KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah yang Maha Kuasa karena atas izin dan rahmat-Nya Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAK) Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun 2012 dapat diselesaikan. Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2012 merupakan laporan pertanggungjawaban kinerja instansi pemerintah kepada instansi yang lebih tinggi dan kepada masyarakat. Dokumen ini juga merupakan dokumen penting dalam siklus perencanaan sebagai umpan balik untuk masukan tahun berikutnya. Diharapkan dapat membantu penyusunan rencana strategik dan rencana kinerja serta pelaksanaan pengukuran kinerja. Dokumen ini menjadi penting karena merupakan data terpadu antara kinerja anggaran yang mendukungnya, antara sasaran dan keluaran yang dicapai, sehingga dapat menjadi instrumen untuk menilai efektifitas dan efisiensi, dan produktifitas instansi. LAK ini telah disusun dengan cermat, tepat dan terukur melibatkan semua unit kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan serta selalu berkoordinasi dengan Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan. Penyusunan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan negara harus dapat dipertanggung jawabkan kepada masyarakat sebagai penunjang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Melalui LAK Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun 2011, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan melaporkan kinerjanya yang diukur dari pencapaian kinerja misi, sasaran, program, dan kegiatan yang dilakukan pada tahun 2012, sesuai yang tertuang dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2010-2014 dan Penetapan Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2012. Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2012 menggambarkan pencapaian kinerja atas pelaksanaan tugas/kegiatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan sepanjang tahun 2012 berdasarkan rencana strategis yang telah ditetapkan, dan penetapan kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan sebagai tekad dan janji rencana kinerja.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
i
Kiranya laporan ini bermanfaat sebagai bahan evaluasi bagi para pelaksana program/kegiatan untuk menjadi lebih baik dalam merealisasikan seluruh program/kegiatan pada tahun berikutnya. Demikian laporan akuntabilitas kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Tahun 2012, mudah-mudahan dapat bermanfaat dalam perkembangan pembangunan kesehatan di Indonesia.
Jakarta, 8 Februari 2013 DIREKTUR JENDERAL,
Dra. Maura Linda Sitanggang Ph.d NIP. 195805031983032001
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
ii
DAFTAR ISI Kata Pengantar
i
Ikhtisar Eksekutif
iii
Daftar Isi
iv
Daftar Tabel
vi
Daftar Grafik
vii
Daftar Gambar
viii
Daftar Lampiran
ix
BAB I
1
BAB II
PENDAHULUAN A
Latar Belakang
1
B
Tujuan
2
C
Tugas Pokok, Fungsi dan Susunan Organisasi
2
D
Sistematika
3
PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA A
B BAB III
BAB IV
4
Perencanaan Kinerja
4
1.
Visi
4
2.
Misi
4
3.
Tujuan
4
4.
Nilai-Nilai
5
5.
Sasaran, Program, Indikator dan Luaran
5
6.
Kebijakan dan Strategi
8
Perjanjian Kinerja
AKUNTABILITAS KINERJA
9 11
A
Pengukuran Kinerja
11
B
Analisis Akuntabilitas Kinerja
12
C
Sumber Daya
42
1.
Sumber Daya Manusia
42
2.
Sumber Daya Anggaran
43
PENUTUP
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
47
iii
IKHTISAR EKSEKUTIF Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAK) Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2012 merupakan wujud akuntabilitas pencapaian kinerja dari pelaksanaan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014 dan Rencana Kinerja Tahunan 2012 yang telah ditetapkan melalui Penetapan Kinerja Tahun 2012. Penyusunan LAK Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2012 ini pada hakekatnya merupakan kewajiban dan upaya untuk memberikan penjelasan mengenai akuntabilitas terhadap kinerja yang telah dilakukan selama tahun 2012.
Dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi pembangunan kesehatan, berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 021/Menkes/SK/I/2011 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan melaksanakan 1 (satu) program dari 9 (sembilan) program yang telah ditetapkan dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014 yaitu Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Program kefarmasian dan alat kesehatan mempunyai sasaran hasil program
meningkatnya
sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat dengan Indikator Kinerja Utama Persentase Ketersediaan Obat dan Vaksin. Pencapaian kinerja ”Persentase Ketersediaan Obat dan Vaksin” tahun 2012 telah terealisasi 92,85% dari target yang telah ditetapkan sebesar 90%, atau tercapai sebesar 103,17%. Obat dan vaksin yang dipantau adalah obat dan vaksin yang digunakan untuk pelayanan kesehatan dasar termasuk obat program kesehatan sesuai dengan pola penyakit di pelayanan kesehatan dasar. Data ketersediaan obat dan vaksin di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota diambil sebagai gambaran ketersediaan obat
di pelayanan kesehatan dasar. Berbagai upaya yang telah dilakukan dalam
memenuhi ketersediaan obat dan vaksin: -
Penyediaan alokasi dana obat dan vaksin baik di Pusat maupun Daerah
-
Penyediaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Kefarmasian dan Alat Kesehatan
-
Advokasi kepada Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk peningkatan alokasi anggaran obat.
-
Monitoring dan evaluasi ketersediaan obat serta harga obat melalui e-logistic
-
Bimbingan teknis pengelolaan obat
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
iv
Untuk mencapai indikator tersebut diatas, alokasi yang dibutuhkan sebesar Rp 1.694.527.216.000 (satu triliyun enam ratus sembilan puluh empat juta lima ratus dua puluh tujuh ribu dua ratus enam belas ribu rupiah) dengan realisasi sebesar Rp 1.538.272.479.940 (satu triliyun lima ratus tiga puluh delapan juta dua ratus tujuh puluh dua juta empat ratus tujuh puluh sembilan ribu sembilan ratus empat puluh rupiah) dengan persentase sebesar 90,78%. Adapun kegiatan yang mendukung pencapaian indikator kinerja tersebut diatas adalah: 1.
Peningkatan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
2.
Peningkatan Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT)
3.
Peningkatan Pelayanan Kefarmasian
4.
Peningkatan Produksi dan Distribusi Kefarmasian
5.
Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya pada Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
v
DAFTAR TABEL Tabel 1
Sasaran, Indikator Kinerja dan Target Program Kefarmasian dan Alat
6
Kesehatan Tahun 2010-2014 Tabel 2
Target Perjanjian Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
10
Kesehatan tahun 2012 Tabel 3
Target dan Realisasi Indikator Kinerja Utama Program Kefarmasian dan
12
Alat Kesehatan Tahun 2012 Tabel 4
Capaian Indikator Kinerja Persentase Penggunaan Obat Generik di Fasilitas
16
Pelayanan Kesehatan Tahun 2012 Tabel 5
Capaian Indikator Kinerja Persentase Instalasi Farmasi Kab/Kota Sesuai
18
Standar Tahun 2012 Tabel 6
Capaian Indikator Kinerja Persentase Produk Alkes dan PKRT yang Beredar
20
Memenuhi Persyaratan Keamanan, Mutu dan Manfaat Tahun 2012 Tabel 7
Capaian Indikator Kinerja Persentase Sarana Produksi Alkes dan PKRT yang
22
Memenuhi Persyaratan cara Produksi yang Baik Tahun 2012 Tabel 8
Capaian Indikator Kinerja Persentase Sarana Distribusi Alkes yang
24
Memenuhi Persyaratan Distribusi Tahun 2012 Tabel 9
Capaian Indikator Kinerja Persentase Instalasi Farmasi Rumah Sakit
26
Pemerintah yang Melaksanakan Pelayanan Kefarmasian Sesuai Standar Tahun 2012 Tabel 10
Capaian Indikator Kinerja Persentase Puskesmas Perawatan yang
29
Melaksanakan Pelayanan Kefarmasian Sesuai Standar Tahun 2012 Tabel 11
Capaian Indikator Kinerja Persentase Penggunaan Obat Rasional di sarana
31
Pelayanan Kesehatan Dasar Pemerintah Tahun 2012 Tabel 12
Capaian Indikator Kinerja Jumlah Bahan Baku Obat dan Obat Tradisional
33
yang di Produksi di dalam Negeri Tahun 2012 Tabel 13
Capaian Indikator Kinerja Jumlah Standar Produk Kefarmasian yang disusun
35
Dalam Rangka Pembinaan Produksi dan Distribusi Tahun 2012 Tabel 14
Capaian Indikator Persentase Dokumen Anggaran yang diselesaikan
36
Tahun 2012 Tabel 15
Capaian Indikator Persentase Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan
38
Program Kefarmasian di daerah dalam rangka Dekonsentrasi Tahun 2012 Tabel 16
Capaian Indikator Kinerja Jumlah Rancangan Regulasi yang disusun
40
Tahun 2012 Tabel 17
Jumlah Pegawai Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
41
tahun 2012 Tabel 18
Laporan Realisasi Anggaran Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bina
43
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2012 Tabel 19
Laporan Realisasi Anggaran Dekonsentrasi Direktorat Jenderal Bina
45
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2012
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
vi
DAFTAR GRAFIK Grafik 1
Persentase Ketersediaan Obat dan vaksin Tahun 2012
13
Grafik 2
Perbandingan Target dan Realisasi Persentase Ketersediaan Obat dan Vaksin
14
Tahun 2010-2012 dan Target Renstra Grafik 3
Perbandingan Persentase Penggunaan Obat Generik di fasilitas Pelayanan
17
Kesehatan Tahun 2010-2012 dan Target Renstra Grafik 4
Perbandingan Persentase Instalasi Farmasi Kab/Kota Sesuai Standar Tahun
19
2010-2012 dan Target Renstra Grafik 5
Perbandingan Persentase Produk Alkes dan PKRT yang Beredar Memenuhi
21
Persyaratan Kemanan, Mutu dan Manfaat Tahun 2010-2012 dan Target Renstra Grafik 6
Perbandingan Persentase Produk Alkes dan PKRT yang Beredar
23
Memenuhi Persyaratan Kemanan, Mutu dan Manfaat Tahun 2010-2012 dan Target Renstra Grafik 7
Perbandingan Persentase Sarana Distribusi Alkes yang Memenuhi
25
Persyaratan Distribusi Tahun 2010-2012 dan Target Renstra Grafik 8
Perbandingan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pemerintah yang Melaksanakan
27
Pelayanan Kefarmasian Sesuai Standar Tahun 2010-2012 dan Target Renstra Grafik 9
Perbandingan Puskesmas Perawatan yang Melaksanakan Pelayanan
29
Kefarmasian Sesuai Standar Tahun 2010-2012 dan Target Renstra Grafik 10
Perbandingan Penggunaan Obat Rasional di Sarana Pelayanan Kesehatan
31
Dasar Pemerintah Tahun 2010-2012 dan Target Renstra Grafik 11
Perbandingan Jumlah Bahan Baku Obat dan Obat Tradisonal Produksi di
33
Dalam Negeri Tahun 2010-2012 dan Target Renstra Grafik 12
Perbandingan Jumlah Standar Produk Kefarmasian yang disusun Dalam
35
Rangka Pembinaan Produksi dan Distribusi Tahun 2010-2012 dan Target Renstra Grafik 13
Perbandingan Persentase Dokumen Anggaran yang diselesaikan
37
Tahun 2010-2012 dan Target Renstra Grafik 14
Perbandingan Persentase Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Program
39
Kefarmasian di daerah dalam rangka Dekonsentrasi Tahun 2010-2012 dan Target Renstra Grafik 15
Perbandingan Jumlah Rancangan Regulasi yang disusun
41
Tahun 2011-2012 dan Target Renstra
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
vii
DAFTAR GAMBAR Gambar 1
Penandatangangan Penetapan Kinerja Eselon II dengan Eselon I di
10
Lingkungan Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012 Gambar 2
Instalasi Farmasi Kabupaten Toraja Utara
18
Gambar 3
Launching e-regalkes (system registrasi online alat kesehatan & PKRT) dan
21
SSO (Single Sign On) Gambar 4
Peningkatan Kemampuan SDM Instalasi Farmasi Rumah Sakit
26
Gambar 5
Ruang Farmasi Puskesmas Kabupaten Toraja Utara
28
Gambar 6
Penggerakan Penggunaan Obat Rasional di Provinsi Kepulauan Riau
32
Gambar 7
Pertemuan Peningkatan Kemampuan Industri Obat di Indonesia
34
Gambar 8
Penyusunan RKAKL Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2013
36
Gambar 9
Pembahasan DIM RUU Sediaan Farmasi
40
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
viii
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran I
Formulir Rencana Kinerja Tahunan
48
Lampiran II
Formulir Pengukuran Kinerja
49
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
ix
BAB I PENDAHULUAN A.
