DIPA FKIP
ISU MUTHAKIR BERSINERGI MODEL VALUE CLARIFICATION TECHNIQUE SEBAGAI REVITALISASI PEMBELAJARAN NILAI DALAM PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS
Oleh : Dr. Winarno, S.Pd, M.Si, dkk
Abstrak Penelitian bertujuan menganalisis secara intrinsik muatan nilai dan moral Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Pendidikan Kewarganegaraan SMA yang mendukung Pendidikan Karakter, merancang model pembelajaran Value Clarification Technique berdasar isu-isu muthakir dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang berorientasi Pendidikan Karakter, mengetahui dampak penggunaan model Value Clarification Technique berdasar isu-isu muthakir terhadap hasil belajar siswa. Penelitian dilaksanakan di Kota Solo dengan sasaran SMA menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, pengambilan sampel secara purposive, dan dianalisis dengan interaktif mengalir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara intrinsik muatan nilai dan moral terdapat pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Pendidikan Kewarganegaraan SMA dan mendukung Pendidikan Karakter, model pembelajaran Value Clarification Technique berdasar isu-isu muthakir dapat diimplementasikan pada pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang berorientasi Pendidikan Karakter, dampak penggunaan model Value Clarification Technique berdasar isu-isu muthakir terhadap hasil belajar siswa sangat baik ditandai dengan hasil pre tes dan pos tes. Kata Kunci : VCT,Isu muthakir,pembelajaran nilai. Pendahuluan Paradigma pendidikan demokrasi melalui Pendidikan Kewarganegaraan yang perlu dikembangkan dalam lingkungan sekolah adalah pendidikan 1
demokrasi yang bersifat multidimensional atau bersisi jamak (Udin, 2009). Sementara itu muatan isi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan Pancasila dan UUD 1945. Tujuan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah Menengah Atas adalah mengembangkan kemampuan kepada peserta didik dalam berpikir kritis,rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan. Struktur kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan Sekolah Menengah Atas meliputi subtansi pembelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama tiga tahun mulai kelas X sampai kelas XII. Struktur kurikulum tersebut disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan dan standar kompetensi mata pelajaran. Pada sisi lain Pendidikan Kewaganegaraan juga mengembangkan pendidikan nilai dan sikap (Udin, 2009). Pendidikan nilai adalah suatu proses dalam upaya membantu siswa mengekspresikan nilai-nilai yang ada melalui pengujian kritis, sehingga peserta didik dimungkinkan untuk meningkatkan atau memperbaiki kualitas berpikir serta perasaannya (Ine Kusuma, 2010). Sementara itu Pendidikan karakter dalam konteks Pendidikan Kewarganegaraan adalah pengembangan karakter bangsa karena sesungguhnya pembangunan bangsa dan pembangunan karakter merupakan dua hal utama yang harus dilakukan (Dasim, 2010). Meskipun sudah dilakukan melalui berbagai upaya, pembangunan karakter bangsa belum terlaksana secara optimal dan berpengaruh terhadap karakter baik warga negara secara signifikan. Fakta yang ditunjukkan adalah banyak manusia Indonesia yang tampil penuh pamrih, tidak tulus ihklas, senang yang semu (Dasim, 2010). Sikap tersebut termanifestasikan pada perilaku tidak toleran, korupsi, senang menghujat, dan anarki. Salah satu penyebab Pendidikan Karakter dan penanaman nilai tidak berjalan efektif, karena tidak ditemukannya sosok keteladanan dari pimpinan pemerintahan dan elit politik (Kompas, 3 Mei 2
2011). Akibatnya, siswa berpandanga, pendidikan karakter dan nilai kebangsaan hanya sekedar wacana. Untuk paham baru mereka cenderung meyakini paham yang bertolak belakang dengan karakter bangsa seperti nilai nasionalisme, patriotisme, dan pluralisme. Kegagalan siswa menghayati nilai kejujuran, pengorbanan kepada sesama, dan toleransi serta banyaknya mahasiswa atau siswa yang terpengaruh paham yang mengancam Negara Kesatua Republik indonesia menunjukkan landasan pendididkan karakter masih rapuh. Kondisi
rapuhnya
karakter
perlu
segera
diatasi.
