ISSN: 2502-6984
ASPIRASI JURNAL ILMIAH ADMINISTRASI NEGARA
ASPIRASI
VOLUME 2
NOMOR 1
HLM: 1-51
PAMEKASAN FEBRUARI 2017
ISSN 2502-6984
ASPIRASI JURNAL ILMIAH ADMINISTRASI NEGARA ISSN 2502-6984 Vol 2, No 1, Februari 2017
Terbit dua kali setahun pada bulan Februari dan Agustus. Berisi tulisan yang diangkat dari hasil penelitian di bidang administrasi. Artikel telaah (review article) dimuat dari kalangan internal dan atas undangan eksternal. ISSN 2502-6984
Ketua Penyunting Erina Saputri Wakil Ketua Penyunting Mohammad Bustanol Husein Penyunting Pelaksana Nur Fathin Luaylik Rina Nur Azizah Achmad Reza Fachrezi Rini Aristin Sukron Ma’mun Mitra Bestari Syamsul Arifin (Universitas Muhammadiyah Malang) Abdullah Said (Universitas Brawijaya) Vina Salviana (Universitas Muhammadiyah Malang) Sutinah (Universitas Airlangga) Windjiarto (Universitas Airlangga) Lely Indah Mindarti (Universitas Brawijaya)
Pelaksana Tata Usaha Akhmad Kusairi
Alamat Penyunting dan Tata Usaha: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Madura Jalan Raya Panglegur KM. 3,5 Pamekasan – Madura Telp. (0324) 322231, Fax. 0342 327418.Homepage : http://www.unira.ac.id. E-mail:
[email protected] Penyunting menerima sumbangan tulisan yang belum pernah diterbitkan dalam media lain. Naskah diketik di atas kertas HVS kuarto spasi ganda sepanjang lebih kurang 20 halaman, dengan format seperti tercantum pada halaman belakang (“Petunjuk bagi Calon Penulis Aspirasi”). Naskah yang masuk dievaluasi dan disunting untuk keseragaman format, istilah, dan tata cara lainnya.
ASPIRASI JURNAL ILMIAH ADMINISTRASI NEGARA ISSN 2502-6984 Vol 2, No 1, Februari 2017,
DAFTAR ISI EVALUASI DAMPAK TPA METODE OPEN DUMPING DI KABUPATEN BANGKALAN Nur Fathin Luaylik.....................................................................................................
1-12
POLA PENANGANAN KASUS PERCERAIAN DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN NGUNUT KABUPATEN TULUNGANGUNG Rina Nur Azizah..........................................................................................................
13-18
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PAMEKASAN DALAM PERSPEKTIF SUSTAINABLE DEVELOPMENT Fajar Surahman, Erina Saputri..................................................................................
19-26
EVALUASI EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PEMILIHAN KEPALA DESA (PILKADES) SERENTAK DI KABUPATEN PAMEKASAN TAHUN 2015 Achmad Imam, Sukron Ma’mun.................................................................................
27-36
IMPLEMENTASI PROGRAM TELENCENTER DISHUBKOMINFO DALAM PEMBINAAN INTERNET PELAKU UKM BATIK DI PAMEKASAN Abubakar Basyarahil, M. Bustanol Husein................................................................
37-42
EFEK PENEGAAN DISIPLIN TERHADAP KINERJA PEGAWAI DI DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN PAMEKASAN Sukma Umbara Tirta Firdaus……………………………………………………………..
43-52
EVALUASI DAMPAK TPA METODE OPEN DUMPING DI KABUPATEN BANGKALAN Nur Fathin Luaylik Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Madura
[email protected] Abstrak Terus beroperasinya Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah di Desa Buluh, Kecamatan Socah, Kabupaten Bangkalan menimbulkan dampak lingkungan dan sosial. Umur teknis TPA hanya mampu beroperasi selama lima tahun, menjadi fokus persoalan tentang manajemen pengolahan sampah. TPA Desa Buluh beroperasi mulai tahun 2005, sampai saat ini terus digunakan menampung sampah. Dipilihnya metode pembuangan terbuka (open dumping) menjadi penyebab munculnya dampak lingkungan maupun sosial. Open dumping TPA sudah habis umur teknis meningkatkan indikator resiko gagalnya pengolahan sampah. Tujuan penelitian menganalisa dampak open dumping pada TPA habis umur teknis serta mencari hubungan daerah terdampak dengan kebijakan relokasi TPA Desa Buluh, Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan. Metode penelitian kualitatif digunakan untuk menjelaskan dampak tetap digunakannya open dumping pada TPA habis umur teknis. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan mencari hubungan antara metode open dumping TPA habis umur teknis dengan rekomendasi kebijakan relokasi TPA Desa Buluh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terus beroperasinya TPA Desa Buluh sudah habis umur teknis menimblkan berbagai dampak lingkungan baik sosial maupun non-sosial, sehingga perlu diambil kebijakan relokasi TPA ke tempat baru. Kata Kunci :Evaluasi dampak, Open Dumping, TPA
Abstract Still on operate of Garbage Final Place Prosessing (TPA) in Buluh Village, Socah District, Bangkalan regency make environment and social effect. Technical ages of TPA just can operate on five years, to be focus problem about garbage processing management. TPA of Buluh Village was operating from 2005 until now still use to garbage storage. Using of Open dumping method be one of factor make environtment and social effect to citizen. Open dumping of TPA end of technical ages can be increase risk indicator failed of garbage process.The aims of this research to analyze effect open dumping on end technical ages of TPA and find relation of effected area within relocation Policy TPA Of Buluh village. Kualitatif Research method used to explain effect of still using open dumping on end of age with relocation policy TPA of Buluh village.Research ---- showing still TPA operating it’s end of technical age make environment effect, not just social effect but also non social effect, although need take relocation policy TPA on new place. Keyword : Evaluation effect,Open Dumping, TPA.
1
2 PENDAHULUAN Pengelolaan TPA yang tepat merupakan salah satu strategi penanganan semakin meningkatnya jumlah timbulan sampah. Kuantitas sampah terus bertambah seiring semakin beraneka ragamnya pola konsumsi dan meningkatnya jumlah penduduk. Dua sisi perspektif adanya TPA dalam kehidupan, dibutuhkan sekaligus dimusuhi keberadaannya. Prediksi jumlah penduduk di Kabupaten Bangkalan nantinya akan berpengaruh terhadap jumlah timbulan sampah. Seiring semakin beraneka ragamnya serta meningkatnya pola konsumsi. Jumlah penduduk Kabupaten Bangkalan diperikirakan semakin meningkat, merupakan tantangan tersendiri bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Bangkalan untuk menciptakan, mengembangkan dan mengawasi kegiatan penanganan pengolahan sampah TPA Desa Buluh, Kecamatan Socah, Kabupaten Bangkalan merupakan salah satu tempat pengelolaan timbulan sampah di Kabupaten Bangkalan. Keberadaan TPA Desa Buluh menjadi kajian Pemerintah Kabupaten Bangkalan dalam bidang lingkungan hidup. Terlebih lagi sumber timbulan sampah semakin meningkat sehingga memerlukan manajemen pengolahan sampah yang komprehensif dan berkelanjutan. TPA Desa Buluh, Kecamatan Socah, Kabupaten Bangkalan beroperasi mulai tahun 2005 sampai tahun 2016 masih digunakan. TPA Desa Buluh, menjadi satu-satunya TPA di Kabupaten Bangkalan menampung sampah dari kecamatan sekitar Kabupaten Bangkalan. TPA Desa Buluh menjadi tempat tunggal pengelolaan sampah, maka perlu diperhatikan mengenai umur teknis atau daya dukung lingkungan. TPA Desa Buluh terletak 13 KM dari pusat Kecamatan Kota Bangkalan, tepatnya di Kecamatan Socah, Kabupaten Bangkalan memiliki luas 2 ha dengan metode open dumping (sistem pembuangan terbuka). Dari 2 ha lahan TPA Desa Buluh dibagi menjadi beberapa jenis kawasan antara lain areal persampahan seluas 1,5 ha sedangkan 0,5 ha dimanfaatkan untuk rumah jaga, jalan masuk maupun sarana lainnya. Permasalahan muncul ketika pembagian wilayah TPA antara lain zona penyangga dan zona budi daya terbatas sudah berkurang daya gunanya. Seperti zona penyangga semakin menyempit. Sedangkan kawasan Zona penyangga mutlak diperlukan karena berfungsi memberikan perlindungan kepada penduduk melakukan
kegiatan sehari-hari terutama dari dampak secara langsung lingkungan. Zona budi daya terbatas yaitu kawasan di sekitar TPA dimana pemanfaatannya harus sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten bangkalan terutama untuk pengolahan sampah. Selain zona budi daya terbatas TPA Desa Buluh masih menerapkan sistem open dumping (pembuangan terbuka) dan melebihi daya tampung. Kekurangan lain di TPA Desa Buluh jauh dari sumber sampah, akses menuju areal TPA saat ini cukup jauh dari jalan utama masih berjarak 900 meter menuju TPA. Jalan menuju TPA merupakan jalan kampung selebar 3,5 meter hanya bisa digunakan secara maksimal oleh 1 truk. Kondisi j alan menuju kawasan TPA cukup sempit sehingga ketika ada sebuah sepeda motor yang berpapasan, truk sampah harus mencari lahan untuk menghindar. Akses jalan sepanjang 900 meter itu berupa aspal rusak, berlubang dan digenangi air. Keadaan akses utama menuju TPA Desa Buluh menyebabkan kesulitan dalam ritasi (pengangkutan) sampah dari Kecamatan Kota Bangkalan ke TPA Desa Buluh. Sarana akses jalan kurang memadai, faktor lain secara teknis maupun sarana prasarana, TPA Desa Buluh sudah melebihi daya tampung dan umur teknis TPA. Tinjauan keamanan kawasan TPA, lokasi TPA Desa Buluh berada di lokasi topografi lebih tinggi dibandingkan wilayah di sekitarnya, sehingga dikhawatirkan akan terjadi longsor sehingga menjadi faktor pertimbangan tentang kelayakan TPA Desa Buluh. Selain faktor topografi , ketersediaan sarana prasarana cukup terbatas seperti belum berfungsinya sumur air lindi, sumur monitoring dan tanaman sekitar TPA menjadi hambatan memaksimalkan pengolahan sampah. Rencana awal Pemerintah Kabupaten Bangkalan merencankan TPA Desa Buluh beroperasi tahun 2005 memiliki umur teknis lima tahun dan harus diganti dengan TPA baru. TPA Desa Buluh yang menggunakan metode open dumping harus ditutup pada tahun 2010. Tahun 2011 harus dilakukan studi relokasi TPA, sehingga tahun 2012 direncanakan sudah ada pembangunan TPA, tahun 2013 TPA metode pipa sanitary landfiil sudah bisa dioperasikan. Sejak disahkan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Bangkalan No.5 tahun 2012 tentang pengelolaan sampah menjelaskan bahwa tugas dan wewenang pemerintah mengolah sampah adalah memfasilitasi, mengembangkan tekologi dan menentukan lokasi TPA berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten
3 Bangkalan. Dalam Bab IV tentang tugas dan wewenang pemerintah pasal 6 menjelaskan : (1) Dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah, Pemerintah Daerah mempunyai kewenangan : a) Menetapkan kebijakan dan strategi pengelolaan sampah berdasarkan kebijakan nasional dan provinsi ; b) Menyelenggarakan pengelolaan sampah skala kabupaten sesuai dengan norma, standar, presedur dan kriteria yang ditetapkan oleh pemerintah; c) Melakukan pembinaan dan pengawasan kinerja pengelolaan sampah yang dilaksanakan oleh pihak lain; d) Menetapkan lokasi tempat penampungan sementara, TPST, dan/ atauTPA sampah; e) melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala setiap 6(enam ) bulan selama 20 (dua puluh) tahun terhadap tempat pemrosesan akhir sampah dengan sistem pembuangan terbuka yang telah ditutup; dan f) Menyusun dan menyelenggarakan sistem tanggap darurat pengelolaan sampah sesuai dengan kewenangannya (2) Penetapan lokasi TPST dan TPA sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d harus sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah. (3) Penetapan lokasi TPST dan TPA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Kepala Daerah Berdasarkan penjelasan Peraturan Daerah Kabupaten Bangkalan pasal 6, mengandung makna bahwa ada tantangan pemerintah dalam menanggulangi dampak negatif terus beroperasinya TPA Desa Buluh yang sudah melebihi kapasitas semakin bertambah. Pasalnya RTRW belum dilaksanakan Sedangkan jelas diatur dalam RTRW Kabupaten Bangkalan, mengenai kapan waktu relokasi TPA harus dilaksanakan. Jenis Penelitian Jenis penelitian kualitatif sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu memperoleh gambaran mengenai dampak habisnya umur teknis TPA Desa Buluh, Kecamatan Socah namun tetap beroperasi sehingga memliki dampak dalam perspektif sosial, ekonomi, lingkungan dan kebudayaan kususnya masyarakat Desa Buluh, Kecamatan Socah, Kabupaten Bangkalan . Pembahasan 1. Dampak Kebjakan Publik
Sebelum membahas terhadap evaluasi dampak kebijakan, ada baiknya kita memahami beberapa definisi mengenai dampak yaitu (Triana,2011 :119-120): Secara garis besar ada dua dimensi penting yang harus diperoleh informasinya dari studi dievaluasi dalam kebijakan publik Dimensi tersebut adalah (Triana,2011:115): a. Evaluasi kinerja pencapaian tujuan Kebijakan, yakni mengevaluasi kinerja orangorang yang bekerja yang bertanggungjawab mengimplementasikan kebijakan. Darinya kita akan memperoleh jawaban atau informasi mengenai kinerja implementasi, efektifitas dan efisiensi, dlsb yang terkait. b. Evaluasi kebijakan dan dampaknya, yakni mengevaluasi kebijakan itu sendiri serta kandungan programnya. Darinya kita akan memperoleh informasi mengenai manfaat (efek) kebijakan, dampak (outcome) kebijakan, kesesuaian kebijakan/program dengan tujuan yang ingin dicapainya (kesesuaian antara sarana dan tujuan), dll. Kajian dalam studi evaluasi kebijakan meliputi dimensi-dimensi (Triana,2011: 116-117) : 1. Evaluasi Proses pembuatan kebijakan atau sebelum kebijakan dilaksanakan. Pada tahap ini menurut Palumbo diperlukan dua kali evaluasi, yakni a. Evaluasi Desain Kebijakan, untuk menilai apakah alternative-alternatif yang dipilih sudah merupakan alternative yang paling hemat dengan mengukur hubungan antara biaya dengan manfaat (cost-benefit analysis), dll yang bersifat rasional dan terukur. b. Evaluasi Legitimasi kebijakan, untuk menilai derajad penerimaan suatu kebijakan atau program oleh masyarakat/stakeholder/kelompok sasaran yang dituju oleh kebijakan tersebut. Metode evaluasi diperoleh melalui jajak pendapat (pooling), survery, dll. 2. Evaluasi Formatif yang dilakukan pada saat proses implementasi kebijakan sedang berlangsung Tujuan evaluasi formatif ini utamanya adalah untuk mengetahui seberapa jauh sebuah program diimplementasikan dan kondisi-kondisi apa yang dapat diupayakan untuk meningkatkan keberhasilannya. Dalam istilah manajemen, evaluasi formatif adalah monitoring terhadap pengaplikasian kebijakan. Evaluasi Formatif banyak
4 melibatkan ukuran-ukuran kuantitatif sebagai pengukuran kinerja implementasi. 3. Evaluasi Sumatif yang dilakukan pada saat kebijakan telah diimplementasikan dan memberikan dampak . Tujuan evaluasi Sumatif ini adalah untuk mengukur bagaimana efektifitas kebijakan/program tersebut member dampak yang nyata pada problem yang ditangani. Berbagai dimensi evaluasi bisa disimpulkan bahwa kajian evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir kebijakan setelah diimplementasikan. Namun lebih mengarah kepada proses secara sistematis dan berkaitan satu dimensi dengan dimensi lainnya serta saling mempengaruhi. Pada penelitian ini menggunakan evaluasi sumatif karena membahas tentang dampak kebijakan. Pembahasan dampak lebih mengarah kepada akibat terus beoperasinya TPA Desa Buluh pada sektor lingkungan, baik sosial (nonfisik) maupun nonsosial (fisik). Dimensi dampak mengarah kepada bagaimana TPA Desa Buluh terus beroperasi padahal umur teknisnya sudah habis sehingga harus ada kebijakan baru untuk mengatasi dampak beroperasinya TPA. Evaluasi sumatif pada dasarnya adalah metode komparatif yaitu membandingkan misalnya sebelum dan sesudah, membandingkan dampak intervensi terhadap satu kelompok dengan kelompok lain, atau antara satu kelompok yang menjadi subjek intervensi dan kelompok lain yang tidak (kelompok kontrol); membandingkan apa yang terjadi dengan apa yang mungkin terjadi tanpa intervensi; atau membandingkan bagaimana bagian-bagian yang berbeda dari suatu negara mengalami dampak yang berbeda beda akibat dari kebijakan yang sama. Menurut Palumbo dalam Parson (2011:252-253) tentang metode evaluasi sumatif yaitu : Jenis evaluasi sumatif merupakan suatu usaha mengukur bagaimana kebijakan atau program secara aktual berdampak pada problem yang ditangani. Evaluasi sumatif pada dasarnya menggunakan metode penelitian komparatif antara lain sebelum da sesudah; membandingkan dampak intervensi terhadap suatu kelompok dengan kelompok lain, atau antara satu kelompok yang menjadi subjek intervensi dan kelompok lain yang tidak (kelompok kontrol); membandingkan apa yang terjadi dengan apa yang mungkin terjadi tanpa intrevensi; atau membandingkan bagaimana bagian-bagian yang berbeda dari suatu nehgara mengalami dampak yang berbeda-beda akibat dari kebijakan yang sama.
Dalam evaluasi sumatif mengukur dampak yaitu melakukan semacam eksperimen. Pendekatan eksperimental dalam riset evaluasi melibatkan upaya untuk menerapkan prinsip eksperimentasi untuk problem sosial dan problem lainnya (Parson,2011: 553). 2. Evaluasi Kebijakan Evaluasi merupakan salah satu proses perjalanan kebijakan publik. Evaluasi tidak hanya dilakukan akhir kebijakan diimplementasikan, namun bisa dilakukan secara berkala. Tujuan evaluasi sebenarnya mengetahui, kemudian menganalisa bagaimana hal positif dan negatif dalam implementasi kebijakan, kemudian akan dihasilkan rekomendasi kebijakan secara komprehensif dan efektif. Thomas R.dye (1976) dalam Parson (2011:547) menyatakan evaluasi merupakan pembelajaran mengenai konsekuensi kebijakan publik. Evaluasi merupakan wujud pemeriksaan objektif, sistematis dan empiris dari kebijakan dan program publik dalam mencapai tujuan. Lain halnya Winarno ( 2012:229) menganggap evaluasi sebagai bentuk estimasi atau penilaian kebijakan meliputi substansi, implementasi dan dampak. Definisi Winarno menekankan evaluasi merupakan kegiatan fungsional dimana tidak hanya dilakukan akhir diimplementasikannya kebijakan namun mulai dari perumusan, program pemecahan masalah dan kajian dampak. Mustopadijaja dalam Widodo (2012:112113) mengelompokkan evaluasi kebijakan menjadi dua jenis yaitu evaluasi hasil (outcome of public policy implementation) dan tipe evaluasi proses (process of public policy implementation). Evaluasi hasil merupakan capaian apa yang telah dihasilkan sehingga bisa dianalisa tingkat keberhasilan rencana yang sudah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan evaluasi proses merupakan wujud menganalisa kesesuaian operasional langkah-lagkah menerapkan kebijakan untuk mencapai tujuan. Sehingga minimalisir terjadinya kesalahan bisa diwujudkan sebagai bentuk antisipasi dampak negatif sebuah kebijakan. Weiss dalam Widodo(2012:114) menyatakan evaluasi memiliki tujuan mengukur dampak dari suatu program yang mengarah pencapaian dari serangkaian tujuan yang ditetapkan supaya mampu memberikan kontribusi (rekomendasi) dalam membuat keputusan dan perbaikan program masa mendatang. Ada beberapa unsur penting dari evaluasi kebijakan diantaranya :
5 1. Untuk mengukur dapak (to measurement the effect) dengan bertumpu pada metodologi riset yang digunakan. 2. Dampak (effect) tadi menekanka pada suatu hasil (outcome) dari efisiensi, kejujuran, moral yang melekat pada aturan-aturan atau standar. 3. Perbandingan antara dampak(effect dengan tujuan (goals) menekankan ada penggunaan criteria (criteria) yang menjelaskan dalam menilai bagaimana suatu kebijakan telah dilaksankan dengan baik. 4. Memberikan kontribusi pada pembuatan keputusan selanjutnya dan perbaikan kebijakan pada masa mendatang sebagai tujuan social (the social purpose) dari evaluasi Berdasarkan unsur penting dari evaluasi kebijakan maka evaluasi merupakan kegiatan yang sistematis .Dimana prosesnya dilakukan secara berurutan dan antara satu proses dengan proses lainnya memiliki hubungan saling mempengaruhi terhadap hasil evaluasi. Selain menjelaskan unsur penting dalam evaluasi, Weiss (1976) dalam Parson (2005:547548) menyatakan bahwa evaluasi dapat dibedakan berdasarkan bentuk analisis yaitu: 1. Evaluasi dimaksudkan untuk pembuatan keputusan, dan untuk menganalisis problem seperti yang didefinisikan oleh pembuat keputusan, bukan oleh periset. 2. Evaluasi adalah penilaian karakter. Riset bertujuan untuk mengevaluasi tujuan program. 3. Evaluasi adalah riset yang dilakukan dalam setting kebijakan, bukan dalam setting akademik.valuasi sering seringkali melibatkan konflik antara periset dengan praktisi.valuasi biayanya tidak dipublikasikan. 4. Evaluasi mungkin melibatkan periset dalam persoalan kesetiaan kepada agen pemberi dana dan peningkatan perubahan sosial. Dari beberapa definisi menurut para ahli maka dapat disimpulkan, evaluasi kebijakan merupakan sebuah kegiatan untuk menganalisa bukan hanya kegiatan untuk menganalisa dampak saja tetapi proses keseluruhan kebijakan seperti perumusan dan implementasi kebijakan. Analisa dilakukan dilakukan dengan beberapa pendekatan analisa sesuai kebutuhan evaluator, kususnya untuk merumuskan kebijakan baru serta menenetukan apakah sebuah kebijakan layak atau tidak untuk dilanjutkan. Sehingga keputusan yang sdah dibuat akan menjadi kebijakan baru untuk diterapkan. 3.Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah
TPA berdasarkan SNI 03-3241-1994 TPA sampah adalah sarana fisik untuk berlangsungnya kegiatan pembuangan akhir sampah yang selanjutnya disebut Tempat Pemrosesan akhir (TPA). Pembuangan akhir sampah adalah tempat untuk menyingkirkan/mengkarantinakan sampah kota sehingga aman. Paramitha (2007: 13) mendefiniskan TPA sampah adalah tempat untuk pembuangan akhir sampah yang berasal dari berbagai smber penghasil sampah. TPA sampah biasanya terletak di daerah tertentu dibuat sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu kesehatan lingkungan manusia. TPA adalah suatu areal yang menampung sampah dari hasil pengangkutan TPA maupun langsung dari sumbernya (bak atau tong sampah) dengan tujuan akan mengurangi permasalahan kapasitas atau timbunan sampah yang ada di masyarakat pada umumnya. TPA merupakan tempat dimana sampah mencapai tahap terkhir dalam pemroresannya sejak mulai di sumber, pengumpulan, pemindahan atau pengangkutan, pengolahan dan pembuangan (Suyono,2011). Menurut Azwar (1996), Lazimnya syarat yang harus dipenuhi dalam membangun TPA sampah adalah : 1. Tidak dibangun berdekatan dengan sumber air minum atau sumber air lainnya yang dipergunakan oleh manusai seperti mandi, mencuci, kakus dan sebagainya. Adapun jarak yang sering dipakai sebagai pedoman ialah lebih dari 200 meter dari sumber air. 2. Tidak dibangun pada tempat yang sering terkena banjir. 3. Dibangun pada tempat yang jauh dari tempat tinggal manusia yait sekitar 2 km dari pemukiman penduduk, serta kurang dari 15 km dari laut. Berbagai definisi TPA bisa disimpulkan TPA merupakan sarana untuk menampung timbunan sampah sebelum dioalah,dimana keberadaannya memiliki dua sisi berbeda yaitu dibutuhkan dan dimusuhi keberadaannya. TPA merupakan tempat tahapan akhir sampah yakni menunggu untuk diolah menggunakan peralatan dan sarana yang tersedia. 4. Dampak Open dumping TPA Desa Buluh, Kecamatan Socah, Kabupaten Bangkalan Keberadaan sampah terus meningkat dan tidak mungkin berkurang jika tidak ditangani, terus menimbulkan permasalahan pada berbagai sektor kehidupan. Terutama pada sektor lingkungan baik secara fisik maupun non-fisik.
6 Di satu sisi semua orang menginginkan dan memerlukan lingkungan hidup sehat, bersih dan nyaman. Bahkan tidak ada diantara penduduk bersedia bertempat tinggal di lingkungan kotor, kumur dan banyak tumpukan sampah terlebih lagi berdekatan dengan TPA. Namun di sisi lain masih ada penduduk yang merasa diuntungkan dengan keberadaan TPA. Perbandingan antara keuntungn dan kerugian yang dialami penduduk harus dijadikan pertimbangan terhadap kebijakan selanjutnya. Persoalan sampah yaitu di TPA Desa Buluh. Dimana jumlah timbunan sampah di TPA Desa Buluh, Kecamatan Socah semakin meningkat menunggu diolah. Padahal umur teknis TPA sudah habis sejak tahun 2010 dan harus segera direlokasi. Menurunnya kemampuan lahan dalam menampung, mendukung pengelolaan sampah dan lebih banyaknya dampak negatif yang ditimbulkan sehingga lokasi TPA Desa Buluh sudah tidak layak pakai. Terus beroperasinya TPA Desa Buluh, Kecamatan Socah sudah habis umur teknis menyebabkan munculnya dampak negatif maupun positif pada sektor lingkungan. Lingkungan sendiri terbagi atas dua jenis yaitu fisik (nonsosial) dan nonfisik (sosial). Lingkungan fisik (nonsosial) merupakan unit sosial terdampak, dimana perubahannya berbentuk dan bisa dilihat. Salah satu contoh perubahan lingkungan secara fisik antara lain menurunnya tingkat partisipasi warga, menurunnya tingkat pendapatan, munculnya kebiasaan masyarakat membuang sampah ke sungai, disefektifitas pengolahan sampah dan dampak polusi. Sedangkan lingkungan non-fisik (sosial) merupakan sektor terdampak dimana perubahannya tidak berwujud sehingga tidak bisa dilihat. Walupun perubahan tidak berwujud dan tidak bisa dilihat, namun tetap mempengaruhi keseimbangan sosial masyarakat. Beberapa contoh dampak perubahan lingkungan non-fisik (sosial) antara lain lambatnya mobilitas status sosial, munculnya pola interaksi kontraktual dan munculnya pola pikir skeptis terhadap sampah. Dampak Lingkungan Fisik (nonsosial) (1) Menurunnya Tingkat Partisipasi Warga Tingkat partisipasi merupakan ukuran keikutsertaan warga dalam suatu rencana, usaha atau proyek yang masih dalam pelaksanaan maupun yang sudah terwujud. Partisipasi warga akan menentukan efektif atau tidaknya terhadap suatu usaha, proyek atau rencana yang akan dilaksanakan maupun sudah terlaksana.
