IV. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini ditujukan sebagai riset kebijakan yang bersifat menyeluruh dan dalam skala besar dengan variabel yang banyak. Data sekunder yang digunakan pada penelitian ini dikeluarkan oleh instansi resmi. Data sekunder tersebut yaitu data Susenas dan Podes yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik Indonesia. Penelitian difokuskan pada agroekosistem dengan kriteria dan unit analisis mengikuti Susenas dan Podes. Terminologi yang digunakan dalam penentuan tipe biofisik agroekosistem ini mengacu pada terminologi yang digunakan BPS dalam Susenas dan Podes. Suatu lahan dikatagorikan sebagai lahan basah bila berpengairan lebih dari 75 persen, sedangkan katagori lahan campuran dan lahan kering berpengairan berturut-turut 25-75 persen dan kurang dari 25 persen. Penentuan dataran tinggi adalah dengan pendekatan topografi, yakni berada lebih dari 500 meter di atas permukaan laut. Agroekosistem dengan biofisik pantai/pesisir adalah desa yang memiliki wilayah yang berbatasan langsung dengan garis pantai/laut atau merupakan desa pulau dengan corak kehidupan rakyatnya tergantung pada potensi laut atau tidak bergantung pada potensi laut. Pada Susenas dan Podes, yang dimaksud dengan desa di dalam dan di tepi hutan yaitu desa yang termasuk di dalam hutan dan desa-desa yang berbatasan dengan hutan menurut undang-undang. Desa di dalam hutan adalah desa yang letaknya di tengah atau dikelilingi hutan. Sedangkan desa yang letaknya di tepi hutan atau di pinggir hutan atau berbatasan dengan hutan. Suatu kawasan disebut sebagai hutan adalah merujuk pada Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999. Pada Undang-undang ini disebutkan bahwa kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh Pemerintah
61
untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Kerangka kerja penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.
Mulai
Data PODES N =14.011
Data SUSENAS N= 53.200.353
Proses Penggabungan data Berdasarkan domisili
Data karakteristik Rumah Tangga per desa
Logistik Regresion
FGT
Model Rumah tangga Miskin dan Tidak Miskin
Regresi Analisis RT Miskin per Agroekosistem
Indikator Kemiskinan (P0,P1, dan P2) per Agroekosistem Uji proporsi Simulasi Kenaikan GK 110% dan GK 120%
Penciri Kemiskinan per Agroekosistem
Kerentanan Kemiskinan Elastisitas
Simulasi Kenaikan GK 110% dan GK 120% Perubahan Penciri Kemiskinan Peluang Jatuh Miskin
Pembahasan Tipologi, Kerentanan dan Penciri Kemiskinan per Agroekosistem
Implikasi Kebijakan
STOP
Gambar 4. Kerangka Kerja Penelitian
62
Analisis Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan
Analisis tipologi kemiskinan menurut agroekosistem ini tidak bersifat eksklusif bagi hutan, pantai/pesisir dan dataran tinggi; dalam pengertian suatu desa dapat masuk dalam lebih dari satu katagori; misalnya masuk pada kategori dataran tinggi, saat yang lain masuk pada katagori kawasan sekitar hutan. Dalam hal ini yang ingin dianalisis adalah karakteristik, kontribusi dan magnitut kondisi masing-masing
tipologi
kemiskinan
terhadap
tipologi
kemiskinan
secara
keseluruhan. Kondisi tersebut dilakukan sesuai dengan keterbatasan yang ada pada data Podes. Agroekosistem dalam Podes yang bersifat eksklusif adalah lahan basah, lahan kering dan lahan campuran; sehingga terhadap ketiga agroekosistem ini dapat dilakukan uji beda dan dapat diperbandingkan. 4.1. Metoda Analisis Data 1.
