, lodes, ceraot, kenjiro, skuba, septi, tamping, sepek, insan, uamanam, ainudatak, ayap, pansus, kubinasus, ai, bebe, koslap, eweksinan. Pola pembentukan terdiri dari pola pembentukan prediktif, dan pola pembentukan Nonprediktif. Kata kunci: Jargon, Narapidana
PENDAHULUAN Bahasa berubah menurut waktu dan beradaptasi dengan kebutuhan-kebutuhan khusus, sehingga melahirkan munculnya variasi-variasi bahasa.Variasi bahasa muncul karena adanya kebutuhan.Kebutuhan ini sangat beragam salah satunya adalah kebutuhan untuk menjaga kerahasiaan suatu
informasi yang
hendak disampaikan. Untuk menjaga kerahasiaan
informasi tersebut, biasanya kelompok-kelompok yang terlibat menciptakan suatu kata isyarat yang hanya diketahui oleh mereka saja. Kata-kata seperti inilah yang selanjutnya dikenal sebagai jargon. Menurut “The Oxford Companion to the English Language” oleh Tom McArthur dalam Wijayanto (2013:2) istilah jargon ini muncul pada abad ke-14 yang merupakan istilah Bahasa Inggris Abad Pertengahan yaitu ”Jargo(u)n”, “gargoun”, “girgoun” yang berarti kicauan, nyanyian burung-burung, pembicaraan yang tidak bermakna, merepet /membual atau mericau. Jargon ini juga terdapat dalam istilah Bahasa Perancis yaitu “jargoun”, “gargon” dan “gergon”. Kemungkinan makna asalnya yaitu bunyi “echo” dan merupakan istilah umum yang seringkali mengacu kepada bahasa asing pedalaman yang bermacam-macam. Hal itu dapat ditemukan dalam ucapan yang dirasakan sebagai merepet atau ucapan-ucapan kosong (mumbo jumbo), slang, bahasa pidgin atau ,bahasa khas dalam perdagangan, profesi atau kelompok lainnya, Jargon tersebut hanya digunakan oleh anggota kelompok untuk berkomunikasi dengan anggota lain dalam kelompok.Namun demikian, istilah ini juga sering dihubungkaitkan dengan ilmu tertentu seperti hukum dan perundangundangan, kedokteran dan ilmu pengetahuan yang merupakan jargon teknis maupun jargon saintifik.Bagi kelompok yang tidak professional maupun tidak berprofesi, penggunaan bahasanya dinilai penuh dengan istilah maupun kalimat yang tidak seperti bahasa umumnya sehingga sulit dipahami oleh orang kebanyakan.Namun bagi anggota kelompok profesional tersebut, penggunaan istilah itu sangat akrab dan mencapai matlamat yang sesungguhnya. Karena faktor kemudahan dan keakrabannya inilah, jargon dapat menggungkapkan teknis dan gaya yang menjadi ciri khas dalam kelompok tersebut. Fungsi Jargon adalah sebagai penanda solidaritas dan kesetiakawanan antara anggota kelompok. Jargon dapat dianggap sebagai penanda solidaritas antar anggota kelompok. Pemakaian jargon oleh seorang anggota kelompok dapat dianggap sebagai solidaritas dan kesetiakawanannya terhadap anggota kelompok dan kelompok itu sendiri; Sebagai identitas kelas sosial. Jargon juga dapat dianggap sebagai identitas kelas sosial. Dengan menggunakan jargon tertentu, seseorang bisa saja bermaksud menunjukkan kelas sosialnya; Sebagai penanda profesi. Penggunaan jargon oleh profesi tertentu juga bisa menjadi penanda profesi. Menurut Wijayana (2013:5-6), jargon antara lain berfungsi sebagai “Bahasa yang Mudah” dan “Identifikasi Kelompok Tertentu”. Sekalipun jargon sulit untuk dipahami oleh masyarakat umum, namun bagi orang atau kelompok yang memahaminya, jargon justru merupakan bahasa untuk mempermudah penuturnya mengungkapkan keterangan yang panjang dan berbelit-belit. Ketika digunakan oleh anggota kelompok tertentu, jargon menjadi bahasa yang efisien dan efektif. Pada umumnya, setiap kelompok masyarakat punya
