ISSN : 2355-9349
e-Proceeding of Art & Design : Vol.3, No.3 December 2016 | Page 1345
EKSPLORASI LIMBAH SERBUK EVA (ETHYLENE VINYL ACETATE) UNTUK MENCARI POTENSI VISUAL UNIVERSITAS TELKOM EVA (ETHYLENE VINYL ACETATE) WASTE POWDER EXPLORATION TO FIND VISUAL POTENTIAL TELKOM UNIVERSITY Nabilah Farras Adani Prodi S1 Desain Produk, Fakultas Industri Kreatif, Universitas Telkom
[email protected]
Abstrak
EVA (Ethylene Vinyl Acetate) biasa digunakan oleh IKM (Industri Kecil Menengah) sebagai material yang digunakan pada bagian midsole maupun outsole pada alas kaki, seperti sandal maupun sepatu. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan pasar akan alas kaki tentunya akan menimbulkan produksi sandal yang meningkat, hal ini juga memberikan dampak akan peningkatan limbah dari produksi alas kaki yang ada. EVA merupakan salah satu jenis limbah padat anorganik. Limbah EVA yang dihasilkan oleh IKM (Industri Kecil Menengah) memiliki dua jenis, yaitu padat dan serbuk. Pada umumnya, IKM yang menghasilkan limbah EVA tersebut sampai saat ini belum menemukan cara untuk mengolah limbah EVA. Limbah EVA biasanya dibuang, dibakar atau dijual. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dilakukan pengolahan dan pengelolaan dengan melakukan proses eksperimen dengan pendekatan secara fisik. Eksplorasi ini bertujuan untuk mencari cara pengolahan limbah EVA dengan mencari potensi visual yang dapat dihasilkan oleh limbah EVA tersebut. Kata Kunci : Limbah, EVA, Eksplorasi, Potensi Visual.
Abstract
EVA (Ethylene Vinyl Acetate) usually used by Small and Medium Industries as a footwear material for midsole and outsole. Along with the increasing market demand for footwear will certainly leads to increasing production of sandals , it also provides for increasing impact of waste from production of footwear . EVA is a type of inorganic solid waste . EVA waste generated by Small and Medium Industries has two types , which are solid waste and powder waste . In general , Small and Medium Industries that produce EVA waste until now has not found a way to treat EVA waste. EVA waste is usually disposed, burned or sold . Based on this background, experiment process with physical approach by processing and management is done. This exploration aims to find ways to process EVA waste by looking for visual potential that could be produced by EVA waste. Key Words : Waste, EVA, Eksploration, Visual Potential.
1.
Pendahuluan
Saat ini alas kaki merupakan kebutuhan primer bagi setiap individual. Alas kaki berguna untuk melindungi telapak kaki agar tidak berinteraksi langsung dengan tanah maupun benda-benda berbahaya yang terdapat di permukaan tanah. Alas kaki memiliki beragam jenis dan model. Pemilihan jenis alas kaki didasari oleh kebutuhan dan kondisi, seperti penggunaan sepatu untuk kegiatan semi-formal maupun formal, atau kegiatan outdoor. Pengrajin IKM (industri kecil menengah) biasa menggunakan bahan utama spon EVA (ethylene vinyl acetate) untuk digunakan pada bagian midsole maupun outsole. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan pasar akan alas kaki tentunya akan menimbulkan produksi alas kaki yang meningkat pula, tetapi hal ini tidak luput dari peningkatan limbah alas kaki yang terbuang dikarenakan rusak maupun sudah tidak digunakan kembali. Limbah memiliki pengertian sebagai bahan buangan yang akan memberikan dampak negatif kepada manusia dan lingkungan jika tidak diolah dengan cara yang tepat. Limbah EVA yang dihasilkan oleh IKM (Industri Kecil Menengah), salah satunya bertempat di daerah Gudang Selatan, Bandung, sampai saat ini tidak di olah secara maksimal. IKM tersebut tidak melakukan pengolahan
ISSN : 2355-9349
e-Proceeding of Art & Design : Vol.3, No.3 December 2016 | Page 1346
limbah, namun membuangnya, membakarnya ataupun menjualnya. Berdasarkan latar belakang masalah mengenai limbah sandal yang menggunakan material spon EVA, maka dilakukan pengolahan dan pengelolaan dengan melakukan proses eksperimen. Limbah EVA yang nantinya akan digunakan kembali (reuse). Penelitian akan menggunakan pendekatan eksperimen material secara fisik (Physical Treatment) dan memanfaatkannya untuk di aplikasikan menjadi produk dengan menggunakan potensi visual yang dimiliki oleh material EVA itu sendiri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengurangi limbah sol karet, khususnya yang berjenis EVA, dan mencari tahu cara pengolahan limbah agar dapat mengurangi polusi lingkungan. Hal ini didasari karena baik pengrajin maupun industri kecil menengah masih menggunakan sol karet EVA sehingga menghasilkan limbah karet EVA. Dalam prosesnya, penelitian ini akan menggunakan metode eksperimen dengan pendekatan secara fisik. 2.