Menganalisis, menguji variabel-variabel yang menjadi penciri kondisi kemiskinan menggunakan metoda regresi logit. Menurut Agresti dan Finlay (1997), regresi logit dapat digunakan bila sebagian ataupun semua variabel penjelas bersifat katagorik. Model logistik dirancang untuk melakukan prediksi keanggotaan grup. Regresi logistik digunakan bila variabel-variabel prediktor merupakan campuran antara variabel diskrit dan kontinyu serta distribusi data yang digunakan tidak normal. Regresi logistik tidak memiliki asumsi normalitas atas variabel bebas yang digunakan dalam model. Maksudnya, variabel penjelas tidak harus memiliki distribusi normal, linear, memiliki varian yang sama dalam setiap grup.
2.
Variabel-variabel prediktor dalam regresi logistik bisa merupakan campuran dari variabel kontinyu, diskrit dan dikotomis.
3.
Regresi logistik bermanfaat digunakan bila distribusi respon atas variabel hasil diharapkan non linear dengan satu atau lebih prediktor.
63
Variabel-variabel prediktor pada penelitian ini digolongkan menjadi empat yaitu variabel sumberdaya manusia dan sosial (human and social capital), variabel modal fisik produktif (physical productive capital) dan variabel atau dimensi spasial serta variabel infrastruktur. Alasan pemilihan variabel ini sudah diuraikan pada bab terdahulu. Variabel independen disusun dalam bentuk nilai diskret, dimana semakin tinggi nilai diskret yang diberikan pada kategori suatu variabel menunjukan kualitas atau kondisi yang semakin baik. Variabel dependen adalah status kemiskinan rumahtangga Indonesia menurut metoda baku menggunakan pendekatan kebutuhan dasar. Variabel-variabel yang diduga menjadi penciri kemiskinan rumahtangga dapat dilihat secara rinci pada Tabel 1, sedangkan penciri kemiskinan infrastruktur fisik dan sosial dapat dilihat pada Tabel 2. Variabel ini disusun dalam bentuk diskret; untuk rumahtangga miskin diberikan nilai ”0” dan untuk rumahtangga tidak miskin diberikan nilai ”1”. Data yang digunakan adalah Susenas 2004 dan PODES 2003. Data Susenas dan Podes ini merupakan data terbaru yang dikeluarkan BPS ketika penelitian ini dimulai. Sama halnya dengan analisis penciri kemiskinan rumahtangga, kondisi kemiskinan dari sisi infrastruktur disusun dalam bentuk discrete tiap pilihan dari masing-masing variabel. Hubungan antara variabel-variabel dependen dengan variabel independen menggunakan analisis regresi Logit yang disebutkan oleh Ikhsan 1999) dan LPEM-UI (2001) sebagai metoda yang memberikan misclasification yang lebih rendah daripada metoda lain. Pengolahan data dilakukan dalam dua tahap yaitu pengolahan data awal yakni proses pemilihan variabel prediktor dan tahap lanjutan yakni proses pembentukan model dengan regresi.
64
Tabel 1. Variabel Rumahtangga No.
