KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan anugerah sehingga Laporan Tahunan Badan POM Tahun 2015 dapat diselesaikan. Laporan Tahunan Badan POM merupakan salah satu wujud pertanggungjawaban Badan POM dalam pelaksananaan anggaran pemerintah. Lingkungan strategis yang semakin dinamis disadari berimplikasi pada semakin luas dan kompleksnya tugas dan tanggung jawab pengawasan obat dan makanan yang harus dilakukan oleh Badan POM. Untuk itu, Badan POM tidak mungkin berperan sendiri. Jejaring kerjasama dan koordinasi yang efektif dan sinergis dengan berbagai pihak harus senantiasa dijalin, dibina dan dikembangkan agar memberikan kontribusi optimal bagi terlaksananya tugas dan tanggung jawab Badan POM. Peningkatan beban kerja serta kompleksnya permasalahan pengawasan Obat dan Makanan perlu diimbangi dengan perkuatan institusi terkait pelaksanaan Reformasi Birokrasi yang konsisten, pemantapan sumber daya manusia yang profesional, serta dukungan sarana dan prasarana yang memadai. Dalam buku ini ini disampaikan hasil pengawasan obat dan makanan yang dilakukan Badan POM selama tahun 2015, yang mencakup standardisasi, evaluasi pre-market dalam rangka pemberian persetujuan izin edar, pengawasan post-market setelah produk beredar dengan cara pengambilan sampel dan pengujian laboratorium produk obat dan makanan yang beredar, inspeksi cara produksi dan distribusi dalam rangka pengawasan implementasi Cara Produksi dan Cara Distribusi yang baik, pengawasan iklan dan penandaan, serta investigasi awal dan penyidikan berbagai kasus tindak pidana bidang obat dan makanan. Di samping itu, disampaikan pula upaya Badan POM dalam pemberdayaan masyarakat, baik yang dilakukan Badan POM sendiri maupun bermitra dengan pemangku kepentingan. Pengawasan oleh masyarakat merupakan salah satu pilar dari 3 pilar pengawasan, karena masyarakat yang cerdas akan mampu melindungi dirinya sendiri serta mampu memilih obat dan makanan yang memenuhi syarat dan sesuai dengan kebutuhannya.
i
Terima kasih kepada seluruh jajaran Badan POM serta mitra kerja atas hasil-hasil yang dicapai selama tahun 2015. Semoga Laporan Tahunan ini bermanfaat sebagai bahan evaluasi bagi pelaksana kegiatan agar terus berupaya meningkatkan kinerja pada masa mendatang, dalam upaya melindungi masyarakat terhadap peredaran obat dan makanan yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, manfaat/khasiat dan mutu.
Jakarta, Mei 2016 Badan Pengawas Obat dan Makanan Kepala,
Dr. Roy A. Sparringa, M.App.Sc. NIP. 19620501 198703 1 002
ii
Daftar Isi Sambutan Kepala Badan POM RI ...................................................................................................................... i Daftar Isi .................................................................................................................................................................. iii Daftar Gambar ........................................................................................................................................................iv Daftar Tabel.......................................................................................................................................................... viii Executive Summary .............................................................................................................................................xi Ringkasan Eksekutif ......................................................................................................................................... xiv I. Highlights 2015 ...................................................................................................................................................1 II. Pendahuluan .................................................................................................................................................... 23 III. Keadaan Umum dan Tantangan Lingkungan ................................................................................... 43 IV. Hasil Kegiatan Pengawasan Obat dan Makanan Tahun 2015.................................................... 57 4.1. Hasil Pengawasan Keamanan, Khasiat dan Mutu Produk Terapetik/Obat .............. 57 4.2. Hasil Pengawasan Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Zat Adiktif .................... 76 4.3. Hasil Pengawasan Keamanan, Manfaat dan Mutu Obat Tradisional ........................... 81 4.4. Hasil Pengawasan Keamanan, Manfaat dan Mutu Produk Suplemen Kesehatan .. 87 4.5. Hasil Pengawasan Keamanan, Manfaat dan Mutu Produk Kosmetika ....................... 91 4.6. Hasil Pengawasan Keamanan dan Mutu Produk Pangan ................................................. 96 4.7. Hasil Investigasi Awal dan Penyidikan Kasus Tindak Pidana Bidang Obat dan Makanan............................................................................................................................................ 126 4.8. Hasil Pengawasan Iklan .............................................................................................................. 135 4.9. Hasil Pengawasan Penandaan dan Label ............................................................................. 136 4.10. Standardisasi ................................................................................................................................ 139 4.11. Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP)................................................................ 147 4.12. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) ....................................................................... 148 4.13. Kerjasama Luar Negeri ............................................................................................................. 180 4.14. Pengembangan Obat Asli Indonesia.................................................................................... 182 4.15. Riset di Bidang Obat dan Makanan ...................................................................................... 183 4.16. Pengujian di Bidang Obat dan Makanan ............................................................................ 185 V. Pengelolaan Anggaran .............................................................................................................................. 189 VI. Penutup ......................................................................................................................................................... 193
iii
Daftar Gambar Gambar 2.1. Tiga Pilar dalam Sistem Pengawasan Obat dan Makanan……………………….. 24 Gambar 2.2. Struktur Organisasi Badan POM…………………………………………..……………….. 25 Gambar 3.1. Kebutuhan SDM BPOM Tahun 2015-2019 Berdasarkan Analisa Beban Kerja………………………………………………………………………………………………… 44 Gambar 3.2. Profil Pegawai Badan POM Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2015…………………………………………………………………………………………………
46
Gambar 3.3. Komposisi Pegawai Badan POM Berdasarkan Usia Tahun 2015………….
49
Gambar 4.1. Profil Keputusan Registrasi Produk Terapetik/ObatTahun 2013-2015..
60
Gambar 4.2. Profil Hasil Sampling Dan Pengujian Laboratorium Produk Terapetik/Obat Tahun 2015………………………………………………………………………………………………….
62
Gambar 4.3. Profil Persentase Obat Memenuhi Syarat Tahun 2013-2015………………… 62 Gambar 4.4. Jumlah Inspeksi Post Market Tahun 2015……………………………………………… 67 Gambar 4.5. Tindak Lanjut Hasil Inspeksi Post Market Tahun 2015………………...……… 67 Gambar 4.6. Profil Sanksi Hasil Inspeksi Post Market Rutin Industri Farmasi Tahun 2015……………………………………………………………………………………………………. 67 Gambar 4.7. Profil Hasil Sertifikasi Industri Farmasi Tahun2015……………………………… 74 Gambar 4.8. Profil Hasil Pemeriksaan PBF (Produk Terapetik)Tahun 2015…………….. 69 Gambar 4.9. Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Pelayanan Kesehatan Tahun 2015…….. 70 Gambar 4.10. Profil Surat Keterangan Impor Tahun 2015………………………………………. 75 Gambar 4.11. Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Produksi (Narkotika, Psikotropika Dan Prekursor) Tahun 2015…………………………………………………………………… 76 Gambar 4.12. Profil Hasil Pemeriksaan Sarana PBF (Narkotika Dan Psikotropika) Tahun 2015………………………………………………………………………………………………………...
77
Gambar 4.13 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Pelayanan Kesehatan Tahun 2015…..
77
Gambar 4.14 Profil Rincian Hasil Pengujian Laboratorium Barang Bukti Tindak Pidana Narkotika Dan Psikotropika Dari Polri Tahun 2015……………………………
78
Gambar 4.15 Hasil Pengawasan Penerapan Pencantuman PHW pada kemasan Rokok di Indonesia Periode 26 Juni 2014 – 31 Desember 2015………………………… 79 Gambar 4.16 Profil Pengawasan Iklan Rokok Post-Audit Tahun 2015…………………….
79
Gambar 4.17 Profil Hasil Pengawasan Label Rokok Tahun 2015…………………………….
80
Gambar 4.18 Profil Persetujuan/Nomor Izin Edar Obat Tradisional Tahun 2015…….. 81
iv
Gambar 4.19 Profil Surat Keputusan Obat Tradisional Tahun 2013 – 2015…………… .
82
Gambar 4.20 Profil Persetujuan/Nomor Izin Edar Obat Tradisional Tahun 2011– 2015…………………………………………………………………………………………………
82
Gambar 4.21 Profil Sampling dan Pengujian Laboratorium Obat Tradisional Tahun 2015……………………………………………………………………………………... 83 Gambar 4.22 Profil Sampling dan Pengujian Laboratorium Obat Tradisional Impor Tahun 2015……………………………………………………………………………………………………...….
83
Gambar 4.23 Profil Sampling dan Pengujian LaboratoriumObat Tradisional Lokal Tahun 2015…………………………………………………………………………………………….……
84
Gambar 4.24 Profil Pemeriksaan Sarana Produksi Obat Tradisional Tahun 2015….
85
Gambar 4.25 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Distribusi Obat Tradisional Tahun 2015………………………………………………………………………………………. 85 Gambar 4.26 Profil Persetujuan/Nomor Izin Edar Suplemen Kesehatan Tahun 2015…………………………………………………………………………………..
87
Gambar 4.27 Profil Surat Keputusan Suplemen Kesehatan Tahun 2013-2015…..…..
88
Gambar 4.28 Profil Persetujuan/Nomor Izin Edar Suplemen Kesehatan Tahun 2013-2015…………………………………………………………………………… Gambar 4.29 Profil Hasil Sampling dan Pengujian Laboratorium Produk Suplemen Kesehatan Tahun 2014……………………………………………………………………..
88 89
Gambar 4.30 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Distribusi Suplemen Kesehatan Tahun 2015…………………………………………………………………………………….
89
Gambar 4.31 Profil Persetujuan/Nomor Izin Edar Notifikasi Kosmetika Tahun 2015…91 Gambar 4.32 Profil Notifikasi Kosmetika Tahun 2013–2015……………………………….
92
Gambar 4.33 Profil Persetujuan Nomor Ijin Edar/Notifikasi Kosmetika Tahun 2013–2015…………………………………………………………………………..
92
Gambar 4.34 Profil Hasil Sampling Dan Pengujian Laboratorium Kosmetika Tahun 2015………………………………………………………………………………………. 93 Gambar 4.35 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Produksi Kosmetika Tahun 2015…….
94
Gambar 4.36 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Distribusi Kosmetika Tahun 2015…… 95 Gambar 4.37 Profil Persetujuan Pendaftaran Pangan Tahun 2015………………………….
97
Gambar 4.38 Roadmap Pengembangan e-Registration 2010-2015………………………….
98
Gambar 4.39 Profil Persetujuan Pengkajian Risiko Penggunaan Zat Gizi, Komponen Makanan dan Klaim Baru Tahun 2012-2015…………………………………..
99
Gambar 4.40 Profil Persetujuan Pengkajian BTP dan Bahan Baku Dalam Produk Pangan Tahun 2012-2015………………………………………………………………..
100
Gambar 4.41 Profil Sampling Dan Pengujian Laboratorium Produk Pangan Tahun 2015…………………………………………………………………………………….
102
v
Gambar 4.42 Tren hasil pengawasan PJAS tahun 2010-2014………………………………….. 105 Gambar 4.43 Tren Persentase Penyumbang PJAS Tidak Memenuhi Syarat……………..
105
Gambar 4.44 Parameter Mikrobiologi dan Jenis PJAS Penyumbang TMS Terbesar……..106 Gambar 4.45 Jenis PJAS dengan TMS Paling Tinggi Tahun 2015……………………………..
106
Gambar 4.46 Analisis Pareto Parameter Uji Paling Tinggi TMS dari PJAS Tahun 2015.. 107 Gambar 4.47 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan Tahun 2015…………. 107 Gambar 4.48 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Distribusi Produk Pangan Tahun 2015. 109 Gambar 4.49 Profil Tenaga Penyuluhan Keamanan Pangan dan Distric Food Inspector sampai dengan Tahun 2015………………………………………………………………….. 110 Gambar 4.50 IRTP yang Mengikuti Penyuluhan Keamanan Pangan sampai dengan Tahun 2015……………………………………………………………………………...………….. 111 Gambar 4.51 Profil Hasil Pengujian Pangan Jajanan Buka Puasa Tahun 2015…………….. 113 Gambar 4.52 Jenis Pangan yang Diuji pada Pengawasan Pangan Jajanan Buka Puasa Tahun 2015……………………………………………………………………………………………….….. 113 Gambar 4.53 Profil Kejadian dan Kasus KLB Keracunan PanganTahun 2015…………….. 117 Gambar 4.54 Penyebab KLB Keracunan Pangan Tahun 2015………………………………….. 118 Gambar 4.55 Profil Asal Pangan Penyebab KLB Keracunan Pangan Tahun 2015……….. 119 Gambar 4.56 Notifikasi yang diterima dan ditindaklanjuti NCP Tahun 2015…………….. 124 Gambar 4.57 Import Refusal Produk Indonesia di Amerika Tahun 2015………………….. 125 Gambar 4.58 Profil Penyidikan Obat dan Makanan Berdasarkan Jenis Produk Tahun 2015………………………………………………………………………………………. 127 Gambar 4.59 Profil Penyidikan Obat dan Makanan Berdasarkan Jenis Sarana Tahun 2015………………………………………………………………………………………
127
Gambar 4.60 Sebaran Berdasarkan Sarana Pada Operasi Gabungan Nasional Tahun 2015………………………………………………………………………………………
129
Gambar 4.61 Sebaran Berdasarkan Produk Pada Operasi Gabungan Nasional Tahun 2015………………………………………………………………………………………
129
Gambar 4.62 Tindak Lanjut Temuan Operasi Gabungan Nasional Tahun 2015……….. 130 Gambar 4.63 Profil Temuan Opgabnas Berdasarkan Jenis KomoditiTahun 2015……
130
Gambar 4.64 Profil Temuan Opgabda Berdasarkan Jenis Komoditi Tahun 2015……..
131
Gambar 4.65 Hasil Penilaian Iklan Sebelum Beredar Tahun 2015…………………………
135
Gambar 4.66 Hasil Pengawasan/Monitoring Iklan Yang Beredar Tahun 2015…..………. 136 Gambar 4.67 Realisasi BMDTP Tahun 2011-2015………………………………………………….. 148
vi
Gambar 4.68 Dinamika Jumlah Layanan Pengaduan dan Informasi Konsumen Melalui ULPK Tahun 2011–2015…………………………………………….……………………. 149 Gambar 4.69 Dinamika Layanan Pengaduan dan Informasi Konsumen Per-Bulan Tahun 2015……………………………………………………………………………………….. 149 Gambar 4.70 Profil Jumlah Pengaduan dan Informasi Konsumen Berdasarkan Jenis Komoditi Tahun 2015………………………………………………………………. 150 Gambar 4.71 Profil Masyarakat/Konsumen yang Menghubungi ULPK Tahun 2015….. 151 Gambar 4.72 Profil Masyarakat/Konsumen yang Menghubungi ULPK dan Contact center Berdasarkan Jenis Sarana yang Digunakan Tahun 2015……………………… 151 Gambar 4.73 Grafik Jumlah Layanan Pengaduan dan Informasi Konsumen Melalui Akun Twitter @HALOBPOM1500533 Periode Januari – Desember 2015..… Gambar 4.74 Grafik Indeks Loyalitas Pelanggan ULPK…………………………………….
152 157
Gambar 4.75 Profil Pengaduan dan Informasi Konsumen Contact Center Berdasarkan Jumlah Interaksi Tahun 2015…………………………………………………..………. 158 Gambar 4.76 Profil Pengaduan dan Informasi Konsumen Contact Center Berdasarkan Jenis Sarana Kontak Tahun 2015………………………………………………………….. 158 Gambar 4.77 Profil Pengaduan dan Informasi Konsumen Contact Center Berdasarkan Jenis Komoditi Tahun 2015……………………………………………………………….…. 159 Gambar 4.78 Profil Pengaduan dan Informasi Konsumen Contact Center Berdasarkan Jenis Profesi Konsumen Tahun 2015…………………………………………………………. 159 Gambar 4.79 Profil Total Calls Contact Center Tahun 2015…………………………………….
160
Gambar 4.80 Profil Total Answer Calls Contact Center Tahun 2015……………………………. 160 Gambar 4.81 Profil Total Abandon Calls Contact Center Tahun 2015………………………. 160 Gambar 4.82 Peta Pemantapan Strategi Kehumasan…………………..………………………….
161
Gambar 4.83 Diagram Topik Permohonan Wawancara Tahun 2015………………….
164
Gambar 4.84 Diagram Pemberitaan BPOM oleh Media Tahun 2015……………………….
168
Gambar 4.85 Tampilan Sistem Elektronik untuk Monitoring Berita…………………………. 171 Gambar 4.86 Pemberitaan Badan Pengawas Obat dan Makanan menurut Komoditi tahun 2015…………………..………………………………………………………………….………. 172 Gambar 4.87 Grafik Tone Berita Pemberitaan terkait BPOM…………………….….……………. 172 Gambar 4.88 Grafik Media Televisi yang Paling Banyak Memberitakan Badan POM…. 173 Gambar 4.89 Grafik Media Lokal yang Paling Banyak Memberitakan Badan POM…..…. 173 Gambar 4.90 Grafik Media Nasional yang Paling Banyak Memberitakan Badan POM…. 173 Gambar 4.91 Grafik Media online yang Paling Banyak Memberitakan Badan POM…… 174 Gambar 4.92 Aktivitas Twitter @BPOM_RI…………………………….…..………………………….
174
vii
Gambar 4.93 Aktivitas retweet Twitter @BPOM_RI…………………..………………………….
175
Gambar 4.94 Profil Masyarakat yang Menghubungi PIONas Berdasarkan Kategori Pekerjaan Tahun 2015…………………..………………………………………………..………………. 176 Gambar 4.95 Profil Masyarakat Yang Menghubungi SIKerNasBerdasarkan Profesi Tahun 2015…………………..………………………………………………………………………. 176 Gambar 4.96 Frekuensi Kasus Keracunan berdasarkan Kelompok Penyebab di Jabodetabek Tahun 2015…………………..…………………………………………………..…………………. 177 Gambar 4.97 InfoPOM yang diterbitkan selama Tahun 2015………….……………….
178
Gambar 4.98 Jumlah sampel tiap Bidang/Laboratorium Tahun 2015………..…….
186
Gambar 5.1 Proporsi Anggaran Badan POM Pusat dan Balai Tahun 2015……………….
189
Gambar 5.2 Proporsi Alokasi dan Realisasi Anggaran Berdasarkan Jenis Belanja Tahun 2015………………………………………………………………………………………..
viii
190
RINGKASAN EKSEKUTIF Pengawasan Obat dan Makanan di Indonesia merupakan bagian integral dari pembangunan kesehatan di Indonesia. Dalam melindungi masyarakat dari obat dan makanan yang berisiko terhadap kesehatan, Badan POM melaksanakan pengawasan full spectrum yang komprehensif dan sistematik, mulai dari standardisasi, evaluasi pre-market, hingga pengawasan post-market dengan cara pengambilan sampel dan pengujian laboratorium produk obat dan makanan yang beredar, inspeksi cara produksi dan distribusi dalam rangka pengawasan implementasi Cara Produksi dan Cara Distribusi yang baik, pengawasan iklan dan penandaan, serta investigasi awal dan penyidikan berbagai kasus tindak pidana bidang obat dan makanan yang disertai dengan upaya penegakan hukum dan pemberdayaan masyarakat. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Badan POM tidak bertindak sebagai single player, melainkan juga melalui kerjasama dan koordinasi yang efektif dan sinergis dengan lintas sektor dan masyarakat agar pelaksanaan pengawasan obat dan makanan efektif. Selain itu, Badan POM juga mendukung perkuatan ekonomi nasional melalui peningkatan pemenuhan standar dan ketentuan yang berlaku secara internasional bagi obat dan makanan yang diproduksi oleh industri obat dan makanan dalam negeri. Bimbingan teknis pemenuhan regulasi bagi pelaku usaha bidang obat dan makanan merupakan kontribusi Badan POM bagi peningkatan daya saing produk dalam negeri untuk dapat mengambil peran dalam perdagangan regional dan global. Pada tahun 2015, Badan POM telah menyusun 56 peraturan, pedoman, dan standar di bidang obat dan makanan. Selain itu, Badan POM bersama dengan lintas sektor antara lain Kementerian Kesehatan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Hukum dan HAM telah membahas 7 Rancangan Undang-undang dan 11 Rancangan Peraturan Pemerintah. Badan POM juga terlibat aktif dalam pembahasan 9 Rancangan Permenkes. Selama tahun 2015, Badan POM telah melakukan evaluasi pre-market dan memberikan persetujuan izin edar dan notifikasi terhadap 59.913 produk obat, obat tradisional, kosmetik, suplemen kesehatan, dan makanan. Pengawasan post-market dilakukan dengan cara pengambilan sampel dan pengujian laboratorium terhadap 76.209 sampel produk obat, obat tradisional, kosmetik, suplemen kesehatan, dan makanan. Selain itu, Badan POM juga melakukan pengujian sampel barang bukti kasus NAPZA dari Kepolisian sebanyak 3.048 sampel. Di tingkat produksi dan distribusi, telah dilakukan inspeksi terhadap 5.114 sarana produksi dan 43.077 sarana distribusi obat dan makanan. Terhadap berbagai pelanggaran peraturan di bidang Obat dan Makanan, 277 pelanggaran di bidang obat dan makanan ditindaklanjuti dengan pro-justisia, 52 perkara (18,77%) diantaranya telah mendapat putusan pengadilan. Untuk melindungi masyarakat dari klaim yang menyesatkan, Badan POM juga melakukan pengawasan terhadap 55.643 iklan obat, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik dan pangan yang beredar. Untuk melindungi masyarakat dari informasi yang tidak lengkap, tidak obyektif dan menyesatkan, Badan POM melakukan pengawasan terhadap 60.683
xiv
penandaan obat, obat tradisional, suplemen makanan, kosmetik dan pangan yang beredar, termasuk label halal pada produk pangan. Sebagai salah satu pilar pengawasan obat dan makanan yang dilaksanakan oleh masyarakat, pemberian komunikasi, informasi dan edukasi timbal balik dengan konsumen mempunyai arti penting dalam pemberdayaan masyarakat agar dapat membentengi diri dari obat dan makanan yang berisiko terhadap kesehatan. Pemberdayaan masyarakat terus dilakukan melalui berbagai cara, seperti membuka akses langsung melalui Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) dan Pusat Informasi Obat dan Makanan (PIOM), mengeluarkan Peringatan Publik (public warning), pameran, Iklan Layanan Masyarakat, Talk Show, penerbitan buletin, penyuluhan langsung ke berbagai lapisan masyarakat, serta berbagai tulisan di media cetak. Selama Tahun 2015, Badan POM telah menerima pengaduan dan permintaan informasi mengenai Obat dan Makanan sejumlah 29.053 layanan ULPK di Pusat dan 31 Balai Besar/Balai POM seluruh Indonesia serta Contact Center HALO BPOM 1500533. Badan POM juga telah menerbitkan sebanyak 40 Siaran Pers termasuk Peringatan Publik, dimana 12 siaran pers diterbitkan melalui konferensi pers. Selain itu, Badan POM juga terlibat dalam 36 talkshow di media televisi serta 148 wawancara media kepada pimpinan Badan POM. Perkuatan jejaring kerja dengan instansi terkait dan pemerintah daerah provinsi maupun kabupaten/kota melalui MoU terus ditingkatkan dalam rangka pengawasan obat dan makanan. Selain itu, Badan POM juga mengintensifkan kerjasama luar negeri yang tidak hanya ditujukan untuk mendukung tugas dan fungsi pengawasan obat dan makanan, namun juga untuk mendukung Agenda Nawa Cita ke-6 dalam meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional. Pada tahun 2015, Badan POM telah melakukan 25 pengembangan kerjasama dan/atau kerjasama internasional di bidang obat dan makanan.
xv
BAB 1 HIGHLIGHT 2015 JANUARI
Mengawali Tahun 2015, Kepala Badan POM menyampaikan capaian kinerja Badan POM Tahun 2014 dan Fokus Tahun 2015 pada hari Senin, 12 Januari 2015. Kegiatan Badan POM tahun 2015 difokuskan pada dukungan terhadap 9 agenda prioritas pembangunan Indonesia melalui: (1) peningkatan kualitas layanan publik; (2) peningkatan kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi; (3) membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan melalui peningkatan kinerja Pos POM; (4) pemberian jaminan keamanan, khasiat, keamanan, mutu Obat dan Makanan melalui perkuatan pengawasan berbasis risiko; (5) perlindungan kesehatan anak sekolah melalui pengawasan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS); (6) Peningkatan Penanggulangan Obat Tradisional mengandung Bahan Kimia Obat (BKO) serta Obat Tradisional ilegal; (7) perkuatan Gerakan Nasional Waspada Obat dan Makanan Ilegal (GN-WOMI); serta (8) penguatan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Pangan.
Pada bulan Januari 2015, Badan POM sebagai Emergency Contact Point dari International Food Safety Authorities Network (INFOSAN) dan National Contact Point Indonesia Rapid Alert System for Food and Feed (INRASFF) telah menerima informasi dari INFOSAN di Jenewa dan dari Kedutaan Besar Amerika di Indonesia terkait adanya penarikan produk apel dan Caramel Apples yang terkontaminasi oleh Listeria monocytogenes. Badan POM telah mengambil langkah-langkah, antara lain berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan terkait pengendalian peredaran serta Kementerian Kesehatan terkait antisipasi potensi KLB keracunan pangan di Indonesia. Selain itu, Balai Besar / Balai POM di seluruh Indonesia melakukan pengawalan di daerah melalui Jejaring Pengawasan Pangan di Daerah.
Sebagai tindak lanjut keberhasilan program Aksi Nasional Pangan Jajanan Anak Sekolah (AN-PJAS), pada tanggal 30 Januari 2015 Badan POM menginisiasi program dan kegiatan di bidang keamanan pangan yang berbasis masyarakat yang disebut
1
Gerakan Keamanan Pangan Desa. Program tersebut akan dilaksanakan dari tahun 2015 sampai 2019 di 500 desa yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia. Faktor penting dalam menunjang keberhasilan program ini adalah komitmen yang tinggi dari semua pihak yang terlibat untuk mewujudkan kemandirian pangan, termasuk keamanan pangan di wilayahnya. Desa Pangan Aman ini akan menjadi model atau replikasi bagi Pemerintah Kabupaten/Kota lainnya sebagai basis peningkatan keamanan pangan hingga tingkat individu di wilayah masing-masing.
FEBRUARI
2
Pada tanggal 3 - 6 Februari 2015, diselenggarakan rangkaian acara Pekan Ilmiah Inovasi dan Riset Badan POM yang bertujuan untuk membudayakan inovasi di lingkungan Badan POM dan menegaskan Badan POM sebagai organisasi yang mengutamakan Ilmu Pengetahuan sebagai dasar dalam pengambilan kebijakan dan pelaksanaan program/kegiatan (scientific based organization) serta mendukung knowledge management. Dalam acara tersebut, dilaksanakan diseminasi dan pameran hasil penelitian, proposal inovasi alumni peserta tugas belajar/izin belajar dan hasil pelaksanaan proyek perubahan peserta Diklat Kepemimpinan Tahun 2014.
Dalam rangka meningkatkan koordinasi Indonesia Rapid Alert System for Food and Feed (INRASFF) dilakukan pertemuan pada tanggal 10 Februari 2015 di Badan POM. Pertemuan dihadiri oleh pemangku kepentingan di bidang keamanan pangan dan kesehatan masyarakat. Dengan kerangka INRASFF yang sudah dibangun, diharapkan perlindungan masyarakat dari pangan yang tidak aman bisa lebih optimal. Selain itu, INRASFF juga memiliki nilai ekonomis, terkait dengan daya saing produk nasional. Edukasi kepada masyarakat juga perlu dilakukan, agar masyarakat memiliki persepsi yang benar tentang isu-isu keamanan pangan. Perkuatan laboratorium juga perlu dilakukan sehingga setiap notifikasi diterbitkan dengan dukungan data yang valid.
Pada hari Rabu, 11 Februari 2015, diselenggarakan Peluncuran Program Inovasi Kinerja Badan POM yang dihadiri oleh Menko PMK, Puan Maharani; Menteri Kesehatan, Nila F. Moeloek; stakeholder lain, serta media. Inovasi tersebut antara lain aplikasi “IONI versi mobile”, aplikasi “Ayo Cek Gizi Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) versi desktop dan android”, serta aplikasi “E-SiAPIk (Sistem Aplikasi Persetujuan Iklan). Ketiga aplikasi tersebut diharapkan dapat mempermudah masyarakat dan pelaku usaha dalam mendapatkan informasi terkait Obat dan Makanan.
Kamis, 12 Februari 2015, telah ditandatangani Kesepakatan Bersama Badan POM dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengawasan Obat dan Makanan, meningkatkan kapasitas fasilitas kefarmasian berupa fasilitas distribusi dan pelayanan yang baik. Hal ini agar memenuhi ketentuan cara distribusi dan pelayanan yang baik, meningkatkan keamanan, mutu, dan gizi pangan industri rumah tangga pangan; serta meningkatkan kesadaran masyarakat dalam memilih produk obat dan makanan yang aman, berkhasiat/bermanfaat, dan bermutu.
Dengan mengusung slogan “Jamu Warisan Budaya Kesehatan yang Aman dan Oke (JAWARA Oke)”, pada hari Jumat, 27 Februari 2015, Badan POM mengajak seluruh masyarakat untuk bersama-sama menjadikan jamu aman, berkhasiat dan bermutu sebagai bagian dari budaya atau gaya hidup demi menciptakan bangsa yang sehat dan berdaya saing. Acara ini dihadiri antara lain oleh Menteri Kesehatan, Nila F. Moeloek; Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara; Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
3
Anak, Yohana Yembise dan Kepala Badan POM, Roy A. Sparringa. Badan POM berupaya mewujudkan kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan Obat dan Makanan serta memperkuat kemitraan dengan pemangku kepentingan. Badan POM juga mendukung pengembangan jamu gendong dan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) obat tradisional lainnya.
MARET
4
Kepala Badan POM menjadi salah satu pembicara pada Global Food Safety Conference (GFSC) yang diselenggarakan oleh the Consumer Goods Forum pada tanggal 3-5 Maret 2015 di Kuala Lumpur Convention Center (KLCC) Malaysia. Food safety: a Shared Responsibility adalah tema besar yang diangkat pada konferensi ini dengan semangat mewujudkan keamanan pangan sebagai tanggung jawab bersama seluruh pihak di sepanjang rantai pangan dan bukan hanya beban salah satu pihak saja. Paparan Kepala Badan POM difokuskan pada Elimination of Technical Barriers to Food Trade in ASEAN. Salah satu pesan dari GFSC 2015 adalah food safety is expected, not a competitive issue. Oleh karenanya, keamanan pangan harus menjadi karakteristik suatu produk pangan untuk dikonsumsi konsumen.
Sehubungan dengan adanya kejadian tidak diinginkan yang serius pada penggunaan obat injeksi Buvanest Spinal 0,5% Heavy 4 ml/5 (Bupivacaine HCl) produksi Industri Farmasi PT Kalbe Farma, Tbk. di Siloam Hospital Lippo Village Karawaci, pada tanggal 4 dan 23 Maret 2015, Badan POM memberikan penjelasan kepada masyarakat melalui siaran pers.
Kepala Badan POM menjadi salah satu pembicara pada seminar yang diselenggarakan Food Review Indonesia, Kamis, 12 Maret 2015. Dengan mengusung tema "Food Safety”, Kepala Badan POM menyampaikan presentasi seputar program keamanan pangan Badan POM saat ini antara lain Gerakan Nasional Waspada Obat dan Makanan Ilegal (GN-WOMI),
perkuatan program pasar aman dari bahan berbahaya untuk mendukung 5.000 pasar tradisional, penguatan UMKM pangan, perkuatan Gerakan Keamanan Pangan Desa dengan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Keamanan Pangan, good regulatory dan code of practice, regulasi keamanan pangan terbaru, dan fasilitasi/percepatan registrasi produk pangan olahan IRTP menjadi MD (usaha mikro). Program-program tersebut diharapkan dapat memberikan yang terbaik dalam keamanan pangan di seluruh Indonesia.
Pada 16 s.d. 18 Maret 2015, Badan POM menggelar kegiatan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) di Jakarta. Rakernas yang dibuka oleh Menteri Kesehatan RI, Nila A. Moeloek didampingi Kepala Badan POM, Roy A. Sparringa ini mengusung tema “Penguatan Kemitraan Pengawasan Obat dan Makanan untuk Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia dan Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)”. Dalam sambutannya, Menteri Kesehatan mengharapkan agar Badan POM dapat melakukan pengawasan lebih optimal, dan terus menggalang kerja sama dengan pemangku kepentingan terkait. Senada dengan hal tersebut, Kepala Badan POM meminta kepada seluruh jajaran Badan POM baik di pusat maupun di daerah untuk terus meningkatkan upaya kerja sama dan koordinasi yang baik dengan institusi terkait lainnya.
APRIL
Pentingnya keamanan pangan menjadi perhatian semua pihak termasuk Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang menjadikan “Keamanan Pangan” sebagai tema peringatan Hari Kesehatan Sedunia (HKS) 2015. Di Indonesia, “Pilih dan Konsumsi Pangan yang Aman dan Sehat” menjadi tema nasional HKS tahun ini. Turut menyukseskan Hari Kesehatan Sedunia tahun ini, Badan POM berpartisipasi aktif sepanjang bulan April 2015 dengan menginisiasi kegiatan Bulan Keamanan Pangan Nasional tahun 2015 dengan tema “Mewujudkan Pangan Aman Hingga Tingkat Perseorangan Melalui Edukasi Keamanan Pangan Berbasis Masyarakat”. Kegiatan ini merupakan upaya untuk
5
meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya keamanan pangan di Indonesia dan mendorong masyarakat/konsumen untuk secara mandiri mampu memastikan bahwa pangan yang akan dikonsumsi aman, bermutu, dan bergizi.
Sebagai salah satu upaya Badan POM dalam implementasi Reformasi Birokrasi, pada Selasa, 28 April 2015 dilakukan penandatanganan berita acara konsensus PMPRB Badan POM oleh Kepala Badan POM, Sekretaris Utama, Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA, Plt. Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Koordinator Tim pelaksana RB, dan Ketua Tim Asesor PMPRB. Tujuan PMPRB antara lain untuk memudahkan Kementerian/Lembaga (K/L) dalam menyediakan informasi mengenai perkembangan pelaksanaan reformasi birokrasi dan upayaupaya perbaikan yang perlu dilakukan oleh K/L. Disamping itu PPMRB diharapkan juga dapat menyediakan data/informasi bagi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dalam rangka menyusun profil nasional pelaksanaan reformasi birokrasi.
MEI
6
Pada Kamis, 7 Mei 2015, bersama Bareskrim POLRI, Badan POM berhasil menggerebek rumah toko yang dijadikan gudang penyimpanan Obat dan Makanan ilegal, beralamat di Jl. Pahlawan Seribu Blok G2 No. 33 yang dikenal dengan Ruko Golden Boulevard. Ditemukan setidaknya 80 item obat tradisional (OT) mengandung BKO dan juga ilegal, 4 item pangan tanpa izin edar (TIE) berupa kopi mengandung BKO, 4 item kosmetik TIE, 4 item obat yg diduga palsu, serta 3 item obat ilegal. Dari temuan tersebut, beberapa diantaranya merupakan produk yang sudah sering ditemukan pada operasi Badan POM sebelumnya, seperti Jamu Tradisional Madu Klanceng, Kapsul Panjang Umur Antanan, Kapsul Linu-Rat, dan Ponstan. Nilai keekonomian dari temuan tersebut ditaksir mencapai 3 milyar rupiah.
Pada 7 Mei 2015, Badan POM dan Ikatan Apoteker Indonesia menandatangani nota kesepahaman (MoU) dalam acara Rapat Kerja Nasional dan pertemuan ilmiah IAI tahun 2015 yang mengusung tema "Enhancing Pharmacist Competence in Sustainable Health" , di Hotel The Hills dan Istana Bung Hatta, Bukittinggi, Sumatera Barat. Badan POM dan IAI sepakat meningkatkan aktivitas pengawasan obat dan sediaan farmasi di sarana produksi dan distribusi serta pelayanan farmasi, sehingga tidak ada produk ilegal atau palsu, serta diversi sediaan farmasi. Kerja sama ini sangat bermakna untuk meningkatkan komunikasi dan peran masyarakat melalui pemberian edukasi kepada masyarakat. Dengan pemberdayaan masyarakat yang baik dan benar, diharapkan masyarakat semakin cerdas sehingga dapat menggunakan obat dengan benar.
Pada 11 Mei 2015, Kepala Badan POM, menyampaikan sambutan pada pembukaan Seminar on Understanding Consumer Science and Behaviour oleh ILSI SEA Region di Hotel Pullman, Jakarta. Dalam sambutanya, Kepala Badan POM menekankan pentingnya Keamanan Pangan yang saat ini menjadi perhatian publik. Globalisasi perdagangan makanan berkontribusi terhadap dinamika pola sistem keamanan pangan. Transportasi, komunikasi, dan teknologi informasi modern memungkinkan pendistribusi pangan antar negara-negara di seluruh dunia. Modernitas ini menawarkan banyak pilihan kepada konsumen dengan menyediakan lebih banyak jenis makanan dari produksi domestik maupun internasional. Namun demikian, kondisi ini juga membuat kemungkinan masalah keamanan pangan. Tantangan utama dalam keamanan pangan termasuk Food Borne Disease (FBD) outbreaks caused by unsafe food, penyalahgunaan bahan kimia berbahaya yang dilarang untuk makanan, dan melebihi batas maksimum kontaminan dan aditif makanan.
7
Terkait adanya laporan dugaan beredarnya beras yang mengandung plastik, pada tanggal 26 Mei 2015, Kepala Badan POM bersama dengan Kapolri, Menteri Perdagangan, Menteri Pertanian, dan Kepala Badan Intelejen Negara, ikut serta dalam rapat terbatas yang dipimpin oleh Presiden RI. Sebelumnya, Badan POM, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, dan POLRI telah menguji beberapa sampel beras yang diduga mengandung plastik dengan hasil uji negatif (tidak mengandung plastik), sehingga masyarakat dihimbau tenang dan tidak khawatir. Selanjutnya, pada Rabu, 27 Mei 2015, Kepala Badan POM, juga turut serta dalam sidak di Pasar Induk beras di Cipinang, bersama Menteri Perdagangan dan Kapolri yang didampingi Direktur Food Station Tjipinang.
Dalam upaya mendorong dan memfasilitasi Koperasi dan UMKM untuk mampu menghasilkan dan memasarkan produk sesuai dengan standar dan persyaratan yang berlaku, Badan POM tidak mungkin berperan sendiri. Kerja sama dan koordinasi efektif dan dinamis dengan berbagai pihak harus senantiasa dijalin, dibina dan dikembangkan agar memberikan kontribusi positif bagi terlaksananya tugas dan tanggung jawab Badan POM. Untuk itu, pada Kamis, 28 Mei 2015 di Jakarta dilakukan penandatanganan nota kesepahaman antara Badan POM dengan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. Penandatanganan Nota Kesepahaman tersebut merefleksikan komitmen dalam membangun kerjasama dan kesatuan tindak dalam rangka pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) melalui Pendampingan Teknis dan Pengawasan di Bidang Obat Tradisional, Kosmetika dan Pangan sehingga dapat bersaing di pasar domestik, regional, maupun international.
JUNI
8
Memperingati World AntiCounterfeiting Day2015, pada 1 Juni 2015, Badan POM menggelar beberapa kegiatan yaitu Sosialisasi Cara distribusi Obat yang Baik kepada Apoteker dan Pemilik Sarana Apotek di kawasan Jatinegara dan Pasar Pramuka, serta Peresmian Forum Single Point of Contact (SPOC). Kegiatan ini
dimaksudkan untuk memberdayakan masyarakat agar mampu melindungi diri dari kemungkinan risiko kesehatan yang timbul akibat konsumsi produk ilegal dan/atau palsu. Menurut data Badan POM, praktek pemalsuan obat dapat terjadi pada merek dan produk obat paten maupun generik dengan berbagai kriteria pemalsuan, yang dapat menyebabkan memburuknya kesehatan pasien dan meningkatnya biaya pengobatan. Pada kesempatan ini, Kepala Badan POM dan jajarannya melakukan aksi simpatik dengan memberikan bunga mawar asli kepada pengguna jalan yang melintas di depan kantor Badan POM. Pemberian bunga asli ini sebagai simbol bahwa masyarakat harus memilih produk obat yang asli, bukan yang palsu, walaupun yang palsu lebih indah, tetapi tidak mempunyai khasiat.
Upaya Badan POM dalam pengelolaan keuangan negara dan pelaporan keuangan membuahkan hasil dengan diberikannya opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Badan POM Tahun 2014 oleh BPK. Hal ini disampaikan secara langsung oleh Anggota VI BPK RI Prof. Dr. Bahrullah Akbar, MBA kepada Kepala Badan POM, dalam acara Penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Atas Laporan Keuangan Badan POM Tahun Anggaran 2014, pada 16 Juni 2015 di Auditorium Gedung Tower BPK RI. Kepala Badan POM memberikan apresiasi kepada segenap jajaran Badan POM atas pencapaian Opini WTP dan mengharapkan untuk terus melaksanakan pengelolaan keuangan Badan POM dengan transparan dan akuntabel.
Badan POM menggelar konferensi pers untuk menginformasikan hasil pelaksanaan Operasi Pangea VIII, pada Kamis 25 Juni 2015. Operasi Pangea merupakan operasi tingkat Internasional yang bertujuan memberantas penjualan produk ilegal termasuk palsu yang diedarkan secara online. Hadir dalam konferensi pers antara lain perwakilan dari Kementerian Kesehatan RI, NCB Interpol Indonesia, Kementerian Perdagangan RI, serta Bareskrim Mabes POLRI. Selama sepekan operasi Pangea VIII, 9 s.d. 16 Juni 2015, sebanyak 293 situs internet teridentifikasi menjual obat dan alat kesehatan ilegal. Perolehan hasil sitaan berjumlah
9
lebih dari 3,4 juta kemasan produk dengan nilai keekonomian mencapai 27,6 milyar rupiah.
JULI
10
Pada tanggal 6 Juli 2015 di Hotel Amaroossa Grande Bekasi dengan dihadiri perwakilan seluruh unit eselon 2 di Pusat dan Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia, dilaksanakan internalisasi revolusi mental oleh Sekretaris Utama Badan POM dengan menyampaikan pemaparan bertemakan “Revolusi Mental Badan POM dalam Optimalisasi Kinerja Pengawasan Obat dan Makanan”, mengingat Bulan Ramadhan merupakan momentum yang baik untuk melaksanakan revolusi mental secara paripurna. Revolusi mental sebagai perubahan mendasar dalam cara berpikir dan cara merasa yang diterjemahkan dalam perilaku dan tindakan nyata keseharian dalam kehidupan di berbagai aspek baik perilaku politik, perilaku ekonomi, perilaku pendidikan, perilaku kerja, dan perilaku sosial kemasyarakatan pada akhirnya akan memberikan efek positif terhadap masyarakat. Sestama menyampaikan langkah melakukan revolusi mental perlu dilakukan dengan strategi yang tepat, konsisten, bertahap dan komprehensif melalui instrumen penerapan sistem manajemen SDM aparatur yang berbasis sistem merit, penguatan kepemimpinan pada masing-masing instansi, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, transparansi pengelolaan pelayanan publik, dan penguatan fungsi pengawasan.
Sebanyak 7 orang peserta yang berasal dari kuliah profesi di Sekolah Staf dan Pimpinan Tingkat Tinggi (Sespimti) Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) mengunjungi Badan POM pada Jum’at, 10 Juli 2015. Mewakili Kepala Badan POM, Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA, T. Bahdar J. Hamid yang didampingi oleh Kepala Pusat Penyidikan Obat dan Makanan, Hendri Siswadi, menerima kunjungan dalam diskusi yang bertajuk Penyidikan Obat dan Makanan tersebut. Dalam paparannya, T. Bahdar J. Hamid
menyampaikan bahwa obat dan makanan merupakan salah satu industri strategis yang harus mendapat perhatian khusus karena menyangkut aspek kesehatan manusia dan aspek perekonomian bangsa. Oleh karena itu pengawasan obat dan makanan penting dilakukan untuk mengawal peredaran obat dan makanan yang aman. Dukungan lintas sektor juga sangat dibutuhkan Badan POM, terutama POLRI dalam upaya penegakan hukum terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan. Menanggapi hal itu SESPIMTI POLRI sangat mendukung upaya Badan POM dalam pengawasan obat dan makanan karena Badan POM memiliki peran yang signifikan terhadap kesehatan masyarakat. Sinergitas dengan Kepolisian dapat diperkuat tidak hanya dengan penindakan tetapi juga pencegahan, termasuk sosialisasi kepada masyarakat. Dalam upaya pengawasan obat dan makanan khususnya peredaran produk ilegal dan palsu melalui online, Badan POM bisa memanfaatkan kerjasama dengan Divisi Cyber Crime Mabes POLRI untuk melakukan pengusutan pelaku guna proses penegakan hukum.
Pada tanggal 13 Juli 2015, Kepala Badan POM memaparkan hasil intensifikasi pengawasan yang dilakukan Badan POM selama Ramadhan dan menjelang Lebaran 1436 H. Senilai lebih dari 21,4 milyar rupiah pangan ilegal ditemukan Badan POM dalam kurun waktu 25 Mei s.d. 10 Juli 2015 di hampir seluruh wilayah Indonesia. Selain itu Badan POM juga menemukan pangan kedaluwarsa senilai 5,4 miliar rupiah; pangan rusak senilai 1,5 miliar rupiah; kosmetika yang tidak terdaftar/ternotifikasi, mengandung bahan berbahaya dan rusak/kedaluwarsa senilai lebih 4 milyar rupiah; obat tradisional ilegal, mengandung bahan kimia obat dan rusak/kedaluwarsa senilai lebih dari 368 juta rupiah. Hasil ini menunjukan upaya Badan POM dalam melakukan intervensi pengawasan obat dan makanan dengan menyentuh akar masalahnya, yang antara lain dilakukan melalui pengawasan yang lebih ketat di pintu masuk/perbatasan, pengawasan lebih difokuskan pada temuan besar dan ke hulu, penguatan peran pelaku usaha dalam penanganan produk sesuai cara ritel yang baik dan cara distribusi yang baik serta pengawasan pangan dilaksanakan secara terpadu dan sinergis dengan lintas sektor di sepanjang rantai pasokan. Dalam kesempatan ini juga Badan POM terus mengajak masyarakat untuk lebih berpartisipasi secara aktif dalam pengawasan obat dan makanan dengan menjadi konsumen cerdas yang teliti sebelum membeli dan mengkonsumsi obat dan makanan, juga pro aktif dalam memberikan informasi adanya Obat dan Makanan yang diduga melanggar peraturan, seperti pangan rusak, kedaluwarsa, tanpa ijin edar atau pangan yang dicurigai mengandung bahan berbahaya.
11
Pada hari Jumat, 24 Juli 2015, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi melakukan inspeksi mendadak ke kantor Badan POM. Menpan RB yang didampingi langsung oleh Kepala Badan POM beserta jajarannya melakukan sidak secara acak dengan berkelliling kebeberapa unit kerja, seperti laboratorium dan gedung pelayanan publik di Badan POM. Sidak kali ini dilaksanakan juga dalam rangka silaturahmi setelah Hari Raya Idul Fitri dan untuk memantapkan perubahan mindset Aparatur Sipil Negara yang lebih berdisiplin. Hal ini mengingat stigma masyarakat yang berkata bahwa sehabis libur lebaran banyak kantor-kantor pemerintah kosong dan stafnya tidak masuk. Inspeksi mendadak Di Badan POM membuktikan bahwa stigma masyarakat tersebut tidak benar. Terbukti dari absensi dan aktifitas kegiatan di kantor Badan POM sudah berjalan normal.
Mewakili Indonesia, delegasi Badan POM menghadiri pertemuan Technical Consultation with National Regulatory Authorities to Review Dengue Vaccine Dossier (Sanofi CYD-TDV) di kantor pusat WHO, Jenewa, pada 28 s.d. 30 Juli 2015. Pertemuan ini bertujuan untuk pembahasan bersama hasil evaluasi vaksin dengue yang dilakukan oleh NRA dari negara Brazil, Colombia, Indonesia, Malaysia, Mexico, Philippines, dan Thailand. Pertemuan ini juga dihadiri oleh tim ahli untuk memberikan masukan terkait pertukaran informasi sistem evaluasi di negaranya, serta interpretasi data-data dari dossier.
AGUSTUS
12
Kepala Badan POM menjadi salah satu pembicara pada International Seminar on Pharmaceutics 2015 yang diselenggarakan oleh Sekolah Farmasi ITB bertempat di Harris Hotel Bandung, 3 s.d. 5 Agustus 2015. Dalam paparannya, Kepala Badan POM menyampaikan bahwa industri farmasi di Indonesia sangat potensial dengan market terbesar di ASEAN. Tercatat sebanyak 208 industri farmasi berkiprah di Indonesia
dengan rincian 7 industri milik pemerintah/BUMN, 167 industri lokal, dan 34 industri multinasional. Beberapa isu strategis yang perlu diperhatikan antara lain komitmen negara-negara ASEAN, integrasi pasar, otorisasi pasar, pengawasan pre dan post market, harmonisasi standar dan regulasi, serta pengakuan penilaian bersama dan hambatan teknis perdagangan. Badan POM sebagai institusi pemerintah yang berwenang melakukan pengawasan Obat dan Makanan sangat terbuka kepada semua pihak baik akademisi maupun industri untuk berdiskusi dan terlibat aktif dalam pengembangan obat di tanah air.
Badan POM melalui Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Jakarta, Dewi Prawitasari dan Sekda DKI Jakarta, Saefullah menandatangani perjanjian kerja sama pengawasan makanan di wilayah Jakarta, Jumat, 7 Agustus 2015, disaksikan oleh Gubernur DKI Jakarta, Basuki T Purnama, Sekretaris Utama Badan POM, Reri Indriani, serta Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Suratmono. Perjanjian kerja sama tersebut merupakan implementasi dari MoU yang telah ditandatangani Kepala Badan POM dan Gubernur DKI Jakarta pada12 Februari 2015 lalu. Badan POM mendukung penuh kegiatan dan kebijakan serta komitmen Gubernur DKI Jakarta tentang keamanan pangan, mengingat Jakarta sebagai ibukota negara yang menjadi role model bagi daerah-daerah lainnya. Agar program ini berhasil, maka diperlukan kemitraan dengan SKPD di wilayah DKI Jakarta untuk memperkuat jejaring pengawasan keamanan pangan terpadu. Dengan penandatanganan kerja sama ini, Gubernur DKI Jakarta berharap dapat mengintegrasikan aplikasi Smart City yang akan dibuat bekerja sama dengan Kominfo. Aplikasi yang berbasis mobile phone ini diharapkan dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat untuk mengetahui hasil uji keamanan suatu produk.
Pada tanggal 20 Agustus 2015, Badan POM hadir bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam peluncuran Gerakan Nusantara (Gerakan miNUm Susu tiAp hari uNTuk Anak ceRdas aktif IndonesiA) tahun 2015 di SDN 11 Pagi Utara Kebayoran Lama. Gerakan Nusantara yang diprakarsai oleh PT. Frisian Flag Indonesia ini berkontribusi dalam upaya meningkatkan kualitas SDM melalui rangkaian kegiatan
13
peningkatan kebiasaan hidup sehat anak Indonesia, melalui kebiasaan minum susu, berolah raga, dan membeli pangan jajanan yang aman, bermutu, dan bergizi di kantin sekolah. Dalam sambutannya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anis Baswedan menyampaikan bahwa pemenuhan gizi anak sekolah baik melalui penyediaan makanan yang bergizi di tingkat keluarga termasuk pemberian susu dan juga melalui asupan pangan jajanan yang aman dan bergizi merupakan hal yang perlu mendapat perhatian. Badan POM yang diwakili oleh Direktur Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan menyampaikan bahwa Gerakan Nusantara sejalan dengan program Badan POM dalam melindungi anak sekolah dari pangan jajanan yang tidak aman. Diharapkan melalui Gerakan Nusantara ini dapat mendukung kerjasama yang erat dan harmonis antara pemerintah dengan pelaku usaha dan masyarakat untuk bersama-sama mendukung pembentukan generasi muda Indonesia yang sehat, cerdas, dan aktif.
14
Dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), Badan POM bersama Asosiasi Gabungan Pengusaha Obat dan Makanan menandatangani pakta integritas yang disaksikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Ombudsman RI, pada tanggal 24 Agustus 2015 di Aula Gedung C Badan POM. Pakta integritas ini merupakan komitmen antara Badan POM dengan pengusaha Obat dan Makanan sebagai upaya pencegahan KKN. Tujuan penandatanganan pakta integritas ini guna mewujudkan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, pelayanan publik yang bersih dan melayani masyarakat, serta peningkatan pencegahan terjadinya tindak pidana KKN di Lingkungan Badan POM. Revolusi mental melalui peningkatan kapasitas, akuntabilitas kinerja juga terus diupayakan untuk mencipatakan Badan POM yang bersih dan bebas dari KKN.
Pada tanggal 24 Agustus 2015, Kepala Badan POM menyampaikan keterangan pers dan public warning hasil pengawasan Badan POM terhadap Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan Stamina Pria yang mengandung Bahan Kimia Obat (BKO). Dari hasil pengawasan Badan POM bulan November 2014 hingga Agustus 2015, ditemukan 50 jenis produk obat tradisional dan suplemen kesehatan stamina pria mengandung
bahan kimia obat (BKO), dimana 25 jenis diantaranya merupakan produk obat tradisional yang tidak memiliki izin edar. Nilai keekonomian temuan obat tradisional dan suplemen kesehatan mengandung BKO ini mencapai 59,8 milyar rupiah untuk produk jadi dan 63,5 milyar rupiah untuk bahan baku. Dari hasil temuan tersebut, sebanyak 25 jenis produk yang terdaftar di Badan POM telah dibatalkan nomor izin edarnya. Selain itu, dalam dua tahun terakhir, sejumlah 16 kasus peredaran OT mengandung BKO berhasil diungkap dan telah diajukan ke pengadilan.
SEPTEMBER
Badan POM berpartisipasi dalam World Expo Milano (WEM) pada 30 Agustus s.d. 3 September 2015 di Milan, Italia. Pagelaran pameran terbesar di dunia yang dilaksanakan 5 tahun sekali ini mengangkat tema “Feeding the Planet, Energy for Life”. Wujud partisipasi Badan POM dalam World Expo Milano 2015 berupa Business Forum dan pameran produk Obat dan Makanan yang melibatkan industri dan asosiasi Obat dan Makanan di dalam negeri. Tema besar yang diambil oleh Badan POM adalah “The Richness of Indonesian Biodiversity for the World”. Kepala Badan POM, Roy Sparringa beserta tim yang terdiri dari delegasi Badan POM serta asosiasi dan industri berupaya mengangkat daya saing Indonesia dengan memperkenalkan pangan, kosmetika, dan obat tradisional Indonesia di kancah dunia.
Pada tanggal 7 September 2015, Badan POM menerima tim evaluasi pelaksanaan Reformasi Birokrasi (RB) di Badan POM dari Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN dan RB). Pada kesempatan tersebut, Plh. Kepala Badan POM, Suratmono menegaskan bahwa Badan POM memiliki komitmen politik, memiliki agenda RB yang jelas dan terukur, serta mampu melaksanakan agenda reformasi birokrasi tersebut. Badan POM juga telah menyusun Road Map RB dan melaksanakan agenda perubahan pada 8 (delapan) area perubahan. Pada kesempatan tersebut, Sekretaris Utama Badan POM menyampaikan paparan tentang progress
15
pelaksanaan RB di Badan POM selama tahun 2014 dan triwulan I 2015. Dijelaskan pula bahwa Badan POM telah melakukan berbagai upaya peningkatan perbaikan, antara lain adanya subsite khusus RB sebagai sarana penyebaran informasi terkait RB, pengembangan eperformance Badan POM, serta pemberian reward sebagai penghargaan dan sanksi terhadap pegawai yang melakukan pelanggaran.
16
Pada tanggal 16 September 2015, Badan POM pusat dan seluruh Balai Besar/Balai POM secara serentak melaksanakan Pencanangan Tekad Gerakan Nasional Revolusi Mental, yang digagas oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Kepala Badan POM dalam amanatnya menyampaikan bahwa ada tiga nilai utama dalam revolusi mental yaitu integritas, kerja keras, dan gotong royong. Ketiga nilai tersebut tercermin dalam Budaya Organisasi Badan POM: PIKKIR (Profesional, Integritas, Kredibel, Kerjasama, Inovatif, dan Responsif), yang merupakan nilai-nilai luhur untuk diyakini, dihayati, dan diamalkan oleh seluruh pegawai Badan POM dalam melaksanakan tugasnya guna mewujudkan good governance di bidang pengawasan Obat dan Makanan.
Pada tanggal 17 September 2015, Badan POM melaksanakan sosialisasi bahaya merokok di Surabaya yang dibuka oleh Walikota Surabaya Tri Rismaharini dan Kepala Badan POM Roy Sparringa. Peserta terdiri dari siswa dan guru pendamping dari 56 SMP/MTs dan SMA/SMK/MA, lintas sektor terkait dan organisasi profesi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Pemerintah melalui Badan POM berupaya mengedukasi masyarakat akan bahaya merokok salah satunya dengan penggunaan peringatan kesehatan bergambar
(Pictorial Health Warning/PHW) pada bungkus rokok. Pada kesempatan ini, Kepala Badan POM memperkenalkan RIKO atau Remaja Indonesia Anti Rokok, maskot yang menggambarkan pelajar yang tidak hanya pintar dan popular, tetapi juga selalu berperilaku positif.
Pada tanggal 28 September 2015 Badan POM turut berpartisipasi dalam peringatan International Right to Know Day melalui pameran dengan mengusung tema "Gunakan Hak Anda Untuk Mendapatkan Informasi Tentang Obat dan Makanan". Pengunjung booth Badan POM terlihat antusias bertanya dan memperhatikan penjelasan pramujaga terkait penggunaan Obat dan Makanan yang benar serta dampak negatif dari produk ilegal, palsu, maupun yang mengandung bahan berbahaya. Untuk menarik minat pengunjung dilakukan demo uji cepat menggunakan rapid test kit terhadap pangan yang diduga mengandung bahan berbahaya seperti boraks, formalin, dan pewarna non-pangan (rhodamin B, metanil yellow). Masyarakat juga dapat melihat contoh obat, obat tradisional, dan kosmetik ilegal, palsu, maupun yang mengandung bahan berbahaya. Dengan adanya kegiatan komunikasi informasi edukasi (KIE) ini diharapkan hak untuk tahu setiap orang dapat terpenuhi, sehingga dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk lebih cermat dalam membeli dan menggunakan/mengonsumsi produk Obat dan Makanan.
OKTOBER
Pada tanggal 5 s.d. 9 Oktober di Nusa Dua, Bali, untuk pertama kalinya Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaraan Pharmaceutical Inspection Cooperation Scheme (PIC/S) Committee Meeting and Seminar 2015 yang mengambil tema “Biopharmaceuticals (Biotechnology and Biological): How to Inspect”. Keanggotaan Badan POM dalam PIC/S menunjukkan kredibilitas sekaligus komitmen Indonesia dalam upaya menjamin produk obat yang aman, bermutu, dan efektif demi kemajuan industri farmasi dalam negeri. Secara tidak langsung, keanggotaan PIC/S ini juga memberi manfaat kepada industri karena
17
meningkatkan kepercayaan pasar. Dengan demikian, potensi ekspor industri obat dan obat tradisional nasional meningkat, yang kemudian dapat meningkatkan nilai ekonomi industri farmasi dalam negeri.
Sehubungan dengan peredaran produk Tembakau Super Cap Gorilla yang diduga mengandung narkoba jenis baru, pada tanggal 12 Oktober 2015, Badan POM menyampaikan keterangan pers terkait hal tersebut. Berdasarkan hasil koordinasi dengan Badan Narkotika Nasional (BNN), diperoleh informasi bahwa BNN telah melakukan pengujian produk Tembakau Super Cap Gorilla, dengan hasil uji menunjukkan adanya kandungan senyawa kimia New Psychoactive Substances/NPS yaitu AB-CHMINACA yang termasuk jenis Cannabinoid Sintetis. Badan POM terus berkoordinasi dengan pihak terkait dalam pemantauan dan tindak lanjut pengawasan produk tembakau ini.