Dasar Teori /Material dan Metodologi/Perancangan 2.1 Landasan Teoritik 2.1.1 EVA (Ethylene Vinyl Acetate) EVA merupakan singkatan dari senyawa Ethylene Vinyl Acetate. EVA merupakan senyawa copolymer antara ethylene dan vinyl acetate. EVA memiliki sifat elastomer, selain itu EVA fleksibel dan mudah di proses, tahan dan kedap dalam kondisi suhu rendah, tahan dari keretakan akibat tekanan atau sobekan, waterproof dan anti lengket, tahan radiasi ultra-violet dan tidak berbau 2.1.2 Eksplorasi Material Dalam proses melakukan kreasi, untuk mendapatkan bentuk paling optimal dapat dilakukan dengan cara eksplorasi pada material, yaitu mencoba melakukan observasi pada karakteristik yang ada di dalam material tersebut, seperti karakteristik visual, karakteristik struktural, dan karakteristik dimensi. Pendekatan seperti ini disebut dengan metode ‘design by going’ , hal ini didasari karena metode ini mengandalkan sikap bekerja, merancang secara langsung pada objek kajian untuk mendapatkan sebuah karya design. Tujuan dari pendekatan ini adalah untuk mendapatkan keunikan langsung berdasarkan bentuk perlakuan yang diberikan kepada material. 2.1.3 Visual Dalam buku “Strategi Visual: Bermain Dengan Formalistik dan Semiotik Untuk Menghasilkan Kualitas Visual Dalam Desain”, karya Andry Masri, terdapat tiga bab besar yang masing-masing menitikberatkan permasalahan pada hal yang berbeda. Pembagian pembabakan tidak didasarkan pada alur linier, akan tetapi lebih kepada pemisahan permasalahan saja. Menurut (A, Masri. 2007. Hal 27) unsur untuk menciptakan kualitas visual tidak cukup hanya unsur visual saja. Unsur visual yang terkandung dalam suatu objek memiliki unsur lain yang terkandung didalamnya, unsur ini disebut sebagai unsur perseptual. Unsur perseptual adalah unsur yang ada karena kemampuan mempersepsi yang dimiliki oleh manusia. Dengan kata lain, unsur visual adalah unsur yang terdapat pada objek dan unsur perseptual adalah unsur yang hadir dalam subyek (manusia pengamat). 2.2 Landasan Empirik 2.2.1 EVA (Ethylene Vinyl Acetate) A. Karakteristik EVA (Ethylene Vinyl Acetate) Material EVA dapat dimanfaatkan dan dibuat menjadi apa saja, salah satunya dapat dijadikan sebagai sol sepatu dan sandal. EVA dipilih menjadi bahan sebagai sol dan sandal dikarenakan harganya yang murah dan materialnya mudah dibentuk. Ada dua jenis EVA yang biasa digunakan di industri sepatu dan sandal, yaitu spon ati dan spon batu.