Keikutsertaan warga berperan sebagai memberikan informasi mengenai karakteristik lingkungan dimana usaha, proyek atau rencana akan dilaksanakan dan beroperasi. Pasalnya kurangnya informasi mengenai kebiasaan, pola pikir dan karaketer ligngkungan sosial akan menyebabkan usaha, rencana dan proyek tidak tepat guna sehingga sangat rendah tingkat eksisitensinya. Kondisi lingkungan sosial tidak selalu berupa keseimbangan dalam berbagai sektor kehidupan sosial, tidak jarang munculnya ketidakseimbangan bahkan pertentangan diantaranya keadaan tidak dapat diperkirakan kemunculannya. Sehingga diperlukan tindakan antisipasi dan pencegahan supaya tingkat ketidakseimbangan sosial mampu diatasi untuk mempertahankan hidup. Kondisi lingkungan yang sudah jenuh mengakibatkan banyaknya dampak negatif, sehingga memerlukan adanya perbaikan. Semakin banyak dampak negatif muncul di lingkungan sosial mengakibatkan semakin menurunnya partisipasi masyarakat mengolah sampah. Pasalnya partisipasi warga tidak mampu lagi menangani munculnya dampak negatif lingkungan sosial. Keadaan partisipasi individu maupun kelompok bisa disimpulkan bahwa tingkat partisipasi akan menurun. Apabila lingkungan sosial dimana mereka bertempat tinggal memasuki masa jenuh atau menurun daya dukung lingkungannya. Lingkungan tidak lagi memberikan kontribusi positif pada keberlangsungan hidup individu atau kelompok, terutama untuk memenuhi kebutuhah hidup. (2) Menurunnya Tingkat Pendapatan Tingkat pendapatan merupakan jumlah penghasilan yang diperoleh seseorang dari hasil kerja. Pendapatan juga menentukan seseorang dalam memenuhi kebutuhan individu atau kelompok untuk bertahan hidup. Namun tingkat pendapatan dan kebutuhan setiap orang berbeda satu sama lain, sehingga angka pendapatan yang diperoleh memiliki tingkat kecukupan berbeda. Individu untuk mendapatkan sejumlah uang, individu atau masyarakat harus mampu beradaptasi dengan lingkungan ekonomi dimana mereka tinggal. Pasalnya keadaan ekonomi terus berubah seiring dengan kondisi meningkatnya kebutuhan hidup. Keadaan lingkungan ekonomi tidak bisa diperkirakan, sehingga kebijakan ekonomi pasti memberikan dampak positif maupun negatif terhadap tingkat pendapatan. Dampak negatif dari perubahan lingkungan ekonomi menjadi perhatian utama individu atau
7 kelompok untuk beradaptasi untuk bertahan hidup. Pendapatan tidak hanaya bisa diperoleh melalui pekerjaan formal, tetapi juga pekerjaan informal. Pekerjaan formal cenderung sudah memiliki peraturan yang harus dipatuhi seseorang dalam menjalankan tugasnya, namun sebaliknya sektor pekerjaan informal menuntut adanya daya kreatifitas untuk mengubah benda sudah tidak memiliki nilai ekonomi menjadi sumber penghasilan.Kususnya kemampuan mengubah benda yang tidak terpakai lagi bisa bermanfaat. Salah satu contoh melalui daur ulang timbunan sampah dari TPA beroperasinya TPA Desa Buluh, Kecamatan Socah. Lain halnya apabila kondidi lingkungan tempat dimana mata pencaharaian individu atau kelompok sudah tidak stabil lagi, bahkan lebih banyak menimbulkan dampak negatif . Keadaan tidak stabil bahkan sudah memasuki masa jenuh lingkungan ekonomi langsung berdampak terhadap menurunnya pendapatan individu atau kelompok. Apabila tidak seimbangan lingkungan akibat terus diterapkannya kebijakan pemerinah yang tidak sesuai lagi dengan kondisi lingkungan terbaru sehingga menurunnya tingkat pendapatan akan berlangsung lama. Maka, harus diterapkan kebijakan baru untuk mengatasi menurunnya tingkat penghasilan. Tingkat penghasilan ditentukan oleh lingkungan tempat mata pencaharian, salah satunya seperti apabila individu atau kelompok bermata pencaharian sebagai penjual makanan, sehingga harus ada kondisi lingkungan bersih, sebaliknya jika tempat dimana mereka berjualan kotor dan sudah termasuk wilayah terdampak keberadaan TPA, lambat laun jumlah pembeli akan menurun. Akibatnya penghasilan yang diperoleh semakin menurun. Mengubah barang sampah menjadi sumber pendapatan, bukan hal mudah. Tenaga pengolahan yang diperlukan beraneka ragam, pasalnya status benda yang akan dijadikan sumber pendapatan sudah tidak terpakai lagi bahkan tidak memiliki nilai jual. Sehingga memerlukan kreatifitas untuk mengubah sampah menjadi bernilai ekonomi. Salah satunya kegiatan daur ulang akan mengubah sampah sampai memiliki nilai ekonomi kembali sehingga menjadi sumber pendapatan.
(3) Munculnya Kebiasaan Masyarakat Membuang Sampah ke Sungai Kondisi TPA yang masih beroperasi mengakibatkan semakin tingginya timbunan sampah tanpa mendapatkan pengolahan maksimal. Keadaan lahan TPA semakin membeuruk jika dampak negatif lebih banyak ditimbulkan. Di lain sisi jumlah timbuan sampah terus meningkat dan membutuhkan lahan penampungan sebelum diolah. Semakin tinggi timbunan sampah di TPA tidak memungkinkan untuk terus beroperasi sebagai lahan penampungan. Dampak TPA akan semakin fatal apabila sudah banyak mengalirnya air lindi ke lahan sekitar tumpukan sampah. Meluapnya air lindi di sekitar tumpukan sampah, bau busuk dan menyengat dari TPA Desa Buluh, dimana sudah habis umur teknisnya menyebabkan masyarakat enggan membuang sampah ke TPA, melainkan lebih memilih menggunakan aliran sungai untuk membuang sampah. Akibat dari menggunakan aliran sungai untuk membuang sampah maka, sungai semakin dangkal sehingga kemampuan menampung pasokan air hujan semakin menurun dan meningkatkan potensi terjadinya banjir. Kebiasaan masyarakat membuang sampah ke aliran sungai dalam jangka waktu panjang menyebabkan semakin tinggi pencemaran air sungai yang digunakan sumber air utama warga. Kebiasaan buruk masyarakat akan terus berkembang apabila belum ada lahan TPA baru.Sehingga TPA Desa Buluh, Kecamatan Socah harus segera direlokasi ke lahan yang memenuhi indikator kesesuaian lingkungan untuk menghindari terjadinya dampak negatif seperti di TPA Desa Buluh, Kecamatan Socah. (4) Disefektifitas Pengolahan Sampah Pola pengelolaan sampah merupakan faktor penentu apakah sampah akan terkeola dengan baik atau tidak. Pasalnya setiap lahan TPA memiliki kondisi fisik tertentu untuk memilih cara pengolahan sampah. Pola pengolahan di satu TPA dengan TPA lainnya memiliki perbedaan yaitu menggunakan sistem pembuangan terbuka atau pengolahan melalui pengurugan lahan. Sebuah kebijakan pengolahan sampah harus ditentukan dan disesuaikan dengan kondisi fisik lahan, kususnya daya dukung lingkungan. Jika salah memilih cara pengolahan sampah akan
8 berdampak munculnya resiko seperti pencemaran air lindi dari sampah yang membusuk. Keterlibatan instansi terkait untuk mengolah sampah bukanlah satu-satunya jaminan bahwa sampah akan terkelola seluruhnya.Perbandingan antara jumlah sumber daya dengan timbulan sampah tidak sembang. Sampah setiap harinya terus berambah dan harus segera dioalah. Pasalnya jika timbulan sampah tidak segera diolah menyebabkan semakin banyaknya dampak negatif terutama pada sektor sosial, ekonomi, lingkungan dan kebudayaan. Peran serta pemerintah, mayarakat maupun pihak swasta tidak akan berhasil apabila faktor intern berupa daya dukung lingkungan TPA sudah habis umur teknisnya. Paslanya daya dukung lingkungan dan umur teknis TPA penentu keberhasilan pengolahan sampah di lingkungan TPA. Berdasrkan kondisi dan umur teknis TPA digunakan menentuka model pengolahan sampah apakah menggunakan open dumping atau sanitary landfiil. Metode open dumping dan sanitary landfill memiliki kelebihan serta kekurangan. Open dumping biasanya diterapkan di lahan TPA dengan ukuran tidak begitu luas karena tidak bisa dibangun pipa bawah tanah untuk mengalirkan air lindi, namun resiko munculnya semakin besar dampak polusi. Namun sebaliknya metode sanitary landfiil bisa diterapkan di TPA memiliki ukuran sangat luas karena akan digunakan untuk membangun sarana pipa aliran air lindi bawah tanah, namun biaya operasioanl lebih mahal. Umur teknis dan daya dukung lingkungan TPA selain menentukan jenis pengolahan sampah yang akan digunakan, melainkan juga menentukan kemampuan lahan dalam mengolah limbah supaya tidak meresap ke sumber air utama warga. Apabila umur teknis sudah habis, sehingga berkurang juga peran masing-masing zona sekitar TPA untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat melakukan kegiatan sehari-hari diskitar TPA. Misalnya seperti zona penyangga dan areal terbuka hijau di sekitar TPA. Habisnya umur teknis dan berkurangnya daya dukung lingkungan akan memepengaruhi tingkat samapah berhasil diolah. Lain halnya jika umur teknis sudah habis maka, keadaan sarana pengolahan sampah tidak bisa berfungsi seperti biasanya, karena TPA sudah melebihi daya tampung sedangkan kondisi sarana pengolahan
sampah fungsinya sudah tidak Sehingga harus segera direlokasi.
maksimal.
Dampak Lingkungan Nonfisik (sosial) Lingkungan non-fisik merupakan sektor terdampak dari sebuah kebijakan yang mengakibatkan perubahan baik positif maupun negatif. Perubahan yang terjadi tidak berwujud dan tidak bisa dilihat namun bisa dirasakan oleh masyarakat. Beberapa contoh dampak yang ditimbulkan terus beroperasinya TPA Desa Buluh antara lain lambatnya mobilitas status sosial,munculnya pola interaksi kontraktual, munculnya rasa ketidaknyamanan dan munculnya pola pikir skeptis terhadap sampah. (1) Kekawatiran Dampak Polusi Kekawatiran munculnya polusi tetap beroperasinya TPA Desa Buluh menjadi kekawatiran tersendiri penduduk Desa Padurungan. Potensi polusi yang akan ditimbulkan lahan TPA berupa polusi udara akibat bau sampah membusuk, polusi tanah karena polutan dari sampah plastik dan polusi air karena mengalirnya air lindi. Rasa kekawatiran terhadap polusi lahan TPA juga mempengaruhi terhadap rasa ketidaknyamanan warga Desa Buluh walaupun letak pemukiman mereka jauh dari lahan TPA. Namun dampak bau busuk sampah dikawatirkan akan mempengaruhi tingkat pendapatan mereka yang kebanyakan membuka warung makan. Selain itu dampak meresapnya air lindi ke sungai yang merupakan sumber juga menjadi ketakuan warga. Pasalnya air sungai merupakan sumber air utama bagi warga Desa Buluh ketika musim kemarau tiba. Menghadapi dampak polusi udara, tanah dan air selama TPA Desa Buluh beroperasi maka fasilitas kususnya di lahan TPA harus memiliki daya dukung tingi. Sehingga dampak negatif pencemaran bisa dikurangi misalnya penggunaan sistem penimbunan sampah dengan pengurugan tanah, sehingga limbah air lindi dari membusuknya sampah bisa diatasi. (2) Lambatnya Mobilitas Status Sosial Mobilitas stastus sosial merupakan gerakan atau perpindahan kondisi status hidup yang dialami seseorang, sehingga berpengaruh terhadap tingkah laku, kebiasaan, serta penerimaan orang lain terhadap pemilik status. Pergerakan bisa mengalami kemajuan (progress) maupun
9 kemunduran (regress). Terjadinya pergerakan status sosial ini biasanya disebabkan oleh tuntutan beradaptasi dengan keadaan baru di lingkungan sosial untuk mempertahankan hidup. Status sosial merupakan hal penting bagi kehidupan masyarakat. Pasalnya bisa mempengaruhi rasa nyaman atau tidaknya seseorang menjalani kehidupan di tengah keaneragaman karakter masyarakat. Baik secara langsung maupun tidak langsung status sosial tinggi mampu mempengaruhi bagaimana seseorang bersosialisasi dengan sekitarnya,sampai mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dalam jangka panjang. Pasalnya disinilah aka terjadi kerjasama maupun pertentangan antar karakter masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Keadaan individu atau kelompok berbeda apabila mengalami lambatnya tingkat mobilitas sosial. Pasalnya kesempatan untuk memperoleh status sossial lebih tinggi dari sebelumnya tidak bisa terlaksana. Hal inila mendorong terjadinya individu atau kelompok cenederung bertahan dengan status sosial yang mereka miliki sekarang. Disamping individu menerima status sosial yang mereka miliki saat ini, di lain sisii mereka tetap menginnginkan status sosial lebih tinggi. Lambatnya mobilitas sosial dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tempat tinggal dan karakteristik antar masyarakat. Semakin beragam kondisi lingkungan seperti munculnya penilaian orang lain terhadap masyarakat tertentu akan mempengaruhi kesempatan mendapatkan status sosial lebih tinggi. Jika kondisi lingkungan tidak memberikan kesempatan kepada individu atau kelompok maka mobilitas sosial semakin sedikit. Misalnya munculnya penilaian negatif terhadap kalangan masyarakat tertentu. Keadaan ini menyebabkan setiap individu atau kelompok memiliki sedikit kesempata tidak ada bahkan untuk mendapatkan status lebih tinggi. Jika tingkat mobilitas sosial terus melambat, maka berakibat pada individu atau kelompok untuk mengubah taraf ekonomi hidup. (3) Munculnya Pola Interaksi Kontraktual Keanekaragaman karakteristik baik individu, kebudayaan maupun lingkungan sosial menuntut adanya hubungan sosial. Pasalnya setiap individu dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memerlukan bantuan orang lain. Selain itu pola
komunikasi harus dilaksanakan supaya masingmasing individu termasuk kalangan minoritas mampu beradaptasi serta bersosialisasi terhadap kalangan mayoritas, minimal antar dua individu dengan status sosial dan pekerjaan berbeda. Pola interaksi sosial harus dilakukan bukan hanya untuk menciptakan suatu kondisi keseimbangan sosial, melainkan supaya terpenuhinya kebutuhan hidup. Pola hubungan sosial yang saling menguntungkan akan mempermudah akses untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup. Pola hubungan sosial saling menguntungkan akan selalu dipertahankan oleh masyarakat karena kebutuhan hidup semakin tidak terbatas. Namun sebaliknya jika pola interaksi bersifat kontraktual. Maksudnya salah satu bentuk interaksi sosial hanya dalam jangka waktu tertentu berdasarkan tingkat kebutuhan hidup. Semakin banyak kebuthan hidup maka, individu atau kelompok semakin lama berinteraksi dengan orang lain. Begitupun sebaliknya, ketika kebutuhan hidup semakin sedikit maka interaksi antara individu atau kelompok dengan masyarakat lainnya akan semakin singkat. Lama atau tidaknya individu atau kelompok berinteraksi diengaruhi oleh tingkat kebutuhan hidup. Sisi negatif pola interaksi kontraktual salah satunya yaitu setelah kepentingan atau kebutuhan individu atau kelompok sudah terpenuhi maka, intensitas interaksi semakin berkurang bahkan tidak terjadi interkasi sama sekali. Sehingga bisa dipastikan tingkat keakraban sosial sangat rendah. (4)Munculnya Rasa Ketidaknyamanan Adanya gangguan keseimbangan sosial menuntut individu beradaptasi secara terus menerus, kususnya apabila terjadi perubahan fisik lingkungan. Perubahan fisik lingkungan merupakan dampak proses memenuhi semakin tidak terbatasnya kebutuhan hidup. Dampak perubahan fisik langsung dirasakan oleh individu dalam jangka waktu tertentu. Perubahan fisik tidak hanya disebabkan oleh bencana alam, tetapi juga akibat kebijakan pemerintah untuk mengatasi persoalan tertentu. Setiap kebijakan diambil tidak sepenuhnya memberikan dampak positif, tetapi juga dampak negatif. Tingkat dampak negatif yang tidak bisa diperkirakan maka rasa takut individu berbedabeda terhadap dampak langsung perubahan fisik
10 lingkungan. Ada individu yang menanggapi perubahan fisik lingkungan sebagai kebijakan untuk mempermudah pemenuhan kebutuhan hidup, namun ada tanggapan kebijakan merupakan salah satu faktor terganggunya keseimbangan sosial. Namun yang perlu mendapatkan perhatian adalah kekawatiran warga terhadap dampak negtif kebijakan dari pemerintah. Kekawatiran munculnya dampak negatif dari terus diterapkan sebuah kebijakan yang sudah tidak sesuai dengan kondisi lingkungan sosial, sehingga memerlukan kebijakan baru. (5) Munculnya Pola Pikir Skeptis Terhadap Sampah Keberadaan timbunan sampah sangat dimusuhi oleh sebagian orang . Pasalnya keberadaannya dianggap mengganggu baik dari segi lngkungan, sosial, kebudayaan dan sosial. Jumlah timbunan sampah selalu bertambah seiring semakin meingkatnya jumlah penduduk dan kegiatan ekonomi. Salah satunya semakin meningginya timbunan sampah di TPA jika dibiarkan tanpa diolah secara maksimal. Semakn tinggi timbunan sampah di TPA akan mempengaruhi berbagai penilaian masyarakat terhadap sampah. Munculnya berbagai penilaian masyarakat, terutama penilaian negatif akan menghambat tingkat partisipasi warga ikut mengolah sampah. Kondisi TPA apabila sudah habis umur teknis semakin mempengaruhi enilaian masyaralat terhadap sampah. Munculnya pemikiran skeptis masyarakat terhadap sampah misalnya sampah dianggap sebagai benda kotor, berbau, sumber penyakit sehingga layak untuk dibuang. Kondisi penilaian masyarakat semakin diperparah apabila tidak ada kebijakan baru pemerintah untuk menangani sampah secara maksimal. Pemikiran skeptis terhadap sampah akan terus berkembang jika belum ada kebijakan baru kusus pengolahan sampah, karena kebijakan sebelumnya tidak relevan lagi dengan kondisi lingkungan terbaru masyarakat. Apabila kebijakan lama masih terus diterapkan maka, semakin banyak dampak negatif yang ditimbulkan. Apabila dampak negatif semakin banyak maka sikap skeptis masyarakat semakin berkembang dan tidak mau ikut mengolah timbunan sampah. Sehingga pola kemitraan yang direncanakan pemerintah tidak terlaksana.
Padahal pengolahan sampah harus dilaksanaan secara kemitraan karena jumlanya terus bertambah. KESIMPULAN Lahan TPA Desa Buluh, Kecamatan Socah yang sudah habis umur teknisnya, menyebabkan munculnya dampak terhadap lingkungan fisik maupun nonfisik. Dampak yang ditimbulkan bukan hanya dampak negatif, melainkan juga dampak positif. Namun antara dampak positif dan negatif lebih banyak dampak negatif. Pasalnya menurunnya daya dukung lingkungan menyebabkan tidak maksimalnya pengolahan sampah dimana dampaknya langsung dirasakan masyarakat Desa Buluh terutama disekitar TPA. Selama ini pengolahan sampah di Kabupaten Bangkalan terus menggunakan metode open dumping. Metode ini sudah tidak sesuai jika diterapkan dimana jumlah timbulan sampah semakin meningkat. Penerapan metode open dumping mengakibatkan semakin banyak dampak negatif terhadap lingkungan baik fisik maupun nonfisik. DAFTAR PUSTAKA Adisasmita, Rahardjo. 2013. Teori-Teori Pembangunan Ekonomi Pertumbuhan Ekonomi dan Pertumbuhan Wilayah, Graha Ilmu : Yogyakarta. Ariwigati, Wahyu, 2006, Identifikasi Biaya Lingkungan dalam Penerapan Manajemen Biaya Lingkungan pada PT.Sidoarjo Universal Metal Work sebagai Tanggung Jawab perusahaan Terhadap Kelestarian Lingkungan, Skripsi Fakultas Ekonomi Akuntansi, Universitas Airlangga: Surabaya. Arsyad, Lincollin. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah.1999, BPFE : Yogyakarta. Azrul, Azwar, 1995, Pengantar Kesehtan Lingkungan, PT. Mutiara Sumber Ilmu :Jakarta. Damanhuri, Enri dan Padmi,Tri. 2011, Buku Ajar teknologi Pengelolaan Sampah, ITB: Bandung. Depkes RI., 1987, Pembuangan Sampah Jakarta, Proyek pengembangan Tenaga Sanitasi pusat.
11 Dunn, Wiliam N. 2000. Pengantar Analissi Kebijakan Publik Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta
Parson, Wayne, 2001, Pengantar teori dan Praktik Analisis Kebijakan, Kencana Prenada Media Group : Jakarta.
Dwijawijoto, Riant Nugroho, 2003, Kebijakan Publik, Formulasi, Implementasi dan Evaluasi, Elex Media Komputindi: Jakarta.
Salim, Agus, 2006, Teori Paradigma Penelitian Sosial Edisi Kedua,Tiara Wacana, Yogyakarta.
Fidiawati, Linda, 2009, Pengelolaam di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah Kabupaten Jombang dan Kesehatan Lingkungan, Skripsi , Universitas Airlangga. Firdaus, Miftahul, 2013, Teori Perubahan Sosial, http://sosbud.kompasiana.com/2013/08/16/teo ri-perubahan-sosial-581446.html, diakses tanggal 12 November 2013. Haryanto, Sindung, 2012, Spektrum Teori Sosial: Dari Klasik Hingga Postmodern, Ar-Ruzz Media, Jogjakarta. Jones, O.Charles, 1991, Pengantar Kebijakan Publik (Public Policy), CV.Rajawali: Jakarta. Kalibulin, Edi Slamet, 2006. Hubungan Pengelolaan Sampah Terbuka (Open dumping) di TPA dan Kejadian Diare pada Balita, Skripsi. Surabaya.Universitas Airlanga. Keban, Yaremias.T. 2008, Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik Konsep, Teori dan Isu, Gava Media, Yogyakarta. Koestoer, Raldi Hendro,dkk, 2001, Dimensi Keruangan Kota Teori dan Kasus, UI-Press, Jakarta. Manik,Karden Eddy Sontang,2003, Pengelolaan Lngkungan Hidup, Djambatan, Jakarta. Nasution,S, 2006, Aksara, Jakarta.
Metode
Research,
Bumi
Nawawi, Hadari,1992, Instrumen Penelitian Bidang Sosial, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Soejono dan Abdurrahman, Metode Peneltian Suatu Pemikian dan Penerapan, Rineka Cipta, 2005, Jakarta. Strauss, Anselm, dan Corbin, Juliet, 2009, Dasardasar penelitian Kualitatif, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Soegijoko, Budhy Tjahjati Sugijanto,dkk (ed.), 2005. Bunga Rampai Pembangunan Kota Indonesia dalam Abad 21 Pengalaman Pembangunan Perkotaan di Indonesia, URDIYSS, Jakarta. Soekanto, Soerjono, 1983, Teori Sosiologi tentang Perubahan Sosial, Jakarta. Susantono, Bambang. 2009, Strategi dalam Penataan Ruang dan Pengembangan Wilayah, KATA, Jakarta . Syani, Abdul, 1995, Sosiologi dan Perubahan Masyarakat , Dunia Pustaka Jaya , Bandar Lampung. Peraturan Daerah kabupaten Bangkalan Nomor 10 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten bangkalan Tahun 20092029. Primyastanto, Mimit, 2011, Feasibility Study Usaha Perikanan (sebagai Aplikasi Dari Teori Studi Kelayakan Usaha Perikanan), UB Press, Malang. Raharjo,Mursid, 2007, Memahami Graha Ilmu, Yogyakarta.
AMDAL,
Notoatmodjo, Soekidjo,2002. Metodologi Penlelitian Kesehatan. PT.Rineka Cipta: Jakarta.
Tchobanologous, George, Hillary Theisen, Samuel A.Vigil.1993. Integrated Solid Waste management : United State.
Nugroho, Riant. 2008, Public Policy,Gramedia, Jakarta.
Triana, Rochyati Wahyuni,2011, Implementasi & Evaluasi Kebijakan Publik, Universitas Airlangga: Surabaya.
Paramitha, Isyana, 2007,Hubungan Jarak Pembuangan Sampah terhadap Kualitas Kimia Air Tambak dan Status Kesehatan Masyarakat Pengkonsumsi Ikan Tambak : Studi di Area tambak Sekitar TPA Benowo, Surabya, Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga : Surabaya.
Widodo, Joko, 2007, Analisis Kebijakan Publik, Bayumedia Publishing, Malang. Winarno, Budi. 2012, Kebijakan Publik Teori, Proses dan Studi kasus, CAPS, Yogyakarta. Wirartha, I Made, 2006, Metodologi Sosial Ekonomi, ANDi, Yogyakarta.
12 Wrahatnala, Bondet, 2013, Teori Perubahan Sosial, http://ssbelajar.blogspot.com/2013/05/teoriperubahan-sosial.html ,diakses tanggal 12 November 2013. Zanynu,M.Azwan, Menentukan Informan/ Responden/Sampel, http://isukomunikasi.blogspot.com/2011/03/me nentukan-nformanrespondensampel.html diakses tanggal 12 November.
POLA PENANGANAN KASUS PERCERAIAN DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN NGUNUT KABUPATEN TULUNGAGUNG Rina Nur Azizah Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Madura rina
[email protected] Abstract The marriage of a great event in the life of a human being between a man and a woman to live together concerning the bond as husband and wife with the aim of forming a family (household) were happy and conserved in order to worship and bertaqarrub Ilallah and follow the Sunnah of Rasul's to bring up a happy home prosperous, sakinah, mawaddah, warahmah institutions to create good human generation, which is blessed by Allah SWT.This research was motivated by the occurrence of divorce cases in the Office of Religious Affairs Ngunut Tulungagung subdistrict, how the pattern of handling divorce cases in the District Office of Religious Affairs Ngunut well as factors that support and hinder handling divorce cases in the Office of Religious Affairs Ngunut Tulungagung subdistrict.The method used is descriptive research with a qualitative approach where the focus of research conducted at the Office of Religious Affairs District of Ngunut Tulungagung which has been mentioned in the Marriage Act that divorce can only be done in the Religious Court after the court concerned to try and not succeed reconcile the two sides.The results of research in the can is, the pattern of handling divorce cases in order to improve public services which include registration of marriages, Adviser husband and wife who were at loggerheads conducted by BP4 (Advisory Board, Marriage, Dispute and Divorce) as well as recording a pledge of divorce and break up divorce dap at said handling quite well when based on fewer and fewer complaints from the public regarding the service delivered to KUA Ngunut Tulungagung subdistrict.PPN officer can only monitor and record the marriage as well as informing refer only, while the process of divorce and accountable only to do a hearing of the Religious Court.Factors that become an obstacle in handling divorce cases is the lack of public understanding about the rules and regulations, especially laws on marriage. Keywords: Divorce, Marriage, Public Services. Abstrak Perkawinan suatu peristiwa besar dalam kehidupan manusia antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk hidup bersama yang menyangkut ikatan batin sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal dalam rangka beribadah dan bertaqarrub Ilallah serta mengikuti sunah Rasul untuk membangung rumah tangga yang bahagia sejahtera, sakinah, mawaddah, warahmah guna melahirkan generasi manusia yang baik, yang diridhai oleh Allah SWT. Penelitian ini dilatar belakangi oleh terjadinya kasus perceraian di Kantor Urusan Agama Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung, bagaimana pola penanganan kasus perceraian di Kantor Urusan Agama Kecamatan Ngunut serta faktor-faktor apa yang mendukung dan menghambat penanganan kasus perceraian di Kantor Urusan Agama Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif dimana fokus penelitian dilaksanakan di Kantor Urusan Agama Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung dimana yang telah disebutkan di dalam Undang-Undang Perkawinan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di Pengadilan Agama setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Hasil penelitian yang di dapat adalah, pola penanganan kasus perceraian dalam rangka meningkatkan pelayanan publik yaitu meliputi pencatatan perkawinan, penasihan suami istri yang sedang berselisih yang dilakukan oleh BP4 (Badan Penasehat, Pernikahan, Perselisihan dan Perceraian) serta pencatat ikrar talak dan putus cerai dapat dikatakan penanganan berjalan cukup baik apabila didasarkan atas semakin sedikit keluhan dari masyarakat mengenai pelayanan yang disampaikan kepada KUA Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung. Petugas PPN hanya dapat mengawasi dan mencatat nikah serta memberitahukan rujuk saja, sedangkan proses cerai dan gugat hanya dapat dilakukan didepan sidang Pengadilan Agama. Faktor yang menjadi penghambat dalam menangani kasus perceraian ini adalah masyarakat kurangnya memahami tentang ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan perundang-undangan khususnya tentang perkawinan. Kata Kunci : Perceraian, Perkawinan, Pelayanan Publik.