Variabel
A 1 2
Profil Umum Kepala Rumahtangga Jenis kelamin kepala keluarga Usia kepala keluarga Ratio ketergantungan (dependency ratio) (jml anggota keluarga 0-14th + usia 65+ Th/Usia, 15-64 tahun)
3
B 4
Kondisi Fisik Rumahtangga Jenis atap terluas
5
Jenis dinding
6 7 8
Janis lantai Luas lantai per kapita Akses air minum
9
Tempat pembuangan air besar
10
Jenis kloset
11
Tempat pembuangan akhir tinja
12 C 13
14
Indikator
Sumber penerangan Kondisi Kesehatan Rumahtangga Ketersediaan jaminan pembiayaan untuk kesehatan untuk berobat jalan/inap Penggunaan alat kontrasepsi bagi wanita berstatus kawin di rumah tangga
1= ≥ 5; 2 = 2-4; 3 = 0-1
1= Sirap/ijuk; 2= Beton/genteng/ seng/asbes/lainnya 1= Bambu; 2= Tembok/kayu/lainnya Tembok/kayu/lainnya 1= Tanah; 2=Bukan tanah 1= ≤10 m2; (2) >10M2 1= Tidak aman (lawan dari kode 2) 2= Aman (air kemasan/leding/ Pompa/sumur dan mata air Terlindung dan jarak terhadap tempat pembuangan >10m 1= Tidak punya ; 2= bersama/umum 3= Sendiri 1=Tidak pakai/tidak punya 2= Plengsengan/cemplung 3= Leher angsa 1= Kolam/sawah/sungai/danau/ Lobang Kebun; 2= Tangki 1= Non-listrik, 2= Listrik
1=Tidak punya 2=JPKM/Dana Sehat/Kartu sehat Askes/astek/jamsostek/kantor 1=Tidak pakai/cara tradisional 2= Pakai dengan cara modern 1= Tidak berobat jalan; 2= Pengobatan tradisional; 3= Tenaga/ fasilitas Modern (Dokter, RS, Puskesmas, Poliklinik, Petugas Kesehatan
15
Akses ke fasilitas kesehatan bagi anggota keluarga sewaktu sakit
D 16 17
Kondisi Pendidikan Rumahtangga Rata-rata lama sekolah kepala keluarga Jenjang pendidikan tertinggi kepala Keluarga Angka melek huruf latin kepala Keluarga
18
1= Perempuan; 2=Laki-laki 1= ≤ 50 th; 2 = 20-49 th
65
1= <6; 2= 6-8; 3= 9+ 1= Tidak pernah sekolah; 2=SD 3=SMP; 4 = SMU + 1=Tidak Bisa; 2=Bisa
Tabel 1. Lanjutan No.
Variabel
E 19 20
Kondisi Ekonomi Rumahtangga Kegiatan bekerja kepala keluarga Persentase anggota keluarga yang bekerja
21 22
Persen anggota keluarga dengan status pengangguran terbuka Jumlah jam kerja seminggu kepala keluarga
23
Kepala keluarga bekerja di sektor pertanian
24
Kepala keluarga bekerja sebagai pekerja bebas pertanian Kepala keluarga bekerja sebagai pekerja tidak dibayar Kepala keluarga bekerja di sektor informal (self employed + unpaid family worker) Pendapatan per kapita anggota keluarga yang bekerja
25 26 27
Indikator
28
Persen pengeluaran untuk makanan
29 30
Persen pengeluaran untuk pendidikan Persen pengeluaran untuk kesehatan
F 31 32 33
Faktor Spasial Tinggal didaerah pantai/pesisir (PANTAI) Tinggal didaerah dataran tinggi (DTRNTG) Tinggal didaerah dataran lahan basah / dataran + pengairan di atas 75% (LHNBSH) Tinggal di daerah dataran lahan kering / dataran + pengairan kurang dari 25 % (LHNKRG) Tinggal di daerah campuran / dataran + pengairan antara 25% sampai 75% (LHNCPR) Tinggal di kawasan sekitar hutan Tinggal di Daerah Aliran Sungai/lembah
34
35
36 37
1= Tidak bekerja; 2 = Bekerja 1= 0%; 2 = 0.1%-20% 3= 20.1%-50%; 4 = 50%+ 1= ≥ 50%; 2 = <50% 1= Tidak bekerja atau ≤35 jam; 2= >35jam 1=Ya (termasuk yang tidak kerja) 2=Tidak 1=Ya (termasuk yang tidak kerja) 2=Tidak 1=Ya (termasuk yang tidak kerja) 2=Tidak 1=Ya; 2=Tidak 1=≤ 50%*PovLine 2= 50.1%-75%*PovLine 3= 75.1%-125%*PovLine 4= >125%*PovLine 1= ≥75%; 2= 50-75% 3= 25-50%; 4= ≤25% 1= <10%; 2= 10-20%; 3= 20%+ 1= <10%; 2= 10-20%; 3= 20%+
1= Ya; 2 = Tdk 1= Ya; 2 = Tdk 1= Ya; 2 = Tdk 1= Ya; 2 = Tdk