Pendidikan
Kewarganegaraan yang memiliki posisi strategis dalam mengembangkan Pendidikan karakter melalui muatan nilai dan moral yang ada perlu dikuatkan. Penguatan bisa dilakukan melalui kajian intrinsik muatan nilai dan moral, serta model pembelajaran inovatif yang mendukungnya dengan menggunakan isu aktual. Permasalahan 1. Bagaimana menganalisis secara intrinsik muatan nilai dan moral Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Pendidikan Kewarganegaraan SMA yang mendukung Pendidikan Karakter. 2. Bagaimanakah merancang model pembelajaran Value Clarification Technique berdasar isu-isu muthakir dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang berorientasi Pendidikan Karakter. 3. Bagaimana dampak penggunaan model Value Clarification Technique berdasar isu-isu muthakir terhadap hasil belajar siswa. Tinjauan Pustaka 1. Pembelajaran Model Value Clarification Technique Prinsip konstruktivitis seorang pengajar berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar murid berjalan dengan baik( Paul Suparno, 1997). Sementara itu pendekatan kontekstual merupakan pendekatan yang dapat mengaitkan konten kurikulum yang dipelajari pebelajar dengan kehidupan nyata atau riil dari peserta didik atau pebelajar itu sendiri 3
(Nurhadi, 2003). Hal tersebut dapat diartikan dengan mengaitkan antara teori dan keadaan riil akan mempermudah pebelajar menguasai suatu kompetensi. (http://rbaryans.wordpress.com/2007/08/01/hakikat-pembelajaran-kontekstual/) diakses tanggal 20 April 2011. Sementara itu model VCT memiliki langkah-langkah seperti yang ditunjukkan John Jarolimek dalam Udin (2009) .Langkah pembelajaran dengan Value clarification technique (VCT) dalam 7 tahap yang dibagi ke dalam 3 tingkat,
setiap
tahapan
dijelaskan
sebagai
berikut.
Kebebasan Memilih, Pada tingkat ini terdapat 3 tahap, yaitu: (1) Memilih secara bebas, artinya kesempatan untuk menentukan pilihan yang menurutnya baik. Nilai yang dipaksakan tidak akan menjadi miliknya secara penuh; (2) Memilih dari beberapa alternatif. Artinya, untuk menentukan pilihan dari beberapa alternatif pilihan secara bebas; (3) Memilih setelah dilakukan analisis pertimbangan konsekuensi
yang
akan
timbul
sebagai
akibat
pilihannya.
Menghargai, Terdiri atas 2 tahap pembelajaran, yaitu; (1) Adanya perasaan senang dan bangga dengan nilai yang menjadi pilihannya, sehingga nilai tersebut akan menjadi bagian dari dirinya; (2) Menegaskan nilai yang sudah menjadi bagian
integral
dalam
dirinya
di
depan
umum.
Berbuat, Pada tahap ini, terdiri atas 2 tahap, yaitu; (1) Kemauan dan kemampuan untuk mencoba melaksanakannya (2) Mengulangi perilaku sesuai dengan nilai pilihannya. VCT menekankan bagaimana sebenarnya seseorang membangun nilai yang menurut anggapannya baik, yang pada gilirannya nilai-nilai tersebut akan mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehai-hari di masyarakat. Dalam praktik pembelajaran, VCT dikembangkan melalui proses dialog antara guru dan siswa. Proses tersebut hendaknya berlangsung dalam suasana santai dan terbuka, Sehingga setiap siswa dapat mengungkapkan secara bebas perasaannya. 2. Pendidikan Kewarganegaraan dan Pembelajaran Nilai Berorientasi Karakter 4
Standar isi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (2006) menunjukkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan memiliki visi, misi, tujuan, dan ruang lingkup serta isi. Visi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah terwujudnya suatu mata pelajaran yang berfungsi sebagai sarana pembinaan watak bangsa (nation and character building) dan pemberdayaan warga negara. Adapun misi mata pelajaran adalah membentuk warga negara yang baik, yakni warga negara yang sanggup melaksanakan hak dan kewajibannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945. Adapun tujuan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah mengembangkan kompetensi sebagai berikut: 1). Memiliki kemampuan berfikir secara rasional, kritis, dan kreatif, sehingga mampu memahami berbagai wacana kewarganegaraan; 2). Memiliki keterampilan intelektual dan keterampilan berpartisipasi secara demokratis dan bertanggung jawab; 3). Memiliki watak dan kepribadian yang baik, sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. UdinWinataputra (2008) mengkaji bahwa rumusan tujuan tersebut sejalan dengan aspek-aspek kompetensi yang hendak dikembangkan dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Aspek-aspek kompetensi tersebut mencakup pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic skills), dan watak atau karakter kewarganegaraan (civic dispositions). Hal tersebut analog dengan konsep Benjamin S. Bloom tentang pengembangan kemampuan siswa yang mencakup ranah kognitif, psikomotor, dan afektif. Aspek kompetensi pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge) menyangkut kemampuan akademik-keilmuan yang dikembangkan dari berbagai teori atau konsep politik, hukum dan moral. Dengan demikian, mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan bidang kajian multidisipliner. Secara lebih terperinci, materi pengetahuan kewarganegaraan meliputi pengetahuan tentang hak dan tanggung jawab warga negara, hak asasi manusia. prinsip-prinsip dan proses demokrasi, lembaga pemerintah dan non-pemerintah, identitas 5
