ISSN 2502-7700 0126-2483
9 7 7 D 1 26
248DD6
Tahun depan Tarif cukai
Hasil Tembakau Kembali Naik
Volume 51, Nomor 11, November 2016
2 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 11 November 2016
Terbit Sejak 1968 Izin Direktur Perkembangan Pers No. 332/Dir.PK/II tanggal 25 April 1968 dan diperbaharui dengan Keputusan Menteri Penerangan Nomor 01331/SK/ DIRDJEN-PG/SIT/1972 tanggal 20 Juni 1972
Dari Redaksi
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI Heru Pambudi, S.E., LLM
D
PENASEHAT
i akhir September 2016, Menteri Keuangan Sri Mulyani telah mengumumkan besaran tarif cukai hasil tembakau untuk tahun 2017. Berdasarkan PMK Nomor 147/PMK.010/2016, ditetapkan kalau kenaikan tarif cukai hasil tembakau rata-rata tertimbang sebesar 10,54 persen. Kenaikan ini pun telah mempertimbangkan beberapa aspek diantaranya, aspek kesehatan, dan aspek ketenagakerjaan. Selain aspek tersebut, pemerintah juga telah memperhatikan aspek lain yang turut mendukung, seperti peredaran rokok ilegal, petani tembakau, dan penerimaan negara. Pembahasan lebih jauh terkait kenaikan tarif cukai ini akan dibahas pada rubrik Laporan Utama WBC Edisi November 2016. Di rubrik Laporan Khusus kami akan mengajak para pembaca mengetahui kegiatan pengawasan dan pelayanan di kantor-kantor yang ada di perbatasan Indonesia antara lain Entikong, Jagoi Babang, Nanga Badau, Nunukan, Jayapura, dan Atambua. Pembaca juga akan diajak untuk mengetahui tantangan apa saja yang dihadapi oleh para petugas dalam menjalankan tugas di lokasi tersebut. Pada rubrik feature edisi November 2016, kami akan mengupas tentang senjata api yang digunakan dalam melaksanakan tugas dan fungsi yang menjadi kewenangan Bea Cukai, yaitu untuk mengamankan hak-hak negara dan dipatuhinya ketentuan di bidang kepabeanan dan cukai. Selain tiga rubrik di atas yang sayang untuk dilewatkan, masih ada rubrik Hobi dan Komunitas yang akan membahas tentang Komunitas Karawitan Budoyo Chundoko. Di tahun 2004, Oentarto Wibowo yang saat itu menjabat sebagai Kepala Kantor Bea Cukai Tanjung Emas membangkitkan kembali kesenian Karawitan tersebut. Terakhir, jangan lupa kirimkan kontribusi anda untuk majalah WBC dapat berupa foto, karya sastra baik puisi, komik, cerita pendek, ataupun cerita bersambung. Kirimkan karyamu ke
[email protected]
SEKRETARIS DITJEN BEA DAN CUKAI Drs. Kushari Suprianto, M.M., M.E DIREKTUR TEKNIS KEPABEANAN Oza Olavia, S.Si., Apt., M.Si. DIREKTUR FASILITAS KEPABEANAN Robi Toni, S.E., M.M. DIREKTUR TEKNIS DAN FASILITAS CUKAI Drs. Marisi Zainudin Sihotang, SH, M.M. DIREKTUR KEBERATAN BANDING DAN PERATURAN Ir. Rahmat Subagio, M.A. DIREKTUR INFORMASI KEPABEANAN DAN CUKAI Ir. B. Wijayanta Bekti Mukarta, M.A DIREKTUR KEPATUHAN INTERNAL Hendra Prasmono, S.H., M.IH DIREKTUR AUDIT KEPABEANAN DAN CUKAI Muhammad Sigit, Ak, MBA DIREKTUR PENINDAKAN DAN PENYIDIKAN Ir. Harry Mulya, M.Si DIREKTUR PENERIMAAN DAN PERENCANAAN STRATEGIS Sugeng Apriyanto, S.Sos., M.Si. TENAGA PENGKAJI BIDANG PELAYANAN DAN PENERIMAAN KEPABEANAN DAN CUKAI Dwijo Muryono TENAGA PENGKAJI BIDANG PENGAWASAN DAN PENEGAKAN HUKUM KEPABEANAN DAN CUKAI Dwi Teguh Wibowo, S.E. TENAGA PENGKAJI BIDANG PENGEMBANGAN KAPASITAS KINERJA ORGANISASI KEPABEANAN DAN CUKAI M. Agus Rofiudin, S. Kom., M.M. KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BEA DAN CUKAI Ir. Agus Hermawan , MA
Selamat membaca! Pimpinan Redaksi Deni Surjantoro
PENGARAH DIREKTUR KEPABEANAN INTERNASIONAL DAN ANTAR LEMBAGA DR. Robert Leonard Marbun,SIP, MPA Pemimpin Redaksi KASUBDIT KOMUNIKASI DAN PUBLIKASI Deni Surjantoro WAKIL PEMIMPIN REDAKSI Muchamad Ardani, Imam Sarjono, Sudiro, Devid Yohannis Muhammad
Majalah Warta Bea dan Cukai diterbitkan oleh Subdirektorat Komunikasi dan Publikasi Direktorat Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai – K ementerian Keuangan Republik Indonesia
REDAKTUR Isro’ah Laeli Rahmawati, Yella Meisha Indika, Dara Rahmania, Jiwo Narendro P, Zulfaturrahmi, Rezky Ramadhani, Septian Dawang Kristanto, Rian Effendi, Nur Iman, Rio Tri Wibowo
Redaksi menerima kiriman foto, artikel dan surat untuk keperluan konten majalah ini. Setiap pengiriman dialamatkan melalui surat elektronik ke
[email protected] dan
[email protected] dengan disertai identitas lengkap pengirim dan nomor telepon yang dapat dihubungi. Agar menuliskan nama kolom dalam subyek surat elektronik.
FOTOGRAFER M. Faishal Hafizh, Jodie Umbara, M. Khamil Hamid, Nurcholis Efendi, Deo Agung Sembada, Rahmad Pratomo Digdo, Dovan Wida Perwira, Irfan Nur Ilman
ALAMAT REDAKSI
REPORTER Piter Pasaribu, Aris Suryantini, Desi Andari Prawitasari, Supomo, Andi Tria Saputra, Kitty Hutabarat, Syahroni, Supriyadi Widjaya.
Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jl. Jend. Ahmad Yani (By Pass) Jakarta Timur Telp: (021) 478 60504, (021) 478 65608, (021) 489 0308 ext. 820-821-822 e-Mail :
[email protected] dan
[email protected] Follow: @Warta_BeaCukai WartaBeaCukai
SEKRETARIAT Kartika, Nur Hafni Rahmawati, Mustamiludin, Dadan Heriyana, Rudi Andrian
Volume 48, Nomor 11 November 2016 - Warta Bea Cukai |
3
Daftar Isi November 2016 Laporan Utama 6 TAHUN DEPAN TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU KEMBALI NAIK 11 Saat Ini Yang Paling Penting Adalah Sinergi Antar KPPBC Untuk Melakukan Pengawasan 15 Kata Mereka Tentang Kenaikan Tarif Cukai Rokok 18 Wawancara: Marisi Zainuddin Sihotang,
Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai
Galeri Foto
TARIF CUKAI 2017 PERHITUNGKAN ASUMSI EKONOMI YANG TELAH DISEPAKATI
32 Fotografer: Deni Juliansyah, Bea Cukai Balikpapan
Laporan Khusus
37 KPPBC TMP B Teluk Bayur Dekat Dengan masyarakat, Responsif Kebutuhan Stakeholder, Aktif Di Sosial
22 Diperbatasan Paling Timur, PNG Sangat Bergantung Kepada Indonesia 25 Perbatasan Nanga Badau-Malaysia Mengawasi Perbatasan dengan serba keterbatasan 29 Senja di Atambua
Profil Kantor
Reportase 42 BPIB Tipe A Jakarta raih Juara 1 Lomba Implementasi PUG antar satker vertikal lingkup Kementerian Keuangan 45 Operasi Halilintar II Bongkar Pabrik MMEA Ilegal 1.341 Botol MMEA Disita 46 Technical Meeting Pra Konvensi KPK 47 SINERGI KEMENTERIAN KEUANGAN C.Q. BEA CUKAI DAN BNN GAGALKAN PENYELUNDUPAN SABU DAN HAPPY FIVE SINDIKAT TAIWAN
Opini 34 PERLUNYA PENDEFINISIAN KEMBALI ETIL ALKOHOL DAN MINUMAN MENGANDUNG ETIL ALKOHOL (MMEA) MELALUI AMANDEMEN UNDANG-UNDANG CUKAI oleh: Muh. Sutartib
Kasubdit Potensi Cukai dan Kepatuhan Pengusaha BKC
4 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 11 November 2016
48 Infografis
59 Kicauan
50 Ruang Kesehatan
60 Event
Sejarah 62 Kota Tua Muaro Padang Nostalgia Kantor Bea Cukai Masa Lampau
Sisi Pegawai
52 Antara Tugas dan Cinta
Michael Neno, Pegawai Bea Cukai Atambua
54 Peraturan 55 Bea Cukai Menjawab
Travel Notes 56 Museum Timah Indonesia Muntok Pulau Bangka
64 Berbagi Pengetahuan
Hobi dan Komunitas 65 Paguyuban Seni Karawitan “Budoyo Cundhoko” Kanwil DJBC Jateng dan DIY
Feature 68 SELUK BELUK PENGGUNAAN SENJATA API DINAS BEA CUKAI
71 Ragam
ENGLISH PAGE The Main Report 72 Excise Tariff for Tobacco Products Likely to Go Up By Next Year 75 Synergy among the Customs and Excise Service Offices in Controlling Tobacco Product is Crucial 78 Interview: Marisi Zainuddin Sihotang,
Director of Excise
Excise Tariff in 2017 Considers the Agreed Economic Assumption
Feature 81 The Details of Official Firearms Use of Customs and Excise Officers in Indonesia Volume 48, Nomor 11 November 2016 - Warta Bea Cukai |
5
Laporan Utama
Kenaikan Jumlah produksi. Hal yang berbeda pada kebijakan kenaikan tarif cukai kali ini adalah adanya peningkatan jumlah produksi.
Tahun Depan Tarif Cukai Hasil Tembakau Kembali Naik Sudah menjadi hal yang umum kalau penerimaan negera dari cukai khususnya hasil tembakau tiap tahunnya dinaikan dan menjadi andalan pemerintah untuk mendapatkan penerimaan yang jumlahnya cukup signifikan. Sejak beberapa tahun kebelakang ini, penerimaan cukai menjadi primadona baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, karena nilainya yang mencapai 10 persen dari total APBN. Kondisi ini menjadikan penerimaan cukai juga dapat mempengaruhi inflasi di negara ini.
A
rtinya kenaikan cukai hasil tembakau ini akan mempengaruhi harga rokok dimana jumlah perokok di negara ini sangat banyak. Begitupun dengan pabrik rokok yang ada, jumlahnya cukup banyak walaupun tiap tahun jumlah ini mengalami penyusutan, namun penerimaan
negara dari rokok tetap tinggi. Dalam undang-Undang Cukai dikatakan, rokok termasuk barang yang dikenakan cukai karena itu konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, karena pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negarif bagi masyarakat atau lingkungan hidup, atau pemakaiannya perlu pembebanan
6 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 11 November 2016
pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan. Oleh sebab itu, pertumbuhan industri hasil tembakau bukan sematamata jumlah industrinya yang bertambah, namun tarif cukainya yang dinaikan sehingga nilainya menjadi lebih besar tiap tahunnya. Untuk tahun 2017 nanti, pemerintah sudah menetapkan
Laporan Utama kenaikan tarif cukai melalui Peraturan Menteri Keuangan, PMK-147/PMK.010/2016. tentunya penetapan kenaikan tarif ini tidak serta merta menentukan nilai tanpa meminta pendapat atau masukkan dari pihak pabrikan rokok itu sendiri. Bahkan pemerintah atau Kementerian Keuangan yang diwakili oleh Badan Kebijakan Fiskal (BKF), sejak awal tahun sudah melakukan beberapa kajian untuk menentukan kenaikan tarif cukai ini. Seperti yang diungkapakan oleh Kepala Bidang Kebijakan Kepabeanan dan Cukai, BKF, Dr. Nasruddin Djoko Surjono, Kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah tentunya telah melalui proses seperti audiensi untuk menjaring masukan atau usulan dari stakeholders terkait, seperti asosiasi dan pengusaha pabrik hasil tembakau, Kementerian terkait (Perindustrian, Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Pertanian) serta akademisi dari universitas, sehingga kebijakan cukai yang dikeluarkan pemerintah tentunya sudah mempertimbangkan aspirasi-aspirasi baik dari sisi pemerintah, industri, dan pihak terkait lainnya. Untuk kebijakan cukai tahun 2017 pembahasanya sudah dimulai sejak awal tahun dan dilakukan beberapa kali survei ke lapangan.Dari berbagai pembahasan tersebut disimpulkan bahwa kenaikkan cukai merupakan langkah yang perlu ditempuh dalam rangka pengendalian konsumsi. “Kenaikan tarif cukai tahun 2017 sudah sesuai dengan amanah Undang-Undang Cukai dalam rangka pengendalian konsumsi, meminimkan dampak negatif bagi masyarakat, serta optimalisasi penerimaan perpajakan dari sektor cukai hasil tembakau, dimana sudah ada target pada APBN anggaran 2017. Pemerintah juga telah memperhatikan dari sisi perlindungan tenaga kerja, juga
memperhatikan industri hasil tembakau, dan perekonomian secara luas. Intinya, pemerintah menyadari rokok itu merugikan, bukan ke kondisi industrinya harus bagaimana, namun kita harus dapat keseimbangannya,” ujarnya. Lebih lanjut dijelaskannya, Kenaikan cukai ini juga perlu dilihat secara komprehensif karena turut meningkatkan penerimaan pajak rokok (pajak daerah) yang merupakan 10% dari cukai, PPN HT yang saat ini 8,7%, DBH Cukai yang merupakan 2% dari penerimaan cukai, sehingga kebijakan ini juga akan berdampak pada pengembalian dana ke pemerintah daerah terutama alokasi untuk kesehatan. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Sunaryo, selaku Kepala Sub Direktorat Tarif Cukai Hasil Tembakau, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Menurutnya, kebijakan cukai hasil tembakau 2017 yang diterbitkan pada tanggal 30 September 2016,
merupakan hasil serangkaian proses panjang perumusan kebijakan, yang telah dimulai sejak awal tahun 2016 atau tepatnya pada bulan Februari 2016. Dimana, selama 10 bulan terakhir pemerintah telah melakukan proses audensi, Focus Group Disscusion (FGD), survey kapasitas mesin, dan studi banding guna melengkapi referensi kebijakan cukai hasil tembakau. “Latar belakang kebijakan cukai merupakan hasil evaluasi dan melihat dampak atas kebijakan cukai hasil tembakau sebelumnya terhadap proses pengendalian konsumsi rokok, penyerapan tenaga kerja di industri tembakau, peredaran rokok ilegal, dan target penerimaan cukai hasil tembakau,” ungkap Sunaryo. Jadi tidak benar kalau kenaikan tarif cukai ini lebih dikarenakan isu yang beredar beberapa bulan ini dimana harga rokok akan menjadi Rp 50 ribu. Tentunya pernyataan
Inflasi. Adanya kenaikan tarif cukai akan berpengaruh pada inflasi negeri ini sebesar 0,2 persen.
Volume 48, Nomor 11 November 2016 - Warta Bea Cukai |
7
Laporan Utama
Dengan kebijakan kenaikan tarif cukai hasil tembakau tahun 2017, kami memberikan landasan fundamental untuk kedepan. Nasruddin Djoko Surjono Kepala Bidang Kebijakan Kepabeanan dan Cukai, BKF
Latar belakang kebijakan cukai merupakan evaluasi dan melihat dampak atas kebijakan cukai hasil tembakau sebelumnya. Sunaryo Kepala Sub Direktorat DJBC
Prof. Hasbullah Thabrany dari Universitas Indonesia ini bukan semata-mata menyebabkan tarif cukai menjadi naik, namun sudah sejak awal tahun rencana kenaikan tarif cukai sudah didengungkan dan pihak industri pun sudah memahaminya dengan baik. Lalu apa yang membedakan kenaikan tarif cukai di tahun 2017 dengan kenaikan tarif cukai di tahun 2016? Menurut Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani pada acara konfrensi pers kenaikan tarif cukai hasil
tembakau yang diadakan di Kantor Pusat DJBC, melalui PMK nomor 147/PMK.010/2016 disebutkan kalau kenaikan tarif tertinggi adalah sebesar 13,46 persen untuk jenis hasil tembakau sigaret putih mesin (SPM). Dan terendah adalah 0 persen untuk hasil tembakau sigaret kretek tangan (SKT) golongan IIIB. Dengan kenaikan rata-rata terimbang sebesar 10,54 persen. Atau lebih rincinya untuk kenaikan golongan I sebesar 9,63 persen (7,81 persen – 12,12 persen) golongan II sebesar 9,68 persen (6,45 persen – 13,73 persen), dan golongan III A sebesar 11,11 persen, dan golongan III B sebesar 0 persen. Selain kenaikan tarif, juga ada kenaikan harga jual eceran (HJE) dengan rata-rata sebesar 12,26 persen. Hal utama yang menajdi pertimbangan kenaikan adalah pengendalian produki, tenaga kerja, rokok ilegal, dan penerimaan cukai. “Kalau kita lihat rentang antara 2010 hingga 2016 itu paling tinggi kenaikannya di tahun 2012 mencapai 16,3 persen dan di tahun 2016 turun 12, 5 persen. Ini cukup tinggi, karena di tahun 2017 turun menjadi 10,54 persen. Hal ini tidak lain karena kita melihat sensitifitas, trennya sudah menurun. Kalau kita paksakan naik terlalu tinggi berakibat penerimaan tidak akan tercapai,” Tutur Nasruddin. Upaya pemerintah menaikan tarif cukai tentunya juga melihat asep kesehatan yang saat ini terus didengungkan masyarakat. Akan hal tersebut Nasruddin mengakui kalau, tujuan dasar dari pengenaan cukai sebagai instrumen pengendali konsumsi, kebijakan cukai hasil tembakau selama ini dapat mengendalikan pertumbuhan produksi berkisar +1 persen (terkendali). Kenaikan tarif selama ini sudah sejalan dengan target pengendalian hasil tembakau yang dicanangkan Kementerian Kesehatan, untuk
8 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 11 November 2016
menurunkan prevalensi merokok sebesar 1 persen/tahun dengan kenaikan tarif +10 persen. Kondisi ini pun sudah sesuai dengan hasil studi yang dilakukan oleh kalangan akademisi, kalau kenaikan tarif cukai akan mempengaruhi konsumsi rokok masyarakat. Karena dengan kenaikan tarif cukai ratarata sebesar 10 persen akan menurunkan konsumsi rokok sebesar 0,9 persen-2,4 persen . Kenaikan tarif ini juga diikuti kenaikan harga jual eceran (HJE) 12,26 persen sehingga turut berkontribusi mengurangi keterjangkauan harga rokok. Diharapkan kenaikan ini akan menghambat konsumsi rokok terutama golongan pemula atau anak anak tidak mengkonsumsi rokok. Sementara itu menurut Menkeu, untuk kepentingan kesehatan, Bea dan Cukai dalam 10 tahun terakhir telah mengurangi jumlah pabrik rokok dari 4.669 pabrik menjadi 754 pabrik di tahun 2016. Tak hanya itu, pertumbuhan produksi hasil tembakau pun telah dikendalikan, sehingga selama 10 tahun terakhir menunjukan tren yang negatif yaitu sebesar -0,28 persen. Dimana pada saat yang bersamaan jumlah penduduk indonesia tumbuh sebsar 1,4 persen. Hal ini membuktikan bahwa secara rill pemerintah dapat menekan konsumsi rokok secara cukup signifikan, dimana kondisi ini sejalan dengan studi yang dilakukan oleh Djutaharta pada tahun 2005 yang mentakan bahwa ada kolerasi antara kenaikan cukai dengan penurunan konsumsi rokok. Kebijakan lain yang masih menyangkut aspek kesehatan adalah dalam bentuk pengembalian sebagian dana ke pemerintah daerah berupa dana alokasi kesehatan, atau yang dikenal dengan istilah earmarking. Di tahun 2014 dana earmarking sebesar Rp 11,2 triliun, tahun 2015
Laporan Utama
Press release. Menteri Keuangan, Sri Mulyani saat mengumumkan kenaikan tarif cukai pada acara press release di halaman Kantor Pusat DJBC.
sebesar Rp 15,14 triliun, dan tahun 2016 diperkirakan sebesar Rp 17 triliun. Adanya peningkatan pada jumlah dana yang dialokasikan, menunjukan besarnya perhatian pemerintah terhadap aspek kesehatan. Di samping untuk kesehatan, dana tersebut juga diperuntukan pada persiapan pengalihan orang yang bekerja pada industri rokok untuk beralih ke industri lain selain rokok. Hal lain yang cukup signifikan dalam peraturan ini adalah, kenaikan jumlah produksi, dimana ada beberapa penyesuaian jumlah batasan produksi golongan pengusaha, SKM dan SPM Golongan II dari sebelumnya sampai 2 milyar batang per tahun menjadi 3 milyar dan SKT golongan II A menjadi 10 juta s.d. 500 juta batang per tahun dan SKT golongan III B menjadi 10 juta batang per tahun. Hal ini akan menjadi fondasi ke depan jika akan dilakukan penyederhanaan struktur layer tarif cukai (saat ini masih 12 layer). Namun demikian menurut Sunaryo, kebijakan mengubah batasan produksi sebenarnya bukan hal yang baru mengingat pada priode 2000 – 2015 juga telah dilakukan perubahan batasan produksi sebanyak 5 kali. Masih menurutnya, ada empat hal yang menjadi dasar perubahan
jumlah produksi tersebut. Pertama, bersadarkan data produksi selama 3 tahun terakhir menunjukan pertumbuhan produksi pabrik golongan II cenderung menurun. Kedua, rata-rata utilitas kapasitas mesin pabrik golongan II masih berada pada kisaran 53,04 persen. Hal ini terjadi karena pabrik menahan produksi guna menghindari persaingan dengan pabrik golongan besar dan memberikan ruang yang sama untuk berkembang. Ketiga, berdasarkan hasil survey rokok ilegal 2016 oleh tim, P2EB UGM menunjukan kalau pelanggaran di bidang cukai khususnya salah personalisasi pita cukai diindikasikan dilakukan oleh pabrik golongan IIIA dan IIIB. Oleh karenanya, perlu dilakukan pemisahan antara pabrik golongan IIIA dengan golongan IIIB selain untuk proses klasterisasi pabrik berbasis home industry dan bukan. Juga untuk mempermudah pabrik yang terindikasi melakukan pelanggaran di bidang cukai. dan keempat, rencana penyederhanaan layer tarif cukai hasil tembakau. Jadi secara umum tidak banyak perbedaan antara kenaikan tarif cukai di tahun 2016 dibandingkan dengan tahun 2017. Namun demikian pokok-pokok besar kebijakan cukai hasil tembakau hampir sama, dan di tahun
2017 ini mulai lebih diarahkan kepada kebijakan cukai hasil tembakau yang dimulai dengan mempersempit gap tarif cukai per layer, perubahan batasan produksi, dan menentukan titik optimalisasi penerimaan cukai. dengan kenaikan tarif yang ada saat ini, tentunya salah satu tujuan untuk pemenuhan target penerimaan cukai itu sendiri. Sebagaimana diketahui kalau target penerimaan cukai di tahun 2017 telah ditetapkan sebesar Rp 149,8 triliun, yang merupakan 10,01 persen dari total penerimaan perpajakan. Walaupun ada sedikit penurunan, namun kontribusinya masih cukup signifikan. Terkait dengan hal tersebut, Sunaryo mengatakan kenaikan rata-rata terimbang sebesar 10,54 persen merupakan hasil proses pembahasan dan simulasi perhitungan pemerintah, dengan memperhatikan berbagai aspek antara lain kesehatan, penerimaan negara, peredaran rokok ilegal, dan tenaga kerja, disamping tetap memperhatikan kondisi perekonomian saat ini. Sementara itu akan keterkaitan dengan target penerimaan cukai, menurut Nasruuddin kenaikan tarif cukai berdasarkan perhitungan Kementerian Keuangan, dapat mencapai target penerimaan cukai sesuai yang ada di APBN 2017, yang tentunya dengan beberapa asumsi dalam perhitungannya dan dukungan peningkatan penegakan hukum atau pengawasan dari petugas Bea dan Cukai terhadap adanya peredaran rokok ilegal. “Pemerintah mengapresiasi atas kontribusi penerimaan cukai hasil tembakau yang jumlahnya mencapai 10 persen dari total penerimaan perpajakan. Dan mengharapakan agar industri hasil tembakau dapat berusaha dalam iklim yang baik dan lebih comply terhadap peraturan perpajakan,” katanya. Keinginan untuk pencapaian
Volume 48, Nomor 11 November 2016 - Warta Bea Cukai |
9
Laporan Utama target penerimaan cukai ini tentunya juga akan berpengaruh terhadap inflasi di negeri ini. Mengapa kenaikan tarif cukai mampu mempengaruhi inflasi. Nasruddin menuturkan, rokok merupakan salah satu komponen yang terdapat dalam kenaikan tarif cukai, dan daya beli masyarakat berpengaruh jika ada kenaikan tarif cukai. Sesuai dengan perhitungan yang ada saat ini, maka untuk kenaikan tarif cukai rata-rata terimbang sebesar 10,45 persen, akan berpengaruh terhadap inflasi sebesar 0,2 persen. Kenaikan tarif cukai yang dilakukan tiap tahun membuat masyarakat bertanya-tanya, apakah pemerintah tidak bisa membuat roadmap akan tarif cukai yang berlaku tiga hingga lima tahun yang membuat pengusaha hasil tembakau lebih memiliki kepastian dalam berusaha. Akan kondisi ini Nasruddin mengungkapkan, pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan sedang mengkaji konsep roadmap kebijakan cukai hasil tembakau jangka menengah atau panjang dengan pertimbangan-pertimbangan yang melatarbelakanginya. Antara lain, selama ini kebijakan tarif cukai hasil tembakau selalu dilakukan penyesuaian pertahun (tarif cukai berfluktuasi menyesuaikan target APBN). Kebijakan cukai hasil tembakau biasanya dilakukan menjelang akhir tahun sesuai siklus pembahasan APBN di DPR, sehingga waktu yang dibutuhkan singkat dan menimbulkan ketidakpastian bisnis. Permasalahan penyedian pita cukai awal tahun akibat kebijakan cukai hasil tembakau setiap tahunnya. Fungsi dan tujuan pengendalian hasil tembakau agar lebih terarah. Lebih fokus pada monitoring, evaluasi, dan pengawasan. Dan masukkan dari berbagai pihak agar, kebijakan cukai hasil tembakau ke depan
harus predictable, konfrehensif dan terarah. “Kita sudah punya ancangancang, dan sudah disosialisasikan, bahkan bersama DJBC kita sudah soundingkan ke industri, bahwa kedepan di layer akan disimplifikasikan, dan signal itu sudah mulai berjalan sejak 2016 lalu. Kebijakan kenaikan tarif cukai sudah diumumkan, bagi sebagian industri hasil tembakau sangat setuju dengan kebijakan ini, namun ada juga yang merasa kurang adil dalam penerapan kebijakan yang baru tersebut. Akan hal ini tentunya sangat wajar, karena suatu kebijakan tidak bisa menguntungakn semua pihak, pasti ada beberapa pihak yang tidak setuju. Hal ini pun diungkapkan Sunaryo, kalau ada harapan yang diinginkan pihak industri hasil tembakau terhadap kebijakan kenaikan tarif cukai kali ini. Dan dari hasil audensi dan FGD sebelumnya, pihak industri hasil tembakau berharap pemerintah dalam menetapkan kenaikan tarif cukai memperhatikan kondisi perekonimian saat ini yang belum cukup kondusif. Selanjutnya diberikan kesempatan ruang berkembang, adanya arah kebijakan cukai hasil tembakau, dan kepastian mengenai besaran kenaikan tarif cukai hasil tembakau. “Harapan pasti ada dari pihak pabrikan, namun demikian harapan goal kebijakan cukai hasil tembakau ini dapat tercapai, yaitu konsumsi rokok tetap terkendali, keberlangsungan tenaga kerja terjaga, target penerimaan cukai tercapai, dan peredaran rokok ilegal dapat diminimalisir,” papar Sunaryo. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Nasruddin, dengan kenaikan tarif cukai ini perlu dibarengi dengan penguatan administrasi dalam mengkontrol dan mengendalikan peredaran rokok. Jangan sampai dengan
10 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 11 November 2016
kenaikan tarif yang tinggi diikuti oleh peredaran rokok ilegal. Sehingga untuk rokok SKT golongan IIIB yang saat ini tidak mengalami kenaikan tarif akan memberi ruang kepada pabrikan masuk ke jalur industri yang legal. Bagi yang comply perlu mendapatkan apresiasi, namun yang tidak mengikuti aturan perlu mendapatkan penindakan yang tegas, karena peredaran rokok ilegal akan membahayakan bagi kesehatan maupun ketersedian lapangan kerja. “Terkait sistem cukai yang saat ini berlaku, masih terdapat beberapa hal yang harus disempurnakan kesedepannya, yaitu meliputi struktur tarif cukai, administrasi pemungutan dan pengawasannya, serta aturanaturan lain demi menjamin terpenuhinya amanat undangundang cukai untuk pengendalian konsumsi barang kena cukai,”tandasnya. Setelah menjadi perbincangan publik di dua bulan terakhir, kenaikan tarif cukai hasil tembakau akhirnya terlaksana. Untuk memastikan kebijakan ini dapat berjalan efektif dan sesuai dengan yang diharapkan, Kementerian Keuangan dalam hal ini DJBC akan melakukan usaha yang optimal, terutama yang berkaitan dengan pengawasan produksi dan peredaran rokok. Banyak pihak yang berharap kebijakan ini sesuai dengan keinginan semua pihak, walaupun masih ada beberapa yang tidak setuju. Namun setiap kebijakan pasti ada yang meresa dirugikan, dan pemerintah sudah mengantisipasi hal ini jauh-jauh hari sebelum kebijakan kenaikan ini dilakukan. Oleh karena itu, pemerintah mengharapkan dukungan semua pihak, khususnya dari aparat penegak hukum dan masyarakat untuk sama-sama mengawal jalannya kebijakan tarif cukai hasil tembakau tahun 2017. (Supriyadi)
Laporan Utama
Sinergi Antar KPPBC untuk Melakukan Pengawasan Menteri Keuangan Sri Mulyani telah mengumumkan besaran tarif cukai hasil tembakau untuk tahun 2017 di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) pada Jum’at 30 September 2017. Berdasarkan PMK Nomor 147/PMK.010/2016, ditetapkan kalau kenaikan tarif cukai hasil tembakau rata-rata terimbang sebesar 10,54 persen. Kenaikan ini pun telah mempertimbangkan beberapa aspek diantaranya, aspek kesehatan, dan aspek ketenagakerjaan. Selain aspek tersebut, pemerintah juga telah memperhatikan aspek lain yang turut mendukung, seperti peredaran rokok ilegal, petani tembakau, dan penerimaan negara.
KPPBC Tipe Madya Cukai Malang. Berusaha memediasi pihak yang kurang setuju terhadap kebijakan cukai baru dengan pihak pembuat kebijakan.