1= Ya; 2 = Tdk
1= Ya; 2 = Tdk 1= Ya; 2 = Tdk
4.1.1. Pengolahan Data Awal Pertama, memilih beberapa variabel dari Susenas yang akan dimasukkan ke analisis lanjutan. Membuat beberapa katagori baru untuk masing-masing
66
variabel sesuai dengan daftar variabel yang sudah dibuat sebelumnya. Satuan pengolahan data adalah rumahtangga, jadi segala informasi mengenai individu ditransfer ke data rumahtangga, seperti umur kepala keluarga, akses ke fasilitas kesehatan untuk anggota rumahtangga, jenjang pendidikan kepala rumahtangga dan sebagainya. Sedangkan informasi rumahtangga tidak perlu ditransfer karena satuan pengolahan adalah rumahtangga, misalnya jenis atap, dinding, lantai rumahtangga, persen pengeluaran pendidikan, kesehatan, pengeluaran per kapita dan sebagainya. Kedua, memilih beberapa variabel dari Podes yang akan dimasukkan ke analisis lanjutan. Membuat beberapa katagori baru untuk variabel Podes yang terpilih. Variabel-variabel Podes satuannya adalah desa. Ketiga, menggabungkan variabel-variabel terpilih dari data Susenas dan Podes. Satuan pengamatan Podes adalah desa, jadi diasumsikan bahwa satu informasi dari satu desa di Podes akan berlaku untuk semua rumahtangga di Susenas yang tinggal di desa tersebut. Misalkan, jenis permukaan jalan di satu desa adalah aspal, maka diasumsikan bahwa rumahtangga tersebut mempunyai akses jalan aspal. 4.1.2. Pengolahan Data Lanjutan Pengolahan data lanjutan berhubungan dengan metode komputasi statistika seperti yang diterangkan dalam metode penelitian. Ada dua tahap penghitungan yaitu: Pertama, memilih beberapa variabel yang digunakan dalam pembuatan model dengan menggunakan metode Regresi Logistik, dengan pemilihan variabel-variabel independen menggunakan prosedur stepwise.
67
Tabel 2. Variabel Infrastruktur Fisik dan Sosial
No
Variabel
Indikator
A.
Sumber penghasilan sebagian besar penduduk
Kehutanan; pertanian tanaman pangan; hortikultura; peternakan; perkebunan; perikanan; pertanian lain-lain; pertambangan; industri; perdagangan; sektor lain-lainnya
B
Bahan Bakar Yang digunakan sebagian besar Rumahtangga
Gas Kota/LPG=3; Minyak Tanah=2; Kayu Bakar=1
C
Tempat Buang Sampah Sebagian Besar Rumahtangga
Tempat Pembuangan sampah=3; Dalam Lubang/bakar=2; Sungai=1
D
Tempat Buang Air Besar Sebagian Besar Rumahtangga
Jamban sendiri milik rumah tangga=4; jamban bersama=3; Jamban umum=2; tidak ada jamban/non jamban=1
E
Saluran Pembuangan Limbah Cair/Air Kotor
Saluran lancar = 4; saluran tidak lancar=3; Saluran menggenang=2; tidak ada saluran =1
F
I
Sumber Air Minum/Memasak Sebagian Besar Rumahtangga Sumber Air Mandi/Cuci Sebagian Besar Rumah Tangga Lalu Lintas Sebagian Besar Rumahtangga Jenis Permukaan Jalan Terluas
J
Fasilitas Pendidikan
K L
Fasilitas Kesehatan Transportasi dan Komunikasi
Pam=1, pompa=2; sumur=3; mata air =4; sungai=5; lainnya: embung, waduk=6 Pam=1, pompa=2; sumur=3; mata air =4; sungai=5; lainnya: embung, waduk=6 Melalui air/sungai=3; melalui darat =2; melalui udara=1 Aspal=4; Batu=3; Tanah=2; Jalan lainlain =1 SD Negeri dan sederajat=4; SD Swasta dan sederajat=3; SLTP Negeri Sederajat=2; SLTP swasta dan sederajat=1 Puskesmas=2; posyandu=1 RT sbgn besar mempunyai kendaraan mesin roda 4 ; RT sbgn besar mempunyai kendaraan mesin roda 2atau 3; RT sbgn besar mempunyai telepon rumah tangga; RT sbgn besar mempunyai TV
M
Sosial Kemasyarakatan
N