nasional, pemerintahan berdasar hukum (rule of law) dan peradilan yang bebas dan tidak memihak, konstitusi, serta nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat. Keterampilan
kewarganegaraan
(civic
skills)
meliputi
keterampilan
intelektual (intellectual skills) dan keterampilan berpartisipasi (participatory skills) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Contoh keterampilan intelektual adalah keterampilan dalam merespon berbagai persoalan politik, misalnya merancang dialog dengan DPRD. Contoh keterampilan berpartisipasi adalah keterampilan menggunakan hak dan kewajibannya di bidang hukum, misalnya segera melapor kepada polisi atas terjadinya kejahatan yang diketahui. Watak/ karakter kewarganegaraan (civic dispositions) sesungguhnya merupakan dimensi yang paling substantif dan esensial dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Dimensi watak/ karakter kewarganegaraan dapat dipandang sebagai “muara” dari pengembangan kedua dimensi sebelumnya. Dengan memperhatikan visi, misi, dan tujuan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. karakteristik mata pelajaran ini ditandai dengan penekanan pada dimensi watak, karakter, sikap dan potensi lain yang bersifat afektif. Dengan demikian, seorang warga negara pertama-tama perlu memiliki pengetahuan kewarganegaraan yang baik, terutama pengetahuan di bidang politik, hukum, dan moral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Selanjutnya seorang warga negara diharapkan memiliki keterampilan secara intelektual maupun secara partisipatif dalam kehidupan berbangsa dan negara. Pada akhirnya, pengetahuan dan keterampilannya itu akan membentuk suatu watak atau karakter yang mapan, sehingga menjadi sikap dan kebiasaan hidup sehari-hari. Watak, karakter, sikap atau kebiasaan hidup sehari-hari yang mencerminkan warga negara yang baik itu misalnya sikap religius, toleran. jujur, adil, demokratis, menghargai perbedaan, menghormati hukum, menghormati hak orang lain, memiliki semangat kebangsaan yang kuat, memiliki rasa kesetiakawanan sosial (Depdiknas, 2006).
6
Temuan Ali Ibrahim Akbar (2009), praktik pendidikan di Indonesia cenderung lebih berorentasi pada pendidikan berbasis hard skill (keterampilan teknis) yang lebih bersifat mengembangkan intelligence quotient (IQ), namun kurang mengembangkan kemampuan soft skill yang tertuang dalam emotional intelligence (EQ), dan spiritual intelligence (SQ). Pembelajaran diberbagai sekolah bahkan perguruan tinggi lebih menekankan pada perolehan nilai hasil ulangan maupun nilai hasil ujian. Banyak guru yang memiliki persepsi bahwa peserta didik yang memiliki kompetensi yang baik adalah memiliki nilai hasil ulangan/ujian yang tinggi. Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”. Pada sisi lain Tadkiroatun Musfiroh (UNY, 2008), karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia (Yahya, 2010) Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah: cinta kepada Allah dan ciptaann-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari: dapat dipercaya, rasa 7
hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada nilainilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri (Dasim, 2010) Berdasarkan grand design yang dikembangkan Kemendiknas (2010), secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosialkultural tersebut dapat dikelompokkan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development) , Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development) yang secara diagramatik dapat digambarkan sebagai berikut:
Pada sisi lain makin lengkap komponen moral dimiliki manusia, maka akan makin membentuk karakter yang baik atau unggul/tangguh seperti gambaran berikut:
8
DIRI SENDIRI
SESAMA
CHARACTER
NilaiNilai
Moral Action
NilaiNilai
Moral Feeling
KEBANGSAAN
LINGKUNGAN
NilaiNilai
Keterkaitan komponen moral dalam pembentukan karakter Pendidikan karakter secara terintegrasi di dalam proses pembelajaran adalah pengenalan nilai-nilai, fasilitasi diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai, dan penginternalisasian nilai-nilai ke dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari melalui proses pembelajaran baik yang berlangsung di dalam maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran. Pada dasarnya kegiatan pembelajaran, selain untuk menjadikan peserta didik menguasai kompetensi (materi) yang ditargetkan, juga dirancang dan dilakukan untuk menjadikan peserta didik mengenal, menyadari/peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai dan menjadikannya perilaku.
