J. Analisis, Juni 2016, Vol.5 No.1 : 82 – 87
ISSN 2302-6340
MUTASI JABATAN STRUKTURAL PEMERINTAHAN DAERAH DI KABUPATEN MAMASA The Mutation of the Structural Position in the Local Government of Mamasa Regency
Heryanto, Muh. Kausar Bailusy, A. M. Rusli Program Pasca Sarjana Studi Ilmu Politik Universitas Hasanuddin (E-Mail:
[email protected])
ABSTRAK Mutasi jabatan struktural di kabupaten Mamasa dilakukan tidak selalu berdasarkan prosedur perundang-undangan tetapi juga dilaksanakan berdasarkan kepentingan politik kepalah daerah yang terpilih dalam pilkada. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dinamika politik yang mempengaruhi mutasi jabatan struktural serta implikasi dari mutasi tersebut pada pemerintahan daerah di kabupaten Mamasa. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mutasi jabatan struktural yang dilakukan pasca pilkada kabupaten Mamasa pada bulan Juni 2013 sarat dengan muatan politis.Pertama, rentang waktu antara terpilihnya bupati Mamasa dengan keluarnya keputusan bupati Mamasa untuk melakukan nonjob terhadap sebelas pejabat struktural relative sangat singkat.Kedua, pengakuan langsung dari bupati terpilih dalam sebuah wawancara tanggal 9 Oktober bahwa mereka dinonjob karena tidak bisa bekerja sama dengan bupati dan tidak mendukung bupati pada saat pilkada. Dalam wawancara dengan peneliti,bupati juga memberikan pernyataan bahwa mereka dinonjob sebagai konsekuensi dari pilihan mereka dalam pilkada. Ketiga, hasil gugatan sebelas pejabat yang dimutasi di PTUN Makassar yang memutuskan bahwa surat keputusan bupati Mamasa yang memberhentikan sebelas pejabat struktural telah melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku dan asas- asas Umum Pemerintahan yang baik, sehingga secara hukum dinyatakan batal.Dampak yang terjadi dari mutasi jabatan tersebut adalah penempatan pejabat struktural yang tidak sesui dengan latar belakang disiplin ilmu mereka.Hal ini berpengaruh terhadap semangat dan disiplin kerja bagai para pejabat yang dimutasi. Kata Kunci: Pilkada, Mutasi, Mamasa
ABSTRACT The Mutation of the structural position in Mamasa Regency was based not only on legal procedures but also based on political interests. This research aimed to investigate (1)the political dynamics in the motation processes of the structural position in Local Goverment in Mamasa regency (2)the implication of the position mutation on the local Goverment of the regency.The research was conducted in mamasa Regency. The research basis used in the reasearch was the qualitative method. the data were collected using th technique of interviews with the informants who were considered to understand and know the problems studied, and the data were analyzed using the qualitative analysis. The research results revealed that the decision issued after the local election in Mamasa Regency was a political decision. That three reasons had been found in the research why the decision had been issued: first, the time lenght between the election of the regent and the issuance of the decision of the regent of mamasa to declare the dismissal of the 11 structural officials was too short. Second, the admission of the regent elect in an interview on october 9 stated that they were declarated without jobs because the refused to cooperate with the new regent and did not support the regent in the local election. also it was implied in the interview with the regent elect that they were declarated without jobs as the consequence of the action not tovote for the regent elect. Third,according to the Court opinion the Decision of the State Administrative Court in the form of the Degree of Mamasa regent, Number 821.2 / 1179 / BKDD, on October 9, 2013 on the termination of the Structural Position of the civil servants within the Scope of the Local Government of Mamasa Regency on behalf of the Plaitiff,had violated the regulation of the Laws in effect and the general principles of the good Government and therefor it was decalred void. Forth, the impact of the position mutation were the inadequate loyalty of the structural officials who had been mutated towards the government and the appointment of the stuctural officials