Faktor Resiko Bencana Alam
O
Faktor Gangguan Lingkungan Hidup
P
Faktor Penyakit/Wabah Penyakit
G H
PKK=1; arisan, jumpitan=2; perkumpulan organisasi petani (P3A, Klp Tani, Klp usaha=3) Gempa bumi=1, Tanah longsor=2; Banjir=3 Pencemaran air=1; pencemaran udara dan bau =2; pencemaran suara=3 Kasus busung lapar/HO/kurang gizi/marasmus; Muntaber/diare; Demam Berdarah; Infeksi Saluran Pernafasan; Lainnya
68
Kedua, adalah menggunakan variabel terpilih untuk membuat fungsi regresi konsumsi per kapita dengan variabel-variabel terpilih hasil regresi logistik. Untuk tahap kedua ini, peubah bebas yang terpilih harus dibuat dummy karena semua peubah bebas bersifat kategorik Penghitungan indikator kemiskinan menggunakan FGT index; yang diukur adalah headcount index, poverty gap index dan poverty severity index yaitu:
Pα =
α
z − yi ∑ i = 1 z n
1
q
dimana: α = 0,1,2; adalah parameter yang menyatakan ukuran sensitivitas kedalaman dan keparahan kemiskinan. Semakin besar α semakin besar pula timbangan yang diterapkan untuk mengukur keparahan dari insiden kemiskinan yi = nilai rata-rata pengeluaran konsumsi per kapita/bulan dari penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan; dimana i = (1,2,....q) untuk semua yi
69
α=1 adalah rata-rata kedalaman kemiskinan (yang dinyatakan sebagai proporsi terhadap garis kemiskinan); jika α=1 maka P1= (1/n)Σ(zyi/z)1. Misalkan P1=0,15; ini berarti bahwa gap (kesenjangan)antara total penduduk miskin terhadap Garis Kemiskinan, jika dirataratakan terhadap seluruh rumahtangga (baik miskin maupun tidak miskin), adalah 15 pesen. P1/Po = 1/q Σ(z-yi/z) adalah rata-rata kedalaman kemiskinan sebagai proporsi dari garis kemiskinan. α=2 adalah suatu ukuran yang dalam beberapa hal sensitif terhadap perubahan distribusi pendapatan/pengeluaran diantara penduduk miskin. Kerentanan penduduk miskin jatuh ke bawah garis kemiskinan dihitung dengan melihat laju perubahan dengan simulasi kenaikan garis kemiskinan 10 persen dan 20 persen dari garis kemiskinan versi BPS. Elastisitas indikator kemiskinan meliputi insiden, kedalaman dan keparahan kemiskinan terhadap garis kemiskinan dilakukan untuk tiap agroekosistem. Elastisitas indikator kemiskinan (P0,1,2 ) terhadap Garis Kemiskinan didefinisikan sebagai perubahan indikator kemiskinan dibandingkan dengan perubahan garis kemiskinan. Dengan mengadopsi rumus elastisitas dalam Pindyck dan Rubinfeld (2001), maka :
Ep = (%∆Pi) / (%∆GK) atau (∆Pi/Pi) / (∆Gk/Gk ) dimana: Ep = elastisitas indikator kemiskinan Pi = indikator kemiskinan; dengan i = 0,1,2 berturut-turut adalah indsiden, kedalaman dan keparahan kemiskinan. Gk = Garis Kemiskinan
70
Insiden, kedalaman dan keparahan kemiskinan dikatakan elastis bila nilainya lebih besar daripada satu (>1) dan disebut tidak elastis bila nilainya ≤1. Estimasi kerentanan terhadap variabel kemiskinan berdasarkan garis kemiskinan menghasilkan kemiskinan kronis dan tidak kronis. Kemiskinan kronis merupakan kondisi dibawah garis kemiskinan yang mempunyai peluang lebih kecil daripada 0,5 untuk meningkatkan pendapatannya melampaui garis kemiskinan; sementara yang mempunyai peluang lebih besar dari 0,5 disebut sebagai kemiskinan tidak kronis. Pendekatan yang digunakan yaitu batas atau garis kemiskinan versi BPS. Parameter variabel bebas merupakan probabilitas penduduk jatuh pada garis kemiskinan
akibat
pengaruh
pengeluaran konsumsi.