T
erkait dengan penerimaan negara, tentunya hal ini menjadi sangat penting mengingat target penerimaan cukai untuk tahun 2017 sebesar Rp 149,8 triliun yang merupakan 10 persen dari total penerimaan perpajakan. Secara teoritis pemerintah sangat optimis target penerimaan ini akan tercapai, dengan berbagai perhitungan dan kajian yang dibuat, pemerintah menjamin target ini dapat tercapai. Untuk pencapaian terget tersebut tentunya ada upaya-upaya yang harus dilakukan oleh Kementerian Keuangan, khususnya DJBC selalu instansi yang memungut sekaligus mengawasi peredarannya. Sudah
menjadi rahasia umum kalau hingga kini masih banyak rokok ilegal yang beredar di masyarakat. Bahkan kondisi ini menurut kajian dari tim P2EB UGM mengalami peningkatan tiap tahunnya yang mana di tahun lalu sudah mencapai angka 12 persen. Kondisi ini tentunya tidak dapat didiamkan begitu saja, harus ada upaya lebih yang dilakukan DJBC agar mampu menekan angka tersebut. Memang untuk memberantas hingga habis rasanya tidak mungkin, selama masih banyaknya permintaan dan adanya gap harga antar golongan pabrik, peredaran rokok ilegal masih akan ada. Pengawasan menjadi kunci utama untuk mengawal
Volume 48, Nomor 11 November 2016 - Warta Bea Cukai |
11
Laporan Utama
Umumnya pemasaran rokok ilegal ada di rural area, yang cukup sulit untuk dilakukan pengawasan ketat oleh KPPBC. Harry Mulya Direktur Penindakan dan Penyidikan (P2) DJBC
kebijakan kenaikan tarif cukai hasil tembakau ini dan DJBC selalu memiliki trik dan cara agar pengawasan menjadi sangat efektif dan optimal terhadap hasil tembakau. Seperti yang disampaikan oleh Direktur Penindakan dan Penyidikan (P2) DJBC, Harry Mulya, untuk tahun 2017 DJBC akan mengoptimalkan pengawasan khususnya pada hasil tembakau dengan memberikan arahan kepada seluruh unit P2 di kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) seluruh Indonesia, khususnya yang membawahi wilayah produksi barang kena cukai hasil tembakau dengan melakukan penindakan di hulu produksi dan melakukan penegahan terhadap mesin pelinting rokok. “Peningkatan sinergi dalam melakukan pengawasan antara KPPBC yang membawahi wilayah pemasaran hasil tembakau dan KPPBC yang membawahi wilayah produksi hasil tembakau juga sangat penting, misalnya dalam hal menginformasikan hasil tembakau ilegal yang ditemukan di daerah pemasaran kepada KPPBC yang membawahi wilayah produksi hasil tembakau,” ungkap Harry. Gencarnya upaya pengawasan
yang dilakukan unit P2, membuat penindakan terhadap pelanggaran cukai pun menjadi meningkat. Seperti halnya untuk tahun 2016 hingga 17 Oktober telah dilakukan 1643 penindakan cukai, angka ini meningkat 1,6 kali dari total penindakan cukai selama tahun 2015 yang sebanyak 1025 penindakan. Jumlah pelanggaran ini pun tentunya dengan modus yang berbeda-beda pula. Terkait soal modus, secara umum untuk modus tidak terlalu berubah. Yang berubah hanya pada distribusi hasil tembakau ilegal. Saat ini cukup banyak tegahan dari unit pengawasan yang berasal dari kontainer yang berisi hasil tembakau ilegal. Pengiriman dengan modus menggunakan truk dariJawa ke Sumatera juga masih banyak
Ada beberapa titik rawan di Malang, yang kami antisipasi dengan operasi pasar dan menindak langsung kesarangnya. Ini tidak akan berhenti dilakukan. Rudy Hery Herniawan Kepala KPPBC TM Cukai Malang
digunakan, dengan ditambah juga pengiriman secara parsial menggunakan bus penumpang AKAP dan menggunakan pengusaha jasa titipan yang dicampur dengan barang lain. “Hingga saat ini daerah yang dianggap rawan pelanggaran cukai adalah daerah produksi hasil tembakau, yaitu di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Biasanya pabrik
12 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 11 November 2016
hasil tembakau ilegal membangun pabrik dipedesaan dengan posisi yang agak sulit dilakukan pemantauan secara tertutup karena mereka menggunakan oknum masyarakat sekitar sebagai early warning system apabila ada petugas bea cukai yang melakukan pengawasan,” ujar Harry. Begitupun dengan wilayah penyebarannya, menurut Harry wilayah penyebaran masih sama dengan tahun sebelumnya, yaitu Sulawesi, Kalimantan, dan Sumatera. Namun demikian, umumnya rokok ilegal beredar di rural area (kawasan perdesaan), dengan target pasar perokok ekonomi menengah ke bawah yang cukup sulit bagi petugas bea cukai untuk melakukan pengawasan. Penindakan di jalur distribusi terbukti cukup efektif dengan jumlah barang hasil penindakan yang cukup signifikan, diharapkan kerugian yang dialami pengusaha BKC hasil tembakau ilegal dapat memberikan efek jera. Kegiatan pelanggaran cukai hasil tembakau hingga kini masih marak terjadi, pelanggaran ini meningkat seiring dengan kenaikan tarif cukai yang ditetapkan pemerintah. Masyarakat menilai sanksi yang diberikan pemerintah belum membuat efek jera bagi pelangar rokok ilegal sehingga masih marak terjadi. Akan hal tersebut DJBC sudah berupaya semaksimal mungkin dengan Undang-Undang Cukai yang dijalaninya membuat pelanggar cukai jera dengan sanksi yang dikenakannya. Sanksi tersebut dirasa cukup berat, karena saat ini sanksi yang dikenakan berdasarkan jenis pelanggarannya. Misalnya, sanksi administrasi bagi yang melekatkan pita cukai tidak sesuai yang diwajibkan, maka didenda 2 hingga 10 kali nilai cukai, ini membuat pelaku jera dan memberi dampak positif bagi penerimaan negara. Sedangkan untuk sanksi pidana seperti menggunakan pita cukai
Laporan Utama
palsu, dipidana minimal 1 tahun penjara. Akan tetap, umumnya pemasaran rokok ilegal ada di rural area, yang cukup sulit untuk dilakukan pengawasan oleh KPPBC yang membawahinya. Sedangkan apabila tarif cukai semakin tinggi, maka disparitas harga antara rokok legal dengan rokok ilegal semakin besar jadi semakin banyak pelaku pelanggaran yang menganggap bisnis rokok ilegal adalah bisnis high risk – high profit. Hal ini lah yang menjadi tantangan bagi DJBC, untuk terus bekerja keras memberantas rokok ilegal, baik di wilayah hulu produksi maupun di wilayah pemasaran. Kerja keras dan upaya pemberantasan memang menjadi harga mati untuk pengawasan rokok ilegal, dengan startegi yang dijalankan diharapan mampu meminimalisir pelanggaran cukai ini. Memang, untuk kendala di lapangan menurut Harry hingga kedepan masih akan dialami dan ini menjadi permasalahan umum tiap tahunnya. Untuk tahun 2017, kendala yang akan dihadapi masih seputar resistensi dari oknum masyarakat sekitar. “Hampir di setiap penindakan cukai MMEA mapun hasil tembakau khususnya pada entitas berupa pabrik, petugas Bea dan Cukai di lapangan
mendapatkan perlawanan dari oknum masyarakat sekitar. Hal ini dikarenakan, pabrik tersebut menjadi sumber lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar. Namun demikian, kendala ini masih dapat diantisipasi dengan memperkuat sinergi antara Bea dan Cukai dengan aparat penegak hukum lainnya,” ungkapnya. Untuk tahun 2017 nanti, Harry mengaku akan lebih fokus pada hulu produksi dan untuk menegah mesin pelinting rokok. Selain itu, melakukan sosialisasi kepada masyarakat juga harus ditingkatkan dengan melakukan sinergi bersama pemerintah daerah. Seperti yang dilakukan di Jawa Timur, dimana Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Heru Pambudi telah bertemu dengan Guberbur Jawa Timur, Soekarwo guna membahas sinergi penanganan rokok ilegal. Selain itu, pihak KPPBC pun selalu aktif melakukan sosialisasi melalui unit layanan informasi yang berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat, media lokal setempat baik berupa televisi lokal, radio lokal, atau melalui spanduk.banner di tempat-tempat umum untuk mengkampanyekan anti rokok ilegal. Bahkan untuk wilayah Malang sudah ada kegiatan jalan sehat bersama warga dan
pekerja pabrik rokok sambil mengkapanyekan anti rokok ilegal. Jadi selain melakukan pengawasan, unit P2 juga mendukung kinerja pengawasan di unit vertikal dengan menyusun kebijakan dan peraturan terkait pengawasan dan pelayanan hasil tembakau sehingga mudah diawasi. Selain itu, unit P2 juga mendukung upaya yang dilakukan oleh unit pelayanan cukai yang dibantu oleh unit humas atau layanan informasi, baik di Direktorat Teknis dan Fsilitas Cukai, Direktorat Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga, maupun unit pelayanan cukai dan unit layanan informasi di setiap KPPBC. “Sesuai hasil rapat kerja pengawasan di bidang cukai di Malang tahun 2016, Direktorat P2 akan menginisiasi penyempurnaan regulasi di bidang cukai tentang pemberian NPPBKC dengan menambahkan pasal yang mengatur tentang pengawasan mesin pelinting rokok. Kami berharap dengan pengawasan ini, dapat mencegah produksi barang kena cukai hasil tembakau ilegal,” paparnya. Berbicara soal Malang tentunya banyak yang tahu kalau KPPBC Tipe Madya Cukai Malang sering kali di demo pengusaha rokok jika pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang cukai hasil tembakau. Di Malang sendiri untuk tahun 2016 ada sekitar 104 pabrik rokok, dimana angka ini mengalami penurunan sejak tahun 2012 yang mencapai 127 pabrik rokok. Menanggapai hal tersebut menurut Kepala KPPBC TM Cukai Malang, Rudy Hery Herniawan, sudah menjadi karakter wilayah Malang untuk menyampaikan rasa ketidakpuasannya dengan berdemo di KPPBC, namun sejauh ini demo yang mereka lakukan masih bersifat normal saja. Pihak KPPBC pun tidak lepas tangan begitu saja dengan kondisi ini, ada beberapa upaya yang dilakukan agar mereka dapat menerima suatu kebijakan.
Volume 48, Nomor 11 November 2016 - Warta Bea Cukai |
13
Laporan Utama “Saya merasa wajar jika pengusaha selalu komplain, karena ada beberapa kepentingan mereka yang tidak terakomodir. Dan untuk kebijakan yang baru ini hampir semua kepentingan mereka terakomodir hanya sebagian pabrikan saja yang belum terakomodir secara meyeluruh. Kami melihat pengawasan di Malang sangat ketat sehingga mereka selalu menyampaikan komplain jika ada kenaikan tarif, mungkin jika tidak ketat sebesar apapun kecil kenaikannya mereka akan diam saja,” tuturnya. Bagi pihak asosiasi yang merasa keberatan dengan kebijakan yang baru ini, menurut Rudy sebenarnya mereka sudah diajak berdialog saat perumusan kebijakan. Namun demikian, kembali lagi tidak semua aspirasi yang disampaikan dapat tertampung karena pemerintah juga memikirkan aspek lainnya yang dianggap lebih penting. “Saat mereka datang berdemo atau melalui perwakilannya untuk menyampaikan ketidak setujuanya, kami selalu menjelaskan kebijakan itu jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjangnya seperti apa. Intinya kami mediasi dan kami jelaskan pengaruhnya kebijakan ini terhadap industri mereka, jika belum puas kami ajak mereka ke teman-teman yang memutuskan kebijakan di kantor pusat karena mereka sangat terbuka untuk berdiskusi bersama,” ujar Rudy. Lebih lanjut dijelaskannya, satu hal yang dikeluhkan pihak asosiasi di Malang adalah, adanya batasan golongan untuk SKM. Pemerintah memang membuka batasan untuk golongan ini, sehingga beberapa pabrikan merasa keberatan. Untuk mengamankan dan membantu pihak pabrikan dalam menjalankan bisnisnya, pihak KPPBC Malang memiliki satu cara yang diberi nama Asistensi. Menurut Rudy, asistensi adalah meletakan satu orang petugas
di pabrik yang tujuannya untuk memberikan pendampingan kepada perusahaan rokok yang membutuhkan bimbingan untuk bisa tetap eksis. Karena tugasnya adalah membantu membimbing pembuatan laporan, pembukuan, dan bagaimana administrasi di industri cukai hasl tembakau. Dengan adanya kegiatan ini, keuntungan lain yang didapat adalah mereka akan menjadi lebih paham dalam menjalankan peraturan sehingga pengawasan juga semakin mudah. Dengan penempatan petugas ini, bagi mereka yang ingin berbuat ilegal pun akan berpikir dua kali. Namun demikian Rudy mengaku tidak semua pabrik diberikan asistensi. Untuk memberikan asistensi ini, pihak KPPBC akan menilai dan memantau mana saja yang tepat diberikan asistensi kepada pabrik tersebut. “Asistensi ini Sangat efektif, jadi bisa juga berfungsi lain dari profiling. Selain selama ini digunakan sebagai fasilitas penundaan cukai, ini saya kembangkan untuk memilih target dalam program asistensi. Jadi contohnya pabrik yang potensi pasar dan produksinya ada, dan dia masih punya modal, rokoknya laku. Kita tongkrongin. Jangan sampai pabrik kayak gini melanggar. Kalau laku, mestinya produksi masih bisa ditingkatkan. Kita asistensi. Kita dampingi. Bilang, kamu boleh loh pakai fasilitas ini, fasilitas itu, kasih penundaan, caranya begini, begitu. Itu kita asistensi. Itu sangat efektif selama ini,” ungkapnya. Selain itu, kegiatan ini juga efektif untuk pencapaian target yang dibebankan kepada KPPBC Malang. Rudy mengaku kalau pihaknya memiliki target sendiri selain yang diberikan oleh kantor wilayah. Jika untuk tahun ini dari kanwil ditetapkan Rp. 15, 4 triliun, pihaknya dengan hitung-hitungan yang ada membuat target menjadi Rp 16,4 triliun. Ada banyak upaya
14 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 11 November 2016
yang dilakukan oleh KPPBC Malang, dengan extra effort yang digunakan menjadi pendorong performa kinerja bagi semua unit. Dengan gejolak yang ada di Malang tersebut, Rudy berharap kebijakan kenaikan tarif ini perlu dipahami oleh para pengusaha hasil tembakau, kalau Bea dan Cukai saat ini berada di tengah-tengah. Artinya, Bea dan Cukai tidak semata-mata hanya memikirkan penerimaan, tapi juga harus memikirkan kesehatan, tenaga kerja, dan kemungkinan ilegal. Sehingga, kebijakan yang dikeluarkan ini tidak bisa mengakomodir 100% dari seluruh aspirasi pengusaha rokok. Misalnya, dari sisi kesehatan menilai masih kurang terakomodir karena lebih menginginkan harga rokok menjadi Rp 50 ribu, namun kali ini naiknya hanya 10 persen. Namun demikian hal ini sudah terakomodir sebagian. Jadi, semua pihak harus mengerti karena kebijakan ini menyangkut banyak pihak dan banyak aspek. Alangkah baiknya kebijakan ini dijalankan dulu, kalau memang dirasa masih ada yang belum pas, cara elegan adalah dengan berdialog, tidak perlu menggunakan tindakan yang ekstrim. Sementara itu, unit pengawasan juga memiliki harapan di tahun 1017 mendatang khususnya terkait pelanggaran cukai hasil tembakau. Seperti yang disampaikan oleh Harry Mulya, kalau unit pengawasan berusaha agar pengawasan cukai semakin efektif sehingga mampu menekan peredaran rokok ilegal. Harapan ini tentunya dapat terwujud ketika masyarakat semakin sadar untuk tidak mengkonsumsi rokok ilegal dan mendukung DJBC dalam memberantas rokok ilegal. “Dengan kondisi demikian, kami yakin tujuan pengenaan cukai untuk mengendalikan konsumsi sesuai Undang-Undang Cukai dapat tercapai,” tandasnya. (Supriyadi)
Laporan Utama
Kata Mereka Tentang Kenaikan Tarif Cukai Rokok ota Malang, di suatu pabrik rokok – dengan latar belakang musik remix semi dangdut yang membahana, bunyi alatalat linting yang tumpang tindih, cengkrama para pekerja, bau tembakau bercampur cengkeh, dan udara hangat yang berhasil membuat siapapun di dalam sana berkeringat. Sesekali terdengar tawa malu-malu dan bisik, “Mbak aku mau difoto dong. Aku udah siap nih bergaya.” Cekrek! Semua tertawa. Julukan Kota Apel dengan sisi lain sebagai kota yang dihuni lebih dari 100 pabrikan rokok berbagai golongan. Nyatanya, Malang juga berstatus sebagai kota penyumbang cukai rokok terbesar kedua (15 triliun) setelah Pasuruan (21 triliun). Kota yang juga kerap kali menyumbang riuh unjuk rasa para produsen dan pekerja setiap tahunnya, bersebab kenaikan tarif cukai untuk hasil tembakau (rokok) mereka. Akhir tahun ini, sebelum kenaikan tarif cukai benar diumumkan, beredar berita tentang rokok Rp 50 ribu yang sempat membuat geger masyarakat. Bermula dari hitunghitungan penelitian profesor Hasbullah Thabrany selaku Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, angka Rp 50 ribu muncul sebagai harga rokok ideal untuk mencegah pelajar dan orang miskin merokok. Dengan kenyataan jumlah perokok Indonesia yang sudah mencapai 34-35 persen dari total penduduk, membuat Hasbullah menegaskan pernyataan bahwa perokok di Indonesia harus dikendalikan.
K
Golongan II tidak akan mampu menyaingi golongan I. Kalau golongan II dikejar untuk menyaingi golongan I, ya nda bisa. Dari 2 milyar wajarnya menjadi 3 milyar. Sedangkan menyaingi amannya di 5 milyar.
Kondisi tersebut ditanggapi Nasruddin Djoko Surjono, Kepala Bidang Kepabeanan dan Cukai, Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Kementrian Keuangan (Kemenkeu), “isu rokok Rp 50 ribu tidak masuk latar belakang kami membuat kebijakan. Tidak ada kaitannya. Kami hanya mencermati, bukan ingin menciptakan kondisi itu.” Menurut Ismanu Soemiran, Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), isu rokok Rp 50 ribu sudah terkubur dengan munculnya Peraturan Kementerian Keuangan Nomor 147/PMK.010/2016. Melalui Kemenkeu juga disampaikan bahwa kenaikan tarif cukai hasil tembakau memiliki rata-rata sebesar 10,54 persen. Angka tersebut muncul untuk pemberlakuan mulai 01 Januari 2017. Dengan kenaikan tarif cukai sebesar 10,54 persen, produsen rokok khususnya Sigaret Kretek Tangan (SKT) mengucapkan banyak terima kasih. Karena
dengan kemunculan angka sebesar demikian, produsen merasa Bea Cukai (BC), BKF, dan Kemenkeu masih memerhatikan golongan kecil seperti mereka. “Saya rasa 10,54 persen sudah mencerminkan pertumbuhan alami ya. Bu Menteri beserta BKF dan BC sudah cukup bijak lah dengan kenaikan tersebut,” ujar Billy Yanuarto, Direktur Keuangan PT. Atraco Multiguna. Hariyanto Sarwamartani, Presiden Direktur PT. Karya Niaga Bersama juga menambahkan angka 10,54 persen untuk kenaikan tarif cukai ini pasti memiliki alasan. “Tahun lalu lebih tinggi kenaikannya. Jadi 10,54 persen ini juga sudah sesuai pertumbuhan alami. Tidak terlalu tinggi, tapi tidak rendah juga,” jelasnya. Selama pembuatan Peraturan Kementrian Keuangan Nomor 147/PMK.010/2016, produsenprodusen juga aktif diajak berdiskusi. Kemenkeu, BKF, dan BC pun menampung serta menyaring aspirasi mereka
Volume 48, Nomor 11 November 2016 - Warta Bea Cukai |
15
Laporan Utama sebagai upaya memunculkan kebijakan yang baik untuk semua. “Kami diajak berbicara melalui asosiasi, melalui GAPEROMA (Gabungan Pengusaha Rokok Malang) dan GAPPRI. Pernah juga dilakukan wawancara dan survei dari tim BKF dengan Cukai. Jadi rencana ini sudah sejak awal tahun, yang jelas pernah juga didatangkan ke sini untuk interview, untuk input masukkanmasukkan, dan sebagainya,” jelas Hariyanto Sarwamartani. Ismanu Soemiran menambahkan, mewakili anggota pengusaha lainnya ia menyetujui ketetapan ini. “Kami melaksanakan, kami menerima. Karena sudah lama kita diskusikan ini.” Masukkan-masukkan dari produsen disampaikan melalui GAPEROMA, GAPPRI, hingga sampai ke BKF. Masukkan paling umum dari produsen untuk perkembangan yang lebih baik banyak berupa permintaan pemusnahan rokok ilegal. Selain itu, usulan kebijakan jangka menengah menjadi yang tak jarang juga disuarakan. “Kalau bisa (kebijakan tentang) rokok jangan setiap tahun. Nda masalah sebenarnya, tapi ya disesuaikan dengan kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat. Jangan sampai nanti kenaikannya lebih besar dari inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Malah nanti daya beli masyarakatnya nda bisa nyerap, nanti malah perusahaan yang dirugikan. Karena tidak bisa diproduksi. Biar enak juga bikin rencana bisnisnya,” ujar Billy Yanuarto. Tak hanya sambutan baik serta dukungan yang utuh, kemunculan kebijakan ini juga menuai tanggapan lain dari beberapa produsen. Mercy Francisca Hutahean, Head of Legal and External Affairs PT. Bentoel menjelaskan bahwa kenaikan ini bukanlah merupakan hal yang mudah bagi industri. “Tapi kami bisa memahami bahwa
Saya sangat apresiasi bahwa pemerintah memberi perhatian untuk SKT. Karena SKT ini cikal bakalnya rokok kretek. Hariyanti Sarmawartani Presiden Direktur PT. Karya Niaga Bersama
Saya rasa 10,54 persen sudah mencerminkan pertumbuhan alami ya. Billy Yanuarto Direktur Keuangan PT. Atraco Multiguna
Pemerintah membutuhkan dana untuk pembangunan yang salah satunya berasal dari cukai rokok, dan saat ini kontribusi cukai rokok memang masih cukup besar (sekitar 9%). Jadi, kami berpendapat Pemerintah sudah melakukan hal yang cukup baik, meskipun tidak memuaskan semua pihak,” ujar Mercy Francisca. Agus Susanto, Direktur PT. Karya Timur Prima yang juga menjadi bagian dari asosiasi FORMASI mengatakan hal serupa, “kalau menyangkut masalah cukai, itu kan terkait dengan penerimaan negara. Pendapatan Indonesia kan
16 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 11 November 2016
masih bergantung sama cukai juga. Utamanya cukai rokok. Peraturan kan sudah keluar, bagaimanapun ya harus jalan.” Di lain sisi, kenaikan tarif cukai juga dirasa mampu meningkatkan jumlah pelanggaran. Mercy Francisca mewakili PT. Bentoel berpendapat bahwa pelanggaran terkait dengan cukai ditentukan oleh dua hal, yaitu adanya kesempatan memproduksi dan adanya kesempatan untuk menjual. Kenaikan tarif cukai yang terjadi memperbesar kesempatan untuk menjual, karena margin yang dihasilkan dengan adanya kenaikan tarif menjadi lebih besar. “Jika faktor yang lainnya tidak berubah, maka secara logika kenaikan tarif cukai akan meningkatkan jumlah pelanggaran.” “Kenaikan tarif cukai juga cukup besar berpengaruh pada inflasi ya. Karena dalam unsur cukai sendiri kan sekali kenaikan pajak rokok juga ikut naik, HJE naik PPN naik juga. Jadi cukup berdampak ya. Makanya kita hatihati. Agar daya beli ini terjaga, kita naikkannya pun bertahap. Enggak bisa serta-merta naik langsung tinggi,” tambah Billy Yanuarto. Kenaikan tarif cukai yang muncul, terkandung dalam Peraturan Kementrian Keuangan Nomor 147/PMK.010/2016 yang diusut oleh pemerintah. Dijelaskan oleh Nasruddin Djoko Surjono, bahwa di dalam peraturan tersebut terdapat pula pernyataan tentang kenaikan jumlah produksi. Di mana ada beberapa penyesuaian jumlah batasan produksi golongan pengusaha, Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM) golongan II dari yang sebelumnya 2 milyar batang per tahun menjadi 3 milyar. Pun SKT golongan II A menjadi 10 juta sampai 500 juta batang per tahun, serta SKT golongan III B yang menyentuh angka 10 juta batang per tahun. Harapannya, kebijakan ini nantinya akan menjadi fondasi
Laporan Utama
Kenaikan 10,54 persen, itu ratarata. Ini kalau saya lihat, antara kecenderungan SKT golongan II itu gepnya terlalu tinggi. Agus Susanto Direktur PT. Karya Timur Prima
Permohonan kenaikan dari GAPPRI sesuai dengan inflasi dan pertumbuhan, idelanya 6%. Ismanu Soemiran Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI),
ke depan jika akan dilakukan penyederhanaan struktur layer tarif cukai. Walaupun sebenarnya, kebijakan ini merupakan kebijakan yang sudah diberlakukan sejak tahun 2000, dan telah dilakukan perubahan batasan produksi sebanyak 5 kali. Bagi produsen yang berada di golongan ini, hal tersebut disambut dengan bahagia. “Untuk SKT seperti kita, dari 350 ke 500 ya cukup membantu perusahaan. Membuka lapangan kerja baru, ada karyawan baru. Sebenarnya juga SKT ini kan ngeganjel rokok ilegal. Karena kan daya beli lagi menurun. Dengan
Kenaikan harga tinggi jangan mendadak. Kalau diberi kesempatan bertambah jumlah produksi, hal itu memberikan kesempatan pada perusahaan untuk bertahap menaikkan harga jualnya. Tapi kalau kenaikannya mendadak, ya enggak punya napas.
produk SKT yang lebih murah, mudah-mudahan rokok ilegal ini jadi terhambat,” ucap Billy Yanuarto sambil tersenyum. Kenaikan tarif cukai yang dilakukan tentu tidak membuat produsen gulung tikar. Seperti yang diungkapkan Ismanu Soemiran, anggota GAPPRI tidak merasa keberatan dengan kebijakan yang sudah ditetapkan. Mereka mengaku, telah menunggununggu kepastian ini. Kenaikan untuk tahun 2017 yang lebih awal diberitakan membuat perencanaan perusahaan kedepannya lebih sistematis. Di tahun ini pun, mereka mengakui, bahwa dengan kenaikan yang telah terjadi, perusahaan tetap mendapatkan keuntungan. “Oh ya tentu dong. Harus ada untungnya,” tegas Hariyanto Sarmawartani. “Iya, tetap untung lah. Cuma enggak seperti dulu, tipis lah kalau sekarang,” Billy Yanuarto menambahkan. Bagaimanapun, urusan berbisnis selalu lekat dengan keuntungan, bukan? Di setiap mula yang baru, harapan-harapan pasti muncul mengiringi. Dengan munculnya kebijakan baru, produsen berharap pemberantasan terhadap rokok ilegal pun disemarakkan, khususnya di daerah luar pulau Jawa, seperti Kalimantan,
Sumatera, dan Sulawesi. “Pengawasan dan pengendalian rokok ilegal, semoga terjadi penindakannya. Karena itu sangat mengganggu rokok resmi seperti kita. Mudah-mudahan bisa bekerja sama dengan aparat penegak hukum supaya nantinya ada pemberantasan rokok ilegal secara tuntas dan menyeluruh,” ujar Billy Yanuarto. Demi memberantas rokok ilegal, Agus Susanto juga memberlakukan cara yang unik di perusahaannya, “cara menyadarkan perusahaan kami, kami pakai kaos bertuliskan stop rokok polos. Jadi saya buat. Saya pakaikan karyawan. Ini diapresiasi BC kok.” Kisah kenaikan tarif cukai beserta harapan pemusnahan rokok ilegal menjadi kisah yang diharap memiliki akhir baik untuk banyak pihak; antara keinginan produsen yang berkembang, perkembangan penerimaan bagi pemerintah, serta masyarakat yang sehat karena minim terkena dampak dari rokok. Berbagai upaya pun kerap dilakukan. Berbagai pengembangan pun dilaksanakan. Tentu semua berharap, bahwa segala hal akan menjadi lebih baik kedepannya, menjadi lebih baik untuk semua. (Adzhani Fatimah Az-Zahrah – WBC)
Volume 48, Nomor 11 November 2016 - Warta Bea Cukai |
17
Laporan Utama Wawancara
Tarif Cukai 2017 Perhitungakan Asumsi Ekonomi yang Telah Disepakati marisi zainuddin sihotang, direktur teknis dan fasilitas cukai Tepat tanggal 30 September 2016, Menteri Keuangan Sri Mulyani menerbitkan kebijakan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.010/2016 tentang kenaikan tarif cukai hasil tembakau untuk tahun 2017. Banyak yang berspekulasi kalau kebijakan ini dilatarbelakangi oleh kabar kenaikan harga rokok yang mencapai Rp50 ribu per bungkusnya. Padahal, kebijakan ini sudah jauh-jauh hari direncanakan dengan melibatkan berbagai pihak.
B
agaimana sebenarnya latar belakang kenaikan tarif cukai hasil tembakau tahun 2017 ini, dan apa yang membedakan kenaikan tarif cukai hasil tembakau tahun 2016 dengan tahun 2017 nanti? Juga apa usulan pihak pabrikan rokok yang diakomodir dalam kebijakan tarif cukai yang baru ini? Untuk mengetahui itu semua, WBC telah mewawancarai Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai, Marisi Zainuddin Sihotang. Yang menjelaskan mulai dari latar belakang hingga yang diharapkan pengusaha rokok dengan kenaikan tarif cukai ini. Berikut hasil wawancara selengkapnya:
18 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 11 November 2016
Bisa dijelaskan apa yang melatarbelakangi kenaikan tarif cukai untuk tahun 2017 mendatang? Kebijakan cukai hasil tembakau 2017 yang telah
Wawancara Laporan Utama diterbitkan pada tanggal 30 September 2016 merupakan hasil serangkaian proses panjang perumusan kebijakan yang telah dimulai sejak awal tahun 2016 atau tepatnya pada bulan Februari 2016. Dimana selama 10 bulan terakhir Pemerintah telah melakukan proses Audiensi, Focus Group Disscusion(FGD), Survey Kapasitas Mesin, dan Studi Banding guna melengkapi referensi kebijakan cukai hasil tembakau. Adapun kebijakan cukai hasil tembakau dilatarbelakangi oleh kondisi dimana perlu adanya kontinuitas dalam proses pengendalian konsumsi atas rokok, penyerapan tenaga kerja di industri hasil tembakau, peredaran rokok ilegal yang mulai meningkat, dan pada saat bersamaan adanya target penerimaan cukai hasil tembakau 2017.Dalam menetapkan kebijakan cukai hasil tembakau, Pemerintah tetap memperhatikan pandangan berbagai pihak termasuk industri hasil tembakau, kementerian terkait, dan akademisi. Bagaimana Pemerintah bisa menetapkan angka 10,54 persen untuk kenaikan tarif cukai tahun 2017 ? Kenaikan rata-rata tertimbang sebesar 10,54% merupakan hasil proses pembahasan dan simulasi perhitungan Pemerintah dengan memperhatikan berbagai aspek antara lain kesehatan, penerimaan negara, maupun tenaga kerja, disamping tetap memperhatikan kondisi perekonomian saat ini. Perlu kami sampaikan bahwa kondisi pertumbuhan produksi hasil tembakau selama 3 tahun terkahir cenderung stagnan/flat hal ini mengindikasikan adanya perlambatan pertumbuhan, atau pertumbuhan yang terkendali. Mengingat kenaikan cukai hasil tembakau yang cukup tinggi pada tahun 2016, maka
diperkirakan pertumbuhan produksi hasil tembakau akan mengalami penurunan sebesar 0,03% dan diharapkan dengan adanya kenaikan tarif cukai 2017 sebesar 10,54% dapat menjaga pertumbuhan produksi pada kisaran ±1%. Hal ini selaras dengan beberapa studi yang menyatakan bahwa kenaikan rata-rata tarif cukai 10% dapat menurunkan konsumsi sebesar 0,9% (Djutaharta et al, 2005). Disamping itu, dalam rangka mencapai target penerimaan cukai 2017, kenaikan tarif cukai juga tetap memperhatikan titik optimalisasinya. Mengingat kenaikan tarif cukai yang terlalu tinggi akan menjadi kontraproduktif terhadap penerimaan negara. Kebijakan cukai hasil tembakau 2016 dengan tidak menaikan tarif cukai atau memberikan pembebanan tarif cukai yang lebih rendah dibandingkan dengan produk tembakau mesin untuk pabrik kecil berdampak cukup positif terhadap aspek tenaga kerja, dimana sepanjang tahun 2016 tidak ada isu atau pemberitaan mengenai PHK tenaga kerja/buruh di sektor rokok.Hal ini merupakan bentuk upaya pemerintah dalam rangka melindungi industri kecil. Apakah kenaikan tarif cukai kali ini ada kaitannya dengan isu yang berkembang beberapa waktu lalu kalau harga rokok akan naik menjadi Rp 50 ribu ? Isu mengenai harga rokok akan naik menjadi Rp 50 ribu menjadi salah satu bahan referensi/pandangan kami dalam pembahasan kebijakan cukai hasil tembakau namun tidak menjadi faktor yang dominan. Bisa dijelaskan mengenai sistem tarif spesifik pada pengenaan tarif cukai hasil tembakau tahun 2017 ini ? Secara umum sistem tarif cukai
hasil tembakau dibagi menjadi 3 yaitu ad-valourem, hybrid, dan spesifik. Ketiga sistem tarif cukai tersebut pernah digunakan di Indonesia. Namun pada saat ini sistem tarif cukai spesifik yang digunakan. Pengenaan tarif cukai hasil tembakau saat ini menggunakan sistem tarif spesifik dimana pungutan cukai dihitung dengan cara mengalikan antara tarif cukai dalam satuan rupiah dengan jumlah satuan spesifik tertentu (batang atau gram). Pada kebijakan kenaikan tarif cukai hasil tembakau kali ini, Pemerintah juga menambah jumlah batasan produksi. Apakah tujuan penambahan jumlah produksi ini ? dan apakah tidak menjadi peluang untuk disalahgunakan ? Kebijakan mengubah batasan produksi sebenarnya bukan hal yang baru mengingat pada periode 2000 -2015 kita telah melakukan perubahan batasan produksi sebanyak 5 kali. Adapun dasar perubahan mempertimbangkan hal-hal antara lain : Berdasarkan data produksi selama 3 tahun terkahir telah menunjukan bahwa pertumbuhan produksi pabrik golongan II cenderung menurun. Rata-rata utilitas kapasitas mesin pabrik golongan II masih berada pada kisaran 53,04%. Hal ini terjadi karena pabrik menahan produksi guna menghindari persaingan dengan pabrik golongan besar dan memberikan ruang yang sama untuk berkembang. Berdasarkan hasil survey rokok ilegal 2016 oleh Tim P2EB UGM yang menunjukan bahwa sebanyak 87,46% pelanggaran di bidang cukai dilakukan rokok-rokok jenis SKM yang dilekati dengan pita cukai milik pabrik golongan IIIA dan IIIB. Oleh karenanya, perlu dilakukan pemisahan antara pabrik golongan IIIA dan golongan IIIB selain untuk proses
Volume 48, Nomor 11 November 2016 - Warta Bea Cukai |
19
Laporan Utama Wawancara klasterisasi pabrik berbasis home industry dan bukan, juga untuk pabrik yang terindikasi melakukan pelanggaran di bidang cukai. Untuk kenaikan tarif ini, apakah sudah mendiskusikannya dengan pihak pengusaha, umumnya apa tanggapan mereka terhadap kenaikan tarif cukai ini ? Sebagaimana amanat dalam UU Cukai, proses perumusan kebijakan cukai hasil tembakau selalu memperhatikan pandangan berbagai pihak termasuk industri hasil tembakau (asosiasi pengusaha rokok), kementerian terkait (kementerian kesehatan, kementerian tenaga kerja, kementerian perindustrian, dan kementerian pertanian), dan akademisi. Tanggapan mengenai kenaikan tarif cukai tahun 2017 cukup beragam, ada yang menyebutkan moderat ada juga menyebutkan masih memberatkan industri hasil tembakau mengingat dampak atas kebijakan cukai hasil tembakau sebelumnya cukup signifikan menurunkan produksi. Apa masukan dari pihak pengusaha yang ditampung secara penuh oleh pemerintah dalam kebijakan kenaikan tarif cukai ini ? Usulan yang diberikan pengusaha pabrik merupakan salah satu bagian referensi bagi Pemerintah yang tentunya masih perlu dibahas dan dikaji secara komprehensif sehingga tidak serta merta usulan yang disampaikan diterima sepenuhnya. Namun demikian beberapa usulan/ masukan telah terakomodir dalam kebijakan cukai hasil tembakau. Permintaan atau masukkan apa yang dirasa sangat berat dan tidak mungkin dimasukkan dalam kebijakan kenaikan tarif cukai saat ini ? Sejauh ini masukan/ usulan yang disampaikan oleh pengusaha pabrik telah kami
akomodir, namun tentunya ada beberapa usulan yang belum dapat diakomodir seperti usulan/ masukan mengenai kisaran angka kenaikan tarif cukai yang merupakan kewenangan pemerintah. Bagi pihak pengusaha kenaikan tarif cukai lebih ideal dikisaran angka 6 persen, bagaimana menurut Bapak ? Jika berbicara kisaran prosentase kenaikan tarif cukai sifatnya relatif mengingat pemerintah pun dalam hal ini menghitung kenaikan tarif cukai dengan berbagai skenario yang dapat menyeimbangkan beberapa aspek, tidak hanya fokus pada industri semata. Bagaimana dengan target penerimaan itu sendiri, dengan kenaikan tarif ini apakah akan tercapai ? atau kenaikan tarif ini untuk mencapai target penerimaan yang telah ditetapkan? Dengan besaran tarif cukai 2017 pemerintah telah memperhitungkan bahwa dengan beberapa asumsi ekonomi yang telah disepakati, diharapkan kenaikan tarif cukai ini dapat mencapai target penerimaan cukai hasil tembakau 2017 yang dibebankan sebesar 149,8 triliun. Dengan mengacu pada target penerimaan, masyarakat menilai kebijakan cukai saat ini belum berpihak pada kesehatan walaupun disebutkan untuk mengendalikan konsumsi, bagaimana menurut Bapak ? Sebagaimana yang telah kami jelaskan diawal bahwa Pemerintah telah mendengar berbagai pandangan masyarakat mengenai kebijakan cukai rokok kedepan yang terkait dengan berbagai aspek, antara lain: kesehatan, tenaga kerja, peredaran rokok illegal, dan penerimaan negara.