Sebagai leading sector Operasi STORM VI di Indonesia, Badan POM menggelar konferensi pers di Aula Gedung C Badan POM pada tanggal 27 Oktober 2015. Operasi Storm merupakan sandi operasi atas kerja sama Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal dengan NCB-Interpol Indonesia yang dilakukan di wilayah Asia Tenggara dan Tiongkok. Pada Agustus hingga September 2015, Badan POM dan Kepolisian, serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melaksanakan Operasi Storm VI dan berhasil menemukan obat ilegal, obat tradisional ilegal termasuk mengandung bahan kimia obat (BKO), dan kosmetika ilegal, dengan nilai keekonomian mencapai 20,8 miliar rupiah. Selain konferensi pers, dilakukan pemusnahan secara simbolis terhadap barang bukti berupa obat tradisional tanpa izin edar dan mengandung BKO hasil operasi penegakan hukum Satgas Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal selama periode tahun 2014 dan 2015.
NOVEMBER
18
Dalam rangka mendukung Paket Kebijakan Ekonomi Tahap I yang diluncurkan Presiden Joko Widodo pada September 2015, pada tanggal 2 November 2015, Badan POM kembali melakukan terobosan layanan publik dengan meluncurkan Layanan Importasi Prioritas Bahan Baku Obat dan Makanan yang bertujuan menurunkan dwelling time pada tahap pre-custom clearance dan akhirnya meningkatkan efisiensi arus barang di pelabuhan. Beberapa keunggulan dari Layanan Importasi Prioritas berupa penyederhanaan prosedur importasi bahan baku Obat dan
Makanan, mengubah mekanisme transaksional menjadi nontransaksional. Dengan Layanan Importasi Prioritas ini, maka ratarata Service Level Agreement (SLA) Badan POM yang hanya 5,7 jam, akan jauh lebih cepat lagi.
Badan POM dinobatkan sebagai juara pertama dalam kepatuhan pelaporan barang milik negara (BMN). Penyerahan penghargaan dari Kementerian Keuangan RI kepada Badan POM dilakukan pada acara yang mengusung tema “Apresiasi Kinerja Pengelolaan Barang Milik Negara pada Kementerian/Lembaga” di Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan pada tanggal 2 November 2015. Penghargaan tersebut merupakan bentuk apresiasi atas performa yang baik dari K/L dalam mengelola BMN, yang penilaiannya meliputi ketepatan waktu, kelengkapan dalam penyampaian laporan, serta rekonsiliasi data BMN antara K/L dan Pengelola Barang. Tahun 2015 merupakan tahun keempat penyelenggaraan acara Refleksi dan Apresiasi Pengelolaan BMN untuk mendorong K/L agar terus meningkatkan kinerja pengelolaan BMN yang semakin tertib, baik tertib administrasi, tertib fisik, maupun tertib hukum.
Pada tanggal 19 November 2015, Badan POM meraih kembali Sertifikat Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008.
19
Pada tanggal 23 s.d. 26 November 2015, Badan POM melaksanakan Rapat Evaluasi Nasional (REN) tahun 2015 di Kendari, Sulawesi Tenggara dengan mengusung tema “Peningkatan Kinerja Badan POM melalui Pengawasan Post Market Obat dan Makanan dalam Memasuki Pasar Bebas ASEAN”. Rapat ini mengevaluasi pelaksanaan satu tahun Renstra meliputi pencapaian indikator kinerja (sasaran strategis, sasaran program, dan kegiatan) serta faktor-faktor kunci keberhasilan. Dalam pertemuan ini, Kepala Badan POM menegaskan pentingnya upaya peningkatan kinerja pengawasan obat dan makanan melalui pengawasan yang lebih ke hulu, kegiatan-kegiatan promotif-preventif dan kemitraan, yang sejalan dengan perubahan paradigma watchdog control menjadi proactive control. Pada sambutan pembukaan, Gubernur Sulawesi Tenggara yang diwakili oleh Sekda menyampaikan bahwa pengawasan Obat dan Makanan merupakan upaya yang strategis karena selain memberikan perlindungan kepada masyarakat, juga berperan dalam meningkatkan daya saing produk. Badan POM diharapkan lebih intensif membuat program dan kebijakan strategis yang mendukung UMKM agar produknya mampu memenuhi standar dan memiliki daya saing.
Badan POM melaksanakan kegiatan “Public Awareness Gerakan Penanggulangan OT mengandung BKO” yang bertemakan “Jamu Aman, Masyarakat Cerdas” dan dikemas dalam berbagai rangkaian kegiatan Komunikasi Informasi Edukasi (KIE). Pada tanggal 29 November 2015, KIE di area Car Free Day kawasan bisnis Sudirman mengawali rangkaian kegiatan tersebut dan di Balai Kartini Jakarta pada tanggal 30 November 2015. Selain itu, dilakukan juga penandatanganan MoU antara Badan POM dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Kementerian Komunikasi dan Informatika, Pelaku Usaha, dan Pemerintah Daerah (Cilacap, Banyuwangi, dan Sukoharjo).
DESEMBER
20
Pada tanggal 7 Desember 2015, dilakukan penandatanganan kesepakatan bersama antara Badan POM dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) dan Badan POM dengan Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Kepala Badan POM menyampaikan bahwa
penandatanganan kesepakatan bersama ini merupakan bentuk kelanjutan kemitraan antara Badan POM dengan KPPPA yang bertujuan untuk meningkatkan kemitraan dalam bentuk komunikasi, advokasi, dan edukasi kepada masyarakat baik konsumen maupun produsen utamanya usaha mikro, dimana peran perempuan sangat besar dalam pengawasan Obat dan Makanan. Sementara itu kesepakatan bersama dengan UNJ dinilai sangat penting mengingat peran strategis perguruan tinggi dalam peningkatan pendidikan sumber daya manusia dan masyarakat, sehingga mampu memilih produk yang dikonsumsi.
Pada tanggal 14 Desember 2015, Badan POM meluncurkan buku Pedoman Obat Pengembangan Baru (OPB), Pedoman Biosimilar dan Pedoman Cara Uji Klinik yang Baik (CUKB) di Hotel Acacia, Jakarta. Acara ini dihadiri oleh perwakilan dari Kemenkes, Kemerinstek, Akademisi, Industri Farmasi. Dalam kesempatan ini disampaikan bahwa Badan POM mendukung pengembangan hasil riset bimbingan/pendampingan pemenuhan regulasi.
menjadi
produk
dengan
Pada tanggal 22 Desember 2015 di kantor Badan POM, Kepala Badan POM menyampaikan keterangan pers hasil intensifikasi pengawasan pangan di sarana distribusi menjelang Natal dan Tahun Baru yang berlangsung sejak 30 November s.d. 20 Desember 2015. Dalam paparannya, disampaikan bahwa pada intensifikasi pengawasan pangan kali ini, jenis pangan kedaluwarsa yang paling banyak ditemukan antara lain mi instan, susu kental manis, bumbu, teh, minuman serbuk, dan makanan ringan. Badan POM menemukan 3.499 item (121.610 kemasan) pangan yang Tidak Memenuhi Ketentuan dengan nilai keekonomian mencapai lebih dari Rp 4,8 milyar di sarana retail dengan rincian 34.947 kemasan pangan TIE (28%), 76.156 kemasan pangan kedaluwarsa (63%), dan 10.507 kemasan pangan rusak (9%). Diharapkan ke depan pelaku usaha lebih patuh dengan ketentuan, dan dapat menerapkan Cara Ritel Pangan yang baik dan konsisten, melaksanakan self regulatory control. Di samping itu masyarakat juga diharapkan ikut melakukan pengawasan dengan cerdas dalam memilih produk dan memberi informasi kepada Badan POM apabila menemukan produk yang tidak memenuhi ketentuan.
21
BAB 2 PENDAHULUAN 2.1 GAMBARAN UMUM ORGANISASI Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 145 Tahun 2015, dengan kedudukan, tugas pokok dan fungsi Badan POM sebagai berikut : Kedudukan a. Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang dibentuk untuk melaksanakan tugas Pemerintah tertentu dari Presiden. b. Badan POM berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. c. Dalam melaksanakan tugasnya, Badan POM dikoordinasikan oleh Menteri Kesehatan. d. Badan POM dipimpin oleh Kepala. Tugas Pokok Badan POM mempunyai tugas pemerintahan di bidang pengawasan Obat dan Makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Fungsi Dalam melaksanakan tugas tersebut, Badan POM menyelenggarakan fungsi: a. pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan Obat dan Makanan. b. pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan Obat dan Makanan. c. koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas Badan POM. d. pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah di bidang pengawasan Obat dan Makanan. e. penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan dan rumah tangga. Dalam mengemban tugas pemerintahan, Badan POM melakukan pengawasan Obat dan Makanan dengan sistem tiga pilar sebagai berikut:
23
Pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat agar mampu melindungi diri dari produk yang berisiko terhadap kesehatan. Untuk mencapai hal ini, Badan POM melakukan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) kepada masyarakat.
PILAR 3 Masyarakat PILAR 2 Badan POM PILAR 1 Pelaku Usaha
Pengawasan yang dilakukan oleh Badan POM mencakup aspek yang sangat luas, mulai dari proses penyusunan standar sarana dan produk, penilaian produk yang didaftarkan (diregistrasi) dan pemberian Nomor Izin Edar (NIE), pengawasan penandaan dan iklan, pengambilan dan pengujian contoh produk di peredaran/sarana distribusi, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi, pengawasan produk ilegal/palsu, hingga ke investigasi awal dan proses penegakan hukum terhadap berbagai pihak yang melakukan penyimpangan cara produksi dan distribusi, maupun pengedaran produk yang tidak sesuai ketentuan yang berlaku.
Pengawasan yang dilakukan oleh pelaku usaha, yaitu menjamin Obat dan Makanan aman, berkhasiat/bermanfaat dan bermutu serta kebenaran informasi sesuai yang dijanjikan saat registrasi di Badan POM. Gambar 2.1 Tiga Pilar dalam Sistem Pengawasan Obat dan Makanan
2.2 Struktur Organisasi Badan POM memiliki 23 Unit Kerja di Pusat dan di 33 provinsi (Balai Besar/Balai POM) sebagai unit pelaksana teknis di daerah. Organisasi dan tata kerja Badan POM Pusat disusun berdasarkan Keputusan Kepala Badan POM Nomor 02001/SK/KBPOM tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Kepala Badan POM Nomor HK.00.05.21.4231 tahun 2004. Organisasi dan tata kerja Balai Besar/Balai POM disusun berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM Nomor 14 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan. Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi
24
sebagaimana tersebut di atas, dilakukan oleh unit kerja Badan POM di pusat, maupun oleh Balai Besar/Balai POM yang ada di seluruh Indonesia. Struktur organisasi Badan POM adalah sebagai berikut: KEPALA
INSPEKTORAT
SEKRETARIS UTAMA 1. Biro Perencanaan dan Keuangan 2. Biro Kerja Sama Luar Negeri 3. Biro Hukum dan Hubungan
Masyarakat 4. Biro Umum
PUSAT PENGUJIAN OBAT DAN MAKANAN NASIONAL
PUSAT PENYIDIKAN OBAT DAN MAKANAN
PUSAT RISET OBAT DAN MAKANAN
PUSAT INFORMASI OBAT DAN MAKANAN
DEPUTI I BIDANG PENGAWASAN PRODUK TERAPETIK DAN NAPZA
DEPUTI II BIDANG PENGAWASAN OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN
DEPUTI III BIDANG PENGAWASAN KEAMANAN PANGAN DAN BAHAN BERBAHAYA
1. Dit. Penilaian Obat dan Produk Biologi 2. Dit. Standardisasi Produk Terapetik dan PKRT 3. Dit. Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT 4. Dit. Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT 5. Dit. Pengawasan NAPZA
1. Dit. Penilaian OT, Suplemen Makanan dan Kosmetik 2. Dit. Standardisasi OT, Kosmetik dan Produk Komplemen 3. Dit. Inspeksi dan Sertifikasi OT, Kosmetik dan Produk Komplemen 4. Dit. Obat Asli Indonesia
1. Dit. Penilaian Keamanan Pangan 2. Dit.Standardisasi Produk Pangan 3. Dit. Inspeksi dan Sertifikasi Produk Pangan 4. Dit. Surveilans dan Penyuluhan Keamanan Pangan 5. Dit.Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya
Balai Besar/Balai POM
Gambar 2.2 Struktur Organisasi Badan POM
25
Tugas dan fungsi Unit Eselon I yaitu:
1. Sekretariat Utama Tugas Pokok
Fungsi
•Mengkoordinasikan perencanaan, pembinaan, pengendalian terhadap program, administrasi, dan sumber daya di lingkungan Badan POM
•Pengkoordinasian, sinkronisasi, dan integrasi perencanaan, penganggaran, penyusunan laporan, pengembangan pegawai termasuk pendidikan dan pelatihan serta perumusan kebijakan teknis di lingkungan Badan POM
•Pengkoordinasian, sinkronisasi, dan integrasi penyusunan peraturan perundang-undangan, kerjasama luar negeri, hubungan antar lembaga, kemasyarakatan dan bantuan hukum yang berkaitan dengan tugas Badan POM •Pembinaan dan pelayanan administrasi ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, perlengkapan dan rumah tangga •Pembinaan dan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan pusat-pusat dan unit-unit pelaksana teknis di lingkungan Badan POM •Pengkoordinasian administrasi pelaksanaan tugas Deputi di lingkungan Badan POM •Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala, sesuai dengan bidang tugasnya.
26
2. Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Tugas Pokok
Fungsi
•Melaksanakan perumusan kebijakan di bidang pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif
•Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan umum di bidang pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif; •Penyusunan rencana pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif; •Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian obat dan produk biologi; •Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang standarisasi produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga; •Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang pengawasan produksi produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga; •Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang pengawasan distribusi produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga; •Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang pengawasan narkotika, psikotropika dan zat adiktif; •Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif; •Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan produk terapetik dan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif; •Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala, sesuai bidang tugasnya.
27
3. Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen
Tugas Pokok
Fungsi
•Melaksanakan perumusan kebijakan di bidang pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen
•Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan umum di bidang pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen; •Penyusunan rencana pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen; •Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang penilaian obat tradisional, suplemen makanan dan kosmetik; •Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang pengaturan dan standarisasi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen; •Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang inspeksi dan sertifikasi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen; •Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang obat asli Indonesia; •Pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen; •Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen; •Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen; •Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala, sesuai bidang tugasnya.
28
4. Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Tugas Pokok
Fungsi
•Melaksanakan perumusan kebijakan di bidang pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya
•Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan umum di bidang pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya; •Penyusunan rencana pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya; •Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian keamanan pangan; •Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang standarisasi keamanan pangan; •Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang inspeksi dan sertifikasi produk pangan; •Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang surveilan dan penyuluhan keamanan pangan; •Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang pengawasan produk dan bahan berbahaya; •Pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya; •Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya; •Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya; •Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala, sesuai bidang tugasnya.
29
Tugas dan fungsi Balai Besar/Balai POM sebagai unit pelaksana teknis di Daerah, yaitu:
5. Balai Besar/Balai POM Tugas Pokok
Fungsi
•Melaksanakan kebijakan di bidang pengawasan obat dan makanan, yang meliputi pengawasan atas produk terapetik, narkotika, psikotropika, zat adiktif, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, serta pengawasan atas keamanan pangan dan bahan berbahaya
•Penyusunan rencana dan program pengawasan obat dan makanan; •Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika, zat adiktif, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya; •Pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk secara mikrobiologi; •Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan pemeriksaan sarana produksi dan distribusi; •Pelaksanaan investigasi dan penyidikan pada kasus pelanggaran hukum; •Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu yang ditetapkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan; •Pelaksanaan kegiatan layanan informasi konsumen; •Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan; •Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan;
•Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, sesuai dengan bidang tugasnya.
30
Tugas dan fungsi Pusat-Pusat dan Inspektorat, yaitu:
6. Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional Tugas Pokok
Fungsi
•Melaksanakan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, alat kesehatan, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta melaksanakan pembinaan mutu Laboratorium Pengawasan Obat dan Makanan
•Penyusunan rencana dan program pengujian obat dan makanan; •Pelaksanaan pengujian laboratorium, dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, alat kesehatan, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya; •Pembinaan mutu laboratorium Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional; •Pelaksanaan sistem rujukan laboratorium pengawasan obat dan makanan; •Penyediaan baku pembanding dan pengembangan metoda analisa pengujian; •Pelatihan tenaga ahli di bidang pengujian obat dan makanan; •Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan; •Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional.
7. Pusat Penyidikan Obat dan Makanan Tugas Pokok
Fungsi
•Melaksanakan kegiatan investigasi awal dan penyidikan terhadap perbuatan melawan hukum di bidang produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif, obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen dan makanan serta produk sejenis lainnya
•Penyusunan rencana dan program investigasi awal dan penyidikan obat dan makanan; •Pelaksanaan investigasi awal dan penyidikan obat dan makanan; •Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan investigasi awal dan penyidikan obat dan makanan.
31
8. Pusat Riset Obat dan Makanan Tugas Pokok
Fungsi
•Melaksanakan kegiatan di bidang riset toksikologi, keamanan pangan dan produk terapetik
•Penyusunan rencana dan program riset obat dan makanan; •Pelaksanaan riset obat dan makanan; •Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan riset obat dan makanan.
9. Pusat Informasi Obat dan Makanan Tugas Pokok
Fungsi
•Melaksanakan kegiatan di bidang pelayanan informasi obat dan makanan, informasi keracunan dan teknologi informasi
•Penyusunan rencana dan program pelayanan informasi obat dan makanan; •Pelaksanaan pelayanan informasi obat;
•Pelaksanaan pelayanan informasi keracunan; •Pelaksanaan kegiatan di bidang teknologi informasi; •Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan pelayanan informasi obat dan makanan; •Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan.
10. Inspektorat Tugas Pokok
Fungsi
•Melaksanakan pengawasan fungsional di lingkungan Badan POM
•Penyiapan rumusan kebijakan, rencana dan program pengawasan fungsional; •Pelaksanaan pengawasan fungsional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; •Pengusutan mengenai kebenaran laporan dan pengaduan tentang hambatan, penyimpangan atau penyalahgunaan dalam pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh unsur atau unit di lingkungan Badan POM; •Pelaksanaan urusan tata usaha Inspektorat.
32
2.3 PERKEMBANGAN MANAJEMEN KINERJA, ORGANISASI, DAN TATA LAKSANA Finalisasi Rencana Strategis BPOM Tahun 2015-2019
Tahun 2015 merupakan tahun terakhir pelaksanaan Renstra 2010-2014. Sesuai Undang-Undang No 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah No 40 tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional, bahwa pada tahun terakhir periode Renstra yang sedang berjalan, setiap Pimpinan Kementerian/Lembaga harus menyiapkan rancangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang disebut Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra-KL) periode berikutnya. Sesuai amanat peraturan perundang-undangan tersebut, Badan POM telah menyusun Renstra Badan POM Tahun 2015-2019 yang ditetapkan dengan Peraturan Kepala Badan POM Nomor 2 Tahun 2015 pada tanggal 30 Maret 2015, yang memuat visi, misi, tujuan, sasaran strategis, arah kebijakan dan strategi dalam kurun waktu 2015-2019. Penyusunan Renstra Badan POM Tahun 2015-2019 telah melalui 3 (tiga) proses yaitu Proses Teknokratik, Proses Politik, dan Proses Penetapan. Selain itu, proses penyusunan Renstra juga memperhatikan masukan, harapan, dan aspirasi pemangku kepentingan terhadap Badan POM. Hal ini mengacu pada Peraturan Menteri PPN/Kepala Bappenas Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan dan Penelaahan Renstra K/L tahun 2015-2019. Paralel dengan proses penyusunan Renstra Badan POM 2015-2019, setiap Unit kerja baik mandiri sebagai Satker maupun bagian dari Satker memulai penyusunan Rancangan Teknokratik Renstra Unit Kerja 2015-2019. Hal ini sangat penting agar pimpinan Unit kerja mereviu permasalahan yang terjadi di periode Renstra berjalan dan membuat permasalahan tersebut menjadi tantangan yang harus diselesaikan, menggunakan kekuatan dan peluang pada periode Renstra 2015-2019.
33
Mempertimbangkan hal tersebut, maka penyusunan Renstra harus dikawal dengan intervensi yang tepat sasaran. Untuk memberi pemahaman dan keterampilan staf perencana di Unit Kerja dalam menyusun Renstra, maka diselenggarakan Workshop Penyusunan Rencana Stategis Unit Kerja pada tanggal 3-6 Maret 2015. Workshop ini menghadirkan narasumber praktisi maupun akademisi yang memberikan paparan kebijakan pemerintah dalam RPJMN terkait bidang pengawasan Obat dan Makanan, pentingnya penyusunan Renstra dalam meningkatkan kinerja suatu instansi pemerintah, tata cara penyusunan Renstra, dan komponen penilaian Renstra sebagai bagian dari penilaian SAKIP. Workshop ini juga melibatkan narasumber ahli yang memperkenalkan dan melatih penggunaan berbagai instrumen analisis untuk pengembangan Rencana Strategis. Sebagai bentuk sosialisasi Renstra Badan POM dan penyamaan persepsi multisektor yang akan bekerjasama secara sinergi dalam rangka pengawasan Obat dan Makanan, Badan POM telah melaksanakan kegiatan Diseminasi Renstra Badan POM 2015-2019 pada tanggal 14 Desember 2015 yang dihadiri oleh berbagai pihak/pelaku, yaitu instansi pemerintah (pusat dan daerah), kalangan dunia usaha (asosiasi pelaku usaha), akademisi, masyarakat yang diwakili oleh YLKI serta media. Diharapkan Renstra BPOM 2015-2019 dapat menjadi suatu pedoman/acuan dalam penyelenggaraan program dan kegiatan pembangunan di bidang pengawasan Obat dan Makanan sebagai bagian integral dari pembangunan kesehatan Indonesia.
Pengembangan Sistem Manajemen Kinerja secara Elektronik (e-Performance Badan POM) Sejak periode renstra 2010–2014, pemantauan dan pengendalian capaian kinerja telah dilakukan setiap triwulan melalui pertemuan monitoring dan evaluasi pelaksanaan program dan kegiatan yang difasilitasi oleh Biro Perencanaan dan Keuangan. Selain itu juga dilakukan pelaporan triwulanan kepada Bappenas melalui aplikasi monitoring pelaksanaan rencana pembangunan (e-Monev Bappenas) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006. Capaian per triwulan dilaporkan dalam Laporan Kinerja Triwulanan atau Report to The Nation (RTN) dan Bappenas serta dijadikan masukan untuk melakukan pengukuran pada akhir tahun.
34
Pada tahun 2015, Badan POM telah melakukan upaya perbaikan pengelolaan kinerja organisasi, dengan membangun e-performance Badan POM yang merupakan sistem pengelolaan kinerja secara online berbasis peta strategi Balanced Scorecard (BSC). Hal ini dilakukan untuk mengelola kinerja organisasi secara terukur dan terstruktur dengan penekanan pada tiga perspektif yang saling berimbang dan dilakukan “cascading” (diturunkan) sampai level Eselon 3. Selanjutnya secara bertahap e-performance Badan POM akan dikembangkan hingga cascading ke Eselon 4 dan level staf. Hal tersebut dilakukan dalam rangka mendukung penguatan pelaksanaan Reformasi Birokrasi dan pelaksanaan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) yang lebih baik. Pelaporan kinerja ke dalam e-performance dilakukan oleh administrator Unit Kerja Eselon II setiap triwulan. Sedangkan monitoring dan evaluasi kinerja dilakukan oleh Pimpinan Badan POM serta Pimpinan Unit Eselon I dan Pimpinan Unit Eselon II.
Penataan Kelembagaan dan Tata Laksana Untuk mewujudkan salah satu misi Badan POM berdasakan Keputusan Kepala Badan POM Nomor HK.04.1.21.21.04.15.1740 Tahun 2015 tentang Penetapan Visi dan Misi Badan POM Tahun 2015-2019, yaitu “Meningkatkan kapasitas kelembagaan Badan POM”, dilakukan penataan dan penguatan kelembagaan. Penataan kelembagaan bertujuan untuk mencapai struktur organisasi yang tepat fungsi dan tepat ukuran (right-sizing) sesuai kebutuhan organisasi untuk mencapai Visi dan Misi dengan mempertimbangkan posisi Badan POM dimaksud dalam sistem pembangunan nasional. Sebagai langkah konkrit dan keseriusan Badan POM dalam penataan kelembagaan, telah disusun kajian dalam bentuk naskah akademis dan disampaikan kepada Kementerian PAN dan RB pada bulan Desember 2015. Dalam penataan Tatalaksana Badan POM telah dilakukan Audit sertifikasi ISO 9001:2008 terhadap 55 (lima puluh lima) auditee, terdiri atas Manajemen Puncak Badan POM, 23 (dua puluh tiga) unit kerja pusat, dan 31 (tiga puluh satu) Unit Pelaksana Teknis Balai Besar/Balai
35
POM dari tanggal 31 Agustus s.d. 11 November 2015. Audit Sertifikasi ISO 9001:2008 merupakan kegiatan resertifikasi terhadap sertifikat ISO 9001:2008 yang telah habis masa berlakunya sejak diperoleh Badan POM tahun 2012. Berdasarkan hasil exit meeting Audit Sertifikasi ISO 9001:2008 tanggal 19 November 2015, dinyatakan bahwa seluruh 55 (lima puluh lima) auditee di atas mendapatkan Sertifikat ISO 9001:2008 atas penerapan QMS secara konsisten.
Dalam Pemeliharaan dan Peningkatan QMS ISO 9001:2008 BPOM. Telah dilakukan penyusunan peta proses bisnis, peta hubungan dan peta lintas fungsi atau Cross Functional Map (CFM) Badan POM berdasarkan pengelompokkan kegiatan, bukan berdasarkan unit kerja/struktur organisasi. Seluruh proses bisnis dirinci ke dalam subproses bisnis dan dijabarkan dalam 95 SOP yang terdapat dalam Manual Mutu (Dokumen QMS Level I BPOM).
Peta Proses Bisnis
Peta Subproses Bisnis
Peta Lintas Fungsi
Standar Operasional Prosedur (SOP)
Dari gambar terlihat bahwa penjabaran subproses bisnis menjadi SOP harus melalui tahapan penyusunan peta lintas fungsi atau Cross Functional Map (CFM). Penyusunan CFM pada tanggal 21 September s.d. 15 Desember 2015 merupakan upaya evaluasi atau kaji ulang terhadap efisiensi dan efektivitas peta proses bisnis yang telah disusun sekaligus untuk melaksanakan tahapan yang belum dilaksanakan. Penyusunan CFM Badan POM melibatkan Narasumber Ahli, perwakilan dari 23 (dua puluh tiga) unit kerja Pusat dan Balai Besar POM di Jakarta sebagai perwakilan Unit Pelaksana Teknis Badan POM. Dari penyusunan tersebut, diperoleh 15 (lima belas) peta proses bisnis, 74 (tujuh puluh empat) peta subproses bisnis dan 100 (seratus) CFM. Mengacu persyaratan ISO 9001:2008 klausul 5.1 Komitmen Manajemen, Manajemen Puncak harus memberikan bukti atas komitmennya untuk pengembangan dan penerapan sistem manajemen mutu dan secara berkelanjutan meningkatkan efektivitasnya dengan melaksanakan Tinjauan Manajemen. Tinjauan manajemen merupakan bagian terintegrasi dari proses monitoring dan evaluasi yang tidak dapat dipisahkan dari tujuan pelaksanaan Rapat Evaluasi Nasional Badan POM Tahun 2015.
36
Tinjauan Manajemen Badan POM dilaksanakan tanggal 25 November 2015. Kegiatan ini dihadiri oleh Manajemen Puncak, Deputi Manajemen Puncak, Tim Koordinator Management Representative, Tim Koordiator Auditor Internal, Kepala Unit Kerja Pusat dan Kepala Balai Besar/Balai POM selaku Ketua Tim Quality Assurance serta seluruh peserta Rapat Evaluasi Nasional. Dalam kesempatan tersebut juga dilakukan soft launching subsite Sistem Manajemen Mutu Badan POM melalui qms.pom.go.id yang terintegrasi dengan website Badan POM. Subsite ini merupakan upaya nyata dan komitmen Badan POM dalam rangka keterbukaan informasi publik melalui ketersediaan akses informasi bagi internal Badan POM, masyarakat dan pemangku kepentingan sebagai bentuk partisipasi publik dalam mengawal pencapaian sasaran mutu Badan POM.
Pengawasan Internal oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) 1) Implementasi program Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) Implementasi program Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) merupakan bagian dari pelaksanaan Reformasi Birokrasi. Program WBK dilaksanakan sejalan dengan pengembangan pelaksanaan reformasi birokrasi. Badan POM menunjuk minimal 1 (satu) unit pelayanan publik untuk dijadikan role model percontohan zona integritas menuju WBK/WBBM. Dalam hal ini, unit pelayanan menerapkan secara ketat pencegahan terhadap kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN). Untuk bisa mengajukan usulan penilaian ke tingkat WBK dan WBBM, K/L harus memenuhi nilai AKIP minimal “CC” dan opini BPK harus WTP. Berdasarkan pengisian kuesioner penetapan wilayah tertib administrasi (WTA) tahun 2013, pemenangnya secara berturut-turut adalah BBPOM di Semarang (Juara I), BBPOM di
37
Pontianak (Juara II) dan BPOM di Gorontalo (Juara III) dan selanjutnya akan ditetapkan sebagai Zona Integritas menuju WBK/WBBM. Sedangkan di tahun 2015, sudah dikirimkan kuesioner untuk penetapan unit pelayanan publik menuju WBK baik di pusat maupun Balai. Berdasarkan hasil evaluasi, unit yang diusulkan sebagai pemenang adalah Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapeutik dan PKRT, BBPOM di Semarang dan BBPOM di Yogyakarta. Selanjutnya Satuan Kerja dan Unit Kerja tersebut harus memenuhi persyaratan penetapan K/L sebagai WBK/WBBM dan didaftarkan ke Kementerian PAN dan RB untuk penetapan WBK/WBBM.
2) Implementasi SPIP Tahapan SPIP tahun 2015 adalah pelaksanaan dan pemantauan-evaluasi implementasi SPIP salah satunya dilaksanakan dengan menyelenggarakan pertemuan nasional untuk pemantauan pengendalian intern dan manajemen risiko di Badan POM. Pertemuan nasional dilaksanakan sebagai suatu forum yang mempertemukan manajemen dan semua anggota Tim Satuan Tugas SPIP pada unit pusat serta unit Balai Besar dan Balai POM. Pertemuan Nasional Evaluasi dan Implementasi SPIP dan WBK Badan POM diadakan pada tanggal 10 s.d. 13 Agustus 2015 di Hotel Balairung, Jakarta. Penyelenggaraan kegiatan ini merupakan salah satu bentuk upaya mengubah paradigma SPIP yang semula berorientasi sekedar memenuhi peraturan menuju sebagai tindakan yang dapat mengukur akuntabilitas operasional organisasi dari kinerja aparat birokrasi. Perubahan orientasi sistem pengendalian intern harus mampu melaksanakan prinsip tata kelola pemerintah yang baik dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan sehingga sistem pengendalian internal yang diperlukan harus merupakan sistem yang andal, menyeluruh, utuh dan efektif. Untuk mewujudkan hal ini Inspektorat mengundang narasumber dari Kementerian Keuangan RI yang telah menerapkan SPIP secara konsisten yang memaparkan tahapan pelaksanaan pemantauan SPIP disesuaikan dengan kondisi Badan POM. Selain itu juga terdapat paparan narasumber Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Asisten Deputi Bidang Pengawasan dan Reformasi Birokrasi, Auditor Utama VI Badan Pemeriksa Keuangan RI serta dari internal Badan POM sendiri. Pada acara pertemuan ini juga dilakukan Penandatanganan Pakta Integritas dalam Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme di Lingkungan Badan POM oleh Kepala Badan POM, seluruh Pejabat Eselon I dan Pejabat eselon II di lingkungan Badan POM serta Penandatanganan Piagam Audit Charter oleh Kepala Badan POM, Sekretaris Utama Badan POM dan Inspektur Badan POM yang disaksikan oleh Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
38
3) Survei Indeks Kepuasan Masyarakat Survei Indeks Kepuasan Kepuasan Masyarakat (IKM) dilakukan oleh Inspektorat Badan POM untuk mengetahui kinerja pelayanan aparatur pemerintah kepada masyarakat secara berkala sebagai bahan evaluasi untuk menetapkan kebijakan dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik serta informasi kepada masyarakat tentang kinerja pelayanan unit terkait. Namun demikian perlu disadari oleh masyarakat bahwa pelayanan publik yang dilakukan Badan POM tidak terlepas dari fungsi pengawasan pre market. Dengan demikian tidak dapat disamaratakan dengan pelayanan publik yang dilakukan oleh instansi lain yang melakukan pelayanan kepada masyarakat pada umumnya. Survei IKM dilakukan terhadap 8 (delapan) unit pelayanan publik Badan POM (Pusat) yang memberikan layanan kepada masyarakat, yaitu: Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi, Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT, Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT, Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan dan Kosmetika (Sub Direktorat Penilaian Produk I (Obat Tradisional dan Suplemen Makanan) dan Sub Direktorat Penilaian Produk II (Kosmetika)), Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional , Kosmetik dan Produk Komplemen, Direktorat Penilaian Kemanan Pangan, Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan, dan Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional. Survei dilaksanakan dari bulan April s.d Oktober 2015 dan finalisasi laporan IKM pada bulan November s.d. Desember 2015 Berdasarkan hasil survei IKM tahun 2015, telah diketahui nilai IKM yang menggambarkan tingkat mutu pelayanan dan kinerja unit pelayanan di Badan POM (Pusat) secara keseluruhan termasuk dalam kategori Baik (B) yaitu mendapatkan nilai 75,00 poin. Berikut hasil penilaian survei IKM per unsur: UNSUR IKM
Nilai
U1
Persyaratan
74,83
U2
Prosedur
71.22
U3
Waktu Pelayanan
61.42
U4
Biaya/tariff
87.50
U5
Produk spesifikasi jenis pelayanan
72.12
U6
Kompetensi pelaksana
77.57
U7
Perilaku pelaksana
79.24
U8
Maklumat pelayanan
73.06
U9
Penanganan pengaduan, saran, dan masukan
72.78
U10
Kenyamanan
75.21
U11
Kedisiplinan
72.85
U12
Teknologi Informasi
82.26
39
4) Audit Merupakan kegiatan utama sebagai aparatur pengawas intern. Audit operasional bertujuan menilai kinerja penyelenggaran pemerintahan dan pembangunan serta memberikan rekomendasi untuk membantu manajemen atau pimpinan Balai Besar dan Balai POM dalam meningkatkan kinerjanya. Tahun 2015 audit operasional dilaksanakan terhadap 25 Balai Besar/Balai POM dan 6 unit pusat, sedangkan audit tujuan tertentu dilakukan pada 10 Balai/Balai Besar POM.
5) Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Dalam penerapan Reformasi Birokrasi APIP berperan dalam area perubahan penguatan pengawasan, penguatan akuntabilitas, dan penilaian kinerja unit pelayanan publik. Dalam PMPRB, Inpektorat Badan POM bertugas mengkoordinasikan pelaksanaan tugas asesor, melakukan survei kapasitas organisasi, mereviu hasil evaluasi Reformasi Birokrasi yang telah dilaksanakan oleh asesor, mengkoordinasikan pelaksanaan consensus dan bertanggungjawab untuk menginput hasil evaluasi yang telah dilakukan asesor ke portal PMPRB Online. Tahun 2015 dilaksanakan Bimbingan Teknis Teknis PMPRB dan Penguatan Pelaksanaan RB yang telah dilaksanakan pada April 2015 di ruang rapat Badan POM yang bertujuan untuk mengingat dan menyamakan persepsi tentang tata cara penilaian PMPRB dengan narasumber: a. Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan yang mendapatkan hasil evaluasi RB dengan nilai tertinggi untuk level Kementerian/Lembaga, sehingga Badan POM dapat mengambil contoh atau acuan dalam rangka meningkatkan hasil evaluasi RB; b. Evaluator RB dari Kementerian PAN dan RB yang menyampaikan materi berupa kelemahan hasil evaluasi RB Badan POM tahun 2013, sehingga Badan POM dapat memperbaiki kelemahan tersebut untuk meningkatkan hasil evaluasi RB. Bimbingan teknis digelar sebagai wujud komitmen nasional untuk melakukan reformasi birokrasi dalam rangka mewujudkan good governance yakni pemerintahan yang efektif, efesien, transparan dan akuntabel serta menindaklanjuti Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PerMenpan-RB) RI Nomor 1 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis PMPRB secara online. Di samping itu juga dalam rangka membangun dan membentuk birokrasi di lingkungan BPOM yang bersih, efisien, efektif dan produktif, transparan, serta akuntabel, sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025. Selain Bimbingan Teknis dilaksanakan pula kegiatan Sosialisasi Percepatan Reformasi Birokrasi Badan POM dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 24 April 2015 bertempat di Balai Pusat Pelatihan Kesehatan, Cilandak, Jakarta. Kegiatan sosialisasi disampaikan pada Rapat Konsultasi Nasional lingkup Kedeputian Bidang Pengawasan Obat Tradisional,
40
Kosmetika, dan Produk Komplemen Badan POM. Kegiatan dihadiri oleh Kepala Balai Besar Balai/Balai POM, Kepala Bidang/Seksi Pemeriksaan dan penyidikan BBPOM/BPOM atau yang mewakili dari 31 (tiga puluh satu) Balai Besar/Balai POM dari seluruh Indonesia.
6) Perkembangan Whistleblowing System Dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Baik (Good Governance) di Lingkungan Badan POM Dalam rangka menindaklanjuti evaluasi pelaksanaan kegiatan, Badan POM telah mengeluarkan Surat Edaran yang ditandatangani oleh Sekretaris Utama No. HK.05.2.01.15.0397 tanggal 30 Januari 2015 tentang Whistleblowing System dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah di Lingkungan Badan POM yang disampaikan kepada seluruh Pejabat Struktural Eselon I dan II di Lingkungan Badan POM serta para Kepala Balai Besar/Balai POM diseluruh Indonesia agar pelaksanaan dan penerapan whistleblowing system dalam pengadaan barang/jasa pemerintah di lingkungan Badan POM dapat berjalan dengan baik untuk merwujudkan pemerintahan yang baik dan bersih (Good Governance and Clean Government). Inspektorat Badan POM telah melakukan sosialisasi kembali atas penerapan Whistleblowing System dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah di Lingkungan Badan POM pada acara Workshop dan Pertemuan Nasional Sistem Pengendalian Intern Pemerintah tanggal 10 s.d. 14 Agustus 2015 di Hotel Balairung Jakarta yang dihadiri oleh Pejabat Struktural Eselon II dan Satgas SPIP di Lingkungan Badan POM Pusat dan Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia. Inspektorat Badan POM bekerjasama dengan Pusat Informasi Obat dan Makanan pada periode bulan September-Oktober 2015 untuk membangun sistem pelaporan pengaduan/whistleblowing system secara online yang terintegrasi dengan website Badan POM dengan tujuan memfasilitasi pelaporan pengaduan atas berbagai macam permasalahan/pelanggaran/penyimpangan prosedur/ketentuan secara umum dari pihak internal maupun eksternal, tidak hanya terbatas pada pengadaan barang/jasa yang terjadi di lingkungan Badan POM. Pada bulan November-Desember 2015 Inspektorat Badan POM telah menerapkan sistem pelaporan pengaduan/whistleblowing system secara online yang terintegrasi dengan website Badan POM. Sistem tersebut untuk sementara ini terdapat dalam subsite reformasi birokrasi Badan POM dengan link http://rb.pom.go.id/content/delapan-areaperubahan/penguatan-pengawasan/kirim-pengaduan. Pengaduan juga dapat disampaikan ke alamat email
[email protected] yang dikelola oleh Inspektorat Badan POM. Verifikator akan menerima email dan mengolah pengaduan. Apabila ditemukan bukti permulaan yang cukup, maka verifikator akan menindaklanjuti dengan meneruskan ke penelaah untuk kemudian hasil telaahan akan dilaporkan ke Inspektur. Namun apabila tidak ditemukan bukti permulaan yang cukup memadai, maka verifikator dapat berkomunikasi dengan pelapor/pengadu/whistleblower melalui e-mail
41
bahwa pengaduan tidak dapat dilanjutkan ke Penelaah kecuali bukti permulaan yang cukup memadai dapat disampaikan/dilengkapi. Sampai dengan periode tahun anggaran 2015 berakhir, belum terdapat pengaduan yang disampaikan ke Inspektorat melalui sistem aplikasi tersebut.
7) Internal Audit Capability Model (IACM) Peningkatan kapabilitas Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) Inspektorat Badan POM merupakan upaya terstruktur untuk memperkuat, meningkatkan, mengembangkan kelembagaan, tata laksana/proses bisnis/manajemen dan sumber daya manusia APIP agar dapat melaksanakan peran dan fungsi APIP yang efektif. Kapabilitas APIP dapat diketahui dengan menggunakan model Internal Audit Capability Model (IA-CM) yang dikembangkan BPKP. Pada tahun 2015, Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) Badan POM telah berhasil meningkatkan kapabilitas dengan mencapai level 2 (level infrastructure) pada Skema Internal Audit Capability Model (IA-CM). Badan POM termasuk ke dalam 70 (15%) APIP Pusat dan Daerah yang mencapai level 2 dari total 474 APIP Pusat dan Daerah.
42
BAB 3 KEADAAN UMUM DAN TANTANGAN LINGKUNGAN 3.1 KEADAAN UMUM Tugas kepemerintahan di bidang pengawasan Obat dan Makanan mempunyai lingkup yang luas dan kompleks, menyangkut kepentingan dan hajat hidup rakyat banyak dengan sensitifitas publik yang tinggi serta berimplikasi luas pada keselamatan dan kesehatan konsumen. Untuk itu pengawasan tidak dapat dilakukan secara parsial hanya pada produk akhir yang beredar di masyarakat, tetapi harus dilakukan secara komprehensif dan sistematik, mulai dari kualitas bahan baku dan kemasan yang digunakan, cara pembuatan, distribusi, penyimpanan, produk tersebut siap dikonsumsi oleh masyarakat sampai produk akhir yang beredar di masyarakat. Sejalan dengan kebijakan pasar global, pengawasan harus dilakukan mulai dari produk masuk di entry point sampai beredar di pasar. Pada seluruh mata rantai tersebut harus ada sistem yang dapat mendeteksi kualitas produk sehingga secara dini dapat dilakukan pengamanan jika terjadi degradasi mutu, produk sub standar, kontaminasi dan hal-hal lain yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat. Untuk menyelenggarakan tugas kepemerintahan di bidang pengawasan Obat dan Makanan tersebut diperlukan institusi dengan infrastruktur pengawasan yang kuat, memiliki integritas dan kredibilitas profesional yang tinggi serta memiliki kewenangan untuk melaksanakan penegakan hukum, maka pemerintah memberi mandat kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan untuk melaksanakan tugas tersebut. Pengawasan Obat dan Makanan di Indonesia merupakan bagian integral dari pembangunan kesehatan maka harus dapat mengantisipasi dinamika lingkungan strategis terkait kesehatan. Perubahan tersebut, baik yang berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung pada sistem pengawasan Obat dan Makanan, harus dapat diantisipasi secara cepat dan tepat dalam rangka perlindungan kesehatan masyarakat dari risiko Obat dan Makanan yang tidak memenuhi syarat, ilegal/palsu, substandar.
3.1.1 Internal Sumber Daya Manusia (SDM) Untuk mendukung tugas-tugas Badan POM sesuai dengan peran dan fungsinya, diperlukan sejumlah SDM yang memiliki keahlian dan kompetensi yang mumpuni. SDM yang dimiliki Badan POM untuk melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan Obat dan Makanan sampai tahun 2015 sejumlah 3.907 orang, yang tersebar di Unit Kerja Pusat dan Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia.
43
Pada tahun 2015, Badan POM belum didukung dengan SDM yang memadai dan masih kekurangan SDM sejumlah 1.101 orang, dihitung berdasarkan analisis beban kerja, dari target yang ditetapkan. Kekurangan pegawai yang signifikan tersebut menyebabkan beberapa tugas dan fungsi pengawasan belum dapat dilakukan secara optimal. Berikut ini adalah profil kebutuhan pegawai berdasarkan analisa beban kerja.
5018
5018
3921
5018
3921
5018
3921
1101
1106
4
9
5018
3921
1217
3921
1203
120
106
1202 105
2015
2016
2017
2018
2019
Standar Kebutuhan SDM (berdasarkan ABK 2013)
5018
5018
5018
5018
5018
SDM yang Tersedia
3921
3921
3921
3921
3921
SDM Pensiun, Pindah, dll Kekurangan SDM
4
9
120
106
105
1101
1106
1217
1203
1202
*) Tahun 2016 s.d. 2019 diasumsikan tidak ada penambahan pegawai (moratorium)
Gambar 3.1 Kebutuhan SDM Badan POM 2015-2019 berdasarkan Analisa Beban Kerja Tabel 3.1. Profil Pegawai Badan POM Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2015 Tingkat Pendidikan Unit Kerja
44
Total
Non Sarjana
S1
Profesi
S2
S3
Kepala Badan POM
0
0
0
0
1
1
Inspektorat
4
12
9
4
0
29
Sekretaris Utama
0
0
0
1
0
1
Biro Perencanaan dan Keuangan
12
15
11
7
0
45
Biro Kerjasama Luar Negeri
5
5
4
6
0
20
Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat
3
21
10
9
0
43
Biro Umum Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Napza Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan PKRT Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif
45
31
17
12
0
105
0
0
0
1
0
1
6
8
57
12
0
83
5
5
15
6
0
31
8
6
34
7
0
55
8
10
32
5
0
55
9
1
29
4
0
43
Tingkat Pendidikan Unit Kerja
Total
Non Sarjana
S1
Profesi
S2
S3
0
0
0
0
0
0
17
9
46
9
0
81
3
2
12
7
0
24
6
5
34
8
0
53
5
4
11
5
0
25
0
0
0
1
0
1
6
26
26
15
0
73
Direktorat Standardisasi Produk Pangan
5
7
8
11
0
31
Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional
8
16
26
6
0
56
2
10
9
17
0
38
6
4
12
7
0
29
43
41
44
31
1
160
Pusat Penyidikan Obat dan Makanan
3
5
18
3
0
29
Pusat Riset Obat dan Makanan
3
9
8
10
2
32
Pusat Informasi Obat dan Makanan
11
12
10
8
0
41
223
264
482
212
4
1185
Balai Besar POM Banda Aceh
30
11
28
15
0
84
Balai Besar POM Medan
58
23
39
7
0
127
Balai Besar POM Padang
48
18
32
8
0
106
Balai Besar POM Pekanbaru
44
15
26
11
0
96
Balai POM Jambi
31
10
30
0
0
71
Balai Besar POM Palembang
30
23
25
10
0
88
Balai POM Bengkulu
33
14
18
8
0
73
Balai Besar POM Bandar Lampung
51
14
33
9
0
107
Balai POM Batam
21
12
21
2
0
56
Balai POM Pangkalpinang
18
10
19
4
0
51
Balai Besar POM DKI Jakarta
40
16
49
6
0
111
Balai Besar POM Bandung
52
24
50
26
0
152
Balai Besar POM Semarang
45
45
46
9
0
145
Balai Besar POM Yogyakarta
40
27
36
12
0
115
Balai Besar POM Surabaya
34
49
58
3
0
144
Balai POM Serang
24
18
28
2
0
72
Balai Besar POM Denpasar
30
37
26
10
0
103
Balai Besar POM Mataram
33
17
26
3
0
79
Balai POM Kupang
21
18
24
6
0
69
Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan dan Kosmetik Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen Direktorat Inspeksi Dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen Direktorat Obat Asli Indonesia Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya Direktorat Penilaian Keamanan Pangan
JUMLAH KANTOR PUSAT
45
Tingkat Pendidikan Unit Kerja
Total
Non Sarjana
S1
Profesi
S2
S3
Balai Besar POM Pontianak
34
14
31
5
0
84
Balai POM Palangkaraya
25
12
26
3
0
66
Balai Besar POM Banjarmasin
33
16
26
4
0
79
Balai Besar POM Samarinda
25
20
35
2
0
82
Balai Besar POM Manado
23
19
31
5
0
78
Balai POM Palu
25
9
23
6
0
63
Balai Besar POM Makassar
37
23
50
15
0
125
Balai POM Kendari
21
16
24
5
0
66
Balai POM Gorontalo
17
12
18
1
0
48
Balai POM Ambon
27
12
20
2
0
61
Balai Besar POM Jayapura
30
18
34
1
0
83
Balai POM Manokwari
7
9
23
2
0
41
Balai POM Sofifi
2
2
5
2
0
11
989
583
960
204
0
2736
TOTAL 1212 *Keterangan: data SIAP per 30 Desember 2015
847
1442
416
4
3921
JUMLAH BB/BPOM
Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa 1.212 pegawai Badan POM (30,91%) adalah non sarjana. Tiga unit kerja dengan persentase SDM non sarjana terbesar berturut-turut adalah BBPOM di Bandar Lampung (47,66%), BBPOM di Pekanbaru (45,83%) dan BBPOM di Medan (45,67%).
416; 10,61%
4; 0,10%
1212; 30,91% Non Sarjana S1 Profesi S2 S3
1442; 36,78%
847; 21,60%
Gambar 3.2 Profil Pegawai Badan POM Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2015
46
Dengan tantangan yang semakin kompleks, Badan POM harus melakukan peningkatan kompetensi SDM dan memprediksikan kebutuhan SDM untuk memperkuat pengawasan dengan lingkungan strategis yang semakin dinamis. Perkuatan dan peningkatan kapasitas SDM adalah salah satu cara menghadapi perubahan lingkungan yang tidak dapat diprediksikan. Kebijakan pengembangan SDM harus dilakukan secara komprehensif, terarah, dan sistematis dalam kerangka Human Capital Management (HCM). HCM harus mencakup pengadaan, pengembangan, dan pendayagunaan SDM sesuai kebutuhan organisasi. Pengembangan kompetensi teknis dan manajerial harus mendapat proporsi yang seimbang dengan kebutuhan organisasi. Pada tahun 2015, telah dilakukan peningkatan kompetensi SDM melalui tugas dan izin belajar sebanyak 69 orang pegawai, yang meliputi 45 orang tugas belajar dalam negeri, 10 orang tugas belajar luar negeri, dan 14 orang izin belajar dalam negeri.
< 25
25 - 30
31 - 35
36 - 40
41 - 45
46 - 50
51 - 55
> 55
Jumlah
Tabel 3.2. Jumlah Pegawai Badan POM Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia Tahun 2015
Kepala Badan POM
0
0
0
0
0
0
1
0
1
Inspektorat
2
12
6
3
0
1
4
1
29
Sekretaris Utama
0
0
0
0
0
0
1
0
1
Biro Perencanaan dan Keuangan
1
9
13
7
2
4
8
1
45
Biro Kerjasama Luar Negeri
1
2
2
3
0
5
3
4
20
Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat
3
9
6
9
5
3
6
2
43
Biro Umum Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Napza Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan PKRT Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan dan Kosmetik Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen Direktorat Inspeksi Dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen Direktorat Obat Asli Indonesia Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya Direktorat Penilaian Keamanan Pangan
3
22
23
10
7
11
21
8
105
0
0
0
0
0
0
0
1
1
6
26
21
14
4
8
3
1
83
0
5
6
2
6
5
5
2
31
1
21
18
5
3
3
4
0
55
1
18
12
5
3
2
10
4
55
2
8
9
5
3
4
8
4
43
0
0
0
0
0
0
0
0
0
4
27
16
15
5
2
9
3
81
0
6
1
5
1
6
4
1
24
4
22
9
5
3
4
5
1
53
0
3
5
4
1
5
4
3
25
0
0
0
0
0
0
0
1
1
6
31
12
13
4
4
2
1
73
Unit Kerja
47
< 25
25 - 30
31 - 35
36 - 40
41 - 45
46 - 50
51 - 55
> 55
Jumlah
Direktorat Standardisasi Produk Pangan
1
6
8
7
4
2
2
1
31
Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional
1
19
19
4
2
2
6
3
56
0
10
12
5
2
4
1
4
38
1
5
6
4
1
5
5
2
29
4
28
41
15
16
17
27
12
160
Pusat Penyidikan Obat dan Makanan
3
9
7
5
1
1
1
2
29
Pusat Riset Obat dan Makanan
0
5
11
2
2
6
4
2
32
Pusat Informasi Obat dan Makanan
4
11
9
1
6
3
4
3
41
48
314
272
148
81
107
148
67
1185
Balai Besar POM Banda Aceh
2
18
15
18
8
4
13
6
84
Balai Besar POM Medan
0
15
25
10
18
13
30
16
127
Balai Besar POM Padang
2
15
15
8
13
25
21
7
106
Balai Besar POM Pekanbaru
2
12
19
7
12
19
18
7
96
Balai POM Jambi
2
10
14
7
10
14
11
3
71
Balai Besar POM Palembang
3
17
10
10
11
14
15
8
88
Balai POM Bengkulu
3
19
7
7
9
13
10
5
73
Balai Besar POM Bandar Lampung
4
9
16
8
16
18
27
9
107
Balai POM Batam
1
35
16
1
1
1
0
1
56
Balai POM Pangkalpinang
3
28
17
1
0
1
1
0
51
Balai Besar POM DKI Jakarta
1
20
25
12
13
19
14
7
111
Balai Besar POM Bandung
2
15
30
24
19
21
29
12
152
Balai Besar POM Semarang
2
18
35
17
16
23
19
15
145
Balai Besar POM Yogyakarta
0
5
31
28
14
20
12
5
115
Balai Besar POM Surabaya
2
16
22
13
15
35
33
8
144
Balai POM Serang
5
38
22
2
2
2
1
0
72
Balai Besar POM Denpasar
4
10
19
13
19
18
17
3
103
Balai Besar POM Mataram
1
15
14
11
8
10
16
4
79
Balai POM Kupang
2
19
19
13
5
4
2
5
69
Balai Besar POM Pontianak
3
19
20
11
7
3
18
3
84
Balai POM Palangkaraya
4
10
15
10
9
7
11
0
66
Balai Besar POM Banjarmasin
2
16
11
8
12
8
16
6
79
Balai Besar POM Samarinda
2
23
16
11
8
8
8
6
82
Balai Besar POM Manado
3
17
14
13
7
13
7
4
78
Balai POM Palu
4
16
10
9
4
8
10
2
63
Balai Besar POM Makassar
1
9
17
16
16
37
24
5
125
Balai POM Kendari
1
17
7
10
9
15
6
1
66
Balai POM Gorontalo
3
25
13
4
1
1
0
1
48
Balai POM Ambon
3
20
11
9
3
6
7
2
61
Unit Kerja
JUMLAH KANTOR PUSAT
48
< 25
25 - 30
31 - 35
36 - 40
41 - 45
46 - 50
51 - 55
> 55
Jumlah
Balai Besar POM Jayapura
3
21
18
14
5
6
10
6
83
Balai POM Manokwari
4
26
5
4
0
0
1
1
41
Balai POM Sofifi
0
2
2
2
1
3
0
1
11
74
555
530
331
291
389
407
159
2736
122
869
802
479
372
496
555
226
3921
Unit Kerja
JUMLAH BB / BPOM TOTAL
Dari 3.921 orang pegawai Badan POM di tahun 2015, 781 (19,92%) di antaranya berusia di atas 50 tahun dan 991 (25,27%) berusia di bawah 30 tahun. 226; 5,76%
122; 3,11%
869; 22,16%
555; 14,15%
< 25 25 - 30 31 - 35 36 - 40
496; 12,65%
41 - 45 46 - 50 51 - 55 > 55
372; 9,49%
802; 20,45% 479; 12,22%
Gambar 3.3 Komposisi Pegawai Badan POM Berdasarkan Usia Tahun 2015 Jika melihat komposisi pegawai Badan POM berdasarkan usia, Badan POM harus mempunyai strategi pengembangan pegawai yang tepat agar tidak terjadi kekosongan SDM di posisi-posisi strategis. Mempersiapkan pemimpin lapis kedua (second layer leader), terutama di Balai Besar/Balai POM, harus dimulai dari sekarang agar pada saat yang tepat telah siap untuk memimpin organisasi. Peningkatan soft competency tidak kalah pentingnya dengan peningkatan hard competency untuk menghasilkan SDM yang mampu menjadikan Badan POM sebagai organisasi yang andal. Soft competency akan membentuk pribadipribadi pemimpin yang matang dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah serta menjalin komunikasi dan koordinasi yang efektif, baik secara internal maupun eksternal. Terkait dengan pengembangan SDM, selama tahun 2015 telah dilakukan berbagai kegiatan pengembangan SDM yang menyangkut peningkatan kapabilitas dan kompetensi melalui pendidikan dan pelatihan. Sebanyak 37 orang telah dikutsertakan dalam Diklat
49
Kepemimpinan, yaitu Diklat Kepemimpinan Tingkat I sebanyak 1 orang, Tingkat II sebanyak 2 orang, Tingkat III sebanyak 12 orang, dan Tingkat IV sebanyak 22 orang. Sebanyak 1.389 orang pegawai telah diikutkan dalam pelatihan teknis/manajemen. CPNS Badan POM yang mengikuti Diklat Prajabatan sebanyak 134 orang, meliputi 91 orang CPNS dari formasi umum mengikuti Diklat Prajabatan Golongan III, 27 orang CPNS dari formasi umum mengikuti Diklat Prajabatan Golongan II, dan 17 orang CPNS dari formasi Honorer Kategori 2 yang mengikuti Diklat Prajabatan Golongan II. Diklat Orientasi CPNS Tahun Anggaran 2015 diikuti oleh sebanyak 372 (tiga ratus tujuh puluh dua) orang CPNS yang direkrut pada tahun 2014, terdiri dari 371 (tiga ratus tujuh puluh satu) orang dari Formasi Umum dari total alokasi Formasi Umum yang diberikan oleh Kementerian PANdan RB sebanyak 400 (empat ratus) formasi, dan 1 (satu) orang dari Formasi Khusus Putra/Putri Papua. Adapun persentase jumlah CPNS berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki sejumlah 98 (sembilan puluh delapan) orang atau 26% dan perempuan sebanyak 274 (dua ratus tujuh puluh empat) orang atau 74%. Diklat Orientasi CPNS dilaksanakan selama 3 (tiga) minggu pada tanggal 4 s.d 21 Mei 2015. Pada tahun 2015 Badan POM tidak mendapatkan tambahan formasi pegawai karena kebijakan moratorium. Namun, Badan POM tetap mengusulkan penambahan formasi sebanyak 1.493 formasi, dengan prioritas kebutuhan sebanyak 627 formasi. Pada tahun 2015 juga telah dilakukan pengangkatan Jabatan Fungsional Pengawas Farmasi dan Makanan sebanyak 1.163 orang melalui mekanisme Perpindahan Jabatan.
Peralatan Laboratorium Pengujian laboratorium merupakan tulang punggung pengawasan yang dilaksanakan oleh Badan POM. Laboratorium Badan POM yang tersebar di seluruh Indonesia harus terus ditingkatkan kapasitasnya agar mampu mengawal kebijakan pengawasan Obat dan Makanan. Untuk menunjang pengujian laboratorium, saat ini laboratorium Badan POM, baik di pusat maupun di Balai Besar / Balai POM telah dilengkapi dengan peralatan laboratorium yang mempunyai tingkat sensitivitas dan akurasi yang memadai agar dapat menghasilkan hasil uji yang valid dan dapat dipercaya. Dibandingkan terhadap Standar Minimum Laboratorium Balai POM, masih terdapat gap yang signifikan pada alat laboratorium yang dimiliki Balai Besar/Balai POM. Untuk
50
mewujudkan laboratorium Badan POM yang andal, maka strategi Badan POM adalah memenuhi Standar Minimum Laboratorium, baik SDM, bangunan, maupun peralatan laboratorium agar memenuhi kaidah Good Laboratory Practices (GLP).
3.1.2 Eksternal Sebaran Produk Obat dan Makanan Seluruh obat dan makanan yang beredar harus terjamin aman dan memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan. Tugas Badan POM adalah mengawasi obat dan makanan yang beredar agar terjamin aman dan memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan. Kinerja Badan POM dalam melakukan pengawasan obat dan makanan ditentukan dengan suatu indikator yaitu “persentase obat dan makanan yang memenuhi syarat”. Indikator ini diukur dengan mengambil sampel obat dan makanan yang beredar untuk kemudian diuji di laboratorium. Agar data persentase produk yang memenuhi syarat ini dapat dibandingkan setiap tahunnya, maka proporsi berbagai jenis obat dan makanan di dalam populasi produk yang diambil sampelnya harus konsisten. Dengan proporsi yang konsisten seperti ini maka perubahan persentase produk yang memenuhi syarat, apakah naik atau turun, setiap tahunnya dapat dijadikan dasar untuk mengukur kinerja tersebut. Untuk dapat mengukur kinerja Badan POM, yaitu dengan cara membandingkan persentase produk yang memenuhi syarat (MS) atau tidak memenuhi syarat (TMS) setiap tahunnya, maka diperlukan cara sampling dengan memperhatikan proporsi jenis produk pada setiap pengambilan sampel harus konsisten. Selain itu, pengambilan sampel harus berbasis risiko (risk-based sampling) agar produk yang berisiko lebih tinggi sampelnya diambil lebih banyak daripada produk yang berisiko rendah. Diharapkan penerapan risk-based sampling dapat lebih melindungi konsumen dari produk TMS.