istilah/jargon untuk mempermudah atau mempersingkat suatu pernyataan yang panjang. Kemampuan untuk memahami dan menggunakan jargon dalam sebuah kelompok tertentu merupakan
label identifikasi. Kemampuan seseorang menggunakan jargon akan
berpengaruh terhadap kredibilitasnya dalam kelompok tersebut. Kemampuan menggunakan jargon
menunjukkan bahwa penutur tersebut
layak berada dalam kelompok tersebut
sehingga dapat diterima karena kemampuan memahami ide dasarnya.Disamping itu penggunaan jargon dapat meningkatkan imej, citra dan prestige penggunanya apalagi jargon itu dikaitkan dengan profesi tertentu yang dinikmati oleh kelas sosial yang tinggi.Meskipun jargon memainkan peranan legitimasi, namun dalam prakteknya istilah jargon tersebut sering pula mengalami penyalahgunaan oleh kalangan tertentu yang menggunakan jargon untuk tujuan menyesatkan orang lain. Contoh: Dalam kelompok pakar bidang biologi, jargon “Orriza Sativa” digunakan untuk merujuk tumbuhan ataupun tanaman tertentu seperti padi dengan menggunakan istilah atau menyatakan tumbuhan yang dikenal masyarakat umum sebagai pakis sarang burung dengan menggunakan istilah “Asplenium Nidus” dan lain sebagainya. Jenis-jenis jargon berbeda-beda di tiap kelompok atau wilayah. Menurut Grave dan Mokienko (dalam Naryatmojo, 2010:29), jargon dibagi atas enam jenis, yaitu: Jargon kolokialisme, yaitu jargon yang digunakan secara luas. Jargon jenis ini biasanya digunakan oleh masyarakat umum dalam situasi santai dan non-formal; Jargon kriminal, yaitu jargon yang berlaku bagi para kriminal. Jargon ini dianggap rendah karena digunakan oleh kalangan kriminal; Jargon anak muda, yaitu jargon yang digunakan oleh usia antara 14 sampai 25 tahun untuk berkomunikasi dengan sesama usianya; Jargon Profesi, yaitu jargon yang digunakan oleh profesi tertentu untuk berkomunikasi dengan orang dalam profesi yang sama. Misalnya, profesi dokter, ekonom, politikus, hukum, dll; Jargon obskenitas, yaitu jargon yang diturunkan dari kata baku tetapi melahirkan makna baru.. Faktor Penyebab Penggunaan Jargon disebabkan faktor-faktor tertentu. Faktor-faktor penyebab penggunaan jargon berbeda-beda di tiap kelompok masyarakat. Menurut Angelina (2010:1), penggunaan jargon dipengaruhi oleh faktor situasional seperti bahasa yang digunakan, waktu, tempat, dan pokok pembicaraan. Naryatmojo (2011:7) menambahkan dua faktor penyebab penggunaan jargon, yaitu faktor kebiasaan yang turun temurun dan faktor keinginan untuk menunjukkan identitas. Jargon digunakan dalam suatu peristiwa tutur tertentu dan pada masyarakat tutur tertentu. Situasi dan keadaan serta identitas sosial penutur sangat berpengaruh pada pemakaian sebuah jargon. Secara khusus faktor pemakaian jargon