20 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 11 November 2016
Oleh karenanya Pemerintah mencoba menyeimbangkan berbagai aspek tersebut dengan tetap berpandangan bahwa rokok mengancam kesehatan sehingga konsumsinya perlu dikendalikan sebagaimana amanat Pasal 2 ayat 1 UU Cukai. Perlu diketahui bahwa secara linier selama 10 tahun terakhir trend pertumbuhan produksi nasional cenderung menurun dengan nilai trend pertumbuhan sebesar -0,28%. Diharapkan dengan pembebanan kenaikan tarif cukai 2017 pertumbuhan produksi menurun sebesar -1,67% selaras dengan target roadmap kesehatan menurunkan prevalensi perokok sebesar 1% per tahun. Kenaikan tarif cukai hasil tembakau rata-rata tertimbang sebesar 10,54% selaras dengan beberapa studi yang menyatakan bahwa kenaikan rata-rata tarif cukai 10% dapat menurunkan konsumsi sebesar 0,9% (Djutaharta et al, 2005). Tiap tahun pemerintah selalu menaikan tarif cukai, apakah tidak ada kebijakan yang membuat kenaikan tarif cukai selama 3 atau 5 tahun ke depan sehingga pihak pengusaha dapat lebih pasti dan mengetahui akan kenaikan tarif cukai tersebut ? Rencana kebijakan cukai hasil tembakau jangka menengah (medium term) merupakan roadmap/guidance kebijakan cukai hasil tembakau kedepan, dimana saat ini Pemerintah masih dalam proses perumusan yang diharapkan dapat terealisasi produk hukumnya. Kebijakan cukai hasil tembakau 2017 yang telah diterbitkan merupakan persiapan awal dan searah dengan roadmap kebijakan cukai hasil tembakau kedepan. Hal ini salah satunya dapat terlihat dengan adanya kebijakan mempersempit gap tarif per layer untuk jenis HT tertentu.
Wawancara Laporan Utama cukai merupakan instrument pengendalian konsumsi. Sehingga penyesuaian-penyesuaian tersebut perlu dilakukan agar dapat mengakomodir pengendalian konsumsi, target penerimaan, penyerapan tenaga kerja, dan peredaran rokok ilegal. Pada dasarnya diperlukan roadmap kebijakan cukai hasil tembakau yang secara komprehensif membahas aspek-aspek tersebut sehingga diharapkan menjadi guidance bersama baik bagi Pemerintah maupun industri hasil tembakau. Bagaimana dengan pelanggaran cukai yang ada saat ini, apaka kiranya dengan kenaikan tarif ini pelanggaran cukai akan meningkat ? Berdasarkan survey rokok ilegal yang dilakukan Tim P2EB UGM adanya peningkatan pelanggaran di bidang cukai khususnya rokok ilegal. Kebijakan cukai hasil tembakau tahun 2017 telah mempertimbangkan aspek pelanggaran di bidang cukai khususnya peredaran rokok ilegal. Hal ini dapat terlihat dari upaya Pemerintah dalam menentukan besaran tarif cukai, proses penyederhanaan layer, perubahan batasan produksi, dan rencana perubahan penggunaan seri pita cukai berdasarkan jenisnya (mesin/non mesin). Namun demikian, upaya ditataran policy saja tidak cukup diperlukan upaya penindakan/law enforcement yang intensif
Sebenarnya sampai kapan pemerintah akan menaikan tarif cukai hasil tembakau ? apakah ada angka ideal yang dapat dijadikan patokan untuk kenaikan tarif cukai sehingga tidak perlu tiap tahun naik ? Cukai hasil tembakau saat ini
merupakan instrument fiskal yang memberikan kontribusi cukup signifikan terhadap penerimaan perpajakan sebesar 9 - 10%. Target penerimaan cukai hasil tembakau dari tahun ke tahun terus mengalami kenaikan, pada saat yang bersamaan
Apa harapan Bapak dengan adanya kebijakan kenaikan tarif cukai hasil tembakau tahun 2017? Diharapkan goal kebijakan cukai hasil tembakau dapat tercapai yaitu konsumsi rokok tetap terkendali, keberlangsungan tenaga kerja terjaga, target penerimaan cukai tercapai, dan peredaran rokok ilegal dapat diminimalisir. (*)
Volume 48, Nomor 11 November 2016 - Warta Bea Cukai |
21
Laporan khusus
Diperbatasan Paling Timur, PNG Sangat Bergantung Kepada Indonesia
KPPBC TMP C Jayapura. Kantor Bea Cukai yang memiliki kegiatan paling lengkap di Timur Indonesia.
J
ayapura, itulah surat tugas yang paling jauh saya terima saat itu. Antara senang dan takut, sempat menyelimuti hati ini saat diberitahu untuk meliput wilayah perbatasan di pulau paling timur Indonesia. Sebenarnya untuk ke Papua sendiri, merupakan tugas kedua kalinya bagi saya, dimana yang pertama pada tahun 2004 saya ditugaskan ke Timika tepatnya ke Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Amamapare untuk meliput serah terima jabatan Kepala KPPBC Amamapare sebelumnya, Hartono Singgi kepada yang baru Agus Hermawan. Selain liputan serah terima jabatan itu, saya juga meliput tentang kegiatan KPPBC Amamapare yang menangani kegiatan ekspor impor dari perusahaan tambang emas terbesar, yaitu Freport. Memang menerima tugas liputan ke Ibu Kota Provinsi Papua ada sedikit rasa khawatir, bukan karena takut akan kondisi daerahnya, namun takut jenuh dalam perjalanan, karena harus
Gerbang Perbatasan: Batas wilayah antara Indonesia dengan PNG yang harus dijaga keamanan negara dapat terjamin.
ditempuh selama 6 jam dengan pesawat. Namun kekhawatiran itu sirna saat dijelaskan kalau liputan yang akan dilakukan kali ini adalah melihat kondisi perbatasan antara Indonesia dan Papua New Guinea, tepatnya di Skow Wutung. Dimana belum banyak orang yang mendapat kesempatan untuk meliput ke perbatasan tersebut, bahkan pegawai bea cukai pun masih sedikit yang tahu soal perbatasan kedua negara tersebut.
22 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 11 November 2016
Lima hari masa tugas, tentunya penuh dengan jadwal yang telah disusun sesuai dengan arahan dari kepala KPPBC Tipe Madya Pabean C Jayapura, Tubagus Firman bersama Kepala Seksi P2, Sutarto dan Kepala Seksi Bagian Umum, Marsanto. Melalui arahannya tugas liputan kali ini penuh dengan tantangan dan pengalaman yang tidak terlupakan. Tepat tanggal 13 September 2016, pukul 07.30 waktu Indonesia
Laporan khusus bagian barat kami berangkat menuju Jayapura dengan rencana tiba di bandara Sentani Jayapura pukul 16.14 waktu Indonesia bagian timur, yang sebelumnya singgah terlebih dahulu di Makassar selama 30 menit. Cuaca diawal perjalanan sangat mendukung, langit yang cerah dengan hembusan angin yang normal membuat perjalanan tidak diwarnai dengan guncangan baik kecil maupun besar. Tepat pukul 11.30 waktu Indonesia bagian tengah kami singgah terlebih dahulu di Makassar selama 30 menit, dan sisa perjalanan pun dilanjutkan kembali dengan estimasi waktu 3 jam 15 menit. Memasuki Pulau Papua terasa pesawat lebih banyak berguncang akibat menabrak awan dan hembsan angin yang lebih kencang, mungkin karena wilayahnya yang bergunung-gunung dan hutan yang lebat sehingga cuaca disekitarnya menjadi sering tidak menentu. Namun semua itu dapat berjalan dengan lancar, bahkan sebelum kami mendarat di Bandara Sentani, kami disuguhi pemandangan yang sangat indah berupa gunung dengan hamparan padang rumput dan danau Sentansi yang membuat takjub mata ini sekaligus menambah keyakinan kalau tiada kuasa yang mampu menandingi ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Memasuki gedung bandara, ada sedikit yang berbeda dengan bandara lainnya, yaitu soal peringatan yang terpampang di tiap dinding. Jika di daerah lain lebih mengutamakan dilarang merokok, kalau di sini ditambah dengan “Dilarang Mengunyah Pinang”. Loh kok mengunyah pinang sih, iya ternyata kebiasaan warga disini adalah mengunyah pinang baik muda, tua, wanita, atau pria semua gemar mengunyah buah pinang dengan sirih, yang akibatnya dapat membuat air liur menjadi banyak dan jika dibuang sembarangan akan mengotori tempat sekitarnya.
Diluar bandara kami sudah disambut oleh Kepala Seksi Penindakan dan penyidikan (P2) KPPBC TMP C Jayapura, Sutarto. Diperjalanan dengan semangatnya pak Sutarto dijelaskan akan ragam budaya maupun kegiatan yang dijalankan oleh KPPBC Jayapura. Dan satu hal yang tidak dapat kami temui di daerah lain adalah hamparan pemandangan danau Sentasi dan hutan yang ada disepanjang jalan menuju kota Jayapura. Jarak antara Bandara Sentasi dengan kota Jayapura kurang lebih 40 kilometer dan dapat ditempuh dengan waktu 30 menit saja. Jalanan yang kami lalui pun sangat mulus dan terlihat kepadatan yang ada di wilayah ini mulai dari Kota Abe Pura hingga Jayapura. Namun demikian kepadatan ini tidak menyeluruh, masih banyaknya hutan belantara di wilayah ini membuat jalur yang dilalui selalu berliku-liku dan naik turun akibat kondisi tanah yang berbukit-bukit. KPPBC TMP C Jayapura terletak di pusat kota tepatnya di dekat pelabuhan. Namun demikian, saat ini pelabuhan tidak melayani kegiatan ekspor impor hanya perdagangan antar pulau saja.”Kalau lihat tumpukan kontainer di pelabuhan, itu semua bukan barang ekspor impor, tapi barang antar pulau yang umumnya berisi sembako dan kebutuhan lainnya di Jayapura ini. Sedangkan kegiatan ekspor impor lebih banyak dilakukan diwilayah perbatasan,” tutur Sutanto. Masih menurutnya, Keunikan KPPBC TMP C Jayapura dibandingkan dengan kantor yang lain, adalah wilayahnya yang sangat luas, yang mencapai 120.000 KM2 meliputi 12 kabupaten dan 1 kota. Sebagai KPPBC yang mengawasi daerah perbatasan juga mempunyai karakteristik yang berbeda dengan KPPBC yang mengawasi Perbatasan seperti yang ada di wilayah barat
Indonesia, dimana kalau disana lebih banyak WNI yang pergi ke luar negeri kemudian membawa barang bawaan atau belanja nya masuk ke Indonesia dengan mendapatkan fasilitas pembebasan Bea Masuk sebagai pemegang Kartu Ijin Lintas Batas (KILB), namun disini kegiatan lebih banyak warga asing/PNG yang masuk ke Indonesia untuk berbelanja dan kemudian kembali ke negara mereka kembali. Sedangkan WNI yang menggunakan fasilitas KILB utamanya untuk mendapatkan fasilitas pembebasan Bea Masuk sangat sedikit. KPPBC Jayapura juga merupakan kantor yang pelayanan nya sangat lengkap, yaitu meliputi pelabuhan laut, bandara, perbatasan darat dan perbatasan laut serta kantor pos lalu bea. Dengan kondisi pengawasan yang cukup lengkap tersebut, masih ada beberapa kendala yang kini dihadapi oleh KPPBC TMP C Jayapura, yaitu masih kurangnya pemahaman atas peraturan oleh pihak stakeholder. Masih banyak pelaku usaha atau pelaku ekspor impor yang belum memahami peran bea cukai di perbatasan. Namun hal ini sudah dilakukan sosialisasi kepada para pengguna jasa. Sosialisasi terhadap para pelintas batas dan para pedagang di pasar perbatasan telah dilakukan di kantor Distrik Muara Tami. Untuk sosialisasi sengaja diadakan dekat tempat tinggal peserta agar mendapatkan hasil yang optimal. Satu hal yang cukup penting pada kegiatan sosialisasi ini adalah mengundang kepala adat atau yang dikenal dengan nama Ondoafi, yang diharapkan dengan adanya arahan tersebut aturan kepabeanan dapat diterapkan. Sementara itu menurut Kepala KPPBC TMP C JayaPura, Tubagus Firman selain kendala tersebut, kendala yang cukup krusial adalah kondisi geografis yang luas sehingga diperlukan SDM maupun sarana prasarana yang
Volume 48, Nomor 11 November 2016 - Warta Bea Cukai |
23
Laporan khusus prima. “Untuk SDM telah kita lakukan pengaturan penugasan agar dapat dilakukan pelayanan dan pengawasan, sedangkan untuk sarana prasarana sering ada kendala seperti listrik yang tidak stabil sehingga mengakibatkan peralatan mudah rusak dan jika itu terjadi pada alat khusus seperti x-ray, harus mendatangkan teknis dari Jakarta. Pun demikian ketika kapal patroli yang rusak, belum ada teknisi di Jayapura yang mampu memperbaiki kapal patroli Bea Cukai sehingga menunggu teknisi dari Jakarta,” ungkap Firman. Dari potensi yang ada serta melihat kendala yang dihadapi, kegiatan pelayanan dan pengawasan di KPPBC TMP C Jayapura tetap dapat dijalankan dengan optimal. Satu hal yang cukup menarik adalah saat hari kedua kami mengikuti operasi patroli laut di perbatasan antara Indonesia dengan Papua New Guinea (PNG). Hembusan angin yang cukup kencam yang membuat ombak bergulung-gulung dan itu semua harus kami hadapi dengan menggunakan kapal patroli bea cukai. Untuk dapat mencapai perbatasan laut harus menempuh perjalanan melawan gelombang laut selama kurang lebih satu jam. Dan, diperbatasan kami tidak langsung menemukan kapal dari PNG yang lewat dengan membawa pinang atau pun vanili. Hal ini tidak lain karena kapal patroli bea cukai sangat dikenali sehingga begitu keluar dermaga maka informasi sudah menyebar kemanamana. Hanya ada satu kapal yang kami temukan dan itupun tidak membawa barang hanya dokumen untuk membeli mesin di Jayapura, dan petugas pun meminta mereka untuk menyelesaikan dokumennya di KPPBC. Dau jam kami terombangambing di perbatasan untuk mencegah masuknya kapal dari PNG, angin semakin kencang dan ombak semakin tinggi karena hari sudah semakin gelap. Setelah
melihat kondisi yang baik kami pun memutuskan untuk pulang. Di hari ketiga adalah hari yang cukup di nanti, yaitu kami akan melihat perbatasan darat secara langsung di Skow Wutung antara Indonesia dengan PNG. Di hari kamis itu juga merupakan hari pasar, dimana pada hari pasar warga papuanugini yang melintas masuk ke Indonesia bisa mencapai 1500 orang. “Hari pasar dilakukan dua kali seminggu, yaitu Selasa dan Kamis. Sedangkan untuk Sabtu dan Minggu perbatasan ramai dikunjungi wisatawan yang ingin melihat perbatasan saja. Di hari pasar banyak warga PNG yang belanja kebutuhan pokok ke Indonesia, rata-rata bisa mencapai 1500 orang yang berbelanja dan mereka umumnya menggunakan mata uang Kina untuk transaksinya, jadi diperbatasan ini kita bisa melihat bagaimana warga PNG sangat bergantung kepada Indonesia untuk memenuhi kebutuhan mereka, ” ujar Firman. Jarak antara kota Jayapura dengan perbatasan sendiri tidak jauh, hanya dalam waktu satu setengah jam kita sudah bisa sampai dan jalan menuju ke perbatasan pun sudah sangat bagus, bahkan kita bisa melewati pemukiman transmigrasi asal Pulau Jawa yang mengandalkan pertanian sebagai mata pencaharian. Saat tiba di perbatasan rasanya sangat senang sekali, karena kesempatan ini tentunya sangat jarang dimiliki orang untuk dapat melihat lintas batas di pulau paling timur Indonesia. Kondisi perbatasan sendiri saat ini tengah dilakukan perbaikan, pembangunan gedung instansi pemerintah sedang disiapkan agar pelayanan dapat berjalan lebih baik lagi. Sedangkan gerbang perbatasan Indonesia telah terlebih dahulu selesai dan berdiri dengan kokoh. Namun sayang, saat itu pelintas yang masuk ke Indonesia dibatasi karena pasar
24 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 11 November 2016
yang ada mengalami kebakaran sehingga transaksi tidak dapat dilakukan seperti biasa. Hanya yang menggunakan paspor yang bisa melintas sedangkan yang menggunakan KILB tidak dapat melintas. Ada sedikit perbedaan antara batas Indonesia dengan PNG, jika di PNG perbatasan langsung ke kantor pemerintahan, sedangkan untuk Indonesia ada jarak sekitar 500 meter antara gerbang perbatasan dengan kantor pemerintahan. Hal ini ditujukan sebagai faktor keamanan, yang mana di sana masih ada organisasi OPM yang ingin mengacaukan keamanan Indonesia. Maka tidak heran jika dijalan menuju perbatasan, bahkan di perbatasan banyak sekali tentara yang berjagajaga untuk keamanan wilayah tersebut, karena NKRI adalah harga mati. Walaupun kondisi perbatasan dalam pembangunan, dan kondisi pasar habis terbakar, namun semua itu dapat dinikmati sebagai perjalanan menuju batas negara yang sangat berharga. Karena Jayapura menjadi batas negara antara Indonesia dengan PNG baik darat maupun laut, yang keduanya harus diawasi dengan baik dan profesional. Jika diperbatasan Indonesia dengan Malaysia, Indonesia sangat bergantung kepada Malaysia, di Jayapura kondisinya sangat berbeda, disini PNG sangat bergantung dengan Indonesia. Itulah kerukunan antar berbangsa yang saling membutuhkan dan saling memenuhi segala hal yang diinginkan masing-masing negara. Setiap perbatasan pasti menyisakan cerita yang berbeda, namun demikian setiap perbatasan kini harus mendapat perhatian khusus dari pemerintah, agar seluruh rakyat Indonesia dapat memperoleh segala kebutuhannya dengan mudah dan dijamin keamanannya. (Supriyadi)
Laporan khusus
Perbatasan Nanga Badau-Malaysia
Mengawasi Perbatasan dengan Serba Keterbatasan
Barang Keluar masuk dari border lintas batas dilakukan pemeriksaan oleh prtugas BC Karantina Imigrasi dan TNI
N
anga Badau atau biasa orang menyebutnya dengan sebutan Badau adalah nama salah satu kecamatan di ibukota Kabupaten Kapuas hulu yang berada di ujung provinsi Kalimantan Barat dan merupakan salah satu wilayah Indonesia bagian utara yang berhubungan langsung perbatasan dengan Kuching, Malaysia. Sore itu saya bersama Muhammad Faishal Hafizh sudah berada di wilayah perbatasan Nanga Badau. Berada di ujung Kalimantan Barat, Badau dalam bidang infrastruktur memiliki kondisi jalan yang sangat memprihatinkan. Transportasi hanya dapat dilalui melalui perjalanan darat yang hanya bisa ditempuh atau dilalui menggunakan kendaraan motor, mobil sport atau jenis ranger. Sebelum tahun 2012, jalan tersebut masih berupa jalan tanah
merah. Wajar jika dulunya warga Badau lebih suka menggunakan transportasi air lewat anak Sungai Kapuas untuk pulang pergi ke Putussibau. Jarak tempuh yang cukup jauh dan disertai dengan jalan beralasan tanah merah, berlumpur dan berdebu serta sempit. Kondisi ini menambah buruk sarana infrastruktur yang ada. Sementara itu, dari Badau menuju Putussibau memerlukan waktu sekitar 5 atau 6 jam perjalanan dan kondisi ini harus dilalui dengan apa adanya. Namun kini tidak lagi, semenjak ada perhatian dari pemerintah setempat, infrastruktur mulai diperbaiki. Di beberapa lokasi terlihat pekerjaan pelebaran jalan dengan membelah perbukitan dan menguruk lembah. Di kiri kanan jalan, tampak para pekerja dan alat berat yang tengah meratakan jalan sambil melakukan pengaspalan. Pekerjaan ini menurut pemerintah setempat
ditargetkan selesai awal tahun 2018 mendatang dan akan dijadikan jalan trans utama ke Badau. Dengan kondisi tersebut perjalanan Badau Putussibau dapat ditempuh selama 3,5 jam perjalanan.. Selama diperjalanan menuju Badau, kita akan menemui pemandangan yang dikelilingi hutan belantara kadang diselingi tanah kosong hasil pembalakan. Jalan beraspal mulus bisa dinikmati 2 jam pertama, terkadang ditemui tanjakan dan disertai tikungan tajam yang banyaknya ‘jebakan’ lubang menganga membuat perjalanan menjadi sangat melelahkan. Bahkan tidak jarang dijumpai jembatan yang masih berupa jembatan darurat dan jembatan baja yang bantalannya mengalami kerusakan sehingga diganti dengan kayu ulin sebagai penopang kendaraan. Dengan kondisi ini, kendaraan yang melewatinya
Volume 48, Nomor 11 November 2016 - Warta Bea Cukai |
25
Laporan khusus harus hati2, pelan-pelan dan harus bergantian. Dalam perjalanan kita juga akan menemukan perkampungan Dayak, yang tempat tinggalnya mempunyai ciri khas sendiri yakni sebuah rumah panjang khas Dayak yang merupakan tempat dimana beberapa keluarga bisa tinggal dirumah tersebut. Setengah perjalanan dari Putussibau, dikejauhan kita menemukan daerah yang indah rupawan yang terlihat dari jalan, yaitu danau Sentarum yang merupakan bagian dari Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS). Akhirnya sampai juga di kecamatan Badau, disepanjang jalan utama desa Badau, terdiri dari Perumahan warga, tokotoko kecil, kios bensin, dan tiang listrik. Toko-toko kecil yang berada di sepanjang jalan utama itu umumnya berjualan kebutuhan pokok seperti beras, gandum, gula, dan kebutuhan pokok lainnya seperti minyak makan yang juga tersedia di warung dan toko di sekitar jalan. Keberadaan KPPBC Nanga Badau, Tugas dan Fungsinya Gedung KPPBC Tipe Pratama Nanga Badau berada sedikit keatas, posisi tepatnya berada di samping jalan utama menunju ke perbatasan Malaysia. Kondisi kantor terlihat sangat baik, sederhana dan juga tidak terlalu megah dengan dihiasi umbulumbul bendera merah putih. Ukurannya luasnya tanah biasa dibilang sama dengan ukuran rumah type 60. Dibelakang kantor juga ada beberapa rumah tinggal yang dipersiapkan untuk tempat tinggal pegawai, yang kondisi rumahnya tersebut layak pakai tapi tidak terawat. Kalau pegawai ingin menempati rumah tersebut harus perlu ada perbaikan sedikit dan pengadaan listrik harus menarik kabel yang arus listriknya diambil dari gedung kantor.
Keberadaan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Pratama Nanga Badau sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 206.3/PMK.01/2014 tanggal 17 Oktober 2014 tentang Perubahan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.01/2012 tanggal 06 November 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, merupakan unsur pelaksana kegiatan operasional dan merupakan instansi vertikal DJBC yang berada dibawah dan bertanggungjawab langsung kepada Kantor Wilayah DJBC Kalimantan Bagian Barat. KPPBC Tipe Pratama Nanga Badau mempunyai tugas pokok melaksanakan kegiatan operasional pelayanan kepabeanan dan cukai dalam daerah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan kepabeanan dan cukai serta kebijaksanaan teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal. Dalam menjalankan tugasnya Kantor Nanga Badau memiliki sumber daya manusia yang minim dan sangat terbatas. Keterbatasan dan minimnya sumber daya ini meliputi : Keterbatasan jumlah dan kualifikasi SDM, keterbatasan
Pegawai BC di Perbatasan.
26 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 11 November 2016
sarana dan prasarana yang dimiliki untuk menunjang kegiatan perkantoran khususnya sarana pengawasan, mengingat posisi kantor yang letaknya sangat jauh dari kota dengan kondisi geografis yang kurang menguntungkan sehingga keterbatasan sumber daya yang dimiliki ini menjadi permasalahan utama dalam upayanya mewujudkan sasaran strategis yang telah ditetapkan. Memiliki pegawai 12 orang ditambah dengan 1 kepala kantor ini terlihat kantor terasa sepi, ditambah lagi pegawainya saat itu hanya tersisa kurang lebih 8 pegawai, lima pegawai sedang mendapat tugas dinas luar dari Nanga Badau, sehingga kesehariannya kantor hanya berisi 5 pegawai, dan 3 pegawai lainnya melakukan penjagaan diborder PLBN. Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi organisasi, KPPBC Tipe Pratama Nanga Badau memiliki peran yang cukup strategis, karena letak geografisnya yang tepat berbatasan langsung dengan negara Malaysia yaitu perbatasan Kalimantan Barat dan Sarawak sehingga rawan terjadinya pelanggaran dibidang Kepabeanan dan Cukai khususnya penyelundupan barang illegal dan pemasukan NPP.
Laporan khusus
Pos Lintas Batas Negara Indonesia dulu dan sekarang yg sedang diperbaiki.
Oleh karena itu agar dapat menjalankan tugas pokok dan fungsinya sebagai salah satu instansi vertikal DJBC di perbatasan, KPPBC Tipe Pratama Nanga Badau perlu didukung sarana dan prasarana yang memadai, SDM yang berkompetensi dan berintegritas tinggi dengan jumlah yang memadai serta regulasi yang kuat dan selaras dengan BTA (Border Trade agreement) tahun 1970 sebagai pedoman pelaksanaan tugasnya. Sesuai dengan visinya KPPBC Tipe Pratama Nanga Badau yaitu menjadi Garda Bea dan Cukai di Batas Negeri yang cerdas, Bermartabat, Tangguh dan Berani. Adapun makna dari visi tersebut, memandang jauh kedepan dan bercitacita untuk menjadikan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Pratama Nanga
Badau sebagai salah satu instansi vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di perbatasan yang memiliki semangat pengabdian yang tinggi dan mampu memberikan pelayanan yang cerdas dan menjaga martabat institusi sehingga keberadaannya bermanfaat bagi masyarakat khususnya masyarakat di perbatasan, serta tangguh menghadapi segala tugas yang diamanahkan dan berani menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi sehingga mampu membina masyarakat perbatasan menjadi lebih memahami segala peraturan dibidang kepabeanan dan cukai. Pos Lintas Batas Negara (PLBN) dan kegiatan Espor Impor Karena posisi gedung kantor Bea dan Cukai berada diatas, Pos Lintas Batas Negara terlihat jelas dipandangnya, jaraknya
diperkirakan 200 atau 300 meter dari gedung KPPBC Type Pratama Nanga Badau. Saat ini kondisinya PLBN sedang dalam pembangunan dan sudah rampung 50 persen. Lantaran dalam tahap perbaikan, arus keluar masuk perbatasan Malaysia harus tetap terjaga, Pos Bea dan Cukai untuk sementara ditempatkan di sebuah gedung seperti ruko dan berada satu atap dengan instansi Imigrasi, Karantina, dan Dinas Perhubungan dan posisinya berada dibelakang pos lintas batas Negara yang sedang dibangun. 500 meter dari pos penjagaan terlihat border keluar masuk milik Negara Malaysia. Keberadaan PLBN sebagai gerbang yang mengatur arus keluar masuk orang dan barang diwilayah perbatasan sangat penting sekali karena dapat mengurangi keluar masuknya barang illegal. Selain itu dapat mengatur hubungan sosial dan ekonomi antara masyarakat Indonesia dengan masyarakat diwilayah negara tetangga. KPPBC Nanga Badau menerapkan patroli dan pengintaian di tempat-tempat yang dianggap rawan adanya pelanggaran khususnya penyelundupan barang-barang illegal dari Malaysia. Namun demikian karena keterbatasan SDM yang dimiliki maka kegiatan ini belum dapat dilakukan secara optimal dan hanya bersifat insidentil. Kegiatan pokoknya adalah melakukan patroli dan pengintaian pada jalur transportasi utama yang tepat berbatasan dengan Malaysia, dan pemantauan pada kedua pos bantu yang berada di wilayah kerja Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Pratama Nanga Badau yaitu pos Merakai Panjang dan Nanga Bayan. Selain tugas pengawasan yakni memeriksa keluar masuknya orang dan barang, KPPBC Nanga Badau juga memberikan pelayanan
Volume 48, Nomor 11 November 2016 - Warta Bea Cukai |
27
Laporan khusus
KPPBC Tipe Pratama Nanga Badau
dibidang ekspor dan impor. Kegiatan pelayanan utama KPPBC Tipe Pratama Nanga Badau yang keberadaannya tepat di daerah perbatasan dengan negara tetangga yaitu Malaysia adalah pelayanan terhadap masyarakat sekitar yang melakukan kegiatan pemasukan barang (belanja) kebutuhan sehari-hari dari Lubok Antu Malaysia dengan menggunakan KILB (Kartu Identitas Pelintas Batas). Sampai dengan bulan September 2016, jumlah KILB telah diterbitkan sebanyak 603 orang. Selain pelayanan pelintas batas dengan KILB, pelayanan utama lainnya adalah ekspor CPO yang dilakukan oleh Grup Sinar Mas. Sampai dengan bulan September 2016 KPPBC Tipe Pratama Nanga Badau telah melayani dokumen PEB sebanyak 172 dokumen. Berdasarkan hasil komunikasi dengan pihak eksportir, volume ekspor akan semakin meningkat seiring dengan pertambahan jumlah bahan baku dan kapasitas produksi. Tentunya hal ini akan memberikan sumbangan devisa yang cukup besar kepada negara. Untuk kegiatan Impor, KPPBC Tipe Pratama Nanga Badau melayani kebutuhan impor listrik yang diajukan oleh PT. PLN Persero untuk memenuhi
kebutuhan listrik di daerah kawasan perbatasan. Selain listrik, KPPBC Tipe Pratama Nanga Badau juga melayani impor Spiral Pipe yang dilakukan oleh Grup Sinar Mas. Masyarakat Desa Badau dalam keseharian Masyarakat Desa Badau dalam keseharian berkomunikasi dan berintraksi satu sama lain berjalan dengan baik. Sebagian masyarakat desa ini juga memiliki sikap yang ramah terhadap orang lain. Terlihat saat itu, ramainya pertandingan seperti volley, futsal dan olahraga lainnya dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Perekonomian masyarakat Nanga Badau Mayoritas berprofesi sebagai petani, nelayan, dan pedaganag. Perekonomian masyarakat badau di pengaruhi oleh perekonomian masyarakat perbatasan yang ada di pinggiran lubuk antu serawak yang sangat dekat dengan badau. Jarak yang jauh BadauPutusibau inilah yang menyebabkan harga barang kebutuhan sehari-hari dari Putusibau lebih mahal dibanding Lubuk Antu dan kebutuhan makan minum sehari-hari Kecamatan Badau dipasok dari Lubok Antu.
28 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 11 November 2016
Seperti daging sapi, daging ayam, ikan laut, udang laut, sayuran, buah, susu, dan gula dibeli dari Lubuk Antu. Tak mungkin kami beli daging sapi, ayam, ikan dari Putussibau karena akan busuk sesampai kesini. Kehidupan masyarakat di perbatasan ini memang sangat unik, Meskipun warga Indonesia, selain kebutuhan pokoknya sebagian disuplai dari Malaysia, dalam transaksi mereka juga menggunakan dua mata uang, Rupiah dan Ringgit Malaysia. Sebaliknya, produkproduk terbaik asal Badau diijual ke Malaysia, seperti madu, ikan sungai, ayam kampung, buahbuahan, kopi, lada, kayu dan sebagainya karena harganya lebih mahal. Selain barang kebutuhan sehari-hari, mayoritas kendaraan roda dua dan roda empat berasal dari Malaysia yang boleh beroperasi hanya di Badau dan sekitarnya karena umumnya kendaraan ini tidak mempunyai surat menyurat. Dengan uang dua juta rupiah kita sudah bisa memiliki sepeda motor. Mobil sedan kecil (sejenis mobil kancil) bisa didapat dengan Rp.10 juta. Hampir lengkap ketergantungan warga Badau dengan Malaysia. (Andi Tria Saputra)
Laporan khusus
Senja di Atambua Kami harus menempuh penerbangan dini hari menuju Pulau Timor. Di dalam pesawat, rasa kantuk dan lelah mulai menyerang. Namun hal itu segera terobati setelah kami tiba di Bandara AA Bere Tallo Atambua. Udara segar diiringi cerah sinar mentari dan birunya langit membuat kami bersemangat lagi.