ISSN : 2355-9349
e-Proceeding of Art & Design : Vol.3, No.3 December 2016 | Page 1347
2.2.2 Industri Sepatu A. Limbah Industri IKM sepatu yang menjadi sample dalam penelitian adalah salah satu industri sepatu yang memproduksi alas kaki, baik sepatu maupun sandal dengan menggunakan material EVA yang berjenis keras atau memiliki nama pasar sebagai spon batu. EVA dengan jenis ini memiliki kategori EVA dengan kualitas bagus, keras dan kuat, serta memiliki pori yang sedikit. B. Peralatan di Industri Industri alas kaki ini termasuk dalam kategori IKM (industri kecil menengah). Selain menggunakan pengrajin sebagai tenaga kerja, peralatan pendukung berupa mesin digunakan sebagai alat bantu dalam proses pengerjaannya. Peralatan yang ada meliputi: 1) Mesin cutting 2) Mesin press 3) Mesin gerinda 4) Oven 5) Kompresor C. Material Utama dan Material Pendukung di Industri Material yang biasa menjadi material utama merupakan spon EVA dengan jenis spon batu dan spon ati, dengan ketebalan 2 mm sampai dengan 12 mm. Selain spon EVA, ada juga material berupa fabric, serta aksesoris pendukung untuk sepatu. Material pendukung yang digunakan antara lain seperti lem lateks, lem kuning, lem putih, cairan penghilang lem dan benang. 2.2.3 Limbah A. Limbah cair Limbah cair biasanya dapat bersumber dari pabrik maupun limbah domestik yang banyak menggunakan air dalam sistem prosesnya. Selain itu, penggunaan bahan baku yang mengandung air juga berpengaruh pada proses pencemaran air. Air biasanya ditambahkan bahan kimia tertentu kemudian diproses dan setelah itu dibuang. Semua jenis perlakuan ini menghasilkan limbah cair. B.Limbah padat Limbah padat berasal dari kegiatan industri dan domestik. Limbah domestik pada umumnya berbentuk limbah padat rumah tangga, limbah padat kegiatan perdagangan, perkantoran, peternakan, pertanian serta dari tempat-tempat umum. Jenis-jenis limbah padat: kertas, kayu, kain, karet/kulit tiruan, plastik, metal, gelas/kaca, organik, bakteri, kulit telur, dll. 2.2.4 Bahan Kimia Yang Digunakan A. Resin Resin merupakan bahan pembuat fiberglass yang berwujud cairan kental seperti lem, berwarna keruh atau bening. Resin akan bereaksi dan mengeras apabila ketika diaplikasikan dicampur dengan katalis atau zat kimia yang berfungsi untuk mengeraskannya. Resin biasanya digunakan sebagai bahan dasar dalam membuat kerajinan, gantungan, maupun action figure.
ISSN : 2355-9349
e-Proceeding of Art & Design : Vol.3, No.3 December 2016 | Page 1348
B. Lem Putih PVAc Lem putih PVAc adalah lem yang biasanya digunakan untuk merekatkan kayu. Memiliki tingkat rekat yang bagus dan kuat. Selain digunakan untuk lem kayu, lem putih biasanya digunakan sebagai penempelan media kertas, penempelan media koraltex, campuran plamir dinding, penjilidan buku, perekat wallpaper, dsb. C. Talk Haichen Talc Heichen atau biasa disebut dengan tepung lioning merupakan tepung berwarna putih yang memiliki kandungan berupa kalsium karbonat. Tepung ini biasa digunakan sebagai campuran untuk pembuatan kertas, plastik, cat, karet, makanan, kabel listrik, farmasi dan kosmetik. Memiliki tampilan berupa tepung berwarna putih dengan tekstur yang lembut dan padat, tepung ini biasa digunakan sebagai campuran pada pengolahan resin butek untuk membuat warnanya menjadi putih. Tepung lioning tidak dapat larut dalam air dan memiliki tingkat reaksi yang rendah. 2.3. Gagasan Awal Perancangan Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa limbah EVA memiliki kandungan kimia yang cukup berbahaya dan beracun. Pada peneltian ini dilakukan proses pengolahan dan pengelolaan limbah EVA secara kimiawi. Perlakuan secara kimia ini dilakukan dengan tujuan untuk dapat mengolah limbah EVA tanpa membakarnya. Pengolahan menggunakan bahan kimia ini ditujukan untuk limbah EVA berbentuk serbuk atau powder. Penggunaan bermacam-macam bahan kimia dilakukan agar dapat menemukan bahan kimia yang cocok untuk dapat mengolah limbah EVA secara tepat tanpa membakarnya, dan agar didapatkan material baru yang dapat diolah dan dapat direkomendasikan untuk produk. Penelitian difokuskan pada limbah EVA yang dihasilkan industri (yang digunakan sebagai sampel penelitian). Selain itu, penelitian ini juga mempertimbangkan kemampuan industri dalam kesediaan bahan dan peralatan. Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk menggunakan kembali limbah EVA agar dapat meningkatkan nilai fungsi limbah dan potensi limbah untuk diolah dan dijadikan material baru yang sesuai dengan hasil eksplorasi dengan pendekatan aspek visual.
3.
Pembahasan 3.1 Analisis Karakteristik Material Material yang digunakan dalam proses eksplorasi ini adalah limbah EVA berbentuk serbuk atau powder. Limbah berbentuk serbuk merupakan hasil dari proses penghalusan outsole sepatu dengan menggunakan mesin gerinda. Karakteristik limbah EVA berbentuk serbuk ini memiliki massa yang cukup ringan dibandingkan dengan talk heichen atau tepung lioning meskipun wujudnya sama. Limbah serbuk EVA biasanya tercampur dengan material lain ketika masih dalam kondisi berupa limbah dan harus disaring menggunakan saringan halus agar benar-benar terpisah.