82
Pilkada, Mutasi, Mamasa
ISSN 2302-6340
whose expertise were not suitable for their position. And this effected their work spirit and work dicipline as the mutated official. Keywords: Election, Mutation, Mamasa
mewujudkan penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan diperlukan PNS yang profesional, bertanggungjawab, jujur dan adil melalui pembinaan yang dilaksanakan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier yang dititik beratkan pada sistem prestasi kerja. Dengan demikian akan diperoleh penilaian yang obyektif terhadap kompetensi PNS dalam peningkatan mutu peranan pendidikan sangat penting. PNS diberi kesempatan seluas-luasnya dalam pendidikan yang seluas-luasnya serta Diklat (Kristiadi, l998). Dalam rangka penyelenggaraan dan memelihara manajemen informasi kepegawaian Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah wajib menyampaikan setiap jenis mutasi kepegawaian kepada Kepala Badan Kepegawaian Negara mengenai pelaksanaan pengangkatan, pemindahan maupun pemberhentian PNS. Suatu persoalan mendasar yang menjadi penyebab adalah belum diperolehnya kesepakatan mengenai variabel dan indikator-indikator yang digunakan (Yudoyono, 2001). Menurut Hasibuan (2007), Mutasi dalam suatu organisasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara tidak ilmiah dan cara ilmiah. Mutasi dengan cara tidak ilmiah dilakukan tidak didasarkan kepada norma/standar kriteria tertentu, tetapi berorientasi semata-mata kepada masa kerja dan ijazah,berorientasi kepada banyaknya anggaran yang tersedia,dan berdasarkan spoil system. Sementara mutasi yang dilaksanakan dengan cara ilmiah dilakukan berdasarkan norma atau standar kriteria tertentu, seperti analisis pekerjaan,berorientasi pada kebutuhan yang riil/nyata, berorientasi pada formasi riil kepegawaian, berorientasi kepada tujuan yang beraneka ragam,berdasarkan objektivitas yang dapat dipertanggungjawabkan. Menurut Moekijat, mutasi dirumuskan sebagai salah satu jabatan dalam suatu kelas ke suatu jabatan dalam kelas yang lain yang tingkatnya tidak lebih tinggi atau tidak lebih rendah dalam rencana gaji (Moekijat,1999). Berdasarkan pendapat di atas, pada dasarnya mutasi merupakan kegiatan perpindahan jabatan ke jabatan lainnya namun masih dalam tingkatan
PENDAHULUAN Pengangkatan dan pemindahan jabatan Struktural pemerintah daerah mendapat pengaruh dari Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pejabat politik di daerah dalam menjalankan kewenangannya harus didukung dengan kesiapan menjabarkan konsep ke dalam rincian langkah-langkah kebijakan praktek penyelenggaraan pemerintah daerah. Menurut Wahyono (l992), apabila semangat penyelenggara negara atau para pemimpin pemerintahan bersifat perorangan, undang-undang tentu tidak ada artinya dalam praktek. Pengutamaan kepentingan sendiri, tidak profesional, merupakan bagian dari sikap politik yang digerakkan oleh pamrih-pamrih pribadi atau pamrih golongan. Hal ini menjadi tidak rasional, karena diduduki oleh pertugas yang tidak mampu juga tidak menguasai ketrampilan teknis, dan tidak mengemban misi pengabdian terhadap kepentingan serta kesejahteraan umum (Kartono, l988). Hal ini bertentangan dengan semangat peningkatan SDM di lingkungan aparatur negara. Menurut Simamora (2004), manajemen sumber daya manusia adalah pendayagunaan, pengembangan, penilaian, menyangkut desain dan implementasi sistem perencanaan, evaluasi kinerja, kompensasi karyawan dan hubungan ketenagakerjaan yang baik. Tujuan pengembangan SDM menurut Heidjrachman dkk (1990), adalah untuk memperbaiki efektivitas kerja pegawai dalam mencapai hasil-hasil kerja yang telah ditetapkan. Salah satu bentuk dari pengembangan SDM adalah dengan me-lakukan mutasi. Mutasi adalah kegiatan pemindahan pegawai dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lain. Menurut Siswanto (1987), mutasi merupakan kegiatan yang mutlak harus dilakukan dalam rangka mengembangkan pegawai yang menjadi tanggung jawab dalam pembinaan dan pengembangan. Dalam pengangkatan dan pemindahan jabatan struktural pehatian pada kualitas sumber daya manusia menjadi prioritas diatur pada Pasal 12 ayat (2) UU No. 43 Tahun l999 yaitu, untuk 83