M
enengok sejarah, menurut Perjanjian Lisabon 1859, Timor dibelah garis tegas. Garis ini membuat Timor terpisah batas negara, walaupun sebenarnya mereka masih satu saudara satu pulau. Sisi barat, yang dulu diklaim milik Belanda, setelah merdeka lantas menjadi bagian dari Nusa Tenggara Timur. Sementara sisi Timur yang penuh gejolak dan penuh pengaruh Portugis kini telah menjadi negara mandiri bernama Timor Leste. Setiba di sana kami disambut hangat Kepala Seksi Penyuluhan dan Layanan Informasi Edie Purwanto, staf pelaksana Fajar Dwi, dan segenap pegawai KPPBC Atambua. Tujuan pertama kami adalah Mota’ain yang memang tak jauh dari Kantor Bea Cukai Atambua. Ini adalah titik perbatasan paling ramai dan rawan, di sinilah pintu utama bagi pelintas batas Indonesia-Timor Leste. Dari pusat kota Atambua diperlukan waktu sekitar 45 menit untuk tiba di perbatasan Mota’ain. Ketika itu kami diantar petugas Bea Cukai Fajar Dwi dan Gagas Galang. Panas menyengat terasa membakar kulit ketika kami tiba
Gerbang Pos Perbatasan Mota’ain milik Indonesia.
Gerbang pos perbatasan Batugade milik Timor Leste.
di perbatasan ini. Padahal waktu itu belum tengah hari, lewat jam sepuluh siang. Kami bertemu sapa dengan beberapa petugas Bea Cukai di sana. Kemudian juga berbincang dengan petugas lain seperti Imigrasi dan anggota TNI
yang sedang berjaga. Tampak hiruk pikuk pekerja bangunan di sana. Truk tanah dan pasir hilir mudik mengepulkan debu cukup pekat. “Sebentar lagi jadwal mobil travel melintas, tunggu saja,” ujar Komandan Pos Bantu Bea
Volume 48, Nomor 11 November 2016 - Warta Bea Cukai |
29
Laporan khusus Cukai Mota’ain Isnin Muhammad. Pria asal Flores ini memberikan beberapa keterangan mengenai situasi dan kondisi perbatasan. Rupanya Isnis sudah mafhum jika kami kesini tak lain untuk meliput dan mengambil gambar para pelintas batas. Menurutnya perbatasan ini ramai pelintas pada pukul sepuluh hingga sebelas siang. Mobil travel jenis elf rute Dili-Kupang dipastikan melintas di jam-jam itu. Benar saja, tak lama kemudian beberapa kendaraan mulai berdatangan dari arah Timor Leste. Para penumpang pun turun berjalan kaki menuju pospos pemeriksaan yang saat itu kondisinya darurat karena sedang direnovasi. Beberapa orang terlihat sibuk dengan barang bawaannya seperti tas dan kardus. Jepretan kamera seakan tak lelah kami lepaskan di momen penting ini. Orang-orang tampak sibuk mengisi formulir yang disediakan pihak Imigrasi, Bea Cukai, maupun Karantina. Anggota TNI terlihat sigap mengawasi setiap pelintas. Sementara dari kejauhan Isnin dan kolega tampak serius memeriksa fisik mobil para pelintas secara manual. Di lain tempat, sambil duduk-duduk santai dengan hangatnya kopi para pelintas yang kebanyakan warga Timor Leste itu menunggu dengan setia. Sepertinya mereka sudah terbiasa dengan aturan main yang ada. Selepas tengah hari, perbatasan terasa sepi. Hanya ada satu dua pelintas. Kami mencoba melintas ke negeri sebelah. Rasanya ingin tahu juga seperti apa kondisi di Timor Leste. Dengan kendaraan Ford milik kantor kami ditemani Fajar Dwi dan Kevin ketika menyeberang ke Timor Leste. Bagi petugas perbatasan, saling melintas itu sudah biasa. Mereka berkawan baik, bahkan beberapa diantara mereka pernah satu kantor, pasca referendum, petugas Bea Cukai
Indonesia yang asli Timor Leste kemudian kembali ke tanah air mereka dan menjadi ‘Alfandega’ sebutan untuk petugas Bea Cukainya Timor Leste. Kami berhenti sebentar di sebuah gedung tua menikmati sisi terluar Timor Leste. Melihat warung-warung yang ada yang menurut Kevin pemiliknya kebanyakan adalah orang Jawa. Sekitar lima kilometer dari pos perbatasan kami balik arah. “Sampai disini saja batas toleransinya,” ujar Fajar. Rupanya tak ada yang istimewa di sana. Hanya saja pos perbatasan Timor Leste yang diberinama Batugade kala itu sedikit lebih baik. Bangunannya tertata rapi dilengkapi dengan toko bebas bea yang nyaman. Komplek perbatasan itu juga dilengkapi penginapan petugas dan ruang parkir yang cukup luas. Menjelang senja ketika kami kembali ke portal Mota’ain. Tak terasa waktu berlalu, jam empat sore sudah. Portal perbatasan akan segera ditutup. Matahari tak terik lagi. Jika di Mota’ain jam empat, di seberang sudah jam lima. Walau hanya terpisah sungai yang kering, rupanya Timor Leste mengatur waktunya satu jam lebih cepat.
Suasana di Pos Pemeriksaan Bea Cukai di Mota’ain.
30 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 11 November 2016
Berburu Sunset di Tanjung Bastian Hari berikutnya kami berkesempatan berkunjung ke sebuah titik batas negeri di bagian utara Pulau Timor yaitu Wini. Menurut penuturan para pegawai Bea Cukai di sana, Wini adalah sebuah desa terpencil yang terletak di Manamas Naibenu Kabupaten Timor Tengah Utara, NTT. Kabupaten Timor Tengah Utara sendiri berbatasan langsung dengan Oekusi-Timor Leste. Kegiatan lintas batas di Desa Wini kebanyakan kegiatan jual beli kebutuhan sehari-hari warga setempat. Perjalanan menuju Wini bak dongeng pengiring tidur. Pemandangan dari jendela mobil benar-benar menyegarkan. Hutanhutan yang masih hijau, tebingtebing nan gagah dan jalanan yang berkelok bak ular di antara pepohonan besar. Hamparan padang ilalang dan langit berarak awan bak lukisan sang maestro. Rumah-rumah khas Timor berjejer anggun. Mobil kami yang dikemudikan Gagas Galang pun harus berhenti beberapa kali sekadar untuk mengambil gambar apik. Sekira dua jam dari penginapan
Laporan khusus
Pantai Tanjung Bastian.
di Atambua kami habiskan waktu menuju perbatasan Wini. Rasa lega segera kami rasakan setelah kami tiba di Kantor Bantu Pelayanan Bea Cukai Wini. Tampak bangunan kantor yang sederhana, tak lebih dari rumah subsidi tipe 36. Halaman belakangnya langsung pemandangan pantai. Segera kami disambut Menase Karmoy, petugas Bea Cukai asal Pulau Alor NTT. “Silakan pak, minum dulu,” ujar Menase membuka pembicaraan. “Di Wini sepi, jarang sekali pelintas,” sambungnya. Kemudian kami berbincang mengenai situasi Wini dan seputar tugas Menase. Tak lama kami diajak ke pos perbatasan yang jaraknya satu kilometer dari Kantor Bea Cukai Wini. Titik perbatasan Wini yang memisahkan antara Distrik Oekusi dan Kabupaten Timor Tengah Utara itu dibatasi sebuah sungai yang mengering karena kemarau. Di seberang sana terlihat tonggak Timor Leste, besar sekali dengan bangunan yang baru dan megah. Sementara di sisi Indonesia masih terlihat tumpukan bahan bangunan karena memang kompleks perbatasan sedang dalam renovasi menyeluruh.
Menase menuturkan, perbatasan sebenarnya dikelola oleh sebuah badan, Badan Nasional Pengelola Perbatasan yang mengkoordinasikan lembagalembaga yang berwenang atas kepentingan perbatasan. Lembaga ini semestinya bisa mendorong sinergi yang lebih baik untuk memperbaiki kondisi di pospos perbatasan. Sesuai aturan, seharusnya penjaga perbatasan Imigrasi, Bea Cukai, Karantina dan Keamanan berada dalam satu kompleks yang terpadu. Sementara di Wini kantor Bea Cukai letaknya satu kilometer dari perbatasan, cukup jauh. Menurut Menase Bea Cukai Atambua memberikan fasilitas kepada pelintas batas demi mempermudah kegiatan di sekitar daerah perbatasan termasuk di Wini ini. Fasilitas yang diberikan adalah berupa Kartu Identitas Lintas Batas atau KILB yang digunakan para pelintas di sekitar daerah perbatasan. Pemilik KILB bebas atas pajak barang ekspor maupun impor sesuai dengan ketentuan yang tertulis dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 188/PMK.04/2010 tentang Impor Barang yang
dibawa oleh Penumpang, Awak Sarana Pengangkut, Pelintas Batas, dan Barang Kiriman. Diharapkan KILB ini dapat mendorong peningkatan perekonomian masyarakat di wilayah perbatasan. Rupanya Wini juga memiliki sebuah pelabuhan yang biasa digunakan untuk pengiriman barang lokal untuk memenuhi kebutuhan warga sekitar seperti beras dan bahan makanan lain. Ada pula kapal yang bersandar di pelabuhan Wini dengan tujuan Oekusi maupun Dili. Disinilah peran Bea Cukai untuk melakukan pengawasan berupa boatzoeking atau pemeriksaan saksama fisik kapal. Namun demikian tak seperti Mota’ain, di Wini memang sepi kami rasakan. Tapi bukan berarti Menase dan kawan-kawan bisa bersantai setiap hari. Pegawai yang sudah hampir pensiun ini sehari-harinya melaksanakan fungsi border control untuk para pelintas batas. Lama kami berbincang dengan Menase. Matahari sudah bersiap surut, nuansa jingga mulai merayap di bukit-bukit di belakang pesisir Wini. Di Wini biasanya hanya ada dua atau tiga petugas yang berjaga, dengan fasilitas seadanya. Kami berpamit kepada Menase untuk kembali ke Atambua. Menyisir jalanan tepi pantai utara Timor nan elok. Sejenak kami berhenti di Tanjung Bastian yang tak jauh dari tempat Menase bertugas. Rupanya matahari sedang bersiap tenggelam di tepian tanjung. Kami sungguh menikmatinya. Momen di Tanjung Bastian itu tak mungkin kami lewatkan begitu saja. Panorama alam pantai yang indah, pasir putih, jurang karang, pepohonan bakau yang dihuni kawanan kelelawar dan kera berlatar belakang bukit karang terjal. Lukisan alam yang syahdu kami nikmati. (Pomo/Dovan)
Volume 48, Nomor 11 November 2016 - Warta Bea Cukai |
31
GALERI FOTO
Fotografer: Deni Juliansyah, Bea Cukai Balikpapan
32 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 11 November 2016
Volume 48, Nomor 11 November 2016 - Warta Bea Cukai |
33
opini
PERLUNYA PENDEFINISIAN KEMBALI ETIL ALKOHOL DAN MINUMAN MENGANDUNG ETIL ALKOHOL (MMEA) MELALUI AMANDEMEN UNDANG-UNDANG CUKAI Oleh : Muh. Sutartib, Kasubdit Potensi Cukai dan Kepatuhan Pengusaha BKC
Latar belakang Etil Alhohol (EA) dan Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) merupakan Barang Kena Cukai (BKC) yang diberlakukan di hampir semua negara tak terkecuali Indonesia seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Cukai yang berlaku saat ini. Menurut pendapat penulis, perlu dilakukan redefinisi terhadap kedua BKC tersebut agar lebih mempermudah dan memperjelas tahap implementasi pada tataran operasional. Tulisan ini disusun dengan sumber dari beberapa literature serta melihat best practice dari negara-negara lain terutama yang sudah meratifikasi Harmonized System (HS) Convention. Disamping menggunakan terminologi HS untuk keperluan klasifikasi dalam rangka penentuan tarif bea masuk, negara-negara peratifikasi HS Convention juga menggunakan pendefinisian suatu komoditi untuk penentuan BKC. Etil Alkohol Menurut penjelasan pasal 4 ayat (1) huruf a. Undang-Undang No. 39 tentang Cukai disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “etil alkohol atau etanol” adalah barang cair, jernih, tidak berwarna, merupakan senyawa organik dengan rumus kimia C2H5OH, yang diperoleh secara peragian dan/atau penyulingan maupun secara sintesa kimiawi. Menurut Ethyl Alcohol Handbook (Equistar, A Lyondell Company), Etil Alkohol adalah
nama umum dari hydroxyl derivative of the hydrocarbon ethane (turunan dari gas etana dengan rumus kimia C2H6 dengan mengganti salah satu unsur H-nya dengan gugus hidroksil –OH sehingga rumus kimianya menjadi C2H5OH). Etil alkohol juga dikenal sebagai alkohol, cologne spirits atau ethyl hydrate. Penamaan menggunakan sistem IUPAC (International Union of Pure and Applied Chemistry) lebih dikenal dengan nama ethanol. Etil
34 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 11 November 2016
alkohol untuk industri (industrial ethyl alcohol) diproduksi dan dijual untuk keperluan selain minuman dan bahan bakar. Bahan baku alkohol untuk keperluan industri berasal dari dua sumber
opini
yaitu produk pertanian berupa biji-bijian (grain) dan gas etilena yang diperoleh dari gas alam atau minyak bumi. Berdasarkan uraian di atas, maka definisi etil alkohol yang tertuang dalam Undang-Undang Cukai sudah selaras dengan definisi yang dikenal di kalangan ilmiah pada umumnya. Etil alkohol jenis ini pengklasifikasiannya menurut Harmonized System maupun Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) termasuk dalam pos 2207 atau pos 2208 tergantung tingkat kemurniannya. Undang-undang Cukai saat ini hanya mengenal etil alkohol bentuk cair sebagai BKC. Bagaimana menyikapinya kalau ternyata ada juga alkohol dalam bentuk bubuk (powdered alcohol)? Alkohol dalam bentuk bubuk cukup menjadi isu di beberapa negara termasuk Amerika Serikat karena Undang-Uundang Cukai di sanapun pada awalnya belum menampung komoditi ini, sama seperti Undang-Undang Cukai kita. Ada beberapa nama dagang dari alkohol bubuk ini, namun yang paling banyak dikenal adalah Palcohol. Powdered alcohol
berbentuk bubuk putih kering diperoleh dari proses spray-dried blend yang hasilnya berupa alkohol bubuk dengan komposisi etil alkohol (30.5%) dan dekstrin (69.5%) serta kandungan uap air (moisture) kurang lebih 2.5 % Dekstrin dalam alkohol bubuk ini berfungsi sebagai carrier (pembawa) yang akan mengenkapsulasi (micro-enkapsulasi) molekul air dalam etil alkohol selama berlangsungnya proses penyemprotan secara kering sehingga menjadi bentuk produknya menjadi bubuk (etil alkohol terperangkap dalam dekstrin). Produk ini biasanya disimpan dalam kemasan laminated alumunium, sangat mudah larut dalam air dan digunakan antara lain untuk minuman dan olahan makanan. Dalam draft BTKI/AHTN 2017 produk alhohol bentuk bubuk ini sudah dimasukkan dalam pos tarif tersendiri yaitu pos tarif 2106.90.20. Permasalahan akan timbul apabila nantinya produk ini akan diimpor dan beredar di pasaran. Etil alkohol yang termasuk BKC dinyatakan dalam penjelasan pasal 4 ayat (1) huruf a. Undang-Undang No. 39
tentang Cukai berbentuk cairan sehingga sebagian besar kita akan menginterpretasikan bahwa etil alkohol bentuk bubuk bukanlah merupakan BKC, namun apabila kemudian dipakai untuk minuman maka akan berubah menjadi BKC berupa MMEA. Berdasarkan diskusi di kalangan internal Direktorat Teknis dan Fasilitas Cukai ada yang berpendapat bahwa selama Undang-Undang Cukai belum dilakukan amandemen komoditi ini bisa dimasukkan ke dalam konsentrat mengandung etil alkohol, namun saat ini tarif cukai untuk konsentrat masih menggunakan satuan liter sehingga perlu penyesuain tarif cukai konsentrat mengandung etil alkohol melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) atau yang selama ini lebih dikenal dengan sebutan Miras (minuman keras) atau Minol (minuman beralkohol) merupakan salah satu BKC. Menurut Undang-Undang Cukai, cukai akan dikenakan terhadap minuman yang mengandung etil alkohol dalam kadar berapapun, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya, termasuk konsentrat yang mengandung etil alkohol. Kata-kata mengandung etil alkohol dalam kadar berapapun akan menyulitkan penerapannya di tataran operasional karena berdasarkan pengalaman penulis, cukup banyak minuman beredar saat ini yang apabila kita teliti sebenarnya mengandung etil alkohol walaupun dalam jumlah yang sedikit (di bawah 0,5%) misalnya kopi instant, minuman berenergi, tonic, dll. Hal tersebut dimungkinkan karena dalam pembuatannya, minuman sering dicampur dengan ekstrak
Volume 48, Nomor 11 November 2016 - Warta Bea Cukai |
35
opini barang-barang tertentu untuk menambah cita rasa minuman (misalnya ekstrak herbal). Untuk memperoleh ekstrak sebagai salah satu ingredient minuman, sering diperlukan bahan pembantu berupa etil alkohol. Etil alkohol memiliki sifat fisika khusus (campuran dua komponen etil alkohol-air memiliki sifat azeotropic) yang menyebabkan, walaupun ekstrak yang didapat sudah dipanaskan dengan maksud untuk menghilangkan etil alkoholnya namun etil alkohol yang terkandung dalam ekstrak tidak akan hilang sama sekali dan masih terdapat kandungan etil alkohol dalam jumlah kecil yang terperangkap. Di beberapa negara, minuman dikategorikan sebagai minuman beralkohol apabila minuman tersebut memiliki kandungan etil alkohol dalam jumlah tertentu. Dalam penetapan kandungan alkohol minimum pada suatu minuman untuk dapat dikatakan sebagai minuman beralkohol (alcoholic beverages), negaranegara anggota World Customs Organization (WCO) biasanya mengacu pada kriteria yang ditetapkan dalam HS Convention. Kriteria tersebut selain digunakan untuk mengklasifikasikan minuman beralkohol terkait keperluan besaran tarif bea masuk juga dimanfaatkan untuk keperluan penetapan tarif cukai. Apabila kita merujuk pada catatan Bab 22 Harmonized System, yang disebut minuman tidak mengandung alkohol (non alcoholic beverages) adalah minuman dengan kandungan alkohol tidak melebihi 0,5 % berdasarkan volume yang diukur pada temperatur 20 derajat Celcius. Perbedaan kriteria definisi kandungan etil alkohol antara Undang-Undang Cukai dengan HS Convention/ AHTN/BTKI sedikit banyak dapat menimbulkan kerancuan/ misiterpretasi dalam menangani
MMEA impor, salah satu diantaranya adalah apabila yang diimpor diberitahukan sebagai bir tanpa alkohol (non-alcoholic beer). Pada draft BTKI 2017 bir tanpa alkohol ini mempunyai pos tarif tersendiri yaitu pos tarif 2202.91.00. Kriteria nonalcoholic beer menurut BTKI yang merujuk pada HS Convention adalah bir dengan kandungan etil alkohol kurang dari 0,5 %, sedangkan kriteria minuman mengandung etil alkohol menurut Undang-Undang Cukai adalah minuman dengan kandungan etil alkohol berapapun (walaupun kandungannya sangat kecil). Kriteria kandungan alkohol berapapun menurut UndangUndang Cukai ini akan sangat menyulitkan pengujian secara laboratoris terhadap minuman yang diduga mengandung etil alkohol. Pengujian ada tidaknya kandungan alkohol dalam minuman terutama yang kandungannya kecil (misalnya di bawah 0.1 %)) sangat tergantung limit deteksi/sensitivitas peralatan atau instrument yang digunakan untuk pengujian. Sangat dimungkinkan uji banding antara dua laboratorium untuk menguji kadar etil alkohol barang identik berupa minuman dengan kandungan etil alkohol di bawah 0.1 % menghasilkan dua hasil yang berbeda, satu laboratorium dapat mendeteksi adanya etil alkohol dalam jumlah kecil (trace) sedangkan laboratorium yang lain tidak bisa mendeteksi. Bir pada dasarnya merupakan minuman malt berkarbonasi (mengeluarkan gas karbondioksida waktu dibuka) dan sifat berkarbonasi dihasilkan selama proses fermentasi. Bir tanpa alkohol secara prinsip diperoleh dengan beberapa macam metode. Metode yang umum adalah seperti pembuatan bir biasa yaitu melalui proses fermentasi. Kandungan etil alkohol sekitar 5% hasil proses fermentasi ini kemudian
36 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 11 November 2016
dipisahkan dengan pemanasan atau dengan cara reverse osmosis (penyaringan melalui membran). Proses ini menghasilkan minuman yang etil alkoholnya tidak bisa hilang sama sekali (kadar etil alkohol kurang dari 0,5%). Metode yang lain adalah dengan proses pemasakan tanpa menggunakan ragi/yeast sehingga tidak ada proses fermentasi yang mengahasilkan etil alkohol dan karbondioksida. Selama proses produksinya karbondioksia sengaja ditambahkan dengan cara di infus. Hasil akhirnya berupa minuman bir berkarbonasi tanpa etil alkohol sama sekali( 0.00%).
Kesimpulan Dari uraian singkat ini dapat diambil dua kesimpulan pokok yang perlu dipertimbangkan apabila Undang-Undang Cukai akan diamandemen yaitu: Definisi etil alkohol dalam Undang-Undang Cukai yang menyatakan bahwa etil alkohol berbentuk cair perlu diperbaharui karena dalam kenyataannya terdapat etil alkohol yang tidak berbentuk cair melainkan berbentuk bubuk walaupun untuk mengubah dari cair menjadi bubuk memerlukan bahan lain sebagai pengikat. Perlu dibuat kriteria yang jelas berapa kandungan etil alkohol minimum untuk menyatakan bahwa suatu minuman dikatakan sebagai MMEA. Kriteria kandungan etil alkohol minimum dalam MMEA dapat mencontoh best practise negara-negara lain. Masih ada beberapa isu menarik lain seputar etil alkohol dan minuman mengandung etil alkohol yang perlu diangkat, mudah-mudahan isu-isu tersebut dapat kami tulis di kesempatan lain . Semoga menambah wawasan dan bermanfaat bagi pembaca
Profil Kantor
KPPBC TMP B Teluk Bayur
Dekat Dengan Masyarakat, Responsif Akan Kebutuhan Stakeholder, dan Aktif Kegiatan Sosial
S
ebagai kantor modern, Bea Cukai Teluk Bayur berkomitmen memberikan yang terbaik untuk pengguna jasa dan selalu menjaga tingkat kewaspadaan yang tinggi untuk memastikan level pengawasan yang ideal. Seperti diungkapkan kepala Kantor Bea Cukai Teluk Bayur, Andhi Pramono, bahwa ada beberapa keunggulan yang unik yang ada di Kantor Teluk Bayur ini. Pertama, untuk pelayanan kepabeanan, kantor ini termasuk kantor yang sudah dipersiapkan untuk fully mandatory penggunaan Pertukaran Data Eletronik (PDE) dalam hal pemberitahuan pabean ekspor dan impor. Kemudian yang kedua, untuk menjaga komunikasi tetap terbuka dengan pengguna jasa, Bea Cukai Teluk Bayur
Narasumber FTC di Universitas Andalas.
menggunakan aplikasi perpesanan instan, berupa whatsapp dimana pengguna jasa dapat bertanya, berbincang, berbicara, dan
menyampaikan keluhannya secara langsung. “Selain itu, secara berkala juga diadakan acara coffee morning. Spesialnya, acara ini
Volume 48, Nomor 11 November 2016 - Warta Bea Cukai |
37
Profil Kantor
Gelar barang bukti hasil tegahan rokok pada 24 Oktober 2016.
diselenggarakan secara informal di kafe,” imbuh Andhi. Ketiga, untuk menjaga semangat kerja pegawai, Bea Cukai Teluk Bayur menggunakan motto Bea Cukai Teluk Bayur Rancak (Ramah, Amanah, Cakap, Akuntabel, dan Komitmen). Kalau dalam Bahasa Minang, kata rancak itu sendiri berarti cantik, indah, dan elok. “Keempat, dalam waktu dekat ini kami akan menggunakan aplikasi berbasis web untuk mengelola kinerja yang kami namakan aplikasi KinerjaRancak. Aplikasi ini saat ini sudah rampung sekitar 90 persen. Di akhir tahun 2016 akan diuji coba dan di-running 100 persen pada tahun depan. Aplikasi ini dibuat menyesuaikan dengan standar, format, dan aturan pengelolaan kinerja yang ada dan sewaktuwaktu bisa diadaptasi kalau terdapat perubahan. Aplikasi ini baru ada di Teluk Bayur. Dan yang kelima mengenai keunggulan kantor ini khususnya untuk bidang pengawasan, Bea Cukai Teluk Bayur telah membuat program pengawasan yang mensinkronkan operasi pasar dan monitoring Harga Jual Eceran
(HJE) rokok. Sehingga nanti kita akan punya basis data yang lengkap terkait sebaran peredaran rokok secara keseluruhan. Data ini akan dituangkan ke dalam peta pengawasan. Hasilnya, nanti peta pengawasan ini akan menjadi panduan pengawasan yang lebih efektif dan efisien. Lebih lanjut Andhi menyatakan, pelaksanaan tugas dan fungsi Bea Cukai di Bea Cukai Teluk Bayur dilaksanakan melalui pelaksanaan tugas pengawasan dan pelayanan dengan sebaikbaiknya. “Kami selalu berusaha bekerja secara maksimal, memberikan pelayanan terbaik dan melakukan pengawasan seefektif mungkin. Upayaupaya Bea Cukai Teluk Bayur untuk meningkatkan hubungan dengan pengguna jasa seperti kegiatan customs goes to customer, membuka sarana komunikasi yang erat, serta ikut serta dalam acara kemasyarakatan dan akademik, yang merupakan bentuk trade facilitator dan industrial assistance.” KOMUNIKASI DAN RELASI DENGAN INSTANSI DI SUMBAR
38 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 11 November 2016
Bea Cukai Teluk Bayur terus membangun komunikasi dan relasi yang erat dengan seluruh instansi yang ada di Sumatera Barat umumnya dan Padang khususnya. Secara resmi kantor ini ikut aktif dalam Badan Narkotika Provinsi Sumatera Barat, Musyawarah Pimpinan Daerah, Komunitas Intelijen Daerah Provinsi Sumatera Barat, Kota Padang, maupun Kabupaten Padang Pariaman. Diluar itu komunikasi sesama penegak hukum dan aparat negara terjalin dengan sangat baik. Sedangkan, yang terkait dengan peningkatan hubungan dengan pengguna jasa, pada pertengahan September 2016 lalu, Bea Cukai Teluk Bayur menjadi narasumber pembekalan Batalyon Yonif 131 Wirabima yang akan berangkat ke perbatasan Kalimantan (Entikong dan sekitarnya) berkaitan dengan aturan lintas batas, barang penumpang, dan awak sarana pengangkut serta pengantar tentang barang larangan pembatasan agar nantinya bisa bersinergi dan mendukung tugas Bea Cukai di perbatasan. “Saya pikir keberhasilan suatu unit untuk melakukan tugas pokok dan fungsinya (tupoksi) tidak terlepas dari lingkungan sekitar, perlu sinergi dan dukungan pihak sekitar, sehingga menjadikan kita kompak dan sejalan dengan visi misi kita dengan tugas instansi lain. Artinya kita juga harus menyampaikan tugas-tugas kita, tupoksi kita yang lex spesialis (khusus) yaitu masalah ekspor impor, penerimaan bea masuk dan bea keluar serta cukai yang tidak dimiliki oleh instansi lain perlu kita komunikasikan dengan instansi di sekitar kita,” imbuhnya. Disamping itu, baru-baru ini pada 30 September 2016 Bea Cukai Teluk Bayur ikut serta sebagai pembicara dalam Dialog/ Talk Show Nasional Pekan Farmasi Universitas Andalas.
Profil Kantor
Hasil penegahan rokok ilegal disimpan dalam gudang.
Kegiatan ini bertujuan untuk mendekatkan Bea Cukai dengan masyarakat dan stakeholder-nya, dengan tema FCTC (Framework Convention Tobacco Control) dilihat dari sisi kesehatan, farmasi, sosial budaya, dan fungsi Bea Cukai dalam penanganan peredaran/ pembatasan rokok serta peran cukai terhadap APBN. PENGAWASAN Kegiatan pengawasan yang dilakukan Bea Cukai Teluk Bayur meliputi pengawasan kegiatan di bidang kepabeanan dan cukai. Di bidang kepabeanan terdapat dua buah kawasan pabean, satu pos lalu bea, satu bandara internasional, dan pelabuhan Teluk Bayur sendiri. Di bidang cukai, di bawah Bea Cukai Teluk Bayur, ada sekitar 6 pengusaha barang kena cukai yang merupakan tempat penjualan eceran (TPE) dan penyalur. Selain itu, termasuk pengawasan peredaran Hasil Tembakau dengan wilayah pengawasan seluruh wilayah Provinsi Sumatera Barat. Meski wilayah pengawasan luas dan jumlah personil pengawasan minim tak menyebabkan Bea Cukai Teluk Bayur kendur dalam melakukan pengawasan secara maksimal. Penindakan dalam rangka pengawasan di bidang kepabeanan
dan cukai merupakan bentuk pelaksanaan fungsi community protector dan fungsi revenue collector. Akhir bulan September 2016 ini Bea Cukai Teluk Bayur melaksanakan operasi cukai menyeluruh sekaligus pengumpulan data. Dalam dua hari pelaksanaan operasi telah menghasilkan 12 kali penindakan. Sebagaimana diketahui dari hasil survei mengenai peredaran rokok ilegal, Sumatera Barat menjadi wilayah tujuan pemasaran rokok ilegal. “Di wilayah Sumatera Barat lengkap pelanggaran barang kena cukai (BKC) untuk rokok, mulai dari pita cukai palsu, pita cukai bekas, salah personalisasi, dan rokok polos atau tanpa dilekati pita cukai. Semua berasal dari wilayah produksi di Pulau Jawa. Modusnya ada yang menggunakan jasa titipan kilat, kemudian setelah tiba di alamat yang dituju, dipecahpecah lagi dengan menggunakan kendaraan roda empat, karena memang pelaku tidak mau menimbun barangnya banyakbanyak. Untuk pengawasan lain di bidang BKC dan minuman mengandung ethil alcohol (MMEA/ miras) dilakukan di resort yang banyak dikunjungi turis asing yang sebagian besar tujuannya adalah ke Mentawai. Di Teluk Bayur sesekali juga ada yacht dari
Australia dan tetap dilakukan pemeriksaan,” ujar Andhi yang juga mengungkapkan tentang kerawanan di wilayah Sumbar untuk pemasukan narkotika, psikotropika, dan precursor (NPP) yang kemungkinan masuknya melalui perbatasan negara atau luar negara hanya melalui udara saja, sedangkan untuk laut kemungkinan itu sangat kecil mengingat jarak geografis antara negara sangat jauh. “Kalau lewat laut kita memeriksa kapal-kapal dari luar negeri setelah melakukan ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya. Kita bootzoeking, dan juga pemeriksaan secara rutin ke dek anak buah kapal (ABK). Tetapi kalau perlintasan antar negara tidak ada karena jarak geografisnya terlalu jauh. Namun begitu bukan berarti kami tidak mengembangkan informasiinformasi di sekitar wilayah pantai barat Sumatera,” ungkapnya. PELAYANAN DAN PENERIMAAN Pelayanan di Teluk Bayur saat ini pada tahap peralihan dari pelayanan menggunakan media penyimpanan elektronik menjadi pertukaran data elektronik (PDE). Sedangkan untuk pengawasan barangan larangan pembatasan belum terhubung ke Indonesia
Volume 48, Nomor 11 November 2016 - Warta Bea Cukai |
39
Profil Kantor National Single Window (INSW). Mengenai penerimaan Bea Cukai Teluk Bayur, terkait erat dengan turunnya harga komoditi dunia, tarif bea keluar yang selama ini menjadi primadona penerimaan Bea Cukai Teluk Bayur turun drastis. Target penerimaan untuk tahun 2016 adalah sebesar Rp80.380.533.000,00 dengan target bea masuk sebesar Rp28 Miliar dan bea keluar sebesar Rp56 Miliar. Sebagai gambaran, dari tahun ke tahun, penerimaan bea masuk tidak terlalu banyak perubahan, tahun 2014 target Bea Masuk adalah Rp24 Miliar dan 2015 adalah sebesar Rp27 Miliar. Sedangkan untuk bea keluar terdapat penurunan yang drastis. Tahun 2014 target bea keluar Bea Cukai Teluk Bayur adalah sebesar Rp1,7 Triliun, sedangkan untuk tahun 2015 dari target awal tahun Rp1,5 Triliun pada akhir tahun direvisi menjadi Rp61 Miliar saja. Ada beberapa kegiatan yang dilakukan oleh Bea Cukai Teluk Bayur di luar tugas dan fungsi kepabeanan dan cukai. Pertama, di bidang sosial dan kemasyarakatan, Bea Cukai Teluk Bayur secara rutin melakukan kerja sama dengan Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Padang berupa donor darah setiap 3 bulan sekali yang diikuti secara antusias oleh pegawai dan pengguna jasa di wilayah kerja Bea Cukai Teluk Bayur. Bea Cukai Teluk Bayur juga tergabung dalam Kontijensi Badan SAR kota Padang, yaitu gabungan beberapa instansi pemerintah untuk mendukung Badan SAR kota Padang dalam rangka penanganan bendara dan kecelakaan transportasi terutama di wilayah perairan Samudera Hindia sampai dengan Kepulauan Mentawai. Selain kegiatan sosial kemasyarakatan, Bea Cukai Teluk Bayur juga secara insidentil melakukan kegiatan bersama pegawai dan karyawan untuk
meningkatkan rasa kebersamaan dan kekeluargaan antara lain pada Hari Krida Nasional, selain melakukan senam bersama juga melakukan olah raga badminton yang dapat diikuti oleh pengguna jasa, melakukan jalan santai bersama keluarga besar Bea dan Cukai Teluk Bayur. PERAN BEA CUKAI DI MASYARAKAT DAN STAKEHOLDER Dalam hubungan dengan pengguna jasa, untuk mendengar aspirasi dari sisi yang berbeda, Bea Cukai Teluk Bayur mengadakan bincang santai bersama dikemas dalam format lebih modern dari sekedar coffee morning. Hal-hal perbaikan tentang kinerja pegawai dapat dibangun dari sana. Bahkan Bea Cukai Teluk Bayur beberapa kali mengadakan kegiatan baik di kantor ataupun di luar kantor. Sedangkan beberapa rencana kedepan yang akan dilakukan adalah mulai menyebarluaskan tugas dan fungsi kepabeanan dan cukai kepada seluruh lapisan masyarakat. Beberapa rencana yang ingin dilakukan adalah menggelar customs on the street yang sedang dirancang dan membuat konsep yang pas sehingga output yang ingin dicapai dapat dilakukan. Edukasi tentang cukai kepada pengusaha agar lebih paham dan menekan peredaran barang kena cukai ilegal di wilayah provinsi Sumatera Barat. Beberapa rencana yang ingin dijalankan antara lain rutin melakukan operasi pasar ke seluruh wilayah Bea Cukai Teluk Bayur, memberikan reward dan punishment terhadap pedagang atau pengusaha yang baik dan nakal. Sedangkan di bidang pelayanan terus berbenah agar keluhan-keluhan pengguna jasa yang timbul selama ini dapat ditindaklanjuti dan diselesaikan. Lantas, sejauh mana pandangan masyarakat dan
40 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 11 November 2016
stakeholder tentang keberadaan Bea Cukai Teluk Bayur? Menurut Andhi, “Kami tidak dapat menjawab dengan pasti. Satu hal yang jelas dari sisi kami, Bea Cukai Teluk Bayur selalu berusaha dekat dengan masyarakat sekitar, ikut aktif dalam kegiatan sosial, dan responsif terhadap kebutuhan stakeholder.” “Dari segi kemasyarakatan, di komplek Bea Cukai Bukit Putus kami punya masjid dan taman pendidikan Al-Quran. Setiap tahun di masjid juga rutin diadakan pesantren Ramadhan. Peserta didik dan peserta kegiatan ini terbuka untuk masyarakat sekitar. Demikian pula dengan kegiatan sosial, rutin setiap tiga bulan kami mengadakan donor darah di kantor dengan peserta seluruh stakeholder pelabuhan dan pengguna jasa serta teman-teman dari unit eselon I Kementerian Keuangan yang lain,” ungkap Andhi mengenai upaya agar Bea Cukai bisa dikenal dan dekat dengan masyarakat. Mengenai sarana dan prasarana penunjang kerja yang dimiliki kantor ini, secara umum fasilitas kantor yang dimiliki oleh Bea Cukai Teluk Bayur cukup memadai. Kantor yang saat ini ditempati, selesai dibangun tahun 2014 dan diresmikan langsung oleh Direktur Jenderal Bea Cukai saat itu, Agung Kuswandono. Kendaraan dinas dan peralatan kantor lainnya memadai, sebanding dengan jumlah pegawai dan volume kerjaan. Kondisi Sumber Daya Manusia yang dimiliki Bea Cukai Teluk Bayur saat jika dilihat dari segi kemampuan cukup baik namun jika dilihat dari jumlah yang ada kurang memadai. Dengan armada sebanyak 54 orang pegawai, Bea Cukai Teluk Bayur memiliki wilayah pengawasan seprovinsi Sumatera Barat, yang terdiri dari 12 kapubaten dan 7 kotamadya. Tantangan bertambah karena wilayah Sumatera Barat juga
Profil Kantor sangat terbuka dan rawan. Ada empat provinsi yang mengelilingi Sumatera Barat, di barat ada Provinsi Riau, wilayah selatan ada Jambi, wilayah timur ada Sumatera Utara, dan di utara ada Bengkulu. Satu hal yang masih mengganjal adalah bangunan rumah dinas yang dimiliki oleh Bea Cukai Teluk Bayur masih jauh dari kata memadai. Kuantitasnya memang tak bermasalah, tapi jika dilihat dari kondisi cukup memprihatikan. Bea Cukai Teluk Bayur memiliki 2 lokasi rumah dinas. Pertama di komplek Bea Cukai Bukit Putus sebanyak 14 unit yang hanya sekali beberapa unit dilakukan perbaikan di tahun 2009 setelah pendiriannya sehingga sebagian besar rumah sudah dalam kondisi rusak cukup berat. Komplek yang kedua berada di Komplek Rawang sebanyak 8 unit yang sejak pendiriannya tidak pernah dilakukan perbaikan atau renovasi, sehingga secara umum kondisinya sangat memprihatikan. “Kami berharap bisa dibangun kembali dengan baik apalagi luas komplek Bea Cukai sangat luas dengan kontur perbukitan dan pemandangan yang indah, dengan terasering yang sudah matang sehingga kalau dibuat perumahan sederhana akan menjadi seperti vila nan indah,” ujarnya.