LATAR BELAKANG Pemerintahan dapat berjalan dengan baik apabila menjalankan sistem manajemen organisasi yang baik yaitu meliputi perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pelaporan kinerja. Sistem manajemen ini telah diatur sebagai satu kesatuan dari sub-sub sistem yang saling mendukung dan mempengaruhi. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) akan mendorong dan mengatur tata kelola seluruh unit kerja yang ada sehingga secara koordinatif dan sinergis bergerak menuju pencapaian visi dan misi organisasi. Muara dari sistem ini adalah pelaporan akuntabilitas
kinerja
yang
menguraikan
seluruh
perjalanan
sub-sub
sistem
secara
berkesinambungan. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya dapat terwujud. Salah satu upaya dalam mencapai tujuan pembangunan kesehatan dilaksanakan melalui peningkatan sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan, yaitu dengan tersedianya
sediaan
farmasi,
alat
kesehatan
dan
makanan
yang
terjamin
aman,
berkhasiat/bermanfaat dan bermutu; dan khusus untuk obat dijamin ketersediaan dan keterjangkauannya. Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, mewajibkan setiap instansi pemerintah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan negara untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya serta kewenangan pengelolaan sumberdaya, pelaksanaan kebijakan, dan program dengan menyusun laporan akuntabilitas melalui proses penyusunan rencana stratejik, rencana kinerja, dan pengukuran kinerja. Laporan Akuntabilitas Kinerja disusun dalam rangka meningkatkan pelaksanaan pernerintahan yang lebih berdaya guna, berhasil guna, bersih dan bertanggungjawab, untuk mengetahui kemampuannya dalam pencapaian visi, misi dan tujuan organisasi. Laporan Akuntabilitas Instansi Pemerintah ini disusun berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi melalui PerMenPAN & RB Nomor 29 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, yang telah dijabarkan dalam Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Kementerian Kesehatan melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2416/Menkes/Per/XII/2011.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
1
Sebagai bentuk pertanggungjawaban dalam pelaksanaan tugas, maka Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan pada setiap tahunnya menyampaikan Laporan Akuntabilitas Kinerja kepada Menteri Kesehatan. Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tersebut merujuk pada Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2010-2014 dan Penetapan Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun 2012. B.
TUJUAN Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan merupakan suatu bentuk pertanggungjawaban dalam menilai keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan program/kegiatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, sebagaimana tertuang dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2010-2014 dan Dokumen Penetapan Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun 2012.
C.
TUGAS POKOK, FUNGSI DAN SUSUNAN ORGANISASI Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Dalam rangka melaksanakan tugas tersebut Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi : a.
perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan;
b.
pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan;
c.
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan;
d.
pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; dan
e.
pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Susunan Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri atas : a.
Sekretariat Direktorat Jenderal
b.
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
c.
Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian
d.
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
e.
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
2
D. SISTEMATIKA Pada dasarnya laporan akuntabilitas kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun 2012 ini menjelaskan pencapaian kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan selama tahun 2012. Pencapaian kinerja tersebut dibandingkan dengan perjanjian kinerja (penetapan kinerja) sebagai tolak ukur keberhasilan organisasi. Sistematika penyajian Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah sebagai berikut: Ikhtisar Eksekutif Bab I – Pendahuluan, menjelaskan gambaran umum Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dan sekilas pengantar lainnya. Bab II – Perencanaan dan Perjanjian Kinerja, menjelaskan beberapa hal penting dalam perencanaan dan perjanjian kinerja (dokumen penetapan kinerja). Bab III – Akuntabilitas Kinerja, menjelaskan pencapaian sasaran-sasaran Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan pengungkapan dan penyajian dari hasil pengukuran kinerja. Bab IV – Penutup, menjelaskan kesimpulan atas laporan akuntabilitas kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun 2012. Lampiran – Lampiran
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
3
BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA A.
PERENCANAAN KINERJA Perencanaan kinerja merupakan proses penjabaran lebih lanjut dari sasaran dan program yang telah ditetapkan dalam rencana strategis (renstra) yang mencakup periode tahunan. Rencana kinerja menggambarkan kegiatan tahunan yang akan dilaksanakan oleh instansi pemerintah dan indikator kinerja beserta target-targetnya berdasarkan program, kebijakan, dan sasaran yang telah ditetapkan dalam rencana strategis. Perencanaan Kinerja disusun sebagai pedoman bagi pelaksanaan tugas pokok dan fungsi secara sistematis, terarah dan terpadu. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional,
sebagai salah satu pelaku pembangunan kesehatan, Kementerian
Kesehatan telah menyusun Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2010-2014, yaitu dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 021/Menkes/SK/I/2011. 1.
VISI Visi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mengacu pada Visi Kementerian Kesehatan 2010-2014, yaitu: “MASYARAKAT SEHAT YANG MANDIRI DAN BERKEADILAN”
2.
MISI Misi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mengacu pada Misi Kementerian Kesehatan 2010-2014, yaitu: a.
Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani.
b.
Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan.
3.
c.
Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan.
d.
Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.
TUJUAN Terselenggaranya pembangunan kesehatan secara berhasil-guna dan berdaya-guna dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
4
4.
NILAI-NILAI Guna mewujudkan visi dan misi rencana strategis pembangunan kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan menganut dan menjunjung nilai-nilai yang telah dirumuskan dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2010-2014 yaitu: a. Pro Rakyat b. Inklusif c. Responsif d. Efektif e. Bersih
5. SASARAN, PROGRAM, INDIKATOR DAN LUARAN Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
021/Menkes/SK/I/2011 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 20102014, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan melaksanakan 1 (satu) program dari 9 (sembilan) program yang telah ditetapkan dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2010 – 2014 yaitu :
PROGRAM KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
Sasaran merupakan hasil yang akan dicapai secara nyata oleh Sasaran Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan dalam rumusan yang lebih spesifik, terukur, dalam kurun waktu 1 (satu) tahun. Dalam rangka mencapai sasaran, perlu ditinjau indikator Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang telah ditetapkan. Sasaran Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah sebagai berikut:
Meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat.
Sesuai dengan dokumen Rencana Strategis Kementerian Kesehatan dan Penetapan Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, telah ditetapkan satu indikator kinerja utama dalam mencapai sasaran hasil program, yaitu:
Persentase Ketersediaan Obat dan Vaksin
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
5
Tabel 1 Sasaran, Indikator Kinerja dan Target Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2010-2014
SASARAN PROGRAM
INDIKATOR KINERJA UTAMA
Meningkatnya
Persentase
sediaan farmasi
ketersediaan
dan alat
obat dan vaksin
TARGET 2010
TARGET 2011
TARGET 2012
TARGET 2013
TARGET 2014
80%
85%
90%
95%
100%
kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat
a. Pengertian 1) Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sisitem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasespsi untuk manusia. 2) Vaksin adalah sediaan yang mengandung zat antigenik yang mampu menimbulkan kekebalan aktif dan khas pada manusia. b. Definisi Operasional Persentase tersedianya obat dan vaksin selama 18 bulan (12 bulan kebutuhan, 3 bulan cadangan/buffer stock, 3 bulan lead time pengadaan) bagi pelayanan kesehatan dasar di sarana pelayanan kesehatan pemerintah. c. Cara perhitungan/rumus 1) Rumus
Catatan : Jumlah obat dan vaksin yang tersedia adalah : Sisa stok + total penggunaan selama periode tertentu Sisa stok adalah jumlah fisik obat dan vaksin di akhir periode tertentu Total penggunaan dihitung kumulatif dari Januari tahun tersebut Kebutuhan adalah persediaan ideal selama satu tahun dengan perhitungan pemakaian rata-rata per bulan tahun sebelumnya x
18 bulan (12 bulan kebutuhan 1 tahun, 3
bulan cadangan/buffer stock mengantisipasi kenaikan penggunaan, 3 bulan lead time pengadaan).
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
6
2) Pembilang Jumlah obat dan vaksin yang tersedia 3) Penyebut Kebutuhan 4) Ukuran Persentase (%) 5) Contoh Perhitungan Misal: Pemakaian rata-rata per bulan parasetamol tablet 500 mg tahun 2011 Kabupaten A 100 (maka kebutuhan selama tahun 2012 adalah 18 x 100 = 1.800) Pemakaian selama TW I = 300, TW II= 270, TW III = 315 dan TW = IV 350. Pada akhir TW I, II,III dan IV berturut-turut sisa stok 250, 90, 200 dan 400 a) Tingkat ketersedian Parasetamol dihitung dengan menggunakan rumus berikut : A = TW I
B = TW II
C = TW III
D = TW IV
b) Dengan cara yang sama dihitung persentase–masing item obat dan vaksin, kemudian dihitung persentase rata-rata.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
7
d. Sumber data 1) Laporan Ketersediaan Obat dan Vaksin dari Kab/Kota/Provinsi, yang dikirimkan ke Pusat setiap triwulan 2) Hasil monitoring/bimbingan teknis e. Langkah kegiatan 1) Pengumpulan data kebutuhan, stok terakhir, dan pemakaian rata-rata obat perbulan di provinsi/kabupaten/kota; 2) Penyusunana rencana kebutuhan obat nasional dengan melibatkan penanggung jawab Program Pusat, Seksi Farmasi/Seksi yang bertanggung jawab di bidang kefarmasian,
dan
penanggung
jawab
program
di
dinas
kesehatan
provinsi/kabupaten/kota; 3) Pengadaan obat dan vaksin sesuai dengan perencanaan kebutuhan masing-masing provinsi/kabupaten/kota dan mempertimbangkan sisa stok obat dan vaksin yang masih dapat dipakai; 4) Evaluasi persentase ketersediaan obat dan vaksin. Dalam mencapai indikator tersebut di atas, didukung oleh beberapa kegiatan dengan menghasilkan luaran sebagai berikut: 1. Meningkatnya ketersediaan Obat Esensial Generik di Sarana Pelayanan Kesehatan 2. Meningkatnya mutu dan keamanan alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT). 3. Meningkatnya penggunaan obat rasional melalui pelayanan kefarmasian yang berkualitas untuk tercapainya pelayanan kesehatan yang optimal. 4. Meningkatnya produksi bahan baku dan obat lokal serta mutu sarana produksi dan distribusi kefarmasian. 5. Meningkatnya kualitas produksi dan distribusi kefarmasian. 6. Meningkatnya produksi bahan baku obat dan obat tradisional produksi di dalam negeri. 7. Meningkatnya dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya pada Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
6.