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012, SKN adalah pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh semua komponen bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya. Salah satu subsistem SKN adalah sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan, yang meliputi berbagai kegiatan untuk menjamin: (i) aspek keamanan, khasiat/kemanfaatan dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan yang beredar; (ii) ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat, terutama obat esensial; (iii) perlindungan masyarakat dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat penggunaan obat yang rasional; serta (iv) upaya kemandirian di bidang kefarmasian melalui pemanfaatan sumber daya dalam negeri. Subsistem ini saling terkait dengan subsistem lainnya sehingga pengelolaan kesehatan dapat diselenggarakan dengan berhasil guna dan berdaya guna.
51
Badan POM merupakan penyelenggara subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan, terutama untuk menjamin aspek keamanan, khasiat/kemanfaat dan mutu Obat dan Makanan yang beredar serta upaya kemandirian Obat dan Makanan. Pengawasan sebagai salah satu unsur dalam subsistem tersebut dilaksanakan melalui berbagai upaya secara komprehensif oleh Badan POM. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) JKN merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin agar setiap rakyat dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang minimal layak menuju terwujudnya kesejahteraan sosial yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Program JKN diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Dalam JKN juga diberlakukan penjaminan mutu obat yang merupakan bagian tak terpisahkan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Implementasi JKN dapat membawa dampak secara langsung dan tidak langsung terhadap pengawasan Obat dan Makanan. Dampak langsung adalah meningkatnya jumlah permohonan pendaftaran produk obat, baik dari dalam maupun luar negeri karena industri obat akan berusaha menjadi supplier obat untuk program pemerintah tersebut. Selain itu, jenis obat pun akan sangat bervariasi dan mungkin terjadi overcapacity di Industri Farmasi yang dapat mempengaruhi mutu obat. Hal ini, disebabkan adanya peningkatan demand terhadap obat sebagai salah satu produk yang dibutuhkan. Sementara dampak tidak langsung dari penerapan JKN adalah terjadinya peningkatan konsumsi obat, baik jumlah maupun jenisnya. Tingginya demand obat akan mendorong banyak industri farmasi melakukan pengembangan fasilitas dan peningkatan kapasitas produksi dengan perluasan sarana yang dimiliki. Dengan adanya peningkatan kapasitas dan fasilitas tersebut, diasumsikan akan terjadi peningkatan permohonan sertifikasi CPOB. Dalam hal ini tuntutan terhadap peran BPOM akan semakin besar, antara lain adalah peningkatan pengawasan pre-market melalui sertifikasi CPOB dan post-market melalui intensifikasi pengawasan obat pasca beredar termasuk Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
3.2 TANTANGAN LINGKUNGAN Dengan semakin gencarnya globalisasi dan era pasar bebas, maka ke depan tugas pengawasan obat dan makanan akan semakin luas dan kompleks. Seiring dengan itu ekspektasi masyarakat juga terus meningkat untuk mendapat perlindungan yang semakin baik dari risiko obat dan makanan yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu.
52
3.2.1 Sisi Permintaan Transisi Demografi Penduduk telah mengalami perubahan struktur. Usia muda (0-14 tahun) menurun dari 30,4% pada tahun 2000 menjadi 28,87% pada tahun 2010. Usia produktif (15-64 tahun) dan usia lanjut (65 ke atas) meningkat, masing-masing dari 65% menjadi 66,09% dan 4,5% menjadi 5,04% pada kurun waktu yang sama. Tren peningkatan usia harapan hidup dari 70,4 tahun pada 2007 dan terus meningkat menjadi 71,62 tahun pada 2012, mengakibatkan pergeseran usia rata-rata penduduk ke arah yang lebih tua. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Menteri Kesehatan RI, Nila F. Moeloek, pada acara Rapat Kerja Nasional Badan POM Tahun 2015 tanggal 16 Maret 2015 di Jakarta bahwa beban pembangunan kesehatan menjadi bertambah dengan meningkatnya populasi dan pergeseran komposisi penduduk serta pergeseran pola penyakit dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular akibat perubahan perilaku. Tantangan bidang kesehatan antara lain beban ganda penyakit (penyakit menular, penyakit tidak menular, dan neglected tropical diseases), ancaman baru kesehatan (flu burung, influenza pandemik), re-emerging diseases (TB, malaria, HIV/AIDS, DB, yaws), dan agenda belum terselesaikan yaitu angka kematian ibu dan anak yang masih tinggi. Pada tahun 2014, Annual Parasite Incidence (API) Indonesia yaitu 0,99 atau sudah mencapai target tahun 2015 yaitu angka API dapat ditekan hingga 1 per 1.000 atau kurang. Indikator sebuah daerah bebas malaria adalah API di bawah 1 per 1.000 penduduk, tidak terdapat kasus malaria pada penduduk lokal yang tidak pernah bepergian, dan adanya pengamatan ketat keluar-masuknya penduduk di wilayah terkait. Banyak tantangan yang dihadapi dalam upaya eliminasi malaria, antara lain belum adanya pengobatan efektif, bahkan terjadi resistensi terhadap sejumlah obat antimalaria. Hal tersebut menjadi tantangan bagi Badan POM untuk dapat mengawal dari aspek keamanan, kemanfaatan, dan mutu produk terapetik/obat yang digunakan oleh masyarakat dalam jangka waktu yang relatif lama. Menteri Kesehatan RI juga menyampaikan bahwa tantangan pembangunan pasca 2015 yaitu mengakhiri kemiskinan, menjamin hidup sehat, menjamin ketahanan pangan dan gizi baik, dan menjamin tersedianya akses air bersih dan sanitasi. Dalam mendukung ketahanan pangan dan gizi yang baik, dimulai dari pengawalan pangan jajanan anak sekolah termasuk pengawasan kantin, KIE yang holistik hingga terjadi perubahan mental dalam mengkonsumsi makanan yang sehat. Dalam pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan akan memperkuat kesehatan dasar/pelayanan kesehatan primer sehingga dapat menjaga kesehatan di dalam keluarga.
Transformasi Sosio-budaya Teknologi informasi serta komunikasi tidak dapat dipungkiri telah membuka wawasan masyarakat tentang pola hidup modern, yang menyebabkan terjadinya pergeseran budaya
53
bangsa ke arah kehidupan modern. Kehidupan modern juga memicu peningkatan aktifitas masyarakat dalam upaya memenuhi kebutuhannya. Pengeluaran rata-rata per kapita sebulan untuk makanan, termasuk konsumsi makanan dan minuman olahan, meningkat sebesar 23,38% dari Rp 356.435 pada tahun 2013 menjadi Rp 439.770 pada 2014. Transformasi budaya ini berakibat terjadinya perubahan perilaku sosial yang mendorong pergeseran demand konsumen akan makanan ke arah jenis makanan yang siap saji (fast food), penggunaan produk kecantikan yang berefek cepat, dan pembelian obat dan makanan secara online. Selain itu, perubahan juga terlihat terhadap permintaan akan berbagai suplemen makanan yang ditujukan untuk pemeliharaan dan peningkatan kesehatan, atau yang dipercaya dapat mencegah penyakit. Tren perubahan demand ini semakin kuat, seiring dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat perkotaan. Hal ini jika tidak diantisipasi dengan pengawasan keamanan, manfaat dan mutu produk tersebut akan meningkatkan potensi gangguan kesehatan sebagai akibat mengkonsumsi makanan siap saji dan penggunaan yang meluas berbagai produk suplemen makanan.
Daya Beli Konsumen Pertumbuhan ekonomi menunjukkan pertumbuhan produksi barang dan jasa di suatu wilayah perekonomian dan dalam selang waktu tertentu. Ekonomi Indonesia tahun 2014 tumbuh 5,02%, melambat dibanding tahun 2013 (5,58%). Meskipun demikian, apabila ditinjau dari pendapatan per kapita masyarakat, terjadi kenaikan yang signifikan pada tahun 2014 yang mencapai Rp 41,8 juta dengan laju peningkatan sebesar 14,52% dibandingkan dengan PDB per kapita pada tahun 2013 yang sebesar Rp. 36,5 juta. Kenaikan pendapatan per kapita belum tentu mencerminkan perubahan dalam daya beli masyarakat. Sebagian dari perubahan pendapatan tersebut diakibatkan oleh inflasi. Dengan kata lain, pendapatan per kapita naik dengan cepat, tetapi disertai kenaikan biaya hidup yang cepat pula. Hal ini juga menyebabkan lemahnya daya beli masyarakat. Akibatnya masyarakat tidak mampu menjangkau produk-produk yang memenuhi standar mutu, dan cenderung menggantinya dengan mengkonsumsi obat dan makanan yang murah tetapi berisiko tinggi terhadap kesehatan. Permintaan akan barang murah ini, pada gilirannya membuka peluang bagi produsen untuk menyediakan barang murah melalui berbagai strategi bisnis, termasuk yang melanggar ketentuan, dan tidak terjamin keamanan dan mutunya. Hal ini merupakan tantangan bagi Badan POM, untuk di satu sisi meningkatkan kesadaran produsen melalui pembinaan teknis agar tidak melakuan pelanggaran ketentuan di bidang obat dan makanan, dan sisi lain meningkatkan pengetahuan konsumen agar mampu membentengi diri dari produk yang berisiko terhadap kesehatan.
3.2.1. Sisi Penyediaan Pertumbuhan Usaha Bidang Obat dan Makanan Pasar farmasi nasional tumbuh rata-rata 12% per tahun pada periode 2010-2014. Besar pasar farmasi nasional pada tahun 2015 diperkirakan sekitar Rp 62-65 Triliun dan akan
54
meningkat menjadi Rp 69 Triliun pada tahun 2016. Pada tahun 2015, Obat resep (ethical) mendominasi sekitar 61% pasar farmasi nasional dan sisanya 39% adalah obat bebas (over the counter/OTC). Obat resep sendiri terdiri dari obat patent (30%) dan obat generik (70%), dimana obat generik terbagi lagi menjadi obat generik bermerek dan obat generik biasa (OGB). Dalam hal ini pangsa OGB di Indonesia masih relatif kecil (<20% dari total pasar obat generik). Potensi pertumbuhan obat resep ke depan, khususnya obat generik, diperkirakan akan semakin tinggi seiring dengan implementasi SJSN dan JKN. Selain produsen farmasi, Indonesia juga memiliki industri obat tradisional dengan pangsa pasar yang cukup besar. Saat ini terdapat sekitar 87 Industri Obat Tradisional (IOT) dan 1.148 industri kecil obat tradisional termasuk di dalamnya Usaha Menengah Obat Tradisional (UMOT) dan Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT), namun baru 61 IOT yang mendapat sertifikat Cara Pembuatan Obat Tradisionalyang Baik (CPOTB) terdiri dari 34 industri berdasarkan CPOTB 2005 dan 27 industri berdasarkan CPOTB 2011. Di bidang pangan, industri kecil makanan dan industri rumah tangga pangan (IRTP) tumbuh dengan pesat, bahkan saat ini jumlahnya sudah mencapai puluhan ribu. Menjamurnya kelompok industri ini, meningkatkan potensi risiko kesehatan karena modal dan profesionalisme dalam usaha ini sering tidak memadai dalam menjamin keamanan, manfaat dan mutu produknya. Selain itu, mengingat pangsa pasar yang dituju terutama adalah kelompok masyarakat ekonomi menengah ke bawah, dan dengan meningkatnya jumlah masyarakat miskin kota dengan berbagai kompleksitas perdagangan obat dan makanan sektor informal, maka meningkatnya jumlah industri kecil di daerah perkotaan, menjadi tantangan tersendiri bagi upaya pengawasan obat dan makanan, sekaitan dengan luasnya persebaran risiko yang diakibatkan Dalam upaya peningkatan kondisi sarana produksi IRTP, partisipasi pemerintah provinsi, kabupaten dan kota sangat diperlukan, karena industri pangan kategori ini sertifikasi produknya diberikan oleh pemerintah daerah setempat. Berdasarkan hasil monitoring sarana produksi, masih banyak ditemukan sarana IRTP yang tidak terdaftar. Memperhatikan hal tersebut, perlu koordinasi yang sinergi dengan pemerintah daerah dalam pembinaan dan bimbingan IRTP untuk pemenuhan regulasi.
Kemajuan Teknologi Produksi Kemajuan teknologi di bidang produksi telah memungkinkan industri farmasi dan makanan untuk memproduksi dalam skala besar dengan range produk yang luas. Selain itu, dukungan kemajuan teknologi informasi dan transportasi, memungkinkan persebaran produk dalam waktu relatif singkat mencapai seluruh wilayah negeri ini hingga ke pelosok-pelosoknya. Bagi pengawasan obat dan makanan, ini merupakan suatu potensi permasalahan, karena bila terdapat produk yang substandar, peredarannya dapat menjangkau areal yang luas dalam waktu yang relatif singkat. Selain itu, tantangan yang signifikan adalah munculnya zat baru hasil inovasi teknologi produksi bidang obat dan makanan. Keadaan ini menuntut peningkatan kompetensi
55
pengawas, utamanya pengetahuan dan teknologi laboratorium pengujian obat dan makanan, dimana semua hasil pengawasan Badan POM didasarkan pada bukti ilmiah (scientific based). Hasil pengujian laboratorium memastikan bahwa ada risiko nyata yang dihadapi masyarakat dari obat dan makanan yang tidak memenuhi syarat. Kapasitas dan kemampuan laboratorium Badan POM yang terbatas memberi peluang tidak terawasinya produk yang berisiko terhadap kesehatan.
Teknologi Promosi Teknologi promosi telah terbukti sebagai sarana yang efektif memicu permintaan masyarakat terhadap produk yang ditawarkan, bahkan seringkali tanpa disertai pertimbangan yang rasional akan manfaatnya. Hal ini mengakibatkan semakin meningkatnya penggunaan produk secara irasional. Kecanggihan teknologi promosi, dapat menutupi berbagai kelemahan produk, sehingga kewaspadaan konsumen dapat menurun akibat dorongan permintaannya. Selain itu, ada kecenderungan penggunaan misleading information untuk meningkatkan permintaan.
Harmonisasi Perdagangan Dunia Dengan berlakunya era perdagangan global mengakibatkan menipisnya entry barrier sistem perdagangan internasional dan mengarah pada hilangnya penapisan komoditi antar negara sehingga semakin membuka peluang ekspor produk dalam negeri dan impor produk luar negeri untuk mengisi pasar Indonesia. Dengan bantuan kecanggihan sistem promosi sebagaimana tersebut di atas, pasar produk impor semakin luas, bahkan mendorong munculnya port d’entré ilegal di wilayah perbatasan. Perdagangan bebas juga merambah kepada masalah penurunan derajat kesehatan yang dipicu oleh perubahan gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat tanpa diimbangi dengan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan kesehatan. Hal tersebut menjadi tantangan bagi upaya perlindungan konsumen. Selain itu, upaya pengawasan obat dan makanan juga ditujukan untuk mengamankan pasar dalam negeri dari produk yang tidak memenuhi syarat. Untuk itu, sistem dan teknologi pengujian laboratorium harus diperkuat untuk menjamin obat dan makanan yang beredar di Indonesia memenuhi syarat keamanan, manfaat/khasiat, dan mutu. Badan POM juga harus aktif dalam pembahasan standard and conformance ASEAN dan bahkan internasional agar dapat menyiapkan industri obat dan makanan untuk dapat mendukung pemerataan, pemenuhan dan daya saing obat dan makanan produksi dalam negeri.
56
BAB 4 HASIL KEGIATAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN TAHUN 2015
Pengawasan Obat dan Makanan yang dilakukan oleh Badan POM mencakup aspek yang sangat luas, mulai dari pengawasan pre market yaitu penyusunan standar sarana dan produk, penilaian Obat dan Makanan yang didaftarkan/diregistrasi, pengawasan penandaan dan iklan, sampling dan pengujian Obat dan Makanan yang beredar, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi, monitoring efek samping sediaan farmasi, hingga ke investigasi awal dan proses penegakan hukum terhadap berbagai pihak yang melakukan penyimpangan cara produksi dan distribusi, maupun pengedaran produk yang tidak sesuai ketentuan termasuk ilegal/palsu.
4.1.
A.
HASIL PENGAWASAN KEAMANAN, PRODUKTERAPETIK/OBAT
KHASIAT
DAN
MUTU
Pengawasan Pre-market
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1010/MENKES/PER/XI/2008 tentang Registrasi Obat bahwa setiap obat yang beredar di wilayah Republik Indonesia harus memiliki izin edar. Sebelum obat diizinkan untuk diproduksi atau diimpor dan diedarkan di wilayah Republik Indonesia harus diregistrasi di Badan POM untuk dievaluasi terlebih dahulu terhadap keamanan, khasiat dan mutu serta penandaannya. Jika memenuhi persyaratan/standar maka diterbitkan surat persetujuan untuk diedarkan/nomor izin edar. Tata cara registrasi dan evaluasi berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK.03.1.23.10.11.08481 Tahun 2011 dan sebagaimana diubah menjadi Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 3 Tahun 2013 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat. Dalam melakukan evaluasi, Badan POM menerapkan mekanisme evaluasi yang obyektif dengan membentuk Komite Nasional Penilai Obat Jadi (KOMNAS POJ). Komite tersebut merupakan Komite independen yang terdiri dari pakar dan berasal dari berbagai universitas serta institusi terkait. Badan POM dan Komite melakukan pertemuan berkala untuk membahas dan mengevaluasi keamanan, kemanfaatan dan mutu obat dari data ilmiah yang diserahkan oleh industri farmasi. Data tersebut berupa data preklinik dan data klinik serta data penunjang lain terkait keamanan untuk membuktikan keamanan dan khasiat obat, data mutu untuk menjamin terpenuhinya spesifikasi dan standar zat aktif, zat tambahan dan obat jadi serta bahan kemasan. Untuk menjamin mutu produk, Badan POM mensyaratkan bahwa setiap obat jadi yang dihasilkan harus melalui proses produksi sesuai
57
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Evaluasi penandaan termasuk informasi produk/brosur dan label pada kemasan obat jadi untuk memastikan agar konsumen mendapat informasi yang lengkap dan obyektif, sehingga konsumen dapat menggunakan obat yang tepat dan aman. Selama tahun 2015, Badan POM telah menyelesaikan 10.239 berkas permohonan registrasi obat dan produk biologi, terdiri dari 3.168 keputusan Hasil Pra Registrasi (2.696 persetujuan, 49 pembatalan/penolakan dan 423 tambahan data), 7.071 keputusan registrasi terdiri dari: 241 keputusan untuk registrasi obat inovasi baru pembatalan/penolakan dan 153 tambahan data); 92 keputusan untuk registrasi produk pembatalan/penolakan dan 64 tambahan data);
biologi
(51 persetujuan, 37 (12
persetujuan,
16
1.115 keputusan untuk registrasi obat copy/obat sejenis (415 persetujuan, 20 pembatalan/penolakan dan 680 tambahan data); 4.803 keputusan untuk registrasi variasi obat inovasi baru dan produk biologi dan obat copy terdiri dari ; 2.392 keputusan untuk registrasi variasi obat inovasi baru dan produk biologi (1.980 persetujuan, 118 pembatalan/penolakan dan 294 tambahan data); 2.411 keputusan untuk registrasi variasi obat copy (1.260 persetujuan, 40 pembatalan/penolakan dan 1.111 tambahan data); 820 keputusan registrasi ulang (renewal) obat dan produk biologi (579 persetujuan dan 22 pembatalan dan 219 tambahan data).
58
Tabel 4.1 Profil Hasil Evaluasi Produk Terapetik/Obat Tahun 2015 PERMOHONAN*)
HASIL PENILAIAN *)
JENIS PRODUK
Carry over
Baru
Jumlah
Batal
Tolak
ACC
Jumlah keputusan yang diterbitkan
1
Pra Registrasi
1708
2341
4049
48
1
2696
2745
2
Registrasi Baru :
NO
PROSES EVALUASI Jumlah keputusan yang diterbitkan tepat waktu
Persentase Pemenuhan Timeline Registrasi
%
Surat Permintaan TD
%
TOTA L
%
Proses Evaluasi
%
67,79 %
423
10,45%
3168
78%
881
21,76%
756
27,54%
153
42,27%
241
67%
121
33,43%
42
47,73%
64
46,72%
92
67%
45
32,85%
9
32,14%
680
56,86%
1115
93%
81
6,77%
246
56,55%
1405
22,05%
4803
75%
1569
24,62%
1526
44,91%
219
23,35%
820
87%
118
12,58%
601
100,00%
Obat
2.1
- Registrasi Obat Baru
244
118
362
12
25
51
88
2.2
- Registrasi Produk Biologi
81
56
137
5
11
12
28
2.3
- Registrasi Obat Copy
547
649
1196
12
8
415
435
3
Registrasi Variasi
2684
3688
6372
124
34
3240
3398
4
Registrasi Ulang
506
432
938
11
11
579
601
24,31 % 20,44 % 36,37 % 53,33 % 64,07 %
Produk Terapetik Penggunaan Khusus 1
SAS
44
306
350
11
1
307
319
91,14 %
29
8,29%
348
99%
1
0,29%
284
89,03%
2
Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK)
18
24
42
8
0
18
26
61,90 %
16
38,10%
42
100%
0
0,00%
21
80,77%
3
Certificate of Pharmaceutical Product (CPP)
93
1066
1159
11
0
1130
1141
98,45 %
0
0,00%
1141
98%
18
1,55%
835
73,18%
Jumlah Keseluruhan
5925
8680
14605
242
91
8448
8781
2989
20,47%
11770
81%
2834
19,40%
4320
49,20%
Jumlah**
4062
4943
9005
164
89
4297
4550
2521
28,00%
7071
78,52%
1934
21,48%
2424
53,27%
60,12 % 50,53 %
Keterangan : *) : Perhitungan jumlah produk termasuk beda kekuatan, beda bentuk sediaan dan beda kemasan **) : Untuk perhitungan berkas yang diselesaikan tanpa menyertakan berkas pra registrasi, SAS, PPUK dan CPP
59
Total pemenuhan timeline registrasi obat dan produk biologi tahun 2015 sebesar 53,27%. Pemenuhan timeline registrasi masing-masing kategori obat tahun 2015 adalah untuk registrasi obat inovasi baru sebesar 47,73%, registrasi produk biologi sebesar 32,14%, registrasi obat copy sebesar 56,55% dan registrasi variasi sebesar 44,91%. Untuk registrasi renewal belum memiliki timeline. Total penyelesaian dokumen registrasi di tahun 2015 sebesar 78,52% meningkat dibanding tahun 2014 sebesar 72,23%. Peningkatan penyelesaian sebesar 6,77% ini dipengaruhi oleh antara lain adanya pelaksanaan desk konsultasi registrasi obat yang dilakukan lebih intensif, penyempurnaan aplikasi eregistrasi obat dan adanya penambahan SDM pada pertengahan tahun 2015. 15.000
100,00% 13.816
Jumlah Berkas
12.000
80,00% 10.721
9.000 6.000
9.005 6.208
5.226
40,00% 4.297
3.000 0
60,00%
20,00%
Tidak Tepat Waktu
2013 31,38%
2014 49,49%
2015 46,73%
Tepat Waktu
68,62%
50,51%
53,27%
Jumlah permohonan*
6.208
5.226
4.297
Jumlah Berkas
13.816
10.721
9.005
0,00%
Keterangan : * Jumlah permohonan yang diselesaikan (NIE, surat penolakan, Finalisasi NIE) Catatan : Perhitungan timeline tanpa menyertakan berkas pra registrasi
Gambar 4.1 Profil Keputusan Registrasi Produk Terapetik/Obat Tahun 2013 - 2015 Di samping itu, Badan POM juga melakukan evaluasi dan memberikan persetujuan sebagai berikut : pemasukan obat untuk penggunaan khusus melalui mekanisme yang disebut Special Access Scheme (SAS). Persetujuan ini terdiri dari pemasukan obat untuk pengembangan produk, uji Bio Ekivalensi , dan produk biologi pemasukan obat untuk uji klinik Persetujuan pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) Pada tahun 2015 telah diselesaikan sejumlah 1486 berkas evaluasi produk terapetik penggunaan khusus (SAS, PPUK dan CPP) yang terdiri dari 19 keputusan pemasukan SAS vaksin (17 disetujui, 2 pembatalan), 23 keputusan pemasukan obat untuk uji klinik (19 persetujuan, 4 pembatalan/penolakan), 277 keputusan SAS untuk sampel pengembangan produk dalam rangka registrasi (271 persetujuan, 6 pembatalan), 18 Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK), 8 keputusan pembatalan PPUK, serta 1141 CPP (1130 persetujuan dan 11 pembatalan). Terjadi penurunan PPUK tahun 2015 dibandingkan PPUK yang diterbitkan tahun 2014 sejumlah 58 keputusan karena adanya penurunan jumlah permohonan PPUK yang diterima.
60
Dalam rangka pengawasan pelaksanaan uji klinik yang telah mendapatkan PPUK, dilakukan inspeksi ke pusat uji klinik (rumah sakit/puskesmas/klinik). Selama inspeksi dilakukan pemeriksaan atau verifikasi terhadap penerapan sistem manajemen mutu, dokumen, fasilitas dan rekaman uji klinik. Tujuan inspeksi untuk memastikan bahwa pelaksanaan uji klinik mengikuti prinsip-prinsip CUKB, yaitu melindungi hak, keamanan dan kesejahteraan subyek uji klinik. Selain itu memberi masukan kepada Peneliti/Sponsor/Organisasi Riset Kontrak agar pusat uji klinik di Indonesia dapat menjadi tempat yang lebih kondusif dan dipercaya oleh dunia internasional untuk pelaksanaan dan pengembangan uji klinik di masa mendatang. Pada tahun 2015, telah dilakukan 15 kali (28,30%) inspeksi dari total 53 PPUK yang diterbitkan pada tahun sebelumnya. Kegiatan inspeksi uji klinik dalam tahun 2015 dilakukan ke center berikut : 1. Pusat Kesehatan Reproduksi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 2. Rumah Sakit Mata Cicendo, Bandung 3. Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Prof. Dr. HM Farid (Yayasan Dika), Makassar 4. Departemen Bedah – SMF Ilmu Bedah FK Universitas Airlangga, RSUD Dr. Soetomo Surabaya 5. Departemen Bedah Onkologi RSUP Dr. Kariadi Semarang 6. Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU RSUP H.Adam Malik Medan 7. Lembaga Eijkman di Rumah Sakit Mitra Masyarakat Timika, Papua – Yayasan Pengembangan Kesehatan Masyarakat Papua 8. Departemen Farmakologi dan Terapi Rumah Sakit Umum Pusat Hasan Sadikin Bandung 9. Departemen Mata Ilmu Kesehatan Mata FKUI/ RS. Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta (RSCM Kirana) 10. Puskesmas Hanura, Kec. Teluk Pandan, Kab. Pesawaran, Prop. Lampung 11. Puskesmas Tanjung Leidong, Kec. Kualuh Leidong, Kab. Labuhanbatu Utara, Prov. Sumatera Utara 12. Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Onkologi RSCM 13. Bagian Kebidanan RS Sanglah, Denpasar Bali 14. Poliklinik Kebidanan RSCM, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 15. Instalasi Kanker Terpadu Tulip RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Inspeksi Laboratorium Uji Bioekivalensi Laboratorium uji BE harus memenuhi kriteria dan standar yang ditentukan serta harus mempunyai kompetensi dan dapat menunjukkan independensinya. Untuk itu Badan POM melakukan pengawasan dan pemantapan fungsi laboratorium uji BE secara rutin terhadap pelaksanaan uji BE di Indonesia dalam rangka jaminan pemenuhan aspek klinik dan analitik sesuai standar yang berlaku (GCP dan GLP).
61
Pada tahun 2015, telah dilakukan 12 kali inspeksi ke 8 laboratorium uji BE di wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat, Yogyakarta, dan Surabaya. Tim Inspektur Laboratorium Uji BE Badan POM juga mengikuti joint inspection dengan Tim WHO dan Tim USP sebagai observer dalam kegiatan audit ke laboratorium uji BE yang terlibat dalam program Prequalification (PQ) WHO.
B. Pengawasan Post-market Sampling dan Pengujian Laboratorium Jenis dan jumlah obat yang disampling dan diuji oleh Balai Besar/Balai POM di 31 provinsi mengacu pada Pedoman sampling tahun 2015. Pada tahun 2015, telah dilakukan pengujian laboratorium terhadap 13.260 sampel obat yang disampling dari sejumlah sarana distribusi dan pelayanan kesehatan (termasuk narkotika dan psikotropika). Dari hasil pengujian yang telah dilakukan, 177 sampel (1,33%) tidak memenuhi syarat (TMS) mutu dengan parameter meliputi kadar, uji disolusi, keseragaman kandungan, pH, waktu hancur, susut pengeringan, dan isi minimum.
15.000
13.260
13.083 (98,67%)
12.000 9.000 6.000 177
3.000
99,41%
99,40%
% Sampel obat MS
Jumlah sampel obat
99,60% 18.000
99,20% 99,20% 99,00% 98,80%
98,67%
98,60% 98,40%
0 Jumlah
MS
TMS
Sampel obat
Gambar 4.2 Profil Hasil Sampling Dan Pengujian Laboratorium Produk Terapetik/Obat Tahun 2015
98,20% 2013
2014
2015
Gambar 4.3 Profil Persentase Obat Memenuhi Syarat Tahun 2013-2015
Regulatory action terhadap produk yang TMS tersebut yaitu perintah penarikan kembali dari peredaran (recall), dan tambahan sanksi administratif mulai dari Peringatan, Peringatan Keras, serta Perintah larangan produksi obat terkait sampai dilakukan tindakan perbaikan dan pencegahan yang efektif. Pada tahun 2015 Badan POM melakukan sampling terhadap vaksin yang dilakukan oleh 30 Balai Besar/Balai POM, sebagai berikut:
62
Tabel 4.2 Sampling Vaksin Oleh 30 Balai Besar/Balai POM Tahun 2015 NO
BB/ Balai POM
NAMA VAKSIN
1
BBPOM Banda Aceh
Vaksin Campak Kering, Vaksin BCG
2 3
BBPOM Bandar Lampung BBPOM Bandung
Vaksin Campak Kering, Engerix B 0,5 ml, Engerix B 20 mcg ( Adult) Pentabio Vaksin, Vaksin Campak Kering
4
BBPOM Banjarmasin
Vaksin BCG
5
BBPOM Denpasar
6
BBPOM Jakarta
Vaksin Polio Oral, Vaksin Hepatitis B (Rekombinan), Vaksin Campak Kering, Euvax B Adult, Pediacel, Euvax B, Engerix X-B (Junior), Engerix B (Adult), Infanrix IPV Hib, Infanrix Hexa, Infanrix Hib Vaksin BCG Kering
7
BBPOM Jayapura
8 9 10
BBPOM Makassar BBPOM Manado BBPOM Mataram
11
BBPOM Medan
12 13
BBPOM Padang BBPOM Palembang
14
BBPOM Pekanbaru
15
BBPOM Pontianak
16 17
BBPOM Samarinda BBPOM Semarang
18 19 20
BBPOM Surabaya BBPOM Yogyakarta BPOM Ambon
21 22
BPOM Batam BPOM Bengkulu
23 24 25 26
BPOM Gorontalo BPOM jambi BPOM Kendari BPOM Manokwari
BCG Vaccine BP, Vaksin Campak Kering, Vaksin Euvax B 9 Adult) Vaksin Campak Kering, Vaksin Hepatitis B. Rekombinan Vaksin Campak Kering, Vaksin Pentabio, Euvax Vaksin Poliomyelitis Oral, BCG Vaksin BP, Vaksin Campak Kering Serum Anti Tetanus 1500 IU, Euvax B, Vaksin Campak, Vaksin BCG, Vaksin Polio, Vaksin DPT-Hb-Hib, Vaksin Hepatitis B, Engerix- B, Engerix-B Adult, Infanrix, Varilrix Injeksi 0,5 ml Vaksin BCG, Vaksin Pentabio Euvax B 1 mL, BCG Vaccine BP, Vaksin Hepatitis B Rekombinan Engerix B, Vaksin Poliomyelitis oral, Measles vaccine, Euvax B Vaksin Campak Kering, Vaksin Poliomyelitis Oral, BCG Vaccine Vaksin Campak Kering, BCG Vaccine BP Vaksin Euvax B 1 mL, Vaksin Engerix Pediatric, Vaksin Engerix, Vaksin Poliomyelitis Oral, Vaksin BCG Green Signal, Vaksin Campak Vaksin Campak Kering, BCG Vaccine SSI, Euvax B 1 mL Imovax Polio Engerix-B, Vaksin Campak Kering, Vaksin Hepatitis B Rekombinan Vaksin Campak, Vaksin BCG BP, Vaksin Euvax B Vaksin Poliomyelitis Oral, Pentabio, Tripacel, Trimovax Mericux, Engerix-B BCG Vaccine BP, Pentabio Vaksin BCG Kering, Pentabio Vaksin Campak, Vaksin Poliomyelitis Oral BCG Vaccine SSI, Vaksin Campak Kering
27
BPOM Palangkaraya
Vaksin Poliomyelitis Oral
63
NO
BB/ Balai POM
NAMA VAKSIN
28 29
BPOM Palu BPOM Pangkal Pinang
30
BPOM Serang
Vaksin Campak Kering, BCG Vaccine BP, Vaksin Euvax B Vaksin Campak Kering, Oral Poliomyelitis, Engerix B (Paediatric) Infanrix – Hib, Engerix – B, Euvax B, Vaksin BCG
Pengujian vaksin dilakukan oleh Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN) Badan POM. Tahun 2015 telah diuji 208 sampel vaksin, terdiri dari 105 sampel dari pihak ketiga atau dari industri (PNBP), 100 sampel uji rujuk vaksin dari Balai Besar/Balai POM dan 3 sampel kasus. Dari hasil pengujian, semua sampel vaksin tersebut memenuhi syarat. Tabel 4.3 Pengujian Vaksin di Laboratorium PPOMN Badan POM Tahun 2015 Pengujian Laboratorium PPOMN No
Nama vaksin
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Vaksin BCG Vaksin BCG Green Signal Vaksin Bio TT Vaksin bOPV Vaksin Campak 10 ds fl 1 Vaksin Campak 10 ds fl 2 Vaksin DT Vaksin DTP Vaksin Pentabio Vaksin Hepatitis B 0,5 mL Vaksin Hepatitis B 1 mL Vaksin Influenza (Flubio) Vaksin TOPV 10 ds Vaksin TOPV 20 ds Vaksin Td Jerap Vaksin TT Bulk Difteri Bulk Tetanus Bulk Pertusis Bulk Hib Bulk Polio tipe 1 Bulk Polio tipe 2 Bulk Polio tipe 3 Jumlah Total
Jumlah Sampel 9 3 3 1 9 3 2 2 11 6 3 2 3 0 14 3 2 1 1 3 1 1 0 83
Pengujian Rujukan Balai Besar/Balai POM Jumlah No Nama vaksin Sampel 1 ATS 4 2 Vaksin BCG 18 3 Vaksin Campak 10 ds fl 2 11 4 Vaksin Campak 10 ds fl 1 9 5 Vaksin Engerix B 14 6 Vaksin Euvax B 12 7 Vaksin tOPV 10 ds 5 8 Vaksin Hepatitis B 5 9 Vaksin Infanrix 1 10 Vaksin Infanrix Hexa 1 11 Vaksin Infanrix Hib 2 12 Vaksin Infanrix IPV Hib 1 13 Vaksin Pediacel 1 14 Vaksin Pentabio 7 15 Vaksin Trimovax 1 16 Vaksin Tripacel 1 17 Vaksin Varilrix 0 18 Vaksin Imovax Polio 1 19 Vaksin MMR II 0 Jumlah 94 Total 100
Selain itu PPOMN menerbitkan sertifikat pelulusan Uji vaksin baik produk lokal (BIO Farma) maupun impor, juga telah diberikan sebanyak 1.064 sertifikat, dengan rincian: Bio Farma 886 sertifikat dan Vaksin impor 178 sertifikat.
64
Pemeriksaan Sarana Produksi dan Distribusi Badan POM melakukan pemeriksaan terhadap sarana produksi dan distribusi produk farmasi, utamanya untuk menjamin kepatuhan implementasi Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) dan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). Pada tahun 2015 telah dilakukan inspeksi sebanyak 175 kali terhadap 133 Industri Farmasi (IF) meliputi inspeksi pre-market dan inspeksi post-market. Terdapat IF yang diinspeksi lebih dari 1 kali sehubungan dengan kasus dan inspeksi terhadap beberapa jenis fasilitas yaitu 1 IF diinspeksi 7 kali, 1 IF diinspeksi 5 kali, 1 IF diinspeksi 4 kali, 6 IF diinspeksi 3 kali, serta 17 IF diinspeksi 2 kali.
Inspeksi pre-market Inspeksi pre-market - Sertifikasi 20 kali terhadap 20 IF; - Sertifikasi sekaligus rutin dalam rangka resertifikasi 7 kali terhadap 7 IF; - Pasca renovasi fasilitas produksi 5 kali terhadap 5 IF - Dalam rangka rekomendasi Izin Industri Farmasi (IIF) sekaligus Sertifikasi CPOB sebanyak 2 kali terhadap 2 calon IF. - Dalam rangka rekomendasi Izin Industri Farmasi (IIF) sekaligus Sertifikasi CPOB karena penambahan fasilitas produksi dilokasi yang berbeda sebanyak 4 kali terhadap 4 IF.
-
-
-
Tindak Lanjut (dalam rangka sertifikasi) Rekomendasi IIF, Persetujuan Penggunaan Fasilitas untuk penyiapan data registrasi diberikan kepada 2 calon IF; Rekomendasi IIF dan Persetujuan Penggunaan Fasilitas untuk penyiapan data registrasi diberikan kepada 4 IF yang melakukan penambahan fasilitas produksi dilokasi yang berbeda; Permintaan untuk menyampaikan perbaikan sebanyak 25 IF. Terdapat sanksi administratif diberikan kepada 2 IF berupa: Peringatan Keras dan Larangan Menerima Kontrak Pembuatan terhadap 1 IF Peringatan dan Larangan Distribusi Produk Trial untuk Dijual terhadap 1 IF.
Inspeksi post-market Inspeksi pre-market Inspeksi post-market - Inspeksi rutin 106 kali terhadap - Inspeksi rutin: 99 IF; 5 IF diinspeksi sebanyak 2 Tindak lanjut berupa perbaikan kali, 1 IF diinspeksi 3 kali. sebanyak 95 IF; - Dalam rangka investigasi kasus 9 Perlu dilakukan inspeksi ulang karena kali terhadap 4 IF; 1 IF diinspeksi fasilitas dalam proses pembangunan sebanyak 5 kali, 1 IF diinspeksi sebanyak 2 IF sebanyak 2 kali. Diverifikasi pada inspeksi selanjutnya - Monitoring sanksi dilakukan sebanyak 1 IF sebanyak 5 kali terhadap 4 IF, 1 Terdapat sanksi administratif IF diinspeksi sebanyak 2 kali. diberikan kepada 11 IF berupa: Peringatan diberikan terhadap 6 IF
65
Inspeksi pre-market - Dalam rangka penyegelan sarana produksi sebanyak 3 kali terhadap 3 IF. - Dalam rangka pengaktifan kembali kegiatan sebanyak 4 kali terhadap 4 IF. - Dalam rangka pemusnahan sebanyak 8 kali terhadap 8 IF.
66
Inspeksi post-market Peringatan Keras diberikan terhadap 2 IF Peringatan Keras dan Recall terhadap 1 IF Peringatan Keras (PK) dan Penghentian Sementara Kegiatan (PSK) diberikan terhadap 1 IF Penghentian Sementara Kegiatan diberikan terhadap 1 IF 5 IF masih dalam proses - Berdasarkan hasil monitoring sanksi, terhadap 1 IF diberikan tindak lanjut sanksi berupa Penghentian Sementara Kegiatan karena tidak mematuhi sanksi yang diberikan. - Inspeksi dalam rangka investigasi kasus: 1 IF, 1 kali diberikan sanksi PSK, 1 kali diinstruksikan untuk recall dan melakukan penghilangan risiko serta 1 kali diberikan persetujuan protokol penghilangan risiko produk. Selanjutnya berdasarkan inspeksi verifikasi CAPA sebanyak 2 kali, kepada IF diminta untuk melakukan perbaikan dan pengaktifan kembali kegiatan produksi. I IF diberikan sanksi Peringatan Keras dan Larangan Melakukan Toll Manufacturing. I IF diberikan sanksi Larangan memproduksi Suplemen Makanan di Fasilitas Produksi Obat. I IF diberikan sanksi Pencabutan Sertifikat CPOB. Terhadap 19 inspeksi tidak diberikan tindak lanjut, hasil inspeksi dijadikan data, yaitu inspeksi dalam rangka pemusnahan, penyegelan dan pengaktifan kembali sarana produksi serta monitoring kepatuhan IF terhadap sanksi yang diberikan.
2 7
5
108
Rutin Audit kompre
Kasus Inspeksi gudang tambahan
Gambar 4.4 Jumlah Inspeksi Post Market Tahun 2015
Gambar 4.5 Tindak Lanjut Hasil Inspeksi Post Market Tahun 2015 Tahun 2015
6
2
P
PK
2 1
1
PK & recall
PK & PSK
1 PSK
Pencabutan sertifikat
Gambar 4.6 Profil Sanksi Hasil Inspeksi Post Market Rutin Industri Farmasi Tahun 2015 Tabel 4.4 Cakupan Pemeriksaan Industri Farmasi Tahun 2015 Lokasi Industri Farmasi Sumatera Utara Sumatera Barat Sumatera Selatan DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur DI Yogyakarta Banten Total
Jumlah Industri Farmasi 6 1 1 34 78 23 41 1 25 210
Jumlah Pemeriksaan 4 1 2 23 65 16 34 3 27 175
Jumlah Industri yang diperiksa 4 1 1 17 49 14 29 1 20 136*
Sumber data : Ditwas Produksi Produk Terapetik & PKRT Keterangan: *) terdapat 3 Industri Farmasi yang memiliki 2 fasilitas yang berlokasi di provinsi yang berbeda
67
Pada tahun 2015, dari 210 Industri Farmasi yang memproduksi obat 182 (86,67%) Industri Farmasi yang telah memiliki sertifikat CPOB terkini.
13,33%
86,67%
IF dengan sertifikat CPOB terkini
Gambar 4.7 Profil Hasil Sertifikasi Industri Farmasi Tahun 2015 Kemandirian Industri Farmasi Dalam rangka meningkatkan daya saing obat, pelaku usaha secara mandiri melaksanakan pengawasan industri farmasi dalam penerapan ketentuan terkait pembuatan obat. Untuk itu kemandirian atau tingkat kedewasaan industri farmasi harus ditingkatkan. Hal ini sejalan dengan pergeseran paradigma pengawasan dari watchdog ke proactive. Salah satu upayanya adalah melaksanakan “Peningkatan Peran Serta Pelaku Usaha Dalam Menerapkan Ketentuan Yang Berlaku”. Kegiatan tersebut direncanakan dilakukan secara berkesinambungan selama satu siklus Renstra Badan POM tahun 2015-2019. Tahap awal kegiatan ini (tahun 2015) adalah pengembangan dan pembuatan assesment tools kemandirian industri farmasi dalam menerapkan ketentuan tentang pembuatan obat. Pengembangan dan pembuatan tools ini melibatkan Tenaga Ahli dan dilakukan uji coba kepada 20 industri farmasi untuk penyempurnaan tools. Selanjutnya tools disebarkan kepada 200 industri farmasi sebagai alat untuk melakukan self assesment. Agar industri farmasi dapat melakukan self assessment secara benar, Badan POM melaksanakan sosialisasi tools kepada seluruh IF di 4 wilayah (Bandung, Surabaya, Medan, dan Semarang). Selain itu, juga dilaksanakan sosialisasi verifikasi self assessment kepada 9 Balai Besar/Balai POM yang memiliki industri farmasi di wilayahnya sebagai pembekalan dalam melakukan verifikasi pada tahun berikutnya (Tahun 2016 – 2019). Hasil self assesment dari industri farmasi, selanjutnya dianalisis dan dievaluasi oleh Badan POM untuk menilai tingkat kedewasaan (maturity level) yang dikategorikan dalam 5 level yaitu Pathological, Reactive, Calculative, Proactive, dan Generative. Hasil penilaian tersebut dijadikan dasar (baseline) untuk melakukan verifikasi dan intervensi secara tepat sesuai level kemandirian dan kebutuhan industri farmasi. Terdapat 6 industri farmasi yang meningkat tingkat kemandiriannya. Pada sarana distribusi, telah dilakukan pemeriksaan terhadap Pedagang Besar Farmasi (PBF), dari total 1049 PBF yang diperiksa pada tahun 2015, 257 (24,50%) PBF ditemukan melakukan pelanggaran (Tidak Memenuhi Ketentuan). Tindak lanjut atas pelanggaran tersebut yaitu:
68
142 PBF diberi Peringatan Keras (PK), dengan temuan antara lain pengelolaan administrasi tidak tertib, gudang tidak memenuhi persyaratan, menyalurkan obat secara panel atau penanggung jawab tidak bekerja secara penuh. 50 PBF diberi sanksi Penghentian Sementara Kegiatan (PSK), dengan temuan antara lain melakukan pengadaan obat dari jalur tidak resmi, menyalurkan obat keras ke sarana tidak berwenang atau tidak dapat mempertanggungjawabkan penyaluran obat keras dalam jumlah besar. 53 PBF Penghentian Kegiatan (PKe) dengan temuan antara lain belum memiliki izin tetapi sudah beroperasi. 12 PBF diusulkan Pencabutan Izin (PI) dengan temuan antara lain telah beberapa kali mendapat PSK atau tidak aktif/ tidak beroperasi.
PK 13,54% MK 75,50%
TMK 24,50% PSK 4,77% Pke 5,05% PI 1,14%
Sumber Data : SIPT (Sistem Informasi Pelayanan Terpadu) Badan POM tanggal 10 Februari 2016 jam 09.30 WIB
Gambar 4.8 Profil Hasil Pemeriksaan PBF (Produk Terapetik)Tahun 2015
Selain itu, selama tahun 2015 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 8.771 sarana pelayanan kesehatan (Saryankes), meliputi apotek, toko obat, Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota (IFK), instalasi farmasi rumah sakit, klinik/balai pengobatan serta puskesmas yang ada di Indonesia. Terdapat 269 dari 1.397 toko obat dan 31 dari 368 IFK yang TMK. Terhadap pelanggaran tersebut telah dilakukan tindak lanjut antara lain: a. Toko Obat : 239 Peringatan Keras; 9 Penghentian Sementara Kegiatan; 7 Pencabutan Izin; dan 14 Penghentian Kegiatan b. IFK
: 31 Peringatan Keras
69
1.600 1.400 1.200 1.000 800 600 400 200 -
1.397 1.128
368
337
269
31 Toko Obat
IFK MK
TMK
Total
Sumber Data : SIPT (Sistem Informasi Pelayanan Terpadu) Badan POM tanggal 10 Februari 2016 jam 09.30 WIB
Gambar 4.9 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Pelayanan Kesehatan Tahun 2015
Tabel 4.5 Cakupan Pemeriksaan PBF dan Sarana Pelayanan Kesehatan Pada Balai Besar/ Balai POM Tahun 2015
Balai Besar/ Balai POM Banda Aceh Medan Pekanbaru Jambi Padang Bengkulu Palembang B. Lampung Jakarta Bandung Semarang Surabaya Yogyakarta Mataram Kupang Denpasar Ambon Samarinda Pontianak Banjarmasin Palangkaraya Makassar
Jumlah Sarana yang Ada Sarana PBF Pelayanan Kesehatan 62 1.170 82 2.767 54 2.046 31 625 41 1.050 17 479 68 850 22 1.586 467 4.281 450 9.944 325 3.852 368 5.074 51 792 29 1.067 24 695 73 850 10 475 49 878 45 839 47 1.033 9 564 95 1.328
Cakupan Pemeriksaan Sarana PBF Pelayanan Kesehatan1) 32 321 33 617 7 260 18 282 33 496 8 222 68 453 15 251 77 230 82 479 57 288 209 503 40 250 12 142 19 361 12 211 8 150 47 173 38 497 9 211 9 247 64 520
1) Sarana Pelayanan Kesehatan meliputi apotek, toko obat, IFK, instalasi farmasi rumah sakit, klinik/balai pengobatan serta puskesmas
70
Balai Besar/ Balai POM Manado Kendari Palu Jayapura Serang Batam Pangkal Pinang Gorontalo Manokwari TOTAL
Jumlah Sarana yang Ada Sarana PBF Pelayanan Kesehatan 46 524 16 432 24 763 41 774 66 2.297 32 850 9 319 7 244 16 476 2.676 48.924
Cakupan Pemeriksaan Sarana PBF Pelayanan Kesehatan1) 14 35 8 135 9 169 38 310 30 261 32 302 6 215 7 110 8 70 1.049 8.771
Sumber Data : SIPT (Sistem Informasi Pelayanan Terpadu) Badan POM tanggal 10 Februari 2016 jam 09.30 WIB
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) Pengawasan keamanan produk terapetik, termasuk obat di peredaran merupakan salah satu upaya yang dilakukan secara berkesinambungan. Kegiatan yang telah dilakukan antara lain : Evaluasi aspek keamanan, mutu, dan khasiat sebelum suatu obat diberi izin edar dan pemantauan keamanan serta mutu obat beredar. Untuk pemantauan keamanan obat beredar dilakukan melalui program Monitoring Efek Samping Obat (MESO). Dalam melaksanakan program ini, Pusat MESO Nasional bekerjasama dan berkomunikasi dengan mitra kerja antara lain tenaga kesehatan (dokter, apoteker, bidan), Rumah Sakit, Akademisi, Organisasi Profesi di bidang kesehatan, WHO dan Drug Regulatory Authority negara lain. Pelaksanaan Surveilan Keamanan produk terapetik pasca pemasaran (Pharmacovigilance) di Indonesia tidak hanya merupakan tanggung jawab Badan POM, tetapi juga merupakan tanggung jawab industri farmasi sebagai penyedia obat, dan perlu peran aktif tenaga kesehatan sebagai penyedia pelayanan kesehatan dan juga sebagai prescriber. Upaya yang dilakukan Badan POM untuk meningkatkan program farmakovigilans dan meningkatkan peran serta key players tenaga kesehatan, terutama yang bertugas di sarana pelayanan kesehatan seperti di bawah ini.
Peningkatan Awareness Tenaga Kesehatan dalam Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat. Badan POM secara rutin mengadakan kegiatan Sosialisasi/Workshop terkait farmakovigilans. Tujuan dari kegiatan ini adalah meningkatkan pemahaman sejawat tenaga kesehatan tentang pentingnya aktifitas farmakovigilans sebagai bagian dari jaminan keamanan pasien (patient safety) dan kepedulian sejawat tenaga kesehatan untuk melakukan pemantauan dan pelaporan kejadian efek samping yang mungkin ditemui atau teramati pada praktik klinik sehari-hari di sarana pelayanan kesehatan.
71
Untuk penyelenggaraan tahun 2015, telah dilakukan sosialisasi/workshop di 3 rumah sakit yaitu RS Awal Bros Batam, RS Siloam Manado dan RSUD Kota Tangerang. Peserta yang hadir dalam kegiatan tersebut adalah dokter spesialis, dokter umum, farmasis klinik, serta perawat.
Peningkatan Peran Farmakovigilans.
dan
Tanggung
Jawab
Industri
Farmasi
dalam
Sesuai dengan pasal 9, Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi, dinyatakan bahwa Industri Farmasi wajib melaksanakan farmakovigilans. Sebagai tindak lanjut dari diterbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan RI tersebut, Badan POM telah menerbitkan Peraturan Kepala Badan POM RI No.HK.03.1.23.11.10690 Tahun 2011 tentang Penerapan Farmakovigilans bagi Industri Farmasi. Hal ini untuk menjamin keamanan obat pasca pemasaran yang berdampak pada jaminan keamanan pasien (ensuring patient safety) sebagai pengguna akhir suatu obat. Pada tahun 2015 telah dilakukan asistensi penerapan farmakovigilans di 22 industri farmasi.
Pengkajian Laporan Efek Samping Obat Badan POM melakukan evaluasi aspek keamanan obat beredar, terhadap seluruh laporan efek samping obat yang diterima dan informasi aspek keamanan terkini yang memerlukan pengkajian untuk penetapan tindak lanjut. Evaluasi tersebut bertujuan untuk menilai benefit – risk ratio. Dalam melaksanakan evaluasi, Badan POM membentuk Panitia MESO Nasional yang terdiri dari ahli farmakologi dan beberapa tenaga ahli. Hasil evaluasi akan menjadi bahan pertimbangan dan rekomendasi penetapan tindak lanjut regulatori terkait aspek keamanan obat pasca pemasaran. Pada tahun 2015, laporan efek samping obat yang diterima sejumlah 23.746 laporan, terdiri dari laporan dari tenaga kesehatan dan laporan dari industri farmasi pemegang ijin edar. Badan POM memberikan feedback kepada semua pelapor baik tenaga kesehatan maupun industri farmasi.
Tabel 4.6 Profil Laporan Spontan Efek Samping Obat dan KIPI Tahun 2015 Tenaga Kesehatan 727
Industri Farmasi Local Report
Foreign Report
PSUR
RMP
KIPI
Jumlah Laporan
1.350
21.316
310
25
18
23.746
Keterangan : PSUR = Periodic Safety Update Report RMP = Risk Management Plan KIPI = Kejadian Ikutan Paska Imunisasi
72
Secara keseluruhan jumlah laporan spontan ESO dan KIPI yang terjadi di Indonesia yang diterima selama tahun 2015 adalah 2.095 laporan, namun tidak semua laporan tersebut lengkap dan dapat dilakukan analisis kausalitas. Sementara itu, Badan POM juga menerima laporan keamanan lainnya dari industri farmasi berupa laporan spontan foreign, Periodic Safety Update Report (PSUR)/Periodic Benefit Risk Evaluation Reports (PBRER)/Development Safety Update Report (DSUR), dan juga Risk Management Plan (RMP). Terhadap sejumlah laporan tersebut dilakukan evaluasi dan hasilnya digunakan untuk input proses pengkajian atau analisis risiko (Risk Assessment) untuk dapat dilakukan penetapan tindak lanjut regulatori yang tepat. Pengkajian risiko pada tahun 2015 telah dilakukan terhadap 12 zat aktif obat. Tindak lanjut yang dilakukan antara lain berupa perbaikan indikasi dan informasi produk. Beberapa tindak lanjut tersebut telah dikomunikasikan kepada tenaga kesehatan untuk menjadi perhatian dan meningkatkan kewaspadaan, dalam bentuk safety alert yang disebut Informasi untuk Dokter (Dear Doctor Letter). Semua informasi hasil kajian risiko dan profil laporan ESO tahun 2015 serta kegiatan farmakovigilans lainnya dimuat dalam Buletin Berita MESO dan subsite e-MESO: http://e-meso.pom.go.id.
Tabel 4.7 Tindak Lanjut Regulatori Hasil Kajian Risiko Aspek Keamanan Obat Post Market Tahun 2015 No 1
Kajian Iopromide dan Sodium diatrizoate & Meglumine diatrizoate
Isu Keamanan Informasi dari Egypt Health Autority kepada profesional kesehatan di Mesir terkait dengan reaksi hipersensitivitas
Tindak Lanjut Regulatori • Safety Alert / Dear Doctor Letter • Informasi tersebut dimuat di Buletin Berita MESO Edisi Juni 2015
2
Agomelatine
Informasi dari European Medicine Agency (EMA) yang menegaskan kembali pentingnya monitoring fungsi liver sebagai dasar keamanan penggunaan agomelatine
• Safety Alert / Dear Doctor Letter • Surat kepada industri farmasi • Informasi tersebut dimuat di Buletin Berita MESO Edisi Juni 2015
3
Kodein
Adanya risiko depresi pernapasan yang dapat berakibat fatal pada penggunaan kodein setelah operasi tonsillectomy atau adenoidectomy pada anak dengan obstructive sleep apnoea
• Safety Alert / Dear Doctor Letter • Informasi tersebut dimuat di Buletin Berita MESO Edisi Juni 2015
73
No 4
74
Kajian Ibuprofen
Isu Keamanan Adanya risiko kardiovaskular pada penggunaan Ibuprofen dosis tinggi (2400 mg per hari atau lebih)
5
Methylphenida te HCl
Adanya risiko priapism pada penggunaan stimulan (Methylphenidate HCl) pada pengobatan attention deficit hyperactivity disorder (ADHD)
6
Ketorolac Trometamine, Ceftriaxone, Ranitidine
Adanya laporan Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) serius berupa kematian
7
Ketoconazole
Adanya peningkatan risiko efek samping liver injury (Drug Induced Liver Injury) pada penggunaan ketokonazole (oral)
8
Diklofenak
Adanya peningkatan risiko efek samping kardiovaskular pada penggunaan diklofenak
9
Bromocriptine
Informasi keamanan terkait pembatasan penggunaannya dalam menghentikan produksi air susu
Tindak Lanjut Regulatori • Safety Alert / Dear Doctor Letter • Surat kepada industri farmasi • Informasi tersebut dimuat di Buletin Berita MESO Edisi Juni 2015 • Surat kepada industri farmasi terkait hasil evaluasi Dear Doctor Letter yang akan didistribusikan. • Informasi tersebut dimuat di Buletin Berita MESO Edisi November 2015 • Berkonsultasi dengan tim ahli MESO • Informasi tersebut dimuat di Buletin Berita MESO Edisi November 2015 • Perbaikan penandaan berupa pembatasan indikasi dan lama penggunaan serta penambahan boxed warnings • Safety Alert / Dear Doctor Letter • Informasi tersebut dimuat di Buletin Berita MESO Edisi Juni 2015 dan November 2015 • Perbaikan penandaan pada bagian posologi dan penambahan kontraindikasi • Safety Alert / Dear Doctor Letter • Informasi tersebut dimuat di Buletin Berita MESO Edisi Juni 2015 dan November 2015 • Safety Alert / Dear Doctor Letter • Informasi tersebut dimuat di Buletin Berita MESO Edisi November 2015
No 10
Kajian Ustekinumab
Isu Keamanan Adanya risiko efek samping berupa exfoliative dermatitis dan erythrodermic psoriasis serius
11
Bupivacain
Adanya laporan kejadian tidak diinginkan (KTD) serius berupa kematian
12
Donepezil HCl
Informasi tindak lanjut regulatori Canada mengenai penambahan “New Warning” terkait dengan risiko rhabdomyolysis dan Neuroleptic Malignant Syndrome
Tindak Lanjut Regulatori • Surat kepada industri farmasi terkait hasil evaluasi Dear Healthcare Professional Letter yang akan didistribusikan Informasi tersebut dimuat di Buletin Berita MESO Edisi November 2015 • Safety Alert • Surat untuk industri farmasi • Surat untuk Rumah Sakit • Surat untuk Balai/Balai Besar POM • Safety Alert / Dear Doctor Letter • Surat untuk industri farmasi • Informasi tersebut dimuat di Buletin Berita MESO Edisi November 2015
Sertifikasi Bahan Baku Obat dan Obat Jadi Impor Untuk memantau peredaran dan mencegah penyimpangan dalam distribusi obat jadi impor serta mencegah penyalahgunaan bahan baku obat, perlu dilakukan pengawasan sejak di entry point, melalui sistem National Single Window (NSW) yang pelaksanaannya dilakukan one day service. Selama tahun 2015, Badan POM telah mengeluarkan 18.790 surat keterangan impor (SKI), yang meliputi 4.549 SKI obat jadi, 7.171 SKI bahan baku obat, 171 SKI vaksin, 459 SKI bahan baku tambahan, 369 SKI bahan baku pembanding, 190 SKI analisis laboratorium dan 3.351 SKI bahan kimia Obat dan Makanan (OM) dan 2.530 SKI bahan kimia Non Obat dan Makanan (NOM). 7.171
7.500
Obat Jadi Bahan Baku Obat
6.000
Vaksin
Jumlah SKI
4.549 4.500
Bahan Baku Tambahan
3.351 2.530
3.000
Bahan Baku Pembanding Analisis Laboratorium
1.500 0
171
459
369
190
Bahan Kimia NOM
Gambar 4.10 Profil Surat Keterangan Impor Tahun 2015
75
4.2.