Karena itu untuk menghidupkan kembali marwahnya, Dharmawanita Bea Cukai Teluk Bayur, tempat bernaung pada istri pegawai yang merupakan pendorong utama kinerja dan produktivitas Bea Cukai Teluk Bayur, pada 28 Juli 2016 diadakan gathering sekaligus halal bi halal pegawai, seluruh anggota, dan pengurus dharmawanita, petugas keamanan dalam, cleaning service di lingkungan Bea Cukai Teluk Bayur. Acara sederhana namun bermakna ini diawali dengan tausiyah dari Ustad Jawahir, LC, MA dengan tema “Bersama Keluarga Masuk Surga”, dilanjutkan saling berkenalan antara seluruh unsur yang ada di kantor ini mulai dari pegawai dan istri pegawai yang tergabung Dharmawanita. “Bisa dikatakan sudah satu dasawarsa, Dharmawanita Bea Cukai Teluk Bayur vakum dari berbagai aktivitas, karena itu melalui kegiatan ini bisa menjadi momen untuk menggiatkan kembali aktivitas dharmawanita terutama untuk mendukung kinerja dan produktifitas KPPBC Teluk Bayur,” jelasnya. Acara tidak berhenti pada hari itu saja, keesokannya pada Jumat, 29 Juli 2016, pagi-pagi sekali pukul 06.00, seluruh
pegawai dan dharmawanita melakukan jalan sehat dengan start dari kantor menuju Pantai Batu Malin Kundang. Perjalanan darat melewati jalan setapak Bukit Putus disajikan pepohonan yang menjulang tinggi dengan aroma khas embun pagi. Sampai di puncak disuguhi pemandangan pelabuhan Teluk Bayur dengan pulau-pulau indah disekitarnya. Tidak terasa telah satu jam lebih rombongan berjalan, sampailah di Pantai Batu Malin Kundang dengan sambutan ramah deburan ombak yang agendanya adalah senam bersama dan lomba joget di tepian pantai dipandu instruktur berpengalaman. “Masih ingin terus merajut kekompakan dan keakraban antara pegawai dengan keluarganya, pada 8 Oktober lalu kami telah melakukan capacity building di daerah Danau Maninjau yang diikuti seluruh unsur pegawai beserta keluarga. Selain berbagai kegiatan yang bersifat membangun kekompakan dan kerukunan antara pegawai dan keluarganya juga diberikan motivasi dengan mendatangkan motivator membahas materi seputar landasan agama yang kuat dalam keluarga untuk meningkatkan kinerja pasangan di kantornya,” demikian pungkas Andhi. (Ariessuryantini/Supomo)
CIPTAKAN KEKOMPAKAN DI BEA CUKAI TELUK BAYUR MELALUI GATHERING “Semangat kebersamaan, merasa memiliki tanggung jawab dan tujuan yang sama adalah faktor utama yang harus diciptakan untuk meningkatkan kinerja. Saya rasa ini harus dimulai dari dukungan keluarga sehingga membawa kenyamanan bekerja dan bisa meningkatkan kemampuan diri sendiri, seluruh pegawai, dan tim kerjanya. Serta yang tak kalah pentingnya adalah support dari pimpinan,” ujar Andhi Pramono.
Volume 48, Nomor 11 November 2016 - Warta Bea Cukai |
41
reportase
BPIB Tipe A Jakarta Raih Juara 1 Lomba Implementasi PUG antar Satker Vertikal Lingkup Kementerian Keuangan
Foto Bersama Tim Penilai.
P
engarusutamaan Gender (PUG), sebuah istilah yang mungkin jarang didengar oleh kita para pegawai Bea dan Cukai. Sebelum membahas lebih lanjut tentang pengarusutamaan gender, terlebih dahulu kita pahami apa itu gender. Gender oleh sebagian orang hanya dipahami sebagai jenis kelamin, hal-hal yang berkaitan dengan perempuan ataupun urusan yang berkaitan dengan memprioritaskan perempuan. Konsep gender yang sesungguhnya adalah perbedaan peran dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki yang dibentuk/dikonstruksikan oleh masyarakat (diharapkan, diajarkan, disosialisasikan oleh keluarga dan masyarakatnya) dan bersifat dinamis. Setelah mengerti tentang gender, kita coba lihat apa itu pengarusutamaan gender?
Pengarusutamaan Gender(PUG) adalah strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional. Sejak tahun 2000, pemerintah telah mewajibkan implementasi pengarusutamaan gender dalam kebijakan dan seluruh program pembangunan nasional yang dituangkan dalam Inpres no 9/2000 Tentang Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional, Pada tahun 2009 Kementerian Keuangan telah memperoleh penghargaan Anugerah Parahita Ekapraya sebagai bentuk pengakuan atas komitmen dan peran para pimpinan Kementerian/ Lembaga dan Pemerintah Daerah dalam upaya mewujudkan
42 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 11 November 2016
kesetaraan dan keadilan gender, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak melalui Strategi Pengarusutamaan Gender (PUG). Penghargaan ini disampaikan oleh Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI sejak tahun 2004. Pada tahun 2009, Kementerian Keuangan memperoleh Anugerah Parahita Ekapraya tingkat Pratama. Kemudian pada tahun 2010 dan 2011 tingkatannya naik menjadi Madya, pada tahun 2012 dan 2013 naik kembali menjadi tingkat Utama, dan pada tahun 2014 Kementerian Keuangan memperoleh Anugerah Parahita Ekapraya tingkat Utama kategori Mentor yang merupakan level penghargaan tertinggi di bidangnya. Untuk tahun 2016, Balai Pengujian dan Identifikasi
reportase Barang (BPIB) Tipe A Jakarta yang dikenal juga dengan nama Laboratorium Bea dan Cukai Utama Jakarta mendapat kehormatan menjadi perwakilan DJBC untuk mengikuti lomba PUG antar satuan kerja vertikal unit eselon I lingkup Kementerian Keuangan. Peserta lain yang mengikuti lomba dimaksud yaitu Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Purwakarta yang mewakili unit eselon I Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Subang yang mewakili unit eselon I Direktorat Jenderal Pajak, Kantor Perbendaharaan Negara (KPPN) Surakarta yang mewakili Direktorat Jenderal Perbendaharaan, dan Balai Diklat Keuangan (BDK) Palembang yang mewakili unit eselon I Badan Pusat Pelatihan Keuangan. Pada hari Rabu tanggal 24 Agustus 2016 telah dilaksanakan evaluasi terhadap pelaksanaan pengarusutamaan gender di lingkungan BPIB Tipe A Jakarta. Berbekal persiapan yang matang dari bulan Februari 2016, BPIB Tipe A Jakarta menyambut kedatangan dewan juri dan tamu undangan dengan penuh percaya diri. Dewan juri terdiri dari 2 pakar gender yaitu Ibu Yulfita Raharjo dan Ibu Yurni Satria serta 1 pejabat struktural dari Biro Perencanaan Keuangan Kementerian Keuangan yaitu Bapak Suroso. Bapak Oentarto Wibowo selaku Kepala Kantor Wilayah DJBC Jakarta beserta jajarannya turut hadir mendukung penyelenggaraan acara ini. Kriteria penilaian/evaluasi implementasi PUG meliputi pemahaman tentang konsep PUG dan implementasinya dengan bobot 35%, kebijakan responsif gender dengan bobot 35% dan sarana prasarana fisik gedung dengan bobot 30%. Dari awal sampai akhir acara semua pegawai BPIB Tipe
A Jakarta berpartisipasi aktif mensukseskan jalannya acara. Acara dimulai dengan kedatangan tamu undangan dan dewan juri yang disambut oleh duta PUG BPIB Tipe A Jakarta. Para duta PUG ini menjadi pemandu dewan juri dan tamu undangan untuk melihat implementasi PUG dalam bentuk sarana dan prasarana di BPIB Tipe A Jakarta. Sarana dan prasarana tersebut antara lain : Lahan parkir yang dibuat sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan untuk yang mengalami kesulitan memarkir kendaraan baik pria maupun wanita, para lansia maupun disable. Ruang Ramah Anak ini disediakan untuk memenuhi kebutuhan baik pegawai maupun pengguna jasa yang membawa anak-anak. Ruang Laktasi dapat digunakan oleh pegawai atau pengguna jasa yang akan menyusui dan memerah asi (pumping). Ruang laktasi di BPIB Tipe A Jakarta dilengkapi dengan sarana prasarana yang mendukung seorang ibu untuk tetap dapat memberikan ASI kepada sang buah hati. Ruang Analis Khusus berada di lantai 1 BPIB Tipe A Jakarta dikarenakan BPIB Tipe A Jakarta belum dilengkapi dengan lift. Ruangan Analis Khusus ini diperuntukkan sebagai ruang kerja untuk ibu hamil atau pegawai yang sedang sakit yang tidak dapat atau kesulitan mengakses ruang kerja yang berada di lantai 2. Diharapkan dengan tersedianya Ruang Analis Khusus ini seluruh pegawai memiliki akses yang sama dalam melakukan pekerjaan rutin setiap harinya. Toilet pria dan wanita yang tersedia di BPIB Tipe A Jakarta didesain sesuai dengan kebutuhan pria maupun wanita yang dilengkapi dengan fasilitas shower yang dapat digunakan untuk mandi, tempat wudhu, cermin,
dan tempat duduk. BPIB Tipe A Jakarta juga menyediakan toilet disable untuk pegawai ataupun pengguna jasa yang berkebutuhan khusus. Toilet ini memiliki ukuran yang lebih luas daripada toilet pada umumnya dan dilengkapi dengan pintu yang lebih lebar untuk mempermudah akses kursi roda. Tangga di BPIB Tipe A Jakarta didesain dengan mengikuti standar keamanan yaitu dilengkapi dengan pegangan dan pijakan Anti Slip Tape pada anak tangga. Permukaan kasar pada anti slip tape diharapkan membantu mengurangi licin pada permukaan anak tangga saat dipijak, sehingga mencegah terjadinya tergelincir ataupun terpeleset. Dan juga dengan adanya pegangan pada sisi tangga diharapkan dapat lebih memberi kemudahan dan keamanan bagi pengguna yang ingin menaiki maupun menuruni tangga. Tersedia juga tangga disable yang dapat digunakan pegawai maupun pengguna jasa yang berkebutuhan khusus dalam mengakses lingkungan kantor dengan mudah dan aman. Pojok Informasi dan Konsultasi disediakan bagi pengguna jasa disable yang ingin mendapatkan informasi di BPIB Tipe A Jakarta yang juga merupakan fasilitas yang disediakan BPIB Tipe A Jakarta yang dapat digunakan seluruh pegawai dan pengguna jasa untuk mendapatkan informasi seputar pengarusutamaan gender serta buku-buku pengetahuan umum lainnya. BPIB Tipe A Jakarta menyediakan ruangan loker pria dan wanita secara terpisah. Ruangan loker ini dirancang untuk memaksimalkan penggunaan ruang dalam penyimpanan barang-barang atau kebutuhan pribadi milik pegawai. Ruangan loker memberikan akses yang baik dalam menyimpan dan
Volume 48, Nomor 11 November 2016 - Warta Bea Cukai |
43
mengorganisir kebutuhan pribadi para pegawai. BPIB Tipe A Jakarta menyediakan ruangan fitness bagi pegawai yang ingin berolahraga sebelum ataupun sesudah melakukan aktifitas bekerja. Dalam ruangan ini disediakan home gym ultimate yang dapat digunakan untuk melakukan berbagai macam latihan tanpa harus berpindah dari satu alat ke alat lainnya. Pada bagian belakang gedung BPIB Tipe A Jakarta terdapat taman yang berupa hamparan rumput hijau dengan terdapat sebuah kolam. Pada kolam terdapat air mancur dan ikan berwarna-warni yang menambah keindahan taman. Selain untuk menambah keindahan kantor, dengan adanya taman ini diharapkan dapat me-refresh seluruh pegawai yang telah seharian bergelut dengan aktifitas pengujian di laboratorium, terdapat juga kursi taman untuk istirahat dan bisa digunakan untuk para perokok karena di BPIB Tipe A Jakarta tidak menyediakan ruangan untuk perokok di dalam gedung. BPIB Tipe A Jakarta menyediakan ruang makan untuk memberi kemudahan bagi seluruh pegawai yang hendak melakukan aktifitas sarapan maupun makan siang. Dengan adanya ruang makan di BPIB Tipe A Jakarta, seluruh pegawai dapat melakukan santap siang bersama di ruang makan tanpa harus masing-masing pegawai mencari sendiri terlebih dahulu. Tujuan dari disediakannya ruang makan BPIB Tipe A Jakarta adalah untuk membina kebersamaan dan keterbukaan sehingga tercipta harmonisasi antar pegawai. Untuk sekedar refreshing yang ditujukan untuk seluruh pegawai, BPIB Tipe A Jakarta juga menyediakan fasilitas musik/ ruang karaoke yang dapat
digunakan ketika di luar jam kerja. Sebagai bentuk inovasi untuk memfasilitasi kebutuhan para pegawai dilingkungan BPIB Tipe A Jakarta, disediakan kantin kejujuran. Kantin kejujuran adalah kantin yang menjual makanan kecil dan minuman dingin yang diharapkan dapat memudahkan dan memenuhi kebutuhan pegawai disela-sela kesibukan kerja. Yang unik dari kantin kejujuran ini karena tidak memiliki penjual dan tidak dijaga, hanya saja dalam kantin tersedia kotak uang, yang berguna menampung pembayaran dari yang membeli makanan atau minuman dingin. Bila ada kembalian, pegawai dapat mengambil dan menghitung sendiri uang kembalian dari dalam kotak tersebut. Selain melihat sarana dan prasarana tersebut, duta PUG juga memandu para juri dan undangan untuk melihat fasilitas pengujian di BPIB Tipe A Jakarta . Di penghujung acara ditampilkan atraksi yang menggambarkan pesan sesuai tagline “kesetaraan gender untuk chemistry yang kuat”. Pertunjukan dikemas dengan unik dan menarik diperlihatkan oleh pegawai BPIB dengan menggunakan berbagai macam zat kimia yang merupakan ciri khas BPIB mengundang antusiasme dari dewan juri, tamu undangan, dan juga para pegawai BPIB yang menyaksikan. Dari sisi pemahaman pegawai dan kebijakan pimpinan yang responsif gender, BPIB Tipe A Jakarta mampu meyakinkan juri dengan menyusun Gender Analysis Pathway (GAP) yaitu suatu tool yang digunakan untuk menganalisis isu gender yang berpotensi terjadi di dalam pelaksanaan tugas dan kemudian merumuskannya lebih lanjut dalam dokumen Perencanaan
44 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 11 November 2016
Penganggaran yang Responsif Gender (PPRG). Kebijakan di bidang anggaran dirumuskan dengan membuat Gender Budget Statement (GBS) untuk alokasi anggaran yang mendukung implementasi PUG, menyusun Data Terpilah hingga Gender Statistic yang kemudian dianalisis BPIB Tipe A Jakarta akhirnya berhasil membawa nama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai meraih Juara 1 Lomba Implementasi PUG yang diumumkan pada pelaksanaan Upacara Hari Oeang di Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Dengan Kriteria penilaian/evaluasi implementasi PUG meliputi pemahaman tentang konsep PUG dan implementasinya (bobot 35%), kebijakan responsif gender (bobot 35%) dan sarana prasarana fisik gedung (bobot 30%), BPIB Tipe A Jakarta berhasil meraih poin penilaian 94. Luar Biasa!! . Seperti sebuah kata-kata bijak yang berbunyi ‘’tiada hasil yang mengkhianati usaha’’ semoga implementasi PUG bisa terus bermanfaat bagi pegawai dan pengguna jasa BPIB Tipe A Jakarta sehingga tercipta iklim kerja yang ideal dan harmonis. Kedepannya BPIB Tipe A Jakarta akan tetap berkomitmen untuk menerapkan Implementasi Pengarusutamaan Gender secara berkesinambungan, mengakar, dan mewujudkan hal tersebut menjadi suatu sistim yang mendukung tugas dan fungsi utama BPIB Jakarta sebagai unit pelaksana teknis di bidang pengujian laboratoris dan identifikasi barang. Dengan tagline ‘’kesetaraan gender untuk chemistry yang kuat’’ BPIB Tipe A Jakarta yakin mampu melaksanakan tugas mulia untuk kesuksesan dan kejayaan BPIB Tipe A Jakarta khususnya dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta Bangsa Indonesia tercinta pada umumnya. (*)
reportase
Operasi Halilintar II Bongkar Pabrik MMEA Ilegal 1.341 Botol MMEA Disita
A
parat gabungan dari Kanwil Bea Cukai Jawa Barat dan KPPBC TMP A Bogor berhasil membongkar peredaran gelap Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) beserta pabriknya yang tidak memiliki izin (illegal) di wilayah Depok. Keberhasilan Tim yang tergabung dalam Operasi Halilintar II ini bermula dari informasi intelijen mengenai adanya upaya pengangkutan etil alkohol tanpa dilindungi dokumen cukai di wilayah Jawa Barat. Diungkapkan Kepala Kantor KPPBC TMP A Bogor, Gatot Hariyo Sutejo saat jumpa pers di aula gedung KPPBC Bogor, bahwa dari informasi tersebut selanjutnya petugas Bea Cukai melakukan pemantauan terhadap mobil minibus Suzuki APV warna hitam bernomor polisi B-1532-TOT yang keluar dari salah satu perumahan di Depok, Jawa Barat menuju Lenteng Agung Jakarta Selatan. “Setibanya di lokasi mobil ini mulai dimuati barang diduga barang kena cukai etil alkohol di wilayah Srengseng Sawah tepatnya dekat Kampus ISTN
untuk dibawa kembali menuju perumahan di wilayah Depok. Petugas terus membuntuti dan pengejaran terus menerus dengan tujuan akhirnya sebuah bangunan. Selanjutnya tim bergerak menegah dan memeriksanya kedapatan sebanyak 26 jerigen berisi 30 liter dan 1 jerigen berisi 20 liter tanpa dilindungi dokumen cukai,” ungkap G.H Sutejo menceritakan kronologis pengungkapan. Setelah berhasil mengamankan pelaku berinisial SS (34) tim juga menemukan bangunan gedung atau pabrik pembuat minuman etil alkohol tersebut. Di dalam bangunan petugas menemukan peralatan pembuatan MMEA, bahan baku EA, bahan penolong dan hasil produksi berupa MMEA merek Mansion House jenis Vodka dan Mansion House jenis Whisky sebanyak 1.341 botol tanpa dilekati pita cukai. “Tersangka SS mengaku memproduksi sendiri MMEA sejak 3 tahun lalu dengan perkiraan omset produksi 60-100 dus per bulan dan dijual di daerah Jagakarsa secara keliling dengan harga Rp. 400 ribu per dus isi 24 botol untuk isi 250 ml dan Rp. 500
ribu per dus untuk isi 350 ml atau ukuran jumbo,” paparnya. Tersangka SS terancam hukuman penjara minimal 1 tahun paling lama 5 tahun dan pidana denda paling sedikit 2 kali nilai cukai dan paling banyak 10 kali nilai cukai yang harus dibayar. Pelaku juga terancam hukuman terkait merek dan hak cipta, karena mempalsukan merek MMEA Mansion House jenis whisky dan vodka yang pabrik resminya berada di kawasan Tangerang. Dari pengakuannya mengenai kegiatan illegal yang telah dilakukannya selama 3 tahun maka berdampak hilangnya potensi penerimaan negara di bidang cukai sebesar Rp. 2,4 Milyar lebih Sedangkan kerugian inmaterial yang lebih besar adalah timbulnya dampak negatif pada kehidupan sosial masyarakat dengan munculnya berbagai tindak kriminal akibat peredaran MMEA illegal, serta ancaman kesehatan bagi masyarakat mengingat produk tersebut mengingat produk tersebut tidak melalui uji kelayakan konsumsi dari Badan POM RI. (Ariessuryantini/ Pomo)
Volume 48, Nomor 11 November 2016 - Warta Bea Cukai |
45
reportase
Technical Meeting Pra Konvensi KPK
A
khir September lalu, tepatnya tanggal 27 September 2016 di Gedung Kalimantan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai lantai 6, Komisi Pemberantasan Korupsi mengadakan Technical Meeting dalam rangka untuk mempersiapkan International Conference terkait pencegahan korupsi serta pembangunan integritas terkait sektor bisnis. Pertemuan ini merupakan pertemuan kedua dimana sebelumnya pertemuan dilaksanakan di gedung KPK. Acara dibuka oleh Direktur Kepatuhan Internal Ditjen Bea Cukai, Hendra Prasmono, dan Indraza Marzuki dari KPK. Acara tersebut dihadiri oleh mitramitra strategis dari regulator dan lembaga otoritas terkait, seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Ombudsman, Badan Perencanaan Nasional (Bappenas), MSI, Kemitraan, Kementerian Koperasi dan UKM (KUKM), Kementerian Keuangan, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Kementerian ESDM (KESDM), Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah (LKPP), TI, Kementerian Kesehatan, Indonesia Corruption Watch (ICW), GIZ, KOmisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Jumlah undangan yang hadir yaitu 36 orang yang berasal dari 20 instansi dengan tema pembahasan yaitu persiapan teknis pelaksanaan Konferensi Internasional Pembangunan Integritas dan Antikorupsi terkait Sektor Bisnis yang sedianya dijadwalkan akan diselenggarakan pada tanggal 1617 November 2016 di Jakarta. Sebagai persiapan konferensi ada beberapa hal yang dibahas,
Adapun garis besar pembicaraan, kesimpulan dan saran yang dihasilkan dalam tersebut adalah sebagai berikut: a. Penyampaian beberapa usulan pembicara dengan tetap mempertimbangkan faktor politik dan bisnis untuk menghindari konflik. b. Usulan terkait tema yang akan dibicarakan misalnya mengenai permasalahan di bidang minerba, ketahanan pangan, praktik kepatuhan tentang score card di BUMN, Corruption in Procurement (tipe-tipe korupsi) c. Usulan untuk memperbaiki nama KKP dalam bahasa Inggris. d. Usulan untuk penguatan peran APIP. e. KPK diminta untuk selalu memberikan update mengenai BO. f. Usulan agar menghubungkan gerakan Profit dengan HAKI. g. Usulan agar diadakan diskusi
46 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 11 November 2016
per sesi untuk menangkap harapan dari semua pihak. h. Penyampaian informasi mengenai kedudukan NSW yang berada di bawah Menko (bukan di bawah Bea Cukai). Menurut Fungsional Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK, Pauline Arifin, mengapa Bea Cukai juga dilibatkan karena memilki peran yang sangat penting. Banyak kerjasama KPK- Bea Cukai yang sudah dilaksanakan terutama untuk pembangunan internal integritasnya. “Bea Cukai adalah garda terdepan trading goods, masuk dan keluar. Jadi black market, white market itu bisa dijaga dari bea cukainya. Jadi, bagaimana dengan bea cukai bisa menjaga integritas yang nantinya dapat mempengaruhi ekonomi negeri. Kalau market terjaga, bisnisnya bagus maka ambiance bagus dan pengaruhnya ke kita juga baik ekonominya”. (*)
reportase
SINERGI KEMENTERIAN KEUANGAN C.Q. BEA CUKAI DAN BNN GAGALKAN PENYELUNDUPAN SABU DAN HAPPY FIVE SINDIKAT TAIWAN
Suasana konferensi pers penegahan sabu dan happy five di BNN.
P
etugas gabungan dari Kementerian Keuangan c.q. Bea Cukai dan BNN menggerebek sebuah gudang di kawasan pergudangan Kosambi, Dadap, Tangerang, Selasa (15/11), dan menemukan 100,615 kg sabu dan 300.250 butir happy five. Penggerebekan tersebut bermula dari informasi BNN bahwa ada importasi narkotika yang kemungkinan disamarkan sebagai barang impor berupa furniture dari Taiwan ke Indonesia dengan pelabuhan bongkar Tanjung Priok, Jakarta. Atas informasi tersebut, Bea Cukai melakukan analisis atas importasi barang dengan target barang sesuai dengan data yang diterima dari BNN. Berdasarkan pemeriksaan fisik, pelacakan menggunakan unit anjing pelacak (K-9) dan pemeriksaan secara mendalam dengan cara pembongkaran barang furniture (sofa) oleh tim gabungan (Bea Cukai dan BNN), ditemukan barang yang disembunyikan dalam sofa yang diindikasikan
sebagai narkoba. Hasil pengujian menggunakan narcotest, positif methamphetamine (sabu) dan Happy Five. Selanjutnya dilakukan pemantauan atas proses penyelesaian formalitas kepabeanan di mana barang impor diperlakukan secara normal sampai diterbitkan surat persetujuan pengeluaran barang. Koordinasi Bea Cukai dan BNN berlanjut dengan dilakukan controlled delivery kepada pemilik barang. Proses controlled delivery dimulai dengan melakukan pengawasan pengeluaran suspect barang impor dari kawasan pabean dan kemudian dibongkar di salah satu gudang di pergudangan Baja di Muara Baru, Jakarta Utara. Bea Cukai dan BNN terus memantau pergerakan barang hingga akhirnya suspect barang impor tersebut dikeluarkan dari gudang di Muara Baru menuju gudang di kawasan Kosambi, Dadap, Tangerang. Atas indikasi kuat, Bea Cukai dan BNN melakukan penindakan di gudang tersebut. Dalam penindakan ini tim
gabungan mengamankan barang bukti 100,615 kg sabu dan 300.250 butir Happy Five. Selain itu turut diamankan tersangka berinisial YJ, berkewarganegaraan Taiwan dan dua tersangka lain yaitu ZA dan HCHL. Sebagai tindak lanjut kasus, barang bukti dan tersangka diserahkan kepada BNN untuk diproses lebih lanjut. Atas perbuatannya para tersangka terancam pasal 114 ayat (2) dan pasal 112 ayat (2) Jo Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman maksimal hukuman mati atau penjara seumur hidup dan pasal 61 ayat (1) Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara dan pidana denda paling banyak 300 juta rupiah. Atas terbongkarnya penyelundupan ini, Bea Cukai dan BNN berhasil menyelamatkan sekitar 900.000 jiwa generasi muda Indonesia. Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati juga memberikan informasi terkait hasil penindakan narkoba secara nasional yang telah dilakukan Bea Cukai dari tahun 2014 hingga 2016. “Sepanjang tahun 2014, Bea Cukai telah berhasil melakukan penindakan narkoba sebanyak 216 kasus, dengan total barang bukti 316,06 kg. Di tahun 2015, terdapat 176 kasus yang berhasil diungkap Bea Cukai dengan total barang bukti sebanyak 599,75 kg. Sementara di tahun 2016, hingga bulan November Bea Cukai telah melakukan penindakan terhadap 223 kasus dengan total barang bukti sebesar 1.072,55 kg,” jelasnya. (*)
Volume 48, Nomor 11 November 2016 - Warta Bea Cukai |
47
infografis
48 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 11 November 2016
infografis
Volume 48, Nomor 11 November 2016 - Warta Bea Cukai |
49
Ruang Kesehatan
MENJAGA KESEHATAN GIGI ANAK drg. Etty M Hustiowati, Poliklinik KPDJBC
PERTANYAAN Anak saya usia balita, sangat sulit bila disuruh menyikat gigi. Sehingga ada beberapa giginya yang rusak. Tindakan apa yang harus saya lakukan untuk menjaga kebersihan gigi anak saya. Teman saya bilang wajar saja bila anak balita giginya gerepes. Mohon saran dari dokter. Terima kasih. Selin, Jakarta
JAWABAN Menjaga kesehatan anak adalah suatu hal yang sangat penting. Salah satunya adalah menjaga kesehatan giginya. Orang tua adalah yang paling berperan dalam hal ini. Mulai dari menjaga kebersihannya, menjaga dari makanan yang dapat merusak gigi, sampai dengan melihat perkembangan serta pertumbuhan gigi anak. Ada banyak dampak yang dapat ditimbulkan oleh kerusakan pada gigi anak, salah satunya adalah kesulitan mengunyah karena gigi berlubang, sehingga makanan sulit dicerna dan proses pertumbuhan anak akan terganggu. Akibatnya, anak akan mudah terserang penyakit. Sejak dini perlu dilakukan tindakan pencegahan dari kerusakan gigi agar didapat kesehatan gigi yang terbaik bagi anak-anak kita. Kesehatan dan kebersihan mulut dan gigi adalah salah satu penunjang rasa percaya diri yang paling utama pada saat mereka dewasa nanti. Mari kita lihat fungsi dari gigi susu atau gigi sulung: a. Berperan untuk mengunyah makanan. b. Berperan untuk bicara, pengucapan kata-kata dengan tepat. c. Berperan sebagai ruang untuk pertumbuhan gigi permanen sekaligus menentukan arah pertumbuhan gigi permanen agar tumbuh sesuai arah yang tepat. d. Berperan untuk menambah nilai estetika. Saat ini kerusakan gigi pada anak sering dianggap suatu hal yang wajar terjadi pada anak. Sehingga orang tua merasa bahwa mereka tidak perlu melakukan perubahan apapun untuk menyikapi
hal tersebut. Kelalaian orang tua ini akan berakibat buruk pada anak. Kesehatan gigi dan mulut yang baik pada orang dewasa tergantung pada keadaan gigi dan mulut saat masih kanak-kanak. Mengingat efek jangka panjang yang dapat dirasakan oleh anak-anak terkait dengan gigi dan mulut mereka, maka sebagai orang tua perlu mengantisipasi resiko tersebut sedini mungkin. Untuk anak yang usianya di bawah lima tahun kebersihan giginya masih sangat tergantung kepada orang tua, terutama ibu, yang mempunyai peran sangat dominan dalam upaya pecegahan penyakit pada gigi dan mulut. Gerakan motorik pada anak balita belum mampu menggerakan sikat gigi secara benar pada saat dia membersihkan gigi. Peran ibu dalam upaya meningkatkan kesehatan gigi dan mulut anak dapat dilihat dari sikap dan perhatiannya terhadap perawatan gigi dan mulut anaknya. Mulai tumbuhnya gigi merupakan proses penting pertumbuhan seorang anak. Orang tua harus mengetahui cara merawat gigi anaknya. Orang tua juga harus mengajari anaknya cara merawat gigi dengan baik, yaitu dengan memberi contoh cara menyikat gigi yang benar Berikut adalah periode pertumbuhan gigi anak dan cara pemeliharaannya 1. Usia 0 sampai 3 tahun adalah masa pertumbuhan gigi susu. Gigi pertama tumbuh anatara usia 5 sampai 8 bulan. Terus tumbuh sampai anak berusia 3 tahun. Jumlah gigi lengkap 20 gigi. Cara perawatannya: - Pembersihan mulut dilakukan dari sebelum gigi pertama tumbuh - Gunakan kasa atau handuk lembut yang dibasahi air matang, lalu usapkan pelan pada gusi dan gigi yang sudah tumbuh. Bisa juga dengan sikat gigi husus untuk bayi. Lakukan pada pagi dan malam hari sebelum tidur - Hindari pemberian jus atau susu menjelang tidur, hal tersebut dapat mencegah terbentuknya lubang gigi
50 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 11 November 2016
Ruang Kesehatan
2. Usia 3 tahun sampai 6 tahun, gigi susu sudah lengkap Pada periode inilah gigi anak mudah mengalami kerusakan. Anak sudah mengenal makanan manis dan jenis makanan lain yang menjadi penyebab rusaknya gigi. Sedangkan email gigi anak masih rentan terhadap kerusakan gigi. Masalah yang terjadi pada gigi susu dapat berlanjut pada gigi dewasa yang akan tumbuh. Karena gigi merupakan pedoman tumbuhnya gigi tetap. Gigi susu juga berpengaruh dalam perkembangan rahang dan wajah. Cara perawatannya: - Pada umumnya anak sudah dapat memegang sikat gigi sendiri, tapi pengawasan orang tua masih sangat diperlukan. - Membiasakan sikat gigi pada pagi hari setelah sarapan dan malam hari sebelum tidur. - Memilihkan sikat gigi yang sesuai dengan mulut anak yang kecil, yaitu sikat gigi dengan kepala sikat gigi kecil berbulu halus. Menggunakan pasta gigi untuk anak yang ber-fluoride. - Mengatur jadwal makan, yaitu 3 kali makan utama dan 2 kali cemilan di antara ketiga makan utama tersebut. Dengan jadwal ini, anak tidak makan lagi setelah sikat gigi malam dan tidur dalam kondisi gigi bersih.
mengingatkan tetap menjaga kebersihan gigi dan mulutnya. Memilihkan sikat gigi sesuai dengan perkembangan mulut anak dan memakai pasta gigi berfluoride. Masalah lain yang tak kalah penting adalah menjaga asupan gizi mulai dari masa kandungan. Salah satu contoh yaitu bila asupan fosfor kurang, maka lapisan email gigi akan memiliki pori-pori yang besar. Hal ini akan menimbulkan masalah kesehatan gigi dan mulut yaitu mudah rapuh dan berlubang serta munculnya masalah di mulut. Berikut ini vitamin dan mineral yang dibutuhkan dalam proses pertumbuhan gigi anak sejak ibu masih hamil dan mengandung buah hati. Vitamin A : susu, keju, hati, kuning telur, tomat, wortel Vitamin C : mangga, jeruk, jambu biji, pisang Vitamin D : ikan salmon, susu Fosfor : daging ayam, ikan, telur, biji-bijian, kacang- kacangan, gandum Kalsium : mentega, susu, ikan teri Hal terahir adalah membiasakan anak untuk rutin kontrol ke dokter gigi, minimal setiap 6 bulan sekali. Bisa dimulai saat gigi pertama kali tumbuh. (*)
3. Usia 6 tahun sampai 12 tahun. Pada umumnya anak diusia 6-12 tahun sudah dapat menyikat gigi dengan baik dan benar. Namun mereka tetap memerlukan bantuan orang tua untuk
Volume 48, Nomor 11 November 2016 - Warta Bea Cukai |
51
sisi pegawai Pria asal Kupang yang sudah sejak 1978 berdinas di Bea Cukai ini mengungkapkan lika-liku hidupnya. Di penghujung masa pengabdiannya, matanya masih menyalakan api semangat. Korsa Bea Cukai telah membuat dirinya menjadi seseorang yang tangguh dan tahan banting. Sedari muda walaupun anggota keluarga jauh darinya, jika memang tugas negara sudah memanggil ia harus siap sedia.