Heryanto
ISSN 2302-6340
sejajar yang bertujuan untuk mengembangkan aparatur, terutama untuk menambah keterampilan dan pengetahuan tentang organisasi. Dewasa ini, tidak dapat dipungkiri bahwa mutasi jabatan di Indonesia dilaksanakan tidak selalu berdasarkan peraturan perundang-undangan sebagai dasar dan prosesdur formal pelaksanaan mutasi tetapi juga sudah sering dikaitkan dengan kepentingan politik pejabat yang bekuasa. Mutasi jabatan yang dilakukan bupati Mamasa pasca pilkada sangat kental dengan nuansa politik. Keputusan bupati Mamasa Nomor : 821.2/1179/BKDD tentang Pemberhentian sebelas pejabat Struktural Pegawai Negeri Sipil Lingkup Pemerintah sangat erat kaitannya dengan persoalan pilihan politik masing-masing PNS dalam pilkada. Mutasi Jabatan Struktural Pemerintahan Daerah Di Kabupaten Mamasa penelitian serupa juga pernah dilakukan Mashur (2007), mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Politik Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang dengan judul tesis Penetrasi Politik Dalam Rekruitmen Elit Birokrasi, studi kasus Penataan Jabatan Struktural Di Kabupaten Kendal. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat dinamika politik dalam proses mutasi pejabat di lingkup pemerintahan daerah di kabupaten Mamasa serta bagaimana implikasi mutasi jabatan tersebut terhadap kinerja para pegawai yang dimutasi.
Teknik Analisa Data Data dan informasi yang telah dikumpulkan dari informan akan diolah dan dianalisa secarakualitatif dengan melihata mutasi jabatan struktural pemerntahan daerah di kabupaten Mamasa. Langkah yang digunakan dalam analisis data adalah sebagai berikut : reduksi data, sajian data, dan verifikasi data. Terdapat dua model pokok dalam melaksanakan analisis di dalam penelitian kualitatif, yaitu model analisis jalinan atau mengalisr ( flowmodel of analisis). HASIL Salah satu unsur otonomi daerah yang ditetapkan oleh UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, adalah kewenangan dalam pengadaan, pembinaan, penggajian dan pemberhentian PNS. Sesuai dengan ketentuan ini, kepada daerah dianggap perlu diberikan kewenangan yang cukup memadai dalam bidang kepegawaian. Prinsip umum dalam kebijakan kepegawaian adalah sebagai berikut: pengangkatan PNS tetap (golongan II b ke atas) berada di pemerintah pusat dan dilaksanakan oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN). Berdasarkan UU 32/2004 tersebut, kepala daerah merupakan representasi eksekutif pada tingkat pemerintah daerah, walaupun di daerah memiliki pejabat wakil bupati, tetapi otoritas keputusan dalam pembuatan suatu kebijakan tetap berada di tangan kepala daerah.Secara normatif bupati memiliki otoritas tunggal dalam menentukan berbagai kebijakan daerah, terutama yang terkait dengan kewenangan eksekutif di daerah. Besarnya otoritas dan kekuasaan bupati tersebut tidak terlepas dari proses bagaimana memperoleh kekuasaan, yaitu mendapatkan mandat langsung dari rakyat, dalam konsep demokrasi modern hal ini merupakan legitimasi tertinggi yang diperoleh elit politik. Dalam perspektif pilihan rasional, elit penguasa akan mendahulukan kepentingan pribadinya daripada kepentingan publik, dengan kecenderungan preferensi pribadi tersebut dibalut dalam bentuk produk kebijakan yang seolah-olah berpihak kepada kepentingan masyarakat luas. Dalam kasus mutasi jabatan struktural pemerintahan daera di kabupaten Mamasa, memang prosesnya terjadi dalam waktu yang relatif singkat. Dalam surat keputusan Bupati Mamasa, Nomor 821.2/1179/BKDD tanggal 9
METODE PENELITIAN Tipe dan Dasar Penelitian Dasar penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metodologi kualitatif dengan pendekatan studi kasus yakni mutsi jabatan struktural pemerintahan daerah di kabupaten Mamasa.Penelitian ini penulis menggunakan tipe penelitian deskriptif. Sumber Data Peneliti turun langsung ke daerah penelitian untuk mengumpulkan data dalam berbagai bentuk, seperti rekaman hasil wawancara dan foto kegiatan di lapangan. Penulis selain turun ke lapangan, juga melakukan telaah pustaka yakni mengumpulkan data dari buku, jurnal, koran, dan sumber informasi lainnya yang erat kaitannya dengan masalah penelitian.