KEBIJAKAN DAN STRATEGI Dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan periode 2010-2014, perencanaan program dan kegiatan secara keseluruhan telah dicantumkan di dalam
Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan. Dalam rangka mencapai sasaran hasil program, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mengikuti strategi ”Meningkatkan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
8
ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin keamanan/khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan”, yaitu dengan menjamin ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat dilakukan melalui peningkatan akses obat bagi masyarakat luas serta pemberian dukungan untuk pengembangan industri farmasi di dalam negeri sebagai upaya kemandirian di bidang kefarmasian; penggunaan obat yang rasional dengan pelayanan kefarmasian yang bermutu; menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET), utamanya pada Obat Esensial Generik untuk pengendalian harga obat; meningkatkan pemanfaatan keanekaragaman
hayati
untuk
mengembangkan
industri
obat
herbal
Indonesia;
memantapkan kelembagaan dan meningkatkan koordinasi dalam pengawasan terhadap sediaan
farmasi,
alat
kesehatan,
dan
makanan
untuk
menjamin
keamanan,
khasiat/kemanfaatan dan mutu dalam rangka perlindungan masyarakat dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat. Fokus: a. Mendorong upaya pembuatan obat dan produk farmasi lain yang terjangkau dengan tanpa mengabaikan masalah kualitas dan keamanan obat. b. Meningkatkan ketersediaan dan keterjangkauan obat, terutama obat esensial generik. c. Meningkatkan penggunaan obat rasional. d. Meningkatkan keamanan, khasiat dan mutu obat, obat tradisional, kosmetika, makanan, alat kesehatan dan PKRT yang beredar. e. Mengembangkan peraturan dalam upaya harmonisasi standar termasuk dalam mengantisipasi pasar bebas. f. Meningkatkan kualitas sarana produksi, distribusi dan sarana pelayanan kefarmasian. g. Meningkatkan pelayanan kefarmasian yang bermutu. h. Meningkatkan penelitian, pengembangan dan pemanfaatan obat tradisional Indonesia. i. Meningkatkan penelitian di bidang obat, kemandirian di bidang produksi bahan baku obat, obat tradisional, kosmetika dan alat kesehatan.
B.
PERJANJIAN KINERJA Perjanjian kinerja diformulasikan dalam penetapan kinerja merupakan pernyataan komitmen yang merepresentasikan tekad dan janji untuk mencapai kinerja yang jelas dan terukur dalam rentang waktu satu tahun dengan mempertimbangkan sumber daya yang dikelola. Tujuan khusus penetapan kinerja antara lain adalah untuk meningkatkan akuntabilitas, transparansi, dan kinerja aparatur; sebagai wujud nyata komitmen antara penerima amanah dengan pemberi amanah; sebagai dasar penilaian keberhasilan ataupun kegagalan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
pencapaian tujuan dan
9
sasaran organisasi; menciptakan tolok ukur kinerja sebagai dasar untuk mengevaluasi kinerja aparatur dan sebagai dasar pemberian pengharaan (reward) dan sanksi. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan telah menyusun penetapan kinerja tahun 2012 secara berjenjang sesuai dengan kedudukan,
tugas,
dan
fungsi
yang
ada.
Indikator kinerja dan target tahunan yang digunakan dalam penetapan kinerja ini adalah Gambar 1. Penandatangangan Penetapan Kinerja Eselon II dengan Eselon I di Lingkungan Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
indikator kinerja utama yang telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1099/Menkes/SK/VI/2011 tentang Indikator Kinerja Utama Tingkat Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014 diintegrasikan dalam Renstra Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014. Target kinerja ini akan menjadi komitmen bagi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan untuk mencapainya dalam tahun 2012. Target perjanjian kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2012 adalah sebagai berikut : Tabel 2 Target Perjanjian Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun 2012 SASARAN
INDIKATOR KINERJA
Meningkatnya sediaan farmasi dan alat
Persentase ketersediaan
kesehatan yang memenuhi standar dan
obat dan vaksin
TARGET 90%
terjangkau oleh masyarakat
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
10
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA A.
PENGUKURAN KINERJA Pengukuran kinerja adalah kegiatan manajemen khususnya membandingkan tingkat kinerja yang dicapai dengan standar, rencana,
atau target dengan menggunakan indikator kinerja
yang telah ditetapkan. Pengukuran
kinerja
digunakan
sebagai
dasar
untuk
menilai
keberhasilan/kegagalan
pelaksanaan kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi instansi pemerintah. Pengukuran dimaksud merupakan hasil dari suatu penilaian (assessment) yang sistematik dan didasarkan pada kelompok indikator kinerja kegiatan yang berupa indikator-indikator masukan, keluaran, hasil, manfaat, dan dampak. Pengukuran kinerja juga digunakan untuk menilai pencapaian tujuan dan sasaran (goals and
objectives) dengan elemen kunci sebagai berikut: 1. Perencanaan dan penetapan tujuan 2. Pengembangan ukuran yang relevan 3. Pelaporan formal atas hasil 4. Penggunaan informasi Tahun 2012 merupakan tahun ketiga pelaksanaan dari Rencana Strategis Kementerian Kesehatan
Tahun
2010–2014.
Pengukuran
kinerja
yang
dilakukan
adalah
dengan
membandingkan realisasi capaian dengan rencana tingkat capaian (target) pada setiap indikator, sehingga diperoleh gambaran tingkat keberhasilan pencapaian masing-masing indikator. Berdasarkan pengukuran kinerja tersebut diperoleh informasi masing-masing indikator, sehingga dapat ditindaklanjuti dalam perencanaan program/kegiatan di masa yang akan datang agar setiap program/kegiatan yang direncanakan dapat lebih berhasil guna dan berdaya guna. Manfaat pengukuran kinerja antara lain untuk memberikan gambaran kepada pihak-pihak internal dan eksternal tentang pelaksanaan misi organisasi dalam rangka mewujudkan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Hasil pengukuran kinerja Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2012 dalam rangka pencapaian target dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
11
Tabel 3 Target dan Realisasi Indikator Kinerja Utama Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2012 INDIKATOR KINERJA
SASARAN Meningkatnya
sediaan
ketersediaan obat dan
yang
vaksin
dan
terjangkau
standar
REALISASI (%)
CAPAIAN (%)
90
92.85
103.17
Persentase
farmasi dan alat kesehatan memenuhi
TARGET (%)
oleh
masyarakat
B.
ANALISIS AKUNTABILITAS KINERJA Sasaran program merupakan hasil yang akan dicapai secara nyata oleh Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dalam kurun waktu 1 (satu) tahun, yang diukur dengan indikator yang telah ditetapkan. Sasaran hasil Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah meningkatknya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat. Indikator tercapainya sasaran hasil program kefarmasian dan alat kesehatan pada tahun 2012 adalah Persentase Ketersediaan obat dan vaksin sebesar 90%, dengan analisis capaian kinerja sebagai berikut: Kondisi yang dicapai: Tabel dibawah ini memperlihatkan bahwa pada tahun 2012 pencapaian indikator kinerja “persentase ketersediaan obat dan vaksin”
terealisasi sebesar 92,85% dari target yang
ditetapkan sebesar 90%. Dengan demikian, ketersediaan obat dan vaksin telah tercapai sebesar 103,17%.
INDIKATOR KINERJA Persentase
ketersediaan
TARGET 2012
REALISASI 2012
CAPAIAN
90%
92.85%
103.17%
obat dan vaksin Obat dan vaksin yang dipantau adalah obat dan vaksin yang digunakan untuk
pelayanan
kesehatan dasar termasuk obat program kesehatan sesuai dengan pola penyakit di pelayanan kesehatan dasar. Jumlah item obat dan vaksin yang dipantau adalah 144 item, terdiri dari 135 item obat dan 9 item vaksin untuk imunisasi dasar. Data ketersediaan obat dan vaksin di
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
12
Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota diambil sebagai gambaran ketersediaan obat di pelayanan kesehatan dasar. Data yang dilaporkan adalah data per tanggal 30 November 2012, diantara 33 Provinsi yang melapor sebanyak 26 Provinsi sedangkan 7 Provinsi tidak melaporkan data ketersediaan obat dan vaksin pada periode pelaporan akhir tahun 2012.
Gambaran
ketersediaan obat dan vaksin masing – masing provinsi dapat dilihat pada grafik dibawah ini: Grafik 1 Persentase Ketersediaan Obat dan vaksin Tahun 2012
PERSENTASE KETERSEDIAAN OBAT DAN VAKSIN
0
0
0
0
0
0
0
DKI JAKARTA
BANTEN
KALIMANTAN TENGAH
BALI
SULAWESI TENGGARA
PAPUA BARAT
PERSENTASE KETERSEDIAAN
SUMATERA UTARA
JAWA TIMUR
KALIMANTAN BARAT
JOGYAKARTA
MALUKU UTARA
SUMATERA BARAT
JAWA BARAT
KALIMANTAN TIMUR
BENGKULU
KALIMANTAN SELATAN
SULAWESI BARAT
SUMATERA SELATAN
NUSA TENGGARA BARAT
NUSA TENGGARA TIMUR
SULAWESI TENGAH
BANGKA BELITUNG
JAMBI
PAPUA
SULAWESI UTARA
SULAWESI SELATAN
LAMPUNG
JAWA TENGAH
NAD
RIAU
KEPULAUAN RIAU
MALUKU
105 114.04116.18 129.45 101.19 106.53 119.01 103.4 103.42 91.38 95.42 97.84 99.07 100.54 104.25 102.15 103.4 98.54 99.1 97.27 93.62 73.97 88.3 65.69 82.02 65.5
GORONTALO
140 120 100 80 60 40 20 0
Dari grafik diatas, dapat dilihat persentase ketersediaan obat di tiap provinsi bervariasi antara 65,50% s.d. 129,45%. Dari 26 Provinsi yang melaporkan ketersediaan obat dan vaksin paling rendah adalah Maluku (65,50%) dan paling tinggi adalah Kalimantan Barat (129,45%). Persentase ketersediaan obat dan vaksin di Provinsi Maluku 65,50% menunjukkan obat dan vaksin tersedia untuk 11,79 bulan. Jika terjadi kekosongan karena keterlambatan pengadaan tahun berikutnya, kebutuhan obat dan vaksin dipenuhi dari buffer stock provinsi dan nasional. Jika dibandingkan dari target awal renstra, realisasi indikator kinerja selalu memenuhi target, sebagaimana terlihat pada grafik dibawah ini:
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
13
Grafik 2 Perbandingan Target dan Realisasi Persentase Ketersediaan Obat dan Vaksin Tahun 2010-2012 dan Target Renstra
KETERSEDIAAN OBAT DAN VAKSIN
100% 80%
82%
85% 87%
90% 92.85%
100%
80% 60%
Target
40%
Realisasi
20% 0% 2010
2011
2012
2014
Dalam rangka menjamin ketersediaan obat dan vaksin, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan melakukan koordinasi dengan Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan dan Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak menyusun paket pengadaan obat dan vaksin termasuk perbekalan kesehatan. Pengadaan tersebut meliputi pengadaan/penyediaan vaksin haji/umroh (vaksin meningitis dan influenza), obat buffer stok bencana/KLB, filariasis, obat AIDS dan Penyakit Menular Seksual (PMS), obat malaria, obat/vaksin flu burung, reagen skrining darah, obat TB/Paru, obat dan perbekalan kesehatan haji, obat dan perbekalan kesehatan emergensi, obat program kesehatan ibu dan anak, obat gizi, vaksin reguler, obat Operasi Surya Baskara Jaya / Sail Morotai 2012, dan obat Poliklinik Kementerian Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan bertanggung jawab pada pelaksanaan pengadaan obat dan vaksin tersebut sampai dengan pendistribusiannya ke Dinas Kesehatan Provinsi. Capaian kinerja dari indikator persentase ketersediaan obat dan vaksin tersebut berkat upaya yang dilakukan, yaitu : -
Tersedianya alokasi dana obat dan vaksin baik di Pusat maupun Daerah
-
Tersedianya Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Kefarmasian dan Alat Kesehatan
-
Advokasi kepada Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk peningkatan alokasi anggaran obat.
-
Monitoring dan evaluasi ketersediaan obat serta harga obat melalui e-logistic
-
Bimbingan teknis pengelolaan obat
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
14
Permasalahan: Meskipun secara nasional capaian kinerja dari indikator persentase ketersediaan obat dan vaksin adalah sebesar 103,17%, masih ditemukan beberapa permasalahan antara lain: a.