adalah sebagai berikut: Tren. Kelompok masyarakat terutama remaja pada umumnya senang menggunakan kata-kata yang sedang tren, sehingga kata-kata tersebut menjadi jargon di kalangan mereka; Kebiasaan. Kebiasaan juga bisa menyebabkan munculnya jargon. Sebagian kelompok masyarakat mempunyai kebiasaan mengistilahkan kata pada sebuah simbol kegiatan; Rahasia. Kelompok masyarakat tertentu biasanya menggunakan jargon untuk berbicara dengan sesama anggota kelompok agar orang di luar kelompok tersebut tidak mengerti; Tidak ada istilah yang ekuivalen. Penggunaan jargon juga bisa disebabkan karena tidak adanya istilah yang equivalen untuk menyatakan sesuatu. Hal ini disebabkan karena terbatasnya kosa kata dalam bahasa tertentu. Faktor seperti ini bisa ditemui dalam penggunaan jargon politik dan jargon profesi; Tabu. Dalam kelompok masyarakat tertentu sering kali terdapat kata yang dianggap tidak layak untuk diucapkan secara langsung. Untuk menghindari ketidaksopanan berbahasa maka digunakanlah jargon untuk menyebutkan kata tersebut; Vulgar. Sama halnya seperti kata tabu, kata vulgar juga sering dihindari oleh kelompok masyarakat tertentu; Bergengsi. Ada kelompok masyarakat tertentu yang menganggap penggunaan jargon terkesan bergengsi; Kesalahan. Kesalahan menggunakan suatu kata juga bisa menjadi penyebab munculnya jargon. Kata yang salah diucapkan tersebut dianggap unik dan digunakan secara terus menerus, sehingga lama-kelaman kata tersebut menjadi jargon dalam kelompok tersebut. Narapidana, adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), yaitu seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum (UU No.12 Tahun 1995).Menurut Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan
Nasional,
narapidana
adalah
oranghukuman
(orang
yg
sedangmenjalanihukuman karenatindakpidana). Lembaga pemasyarakatan,
dahulu lebih di kenal dengan istilah sipir. Sujatno
(2008:123) mengatakan bahwa konsep pemasyarakatan pertama kali digagas oleh Menteri Kehakiman Dr. Sahardjo, SH. pada tangggal 5 Juli 1963 dalam pidato penganugrahan gelar Doktor Honoris Causa di bidang ilmu hukum oleh Universitas Indonesia. Dalam pidato tersebut, Beliau menyebutkan bahwa tugas jawatan kepenjaraan bukan hanya melaksanakan hukuman, namun tugas yang jauh lebih berat adalah mengembalikan orang-orang yang dijatuhi pidana ke dalam masyarakat. Gagasan tersebut kemudian diformulasikan lebih lanjut sebagai suatu sistem pembinaan terhadap narapidana di Indonesia mengggantikan sistem pemenjaraan pada tanggal 27 April 1964 dalam konferensi dinas Direktorat Pemasyarakatan di Lembang Bandung. Pemasyaraktan dinyatakan sebagai suatu sistem pembinaan narapidana dan
merupakan pengewejantahan keadilan yang bertujuan untuk mencapai reintegrasi sosial warga binaan pemasyaraktan dalam kapasitasnya sebagai individu, anggota masyarakat, maupun mahluk Tuhan.
METODOLOGI PENELITIAN Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, objek penelitiannya adalah jargon yang digunakan oleh para narapidana, sedangkan datanya adalah ujaran-ujaran para narapidana tersebut.Sumber datanya adalah percakapan yang terjadi antara narapidana tersebut.Sedangkan subjek penelitian dalam penelitian ini adalah para narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Lubuk Pakam.Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah seluruh narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Lubuk Pakam yaitu 900 jiwa.Populasi tersebut terdiri atas 35 ruangan.Dari seluruh jumlah populasi diambil 1 ruangan sebagai sampel. Instrumen penelitianya adalah alat perekam video dan kartu data.
PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN Hasil penelitian yang ditemukan adalah jargon yang digunakan oleh narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Lubuk Pakam. Jargon-jargon tersebut ditemukan dengan cara merekam pembicaraan antara narapidana. Setelah dilakukan penganalisisan terhadap hasil rekaman jargon narapidana tersebut, maka penulis mewawancarai tiga orang narasumber yang terdiri dari satu orang narapidana kasus perampokan, satu orang narapidana kasus narkoba, dan satu orang narapidana kasus judi.Data dari penelitian ini diperoleh dengan terlebih dahulu mendengarkan dan menuliskan hasil rekaman percakapan antara narapidana. Adapun data yang ditemukan adalah jargon-jargon yang digunakan narapidana karena kebiasaan. Peneliti juga menemukan ada 2 pola pembentukan jargon di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Lubuk Pakam, yaitu pola prediktif dan pola non prediktif. Jargonjargon tersebut tidak selalu dibentuk hanya dengan satu pola pembentukan. Ada beberapa jargon yang dibentuk dengan dua pola pembentukan. Ada pula jargon-jargon yang berbeda tetapi digunakan untuk menyatakan hal yang sama. Adapun jargon-jargon yang ditemukan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Lubuk Pakam beserta pola pembentukan dan maknanya adalah sebagai berikut: 1. Pola Prediktif Pola Prediktif adalah suatu pola yang dapat diprediksi asal usulnya, secara linguistik baik itu unsur-unsur pembentuk katanya, unsur-unsur bunyi, pembentukan huruf yang dihasilkan, sehingga menjadi kata yang sebenarnya. Dalam penelitian ini pola prediktif
banyak terdapat di antara jargon-jargon yang digunakan oleh narapidana dilembaga pemasyarakatan kelas II B Lubuk Pakam, yang terbagi kedalam beberapa bagian yaitu:
Pembalikan suku kata, huruf, dan angka Menurut wawancara dari salah satu narapida berinisial Am: Ia mengatakan bahwa para narapidana menggunakan pola pembentukan prediktif dengan pembalikan suku kata, huruf dan angka yang dilakukan dengan cara mengurutkan suku kata atau huruf dari yang terakhir sampai ke yang pertama. Namun pembalikan suku kata dan huruf ini juga tidak selalu berurutan secara teratur. Pada beberapa jargon, pembalikan suku kata dan huruf ini juga terkadang acak. Dari sebagian jargon yang digunakan para Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Lubuk Pakam ditemukan jargon diantaranya adalah sebagai berikut: -
Ayi , Menurut (Am) Ayi berasal dari kata ‘Iya’ yang dibalik hurufnya dari belakang ke
depan sehingga berubah menjadi ‘Ayi’. ‘Ayi’ merupakan salah satu jargon yang digunakan narapidana ketika melangsungkan percakapan sehari-hari antara narapidana. -
Uam, Menurut (Am) uam berasal dari kata ‘mau’. Huruf-huruf pada kata ‘mau’ diurutkan
dari belakang ke depan sehingga menciptakan kata baru yakni kata ‘uam’. Jargon ini digunakan dalam percakapan sehari-hari antara narapidana, untuk menyatakan sesuatu yang mereka suka. -
Itnan, Menurut (Am) Itnan berasal dari kata ‘nanti’ yang dibalik hurufnya menjadi
‘Itnan’. Huruf-huruf pada kata ‘nanti’ diurutkan dari belakang ke depan sehingga menciptakan kata baru yaitu kata ‘Itnan’. -
Sugab, Menurut (Am) Sugab berasal dari kata ‘bagus’ yang dibalik suku katanya menjadi
‘Sugab’. Huruf-huruf pada kata ‘bagus’ diurutkan dari belakang ke depan sehingga menciptakan kata baru yaitu kata ‘Sugab’.Di Lapas Kelas IIB Lubuk Pakam, kata. -
Ngaro, Menurut (Am) Ngaro berasal dari kata ‘orang’. Kata ‘orang’ mengalami
pembalikan acak. Huruf-huruf pada kata ‘orang’ diurutkan secara teratur dari belakang ke depan. Namun, dua huruf yang terakhir kembali mengalami pembalikan, sehingga tercipta kata baru yaitu kata ‘Ngaro’. Jargon ini biasa digunakan ketika satu orang narapidana disuruh oleh petugas Lapas untuk mengumpulkan para narapidana lainnya ketika jam istirahat -
Ibat, Menurut (Am) kata Ibat berasal dari kata ‘Tadi’. Kata ‘tadi’ mengalami
pembalikanberaturan. Huruf-huruf pada kata ‘tadi’ diurutkan secara teratur dari belakang ke depan. Namun, huruf ketiga yaitu huruf ‘d’ mengalami pembalikan secara visual, dimana ketika huruf ‘d’ dibalikkan secara visual akan menghasilkan huruf ‘b’ sehingga tercipta kata
baru yaitu kata ‘Ibat’. Di lingkungan Lapas Kelas IIB Lubuk Pakam, jargon ‘ibat’ memiliki makna sama dengan kata ‘tadi’.