masing-masing
variabel
bebas
terhadap
Metode estimasi kemiskinan diadopsi dari Chaudhuri
(2001) dengan model sebagai berikut:
Ln Ch = β X h + єh dimana: Ch = pengeluaran konsumsi rumahtangga h X h = bundel karakteristik rumahtangga yang dapat diamati, mencakup variabel-variabel independen sebagaimana telah diterapkan di atas. β
= vektor parameter
єh = faktor pengganggu yang berkontribusi terhadap konsumsi rumahtangga. Probabilitas rumahtangga dengan karakteristik Xh menjadi miskin dapat diketahui dari besaran vektor parameter untuk masing-masing karakteristik. Pengeluaran konsumsi rumahtangga diukur per kapita dengan membagi pengeluaran rumahtangga dengan dependen atau jumlah anggota keluarga yang
71
ditanggung oleh kepala keluarga. Hal ini untuk menghindari bias pengeluaran antara rumahtangga dengan perbedaan jumlah tertanggung. Karena garis kemiskinan dihitung per kapita, maka kembali dilakukan transfer dengan mengalikan jumlah anggota keluarga dalam rumahtangga. Logaritma terhadap pengeluaran digunakan karena rentang pengeluaran rumahtangga sangat besar yakni berkisar antara Rp. 12 925 sampai dengan Rp.
32
467
788.
Asumsi
yang
digunakan
adalah
bahwa
penduduk
membelanjakan semua pendapatannya pada bundel yang tercakup dalam batas miskin,
dan
multidimensi
kemiskinan
dikonversikan
dalam
pengeluaran
penduduk; baik untuk kesehatan, maupun untuk pendidikan dan perbaikan lingkungannya. Parameter-parameter persamaan tersebut di atas akan diestimasi dengan pendekatan
Logit
dengan
menggunakan
metoda
Maximum
Likelihood
Estimation. Dengan demikian, model yang akan dikembangkan adalah model kemiskinan menurut agroekosistem. Uji proporsi untuk menguji perbedaan insiden kemiskinan antar agroekosistem (yang bersifat eksklusif) dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
χ
2
=
∑ i
ο − e e i
2
i
i
dimana: Oi = frekwensi pengamatan .
ei = frekwensi harapan
4.2. Jenis dan Sumber Data Data yang diolah adalah pengeluaran konsumsi rumahtangga dan karakteristiknya bersumber dari data hasil Susenas yang dikeluarkan oleh Badan
72
Pusat Statistik. Data karakteristik desa menggunakan data pada Potensi Desa yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik sebagai berikut: 1. Susenas Kor Tahun 2004 Informasi yang diperoleh dari Susenas adalah informasi karakteristik rumah tangga antara lain: kondisi fisik, kondisi kesehatan, kondisi pendidikan, dan keadaan ekonomi rumah tangga. Data Susenas 2004 dipilih karena data ini adalah data terbaru pada saat pengolahan data ini berlangsung. 2. Potensi Desa Tahun 2003 Informasi yang diperoleh dari Podes 2003 adalah informasi karakteristik desa di mana rumah tangga tinggal. Informasi tersebut antara lain: informasi berbagai fasilitas desa, kegiatan sosial-ekonomi desa, dan sejarah desa terhadap bencana alam. 3. Garis Kemiskinan Tahun 2004 Garis
Kemiskinan
menggunakan
73
Garis
Kemiskinan
tahun
2004.