9
Berikut
Distribusi Nilai-Nilai Utama ke Dalam Mata Pelajaran
Pendidikan kewarganegaraan
Mata Pelajaran
PKn
Nilai Utama
Nasionalis, patuh pada aturan sosial, demokratis, keragaman,
jujur, sadar
menghargai
akan
kewajiban diri dan orang lain
10
hak
dan
Hasil Penelitian Pendidikan Nilai, adalah suatu proses dalam upaya membantu siswa mengeksprsikan nilai-nilai yang ada melalui pengujian kritis, sehingga peserta didik dimungkinkan untuk meningkatkan atau memperbaiki kualitas berpikir serta perasaannya. Proses tersebut adalah sebagai berikut. 1.
Identifikasi (akulturasi) nilai-nilai personal dan nila sosial.
2.
Inquiry rasional dan filosofis terhadap inti nilai tersebut.
3.
Respons afektif dan emotif terhadap inti nilai tersebut.
4.
Pengambilan keputusan yang dihubungkan dengan inti nilai berdasarkan respon-respon tersebut (Ine Kusuma & Markum Susatim). Pendidikan mengupayakan seseorang memiliki bentuk kepribadian yang utuh,
mantap, matang dan produktif dalam pengertian seseorang yang paripurnaharmoni atau manusia Indonesia seutuhnya. Kepribadian utuh, matang, mantap dan produktif, dalam konteks kepribadian yang terorganisir, terintegrasi, matang dan normal; aspek afektif, perkembangan intelektual dan sosial volitional dalam pemahaman kajian nilai (agama dan budaya yang memayungi nilai kemanusiaan, nilai iptek, nilai politik, nilai seni, nilai kesehatan dan nilai ekonomi) sebagai inti hidup dan filsafat. Pendidikan berbasis nilai mencakup keseluruhan aspek sebagai alternative pengajaran atau bimbingan kepada peserta didik, agar menyadari nilai kebenaran, kebaikan dan keindahan, melalui proses pertimbangan nilai yang tepat dan pembiasaan bertindak yang konsisten. Materi PKn dengan model pendidikan berbasis nilai yang sistemik, merupakan upaya alternative yang diperlukan peserta didik dalam rangka menghadapi tantangan globalisasi serta dinamika kehidupan kini dan pada masa yang akan datang. Pada era globalisasi yang dipenuhi dengan persaingan ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan nilai melalui materi PKn diperlukan guna menangkal 11
kesemrawutan (chaos – menurut John Briggs dan David Peat) krisis multi dimensional. Manusia memerlukan kematangan moral dan intelektual, kecerdasan intelektual dalam mengkritisi berbagai wacana pemikiran
yang muncul ke
permukaan, kematangan emosional untuk dapat hidup kooperatif sekaligus kompettif yang didasarkan atas jalinan sosial yang harmonis dan kematangan spiritual sebagai perwujudan ikatan transcendental antara dirinya dengan sang pencipta. Kematangan tersebut dilatih, diajar dan dididik melalui materi PKn dengan model pendidikan berbasis nilai. Pendidikan nilai dalam materi PKn, diharapkan mampu melahirkan warga negara Indonesia yang seutuhnya, sebagaimana diungkapkan Gogan (1998) dalam Djahiri (2002:92), sebagai warga negara yang memiliki sejumlah ciri utama, yaitu sebagai berikut. (1) Rasa kepribadian/jati diri mandiri (a sense of identity), baik sebagai insane ilahiah, sosial, amupun kebangsaan; ciri mandiri ini dapat dilihat dari berbagai dimensi (geografi, etnis dan agama), serta mampu menuju kehidupan yang globalistik. (2) Rasa nikmat akan sejumlah