Penyingkatan dan akronim Penyingatan dan akronim dilakukan dengan menggunakan huruf atau suku kata tertentu dari suatu kata dan menghilangkan kata-kata selebihnya. Huruf atau suku kata yang digunakan bisa diambil dari awal kata, dari tengah, dari akhir juga percampuran. Dari 70 buah jargon yang digunakan para Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B.Lubuk Pakam diatas ditemukan sebanyak 6 buah jargon yang mengalami pembentukan dengan pola penyingkatan diantaranya adalah sebagai berikut: -BD, Menurut (In) BD merupakan singkatan dari kata ‘Bandar’. Kata ‘bandar’ mengalami penyingkatan dimana huruf yang digunakan adalah huruf pada setiap awal suku kata. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, makna ‘bandar’ adalah 1) pemain yang menjadi lawan pemain-pemain lain sekaligus (dalam permainan dadu, rolet, dsb); 2) orang yang menyelenggarakan perjudian; bandar judi; 3) orang yang mengendalikan suatu aksi (gerakan) dengan sembunyi-sembunyi; 4) orang yang membiayai suatu gerakan yang kurang baik; 5) orang yang bermodal di perdagangan dna sebagainya. Di Lapas Kelas IIB Lubuk Pakam, kata ‘bandar’ digunakan untuk menyatakan orang yang mengendalikan peredaran narkoba di lingkungan Lapas secara sembunyi-sembunyi. -Pau merupakan akronim dari kata pakai sabu. Frasa ‘pakai sabu’ mengalami penyingkatan acak. Akronim tersebut diambil dari bagian dari frasa pertama dari kata pertama dan huruf terakhir dari bagian frasa kedua. Di Lapas Kelas IIB Lubuk Pakam, kata ‘pau’ digunakan untuk menyatakan kegiatan mengkonsumsi sabu. Kata ini dugunakan oleh sesama narapidana kasus narkoba, mau pun narapidana kasus lain yang juga menggunakan narkoba.
Pengumpamaan dan plesetan Menurut wawancara dengan salah satu responden berinisial (Sw) Yang dimaksud dengan pengumpamaan dalam penelitian ini adalah penggunaan benda atau kata yang memiliki sifat tertentu untuk menyatakan suatu benda lain yang juga memiliki sifat yang hampir sama atau penggunaan kata tertentu untuk menggantikan kata lain yang hampir mirip. Dari 70 buah jargon yang digunakan para Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Lubuk Pakam diatas ditemukan sebanyak 23 buah jargon yang mengalami pembentukan dengan pola pengumpamaan diantaranya adalah sebagai berikut:
-Badai, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ‘badai’ berarti angin kencang yang menyertai cuaca buruk yang datang tiba-tiba dengan kecepatan 64-72 knot. Sedangkan menurut (Sw) bagi para narapidana badai digunakan untuk menyatakan pencuri. Biasanya jargon ini digunakan apabila seorang narapidana membicarakan niatnya untuk mencuri kepada narapidana lain. -Tembok,dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ‘tembok’ memiliki arti dinding dari bata, batako, adonan semen. Sedangkan menurut (Sw) bagi narapidana di Lapas Kelas IIB Lubuk Pakam, kata tembok ini digunakan untuk menyatakan gagal sidang. Tembok adalah sebuah dinding yang tidak dapat dilewati sehingga dapat dikatakan bahwa dinding adalah sebuah penghalang yang menjadikan seseorang atau sesuatu tidak dapat lewat. Gagal sidang tentu ada penyebab yang menjadi penghalangnya, sehingga sidang tersebut gagal. Oleh sebab itulah, kata dinding digunakan untuk menyatakan gagal sidang.