Belum optimalnya komitmen Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam mengalokasikan anggaran bagi: -
penyediaan obat dan vaksin
-
dukungan sarana prasarana pengelolaan obat dan vaksin
-
biaya distribusi obat dan vaksin untuk mendorong ketersediaan obat dan vaksin di Kabupaten/Kota.
-
biaya operasional instalasi farmasi
sehingga biaya untuk pengadaan obat dan vaksin masih mengandalkan dari DAK bidang kefarmasian. b.
Kurangnya Komitmen beberapa daerah untuk menyampaikan laporan ketersediaan obat dan vaksin ke pusat
c.
Mutasi tenaga kefarmasian yang bertugas di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota
Usul Pemecahan Masalah: a. Meningkatkan komitmen Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam hal penyediaan anggaran bidang kesehatan termasuk obat, vaksin, perbekalan kesehatan dan sarana prasarana pengelolaan obat agar ditetapkan dalam bentuk nilai persentase dari APBN, APBD dan DAK Bidang Kefarmasian yang besarannya dapat menjamin ketersediaan obat, vaksin dan perbekalan kesehatan. b. Menyusun petunjuk teknis pelaksanaan DAK Bidang Kefarmasian untuk Kabupaten/Kota. c. Mengembangkan strategi implementasi dalam rangka meningkatkan pengelolaan obat di Kabupaten/Kota yaitu one gate policy, perencanaan obat terpadu dan electronic logistic
system (e-logistic). d. Mengintensifkan advokasi dan sosialisasi kepada Pemda Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam pengelolaan SDM sebagai penanggung jawab Instalasi Farmasi Upaya pemecahan masalah ini dilakukan secara bersama dan berkesinambungan. Capaian kinerja dari indikator utama program kefarmasian dan alat kesehatan didukung oleh beberapa kegiatan dengan indikator pencapaian sebagai berikut: 1. Persentase penggunaan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan 2. Persentase Instalasi Farmasi Kab/Kota sesuai standar 3. Persentase produk alat kesehatan dan PKRT yang beredar memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan manfaat
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
15
4. Persentase sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi persyaratan cara produksi yang baik 5. Persentase sarana distribusi alat kesehatan yang memenuhi persyaratan distribusi 6. Persentase Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pemerintah yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar 7. Persentase Puskesmas Perawatan yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar 8. Persentase penggunaan obat rasional di sarana pelayanan kesehatan dasar pemerintah 9. Jumlah bahan baku obat dan obat tradisional produksi di dalam negeri 10. Jumlah standar produk kefarmasian yang disusun dalam rangka pembinaan produksi dan distribusi 11. Persentase dokumen anggaran yang diselesaikan 12. Persentase dukungan manajemen dan pelaksanaan program kefarmasian di daerah dalam rangka dekonsentrasi 13. Jumlah rancangan regulasi yang disusun Pencapaian kinerja masing-masing Indikator diatas, dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Persentase Penggunaan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Kondisi yang dicapai: Target
indikator “Persentase penggunaan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan”
70% terrealisasi sebesar 82.80% dengan capaian indikator sebesar 118.29%. Tabel 4 Capaian Indikator Kinerja Persentase Penggunaan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tahun 2012 INDIKATOR KINERJA Persentase penggunaan obat
TARGET 2012 70%
REALISASI 2012 82,80%
CAPAIAN 118,29%
generik di fasilitas pelayanan kesehatan Penggunaan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan diambil dari Puskesmas dan Rumah Sakit. Persentase penggunaan obat generik di Rumah Sakit masih rendah (70,61%), sedangkan penggunaan di Puskesmas sudah mencapai 95%. Dari grafik dibawah ini dapat dilihat bahwa capaian indikator dari target awal renstra, realisasi penggunaan obat obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan selalu memenuhi target, bahkan sejak tahun 2011 capaiannya telah memenuhi target akhir renstra sebesar 80%.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
16
Grafik 3 Perbandingan Persentase Penggunaan Obat Generik di fasilitas Pelayanan Kesehatan Tahun 2010-2012 dan Target Renstra
PENGGUNAAN OBAT GENERIK DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN 100% 80%
82% 60%
64.45%
65%
82.80% 70%
80%
60%
Target
40%
Realisasi
20% 0% 2010
2011
2012
2014
Permasalahan: a. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/068/I/2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah dan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK. 03.01/Menkes/I/159/2010 tentang Pengawasan dan Pembinaan Penggunaan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah belum dapat dilaksanakan sepenuhnya oleh fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah karena jenis obat generik yang tersedia belum mampu memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan Pemerintah terutama Rumah Sakit. b. Data penggunaan obat generik di Rumah Sakit belum dapat diakses secara optimal karena belum terbentuknya sistem pelaporan secara berkala penggunaan obat generik dari RS Pemerintah ke Dinas Kesehatan Provinsi dan Kab/Kota. c. Kurangnya koordinasi antara petugas puskesmas dan instalasi farmasi kabupaten/kota menyebabkan kekosongan obat di puskesmas tidak terinformasi ke instalasi farmasi kabupaten/kota, sehingga
puskesmas menyediakan obat generik bernama dagang
menggunakan dana APBD (Jamkesda). Usul Pemecahan Masalah: a. Koordinasi dengan unit terkait yang bertanggung jawab dengan Rumah Sakit (Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan). b. Membangun sistem peresepan elektronik yang dapat diakses oleh pemegang kebijakan. c. Menertibkan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) dari puskesmas ke Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
17
2. Persentase Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota sesuai standar Kondisi yang dicapai : Tabel dibawah ini menunjukkan realisasi Persentase Instalasi Farmasi Kab/Kota sesuai standar sebesar 71,63% telah memenuhi target sebesar 70%, dengan capaian kinerja sebesar 102,33%. Tabel 5 Capaian Indikator Kinerja Persentase Instalasi Farmasi Kab/Kota Sesuai Standar Tahun 2012 INDIKATOR KINERJA Persentase Instalasi Farmasi
TARGET 2012
REALISASI 2012
CAPAIAN
70%
71.63%
102.33%
Kab/Kota sesuai standar
Jumlah Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota sesuai standar diperoleh dengan Instalasi
melakukan penilaian terhadap Farmasi
Kabupaten/Kota
yang
dilihat dari 3 (tiga) aspek, yaitu: Sumber daya manusia pengelola obat dengan bobot 20%, sarana dan prasarana
bobot 40%
serta biaya operasional bobot 20%. Instalasi Gambar2. Instalasi Farmasi Kabupaten Toraja Utara
Farmasi Kabupaten/Kota dikatakan memenuhi
standar jika memiliki penilaian diatas 60%. Data Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang mencakup ketiga aspek tersebut diperoleh dari kegiatan bimbingan teknis ke instalasi farmasi kabupaten/kota dan hasil laporan Dinas Kesehatan Provinsi. Dari 497 Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia, yang memenuhi standar berjumlah 356 atau sebesar 71,63%. Pada tahun 2010, Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota sesuai standar baru mencapai 32,80% dari 60% jumlah yang ditargetkan. Pada Tahun 2011, realisasinya meningkat siginifikan dan mencapai target yang telah ditetapkan dan tercapai juga di Tahun 2012. Gambaran capaian instalasi farmasi Kabupaten/Kota sesuai standar dari Tahun 2010 sampai 2012 dibandingkan dengan akhir renstra dapat dilihat pada grafik dibawah ini:
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
18
Grafik 4 Perbandingan Persentase Instalasi Farmasi Kab/Kota Sesuai Standar Tahun 2010-2012 dan Target Renstra
INSTALASI FARMASI KABUPATEN/KOTA SESUAI STANDAR 80% 80% 60%
71%
65%
70% 71.63%
60% Target
32.80%
40%
Realisasi
20% 0% 2010
2011
2012
2014
Permasalahan: a. Daerah belum mampu untuk menyiapkan sarana prasarana pengelolaan obat di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota dan Puskesmas yang memadai karena masalah keterbatasan anggaran. b. Penempatan penanggung jawab pengelola obat di beberapa daerah tidak sesuai dengan kompetensi. c. Advokasi tidak didukung oleh SDM yang handal dalam menyiapkan data dan informasi sehingga stakeholder terkait tidak menyetujui penyediaan anggaran untuk hal tersebut diatas. d. Rendahnya
komitmen
pemerintah
daerah
provinsi
dan
kabupaten/kota
dalam
mengalokasikan anggaran bagi penyediaan obat di pelayanan kesehatan pemerintah, serta kurangnya alokasi dana untuk biaya operasional Instalasi Farmasi Kab/Kota. Usul Pemecahan Masalah: a. Advokasi oleh Dinas Kesehatan kepada pemegang kebijakan perlu diintensifkan, agar penyediaan dana yang diinginkan dapat berkelanjutan. b. Perlu diupayakan alokasi anggaran untuk pemenuhan sarana prasarana Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota baik dari APBN maupun dari sponsor (dana hibah) c. Melakukan peningkatan kemampuan SDM dalam pengelolaan obat di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota d. Melakukan sosialisasi pedoman-pedoman yang ada terkait pengelolaan obat.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
19
3. Persentase produk alat kesehatan dan PKRT yang beredar memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan manfaat. Kondisi yang dicapai: Sampling alat kesehatan dan PKRT adalah salah satu langkah yang ditempuh dalam rangka pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap keamanan, mutu dan manfaat alat kesehatan dan PKRT yang telah memiliki izin edar. Sampling alat kesehatan dan PKRT dimaksud diatas dilakukan di 32 Provinsi dengan jumlah sampel sebanyak 1099 sampel. Seluruh sampel ini dilakukan pengujian di beberapa laboratorium yang terakreditasi. Jumlah sampel yang telah diperoleh hasil uji adalah 876 sampel, terdiri dari
752 sampel yang
memenuhi syarat dan 124 sampel tidak memenuhi syarat. Sedangkan 223 sampel belum memperoleh hasil uji. Pengambilan sampel produk alat kesehatan dilakukan berdasarkan Pedoman Teknis Pelaksanaan Sampling dan Pengujian Alat Kesehatan. Definisi operasional yang digunakan adalah persentase sampel produk alat kesehatan dan PKRT yang telah diuji dan memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan manfaat. Cara perhitungan yang digunakan adalah jumlah sampel produk alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi syarat pengujian dibandingkan dengan jumlah sampel alat kesehatan dan PKRT yang sudah diperoleh hasil ujinya. Tabel 6 Capaian Indikator Kinerja Persentase Produk Alkes dan PKRT yang Beredar Memenuhi Persyaratan Keamanan, Mutu dan Manfaat Tahun 2012 INDIKATOR KINERJA
TARGET 2012
REALISASI 2012
CAPAIAN
Persentase produk alat kesehatan dan
85%
85,84%
100,98%
PKRT yang beredar memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan manfaat
Dari tabel diatas terlihat persentase produk alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan manfaat dapat terealisasi dengan baik yaitu 85,84% dengan capaian 100,99% dari target yang ditetapkan sebesar 85%. Perbandingan target dan realisasi indikator tersebut tahun 2010-2012 serta target renstra digambarkan pada grafik dibawah ini:
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
20
Grafik 5 Perbandingan Persentase Produk Alkes dan PKRT yang Beredar Memenuhi Persyaratan Kemanan, Mutu dan Manfaat Tahun 2010-2012 dan Target Renstra
PRODUK ALKES DAN PKRT YANG BEREDAR MEMENUHI PERSYARATAN KEMANAN, MUTU DAN MANFAAT 100%
70% 70%
80%
84.93% 85% 85.84%
95%
Target
50%
Realisasi 0% 2010
2011
2012
2014
Gambar 3. Launching e-regalkes (system registrasi online alat kesehatan & PKRT) dan SSO (Single
Sign On)
Permasalahan: Walaupun secara nasional target indikator produk alat kesehatan dan PKRT yang beredar telah tercapai 100,99%, masih terdapat kendala dalam indikator tersebut, yaitu: a. Keterbatasan laboratorium penguji alat kesehatan dan PKRT yang terakreditasi. b. Lamanya hasil uji yang dikeluarkan oleh laboratorium, sehingga tidak dapat segera ditindaklanjuti. c. Belum optimalnya penggunaan sumber daya untuk post market surveilance terhadap produk alat kesehatan dan PKRT yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan manfaat. d. Belum ada pembagian peran yang jelas dalam melakukan sampling alat kesehatan dan PKRT antara pusat dan daerah.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
21
Usul Pemecahan Masalah Upaya pemecahan masalah terhadap kendala yang dialami dalam pencapaian indikator produk alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi syarat adalah sebagai berikut: a. Pemetaan kemampuan laboratorium pengujian alat kesehatan. b. Perluasan kerjasama laboratorium uji yang terakreditasi. c. Mendidik tenaga PPNS, melakukan pelatihan dalam pelaksanaan post market dan menyediakan sistem e-monitoring post market surveilance dalam rangka pengawasan alat kesehatan dan PKRT. d. Perlu adanya pembagian prioritas sampling antara pusat dan daerah, pusat melakukan sampling investigasi sedangkan daerah melakukan sampling regular.