haknya baik legal, political, dan socio-economical rights, serta menjalankan secara baik dan benar. (3) Rasa tanggung jawab akan kewajiban-kewajiban (obligation) yang menjadi keharusannya, sehingga selalu menjaga keseimbangan antara kepentingan public dengan privat, serta menjelmakan tanggung jawab (renponsibility) menjadi kewajiban (obiligation) dan tugas keharusan (duties). (4) Minat dan keterlibatan akan public affairs (kepentingan umum) sehingga siap, mau dan mampu berpatisipasi secara aktif, kreatif, positif/konstruktif, dan demokratis. (5) Kemampuan untuk menyerap/menerima nilai-nilai dasar kemasyarakatan (basic society values); sehingga mampu menjalin dan membina kerjasama, kejujuran, kedamaian, serta rasa cinta dan kebersamaan dalam mempersiapkan hari esok (futuristic orientation).
12
Adapun diterima atau diitolaknya informasi baru tentang nilai, tergantung dari faktor-faktor sebagai berikut. a.
Bagaimana informasi itu diperkenalkan (proses input).
b.
Oleh siapa informasi itu disampaikan (hal ini berhubungan dengan kredibilitas si pembawa).
c.
Dalam kondisi yang bagaimana informasi itu disampaikan atau diterima.
d.
Tingkat disonansi kognitif, yang terjadi akibat informasi baru tersebut (yaitu tingkat dari sifat konflik yang terjadi dengan kepercayaan yang telah ada).
e.
Level penerimaan individu, yaitu motivasi individu untuk berubah.
f.
Level kesiapan individu untuk menerima informasi baru, serta merubah tingkah lakunya (tahap kematangan individu serta kekayaan pengalaman masa lalunya).
Bila digambarkan, konsep informasi baru melalui proses komunikasi inputoutput adalah seperti di bawah ini.
Input “A”
Internal Processing
Information sent
Black box
(stimulus)
13
Input “B”
Information received and accepted
Depdiknas memuat tentang ruang lingkup materi PKn dalam aspek berbangsa dan bernegara, kedalam komponen rumpun bahan ajar dan subkomponen rumpun bahan ajar sebagai berikut. Komponen Rumpun
Subkomponen
Bahan Ajaran
Rumpun Bahan Ajar
1. Persatuan Bangsa
a. b. c. d. e. f. g. a. b. c. d. e. f. g.
Hidup Bersama Hidup rukun dalam perbedaan Sumpah Pemuda Wawasan Nusantara Partisipasi masyarakat dalam era otonomi Kewajiban membela negara Keterbukaan dan jaminan keadilan Tata tertib di rumah Tata tertib di sekolah Norma masyarakat Peraturan-peraturan daerah Peraturan perundang-undangan nasional Hukum dan pengadilan nasional Hukum dan pengadilan internasional
3. Hak Asasi Manusia
a. b. c. d. e. f. g.
Manusia ciptaan Tuhan Yang Maha Esa Hak dan kewajiban anak Hak dan kewajiban individu Tanggung jawab untuk melindungi HAM Instrumen nasional HAM Instrumen internasional HAM Penegakan HAM dan implikasinya
4. Kebutuhan Hidup Warga Negara
a. b. c. d. e. f. g.
Kebutuhan berteman Kebutuhan hidup damai Kebutuhan harga diri Kebebasan berorganisasi Kemerdekaan mengeluarkan pendapat Perlindungan hokum Kebutuhan berprestasi
5. Konstitusi Negara
a. Persiapan kemedekaan dan proses perumusan dasar negara b. Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama c. Konstitusi-konstitusilain yang pernah dipakai Indonesia
2. Peraturan, Hukum
Norma
dan
14
d. Konstitsi di beberapa Negara 6. Kekuasaan dan Politik
a. b. c. d. e.