N
eno, begitu ia biasa disapa, menceritakan kisah yang masih diingatnya sebagai petugas Bea Cukai di wilayah timur Indonesia. Ketika itu, tahun 2000 ialah setahun selepas jajak pendapat dilakukan di Timor Leste. Sebelum tahun 2000 itu, koordinasi kantor Bea Cukai Atapupu secara administrasinya berasal dari Kupang. Kemudian saat gejolak pemisahan Timor Leste itu beberapa pegawai dikumandahkan (dipindahtugaskan) dari Kupang ke Atapupu. Kendati jajak pendapat itu telah usai dilakukan, namun gejolak di Timor masih saja dirasakan Neno dan kawan-
Antara Tugas dan Cinta Michael Neno
Pegawai Bea Cukai Atambua 52 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 11 November 2016
sisi pegawai kawan. Dirinya dan beberapa pegawai di sana masih merasakan intimidasi dan teror fisik setelah pemisahan kedua negara. Hal ini dikarenakan milisi pro-Indonesia mengintimidasi Bea Cukai-nya sendiri karena sikap Bea Cukai yang tetap membuka pintu perbatasan saat situasi konflik masih berlangsung. Milisi itu ingin Bea Cukai menutup portal perbatasan dan mengisolasi Timor Leste dari pasokan bahan-bahan pokok. Namun Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Atapupu (sejak 2015 menjadi KPPBC Atambua) tetap membuka perbatasan karena alasan perintah Undang-Undang. Neno mengisahkan para pegawai Bea Cukai yang kumandah di perbatasan saat itu mengalami tekanan luar biasa. Dari tahun 2000 hingga 2004 itu masih ada ledakan-ledakan. Bahkan hingga tahun 2007 di Atambua masih ada beberapa insiden, walaupun hal itu di luar tanggung jawab Bea Cukai. Pihak milisi pro-Indonesia memaksa agar Bea Cukai tidak melakukan pelayanan ekspor ke Timor Leste. “Biarlah di sana mereka kelaparan,” ujar Neno menirukan suara milisi kala itu. “Namun pelayanan tetap kita jalankan walaupun diintimidasi. Kondisi itu berlangsung dari 2000 hingga 2002. Setelah itu situasi agak mereda dan relatif normal,” ujar Neno. Karena faktor kebutuhan sumber daya manusia (SDM) saat itu, maka beberapa pemuda setempat diajak bergabung sebagai petugas keamanan di Bea Cukai Atapupu. Para pemuda honorer itu juga difungsikan sebagai penghubung bahasa ‘tetun’ dengan berbagai pihak di sana. “Memang kondisi ini di luar kebiasaan, kantor tipe pratama mengangkat honorer sampai sepuluh orang. Kemudian pegawai honorer itu ditempatkan di pos-pos perbatasan,” kenang pria kelahiran Kupang 1959 ini.
Kemudian, ayah tiga anak ini berkisah tentang pengalamannya sewaktu bertugas sebagai komandan pos di perbatasan. “Bertugas di perbatasan banyak godaannya. Pernah satu kali ada oknum tertentu yang ingin memasukkan beberapa truk ‘gombal’ atau pakaian bekas dari wilayah Timor Leste. Bila saya mau, imbalannya uang cukup besar per truknya. Tapi saya katakan, bila kau berani memasukkan gombal ini maka kau menyatakan perang kepada saya,” ujarnya. Waktu itu Neno bertugas bersama Isnin Muhammad, Menase Karamoy, dan Dicky. “Di kabupaten Belu ada tiga pos perbatasan, Mota’ain, Turiskain, Motamasin. Pada kenyataannya jalan tikus di sini memang banyak. Pos-pos perbatasan di sini masih rawan penyelundupan termasuk narkoba. Di pos perbatasan Mota’ain saya pernah menemukan dan menegah penyelundupan narkoba jenis sabu melalui angkutan travel dari Dili menuju Kupang sebanyak 2,5 kg di
November 2014,” sambung Neno. Namun demikian, kesan garang di lapangan tak tampak bila Neno sedang berada di rumah. Kepada anak-anaknya ia senantiasa menanamkan benih cinta kasih kepada sesama. Neno sangat mencintai keluarganya. “Saya katakan kepada anak-anak saya bahwa saya tidak punya harta, tapi ‘kebun’ yang harus diolah sendiri. Saya anggap sekolah itu sama dengan kebun. Jadi kalau tidak diolah ya mati sendiri.” “Saya berharap kepada generasi penerus Kantor Bea Cukai Atambua jangan sampai dijadikan sebagai tempat promosi jabatan semata untuk kemudian lari. Tapi jadikanlah sebagai tempat pengabdian. Tiga puluh delapan tahun hidup dengan aturan, saya ingin terbebas dari aturan. Pensiun nanti saya ingin sederhana saja dan apa adanya. Saya mau pulang kampung dan berkebun di sana. Di Desa Niukbaun, Kecamatan Amarasi Barat, Kupang, NTT,” pungkasnya. (Supomo)
Volume 48, Nomor 11 November 2016 - Warta Bea Cukai |
53
peraturan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.04/2016 tentang Pembayaran dan/atau Penyetoran Penerimaan Negara Dalam Rangka Kepabeanan dan Cukai Secara Elektronik. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.04/2016 tentang Pembayaran dan/atau Penyetoran Penerimaan Negara Dalam Rangka Kepabeanan dan Cukai Secara Elektronik. Permasalahan : Bahwa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai merupakan salah satu Biller. Bahwa saat ini belum ada payung hukum yang menjadi dasar pembayaran dan/atau Penyetoran Penerimaan Negara dengan kode billing di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Latar belakang yaitu: dalam rangka menyempurnakan penatausahaan dan pertanggungjawaban penerimaan negara, perlu menerapkan sistem penerimaan negara secara elektronik dengan memanfaatkan perkembangan sistem teknologi informasi sehingga sistem pengelolaan negara dapat dilakukan secara elektronik. Tujuan Penyusunan PMK tersebut yaitu: adanya payung hukum (Peraturan Menteri Keuangan) yang dijadikan dasar pembayaran dan/atau penyetoran penerimaan negara dengan kode billing di Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai. Pokok-pokok substansi yang diatur dalam PMK tersebut antara lain: a. Jenis- jenis penyetoran penerimaan negara yang dapat dilakukan pembayaran menggunakan kode billing; b. Pembayaran Penerimaan Negara melalui Bendahara Penerimaan di kantor bea dan Cukai; c. Pemberian tanda tangan, cap basah dan/atau tanda pengesahan lainnya pada dokumen pemberitahuan pabean dan cukai; d. Gangguan yang mengakibatkan sistem billing Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tidak dapat menerima NTPN atau tidak dapat menerbitkan kode billing; waktu mulai berlakunya PMK tentang Pembayaran dan/atau Penyetoran Penerimaan Negara dalam rangka Kepabeanan dan Cukai
Nb : Peraturan selengkapnya dapat diunduh pada direktorat peraturan DJBC
54 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 11 November 2016
BEA CUKAI MENJAWAB
Impor dan Ekspor Sementara Barang Bawaan Penumpang Pertanyaan: “Saya kuliah di Amsterdam. Kalau saya bawa barang pas mudik ke Indonesia dan seminggu kemudian saya bawa balik lagi apa kena bea masuk sama pajak? Terma kasih.” [Robert S.] “Halo. Bulan depan saya mau nonton Wimbledon, rencana mau bawa kamera dan gadget yang nilainya lumayan mahal nih, akan di-stop pegawai Bea Cukai gak ya di bandara buat bayar pajak dan bea masuk? Terma kasih.” [Putri A.] Jawaban: IMPOR SEMENTARA Pertanyaan yang diajukan oleh Robert dalam ilmu kepabeanan dikenal dengan istilah impor sementara, yaitu pemasukan barang impor ke dalam negeri yang benar-benar dimaksudkan untuk diekspor kembali ke luar negeri dalam waktu paling lama 3 tahun. Pada saat dibawa masuk ke Indonesia barang penumpang tersebut diberikan pembebasan bea masuk dan pajak impor. Untuk dapat ditetapkan sebagai barang impor sementara, barang yang dibawa Robert haruslah tidak akan habis dipakai, mudah dilakukan identifikasi, tidak mengalami perubahan bentuk secara hakiki kecuali aus karena penggunaan, mempunyai tujuan penggunaan yang jelas, dan ada dokumen pendukung yang menyatakan barang tersebut akan diekspor kembali. Saat tiba di Indonesia Robert harus mengisi dokumen Customs Declaration dan Formulir Impor Sementara, menyerahkan foto kopi paspor dan boarding pass, menunjukan barang dan dokumen pendukung seperti invoice dan lain-lain untuk dilakukan pemeriksaan oleh Bea Cukai, menyerahkan jaminan sebesar bea masuk dan pajak impor dan menerima bukti penerimaan jaminan dari Bea Cukai, serta menyerahkan surat kuasa dan nomor rekening penumpang apabila pada saat berangkat ke luar negeri melalui bandara atau pelabuhan yang berbeda. Selanjutnya, saat Robert akan meninggalkan Indonesia, harus menunjukan Customs Declaration, Formulir Impor Sementara, dan bukti penerimaan jaminan, menjalani pemeriksaan oleh bea cukai serta menerima kembali sejumlah uang yang telah diserahkan sebagai jaminan, dengan dipotong biaya administrasi bank apabila pengembalian dilakukan dengan cara ditransfer. BARANG REIMPOR Sedangkan pertanyaan yang diajukan Putri dalam ilmu kepabeanan kita mengenalnya sebagai barang reimpor, yaitu barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali karena sesuatu hal. Pada saat dibawa masuk ke Indonesia barang tersebut akan dibebaskan dari bea masuk dan/ atau cukai, tidak dipungut PPh namun dikenakan PPN dan atau PPnBM sesuai dengan peraturan perpajakan. Saat ia akan berangkat ke luar negeri, Putri harus memberitahukan barang dan dokumen pendukung seperti invoice atas barang yang akan dibawa keluar negeri dan menjalani pemeriksaan oleh Bea Cukai, menyerahkan foto kopi paspor dan boarding pass, serta menerima surat pemberitahuan membawa barang atau bukti ekspor. Selanjutnya, saat Putri kembali dari luar negeri harus menuju ruang pemeriksaan Bea Cukai, untuk menunjukkan barang serta surat pemberitahuan membawa barang atau bukti ekspor. FASILITAS CARNET Bagi wisatawan yang membawa barang untuk keperluan pribadi juga dapat memanfaatkan fasilitas Carnet. Indonesia, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 89 Tahun 2014 tentang Pengesahan Convention On Temporary Admission (Konvensi tentang Pemasukan Sementara), bersama lebih dari 80 negara telah meratifikasi perjanjian yang dikenal dengan nama Perjanjian Istanbul tersebut. Di mana dokumen yang dipergunakan layaknya sebuah paspor, dan digunakan sebagai dokumen pabean dalam rangka impor dan ekspor sementara. Dokumen ATA/ CPD Carnet diterbitkan oleh penerbit dan penjamin Carnet yang berlaku secara internasional dan berlaku selama 12 bulan. Terhadap barang yang menggunakan fasilitas Carnet dapat diberikan pembebasan bea masuk dan pajak impor serta tidak wajib memenuhi ketentuan larangan dan pembatasan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan. Demikian disampaikan, untuk informasi lebih lanjut hubungi kami di BRAVO BEA CUKAI 1500225. Salam, Subdit Humas dan Penyuluhan, Dit. PPKC Volume 48, Nomor 11 November 2016 - Warta Bea Cukai |
55
Travel Notes
Museum Timah D Indonesia Muntok
Pulau Bangka Berkunjung ke Pulau Bangka tak lengkap rasanya jika belum mengunjungi Museum Timah Indonesia Muntok. Museum yang dicat warna putih ini mampu merefleksikan sejarah Kota Muntok yang tak lepas dari geliat usaha pertambangan timah.
56 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 11 November 2016
i sela-sela kegiatan meliput kegiatan di Kantor Bea Cukai Pangkal Pinang di awal September lalu, WBC diajak melancong ke Kota Muntok. Kota legendaris di wilayah barat Pulau Bangka ini ternyata sarat destinasi penting bagi perjalanan sejarah dan perekonomian Bangka Belitung. Selain diajak berkeliling areal PT Timah dan Wisma Pesanggrahan tempat para pejuang kemerdekaan kita ditawan, WBC pun diberi kesempatan untuk berkunjung ke Museum Timah yang menyimpan banyak kenangan itu. Menurut penuturan Kepala Museum Timah Indonesia Muntok, Fahrizal Abubakar, sejak tanggal 7 November 2013
Travel Notes museum ini dibuka untuk umum. Bangunan museum ini kental khas arsitektur Eropa yang merupakan warisan sejarah dan dibuat pada zaman kolonial BelAnda. Dulunya, bangunan ini berfungsi sebagai kantor divisi pertimahan BelAnda yang kemudian sempat diambil alih oleh bala tentara Jepang. Setelah kemerdekaan Indonesia, bangunan setinggi tiga lantai ini kondisinya sempat terabaikan. Beberapa bagian bangunan ada yang lapuk dan runtuh. Upaya konservasi kemudian dilakukan oleh PT Timah Tbk, hingga akhirnya dijadikan museum yang terbuka untuk masyarakat umum. Di dalam museum bisa ditemukan berbagai replika alat-alat pertambangan timah, alat tenun, atribut prajurit masa perang dunia kedua, serta disediakannya tayangan audio visual terkait peristiwa-peristiwa bersejarah. Selain berfungsi sebagai museum, ruang yang ada di lantai dua juga digunakan sebagai perpustakaan dan ruang pertemuan yang mampu menampung hingga 100 orang peserta. Fahrizal mengatakan, bangunan museum telah direnovasi, namun tidak mengubah struktur utamanya. Pihaknya ingin setiap bagian dari museum ini berisikan nilai sejarah. Kota Muntok rupanya tak hanya terngiang akan produksi timahnya yang besar. Sekadar menyegarkan ingatan akan pelajaran sejarah di sekolah, di kota inilah Bung Karno dan beberapa tokoh pejuang pernah diasingkan. Bergeser ke luar kota, terdapat museum gudang ransum, rumah kapiten peninggalan etnis Tionghoa, serta kompleks Istana Menumbing dan Wisma Pesanggrahan yang legendaris karena pernah dijadikan lokasi pengasingan Bung Karno.
Ketika menjelajahi museum ini, Anda akan mendapatkan sembilan galeri. Galeri pertama, Anda akan menemukan lintas sejarah Bangka dan Muntok. Galeri kedua, tentang bagaimana sosial budaya Muntok, ketiga tentang sejarah PD II di Muntok, keempat menceritakan sejarah pengasingan Bung Karno, kelima berisikan seputar geologi dan eksplorasi, keenam dan ketujuh menginformasikan tentang sejarah pengetahuan penambangan darat dan laut, kedelapan berisi pengetahuan peleburan timah, dan terakhir atau galeri kesembilan yaitu sarana dan prasarana kreasi anak zaman. Di galeri pertama kita akan
Volume 48, Nomor 11 November 2016 - Warta Bea Cukai |
57
Travel Notes menemukan catatan sejarah paling awal tentang Bangka. Adalah prasasti Kota Kapur yang berasal dari tahun 686 Masehi pada zaman Sriwijaya yang mengawalinya. Bangka selanjutnya masuk ke wilayah kesultanan Palembang Darussalam. Kota Muntok menurut legenda pertama kali disebut oleh Masayu Zamnah, permaisuri Sultan Mahmud Badaruddin I dari pulau Siantan, Anambas. Ketika ia berkunjung ke kawasan di ujung pulau Bangka berkata “entoklah” yang bermakna “inilah”. Muntok selanjutnya menjadi hunian keluarga sultan dari Siantan. Melahirkan budaya baru yaitu bahasa Melayu dialek Muntok yang berakhiran e (eu). Gelar bangsawan di Muntok pun unik, yaitu Abang untuk pria dan Yang untuk perempuan. Karena lidah Melayu orang Bangka, kata Muntok dilafalkan menjadi Mentok. Pada masa kolonial, kata Muntok diubah menjadi Minto untuk menghormati Lord Minto, gubernur jenderal Inggris di Singapura. Begitu pentingnya Muntok, pemerintah membangun lapangan terbang di Muntok untuk memperlancar distribusi timah. Lapangan terbang Muntok yang dibangun tahun 1924 merupakan lapangan terbang tertua di Indonesia setelah lapangan terbang Tjililitan di Batavia. Nama Muntok kembali muncul dalam catatan sejarah sebagai tempat pengasingan beberapa tokoh kemerdekaan, termasuk duo proklamator, Bung Hatta pada tahun 1948 dan Bung Karno pada tahun 1949. Di ruang galeri Geologi dan Eksplorasi serta Galeri Tambang Darat dan Tambang Laut dipamerkan peta pertambangan timah
di dunia dan Indonesia, alat untuk mengukur kandungan timah, alat pemetaan wilayah, jenis-jenis timah mentah, dan alat eksploitasi timah. Hanya ada dua tempat di Indonesia yang memiliki kandungan timah besar yakni Karimun dan Kundur di Kepri serta Bangka-Belitung. Di Galeri Peleburan Timah dijelaskan sejarah peleburan logam dari masa ke masa. Peleburan timah pertama di dunia terjadi di Turki pada tahun 1500 SM ketika seseorang mencampurkan tembaga dan timah menjadi perunggu. Di Bangka sendiri, peleburan timah telah berlangsung mulai abad ke-10. Ruangan ini menjabarkan dengan detail proses peleburan bijih timah di PT Timah dan beberapa sampel timah olahan siap jual. Kemudian WBC diajak memasuki ruangan selanjutnya yaitu Galeri Sarana Prasarana yang memamerkan foto-foto lama kota Muntok tempo doeloe, termasuk peta kota tua Muntok. Galeri Bung Karno menampilkan foto ketika Bung Karno dan kawan-kawan diasingkan ke Muntok. Termasuk miniatur Wisma Ranggam dan Wisma Menumbing, gedung tempat tokoh-tokoh diasingkan di Muntok. Bagian paling menarik di museum ini berada di galeri terakhir Galeri Vivian Bullwinkel. Galeri yang seluruh display ditampilkan dalam bahasa Inggris ini khusus dipersembahkan oleh
58 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 11 November 2016
Angkatan Darat Australia untuk mengenang seorang perawat tentara perang yang pernah bekerja di RS Angkatan Darat Australia di Singapura pada perang dunia ke-2, Letnan Perawat Vivian Bullwinkel. Pada 1942, Singapura dikuasai Jepang. Vivian beserta dua ribu lebih warga sipil, 65 perawat, dan tentara Inggris naik kapal Vyner Brooke menuju Australia. Di selat Bangka, kapalnya dibom Jepang hingga tenggelam. Vivian dan 21 perawat lainnya lolos dari maut. Setelah terombang-ambing selama 18 jam, mereka berhasil berenang ke pantai dekat mercusuar Tanjung Kalian. Keesokan harinya, tentara Jepang mengetahui keberadaan mereka. Vivian dan kawan-kawan diberondong peluru Jepang. Vivian kembali lolos dari maut karena pura-pura tewas. Ia akhirnya kembali pulang ke Australia, meski sempat ditahan oleh Jepang di Bangka. Tahun 1993, Vivian kembali ke Bangka meresmikan prasasti peringatan Vyner Brooke di tepi pantai Tanjung Kalian. Rupanya PT Timah amat menghargai sejarah dengan baik. Museum ini tak hanya bercerita tentang timah semata, tetapi juga sejarah dan budaya Indonesia khususnya di Bangka. Tak hanya tampilan yang bagus dan detail, kilasan sejarah diceritakan amat detail dan runtut. Plus pemandu yang ramah dan mumpuni. (Pomo/Supri/Rudi)
kicauan
Volume 48, Nomor 11 November 2016 - Warta Bea Cukai |
59
EVENT WBC 504 - november 2016 BEA CUKAI TEMBILAHAN LAUNCHING PROGRAM “KELAPA MUDA” TEMBILAHAN – Bea Cukai Tembilahan meluncurkan program Kelapa Muda (Kemudahan Layanan pada Manifes untuk Perubahan/ Perbaikan/ Pembatalan Data) dan peluncuran situs beacukaitembilahan.com, pada Senin (21/11). Kelapa Muda merupakan layanan berbasis jaringan internet untuk mempermudah penyampaian permohonan pengurusan layanan perubahan/ perbaikan/ pembatalan data pada RKSP dan manifest yang dilatarbelakangi oleh kondisi geografis yang mengakibatkan jarak antara Kantor Pabean dengan lokasi pelabuhan yang menjadi tempat lego dan angkat jangkar sarana pengangkut yang jauh dan melintasi medan yang cukup sulit, telah diterapkannya sistem PDE untuk pelayanan RKSP dan Manifes, sehingga perlu diberikan pelayanan yang cepat untuk mengakomodir kesalahan pengisian data yang terjadi, dan sebagai bentuk perwujudan akan peningkatan pelayanan yang lebih baik bagi pengguna jasa. Di acara ini, stakeholder Bea Cukai Tembilahan, PT Pelayaran Sumatra Timur Indonesia dan PT Sawerigading Utama Sakti juga memberikan piagam penghargaan sebagai bentuk apresiasi atas pelayanan yang diberikan Bea Cukai Tembilahan.
21/11
DORONG PERTUMBUHAN EKSPOR, BEA CUKAI INDONESIA DAN BELANDA SEPAKATI PERTUKARAN DATA REPUTABLE TRADERS JAKARTA – Dalam rangka meningkatkan produktivitas dan daya saing Indonesia di pasar internasional, Pemerintah Indonesia dan Belanda sepakat menandatangani Letter of Intent (LoI) on Establishing the Exchange of Information on Risk Management. Penandatanganan LoI dilakukan oleh Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati dan Minister for Foreign Trade and Development Cooperation, Lilianne Ploumen di Istana Negara Republik Indonesia pada Rabu (23/11). Penandatanganan LoI ini merupakan bentuk kerja sama pertukaran data reputable traders, yaitu perusahaan yang memiliki kepatuhan tinggi pada Undang-Undang dan ketentuan yang berlaku, antara kedua negara. Adapun data yang dipertukarkan akan menjadi database untuk sistem manajemen risiko oleh Bea Cukai Indonesia dan Customs Administration of the Netherlands (CAN). “Eksportir dengan reputasi baik akan diberikan perlakuan khusus di antaranya adalah dokumen customs clearance dapat disampaikan dalam bentuk elektronik tanpa pemeriksaan fisik pada saat proses pengeluaran barang,” ujar Sri Mulyani.
23/11
60 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 11 November 2016
ELECTRONIC SEAL UPAYA BEA CUKAI TANJUNG PRIOK PERLANCAR ARUS BARANG IMPOR JAKARTA – Bea Cukai Tanjung Priok meresmikan penggunaan electronic seal (e-seal) untuk melakukan pemindahan kontainer atau yang biasa disebut pindah lokasi penimbunan. Kepala Kantor Bea Cukai Tanjung Priok, Fadjar Donny mengungkapkan bahwa penggunaan e-seal memanfaatkan fitur GPS, e-seal bisa dilacak melalui sistem mulai titik awal pemasangan e-seal, jalur yang dilalui kontainer yang terpasang e-seal, hingga titik akhir e-seal tersebut dilepas. Diharapkan dengan penggunaan e-seal dalam pemindahan lokasi penimbunan barang impor yang belum selesai kewajiban pabeannya dapat meningkatkan pengawasan menjadi lebih intensif namun tetap memberikan pelayanan yang cepat. “Para pengguna jasa juga dapat memantau histori perjalanan kontainer secara real time,” ungkapnya. Pada 1 November 2016, Bea Cukai Tanjung Priok juga sudah meresmikan e-seal control room yang akan digunakan petugas sebagai sarana pengawasan secara real time terhadap kontainer yang dilekati e-seal. Inovasi ini merupakan upaya untuk meningkatkan kinerja Bea Cukai tanjung Priok dalam memperlancar arus pengeluaran barang dari pelabuhan.
1/11
WBC 504 - november 2016 EVENT
BEA CUKAI, DJKN, DAN KEJAKSAAN NEGERI BAHAS PENANGANAN BMN DALAM RANGKA OPTIMALISASI PENERIMAAN NEGARA
CUSTOMS OF TIMOR LESTE KUNJUNGI KANTOR PUSAT BEA CUKAI DALAM RANGKA REFORMASI CUSTOMS JAKARTA – Direktur Jenderal Customs Timor Leste beserta beberapa perwakilan mengunjungi Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Senin (07/11). Dalam kesempatan tersebut, Customs of Timor Leste menyampaikan maksud kunjungannya yaitu sehubungan dengan reformasi di bidang kepabeanan di Timor Leste, mereka bermaksud bertukar pengalaman dalam hal pembangunan sistem dan prosedur, sarana dan prasarana dan sistem kepabeanan di Indonesia. Direktur Jenderal Customs of Timor Leste menambahkan keinginannya untuk mengadakan pelatihan bagi anak buah kapal dan nakhoda untuk pengawasan pantai dan laut di wilayah Timor Leste. Hal tersebut disambut baik oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Heru Pambudi yang mengatakan bahwa koordinasi sudah dilakukan dengan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK). Heru juga mengatakan bahwa ke depannya akan diadakan patroli bersama antara Bea Cukai dan Customs of Timor Leste untuk memperketat pengawasan laut di wilayah Nusa Tenggara dan Timor Leste.
7/11
JAKARTA – Direktorat Keberatan Banding dan Peraturan (Dit. KBP) menggelar acara Simposium Upaya Hukum dengan Tema Penanganan Barang Tidak Dikuasi (BTD), Barang Dikuasai Negara (BDN), Barang Milik Negara (BMN) dalam Rangka Optimalisasi Penerimaan Negara. Turut diundang dalam acara ini perwakilan dari Direktorat Teknis Kepabeanan Bea Cukai, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, dan Kejaksaan Agung RI. Direktur KBP, Rahmat Subagio menyampaikan bahwa dengan diadakannya simposium ini diharapkan dapat tercapai kesepakatan antara pihak-pihak yang memiliki kewenangan dalam proses penanganan BTD, BDN, dan BMN untuk mengoptimalkan penerimaan negara. Kepala Subdirektorat Impor Djanurindro Wibowo sebagai salah satu pembicara menyampaikan saat ini masih banyak peraturan yang tumpang-tindih antar Kementerian dan Lembaga sehingga menghambat proses penyelesaian BTD, BDN, dan BMN. Diharapkan kedepannya dibuat peraturan yang seragam dalam proses pelelangan atau pemusnahan barang tersebut. Pejabat dari Direktorat Jenderal Kekayaan Negara juga berharap harus ada konsistensi atas usulan peruntukan BMN, serta adanya persyaratan khusus dalam permohonan lelang dan memperhatikan peraturan teknis terkait.
BEA CUKAI BALIKPAPAN GANDENG STAKEHOLDER CEGAH PUNGLI BALIKPAPAN – Bea Cukai Balikpapan menggelar acara Coffee Morning Kepala Kantor Bersama Pengguna Jasa di wilayah kerja Bea Cukai Balikpapan dengan tema “Bersama-sama Mencegah Terjadinya Pungutan Liar”. Kepala Kantor Bea Cukai Balikpapan, Kunawi menyampaikan bahwa pencegahan praktik pungutan liar sejalan dengan paket kebijakan di bidang hukum yang saat ini disosialisasikan secara luas oleh pemerintah. Dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsi Bea Cukai, banyak langkah yang telah dilakukan oleh Bea Cukai termasuk di dalamnya melakukan langkah proaktif terkait isu maraknya pungutan liar. Untuk mengawal kepatuhan dan kinerja petugas, Bea Cukai Balikpapan menerjunkan Unit Kepatuhan Internal, yang tidak hanya pasif menunggu datangnya laporan dari masyarakat, namun juga diharapkan dapat melakukan inspeksi mendadak guna memastikan layanan yang diberikan sesuai dengan peraturan dan prosedur yang berlaku. Kunawi juga menginstruksikan kepada seluruh Pegawai Bea Cukai Balikpapan untuk bisa melayani pelaku usaha ekspor dan impor secara profesional, sekaligus bisa memberi kepastian waktu di setiap loket pelayanan yang ada.
Volume 48, Nomor 11 November 2016 - Warta Bea Cukai |
61
Sejarah Kota Tua Muaro Padang
Nostalgia Kantor Bea Cukai Masa Lampau
S
ejak abad ke-17, Pelabuhan Muaro mulai digunakan seiring kedatangan bangsa Belanda ke kota Padang melalui hilir aliran sungai Batang Arau pada pelabuhan Muaro. Pelabuhan Muaro menjadi tempat tujuan beberapa jenis kapal yang akan berlayar menyeberang laut untuk pergi ke beberapa pulau yang ada di wilayah perairan Sumatera Barat. Mengingat usianya yang sudah tua, wajarlah kalau tempat ini menjadi salah satu bagian sejarah masuknya bangsa Belanda ke Padang di masa penjajahan. Pelabuhan Muaro dapat dikatakan sebagai akses utama yang bisa difungsikan sebagai gerbang antar pulau yang berlayar dari atau menuju Pulau Sikuai, Kepulauan Mentawai dan lain sebagainya. Pos Pengawasan Bea Cukai Muaro Keberadaan Kantor Bea Cukai Teluk Bayur sama tuanya dengan Pelabuhan Teluk Bayur itu sendiri, bahkan lebih. Dahulu, pelabuhan yang ada di wilayah Sumatera Bagian Barat atau Sumatra Westkust dalam Bahasa Belandanya adalah Pelabuhan Padang yang sekarang bernama Pelabuhan Muaro Padang. Kemudian adalagi Pelabuhan Indrapura yang ada di perbatasan dengan Provinsi Bengkulu, Pelabuhan Pariaman di Kota Pariaman sekarang, dan terakhir Pelabuhan Tiku di Kabupaten Agam sekarang. Khusus di Pelabuhan Muaro Padang, di lokasi ini terdapat Pos Pengawasan Bea dan Cukai Muaro. Fungsi dari Pos Pengawasan Bea Cukai di pelabuhan ini adalah untuk melayani kegiatan perdagangan melalui Pelabuhan
Bekas Kantor Pengawasan Bea Cukai Muaro.