4. Persentase sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi persyaratan cara produksi yang baik Kondisi yang dicapai: Monitoring dan evaluasi sarana produksi alat kesehatan dan PKRT telah dilaksanakan di 34 sarana produksi alat kesehatan dan PKRT, diperoleh hasil 22 sarana produksi alat kesehatan dan PKRT telah memenuhi syarat Cara Produksi Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB). Definisi operasional yang digunakan adalah persentase sampel sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang dimonitor dan memenuhi syarat Cara Produksi Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB). Cara perhitungan yang digunakan adalah jumlah sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang melaksanakan CPAKB dibandingkan dengan jumlah sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang di monitor. Dari hasil monitoring dan evaluasi diperoleh data 64,71% sarana produksi alat kesehatan dan PKRT telah memenuhi syarat CPAKB, dengan demikian target yang ditetapkan untuk tahun 2012 sebesar 50% telah tercapai sebesar 129,42%. Tabel 7 Capaian Indikator Kinerja Persentase Sarana Produksi Alkes dan PKRT yang Memenuhi Persyaratan cara Produksi yang Baik Tahun 2012 INDIKATOR KINERJA Persentase sarana produksi alat
TARGET 2012
REALISASI 2012
CAPAIAN
50%
64,71%
129,42%
kesehatan dan PKRT yang memenuhi persyaratan cara produksi yang baik
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
22
Grafik 6 Perbandingan Persentase Produk Alkes dan PKRT yang Beredar Memenuhi Persyaratan Kemanan, Mutu dan Manfaat Tahun 2010-2012 dan Target Renstra
SARANA PRODUKSI ALKES DAN PKRT YANG MEMENUHI CARA PRODUKSI YANG BAIK 80% 60%
65.91%
60%
60%
64.71%
60%
50%
45%
40%
Target Realisasi
20% 0% 2010
2011
2012
2014
Permasalahan: Permasalahan dalam pencapaian indikator sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi persyaratan cara produksi yang baik: a. Belum optimalnya sosialisasi Pedoman Cara Produksi Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB) pada industri alat kesehatan dan CPPKRTB pada industri PKRT. b. Keterbatasan kemampuan SDM dalam pelaksanaan audit sarana produksi alat kesehatan dan PKRT. c. Penggabungan
kegiatan
monitoring
sarana
distribusi
dengan
sarana
produksi
menimbulkan kesulitan dalam pengaturan jumlah sarana yang akan dimonitor, karena penyebaran dan proporsi yang tidak sama tiap propinsi. Usul Pemecahan Masalah: Upaya pemecahan terhadap permasalahan dalam mencapai sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi syarat: a. Meningkatkan sosialisasi Pedoman Cara Produksi Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB) pada industri alat kesehatan dan CPPKRTB pada industri PKRT. b. Meningkatkan kemampuan SDM Pusat dan Daerah dalam CPAKB dan CPPKRTB. c. Kegiatan monitoring sarana produksi alat kesehatan dan PKRT dibuat terpisah dengan monitoring sarana distribusi alat kesehatan.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
23
5. Persentase sarana distribusi alat kesehatan yang memenuhi persyaratan distribusi Kondisi yang dicapai: Pada tahun 2012, indikator persentase sarana distribusi alat kesehatan yang memenuhi persyaratan distribusi ditargetkan 60% dan terealisasi 64,44%. Dengan demikian pencapaian kinerjanya sebesar 107,40%. Tabel 8 Capaian Indikator Kinerja Persentase Sarana Distribusi Alkes yang Memenuhi Persyaratan Distribusi Tahun 2012 INDIKATOR KINERJA
TARGET 2012
REALISASI 2012
CAPAIAN
Persentase sarana distribusi alat
60%
64,44%
107,40%
kesehatan yang memenuhi persyaratan distribusi
Indikator tersebut dicapai melalui pelaksanaan monitoring dan evaluasi di 45 sarana distribusi alat kesehatan, terdapat 29 sarana distribusi yang memenuhi syarat Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB). Definisi Operasional yang digunakan adalah persentase sampel sarana distribusi alat kesehatan yang dimonitor dan memenuhi syarat Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB). Cara perhitungan yang digunakan adalah jumlah sarana distribusi alat kesehatan yang melaksanakan CDAKB dibandingkan dengan jumlah sarana distribusi alat kesehatan yang dimonitor. Jika dibandingkan dari tahun 2010, realisasi indikator sarana distribusi alat kesehatan yang memenuhi persyaratan distribusi mengalami peningkatan rata-rata 5,25%. Kondisi tersebut tergambar dalam grafik berikut:
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
24
Grafik 7 Perbandingan Persentase Sarana Distribusi Alkes yang Memenuhi Persyaratan Distribusi Tahun 2010-2012 dan Target Renstra
SARANA DISTRIBUSI ALKES YANG MEMENUHI PERSYARATAN DISTRIBUSI 80% 60%
55%
50% 50%
58.95%
60%
64.44%
70%
40%
Target
20%
Realisasi
0% 2010
2011
2012
2014
Permasalahan : Kendala yang dialami dalam pencapaian indikator sarana distribusi alat kesehatan yang memenuhi persyaratan distribusi: a. Belum optimalnya sosialisasi Pedoman Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB) pada Penyalur Alat Kesehatan (PAK). b. Tidak seimbangnya jumlah SDM yang tersedia baik dalam kuantitas maupun kualitas dengan jumlah PAK untuk melakukan monitoring sarana distribusi alat kesehatan (beban kerja terlalu berat). c. Penggabungan
kegiatan
monitoring
sarana
distribusi
dengan
sarana
produksi
menimbulkan kesulitan dalam pengaturan jumlah sarana yang akan dimonitor, karena penyebaran dan proporsi yang tidak sama tiap provinsi. Usul Pemecahan Masalah: Upaya pemecahan terhadap permasalahan dalam mencapai sarana distribusi alat kesehatan yang memenuhi syarat: a. Meningkatkan sosialisasi Pedoman Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB) pada PAK. b. Meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM baik dipenuhi sendiri atau melalui kerjasama dengan pihak ketiga c. Kegiatan monitoring sarana produksi alat kesehatan dan PKRT dibuat terpisah dengan monitoring sarana distribusi alat kesehatan.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
25
6. Persentase Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pemerintah yang Melaksanakan Pelayanan Kefarmasian sesuai standar. Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) yang telah melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar adalah IFRS Pemerintah yang telah melaksanakan pelayanan informasi obat dan konseling. Kondisi yang dicapai: Jumlah Rumah Sakit yang melaksanakan pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit sesuai standar untuk triwulan I sebanyak 168 RS dengan indikator capaian 21,5%, triwulan II sebanyak 191 RS dengan capaian indikator 24,46%, triwulan III sebanyak 206 RS dengan capaian indikator 26,4% dan triwulan IV sebanyak 276 RS dengan capaian indikator 35,33%. [Perhitungan berdasarkan jumlah RS milik Pemerintah seluruh Indonesia sebanyak 781 RS (SIRS tahun 2011)]. Tabel dibawah ini memperlihatkan bahwa “persentase instalasi farmasi rumah sakit yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar” dapat terealisasi dengan baik yaitu 35,33% atau mencapai 100,9% dari target yang ditetapkan sebesar 35%. Tabel 9 Capaian Indikator Kinerja Persentase Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pemerintah yang Melaksanakan Pelayanan Kefarmasian Sesuai Standar Tahun 2012 INDIKATOR KINERJA
TARGET 2012
Persentase Instalasi Farmasi
35%
REALISASI 2012 35.33%
CAPAIAN 100.9%
Rumah Sakit Pemerintah yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar Pelayanan kefarmasian di rumah sakit pemerintah sejak tahun 2010 secara bertahap mengalami peningkatan, karena tuntutan pasien dan masyarakat akan mutu pelayanan farmasi mengharuskan
adanya
yang
perubahan
pelayanan dari paradigm lama drug
oriented ke paradigma baru patient Gambar 4. Peningkatan Kemampuan SDM Instalasi Farmasi Rumah Sakit
oriented dengan filosofi Pharmaceutical Care
(pelayanan
kefarmasian).
Peningkatan capaian target tersebut dapat dilihat pada grafik dibawah ini:
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
26
Grafik 8 Perbandingan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pemerintah yang Melaksanakan Pelayanan Kefarmasian Sesuai Standar Tahun 2010-2012 dan Target Renstra
INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT PEMERINTAH YANG MELAKSANAKAN PELAYANAN KEFARMASIAN SESUAI STANDAR
45%
50% 40% 30%
25% 25.30%
30% 30.33%
35%
35.33%
Target Realisasi
20% 10% 0% 2010
2011
2012
2014
Permasalahan: Pelaksanaan pelayanan kefarmasian sesuai standar di Rumah sakit pada prinsipnya dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain: a. Kuantitas Sumber Daya Manusia (SDM) Jumlah apoteker di beberapa rumah sakit
tidak sesuai dengan rasio jumlah apoteker
terhadap tempat tidur (1:30). Hal ini berdampak pada kurang optimalnya pelayanan farmasi klinik, karena apoteker lebih fokus terhadap pengelolaan sediaan farmasi di rumah sakit, sehingga perlu dipikirkan untuk menempatkan tenaga apoteker sesuai dengan kebutuhan. b. Kualitas beberapa SDM belum melaksanakan tugas sesuai kompetensinya Apoteker di rumah sakit belum dapat melaksanakan pelayanan farmasi klinik, karena masih
banyak
belum
diberi
kesempatan
Ketidaktahuan tenaga kesehatan lain dapat
untuk
melaksanakan
kompetensinya.
menghambat tugas apoteker dalam
melaksanakan pengetahuannya. c. Dukungan manajemen rumah sakit Dukungan manajemen rumah sakit dalam pelayanan kefarmasian di rumah sakit sangat diperlukan agar tenaga kesehatan dirumah sakit dapat bekerja secara profesional. Dukungan dalam pelayanan kefarmasian dalam pelaksanaan konseling, visite dan PIO yang merupakan amanat dari Keputusan Menteri Kesehatan untuk dapat dilaksanakan di seluruh rumah sakit.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
27
Usul Pemecahan Masalah: Usul pemecahan masalah terhadap pelaksanaan pelayanan kefarmasian di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pemerintah: a. Penambahan Apoteker di rumah sakit sesuai dengan rasio jumlah tempat tidur dan rawat jalan. b. Pemberian motivasi dan Role Model pelayanan kefarmasian di rumah sakit Apoteker yang belum melaksanakan pelayanan kefarmasian dapat dimotivasi dengan memberikan support bahwa peran Apoteker sangat penting dalam meningkatkan derajat kesehatan. Selain itu, bagi Apoteker yang berhasil memberikan pelayanan kefarmasian sesuai standar dijadikan sebagai role model bagi apoteker lain agar dapat termotivasi. c. Advokasi terhadap manajemen rumah sakit Dengan advokasi kepada manajemen rumah sakit diharapkan pihak manajemen dapat mendukung pelaksanaan kefarmasian di rumah sakit sesuai standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit. Advokasi terhadap manajemen rumah sakit berupa tugas dan peran apoteker sesuai standar. Bagi rumah sakit yang berhasil, pengalaman Direktur rumah sakit yang IFRSnya telah melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standard dan kebijakan pelayanan kefarmasian terkait pelayanan farmasi klinik dapat dijadikan role model untuk rumah sakit lain.