84
Pilkada, Mutasi, Mamasa
ISSN 2302-6340
Oktober 2013 oleh bupati terpilih dianggap telah memenuhi prosedur karena diterbitkan setelah mendapat pertimbangan BAPERJAKAT Kabupaten Mamasa 800/1165/BKDD tanggal 26 September 2013. Ini berarti hanya dibutuhkan waktu kurang lebih satu bulan untuk melakukan proses mutasi. Berbeda dengan kesaksian yang dihadirkan oleh tergugat dalam PTUN Makassar.Saksi tersebut adalah Nikolaus Bokky.Dia adalah salah satu anggota baperjakat sekaligus sebagai kepala inspektorat kabupaten Mamasa.Dalam kesaksiannya, Nikolaus Bokky mengungkapkan bahwa usulan nama-nama yang dibaperjakatkan berasal dari bupati.Yang dibicarakan dalam rapat baperjakat adalah menilai nama-nama yang diusulkan bupati. Keputusan baperjakat diambil dalam rapat kedua dengan mencocokkan namanama yang diusulkan bupati , mana yang disetujui dan mana yang dianulir, selanjutnya diserahkan kepada bupati. Dalam sebuah wawancara dengan salah satu media, pasca terpilih sebagai bupati Mamasa menuturkan bahwa tentunya, dalam memilih dan menempatkan posisi pejabat, melihat kemampuan dan latar belakang dengan jabatan yang akan diembannya. Meski tidak bisa dipungkiri bahwa dalam perombakan pejabat dan pembenahan birokrasi, juga tidak terlepas dari pengaruh politik saat pelaksanaan Pilkada Mamasa yang telah dimenangkannya. "Itu tidak bisa dipungkiri, tetapi yang lebih dikedepankan adalah kemampuan dan latar belakang calon pejabat yang akan dipromosikan Melalui gugatan ke PTUN Makassar, tanggal 12 Desember 2013, bahwa berdasarkan pertimbangan hukum tersebut diatas, maka menurut pendapat Pengadilan, Keputusan Tata Usaha Negara berupa Keputusan Bupati Mamasa Nomor : 821.2/1179/BKDD, tanggal 9 Oktober 2013 tentang Pemberhentian Dari Jabatan Struktural Pegawai Negeri Sipil Lingkup Pemerintah Kabupaten Mamasa sebagaimana termaktub dalam Daftar Lampiran Keputusan Bupati Mamasa Nomor : 821.2/1179/BKDD tertanggal 9 Oktober 2013, sepanjang menyangkut atas nama para Penggugat, telah melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku dan asas- asas Umum Pemerintahan yang baik, sehingga secara hukum dinyatakan batal. Dengan
demikian para penggugat dimutasi dengan eselon yang sama. Dampak yang terjadi dalam pengangkatan dan pemindahan jabatan struktural dengan cara mutasi atau pergantian jabatan struktural dalam lingkup organisasi (instansi) aparatur pemerintah daerah tanpa landasan hukum yang kuat akan mempengaruhi kinerja aparatur pemerintah daerah. Setelah di mutasi ke jabatan yang sekarang, beberapa pejabat struktural justru memiliki disipilin kerja menurun. Hal ini dapat dipahami melihat jabatan yang mereka tempati saat ini benar- benar jauh dari latar belakang pendidikan mereka. PEMBAHASAN Mutasi jabatan struktural pemerintahan daerah di kabupaten kabupaten Mamasa diawali dengan dinamika dalam proses pilkada pada tanggal 06 Juni 2013. Kampanye pemilihan kepala daerah diikuti tujuh pasang calo termasuk incumbent, Ramlan Badawi. Sebagai warga negara yang memiliki hak politik untuk memilih masing-masing kandidat yang dikehendaki, PNS termasuk yang menjabat dalam jabatan struktural pun memberikan hak suara mereka. Ramlan Badawi yang menjadi incumbent dalam pilkada tersebut