13
14 PENDAHULUAN Di era reformasi saat ini, salah satu sasaran pembangunan adalah di bidang agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini dimaksudkan bahwa pembangunan masyarakat itu dapat mengarah pada pendangkalan kehidupan keagamaan spiritual. Sebagai umat beragama dalam Negara Pancasila yang sedang membangun maka tugas umat beragama adalah mengamalkan sebaik-baiknya ajaran agama masing-masing dan mengemban tugas bersama untuk membangun bangsa dan negara. Kebahagiaan dan keharmonisan dalam kehidupan rumah tangga merupakan hal yang dicita-citakan oleh setiap keluarga yang juga merupakan satuan tujuan dalam membina rumah tangga. Sebagai keluarga antara suami atau istri mempunyai hak dan kewajiban sebagai seorang suami istri. Suami harus dapat memenuhi kewajiban sebagai seorang suami begitu pula bagi seorang istri. Dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974 Bab VI pasal 30 disebut bahwa suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar susunan masyarakat. Dalam suatu bahtera rumah tangga selalu ada cobaan-cobaan baik batiniah maupun lahiriah, tetapi pada kenyataannya dalam hal lahirian manusia sering goyah dan tidak mampu mengatasinya. Dengan demikian bahwa suatu masyarakat tertentu dapat berhubungan antara individu yang menyebabkan dapat terbentuknya kekurangan anggota masyarakat yang satu oleh kelebihan anggota masyarakat lainnya. Hal ini berarti juga bahwa kebutuhan anggota masyarakat yang satu dapat dipenuhi oleh anggota masyarakat yang lainnya. Salah satu penyebab terjadinya suatu perceraian adalahkurang mampunya suami istri dalam menghadapi kehidupan berkeluarga. Adapula dikarenakan antara suami istri tidak pernah adanya interaksi atau hubungan timbal balik maka bisa menjadikan rumah tangga mereka bisa hancur. Hubungan timbal balik itu sangat dibutuhkan dalam rumah tangga. Sesuai dengan pendapat Djoko Prakoso dan I Ketut Murtika, 187 (dalam Farid : 2005) menyebutkan bahwadalam suatu rumah tangga harus terbina ikatan
kekerabatan tidak adanya sikap individualis dan matrealistis. Di Indonesia, Undang-Undang perkawinan nasional, berfungsi menampung prinsip-prinsip dan memberikan landasan hukum perkawinan yang selama ini menjadi pegangan yang telah berlaku bagi berbagai golongan dalam masyarakat, dan dibagi golongan orang-orang Islam. Peraturan perundangan yang mengatur perkawinan bagi umat Islam telah diberlakukan sejak tahun 1946 yaitu dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 22 tahun 1946, UndangUndang N0. 32 tahun 1954 dan yang terakhir disempurnakan dengan Undang-Undang No. 1 tahun 1974 yang berbunyi : “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Pemberlakuan Undang-Undang No. 1 tahun 1974 ini dituangkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 tanggal 1 Oktober 1975. Kantor Urusan Agama Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung merupakan salah satu dari 19 KUA yang ada di Kabupaten Tulungagung mulai menunjukkan keberhasilannya dalam menangani masalah pernikahan dan perceraian. Terutama kasus perceraian, dengan pelayanan yang baik maka memberikan kepuasan kepada masyarakat. Dengan salah satu indikatornya adalah tentang data / jumlah perceraian. Untuk menanganiny dengan menggunakan pola. Sedangkan yang dimaksud pola disini adalah “cara”. Jadi Kantor Urusan Agama Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung dalam penanganan kasus perceraian dengan menggunakan berbagai cara demi kelancaran tugas yang diemban oleh Kantor Urusan Agama tersebut. Penelitian ini dimaksud untuk mengetahui latar belakang terjadinya kasus percerian di Kantor Urusan Agama Kecamatan Ngunut, Kabupaten Tulungagung. Ruang lingkup masalah penelitian ini berkaitan dengan pola penanganan kasus percraian di Kantor Uruan Agama Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung.
15 Perceraian adalah putusnya ikatan perceraian perkawinan antara suami istri yang terjadi karena talak atau gugatan perceraian. Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. (Binti, 2014 : 16). Adapun perceraian itu bermacam-macam antara lain adalah : (1) Talak, (2) Khulu’, (3) Fasakh, (4) Li’an, (5) Zhihar. Adapun beberapa akibat perceraian diantaranya adalah : a. Akibat perceraian dalam perundangan, adalah menurut UU No. 1 Tahun 1974 apabila putus perkawinan karena perceraian mempunyai akibat hukum terhadap anak, bekas suami/istri, dan harta bersama. b. Akibat cerai dalam hukum adat adalah pada umumnya menurut hukum adat yang ideal, baik putus perkawinan karena kematian maupun karen perceraian, membawa akibat hukum terhadap kedudukan suami dan istri, terhadap pemeliharaan, pendidikan dan kedudukan anak, terhadap keluarga dan kerabat dan terhadap harta bersama, harta bawaan dan pemberian warisan. c. Akibat cerai dalam hukum agama, adalah apabila terjadi perceraian menurut hukum agama Islam maka akibat hukumnya yang jelas adalah dibebankan kewajiban suami terhadap istri dan anaknya, seperti memberi mut’ah, memberi nafkah hidup, memberi nafkah untuk mendidik anak dan melunasi perkawinan. (Mahmud Yunus dalam Binti : 2004). Dalam penelitian ini teori yang digunakan adalah teori manajemen publik. Manajemen yang dibutuhkan oleh semua organisasi, karena tanpa manajemen, semua usaha akan sia-sia dan pencapaian tujuan akan lebih sulit, pengertian manajemen begitu luas, sehingga dalam kenyataannya tidak ada definisi yang dilakukan secara konsisten oleh semua orang, seperti yang dikemukakan oleh (Stoner dalam Handoko 1998 : 2) menyatakan bahwa “Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, dan penggunaan sumberdaya-sumberdaya organisasi lain agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan”. Menurut Sianipar (2000 : 6) pelayanan publik adalah “segala bentuk pelayanan sektor publik yang dilaksanakan aparat
pemerintah, termasuk pelaku bisnis BUMN/BUMD dan swasta dalam bentuk barang dan atau jasa yang sesuai dengan bentuk kebutuhan masyarakat, dan peraturan UndangUndang yang berlaku”. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif terhadap suatu fenomena yang dilakukan oleh sebuah kantor terhadap lingkungannya dalam upaya menghasilkan strategi yang tepat. Penggunaan metode ini karena metode ini dengan melakukan pencatatan secara seksama dan pengagendakaan informasi dari informasi terpilih serta mendokumentasikan yang kemudian menguraikan dan menginterplasikan data. HASIL DAN PEMBAHASAN A. POLA PENANGANAN KASUS PERCERAIAN DIKANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN NGUNUT Kantor Urusan Agama Kecamatan Ngunut dalam melaksanakan atau penanganan kasus perceraian harus semaksimal mungkin, hal ini dilaukan agar mencapai keluarga yng bahagia lahir dan batin. Sebelum diadakan sidang perceraian maka tugas Kantor Urusan Agama adalah mendamaikan kedua belah pihak agar tidak terjadi perceraian. Tugas yang diemban oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan Ngunut dalam melayani masyarakat terutama kasus pernikahan dan kasus perceraian adalah sebagai motivator dan pelaksana. Motivator yang dimaksud adalah Kantor Urusan Agama Kecamatan Ngunut sebagai pendorong dan menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang tugas-tugas KUA serta prosedur-prosedur dalam pelayanan pernikahan. Menurut Moleong (1995 : 190), langkah yang diperlukan dalam analisis data adalah dimulai dengan menelaah seluruh data tang tersedia dari berbagai sumber. Setelah dibaca, dipelajari dan ditelaah maka langkah selanjutnya mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan membuat abstraksi atau rangkuman inti. Sedangkan yang dimaksud dengan pelaksanaan adalah Kantor Urusan Agama Kecamatan Ngunut mempunyai tugas dalam
16 melayani pernikahan dan perceraian.Menuru Undang-Undang Perkawinan, perceraian hanya dapat dilakukan di Pengadilan Agama. Bagi kedua belah pihak diadakan penasehat di desa agar tidak terjadi perceraian, apabila kedua belah pihak tidak bisa didamaikan di Kecamatan maka dibawa ke Pengadilan, dan di Pengadilan diadakan sidang. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka sejak berlakunya Undang-Undang Perkawinan secara efektif,yaitu sejak tanggal 1 Oktober 1975 tidak dimungkinkan terjadinya perceraian di luar sidang Pengadilan. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa, antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri. Kantor Urusan Agama Kecamatan Ngunut dalam melaksanakan atau penanganan kasus perceraian harus semaksimal mungkin, hal ini dilakukan agar mencapai keluarga yang bahagia lahir dan batin. Sebelum diadakan siding perceraian maka tugas Kantor Urusan Agama adalah mendamaikan kedua belah pihak agar tidak terjadi perceraian. Tugas yang diemban Kantor Urusan Agama Kecamatan Ngunut dalam melayani masyarakat terutama kasus pernikahan dan kasus perceraian adalah sebagai motivator dan pelaksana. Motivator yang dimaksud adalah Kantor Urusan Agama Kecamatan Ngunut sebagai pendorong dan penumbuh kesadaran masyarakat tentang tugas-tugas KUA serta prosedur-prosedur dalam pelayanan pernikahan. Sedangkan yang dimaksud dengan pelaksana adalah Kantor Urusan Agama Kecmatan Ngunut mempunyai tugas dalam melayani pernikahan dalam perceraian. Menurut Undang-Undang Perkawinan, perceraian hanya dapat dilakukan di Pengadilan Agama. Bagi kedua belah pihak diadakan penasehat di desa agar tidak terjadi perceraian, apabila kedua belah pihak tidak bias didamaikan di desa maka diadakan penasehat oleh BP4 Kecamatan. Apabila kedua belah pihak tidak bias didamaikan di Kecamatan maka dibawa kePengadilan, di Pengadilan diadakan persidangan. Berdasarkan ketentuan tersebut maka sejak berlakunya Undang-Undang Perkawinan secara efektif, yaitu sejak tanggal 1 Oktober 1975 tidak dimungkinkan terjadinya perceraian di luar siding pengadilan. Untuk melakukan perceraian harus
ada cukup alas an bahwa, antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri. Karena salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban rumah tangga perkawinan sebagai suami istri. PPN yang memwilayahi tempat tinggal tersebut berkewajiban mendaftarkan ikrar talak dan putusan cerai gugat yang diterima panitera pengadilan agama atau pejabat yang ditunjuk dalam buku pendaftaran talak dan buku pendaftaran cerai, kemudian memasukkan dalam data peristiwa terjadinya cerai talak atau cerai gugat. Seperti yang dikemukakan oleh Bapak djumar, S.Ag selaku Kepala KUA bahwa : “Dalam menangani masalah perceraian, masyarakat datang dilembaga yang ada di KUA yaitu BP4 untuk meminta penasehat masalah dalam rumahtangga. PPN menasehati kedua belahpihak yang sedang berselisih agar dapat diselesaikan secara kekeluargaan. Apabila tidak berhasil, maka PPN menganjurkan untuk diselesaikan lewat Pengadilan Agama karena proses cerai talak/cerai gugat hanya dapat dilakukan di depan Pengadilan Agama” B. FAKTOR PENDUKUNG DAN FAKTOR PENGHAMBAT Kantor Urusan Agama Kecamatan Ngunut dalam menangani kasus peceraian didukung oleh beberapa faktor pendukung dan penghambat, adapun faktor-faktor yang mendukung dan menghambat dalam menangani kasus perceraian adalah sebagai berikut : 1. Faktor Pendukung Kantor Urusan Agama Kecamatan Ngunut dalam menangani kasus perceraian ditunjang oleh beberapa faktor yang mendukung. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Bapak Djumar, S.Ag bahwa : “Di dalam melaksanakan Undang-Undang Perkawinan, PPN dan wakit PPN mengdepankan pendekatan persuasif agar masyarakat bisa memahami Undang-Undang Perkawinan”Diantara faktor yang mendukung penanganan kasus perceraian antara lain : a. Pelaksanaan Undang - Undang Perkawinan Petugas Kantor Urusan Agama yang juga dikenal dengan PPN (Pegawai Pencatat Nikah) mempunyai tugas melaksanakan UndangUndang Perkawinan dengan baik. Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan harus
17 memenuhi syarat-syarat yang ada dalam Undang-Undang Perkawinan yang selanjutnya akan diperiksa oleh petugas Kantor Urusan Agama Kecamatan Ngunut. b. Permasyarakatan Undang-Undang Perkawinan dengan melalui penyuluhan oleh PPPN Sebagaimana yang dijelaskan oleh Bapak Djumar, S.Ag bahwa : “Penyuluhan Undang-Undang Perkawinan dilakukan pada waktu pengajian – pengajian, khutbah, walimahan dan pada waktu pertemuan-pertemuan”.Adapun penyuluhan yang dilaksanakan oleh Pembantu Pegawai Pencatat Nikah Kantor c. Pendewasaan Usia Nikah Dengan adanya pendewasaan usia nikah, maka bagi orang yang hendak menikah seharusnya mengerti soal batas usia nikah tersebut. Tujuannya adalah menghindari hal-hal yang menyimpang bagi pasangan suami istri dalam kehidupan yang harmonis. d. Peran Orang Tua dalam Pembinaan Rumah Tangga Peran orang tua sangat penting, karena bila anak yang lepas dari kendali orang tua maka tidak akan mengerti apa artinya perkawinan dan akan menyimpang dalam kehidupan rumah tangganya. Maka tugas orang tua adalah mengawasi dalam kehidupan rumah tangga anaknya. e. Pengamalan Keagamaan Pengalaman agama tersebut misalnya diadakan pengajian. Masyarakat kecamatan Ngunut moayoritas penduduknya beragama Islam. Sedangkan pengajian merupakan suatu kegiatan yang sering dilakukan oleh masyarakat Kecamatan Ngunut yang biasanya bertempat di Masjid dan Musholla. f. Pengaruh Lingkungan yang positif Dengan pengaruh lingkungan yang positif maka orang tidak akan terjerumus dalam pergaulan bebas. Seperti Narkoba, free sex dan lain sebagainya. Apabila seseorang yang sudah berumah tangganya akan tersesat dan akan terjadi perceraian. Dalam menangani kasus perceraian Kantor Urusan Agama Kecamatan Ngunut di dukung oleh beberapa faktor yang diantaranya sosialisasi perundangan perkawinan yang dilaksanakan oleh
petugas KUA Kecamatan Ngunut. KUA Kecamatan Ngunut juga melakukan pembinaan. Pembinaan hal ini banyak dilakukan melalui peran orang tua terhadap anak. Disamping melalui pembinaan, pendewasaan usia nikah dan pengamalan keagamaan sangat diutamakan. Karena dengan mengurangi pernikahan di usia muda akan mengurangi pula jumlah perceraian. Selain itu pembinaan juga dilakukan kepada calon pengantin. Karena calon pengantin akan membentuk sebuah keluarga baru yang diharapkan dapat melahirkan anak-anak yang sholehah untuk menunjang pembangunan nasional. Untuk membentuk keluarga yang bahagia, petugas Kantor Urusan Agama memberikan ceramah agar dalam membina rumahtangga bias berjalan dengan baik yang dilandasi dengan saling pengertian antara kedua belah pihak. Selain itu pembinaan atau menasehati juga dilakukan pada pasangan suami istri yang sedang berselisih dalam hal ini dilaksanakan oleh BP4. Apabila kedua belah pihak sudah tidak bias hidup bersama lagi, maka BP4 menganjurkan untuk diselesaikan di Pengadilan Agama. 2. Faktor Penghambat a. Faktor Internal Sumber Daya Manusia Faktor sumber daya manusia dalam KUA sendiri masih kurang mencukupi maka penanganan kasus percerian akan terhambat. Birokrasi Dalam penanganan kasus perceraian, masyarakat akan mendapatkan pelayanan di KUA biasanya mengeluh tentang birokrasi yang berbelit-belit serta kurang tanggap dalam hal mengurus pencatat nikah. b. Faktor Eksternal Dalam penanganan kasus perceraian masih ada sebagian masyarakat yang kurang memahami ketentuan atau peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan pernikahan Faktor yang sangat penting dalam menangani kasus perceraian adalah Sumber Daya Manusia, karena apabila dalam masyarakat sudah cukup mengerti tentang tugas dan prosedurnya, faktor sumber daya manusia dalam KUA sendiri kurang mencukupi maka penanganan kasus perceraian akan terhambat.
18 Selain faktor SDM, faktor birokrasi juga menghambat dalam penanganan kasus perceraian. Dalam penanganan kasus perceraian, masyarakat yang akan mendapatkan pelayanan di KUA biasanya mengeluh tentang birokrasi yang berbelit-belit serta kurang tanggap dalam hal mengurus pencatatan pernikahan. Faktor penghambat yang terakhir adalah dalam menangani kasus perceraian, masih ada sebagian masyarakat yang kurang memahami ketentuan atau peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan pernikahan. Serta adanya kekurang puasan terhadap peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan pemerintah khususnya dalam hal penikahan. PENUTUP Pada analisis hasil penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, selanjutnya peneliti mengambil kesimpulan bahwa pada umumnya aturan tentang perceraian di dalam hukum adat dipengaruhi oleh agama yang dianut masyarakat yang bersangkutan. Jadi anggota masyarakat adat yang menganut agama Islam dipengaruhi oleh hukum perkawinan dan perceraian Islam, begitu juga dengan penganut agama lainnya. Penanganan kasus perceraian dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat yaitu meliputi pencatat perkawinan, menasehati suami istri yang sedang berselisih yang dilakukan oleh BP4 (Badan Penasehat Pernikahan, Perselisihan dan Perceraian) serta pencatat ikrar talak dan putus cerai dapat dikatakan bahwa penanganan tersebut berjalan cukup baik, hal ini didasarkan atas semakin sedikitnya keluhan dari masyarakat mengenai pelayanan yang disampaikan kepada KUA Kecamatan Ngunut. Petugas PPN pada Kantor Urusan Agama Kecamatan Ngunut hanya mengawasi dan mencatat nikah serta pemberitahuan rujuk saja, sedangkan proses cerai dan cerai gugat hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama. KUA Kecamatan Ngunutdalam hal ini adalah PPN hanya mencatat dan mendaftarkan
ikrar talak dan putusan cerai gugat yang diterima dari Panitera Pengadilan Agama. Faktor yang menjadi penghambat bagi penanganan kasus perceraian adalah masih adanya sebagai masyarakat yang kurang memahami ketentuan-ketentuan dan peraturan – peraturan perundang-undangan khususnya dalam hal pernikahan. Dengan sedikitnya faktor penghambat tersebut, maka Kantor Urusan Agama Kecamatan Ngunut semakin mudah dalam menangani atau memberikan pelayanan kepada masyarakat. DAFTAR PUSTAKA Binti, Salamah, (2004) Dampak TKI terhadap Perceraian. Skripsi Sarjana Fakultas Ilmu Administrasi. Universitas Islam Malang Farid, Indanus, (2005) Pola Penanganan Kasus Pernikahan, Perselisihan dan Perceraian. Skripsi Sarjana Fakultas Ilmu Administrasi Publik. Universitas Islam Malang.
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PAMEKASAN DALAM PERSPEKTIF SUSTAINABLE DEVELOPMENT Fajar Surachman Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Madura
[email protected] Erina Saputri Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Madura
[email protected]
Abstrak Implementasi kebijakan rencana tata ruang wilayah Pamekasan masih banyak terjadi permasalahan dalam waktu tiga tahun terakhir pembangunan di Kabupaten Pamekasan tidak mengalami perubahan yang signifikan, RTH yang tidak mencapai target dan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan fungsinya. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Dengan menggunakan teori implementasi kebijakan Edward III, Hasil peneliti ini menunjukkan bahwa : 1.Produk kebijakan Perda Nomor 16 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pamekasan Tahun 2012 - 2032 sudah tersusun dengan baik dan sistematis.2.Implementasi kebijakan rencana tata ruang di Kabupataen Pamekasan cukup baik namun masih terjadi ketidaksesuaian.3. Proses komunikasi antar SKPD masih tumpang tindih, penempatan SDM yang tidak menganut The Right Man On The Right Place masih terjadi sehingga keahlian di masing – masing tugas masih dirasa sangat kurang. Kata Kunci : Implementasi Kebijakan, Pembangunan, RTRW Abstract Policy implementation of spatial plans Pamekasan have many problems occur within three years of development in Pamekasan not change significantly, RTH does not reach the target and land use that does not comply with its function. This study uses qualitative research, the results of this study indicate that the use of the theory of Edward III policy implementation, results of this research show that: 1.Produk policy Regulation No. 16 Year 2012 on Spatial Planning Pamekasan Year 2012-2032 is in good order and sistematis.2. Implementation of spatial planning policy in Pamekasan Kabupataen pretty good but there are not appropriate .3. The communication process between SKPD still overlap, HR placements that do not adhere The Right Man On The Right Place still occur so that expertise in each task is still considered very less. Keywords: Policy Implementation, Development, Spatial
19
20 PENDAHULUAN Pembangunan Nasional tidak dapat dilepaskan dari pembangunan daerah.dalam problema lingkungan sejauh ini semakin krusial permasalahan yang penting dari berbagai pihak, sehingga dalam sosialisasi mengenai pemikiran tentang pembangunan berkelanjutan perlu terus untuk dilaksanakan serta dikembangkan. Dalam pembangunan yang berkelanjutan ialah suatu tantangan yang sangat besar bagi seluruh negara di dunia, terlebih lagi bagi negara berkembang seperti Indonesia. Tata ruang adalah wujud dari struktur ruang danpola ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman. Data Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) melansir tingkat kerusakan lingkungan di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahun.Kerusakan hutan di Indonesia tahun 2012 mencapai 0,45 p.a terbagi menjadi kerusakan kawasan hutan 0,32 p.a dan di luar kawasan hutan 0,13 p.a. Penurunan kualitas lingkungan, yakni pada 2009 sebesar 59,79%, 2010 sebesar 61,7%, dan 2011 sebesar 60,84%. Hal ini juga diperkuat dengan data terakhir menuju Indonesia Hijau di mana Indonesia hanya memiliki luas tutupan hutan sebesar 48,7 persen seluruh Indonesia. Peraturan Daerah mengenai rencana tata ruang wilayah kota yang sudah berlangsung selama tiga tahun, masih ada ketidak sesuaian dengan tujuan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2012 yaitu Tentang Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten Pamekasan 2012-2032, Cakupan Wilayah perencanaan tata ruang wilayah Kabupaten Pamekasan mencakup wilayah administrasi yang terdiri atas : Kecamatan Pamekasan, Kecamatan Tlanakan, Kecamatan Pademawu, Kecamatan Proppo, Kecamatan Palengaan, Kecamatan Pagentenan, Kecamatan Pakong, Kecamatan Waru, Kecamatan Batu Marmar, Kecamatan Pasean, Kecamatan Kadur, Kecamatan Larangan, Kecamatan Galis. Kabupaten Pamekasan memiliki potensi sumberdaya alam yang masih baik di sektor pertanian, perikanan, peternakan, perindustrian, perdagangan dan jasa, sektor-sektor tersebut sangat penting fungsinya karena merupakan modal dasar untuk kelangsungan pengembangan
wilayah, terutama dalam era otornomi daerah seperti saat ini. Dalam rangka otonomi daerah maka sumber daya yang ada harus dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya, tidak boleh dieksploitasi secara berlebih, dan harus dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan bersama. Dalam ruang lingkup Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2012 Tentang RTRW Tahun 20122032, bagian kelima pasal 47 mencakup penetapan kawasan strategis yang terdiri dari ; 1. Kawasan Strategis dari sudut kepentingan ekonomi 2. Kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial 3. Kawasan strategis dari sudut kepentingan budaya 4. Kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan Penataan ruang wilayah Kabupaten Pamekasan sangat penting untuk kebutuhan masyarakat saat ini dan menjadi aset yang dapat dimanfaatkan dimasa yang akan datang, dalam waktu 3 tahun terakhirnya Kabupaten Pamekasan tidak mengalami perubahan pembangunan fisik yang cukup meningkat, kerusakan ruang terbuka hijau (RTH) dan pembangunan RSU di Kecamatan Waru yang menyisakan persoalan limbah di masyarakat Waru, dari sektor pariwisata dan budaya Kabupaten Pamekasan masih jauh tertinggal Kabupaten Sumenep, konsep taman kota yang tidak terbuka memancing Pro dan kontra, pembangunan pada hakikatnya harus memiliki substansi dan kesesuaian. Pelaksanaan RTRW masih belum optimal, dominasi pimpinan pejabat publik masih sangat dirasakan, misalnya pembangunan Stadion yang sampai saat ini belum selesai pengerjaannya, pemerintah sebagai aktor internal belum optimal dalam melakukan penataan ruang sesuai denga aturan yang telah ditetapkan, peraturan daerah yang sudah dibuat menjadi rumusan kebijakan belum sepenuhnya dijadikan rujukan atau acuan, sehingga tidak jarang program yang dilaksanakan menjadi masalah, yang berdampak pada masyarakat yang berada dikawasan tersebut. Penataan ruang terkait langsung dengan kehidupan masyarakat dan merupakan salah satu kebutuhan vital belum sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat.