Gambar 3.1 Limbah EVA serbuk atau powder (Sumber : Data penulis, 2016)
ISSN : 2355-9349
e-Proceeding of Art & Design : Vol.3, No.3 December 2016 | Page 1349
3.2 Skema Eksplorasi Skema eksplorasi digunakan sebagai panduan dan acuan dalam melakukan urutan proses eksplorasi. Berikut merupakan skema eksplorasi awal menggunakan limbah EVA :
Bagan 3.1.Skema Ekplorasi (Sumber : Data penulis, 2016) 3.3 Proses Eksplorasi Bentuk Visual Setelah tahap eksplorasi awal mendapatkan campuran material dengan bahan kimia yang sesuai. Selanjutnya adalah mencoba untuk mengaplikasikan bentuk visual kedalam material mentah yang telah diolah. Sebagai acuan dalam aplikasi bentuk visual, peneliti menggunakan beberapa bentuk geometri dasar berupa kotak, persegi panjang, segitiga dan heksagon atau segi enam atau honeycomb. Pemilihan bentuk didasari dengan potensi keefisienan yang dimiliki oleh tiap-tiap bentuk ketika diaplikasikan kedalam material. 3.4 T.O.R (TERM OF REFERENCE) 1. Karakter Material baru hasil eksperimen memiliki karakter padat dan kuat. Arti padat dalam material merupakan material tersebut memiliki jumlah rongga sangat penuh sehingga tidak berongga sedangkan kuat yang dimaksud adalah ketahanan material terhadap air dan tidak mudah patah, karena adanya campuran bahan kimia dalam proses pembuatannya. 2. Bentuk Bentuk akhir dari hasil eksperimen material akan berupa material baru dengan bentuk berupa lembaran dengan ketebalan berkisar antara 1cm – 2cm. 3. Dimensi Dimensi dari hasil eksperimen berkisar antara 10cm-30cm, dikarenakan material akan diolah menjadi kerajinan ataupun produk, sehingga ukuran hasil cetakan akan mempengaruhi proses pengolahan selanjutnya. 4. Warna Warna material hasil eksplorasi tersebut berwarna natural serupa dengan material EVA, yaitu hitam. Namun tidak menutup kemungkinan apabila dalam proses pengolahannya material EVA dapat diberi warna, sehingga memberikan unsur visual yang lebih menarik. 5. Tekstur Tekstur yang ingin dimunculkan pada hasil akhir eksperimen berupa guratan-guratan kasar apabila material akan diolah menjadi tile. Untuk jenis produk hasil akhir lainnya tekstur yang dimunculkan adalah tekstur yang halus. 6. Penempatan Material hasil eksperimen ditujukan untuk pembuatan produk yang dapat digunakan dan ditempatkan di dalam maupun di luar ruangan. 7. Lingkungan Adanya eksperimen ini memiliki tujuan sebagai upaya penanggulangan limbah EVA yang memiliki jumlah terbanyak dibandingkan jumlah limbah sol lainnya. Penanggulangan ini bertujuan selain untuk memanfaatkan limbah agar tidak dibakar, apabila IKM yang bersangkutan mengolahnya maka dapat menambah opsi pekerjaan yang ada di IKM tersebut.
ISSN : 2355-9349
4.
e-Proceeding of Art & Design : Vol.3, No.3 December 2016 | Page 1350
Kesimpulan
Hasil dari eksplorasi bentuk visual yang telah dilakukan sebelumnya mendapatkan hasil bahwa bentuk heksagon memiliki bentuk paling efisien dan efektif untuk diaplikasikan pada pemanfaatan produk menggunakan konsep modul dengan pola repetitif. Material akan diaplikasikan menjadi gantungan baju dengan konsep menempel di dinding dengan menggunakan baud atak paku sebagai penyatu antara produk dengan dinding. Pemilihan produk gantungan baju sebagai contoh dari aplikasi material untuk menjadi produk didasari dengan keunikan bentuk dan struktur bentuk heksagon. Selain itu material ini diharapkan dapat menjadi material alternatif sebagai material yang digunakan untuk perlengkapan home decoration maupun home appliance. Pada proses pengaplikasian material untuk dijadikan produk ada beberapa langkah-langkah yang dilakukan. Yaitu sebelum menjadikan material menjadi produk, langkah awal adalah menyusun bentuk rancangan produk. Ide didapat dari bentuk dasar heksagon dan bentuk kopolimer dari material EVA itu sendiri, ide dasar ini direalisasikan melalui kumpulan gambar di moodboard. Setelah ide bentuk dasar sudah didapat, langkah selanjutnya adalah membuat susunan alternatif pola menggunakan warna. Penyusunan pola warna menggunakan konsep formalis, yaitu optimalisasi bentuk berdasarkan instuisi subjek. Sehingga penempatan pola warna bersifat acak atau abstrak, apabila pemilihan pola warna telah selesai, langkah selanjutnya adalah menggambarkan pola diatas material yang telah kering dan siap dicetak. Setelah pola siap, kemudian material dipotong menggunakan mesin gerinda tangan, material dipotong sesuai dengan garis pola yang sudah dibuat sebelumnya. Setelah material dipotong, kemudian bagian pinggir material dihaluskan menggunakan amplas, baik itu amplas mesin maupun amplas tangan, hal ini ditujukan agar material lebih presisi ketika disusun. Sebelum memasuki tahap finishing , material yang telah dipotong kemudian dibor untuk membuat lubang sebagai tempat untuk memasukkan silinder kayu sebagai media penggantung baju. Setelah material dibolongi, kemudian material disusun dan ditempel antara satu modul dengan yang lainnya, setelah itu baru dipasangkan silinder kayu kemudian dibersihkan sebagai tahap finishingnya.