ternyata mengguanakan posisinya untuk memenangkan kembali pilkada tersebut. Hal terbukti dengan dikeluarkannya SK bupati Mamasa yang menugaskan 53 PNS untuk menjadi tim kampanyenya. Namun dalam upaya mobilisasi PNS tersebut terdapat pula PNS yang tidak memilih Pasangan Ramlan Badawi. Sebagai konsekuensi terhadap pilihan yang berbeda tersebut, ketika Ramlan kembai terpilih, ia melakukan nonjob terhadap sebelas pejabat struktural yang dianggap tidak loyal terhadap kubuh Ramlan Badawi. Jabatan struktural adalah suatu kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang Pegawai Negeri Sipil dalam rangka memimpin suatu satuan organisasi negara. Jabatan struktural juga merupakan jabatan yang secara tegas ada dalam struktur organisasi.Jabatan struktural sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 100 Tahun 2000 adalah suatu kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang Pegawai Negeri Sipil dalam rangka memimpin 85
Heryanto
ISSN 2302-6340
suatu satuan organisasi negara. Jabatan struktural menurut Peratuan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 adalah suatu kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang Pegawai Negeri Sipil dalam rangka memimpin suatu organisasi Pelaksanaan pemilihan Kepala Daerah secara langsung saat ini berdampak negatif terhadap karier, jenjang kepangkatan dan jabatan PNS. karena untuk bisa diangkat menjadi pejabat struktural di daerah. PNS yang semestinya bekerja sesuai dengan sumpahnya ketika dilantik sebagai PNS dan/atau harus melaksanakan kewajiban sebaik-baiknya sebagai PNS dengan mengutamakan kepentingan negara di atas golongan. Dalam UU No 32 Tahun 2004, pegawai negeri sipil difungsikan sebagai alat pemersatu bangsa dalam arti setiap pegawai negeri sipil harus bersedia ditempatkan di seluruh Tanah Air di Republik Indonesia. Ketentuan ini diatur dalam dokumen yang harus ditandatangani sewaktu diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS).Sudah saatnya ada sangsi dan hukum yang tegas terhadap perilaku anomali dari PNS tersebut. Namun keadaan tidak akan pernah membaik apabila kesalahan ini hanya di bebankan pada PNS saja, sudah saatnya para Kepala Daerah memiliki komitment, etika, tanggung jawab dan jiwa kenegarawanan, dengan melakukan pembinaan secara baik dan benar tentang hak dan kewajiban PNS, jalankan dan dorong proses pengangkatan dan pemberhentian jabatan struktural di PNS sesuai dengan integritas, kompetensi dan profesional sehingga Pemerintah Daerah akan memiliki tenaga trampil dan handal yang berorientasi pada proses dan hasil yang optimal. Membangun system merit dalam birokrasi publik berarti menjadikan kompetensi dan kinerja sebagai ukuran utama penilaian aparatur negara. Ukuran ini harus dijadikan sebagai dasar dalam proses seleksi dan rekrutmen, remunerasi, hingga mutasi maupun promosi jabatan. Bukan sebaliknya berdasarkan pada hubungan-hubungan kekeluargaan, pertemanan, dan afiliasi politik. Kepegawaian negara hanya akan berfungsi secara profesional dan independen jika kompetensi dan kinerja menjadi dasar dalam semua pengukuran. Ini berarti pemerintah harus melakukan perombakan secara fundamental terhadap sistem kepegawaian negara (Prasojo, 2009).