HASIL PENGAWASAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, PREKURSOR DAN ZAT ADIKTIF
Narkotika,Psikotropika dan Prekursor Badan POM melakukan pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Prekursor melalui monitoring pelaksanaan impor/ ekspor dengan penerbitan Analisa Hasil Pengawasan (AHP). Selama tahun 2015, Badan POM menerima permohonan AHP sejumlah 874, yang terdiri dari 54 permohonan narkotika, 361 permohonan psikotropika dan 459 permohonan prekursor. Dari permohonan tersebut telah diterbitkan 682 rekomendasi, yang terdiri dari 39 narkotika, 310 psikotropika dan 333 prekursor. Persentase penyelesaian rekomendasi AHP tepat waktu untuk Narkotika 85,19 %, Psikotropika 96,40 % dan Prekursor 80,61 %.
Badan POM juga melaksanakan pengawasan pada mata rantai produksi dan distribusi yaitu pemeriksaan sarana produksi, distribusi dan sarana pelayanan kesehatan yang mengelola narkotika, psikotropika dan prekursor. Pengawasan dilaksanakan oleh petugas pusat dan Balai Besar/Balai POM. Selama tahun 2015 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 49 industri farmasi, 10 (20,41%) industri farmasi tidak memenuhi ketentuan (TMK). Terhadap sarana yang TMK tersebut telah dilakukan tindak lanjut berupa pemberian sanksi peringatan keras kepada 8 sarana, penghentian sementara kegiatan kepada 1 sarana, dan pencabutan izin edar kepada 1 sarana.
PK 16,33%
MK 79,59%
TMK 20,41% PSK 2,04% PI 2,04%
Gambar 4.11 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Produksi (Narkotika, Psikotropika Dan Prekursor) Tahun 2015
76
Hasil pemeriksaan terhadap 4.160 sarana pelayanan kesehatan yang meliputi 529 rumah sakit, 517 puskesmas, 2 Lapas, 2.687 apotek, 204 gudang farmasi,162 klinik/balai pengobatan, 13 praktek dokter dan 46 toko obat. Berdasarkan hasil pemeriksaan, sarana yang TMK adalah 927 sarana (22,28%). Terhadap sarana TMK tersebut telah dilakukan tindak lanjut berupa; peringatan keras, penghentian sementara kegiatan dan direkomendasikan tindak lanjutnya ke Direktorat/instansi lain yang terkait.
600
501
Jumlah Sarana
500 351
400 300
150
200 100 0 Total
MK
TMK
Gambar 4.12 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana PBF (Narkotika Dan Psikotropika) Tahun 2015
Jumlah Sarana
Di tingkat distribusi, selama tahun 2015 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 501 Pedagang Besar Farmasi (PBF), ditemukan 150 (29,94%) PBF TMK. Terhadap sarana yang TMK tersebut telah dilakukan tindak lanjut berupa peringatan keras terhadap 105 PBF, penghentian sementara kegiatan terhadap 39 PBF, dan rekomendasi pencabutan izin sarana kepada 6 PBF.
4.500 4.000 3.500 3.000 2.500 2.000 1.500 1.000 500 -
4.160 3.233
927 Total
MK
TMK
Gambar 4.13 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Pelayanan Kesehatan Tahun 2015
Dalam rangka kerjasama lintas sektor antara Badan POM dengan Kepolisian Republik Indonesia (POLRI), selama tahun 2015 Badan POM telah melakukan pengujian barang bukti tindak pidana narkotika dan psikotropika yang dikirim oleh POLRI sebanyak 3.048 sampel yang terdiri dari 2.864 sampel narkotika, 64 sampel psikotropika dan 120 sampel obat lain. Hasil pengujian laboratorium, menunjukkan bahwa 2.863 (93,93%) sampel positif mengandung narkotika, dan 64 (2,10%) sampel positif psikotropika. Dari hasil pengujian ini dapat diketahui jenis narkotika dan psikotropika yang paling sering disalahgunakan, yaitu narkotika golongan I2) sejumlah 2.839 sampel meliputi: Metamfetamin/Shabu 1.949 sampel (68,08 %), ganja 669 sampel (23,37%), MDMA/Ekstasi 201 sampel (7,02%) , kokain 14 sampel (0,49%), amfetamin 5 sampel (0,17%) dan Heroin 1 sampel (0,03%). Narkotika golongan II sejumlah 2 sampel meliputi morfin 2 sampel (0,07%). Narkotika golongan III meliputi kodein 22 sampel (0,77%). Psikotropika yang banyak disalahgunakan adalah psikotropika golongan IV sejumlah 64 sampel yang terdiri atas: Alprazolam 32 sampel
2) Narkotika Golongan I dalam Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 Pasal 6 Ayat (1) Huruf a adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Pada ketentuan penutup dalam Undang-Undang Narkotika tersebut ada perubahan beberapa jenis psikotropika dimasukkan ke golongan narkotika golongan I yaitu Ekstasi (MDMA) dari golongan I psikotropika dan Shabu (metamfetamin) dari golongan II psikotropika .
77
(50,00%), Diazepam 24 sampel (37,50%), Clonazepam 4 Nimetazepam 4 sampel (6,50%).
0,49%
3,94%
7,02% 0,17% 0,07%
23,37% 0,03%
2,10%
sampel (6,25%), dan
0,03%
37,50% 6,25%
0,77% 93,93%
6,25% 50,00%
68,08%
Positif Narkotika Metamfetamin Ganja MDMA Morfin
Heroin Kokain Amphetamin Kodein
Positif Psikotropika Obat lain Negatif Narkotika
Alprazolam
Clonazepam
Diazepam
Nimetazepam
Gambar 4.14 Profil Rincian Hasil Pengujian Laboratorium Barang Bukti Tindak Pidana Narkotika Dan Psikotropika Dari Polri Tahun 2015
Zat Adiktif/ Rokok Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan memberikan amanat kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan untuk melaksanakan :
Pengawasan terhadap produk tembakau yang beredar terkait kebenaran kandungan kadar nikotin dan tar, persyaratan pencantuman peringatan kesehatan bergambar dan persyaratan label lainnya; Pengawasan terhadap peredaran iklan dan promosi produk tembakau terkait dengan pencantuman peringatan kesehatan dalam iklan dan persyaratan lain yang ditentukan.
Dalam menjalankan amanat tersebut, industri dan/atau importir produk tembakau wajib melaporkan hasil pengujian kandungan kadar Nikotin dan Tar, contoh kemasan yang sudah mencantumkan PHW (Pictorial Health Warning) kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan. Pada tahun 2015 telah dilakukan sampling terhadap 1.103 merek rokok yang beredar dari 183 industri/importir. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa 972 merek rokok yang berasal dari 151 industri/importir rokok sudah mencantumkan PHW. Penerapan PHW menunjukkan peningkatan kepatuhan produsen terhadap implementasi PP No 109 Tahun 2012 yang semakin baik. Pada awal pemberlakuan PHW (24 Juni 2015) baru mencapai 13,44%, sedangkan pada bulan Desember 2015 telah mencapai rata-rata 99,74% yang mencantumkan PHW dari beberapa produsen.
78
Gambar 4.15 Hasil Pengawasan Penerapan Pencantuman PHW pada kemasan Rokok di Indonesia Periode 26 Juni 2014 – 31 Desember 2015
Industri rokok yang telah melaporkan hasil pengujian kadar nikotin dan tar kepada Badan POM sebanyak 216 industri dengan 1.123 merek, dan 183 industri dengan 1.014 merek yang sudah melaporkan contoh kemasan. Dalam rangka penguatan pengawasan iklan dan produk tembakau, telah dilakukan pengawasan iklan rokok sejumlah 69.2103) iklan yang terdiri dari 173 iklan di media cetak dengan 133 versi iklan , 55.463 iklan di media elektronik dengan 373 versi iklan, 13.149 iklan di media luar ruang dengan 6.110 versi iklan dan 425 iklan di media teknologi informasi dengan 92 versi iklan. Hasil pengawasan menunjukan 18,69% iklan TMK, antara lain; tidak mencantumkan peringatan kesehatan, mencantumkan gambar bungkus rokok, atau mencantumkan peringatan kesehatan yang tidak proporsional/tidak jelas terbaca. Terhadap produk rokok yang TMK iklan tersebut, Badan POM telah memberikan teguran secara tertulis kepada produsen rokok. 55.463
46.872
15.000
13.149 8.898
8.591
4.251
7.500 173
425414 11
89 84
0 Media Cetak
Media Elektronik
Media Luar ruang
Jumlah Iklan Yang Diawasi
MK
Media Teknologi Informasi TMK
Gambar 4.16 Profil Pengawasan Iklan Rokok Post-Audit Tahun 2015
3) Jumlah iklan yang diawasi yaitu jumlah/frekuensi tayang iklan, sedangkan jumlah versi iklan adalah jumlah variasi iklan.Satu versi dapat ditayangkan beberapa kali pada setiap media.
79
Hasil pengawasan label rokok terhadap 2.800 merek rokok menunjukkan 1.075 (38,39%) 975 1.500 1.200 label TMK label rokok antara lain; 424 424 900 600 (15,14%) label tidak mencantumkan 300 0 peringatan kesehatan (tidak mencantumkan Peringatan Informasi peringatan kesehatan berbentuk gambar dan kesehatan kesehatan tulisan; jenis gambar dan tulisan peringatan MK TMK kesehatan tidak sesuai; persentase ukuran peringatan kesehatan kurang dari 40% serta Gambar 4.17 Profil Hasil Pengawasan warna dan kejelasan gambar peringatan Label Rokok Tahun 2015 kesehatan tidak sesuai), 975 (34,82%) label tidak memenuhi ketentuan pencantuman informasi kesehatan (tidak mencantumkan tulisan kadar nikotin dan tar; letak tulisan kadar nikotin dan tar tidak di sisi samping/atas; tulisan informasi kadar nikotin dan tar tidak sesuai; tidak mencantumkan tulisan “dilarang menjual atau memberi kepada anak berusia di bawah 18 tahun dan perempuan hamil; tidak mencantumkan kode produksi; tidak mencantumkan tanggal/bulan/tahun produksi; tidak mencantumkan nama dan alamat produsen; serta tidak mencantumkan kata promotif dan menyesatkan). Terhadap produk rokok yang TMK label tersebut, Badan POM telah memberikan teguran secara tertulis dengan tembusan kepada Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian dan Ditjen Bea Cukai, Kementerian Keuangan. 2.376
1.825
Pemeriksaan di Industri Rokok Untuk memastikan industri rokok telah melaksanakan kewajiban sebagaimana diatur dalam PP Nomor 109 Tahun 2012 maka dilakukan pemeriksaan ke industri rokok untuk melihat kesiapan industri rokok dalam implementasi pencantuman peringatan dan informasi kesehatan pada kemasan produk tembakau. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan ke laboratorium pengujian rokok untuk memverifikasi laporan hasil pengujian kadar nikotin dan tar yang telah dikirimkan ke Badan POM.
Proses pencetakan kemasan rokok dengan Pictorial Health Warning/PHW di industri rokok
Pada tahun 2015, telah dilakukan pemeriksaan ke beberapa industri/ importir rokok seperti PT. STTC Medan, PT. Gelora Djaja - Surabaya, PT. Rock International - Batam, PT. Spencer Indonesia International - Denpasar, PT. Mandiri Maha Mulia Pasuruan, PT. NTI-Kudus, PT. Gudang Garam, Tbk Kediri, PR. Sukun - Kudus, PR. Indo Kretek-Malang, Proses pembuatan rokok SKT PR. Kramat dan PR. Manggis - Bandung. (Sigaret Kretek Tangan) di PT. Gudang Garam, Tbk.
80
4.3.
HASIL PENGAWASAN KEAMANAN, MANFAAT DAN MUTU OBAT TRADISIONAL
A. Pengawasan Pre-market Sesuai dengan peraturan Menteri Kesehatan No. 007 tahun 2012 tentang Registrasi Obat Tradisional, Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK 00.05.41.1384 tahun 2005 tentang Kriteria dan Tatalaksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka, maka obat tradisional yang diproduksi oleh Industri Obat Tradisional (IOT), Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT), UMOT dan diedarkan harus diregistrasi di Badan POM, untuk dilakukan evaluasi keamanan, manfaat dan mutu serta penandaannya. Evaluasi ini dilakukan oleh tim yang terdiri dari tenaga ahli dari berbagai disiplin ilmu. Keputusan hasil evaluasi berupa surat persetujuan/nomor izin edar, surat penolakan dan permintaan tambahan data. Pada tahun 2015, Badan POM telah mengevaluasi berkas pendaftaran obat tradisional sebanyak 2.184 berkas dari 2.449 berkas yang telah diterima. Sisanya sejumlah 265 produk masih dalam tahap evaluasi dan akan dikerjakan ke dalam periode tahun 2016. Keputusan yang diterbitkan sebanyak 2.184 produk obat tradisional (OT) yang terdiri dari 1.923 Surat Persetujuan/NIE, 101 Tambahan Data (TD) dan 160 Surat Penolakan. Surat Persetujuan/NIE yang dikeluarkan berjumlah 1.923 produk terdiri dari 1.605 OT Lokal, dan 316 OT Impor dan 2 OT Lisensi.
2.000 1.500 1.000
1.605
500
2 316
Lokal
Impor
Lisensi
Persentase Penilaian yang diselesaikan tepat waktu pada tahun 2015 mencapai Gambar 4.18 Profil Persetujuan Nomor Izin Edar Obat Tradisional Tahun 2015 72%. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya terdapat kenaikan ketepatan waktu registrasi yaitu sebesar 18 %, kenaikan ini disebabkan antara lain : -
-
Pengembangan sistem e-registrasi implementasi e-registrasi untuk jalur pendaftaran ulang dan variasi minor, dimana kedua jenis pendaftaran tersebut memiliki jumlah berkas yang paling banyak (16% dari total berkas setahun) dan timeline yang relatif singkat yaitu 7 dan 10 hari kerja sehingga penggunaan e-registrasi tanpa dokumen hard copy membuat proses evaluasi produk menjadi lebih efisien dan efektif di tiap tahapan dari mulai berkas masuk hingga disetujui Adanya penambahan SDM di Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan dan Kosmetik
Jika dibandingkan dengan berkas yang masuk tahun 2014 maka terjadi penurunan berkas permohonan sebesar 8,7% yaitu dari 2683 berkas menjadi 2449 berkas di tahun 2015.
81
3.676
4.000 3.500 3.000
2.683
2.625
2.500
2.411
2.449 2.184
2.000 1.500 72% 28%
1.000 500 0
72%
54% 46%
28%
2013
2014
2015
Jumlah berkas permohonan
3.676
2.683
2.449
Jumlah NIE
2.625
2.411
2.184
Tepat Waktu
72%
54%
72%
Tidak Tepat Waktu
28%
46%
28%
Gambar 4.19 Profil Surat Keputusan Obat Tradisional Tahun 2013 - 2015
2.319
2.500
1.809
2.000 1.500
1.605 1.395 956
1.000 500
230
217 14
0
306 0
367 21
316 2
0 2011
2012
Obat Tradisional Lokal
2013
Obat Tradisional Impor
2014
2015
Obat Tradisional Lisensi
Gambar 4.20 Profil Persetujuan/Nomor Izin Edar Obat Tradisional Tahun 2011-2015
B. Pengawasan Post-market Sampling dan pengujian laboratorium Dalam rangka pengawasan mutu dan keamanan obat tradisional yang beredar, selama tahun 2015 telah dilakukan pengujian laboratorium terhadap 12.243 sampel obat tradisional, yaitu 1.245 sampel obat tradisional impor dan 10.998 sampel obat tradisional lokal. Hasil pengujian laboratorium menunjukkan bahwa 2.353 (19,22%) sampel tidak memenuhi syarat, yaitu 83 (0,68%) obat tradisional impor dan 2.270 (18,54%) obat tradisional lokal.
82
OT impor 0,68%
MS 80,78%
TMS 19,22% OT Lokal 18,54%
Gambar 4.21 Profil Sampling dan Pengujian Laboratorium Obat Tradisional Tahun 2015
Obat tradisional impor yang tidak memenuhi syarat (TMS), yaitu produk mengandung BKO sebanyak 2 (0,16%) sampel, produk menggunakan ijin edar fiktif yang mengandung Bahan Kimia Obat (BKO) sebanyak 13 (1,04%) sampel, sedangkan produk TMS farmasetik meliputi: Angka Lempeng Total 13 (1,04%) sampel, kapang 1 (0,08 %) sampel, kadar air 11 (0,88 %) sampel, keseragaman bobot 15 (1,20%) sampel, waktu hancur 22 (1,77%) sampel, etanol lebih dari 1% sebanyak 3 (0,24%) sampel, pengawet 1 (0,08%) sampel, dan mengandung kafein 2 (0,16%) sampel.
Terdaftar mengandung BKO 0,16%
MS 93,33%
TMS 6,67%
Tidak Terdaftar mengandung BKO 1,04% ALT 1,04% Kapang 0,08% Kadar air 0,88% Keseragaman Bobot 1,20% Waktu hancur 1,77% Etanol > 1% 0,24% Pengawet 0,08% Mengandung Kafein 0,16%
Gambar 4.22 Profil Sampling dan Pengujian Laboratorium Obat Tradisional Impor Tahun 2015 Obat tradisional lokal yang TMS, yaitu produk mengandung BKO sebanyak 28 (0,25%) sampel, produk menggunakan ijin edar fiktif yang mengandung BKO sebanyak 87 (0,79%) sampel, sedangkan produk yang TMS farmasetik 2155 (19,59 %) meliputi: Angka Lempeng Total melebihi batas sebanyak 1370 (12,46%) sampel, Angka Kapang Khamir melebihi batas 75 (0,68%) sampel, kadar air 175 (1,59%) sampel, keseragaman bobot 246 (2,24%) sampel, waktu hancur 137 (1,25%) sampel, etanol > 1% sebanyak 21 (0,19%) sampel, mengandung mikroba patogen 5 (0,05%) sampel, pengawet melebihi batas sebesar 55 (0,50%) sampel, sampel mengandung kafein sebesar 26 (0,24%) sampel dan kadar sineol sebesar 45 (0,41%) sampel.
83
MS 79,36%
TMS 20,64%
Terdaftar mengandung BKO 0,25% Tidak Terdaftar mengandung BKO 0,79% ALT 12,46% Kapang 0,68% Kadar air 1,59% Keseragaman bobot 2,24% Waktu Hancur 1,25% Etanol >1% 0,19% Mikroba patogen 0,05% Pengawet 0,50% Mengandung Kafein 0,24% Kadar Sineol 0,41%
Gambar 4.23 Profil Sampling dan Pengujian LaboratoriumObat Tradisional Lokal Tahun 2015
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa total sampel obat tradisional impor dan lokal yang mengandung BKO adalah sejumlah 130 sampel obat tradisional terdaftar dan tidak terdaftar. Terhadap temuan ini telah dilakukan pengamanan dengan penarikan produk tersebut dari peredaran dan pemusnahan produk. Selain itu, juga dilakukan tindak lanjut mulai dari pembinaan untuk memperbaiki proses produksi, sampai pembatalan nomor izin edar dan tindakan pro-justisia serta public warning melalui berbagai media massa. Meskipun sanksi yang diberikan oleh pengadilan relatif sangat ringan, Badan POM terus berupaya untuk meningkatkan operasi pengawasan obat tradisional yang mengandung BKO. Terkait dengan maraknya obat tradisional asing yang tidak terdaftar atau ilegal, Badan POM meningkatkan kerjasama dengan Ditjen Bea dan Cukai untuk memperketat masuknya produk obat tradisional ke Indonesia.
Pemeriksaan Sarana Produksi dan Distribusi Obat Tradisional Dalam rangka pemeriksaan terhadap pemenuhan penerapan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB), pada tahun 2015 telah dilakukan inspeksi terhadap 371 industri obat tradisional. Hasil inspeksi menunjukkan bahwa 69 (18,60%) industri obat tradisional memenuhi ketentuan cara pembuatan yang baik, sedangkan 247 (66,58%) sarana TMK dan 55 (14,82%) sarana tutup. Pelanggaran yang dilakukan antara lain karena memproduksi OT mengandung BKO 5 (1,35%) sarana, memproduksi OT tanpa izin edar dan izin produksi sebanyak 51 (13,75%) sarana, belum menerapkan CPOTB sebanyak 163 (43,94%) sarana, pelanggaran administrasi sebanyak 19 (5,12%) sarana, dan TMK penandaan sebanyak 9 (2,43%) sarana. Terhadap semua pelanggaran tersebut telah dilakukan tindak lanjut, antara lain pemusnahan terhadap produk mengandung BKO, pengamanan produk yang belum terdaftar dan disarankan untuk segera mendaftarkan produk tersebut, serta peringatan dan pembinaan.
84
OT-BKO 1,35% OT-TIE 13,75%
Tutup 14,82% TMK 66,58%
Belum menerapkan CPOTB 43,94%
MK 18,60% Administrasi 5,12% Penandaan 2,43%
Gambar 4.24 Profil Pemeriksaan Sarana Produksi Obat Tradisional Tahun 2015
Di tingkat distribusi, pada tahun 2015 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 2.737 sarana distribusi obat tradisional. Hasil pemeriksaan menunjukkan 1.327 (48,48%) sarana TMK, antara lain karena OT mengandung BKO sebanyak 402 (14,69%) sarana, OT tanpa izin edar sebanyak 684 (23,68%) sarana, OT kadaluarsa/ED sebanyak 45 (1,64%) sarana, OT TMK penandaan sebanyak 45 (1,64%) sarana dan pelanggaran administrasi sebanyak 187 (6,83%) sarana. Terhadap pelanggaran tersebut telah dilakukan tindak lanjut pengamanan, pemusnahan produk, peringatan, peringatan keras, dan pro-justisia. Temuan obat tradisional yang ditindaklanjuti dengan pemusnahan sebanyak 269.523 pieces dengan perkiraan nilai total Rp4.277.794.760,00 (empat milyar dua ratus tujuh puluh tujuh juta tujuh ratus sembilan puluh ribu tujuh ratus enam puluh rupiah).
BKO 14,69%
MK 51,52% TMK 48,48%
TIE 23,68% Kadaluarsa 1,64% Administrasi 6,83% Penandaan 1,64%
Gambar 4.25 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Distribusi Obat Tradisional Tahun 2015
Sertifikasi Obat Tradisional Dalam rangka mendorong ekspor obat tradisional, selama tahun 2015 Badan POM telah mengeluarkan 109 Surat Keterangan Ekspor (SKE) yang meliputi 107 SKE produk (68 SKE Certificate of Free Sale, 15 SKE Certificate of Pharmaceutical Product, 10 SKE To Whom it May
85
Concern, 6 SKE Health Certificate, dan 8 SKE Surat Keterangan GMP) serta 2 SKE bahan baku (2 SKE To Whom it May Concern). Untuk OT impor, Badan POM telah mengeluarkan 1.563 Surat Keterangan Impor (SKI) yang terdiri dari 6 SKI produk melalui jalur manual, serta 761 SKI produk dan 796 SKI bahan baku melalui jalur National Single Window (NSW). Selain itu, Badan POM juga telah menerbitkan 2.996 Surat Keterangan Komoditas Non Obat dan Makanan (SKK-NOM) melalui jalur NSW. SKK-NOM adalah surat keterangan untuk pemasukan Bahan Baku yang peruntukannya bukan sebagai bahan obat, bahan obat tradisional, bahan suplemen kesehatan dan bahan pangan. Dalam rangka meningkatkan pemenuhan terhadap Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB), selama tahun 2015 Badan POM telah mengeluarkan surat persetujuan denah untuk 279 sarana produksi obat tradisional yang terbagi di 11 propinsi di Indonesia yang terdiri dari 112 Industri Obat Tradisional (IOT), 18 Industri Ekstrak Bahan Alam (IEBA) dan 149 Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT). Badan POM juga telah mengeluarkan sertifikat CPOTB untuk 22 sarana produksi obat tradisional sehingga jumlah sarana produksi OT yang telah memiliki sertifikat CPOTB tahun 2005-2015 adalah 94 sarana. Pembinaan regulatory kepada industri obat tradisional dilakukan secara berkesinambungan untuk meningkatkan daya saing industri obat tradisional baik di pasar dalam negeri maupun luar negeri.
Sertifikasi Obat Quasi Dalam rangka mendorong ekspor obat quasi, selama tahun 2015 Badan POM telah mengeluarkan 87 Surat Keterangan Ekspor (SKE) yang meliputi 23 SKE Certificate of Free Sale, 54 SKE Certificate of Pharmaceutical Product 1 SKE To Whom it May Concern, dan 9 SKE Surat Keterangan GMP. Terhadap obat quasi impor, Badan POM telah mengeluarkan 140 Surat Keterangan Impor (SKI) produk jadi melalui jalur NSW.
Monitoring Efek Samping Obat Tradisional (MESOT) dan Monitoring Efek Samping Suplemen Makanan (MESSM) Penggunaan obat tradisional dan suplemen kesehatan/suplemen makanan sangat luas oleh berbagai kalangan masyarakat, maka risiko timbulnya efek yang tidak diinginkan tetap ada. Oleh karena itu dilakukan Monitoring Efek Samping Obat Tradisional (MESOT) dan Monitoring Efek Samping Suplemen Makanan (MESSM). Dalam rangka MESOT dan MESSM, tenaga kesehatan dan masyarakat diminta berpartisipasi secara sukarela dalam melaporkan efek samping obat tradisional dan suplemen Kesehatan. Sampai tahun 2015 telah diterima laporan sejumlah 48 laporan efek samping obat tradisional dan suplemen kesehatan melalui sistem elektronik (e-reporting).
86
4.4.
HASIL PENGAWASAN KEAMANAN, MANFAAT DAN MUTU PRODUK SUPLEMEN KESEHATAN
A. Pengawasan Pre-market Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.23.3644 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen Makanan pasal 3 bahwa suplemen makanan yang diproduksi dan atau diedarkan di wilayah Indonesia harus memiliki izin edar dari Kepala Badan. Dalam proses registrasi, Badan POM melakukan evaluasi keamanan, klaim manfaat, dan mutu serta penandaan. Suplemen kesehatan yang memenuhi keamanan, klaim manfaat, dan mutu serta penandaan diberikan persetujuan/nomor ijin edar. Pada tahun 2015, Badan POM telah selesai mengevaluasi berkas pendaftaran suplemen kesehatan dan sebanyak 1.437 berkas telah diterbitkan surat keputusan dari 1.632 berkas yang diterima, sedangkan sisanya sejumlah 195 berkas masih dalam tahap evaluasi dan akan dikerjakan ke dalam periode tahun 2016.
500 400 300
787
459
200 31
100 0 Lokal
Impor
Lisensi
Surat keputusan terdiri dari 1.277 Surat Persetujuan/NIE, 82 Tambahan Data (TD) Gambar 4.26 Profil Persetujuan Nomor dan 78 Surat Penolakan. Surat Izin Edar Suplemen Kesehatan Tahun persetujuan/NIE yang diterbitkan terdiri 2015 dari suplemen kesehatan lokal 787 produk, suplemen kesehatan impor 459 produk dan suplemen kesehatan lisensi 31 produk. Jumlah keputusan pendaftaran suplemen kesehatan yang diselesaikan secara tepat waktu adalah sebesar 59%. Dibandingkan dengan tahun 2014 terdapat kenaikan ketepatan waktu sebesar 24% dimana tahun 2014 ketepatan waktu hanya mencapai 35%. Kenaikan ini disebabkan antara lain : -
-
Pengembangan sistem e-registrasi implementasi e-registrasi untuk jalur pendaftaran ulang dan variasi minor, dimana kedua jenis pendaftaran tersebut memiliki jumlah berkas yang paling banyak (16% dari total berkas setahun) dan timeline yang relatif singkat yaitu 7 dan 10 hari kerja sehingga penggunaan e-registrasi yang tanpa dokumen hard copy membuat proses evaluasi produk lebih efisien dan efektif di tiap tahapan dari mulai berkas masuk hingga disetujui Adanya penambahan SDM di Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan dan Kosmetik
Jika dibandingkan tahun 2014 maka terjadi kenaikan jumlah berkas permohonan sebesar 44,6% yaitu dari 1128 berkas menjadi 1632 berkas di tahun 2015.
87
1.800 1.600 1.400 1.200 1.000 800 600 400 200 0
1.632 1.437
1.393 1.128
1.064
972
70%
65%
30%
35%
59% 41%
2013
2014
2015
Jumlah berkas permohonan
1.393
1.128
1.632
Jumlah NIE
1.064
972
1.437
Tepat Waktu
70%
35%
59%
Tidak Tepat Waktu
30%
65%
41%
Gambar 4.27 Profil Surat Keputusan Suplemen Kesehatan Tahun 2013-2015
787 800 700 600 500 400 300 200 100 0
660 548 459 327
271 31
29
0 2013
2014 Lokal
Impor
2015 Lisensi
Gambar 4.28 Profil Persetujuan Nomor Izin Edar Suplemen Kesehatan Tahun 2013-2015
B. Pengawasan Post-market Sampling dan Pengujian Laboratorium Selama tahun 2015, telah dilakukan pengambilan sampel dan pengujian laboratorium terhadap 4.167 sampel suplemen kesehatan dari peredaran. Hasil pengujian laboratorium menunjukkan 96 (2,30%) sampel tidak memenuhi syarat (TMS), antara lain TMS farmasetik karena: mengandung BKO 4 (0,10%) sampel, keseragaman bobot 17 (0,41%) sampel, kadar air 3 (0,07%) sampel, waktu hancur 18 (0,43%) sampel, kafein melebihi batas 15 (0,36%) sampel, pengawet melebihi batas 27 (0,65%) sampel, vitamin sub standar 4 (0,10%) sampel, angka lempeng total melebihi batas 7 (0,17%) sampel dan mengandung DNA babi 1 (0,02%) sampel. Tindak lanjut yang dilakukan yaitu peringatan keras, pembersihan OT yang mengandung BKO di pasar, dan pemusnahan.
88
mengandung BKO 0,10% keseragaman bobot 0,41% kadar air 0,07% waktu hancur 0,43% MS 97,70%
TMS 2,30%
Kafein melebihi batas 0,36% Pengawet 0,65% kadar vitamin substandar 0,10% Mikrobiologi (ALT) 0,17% DNA babi 0,02%
Gambar 4.29 Profil Hasil Sampling dan Pengujian Laboratorium Produk Suplemen Kesehatan Tahun 2015
Pemeriksaan Distribusi Suplemen kesehatan Di tingkat distribusi, pada tahun 2015 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 696 sarana distribusi suplemen kesehatan dan menunjukkan 153 (21,98%) sarana distribusi tidak memenuhi ketentuan (TMK). TMK antara lain karena menjual produk mengandung BKO sebanyak 15 (2,16%) sarana, tanpa izin edar sebanyak 44 (6,32%) sarana, kadaluarsa/ED sebanyak 11 (1,58%) sarana, penandaan sebanyak 16 (2,30%) sarana dan administrassi sebanyak 67 (9,63%) sarana. Terhadap pelanggaran tersebut telah dilakukan tindak lanjut pengamanan, pemusnahan produk, peringatan, peringatan keras dan pro-justisia. Temuan suplemen kesehatan yang ditindaklanjuti dengan pemusnahan sebanyak 7.938 pieces dengan perkiraan nilai total Rp810.552.550,00 (delapan ratus sepuluh juta lima ratus lima puluh dua ribu lima ratus lima puluh rupiah).
Mengandung BKO 2,16% TIE 6,32% Kadaluarsa 1,58% MK 78,02%
TMK 21,98%
Penandaan 2,30% Administrasi 9,63%
Gambar 4.30 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Distribusi Suplemen Kesehatan Tahun 2015
89
Sertifikasi Suplemen kesehatan Dalam rangka mendorong ekspor produk suplemen kesehatan, selama tahun 2015 Badan POM telah mengeluarkan 356 SKE produk (135 SKE Certificate of Free Sale, 118 SKE Certificate of Pharmaceutical Product, 82 SKE To Whom it May Concern, 4 SKE Health Certificate, dan 17 SKE Surat Keterangan GMP) serta 21 SKE bahan baku (21 SKE To Whom it May Concern). Terhadap suplemen kesehatan impor, Badan POM telah mengeluarkan 3.486 Surat Keterangan Impor (SKI) yang terdiri dari melalui jalur manual (13 SKI bahan baku dan 225 SKI produk) dan melalui jalur NSW (1.953 SKI bahan baku serta 1.295 SKI produk).
Surat Keterangan Special Access Scheme (SAS) Disamping SKI dan SKE, Badan POM juga mengeluarkan Surat Keterangan untuk tujuan tertentu atau Special Access Scheme (SAS). Izin SAS sesuai Peraturan Kepala Badan POM No. 39 tahun 2013 adalah izin pemasukan obat, obat tradisional, kosmetika dan suplemen makanan ke dalam wilayah Indonesia melalui mekanisme jalur khusus untuk tujuan penelitian termasuk uji laboratorium, pengembangan produk, sampel registrasi, pameran dan penggunaan sendiri/pribadi (kecuali kosmetik). Surat Keterangan SAS yang diterbitkan dimaksudkan untuk pemasukan produk jadi obat tradisional dan produk jadi suplemen makanan dengan tujuan (i) konsumsi pribadi, (ii) memiliki waktu pemakaian terbatas (maksimal 3 bulan untuk kondisi akut dan maksimal 6 bulan untuk kondisi kronis) dan (iii) setelah dinyatakan negatif terhadap pengujian narkotik dan psikotropik. SAS ini tidak untuk pemasukan bahan baku dan atau produk kosmetik serta bahan baku obat tradisional dan atau bahan baku suplemen makanan. Badan POM telah mengeluarkan 357 Surat Keterangan SAS yang terdiri dari 127 SAS produk jadi kosmetik (100 sampel riset, 24 sampel registrasi dan 3 pameran), 4 obat tradisional (4 sampel riset) dan 226 SAS produk jadi suplemen kesehatan (19 sampel riset, 2 sampel registrasi, 1 pameran dan 204 pribadi/tentengan).
90
4.5.
HASIL PENGAWASAN KOSMETIKA
KEAMANAN,
MANFAAT
DAN
MUTU
A. Pengawasan Pre-market Pengawasan pre-market dilakukan evaluasi terhadap keamanan, manfaat dan mutu kosmetik dan pemberian nomor notifikasi kosmetik melalui sistem e-notifikasi. Pada tahun 2015, Badan POM telah mengevaluasi 38.720 (98,09%) berkas notifikasi kosmetik dari 39.471 permohonan notifikasi yang diterima. Sisanya sejumlah 751 berkas masih dalam tahap evaluasi notifikasi dan akan dikerjakan ke dalam periode tahun 2016.
20.139 21.000 18.000
15.064
15.000 12.000 9.000 6.000 3.000 0 Lokal
Impor
Gambar 4.31 Profil Persetujuan Nomor Izin Edar Notifikasi Kosmetika Tahun 2015
Dari 38.720 berkas tersebut yang telah dievaluasi, 35.203 berkas telah diberikan Surat Persetujuan/Nomor Notifikasi (meliputi 15.064 kosmetika Lokal dan 20.139 kosmetika impor) , 2.603 berkas masih memerlukan Tambahan Data (TD) dan 914 berkas diberikan Surat Penolakan. Berdasarkan timeline penyelesaian berkas, sebanyak 29.523 berkas (76,25%) telah diselesaikan tepat waktu. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya terjadi penurunan sebesar 8.95%. Penurunan ketepatan waktu penerbitan nomor notifikasi disebabkan oleh adanya permasalahan ketidaksesuaian data administrasi yaitu : a. Surat penunjukan keagenan atau surat perjanjian kerjasama kontrak yang telah habis masa berlakunya dan belum melakukan perpanjangan pada sistem notifikasi kosmetik sehingga menyebabkan penerbitan nomor notifikasi harus ditunda sampai dengan adanya surat penunjukan yang baru. b. Nama produk atau merek yang belum tercantum pada surat penunjukan atau surat perjanjian kerjasama kontrak sehingga harus diperbaharui dan melakukan update pada sistem notifikasi yang menyebabkan penerbitan nomor notifikasi harus ditunda sampai dengan adanya surat penunjuan atau surat perjanjan kerjasama kontrak yang baru. c. Sertifikat CPKB atau GMP yang telah habis atau akan habis masa berlakunya dan dalam proses perpanjangan di Negara asal sehingga menyebabkan penerbitan nomor notifikasi harus ditunda sampai dengan adanya sertifikat CPKB atau GMP yang baru. d. Adanya merek perorangan yang dikuasakan ke beberapa pabrik yang belum jelas pembagian produknya sehingga menyebabkan penerbitan nomor notifikasi harus ditunda sampai dengan adanya surat pembagian produk yang dikuasakan dari pemilik merek.
91
Jika dibandingkan dengan berkas yang masuk tahun sebelumnya, maka terjadi penurunan berkas permohonan notifikasi dari tahun 2014 sebesar 11% yaitu dari 44.742 berkas menjadi 39.471 berkas di tahun 2015. Namun jumlah persetujuan ijin edar/nomor notifikasi yang diterbitkan meningkat. 50.000 45.000 40.000 35.000 30.000 25.000 20.000 15.000 10.000 5.000 0
44.742 39.471 38.720
36.642 32.793 28.661 85,2%
76,25%
83% 17%
23,75% 14,8%
Jumlah berkas
2013 32.793
2014 44.742
Jumlah Notifikasi
2015 39.471
28.661
36.642
38.720
Tepat Waktu
83%
85,2%
76,25%
Tidak Tepat Waktu
17%
14,8%
23,75%
Gambar 4.32 Profil Notifikasi Kosmetika Tahun 2013-2015
21.793 24.000 21.000 18.000 15.000 12.000 9.000 6.000 3.000 0
16.275
20.139
14.849
15.064
2014
2015
12.386
2013
Lokal
Impor
Gambar 4.33 Profil Persetujuan Ijin Edar/ Nomor Notifikasi Kosmetika Tahun 2013-2015
B. Pengawasan Post-market Sampling dan Pengujian Laboratorium Dalam rangka pengawasan keamanan, manfaat dan mutu kosmetika yang beredar di Indonesia, selama tahun 2015 telah dilakukan sampling dan pengujian laboratorium terhadap 24.578 sampel kosmetika. Hasil pengujian laboratorium menunjukkan bahwa 416 (1,69%) sampel tidak memenuhi syarat mutu, meliputi: mengandung bahan aktif melebihi batas 68 (0,28%) sampel, cemaran mikroba 204 (0,83%) sampel dan mengandung bahan dilarang 144 (0,59%).
92
Mengandung bahan aktif melebihi batas 0,28%
MS 98,31%
Mengandung mikroba 0,83%
TMS 1,69%
Mengandung bahan dilarang 0,59%
Gambar 4.34 Profil Hasil Sampling Dan Pengujian Laboratorium Kosmetika Tahun 2015
Terhadap produk yang tidak memenuhi persyaratan tersebut telah dilakukan tindak lanjut berupa pengamanan, penarikan dan pemusnahan produk. Selain itu, juga dilakukan berbagai tindak lanjut mulai dari pembinaan untuk memperbaiki proses produksi, sampai pembatalan nomor izin edar dan tindakan pro-justisia serta public warning melalui berbagai media massa. Meskipun sanksi yang diberikan oleh pengadilan relatif sangat ringan, Badan POM terus berupaya untuk meningkatkan operasi pengawasan kosmetik yang mengandung bahan berbahaya/ bahan dilarang.
Pemeriksaan Sarana Produksi dan Distribusi Kosmetika Di tingkat produksi, selama tahun 2015 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 406 industri kosmetika yang menunjukkan bahwa 60 (14,78%) sarana memenuhi ketentuan, 277 (68,23%) sarana tidak memenuhi ketentuan (TMK) dan 69 (17,00%) sarana tutup. Sarana TMK terdiri dari 8 (1,97%) sarana memproduksi kosmetika yang mengandung bahan berbahaya, 42 (10,34%) sarana tanpa ijin edar, 5 (1,23%) sarana TMK penandaan, 219 (53,94%) sarana belum menerapkan Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB), dan 3 (0,74%) sarana TMK administrasi. Terhadap sarana produksi yang melakukan pelanggaran tersebut telah ditindaklanjuti dengan memberikan pembinaan/peringatan kepada 243 sarana dan pengamanan/recall, pemusnahan produk kepada 33 sarana dan pemberhentian sarana kegiatan (PSK) kepada 1 sarana.
93
Mengandung bahan berbahaya 1,97% Produksi Tidak terdaftar 10,34%
Tutup 17,00% TMK 68,23% MK 14,78%
Belum sesuai CPKB 53,94% Penandaan 1,23% Administrasi 0,74%
Gambar 4.35 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Produksi Kosmetika Tahun 2015
Dalam rangka penerbitan ijin produksi dan sertifikat Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB), selama tahun 2015 Badan POM telah mengeluarkan surat persetujuan denah untuk 132 sarana produksi kosmetika yang ada di 10 propinsi di Indonesia. Badan POM juga telah mengeluarkan sertifikat CPKB untuk 22 sarana produksi kosmetika sehingga jumlah sarana produksi kosmetika yang telah memiliki sertifikat CPKB tahun 2005-2015 adalah 164 sarana. Apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, terlihat penurunan jumlah kumulatif sarana produksi kosmetika yang telah memiliki sertifikat CPKB. Hal ini disebabkan beberapa sarana produksi kosmetik tidak mengajukan perpanjangan sertifikat CPKB yang telah habis masa berlakunya. Sarana produksi kosmetik berdasarkan Permenkes Nomor 1175 tahun 2010, terdiri atas golongan A dan B. Golongan A memiliki kewajiban untuk menerapkan ke-13 aspek CPKB sedangkan golongan B cukup memenuhi sanitasi, higiene dan dokumentasi.Pada tahun 2015 terdapat 81 sarana produksi kosmetik yang telah memperoleh surat rekomendasi izin produksi kosmetik yang terdiri dari 59 sarana produksi kosmetik termasuk golongan A dan 22 sarana produksi kosmetik termasuk golongan B. Pengawasan kosmetika yang beredar juga dilakukan di sarana distribusi antara lain importir, agen, distributor, retail kosmetika, klinik kecantikan, salon dan spa. Pengawasan tersebut untuk memantau pemenuhan terhadap ketentuan dan persyaratan teknis kosmetika beredar, termasuk ketentuan penandaan, iklan, persyaratan bahan kosmetika yang digunakan. Selama tahun 2015 telah diperiksa 6.192 sarana distribusi kosmetika. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa 2.321 (37,48%) sarana melakukan pelanggaran, antara lain karena: 72 (1,16%) sarana menjual kosmetika mengandung bahan yang dilarang untuk kosmetika, 2.112 (34,11%) sarana menjual kosmetika yang tidak terdaftar (termasuk kosmetika palsu) dan 137 (2,21%) sarana distribusi kosmetika menjual kosmetik rusak/ kadaluarsa. Terhadap sarana distribusi yang melakukan pelanggaran tersebut telah ditindaklanjuti dengan memberikan pembinaan kepada 253 sarana, peringatan kepada 1.741, pengamanan
94
kepada 268, pemusnahan kepada 54 sarana, dan 5 sarana ditindaklanjuti dengan projustitia. Temuan kosmetik tanpa ijin edar dan/atau mengandung bahan berbahaya yang ditindaklanjuti dengan pemusnahan sebanyak 1.003.782 pieces dengan perkiraan nilai total Rp16.482.813.615,00 (enam belas milyar empat ratus delapan puluh dua juta delapan ratus tiga belas ribu enam ratus lima belas rupiah).
Tutup 0,73%
MK 61,79%
TMK 37,48%
Bahan dilarang 1,16% Tidak Terdaftar 34,11%
Rusak/Kadaluarsa 2,21%
Gambar 4.36 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Distribusi Kosmetika Tahun 2015
Sertifikasi Kosmetika Dalam rangka ikut mendorong ekspor produk kosmetika, selama tahun 2015 Badan POM telah mengeluarkan 406 Surat Keterangan Ekspor (SKE) yang meliputi 370 SKE Certificate of Free Sale (CFS), 1 SKE Health Certificate, 31 SKE to whom it may concern dan 4 surat keterangan GMP. Terhadap kosmetika impor, Badan POM juga telah mengeluarkan 9.116 Surat Keterangan Impor (SKI) yang terdiri dari 126 SKI produk dan 1 SKI bahan baku melalui jalur manual, serta 8.988 SKI produk dan 1 SKI Bahan baku melalui jalur National Single Window (NSW).
Monitoring Efek Samping Kosmetik (MESKOS) Kosmetika pada umumnya aman, namun tidak berarti bebas risiko (risk-free). Jika kosmetika digunakan tidak sesuai aturan maka dapat menjadi risiko yang membahayakan pengguna dan terjadi efek samping dari penggunaan kosmetika tersebut. Penggunaan kosmetik sangat luas oleh berbagai kalangan masyarakat, maka risiko timbulnya efek yang tidak diinginkan tetap ada. Oleh karena itu dilakukan Monitoring Efek Kosmetik (MESKOS). Dalam rangka pelaksanaan MESKOS, peran serta tenaga kesehatan dan masyarakat untuk berpartisipasi secara sukarela dalam melaporkan efek samping kosmetik.
95
Sampai dengan tahun 2015 telah diterima sejumlah 41 laporan efek samping kosmetik yang terdiri dari 14 laporan melalui elektronik dan 6 laporan via rumah sakit serta 21 laporan dari industri.
Post Market Alert System ASEAN (PMAS) PMAS merupakan program inisiatif ASEAN Pharmaceutical Product Working Group (PPWG) sebagai sarana pertukaran informasi antara negara ASEAN yang berkaitan dengan masalah keamanan, mutu dan kemanfaatan obat tradisional, suplemen kesehatan dan kosmetik. PMAS dapat digunakan untuk menotifikasi badan pengawas lainnya secara cepat terutama untuk produk yang dilaporkan termasuk kategori keamanan utama yang harus ditarik dari peredaran. Sampai dengan tahun 2015 produk bermasalah yang ditemukan dan dilarang beredar di ASEAN dari hasil jejaring PMAS adalah sebanyak 96 obat tradisional dan suplemen kesehatan. Berdasarkan asal laporan dapat dibagi menjadi 36 produk berasal dari Amerika Serikat, 5 produk berasal dari Kanada, 21 produk berasal dari Singapore dan 34 produk berasal dari Australia. Kosmetik hasil jejaring PMAS adalah sebanyak 376 produk, dimana berdasarkan asal laporan dapat dibagi menjadi 322 produk dari Malaysia, 34 produk berasal dari Thailand, 6 produk berasal dari Laos, 9 produk berasal dari Brunei Darussalam dan 5 produk berasal dari Singapore.
4.6.
HASIL PENGAWASAN KEAMANAN DAN MUTU PRODUK PANGAN
A. Pengawasan Pre-market Berdasarkan Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang No. 18 tahun 2012 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan olahan baik yang diproduksi di dalam negeri atau yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dalam kemasan eceran, sebelum diedarkan wajib memiliki Surat Persetujuan Pendaftaran yang ditetapkan oleh Kepala Badan POM. Surat Persetujuan Pendaftaran (izin edar) tersebut diterbitkan berdasarkan hasil penilaian evaluasi keamanan, mutu, gizi, dan label pangan olahan. Pada tahun 2015, telah diterima 79.453 permohonan pendaftaran pangan olahan, sedangkan keputusan yang diterbitkan sebanyak 70.237 (88,40%) yang terdiri dari 17.213 persetujuan pendaftaran, 6.603 persetujuan perubahan data (variasi), 1.013 penolakan pendaftaran dan 54.483 permintaan tambahan data. Surat persetujuan pendaftaran meliputi 1.027 persetujuan pendaftaran melalui pelayanan manual yang terdiri dari 723 untuk pangan olahan dalam negeri (MD) dan 304 untuk pangan olahan luar negeri (ML) dan 16.186 persetujuan pendaftaran secara elektronik yang terdiri dari 9.692 untuk pangan olahan MD dan 6.494 untuk pangan olahan ML.
96
Permohonan
Keputusan 8,57%
65,70%
68,69% 25,73%
Pengajuan Baru Pengajuan Tambahan Data Pengajuan Variasi
8,33% 1,28% 21,70%
Persetujuan Pendaftaran
Permintaan Tambahan Data
Persetujuan Variasi
Penolakan Pendaftaran
Gambar 4.37 Profil Persetujuan Pendaftaran Pangan Tahun 2015 Badan POM telah melakukan terobosan untuk meningkatkan pelayanan melalui pengembangan sistem pendaftaran pangan olahan secara elektronik atau e-registration yang dikembangkan sejak akhir tahun 2010 dan diimplementasikan secara mandatory pada tanggal 1 Maret 2012. E-registration ini juga merupakan salah satu Quick Wins Badan POM dalam rangka Reformasi Birokrasi, yang dimaksudkan untuk membangun kepercayaan masyarakat (public trust building) dan untuk mewujudkan good governance dan clean government. Tujuan e-registration adalah peningkatan pelayanan pendaftaran pangan olahan menjadi lebih transparan, efisien, efektif, produktif, akuntabel, cepat, serta profesional. Implementasi e-registration pada tanggal 1 Maret 2012 dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan proporsi pangan olahan yang terdaftar dan tingkat kompleksitas penilaian. Tahap pertama diberlakukan untuk pangan dengan tingkat kompleksitas penilaian rendah, yang sebelumnya diproses melalui pelayanan cepat manual. Tahap kedua yang diberlakukan pada tanggal 1 Maret 2013 untuk semua jenis pangan dengan tingkat kompleksitas penilaian sedang meliputi penilaian yang diproses melalui pelayanan umum manual yaitu pangan dengan karakateristik resiko tinggi seperti daging olahan, ikan olahan, susu olahan dan sejenisnya. Pada tahap kedua ini telah dikembangkan juga fitur sistem pendaftaran untuk perubahan data (variasi) dan pendaftaran single MD. Terobosan yang dilakukan adalah penerapan sistem notifikasi untuk pendaftaran variasi minor yang meliputi perubahan nama perusahaan/importir/distributor, nama dagang, perubahan berat/isi bersih, pencantuman tulisan halal dan perubahan untuk kepentingan promosi. Tahap ketiga diimplementasikan pada tanggal 1 Mei 2014 untuk pangan dengan tingkat kompleksitas penilaian tinggi meliputi pangan berklaim, pangan hasil rekayasa genetika, pangan iradiasi, pangan organik, pangan dengan herbal, formula bayi dan minuman beralkohol dan penerapan sistem pembayaran biaya evaluasi dan pendaftaran (PNBP) secara elektronik (e-payment). Pada tahun 2015 ditetapkan fasilitator pendaftaran pangan olahan yang terdiri dari 29 petugas di Balai Besar/Balai POM sebagai upaya untuk mendekatkan akses konsultasi dan fasilitasi perusahaan yang akan melakukan pendaftaran pangan olahan secara elektronik yang berlokasi di daerah. Selain itu dilakukan penyempurnaan dalam hal pelaporan dan master data e-registration.
97
Berikut tahap-tahap implementasi e-registration pangan olahan dalam Roadmap Pengembangan e-Registration Pangan Olahan.
2015 2014 • Pengembangan eRegistration untuk kategori produk pangan • Pengembangan etingkat kompleksitas Registration untuk penilaian tinggi kategori produk • Penerapan sistem epangan tingkat kompleksitas payment
2013
2012
• Penyempurnaan sistem pelaporan e-registration • Penetapan fasilitator pendaftaran pangan olahan di daerah
penilaian sedang
• Penambahan fitur • Implementasi eRegistration kategori Perubahan Data dan pangan olahan tingkat Pendaftaran Single kompleksitas penilaian MD rendah
Gambar 4.38 Roadmap Pengembangan e-Registration 2010-2015
Pengkajian Risiko dalam rangka Pemberian Rekomendasi Permohonan Komponen Bioaktif dan Klaim pada Produk Pangan dan Pengkajian Pangan Rekayasa Genetik Selama tahun 2015, Badan POM menerima 60 permohonan pengkajian risiko penggunaan zat gizi, komponen makanan dan klaim baru dari Industri ataupun dari Direktorat Penilaian Keamanan Pangan. Dari 60 permohonan tersebut terdapat 3 permohonan yang lebih dari 1 jenis pengkajian dalam 1 permohonan. Untuk permohonan tersebut, rekomendasi pengkajiannya tetap dilakukan secara terpisah sehingga jumlah rekomendasi akan melebihi jumlah permohonan yang diajukan (63 rekomendasi). Rekomendasi terdiri dari 9 rekomendasi persetujuan, 37 rekomendasi penolakan, dan 4 rekomendasi permintaan tambahan data, serta 13 permohonan masih dalam proses pengkajian.
98
70
63
58
60
50
50
46 37
40 30 20
15
10
9
10 0 disetujui
ditolak
2012
disetujui
ditolak
2013
disetujui
ditolak
2014
disetujui
ditolak
2015
Gambar 4.39 Profil Persetujuan Pengkajian Risiko Penggunaan Zat Gizi, Komponen Makanan dan Klaim Baru Tahun 2012 - 2015
Pengkajian keamanan pangan produk rekayasa genetik (PRG) dilakukan berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM RI Nomor : HK.03.1.23.03.12.1563 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengkajian Keamanan Pangan Produk Rekayasa Genetik. Pedoman ini merupakan acuan dalam pengkajian keamanan pangan PRG. Pengkajian keamanan pangan PRG meliputi pengkajian informasi genetik (deskripsi umum pangan PRG, deskripsi inang dan penggunaannya sebagai pangan), deskripsi organisme donor, deskripsi modifikasi genetik, dan karakterisasi modifikasi genetik); informasi keamanan pangan (kesepadanan substansial, perubahan nilai gizi, alergenisitas, toksisitas, dan pertimbangan lain-lain); informasi dan informasi produksi dan peredaran (post-market surveilance). Pada tahun 2015, terdapat 5 permohonan pengkajian PRG yang diterima Badan POM. Permohonan tersebut telah ditindaklanjuti sebagai berikut: a. 2 event telah dibahas dalam rapat pleno TTKH Keamanan Pangan Pengkajian Keamanan Pangan Kentang PRG Katahdin event SP951 dari BB Biogen, Kementerian Pertanian; dan Pengkajian Keamanan Pangan Kedelai PRG event BPS-CV 127-9 dari PT. BASF. b. 3 event masih dalam tahap pembahasan dengan TTKH Keamanan Pangan Pengkajian Keamanan Pangan Kedelai PRG event 3054238 dari PT. DuPont Indonesia; Pengkajian Keamanan Pangan Kedelai PRG event SYHT0H2 dari PT. Syngenta Seed Indonesia; dan Pengkajian Keamanan Pangan Kedelai PRG event A2704-12 dari PT. Bayer.
Pengkajian BTP dan Bahan Baku dalam produk pangan Dalam proses produksi produk pangan yang aman, bermutu dan bergizi, bahan tambahan pangan (BTP) dan bahan baku mempunyai peranan yang sangat penting. Untuk mencegah penggunaan BTP dan bahan baku berbahaya pada produk pangan maka dilakukan pengawasan.
99
Pengawasan penggunaan BTP pada produk pangan mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan yang merupakan revisi dari Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan. Sesuai Pasal 4 dan 5 dalam Peraturan tesebut, penggunaan BTP yang belum diatur memerlukan pengkajian terlebih dahulu. Untuk pengkajian bahan baku, Badan POM melibatkan Tim Mitra Bestari yang kompeten yang berasal dari berbagai institusi. Pada tahun 2015 telah diterima 246 berkas pengajuan yang telah ditindaklanjuti dengan penerbitan 114 surat persetujuan, 56 surat penolakan dan 76 berkas masih dalam proses pengkajian sehingga menjadi carry over tahun 2015.
200 164 150
137 109
105
114
100 56 35
50
28
0 disetujui
ditolak
2012
disetujui
ditolak
2013
disetujui
ditolak
2014
disetujui
ditolak
2015
Gambar 4.40 Profil Persetujuan Pengkajian BTP dan Bahan Baku Dalam Produk Pangan Tahun 2012 – 2015
Surat persetujuan penggunaan BTP mencakup tentang batas maksimum penggunaan BTP berdasarkan kategori pangan, persyaratan jenis BTP dan bahan baku yang sesuai dengan spesifikasi sebagaimana tercantum dalam Kodeks Makanan Indonesia atau Combined Compendium of Food Additive Specifications Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives atau Commitee on Food Chemicals Codex, Food Chemicals Codex, Fourth Edition, Food and Nutrition Board Institute of Medicine, National Academiy of Sciences, Institute of Medicine. Khusus untuk BTP, pencantuman dalam label harus mengikuti ketentuan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan.
100
Pengkajian Keamanan, Mutu, Gizi dan Manfaat Pangan untuk Kategori Pangan, Label, dan Iklan Pangan Badan POM telah menetapkan peraturan, standar dan pedoman dalam rangka penerapan sistem pengawasan pangan yang efektif sebelum dan sesudah produk diedarkan. Namun, sejalan dengan berkembang ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pangan, industri pangan pun semakin berkembang dan mengakibatkan meningkatnya jumlah serta jenis produk pangan yang dihasilkan baik produksi dalam negeri maupun impor. Hal ini menyebabkan banyaknya jenis produk pangan yang diproduksi, sementara definisi dan karakteristik dasar belum diatur dalam Peraturan mengenai Kategori Pangan. Oleh karena itu dilakukan pengkajian kategori pangan dengan sasaran, manfaat dan tujuan untuk memudahkan proses penilaian produk pangan dan mengakomodir inovasi produk pangan yang bervariasi baik produk pangan berbasis lokal maupun impor sesuai ketentuan peraturan. Selain permasalahan pada kategori pangan, juga terdapat permasalahan pada pelabelan dan iklan pangan. Dalam rangka inovasi, produsen produk pangan selalu berusaha untuk memperbaiki produk yang dihasilkan baik dari segi mutu, pelabelan, maupun iklan. Pada proses penilaian produk pangan, label merupakan salah satu kewajiban yang harus dinilai untuk mendapatkan persetujuan pendaftaran atau izin edar. Berbagai permasalahan tidak jarang ditemui pada saat penilaian label produk pangan, seperti adanya beberapa perusahaan yang menginginkan pencantuman keterangan, pernyataan atau pun gambar pada label, akan tetapi ketentuan atau peraturannya belum ada atau belum jelas. Permasalahan yang ditemui dalam pengawasan iklan pangan antara lain iklan yang menyesatkan atau berlebihan. Konsumen perlu dilindungi dari iklan pangan yang tidak benar/menyesatkan. Pada tahun 2015 jumlah pengajuan yang diterima sebanyak 30 berkas dan sudah seluruhnya diterbitkan surat hasil pengkajian.
B.
Pengawasan Post-Market
Sampling dan Pengujian Laboratorium Dalam rangka pengawasan keamanan dan mutu produk pangan yang beredar di masyarakat, selama tahun 2015 dilakukan pengambilan sampel dan pengujian laboratorium sejumlah 13.974 sampel pangan olahan yang terdaftar di BPOM (MD/ML), 3.261 sampel pangan PIRT, dan 4.726 pangan tidak terdaftar.
101
14.000
Jumlah sampel
12.000
12.769 11.335
10.000 8.000 6.000
4.726
4.000 2.000
3.261
2.377 1.434
1.205
1.106 99
884
3.521 1.205
0 MD
ML MS TMS
PIRT Jumlah
TTD
Gambar 4.41 Profil Sampling Dan Pengujian Laboratorium Produk Pangan Tahun 2015 Sumber Data : Sistem Informasi Pelayanan Terpadu Badan POM tanggal 5 Januari 2016 jam 16.00 WIB
Dari seluruh hasil pengujian masih ditemukan produk pangan yang mengandung bahan berbahaya yang disalahgunakan sebagai BTP, yaitu sebanyak 162 sampel mengandung Boraks; 110 sampel mengandung Rhodamin B; 228 sampel mengandung Formalin dan 4 sampel mengandung Methanyl Yellow. Higiene dan sanitasi masih menjadi masalah yang serius dalam produksi pangan. Hal ini ditunjukkan dengan temuan kandungan mikroba dalam sampel pangan, yaitu sebanyak 399 sampel mengandung kapang khamir melebihi batas yang diizinkan, 536 sampel mengandung ALT melebihi batas yang diizinkan, 340 sampel mengandung MPN Coliform melebihi batas yang diizinkan, 81 sampel mengandung APM E coli melebihi batas yang diizinkan, 22 sampel mengandung S Aureus melebihi batas yang diizinkan, dan 12 sampel mengandung Pseudomonas aeroginosa melebihi batas yang diizinkan. Selama tahun 2015, masih banyak produk pangan yang mengandung pemanis buatan, pengawet dan kadar zat gizi melebihi batas yang diizinkan, serta parameter lain yang ditetapkan pada peraturan. Penggunaan pemanis buatan melebihi batas yang diizinkan yaitu sebanyak 439 sampel menggunakan siklamat melebihi batas yang diizinkan,146 sampel mengandung sakarin melebihi batas yang diizinkan, 4 sampel mengandung acesulfame melebihi batas yang diizinkan, 18 sampel mengandung aspartam melebihi batas yang diizinkan, Penggunaan pengawet pangan melebihi batas yang diizinkan yaitu sebanyak 521 sampel mengandung benzoat melebihi batas yang diizinkan, 86 sampel mengandung kalium sorbat melebihi batas yang diizinkan. Terhadap pelanggaran-pelanggaran tersebut dilakukan tindak lanjut berupa penarikan produk dari peredaran dan pemusnahan produk, serta kepada produsen diberikan peringatan dan pembinaan lainnya.