Gambar 4.1 Hasil Akhir ( Sumber : Data Penulis, 2016)
Pada eksplorasi kali ini, masalah yang dibahas adalah pemanfaatan limbah EVA terutama dalam bentuk serbuk, dikarenakan pada umumnya IKM penghasil limbah akan membuangnya atau membakarnya dan hal tersebut dapat mengakibatkan polusi. Pemecahan masalah yang didapat adalah mengolah limbah serbuk EVA dengan mencampurkannya dengan resin dan membuatnya menjadi padat. Bentuk akhir yang dituju adalah memanfaatkan potensi visual melalui bentuk heksagon dan tekstur alami dari proses pengerasan limbah EVA bercampur dengan resin itu sendiri. Eksplorasi ini masih belum menjalani proses uji coba dikarenakan pembatasan masalah terletak pada memanfaatkan potensi visual yang dimiliki oleh hasil eksplorasi ini kedalam bentuk produk yang memiliki nilai guna.
ISSN : 2355-9349
e-Proceeding of Art & Design : Vol.3, No.3 December 2016 | Page 1351
Daftar Pustaka: [1] Alam, Ilmu. melalui http://ilmualam.net/pengertian-hidrokarbon-aromatik.html [2] Barry, Jackson. 1999. Art, Culture, And The Semiotics Of Meaning. USA: Palgrave Macmillan. [3] Biz, Ardra. Melalui http://ardra.biz/sain-teknologi/ilmu-kimia/pengertian-sifat-dan-manfaat-kegunaan-alkohol/ [4] Danesi, Marcel. 2010. Pesan, Tanda, dan Makna, Yogyakarta: Jalasutra [5] Eiseman, Leatrice. 2000. Pantone Guide To Communication With Color. USA: HOW Books. [6] Eissen, Koos & Roselien Steur. 2008. Sketching: Drawing Techniques For Product Designer. Singapore: Page One. [7] Gasmi, Fiki. Melalui http://fikigasmi.blogspot.co.id/2014/02/bahan-kimia-dirumah-1.html [8] Ginting, Rosnani. 2010. Perancangan Produk, Yogyakarta: Graha Ilmu [9] Kimia, Ansar. Melalui https://wawasanilmukimia.wordpress.com/2014/02/08/natrium-hipoklorit-sebagaipemutih-dan-desinfektan/ [10] Lesko, Jim. 2008. Industrial Design : Materials And Manufacturing Guide. USA: John Wiley And Sons. [11] Mantan, Sulaiman. Melalui https://sulaimantap.wordpress.com/2011/03/04/jenis-jenis-limbah [12] Masri, Andry. 2007. Kualitas Visual, Medan: Budi Utomo. [13] Masri, Andry. 2010. Strategi Visual, Yogyakarta: Jalasutra. [14] Nondolesmono, Nathaniel. Melalui http://www.cvcapstone.com/2011/09/pvac-glue-formula-aka-lem-putih.html [15] Palgunadi, Bram. 2008. Disain Produk 2, Bandung: Penerbit ITB [16] Saputra, Dino. Melalui http://manfaat.co.id/manfaat-lem-fox [17] Schiffman, Leon G. & Leslie Lazar Kanuk. 2008. Perilaku Konsumen, Jakarta: Indeks [18] Vihma, Susann dan Seppo Vakeva. 2009. Semiotika Visual dan Semantika Produk, Yogyakarta: Jalasutra