21 Implementasi Peraturan Daerah nomor 16 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pamekasan Tahun 2012-2032, dimaksudkan untuk mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, keseimbangan antara Perda dan tata laksana pemanfaatan ruang, secara efektif, efisien, dan menyelesaikan dampak yang dirasakan oleh masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dalam mewujudkan tata ruang wilayah yang berkualitas. Sehingga implementasi kebijakan Perda nomor 16 tahun 2012 sesuai dengan arahan pemanfaatan ruang wilayah, dan prosesimplementasinya dilakukan berdasarkan indikasi program sudah ada, tidak hanya sekedar menjadi Peraturan saja akan tetapi peraturan bisa menjadi acuan terhadap implementasi kebijakan. Dalam pandangan Edwards III (1980) dalam bukunya yang berjudul“Implementing Public Policy” ,mengemukakan pendapatnya bahwa terdapat faktor atau variabel kritis dalam implementasi kebijakan publik, yaitu : komunikasi, sumberdaya, disposisi (sifat kecenderungan), dan struktur birokrasi. (Widodo, 2010, h:96) secara terperinci Edwards III (1980) menjelaskan keempat faktor tersebut sebagai berikut: 1. Komunikasi diartikan sebagai “proses penyampaian informasi komunikator kepada komunikan”. Dimensi transmisi menghendaki agar kebijakan publik disampaikan tidak hanya disampaikan kepada pelaksana (implementors) kebijakan tetapi juga disampaikan kepada kelompok sasaran kebijakan dan pihak lain yang berkepentingan baik secara langsung maupun tidak langsung. 2. Sumberdaya, Edward III dalam Widodo (2010:98) mengemukakan bahwa faktor sumberdaya mempunyai peranan penting dalam implementasi kebijakan. \Sumberdaya Manusia, Sumberdaya manusia merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan kebijakan. Edward III dalam Widodo (2010:98) menyatakan bahwa “probably the most essential resources in implementing policy is staff”. Edward III dalam Widodo (2010:98) menambahkan “no matter how clear and consistent implementation order are and no matter
accurately they are transmitted, if personnel responsible for carrying out policies lack the resources to do an effective job, implementing will not effective” 3. Disposisi, Pengertian disposisi menurut Edward III dalam Widodo (2010:104) dikatakan sebagai “kemauan, keinginan dan kecenderungan para perlaku kebijakan untuk melaksanakan kebijakan tadi secara sungguh sungguh sehingga apa yang menjadi tujuan kebijakan dapat diwujudkan”. Edward III dalam Widodo (2010:104-105) mengatakan bahwa : jika implementasi kebijakan ingin berhasil secara efektif dan efisien, para pelaksana (implementors) tidak hanya mengetahui apa yang harus dilakukan dan mempunyai kemampuan untuk melakukan kebijakan tersebut, tetapi mereka juga harus mempunyai kamauan untuk melaksanakan kebijakan tersebut. 4. Struktur birokrasi, Ripley dan Franklin dalam Winarno (2005:149-160) mengidentifikasi enam karakteristik birokrasi sebagai hasil pengamatan terhadap birokrasi di Amerika Serikat, yaitu: 1) Birokrasi diciptakan sebagai instrumen dalam menangani keperluan keperluan publik (public affair). 2) Birokrasi merupakan institusi yang dominan dalam implementasi kebijakan publik yang mempunyai kepentingan yang berbeda-beda dalam setiap hierarkinya. 3) Birokrasi mempunyai sejumlah tujuan yang berbeda 4) Fungsi birokrasi berada dalam lingkungan yang kompleks dan luas. 5) Birokrasi mempunyai naluri bertahan hidup yang tinggi dengan begitu jarang ditemukan birokrasi yang mati. 6) Birokrasi bukan kekuatan yang netral dan tidak dalam kendali penuh dari pihak luar. Dalam penelitian ini selain konsep kebijakan, implementasi rencana tata ruang wilayah juga dianalisis melalui perspektif pembangunan berkelanjutan, Definisi tentang pembangunan berkelanjutan adalah menurut Sumarto (2006) bahwa: “Perubahan positif sosial ekonomi yang tidak mengabaikan sistem ekologi
22 dan sosial dimana masyarakat bergantung kepadanya, keberhasilan penerapannya memerlukan kebijakan, perencanaan dan proses pembelajaran sosial yang terpadu, viabilitas politiknya tergantung pada dukungan penuh masyarakat melalui pemerintahannya, kelembagaan sosialnya, dan kegiatan dunia usahanya”. Terminologi Sustainable Development Hingga dekade 1980-an teori dan praktik pembangunan sangat didominasi oleh paradigma Neo-Klasik yang mengejar pertumbuhan ekonomi (economic growth) yang dikotomis, karena di satu sisi memperhitungkan efisiensi penggunaan modal, tenaga kerja, gandrung pada efisiensi teknologi namun disisi lain susutnya sumberdaya alam dan rusaknya lingkungan tidak diperhitungkan dalam akuntansi pembangunan (Development Accounting).
Dan perilaku yang diamati. Data primer tersebut diperoleh dari pelaksana kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) atau orang-orang yang berkepentingan atau terlibat dalam proses tersebut melalui proses wawancara dan Dokumentasi. Sementara itu, data sekunder mencakup kebijakan-kebijakan yang berkenaan dengan RTRW dan data-data lain yang relevan. Data-data tersebut dapat diperoleh dengan cara mengajukan permintaan kepada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten pamekasan dan Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Pamekasan . Data sekunder lainnya mencakup literaturliteratur yang terdapat di perpustakaan, internet, dan sumber-sumber yang relevan.
METODE PENELITIAN
Implementasi Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Pamekasan 1) Komunikasi Optimalnya pelaksanaan Perda RTRW itu sangat tergantung pada komunikasi yang dilakukan oleh semua pihak yang terkait baik pemerintah maupun masyarakat yang tidak bisa terpisahkan dari perencanaan tata ruang Wilayah, perencanaan tata ruang wilayah bertujuan untuk mewujudkan ruang yang mendorong kesejahteraan masayarakat sesuai dengan kondisi sumberdaya yang ada di wilayah Kabupaten Pamekasan. Apa yang diungkapakan Edwars III dalam Winarno (2014: 179) bahwasanya :“ada beberapa hambatan yang timbul dalam mentramisikan perintah-perintah implementasi, pertama, pertentangan pendapat antara para pelaksana dengan perintah yang dikeluarkan oleh pengambil kebijakan, kedua informasi melewati berlapis-lapis hierarki birokrasi, ketiga, penangkapan komunikasi-komunikasi mungkin dihambat oleh presepsi yang selektif dan ketidakmampuan pada persyaratan-persyaratan suatu kebijakan”. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Pamekasan dan Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Pamekasan intens melakukan komunikasi lewat sosialisasi Perda yang sudah tercantum dalam program di kedua instansi,hal ini dilakukan agar
Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah kualitatif.Menurut Strauss dan Corbin (2012 ; h. 5) Penelitian Kualitatif (Qualitative Research) adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan –yang tidak dapat diperoleh dengan menggunakan prosedur statistik atau penemuan dengan cara – cara lain dari kuantifikasi (pengukuran). Dalam hal ini, peneliti akan memfokuskan penelitian pada: 1) Komunikasi pelaksanaan kebijakan 2) Sumber Daya yang dimiliki pelaksana kebijakan 3) Disposisi pelaksanan kebijakan 4) Struktur Birokrasi dalam pelaksana kebijakan 5) Penerapan Konsep Pambangunan Berkelanjutan dalam Implementasi Kebijakan Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pamekasan Lokasi dalam penelitian ini : 1) Kabupaten Pamekasan 2) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Pamekasan 3) Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Pamekasan
HASIL DAN PEMBAHASAN
23 pemerintah dan masyarakat sama-sama mengetahui tugas masing-masing, dan bagaimana tujuan, dan manfaat tentang rencana tata ruang itu sendiri, Sosialisasi tentang Perda RTRW dilakukan sebelum adanya Perda tersebut, namun ada beberapa kendala yang sering terjadi didalam melakukan sosialisasi tersebut yang terkadang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, sistem koordinasi yang dilakukan oleh Bappeda dan Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Pamekasan melalui pemerintah yaitu SKPD dan masyarakat yang mempunyai peran dalam pelaksanaan penataan ruang wilayah. Ada beberapa hambatan yang timbul dalam proses implementasi: 1. Pertentangan pendapat anatar para pelaksana dengan perintah yang dikeluarkan oleh para pelaksana. 2. Informasi melewati berlapis-lapis hierarki birokrasi 3. Komunikasi bisa dihambat oleh presepsi dan terkadang para pelaksana mengabaikan apa yang sudah jelas dan mencoba-coba mendugaduga, sehingga menghambat dengan pelaksanaan. Dalam rangka mengurangi kadar ketidakjelasan komunikasi kebijakan, maka jauh lebih baik jika dikembangkan saluransaluran komunikasi yang efektif, saluransaluran komunikasi semakin baik untuk meneruskan perintah-perintah implementasi kebijakan. Sehingga terjadi pemahaman yang sama yang berdampak pada kualitas pencapaian program, komunikasi yang efektif tidak dilakukan satu arah, akan lebih baik jika komunikasi bisa tersampaikan kepada semua pihak. 2) Sumberdaya Dalam pelaksanaan Perda RTRW ada dua sumber daya yang mempengaruhi proses pelaksanaanya, yaitu: Sumberdaya alami dan Sumberdaya buatan. Sumber-sumber yang penting meliputi; staf yang memadai serta keahliankeahlian yang baik untuk melaksanakan pelayanan-pelayanan publik, jumlah yang banyak tidak secara otomatis mendorong implementasi berhasil. Secara umum pelaksanaan Perda RTRW melibatkan banyak sumber daya manusia yang
melibatkan berbagai kalangan untuk berbagai kepentingan mulai dari pemerintah sampai kepada masayarakat umum, Perda RTRW yang merupakan dasar atau pondasi untuk penataan ruang wilayah yang berkelanjutan merupakan kebijakan yang melibatkan banyak unsur didalamnya. Para pelaksana harus memiliki keterampilan-keterampilan yang akan diperlukan untuk melakukan pelaksanaan pekerjaan. Kurangnya personil atau sumber daya manusia yang terlatih dengan baik akan menjadi hambatan pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang untuk kepentingan masyarakat umum. Implementasi RTRW mempunyai kendala yang dapat dirasakan oleh siapa saja, adalah faktor manusianya sebagai sumber daya pelaksana atau sebagai implementornya, birokrasi selaku perumus kebijakan maupun masayrakat umum sebagai sasaran pelasanaan Perda RTRW tersebut. Dari hasil wawancara peneliti ditemukan sebuah hal yang memang sangat mempengaruhi pelaksanaan kebijakan yaitu sumber daya manusia, secara efektifitas dan efisiensi Implementasi Perda RTRW terkendala, untuk pencapaian hasil yang maksimal sesuai dengan tujuan dan waktu yang ditetapkan. Kemampuan para staf sangat mempengaruhi hasil akhir dari kebijakan, apa yang diharapkan dari kinerja kebijakan publik akan sulit tercapai. Hal ini diperlukan staf yang mempunyai keahlian dan kecakapan serta kemampuan untuk mengimplementasikan sebuah kebijakan/program.Dari hasil penelitian menunjukan bahwa para tenaga pegawai maupun buruh yang ada selalu ikutkan pelatihan guna menunjang pelaksanaan tugas mereka, kecakapan mereka dalam melaksanakan pekerjaan cukup mendukung jalannya sebuah pelaksanaan program. Implementasi tidak akan berjalan sesuai apa yang dikehendaki apabila pemahaman dan kecakapan para pelaksana tidak ada. Mazmania Daniel Sabatier dalam Subarsono (2014) mengungkapkan sumberdaya keuangan ialah faktor penentu untuk setiap sebuah program.Setiap program yang dijalankan sangat memerlukan dukungan anggaran maupun staff dalam melaksanakan suatu pekerjaan dan memonitoring program kesemuanya itu membutuhkan biaya selanjutnya. Seperti apa yang
24 diungkapkan oleh Widodo (2012:100) terbatasnya anggaran yang tersedia menyebabka kualitas pelayanan pada publik yang harus diberikan kepada masyarakat juga terbatas. 3) Disposisi Para pelaksana kebijakan merupakan faktor ketiga yang mempunyai konsekuensi-konsekuensi penting bagi implementasi yang efektif. Dukungan dari yang baik para pelaksana sangat diharapakan, dengan sikap yang baik terhadap suatu kebijakan dapat dikatakan bahwa adanya dukungan terhadap program yang ada dan kemungkinan besar pelaksanaan kebijakan akan dilaksanakan sesuai dengan tujuan-tujuan kebijakan sebelumya, dan sebaliknya jika terjadi perbedaan pemahaman atau persfektif antar pembuat kebijakan dengan pelaksana, maka proses kebijakan dipastikan akan mengalami hambatan dalam pelaksanaannya dan capaian hasilnya sulit sesuai dengan target dan tujuan. Interprestasi yang berbeda akan menghasilkan hasil yang berbeda, sehingga implementasi kebjakan akan semakin sulit tercapai secara efektif dan besar kemungkinana akan menyimpang dari tujuan awalnya. Perbedaaan pandangan dan pemikiran dalam pembuat keputusan yang pada akhirnya mendorong ketidaksempurnaan pelaksanaan kebijakan tersebut. Badan-badan ataupun lembaga mempunyai pandangan berbeda terkait dengan kebijakan yang akan dicapai akan menghalangi adanya kerjasama dan menghambat proses implementasi itu sendiri. Komitmen-komitmen yang berdeda akan menimbulkan suatu perbedaan diantara banyak personil yang memegang tanggung jawab program yang akan dijalankan. Menurut Edward III dalam Tachjan (2006:83) mengungkapkan bahwa Disposisi faktor yang bertalian dengan watak atau sikap serta komitmen yang harus dimiliki oleh pelaksana kebijakan.Pelaksana tidak hanya harus tahu dikerjakan dan memiliki kapasitas untuk melakukannya, melainkan juga mesti memiliki kehendak / sikap untuk melakukan kebijakan.Olehnya itu para pelaksana program/kebijakan sangat diharapkan memegang peranan penting dalam pelaksanaan program/kebijakan.Dan berusaha agar
memperbaiki kecenderungan-kecenderungan untuk mementingkan kepentingan umum bukan karena kepentingan sendiri/personal. Sikap penerimaan dan penolakan pada pelaksanaan akan berpengaruh terhadap keberhasilan pada kinerja implementasi. Mengubah sikap personil suatu birokrasi pemerintahan ialah suatu pekerjaan yang sangat sulit demi menjamin proses implementasi berjalan dengan lancar. Sikap para pelaksana mungkin bisa terjadi apabila mereka tidak memahami tujuan kebijakan dan suatu presepsi mencapai tujuan kebijakanpun berbeda. 4) Struktur Birokrasi Birokrasi merupakan salah satu yang paling sering bahkan secara keseluruhan menjadi pelaksana kebijakan.Birokrasi merupakan organisasi yang (memiliki bentuk-bentuk organisasi untuk melakaukan kesepakatan kolektif, untuk memecahkan masalah-masalah sosial dalam kehidupan modern. Proses lahirnya Perda RTRW Kabupaten Pamekasan yang menjadi acuan pembuatan RPJMD tidak terlepas dari campur tangan birokrasi baik pemerintah maupun pihak swasta, sesuai dengan hasil wawancara yang peneliti lakukan di dalam proses pembuatan Perda dilakuakan melalui tender yang artinya kekuatan birokrasi sangat mempengaruhi proses hadirnya peraturan penataan kawasan, dan sesuai dengan teori yang di kemukakan oleh Ripley dan Franklin,pembentukan birokrasi terkadang sebagai suatu bentuk keberadaanya untuk tujuan tertentu, dilakukannya pelelangan atas proses pembentukan Perda RTRW Kabupaten Pamekasan ini tidak terlepas dari keinginan birokrasi. Struktur organisasi sangat mempengaruhi pelaksanaan implementasi kebijakan, kebijakan yang dilakukan cukup di fahami dan mempunyai sumber-sumber yang cukup, namun dalam pelaksanaan terhambat oleh struktur organisasi.Birokrasi baik secara sadar ataupun tidak sadar memilih suatu bentuk organisasi untuk kesepakatan kolektif untuk memecahkan problema sosial. Pelaksana kebijakan mungkin mengetahui apa yang mereka lakukan dan disertai keinginan untuk melakukannya. Menurut Edward III dalam Widodo (2012:106) mengungkapkan bahwa:“
25 implementasi kebijakan masih belum efektif karena adanya ketidak efisien struktur biokrasi, mencakup aspek-aspek seperti struktur organisasi, pembagian wewenang, hubungan antara unit-unit organisasi yang ada dalam organisasi yang bersangkutan, dan hubungan dengan organisasi luar dan sebagainya. Tidak ditetapkan suatu standar operasional prosedur disebabkan perubahan lingkungan kerja bagi para pegawai yang ada didalamnya hal ini yang menjadi hambatan bagi pelaksana kebijakan, dikarenakan adanya fregmentasi mengakibatkan pandangan-pandangan yang sempit. Yang menimbulkan dua konsekuensi yakni : pertama, tidak ada otoritas yang kuat dalam implementasi kebijakan disebabkan terpecahnya fungsi-fungsi tertentu dalam lembaga atau badan yang berbedabeda. Kedua, pandangan yang sempit dari badan yang memungkinkan akan terhambatnya perubahan. Apabila badan mempunyai flekesibilitas rendah dalam misinya, maka lembaga atau badan tersebut berusaha mempertahankan esensinya yang memungkinkan menentang kebijakan yang membutuhkan perubahan.Hal ini menguatkan bahwa berbagai peran pelaksana program sebagaimana dikemukakan diatas belum berjalan secara optimal. Penerapan Konsep Pambangunan Berkelanjutan Tujuan dalam penataan ruang di Kabupaten Pamekasan ditetapkan mampu mengembangkan potensi dan meminimalisir permasalahan yang ada di Kabupaten Pamekasan terkait dengan upaya pengembangan ekonomi wilayah yang mandiri dan sejahtera. Adapun tujuan penataan ruang Kabupaten Pamekasan yaitu mewujudkan ruang wilayah kabupaten yang dapat mengoptimalkan pengembangan sumber daya, khususnya sumber daya alam berbasis pertanian, peternakan, perkebunan dan perikanan dalam menunjang pembangunan secara harmonis, terpadu, seimbang dan berkelanjutan. Kebijakankebijakan tersebut merupakan kebijakan yang disusun untuk meraih tujuan penataan ruang wilayah Kabuapten Pameksan yang merupaan kebijakan tentang struktur, pola ruang dan kawasan strategis. Berdasarkan hasil penelitian penerapan konsep pembangunan Kota Berkelanjutan dalam implementasi kebijakan tata
ruang wilayah Kabupaten Pamekasan adalah sebagai berikut : penerapan konsep pembangunan kota berkelanjutan ditinjau dari aspek ekonomi di Kabupaten Pamekasan telah mampu dilakukan dengan baik. Hal ini terlihat dengan keadaan ekonomi yang kondusif dan berkelanjutan. Ekonomi di Kabupaten pamekasan telah mampu menggambarkan pertumbuhan yang signifikan sehingga mampu memberikan keberlanjutan ekonomi, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Pamekasan pada tahun 2012 sebesar 6,32 persen, tahun 2013 sempat turun menjadi sebesar 6,28 persen, dan pada tahun 2014 naik lagi menjadi 6,28 persen, namun pada 2014, pertumbungan ekonomi Pamekasan kembali naik menjadi 6,34 persen. Sementara pada 2015 ini, Pemkab Pamekasan menargetkan pertumbuhan ekonomi Pamekasan sebesar 7,02 persen. Penetapan target pertumbuhan ekonomi Pamekasan 2015 sebesar 7,02 persen ini berdasarkan rencana pembangunan jangka menengah (RPJMD) Kabupaten Pamekasan Tahun 2013-2018 (Badan Perencanaan Pembangunan Derah Kabupaten Pamekasan, 2015). Penerapan konsep pembangunan kota berkelanjutan dalam aspek ekologi masih kurang maksimal hal ini terkait ketersediaan Ruang Terbuka Hijau yang masih sangat minim di Kabupaten Pamekasan, Pamekasan hanya mampu menyediakan 8,9% dari yang diamanatkan dalam UU 26 Tahun 2007 sebesar 30%. Dari 30 persen RTH yang dimaksud, 20 persen untuk RTH publik dan 10 RTH permukiman.Akan tetapi kini BLH sedang melakuakna peremajaan pohon di pinggir jalan di beberapa titik. Jika kota Pamekasan seluas 26,47 kilometer persegi, pemenuhan RTH hanya 2,35 kilometer persegi atau 5,5 hektar. Titik peremajaan pohon pinggir jalan di ruas Jalan Kabupaten, Jalan Diponegoro, Jalan Jingga dan Jalan Balaikambang.Namun, untuk penanaman pohon tersebut masih diperlukan kesadaran yang lebih dari masyarakat agar ikut serta dalam peremajaan tersebut.Peran serta yang ditunjukkan dari pemerintah oleh pemerintah daerah sudah baik namum peran serta masyarakat pengguna ruang kurang baik karena masyarakat masih banyak yang menyalahi penggunaan ruang di Kabupaten Pamekasan.
26 PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dipaparkan maka terdapat beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1) Produk Kebijakan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pamekasan Tahun 20122032 sudah baik dan disusun secara sistematis, Banyak kebijakan yang terkait Perda RTRW yang mempunyai fungsi penting untuk kebutuhan masyarakat saat ini dan dimasa yang akan datang, perwujudan struktur ruang dalam hal peningkatan kapasitas pemanfaatan ruang, Analisis Kesesuaian rencana tata ruang wilayah Kabupaten Pamekasan dengan implementasinya diwarnai ketidaksesuaian. Ketidaksesuaian itu lebih mengarah pada alih fungsi lahan, konflik lahan dan defisit air. Proses komunikasi antar SKPD masih tumpang tindih, penempatan SDM yang tidak menganut The Right Man On The Right Place masih terjadi sehingga keahlian di masing – masing tugas masih dirasa sangat kurang. 2) Penempatan Kawasan strategis ekonomi, kawasan strategis sosial budaya dan kawasan strategis kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan secara umum telah sesuai dengan arahan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pamekasan Tahun 2012-2032, penerapan konsep pembangunan berkelanjutan sudah diterapkan di Kabupaten Pamekasan, namun masalah lingkungan merupakan aspek yang saat ini masih memerlukan perhatian, terutama dalam ketersedian RTH di Kabupaten Pamekasan yang hanya mampu memenuhi RTH sebesar 8,9% dari target yang diamanatkan sebesar 30%. Pengendalian pemanfaatan tata ruang sudah sesuai dengan Perda nomor 16 Tahun 2013 Tentang Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pamekasan Tahun 2012-2032, namun dalam prakteknya masih dijumpai beberapa alih fungsi lahan. Saran Berdasarkan hasil penelitian, maka saran dari penelitian adalah sebagai berikut:
1) Diharapkan terciptanya sinergitas yang baik antar implementor dalam implementasi kebijakan tata ruang wilayah ini, karena kerjasama antara pemerintah daerah masing sering terjadi kesalah pahaman dan diharapkan pemerintah daerah Kabupaten Pamekasan memberikan punishment yang tegas bagi pelanggar yang tidak mematuhi Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pamekasan Tahun 2012-2032. 2) Pemerintah Kabupaten Pamekasan diharapkan gencar melakukan sosialisasi mengenai Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pamekasan Tahun 2012-2032, dan masyarakat juga hendaknya lebih sadar akan pentingya mematuhi Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupatnen Pamekasan Tahun 20122032. DAFTAR PUSTAKA Aca Sugandhy Rustam Hakim. 2009. Prinsip dasar Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan. Jakarta: Bumi Aksara. Anderson, James E. 1996. Public Policy Making. New York: Holt, Renihart and Winston, 2nd ed. Irfan Islamy. 1988. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bina Aksara. Moleong Lexi J. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya. Nugroho. 2012. Public Policy, Teori Kebijakan, Analisis Kebijakan, Proses Kebijakan, Perumusan, Implementasi, Evaluasi, Revisi, Risk Management dalam Kebijakan Publik Kebijakan sebagai The Fifth Estate Metode Penelitian Kebijakan. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. ..............2014. Kebijakan Publik di Negara-negara Berkembang.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Pedoman Penyususnan Rencana Tata Ruang Kota. Direktorat Jendral Penataan Ruang Kementrian Pekerjaan Umum Robinson Tarigan. 2005. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta: Bumi Aksara. Dalam Swika Sondha Febriseliska
EVALUASI EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PEMILIHAN KEPALA DESA (PILKADES) SERENTAK DI KABUPATEN PAMEKASAN TAHUN 2015 Achmad Imam Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Madura e-mail:
[email protected] Sukron Ma’mun Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Madura e-mail:
[email protected] Abstract This research is motivated by the implementation of the village elections simultaneously in Pamekasan is one indicator of the development of democracy in Pamekasan. Action required evaluation of the implementation of village elections simultaneously in Pamekasan for the implementation of village elections simultaneously in Pamekasan which will be held later to run well. By adhering to the theory put forward by Solichin Abdul Wahab as described in the literature review, then parameters or benchmarks on the effectiveness of a program or activity can be measured by the equation =
So, the implementation of village elections
simultaneously in Pamekasan 2015 can be said to be run effectively if results achieved from the implementation of village elections simultaneously in Pamekasan in 2015, proportional or appropriate to the objectives of the village elections simultaneously in Pamekasan 2015 . the method used is a qualitative descriptive so that the data is displayed in the form of data from interviews and documentation of results. Analysis of data using Domain analysis technique that aims to know in general about the implementation of village elections simultaneously in Pamekasan 2015 (a study on the evaluation of the effectiveness of the implementation of village elections in rural districts Murtajih Pademawu Pamekasan 2015). The results of his research, found their effectiveness in the implementation of village elections simultaneously in Pamekasan with the findings of the results achieved from the aim of implementing village elections simultaneously it self, which to streamline costs in the implementation of the elections and simultaneously in 2015 issued by the government, to reduce the acts of fraud such as money politics in the elections and simultaneous implementation by 2015 and to reduce the amount of gambling that is done by the people of the village and outside the village in the elections and the simultaneous implementation in 2015. Keywords: Pilkades simultaneously, money politics, evaluation of effectiveness. Abstrak Penelitian ini dilatarbelakangi dengan adanya pelaksanaan pemilihan kepala desa serentak di Kabupaten Pamekasan yang merupakan salah satu indikator perkembangan demokrasi di kabupaten Pamekasan. Diperlukan tindakan evaluasi terhadap pelaksanaan pemilihan kepala desa serentak di kabupaten Pamekasan agar pelaksanaan pemilihan kepala desa serentak di kabupaten Pamekasan yang akan dilaksanakan selanjutnya dapat berjalan dengan baik. Dengan berpegang pada teori yang dikemukakan oleh Solichin Abdul Wahab seperti yang diuraikan dalam tinjauan pustaka, maka parameter atau tolok ukur efektivitas pada suatu program atau kegiatan dapat diukur dengan persamaan = jadi, pelaksanaan pemilihan kepala desa serentak di kabupaten Pamekasan tahun 2015 dapat dikatakan berjalan dengan efektif apabila hasil yang dicapai dari pelaksanaan pemilihan kepala desa serentak di kabupaten Pamekasan tahun 2015 tersebut berbanding lurus atau sesuai dengan tujuan dari pelaksanaan pemilihan kepala desa serentak di kabupaten Pamekasan pada tahun 2015. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif sehingga data-data yang ditampilkan berupa data dari hasil wawancara dan dari hasil dokumentasi. Analisis datanya menggunakan teknik analisis domain yang bertujuan untuk mengetahui secara umum mengenai pelaksanaan pemilihan kepala desa serentak di kabupaten Pamekasan tahun 2015 (suatu studi tentang evaluasi efektivitas pelaksanaan pemilihan kepala desa di desa Murtajih kecamatan Pademawu kabupaten Pamekasan Tahun 2015). Hasil penelitiannya menemukan adanya efektivitas pada pelaksanaan pemilihan kepala desa serentak di kabupaten Pamekasan, dan dengan adanya temuan terhadap hasil yang telah dicapai dari tujuan pelaksanaan pemilihan kepala desa serentak itu sendiri, diantaranya untuk mengefisienkan biaya dalam pelaksanaan pilkades serentak tahun 2015 yang dikeluarkan oleh pemerintah, untuk mengurangi berbagai tindakan kecurangan seperti permainan politik uang dalam pelaksanaan pilkades serentak tahun 2015, dan untuk mengurangi tindakan perjudian yang dilakukan oleh masyarakat yang berasal dari dalam desa maupun dari luar desa yang sedang melaksanakan pilkades serentak tahun 2015. Kata kunci: Pilkades serentak, politik uang, evaluasi efektivitas
27
28
PENDAHULUAN Penataan sistem politik di indonesia bisa dimulai dengan penataan pada pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia yang harus digiring dan diarahkan agar menjadi pemilihan umum yang jujur, adil, transparan, dan berkualitas. Tahun 2015 merupakan waktu yang tepat untuk melaksanakan pemilihan umum yang berkualitas karena momentumnya bertepatan dengan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak di seluruh Indonesia. Dalam sejarah pemilihan umum di Indonesia, untuk pertama kalinya Indonesia akan melaksanakan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak di seluruh Indonesia. Pemilihan umum atau Pilkada serentak tersebut akan digelar pada tanggal 9 desember 2015. Pada tahun 2015 selain pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang akan dilaksanakan secara serentak, pemilihan kepala desa di tiap-tiap kabupaten dan kecamatan di Indonesia juga akan dilaksanakan secara serentak. Tahun 2015 merupakan waktu yang tepat bagi Indonesia secara umum dan bagi seluruh kabupaten dan desa-desa di Indonesia yang secara khusus akan menggelar pemilihan umum yang bersih dan berkualitas, karena secara perdana pada tahun 2015 Pilkada dan Pilkades akan dilaksanakan secara serentak di seluruh Indonesia. Pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak di Indonesia dan pemilihan kepala desa serentak di tiap-tiap kabupaten diseluruh Indonesia merupakan salah satu indikator perkembangan demokrasi di Indonesia. Pelaksanaan pemilihan umum secara serentak tersebut merupakan salah satu program atau kebijakan yang dibuat oleh pemerintah yang dalam hal ini adalah komisi pemilihan umum dalam rangka mencari dan mencetak para pemimpin yang ada di negeri ini, nantinya lewat pemilihan umum secara serentak tersebut diharapkan akan mampu melahirkan pemimpin-pemimpin yang benar-benar mempunyai kemampuan dan kompetensi yang unggul. Pada hakekatnya semua kebijakan atau program yang telah dibuat oleh pemerintah memang harus dievaluasi, evaluasi dilakukan untuk mengetahui sampai sejauh mana tingkat keberhasilan dari kebijakan atau program yang