102
Sampling Dan Pengujian Produk Pangan Bertarget Dari sampel pengujian pangan total tersebut dilakukan evaluasi terhadap beberapa produk pangan bertarget yang dikelompokkan berdasarkan waktu sampling dimana produk tersebut dipilih berdasarkan analisis resiko dari hasil pengujian sebelumnya, paparan terhadap masyarakat dan temuan hasil pengujian TMS terhadap produk. Pada tahun 2015 telah dilakukan sampling dan pengujian produk pangan bertarget sebagai berikut :
Produk Pangan Air Minum dalam Kemasan
Jumlah
TMK
Temuan
473
28 (5.92%)
Kecap Manis/ Asin
366
48 (13,11%)
Saus Cabe/ Tomat/ Sambal
473
132 (27,91%)
pHnya tidak sesuai dengan persyaratan 12 sampel; PK nitrit melebihi batas 9 sampel; PK timbal melebihi ambang toleransi 6 sampel; P. aureginosa 5 sampel; APM Koliform 3 sampel; ALT 3 sampel; PK arsen 1 sampel; kapang 1 sampel; PK mineral 1 sampel penggunaan BTP benzoate yang melebihi batas yang diizinkan 12 sampel; kadar protein kurang dari persyaratan 11 sampel; pemanis buatan siklamat 8 sampel; angka kapang khamir, kadar asam sorbat, kadar nipasol, kadar sakarin, kadar sakarosa, dan kadar sulfit masing-masing 1 sampel penggunaan BTP benzoate yang melebihi batas yang diizinkan 72 sampel; penggunaan pemanis buatan sakarin 37 sampel dan siklamat 32 sampel; PK pewarna 21 sampel; identifikasi merah allura 9 sampel; ALT 5 sampel; PK sorbat dan identifikasi siklamat masing-masing 4 sampel; angka kapang 3 sampel, total rasio pengawet, asam asetat dan identifikasi boraks masing-masing 1 sampel.
Selai buah
281
81 (28,83%)
Sosis sapi
167
20 (11,98%)
Kacang dan Hasil olahannya
408
41 (10,05%)
Sirup berperisa
378
62 (16,40%)
PK asam benzoat 73 sampel; PK sorbat 18 sampel; ALT 5 sampel; identifikasi siklamat dan PK pewarna masingmasing 2 sampel; angka kapang khamir, PK timbal dan rasio total pengawet masing-masing 1 sampel. PK protein 7 sampel; PK nitrit 6 sampel; PK karbohifrat 4 sampel; ALT 3 sampel; PK formalin 2 sampel; angka kapang khamir, S. Aureus, PK logam dan PK benzoat masing-masing 1 sampel. Identifikasi siklamat dan PK siklamat masing-masing 13 sampel; ALT 8 sampel; APM kolifirm, PK aflatoksin total, PK timbal masing-masng 4 sampel; PK benzoate 2 sampel; asam lemak bebas, identifikasi boraks, PK aflatoksin B1, PK asesulfam, dan PK sakarin masingmasing 1 sampel PK siklamat 33 sampel; PK benzoate 32 sampel; PK sakarin 5 sampel; MPN coliform 4 sampel; Angka kapang khamir 3 sampel; PK asesulfam-K, PK tartrazine, salmonella sp masing-masing 2 sampel; ALT, rhodamine B, PK aspartam, PK pewarna, PK kuning FCF, PK ponceau 4R, PK sakarosa, PK sorbat, dan PK timbal masing-masing 1 sampel
103
Terhadap pelanggaran tersebut dilakukan tindak lanjut berupa penarikan dari peredaran dan pemusnahan produk, serta kepada produsen diberikan peringatan dan pembinaan lainnya.
Sampling dan Pengujian Produk Pangan Fortifikasi Selain pengambilan sampel rutin, juga dilakukan sampling dan pengujian terhadap pangan fortifikasi, yaitu garam beryodium dan tepung terigu. Hal ini dilakukan dalam rangka mendukung program nasional peningkatan gizi masyarakat yang melibatkan lintas sektor dan kementrian/lembaga. Produk pangan ini wajib memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) yang pengawasannya di bawah kewenangan BPOM. Garam Beryodium Berdasarkan pengujian parameter mutu yang tercantum pada SNI 3556:2010 tentang Garam Konsumsi Beryodium, yaitu kadar KIO3, kadar air dan kadar NaCl, pada tahun 2015 telah dilakukan sampling terhadap 2.747 sampel garam beryodium yang beredar. Dari hasil pengujian diketahui sebanyak 2.013 (73,28%) sampel garam beryodium memenuhi syarat dan 734 (26,72%) sampel garam beryodium tidak memenuhi syarat. Tindak lanjut atas hasil pengujian tersebut dilakukan pemberian peringatan dan pembinaan teknis kepada produsen. Tepung Terigu Berdasarkan pengujian parameter mutu yang tercantum pada SNI 3751:2009 tentang Tepung Terigu sebagai Bahan Makanan, yaitu kadar fortifikan (kadar Zn, vitamin B1, vitamin B2, Fe), mikrobiologi (E. Coli, ALT, AKK), dan proksimat (kadar air, kadar protein, kadar abu, keasaman), pada tahun 2015 telah dilakukan pengujian terhadap 172 sampel tepung terigu dengan hasil 133 (77,33%) sampel tepung terigu memenuhi syarat dan 39 (22,67%) sampel tepung terigu tidak memenuhi syarat. Tindak lanjut atas hasil pengujian tersebut dilakukan pemberian peringatan dan pembinaan teknis kepada produsen.
Pada tahun 2015 telah dilakukan pengujian dan sampling terhadap minyak goreng sawit dalam rangka mendukung pemberlakuan peraturan SNI wajib minyak goreng sawit yang difortifikasi dengan vitamin A pada tahun 2018. Dari sampling dan pengujian laboratorium terhadap 169 sampel minyak goreng sawit yang beredar diketahui 18 (10,65%) sampel minyak goreng sawit tidak memenuhi syarat (Bil Peroksida).
Aksi Nasional PJAS Aksi Nasional PJAS telah berhasil meningkatkan persentase PJAS yang memenuhi syarat keamanan pangan, dimana dalam kurun waktu 4 tahun, dari sekitar 56% pada tahun 2010 menjadi lebih dari 76% pada akhir tahun 2014.
104
Pengawasan PJAS dilakukan melalui pengambilan sampel dan pengujian laboratorium terhadap adanya cemaran kimia serta cemaran mikrobiologi. Cemaran kimia pada PJAS meliputi Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang digunakan dalam jumlah melebihi takaran aman serta penyalahgunaan bahan kimia berbahaya seperti formalin, boraks, pewarna tekstil. Setelah pelaksanaan AN PJAS, persentase TMS akibat cemaran kimia mengalami penurunan yang berarti. Hal ini ditunjukkan dengan turunnya persentase PJAS tercemar bahan berbahaya dari 18% pada tahun 2010 menjadi 9% pada tahun 2014. Penggunaan BTP yang melebihi takaran pada PJAS juga menurun, dari 23% pada tahun 2010 menjadi 16% pada tahun 2014. 90,00%
76,11%
Persentase
75,00% 60,00%
80,79%
76,18%
64,54%
55,52% 44,48%
45,00%
35,46%
30,00%
23,89%
23,82%
19,21%
15,00% 0,00% 2010
2011
2012 MS
2013
2014
TMS
Persentase TMS
Gambar 4.42 Tren hasil pengawasan PJAS tahun 2010-2014
Gambar 4.43 Tren Persentase Penyumbang PJAS Tidak Memenuhi Syarat Namun demikian, cemaran mikrobiologi pada PJAS masih menjadi tantangan. Meskipun beberapa upaya telah dilaksanakan untuk meningkatkan praktek higiene dan sanitasi di sepanjang rantai PJAS.
105
Parameter uji mikrobiologi yang berkontribusi paling besar dalam menyebabkan sampel Tidak Memenuhi Syarat (TMS) adalah Angka Lempeng Total (ALT), MPN Coliform, dan Angka Kapang Khamir (AKK).
Gambar 4.44 Parameter Mikrobiologi dan Jenis PJAS Penyumbang TMS Terbesar Dari ketiga parameter di atas, secara umum dapat disimpulkan bahwa selama kurun waktu 2010-2014, diketahui bahwa cemaran mikrobiologi paling banyak ditemukan pada produk es, minuman berwarna, dan sirup, yang diduga disebabkan rendahnya praktek higiene dan sanitasi di sepanjang rantai suplai es dan minuman berwarna dan sirup. Dari hasil pengujian PJAS tahun 2015 yang berasal dari 4 sampel jenis pangan paling bermasalah selama kurun waktu 2010-2014, telah diambil sebanyak 526 sampel dengan hasil pengujian 279 sampel (53%) Memenuhi Syarat (MS) dan 247 sampel (47%) Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dengan sebaran sebagai berikut:
Gambar 4.45 Jenis PJAS dengan TMS Paling Tinggi Tahun 2015 Secara umum, dari grafik di atas terlihat bahwa saat ini permasalahan terbesar masih didominasi oleh produk minuman berwarna dan syrup serta produk Es, dengan hasil uji kualitas mikrobiologi tidak memenuhi syarat (Angka Kapang Khamir, Angka Lempeng Total, dan MPN Coliform) dan penggunaan Siklamat melebihi batas maksimal. Secara rinci
106
dapat disimak pada grafik berikut :
Gambar 4.46 Analisis Pareto Parameter Uji Paling Tinggi TMS dari PJAS Tahun 2015
Setelah program AN-PJAS tahun 2010-2014 selesai, Badan POM akan terus mengawal pelaksanaan AN PJAS pada tahun 2015-2019. Fasilitator Keamanan Pangan Sekolah akan terus ditingkatkan kualitas dan kuantitasnya, melalui kegiatan Pemberdayaan Masyarakat di bidang keamanan pangan dan Promosi keamanan pangan. Setelah program AN-PJAS tahun 2010-2014 selesai, Badan POM akan terus mengawal pelaksanaan AN PJAS pada tahun 2015-2019. Fasilitator Keamanan Pangan Sekolah akan terus ditingkatkan kualitas dan kuantitasnya, melalui kegiatan Pemberdayaan Masyarakat di bidang keamanan pangan dan Promosi keamanan pangan.
Pemeriksaan Sarana Produksi dan Distribusi Di tingkat produksi pangan, pada tahun 2015 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 4.185 sarana industri yang terdiri atas 1.759 industri pangan MD dan 2.426 industri rumah tangga pangan (IRTP) yang sudah memiliki nomor pendaftaran PIRT. Pemeriksaan sarana produksi ini difokuskan pada penerapan Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB) dan kepatuhan terhadap perundang-undangan, misal: produk pangan yang diproduksi telah memiliki surat persetujuan pendaftaran.
2.000 1.555 1.600 1.200
1.032 871
727
800 400 0 MD
IRT-P MK
TMK
Gambar 4.47 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan Tahun 2015
107
Hasil pemeriksaan sarana industri pangan MD memperlihatkan bahwa 1.032 sarana (58,67%) sudah menerapkan CPPOB, sedangkan 727 sarana (41,33%) belum menerapkan CPPOB secara konsisten. Jumlah sarana industri pangan MD yang tidak aktif berproduksi/tutup/menolak untuk diperiksa sebanyak 152 sarana industri. Penyebab utama industri pangan MD yang dinilai belum menerapkan CPPOB dalam aspek higiene perorangan; sanitasi; pengelolaan lingkungan seperti pembuangan sampah, fasilitas pabrik dan kebersihan, fasilitas produksi belum terbebas dari binatang serangga dan lain-lain, peralatan dan suplai air bersih. Terhadap hasil pemeriksaan yang belum menerapkan CPPOB tersebut telah dilakukan tindak lanjut berupa teguran, peringatan dan pembinaan. Hasil pemeriksaan IRTP diketahui bahwa 871 (35,90%) sarana telah menerapkan CPPOB untuk IRTP, 1.555 (64,10%) sarana belum menerapkan CPPOB untuk IRTP. Jumlah sarana IRTP tidak aktif berproduksi/tutup/menolak untuk diperiksa sebanyak 194 sarana. Penyebab utama kekurangan pada sarana IRTP adalah rendahnya pengetahuan, kemampuan dan kesadaran pengelolaan lingkungan seperti pembuangan sampah dan kebersihan, higiene perorangan, fasilitas produksi belum bebas dari serangga, tikus dan lain-lain, fasilitas peralatan dan suplai air. Terhadap sarana yang kurang tersebut, telah dilakukan tindak lanjut berupa teguran, peringatan dan pembinaan khusus, dengan melibatkan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Menyadari pentingnya peran IRTP dalam perekonomian rakyat dengan penyerapan tenaga kerja cukup besar, maka masalah peningkatan mutu produksi perlu ditangani secara sungguh-sungguh terutama oleh Pemerintah Daerah sebagai penanggung jawab langsung. Badan POM akan mendorong dan memfasilitasi program peningkatan keamanan dan mutu produk pangan IRT-P secara sistematik dan terus menerus, dan bekerja sama dengan Pemerintah Daerah. Pada tahun 2015 Badan POM memiliki program untuk meningkatkan daya saing UMKM/IRTP ini, yaitu melalui:
108
Bimbingan teknis terkait implementasi regulasi mutu dan keamanan pangan di 12 propinsi (DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bengkulu, Kupang, Tangerang, Kendari, Jawa Timur, Palu, Palangkaraya, Bangka-Belitung, Papua) Bimbingan teknis terkait penerapan sistem jaminan halal bekerja sama dengan LPPOM MUI Penyebaran informasi, misal: modul terkait mutu dan keamanan pangan untuk UMKM Fasilitasi pemberian sertifikat halal bagi 300 sarana UMKM yang telah memiliki nomor PIRT dan sudah menerapkan CPPOB.
Di tingkat ritel pangan, pada tahun 2015 telah dilakukan pemeriksaan secara rutin terhadap 10.309 sarana ritel pangan, dengan hasil 6.402 sarana MK dan 3.907 sarana TMK dalam penerapan Cara Ritel Pangan yang Baik (CRPB). Penyebab TMK antara lain sarana menjual : produk tidak terdaftar (Tanpa Ijin Edar), produk dengan label TMK, produk kadaluwarsa, produk rusak, bahan berbahaya, dan produk tidak memenuhi syarat lainnya, misalnya penempatan produk babi tidak terpisah (tanpa diberi keterangan), produk pangan bercampur dengan produk non pangan (misal Obat Nyamuk, detergen dan lain lain).
12.000
10,309
10.000 8.000
6,402
6.000
3,907
4.000 2.000 JUMLAH
MK
TMK
Gambar 4.48 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Distribusi Produk Pangan Tahun 2015
Dari hasil pemeriksaan tersebut diketahui satu sarana dapat melakukan beberapa jenis pelanggaran. Terhadap pelanggaran tersebut dilakukan tindak lanjut antara lain: penarikan dan pemusnahan produk, peringatan, pro-justisia, pengembalian produk dan pembinaan. Sehubungan dengan itu, sampai dengan tahun 2015 Badan POM telah melatih 3.290 orang tenaga penyuluh keamanan pangan (PKP), yang terdiri atas 1.484 petugas dari Badan POM dan Balai Besar/Balai POM dan 1.806 petugas dari Pemda (Dinas Kesehatan Kab/Kota, Puskesmas, Pemda, Pemprov, Perguruan Tinggi, Disperindag, Deptan, BKP dan lain-lain). Selain itu, Badan POM juga telah melatih sebanyak 2.783 petugas tenaga Pengawas Pangan Kab/Kota (Distric Food Inspector/ DFI), yang terdiri atas 1.225 petugas dari Badan POM dan Balai Besar/Balai POM dan 1.558 petugas dari Pemda (Dinas Kesehatan Kab/Kota, Dinas Kelautan dan Perikanan).
Tabel 4.8 Distribusi Tenaga Penyuluh Keamanan Pangan (PKP) dan District Food Inspector (DFI) Per Propinsi Tahun 2003-2015 NO
PROPINSI
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Nangroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep Riau Jambi Sumatera Selatan Kep Bangka Belitung Bengkulu
PKP
DFI
Badan POM
PEMDA
70 49 60 78 62 66 47 73 19
98 165 57 85 60 67 39 69 23
Badan POM 49 39 49 63 64 23 16 27 13
PEMDA 50 56 65 34 67 56 39 35 23
109
NO 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
PKP
PROPINSI
Badan POM
Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Kalimantan Barat Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Gorontalo Maluku Utara Maluku Papua Irian Jaya Barat JUMLAH TOTAL
PEMDA
Badan POM
PEMDA
23 60 70 25 54 28 37 29 41 41 41 18 58 35 35 4 52 46 10 10 34 19 56 56 1225
56 67 75 65 55 58 56 45 49 49 67 46 55 61 50 0 50 46 21 21 21 20 50 50 1.558
41 40 27 55 57 45 64 68 59 60 28 52 39 49 35 50 39 45 39 49 35 50 39 45 45 65 49 46 19 44 18 61 60 50 25 55 52 51 45 21 18 21 18 20 71 56 38 45 1484 1.806 3.290
2.500 2.000
DFI
1.806
2.783
1.558
1.484 1.225
1.500 1.000 500 0 PKP Badan POM
DFI PEMDA
Gambar 4.49 Profil Tenaga Penyuluhan Keamanan Pangan dan Distric Food Inspector sampai dengan Tahun 2015
110
60.000 51.062
Jumlah IRTP
Sampai dengan tahun 2015, telah terdata di Badan POM RI 51.062 Industri Rumah Tangga-Pangan (IRT-P). Dari jumlah tersebut, yang sudah mengikuti Penyuluhan Keamanan Pangan sebanyak 41.056 sarana, 33.450 (81,47%) sarana diantaranya telah memperoleh Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT).
41.056 40.000
33.450 (81,47%)
20.000
0 IRTP di Indonesia
mengikuti memperoleh PKP sertifikat
Sementara itu dalam pelaksanaan Gambar 4.50 IRTP yang Mengikuti Penyuluhan program Piagam Bintang Keamanan Keamanan Pangan sampai dengan Tahun 2015 Pangan (PBKP), sampai tahun 2015 Badan POM telah melakukan audit dan memberikan persetujuan untuk pemberian Piagam Bintang Satu Keamanan Pangan (PB1KP) kepada 780 industri pangan, tetapi 134 sudah dicabut sehingga tersisa 646 industri pangan. Piagam Bintang Dua Keamanan Pangan (PB2KP) diberikan kepada 41 industri pangan dan Piagam Bintang Tiga Keamanan Pangan (PB3KP) diberikan kepada 10 industri pangan, sedangkan untuk PBKP untuk kantin sekolah telah diberikan kepada 175 sekolah. PBKP merupakan sistem sukarela yang ditujukan bagi industri pangan untuk mendorong industri pangan menerapkan keamanan pangan dan sebagai pengakuan atas upaya penerapan keamanan pangan.PB1KP merupakan implementasi pengetahuan keamanan pangan dasar secara konsisten, PB2KP merupakan implementasi Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) dengan mengembangkan dan menerapkan prosedur dan lembar kerja secara konsisten, sedangkan PB3KP merupakan implementasi Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) secara konsisten.
Intensifikasi Pengawasan Pangan Menjelang Idul Fitri 2015, Natal 2015 dan Tahun Baru 2015 Dalam rangka melindungi kesehatan masyarakat dan menerapkan tindakan kehati-hatian terhadap kemungkinan peredaran pangan olahan yang tidak memenuhi syarat keamanan, mutu, gizi dan label serta produk Tanpa Ijin Edar (TIE), menjelang bulan suci Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri 1436 H, Badan POM melakukan intensifikasi pengawasan pangan di sarana distribusi toko, supermarket, hypermarket, dan pasar tradisional serta para penjual jajanan buka puasa. Target pengawasan untuk pangan olahan adalah pangan TIE, pangan kadaluarsa, pangan dalam kondisi rusak (penyok, kaleng berkarat, dan lain-lain) dan pangan tidak memenuhi ketentuan label(TMK label). Kegiatan Intensifikasi ini dilakukan oleh seluruh Balai Besar/Balai POM di Indonesia dan bekerjasama dengan lintas sektor, assosiasi maupun pemberdayaan masyarakat. Pengawasan menjelang Idul Fitri tahun 2015 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 4.911 sarana distribusi pangan, 1.912 (38,93%) sarana distribusi ditemukan tidak memenuhi
111
ketentuan (TMK) karena menjual produk pangan rusak, pangan kadaluarsa, dan pangan TIE. Dari hasil intensifikasi pengawasan pangan yang dicurigai pada sarana distribusi tersebut, ditemukan 6.091 item (546.166 kemasan) pangan tidak memenuhi syarat (TMS). Dari sisi nilai ekonomi, temuan produk pangan TMS tersebut diperkirakan mencapai Rp28.566.596.000,00 (dua puluh delapan miliar lima ratus enam puluh enam juta lima ratus sembilan puluh enam ribu rupiah) dengan rincian sebagai berikut:
Produk Pangan Rusak Kedaluwarsa Tanpa Ijin Edar (TIE) Total
Jumlah (Kemasan) Dalam Di Luar Parcel Parcel 11 38.437 6 139.152 305 368.272 322 545.844
Nilai Ekonomi (Rp) 1.537.480.000 5.566.080.000 21.463.036.000 28.566.596.000
Catatan : Estimasi nilai ekonomis berdasarkan harga sampel yaitu Rp. 40.000/sampel
Sedangkan Pengawasan menjelang Natal tahun 2015 dan Tahun Baru 2016 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 3.751 sarana distribusi pangan, dengan hasil 1.400 (37,32%) sarana distribusi ditemukan TMK karena menjual produk pangan rusak, pangan kadaluarsa, pangan TIE dan pangan TMK label. Dari hasil intensifikasi pengawasan pangan yang dicurigai pada sarana distribusi tersebut, ditemukan 5.352 item (165.332 kemasan) pangan yang tidak memenuhi ketentuan. Dari sisi nilai ekonomi, temuan produk pangan TMS tersebut diperkirakan mencapai Rp9.411.020.000,00 (Sembilan milyar empat ratus sebelas juta dua puluh ribu rupiah) dengan rincian :
Produk Pangan Rusak Kedaluwarsa Tanpa Ijin Edar (TIE) Total
Jumlah (Kemasan) Dalam Di luar Parcel Parcel 0 12.699 40 86.346 0 66.247 40 165.292
Nilai Ekonomi (Rp) 507.960.000 3.455.440.000 5.447.620.000 9.411.020.000
Catatan : Estimasi nilai ekonomis berdasarkan harga sampel yaitu Rp. 40.000/sampel
Bagi pelaku usaha yang terbukti melakukan pelanggaran, Badan POM telah dan terus melakukan beberapa tindakan, antara lain berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk melakukan pembinaan terhadap industri kecil dan rumah tangga, serta penegakan hukum berupa pemberian sanksi administratif yaitu peringatan, perintah pemusnahan produk dan lain-lain dan jika perlu dilanjutkan pro-justisia terhadap pelaku usaha yang mengedarkan produk pangan ilegal.
112
Selain melakukan pengawasan di sarana ritel pangan, Badan POM melalui Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia juga meningkatkan pengawasan terhadap pangan jajanan selama bulan Ramadhan. Pengambilan sampel dilakukan pada para penjaja pangan jajanan buka puasa di pasar tradisional, toko, swalayan dan tempattempat yang khusus menjual pangan buka puasa. Dari hasil pengujian 8.617 sampel, terdapat 812 (9,42 %) sampel tidak memenuhi syarat.
8.617
7.805
812 Jumlah
MK
TMK
Gambar 4.51 Profil Hasil Pengujian Pangan Jajanan Buka Puasa Tahun 2015
Jenis pangan yang diuji pada pengawasan Pangan Jajanan Buka Puasa meliputi bakso (sebelum diseduh/disajikan), jelly,agar-agar atau produk gel lainnya, es (es cendol, es campur, dan sejenisnya), bubur (kolak, bubur ketan hitam, bubur kacang hijau, bubur kolang kaling, dll), mie (disajikan/siap dikonsumsi), bakso, minuman berwarna dan sirup, kudapan (makanan gorengan seperti bakwan, tahu goreng, batagor, empek-empek, lontong, dll), makanan ringan (kerupuk, keripik, dan sejenisnya), lauk pauk (sambal plecing, sate, ikan goreng, dan sejenisnya) dengan rincian sebagai berikut : 4.500
4.082
4.000 3.500 3.000
Total sampel
2.500 2.000
1.363
1.500 1.000 500 -
TMS
221
461
801
644 144
127
471 121
87
450 67
23
167 16
178
6
Gambar 4.52 Jenis Pangan yang Diuji pada Pengawasan Pangan Jajanan Buka Puasa Tahun 2015
Temuan pada pangan jajanan buka puasa yaitu penggunaan bahan tambahan yang dilarang digunakan untuk pangan meliputi Formalin, Boraks, pewarna yang dilarang (Rhodamin B, Methanyl yellow). Bahan Tambahan yang Dilarang Digunakan untuk Pangan (Boraks, Formalin dan pewarna yang dilarang seperti Rhodamin Bdan Methanyl yellow). Hasil pengujian menunjukkan bahwa dari 3.776 sampel yang diuji formalin, 227 sampel (6,01%)
113
positif mengandung formalin dan dari 4635 sampel yang diuji boraks, 170 sampel (3,67%) positif mengandung boraks. Pengujian terhadap parameter pewarna yang dilarang Rhodamin B menunjukkan bahwa dari 3077 sampel yang diuji Rhodamin B, 334 sampel (10,85%) diantaranya positif mengandung Rhodamin B. Sedangkan untuk pengujian terhadap parameter pewarna dilarang Methanyl yellow dari 1850 sampel yang diuji, 6 sampel (0,32%) diantaranya positif mengandung Methanyl yellow. Tabel 4.9 Hasil Pengujian Bahan Tambahan yang Dilarang Digunakan Pada Pangan Tahun 2015 Bahan tambahan yang dilarang Formalin
Jumlah sampel
TMS (sampel)
3.776
227 (6,01%)
Boraks
4.635
170 (3,67%)
Rhodamin B
3.077
334 (10,85%)
Methanyl Yellow
1.850
6 (0,32%)
Jenis Pangan TMS Bakso Kepiting, Cincau, Ikan, Cumi Asin, Mie, Kolang Kaling, Tahu, Teri, Ayam, Sosis, Siomay Cincau, Candil Merah, Rumput laut, Dawet, Bakwan, Bakso, Batagor, Siiomay, Kerupuk, Rengginang, Lontong, Empek-empek, Mie, Arem-arem, Otak-otak, Tahu Kerupuk, Agar-agar, Es Delima, Es Cendol, Es Sirup Merah, Kue Ku, Kue Lapis, Kue Mutiara, Pacar Cina, Terasi, Dodol, Wajik, Bolu Merah, Ampyang, Gulali, Putu Mayang Cendol, Pacar Cina, Srundeng
Terhadap temuan tersebut dilakukan tindak lanjut berupa koordinasi dengan Dinas terkait setempat untuk melakukan pembinaan kepada produsen pangan jajanan buka puasa yang melakukan pelanggaran.
Sertifikasi Pangan, Non Pangan dan Kemasan Pangan Kegiatan sertifikasi produk pangan terdiri atas penerbitan Surat Keterangan Impor (SKI) dan Surat Keterangan Ekspor (SKE). SKI diterbitkan melalui sistem National Single Window (NSW) terhadap pemasukan bahan baku dan bahan tambahan pangan (BTP) untuk keperluan industri serta pangan olahan terdaftar yang telah memenuhi persyaratan. SKE diterbitkan dalam bentuk Sertifikat Kesehatan (Health Certificate) dan Sertifikat Bebas Menjual (Certificate of Free Sale). Kegiatan sertifikasi sarana dilakukan dengan menerbitkan Surat Keterangan Higiene dan Sanitasi. Dalam rangka ikut mendorong ekspor produk pangan, selama tahun 2015 Badan POM telah mengeluarkan 12.161 SKE untuk 26.778 item produk yang diekspor. Berikut ini 10 jenis
114
pangan yang paling banyak diekspor dan 10 negara tujuan ekspor dengan nilai ekspor tertinggi. Negara Tujuan Malaysia
Nilai Value Ekspor US $ 1,548,104,603.29
China
US $
479,220,383.87
Sri Lanka Brunei Darussalam Nigeria Myanmar Vietnam USA Philippines Uni Emirat Arab
US $ US $ US $ US $ US $ US $ US $ US $
131,017,324.37 98,367,529.24 70,861,228.14 48,251,807.70 31,001,170.01 30,477,885.39 25,536,557.73 22,611,260.64
Jenis Produk biskuit / wafer minyak dan hasil olahannya btp (penguat rasa) mie instan cokelat dan olahannya es krim permen minuman teh btp (perisa) minuman serbuk kopi
Total 2.992 1.834 1.372 1.185 538 536 435 427 419 412
Badan POM telah mengeluarkan 36.265 SKI untuk 93.658 item produk, meliputi 15.031 SKI untuk 21.745 item bahan baku,8.673 SKI untuk 22.230 item BTP, dan 9.196 SKI untuk 43.793 item pangan olahan serta 3.365 SKI untuk 5.890 item produk NOM (Non Obat dan Makanan. Sesuai dengan Peraturan Kepala Badan POM Nomor 11 Tahun 2014 tentang Tata Cara Sertifikasi Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB), dinyatakan bahwa pangan olahan yang diproduksi dan diedarkan diwilayah Indonesia wajib memenuhi persyaratan keamanan pangan. Sertifikat CPPOB berlaku dalam 5 (lima) tahun sepanjang sarana produksi tersebut masih berproduksi dan memenuhi persyaratan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pada tahun 2015 telah dilakukan audit terhadap 24 sarana produksi yang mengajukan Sertifikasi CPPOB dan diterbitkan 54 sertifikat CPPOB untuk 21 sarana. Hal ini karena penerbitan sertifikat CPPOB berdasarkan jenis pangan yang diproduksi oleh sarana sehingga 1 sarana bisa diterbitkan lebih dari 1 sertifikat. Berdasarkan timelinenya, sebanyak 54 sertifikat (100,00%) telah diselesaikan tepat waktu. Badan POM juga telah menerbitkan 129 surat keterangan hygiene dan sanitasi untuk 22 sarana produksi pangan, dengan rincian 15 sarana produksi memperoleh nilai A (masa berlaku sertifikat 12 bulan), 7 sarana produksi memperoleh nilai B (masa berlaku sertifikat 6 bulan). Wewenang penerbitan SKI dan SKE selain di Badan POM, juga telah didelegasikan ke 22 Balai Besar/ Balai POM. Dari 22 Balai Besar/ Balai POM tersebut, sejumlah 11 atau 50% Balai Besar/ Balai POM yang telah melakukan pelayanan penerbitan SKI/ SKE pada tahun 2015 dengan jumlah 4.731 SKE dan 8.041 SKI untuk 15.369 item produk dengan rincian 7.844 item produk jadi, 6.068 item bahan baku dan 1.457 item BTP.
115
Tabel 4.10 Penerbitan SKI/SKE di 12 Balai Besar/Balai POM Tahun 2015
No
Balai Besar/Balai POM
Jenis Surat SKE
SKI
Pangan
Jenis Produk (Impor) Non BB BTP NOM Pangan 0 0 0 0
Total
1
B. Aceh
0
0
0
0
2
Medan
218
1.218
3.551
288
274
53
61
4.227
3
Pekanbaru
1
16
44
0
0
0
1
45
4
B. Lampung
192
77
8
86
8
6
16
124
5
Palembang
3
5
0
2
0
1
1
4
6
Padang
0
0
0
0
0
0
0
0
7
Bandung
605
0
0
0
0
0
0
0
8
Semarang
1.487
1.708
434
1.448
264
13
45
2.204
9
Yogyakarta
0
1
0
1
0
0
0
1
10
Surabaya
1.904
4.867
2.560
4.133
853
249
533
8.328
11
Denpasar
6
57
263
53
2
0
0
318
12
Pontianak
0
0
0
0
0
0
0
0
13
Banjarmasin
0
6
0
6
0
0
0
6
14
Samarinda
0
0
0
0
0
0
0
0
15
Manado
43
10
0
8
3
0
0
11
16
Makassar
94
71
0
42
49
5
0
96
17
Bengkulu
0
0
0
0
0
0
0
0
18
Jambi
0
0
0
0
0
0
0
0
19
Palu
0
0
0
0
0
0
0
0
20
Kendari
0
0
0
0
0
0
0
0
21
Batam
178
5
0
1
4
0
0
5
total
4.731
8.041
6.860
6.068
1.457
327
657
15.369
Badan POM berwenang mengeluarkan Surat Rekomendasi Pemasukan Produk Pangan Olahan Hewan. Pada tahun 2012 telah dikeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 24/M-Dag/Per/9/2012 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Hewan dan Produk Hewan. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa untuk mendapatkan persetujuan impor, perusahaan yang akan melakukan impor hewan dan/atau produk hewan harus mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri, dalam hal ini Direktur Jenderal dengan melampirkan persyaratan yang salah satunya yaitu rekomendasi dari Kepala Badan POM atau pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Badan POM untuk impor produk hewan olahan. Selama tahun 2015 Badan POM telah mengeluarkan 829 surat Rekomendasi Pemasukan Pangan Olahan Asal Hewan. Pada tahun 2012 dikeluarkan Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia No.03/PERMENTAN/OT.140/1/2012 tentang Rekomendasi Impor Produk Holtikultura. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa untuk mendapatkan Rekomendasi Impor Produk Holtikultura (RIPH), setiap orang yang mengajukan harus memenuhi persyaratan administrasi dan persyaratan teknis. Salah satu persyaratan administrasi adalah Surat
116
Persetujuan Pemasukan dari Badan POM untuk pangan olahan holtikultura. Selama tahun 2015 Badan POM telah mengeluarkan 97 surat Rekomendasi Pemasukan Produk Holtikultura Olahan untuk 26 perusahaan. Dalam rangka penerbitan persetujuan pencantuman tulisan halal pada label, pada tahun 2015 Badan POM telah melakukan audit terhadap 214 sarana produksi. Dari hasil audit dinyatakan bahwa 9.356 produk pangan memperoleh persetujuan pencantuman tulisan HALAL pada label. Sejalan dengan hal tersebut, dalam rangka pengawasan produk berlabel halal, pada tahun 2015 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 11.243 produk berlabel halal, 693 (6,16%) produk diantaranya tidak memenuhi ketentuan.
Kejadian Luar Biasa (KLB) Keracunan Pangan Selama tahun 2015 Badan POM telah 10.000 8.263 mencatat 61 kejadian luar biasa (KLB) 8.000 keracunan pangan yang berasal dari 34 Propinsi. Dilaporkan jumlah orang yang 6.000 terpapar sebanyak 8.263 orang, 4.000 sedangkan kasus KLB keracunan pangan 2.251 2.000 (case) yang dilaporkan sebanyak 2.251 3 orang sakit dan 3 orang meninggal dunia. 0 Terpapar Sakit Meninggal Berdasarkan data tersebut diketahui nilai dunia Attack Rate (AR) sebesar 42,5% dan Case Gambar 4.53 Profil Kejadian dan Kasus Fatality Rate (CFR) sebesar 0,63%. Attack KLB Keracunan PanganTahun 2015 Rate merupakan jumlah kasus pada periode KLB dibagi dengan jumlah yang mengkonsumsi dikalikan 100. Case Fatality Rate merupakan jumlah korban meninggal dibagi jumlah kasus selama periode KLB dikali dengan 100. Adapun nilai Incident Rate (IR) sebesar 0.95 Nilai IR dihitung dengan rumus jumlah kasus dibagi jumlah penduduk dikali 100.000. Nilai CFR maupun IR menunjukkan angka yang kecil. Namun, angka CFR dan IR ini tidak selalu menggambarkan kondisi yang sebenarnya terjadi. Kasus KLB keracunan pangan merupakan fenomena gunung es, dimana tidak semua kasus atau kejadian terlaporkan. WHO menyebutkan bahwa setiap satu kasus yang berkaitan dengan KLB keracunan pangan di suatu negara berkembang, maka paling tidak terdapat 99 kasus lain yang tidak dilaporkan. KLB keracunan pangan dapat terjadi akibat kontaminasi mikroba patogen atau bahan kimia berbahaya seperti toksin alami, pestisida, logam berat, dan lain-lain. Penyebab KLB Keracunan Pangan dapat digolongkan sebagai confirm ataupun suspect. Dikatakan confirm apabila hipotesa etiologi KLB keracunan pangan berdasarkan data epidemiologi terkonfirmasi atau dapat dipastikan melalui pengujian di laboratorium, sedangkan suspect bila etiologi KLB keracunan pangan berdasarkan data epidemiologi namun tidak bisa dikonfirmasi di laboratorium.
117
Ditinjau dari segi etiologi, penyebab KLB Keracunan Pangan adalah mikroba (confirmed) sebanyak 1 (1,64%) kejadian, mikroba (suspect) sebanyak 26 (42,62%) kejadian. Sedangkan KLB Keracunan Pangan oleh yang disebabkan cemaran kimia (suspect) sebanyak 7 (11,48%) kejadian, tidak diketahui sebanyak 27 (44,26%) kejadian. Tidak ada kejadian KLB Keracunan Pangan dengan etiologi kimia (confirmed).
44,26% 11,48%
42,62%
1,64%
Mikroba (confirm)
Mikroba (suspect)
Kimia (suspect)
Tidak diketahui
Gambar 4.54 Penyebab KLB Keracunan Pangan Tahun 2015 Salah satu permasalahan dalam penanggulangan dan investigasi KLB keracunan pangan adalah tidak diketahuinya penyebab KLB keracunan pangan. Hal tersebut disebabkan karena data epidemiologi yang diperoleh dari lapangan tidak lengkap, sampel tidak representatif, hasil pengujian sampel negatif atau salah menetapkan hipotesis. Kelengkapan data epidemiologi setiap korban terutama waktu paparan, gejala menonjol, gejala menyertai, gejala spesifik, masa inkubasi dan pangan yang dikonsumsi sangat diperlukan untuk menentukan hipotesa penyebab KLB keracunan pangan.
Tabel 4.11 Profil Agent Etiology KLB Keracunan Pangan Tahun 2015
Confirm Bacillus cereus
Mikroba Jumlah Suspect 1 Bacillus cereus Eschericia coli Staphylococcus aureus Salmonella typhi Salmonella sp Clostridium perfringens Mikroba lainnya
3
Kimia Suspect Histamin Kadmium, Sianida, Arsenik, Timbal, Seng, Tembaga Toksin jamur
1
Nitrit
1
1 1
Kimia lainnya
1
Jumlah 8 5
Jumlah 3 1 1
7
Penyebab KLB keracunan pangan sangat penting diketahui untuk menetapkan tindakan penanggulangan yang tepat agar dapat mencegah KLB keracunan pangan serupa tidak terulang lagi di waktu yang akan datang. Oleh sebab itu, faktor-faktor yang menyebabkan tidak terungkapnya penyebab KLB keracunan pangan harus dapat diatasi melalui peningkatan kapasitas petugas untuk penyelidikan KLB keracunan pangan serta perbaikan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk penyelidikan dan pengujian sampel KLB keracunan pangan.
118
Pangan yang dikonsumsi dapat menjadi media pembawa mikroba atau bahan kimia berbahaya yang dapat menyebabkan KLB Keracunan Pangan. Jenis pangan penyebab KLB Keracunan Pangan tahun 2015 adalah masakan rumah tangga sebanyak 25 kejadian (40,98%), pangan jajanan sebanyak 14 kejadian (22,95%), pangan jasa boga sebanyak 13 kejadian (21,31%), dan pangan olahan sebanyak 9 kejadian (14,75%).
14,75% 40,98%
21,31% 22,95%
Masakan Rumah Tangga
Pangan Jajanan
Jasa Boga
Pangan Olahan
Gambar 4.55 Profil Asal Pangan Penyebab KLB Keracunan Pangan Tahun 2015 Meskipun data belum tentu menunjukkan bahwa KLB keracunan pangan sebagian besar terjadi akibat pangan rumah tangga, akan tetapi hal tersebut dapat mengindikasikan bahwa masyarakat masih belum memahami dan menerapkan praktek-praktek keamanan pangan, sehingga promosi dan penyuluhan keamanan pangan kepada masyarakat umum (konsumen) dan produsen menjadi hal penting. Tabel berikut ini memperlihatkan bahwa frekuensi KLB keracunan pangan banyak dilaporkan oleh Balai Besar POM di Bandung sebanyak 12 kejadian (19,67%), diikuti Balai Besar POM di Semarang dan Balai Besar POM di Surabaya masing-masing sebanyak 6 kejadian (9,84%). Tabel 4.12 Frekuensi KLB Keracunan Pangan Berdasarkan Laporan Balai Besar/Balai POM Tahun 2015 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Balai Besar/ Balai POM Aceh Medan Padang Pekanbaru Jambi Palembang Bengkulu Lampung Pangkal Pinang Batam DKI Jakarta Bandung Semarang DIY Yogyakarta Surabaya Serang Denpasar Mataram
Frekuensi
%
2 0 1 0 0 1 0 0 1 1 0 12 6 5 6 3 3 5
3,28 0,00 1,64 0,00 0,00 1,64 0,00 0,00 1,64 1,64 0,00 19,67 9,84 8,20 9,84 4,92 4,92 8,20
119
No
Balai Besar/ Balai POM
Frekuensi
%
19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Kupang Pontianak Palangkaraya Banjarmasin Samarinda Manado Palu Makassar Kendari Gorontalo Ambon Manokwari
3 0 1 5 3 0 0 3 0 0 0 0
4,92 0,00 1,64 8,20 4,92 0,00 0,00 4,92 0,00 0,00 0,00 0,00
31
Jayapura
0
0,00
JUMLAH
61
100,00
Selanjutnya, tabel dibawah memperlihatkan bahwa frekuensi KLB keracunan pangan yang dilaporkan oleh Balai Besar/balai POM terjadi sepanjang tahun dengan frekuensi tertinggi pada bulan Maret 2015. Tabel 4.13 Frekuensi KLB Keracunan Pangan Berdasarkan Bulan Kejadian Tahun 2015 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Nama Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember JUMLAH
Frekuensi 5 6 10 5 7 4 1 2 2 7 3 9 61
% 8,20 9,84 16,39 8,20 11,48 6,56 1,64 3,28 3,28 11,48 4,92 14,75 100,00
Berdasarkan tempat/ lokasi/locus KLB Keracunan Pangan, pada tabel di bawah ini terlihat bahwa tempat tinggal menduduki urutan pertama, disusul lembaga pendidikan.
120
Tabel 4.14 Lokasi/Tempat Kejadian KLB Keracunan Pangan Tahun 2015 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
TEMPAT/ LOKASI Tempat Tinggal Lembaga Pendidikan Kantor/Pabrik Tempat Terbuka Asrama/Pesantren Hotel Masjid Panti Asuhan Restoran Gedung Pertemuan JUMLAH
KEJADIAN
%
20 17 8 7 4 1 1 1 1 1 61
32,79 27,87 13,11 11,48 6,56 1,64 1,64 1,64 1,64 1,64 100,00
KLB keracunan pangan di rumah tinggal pada umumnya terjadi pada saat pesta keluarga seperti peristiwa pernikahan, khitanan, aqiqah, tahlilan, dan lain-lain. Pada acara tersebut biasanya makanan yang disajikan dikelola sendiri oleh rumah tangga itu sendiri dengan dibantu para tetangga. Makanan tersebut dikelola dalam jumlah banyak tanpa cara pengolahan pangan yang baik, sesuai dengan prinsip-prinsip keamanan pangan. Suhu dan waktu pengolahan yang tidak tepat merupakan faktor risiko yang paling sering menyebabkan keracunan pangan di rumah tangga. Oleh karena itu penyuluhan terhadap masyarakat mengenai pengelolaan pangan pada saat pesta atau hajatan perlu diberikan agar kejadian serupa tidak terulang kembali di waktu yangakan datang. KLB keracunan pangan di Sekolah Dasar pada umumnya disebabkan oleh pangan jajanan yang terkontaminasi bakteri patogen. Oleh karena itu pemberdayaan komunitas sekolah meliputi kepala sekolah, guru, siswa, orang tua siswa serta penjaja pangan jajanan perlu ditingkatkan agar dapat melakukan pengawasan pangan jajanan di sekolah secara mandiri dan optimal. KLB keracunan pangan di tempat ibadah terjadi pada waktu perayaan keagamaan, yang umumnya disebabkan oleh pangan jasa boga seperti nasi kotak atau nasi bungkus. Faktor risiko KLB ini samahalnya penyebab keracunan pangan akibat masakan rumah tangga yaitu suhu penyimpanan dan lamanya rentang waktu antara pengolahan dan konsumsi. Dari tabel dibawah dapat memperlihatkan bahwa jumlah kasus tertinggi KLB terjadi di Jawa Barat sebanyak 533 orang (23,68%) disusul berturut-turut D.I. Yogyakarta sebanyak 338 orang (15,02%) dan Jawa Timur sebanyak 208 orang (9,24%). Dilihat dari jumlah kematian, Jawa Tengah merupakan provinsi dengan jumlah kematian tinggi, yaitu sebanyak 2 orang (66,67%), disusul Nusa Tenggara Timur dengan jumlah sebanyak 1 orang (33,33%). Namun perlu diperhatikan bahwa angka ini sangat dipengaruhi oleh tingkat pelaporan KLB keracunan pangan di setiap propinsi dan kabupaten/kota.
121
Tabel 4.15 Profil Proporsi Angka Kesakitan dan Angka Kematian Pada Kasus KLB Keracunan Pangan Tahun 2015 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Periode Januari-Desember 2015 Frek. KLB Sakit Mati CFR IR NAD 2 44 0 0 0,98 Sumatera Utara 0 0 0 0 0,00 Sumatera Barat 1 11 0 0 0,23 Riau 0 0 0 0 0,00 Jambi 0 0 0 0 0,00 Sumatera Selatan 1 5 0 0 0,07 Bengkulu 0 0 0 0 0,00 Lampung 0 0 0 0 0,00 Kep. Bangka Belitung 1 22 0 0 1,80 Kep. Riau 1 29 0 0 1,73 D K I Jakarta 0 0 0 0 0,00 Jawa Barat 12 533 0 0 1,24 Jawa Tengah 6 202 2 0,99 0,62 D I Yogyakarta 5 338 0 0 9,78 Jawa Timur 6 208 0 0 0,56 Banten 3 98 0 0 0,92 Bali 3 128 0 0 3,29 Nusa Tenggara Barat 5 183 0 0 4,07 Nusa Tenggara Timur 3 80 1 1,25 1,71 Kalimantan Barat 0 0 0 0 0,00 Kalimantan Tengah 1 19 0 0 0,86 Kalimantan Selatan 5 176 0 0 4,85 Kalimantan Timur 3 83 0 0 2,34 Sulawesi Utara 0 0 0 0 0,00 Sulawesi Tengah 0 0 0 0 0,00 Sulawesi selatan 3 92 0 0 1,15 Sulawesi Barat 0 0 0 0 0,00 Sulawesi Tenggara 0 0 0 0 0,00 Gorontalo 0 0 0 0 0,00 Maluku 0 0 0 0 0,00 Maluku Utara 0 0 0 0 0,00 Irian Barat Jaya 0 0 0 0 0,00 Papua 0 0 0 0 0,00 JUMLAH 61 2251 3 2,24 0,95 Propinsi
Jumlah Penduduk 4.494.410 12.982.204 4.846.909 5.538.367 3.092.265 7.450.394 1.715.518 7.608.405 1.223.296 1.679.163 9.607.787 43.053.732 32.382.657 3.457.491 37.476.757 10.632.166 3.890.757 4.500.212 4.683.827 4.395.983 2.212.089 3.626.616 3.553.143 2.270.596 2.635.009 8.034.776 1.158.651 2.232.586 1.040.164 1.533.506 1.038.087 760.422 2.833.381 237.641.326
Agar penanganan KLB keracunan pangan dapat dilaksanakan secara maksimal, perlu optimalisasi pelaporan melalui event based surveillance. Badan POM telah melakukan integrasi pelaporan kasus keracunan dari Rumah Sakit maupun KLB keracunan pangan. Hal
122
ini dimaksudkan agar pelaporan KLB keracunan pangan dapat dilakukan lebih efektif dan efisien. Koordinasi lintas Kementerian/Lembaga perlu lebih ditingkatkan agar tercipta sinergisme aspek kesehatan masyarakat dan keamanan dalam penanganan KLB keracunan pangan.
Gerakan Keamanan Pangan Desa BPOM menginisiasi Gerakan Keamanan Pangan Desa (GKPD) sejak tahun 2014. Sampai dengan tahun 2015, telah diintervensi 390 desa di 31 provinsi dan menghasilkan ±3.600 Kader Keamanan Pangan Desa yang berasal dari PKK, Karangtaruna, Guru, tenaga Penyuluh Keamanan Pangan (PKP) dan District Food Inspector (DFI) serta 10.800 komunitas desa/kelurahan. Pada tahun 2015, BPOM memberikan anugerah Desa Pangan Aman (Desa Paman) berupa apresiasi BPOM kepada desa/kelurahan yang telah berupaya meningkatkan edukasi keamanan pangan di wilayahnya. Anugerah Desa Paman diberikan kepada 7 desa/kelurahan dari 7 wilayah yaitu Nagari Cupak di Kabupaten Solok-Sumatera Barat, Kelurahan Lokatabat Selatan di Kota Banjarbaru-Kalimantan Selatan, Desa Kuala Secapah di Kab Mempawah- Kalimantan Barat, Pekon Pujiharjo di Kabupaten Pringsewu-Lampung, Wirogunan di Yogyakarta, Desa Mendalo Darat di Kabupaten Muaro Jambi dan Kelurahan Cibubur di Jakarta Timur.
Indonesia Rapid Alert System for Food and Feed (INRASFF) Indonesia Rapid Alert System for Food and Feed (INRASFF) telah menunjukkan peranan penting terutama untuk menindaklanjuti beberapa notifikasi terkait permasalahan keamanan pangan. INRASFF merupakan sistem pertukaran informasi keamanan pangan antara otoritas kompeten keamanan pangan baik di dalam maupun di luar negeri, sehingga tindakan yang cepat dan tepat dapat segera diambil untuk mencegah meluasnya permasalahan keamanan pangan tersebut. Pada tahun 2015, Tim INRASFF menindaklanjuti 43 kasus keamanan pangan sebagaimana gambar berikut:
123
Gambar 4.56 Notifikasi yang diterima dan ditindaklanjuti NCP Tahun 2015
Sebanyak 38 kasus merupakan produk ekspor Indonesia yang bermasalah diluar negeri, sedangkan 5 kasus merupakan produk negara lain yang kemungkinan didistribusikan ke Indonesia atau isu keamanan pangan global. Komoditas pala yang mengandung aflatoksin melebihi persyaratan masih merupakan produk dengan notifikasi paling banyak. Rata-rata kandungan aflatoksin B1 yang ditemukan di negara importir sebesar 60 µg/kg (min 13 µg/kg, max 180µg/kg). Nilai tersebut juga telah melampaui standar afflatoksin pada rempah-rempah tang dietetapkan di Indonesia, yaitu sebesar 15 µg/kg B1aflatoksin dan 20 µg/kg untukTotal Aflatoksin. Selain itu, notifikasi terbanyak kedua adalah karena perbedaan standar (siklamat dan sulfit) antara Indonesia dan Malaysia, dimana penggunaan siklamat dan sulfit diperbolehkan digunakan di Indonesia dengan batas maksimum yang telah ditetapkan, sedangkan di Malaysia penggunaan siklamat dan sulfit dilarang berdasarkan regulasi negara Malaysia. Beberapa produk ekspor keripik Indonesia ke Malaysia masih ditemukan menggunakan salah satu/ kedua zat tersebut, sehingga terdapat penolakan produk tersebut oleh Malaysia. Selain menerima notifikasi langsung dari kontak point di luar negeri, sekretariat INRASFF juga melakukan pengolahan data berdasarkan website USFDA (Sumber: http://www.accessdata.fda.gov/scripts/importrefusals/) sebagaimana terlihat pada gambar berikut:
124
Gambar 4.57 Import Refusal Produk Indonesia di Amerika Tahun 2015
Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa produk Food Supplement dan produk perikanan merupakan produk yang paling banyak mendapatkan import refusal. Selain itu, masih terdapat penggunaan residu obat hewan yang ditemukan pada produk perikanan dari Indonesia, serta masih terdapat produsen Low Acid Canned Food (LACF) belum terdaftar secara resmi oleh petugas US-FDA.
Indonesia Risk Assessment Center (INARAC) Kegiatan utama Indonesia Risk Assessment Center (INARAC) pada tahun 2015 berupa kajian risiko aflatoksin B1 (AFB1) pada kacang tanah yang dilaksanakan oleh panel pakar mikotoksin bersama dengan tim sekretariat INARAC. Kajian risiko terdiri dari empat tahap yaitu identifikasi bahaya, karakterisasi bahaya, kajian paparan, dan karakterisasi risiko. Identifikasi bahaya dan karakterisasi bahaya dilakukan dengan studi literatur atau publikasi ilmiah nasional maupun internasional. Identifikasi bahaya mengkaji identitas aflatoksin B1 (AFB1) yang dapat merugikan kesehatan serta jenis pangan dimana AFB1 banyak ditemukan (prevalensi AFB1 pada pangan). Penentuan karakterisasi bahaya aflatoksin B1 dilakukan dengan studi literatur tentang dosis-respon aflatoksin B1 dan dampak yang ditimbulkan terhadap kesehatan yang dapat diamati serta metabolisme aflatoksin B1 di dalam tubuh. AFB1 merupakan senyawa karsinogenik sehingga tidak memiliki nilai health reference yang dapat dibandingkan dengan hasil kajian paparan pada tahapan karakterisasi risiko. Data konsentrasi AFB1 pada kacang tanah diperoleh dari hasil survei yang dikoordinir Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan di wilayah Surabaya dan Manado tahun 2013 serta data dari instansi lain seperti SEAMEO Biotrop dan Balai Besar Penelitian Veteriner.Data konsumsi kacang tanah dan hasi lolahannya menggunakan data Survei Sosial
125
Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2011. Data berat badan berupa rata-rata berat badan dalam satuan kg berdasarkan kelompok usia diperoleh dari Survei Konsumsi Makanan Individu (SKMI) yang dilaksanakan oleh Balitbangkes Kementerian Kesehatan pada tahun 2014. Data-data ini diolah dan digunakan untuk menghitung perkiraan paparan AFB1 terhadap konsumen untuk kelompok umur yang berbeda. Karakterisasi risiko aflatoksin b1 dihitung menggunakan hasil kajian paparan dan referensi JECFA (1998) untuk potensi kanker hati karena aflatoksin B1 yaitu 0.3 kasus/100.000 populasi/tahun per ng aflatoksin per kg berat badan per hari untuk individu dengan antigen hepatitis B positif (HbsAg+) dan 0.01 kasus/non 100.000 populasi/tahun per ng aflatoksin per kg berat badan per hari untuk individu dengan antigen hepatitis B positif (HbsAg-). Penyusunan laporan kajian risiko AFB1 pada kacang tanah oleh panel pakar mikotoksin akan dilanjutkan pada tahun 2016.
4.7.
HASIL INVESTIGASI AWAL DAN PENYIDIKAN KASUS TINDAK PIDANA BIDANG OBAT DAN MAKANAN
Dalam rangka memberantas dan menertibkan peredaran obat dan makanan ilegal ataupun palsu serta obat keras di sarana yang tidak berhak, Badan POM telah melakukan investigasi awal dan penyidikan kasus tindak pidana bidang obat dan makanan, secara khusus menindaklanjuti kasus pelanggaran bidang obat dan makanan termasuk yang dilakukan oleh instansi penegak hukum lainnya. Selain itu, setiap tahun Badan POM juga melakukan operasi gebrak kejut gabungan nasional (Opgabnas) dan operasi gabungan daerah (Opgabda) serta SATGAS Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal dengan melibatkan pihak terkait, antara lain Kepolisian Daerah, Dinas Kesehatan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, dan lain-lain. Pada tahun 2015 ditemukan sejumlah 277 perkara pelanggaran di bidang obat dan makanan yang ditindaklanjuti dengan pro-justisia, 52 perkara (18,77%) diantaranya telah mendapat putusan pengadilan. Ditinjau dari jenis komoditi, pelanggaran terbanyak yaitu pelanggaran di bidang kosmetika sebanyak 96 (34,66%) perkara, disusul pelanggaran di bidang obat tradisional sebanyak 71 (25,63%) perkara, di bidang obat sebanyak 63 (22,74%) perkara, dan di bidang pangan sebanyak 47 (16,97%) perkara. Dari pelanggaran ini, sebagian besar merupakan pelanggaran tanpa izin edar, dan tanpa kewenangan dan keahlian. Berikut adalah profil penyidikan obat dan makanan berdasarkan jenis komoditi.
126
Pangan ED 4 Obat TIE 13
Pangan BB 11
Obat G 49
Pangan TIE 32 Kosmetik BB 29
Obat Palsu 1
OT TIE 60 Kosmetik TIE 67 OT BKO 11
Gambar 4.58 Profil Penyidikan Obat dan Makanan Berdasarkan Jenis Produk Tahun 2015
Ditinjau dari tempat sarana terjadinya pelanggaran pidana bidang Obat dan Makanan, pelanggaran terbanyak yang ditindaklanjuti dengan pro-justisia yaitu pelanggaran di sarana toko. Berikut adalah profil penyidikan obat dan makanan berdasarkan jenis sarana. 140 121 120 100 80 60 43 40 19 20 3
1
6
36 23
16 3
4
1
1
0
Gambar 4.59 Profil Penyidikan Obat dan Makanan Berdasarkan Jenis Sarana Tahun 2015
Yang masih menjadi keprihatinan Badan POM adalah bahwa keputusan pengadilan yang dijatuhkan relatif ringan sehingga tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku pelanggaran. Bahkan, dari 277 perkara pro-justisia tahun 2015, 27 diantaranya merupakan perkara Tipiring (tindak pidana ringan). Berikut ini adalah kisaran putusan pengadilan terhadap tindak pidana bidang obat dan makanan pada tahun 2015:
127
Komoditi Obat
Ancaman Pidana UU No.36/2009 tentang Kesehatan : Pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp1,5 Milyar
Putusan Pengadilan Terendah Pidana denda 150 ribu (mengedarkan obat G) – BBPOM Yogyakarta
Obat Tradisional
Percobaan 1 tahun (mengedarkan OT TIE) - BBPOM Pekanbaru
Kosmetik
Pidana denda 500 ribu subsider 3 bulan (mengedarkan kos TIE) – BBPOM Semarang Percobaan 1 tahun (mengedarkan pangan TIE) – BBPOM Samarinda
Pangan
UU No.18/2012 tentang Pangan : Pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp10 Milyar
Putusan Pengadilan Tertinggi Pidana Penjara 2 bulan dan denda Rp 4 juta (mengedarkan obat TIE) – BBPOM di Yogyakarta Pidana penjara 4 bulan 15 hari dan denda Rp50 juta subsider 1 bulan (mengedarkan OT TIE) – BBPOM di Makassar Pidana penjara 2,5 tahun (mengedarkan kosmetik TIE) – BPOM di Serang Pidana Penjara 5 bulan dan denda Rp 25 juta (mengedarkan pangan TIE) – BBPOM di Pontianak
Operasi Gabungan Nasional Opgabnas tahun 2015 digelar secara serentak pada tanggal 30 November 2015 oleh Balai Besar/Balai POM seluruh Indonesia dan melibatkan lintas sektor seperti Kepolisian Daerah, Dinas Kesehatan, Dinas Perdagangan maupun pemangku kepentingan lain khususnya terkait penegakan hukum. Pada Opgabnas telah diperiksa 157 sarana dan dimana 139 sarana (88,54%) diantaranya melakukan pelanggaran yang terdiri dari 4 sarana produksi, 22 sarana importir/distributor, 3 sarana apotek, 82 sarana toko, 9 sarana toko obat, 7 gudang, 3 salon, dan 9 rumah.