Muaro Padang dan mengawasi proses berlangsungnya kegiatan di Pelabuhan. Dulunya di pelabuhan Muaro, termasuk pelabuhan-pelabuhan Sumatra Westkust, VOC mendirikan pos-pos dagang mereka. Sejalan dengan proses kolonialisasi Sumatera Barat setelah kemenangan VOC dalam Perang Paderi, Belanda mendirikan Pusat Pemerintahan mereka di Padang, dengan pusat pemerintahan di Kota Tua Padang (Kawasan Pondok). Abad ke-19 merupakan awal proses industrialisasi Sumatera Barat ditandai dengan pendirian perkebunan karet, perkebunan kopi dan teh, pabrik semen, pabrik gula di Bukittinggi, dan tambang batu bara di Sawah Lunto. Untuk menghubungkan simpul-simpul produksi industri ke pasar internasional, jalur transportasi tradisional tidak lagi memadai. Untuk itu dibuatlah jalur transportasi berupa jalur kereta api yang terhubung dengan Pelabuhan Teluk Bayur (Emmahaven). Kantor Bea Cukai pada jaman Belanda itu ada di
62 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 11 November 2016
Pelabuhan Teluk Bayur, terakhir sampai tahun 1949 sebelum penyerahan kedaulatan, di Padang masih aktif Kantor Dients Inen Uitvoerrechten en Accijnzen, dengan pejabat terakhir Oatv. Eaw. Ambt.RE.Deibert. Selanjutnya setelah penyerahan kedaulatan, Pelabuhan Emma/ Pelabuhan Teluk Bayur berada di bawah penguasaan Republik Indonesia, kantor dinas impor ekspor dan cukai tadi bergabung dengan Djawatan Bea dan Tjukai yang sudah terbentuk pada 1 Oktober 1946 di Jakarta. Muaro Padang Atmosfir Awal Abad 20 Muaro atau yang disebut sebagai Kota Tua Padang hanya berjarak sekitar lima kilometer dari pusat kota Padang sekarang. Di sinilah atmosfir awal abad 20 langsung terasa, sebab Muaro pada zaman dahulu adalah kota pelabuhan dan pusat perdagangan di pesisir sebelah barat Sumatera. Posisi sebagai kota pelabuhan itu masih berlangsung hingga kini, meski yang singgah hanya
Sejarah terbatas pada kapal-kapal nelayan dan feri yang akan berangkat ke Pulau Mentawai. Selain Pelabuhan Muaro Padang, di wilayah kota tua Padang ini kita bisa menjumpai gedunggedung tua peninggalan Belanda masih berdiri kokoh. Sementara, bangunan di sepanjang jalan Niaga kaya dengan ornamen khas Tiongkok (Cina). Di sinilah perkampungan etnis Tionghoa berkembang sampai sekarang. Uniknya, tak satupun bangunan di kawasan Kota Tua Padang ini dipengaruhi gaya Minangkabau yang dikenal khas dengan rumah bergonjong. Konon, ini pengaruh kekuasaan Aceh masa sebelumnya yang melarang rumah bergonjong. kawasan Kota Tua Padang kini menjadi salah satu landmark dan kebanggaan warga Padang karena memiliki ciri khas tersendiri dan sekaligus menjadi sebuah museum terbuka. Puluhan bangunan tua terbuat dari tembok permanen maupun semi permanen mencirikan kejayaan pada masanya berjejer di sepanjang jalan Arau, Pasar Batipuh, Pasar Hilir, Pasar Mudik, Pasar Melintang, Niaga, Pulau Air, Pasar Ambacang, dan sekitarnya. Sebagian besar gedung kuno yang tersisa sekarang berasal dari akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Bangunan pada masa sebelum itu habis terbakar dalam tiga kebakaran besar pada tahun 1840, 1861, dan 1897. Begitupun bangunan yang tersisa menyimpan banyak langgam gaya arsitektur, seperti arsitektur klasik yang hadir sebelum tahun 1910, arsitektur neo-klasik (art deco ornamental) sebelum tahun 1920, arsitektur moderen fungsional (art deco geometrik) sebelum tahun 1935, arsitektur moderen (tropis) Indonesia sebelum tahun 1940, dan arsitektur moderen internasional (art deco streamline) yang hadir sebelum tahun 1940. Karya seni kontemporer Eropa
ini hadir di Indonesia bersamaan dengan datangnya Belanda. Gedung-gedung di sebelah kiri Jalan Arau umumnya bangunan milik pemerintah. Misalnya gedung Padangsche Spaarbank (1908) yang sekarang menjadi Hotel Batang Arau. Model arsitektur bangunan ini bergaya neo-klasik yang nyaris sempurna dan megah dengan berbagai unsur yang mungkin terbagus pada masanya. Tak jauh dari sana, berdiri gedung De Javasche Bank. Bangunan yang sekarang dimiliki Bank Indonesia itu sangat anggun dengan arsitektur moderen (tropis) Indonesia. Di seberang gedung De Javasche Bank, persis di samping Jembatan Siti Nurbaya, terdapat kantor Gubernur Belanda yang sekarang dimanfaatkan sebagai kantor Itwilprov Sumbar. Berikutnya adalah Nederlandche Handel-Maatschappij (NHM), perusahaan perdagangan Belanda yang menggantikan VOC (Verenigde Oostindische Compagnie). Perusahaan ini memonopoli perdagangan luar negeri pada akhir abad ke-19 dan
kemudian berkembang menjadi lembaga perbankan pada tahun 1930. Tak ada yang menyangka gedung ini bertingkat dua. Bentuk bangunannya dikamuflase sehingga penampakannya dari luar bangunan seolah adalah bangunan beratap tinggi saja. Klenteng See Hion Kiong (1861) yang masih berdiri sampai sekarang. Namun sejumlah kebakaran kemudian menghanguskan pasar. Para penduduk keturunan Cina bermukim di sekitar Pasar Tanah Kongsi yang selanjutnya disebut Kampung Cina. Bagian kota lain didiami pemukim keturunan India, saudagar dari Arabia dan Persia yang kemudian terkenal dengan Kampung Keling. Ada juga Kampung Jawa yang didiami perantau asal Jawa yang konon sudah ada di Minangkabau sejak zaman Majapahit. Agak ke hulu lagi, berdiam warga keturunan Nias, Melayu, dan Bugis. Sementara masyarakat Minangkabau asli bermukim agak di belakang lagi. (Ariessuryantini)
Kapal boat wisatawan bersandar di Pelabuhan Muaro.
Volume 48, Nomor 11 November 2016 - Warta Bea Cukai |
63
Berbagi Pengetahuan
AFGANISTAN KAYAKING
S
ekelompok orang dari Eropa dengan perahu kayak warna-warni tengah mengarungi arus air di pegunungan Utara Afganistan. Mereka adalah pemain kayak pertama yang menjelajahi lembah Panjshir yang tenang, yang berlokasi sekitar 140 km di sebelah utara ibu kota Afganistan, Kabul. Seorang pemain kayak asal Skotlandia, Callum Strong mengatakan pendapatnya, Sungai Panjshir menawarkan salah satu pengalaman bermain kayak terbaik di dunia. Bersama 3 orang temannya, Callum menghabiskan waktu luangnya dengan berkeliling dunia demi bisa menemukan arus air yang menarik untuk diarungi. “Kami tertarik dengan Afganistan sejak lama. Semua yang kami dengar berita buruk. Ada banyak hal baik selain yang dilihat di berita. Kami senang ada di sini untuk melihat Afganistan yang sebenarnya. Sungai-sungainya juga,” ujar Callum. Meski konflik di Afganistan sudah berlangsung lama, selama 15 tahun, namun tidak menyurutkan niat mereka untuk
berangkat ke Afganistan. Sebelum pergi ke Afganistan mereka merasakan kekhawatiran yang tak pernah mereka rasakan selama ini. Saat ada di sana, seperti ada di tempat lain. Di setiap tempat pasti orang-orangnya sama. Ada yang baik, ada juga yang buruk. Tempat ini berbeda. Mereka merasa amat aman dan tenang. Tiga orang teman Callum, Joe Rea Dicking dari Inggris, James Smith dari Skotlandia, dan Kristof Stursa dari Austria juga baru saja menyelesaikan kuliah. Mereka adalah pemain kayak amatir yang bertemu karena hobi berolahraga ini. Menggunakan biaya sendiri, berangkatlah mereka ke Afganistan dengan membawa kayak masing-masing. Mereka menyewa agen wisata setempat untuk membantu mereka membawa barang bawaan, mengurus perizinan dari pihak keamanan, dan mengawal mereka ketika melewati area berbahaya. Selama 10 hari mereka mendayung di sepanjang aliran Sungai Panjshir dan memperkenalkan olahraga tersebut kepada warga setempat. Pansjshir dianggap sebagai
64 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 11 November 2016
salah satu kawasan teraman di Afganistan. Jalan-jalan yang ada di sana ditutup bagi orang asing. Mereka harus mendaftarkan diri kepada pihak keamanan dan menjelaskan alasan kunjungan agar dapat memasuki kawasan tersebut. Banyak orang datang ke sana untuk menikmati ketenangan, selain juga lingkungannya yang alami dan produksi hasil alamnya seperti yoghurt dan madu. Namun mungkin mereka akan datang untuk bermain kayak. Jika usaha yang dilakukan oleh 4 orang pecinta kayak ini berhasil. Setelah mengarungi arus sungai selama seminggu, mereka mengadakan pelatihan kayak guna melatih warga setempat yang tertarik dengan olahraga tersebut. Tim sepakbola Panjshir menunjukkan kemampuannya setelah mengikuti pelatihan kayak. Mungkin masih butuh beberapa tahun lagi bagi Afganistan untuk bisa memiliki klub kayak sendiri. Namun Callum Strong dan temantemannya berharap kunjungan merekan akan diikuti oleh orang lain sehingga bisa menikmati keindahan sungai Panjshir. (Ariessuryantini)
hobi dan komunitas
Paguyuban Seni Karawitan “Budoyo Cundhoko” Kanwil DJBC Jateng dan DIY
S
ebagai bangsa besar yang memiliki keragaman budaya, sudah sepantasnya kita melestarikan kesenian yang dimiliki Indonesia. Salah satu kesenian yang dimiliki bangsa kita adalah Seni Karawitan Jawa. Bagi masyarakat awam biasanya suka menyebutnya sebagai musik gamelan. Karawitan adalah kesenian musik tradisional Jawa yang mengacu pada permainan musik gamelan. Kesenian karawitan ini dikemas dengan alunan instrumen dan vokal yang indah sehingga enak untuk didengar dan dinikmati. Kesenian karawitan ini merupakan kesenian
klasik yang sangat terkenal di masyarakat Jawa dan Indonesia sebagai salah satu warisan seni dan budaya yang kaya akan nilai historis dan filosofis. (*) Gamelan sendiri merupakan salah satu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat Jawa dari dulu hingga sekarang. Terlihat dari kesenian dan budaya Jawa yang tidak lepas dari alat musik satu ini. Beberapa kesenian tradisional Jawa yang menggunakan alat musik gamelan seperti wayang, seni tari, dan seni teater seperti ketoprak, wayang uwong (orang), dan masih banyak lagi, salah satunya adalah kesenian karawitan. (*) Karawitan berasal dari kata
“rawit”, yang dalam bahasa Jawa berarti rumit/ berbelit-belit. Namun kata “rawit” juga dapat berarti halus dan indah. Sehingga karawitan biasa diartikan sebagai suatu karya seni yang memiliki sifat yang halus, rumit, dan indah. Karawitan ini dikatakan rumit karena merupakan perpaduan berbagai instrumen gamelan yang berlaras nondiatonis yang digarap menggunakan sistem notasi, warna suara, dan ritme sehingga menghasilkan suara yang indah dan enak untuk didengar. (*dari berbagai sumber) Sebagaimana letak wilayah tugasnya, Kantor Wilayah Bea Cukai Jateng dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah
Volume 48, Nomor 11 November 2016 - Warta Bea Cukai |
65
hobi dan komunitas
salah satu kantor yang ingin melestarikan seni karawitan jawa. Cukup banyak juga pegawai yang bekerja di sana merupakan keturunan jawa sehingga ketika melihat ada alat musik gamelan yang teronggok tidak terurus, mereka pun langsung merasa terpanggil untuk membersihkan dan memainkannya. Tentang kapan awal mula berdirinya Paguyuban Seni Karawitan Budoyo Cundhoko Kanwil Bea Cukai Jateng dan DIY ini memang belum ditemukan dokumen yang jelas, namun satu hal yang pasti di tahun 1983, Budoyo Cundhoko ini sudah ada dengan seperangkat gamelan lengkap. Para pegawai yang sebagian besar datang dari dan berdomisili di Solo dan Jogjakarta merasa terpanggil untuk melestarikan kebudayaan ini dan mengikuti latihan secara rutin bersama senior-senior. Namun demikian perjalanan Paguyuban Seni Karawitan Budoyo Cundhoko ini tidak semulus yang diharapkan untuk dapat terus dilestarikan. Adanya tuntutan tugas negara yang harus dilaksanakan, menyebabkan tidak semua anggota dapat aktif berlatih dan terus bergabung, karena
sebagian besar anggota harus pindah tugas keluar semarang. Periode tahun 90-an, seperangkat gamelan Budoyo Cundhoko ini sempat mangkrak tidak ada yang merawat karena sudah tidak dipergunakan lagi untuk latihan secara rutin. Hal itu diperparah dengan datangnya banjir Rob di Kantor Bea Cukai Semarang ini sehingga banyak gamelan yang mengalami kerusakan karena sering terkena air. Pada tahun 2004 mulailah Budoyo Cundhoko ini bangkit lagi dari tidurnya dengan hadirnya Oentarto Wibowo yang pada saat itu mejabat sebagai Kepala Bea Cukai Tanjung Emas Semarang. Sebagai Priyayi Solo yang memiliki darah seni, Oentarto terpanggil untuk kembali membangkitkan kegiatan latihan Paguyuban Seni Karawitan Budoyo Cundhoko ini dan memperbaiki perangkat gamelan yang rusak sehingga perangkat gamelan Budoyo Cundhoko ini kembali berpenampilan baru dan lebih mentereng. Tetapi setelah Oentarto pindah tugas dari Semarang aktivitas latihan Karawitan Budoyo Cundhoko sempat terhenti lagi karena tidak adanya penggerak dari kegiatan
66 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 11 November 2016
ini, dan baru aktif kembali sekitar tahun 2008. Pada tahun 2014, sejak kembali bertugas sebagai Kepala Seksi Pelayanan Kepabeanan dan Cukai di Kantor Bea Cukai Semarang, Agung Saptono, ditunjuk oleh Badan Pembina Olahraga (Bapor) Kanwil Bea Cukai Jateng dan DIY sebagai Seksi Kesenian Karawitan. Dibantu oleh Muladil, ia diberi tugas untuk mengelola dan membina Paguyuban Seni Karawitan Budoyo Cundhoko hingga saat ini. Dari penjelasan Agung, makna/ arti Budoyo Cundhoko itu sendiri adalah “Budoyo” = Budaya atau seni dan “Cundhoko” = Utusan atau pengantar sehingga kalo diartikan makna seluruhnya Budoyo Cundhoko adalah utusan yang mengantarkan kebudayaan atau kesenian. “Adapun riwayat mengapa kata yang dipilih adalah Budoyo dan Cundhoko karena di sesuaikan dengan inisial Bea Cukai atau BC, sehingga bila diartikan makna kata secara keseluruhan yang terkandung didalamnya kurang lebih adalah sebagai ‘Duta Seni Karawitan pada Kantor Bea Cukai’.” Personil Paguyuban Seni Karawitan Budoyo Cundhoko
hobi dan komunitas Kanwil Bea Cukai Jateng dan DIY terdiri dari para pejabat dan pegawai pada Kanwil Bea Cukai Jateng dan DIY, Kantor Bea Cukai Tanjung Emas, Kantor Bea Cukai Semarang, Purnawirawan Bea Cukai, dan karyawan Koperasi Bhakti Citra Semarang. Berikut nama-nama anggota Seni Karawitan Budoyo Cundhoko, Agung Saptono (Kenong), Slamet (Demung 1), Sugiarto (Demung 2), Muladi (Gong-Kempul), Bambang Sarono Edi (Slentem), Isniatik (Saron 1), Widji (Saron 2), Andreas Adryan Adi Prakoso (Bonang Barung), Ratno (Bonang Penerus/Gambang), Slamet Widodo (Kendang), Agus Budhiyanto (Ketuk/Kempyang), Sumiyati (Peking), Tatik Sugiarto, Sudarmi (Sinden), Warsini, Harni Mulyani, Nurwanti Catur Kurnia Dewi, Retnowati (Backing vokal) Paguyuban Seni Karawitan Budoyo Cundhoko Kanwil Bea Cukai Jateng dan DIY ini sudah cukup berpengalaman tampil untuk mengisi acara seperti pada momen-momen peresmian kantor, acara-acara peresmian lainnya, dan sosialisasi yang menghadirkan para pengguna jasa, beberapa acara di antaranya adalah: 1. Tanggal 13 Januari 2009 mengisi acara Pengambilan sumpah jabatan da Pelantikan Eselon IV pada Kantor Wilayah DJBC Jateng dan DIY yang sekaligus Peresmian kembali Paguyuban Seni Karawitan Budoyo Cundhoko Kanwil DJBC Jateng dan DIY oleh Kakanwil Bp. Ismartono. 2. Tanggal 28 Mei 2009 mengisi acara Persemian Kantor Modern KPPBC TMP Tanjung Emas Semarang dengan mengiringi tari Gambyong Pare Anom. 3. Akhir bulan Desember 2009 mengisi acara Natal Bersama Kementerian Keuangan Perwakilan Semarang di Auditorium RRI Semarang. 4. Tanggal 18 April 2011 mengisi
acara Persemian Gedung Baru Kanwil DJBC Jateng dan DIY dan KPPBC TMP Tanjung Emas. 5. Tanggal 24 Nopember 2015 mengisi acara Rakor Balai Diklat Keuangan Magelang. Dan masih banyak lagi kegiatan acara yang melibatkan penampilan Seni Karawitan Budoyo Cundhoko yang mana untuk terakhir kali tampil pada acara Penanda tanganan Deklarasi Pengandalian Gratifikasi dengan para pengguna Jasa pada KPPBC TMP A Semarang pada tanggal 14 Januari 2016. Prestasi diluar wilayah Kanwil Bea Cukai Jateng dan DIY lainnya ialah disamping tampil untuk mengisi acara kegiatan Kementerian Keuangan Perwakilan Semarang, juga mengisi acara yang dilaksanakan oleh Kantor Pusat Bea Cukai di Jakarta yang sekaligus menampilkan pertunjukan wayang kreasi baru oleh dalang Slamet yang juga merupakan pegawai dari Kanwil Bea Cukai Jateng dan DIY. Di samping prestasi-prestasi tampil untuk mengisi acara-acara tersebut “Budoyo Cundhoko” juga juga mempunyai prestasi luar biasa yang tidak dimiliki oleh kantor-kantor Bea Cukai lain di seluruh Indonesia yaitu prestasi membuat aransemen Gending “Mars Bea dan Cukai” dengan alat musik tradisional Gamelan yang mana prestasi ini telah mendapat apresiasi penghargaan oleh Dirjen Bea dan Cukai masa itu, Agung Kuswandono. Dukungan penuh Kepala Kanwil Bea Cukai Jateng dan DIY, Untung Basuki, sangat berpengaruh dengan hasil pembinaan kegiatan Paguyuban Seni Karawitan Budoyo Cundhoko Kanwil Bea Cukai Jateng dan DIY selama ini. Dalam melestarikan kesenian tradisional seperti karawitan ini tidak mudah karena hanya sedikit generasi sekarang
yang tertarik untuk berlatih musik gamelan. Walaupun begitu, Agung tetap optimis seni memainkan gamelan, yang giat dilatih setiap jumat pagi ini akan sampai ke masa mendatang dan tetap bisa dijalankan karena saat ini telah berhasil merekrut generasi muda di Kanwil Bea Cukai Jateng dan DIY untuk aktif ikut serta dalam latihan seni karawitan. Sekilas tentang Gending “Mars Bea dan Cukai” Gending “Mars Bea dan Cukai “ laras Slendro Manyuro ini merupakan karya seni kreativitas dari Paguyuban Seni Karawitan Budoyo Cundhoko Kanwil Bea Cukai Jateng dan DIY. Dalam Irama Lancaran, Intro Gending “Mars Bea dan Cukai” ini dibuat 4 baris dan setiap baris terdiri dari 16 ketukan sehingga membuat gending ini menjadi gagah. Gagasan atau ide pembuatan Gending “Mars Bea dan Cukai” ini berasal dari 3 orang anggota Paguyuban Seni Karawitan Budoyo Cundhoko Kanwil Bea Cukai Jateng dan DIY yaitu Agung Saptono, Slamet, dan Muladi yang didukung oleh seluruh anggot. Untuk aransemen Gending ini dilakukan oleh Pelatih dari Paguyuban Seni Karawitan Budoyo Cundhoko yaitu Imam dari RRI Semarang. Gending “Mars Bea dan Cukai” ini pertama kali ditampilkan pada saat peresmian gedung baru Kanwil Bea Cukai Jawa Tengan dan DIY dan Kantor Bea Cukai Tanjung Emas Semarang pada tanggal 18 April 2011. Dari penampilan perdana tersebut berikutnya tim ini mendapat kehormatan untuk tampil pada saat Peringatan Hari Pabean Internasional ke62 tanggal 21 Desember 2012 di Kantor Pusat Bea Cukai Jakarta dan mendapat apresiasi dari Direktur Jenderal Bea dan Cukai masa itu, Agung Kuswandono. (DesiAPrawita)
Volume 48, Nomor 11 November 2016 - Warta Bea Cukai |
67
feature
Senjata Api
SELUK BELUK PENGGUNAAN SENJATA API DINAS BEA CUKAI Dalam melaksanakan tugas dan fungsi yang menjadi kewenangan Bea Cukai, yaitu untuk mengamankan hak-hak negara dan dipatuhinya ketentuan di bidang kepabeanan dan cukai, maka pejabat atau pegawai Bea Cukai dapat menggunakan segala upaya terhadap orang atau barang agar ketentuan Undang-Undang terpenuhi, termasuk penggunaan kapal patroli dan senjata api.
M
engingat tugas penegakan hukum dan patroli laut yang dilaksanakan petugas Bea Cukai kerap dihadapkan pada bahaya yang mengancam jiwa atau keselamatan, dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku, pejabat Bea Cukai dan awak kapal patroli dapat dilengkapi dengan senjata api dinas. Namun jumlah, jenis, macam, dan ukuran/ kaliber senjata api dinas yang digunakan dalam penegakan hukum tersebut tetap perlu
dibatasi. Demi keselamatan dan keamanan, penggunaan senjata api dinas dibatasi hanya dapat digunakan dalam keadaan yang sangat mendesak. Hal tersebut pun diatur secara jelas dalam Undang-Undang Kepabeanan maupun Undang-Undang Cukai. Pada Pasal 74 Ayat (2) dan Pasal 75 Ayat (2) UU Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan, serta Pasal 33 Ayat (2) UU Nomor 39 Tahun 2006 tentang Cukai, secara prinsip mengatur diperbolehkannya pejabat Bea Cukai dilengkapi
68 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 11 November 2016
dengan senjata api dan dalam pelaksanaan kewenangannya diatur dalam kedua UndangUndang tersebut. Di samping itu, penggunaan senjata api oleh petugas Bea Cukai juga diatur dalam PP Nomor 56 Tahun 1996 tentang Senjata Api Dinas Bea Cukai. Pada umumnya, pegawai atau pejabat Bea Cukai yang dapat menggunakan senjata api adalah mereka yang bertugas di bidang pengawasan khususnya di Bidang/ Seksi Penindakan dan Penyidikan (P2). Namun Keputusan Direktur
feature
Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-45/BC/1998 tanggal 02 Juni 1998 juga mengatur beberapa pejabat yang juga dapat diberikan senjata api dinas, meski berada di luar penugasan bidang pengawasan, antara lain Kepala Kantor Wilayah, Kepala Kantor Pelayanan dan Pengawasan (KPPBC), Kepala Pangkalan Sarana Operasi (PSO), Kepala Seksi Nautika, serta nakhoda, dan anak buah kapal patroli Bea Cukai. Syarat bagi pegawai Bea Cukai untuk dapat membawa atau menggunakan senjata api dalam tugasnya adalah antara lain: Sehat jasmani rohani; 1. Umur minimal 21 tahun dan maksimal 65 tahun; 2. Memiliki ketrampilan dalam merawat, menyimpan, mengamankan, dan menggunakan senjata api dan dinyatakan telah mengikuti latihan kemahiran menembak; 3. Menguasai ketentuan/ peraturan tentang senjata api; 4. Ditunjuk atau mendapat rekomendasi dari pimpinan instansi atau satuan kerja; 5. Telah mendapatkan ijin penguasaan pinjam pakai senjata api (kartu kuning) dari
Polda setempat. Sedangkan proses atau prosedur penggunaan senjata api bagi petugas Bea Cukai telah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor 53/BC/2010 tentang Tata Laksana Pengawasan di mana pada dasarnya senjata api digunakan untuk menghadapi ancaman yang membahayakan pegawai atau satuan tugas pengawasan/ patroli. Penggunaan senjata api adalah pilihan terakhir ketika kondisi sudah berbahaya setelah melalui beberapa tahapan antara lain peringatan lisan, peringatan berhenti bagi sarana angkut atau orang, penggunaan semprotan air (water canon) serta tembakan peringatan. Dalam hal tahapan tersebut sampai dengan tembakan peringatan tidak diindahkan maka tembakan/ penggunaan senjata api diarahkan pada sasaran dengan tujuan untuk melumpuhkan. Hal yang perlu diperhatikan adalah harus segera memberikan pertolongan/ perawatan kepada siapapun yang terkena tembakan atau dampak dari penggunaan senjata api. Pada saat ini Bea Cukai sedang menyusun peraturan
Menteri Keuangan untuk menyempurnakan prosedur penggunaan senjata api dinas di lingkungan Bea Cukai, sehingga diharapkan dapat memberikan payung hukum yang lebih kuat bagi pelaksanaan tugas pengawasan. Untuk menghindari penyalahgunaan senjata api, halhal yang perlu diperhatikan adalah terkait legalitas dari senjata api itu sendiri maupun legalitas dari pemegang/ penggunanya yaitu pegawai itu sendiri. Artinya senjata api harus jelas dipenuhi syarat-syarat formalitasnya/ dokumennya dan pegawai memang yang berhak menggunakan sebagaimana telah diatur baik oleh Bea Cukai maupun dalam Surat Keputusan Kapolri. Di samping itu penyempurnaan Standard Operating Procedure (SOP) penggunaan senjata api juga diperlukan, serta pengawasan dan supervisi dari atasan langsung, dan tidak kalah penting pelatihan penggunaan senjata api. Senjata api dinas yang digunakan oleh Bea Cukai saat ini kurang lebih ada 2.500 pucuk, tidak termasuk senjata api yang sudah tidak operasional karena kendala ketersediaan amunisi/ peluru. Adapun senjata api tersebut terdiri dari laras panjang semi otomatis (SBC kaliber 222 buatan Pindad dan Valmet kaliber 222 buatan Finlandia), senjata api jenis pistol (P3 Pindad, Walther, Baretta), senjata api jenis revolver (Taurus, S&W) serta senjata mesin berat Browning 12,7 mm (pinjaman dari TNI AL). Sedangkan senjata api laras panjang Valmet dan revolver Taurus sudah tidak digunakan lagi dalam operasional. Sehubungan dengan keterbatasan pengadaan dan penggunaan senjata api, maka tidak semua satuan kerja atau kantor Bea Cukai dilengkapi senjata api, hal ini mempertimbangkan kebutuhan
Volume 48, Nomor 11 November 2016 - Warta Bea Cukai |
69
feature untuk operasional maupun kesiapan satuan kerja atau kantor tersebut terkait penyimpanan dan pengamanannya. Terkait pengaturannya bahwa senjata api merupakan Barang Milik Negara (BMN) sehingga pengaturannya mengikuti ketentuan yang mengatur mengenai BMN, namun dalam rangka operasional maupun mobilitasnya mengikuti ketentuan peraturan mengenai senjata api yang dikeluarkan oleh Polri. Sedangkan untuk keperluan latihan menembak bagi pegawai Bea Cukai dapat menggunakan senjata api yang tersedia di kantor masing-masing dengan didampingi oleh instruktur/ pelatih berpengalaman, walaupun pada dasarnya seluruh pegawai Bea Cukai sebelum masuk dinas di lingkungan Bea Cukai terlebih dahulu mengikuti Kesamaptaan yang salah satu materi diklatnya adalah pelatihan keterampilan penggunaan senjata api namun latihan menembak secara mandiri dapat dilakukan oleh kantor masing-masing untuk menjaga kesiapan pegawai dalam penggunaan senjata api. Di samping itu, pelatihan penggunaan senjata api juga dapat dilakukan dengan bekerja sama dengan TNI maupun Polri. Untuk perawatan senjata api dinas dapat dilakukan oleh masing-masing satuan kerja secara rutin dengan menyediakan anggaran pemeliharaan/perawatan senjata pada DIPA masingmasing kantor. Untuk hal-hal yang tidak bisa dilakukan secara mandiri oleh kantor/ satuan kerja vertikal dapat dikirim ke kantor pusat untuk selanjutnya dilakukan perbaikan/perawatan di PT Pindad. Perawatan senjata api juga menjadi tanggung jawab dari pegawai yang membawa/ menggunakan, sehingga senjata api selalu dalam kondisi siap digunakan. Terkait peremajaan senjata api, sebenarnya Bea Cukai saat
ini memerlukan peremajaan baik untuk senjata yang bersifat lethal weapon maupun lessleathal weapon mengingat tingkat kerawanan yang cenderung meningkat serta area pengawasan yang cukup luas, namun demikian Bea Cukai tetap harus memperhatikan ketentuan/ peraturan terkait senjata api. Peremajaan terakhir dilakukan oleh Bea Cukai adalah dengan pengadaan SBC kaliber 222 dan Pistol P3 kaliber 32 buatan PT Pindad tahun 2006 untuk menggantikan senjata api laras panjang jenis Valmet dan revolver Taurus. Bea Cukai memperoleh senjata api baik melalui pengadaan yang dilakukan sendiri, hibah, serta peminjaman dari TNI dalam hal ini TNI Angkatan Laut berupa senjata mesin berat yang ditempatkan di kapal patroli. Pada saat ini berdasarkan Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 7 Tahun 2010, Bea Cukai dapat mengajukan perijinan untuk pengadaan senjata api standar TNI namun masih diperlukan ketentuan teknis pelaksanaannya. Karena senjata api dinas
70 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 11 November 2016
Bea Cukai masuk kategori non standar TNI/ Polri yang pengawasannya di bawah Polri maka pertanggungjawaban atas penggunaan mengikuti ketentuan yang diatur Surat Keputusan Kapolri Nomor SKEP/82/ II/2004 tanggal 16 Februari 2004 serta Perdirjen Nomor 53/ BC/2010 tentang Tata Laksana Pengawasan, di mana setiap penggunaan senjata api wajib membuat laporan dan berita acara penggunaan senjata api dinas. Dengan tersedianya senjata api dinas bagi pejabat dan petugas Bea Cukai, diharapkan agar dapat digunakan dengan sebaikbaiknya dengan memperhatikan ketentuan penggunaannya mengingat senjata api merupakan benda yang berbahaya sehingga aspek legalitas pemegang maupun senjata itu sendiri harus menjadi perhatian. Diharapkan kewenangan yang diberikan dalam penggunaan senjata api diikuti dengan tanggung jawab yang besar oleh pegawai Bea Cukai serta profesionalisme dalam penggunaan senjata api untuk mendukung tugas pokok dan fungsi Bea Cukai. (Piter)
ragam
Cermin Retak Apa kabar, wahai setiap sentimeter dunia nyata yang terperangkap menjadi bayang? Wahai cermin, apa kabar, cermin? Sayangnya dirimu retak beribu bagian, Lihatlah sosokmu, begitu rancu dari pandangku. Lihatlah sosokmu, membahasakan cahaya dengan terbata-bata, Kau menelan dunia bulat-bulat kemudian memuntahkannya kembali dengan ampas-ampasnya, Tak lagi kutemui tatanan dunia yang simetris di permukaanmu. Lihatlah, bahkan air beriak tak melukiskan semesta serancu lukisanmu, Tak peduli bahkan engkau sebagai darpana para permaisuri, Begitu banyak santir yang kau gandakan dalam semestamu, sedangkan engkau tahu tak satupun permaisuri yang ingin ditandingi kecantikannya, Para permaisuri itu kelak iri, Juga malu pada semesta-semesta baru yang engkau hadirkan dengan kerancuanmu, Bahkan mungkin pelangi pun malu bermain ke dalam semestamu, Lantas bagaimana aku bisa mencari keindahan yang konon ratu-ratu pun bersolek di hadapanmu. Ah tidak, maafkan aku, Aku melihatmu dari sisi yang umum, Akan kukecilkan lagi titik fokus pandanganku, Tiap inci tiap senti, aku masih melihat keelokan lukisanmu dalam lempengan yang masih utuh. Kelak, ah tidak, maafkan aku, Kini, aku ingin belajar mengerti sesuatu hal dengan memperhatikannya lebih detail, Biar kutahu bahwa keindahan itu mutlak, Biar kutahu bahwa sayangnya kemutlakan itu dinisbikan oleh sudut pandang. Oleh: Muh. Fahri Mansyur Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe B Batam
Senandika Serampangan, berantakan Hanya tampak semenjana jintan Mengendap di dinding mimpi Tapi merajut asa yang berarti Sebagaimana ia menanti, menerka Menerka-nerka seperti bulan yang mengintip lembah Heran pada bisik insani yang merima Satu daya yang melenggang menghantar kepada yang patut disembah. Dada menderam bertanya-tanya Mengapa sepanjang masa bertudung asa? Lantas semesta seperti menyekat Berpura-pura mendekatkan tapi menyekat
Dengan tiap aksara yang kutumpahkan dalam gawaiku. Aku bersenandika Dengan tiap nada yang kualirkan pada dawaiku. Aku cukup bersenandika Hingga terkadang angin tanpa izin merampas syairku Kemudian kukejar hingga ke aula semesta Sebelum akhirnya menyebar meninggalkanku Salahkah aku bersenandika? Aku hanya sadar aku tak patut menyampaikan Lalu, apa jika aku bersenandika? Apakah sama halnya jika aku menyampaikan ? Penulis: Muh. Fahri Mansyur Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe B Batam
Aku bersenandika Seperti intuisi yang bersemayam, Tak ada kesaksian langit yang menyeka Kecuali terseret kemudian tenggelam. Aku bersenandika
Volume Volume48, 48,Nomor Nomor10 11 November 2016 - Warta Bea Cukai |
71
ENGLISH PAGE The Main Report
Excise Tariff for Tobacco Products Likely to Go Up By Next Year It has been a common term that the state revenue from excise particularly from tobacco products is increased every year and become the mainstay of government to obtain quite significant revenue. Since the past several years, excise tax has become an important instrument for both central and local government because the total value is 10 percent of the total state budget. This condition makes excise revenue can affect inflation in this country.