telah dilaksanakan atau yang sedang dilaksanakan oleh pemerintah tersebut, termasuk juga kebijakan atau program tentang pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan pemilihan kepala desa yang akan dilaksanakan secara serentak. Dengan adanya evaluasi tersebut nantinya akan diketahui kendala-kendala apa saja yang dihadapi dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan pemilihan kepala desa secara serentak tersebut, dan kemudian dapat mencari solusinya. Salah satu kabupaten di Indonesia yang pada tahun 2015 akan melaksanakan pemilihan kepala desa secara serentak adalah kabupaten Pamekasan. Kepala Bapemas dan Pemdes Kabupaten Pamekasan, Moh. Faisol, menyatakan bahwa: pelaksanaan pemilihan kepala desa serentak tersebut, sesuai dengan Surat Keputusan (SK) Bupati tentang Pelaksanaan pemilihan kepala desa serentak yang akan dilaksanakan pada hari senin, tanggal 16 november 2015 dan diikuti oleh 71 Desa yang tersebar di 13 Kecamatan yang ada di Kabupaten Pamekasan. Pelaksanaan pemilihan kepala desa serentak di Kabupaten Pamekasan tertuang dalam SK Bupati Nomor 188/564/432.131 Tahun 2015 tentang pelaksanaan dan penetapan pemilihan kepala desa secara serentak tahun 2015. Selanjutnya, pihaknya akan memanggil sebanyak 71 anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) untuk mengikuti sosialisasi Perda dan Perbup yang telah ditetapkan tersebut (Media Madura.com). Berdasarkan pernyataan kepala Bappemas dan Pemdes kabupaten Pamekasan diatas dapat diketahui bahwa pada tahun 2015 seluruh kecamatan di kabupaten Pamekasan akan ikut serta menggelar pemilihan kepala desa secara serentak. Kecamatan yang akan melaksanakan pemilihan kepala desa secara serentak yaitu mulai dari Kecamatan Pamekasan, Kecamatan Larangan, Kecamatan Galis, Kecamatan Tlanakan, Kecamatan Pademawu, Kecamatan Palengnga’an, Kecamatan Proppo, Kecamatan Pegantenan, Kecamatan Batumarmar, Kecamatan Waru, Kecamatan Pakong, Kecamatan Kadur, dan Kecamatan Pasean. Di kecamatan Pademawu itu sendiri, tidak semua desa akan ikut serta menggelar pemilihan kepala desa secara serentak pada tahun 2015. Hanya terdapat beberapa desa, di kecamatan
29 Pademawu yang akan ikut serta menggelar pelaksanaan pemilihan kepala desa serentak tersebut antara lain Desa Buddagan, Desa Murtajih, Desa Sumeddangan, dan Desa Majungan. Dari beberapa pernyataan dan kejadian dalam pelaksanaan pemilihan kepala desa serentak di kabupaten Pamekasan, terdapat perbedaan antara satu dengan yang lainnya, termasuk juga pelaksanaan pemilihan kepala desa di desa Murtajih kecamatan Pademawu kabupaten Pamekasan yang menjadi Locus pada penelitian ini. Pemilihan kepala desa tahun 2015 di kabupaten Pamekasan untuk pertama kalinya akan dilaksanakan secara serentak sehingga tentu saja pada pelaksanaannya masih belum sempurna dan tentu saja masih terdapat kekurangan pada pelaksanaannya, misalnya masih kurang akuratnya data yang menjadi daftar pemilih tetap (DPT) yang digunakan dalam pelaksanaan pilkades serentak, masih ditemukannya beberapa tindakan kecurangan dalam pelaksanaan pemilihan kepala desa yang masih terjadi, sampai pada persoalan pemukulan yang dilakukan oleh salah satu pendukung calon kepada pendukung calon yang lain, seperti kejadian yang telah terjadi di desa Teja Barat kecamatan Pamekasan sehari sebelum pelaksanaan pilkades serentak pada tanggal 16 november 2015. Permasalahan lainnya yang tidak kalah pentingnya dan perlu diperhatikan juga terkait dengan netralitas panitia penyelenggara pemilihan kepala desa dalam melaksanakan tugasnya yang harus tidak boleh memihak salah satu calon kepala desa dalam pilkades serentak tersebut. Sedangkan persoalan lain yang terjadi di desa Murtajih sebelum hari H pelaksanaan pemilihan kepala desa di desa Murtajih, peneliti memperoleh informasi bahwa adanya penggiringan massa oleh tim sukses salah satu calon kepala desa dan adanya indikasi money politic, Bahkan juga terjadi peristiwa kesalahpahaman antara warga masyarakat dengan pamong dusun Soloh Dajah yang juga disebabkan oleh adanya isu politik uang (money politic) tersebut. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti, terdapat indikasi permasalahan yang ditemukan dalam pelaksanaan pemilihan kepala desa di kabupaten Pamekasan
tepatnya di Desa Murtajih kecamatan Pademawu syaitu terkait masih kurang akuratnya dari data daftar pemilih tetap (DPT), tindakan kecurangan dalam pelaksanaan pemilihan kepala desa yang masih saja terjadi, netralitas panitia penyelenggara pemilihan kepala desa serentak dalam melaksanakan tugasnya, persiapan dari panitia penyelenggara pemilihan kepala desa di desa Murtajih kecamatan Pademawu kabupaten Pamekasan dan masih adanya dugaan politik uang (money politic) dalam pelaksanaan pilkades di desa Murtajih tersebut. Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah evaluasi efektivitas pelaksanaan pemilihan kepala desa di desa Murtajih kecamatan Pademawu kabupaten Pamekasan tahun 2015? Penelitian ini dimaksudkan untuk mengevaluasi efektivitas pelaksanaan pemilihan kepala desa serentak di kabupaten Pamekasan, yang lokasi penelitiannya adalah di desa Murtajih kecamatan Pademawu kabupaten Pamekasan. Ruang lingkup masalah penelitian ini berkaitan dengan pelaksanaan pilkades serentak di Kabupaten Pamekasan yang akan dilaksanakan untuk pertama kalinya, sehingga diperlukan tindakan evaluasi untuk mengetahui sejauh mana efektivitas pelaksanaan pilkades serentak di kabupaten Pamekasan tersebut. Istilah evaluasi sudah menjadi kosa kata dalam bahasa Indonesia, akan tetapi kata evaluasi adalah kata serapan dari bahasa Inggris yaitu evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran (Echols dan Shadily, 2000 : 220). Sedangkan menurut pengertian istilah “evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan sesuatu obyek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan”. Menurut Jones, evaluasi kebijakan secara fungsional dipandang sebagai tahap akhir dalam proses kebijakan. Charles O. Jones mengartikan evaluasi kebijakan sebagai An activity designed to judge the merits of government programs which varies signivicantly in the specification of object the techniques of measurenment, and the methods of analysis” (Suatu aktifitas yang dirancang untuk
30 menilai hasil-hasil program pemerintah yang mempunyai perbedaan-perbedaan yang sangat penting dalam spesifikasi obyeknya; teknik-teknik pengukurannya dan metode analisisnya). Dari sudut spesifikasi obyeknya berarti menilai hasil berbagai macam program-program yang dilaksanakan oleh pemerintah sesuai dengan problema-problema yang dihadapi oleh masyarakat seperti misalnya dibidang kesehatan, ketenagaan, perumahan dan sebagainya apakah telah terlaksana dengan baik atau belum. Dari sudut teknik-teknik penilaian yaitu cara-cara untuk mengumpulakan data-data untuk menilai program-program pemerintah tadi. Teknik yang dipakai mulai dari yang sangat ilmiah (scientific) dan sistematis (systematic) sampai dengan yang menimbulkan kesan (impressionistic). Kemudian dari sudut metode analisinya akan dapat menunjukkan hasil akhir (kesimpulan) dari menilai program-program pemerintah tersebut, yaitu apakah efektif atau tidak; mempunyai dampak positif yang lebih besar dari dampak negatifnya atau sebaliknya ( Islamy, 1984: 113). menurut Jack Rabin dalam (Encyclopedia of Public Administation and Pubic Policy) mengemukakan bahwa Evaluation focuses on how a particular program operates. It is concerned with the activities, services, materials, staffing, and administrative arrangements of the program. Process evaluation is conducted not so much as to decide whether to continue or drop a program. Rather, it is conducted to monitor the implementation of the program, to find out how a requirement or procedure has been implemented by program administrators, where things are going as planned, where they may deviate from planned directions, and what factors are associated with such deviation. Artinya: evaluasi fokus pada bagaimana cara, terutama cara dalam menjalankan program. Hal itu dipusatkan pada aktivitas, pelayanan, bahan, staff, dan peraturan adminitrasi dari suatu program. Evaluasi adalah bukan sekedar tindakan untuk melanjutkan atau menghentikan suatu program, tetapi juga tindakan untuk mengawasi implementasi dari program tersebut. Untuk mendapatkan hasil, dan bagaimana keperluan atau prosedur implementasi oleh administrator program. dimana sesuatu direncanakan, dimana sesuatu mungkin
menyimpang dari rencana yang telah ditentukan, dan faktor apa yang berhubungan dengan penyimpangan yang terjadi tersebut. Dari definisi evaluasi menurut para ahli di atas, maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa evaluasi adalah suatu kegiatan penilaian terhadap suatu kegiatan atau obyek atau kebijakan yang dilakukan secara sadar, terencana, sistematik dengan menggunakan instrumen untuk mengetahui sampai sejauh mana keberhasilan dari kegiatan atau kebijakan yang telah dilaksanakan tersebut. Keberhasilan pelaksanaan kegiatan itu sendiri dapat dilihat dari dampak atau hasil yang telah dicapai dalam pelaksanaan kegiatan atau program tersebut. Setiap kegiatan yang dilaksanakan pasti mempunyai tujuan, demikian pula dengan kegiatan evaluasi. Menurut Crawford (2000 ; 30), tujuan dan fungsi evaluasi adalah : 1. Untuk mengetahui apakah tujuan-tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai dalam kegiatan. 2. Untuk memberikan objektivitas pengamatan terhadap perilaku hasil. 3. Untuk mengetahui kemampuan dan menentukan kelayakan. 4. Untuk memberikan umpan balik bagi kegiatan yang dilakukan ( Winarno, 2007:230). Menurut William Dunn, evaluasi memainkan sejumlah fungsi utama dalam analisis kebijakan yaitu: Pertama, dan yang paling penting evaluasi memberikan informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan. Kedua, evaluasi memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target kebijakan. Ketiga, evaluasi memberikan kontribusi bagi aplikasi metode-metode kebijakan karena berbagai informasi yang didapat tentang tidak memadainya kinerja kebijakan dapat memberikan sumbangan pada perumusan ulang pada masalah kebijakan tersebut ( Dunn, 2000: 609). Menurut Charles O. Jones evaluasi kebijakan dilakukan karena tidak semua program kegiatan dalam kebijakan publik meraih hasil yang diinginkan. Seringkali terjadi kebijakan publik yang gagal meraih maksud atau tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam bahasa singkatnya Jones mengatakan evaluasi adalah
31 kegiatan yang bertujuan untuk menilai “manfaat” suatu kebijakan (Winarno,2007:226). Sedangkan menurut pendapat Anderson secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai: Kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak. Dalam hal ini, evaluasi kebijakan dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan pada seluruh proses kebijakan. Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalah-masalah kebijakan, programprogram yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak dari kebijakan tersebut (Winarno, 2007:226). Sedangkan menurut Lester dan Stewart menyatakan bahwa evaluasi kebijakan ditujukan untuk melihat sebab-sebab kegagalan suatu kebijakan atau untuk mengetahui apakah kebijakan publik yang telah dijalankan tersebut meraih dampak yang diinginkan atau tidak. Dalam komponen studi evaluasi efektivitas data dikumpulkan untuk mengetahui apakah proyek atau program telah mewujudkan tujuannya, atau masih akan mewujudkan tujuan tersebut. Menurut Solichin Abdul Wahab, pengukuran atau penilaian efektifitas suatu proyek atau program hanya mungkin dilakukan kalau dokumen atau data proyek tersebut menunjukkan hal-hal berikut: 1. Tujuan-tujuan proyek dirumuskan dengan jelas dan dalam bentuk pernyataan-pernyataan yang terukur (measurable). 2. Pengukuran terhadap perbaikan kinerja organisasi dalam sebuah proyek yang dimaksudkan untuk pengembangan bukan hanya merupakan persoalan yang agak ilusif, tetapi juga sensitive. 3. Kemampuan untuk mengukur tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dalam program atau proyek tersebut, apakah efektif atau tidak efektif. 4. Apabila suatu saat evaluator mengalami kesulitan dalam mengukur efektifitas suatu proyek karena tujuannya dirumuskan secara kabur atau dalam bentuk pernyataanpernyataan yang ambisius, maka perhatian
khusus studi evaluasi harus diberikan pada cara-cara bagaimana tujuan-tujuan dirumuskan dan aktor-aktor manakah yang terlibat di dalamnya. 5. Evaluator kemungkinan juga menghadapi masalah ketika atasannya mempunyai penafsiran berbeda terhadap tujuan proyek, sebagaimana halnya perbedaan penafsiran antara pelaksana proyek dengan evaluator itu sendiri (Wahab, 2003:35-37). Menurut Solichin Abdul Wahab, hasil akhir efektifitas program atau proyek dapat diukur dengan persamaan berikut: Efektivitas =
Hasil Tujuan
Pada jenis evaluasi ex ante dan evaluasi ex post biasa muncul persoalan yang menyangkut pengukuran biaya (cost) dan manfaat (benefit). Dalam keadaan biaya dan manfaat tersebut dapat dinyatakan dalam harga pasar maka, biasanya digunakan analisis biaya-manfaat (cost-benefit analysis). Kalau misalnya hanya aspek biaya saja yang dapat dinyatakan dalam harga pasar, sedangkan aspek manfaat tidak, maka orang biasanya menggunakan analisis efektifitas biaya (cost-efectiveness analysis), kendala terbesar dari analisis biaya manfaat adalah dalam menentukan akibat-akibat fungsional dan disfungsional apakah yang terkait langsung dengan proyek (Wahab, 2003: 38). METODE PENELITIAN Pada penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif karena penulis bermaksud untuk memperoleh gambaran yang mendalam tentang evaluasi efektivitas pelaksanaan pemilihan kepala desa di desa Murtajih kecamatan Pademawu kabupaten Pamekasan. Penelitian kualitatif bersifat terbuka artinya masalah penelitian sebagaimana yang telah di paparkan didepan bersifat fleksible dan subject to change sesuai proses kerja yang terjadi di lapangan sehingga fokus penelitiannya juga ikut berubah guna menyesuaikan diri dengan masalah penelitian yang berubah (Bogdan & Biklen, 1992; Moleong,1990). Bogdan & Taylor mendefinisikan Metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-
32 kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati”. Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada situasi dan individu tersebut secara holistik (utuh), dalam hal ini peneliti tidak boleh mengisolasi individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tapi perlu memandangnya sebagai bagian suatu keutuhan (Moleong,1989). Penelitian sosial yang menggunakan format deskriptif kualitatif bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi obyek penelitian, dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda, atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun fenomena. Format deskriptif kualitatif lebih tepat apabila digunakan untuk meneliti masalah-masalah yang membutuhkan studi mendalam, seperti permasalahan tingkah laku konsumen suatu produk; masalah-masalah efek media terhadap pandangan pemirsa terhadap suatu tayangan media; permasalahan kebijakan publik di masyarakat; dan sebagainya (Burhan Bungin, 2009: 68). Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat deskriptif yang lebih mendalam (thick description) yang mencoba menggambarkan secara mendalam suatu objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan faktafakta yang tampak sebagaimana adanya. Selanjutnya agar hasil penelitian mempunyai bobot yang tinggi, maka penelitian ini akan dilakukan dengan jalan mengidentifikasikan dimensi-dimensi yang cukup berpengaruh dan relevan untuk diperhatikan. Kemudian fakta yang ditemukan diberikan penafsiran. Dalam penelitian ini tidak terbatas pada pengumpulan dan penafsiran data tetapi meliputi analisis dan interpretasi data yang diperoleh nantinya. Sesuai dengan perkembangan di lapangan , sifat pendekatan kualitatif yang lentur, mengikuti pola pemikiran yang bersifat emperical inductive, dimana sesuatu dalam penelitian ini, nantinya akan ditentukan dari hasil pengumpulan akhir pengumpulan data yang mencerminkan keadaan yang sebenarnya di lapangan. Oleh karena itu, di dalam penelitian ini, penjelasan
berupa dokumentasi dan kata-kata yang dilakukan untuk menemukan gambaran yang mendalam tentang pelaksanaan pilkades serentak di kabupaten Pamekasan yang dilihat melalui pelaksanaan pilkades di desa Murtajih Kecamatan Pademawu Kabupaten Pamekasan. HASIL DAN PEMBAHASAN Evaluasi efektivitas pelaksanaan pemilihan kepala desa serentak di kabupaten Pamekasan Tahun 2015 dalam hal ini akan dikemukakan tujuan dari pemilihan kepala desa serentak di kabupaten pamekasan yaitu: 1. Untuk mengefisienkan biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam pelaksanaan pilkades serentak tahun 2015. 2. Untuk mengurangi berbagai macam tindakan kecurangan seperti permainan money politic dalam pelaksanaan pilkades serentak tahun 2015. 3. Untuk mengurangi berbagai tindakan perjudian yang dilakukan oleh masyarakat baik dari dalam desa maupun dari luar desa dalam pelaksanaan pilkades serentak tahun 2015. Dari hasil pengumpulan data di lapangan yaitu dokumen yang berupa gambar atau foto mengenai pelaksanaan pilkades serentak di desa Murtajih kecamatan Pademawu beserta hasil wawancara dengan informan yaitu 8 orang masyarakat yang mempunyai hak pilih dalam pemilihan kepala desa di desa Murtajih kecamatan Pademawu yang berasal dari masing-masing dusun di desa Murtajih dan informan kunci (key informan) yaitu ketua panitia pelaksana pemilihan kepala desa di desa Murtajih kecamatan Pademawu dan ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) desa Murtajih selaku Penanggung jawab pelaksanaan pilkades di desa Murtajih, maka hasil dari pelaksanaan pilkades di desa Murtajih adalah sebagai berikut: 1. Pelaksanaan pilkades di desa Murtajih kecamatan Pademawu kabupaten Pamekasan pada tahun 2015 lebih efisien. 2. Permainan money politic dalam pelaksanaan pilkades di desa Murtajih semakin berkurang. 3. Pelaksanaan pilkades di desa Murtajih menjadi lebih kondusif dan kegiatan perjudian semakin berkurang. Menyimak dari beberapa uraian pemikiran atau teori yang terdapat dalam bab pendahuluan, kajian pustaka dan metode
33 penelitian serta setelah dihubungkan dengan hasil penelitian (hasil transformasi data dan hasil wawancara dengan informan dan informan kunci) di desa Murtajih kecamatan pademawu maka sebelum di tarik kesimpulan perlu diadakan suatu pembahasan. Pembahasan yang di maksud di atas, pokok yang akan dibahas adalah analisis mengenai evaluasi efektivitas pelaksanaan pemilihan kepala desa serentak di kabupaten Pamekasan Tahun 2015 di desa Murtajih kecamatan pademawu, analisa tersebut mencakup efektivitas pelaksanaan pilkades serentak di kabupaten pamekasan tahun 2015. Selama pelaksanaan pilkades serentak di kabupaten pamekasan tahun 2015 tersebut apakah menunjukkan hasil yang sudah dicapai dengan melihat adanya pengukuran ketiga tujuan dari pelaksanaan pilkades serentak di kabupaten Pamekasan tersebut. Evaluasi efektivitas pelaksanaan pilkades serentak di kabupaten pamekasan tahun 2015 di desa Murtajih dapat di tinjau dari hasil yang telah di capai yang kemudian dibandingkan dengan tujuan dari pelaksanaan pilkades serentak itu sendiri. Hal ini sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh Solichin Abdul Wahab dalam bukunya “Evaluasi Kebijakan Publik” bahwa efektivitas suatu program atau proyek dapat di ukur dengan persamaan =
maka, untuk
mengetahui apakah pelaksanaan pilkades serentak di kabupaten pamekasan tahun 2015 di desa Murtajih tersebut efektif atau tidak, peneliti perlu melihat hasil yang dicapai selama pelaksanaan pilkades serentak di kabupaten pamekasan tahun 2015 di desa Murtajih tersebut dilaksanakan dan kemudian dibandingkan dengan tujuan dari pelaksanaan pilkades serentak di kabupaten pamekasan pada tahun 2015. 1. Hasil yang sudah dicapai dari pelaksanaan pilkades serentak tahun 2015 di desa Murtajih, Kecamatan Pademawu adalah sebagai berikut : a. Pelaksanaan pilkades di desa Murtajih pada tahun 2015 menjadi lebih efisien. Melihat hasil penelitian dari data yang di interpretasikan dan di tambah hasil wawacara
kepada para informan dan informan kunci, menunjukkan bahwa pelaksanaan pilkades serentak yang dilaksanakan di desa Murtajih sudah berjalan dengan lebih efisien. Sehingga dapat dikatakan bahwa hasil dari pelaksanaan pilkades serentak tersebut yaitu pelaksanaan pilkades serentak yang dilaksanakan di desa Murtajih yang sudah berlangsung dan dapat mengefisienkan biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah. b. Permainan money politic dalam pelaksanaan pilkades di desa Murtajih semakin berkurang. Melihat hasil penelitian dari data yang di interpretasikan dan di tambah hasil wawacara kepada para informan dan informan kunci, menunjukkan bahwa pelaksanaan pilkades serentak yang dilaksanakan di desa Murtajih masih ditemukannya permainan money politic namun sudah mulai mengalami penurunan, Sehingga dapat dikatakan bahwa hasil dari pelaksanaan pilkades serentak yang di laksanakan di desa Murtajih untuk mengurangi permainan money politic sudah cukup efektif. c. Pelaksanaan pilkades di desa Murtajih menjadi lebih kondusif dan kegiatan perjudian yang dilakukan oleh masyarakat semakin berkurang. Melihat hasil penelitian dari data yang diinterpretasikan dan di tambah hasil wawacara kepada para informan dan informan kunci, menunjukkan bahwa pelaksanaan pilkades serentak yang dilaksanakan di desa Murtajih masih ditemukannya kegiatan perjudian yang terdapat dikalangan masyarakat tetapi kegiatan perjudian atau taruhan tersebut sudah semakin sedikit karena hanya dilakukan oleh sebagian dari masyarakat desa Murtajih saja, bukan dilakukan oleh masyarakat yang berasal dari luar desa Murtajih. Sehingga dapat dikatakan bahwa hasil dari pelaksanaan pilkades serentak yang dilaksanakan di desa Murtajih dalam rangka menciptakan pilkades yang lebih kondusif dan dapat mengurangi kegiatan perjudian yang dilakukan oleh masyarakat, sehingga hasil dari pilkades serentak tahun 2015 di desa Murtajih sudah cukup efektif. 2. Tujuan dari pelaksanaan pilkades serentak tahun 2015 di kabupaten pamekasan adalah:
34 a. Untuk mengefisienkan biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam pelaksanaan pilkades serentak tahun 2015. Dari hasil penelitian seperti yang ditunjukkan pada data-data hasil penelitian yang kemudian ditambah dengan hasil wawancara kepada para informan dan informan kunci, maka dapat diinterpretasikan secara keseluruhan bahwa pelaksanaan pilkades serentak tahun 2015 yang dilaksanakan di desa Murtajih sudah cukup efektif karena biaya yang digunakan sudah lebih efisien. b. Untuk mengurangi berbagai macam tindakan kecurangan seperti permainan money politic dalam pelaksanaan pilkades serentak tahun 2015. Dari hasil penelitian seperti yang ditunjukkan pada data-data hasil penelitian dan kemudian ditambah dengan hasil wawancara kepada para informan dan informan kunci, maka dapat di interpretasikan secara keseluruhan bahwa pelaksanaan pilkades serentak yang diadakan di desa Murtajih sudah cukup efektif karena dalam pelaksanaan pilkades serentak tahun 2015 di desa Murtajih dapat mengurangi permainan money politic di desa Murtajih. c. Untuk mengurangi kegiatan perjudian yang dilakukan oleh masyarakat, sehingga pelaksanaan pilkades serentak tahun 2015 menjadi lebih kondusif. Dari hasil penelitian seperti yang ditunjukkan pada data-data hasil penelitian yang kemudian ditambah dengan hasil wawancara kepada para informan dan informan kunci, maka dapat di interpretasikan secara keseluruhan bahwa pelaksanaan pilkades serentak tahun 2015 di desa Murtajih sudah cukup efektif karena dapat mengurangi kegiatan-kegiatan perjudian yang dilakukan oleh masyarakat sehingga pelaksanaan pilkades di desa Murtajih menjadi lebih aman dan kondusif. Berdasarkan pemaparan dari semua hasil penelitian diatas, dapat dikatakan bahwa perbandingan mengenai hasil yang sudah dicapai dengan tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan pilkades serentak di kabupaten pamekasan tersebut dapat dikatakan berbanding sama atau sebanding, yang artinya skala pengukuran efektivitas suatu kegiatan atau program seperti apa yang dinyatakan oleh Solichin Abdul wahab mengenai hasil yang sudah dicapai dari
pelaksanaan pilkades di desa Murtajih kecamatan Pademawu tahun 2015 dan tujuan dari pelaksanaan pilkades serentak di kabupaten Pamekasan itu sendiri, sebagaimana telah diuraikan diatas dapat dikatakan sudah tercapai dengan cukup efektif, akan tetapi masih terdapat kekurangan dan tetap memerlukan perbaikan dalam pelaksanaan pilkades serentak kedepannya, jadi pelaksanaan pilkades di desa Murtajih kecamatan Pademawu kabupaten Pamekasan pada tahun 2015 dapat dikatakan sudah cukup efektif. PENUTUP Dari hasil pembahasan di atas, maka peneliti membuat kesimpulan pada penelitian ini bahwa, pelaksanaan pilkades serentak di kabupaten Pamekasan tahun 2015 yaitu di desa Murtajih kecamatan Pademawu bisa dikatakan sudah cukup efektif dalam mencapai hasil dari tujuan pilkades serentak di kabupaten Pamekasan itu sendiri, tetapi masih terdapat beberapa kekuranga dan masih tetap memerlukan perbaikan kedepannya sehingga pelaksanaannya menjadi lebih baik lagi. pelaksanaan pilkades di desa Murtajih kecamatan Pademawu kabupaten Pamekasan tahun 2015 menunjukkan hasil yang sudah dicapai yaitu dapat mengurangi permainan politik uang (money politic) dan mengurangi kegiatan perjudian dalam pilkades di desa Murtajih yang dilakukan oleh masyarakat serta mampu mengefisienkan biaya pilkades yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah kabupaten Pamekasan tanpa adanya uang pendaftaran bagi calon kepala desa. Sehingga, dengan adanya pilkades serentak di kabupaten Pamekasan tersebut, akan mampu mengurangi permainan politik uang (money politic) dan perjudian dalam pilkades serta mampu mengefisiensikan biaya dalam pelaksanaan pilkades serentak dikabupaten Pamekasan pada tahun 2015. Upaya-upaya yang perlu dilakukan oleh pemerintah yang dalam hal ini adalah Komisi Pemilihan Umum kabupaten Pamekasan antara lain: 1. Pelaksanaan pilkades serentak secara teknis juga perlu diperbaiki seperti adanya CCTV di tempat pemungutan suara (TPS) untuk memantau dan mengurangi berbagai macam kecurangan
35 yang dilakukan oleh para calon kepala desa maupun yang dilakukan oleh pendukungnya. 2. Masyarakat yang akan menyalurkan hak suaranya sebaiknya dilarang untuk membawa alat elektronik seperti HP, camera, dan alat elektronik lainnya ketika berada di dalam bilik suara untuk melakukan pencoblosan surat suara atau sedang menyalurkan hak suaranya. 3. data pada Daftar pemilih tetap (DPT) yang digunakan oleh panitia pelaksana pilkades harus lebih akurat dan valid serta berupa data yang terbaru (update) sehingga akan memudahkan panitia pelaksana dalam melaksanakan tugasnya yaitu untuk melaksanakan pilkades serentak dengan sebaik-baiknya. 4. Panitia pelaksana pilkades sebaiknya harus lebih intensif dan lebih sering lagi dalam melakukan sosialisasi kepada masyarakat berkaitan dengan pelaksanaan pilkades yang bersih, jujur, dan adil untuk mengurangi banyaknya permainan politik uang (money politic) dalam pelaksanaan pilkades serentak kedepannya. 5. Komisi Pemilihan Umun dan Panitia pelaksana pilkades serentak harus benar-benar memberikan sanksi tegas bagi siapapun calon kepala desa yang melakukan permainan politik uang (money politic) termasuk juga apabila ditemukannya tindakan tidak netral (memihak) kepada salah satu calon kepala desa yang dilakukan oleh panitia pelaksana pilkades serentak di kabupaten pamekasan kedepannya, serta pintu masuk yang terdapat di tempat pemungutan suara juga perlu diperhatikan untuk mengurangi antrian panjang yang terjadi pada saat masyarakat banyak yang ingin menyalurkan hak suaranya.