128
Sarana Produksi 2,55% Importir/ Distributor 14,01% Apotek 1,91% MK 11,46%
TMK 88,54%
Toko 52,23% Toko obat 5,73% Gudang 4,46% Salon 1,91% Rumah 5,73%
Gambar 4.60 Sebaran Berdasarkan Sarana Pada Operasi Gabungan Nasional Tahun 2015 Berdasarkan jenis produk, dari 139 sarana yang ditemukan pelanggaran, terdiri dari 68 kasus kosmetik tanpa izin edar, 33 kasus pangan tanpa izin edar, 19 kasus obat tradisional tanpa izin edar, 8 kasus obat diedarkan tanpa kewenangan dan keahlian, 5 kasus pangan kedaluwarsa/ED, 3 kasus obat tradisional mengandung bahan kimia obat (BKO), 2 kasus obat tanpa izin edar, dan 1 kasus suplemen makanan tanpa izin edar.
Kosmetik TIE 43,31% Pangan TIE 21,02%
MK 11,46%
TMK 88,54%
OT TIE 12,10% Mengedarkan obat tanpa kewenangan 5,10% Pangan ED 3,18% OT BKO 1,91% Obat TIE 1,27% SM TIE 0,64%
Gambar 4.61 Sebaran Berdasarkan Produk Pada Operasi Gabungan Nasional Tahun 2015 Temuan Opgabnas tahun 2015 ini ditindaklanjuti secara non-justisia sebanyak 98 kasus (70,50%) dan pro-justisia sebanyak 41 kasus (29,50%) yang terdiri dari 8 (5,76%) kasus terkait obat diedarkan tanpa kewenangan dan keahlian, 1 (0,72%) kasus terkait obat tanpa izin edar, 8 (5,76%) kasus terkait obat tradisional tanpa izin edar, 20 (14,39%) kasus kosmetik tanpa izin edar, dan 4 (2,88%) kasus terkait pangan tanpa izin edar. Terhadap kasus yang ditindaklanjuti dengan non-justisia diberikan sanksi administratif diantaranya pemusnahan terhadap produk yang ditemukan. Selain itu, juga dilakukan investigasi awal dan penelusuran lanjutan sehingga ditemukan bukti yang cukup untuk tindak lanjut pro-justisia.
129
Obat TKK 5,76% Obat TIE 0,72% OT TIE 5,76% Non justisia 70,50%
Projustisia 29,50% Kosmetik TIE 14,39%
Pangan TIE 2,88%
Gambar 4.62 Tindak Lanjut Temuan Operasi Gabungan Nasional Tahun 2015 Dalam Opgabnas tahun 2015 berhasil diamankan sebanyak 5.119 item Obat dan Makanan Ilegal dengan nilai yang ditaksir mencapai Rp4.222.635.295,00. Produk tersebut terdiri 666 item obat daftar G (531.430 pieces), 41 item obat TIE (796 pieces), 7 item OT mengandung BKO (744 pieces), 1.780 item OT TIE (42.939 pieces), 2 item OT ED (3 pieces), 2.278 item kosmetik TIE (72.251 pieces), 38 item kosmetik ED (173 pieces), 261 item pangan TIE (23.246 pieces), 27 item pangan kedaluarsa/ rusak (630 pieces) dan 19 item Suplemen Makanan TIE (267 pieces).
Gambar 4.63 Profil Temuan Opgabnas Berdasarkan Jenis Komoditi Tahun 2015
Operasi Gabungan Daerah Opgabda merupakan operasi terpadu yang dilaksanakan Balai Besar/Balai POM sebanyak 3 kali setahun yang melibatkan lintas sektor seperti Dinas Kesehatan, Dinas Perdagangan, Dinas Perindustrian, maupun Kepolisian Daerah. Pada tahun 2015, Opgabda dilakukan terhadap 452 sarana produksi maupun distribusi obat dan makanan. Dari hasil operasi, ditemukan bahwa 84 (18,58%) sarana memenuhi ketentuan (MK), sedangkan 368 (81,42%) sarana dinyatakan tidak memenuhi ketentuan (TMK) karena melakukan pelanggaran terhadap peraturan di bidang Obat dan Makanan. Terhadap sarana yang TMK tersebut, 122 (26,99%) sarana ditindaklanjuti dengan projustisia, sedangkan 246 (54,42%) sisanya ditindaklanjuti dengan non-justisia/sanksi administratif yang diantaranya berupa pemusnahan produk dan barang bukti. Adapun jenis temuan kasus tersebut terdiri dari 31 kasus mengedarkan obat tanpa kewenangan, 81 kasus obat TIE, 11 kasus OT BKO, 68 kasus OT TIE, 5 kasus kosmetik mengandung BB, 131 kasus Kosmetik TIE, 2 kasus kosmetik ED, 25 kasus pangan TIE, 8 kasus pangan BB, dan 7 kasus pangan kadaluarsa.
130
Gambar 4.64 Profil Temuan Opgabda Berdasarkan Jenis Komoditi Tahun 2015 Temuan produk ilegal dari hasil Opgabda tahun 2015 yaitu sebanyak 9.873 item (1.424.981 pieces) terdiri dari obat, obat tradisional, kosmetik, pangan dan suplemen makanan illegal dengan nilai total Rp27.160.622.292,00 (dua puluh tujuh miliar seratus enam puluh juta enam ratus dua puluh dua ribu dua ratus sembilan puluh dua rupiah).
Operasi Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal Operasi Pangea Dalam kerangka Satuan Tugas Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal, Badan POM berkoordinasi dengan International Criminal Police Organization (ICPO), melaksanakan Operasi Pangea VIII untuk memberantas penjualan produk ilegal termasuk palsu yang dipasarkan secara online. Operasi Pangea VIII dilaksanakan di 115 negara. Operasi Pangea VIII di Indonesia bertujuan selain untuk memberantas obat dan makanan ilegal yang dipasarkan secara online, juga untuk memantapkan kerjasama lintas sektor serta meningkatkan kesadaran masyarakat atas risiko produk tersebut terhadap kesehatan. Pada Operasi Pangea VIII yang dilaksanakan pada periode 19 Mei – 16 Juni 2015 berhasil diidentifikasi 293 situs internet yang memasarkan obat, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetika, dan pangan ilegal termasuk palsu. Dari hasil operasi tersebut telah dilakukan pemeriksaan terhadap 69 sarana dan disita 1999 item/3.462.905 pieces obat, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetika, dan pangan ilegal dengan nilai keekonomian mencapai Rp27.610.267.860,00 (dua puluh tujuh miliar enam ratus sepuluh juta dua ratus enam puluh tujuh ribu delapan ratus enam puluh rupiah. Dibandingkan dengan Operasi Pangea sebelumnya, pada Operasi Pangea VII tahun 2015 ini mengalami peningkatan yang signifikan baik jumlah situs yang teridentifikasi memasarkan produk ilegal maupun luas wilayah operasi, serta jumlah dan nilai temuan operasi.
131
Sebagai tindak lanjut dari hasil operasi tersebut, telah dilakukan penyitaan terhadap seluruh barang bukti dan saat ini kasus masih dalam proses gelar perkara. Untuk situs / website yang telah teridentifikasi menawarkan dan memasarkan obat ilegal termasuk palsu tersebut, Kepala Badan POM selaku Ketua SATGAS Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal telah mengajukan usulan kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk memblokir website tersebut. Tabel 4.16 Hasil Operasi Pangea IV - Pangea VIII Tahun 2011-2015
1 2 3
Negara yang terlibat Situs yang terlibat Wilayah operasi
81 negara 30 Situs DKI Jakarta
4
Sarana yang diperiksa/ digeledah Pelaku yang ditangkap Ditindaklanjuti secara pro-justitia
4 sarana
4 sarana
20 Sarana
Pangea VII 2014 111 negara 302 Situs Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa timur, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara 58 Sarana
2 orang 2 kasus (putusan pengadilan 2 tahun penjara)
2 orang 14 kasus (2 kasus telah dinyatakan lengkap oleh JPU)
2 orang 58 kasus akan ditindaklanjuti secara pro justisia
Dalam proses gelar perkara
Penyidik yang menindaklanjuti Jenis temuan Nilai temuan
Polri
2 orang 4 kasus (1 kasus telah diputus dengan pidana penjara 1,5 tahun dan 3 kasus sudah tahap P21) Badan POM, Polri
Badan POM, Polri
57 item Rp 82.000.000
66 item Rp 150.000.000
721 item Rp 5.593.200.000
Badan POM, Polri dan Bea Cukai 1.255 item Rp 7.474.951.000
Badan POM, Polri dan Bea Cukai 1.999 item Rp. 27.610.267.860
No
5 6
7 8 9
Perbandingan
Pangea IV 2011
Pangea V 2012 100 negara 83 Situs DKI Jakarta, Yogyakarta
Pangea VI 2013 99 negara 129 Situs DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa timur, Sumatera Utara dan Batam
Pangea VIII 2015 115 negara 293 Situs Seluruh Balai Besar /Balai POM di Indonesia
69 Sarana
Operasi Satgas Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal Tingkat Wilayah Pada tahun 2015, Operasi Satgas Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal telah dilaporkan oleh 7 Balai Besar/Balai POM, yaitu BBPOM di Surabaya, BPOM di Serang, BBPOM di Mataram, BBPOM di Pekanbaru, BBPOM di Semarang, BBPOM di Samarinda, dan BPOM di Palu. Operasi ini dilakukan bersama-sama antara petugas Balai Besar/Balai POM dengan petugas dari lintas sektor terkait dalam kerangka Satgas Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal tingkat wilayah, diantaranya Kepolisian Daerah, Kanwil Bea dan Cukai, serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan.
132
Hasil operasi tersebut, dari 51 sarana yang diperiksa ditemukan 35 (68,63%) sarana produksi dan distibusi obat dan makanan yang tidak memenuhi ketentuan (TMK). Terhadap temuan operasi ini, akan dilakukan proses gelar kasus untuk menentukan tindak lanjut yang akan diberikan. Temuan pada Operasi tersebut sebanyak 980 item obat dan makanan ilegal yang kemudian dimusnahkan, baik yang dilakukan sendiri oleh pemilik sebagai sanksi administratif, maupun pemusnahan barang bukti terhadap temuan yang ditindaklanjuti dengan pro-justisia. Operasi Storm VI Operasi Storm dimulai tahun 2007, merupakan operasi yang dilakukan dalam memberantas obat malaria palsu yang banyak beredar di negara sekitar Sungai Mekhong. Pada akhirnya target Operasi Storm berkembang menjadi kasus spesifik di beberapa Negara Asia Tenggara. Dalam kerangka Satgas Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal, pada AgustusSeptember 2015 Badan POM melaksanakan Operasi Storm VI di seluruh Indonesia. Dari operasi tersebut berhasil disita 3.670 item obat, obat tradisional dan kosmetika ilegal dengan nilai ekonomi mencapai Rp20.087.388.377,00 (dua puluh milyar delapan puluh tujuh juta tiga ratus delapan puluh delapan ribu tiga ratus tujuh puluh tujuh rupiah). Operasi Terpadu Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal Salah satu kegiatan pemberantasan produk ilegal adalah Operasi Terpadu Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal Tahun 2015 yang difokuskan pada pemberantasan kosmetika illegal. Operasi dilaksanakan di 7 provinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan dan Banten. Dipilihnya daerah tersebut mengingat dari hasil pemantauan dan penelusuran, kosmetik ilegal banyak diproduksi dan diperdagangkan di wilayahwilayah tersebut termasuk penyebaran ke berbagai daerah di seluruh Indonesia. Sebanyak 977 item yang terdiri dari 595.218 pieces kosmetika tanpa izin edar dan/ kosmetika mengandung bahan berbahaya berhasil diidentifikasi dan disita. Dari 977 item yang diidentifikasi, item produk yang sama dapat ditemukan di Balai Besar/ Balai POM yang berbeda. Total nilai keekonomian produk temuan hasil Operasi Terpadu Pemberantasan Kosmetik Ilegal tahun 2015 adalah Rp20.184.575.400,00 (dua puluh miliar seratus delapan puluh empat juta lima ratus tujuh puluh lima ribu empat ratus rupiah).
133
Pemusnahan Produk Obat dan Makanan Ilegal Sebagai salah satu upaya perlindungan masyarakat dari obat dan makanan ilegal, Badan POM telah melaksanakan pemusnahan obat dan makanan ilegal dari hasil kegiatan penyidikan. Pemusnahan dilakukan oleh Pusat Penyidikan Obat dan Makanan dan beberapa Balai/ Balai Besar POM seluruh Indonesia sebagai berikut :
Tabel 4.17 Gambaran Pelaksanaan Pemusnahan Produk-Produk Obat dan Makanan Ilegal Selama Tahun 2015 No
Unit
1
Balam POM di Kendari ( Pos POM Bau bau) BBPOM di Semarang BBPOM di Lampung BBPOM di Medan
2 3 4 5 6 7 8 9 10
134
BBPOM di Denpasar BBPOM di Palembang Pusdik (PPOM) BBPOM di Pekanbaru BPOM di Serang BPOM di Kupang
11 12
Pusdik (PPOM)
13 14 15 16 17
BPOM di Batam BBPOM di Jakarta BBPOM di Bandung BBPOM di Surabaya BBPOM di Batam Jumlah
BBPOM di Mataram
2 Februari 2015
Produk yang Dimusnahkan Jumlah Jumlah Total Nilai (Rp) Item Pieces 55.455 418.477.316
10 Februari 2015 25 Maret 2015 31 Juli 2015 30 November 2015 20 Mei 2015
258 1.136 244 232 1.129
Tanggal
28 Mei 2015
42.752 63.621 317.564 211.832 16.652
742.503.550 1.521.630.000 2.644.822.765 1.585.266.000 411.103.283
16.052
555.733.750
365.100
6.000.000.000
25 Juni 2015
105
20 Agustus 2015
4.460
25 Agustus 2015 2 Juli 2015 3 Juli 2015 9 Juli 2015 30 Juli 2015 31 Juli 2015 30 Oktober 2015 30 Oktober 2015 27 Oktober 2015 26 s/d 30 Oktober 2015 10 November 2015 7 Desember 2015 11 Desember 2015 11 Desember 2015 10 November 2015
191 13 66 3 72 26 4 70 218
8.201 53 254 25 242 235 15 349 2.915.600
9.340.414.500 2.157.500 10.788.500 390.000 3.393.000 4.072.500 135.000 8.560.000 20.000.000.000
208
64.953
141.572.500
1.539 211 5.574 2.490 1.743 19.992
16.225 22.805 161.124 512.410 20.430 4.918.928
718.606.300 3.624.160.000 10.812.610.162 5.685.855.351 821.526.300 67.053.778.277
2.000.000.000
4.8.
HASIL PENGAWASAN IKLAN
Untuk melindungi masyarakat dari klaim yang menyesatkan, Badan POM juga melakukan pengawasan terhadap iklan obat, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik dan pangan yang beredar. Khusus terhadap obat bebas, obat tradisional dan suplemen makanan juga dilakukan pre-review terhadap kebenaran klaim iklan sebelum ditayangkan atau diedarkan oleh Tim Penilai Iklan yang terdiri dari tenaga ahli berbagai disiplin ilmu. Selama tahun 2015 telah dilakukan pre-review dan disetujui sebanyak 278 iklan obat dari 360 iklan obat (perbaikan sejumlah 76 iklan dan ditolak sejumlah 6 iklan), 329 iklan obat tradisional dari 437 iklan obat tradisional (ditolak sejumlah 108 iklan) dan 336 iklan suplemen kesehatan dari 424 iklan obat tradisional (ditolak sejumlah 88 iklan). Sebanyak 16,54% telah ditolak karena konsep tidak relevan atau tidak sesuai dengan indikasi yang disetujui atau berlebihan dan cenderung menyesatkan.
400
424
437
500 360
329
336
278
300 200
108
76
100
88
6
0 Obat
Obat Tradisional
Permohonan
Disetujui
ditolak
Suplemen Makanan Perbaikan
Gambar 4.65 Hasil Penilaian Iklan Sebelum Beredar Tahun 2015 Hasil pengawasan/monitoring iklan yang beredar selama tahun 2015 menunjukkan bahwa sebagian besar pelanggaran menyangkut produk-produk yang tidak terdaftar atau ilegal dalam bentuk leaflet dan brosur-brosur. Berikut ini rincian hasil pengawasan/monitoring iklan menurut jenis komoditinya:
Dari 2.516 iklan obat yang diawasi, 344 (13,67 %) iklan tidak memenuhi ketentuan karena: iklan obat bebas/bebas terbatas beredar tanpa persetujuan, iklan obat bebas/bebas terbatas beredar tidak sesuai dengan yang disetujui, iklan obat bebas/bebas terbatas dengan menjanjikan pemberian hadiah yang dikaitkan dengan penjualan obat, dan iklan obat keras kepada masyarakat umum. Terhadap promosi/iklan obat yang TMK ditindaklanjuti dengan sanksi administratif yaitu berupa peringatan sejumlah 337 (13,39%) iklan dan sanksi peringatan keras sebanyak 7 (0,28%) iklan.
Dari 12.508 iklan obat tradisional yang dipantau, 9.746 (77,92%) iklan memenuhi ketentuan, sedangkan 2.762 (22,08%) iklan obat tradisional tidak memenuhi ketentuan (TMK) karena: mengiklankan produk tak terdaftar, iklan belum disetujui (mencantumkan testimoni, menjanjikan hadiah, klaim yang berlebihan), klaim iklan
135
tidak sesuai dengan yang disetujui. Dari iklan yang TMK tersebut, 2.513 (20,09%) merupakan produk tidak terdaftar dan tidak melalui pre-review Tim Penilai Iklan.
Dari 6.249 iklan produk suplemen kesehatan yang dipantau ditemukan 5.338 (85,42%) iklan TMK, sedangkan 911 (14,58%) iklan sudah memenuhi ketentuan. Dari iklan yang TMK tersebut, 734 (11,75%) merupakan produk tidak terdaftar dan tidak melalui pre-review Tim Penilai Iklan.
Dari 29.575 iklan kosmetika yang dipantau ditemukan 751 (2,54%) yang tidak memenuhi ketentuan (TMK), mencakup: produk tidak terdaftar, diiklankan sebagai obat, klaim yang berlebihan dan menyesatkan serta klaim mempengaruhi fungsi fisiologis tubuh.
Dari 4.795 iklan produk pangan yang dipantau ditemukan sejumlah 3.160 iklan (65,90%) telah memenuhi ketentuan, dan sebanyak 1.635 iklan (34,10%) tidak memenuhi ketentuan, karena: memuat pernyataan bahwa pangan berkhasiat sebagai obat, berlebihan dan menyesatkan.
Terhadap pelanggaran tersebut telah diambil langkah-langkah tindak lanjut seperti pembinaan untuk mendaftarkan produk, peringatan dan penghentian iklan, peringatan keras serta penarikan iklan. 29.575 30.000 25.000 20.000
12.508
15.000
77,92% 6.249
10.000 5.000
2.516
4.795 14,58%
13,67%
34,10%
2,54%
Obat
Obat Tradisional
Suplemen Makanan Total
Kosmetika
Pangan
TMK
Gambar 4.66 Hasil Pengawasan/Monitoring Iklan Yang Beredar Tahun 2015
4.9.
HASIL PENGAWASAN PENANDAAN DAN LABEL
Untuk melindungi masyarakat dari informasi yang tidak lengkap, tidak obyektif dan menyesatkan, Badan POM melakukan pengawasan terhadap penandaan obat, obat tradisional, suplemen makanan, kosmetik dan pangan yang beredar. Penandaan adalah informasi yang dicantumkan pada etiket/label kemasan. Penandaan dapat berbentuk gambar, warna, tulisan atau kombinasi antara atau ketiganya atau bentuk lainnya yang disertakan pada kemasan atau dimasukkan dalam kemasan, atau merupakan
136
bagian dari wadah dan atau kemasannya. Pengawasan penandaan dilakukan sebelum kemasan tersebut beredar (pre-market) kecuali kosmetik dan sesudah beredar di pasaran (post-market). A. Penandaan Obat Pada tahun 2015, dilakukan evaluasi penandaan obat sebanyak 6.545 item obat atau sejumlah 18.334 penandaan, dengan hasil 18.276 (99,68%) penandaan memenuhi ketentuan (MK) dan 58 (0,32%) penandaan tidak memenuhi ketentuan (TMK). Untuk penandaan yang TMK, ditindaklanjuti dengan dengan peringatan kepada industri farmasi. No 1 2 3 4 5 6
Jenis Penandaan Dus Brosur Strip/Blister Etiket Catch cover/amplop Ampul/vial Jumlah
Memenuhi Tidak Memenuhi Ketentuan (MK) Ketentuan (TMK) 6.293 13 5.686 3 4.696 35 1.267 5 157 1 177 1 18.276 58
B. Penandaan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik Hasil pengawasan penandaan selama tahun 2015 menunjukkan bahwa sebagian besar pelanggaran adalah tidak mencantumkan nomor bets. Berikut ini adalah rincian hasil pengawasan penandaan menurut jenis komoditi:
Dari 6.034 penandaan obat tradisional yang diawasi, 74,43% penandaan memenuhi ketentuan, sedangkan 25,57% penandaan obat tradisional tidak memenuhi ketentuan karena penandaan tidak lengkap, mencantumkan klaim tidak sesuai persetujuan, dan tidak berbahasa Indonesia.
Dari 2.246 penandaan suplemen kesehatan yang beredar ditemukan sebanyak 90,56% tidak memenuhi ketentuan, sedangkan 9,44% penandaan sudah memenuhi ketentuan. Penyimpangan penandaan terjadi karena penandaan tidak lengkap, mencantumkan klaim tidak sesuai persetujuan, dan tidak berbahasa Indonesia.
Dari 14.106 penandaan kosmetika yang diawasi ditemukan sebanyak 19,98% tidak memenuhi ketentuan (TMK), yaitu produk tidak mencantumkan nama kosmetika sesuai dengan yang disetujui, nomor bets, netto, nama dan alamat produsen/importir/distributor/pemberi lisensi, komposisi, kegunaan dan cara penggunaan yang jelas, peringatan/perhatian, batas kedaluwarsa untuk kosmetika ternotifikasi, nomor izin edar tidak sesuai dengan persetujuan; mencantumkan klaim seolah-olah sebagai obat/berlebihan dan nomor notifikasi telah habis masa berlakunya.
137
Terhadap TMK tersebut telah ditindak lanjut dengan peringatan untuk menarik dan mengganti penandaan sesuai persetujuan pendaftaran, pengamanan produk dan pemusnahan penandaan yang tidak memenuhi syarat.
C. Label Produk Pangan Pada tahun 2015, pengawasan label pangan dilakukan terhadap 8.082 produk pangan yang terdiri dari 6.812 produk pendaftaran MD/ML dengan TMK sebanyak 765 label dan 1.270 produk pendaftaran PIRT dengan TMK sebanyak 952 label. Tabel 4.18 Pelanggaran Label Produk Pangan Tahun 2015 Jenis Pelanggaran
Label MD/ML
Tidak Mencantumkan Nama dan Alamat 33 pelanggaran Produsen/ Importir Tidak Mencantumkan Kode Produksi / No. 678 pelanggaran Batch Tidak Mencantumkan Tanggal Kedaluwarsa 62 pelanggaran Komposisi Tidak Lengkap/ Tidak Sesuai 68 pelanggaran Berat Bersih / Netto 42 pelanggaran Tanpa Bahasa Indonesia 1 pelanggaran Klaim Menyesatkan 2 pelanggaran Catatan : pada satu label terdapat lebih dari satu pelanggaran
Label PIRT 96 pelanggaran 847 pelanggaran 283 pelanggaran 226 pelanggaran 349 pelanggaran 0 pelanggaran 3 pelanggaran
D. Label Halal Produk Pangan Pada tahun 2015 Badan POM telah melakukan audit terhadap 214 sarana produksi. Dari hasil audit dinyatakan bahwa 9.356 produk pangan memperoleh persetujuan pencantuman tulisan HALAL pada label. Dalam rangka pengawasan produk berlabel halal, pada tahun 2015 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 11.939 produk berlabel halal, 693 (6%) produk diantaranya tidak memenuhi ketentuan (TMK), dengan rincian dapat dilihat pada tabel berikut : Jenis Produk
MK
TMK
Total
MD ML PIRT Total
10.175 795 273 11.243
321 151 221 693
10.496 946 494 11.936
Persentase pelanggaran 3% 16% 45% 6%
Pelanggaran terbanyak ditemukan untuk kategori produk dengan persetujuan pendaftaran MD namun secara persentase produk MD memiliki pelanggaran yang kecil yaitu 3% dari keseluruhan jumlahnya, sebagian besar disebabkan habisnya masa berlaku sertifikat halal sedangkan produsen tidak melakukan perpanjangan sertifikasi halal namun masih
138
mencantumkan tulisan/logo halal pada produknya. Produk dengan katagori produk luar negeri (ML) memiliki persentase pelanggaran 16%, hal ini disebabkan oleh pencantuman logo halal dari negara asal sedangkan logo halal yang berlaku di Indonesia adalah logo halal MUI. Sedangkan untuk produk SP/PIRT pelanggaran secara persentase keseluruhancukup besar yaitu 45% dikarenakan produk tersebut mencantumkan tulisan/logo halal tetapi tidak memiliki sertifikat halal MUI dan persetujuan pencantuman tulisan/logo halal dari Balai Besar/Balai POM setempat. Hal ini disebabkan ketidaktahuan industri kecil mengenai sertifikasi halal. Maka dilakukan beberapa solusi untuk mengurangi produk yang tidak memenuhi ketentuan dalam pencantuman logo halal.
Tabel 4.19 Jenis Pelanggaran dan Solusi terhadap Produk Pangan Berlabel Halal Tahun 2015 Jenis Produk
MD
Jenis Pelanggaran Perusahaan belum mengajukan izin cantum ke Badan POM Perusahaan belum melakukan perpanjangan masa izin cantum
ML
Mencantumkan Logo Halal Negara Asal dan tidak memiliki persetujuan izin cantum Halal
PIRT
Mencantumkan logo halal tanpa sertifikat halal dari MUI dan tidak melakukan izin cantum halal ke BPOM
Solusi Memberikan surat teguran kepada pelaku usaha untuk mengajukan izin cantum Halal Memberikan reminder 3 bulan sebelum masa izin cantum akan habis Memberikan surat teguran dan penjelasan kepada imoprtir bahwa logo halal yang berlaku di Indonesia adalah berasal dari MUI. Melakukan bimbingan teknis kepada UMKM mengenai logo halal dan memfasilitasi Sertifikat halal kepada UMKM yang memenuhi ketentuan
4.10. STANDARDISASI Di Bidang Obat dan PKRT, Dalam rangka mengawal mutu obat, telah disusun standar/regulasi/pedoman di Bidang Obat dan PKRT, sebagai berikut :
Suplemen II Farmakope Indonesia Edisi V (64 monografi baru, 65 monografi revisi dan 3 lampiran revisi), sedangkan tahun 2014 telah diterbitkan Farmakope Indonesia Edisi V. Suplemen II FI Edisi V diberlakukan dengan SK Menteri Kesehatan RI. Monografi baru dipilih berdasarkan Prioritas Sampling Badan POM, sedangkan lampiran baru disusun jika terdapat metode pengujian baru. Monografi dan lampiran revisi merupakan revisi terhadap monografi dan lampiran yang telah ada di FI.
139
5 Standar Obat Baru (SOB) yaitu: Sirup multikomponen salbutamol dan guaifenesin; Sirup multikomponen triprolidin, pseudoefedrin dan dekstrometorfan; Tablet multikomponen metformin dan saksagliptin; Tablet lepas lambat multikomponen feksofenadin dan pseudoefedrin; dan Tablet lepas lambat multikomponen pramipeksol. SOB merupakan rancangan monografi obat yang belum memiliki standar mutu baik pada Farmakope Indonesia atau Farmakope negara lain. Obat yang sudah lama beredar dan menjadi prioritas sampling serta obat kombinasi baru menjadi kriteria dalam pemilihan SOB.
Regulasi/pedoman/standar di bidang pengawasan produk terapetik dan PKRT antara lain : Petunjuk Operasional Penerapan Pedoman (POPP) Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) Untuk Unit Penyedia Darah. Pedoman CPOB Produk Darah sangat penting untuk membangun sistem pemastian mutu yang dapat diandalkan bagi seluruh rantai pengambilan darah, pengolahan dan distribusi komponen darah di Unit Transfusi Darah dan Pusat Plasmaferesis. Untuk melengkapi Pedoman CPOB Produk Darah, Badan POM menyusun POPP yang memberi penjelasan lebih rinci dari persyaratan yang ditetapkan dalam Pedoman CPOB Produk Darah antara lain Standar Prosedur Operasional (SPO) dan Instruksi Kerja (IK). Banyaknya SOP dan IK yang harus disiapkan maka direncanakan penyusunan POPP Produk darah bertahap selama 5 tahun. Pada tahun 2015 sudah menyelesaikan dua bab POPP yaitu Personalia serta Bangunan, Fasilitas dan Peralatan yang telah dibahas bersama Palang Merah Indonesia (PMI) dan Kementerian Kesehatan. Pedoman Uji Bioekivalensi diberlakukan dengan Peraturan Kepala Badan POM RI nomor HK.00.05.3.1818 Tahun 2014. Adanya perkembangan dan dinamika regulasi uji BE di tingkat internasional, maka Pedoman Uji BE tersebut direvisi dengan mengacu pada regulasi uji BE internasional (WHO, European Medicine Agency dan ASEAN). Pedoman Uji BE ini digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan uji BE dan sebagai acuan evaluator dalam melakukan penilaian protokol dan laporan uji BE. Pedoman Uji BE ini merupakan salah satu pedoman dalam melakukan penilaian obat berdasarkan pembuktian lengkap aspek khasiat, keamanan dan mutu obat copy, berupa data ekivalensi obat copy. Hal ini dapat memberikan perlindungan dan jaminan khasiat keamanan dan mutu obat copy yang beredar.
140
Pedoman metodologi uji bioekivalensi spesifik zat aktif jilid II : sangat bermanfaat bagi laboratorium uji BE maupun bagi evaluator uji BE dalam menilai metodologi yang digunakan dalam uji BE sehingga penilaian protokol dan laporan uji BE konsisten dan lebih transparan. Pada Pedoman Metodologi Uji Bioekivalensi Spesifik Zat Aktif tahun 2011, terdapat informasi data farmakokinetik, jenis studi, jumlah subyek, waktu sampling, analit dan metode analisa uji BE untuk 31 zat aktif yang memerlukan uji ekivalensi in vivo. Mengingat belum semua obat pada daftar obat wajib uji BE tercakup pada buku pedoman tersebut, maka disusun Pedoman Metodologi Uji Bioekivalensi Spesifik Zat Aktif Jilid II yang mencakup 20 zat aktif.
Standar Laboratorium Uji Bioekivalensi bertujuan untuk meningkatkan kompetensi laboratorium uji BA/BE dalam pelaksanaan uji BE melalui pemenuhan Sistem Manajemen Mutu, Good Clinical Practice (GCP), dan Good Laboratory Practice (GLP). Sasaran yang ingin dicapai melalui penyusunan standar ini adalah peningkatan jumlah laboratorium uji BE yang terakreditasi atau mendapat pengakuan dari Badan POM, bahkan dapat diakui secara internasional. Standar laboratorium uji bioekivalensi berisi informasi tentang persyaratan yang diperlukan oleh laboratorium uji BE, meliputi legalitas, organisasi, kualifikasi dan tanggung jawab, bangunan, fasilitas dan peralatan, subyek, pengelolaan obat uji dan obat komparator, pengumpulan dan penanganan sampel biologik, analisis sampel, farmakokinetik dan analisis statistik, dokumen uji BE dan sistem manajemen mutu. Buku ini dapat menjadi acuan bagi industri farmasi dalam memilih laboratorium yang memenuhi kompetensi sesuai dengan ketentuan dan menjadi acuan bagi inspektur uji BE dalam melakukan pengawasan pelaksanaan uji BE di laboratorium uji BE.
Pemutakhiran Standar Informasi Obat (Template) berdasarkan prioritas kelas terapi. Telah dilakukan revisi template obat flu dan batuk karena kombinasi zat aktif dan klim penandaan obat tersebut yang beragam. Hasil kajian revisi tersebut adalah merasionalisasi komposisi dan informasi labelling obat flu dan batuk. Berdasarkan kebijakan dan peraturan yang berlaku, dari 427 produk obat flu dan batuk yang terdaftar dengan komposisi dan kadar serta penandaan yang beragam, terdapat 30 template yang terdiri dari 2 template obat demam, 1 template obat batuk, 3 template obat pilek, 3 template obat pilek dan batuk, 2 template obat batuk dan alergi dan 19 template obat pilek dengan demam.
Analisis klasifikasi pos tarif produk farmasi dan harmonized system (hs) code produk farmasi
141
Dalam menghadapi globalisasi dan Free Trade Area (FTA), dimana diberlakukan kebijakan harmonisasi tarif, Badan POM dalam fungsinya sebagai pembina industri farmasi membantu menciptakan iklim perekonomian yang kondusif bagi kalangan industri farmasi dengan memberikan proteksi maupun meningkatkan daya saing industri farmasi dalam negeri, dengan tetap mempertimbangkan komitmen Indonesia dalam forum internasional dan tetap memperluas akses obat bagi masyarakat luas dengan mutu yang tinggi serta harga terjangkau. Salah satu forum internasional yang diikuti adalah Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). RCEP merupakan kerjasama perdagangan antara negara-negara ASEAN plus six (China, Korea, Jepang, India, Australia, New Zealand). Pada tahun 2015, Direktorat Standardisasi PT dan PKRT membuat kajian mengenai tarif masuk untuk komoditi binaan Badan POM HS Code 2936 s.d 3006, yang kemudian digunakan sebagai masukan Indonesia terkait Initial Offer for Tariff Elimination. Mengingat dalam RCEP ini akan diberlakukan Single Tariff Commitment untuk 16 negara, maka kajian lebih lanjut untuk penyusunan offer list single schedule tersebut dilakukan dengan cermat, sehingga posisi baru dalam RCEP tidak merugikan Indonesia terutama untuk HS yang terkait dengan bidang kefarmasian dalam rangka mendukung kebijakan pemerintah untuk mengembangkan bahan baku obat lokal. Dalam Initial Offer for Tariff Elimination terdapat 4 (empat) kategori kelompok pos tarif yaitu kategori A (Initial Offer pada saat Entry Into Force/EIF adalah 0%), B (tarif 0% dicapai 10 tahun dari EIF), B* (tarif 0% dicapai lebih dari 10 tahun dari EIF), atau Sensitive List. Posisi yang diberikan Badan POM sebagai masukan adalah 50 pos tarif kategori A (35,4%), 37 pos tarif kategori B (26,2%), 32 pos tarif kategori B* (22,6%), dan 22 pos tarif kategori SL (15,6%). Selain kajian tarif masuk, juga dilakukan kajian terkait Product Specific Rules (PSRs), yaitu syarat kriteria origin tertentu yang harus dipenuhi untuk pos-pos tarif tertentu. Selain RCEP, Indonesia juga berpartisipasi dalam hubungan kerjasama bilateral ASEAN Hong Kong Free Trade Agreement (AHKFTA). Kajian terhadap AHKFTA saat ini masih terus dilakukan mengingat adanya AHKFTA tidak memberikan dampak positif terhadap ekspor impor produk farmasi Indonesia. Hal ini disebabkan antara lain Hong Kong sebagai special region of China tidak memenuhi syarat dapat diterima sebagai mitra eksternal ASEAN, Industri lokal Hong Kong hanya 1%, serta pertimbangan lainnya. Masukan sementara yang diberikan adalah mengikuti tarif MFN atau maksimal sama dengan RCEP.
142
Database Bahan Baku Obat Dalam rangka penerapan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang salah satu programnya merupakan jaminan kesehatan, Industri Farmasi (IF) di Indonesia harus siap memproduksi obat yang memiliki ketentuan ketersediaan, keterjangkauan selain jaminan keamanan, mutu dan manfaat. Pemerintah selaku pembuat kebijakan dan regulasi telah berupaya mengatur dan memperhatikan aspek-aspek penting dalam upaya pemenuhan pelayanan kesehatan bagi setiap warga negaranya. Badan POM khususnya sebagai pembina sektor Industri Farmasi memberi dukungan untuk memiliki ketentuan jaminan
keamanan, manfaat, mutu, dan pengadaan produk farmasi yang lebih kompetitif dalam bersaing di pasar nasional, regional maupun internasional. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan suatu kelayakan terhadap bahan baku obat yang digunakan untuk produksi. Permasalahan yang ada saat ini industri farmasi di Indonesia masih sangat tergantung dengan bahan baku impor. Hampir 96% bahan baku yang digunakan Industri Farmasi masih diimpor. Oleh karena itu pemilihan bahan baku obat yang berkualitas dari produsen bahan baku obat menjadi hal yang sangat penting karena akan berpengaruh terhadap kualitas produk jadinya. Salah satu kendala dalam hal pemenuhan bahan baku obat yang berkualitas adalah kesulitan Industri Farmasi untuk melakukan justifikasi sumber bahan baku obat (termasuk API source). Hal ini karena belum adanya sistem yang terintegrasi yang memuat database bahan baku obat yang berkualitas. Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Direktorat Standardisasi PT dan PKRT membangun aplikasi database bahan baku obat yang dapat menjadi referensi bahan baku obat yang telah terdaftar. Penggunaan aplikasi tersebut, selain untuk membantu Industri Farmasi Bahan Baku Obat dan Pedagang Besar Bahan Baku Obat dalam melakukan pemilihan bahan baku obat yang memenuhi persyaratan mutu, juga dapat membantu Badan POM dalam memaksimalkan pengawasan bahan baku obat. Tahun 2015 telah dilakukan pengumpulan data yang meliputi informasi industri farmasi yang memproduksi bahan baku aktif obat, bahan baku aktif obat impor dan database narkotik, psikotropik dan prekursor. Di Bidang Obat Tradisional;
Peraturan 1. 2.
Pedoman 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Peraturan Kepala Badan POM No. 21 Tahun 2015 tentang Tata Laksana Persetujuan Uji Klinik Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Penarikan dan Pemusnahan Obat Tradisional yang Tidak Memenuhi Persyaratan
Pedoman Cara Uji Klinik yang Baik di Indonesia Edisi II Pedoman Keamanan Obat Tradisional di ASEAN Pedoman Batasan Cemaran Obat Tradisional di ASEAN Rancangan Pedoman Klaim dan Data Pendukung Klaim Obat Tradisional Rancangan Pedoman Uji Stabilitas Obat Tradisional Rancangan Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat Tradisional yang Baik (CDOTB)
Standar Di Bidang Obat Tradisional 1.
Standar Monografi Tumbuhan yang Dilarang Digunakan Dalam Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan di Indonesia: Adonis vernalis L., Catharanthus roseus
143
2.
(L.) G. Don, Aspidospermae quebracho-banco Schltdl, Chondrodendron tomentosum Ruiz & Pav., Citrullus colocynthis (L.) Schrader, Claviceps purpurea (Fr.) Tul Kajian tentang Pra Registrasi Obat Tradisional
Di Bidang Kosmetik;
Peraturan 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Pedoman 1. 2. 3. 4.
Peraturan Kepala Badan POM No 18 Tahun 2015 tentang Persyaratan Teknis Bahan Kosmetika Peraturan Kepala Badan POM No 19 Tahun 2015 tentang Persyaratan Teknis Kosmetika Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Pedoman Teknis Pengawasan Iklan Kosmetika Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Kriteria dan Tata Cara Pengajuan Notifikasi Kosmetika Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Perubahan Atas Peraturan tentang Pedoman Dokumen Informasi Produk Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Pedoman Penerapan Higiene, Sanitasi, dan Dokumentasi pada Industri Kosmetika Golongan B
Pedoman Penilaian Keamanan Bahan Baku Tumbuhan untuk Kosmetika Pedoman untuk Konsumen: Kosmetika Anti Aging Pedoman untuk Konsumen: Kosmetika Tabir Surya Pedoman untuk Konsumen: Kosmetika Rias Mata
Standar 1. 2.
Kajian Keamanan Paraben sebagai Pengawet ASEAN Kajian Keamanan Bahan Pewarna Rambut ASEAN
Di Bidang Suplemen Kesehatan;
Pedoman 1. 2. 3. 4.
144
Pedoman Penggunaan Asam Amino pada Suplemen Kesehatan Pedoman Batasan Maksimum Vitamin dan Mineral di Kawasan ASEAN Rancangan Pedoman Klaim dan Data Pendukung Klaim Suplemen Kesehatan Rancangan Pedoman Uji Stabilitas Suplemen Kesehatan
Standar 1. 2. 3.
Monografi Batas Maksimum Vitamin dan Mineral dalam Suplemen Kesehatan: Vitamin A, Vitamin B1, Vitamin B2, Vitamin B6, Vitamin C, Vitamin D, Vitamin E. Kajian terhadap bahan tambahan pengawet Methyl-4-hydroxy benzoate dan Propyl-4-hydroxy benzoate pada Suplemen Kesehatan Kajian Persyaratan Kadar Air pada Sediaan Tablet dan Tablet Efervesen pada Suplemen Makanan
Di Bidang Pangan; 1. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Pengawasan terhadap standar keamanan dan mutu minuman beralkohol 2. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Perisa 3. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Persyaratan BTP Campuran 4. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Penggunaan Bahan Penolong Golongan Enzim dan Golongan Penjerap Enzim dalam Pengolahan Pangan 5. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang MPASI 6. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Revisi Kategori Pangan 06 7. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Revisi Kategori Pangan 07 8. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Revisi Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan 9. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Revisi Pedoman Pengkajian Pangan PRG 10. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Revisi Pengawasan Pangan Olahan Organik 11. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Pedoman Uji Klinik 12. Rancangan Peraturan Kepala Badan POM tentang Revisi Acuan Label Gizi 13. Pedoman FAQ Iklan 14. Pedoman Cara Menggoreng yang baik untuk UMKM Disamping penyusunan standar pangan, Direktorat Standardisasi Produk Pangan mendapat tugas untuk menyusun 2 Rancangan Peraturan Pemerintah yang merupakan amanah dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan yaitu: 1. Rancangan Peraturan Pemerintah Keamanan Pangan 2. Rancangan Peraturan Pemerintah Label dan Iklan Pangan Kedua Rancangan Peraturan Pemerintah tersebut telah diusulkan untuk masuk dalam Program Prioritas Penyusunan Peraturan Pemerintah tahun 2016 di BPHN, Kementerian Hukum dan HAM, sehingga diharapkan kegiatan penyusun kedua Rancangan Peraturan Pemerintah tersebut dapat diselesaikan pada Tahun 2016.
145
Perkuatan Peraturan Perundang-undangan Pengawasan Obat dan Makanan Pada tahun 2015, Badan POM bersama dengan lintas sektor antara lain Kementerian Kesehatan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Hukum dan HAM telah membahas 7 Rancangan Undang-undang dan 11 Rancangan Peraturan Pemerintah. Badan POM juga terlibat aktif dalam pembahasan 9 Rancangan Permenkes. Secara internal, Badan POM telah menyelesaikan 25 Rancangan Peraturan Kepala Badan POM, 210 Rancangan Keputusan Kepala Badan POM dan 39 Rancangan MoU. Selain itu, Badan POM telah melaksanakan kegiatan penyebaran informasi dan penyuluhan hukum mengenai peraturan Obat dan Makanan, advokasi hukum terhadap stakeholder (pengacara dan LSM) serta penyelesaian permasalahan hukum terkait dengan pengawasan Obat dan Makanan. Judul RUU
Judul RPP
1. Rancangan Undang-Undang Sedian Farmasi, Alat Kesehatan dan PKRT 2. Rancangan Undang-Undang tentang Bahan Kimia 3. Rancangan Perubahan UU Nomor 8 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular 4. Rancangan Undang-Undang Karantina Kesehatan 5. Rancangan Undang-Undang Merek 6. Rancangan Undang-Undang Paten 7. Rancangan Undang-Undang Kedaulatan Pangan
1. 2.
RPP tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional RPP tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2010 3. RPP tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan 4. RPP tentang Label dan Iklan Pangan 5. RPP Tata Cara Paten oleh Pemerintah 6. RPP Tentang Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan serta Peningkatan Nilai Tambah Hasil Periklanan 7. RPP Jaminan Produk Halal 8. RPP Sarana dan Prasarana Industri 9. RPP Ketahanan Pangan 10. RPP Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 11. RPP tentang Penetapan Barang yang Dilarang dan Dibatasi Perdagangannya serta Diawasi Perdagangan dan Peredarannya
Judul Rancangan Permenkes 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
146
Rancangan Permenkes tentang Apotik Rancangan Permenkes tentang Registrasi Penelitian Klinis Rancangan Permenkes tentang Penyelenggaraan Program Terapi Buprenorfina Rancangan Permenkes tentang SAS Rancangan Permenkes tentang Peredaran dan Penyimpanan dan Pemusnahan Narkotik Farmasi Rancangan Permenkes tentang Plasma Darah Rancangan Permenkes tentang Promosi Obat Rancangan Permenkes tentang Obat Wajib Apotik Rancangan Peraturan Menteri Perdagangan tentang Pelarangan Impor dan Peredaran Rokok Elektrik
4.11. BEA MASUK DITANGGUNG PEMERINTAH (BMDTP) Dalam rangka memenuhi penyediaan barang dan/atau jasa untuk kepentingan umum dan peningkatan daya saing industri farmasi tertentu di dalam negeri, pemerintah memberikan insentif fiskal berupa BMDTP, yaitu bea masuk terutang yang dibayar oleh pemerintah dengan pagu anggaran tertentu. BMDTP diberikan terhadap impor barang dan bahan yang dipergunakan untuk produksi barang dan/atau jasa. Badan POM adalah salah satu lembaga yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan sebagai pembina sektor industri farmasi yang bekerja sama dengan Kementerian Keuangan terutama Badan Kebijakan Fiskal, Direktorat Jenderal Anggaran, Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, serta Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan dalam pelaksanaan pemberian BMDTP. Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK), sejak tahun 2008 sampai batas waktu yang akan ditetapkan oleh pemerintah sesuai dengan kebutuhan, BMDTP sektor farmasi diberikan kepada industri farmasi pembuat kemasan infus dan/atau memproduksi infus. Pagu tahun anggaran 2015 yang diberikan oleh Menteri Keuangan sebesar Rp.14.173.967.000,- untuk sektor farmasi, meningkat 0,21 % dari tahun anggaran 2014. Dari pagu tersebut Badan POM melakukan kajian kebutuhan terhadap Rencana Impor Barang (RIB) yang diajukan oleh dua industri farmasi (IF). Berdasarkan kajian tersebut, RIB yang disetujui oleh Badan POM untuk ke-2 IF tersebut sebesar Rp.9.133.998.016,-. Realisasi BMDTP oleh industri farmasi T.A. 2015 senilai Rp. 6.268.716.000,- atau 44,23% dari pagu anggaran. Realisasi ini mengalami penurunan sebesar 48,66% dibandingkan dengan realisasi tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan antara lain: 1. Perubahan perencanaan oleh Industri Farmasi karena stok barang masih mencukupi dan turunnya harga bahan baku dari importir. 2. Terlambat untuk pengajuan usulan DIPA ke Direktorat Jenderal Anggaran (DJA). Tabel 4.20 Realisasi BMDTP Terhadap Pagu Anggaran Tahun 2011-2015 Tahun Anggaran
Pagu (Rp)
Realisasi (Rp)
% Realisasi Terhadap Pagu
Jumlah IF
2011
1.840.000.000
1.685.576.000,00
91,61
1
2012
9.372.600.000
7.844.566.137,93
83,70
3
2013
10.309.360.000
9.770.565.000,00
94,77
3
2014
14.144.810.000
12.210.128.000,00
86,32
2
2015
14.173.967.000
6.2626.716.000,00
44,23
2
147
91,61
94,77 83,7
86,32
44,23
2011
2012
2013
2014
2015
Gambar 4.67 Realisasi BMDTP Tahun 2011-2015 Pada tahun 2015, Kementerian Keuangan mengeluarkan kebijakan baru bahwa implementasi dan pengawasan terhadap pemanfaatan fasilitas BMDTP setelah keluar dari Bea dan Cukai diserahkan kepada masing-masing Pembina Sektor. Untuk menindaklanjuti hal tersebut Badan POM telah membuat payung hukum yang dapat menjadi landasan dalam pengawasan pemanfaatan BMDTP oleh Industri Farmasi, yaitu Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor 15 Tahun 2015 tentang Tatacara Pelaksanaan Bea Masuk Ditanggung Pemerintah Atas Impor Barang dan Bahan Tertentu di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan. Payung hukum tesebut mengatur mulai dari tatacara pengajuan permohonan persetujuan untuk memperoleh BMDTP sampai dengan sanksi administrasi, termasuk didalamnya evaluasi terhadap kelayakan mendapat fasilitas BMDTP. Adanya fasilitas BMDTP ini disosialisasikan kepada Industri Farmasi setelah Kementerian Keuangan mengeluarkan PMK Sektor tahun berjalan beserta besaran pagu.
4.12. KOMUNIKASI, INFORMASI DAN EDUKASI (KIE) Sebagai salah satu pilar pengawasan obat dan makanan yang dilaksanakan oleh masyarakat, pemberian komunikasi, informasi dan edukasi timbal balik dengan konsumen mempunyai arti yang penting untuk pemberdayaan konsumen agar untuk membentengi diri sendiri terhadap penggunaan produk yang berisiko terhadap kesehatan. Pengaduan dan pertanyaan masyarakat merupakan bentuk pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat.
A. Unit Layanan Pengaduan Konsumen Selama Tahun 2015 Badan POM telah menerima pengaduan dan permintaan informasi mengenai Obat dan Makanan sejumlah 29.053 layanan melalui Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) di Pusat dan 31 Balai Besar/Balai POM seluruh Indonesia serta Contact Center HALO BPOM 1500533.
148
Berdasarkan data layanan 35.000 29.053 pengaduan dan informasi 30.000 konsumen nasional yang 25.000 20.560 diterima oleh ULPK dan 20.000 14.778 14.619 14.275 Contact Center (berdiri 15.000 11.597 11.504 11.690 11.276 9.471 8.870 8.997 sejak 2014) dari tahun 10.000 3.115 2011 sampai tahun 2015, 2.126 5.000 2.279 terlihat bahwa jumlah 2011 2012 2013 2014*) 2015*) pengaduan dan Pusat Balai Nasional permintaan informasi *) di pusat, Akses melalui ULPK dan Contact Center cenderung meningkat dari Gambar 4.68 Dinamika Jumlah Layanan Pengaduan dan tahun ke tahun. Hal ini Informasi Konsumen Melalui ULPK Tahun 2011 - 2015 diantaranya karena adanya isu yang berkembang di masyarakat tentang Obat dan Makanan yang menjadi pengawasan Badan POM serta semakin meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap kredibilitas Badan POM. Pada tahun 2015, jumlah pengaduan dan informasi konsumen per-bulan mengalami fluktuasi. Secara nasional, puncak pengaduan dan informasi konsumen ada pada bulan Maret dan April. Pada bulan tersebut, pertanyaan yang paling sering ditanyakan oleh pelaku usaha tentang legalitas beberapa produk pangan yang telah beredar di pasaran, proses pendaftaran ulang pangan dan SKI/SKE, juga produk PIRT. Beberapa pertanyaan terkait adanya kode E471 yang diduga mengandung babi, dugaan produk Pocky yang mengandung babi, adanya isu produk nata de coco yang menggunakan pupuk urea dan kejadian tidak diinginkan yang serius pada penggunaan obat injeksi Buvanest Spinal 0,5% Heavy 4 ml/5 (Bupivacaine HCl) menyebabkan banyaknya masyarakat yang menghubungi ULPK dan Contact Center HALO BPOM 1500533 untuk mengklarifikasi informasi tersebut. 2.984 2.906 2.821 2.723 3.000 2.536 2.700 2.282 2.282 2.236 2.345 2.219 2.129 2.400 2.100 1.545 1.614 1.800 1.554 1.507 1.410 1.439 1.318 1.201 1.410 1.352 1.314 1.313 1.500 1.183 1.247 1.141 1.145 1.144 1.126 1.078 984 1.200 1.075 1.035 856 918 758 900 600 300 0
Pusat (ULPK + CC)
Balai
Nasional
Gambar 4.69 Dinamika Layanan Pengaduan dan Informasi Konsumen Per-Bulan Tahun 2015
149
12.948
15.000
12.185
Berdasarkan jenis komoditi, dapat dilihat bahwa kelompok pengaduan dan informasi konsumen yang paling banyak adalah berkaitan dengan produk pangan (makanan/minuman) sebanyak 12.948 layanan (44,56%), kemudian Kosmetika sebanyak 4.417 layanan (15,20%), informasi umum sebanyak 4.045 layanan (13,92%, yang mayoritas terkait rekrutmen pegawai BPOM/nomor kontak unit kerja di BPOM), produk Obat Tradisional sebanyak 2.809 layanan (9,67%), Obat sebanyak 2.348 layanan (8,08%) dan Suplemen Kesehatan sebanyak 1.343 layanan (4,62%). Selain itu pengaduan dan informasi konsumen tentang Bahan Berbahaya (BB), PKRT, Alat Kesehatan, dan NAPZA.
163 11 174
178 4 182
189 3 192
572 23 595
1.246 97 1.343
2.236 112 2.348
2.393 416 2.809
4.045
3.885
160
3.000
4.417
6.000
763
9.000
603
3.814
12.000
-
Informasi
Pengaduan
Total
Gambar 4.70 Profil Jumlah Pengaduan dan Informasi Konsumen Berdasarkan Jenis Komoditi Tahun 2015 Menurut kelompok informasi produk/klasifikasi pertanyaan, pengaduan dan informasi konsumen terbanyak adalah mengenai legalitas sebanyak 19.488 layanan (67,06%) terutama terkait dengan:
informasi produk obat dan makanan terdaftar; informasi prosedur pendaftaran obat dan makanan; sertifikasi (yaitu prosedur Surat Keterangan Impor obat dan makanan, prosedur Surat Keterangan Komoditas Non Obat dan Makanan, dan permohonan rekomendasi BPOM untuk pengeluaran obat dan makanan keperluan pribadi) inspeksi yaitu pengaduan masyarakat tentang obat dan makanan ilegal/substandar inspeksi yaitu pengaduan masyarakat tentang proses pendaftaran produk yang sangat lama Public Warning yaitu klarifikasi mengenai produk obat dan makanan yang masuk ke dalam Daftar Public Warning yang dikeluarkan oleh BPOM Periklanan, pengaduan mengenai over claim produk
Ditinjau dari profesi konsumen yang menghubungi ULPK dan Contact Center, dapat diketahui bahwa konsumen terbanyak adalah dari profesi karyawan sebanyak 10.529 (36,23%) disusul berturut-turut dari kalangan pelaku usaha sebanyak 9.368 (32,24%), masyarakat umum sebanyak 3.524 (12,13%), dan ibu rumah tangga sebanyak 1.987
150
(6,84%), sisanya adalah dari berbagai profesi antara lain pelajar/mahasiswa, apoteker, tenaga kesehatan lain, wartawan, dokter, sarjana hukum dan dari LSM. 10.529 9.368 9.687 9.068 10000 12000
8000 6000 4000 2000
842
3.524 3.130 1.987 1.902 846 207 1.638 1.751 780 186201 101117 42 57 298315 180 394 349 300 151 66 27 17 15 16 15
0
Informasi = 26.861
Pengaduan = 2.192
Total = 29.053
Gambar 4.71 Profil Masyarakat/Konsumen yang Menghubungi ULPK Tahun 2015 Sarana terbanyak yang Telepon 41,52% digunakan untuk menghubungi E-mail 6,62% ULPK Badan POM adalah datang langsung yaitu 12.641 layanan (43.50%), kemudian melalui SMS 5,58% sarana telepon sebanyak 12.064 Media Sosial layanan (41,52%), e-mail 2,68% Fax 0,003% Langsung Surat 0,09% sebanyak 1.923 layanan 43,51% (6,62%), pesan singkat/SMS (Short Message Service) Gambar 4.72 Profil Masyarakat/Konsumen yang sebanyak 1.621 layanan Menghubungi ULPK dan Contact Center (5,58%), media sosial (Twitter Berdasarkan Jenis Sarana yang Digunakan @HaloBPOM1500533) Tahun 2015 sebanyak 778 layanan (2,68%), surat sebanyak 25 layanan (0,09%), dan fax sebanyak 1 layanan (0,01%). Saat ini penggunaan internet sebagai media komunikasi semakin meluas dan semakin mempermudah komunikasi, sehingga media luar ruang ini semakin diminati oleh masyarakat. Selain itu, biaya penggunaan internet yang lebih murah, membuat masyarakat lebih memilih media ini untuk berkomunikasi dibandingkan dengan telepon. Disamping itu, perkembangan media sosial yang sangat pesat, menuntut Badan POM untuk membuka akses melalui media sosial kepada masyarakat untuk menanyakan informasi dan menyampaikan pengaduan tentang obat dan makanan. Dengan mulai aktifnya akun @halobpom1500533, semakin memperluas cakupan layanan informasi dan pengaduan tentang obat dan makanan.
151
Sejak September 2014, Badan POM telah mengembangkan media sosial untuk sosialisasi program BPOM yaitu melalui twitter @bpom_ri, Facebook, Instagram, dan Mailchimp. Dari berbagai media sosial yang dikembangkan tersebut, layanan pengaduan dan permintaan Informasi melalui @HaloBPOM1500533 media sosial dapat diakses melalui twitter @HaloBPOM1500533. Setelah berjalan selama setahun lebih, layanan ini mulai populer dan banyak digunakan masyarakat jumlah pengikut (followers) akun Twitter @HaloBPOM1500533 hingga 31 Desember 2015 semakin meningkat, yaitu sebanyak 1.770 pengikut (followers) dengan jumlah kicauan (tweets) sebanyak 1.730. Peningkatan ini berbanding lurus dengan jumlah kumulatif layanan dan jumlah tweet. Sedangkan total Jumlah Layanan Pengaduan dan Permintaan Informasi Melalui Twitter @HaloBPOM1500533 selama Tahun 2015 sebanyak 751 layanan (608 layanan informasi dan 143 layanan pengaduan), dengan rincian Jenis Profesi terbanyak dari Karyawan, Pelajar/Mahasiswa, Masyarakat Umum, Pelaku Usaha, dan Ibu Rumah Tangga dan; Jenis komoditas tertinggi adalah Pangan, Obat Tradisional, Kosmetika, dan Suplemen Makanan; dan informasi produk yang paling banyak ditanyakan adalah mengenai legalitas, mutu, informasi lain tentang produk dan penandaan produk. Pengaduan
Informasi
Total
145151
77 65
6
12
69 50 19
89 68 21
56 45 50 37 47 46 55 30 44 45 40 36 32 32 29 27 15 14 13 12 9 8 5 3
Gambar 4.73 Grafik Jumlah Layanan Pengaduan dan Informasi Konsumen Melalui Akun Twitter @HALOBPOM1500533 Periode Januari – Desember 2015 Upaya peningkatan Komunikasi, Informasi dan Edukasi telah dilakukan baik di Pusat maupun di Daerah melalui diseminasi dan promosi ke sekolah dan komunitas ibu-ibu PKK, penyebaran informasi oleh Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia. Promosi keberadaan ULPK juga dilakukan melalui Pameran, Iklan Layanan Masyarakat, Talk Show, Siaran Pers dan website Badan POM. Selain itu dilakukan BPOM ROAD SHOW dengan tujuan untuk lebih mencerdaskan konsumen Indonesia serta memperkenalkan layanan pengaduan dan informasi konsumen BPOM melalui ULPK dan Contact Center HALO BPOM 1500533. Kegiatan ini dilaksanakan bersama dengan beberapa Unit Teknis di Lingkungan BPOM serta Balai Besar/Balai POM setempat. Untuk sasaran Komunitas masyarakat umum (BPOM Goes To Community) materi yang disampaikan adalah tentang pangan, kosmetika dan obat tradisional, untuk komunitas
152
sekolah (BPOM Goes To School) materi yang disampaikan adalah tentang pangan terutama pangan jajanan anak sekolah (PJAS) termasuk contoh-contoh untuk memperjelas dan meningkatkan pemahaman siswa dan komunitas sekolah lainnya mengenai bahan berbahaya dalam pangan, sedangkan untuk komunitas kampus (BPOM Goes To Campus) materi yang disampaikan adalah mengenai obat, suplemen kesehatan serta kosmetika. Secara lebih rinci, kegiatan yang dilakukan dalam tiap lokasi adalah sebagai berikut: a) BPOM GOES TO COMMUNITY 1, pada tanggal 12 Mei 2015 di Pelataran Parkir Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat yang dilaksanakan pada puncak perayaan Hari Konsumen Nasional yang dihadiri oleh Menteri Perdagangan, para undangan dari institusi, organisasi masyarakat serta pengunjung Monas. BPOM berpartisipasi aktif dalam kegiatan dengan membuka 2 booth, yaitu Contact Center HaloBPOM1500533 dan Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan serta diramaikan dengan Tim dan Mobil Keliling dari Balai Besar POM di Jakarta. Jumlah pengunjung yang berinteraksi di booth BPOM sekitar 100 orang peserta. b) BPOM GOES TO COMMUNITY 2, pada tanggal 5 Juni 2015 di Aula BRI Kelurahan Rawasari, Kecamatan Cempaka Putih Jakarta Pusat. Hadir 120 Orang warga RW.05 dan RW.06 Kelurahan Rawasari yang terdiri atas Ibu Rumah Tangga, remaja putri, karyawan serta siswa sekolah. Narasumber yang hadir memberikan edukasi adalah Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat (Budi Djanu Purwanto, SH., MH); Direktur Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan, dan Kosmetik (Dra. Frida Tri Hadiati, Apt); Kasie Penyuluhan Institusi dan Masyarakat (Dra. Ratminah, S.Si., Apt., MP); dan Kepala Bidang Informasi Keracunan (Atiek Supardiati ES, S.Si, Apt, MKM) dan melibatkan host Veve Adeline dari Gen FM Radio. Acara ini diramaikan dengan Tim dan Mobil Keliling dari Balai Besar POM di Jakarta dan booth konsultasi obat dan makanan Contact Center HaloBPOM1500533. c) BPOM GOES TO COMMUNITY 3, pada tanggal 6 Desember 2015 sejalan dengan kegiatan Car Free Day di Jl. Sudirman, Jakarta Pusat. Jumlah pengunjung yang berinteraksi sekitar 100 orang yang terdiri atas warga ibukota yang datang pada kegiatan rutin Car Free Day tersebut. Edukasi disuguhkan dalam bentuk pembukaan Booth konsultasi obat dan makanan Contact Center HaloBPOM1500533 yang dapat dimanfaatkan oleh setiap masyarakat yang hadir untuk bertanya tentang berbagai hal terkait semua komoditas yang ada dalam pengawasan BPOM.