2. Pola Pembentukan Non Prediktif Manasuka Manasuka adalah Pola non prediktif adalah pola yang tidak dapat diprediksi asal usulnya, secara linguistik baik itu unsur-unsur pembentuk katanya unsur-unsur bunyi, pembentukan huruf yang dihasilkan, sehingga bentuk yang dihasilkan tidak benar. Dalam penelitian ini pola prediktif banyak terdapat di antara jargon-jargon yang digunakan oleh narapidana dilembaga pemasyarakatan kelas II B Lubuk Pakam, mereka menggunakan jargon tanpa ketentuan tertentu. Jargon ini dibentuk sekehendak hati para narapidana. Biasanya jargon ini terkesan aneh. -Rodes Menurut salah satu narapidana berinisial (Rn) kata digunakan untuk menyatakan penipuan melalui handphone. -‘Sima’ , Menurut (Rn) Sima digunakan untuk menyebutkan penyakit kulit menular yang terkena kepada tahanan. -Mancai, Menurut (Rn) kata ‘Manca’i digunakan narapidana untuk menyebutkan ganja. Tujuan penggunaan ‘mancai’ ini adalah untuk mengelabui penjaga lapas.
PENUTUP Hasil penelitian menunjukkan bahwa narapidana di lembaga pemasyarakatan kelas II B Lubuk pakam menggunakan jargon dalam percakapan sehari-hari antara narapidana dengan menggunakan dua pola pembentukan tertentu, yakni pola pembentukan prediktif,dan pola pembentukan non prediktif. Dimana pola pembentukan tersebut menghasilkan makna baru.
Penelitian tentang jargon sudah banyak dilakukan, namun penelitian tentang jargon yang digunakan dikalangan narapidana masih sedikit dilakukan, sehingga perlu mendapatkan perhatian yang serius dari para peneliti khususnya peneliti jargon. sehingga pengetahuan pembaca tentang predikat narapida yang terkenal dengan predikat tidak baik dapat sedikit dikesampingkan., dan menambah wawasan pembaca bahwa narapidana juga manusia, yang sama dengan orang kebanyakan, mereka dapat dibina jika ada jalan untuk memunculkan kreaktifitas mereka, khususnya dalam hal kreaktifitas bahasa.
DAFTAR PUSTAKA Alwasilah, Adeng Chaedar. 1985. Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa Chaer, Abdul dan Agustina, Leony. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal Jakarta:Rineka Cipta Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik Kajian Teorietik Jakarta: Rineka Cipta Kridalaksana Harimurti. 2008. Kamus Linguistik Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Raja Grafindo Persada Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Rahardi, Kunjana. 2011. Dimensi-dimensi Kebahasaan. Jakarta: Penerbit Erlangga Ramlan, M. 1987. Sintaksis. Yogyakarta: Karyono Sujatno, Adi. 2008. Pencerahan di Balik Penjara. Bandung: Mizan Publika Tarigan, Henry Guntur. 1987. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa
SUMBER LAIN Angelina, Siska. 2010. “Penggunaan Jargon oleh Komunitas Pemasar Produk Multi Level Marketing Greenlite RDC-009 Padang”. Tersedia online: http://repository.unand.ac.id (diakses tanggal 27 Maret 2013) Komariah, Iis. 2011. “Jargon yang Digunakan Banci Salon di Padang Sumatera Barat”. Tersedia online: http://repository.unand.ac.id (diakses tanggal 27 Maret 2013) Naryatmojo, Deby Luriawati. 2010. “Bentuk dan Faktor Penyebab Penggunaan Jargon Masyarakat Nelayan diRembang”. Tersedia online: http://journal.unnes.ac.id/ indek.php/ lingua/. (diakses tanggal: 22 November 2012)
Ratna, Maharani. 2010. Jargon di Kalangan Yakuza. Tersedia online: http//:www. Sribd.com. (Diakses tanggal 27 Maret 2013) Ratriyahningsih, Iin. 2008. “Telaah Jargon dalam Permainan Judi Togel di Kecamatan Bantur Kabupaten Malang”. Tersedia online: http://eprints.umm.ac.id (diakses tanggal 27 Maret 2013) Sunahrowi. 2007. “Variasi dan Register Bahasa dalam Pengajaran Sosiolinguistik”. Jurnal Insania vol. 12 no. 1 Susilowaty. 2007. ”Jargon Breaker Radio Amatir di Madiun dan Sekitarnya”. Tersedia online: http://Digilibunesa.org.(diakses tanggal: 07 Februari 2013) Wijayanto,Vandi.2013.VariasiBahasa:Jargon.Tersediaonline:http://sivandy.blogspot.com/20 12/12/ contoh-makalah.html. (diakses tanggal: 07 Februari 2013)