Bloor Michael and Fiona Wood. Keywords of Qualitative Methods. SAGE Publications, London, California, New Delhi: 2006.
DAFTAR PUSTAKA
Sugiyono. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Alfabeta, Cetakan Ke-7, Bandung: 2009.
Abdul Wahab, Solichin. Evaluasi Kebijakan Publik. Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Bekerjasama Dengan Ikip Malang, Malang :1997. Abdul Wahab, Solichin. Analisis Kebijaksanaan : Dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Bumi Aksara, Cetakan Kelima, Jakarta: 2005. Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian. Suatu Pendekatan Praktik, Bina Aksara, Jakarta: 1999.
Bungin Burhan. Metodologi Penelitian Sosial : Format-Format Kuantitatif dan Kualitatif. Airlangga University Press, Cetakan Pertama, Surabaya: 2001. Dunn William N. Pengantar Analisis Kebijakan Publik: Gadjah Mada University Press, Edisi Kedua, Yogyakarta: 2000. Fischer Frank, Miller Gerarld J & Sidney Mara S. Handbook of Public Policy Analysis Theory, Politics, and Methods. CRC Press Taylor and Francis Group, New Jersey: 2007. Hanafi Abdillah dan Guntur Waseso Mulyadi. Penelitian Untuk Mengevaluasi Efektivitas Program Kemasyarakatan. Usaha Nasional, Surabaya: 1984. Islamy
Irfan. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Bumi Aksara, Cetakan Kedua Belas, Jakarta: 2003.
Moleong Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya, Cetakan Ketujuh Belas, Bandung: 2002. Rabin
Jack. Encyclopedia of Public Administration and Public Policy. Taylor and Francis Group, LLC, Pennsylvania USA: 2005.
Somekh Bridget and Cathy Lewin. Research Methods in the Social Sciences. SAGE Publication Ltd, London and New Delhi: 2007.
Susanto Agus. “ Evaluasi Dampak Implementasi Kebijakan Pelayanan Publik: Kajian Tentang Kebijakan Perijinan Model Satuan Administrasi Satu Atap Di Kabupaten Nganjuk ”Thesis, FIA Universitas Brawijaya, Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Kekhususan Administrasi Pemerintahan Daerah, Malang: 2000.
36 Winarno Budi. Kebijakan Publik: Teori & Proses. Media Pressindo, Cetakan Pertama, Yogyakarta: 2007. Yang Kaifeng & Miller Gerarld J. Handbook of Research Methods in Public Administration. CRC Press, 2nd Edition, London & New york: 2008. Peraturan Daerah Kabupaten Pamekasan Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pencalonan, Pemilihan, Pelantikan, Dan Pemberhentian Kepala Desa. Peraturan Bupati Pamekasan Nomor 26 Tahun 2015, Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Pamekasan Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pencalonan, Pemilihan, Pelantikan, Dan Pemberhentian Kepala Desa.
IMPLEMENTASI PROGRAM TELECENTER DISHUBKOMINFO DALAM PEMBINAAN INTERNET PELAKU UKM BATIK DI PAMEKASAN Abubakar Basyarahil Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Madura
[email protected] M. Bustanol Husein Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Madura
[email protected]
Abstrat This research based on Dishubkominfo Telecenter’s program that guidance small medium enterprises (UKM) of Batik in Pamekasan who has implemented since 2008. Then, this research is to identified implemention of telecenter’s program use theory of George Edward. This theory is about some factors which influence success or bad implementation, in which this research use descriptive qualitative method. Location of the research conducted at the Telecenter Managemen.From the findings, in this research concluded that Dishubkominfo Telecenters program that guidance small medium enterprises (UKM) Batik in Pamekasan has not been implemented. The main problems of implementation process is implementator integrity. The implementator of program did not take full responsibility of this job. All of interviewess from UKM Batik gave testimony that there is no meeting or communication between Telecenter and UKM Batik. Second, bureaucracy structure. The evaluation and monitoring from Dishubkminfo to Telecenter’s management did not well. Telecenter management just only sent his report without check and recheck at the real condition. Keyword : Telecenter/s program implementation, guidance, UKM Batik Abstrak Penelitian ini dilatarbelakangi adanya program Telecenter Dishubkominfo dalam Pembinaan Internet Pelaku Usaha UKM Batik di Pamekasan yang telah dilaksanakan sejak tahun 2009. Tujuan penelitian ini yakni mengidentifikasi implementasi program Telecenter dalam pembinaan internet pelaku UKM Batik di Pamekasan. Teori yang digunakan adalah teori implementasi George Edward tentang empat faktor yang menentukan keberhasilan implementasi program, yaitu komunikasi, sumbe daya, struktur birokrasi, dan kecenderungan tingkah laku. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan penekatan deskriptif. Teknik penentuan informan secara purposif pada manajemen Telecenter. Hasil dari penelitian adalah berdasarkan hasil wawancara dengan UKM Batik yang masuk dalam daftar UKM yang dibina Telecenter, komunikasi antara Dishubkominfo dan Telecenter pada UKM Batik tidak pernah terjalin dan kegiatan pembinaan tidak pernah terlaksana. Dalam struktur birokrasi, mengenai evaluasi dan monitoring pihak Dishubkominfo pada Telecenter tidak berjalan karena hanya mengandalkan laporan dari Telecenter. Sumber pendanaan, sarana, dan prasarana Telecenter sudah mencukupi karena Dishubkominfo mendukung dengan maksimal. Kata Kunci : Implementasi Program Telecenter, Pembinaan UKM Batik
37
38 PENDAHULUAN Pamekasan salah satu kabupaten di Jawa Timur dengan tingkat perekomian yang rendah, bisa menjadi sasaran empuk bagi negara tetangga dalam penyelanggaran MEA dikarenakan kualitas dari pelaku usaha kecil menengah masih terbatas dan manual. Pamekasan merupakan salah satu kota dengan indeks pertumbuhan ekonomi terendah di regional Jawa Timur menduduki peringkat 31 dari 36 di seluruh kabupaten Jawa Timur dengan angka pertumbuhan 7,02%. Angka pertumbuhan ekonomi kota/kabupaten salah satunya juga ditentukan oleh sektor riil dan daya beli masyarakat. Pada aktivitas sektor riil di Pamekasan yang sebagian besar diwakilkan oleh kegiatan usaha kecil menengah telah mencapai sekitar lebih 1000 pelaku usaha UKM. Sumbangan dari sektor perdagangan pada tahun 2012 yang mayoritas bukan berasal dari kegiatan usaha kecil menengah mencapai 18% dari total PDRB Pamekasan dengan total PDRB mencapai enam triliun lebih. Rendahnya angka perdagangan sektor riil dikarenakan kreatifitas dan kualitas publikasi/promosi yang sudah ketinggalan zaman. Kunci dari dua poin sebelumnya adalah kualitas SDM dan peluang akses teknologi informasi. Dua hal faktor tersebut harus berjalan beriringan. Faktor akses teknologi informasi menjadi kebutuhan utama yang harus disediakan oleh pemerintah untuk merangsang pedagang agar bisa meng-upgrade usaha kecilnya menjadi usaha yang lebih besar. Jika menengok kota Bandung yang menjadi pusat inovasi dan kreatifitas kegiatan UKM, maka dapat ditelusuri bergairahnya industri kecil-menengah dikarenakan SDM Kota Bandung yang melek teknologi. Selain itu, pemerintahan Ridwan Kamil juga memprioritaskan akses layanan informasi di mana setiap RW diberi layanan wifi gratis. Ketika SDM mumpuni diikuti dengan kesempatan mendapatkan akses yang luas maka efeknya adalah menggeliatnya kegiatan perdagangan masyarakat. Masa depan perdagangan bergantung pada integrasi terhadap teknologi informasi yang dikembangkan dalam kerangka efesiensi dan efektifitas. Teknologi informasi yang berkembang sangat cepat seharusnya menjadi momen tepat pada saat ini bagi pelaku usaha di Indonesia untuk segera menancapkan gas dan bersaing dengan dunia usaha di negara lain yang sudah maju. Kehadiran bermacam-macam fitur aplikasi dan jenis smartphone yang sangat canggih memberikan efek pembeludakan aktivitas masyarakat Indonesia. Pertumbuhan pengguna
smartphone yang pesat sebenarnya merupakan objek pasar yang menggiurkan. Kegiatan promosi dan iklan menjadi aktivitas penting dalam membidik para pelanggan yang sering berselancar di dunia maya. Maka, menaikkan omzet melalui dunia maya merupakan sesuatu yang sulit. Kelebihan dari dunia digital hari ini adalah membuat penggunanya lebih efesien dan up to date. Efesien yang dimaksud adalah berkurangnya biaya operasional yang biasanya habis hanya untuk mencetak. Digital mampu mengubah segalanya—terutama yang bersifat paperless. Penurunan penggunaan paperless mampu memberi efek penghargaan dan pemeliharaan pada lingkungan hidup. Selain itu keberadaan digital juga mempermudah segala proses transaksi dengan cepat dan hanya sekali klik. Up to date yang dimaksud adalah semua aktivitas yang cepat berubah sesuai keinginan para pengusaha start-up sehingga setiap hari bahkan setiap detiknya ada isu, tren, dan fitur yang berganti. Pergantian yang demikian cepat memberi akibat kecanduan pada pengguna gadget. Kehadiran inovasi yang tiap hari berubah menjadikan kata ‘membosankan’ pada dunia maya dipastikan sulit terjadi. Namun sebaliknya, orang-orang akan terbiasa dan memberi efek ketergantungan pada dunia maya. Melihat gejala perubahan zaman yang begitu cepat dan canggih, Kabupaten Pamekasan melalui dinas Dishubkominfo ikut berperan membantu para pelaku UKM Batik dengan mengembangkan program Telecenter yang berkonsentrasi pada pengembangan layanan informasi digital. Salah satu program andalannya adalah pelatihan Go Online UKM Batik sePamekasan yang dmulai sejak tahun 2011. Sebelumnya, pada tahun 2007 telah diselenggarakan pelatihan serupa tetapi khusus nelayan. Sasaran program Telecenter fokus pada pelaku usaha kecil menengah, sekolah, dan masyarakat. Kehadiran Telecenter mampu memberi harapan pada pelaku UKM untuk bisa lebih kreatif dalam melakukan aktivitas perdagangan dengan memanfaatkan teknologi informasi. Oleh karena itu, dengan melihat program Telecenter yang berjalan selama lima tahun lebih, maka peneliti ingin menelusuri implementasi program Telecenter terhadap pembinaan internet oleh pelaku usaha UKM batik di Pamekasan. Sejak tahun 2011 setelah program Telecenter diluncurkan, masih belum diketahui sejauh mana program ini bisa dinikmati oleh pelaku UKM di Pamekasan. Program Telecenter ini sebenarnya relevan dengan kebutuhan zaman dan tentunya dalam menaikkan omzet
39 perdagangan. Melihat karakteristik pelaku UKM yang sebagian besar bukan berasal dari kalangan yang terbiasa dengan dunia teknologi, maka tentunya program Telecenter menarik untuk ditelusuri terutama yang terkait dengan implementasi program Telecenter terhadap pembinaan internet oleh pelaku UKM Batik di Pamekasan. Teori Implementasi Kebijakan Implementasi merupakan salah satu tahap dalam proses kebijakan publik. Biasanya implementasi dilaksanakan setelah sebuah kebijakan dirumuskan dengan tujuan yang jelas. Implementasi adalah suatu rangkaian aktifitas dalam rangka menghantarkan kebijakan kepada masyarakat sehingga kebijakan tersebut dapat membawa hasil sebagaimana yang diharapkan (Afan Gaffar, 2009:295). Rangkaian kegiatan tersebut mencakup persiapan seperangkat peraturan lanjutan yang merupakan interpretasi dari kebijakan tersebut. Misalnya, dari sebuah undang-undang muncul sejumlah Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, maupun Peraturan Daerah, menyiapkan sumber daya guna menggerakkan implementasi termasuk di dalamnya sarana dan prasarana, sumber daya keuangan, dan tentu saja siapa yang bertanggung jawab melaksanakan kebijakan tersebut, dan bagaimana mengantarkan kebijakan secara konkrit ke masyarakat. Menurut Teori Implementasi Kebijakan George Edward III yang dikutip oleh Budi winarno, faktor-faktor yang mendukung implementasi kebijakan, yaitu: Pertama, yaitu komunikasi. Ada tiga hal penting yang dibahas dalam proses komunikasi kebijakan, yakni transmisi, konsistensi, dan kejelasan (clarity). Faktor pertama yang mendukung implementasi kebijakan adalah transmisi. Seorang pejabat yang mengimlementasikan keputusan harus menyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintah untuk pelaksanaanya telah dikeluarkan. Faktor kedua yang mendukung implementasi kebijakan adalah kejelasan, yaitu bahwa petunjukpetunjuk pelaksanaan kebijakan tidak hanya harus diterima oleh para pelaksana kebijakan, tetapi komunikasi tersebut harus jelas. Faktor ketiga, yaitu jika implementasi kebijakan ingin berlangsung efektif, maka perintah-perintah pelaksanaan harus konsisten dan jelas. 1) Sumber-sumber Sumber-sumber penting yang mendukung implementasi kebijakan meliputi: staf yang memadai serta keahlian-keahlian yang baik untuk melaksanakan tugas-tugas mereka, wewenang,
dan fasilitas-fasilitas yang dapat menunjang pelaksanaan pelayanan publik. 2) Kecenderungan-kecenderungan atau tingkahlaku-tingkahlaku Kecenderungan dari para pelaksana mempunyai konsekuensi-konsekuensi penting bagi implementasi kebijakan yang efektif. Jika para pelaksana bersikap baik terhadap suatu kebijakan tertentu yang dalam hal ini berarti adanya dukungan, kemungkinan besar mereka melaksanakan kebijakan sebagaimana yang diinginkan oleh para pembuat keputusan awal. 3) Struktur birokrasi Birokrasi merupakan salah satu badan yang paling sering bahkan secara keseluruhan menjadi pelaksana kebijakan, baik itu struktur pemerintah dan juga organisasi-organisasi swasta (Budi Winarno, 2002:126-151). METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan pendekatan kualitatif. Artinya, data yang dikumpulkan bukan berupa angka-angka, melainkan berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, dokumen pribadi, catatan memo, dan dokumen resmi lainnya. Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yaitu berusaha menggambarkan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai objek penelitian. Diharapkan dengan pendekatan ini, peneliti bisa mendapatkan gambaran jelas tentang efektivitas program Telecenter dalam UKM di Pamekasan yang berlokasi di Kabupaten Pamekasan. Waktu Penelitian yaitu pada bulan Februari hingga Maret 2016. HASIL DAN PEMBAHASAN Peneliti menggunakan konsep George Edward perihal empat faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu program. Di bawah ini penyajian data hasil wawancara dengan pihak Dishubkominfo, Telecenter, dan UKM Batik di Pamekasan dengan mengklasifikasikannya sesuai dengan empat faktor yang mendukung implementasi, yaitu faktor komunikasi, sumber, birokrasi, dan disposisi/tingkah laku. Analisa untuk mengetahui apa saja penghambat program Telecenter, maka peneliti menggunakan konsep George Edward untuk membedah faktor yang menentukan berjalan atau tidaknya implementasi dari sebuah program, yaitu komunikasi, disposisi, birokrasi, dan sumbersumber, yang akan dianalisis di bawah ini
40 Komunikasi Ada tiga hal penting yang dibahas dalam proses komunikasi kebijakan, yaitu transmisi, konsistensi, dan kejelasan (clarity). Faktor utama yang mendukung implementasi kebijakan adalah transmisi. Seorang pejabat yang mengimplementasikan keputusan harus menyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat. Pada program Telecenter pembinaan batik, diketahui bahwa seluruh personal Telecenter telah memahami semua keputusan program melalui intensitas komunikasi yang tinggi dengan pihak Dishubkominfo karena memang, jarak lokasi mereka sangat dekat. Hampir setiap bulan terjadi komunikasi satu sama lain dalam bentuk evaluasi sehingga kegiata komunikasi bisa dikatakan telah berjalan baik dan lancar. Namun, mekanisme evaluasi dan kontrol masih belummaksimal karena seringnya pergantian tim pengelola. Komunikasi antara pengelola dan Telecenter—berdasarkan wawancara dengan Telecenter—memiliki kendala karena faktor usia yang memberikan kesulitan ketika proses pembinaan internet berlangsung. Selain itu, faktor jarak yang jauh antara pihak Telecenter dan pelaku usaha UKM memberikan kendala yang cukup besar terkait komunikasi. Jika menggunakan referensi data wawancara dari pihak UKM batik, maka berbeda versi dari pihak Telecenter. Sebelumnya tidak pernah ada komunikasi antara pihak Telecenter dan UKM batik. Pihak UKM batik merasa tidak pernah bertemu apalagi dibina dengan pihak Tele Center. Hal demikian yang menjadi poin krusial dalam penelitian ini. Mendengar program go online atau pembuatan toko online, semua pemilik UKM merasa asing dan tidak pernah mendengar maupun merasakan program tersebut. Bahkan, mereka sama sekali tidak pernah mendengar jika ada program Telecenter. Pertanyaan mengenai pembinaan go online hampir dipastikan semua menjawab dengan tidak tahu. Pihak UKM batik hanya pernah mendapat pembinaan dari Dinas Perdagangan untuk pembuatan SIUP bukan pelatihan go online maupun pembuatan toko online.Maka hasil temuannya adalah semua UKM Batik belum pernah mendapatkan pembinaan dari Telecenter maupun DISHUBKOMINFO. Sumber-sumber Sumber-sumber penting yang mendukung implementasi kebijakan meliputi: staf yang memadai serta keahlian-keahlian yang baik untuk melaksanakan tugas-tugas mereka, wewenang dan fasilitas-fasilitas yang dapat menunjang
pelaksanaan pelayanan publik. Mengenai fasilitas dari program Telecenter, tim peneliti melihat fasiltas yang sangat memadai ketika berkunjung ke tempat manajemen Telecenter. Meilhat laporan kegiatan bulanan dan anggaran keuangan maka bisa dipastikan anggaran dari program cukup banyak dan mencukupi. Bahkan dalam wawancara, disebutkan bahwa hampir sebagian besar rencana program beserta anggarannya disetujui oleh pihak Dishubkominfo. Melihat kondisi yang demikian, maka dalam kasus program Telecenter, faktor sumber finansial cukup memadai. Persoalannya adalah sumber daya manusia yang masih kurang dan kurang berkualitas dikarenakan perganitian tim pengelola yang terlalu sering. Sejak awal berdiri, hampir setiap tahun terdapat pergantian pengelola. Efeknya, pelaksanaan program tersendat dan tidak mulus karena tim masih berproses pembelajaran dari awal Struktur birokrasi Birokrasi merupakan salah satu badan yang paling sering bahkan secara keseluruhan menjadi pelaksana kebijakan, baik itu struktur pemerintah dan juga organisasi-organisasi. Dalam kasus program Telecenter ini dilihat pada pembagian job description yang jelas antara penanggung jawab yakni Dishubkominfo dan pengelola dari program Telecenter adalah manajemen. Berdasarkan keterangan ibu Frita dari Dishubkominfo dijelaskan bahwa perihal pembagian tugas dan wewenang sudah jelas sejak Telecenter terbentuk. Dalam wawancara dengan Bapak Rosi selaku manajer Tele Center, Pihak Telecenter juga tidak pernah mengalami kebingungan atau tidak paham akan tugas dan fungsinya. Akan tetapi di lapangan, menurut bapak Rosi, Dishubkominfo tidak pernah memonitoring langsung ke Telecenter untuk meninjau, mengawasi dan mengamati perkembangan program Telecenter. Dalam kaitannya pembagian tugas antara penanggung jawab dan pengelola maka dibutuhkan pengawasan langsung oleh penanggung jawab pada pengelola untuk menjaga agar kualitas program berjalan maksimal. Kecenderungan atau tingkah laku Kecenderungan dari para pelaksana mempunyai konsekuensi-konsekuensi penting bagi implementasi kebijakan yang efektif. Jika para pelaksana bersikap baik terhadap suatu kebijakan tertentu yang dalam hal ini berarti adanya dukungan, kemungkinan besar mereka melaksanakan kebijakan sebagaimana yang diinginkan oleh para pembuat keputusan awal.
41 Pada faktor ini, ditunjukkan pada kualitas mental pelaku atau implementor. Tingkah laku dari implementor menjadi poin yang sangat penting. Ketika faktor yang lain saling mencukupi, seperti pendanaan, sarana, intensitas komunikasi, dan jobdsik yang jelas maka faktor berikutnya adalah kualitas personal implementor. Apabila Implementor tidak memiliki sikap amanah dan professional, maka seluruh modal, rencana dan persiapan akan terbuang sia-sia. Dalam wawancara dengan Dishubkominfo dan Telecenter maka sepertinya program pembinaan UKM Batik sudah berjalan dan cukup lancar. Akan tetapi ada perbedaan yang cukup fatal jika melihat referensi data dari pelaku UKM Batik. Salah satu petikan wawancara “...belum pernah mas didatangi. Saya tidak kenal dengan Tele Center…” ungkap salah satu pemilik UKM batik. Kemudian, salah satu petikan wawancaranya: “…dari mana program itu mas? Saya kok baru mendengar. Siapa yang ngerjakan? Harusnya kita tahu. Kan kita yang dibina, masak gak pernah dengar. Saya benar tidak tahu. Korang oneng mas…” Pernyataan salah satu pemilik UKM batk tersebut serupa dengan pernyataan empat pemilik UKM lainnya yang menegaskan bahwa mereka tidak pernah didatangi dan tidak mengenali Tele Center. Kemudian ketika tim peneliti menanyakan perihal detail tentang program Telecenter maka jawabam dari pihak UKM batik tidak tahu dan tidak paham. Maka hasil temuannya adala segmua UKM Batik belum pernah mendapatkan pembinaan dari Telecenter maupun Dishubkominfo. Mendengar program go online atu pembuatan toko online, semua pemilik UKM merasa asing dan tidak pernah mendengar maupun merasakan program tersebut. Bahkan, bentuk program .Telecenter mereka tidak pernah mengenali maupun mendengar. Selanjutnya tim peneliti berusaha mengklarifikasi ke pihak Dishubkominfo dan pihak Telecenter maka kami dipersulit untuk pertemuannya. Bahkan ketika tim peneliti berhasil bertemu, tiba-tiba pihak Dishubkominfo mendadak sakit dan enggan bertemu dengan tim peneliti. Hal ini menunjukkan bahwa ada yang ganjil dalam pengelolaan program Tele Center. Perbedaan informasi narasumber antara data lapangan dan informasi pelaksana menunjukkan ketidakberesan amanah dan tanggung jawab dari pelaksana yang memperlihatkan kualitas
profesionalitas birokrasi Indonesia hari ini. Maka peneliti mengambil faktor tingkah laku sebagai faktor yang menghambat implementasi program Tele Center. PENUTUP Pertama, Komunikasi antara Dishubkominfo sebagai penanggung jawab dan Telecenter sebagai pengelola sudah terjalin baik dikarenakan sudah ada rutinitas laporan dari pihak Tele center. Mengenai komunikasi antara Telecenter dan pelaku UKM batik terdapat dua versi. Versi Tele Center, mereka sudah sering bersosialisasi dan berkomunikasi dengan pelaku UKM batik. Versi UKM batik, mereka tidak pernah bertemu dan mendengar tentang Telecenter serta program pembinaan internet oleh Tele Center. Struktur Birokrasi dalam hal ini berupa mekanisme kontrol dari Dishubkominfo pada Telecenter kurang baik. Karena laporan yang setiap bulan diberikan oleh pihak Telecenter tidak direspon oleh Dishubkominfo untuk memonitoring langsung ke lapangan. Kedua Sumber pendanaan, sarana dan prasarana Telecenter sudah cukup signifikan diberikan oleh Dishubkominfo setiap rencana penganggaran disetujui dan didukung penuh. Ketiga, Perihal sikap implementor dalam menjalankan tanggung jawab dan memikul amanah menjadi titik kelemahan. Dikarenakan semua sumber daya telah disediakan, struktur birokrasi dan pembagian tugas antara Dishubkominfo dan Telecenter yang jelas serta terakhir adalah pola komunikasi yang telah terjalin lama. Maka faktor tingkah laku menjadi poin kunci terhambatnya pelaksanaan program Telecenter yang belum dirasakan sama sekali oleh pelaku UKM batik di Pamekasan. Keempat, Program Telecenter tentang pembinaan UKM batik yang berlangsung sejak 2012 memililki keganjilan dikarenakan antara rencana dan program yang dibuat tidak pernah terlaksana di tataran lapangan. Pihak UKM Batik tidak pernah mendapatkan pembinaan go online dari pihak Telecenter dan Dishubkominfo Mengenai komunikasi dan struktur birokrasi, seharusnya Dishubkominfo memonitoring langsung dan mengevaluasi setiap perkembangan program Telecenter sehingga perjalanan program Telecenter bisa dikawal dan dijaga sesuai dengan tujuan awal program.. Dishubkominfo dan Telecenter seharusnya mampu melaksanakan program pembinaan online secara massif karena smber daya telah disediakan dengan maksimal termasuk pendanaan. Anggaran
42 yang telah tersedia semestinya terus dikawal sesuai dengan fakta yang terjadi di lapangan. Pihak Dishubkominfo dan Telecenter seyogyannya menunjukkan komitmen dan integritas dalam pengelolaan program Telecenter berupa usaha terbaik untuk mensukseskan secara teknis dan keseluruhan. Apabila komitmen dan integritas tidak dimiliki oleh oknum terkait maka program Telecenter ini tidak akan menyentuh masyarakat.. Program Telecenter seharusnya dimanfaatkan dengan baik oleh pihak terkait untuk memberi pelayanan terbaik bagi masyarakat bawah (baca:pelaku UKM batik) untuk meningkatkan kualitas usaha supaya kesejahteraan pelaku UKM bisa membaik dan meningkat tajam. DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Maskur. 2005. Lilitan Masalah Usaha Mikro kecil, Menengah (UMKM) dan Kontroversi Kebijakan. Medan: Bitra Indonesia. Akadun. 2009. Teknologi InformasiAdministrasi. Bandung : Alfabeta Jogiyanto. 2005. Sistem Teknologi Informasi. Yogyakarta: Andi Jones,Charles O,.1991. Pengantar Kebijakan Publik. Jakarta : Rajawali pers. Prasetyo Budi Saksono, 1984. Dalam Menuju SDM Berdaya.Bumi Aksara. Jakarta Sugiyono,2006. Metodologi Administrasi. Alfabeta.Bandung.