153
d) BPOM GOES TO SCHOOL 1, pada tanggal 3 Juni 2015 di Gedung SMPN 76 Jakarta Pusat dihadiri 150 orang komunitas sekolah yang terdiri atas siswa dan staf pengajar/guru. Narasumber yang hadir memberikan edukasi adalah Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat (Budi Djanu Purwanto, SH., MH); Kepala Sub Direktorat Promosi Kemanan Pangan (Drs. AA. Nyoman Merta Negara); dan Kasie Penyuluhan Institusi dan Masyarakat (Dra. Ratminah, S.Si., Apt., MP). Kegiatan yang melibatkan host Veve Adeline dari Gen FM Radio. Demo Rapid Test Kit terhadap sampel pangan jajanan oleh Balai Besar POM DKI Jakarta sehingga dapat diketahui hasil ujinya untuk menambah wawasan peserta didik. e) BPOM GOES TO SCHOOL 2, pada tanggal 12 November 2015 dalam rangka Peluncuran Gerakan Konsumen Anak Cerdas Indonesia (Kick of G-KACI) dengan tema “Cerdas Memilih Pangan Yang Baik Serta Cerdas Kelola Sampah” di Ruang Theater Gedung Nyi Ageng Serang, Jl. HR. Rasuna Said Kav. C Kuningan, Jakarta Selatan. Kegiatan yang disponsori oleh Indonesia Petroleum Association (IPA) bekerjasama dengan SPEAK Indonesia ini dihadiri oleh sekitar 150 orang peserta yang terdiri atas pelajar dan guru dari beberapa SD, SLTP, dan SLTA di Jakarta. Narasumber yang terlibat terdiri dari narasumber Kementerian Lingkungan Hidup, Dokter Ahli Gizi, dan Kepala Bagian Pengaduan Konsumen. Dalam kegiatan tersebut Tim dari ULPK juga melakukan Uji cepat menggunakan Rapid Test Kit yang dilakukan terhadap sampel pangan yang dibeli di lingkungan sekitar Gedung Nyi Ageng Serang. Tahu dan Baso, memberikan hasil uji negatip terhadap test formalin dan borax sedangkan mie basah dan Kerupuk memberikan hasil uji positif terhadap test Metanil yellow dan Rhodamin B. Untuk lebih memperkenalkan ULPK dan sebagai sarana promosi kepada masyarakat, dibagikan brosur dan produk informasi. Selain acara KIE diselenggarakan juga lomba Pangan sehat dan bergizi serta Kebersihan Lingkungan. f) BPOM GOES TO SCHOOL 3, pada tanggal 26 November 2015 di Kompleks SDS dan SMP Unwanus Saadah Jl. Plumpang Semper No. 3, Tanjung Priok, Jakarta, diikuti 150 peserta dari komunitas sekolah yang terdiri dari siswa, dan staf pengajar. Edukasi disampaikan dalam bentuk penyuluhan dan diskusi interaktif tentang obat dan makanan oleh Kepala Bagian Pengaduan Konsumen (Dra. Fauziah Amin, Apt) dan Kepala Sub Bagian Layanan Pengaduan Konsumen (Dra. Nining Restu K, Apt., M.Si). Pada kegiatan ini dilakukan pengujian menggunakan Rapid Test Kit mobil laboratorium keliling oleh Tim ULPK BPOM terhadap produk pangan yang dijual di lingkungan sekolah.
154
g) BPOM GOES TO CAMPUS 1, pada tanggal 12 Juni 2015 di Gedung Auditorium UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jl. Ir. Haji Juanda No. 95. Ciputat, Tangerang, Banten. Acara ini dibuka oleh Rektor UIN, Prof. Dr. Dede Rosyada dan dihadiri oleh 200 orang komunitas kampus yang terdiri dari mahasiswa serta Dekan dan Dosen pengajar di lingkungan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Narasumber yang hadir memberikan edukasi adalah Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat (Budi Djanu Purwanto, SH., MH); Kepala Sub Direktorat Penilaian Produk II (Kosmetik) (Dra. RR. Maya Gustina Andarini, Apt., MSC); Kasie Penyuluhan Institusi dan Masyarakat (Dra. Ratminah, S.Si., Apt., MP); dan Dosen Prodi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan UIN (Zilhadia, M.SI., Apt). Acara ini diramaikan dengan kehadiran Mobil Keliling dari Balai POM di Serang. Uji cepat menggunakan Rapid Test Kit yang dilakukan oleh Tim dari Balai POM Serang terhadap sampel pangan yang dibeli di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah memberikan hasil uji negatif. h) BPOM GOES TO CAMPUS 2, pada tanggal 16 Juni 2015 di Gedung C Rumpun Ilmu Kesehatan Universitas Indonesia, Depok. Acara ini dibuka oleh Dekan Fakulas Farmasi Universitas Indonesia (mewakili rektor) (Dr. Mahdi Jufri, Apt., M.Si.) dan dihadiri oleh 200 orang peserta/komunitas kampus yang terdiri dari mahasiswa serta dosen pengajar di lingkungan Rumpun Ilmu Kesehatan Universitas Indonesia. Narasumber yang hadir memberikan edukasi adalah Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat (Budi Djanu Purwanto, SH., MH.); Direktur Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan, dan Kosmetik (Dra. Frida Tri Hadiati, Apt.); dan Kasie Penanggulangan Produk Ilegal (Priharika Septyowati, S.Si, Apt, MKM). Tim dari Balai Besar POM di Bandung bersama Mobil Laboratorium Kelilingnya ikut berpartisipasi dalam kegiatan ini. Uji cepat menggunakan Rapid Test Kit yang dilakukan terhadap sampel pangan yang dibeli di lingkungan sekitar Gedung Rumpun Ilmu Kesehatan, Universitas memberikan hasil uji negatif.
Hasil Evaluasi Kepuasan Konsumen terhadap Layanan ULPK secara Nasional Tahun 2015 Sesuai KEPMENPAN No. KEP/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah, semua unit pelayanan instansi pemerintah baik yang langsung maupun tidak langsung memberikan pelayanan kepada masyarakat, wajib menyusun indeks kepuasan masyarakat secara periodik di
155
lingkungan masing-masing dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanannya kepada masyarakat. Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) Badan POM merupakan unit yang dibentuk guna memberikan akses kepada masyarakat/konsumen untuk menyampaikan informasi atau pengaduan yang berkaitan dengan pengawasan produk obat dan makanan. Untuk mengetahui tingkat kepuasan konsumen ULPK Pusat dan ULPK di Balai Besar/Balai POM atas pelayanan yang diterimanya, yang meliputi dua dimensi, yaitu Produk ULPK (Product dan Information) dan Cara Penyampaiannya (Delivery) serta untuk mengetaui faktor-faktor yang secara signifikan berpengaruh terhadap tingkat kepuasan konsumen telah dilakukan Evaluasi Kepuasan Konsumen. Metodologi survey yang digunakan adalah metode kuantitatif melalui telesurvey (Phone Interview) dan angket menggunakan kuesioner yang memuat pertanyaan terstruktur serta metode kualitatif melalui Focus Discussion Group (FGD). Metode penarikan sampel menggunakan teknik stratified random sampling berdasar database konsumen ULPK dimana responden dikelompokkan berdasarkan lokasi tempat tinggal responden, kemudian dari setiap lokasi itu dipilih responden secara acak yang mewakili sampel. Total Responden 600 responden telesurvei; 935 responden angket; dan 2 Grup FGD Error Sampling +/- 4,36 % pada interval kepercayaan 95,0%. Evaluasi kali ini dilakukan di ULPK Pusat dan Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia dengan sampel masing-masing kota berbeda. Terdapat tiga dimensi yang diperlukan untuk mengukur kepuasan seseorang terhadap sebuah pelayanan jasa, yaitu: Accessibility, Delivery, dan Information. Masing-masing dimensi tersebut dijabarkan melalui pertanyaan-pertanyaan yang akan dijawab oleh responden. Evaluasi kepuasan konsumen terhadap layanan pengaduan dan informasi konsumen menunjukkan hasil yang sangat baik (very good) dengan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) sebesar 4,70 untuk Skala Likert (1-6), mengalami peningkatan sebesar 0.02 poin dibandingkan dengan hasil evaluasi tahun 2014 yaitu sebesar 4.68. Sedangkan untuk Skala 0 – 100 adalah sebesar 74,13 atau mengalami peningkatan sebesar 3.09 poin dibandingkan dengan hasil evaluasi tahun 2014 yaitu sebesar 73.65. Aspek yang mendapatkan tingkat kepuasan tertinggi adalah kepuasan terhadap keramahan dan penampilan petugas ULPK.
156
Tabel 4.21 Hasil Evaluasi Kepuasan Konsumen ULPK Nasional per-Parameter Parameter Requirements, Prosedure, Accessibility
1 2
Kemudahan Akses Sarana Akses yang beragam
Accessibility Index
Delivery
Hasil Survei 2015 4,63 4,54
4,60
4,58
3 4
Keramahan Petugas Kejelasan dan Kepastian Petugas
4,80 4,75
4,87 4,71
5 6
Kedisiplinan Petugas Tanggung jawab Petugas
4,75 4,74
4,72 4,72
7 8 9 10
Kecepatan Petugas Kompetensi Petugas Penampilan Petugas Keadilan dalam pelayanan
4,69 4,68 4,94 4,58
4,68 4,68 4,84 4,77
11
Kondisi Ruangan
4,65
2,68
4,73
4,75
4,66 4,64 4,60 4,64
4,66 4,69 4,63 4,66
4,68
4,70
Delivery Index Information
Hasil Survei 2014 4,64 4,56
12 Akurasi Informasi 13 Kejelasan Informasi 14 Kecukupan Informasi Information Index
Indeks Kepuasan Konsumen/Masyarakat
Net Promoter Score dengan hasil positif yang menunjukkan sebagian besar pelanggan bersedia merekomendasikan ULPK BPOM sebagai rujukan mencari informasi tentang obat dan makanan.
Gambar 4.74 Grafik Indeks Loyalitas Pelanggan ULPK
157
B. Progress Layanan Contact Center HALO BPOM 1500533 Sejak diluncurkan pada 5 Februari 2014, Contact Center HALO BPOM 1500533 telah mendapat respon positif dari masyarakat, terlihat dari banyaknya interaksi melalui telepon, SMS atau email. Namun demikian, masih diperlukan pengembangan dan peningkatan pelayanan, terutama dalam hal meningkatkan kecepatan pelayanan informasi. Oleh karena itu, kerjasama dan dukungan dari masyarakat sangat diperlukan untuk mempromosikan program BPOM ini dalam rangka melindungi masyarakat dari obat dan makanan yang berisiko terhadap kesehatan. Pada tahun 2015, Contact Center HALO BPOM 1500533 melayani 11.767 layanan yang terdiri dari : 1040 (8,84%) layanan pengaduan; 10.720 (91,1%) layanan informasi dan 16 (0,25%) layanan informasi keracunan. Jumlah layanan Contact Center HALO BPOM 1500533 pada tahun 2015 meningkat sebanyak 84,41% dibanding tahun 2014 (sebanyak 6.381 layanan).
Jumlah layanan = 11.767 15.000 12.000 9.000 6.000 3.000 -
10.720
1.040
7
Informasi Pengaduan Informasi Keracunan
Gambar 4.75 Profil Pengaduan dan Informasi Konsumen Contact Center Berdasarkan Jumlah Interaksi Tahun 2015
Konsumen menghubungi Contact Center HALO BPOM 1500533 sebagian besar melalui telepon sebanyak 9.104 (77,37%), melalui email sebanyak 1.272 (10,81%), dan Short Message Service (SMS) sebanyak 1.381 (11,82%).
SMS 11,82%
Email 10,81%
Telepon 77,37%
Hingga saat ini, telepon masih menjadi sarana komunikasi yang paling diandalkan untuk melakukan pengaduan atau memperoleh informasi dalam waktu yang singkat. Selain itu penjelasan yang didapat melalui telepon dirasa lebih lengkap dan jelas jika dibandingkan dengan bertanya melalui sarana kontak/komunikasi yang lainnya.
158
Gambar 4.76 Profil Pengaduan dan Informasi Konsumen Contact Center Berdasarkan Jenis Sarana Kontak Tahun 2015
Jenis komoditi yang paling Jumlah Layanan = 11.767 sering ditanyakan oleh 4.246 4.500 konsumen adalah mengenai 3.000 2.384 pangan (makanan & minuman) 1.398 1.163 terutama legalitas beberapa 1.043 999 1.500 359 82 produk pangan yang telah 53 40 beredar di pasaran, proses pendaftaran ulang pangan dan SKI/SKE. Komoditi kosmetika menjadi komoditi kedua yang banyak ditanyakan oleh konsumen, karena semakin Gambar 4.77 Profil Pengaduan dan Informasi maraknya penjualan kosmetika Konsumen Contact Center Berdasarkan Jenis Komoditi yang dipasarkan secara online Tahun 2015 melalui situs-situs tertentu, social media, maupun broadcasting system, juga klinik kecantikan ataupun produk kosmetika atas nama dokter. Dengan semakin kritis dan meningkatnya pengetahuan, masyarakat banyak yang menanyakan kebenaran legalitas produk kosmetika tersebut ke BPOM. Selain itu, adanya perubahan kode NIE dari nomor registrasi ke notifikasi, menyebabkan meningkatnya pertanyaan masyarakat tentang kosmetika tersebut, beberapa pengaduan tentang dugaan kosmetika palsu baik di sarana produksi maupun distribusi. Informasi umum yang sering ditanyakan adalah mengenai informasi penerimaan CPNS BPOM, konfirmasi surat ke Unit di BPOM, alamat dan nomor telp Unit di BPOM, dan informasi magang di BPOM. Karyawan dan pelaku usaha, Ibu 3 LSM Rumah Tangga, dan Jumlah Layanan = 11.767 15 Wartawan Pelajar/Mahasiswa merupakan 45 Dokter 50 Nakes Lain konsumen paling banyak yang 134 Apoteker menghubungi Contact Center 214 Sarjana Hukum 459 Umum HALO BPOM 1500533. Kalangan 532 Pelajar/Mahasiswa pelaku usaha banyak Ibu Rumah Tangga 1.152 memanfaatkan layanan Contact 4.475 Karyawan 4.688 Pelaku Usaha Center HALO BPOM 1500533 ini 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 dalam rangka permintaan informasi prosedur registrasi dan Gambar 4.78 Profil Pengaduan dan Informasi prosedur pemasukan/ impor obat Konsumen Contact Center Berdasarkan Jenis Profesi Konsumen Tahun 2015 dan makanan (SKI). Sisanya dari kalangan profesi apoteker, sarjana hukum, tenaga kesehatan lain, LSM, dokter, wartawan, dan masyarakat umum lainnya. Masyarakat umum yang dimaksud adalah masyarakat yang belum diklasifikasikan profesinya atau masyarakat yang pada saat menghubungi Contact Center HALO BPOM 1500533 tidak menyebutkan profesinya.
159
Total Calls, Answer Calls dan Abandon Calls HALO BPOM 1500533 Total Call adalah jumlah telepon yang masuk ke Contact Center. Answer Call adalah jumlah telepon yang dapat diangkat oleh agent Contact Center untuk dilayani. Abandon Call adalah jumlah telepon yang tidak dapat diangkat oleh agent Contact Center karena masih melayani pelanggan lain atau penelpon memutuskan sendiri panggilan sebelum dijawab oleh agent.
Total Calls Total Call yang masuk ke layanan Contact Center HALO BPOM 1500533 sebanyak 11.257 yang terdiri dari Total Answer Call sebanyak 10.636 dan Abandon Call sebanyak 621.
15.000
10.636
10.000 5.000
621
Total Answers
Abandon
Gambar 4.79 Profil Total Calls Contact Center Tahun 2015
Total Answer Calls Total answer calls yang masuk ke layanan Contact Center HALO BPOM 1500533 adalah 10.636, dengan agent menjawab sejak telepon mulai berdering kurang dari 20 detik sebanyak 10.442 dan lebih dari 20 detik sebanyak 194.
15.000 10.442 10.000 5.000 194 More 20s
Less 20s
Gambar 4.80 Profil Total Answer Calls Contact Center Tahun 2015
160
Total Abandon Calls Pada grafik Abandon Calls, terlihat bahwa 281 300 abandon disebabkan karena while ringing 250 sebanyak 281, transfer sebanyak 165, dan 175 200 165 queue sebanyak 175. 150 Penjelasan abandon call (telepon yang belum 100 sempat diangkat/diterima agent): 50 0 While Ringing, yaitu pelanggan While Transfer Queue mematikan telepon pada saat Ringing mendengar penjelasan IVR dari mesin Contact Center; Gambar 4.81 Profil Total Abandon Transfer yaitu konsumen mematikan Calls Contact Center Tahun 2015 telepon saat aplikasi Contact Center sedang melakukan transfer call ke para agent, tetapi belum masuk nada tunggu; Queue yaitu konsumen mematikan telepon pada saat aplikasi contact center telah mentransfer call ke agent (dalam posisi nada tunggu Mars BPOM), tetapi para agent belum bisa menerima telepon tersebut, karena sedang menerima telepon dari konsumen lainnya.
C. Hubungan Masyarakat Badan POM berupaya meningkatkan kepercayaan masyarakat, sekaligus meningkatkan citra/reputasi positif di masyarakat. Masyarakat sangat membutuhkan informasi yang benar tentang Obat dan Makanan secara terus menerus, sehingga Badan POM perlu senantiasa mengomunikasikannya kepada publik. Kegiatan kehumasan di BPOM meliputi fungsi pelaksanaan pengolahan dan penyajian berita, public warning dan pendapat umum, pelaksanaan hubungan pers dan media masa, serta pelaksanaan publikasi dan dokumentasi, termasuk pemberian pelayanan dan penyebarluasan pesan atau informasi, sebagai komunikator dan mediator untuk menjembatani kepentingan BPOM dan masyarakat/publik, serta turut berperan dalam menciptakan iklim yang kondusif untuk stabilitas dan keamanan politik. Luasnya jangkauan wilayah pengawasan Obat dan Makanan oleh BPOM serta banyaknya jumlah penduduk dan beragamnya masyarakat Indonesia, diperlukan strategi penyebaran informasi Obat dan Makanan dengan sasaran masyarakat yang sesuai. Untuk itu, sebelum menjalankan tugas kehumasan, maka dilakukan pemantapan strategi kehumasan tahun 2015 sebagai berikut.
Gambar 4.82 Peta Pemantapan Strategi Kehumasan
161
Selama tahun 2015, Badan POM sudah melaksanakan beberapa kegiatan kehumasan sebagai berikut: a)
Penyebaran Informasi Melalui Penerbitan Siaran Pers Siaran pers termasuk peringatan publik atau public warning merupakan salah satu bentuk produk informasi tentang Obat dan Makanan yang diterbitkan BPOM sebagai perlindungan kepada masyarakat. Penerbitan siaran pers dan public warning ditujukan agar publik mengetahui berbagai informasi ter-update seputar hasil pengawasan Obat dan Makanan oleh BPOM, sehingga masyarakat dapat menjadi konsumen yang lebih cerdas dalam memilih Obat dan Makanan yang aman. Selama tahun 2015, BPOM telah menerbitkan sebanyak 40 Siaran Pers, dimana 12 siaran pers diterbitkan melalui konferensi pers. Siaran pers tersebut terdiri atas beberapa topik, antara lain topik umum sebanyak 18 kali, pangan sebanyak 12 kali, obat tradisional sebanyak 4 kali, obat sebanyak 3 kali, kosmetika sebanyak 2 kali, dan NAPZA sebanyak 1 kali. Sekalipun beberapa siaran pers tidak disampaikan melalui pelaksanaan konferensi/jumpa pers, BPOM tetap menginformasikan/ menyebarluaskan siaran pers tersebut kepada media dan Balai Besar/Balai POM seluruh Indonesia melalui email. Dengan demikian, rekan-rekan media tetap dapat menyebarluaskan informasi dalam siaran pers tersebut kepada masyarakat luas. Selain disebarkan kepada masyarakat melalui pemberitaan di media massa, siaran pers juga diunggah melalui website BPOM www.pom.go.id dan disebarkan melalui akun resmi BPOM di twitter maupun facebook. Jika ditelaah lebih mendalam, siaran pers yang paling banyak mendapatkan perhatian media dilihat dari banyaknya pemberitaan adalah siaran pers yang disertai public warning, baik terkait Obat Tradisional Mengandung Bahan Kimia Obat maupun Kosmetika Mengandung Bahan Berbahaya, disusul dengan siaran pers Hasil Intensifikasi Pengawasan Pangan Jelang Natal 2015 dan Tahun Baru 2016. Topik mengenai hasil temuan pengawasan BPOM banyak diangkat di media karena memang jenis informasi inilah yang sangat diminati dan secara langsung sangat bermanfaat bagi masyarakat. Melalui pemberitaan mengenai produk-produk yang tidak memenuhi ketentuan dan/atau berisiko terhadap kesehatan di media, masyarakat dapat mengetahui mana saja produk yang aman untuk dikonsumsi dan mana yang tidak.
Konferensi Pers 2 Agustus 2015 “Hasil Pengawasan OT Mengandung BKO”
162
Konferensi Pers 27 Oktober 2015 “Perangi produk Ilegal Melalui Operasi Storm VI”
b) Penyebaran Informasi Melalui Talkshow di Media Pada tahun 2015 telah dilakukan 36 talkshow di media televisi. Hasil monitoring terhadap pelaksanaan talkshow tersebut menunjukkan bahwa materi yang dibahas merupakan isu hangat yang sedang berkembang di masyarakat. Rata-rata permintaan talkshow diajukan pada hari yang bersamaan dengan pelaksanaan talkshow atau satu hari sebelumnya. Dengan demikian, BPOM harus menyiapkan diri dengan data dan informasi yang lengkap, komprehensif dan up-to-date, sehingga BPOM akan selalu siap ketika diperlukan menjadi narasumber talkshow. Talkshow merupakan pemberian edukasi tentang Obat dan Makanan kepada masyarakat luas sekaligus ajang promosi untuk BPOM.
Talkshow di Kompas TV, 14 Juli 2015
Talkshow di Kompas TV, 11 November 2015
Talkshow di Kompas TV, 27 November 2015
c)
Talkshow di I News TV, 27 Agustus 2015
Talkshow di Kompas TV, 20 November 2015
Talkshow di TV One, 8 Desember 2015
Penyebaran Informasi Melalui Wawancara dengan Media Kegiatan wawancara merupakan salah satu bentuk pemberian informasi kepada masyarakat/ publik dengan memanfaatkan media, baik media cetak/elektronik/online terkait permasalahan kesehatan pada umumnya maupun Obat dan Makanan pada khususnya. Wawancara dengan media biasanya terjadi karena keinginan media untuk mendapatkan informasi ataupun tanggapan atas isu/permasalahan aktual di masyarakat.
163
Pada tahun 2015, dari 175 permohonan wawancara yang Obat Rokok Umum 14,19% 3,38% 8,78% diterima oleh BPOM, sebanyak 148 NAPZA 1,35% (84,57%) permohonan telah OT terlaksana dan 27 (15,43%) 3,38% Kosmetik permohonan tidak terlaksana. Hal 6,76% ini disebabkan pembatalan oleh pihak media karena sudah melewati Pangan deadline atau karena tidak adanya 62,16% narasumber dari BPOM yang dapat Gambar 4.83 Diagram Topik Permohonan diwawancarai pada waktu yang Wawancara Tahun 2015 diajukan oleh media. Oleh karena itu, ke depannya BPOM diharapkan dapat mengimbangi kecepatan arus kebutuhan informasi ini, antara lain dengan selalu aware terhadap isu-isu yang berkembang di masyarakat serta secara rutin melakukan update data-data pendukung yang dapat mempermudah dalam merespons permohonan wawancara dari media. Topik pertanyaan yang paling mendominasi adalah mengenai pangan, yaitu sebanyak 92 topik (62,16%). Hal ini sejalan dengan banyaknya isu hangat terkait pangan yang beredar di tengah masyarakat selama tahun 2015 ini, misalnya isu mengenai apel impor berbakteri atau kue kering yang mengandung ganja. Dari semua media yang mengajukan permohonan wawancara ke BPOM, ada 2 media dengan frekuensi permohonan wawancara cukup sering hingga lebih dari 15 kali, yaitu TV One (18 permohonan) dan NET TV (18 permohonan). Kemudian berturutturut diikuti oleh Metro TV (9 permohonan), Gatra (9 permohonan), Harian Kompas, dan Global TV dengan masing-masing sebanyak 7 permohonan. Berdasarkan data timeline pelayanan wawancara oleh BPOM, waktu tercepat penyelesaian wawancara adalah langsung dilayani pada hari yang sama dengan hari diterimanya permohonan, sedangkan waktu terlama adalah 30 hari kerja. Rata-rata waktu yang diperlukan dalam melayani permohonan wawancara, mulai dari permohonan diterima hingga permohonan dipenuhi adalah 2 hari kerja. Dari segi narasumber, yang paling sering menjadi narasumber dalam pelaksanaan wawancara adalah Kepala BPOM, yaitu sebanyak 81 kali wawancara. Kemudian diikuti dengan eselon 2 sebanyak 27 kali wawancara, Deputi III sebanyak 20 kali wawancara, Deputi I (yang hingga Oktober 2015 sekaligus merangkap sebagai Plt. Deputi II) sebanyak 16 kali wawancara, Deputi II sebanyak 2 kali, dan narasumber lainnya sebanyak 2 kali wawancara. Terkait dengan pemenuhan permohonan wawancara oleh media, hingga saat ini belum ada juru bicara yang dapat menjadi perwakilan dari pejabat BPOM dalam memberikan informasi kepada media. Keberadaan juru bicara perlu dipertimbangkan untuk dapat mempersingkat response time wawancara, terutama di
164
saat pejabat lain dari BPOM berhalangan untuk menerima permohonan wawancara ataupun memberikan klarifikasi kepada media. d) Penyebaran Informasi Melalui Iklan Layanan Masyarakat (ILM) Sebagai salah satu sarana komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) dalam rangka menumbuhkan kesadaran masyarakat dalam mengonsumsi produk Obat dan Makanan yang aman, diperlukan strategi penyebaran informasi yang mampu menjangkau ke seluruh lapisan masyarakat. Salah satu cara yang dilakukan Badan POM adalah melakukan penyebaran informasi melalui Iklan Layanan Masyarakat (ILM). Agar informasi dari ILM tersebut dapat tersampaikan kepada masyarakat luas, diseminasi materi ILM dilakukan melalui berbagai media komersial, antara lain melalui media TV Nasional, media online, media cetak, radio; di beberapa sarana umum, yaitu bioskop, videotron, supermarket, Out of Home (Billboard), stasiun kereta, dan bandara; serta dilakukan pula di sarana transportasi, yaitu pada commuter line, bus Trans Jakarta, dan bus jemputan karyawan BPOM. Penayangan ILM di Media Komersial ILM yang ditayangkan di media TV Nasional adalah berupa video edukatif berdurasi 30 detik yang mengangkat tema tentang jargon “Cek KIK” (Cek Kemasan, Izin edar, dan Kedaluwarsa). Penayangan ILM dilakukan di 7 stasiun TV Nasional yaitu Trans7, Trans TV, SCTV, Metro TV, TV One, RCTI, dan TVRI. ILM yang ditayangkan pada media cetak adalah berupa materi advertorial. Kerja sama pemuatan advertorial ini dilakukan dengan 4 media cetak yaitu Majalah Keuangan Negara, Majalah Gatra, Tabloid Mom & Kiddie, dan Tabloid Genie. Sementara informasi yang disebarkan melalui media online adalah berupa materi advertorial dan banner dan ditayangkan pada 4 media yaitu okezone.com, kompas.com, Republika OnLine (ROL), dan liputan6.com. Media lain yang juga digunakan sebagai sarana publikasi ILM karena jangkauannya yang cukup luas dan dapat merambah masyarakat di berbagai wilayah adalah radio. Penayangan ILM di radio terdiri dari 2 versi materi spot yaitu versi kosmetika dan versi obat herbal dengan topik informasi yang diberikan adalah Cek KIK (Cek Kemasan, Cek Izin edar, dan Cek Kedaluwarsa). Radio berjaringan nasional yang dipilih untuk penayangan ILM adalah radio RRI Pro 3, radio Elshinta, dan radio Prambors. Pemilihan ketiga radio tersebut dilakukan atas pertimbangan luas jaringan yang dicakup oleh siarannya serta target pendengar yang diharapkan terpapar oleh materi ILM yang diberikan. Radio RRI Pro 3 merupakan sarana siaran milik pemerintah yang memiliki jaringan di lebih dari 60 radio di seluruh Indonesia, serta pendengar yang loyal, sehingga sangat direkomendasikan dalam penyiaran ILM maupun iklan komersial. Radio Elshinta hingga saat ini disiarkan di 8 kota
165
besar di Indonesia dan menjadi media rujukan yang efektif bagi pemerintah dalam rangka menyosialisasikan kebijakan ataupun program baru. Hal ini dibuktikan dengan data Nielsen yang selalu menjadikan Radio Elshinta di urutan pertama untuk radio dengan kategori berita. Sementara, Radio Prambors sebagai radio swasta nasional dengan segmentasi pendengar usia muda antara 16 tahun hingga 25 tahun dan memiliki jaringan sebanyak 9 radio. Berdasarkan hasil survei Nielsen, Radio Prambors menempati urutan ke-3 untuk radio dengan pendengar remaja. Segmentasi ini sesuai dengan target pendengar ILM BPOM yaitu tidak hanya menyasar usia dewasa, melainkan juga usia remaja. Penayangan ILM di Sarana Umum Penayangan ILM BPOM bertema “CekKIK” ditayangkan di berbagai sarana umum, yaitu: - 13 stasiun kereta di Jabodetabek dan Pulau Jawa yaitu stasiun Bogor, Pasar Senen, Kota Beos, Tanah Abang, Jatinegara, Sudirman, Manggarai, Bandung Kota, Gambir, Semarang Tawang, Solo Balapan, Surabaya Gubeng, Yogya Tugu. - TV Bandara Soekarno-Hatta terminal I dan II. Selain ILM di TV Bandara, juga dipasang banner BPOM di terminal I dan II Bandara Soekarno-Hatta. - 25 bioskop di wilayah Jabodetabek (ILM durasi 60”). - Videotron di Bandara Soekarno-Hatta, Lenteng Agung dan di Seven Eleven Matraman. - 1500 minimarket Alfa Mart se-Jabodetabek. - 20 billboard di wilayah Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Utara, Jakarta Timur, dan Jakara Selatan.
Penayangan ILM di Transportasi Umum Kegiatan produksi dan penayangan ILM di transportasi umum dilakukan melalui berbagai cara yaitu: 1. ILM di 8 gerbong Commuter Line di Jakarta (hanging alley dan wall branding) 2. ILM berupa stiker belakang kaca 2 bis Trans Jakarta 3. ILM berupa stiker belakang kaca 9 bis jemputan Badan POM 4. ILM dan body branding di 50 mikrolet di Jakarta
ILM di Sarana Transportasi Umum
166
e)
Penyebaran Informasi Melalui KIE Langsung ke Masyarakat Selama tahun 2015, BPOM telah menyelenggarakan 17 kali penyuluhan langsung ke masyarakat melalui berbagai kegiatan Dialog Interaktif dengan Kepala Badan POM di Area Car Free Day Seputaran Bundaran HI, Jl. Teluk Betung Jakarta Pusat
Seputar Bundaran HI area Car Free Day, 14 Juni 2015
Talkshow “Badan POM Sahabat Ibu” Selama tahun 2015 BPOM menyelenggarakan 6 kali kegiatan penyuluhan kepada para ibu dalam format talkshow “Badan POM Sahabat Ibu”. Peserta penyuluhan tersebut adalah Dharma Wanita Sekretariat Jenderal DPR RI, Dharma Wanita Badan Pengembangan SDM Kemenhub (BPSDMP), Dharma Wanita Persaudaraan Isteri Anggota DPR (PIA DPR), Dharma Wanita Persaudaraan Isteri AURI Ardhya Garini, Dharma Wanita Kemenko PMK, serta pegawai Sekretariat Kabinet dan Sekretariat Negara.
Penyuluhan dengan peserta Dharma Wanita Persaudaraan Istri Anggota DPR RI, 20 Mei 2015
Seputar Bundaran HI area Car Free Day, 6 Desember 2015
Penyuluhan dengan peserta Dharma Wanita dan Pegawai Kemenko PMK, 16 September 2015
Penyuluhan “Goes to School” BPOM juga melakukan penyuluhan kepada para ibu orang tua siswa Sekolah Dasar di wilayah Jakarta, yaitu SDN Ragunan 10 Pagi Jakarta, SDN Slipi 01 Jakarta, SDN Karet Tengsin Jakarta, SDN 01 Cipinang Jakarta, SDN 01 Pondok Kelapa Jakarta, SDN 12 Rawamangun Jakarta, SDI Embun Pagi Jakarta, SDN 01 Pagi Pancoran Triloka Jakarta. Penyuluhan ini bertujuan mengedukasi para ibu orang tua siswa agar menjadi konsumen Obat dan Makanan yang cerdas untuk melahirkan generasi muda bangsa yang tangguh dan berkualitas.
167
Penyuluhan di SDN 01 CipinangJakarta Timur, 6 Mei 2015
f)
Penyuluhan di SDN 01 Pondok Kelapa-Jakarta Timur,7 Mei 2015
Penyebaran Informasi Melalui KIE Kepada Media Tidak dapat dipungkiri media turut memegang peranan penting dalam penyebaran informasi kepada media, untuk itu BPOM juga melakukan kegiatan KIE kepada media (konferensi pers, media gathering dan media visit). Tujuan KIE kepada media adalah untuk menjalin hubungan baik dengan rekan-rekan media, sehingga diharapkan media dapat menjadi perpanjangan tangan BPOM dalam memberikan informasi yang berguna seputar Obat dan Makanan. Selain itu juga dalam rangka memberikan citra positif mengenai BPOM kepada masyarakat dengan menginformasikan terkait pengawasan dan pelayanan yang dilakukan oleh BPOM.
Konferensi Pers Selama tahun 2015, BPOM telah menyelenggarakan 12 kali konferensi pers. Konferensi pers ini dilakukan dalam rangka diseminasi informasi mengenai program kerja BPOM, klarifikasi atas isu terkait Obat dan Makanan yang beredar di tengah masyarakat, atau penyampaian public warning terkait hasil pengawasan BPOM. Setidaknya terdapat 958 pemberitaan mengenai kinerja pengawasan BPOM Media Elektronik Media Cetak 4,07% 18,37% yang termonitor setelah pelaksanaan konferensi pers. Jumlah tersebut terdiri dari 743 pemberitaan di media Media Online 77,56% online, 176 pemberitaan di media cetak, dan 39 pemberitaan di media elektronik. Media yang paling banyak Gambar 4.84 Diagram Pemberitaan BPOM membuat pemberitaan adalah Metro oleh Media Tahun 2015 TV, Kompas, dan liputan6.com. Jika dilihat dari nilai iklan secara kasar, pemberitaan selama 2015 tersebut mencapai lebih dari 6 miliar rupiah.
168
Media Gathering Selama tahun 2015, kegiatan media gathering terlaksana sebanyak 3 kali. Media yang diundang adalah mereka yang sering datang meliput atau mengajukan permohonan wawancara kepada Badan POM, seperti Kompas, Bisnis Indonesia, Media Indonesia, Antara, liputan6.com, detik.com, dan TV One.
Media Visit Pada kegiatan ini, pihak BPOM melakukan kunjungan ke kantor media untuk berkenalan dan berdialog secara langsung dengan media yang terkait. Pada tahun 2015 BPOM telah melakukan kunjungan ke Net.TV dan The Jakarta Post.
Media Visit ke NET., 10 Februari 2015
g)
Media Gathering, 4 November 2015
Media visit ke The Jakarta Post, 10 Maret 2015
Penyebaran Informasi Melalui Pameran Salah satu bentuk kegiatan KIE BPOM langsung ke masyarakat adalah melalui pameran. Kegiatan Pameran ini bertujuan untuk diseminasi Badan POM sebagai institusi pengawas Obat dan Makanan serta memberikan tambahan wawasan kepada masyarakat untuk mengenal lebih jauh tentang obat, obat tradisional, kosmetik, suplemen, dan pangan. Selama tahun 2015, Badan POM telah berpartisipasi dalam 13 (tiga belas) kali pameran, yaitu Pameran di Bea Cukai dalam rangka Hari Ultah Kepabeanan, Pameran dalam rangka Rakerkesnas 2015, Pameran dalam rangka Rakernas BPOM, Pameran dalam rangka Rakernas Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) di Padang, Pameran Produk UMKM Obat Tradisional, Pameran Jak Invest 2015, Pameran dalam rangka Peringatan “Hari Hak Untuk Tahu Sedunia” (Right to Know Day), Pameran dalam Rangka EU-Indonesia Clausure TSP II, Pameran Pekan Produk Kreatif Indonesia (PPKI), Pameran Hari Kesehatan Nasional (HKN), Pameran Bakohumas, Pameran Public Awarness Penanggulangan OT Mengandung BKO. Materi KIE yang disajikan ketika pameran dapat berupa materi cetak, seperti leaflet atau poster, materi elektronik berupa video, serta pemberian informasi secara langsung oleh pramujaga pameran. Konten materi yang disajikan dapat berbeda-beda menyesuaikan dengan tema acara dan target pengunjung yang diharapkan hadir, namun tetap berfokus pada informasi terkait Obat dan Makanan serta informasi
169
layanan yang dilakukan oleh BPOM. Pada booth pameran juga ditampilkan display produk-produk ilegal dan/atau tidak memenuhi ketentuan (TMK) hasil temuan BPOM, sehingga pengunjung dapat melihat secara langsung dan mengetahui apa saja produk ilegal dan/atau TMK yang tidak boleh digunakan karena dapat membahayakan kesehatan. Produk display tersebut seringkali menjadi daya tarik bagi pengunjung dan menarik mereka untuk bertanya lebih lanjut kepada pramujaga. Hal lain yang sering pula menjadi pertanyaan di saat pameran adalah terkait pelayanan BPOM, yaitu cara pendaftaran produk Obat dan Makanan ataupun pengajuan pengaduan. Mengingat pameran termasuk kegiatan yang berhubungan secara langsung dengan masyarakat, maka tiap kali pelaksanaan kegiatan selalu diikuti dengan penyebaran kuesioner untuk mengetahui tingkat kepuasan dan penilaian masyarakat, terutama terhadap booth pameran serta konten yang disajikan oleh BPOM. Berdasarkan hasil survei, pengunjung pameran merasa cukup puas dengan KIE BPOM yang disampaikan melalui pameran. Masyarakat juga menyampaikan beberapa masukan untuk perbaikan pelaksanaan pameran BPOM ke depannya, diantaranya dalam hal penataan atau lay out booth agar dapat dibuat semenarik mungkin, sehingga dapat menarik lebih banyak pengunjung. Dengan begitu akan meningkatkan pula jumlah audience yang akan terpapar oleh materi informasi dari BPOM.
Pameran dalam rangka Hari Kepabeanan, 24 Januari 2015
Pameran Rakerkesnas 2015, di Inna Bali Beach, Denpasar, 1618 Februari 2015
Pameran Rakernas IAI 2015, di Padang, 7-10 Mei 2015
Pameran Rakernas Badan POM 2015, di Hotel Bidakara, Jakarta, 16-19 Maret 2015
Pameran JAK-INVEST Expo, Jakarta Utara, 27-30 Agustus 2015
h) Pelatihan Virtual Ecosystem Pelatihan (Workshop) Virtual Ecosystem diadakan untuk meningkatkan kemampuan admin media sosial BPOM agar dapat menjadikan media sosial BPOM sebagai media komunikasi alternatif bagi masyarakat untuk berinteraksi langsung dengan BPOM. Selain juga sebagai media penyampaian informasi kepada masyarakat dalam rangka
170
meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap keamanan produk Obat dan Makanan sekaligus sebagai wadah untuk menyebarkan informasi mengenai kinerja pengawasan yang dilakukan BPOM dalam rangka pembentukan citra positif BPOM di masyarakat. Kegiatan yang dilaksanakan pada tanggal 10-12 Juni 2015 diikuti oleh 70 orang peserta dari seluruh unit pusat dan Balai Besar/Balai POM seluruh Indonesia, dan seluruh peserta menjadi admin di unit masing-masing. Para admin bertanggung jawab mengelola akun media sosial masing-masing unit dan memberikan informasi untuk menjawab isu-isu keamanan Obat dan Makanan yang timbul di masyarakat, baik isu yang timbul melalui media sosial maupun isu melalui media mainstream, seperti media cetak dan media elektronik. i)
Peliputan Kegiatan BPOM Kegiatan peliputan bertujuan mendokumentasikan kegiatan BPOM dan mempublikasikannya kembali melalui berbagai cara, antara lain dalam bentuk berita aktual yang diunggah di website BPOM. Selain melalui berita aktual, hasil peliputan juga dipublikasikan melalui berbagai bulletin BPOM (Warta POM, News Letter, Info POM, dll.) dan juga kaleidoskop. Dokumentasi hasil peliputan juga dimanfaatkan sebagai materi berbagai produk informasi antara lain video kinerja BPOM, spanduk, banner, backdrop, leaflet, poster, dll. Selama tahun 2015, terlaksana sebanyak 107 kali peliputan, dengan 76 kali kegiatan peliputan dalam kota dan 31 kali peliputan di luar kota.
j)
Pemantauan Kinerja BPOM melalui Media Monitoring Pemantauan Kinerja BPOM melalui media dilakukan oleh pihak ke-3 menggunakan sistem elektronik dengan alamat http://pindai.co/badanpom. Namun keterbatasan anggaran menyebabkan keterbatasan jumlah media yang dimonitor. Selama tahun 2015 dilakukan monitoring berita terhadap 94 media, terdiri dari 17 koran nasional, 26 koran regional, 30 media online, 4 majalah, 14 TV, 2 tabloid, dan 1 Radio. Monitoring berita tersebut dilakukan secara rutin setiap hari, termasuk hari Sabtu dan Minggu. Selain monitoring yang rutin, juga dilakukan monitoring khusus yang dilakukan BPOM setelah penyelenggaraan kegiatan yang melibatkan media. Monitoring berita ini berguna sebagai ealy warning system terkait isu-isu keamanan Obat dan Makanan yang beredar di masyarkat, sehingga Pimpinan mempunyai guidance saat diminta informasi oleh media
Gambar 4.85 Tampilan Sistem Elektronik untuk Monitoring Berita
171
maupun instansi terkait lainnya. Selain itu hasil media monitoring ini dapat digunakan sebagai panduan dalam pengambilan kebijakan terkait isu-isu tertentu. Sepanjang tahun 2015 terdapat 8.069 pemberitaan terkait pengawasan Obat dan Makanan yang dilakukan BPOM dan pemberitaan mengenai kesehatan pada umumnya. Porsi pemberitaan terbesar 594 Obat dan NAPZA 277 adalah terkait dengan 1.930 OT, Kosmetik & Produk pengawasan keamanan pangan Komplementer dan bahan berbahaya. Hasil ini Pangan dan Bahan berbanding lurus dengan Berbahaya Kesektamaan 1.069 banyaknya isu yang beredar di 4.199 masyarakat terkait pangan dan Lain-lain bahan berbahaya sejak awal tahun 2015. Topik dengan Gambar 4.86 Pemberitaan Badan Pengawas Obat dan frekuensi pemberitaan tertinggi Makanan menurut Komoditi tahun 2015 adalah terkait hasil pengawasan pangan oleh BPOM jelang Ramadhan, beras yang diduga mengandung plastik, dan isu apel impor yang terkontaminasi bakteri Listeria monocytogenes. Pemberitaan mengenai pengawasan produk terapetik dan napza menduduki posisi kedua dengan hot issue terkait kejadian tidak diinginkan yang serius dari injeksi Buvanest Spinal dan peredaran Tembakau Super Cap Gorilla. Lalu, diikuti dengan pemberitaan terkait obat tradisional, kosmetik, dan produk komplemen yang dipicu oleh adanya temuan produk kosmetika impor tanpa notifikasi dari BPOM/ilegal dan produk kosmetika mengandung bahan berbahaya, disamping juga pemberitaan terkait Operasi Pangea dan Operasi STORM. Jika dilihat dari tone pemberitaannya, 5.604 pemberitaan bernuansa netral dan 2.438 pemberitaan memiliki tone positif, serta 25 pemberitaan dengan tone negatif.
Positif 30,22% Netral 69,47% Negatif 0,31% Positif
Negatif
Netral
Gambar 4.87 Grafik Tone Berita Pemberitaan terkait BPOM
Jika dilihat dari jenis media yang memuat/ menayangkan pemberitaan terkait pengawasan Obat dan Makanan yang dilakukan BPOM, maka terlihat sebarannya di berbagai media cetak dan elektronik sebagai berikut:
172
TV One Metro TV Kompas TV TVRI Trans TV RCTI Net TV SCTV Trans7 Berita Satu Global TV INews Rajawali TV ANTV Sindo TV
487 323 257 182 68 20 19 7 7 5 3 2 2 1 1 0
100
200
300
400
500
600
Gambar 4.88 Grafik Media Televisi yang Paling Banyak Memberitakan Badan POM Pos Kota Jawa pos Indo Pos Pikiran Rakyat Warta Kota Koran Jakarta Bali Post Suara Merdeka Fajar Makasar Inilah Koran Kedaulatan Rakyat Analisa Medan Serambi Aceh Batam Pos Cenderawasih Pos
339 241 229 209 156 88 85 65 58 57 54 46 40 23 20 0
50
100
150
200
250
300
350
400
Gambar 4.89 Grafik Media Lokal yang Paling Banyak Memberitakan Badan POM Republika Media Indonesia Bisnis Indonesia Kompas Suara Karya Koran Tempo Rakyat Merdeka Sinar Harapan Suara Pembaruan Investor daily The Jakarta Post Kontan Harian Koran Sindo The Jakarta Globe Neraca
311 251 240 228 183 166 152 144 141 140 116 112 89 36 31 0
50
100
150
200
250
300
350
Gambar 4.90 Grafik Media Nasional yang Paling Banyak Memberitakan Badan POM
173
Detik.com Liputan6.com Republika Online Kompas Cyber Media Beritasatu.com tempointeraktif bisnis.com Okezone.com Metrotvnews.com Antaranews.com vivanews.com Tribunnews.com Sindonews.com Merdeka.com CNNIndonesia.com
195 185 146 139 132 132 129 120 104 97 96 80 80 77 59 0
50
100
150
200
250
Gambar 4.91 Grafik Media online yang Paling Banyak Memberitakan Badan POM k) Public Awareness Campaign Melalui Media Sosial Public Awareness Campaign merupakan salah satu bentuk kegiatan penyebaran informasi Obat dan Makanan yang dilakukan BPOM melalui media sosial, yaitu Twitter, Facebook, dan Instagram. Informasi yang disebarkan melalui media sosial tersebut bersumber dari website BPOM, bersifat rutin maupun khusus. Informasi rutin adalah informasi Obat dan makanan yang bersifat umum dan disebarkan secara rutin melalui media sosial sesuai agenda setting. Informasi khusus adalah informasi penting terkait pengawasan post-market BPOM yang harus segera diketahui masyarakat agar masyarakat terhindar dari Obat dan Makanan yang berisiko terhadap kesehatan. Diharapkan melalui media sosial informasi yang disampaikan dapat menjadi viral sehingga cakupan sebaran informasi semakin luas. Selama tahun 2015, telah dilakukan beberapa pengembangan untuk memperluas cakupan sebaran informasi melalui media sosial. Di akhir Desember 2015, follower Twitter @BPOM_RI telah mencapai lebih dari 5400 followers dengan score klout sebesar 52 dan aktivitas sebagai berikut:
Gambar 4.92 Aktivitas Twitter @BPOM_RI Walaupun jumlah tweet terbatas, tetapi dengan adanya komunitas ekosistem virtual yang melibatkan seluruh unit serta Balai Besar/Balai POM seluruh Indonesia, maka aktivitas retweet yang dilakukan cukup tinggi seperti tergambar pada grafik di bawah ini:
174
Re-Tweet
Impression
2.000
100.000 81.500
1.500
72.800
68.700 45.800
44.700
1.000
80.000 60.000 40.000
500 1.600
1.600
106
985
1.400
Jul
Aug
Sept
Oct
Nov
-
20.000 -
Gambar 4.93 Aktivitas retweet Twitter @BPOM_RI FanPage Facebook masih perlu dikembangkan dan sampai akhir Desember 2015, jumlah follower mencapai 1128 followers. Sedangkan instagram sampai Desember 2015 diikuti oleh 548 followers. D. Pelayanan Informasi Obat Badan POM memberikan layanan informasi dan konsultasi obat yang ditujukan untuk masyarakat dan pemangku kepentingan pengawasan obat dan makanan. Layanan informasi dan konsultasi obat ini dapat dimanfaatkan melalui datang langsung ke ruang konsultasi maupun menghubungi melalui telepon, short message service (sms), faksimili maupun email. Layanan informasi obat ini menyediakan akses informasi terstandar (approved label) dari semua obat yang beredar di Indonesia yang telah disetujui oleh Badan POM. Selama tahun 2015, Pelayanan Informasi Obat Nasional (PIONas) telah menerima permintaan informasi obat sebanyak 175 layanan. Ditinjau dari kategori profesi masyarakat yang memanfaatkan fasilitas PIONas, pengguna terbanyak adalah Karyawan Swasta sebesar 58 layanan (33,14%) disusul berturut-turut Tenaga Kesehatan (dokter/ perawat/apoteker/asisten apoteker/ tenaga kesehatan lainnya) sebesar 32 layanan (18,29%), Pelajar/Mahasiswa sebesar 28 layanan (16,00%), Pegawai Negeri (TNI/Polri/PNS) 14 layanan (8,00%) , Wiraswasta sebesar 8 layanan (4,57%) dan Ibu Rumah Tangga sebesar 19 layanan (10,86%), dan penanya yang tidak bekerja 5 layanan (2,86%), Tenaga Pendidikan (dosen/ guru/ pengajar lainnya) 9 layanan (5,14%) dan peneliti sebesar 1 layanan (0,57%), wartawan sebesar 1 layanan (0,57%).
175
n=175 layanan
Karyawan swasta 0,57% 0,57% 2,86% 5,14%
Tenaga Kesehatan Pelajar/mahasiswa
10,86% 4,57%
33,14%
Pegawai Negeri
8,00%
Wiraswasta Ibu Rumah Tangga
18,29% 16,00%
tidak bekerja Tenaga Pendidikan Peneliti Wartawan
Gambar 4.94 Profil Masyarakat yang Menghubungi PIONas Berdasarkan Kategori Pekerjaan Tahun 2015
E. Sentra Informasi Keracunan Nasional (SIKerNas) Tujuan dibentuknya SIKerNas adalah dapat ditanggulanginya masyarakat dari bahaya yang ditimbulkan oleh produk yang dapat menyebabkan keracunan. Selama tahun 2015 terdapat 48 layanan yang membutuhkan informasi keracunan yang berdasar klasifikasi pertanyaan 5 besar permintaan informasi mulai dari yang terbanyak berturut-turut adalah layanan informasi keracunan 19 layanan, kimia industri 4 layanan, obat 5 layanan, produk kimia rumah tangga 9 layanan, dan makanan sebanyak 4 layanan. Profil penanya terdiri dari penanya umum sebesar 17, karyawan 9, pelajar/ mahasiswa sebesar 8, Ibu Rumah Tangga sebesar 10, medis/ Paramedis sebesar 2, dan apoteker sebesar 2. 4,17% 4,17%
n=48 layanan
35,42%
20,83%
umum karyawan
16,67%
Pelajar/mahasiswa 18,75%
Ibu Rumah Tangga Medis/Paramedis Apoteker
Gambar 4.95 Profil Masyarakat Yang Menghubungi SIKerNasBerdasarkan Profesi Tahun 2015
Disamping membantu masyarakat yang membutuhkan informasi penanggulangan keracunan, SIKer juga mengumpulkan data kasus keracunan di Rumah Sakit secara Nasional dan khusus DKI Jakarta dengan data yang lebih lengkap.
176
Jumlah kejadian kasus keracunan tahun 2015 di wilayah Jabodetabek, yang dilaporkan 48 ke Rumah Sakit adalah 3.288 kasus, dengan penyebab utama kasus keracunan adalah obat dan napza 500 kasus, binatang 723 kasus, minuman 482 kasus, obat 448 kasus, makanan 329 kasus, kimia 307 kasus, campuran 214 kasus, pestisida 196 kasus, kosmetika 40 kasus, obat tradisional 21 kasus, pencemar lingkungan 17 kasus, produk suplemen 8 kasus, dan tumbuhan 3 kasus. tumbuhan produk suplemen pencemar lingkungan obat tradisional kosmetika pestisida campuran kimia makanan obat minuman binatang obat dan napza
0,09% 0,24% 0,52% 0,64% 1,22%
0,00%
5,96% 6,51% 9,34% 10,01% 13,63% 14,66% 21,99% 15,21% 5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
Gambar 4.96 Frekuensi Kasus Keracunan berdasarkan Kelompok Penyebab di Jabodetabek Tahun 2015
F. Pembuatan Buletin InfoPOM Buletin InfoPOM merupakan salah satu alat Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) Badan POM kepada masyarakat untuk memberdayakan masyarakat agar mampu melindungi diri dari Obat dan Makanan yang beresiko terhadap kesehatan. InfoPOM adalah buletin yang dikelola oleh Pusat Informasi Obat dan Makanan yang sudah terbit sejak tahun 1995 berisi artikel ilmiah populer. Mengingat InfoPOM merupakan company image maka dipertahankan untuk menjaga isi InfoPOM, sehingga tetap menggambarkan Badan POM pada masanya. Informasi terkini yang dimuat adalah fungsi pengawasan Obat dan Makanan yang dilakukan oleh Badan POM, artikel ilmiah popular terkait obat, obat tradisional, pangan, suplemen makanan dan kosmetik serta informasi terkini mengenai kebijakan pengawasan obat dan makanan dari Badan POM (public warning, press release, dll). Buletin InfoPOM diterbitkan setiap dua bulan sekali, dan disebarluaskan kepada Unit Kerja di Pusat dan Daerah serta pemangku kepentingan Pengawasan Obat dan Makanan seperti Dinas Kesehatan, Perguruan Tinggi Jurusan Farmasi, Instalasi Obat di Rumah Sakit, Puskesmas Kecamatan di Wilayah Provinsi DKI Jakarta serta melalui berbagai kegiatan (pameran, kunjungan tamu dll).
177
Untuk penyusunan buletin telah dibentuk tim yang anggotanya terdiri dari wakil dari semua unit kerja di Pusat, yang akan melakukan pembahasan, penyusunan materi/artikel, editing, desain dan pencetakan buletin. Buletin juga dipublikasikan dalam website Badan POM pada subsite perpustakaan dalam bentuk file pdf. Pada tahun 2015 InfoPOM menerbitkan berupa artikel utama, artikel pendukung, artikel Seri Swamedikasi, Siaran Pers Kepala Badan POM serta Forum PIO Nas dan SIKerNas.
Gambar 4.97 InfoPOM yang diterbitkan selama Tahun 2015
G. Buletin Informasi Produk Terapetik Buletin Informasi Produk Terapetik merupakan informasi ilmiah tentang Produk Terapetik yang dapat memberikan pengetahuan bagi masyarakat dan praktisi kesehatan. Pada tahun 2015 telah diterbitkan Buletin Informasi Produk Terapetik Volume 25 pada November 2015 dan didistribusikan ke Balai Besar/Balai POM, Rumah Sakit, Dinas Kesehatan Provinsi & Kabupaten/ Kota, dan Puskesmas di seluruh wilayah Indonesia. Buletin tersebut memuat artikel mengenai Antibiotik/Antimikroba, Demam Berdarah Dengue, Interaksi Obat dan Makanan dan monografi obat baru Regorafenib. Disamping itu berisi informasi obat baru yang disetujui periode Maret 2014 – Maret 2015 yaitu ARCOXIA® tablet salut selaput (mengandung etoricoxib 60 mg, 90 mg dan 120 mg); CYMBALTA® kapsul lepas tunda (mengandung duloksetin hidroklorida setara 30 mg dan 60 mg duloksetin); EXJADE® tablet dispersibel (mengandung deferasirox 125 mg, 250 mg, dan 500 mg); EVISTA® tablet salut selaput (mengandung raloxifen
178
hidroklorida 60 mg setara 56 raloxifen base); GALVUS® tablet (mengandung vildagliptin 50 mg); ZYTIGA® tablet (mengandung abirateron asetat 250 mg); NEUPRO® transdermal patch (mengandung rotigotin 2mg/24 jam dan 4 mg/24 jam); SEROQUEL XR® tablet lepas lambat (mengandung quetiapin fumarat setara quetiapin 50 mg, 200 mg, 300 mg dan 400 mg). Selain itu terdapat pula daftar Obat Copy yang telah disetujui bulan Maret 2014 – Maret 2015. H. Penerbitan Majalah Keamanan Pangan Majalah Keamanan Pangan diterbitkan dengan tujuan untuk menyebarluaskan informasi keamanan pangan agar pengetahuan masyarakat meningkat sehingga tergugah untuk menerapkan keamanan pangan pada kehidupan sehari-hari. Rubrik di dalam Majalah Keamanan Pangan antara lain Info Utama, profil program, wawasan, regulasi, teknologi pangan, peristiwa, dan cemaran.
Pada tahun 2015 telah diterbitkan 2 volume Majalah Keamanan Pangan yaitu volume 27 dengan tema utama Indonesia Risk Assesment Center (INARAC) Sebagai Pusat Kajian Risiko Keamanan Pangan di Indonesia dan volume 28 dengan tema utama ASEAN Expert Group on Food Safety (AEGFS) sebagai bentuk kerjasama ASEAN di Bidang Keamanan Pangan. Majalah tersebut didistribusikan kepada lingkungan internal Badan POM, Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia, kementerian terkait, Gubernur di seluruh Indonesia, Dinas Kesehatan di seluruh Indonesia, institusi pendidikan, industri pangan, media massa, asosiasi di bidang pangan, dan lain-lain. I.