7. Persentase Puskesmas Perawatan yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar Kondisi yang dicapai: Berdasarkan Profil Data Kesehatan Tahun 2011, Indonesia memiliki 9.321 Puskesmas yang terdiri dari 3.019 Puskesmas Perawatan dan 6.302 Puskesmas Non Perawatan. Tahun 2012, jumlah Puskesmas Perawatan yang telah melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar sebanyak 755 Puskesmas (25,01%). Gambar 5. Ruang Farmasi Puskesmas Kabupaten Toraja Utara
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
28
Tabel 10 Capaian Indikator Kinerja Persentase Puskesmas Perawatan yang Melaksanakan Pelayanan Kefarmasian Sesuai Standar Tahun 2012 INDIKATOR KINERJA Persentase Puskesmas
TARGET 2012
REALISASI 2012
CAPAIAN
25%
25,01%
100,4%
Perawatan yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar Dari data tersebut dapat terlihat target tahun 2012 telah tercapai, namun jika dilihat dari jumlah Puskesmas yang ada di Indonesia, pelayanan kefarmasian di Puskesmas Perawatan belum optimal dilaksanakan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 tentang Pekerjaan Kefarmasian, setiap pelayanan kefarmasian harus dilakukan oleh tenaga kefarmasian. Namun pada kenyataannya jumlah tenaga kefarmasian di Puskesmas masih sangat terbatas. Pada Laporan
Sebaran Jumlah
Tenaga Kefarmasian di Puskesmas per Provinsi (Badan
PPSDM, 31 Desember 2011), jumlah Apoteker di Puskesmas sebanyak 1561 orang (rata-rata rasio 18,86%) dan jumlah Tenaga Teknis Kefarmasian sebanyak 8326 orang (rata-rata rasio 91%). Data Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian ini mencakup PNS dan Tenaga Honorer. Perbandingan realisasi target indikator tahun 2010 sampai dengan target renstra tergambar pada grafik dibawah ini: Grafik 9 Perbandingan Puskesmas Perawatan yang Melaksanakan Pelayanan Kefarmasian Sesuai Standar Tahun 2010-2012 dan Target Renstra
PUSKESMAS PERAWATAN YANG MELAKSANAKAN PELAYANAN KEFARMASIAN SESUAI STANDAR 40%
40% 30% 20%
25%
10%
15%
25.01%
Target
15.15%
9.40%
Realisasi
10% 0% 2010
2011
2012
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
2014
29
Permasalahan Beberapa permasalahan yang dialami dalam pelaksanaan pelayanan kefarmasian di Puskesmas Perawatan adalah sebagai berikut: a. Jumlah tenaga kefarmasian (Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian) yang terbatas kurang mencukupi Puskesmas Perawatan yang jumlahnya cukup banyak. b. Puskesmas yang telah memiliki apoteker baru sebatas melakukan pengelolaan obat, belum melakukan pelayanan kefarmasian. c. Kesulitan dalam mendapatkan data dari Provinsi karena belum terlaksananya system pelaporan yang rutin, sehingga sulit memperoleh data based yang akurat. Usul Pemecahan Masalah Usul pemecahan masalah terhadap pelaksanaan pelayanan kefarmasian di Puskesmas Perawatan: a. Advokasi kepada pemangku kepentingan (Ditjen Dikti Depdiknas, Perguruan Tinggi, APTFI, Organisasi Profesi dan Pemda) terkait kebutuhan Apoteker secara kualitas maupun kuantitas dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian. b. Meningkatkan peran tenaga kefarmasian di Puskesmas melalui pelatihan mengenai cara Pelayanan Kefarmasian yang Baik. c. Melakukan koordinasi secara berjenjang antara Pemerintah Pusat, Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Puskesmas dalam hal pelaporan pelaksanaan pelayanan kefarmasian.
7. Persentase penggunaan obat rasional di sarana pelayanan kesehatan dasar pemerintah Penggunaan obat dikatakan rasional (WHO 1985) bila pasien menerima obat yang sesuai dengan kebutuhannya, untuk periode waktu yang adekuat dan dengan harga yang paling murah untuk pasien dan masyarakat. Secara praktis, penggunaan obat dikatakan rasional jika memenuhi kritera Tepat (Diagnosis, Indikasi, Jenis Obat, Dosis-Cara-Lama Pemberian, Informasi dan Penilaian Kondisi Pasien). Kondisi yang dicapai: Persentase Penggunaan Obat Rasional (POR) di sarana pelayanan kesehatan dasar pemerintah tahun 2012 memiliki target sebesar 50% dengan realisasi pencapaian POR di puskesmas sebesar 62,63% (capaian 125,26%).
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
30
Tabel 11 Capaian Indikator Kinerja Persentase Penggunaan Obat Rasional di sarana Pelayanan Kesehatan Dasar Pemerintah Tahun 2012 INDIKATOR KINERJA
TARGET 2012
REALISASI 2012
CAPAIAN
Persentase penggunaan obat
50%
62,63%
125,26%
rasional di sarana pelayanan kesehatan dasar pemerintah Penetapan persentase POR di Sarana Pelayanan Kesehatan Dasar Pemerintah dilakukan melalui pemantauan indicator peresepan untuk Penggunaan injeksi pada myalgia, penggunaan antibiotik pada ISPA non Pneumonia dan penggunaan antibiotika pada diare non spesifik dan jumlah re rata resep. Jika dibandingkan dari target awal rensta, realisasi Penggunaan obat rasional di sarana pelayanan kesehatan dasar pemerintah telah tercapai, bahkan sejak tahun 2011 realisasinya telah melebihi target akhir renstra. Kondisi tersebut tergambar pada grafik dibawah ini: Grafik 10 Perbandingan Penggunaan Obat Rasional di Sarana Pelayanan Kesehatan Dasar Pemerintah Tahun 2010-2012 dan Target Renstra
PENGGUNAAN OBAT RASIONAL DI SARANA PELAYANAN KESEHATAN DASAR PEMERINTAH 66.12%
70% 60% 50% 40%
62.63%
60%
50% 42.00%
40% Target
30%
30%
Realisasi
20% 10% 0% 2010
2011
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
2012
2014
31
Permasalahan: Permasalahan dalam pelaksanaan penggunaan obat rasional di sarana pelayanan kesehatan dasar pemerintah adalah sebagai berikut: a. Belum optimalnya pelaksanaan penggerakan POR di 33 Provinsi sehingga identifikasi dan evaluasi permasalahan dalam pelaksanaan penggerakan POR belum merata. b. Belum semua Dinas Kesehatan Provinsi / Kabupaten / Kota memiliki Tim Penggerak POR untuk memantau penggunaan obat rasional di wilayah masing-masing c. Belum sepenuhnya pelayanan kefarmasian terlaksana dan juga tenaga kesehatan lain belum sepenuhnya mendapat informasi tentang penggunaan obat rasional. d. Kurangnya pemahaman masyarakat tentang penggunaan obat secara swa medikasi (pengobatan sendiri). Usul Pemecahan Masalah: Usul pemecahan masalah terhadap pelaksanaan Penggunaan Obat Rasional di sarana Pelayanan Kesehatan Dasar Pemerintah: a. Dilaksanakan pelaksanaan penggerakan POR di 33 Provinsi melalui dana dekonsentrasi sehingga penggerakan POR dapat dilakukan secara optimal. b. Meningkatkan advokasi pada Dinas Kesehatan Provinsi / Kabupaten / Kota agar membentuk Tim Penggerak POR Provinsi / Kabupaten / Kota. c. Penempatan tenaga kefarmasian yang sesuai dengan kompetensinya dan perlunya pelatihan secara kontinu pada tenaga kesehatan lain (dokter, perawat, apoteker, bidan) tentang penggunaan obat rasional. d. Pelaksanaan pemberdayaan masyarakat melalui metode Cara Belajar Insan Aktif (CBIA) dalam peningkatan POR untuk swamedikasi di masyarakat serta meningkatkan advokasi dan jejaring kerja sama dengan organisasi masyarakat.
Gambar 6. Penggerakan Penggunaan Obat Rasional di Provinsi Kepulauan Riau
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
32
8.
Jumlah bahan baku obat dan obat tradisional produksi di dalam negeri Kondisi yang dicapai: Jumlah bahan baku obat dan obat tradisional yang siap diproduksi di dalam negeri berjumlah 15 jenis dari target yang telah ditetapkan sebesar 25, dengan demikian capaian kinerja indikator tersebut mencapai 60%. Tabel 12 Capaian Indikator Kinerja Jumlah Bahan Baku Obat dan Obat Tradisional yang di Produksi di dalam Negeri Tahun 2012 INDIKATOR KINERJA Jumlah bahan baku obat dan obat
TARGET 2012
REALISASI 2012
CAPAIAN
25
15
60%
tradisional produksi di dalam negeri
Pencapaian 15 bahan baku obat dan obat tradisional yang diproduksi di dalam negeri telah disesuaikan dengan definisi operasional (DO) bahan baku obat dan obat tradisional yang diproduksi di dalam negeri yaitu “bahan awal penyusun sediaan farmasi (obat dan obat tradisional) dapat berupa bahan berkhasiat maupun bahan tambahan, yang merupakan hasil penerapan teknologi maupun bahan alam yang siap diproduksi”. Dari grafik dibawah ini, terlihat bahwa indikator “ jumlah bahan baku obat dan obat tradisional produksi di dalam negeri” dari awal tahun renstra belum memenuhi target (kumulatif) yang ditetapkan. Dengan demikian hingga tahun 2014, terdapat 30 bahan baku obat dan obat tradisional yang siap diproduksi di dalam negeri. Target ini diupayakan dapat dicapai hingga akhir renstra (Tahun 2014). Grafik 11 Perbandingan Jumlah Bahan Baku Obat dan Obat Tradisonal Produksi di Dalam Negeri Tahun 2010-2012 dan Target Renstra
50
BAHAN BAKU OBAT DAN OBAT TRADISIONAL PRODUKSI DI DALAM NEGERI 45
40 30 25
20 15
10 0
5 2010
0
Target
15
Realisasi
4 2011
2012
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
2014
33
Upaya yang dilakukan adalah dengan memperkuat koordinasi dengan satuan kerja lintas sektor terkait seperti Industri Farmasi BUMN dan swasta, BPPT, LIPI, lembaga-lembaga penelitian serta universitas dalam memenuhi kebutuhan pengembangan produksi obat dan obat tradisional serta melengkapi sarana dan prasarana kebutuhan bahan baku obat dan obat tradisional produksi dalam negeri, melakukan perencanaan berbasis bukti.