I
t has been a common term that the state revenue from excise particularly from tobacco products is increased every year and become the mainstay of government to obtain quite significant revenue. Since the past several years, excise tax has become an important instrument for both central and local government because the total value is 10 percent of the total state budget. This condition makes excise revenue can affect inflation in this country. This means that the increase of excise tariff for tobacco products will influence cigarettes’ price where this country has a large number of smokers. Similarly with the number of existing cigarette factories, although the number of factories has been shrinking, but state revenue from cigarette remains high. In the Excise Law stated that cigarettes are included to goods subject to excise so that the consumption should be controlled, the distribution
need to be monitored, due to the use may negatively impact the public or environment, or the use needs the imposition of state levy for justice and balance. Therefore, the growth of tobacco industry is not merely the increase of industry number, but the excise tariff will also go up that the value will be higher in every year. For the year 2017, the government has stipulated the increase of excise tariff through the Regulation of the Finance Minister (PMK) Number 147/ PMK.010/2016, still, the stipulation of this tariff increase does not necessarily stipulate the value without asking the opinion from cigarettes manufacturers. Even, the government has been carried on some studies to stipulate this excise tariff increase. As stated by the Head of Customs and Excise Policy, Fiscal Policy Agency (BKF), Dr. Nasruddin Djoko Surjono, the policy issued by the government has been through a process such as hearings
72 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 11 November 2016
to solicit the opinion or suggestion from related stakeholders including associations and manufacturers of tobacco products. The related Ministries (such as Ministry of Industry, Health, Labor and Agriculture) as well as academics university that the excise policy issued by the government would have considered the aspirations either from government or industries, and other related industries. For the excise policy in the year 2017, the study has been started since the beginning of the year and carried out several surveys. From various studies and discussions, it can be concluded that the increase of excise tariff is a step needed in order to control the consumption of excise. “The increase of excise tariff in the year 2017 has been convenient with the mandate of Excise Law in order to control the consumption, minimize the negative impact on the community, as well as optimize tax revenue from excise of tobacco products sector, of which there is a revenue target on a state budget (APBN) in 2017. The government has also considered some important things like the labor protection, the tobacco industry, and the economy at large. Basically, the government recognizes that cigarettes can harm in case of it’s not the condition of the industry, but it’s about the balance.” Further explained, the increase of excise tariff is needed to be comprehensively viewed since it can increase the cigarette tax revenue (local taxes) by 10% from excise duty, VAT of tobacco products (HT) by 8,7%, excise revenue-sharing (DBH) by 2% from excise revenue so that this policy will impact on the refund to the local government, particularly for the health allocation. A similar thing is also stated by Sunaryo, as the Head of Sub-Directorate of Excise Tariff for Tobacco Products, Directorate General of Customs and Excise (DGCE). According to him, the excise tariff policy of tobacco products
The Main Report
that has been issued on September 30, 2016, is the result of a long series of policy formulation process, which has been started in early 2016, or precisely in February 2016. During the last 10 months, the government has made the process of hearing, Focus Group Discussion (FGD), engine capacity survey, and comparative studies in order to complete the policy reference of tobacco excise. “The background of excise policy is the result of the evaluation that viewed from the impact on previous excise policy for tobacco product towards the process of cigarette consumption control, employment in the tobacco industry, the distribution of illegal cigarettes, and the state revenue target on excise of tobacco products”. So, it is not true if the increase of excise tariff due to the outstanding issues which spread in these several months, of which the price of cigarettes will go up by 50 rupiah. The statement of Prof. Hasbullah Thabray from the University of Indonesia is not merely caused excise tariff increase, however, since the beginning of a year, the plan of increasing excise tariff has been touted and the manufacturers have well understood. Then, what are the difference from the increase of excise tariff in the year 2017 and 2016? According to the Minister of Finance, Sri Mulyani, the increase of tariff increase of excise tariff for tobacco products through the PMK number 147 / PMK.010 / 2016 stated that the highest rate increase amounted to 13.46 percent for the types of tobacco products white cigarettes (SPM), and the lowest is 0 percent for tobacco products of hand rolled cigarettes (SKT) of IIIB class with the average rise of 10.54 percent. More details regarding the increase are for the increase of category 1 is by 9.63 percent (7.81 percent - 12.12 percent) of category II by 9.68 percent (6.45 percent - 13.73 percent), and category III A by 11.11 percent, and category III B at 0 percent. Besides, there is also an increase in the retail selling price with an average of 12.26 percent. Details that become the increase consideration are production control,
labors, illegal cigarettes, and excise revenue. “If we look at the range between the year of 2010 to 2016, the highest increase is in 2012 that reached by 16.3 percent, but it fell in 2016 by 12, 5 percent. It is quite high; due in 2017, it fell to 10.54 percent. It is not because of the sensitivity, yet the trend has been declining. If we force it rises too high, then the target of revenue will not be achieved, “Said Nasruddin. The efforts of the government to raise excise tariff should also see the health aspect that continues echoed by society. Regarding that, the objective of the imposition of excise duty as the instrument for controlling consumption, excise for tobacco products policy that has controlled the growth of production with range +1 percent (controlled). The increase in tariff so far has been in line with the target control of tobacco products by the Ministry of Health, to reduce the prevalence of smoking by 1 percent / year with an increase of +10 percent. This condition has been in conformity with the results of studies conducted by academics if the increase in excise tariff will affect cigarette consumption by society. Due to the increase in excise tariff on average by 10 percent would reduce cigarette consumption by 0.9 percent-2.4 percent. This tariff increase is also followed by an increase in retail selling price about 12.26 percent thus it contributes to reducing the affordability of cigarettes. It is also expected that this increase will inhibit cigarette consumption, especially the beginners or children not to take up smoking. Meanwhile, according to the Minister, for the sake of health, Directorate General of Customs and Excise in the last 10 years has reduced the number of cigarette factories from 4,669 factories into 754 factories in 2016. The growth in the production of tobacco had been brought under control, so that during the last 10 years, it has shown a negative trend up to -0.28 percent, of which at the same time the number of Indonesian population has grown up to 1.4 percent. This proves that the government can suppress the
ENGLISH PAGE
real cigarette consumption significantly, where the condition is consistent with the study conducted by Djutaharta in 2005 that said that there is a correlation between the increase of excise tariff and the decrease of cigarette consumption. Another policy that still concerns the health aspect is in the form of a partial refund like funds of health allocation, or which is known as earmarking. In 2014, earmarking funds was Rp. 11.2 trillion, in 2015 is Rp. 15.14 trillion, and in 2016 is estimated by Rp. 17 trillion. Another thing that is significant in this regulation is the increase of production number where there are some requirements such as the limit of production of manufacturers category, Machine-made Rolled Clove Cigarettes (Sigaret Kretek Mesin) and White Cigarettes Machine (Sigaret Putih Mesin) category II from maximum 2 billion/pcs until 3 billion and Handmade Cloves Cigarettes (Sigaret Kretek Tangan) category II by 10 million until 500 million/pcs and Handmade Cloves Cigarettes category III B becomes 10 million /pcs/year. This will be the foundation in the future if there is a simplicity of the excise tariff layer structure (where until now, it is still 12 layers). However, according to Sunaryo, the policy of changing the production limit is actually not a new case considering in the period of 2000 – 2015 has been conducted the change of production limit as much 5 times. There are four things that become the basis of production number changing. First, based on the production data for the last 3 years has shown the growth of factories of category II production that tend to decrease. Second, the average utility of engine capacity of factories with category II is still in the range of 53,04 percent. This case happens due to the factories curbed their production in order to avoid the competition with big factories and to give the same space for their development. Third, based on the survey of illegal cigarettes in 2016, P2EB of Gadjah Mada University shows that excise offences, particularly wrong personalized on excise band that indicated conducting
Volume 48, Nomor 11 November 2016 - Warta Bea Cukai |
73
ENGLISH PAGE The Main Report by factories with category III A and III B. Therefore, it needed a separation between them for the process of factory clustering with the basis of home industry or not. Then, to facilitate factories indicated with excise offenses. Fourth, the plan of simplifying excise tariff for tobacco products layers. Generally, there is no difference between the increase of excise tariff in the year 2016 and 2017. However, the main points of this excise policy for tobacco products result are almost same, and in 2017, it will be started to be directed towards the policy of excise policy for tobacco products that started with narrowing the gap of excise tariff per layer, then the change of production limit and determining the point of optimizing revenue. With the increase of tariff, it is the goal for fulfillment the target of excise revenue. As it known that the target of excise revenue in the year 2017 has been set up by Rp 149.8 trillion, which is 10.01 percent of the total of tax revenue. Although there is a slight decline, but its contribution is significant. Related to the case above, Sunaryo said that the average increase by 10,54 percent is the result of the discussion process and simulation of government calculation, with taking notice of various aspects such as health, state revenue, distribution of illegal cigarettes, and labors, as well as the current economic condition. While according to Nasrudin the increase of excise tariff based on the calculation of the Ministry of Finance can achieve the target of excise revenue based on APBN (state budget) 2017 with some assumptions in its calculation and support in enhancing the law enforcement or surveillance from Customs and Excise officers against the distribution of illegal cigarettes. “The Government appreciates towards the contribution of excise for tobacco products revenue with the number achieves 10 percent from total tax revenue. It expects that the tobacco industry can get a good climate and comply with the tax regulation.” The desire to achieve the target of excise revenue will affect the inflation
in this country. Nasruddin said that it can happen due to cigarettes are important on the increase of excise tariff, and people purchasing power also affects if there is the increase of excise tariff. Based on the calculation, for the increase of excise tariff is about 10,45 percent, it will affect the inflation by 0,2 percent. The increase of excise tariff conducted every year makes community always wonder whether the government can not make the roadmap of excise tariff for the period of three years to five years so the tobacco manufacturers have the certainty in their business. Related to this condition, Nasruddin said that the government in this case Ministry of Finance has been studying the roadmap concept of the mid or long term of excise policy for tobacco products. Besides, all this time the policy of excise for tobacco products is always annually adjusted (excise target fluctuates to adjust the state budget). Excise policy for tobacco product is usually conducted approaching the end of the year based on the cycle of state budget discussion in the House of Representative, so the time needed is too short and causes the unpredictable business. The function and purpose of tobacco control should be more effective. More focus on monitoring, evaluation, and supervision, as well as the input from various parties, so that excise policy for tobacco in the future can be predictable, comprehensive and directed. We have the plan, and it has been socialized to the industry that in the future layer will be simplified, and the signal has been running since 2016. The increase of excise tariff policy has been announced, and some tobacco industries have agreed with the policy, however, there are some industries that feel unfair in the implementation of this new policy. It is a common thing since a policy can not be always beneficial for all parties. If there is the desired expectation from tobacco industries towards the increase of excise tariff policy, and from the result of prior hearing and FGD,
74 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 11 November 2016
they expect that the government should consider the economic condition nowadays. Then, they can be given a chance to develop, known related to the heading of excise policy for a tobacco product, and the certainty about the number increase of excise tariff policy. The same thing also said by Nasruddin, the increase of excise tariff needs the affirmation of administration in controlling the distribution of cigarettes. It is not expected that with the high increase of excise tariff will cause the increase of illegal cigarettes distribution. Thus, for Hand-made rolled Cigarettes (SKT) with category III B that does not experience the increase of excise tariff will give a space to manufacturers come into the illegal industry. For the compiled manufacturers will get the appreciation, yet which do not follow the rules will get a firm action, because the distribution of illegal cigarettes can harm the health and the availability of job fields. Regarding the excise system nowadays, there are still some points to be improved in the future which include the structure of excise tariff, the administration of collection and the surveillance, as well as other rules in order to ensure the fulfillment of the mandate of excise law to control the consumption of goods subject to excise. After becoming the intense public discussion in the past two months, the increase of excise tariff for tobacco products finally achieved. To ensure this policy can be effectively implemented, the Ministry of Finance in this case DGCE will conduct the optimal efforts, particularly in controlling production and the distribution of cigarettes. Many parties expect this policy is convenient with the will of all parties, although there are some parties do not agree. However, each policy announced there will be some parties feel a loss and the government has anticipated it. Therefore, the government expects the support from all parties, particularly from the law enforcement officers and the community in order to guard the excise policy in 2017. (Supriyadi)
The Main Report
ENGLISH PAGE
Synergy among the Customs and Excise Service Offices in Controlling Tobacco Product is Crucial
Minister of Finance, Sri Mulyani announced the 2017 excise tariff rate for tobacco products at the Directorate General of Customs and Excise (DGCE) Headquarters on Friday, 30 September 2016. The Minister of Finance Regulation Number 147/PMK.010/2016 stipulates that the weighted average increase for the excise of tobacco product is 10.54%. The decision to increase the excise tariff rate was taken after considering aspects of health, employment, illegal tobacco distribution, tobacco farmers, and state revenue.
On the rise. Violation on excise of tobacco product remains high, and, according to the survey from P2EB UGM, is dominated by category II factories.
E
xcise remains an important instrument of state revenue. For 2017, the revenue target from excise is 149.8 trillion rupiah, or 10% from the total revenue from tax. Upon conducting studies and calculations, the government is theoretically optimistic that such target would be achieved. The Ministry of Finance, especially DGCE as the agency that collects excise and monitor the distribution, has done efforts to help achieve the revenue target, especially when considering that the study from P2EB team from UGM reveals that the problem of illegal tobacco is becoming more
prevalent, 12% just last year. DGCE is required to have an effective and optimum control against tobacco product to ensure the success of the new policy on the excise tariff increase. Director of Enforcement and Investigation (P2), Harry Mulya, said that DGCE will optimize control on tobacco product by providing directives to all P2 unit at all customs service offices in Indonesia, especially those in areas that produce tobacco product, to conduct enforcement at the upstream production and seize illegal tobacco-rolling machines.
Volume 48, Nomor 11 November 2016 - Warta Bea Cukai |
75
ENGLISH PAGE The Main Report
Illegal tobacco is generally marketed at the rural area, which makes it difficult for our service offices to effectively control the distribution. Harry Mulya Director of Enforcement and Investigation (P2)
“It is important to build synergy between customs service offices at the area of distribution and those at the area of production, for example by informing offices at the area of production about any distribution of illegal tobacco at the area of distribution,” said Harry. As control is more intensified, enforcement against violation on excise also increases. In 2016, up to 17 October, there have been 1643 enforcements on excise, 1.6 times as much as those in 2015, which were 1025 enforcements. There are various modes used by the perpetrators and the distribution patterns are also changing. A lot of seizure comes from containers containing illegal tobacco product, package delivered by truck from Java to Sumatra, or partial delivery by bus and express courier service concealed among other goods. “The area that is vulnerable to excise violation is the production area, such as Central Java and East Java. The illegal tobacco factories are usually set up at rural areas which makes it difficult for us to monitor because they often ask local people to warn them when they see us coming,” said Harry. As for the distribution area, Harry said that it remains the same as last
year, where Sulawesi, Kalimantan, and Sumatera, especially the rural areas, remain the destination areas for distribution, targeting middlelow income smokers. Enforcement at the distribution area has been effective and managed to seize significant amount of illegal tobacco. Hopefully the loss they suffer from the seizure discourages illegal tobacco manufacturers from repeating their violation. DGCE always strive to eradicate violation on excise by imposing penalties based on the Excise Law. Administrative sanction for improper excise stamping, for example, is 2 to 10 times the value of the excise. Or the crime penalty for violations, such as counterfeit excise stamp, shall be subject to a minimum of 1 year imprisonment. A lot of people think that such penalties are not severe enough to discourage criminals from
There are some vulnerable points in Malang, and we have anticipated them by conducting operations and direct enforcement. We will do this continuously. Rudy Hery Herniawan The Head of the Customs and Excise Service Office of Malang
committing crime on excise. While the criminals themselves often think that what they are doing is a high risk-high profit business, meaning that although selling illegal tobacco might result in a severe punishment, it might also bring them a lot of profit, especially after the excise tariff increase which makes the price gap between the
76 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 11 November 2016
illegal tobacco and the legal one even wider. They also distribute the illegal tobacco at the rural areas where it is very difficult for DGCE to control. This is the challenge for DGCE to continue working hard to eradicate illegal tobacco, both at the production and distribution area. Another challenge for DGCE is in the form of resistance from the local people. “Almost in every enforcement related to excise of alcoholic beverages, we face resistance from the local people because the factories are their source of employment. But we can manage this by strengthening our synergy with other law enforcement agencies,” he said. Harry claimed that in 2017 DGCE will focus on the enforcement at the upstream production and seizure of tobacco-rolling machine, and intensify dissemination to the community, in cooperation with the local government, such as that in East Java where the Director General of Customs and Excise, Heru Pambudi, met with the Governor, Soekarwo to discuss the synergy in dealing with illegal tobacco. Customs and excise service offices have also been active in conducting disseminations through their information service units by coordinating with the local government, local media, or by displaying banners in public places to support the anti-illegal tobacco campaign. In Malang, there has even been a community event with the local people and tobacco factory workers to support the anti-illegal tobacco campaign. In addition to supervising, the P2 unit also supports the performance of the service offices by formulating policies and regulations concerning service and control for tobacco product. The P2 unit also supports efforts done by excise-related units, such as the Directorate of Excise, Directorate of International and Public Affairs, and other excise-related units at the customs and excise service offices.
The Main Report
“In accordance with the result of the meeting concerning excise control in Malang in 2016, Directorate of Enforcement and Investigation will initiate the refinement of excise regulation concerning the exciseable goods manufacturer identification number (NPPBKC) by adding an article that regulates the supervision on tobacco-rolling machine. We hope that with this we could prevent the production of illegal exciseable goods,” he said. Speaking of Malang, Customs and Excise Service Office of Malang has been known to frequently face protesters whenever the government issues a new policy on excise of tobacco product. In 2016, there are 104 tobacco factories in Malang, down from 127 in 2012. The Head of the Customs and Excise Service Office of Malang, Rudy Hery Herniawan, admitted that it has been Malang’s characteristic to express their dissatisfaction by protesting in front of their office, and it is not unusual. “I think it is pretty normal for manufacturers to complain. They have their own interests that have not been fully accommodated by the policy. We see that our excise control in Malang is very tight, so they often complain whenever there is a tariff increase. Had the control not been as tight, they probably would have remained silent no matter the increase,” he said. Rudy said that representatives from tobacco association have been involved in the formulation of the policy, but he also admitted that not all aspirations could be accommodated. “When they came to protest or expressed their dissatisfaction, we always explained to them our short-term, mid-term, and long term policies and their impact to their industry. If they are not satisfied we take them to the headquarters where the policies are made,” said Rudy. Another thing that the association complains about is the category limit for machine-rolled kretek cigarettes.
ENGLISH PAGE
Customs and Excise Service Office of Malang. The office tries to mediate the parties who oppose the latest excise policy with the policy maker.
To secure and assist manufacturers, the Customs and Excise Service Office of Malang has a program called Assistance. Rudy said that in the assistance program, they designate an officer to the factory to guide the tobacco manufacturer in terms of record writing, record keeping, and other administrative matters. With this program, not only will the manufacturers understand the prevailing regulations more easily, the customs and excise service office will also have a better control against the distribution of the tobacco product. Not all factories are given such assistance. The office would assess and monitor which factory is eligible for the assistance. “This assistance is very effective to also serve as a profiling. We profile which factories have a market potential and strong production. We assist them so that they maintain their compliance. We tell them what kind of facilities they can use, and how. This method has been effective,” he said. This activity is also effective to help the office to realize its revenue target. Rudy even said that his office set its own target, which is higher than that set by the headquarters. If the regional office is targeted to contribute 15.4 trillion rupiah, his office, with its own
calculation, will set its target at 16.4 trillion rupiah. The Malang office always do extra effort to support the performance of all units under the office. Rudy also expressed his hope that manufacturers in Malang could understand DGCE’s position which is required to consider, not only aspect of revenue, but also aspects of health, employment, and illegal tobacco when issuing a new policy. Therefore, DGCE would not be able to accommodate all of the manufacturers’ aspirations. The policy itself is subject to assessment during its implementation. Should there be any discrepancy or problem in its implementation, DGCE is open for a dialogue with the stakeholders. As for the controlling unit, Harry Mulya also has the expectation of a more effective excise control which could suppress the distribution of illegal tobacco. This expectation could only be realized if the community is aware of the danger of illegal tobacco and supports DGCE in eradicating illegal tobacco. “With such condition, we are convinced that the objective of excise according to the Excise Law, which is to control consumption, could be achieved,” he closed. (Supriyadi
Volume 48, Nomor 11 November 2016 - Warta Bea Cukai |
77
ENGLISH PAGE Interview
3
0 September 2016, Minister of Finance Sri Mulyani issued the Minister of Finance Regulation Number 147/PMK.010/2016 on tobacco product excise tariff increase in 2017. There were a lot of speculation about how this policy was the consequence of the rumor saying that the price of cigarette would increase to 50 thousand rupiah per pack. In fact, this policy has been long previously been formulated. So, what is the actual background to the increase, and what is difference between the tariff increase in 2016 and that in 2017? Is there any input from the tobacco business? WBC has interviewed the Director of Excise, Marisi Zainuddin Sihotang who explained the background of the increase and the expectation from the business sector.
Excise Tariff in 2017 Considers the Agreed Economic Assumption Marisi Zainuddin Sihotang , Director of Excise
What is the reason behind the excise tariff increase in 2017? The tobacco product excise policy 2017 that has been issued on 30 September 2016 is the result of a long process of policy making that began in February 2016. In the last 10 months the Government has conducted focus group discussions, audiences, machine capacity surveys, and benchmarking to complete the references for the new policy. This policy is issued because we feel that it is necessary to have continuity in controlling tobacco consumption, providing employment in tobacco industry, controlling the circulation of illegal tobacco, and achieving revenue target from excise of tobacco product in 2017. In formulating the policy, the government has taken into account various perspectives from the industry, relevant ministires, and academics. How did the government come up with the number 10.54% for the increase of tobacco product excise? The weighted average increase of 10.54% is the result of intense discussion
78 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 11 November 2016
Interview ENGLISH PAGE
and calculation simulation by the government by considering aspects of health, state revenue, employment, and current economic condition. The production growth of tobacco product in the last 3 years has been stagnant. This indicates that there has been a growth slowdown, or a controlled growth. Considering that the excise of tobacco product in 2016 increases significantly, it has been forecasted that the production growth of tobacco product will be lower by 0.03%. The excise tariff increase in 2017 of 10.54% is also expected to maintain the production growth at approximately 1%. This is in line with some studies which reveal that the average increase of excise tariff of 10% will reduce consumption by 0.9% (Djutaharta et al, 2005). However, in order to achieve the revenue target from excise in 2017, excise tariff increase needs to consider its optimum point, because an excess in the excise tariff increase may be counterproductive to the state revenue instead. The tobacco product excise policy in 2016, by maintaining the excise tariff or imposing lower excise tariff to small factories than that of tobacco product produced by machine, has contributed positively to the aspect of employment, where there have been no reports of mass layoffs for workers in the tobacco industry. This policy is part of the government’s effort in ptotecting small industries. Is the excise tariff increase related to the recent issue of cigarette price which has been rumored to increase to 50 thousand rupiah? We make the cigarette price issue as one of our references in formulating the excise policy, but it is not a dominant factor. Could you explain the specific tariff system that is used for the excise tariff in 2017? In general, there are three tariff systems for tobacco product, advalorem, hybrid, and specific. While
Indonesia used to implement all tariff system, the system that is currently implemented is the specific tariff system, where the amount of excise is calculated from the value of excise tariff in rupiah multiplied with a specific measurement (in gram or number of sticks). In this policy, the government also raises the limit of tobacco production. What is the objective? Isn’t it prone to abuse? In the period from 2000 to 2015 we have change the production limit 5 times, so this policy is not something new. The bases for the change are as follows: 1. The production data in the last 3 years shows that the production growth of category II factories tends to slow down. 2. Average machine capacity utility of the category II factories is only around 53.04% in order to avoid direct competition with large factories and to provide equal chance to grow. 3. The survey on illegal tobacco in 2016 by the P2EB team of UGM shows that 87.46% of excise violation is done by machine-rolled kretek cigarettes (SKM) which are affixed with the excise stamp of category IIIA and category IIIB factories. Therefore, category IIIA factories need to be clustered differently from Category IIIB factories to clearly show which factories are home industry, and to make it easier to identify factories indicated to commit violation on excise. Have you previously discussed the tariff increase with the business sector? What do they generally think of the increase? As mandated by the excise law, in formulating the policy on excise of tobacco product, we should consider perspectives from our stakeholders, such as tobacco product industry (association of companies), relevant ministries (Ministry of Health,
Ministry of Manpower, Ministry of Industry, and Ministry of Agriculture), and academics. We received various inputs and comments. Some think that the increase is moderate, while others think that it burdens the industry considering that the previous policy significantly contributed to the production decrease. Which input from the business sector does the government fully accommodate for the tariff increase policy? We take their inputs as references that need further study and discussion before we accommodate them, some of which have been reflected in the latest policy on excise of tobacco products. What demand do you find to be difficult or even impossible to accommodate in this excise policy? We cannot accommodate their input on the approximate increase of the excise tariff because it is the authority of the government. The business sector thinks that 6% increase should be ideal, what do you think? In calculating the exact excise tariff increase, the government considers various scenarios that try to balance every aspect, including the view from the industry. What about the revenue target, can you achieve it despite the tariff increase? Or is the increase itself a way for the government to achieve the revenue target? The government has forecasted that with the excise tariff that has been set in 2017, and considering the agreed economic assumptions, the revenue target from excise in 2017 which is around 149.8 trillion rupiah would be achieved. Due to the revenue target, the community regards the current excise policy to be less about
Volume 48, Nomor 11 November 2016 - Warta Bea Cukai |
79
ENGLISH PAGE Interview protecting health, but more on collecting revenue. What do you think? As I have previously explained, the government listens to different views from the community and considers vaious aspects, such as: health, workforce, distribution of illegal tobacco, and state revenue. The government tries to balance those aspects while holding the view that tobacco is hazardous for the health, and thus the consumption needs controlling as mandated by Article 2 paragraph 1 of the Excise Law.
In the last 10 years, the national trend for the production growth is constantly declining by -0.28%. The excise tariff increase in 2017 is expected to further reduce production by -1.67%, or in line with the health roadmap target, which is to reduce smoker prevalence by 1% per year. The excise weighted average increase of 10.54% is in line with studies that say that the average excise tariff increase of 10% would reduce consumption by 0.9% (Djutaharta et al, 2005). The government increases excise tariff every year. Is there any policy by the government that lays out the increase for the next 3 or 5 years so that the business sector could have better certainty about the government’s policy on excise tariff policy? The medium term planning is the roadmap/ guidance for the future policies on excise of tobacco product. The policy for 2017 shall serve as the initial step that is in line with such
roadmap, especially if you see the new policy to close the tariff gap between layers in particular tobacco products. When will the government stop increasing the excise tariff of tobacco product? Any ideal number that can be used to prevent yearly increase? Excise of tobacco product currently serves as a fiscal instrument that significantly contributes to tax revenue of around 9-10%. While excise is a consumption control instrument, revenue target from excise of tobacco product is increasing every year. Therefore, we need to make adjustments in order to accommodate all interests, such as consumption control, revenue target, employment, and distribution of illegal tobacco. Basically, we need a comprehensive roadmap on the excise policy that can serve as the guidance for both the government and the industry. What about excise violation, any increase due to the excise tariff increase? Survey on illegal tobacco conducted by the P2EB team of UGM shows that there is indeed an increase, especially in terms of illegal tobacco. The policy in 2017 has considered this aspect, especially by determining the excise tariff, simplifying the layering system, adjusting production limit, and formulating the changes of excise stamp based on the tobacco types (machine-rolled/ nonmachine-rolled). In addition to new policies, we also intensify our law enforcement on excise violation. What is your hope with the excise tariff increase in 2017? I hope that the goals of the policy, that is to control the consumption of tobacco, maintain employment, achieve target revenue from excise, minimize illegal tobacco distribution, could all be achieved. (*)
80 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 11 November 2016
feature ENGLISH PAGE
I
The Details of Official Firearms Use of Customs and Excise Officers in Indonesia
n carrying out the duties and functions under the authority of Customs, which is to safeguard the rights of states and the compliance on customs and excise provisions, customs officials or customs officers may use all efforts against people or goods that the provisions of the Act met including the use of patrol boats and firearms. Considering the task of law enforcement and marine patrol that carried out, the Customs officers are often faced with life-threatening danger or safety, with regard to the provisison, Customs officials and crews of patrol boats can be equipped with official firearms. However, the number, type, kind, and size /caliber of official firearms used in the law enforcement still needs to be limited. For safety and security, the use of official firearms are restricted, those can only be used in very urgent circumstances. It is also expressly provided in the Law of Customs and Excise Act. In Article 74 Paragraph (2) and Article 75 Paragraph (2) of Law No. 17 of 2006 on Customs, as well as Article 33 Paragraph (2) of Law No. 39 of 2006 on Excise, in principle it regulates the permissibility of Customs officials are equipped with firearms and in the implementation of authority stipulated in the Act. In addition, the use of firearms by the Customs officers is also stipulated in Government Regulation No. 56 of 1996 on Official Firearms of Customs and Excise Officers. In general,Customs officers or Customs officials who can use firearms are those who served in the field of supervision, especially in the Field of enforcement / Enforcement and Investigation Section (P2). However, the decision of the Director-General of
Customs and Excise No. KEP-45 / BC / 1998 dated June 2, 1998 also set that some officials may also be granted an official firearm, despite being outside the assignment of supervision, such as the Head of Regional Office, the Head of Customs Services Offices (KPPBC), the Head of Customs and Excise Operation Facilities Base (PSO), the Head of Nautical Section, as well as the skipper and the crews of Customs patrol. Requirements for the customs officer to be able to carry or use a
firearm in his duty are as follows: 1. physically and mentally healthy; 2. Age at least 21 years and a maximum of 65 years; 3. Have the skills in treating, storing, securing, and using firearms and declared the shooting proficiency training; 4. Mastering the provisions / regulations on firearms; 5. Appointed or get a recommendation from the head of the institution or working unit; 6. It has been granted permission
Volume 48, Nomor 11 November 2016 - Warta Bea Cukai |
81
to use firearms and get the loan tenure (yellow cards) from the local police. While the processes or procedures in the use of firearms for Customs officers had been regulated in Regulation of the Director General of Customs and Excise No. 53/BC/2010 on Procedures for Monitoring where essentially firearms used to deal with threats that endanger officers or task force of surveillance/ patrol. The use of firearms is the last resort when conditions are dangerous after going through several stages include a verbal warning, a warning to stop for a means of transport or person, use water spray (water cannons) as well as warning shots. In the case of these stages until the warning is not heeded then the shooting / use of guns directed at the target in order to stifle. The thing to note is the need to immediately provide help / treatment to anyone who was hit or impacted by the use of firearms. At this time, Customs and Excise of Indonesia has been drafting a regulation of the Minister of Finance to enhance the use of firearms procedures in the customs environment, which is expected to provide a more robust legal umbrella for the implementation of supervisory duties. To avoid the misuse of firearms, things that need to be considered are related to the legality of the firearm itself as well as the legality of the holders/users is the customs officers themselves. This means that firearms should be clearly fulfilled the terms of the formalities / documents and the customs officer is entitled to use as arranged either by Customs or in the Decree of the Chief of Police. In addition, the improvement of the Standard Operating Procedure (SOP) use of firearms is also required, as well as the monitoring and supervision of the immediate supervisor, and no less important is training in the use of firearms. Official Firearms used by Customs now are approximately 2,500 shots,
not including firearms that are not operational due to constraints on the availability of ammunition/bullets. The firearms consist of a semi-automatic long-barreled (SBC caliber 222 Pindad and Valmet caliber of 222 Finnish), pistol (P3 Pindad, Walther, Beretta), firearms revolver (Taurus, S & W) as well as heavy machine guns Browning 12.7 mm (on loan from the Navy). While rifles and revolvers Taurus Valmet has been no longer used in the operations. In connection with the limited procurement and use of firearms, it is not all work units or the Customs offices equipped with firearms, That case considers the need for operational and readiness of the work unit or office related to the storage and security. Related to the setting, firearms is the State Property (BMN) so that the arrangement follows the regulations concerning BMN, but in the context of operational and mobility, it will follow the regulations regarding firearm issued by the Police. Whereas, for the need of shooting practice for customs officer may use firearms available in each office, assisted by experienced instructors/ coaches, although essentially all officers of Customs before entering the Customs, they had been followed a physical training called kesamaptaan that any of training material is the use of firearms training skills, yet the shooting practice can be done by the respective offices to maintain the readiness of customs officers in the use of firearms. In addition, the use of firearms training can also be conducted in cooperation with the military and police. For the treatment of officials, firearms can be done regularly by each work unit with providing the maintenance budget / treatment arms in each office DIPA. For the things that can not be conducted independently by the office/ vertical work unit can be sent to the central office for further repairs / maintenance at PT Pindad. Treatment of firearms is also the responsibility of the customs officers who carry/
82 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 11 November 2016
use it, so the firearm is always in a condition ready for use. Related to the rejuvenation of firearms, actually, Customs requires rejuvenation either for weapons that are lethal weapons or less-leathal weapon considering the level of insecurity is likely to increase as well as the area of supervision that is wide enough, however, Customs should consider the provisions/ regulations related to firearms. The last rejuvenation carried out by Customs is the procurement SBC 222 caliber and 32 caliber handgun made of P3 PT Pindad in 2006 to replace rifles and revolvers Taurus types Valmet. Customs acquires firearms either through procurement conducted itself, grants, or borrowing from the military, in this case is the Navy in the form of heavy machine guns stationed in the patrol vessels. At this time, based on the Minister of Defence No. 7 of 2010, the Customs can apply for permission to procure firearms military standards but still required the provision of technical implementation. Since the official firearms of Customs included in the category of non-standard TNI/Polri whose supervision under the Police, then the accountability for use only under the conditions stipulated the Decree of the Chief of Police No. SKEP / 82 /II/ 2004 dated February 16, 2004, and Director General Regulation No. 53/BC/2010 (called Perdirjen No. 53 / BC/2010) on Procedures for Monitoring, in which every use of firearms shall make a report and the minutes of the use of officials firearms. With the availability of official firearms for Customs officials and Customs officers, it is expected to be used well with noticing the provision use considering firearms is a dangerous item so that the legality aspect of the holder itself should be a concern. Expected that the authority granted in the use of firearms was followed with great responsibility by customs officers and professionalism in the use of firearms to support the duties and functions of Customs. (Piter)
Volume 48, Nomor 11 November 2016 - Warta Bea Cukai |
83
84 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 11 November 2016