Pemerintah daerah Pemerintah pusat Kedaulatan rakyat dan sistem politik Sikap politik dan pengaruhnya Sistem pemerintahan dan politik di beberapa Negara
7. Masyarakat Demokratis
a. b. c. d. e.
8. Nilai-nilai Pancasila
a. b. c. d. e. f. g.
Berbuat baik kepada sesama anak Berbicara dan berperilaku jujur Pancasila sebagai tuntutan hidup bangsa Instrumen penerapan Pancasila Perbandingan ideology Pancasila dengan ideology lain Semangat kebangsaan Kajian kritis terhadap nilai-nilai positif bangsa-bangsa lain
9. Globalisasi
a. b. c. d. e.
Pertukaran budaya antarbangsa Politik luar negeri Indonesia Konflik kepentingan antarbangsa Kerjasama dan perjanjian internasional Pengaruh globalisasi terhadap bangsa dan negara Indonesia
Menghargai pendapat orang lain Tanggung jawab dan toleransi Pengadaan dan pemeliharaan asilitas umum Hubungan warga negara dan negara Pemilihan pemimpin politik dan pejabat negara dalam budaya demokrasi f. Peranan pers dalam kehidupan masyarakat yang demokratis g. Pilar-pilar demokrasi
15
Pada sisi lain dapat dideskripsikan nilai karakter bangsa yang dikembangkan: Nilai dan Deskripsi Nilai NILAI 1.Religius
DESKRIPSI Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan
ajaran
agama
yang
dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. 2.Jujur
Perilaku yang di dasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3.Toleransi
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4.Disiplin
Tindakan
yang
menunjukkan
perilaku
tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. 5.Kerja keras
Perilaku
yang
sungguh-sungguh
menunjukkan dalam
upaya
mengatasi
berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaikbaiknya. 6.Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk 16
menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki. 7.Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung
pada
orang
lain
dalam
menyelesaikan tugas. 8.Demokratis
Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9.Rasa Ingin Tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan di dengar.
10.Semangat
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan
Kebangsaan
yang menempatkan kepentingan bangsa dan Negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
11.Cinta Tanah Air
Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, social, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
12.Menghargai
Sikap dan tindakan yang mendorong
Prestasi
dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
13.Bersahabat/
Tindakan
Komunikatif
senang berbicara, bergaul, dan bekerja
yang
memperlihatkan
sama dengan orang lain. 17
rasa
14.Cinta Damai
Sikap, perkataaan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
15.Gemar Membaca Kebiasaan
menyediakan
membaca
sebagai
waktu bacaan
untuk yang
memberikan kebajikan bagi dirinya. 16.Peduli
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya
Lingkungan
mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya
untuk
memperbaiki
kerusakan alam yang sudah terjadi. 17.Peduli Sosial
Sikap dan tindakan yang selalu ingin member bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18.Tanggungjawab
Sikap
dan
perilaku
seseorang
untuk
melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, social, dan budaya), Negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
Nilai-nilai yang telah dijabarkan dalam indikator Pendidikan Kewarganegaraan mendukung nilai-nilai yang dikembangka pada pendidikan karakter bangsa. Implementasinya dalam rancangan pembelajarannya.