Gambar 7. Pertemuan Peningkatan Kemampuan Industri Obat di Indonesia
Permasalahan: Dalam mencapai kinerja indikator “jumlah bahan baku obat dan obat tradisional produksi di dalam negeri” masih menghadapi berbagai permasalahan sebagai berikut: a. Belum optimalnya koordinasi dengan pihak terkait dalam memenuhi penyediaan bahan awal penyusun sediaan farmasi (obat dan obat tradisional) produksi dalam negeri b. Belum optimalnya koordinasi dengan Kementerian terkait untuk mengeluarkan kebijakan yang berpihak pada pengembangan Bahan Baku Obat (BBO) dan Bahan Baku Obat Tradisional (BBOT) dalam Negeri c. Belum optimalnya sinergitas Akademisi, Bussiness dan Government (ABG) dalam menunjang produksi bahan baku obat dan obat tradisonal dalam negeri. Usul Pemecahan Masalah: Dalam rangka mengatasi permasalahan diatas, maka perlu disusun strategi untuk mengatasi permasalahan yang timbul diantaranya :
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
34
a. Mengoptimalkan koordinasi dengan pihak terkait dalam memenuhi penyediaan bahan awal penyusun sediaan farmasi (obat dan obat tradisional) produksi dalam negeri b. Mengoptimalkan koordinasi dengan Kementerian terkait untuk mengeluarkan kebijakan yang berpihak pada pengembangan Bahan Baku Obat (BBO) dan Bahan Baku Obat Tradisional (BBOT) dalam Negeri c. Mengoptimalkan aliansi strategis antara Akademisi, Bussiness dan Government (ABG) dalam menunjang produksi bahan baku obat dan obat tradisonal dalam negeri. 9. Jumlah standar produk kefarmasian yang disusun dalam rangka pembinaan produksi dan distribusi Kondisi yang dicapai Tahun 2012, indikator jumlah standar produk kefarmasian yang disusun dalam rangka pembinaan produksi dan distribusi terealisasi sebesar 6 standar dari 6 standar yang ditargetkan. Dengan demikian, pencapaian kinerjanya sebesar
100%. Capaian indikator
kinerja diperoleh kumulatif sejak tahun 2011 sejumlah 4 standar dan pada tahun 2012 sejumlah 2 standar. Tabel 13 Capaian Indikator Kinerja Jumlah Standar Produk Kefarmasian yang disusun Dalam Rangka Pembinaan Produksi dan Distribusi Tahun 2012 INDIKATOR KINERJA
TARGET 2012
REALISASI 2012
CAPAIAN
6
6
100%
Jumlah standar produk kefarmasian yang disusun dalam rangka pembinaan produksi dan distribusi
Grafik 12 Perbandingan Jumlah Standar Produk Kefarmasian yang disusun Dalam Rangka Pembinaan Produksi dan Distribusi Tahun 2010-2012 dan Target Renstra
STANDAR PRODUK KEFARMASIAN YANG DISUSUN DALAM RANGKA PEMBINAAN PRODUKSI DAN DISTRIBUSI 10 10 6 6 5
4 4
Target
2
Realisasi
0 0 2010
2011
2012
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
2014
35
Permasalahan a.
Perbedaan kandungan setiap zat aktif dalam tanaman obat yang sama dari tiap daerah asal menyebabkan kesulitan dalam menetapkan kadar standar.
b.
Penetapan monografi sebagai komponen standar terkait dengan pihak lain.
Usul Pemecahan Masalah a.
Koordinasi dengan semua pihak terkait dalam penyediaan tanaman obat dengan kandungan zat aktif yang memenuhi standar.
b.
Meningkatkan koordinasi dalam menetapkan monografi.
10. Persentase dokumen anggaran yang diselesaikan Kondisi yang dicapai: Persentase dokumen anggaran yang diselesaikan menunjukkan
kinerja
kegiatan
Dukungan
Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis lainnya di Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Dokumen anggaran merupakan salah satu fasilitasi yang diberikan kepada satker di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Gambar 8. Penyusunan RKAKL Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2013
sekaligus
dalam
menjaga
menunjukkan satker
tersebut
kinerjanya, memenuhi
ketentuan yang berlaku di bidang perencanaan dan
keuangan Negara. Kinerja pada indikator ini dilihat dengan tingkat penyelesaian dokumen anggaran
bagi
tahun
berjalan
(2012),
dibandingkan
dengan
jumlah
dokumen
penganggaran dan diukur dalam satuan persentase. Tabel 14 Capaian Indikator Persentase Dokumen Anggaran yang diselesaikan Tahun 2012 INDIKATOR KINERJA Persentase dokumen anggaran
TARGET 2012 90%
REALISASI 2012 92,68%
CAPAIAN 102,9%
yang diselesaikan
Pada tahun 2012, kinerja dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya pada indikator ini telah dapat melampaui target ditetapkan. Capaian kinerja indikator
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
36
persentase dokumen anggaran yang diselesaikan sebesar 102,9% (target 90%, realisasi 92,68%). Dengan demikian, hingga tahun ketiga pemberlakuan Renstra Kementerian Kesehatan Periode 2010 – 2014, target untuk indikator ini senantiasa tercapai, sebagaimana dapat dilihat pada grafik di bawah ini: Grafik 13 Perbandingan Persentase Dokumen Anggaran yang diselesaikan Tahun 2010-2012 dan Target Renstra
DOKUMEN ANGGARAN YANG DISELESAIKAN 100%
100% 80%
80%
85%
85%
90% 92.68%
80% 60%
Target
40%
Realisasi
20% 0% 2010
2011
2012
2014
Permasalahan : Pencapaian target kinerja pada indikator persentase dokumen anggaran yang diselesaikan tidak terlepas dari masalah yang dijumpai pada tahun 2012, yaitu tinggiya frekuensi usulan anggaran, terutama pada revisi yang membutuhkan persetujuan Direktur Jenderal. Selain itu, masih adanya kelengkapan dokumen anggaran yang belum dipenuhi sehingga menghambat realisasi penyelesaian dokumen anggaran. Perlu perbaikan agar masalah serupa tidak dijumpai pada tahun mendatang. Usul Pemecahan Masalah: Untuk mengatasi masalah yang dijumpai, maka dapat diusulkan antisipasi sebagai berikut: a. Peningkatan kualitas SDM perencana di tiap satker Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. b. Sosialisasi pedoman–pedoman di bidang perencanaan, penganggaran, dan keuangan negara.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
37
11. Persentase dukungan manajemen dan pelaksanaan Program Kefarmasian di daerah dalam rangka dekonsentrasi Kondisi yang dicapai: Indikator dukungan manajemen dan pelaksanaan Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan di daerah dalam rangka dekonsentrasi merupakan salah satu penerapan pembagian kewenangan di bidang kesehatan (terutama kefarmasian) dan fasilitasi terhadap pembagian tersebut. Melalui dekonsentrasi, Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan diharapkan dapat terlaksana dengan baik hingga ke tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota, dan fasilitas pelayanan kesehatan milik Pemerintah. Oleh karenanya, dukungan terhadap hal ini diberikan dalam bentuk penganggaran dan asistensi pelaporan bagi satker penerima dana dekonsentrasi. Pada tahun 2012, capaian indikator ini telah mencapai 111,8% (target 80%, realisasi 89,44%). Tabel 15 Capaian Indikator Persentase Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Program Kefarmasian di daerah dalam rangka Dekonsentrasi Tahun 2012 INDIKATOR KINERJA
TARGET 2012
REALISASI 2012
CAPAIAN
Persentase dukungan manajemen
80%
89,44%
118,8%
dan pelaksanaan Program Kefarmasian di daerah dalam rangka dekonsentrasi
Capaian ini diukur dengan membandingkan alokasi dana dekonsentrasi yang dilaksana– pertanggungjawabkan terhadap total alokasi dana dekonsentrasi tahun 2012. Berdasarkan nilai capaian, maka target indikator ini senantiasa tercapai hingga tahun ketiga pemberlakuan Renstra Kementerian Kesehatan periode 2010 – 2014, terlihat pada tabel dibawah ini:
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
38
Grafik 14 Perbandingan Persentase Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Program Kefarmasian di daerah dalam rangka Dekonsentrasi Tahun 2010-2012 dan Target Renstra
DUKUNGAN MANAJEMEN DAN PELAKSANAAN PROGRAM KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DI DAERAH DALAM RANGKA DEKONSENTRASI 90.92%
100% 80% 60%
67.29% 60%
100% 90.78% 80%
70%
Target
40%
Realisasi
20% 0% 2010
2011
2012
2014
Permasalahan: Capaian indikator dukungan manajemen dan pelaksanaan Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan di daerah dalam rangka dekonsentrasi tidak terlepas dari masalah yang dihadapi sebagai berikut : a. Belum optimalnya kinerja satker penerima dana dekonsentrasi dalam pelaporan program pertanggungjawaban keuangan sesuai ketentuan. b. Kendala geografis dalam realisasi dana distribusi obat dan vaksin, dimana kesulitan mencapai provinsi cukup besar sehingga kab/kota tidak memanfaatkan dana tersebut secara optimal. Usul Pemecahan Masalah: Terhadap masalah – masalah yang dijumpai, dapat diusulkan antisipasi sebagai berikut: a.
Advokasi
dan
peningkatan
pengetahuan
tentang
pelaporan
program
dan
pertanggungjawaban keuangan bagi SDM satker penerima dana dekon. b.
Penerapan
mekanisme
reward
and
punishment
bagi
kewajiban
pelaporan
pertanggungjawaban. c.
Fasilitasi dan distribusi dalam bentuk DAK yang langsung kepada kab/kota.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
39
12. Jumlah rancangan regulasi yang disusun Kondisi yang dicapai: Dalam penyusunan peraturan perundangundangan
bidang
kefarmasian
dan
alat
kesehatan tahun 2012, ditargetkan sebanyak 13 rancangan regulasi tersusun dengan realisasi 15 rancangan regulasi (Capaian kinerja
115,18%).
Rancangan
regulasi
tersebut terdiri atas rancangan UndangGambar 9. Pembahasan DIM RUU Sediaan Farmasi
Undang dan Peraturan Menteri Kesehatan.
Tabel 16 Capaian Indikator Kinerja Jumlah Rancangan Regulasi yang disusun Tahun 2012 INDIKATOR KINERJA
TARGET 2012
REALISASI 2012
CAPAIAN
13
15
115,38%
Jumlah rancangan regulasi yang disusun
Dalam rangka mendukung pelaksanaan program kefarmasian dan alat kesehatan, telah disusun 15 rancangan regulasi bidang kefarmasian dan alat kesehatan, terdiri dari: 1. Rancangan Undang-Undang tentang Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Pangan Olahan 2. Rancangan Undang-Undang tentang Psikotropika 3. Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Penunjukan PT. Kimia Farma sebagai Pelaksana Paten oleh Pemerintah 4. Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Penyelenggaraan Praktik Apoteker (Apotek) 5. Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit 6. Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek 7. Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas 8. Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Klinik 9. Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
40
10. Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Ekspor Impor Narkotika, Psikotropika dan Prekursor 11. Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Iklan Alat Kesehatan 12. Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Rencana Kebutuhan Tahunan dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika dan Prekursor 13. Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Standar Instalasi Farmasi 14. Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pemasukan Obat, Obat Tradisional dan makanan serta Alat Kesehatan melalui skema Khusus (Special Acces Scheme) 15. Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pemusnahan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan “Jumlah rancangan regulasi yang disusun” merupakan indikator yang baru di tetapkan pada awal tahun 2011. Jika dibandingkan dengan target awal renstra, realisasinya selalu tercapai, sebagaimana tergambar pada grafik dibawah ini: Grafik 15 Perbandingan Jumlah Rancangan Regulasi yang disusun Tahun 2011-2012 dan Target Renstra
RANCANGAN REGULASI YANG DISUSUN 20 20 15 15
12
13
10 Target
10
Realisasi 5 0 2011
2012
2014
Permasalahan: a.
Belum adanya Mekanisme Tatalaksana dalam Penyusunan Peraturan Perundangundangan di Lingkungan Kementerian Kesehatan sebagai acuan dalam menyusun peraturan bidang kefarmasian dan alat kesehatan
b.
Adanya isu nasional yang menjadi prioritas untuk segera ditetapkan regulasinya, sehingga kegiatan yang sudah direncanakan sebelumnya menjadi tertunda.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
41
c.