Pengembangan KIE PJAS Berbasis Web Pengembangan KIE PJAS berbasis web dilakukan melalui subsite klubpompi.pom.go.id. Subsite ini menjadi penting karena digunakan sebagai pembelajaran jarak jauh (e-learning) terutama untuk 5 Kunci Keamanan pangan Untuk Anak Sekolah. Dalam subsite ini terdapat fitur baru yang dapat digunakan oleh tim Keamanan Pangan Sekolah dan Fasilitator Keamanan Pangan Sekolah melaporkan kegiatannya. Selain itu, klubpompi.pom.go.id sudah di interlink dengan website Rumah Belajar yang dikembangkan Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi (PUSTEKKOM) dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
179
J.
Pameran KIE Keamanan Pangan Sosialisasi keamanan pangan harus dilakukan secara berkesinambungan, agar mencapai sasarannya, maka harus dilakukan secara terstruktur dan terarah. Pameran adalah salah satu sarana penyebaran informasi untuk meningkatkan pengetahuan kepada masyarakat. Disamping mempromosikan tentang keamanan pangan, dalam pameran secara tidak langsung dapat memberikan informasi dan edukasi tentang keamanan pangan kepada masyarakat luas sehingga diharapkan mampu mengubah sikap mentalnya terhadap masalah keamanan pangan. Kegiatan Pameran Keamanan Pangan tahun 2015 : a. Pameran pada acara Car Free Day bertempat di Jl. Teluk Betung Jakarta pada tanggal 3 Februari 2015 b. Pameran pada acara Rakernas Badan POM bertempat di Hotel Bidakara pada tanggal 16-17 Maret 2015 c. Pameran pada Hari Kesehatan Sedunia bertempat di halaman Kantor Walikota di Jakarta Utara pada tanggal 7 April 2015 d. Pameran pada acara Bulan Keamanan Pangan bertempat di Aula Gedung C BPOM pada tanggal 9 April 2015 e. Pameran pada acara Hari Konsumen Nasional bertempat di area Monumen Nasional pada tanggal 12 Mei 2015. f. Pameran Pasar Jamu bertempat di Badan POM pada tanggal 28 dan 29 Mei 2015 g. Pameran pada acara Car Free Day bertempat di Jl. Teluk Betung pada tanggal 14 Juni 2015 h. Pameran Pembangunan Kesehatan Nasional Hari Kesehatan Nasional ke 51 bertempat di Jakarta International Expo Kemayoran pada tanggal 13-15 November 2015 i. Pameran pada acara Car Free Day bertempat di Jl. Teluk Betung pada tanggal 15 Desember 2015
4.13. KERJASAMA LUAR NEGERI Kerjasama luar negeri Badan POM tidak hanya ditujukan untuk mendukung tugas dan fungsinya dalam pengawasan obat dan makanan, namun juga untuk mendukung Agenda Nawa Cita ke-6 dalam meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional. Pada tahun 2015, Badan POM telah melakukan 25 pengembangan kerjasama dan/atau kerjasama internasional di bidang Obat dan Makanan.
Pada tingkat bilateral, selain aktif memberikan masukan posisi dalam perundingan Indonesia-Jepang, Indonesia-Korea, Indonesia-Amerika, Indonesia-Selandia Baru, Indonesia-Uni Eropa, Indonesia-Mesir, Indonesia Arab Saudi, Indonesia-China, IndonesiaRepublik Demokratik Timor Leste, Badan POM juga melakukan penjajakan kerjasama dengan beberapa instansi luar negeri.
180
Tahun 2015, Kepala Badan POM melakukan kunjungan kerja ke Therapeutic Goods Administration (TGA) Australia, Food Standard Australia New Zealand (FSANZ), Chinese Food and Drug Administration (CFDA), The Associate Central of Quality, Supervision, Inspection and Quarantine (AQSIQ) China, Vrije Universiteit Amsterdam (VUA) Belanda, Netherland Food and Consumer Product Safety/Nederlandse Voedsel- en Warenautoriteit (NVWA) Belanda, College ter Beoordeling van Geneesmiddelen (CBG)/Medicine Evaluation Board (MEB) Belanda, Dutch Health Care Inspectorate (IGZ) Belanda, Food Safety Authority (FSA) Inggris, dan European Medicines Agency (EMA) Inggris, Ditjen Kesehatan Lingkungan dan Keamanan Pangan Jepang, Kementerian Kesehatan, Buruh dan Kesejahteraan (MHLW) Jepang, Pharmaceutical and Medical Devices Agency (PMDA) Jepang, Health Science Authority (HSA) Singapura, Centre of Regulatory Excellence (CoRE) Singapura dan The Interpol Global Complex for Innovation (IGCI) Singapura, Kementerian Perdagangan, Industri dan Lingkungan Hidup Teimur Leste serta Kementerian Kesehatan Timor Leste.
Tahun 2015, Badan POM menandatangani dua perjanjian kerjasama luar negeri yaitu: 1) Dengan Rektor VUA, Belanda pada tanggal 3 September 2015 dalam bidang capacity building yang meliputi kerjasama pelatihan, pendidikan dan penelitian di bidang keamanan obat dan makanan, dan 2) Dengan Chief Representative Japan International Cooperation Agency (JICA) Indonesia Office pada tanggal 27 Agustus 2015 dalam bidang Keamanan Obat dan Makanan. Selain itu, sebagai rangka tindak lanjut dari MoU tahun 2014 antara Badan POM dan Ministry of Commerce, Industry and Environment Republik Demokratik Timor-Leste (MCIE-RDTL), Badan POM memberikan konsultasi dalam rangka pengembangan laboratorium pengujian pangan di Timor Leste. Dalam rangka menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN, Badan POM berpartisipasi aktif dalam kerjasama regional ASEAN maupun kerjasama ASEAN dengan negara mitra terkait harmonisasi standar serta kerjasama dalam menunjang perdagangan bebas. Badan POM menjadi focal point dalam forum ASEAN Cosmetic Committee, Traditional Medicines and Health Supplement Product Working (TMHS PWG), Pharmaceutical Product Working Group (PPWG). Forum tersebut membahas harmonisasi standar di bidang obat dan makanan.
Dalam kerjasama ASEAN Mitra, Badan POM berpatisipasi pada pertemuan antara lain ASEAN China Free Trade Area (ACFTA), ASEAN Jepang Comprehensive Economic Partnership (AJCEP), ASEAN Australia New Zealand FTA (AANZFTA). Pembahasan kerjasama ASEAN Mitra terkait modalitas tarif, ketentuan asal barang, SPS, dan STRACAP. Dalam kerjasama APEC, Badan POM selaku focal point APEC LSIF (Life Science Innovation Forum), berpartisipasi aktif dalam pertemuan LSIF–Regulatory Harmonization Steering Committee (RHSC). Tahun 2015, forum ini membahas mengenai Training Center of
181
Excellent (CoE) for regulatory Science; pembentukan CoE untuk topik Multi Regional Clinical Trial (MRCT) dan Quality Supply Chain sebagai pilot project (proyek pemula).
Selain kerjasama regional ASEAN dan APEC, Badan POM juga berperan dalam forum Regional Comprehensive Economic Partnership Trade Negotiating Committee (RCEP-TNC). Forum ini melibatkan 16 negara yaitu 10 negara ASEAN serta 6 negara mitra seperti China, India, Korea, Jepang, Australia, New Zealand. Forum ini terkait Badan POM juga membahas modalitas tarif, STRACAP, SPS dan akses pasar.
4.14. PENGEMBANGAN OBAT ASLI INDONESIA Untuk memenuhi kebutuhan akan informasi keamanan dan khasiat/kemanfaatan obat asli Indonesia, pada tahun 2015 telah dilakukan : a. Telah disusun 7 dokumen yang memuat informasi tentang etnofarmakognosi, keamanan, kemanfaatan/khasiat dan mutu dan penerapannya pada pelaku usaha untuk tanaman obat : binahong, bawang putih, jahe, kelor, pegagan, sambiloto, sirih merah. Selain itu telah tersusun kajian ramuan obat tradisional berasal dari naskah kuno seperti Kitab Serat Centini, Tibb dan Jampi Jawa Pakualaman. b. Sosialisasi dan bimbingan teknis dalam rangka terkait peningkatan aspek mutu (sanitasi, higiene dan dokumentasi)serta pemantapan usaha jamu gendong dan jamu racik dalam rangka pengarusutamaan gender yang dilaksanakan di Kabupaten Sukoharjo, Cilacap, dan Banyuwangi pada 40 UMKM.
c. Kegiatan sosialisasi, komunikasi, informasi, dan edukasi tentang keamanan dan kemanfaatan obat asli Indonesia yaitu : Seminar ilmiah 3 tumbuhan obat yaitu binahong, kelor dan pegagan. Sosialisasi cara memilih obat tradisional dan kosmetik yang baik kepada komunitas ibu-ibu PKK. Workshop peluang pasar bagi pelaku usaha di bidang obat tradisional. Pameran “Pasar Jamu 2015” dan “Pasar Herbal”, serta mengikuti pameran “Indogreen Forestry Expo 2015”, pameran “Gelar Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Budaya Expo & Awards 2015” dan pameran “Jamu Festival 2015”.
182
4.15. RISET DI BIDANG OBAT DAN MAKANAN Guna menunjang kebijakan Badan POM dalam mewujudkan laboratorium Badan POM yang modern dan handal serta memperkuat sistem regulatori pengawasan Obat dan Makanan, maka perlu dilakukan riset keamanan, khasiat/manfaat,dan mutu Obat dan Makanan sebagai dukungan untuk perkuatan pengawasan pre-market dan post-market Obat dan Makanan.Pemilihan topik riset didasarkan atas analisis kebutuhan pengawasan yang ditetapkan oleh kedeputian 1, 2 dan 3 serta PPOMN atau Balai Besar/Balai POM, disamping berdasarkan isu-isu tentang obat dan makanan yang sedang berkembang pada saat itu, baik di dalam maupun di luar negeri. Pada tahun 2015, Badan POM melalui Pusat Riset Obat dan Makanan (PROM) melaksanakan kegiatan di bidang riset toksikologi, keamanan pangan dan produk terapetik, yaitu riset yang berbasis laboratorium dan non laboratorium, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, publikasi, serta pengembangan jejaring lintas sektor dan kerjasama dengan stakeholder. Kegiatan tersebut adalah : 1. Kegiatan kerjasama dengan Kedeputian III, terdiri dari : a. Uji cepat identifikasi untuk membedakan pewarna azo dan non azo. b. Uji cepat identifikasi Sudan I pada produk pangan. c. Uji cepat identifikasi Auramin O pada produk pangan. d. Identifikasi pewarna kuning yang tidak diizinkan pada kerupuk. e. Pengembangan MA migrasi global zat kontak pangan dari kemasan kertas dan karton. f. Pengembangan MA migrasi dietil heksil ftalat (DEHP), dibutil ftalat (DBP), diisononil ftalat (DINP) dan diisodesil ftalat (DIDP) dari kemasan kertas dan karton ke dalam simulan pangan etanol 50% secara GCMS. g. Analisis logam berat Pb dan Cd pada jus buah. h. Pengembangan MA deteksi Vibrio cholera menggunakan multiplex PCR. i. Pengembangan metode identifikasi dan pengujian DNA 16S E.coli menggunakan PCR j. Pengembangan metode identifikasi dan pengujian DNA 16S Salmonella menggunakan PCR k. Pengembangan metode validasi PRG dengan menggunakan Real Time PCR: screening pangan PRG terhadap produk olahan kedelai l. Pengembangan metode validasi PRG dengan menggunakan Real Time PCR: screening pangan PRG terhadap produk olahan jagung. 2. Kegiatan kerjasama dengan PPOMN, terdiri dari : a. Uji Profisiensi Identifikasi Bahan Kimia Obat dalam Obat Tradisional untuk Batuk b. Uji Profisiensi Penetapan kadar Diazepam dalam sediaan tablet.
183
3. Kegiatan kerjasama dengan Kedeputian II a. Pengembangan metode Analisis Kosmetik (8 Judul) - Penetapan kadar diazolidinil urea dalam perawatan kulit - Identifikasi methyldibromoglutaronitrile dalam sediaan lipstick - Identifikasi 2-amino-4-nitrophenol dalam sediaan pewarna rambut bentuk krim - Identifikasi basic blue 26 dalam sediaan rias bibir - Identifikasi 6-amino-o-cresol dalam sediaan pewarna rambut bentuk krim - Identifikasi acid violet 43 (CI 60730) dalam sediaan mata bentuk cair dan padat - Identifikasi pigment yellow 1 (CI 11680) dalam sediaan rias bibir bentuk lipstick - Identifikasi Solvent Yellow 33 (CI 47000) dalam sediaan pewarna rambut bentuk krim b. Verifikasi metode Analisis (15 Judul) - Verifikasi Metode Analisis Penetapan Kadar Pewarna CI 14720 (Carmoisin, Acid Red 14) Dalam Kosmetik - Verifikasi Metode Analisis Penetapan Kadar Pewarna CI 15850:1 (D & C Red No.7, Lithol Rubine BK) Dalam Kosmetik - Verifikasi Metode Analisis Penetapan Kadar Pewarna CI 15985 (Kuning FCF, Sunset Yellow FCF) Dalam Kosmetik - Verifikasi Metode Analisis Penetapan Kadar Pewarna CI 16035 (Allura Red AC) Dalam Kosmetik - Verifikasi Metode Analisis Penetapan Kadar Pewarna CI 16185 (Amaranth) Dalam Kosmetik - Verifikasi Metode Analisis Penetapan Kadar Pewarna CI 16255 (Ponceau 4R, Acid Red 18) Dalam Kosmetik - Verifikasi Metode Analisis Penetapan Kadar Pewarna CI 19140 (Tartrazine) Dalam Kosmetik - Verifikasi Metode Analisis Penetapan Kadar Pewarna CI 40800 (Betacarotene) Dalam Kosmetik - Verifikasi Metode Analisis Penetapan Kadar Pewarna CI 42051 (Patent Blue V, Acid Blue 3) Dalam Kosmetik - Verifikasi Metode Analisis Penetapan Kadar Pewarna CI 44090 (Green S) Dalam Kosmetik - Verifikasi Metode Analisis Penetapan Kadar Pewarna CI 45430 (Erythrosine B) Dalam Kosmetik - Verifikasi Metode Analisis Penetapan Kadar Pewarna CI 73015 (Indigo Carmine) Dalam Kosmetik - Verifikasi Metode Analisis Penetapan Kadar Pewarna CI 75300 (Curcumin) Dalam Kosmetik - Verifikasi Metode Analisis Penetapan Kadar Pewarna CI 75470 (Carmine) Dalam Kosmetik
184
-
Verifikasi Metode Analisis Penetapan (Canthaxanthin) Dalam Kosmetik
Kadar
Pewarna
CI
40850
Publikasi Ilmiah Untuk memberikan informasi hasil riset yang telah dilakukan oleh PROM kepada masyarakat, maka dilakukan kegiatan publikasi “Forum Diseminasi Hasil Riset” tanggal 10 Juni 2015 yang dihadiri oleh Balai Besar/Balai POM, LIPI, BPPT, Kemenristek, Pihak Perguruan Tinggi dan Unit Eselon II dilingkungan BPOM.
4.16. PENGUJIAN DI BIDANG OBAT DAN MAKANAN Dalam rangka meningkatkan mutu pengujian obat dan makanan, seluruh laboratorium Badan POM perlu dilakukan peningkatan pemenuhan Good Laboratory Practices (GLP), untuk itu pada tahun 2015 dilakukan pemetaan di 31 Laboratorium BB/BPOM untuk mengetahui kapasitas dan kapabilitas laboratorium terkait pemenuhan peralatan, kompetensi staf, dan Standar Ruang Lingkup (SRL) Pengujian. Kegiatan dilakukan oleh Tim Penyusun Baseline PPOMN dimulai pada Februari 2015 dengan pembuatan Tools Pemetaan; assessment oleh tim ke BB/BPOM. Berdasarkan hasil pemetaan diperoleh persentase pemenuhan GLP BB/BPOM sebesar 59,1%. Hasil pemetaan ini ditetapkan menjadi baseline pemenuhan standar GLP. Baseline ini sangat penting karena merupakan titik awal perencanaan untuk pelaksanaan Renstra 2015-2019 terkait pemenuhan GLP BB/BPOM yang merupakan salah satu indikator kinerja utama PPOMN, dengan target pada akhir tahun 2019 pemenuhannya 85%.
A. Pengujian sampel Pengujian sampel yang dilakukan di Laboratorium Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional terdiri dari 5 jenis yaitu sampel uji absah/rujuk, sampel khusus, sampel kasus, sampel pihak ketiga dan sampel uji profisiensi. Jumlah sampel pada tahun 2015 sebanyak 3.997 sampel dan selesai diuji sebanyak 2.978 sampel sedangkan 1.019 sampel akan diuji pada Januari 2016. Rincian dan sebaran sampel pada masing-masing bidang/laboratorium sebagai berikut :
185
No 1 2 3 4 5
Jenis Sampel Sampel absah/rujuk Sampel Kasus Sampel Khusus Sampel pihak ketiga Sampel uji profisiensi Total
Jumlah 905 18 844 2.207 23
1.600 1.400 1.200 1.000 800 600 400 200 -
1.400
885 487
552
492 181
3.997
Gambar 4.98 Jumlah sampel tiap Bidang/Laboratorium Tahun 2015
B. Pengembangan Metode Analisa Dalam menjalankan fungsi sebagai pengawas obat dan makanan, PPOMN harus menjaga kompetensinya sebagai laboratorium penguji dengan menerapkan Sistem Manajemen Laboratorium berdasarkan ISO/IEC17025 : 2005. Salah satu unsur penting dalam penerapan sistem manajemen tersebut adalah validasi/verifikasi metode uji, yang sangat penting dilakukan agar didapat hasil uji yang valid dan dapat dipercaya. Disamping itu validasi/verifikasi metoda uji terhadap produk obat yang belum tercantum dalam kompendia menuntut diperlukannya pengembangan Metoda Analisis (MA) agar produk tersebut dapat diawasi. Demikian juga untuk produk lainnya yang secara resmi belum mempunyai metoda untuk pengujian terhadap keamanan produk. Untuk itu pengembangan metoda analisis dalam rangka pengawasan mutu dan keamanan produk sangat diperlukan. Pengembangan MA ini dilakukan berdasarkan prioritas terhadap produk yang dapat memberikan dampak negatif terhadap mutu dan keamanan pengguna (masyarakat). Agar MA yang dikembangkan oleh PPOMN validitasnya terjamin, maka PPOMN mengundang beberapa pakar di bidangnya untuk pembahasan hasil pengembangan MA tersebut dan hasilnya diterbitkan sebagai kumpulan MA PPOMN yang dapat digunakan oleh BB/BPOM. Tujuan dari kegiatan ini adalah tersedianya MA sesuai perkembangan produk obat dan makanan, serta dapat menjamin hasil analisis yang absah yaitu yang dapat dipercaya, dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan kesesuaian dengan tujuan pengujian yang dapat meliputi identifikasi, kemurnian, penetapan kadar dan lain lain.
186
Hasil pengembangan metode analisa yang telah dilaksanakan tahun 2015 sebanyak 66 judul Metode Analisis dan 5 hasil kolaborasi dengan Balai Besar/Balai POM. Hasil pengembangan metode analisa yang telah dilaksanakan tahun 2015 terdapat pada lampiran 2.
C. Pembuatan Baku Pembanding Target produksi baku pembanding tahun 2015 adalah 60 jenis, tetapi berhasil dilakukan pengujian 80 jenis calon baku pembanding, termasuk di dalamnya 12 jenis calon baku pembanding yang diuji oleh Laboratorium Unggulan Baku Pembanding BBPOM di Yogyakarta dan 15 jenis diuji secara kolaborasi (19,23%). Hasil uji calon baku pembanding kemudian dibahas dan adopsi baku pembanding dilakukan di PPOMN pada 8-9 September 2015 dan 16-17 November 2015. Hasil pembahasan tersebut menerima dan mengadopsi 78 jenis (97,5%) Baku Pembanding Farmakope Indonesia (BPFI) dan Baku Pembanding Laboratorium (BPL). Selain itu juga terdapat tambahan baku pembanding hasil uji kolaborasi ASEAN tahun 2015 sebanyak 4 jenis yaitu Klaritromisin, Sefiksim trihidrat, Ibuprofen, dan Kloramfenikol. Indonesia terlibat dalam uji kolaborasi ASEAN pada tahun 2015 sebagai partisipan untuk 2 jenis baku pembanding ASEAN (Enalapril maleat dan Propil paraben) dan sebagai koordinator uji kolaborasi baku pembanding ASEAN untuk Prazikuantel. Merujuk pada ISO Guide 34:2009 tentang produksi baku pembanding, salah satu tahapan pengujian baku pembanding adalah uji kolaborasi dengan laboratorium lain. Pada tahun 2015 persentase jumlah baku pembanding yang dikolaborasikan mencapai 19,23% dengan jumlah kolaboran 14 BB/BPOM. Daftar Baku Pembanding produksi tahun 2015 dapat dilihat pada lampiran 3.
D. Produksi dan Pengadaan Hewan Hewan yang diproduksi di Laboratorium Hewan Percobaan terdiri dari 3 (tiga) spesies yaitu mencit (Mus musculus, galur ddY), tikus (Rattus novergicus, galur Sprague Dawley) dan kelinci (Oryctolagus cuniculi, galur Japanese White). Produksi hewan disesuaikan dengan kebutuhan pengujian dan permintaan dari pihak eksternal.
Tabel 4.22 Produksi/Pengadaan Hewan Percobaan Tahun 2015 No 1 2 3 4 5
Jenis Hewan Percobaan Mencit Tikus Kelinci Marmut Mencit
Produksi Hewan (ekor) 39.590 5.450 265 306*) 1.050*)
Keterangan : Penghitungan per 31 Desember 2015 *) Pengadaan dari instansi lain
187
E. Laboratorium Kalibrasi Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN) disamping mempunyai laboratorium pengujian mutu juga telah memiliki laboratorium kalibrasi dan telah terakreditasi oleh KAN-BSN dengan No. LK - 47 -IDN. Ruang lingkup laboratorium kalibrasi PPOMN meliputi kalibrasi alat laboratorium, suhu serta massa dan volume. Tugas dan fungsi laboratorium kalibrasi PPOMN saat ini adalah melakukan kalibrasi peralatan laboratorium (termasuk alat gelas) baik laboratorium pengujian PPOMN, Balai Besar/Balai POM seluruh Indonesia dan sampel dari pihak ketiga. Apabila kalibrasi peralatan laboratorium dilakukan secara berkesinambungan sesuai jadwal rekalibrasi maka diharapkan ketepatan peralatan laboratorium tersebut tetap terjaga. Demikian juga apabila terdapat penyimpangan pada alat tersebut dapat diketahui sejak dini, sehingga kerusakan yang lebih parah dapat dihindari. Pada tahun 2015 telah dilakukan rekalibrasi alat laboratorium Balai Besar/Balai POM dan PPOMN dengan target 31 Balai /Balai Besar POM dan PPOMN, dengan jumlah alat yang dikalibrasi adalah 1833 item, terdiri dari : Alat Laboratorium Alat Gelas
: 1801 item : 32 item
Sampel tersebut belum termasuk sampel dari PNBP sejumlah 5 item yang semuanya merupakan alat laboratorium.
F. Kegiatan Survei IKM di BPOM Hasil survey Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) terhadap penyelenggaraan pelayanan publik PPOMN pada tahun 2015 mengalami kenaikan yang cukup signifikan dari nilai 67,16 pada tahun 2013 dan sempat mengalami penurunan menjadi 66,32 pada tahun 2014, tapi kemudian menjadi 78,10 pada tahun 2015.
188
BAB 5 PENGELOLAAN ANGGARAN Pada tahun 2015, Badan POM mendapat anggaran sebesar Rp1.239.570.164.000.000,00 untuk seluruh kegiatan di pusat maupun daerah. Anggaran tersebut terdiri dari: Belanja Pegawai Rp409.249.454.000,00 (33,02%) (termasuk alokasi tunjangan kinerja Rp156.846.123.000, -; Belanja Barang Rp578.884.987.000,00 (46,70%); dan Belanja Modal Rp251.435.723.000,00 (20,28%). Anggaran tersebut tersebar untuk 9 Satker Pusat Rp592.785.361.000,00 (47,82%) dan 31 Balai Besar/Balai POM Rp646.784.803.000,00 (52,18%).
47,82%
52,18%
Pusat
Balai
Gambar 5.1 Proporsi Anggaran Badan POM Pusat dan Balai Tahun 2015
Realisasi anggaran tersebut sebesar Rp1.071.187.255.937,00 (86,42%) yang terdiri dari realisasi anggaran untuk 9 Satker Pusat Rp496.562.326.239,00 dan realisasi anggaran untuk seluruh Balai Besar/Balai POM Rp574.624.929.698,00, serta transaksi hibah non kas sebesar Rp0,00. Belanja Pegawai Belanja Pegawai Badan POM terdiri dari Belanja Pegawai untuk 9 Satker Pusat adalah Rp233.739.376.000,00 dan Belanja Pegawai untuk seluruh Balai Besar/Balai POM adalah Rp175.510.078.000,00 Realisasi Belanja Pegawai tersebut berturut-turut adalah Rp198.269.486.415,00 (84,83%) dan Rp158.735.131.266,00 (90,44%). Belanja Barang Belanja Barang terdiri dari Rp285.242.282.000,00 untuk 9 Satker Pusat dan Rp293.642.705.000,00 untuk seluruh Balai Besar/Balai POM. Sedangkan realisasi Belanja Barang berturut-turut adalah Rp232.827.919.660,00 (81,62%) dan Rp257.707.495.749,00 (87,76%).
189
Belanja Modal Belanja Modal Badan POM terdiri dari Rp73.803.703.000,00 untuk 9 Satker Pusat dan Rp177.632.020.000,00 untuk seluruh Balai Besar/Balai POM. Sedangkan realisasinya berturut-turut Rp65.464.920.164,00 (88,70%) dan Rp158.182.302.683,00 (89,05%). Tabel 5.1 Alokasi dan Realisasi Anggaran Pusat dan Balai Tahun 2015
Pusat
Belanja Pegawai
Belanja Barang
Belanja Modal
Pagu
233.739.376.000
285.242.282.000
73.803.703.000
Realisasi
198.269.486.415
232.827.919.660
65.464.920.164
175.510.078.000
293.642.705.000
177.632.020.000
Realisasi
158.735.131.266
257.707.495.749
158.182.302.683
Pagu
409.249.454.000
578.884.987.000
251.435.723.000
Realisasi
357.004.617.681
490.535.415.409
223.647.222.847
Daerah Pagu
Total
600.000.000.000 84,74% 500.000.000.000
Rupiah
400.000.000.000
87,23%
300.000.000.000
88,95%
200.000.000.000 100.000.000.000 0 Belanja Pegawai
Belanja Barang
Belanja Modal
Jenis Belanja Alokasi
Realisasi
Gambar 5.2 Proporsi Alokasi dan Realisasi Anggaran Berdasarkan Jenis Belanja Tahun 2015
190
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Selama tahun 2015, estimasi penerimaan negara Badan POM yang berasal dari PNBP sebesar Rp70.000.000.000,00. Dari jumlah tersebut, realiasasi PNBP yang dapat dicapai adalah Rp100.747.534.361,00 atau 143,93% dari target yang ditetapkan. Sedangkan, estimasi penggunaannya adalah Rp64.765.983.000,00 dengan realisasi penggunaan PNBP mencapai Rp53.580.589.343,00 atau 82,73%. Dana Hibah Selama tahun 2015, Badan POM menerima anggaran yang berasal dari hibah sebesar Rp1.110.418.000,00 dari jumlah tersebut digunakan untuk belanja barang sebesar Rp694.352.000,00 dan belanja modal sebesar Rp416.066.000,00. Donor dana hibah tersebut adalah Global Fund, USP, dan WHO. Sedangkan alokasi dan realisasi anggaran berdasarkan program pada tahun 2015 adalah sebagai berikut: Program
Pagu
Realisasi
%
101. Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas 350.896.061.000 Teknis Lainnya BPOM
290.860.877.477
82,89
102. Program Peningkatan Sarana 28.916.300.000 dan Prasaran Aparatur BPOM
25.710.489.869
88,91
106. Program Pengawasan Obat 859.757.803.000 dan Makanan
754.615.888.591
87,77
191
BAB 6 PENUTUP Untuk mengatasi berbagai masalah yang masih ditemui dalam melaksanakan pengawasan Obat dan Makanan di Indonesia demi melindungi masyarakat dari Obat dan Makanan yang tidak memenuhi syarat keamanan, manfaat/khasiat dan mutu serta untuk meningkatkan daya saing produk Obat dan Makanan di pasar lokal dan global, pada tahun 2016 Badan POM harus melakukan berbagai upaya peningkatan kinerja, antara lain: 1. Perubahan paradigma pengawasan dari watch-dog control menjadi proactive control melalui: a. Pengawasan yang lebih ke hulu dan terintegrasi; b. Mengedepankan tindakan pencegahan melalui pelaksanaan Program Manajemen Risiko (PMR) oleh pelaku usaha yang diverifikasi oleh Badan POM selaku regulator; dan c. Mendorong peran aktif pelaku usaha dalam pemenuhan regulasi. 2. Kontribusi dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), melalui: a. Penguatan sampling dan pengujian obat JKN serta pemeriksaan sarana berbasis risiko; b. Dukungan regulasi dan regulatory assistance oleh Badan POM kepada pelaku usaha; dan c. Percepatan proses registrasi obat generik yang aman, berkhasiat, bermutu. 3. Penguatan Pengawalan Badan POM dalam era globalisasi dan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), melalui: a. Peran aktif dalam forum ASEAN dan international dalam rangka penyusunan standar dan regulasi yang efektif untuk melindungi kepentingan nasional; b. Peningkatan kapasitas dan kualitas sumber daya manusia dan perkuatan infrastruktur; c. Peningkatan public awareness melalui intensifikasi kegiatan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE); d. Penguatan kerjasama lintas sektor dalam pengawasan obat dan makanan; dan e. Peningkatan daya saing produk dalam negeri yang salah satunya yaitu dengan memberikan iklim usaha yang baik melalui deregulasi, debirokratisasi, dan regulatory assistance dalam pemenuhan ketentuan untuk meningkatkan kemanan, mutu, dan khasiat/manfaat obat dan makanan. 4. Penguatan pemberantasan Obat dan Makanan yang mengandung bahan berbahaya/dilarang, dan ilegal termasuk palsu, melalui program-program peningkatan keterlibatan aktif masyarakat (community empowerment) yang di antaranya: Gerakan Nasional Peduli Obat dan Pangan Aman (GN POPA), Gerakan Nasional Waspada Obat dan Makanan Ilegal (GN WOMI), Aksi Nasional Pangan Jajanan Anak Sekolah (AN PJAS), dan Gerakan Keamanan Pangan Desa (GKPD).
193
5. Peningkatan kualitas pelayanan publik melalui: a. Peningkatan kepastian dan transparansi dalam bentuk pengembangan sistem penilaian berbasis elektronik untuk obat copy tertentu, obat tradisional, dan makanan; b. Simplifikasi prosedur berbasis risiko; dan c. Penguatan dan transparansi komunikasi G to G, G to B, dan G to C untuk peningkatan persamaan persepsi.
194
Lampiran 1. Capaian Rencana Kerja Pemerintah Badan POM Tahun 2015
Program/Kegiatan I.
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Teknis Lainnya BPOM
Koordinasi Kegiatan Penyusunan Rancangan Peraturan Perundangundangan, Bantuan Hukum, Layanan Pengaduan Konsumen dan Hubungan Masyarakat Peningkatan Penyelenggaraan Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri Koordinasi Perumusan Renstra dan Pengembangan Organisasi, Penyusunan Program dan Anggaran, Keuangan serta Evaluasi dan Pelaporan Peningkatan Kapasitas dan Kapabilitas SDM Aparatur BPOM
Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Badan Pengawas Obat dan Makanan
Indikator Kinerja
Satuan
T
R
Capaian pelaksanaan Reformasi Birokrasi di BPOM Opini Laporan Keuangan BPOM dari BPK Nilai SAKIP BPOM dari MENPAN Jumlah informasi obat dan makanan yang dipublikasikan Jumlah layanan pengaduan dan informasi konsumen yang ditindaklanjuti Jumlah bantuan hukum yang diberikan Jumlah rancangan peraturan perundang-undangan yang disusun
B
BB (70,88)
101,26
WTP
WTP
100
B
B
100
Jumlah pengembangan kerjasama dan/atau kerjasama internasional di bidang Obat dan Makanan
25
91
139
152,75%
9.000
14.275
158,61%
150
380
253,33%
150
274
182,67%
25
100,00
Jumlah dokumen perencanaan, penganggaran, keuangan dan monitoring evaluasi yang dihasilkan Jumlah kajian Organisasi, Tata Laksana dan Reformasi Birokrasi
15
15
100,00
1
1
100,00
Persentase Aparatur Sipil Negara (ASN) yang ditingkatkan kualitasnya melalui pendidikan S1, S2, S3 Jumlah dokumen Human Capital Management Persentase pegawai yang memenuhi standar kompetensi Persentase SDM Aparatur BPOM yang memiliki kinerja berkriteria baik Hasil penilaian mandiri pelaksanaan reformasi birokrasi bidang penguatan pengawasan
2
2,88
143,93
7
7
100,00
65
69,67
107,18
80
99,15
123,94
10
10,67
106,70
85
85,37
100,44
Persentase laporan hasil pengawasan yang disusun tepat waktu
195
Program/Kegiatan
1.6
Satuan
T
R
Persentase penilaian mandiri evaluasi pengendalian intern tingkat entitas (PM-EPITE) degan kriteria baik
60
90,40
150,67
Persentase rekomendasi hasil pemeriksaan yang ditindaklanjuti BPOM Persentase rekomendasi hasil pengawasan yang ditindaklanjuti dibandingkan total rekomendasi yang diberkan inspektorat Persentase infrastruktur TIK yang dikembangkan untuk optimalisasi e-gov bisnis proses BPOM Jumlah informasi Obat dan Makanan yang up to date sesuai lingkungan strategis pengawasan obat dan makanan
80
81,38
107,73
70
53,64
76,63
35
35
100,00
675
693
102,67
80
76
95,0
II.
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur BPOM
Persentase pemenuhan sarana dan prasarana penunjang kinerja sesuai standar
2.1
Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur BPOM Pengadaan, Pemeliharaan dan Pembinaan Pengelolaan Sarana dan Prasarana Penunjang Aparatur BPOM Program Pengawasan Obat dan Makanan
Jumlah dukungan teknis pengadaan barang dan jasa
5
5
100,00
Persentase pemenuhan sarana dan prasarana penunjang kinerja sesuai standar Persentase satker yang mampu mengelola BMN dengan baik
80
76
95,00
100
75
75,00
92,0
98,55
107,12
80,0
80,94
101,18
89,0
98,22
110,36
79,0
97,70
123,67
88,1
89,0
101,02
61
52
85,25
185
176
95,14
3
2
66,67
2.2
III.
196
Pelayanan Informasi Obat dan Makanan, Informasi Keracunan dan Teknologi Informasi
Indikator Kinerja
Persentase obat yang memenuhi syarat Persentase obat tradisional yang memenuhi syarat Persentase Kosmetik yang memenuhi syarat Persentase Suplemen kesehatan yang memenuhi syarat Persentase makanan yang memenuhi syarat Jumlah pelaku usaha industri obat tradisional (IOT) yang memiliki sertfikat CPOTB Jumlah industri kosmetika yang mandiri dalam pemenuhan ketentuan Persentase industri pangan olahan yang mandiri dalam
Program/Kegiatan
3.1
3.2
Pengawasan Obat dan Makanan di 31 Balai Besar/Balai POM
Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen
Indikator Kinerja rangka menjamin keamanan pangan Jumlah kerjasama yang diimplementasikan Jumlah sampel yang diuji menggunakan parameter kritis Pemenuhan target sampling produk Obat di sektor publik (Instalasi Farmasi Kabupaten) Persentase cakupan pengawasan sarana produksi Obat dan Makanan Persentase cakupan pengawasan sarana distribusi Obat dan Makanan Jumlah perkara di bidang obat dan makanan Persentase pemenuhan sarana prasarana sesuai standar Jumlah layanan publik BB/BPOM Jumlah Komunitas yang diberdayakan Jumlah dokumen perencanaan, penganggaran, dan evaluasi yang dilaporkan tepat waktu Persentase hasil Inspeksi sarana produksi dan distribusi obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang memerlukan pendalaman mutu dan/atau diverifikasi Persentase obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan dan produk kuasi tidak memenuhi syarat (TMS) yang dianalisis dan ditindaklanjuti
1
Satuan
T
R
10
5
50
82.632
80,525
97,45
100
107,34
107,34
58
57,04
98,34
24
33,51
139,63
289
292
101,04
80
70,98
93,73
35.300 450
43.910 451
124,39 100,22
310
308
99,35
20
19,00
101,25
801
78,75
98,44
Target yang tercantum pada RKP adalah 30%
197
Program/Kegiatan
3.3
3.4
Pengembangan Obat Asli Indonesia
3.5
Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT)
3.6
2 3
198
Inspeksi dan Sertifikasi Pangan
Pengawasan Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Zat Adiktif
Indikator Kinerja
Satuan
T
R
Persentase berkas permohonan sertifikasi OT, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan dan Produk Kuasi yang mendapatkan keputusan tepat waktu Jumlah pelaku usaha industri obat tradisional (IOT) yang memiliki sertfikat Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) Jumlah industri kosmetika yang mandiri dalam pemenuhan ketentuan Jumlah inspeksi sarana produksi dan distribusi pangan yang dilakukan dalam rangka pendalaman mutu dan sertifikasi Persentase penyelesaian tindak lanjut pengawasan mutu dan keamanan produk pangan Persentase berkas permohonan sertifikasi pangan yang mendapatkan keputusan tepat waktu Persentase industri pangan olahan yang mandiri dalam rangka menjamin keamanan pangan Jumlah pedoman/publikasi informasi keamanan, kemanfaatan/khasiat dan mutu hasil pengembangan OAI
70
82,60
118,00
612
52
85,25
1853
176
95,14
500
490
98,00
90
85,77
95,30
70
116
165,71
3
2,70
90,00
7
7
100,00
78
86,49
110,88
10
12
120,00
70
87,56
125,09
80
87,41
109,26
Persentase peningkatan Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang memenuhi Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) Jumlah kajian farmakovigilance obat beredar yang dikomunikasikan Persentase penyelesaian pemberian sanksi TL tepat waktu terhadap sarana pengelola NPP yang tidak memenuhi ketentuan Persentase permohonan rekomendasi Analisa Hasil Pengawasan (AHP) untuk impor/ekspor narkotika, psikotropika dan prekursor yang diselesaikan tepat waktu
Belum dianggarkan pada DIPA 2015 Belum dianggarkan pada DIPA 2015
Program/Kegiatan
3.7
3.8
Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya
Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT)
3.9
Penilaian Makanan
3.10
Penilaian Obat dan Produk Biologi Penilaian Obat Tradisional, Kosmetika dan Produk Komplemen Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen Standardisasi Makanan Standardisasi Produk Terapetik dan PKRT Surveilans dan Penyuluhan Keamanan Makanan
3.11
3.12
3.13 3.14 3.15
3.16
3.17
Pemeriksaan secara Laboratorium, Pengujian dan Penilaian Keamanan, Manfaat dan Mutu Obat dan Makanan serta Pembinaan Laboratorium POM Investigasi Awal dan Penyidikan Terhadap
Indikator Kinerja
Satuan
T
R
Persentase label dan iklan produk tembakau yang memenuhi ketentuan
45
80,55
179,00
Persentase sarana distribusi yang menyalurkan bahan berbahaya sesuai ketentuan Persentase kemasan pangan yang memenuhi syarat keamanan Jumlah pasar yang diintervensi menjadi pasar aman dari bahan berbahaya Persentase hasil inspeksi dengan temuan kritikal yang ditindaklanjuti tepat waktu
50
51,78
103,56
86
93,46
108,67
77
77
100,00
60
61,54
102,56
Jumlah industri farmasi yang meningkat tingkat kemandiriannya Persentase Keputusan Penilaian pangan olahan yang diselesaikan Persentase keputusan penilaian obat yang diselesaikan Persentase keputusan penilaian Obat Tradisional, suplemen kesehatan, dan kosmetik yang diselesaikan Jumlah Standar Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan yang disusun
10
6
60,00
85
99,82
117,44
75
81,00
108,00
80
97,27
121,59
40
40
100,00
Jumlah Standar pangan yang disusun Jumlah Standar Obat yang disusun
14
14
100,00
10
12
120,00
Jumlah hasil kajian profil risiko keamanan pangan
5
5
100,00
Jumlah Kabupaten/kota yang sudah menerapkan Peraturan Kepala BPOM tentang IRTP Jumlah desa pangan aman yang menerima intervensi pengawasan keamanan pangan Persentase pemenuhan Laboratorium Balai Besar/Balai POM yang sesuai persyaratan Good Laboratorium Practices (GLP) Persentase sampel uji yang ditindaklanjuti tepat waktu
100
100
100,00
100
100
100,00
65
61,94
95,29
70
56,63
80,90
Jumlah intervensi ke BB/BPOM dalam pelaksanaan Investigasi
51
51
100,00
199
Program/Kegiatan Pelanggaran Bidang Obat dan Makanan
3.18
200
Riset Keamanan, Khasiat, dan Mutu Obat dan Makanan
Indikator Kinerja Awal dan Penyidikan tindak pidana di bidang obat dan makanan Jumlah Perkara tindak Pidana di Bidang Obat dan Makanan yang ditangani Pusat Penyidikan Obat dan Makanan Jumlah riset laboratorium dan kajian yang dimanfaatkan
Satuan
T
R
3
3
100,00
69
69
100,00
Lampiran 2. Pengembangan Metode Analisa Tahun 2015 I.
Metode Analisis No. Judul Metode Analisis Bidang Produk Terapetik dan Bahan Berbahaya 1 Penetapan Kadar Flunarizin Hidroklorida dalam Tablet 2 Penetapan Kadar Fenilbutason dalam Kapsul 3 Penetapan Kadar Triklokarbanilida dalam Sediaan Sabun Cuci Tangan 4
6
Penetapan Kadar Deksametason dalam Tetes Mata Campuran dengan Neomisin Sulfat dan Polimiksin B Sulfat Penetapan Kadar Kloramfenikol dalam Tetes mata campuran dengan Deksametason Natrium Fosfat Penetapan Kadar Teofilin dalam Tablet Campuran dengan Salbutamol Sulfat
7
Penetapan Kadar Salbutamol Sulfat dalam Tablet Campuran dengan Teofilin
8
Penetapan Kadar Bromheksin Hidroklorida dan Guaifenesin dalam Sirup Secara Simultan.
9
Penetapan Kadar Nikotin dalam Cairan Rokok Elektrik
5
Bidang Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Identifikasi Pewarna Oksidatif (2-Aminophenol, 4-Methyl-m-Phenylendiamine, 2-Amino-4Nitrophenol, 3,4-Diaminotoluene) dalam Produk Kosmetik Sediaan Pewarna Rambut secara KCKT-PDA Identifikasi Minoksidil dalam Produk Kosmetik Sediaan Rambut secara KCKT – PDA Penetapan Kadar Camphora dan Menthol dalam Produk Kosmetik Sediaan Solida secara Kromatografi Gas Identifikasi Acid Blue 1, Acid Green 1, Solvent Green 7, Fast Green FCF dalam Produk Kosmetik Sediaan Pewarna Rambut secara Kromatografi Lapis Tipis Identifikasi Metil Dibromo Glutaronitril dalam Produk Kosmetik Sediaan Semisolida secara GCMS Identifikasi Bahan Pewarna Dilarang Merah K3 dalam Produk Kosmetik Sediaan Solida secara LC-MS/MS Identifikasi Clenbuterol HCl dalam Obat Tradisional Sediaan Padat secara LCMS/MS Penetapan Kadar Hg dalam Obat Tradisional Sediaan Cair secara Spektrofotometri Serapan Atom dengan Tekhnik Uap Dingin Penetapan Kadar Pb, Cd dan As dalam Obat Tradisional Sediaan Cair secara Spektrofotometri Serapan Atom dengan Tekhnik Graphite Furnace Penetapan Kadar Pengawet Asam Benzoat, Asam Sorbat, Metil Paraben dan Etil Paraben dalam Obat Tradisional sediaan Padat secara KCKT Identifikasi dan Penetapan Kadar Asam Benzoat dalam Obat Tradisional sediaan Cair secara KCKT-PDA Identifikasi Metformin Hidroklorida dalam Obat Tradisional sediaan Padat secara Kromatografi Lapis Tipis dan Spektrofotodensitometri Identifikasi Vitamin B1, B2, B3, B6, B12 dan C dalam Obat Tradisional Sedian Padat secara KLT-Spektrofotodensitometri Identifikasi dan Penetapan Kadar Vitamin B1, B2, B3, B6 dan C dalam Produk Komplemen sediaan Cair secara KCKT-PDA Identifikasi dan Penetapan Kadar Asam Folat dalam Produk Komplemen sediaan Cair secara KCKT-PDA
201
No. 25
Judul Metode Analisis Identifikasi dan Penetapan Kadar Etanol dan Metanol dalam Obat Tradisional sediaan Cair secara Kromatografi Gas Bidang Pangan 26
29
Penetapan Kadar Titanium (Ti) dalam Produk Bakeri secara Inductively Coupled Plasma Mass Spectrometry (ICP-MS) Penetapan Kadar Simultan Asam Maleat dan Asam Fumarat dalam Bubble Tea secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Penetapan Kadar Simultan Pengawet Asam Benzoat, Asam Sorbat, Metil Paraben, Etil Paraben, Propil Paraben, Butil Paraben dalam Produk Pangan secara KCKT Penetapan Kadar Kafein dalam Kopi Instan Bubuk Mengandung Susu secara KCKT
30
Penetapan Kadar Kafein dalam Kopi Instan Bubuk secara KCKT
31
Penetapan Kadar Kafein dalam Minuman Kopi Cair secara KCKT
32
Penetapan Kadar Pb, Cd dalam Cokelat Bubuk secara GFA AAS
33
Penetapan Kadar Cemaran Kobal (Co) dan Tembaga (Cu) dalam AMDK secara GFA AAS
34
Penetapan Kadar Benzo[a]piren dalam Ikan Asap secara KCKT
35
Penetapan Kadar Deoksinivalenol (DON) dalam Mi Instan secara KCKT
36
Penetapan Kadar Asam Propionat dalam Produk Bakeri secara KCKT
37
Penetapan Kadar Simultan Pewarna dalam Permen secara KCKT
38
Penetapan Kadar 3-MPCD dalam Kecap secara GCMS
39
Identifikasi dan Penetapan Simultan Kadar Pemanis Polialkohol (Silitol, Sorbitol dan Manitol dalam Permen Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi – Evaporative Light Scattering Detector (Kckt-Elsd) Penetapan Kadar Residu Obat Salbutamol dan Klenbuterol dalam Daging dan Produk Olahan Daging secara LCMS MS Penetapan Kadar Arsen dalam Gula secara GFA AAS
27 28
40 41 42 43
Penetapan Kadar Asam Sitrat dalam Jus Buah secara KCKT Penetapan Kadar 3-MPCD dalam Kecap secara GCMS Penetapan Kadar Aflatoksin Total secara ELISA
44
Penetapan Kadar Hidroksi Metil Furfural (HMF) dalam Madu secara KCKT
Bidang Mikrobiologi
202
45
Uji sterilitas Injeksi dengan Metode Penyaringan Membran
46
Uji Potensi Antibiotik Kanamisin
47
Uji Pseudomonas aeruginosa dalam sediaan obat bentuk setengah padat
48
Uji Angka Kapang Khamir dalam obat tradisional bentuk serbuk
49
Uji Escherichia coli dalam obat tradisional bentuk serbuk
50
Uji Escherichia coli pada suplemen kesehatan bentuk cair
51
Uji Staphylococcus aureus pada kosmetikbentuk losion
No. 52
Judul Metode Analisis Uji Shigella pada Obat Tradisional untuk penggunaan obat dalam
53
Uji Vibrio cholerae pada bakso ikan
54
Uji Salmonella pada margarin
55
Uji sterilitas Injeksi dengan Metode Penyaringan Membran
Bidang Produk Biologi dan Laboratorium Hewan Percobaan 56
59
Uji Potensi Vaksin Japanese encephalitis Chimeric Menggunakan Metode Plaque Forming Unit Penetapan Kadar Gugus O-asetil dalam Vaksin Thypoid (Vi) Polisakarida secara Spektrofotometri Identifikasi Antigen Pertusis Aseluler dalam Vaksin Menggunakan Metode Double Immunodifussion Uji Endotoksin Bakteri Sediaan Vaksin Flubio dengan Metode Turbidimetri
60
Uji Endotoksin Bakteri Sediaan Injeksi Sodium Chloride 0,9% dengan Metode Turbidimetri
61
Uji Identifikasi Salmonella spppada Hati Kelinci (Oryctolagus cuniculus) Galur Japanese White Menggunakan Kit Analytical Profile Index (API) 20E Pemeriksaan Differensial Sel Darah Putih dari Darah Mencit (Mus Musculus) Galur ddY
57 58
62 63
Pemeriksaan Differensial Sel Darah Putih dari Darah Tikus (Ratus norvegicus) Galur Sparque Dawley Laboratorium Bioteknologi 64 65 66
Amplifikasi Fragmen DNA Gen Sitokrom B (cytb) Babi dan Sapi pada Sediaan Padat dan Bahan Baku Enzim Pencernaan Menggunakan PCR Multipleks Deteksi Fragmen DNASitokrom B (cytb) Tikus dan Sapi pada Produk Bakso Menggunakan PCR Multipleks Amplifikasi Fragmen Gen Endogen hmg (High Mobility Group) pada Produk Olahan Jagung Menggunakan PCR
203
II.
Kolaborasi Metode Analisis No. 1 2 3 4 5
Judul Metode Analisis Penetapan Kadar Flunarizin Hidroklorida. Penetapan Kadar Camphora dan Menthol dalam Kosmetik Sediaan Solida secara KG Penetapan Kadar Asam Benzoat dalam Obat Tradisional Sediaan Cair secara KCKT Penetapan Kadar Asam Propionat dalam Produk Bakeri secara Kromatografi Gas Uji Vibrio cholerae dalam Bakso Ikan
Lampiran 3. Daftar Bahan Baku pembanding Produksi Tahun 2015 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 10
204
No. kontrol B0115468 B0115457 B0115469 B0115462 B0115459 B0115464 B0115458 B0115465 B0315012 B0115451 B0215002 B0115461 B0115471 B0115460 B0115467 B0315116 B0315023 B0215385 B0115453 B0215380 B0215390 B0115452 B0315087 B0115470 B0115466 B0115454 B0215020 B0315212 B0315224 B0115463 B0315354 B0315078 B0115455 B0415109 B0215284
No. control Nama Baku Pembanding 2-Hidroksi-1,4-Naptochinon BPL Acid Blue 74 CI 73015 BPL Acid Blue 9 CI 42090 BPL Acid Green 50 CI 44090 BPL Acid Orange 7 CI 15510 BPL Acid Red 52 CI 45100 BPL Acid Red 73 CI 27290 BPL Acid Red 88 CI 15620 BPL Asam glutamat BPFI Asam sitrat BPFI Atenolol BPFI Basic Blue 26 CI 44045 BPL Betacarotene CI 4255 BPL Carmine CI 75470 BPL Chlorazol Black E CI 30235 BPL Diazepam BPFI Etambutol hidroklorida BPFI Fast green FCF CI 42053 BPL Fenfluramin hidroklorida BPFI Fluosinolon asetonida BPFI Isosorbid dinitrat encer BPFI Klorheksidin BPFI Klorpropamid BPFI Kristal Violet CI 42555 BPL Leucomalachite green CI 75480 BPL Metamfetamin BPL Metanil Yellow CI 13065 BPL Metoklopramid hidroklorida BPFI Natrium siklamat BPL Orange GG CI 16230 BPL Pseudoefedrin hidroklorida BPFI Sefaleksin BPFI Setrimida BPFI Sianokobalamin BPFI Sunset Yellow CI 15985 BPL
No.
No. kontrol
No. control Nama Baku Pembanding
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 45
B0115456 B0215249 B0315017 B0315023 B0215248 AB0115479 B0115474 B0315133 B0315253 B0315254 B0315162 AB0115481 AB0115482 B0215020 B0115468 B0115457 B0115469 B0115462 B0115459 B0115464 B0115458 B0115465 B0315012 B0115451 B0215002 B0115461 B0115471 B0115460 B0115467 B0315116 B0315023 B0215385 B0115453 B0215380 B0215390 B0115452 B0315087 B0115470 B0115466 B0115454 B0415141 AB0115484 B0215385 AB0415002 B0115473 B0115477
Verapamil hidroklorida BPFI Asetilsistein BPFI Asam sorbat BPFI Asesulfam kalium BPL Asetazolamid BPFI Cisaprid BPL Disulfiram BPL Efedrin hidroklorida BPFI Fenilefrin hidroklorida BPFI Fenilpropanolamin hidroklorida BPFI Haloperidol BPFI Mekobalamin BPL m-fenilendiamin BPL Metil paraben BPL 2-Hidroksi-1,4-Naptochinon BPL Acid Blue 74 CI 73015 BPL Acid Blue 9 CI 42090 BPL Acid Green 50 CI 44090 BPL Acid Orange 7 CI 15510 BPL Acid Red 52 CI 45100 BPL Acid Red 73 CI 27290 BPL Acid Red 88 CI 15620 BPL Asam glutamat BPFI Asam sitrat BPFI Atenolol BPFI Basic Blue 26 CI 44045 BPL Betacarotene CI 4255 BPL Carmine CI 75470 BPL Chlorazol Black E CI 30235 BPL Diazepam BPFI Etambutol hidroklorida BPFI Fast green FCF CI 42053 BPL Fenfluramin hidroklorida BPFI Fluosinolon asetonida BPFI Isosorbid dinitrat encer BPFI Klorheksidin BPFI Klorpropamid BPFI Kristal Violet CI 42555 BPL Leucomalachite green CI 75480 BPL Metamfetamin BPL Natrium benzoat BPFI Noretisteron BPFI Oksibenzon BPL Parasetamol BPFI Feniltoloksamin sitrat BPL Ponceau SX CI 14700
46 47
B0115476 B0315199
Risedronat natrium BPFI Sildenafil sitrat BPL
205
No. 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78
206
No. kontrol AB0115485 AB0115486 AB0115487 B0115478 AB0115488 B0315342 B0115472 B0115475 B0315028 B0415004 B0215312 B0215072 B0115489 B0315229 B0215386 B0215027 B0215023 B0315305 B0215338 B0115490 B0415141 AB0115484 B0215385 AB0415002 B0115473 B0115477 B0115476 B0315199 AB0115485 AB0115486 AB0115487
No. control Nama Baku Pembanding Natrium tetraborat Boraks BPL Steviosid BPL Sudan I CI 12055 BPL Sulisobenzon BPL Tetrabutilhidrokinon BPL Triprolidin hidroklorida BPFI 2-nitro-1,4-fenielendiamuin BPL Klorosilenol BPL Alopurinol BPFI Asam folat BPFI Asam fumarat BPL Etiil estradiol BPFI Mehibdrolin napadisilat BPL Nifedipin BPFI Omeprazol BPFI Piroksikam BPFI Propifenazon BPL Salisilamida BPFI Sefaklor BPFI Ramipril BPFI Natrium benzoat BPFI Noretisteron BPFI Oksibenzon BPL Parasetamol BPFI Feniltoloksamin sitrat BPL Ponceau SX CI 14700 Risedronat natrium BPFI Sildenafil sitrat BPL Natrium tetraborat Boraks BPL Steviosid BPL Sudan I CI 12055 BPL
Lampiran 4. Stock Opname Hewan Percobaan Laboratorium Hewan Percobaan Tahun 2015
2.200
2.922
5.122
764
0
764
2.051
2.307
275
122
397
2.936
2.096
TotalAkhir Sisa barang
Tanggal
A. 1
MENCIT 30/1/2015
Mencit
2
27/2/2015
Mencit
3.122
5.429
3
27/3/2015
Mencit
3.948
6.044 1.547
30
1.577
1.656
2.811
4
30/4/2015
Mencit
4.171
6.982 3.482
40
3.522
1.152
2.308
5
29/5/2015
Mencit
3.289
5.597 1.538
188
1.726
1.135
2.736
6
30/6/2015
Mencit
4.036
6.772 1.325
50
1.375
2.280
3.117
7
31/7/2015
Mencit
2.840
5.957
0
760
2.237
2.960
8
28/8/2015
Mencit
2.786
5.746 1.537
440
1.977
1.525
2.244
9
25/9/2015
Mencit
1.723
3.967
400
0
400
1.325
2.242
10
30/10/2015
Mencit
4.036
6.278
125
220
345
3.534
2.399
11
27/11/2015
Mencit
3.015
5.414
500
50
550
2.008
2.856
12
31/12/2015
Mencit
3.702
6.558
50
0
50
4.313
2.195
B. 1
TIKUS 30/1/2015
Tikus
684
1.126
35
323
358
377
391
2
27/2/2015
Tikus
649
1.040
12
201
213
410
417
3
27/3/2015
Tikus
602
1.019
0
262
262
362
395
4
30/4/2015
Tikus
372
767
0
88
88
273
406
5
29/5/2015
Tikus
313
719
0
220
220
250
249
6
30/6/2015
Tikus
571
820
1
106
107
299
414
442
760
Total
No.
10.000
Total
Eksternal
Harga satuan
Barang Masuk Jan- Des 2015
Internal
Nama barang
Pemakaian
Saldo akhir 2014
Jan- Des 2015
207
Harga total (Rp)
21,950,000.00
Pemakaian
Tanggal
Total
7
31/7/2015
Tikus
407
821
0
230
230
210
381
8
28/8/2015
Tikus
177
558
0
95
95
164
299
9
25/9/2015
Tikus
228
527
0
53
53
172
302
10
30/10/2015
Tikus
626
928
0
73
73
317
538
11
27/11/2015
Tikus
161
699
10
291
301
36
362
12 C. 1
31/12/2015 KELINCI 30/1/2015
Tikus
660
1.022
0
260
260
164
598
Kelinci
13
130
0
0
0
30
100
2
27/2/2015
Kelinci
19
119
10
0
10
33
76
3
27/3/2015
Kelinci
7
83
0
0
0
0
83
4
30/4/2015
Kelinci
41
124
6
0
6
14
104
5
29/5/2015
Kelinci
0
104
0
0
0
0
104
6
30/6/2015
Kelinci
22
126
20
0
20
16
90
7
31/7/2015
Kelinci
45
135
0
0
0
24
111
8
28/8/2015
Kelinci
2
113
15
0
15
11
87
9
25/9/2015
Kelinci
31
118
19
0
19
8
91
10
30/10/2015
Kelinci
25
116
0
0
0
9
107
11
27/11/2015
Kelinci
24
131
16
0
16
10
105
12
31/12/2015
Kelinci
36
141
0
0
0
23
118
Harga satuan
30.000 117
170.000
Total
Internal
No.
Eksternal
TotalAkhir
Nama barang
TOTAL HARGA (Rp)
208
Saldo akhir 2014
Barang Masuk Jan- Des 2015
Jan- Des 2015
Sisa barang
Harga total (Rp)
17.940.000
20.060.000 59.950.000
Lampiran 5. Pembagian BB/BPOM Berdasarkan catchment area
Kelompok I
Kelompok II
Kelompok III
- BBPOM Bandung
- BBPOM Yogyakarta
- BBPOM Palu
- BBPOM Semarang
- BBPOM DKI Jakarta
- BPOM Palangkaraya
- BBPOM Surabaya
- BBPOM Banda Aceh
- BPOM Bengkulu
- BBPOM Denpasar
- BBPOM Padang
- BPOM Jambi
- BBPOM Mataram
- BBPOM Palembang
- BPOM Kupang
- BBPOM Banjarmasin
- BBPOM Pekanbaru
- BPOM Kendari
- BBPOM Makasar
- BBPOM Bandar Lampung
- BPOM Ambon
- BBPOM Medan
- BBPOM Pontianak
- BPOM Gorontalo
- BBPOM Samarinda
- BPOM Pangkalpinang
- BBPOM Manado
- BPOM Batam
- BBPOM Jayapura
- BPOM Manokwari
- BPOM Serang
- BPOM Sofifi
209