Penelitian
EFEK PENEGAKAN DISIPLIN TERHADAP KINERJA PEGAWAI DI DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN PAMEKASAN Sukma Umbara Tirta Firdaus Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Madura
[email protected] Abstrak Semangat revolusi mental saat ini, indikator utamanya adalah kedisiplinan yang tinggi. Lebih-lebih bagi aparatur sipil negara/ pegawai pada sebuah kantor pemerintah, karena tugasnya adalah melakukan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat. Dalam hal ini pegawai di Dinas Pendidikan Kabupaten Pamekasan, memberikan pelayanan pendidikan senantiasa kedisiplinan harus dijaga agar menghasilkan pelayanan memuaskan. Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor kedisiplinan yaitu; kesejahteraan, sanksi dan teladan pimpinan terhadap kinerja pegawai di Dinas Pendidikan Kabupaten Pamekasan. Merupakan penelitian populasi sebanyak 21 orang pegawai dengan menggunakan metode interview, kuesioner dan observasi. Anilisis yang dilakukan selain menggunakan tabel distribusi frekuensi untuk mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi kinerja juga menggunakan analisis korelasi dan regresi linear berganda untuk melihat hubungan dan pengaruh faktor kesejahteraan, sanksi dan teladan pimpinan terhadap kinerja pegawai tersebut. Hasil penelitian memberikan informasi; pada analisis penyajian secara parsial atau uji-T yaitu untuk konstanta sebesar 1,323, variabel kesejahteraan (X1)= 8,394, sanksi (X2)= 5,552, teladan pimpinan (X3)=9,699, sehingga faktor dominan berpengaruh terhadap kinerja pegawai di Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Pamekasan (Y) adalah variabel ketiga yaitu teladan pimpinan. Dari hasil pengujian simultan atau uji-F menunjukkan adanya pengaruh yang kuat secara serempak antar ketiga variabel bebas dengan variabel tergantung, dimana F hitung > F tabel yaitu 231,98442 > 2,394. Hasil pengujian koefesien determinasi (R2) adalah sebesar 0,899637, koefesien determinasi ini menunjukkan bahwa persamaan regresi telah menunjukkan sebesar 89,9637%, berarti variabel bebas memberikan sumbangan yang kuat terhadap variabel terikat, sedangkan 10,0363% adalah dari variabel lain. Kata Kunci: disiplin, kinerja pegawai.
Abstract The spirit of the current mental revolution, the main indicator is the high discipline. Even more so for state civil officials / employees in a government office, because his job is to do the maximum service to the community. In this case the employee at the Education Department Pamekasan, provide education services continue to discipline must be maintained in order to produce a satisfactory service. This study was to determine the effect of the factors that discipline; welfare, sanctions and exemplary leadership of the performance of employees at the Department of Education Pamekasan. A study population of more than 21 employees by using interviews, questionnaires and observations. Useful analysis carried out in addition to using a frequency distribution table to identify the factors that affect performance are also using correlation analysis and multiple linear regression to examine the relationship and influence of well-being, sanctions and exemplary leadership of the employee's performance. The results of the study provide information; on the analysis of the presentation of partial or T-test, namely to constant at 1,323, the variables being (X1) = 8.394, sanctions (X2) = 5.552, exemplary leadership (X3) = 9.699, so the dominant factors influence the performance of an employee in the Office of the District Education Office Pamekasan (Y) is a third variable that is an exemplary leader. From the test results simultaneously or F-test showed a strong influence in unison between three independent variables with the dependent variables, where F count> F table is 231.98442> 2,394. Results of testing the coefficient of determination (R2) is equal to 0.899637, coefficient of determination shows that the regression equation has shown by 89.9637%, it means that the independent variables contribute strongly to the dependent variable, while 10.0363% are of other variables. Keywords: discipline, employee performance.
43
44 PENDAHULUAN Untuk memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat, pada dasarnya harus didukung oleh pegawai yang berkualitas atau kemampuan dan kedisiplinan yang tinggi. Dalam hal pelaksanaan pelayanan pendidikan di Dinas Pendidikan Kabupaten Pamekasan, sampai saai ini masih dalam tataran memuaskan. Karena kualitas pelayanan dapat dipertanggungjawabkan, semua ini berkat keteladanan pegawai yang ada dan kepemimpinan dari dinas bersangkutan. Sebagai seorang pemimpin harus dapat memberikan contoh yang baik bagi seluruh pegawai, sehingga para pegawai merasa enggan untuk tidak berdisiplin dalam tugasnya sebagai tenaga kependidikan. Ditengah semangat “revolusi mental” saat ini, wacana disiplin kerja banyak dibicarakan atau diinformasikan. Tentang isu disiplin kerja tersebut (yang diinterpretasikan sebagai kepatuhan di tempat kerja, inovasi dan kreativitas), telah mendapat sorotan dalam rangka usaha membina disiplin nasional yang nantinya mengarah pada kinerja. Hubungannya dengan kinerja, Hasibuan (1994: 16) mengatakan bahwa kemampuan dan kecakapan pegawai kurang berarti jika tidak diikuti moral kerja dan kedisiplinan dalam mewujudkan tujuan. Karena itu, semakin disiplin kerja pegawai maka semakin tinggi prestasi kerja yang dicapainya. Disiplin kerja yang baik mencerminkan besarnya tanggung jawab seseorang pegawai terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Di samping itu, disiplin kerja merupakan salah satu indikasi adanya semangat dan kegairahan kerja yang dapat mendukung terwujudnya pencapaian tujuan, baik lembaga/ organisasi, pegawai, maupun masyarakat (Hasibuan, 1994: 212). Dalam rangka pembinaan disiplin kerja tersebut, umumnya para ahli menyorotinya melalui aspek tindakan dan pengaturan preventif dan korektif. Dalam kaitan ini dapat dikatakan bahwa untuk membina sumber daya manusia dalam suatu lembaga/ organisasi/ istansi, diperlukan adanya suatu peraturan disiplin yang memuat pokok-pokok kewajiban, larangan, dan sanksi (ancaman/ hukuman) apabila kewajiban
tidak ditaati atau larangan dilanggar. Peraturan tersebut sangat diperlukan untuk memberi bimbingan dan penyuluhan serta memperbaiki pegawai yang melakukan pelanggaran agar mereka dapat menciptakan disiplin atau tata tertib yang baik dalam menjelankan tugas di dalam lembaga/ organisasi/ istansi (di tempat kerjanya). Secara sederhana sebagian orang mengatakan bahwa kedisiplinan adalah apabila pegawai tersebut jarang absen dan datang serta pulang tepat pada waktunya. Namun pada hakikatnya kedisiplinan mempunyai makna yang lebih luas, yaitu merupakan suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan dari lembaga/ organisai/ istansi baik yang tertulis maupun tidak. Sebagai suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan, maka tentunya banyak faktor yang ikut menentukan kedisiplinan tersebut. Faktor penunjang terciptanya kedisplin kerja pegawai, antara lain; 1) kesejahteraan, 2) sanksi, dan 3) teladan pimpinan. Salah satu lembaga yang dijadikan sebagai obyek studi atau penelitian dalam tulisan ini yaitu Dinas Pendidikan Kabupaten Pamekasan. Sebagai suatu lembaga pemerintah yang mempunyai peranan yang strategis dan berperan dalam penyelenggaraan pemerintahan, khususnya di bidang pendidikan. Karenanya, para pegawai yang bekerja pada lembaga tersebut diharapkan dapat menjaga tingkat kedisiplinan yang tinggi. Sehubungan dengan uraian di atas, maka dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui lebih jauh pengaruh faktor kedisiplinan tersebut dalam menunjang kinerja pegawai. Dimana faktor-faktor seperti kesejahteraan, sanksi dan teladan pimpinan, apakah berpengaruh (baik secara parsial maupun simultan) terhadap kinerja pegawai di Dinas Pendidikan Kabupaten Pamekasan. selanjutnya, di antara faktor-faktor tersebut, manakah yang mempunyai pengaruh dominan terhadap kinerja pegawai di Dinas Pendidikan Kabupaten Pamekasan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh kesejahteraan, sanksi dan teladan pimpinan (baik secara parsial maupun simultan) terhadap kinerja pegawai di Dinas Pendidikan Kabupaten Pamekasan. Serta untuk
45 mengetahui dari ketiga faktor tersebut, mana yang mempunyai pengaruh paling dominan terhadap kinerja pegawai di Dinas Pendidikan Kabupaten Pamekasan. Mengacu pada pengertian bahwa kedisiplinan merupakan suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan, maka sudah tentu mempunyai banyak faktor yang menunjangnya. Dalam hubungan ini Hasibuan (1994: 213-214) mengatakan bahwa pada dasarnya banyak indikator yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan suatu organisasi, antara lain; tujuan dan kemampuan, teladan pimpinan, balas jasa (upah/ gaji/ kesejahteraan), keadilan, pengawasan, sanksi/ hukuman, ketegasan dan hubungan kemanusiaan. Kedelapan indikator ini dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut ini. Tujuan dan kemampuan. Tujuan yang akan dicapai harus ditetapkan secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Artinya bahwa tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada seorang karyawan harus sesuai dengan kemampuan karyawan yang bersangkutan, agar dia bekerja sungguh-sungguh dan berdisiplin. Untuk melaksanakan suatu beban pekerjaan yang diberikan haruslah sesuai dengan tingkat pendidikan yang dimiliki oleh karyawan yang bersangkutan. Teladan pimpinan. Dalam hal ini pimpinan manyadari bahwa perilakunya akan dicontoh dan diteladani oleh bawahannya. Karena itu dia harus berdisiplin, jujur, adil serta sesuai kata dan perbuatannya. Dengan demikian kedisiplinan bawahan pun akan ikut baik. Oleh sebab itu seorang pimpinan jangan mengharapkan kedisiplinan yang baik dari bawahannya jika dia sendiri kurang berdisiplin. Balas jasa (upah/ gaji/ kesejahteraan), akan memberikan kepuasan dan kecintaan karyawan terhadap pekerjaan dan tempat dia bekerja (kantornya). Jika kecintaan karyawan akan pekerjaannya semakin baik maka kedisiplinan mereka akan semakin baik pula. Karena itu semakin tinggi balas jasa maka semakin baik kedisiplinan karyawan/ pegawai. Sebaliknya bila balas jasa kecil maka tidak mustahil kedisiplinan karyawan akan rendah. Karena karyawan akan sulit untuk berdisiplin dengan baik selama
kebutuhan-kebutuhan primernya tidak terpenuhi dengan baik. Keadilan. Keadilan yang dimaksudkan di sini adalah keadilan dalam pemberian balas jasa dan pemberian sanksi/ hukuman. Dengan demikian akan merangsang terciptanya kedisiplinan karyawan yang baik. Karena itu setiap pemimpin harus senantiasa berlaku adil bagi setiap bawahannya. Pengawasan. Pengawasan atau dalam istilah Hasibuan “Pengawasan Melekat (Waskat)” merupakan suatu tindakan nyata yang akhir-akhir ini dianggap paling efektif dalam mewujudkan kedisiplinan karyawan/ pegawai baik dalam lembaga swasta dan terlebih-lebih lagi dalam instansi pemerintah. Dalam hal ini atasan harus aktif dan langsung mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah kerja dan prestasi kerja bawahannya. Pengawasan ini berdampak baik terhadap organisai di mana karyawan bekerja. Karena sebagian karyawan menganggap bahwa dengan pengawasan tersebut mereka merasa mendapatkan perhatian, bimbingan, petunjuk, pengarahan dan pengawasan dari atasannya. Sanksi/ hukuman. Dengan sanksi/ hukuman yang semakin berat, karyawan/ pegawai akan semakin takut melanggar peraturan-peraturan perusahaan/ instansi, sehingga sikap dan perilaku indisipliner karyawan/ pegawai akan berkurang. Agar sanksi tersebut bersifat mendidik maka harus ditetapkan berdasarkan pertimbangan yang logis, adil dan sesuai dengan tingkatannya. Sanksi jangan terlalu berat dan jangan pula terlalu ringan. Ketegasan. Dalam hal ini pimpinan harus berani dan tegas bertindak untuk menghukum setiap karyawan yang indisipliner sesuai dengan sanksi hukuman yang telah ditetapkan. Pimpinan yang berani bertindak tegas menerapkan hukuman bagi karyawan yang indisipliner akan disegani dan diakui kepemimpinannya oleh bawahannya. Dengan demikian pemimpin tersebut akan dapat memelihara kedisiplinan karyawan/ pegawai dalam perusahaan/ instansi yang dipimpinnya. Hubungan kemanusiaan. Dalam hal ini pimpinan harus dapat menciptakan suasana hubungan kemanusiaan yang baik, dalam arti serasi, harmonis dan mengikat, baik vertikal maupun horizontal di antara semua karyawannya. Jika hal ini tercipta dalam suatu organisasi, maka
46 akan terwujud lingkungan dan suasana kerja yang nyaman, sehingga akan memotivasi kedisiplinan yang baik pada organisasi tersebut. Konsep variabel dalam penelitian ini antara lain; kesejahteraan terhadap pegawai, sanksi/ hukuman terhadap pegawai, teladan pimpinan, dan kinerja/ keberhasilan kerja pegawai. Model analisisnya sebagai berikut: A. Variabel tergantung/ dependent (Y) adalah kinerja. B. Variabel bebas/ independent (X) adalah faktor kedisplinan atau faktor yang mempengaruhi kinerja, terdiri dari; X1: Kesejahteraan, X2: Sanksi, X3: Teladan Pimpinan. Sementara hipotesis dalam penelitian ini adalah: A. Diduga faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai adalah: Kesejahteraan, sanksi serta teladan pimpinan mempunyai pengaruh yang signifikan atau bermakna terhadap kinerja pegawai di Dinas Pendidikan Kabupaten Pamekasan. B. Diduga faktor teladan pimpinan (X3) merupakan faktor yang paling dominan pengaruhnya terhadap kinerja Pegawai Di Dinas Pendidikan Kabupaten Pamekasan dibandingkan dengan variabel bebas lainnya. METODE Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai di Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Pamekasan. Berdasarkan data yang ada jumlah pegawai di Dinas Pendidikan Kabupaten Pamekasan berjumlah 21 orang. Populasi pada penelitian ini adalah homogen yang daftar pegawainya tersedia di sekretariat Dinas Pendidikan Kabupaten Pamekasan. Sehingga penelitian ini adalah penelitian populasi. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode interview, kuesioner dan observasi. Berdasarkan daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah dipersiapkan, diadakan wawancara langsung dengan pegawai di Dinas Pendidikan Kabupaten Pamekasan yang menjadi responden. Model analisis data yang digunakan dalam menganalisis data penelitian ini adalah Regresi Linier Berganda (Multiple Linear Regression) dengan maksud untuk memperoleh hasil
pendugaan parameter yang baik (dalam arti tidak bias) dengan asumsi variabel tergantung dan variabel bebas adalah linier. Selain itu ingin diketahui hubungan antar variabel bebas dan variabel tergantung, dan sejauh mana pengaruh antara variabel-variabel bebas, serta pengaruh antara variabel tergantung dengan variabel bebas, baik secara bersama (simultan) maupun secara individual (parsial). Spesifikasi model regresi linier berganda yang digunakan adalah: Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + ei Dimana: Y = peningkatan kinerja pegawai b0 = konstanta X1 = kesejahteraan X2 = sanksi X3 = teladan pimpinan b1 b2 b3 = koefisien regresi parsial ei = variabel pengganggu Selanjutnya agar model dapat dioperasionalkan dengan OLS (Ordinary Least Square) maka harus dipenuhi asumsi klasik sebagai berikut: A. Rata-rata penggunaan (ei) sama dengan nol, artinya asumsi ini menginginkan model yang dipakai dapat secara tepat menggambarkan rata-rata variabel tergantung setiap observasi. Dengan kata lain bila sampel diulang dengan nilai variabel bebas tetap, maka kesalahan tiap observasi akan mempunyai rata-rata dengan nol atau saling meniadakan. B. Homoskedastisitas E(ei2) = σ2, artinya varian gangguan untuk masing-masing pengamatan adalah konstan atau sama besar dengan σ2 dalam arti tidak terjadi hubungan antara variabel pengganggu dengan variabel bebas atau dapat dikatakan setiap observasi mempunyai realibilitas yang sama. C. Non-otokorelasi E (ei, ej) = 0, artinya bahwa gangguan disatu observasi tak berkorelasi dengan gangguan di observasi lain. Dengan kata lain bahwa nilai variabel tergantung hanya diterangkan oleh variabel bebas bukan oleh variabel pengganggu. D. Non-multikolinearitas E (ei, xj) = 0, artinya tidak terjadi hubungan atau korelasi antar variabel bebas.
47 Jika asumsi ini terpenuhi maka model regresi yang digunakan disebut BLUE (Best Linear Unbiased Estrmato) (Mursinto, 1993: 23-24). Dalam teknik analisis data, ada beberapa langkah yang dilukukan, yaitu: A. Menghitung Koefesien Determinasi Berganda (R2) Perhitungan koefisien determinasi berganda digunakan untuk mengukur ketepatan dari model analisis yang dibuat. Nilai koefisien determinasi berganda digunakan untuk mengukur besarnya sumbangan dari variabel bebas yang diteliti terhadap variasi variabel tergantung. Nilai R2 berada antara 0 dan 1 atau 0 ≤ R2 ≥ 1. Bila nilai R2 mendekati nilai 1 maka dapat dikatakan semakin besar, berarti model yang digunakan semakin kuat untuk menerangkan variasi dan variabel tergantung. Sedangkan jika R2 nilai mendekati 0 maka model yang digunakan semakin lemah dalam menerangkan variasi dari variabel tergantung. B. Pengujian Hipotesis Pertama Pengujian hipotesis pertama dengan menggunakan uji regresi secara simultan atau statistik uji yang digunakan adalah uji F. Uji F atau F hitung adalah sebagai berikut: Rata-rata kuadrat regresi F hitung = Rata-rata kuadrat eror (Makridakis, Wright dan Mc Gee, 1992: 243) Adapun rumusan hipotesisnya adalah sebagai berikut: Ho : bi = 0 Ha : bi ≠ 0 (i = dan 1 sampai 5) Dengan membandingkan F hitung (Fh) dengan F tabel (Ft) pada α = 0,05. Apabila hasil perhitungan menunjukkan:
1. Fh ≥ Ft
atau probabilitas kesalahan kurang 5%, maka hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Ini berarti bahwa variasi dan model regresi berhasil menerangkan variabel bebas secara keseluruhan.
2. Fh < Ft
atau probabilitas kesalahan lebih dari 5%, maka Ho diterima dan Ha ditolak. Ini berarti bahwa variasi dari model regresi tidak berhasil menerangkan variasi variabel bebas secara keseluruhan.
C. Pengujian Hipotesis Kedua Pengujian hipotesis kedua ini menggunakan uji statistik t untuk mengetahui sumbangan masing-masing variabel bebas secara parsial terhadap variabel tergantungnya, rumus yang digunakan adalah: Bi - bi0 t= Sbi Dimana: bi = koefisien ke-i bi0 = parameter ke-i yang dihipotesakan Sbi = kesalahan standar bi Adapun rumusan hipotesisnya adalah sebagai berikut: Ho : bi = 0, tidak ada pengaruh bermakna antara Xi dengan Y Ha : bi ≠ 0, ada pengaruh bermakna antara Xi dengan Y Dengan membandingkan t hitung (th) dengan t tabel (tt) pada α= 0,05, maka pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut: Bila t hitung ≤ t tabel, maka Ho diterima, Ha ditolak, berarti variabel-variabel bebas kurang dapat menjelaskan variabel terikatnya. Sebaliknya bila t hitung ≥ t tabel, maka Ho ditolak Ha diterima. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa variabel-variabel bebas mampu menjelaskan variabel terikatnya. D. Menghitung Koefisien Determinasi Parsial (r2) Langkah berikutnya, mencari besarnya koefisien determinasi parsial (r2) untuk masing-masing variabel bebas. Kegunaannya untuk mengetahui sejauh mana besarnya sumbangan masing-masing variabel bebas terhadap varabel terikat dan untuk mengetahui variabel bebas mana yang mempunyai sumbangan terbesar (dominan) terhadap variabel terikat. Berarti semakin besar r2 untuk masing-masing variabel bebas, menunjukkan semakin besar pula sumbangannya terhadap variabel terikat dan jika ada variabel yang angka r2 paling besar, probabilitasnya paling besar/ tinggi, maka variabel bebas tersebut mempunyai pengaruh yang dominan terhadap variabel terikatnya.
48 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis dalam penelitian ini menampilkan gambaran statistik diskriptif, digunakan untuk memahami distribusi frekuensi jawaban responden berdasarkan hasil angket yang disebarkan kepada 21 orang respoden yaitu pegawai Di Dinas Pendidikan Kabupaten Pamekasan. Dimana setiap katagori unsur-unsur yang ada pada variabel-variabel bebas yang diteliti adalah kajian efektifitas penegakan disiplin terhadap kinerja pegawai yang terdiri dari variabel kesejahteraan, variabel sanksi serta variabel teladan pimpinan. Sedangkan variabel terikatnya adalah variabel kinerja pegawai Di Dinas Pendidikan Kabupaten Pamekasan. A. Distribusi Frekuensi variabel Kesejahteraan Item pertama dari variabel kesejahteraan adalah apakah gaji yang diterima setiap bulannya sudah mencukupi atau memenuhi kebutuhan minimum. Dalam hal ini hanya sebagian kecil yang menyatakan kurang mencukupi kebutuhan minimum yaitu sebanyak dua orang responden atau 9,5% dan satu orang responden atau 4,8% menyatakan tidak mencukupi kebutuhan minimum, sedangkan yang menyatakan mencukupi kebutuhan minimum sebanyak 10 orang responden atau 47,6% dan lima orang responden atau sebesar 23,8% menyatakan sangat mencukupi serta tiga orang responden atau 14,3% menyatakan sangat mencukupi sekali. Untuk item kedua dari variabel kesejahteraan adalah tentang kelancaran pembayaran gaji setiap bulan. Dalam hal ini yang menyatakan kurang lancar terhadap pembayaran gaji tiap bulan sebanyak tiga orang responden atau 14,3% dan satu orang responden atau 4,8% menyatakan tidak lancar sedangkan untuk responden yang menyatakan lancar adalah 11 orang responden atau 52,4%. Dan untuk tiga orang responden atau 14,3% menyatakan sangat lancar, tiga orang responden atau 14,3% dari 21 orang responden menyatakan sangat lancar sekali. Untuk item ketiga dari variabel kesejahteraan adalah tentang perasaan terhadap gaji yang diterima. Dari 21 orang responden yang menjadi sampel ternyata tiga
orang responden atau 14,3% yang menyatakan merasa kurang puas dan yang menyatakan tidak puas hanya dua orang responden atau 9,5%, sedangkan yang menyatakan atau merasa puas terhadap gaji yang diterima sebanyak sembilan orang responden atau 42,8%, dan empat orang responden atau 19% merasa sangat puas serta yang menyatakan atau merasa sangat puas sekali sebanyak tiga orang responden atau 14.3%. B. Distribusi Frekuensi Variabel Sanksi Item pertama pada variabel sanksi yaitu bagaimana persepsi terhadap sanksi yang diberlakukan. Dalam hal ini yang menyatakan kurang berat adalah dua orang responden atau 4,8% dan dua orang responden atau 4,8% menyatakan tidak berat, yang menyatakan berat sebarnyak 12 orang responden atau 57,1%, sedangkan yang menyatakan sangat berat adalah tiga orang responden atau 14,3% dan untuk yang menyatakan sangat berat sekali sebanyak dua orang responden atau 9,5%. Untuk item kedua dari variabel sanksi adalah persepsi terhadap pelaksanaan sanksi tersebut. Dalam hal ini dari 21 orang responden yang menyatakan kurang tepat ada lima orang responden atau 23,8% dan yang menyatakan tidak tepat ternyata tidak ada sedangkan yang menyatakan tepat terhadap pelaksanaan sanksi ada 11 orang responden atau 52,4% dan tiga orang responden atau 14,3% menyatakan sangat tepat, dan sisanya sebanyak dua orang responden atau 9,5% menyatakan sangat tepat sekali terhadap pelaksanaan sanksi. Untuk item ketiga dari variabel sanksi adalah perasaan terhadap sanksi yang diterapkan di Di Dinas Pendidikan Kabupaten Pamekasan. Dalam hal ini yang menyatakan tidak begitu takut sebanyak dua orang responden atau 9,5% dan dua orang responden atau 9,5% menyatakan sangat tidak takut, sedangkan yang menyatakan takut ada 11 orang responden atau 52,4% dan tiga orang responden atau 14,3% menyatakan sangat takut terhadap diterapkannya sanksi atau hukuman, sedangkan sisanya tiga orang responden atau 14,3% sangat takut sekali.