18
Kompetensi yang hendak dikembangkan oleh Pendidikan Kewarganegaraan paradigma baru adalah agar siswa mampu menjadi warga negara yang berperan serta secara aktif dalam sistem pemerintahan negara yang demokratis. Untuk memiliki kompetensi seperti itu diperlukan seperangkat pengetahuan (kognitif), ketrampilan (psikomotor), serta watak (afektif). Dalam konsep Pendidikan Kewarganegaraan
disebut (1) civic knowledge, (2) civic skills, dan (3) civic
disposition/traits (Ace Suryadi dan Somardi, 2000: 5). Kompetensi siswa yang dikembangkan dalam pembelajaran PKn melalui model VCT berdasar isu muthakir dapat diimplementasikan pada desain pembelajaran atau RPP. Hasil belajar PKn adalah hasil belajar yang dicapai siswa setelah mengikuti proses pembelajara PKn berupa seperangkat pengetahuan, sikap, dan keterampilan dasar yang berguna bagi siswa untuk kehidupan sosialnya baik untuk masa kini maupun masa yang akan datang yang meliputi: keragaman suku bangsa dan budaya Indonesia, keragaman keyakinan (agama dan golongan) serta keragaman tingkat kemampuan intelektual dan emosional. Hasil belajar didapat baik dari hasil tes (formatif, subsumatif dan sumatif), unjuk kerja (performance), penugasan (Proyek), hasil kerja (produk), portofolio, sikap serta penilaian diri. Model VCT yang bersinergi dengan isu-isu muthakir memiliki dampak sangat baik pada hasil belajar siswa ketika diukur pada saat pre tes dan pos tes sesuai karakteristik pembelajaran pendidikan kewarganegaraan. Simpulan dan Saran Simpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara intrinsik muatan nilai dan moral terdapat pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Pendidikan Kewarganegaraan SMA dan
mendukung Pendidikan Karakter, model
pembelajaran Value Clarification Technique berdasar isu-isu muthakir dapat diimplementasikan pada pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang berorientasi Pendidikan Karakter, dampak penggunaan model Value 19
Clarification Technique berdasar isu-isu muthakir terhadap hasil belajar siswa sangat baik ditandai dengan hasil pre tes dan pos tes. Saran Guru perlu meningkatkan kemampuan menggunakan variasi model dan media pembelajaran pendidikan kewarganegaraan agar hasil belajar siswa terus meningkat. Daftar Pustaka
Abdul Karim Ahmad. 2004. “Hubungan Strategi Komunikasi dalam Penyajian Mata Kuliah Statistik dengan Prestasi Belajar” Jurnal Tekhnodik depdiknas, Tahun ke VIII, No. 3 , 73-85 Achmad. 1992. Komunikasi, Media Pandang:Hasanudin University Pers
Masa
dan
Ade Koesnandar.2003.” Guru dan Media Pembelajaran” Depdiknas No. 13 Tahun ke VII, 75-81
Khalayak.
Ujung
Jurnal Tekhnodik
Agus Salim. 2005. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta: Tiara Wacana Azhar Arsyad. 2007. Media Pembelajaran, Jakarta: Raja Grafindo Bagong Suyanto. 2005. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Kencana Prenada Dasim Budimansyah. 2002. Model pembelajaran dan penilaian. Bandung: Genesindo Depdiknas.2001. Kurikulum Berbasis Kompetensi.Jakarta :Puskur I Ketut Budaya Astra. 2005. Pengaruh penggunaan Media Pembelajaran alat bantu Terhadap Hasil belajar. Jurnal Pendidikan dan pengajaran IKIP Singaraja, No 2 , 201-212 I Wayan Suastra. 2005. Implemantasi Pembelajaran kontekstual Pada pembelajaran Sains. Jurnal pendidikan dan pengajaran IKIP Singaraja No 2 Tahun II, 172-184 Mulyasa. 2007. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: Remaja Rosdakarya Nana Syaodih Sukmadinata.2005. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya 20
Nanang Hanafiah. 2010. Konsep Stratei Pembelajaran. Bandung: Aditama Nurhadi. 2003. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang Nur Muhamad. 2001. Pengajaran dan Pembelajaran Kontekstual. Makalah disajikan pada pelatihan TOT Guru Pusdiklat wilayah IV Surabaya Paul Suparno, 1997. Filsafat konstruktivisme dalam pendidikan. Yogyakarta: Kanisius Puskur Balitbang Depdiknas. 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Peraturan Pemerintah RI No 19 Tahun 2005 tentang standar nasional Pendidikan. Jakarta: Depdiknas Subyantoro. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Semarang: Universitas Diponegoro Sudirman Siahaan. 2007.“ Media Pembelajaran Pemahaman dan Pemanfaatanya dalam Kegiatan Pembelajaran” Jurnal Teknodik Depdiknas No 20 tahun XI, 73-98 Undang-Undang RI No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen. Bandung: Fokus Media. Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Citra Umbara Usman Bakar.2006. “Penerapan Model pembelajaran Berbasis Kompetensi”Jurnal pembelajaran Univ Negeri padang, No 29 Th I, 27-41
Internet: http://rbaryans.wordpress.com/2007/08/01/hakikat-pembelajaran-kontekstual/ diakses tanggal 20 April 2011 http://thinktep.wordpress.com/2008/11/11/media-audiovisual/ diakses tanggal 20 April 2011
21