Dalam seratus hari pertama masa kepemimpinan Ramlan Badawi, salah satu program yang dilakukan adalah mutasi jabatan, di lingkungan pemerintahan kabupaten Mamasa.Tercatat terdapat empat kali terjadi mutasi jabatan selama hampir dua tahun masa jabatan Ramlan Badawi-Victor Paotonan. Pada tanggal 9 Oktober 2013 , bupati Mamasa telah mengeluarkan surat keputusan yang dituangkan dalam Keputusan Bupati Mamasa Nomor : 821.2/1179/BKDD tentang Pemberhentian dari Jabatan Struktural Pegawai Negeri Sipil Lingkup Pemerintah Kabupaten Mamasa sebagaimana termaktub dalam Daftar Lampiran Keputusan Bupati Mamasa Nomor : 821.2/1179/BKDD tertanggal 9 Oktober 2013,yang memberhentikan dari Jabatan Struktural Pegawai Negeri Sipil Kabupaten Mamasa merupakan salah satu Kabupaten yang baru dan masih tergolong Kabupaten yang masih dalam tahap berkembang sehingga sumber daya manusia masih kurang. Berkaitan dengan ini, banyak spekulasi yang muncul dimana mutasi dan pengangkatan pegawai negeri sipil didasarkan pada balas jasa pemilukada yang lalu. Ada beberapa permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah daerah Kabupaten Mamasa yang berkaitan dengan sumber daya aparatur antara lain: Pertama setiap pengangkatan dan penempatan PNS selalu berujung pada pertimbangan politik artinya terdapat beberapa kepentingan politik atau yang didasarkan atas hubungan kekeluargaan (Nepotisme). Yang menarik dari mutasi tersebut di atas adalah adanya non job yang berujung pada adanya gugatan ke PTUN sebelum para pejabatpejabat tersebut dimutasi. Melihat fenomena tersebut tampaknya implementasi sistem mutasi jabatan struktural di Pemda Mamasa di-hadapkan pada berbagai permasalahan. Masalah tersebut antara lain sistem mutasi yang kurang baik, dimana pelaksanaan mutasi tidak melalui proses perencanaan dan analisis jabatan para pegawai. Di samping itu pelaksanaan sistem mutasi di Pemda Mamasa terkesan ada faktor politis sehingga terjadi jabatan yang tidak sesuai dengan kompetensi. KESIMPULAN DAN SARAN Dinamika politik yang terjadi dalam proses terjadinya mutasi jabatan struktural pemerintahan daerah kabupaten Mamasa diawali dengan pilkada 86
Pilkada, Mutasi, Mamasa
ISSN 2302-6340
kabupaten Mamasa tanggal 06 Juni 2013. Hasil penelitian menemukan bahwa Keputusan yang dikeluarkan merupakan sebuah keputusan yang bersifat politis. Terdapat tiga alasan yang penulis temukan dalam penelitian ini, yakni rentang waktu antara terpilihnya bupati Mamasa dengan kelurnya keputusan bupati Mamasa untuk melakukan nonjob terhadap sebelas pejabat struktural relative sangat singkat, pengakuan langsung dari bupati terpilih dalam sebuah wawancara tanggal 9 Oktober bahwa mereka dinonjob karena tidak bisa bekerja sama dengan bupati dan tidak mendukung bupati pada saat pilkada, hasil keputusan Pengadilan TUN Makassar yang menilai Keputusan Bupati Mamasa tentang Pemberhentian Dari Jabatan Struktural Pegawai telah melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku dan asas- asas Umum Pemerintahan yang baik, sehingga secara hukum dinyatakan batal. Dalam Pengangkatan dan pemindahan (mutasi) jabatan struktural aparatur pemerintah daerah hendaknya tidak terlalu cepat karena untuk melakukan pengawasan dan penilaian yang obyektif.
Heidjrachma dkk. (1990). Manajemen Personalia. Edisi Keempat. Yogyakarta, BPFE. Kartono K. (1988). Patologi Sosial, Rajawali, Cet 3, Jakarta. Kristiadi (1998). Pemberdayaan Birokrasi Dalam Pembangunan, Swadaya, Cet l, Jakarta. Mashur (2007). Tesis: Penetrasi politik dalam rekruitmen elit birokrasi ( Studi Kasus Penataan Jabatan Struktural di Kabupaten Kendal ) PASCA SARJANA UNIVERSITAS DIPONEGORO. SEMARANG . Moekijat (1999). Sumber Daya Manusia (Manajemen Kepegawaian). Cetakan Kedelapan,Mandar Maju, Bandung. Prasojo (2009) Reformasi Kedua (Melanjutkan Estafet Reformasi). Jakarta :Salemba Humanika. Simamora H. (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi ketiga, cetakan pertama. Yogyakarta : STIE YKPN. Siswanto (1987). Manajemen Tenaga Kerja: Ancaman dalam Pendayagunaan dan Pengembangan Unsur Tenaga Kerja. Bandung, Sinar Baru. Wahyono (1992). Praktek Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, Pustaka Sinar Harapan, Cet 2, Jakarta. Yudoyono (2001). Otonomi Daerah, Pustaka Sinar Harapan, Cet 2, Jakarta.
DAFTAR PUSTAKA Hasibuan M. (2007). Organisasi dan Motivasi Dasar Peningkatan Produktivitas, PT. Bumi Aksara, Jakarta.
87