Lamanya dan tidak terprediksinya waktu yang dibutuhkan pada pembahasan dan penyusunan peraturan perundang-undangan
Usul Pemecahan Masalah: a.
Mengusulkan kepada Kepala Biro Hukum dan Organisasi untuk segera menetapkan Tatalaksana Penyusunan Peraturan Perundang-undangan di Lingkungan Kementerian Kesehatan.
b.
Dilakukan penjadwalan ulang kegiatan penyusunan peraturan perundang-undangan bidang kefarmasian dan alat kesehatan.
c.
Melakukan koordinasi secara intensif dengan lintas program dan lintas sektor dalam penyusunan peraturan perundang-undangan.
C.
SUMBER DAYA Dalam mencapai kinerjanya, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan didukung oleh Sumber Daya Manusia dan Sumber Daya Anggaran. 1.
SUMBER DAYA MANUSIA Sumber Daya Manusia (SDM)
merupakan salah satu unsur penting dalam mendukung
tercapainya indikator kinerja. Secara teknis SDM dapat menunjang keberhasilan dalam mencapai tujuan apabila mencukupi dari sisi jumlah dan kualitas serta profesional di bidangnya. Keadaan pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan sampai akhir tahun 2012 berjumlah 219 orang dengan rincian sebagai berikut: Tabel 17 Jumlah Pegawai Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun 2012 NO A.
JABATAN
Menurut Jabatan
JUMLAH
Jabatan Fungsional Jabatan Struktural Jabatan Fungsional Umum
5 73 141
Golongan II Golongan III Golongan IV
22 146 51
B.
Menurut Golongan
C.
Menurut Pendidikan S3 Apoteker Dokter Dokter Gigi S2 Sarjana Farmasi
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
1 75 2 1 48 5
42
Sarjana Hukum Sarjana Ekonomi Sarjana Komputer Sarjana Lainnya D3 Farmasi D3 Komputer D3 Akuntansi
5 9 5 16 22 2 1
SLTA
26
SLTP
1
Total SDM Ditjen Binfar dan Alat kesehatan
2.
219
SUMBER DAYA ANGGARAN a. Kantor Pusat Anggaran DIPA kantor pusat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun
2012
adalah
Rp.
1.635.989.411.000
dengan
realisasi
sebesar
Rp. 1.485.916.196.517 (90,83%). Tabel 18 Laporan Realisasi Anggaran Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2012 NO
SATUAN KERJA
1
Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
2
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
3
ALOKASI (Rp.)
REALISASI (Rp.)
%
68,880,528,000
56,334,688,546
81.79
1,473,796,728,000
1,373,974,152,116
93.23
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
16,030,604,000
14,217,305,936
88.69
4
Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian
18,201,651,000
16,272,655,430
89.40
5
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
59,079,900,000
25,117,394,489
42.51
1,635,989,411,000
1,485,916,196,517
90.83
JUMLAH
b. Dana Dekonsentrasi Untuk mendukung penyelenggaraan program kefarmasian dan alat kesehatan di daerah tahun 2012 disediakan dana Dekonsentrasi sebesar
Rp. 58.537.805.000 untuk 33 satker.
Realisasi dana dekonsentrasi tahun 2012 adalah Rp. 52.356.283.423 (89.44%).
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
43
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 008/Menkes/SK/I/2012 tentang Alokasi Anggaran dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan di Provinsi dan Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2012, kegiatan yang dibiayai dari dana dekonsentrasi utamanya (Menu Wajib) untuk: 1. Sosialisasi Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian di sarana pelayanan kesehatan 2. Monitoring ketersediaan obat 3. Sampling alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) 4. Advokasi pelaksanaan SAI program kefarmasian dan alat kesehatan 5. Biaya operasional instalasi farmasi provinsi dan kabupaten/kota 6. Biaya distribusi obat dan vaksin 7. Pembekalan tenaga kefarmasian tentang Pharmaceutical Care di rumah sakit atau komunitas (Puskesmas dan Apotek) 8. Peningkatan kinerja SDM perencanaan obat terpadu (Provinsi Papua Barat, Sumatera Barat, Kalimantan Barat, Gorontalo, Bangka Belitung dan Sulawesi Barat) 9. Advokasi manajemen pengelolaan obat (Provinsi Sulawesi Utara dan Nusa Tenggara Timur) 10. Evaluasi penggunaan obat generik di sarana pelayanan kesehatan pemerintah ( Provinsi Sulawesi Tengah, Aceh, Kalimantan Timur) Disamping itu, terdapat menu tambahan yang dapat dipilih apabila kegiatan pada menu wajib telah terakomodir atau telah tersedia anggaran pada APBD (Menu Pilihan), antara lain: 1. Pilot Project pelayanan kefarmasian di komunitas (puskesmas atau apotek) 2. Pemberdayaan masyarakat tentang penggunaan obat rasional (POR) bagi tenaga kesehatan 3. Advokasi pengelolaan obat terpadu 4. Pembinaan sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan PKRT 5. TOT untuk petugas dinas kesehatan dalam melakukan pembinaan industri obat/ obat tradisional / kosmetika / makanan. Alokasi dana dan realisasi DIPA Dekonsentrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan seperti diuraikan pada tabel di bawah ini:
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
44
Tabel. 19 Laporan Realisasi Anggaran Dekonsentrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2012
NO
NAMA SATKER
ALOKASI (Rp) 1,599,000,000
REALISASI (Rp) 1,194,431,000
1
Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta
2
74.70
SISA DANA (Rp) 404,569,000
Dinas Kesehatan Provinsi Jabar Dinas Kesehatan Provinsi Jateng Dinas Kesehatan Provinsi DIY Dinas Kesehatan Provinsi Jatim Dinas Kesehatan Provinsi D.I Aceh Dinas Kesehatan Provinsi Sumut Dinas Kesehatan Provinsi Sumbar
2,457,000,000
1,896,772,100
77.20
560,227,900
2,508,000,000
2,358,672,200
94.05
149,327,800
1,338,000,000
1,160,507,991
86.73
177,492,009
2,524,000,000
1,998,255,620
79.17
525,744,380
2,249,880,000
1,994,174,350
88.63
255,705,650
2,270,000,000
2,044,931,500
90.09
225,068,500
1,868,705,000
1,802,722,945
96.47
65,982,055
Dinas Kesehatan Provinsi Riau Dinas Kesehatan Provinsi Jambi Dinas Kesehatan Provinsi Sumsel
1,666,000,000
1,463,020,265
87.82
202,979,735
1,682,000,000
1,557,220,376
92.58
124,779,624
1,438,000,000
1,391,966,550
96.80
46,033,450
12
Dinas Kesehatan Provinsi Lampung
1,442,000,000
1,339,201,581
92.87
102,798,419
13
Dinas Kesehatan Provinsi Kalbar Dinas Kesehatan Provinsi Kalteng
1,884,460,000
1,738,917,200
92.28
145,542,800
1,505,000,000
1,427,233,385
94.83
77,766,615
Dinas Kesehatan Provinsi Kalsel Dinas Kesehatan Provinsi Kaltim Dinas Kesehatan Provinsi Sulut Dinas Kesehatan Provinsi Sulteng
1,958,000,000
1,494,959,427
76.35
463,040,573
1,917,415,000
1,691,329,135
88.21
226,085,865
1,653,930,000
1,628,940,300
98.49
24,989,700
1,618,230,000
1,493,065,985
92.27
125,164,015
Dinas Kesehatan Provinsi Sulsel Dinas Kesehatan Provinsi Sultra
1,770,000,000
1,696,368,901
95.84
73,631,099
1,724,000,000
1,631,875,600
94.66
92,124,400
3 4 5 6 7 8 9 10 11
14 15 16 17 18 19 20
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
%
45
21
Dinas Kesehatan Provinsi Maluku
1,780,000,000
1,779,000,000
99.94
1,000,000
22
Dinas Kesehatan Provinsi Bali Dinas Kesehatan Provinsi NTB Dinas Kesehatan Provinsi NTT Dinas Kesehatan Provinsi Papua Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu
1,361,000,000
1,131,400,490
83.13
229,599,510
1,618,000,000
1,334,847,121
82.50
283,152,879
2,349,880,000
2,314,095,035
98.48
35,784,965
2,183,000,000
1,324,887,100
60.69
858,112,900
1,402,000,000
1,231,126,125
87.81
170,873,875
Dinas Kesehatan Provinsi Malut Dinas Kesehatan Provinsi Banten
1,529,000,000
1,482,027,100
96.93
46,972,900
1,355,000,000
1,243,130,100
91.74
111,869,900
Dinas Kesehatan Provinsi Babel Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo Dinas Kesehatan Provinsi Kep Riau
1,500,870,000
1,444,136,000
96.22
56,734,000
1,579,660,000
1,506,402,800
95.36
73,257,200
1,411,000,000
1,316,920,691
93.33
94,079,309
32
Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat
1,858,340,000
1,842,630,000
99.15
15,710,000
33
Dinas Kesehatan Provinsi Sulbar JUMLAH
1,536,435,000
1,401,114,450
91.19
135,320,550
58,537,805,000 52,356,283,423
89.44
6,181,521,577
23 24 25 26 27 28
29 30 31
Pemanfaatan dana dekonsentrasi terfokus kepada kegiatan menu wajib yang disampaikan oleh masing-masing direktorat dalam rangka pencapaian indikator. Optimalisasi pencapaian indikator ini difasilitasikan melalui kegiatan monitoring dan evaluasi di masing-masing propinsi.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
46
BAB IV PENUTUP
Pelaksanaan pengukuran kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun 2012 dilakukan terhadap program kegiatan yang dilaksanakan sesuai tugas dan fungsi yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang secara rinci diuraikan menggunakan acuan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014. Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun 2012 ini menyajikan berbagai keberhasilan maupun kegagalan capaian
sasaran hasil program Kefarmasian
dan Alat Kesehatan pada tahun anggaran 2011, yang tercermin dalam capaian Indikator Kinerja Utama (IKU) serta analisis kinerja berdasarkan tujuan dan sasaran. Pada Tahun 2012, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan secara umum dapat merealisasikan kegiatannya sesuai dengan target Indikator Kinerja Utama Program yang telah ditetapkan dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2010-2014. Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan diharapkan dapat dimanfaatkan untuk bahan evaluasi kinerja bagi yang membutuhkan dalam penyempurnaan dokumen perencanaan maupun
pelaksanaan program dan kegiatan yang akan datang, dan
penyempurnaan berbagai kebijakan yang diperlukan. Keberhasilan yang telah dicapai tahun 2012 diharapkan dapat menjadi parameter untuk pencapaian kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan di masa mendatang agar dapat dilaksanakan lebih efektif dan efisien. Sedangkan solusi terhadap segala kekurangan dan hambatan akan dilaksanakan secara profesional.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
47
FORMULIR RENCANA KINERJA TAHUNAN Unit Organisasi Eselon I : Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun
: 2012 Sasaran Strategis
Indikator Kinerja
Target
(1)
(2)
(3)
Meningkatnya sediaan farmasi dan alat
Persentase ketersediaan obat dan
kesehatan yang memenuhi standar dan
vaksin
90%
terjangkau oleh masyarakat
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
48
FORMULIR PENGUKURAN KINERJA
Unit Organisasi Eselon I
: Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Tahun Anggaran
: 2012
Sasaran Strategis
Indikator Kinerja
Target
Realisasi
%
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
90%
92,85%
103,17%
Meningkatnya sediaan farmasi dan alat
Persentase
kesehatan yang memenuhi standar
ketersediaan obat
dan terjangkau oleh masyarakat
dan vaksin
Jumlah Anggaran Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2012
: Rp.1.694.527.216.000
Jumlah Realisasi Anggaran Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2012 : Rp.1.538.272.479.940
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2012
49