49 C. Distribusi Frekuensi Variabel Teladan Pimpinan Item pertama pada variabel teladan pimpinan adalah apakah pimpinan selalu berprestasi atau bekerja dengan baik. Dalam hal ini yang menyatakan bahwa pimpinan Di Dinas Pendidikan Kabupaten Pamekasan kurang bekerja dengan baik atau kurang berprestasi ada satu orang responden atau 4,8% dari 21 orang responden yang menjadi sampel penelitian, dan satu orang responden atau 4,8% menyatakan sangat tidak bekerja dengan baik/ tidak berprestasi, sedangkan yang menyatakan cukup bekerja dengan baik ada 12 orang responden atau 57,1%, dan empat orang responden atau 19% menyatakan bahwa pimpinan bekerja dengan baik/ berprestasi sedangkan sisanya tiga orang responden atau 14,3% menyatakan selalu bekeja dengan baik. Untuk item kedua dan variabel teladan pimpinan adalah apakah pimpinan dalam menjalankan tugas sehari-hari selalu tepat waktu. Dalam hal ini yang menilai bahwa pimpinan jarang tepat waktu ada satu orang responden atau 4,8% dan dua orang responden atau 9,5% menyatakan sangat/ selalu tidak tepat waktu, sedangkan yang menyatakan kadang-kadang ada 10 orang responden atau 47,6% dan yang menyatakan tepat waktu ada satu orang responden atau 33,3%, sedangkan sisanya dua orang responden atau 9,5% sangat tepat waktu. Untuk item ketiga dan variabel teladan pimpinan yaitu apakah pimpinan sebagai figur selalu bertindak adil terhadap bawahan. Dalam hal ini yang menyatakan kurang adil dalam bertindak adalah dua orang responden atau 95% dan satu orang responden atau 4,8% menyatakan tidak adil dalam bertindak terhadap bawahan, sedangkan yang menyatakan ada sembilan orang responden atau 42,8% dan tujuh orang responden atau 33,3% menyatakan sangat adil dan sisanya dua orang responden atau 9,5% menyatakan sangat adil sekali dalam bertindak. D. Distribusi Frekuensi Variabel Kinerja Pegawai Item pertama pada variabel kinerja pegawai pada Di Dinas Pendidikan Kabupaten
Pamekasan adalah ketepatan dalam melaksanakan tugas/ pekerjaan. Dalam hal ini yang menyatakan kurang tepat waktu sebanyak tiga orang responden atau 14,3% dan satu orang responden atau 4,8% menyatakan tidak tepat waktu dalam menyelesaikan suatu tugas/ pekerjaan yang menyatakan tepat waktu ada sembilan orang responden atau 42,8% dan tujuh orang responden atau 33,3% menyatakan sangat tepat waktu, sedangkan sisanya satu orang responden atau 4,8% menyatakan sangat tepat sekali dalam menyelesaikan tugasnya. Untuk item kedua dan variabel kinerja pegawai yaitu apakah dalam melaksanakan tugas selalu tidak ada kesalahan. Dalam hal ini dari 21 orang responden yang menjadi sampel penelitian tiga orang responden atau 14,3% menyatakan sering salah dalam melaksanakan tugas dan dua orang responden atau 9,5% menyatakan sering sekali salah dan yang menyatakan kadang-kadang ada 10 orang responden atau 47,6 % dan yang menyatakan jarang salah sebanyak tiga orang responden atau 14.3% sedang tiga orang responden atau 14,3% menyatakan tidak pernah salah sama sekali dalam menjalankan tugas sehari-hari. Untuk item ketiga dari variabel kinerga pegawai adalah tingkat kerjasama sesama pegawai yaitu dalam menjalankan tugas selalu memperhatikan kepentingan pelaksanaan tugas yang dikerakan oleh rekan-rekan sekantor. Dalam hal ini yang menyatakan kurang memperhatikan ada empat orang responden atau 19,0% dan dua orang responden atau 9,5% menyatakan sangat tidak memperhatikan terhadap pekerjaan rekan lain, sedangkan yang menyatakan cukup memperhatikan ada 10 orang responden atau 47,6%, dan tiga orang responden atau 14,3% menyatakan sangat memperhatikan, sedangkan sisanya dua orang responden atau 9,5% menyatakan sangat memperhatikan sekali terhadap pekerjaan teman sekantor. E. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian Uji validitas ini digunakan untuk menguji instrumen, yaitu apakah instrumen yang digunakan dapat memberikan hasil yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Dalam
50 kaitannya dengan penelitian ini uji validitas akan digunakan untuk mengukur atas item pertanyaan kuisioner masing-masing variabel atau indikator. Tujuannya apakah item-item pertanyaan tersebut merupakan bagian dari indikator. Adapun teknik pengujiannya dengan menggunakan korelasi product moment dengan menggunakan tingkat kepercayaan 5%. Suatu item pertanyaan dikatakan valid jika nilai probability (p) kurang dari 0,05 (p < 0,05). Berdasarkan perhitungan yang dilakukan menggunakan rumus diperoleh untuk X1, X2, X3 dan Y, keseluruhan item pertanyaannya dapat dikatahan valid, karena nilai probability lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05). Uji reliabilitas ini digunakan untuk melihat apakah respon atau tanggapan dari responden akan menghasilkan hasil yang sama jika dilakukan pada tempat dan waktu yang berbeda. Adapun teknik yang digunakan dengan menggunakan reliabilitas alpha cronbach. Perhitungannya dengan membandingkan nilai a dengan table reliabilitas dari Ebel dan Frisbie. Jika nilai α > dari r table maka dianggap reliabel. Tabel 1 Hubungan Jumlah Butir Dengan Reliabilitas Instrumen Penelitian Jumlah Butir
Reliabilitas
5 0,20 10 0,33 20 0,50 40 0,67 80 0,80 160 0,89 Sumber: Diadaptasi dari Ebel dan Frisbie (1991)
Berdasarkan hasil perhitungan rumus semua indikator dan ketiga variabel bebas dan variabel terikat tersebut dikatakan reliabel, karena nilai alpha > dari nilai tabel (nilai α nilai tabel). Berikutnya menampilkan analisis statistik inferensial, yang dimulai dengan: A. Analisis Regresi Linier Berganda Berdasarkan hasil perhitungan regresi linier berganda dengan menggunakan program SPSS, maka diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 2 Hasil Analisis Statistik Regressi Linier Berganda Variabel Bebas
Koefisien Regresi
X1 (kesejahteraan) X2(sanksi) X3(teladan pimpinan) Konstanta
0.463566 0,474591 0,365118 1,222488
R Squared = 0,899637 Multiple R = 0,924943
F-Rasio = 231,98442 Probo = 0,0000
Berdasarkan pada tabel diatas maka persamaan regresi yang diperoleh adalah sebagai berikut: Y= 1,222488 + 0,463566 X1 + 0,474591 X2 + 0,365118 X3 + ei Maksud dari persamaan tersebut adalah: - Apabila kesejahteraan karyawan mengalami kenaikan sebesar satu satuan maka kinerja pegawai akan bertambah sebesar 0,463566. - Apabila sanksi mengalami peningkatan sebesar satu satuan maka kinerja pegawai akan bertambah sebesar 0,474591. - Jika kondisi teladan pimpinan mengalami kenaikan sebesar satu satuan maka kinerja pegawai akan mengalami peningkatan sebesar 0,365118. B. Analisis Uji Korelasi Tingkat Nol Hasil uji analisis korelasi tingkat nol dengan derajat kesalahan 5% (α = 0,05) menunjukkan antara variabel bebas dan tergantung mempunyai hubungan yang signifikan, hal ini ditunjukkan dengan nilai peluang (p) kurang dari nilai α, dalam penelitian ini semua variabel berhubungan secara signifikan. C. Analisis Korelasi Regresi Linier Berganda Untuk menguji dan mengetahui sejauh mana hubungan dan pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat maka dipakai teknik korelasi regresi linier berganda. Dari hasil perhitungan dalam lampiran maka diperoleh koefisien korelasi berganda Multiple R (R) sebesar 0,924943, keadaan ini menunjukkan bahwa ada ketergantungan yang kuat antara variabel bebas dengan variabel terikat. Sedangkan koefisien determinasi atau RSquared (R2) sebesar 0,899637. Koefisien determinasi ini menunjukkan seberapa besar
51 keragaman dari variabel terikat yang dapat dijelaskan oleh model. Dalam penelitian ini mempunyai arti bahwa persamaan regresi telah menjelaskan sebesar 89,9637% dari keseluruhan jumlah keragaman yang dapat dijelaskan, atau setiap variabel bebas memberikan sumbangan terhadap variabilitas variabel tergantung sebesar 89,9637%, sedangkan sisanya sebesar 10,0363% dijelaskan oleh variabel lain yang belum dimasukkan dalam model. D. Test Simultan Regresi Linier Berganda Setelah diketahui tingkat keeratan hubungan antara varibel terikat, maka untuk lebih menyakinkan dapat dilakukan variabel bebas dengan menggunakan uji F, hipotesa yang digunakan adalah sebagai berikut: H0 : ᵝ1 = ᵝ2 = ᵝ3 H1 : minimal ada satu ᵝi ≠ 0 dimana i = 1,2,3 Karena nilai F-hitung (231,98442) > F (0,05; (3,22) (2,394) maka keputusanya tolak Ho artinya bahwa model tersebut telah signifikan atau variabel bebas tersebut secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap variabel terikat. E. Uji Parsial Regresi Linier Berganda Setelah dilakukan pengujian secara simultan, jika diperoleh keputusan tolak Ho atau variabel bebas secara bersama mempunyai pengaruh dalam meramalkan nilai variabel tergantung, maka dilakukan pengujian secara individu untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara individu terhadap variabel tergantung. Hipotesa yang diajukan adalah: Ho : ᵝ1 = 0 H1 : ᵝ1 ≠ 0 dimana i= 1, 2, 3 Berdasarkan perhitungan rumus yang telah dilakukan diperoleh bahwa semua variabel X1, X2, X3, keputusannya tolak Ho karena nilai thitung > dari nilai t-tabel yaitu t(0,05:54 = 2,0021, berarti kesejahteraan karyawan, sanksi dan teladan pimpinan secara individu berpengaruh terhadap kinerja karyawan. F. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas ini dimaksudkan untuk mengetahui adanya hubungan yang sempurna antara variabel-variabel bebas dalam model regresi. Kolinearitas ganda sering
ditandai dengan nilai R2 yang tinggi (antara 0,7 sampai 1), namun tidak satupun atau sangat sedikit variabel bebas yang signifikan secara individu. Dalam penelitian ini jika dilihat dari nilai R yang tidak cukup besar menunjukkan kemungkinan tidak akan terjadi multikolinearitas, untuk lebih membuktikan bahwa tidak ada kasus ini maka dilihat nilai VIF < 10 berarti tidak ada multikolinearitas. G. Uji Autokorelasi Autokorelasi dapat timbul karena berbagai alasan, misalnya karena adanya pola siklus yang terjadi dalam regresi yang meliputi data deret waktu, adanya variabel penting yang belum dimasukkan ke dalam model atau bentuk fungsi yang digunakan kurang tepat. Salah satu akibat dari adanya kasus ini maka penaksir yang dihasilkan tidak lagi efesien baik untuk sampel besar maupun untuk sampel kecil. Untuk menegtahui ada atau tidak autokorelasi dapat dilihat dari nilai DurbinWatson 2,32658 dimana nilai ini du
52 tersebar secara acak dan tidak membentuk pola tertentu maka asumsi linearitas terpenuhi. PENUTUP Simpulan Berdasarkan pada temuan penelitian dan pembahasan dari sudut variabel-variabel yaitu: kesejahteraan karyawan, sanksi, serta teladan pimpinan, dapat disimpulkan sebagai berikut: A. Pada analisis penyajian secara persial atau ujiT ini yaitu untuk konstanta sebesar 1,323, sedangkan atribut kesejahteraan karyawan (X1) mempunyai nilai 8,394, variabel sanksi (X2) mempunyai nilai 5,522, variabel teladan pimpinan (X3) mempunyai nilai 9,699, jadi faktor dominan berpengaruh terhadap kinerja pegawai negeri sipil Di Dinas Pendidikan Kabupaten Pamekasan adalah variabel ke tiga yaitu teladan pimpinan. B. Dari hasil pengujian simultan atau uji-F ini menunjukkan adanya pengaruh yang kuat secara serempak antara variabel bebas ketiga variabel dengan variabel tergantung, dimana F hitung > F tabel yaitu 231,98442 > 2,394. C. Hasil pengujian koefisien determinasi (R2) adalah sebesar 0,899637. Koefesien determinasi ini menunjukkan sebesar 89,9637%, berarti varibel bebas memberikan sumbangan yang kuat terhadap variabel terikat, sedangkan 10,0363% adalah variabel lain. Dengan demikian, hasil penelitian yang telah disimpulkan di atas bahwa: A. Hipotesis yang pertama adalah variabelvariabel bebas yakni kesejahteraan karyawan, sanksi dan teladan pimpinan, sangat berpengaruh terhadap kinerja pegawai di Dinas Pendidikan Kabupaten Pamekasan terbukti benar. B. Hipotesis yang kedua adalah variabel teladan pimpinan merupakan faktor yang paling dominan pengaruhnya terhadap kinerja pegawai di Dinas Pendidikan Kabupaten Pamekasan dapat diterima. Saran Saran-saran yang dapat diberikan pada penelitian ini terhadap Dinas Pendidikan Kabupaten Pamekasan sebagai tempat pelayanan umum adalah:
A. Pada variabel kesejahteraan karyawan, nilai yang didapat adalah posistif, maka diharapkan kesejahteraan karyawan tetap dipertahankan bahkan ditingkatkan, sehingga pegawai merasa diperhatikan kebutuhannya dan lebih disiplin dalam bekerja yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan kinerja pegawai. B. Pada variabel sanksi menunjukkan penilaian yang sedikit memuaskan, sehingga diharapkan di Dinas Pendidikan Kabupaten Pamekasan untuk memperbaiki penerapan-penerapan sanksi yang harus diterapkan oleh pihak Dinas Pendidikan Kabupaten Pamekasan dalam arti sanksi tersebut bersifat menanamkan kesadaran dalam rangka meningkatkan kinerja pegawai. C. Teladan pimpinan mendapat penilaian posistif, maka pihak pimpinan Dinas Pendidikan Kabupaten Pamekasan diharapkan untuk mempertahankan dan bahkan lebih meningkatkan keteladanan seorang pimpinan. Saran yang disampaikan di atas bertujuan untuk lebih meningkatkan kinerja pegawai secara keseluruhan pada Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Pamekasan. DAFTAR PUSTAKA Handoko, T Hani. 1986. Manajemen. Edisi Revisi. Yogyakarta: BPFE. Hasibuan, Malayu SP. 1994. Manajemen Sumber Daya Manusia; Dasar dan Kunci Keberhasilan. Cetakan VI. Jakarta. Haji Masagung. Koontz, Harold and Heinz Weihrich. 1990. Essential of Management. International Edition. Singapore: McGraw-Hill Book Co. Kossen, Stan. 1986. Aspek Manusia Dalam Organisasi. Terj. Edisi III. Jakarta: Erlanggal. Matutina, Domi C, dkk. 1992. Manajemen Personalia. Edisi Revisi. Jakarta: Ghalia Indonesia. Nitisemito, Alex S. 1992. Manajemen Personalia. Edisi Revisi. Cetakan VIII. Jakarta: Ghalia Indonesia. Ranupandojo, Heidjrachman dan Suad Husnan. 1993. Manajemen Personalia. Edisi IV. Cetakan III. Yogyakarta: BPFE.
PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL ASPIRASI
(Judul Artikel, Sekitar 15 Kata, Memberi Gambaran Penelitian yang Telah Dilakukan, Times New Roman 11, spasi 1, spacing after 6 pt) Nama Penulis Pertama (Times New Roman 11, Bold, spasi 1) Afiliasi (Program Studi, Fakultas, Universitas) dan Alamat e-mail (Times New Roman 10, spasi 1, spacing after 6 pt)
Nama Penulis Kedua, dan seterusnya Afiliasi (Program Studi, Fakultas, Universitas) dan Alamat e-mail
Abstrak (Times New Roman 10, Bold, spasi 1, spacing before 12 pt, after 6 pt) Abstrak memuat uraian singkat mengenai masalah dan tujuan penelitian, metode yang digunakan, dan hasil penelitian. Tekanan penulisan abstrak terutama pada hasil penelitian. Abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Pengetikan abstrak dilakukan dengan spasi tunggal dengan margin yang lebih sempit dari margin kanan dan kiri teks utama. Kata kunci perlu dicantumkan untuk menggambarkan ranah masalah yang diteliti dan istilah-istilah pokok yang mendasari pelaksanaan penelitian. Kata-kata kunci dapat berupa kata tunggal atau gabungan kata. Jumlah kata-kata kunci 3-5 kata. Kata-kata kunci ini diperlukan untuk komputerisasi. Pencarian judul penelitian dan abstraknya dipermudah dengan kata-kata kunci tersebut. Kata Kunci: isi, format, artikel.
Abstract An abstranct is a brief summary of a research article, thesis, review, conference proceeding or any-depth analysis of a particular subject or disipline, and is often used to help the reader quickly ascertain the paper purposes. When used, an abstract always appears at the beginning of a manuscript or typescript, acting as the point-of-entry for any given academic paper or patent application. Absatrcting and indexing services for various academic discipline are aimed at compiling a body of literature for that particular subject. Abstract length varies by discipline and publisher requirements. Abstracts are typically sectioned logically as an overview of what appears in the paper. Keywords: content, formatting, article.
PENDAHULUAN (Times New Roman 10, Bold, spasi 1, spacing before 12 pt, after 2 pt) Bagian pendahuluan terutama berisi: (1) permasalahan penelitian; (2) wawasan dan rencana pemecahan masalah; (3) rumusan tujuan penelitian; (4) rangkuman kajian teoritik yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Pada bagian ini kadang-kadang juga dimuat harapan akan hasil dan manfaat penelitian. Panjang bagian pendahuluan sekitar 2-3 halaman dan diketik dengan 1,15 spasi (atau mengikuti ketentuan penulisan jurnal ilmiah tempat artikel tersebut hendak diterbitkan). Batang tubuh teks menggunakan font: Times New Roman 10, regular, spasi 1.15, spacing before 0 pt, after 0 pt)
METODE Pada dasarnya bagian ini menjelaskan bagaimana penelitian itu dilakukan. Materi pokok bagian ini adalah: (1) rancangan penelitian; (2) populasi dan sampel (sasaran penelitian); (3) teknik pengumpulan data dan pengembangan instrumen; (4) dan teknik analisis data. Untuk penelitian yang menggunakan alat dan bahan, perlu dituliskan spesifikasi alat dan bahannya. Spesifikasi alat menggambarkan kecanggihan alat yang digunakan sedangkan spesifikasi bahan menggambarkan macam bahan yang digunakan. Untuk penelitian kualitatif seperti penelitian tindakan kelas, etnografi, fenomenologi, studi kasus, dan lain-lain, perlu ditambahkan kehadiran peneliti, subyek penelitian, informan yang ikut membantu beserta cara-cara menggali data-data penelitian, lokasi dan lama penelitian serta uraian mengenai pengecekan keabsahan hasil penelitian.
Sebaiknya dihindari pengorganisasian penulisan ke dalam “anak sub-judul” pada bagian ini. Namun, jika tidak bisa dihindari, cara penulisannya dapat dilihat pada bagian “Hasil dan Pembahasan”. HASIL DAN PEMBAHASAN Bagian ini merupakan bagian utama artikel hasil penelitian dan biasanya merupakan bagian terpanjang dari suatu artikel. Hasil penelitian yang disajikan dalam bagian ini adalah hasil “bersih”. Proses analisis data seperti perhitungan statistik dan proses pengujian hipotesis tidak perlu disajikan. Hanya hasil analisis dan hasil pengujian hipotesis saja yang perlu dilaporkan. Tabel dan grafik dapat digunakan untuk memperjelas penyajian hasil penelitian secara verbal. Tabel dan grafik harus diberi komentar atau dibahas. Untuk penelitian kualitatif, bagian hasil memuat bagianbagian rinci dalam bentuk sub topik-sub topik yang berkaitan langsung dengan fokus penelitian dan kategorikategori. Pembahasan dalam artikel bertujuan untuk: (1) menjawab rumusan masalah dan pertanyaan-pertanyaan penelitian; (2) menunjukkan bagaimana temuan-temuan itu diperoleh; (3) menginterpretasi/menafsirkan temuantemuan; (4) mengaitkan hasil temuan penelitian dengan struktur pengetahuan yang telah mapan; dan (5) memunculkan teori-teori baru atau modifikasi teori yang telah ada. Dalam menjawab rumusan masalah dan pertanyaanpertanyaan penelitian, hasil penelitian harus disimpulkan secara eksplisit. Penafsiran terhadap temuan dilakukan dengan menggunakan logika dan teori-teori yang ada. Temuan berupa kenyataan di lapangan diintegrasikan/ dikaitkan dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya atau dengan teori yang sudah ada. Untuk keperluan ini harus ada rujukan. Dalam memunculkan teori-teori baru, teoriteori lama bisa dikonfirmasi atau ditolak, sebagian mungkin perlu memodifikasi teori dari teori lama. Dalam suatu artikel, kadang-kadang tidak bisa dihindari pengorganisasian penulisan hasil penelitian ke dalam “anak subjudul”. Berikut ini adalah cara menuliskan format pengorganisasian tersebut, yang di dalamnya menunjukkan cara penulisan hal-hal khusus yang tidak dapat dipisahkan dari sebuah artikel. Singkatan dan Akronim Singkatan yang sudah umum seperti seperti IEEE, SI, MKS, CGS, sc, dc, and rms tidak perlu diberi keterangan kepanjangannya. Akan tetapi, akronim yang tidak terlalu dikenal atau akronim bikinan penulis perlu diberi keterangan kepanjangannya. Sebagai contoh: Model
pembelajaran MiKiR (Multimedia interaktif, Kolaboratif, dan Reflektif) dapat digunakan untuk melatihkan penguasaan keterampilan pemecahan masalah. Jangan gunakan singkatan atau akronim pada judul artikel, kecuali tidak bisa dihindari. Satuan Penulisan satuan di dalam artikel memperhatikan aturan sebagai-berikut:
Gunakan SI (MKS) atau CGS sebagai satuan utama, dengan satuan sistem SI lebih diharapkan. Hindari penggabungan satuan SI dan CGS, karena dapat menimbulkan kerancuan, karena dimensi persamaan bisa menjadi tidak setara. Jangan mencampur singkatan satuan dengan satuan lengkap. Misalnya, gunakan satuan “Wb/m2” or “webers per meter persegi”, jangan “webers/m2”.
Persamaan Anda seharusnya menuliskan persamaan dalam font Times New Roman atau font Symbol. Jika terdapat beberapa persamaan, beri nomor persamaan. Nomor persamaan seharusnya berurutan, letakkan pada bagian paling kanan, yakni (1), (2), dan seterusnya. Gunakan tanda agar penulisan persamaan lebih ringkas. Gunakan font italic untuk variabel, huruf tebal untuk vektor.
Gambar dan Tabel Tempatkan label tabel di atas tabel, sedangkan label gambar di bagian bawah tabel. Tuliskan tabel tertentu secara spesifik, misalnya Tabel 1, saat merujuk suatu tabel. Contoh penulisan tabel dan keterangan gambar adalah sebagai berikut: Tabel 1. Format Tabel Kepa la Tabel Isi
Kepala Kolom Tabel Sub-kepala Sub-kepala Kolom Kolom Isi tabel Isi tabel
Disarankan untuk menggunakan fitur text box pada MS Word untuk menampung gambar atau grafik, karena hasilnya cenderung stabil terhadap perubahan format dan pergeseran halaman dibanding insert gambar secara langsung. a Gambar 1. Contoh keterangan gambar
Kutipan dan Acuan Salah satu ciri artikel ilmiah adalah menyajikan gagasan orang lain untuk memperkuat dan memperkaya gagasan penulisnya. Gagasan yang telah lebih dulu diungkapkan orang lain ini diacu (dirujuk), dan sumber acuannya dimasukkan dalam Daftar Pustaka. Daftar Pustaka harus lengkap dan sesuai dengan acuan yang disajikan dalam batang tubuh artikel. Artinya, sumber yang ditulis dalam Daftar Pustaka benar-benar dirujuk dalam tubuh artikel. Sebaliknya, semua acuan yang telah disebutkan dalam artikel harus dicantumkan dalam Daftar Pustaka. Untuk menunjukkan kaulitas artikel ilmiah, daftar yang dimasukkan dalam Daftar Pustaka harus cukup banyak. Daftar Pustaka disusun secara alfabetis dan cara penulisannya disesuaikan dengan aturan yang ditentukan dalam jurnal. Kaidah penulisan kutipan, acuan, dan Daftar Pustaka mengikuti buku pedoman ini. Penyajian gagasan orang lain di dalam artikel dilakukan secara tidak langsung. Gagasan yang dikutip tidak dituliskan seperti teks asli, tetapi dibuatkan ringkasan atau simpulannya. Sebagai contoh, Suharno (1973:6) menyatakan bahwa kecepatan terdiri dari gerakan ke depan sekuat tenaga dan semaksimal mungkin, kemampuan gerakan kontraksi putus-putus otot atau segerombolan otot, kemampuan reaksi otot atau segerombolan otot dalam tempo cepat karena rangsangan. Acuan adalah penyebutan sumber gagasan yang dituliskan di dalam teks sebagai (1) pengakuan kepada pemilik gagasan bahwa penulis telah melakukan “peminjaman” bukan penjiplakan, dan (2) pemberitahuan kepada pembacanya siapa dan darimana gagasan tersebut diambil. Acuan memuat nama pengarang yang pendapatnya dikutip, tahun sumber informasi ditulis, dan/tanpa nomor halaman tempat informasi yang dirujuk diambil. Nama pengarang yang digunakan dalam acuan hanya nama akhir. Acuan dapat dituliskan di tengah kalimat atau di akhir kalimat kutipan. Acuan ditulis dan dipisahkan dari kalimat kutipan dengan kurung buka dan kurung tutup (periksa contohcontoh di bawah). Acuan yang dituliskan di tengah kalimat dipisahkan dengan kata yang mendahului dan kata yang mengikutinya dengan jarak. Acuan yang dituliskan diakhir kalimat dipisahkan dari kata terakhir kalimat kutipan dengan diberi jarak, namun tidak dipisahkan dengan titik. Nama pengarang ditulis tanpa jarak setelah tanda kurung pembuka dan diikuti koma. Tahun penerbitan dituliskan setelah koma dan diberi jarak. Halaman buku atau artikel setelah tahun penerbitan, dipisahkan dengan tanda titik dua tanpa jarak,
dan ditutup dengan kurung tanpa jarak. Sebagai contoh: karya tulis ilmiah adalah tulisan faktual yang digunakan penulisnya untuk memberikan suatu pengetahuan/informasi kepada orang lain (Riebel, 1978:1). Apabila nama pengarang telah disebutkan di dalam teks, tahun penerbitan sumber informasi dituliskan segera setelah nama penulisnya. Atau, apabila nama pengarang tetap ingin disebutkan, acuan ini dituliskan di akhir teks. Contohnya: menurut Riebel (1978:1), karya tulis ilmiah adalah tulisan faktual yang digunakan penulisnya untuk memberikan suatu pengetahuan/informasi kepada orang lain. Nama dua pengarang dalam karya yang sama disambung dengan kata ‘dan’. Titik koma (;) digunakan untuk dua pengarang atau lebih dari dua pengarang dengan karya yang berbeda. Contohnya: karya tulis ilmiah adalah tulisan faktual yang digunakan penulisnya untuk memberikan suatu pengetahuan/informasi kepada orang lain (Riebel dan Roger, 1980:5). Jika melibatkan dua pengarang dalam dua karya yang berbeda, contoh penulisannya: karya tulis ilmiah adalah tulisan faktual yang digunakan penulisnya untuk memberikan suatu pengetahuan/informasu kepada orang lain (Riebel, 1978:4; Roger, 1981:5). Apabila pengarang lebih dari dua orang, hanya nama pengarang pertama yang dituliskan. Nama pengarang selebihnya digantikan dengan ‘dkk’ (dan kawan-kawan). Tulisan ‘dkk’ dipisahkan dari nama pengarang, yang disebutkan dengan jarak, diikuti titik, dan diakhiri dengan koma. Contohnya: membaca adalah kegiatan interakasi antara pembaca dan penulis yang kehadirannya diwakili oleh teks (Susanto dkk., 1994: 8). Penulisan Daftar Pustaka Daftar Pustaka merupakan daftar karya tulis yang dibaca penulis dalam mempersiapkan artikelnya dan kemudian digunakan sebagai acuan. Dalam artikel ilmiah, Daftar Pustaka harus ada sebagai pelengkap acuan dan petunjuk sumber acuan. Penulisan DaftarPustaka mengikuti aturan dalam Buku Pedoman ini. Ucapan Terima Kasih Jika perlu berterima kasih kepada pihak tertentu, misalnya sponsor penelitian, nyatakan dengan jelas dan singkat, hindari pernyataan terima kasih yang berbungabunga.
PENUTUP Simpulan Simpulan menyajikan ringkasan dari uraian mengenai hasil dan pembahasan, mengacu pada tujuan penelitian. Berdasarkan kedua hal tersebut dikembangkan pokokpokok pikiran baru yang merupakan esensi dari temuan penelitian.
Saran Saran disusun berdasarkan temuan penelitian yang telah dibahas. Saran dapat mengacu pada tindakan praktis, pengembangan teori baru, dan/atau penelitian lanjutan.
DAFTAR PUSTAKA De Porter, Bobbi dan Hernacki, Mike. 1992. Quantum Learning. Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Terjemahan oleh Alwiyah Abdurrahman. Bandung: Penerbit Kaifa. Sujimat, D. Agus. 2000. Penulisan karya ilmiah. Makalah disampaikan pada pelatihan penelitian bagi guru SLTP Negeri di Kabupaten Sidoarjo tanggal 19 Oktober 2000 (Tidak diterbitkan). MKKS SLTP Negeri Kabupaten Sidoarjo Suparno. 2000. Langkah-langkah Penulisan Artikel Ilmiah dalam Saukah, Ali dan Waseso, M.G. 2000. Menulis Artikel untuk Jurnal Ilmiah. Malang: UM Press. UNESA. 2000. Pedoman Penulisan Artikel Jurnal, Surabaya: Lembaga Penelitian Universitas Negeri Surabaya. Wahab, Abdul dan Lestari, Lies Amin. 1999. Menulis Karya Ilmiah. Surabaya: Airlangga University Press. Winardi, Gunawan. 2002. Panduan Mempersiapkan Tulisan Ilmiah. Bandung: Akatiga.
(Times New Roman 10, Reguler, spasi 1, spacing before 6 pt, after 6 pt).